JURNAL HUKUM RUTH KAMBUAYA
THE LEGAL STANDING OF THE ADAT COMMUNITY OF YAWAONAT AS A PROPOSER IN THE MATERIAL EXAMINATION OF THE ARTICLE 20 LETTER A OF THE LAWS NUMBER 21/2001 IN THE CONSTITUTIONAL COURT Case Study: The legitimacy of Indigenous People Yawa OnatE Yapen Waropen Against Komaruddin Watubun As the native of Papuan based on Papua Special Autonomy Law
ABSTRACT The substance of legislation is a written legal norm which has a binding and constant legal power. Substantially, the Article 20 section 1 letter a of the Laws Number 21/2001 has violated the constitutional rights of the adat community of Yawaonat. In this connection the adat community has made a proposal for material examination against Laws Number 21/2001 to the Constitutional Court. This study describes the rights of the adat community in accommodating outsiders (non-Papuan people) to become the Native of Papuans based on the adat law which has been accommodated in the Laws Number 21/2001. The material examination conducted by the Constitutional Court decided that the significance for recognizing outsiders to become the Native of Papuans if it is not well signified will create constitutional losses for outsiders who have been recognized as the native Papuans and can harm the constitutional rights of the adat community. This is a normative legal study. The legal sources employed for this study was the legal primary and secondary sources. The analysis was done systematically and interpretatively with juridical evaluations. The legal standing of the adat community of Yawaonat as a proposer in the session of the Constitutional Court is based on the specifications of Article 51 section 1 of the Laws Number 24/2003 with reference to the Laws Number 8/2011 concerning Constitutional Court. The rights of the adat community which is violated covers the constitutional rights given by the 1945 Constitution and the rights by Laws Number 21/2001. Key word: Legal standing: Adat community: Laws examinat
1
2
BAB I 1.1. PENDAHULUAN
Secara sosiologi eksistensi masyarakat
sekelompok manusia yang telah lama
hukum adat merupakan suatu sistem
hidup dan bekerjasama,
sosial, yang menjadi wadah dari polapola
interaksi
sehingga mereka itu mengorganisasikan
sosial atau hubungan
dirinya dan berpikir tentang dirinya
interpersonal maupun hubungan sosial.
sebagai suatu kesatuan social dengan
Masyarakat
batas-batas tertentu. (ii) Hukum /law
hukum
adat
adalah
masyarakat yang timbul secara spontan
merupakan
diwilayah tertentu, yang berdirinya tidak
memuat tentang sejumlah norma-norma
ditetapkan
tertentu,
atau
diperintahkan
oleh
seperangkat
bertujuan
aturan
yang
mengatur
tata
penguasa yang lebih tinggi atau penguasa
pergaulan hidup, mempunyai sanksi yang
lainnya,dengan rasa solidaritas yang
sifat
sangat
kelompoknya.
besar diantara para anggota
masyarakat sebagai anggota luar dan menggunakan
wilayahnya
sebagai
sumber kekayaan yang hanya dapat dimanfaatkan
sepenuhnya
oleh
para
mengikat
merupakan
(Hilman
Hadi
(iii) suatu
para
Adat
adalah
kebiasaan /tradisi
yang dilakukan secara berulang-ulang. Sehingga
dapat
disimpulkan
bahwa
masyarakat hukum adat merupakan suatu kelompok
anggotanya.
diantara
manusia
yang
memiliki
Kusuma budaya ( culture) tertentu diantara para
1980 ). anggotanya yang dilakukan secara turun Masyarakat hukum adat terdiri temurun
berdasarkan
aturan/norma-
dari tiga komponen penting yaitu (i) norma Masyarakat
/society
hukum
adat
yang
merupakan diantara para anggotanya.
mengikat
3
Keberadaan masyarakat hukum
juluki oleh pelayar bangsa Prortugal
adat yang dimaksud dalam kajian ini
dengan julukan “ Isla de Ora” artinya “
adalah masyarakat hukum adat
Orang
Pulau Emas” dan dari bahasa Spanyol “
Asli Papua yang terdiri dari 263 suku-
Nova” yang artinya baru dan Guinea
suku
Papua.
artinya tanah atau tempat dan Orang
adat
Belanda menamakan New Guinea Tanah
asli
Eksistensi
di
Provinsi
masyarakat
hukum
Papua memiliki arti penting dalam sistem
Papua (Rainer Scheunemann ; 2004:30).
penyelenggaraan pemerintahan Provinsi
Dalam
literature
lain
pun
Papua dan secara umum dalam sistem
menyebutkan bahwa masyarakat hukum
pemerintahan
yang sederhana memiliki adat yang
Negara
Kesatuan
Republik Indonesia.
sungguh-sunguh, halus dan kompleks
Masyarakat hukum adat adalah,
seperti hubungan-hubungan keluarga (
warga masyarakat asli Papua yang sejak
H.Lili Rasjidi & I.B.Wyasa Putra ; 2003:
kelahirannya
155).
hidup
dalam wilayah
tertentu dan terikat serta tunduk kepada hukum
adat
tertentu
dengan
rasa
Dari beberapa pendapat diatas dapat
disimpulkan
ciri-ciri
suatu
solidaritas yang tinggi diantara para
masyarakat hukum adat adalah sebagai
anggotanya ( Pasal 1 huruf r UU Otsus
berikut:
Papua).
1. Mendiami suatu wilayah tertentu;
Secara antropologis Orang Asli
2. Merupakan
suatu
kesatuan/kelompok tertentu. Papua berasal dari ras negroit rumpun Melanesia. Nama Papua berasal dari kata Melayu, yaitu: “Pua-Pua” yang berarti
3. Mempunyai
geneologi
tertentu 4. Mempunyai adat-istiadat tertentu. dan
rambut keriting. Bahkan Pulau Papua di
ciri-ciri
4
5. Mempunyai sistem pemerintahan adat tersendiri.
kehidupannya sebagai suatu
system adat yang sifatnya kompleks dan dijalankan
sesederhana
mungkin,
mereka hidup secara teratur dengan
hukum adat
tiap-tiap
sesuai
yang berlaku di
suku/etnis.
Ciri
melalui
penyelenggaraan
tata
pemerintahan
masing-masing suku/etnis adat-istiadat masing-masing di Provinsi mengakomodir
cara adat
berdasarkan suku/etnis
Papua. Dalam rangka mempertahankan
eksistensi suku/etnis serta melindungi hak-hak masyarakat hukum adat yang terdiri dari 236 suku/etnis maka Majelis Rakyat Papua (MRP) hadir sebagai lembaga kultural masyarakat hukum adat yang berfungsi sebagai lambang kultural guna memproteksi hak-hak
masyarakat
kelompok
orang asli
papua secara individu maupun kelompok.
inilah
sebagai
yang
hak-hak
hukum adat sebagaimana
termuat dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 jo UndangUndang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua ( UU Otsus Papua). Kehadiran Majelis Rakyat Papua
khas
masyarakat hukum adat Papua dapat bedakan
secara
didefenisikan
Masyarakat hukum adat Papua menjalani
Hak
dalam kerangka structural pemerintahan Provinsi Papua guna memperkuat system penyelenggaraan otonomi Khusus Papua, salah
satu
tugas
memberikan
MRP
adalah
pertimbangan
dan
persetujuan kepada bakal calon gubernur dan wakil gubernur Provinsi Papua yang secara antropologis adalalah orang asli Papua. Berdasarkan wewenang tersebut pada tahun pada tanggal 18-November- 2005 MRP
mengeluarkan
No.06/MRP/2005 Komaruddin
yang
SK menolak
watubun sebagai
bakal
calon wakil gubernur Provinsi Papua
5
karena yang tersebut bukanlah orang asli Papua. Keputusan MRP tersebut secara hukum
adat
telah
merugikan
hak
2. Hak Konstitusional masyarakat hukum adat Yawaonat apakah yang telah dilanggar oleh Majelis Rakyat Papua ?
konstitusional masyarakat hukum adat Yawa Onate
yang telah memberikan
pengakuan secara hukum adat
1.3.
METODE PENELITIAN Dilihat dari substansi kajian ini,
kepada
Komaruddin Watubun sebagai orang asli
penelitian
Papua sesuai dengan pasal 1 huruf t UU
hukum normatif yang berfokus pada pada
Otsus-Papua. Oleh karena itu kedudukan
peraturan perundang-undangan. Bahan
hukum
(legal
masyarakat
hukum yang digunakan dalam penelitian
hukum
Yawaonat
pemohon
ini adalah bahan hukum primer dan yang
terhadap uji materil Pasal 20 Ayat (1)
berfokus pada Undang-Undang Dasar
UU
Tahun 1945 dan UU N0 21 Tahun 2001
standing)
Otsus-Papua
sebagai
di
Mahkamah
Konstitusi menarik untuk dikaji.
dan
ini
merupakan
penelitian
bahan hukum sekunder meliputi
jurnal hukum, makalah, buku-buku teks 1.2.
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah kedudukan hukum Masyarakat hukum Adat Yawaonat Konstitusi ?
hukum yang materinya relevan dengan materi/substansi yang dikaji.
6 BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kedudukan Hukum (Legal Standing) Masyarakat Hukum Adat Yawaonat Dalam Konstitusi. Dalam bukunya yang
berjudul “The
hukum adat dapat ditemui dalam Pasal 51
legal system a social scince perspective”
UU No.24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah
Tentang “Teori Hukum” ( Lawrence Friedman
Konstitusi dan Pasal 67 dan penjelasannya
1759; 15 ) menyebutkan bahwa Legal Culture
yang terdapat dalam UU No.41 Tahun 1999
(budaya hukum) atau “Komponen budaya
Tentang Kehutanan.
hukum” (legal culture), refers, then, to those
Pengakuan
eksistensi
masyarakat
parts of general culture, customs, opinion,
hukum adat Yawa Onate dijamin oleh legal
ways of doing and thiking, that bend social
formal
forces toward or away from the law and in
sebagai berikut:
particular ways” (bahwa budaya hukum
1. Secara
peraturan
perundang-undangan
konstitusional
negara
telah
adalah bagian dari budaya umumnya, yang
memberikan
pengakuan
berupa adat –istiadat, pandangan, cara berpikir
penghormatan
terhadap
dan tingkah laku, semua itu dapat membentuk
masyarakat
kekuatan sosial yang bergerak
mendekati
terhadap eksisitensi masyarakat hukum
hukum dan cara-cara tertentu. Ini berarti bahwa
adat merupakan suatu pengakuan dan
sikap perilaku manusia ataupun kebiasaan-
perlindungan hukum sebagaimana diatur
kebiasaan yang dapat membentuk kekuatan-
dalam Undang-Undang Dasar Negara
kekuatan sosial untuk mentaati hukum atau
Tahun 1945 yang termaktub dalam Pasal
sebaliknya melanggar hukum).
18-B ayat (2) yang menentukan bahwa
Di Indonesia sampai dengan saat ini
“Negara
hukum
adat.
mengakui dan
dan hak-hak Pengakuan
menghormati
belum ada undang-undang yang dibentuk
kesatuan masyarakat hukum adat beserta
untuk mengatur kesatuan masyarakat adat,
hak-hak tradisionalnya sepanjang masih
namun hal tersebut tidak berarti bahwa hak-
hidup dan sesuai dengan perkembangan
hak masyarakat hukum adat dapat diabaikan
masyarakat dan prinsip-prinsip Negara
oleh
Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur
pemerintah.
Secara
implicit
Penghargaan terhadap hak-hak masyarakat
dengan
dalam
undang-undang.
7 Berdasarkan uraian substansi Pasal 18-B
eksistensi
ayat (2) UUD Tahun 1945 maka ada 3
Papua sebagaimana termuat dalam
unsur penting yang menjadi landasan
Pasal 1 huruf r yang menentukan bahwa
yuridis pengakuan terhadap masyarakat
Masyarakat hukum adat
hukum adat yaitu:
warga masyarakat asli Papua yang
a. Merupakan
suatu
Kesatuan
masyarakat
sejak kelahirannya
hukum
adat
adalah
hidup
dalam
Masyarakat Hukum Adat Yaitu agar
wilayah tertentu dan terikat serta
dapat
eksistensi
tunduk kepada hukum adat tertentu
turun-temurun
dengan rasa solidaritas yang tinggi
mempertahankan
kelompoknya
secara
sebagai suatu bagian / system yang
diantara para anggotanya.
berkelompok maka tiap suku/etnis
Dalam Undang-Undang Otsus –Papua secara
harus mampu mempertahankan adat-
eksplicit
istiadatnya secara turun temurun.
masyarakat hukum adat Papua namun hak-
b. Masih hidup dan sesuai dengan
tidak
diatur
tentang
hak masyarakat hukum adat
hak-hak
Papua akan
perkembangan masyarakat.
diatur secara implicit dalam Perdasus No.23
Negara memberikan jaminan kepastian
Tahun 2008 Tentang Hak Ulayat Masyarakat
hukum kepada masyarakat sebagai
Hukum Adat dan Hak Perorangan Warga
suatu
Masyarakat Adat atas tanah.
penghormatan
masyarakat
hukum adat
kepada sepanjang
Beradasarkan uarain landasan konstitusi
keberadaan masyarakat hukum adat itu
tentang perlindungan terhadap
masih hidup dan berkembang, artinya
Hukum Adat diatas, maka Kedudukan Hukum
apabila kesatuan masyarakat tersebut
(Legal Standing) Masyarakat Yawa Onat
sudah tidak dapat lagi mempertahankan
dalam uji materil Pasal 20 ayat (1) huruf a
keberadaannya ditengah-tengah arus
UU Otsus-Papua No.21 Tahun 2001 di
globalisasi
Mahkamah
perkembangan
Negara
Konstitusi
Masyarakat
didasarkan
pada
maka kesatuan masyarakat tersebut
Ketentuan Pasal 51 Ayat (1) UU MK yang
dengan sendirinya akan hilang.
menyebutkan bahwa Pemohon pihak yang
c. Yang diatur dengan dalam undangundang. Dalam
menganggap
hak
dan/atau
kewenangan
konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang
Otonomi
Khusus Papua pengakuan terhadap
suatu undang-undang , yaitu: a. Perorangan warga negara Indonesia;
8 b.
Kesatuan Masyarakat Hukum Adat
Konstitusional” adalah: Hak-hak yang diatur
sepanjang
dalam
masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan prinsip NKRI : c. Badan hukum publik
maupun Privat,
atau
UUD
1945.
Nomor.006/PUU/V/2007
Putusan tentang
MK
kerugian
konstitusional yang dimaksud dalam Pasal 51 ayat(1) & Penjelasan Pasal 51(1) UU MK
d. Lembaga Negara.
meliputi:
Penjelasan Pasal 51 ayat (1) UU MK yang
menyebutkan
bahwa
“Hak
a. Adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional potensial yang menurut penalaran yang wajar dan pemohon yang diberikan oleh UUD 1945;
dapat dipastikan akan terjadi.
b. Adanya hak dan/ atau kewenangan konstitusional d.
Adanya
kemungkinan
tersebut oleh pemohon dianggap dirugikan oleh
dikabulkannya
berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan
kerugian
pengujiannya.
didalilkan
c. Kerugian konstitusional tersebut bersifat spesifik
bahwa
dengan
permohonan,
maka
konstitusional
seperti
yang
tidak akan atau tidak lagi
terjadi.
( khusus) dan actual atau setidak-tidaknya
B. Hak
Konstitusional
Masyarakat
Hukum Adat Yawaonat yang dilanggar oleh Majelis Rakyat Papua.
Sejak pemberlakuan UU Otsus-Papua
dampak dalam lapangan public pemerintahan
sebagaimana telah diubah dengan UU No.35
daerah Provinsi Papua (Pemda-Provinsi Papua)
Tahun 2008 telah hadir beberapa aturan hukum
antara lain: (1) Dampak Positif yaitu dimana
berupa Perdasi ( Peraturan Daerah Provinsi)
UU Otsus merupakan sarana/alat pemerintah
dan Perdasus ( Peraturan daerah Khuusus)
pusat
yang telah dibentuk oleh pemerintahan daerah
masyarakat Papua dan dampak (2)
Provinsi Papua guna merealisasikan substansi
dampak negative yaitu bahwa banyak pula
UU Otsus- Papua.
rumusan dari
Kehadiran UU Otsus Papua ditinjau dari segi output kemanfaatan memiliki dua (2)
guna
mengandung
meningkatkan
kesejahteraan
UU Otsus –Papua
yaitu
yang
norma kabur (vague normen).
Kekaburan norma
dalam UU Otsus-Papua
9 pun
tak
jarang menimbulkan kontrafersi
wilayah
teritorial
Yapen
Waropen
dan
penerapan UU Otsus di lapangan hukum dan
mempunyai pemerintahan adat sendiri yang
tak jarang pula menyulut berbagai sengketa
dilakukan secara turun- temurun.
organ kelembagaan daerah dalam pelaksanaan wewenang institusional.
Akibat lain dari
Hak masyarakat hukum adat Yawa Onate yang dilanggar oleh adalah
hak
banyaknya norma kabur sering pula memicu
dalam mengakomodir / mengangangkat /
konflik / pertentangan (leemten van normen)
mengukuhkan seseorang yang notabennya
diantara peraturan perundang-undangan baik
bukan Orang Asli Papua menjadi Orang
secara
Asli
vertical
pertentangan
norma
maupun pun
horizontal, tidak
jarang
menimbulkan kerugikan konstitusional secara individual, kelompok maupun
Papua
sesuai
dengan
hak-hak
masyarakat sebagai mana ditentukan dalam rumusan Pasal 1 huruf t UU Otsus-Papua.
masyarakat
Dalam adat-istiadat Orang asli Papua
Provinsi Papua pada umumnya. Lemahnya
perihal mengdopsi anak atau yang dalam
kepastian hukum dalam UU No.21 Tahun 2001
bahasa ibu lebih dikenal dengan sebutan
melahirkan
“angkat anak” bukanlah merupakan suatu hal
produk hukum yang tidak
berkarakter yuridis formal dan responsive
yang
“tabu’’.
Tradisi
mengadopsi
anak
sesuai dengan landasan filosofis pembentukan
berdasarkan
Undang-Undang No.21 Tahun 2001.
masyarakat yang susunan pertalian darahnya
garis keturunan Patrilineal (
Keberadaan Masyarakat hukum adat
mengikuti garis keturunan bapak atau garis
Yawa Onate Merupakan suatu Kesatuan
keturunan laki-laki); Matrilineal (masyarakat
Masyarakat Hukum Adat yang terdiri dari 18
yang susunan pertalian darahnya mengikuti
suku/etnis yang mendiami kepulauan Yapen
garis keturunan ibu atau garis keturunan
Waropen, hingga saat ini masih hidup dan
wanita) ; maupun parental, merupakan suatu
berkembang, mereka masih mempertahankan
tradisi yang telah dilakukan secara turun
adat-istiadatnya termasuk hak-hak ada yang
temurun sejak dahulu sebelum masyarakat
diperolehnya secara turun temurun (sistem
Papua mengenal system pemerintahan formal
pemerintahan
maupun sesudah adanya system pemerintahan
kedudukan
adat).
Uraian
substansi
hukum (legal standing) diatas
formal. Demikian pula dalam hal
budaya
memperkuat keberadaan masyarakat hukum
mengakomodir/ mengangkat anak/ adopsi anak
adat Yawaonat sebagai suatu komunitas
dari Orang non Papua menjadi Orang asli
(kelompok) tertentu dan hidup dalam suatu
Papua pun
telah
dilakukan sejak zaman
10 nenek moyang orang asli Papua. Tradisi
suatu kesatuan pembelaannya, karena ia datang
mengadopsi anak hingga saat ini pun masih
dan
tetap
dilakukan, adapun tujuan megadopsi
masyarakat dusun tersebut dan diakui dalam
anak antara lain guna meneruskan keturunan
ikatan masyarakat tersebut. ( Ter Haar dalam
dan
Soebakti Poesponoto 1985 :29)
mempererat tali kekeluargaan diantara
para anggota masyarakat hukum adat Papua. Budaya mengadopsi anak/angkat anak
bertempat
tinggal
dengan
golongan
Demikian halnya dengan Pengakuan adat
Yawa Onat
terhadap Komaruddin
dalam suku Yawa Onate yang telah dilakukan
Watubun sebagai Orang Asli Papua oleh
oleh masyarakat hukum adat Yawa Onate dan
masyarakat
hal tersebut merupakan suatu tradisi adat /ritual
dilakukan oleh David Barangkea didasarkan
adat
telah dilakukan secara turun
faktor teritorial, hal tersebut karena orang tua
temurun. Prosesi pengangkatan anak pun dapat
yang berangkuan telah hidup lama secara
dilakukan dengan cara yang berbeda-beda
turun temurun ditanah Papua. Selain itu
sesuai dengan adat-istiadat tiap-tiap kelompok
pengakuan masyarakat hukum adat
masyarakat adat tersebut, hak mengangkat
Onate
anak/ mengadopsi anak inilah yang disebut hak
didasarkan
adat, hak tersebut berlaku diantara para
Watubun secara hukum
anggota/kelompok
dengan ketentuan : (i) Pasal 1 huruf q UU
yang
warga
tersebut,
dan
hukum adat Yawa Onat
terhadap pada
kepatuhan terhadap aturan hukum tersebutlah
Otsus
yang disebut hukum adat.
“Hukum adat
Secara adat terkait pengakuan seseorang
Papua
Komarudin pengakuan
yang
yang
Yawa Watubun
Komaruddin
dikatakan sesuai
menentukan
bahwa
adalah aturan atau norma
norma hukum tidak tertulis yang hidup dalam
sebagai anggota masyarakat hukum adat hanya
masyarakat,
dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu (i)
dipertahankan serta mempunyai sanksi.
berdasarkan faktor geneologis yaitu kesatuan
Pasal 1 huruf t
masyarakat hukum adat yang mempunyai
menentukan bahwa Orang asli Papua adalah
hubungan pertalian darah/ atau yang lebih
“Orang yang berasal dari rumpun ras
dikenal lagi dengan pertalian keturunan
dan
Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di
yaitu
Provinsi Papua dan /atau orang yang diterima
yang
dan diakui sebagai orang asli Papua oleh
(ii)
berdasarkan
kesatuan
faktor
masyarakat
teritorial
hukum
adat
mendiami dusun atau gabungan wilayah, mereka itu juga merupakan suatu golongan,
mengatur,
mengikat
dan (ii)
UU Otsus Papua yang
masyarakat hukum adat Papua” :
11 Kalimat dan/atau dalam rumusan Pasal 1 huruf t
Hak
konstitusional
masyarakat
merupakan norma hukum
hukum adat suku Yawa Onat yang dirugikan
positif yang telah mempunyai kekuatan hukum
oleh MRP adalah hak dalam mengakomodir
tetap
Sehingga
orang non Papua menjadi orang asli Papua
mengkategorikan dua
sesuai dengan ketentuan pasal 1 huruf t UU
macam pengertian orang asli yaitu: (i) Pertama,
Otsus Papua. Kebijakan mengakomodir orang
orang asli Papua dari rumpun ras Melanesia (ii)
non
Kedua orang-orang dari daerah lain yang
merupakan
diterima dan diakui sebagai orang asli melalui
hukum adat yang telah dilakukan secara turun
suatu upacara adat.
temurun berdasarkan hukum adat
dalam
UU
Otsus-Papua.
Ketentuan tersebut
Kesalahan dalam
Papua
menjadi
orang
wewenang
asli
setiap
Papua
masyarakat
menginterpretasikan dan
Berdasarkan Pendapat Mr.B.Ter Haar
melaksanakan materi muatan Pasal 20 ayat (1)
dan ketentuan Pasal 1 huruf t UU Otsus-Papua
huruf a dan Pasal 1 huruf t UU Otsus Papua
maka Komaruddin Watubun telah diakui sebagai
yang dilakukan oleh Majelis Rakyat Papua
anak adat suku yawaonat,
(MRP)
pengakuan adat
dengan
mengeluarkan
Keputusan
sesuai
dengan
tersebut maka orang-orang
Nomor 06/MRP/2005 tanggal 18 Nopember
yang diakui dan diterima sebagai
2005 yang menyatakan bahwa Komaruddin
masyarakat adat mempunyai persamaan dengan
Watubun
bukan orang asli Papua telah
Orang Asli
melanggar
hak
melanesia, dengan demikian ketentuan int
konstitusional
masyarakat
Papua
yang berasal dari ras
hukum adat Yawa Onat, Keputusan MRP
berkarakter responsive karena:
tersebut tersebut dilakukan tanpa adanya
1.
Mengakomudir
anggota
anggota
masyarakat
dari
komunikasi dan klarifikasi kepada David
daerah lain di Papua untuk disyahkan sebagai
Barangkea sebagai pemegang kewenangan
orang asli Papua.
Masyarakat Hukum Adat Yawa Onat maupun pihak
lain
mengetahui
Masyarakat
Hukum
Adat
Keputusan
MRP
yang
norma Yawa
hukum Onat.
menyatakan
Komaruddin Watubun bukan orang asli Papua telah
merugikan
Komarudin Watubun.
hak
konstitusioanal
2. Menjamin hak konstitusional (HAM Politik) untuk
berpartisipasi
dalam
pemerintahan
termasuk mencalonkan diri sebagai Calon Gubernur/Wakil Gubernur. 3. Menjunjung tinggi asas equality before the law sebagaimana diakui dalam
negara hukum
dalam sistem hukum Anglosaxon The Rule of Law maupun menurut konsep Negara Hukum
12 “rechtsstaat”
yang
menempatkan
Berdasarkan
Keputusan
Mahkamah
perlindungan HAM sebagai salah satu unsur
Konstitusi diatas maka MRP wajib mengakui
penting dalam Negara Hukum.
Komaruddin Watubun sebagai orang asli
4. Persamaan merupakan salah satu jenis HAM
Papua, karena yang bersangkutan telah diakui
yang dalam Pasal 4 Undang-Undang No.39
dan dikukuhkan oleh masyarakat hukum adat
Tahun 1999 terkategori sebagai
HAM
Yawa Onat dalam suatu upacara adat. Sebagai
absolut yang bersifat (universal) yang karena
konsekuensi kekaburan norma dalam Pasal
itu tidak dapat dikurangi dalam keadaan
20 ayat (1) huruf a dan Pasal 1 huruf t UU
apapun dan oleh siapapun.
Otsus-Papua
tersebut,
dari
perspektif
Setelah melakukan pengujian materil
Perancangan Peraturan Perundang-undangan
terhadap pasal-pasal dalam UU Otsus-Papua
“Legislative drafting” menimbulkan masalah-
seperti yang tersebut diatas Mahkamah
masalah sebagai berikut:
Konstitusi dalam pertimbangan hukumnya
1. Multi interprestasi
Nomor
2. Melanggar asas kepastian hukum
29/PUU-IX/2010
Permohonan
judicial review terhadap Pasal 20 ayat (1)
3. Keputusan
MRP
tentang
huruf a UU No 21 Tahun 2001 menyatakan
pertimbangan
bahwa Pasal 20 ayat (1) huruf a UU Otsus
bertentangan dengan Pasal 18-B Ayat (2)
Papua tidak mempunyai
kekuatan hukum
dan Pasal 28-D Ayat (3) Undang-Undang
mengikat. Artinya dari segi penerapan Pasal
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
20
1945.
ayat
(1)
UU
Otsus-Papua
bahwa
wewenang untuk menyatakan status social
4. Keputusan MRP
persetujuan
No 06/MRP/2005
sesorang berdasarkan UU Otsus bukanlah
dikatakan
wewenang Majelis Rakyat Papua (MRP).
konstitusional kesatuan masyarakat hukum
MRP dikatakan mempunyai wewenang guna
adat Yawa Onat yang kepemimpinan
memproteksi hak-hak orang asli Papua sesuai
tradisionalnya
dengan ketentuan UU Otsus-Papua, hal itu
David Barangkea dan juga melanggar hak
bermakna
konsttitusional
bahwa
MRP
hanya
dapat
telah
dan
pemberian
melanggar
dipercayakan
seluruh
hak
kepada
kesatuan
melakukan hal-hal yang ditentukan baginya
masyarakat hukum adat yang mendiami
sesuai dengan wewenang yang ditentukan
tanah Papua yang dijamin Pasal 18-B ayat
baginya selain dari pada itu MRP tidak dapat
(2) UUD 1945, serta pada saat yang
bertindak diluar wewenangnya.
13
5.
bersamaan melanggar hak konstitusional
pelaksanaan tugas dan wewenang MRP wajib
sebagai warga negara
dijunjung tinggi empat (4) fungsi utama
Dalam sudut Hukum administrasi Negara
keanggotaan MRP dalam melindungi hak-hak
kemungkinan
orang asli Papua secara individu maupun
tindakan
menimbulkan
6.
MRP
kesewenang-wenangan
kelompok. 4 fungsi tersebut adalah sbb:
karena MRP tidak mempunyai wewenang
1. Fungsi Perlindungan terhadap hak-hak
untuk menentukan Komarudin Watubun
orang asli Papua; Perlindungan/proteksi
bukan orang asli Papua
ini diperlukan karena proses modernisasi
Tindakan
rechtshandelingan
dilakukan
oleh
Keputusan
MRP
yang
berdasarkan
banyak
menyentuh
dan
cenderung
yang
memarginalkan /meminggikan orang asli
mengatakan Komarudin Watubun bukan
Papua serta mulai menghancurkan struktur
orang asli Papua dikatakan sebagai
adat-istiadat orang asli Papua.
tindakan
No.06/MRP/2005
maupun pembangunan selama ini tidak
diskriminasi
sesuai
dengan
Pasal 1 angka 3 UU HAM. Pengukuhan
langkah-langkah dan kebijakan khusus
Komaruddin
Watubun
oleh Masyarakat hukum adat Yawa Onate bukan menjadi rintangan maupun ancaman bagi kemajuan pembangunan
2. Fungsi Affirmative, untuk menyusun
yang beperpihak terhadap orang asli Papua. 3. Fungsi Representasi, dimana anggota
di Provinsi
MRP merupakan representasi yang paling
Papua, tetapi justru merupakan modal bagi
nyata, sekaligus yang membedakan antara
upaya mencapai kemajuan pembangunan, Uji
MRP dengan DPRP yang merupakan
Materil UU Otsus –Papua di Mahkamah
representasi partai politik dan perwakilan
Konstitusi oleh
dari seluruh penduduk yang tinggal di
masyarakat hukum adat
Yawaonat merupakan bagian dalam rangka penegakan
hukum
dan
dalam
rangka
Provinsi Papua. 4. Fungsi
Partisipatif
yaitu
bahwa
mempertahankan hak-hak masyarakat hukum
keanggotaan orang asli Papua dalam MRP
adat sebagai bentuk perlindungan HAM
diharapkan agar mampu menyalurkan
budaya.
aspirasi dan kepentingan orang asli Papua
Uraian analisis diatas diharapkan
dapat
dalam partisipasi untuk pembangunan di
memberikan
dalam
Papua. Kelembagaan MRP lahir ditengah-
pelaksanaan tugas dan wewenangnya. Dalam
tengah pergolakan reformasi pemerintahan
acuan
bagi
MRP
14 Indonesia,
MRP
merupakan
lembaga
keadilan,
penegakan
supremasi
hukum,
aspirasi yang dibentuk bentuk berdasarkan
penghormatan terhadap HAM, percepatan
kebutuhan
masyarakat pribumi Papua
pembangunan
untuk menyalurkan hak-hak orang asli
kesejahteraan
Papua.
Papua
ekonomi, dan
dalam
peningkatan
kemajuan
rangka
masyarakat
kesetaraan
dan
Berdasarkan keempat ( 4 ) fungsi
keseimbangan dengan kemajuan provinsi
tersebut seharusnya MRP mempertimbangkan
lain. Oleh karena itu lebih lanjut dinyatakan
secara baik status social masyarakat hukum
dalam bagian penjelasan umum UU Otsus-
adat
mengakomodir
Papua bahwa tujuan utama pembentukan UU
Komaruddin Watubun sebagai orang asli
Otsus-Papua adalah untuk menempatkan
Papua. Keputusan MRP yang menyatakan
Orang Asli Papua dan penduduk Papua pada
Komaruddin Watubun bukan orang asli Papua
umumnya
menandakan bahwa MRP tidak menghormati
pembangunan pemerintahan di Provinsi,
hak-hak masyarakat hukum adat yang telah
Kabupaten/Kota di seluruh wilayah Papua
diakomodir dalam Pasal 18-B ayat(2) UUD
dalam rangka pemberdayaan kemanusiaan.
mana
yang
telah
1945 dan Pasal 1 huruf r serta Pasal 1 huruf t UU Otsus Papua.
sebagai subyek utama dalam
Landasan
Konstitusional
bahwa dalam UUD
Seharusnya MRP memaknai rumusan Pasal 1 huruf t dan landasan
filosofis,
yaitu
Tahun 1945 meliputi
(a) Pasal 18-B Ayat (1) ; (b) Pasal 18-B ayat (2) dan
Pasal 28-H menentukan
konstitusional dan yuridis pembentukan UU
bahwa Setiap Orang berhak mendapat
Otsus Papua.
perlakuan yang khusus untuk memperoleh
bahwa
Landasan filosofis yaitu
dalam
rangka
mengurangi
kesenjangan antara Provinsi Papua dan provinsi lain, dan guna meningkatkan taraf
kesamaan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Dimyanti
hartono
menyebutkan
hidup masyarakat di Provinsi Papua serta
bahwa agar suatu produk hukum dapat
memberikan kesempatan kepada penduduk
diterapkan dengan baik didalam masyarakat
asli papua, diperlukan adanya kebijakan
diperlukan tidak hanya rechmatigheid atau
khusus
dalam kerangka Negara Kesatuan
dasar hukum yang benar, tetapi juga
Republik Indonesia. Demikian juga bahwa
doelmatigheid atau tujuan yang hendak
pemberian Otonomi Khusus bagi Provinsi
dicapai dalam pembuatan dan penegakan
Papua
hukumnya
dimaksudkan
untuk
mewujudkan
pun
harus
benar,
sebab
15 rechmatigheid berarti norma-norma tentang kebenaran,
dasar-dasar
tindakan,
Asas-asas
hukum
dalam
pembentukan Peraturan perundang-undangan
kewenangan,cara bertindak yang dibenarkan
adalah untuk memberikan arahan
oleh Grundnorm,
seharusnya
yang
termasuk
juga
diikuti oleh para pembentuk
didalamnya cara mencapai tujuan tersebut
peraturan
(Dimyanti Hartono; 1997: 17)
(rechmatig)
Dalam
hal
pembentukan
Peraturan perundangan-undangan hal
yang
perlu
yang
perundang-undangan dalam
yang
penyusunan
baik
peraturan
suatu
perundang-undangan yang baik sebagai suatu
yang baik
aturan hukum agar produk hukum yang
diperhatikan
dalam
dihasilkan ketika dalam penerapannya dapat
pembentukan Peraturan perundang-undangan
diterima oleh masyarakat.
yang baik. Dalam Pasal 6 UU No 11 Tahun
Apabila
2011 asas-asas tersebut meliputi asas-asas:
demikian
halnya
pemerintahan daerah dalam menafsirkan
a. Pengayoman.
substansi
b. Kemanusian.
menjalankan UU Otsus- Papua berdasarkan
c. Kebangsaan.
wewenang intitusional tanpa berdasarkan
d. Kekeluargaan.
pada
e. Kenusantaraan.
kemanfaatan
f. Bhineka Tunggal Ika.
dilapangan hukum UU Otsus tidak bersifat
g. Keadilan.
responsive/populastik.
h.
Kesamaan kedudukan dalam hukum
dalam
dan Pemerintahan.
No.06/MRP/2005
Ketertiban dan kepastian hukum; dan/
tindakan
atau
affirmative bagi pelaksanaan UU Otsus-
i.
j.
Keseimbangan,
Keserasian,
dan
keselarasan.
UU
Otsus-Papua
serta
UU Otsus-Papua maka dari segi dalam
penerapannya
Tindakan
mengeluarkan
penegakan
MRP
Keputusan
dinilai
merupakan
hukum
secara
Papua, namun tindakan tersebut harus disingkronisasikan dengan substansi UU
Asas-asas hukum
ialah dasar –dasar
Otsus lainnya dan aturan hukum lainnya
petunjuk
(richtlijn)
dalam
berdasarkan Groundnorm. UU Otsus-Papua
pembentukan hukum positif, dalam arti asas-
secara substansi harus memiliki kekuatan
asas hukum berguna untuk praktik hukum
hukum mengikat dan norma hukumnya tidak
(Yuliandri; 2010:163)
boleh menimbulkan multiinterpretasi, norma
atau
arah
hukumnya harus pasti baik secara vertical
16 maupun horizontal, akibat lemahnya norma
Provinsi Papua adalah wewenang secara
hukum UU Otsus Papua hal tersebut dapat
atribusi/wewenang asli /wewenang yang
memberikan ketidakpastian hukum.
Hak
diperoleh secara langsung dari Pasal 18-B
Onate
ayat (1) UUD 1945, namun pelaksanaanOt
Masyarakat
adat
suku
Yawa
merupakan hak adat yang telah memperoleh
onomi
kekuatan
berdasarkan
kemerdekaan
konstitusi dan UU Otsus-Papua. Dari segi
pemerintahan
Hierarki Peraturan perundang-undangan UU
Frasa kewenangan tidak dapat disamakan
Otsus –Papua secara substansi tidak boleh
dengan
bertentangan dengan Konstitusi ( UUD
sewenang-wewenang
1945) . Konstitusi merupakan norma hukum
kehendak
dasar
Penyelenggaraan
hukum
dalam
tetap
Khusus
bukanlah
suatu
penyelenggaraan daerah
“kebebasan”
tanpa
bersyarat.
bertindak sesuai
pemerintahan
dengan daerah
penyusunan
peraturan
perundang-undangan lainnya.
Hal yang
masih tetap menggunakan UU No.32 tahun
oleh seluruh organ
2004, hal ini menunjukan bahwa perlu
pemerintahan daerah (MRP, DPRP dan
adanya singkronisasi peraturan perundang-
Gubernur)
undangan
perlu dipahami
bahwa
penyelenggaraan
sekalipun Otonomi
semangat
Khusus
di
horizontal.
secara
pemerintahan
secara
vertical
daerah
maupun
17 BAB III KESIMPULAN
1. Kedudukan
hukum
(legal
Kabupaten Serui telah memenuhi
standing) masyarakat hukum adat
syarat-syarat materil dalam Pasal
Yawa Onat
51 ayat (1).
sebagai pemohon
dalam uji materil UU Otsus-
2.
Dalam
rangka
harmonisasi
Papua di Mahkamah Konstitusi
peraturan
didasarkan Pada :
secara vertical maupun horizontal
–
pertimbangan
filosofis,
maka setiap norma hukum yang
konstitusi
landasan
termuat dalam Pasal & ayat UU
yuridisme pembentukan UU
Otsus-Papua hendaknya disusun
Otsus-Papua
sedemikian dengan
dan
No.21
Tahun
2001; –
–
perundang-undangan
Pasal
tata 51
ayat
(1)
dan
cara
mengikuti
penyunan peraturan
perundang-undangan
yang
penjelasan Pasal 51 ayat(1)
berlaku (hierarki norma) dengan
UU MK No.24 Tahun 2003;
tidak boleh mengabaikan asas-
Pasal 1 huruf t dan Pasal 1
asas
penyusunan
peraturan
huruf r UU Otsus Papua
perundang-undangan yang baik,
No.21 tahun 2001.
hal tersebut dimaksudkan agar
Prosedur pengujian Pasal-Pasal
dalam penerapannya UU Otsus-
dalam UU Otsus –Papua No.21
Papua tidak lagi menimbulkan
Tahun 2001 oleh masyarakat
konflik dan multi interpretasi
hukum
adat
Yawa
Onat-
18 dalam
norma-norma
hukum
khusus tersebut
DAFTAR BACAAN
Donikus Rato, 2011, Hukum Adat (Suatu Pengantar Singkat Memahami Hukum Adat di Indonesia Laksbang, Yogyakarta Fatmawati, 2004, Hak menguji (Toetsings recht) yang dimiliki Hakim Dalam Sistem hukum , Raja Grafindo Persada.Jakarta Hilman Hadi Kusuma,1980, Pokok-Pokok Pengertian Hukum Adat, Alumni Bandung. Soebakti Poesponoto, 1985, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta Titik Triwulan Tutik, 2010, Konstruksi Hukum Tata Negara Pasca Amandemen UUD 1945, Prenada Media Group.Jakarta
Yohanes Usfuna,Makalah uji Materi Pasal 20 ayat (1) huruf a UU Otsus Papua di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik; Gagasan Pembentukan UndangUndang Berkelanjutan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Rainer Scheunemann ., 2004, Fajar Merekah Di Tanah Papua”Hidup Dan Karya Rasul Papua Jhonn Gottlob Geissler (1830-1870) Dan Wasisannya Untuk Masa Kini.Jayapura H.Lili Rasjidi & I.B.Wyasa Putra., 2003 . Hukum sebagai suatu system. Mandar Maju, Bandung Dimyanti Hartono.M.,1997, Lima Langkah Membangun Pemerintahan yang Baik, IND HIL.CO Jakarta.