IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KEADAAN UMUM 1.
Potensi Tambak Garam Desa Losarang Desa
Losarang,
Kecamatan
Losarang,
Kabupaten
Indramayu
merupakan salah satu sentra produksi Garam rakyat di Jawa Barat yang menjadi target PUGAR. Desa Losarang akan terlihat sibuk di musim kemarau antara pertengahan bulan Juni-Oktober setiap tahunnya. Desa seluas 966,2 Ha yang terletak pada posisi 108° 9´108° 13´ BT dan 6° 21´ 6° 22´ LS, dengan batas wilayah sebelah Barat berbatasan dengan Desa Santing, sebelah Utara berbatasan dengan Desa Muntur dan Desa Cemara, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Krimun dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Jumbleng. Menurut data GIS (Geographic Information System) dari survei pemetaan tambak Garam yang dilakukan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu tahun 2010, wilayah Losarang 966,2 Ha mempunyai potensi lahan Garam 580,70 Ha (60,1%) dimana 319,50 Ha merupakan lahan produktif Garam dan 261,20 Ha masih dapat dikembangkan lagi. Pada musim kemarau para petambak Garam dapat dengan mudah memproduksi Garam, dengan mengandalkan sinar matahari di lahan dekat pantai dengan air laut sebagai bahan utama. Berdasarkan kepemilikan lahan, Petambak Garam di Desa Losarang dibagi menjadi 2 (dua) kategori, yaitu Petambak Garam yang melaksanakan usaha Garam pada lahan milik sendiri dan petambak Garam yang melaksanakan usaha Garam pada lahan milik orang lain atau lahan Desa melalui sistem sewa dan atau bagi hasil. Mata rantai usaha Garam rakyat di Desa Losarang terdiri 5 (lima) komponen, yaitu (1) Petambak Garam, orang yang melaksanakan usaha Garam pada lahan milik sendiri dan atau pada lahan milik orang lain; (2) Buruh tambak Garam, orang yang bekerja pada tambak Garam dan dibayar oleh petambak Garam, untuk 1 (satu) Ha lahan Garam dibutuhkan 2 (dua) orang Buruh tambak yang dibayar Rp. 50.000,00Rp. 70.000,00/orang/hari; (3) Buruh angkut hasil Garam yang di Desa Losarang disebut “pengojek”,
41
yaitu orang yang mengangkut Garam dari tambak ke pinggir jalan/gudang, dalam 1 (satu) Ha lahan Garam dibutuhkan paling tidak 2 (dua) orang pengojek yang dibayar borongan Rp. 30,00Rp. 70,00/Kg tergantung jauh dekatnya tujuan Garam diangkut; (4) Pengepul yaitu orang yang mengumpulkan hasil usaha Garam petambak dan menjual kepada pedagang besar, usaha pengolah Garam atau usaha yang membutuhkan Garam dan (5) Usaha pengolah Garam, dimana paling dekat adalah usaha perebusan Garam dan pembuatan Garam beryodium di Desa Santing, Kecamatan Losarang yang berbatasan dengan Desa Losarang Desa Losarang, Kecamatan Losarang yang terletak pada pantai Utara pulau Jawa mempunyai suhu udara cukup tinggi (22,9–300C). Tabel 4.1 menunjukkan data klimatologi Kecamatan Losarang yang berasal dari pengukuran di Stasiun Pengamat Meteorologi dan Klimatologi Cirebon tahun 2001-2010. Tabel 4.1 Data Klimatologi Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu Rataan Suhu Udara (°C) Suhu Udara Maksimum (°C) Suhu Udara Minimum (°C) Curah Hujan (mm) Sinar Matahari (%) Kelembaban Udara (%)
Jan 21,6 26,3 18,8 386,8 42,0 70,5
Feb 21,2 25,7 18,6 298,1 32,1 69,1
Mar 24,5 29,7 21,4 316,6 50,3 77,6
Apr 24,7 29,8 21,8 185,3 54,4 78,5
Mei 24,8 30,0 21,6 119,4 56,3 78,4
Bulan Jun Jul 24,7 24,6 29,7 29,7 21,4 21,0 81,2 35,4 59,2 61,6 76,1 78,2
Agt 25,0 30,1 21,2 14,9 64,1 76,2
Sep 24,9 30,4 21,1 22,3 61,9 72,7
Okt 25,7 30,7 21,7 70,7 61,8 73,2
Nop 25,4 30,1 21,8 169,2 53,7 76,2
Des 25,1 29,5 21,3 244,2 48,0 77,6
Sumber : Stasiun Meteorologi dan Klimatologi Sukapura Cirebon, 2011 Bahan baku utama Garam adalah air laut dengan kadar NaCl minimal 2 oBe (dua derajat baume) yang tidak tercemar air dari daratan baik berupa air limbah rumah tangga dan industri maupun air tawar dari aliran sungai. Dari 31 Daerah Aliran Sungai yang melalui Kabupaten Indramayu, Desa Losarang hanya dilewati 1 (satu) aliran sungai yaitu sungai Tuan, yang berjarak 3 (tiga) km dari saluran utama masuknya air laut ke tambak Garam. Panen Garam rakyat di Desa Losarang secara normal dapat berlangsung selama 4,5 bulan dimulai pada bulan Juli sampai dengan pertengahan Nopember, dengan siklus produksi pada bulan Juli (5%), Agustus (15%), September (30%), Oktober (35%) dan Nopember (15%).
42
September–Oktober merupakan masa panen raya Garam saat musim kemarau tanpa hujan berlangsung. Rataan tambak garam di Desa Losarang menggunakan sistem polikultur. Bandeng atau Udang didepositkan pada saat memulai penjemuran Garam di kolam penampungan air muda. Masa budidaya Bandeng adalah pada bulan Desember. Bibit Bandeng 5-8 cm biasanya ditabur sebanyak 5.000-7.000 ekor/Ha jika kondisi kemarau dan 3.000 ekor/Ha jika musim hujan. Hasil panen Bandeng dari sistem polikultur ini mencapai 0,5-1 ton/Ha. Bulan Februari sampai Mei merupakan masa budidaya Udang. Air kolam tambak ikan dikuras, lumpur dikuras dari caren (kolam penampungan) dan dilakukan pengapuran saat caren kering. Air kemudian diisi hingga ketinggian 60 cm lalu bibit udang ditebar. Bibit yang diternak adalah Udang Vaname PL-7 (Post Larva 7 hari), benur disebar sebanyak 150.000 ekor/ha. Pada saat umur udang 3 (tiga) bulan, rataan jumlah panen 1,5 ton/Ha. Selesai usaha pembesaran udang, lahan kemudian dimanfaatkan sebagai lahan tambak garam dengan menurunkan ketinggian air tambak, dan melakukan persiapan usaha Garam. Untuk menaikkan muka air dari saluran tersier ke kolam penampungan (caren) dibutuhkan pompa air dan kincir angin. Lahan Garam seluas 1 (satu) Ha di Desa Losarang, rataan mempunyai 20-25 petak meja kristal dengan ukuran 3 m x 15 m sebagai tempat pembentukan kristal Garam. Dengan 20-25 meja kristal, setiap hari Petambak dapat melakukan panen 3-4 petak meja Garam secara bergantian selama musim Garam berlangsung. Saat cuaca panas dan angin bertiup kencang, Petambak akan mendapatkan Garam 2.100-2.800 kg/hari. Rataan Gudang Garam di Desa Losarang berukuran 10 m x 20 m dengan kapasitas tampung 300 ton Garam. Tahun 2010 ketika hujan terjadi sepanjang tahun, lahan tambak tidak menghasilkan Garam. Petambak yang mempunyai modal, melaksanakan usaha tambak Bandeng dan Udang secara terus menerus sepanjang tahun 2010. Petambak yang tidak memiliki modal, menjadi buruh tani dan membiarkan tambak menjadi lahan kosong.
43
2.
Usaha Garam Rakyat Di Desa Losarang Usaha garam rakyat di Desa Losarang dimulai dari proses produksi sampai
dengan
pemasaran
garam
ke
Pedagang/Pengepul/Industri
pengolahan garam, dengan penjelasan berikut : a.
Persiapan Lahan Proses produksi Garam dimulai persiapan lahan produksi garam (Gambar 4.1 dan 4.2) dengan melakukan pengeringan lahan yang dilaksanakan pada bulan Juni dan Juli 2011 tergantung ketersediaan tenaga kerja. Tenaga kerja pada masa persiapan lahan digunakan untuk
perbaikan
tanggul,
saluran
tambak,
penyiapan
areal
penguapan/peminihan dan penyiapan meja kristalisasi Garam. Untuk luas lahan 1 (satu) Ha dengan tenaga kerja 2 (dua) orang, perbaikan tanggul dan saluran tambak diperlukan waktu kurang lebih 1-2 minggu. Penyiapan areal peminihan dan meja kristal dilakukan dengan cara memasukkan air laut keseluruh areal tambak sehingga mencapai ketingian 30 cm. Setelah 3 (tiga) hari terendam air laut, kolam peminihan dan meja kristal dikeringkan selama 1 (satu) hari. Untuk memperoleh kualitas tanah meja kristalisasi yang baik sebelum melakukan pelepasan air tua (air laut 25 oBe) tanah tersebut terlebih dahulu diperlakukan “Kesap dan Guluk” (biasanya dilakukan 2 kali untuk memperoleh kualitas kekerasan tanah yang memenuhi syarat). Kesap dilakukan dengan tujuan untuk membuang lumpur dan lumut yang menempel pada permukaan tanah sedangkan Guluk bertujuan untuk mengeraskan landasan permukaan tanah. Pembuatan meja kristal di tahun 2011, membutuhkan waktu yang lebih lama. Ketika lahan tidak digunakan untuk tambak garam pada tahun 2010, tanah lahan menjadi rusak, kurang sesuai untuk usaha garam karena tidak dapat menampung air (poros/air akan cepat terserap masuk ke tanah). Untuk pembuatan 2-3 petak meja kristal yang biasa selesai dalam waktu 1-2 hari, pada tahun 2011 diperlukan waktu 3-4 hari. Pembuatan meja kristal membutuhkan waktu lebih lama karena setelah proses pengerasan lahan yang pertama, tanah
44
harus dibasahi lagi untuk kemudian di keraskan kembali, proses ini berlangsung sampai 4 (empat) kali. Untuk penyiapan lahan Garam dengan memakai 2 (dua) orang tenaga kerja diperlukan waktu 30-45 hari. Penyiapan lahan Garam dapat dipersingkat menjadi 15-20 hari dengan menggunakan 5 (lima) orang tenaga kerja, hanya saja diperlukan modal yang lebih besar untuk persiapan lahan Garam
Gambar 4.1 Proses Perendaman lahan
b.
Gambar 4.2 Proses Pengerasan Lahan
Pembuatan Garam Pembuatan dibagi dalam dua tahap, yaitu tahap penguapan sehingga air laut mencapai konsentrasi yang diinginkan, dimana cairan dengan konsentrasi tinggi, yang disebut air tua, siap mengkristal. Tempat penguapan ini disebut peminihan (evaporator). Air tua yang siap dikristalkan ditampung dalam kolam penampungan. Tahap kedua adalah tahap pengkristalan, dimana air tua dalam kolam penampungan akan dialirkan ke meja kristalisasi, yaitu tempat penguapan air tua, sehingga kristal Garam akan terbentuk. Proses produksi dimulai dari mengalirkan air laut dengan tingkat kekentalan 2oBe (dalam 1 (satu) liter terlarut 2 (dua) gram NaCl) dari saluran sekunder dalam kolam penampungan. Dari Kolam penampungan, air laut dialirkan dengan menggunakan kincir angin atau mesin pompa ke kolam peminihan 1 (satu) sehingga mempunyai kekentalan 4 oBe (Gambar 4.3), untuk tahap awal proses ini memerlukan waktu 2 (dua) hari. Untuk menjadikan air laut 2oBe (air muda) menjadi air laut 20 oBe (air tua)
45
diperlukan waktu 10 hari, setelah adanya air muda dan air tua di penampungan, proses ini bisa berlangsung terus menerus setiap hari. Untuk lahan Garam seluas 1 (satu) Ha, terdapat 6 (enam) kolam peminihan dan dibutuhkan waktu 10 hari untuk menjadikan air laut dengan kepekatan 2 (dua) oBe menjadi air tua dengan kepekatan 20 oBe (derajat baume) dimana dalam 1 (satu) liter air laut terkandung 20 gram NaCl. Air laut tua ditampung dalam kolam penampungan dengan kepekatan 2025 o
Be, jika terlalu tinggi Garam yang terbentuk akan terasa pahit karena
mengandung Garam-garam magnesium. Untuk menjaga kepekatan air tua, dialirkan air muda dengan kepekatan 2 (dua) oBe ke kolam penampungan air tua setiap 5 (lima) hari atau jika diperlukan. Proses pengaliran air tua ke meja kristal dilaksanakan pada siang hari. Pembentukan kristal Garam di meja kristalisasi memerlukan waktu 4-10 hari, tergantung cuaca di tambak garam, karena kristal Garam tidak akan terbentuk jika terkena air hujan (Gambar 4.4). Di Desa Losarang pembentukan kristal Garam dilakukan selama 5-7 hari.
Gambar 4.3 Proses memasukkan Air ke lahan dengan Kincir
c.
Gambar 4.4 Proses kristalisasi Garam
Proses Panen Garam Setelah 5-7 hari kristal Garam dipanen dengan cara dikais yang dalam bahasa setempat disebut “dikerik” (Gambar 4.5). Saat proses pengaisan, permukaan kristal Garam dalam kondisi terendam air tua sedalam 5 (lima) cm. Garam mutu baik dihasilkan dengan kondisi seluruh permukaan kristal tenggelam tidak boleh ada yang menyembul
46
ke permukaan, karena ketika permukaan kristal Garam menyembul kepermukaan akan terjadi kristalisasi setempat dengan cepat, sehingga akan ikut terendapkan berbagai Garam magnesium dan kalium. Rataan jumlah meja kristal dalam lahan seluas 1 (satu) Ha adalah 22-30 petak berukuran 3 m x 15 m. Proses pengaliran air tua dilaksanakan secara bertahap 3-4 petak setiap hari, sehingga nantinya petambak akan dapat panen Garam setiap hari. 1 (satu) petak meja kristal menghasilkan 300-700 Kg Garam, sehingga saat cuaca bagus, 1 (satu) Ha petambak akan menghasilkan 2.100-2.800 Kg Garam setiap harinya. Sisa air Garam yang mempunyai kepekatan 29 oBe dibuang, karena
banyak
mengandung
Garam
magnesium
dan
akan
mempengaruhi kandungan NaCl yang dihasilkan pada proses panen berikutnya. Setelah pengeringan selama 2 jam, petak kristalisasi dapat digunakan untuk proses kristalisasi beriktnya. Hasil panen Garam kemudian dibawa ke tempat pencucian Garam atau tempat pengumpulan dengan menggunakan ember (Gambar 4.6).
Gambar 4.5 Pengaisan Kristal Garam
Gambar 4.6 Pengumpulan Kristal Garam
Pencucian kristal Garam dilakukan
untuk meningkatkan
kandungan NaCl dengan mengurangi/menghilangkan unsur Mg, Ca, SO4 dan kotoran lainnya. Air pencuci Garam adalah air laut tua (Brine). Semakin bersih air pencuci Garam dari kotoran akan menghasilkan Garam cucian lebih baik atau bersih. Setelah Garam dicuci kemudian Garam ditiriskan dengan menggunakan alas dari bambu atau bisa disebut dengan istilah gribig, namun kebanyakan
47
Petambak menggunakan alas dari Garam produksi pertama. Metode pembuatan Garam ini dikenal sebagai metode Maduris karena Garam langsung diproduksi diatas tanah. Metode Maduris tidak membuat meja garam permanen/semi permanen yang terbuat dari kristal garam, sehingga ketika harga Garam kurang menguntungkan, petambak dapat melakukan alih fungsi lahan menjadi tambak Ikan atau Udang. Pencucian Garam oleh petambak didesa Losarang jarang dilakukan karena Garam yang dihasilkan biasanya langsung dijual ke pengepul atau pabrik pengolah Garam. Pencucian garam juga tidak dilakukan
karena
menambah
biaya
produksi,
namun
tidak
meningkatkan harga garam. Garam mutu rendah mempunyai harga yang sama dengan harga mutu tinggi jika dijual pada periode yang sama. Pencucian Garam biasa dilakukan oleh petambak yang akan menyimpan Garam di gudang terlebih dahulu sebelum dijual ke pasar. Penggunaan zat tambahan akan menjadikan Garam lebih padat dan kompak sehingga ketika dicuci, Garam dengan zat tambahan hanya akan mengalami penyusutan 5%, lebih rendah dari pada Garam non zat tambahan yang akan mengalami penyusutan sebesar 10% ketika dicuci. Proses pencucian untuk luas lahan 1 (satu) Ha membutuhkan saringan seluas 1 x 2 m yang harganya Rp. 12.000,00. Petambak membutuhkan waktu kurang lebih 3 (tiga) jam untuk mencuci 1 (satu) ton Garam.
Gambar 4.7 Pencucian Garam dengan air tua
Gambar 4.8 Tempat pengumpulan Garam hasil pengaisan
48
Pola lahan Garam secara umum di Desa Losarang dapat dilihat pada Gambar 4.9
Kolam Penampungan Air Laut (Air Muda) 2 OBe
Kincir
Kincir
O
6 OBe Kolam Peminihan 2 Meja Kristalisasi
Saluran Air Tua
15 OBe
4 Be Kolam Peminihan 1
20 OBe Kolam Penampungan Air Tua
8 OBe Kolam Peminihan 3
10 OBe Kolam Peminihan 4
12 OBe Kolam Peminihan 5
Gambar 4.9 Pola lahan Tambak Garam Rakyat
c.
Pemasaran Garam. Di Desa Losarang, mutu Garam tidak berpengaruh pada harga garam. Garam mutu rendah mempunyai harga yang sama dengan Garam mutu bagus jika dijual pada periode yang sama. Kekurangan modal membuat garam tidak pernah disimpan di gudang. Petambak langsung menjual garamnya kepada pengepul, bahkan ketika Garam
49
masih berada di tambak Garam. Pengepul menetapkan harga yang sama untuk semua harga Garam yang dibelinya. Garam mutu baik, oleh Pengepul dicampur dengan Garam mutu rendah sebelum dijual ke Pedagang besar/usaha yang membutuhkan Garam (Gambar 4.10 dan 4.11).
Gambar 4.10 Garam mutu baik dicampur Gambar 4.11 Garam pengepul siap dijual Garam mutu rendah
Harga tertinggi tahun 2010 mencapai Rp. 1750,00 /kg atau 5 (lima) kali dari harga dasar Garam bermutu 1 (satu) yang ditetapkan oleh Pemerintah Rp. 350,00 /Kg pada saat itu. Tingginya harga Garam tahun 2010, dikarenakan kegagalan produksi Garam akibat turunnya hujan sepanjang tahun 2010. Meskipun pada tahun 2010 Petambak Garam di Desa Losarang tidak menghasilkan Garam, penjualan Garam dilakukan oleh Petambak Garam yang masih mempunyai Garam sisa produksi tahun 2009. Garam ini tersimpan dalam gudanggudang petambak (Gambar 4.12 dan 4.13)
Gambar 4.12 Pengemasan dan Pengangkutan Garam
Gambar 4.13 Gudang Garam
50
Tahun 2011 harga Garam mencapai Rp. 1.200,00/Kg pada bulan Juni 2011. Bulan Agustus harga Garam turun menjadi Rp. 600,00-Rp. 800,00/Kg sebelum akhirnya turun menjadi Rp. 350,00/Kg pada bulan Oktober dan Nopember ketika panen raya Garam berlangsung. Kondisi ini masih lebih baik dibanding tahun 2009 ketika petambak hanya menerima Rp. 150,00-Rp.350,00 selama musim Garam. Industri pengolahan Garam konsumsi terdekat adalah usaha perebusan Garam di Desa Santing, Kecamatan Losarang. Selain untuk memenuhi kebutuhan industri lokal, Garam Desa Losarang juga digunakan sebagai bahan baku pabrik pengolahan Garam di Bandung dan Jakarta dengan biaya angkutan Rp. 100,00/Kg. Untuk memenuhi kebutuhan pabrik pengolah Garam di Cirebon, Garam di Desa Losarang dikirim ke Cirebon dengan biaya angkutan Rp. 50,00/Kg. Selain untuk Garam konsumsi, Garam Desa Losarang juga dijual ke pabrik cat dan tekstil di Jakarta, pabrik lem dan kertas di Cikampek dan pabrik kayu lapis di Lampung. Garam di Desa Losarang juga digunakan bahan baku industri pembuatan pupuk di Cirebon dan Lampung. Untuk perkebunan kelapa sawit diperlukan 1 (satu) Kg Garam untuk 1 (satu) pohon kelapa sawit per tahun, sama juga untuk pohon pisang. Untuk pupuk sawah, diperlukan 300 kg Garam untuk 1 (satu) Ha lahan sawah. Penggunaan Garam untuk perkebunan/ pertanian karena garam merupakan senyawa yang terbentuk dari senyawa asam kuat (HCl) dan Basa kuat (NaOH) yang terkandung dalam air laut, sehingga untuk tanah tertentu yang bersifat asam/basa dapat dinetralisir dengan penggunaan Garam. Tahun 2009 Petambak di Desa Losarang mendapat pesanan Garam cair dengan harga Rp. 4.000,00/l, lebih menguntungkan dari penjualan garam kristal. Untuk menghasilkan 1 (satu) Kg kristal Garam dibutuhkan ± 4 (empat) liter air laut tua, air laut tua dalam kondisi steril inilah yang dijual sebagai garam cair.
51
B. ANALISIS KAJIAN 1. Karakteristik Responden Karakteristik Petambak Garam yang menjadi responden dalam penelitian dilihat dari 6 (enam) hal, yaitu (1) usia, (2) pendidikan, (3) jumlah tanggungan keluarga, (4) penggunaan tambak di luar musim Garam, (5) lama bekerja di bidang usaha Garam dan (6) lama menjadi anggota kelompok usaha Garam yang dapat dilihat pada Lampiran 3. a. Usia Responden termuda berusia 19 tahun dan tertua berusia 60 tahun. Usia responden dari kuesioner dan wawancara dengan Petambak Garam di Desa Losarang dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Rataan usia Petambak Garam di Desa Losarang No. 1. 2. 3. 4. 5.
Usia (Tahun) 19-27 28-35 36-43 44-51 52-60 Jumlah
Jumlah (Responden) 8 14 21 16 11 70
Persentase (%) 11 20 30 23 16 100
Sebanyak 11 orang (16%) Petambak berusia lebih dari 52 tahun, 16 orang (23%) Petambak berusia 44-51 dan hanya 2 orang (2,9%) responden berusia 19 dan 20 tahun, menunjukkan usaha Garam kurang diminati oleh generasi muda di Desa Losarang. Diperlukan regenerasi Petambak agar usaha Garam di Desa Losarang dapat terus dilaksanakan. b. Pendidikan Berdasarkan Tabel 4.3 Tingkat Pendidikan Petambak Garam di Desa Losarang menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan responden adalah tamat SD (49%). 2 (dua) orang, bahkan tidak sekolah dan hanya 1 (satu) orang yang sampai ke jenjang peguruan tinggi.
52
Tabel 4.3 Tingkat pendidikan Petambak Garam di Desa Losarang No.
Tingkat Pendidikan
1. 2. 4. 5. 6.
Tidak Sekolah SD SLTP SLTA Perguruan Tinggi Jumlah
Jumlah (Responden) 2 34 22 11 1 70
Persentase (%) 3 49 31 16 1 100
Rataan tingkat pendidikan yang cukup rendah bukan merupakan kendala bagi petambak untuk melaksanakan usaha Garam. Usaha garam yang dilakukan
responden
banyak
didasarkan
pada
pengetahuan
dan
pengalaman yang diperoleh secara tradisional turun temurun. c. Jumlah tanggungan keluarga Tabel 4.4 tentang jumlah keluarga yang menjadi tanggungan Petambak menunjukkan bahwa 2 (dua) orang belum mempunyai tanggungan karena belum menikah. Dari 68 orang responden yang menikah, memiliki 243 tanggungan keluarga. Rataan jumlah tanggungan keluarga Petambak Garam adalah 3-4 orang. Sebanyak 21 orang (30%) petambak memiliki jumlah tanggungan keluarga 5-6 orang. Tabel 4.4 Jumlah tanggungan keluarga Petambak Garam
1.
Jumlah Tanggungan (Orang) 0
Jumlah (Responden) 2
Persentase (%) 3
2.
1-2
18
26
4.
3-4
29
41
5.
5-6
21
30
Jumlah
70
100
No.
Usaha Garam akan dilaksanakan oleh petambak di Desa Losarang, jika usaha Garam dapat memberikan keuntungan untuk menghidupi petambak dan keluarganya. Berbeda dengan usaha Bandeng atau Udang, ketika petambak mengalami kerugian usaha ikan, karena turunnya harga jual ikan
53
maka hasil tambak ikan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan makan petambak. d. Penggunaan tambak diluar musim Garam Sistem polikultur dalam pemanfaatan lahan tambak dengan menjadikan tambak Garam sebagai tambak ikan di luar musim Garam dilaksanakan 58 orang (83%) dan hanya 12 orang (17%) yang menjadikan lahan Garam sebagai lahan kosong di luar musim Garam. e. Lama bekerja di bidang usaha Garam Sebanyak 64 orang (91%)
Petambak Garam penerima PUGAR telah
bekerja di bidang usaha Garam lebih dari 3 (tiga) tahun bahkan 17 orang (24%) telah bekerja lebih dari 10 tahun (Tabel 4.5). Hanya 6 (enam) orang (9%) yang bekerja dibidang usaha Garam 1-2 tahun dan tidak ada peserta PUGAR yang tidak memiliki pengalaman usaha Garam, sehingga dapat disimpulkan bahwa peserta PUGAR adalah orang yang telah bekerja di bidang usaha Garam minimal 1 (satu) tahun. Tabel 4.5 Lama bekerja responden di bidang Usaha Garam No. Lama Bekerja di Bidang Usaha Garam (Tahun) 1. <1 2. 1-2 3. 3-5 4. 6-10 5. > 10 Jumlah
Jumlah (Responden) 0 6 25 22 17 70
Persentase (%) 0 9 36 31 24 100
f. Lama menjadi anggota kelompok usaha Garam Tabel 4.6 menunjukkan bahwa lama Petambak Garam penerima PUGAR menjadi anggota Kelompok Usaha Garam tidak sama dengan lama bekerja di bidang usaha Garam, karena dengan responden sama, baru menjadi anggota Kelompok Usaha Garam rakyat kurang dari 5 (lima) tahun. Sebanyak 43 (61 %) responden baru menjadi anggota Kelompok Usaha Garam Rakyat dalam waktu 1-2 Tahun.
54
Tabel 4.6 Lama menjadi Anggota Kelompok Usaha Garam Rakyat
1.
Lama Menjadi Anggota KUGAR (Tahun) <1
Jumlah (Responden) 0
Persentase (%) 0
2.
1-2
43
61
3.
3-5
27
39
4.
6-10
0
0
5.
> 10
0
0
Jumlah
70
100
No.
2. Analisis Data Kualitatif a. Proses Pembentukan Kelompok Usaha Garam Rakyat KUGAR sudah ada di Desa Losarang sebelum dilaksanakannya PUGAR, tetapi kurang berjalan efektif, karena KUGAR yang ada kurang memberikan manfaat bagi anggotanya. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu melaksanakan sosialisasi PUGAR ke masyarakat, dengan dihadiri aparat Desa dan tokoh masyarakat di balai Desa Losarang (Gambar 4.14). Identifikasi Petambak Garam dan pembentukan Kelompok dilakukan oleh masyarakat didampingi oleh Tenaga Pendamping dan disetujui oleh Kepala Desa Losarang (Gambar 4.15). Desa Losarang terbentuk 17 KUGAR sesuai dengan target PUGAR. Di Kecamatan Losarang sendiri dari target 51 KUGAR terbentuk 52 KUGAR. Penambahan kelompok terjadi di Desa Krimun, Kecamatan Losarang akibat adanya kelompok yang tidak menggunakan seluruh anggarannya, karena disesuaikan dengan kebutuhan kelompok Rp. 34.500.000 pada kelompok H. Casmin, sehingga sisa anggaran Rp. 15.500.000,- dialihkan untuk membentuk kelompok baru, yaitu Sumber Laut II yang beranggotakan 4 orang. Kelompok Usaha Garam Rakyat di Desa Losarang dapat dilihat pada Lampiran 4. Tahun 2011 KUGAR
yang terbentuk termanfaatkan
untuk
penyaluran bantuan langsung masyarakat dalam bentuk sarana dan prasarana usaha. Tidak adanya usaha Garam lain selain usaha Garam untuk menghasilkan Garam secara tradisional pada musim garam,
55
mengakibatkan KUGAR hanya berjalan efektif selama musim garam yaitu bulan Juli-Nopember. Pembuatan Garam melalui sistem backyard ataupun usaha pengolahan Garam menjadi Garam halus dan briket belum dilakukan, meskipun sudah dilakukan fasilitasi pelatihan teknis dan non teknis Garam kepada perwakilan peserta PUGAR dari Indramayu sebanyak 50 orang bersama dengan perwakilan peserta PUGAR dari Cirebon sebanyak 50 orang di Hotel Wiwi Perkasa Indramayu dengan materi percontohan pembuatan Garam di halaman rumah (Backyard) dengan teknologi pemanas air dengan media terpal untuk skala rumah tangga dari BPTP Tegal dan materi penguatan kelembagaan dan Manajemen bagi pengurus Koperasi oleh Dinas Koperasi dan Perdagangan Indramayu dan Cirebon.
Gambar 4.14 Sosialisasi PUGAR
Gambar 4.15 Identifikasi Petambak dan pembentukan Kelompok
b. Proses Penyaluran Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) Proses penyaluran BLM dimulai dari pembuatan Rencana Usaha Bersama yang dilaksanakan kelompok dengan panduan tenaga pendamping PUGAR pada tanggal 15-17 Mei 2011. Setelah disetujui dan diketahui Kepala Desa, RUB disampaikan kepada team PUGAR Nasional pada tanggal 18 Mei 2011 melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu. Verifikasi dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 2011. pencairan ke kelompok dilaksanakan pada tanggal 14 dan 21 Juli dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Kabupaten Indramayu langsung ke rekening kelompok masing-masing. Pencairan BLM dari
56
rekening kelompok dilaksanakan oleh Ketua Kelompok dan Tenaga Pendamping PUGAR. Pemanfaatan diserahkan kepada masing-masing kelompok sesuai dengan RUB yang telah diserahkan dan diverifikasi melalui Berita Acara Serah Terima BLM PUGAR yang ditandatangani oleh Kuasa Pengguna Anggaran Satker Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu dengan masing-masing Ketua Kelompok pada tanggal 18 Juli 2011 dan 27 Juli 2011 (Gambar 4.16 dan 4.17).
Gambar 4.16 BLM berupa mesin pompa Gambar 4.17 BLM berupa kincir angin
c. Proses pendampingan dan peningkatan teknologi usaha Garam rakyat Secara Nasional dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan Bulan Nopember 2011, PUGAR telah menghasilkan 724.723,27 Ton Garam konsumsi atau sekitar 207,5% dari total target PUGAR 304.000 ton, dengan perhitungan tambak Garam diluar PUGAR menghasilkan 781.008,22 ton, maka diperoleh hasil produksi Garam nasional 1.505.731,49 ton, jauh melebihi produksi pada tahun 2009 sebanyak 1.371.000 ton dan produksi pada tahun 2008 1.199.000 ton. Produksi Garam PUGAR di Indramayu mencapai 87.239 ton (109,05 % dari target KKP 80.000 ton) meskipun luas areal tambak Garam PUGAR hanya 913 Ha (91,3% dari target 1000 Ha). Peningkatan produktifitas Garam tercapai dengan teknologi maduresee dan penambahan zat addiktif pada usaha Garam. Tenaga pendamping PUGAR di Kabupaten Indramayu ada 2 (dua) orang yaitu tenaga pendamping teknis dan kelembagaan yang diberi tanggungjawab sesuai pembagian wilayah, sedangkan proses pembinaan
57
dilakukan bersama-sama sesuai dengan bidang masing-masing. Untuk Desa Losarang, Kecamatan Losarang, menjadi tanggung jawab dari Sunarto yang juga merupakan tenaga pendamping kelembagaan PUGAR di Kabupaten Indramayu. Peningkatan kapasitas Petambak Garam yang meliputi kegiatan pendampingan teknis dan kelembagaan di 3 (tiga) Kecamatan lokasi PUGAR tahun 2011, yaitu Kecamatan Losarang, Krangkeng dan Kandanghaur dilakukan Tenaga Pendamping bersama dengan perusahaan konsultan CV. Tria Consult dengan kontrak Rp. 79.000.000,-. Kegiatan dilaksanakan pada 28 Juni 2011 s/d 26 Agustus 2011 melalui pertemuan kelompok dan lahan percontohan (Gambar 4.18 dan 4.19). Jumlah sasaran kegiatan adalah 1.004 orang petambak Garam yang tergabung dalam 104 KUGAR. Implementasi PUGAR di Desa Losarang, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu dapat dilihat pada Lampiran 5.
Gambar 4.18 Pertemuan Kelompok
3.
Gambar 4.19 Lahan Garam Percontohan
Analisis Data Kuantitatif a.
Produktifitas tambak Garam rakyat Tambak Garam di Desa Losarang tidak menghasilkan Garam pada tahun 2010. Hasil pemetaan potensi wilayah tambak di daerah Indramayu yang dilaksanakan KKP melalui konsultan PT. Muara Consult, diperoleh rataan produktifitas tambak Garam rakyat tahun 2001-2010 di Kecamatan Losarang 56,3 ton/Ha. Jumlah Garam yang dihasilkan responden pada tahun 2011 pada saat diimplementasikannya program
58
PUGAR adalah 13.293 ton dari luas lahan Garam 147 Ha (Lampiran 6), sehingga akan diperoleh produktifitas lahan Garam 90,43 ton/Ha atau 160,6% dari rataan produktifitas lahan garam di Kecamatan Losarang tahun 2001-2010. Produktifitas lahan Garam di Desa Losarang mencapai 113% dari target produktifitas PUGAR 80 ton/Ha. Produktifitas lahan Garam Petambak di Desa Losarang dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 Produktifitas lahan Garam Petambak di Desa Losarang
1.
Produktifitas (Ton/Ha) 60-71
Jumlah (Responden) 4
Persentase (%) 5,7
2.
72-82
7
10,0
3.
83-93
43
61,4
4.
94-104
12
17,1
5.
104-115
4
5,7
Jumlah
70
100
No.
b. Pendapatan Usaha Pendapatan usaha Garam rakyat merupakan selisih antara penerimaan dari penjualan Garam dan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan Garam. Biaya yang dikeluarkan petambak terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap terdiri dari sewa lahan, penyusutan pompa, penyusutan kincir, penyusutan gudang, peralatan produksi (cangkul, kerikan, rol gilingan dan timba angkut). Biaya tidak tetap terdiri dari upah tenaga kerja, upah angkut, bahan bakar, biaya
pemberian zat tambahan (ramsol) dan sarana operasional
seperti gribig untuk alas Garam, saringan untuk pencucian Garam, bambu dan timbangan. Total pendapatan yang diterima oleh 70 Responden dari Garam yang dihasilkan 147 ha tambak adalah Rp. 2.624.945.500,00 (Lampiran 7). Musim Garam 2011 juga memberikan penghasilan Rp. 2.749.087.100,00 kepada 708 orang pekerja di tambak Garam yang terdiri dari Buruh tambak dan Buruh angkut.
59
Pendapatan usaha Garam yang diterima Petambak di Desa Losarang dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Pendapatan usaha Garam di Desa Losarang Pendapatan (Ribu Rupiah)
Jumlah (Responden)
Persentase (%)
2.740-125.305
66
94%
125.305-247.870
2
3%
247.871-370.435
0
0%
370.436-493.000
1
1%
493.001-615.565 Jumlah
1 70
1% 100
No. 1. 2. 3. 4. 5.
c.
Kelayakan Usaha Kelayakan usaha Garam dihitung dari Benefit Cost (B/C) ratio (Lampiran 8), dimana kelayakan usaha ditentukan oleh perbandingan antara pendapatan dengan total biaya (biaya tetap dan biaya tidak tetap). Berdasarkan Tabel 4.9 diperoleh nilai B/C ratio usaha Garam di Desa Losarang > 1, dengan nilai terendah 1,15 dan tertinggi 3,16. Dari nilai B/C ratio tersebut dapat disimpulkan usaha Garam di Desa Losarang layak untuk dilaksanakan. Tabel 4.9 Nilai B/C ratio usaha Garam di Desa Losarang
1.
1,10-1,83
Jumlah (Responden) 58
2.
1,84-2,51
10
14
3.
2,52-3,19
2
13
Jumlah
70
100
No.
B/C Ratio
Persentase (%) 83
Analisis kelayakan usaha Garam juga dilaksanakan melalui perhitungan titik impas usaha (BEP). BEP terbagi menjadi 2 (dua) jenis analisis, yaitu BEP Produksi dan BEP Harga Produksi. BEP produksi Garam Kg/Ha dapat dilihat pada Tabel 4.10.
60
Tabel 4.10 BEP produksi Garam Kg/Ha di Desa Losarang
1.
BEP Produksi (Kg/Ha) 34.479-44.991
Jumlah (Responden) 7
Persentase (%) 10
2.
44.992-55.503
26
37
3.
55.504-66.014
31
44
4.
66.015-76.526
6
9
Jumlah
70
100
No.
BEP produksi paling rendah adalah 34.479 kg, artinya jika produksi kurang dari 34.479 kg, maka petambak akan mengalami kerugian. Semakin banyak Garam yang dihasilkan melebihi BEP produksi maka semakin besar keuntungan yang diterima oleh Petambak. Apabila Garam yang dihasilkan kurang dari BEP produksi, maka Petambak akan mengalami kerugian. Selain BEP produksi, juga dihitung BEP harga produksi (Tabel 4.11), yang merupakan titik impas harga penjualan Garam untuk menutupi biaya produksi Garam. Tabel 4.11 BEP harga produksi Garam Rp/Kg di Desa Losarang
1.
BEP Produksi (Rp/Kg) 182,06-219,62
Jumlah (Responden) 4
Persentase (%) 6
2.
219,63-257,17
12
17
3.
257,18-294,73
23
33
4.
294,73-332,29
20
29
5.
332,30-369,85 Jumlah
11 70
16 100
No.
BEP harga paling tinggi Rp. 369,85 artinya jika harga Garam/Kg yang diterima petambak kurang dari Rp. 369,85, maka Petambak akan mengalami kerugian, karena biaya untuk menghasilkan Garam lebih besar daripada hasil penjualan Garam.
61
Agar pendapatan yang diterima dari usaha Garam dapat memenuhi kebutuhan minimal petambak Garam selama 1 (satu) tahun dihitung luasan minimal tambak Garam untuk kehidupan yang layak bagi Petambak Garam. Nilai kebutuhan Petambak Garam diambil dari Upah Minimum Kabupaten Indramayu pada tahun 2011 sebesar Rp. 944.190,00. Luas minimal tambak Garam untuk memenuhi kebutuhan hidup Petambak dapat dilihat pada Tabel 4.12. Tabel 4.12 Luas minimal Tambak Garam untuk memenuhi kebutuhan Petambak di Desa Losarang
1.
Luas Tambak (Ha) 0,24-0,81
Jumlah (Responden) 40
Persentase (%) 57
2.
0,82-1,38
24
34
3.
1,39-1,95
3
4
4.
1,96-2,52
1
1
5.
2,53-3,10 Jumlah
2 70
3 100
No.
Luas tambak minimal yang layak adalah 0,24 Ha, artinya dengan produktifitas lahan dan harga jual Garam tinggi, dari lahan garam 0,24 Ha petambak dapat menghasilkan Garam senilai Rp. 11.330.280,- (Rp. 994.190,- x 12 bulan) yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal petambak di Desa Losarang selama 1 (satu) tahun. Luas tambak maksimal yang dimiliki petambak untuk memenuhi kebutuhan minimum yang layak adalah 3,10 Ha, artinya diperlukan 3,10 Ha untuk menghasilkan Garam senilai Rp. 11.330.280,- (Rp. 994.190,- x 12 bulan). Kebutuhan lahan garam yang lebih luas untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal petambak garam dikarenakan rendahnya produktifitas tambak Garam dan harga yang diterima Petambak. Dengan produktifitas 90 ton/Ha dan keuntungan Petambak Rp. 150,- diperlukan luas lahan 0,84 Ha untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal Petambak selama 1 (satu) tahun.
62
d.
Marjin Keuntungan (Profit Margin) Marjin keuntungan merupakan kemampuan usaha Garam untuk menghasilkan keuntungan dibandingkan penjualan yang dicapai. Marjin keuntungan diperoleh dari perbandingan antara pendapatan usaha Garam dengan penjualan Garam oleh petambak (Lampiran 9). Semakin tinggi profit margin Petambak Garam menandakan semakin baik kinerja usaha Garamnya, karena meningkatkan kemampuan dalam menghasilkan keuntungan setelah dibandingkan dengan penjualan yang dicapai (Tabel 4.13). Tabel 4.13 Marjin keuntungan usaha Garam di Desa Losarang
9,3-20,7
Jumlah (Responden) 3
Persentase (%) 4
2.
20,8-31,7
14
20
3.
31,8-42,9
37
53
4.
43,0-54,1
13
19
5.
54,2-65,3 Jumlah
3 70
4 100
No.
Marjin Keuntungan (%)
1.
Marjin keuntungan dimiliki 53% responden adalah 31,8%-42,9% artinya dari total penjualan Garam yang dihasilkan, Petambak memperoleh keuntungan 31,8%-42,9% dari hasil penjualan. Hanya 3 (tiga) responden (4%) yang memiliki marjin keuntungan kurang dari 20,7%. Marjin keuntungan yang besar, menunjukkan semakin besar kemampuan Petambak untuk memperoleh keuntungan dari penjualan Garam yang dihasilkannya. Marjin keuntungan yang kecil dari usaha garam di Desa Losarang dikarenakan petambak menjual garam dengan mutu rendah tanpa memberikan nilai tambah pada produk yang dihasilkannya. Dengan posisi tawar yang lemah, petambak akan dapat mudah ditekan Pedagang/Pengepul untuk memperkecil marjin keuntungan yang diperoleh oleh petambak selaku produsen, dan memperbesar marjin keuntungan yang diperoleh Pedagang/Pengepul.
63
e.
Analisa Kesenjangan (Gap Analysis) Pada pasar lokal di Indramayu, Garam konsumsi dalam kemasan 200 g yang dibuat oleh Koperasi Segoro Madu di Desa Santing Kecamatan Losarang dijual Rp. 500,00 atau Rp. 2500,00/Kg. Dari wawancara dengan petambak yang juga menjadi pengepul di Desa Losarang dan survei harga bulan Nopember 2011 di Carrefour Bekasi, pabrik Garam beryodium siap konsumsi di Bandung menjual Garam konsumsi dalam kemasan 250 g dengan harga Rp.2.100,00 atau Rp. 8.400,00/kg. Sebagian petambak melakukan penjualan garam ke pabrik tersebut. Alur pertambahan nilai Garam/Kg dari Petambak ke konsumen melalui pabrik pengolahan Garam beryodium di Bandung dapat dilihat pada Gambar 4.20.
Petambak Rp. 400,-
Pedagang Pengumpul Rp. 500,-
Perusahaan Garam
Pasar Rp. 8.400,-
Buruh Angkut Rp. 50,-
Gambar 4.20
Jasa Transportasi Rp. 100
Distribusi Garam
Alur pertambahan nilai Garam dari Petambak menjadi Garam beryodium ke Konsumen yang diolah Pabrik Garam di Bandung
Harga Garam Rp. 400,-/Kg yang diterima Petambak masih dibagi ke Buruh tambak Rp. 100,- dan biaya produksi Rp. 150, sehingga pendapatan petambak Rp. 150,-/Kg Garam. Input Garam Rp. 600,-/Kg menghasilkan output Garam Rp. 8.400,-/Kg. Analisis kesenjangan Garam petambak di Desa Losarang yang diolah produsen Garam beryodium di Bandung, dihitung dengan rumus berikut :
Analisis Kesenjangan Bandung =
Rp. 8.400,= 56 Rp. 150,-
64
Analisis kesenjangan dengan nilai 56, artinya konsumen harus membayar harga 56 kali dari keuntungan yang diterima petambak. Keuntungan terbesar diperoleh produsen garam beryodium yang mengolah garam dari petambak menjadi garam beryodium siap konsumsi. Analisis kesenjangan ini menjadi lebih kecil, ketika Garam yang diproduksi petambak Desa Losarang diolah oleh Koperasi Segoro Madu di Desa Santing Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu, yaitu : Analisis Kesenjangan Santing =
Rp. 2.500,= 16,67 Rp. 150,-
Analisis kesenjangan di Bandung menunjukkan Petambak mempunyai keuntungan yang sangat rendah, karena hanya 1,8% dari harga yang dibayar konsumen. Untuk meningkatkan keuntungan Petambak dapat mengolah dan memberi nilai tambah pada Garam yang dihasilkan seperti melakukan pencucian Garam untuk meningkatkan mutu Garam, sehingga dapat memperoleh bagian yang lebih besar dari harga yang dibayarkan konsumen. Untuk efisiensi produksi dapat dibuat industri pengolahan Garam di sentra produksi Garam, sehingga konsumen tidak membayar harga terlalu tinggi untuk distribusi produk yang terlalu panjang dari Petambak ke Pengepul ke Pedagang Besar ke Industri pengolahan Garam.
f.
Efisiensi Modal Efisiensi modal merupakan perbandingan dalam bentuk persentase antara laba bersih (pendapatan) petambak dibandingkan total biaya yang dikeluarkan (Lampiran 10). Semakin besar persentase efisiensi modal yang diterima Petambak, berarti semakin besar selisih antara laba bersih dibandingkan total biaya yang dikeluarkan Petambak. Tabel 4.14 menunjukkan efisiensi modal usaha Garam di Desa Losarang. Efisiensi modal 49,6%-84,3% diperoleh 37 orang (53%) Petambak di Desa Losarang dan hanya 11 orang (15%) yang usahanya memiliki efisiensi modal lebih dari 84,3%.
65
Tabel 4.14 Efisiensi Modal Usaha Garam di Desa Losarang No. 1. 2. 3. 4. 5.
Efisiensi Modal (%)
Jumlah (Responden)
Persentase (%)
14,7-49,5
22
31
49,6-84,3
37
53
84,4-119,0
8
11
119,1-153,8
1
1
153,9-188,6 Jumlah
2 70
3 100
Dengan efisiensi modal 100%, artinya petambak telah memiliki modal untuk melaksanakan usaha Garam pada musim berikutnya. Efisiensi modal dibawah 100% artinya usaha Garam yang dilaksanakan tidak memberikan keuntungan yang cukup untuk melaksanakan usaha Garam pada musim berikutnya. Petambak harus mencari modal tambahan untuk melaksanakan usaha Garam lagi. Efisiensi modal diatas 100%, artinya petambak tidak hanya telah memiliki modal untuk usaha Garam pada musim berikutnya, tetapi juga mempunyai kelebihan keuntungan untuk memperluas usaha Garamnya. 4)
Analisis SWOT
Dari wawancara dan pengamatan langsung di lokasi usaha Garam, di Desa Losarang, dapat diidentifikasikan faktor-faktor strategik internal, yaitu kekuatan dan kelemahan usaha Garam rakyat dan faktor-faktor strategik eksternal, yaitu peluang dan ancaman usaha Garam. a.
Identifikasi Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman 1) Kekuatan i.
Pekerja yang berpengalaman Meskipun mudah dihasilkan, namun untuk menghasilkan Garam bermutu baik dan produktifitas tinggi, diperlukan pekerja yang berpengalaman. Pekerja berpengalaman diperlukan untuk
66
membuat lahan produksi seluas 1 (satu) ha dengan kemiringan 2%, sehingga air laut dapat mudah mengalir sampai ke petak yang diinginkan
hanya
dengan
bantuan
kincir
angin.
Dengan
pengalaman, pekerja dapat melakukan persiapan lahan dengan cepat sehingga ongkos persiapan lahan dapat diefisienkan. Pekerja yang berpengalaman juga dapat menentukan kepekatan air laut untuk dapat dikristalkan, sehingga menghasilkan Garam mutu baik. Di Desa Losarang, pengetahuan dan pengalaman usaha Garam diwariskan secara turun temurun. ii.
Belum ada substitusi produk Garam Garam yang terdiri dari NaCl merupakan produk yang menghasilkan rasa asin yang belum ada substitusinya di pasar. Keju sebenarnya juga mempunyai rasa asin, namun keju mempunyai harga mahal. Selain memberi rasa asin, kandungan Na dan Cl dibutuhkan bagi manusia. Rataan kebutuhan Garam bagi manusia adalah 4 kg/orang. Tidak ada substitusi produk Garam ini karena Garam dapat mudah diproduksi dengan harga rendah.
iii.
Peralatan produksi yang sederhana Dengan kemiringan lahan yang tepat dan angin yang terus menerus berhembus di daerah pesisir, maka air laut akan dapat mengalir ke petak-petak lahan untuk menghasilkan kepekatan air laut yang diinginkan dengan bantuan kincir angin yang dapat diproduksi di wilayah Losarang sendiri. Selain itu peralatan produksi seperti cangkul, ”geribig tatakan”, ”waring”, bambu, alat pengeras lahan bahkan Baume Meter dapat dengan mudah diperoleh di Desa Losarang dengan harga relatif terjangkau.
iv.
Bahan baku produksi melimpah Usaha Garam di Desa Losarang mengambil bahan baku air laut yang didapat dengan mudah karena posisi Desa yang terletak di pantai Utara laut Jawa. Air laut di Desa Losarang mempunyai derajat kekentalan 1-2 °Be, artinya dalam 1 (satu) l bahan baku air laut
mengandung 10-20 g NaCl, sehingga untuk 1 (satu) Ha
67
tambak Garam yang menghasilkan 80 ton Garam selama musim Garam, dibutuhkan air laut 5.000.000.000 l atau 5.000.000 m3. Untuk lahan Garam 590,70 Ha di Desa Losarang dibutuhkan 2.953.500.000.000 l air laut. v.
Kesesuaian potensi lahan. Desa Losarang adalah Desa yang tepat untuk menjadi daerah penghasil Garam mempunyai bahan baku air laut yang melimpah yang tidak tercemar, lahan datar yang luas dengan kemiringan 2°, sinar matahari, panas bumi dan angin untuk proses penguapan air laut menjadi kristal Garam. Dengan lahan yang tepat Garam dapat mudah dihasilkan dengan biaya produksi yang rendah. Jika tidak ada angin misalnya maka Petambak harus menggunakan mesin pompa untuk mengalirkan air laut ke lahan Garam. Penggunaan mesin pompa berarti tambahan biaya produksi untuk bahan bakar.
2) Kelemahan i.
Usaha Garam hanya 4 bulan dalam setahun Usaha Garam di Desa Losarang merupakan usaha tradisional yang tergantung cuaca. Periode usaha Garam berlangsung selama 4-5 bulan pada musim kemarau di bulan Juli-Nopember. Pada bulan Desember-Juni, hanya Petambak yang mempunyai gudang yang mendapat pendapatan dari Garam. Diluar musim Garam, sebagian Petambak mengandalkan pendapatan dari usaha tambak ikan dan pertanian. Sebagian petambak, juga bekerja sebagai Nelayan, Pedagang, Wiraswasta dan Perangkat Desa.
ii.
Luas Lahan yang sempit, sehingga kurang menguntungkan untuk intensifikasi usaha Rataan Petambak di Desa Losarang hanya memiliki tambak dengan luas 1 (satu) Ha, untuk petambak yang memiliki lahan lebih dari 3 (tiga) Ha biasanya memakai buruh penggarap dengan sistem bagi hasil. Luas lahan yang sempit kurang menguntungkan untuk dilaksanakan intensifikasi usaha, seperti yang dilaksanakan oleh PT Garam. Intensifikasi usaha akan membutuhkan biaya yang lebih tinggi
68
sehingga biaya produksi meningkat. Dengan produktifitas lahan yang tinggi, PT Garam dapat melakukan intensifikasi usaha. iii.
Posisi tawar petambak Garam yang lemah Kurangnya modal dan biaya produksi yang harus cepat dibayar seperti biaya persiapan lahan dan tenaga kerja, menyebabkan petambak harus cepat menjual Garam hasil produksinya, meskipun harga Garam cenderung turun pada saat musim Garam. Kebutuhan modal untuk usaha selanjutnya (seperti tambak ikan dan pertanian) juga mendorong petambak menjual Garam hasil produksi sesaat setelah Garam dihasilkan.
iv.
Kelemahan modal Petambak Garam di Desa Losarang adalah petambak tradisional yang mengandalkan cuaca untuk menghasilkan Garam. Rataan modal yang diperlukan untuk melaksanakan usaha Garam adalah
Rp.
25.000.000,-/Ha yang terdiri dari 1 (satu) unit mesin pompa, 3 (tiga) unit kincir, alat-alat produksi (Cangkul, Rol pengeras lahan, kerikan, timba angkut dll), upah tenaga kerja dan zat tambahan. Upah tenaga kerja Rp. 50.000,00-Rp. 70.000,00/hari mencapai 60% dari modal yang harus disediakan.
Dengan kelemahan modal dari petambak
meningkatkan ketergantungan petambak terhadap pengepul untuk menampung
hasil
produksinya.
Banyaknya
sumber-sumber
permodalan di Indramayu, belum dapat dimanfaatkan akibat tidak sinkronnya pemahaman antara lembaga keuangan dengan kelompok usaha Garam tentang jaminan dan agunan yang harus disediakan. v.
Kurangnya sarana dan prasarana Kondisi jalan Garam (Jalan dari lahan tambak ke pinggir jalan besar) di Desa Losarang belum diberikan perkerasan berupa lapisan aspal dengan lebar 1-2 m sehingga angkutan dilaksanakan dengan sepeda/sepeda motor. Sistem saluran pemasok air laut di Desa Losarang sebagian besar sudah memiliki jalur jaringan yang baik. Hanya saja dari segi dimensi penampang masih kurang optimal. Saluran yang ada di lokasi kurang lebar dan dangkal, sehingga aliran
69
air dari laut kurang lancar mencapai tambak-tambak Garam. Selain itu, pengendapan sedimen di saluran (Gambar 4.21), baik di saluran primer maupun sekunder juga masih terlihat cukup tinggi. Diperlukan penataan yang lebih lanjut agar permasalahan pengendapan sedimen ini dapat teratasi dan dimensi penampang saluran menjadi optimal, sehingga bisa menyalurkan air laut ke tambak secara lancar.
Gambar 4.21 Pengendapan Sedimen pada saluran sekunder di Desa Losarang
3) Peluang i.
Kebijakan pemerintah yang mendukung usaha Garam rakyat Ada 3 (tiga) kebijakan pemerintah yang mendukung usaha Garam Rakyat, yaitu (1) Kebijakan produksi untuk mencapai swasembada Garam nasional melalui program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) pada daerah penghasil Garam, termasuk Desa Losarang; (2) Kebijakan manajemen usaha dan harga dengan penetapan harga dasar Garam mutu 1 (satu) Rp. 750,-/kg dan mutu 2 (dua) Rp. 550,-/kg untuk meningkatkan harga Garam, penyediaan stok cadangan (buffer stock) melalui PT Garam; dan pengembangan usaha Garam di masyarakat dan (3) Kebijakan Impor Garam berupa larangan impor selama masa usaha Garam rakyat pada bulan JuliOktober dan kewajiban bagi Importir Garam untuk melakukan
70
pembelian Garam rakyat minimal sama dengan jumlah Garam yang diimpornya. ii.
Potensi lahan Garam besar Desa Losarang mempunyai wilayah 966,2 Ha dengan potensi lahan Garam 580,70 Ha (60,1%), dimana 319,50 Ha (55%) merupakan lahan produktif Garam dan 261,20 Ha (45%) masih dapat dikembangkan menjadi lahan produktif Garam. Lahan ini masih bertambah lagi dengan adanya pengenalan usaha Garam rumah tangga (backyard) oleh KKP.
iii.
BLM Petambak tidak berproduksi Garam pada tahun 2010. Usaha tambak Garam mengalami kerugian, karena Petambak telah melaksanakan persiapan lahan tambak tetapi tidak menghasilkan Garam untuk dijual. Bantuan langsung masyarakat merupakan salah satu strategi PUGAR untuk memperbaiki sarana dan prasarana usaha Garam petambak yang rusak, atau tidak ada sehingga petambak dapat melaksanakan usaha Garam. BLM diberikan sesuai dengan kebutuhan petambak berdasarkan Rencana Usaha Bersama (RUB) yang dibuat oleh petambak didampingi oleh Tenaga Pendamping.
iv.
Tenaga pendamping teknis dan kelembagaan Tenaga pendamping teknis memberikan dukungan kepada petambak
untuk
meningkatkan
pengetahuan
teknis.
Tenaga
pendamping kelembagaan memberikan dukungan kepada Petambak untuk menguatkan kelembagaan petambak. Tenaga pendamping teknis dan kelembagaan adalah orang profesional bukan PNS yang bekerja dari Januari-Desember 2011 berdasarkan kontrak yang dibuat oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu. v.
Penggunaan teknik maduresee dan ramsol Kristal Garam di Desa Losarang dipanen dengan cara dikais diatas tanah lahan dalam waktu 5-7 hari, dengan cara ini maka produktifitas lahan Garam menjadi tinggi. Kelemahan teknik ini adalah mutu Garam yang dihasilkan kurang bagus, karena tercampur
71
dengan zat impurities. Ramsol digunakan untuk memperbaiki mutu Garam rakyat sehingga menjadi Garam mutu 1 (satu). Dengan teknik maduresee dan ramsol, Petambak dapat melaksanakan usaha Garam di lahan sempit, dengan produktifitas tinggi dan mutu baik. Teknik maduresee juga memungkinkan alih fungsi lahan tambak untuk usaha garam atau ikan, karena tidak membuat meja kristal yang permanen. 4) Ancaman i.
Cuaca Usaha Garam rakyat tergantung pada cuaca kemarau yang panas dan tanpa hujan. Ketika hujan turun, maka kristal-kristal Garam yang sudah terbentuk di meja kristalisasi akan mencair kembali. Diperlukan minimal 4 (empat) hari untuk pembentukan kristal Garam kembali. Musim kemarau tanpa hujan sama sekali berlangsung pada bulan September-Oktober
2011.
Usaha
Garam
secara
tradisional
dilaksanakan pada daerah yang mempunyai curah hujan minimal. ii.
Harga tidak stabil Harga Garam selalu turun ketika musim Garam tiba sesuai dengan hukum permintaan, sedangkan petambak tidak mempunyai gudang yang cukup untuk menampung dan menyimpan Garam yang dihasilkannya. Kebijakan pemerintah hanya mengatur harga dasar Garam, sedangkan harga Garam tergantung harga pasar. Tidak ada kepastian harga ketika petambak melaksanakan panen Garam, sedangkan biaya produksi Garam tetap bahkan cenderung meningkat.
iii.
Impor Garam Impor Garam pada musim Garam akan mempengaruhi harga Garam. Banyaknya Garam yang masuk ke pasar akan menurunkan harga Garam sesuai hukum permintaan dan penawaran. Impor Garam juga digunakan sebagai alat perusahaan Garam untuk menekan harga Garam dari petambak dan tidak membeli Garam rakyat. Dengan harga pasar yang rendah, petambak cenderung tidak melaksanakan usaha Garam. Ada 2 (dua) jenis importir Garam yaitu 1) Importir Produsen Garam, yang melaksanakan impor Garam sebagai bahan baku dalam
72
proses produksinya dan (2) Importir Terdaftar Garam, yang melakukan impor Garam untuk memenuhi kebutuhan industri yang tidak mengimpor Garam sendiri dan atau kebutuhan Garam konsumsi masyarakat. iv.
Tengkulak Kelemahan
modal
petambak
Garam
dimanfaatkan
para
Tengkulak untuk mendapatkan harga Garam yang rendah pada masa usaha Garam. Tengkulak menyimpan Garam di gudang dan menjual ke pasar dengan harga yang tinggi di luar masa usaha Garam. Lemahnya modal petambak juga dimanfaatkan tengkulak dengan memberikan bantuan modal kerja yang sifatnya hutang dan harus dikembalikan sebelum musim Garam usai. Pada akhirnya petambak harus menjual Garam dengan harga rendah ke tengkulak untuk dapat mengembalikan hutang. v.
Alih tenaga kerja Usaha Garam dapat dilaksanakan pada bulan Juni pada saat akhir musim hujan dengan melakukan penyiapan lahan dan Garam dapat dipanen mulai bulan Juli-Nopember. Namun karena tenaga kerja yang ada masih bekerja pada bidang pertanian dan tambak Ikan, maka usaha Garam tidak dapat dilaksanakan akibat ketiadaan tenaga kerja yang saat itu masih menunggu panen hasil pertanian, ataupun panen tambak ikan. Persiapan lahan Garam baru dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus, ketika tenaga kerja sudah tersedia.
b. IFE dan EFE Usaha Garam rakyat di Desa Losarang dipengaruhi oleh faktor strategik internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan usaha Garam rakyat. sedangkan faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman usaha Garam rakyat. IFE dan EFE usaha Garam rakyat di Desa Losarang Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu menggunakan pendekatan rating (skor) dan bobot dalam sebuah matriks. Data dan informasi yang digunakan bersumber
73
dari kuesioner terbuka yang hanya diajukan kepada responden terbatas (Ketua KUGAR dan Ketua Koperasi Segoro Madu) dengan total responden berjumlah 5 (lima) orang. 1.
Identifikasi matriks IFE Faktor strategik internal diuraikan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dihadapi petambak Garam, kemudian diidentifikasikan faktor internal dalam usaha Garam yang paling berpengaruh (Lampiran 11). Penghitungan bobot masing-masing faktor dilakukan dengan menggunakan software expert choice dapat dilihat pada Lampiran 13. Petambak harus mengupayakan langkah-langkah yang tepat untuk memanfaatkan kekuatankekuatan dan mengatasi kelemahan-kelemahan usaha Garam Rakyat agar dapat mengembangkan usahanya lebih baik. Faktor-faktor kekuatan dan kelemahan pada usaha Garam Rakyat di Desa Losarang, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu dapat dilihat pada Tabel 4.15 Tabel 4.15 IFE dari usaha Garam Rakyat di Desa Losarang, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu Faktor Strategik Internal
Bobot (a)
Rating (b)
Bobot x Rating (a x b)
0,145 0,113 0,088 0,083 0,088
3,8 4,0 3,4 3,6 3,2
0,5510 0,4520 0,2992 0,2988 0,2816
0,079
1,4
0,111
0,077
1,6
0,123
0,143
1,0
0,143
0,076
2,0
0,152
0,109 1,000
1,8
0,196 2,608
Kekuatan 1. Belum ada substitusi produk Garam 2. Pekerja yang berpengalaman 3. Bahan baku produksi melimpah 4. Kesesuaian Potensi Lahan 5. Peralatan Produksi Sederhana Kelemahan 1. Kurangnya Sarana dan Prasarana 2. Posisi tawar Petambak Garam yang lemah 3. Kelemahan Modal 4. Luas lahan sempit kurang menguntungkan untuk intensifikasi usaha 5. Usaha Garam hanya 4 bulan setahun Jumlah
74
2.
Identifikasi matriks EFE Faktor strategik eksternal diuraikan untuk mengetahui peluang dan ancaman yang dihadapi Petambak Garam di Desa Losarang, kemudian diidentifikasikan faktor eksternal dalam usaha Garam yang paling berpengaruh (Lampiran 12). Penghitungan bobot masing-masing faktor dilakukan dengan menggunakan software expert choice dapat dilihat pada Lampiran 14. Petambak harus mengupayakan langkah-langkah yang tepat untuk memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman usaha Garam Rakyat agar dapat mengembangkan usahanya lebih baik. Faktor-faktor peluang dan ancaman pada usaha Garam Rakyat di Desa Losarang, Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu dapat dilihat pada Tabel 4.16 Tabel 4.16 EFE dari usaha Garam Rakyat di Desa Losarang, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu Faktor Strategik Eksternal
Bobot (a)
Rating (b)
Bobot x Rating (a x b)
0,174 0,130 0,100
3,8 3,6 4,0
0,661 0,468 0,400
0,086
3,4
0,292
0,064
3,2
0,205
0,079 0,064 0,130 0,075 0,098 1,000
1,20 1,80 1,00 2,00 1,60
0,095 0,115 0,130 0,150 0,157 2,673
Peluang 1. 2. 3. 4.
Kebijakan Pemerintah Potensi Lahan Garam Besar Bantuan Langsung Masyarakat Tenaga Pendamping Teknis dan Kelembagaan 5. Penggunaan Teknologi Maduresee dan Ramsol Ancaman 1. Harga Tidak Stabil 2. Alih Tenaga Kerja 3. Cuaca 4. Tengkulak 5. Impor Garam Jumlah b.
Analisis Matriks IE
Penentuan posisi strategi usaha Garam Rakyat di Desa Losarang dalam matriks IE didasarkan pada hasil total nilai matriks IFE yang diberi bobot pada sumbu X dan total nilai matriks EFE pada sumbu Y. Total nilai matriks IFE 2,608 dan nilai matriks EFE 2,673.
75
Dengan demikian posisi usaha Garam Rakyat di Desa Losarang terletak pada sel V. Strategi yang sesuai untuk diterapkan pada sel ini adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk. Hasil identifikasi dari kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman perusahaan serta posisi persaingannya yang berada pada sel V selanjutnya akan digunakan untuk merumuskan alternatif strategi dengan menggunakan matriks SWOT.
Posisi usaha Garam rakyat di Desa Losarang
berdasarkan matriks IE dapat dilihat pada Gambar 4.22.
Total Skor Faktor Strategi Eksternal
Total Skor Faktor Strategi Internal Kuat 4,0 Tinggi
Rataan 3,0
Lemah 2,0
1,0
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
3,0 Menengah 2,0 Rendah 1,0
Gambar 4.22 Matriks IE Usaha Garam Rakyat di Desa Losarang
c. Formulasi Strategi Usaha Garam Rakyat Di Desa Losarang, Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu Berdasarkan indentifikasi faktor strategik internal dan eksternal yang diperoleh, selanjutnya ditetapkan alternatif strategi dengan menggunakan matriks SWOT (Tabel 4.17). Formulasi strategi pengembangan usaha Garam rakyat di desa Losarang dapat dirumuskan sebagai berikut : 1) Strategi S-O (kombinasi S1-S5 dengan O1-O5) Strategi ini didapatkan dengan memanfaatkan dan memaksimalkan kekuatan yang dimiliki oleh petambak dan kelompok usaha Garam rakyat untuk mengambil atau memanfaatkan peluang yang ada. Berdasarkan hasil analisis diperoleh beberapa formulasi strategi berikut : i.
Meningkatkan produktivitas untuk meningkatkan keuntungan
ii.
Memperluas jaringan pemasaran
76
Petambak Garam di Desa Losarang, memiliki tingkat produktivitas yang berbeda dan distribusi penjualan yang belum kuat. Upaya untuk meningkatkan
produktivitas
lahan
Garam
dilakukan
dengan
mensosialisasikan teknis bertambak Garam yang baik. Perluasan jaringan pemasaran dengan membuka pemasaran non konvensional seperti pemasaran Garam dalam bentuk cair ataupun pemasaran Garam untuk kebutuhan non konsumsi (seperti pupuk untuk pertanian), sehingga akan memberikan nilai tambah dan meningkatkan harga jual Garam rakyat.
2) Strategi S-T (kombinasi S1-S5 dengan T1-T5) Strategi ini didapatkan dengan memaksimalkan kekuatan yang dimiliki Petambak dalam mengantisipasi ancaman yang ada. Berdasarkan hasil analisis diperoleh beberapa formulasi strategi berikut : i.
Menetapkan pola usaha Garam rakyat setiap tahun, sehingga usaha Garam akan dimulai setiap akhir musim hujan setiap tahun, yaitu bulan Juni.
ii.
Meningkatkan mutu Garam rakyat.
iii.
Penguatan kerjasama Petambak melalui kelompok usaha Garam Rakyat. Strategi
yang perlu
dilakukan
dalam
rangka
menghadapi
persaingan dengan Garam impor dan Tengkulak adalah dengan meningkatkan mutu Garam Rakyat dengan pengendalian bahan baku air laut dan pengawasan mutu produksi secara konsisten. Penguatan kelompok usaha Garam rakyat agar petambak memperoleh manfaat ekonomi dari usaha bersama secara berkelompok sepanjang tahun. 3) Strategi W-O (kombinasi W1-W5 dengan O1-O5) Strategi ini didapatkan dengan usaha meminimalisasi kelemahan yang dimiliki Petambak dan kelompok Petambak dan memanfaatkan peluang. Berdasarkan hasil analisis diperoleh formulasi strategi berikut : i.
Menetapkan kawasan khusus usaha Garam.
ii.
Memanfaatkan jasa perbankan untuk pengembangan usaha
iii.
Meningkatkan pengetahuan manajemen usaha.
77
Untuk
pemenuhan
kebutuhan
garam
nasional,
pemerintah
menetapkan daerah potensial penghasil garam sebagai kawasan khusus usaha Garam, agar tidak beralih fungsi menjadi usaha lain. Kawasan khusus usaha garam dapat menarik investor atau pihak perbankan untuk ikut mengembangkan usaha Garam. Petambak Garam dapat memanfaatkan kebijakan pemerintah saat ini, yaitu program pemberdayaan usaha kecil dan menengah untuk meningkatkan pengetahuan manajemen usaha dan pembiayaan usaha Garam, sehingga usaha Garam yang dilaksanakannya dapat berkembang.
4) Strategi W-T (kombinasi W1-W5 dengan T1-T5) Strategi ini didapatkan melalui usaha meminimalisasi kelemahan yang dimiliki Petambak Garam dan kelompok usaha Garam Rakyat untuk mengantisipasi ancaman, atau untuk menghadapi kemungkinan ancaman yang ada dari lingkungan eksternal. Berdasarkan hasil analisis diperoleh beberapa formulasi strategi berikut : i.
Memasyarakatkan usaha Garam backyard
ii.
Meningkatkan teknologi produksi dan penyimpanan produk. Strategi untuk mengatasi kelemahan produksi garam hanya 4 bulan
dalam setahun dan ancaman cuaca adalah mendorong usaha Garam backyard yang dapat dilakukan sepanjang tahun baik pada saat musim hujan maupun kemarau pada lahan terbatas. Usaha Garam backyard merupakan usaha Garam yang tidak membutuhkan lahan tambak tetapi memanfaatkan pekarangan rumah sebagai lahan produksi Garam. Bahan baku berupa air laut tua dengan kadar kepekatan 20-25 oBe yang diambil dalam kolam penampungan air tua. Meja kristalisasi dilapisi terpal plastik sehingga bebas bocor, mudah dirawat dan dapat dipindahkan. Usaha Garam backyard telah disosialisasikan kepada masyarakat pada pelaksanaan PUGAR, tetapi setelah musim Garam di tambak selesai, masyarakat tidak tertarik melaksanakan usaha Garam backyard ini karena dianggap kurang menguntungkan dibanding berusaha ikan atau bercocok tanam.
78
Tabel 4.17 Matriks Analisis SWOT Usaha Garam Rakyat Faktor Internal
Faktor Eksternal
KEKUATAN (S)
KELEMAHAN (W)
S1. Pekerja yang berpengalaman S2. Belum ada substitusi produk Garam S3. Peralatan produksi sederhana S4. Bahan baku produk melimpah S5. Kesesuaian potensi lahan
W1. Produksi Garam hanya 4 bulan setahun W2. Luas lahan sempit W3. Posisi tawar Petambak W4. Keterbatasan Modal W5. Kurangnya sarana dan prasarana
Strategi SO
Strategi WO
PELUANG (O) O1. Kebijakan Pemerintah O2. Potensi lahan Garam yang besar O3. Bantuan Langsung Masyarakat O4. Tenaga pendamping teknis dan kelembagaan
1.
2.
Meningkatkan produktivitas (O1,O2,O3 ; S1, S3, S4, S5) Memperluas jaringan pemasaran (O1,O2,O4 ; S2, S4, S5)
1.
2.
3.
ANCAMAN (T) T1. T2. T3. T4. T5.
Cuaca Harga tidak stabil. Impor Garam Tengkulak Alih fungsi lahan Garam
Keterangan
Strategi ST 1. 2. 3.
Menetapkan Pola Usaha Garam (S1, S5;T1,T5) Meningkatkan mutu produk (S1,S2,S4; T2,T3) penguatan anggota Petambak dengan kelompok (T2,T3,T4 ; S1,S5)
Menetapkan kawasan khusus Usaha Garam (O1,O2;W1,W2, W5) Memanfaatkan jasa perbankan untuk pengembangan usaha (O1,O2, O4 ; W4,W5) Meningkatkan pengetahuan manajemen usaha (O1,O4 ; W2,W3) Strategi WT
1.
2.
Memasyarakatkan usaha Garam backyard (T1,T5;W1,W2) Meningkatkan teknologi produksi dan penyimpanan produk (T1,T2,T4; W2,W4,W5)
: - (Oi ; Si) atau (Oi ; Wi) atau (Ti ; Si) atau (Ti ; Wi) menunjukkan kombinasi faktor eksternal dengan internal dalam menghasilkan pilihan strategi. - i = 1,2,……..n
5) Analisis Tingkat Kesejahteraan Petambak Garam Peningkatan kesejahteraan Petambak Garam 15% menjadi dampak yang ingin dicapai dalam implementasi PUGAR, sehingga ketika kesejahteraan Petambak Garam meningkat 15%, maka efektivitas implementasi PUGAR mencapai 100%. Dalam kajian ini meningkatnya kesejahteraan Petambak Garam melalui implementasi program PUGAR diteliti melalui 3 (tiga)
79
indikator, yaitu
(1) Peningkatan pendapatan petambak; (2) penyerapan
tenaga kerja dan (3) Perluasan kesempatan berusaha. Penghitungan peningkatan kesejahteraan Petambak Garam dalam kajian ini dilaksanakan melalui 2 (dua) tahap, yaitu : i.
Menghitung bobot masing-masing aspek untuk mengetahui seberapa besar
pengaruhnya
terhadap
peningkatan
kesejahteraan,
melalui
kuesioner dan wawancara kepada 5 orang responden yang terdiri dari 4 (empat) orang Ketua KUGAR dan 1 (satu) orang Ketua Koperasi Segoro Madu dengan metode MAHP. Dengan Software Expert Choice 11 diperoleh nilai untuk peningkatan pendapatan 0,525, penyerapan tenaga kerja 0,344 dan perluasan kesempatan berusaha 0,131 (Lampiran 15). ii.
Melakukan penilaian pada masing-masing indikator yang mempengaruhi peningkatan kesejahteraan Petambak, dengan menghitung jumlah Petambak yang mengalami peningkatan pendapatan, dapat menyerap tenaga kerja dan dapat melakukan perluasan usaha seperti pada Tabel 4.18. Tabel 4.18 Indikator penilaian peningkatan kesejahteraan Petambak Garam di Desa Losarang pada tahun 2010 dibanding tahun 2011 Meningkat Indikator Peningkatan Pendapatan Penyerapan Tenaga Kerja Perluasan Kesempatan Berusaha
iii.
Penilaian
Tidak Meningkat
Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Orang) (%) (Orang) (%)
Nilai
68
97,14
2
2,86
4
65
92,86
5
7,14
4
9
12,86
61
87,14
3
efektivitas
implementasi
PUGAR
dilaksanakan
Keterangan Meningkat > 15 % Meningkat > 15 % Meningkat 10,1%-15%
dengan
mengalikan nilai dan bobot masing-masing indikator berikut : 0,529 x 4 + 0,336 x 4 + (0,135 x 3) x 100 = 96,625 4 Dengan nilai > 80 maka implementasi PUGAR di Desa Losarang, Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu sangat efektif untuk meningkatkan
80
kesejahteraan Petambak lebih dari 15% sesuai target PUGAR. Peningkatan kesejahteraan, karena implementasi PUGAR ini diperoleh dari peningkatan pendapatan 68 responden (97,14%), penyerapan tenaga kerja 65 responden (92,86%)
dan terendah diperoleh dari perluasan kesempatan berusaha 9
responden (12,86%). Peningkatan pendapatan usaha Garam tahun 2011 dibanding tahun 2010 lebih banyak dipengaruhi oleh gagal produksinya petambak Garam karena hujan yang turun sepanjang tahun 2010. Peningkatan pendapatan usaha Garam tahun 2011 dibanding tahun 2009 sebesar 122%, disebabkan rataan harga Garam tahun 2011 sebesar Rp. 500,- lebih tinggi dibanding rataan harga Garam tahun 2009 Rp. 225,Perluasan kesempatan berusaha dimanfaatkan 9 responden (12,86%) untuk menjadi pedagang pengumpul Garam milik Petambak lain dan menjadikan tambak Garam sebagai tambak ikan diluar musim Garam. Perluasan kesempatan berusaha dengan menjadi pedagang pengumpul Garam milik Petambak lain karena adanya sarana gudang Petambak yang diperbaiki melalui BLM. BLM juga membantu Petambak dalam penguatan modal, sehingga uang yang sudah disiapkan untuk usaha Garam dapat dimanfaatkan untuk perluasan usaha seperti menjadikan tambak Garam sebagai tambak ikan diluar musim Garam. Perluasan kesempatan berusaha yang dalam PUGAR diimplementasikan dengan sosialisasi usaha Garam dengan metode backyard tidak dilaksanakan Petambak, karena lebih memilih usaha lain yang dianggap lebih dapat memenuhi kebutuhan hidup Petambak. Kegagalan produksi Garam pada tahun 2010 menyebabkan usaha Garam rakyat pada tahun 2010, hanya menyerap 115 tenaga kerja yang digunakan untuk melakukan persiapan lahan Garam yang pada akhirnya tidak menghasilkan Garam, sehingga Petambak mengalami kerugian besar. Tahun 2011 ketika musim Garam dapat berlangsung selama 4-5 bulan, usaha Garam dapat menyerap 378 Buruh tambak dan 330 Buruh angkut. Hasil tidak jauh berbeda ditunjukkan Tabel 4.19 terhadap penilaian peningkatan kesejahteraan Petambak tahun 2009 dibandingkan dengan setelah
81
pelaksanaan implementasi PUGAR pada tahun 2011. Usaha Garam di Desa Losarang tidak mengalami gangguan cuaca pada tahun 2009.
Tabel 4.19 Indikator penilaian peningkatan kesejahteraan Petambak Garam di Desa Losarang pada tahun 2009 dibanding tahun 2011 Meningkat Indikator
Tidak Meningkat
Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Orang) (%) (Orang) (%)
Peningkatan Pendapatan Penyerapan Tenaga Kerja Perluasan Kesempatan Berusaha
Nilai
65
92,9
5
7,1
4
8
11,4
62
88,6
3
9
12,9
61
87,1
3
Keterangan Meningkat > 15 % Meningkat 10,1%-15% Meningkat 10,1%-15%
0,529 x 4 + 0,336 x 3 + (0,135 x 3) x 100 = 88,225 4 Dengan nilai > 80, maka implementasi PUGAR di Desa Losarang, Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu sangat efektif untuk meningkatkan kesejahteraan Petambak lebih dari 15% pada tahun 2011 dibanding pada tahun 2009.
C. IMPLIKASI HASIL KAJIAN 1.
Implikasi Teknis Kegagalan produksi tahun 2010 karena anomali cuaca menyebabkan tidak terawatnya sarana dan prasarana usaha Garam, sehingga PUGAR distrategikan melalui BLM untuk rehabilitasi dan revitalisasi sarana dan prasarana usaha Garam di Desa Losarang. Secara teknis PUGAR berimplikasi pada perbaikan sarana dan prasarana usaha Garam di Desa Losarang. Dengan sarana dan prasarana yang baik, Petambak dapat melaksanakan usaha Garam. Produktivitas lahan Garam di Desa Losarang cukup tinggi dibanding rataan produktivitas Garam secara nasional yang hanya mencapai 70 ton/ha. Produktivitas tinggi yang disebabkan penggunaan zat tambahan yang diketemukan oleh Petambak di Desa Santing, Kecamatan Losarang, menyebabkan Petambak di Desa Losarang dapat dengan mudah mengadopsi
82
teknologi yang distrategikan dalam PUGAR. PUGAR tahun 2011 belum menjadikan mutu sebagai prioritas utama, meskipun pemakaian zat tambahan dalam jumlah yang tepat dapat meningkatkan mutu Garam. Untuk 1 (satu) Ha tambak Garam dibutuhkan zat tambahan sebanyak 210 kg senilai Rp. 4.500.000,00. Jika dari 1 (satu) ha tambak Garam tersebut menghasilkan 90 ton, maka pemakaian zat tambahan memerlukan biaya tambahan Rp. 50,-/kg. KKP mengimplementasikan program Peningkatan mutu Garam rakyat melalui pembuatan unit pengolahan Garam berkapasitas 4 (empat) ton Garam oleh KKP di 4 (empat) lokasi yaitu Pamekasan, Sampang, Pati dan Tuban. 2.
Implikasi Ekonomi Implementasi PUGAR dan penetapan harga dasar Garam oleh Kementerian Perdagangan dapat meningkatkan rataan harga Garam yang diterima Petambak pada tahun 2011 Rp. 500,- (100% dibandingkan tahun 2009) dengan harga terendah Rp. 350,- dan tertinggi Rp. 1.200,-. Namun masalah utama usaha Garam di Indonesia tidak hanya masalah mutu Garam, produksi dan produktivitas yang saat ini menjadi target PUGAR, ada kesalahan dalam manajemen supply chain yang berpengaruh pada nilai jual Garam Petambak belum banyak disentuh dalam implementasi PUGAR tahun 2011. Upaya untuk mengintegrasikan petambak Garam, gudang penyimpanan Garam, industri pengolahan Garam, distributor dan toko dapat dilaksanakan, sehingga Garam diproduksi dan didistribusikan pada jumlah yang tepat, ke lokasi yang tepat dan pada waktu yang tepat. Saat ini dengan kurangnya gudang dan lemahnya modal yang dimiliki Petambak menjadikan saat musim panen raya Garam, petambak menjual Garam dengan harga murah ke Pengepul atau industri pengolah Garam, di sisi lain konsumen tetap menerima harga Garam dengan harga yang tetap. Mata rantai usaha Garam saat ini kurang menguntungkan bagi Petambak Garam. Perbaikan supply chain management akan memaksimalkan nilai Garam yang dihasilkan secara keseluruhan, sehingga tidak terjadi gap analisys yang tinggi antara harga Garam dari Petambak dan harga Garam yang harus dibayar oleh konsumen. Penerapan manajemen nilai (value management) dilakukan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi usaha Garam, sehingga Indonesia
83
tidak akan kelebihan Garam ketika musim Garam pada bulan Juli-Nopember ataupun kekurangan Garam pada bulan Desember-Juni yang mendorong dilakukan impor Garam untuk memenuhi kebutuhan Garam nasional. Melalui penerapan supply chain management dan value management usaha Garam rakyat semakin layak untuk dilaksanakan. 3.
Implikasi Sosial. Perhatian dan dukungan pemerintah melalui kebijakan usaha Garam yang berpihak kepada rakyat akan menumbuhkan keyakinan dan semangat Petambak untuk melaksanakan usaha Garam. Keyakinan dan semangat berusaha merupakan modal penting untuk melaksanakan wirausaha di bidang Garam. Semangat Petambak untuk melaksanakan usaha Garam semakin bertambah, dengan adanya keuntungan yang besar yang dihasilkan dari lahan garapannya. Semangat masyarakat untuk melaksanakan usaha Garam akan melahirkan inovasi dari masyarakat untuk meningkatkan mutu dan produktifitas usaha Garam. Zat tambahan yang ditemukan petambak dari Desa Santing, Kecamatan Losarang adalah wujud inovasi dari petambak untuk menghasilkan Garam bermutu
dan
meningkatkan
produktifitas.
Teknik
maduresee
yang
berkembang di lingkungan petambak Garam tradisional, karena sempitnya areal lahan, diperbaiki dengan teknologi ulir yang juga ditemukan Petambak dari Cirebon. Dengan teknologi ulir, air laut dialirkan berliku-liku sehingga akan mempunyai jarak tempuh yang panjang untuk sampai ke kolam penampungan, sehingga dapat mengendapkan zat-zat diluar NaCl dan menghasilkan Garam mutu baik. Desa Losarang yang memiliki luas pergaraman produktif 320 Ha, akan membuka kesempatan kerja bagi 1.000-2.000 orang tenaga kerja selama masa usaha Garam untuk bekerja sebagai Buruh tambak dan Buruh angkut. Produksi
Garam di Desa Losarang juga memberikan lapangan kerja bagi pedagang Garam dan menumbuhkan usaha Garam beryodium.