Islam: Doktrin dan Peradaban by Nurcholish Madjid
Bukunya tebal. Bagian pembukanya buat saya cukup mengena. Saya kutipkan dibawah ini: "Pembahasan dalam makalah-makalah Paramadina diusahakan sejauh mungkin tidak hanya bersifat normatif, dalam arti tidak hanya menekankan apa yang seharusnya menurut ajaran, tetapi dikaitkan dengan segi-segi peradaban islam yang berkaitan. Jika mungkin sebagai pembuktian historis perwujudan norma-norma dalam ajaran itu. Dengan perkataan lain, ketentuan-ketentuan normatif normatif diusahakan dapat dilihat dalam kemungkinan pelaksanaan historisnya. Sebab, betapapun tingginya suatu ajaran, namun yang sesungguhnya secara nyata ada dalam kehidupan secara nyata ada dalam kehidupan manusia dan mempengaruhi masyarakat ialah wujud pelaksanaan konkretnya dalam sejarah, yakni kehidupan sosial dan kultural manusia dalam konteks ruang dan waktu. Maka pendekatan kepada ajaran sejauh mungkin tidak dogmatis, melainkan analitis, bahkan dalam pendekatan kepada masalah pemahaman sumber-sumber suci ajaran. Berdasarkan pengalaman Paramadina sendiri, pengetahuan tentang segi peradaban mempunyai dampak perluasan cakrawala pandangan dengan dampak pembebasan diri dari dogmatisisme dan normatifisme. Terasa sekali bahwa kita sangat memerlukan kesadaran historis tanpa perlu menjadi historisis." Saya juga ingat bahwa buku ini lah saya mengenal kekhasan Cak Nur dalam menulis: kalimatnya panjang-panjang sampe suka susah nafas. Kalimat yang panjang masih ditambahi lagi dengan anak kalimat sehingga penjelasannya makin merintil panjang. Selain itu suka berulang alurnya. Anehnya saya ok-ok aja dengan alur yang suka membuat lupa napas itu. Yang malah banyak ditemukan di buku ini. Itu pendapat saya loh ya....|dari judulnya bikin gw tertarik. Cak Nur banget...Pandangan2nya tentang Islam, Liberalisme, Peradaban, globalisasi, dll. Islam bukanlah sebuah doktrin. walaupun bagi sebagian kelompok islam menjadi sebuah doktrin. Terorisme adalah salah satu contoh dan akibat dari persepsi yang berbeda thd ajaran
Itu pendapat saya loh ya....|dari judulnya bikin gw tertarik. Cak Nur banget...Pandangan2nya tentang Islam, Liberalisme, Peradaban, globalisasi, dll. Islam bukanlah sebuah doktrin. walaupun bagi sebagian kelompok islam menjadi sebuah doktrin. Terorisme adalah salah satu contoh dan akibat dari persepsi yang berbeda thd ajaran agama. Dan disini agama menjadi sebuah doktrin yang tak terbantah. agama sebagai sebuah'the way of life' berbeda dengan pengertian agama sebagai doktrin. Islam bukanlah sebuah tempok penghalang perkembangan peradaban. Tetapi justru Islam mendukung kemajuan dan modernitas. Buku ini penuh dengan istilah2 Islam inklusif, Modernitas, keuniversalan Tuhan dan kebenaran relatif dan absolut. pikiran2 cak nur mulai meracuniku, merasuk kedalam pikiran dan pandangan hidupku.|Buku tebal ini sebenarnya "wajib" dibaca semasa jadi aktivis mahasiswa dulu. Tapi memang sangat sulit mencari buku ini di toko buku kota ku. Setelah sekian lama, akhirnya berjodoh juga di tanganku. Buku yang selama ini kudengar sebatas judul,akhirnya diberi kesempatan untuk membuka lembarannya. Meskipun begitu, tebalnya tetap saja membuatku enggan memulainya. Apalagi sekelas buku non fiksi, berat euuy... Isinya adalah kumpulan pemikiran Cak Nur tentang Islam, doktrin dan peradaban..*hehehe...memang judulnya yaak?* Banyak yang menggugah dari buku ini. Karena banyak data yang digunakan Cak Nur dalam menguraikan opininya. Dari sejarah, agama-agama dunia, ideologi, pemikiran-pemikiran orientalis dan tentu saja sumber ajaran Islam- Al-Quran. Cak Nur mampu menggabungkan semua informasi tersebut menganalisa secara runut, logis dan tentu saja (bagiku) nyaman dibaca. Maka membaca buku ini, sedikit banyak memahami, kenapa ada phobia terhadap Islam, Bagaimana resepnya Islam menjadi agama termuda tapi paling pesat perkembangannya. Kenapa Islam bisa menjadi pemegang estafet sains dari peradaban yunani, dan lain lain. Saya kutip saja bagian yang paling kusuka, dan menjadi awal daya tarikku mengupas buku ini meski perlahan lahan. Tentang hubungan Ibadat dan Iman.(hal. 57) *Kenapa bagian ini yang saya kutip?. Kebanyakan orang sering memisahkan antara ibadat dan iman. Contoh yang paling umum, beragama Islam tapi tidak sholat.* Nah...cak Nur menurutku, menjelaskan dengan logis dan masuk akal, hubungan yang tak terpisah antara ibadah dan iman. Uraiannya pun tak hanya untuk yang beragama Islam, begini ringkasan isinya: Pertama, dalam kenyataan historis tidak pernah ada sistem kepercayaan yang tumbuh tanpa sedikit banyak mengintrodusir ritus-ritus. Bahkan pandangan hidup yang tidak berpretensi relijiositas sama sekali, malahan berprogram menghapuskan agama seperti KOMUNISME, juga mempunyai sistem ritualnya sendiri. Wujudnya bisa berupa sejak dari sekedar menunjukkan rasa hormat kepada lambang partai sampai kepada penghayatan domatis doktrin-doktrin dan ideologi partai, seorang komunis memperkukuh komitmen dan dedikasinya pada anutan hidup dan cita cita bersama. Demikian pula ajaran ajaran kebatinan atau spiritualisme nonformal seperti pada gerakan teosofi semisal MASONRY, juga mengintrodusir bentuk ritual tertentu bagi para anggotanya. Sekurangkurangnya tentu ada proses inisiasi anggota...*pas bagian ini saya jadi ingat novel davinci code apalagi the lost symbol* :) kedua, ibadah adalah pengalaman keruhanian.... ketiga, ibadah adalah salah satu kelanjutan logis dari sistem iman. Jika tidak dikehendaki iman menjadi sekedar rumusan-rumusan abstrak tanpa kemampuan memberi dorongan batin kepada individu untuk berbuat sesuatu dengan tindak ketulusan yang sejati, maka keimanan itu harus DILEMBAGAKAN dalam peribadatan sebagai ekspresi penghambaan seseorang pada pusat makna dan tujuan hidupnya yaitu Tuhan. Jadi dapat kusimpulkan, bahwa Iman dan Ibadah adalah rangkaian yang tak bisa dipisahkan. ***
*** Membaca buku ini, membuatku semakin optimis. Optimis untuk lebih mempelajari Islam. Karena ternyata,kitab suci Al-Quran itu bukanlah kumpulan dongeng acak dan penuh misteri. Karena sesungguhnya Islam memang ajaran yang masuk akal bagi manusia. Karena Islam adalah agama yang membebaskan*termasuk membebaskan pikiran dari ketakutan berfikir/fanatik*, Karena Islam adalah agama yang rahmatan alamin. Trimakasih Cak Nur.
| Agama sering menjadi aspek penting yang menentukan maju-mundurnya sebuah peradaban dalam sejarah manusia. Manusia modern kemudian mengenal betapa banyak dan beragamnya agama serta klaim kebenaran dari agama-agama tersebut. Masing-masing agama juga menjanjikan keselamatan untuk para pengikutnya. Agama sebagai pedoman langit bagi manusia bumi, pada tahap selanjutnya memasuki wilayah antropologis yang multi tafsir. Kondisi ini terkadang menjadikan kebenaran agama sebagai sesuatu yang relatif, bahkan absurd. Pencampuradukan dan kekeliruan pemahaman terhadap hal-hal yang sakral dan yang profan (sekuler) juga sangat mungkin terjadi. Oleh sebab itu, ketertarikan untuk mempercayai suatu agama dan menjalankan doktrinnya, mengharuskan adanya penelaahan secara kritis dari setiap doktrin yang diterima dan dipelajari. Tidak ada doktrin agama yang boleh steril dari penelaahan demi mendapatkan objektivitas dan keyakinan bahwa suatu ajaran agama layak untuk diyakini kebenarannya serta dipraktekkan doktrinnya. Menurut sosiolog Elizabeth K Nottingham (1997), dalam relasi antara agama dan masyarakat, terdapat tiga tipe kelompok masyarakat. Pertama, tipe masyarakat terbelakang dan nilai-nilai sakral. Dalam tipe pertama yang masyarakatnya masih terisolasi ini, agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem nilai masyarakat secara mutlak. Agama menjadi fokus utama bagi pengintegrasian masyarakat. Agama dalam tipe ini menjadi sumber konservatisme dan menghalangi perubahan. Kedua, tipe masyarakat pra-industri yang sedang berkembang. Pengaruh agama dalam masyarakat ini tidak lagi semutlak tipe masyarakat pertama. Tapi agama masih bisa menjadi legitimasi bagi elit masyarakat seperti raja atau kaisar ataupun pendeta kerajaan untuk mensakralkan kekuasaannya. Selain mengintegrasikan masyarakat, kemungkinan lain berupa perbenturan antara tradisi dan doktrin agama juga bisa terjadi. Hal ini misalnya bisa kita lihat pada seruan para nabi Yahudi untuk lebih mementingkan menjalankan doktrin agama ketimbang tradisi mereka. Ketiga, Tipe masyarakat industrisekuler. Semakin berkembangnya pengetahuan membawa banyak konsekuensi terhadap doktrin agama. Begitu juga peran negara yang semakin besar dalam menentukan kehidupan masyarakat tipe ketiga ini yang pada akhirnya dapat sepenuhnya mengambil alih peran agama. Untuk memahami fungsi agama dalam kehidupan masyarakat modern saat ini, sulit untuk menemukan ketiga tipe masyakarat tadi secara utuh. Tidak ada dari ketiga tipe yang berdiri sendiri. Karena itu Nottingham mengandaikan pencampuran antara ketiga tipe masyarakat itu dalam melihat fenomena masyarakat modern. KKA dan Fenomena Religiusitas Masyarakat Urban Klub Kajian Agama (KKA) Paramadina yang mulai diadakan Oktober 1986 adalah salah satu contoh pas dari apa yang digambarkan oleh Nottingham mengenai pencampuran tipe masyarakat modern dalam relasinya dengan agama. Dalam KKA, doktrin agama sebagai sumber nilai tetap dijadikan acuan meski terlebih dahulu dikaji secara kritis. KKA yang pernah sangat populer tahun 1990-an bisa memberikan gambaran mengenai fenomena religiusitas kaum urban atau apa yang mungkin sering disebut sebagai fenomena sufi kota. Di mana anggotanya adalah kelompok terpelajar atau kelas menengah yang mempunyai akses cukup baik terhadap informasi. Dengan peserta sekitar 200-an orang setiap pertemuannya (Pembuka Kata, vii), serta 2 orang pemateri yang menulis makalah, penyelenggaraan pengajian di hotel, KKA Paramadina yang dimotori oleh Nurcholis Madjid (Cak Nur) boleh dibilang sebagai pelopor untuk kelompok pengajian agama yang melakukan kajian topikal dengan
Dengan peserta sekitar 200-an orang setiap pertemuannya (Pembuka Kata, vii), serta 2 orang pemateri yang menulis makalah, penyelenggaraan pengajian di hotel, KKA Paramadina yang dimotori oleh Nurcholis Madjid (Cak Nur) boleh dibilang sebagai pelopor untuk kelompok pengajian agama yang melakukan kajian topikal dengan metodologi dan kurikulum terukur tentang agama (Islam). Sebelumnya juga ada Buya Hamka yang memelopori kajian agama populer melalui siaran radio dan masjid al-Azhar sejak era 70-an. Namun KKA mempunyai sisi ekslusifitas dalam melihat fonemena religiusitas masyarakat urban karena semangatnya yang pluralistik, terbuka dan tenggang rasa. Buku Islam Doktrin dan Peradaban (IDP) yang sebagian besar isinya merupakan kumpulan makalah Cak Nur dalam KKA, berhasil memaparkan pentingnya penelaahan terhadap agama -khususnya Islam- secara kritis. Hal ini terungkap dalam kata pengantar yang tergolong cukup panjang (lebih dari 100 halaman). Tapi, itu semua tidaklah menjadikannya kehilangan acuan berpikir yang jelas. Sebab tema yang dibahas di klub kajian ini juga dibuat berseri dengan pendekatan yang komprehensif. Menyongsong Era Modern Dalam pengantarnya, Cak Nur mengungkap tentang datangnya era baru (globalisasi dalam teknologi komunikasi dan transportasi) yang mesti secara siap disongsong oleh umat Islam dengan pengetahuan. Agama menurutnya masih memiliki peran karena manusia masih membutuhkan ”pedoman”. Humanisme universal, maupun MarxismeLeninisme sebagai bentuk ”agama baru” menurutnya telah gagal menggantikan agama formal. Hal ini karena faktor naluri beragama manusia yang mempercayai adanya suatu wujud yang maha tinggi yang membuat manusia mengembangkan suatu cara tertentu untuk memuja dan menyembahnya. Cak Nur mengungkap secara menarik, bahwa usaha mendorong manusia untuk percaya pada Tuhan adalah suatu tindakan yang berlebihan. Karena tanpa didorong pun sebenarnya manusia akan percaya karena naluri beragama merupakan sesuatu yang taken for granted bagi manusia. Berhadapan dengan kenyataan yang beragam, manusia mengusahakan agamanya lebih berfungsi dalam kehidupan harian. Akhirnya, mitos dan legenda lahir untuk membantu meyakinkan keberadaan Tuhan dan membuatnya menjadi fungsional. Manusia sulit benar-benar menghindar dari mitologi. Hal ini menyebabkan mitos melahirkan sistem kepercayaan yang berujung pada sistem nilai. Nilai kemudian memberikan kejelasan berupa etika (apa yang baik dan buruk) dan memberikan dasar bagi berkembangnya sebuah peradaban. Dipelopori oleh nabi-nabi bangsa Semit seperti Ibrahim, kesadaran untuk melakukan rasionalisasi berupa demitologisasi mulai muncul. Kesadaran tentang Tuhan yang Esa (monoteis) menjadikan konsep-konsep lama berupa mitos-mitos semisal hari ke tujuh mulai mengalami desakralisasi. Mengutip dari Robert N Bellah, Cak Nur mengemukakan bahwa telah terjadi sekularisasi dan penurunan nilai sakral terhadap kepercayaan mitologis. Demitologi menurutnya telah berhasil menjadikan kepercayaan tentang hitungan hari hanya menjadi hitungan matematis dan penentuan kalender yang lebih fungsional. Cak Nur mengajak belajar dari pengalaman masa lalu yang pahit dari pengalaman agama Kristen dan Islam yang tidak berpihak pada kemajuan. Fanatisme pada mitologi menurutnya telah menjauhkan agama, baik Kristen maupun Islam sendiri dari spirit idealnya seperti yang diajarkan para Nabi. Catatan selanjutnya dari Cak Nur dalam pengantarnya memperlihatkan luasnya bacaan beliau dan pemahamannya yang baik tentang bagaimana seharusnya Islam di Indonesia dikembangkan, juga bagaimana bentuk relasi agama dan negara. Menurutnya, semangat kemajemukan (pluralisme) sangatlah dibutuhkan dalam pembentukan karakter bangsa yang besar. Islam menurutnya telah memberikan landasan etis bagi terciptanya sebuah negara bangsa. Dalam penutup pengantar magnum opusnya ini, terdapat beberapa diskursus yang menjadi benang merah pikiran Cak Nur. Menurutnya, sikap kritis, niat dan motivasi yang benar, pengetahuan tentang konteks yang tepat, demokrasi dan kebebasan yang positif akan membawa kita pada usaha yang benar dalam membangun peradaban yang besar. Keimanan, kemanusiaan dan kemoderenan Secara garis besar, buku IDP telah mendapatkan pengantar yang baik yang mampu merangkai isu-isu atau wacana yang didiskusikan dalam kumpulan makalah kajian agama KKA. Kajian itu dikelompokkan dalam empat bab yang
Secara garis besar, buku IDP telah mendapatkan pengantar yang baik yang mampu merangkai isu-isu atau wacana yang didiskusikan dalam kumpulan makalah kajian agama KKA. Kajian itu dikelompokkan dalam empat bab yang masing-masing tema sub-babnya saling terkait. Bagian kesatu, membahas masalah ketuhanan dan emansipasi harkat manusia. Bab ini mengulas tentang keimanan dan makna-makna seputar masalah tersebut seperti- tujuan hidup manusia, ibadah, semangat tauhid, kemajemukan masyarakat dan juga hubungannya dengan perkembangan pengetahuan masyarakat. Bagian kedua, membahas masalah disiplin ilmu keIslaman tradisional. Di sini Cak Nur memaparkan kondisi perkembangan pengetahuan yang diperoleh dan kemudian dipelajari oleh umat Islam. Mulai dari filsafat, kalam, fiqh, sampai tasawuf. Di samping itu, Cak Nur tak lupa pula memaparkan unsur-unsur yang mempengaruhinya. Bagian ketiga, membahas masalah doktrin kitab suci dan hubungannya dalam membangun masyarakat yang beretika. Dia menuliskan dan mengajukan pemikirannya mengenai konsep Alquran terhadap alam semesta (kosmos) dan manusia (antropos) selain juga menyinggung masalah etos kerja dan dan pengaruh pandangan dunia teologis. Bagian keempat, membahas masalah universalisme Islam dan kemodernan. Di bagian ini dibahas masalah kosmopolitanisme kebudayaan Islam, maupun makna modernitas menurut Islam. Dan salah satu poin terpenting dan menjadi ide utama dalam buku ini adalah pembahasan mengenai reaktualisasi nilai-nilai kultural dan spiritual dalam proses transformasi masyarakat. Beberapa Catatan Sebagai sebuah referensi bagi mereka yang hendak mengkaji dan mempelajari Islam secara lebih obyektif, buku ini sangatlah memenuhi syarat. Selain kepiawaian dan keluasan referensi penulisnya yang akrab baik dalam tradisi penulisan yang berkembang di antara pemikir barat, dan juga kitab kuning (Arab), penulis juga punya pemikiran yang maju tentang bagaimana seharusnya umat Islam menampilkan doktrin agama untuk dipahami sebagai sebuah ajaran yang menawarkan perubahan kultural dan anti eksklusifisme golongan. Namun, terlepas dari itu semua, sebagai sebuah hasil pemikiran filosofis dan tafsir terhadap bagaimana sebuah agama universal mampu dipahami dan dipraktekkan secara benar pula di ranah sosiologis, pandangan Cak Nur ini tetaplah punya banyak celah untuk dikritisi juga. Tak peduli apakah buku ini suatu telaah kritis seperti yang terdapat dalam sub judulnya atau bukan. Masalah lainnya adalah spirit dari kumpulan tulisan di buku ini yang berbicara tentang modernisme, sementara masyarakat modern sendiri kini telah menghadapi gaya hidup dan gejala psikologis baru, posmodernisme. Masyarakat sudah tak bisa lagi secara sederhana dimasukkan ke dalam tipe-tipe masyarakat seperti dikelompokkan oleh Nottingham dengan puncak piramid masyarakat industri yang sekuler. Masyarakat sekarang malah telah memasuki apa yang disebut oleh filsuf radikal Prancis Gilles Deleuze (1999) sebagai masyarakat terkontaminasi (tainted community). Masyarakat dalam tipe ini adalah masyarakat yang gelisah karena telah dikontrol oleh hasrat dan keinginan-keinginan material baru produk kapitalisme lanjut. Kebebasan yang juga diidealkan Cak Nur kini juga sudah bertransformasi sedemikian rupa dan merangsang munculnya begitu banyak model ideologi pembebasan seperti gender, sektarianisme, feminisme, lesbianisme, agama, setan, homoseksualisme. Dengan alasan pluralisme dan jaminan atas kebebasan, maka siapapun boleh berbeda. Maka, di sini naluri beragama seperti yang dikatakan Cak Nur sebagai sesuatu yang taken for granted menghadapi tantangan baru. Tantangan agama bukan lagi berupa mitos-mitos yang harus didemitologisasi atau berupa penolakan terhadap agama seperti diusung Marxisme, tapi pengabaian atau sikap acuh. Banalitas informasi, citra, dan ragam komoditas tontonan yang menyerbu telah menciptakan kegelisahan baru. Toh sekarang ini sudah tidak bisa dibedakan mana artis mana kiai, mana acara sinetron mana dakwah, semua menyerbu ruang privat dan tak memberikan cukup waktu untuk kita menimbang kontradiksi-kontradiksi ini. (MH)|Terorisme dari kalangan Islam terjadi salah satunya karena ketimpangan yang terjadi antara nilai yang dianut pelaku teroris itu dengan perkembangan peradaban dunia.
Selama ini banyak orang Islam yang sukar beranjak dari fundamentalisme kitab suci, dengan melupakan bahwa kitab itu terbit lebih dari 1400 tahun lalu. Buku Nurcholis ini meyakinkan pembacanya bahwa ajaran Islam pun mendukung modernitas. Tak bisa umat ini berkembang bila masih bersikap kolot. Jadi, kalau kamu orang Islam, bacalah Quran, kemudian bacalah buku ini!