179
INDONESIA DAN KONVENSI-KONVENSI TENTANG HAK CIPTA
OLEH : PROF. MR. DR. S. GAUTAMA
UNDANG-UNDANG HAK CIPTA NASIONAL PERLU SEBELUM IKUT SERTA DALAM PER/ANflAN INTERNASIONAL.
Pada waklu Rcpublik Indonesia ditahun 1958 melal ui Kabinet Karya (Kabinet Juanda) menyatakan dengan resm i tidak ikut serta dalam Be,.ner COl!vemiolt for the protection of Lilerary and artistic works ( Konvensi Bern renrang Hak Cipta) , salah satu alasan ya ng dikemukakan adalah, bahwa Rcpubli k Indonesia yang belum mempunyai suatu Undang-Undang Hak Cipta NasiolJ,,1 sesungguhnya ti dak layak untuk ikut serta dalam persetujuan inrernasional yang mengatur hak cipta ini '). Sejalan dengan pikiran terscbut kifanya dapat kita baca pula dalam Pcnjelasan Rancangan Undang-Undang Hak Cipta hasi! karya LPHN (Lembaga Pcmbin aan Hukum Nasio nal) tahu n 1972 bahwa : "unwk dapa! berJilldak diluar nagcri . ........ . diperlukan terlebih dahulu perulldang-undangan domestic, yang secara leg(l.S memberikan Can melindungi hl1k cipra" 2). Jelas kiranya bahwa dalam jalan pikiran in; dianggap agak janggal jika Republik Indonesia turut serta dalam konve nsi-konvensi intemasional mengenai perlindungan hak cipta apabila Republik Indonesia sendiri belum mempunyai suatu peraturan Nasional Domestic yang melindungi hak cipta ini . •)
Kertas kerja ini disampaikan pada Seminar Hak Cipta yang diadakan oleh Badan Pembinaan Hukurn Nas ional (BPHN) di Bali. tanggal 21 - 23
Oktober 1975.
180 .
MAJALAH FHUI
Lepas dari pada benar tidaknya alasan itu, disatu pihak dapat juga kita kemukakan bahwa Republik Indonesia pada \Vaktu sekarang ini setelah keluarnya dari Berner COl1l<ention, masih mempunyai peraturan yang bersifat domestic atau Nasiona l untuk melinducgi Hak Cipta, yaitu Aureurswet dari tahun 1912 ynng telah diumumkan dalam Staatsblad 1912 no. 600, Undang-Undang dari tang!!al 23 September 1912 yan g dinyatakan berl ak u untuk H india Belanda dan letap berlaku pula untuk Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan A turan peralih an d alam Undang-llndang Dasar ]945 ") dan Peroturan Preside n no. 2, tanggal ]0 O ktober 1945 I). D engan adanya Rancangan Undang-Unda ng Hak Cipta yang dibicarakan sekarang ini dan kemlldian akan diterima menjadi UndangUr.da ng yang tetap, kcmbali timblll pertany"n : Apakah Repub lik
Indonesia sebaga i negara yang merdeka dan berd~ul at sewajarnya turu! ;erta da!am konvensi -konvensi internasional yang mengalur hak cipta ? D'dalam Rancangan Undang-Undang Hak Cipta karya LPHN ;.erny ata disinyalir adLinya kC'n1ungkinan bahwa negam kita akan turut ser!a pula daIam Konvensi-Kol1\'cnsi In tcrnasional. Dal am hubungan ini k;]rr:i menunjuk pacta ketentuan yang terca:i'nm dalam pnsni 13 ayat 1 dari pad a Rancangan Ulldang-Undatlg tlak C iPlU Li'.i"iN lCfsebut yang berbunyi sebagai berik ul : "Dengall mengindahkan k eWl1fUan-ketelltualZ dalam
persefl,j!l~n-pCr
sellljuan interru:sional alltara Republik In donesia dengall
pih'lk keliga
maka untuk kepentingan Nasiollal tidaklalz dianggap se!xzgal pelnnggaran hak c:·pta alas seSllLllll cipL1an liap lerjemalwn langsu llg dari ba-
hasa asing ked'llam bahasa Indonesia atall bahasa daera/L dellgan ketenllmn-kerenluan sebagai berikut : . . . . ......... . .. . . ... . ". Dengan lain perkat aan dalam pasal 13 dari RUU Hak Cipt a LPHN ini secaru tegas dinyatr.k11J adanya kemungkinan bahwa RepubJik Indonesia turut serta dalam pe.rsetuj uan-pc rsctujuan intern3slonal men!!cnJi hak cipta . Dalam cenjclasan resmi alas pasnl 13 ini tidak tlibe!"ikan ketcmng2n lebih lanjm mcngcr:a i apa ya ng di~lrtikan dengan pasal 13 ayal tersebul. Waiaupun demik ian 'men Uf ut hemat kRmi sudah cukup jclasJah bahwa pembuat Rancangan Undc1I1g-Undang ini tidak menutup kCIl~L!ngki;jan bahwa pada suatu waktu Republik Indonesia 2 k~!1 tUr'!.lt scrta daJaru konvensi-konvensi lntcn1&sional tcntang ha.:
!.
cipta ini.
KONVENSI TEN TANG HA K ClPTA
181
DUA KONVENSI INTER.'1ASIONAL TENTANG HAK CIPTA .
Ol eh karena im beralasanlah bagi kita un tuk meninj au seeara lebih mendalam adanva dua konv.nsi internasional yang pad a waktu
ini berlaku ur.tuk berbagai negara didunia. ialah :
Konvensi-Konvensi ini
1)
KOll vellsi Bern ten tang perlindungan dari pada k arya-karya litter dan artistik yang ditandatangani pada t anggal 9 September J 886 dan kemudian te lah berulang· kali di revisi cta" discmp ur r.akan antara lain di P aris pad a tanggal 4 Me ; J 896. direvisi d; Berlin pada tanggal J 3 Nopember 1908, d isempurnakan lagi di Bern pada tanggal 24 Maret 1914 dan direvisi di Roma pada tanggal 2 Juo i J928, di Brussels pada tanggal 26 Jun i 1948 ' J- di Stockholm pada tanggal 14 Jul ; J967 dan di Paris pada tanggal 24 Juli 1971.
2)
Un.iversal Copyright Conventioll yang telah ditanda tangani di Jenewa pad a tanggal 6 September 1952 don bmudiar. direvisi di Paris pada tanggal 24 Jull 1971.
ALASA N-A LASAN PRO DAN KONTRA KONVENSI BERN:
Sepeni telah dik31akan lad i Indone:-.ia pcrnah turut serta dab!:} Konvens; Bern. Oleh pemcrintah Belanda. Korvensi Bern telah dinyatakan berlaku pula untuk wilayah Hindia Bela nda pada tanggal 1 Agustus 1931 dengan Staatsblad 1931 no. 325. Teks dan terjemah an dari pad a Berner Konvensi ini dapal dilihal dalam Staatsblad 1931 no. 435. Konvensi Bern yang telah dinyatakan berlaku untuk Indonesia ini adalah menurut teks yang telah direvisi di Roma pada tanggal 2 J uni 1928. A LASAN KONTRA .
Berbagai alasrul dikemukakftn oleh merck a yang menghendaki bahw3 RcpubJik Indonesia tidak turut sena dalam konvensi Bern bers~wgkmar;. Antara lain dikcmukabm h:.:l-hal sebagai berikut : 1) Republik In doncsio :;ebaga; su,:u neg"'" yang masih muda d an baru saja luru t scrta dal am pcrgaulan dengan luar neger i masih b:myak memb;.; t:lhku!1 h;.;.:.;i!
1~2 ;~.'{\
:lannya. lCronya dapat clibuk a
da ri
P;III U
h!~ r n~gcri
!lOwk pcmbaogu-
selebar-Iebamya untu k menga-
MAJALAH fHUI
182
dakan berbagai Ierjemahan dari pad a karya-karya luar negeri . Adalah dC'mi kepentingan dari pada pcrkembangan negara yang sedang mcm-
bang:.m ini bahwa janganlah d;persukar kemungkinan untuk mengadakan tcrjcmahan-terjemah~:1 hasil karya Illar negeri ini. Menurut ken} ataannya pada waktu se karang di ·Indonesia terdapat banyak pelanggaran'pelanggaran hak cipta ya ng disebabkan karen a memang masyarakat membutuhkannya. Banyak buku-buku yang diterjemahkan dari buku-buku asing dan. ini dipergunakan baik disekolah-sekolah atau .p
oran.g yang melanggar dinegara kita.
2)
Jika kita [urut serta pada Kon'.:cnsi Bern ir.i maka seorang
wlrganegara Indonesia yang hendak melakukan terje:nahan dari pada hasi l karya-karya asin g harus terlebih dahulu minta ijin dari pad a pihak pemilik hak cipta diluar neged ini. Hal tersebut tidak mudah dilakukan dan acapkali Ierdapat berbagai rilltangan finansil antara lain karena honorarium alau royalty ya ng diminta oleh pihak Illar negeri ini kadang-kadang sangat tinggi. Mungkin pula bahwa ijin dari p~mi lik hak cipta luar negeri sama sekali tidak dapat diberikan ka ren a tidak dapat diketemukan pencipta diluar negeri. 3) Pernbayarrul royalties kepada pemiEk ha;k cipta diluar negeri ini juga dirasakan sebagai suatu beban yang tidak ringan untuk alatalct pembayaran luar negeri atau devi·sa Indonesia itu. 4) Dikemukakan pula bahwa jika diadakan perbandingan antara kepentingan pcrlir.dungan dari warganegara fnd onesia at as ciptaannya diluar negeri dengan hasil karya dari para pencipta luar negeri yang perlu perlindungan di Indonesia maka nampaknya yang belakangan ini jauh lebih besar. Karena menurut kenyataan sudah nyatalah bahwa karya-karya Indonesia yang membutuhkan perlindungan diluar negeri ini adalah jaoh lebih sedikit dari pada karya-karya asing yang diperlukan untuk kepentingan didalam negeri di Indonesia ini 6). Adalah lebih menguntungkan jika tidak terikat pad a Konvensi Bern dari pada kita turut serta.
KONVENSI TENTANG HAK CIPTA
183
5) Selain dari pada alasan-alasan tersebut diatas, sepertj telah kita sinyalir pada permulaan dari uraian kita ini, maka juga dijadikan sebagai al asan lidak disetujuinya penyena.n dalam Konvcnsi Bera ini ialab bahwa Republik Indonesia belum mempunyai Undang-Undang Hak Cipta Nasional sendiri. Dengan lain perkataan alasan-alasan anti ikut sertanya Indonesia pada konyensi Bern kiranya ada lab alasan-alasan yang terutarna rnemperlihal'kan segi-segi pragmatis. Dianggap adalah lebili bennanfaat dari segi praktis dalarn iklim pembangunan sekarang ini, sebagai negara yang sedang berkernbang babwa dapat secara leluasa diadakan penjip10k an dad pad a hasil karya diluar negeri untuk kepentingan pernbar!!,unan didalam negeri sendiri tanpa terikat pada banyak formalitasl'JImalitas dan beban-beban secara finansi!. ALASAN_ALASAN DAR! NEGARA-NEGARA BERKEMBANG
Alasan-alasan yang dikemukakan itu sesungguhnya bukan alasanalasan yang baru dan hanya terdengar dikalangan negara kita sendiri. Bahkan sebaliknya dari pada itu, dapat dikatakan bahwa alasan-alasan anti ikut sertanya Konyensi Bern ini adalah alasan-alasan yang dirasakan pada umurnnya oleh semua negara-negara yang rnasih muda, semua negara-negara yang telah melepaskan dirinya dari kekangan penjajahan, semua negara-negara yang terkenal sebagai negara-negara berkembang at au " Developillg Countries". Hal ini akan kita saksibn lebih Ian jut pada \Vaktu kita menguraikan revisi Konvensi Bern yang diadakan di Stockholm dalam tabun 1967 yang sejalan dengan isi hati, has rat dan cila-cita negara-negara berkembang berkenaan dengan perlindungan hak cipta Internasional ini. .4 LASAN PRO
Sebagai alasan~al asan yang pro diikut sertakannya Republik Indonesia dalam konvensi Bern atau lain-lain konvensi perlindungan hak cipta secara internasional ini dikemukakan antara lain hal-hal sebagai berikut : 1)
Republik Indonesia ada lab suatu negara yang rnerdeka dan berdaulal. Suatu negara yang sebagai bangsa yang merdeka secara langsung hidup bersama didalam "family of nations", secara setaraf dan sederajat dengan bangsa-bangsa lain di-
MAJALAH FHUI
184
dunia! Oleb karena itu maka adalab selayamya dan tidak lebib dari pantas bahwa Republik Indonesia pun turut serta dalam segala usaba-usaba internasional, termasuk didalamnya juga ikut sertanya dalam konvensi-konvensi perlindungan dari pada hak cipta secara internasional ini.
,
I
2)
Dalam bubungan ini mak. alasan yang dikemukakan oleh mereka yang tidak menyetujui ikut sertanya Republik Indonesia dalam konve!lsi-konvensi per!indungan hak cipta secara internasianal ini, yaitu bahwa kita sedang berada dalarn masa pembangunan maka harus melepaskan ikatan-ikatan internasional yang dianggap sebagai beban, dirasakan sebagai sarna sekali tidak meyakinkan. Karena justru dalam iklim pembangunan ini kit. harus menekankan adanya hasrat dan tujuan untuk berjalan seirarna dengan perkembangan dari negara-negara yang sudab rnaju diduni. ini , antara lain dengan juga rnelindungi basil karya dari pada penciptapencip!a secara internasional.
3)
Alasan lain untuk turut sertanya Republik Indonesia dalam konvensi-konvensi intcrnasional ini ialah bab\va den;3P demild an akan terjamin kiranya hak cipta dari pCllgaralig-pc· ngarang Indonesia diluar negeri. Setidak-tidaknya perlindungan ini dapat diperoleh dalam negara-negara peserta da1= konvensi-konvensi internasional itu.
4)
Dapat dikemukakan pula bahwa sesungguhnya keberatankeberatan tentang terjemaban yang dipersukar dengan adanya Konvensi Bern ini sudab dapat dikatakan telah diatasi dan diperkecil selelah has rat dan cita·dta dari pad a negara berkembang dalam hal ini telab diperhatikan pula dalam rangka revisi yang (elah diadakan di Stockholm itu. Didalam Revisi Stockholm telab dibuka kemungkinan agar supaya dapa! dilakukan apa yang dinamakan "lisensi secara pdksa" untuk melakllkan terjema~an-terje!J!laban . Kepada penterjemah-penterjemah nasion;'1 didalam negara-negara berkembang dapat diberikan oleb instansi tertentu yang meng2.n~ inya) kemungkinan yang diibaratkiiTi sebagai suatu "li~ sensi untuk secara memaks." melakukan terjemailru; -terj~-
KONVENSI TENTANG HAK CIPTA
185
lI11ahan dari pada hasil karya luar negeri yang sangat dihutuhkan untuk tujuan edukatif untuk sekolah atau untuk ilmu pengetabuan. Sipenterjemah setelab melakukan usaha terten;u untuk memperoleh ijin tetapi dalam jangka waktu tertenlu temyata tidak berhasil, oleh instansi dinegaranya sendiri, dapat diberikan kesempatan untuk melakukan terjemahan itu dengan diberikan apa yang dinamakan sualu lisensi seeara memaksa (dwang-licenJle). Kiranya ketenluan ya.ng serupa dapat kita lihat pula didalam pasal13 dari pada RUU Hak Cipta LPHN. Dibuka kesempatan untuk mengadakan terjemahan secara paksa didalam wilayah Republik Indonesia ini setelah diadakan usaha memint a ijin dari pemegang hak cipta diluar negeri ini , tetapi ijin ini tidak diperoleh dalam waktu satu tahun sejak permohonan itu diajukan. Dan dapat diadakan penterjemahan secara paksa kedalam bahasa Indonesia jika hasil kary a ciptaan asing itu selama 2 tabun sejak diterbitkannya belum pemah diterj em ahka n kcdalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah. Menurut ayat 2 maka sipenterjemah memerlukan suatu ijin dari Menteri yang men gurus bidang yang bersangkutan. Dan kemudian sebagai Sl!atu pengakuao da: i pada hak pencipta Iuar ncgeri in i ditentukan pula babwa Menteri bersangkutan aka" menetapkan ganlirugi yang layak kepada pemegang hak cipta bersangkutan dengan mengindahkan pendapat dari pada biro hak cipta 7). Ke>mungkinan untuk melakukan terjemahan secara paksa ini dengan diberikan suatu lisensi yang betsifat memaksa kfranya adalah "obat" terhadap keberatankeberatan yang telab diajukan oleh mereka yang anti tumt sertanya Indonesia dalam Konvensi Bern. Dengan adanya kemungkinan pemberian lisensi secara paksa untuk melakukan penterjemahan-penterjemahan ini maka sudab diatasi kiranya keberatan-keberatan mereka yang tidak menyetujui ikut senanya Indonesia dialam Konvensi Bern karena aiasall tersebut. 5)
Menurut hasil angket yang telab diadakan dian tara anggotaanggota Organisasi Pengarang Indonesia, maka teroyata babwa terbanyek penga-ang m~nyetujui untuk "iT \!t <el
,""y"
186
MAJALAH FHUl
Republik lrulonesia dalam Konvensi Bern. Hanya sebagian kecil dari pada pengarang Indonesia yang ternyata tidak menyetujui . Hasil angket pada tanggal 2 juni 1958 mcnunjukkan angka-angka sebagai berikut : 1 blanco, 6 tidak menyetujui, ikut sertanya Indonesia pad a Konvensi Bern, sedangkan 141, jadi mayoritas yang mengesankan, ternyata menyetujui sepenuhnya supaya Indonesia menjadi anggota lagi 8). Setelah menyajikan alasan-alasan pro dan kontra ikut sertanya dalam konvensi Bern ini, ada baiknya kita meninjau secara lebih mendalam Konvensi Bern dan juga Konvensi Universil tentang copyright dari Unesco yang disebut diatas tadi . KONVENSI BERN.
Didalam Auteurswet tahun 1912 yang kini masi h berlaku untuk Indonesia kita saksikan berbagai ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Berner Konvensi. Auteurswet tahun 1912 tersebut telah disesuaikan dengan Berner Konvensi yang seperti tclah dikatakan dite rima oleh negara Belanda dart dinyatakan berlaku pula untuk Hi'ndia Belanda. Ada baiknya juga jika ditinjau secara selayang pandang beberapa ketent uan dalam Berner Konvensi ini. Dalam pasal 2 dari pada Berner Konvensi disebut apa yang merupakan obyek perlindungan menu rut konvensi itu ya kni "karya-karya sastra dan sen.t' yang meliputi segala hasil dibidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bent uk pengutaraan apapun "). Disamping karya-karya asli juga dilindungi karya-karya yang te rmasu k: teriemahan, saduran-saduran, aransemen musik dan lain-lain reproduksi dalam bentuk penyaduran dan pada suatu karya sastra at au seni. Termasuk pula disini karyakarya photograpis (pasa] 3 Konvensi Bern). PERLINDUNGAN HAK C1PTA SECARA INTERNASIONAL.
•
Salah satu pasal yang terpenting dati Konvensi Bern adalah pasal 4 dalam versi se!Il1ula, yang kemudian diubah menjad' pasal 5 dalam versi Paris tahun 1971. Menurut pasal ini para pencipta akan menikmati perlindungan yang sarna seperti diperoleh mereka dalam negara sendiri atau .perlindungan yang diberikan menurut konvensi ini. Dengan lain perkataan, para pencipta yang merupakan warganegara
KONVENSI TENTANG HAK CIPTA
187
dari salah satu negan, yang te rikat dalam Persatuan (Union) ini mem·
p: rolch ken ikm3tan perlindungan dir.egara-negara yang bukan asal dari
Union.
~ a da
Mer~ka
ka rya mereka telapi
akan memperoleh
merupakan
negarJ~
bagian da ri pada
perlindungan yang sam a seperti
dibcrik ar:: o!ch negara-negara bers:mgkutan kepada wargancgaranya
sendiri alau akan memberikan mudian, ditambah pula dengan diberikan seoara khusus. Teks hun 1971 ini berbunyi sebagai
perlindungan sedemikian i·tu dillari kehak-hak yang oleh Konvensi Bern akan dalam pasal 5 menurut revisi Paris taberiknut :
Ayat 1 : "A whors shall enjoy, in respect of works for which they are protected under chis cOlll'elllion , in countries of the Union other than the country of origittJ the rights which their respective laws do now or may hereafter grant to their nationals as well as the rights specially graltted by
chi:;
cowl vel!tiQ~!" .
Dengan lain perkataan,
menurut pasal ini para pencipta aKan
memperoleh dilain negara· rocgara peserta dari pada Berne Conven-
tion ini perll ndungan yang sarna seperti negara bersangkutan mcmberikan kep ada warganegaranya sendiri. Perlindungan mer:urut pasal ini lerutama adai ah periindungan dari orang-orang asing untuk k:! rya mereka didalam nogara-ngara lain daTi pad a negara dimana mereka mel akukan penerbitan pertama merck a itu (negara a"'I). Sipenc!pta diberikan pcrlindungan dengan tidak menghiraukan apakah aca atau lid"k ada perl indulOgan didalam negara asaL Perlindungan yang dibe-
rikt n ial ah bahwa sipencipta did.: 1qrn Negara Union ini memperoleh hak yang dalam luasnya dan bekerjanya disamakan dcngan apa y"n~ diber ikan olch pembuat Cndang-undang dari pada negara peserta
sendiri jika dipergunakan secara langsung perlundang-undangannya terhad ap wargancgaranya ,.endiri. Jadi kita saksikan ballwa kepada
warganegara dan orang asing diberikan perlindungan yang sarna. Apabila kita ikut serta dalum perjanjian Bern, maka p~ da umumnya ini
akan berarti ikut menjamin hak dpta da!"i pada wlrga
ncrima perlindungan dalam semua negara yang menjadi anggota dari pada Union Konvensi Bern inL
MAJALAH FHUI
188 PROTOKOL DAR! NEGARA·NEGARA BERK£MBANG.
Seperti telah dikemukakan diatas dalam revisi yang telah dilakukan di Stockholm pada tanggal14 Juli 1967 telah diperhatikan kepentingan-kepentingan dad negara-negara berkembang. Pro'okol yang diterima di Stockholm itu dinamakan Protokol dari negara-negara berkembang (Protocole relotife aux pays etl voie de developpemem) . Didalam teks terakhir dari Konvensi Bern yakni dari Paris tahun 1971 ternyata protokol untuk negare-negara berkembang ini telah diberi tempat dalam suatu Appe"ndix tersendiri. Pasal 21 dari pada teks Berner Konvens i Paris ini berbunyi sebagai berikut :
"Ketentuan-ket-=ntuan khusus berkenaan dengan negara-negara ber· kembang dimasukkan dalam appendix tersendiri. Appendix ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pada teks konvensi ini 10). Menurut protokol tersebut ma'ka negara-ne?ara yang dipandaI:g seblgai negara berkembang menllrut praktek yang lazim d ari pada General Assembly Perserikatan Bangsa-Bangsa ") dapat melakukan pengecualian-pengeeualian berk enaan dengan perlindungan yang diberikan l3e·rner Kon vensi. Pengecualian at au reserve ini hanya berlaku antara nefara-negara yangk melakukan ratifikasi dari pada protokol ber!.cTIi):utan. Negara berkemhang yang hendak mei akukan pengccuaiian ini dapat melakukan itu demi kepentingan kebutuhan ekonomis. sosial at au kulturilnya. Keadaan dalam bidang' terse but tidak memungkink an negara bersangbtan untuk mem;,crikan pro1eksi se?znlnv. menurut Berner Konvensi . Maka perlu diadakan pengeeualian-pengeeualian. Cara melakukan pengeeualian ini ialah dengan mendcponir sua'u "nodficaticn" p2da Direktur Jenderal dari Biro Internasional yang merupakan kelanjutan dari pada Biro Union Konvensi Bern dan Biro dari pada Union yang dibentuk oleh Inlernational Cotlvention for Ih e Protectioll of Indmtrial Property ( Konrensi lntemasional UIlluk perlilld!
mengad~kan
pengeeua-
Tentang hak mclakukan penterjemahan , ten tang jangka waktu perlindungan, ten tang hak untuk mengutip artikel-artikel dari berita-berita pers, hak untuk mclakukan siaran radio dan perlindungan dad pada karya-karya sastra dec seni, semata·rnata denga:! [uj uan pendidikin ilmiah atau sckolab.
KONVENSI TENTANG HAK CIPTA
189
Tenlang kemungkinan unluk mernbalasi hak dari sipencipla alas penlerjemahan dapal dikatakan Pro'okoJ ini adalah sejalan dengan pasal V dari pada Konwnsi Hak Cip
3) Parns dijamin pula oleh perundang-undangan sangkutan akan timbulnya sualu lerjemahan yang tetap.
na~ion al
bcr-
4) Bahwa perlu dilakukan pula peEyertaan dari pada j"d ul karya as!i dan nama pengarang 'Yang harus tercetak pada sem~a excmplaor
dari
?~da
terjemahan yang dil:,,:,rbitkan itu.
190
MAJALAH FHUI
5) Li'c l'si bcrsangkulan bnya b,,·I.lku didalam ,,;I,, )""h dari pada ncsara pesertl ylng memberikan !js~nsi itu. Tidak dapat dilakuktln impor atau penjua!an dari paJa cXl.!m?laar-~x~:n?I3.ar pcnterjc.· mahJ.l1 bcrsa!lgk1J~a·n ciinegclra pcscna lain kecuali jika ncga ra pescrta lain ini mempunyai bahasa yang ~ama seperti negara yang memberi~:l n lisensi ilU. 6) Dite,,:uka n pula bahwa lisensi bersangkutan tidak dapat dialihkan olo.h orang yang telah memperoleh lisensi i:u. 7) Juga tidak dapat diberikan lisensi bersangkutan jika sipengarang tclah mencabu! kembali dari sirkulasi semua exemplaar-excmplaar dari pada karyanya.
Kemungkin an untuk memberikan "dlVang rcenrie" mcnurut pasal V dari pada Konvensi H ak Cipta Sedunia ini te!ah dipakai sebagai
Seperti telah kita saksikar. ketentuan -kctentuan ten tang kemungkinan diadckannya Iiscnsi secara mcmaksa untuk terjemahan-lerj emahalO ini. nam;>"k pula tercan'um dal :~m pasal 13 dari RUU Hak Cipta brya LPHN . Dengan demikian apa yang tercantum dalam pasal 13 RUU tersebut adalah sejalan denpn pas]1 V dari pada konvcn si Hak Cipta Sedunia (Universal Copyright Convention) yang merupakan brya dari Unesco dan juga adalah scjalan dengan Protokol Stockholm tab un 1967 dari Berner Convention yang khusus me m~erh~ti kan ,epen !:n[an dari pacta negara-negara berkembang. PEMD,1TASMI JANC:,A IVAKTU HA K CIPTA.
Menurut Protokol Stockholm pada Berner KonvcEsi lahull 1967 ini negara-negara terkembang juga dapat mem batasi jangka \Vaktu perlindu~gan untuk hak rencipta. Keten1uan jangka \Vaktu 50 tahun yang diterirr.a rlalam· BerIO'" Konvensi (pasal 7) dan kemudi an juga ditentukan dala m UndangcUndang Hak C ipta 1912 (pasal 37) temyata menurut Prolokol Stockholm demi kepentingan dari ·pada negara-negara berkembang dapa! dikurangi dari lima puluh tahun menjadi 25 tahun se:elah meninggalnya sipencipta. Kita meliha! bahwa dalam pasa II Pro :okol Stockholm dicantumkan kemungkinan mempcroleh
ItONVENSI TENTANG
HAl{
ClPTA
191
lisensi secara paksa untuk penterjemahan-penterjemahan dari karyakarya luar negeri. Jika dalam waktu 3 tahun setelah diterbitkan s.suam karya luar negeri, ternyata bel urn terdapat suatu terjemahan didalam negara sicalon penterjernah, maka ia ini dapat mint a suatu lisensi kepada instansi yang berwenang dinegaranya untuk melakukan penterjemahan dan penerbitannya. Ternyata ketentuan jangka waktu 3 tahun in-i adalab agak berbeda dari pada jangka waktu 2 tahun yang disebut dalam pasa! 13 daripada RUU Hak Cipta LPHN. Jika hendaok dilakukan penyesuaian dengan protokol Stockholm KOIOvensi Bern ini, maka kiranya adalah sebaiknya jika kotentuan dalam pasal 13 RUU Hak Cipta LPHN ini diubah menjadi 3 tahun. Ditentukan juga didalam pasal II bahwa lisensi untuk menterjemahkan ini dapat dipereleh pula jika temyata bahwa semua terjemahan yang pernab dterbilikan mengenai karya luar negeri bersangkutan telah !erj~al..hab.is (out of print). Menurut ketentuan dalam pasal ini terjemahall yang dilakukan oleh sipemilik ini ha-nya dapat dibcr,;~ all unluk tujuan pendidikan ilmiah alau risct ("any license under. lilis article shall be g1l2nled only for the purpose of teacHing, scholarship Or reserzrch "
Oleh penulis-penulis dari negara-negara yang sudah maju (developed cou ntries), pemba las.n dari pada hak sipencipt. dengan kemungki nan diberikannya Iisens;-lisensi penterje'mahan seeara memaksa ini, dianggap lerlalu luas. Pembatasan yang diadakan bahwa penterjemahan int hanya diperbolebkan berkenaan dengan tujuan pendidikan, ilmiah alau riset, dianggap terlalu luas oleh karena dapat kiranya dikemukakan bahwa segala sesuatu yang diterjemahkan orang adalah dengan tujuan untuk pendidikan, ilmiah, riset. Sudah nyata kiranya /:>abwa penulis-penulis dan negara-negara yang sudah majn tid'k demikian senang dengan ke(l1ungkinan untuk melakukan pembatasan bak-hak sipencipta dengan menginlrodusir sistim "li.<elLfi penterjemailan ~ecara monaksa" ini. Tetapi tidak dapat disangkal kiranya bah\Va ketentuan-ketentuan yang memungkinkan diadakannya pembatasan terhadap perlindungan hak cipta seeara internasi,onal menurul
I 192
MAJALAH FHUl
konvensi Bern ini, adalah sesuai dan sejalan deogan kepentingan-kepentingao oasional dari pada negara-negar,l berkembang. Maka dilihat dari segi ini kiranya sistim pemberian pembatasan atas perlindungan hak cipta intemasional dengan memungkinkan diadakannya dwanglicentie, seperti juga kita melihat didalam pasal 13 dari RUU Hak Cipta LPHN, merupakan suatu hak yang patut dihargai oleh negara-negara berkembang ini. Bahlan dapat dikatakan bahwa hanya dengan adanya Protokol Stockholm demi kepentingan dari negaranegara berkembang ini, kiranya negara-negara berkembang fang lelah mengundurkan diri atau belum turut serta dalam Konvensi Bern ini, dapat mel!lJpertimbangkan un~uk turut scrta lagi atau mulai ikut serta didalam Konvensi Bern itu. KONVENSI HAK c/PTA SEDUNIA (UNIVERSAL COPYRIGHT CONVENTION).
Universal Copyright Conventien telab lereipta di Jcnewa pada tarrggal 6 September 1952. Kenven.; ini mulai berlaku uatuk negaranegara penandatangan pada tanggal 16 September 1955. Seperti Konveosi Bern, maka Universar Convention on Copyright ini merupakan pula suatu perjanjio.n multilatera1. Pad a kouvensi ini dilampirkan tiga
protokoi yaitu : (1) Mengenai perlindungan karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelaria n. (2)
Tentang berlakunya konvensi ini atas karyarkarya dari pad a
organisasi-organisasi internasional terrtentu.
(3) Berkenaan dengan cara-<:ara untuk memungkinkan turut serta secara bersyarat.
I
I
Konvensi ini terutama telah tercipta berkat usaha dari Unesco. Bolch dikatakan konvensi ini telah diciptakan daJam tahun-tahun pertama dari Perscrikatan Bangsa-Bangsa yaitu dalam suasana optimistis, diman" "negara-negara diduoia ini sedang mencita-citakan untuk dapat hidup bersama secara harmonlS. Oleh kare na itu, maka judu! "da~i pad a konvensi ini yang memperlihatkan secara teg~s cir~-cita kearah universalitas adalah cocok seliali dengan iklim cita-<:ita intemasional pada waktu itu. Jika kita perhatikan mukac!imah dari pada "Univers"al Copyng/u Ccmver.lion·' ini maka kita dapat saksikan pula ;;it~-ci£a yang muluk ini.
KONVENSI TENTANG HAK CIPTA
193
DVA ALIRAN FALSAFAH BERKENAAN DENGAN HAK CIPTA.
Boleh dikatakan bahwa Konvensi Hak Cipta Sedunia ini adalah usaha untuk mempenemukan aliran-aliran yang terdapat dibcnua Eropah dan Amerika berkenaan dengan masalah hak cipta ini. Memang tidak dapat disangkal terdapat dua front besar, yaitu dari negara-negara Eropah yang tergabung dalam Berner Konvensi dan negafa-negara Amerika terdiri clari Amerika Serikat dan negara-negara Amerika Latin yang tergabung dalam herbagai konvensi -konvensi inter Am-erika tentang h? k oipla " ). FalsafQh Eropah dan Ameriloa tentang hak cipta ini berbeda adanya. Menurut laisafah dari negara-negara Eropah yang tergabung dalam Berne Convention hak Cipta dapat diaT!ggap sebagai sualu hak alami"h dari pada sipengarang sc~ara p-ribadi, tetapi menurul konsepsi falsafah Amerika, hak cipta ini hanya dipandang sebagai suatu monopoli yang diberikan agar supaya dapat diperkembangkan dan distimulir karya-karya pencipta demi kepentingan umum. Konsepsi Eropah K0I1(ir.<3ntal ini darat disandarkan atas azas-azas dari Rc\ oiusi Perar:ci s yang mcngkcdcpankan hak duri sang individu. Teori dan [alsalah A mcri~," dapat dikcmbal·il.an kepada Konst;tusi Amerik a Serikat. Mcnurut kalangan Amcrika Serikat dian negara-megara Amerika Latin salah satu sebab mengapa mercka tidak berseo::!~':l "..! !ltu k turut strta daimn Konvcnsi Bern ialah karena mcnlJrut Konvens i in.i tidak terdapat formalitas-formalitas untuk terwuju"nya ha~ eipta dan perlindungan dari padanya. Sebaliknya didalam konsepsi Amerika disyaratkan berbagai formalitas secara mem~ksa untuk terciptanya hak eipta. Justru un tuk mempertemukan kedua sist.im ini kita saksik ..n bahwa piha'k Unesco telah mengadakan berbagai usaha dan telab menghasilkan Universal Copyri~ht Convention ini.
VSAHA COMPROMIS ANTARA KEDVA ALIRAN.
Didalam Mukadimah dari pad a Universal Copyrigh' Convem;oll
ini dapat kita lihat dengan jelas eila-eita mempertemuk.all kedua sistim te.'llang hak cipta !ersebut. Mukadimah ini anta", lain mengcmukakan hal-hal sebagai berikut : "Negara-negara.pcserta yang tergabung dalan:: koa vcn:-! ini, tcrGo rong oleh hasrat ltfllllk nlemberikan pcrlinc!ungE:1I lHa:, per;cipi.ann dari pada"
karya-karya sastra, ilmiq,h dan kesenia n diseiurwl rlunia. Berpend"pat bahwa sistim perlindungan dari pada hak-hak pad a auteur cocdk l,nluk sc1u.! uh dW1!a dan perlu dll.H.:.-rakdli. u~d;::.j.am suatu
194
MAJALAH FHUI
kOlOvensi Universil disamping stelsel-stelsel internasional yang "sudall ada, dan tanpa mcngurangi stelsel-stelsel in.i (an tara lain Konvensi Bern) akan mc;mberi sumbangan terhadap penghormatan dari pad a hak-hak man usia pribadi dan terjamin agar berkernbanglah sastra, ilmiah dan kesenian ". Karimat tersebut nyata mengkedepankan penghargaall dan penghormatan terhadap Konvensi Bern dan KonvensiKonvensi I?i·rmya. "Dengan keyakiJlan bahwa sistim perlindungan Universil dari pada hak-hak auteur akan memudahkan penyebaran dari hasH-hasii karya pemikiran manusia dan dapat menarnbili pengertian secara internasional, telah mufakat sebagai berikut .................... " Kemudian menyusullah teks dari pada konvensi itu. Ternyata dalam bagia n terakhir ,ini falsaIah da~i pada konvensi-ko,vensi Amt'rika yang dikedepankan, karena menurut falsafah inilah khus~snya hak :.:; ~!:: "'::i-'ar:da!1g se-baga i terut:l:na bertujuan untuk memperkembangkan dan menambahkan penycb.ran dari pada karya-karya pemikiran manus ia dan memajukan hubungan-hubungan if]terna~':>nal pada umumnya. Kete ntuan-ketentuan dalam Universal Copyright Convention ini yang kh ususnya memungkinkan pe.mbatasan dari pada perlindungan terhadap hak eipta dengan memungkinkan diadakannya li ~ens i car a paksaan unluk melakukao penterjemahan serta Ia;in-Iain pDmbatasan acialah sejalan dengan hasrat GOO tujuan dari pada nega ra-negara berkemb.,ng seperti l<'Ja h ki ta saksikan dalam uraian dialas waktu membicarakan Protokol dari pada negara-negara berkembang di Stockholm tahun 1967 berke!1aan dengan Konvens i Bern. KESIMPULAN.
Maka pada akhir dari pada uraian kita tentang konven si-konvensi internasional yang perlu diperhatikan dalam rangka pemikiran kita berkenaIan dengan Undang-Undaog Hak Cipta yang akan: diadakan, dapat kiranya kami koemukakan pendapat kami sebagai berikut: Bahwa sebaiknya Republik Indonesia seb.gai negara yang merdeka dan berdaulat setelah berhasil membuat suatu Undang-Undang Hak Cipta . yang bersi!.t NaswllaI, turut pul ?, secar. langsung dida13m konvensikonvensi intCNUlSional untuk melinuungi hak eipta sceara internasron.l, baik rnenurut Ko,"vensi Bern, terutama sdelah adanya revisi dan penerimaan dari pada Protokol Stockholm 1967, dan juga turut serta
KONVENSJ TENTANG HAK CJPTA .
195
oalam Cniform Copyright Convention, yang juga mengenul ketentuankc·entuan progressip. sejalan dengan kepentinga n-kepentingnn dari pada negara-negara berkembang. Antara lain dengan pengakuan sislim lisemi paksa untuk melakukan terjemahan-terjemahan. Kami mengusulkan ker-ada pemerinlah untuk meninjau kembali sikap keluarnra dari pada konvensi-konvensi internasionaJ dan kembali ikut serta didalam konvensi-konvc,nsi itu. Dengan diperhatikan pula ketentuanketentur.n ,el'Upa did.lam perundang-undangall nasi anal kita sendir;' seperti telab dilakukan dalam pasa! 13 dan pasa! 14 dari RUU Hak Cipta LPHN, kiranya pada t~mpatoya jika kita mempertimbangkan uotuk turut serta (lagi) dalam konvensi-konvensi tersebul. Jakarta, 17 September 1975 CATATAN_CATATAN.
n Bdgk.
Simu. a :;gkir, J.e.T., S.H., H<'_k Cipta, eeL k~ . .2 Jak arta 1973) 53.
2) Bagian umum c3ri Penjelasan antara lai n memuat ~::llima:: : "?~~g~j manapl1n juga umuk dapat b~rti ndak diluar negeri da lam hal im de. ngan berdasarkan persetujuan bilateral (agreement) maupUn mu ltIl::l. (eral -(Convention) d ipe rlukan terlebrh dahulu perundang ..unoangan do· mestik yang sec~r:l :.egas rnemberikan dan melindungi hak cipta". 3) Pasai I! dari At:.Jfan Feralihan berbunyi: "Segaia beda"
Hega~a
dar:.
peraturan yang ada masih langsung berlaku, se lama belum diadakan
yang baru me" urut Und::mg_UndJng
DJsar ini". Teks daiam Engelbrecht. Kitab Undang_Undang dan Peraturan Republik lndo~esia (1960) ha l. 2793 dst.
4) Pasa l tersebUl berbunyi : " SegaIa badan_badan negara dan peraturanperatu.ran yang ada sampai berdirinYa Republih Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. selama beJum d:a.:::Jakan yang b!l1'U menurut Und::mg _ Undang D.lSor masih berlaku asaf soja t :dak bertentangol1 d:?r:gan U'ldang_Und."Ulg DlSar tersebut". Untuk ;':lterj):'ctasi rasa! ini. li hat k;1ra _ ngan kami: Legal deve !oD"T1er.~ in Indeocident I ndorec;:a (1945 -1970) 1 Law Asia 157 (1970), juga Sudarga Ga~taMa a·nd Robert N Horn ick. An Intro:iuction to Indonesian Law, Alumni Bandung (1974) 182 dsb. 5) Reoub'ik I-:l.donesia ti~ak lagi disebut dalam daftar anggota peserta pad a teks re visie ini Bdgk. Simorangkir, o.c., 50.
6) Bdgk. Mr. A.W. Djumeha, dalam Majalah Pewarta, Oktober J958, 12, s.d. Simorangkir, o.c. 53. 7) Pemberian gantirugi ini merupakan pengakuan terhadap hak sipencipta dan sejalan pu:a de:1gan idee bahwa aela ka ianya juga dapat d:berkati. pula "schadevergoeding bij rechtmatfge daad'
196
MAJALAH FH UI
8) Bdgk. Sirnora ngkir o.C. 54. 9) Untuk pembahasan Konve...nsi ini, lihat KOI;l1en, Mr. A. en Verkade. Mr. D.W.F., Compendium van bet auteursrecht, KJuwer, Deventer (1970) 106 dsb; Drucker, Mr. W .H. en Bodenhausen, Mr. G.H,C .• diolah oleh Wichers Hoeth, Mr. L., cet. ko-4, (1966) 213 dst.
I
10) Hntuk t eks F'rotokol ini, lihat Konrad Zwe:gert-Jan Kropholler, So urces oj in terU.lL01.a l un ./onn law. vol. In, Law of copyr igh t, competllJorJ a nd Ir:d usrrbl Prcp e rt ~·. Syt!1otr Le:den O£:i3) ~ 7 \-l5 t , U .. tu:~ ~ek : Konve.:;si Be rn te rd ahu :u. li1-:.:1t pula , pu bLkJs i Unesco. Copyright law s <1 :1d t:-eaties of the worl d. 11 ) Bdgk. pu la u ntu k krit er ia yang dapat dipergu !1 ak an u ntuk penentuan
"nega ra-negoi a bcrkerr:be-ng" , Is tvhn Szaszy. Le contU de 10:5 inter_ personnel delUs les pays en voie d e devefoppement, 138 Recueil des COI.£rs de l" Academie de droit in ternat ional (1973 ) I, 80 ds t, p.h. lOS
yafl g: m enyeh ut ukuran S. Prakash S inh:l, New nation:; a,nd the Law of N1.1:r.:lS (' f rG7) >: r:e>!,:. r 3s :'a!l r e r c::tn:' a rl baw':!l, 3N) do')ar s c'a\l ~ .U \t:~a : lg da r-: 1 " 0 pengh a siJ o.n t a hun an dl U .S.A. T eta p! Szaszy s endir i tidaL:. i:1gill memakai sa t:.! kr:te rium saja, yakn: G.N.P. t adi. tapi .jitam~ ba\ !a:n. l air. ukuran antara !a :n : terb~ta~·:l~' a !: eIT' u:1 ~ki nan nen1UpUk3J:l kekay"all. Kemung.k i~ e ,:1. pertirrbanga n il miah ku rang seka!. d a n ber. t2 r !','11:1\"a ~t'a.·;'rJ.r. ~~.:;ar scka1j (i .9 $'d 3,GOO sc ·a ~:.i:'!), i~ ::;-::·rt m e 'e~ b:~ ; ex"'..crt, ldan va k Cl tegn ng2.'!1 - kclt::!f:t..:gi:l!l 50S: .. ; G::t i., :d~'.. :!:.t:~l(l~ t y~~ g kuat, kcte rga nt u l1 ?an pa r'a ekonom i sedun ia :eC:tr.l pass:ij, ncr!u_ nva p(';:1an.~Ma '" modal as ir g dsb S:st;m r u1rur.l nva urnumnvr: r>lllr;:\ iRt is d ar"! memner1 jhatk.:t!l a C
-
12) an tara Ja in T-n ter- American Convertion On the r f\?hts of the autho rs in literarY. scient!fic and artistic works . Te'!rs pada Zweigert Kropholler, S oures of international uniform law, vol. IfI h 78 dst.
I! i
13) Untuk masa ' ah ini, bdgk. Copyright Jaw S)!mposium dari ASCAP. Ame_ rican Society of compos~rs, au t~ors and publishers, CoJurob:a U.:1h·c rs ity Press, New York (1950), Number 6, khususp.ya ka ranga n Rchard C. Se:ther. Unesco : "New I!ore for interna~ionaJ copy r:ght?·" hal. 7·1 dst. Idem. Num b;~ !" 7 ASeA ? Co!ur" b:::. U n lvC'Tsit y p ress ;·'t::w York (J 966). kh1.1susnya Da niel M. Singer, I rH.ernationc.[ Copy!":ght Pr otection and t he Ur. :ted Stater. : The impact of the Univ(-! r&:1l Copy r ight Com;erttion On
Existing Lpw ,