perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IMPLEMENTASI SERTIFIKASI GURU DALAM MENINGKATKAN PROFESIONAL GURU (Studi Kasus di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011)
SKRIPSI
Oleh: TIAS PRIHTIANTI K8407048
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IMPLEMENTASI SERTIFIKASI GURU DALAM MENINGKATKAN PROFESIONAL GURU (Studi Kasus di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011)
Oleh: TIAS PRIHTIANTI K8407048
Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana PendidikanProgram Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNV ERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Tias Prihtianti, NIM K8407048. IMPLEMENTASI SERTIFIKASI GURU DALAM MENINGKATKAN PROFESIONAL GURU (Studi Kasus di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011). Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Oktober 2011. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui implementasi sertifikasi guru dalam usaha meningkatkan profesionalisme guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo. (2) Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam implementasi sertifikasi guru. (3) Untuk mengetahui usaha SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam mengatasi kendala-kendala yang timbul. Penelitian ini bersifat kualitatif, metode yang digunakan adalah deskriptif. Sumber data yang digunakan adalah nara sumber, peristiwa dan lokasi serta dokumen. Teknik cuplikan yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah pengamatan, wawancara dan dokumentasi. Validitas data dengan trianggulasi sumber dan trianggulasi metode. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data model interaktif. Berdasar hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) implementasi sertifikasi guru dalam meningkatkan profesional guru (studi kasus mengenai guru di SMAN 1 Nguter meliputi beberapa hal: (a) mengenai persiapan dan perencanaan, proses dan evaluasi pembelajaran. Persiapan dari pihak guru, siswa dan sekolah belum optimal. (b) Metode pembelajaran yang digunakan guru yaitu metode ceramah, diskusi, out class dan bermain. (c) Evaluasi pembelajaran meliputi evaluasi proses dan hasil. (2) Dampak sertifikasi guru bagi siswa, guru dan sekolah yaitu: (a) Dampak Positif, meliputi: Motivasi mengajar guru meningkat, Guru lebih variatif dan kreatif dalam metode mengajar, Meningkatkan kesejahteraan guru, Meningkatkan profesionalisme guru. (b) Dampak Negatif, meliputi: Guru yang belum tersertifikasi jam mengajar berkurang dan kecemburuan sosial dikalangan lingkungan masyarakat. (3) Kendala yang dihadapi dan usaha yang dilakukan dalam implementasi sertifikasi guru yaitu: (a) Kendala-kendala yaitu: Sarana prasarana sekolah yang masih terbatas, Keaktifan siswa kurang, Guru tersertifikasi kekurangan jam mengajar. (b) Usaha-usaha yaitu: Adanya komunikasi pihak guru dan kepala sekolah mengenai mata pelajaran yang diajarkan, Menambah ruang kelas atau daya tampung siswa, dan Melengkapi sarana prasarana sekolah.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Tias Prihtianti, NIM K8407048. THE IMPLEMENTATION OF CERTIFICATION TEACHER TO IMPROVE THE PROFESSIONALITY OF TEACHER (Case Studies in SMAN 1 Nguter, Sukoharjo School Year 2010/2011). Thesis, Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education. Eleven University of Surakarta March, October 2011. The purpose of this study were: (1) To know the implementation of teacher certification in an effort to improve the professionalism of teachers in SMAN 1 Nguter, Sukoharjo. (2) To determine the constraints faced by teachers in SMAN 1 Nguter, Sukoharjo in the implementation of teacher certification. (3) To know the business SMAN 1 Nguter, Sukoharjo in overcoming obstacles that arise. This study is qualitative, the method used is descriptive. Source data used were the resource persons, events and locations as well as documents. The technique used footage is purposive sampling. Data collection techniques used were observation, interview and documentation. The validity of the triangulation of data sources and triangulation methods. Data analysis technique used is an interactive model of data analysis techniques. Based on the research results can be concluded that: (1) implementation of the certification of teachers in improving professional teacher (case studies teacher at SMAN 1 Nguter includes several things: (a) on the preparation and planning, and evaluation of the learning process. Preparation of the teachers, students and school has not been optimal. (b) The method of learning that teachers use the lecture method, discussion, and class play out. (c) Evaluation of learning involves the evaluation process and results. (2) The impact of teacher certification for students, teachers and schools are: (a ) Positive impacts include: increased motivation of teachers to teach, Teachers are more varied and creative in teaching methods, increase the welfare of teachers, increase teacher professionalism. (b) Negative impacts include: Teachers who have not been certified as reduced teaching hours and jealousy among the environmental community. (3) Obstacles faced and efforts made in the implementation of teacher certification, namely: (a) The constraints are: school infrastructure facilities are still limited, less active students, certified teachers lack teaching hours. (b) The efforts which are: The existence of communication part of teachers and principals about the subjects taught, Adding classroom or student capacity, and Completing the school infrastructure.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani (Ki Hadjar Dewantara)
Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai dari sesuatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap. (Q.S Al Insyirah: 5-8)
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada: 1. Bapak,ibu, simbah, yang telah bersimpuh keringat dan berderai air mata menyertai setiap langkahku. 2. Mbak Rina, Dik Agus, terimakasih untuk motivasi dan do’anya. 3. Teman-teman Melati kost dan teman-teman Sosant tercinta, terimakasih atas persahabatan yang indah sehingga menjadi semangat menggapai asa dan cita-cita. 4. Almamater.
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur terpanjatkan kepada Allah SWT, Rabb semesta alam yang senantiasa mencurahkan samudera kasih sayang-Nya kepada seluruh umat manusia. Alhamdulillah, peneliti mampu menyelesaikan penyusunan Skripsi ini dengan baik untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Dalam penyusunan Skripsi ini peneliti mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr.H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. 2. Drs.Saiful Bachri, M.Pd, Ketua Jurusan P. IPS FKIP UNS. 3. Drs. M.H Sukarno, M.Pd, Ketua Program Pendidikan Sosiologi Antropologi Jurusan P. IPS FKIP UNS dan sebagai Pembimbing I atas curahan pikiran, tenaga, waktu, dan ketulusan bimbingannya dalam menyelesaikan Skripsi ini. 4. Drs. Slamet Subagya, M.Pd, Pembimbing II atas curahan pikiran, tenaga, waktu, dan ketulusan bimbingannya dalam menyelesaikan Skripsi ini. 5. Dra. Siti Chotidjah, M.Pd. Pembimbing Akademik atas bantuan dan bimbingannya. 6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi yang secara tulus mendidik dan memberikan ilmu yang sangat berharga. 7. Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Nguter, Sukoharjo yang telah memberikan ijin penelian. 8. Berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu–persatu. Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, namun demikian besar harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan. Amin. Surakarta, Oktober 2011 commit to user
ix
Peneliti
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI JUDUL……......................…………………………………………………
i
PENGAJUAN …………….....................………………………………….
ii
PERSETUJUAN ….....................………………………………………….
iii
PENGESAHAN……….....................……………………………………...
iv
ABSTRAK ……………………………………………...............................
v
ABSTRACT …………….....................………………………………........
vi
MOTTO ………......................……………………………………………..
vii
PERSEMBAHAN ………….....................………………………………...
viii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………..
ix
DAFTAR ISI ………………………………………………………………
x
DAFTAR TABEL …………………………………………………………
xiii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………...
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………
xv
BAB I
PENDAHULUAN…………………………………………….
1
A. Latar Belakang Masalah ……………………………..…....
1
B. Rumusan Masalah………………………………………....
6
C. Tujuan Penelitian ……………………………..…………….
6
D. Manfaat Penelitian……………………………..……………
6
BAB II LANDASAN TEORI ………………………...………………
8
A. Tinjauan Pustaka …………………………………….……..
8
1. Konsep Profesi Guru…………… ………………………
8
a. Pengertian Profesi..………………………………….
8
b. Pengertian Guru…….…………….………………….
10
c. Peran dan Fungsi Guru….…………………………..
12
d. Ciri-ciri dan Syarat Profesi Guru…………………...
14
2. Konsep Implementasi Sertifikasi Guru…………………
16
a. Pengertian Sertifikasi Guru…………………………
16
b. Tujuan dancommit ManfaattoSertifikasi Guru………………. user
17
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Implementasi Sertifikasi Guru………………………
19
3. Konsep Guru Profesional…….…………………………
23
a. Pengertian Profesional………..………………..........
23
b. Karakteristik Guru Profesional……………………..
24
c. Standar Kompetensi Guru Profesional……………..
25
4. Konsep teori Pertukaran……….……………………….
27
B. Kerangka Berpikir………………………………..………….
32
III METODE PENELITIAN…………………………………………......
36
A. Tempat dan Waktu Penelitian………………………………
36
1. Tempat Penelitian……………………………………
36
2. Waktu Penelitian ……………………….…….........
37
B. Bentuk dan Strategi Penelitian …………………………...
37
1. Bentuk Penelitian……………………………………..
37
2. Strategi Penelitian…………………………………….
39
C. Sumber Data……. ………………………............................
41
D. Teknik Sampling (Cuplikan)...............................................
42
E. Teknik Pengumpulan Data.....................................................
43
1. Observasi Langsung…….………………..…….………..
43
2. Wawancara Mendalam………………..…………………
44
3. Analisis Dokumen………….……………………..…….
45
F. Validitas Data…….…………….……………………………
46
1. Triangulasi….……………………………………………
46
G. Teknik Analisis Data………………….……………………
49
1. Pengumpulan Data………….………………………….
50
2. Reduksi Data………………..………………………….
50
3. Sajian Data…. ………………………………………….
50
4. Verifikasi data dan Penarikan Kesimpulan …………..
51
H. Prosedur Penelitian.. ……………………..…………………
51
BAB IV. SAJIAN DATA DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN………
53
A. Deskripsi Wilayah Penelitian............................................. commit to user B. Deskripsi Penelitian Lapangan..........................................
xi
53 58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
I. Implementasi Sertifikasi Guru dalam Usaha Meningkatkan Profesionalisme
Guru
di
SMAN
1
Nguter,
Sukoharjo....................................................................... II. Dampak Sertifikasi Guru bagi Guru, Siswa, dan Sekolah...
58 70
III. Kendala-Kendala dan Usaha yang Dilakukan di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam Implementasi Sertifikasi Guru...
77
C. Hasil Temuan Lapangan..................................................
83
D. Pembahasan Temuan Hasil Lapangan..................................
89
BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN……………….............
97
A. Simpulan……………………………………………….........
97
B. Implikasi…………………………………………………....
99
C. Saran………………………………………………………..
100
DAFTAR PUSTAKA ……………………………..………………………
101
LAMPIRAN
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 3.1. Waktu Penelitian ........................................................................... 37
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Sertifikasi Guru ......................................... 35 Gambar 3.1. Analisis Data Model Interaktif ................................................... 49 Gambar 4.1. Bagan Pembagian Tugas Guru Penunjang ................................. 57
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Di tengah-tengah perkembangan dunia yang begitu cepat dan semakin kompleks dan canggih, prinsip-prinsip pendidikan untuk membangun etika, nilai dan karakter peserta didik tetap harus di pegang. Akan tetapi perlu dilakukan dengan cara yang berbeda atau kreatif sehingga mampu mengimbangi perubahan kehidupan. ( Furqon: 2009:2 ) Untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi maka satusatunya cara yaitu dengan pendidikan. Lewat pendidikan kita akan belajar mengenai ilmu pengetahuan yang berkembang dan terus berkembang, tanpa batas. Lewat pendidikan pula kita dapat menguasai teknologi mutakhir yang membutuhkan tangan-tangan ahli yang terampil. Pendidikan adalah modal yang berharga untuk membangun sumberdaya manusia yang berkualitas. Di tengah terpuruknya peradaban bangsa, gencarnya informasi, dan lepasnya sekat bangsa lewat teknologi informasi, peran guru semakin strategis untuk mengambil salah satu peran yang menopang pada tegaknya peradaban manusia Indonesia di waktu yang akan datang. Peran guru yang strategis, menuntut kerja guru yang profesional, dan mampu mengembangkan ragam potensi yang terpendam pada diri anak didik. Bangsa Indonesia kini sedang dihadapkan pada persoalan-persoalan kebangsaan yang sangat krusial dan multidimensional. Hampir semua bidang kehidupan bangsa mengalami krisis berkepanjangan. Banyak kalangan yang berpendapat bahwa persoalan-persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia disebabkan oleh kualitas sumber daya manusia (SDM) bangsa Indonesia yang masih rendah. (Kunandar, 2007:7) Suatu bangsa tidak akan maju jika sumber daya manusianya belum maju, dan untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas maka di perlukan commit to user pendidikan yang maju pula. Pendidikan di Indonesia bisa dikatakan belum maju. Masih rendahnya kualitas pendidikan di negeri ini terus menjadi isu kontemporer
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
pendidikan yang menarik untuk diperbincangkan. Banyak pihak dan kalangan yang menilai bahwa kualitas pendidikan di Indonesia saat ini masih berada di bawah rata-rata negara berkembang lainnya. Keinginan untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas tidak diimbangi dengan meningkatnya kualitas pendidikan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari berbagai permasalahan dalam dunia pendidikan. Masalah mengenai rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia, sudah sangat sering dikeluhkan oleh masyarakat kita. Rendahnya kualitas sekolah dipandang memiliki keterkaitan langsung dengan rendahnya kualitas guru. Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia bukan akibat rendahnya input pendidikan, akan tetapi akibat proses pendidikan yang tidak maksimal dan rendahnya kualitas guru. Proses yang tidak sempurna mengakibatkan kualitas produk yang tidak baik, proses pendidikan di sekolah terletak di tangan guru, bagaimana melaksanakan pembelajaran, penguasaan materi, komunikasi yang dilakukan terhadap peserta didik, memberi motivasi belajar, menciptakan pembelajaran yang kondusif, mengelola pembelajaran jika kualitas yang dimiliki guru rendah. (Yamin, 2006: 60) Kualitas guru rendah menyebabkan kualitas sekolah rendah pula. Dalam rangka peningkatan kualitas sekolah dan kualitas pendidikan pada umumnya, diperlukan upaya peningkatan guru di sekolah secara bersungguh-sungguh melalui
strategi
yang
efektif
dan
efisien.
Keberhasilan
peningkatan
profesionalisme guru, terukur dari meningkatnya kualitas penguasaan ilmu yang ditekuni, ketrampilan mengajar, informasi yang diakses dan teknologi yang digunakan guru. Pendidik (guru) adalah tenaga profesional sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 39 ayat 2, UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 2 ayat 1, UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Pasal 28 ayat (1) PP RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Mengacu pada landasan yuridis dan kebijakan tersebut, secara tegas menunjukkan commit to user adanya keseriusan dan komitmen yang tinggi pihak Pemerintah dalam upaya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
meningkatkan profesionalisme dan penghargaan kepada guru yang muara akhirnya pada peningkatan kualitas pendidikan nasional. Guru profesional disamping mereka berkualifikasi akademis juga dituntut memiliki kompetensi, artinya memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasainya dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Dalam UU 14 Tahun 2005, pasal 4 disebut peran guru adalah agen pembelajaran, kemudian PP 19 Tahun 2005, pasal 4 disebut peran guru adalah agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: (1) Kompetensi pedagogik, (2) Kompetensi kepribadian, (3) Kompetensi profesional, (4) Kompetensi sosial. Kualitas SDM suatu bangsa secara umum dapat dilihat dari mutu pendidikan bangsa tersebut. Sejarah telah membuktikan bahwa kemajuan dan kejayaan suatu bangsa di dunia ditentukan oleh pembangunan dibidang pendidikan. Mereka menganggap kebodohan adalah penghambat kemajuan bangsa dan harus diperangi dengan revolusi pendidikan. (Kunandar, 2007:8). Untuk itu berbagai upaya dilakukan untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Peningkatan kualitas pendidikan harus dilakukan melalui upaya peningkatan kualitas guru, maka salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan diadakannya sertifikasi guru. Pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2007 telah melaksanakan sertifikasi guru-guru secara bertahap pada sekitar 2,7 juta PNS di Indonesia. Sertifikasi merupakan perwujudan dari UU 14 Tahun 2005 dan PP 19 Tahun 2005 dengan tujuan untuk meningkatkan mutu tenaga pendidik di Indonesia. Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi standar profesi guru (Suyatno, 2008: 2). Sertifikasi guru bertujuan untuk: (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional, (2) meningkatkan proses dan hasil pembelajaran, (3) meningkatkan kesejahteraan guru, serta (4) commit to user meningkatkan martabat guru; dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
Selain meningkatkan profesionalitas guru, sertifikasi guru juga berupaya meningkatkan kesejahteraan guru. Kondisi krisis saat ini banyak mengganggu kelangsungan pendidikan, mustahil pendidikan akan maju dan berkualitas tanpa dukungan ekonomi yang mapan, guru dapat berkonsentrasi mengajar manakala tidak lagi merasa terbebani untuk melengkapi sarana dan prasarana belajar anakanak mereka, bila mereka merasa berkewajiban menyekolahkan anak-anaknya dan ekonomi para orang tua juga mapan. (Yamin, 2006: 68) Untuk menjadi guru dibutuhkan skill, keterampilan, dan kreativitas di luar pekerjaan wajibnya mengajar di sekolah untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, dengan membuat usaha sampingan di luar jam dinas. Usaha tersebut tidak mengurangi tanggung jawab sebagai guru, akan tetapi menjadi guru yang profesional. Gaji guru belum dikatakan layak untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Mereka yang memiliki kecerdasan tinggi enggan untuk memilih profesi guru sebagai profesi pilihan mereka. Mereka cenderung memilih pekerjaan selain guru yang menjanjikan gaji yang besar yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal tersebut sungguh ironi karena pada akhirnya guru hanya menjadi pilihan terakhir ketika pilihan lain seolah tertutup. Padahal kita membutuhkan guru yang berkualitas, berkompeten dan professional di bidangnya. Sertifikasi guru merupakan salah satu cara untuk menciptakan guru (pendidik) yang berkompeten dan profesionalisme dengan tidak mengesampingkan kesejahteraan guru. Melihat nasib dan kesejahteraan guru yang memprihatinkan pemerintah Indonesia ingin memberikan reward berupa pemberiantunjangan professional yang berlipat dari gaji yang diterima. Dengan harapan kedepan tidak ada lagi guru yang bekerja mencari objekan di luar dinas karena kesejahteraannya sudah terpenuhi. Peningkatan mutu guru lewat program sertifikasi ini sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan. Rasionalnya adalah apabila kompetensi guru bagus yang diikuti dengan penghasilan yang bagus, diharapkan kinerjanya juga bagus. commit to user Apabila kinerjanya bagus maka kegiatan belajar mengajar juga bagus. Dan dari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
hal tersebut diharapkan membuahkan pendidikan yang bermutu, pemikiran itulah yang mendasari bahwa guru perlu disertifikasi. (Masnur, 2007:8) Untuk mengetahui sertifikasi guru dalam meningkatkan profesional guru maka diperlukan adanya suatu evaluasi dan dari implementasi sertifikasi guru. Implementasi merupakan suatu penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, ketrampilan maupun nilai dan sikap. Dalam Oxford Advance Learner’s Dictionary dikemukakan bahwa implementasi adalah: ”put something into effect”, (penerapan sesuatu yang memberikan efek atau dampak). Mulyasa (2007:93). Implementasi sertifikasi guru dapat didefinisikan sebagai suatu proses penerapan ide, konsep dan kebijakan pemerintah dengan memberikan sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi standar profesi guru. SMAN 1 Nguter merupakan salah satu sekolah menengah atas (SMA) yang berada Kabupaten Sukoharjo. Dari beberapa SMA yang berada di Kabupaten Sukoharjo, SMAN 1 Nguter, Sukoharjo termasuk SMA yang sedang berkembang dan berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikannya. Di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo terdapat guru yang telah disertifikasi sebanyak 20 guru dari total 36 tenaga pendidik (guru) (55,5% tenaga pendidik bersertifikasi dari total jumlah guru yang mengajar di SMA tersebut). Penelitian ini diadakan untuk melihat kendala yang dihadapi SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam sertifikasi guru dan usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana keberhasilan dan implementasi sertifikasi guru dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dan meningkatkan profesionalisme guru khususnya di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo. Bertolak dari uraian di atas, peneliti melakukan penelitian dengan judul “IMPLEMENTASI SERTIFIKASI GURU DALAM MENINGKATKAN PROFESIONAL GURU.” (Studi Kasus Guru di SMA Negeri 1 Nguter, Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
B. Perumusan Masalah Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah yaitu: 1. Bagaimana Implementasi Sertifikasi Guru Dalam Meningkatkan Profesional Guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo? 2. Bagaimana dampak yang muncul dalam implementasi sertifikasi guru dalam usaha meningkatkan profesionalisme guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo? 3. Bagaimana kendala yang dihadapi dan usaha yang dilakukan di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam implementasi sertifikasi guru?
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui implementasi sertifikasi guru dalam usaha meningkatkan profesionalisme guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo. 2. Untuk mengetahui dampak yang muncul dalam implementasi sertifikasi guru dalam usaha meningkatkan profesionalisme guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo. 3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dan usaha yang dilakukan di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam implementasi sertifikasi guru.
D. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka hasil penelitian ini diharapkan akan dapat bermanfaat baik secara teoretis maupun secara secara praktis. 1. Manfaat Teoretis 1.
Menambah dan memperluas wawasan atau pengetahuan di bidang pendidikan mengenai sertifikasi guru.
2.
Meningkatkan wacana bagi pengembangan ilmu pendidikan khususnya bidang pendidikan.
3.
Dapat dipakai sebagai acuan dan referensi bagi peneliti-peneliti sejenis commit to user untuk tahap selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
2. Manfaat Praktis 1. Bagi Pemerintah dan Masyarakat Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah dan masyarakat untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan kebijakan sertifikasi guru dalam upayanya untuk meningkatkan profesional guru. 2. Bagi Guru (Pendidik) Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi guru untuk mampu mengembangkan potensi dan meningkatkan profesionalisme sebagai pendidik. 3. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini bagi peneliti dapat menambah pengalaman, pengetahuan dan pengalaman teori ilmu yang telah di peroleh di bangku kuliah, serta sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
BAB II LANDASAN TEORI
A. 1.
Tinjauan Pustaka Konsep Profesi Guru
a. Pengertian Profesi Profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mensyaratkan persiapan spesialisasi akademik dalam waktu yang relatif lama di perguruan tinggi, baik dalam bidang sosial, eksakta maupun seni, dan pekerjaan itu lebih bersifat mental intelektual daripada fisik manual, yang dalam mekanisme kerjanya dikuasai oleh kode etik. Dengan demikian pekerjaan profesional merupakan pekerjaan yang dipersiapkan melalui proses pendidikan dan pelatihan. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dipenuhinya, maka semakin tinggi pula derajat profesi yang diembannya. Tinggi rendahnya pengakuan profesionalisme sangat tergantung pada keahlian yang ditempuh (Nurdin, 2010:101-102). Hornby dalam Udin Syaefudin Saud (2009: 3), menyebutkan secara leksikal bahwa, “perkataan profesi itu mengandung berbagai makna dan pengertian. Pertama, profesi itu menunjukkan dan mengungkapkan suatu kepercayaan (to profess means to trust), bahkan suatu keyakinan (to belief in) atas segala sesuatu kebenaran (ajaran agama) atau kredibilitas seseorang. Kedua, profesi itu dapat pula menunjukkan dan mengungkapkan suatu pekerjaan atau urusan tertentu”. Peter Salim dalam Nurdin (2010: 99) menegaskan bahwa “profesi merupakan suatu bidang pekerjaan yang berdasarkan pada pendidikan keahlian tertentu”. Sedangkan Kenneth Lynn dalam Nurdin (2010: 100) memberikan definisi profesi sebagai berikut: “a profession delivers esoteric service based on esoteric knowledge systematically formulated and applied to the needs of a client” (suatu profesi yang menyajikan jasa dengan berdasarkan pada ilmu pengetahuan yang dipahami oleh
commit to user 8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
orang tertentu secara sistematik yang diformulasikan dan diterapkan untuk memenuhi kebutuhan klien). Webster’s New World Dictionary dalam Udin Syaefudin Saud (2009: 34) menunjukkan lebih lanjut bahwa “profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi (kepada pengembannya) dalam liberal arts atau science, dan biasanya meliputi pekerjaan mental dan bukan pekerjaan manual, seperti mengajar, keinsinyuran, mengarang, kedoteran, hukum dan teknologi”. Vollmer dalam Udin Syaefudin Saud (2009: 5) dengan menggunakan pendekatan sosiologik, mempersepsikan bahwa “profesi itu sesungguhnya hanyalah merupakan suatu jenis model atau tipe pekerjaan ideal saja, karena dalam realitasnya bukanlah hal yang mudah untuk mewujudkannya”. Namun, bukanlah hal yang mustahil pula untuk mencapainya. Proses usaha menuju kearah terpenuhinya persyaratan suatu jenis model pekerjaan ideal itulah yang dimaksudkan dengan profesionalisasi. Selanjutnya Webstar dalam Kunandar (2007:45) Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan ketrampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Menurut Sanusi dalam Udin Syaefudin Saud (2009: 6-7) istilah yang berkaitan dengan profesi yaitu: 1)
Profesi, adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (experties) dari para anggotanya. Artinya, ia tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang yang tidak dilatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu. Keahlian diperoleh dari apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan baik sebelum seseorang menjalani suatu profesi itu (pendidikan/latihan/pra jabatan) maupun setelah menjalani suatu profesi (in-service training). 2) Profesional, menunjuk pada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi, misalnya “dia seorang profesional”. Kedua, penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang sesuai dengan profesinya. Pengertian kedua ini, profesional dikontraskan dengan “non-profesional” atau “amatir” 3) Profesionalisme, menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. 4) Profesionalisasi, menunjuk pada proses peningkatan kualifikasi maupun kemampuan para anggota profesi dalam mencapai kriteria yang standar dalam penampilannya sebagai anggota suatu profesi. Profesionalisasi pada dasarnya merupakan serangkaian proses pengembangan profesional (professional development) baik dilakukan melalui pendidikan/latihan “prajabatan” maupun “dalam-jabatan”. Oleh karena itu, profesionalisasi merupakan proses yang life-long dan never-ending, secepat seseorang telah menyatakan dirinya sebagai warga suatu profesi. Dari berbagai penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa profesi itu pada hakikatnya merupakan suatu pekerjaan tertentu yang menuntut keahlian persyaratan khusus dan istimewa sehingga meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang memerlukannya. Selain itu profesi juga merupakan bidang pekerjaan yang dikarenakan oleh panggilan jiwa dari dalam diri pribadi. Profesi pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka yang menyatakan bahwa seseorang mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu. b.
Pengertian Guru Dalam dunia pendidikan, guru (pendidik) merupakan kunci yang penting
dalam proses kegiatan belajar mengajar. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik di sekolah maupun di perguruan tinggi. Definisi yang kita kenal sehari-hari adalah bahwa guru merupakan orang yang harus digugu dan ditiru, dalam arti orang yang memiliki karisma atau wibawa hingga perlu untuk ditiru dan diteladani. Menurut Laurence dan Jonatan dalam Hamzah B. Uno (2007) menyatakan bahwa “Teacher is professional person who conduct classes”. (Guru adalah seseorang yang mempunyai kemampuan dalam menata dan mengelola kelas). Sedangkan menurut Jean D. Grambs dan Morris dalam Hamzah B.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
Uno (2007) menyatakan bahwa “Teacher are those persons who consciously direct the experiences and behavior of an individual so that education takes places.” ( Guru adalah mereka yang secara sadar mengarahkan pengalaman dan tingkah laku dari seorang individu hingga dapat terjadi pendidikan). Menurut Hamzah B. Uno (2007: 15) “guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab
dalam mendidik, mengajar, dan membimbing peserta
didik”. Orang yang disebut guru adalah orang yang memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan. Pendidik atau guru adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai tingkat kedewasaannya, mampu berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai makhluk Tuhan dan makhluk sosial dan sebagai individu atau pribadi yang mandiri. Pendidik sebagai medium agar anak didik dapat mencapai tujuan pendidikan yang telah dirumuskan. Tanpa pendidik, tujuan manapun yang telah dirumuskan tidak akan dapat tercapai. (Soedomo Hadi, 2005: 5) Secara legal formal yang dimaksudkan guru adalah seseorang yang memperoleh Surat Keputusan (SK), baik dari pemerintah maupun swasta untuk melaksanakan tugasnya, dan karena itu ia memiliki hak dan kewajiban untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar di lembaga pendidikan sekolah. Menurut UU RI No. 14 Tahun 2005 (Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen) pasal 1 “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”. Guru, menurut Zakiyah Daradjat dalam Nurdin (2010: 127), adalah pendidik profesional karena secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak orang tua.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
Profesionalisasi guru mencakup kualifikasi formal dengan diberikannya lisensi mengajar dan perlu dijiwai dengan kualifikasi nyata yang hanya mungkin diwujudkan dalam praktik. Menurut Poerwadarminta dalam Nurdin (2010: 127) “guru adalah orang yang kerjanya mengajar. Mengajar merupakan tugas pokok seorang guru dalam mendidik muridnya”. Guru profesional memiliki pengetahuan dan ketrampilan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang awam. Dengan pengetahuan dan ketrampilan-ketrampilan ini guru dapat melaksanakan fungsi-fungsi khususnya yaitu membuat dan melaksanakan keputusan-keputusan dalam membelajarkan peserta didik dengan hasil yang efektif dan efisien. Menurut (Kunandar, 2007:46) Guru profesional yaitu “Guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Kompetensi disini meliputi pengetahuan, sikap, dan ketrampilan profesional, baik yang bersifat pribadi, sosial, maupun akademis”. Dari defisnisi di atas dapat disimpulkan bahwa guru atau pendidik merupakan tenaga profesional dengan tugas utama mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Selain itu guru juga bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik di sekolah maupun di perguruan tinggi. Karena begitu pentingnya profesi guru, maka guru dituntut untuk bersikap profesional. Guru yang profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. c.
Peran dan Fungsi Guru Guru merupakan kunci penting dalam dunia pendidikan, dimana guru
berperan penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Peran dan fungsi guru berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan di sekolah. Menurut Mulyasa (2007: 19) menjelaskan peran dan fungsi tersebut adalah sebagai berikut: 1) Sebagai pendidik dan pengajar, bahwa setiap guru harus memiliki kestabilan emosi, ingin memajukan peserta didik, bersikap realitas, jujur commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
dan terbuka, serta peka terhadap perkembangan, terutama inovasi pendidikan. 2) Sebagai anggota masyarakat, bahwa setiap guru harus pandai bergaul dengan masyarakat. 3) Sebagai pemimpin, bahwa setiap guru adalah pemimpin, yang harus memiliki kepribadian, menguasai ilmu kepemimpinan, prinsip hubungan antar manusia, tehnik berkomunikasi, serta menguasai berbagai aspek kegiatan organisasi sekolah. 4) Sebagai administrator, bahwa setiap guru akan dihadapkan pada berbagai tugas administrasi yang harus dikerjakan di sekolah, sehingga harus memiliki kepribadian yang jujur, teliti, rajin, serta memahami strategi dan manajemen pendidikan. 5) Sebagai pengelola pembelajaran, bahwa setiap guru harus mampu dan menguasai berbagai metode pembelajaran dan memahami situasi belajarmengajar di dalam maupun di luar kelas. Dalam Standar Nasional Pendidikan (NSP) Pasal 28, dikemukakan bahwa: “Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.” Selanjutnya dalam penjelasannya dikemukakan bahwa: “yang dimaksud dengan pendidik sebagai agen pembelajaran (learning agent) adalah peran pendidik antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, maupun pemberi inspirasi. Lebih lanjut Mulyasa (2007:53-67) menjelaskan peran guru sebagai agen pembelajaran yaitu sebagai berikut: 1) Guru sebagai Fasilitator Tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik, tetapi harus menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar (facilitate of learning) kepada seluruh peserta didik. Sebagai fasilitator tugas guru yang paling utama adalah memberi kemudahan belajar, bukan hanya menceramahi atau mengajar saja. 2) Guru sebagai Motivator Guru dituntut untuk dapat membangkitkan motivasi belajar peserta didik. Callahan and Clark dalam Mulyasa (2007:58) mengemukakan bahwa motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
3) Guru sebagai Pemacu Sebagai pemacu belajar, guru harus mampu melipatgandakan potensi peserta didik, dan mengembangkannya sesuai dengan aspirasi dan cita-cita mereka dimasa yang akan datang. 4) Guru sebagai Pemberi Inspirasi Seorang guru harus memerankan diri dan memberikan inspirasi bagi peserta didik, sehingga kegiatan belajar dan pembelajaran dapat membangkitkan berbagai pemikiran, gagasan, dan ide-ide baru. Untuk itu guru harus mampu menciptakan lingkungan sekolah yang aman, nyaman, tenang dan menyenangkan (joyfull teaching and learning), agar dapat memberikan inspirasi dan gairah belajar. Menurut Hamzah B. Uno (2007: 27) peran guru yang dikaitkan dengan konsep pendidikan berbasis lingkungan dalam proses pembelajaran, peran guru yaitu: 1)
Pemimpin belajar
2)
Fasilitator belajar
3)
Moderator belajar
4)
Motivator belajar
5)
Evaluator belajar
a. Ciri-Ciri Dan Syarat Profesi Guru Chandler dalam Piet A. Sahertian (1994:27-28) menjelaskan ciri guru sebagai suatu profesi yaitu: 1) Mementingkan layanan kemanusiaan dari pada kepentingan pribadi. 2) Mempunyai status yang tinggi 3) Memiliki pengetahuan yang khusus dalam hal mengajar dan mendidik, 4) Memiliki kegiatan intelektual. 5) Memiliki hak untuk memperoleh standard kualifikasi profesional. 6) Mempunyai kode etik profesi yang ditentukan oleh organisasi profesi. Eric Hoyle dalam Piet A. Sahertian (1994:29) mengemukakan ciri guru sebagai profesi yaitu: 1) Hakikat suatu profesi ialah bahwa seseorang itu lebih mengutamakan tugasnya sebagai suatu layanan sosial. 2) Suatu profesi dilandasi dengan memiliki sejumlah pengetahuan yang sistematis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
3) Suatu profesi memiliki otonomi yang tinggi, artinya memiliki kebebasan yang besar dalam melakukan tugasnya karena merasa mempunyai tanggung jawab moral yang tinggi. 4) Suatu profesi dikatakan punya otonomi jika orang tersebut dapat mengatur dirinya sendiri atas tanggung jawabnya. 5) Suatu profesi memiliki kode etik. 6) Suatu profesi umumnya mengalami pertumbuhan terus menerus. Menurut Hamzah B. Uno (2007: 29-30) tidak semua orang dapat melaksanakan tugas profesional. Guru harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan. Syarat tersebut yaitu: 1) Guru harus berijazah 2) Guru harus sehat jasmani dan rohani 3) Guru harus bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkelakukan baik. 4) Guru haruslah orang yang bertanggung jawab 5) Guru di Indonesia harus berjiwa nasional Selain itu lebih lanjut Hamzah menjelaskan syarat lain yang erat dengan tugas guru yaitu: 1) Harus adil dan dapat dipercaya. 2) Sabar, rela berkorban, dan menyayangi peserta didiknya. 3) Memiliki kewibawaan dan tanggung jawab akademis. 4) Bersikap baik pada rekan guru, staf di sekolah, dan masyarakat. 5) Harus memiliki wawasan pengetahuan yang luas dan menguasai mata pelajaran yang dibinanya. 6) Harus selalu introspeksi diri dan siap menerima kritik dari siapapun. 7) Harus berupaya meningkatkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Sedangkan menurut Undang-Undang No 14 tentang Guru dan dosen pasal 8 dijelaskan syarat guru yaitu “Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Menurut Soedomo Hadi (2005: 24-26) pendidik akan mampu memenuhi tugas-tugasnya dengan baik bila memenuhi syarat. Syarat sebagai pendidik meliputi: 1) Umur Pendidik haruslah dewasa yaitu usia minimal 18 tahun untuk wanita, dan 21 bagi laki-laki. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
2) Kesehatan Pendidik harus sehat jasmani dan rohani 3) Keahlian atau skill Pendidik harus memiliki ijazah sehingga dapat menjamin pendidik memiliki pengetahuan, keahliansesuai dengan tugasnya. 4) Kesusilaan dan dedikasi Pendidik harus memiliki kesusilaan atau budi pekerti yang baik. Hal ini adalah konsekuensi rasa tanggung jawab dalam membimbing anak didik. Dari berbagai penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa profesi guru pada hakikatnya merupakan suatu pekerjaan tertentu yang menuntut persyaratan khusus dan istimewa juga ketrampilan dalam mengajar peserta didiknya. Selain itu profesi guru juga merupakan bidang pekerjaan yang menuntut pengetahuan dan panggilan jiwa dari dalam diri pribadi. ciri-ciri dan syarat guru sebagai profesi yaitu; adanya komitmen dari para guru bahwa jabatan itu mengharuskan pengikutnya menjunjung tinggi martabat kemanusiaan lebih dari pada mencari keuntungan sendiri, suatu profesi mensyaratkan orangnya mengikuti persiapan profesional dalam jangka waktu tertentu, harus selalu menambah pengetahuan agar terus-menerus bertumbuh dalam jabatannya, memiliki kode etik jabatan, memiliki kemampuan intelektual untuk menjawab masalah-masalah yang dihadapi, selalu ingin belajar terus-menerus mengenai bidang keahlian yang ditekuni, menjadi anggota dari suatu organisasi profesi, jabatan itu dipandang sebagai suatu karier hidup. 2.
Konsep Implementasi Sertifikasi Guru
a. Pengertian Sertifikasi Guru Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen, dikemukakan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sedangkan sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional. (Mulyasa, 2007: 33). Menurut Suyatno (2008:2) “Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi standar profesi guru”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Sertifikasi guru merupakan amanat undang-undang republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas. Pasal 61 menyatakan bahwa sertifikat dapat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi, tetapi bukan sertifikat yang diperoleh melalui pertemuan ilmiah seperti seminar, diskusi panel, lokakarya, dan simposium. Namun, sertifikat kompetensi diperoleh dari penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi. (Mulyasa, 2007: 39) Untuk memahami sertifikasi guru Muslich,( 2007: 2) mengutip beberapa pasal dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen yaitu: 1)
Pasal 1 butir 11: Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru dan dosen.
2)
Pasal 8: guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
3)
Pasal 11 butir 1: Sertifikat pendidik sebagaimana dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
4)
Pasal 16: guru yang memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan profesi sebesar satu kali gaji, guru negeri maupun swasta dibayar pemerintah. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan sertifikasi guru adalah proses
pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan tertentu, yaitu memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yang dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan yang layak. b. Tujuan dan Manfaat Sertifikasi Guru Suyatno (2008: 2) menjelaskan bahwa sertifikasi guru memiliki beberapa tujuan, yaitu:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
1)
Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2)
Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan
3)
Meningkatkan martabat guru
4)
Meningkatkan profesionalitas guru Sedangkan menurut Wibowo dalam Mulyasa (2007:35), mengungkapkan
bahwa sertifikasi bertujuan sebagai berikut: 1) Melindungi profesi pendidik dan tenaga kependidikan. 2) Melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak kompeten, sehingga merusak citra pendidik dan tenaga kependidikan. 3) Membantu dan melindungi lembaga penyelenggara pendidikan dengan menyediakan rambu-rambu dan instrument untuk melakukan seleksi terhadap pelamar yang kompeten. 4) Membangun citra masyarakat terhadap profesi pendidik dan tenaga kependidikan. Sertifikasi guru memiliki banyak manfaat baik bagi guru yang bersangkutan maupun dalam dunia pendidikan. Menurut Suyatno (2008:3) manfaat sertifikasi guru yaitu: 1) Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru. 2) Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak profesional. 3) Meningkatkan kesejahteraan guru Sedangkan menurut Masnur (2007:9) manfaat sertifikasi guru yaitu: 1) Melindungi profesi guru dari praktik layanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga merusak citra profesi guru. 2) Melindungi masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional yang akan menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia . 3) Menjadi wahana penjamin mutu bagi LPTK yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai control mutu bagi pengguna layanan pendidikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
4) Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan dari keinginan internal dan eksternal yang potensial dapat menyimpang dari ketentuan yang berlaku. Menurut Mulyasa (2007: 35-36) menjelaskan bahwa sertifikasi pendidik mempunyai manfaat sebagai berikut: 1)
Pengawasan mutu a) Lembaga sertifikasi yang telah mengidentifikasi dan menentukan seperangkat kompetensi yang bersifat unik. b) Untuk setiap jenis profesi dapat mengarahkan para praktisi untuk mengembangkan tingkat kompetensinya secara berkelanjutan. c) Peningkatan profesionalisme melalui mekanisme seleksi, baik pada waktu awal masuk organisasi profesi maupun pengembangan karier selanjutnya. d) Proses seleksi yang lebih baik, program pelatihan yang lebih bermutu maupun usaha belajar secara mandiri untuk mencapai peningkatan profesionalisme. 2) Penjaminan mutu a) Adanya proses pengembangan profesionalisme dan evaluasi terhadap kinerja praktisi akan menimbulkan persepsi masyarakat dan pemerintah menjadi lebih baik terhadap organisasi profesi beserta anggotanya. b) Sertifikasi menyediakan informasi yang berharga bagi para pengguna yang ingin mempekerjakan orang dalam bidang keahlian dan keterampilan tertentu. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya tujuan dan manfaat sertifikasi guru yaitu melindungi profesi guru agar guru dapat profesional serta meningkatkan kesejahteraan guru. Sertifikasi guru juga dapat menjadi barometer untuk menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. c. Implementasi Sertifikasi Guru Sedangkan Implementasi merupakan suatu penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, ketrampilan maupun nilai dan sikap. Dalam Oxford Advance Learner’s Dictionary dikemukakan bahwa implementasi adalah: ”put something into effect”, (penerapan sesuatu yang memberikan efek atau dampak). Mulyasa (2007:93). Implementasi bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Jadi implementasi adalah suatu operasionalisasi dari ide, konsep maupun kebijakan dalam bentuk praktis yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasar acuan tetentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Berdasarkan pengertian tersebut, implementasi sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan dan inovasi baru dengan pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi standar profesi guru. Sehingga diharapkan akan muncul dampak atau perubahan pengetahuan, ketrampilan maupun nilai dan sikap yang menyatakan guru tersebut profesional.
Dalam
implementasi sertifikasi guru untuk melihat profesional guru dapat dilihat melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran. Implementasi kegiatan pembelajaran harus menggunakan acuan implementasi pembelajaran yang dipakai dalam kurikulum yang saat ini berlaku yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ). Menurut Mulyasa (2005) dalam Kunandar, 2007: 234 agar kurikulum dapat diimplementasikan secara efektif, serta dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, maka guru harus: 1) Menguasai dan memahami kompetensi dasar dan hubungannya dengan kompetensi lain dengan baik. 2) Menyukai apa yang diajarkannya dan menyukai mengajar sebagai profesi. 3) Memahami peserta didik. 4) Menggunakan metode yang bervariasi dalam mengajar. 5) Mengikuti perkembangan mutakhir. 6) Menyiapkan proses pembelajaran 7) Menghubungkan pengalaman yang lalu dengan kompetensi yang akan dikembangkan. Berdasarkan acuan diatas maka proses implementasi kegiatan pembelajaran yang dilakukan yaitu: 1) Perencanaan Dalam perencanaan terdapat beberapa kegiatan yang harus dilakukan oleh guru antara lain:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
a) Pemetaan Kompetensi Dasar Pemetaan ini dilakukan dengan memetakan seluruh standar kompetensi dan kompetensi dasar. Tujuan dari kegiatan ini adalah supaya mendapatkan gambaran secara utuh dan menyeluruh dari mata pelajaran yang akan disampaikan. b) Penentuan Topik/Tema Dalam penentuan topik/tema ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain: Topik merupakan perekat antar Kompetensi Dasar dalam satu rumpun mata pelajaran. Topik yang ditentukan relevan dengan Kompetensi Dasar yang ada dalam satu tingkatan kelas dan relevan dengan kondisi dan pengalaman peserta didik. penentuan tema juga dapat menggunakan isu sentral yang berkembang di masyarakat tetapi masih ada keterkaitan dengan Kompetensi Dasar yang telah dipetakan. c) Penjabaran Kompetensi Dasar ke dalam Indikator Sesuai dengan Topik atau Tema Kompetensi dasar yang sudah dipetakan kemudian diderivasikan kedalam indicator yang disesuaikan dengan topik dan tema. Penjabaran kedalam indikator bertujuan untuk membuat parameter hasil belajar yang ingin dicapai dan nantinya dapat digunakan sebagai pijakan dalam penyusunan silabus. d) Pengembangan Silabus Dari seluruh proses perencanaan di atas adalah sebagai dasar penyusunan silabus. Penyusunan silabus sendiri terdiri dari standar kompetensi mata pelajaran, Kompetensi Dasar, indikator, pengalaman belajar, alokasi waktu dan penilaian. e) Penyusunan desain atau rencana pembelajaran. Sebelumnya Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar telah ditentukan dalam Standar Isi tetapi memang setiap sekolah berhak untuk mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya. Rencana pembelajaran merupakan aktualisasi dan realisasi pengalaman belajar peserta didik yang telah ditentukan dalam silabus. 2) Pelaksanaan/Proses Pembelajaran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
Kegiatan ini seharusnya sudah teracang dalam RPP sehingga guru akan lebih mudah untuk mengimplementasikan pembelajaran dilapangan. Pelaksanaan dari kegiatan ini terbagi menjadi tiga kegiatan yaitu kegiatan pendahuluan fungsinya untuk menciptakan suasana awal pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk mengikuti pelajaran dengan baik. Kegiatan yang selanjutnya adalah proses pembelajaran atau kegiatan inti pembelajaran dan yang terakhir adalah kegiatan penutup. Dalam pelaksanaan pembelajaran sebaiknya dilakukan dengan melibatkan peserta didik secara aktif (active learning) menekankan pada pembentukan (konstruktif) pengalaman belajar peserta didik (learning experience). Dalam pelaksanaan pembelajaran ini guru sebagai fasilitator tetapi dituntut untuk mampu menyajikan pembelajaran secara terpadu dengan strategi dan metode tertentu disesuaikan dengan materi pelajaran dan kondisi peserta didik. Guru dapat menggunakan bebarapa model pembelajaran kontekstual agar peserta didik mampu menerapkan pengetahuan yang sudah dipelajari ke dalam realitas hidup, ini yang nantinya akan membentuk pengalaman belajar pada peserta didik. Selain itu pembelajaran dilakukan secara konstruktif dalam artian tidak hanya membentuk pengetahuan peserta didik secara kognitif saja melainkan juga membentuk nilai, sikap, keterampilan dan kepribadian peserta didik. Dalam penyajianya guru dapat menggunakan strategi dengan pengajaran individual maupun team teaching disesuaikan dengan kemampuan dan penguasaan guru terhadap materi pelajaran yang dipadukan. 3) Evaluasi Pembelajaran Evaluasi pembelajaran terdiri dari evaluasi proses dan
evaluasi hasil
pembelajaran. Evaluasi atau penilaian proses belajar merupakan upaya pemberian nilai pada kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik dan guru selama pembelajaran dan penilaian hasil belajar merupakan penilaian terhadap hasil belajar dengan criteria tertentu. Hasil belajar pada hakikatnya adalah pencapaian kompetensi-kompetensi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
baik berupa pengetahuan, nilai, sikap, maupun keterampilan peserta didik. Dari kedua penilaian baik penilaian hasil belajar dan penilaian proses saling berkaitan dan berpengaruh karena hasil belajar merupakan akibat dari proses pembelajaran. Dalam evaluasi atau penilaian secara aplikatif dijabarkan dalam teknik penilaian, bentuk instrumen penilaian dan instrument itu sendiri. Dalam panduan pegembangan pembelajaran disebutkan “ teknik penilaian merupakan cara yang digunakan dalam pelaksanaan penilaian tersebut”. Teknik ini dibagi menjadi dua yaitu tes dan non tes. Untuk penilaian tes berupa tagihan tes harian maupun tes kuis. Teknik penilaian non tes dapat dilakukan dengan observasi, angket, wawancara, portofolio, proyek, tugas dan lain-lain. Bentuk instrumen penelitian yaitu alat yang digunakan untuk mengukur, menilai dan mengevaluasi kompetensi yang sudah dicapai oleh peserta didik. Bentuk instrument bisa beraneka ragam disesuaikan dengan teknik penilaian yang digunakanapakah berupa tes maupun non tes. 3. Konsep Guru Profesional a. Pengertian Profesional Tuntutan atas profesionalisme, sebagai suatu faham dan konsep idealisme profesional, sering dijadikan tuntutan terhadap keberadaan pegawai di lingkungan birokrasi pemerintahan. Namun pemahaman akan profesionalisme itu sendiri masih belum jelas dan belum ada standar penilaiannya. Sebutan “Profesional” itu sendiri berasal dari kata “profesi”. Jadi, berbicara tentang profesional tentu mengacu pada pengertian profesi, sebagai suatu bidang pekerjaan. Dalam hal profesi tiy, Mc Cully (1969) (Kunandar, 2007: 4) mengatakan bahwa “Vocation an which profesional knowledge of some department a learning science is used in its application to the other or in the practice of an art found it”. Norlander (2009: 57) mendefinisikan profesional sebagai perangkat atributatribut yang diperlukan guna menunjang suatu tugas agar sesuai dengan standar kerja yang diinginkan. Dari pendapat ini, sebutan standar kerja merupakan faktor pengukuran atas bekerjanya seorang atau kelompok orang dalam melaksanakan tugas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
Menurut Kunandar (2007:45) “ Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu dan norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Dari pengertian itu dapat disimpulkan bahwa dalam suatu pekerjaan yang bersifat profesional dipergunakan teknik serta prosedur yang bertumpu pada landasan intelektual, yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian secara langsung dapat diabadikan bagi kemaslahatan orang lain. Faktor penting dalam hal ini adalah intelektualitas yang di dalamnya tercakup satu atau beberapa keahlian kerja yang dianggap mampu menjamin proses pekerjaan dan hasil kerja yang profesional, atau tercapainya nilai-nilai tertentu yang dianggap ideal menurut pihak yang menikmatinya. b.
Karakteristik Guru Profesional Profesional sering diartikan sebagai suatu ketrampilan teknis yang dimiliki
seseorang. Profesional memiliki makna ahli (expert), tanggung jawab (responsibility), baik tanggung jawab moral dan memiliki rasa kesejawatan. (Sahertian, 1994: 30). Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 Tahun 2003, pasal 39, ayat 2 yaitu “Guru sebagai pendidik adalah tenaga profesional bertugas merencanakan dan melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”. (Yamin, 2006: 35). Sedangkan menurut Oemar (2008:23) “Guru profesional merupakan orang yang telah menempuh program pendidikan guru dan memiliki tingkat master serta telah mendapat ijazah Negara dan telah berpengalaman dalam mengajar pada kelas-kelas besar”. Menurut Gary dan Margaret dalam Mulyasa (2007: 21), mengemukakan bahwa guru yang efektif dan kompeten secara profesional memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) Memiliki kemampuan menciptakan iklim belajar yang kondusif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
2) Kemampuan mengembangkan strategi dan manajemen pembelajaran. 3) Memiliki kemampuan memberikan umpan balik (feed back)
dan
penguatan (reinforcement). 4) Memiliki kemampuan untuk peningkatan diri. Sedangkan menurut Oemar Hamalik dalam Martinis Yamin (2006:24), menjelaskan bahwa guru profesional harus memiliki persyaratan, yang meliputi: 1) Memiliki bakat sebagai guru. 2) Memiliki keahlian sebagai guru. 3) Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi. 4) Memiliki mental yang sehat. 5) Berbadan sehat. 6) Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas. 7) Guru adalah manusia berjiwa Pancasila. 8) Guru adalah seorang warga negara yang baik. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa guru yang profesional memiliki karakteristik yang membedakan dengan guru non profesional. Karakteristik tersebut yaitu memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas serta ahli dalam bidangnya. Selain itu guru profesional tanggung jawab moral terhadap peserta didil dan memiliki rasa kesejawatan terhadap sesama profesi. c. Standar Kompetensi Guru Profesional Istilah kompetensi guru mempunyai banyak makna, Broke and Stone dalam Mulyasa (2007: 25) mengemukakan bahwa kompetensi guru sebagai…..descriptive of qualitative nature of teacher behavior appears to be entirely meaningful. Artinya….kompetensi guru merupakan gambaran kualitatif tentang hakikat perilaku guru yang penuh arti. Sedangkan Menurut UU No. 14 tahun 2005 (Undang-Undang tentang
Guru
dan
Dosen)
“Kompetensi
adalah
seperangkat
pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”. Kompetensi guru dapat dimaknai sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran”. Menurut Furqon (2009: 68) menjelaskan mengenai kompetensi guru sebagai agen pembelajaran yaitu: 1) Kompetensi pedagogik Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum/ silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan mengembangan pesrta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. 2) Kompetensi kepribadian Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan bijaksana, berwibawa, stabil, dewasa, jujur, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, secara objektif mengevaluasi kinerja sendiri serta mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan. 3) Kompetensi sosial Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. 4) Kompetensi profesional Kompetensi profesional adalah kemampuan guru dalam pengetahuan isi (content knowledge) penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai standar isi program satuan pendidikan atau Standar Nasional Pendidikan, mata pelajaran, atau kelompok mata pelajaran yang diampu. Sedangkan menurut Sanusi dalam Martinis Yamin (2006: 21) secara konseptual profesionalisasi guru mencakup aspek-aspek yaitu: 1) Kemampuan profesional mencakup: a) Penguasaan materi pelajaran. b) Penguasaan landasan dan wawasan kependidikan. c) Penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
2) Kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawa tugasnya sebagai guru. 3) Kemampuan personal (pribadi) mencakup: a) Bersikap positif terhadap tugasnya sebagai guru. b) Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang dianut seorang guru. c) Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa guru yang profesional memiliki pengetahuan dan ketrampilan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang awam. Dengan pengetahuan dan ketrampilan-ketrampilan ini guru dapat melaksanakan fungsi-fungsi khususnya yaitu membuat dan melaksanakan keputusan-keputusan dalam membelajarkan peserta didik dengan hasil yang efektif dan efisien. Guru profesional merupakan orang yang telah menempuh program pendidikan guru mendapat ijazah negara dan mampu menjalankan tugas keprofesionalan sebagai guru yaitu kompetensi paedagogik, kepribadian, sosial, profesional.
4. Konsep Teori Pertukaran Analisis mengenai hubungan sosial menurut cost and reward merupakan satu ciri dalam teori pertukaran ini. Teori pertukaran memusatkan perhatiannya terutama pada tingkat analisis mikro. Hal ini dilihat dari berbagai kenyataan sosial antarpribadi (interpersonal). Teori pertukaran Homans menjelaskan bahwa penjelasan ilmiah harus dipusatkan pada perilaku nyata yang dapat diamati dan diukur secara empirik. Keadaan-keadaan internal seperti perasaan dan sikap subyektif harus di definisikan dalam istilah-istilah perilaku (behavioral terms) untuk keperluan pengukuran empiris. Teori pertukaran tidak memusatkan perhatiannya pada tingkat kesadaran subyektif atau hubungan timbal balik yang bersifat dinamis antara tingkat subyektif dan interaksi nyata setegas interaksionisme symbol. (Doyle, 1990:54-55).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
Analisis ini dapat pula ditemui dalam implementasi sertifikasi guru, dalam kenyataannya sertifikasi guru tak lepas dari teori pertukaran. Disini terdapat suatu hubungan sosial cost and reward antara guru yang telah tersertifikasi dengan pemerintah. Guru berusaha meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya dalam mengajar, dan dibuktikan melalui test sertifikasi maupun jalur portopolio. Bagi guru yang tersertifikasi akan mendapatkan hadiah (reward) yaitu tunjangan sertifikasi guru sebesar satu kali gaji pokok. Guru yang telah tersertifikasi akan berusaha untuk meningkatkan kinerja dalam profesinya sehingga harapannya sertifikasi guru dapat meningkatkan profesional guru. Konsep perilaku dalam sosiologi menurut Homans memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan dan dampak lingkungan terhadap perilaku aktor. Hubungan ini adalah dasar untuk pengondisian operan (operant conditioning) atau proses belajar yang melaluinya “perilaku diubah oleh konsekuensinya”. Homans mengakui bahwa manusia adalah makhluk sosial dan menggunakan sebagian besar waktu mereka untuk berinteraksi dengan manusia lain. Ia menerangkan perilaku sosial dengan prinsip psikologi yaitu “pendiriannya adalah bahwa proposisi umum psikologi terhadap perilaku manusia tidak berubah karena akibat interaksi lebih berasal dari manusia lain dari pada dari lingkungan fisik”. Ritzer (2007:356). Konsep perilaku ini dilakukan pula oleh guru yang telah tersertifikasi, dimana guru yang telah tersertifikasi berusaha untuk bersikap disiplin dan menguasai materi yang di ajarkan. Selain itu guru yang tersertifikasi berusaha untuk lebih profesional dibandingkan dengan guru yang belum tersertifikasi. Guru yang tersertifikasi berusaha untuk menjaga citra guru profesional sebagai label bagi guru yang telah lolos sertifikasi. Konsep perilaku ini terbangun atas dasar pengondisian operan (operant conditioning) atau proses belajar yang melaluinya “perilaku diubah oleh konsekuensinya”. Artinya perilaku guru tersebut tercipta karena adanya suatu kondisi yang harus mendesaknya untuk lebih profesional di bidangnya karena ia telah lolos
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
sertifikasi maka ia layak disebut guru profesional. Perilaku ini terjadi karena adanya konsekuensi atau tanggung jawab secara moral kepada pemerintah atas reward-nya yaitu tunjangan sertifikasi sebesar satu kali gaji pokok. Dalam konsep teori pertukaran ini tidak lepas dari adanya konsep perilaku. Dalam hal ini perilaku dari guru yang tersertifikasi. Guru yang tersertifikasi akan cenderung mempertahankan kinerja keprofesionalannya karena ada semacam tanggung jawab moral yang mengharuskannya untuk setidaknya lebih baik dari guru yang belum tersertifikasi. Sertifikasi juga sebagai balas jasa atas perjuangan guru yang dapat dikatakan gaji guru di bawah standar untuk hidup layak di bandingkan profesi lain. Harapan dari adanya sertifikasi dapat memperbaiki perekonomian dan kesejahteraan guru sehingga pada akhirnya guru dapat meningkatkan kompetensi kinerjanya. Jika hal ini dapat tercapai maka kualitas pendidikan di Indonesia dapat meningkat, setidaknya dapat mengejar ketertinggalan negara-negara lain seperti Jepang, Malaysia, atau Amerika. Dalam teori pertukaran ini diasumsikan bahwa transaksi-transaksi pertukaran akan terjadi hanya apabila kedua pihak dapat memperoleh keuntungan dari pertukaran itu, dan bahwa kesejahteraan masyarakat umumnya dapat dijamin apabila individu-individu
dibiarkan untuk mengejar kepentingan pribadinya melalui
pertukaran secara pribadi. Tekanan yang sama pada tujuan-tujuan individual dan imbalannya (reward) juga menandai sifat teori pertukaran ini. Tekanan yang bersifat individualistis ini sesuai dengan tradisi utilitarianisme. Pokok pikiran dalam utilitarianisme adalah bahwa individu bertindak untuk menghindari penderitaan dan memaksimalkan kesenangan. Pandangan ini dianggap sebagai satu hukum dasar perilaku manusia. (Doyle: 1990: 60) Adanya sertifikasi memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak yakni pemerintah dan guru yang tersertifikasi. Bagi guru tunjangan sertifikasi guru dapat meningkatkan kesejahteraan guru. Tunjangan tersebut selain dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari juga dapat digunakan untuk menunjang profesional guru
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
seperti membeli sarana prasarana untuk mengajar atau untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi untuk meningkatkan profesionalismenya. Dalam pertukaran ini juga disinggung mengenai utilitarianisme artinya individu cenderung bertindak untuk menghindari penderitaan dan memaksimalkan kesenangan. Dalam kenyataannya adapula
guru
yang
telah
tersertifikasi
namun
tidak
mau
meningkatkan
profesionalismenya. Guru tersebut justru menjadi konsumerisme, membeli berbagai barang-barang tersier hanya untuk kesenangan dengan tunjangan sertifikasi. Padahal barang-barang
tersebut
sama
sekali
tidak
berperan
untuk
meningkatkan
profesionalitasnya. Dalam hal tersebut Spencer menekankan individu sebagai dasar struktur sosial. Menurutnya meskipun masyarakat dapat dianalisis pada tingkat struktural, struktur sosial suatu masyarakat dibangun untuk memungkinkan anggota-anggotanya memenuhi kebutuhan individualnya. Tekanan pada pentingnya individu itu juga tercermin dalam berbagai bentuk teori tentang masyarakat yang bersifat kontrak. Menurut dasar teori ini, masyarakat dibentuk sebagai hasil dari persetujuanpersetujuan kontraktual yang dibahas oleh orang-orang karena mereka masingmasing berusaha untuk mengejar kebutuhannya sendiri serta kepentingannya secara rasional. Spencer menekankan bahwa individu adalah dasar dan bagian struktur sosial dalam masyarakat. Struktur sosial suatu masyarakat dibangun untuk memungkinkan anggota-anggotanya memenuhi kebutuhan individualnya. Namun hal tersebut disalah artikan oleh oknum-oknum guru tersertifikasi yang menggunakan tunjangan sertifikasi hanya untuk kesenangan individualitas semata. Seharusnya tunjangan sertifikasi guru dialokasikan demi menunjang prefesionalitasnya. Sehingga harapan dari program pemerintah yaitu sertifikasi guru untuk meningkatkan profesional guru dan mutu pendidikan di Indonesia dapat tercapai. Dalam teori pertukaran Levi-Strauss membedakan dua sistem pertukaran, yaitu pertukaran langsung (restricted exchange) dan pertukaran tidak langsung
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
(generalized exchange). pertukaran langsung (restricted exchange) dapat diartikan pertukaran terbatas antara dua orang dan para anggota terlibat dalam transaksi pertukaran langsung dengan saling memberikan dengan dasar pribadi dan kedua belah pihak terlibat hubungan timbal balik. Sedangkan pertukaran tidak langsung (generalized exchange) dapat diartikan pertukaran yang tidak terbatas, artinya anggota-anggota dalam kelompok-kelompok yang lebih besar, menerima sesuatu dari seorang pasangan lain dari orang yang dia berikan sesuatu yang berguna, dengan kata lain tidak langsung dan bukan bersifat timbal balik. Pola pertukaran langsung, dimana kedua belah pihak terlibat dalam suatu hubungan timbal balik cenderung untuk menekankan keseimbangan atau persamaan. Juga sering terdapat suatu keterlibatan emosional yang mendalam pada kedua belah pihak terhadap satu sama lain. Suatu sistem sosial yang didasarkan pada pertukaran langsung akan menjadi satu struktur sosial yang bersifat segmental. sistem ini banyak dijumpai pada suatu organisasi sosial dari keluarga berdikari, suku bangsa atau komunitas lokal. Sedangkan pola pertukaran tidak langsung menyumbang pada integrasi dan solidaritas kelompok yang lebih besar dengan cara yang lebih efektif. Sistem itu berfungsi
jika
masing-masing
pihak
rela
memberikan
sumbangan
tanpa
memperhitungkan balasan keuntungan pada waktu itu juga. Selain itu masing-masing pihak harus memiliki tingkat kepercayaan yang relatif tinggi. Pertukaran tidak langsung dapat menghasilkan suatu tingkat integrasi sosial yang lebih tinggi dalam keseluruhan system. Juga pola pertukaran tidak langsung itu harus dihubungkan dengan suatu tingkat perkembangan moral yang lebih tinggi, dari pada pola pertukaran terbatas. Perkembangan moral ini dikaitkan dengan kerelaan pada anggota itu untuk memenuhi kewajibannya tanpa memandang kepentingan individu. Dalam hal ini sertifikasi guru termasuk dalam pertukaran tidak langsung, dimana guru menyumbang pada integrasi dan solidaritas kelompok yang lebih besar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
dengan cara yang lebih efektif. Artinya guru yang tersertifikasi berusaha untuk mencurahkan segala kemampuannya untuk dapat meningkatkan profesionalitasnya di dibidangnya. Guru berusaha untuk mengajar dengan efektif, dengan semangat sungguh-sungguh dengan harapan peserta didik mampu memahami dan menguasai materi yang diajarkan. Menurut Levi-Strauss, tujuan utama proses pertukaran itu adalah tidak untuk memungkinkan pasangan yang terlibat dalam pertukaran itu hanya untuk memenuhi kebutuhan individualistisnya. Sebaliknya arti pertukaran itu mengungkapkan komitmen moral individu terhadap kepentingan kelompok. Bentuk pertukaran itu dibatasi oleh kebudayaan keseluruhannya dan diinstitusionalisasikan dalam struktur sosial itu sendiri. (Doyle, 1990: 56-58) Tujuan utama proses pertukaran itu adalah tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan individualistisnya saja. Begitu pula dengan guru yang tersertifikasi, harapannya tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan individualitasnya saja, tetapi juga harus disertai dengan komitmen moral guru terhadap tugas guru sebagai pendidik, dan profesi guru sebagai profesi yang profesional. Sehingga tujuan dari adanya kebijakan pemerintah sertifikasi guru untuk meningkatkan profesional guru dan meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia dapat tercapai.
B.
Kerangka Berpikir
Di tengah terpuruknya peradaban bangsa, gencarnya informasi, dan lepasnya sekat bangsa lewat teknologi informasi, peran guru semakin strategis untuk mengambil salah satu peran yang menopang pada tegaknya peradaban manusia Indonesia di waktu yang akan datang. Peran guru yang strategis, menuntut kerja guru yang profesional, dan mampu mengembangkan ragam potensi yang terpendam pada diri anak didik. Bangsa Indonesia kini sedang dihadapkan pada persoalan-persoalan kebangsaan yang sangat krusial dan multidimensional. Hampir semua bidang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
kehidupan bangsa mengalami krisis berkepanjangan. Banyak kalangan yang berpendapat bahwa persoalan-persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia disebabkan oleh kualitas sumber daya manusia (SDM) bangsa Indonesia yang masih rendah. (Kunandar, 2007:7) Suatu bangsa tidak akan maju jika sumber daya manusianya belum maju, dan untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas maka diperlukan pendidikan yang maju pula. Pendidikan di Indonesia bisa dikatakan belum maju. Masih rendahnya kualitas pendidikan di negeri ini terus menjadi isu kontemporer pendidikan yang menarik untuk diperbincangkan. Banyak pihak dan kalangan yang menilai bahwa kualitas pendidikan di Indonesia saat ini masih berada di bawah ratarata negara berkembang lainnya. Kualitas SDM suatu bangsa secara umum dapat dilihat dari mutu pendidikan bangsa tersebut. Sejarah telah membuktikan bahwa kemajuan dan kejayaan suatu bangsa di dunia ditentukan oleh pembangunan dibidang pendidikan. Mereka menganggap kebodohan adalah penghambat kemajuan bangsa dan harus diperangi dengan revolusi pendidikan. (Kunandar, 2007:8). Untuk itu berbagai upaya dilakukan untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Peningkatan kualitas pendidikan harus dilakukan melalui upaya peningkatan kualitas guru, maka salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan diadakannya sertifikasi guru. Pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2007 telah melaksanakan sertifikasi guru-guru secara bertahap pada sekitar 2,7 juta PNS di Indonesia. Sertifikasi merupakan perwujudan dari UU 14 Tahun 2005 dan PP 19 Tahun 2005 dengan tujuan untuk meningkatkan mutu tenaga pendidik di Indonesia. Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi standar profesi guru (Suyatno: 2008). Sertifikasi guru bertujuan untuk: (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional, (2) meningkatkan proses dan hasil
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
pembelajaran, (3) meningkatkan kesejahteraan guru, serta (4) meningkatkan martabat guru; dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Selain meningkatkan profesionalitas guru, sertifikasi guru juga berupaya meningkatkan kesejahteraan guru. Kondisi krisis saat ini banyak mengganggu kelangsungan pendidikan, mustahil pendidikan akan maju dan berkualitas tanpa dukungan ekonomi yang mapan, guru dapat berkonsentrasi mengajar manakala tidak lagi merasa terbebani untuk melengkapi sarana dan prasarana belajar anak-anak mereka, bila mereka merasa berkewajiban menyekolahkan anak-anaknya dan ekonomi para orang tua juga mapan. (Yamin, 2006: 68) Guru dibutuhkan skill, keterampilan, dan kreativitas di luar pekerjaan wajibnya mengajar di sekolah untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, dengan membuat usaha sampingan di luar jam dinas, usaha tersebut tidak mengurangi tanggung jawab sebagai guru, akan tetapi menjadi guru yang profesional. Gaji guru belum dikatakan layak untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Sehingga mereka yang memiliki kecerdasan tinggi enggan untuk memilih profesi guru sebagai profesi pilihan mereka. Mereka cenderung memilih pekerjaan selain guru yang menjanjikan gaji yang besar yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal tersebut sungguh ironi karena pada akhirnya guru hanya menjadi pilihan terakhir ketika pilihan lain seolah tertutup. Padahal kita membutuhkan guru yang berkualitas, berkompeten dan profesional di bidangnya. Sertifikasi guru merupakan salah satu cara untuk menciptakan guru (pendidik) yang berkompeten dan profesionalisme dengan tidak mengesampingkan kesejahteraan guru. Melihat nasib dan kesejahteraan guru yang memprihatinkan pemerintah Indonesia ingin memberikan reward berupa pemberian tunjangan profesional yang berlipat dari gaji yang diterima. Dengan harapan kedepan tidak ada lagi guru yang bekerja mencari objekan di luar dinas karena kesejahteraannya sudah terpenuhi. Peningkatan mutu guru lewat program sertifikasi ini sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan. Rasionalnya adalah apabila kompetensi guru bagus
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
yang diikuti dengan penghasilan yang bagus, diharapkan kinerjanya juga bagus. Apabila kinerjanya bagus maka kegiatan belajar mengajar juga bagus. Dan dari hal tersebut diharapkan membuahkan pendidikan yang bermutu, pemikiran itulah yang mendasari bahwa guru perlu disertifikasi. (Masnur, 2007: 8) Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, ketrampilan maupun nilai, dan sikap. (Mulyasa, 2007:93 ). Implementasi sertifikasi guru dapat didefinisikan sebagai suatu proses penerapan ide, konsep dan kebijakan pemerintah dengan memberikan sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi standar profesi guru agar guru dapat mengajar dengan profesional. Untuk mempermudah alur berpikir dapat digambarkan dengan kerangka berpikir sebagai berikut:
Kebijakan Sertifikasi Guru
Implementasi Sertifikasi
Persiapan
Proses
Dampak Implementasi Sertifikasi
Evaluasi
Gambar 2. 1. Kerangka Berpikir Sertifikasi Guru
commit to user
Profesionalitas guru
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang harus dilakukan secara sistematis, tertib dan teratur, baik mengenai prosedur maupun dalam proses berpikirnya. Untuk memperoleh suatu kebenaran dari pengetahuan, suatu penelitian perlu menggunakan metode yang tepat, agar hasil yang diperoleh benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Sebagai seorang peneliti, kita dituntut untuk dapat memilih dan menetapkan metode penelitian yang tepat. Metode penelitian yang kurang tepat dapat mengakibatkan hasil penelitian tidak sesuai dengan tujuan penelitian. Secara umum, metode adalah prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu secara sistematis. Sementara metodologi ialah suatu kajian untuk mempelajari peraturan-peraturan dari suatu metode. Menurut Cholid & Abu Ahmadi (2002: 1) “Metodologi yaitu cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan metode penelitian adalah kajian untuk mempelajari peraturan-peraturan dalam penelitian”. Robert Bogdan dan Steven J.Tailor (1993:25) mengungkapkan bahwa “metodologi berarti proses, prinsip dan prosedur yang kita pakai dalam mendekati persoalan-persoalan dan usaha mencari jawabannya”. Sedangkan penelitian menurut Sudarwan Danim (2002:25), “ secara epistimologis, research berasal dari dua kata, yaitu re dan search. Re berarti kembali atauu berulang dan search berarti mencari, menjelajahi, atau menemukan makna”. Metode penelitian adalah kajian untuk mempelajari peraturan-peraturan dalam penelitian
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian mengambil lokasi di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo yang terletak di Jl. Raya Nguter, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo. Penelitian lokasi commit to user tersebut di ambil dengan pertimbangan bahwa di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo sebagian besar guru telah tersertifikasi sehingga sesuai dengan penelitian yang
36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
diambil. Selain itu lokasi penelitian ini jaraknya juga tidak terlalu jauh dari tempat peneliti, sehingga dirasa akan lebih mudah dijangkau dan lebih cepat dalam proses pengambilan datanya. Proses ricek data akan dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, sehingga validitas data dapat dicapai. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini diawali dengan penyusunan proposal, penyusunan desain penelitian, pengumpulan data, analisis data dan penulisan laporan hingga penulisan laporan akhir. Adapun rincian waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Waktu Penelitian No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kegiata n Pengaju an judul
Feb
Maret
April
Mei
Tahun 2011 Juni Juli
Agust
Sept
Penyusu nan prososal Perijinnan
Pengum pulan data Analisis data
Penyusu nan laporan
B.
Bentuk dan Strategi Penelitian 1.
Bentuk penelitian
Bentuk penelitian dalam penelitian ini yaitu
penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif bertujuan untuk menggali commit to user atau membangun proporsi atau menjelaskan makna di balik realita. Peneliti berpijak dari realita atau peristiwa
Okt
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
yang berlangsung di lapangan (Burhan Bungin, 2003: 82). Peneliti melihat peristiwa di lapangan, berupaya menemukan apa yang sedang terjadi dalam dunia yang diteliti. Menurut Lexy J.Moleong, 2007: 6) “Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yaitu metode deskriptif kualitatif dengan natural setting atau sudut pandang naturalistik yaitu datanya dinyatakan dalam keadaan sewajarnya/sebagaimana adanya dengan tidak diubah dalam bentuk simbol-simbol/bilangan, sehingga dapat menggambarkan atau menjelaskan objek penelitian melalui fakta-fakta yang ada. Sudut pandang naturalistik menurut H.B. Sutopo (2002: 33) bahwa topik penelitian kualitatif diarahkan pada kondisi asli (yang sebenarnya) dari subyek penelitian. Kondisi subyek tersebut tidak dipengaruhi oleh perlakuan (treatment) secara ketat oleh peneliti. Sedangkan sudut pandang interpretif dalam penelitian kualitatif yaitu penafsiran data (termasuk penarikan simpulannya) secara idiografis, yaitu mengkhususkan kasus daripada secara nomotetis (mengikuti hukum-hukum generalisasi). Karena interprestasi dalam penelitian kualitatif tidak mengarah pada melakukan generalisasi dari hasil penelitiannya (H.B.Sutopo, 2002: 44). Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor (1975:5) dalam Lexy J.Moleong,( 2007:4) mendefinisikan ”metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Menurut H.B Sutopo (2002:35) “tugas peneliti dalam penelitian kualitatif yaitu menggambarkan atau menjelaskan tentang situasi yang sebenarnya untuk mendukung penyajian data dari lapangan. Pendekatan kualitatif ini meliputi pada latar ilmiah dan individu secara commit holistik to(utuh) user yaitu tidak mengisolasi individu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis, tetapi sebagai bagian dari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
keutuhan atau keseluruhan”. Menurut Denzin dan Lincoln (1987) dalam Lexy J.Moleong (2007:5) “Mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang menggunakan latar ilmiah dengan tujuan untuk menafsirkan fenomena yang terjadi dengan metode yang telah ada”. Disamping itu, dalam konteks Jane Richie, penelitian kualitatif adalah ”Upaya untuk menyajikan dunia sosial dan perspektifnya di dalam dunia dari segi konsep, perilaku, persepsi dan persoalan tentang manusia yang diteliti” (Lexy J. Moleong, 2007:6). Dari kajian tentang definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian meliputi perilaku, persepsi, tindakan yang sifatnya secara holistik dan naturalistik. Penafsiran kualitatif secara interpretif atas pengalaman manusia dengan menggunakan deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa dan dengan metode yang sistematis. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, peneliti hendak mendeskripsikan dan memahami fenomena secara holistik mengenai implementasi sertifikasi guru dalam meningkatkan profesional guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo. 2.
Strategi Penelitian Strategi merupakan bagian dari desain penelitian yang dapat menjelaskan
bagaimana tujuan penelitian akan dicapai dan bagaimana masalah yang dihadapi dalam penelitian akan dikaji dan dipecahkan untuk dipahami. Menurut HB. Sutopo
(2002:
123),
“Strategi
adalah
metode
yang
digunakan
untuk
mengumpulkan dan menganalisa data”. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Menurut Burhan Bungin (2008: 229) “Studi kasus adalah salah satu strategi dan metode analisis data kualitatif yang menekankan pada kasus-kasus khusus yang terjadi pada objek analisis”. Menurut H.B Sutopo (2002: 112-113) ada dua kategori studi kasus, yaitu studi kasus tunggal dan studi kasus ganda. Studi kasus tunggal adalah subyek atau lokasi penelitian hanya dilakukan pada satu sasaran (satu lokasi atau satu subyek) atau karena persamaan karakteristik. Sedangkan commit to user studi kasus ganda merupakan kebalikan dari studi kasus tunggal, yaitu subyek atau lokasi penelitian memiliki
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
perbedaan karakteristik. Penelitian ini menggunakan strategi studi kasus tunggal terpancang. Disebut tunggal karena penelitian ini merupakan penataan rinci aspek-aspek tunggal. Seperti yang dikemukakan Abdul Azis S.R dalam Burhan Bungin (2003: 23) dengan studi kasus dapat mengisyaratkan keunggulan sebagai berikut : 1. Studi kasus memberikan informasi penting mengenai hubungan antar variabel serta proses-proses yang memerlukan penjelasan dan pemahaman yang lebih luas. 2. Studi kasus memberikan kesempatan untuk memperoleh wawasan mengenai konsep-konsep dasar perilaku manusia. Melalui penyelidikan yang intensif dapat menemukan karakteristik dan hubungan-hubungan yang mungkin tidak diharapkan (tidak diduga sebelumnya). 3. Studi kasus dapat menyajikan data-data dan temuan-temuan yang sangat barguna sebagai dasar untuk membangun latar permasalahan bagi perencanaan penelitian yang lebih besar dan mendalam dalam rangka pengembangan ilmu sosial. Jenis strategi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus tunggal terpancang. HB. Sutopo (2002:112) menjelaskan, “suatu penelitian disebut sebagai bentuk studi kasus tunggal bilamana penelitian tersebut terarah pada satu karakteristik”. Artinya penelitian tersebut hanya dilakukan pada satu sasaran (satu lokasi atau satu subjek). Jumlah sasaran (lokasi studi) tidak menentukan suatu penelitian berupa studi kasus tunggal ataupun ganda, meskipun penelitian dilakukan di beberapa lokasi (beberapa kelompok atau sejumlah pribadi), jika sasaran studi tersebut memiliki karakteristik yang sama atau seragam, maka penelitian tersebut tetap merupakan studi kasus tunggal. Sedangkan penelitian terpancang, menurut H.B Sutopo (2002: 142): “Bentuk penelitian terpancang (embedde research) yaitu penelitian kualitatif yang sudah menentukan fokus penelitian berupa variabel utamanya yang akan dikaji berdasarkan pada tujuan dan minat penelitiannya sebelum peneliti ke lapangan studinya. Dalam proposalnya, peneliti sudah menentukan fokus pada variabel tertentu”. Dalam penelitian ini, strategi penelitian yang digunakan adalah strategi penelitian tunggal terpancang. Tunggal, dimana hanya dilakukan pada satu commit to user sasaran, yaitu dilaksanakan di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo. Serta terpancang, karena difokuskan pada suatu obyek penelitian secara intensif serta mendetail
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
tentang Implementasi sertifikasi guru dalam meningkatkan profesional guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo.
C. Sumber Data Sumber data merupakan bagian yang penting dalam penelitian. Hal ini dikarenakan ketepatan dalam memilih dan menentukan sumber dan jenis data akan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau informasi yang diperoleh. Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2001: 112), yang mengatakan “sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”. H.B Sutopo (2002: 50-54) menjelaskan, “Sumber data dalam penelitian kualitatif berupa narasumber (informan), peristiwa atau aktivitas, tempat atau lokasi, benda, beragam gambar dan rekaman, serta dokumen dan arsip. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Narasumber (informan) Informan adalah individu-individu yang dapat memberikan keterangan dan data, serta informasi untuk keperluan penelitian. Moleong, Lexy. J (2001: 90), “informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian”. Dengan demikian informan adalah seseorang yang dapat memberikan informasi atau keterangan tentang segala permasalahan yang diperlukan dalam penelitian untuk memperoleh data yang lengkap sesuai dengan obyek yang diteliti. Dalam penelitian ini, informan yang digunakan adalah Wakil kepala sekolah, guru yang telah tersertifikasi, guru yang belum tersertifikasi, dan siswa di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo.
2. Tempat dan Peristiwa Tempat atau lokasi dan aktivitas penelitian merupakan salah satu jenis sumber data yang bisa dimanfaatkan oleh peneliti yang berkaitan dengan sasaran penelitiannya. Menurut H.B Sutopo (2002: 51), “Dari pengamatan pada peristiwa commit to user atau aktivitas, peneliti bisa mengetahui prosesnya bagaimana sesuatu terjadi secara lebih pasti, karena menyaksikan sendiri secara langsung”. Jadi melalui
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
pengamatan dan kajian terhadap guru yang telah tersertifikasi, maupun yang belum tersertifikasi dapat dijadikan sebagai sumber informasi, baik data utama maupun data penunjang yang diperlukan sebagai sumber informasi. Dengan demikian peneliti dapat memperoleh informasi yang berkaitan dengan pandangan dari para informan. Tempat yang digunakan sebagai penelitian adalah di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo. 3. Dokumen dan Arsip Dokumen atau arsip merupakan data yang tidak kalah pentingnya dalam penelitian kualitatif. H.B Sutopo (2002: 54) menjelaskan, “Dokumen dan arsip merupakan bahan tertulis yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu”. Dalam penelitian ini, dokumen yang digunakan berupa data-data jumlah guru yang tersertifikasi, serta aktifitas guru baik yang tersertifikasi maupun yang belum tersertifikasi di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo. Semua dokumen dan arsip yang dikumpulkan berkaitan dengan fokus penelitian. 4. Studi Pustaka Studi pustaka adalah cara memperoleh data dari sumber data yang berupa buku, dan jurnal yang berhubungan dengan masalah penelitian, sehingga diperoleh kelengkapan data. Studi pustaka dilakukan dibeberapa tempat, yaitu perpustakaan FKIP UNS, perpustakaan pusat UNS, dan perpustakaan lainnya yang mendukung dalam referensi yang berkaitan dengan implementasi sertifikasi guru.
D. Teknik Sampling (Cuplikan) Teknik pengambilan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive. Menurut Burhan Bungin (2008: 53), “Teknik purposive yaitu teknik mendapat sampel dengan memilih informan kunci yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data, serta lebih tepatnya ini dilakukan dengan sengaja”. Jadi, peneliti melakukan seleksi terhadap informan yang dianggap paling tahu dan commit to user cukup memahami tentang implementasi sertifikasi guru di SMAN 1 Nguter. Dalam penelitian ini informan kunci yaitu Kepala sekolah, guru yang telah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
tersertifikasi, guru yang belum tersertifikasi, dan siswa di SMAN 1 Nguter, sehingga dapat memberikan informasi dengan cara menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Menurut Patton yang dikutip dalam Sutopo (2002: 185) bahwa dengan teknik purposive, pemilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data. Penentuan informan dilakukan berdasarkan informasi yang diperoleh dari pandangan dan pengamatan peneliti yang dianggap paling tahu dan cukup memahami tentang permasalahan yang diangkat peneliti. Kemudian pandangan dan pengamatan tersebut dijadikan sebagai sumber data yang akan membantu dalam mengungkap permasalahan tentang implementasi sertifikasi guru dalam meningkatkan profesional guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo. E. Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan bentuk penelitian kualitatif dan jenis sumber data yang dimanfaatkan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi Langsung Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari jenis data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi dan benda. Marshall dalam Sugiyono (2005: 64) menyatakan bahwa “through observation, the researcher learn about behavior and the meaning attached to those behavior”. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut. Selain itu, James A. Black & Dean J. Champion (1992: 286) menyatakan observasi adalah mengamati (watching) dan mendengar (listening) perilaku seseorang selama beberapa waktu tanpa melakukan manipulasi atau pengendalian, serta mencatat penemuan yang memungkinkan atau memenuhi syarat untuk digunakan ke dalam tingkat penafsiran analisis. Kegiatan observasi dilakukan untuk memperoleh pemahaman mengenai proses dan tindakan suatu objek yang diteliti yaitu manusia, tempat dan situasi commit to user sosial. Sutopo (2002: 64) menjelaskan bahwa “teknik observasi digunakan untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
menggali data dari sumber data berupa peristiwa, tempat atau lokasi, benda dan rekaman gambar. Teknik observasi dalam penelitian ini adalah observasi berperan pasif. Menurut Spradley yang dikutip H.B Sutopo (2002: 185), “Observasi berperan pasif pada penelitian kualitatif disebut juga sebagai observasi langsung”. Observasi bisa dilakukan secara langsung dengan mengadakan pencatatan secara sistematis tentang keadaan yang sebenarnya dari objek yang diteliti. Pengumpulan data dengan cara peneliti terjun secara langsung ke lokasi penelitian untuk mengamati semua peristiwa atau aktivitas dari objek yang diteliti. Dalam penelitian ini observasi langsung dilakukan dengan melakukan pengamatan tentang aktivitas atau perilaku informan. Peneliti mengobservasi hal-hal yang berkaitan dengan penelitian yaitu tentang implementasi sertifikasi guru dalam meningkatkan profesional guru di SMA Negeri 1 Nguter, Sukoharjo. 2. Wawancara Mendalam (in-depth interviewing) Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui tatap muka dengan informan yang dapat memberikan keterangan kepada peneliti. Menurut Burhan Bungin (2008: 108) “Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan social yang relatif lama” Estenberg dalam Sugiyono (2005: 72) mendefinisikan wawancara sebagai berikut, “a meeting of two persons to exchange information and idea yhrought queation and responses, resulting in communication and joint construction of meaning about particular topic”. Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Tujuan wawancara mendalam to user (in-depth interview) adalah untukcommit menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
Pada dasarnya wawancara merupakan usaha menggali keterangan atau informasi dari orang lain. Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan secara tidak terstruktur atau sering disebut sebagai teknik ”wawancara mendalam”. Karena peneliti merasa ”tidak tahu apa yang belum diketahuinya”. Dengan demikian wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat ”open-ended”, yang mengarah kepada kedalaman informasi, serta dilakukan dengan cara yang tidak secara formal terstruktur, guna menggali pandangan subyek yang diteliti tentang implementasi sertifikasi guru dalam meningkatkan profesional guru di SMA Negeri 1 Nguter, Sukoharjo. Jadi, kedudukan peneliti dalam penelitian ini adalah partisipatif, artinya peneliti mencatat informasi yang diberikan oleh informan dan mendiskusikan informasi yang belum jelas tanpa memberikan pengaruh terhadap informan mengenai jawaban yang diberikan. Informan yang diwawancarai yaitu Wakil Kepala sekolah, guru yang telah tersertifikasi, guru yang belum tersertifikasi, dan siswa di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo. Fungsi utama dari wawancara adalah deskripsi dan eksplorasi. Deskripsi disini adalah informasi yang diperoleh dari wawancara bermanfaat dalam menetapkan pemahaman ke dalam lingkungan terbatas dari realitas sosial. Data yang diperoleh dari wawancara sangat berguna sebagai alat pengurai dan memperluas wawasan sosiologis terhadap fakta-fakta dari data yang ada. Sedangkan eksplorasi di sini adalah memberikan pemahaman dalam dimensi-dimensi yang belum tergali dari suatu topik. Jadi peneliti bertugas untuk mengeksplorasi tentang implementasi sertifikasi guru dalam meningkatkan profesional guru di SMA Negeri 1 Nguter, Sukoharjo. 3. Analisis Dokumen Dokumen dilakukan untuk mendapatkan fakta dan data. Sugiyono (2005: 82) menyatakan dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen commit to user berbentuk karya misalnya karya seni dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Sama halnya dengan Sutopo (2002: 54) yang mendefinisikan, “Dokumen atau data sekunder merupakan bahan tertulis yang berhubungan dengan sesuatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Ia merupakan rekaman tetapi juga berupa gambar atau benda peninggalan yang berkaitan dengan suatu aktivitas atau peristiwa tertentu”. Jadi, analisis dokumen dan arsip merupakan salah satu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan menganalisis dokumen dan arsip yang telah terkumpul guna melengkapi dan memperjelas hasil informasi observasi dan wawancara. Teknik analisis dokumen dapat berupa arsip-arsip yang relevan serta benda fisik lainnya. Dokumen dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data berdasarkan sumber-sumber yang berasal dari buku-buku, literatur, laporan, serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan penulisan, sehingga sangat penting dalam penelitian kualitatif sebagai sumber data. Dokumen lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah catatan atau rekaman wawancara dan juga foto, yang dilakukan kepada wakil kepala sekolah, guru yang tersertifikasi, guru yang belum tersertifikasi, siswa juga aktivitas atau cara mengajar guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo. F. Validitas Data Dalam penelitian kualitatif, data atau informasi yang berhasil dikumpulkan perlu dikaji kebenarannya. Oleh karena itu, setelah data terkumpul lalu diadakan pemeriksaan keabsahannya atau validitas data. Validitas data adalah pengujian data dalam penelitian agar dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Guna menjamin dan mengembangkan validitas data dalam penelitian ini, maka teknik pengembangan validitas data yang digunakan adalah trianggulasi data: Triangulasi Triangulasi data diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Menurut Moleong (2001: 178) “Triangulasi adalah teknik pemeriksaan commit to user keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”. Artinya bahwa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
data yang diperoleh akan diuji keabsahannya dengan cara mengecek kepada sumber lain sehingga dihasilkan suatu kebenaran. Selanjutnya Mathinson dalam Sugiyono (2005: 85) mengemukakan bahwa “The value of triangulation lies in providing evidence-whether convergent, inconsistent, or concracdictory”. Nilai dari teknik pengumpulan data dengan triangulasi adalah untuk mengetahui data yang diperoleh convergent (meluas), tidak konsisten atau kontradiksi. Triangulasi merupakan teknik yang didasarkan pola pikir fenomenologis yang bersifat multiperspektif, artinya untuk menarik kesimpulan yang mantap diperlukan tidak hanya satu cara pandang, tetapi dibutuhkan beragam pandangan. Dengan kata lain triangulasi merupakan pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau berbagai perbandingan terhadap data. Dengan menggunakan triangulasi, maka hasil penelitian dapat ditingkatkan dan dijamin validitasnya. Menurut Patton dalam H.B Sutopo (2002: 78) menyatakan ada empat teknik triangulasi: a. Triangulasi data Teknik triangulasi data (triangulasi sumber) merupakan cara peningkatan validitas yang dilakukan dengan menggunakan beberapa sumber data untuk mengumpulkan data yang sama. Triangulasi sumber memanfaatkan jenis sumber data yang berbeda untuk menggali data yang sejenis tekanannya pada perbedaan sumber data, bukan pada teknik pengumpulan data, cara menggali data dari sumber yang berbeda-beda dan data yang didapat bisa lebih teruji kebenarannya. b. Triangulasi peneliti Triangulasi peneliti adalah pengumpulan data yang sama dilakukan oleh beberapa peneliti. Hasil penelitian baik data ataupun simpulannya bisa diuji validitasnya oleh beberapa peneliti. c. Triangulasi metodologis Triangulasi metodologis dilakukan dengan mengumpulkan data sejenis, commit to user tetapi dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda-beda penekanannya adalah penggunaan metode pengumpulan data
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
yang berbeda terhadap sumber data yang sama untuk menguji kemantapan informasinya. d. Triangulasi teoritis Triangulasi teori dilakukan dengan melakukan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas dalam permasalahan yang dikaji, datanya dianalisis dengan menggunakan beberapa perspektif yang berbeda-beda. Sedangkan menurut Sugiyono (2005: 125-128) triangulasi dibagi menjadi tiga: a. Triangulasi sumber Triangulasi sumber untuk mengkaji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. b. Triangulasi teknik Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. c. Triangulasi waktu Waktu sering juga mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara dipagi hari, siang atau malam akan mempengaruhi data yang dihasilkan. Misalnya teknik wawancara yang diambil dipagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah, dapat memberikan data yang lebih valid. Dalam penelitian ini menggunakan triangulasi sumber dan teknik. Triangulasi sumber yaitu dengan mewawancarai informan yang mengetahui permasalahan yang diteliti, yaitu wakil kepala sekolah, guru yang tersertifikasi, guru yang belum tersertifikasi, dan siswa di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo. Serta menggunakan berbagai literatur yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Sedangkan triangulasi teknik dalam penelitian ini dengan menggunakan metode observasi langsung, wawancara mendalam, dan dokumentasi yang berkaitan dengan implementasi sertifikasi guru dalam meningkatkan profesional guru di commit to user SMA Negeri 1 Nguter, Sukoharjo.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
G. Analisis Data Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban data yang diwawancarai dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu diperoleh data yang dianggap kredibel. Miles dan Huberman (1992: 20) mengemukakan, “Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh”. Ada dua model pokok dalam melaksanakan analisis data di dalam penelitian kualitatif, yaitu model analisis jalinan mengalir (flow model of analysis) dan model analisis interaktif (interaktif model of analysis). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model analisis interaktif yang meliputi empat komponen, yaitu pengumpulan data, reduksi data (reduction), sajian data (display) dan verifikasi data atau penarikan kesimpulan (conclusion drawing). Keterkaitan empat komponen itu dilakukan secara interaktif dengan proses pengumpulan data yang dilakukan secara kontinyu, sehingga proses analisis merupakan rangkaian interaktif yang bersifat siklus. Selanjutnya model interaktif dalam model analisa data ditunjukkan pada gambar berikut:
Pengumpulan data (Data collection)
Sajian Data (Data Display)
Reduksi Data (Data Reduction) commit to user
Penarikan simpulan/ verifikasi (Conclusions: Drawing/ verifying)
Gambar 3.1 Analisis data model interaktif
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Adapun tahap analisis interaktif adalah sebagai berikut: 1. Pengumpulan Data Dalam penelitian ini data diperoleh dari berbagai sumber, antara lain dari buku-buku yang relevan, informasi dari sumber, peristiwa serta observasi dilapangan. Sedangkan pengumpulan data melalui teknik observasi secara langsung, wawancara mendalam (in-depth interviewing) dan dokumentasi. 2. Reduksi Data (Reduction) Tahap ini merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data kasar yang terdapat field note. Dengan reduksi data, data kualitatif dapat disederhanakan dan ditransformasikan dalam berbagai cara, seperti melalui seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian singkat, menggolongkan dalam suatu uraian yang lebih luas, abstraksi data kasar dari field note. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian, baik sebelum atau sesudah pengumpulan data. Reduksi data berlangsung sejak peneliti mengambil keputusan tentang kerangka kerja konseptual, pemilihan kasus, menyusun pertanyaan penelitian, sampai pada proses verifikasi data. Pada saat reduksi data, peneliti menentukan beberapa informan untuk mendiskripsikan implementasi sertifikasi guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dan mendeskripsikan sertifikasi guru dalam meningkatkan profesional guru. Selain itu, peneliti juga mendapatkan data dari buku-buku yang relevan dengan masalah penelitian. 3. Sajian Data (Display) Sajian data dilakukan dengan merangkai data atau informasi yang telah direduksi dalam bentuk narasi atau kalimat, gambar atau skema, maupun tabel yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data ini merupakan rangkaian kalimat yang disusun secara logis dan sistematis, sehingga bila dibaca akan mudah dipahami mengenai berbagai hal yang terjadi dalam penelitian, yang memungkinkan peneliti untuk melakukan sesuatu pada analisis atau tindakan lain berdasarkan pemahaman tersebut. commit to user Pada awal pengumpulan data sampai penyajian data, peneliti melakukan pencatatan dan membuat pernyataan untuk membuat kesimpulan. Penyajian data
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
dalam penelitian ini diperoleh melalui pengamatan langsung (observasi) dan wawancara mendalam (in-depth interview). Adapun penyajian data untuk mendeskripsikan bagaimana implementasi sertifikasi guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dan mendeskripsikan sertifikasi guru dalam meningkatkan profesional guru. 4. Verifikasi Data atau Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing) Penarikan kesimpulan merupakan rangkaian pengolahan data yang berupa gejala kasus yang terdapat di lapangan. Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai waktu proses pengumpulan data berakhir. Kesimpulan harus diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Untuk itu peneliti melakukan aktivitas pengulangan untuk tujuan pemantapan, penelusuran data kembali, melihat lagi field note sehingga kesimpulan penelitian menjadi kokoh dan lebih bisa dipercaya.
H. Prosedur Penelitian H.B Sutopo (2002: 187-190) menyatakan “prosedur penelitian adalah rangkaian tahap demi tahap kegiatan penelitian dari awal sampai akhir penelitian”. Prosedur penelitian yang dilakukan meliputi empat tahap, yaitu: persiapan, pengumpulan data, analisis data, dan penyusunan laporan penelitian. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut: 1. Persiapan a. Mengajukan judul penelitian kepada pembimbing. b. Mengumpulkan bahan atau sumber, materi atau referensi yang dibutuhkan dalam penelitian. c. Menyusun proposal penelitian. d. Mengurus perijinan penelitian e. Menyiapkan instrument penelitian dan alat observasi. 2. Pengumpulan Data (Observasi) a. Pengumpulan data yang dilakukan dengan metode observasi langsung, commit to user wawancara mendalam, dan dokumentasi.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
b. Melakukan review dan pembahasan beragam data yang telah terkumpul dengan melaksanakan refleksinya. c. Membuat field note. d. Memilah dan mengatur data dengan memperhatikan semua variable yang tergambar dalam kerangka berfikir. 3.
Analisis Data
a. Menentukan teknik analisis data yang tepat sesuai dengan proposal penelitian. b. Melakukan analisis awal. c. Mengembangkan sajian data dengan analisis lanjut kemudian di rechek dengan temuan di lapangan. d. Melakukan verifikasi, pengayaan, dan pendalaman data. e. Merumuskan simpulan akhir sebagai temuan penelitian. 4.
Penyusunan Laporan Penelitian
a. Penyusunan laporan awal. b. Review laporan, yaitu mendiskusikan laporan yang telah disusun dengan orang yang cukup memahami penelitian c. Melakukan perbaikan laporan. d. Penyusunan laporan akhir.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV SAJIAN DATA DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Wilayah Penelitian
1. Sejarah dan Perkembangan SMAN 1 Nguter, Sukoharjo SMAN 1 Nguter, Sukoharjo berdiri pada tahun 1996 Berdasarkan Surat Keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 13a/D/1998. Saat awal berdiri SMAN 1 Nguter, Sukoharjomemiliki 12 lokal kelas, jumlahnya bertambah dan kini jumlah lokal kelas terdapat 15 lokal. Berdasarkan SK akreditasi terakhir Ma.006514 tanggal 29 September 2009 SMAN 1 Nguter, Sukoharjomendapat Akreditasi sekolah B dan Status sekolah PraSSN (Prasekolah Standart Nasional). Awal berdirinya SMAN 1 Nguter, Sukoharjo memang kurang diminati oleh siswa lulusan SMP, namun melihat prestasi sekolah yang terus meningkat kini SMAN 1 Nguter, Sukoharjo banyak diminati oleh siswa lulusan SMP. Jika dilihat dari segi output siswa memang SMAN 1 Nguter, Sukoharjo kalah jika disbanding dengan SMA 1 Sukoharjo, tapi dari segi proses SMAN 1 Nguter, Sukoharjo mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini terbukti dengan jumlah lulusan yang diterima di perguruan tinggi negeri tiap tahun jumlahnya terus bertambah. 2. Deskripsi Geografis SMA N 1 Nguter, Sukoharjo Secara geografis SMAN 1 Nguter, Sukoharjo beralamatkan di desa Nguter, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo, kode pos 57571.
Adapun batas-batas
wilayah SMAN 1 Nguter, Sukoharjo sebelah barat berbatasan dengan pasar Nguter. Bagian timur berbatasan dengan Desa Nguter, Bagian Utara berbatasan dengan stasiun Nguter. Sedang sebelah selatan berbatasan dengan desa Tumpaksari. Melihat kondisi geografis, letak
SMAN 1 Nguter, Sukoharjo cukup potensial karena
lingkungan sekitar SMAN 1 Nguter, Sukoharjo hening dan jauh dari keramaian serta commit to user 53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
lalu lintas kendaraan sehingga lebih potensial dan kegiatan belajar mengajar dapat fokus. 3. Deskripsi Demografis SMA N 1 Nguter, Sukoharjo Untuk tahun ajaran 2010/2011 di SMAN 1Nguter memiliki jumlah siswa sebagai berikut. Kelas X terdiri dari 101 siswa dengan rincian 65 siswa laki-laki dan 136 siswa perempuan. Kelas XI terdiri dari dua jurusan yaitu IPA dan IPS, untuk IPA jumlah siswa 80 siswa laki-laki 12, siswa perempuan 68, sedangkan IPS jumlah siswa 107 siswa laki-laki 47, siswa perempuan 60. Kelas XII juga terdiri dua jurusan yaitu IPA dan IPS, untuk IPA jumlah siswa 77, siswa laki-laki 23, siswa perempuan 54, sedangkan IPS jumlah siswa 104, siswa laki-laki 41, siswa perempuan 63. Jadi jumlah siswa keseluruhan siswa laki-laki 188 dan siswa perempuan 381. Jumlah siswa secara keseluruhan 569. Sedang jumlah guru bidang studi ada 51 orang. Untuk tenaga tata usaha 11 orang. SMAN 1Nguter memiliki 3 tingkatan kelas. Kelas X terdiri dari 5 kelas yaitu kelas X 1- X 5. Kelas XI terdiri dari 5 kelas terdiri dua jurusan yaitu IPA dan IPS. IPA terdiri dua kelas yaitu kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2, sedangkan IPS terdiri tiga kelas yaitu kelas XI IPS 1- XI IPS 3. Sedang kelas XII terdiri dari 5 kelas terdiri dua jurusan yaitu IPA dan IPS. IPA terdiri dua kelas yaitu kelas XII IPA 1 dan XII IPA 2, sedangkan IPS terdiri tiga kelas yaitu kelas XII IPS 1XII IPS 3. Masing-masing kelas memiliki wali kelas yang berasal dari guru bidang studi. Wali kelas bertanggungjawab atas kelas yang diampu. 4. Keadaan Lingkungan Sekolah Kondisi Lingkungan di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo meliputi: 1) Kebersihan Kebersihan lingkungan di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo sudah baik. Hal ini dapat dilihat dari kondisi kelas, halaman sekolah dan tempat-tempat lain. Siswa bertanggungjawab terhadap kebersihan kelasnya masing-masing. Sikap tanggung jawab itu dapat ditunjukkan dengan adanya pembagian jadwal tiap-tiap kelas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
Sedangkan penjaga sekolah bertanggung jawab atas kebersihan tempat-tempat umum seperti kamar mandi, aula, dan halaman sekolah dan juga lain-lain. 2) Kerapian Kerapian di SMAN 1 Nguter, sukoharjo dapat dilihat dari tempat parkir sepeda siswa yang ditata dengan rapi. Tempat parkir kendaraan guru terpisah dengan tempat siswa. Kerapian juga dapat dilihat pada pengaturan taman. Seragam sekolah merupakan bentuk kerapian yang terlihat dari SMAN 1 Nguter, Sukoharjo karena untuk menegakkan kedisiplinan juga siswa wajib memakai seragam yang rapi, lengkap dan sopan. 3) Ketenangan Letak SMAN 1 Nguter, Sukoharjo yang berada ditepi kota cukup strategis untuk menunjang suasana belajar yang kondusif karena lumayan jauh dari kebisingan suara kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya. 4) Keamanan Kondisi keamanan di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo cukup baik. Hal ini dapat dilihat adanya penjagaan oleh penjaga sekolah. Dan dalam kasus kehilangan cukup kecil, karena di sekolah siswa dilarang membawa HP, perhiasan berlebih dan uang berlebih, sehingga menekan jumlah kasus kehilangan yang terjadi pada siswa. 5) Ketertiban Secara umum, ketertiban di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo sudah berjalan dengan baik. Hal ini ditunjukkan oleh siswa-siswa yang tertib mengenakan seragam yang sesuai dengan mestinya. Untuk hari Senin danSelasa siswa menggunakan seragam OSIS. Untuk hari Rabu dan Kamis menggunakan seragam batik sedangkan untuk hari jum’at dan sabtu menggunakan seragam pramuka. Ketertiban SMAN 1 Nguter, Sukoharjo juga dapat dilihat dari kedatangan siswa, siswi, guru dan juga karyawan. Mereka datang sebelum bel masuk. Sementara kondisi Fisik SMAN 1 Nguter, Sukoharjo secara umum keadaan SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam keadaan baik dan memenuhi syarat sebagai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
tempat berlangsungnya proses pembelajaran disamping tanahnya yang luas didukung dengan persediaan ruang-ruang kegiatan yang mendukung fasilitas belajar mengajar. Luas tanah secara keseluruhan adalah 5525 m2, yang terdiri dari 3769 m2 merupakan luas bangunan sedang luas halaman dan taman 660m2. Selain itu sekolah ini juga ditunjang dengan sarana fisik maupun sarana non fisik yang adapat mendukung kegiatan belajar mengajar. 5. Visi dan Misi SMA N 1 Nguter, Sukoharjo
Visi: Terwujudnya warga sekolah yang ”mantap dalam imtaq, berprestasi, terampil, tertib dan mandiri” Misi: 1. Melaksanakan usaha peningkatan kualitas keimanan dan ketaqwaan bagi segenap warga sekolah. 2. Menyelenggarakan pendidikan yang berakar pada nilai-nilai agama serta berorientasi pada perkembangan ilmu pengetahuan, tehnologi dan seni 3. Menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang praktis, aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. 4. Mengembangkan potensi tenaga pendidik dan peserta didik agar memiliki kecerdasan intelektual, sosial, emosional dan spiritual yang mantap dan berimbang 5. Mengelola keuangan dan administrasinya secara tertib, benar, transparan dan akuntabel 6. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan secara bertahap, terencana dan berkesinambungan 7. Mengembangkan kemampuan pendidik dan tenaga kependidikan dalam hal kualifikasi, kompetensi dan profesionalisme 8. Membekali peserta didik dengan pendidikan kecakapan hidup yang memadai.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
6. Pembagian Tugas Guru Penunjang SMAN 1 Nguter, Sukoharjo
KOMITE SEKOLAH
KEP. SEKOLAH
KEP. TATA USAHA
Drs. HARMANI, M.
Drs. SARWOKO
SUPARDO, S.Pd
Hum
NIP. 19570727 199303 1
NIP. 19670120 199103 1
003
004
WAKASEK
WAKASEK KURIKULUM
KESISWAAN
SUNARYO, S.Pd
JAKA SANTOSA, NIP. 19690429 199802 1 003
S.Pd NIP. 19690411 199802 1 002
WAKASEK HUMAS
WAKASEK SARPRAS
Dra. RINI
Drs. PRIHARNO
WAHYUNINGSIH
NIP. 19620616 199003 1 005
NIP. 19610415 198803 2 002
KA.
KA. LAB. IPA
KA. LAB.
PERPUSTAKAAN
SUKARMIN, S.Pd
KOMPUTER
Drs. KARJONO NIP. 19590503 199512 1 001
NIP. 19700608 199802 1 003 B.
PARYANTO, S.Pd NIP. 19700718 199802 1 002
Gambar 4.1 Bagan Pembagian Tugas Guru Penunjang SMAN 1 Nguter, Sukoharjo
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
C. Deskripsi Penelitian Lapangan Dalam penelitian ini, deskripsi dan analisis penelitian dimaksudkan untuk menyajikan data yang ditemukan sesuai dengan pokok permasalahan yang akan dikaji yaitu implementasi sertifikasi guru dalam usaha meningkatkan profesionalisme guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo, mengetahui kendala-kendala yang dihadapi guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam implementasi sertifikasi guru dan untuk mengetahui usaha SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam mengatasi kendala-kendala yang timbul.
I. Implementasi sertifikasi guru dalam usaha meningkatkan profesionalisme guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo SMAN 1 Nguter, Sukoharjo merupakan salah satu SMA di Sukoharjo dimana sebagian besar guru telah tersertifikasi. Sertifikasi guru merupakan suatu kebijakan dari pemerintah dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen, dikemukakan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sedangkan sertifikat pendidik adalah bukti formal
sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen
sebagai tenaga profesional. Kebijakan sertifikasi guru membawa dampak dalam kehidupan sosial, begitu pula di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo. Di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo sendiri awal guru tersertifikasi tahun 2007 sejumlah 1 orang, kemudian tahun 2008 sejumlah 2 orang, tahun 2009 sejumlah 13 orang, dan untuk tahun 2010 sejumlah 4 orang. Sehingga jumlah guru yang tersertifikasi di SMA tersebut sejumlah 20 orang dari 36 guru. Sertifikasi guru sebagai sertifikat pendidik memang cukup penting dalam profesi guru. Karena lewat sertifikat tersebut guru disebut guru yang profesional ketika tersertifikasi. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh salah satu informan berikut: “Sertifikasi guru yaitu sertifikasi guru semacam sertifikat untuk menunjukkan bahwa guru itu profesional.” (W/SN/15/06/2011)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
Pernyataan Pak SN menunjukkan bahwa sertifikasi guru bertujuan untuk membentuk guru yang profesional, bukti profesional tersebut ketika telah memiliki sertifikat mengajar. Sertifikat tersebut juga berarti penghargaan yang diberikan kepada seorang guru. Pernyataan tersebut senada dengan pendapat Pak YL yang menyatakan bahwa sertifikasi guru adalah: “Sertifikasi merupakan penghargaan yang diberikan pada seorang guru untuk meningkatkan kinerjanya menjadi guru yang profesional.” (W/YL/15/06/2011) Menurut Pak YL sertifikasi adalah sebuah penghargaan yang diberikan pada seorang guru untuk meningkatkan kinerjanya menjadi guru yang profesional. Profesional disini diartikan bahwa guru tersebut mampu mengemban dan menjalankan tugas sebagai pendidik dengan penuh tanggung jawab. Bahwa guru yang profesional harus meningkatkan kinerjanya. Seperti yang diungkapkan salah satu informan berikut: “Sertifikasi yaitu suatu pengakuan untuk kompetensi guru sehingga guru dapat meningkatkan profesional dan kinerja guru” (W/PY/16/08/2011) Jadi dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik untuk meningkatkan profesional guru. Sertifikat pendidik tersebut bukanlah satu-satunya jaminan seorang guru dikatakan guru yang profesional. Namun, bagi pemerintah melalui test dan syarat-syarat tertentu, guru yang telah tersertifikasi dapat dikatakan guru tersebut telah profesional. a. Kebijakan Sertifikasi Guru di SMA N 1 Nguter Di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dapat dikatakan sebagian besar guru telah tersertifikasi. Dari 36 guru yang masuk dalam data kepegawaian, 20 diantaranya telah tersertifikasi. Dalam penyelenggaraannya
kebijakan sertifikasi guru ternyata
memunculkan berbagai macam tanggapan. Bagi guru yang tersertifikasi tentu mereka setuju dengan kebijakan tersebut karena bagi guru yang tersertifikasi mendapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
tunjangan sebesar satu kali gaji pokok, di luar gaji itu sendiri. Namun, bagi sebagian guru yang belum tersertifikasi ada yang merasa bahwa sertifikasi tidak seimbang antara kinerja dengan penghasilan yang didapatkan. Mengenai kebijakan sertifikasi guru, sebagian besar guru setuju dengan adanya kebijakan tersebut. Bagi sebagian guru yang tersertifikasi dengan adanya sertifikasi guru semakin profesional, dan ada upaya peningkatan kualitas dari masingmasing guru. Sebagian besar guru menilai bahwa guru yang tersertifikasi cenderung lebih disiplin dan cara mengajar yang lebih variatif. Hal tersebut senada dengan pendapat Bu MW: “Bagus, kerena guru lebih profesional sehingga dalam mengajar juga bagus, sehingga output siswa juga bagus. Perbedaannya variasi mengajar berbeda, banyak yang menggunakan media seperti laptop. Untuk anak hasilnya lebih bagus, anak lebih senang dalam belajar. Selain itu mereka lebih disiplin mungkin karena sudah tersertifikasi dan sudah menerima tunjangan jadi lebih disiplin.” (W/MW/16/08/2011) Menurut Bu MW beliau setuju kebijakan sertifikasi guru. Dengan adanya sertifikasi guru, guru lebih profesional dan output siswa juga bagus. Meskipun Bu MW belum tersertifikasi namun beliau merasa guru yang tersertifikasi lebih variatif dalam metode mengajar dan media yang digunakan, misalnya menggunakan LCD dan laptop, sehingga anak-anak lebih senang dan lebih tertarik untuk belajar. Selain itu guru yang tersertifikasi juga lebih disiplin dalam mengajar. Hal tersebut merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas bagi guru yang tersertifikasi. Pernyataan tersebut senada dengan pendapat Pak SN yang mengatakan: “Saya sangat setuju dengan adanya kebijakan sertifikasi guru, menurut saya dengan adanya sertifikasi guru semakin profesional, dan ada upaya peningkatan kualitas dari masing-masing guru, selain itu juga peningkatan penghasilan yaitu ada tunjangan sertifikasi itu. Dan yang paling penting yaitu peningkatan kualitas pendidikan secara umum.” (W/SN/15/06/2011). Dari pendapat tersebut Pak SN setuju dan dengan adanya sertifikasi guru semakin profesional, menurut Bu SB yang dimaksud dengan profesional yaitu:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
“Tujuan sertifikasi yaitu guru menjadi professional, menurut saya profesionalisme guru itu apa yang menjadi tugas dari profesi guru yang berkaitan dengan mengajar itu dipenuhi juga tanggung jawab, selain itu juga melingkupi aspek pedagogis, aspek sosial ya semacam itu.” (W/SB/8/10/2011) Upaya peningkatan kualitas dilakukan dari masing-masing guru, selain itu juga peningkatan penghasilan yaitu ada tunjangan sertifikasi itu. Tidak dipungkiri pada hal tersebut akan menuju pada peningkatan kualitas pendidikan secara umum. Pernyataan Pak SN juga diperkuat oleh Bu SR yaitu: “Saya setuju dengan sertifikasi guru karena untuk melatih disiplin dalam aktifitas dan tugas guru, dan karena kita sudah menerima tunjangan sertifikasi jadi tugas kita tidak terlepas hanya sampai disitu saja, kita harus meningkatkan disiplin kinerja dan tugas kita.” (W/SR/15/06/2011) Bu SR merasa bahwa sertifikasi guru meningkatkan kedisiplinan dalam aktifitas dan tugas guru. Menurut beliau setelah tersertifikasi berarti peran guru dalam kedisiplinan dan kinerja guru harus ditingkatkan. Namun sebagian guru ada pula yang tidak setuju dengan kebijakan sertifikasi guru. Sebagian merasa bahwa sertifikasi kurang signifikan dalam membentuk profesional guru, tidak semua guru yang tersertifikasi dikatakan profesional. Seperti yang dikemukakan salah seorang informan berikut: “Menurut saya sertifikasi guru bagus, tetapi tidak signifikan hanya penghasilan saja yang meningkat, tetapi belum dikatakan profesional, karena masih sama saja. Gimana ya mbak pokoknya belum signifikan cara mengajarnya kebanyakan masih sama” (W/SF/15/06/2011). Pendapat Pak SF memperkuat pendapat Pak AW bahwa sebagian guru yang tersertifikasi masih menggunakan metode mengajar yang sama. Dan menurut beliau guru yang sudah tersertifikasi belum sepenuhnya dikatakan guru yang profesional. Ada pula yang kurang setuju dengan kebijakan tersebut. Berikut pernyataan beliau: “Saya kurang setuju dengan kebijakan tersebut karena kalo untuk meningkatkan pendidikan ini tidak tepat sasaran. Seharusnya peningkatan pendidikan itu fasilitas, kalo untuk kesejahteraan guru, sebaiknya guru gajinya naik sesuai dengan lamanya mengajar dan sesuai dengan golongannya bukan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
tunjangan sertifikasi. Kalo seperti ini justru yang tidak tersertifikasi mendapat beban yang lebih akhirnya untuk memenuhi 24 jam/minggu harus mengambil jam guru mapel lain yang sama dan dampaknya siswa mendapat guru yang bukan bidangnya yang sesuai. Kalo bukan bidangnya guru harus belajar lagi dengan usia yang sudah sepuh dan beban hidup yang lebih berat kebanyakan tidak konsen.” (W/NM/16/08/2011) Bu NM kurang setuju dengan kebijakan tersebut, menurut beliau untuk meningkatkan kualitas pendidikan dapat dilakukan dengan menyediakan fasilitasfasilitas untuk guru misalnya pelatihan-pelatihan yang dapat menambah pengetahuan guru, juga melengkapi sarana prasarana mengajar yang masih kurang. Pendapat Bu NM diperkuat oleh Pak SW, selaku kepala TU, beliau merasa dalam prakteknya sertifikasi guru banyak terdapat kekurangan. Berikut tanggapan beliau: “Tanggapan saya mengenai kebijakan sertifikasi dari pemerintah bagus untuk meningkatkan kualitas guru, tapi dalam prakteknya dilapangan banyak negatifnya. Seperti misalnya jam mengajar 24 jam/minggu, itu banyak yang tidak terpenuhi tarus direkayasa, misalnya bidangnya matematika mengajar mapel lain misalnya agama. Itu kan nggak boleh karena dalam aturannya kan harus bidangnya.” (W/SW/10/10/2011) Dari pendapat informan dapat disimpulkan bahwa sebagian besar guru setuju dengan kebijakan sertifikasi guru dengan alasan bahwa sertifikasi guru membentuk karakter guru untuk lebih disiplin dan meningkatkan kinerja serta tugas guru sehingga akan menciptakan guru yang profesional, meningkatkan kesejahteraan guru dan meningkatkan mutu atau kualitas pendidikan. Namun, bagi sebagian guru khususnya yang belum tersertifikasi, menganggap bahwa sertifikasi guru kurang signifikan, karena beberapa guru masih menggunakan metode mengajar yang sama. Dan untuk meningkatkan kualitas pendidikan atau profesional guru dapat dilakukan dengan cara lain seperti pelatihan-pelatihan, seminar, atau juga melengkapi sarana-prasarana penunjang pembelajaran. b. Implementasi kebijakan sertifikasi guru Untuk melihat implementasi sertifikasi guru yang profesional dapat dilihat dari persiapan atau perencanaan guru sertifikasi sebelum mengajar, proses
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi atau penilaian yang dilakukan guru setelah mengajar, dari hal tersebut dapat dilihat sejauh mana perubahan guru yang tersertifikasi dalam profesionalisme guru. Dalam penelitian ini implementasi yang dibahas adalah implementasi sertifikasi guru untuk mengetahui sejauh mana profesional guru bagi guru yang tersertifikasi. Jadi pembahasan mengenai implementasi sertifikasi guru yaitu mengenai persiapan guru sebelum mengajar, proses pembelajaran, dan evaluasi yang dilakukan guru setelah mengajar. 1) Persiapan/perencanaan Sebelum melaksanakan pembelajaran tentunya seluruh komponen yang ada harus mempersiapkan terlebih dahulu. Baik guru, murid, sekolah juga sebaiknya mempersiapkan terlebih dahulu. Berikut ini beberapa pendapat mengenai persiapan di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo. Guru merupakan personal yang paling merasakan dampak dari perubahan kebijakan ini. Karena guru merupakan personal yang harus menyampaikan materi kepada peserta didik. Kesiapan guru dalam memberikan materi pelajaran sangat menentukan tingkat keberhasilan pembelajaran. Dalam persiapan ini dari baik dari guru tersertifikasi dan nonsertifikasi melakukan persiapan yang sama. Berikut beberapa pendapat guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo mengenai persiapan yang dilakukan mereka: Pak YL berpendapat, Sebelum memberikan pelajaran dia mempersiapkan terlebih dahulu. Berikut penuturan Pak YL, Sebelum memberikan pelajaran yang saya lakukan adalah mempersiapkan apa yang akan saya berikan besok. Paling tidak kita tahu, kemudian dengan menggunakan model apa. Misal saja sosiologi bagian integrasi misal penyimpangan sosial saya lihat dulu RPP nya dan saya lihat dulu silabusnya. Kemudian pagi siap mengajar. (W/YL/08/10/2011). Pendapat di atas diperkuat dengan pendapat Bu SB: Karena guru itu didepan kelas. Kalau materi enggak siap, ya pengelolaan kelas hancur. Makanya harus paham seorang guru itu. Pokoknya harus siap. Materi itu banyak tapi diusahakan jangan duduk dan baca buku di depan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
kelas. Harus keliling, jadi ada anak yang memperhatikan atau tidak memperhatikan akan jelas. Pemahaman materi itu kunci. Memahami harus semua. (W/JSR/08/10/2011) Dari pernyataan di atas disebutkan bahwa guru harus mempersiapkan materi terlebih dahulu. Guru harus menguasai materi, jangan sampai di depan kelas guru masih membuka-buka buku. Pemahaman dari seorang guru itu adalah kunci. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan dari Bu MW: Jangan sampai guru tidak memahami materi dan hanya membuka-buka buku neng ngarepe bocah (di depan siswa) itu nanti kan anak kurang respect, jadi harus memahami materi dengan baik sebelum mengajar. (W/MW/16/08/2011) Kesiapan guru sebelum mengajar di depan kelas akan terlihat ketika guru itu menyampaikan materi. Guru yang sering membuka buku di depan kelas akan terlihat tidak siap dalam memberikan materi. Dari situ tercermin kepahaman guru atau penguasaan guru dalam memberikan materi. Ketika guru mampu dan siap memberikan materi maka siswa akan menghargai guru tersebut. Jika tidak akibatnya adalah sebaliknya. Maka dari itu guru wajib belajar terlebih dahulu. Selain belajar materi yang akan diberikan, guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo akan terbantu dengan silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah dibuat. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan silabus dibuat untuk satu tahun ajaran. Untuk silabus memang sudah di buat oleh Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) kota, tetapi guru juga wajib mengembangkannya. Selain silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) juga. Di dalam silabus yang diobservasi oleh peneliti terdapat pemetaan kompetensi dasar dan penentuan topik dan tema. Selain itu juga terdapat penjabaran kompetensi dasar ke dalam indikator. Meskipun kadang dalam praktiknya pembelajaran tidak sesuai dengan teori yang sudah disusun dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), tetapi sudah ada usaha dari guru untuk merencanakan pembelajaran. Yang terpenting guru memahami materi, mampu mengelola kelas dan inovatif dalam pembelajaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
Persiapan yang dilakukan anak didik atau siswa dalam mengikuti pelajaran juga ada. Beberapa informan dari siswa menyatakan bahwa mereka kadang-kadang untuk mempersiapkan diri ketika akan menghadapi pelajaran. Belajar yang mereka lakukan hanya ketika menghadapi ulangan atau ujian serta ketika ada tugas atau Pekerjaan Rumah (PR). Berikut ini pernyataan dari siswa TY: “Saya belajarnya kalo subuh sama kalo mau ulangan, tapi kebanyakan ya nggak belajar mbak kalo hari-hari biasa, hehehe.” (W/TY/16/08/2011) Sedangkan RZ menyatakan sebagai berikut : “Sebelum pelajaran saya biasa belajar. Misal les, belajar dirumah, merangkum materi, dan mengerjakan PR. (W/TY/16/08/2011) Tetapi juga ada siswa yang kadang-kadang belajar bahkan ada pula yang tidak mempersiapkan sama sekali. Seperti yang yang diungkapkan oleh TN dan AG yang keduanya merupakan siswa kelas XI IPS 1. “sebelum pelajaran kadang belajar kadang enggak”. (W/AG/26/07/2011). Sedang TN tidak pernah belajar ketika akan menghadapi pelajaran. “Kalau mau pelajaran jujur mbak saya enggak pernah belajar sebelumnya, hehehe”(W/TN/26/07/2011) Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kesiapan siswa dalam menghadapi pembelajaran berbeda-beda. Hal ini juga akan menentukan kepahaman siswa terhadap materi yang akan dipelajari. Jadi bisa dikatakan kemampuan siswa dalam menyerap materi berbeda-beda. Tergantung juga dengan kesiapan yang siswa lakukan. Jadi persiapan dan perencanaan untuk menghadapi pembelajaran dilakukan oleh guru, siswa dan sekolah sendiri. Guru lebih menyiapkan tentang materi yang akan diajarkan. Kuncinya adalah guru memahami dan menguasai materi dan metode pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa. Guru juga mempersiapkan pengembangan silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), agar bisa dijadikan sebagai pedoman atau garis besar rencana pembelajaran. Selain itu guru
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
juga menyiapkan Prota (program tahunan), Promes (Program semester) dan prosedural KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) seperti yang diberikan oleh salah seorang informan kepada peneliti. Dari pihak sekolah sendiri persiapan yang dilakukan adalah menyediakan sarana dan prasarana. Meskipun untuk saat ini belum optimal karena baru pengadaan buku diktat, tetapi sekolah tetap mengusahakan pengadaan sarana multimedia untuk pembelajaran. Kesiapan dari siswa sendiri dalam menghadapi pembelajaran sangat bervariasi. Jadi kesiapan siswa berbeda-beda untuk mengikuti pembelajaran ini. Ada siswa yang sudah aktif untuk melakukan pembelajaran secara mandiri, namun juga ada siswa yang jarang atau bahkan tidak pernah belajar ketika akan mengikuti pembelajaran. Dari kesiapan ketiganya baik pihak guru, siswa maupun sekolah akan mempengaruhi keberhasilan pembelajaran. 2)
Proses Pelaksanaan Inti dari implementasi adalah bagaimana bisa menerapkan konsep atau ide
dalam suatu proses pelaksanaan. Dalam penelitian ini tentunya ditekankan pada proses pelaksanaan pembelajaran dari guru yang telah tersertifikasi. Dalam pembahasan proses pelaksanaan, peneliti menitiktekankan pada metode pengajaran yang digunakan oleh guru tersertifikasi. Selain itu juga langkah-langkah pembelajaran terutama pada saat Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) berlangsung, perangkat yaitu sumber dan media yang digunakan serta tingkat partisipasi siswa dalam pembelajaran. Mengenai metode pembelajaran guru menggunakan metode yang bervariasi agar anak tidak bosan dan mau aktif dalam pembelajaran diantaranya yaitu metode ceramah, diskusi, out class maupun bermain. Berikut penuturan pak YL: “Metodenya saya pake macam-macam pokoknya bervariasi ada ceramah, diskusi, out class, juga saya coba dengan permainan yaitu dengan kertas dipotong-potong lalu ditulis materinya saya bagi ke anak lalu saya suruh mengelompok untuk mencari pasangan. Setelah ketemu saya suruh presentasi ke depan. Itu semacam kontekstual.” (W/YL/9/10/2011).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
Hal tersebut senada dengan pernyataan Bu SB yaitu: “metode yang serting saya pake itu seringnya ceramah, diskusi, penugasan. Anak-anak sendiri responnya bagus, kreatif, aktif tapi untuk diskusi harus dibimbing, kalo sendiri ya rame. Sebenarnya siswa suka metode LCD, tapi siswa tidak memilih, kalo disini karakteristiknya lebih ceramah, kalo diskusi guru harus berperan penting, kalo nggak ya rame sendiri nggak nyentel ke materi.” (W/SB/8/10/2011) Menurut sebagian siswa metode yang digunakan guru yang tersertifikasi berbeda dengan guru yang lain, guru lebih serius dalam mengajar dan dan menggunakan metode yang lebih variatif. Berikut penuturan informan: “Menurut saya beda mbak, kayak cenderung langsung memberi contoh, dijelaskan sejelas mungkin. Menggunakan LCD dan juga praktek, ya tergantung materinya mbak, misalnya interaksi sosial pergi ke pasar atau di kegiatan masyarakat.” (W/RZ/16/08/2011) Sedangkan informan siswa yang lain menyatakan: “Kalo menurut saya beda mbak, kalo guru tersertifikasi lebih menuntut pokoke murite kudu ngerti (pokoknya siswanya harus mengerti), kalo guru sebelum tersertifikasi itu lebih nyantai ngajarnya.” (W/TY/16/08/2011) Mengenai sumber yang digunakan sebagian besar guru menggunakan bukubuku literature, LKS dan juga internet, sedangkan media yang digunakan papan tulis dan LCD. Berikut penuturan informan: “Untuk sumber yang saya gunakan buku paket ini ada banyak literature, lalu LKS, kita padukan mana yang sesuai dengan materi. Kalo untuk internet anak-anak akses sendiri.Untuk sarana prasarana masih terbatas sehingga kalo penuh ya nggak bisa pake. Sehingga metode yang serting saya pake itu seringnya ceramah, diskusi, penugasan. Kalo saya tidak harus menggunakan LCD, hanya kadang-kadang tergantung materinya. “(W/SB/8/10/2011) Hal senada juga dijelaskan oleh Pak YL: “Kalo sumber saya gunakan berbagai macam buku dari ESIS, Aksara, Yudistira, juga LKS MGMP. Medianya ya papan tulis, LCD kadang-kadang, kalo lab IPS kan belum ada.” (W/YL/9/10/2011). Sebenarnya siswa sendiri lebih suka guru mengajar menggunakan metode diskusi dan menggunakan media LCD, hanya saja sarana prasarana di SMAN 1
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
Nguter, Sukoharjo masih terbatas. Selain itu persiapannya membutuhkan waktu yang lama, sehingga menyita banyak waktu untuk persiapan sehingga penyampaian materi kurang maksimal. Berikut penuturan informan siswa: “Aku sih suka diskusi, pake LCD, ceramah yang jelas, tapi pokoknya yang nggak pake maju ke depan kelas lach mbak. Kalo aku suka pake LCD soalnya lebih jelas nggak Cuma bayangin aja, kan jelas ada gambarnya. Tapi lama masangnya jadi waktunya terbuang sia-sia.” (W/TY/16/08/2011) TY menjelaskan bahwa dia lebih suka guru mengajar dengan diskusi dengan media LCD, namun kelemahannya dalam persiapannya membutuhkan waktu yang lama, sehingga banyak waktu terbuang sia-sia. Informan lain menjelaskan: “Saya lebih suka menggunakan LCD, karena lebih jelas oww… jadi gambarnya seperti ini gitu. Kalo saya diskusi, karena lebih bisa mencapai aspirasi saya, gimana pendapat saya, gitu mbak.” (W/RZ/16/08/2011) Pak YL juga menjelaskan anak cenderung lebih suka menggunakan metode diskusi dan permainan, tapi anak yang kurang persiapan menjadi pasif, untuk itu pak YL menggunakan cara lain agar anak menjadi aktif. Berikut penuturan beliau: “Sebenarnya metode yang disukai anak itu diskusi dan bermain, tapi anak yang kurang aktif cenderung diam dan kurang termotivasi untuk cari pasangan. Agar aktif Pak YL memberi tugas dirumah, mencari kata-kata yang sulit untuk ditanyakan. Dan metode mengajar sering ganti agar anak tidak bosan. Pak YL juga mencoba untuk anak yang bertanya, lalu beliau yang menjawab. Bagi siswa yang bertanya saya beri nilai plus, dan yang mampu menjawab juga diberi nilai plus. Sehingga siswa termotivasi untuk aktif.” (W/YL/9/10/2011) Hal tersebut senada dengan pernyataan Bu SB yaitu: “Sebenarnya siswa suka metode LCD, tapi siswa tidak memilih. Untuk sarana prasarana masih terbatas sehingga kalo penuh ya nggak bisa pake. Sehingga metode yang sering saya pake itu seringnya ceramah, diskusi, penugasan.” (W/SB/8/10/2011) Untuk sarana dan prasarana memang kurang, hal ini senada dengan pernyataan Pak SW. Berikut penuturan Pak SW:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
“Kalo disini sekolah baru sehingga ya sarana prasarana kurang, LCD ada 6, laptop ada 4, padahal RKB (ruang kelas belajar) ada15 kan ya kurang, lab (laboratorium) disini juga belum ada. Kalo laptop boleh dipinjam guru, boleh dibawa pulang, dan semua guru di beri flashdisk dari sekolah.” (W/SW/10/10/2011) Dari pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa guru yang tersertifikasi mengajar dengan metode pembelajaran yang bervariasi agar anak tidak bosan dan mau aktif dalam pembelajaran diantaranya yaitu metode ceramah, diskusi, out class maupun bermain. Menurut sebagian siswa metode yang digunakan guru yang tersertifikasi berbeda dengan guru yang lain, guru lebih serius dalam mengajar dan dan menggunakan metode yang lebih variatif. Untuk metode, siswa sendiri lebih suka guru mengajar menggunakan metode diskusi dan menggunakan media LCD, hanya saja sarana prasarana di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo masih terbatas. Selain itu persiapannya membutuhkan waktu yang lama, sehingga menyita banyak waktu untuk persiapan sehingga penyampaian materi kurang maksimal. Sarana prasarana yang masih terbatas di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dapat menghambat jalannya pembelajaran. Misalnya LCD yamg masih terbatas, sehingga ketika mengajar guru harus bergantian dengan guru yang lain. Guru cenderung hanya menggunakan media papan tulis, padahal siswa lebih menyukai dengan media LCD. Di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo memiliki 6 LCD, sedangkan jumlah ruang kelas belajar ada 15 ruang, sehingga belum mencukupi atau menunjang kegiatan belajar mengajar. Mengenai sumber yang digunakan sebagian besar guru menggunakan buku-buku literature, LKS dan juga internet, sedangkan media yang digunakan papan tulis dan LCD. 3)
Evaluasi atau Penilaian Dalam pembelajaran proses evaluasi sangat diperlukan untuk mengetahui
tingkat keberhasilan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam evaluasi ini, peneliti memfokuskan pada macam evaluasi yang dilakukan, teknik dan instrumen penilaian, program remedial dan pengayaan serta sistem pengorganisasian nilai.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
Macam evaluasi yang dilakukan oleh guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo adalah evaluasi proses dan evaluasi hasil. Aspek yang dievaluasi meliputi 3 aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Berikut penjelasan dari guru. Pernyataan Bu SB tentang proses penilaian yang ia lakukan: “Agar siswa aktif saya di akhir pembelajaran saya kasih PR agar dirumah nggak nganggur buku-buku saya wajibkan agar mendukung keberhasilan UNAS, LKS juga. Untuk evaluasi atau penilaian yaitu sikap mengikuti pelajaran, dari hasil-hasil ulangan harian, test tertulis, mid semester, juga akhir semester, untuk KKM kelas X 68, kelas XI 70, kelas XII 75 yang belum memenuhi ada juga remidi.” (W/SB/8/10/20). Hal tersebut senada dinyatakan oleh pak YL: “Untuk evaluasi saya nilai dari keaktifan waktu di KBM, yang aktif saya beri nilai plus, selain itu juga ada test tertulis, tugas terstruktur seperti PR dan tidak terstruktur, misalnya saya suruh cari info atau artikel yang menyangkut materi di internet.” (W/YL/9/10/2011) Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi yang digunakan oleh guru adalah evaluasi proses yang berlangsung ketika pelajaran. Siswa yang aktif bertanya akan mendapat nilai tambahan. Evaluasi proses juga dilakukan ketika setelah pemberian tugas biasanya guru langsung memberikan koreksi dan dibahas di dalam kelas. Kerajinan dalam mengerjakan tugas, keaktifan dalam bertanya dan praktik dalam kehidupan merupakan nilai psikomotorik. Sedang afektif merupakan nilai dari sikap dan perilaku siswa. Untuk evaluasi hasil meliputi ulangan harian, ulangan mid semester dan ulangan semester. KKM masing-masing guru berbeda sesuai dengan kemampuan anak. II. Dampak sertifikasi guru bagi guru, siswa dan sekolah a. Dampak positif Sertifikasi guru memiliki dampak yang besar bagi guru dan sekolah. Manfaat tersebut antara lain: 1. Motivasi guru mengajar meningkat Sertifikasi guru secara tidak langsung membuat guru semakin termotivasi dalam mengajar. Karena guru yang tersertifikasi merasa harus lebih baik dari guru commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
lain yang belum tersertifikasi. Sertifikasi guru memacu guru untuk semakin meningkatkan kinerjanya dan semakin bersungguh-sungguh dalam mengajar. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Pak SN: “Banyak sekali manfaatnya mbak, diantaranya yaitu penghasilan meningkat, profesionalisme juga meningkat karena termotivasi, guru-guru yang dulu bekerja sampingan, karena sudah mendapat tunjangan sertifikasi akhirnya di lepas dan fokus dalam mengajar.” (W/SN/15/06/2011). Menurut Pak SN setelah tersertifikasi guru semakin termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan profesionalisme guru. Guru semakin disiplin dalam mengajar dan berusaha untuk bersikap profesional terhadap tugas dan kewajiban guru sebagai pendidik. Hal tersebut juga senada dengan pernyataan Pak AD yaitu: “Menurut saya sertifikasi guru besar manfaatnya bagi guru, antara lain yaitu memotivasi guru agar mengajarnya lebih bagus. Cara mengajarnya lebih banyak menggunakan media. Tapi fasilitas disini masih kurang dibanding di kota, jadi terkendala menggunakan LCD masih repot. Selain itu meningkatkan kesejahteraan guru, kalo guru sejahtera dalam mengajar bisa efektif, tidak membawa masalah ekonomi dari rumah. Dari tunjangan sertifikasi guru juga mampu menyiapkan media sendiri tanpa tergantung dari sekolah, misalnya laptop, buku literature, jadi memang bermanfaat” (W/AD/15/06/2011) Pak AD menjelaskan bahwa guru yang telah tersertifikasi lebih termotivasi agar mengajarnya lebih bagus. Mereka akan berusaha untuk memperbaiki metode belajar agar siswa lebih tertarik, dan dengan tunjangan sertifikasi guru mampu menyediakan media tanpa tergantung dengan sekolah, misalnya laptop, buku-buku literature, dan media lain. 2. Metode mengajar guru lebih variatif dan kreatif Saat PLPG guru diberi pelatihan-pelatihan mengajar dengan berbagai metode yang variatif dan kreatif, hal ini sebagai bekal untuk guru yang telah tersertifikasi harapannya mampu mengajar dengan metode yang variatif dan kreatif sehingga harapannya anak didik tidak bosan dan mengajar menjadi menyenagkan. Hal ini berdasarkan pendapat informan sebagaimana yang ia tuturkan: “Sebelum mengikuti sertifikasi pengalamannya kurang dalam mengajar. Setelah mengikuti PLPG, pengalamannya menjadi bertambah, cara mengajar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
semakin bervariasi, karena di PLPG dikenalkan cara mengajar yang baik. Sehingga membuat siswa bisa aktif di dalam kelas. Sarana prasarana sebelum sertifikasi penggunaan alat dan media kurang. Setelah 1 tahun sarana prasarana bertambah, dan setelah mengikuti PLPG kita bisa menerapkan memakai LCD.” (W/YL/15/06/2011) Menurut Pak YL banyak pengalaman dan pengetahuan yang beliau dapatkan ketika mengikuti PLPG. Beliau merasakan setelah tersertifikasi beliau menggunakan berbagai metode pengajaran. Awalnya Pak YL hanya menggunakan metode ceramah, kini beliau mengajar menggunakan LCD, selain itu beliau juga melakukan diskusi kelompok agar siswa lebih kritis, dan Pak YL mencoba untuk belajar di luar kelas agar siswa lebih kritis dan peka terhadap kondisi lingkungan sekitar. Mengajar menggunakan LCD juga membantu guru untuk memudahkan dalam penyampaian materi. Karena guru tidak harus banyak menerangkan, tapi siswa yang dituntut untuk aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini di jelaskan oleh Pak PY yaitu: “Sebelum sertifikasi mengajar hanya dengan metode ceramah, diskusi, tanya jawab, jadi guru banyak ngomong dan murid hanya mendengarkan. Setelah sertifikasi mengajar menggunakan metode yang lebih kreatif dan variatif. Dalam mengajar saya melihat situasi dan kondisi, kalo memang waktunya longgar saya coba pakai LCD, tapi kalo nggak kan harus mengejar materi dulu, kita juga kekurangan waktu, sedangkan mengajar menggunakan LCD memerlukan waktu yang relatif panjang dan persiapan juga. Sebenarnya lebih bagus dan signifikan menggunakan LCD dari pada hanya ceramah, sebenarnya kan kita dituntut nggak banyak ceramah tapi siswa yang aktif.” (W/PY/16/08/2011). 3. Meningkatkan kesejahteraan guru Sertifikasi guru menjadi solusi bagi permasalahan pendidik khususnya guru, karena sebelum ada sertifikasi gaji guru pas-pasan. Dan setelah adanya sertifikasi guru kesejahteraan guru menjadi meningkat. Seperti yang dikemukakan oleh informan yaitu: “ Manfaat lain sertifikasi yaitu penghasilan meningkat sehingga kesejahteraan guru meningkat. Dapat dikatakan sebelum mendapat tunjangan sertifikasi gaji guru pas-pasan, dan mulai adanya sertifikasi guru kini guru-guru yang telah lolos mampu untuk menabung untuk keperluan lain, seperti membeli laptop, kuliah S2, dll.” (W/SN/15/06/2011). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
Setelah adanya sertifikasi guru, guru dapat mencukupi kebutuhan hidupnya dan dapat meningkatkan sarana penunjang pengajaran. Sebagian besar guru yang telah tersertifikasi membeli laptop sebagai sarana penunjang dalam mengajar, selain itu beberapa diantaranya juga melanjutkan sekolah S2. Hal tersebut dapat meningkatkan kualitas dan kinerja guru, dan pada gilirannya meningkatkan profesionalisme guru. “ Sertifikasi itu baik ya mbak, karena untuk meningkatkan kompetensi guru dan perlu dilanjutkan. Jika dilihat dari sisi kesejahteraan bagus, dan nantinya harapannya semua guru harus tersertifikasi.” (W/PY/16/08/2011). Menurut Pak PY dari sisi kompetensi dan kesejahteraan, sertifikasi guru sangat membantu sekali. Dan nantinya semua guru harus disertifikasi, yang kini sedang dalam proses. Gaji guru yang minim menjadi satu sebab dimana guru kurang fokus dalam mengajar karena menanggung beban hidup, terkadang guru harus mencari kerja sampingan lain untuk mencukupi kebutuhan. Adanya sertifikasi guru membuat guru lebih tenang karena ada tunjangan yang dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehingga guru dapat lebih fokus mengajar. Hal tersebut seperti yang dituturkan oleh salah satu informan yaitu: “Saya mengikuti aturan dari sekolah sehingga ada pengajuan dari sekolah. Harapannya semua guru tersertifikasi. Sebelum ada sertifikasi gaji guru minim, setelah ada sertifikasi mulai ada peningkatan kesejahteraan, istilahnya ada yang dijagakke, meskipun turunnya tidak pasti. Itu adalah penghargaan Negara atas jasa guru terlepas dari gaji pokok. “(W/SR/15/06/2011) Menurut Bu SR diharapkan kedepan semua guru tersertifikasi. Karena sertifikasi sangat membantu, setelah ada sertifikasi mulai ada peningkatan kesejahteraan guru. Hal tersebut cukup membantu karena selama ini dapat dikatakan gaji guru sangat minim. Sertifikasi guru juga merupakan penghargaan untuk guru atas jasa guru yang turut mencerdaskan kehidupan bangsa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
4. Meningkatkan profesionalisme guru Sertifikasi guru disadari semakin meningkatkan profesionalisme guru. Profesionalisme guru ini menunjuk kepada komitmen para guru untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya sebagai pendidik. “Bagus, kerena guru lebih profesional sehingga dalam mengajar juga bagus, sehingga output siswa juga bagus. Perbedaannya variasi mengajar berbeda banyak yang menggunakan media seperti laptop. Untuk anak hasilnya lebih bagus, anak lebih senang dalam belajar. Selain itu mereka lebih disiplin mungkin karena sudah tersertifikasi dan sudah menerima tunjangan jadi lebih disiplin.” (W/MW/16/08/2011) Menurut Bu MW sertifikasi membentuk guru yang profesional. Hal ini dapat dilihat dari metode belajar yang lebih variatif, dan menarik. Profesionalisme guru juga terlihat dalam output siswa, bahwa siswa lebih termotivasi untuk belajar. Guru dinilai lebih siap dalam pengetahuan isi (content knowledge) penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai standar isi program satuan pendidikan atau Standar Nasional Pendidikan, mata pelajaran, atau kelompok mata pelajaran yang diampu. Sedangkan guru professional menurut bu SB yaitu: “Menurut saya profesionalisme guru itu apa yang menjadi tugas dari profesi guru yang berkaitan dengan mengajar itu dipenuhi juga tanggung jawab, selain itu juga melingkupi aspek pedagogis, aspek sosial ya semacam itu.” (W/SB/8/10/2011) Menurut Bu SB setelah tersertifikasi beliau merasa lebih professional yaitu lebih bertanggung jawab terhadap tugas utama beliau sebagai guru, dan bertanggung jawab terhadap profesi beliau. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa dampak positif sertifikasi guru diantaranya yaitu: Motivasi mengajar guru semakin meningkat karena guru merasa harus lebih baik kinerjanya dan lebih disiplin dalam menjalankan tugasnya. Dengan sertifikasi, guru juga lebih variatif dan kreatif dalam metode mengajar, guru tidak hanya mengajar dengan ceramah tetapi dengan diskusi kelompok, pembelajaran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
di luar kelas, dan memanfaatkan media-media penunjang seperti menggunakan LCD, serta sumber-sumber belajar seperti internet, buku-buku literature, koran dll. Sertifikasi guru juga bermanfaat bagi kehidupan guru karena dapat meningkatkan kesejahteraan guru. Tunjangan sertifikasi guru membantu guru untuk dapat mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga guru dapat fokus mengajar tanpa harus dibebani dengan permasalahan ekonomi dalam kehidupannya. Sertifikasi guru juga dapat meningkatkan profesionalisme guru, profesionalisme ini tidak hanya dipandang hanya dari segi mengajar tapi juga beberapa aspek diantaranya yaitu kemampuan guru dalam pengetahuan isi (content knowledge) penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai standar isi program satuan pendidikan atau Standar Nasional Pendidikan, mata pelajaran, atau kelompok mata pelajaran yang diampu. b. Dampak negatif Adapun dampak negatif ada kebijakan sertifikasi guru yaitu: 1. Guru yang belum tersertifikasi jam mengajar berkurang Jam mengajar 24jam/minggu diwajibkan bagi guru yang tersertifikasi. Hal tersebut sangat mengganggu karena terbatasnya ruang kelastifikasi jam mengajarnya menjadi berkurang karena untuk memenuhi jam mengajar guru yang tersertifikasi. Sebagian guru yang belum tersertifikasi. Salah seorang informan menuturkan: “Menurut saya kendala tersebut mengenai jam mengajar min 24 jam per minggu, dan kelasnya terbatas dan ini terjadi hampir menjadi kendala di seluruh Indonesia. Sehingga guru mengajar di luar fac-nya, tapi tetap di upayakan mata pelajaran yang linier atau serumpun. Terlepas dari kendala tersebut pihak sekolah melakukan usaha yaitu dengan menambah jumlah kelas. Tahun ini SMA ini akan membangun satu lokal kelas.” (W/SN/15/06/2011) Menurut Pak SN jam mengajar minimal 24jam/minggu menjadi kendala karena terbatasnya ruang kelas dan ini hampir menjadi kendala di seluruh Indonesia. Akibatnya untuk memenuhi syarat tersebut, banyak guru yang mengajar diluar facnya. Hal senada juga di nyatakan oleh Bu NM: “Saya kurang setuju dengan kebijakan tersebut karena kalo untuk meningkatkan pendidikan ini tidak tepat sasaran. Seharusnya peningkatan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
pendidikan itu fasilitas, kalo untuk kesejahteraan guru, sebaiknya guru gajinya naik sesuai dengan lamanya mengajar dan sesuai dengan golongannya bukan tunjangan sertifikasi. Kalo seperti ini justru yang tidak tersertifikasi mendapat beban yang lebih akhirnya untuk memenuhi 24 jam/minggu harus mengambil jam guru maple lain yang sama dan dampaknya siswa mendapat guru yang bukan bidangnya yang sesuai. Kalo bukan bidangnya guru harus belajar lagi dengan usia yang sudah sepuh dan beban hidup yang lebih berat kebanyakan tidak konsen.” (W/NM/16/08/2011) Menurut Bu NM guru yang tersertifikasi harus memenuhi jam mengajar 24 jam/minggu. Dan untuk memenuhinya terkadang harus mengambil jam dari guru mata pelajaran lain yang sama atau serumpun. Hal tersebut membuat jam mengajar guru yang belum tersertifikasi berkurang selain itu juga berdampak pada siswa jika guru mengajar bukan bidang yang sesuai. 2. Kecemburuan sosial dikalangan lingkungan masyarakat Sertifikasi guru tanpa disadari menimbulkan kecemburuan sosial khususnya di luar sekolah maupun dilingkungan sekolah. Hal tersebut dinyatakan oleh Pak AW yaitu: “Kalo menurut saya dalam pelaksanaannya sertifikasi guru memunculkan kecemburuan sosial, dan secara umum kecemburuan muncul dari profesi non guru. Harapan saya kecemburuan sosial ini dapat diatasi dan sertifikasi tetap lanjut, tapi perlu dibenahi metode bagaimana menentukan yang sudah atau belum dikatakan guru profesional. Sehingga harapannya sertifikasi guru benar-benar tepat sasaran.” (W/AW/15/06/2011) Hal senada diungkap oleh Pak SW yaitu: Dampak negatif ya kecemburuan atau iri begitu, tapi nggak terekspose ya cuma grundel saja di luar. Misalnya di dinas pendidikan sana kan nggak ada guru suruh melayani sertifikasi tanpa imbalan lha itu gemreneng.” (W/SW/10/10/2011) Menurut Pak AW dan Pak SW kecemburuan sosial juga merupakan masalah yang muncul dalam sertifikasi guru. Kebanyakan muncul dari profesi non guru, karena merasa profesi guru adalah profesi yang mudah dan gajinya besar. Dengan munculnya sertifikasi guru profesi non guru semakin merasa bahwa profesi guru
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
sangat menguntungkan. Padahal profesi guru membutuhkan kerja keras dan tidak semudah yang mereka bayangkan. Pernyataan tersebut dituturkan oleh salah satu informan yaitu: “Menurut saya sertifikasi harus tetap berjalan, karena menurut saya guru memiliki peranan yang penting sekali, kalo di luar negeri guru kan sangat di hargai. Para pejabat itu kan kalo mau mengakui bisa seperti itu tak lepas dari peran guru juga. Di masyarakat atau instansi lain berpendapat guru ki penak, preine akeh, tunjangan/ gajine gede, karena mereka tidak tau persis apa tugas dan tanggung jawab guru. Guru juga dari segi moral, bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa, kadang kalo ada siswa yang nggak naik yang disalahkan guru, padahal siswanya sendiri suka membolos, tidak memperhatikan guru di kelas.” (W/SN/15/06/2011). Bagi Pak SN profesi guru adalah suatu profesi yang memiliki peranan penting. Karena atas jasa-jasa guru seseorang dapat menjadi orang-orang besar yang memiliki kedudukan penting. Dan profesi guru tidak semudah yang dibayangkan masyarakat pada umumnya. Tugas dan peran guru cukup kompleks, bahkan tidak hanya selesai di sekolah tetapi juga di rumah. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa dampak negatif kebijakan sertifikasi guru yaitu guru yang belum tersertifikasi jam mengajar berkurang karena untuk memenuhi jam mengajar guru yang tersertifikasi. Dampak lain yaitu kecemburuan sosial dikalangan lingkungan masyarakat, kecemburuan ini muncul karena merasa guru yang tersertifikasi tidak signifikan dalam kinerjanya. III. Kendala-kendala dan usaha yang dilakukan di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam implementasi sertifikasi guru. Menurut sebagian besar guru kebijakan sertifikasi guru pengaruhnya sangat besar untuk perbaikan ekonomi dan kesejahteraan guru, mengenai kinerja guru ada semacam teguran diri sendiri jika tidak disiplin dalam menjalankan tugasnya sebagai guru. Menurut beberapa guru tingkat keberhasilan sertifikasi guru dari yang diharapkan cenderung kurang, artinya menurut sertifikasi guru belum mampu sepenuhnya menciptakan guru yang profesional. Hal tersebut terjadi karena berbagai kendala antara lain:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
1. Sarana prasarana sekolah yang masih terbatas Sarana prasarana sekolah disadari atau tidak sangat penting untuk menunjang pembelajaran dan guru mengajar. Di sini sarana prasarana masih terbatas dan belum mencukupi. Misalnya terbatasnya LCD, laboratorium untuk IPS, tape recorder tentu penting untuk menunjang pembelajaran. Bagi guru terbatasnya sarana prasarana seperti LCD, menjadi kendala dalam guru mengajar. Berikut penuturan salah satu informan: “Kendala tersebut mengenai sarana prasarana terbatas, Sebenarnya lebih efektif menggunakan LCD, karena semua tertuju ke layar, cuma sarana dan prasarana terbatasa, jadi harus gantian. Lalu saya suruh membuat artikel, makalah dari internet, kalo nggak dikasih tugas anak cuma bermain nggak belajar, jadi saya suruh mencari informasi di internet tentang materi yang diajarkan.” (W/YL/15/06/2011). Hal senada juga disampaikan oleh Pak SW: “Kalo disini sekolah baru sehingga ya sarana prasarana kurang, LCD ada 6, laptop ada 4, padahal RKB (ruang kelas belajar) ada16 kan ya kurang, lab disini juga belum ada. Kalo laptop boleh dipinjam guru, boleh dibawa pulang, dan semua guru di beri flashdisk dari sekolah.” (W/SW/10/10/2011) Menurut informan diatas terbatasnya sarana prasarana sangat mengganggu proses mengajar. Misalnya terbatasnya media LCD, banyak guru yang menjadi enggan mengajar menggunakan LCD karena untuk persiapannya membutuhkan waktu yang lama. Sehingga banyak waktu tersita hanya untuk mempersiapkan LCD, padahal guru juga masih harus mempersiapkan materi dan mengejar materi agar selesai dan tersampaikan. Jumlah LCD di SMAN 1Nguter, Sukoharjo sendiri ada 6, sedangkan RKB (ruang kelas belajar) ada16, sehingga belum dapat mencukupi. 2. Keaktifan siswa yang masih kurang Keaktifan siswa yang kurang membuat guru ketika menggunakan metode seperti diskusi kelompok justru tidak maksimal. Berikut penjelasan informan: “Kalau disini input siswa berbeda-beda, kalo misalnya kita mau adakan diskusi kelompok juga malah rame sendiri mbak, dan keaktifan siswa juga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
kurang. Karena disini kan input siswa nggak seperti di SMA Sukoharjo misalnya. Jadi ya hal ini cukup berpengaruh juga.” (W/SN/15/06/2011) Hal lain dijelaskan oleh Pak YL: “Kendala tersebut mengenai siswanya, anak-anak kurang berpartisipasi, menggunakan LCD anak-anak kurang memperhatikan materi, anak kurang kreatif. Sebenarnya lebih efektif menggunakan LCD, karena semua tertuju ke layar, Cuma anak lebih tertarik ke media dari pada ke materi. Lalu saya suruh membuat artikel, makalah dari internet, kalo nggak dikasih tugas anak cuma bermain nggak belajar, jadi saya suruh mencari informasi di internet tentang materi yang diajarkan. Untuk keaktifan siswa saya amati jaman kalian (peneliti) itu lebih aktif, beda jauh dengan jaman sekarang, padahal dapat dikatakan inputya sekarang lebih bagus. Jadi kalo saya mau pake metode lain kaya pengamatan di luar sekolah, diskusi itu nggak jalan.” (W/YL/15/06/2011). Dari pernyataan informan di atas dapat diketahui bahwa keaktifan siswa di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo masih kurang. Anak-anak kurang berpartisipasi dalam pembelajaran. Anak-anak cenderung tidak memperhatikan materi namun justru lebih tertarik pada media jika menggunakan LCD. Dalam kegiatan diskusi anak juga cenderung ramai. 3. Kekurangan jam mengajar Jam mengajar guru tersertifikasi diwajibkan 24 jam/minggu. Hal ini menjadi masalah karena sebagian guru tersertifikasi kekurangan jam mengajar. Sehingga mengajar mata pelajaran yang lain diluar bidangnya. Berikut penuturan informan: ”Kendalanya jam mengajar kurang dari 24 jam, sehingga dipaksa mengajar bukan bidangnya. Kalo saya sendiri dengan latar belakang pendidikan matematika namun selain mengajar matematika juga mengajar Agama Islam, dan pernah mengajar TIK (Tekhnologi Informasi dan Komunikasi).” (W/AW/15/06/2011). Hal senada juga diungkapkan oleh Pak PY yaitu: “Kendalanya beban kerjanya dan tuntutannya lebih berat hanya saja medianya terbatas, mengajar harus 24 jam/minggu sehingga harus mengajar extra. Dan terkadang guru harus mengajar yang bukan bidangnya karena kekurangan jam mengajar, dan ini cukup mengganggu mbak.” (W/PY/16/08/2011)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
Dari pernyatan informan tersebut dapat diketahui bahwa dalam penerapan wajib mengajar 24jam/minggu sesuai bidangnya, ternyata banyak guru tersertifikasi yang mengajar kurang dari 24jam/minggu, dan untuk menutupi kekurangan tersebut mereka mengajar bukan pada mata pelajaran bidangnya. Hal ini tentu tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kendala-kendala yang muncul dalam penerapan kebijakan sertifikasi guru yaitu sarana prasarana masih terbatas sehingga guru kurang memanfaatkan media dengan maksimal ketika mengajar, keaktifan siswa yang kurang membuat guru ketika menggunakan metode seperti diskusi kelompok justru tidak maksimal, dan kurangnya jam mengajar guru karena jam mengajar guru tersertifikasi diwajibkan 24 jam/minggu. Hal ini menjadi masalah karena sebagian guru tersertifikasi kekurangan jam mengajar. Sehingga mengajar mata pelajaran yang lain diluar bidangnya. Dalam penerapan sertifikasi guru terdapat usaha-usaha yang dilakukan baik guru maupun sekolah untuk mengatasi kendala-kendala yang muncul. 1. Adanya komunikasi pihak guru dan kepala sekolah mengenai mata pelajaran yang diajarkan. Bagi guru yang tersertifikasi syarat mengajar 24jam/minggu membuat beberapa guru terpaksa mengajar di luar bidangnya. Hal ini dilakukan untuk memenuhi syarat mengajar 24jam/minggu, beberapa guru menilai usaha tersebut diperlukan komunikasi yang baik antara guru dengan kepala sekolah agar guru dapat mengajar sesuai dengan kemampuannya. Berikut penuturan salah seorang informan: “Kalo saya di suruh mengajar bukan bidangnya saya konsultasikan dulu, kirakira saya mampu nggak mengampu mata pelajaran tersebut. Kalo saya merasa mampu ya saya ambil, tapi kalo nggak mampu ya saya nggak mengajar pelajaran tersebut mbak” (W/AW/15/06/2011). Pak AW menjelaskan bahwa untuk memenuhi 24jam/minggu beliau terpaksa mengajar mata pelajaran lain diluar fac-nya. Namun, sebelum mengajar mata pelajaran lain beliau mengomunikasikan terlebih dahulu dengan kepala sekolah. Jika
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
beliau merasa mampu untuk mata pelajaran yang diajukan maka beliau ambil, tapi jika beliau merasa tidak mampu maka beliau menolak mata pelajaran yang diajukan. 2. Menambah ruang kelas atau daya tampung siswa Mengenai jam mengajar guru tersertifikasi 24 jam/minggu memang cukup menjadi beban karena terbatasnya ruang kelas sehingga jam mengajar kurang. Usaha lain yang dilakukan yaitu dengan menambah ruang kelas sehingga daya tampung siswa bertambah. Hal ini tentu tidak mudah karena membutuhkan biaya yang besar dan proses yang panjang, namun sekolah berusaha untuk mengupayakannya dengan membangun satu lokal kelas. “ Kendala tersebut mengenai jam mengajar min 24 jam per minggu, dan kelasnya terbatas dan ini terjadi hampir menjadi kendala di seluruh Indonesia. Sehingga guru mengajar di luar fac-nya, tapi tetap di upayakan mata pelajaran yang linier atau serumpun. Terlepas dari kendala tersebut pihak sekolah melakukan usaha yaitu dengan menambah jumlah kelas. Tahun ini SMA ini akan membangun satu lokal kelas. Sehingga harapannya guru yang jam mengajarnya kurang dapat terpenuhi.” (W/SN/15/06/2011) Hal senada juga diungkapkan oleh Pak SF yaitu: ” saya lihat dalam pelaksanaannya sertifikasi guru memiliki kendala diantaranya harus mengajar 24 jam per minggu, terkadang harus mengajar yang serumpun untuk bisa mencapai target. Selain itu masih banyak perbaikan ruang dan LCD terbatas, juga kurangnya buku-buku referensi guru dan siswa. Adapun usaha-usaha yang dilakukan yaitu dengan menambah ruang kelas atau daya tampung. Jadi guru yang jam mengajarnya kurang bisa terpenuhi, sehingga semua guru bisa memenuhi targetnya.” (W/SF/15/06/2011) Menambah ruang kelas dapat meningkatkan jumlah daya tampung siswa sehingga harapannya guru yang kekurangan jam mengajar dapat terbantu terpenuhi dan dapat mengajar sesuai dengan fac-nya. Usaha ini tentu memerlukan waktu yang cukup panjang dan dana yang cukup besar, namun kedepannya usaha ini dapat mengatasi guru yang kekurangan jam mengajar. 3. Melengkapi sarana prasarana sekolah Sarana prasarana memang penting dalam menunjang pembelajaran tanpa sarana prasarana yang memadai akan menjadi kendala yang menghambat jalannya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
belajar mengajar. Di SMA ini sarana prasarana pun mulai dilengkapi agar guru dapat mengajar dengan maksimal. Hal tersebut dituturkan oleh Pak YL: “ Disini saya lihat sarana prasarana memang masih kurang, tapi sekolah mengusahakan untuk membeli LCD, buku-buku literature, dari pihak guru dan siswa juga seharusnya mengusahakan untuk melengkapi buku-buku penunjang jadi dalam mengajar tidak ada hambatan. Selain itu sekolah sekarang sudah membuka hotspot area sehingga memudahkan siswa untuk mengakses internet agar memudahkan dalam mencari informasi dan materi” (W/YL/15/06/2011) Hal senada juga dinyatakan oleh Pak SW: “Sebenarnya pihak sekolah sudah berusaha, seperti misalnya pengadaan LCD, laptop, membangun ruang kelas baru tapi membutuhkan waktu yang lama karena sekarang sekolah gratis jadi tidak bisa menarik uang pembangunan. Sehingga untuk membangun ya harus mengusulkan proposal dan prosesnya sangat lama, sekolah ini juga tergolong sekolah baru jadi sarana prasarana masih kurang. (W/SW/10/10/11 Menurut informan tersebut dari pihak sekolah telah mengusahakan melengkapi sarana-prasarana seperti LCD, dan buku-buku literature sehingga dapat membantu guru dalam mengajar. Upaya tersebut juga dibutuhkan sinergis antara guru dan siswa untuk saling mencari sumber-sumber belajar lain yang dapat membantu proses kegiatan belajar mengajar. Dari pendapat informan di atas dapat disimpulkan bahwa usaha-usaha yang dilakukan oleh sekolah untuk mengatasi kendala antara lain yaitu: adanya komunikasi pihak guru dan kepala sekolah mengenai mata pelajaran yang diajarkan sehingga guru siap dengan mata pelajaran yang akan diajar meskipun di luar bidangnya, menambah ruang kelas atau daya tamping sehingga dapat membuka peluang bagi guru mengajar, dan melengkapi sarana prasarana seperti pengadaan LCD, buku-buku literature dan akses internet seperti hotspot area.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
4.
Hasil Temuan di Lapangan
Berdasarkan deskripsi penelitian yang telah dipaparkan di atas, hasil temuan penelitian yang didapatkan oleh peneliti di lapangan adalah sebagai berikut : 1. Pandangan guru mengenai kebijakan sertifikasi guru adalah sebagai berikut bahwa sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik untuk meningkatkan profesional guru. Sertifikat pendidik tersebut bukanlah satu-satunya jaminan seorang guru dikatakan guru yang profesional. Namun, bagi pemerintah melalui test dan syarat-syarat tertentu, guru yang telah tersertifikasi bertujuan agar guru tersebut telah profesional. 2. Pandangan guru mengenai kebijakan sertifikasi guru bahwa dalam kebijakan sertifikasi guru ternyata memunculkan berbagai macam tanggapan. Bagi guru yang tersertifikasi tentu mereka setuju dengan kebijakan tersebut karena sertifikasi guru dinilai memiliki pengaruh yang besar terhadap kinerja dan profesionalisme guru, serta sertifikasi guru dinilai dapat membantu memperbaiki kesejahteraan guru. Sertifikasi guru dinilai membentuk karakter guru untuk lebih disiplin dan meningkatkan kinerja serta tugas guru sehingga pakan menciptakan guru yang profesional, dan meningkatkan mutu atau kualitas pendidikan. Namun, bagi sebagian guru yang belum tersertifikasi ada yang merasa bahwa menganggap bahwa sertifikasi guru kurang signifikan, karena beberapa guru masih menggunakan metode mengajar yang sama dan menganggap sertifikasi tidak seimbang antara kinerja dengan penghasilan yang didapatkan. Sebagian guru menilai bahwa guru yang tersertifikasi kinerjanya belum maksimal dan belum seperti yang diharapkan pemerintah. 3. Pada penelitian ini adapun implementasi sertifikasi guru dalam meningkatkan profesional guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo terdapat 3 hal penting yaitu persiapan atau perencanaan guru sertifikasi sebelum mengajar, proses pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi atau penilaian yang dilakukan guru
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
setelah mengajar, dari hal tersebut dapat dilihat sejauh mana perubahan guru yang tersertifikasi dalam profesionalisme guru. a. Persiapan/perencanaan Adapun persiapan pembelajaran meliputi persiapan yang dilakukan oleh sekolah, guru dan siswa. 1) Persiapan yang dilakukan oleh sekolah antara lain: Persiapan sarana-sarana material berupa buku diktat. Tetapi untuk saranasarana penunjang pembelajaran yang lain misal LCD dan laboratorium IPS belum tercukupi. 2) Persiapan yang dilakukan oleh guru sebagai berikut: a) Persiapan
materi
pembelajaran
dan
penguasaan
materi.
Konsekuensinya guru harus belajar tentang materi-mater yang akan diberikan. Guru harus menguasai semua materi agar siap ketika mengajar di depan siswa. b) Persiapan yang lainnya adalah pembuatan Rencana Pelaksanaan Pendidikan (RPP), silabus, Program tahunan (Prota), Program semester (Promes)
dan penjabaran Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM). 3) Persiapan yang dilakukan oleh siswa Kesiapan dari siswa dalam menghadapi pembelajaran sangat bervariasi. Jadi kesiapan siswa berbeda-beda untuk mengikuti pembelajaran ini. Ada siswa yang sudah aktif untuk melakukan pembelajaran secara mandiri, namun juga ada siswa yang jarang atau bahkan tidak pernah belajar ketika akan mengikuti pembelajaran. Dari kesiapan ketiganya baik pihak guru, siswa maupun sekolah akan mempengaruhi keberhasilan pembelajaran. b. Proses pelaksanaan pembelajaran 1) Metode pembelajaran guru menggunakan metode yang bervariasi agar anak tidak bosan dan mau aktif dalam pembelajaran diantaranya yaitu metode ceramah, diskusi, out class maupun bermain. Kebanyakan guru commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
menggunakan metode ceramah dan diskusi. Hanya saja jika diskusi sebagian siswa justru gaduh, dan siswa yang pasif tidak dapat mengikuti pembelajaran dengan maksimal atau tertinggal materi. Untuk metode out class dan bermain jarang dilakukan karena menyita banyak waktu, metode tersebut digunakan hanya agar siswa tidak bosan. 2) Sumber yang digunakan sebagian besar guru menggunakan buku-buku literature, LKS dan juga internet, sedangkan media yang digunakan papan tulis dan LCD. Memang sarana dan prasarana di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo belum mencukupi untuk pembelajaran. Untuk media berupa LCD masih sangat terbatas. Begitu pula dengan laboratorum IPS belum ada, sehingga guru menggunakan LCD secara bergantian. 3) Guru dalam memberikan contoh kepada peserta didik atau memberikan pelajaran ke peserta didik sudah menghubungkan dengan kehidupan nyata. jadi pembelajaran yang dilakukan sudah kontekstual. Contoh diambil dari kehidupan sekitar siswa sehingga siswa mudah memahami materi yang disampaikan guru dan mampu menerapkannya. 4) Antusias dan partisipasi siswa dalam megikuti pelajaran dan mengerjakan tugas cukup variatif. Ada siswa yan aktif tapi nayak juga siswa yang kurang aktif dan antusias dalam megikut pelajaran. Kemandirian siswa dalam mencari sumber belajar sendiri juga beraneka ragam. Tapi kebanyakan siswa kurang aktif dalam mencari sumber belajar mandiri. Siswa baru aktif dalam mencari dan menemukan sumber belajar mandiri ketika ada tugas yang diberikan oleh guru. c. Evaluasi atau penilaian Evaluasi yang digunakan oleh guru adalah evaluasi proses dan evaluasi hasil. Penilaian yang dilakukan sudah mencakup aspek afektif, kognitif dan psikomotorik.
Evaluasi proses yang berlangsung ketika
pelajaran. Siswa yang aktif bertanya akan mendapat nilai tambahan. Evaluasi proses juga dilakukan ketika setelah pemberian tugas biasanya guru langsung commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
memberikan koreksi dan dibahas di dalam kelas. Kerajinan dalam mengerjakan tugas, keaktifan dalam bertanya dan praktik dalam kehidupan merupakan nilai psikomotorik. Sedang afektif merupakan nilai dari sikap dan perilaku siswa. Bentuk instrumen evaluasi yaitu tanya jawab sebagai tes lisan. Kemudian tes tertulis berupa ulangan harian, ulangan mid semester, dan ulangan semester. Untuk tes lisan personal sulit dilakukan dengan pertimbangan waktu. Jadi tes hanya dilakukan dengan tertulis. Untuk instrumennya berupa tes essay, soal obyektif. Program remedial dilakukan oleh masing-masing guru jika nilai siswa tidak memenuhi KKM. 4. Pada penelitian ini di jelaskan mengenai dampak sertifikasi guru bagi guru, siswa dan sekolah yaitu: a. Dampak Positif 1) Motivasi mengajar meningkat Sertifikasi guru secara tidak langsung membuat guru semakin termotivasi dalam mengajar. Karena guru yang tersertifikasi harus merasa lebih baik dari guru lain yang belum tersertifikasi. Mereka akan berusaha untuk memperbaiki metode belajar agar siswa lebih tertarik sehingga siswa akan termotivasi pula dalam belajar, dan dengan tunjangan sertifikasi guru mampu menyediakan media tanpa tergantung dengan sekolah, misalnya laptop, buku-buku literature, dan media lain. 2) Metode mengajar guru lebih variatif dan kreatif Saat PLPG guru diberi pelatihan-pelatihan mengajar dengan berbagai metode yang variatif dan kreatif, hal ini sebagai bekal untuk guru yang telah tersertifikasi harapannya mampu mengajar dengan metode yang variatif dan kreatif seperti metode diskusi kelompok, out class (belajar diluar kelas), dan pemanfaatan internet . Sehingga dengan metode yang variatif dan kreatif anak didik tidak bosan dan mengajar menjadi menyenangkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
3) Meningkatkan kesejahteraan guru Sertifikasi guru menjadi solusi bagi permasalahan pendidik khususnya guru, karena kesejahteraan guru menjadi meningkat. Setelah adanya sertifikasi guru, guru dapat mencukupi kebutuhan hidupnya dan dapat meningkatkan sarana penunjang pengajaran. Sebagian besar guru yang telah tersertifikasi membeli laptop sebagai sarana penunjang dalam mengajar, selain itu beberapa diantaranya juga melanjutkan sekolah S2. Hal tersebut dapat meningkatkan kualitas kinerja guru dan profesionalisme guru , dan pada gilirannya meningkatkan kualitas pendidikan. 4) Meningkatkan profesionalisme guru Sertifikasi guru disadari semakin meningkatkan profesionalisme guru. Profesionalisme guru ini menunjuk kepada komitmen para guru untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya sebagai pendidik. b. Dampak Negatif 1) Guru yang belum tersertifikasi jam mengajar berkurang Jam mengajar 24jam/minggu diwajibkan bagi guru yang tersertifikasi. Hal tersebut sangat mengganggu karena terbatasnya ruang kelastifikasi jam mengajarnya menjadi berkurang karena untuk memenuhi jam mengajar guru yang tersertifikasi. Selain itu juga berdampak pada siswa jika guru mengajar bukan bidang yang sesuai. 2) Kecemburuan sosial dikalangan lingkungan masyarakat Sertifikasi guru tanpa disadari menimbulkan kecemburuan sosial khususnya di luar sekolah maupun dilingkungan sekolah. Kebanyakan muncul dari profesi non guru, karena merasa profesi guru adalah profesi yang mudah dan gajinya besar. Dengan munculnya sertifikasi guru profesi non guru semakin merasa bahwa profesi guru sangat menguntungkan. Padahal profesi guru membutuhkan kerja keras dan tidak semudah yang mereka bayangkan. Tugas dan peran guru cukup kompleks, bahkan tidak hanya selesai di sekolah tetapi juga di rumah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
5. Pada penelitian ini dijelaskan mengenai kendala-kendala yang dihadapi guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam implementasi sertifikasi guru dan usaha-usaha untuk mengatasi kendala tersebut. Kendala tersebut yaitu: a. Sarana prasarana yang masih terbatas Sarana prasarana sekolah disadari atau tidak sangat penting untuk menunjang pembelajaran dan guru mengajar. Bagi guru terbatasnya sarana prasarana seperti LCD, menjadi kendala dalam guru mengajar. Terbatasnya sarana prasarana sangat mengganggu proses mengajar. Misalnya terbatasnya media LCD, banyak guru yang menjadi enggan mengajar menggunakan LCD karena untuk persiapannya membutuhkan waktu yang lama. Sehingga banyak waktu tersita hanya untuk mempersiapkan LCD, padahal guru juga masih harus mempersiapkan materi dan mengejar materi agar selesai dan tersampaikan. b. Keaktifan siswa yang masih kurang Keaktifan siswa di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo masih kurang. Anak-anak kurang
berpartisipasi
dalam
pembelajaran.
Anak-anak
cenderung
tidak
memperhatikan materi namun justru lebih tertarik pada media jika menggunakan LCD. Dalam kegiatan diskusi anak juga cenderung ramai sehingga proses pembelajaran tidak maksimal. c. Kekurangan jam mengajar Jam mengajar guru tersertifikasi diwajibkan 24 jam/minggu. Hal ini menjadi masalah karena sebagian guru tersertifikasi kekurangan jam mengajar. Sehingga guru yang kekurangan jam mengajar cenderung mengajar mata pelajaran yang lain diluar bidangnya. 6. Dari penelitian yang dilakukan peneliti terdapat beberapa penjelasan dari informan mengenai usaha-usaha yang dilakukan SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam mengatasi kendala-kendala yang timbul, antara lain: a. Adanya komunikasi pihak guru dan kepala sekolah mengenai mata pelajaran yang diajarkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
Bagi guru yang tersertifikasi syarat mengajar 24jam/minggu membuat beberapa guru terpaksa mengajar diluar bidangnya. Hal ini dilakukan untuk memenuhi syarat mengajar 24jam/minggu, beberapa guru menilai usaha tersebut diperlukan komunikasi yang baik antara guru dengan kepala sekolah agar guru dapat mengajar sesuai dengan kemampuannya. b. Menambah ruang kelas atau daya tampung siswa Menambah ruang kelas dapat meningkatkan jumlah daya tampung siswa sehingga harapannya guru yang kekurangan jam mengajar dapat terbantu terpenuhi dan dapat mengajar sesuai dengan fac-nya. Usaha ini tentu memerlukan waktu yang cukup panjang dan dana yang cukup besar, namun kedepannya usaha ini dapat mengatasi guru yang kekurangan jam mengajar. c. Melengkapi sarana prasarana sekolah Pihak sekolah telah mengusahakan untuk melengkapi sarana-prasarana seperti LCD, dan buku-buku literature sehingga dapat membantu guru dalam mengajar. Upaya tersebut juga dibutuhkan sinergis antara guru dan siswa untuk saling mencari sumber-sumber belajar lain yang dapat membantu proses kegiatan belajar mengajar.
D. Pembahasan Temuan Hasil Lapangan 1. Implementasi sertifikasi guru dalam meningkatkan profesional guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo Sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik untuk meningkatkan profesional guru. Dalam penelitian implementasi sertifikasi guru ini yang menjadi titik tekan adalah Proses penerapan kebijakan sertifikasi guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo. Menurut Mulyasa (2007:93) Implementasi merupakan suatu penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, ketrampilan maupun nilai dan sikap.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
Mengenai proses penerapan kebijakan sertifikasi di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo bagi sebagian besar guru menurut sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Guru yang masa kerjanya paling lama diajukan terlebih dahulu oleh pihak sekolah, kemudian baru guru-guru junior. Menurut Hamzah B. Uno (2007: 15) guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab
dalam mendidik,
mengajar, dan membimbing peserta didik. Orang yang disebut guru adalah orang yang memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar. Implementasi sertifikasi guru dalam
meningkatkan profesional guru di
SMAN 1 Nguter, Sukoharjo terdapat 3 hal penting yaitu persiapan atau perencanaan guru sertifikasi sebelum mengajar, proses pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi atau penilaian yang dilakukan guru setelah mengajar, dari hal tersebut dapat dilihat sejauh mana perubahan guru yang tersertifikasi dalam profesionalisme guru. Persiapan yang dilakukan guru IPS di SMP Negeri 14 Surakarta antara lain: Persiapan materi pembelajaran dan penguasaan materi. Konsekuensinya guru harus belajar tentang materi-mater yang akan diberikan. Guru harus menguasai semua materi agar siap ketika mengajar di depan siswa. Persiapan yang lainnya adalah pembuatan Rencana Pelaksanaan Pendidikan (RPP), silabus, Program tahunan (Prota), Program semester (Promes) dan penjabaran Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Kesiapan yang dilakukan oleh siswa dalam pembelajaran IPS terpadu sangat bervariasi. Ada siswa yang sudah aktif untuk melakukan pembelajaran secara mandiri, namun juga ada siswa yang jarang atau bahkan tidak pernah belajar ketika akan mengikuti pembelajaran. Untuk kesiapan sekolah dalam menghadapi implementasi sertifikasi guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo tergolong cukup siap terbukti dengan adanya persiapan sarana-sarana material berupa buku diktat. Tetapi pihak sekolah belum begitu optimal dalam pengadaan sarana belajar tertentu yang dibutuhkan misal penyediaan LCD dan laboratorium IPS. Metode pembelajaran yang sering digunakan guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo adalah ceramah dan tanya jawab (diskusi). Menurut Sri Anitah ( 2009: 85 ) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
metode ceramah adalah penuturan atau penegasan secara lisan oleh guru terhadap kelas. Alat interaksi yang terutama dalam hal ini adalah berbicara. Metode
ini
digunakan karena tuntutan penyampaian materi yang begitu banyak dan padat sedang alokasi waktu yang tersedia hanya sedikit. Sehingga guru lebih menggunakan metode ceramah dibanding diskusi atau metode lainnya, dengan pertimbanagan waktu. Sedang metode tanya jawab digunakan untuk melanjutkan pelajaran lalu dalam kegiatan eksplorasi dan apersepsi, untuk meningkatkan antusias peserta didik agar ikut berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Pemberian tugas dan latihan juga sering diberikan guru untuk proses evaluasi dan juga meningkatkan kemandirian siswa dalam mencari sumber belajar. Untuk diskusi jarang dilakukan karena siswa sering tidak kondusif jika menggunakan metode tersebut. Siswa cenderung ramai dan sulit untuk dikendalikan. Untuk karyawisata dilakukan oleh guru hanya sekali waktu. Selain sebagai sarana pembelajaran siswa, juga digunakan sebagai sarana refreshing siswa. Sri Anitah ( 2010: 127 ) menyebutkan bahwa sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk memfasilitasi kegiatan belajar. Menurut Association for Educational Communication and Technology (AECT) dalam Sri Anitah ( 2010: 264) disebutkan bahwa sumber belajar meliputi semua unsur (data,orang, segala sesuatu) yang dapat digunakan oleh peserta didik baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan, biasanya dalam situasi informal, untuk memberikan fasilitas belajar. Sumber belajar yang digunakan oleh guru dalam implementasi pembelajaran adalah buku diktat, LKS dan lingkungan sekitar sekolah maupun lingkungan siswa. Sedang untuk media pembelajaran yang sering digunakan adalah LCD dan papan tulis. Untuk media visual, maupun audio visual masih jarang digunakan karena terbatasnya sarana dan prasarana. Penyediaan LCD masih kurang dan laboratorium IPS belum ada. Setiap pembelajaran tentunya memiliki kecenderungan terhadap suatu pendekatan atau teori belajar. Kecenderungan ini dapat dilihat dari karakteristik pembelajaran yang dilakukan. Pembelajaran di kelas merupakan salah satu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
pembelajaran yang menggunakan banyak pendekatan. Salah satunya adalah pendekatan konstruktivisme dan inkuiri. Menurut Udin Saefudin Sa’ud ( 2008: 168) konstruktivisme adalah proses pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Jean Piaget yang menyebut dalam Udin Saefudin Sa’ud (2008: 169) juga menyebutkan bahwa pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang, struktur konsepsi membentuk pengetahuan apabila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang. Brooks dan Brooks dalam Sri Anitah ( 2010:14) mengemukakan lima prinsip pendidikan konstruktivis yaitu: (1) memunculkan masalah yang relevan dengan peserta didik, (2) menstrukturkan belajar sekitar ”ide besar” atau konsep-konsep utama, (3) menilai sudut pandang peserta didik, (4) penyesuaian kurikulum untuk memunculkan perkiraan peserta didik, dan (5) menilai kegiatan belajar peserta didik dalam konteks pembelajaran. Dari penelitian yang dilakukan guru sudah menghubungkan materi pembelajaran dengan realitas kehidupan. Guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam menerangkan sering memberikan contoh berdasar pengalaman atau kondisi lingkungan sekitar siswa. Dengan demikian pengetahuan siswa akan terbentuk dengan mudah karena berdasar pengalaman yang mereka kenal. Selain itu siswa juga akan mampu menerapkan pengetahuan yang didapatkan dari pelajaran dalam kehidupannya sehari-hari. Selain itu guru juga memberikan evaluasi dan penilaian dalam pembelajaran yang meliputi evaluasi proses dan hasil. Evaluasi yang dilakukan sudah meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut Udin Saefudin Sa’ud Asas inkuiri merupakan proses pembelajaran berdasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Menurut Bruner dalam Trianto ( 2007 : 33 ) pembelajaran inkuiri adalah “ suatu model pengajaran yang menekankan pentingnya pemahaman tentang struktur materi ( ide kunci ) dari suatu ilmu yang dipelajari, perlunya belajar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
aktif sebagai dasar dari pemahaman yang sebenarnya dan nilai dari berfikir secara induktif dalam belajar (pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui pribadi)”. Dalam pendekatan ini guru mendorong siswa untuk menemukan ide-ide kunci atau mentransformasikan informasi ke dalam tataran konseptual maupun praktikal . Dalam pembelajaran ini guru memberikan stimulasi dan simulasi, kemudian siswa bekerja berdasar simulasi atau contoh hingga menemukan hubungan antar bagian dari struktur materi. Pembelajaran inkuiri ini menstimulasi pengembangan kemampuan intuitif dan kemampuan analisis siswa dalam proses pembelajaran. Hal tersebut juga diterapkan oleh guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam pembelajaran. Dengan pemberian materi yang dikaitkan dengan kehidupan maka itu akan mempermudah siswa dalam menemukan pengetahuannya dan kemudian dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu guru sering memberikan tugas yang digunakan untuk meningkatkan antusias siswa dalam menemukan sumber belajar sendiri. Seperti dicontohkan dalam penelitian ini adalah pemberian tugas untuk mencari register ke kelurahan dan pembuatan peta topografi. 2. Dampak sertifikasi guru bagi guru, siswa dan sekolah Dalam kebijakan sertifikasi guru oleh pemerintah, diharapkan semua guru tersertifikasi sehingga semua guru memiliki sertifikat pendidik dan layak disebut guru yang profesional. Sanusi dalam Udin Syaefudin Saud (2009: 6-7) Profesionalisme, menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Dalam hal ini profesionalisme guru menjadi tujuan utama, karena disadari atau tidak sertifikasi guru berpengaruh pada peningkatan kualitas guru yang pada akhirnya meningkatkan kualitas pendidikan. Banyak perbedaan yang dirasakan oleh guru-guru ketika mereka telah tersertifikasi guru, diantaranya yaitu dari segi mengajar menjadi semangat, termotivasi, karena ada tambahan tunjangan, akhirnya ada upaya-upaya untuk peningkatan sarana. Misalnya membeli laptop untuk pembelajaran di kelas. Selain itu juga ada peningkatan dalam mengajar, yang awalnya belum mampu menggunakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
laptop kini mulai mampu menggunakan laptop. Dan awalnya hanya mengajar dengan ceramah, kini menggunakan media lain yang lebih efisien yaitu LCD. Adapun dampak positif sertifikasi guru bagi guru dan sekolah yaitu Motivasi mengajar meningkat, membuat guru semakin termotivasi dalam mengajar. Karena guru yang tersertifikasi harus merasa lebih baik dari guru lain yang belum tersertifikasi. Mereka akan berusaha untuk memperbaiki metode belajar agar siswa lebih tertarik sehingga siswa akan termotivasi pula dalam belajar. Mulyasa (2007:5367) menjelaskan peran guru sebagai agen pembelajaran salah satunya yaitu dengan guru sebagai motivator, guru dituntut untuk dapat membangkitkan motivasi belajar peserta didik. Callahan and Clark dalam Mulyasa (2007:58) mengemukakan bahwa motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu. Dengan tunjangan sertifikasi guru mampu menyediakan media tanpa tergantung dengan sekolah, misalnya laptop, buku-buku literature, dan media lain. Karena selain menjadi motivator, tugas guru juga sebagai sebagai fasilitator. Tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik, tetapi harus menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar (facilitate of learning) kepada seluruh peserta didik. Sebagai fasilitator tugas guru yang paling utama adalah memberi kemudahan belajar, bukan hanya menceramahi atau mengajar saja. Manfaat lain yang dirasakan guru yaitu guru lebih variatif dan kreatif dalam metode mengajar. Saat PLPG guru diberi pelatihan-pelatihan mengajar dengan berbagai metode yang variatif dan kreatif, hal ini sebagai bekal untuk guru yang telah tersertifikasi di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo mampu mengajar dengan metode yang variatif dan kreatif seperti metode diskusi kelompok, out class (belajar diluar kelas), dan pemanfaatan internet. Sehingga dengan metode yang variatif dan kreatif anak didik tidak bosan dan mengajar menjadi menyenangkan. Manfaat lain yang dirasakan guru yaitu meningkatkan kesejahteraan guru. Setelah adanya sertifikasi guru, guru dapat mencukupi kebutuhan hidupnya dan dapat meningkatkan sarana penunjang pengajaran. Sebagian besar guru yang telah tersertifikasi membeli laptop sebagai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
sarana penunjang dalam mengajar, selain itu beberapa diantaranya juga melanjutkan sekolah S2. Manfaat yang terakhir yaitu meningkatkan profesionalisme guru. Sertifikasi guru disadari semakin meningkatkan profesionalisme guru. Menurut Furqon (2009: 68) menjelaskan mengenai kompetensi guru sebagai agen pembelajaran Kompetensi profesional adalah kemampuan guru dalam pengetahuan isi (content knowledge)
penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam
sesuai standar isi program satuan pendidikan atau Standar Nasional Pendidikan, mata pelajaran, atau kelompok mata pelajaran yang diampu. Sedangkan menurut Sanusi dalam Martinis Yamin (2006: 21) secara konseptual profesionalisasi guru mencakup aspek-aspek yaitu; (1) Penguasaan materi pelajaran. (2) Penguasaan landasan dan wawasan kependidikan. (3) Penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa. 3.
Kendala-kendala yang dihadapi guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam implementasi sertifikasi guru. Kendala merupakan sesuatu yang dapat mengganggu jalannya suatu proses.
Dalam penelitian ini ada beberapa kendala yang dihadapi SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam implementasi sertifikasi guru. Kendala tersebut yaitu jam mengajar guru minimal 24jam/minggu hal tersebut sangat mengganggu karena terbatasnya ruang kelas. Sehingga untuk memenuhinya guru yang tersertifikasi terkadang harus mengajar di luar fac-nya atau mengambil jam mengajar guru lain yang belum tersertifikasi. Selain itu sarana prasarana sekolah yang masih terbatas juga menjadi kendala guru mengajar. Terbatasnya sarana prasarana sangat mengganggu proses mengajar. Misalnya terbatasnya media LCD, banyak guru yang menjadi enggan mengajar menggunakan LCD karena untuk persiapannya membutuhkan waktu yang lama. Sehingga banyak waktu tersita hanya untuk mempersiapkan LCD, sehingga waktu untuk menjelaskan materi terbatas. Padahal guru juga masih harus mempersiapkan materi dan mengejar materi agar selesai dan tersampaikan. Kendala lain yaitu kecemburuan sosial, khususnya di luar sekolah maupun dilingkungan sekolah. Kebanyakan kecemburuan sosial muncul dari profesi non guru, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
karena merasa profesi guru adalah profesi yang mudah dan gajinya besar. Dengan munculnya sertifikasi guru profesi non guru semakin merasa bahwa profesi guru sangat menguntungkan. Padahal profesi guru membutuhkan kerja keras dan tidak semudah yang mereka bayangkan. Tugas dan peran guru cukup kompleks, bahkan tidak hanya selesai di sekolah tetapi juga di rumah. 4. Usaha-usaha yang dilakukan SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam mengatasi kendala-kendala. Untuk mengatasi kendala-kendala yang muncul dalam implementasi sertifikasi guru SMAN 1 Nguter, Sukoharjo melakukanusaha-usaha yaitu melakukan komunikasi pihak guru dan kepala sekolah secara intensif mengenai mata pelajaran yang akan diajarkan. Hal ini diperuntukkan bagi guru yang tersertifikasi syarat mengajar 24jam/minggu sehingga membuat beberapa guru terpaksa mengajar diluar bidangnya. Untuk memenuhi syarat mengajar 24jam/minggu, beberapa guru menilai usaha tersebut diperlukan komunikasi yang baik antara guru dengan kepala sekolah agar guru dapat mengajar sesuai dengan kemampuannya. Usaha lain yaitu menambah ruang kelas atau daya tampung siswa. Menambah ruang kelas dapat meningkatkan jumlah daya tampung siswa sehingga harapannya guru yang kekurangan jam mengajar dapat terbantu terpenuhi dan dapat mengajar sesuai dengan fact-nya. Usaha ini tentu memerlukan waktu yang cukup panjang dan dana yang cukup besar, namun ke depan usaha ini dapat mengatasi guru yang kekurangan jam mengajar. Selain itu pihak sekolah juga berusaha untuk melengkapi sarana prasarana sekolah. Pihak sekolah telah mengusahakan untuk melengkapi sarana-prasarana seperti LCD, dan buku-buku literature sehingga dapat membantu guru dalam mengajar. Upaya tersebut juga dibutuhkan sinergis antara guru dan siswa untuk saling mencari sumber-sumber belajar lain yang dapat membantu proses kegiatan belajar mengajar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. SIMPULAN Berdasarkan deskripsi permasalahan dan analisis data yang diperoleh tentang maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Implementasi sertifikasi guru dalam meningkatkan profesional guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo terdapat 3 hal penting yaitu: a. Persiapan atau perencanaan pembelajaran Persiapan atau perencanaan pembelajaran di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo yaitu: Persiapan yang dilakukan oleh sekolah antara lain: persiapan sarana prasarana material berupa buku diktat. Persiapan yang dilakukan oleh guru sebagai berikut: persiapan materi pembelajaran dan penguasaan materi. Persiapan yang dilakukan siswa yaitu belajar dan mencari sumber belajar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti persiapan dari ketiga komponen diatas cukup baik tetapi belum optimal. b. Proses pelaksanaan pembelajaran 1. Metode pembelajaran yang digunakan guru tersertifikasi di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo yaitu metode ceramah, diskusi, out class maupun bermain. 2. Sumber yang digunakan sebagian besar guru menggunakan buku-buku literature, LKS dan juga internet, sedangkan media yang digunakan papan tulis dan LCD. 3. Guru dalam memberikan contoh kepada peserta didik atau memberikan pelajaran ke peserta didik sudah menghubungkan dengan kehidupan nyata. jadi pembelajaran yang dilakukan sudah kontekstual.
commit to user 97
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti metode pembelajaran yang dilakukan guru tersertifikasi cukup baik, guru menggunakan metode pembelajaran yang kreatif dan inovatif dan sumber belajar yang variatif. 4. Antusias dan partisipasi siswa dalam megikuti pelajaran dan mengerjakan tugas cukup variatif. Ada siswa yang aktif tapi ada juga siswa yang kurang aktif dan antusias dalam mengikut pelajaran. Kebanyakan siswa kurang aktif dalam mencari sumber belajar mandiri. Siswa baru aktif dalam mencari dan menemukan sumber belajar mandiri ketika ada tugas yang diberikan oleh guru. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti proses pembelajaran guru tersertifikasi sudah cukup baik. Hanya saja media yang digunakan belum maksimal karena terbatasnya sarana dan prasarana dan sumber belajar serta keaktifan siswa dalam mencari sumber belajar mandiri. c. Evaluasi atau penilaian Evaluasi pembelajaran atau penilaian yang dilakukan oleh guru tersertifikasi di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo cukup baik. Evaluasi yang digunakan meliputi evaluasi proses dan evaluasi hasil. Penilaian yang dilakukan sudah mencakup afektif, kognitif, dan psikomotorik. Program remedial dilakukan jika siswa tidak memenuhi KKM yang telah ditentukan masing-masing guru. Menurut peneliti evaluasi cukup baik, hanya saja KKM di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo tergolong rendah jika dibandingkan sekolah lain. 2. Dampak sertifikasi guru bagi siswa, guru dan sekolah a. Dampak Positif 1) Motivasi mengajar guru meningkat 2) Guru lebih variatif dan kreatif dalam metode mengajar 3) Meningkatkan kesejahteraan guru 4) Meningkatkan profesionalisme guru b. Dampak Negatif 1) Guru yang belum tersertifikasi jam mengajar berkurang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
2) Kecemburuan sosial dikalangan lingkungan masyarakat 3.
Kendala-kendala yang dihadapi guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam implementasi sertifikasi guru. 1) Sarana prasarana sekolah yang masih terbatas 2) Keaktifan siswa kurang 3) Guru tersertifikasi kekurangan jam mengajar
4.
Dari penelitian yang dilakukan peneliti terdapat beberapa penjelasan dari informan mengenai usaha-usaha yang dilakukan SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam mengatasi kendala-kendala yang timbul, antara lain: 1) Adanya komunikasi pihak guru dan kepala sekolah mengenai mata pelajaran yang diajarkan. 2) Menambah ruang kelas atau daya tampung siswa 3) Melengkapi sarana prasarana sekolah
B. IMPLIKASI Berdasarkan kesimpulan di atas, maka implikasi yang dapat diuraikan oleh penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kebijakan sertifikasi guru sebagai proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seorang guru sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik untuk meningkatkan profesional guru melalui uji kompetensi seperti pelatihan, seminar dan workshop sehingga kompetensi guru sebagai pendidik dapat meningkat. Untuk mencapai pendidik yang profesional dibutuhkan kerjasama yang baik dari semua pihak sekolah baik guru, sekolah dan siswa. 2. Dalam kebijakan sertifikasi guru terdapat kendala yang dapat mengganggu penerapan kebijakan sertifikasi guru, sehingga diperlukan usaha dari semua pihak sekolah baik guru, sekolah maupun siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
3. Dampak sertifikasi guru dapat dirasakan oleh semua pihak sekolah baik guru, sekolah maupun siswa. Adanya kerjasama yang baik akan dapat meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan.
C. SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini maka saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut: a. Bagi mahasiswa Sebaiknya mahasiswa khususnya jurusan pendidikan sudah mempersiapkan sejak dini untuk menghadapi sertifikasi guru di dunia kerja. Mahasiswa perlu belajar lebih intensif mengenai standar kompetensi bagi guru yang professional sehingga dalam aplikasinya lebih memudahkan untuk dilakukan. b. Bagi sekolah Dari ketiga komponen baik siswa, guru maupun sekolah saling mendukung kebijakan sertifikasi guru. Dari siswa semakin aktif dalam mempersiapkan dan mencari sumber belajar sendiri dan aktif dalam mengikuti pembelajaran. Dari guru sebaiknya mampu untuk menghadapi tantangan global untuk lebih meningkatkan kompetensi dan prefesionalisme guru. Untuk sekolah sebaiknya menyediakan sarana dan prasarana yang dapat mendukung berjalannya sertifikasi guru. Selain itu pimpinan sekolah perlu mengontrol dan mengevaluasi guru maupun siswa untuk mendukung keberhasilan kebijakan sertifikasi guru. c. Bagi masyarakat Sebaiknya masyarakat sendiri juga mendukung keberhasilan kebijakan sertifikasi guru dengan menciptakan kondisi dan lingkungan yang kondusif untuk belajar. Dalam hal ini orang tua siswa perlu memberikan dukungan kepada siswa untuk meningkatkan antusias dalam belajar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
DAFTAR PUSTAKA
Black, A. James & Dean, J. Champion. 1992. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Bandung: Eresco. Boys S Sabarguna. 2005. Analisis Data Pada Penelitian Kualitatif. Jakarta : UI Press. Burhan Bungin.2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Grafindo Persada. _______.2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Grafindo Persada. Cholid N. & Abu Achmadi.2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara Furqon Hidayatullah. 2009. Guru Sejati: Membangun Insan Berkarakter Kuat Dan Cerdas. Surakarta: Yuma Pustaka. Hamzah B. Uno. 2007. Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara Ibrahim, Syukur & Syamsuddin, Machrus. 1985.Penemuan Teori Grounded: Beberapa Strategi Penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha Nasional. Johnson, Doyle Paul. 1990. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Terjemahan Robert M.Z Lawang. Jakarta: Gramedia. Khozin Afandi .1993.Kualitatif Dasar-Dasar Penelitian.Surabaya: Usaha Nasional Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada Martinis Yamin. 2006. Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia. Jakarta: Gaung Persada Masnur Muslich, 2007. Sertifikasi Guru Menuju Profesonalisme pendidik. Jakarta: Bumi Aksara Masri, S. & Sofian, E. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta: Pustaka LP3ES Miles, Matthew & Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif.Jakarta: UI Press
commit to user 101
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya _______.2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Mulyasa.2007. Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya _______.2007. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya M. Nurdin.2010. Kiat Menjadi Guru Profesional. Yogyakarta: Prismasophie Nasution, S. 2004. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara. Norlander Case,2009. Guru Profesional. Jakarta: Indeks Oemar Hamalik.2002. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara Piet A. Sahertian.1994.Profil Pendidik Profesional. Yogyakarta: Andi Offset. Ritzer, George dan Goodman, Douglas J.2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:Prenada Media. Diterjemahkan oleh Alimandan. Robert K. Yin. 2000. Studi Kasus ( Desain dan Metode). Jakarta: Raja Grafindo Persada. Soedomo Hadi, 2005. Pendidikan Suatu Pengantar. Surakarta: UNS Press Soetarno,2000. Profesi Keguruan. Surakarta: UNS Press Sri Anitah. 2009. Teknologi Pembelajaran. Surakarta: FKIP UNS. Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Kualitatif . Bandung: Alfabeta. Sudarwan Danim. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia. Sumardjono, S.W. Maria.2001. Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sutopo, HB. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif (Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian). Surakarta : UNS Press. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 103
Suyatno.2008. Panduan Sertifikasi Guru. Jakarta: Indeks Syafruddin Nurdin. 2005. Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum. Jakarta: Ciputat Press Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Udin Syaefudin Saud. 2009. Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta. _______. 2008. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta
commit to user