IMPLEMENTASI KONSTRUKSI CITRA SUPER RESOLUSI DENGAN REPRESENTASI SPARSE M. Hirzul Umam1, Nanik Suciati2, Arya Yudhi W3 1,2,3
Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Sukolilo Surabaya Email :
[email protected], nanik@ if.its.ac.id2,
[email protected]
Konstruksi citra super resolusi (SR) saat ini merupakan bidang riset yang tengah aktif dikembangkan, karena hal ini akan mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh keterbatasan resolusi dari sebuah citra.Hampir semua aplikasi yang berbasis gambar atau citra baik dalam bidang remote sensing, militer dan medical image pada umumnya membutuhkan citra yang beresolusi tinggi. Bahkan untuk beberapa aplikasi, hal ini merupakan syarat utama yang harus dipenuhi. Citra resolusi tinggi berarti kepadatan piksel dalam citra tersebut tinggi. Citra yang beresolusi tinggi ini menghasilkan gambar yang lebih jelas dan detil, sehingga sangat membantu dalam beberapa bidang tersebut. Beberapa metode konstruksi super resolusi telah diajukan baik yang berdasarkan interpolasi bilinear maupun bicubic serta terdapat pula pendekatan super resolusi lain yang berdasarkan teknik machine learning. Akan tetapi metode-metode yang disebutkan sebelumnya membutuhkan database dalam jumlah besar bahkan mencapai jutaan pasang citra beresolusi tinggi dan citra beresolusi rendah, serta membutuhkan pula proses perhitungan yang intensif. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu metode baru bagaimana mengkonstruksi citra super resolusi dari citra beresolusi rendah yang akan dijadikan input dengan mencari hubungan representasi sparse antara citra yang beresolusi tinggi dengan citra beresolusi rendah. Representasi sparse digunakan dalam mengkontruksi citra super resolusi dikarenakan belakangan ini representasi sparse telah berhasil diimplementasikan pada permasalahan inverse dalam image processing seperti denoising dan restoration. Kata Kunci: super resolusi, representasi sparse
1
dilakukan. Super resolusi merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk memperoleh citra beresolusi tinggi. Citra beresolusi tinggi yang didapatkan dengan teknik super resolusi berasal dari sekumpulan citra beresolusi rendah sample yang diambil dari scene yang sama atau pengambilan beberapa gambar dalam satuan urutan waktu. Tugas utama super resolusi adalah bagaimana mengkonstruksi citra asli yang beresolusi tinggi dengan menggabungkan citra yang beresolusi rendah berdasarkan asumsi-asumsi yang wajar atau pengetahuan sebelumnya tentang model pengamatan yang memetakan citra beresolusi tinggi dengan yang beresolusi rendah.
PENDAHULUAN
Hampir semua aplikasi yang berbasis gambar atau citra baik dalam bidang remote sensing, militer dan medical image pada umumnya membutuhkan citra yang beresolusi tinggi. Bahkan untuk beberapa aplikasi, hal ini merupakan syarat utama yang harus dipenuhi. Citra resolusi tinggi berarti kepadatan piksel dalam citra tersebut tinggi. Citra yang beresolusi tinggi ini menghasilkan gambar yang lebih jelas dan detil, sehingga sangat membantu dalam beberapa bidang tersebut. Sebagai contoh, citra medis yang detil dan jelas sangat membantu dokter dalam mengambil keputusan diagnosis. Contoh lain adalah citra satelit, dimana citra yang detil akan sangat membantu dalam membedakan obyek satu dengan lainnya dalam pencitraan jauh.
Beberapa metode konstruksi super resolusi telah diajukan baik yang berdasarkan interpolasi bilinear maupun bicubic serta terdapat pula pendekatan super resolusi lain yang berdasarkan teknik machine learning. Akan tetapi metode-metode yang disebutkan sebelumnya membutuhkan database dalam jumlah besar bahkan mencapai jutaan pasang citra beresolusi tinggi dan citra beresolusi rendah, serta membutuhkan pula proses perhitungan yang intensif.
Konstruksi citra super resolusi (SR) saat ini merupakan bidang riset yang tengah aktif dikembangkan, karena hal ini akan mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh keterbatasan resolusi dari sebuah citra. Sebuah teknologi yang dapat meningkatkan resolusi sebuah citra terbukti menjadi penting dalam pencitraan medis dan pencitraan satelit disebabkan karena diagnosis atau analisis dari gambar berkualitas rendah bisa sangat sulit untuk
1
2
Dalam paper ini penulis berfokus pada masalah bagaimana mengkonstruksi citra super resolusi dari citra beresolusi rendah yang akan dijadikan input dengan mencari hubungan representasi sparse antara citra yang beresolusi tinggi dengan citra beresolusi rendah. Representasi sparse digunakan dalam mengkontruksi citra super resolusi dikarenakan belakangan ini representasi sparse telah berhasil diimplementasikan pada permasalahan inverse dalam image processing seperti denoising [7] dan restoration [8].
memperhatikan kesesuaian spasial antar tetangga patch. Tahap berikutnya, menggunakan representasi sparse lokal yang telah diperoleh, kemudian seluruh citra disempurnakan dengan batasan yang telah dikonstruksi sebelumnya dalam pemodelan citra. Dengan cara ini, model lokal dari representasi sparsedigunakan untuk recovery frekuensi tinggi yang hilang pada detail-detail lokal.
2
Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan mengenai bagaimana permasalahan super resolusi dengan sparsity prior yang mana tiap-tiap pasangan patch citra resolusi tinggi dan rendah memiliki representasi sparse yang sama dan berhubungan dalam dua buah dictionary Dh dan Dl. Dalam pembahasan ini akan dijelaskan mengenai proses learning dua buah dictionary tersebut. Cara sederhana untuk mendapatkan dua dictionary tersebut adalah dengan membuat sample pasanganpasangan patch citra secara langsung, yang dapat mempertahankan korespondensi antara patch resolusi tinggi dan rendah. Sparse coding adalah permasalahan utama untuk mencari representasi sparse dari signal yang berhubungan dengan dictionary D. Dictionary biasanya dilakukan pembelajaran terhadap satu set data training seperti X = {x1, x2, . . . , xt}. Umumnya, sulit utuk mempelajari dictionary yang padu yang menjamin bahwa representasi sparse dapat direcovery dengan minimasi Ζ1. Untungnya, banyak algoritma sparse coding yang telah ada sebelumnya yang ditujukan untuk beberapa aplikasi. Dalam tugas akhir ini berfokus pada formula berikut :
METODE DAN IMPLEMENTASI
Pada paper ini permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai konstruksi citra super resolusi dari citra tunggal. Diberikan input Y yang merupakan citra beresolusi rendah untuk kemudian dilakukan konstruksi citra X yang memilki resolusi lebih tinggi. Untuk menyelesaiakan permasalahan ini digunakan dua pemodelan citra. Pertama adalah pemodelan citra, hal ini yang mengaharuskan citra X hasil konstruksi memilki konsistensi terhadap input Y yang merupakan model observasi. Kedua adalah mengenai sparsity prior. 2.1 Pemodelan Citra Citra Y yang beresolusi rendah merupakan hasil blurring dan downsampling dari citra X yang beresolusi tinggi. Y = SHX
(1)
Pada persamaan di atas, S merupakan representasi dari filter blur dan H adalah downsampling operator.
2.3 Learning Dictionary
2.2 Sparsity Prior π· = πππ min π β π«π s.t Setiap patch x pada citra beresolusi tinggi X dapat direpresentasikan sebagai kombinasi sparse linear dalam dictionary Dh yang dilakukan training dari tiap patch resolusi tinggi dari berbagai citra training: x β DhΞ± untuk setiap Ξ± Ξ΅ RK dengan ||Ξ±||0 << K
(2)
Representasi sparse Ξ± akan dilakukan recovery dengan merepresentasikan setiap patch y dari citra masukan Y, dengan memperhatikan terhadap dictionary resolusi rendah Dl yang dilakukan training dengan Dh. Proses training dictionary akan dijelaskan pada berikutnya. Untuk proses super resolusi citra generic dibagi menjadi dua tahapan. Pertama, dicari representasi sparse untuk setiap patch lokal dari citra, dengan
||π·π¦ ||22
π·,π
2 2
+ π π
1
β€ 1, π¦ = 1,2, β¦ , πΎ
(3)
dimana norm Ζ1 ||Z||1 untuk mendapatkan sparsitas, dan norm Ζ2 constraint pada D yang menghilangkan ambiguitas. Alternatif optimasi antara Z dan D ditunjukkan sebagai berikut : 1. Inisialisasi D dengan sebuah Gaussian random matrix, dengan setiap unit kolom dinormalisasi. 2. Perbaiki D, update Z dengan :
3.
(4) π = arg min π β π«π 22 + π π 1 π yang dapat diselesaikan secara efisien dengan pemrograman linear. Perbaiki Z, update D dengan : π« = arg min π β π«π s.t. π«π
2 2
π«
2 2
β€ 1, π = 1,2, β¦ , πΎ
(5)
3
Ulangi langkah 2 dan 3 sampai dengan konvergen.
4.
Diberikan contoh training pasangan patch citra P = {Xh, Yl}, dimana Xh = {x1, x2, . . . , xn} adalah contoh set patch citra beresolusi tinggi dan Yl = {y1, y2, . . . , yn} adalah patch-patch citra beresolusi rendah yang berkorespondensi (atau fitur-fiturnya). Tujuan yang ingin dicapai adalah melakukan learning dictionary untuk patch citra resolusi tinggi dan rendah, sehingga representasi sparse dari patch resolusi tinggi sama dengan representasi sparse patch resolusi rendah yang berkorespondensi. Individual sparse coding untuk patch resolusi tinggi dan rendah adalah sebagai berikut : π«π = arg min π π + π«π π π· π ,π
2 2
+π π
1
(6)
dan π«π = arg min π π + π«π π π· π ,π
2 2
+π π
(7)
1
Tujuan-tujuan ini kemudian digabungkan, menjadikan representasi resolusi tinggi dan rendah memiliki kode yang sama, dapat dituliskan : min
π«π ,π«π ,π
1 π 1 π + π«π π 22 + π π + π«π π π π 1 + ) π 1 π
2 2
1 + π( π (8)
dimana N dan M dimensi dari patch citra resolusi tinggi dan rendah dalam bentuk vektor. Dalam hal ini 1 π dan 1 π menyeimbangkan nilai dari persamaan (6) dan (7). sehingga persamaan (8) dapat dituliskan menjadi :
min
π· π ,π· π ,π
ππ + π«π π
2 2
1 1 + π( + ) π π π
1
(9)
atau equivalent dengan min
π· π ,π· π ,π
ππ + π«π π
2 2
+ π π
1
(10)
dimana 1
ππ =
π 1 π
ππ ππ
1
, π«π =
π 1 π
π·π π·π
(11)
Sehingga dapat digunakan metode learning yang sama pada kasus single dictionary dan juga dua dictionary untuk tujuan super resolusi. Perhatikan bahwa karena yang digunakan adalah fitur dari patch
citra resolusi rendah, Dh dan Dl tidak hanya dihubungkan dengan transformasi linear, sebaliknya proses training pada persamaaan (9) akan tergantung pada patch citra resolusi tinggi saja. Dictionary yang telah dilakukan learning menunjukkan pola dasar dari patch citra, bukan merupakan prototype patch mentah karena memiliki kepadatan. 2.4 Representasi Fitur dari Patch Citra Resolusi Rendah Transformasi fitur F digunakan untuk memastikan bahwa koefisien dihitung sesuai dengan bagian yang paling relevan dari sinyal resolusi rendah. Sehigga, memiliki prediksi yang lebih akurat untuk konstruksi patch citra resolusi tinggi. Secara khusus, F dipilih dari sejenis filter high pass. Dari sudut pandang perseptual hal ini sangat beralasan, karena orang lebih sensitive terhadap frekuensi tinggi dari citra. Komponen-komponen frekuensi tinggi dari citra resolusi rendah bisa dikatakan sebagai komponen yang paling penting untuk memprediksi konten frekuensi tinggi yang hilang pada target citra resolusi tinggi. Pada beberapa literatur, para peneliti telah menyarankan untuk mengekstraksi fitur yang berbeda untuk patch citra resolusi rendah guna meningkatkan akurasi prediksi. Diantaranya, menggunakan filter high pass untuk mengekstraksi informasi edge sebagai fitur dari input patch citra resolusi rendah atau menggunakan gradient pertama dan kedua dari patch citra sebagai representasi. Dalam tugas akhir ini, digunakan turunan pertama dan kedua sebagai fitur dari patch citra resolusi rendah karena kesederhanaan dan efektifitasnya. Empat filter 1-D yang digunakan untuk mengekstraksi turunan adalah : π1 = β1 0 1 π3 = 1 0 β2 0 1
π2 = π1π π4 = π3π
(12)
dimana superscript T adalah transpose. Menerapkan empat filter ini menghasilkan empat vektor fitur untuk setiap patch, yang digabungkan menjadi satu vektor sebagai representasi akhir dari patch resolusi rendah. Dalam implementasinya, keempat filter tidak diterapkan secara langsung ke sample patch citra resolusi rendah. Sebaliknya filter tersebut diterapkan pada citra training. Sehingga, untuk setiap citra training resolusi rendah, didapatkan empat gradient maps, kemudian tiap patch dari gradient maps diekstraksi di setiap lokasi dan menggabungkannya menjadi vektor fitur. Oleh karena itu, representasi fitur untuk setiap patch citra resolusi rendah juga merupakan encode informasi tetangganya, yang bermanfaat
4
untuk meningkatkan kesesuaian antara patch yang berdekatan terhadap hasil akhir citra resolusi tinggi. Dalam prakteknya, ditemukan bahwa akan bekerja lebih baik apabila mengekstraksi fitur-fitur dari versi upsample citra resolusi rendah daripada yang asli. Oleh sebab itu pertama-tama dilakukan upsampling dengan faktor 2 menggunakan interpolasi bicubic, dan kemudian mengekstraksi fitur gradient dari citra. Karena diketahui zoom ratio, menjadikan mudah untuk melacak korespondensi antara patch citra resolusi tinggi dan patch citra resolusi rendah yang telah dilakukan upsampling baik untuk training dan testing. Karena cara ekstraksi fitur dari patch citra resolusi rendah dua dictionary Dh dan Dl, tidak secara dengan mudah terseambung secara linear, membuat proses penggabungan learning pada persamaan (9) menjadi lebih masuk akal. 2.5 Model Lokal Representasi Sparse Serupa dengan metode berbasis patch yang telah disebutkan sebelumnya, algoritma yang diterapkan mencoba untuk menduga patch citra resolusi tinggi untuk setiap patch citra resolusi rendah dari input. Untuk model lokal, terdapat dua dictionary Dh dan Dl, yang ditraining untuk memiliki representasi sparse yang sama untuk setiap pasangan patch citra resolusi tinggi dan rendah. Untuk setiap patch dikurangi dengan nilai rata-rata piksel, sehingga dictionary mewakili tekstur dari citra, bukan intensitas mutlak. Dalam proses recovery, nilai rata-rata untuk setiap patch citra resolusi tinggi diprediksi oleh versi resolusi rendahnya. Untuk setiap patch input resolusi rendah y, dicari representasi sparse terhadap Dl, patch resolusi rendah yang sesuai pada Dh, akan dikombinasikan sesuai dengan koefisien ini untuk menghasilkan output patch resolusi tinggi x. Permasalahan untuk mencari representasi sparse dari y dapat diformulasikan sebagai berikut : min πΆ
0
s.t
ππ«π πΆ β ππ
2 2
β€ π
(13)
merepresentasikan sparse, dapat direcovery secara efisien dengan minimasi Ζ1 norm sebagai berikut :
min πΆ
1
ππ«π πΆ β ππ
2 2
β€ π
(14)
atau dengan formulasi lagrange multiplier yang equivalent : 2 2
min ππ«π πΆ β ππ πΌ
+ π πΆ
1
(15)
dimana parameter Ξ» menyeimbangkan sparsity dari solusi dan ketepatan pendekatan untuk y. Perlu diperhatikan bahwa ini pada dasarnya adalah sebuah reguralisasi regresi linear dengan Ζ1 norm pada koefisien, dikenal dalam literatur statistik sebagai Lasso. Untuk penyelesaian persamaan (15) secara individual untuk setiap patch lokal tidak menjamin kompatibilitas antara patch yang berdekatan. Untuk memberlakukan kompatibilitas antara patch yang berdekatan digunakan algoritma one-pass. Tiap patch diproses dalam raster-scan urutan citra, dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah. Agar konstruksi super resolusi DhΞ± dari patch y mendekati perhitungan patch resolusi tinggi yang berdekatan sebelumnya dilakukan modifikasi terhadap persamaan (14). Sehingga masalah optimasi yang dihasilkan: min πΆ
1
s.t ππ«π πΆ β ππ π·π«π πΆ β π
2 2 2 2
β€ π1 , β€ π2 ,
(16)
dimana matriks P mengekstrak daerah overlap antara patch target saat ini dan sebelumnya dalam konstruksi citra resolusi tinggi, dan Ο berisi nilai dari citra resolusi tinggi yang sebelumnya dikonstruksi pada overlap. Permasalahan optimasi pada persamaan (3.16) dapat diformulasikan menjadi: min π«πΆ β π πΌ
dimana F adalah operator ekstraksi fitur (linear). Peran utama dari F pada persamaan (13) adalah untuk memberikan batasan yang berarti secara perseptual seberapa dekat koefisien Ξ± mendekati y. Meskipun optimasi permasalahan pada persamaan (3.13) secara umum sulit, hasil akhir dari penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa selama koefisien Ξ± yang diinginkan telah
s.t
2 2
+ π πΆ
1
(17)
ππ«π ππ dan π = parameter Ξ² π½π·π«π π½π mengontrol pertukaran antara input resolusi rendah yang sesuai dan menemukan patch resolusi tinggi yang kompatibel dengan tetangganya. Dalam implementasinya di set Ξ² = 1. Diberikan solusi optimal Ξ±* pada persamaan (3.17) patch resolusi tinggi dapat dikonstruksi sebagai x = DhΞ±*. dimana π« =
5
Hasil X* diambil dari optimasi di atas dengan perkiraan akhir citra resolusi tinggi. Citra ini merupakan yang sedekat mungkin dengan superresolusi awal X0 yang diberikan oleh sparsity. 2.6 Kontruksi Citra Super Resolusi dengan Representasi Sparse
3 Perlu diperhatikan bahwa pada persamaan (3.14) dan (3.16) tidak bisa menuntut kesamaan yang tepat antara patch resolusi rendah y dan konstruksinya DlΞ±. Oleh sebab itu, dan juga dikarenakan noise, citra resolusi tinggi X0 yang dihasilkan oleh pendekatan representasi sparse dari bagian sebelumnya mungkin tidak memenuhi persis seperti batasan konstruksi pada persamaan (3.1). Perbedaan ini dikurangi dengan memproyeksikan X0 ke dalam ruang solusi SHX = Y, perhitungannya : πΏβ = arg min ππ»πΏ β π πΏ
2 2
β c πΏ β πΏπ
2 2
(18)
Algoritma dari super resolusi dengan representasi sparse dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. 2.
Masukan : training dictionary Dh dan Dl, citra resolusi rendah Y. Untuk setiap 5x5 patch y dari Y, diambil mulai dari sudut kiri atas dengan 1 piksel overlap dalam setiap arah , ο· Hitung nilai rata-rata piksel m dari patch y. ο· Selesaikan masalah optimasi dengan π« dan π yang didefinisikan pada persamaan (3.17) : ο· ο·
3. 4.
2
minπΌ π«πΆ β π 2 + π πΆ 1 . Generate patch resolusi tinggi x = DhΞ±. Masukkan patch x+m kedalam citra resolusi tinggi X0.
UJI COBA DAN EVALUASI
Pada tahap uji coba konstruksi citra super resolusi ini, citra yang digunakan adalah lima citra uji coba (girl, lena, daun, building, text) berukuran 128x128 yang telah mengalami proses downsampling dan blurring pada tahap pemodelan. Skenario uji coba tahap konstruksi citra super resolusi dengan representasi sparse ini dikelompokkan menjadi tiga tahap yakni, uji coba dengan perbandingan metode lain (bicubic dan nearest neighbour), uji coba dengan mengubah-ubah nilai lambda (Ξ») yang merupakan nilai sparsity reguralitation, dan yang terakhir adalah uji coba dengan citra yang telah diberi noise, dengan nilai varian yang berbeda-beda. 3.1 Hasil Uji Coba Pada tahap uji coba super resolusi ini, citra yang digunakan sebagai input adalah citra girl, lena, daun, building dan text yang berukuran 128x128 yang diperoleh dari pemodelan data uji coba resolusi tinggi berukuran 256x256 yang telah mengalami proses downsampling dengan interpolasi bicubic dengan faktor skala 0.5 dan blurring dengan gaussian low pass filter dengan frekuensi cut off 25% dari ukuran citra. Citra yang digunakan sebagai input proses konstruksi citra super resolusi dengan representasi sparse ditunjukkan pada Gambar 1.
Selesai. Dengan gradient descent, cari gambar yang paling dekat dengan X0 yang memenuhi batasan konstruksi :
πΏβ = arg min ππ»πΏ β π 22 β c πΏ β πΏπ πΏ 5. Keluaran : citra super resolusi X*.
2 2
Solusi untuk masalah optimasi ini secara efisien dapat dihitung dengan gradient descent. Pembaruan persamaan untuk metode iterasinya adalah : πΏπ‘+1 = πΏπ‘ + π£ π» π π π π β ππ»πΏπ‘ + π πΏ β πΏπ (19) dimana Xt adalah estimasi citra resolusi tinggi setelah perulangan ke-t, dan v adalah ukuran langkah dari gradient descent.
Gambar 1 Citra input hasil blurring dan downsampling
6
Untuk hasil uji coba perbandinngan dengan metode lain dapat dilihat pada Gambar 2, 3, 4, 5 dan 6. Skenario uji coba keduan mengenai perubahan nilai lambda dapat dilihat pada Gambar 7, 8, 9, 10 dan 11. Sedangkan uji coba citra bernoise dapat dilihat pada gambar 12, 13, dan 14. 3.2 Evaluasi Estimasi citra resolusi tinggi yang dihasilkan dengan representasi sparse memiliki nilai resolusi sebesar 256x256 dari input citra beresolusi 128x128. Ukuran citra super resolusi yang dihasilkan tergantung terhadap faktor skala yang diberikan pada saat awal proses konstruksi citra. Akan tetapi dengan semakin besarnya faktor skala yang diberikan akan berpengaruh terhadap lama waktu konstruksi. Hal ini disebabkan dengan semakin besar faktor skala yang diberikan akan memperpanjang proses iterasi tiap patch pada saat konstruksi citra super resolusi. Citra super resolusi yang dihasilkan dengan representasi sparse masih memilki perbedaan terhadap citra asli yang beresolusi tingi. Oleh sebab itu sebagai evaluasi dari hasil konstruksi citra super resolusi dengan representasi sparse diberikan hasil perhitungan RMSE dan PSNR terhadap citra output. Nilai RMSE dan PSNR dari setiap uji coba dapat dilihat pada tabel hasil percobaan. Pada uji coba pertama diperoleh nilai RMSE dan PSNR untuk masing-masing metode. Perbandingan nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
yang lebih baik. Efek dari perubahan nilai lambda yang semakin besar adalah smoothing terhadap citra hasil konstruksi. Perhitungan yang sama juga dilakukan terhadap uji coba ketiga. Hasil uji coba pemberian gaussian noise terhadap citra input dengan nilai varian yang semakin meningkat, dari 0,01%, 0,05%, dan 0,1% menunjukkan bahwa konstruksi citra super resolusi dengan representasi sparse memiliki ketahan terhadap noise yang lebih baik. Hasil perhitungan RMSE dan PSNR dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2 Perbandingan nilai RMSE dan PSNR hasil konstruksi citra uji coba perubahan lambda
No
0,01 RMSE PSNR 1 girl 7,0015 31,2269 2 lena 8,3312 29,7166 3 daun 3,9434 36,2133 4 building 16,42 23,8233 5 text 29,5401 18,7226
1 2 3 4 5
girl lena daun building text
bicubic RMSE PSNR 7,229 30,9491 8,8362 29,2055 4,0952 35,8853 17,8524 23,0969 33,2304 17,9655
Metode nearest neighbour RMSE PSNR 7,6418 30,4669 9,4172 28,6523 4,6546 34,7731 19,3086 22,4158 34,8218 17,2938
4 sparse RMSE PSNR 7,0145 31,2108 8,3208 29,7275 3,9487 36,2017 16,4144 23,8263 29,2955 18,7948
Dari Tabel 1 diketahui bahwa dari citra uji coba dapat dilihat hasil konstruksi citra dengan representasi sparse memilki performa yang lebih baik dibandingkan dengan metode bicubic dan nearest neighbour. Hal ini ditunjukkan dengan nilai RMSE yang lebih kecil dan PSNR yang lebih besar dibandingkan dua metode yang lain. Pada uji coba kedua juga dilakukan perhitungan nilai RMSE dan PSNR dari citra hasil konstruksi. Tabel 2 menunjukkan hasil perhitungan nilai tersebut pada uji coba kedua. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa dengan perubahan nilai lambda nilai RMSE dan PSNR hasil konstruksi citra super resolusi dengan representasi sparse masih memilki performa
0,05 RMSE PSNR 6,997 31,2326 8,3104 29,7383 3,9364 36,2289 16,3904 23,839 29,3985 18,7643
Nilai Lambda 0,1 RMSE PSNR 7,0026 31,2257 8,3094 29,7394 3,9375 36,2265 16,385 23,8419 29,33 18,7846
0,2 RMSE PSNR 7,0145 31,2108 8,3208 29,7275 3,9487 36,2017 16,4144 23,8263 29,2955 18,7948
0,3 RMSE PSNR 7,0296 31,1922 8,3418 29,7056 3,9592 36,1787 16,4557 23,8045 29,3114 18,7901
Tabel 1 Perbandingan nilai RMSE dan PSNR hasil konstruksi citra lena dengan ditambah gaussian noise
Tabel 3 Perbandingan nilai RMSE dan PSNR hasil konstruksi citra super resolusi dengan faktor skala 2 No Nama Citra
Citra
No
Varian gaussian noise
1 2 3
0,01 0,05 0,1
Metode bicubic RMSE PSNR 8,9045 29,1386 9,2472 28,8106 9,5892 28,4951
Nearest neighbour RMSE PSNR 9,5334 28,5459 9,9949 28,1352 10,5041 27,7037
Sparse RMSE PSNR 8,4579 29,586 8,9746 29,071 9,4984 28,578
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil uji coba yang telah dilakukan, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil. Pertama dengan melihat hasil konstruksi citra resolusi tinggi, terbukti bahwa metode representasi sparse berhasil melakukan konstruksi citra dimana citra yang dihasilkan mengalami peningkatan resolusi. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya nilai PSNR dan menurunnya nilai dari RMSE yang telah ditunjukkan pada masing-masing uji coba. Kedua algoritma representasi sparse memiliki ketahanan terhadap nilai noise tertentu. Pada saat ujicoba dengan citra noise, metode representasi sparse memberikan hasil konstruksi yang lebih baik dibandingkan metode lain. Dan yang ketiga penggunaan metode representasi sparse untuk teknik super resolusi dapat diterapkan pada citra generic yang tidak terdapat pada data training dictionary. Hal ini disebabkan karena adanya kemiripan patch yang dikonstruksi terhadap data dalam dictionary yang telah dibuat.
7
5
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Yang Jianchao, John Wright, Thomas S. Huang, Yi Ma. 2010. Image SuperResolution Via Sparse Representation. IEEE Trans. Image Process, vol. 19, no. 11, pp. 2861β2873.
[2]
Zeyde Roman, Michael Elad, Matan Protter. 2010. On Single Image Scale-Up using Sparse-Representations. Haifa 32000, The TechnionβIsrael Institute of Technology Haifa, Israel..
[3]
Rafael C. Gonzalez dan R.E. Woods. 1986. Digital Citra Processing. New Jersey : Prentice-Hall, Inc. Upper Saddle River.
[4]
Kenneth Kreutz-Delgado, Joseph F. Murray, Bhaskar D. Rao, Kjersti Engan. 2002. Dictionary Learning Algorithms for Sparse Representation. Massachusetts Institute of Technology.
Gambar 2 Hasil konstruksi citra girl dengan faktor skala 2, Ξ»=0.2. (A) citra asli, (B) interpolasi bicubic (RMSE: 7.229), (C) Nearest neighbour (RMSE: 7.6418), (D) representasi sparse (RMSE:7.0145)
[5]
Michael Elad. 2010. Sparse and Redundant Representations. The TechnionβIsrael Institute of Technology Haifa, Israel.
[6]
M. Elad dan M. Aharon. 2006. Image denoising via sparse and redundant representations over learned dictionaries. IEEE Trans. Image Process, vol. 15, no. 12, pp. 3736β3745.
[7]
J. Mairal, G. Sapiro, dan M. Elad. 2008. Learning multiscale sparse representations for image and video restoration. Multiscale Model. Sim.,vol. 7, pp. 214β241.
[8]
Suhendra, Adang. 2004. Catatan Kuliah Pengantar Pengolahan Citra. http://images.analyst71.multiply.com/attachm ent/0/Rz6-WgoKCiQAAFxBe81/Catatan%20Kuliah%20PC%202007.pd f-. Diakses 19 Februari 2011.
[9]
Munir, Rinaldi. 2004. Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik. Bandung. Informatika Bandung.
[10]
Gunawan, Chrales. 2005. Optimasi Perkalian Sparse. Jakarta. FASILKOM UI.
Gambar 3 Hasil konstruksi citra lena dengan faktor skala 2, Ξ»=0.2. (A) citra asli, (B) interpolasi bicubic (RMSE: 8.8362), (C) Nearest neighbour (RMSE: 9.4172), (D) representasi sparse (RMSE: 8.3208)
8
Gambar 4 Hasil konstruksi citra daun dengan faktor skala 2, Gambar 5 Hasil konstruksi citra building dengan faktor Ξ»=0.2. (A) citra asli, (B) interpolasi bicubic (RMSE: 4.0952), skala 2, Ξ»=0.2. (A) citra asli, (B) interpolasi bicubic (RMSE: (C) Nearest neighbour (RMSE: 4.6546), (D) representasi 17.8524), (C) Nearest neighbour (RMSE: 19.3086), (D) sparse (RMSE: 3.9487) representasi sparse (RMSE: 16.4144)
Gambar 6 Hasil konstruksi citra text dengan faktor skala 2, Ξ»=0.2. (A) citra asli, (B) interpolasi bicubic (RMSE: 33.2304), (C) Nearest neighbour (RMSE: 34.8218), (D) representasi sparse (RMSE: 29.2955)
9
Gambar 7 Efek dari perubahan nilai lambda (Ξ») terhadap hasil recovery citra girl resolusi rendah. (A) Citra asli, (B) Ξ»=0.01, (C) Ξ»=0.05 (D) Ξ»=0.1 (E) Ξ»=0.2 (F) Ξ»=0.3.
Gambar 10 Efek dari perubahan nilai lambda (Ξ») terhadap hasil recovery citra daun resolusi rendah. (A) Citra asli, (B) Ξ»=0.01, (C) Ξ»=0.05 (D) Ξ»=0.1 (E) Ξ»=0.2 (F) Ξ»=0.3.
Gambar 8 Efek dari perubahan nilai lambda (Ξ») terhadap hasil recovery citra lena resolusi rendah. (A) Citra asli, (B) Ξ»=0.01, (C) Ξ»=0.05 (D) Ξ»=0.1 (E) Ξ»=0.2 (F) Ξ»=0.3.
Gambar 9 Efek dari perubahan nilai lambda (Ξ») terhadap hasil recovery citra building resolusi rendah. (A) Citra asli, (B) Ξ»=0.01, (C) Ξ»=0.05 (D) Ξ»=0.1 (E) Ξ»=0.2 (F) Ξ»=0.3.
10
Gambar 13 Hasil konstruksi citra noise dengan m=0 varian 0,01 %. (A) bicubic (B) nearest neighbor (C) representasi sparse
Gambar 14 Efek dari perubahan nilai lambda (Ξ») terhadap hasil recovery citra text resolusi rendah. (A) Citra asli, (B) Ξ»=0.01, (C) Ξ»=0.05 (D) Ξ»=0.1 (E) Ξ»=0.2 (F) Ξ»=0.3.
Gambar 12 Hasil konstruksi citra noise dengan m=0 varian 0,05 %. (A) bicubic (B) nearest neighbor (C) representasi sparse
Gambar 11 Hasil konstruksi citra noise dengan m=0 varian 0,1 %. (A) bicubic (B) nearest neighbor (C) representasi sparse