USAID PRIORITAS: Mengutamakan Pembaharuan, Inovasi, dan Kesempatan bagi Guru,Tenaga Kependidikan, dan Siswa
PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU
Modul Pelatihan - Juli 2014
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
III
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
2 - Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II
Modul
PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN PENATAAN
Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II - 3
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
4 - Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II
Modul Penataan dan Pemerataan Guru ini dikembangkan dengan dukungan penuh rakyat Amerika melalui United States Agency for International Development (USAID). Isi dari materi workshop ini merupakan tanggung jawab konsorsium Program USAID Prioritizing Reform, Innovation, and Opportunities for Reaching Indonesia’s Teachers, Administrators, and Students (PRIORITAS) dan tidak mencerminkan pandangan USAID atau pemerintah Amerika Serikat.
Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II - 5
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
6 - Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Daftar Isi
Pengantar
iii
Unit 1
Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis
3
Unit 2
Identifikasi Alternatif Kebijakan
15
Unit 3
Pengenalan Sotfware dan Penyiapan Data
31
Unit 4
Formulasi Kebijakan
47
Unit 5
Rancangan Implementasi Kebijakan
65
Unit 6
Perhitungan Dampak Anggaran dari Pilihan Alternatif Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru
81
Unit 7
Persiapan Konsultasi Publik
111
Unit 8
Rencana Tindak Lanjut
131
Pengantar Program Penataan dan Pemerataan Guru
i
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
ii
Pengantar Program Penataan dan Pemerataan Guru
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Pengantar Workshop Analisis Kebijakan
Workshop 2 dimaksudkan untuk melakukan analisis kebijakan dalam penataan guru. Kegiatan ini memerlukan kelanjutan dari WS 1 terutama menggunakan hasil analisis data beruapa isu strategis dalam penataan dan pemerataan guru. Workshop Analisis Kebijakan dimulai dari 1) Memilih isu strategis yang akan dipecahkan melalui analisis kebijakan, 2) Merumuskan tujuan kebijakan yang relevan dengan pemecahan isu strategis, 3)Mengidentifikasi alternative kebijakan, 4) Memilih kebijakan berdasarkan kriteria pemilihan kebijakan, 5) Merumuskan rekomendasi dan memformulasikan kebijakan, dan 6) Membuat rancangan implementasi kebijakan ke dalam system perencanaan daerah Pihak-pihak yang perlu dihadirkan dalam pertemuan ini adalah tim kebijakan dari Dinas Pendidikan, BKD, Bappeda, dan Kantor Kemenag Kabupaten/kota. Setiap kabupaten/kota mengirimkan 5 orang. Sebelum workshop dilaksanakan, tim harus mempersiapkan isu strategis yang telah disepakati dari masing-masing kabupaten/kota yang akan ikut serta dalam workshop.
Pengantar Program Penataan dan Pemerataan Guru
iii
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Jadwal Workshop II Analisis Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru
Waktu
Kegiatan
PIC
08.00-08.15
Pembukaan
Kepala Dinas Pendidikan atau yang mewakili
08.15-09.45
Unit 1: Kerangka kebijakan berdasarkan pengalaman praktis
Fasilitator
09.45-10.00
Rehat
10.00-12.00
Unit 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
12.00-13.00
ISOMA
13.00-14.00
Lanjutan Unit 2
14.00-15.00
Unit 3: Strategi dan proses pemilihan kebijakan
15.00-15.15
Rehat
15.15-16.30
Lanjutan Unit 3
Fasilitator
08.00-10.00
Unit 4: Formulasi Kebijakan
Fasilitator
10.00-10.15
Rehat
10.15-12.00
Kunjung Karya dan Diskusi
12.00-13.00
ISOMA
13.00-15.00
Unit 5: Rancangan Implementasi kebijakan
15.00-15.15
Rehat
15.15-16.30
Unit 6: Perhitungan dampak anggaran dari pilihan opsi kebijakan (integrasi dengan perencanaan)
Fasilitator
08.00-09.30
Lanjutan Unit 6
Fasilitator
09.30-10.30
Unit 7: Persiapan Konsultasi Publik
Fasilitator
10.30-10.45
Rehat
10.45-11.45
Unit 8: RTL
Fasilitator
11.45-12.00
Penutupan
Pejabat yang bertugas
Hari pertama
Fasilitator
Fasilitator
Hari kedua
Fasilitator Fasilitator
Hari ketiga
iv
Pengantar Program Penataan dan Pemerataan Guru
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
UNIT 1 KERANGKA KEBIJAKAN BERDASARKAN PENGALAMAN PRAKTIS
UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis
1
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
2
UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
UNIT 1 KERANGKA KEBIJAKAN BERDASARKAN PENGALAMAN PRAKTIS - Waktu: 90 menit
Pengantar Sesi ini dirancang untuk memperkenalkan peserta untuk berbagai pilihan kebijakan untuk mengatasi masalah penataan dan pemerataan guru. Penyebaran guru telah diatur oleh pemerintah sejak tahun 2003, 1 dan baru-baru ini melalui Peraturan Bersama Lima Menteri (2011)2 yang mengharuskan kabupaten/kota mendistribusikan guru sehingga tercapai distribusi yang lebih merata. Sementara itu penyebaran guru non-pemerintah sepenuhnya diserahkan kepada kepala sekolah dan penyelenggara sekolah. Petunjuk teknis pelaksanaan Peraturan Bersama Lima Menteri mengenai distribusi guru menjelaskan bagaimana penataan dan pemerataan guru harus dilaksanakan. Setiap tingkat dari sistem pendidikan memiliki tugas masing-masing dalam penataan dan pemerataan tenaga pengajar di sekolah, mulai tingkat kabupaten, provinsi, sampai pusat. Analisis kebutuhan guru harus dilakukan secara bertahap di masing-masing tingkat, dimulai dari tingkat sekolah. Kekurangan dan kelebihan guru harus ditentukan di tingkat nasional. Terlepas dari kewajiban peta kebutuhan guru, kabupaten juga berkewajiban untuk melaksanakan pemindahan guru antar sekolah dan mendanai biayanya. Demikian pula, di tingkat provinsi yang berwenang untuk memindahkan guru antar kabupaten dalam provinsi, dan bertanggung jawab untuk menyediakan dana untuk biaya pemindahan. Tidak meratanya distribusi guru sebagai akibat manajemen tidak didasarkan pada kebutuhan sekolah, tetapi lebih pada kebutuhan pribadi guru. Pemindahan atau pengalihan guru umumnya diprakarsai oleh guru secara individual berdasarkan kepentingan mereka sendiri dan bukan kepentingan sekolah atau kabupaten. Dinas Pendidikan umumnya pasif, baik memberikan izin atau tidak memberikan izin dalam menanggapi permintaan pindah dari seorang guru. Akibatnya, sering ada surplus guru 1
Law No. 9/2003 on the Authority Appointment, Transfer and Termination of Civil Servants, Decree No. 20/2010 on Standards, Norms, Procedures and Criteria for Education 2
Peraturan Bersama 5 Menteri 2011 tentang Penataan Dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil
UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis
3
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
di satu tempat dan kekurangan guru di tempat lain. Biasanya sekolah di pusat-pusat perkotaan kelebihan guru sementara sekolah pedesaan dan terpencil seringkali kekurangan guru. Solusi yang jelas untuk distribusi guru yang tidak merata adalah untuk memindahkan guru dari satu sekolah ke sekolah lain - dan ini sering menjadi solusi terbaik. Namun, dalam beberapa kasus mungkin lebih baik untuk menggabungkan dua sekolah kecil menjadi satu sekolah besar (regrouping), membuat SMP kecil yang disatukan ke SD yang ada (Sekolah Satu Atap), mempertahankan sekolah kecil tapi menciptakan efisiensi staf dengan kelas multi-grade, atau menunjuk guru spesialis untuk mengajar di lebih dari satu sekolah (guru keliling atau mobile). Pilihan lain adalah untuk memberikan insentif bagi guru untuk mengajar di sekolah-sekolah terpencil (insentif dapat berupa bonus keuangan atau keuntungan karir). Di SMP mungkin perlu untuk melatih guru untuk memungkinkan mereka untuk mengajar subjek yang berbeda. Dalam sesi ini, berbagai opsi kebijakan diperkenalkan dan dibahas. Beberapa materi diulang dari sesi sebelumnya di bagian pertama dari presentasi dalam rangka konsolidasi pembelajaran.
Tujuan Unit 1 bertujuan untuk menyadarkan peserta bahwa ada berbagai pilihan kebijakan untuk mengatasi masalah distribusi guru yang tidak merata.
Pertanyaan Kunci 1. Apa saja pilihan kebijakan yang tersedia untuk mengatasi masalah distribusi guru yang tidak merata? 2. Bagaimana praktik yang baik yang telah diterapkan internasional atau di daerah lain di Indonesia untuk mengatasi masalah distribusi guru?
Petunjuk Umum Sesi dimulai dengan pemaparan mengenai opsi-opsi kebijakan untuk penataan dan pemerataan guru, dilanjukan dengan tayangan DVD film mengenai pengalaman di kabupaten Gorontalo dan Purworejo. Setelah itu, diberikan kesempatan untuk membahas relevansi dan aplikasi di kabupaten/kota para peserta. 4
UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Sumber dan Bahan
Presentasi dalam PowerPoint
LCD dan laptop/komputer
Kertas plano, spidol, dan flipchart
DVD: Praktik yang Baik: Penataan dan Pemerataan Guru di Gorontalo dan Purworejo
Waktu Waktu yang digunakan dalam Unit 1 ini adalah 90 menit.
Ringkasan Sesi Introduction 15 menit
Connection 15 menit
Application 30 menit
Reflection 15 menit
Extension 15 menit
Fasilitator menyampaikan materi mengenai, (1) Tujuan utk Penataan dan Pemerataan Guru & workshop 2; (2) Profile guru Indonesia
Mengamati film Penataan & Pemerataan Guru di Kabupaten Gorontalo & Purworejo
Diskusi kelompok mengidentifikasi lessons learned dari pengalaman di Purworejo dan Gorontalo.
Fasilitator menyampaikan materi mengenai opsiopsi kebijakan
Diskusi – tanya-jawab mengenai opsiopsi kebijakan yang mungkin sesuai dengan kondisi di kabupaten/ kota peserta
Rincian Langkah-langkah Kegiatan I
Introduction (15 menit)
Fasilitator menyajikan materi, fokus pada 1) Tujuan Penataan dan Pemerataan Guru dan Workshop 2, dan (2) Profile guru Indonesia.
UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis
5
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
C
Connection (15 menit)
Peserta mengamati film yang menggambarkan pengalaman distribusi guru di dua kabupaten: Purworejo dan Gorontalo. Film tersebut berdurasi sekitar 15 menit. Selama mengamati film peserta diminta mencatat poin-poin penting dalam proses penataan dan pemerataan guru.
A
Application (30 menit)
Setelah ini, peserta mendiskusikan poin-poin penting dari film dengan orang yang duduk di samping mereka. Pertanyaan-pertanyaan untuk didiskusikan adalah sebagai berikut: 1. Apa persamaan dan perbedaan konteks dan pengalaman antara Gorontalo and Purworejo dengan kabupaten/kota Anda? 2. Apa saja yang bisa dipelajari dari pengalaman mereka? 3. Pendekatan mana yang berpeluang bisa diterapkan di kabupaten/kota Anda?
R
Reflection (15 menit)
Berdasarkan apa yang telah disajikan dalam sesi ini Fasilitator bisa menanyakan kepada peserta, (1) apakah program dan tujuan workshop 2 penataan dan pemerataan guru sudah dipahami?, (2) apakah sudah memahami berbagai pilihan kebijakan yang tersedia untuk mengatasi masalah distribusi guru yang tidak merata?
E
Extention (15 menit)
Sesi presentasi dilanjutkan dengan tanya-jawab yang fokus pada, (1) memastikan bahwa peserta memahami poin-poin penting tentang prinsip, tujuan, dan langkahlangkah penataan dan pemerataan guru, dan (2) membantu peserta untuk membuat koneksi dengan kabupaten mereka sendiri dan praktik distribusi guru yang sedang dilakukan. Yang penting adalah bahwa para peserta memahami pentingnya distribusi guru dan telah tercermin pada kondisi saat ini di daerah mereka sendiri.
6
UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
PRESENTASI UNIT 1
UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis
7
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
8
UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis
9
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
10
UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis
11
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
12
UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
UNIT 2 IDENTIFIKASI ALTERNATIF KEBIJAKAN
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
13
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
14
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
UNIT 2 IDENTIFIKASI ALTERNATIF KEBIJAKAN Waktu: 180 Menit
Pengantar Isu tentang ketidakseimbangan distribusi guru di sekolah, baik sebagai guru kelas, maupun guru mata pelajaran terus berlarut, tanpa ada pemecahan yang konkrit mulai pada jenjang satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional. Dampak dari ketidakseimbangan distribusi guru ini menjadi salah satu hambatan dalam pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan. Salah satu sebab dari ketidakseimbangan penyebaran guru adalah sistem informasi guru yang dibangun secara terpadu belum dapat dimanfaatkan secara langsung oleh dinas pendidikan kabupaten/kota. Sumber data yang memadai melalui DAPODIK (Data Pokok Pendidikan) belum dimanfaatkan secara maksimal. Data tersebut belum dianalisis secara rinci berdasarkan kebutuhan informasi untuk kebijakan, baik dalam peningkatan mutu layanan pendidikan secara umum, maupun untuk kebijakan penataan dan pemerataan guru. Peraturan Bersama 5 Menteri, yaitu Mendikbud, Mendagri, MenPAN dan RB, MenAg, dan MenKeu tahun 2011 tentang Penataan dan Pemerataan Guru PNS merupakan langkah awal untuk menata dan memeratakan guru antar sekolah, kabupaten/kota, dan antar provinsi. Untuk menindaklanjuti Perber 5 menteri tersebut, Kemdikbud telah membuat Petunjuk Teknis (Juknis) untuk pelaksanaan penataan tersebut. Namun demikian, Juknis tersebut belum cukup dapat dijadikan panduan oleh staf Dinas Pendidikan kabupaten/Kota. Untuk membantu Dinas Pendidikan kabupaten/kota dan provinsi mengimplementasikan Perber tersebut, USAID Prioritas mengembangkan modulmodul pelatihan penataan dan pemerataan guru. Pada Workshop 1 Analisis Data, peserta telah menganalisis data pendidikan kabupaten/kota dengan memanfaatkan DAPODIK dan merumuskan isu-isu strategis. Dalam Unit 2 Workshop 2 ini peserta akan mengidentifikasi isu strategis yang akan ditindaklanjuti melalui implementasi kebijakan. Selanjutnya peserta akan merumuskan tujuan kebijakan serta mengidentifikasi alternatif-alternatif kebijakan.
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
15
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Tujuan Tujuan umum pelatihan ini adalah peserta mampu melakukan analisis kebijakan berbasis data dalam penataan dan pemerataan guru. Tujuan khusus yang diharapkan dikuasai peserta adalah: 1. Mengidentifikasi isu strategis menjadi kebijakan 2. Merumuskan tujuan kebijakan 3. Mengidentifikasi alternatif-alternatif kebijakan
1. 2. 3.
Pertanyaan Kunci Bagaimana mengidentifikasi/menyiapkan isu strategis menjadi kebijakan? Bagaimana menetapkan tujuan pengambilan kebijakan? Bagimana mengindentifikasi alternatif-alternatif kebijakan berdasarkan pada isu strategis dan tujuan kebijakan?
Petunjuk Umum Pendekatan yang digunakan dalam workshop ini adalah pendekatan andragogi, di mana peserta telah memiliki pengetahuan awal yang cukup tentang topik yang akan dibahas. Untuk itu, peserta dianggap sebagai shareholder dan diharapkan dapat memberikan kontribusi sesuai dengan pengalaman masing-masing. Sesi dimulai dengan pengenalan tentang kerangka analisis kebijakan, dilanjutkan dengan langkah-langkah melakukan analisis kebijakan, dan mengidentifikasi alternatif kebijakan berdasarkan isu strategis dengan mempertimbangkan perencanaan makro bidang pendidikan.
Sumber dan Bahan
Presentasi dalam PowerPoint
Lembar Kerja 2.1 dan 2.2
16
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
LCD dan laptop/komputer
Kertas plano, spidol, dan flipchart
Waktu Waktu yang digunakan dalam Unit 2 ini adalah 180 menit.
Ringkasan Sesi Introduction 10 menit
Connection 40 Menit
Application 115 menit
Reflection 10 menit
Extension 5 menit
Fasilitator menyampaikan judul, latar belakang, pertanyaan kunci, dan langkahlangkah penyajian Unit 2
Diskusi awal tentang isu strategis yang telah dirumuskan pada workshop 1
Diskusi Kelompok dibagi dalam 3 bagian, masing-masing sekitar 35 menit. 1: Kebijakan berbasis isu strategis 2: Tujuan pengambilan kebijakan 3: Alternatif-alternatif kebijakan untuk mencapai tujuan
Merefleksi pencapaian tujuan
Menindaklanjuti Unit 2 ini dengan menelaah analisis kebijakan penataan dan pemerataan guru
Rincian Langkah-langkah Kegiatan I
Introduction (10 menit)
Fasilitator menayangkan judul sesi dan membuka dengan salam. Fasilitator memulai kegiatan dengan menyatakan bahwa Pada Workshop 1 Analisis Data, peserta telah menganalisis data pendidikan kabupaten/kota dengan memanfaatkan DAPODIK dan merumuskan isu-isu strategis. Dalam Unit 2 Workshop 2 ini peserta akan mengidentifikasi isu strategis yang akan ditindaklanjuti melalui implementasi
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
17
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
kebijakan. Oleh sebab itu peserta akan mengidentifikasi alternatif-alternatif kebijakan (Diagram 1).
Formulasi Kebijakan Rekomendasi Kebijakan Kriteria Kebijakan Identifikasi alternatif Kebijakan Penentuan tujuan kebijakan Kebijakan Berbasis Isu strategis
Diagram 1: Kerangka Analisis Kebijakan Fasilitator menyajikan tahapan dalam mengidentifikasi alternatif kebijakan, yaitu: langkah pertama, mengidentifikasi isu strategis mana yang menjadi prioritas untuk ditindaklanjuti dengan kebijakan, langkah kedua, menetapkan tujuan pengambilan kebijakan, dan langkah ketiga, mengidentifikasi berbagai alternatif kebijakan yang relevan dengan tujuan ditetapkannya kebijakan. C
Connection (40 menit)
Kegiatan dalam sesi ini adalah: Fasilitator mengajak peserta berdiskusi tentang isu strategis yang telah diidentifikasi pada workshop 1 dan bagaimana menangani isu strategis tersebut. Fasilitator mengajukan beberapa pertanyaan kunci yang berkaitan dengan bahan yang sudah dihasilkan dari kegiatan sebelumnya dan kegiatan yang akan dilakukan berikutnya, sebagai berikut.
18
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
1. Isu strategis distribusi guru mana yang dapat dipromosikan menjadi kebijakan dinas pendidikan kabupaten? 2. Bagaimana menentapkan tujuan kebijakan penataan guru yang relevan dengan perencanaan makro (visi-misi-tujuan daerah) ? 3. Apa saja alternatif-alternatif kebijakan yang berkaitan dengan isu distribusi guru tersebut?
Fasilitator memancing dengan beberapa pertanyaan tentang bagaimana suatu kebijakan penataan guru dilakukan. Apa saja kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam analisis kebijakan? (Ada banyak kriteria, antara lain kebutuhan peningkatan mutu pembelajaran, efisiensi sumberdaya pendidikan, dan pemenuhan jam mengajar guru).
A
Application (115 menit)
Aplikasi dibagi dalam 3 bagian, masing-masing sekitar 35 menit. Bagian 2.1: Mendiskusikan tentang isu-isu strategis yang akan ditindaklanjuti dalam bentuk kebijakan. Langkah pertama, dengan menggunakan skala prioritas memilih isu yang akan diprioritaskan untuk ditindaklanjuti dengan kebijakan, langkah kedua peserta berdiskusi mengapa isu tersebut layak ditindaklanjuti dengan kebijakan. Langkah-langkah ini penting dilakukan karena pada workshop 1 telah mampu mengidentifikasi sejumlah isu strategis. Dengan berbagai alasan, tidak semua isu strategis dapat ditindaklanjuti dengan penetapan kebijakan. Banyak kriteria yang harus dipertimbangkan, diantaranya adalah berkaitan perencanaan makro tingkat kabupaten/kota (RPJMD kabupaten/Kota, Renstra Dinas Pendidikan, Renstra BKD), provinsi, dan nasional. Kerjakan secara kelompok pemilihan isu-isu strategis yang berpeluang untuk menjadi kebijakan (Gunakan Lembar Kerja 2.1). Selanjutnya, presentasikan hasil diskusi tersebut. Bagian 2.2: Pada bagian ini, fokus pada penetapan tujuan menetapkan kebijakan yang didasarkan pada isu strategis. Tujuan kebijakan penataan dan pemerataan guru tidak terlepas dari tujuan pendidikan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Selain mengacu pada tujuan yang lebih besar, tujuan kebijakan penataan guru adalah untuk memecahkan masalah yang mendesak
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
19
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
(isu strategis) yang ada di masing-masing kabupaten/kota, provinsi, dan nasional. Apa tujuan penataan dan pemerataan guru di kabupaten/kota dan bagaimana relevansinya dengan visi-misi kabupaten/kota dan visi misi dinas pendidikan? Diskusikan dalam kelompok apa tujuan penataan dan pemerataan guru di kabupaten, gunakan Lembar Kerja 2.2. Selanjutnya presentasikan hasil diskusi tersebut. Bagian 2.3: Kita sadari bahwa banyak cara untuk mencapai tujuan. Dalam konteks kebijakan penataan dan pemerataan guru, banyak alternatif kebijakan yang dapat dipilih sesuai dengan hasil analisis distribusi guru. Alternatif kebijakan hendaknya yang benar-benar inovatif, memiliki daya ubah yang signifikan dan dapat diimplementasikan dengan memanfaatkan sumberdaya yang terbatas. Fasilitator menyatakan bahwa banyak alternatif yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah distribusi guru. Fasilitator memberi contoh bagaimana merumuskan alternatif kebijakan berdasarkan isu strategis dan kerangka perencanaan makro bidang pendidikan. Selanjutnya fasilitator meminta peserta untuk bekerja secara kelompok menentukan alternatif kebijakan (Gunakan LK 2.3.)
R
Reflection (10 menit)
(1) Tanyakan kepada peserta apakah mereka sudah paham dengan langkahlangkah mengidentifikasi alternatif kebijakan dalam penataan dan pemerataan guru. (2) Apakah peserta sudah mampu merumuskan tujuan yang realistik untuk penetapan kebijakan untuk menangani isu strategis tersebut. (3) Apakah peserta telah mampu merumuskan berbagai alternatif kebijakan yang inovatif dalam penataan dan pemerataan guru berdasarkan isu strategis.
E
Extention (5 menit)
(1) Semua peserta menindaklanjuti Unit 2 ini dengan menelaah alternatif kebijakan yang telah dirumuskan dengan hasil analisis penyebab masalah.
20
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
(2) Daerah perlu mengembangkan kreativitas untuk mengidentifikasi alternatif kebijakan sesuai dengan kondisi internal masing-masing kabupaten/kota. (3) Peserta menuliskan hasil-hasil Unit 2 dalam Lembar Kerja 2.4 dalam format Excel terlampir.
Pesan Utama Pengembangan kapasitas ini akan lebih bermanfaat apabila peserta menindaklanjuti dengan pelaksanaan kegiatan identifikasi alternatif kebijakan serta menganalisis penyebab masalah distribusi guru di daerahnya masingmasing.
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
21
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Lembar Kerja 2.1 Lakukan pemilihan isu strategis berdasarkan hasil workshop 1 dengan mempertimbangkan perencanaan makro bidang pendidikan (Renstra Dinas Pendidikan, RPJMD Kabupaten/Kota yang memuat tentang sumberdaya manusia, dan Renstra Kemdikbud, serta RPJMN Bidang Pendidikan).
No
Isu Strategis berdasarkan hasil analisis
Perencanaan makro bidang pendidikan yang relevan dengan isu strategis
Isu Strategis Terpilih
(1)
(2)
(3)
1 2 3 4 5 6
22
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Lembar Kerja 2.2 Rumuskan tujuan kebijakan penataan dan pemerataan guru berdasarkan isu strategis terpilih (Hasil kerja pada LK 2.1) dengan mempertimbangkan kebijakan daerah dalam penataan dan pemerataan guru. No.
Isu Strategis Terpilih
Kebijakan daerah bidang pendidikan yang relevan dengan isu strategis
Tujuan Kebijakan
(1)
(2)
(3)
1 2 3 4 5 6
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
23
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Lembar Kerja 2.3 Rumuskan alternatif kebijakan berdasarkan hasil kerja pada Lembar Kerja 2.1 dan Lembar Kerja 2.2.
Isu Strategis Terpilih
Tujuan Kebijakan
Alternatif Kebijakan
(1)
(2)
(3)
No. 1 2 3 4 5 6
24
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Lembar Kerja 2.4 (Disajikan dalam format Excel) No. Isu Strategis
Tujuan Pengambilan Kebijakan
Alternatif Kebijakan
Kriteria Pemilihan Alternatif Kebijakan
Rekomendasi Kebijakan
Formulasi Kebijakan
1
2
3
4
5
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
25
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
PRESENTASI UNIT 2
26
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
27
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
28
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
UNIT 3 STRATEGI PEMILIHAN ALTERNATIF KEBIJAKAN
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
29
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
30
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
UNIT 3 STRATEGI PEMILIHAN ALTERNATIF KEBIJAKAN - Waktu: 135 menit
Pengantar Kebijakan publik (yang diterjemahkan dari public policy) bidang pendidikan merupakan tindakan yang dirancang secara sengaja oleh pemerintah untuk menyelesaikan masalah pendidikan yang menjadi perhatian bersama dan memiliki dampak yang luas bagi masyarakat. Kebijakan memiliki dampak secara substansial terhadap masyarakat luas, oleh karenanya kebijakan publik ditujukan untuk memberdayakan masayarakat agar dapat berpartisipasi dalam pemerintahan. Kebijakan publik adalah tindakan pemerintah atas permasalahan publik, yang di dalamnya terkandung komponen– komponen: 1.
Tujuan atau sasaran –merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai oleh kebijakan tersebut 2. Program – merupakan alat formal untuk mencapai tujuan. Kebijakan diimplementasikan dalam bentuk program. 3. Keputusan – merupakan spesifikasi tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan, melaksanakan dan mengevaluasi program. 4. Efek atau dampak sebagai hasil terukur dari pelaksanaan program, baik yang diharapkan atau yang tidak diharapkan. Proses formulasi kebijakan pendidikan mempertimbangkan agar pembuatan kebijakan dilakukan secara rasional-komprehensif mulai dari mengkaji permasalahan sampai perumusan kebijakan. Berdasar pada permasalahan yang ada diidentifikasi berbagai alternatif kebijakan. Bagaimana memilih kebijakan dari berbagai alternatif tersebut? Pemilihan kebijakan yang akan diformulasikan dan diimplementasikan ditentukan berdasarkan sejumlah kriteria. Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan Dalam menyeleksi atau memilih kebijakan guna menentukan kebijakan mana yang akan diimplementasikan diperlukan sejumlah kriteria sebagai bahan pertimbangan. Ada beberapa kriteria penting yang dapat digunakan antara lain: 1) Aspek teknis Aspek teknis berkaitan dengan keefektifan kebijakan. Keefektifan menyangkut sejauhmana kebijakan mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu dapat memecahkan masalah yang dihadapi. UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
31
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
2) Aspek politis Aspek politis memperhatikan 5 subkriteria yaitu 1) acceptability, untuk melihat apakah suatu alternatif kebijakan dapat diterima oleh aktor-aktor politik dan para tokoh masyarakat; 2) appropriateness, untuk melihat apakah suatu alternatif kebijakan sejalan atau bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat; 3) responsiveness, untuk melihat apakah suatu alternatif kebijakan akan memenuhi kebutuhan masyarakat; 4) equity, untuk melihat apakah kebijakan yang dipilih menciptakan keadilan dan pemerataan dalam masyarakat. 3) Kerangka Kebijakan Pemerintah Aspek ini untuk mempertimbangkan apakah opsi kebijakan didukung oleh peraturan pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang sesuai dengan kebijakan Pemerintah Pusat maupun Daerah. Jangan sampai kebijakan yang diambil bertentangan dengan kebijakan pemerintah baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah 4) Aspek ekonomi dan finansial Sebuah kebijakan perlu dipertimbangkan berdasarkan aspek ekonomi dan finansial untuk memperhitungkan keuntungan dan kerugian finansial baik pada proses implementasinya maupun dampak lebih lanjut. Sebagai contoh pengangkatan guru baru memerlukan dana yang besar mulai dari persiapan, proses seleksi, penempatan, maupun gaji yang harus ditanggung oleh pemerintah. 5) Aspek Administrasi Keterlaksanaan administrasi untuk melihat beberapa elemen administrasi seperti: otoritas kewenangan melaksanakan suatu kebijakan (misalnya kebijakannya harus melalui SK Bupati atau cukup Kepala Dinas), komitmen institusi yang melihat kesamaan komitmen dari administratif dari level atas sampai bawah, kemampuan/skill staf pelaksana, kemampuan keuangan untuk menjalankan kebijakan, serta dukungan organisasi yang berkaitan dengan pelayanan. Selain kriteria di atas, masih ada beberapa kriteria lagi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pemilihan opsi kebijakan, terutama yang berkaitan dengan keunikan daerah, antara lain kondisi geografi, adat-istiadat, budaya, jumlah dan penyebaran penduduk. Misalnya opsi kebijakan penggabungan sekolah perlu mempertimbangkan aspek geografi sekolah. Contoh lain, di NTT ada penerimaan peserta didik SD yang berjangka setiap dua tahun. Hal ini dilaksanakan karena mempertimbangkan jumlah guru terbatas, jumlah penduduk sedikit, ruang kelas terbatas, sehingga tidak efektif jika setiap tahun menerima peserta didik baru. Kriteria yang disajikan di atas merupakan kriteria umum. Setiap daerah dapat menentukan kriteria mana yang dianggap penting dan kriteria mana yang dianggap
32
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
kurang penting sebagai pertimbangan dalam memilih dan merekomendasikan kebijakan.
Tujuan Tujuan Unit 3 yang diharapkan dikuasai peserta adalah sebagai berikut. 1. 2. 3.
Merumuskan kriteria dalam pemilihan alternatif kebijakan Menentukan skala proritas alternatif kebijakan berdasarkan kriteria yang ditetapkan Merekomendasikan alternatif kebijakan yang akan diformulasikan menjadi kebijakan.
Pertanyaan Kunci 1. 2. 3.
Apa saja kriteria dalam pemilihan opsi kebijakan? Bagaimana menentukan prioritas dari alternatif yang ada menggunakan kriteria yang ditetapkan? Opsi kebijakan mana yang akan direkomendasikan untuk diformulasikan?
Petunjuk Umum Unit ini merupakan kelanjutan dari unit sebelumnya tentang Identifikasi Alternatif Kebijakan. Dalam unit ini alternatif kebijakan yang dihasilkan dari unit sebelumnya dianalisis dan diperingkat sesuai dengan kriteria pemilihan opsi antara lain, 1) Teknis, 2) Politis, 3) Ekonomi dan Finansial, 4) Kerangka Kebijakan Pemerintah, dan 5) Administratif, 6) lain-lain (ditentukan oleh kabupaten/kota sendiri). Selanjutnya peserta menentukan opsi kebijakan mana yang akan diformulasikan menjadi kebijakan.
Sumber dan Bahan
Presentasi dalam PowerPoint
Lembar Kerja 3.1 dan Handout Peserta 3.1
LCD dan laptop/komputer
Kertas plano, spidol, dan flipchart
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
33
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Waktu Waktu yang digunakan dalam Unit 3 ini adalah 135 menit.
Ringkasan Sesi Introduction 5 menit
Connection 20 Menit
Fasilitator menyampaikan judul, latar belakang, pertanyaan kunci, dan langkahlangkah penyajian
Mempelajari kriteria dalam pemilihan opsi
Application
Reflection 10 menit
95 menit Diskusi Kelompok menganalisis dan memilih opsi kebijakan berdasarkan kriteria
Merefleksi pencapaian Tujuan
Extension 5 menit Menindaklanjuti Unit 3 dengan memformulasikan kebijakan serta mengintegrasikannya dalam perencanaan daerah
Rincian Langkah-langkah Kegiatan I
Introduction (5 menit) Fasilitator menayangkan judul sesi dan membuka dengan salam. Fasilitator memulai kegiatan dengan menyatakan bahwa pada Unit 3 ini peserta akan menentukan opsi kebijakan berdasarkan kriteria tertentu sebagai bahan pertimbangan untuk menghasilkan rekomendasi opsi kebijakan. Fasilitator juga menayangkan latar belakang/pentingnya Unit 3, kompetensi yang harus dikuasai peserta setelah mengikuti Unit 3, pertanyaan kunci, serta langkahlangkah penyajian Unit 3. Penayangan disertai dengan penjelasan singkat secara interaktif.
34
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
C
Connection (20 menit)
Pada langkah ini, para peserta diingatkan kembali untuk menelaah kembali dan menetapkan alternatif kebijakan berdasarkan isu strategis yang telah diidentifikasi dari unit sebelumnya. Fasilitator menjelaskan kepada peserta bahwa tidak semua alternatif akan direkomendasikan untuk diformulasikan menjadi kebijakan, sehingga diperlukan penilaian terhadap alternatif tersebut. Dari beberapa alternatif, mungkin akan dipilih 3, 2, atau hanya 1 kebijakan yang direkomendasikan. Oleh sebab itu peserta ditugaskan mengidentifikasi kriteria apa saja yang digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menilai alternatif tersebut. Untuk melengkapi hasil diskusi, Fasilitator menjelaskan kriteria yang umum digunakan dalam memilih alternatif kebijakan, yaitu 1) Teknis, 2) Politis, 3) Ekonomi dan Finansial, 4) Kerangka Kebijakan Pemerintah, dan 5) Administratif, 6) lain-lain (berdasarkan keunikan daerah masingmasing. Penjelasan ini diberikan secara interaktif. Setelah itu fasilitator memberikan handout tentang Kriteria Pemilihan Opsi Kebijakan (Handout 3.1). Tugas memilih dan menentukan kriteria mana yang akan digunakan dalam memilih opsi kebijakan dilakukan dengan diskusi kelompok. A
Application (95 menit)
Kerja kelompok (60 menit) Dalam sesi ini peserta ditugaskan untuk bekerja dalam kelompok dan menentukan alternatif mana yang akan direkomendasikan untuk diformulasikan lebih lanjut sebagai kebijakan, menggunakan Lembar Kerja 3.1. Catatan Fasilitator: Lembar kerja ini dapat ditulis ulang di kertas plano supaya pada waktu kunjung karya dapat dengan mudah dicermati oleh pengunjung. Dalam mengerjakan tugas ini Peserta mendeskripsikan (seperti contoh handout) atau hanya membeirkan tanda cek/centang jika kriteria yang dimaksud memenuhi. Tetapi nanti di daerah peserta harus mendiskripsikan masing-masing kriteria seperti pada contoh. Kunjung Karya, diskusi dan revisi (35 menit). Pada langkah ini Fasilitator menugaskan kelompok untuk melakukan kunjung karya. Dua anggota kelompok tetap di kelompok menunggui hasil karya, sedangkan anggota kelompok lain berkunjung ke kelompok lain. Fasilitator mengatur alur kunjung karya. Dalam kunjungan di kelompok ada presentasi singkat selama 5 menit dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab. Setelah kunjung karya selesai peserta kembali ke kelompok dan merevisi hasil karya berdasarkan masukan dari kelompok lain. UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
35
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
R
Reflection (5 menit)
(1) Fasilitator menanyakan kepada peserta, (a) apakah kegiatan sesi ini sudah dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan?, (b) apakah alternatif terpilih yang telah dianalisis berdasarkan kriteria merupakan opsi yang siap diformulasikan untuk diimplementasikan? (2) Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang masih perlu diperjelas. Fasilitator menugaskan peserta memasukkan kebijakan yang direkomendasikan (hasil Unit 3) ke dalam Lembar Kerja 2.4 (format Excel).
E
Extention (5 menit)
Fasilitator mengingatkan kepada peserta bahwa setelah menentukan/ merekomendasikan kebijakan, pada unit selanjutnya peserta akan memformulasikan kebijakan sebagai aturan formal yang digunakan dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut serta kemungkinan memasukkan kebijakan tersebut dalam perencanaan daerah.
36
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Handout Peserta 3.1 Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan Kebijakan publik merupakan tindakan pemerintah (pusat maupun daerah) atas permasalahan publik, yang di dalamnya terkandung komponen–komponen: 1.
Tujuan atau sasaran –merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai oleh kebijakan tersebut
2.
Program – merupakan alat formal untuk mencapai tujuan.
3.
Keputusan – merupakan spesifikasi tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan, melaksanakan dan mengevaluasi program.
4.
Efek atau dampak sebagai hasil terukur dari pelaksanaan program, baik yang diharapkan atau yang tidak diharapkan.
Proses formulasi kebijakan pendidikan mempertimbangkan agar pembuatan kebijakan dilakukan secara rasional-komprehensif mulai dari mengkaji permasalahan sampai perumusan kebijakan. Berdasar pada permasalahan yang ada diidentifikasi berbagai alternatif kebijakan. Bagaimana memilih kebijakan dari berbagai alternatif tersebut? Pemilihan kebijakan yang akan diformulasikan dan diimplementasikan ditentukan berdasarkan sejumlah kriteria.
Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan Dalam menyeleksi atau memilih kebijakan guna menentukan kebijakan mana yang akan diimplementasikan diperlukan sejumlah kriteria sebagai bahan pertimbangan. Ada beberapa kriteria penting yang dapat digunakan antara lain: 1) Aspek teknis Aspek teknis berkaitan dengan keefektifan kebijakan. Keefektifan menyangkut sejauhmana kebijakan mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu dapat memecahkan masalah yang dihadapi. 2) Aspek politis Aspek politis memperhatikan 5 subkriteria yaitu 1) acceptability, untuk melihat apakah suatu alteratif kebijakan dapat diterima oleh aktor-aktor politik dan para tokoh masyarakat; 2) appropriateness, untuk melihat apakah suatu alternatif kebijakan sejalan atau bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat; 3) UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
37
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
responsiveness, untuk melihat apakah suatu alternatif kebijakan akan memenuhi kebutuhan masyarakat; 4) equity, untuk melihat apakah kebijakan yang dipilih menciptakan keadilan dan pemerataan dalam masyarakat. 3) Kerangka Kebijakan Pemerintah Aspek ini untuk mempertimbangkan apakah opsi kebijakan didukung oleh peraturan pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang sesuai dengan kebijakan Pemerintah Pusat maupun Daerah. Jangan sampai kebijakan yang diambil bertentangan dengan kebijakan pemerintah baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah 4) Aspek ekonomi dan finansial Sebuah kebijakan perlu dipertimbangkan berdasarkan aspek ekonomi dan finansial untuk memperhitungkan keuntungan dan kerugian finansial baik pada proses implementasinya maupun dampak lebih lanjut. Sebagai contoh pengangkatan guru baru memerlukan dana yang besar mulai dari persiapan, proses seleksi, penempatan, maupun gaji yang harus ditanggung oleh pemerintah. 5) Aspek Administrasi Keterlaksanaan administrasi untuk melihat beberapa elemen administrasi seperti: otoritas kewenangan melaksanakan suatu kebijakan (misalnya kebijakannya harus melalui SK Bupati atau cukup Kepala Dinas), komitmen institusi yang melihat kesamaan komitmen dari administratif dari level atas sampai bawah, kemampuan/skill staf pelaksana, kemampuan keuangan untuk menjalankan kebijakan, serta dukungan organisasi yang berkaitan dengan pelayanan. Selain kriteria di atas, masih ada beberapa kriteria lagi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pemilihan opsi kebijakan, terutama yang berkaitan dengan keunikan daerah antara lain, kondisi geografi, adat-istiadat, budaya, jumlah dan penyebaran penduduk. Misalnya opsi kebijakan penggabungan sekolah perlu mempertimbangkan aspek geografi sekolah. Contoh lain, di NTT ada penerimaan peserta didik SD yang berjangka setiap dua tahun. Hal ini diputuskan oleh pemerintah setempat karena mempertimbangkan jumlah guru terbatas, jumlah penduduk sedikit, ruang kelas terbatas, sehingga tidak efektif jika setiap tahun harus menerima peserta didik baru. Kriteria yang disajikan di atas merupakan kriteria umum. Setiap daerah dapat menentukan kriteria mana yang dianggap penting dan kriteria mana yang dianggap kurang penting sebagai pertimbangan dalam memilih dan merekomendasikan kebijakan.
38
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
(Contoh) Isu Strategis: Terdapat kekurangan guru kelas sebanyak 170 orang pada 55 SD dengan jumlah siswa kurang dari 50 orang Alternatif Kebijakan
Deskripsi pertimbangan berdasarkan kriteria
Rekomendasi
Teknis/ keefektifan kebijakan
Politik
Ekonomi dan finansial
Kerangka kebijakan pemerintah
Administrasi Lain-lain
Sekolah dasar Multigrade
Efektif untuk sekolah dengan jumlah siswa sedikit dan guru yang kurang
Secara umum bisa diterima. Meskipun kadang-kadang masyarakat beranggapan bahwa satu ruang kelas untuk satu tingkat saja
Menguntungkan karena tidak perlu mengangkat guru baru dan mengifisienkan penggunaan ruang kelas. Jika ada rehab juga tidak perlu 6 ruang kelas tetapi cukup 3 saja.
Dengan multigrade rasio siswaguru sesuai SPM
Regrouping Sekolah Dasar
Efektif untuk sekolah yang kekurangan guru, jumlah siswa sedikit, dan secara geografis memungkinkan
Masyarakat kurang siap menerima jika sekolah di desanya/ dusunnya hilang karena diregroup
Menguntungkan karena tidak memerlukan biaya untuk mengangkat guru baru
Ada kerangka kebijakan yang memungkinkan regruping
Pengangkatan guru baru
Efektif untuk memenuhi kekurangan guru dengan catatan rasio siswa-guru masih ideal
Secara politis bisa diterima
Tidak menguntungkan karena harus ada alokasi gaji untuk guru baru
Tahun ini ada moratorium
Otoritas kebijakan bisa ada di level Bupati dan kepala dinas. Secara administrasi mudah dilakukan Otoritas kebijakan bisa ada di level Bupati dan kepala dinas. Secara administrasi dapat dilakukan Masih menunggu formasi
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
39
Berdasarkan proyeksi jumlah anak usia SD lima tahun ke depan, sangat beralasan diadakannya multigrade
Pembentukan sekolah multigrade direkomendasikan untuk diformulasikan menjadi kebijakan
Regrouping hanya dilakukan untuk sekolah yang secara geografis memungkinkan
Regrouping direkomendasikan untuk diformulasikan menjadi kebijakan
Tidak direkomendasikan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Lembar Kerja Peserta 3.1 Pertimbangan berdasarkan kriteria (beri tanda cek pada kolom yang sesuai kalau memenuhi kriteria di bawah ini) Alternatif Kebijakan
Teknik/ Politik keefektifan kebijakan
Ekonomi Kerangka Adminis- Lain-lain dan kebijakan trasi finansial pemerintah
Hasil kerja kelompok ditulis di kertas plano.
40
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
Rekomendasi
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
PRESENTASI UNIT 3
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
41
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
42
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
43
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
44
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
UNIT 4 FORMULASI KEBIJAKAN
UNIT 4: Formulasi Kebijakan
45
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
46
UNIT 4: Formulasi Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
UNIT4 FORMULASI KEBIJAKAN - Waktu: 120 menit
Pengantar Formulasi kebijakan diperlukan dalam rangka implementasi penataan dan pemerataan guru. Formulasi kebijakan yang baik didasarkan pada data yang dianalisis secara cermat.Kebijakan yang diformulasikan dengan tepat akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan rencana pendidikan, khususnya penataan dan pemerataan guru. Perencanaan pendidikan yang efisien dan efektif akan mengarahkan penataan dan pemerataan guru di tingkat kabupaten/kota pada sasaran yang tepat. Formulasi kebijakan yang tepat menjadi pijakan yang kokoh dalam pengelolaan pendidikan, khususnya penataan dan pemerataan guru. Oleh sebab itu, formulasi kebijakan perlu melibatkan stakeholder pendidikan sehingga kebijakan yang dihasilkan mendapat dukungan dari berbagai pihak terkait. Selain itu, agar kebijakan (peraturan daerah atau yang lebih tinggi tingkatnya) memiliki legalitas yang memadai maka kebijakan harus mendapatkan pengesahan dari unsur legislatif. Kebijakan pemerintah kabupaten/kota memiliki peran penting dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pengelolaan pendidikan dasar, khususnya penataan dan pemerataan guru. Kebijakan pemerintah kabupaten/kota dalam penataan dan pemerataan guru diterbitkan atas dasar rekomendasi dari Dinas Pendidikan dan BKD. Rekomendasi tersebut kemudian diterjemahkan menjadi formulasi kebijakan. Sebelum ditetapkan, formulasi kebijakan tersebut perlu dikonsultasikan ke publik yang melibatkan semua stakeholders pendidikan di kabupaten/kota agar setelah ditetapkan, kebijakan tersebut mendapat dukungan dari semua pihak terkait. Implementasi kebijakan penataan dan pemerataan guru memerlukan peraturan yang sesuai untuk menopang pelaksanaannya. Sebagai contoh, kebijakan tentang penggabungan sekolah memerlukan peraturan yang dapat berupa surat keputusan Kepala Dinas Pendidikan, Peraturan Bupati/Walikota, atau bahkan Peraturan Daerah yang menjadi payung hukum bagi kebijakan tersebut. Jadi, peraturan yang sesuai dan terkait dengan penataan dan pemerataan guru perlu diterbitkan dalam rangka pelaksanaan kebijakan tersebut. Jelas bahwa peraturan pemerintah kabupaten/kota dan kebijakan yang dipilih oleh dinas terkait memiliki sifat saling melengkapi dalam upaya untuk meningkatkan kualitas penataan dan pemerataan guru. Peraturan pemerintah kabupaten/kota dapat dikeluarkan atas dasar pilihan kebijakan dari dinas terkait. Dipihak lain, pilihan kebijakan memerlukan peraturan sebagai payung hukum agar kebijakan dapat dilaksanakan pemerintah kabupaten/kota.
UNIT 4: Formulasi Kebijakan
47
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Tujuan Pelaksanaan kegiatan pelatihan ini dimaksudkan agar peserta pelatihan lebih memahami dan terampil untuk: 1.
Mengidentifikasi jenis dan tingkat kebijakan penataan dan pemerataan guru.
2.
Menggunakan hasil rekomendasi sebagai acuan untuk formulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru.
3.
Menyusun langkah-langkah memformulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru.
Pertanyaan Kunci Beberapa pertanyaan kunci yang perlu mendapatkan jawaban dari kegiatan ini antara lain: Apa saja jenis dan tingkat kebijakan penataan dan pemerataan guru?
Bagaimana menggunakan rekomendasi untuk merumuskan kebijakan menata dan memeratakan guru?
Bagaimana langkah-langkah memformulasi kebijakan menata dan memeratakan guru?
Petunjuk Umum Agar pelaksanaan sesi ini dapat berjalan baik, berikut disampaikan beberapa petunjuk umum. Peserta duduk dalam kelompok-kelompok untuk memudahkan mereka berdiskusi.
Fasilitator hendaknya mendorong peserta untuk aktif bekerja dalam mengikuti sesi.
Sumber dan Bahan
48
Lembar Kerja4.1: Identifikasi jenis dan tingkat kebijakan
Lembar Kerja4.2: Memformulasikan kebijakan
Handout Peserta 4.3: Formulasi kebijakan
Lembar Kerja 4.4: Langkah-langkah formulasi kebijakan
Kertas Flipchart, spidol, pulpen, post it berwarna, kertas catatan, penempel kertas, lem, dan gunting.
UNIT 4: Formulasi Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Waktu Waktu yang disediakan untuk kegiatan ini adalah 120 menit. Perincian alokasi waktu dapat dilihat pada tiap tahapan penyampaian sesi ini.
TIK Penggunaan TIK untuk mendukung sesi ini bukan merupakan keharusan tetapi jika memungkinkan dapat disediakan:
Proyektor LCD
Laptop atau personal computer untuk presentasi
Layar proyektor LCD
Namun demikian, fasilitator harus tetap siap apabila peralatan yang diharapkan tidak tersedia.Fasilitator harus menyiapkan presentasi dengan menggunakan OHP atau dengan menggunakan kertas flipchart.
UNIT 4: Formulasi Kebijakan
49
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Ringkasan Sesi Introduction 10 menit
Connection 25menit
Application 70menit
Reflection 10 menit
Extension 5 menit
Fasilitator menyampaikan judul, latar belakang, pertanyaan kunci, dan langkah-langkah penyajian Unit 4
Mengidentifika si jenis dan tingkat kebijakan penataan dan pemerataan guru
Merumuskan kebijakan penataan dan pemerataan guru berdasarkan rekomendasi; langkahlangkah memformula si kebijakan
Merefleksi pencapaian tujuan
Menindaklanjuti formulasi kebijakan dengan rancangan implementasi
Rincian Langkah-langkah Kegiatan I
Introduction (10 menit)
(1) Fasilitator menyampaikan latar belakang tentang kebijakan penataan dan pemerataan guru dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pendidikan. (2) Fasilitator menyampaikan tujuan dan hasil yang diharapkan dari kegiatan sesi ini. (3) Fasilitator memicu peserta dengan mengajukan pertanyaan: “Bagaimana menggunakan rekomendasi untuk memformulasikan kebijakan penataan dan pemerataan guru?” (4) Fasilitator menyajikan langkah-langkah penyajian Unit 4.
C
Connection (25 menit)
Mengidentifikasi jenis dan tingkat kebijakan penataan dan pemerataan guru (1) Fasilitator mengemukakan bahwa kebijakan penataan dan pemerataan guru terdiri atas beberapa jenis dan tingkatan. Berkenaan dengan hal ini, fasilitator memberi contoh jenis dan tingkat kebijakan penataan dan pemerataan guru. (2) Fasilitator mengajak peserta mengidentifikasi jenis dan tingkat kebijakan penataan dan pemerataan guru dengan menggunakan Lembar Kerja 4.1. (3) Peserta berdiskusi dalam kelompok untuk mengidentifikasi jenis dan tingkat kebijakan. Peserta menuliskan hasil diskusi pada lembar kerja tersebut. 50
UNIT 4: Formulasi Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
(4) Salah satu kelompok menyajikan hasil diskusinya, kelompok lain mencermati dan menanggapi.
A
Application (70 menit)
Menggunakanrekomendasi untuk formulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru (1) Fasilitator mengingatkan bahwa pada sesi sebelumnya peserta telah menghasilkan rekomendasi tentang penataan dan pemerataan guru. Fasilitator meminta peserta untuk menuliskan kembali rekomendasi penataan dan pemerataan guru ke dalam Lembar Kerja 4.2. (2) Fasilitator meminta peserta untuk mendiskusikan kebijakan yang sesuai beserta alasannya, berdasarkan rekomendasi tentang penataan dan pemerataan guru. (3) Peserta mendiskusikan berbagai kebijakan terkait dengan rekomendasi yang telah dihasilkan. Selanjutnya, peserta menuliskan hasil diskusi di kolom yang tersedia pada Lembar Kerja 4.2. (4) Peserta menukarkan hasil diskusi dengan kelompok lain untuk ditelaah. Saran-saran dituliskan pada hasil diskusi tersebut.
Menyusun langkah-langkah formulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru (5) Fasilitator mengemukakan bahwa proses formulasi kebijakan ditetapkan menjadi kebijakan, memerlukan langkah-langkah tertentu. Jenis dan tingkat kebijakan penataan dan pemerataan guru berdampak pada langkah-langkah yang harus ditempuh dan pihak-pihak yang terlibat beserta konsekuensi-konsekuensinya. (6) Fasilitator membagikan Handout 4.3 untuk dibaca peserta. (7) Fasilitator meminta peserta untuk mendiskusikan formulasi kebijakan dari rekomendasi kebijakan yang dipilih dengan menggunakan Lembar Kerja 4.4. (8) Dalam kelompok peserta mendiskusikan formulasi kebijakan beserta langkahlangkahnya dari kebijakan yang dipilih dan hasilnya ditulis pada lembar kerja tersebut. (9) Dalam kelompok peserta mendiskusikan konsekuensi dari formulasi kebijakan yang dipilih. (10) Secara bergantian, wakil kelompok mempresentasikan hasil diskusinya. Kelompok lain menanggapi dan atau mengajukan pertanyaan berkenaan dengan hasil diskusi.
UNIT 4: Formulasi Kebijakan
51
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Catatan Fasilitator: Langkah-langkah formulasi dan legislasi kebijakan (untuk peraturan daerah atau yang lebih tinggi) beserta pelaku yang terlibat sebagai berikut. 1. Muncul isu strategis/kebijakan. 2. Pembentukan tim perumus kebijakan, 3. Forum publik, 4. Draft 1, 5. Draft 2 (final, pengesahan) 6. Proses legislasi (untuk perda dan atau undang-undang): pengajuan raperda ke DPRD, penyampaian raperda ke Badan Legislasi, pengkajian raperda, penyampaian raperda ke Badan Musyawarah, rapat konsultasi Panitia Khusus untuk mendapatkan persetujuan dan pengesahan.
R
Reflection (10 menit)
(1) Fasilitator menanyakan kepada peserta apakah kegiatan yang dilakukan sudah dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (2) Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk mendiskusikan hal-hal yang masih belum jelas. Peserta diminta mengintegrasikan hasil-hasil Unit 4 ke dalam Format Excel (lembar Kerja 2.4).
E
Extention (5 menit)
Fasilitator meminta peserta untuk menindak-lanjuti formulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru dengan rancangan implementasi. Fasilitator meminta peserta untuk memikirkan cara mengintegrasikan kebijakan ke dalam perencanaan dan penganggaran.
Pesan Utama Formulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru memiliki jenis dan tingkat yang berbeda-beda berdasarkan rekomendasi dan kepentingannya. Oleh sebab itu, formulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru diupayakan mulai dari tingkat yang rendah ke
52
UNIT 4: Formulasi Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
tingkat lebih tinggi. Jika formulasi kebijakan tersebut dapat ditetapkan pada tingkat rendah maka tidak perlu mengambil tingkat yang lebih tinggi karena kebijakan tersebut dapat segera ditetapkan dan dilaksanakan. Kebijakan yang dapat segera dilaksanakan akan segera berdampak pada perubahan dan peningkatan mutu layanan pendidikan. Dalam jangka panjang peningkatan mutu layanan akan mengarah pada peningkatan mutu proses dan hasil belajar siswa.
UNIT 4: Formulasi Kebijakan
53
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Lembar Kerja 4.1 Identifikasi Jenis dan Tingkat Kebijakan Petunjuk: Isilah kolom-kolom di bawah ini dengan jenis dan tingkat kebijakan yang sesuai
No
Kebijakan
Jenis Kebijakan
Tingkat Kebijakan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
54
UNIT 4: Formulasi Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Lembar Kerja 4.2 Memformulasikan Kebijakan Petunjuk: Tuliskan kembali rekomendasi yang diperoleh dari sesi sebelumnya, kemudian formulasikan kebijakan berdasarkan rekomendasi tersebut beserta alasannya.
No
1
Hasil Rekomendasi Pembentukan sekolah “Multigrade”(Contoh)
Formulasi Kebijakan Peraturan Bupati tentang Pembentukan Sekolah Multigrade
Alasan Lebih terjamin keberlanjutannya dan sulit diganti selama bupati masih menjabat
2
3
4
5
UNIT 4: Formulasi Kebijakan
55
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Handout 4.3 Formulasi Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru A. Formulasi Kebijakan Model-model formulasi kebijakan dapat dikelompokkan kedalam dua model yaitu model elite dan model pluralis (Nugroho, 2012:544). Model elite merupakan model yang dipengaruhi kontinentalis. Sementara model pluralis yaitu model yang dipengaruhi oleh anglo-saxonis. Proses formulasi kebijakan yang ideal terdiri atas beberapa langkah (Nugroho, 2011:551). Langkah-langkah formulasi kebijakan yang ideal adalah sebagai berikut. 1. Munculnya isu strategis/kebijakan. Isu strategis/kebijakan dapat berupa masalah dan atau kebutuhan masyarakat dan atau negara, yang bersifat mendasar, mempunyai lingkup cakupan yang besar, dan memerlukan pengaturan pemerintah. 2. Tim perumus kebijakan. Setelah pemerintah menangkap isu tersebut, perlu dibentuk tim perumus kebijakan. Tim kemudian secara paralel merumuskan naskah akademik dan atau langsung merumuskan draf nol kebijakan. 3. Forum publik. Rumusan draf nol kebijakan didiskusikan bersama forum publik, dalam jenjang sebagai berikut. a.
Forum publik yang pertama, yaitu para pakar kebijakan dan pakar yang berkenaaan dengan masalah terkait.
b.
Forum publik kedua, yaitu dengan instansi pemerintah yang merumuskan kebijakan tersebut.
c.
Forum publik yang ketiga dengan para pihak yang terkait atau yang terkena dampak langsung kebijakan, disebut juga benificiaries.
d.
Forum publik yang keempat adalah dengan seluruh pihak terkait secara luas, menghadirkan tokoh masyarakat, termasuk didalamnnya lembaga swadaya masyarakat yang mengurusi isu terkait.
Hasil diskusi publik ini kemudian dijadikan materi penyusunan pasal-pasal kebijakan yang akan dikerjakan oleh tim perumus. Draf ini disebut Draf 1. 4. Draf 1. Draf 1 didiskusikan dan diverifikasi dalam focused group discussion yang melibatkan dinas/instansi terkait, pakar kebijakan, dan pakar dari permasalahan yang akan diatur. 5. Draf 2. Tim perumus merumuskan Draf 2, yang merupakan Draf final dari kebijakan.
56
UNIT 4: Formulasi Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
6. Draf final. Draf final kemudian disahkan oleh pejabat berwenang, atau, untuk kebijakan undang-undang, dibawa ke proses legislasi yang secara perundang – undangan telah diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011.
B. Tahapan Proses Legislasi 1. Pengajuan Rancangan Peraturan Daerah oleh Eksekutif kepada DPRD Rancangan Peraturan Daerah tentang Penataan dan Pemerataan Guru diajukan oleh Pemerintah Daerah. DPRD membahas raperda melalui sidang-sidang. 2. Penyampaian Raperda oleh Pimpinan DPRD kepada Badan Legislasi Penyampaian raperda oleh pimpinan DPRD kepada badan legislasi. Pengajuan raperda ini harus disertai dengan naskah akademik, dan disertai dengan keterangan yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur dalam raperda tersebut. 3. Pengkajian Rancangan Peraturan Daerah oleh Badan Legislasi Naskah akademik dan penjelasan yang memuat pokok-pokok pikiran dan materi muatan yang diatur, memperjelas landasan filosofis, landasan yuridis, dan landasan sosiologis dari dibentuknya raperda tersebut. 4. Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah oleh Pimpinan DPRD kepada Badan Musyawarah Raperda perlu diagendakan oleh Badan Musyawarah untuk disampaikan pada Paripurna. Untuk menindaklanjuti penyampaian raperda tersebut dibentuk Panitia Khusus yang memiliki tugas untuk melakukan pembahasan raperda. 5. Pembicaraan Tingkat I a. Paripurna Penyampaian Usulan Raperda dan Penjelasan Raperda oleh Eksekutif Pada Sidang Paripurna disampaikan beberapa raperda yang salah satunya adalah Rancangan Peraturan Daerah tentang Penataan dan Pemerataan Guru. b. Paripurna Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi terhadap Usulan Rancangan Peraturan Daerah Tahapan agenda sidang paripurna ini perlu dilaksanakan. Pada sidang paripurna dengan agenda pemandangan umum fraksi-fraksi terhadap penyampaian raperda fraksi-fraksi bisa menyampaikan tanggapannya baik dalam bentuk persetujuan atau penolakan, atau sanggahan dan kritikan terhadap substansi permasalahan penyampaian raperda tersebut. c. Paripurna Tanggapan dan/atau Jawaban Eksekutif terhadap Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi Dengan dilaksanakannya paripurna pemandangan umum fraksi terhadap usulan raperda, sidang paripurna jawaban walikota/bupati atas pemandangan umum fraksi-fraksi yang perlu dilaksanakan.
UNIT 4: Formulasi Kebijakan
57
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
d. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah oleh Panitia Khusus bersama Mitra Terkait Pembahasan raperda ini dapat dilakukan melalui beberapa tahap pembahasan. Pembahasan tersebut melibatkan mitra kerja terkait. Pada proses rapat pembahasan tahap pertama dan kedua Panitia Khusus perlu mendapatkan data mengenai kelebihan/kekurangan guru, mekanisme penataan dan pemerataan guru. e. Rapat Konsultasi Pansus dengan Pimpinan DPRD mengenai Pembahasan Raperda Rapat konsultasi Panitia Khusus kepada Pimpinan DPRD dapat dilaksanakan melalui beberapa tahap. Jika pada tahap pertama, raperda ini belum selesai dibahas, maka rapat konsultasi dapat dilanjutkan sampai mendapatkan persetujuan.
C. Faktor-Faktor yang Berpengaruh dalam Proses Perumusan Peraturan Daerah tentang Penataan dan Pemerataan Guru 1. Elemen Luar Pihak-pihak luar yang terkait antara lain DPRD, Bagian Hukum dan Ortala, dan BAPPEDA, Dewan Pendidikan Kota/Kabupaten, dan PGRI Provinsi. Dukungan elemen luar dapat tercermin dari kehadiran pihak-pihak tersebut dalam rapat-rapat pembahasan. 2. Elemen Dalam Dalam proses perumusan raperda ini yang dimaksud dengan elemen dalam adalah Dinas Pendidikan dan BKD Kota/Kabupaten. 3. Keterkaitan atau Linkages Koordinasi dan komunikasi yang terjalin dalam proses perumusan raperda melibatkan 3 pihak yaitu eksekutif (instansi teknis dan mitra kerja terkait), legislatif (Panitia Khusus DPRD), dan stakeholders. Pada proses pembahasan raperda di DPRD terjadi koordinasi dan komunikasi yang menimbulkan interaksi politik-administratif yang melibatkan legislatif yaitu DPRD dengan mitra-mitra kerja terkait.
D. Aktor dan Peran Aktor yang Terlibat dalam Proses Perumusan Peraturan Daerah 1. Aktor yang Terlibat Pemeran serta resmi terdiri dari eksekutif yaitu Dinas Pendidikan dan BKD selaku instansi teknis pengusul raperda, dan SKPD-SKPD terkait. Untuk merumuskan draf awal raperda, Dinas Pendidikan dan BKD membentuk tim perumus kebijakan. Sementara lembaga legislatif yaitu DPRD melakukan pembahasan secara langsung melalui Panitia Khusus.
58
UNIT 4: Formulasi Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
2. Peran Aktor Dinas Pendidikan dan BKD memiliki peranan membentuk draf awal raperda melalui tim perumus kebijakan. Proses pembahasan raperda di DPRD menegaskan fungsi legislasi atau fungsi membuat undang-undang dalam hal ini peraturan daerah. Panitia Khusus DPRD dalam melakukan pembahasan terhadap raperda dengan melibatkan pihak-pihak yang terkait meliputi SKPD-SKPD terkait, dan pihak luar. Pihakpihak terkait tersebut memiliki peran dalam rapat-rapat pembahasan yang dijadwalkan Panitia Khusus DPRD dengan memberikan masukan, kritik dan saran terhadap raperda yang dirumuskan.
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Riant. 2011. Public Policy. PT. Elex Media Komputindo : Jakarta. Nugroho, Riant. 2012. Public Policy. PT. Elex Media Komputindo : Jakarta. Peraturan Perundangan : Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah
UNIT 4: Formulasi Kebijakan
59
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Lembar Kerja 4.4 Langkah-langkah Formulasi Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru Petunjuk: Pilih satu formulasi kebijakan dan tuliskan langkah-langkah formulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru.
Jenis kebijakan: _____________________ Tingkat kebijakan: ____________________
No Langkah-langkah
Rincian Kegiatan
Pelaku
1 2 3 4 5 6 7
Uraikan konsekuensi (anggaran, waktu pembuatan, waktu implementasi, dll) formulasi kebijakan yang dipilih berdasarkan langkah-langkah, jenis, dan tingkat kebijakan.
60
UNIT 4: Formulasi Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
PRESENTASI UNIT 4
UNIT 4: Formulasi Kebijakan
61
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
62
UNIT 4: Formulasi Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
UNIT 5 RANCANGAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
63
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
64
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
UNIT 5 RANCANGAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN Waktu: 120 menit
Pengantar Peraturan Bersama 5 Menteri, yaitu Mendiknas, Mendagri, MenPAN dan RB, Menag, dan MenKeu tahun 2011 tentang Penataan dan Pemerataan Guru PNS merupakan langkah awal untuk menata dan memeratakan guru antar sekolah, kabupaten/kota, dan antar provinsi. Untuk menindaklanjuti Perber 5 menteri tersebut, diperlukan implementasi kebijakan yang benar-benar dapat dilaksanakan dan hasilnya terukur. Oleh sebab itu, kebijakan tersebut perlu diitegrasikan ke dalam perencanaan sehingga terjamin penganggarannya. Agar terjadi aktivitas nyata di lapangan, Kemdikbud telah menerbitkan Petunjuk Teknis (Juknis) untuk plaksanaan penataan tersebut. Namun demikian, Juknis tersebut belum cukup dapat dijadikan panduan oleh staf Dinas Pendidikan kabupaten/kota karena masih memerlukan banyak analisis tambahan. Untuk membantu dinas pendidikan kabupaten/kota dan provinsi mengimplementasikan Perber tersebut, USAID PRIORITAS mengembangkan Modul Workshop yang terdiri atas 4 bagian, yaitu: penyamaan Persepsi; Workshop Analisis Data; Workshop Analisis Kebijakan; dan Konsultasi Publik Penataan dan Pemerataan Guru. Salah satu unit dalam workshop analisis kebijakan adalah merancang implementasi kebijakan ke dalam sistem perencanaan daerah.
Tujuan Tujuan umum pelatihan ini adalah agar peserta mampu melakukan analisis kebijakan berbasis data dalam penataan dan pemerataan guru. Tujuan khusus pelatihan ini adalah agar peserta mampu: 1. mengimplementasikan kebijakan ke dalam program 2. mengintegrasikan kebijakan ke dalam sistem perencanaan daerah (Dinas
Pendidikan dan BKD)
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
65
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Pertanyaan Kunci 1. Bagaimana cara memastikan agar kebijakan dapat diimplementasikan? 2. Apakah suatu kebijakan dapat (program/kegiatan dan anggaran)? 3. Bagaimana mengintegrasikan penganggaran daerah?
diimplementasikan
kebijakan
kedalam
secara
perencanaan
nyata dan
Petunjuk Umum Pendekatan yang digunakan dalam workshop ini adalah pendekatan andragogi, di mana peserta telah memiliki pengetahuan awal yang cukup tentang topik yang akan dibahas. Untuk itu, peserta dianggap sebagai shareholder dan diharapkan dapat memberikan kontribusi sesuai dengan pengalaman masing-masing. Sesi dimulai dengan pengenalan tentang kerangka analisis kebijakan, dilanjutkan dengan langkah-langkah melakukan analisis kebijakan, dan mengidentifikasi alternatif kebijakan berdasarkan hasil analisis kebijakan, dan memilih kebijakan yang paling efektif dalam penataan dan pemerataan guru. Selanjutnya dibahas tentang merancang implementasi kebijakan dan mengintegrasikan kebijakan penataan dan pemerataan guru ke dalam sistem perencanaan daerah.
Sumber dan Bahan
Presentasi dalam PowerPoint
Lembar Kerja 5.1
LCD dan laptop/komputer
Kertas plano, spidol, dan flipchart
Waktu Waktu yang digunakan dalam Unit 5 ini adalah 120 menit.
66
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Ringkasan Sesi Extension
Introduction 10 menit
Connection 15 Menit
Application 80 menit
Reflection 10 menit
5 menit
Fasilitator menyampaikan judul, latar belakang, pertanyaan kunci, dan langkahlangkah penyajian Unit 5
Diskusi awal tentang masalah implementasi kebijakan kedalam sistem perencanaan
Diskusi Kelompok dibagi dalam 3 bagian, masing-masing 25 menit. 1: rancangan implementasi kebijakan. 2: mengintegrasikan kebijakan penataan guru kedalam program/kegiatan 3: mengintegrasikan kebijakan penataan guru kedalam sistem perencanaan daerah
Merefleksi bagaimana merancang implementa si kebijakan penataan guru
Menindaklanjuti Unit 5 ini dengan menelaah implementasi kebijakan penataan dan pemerataan guru
Rincian Langkah-langkah Kegiatan I
Introduction (10 menit)
(1) Fasilitator menayangkan judul sesi dan membuka dengan salam. Fasilitator memulai kegiatan dengan menyatakan bahwa pada sesi ini, peserta belajar memahami rancangan implementasi kebijakan dalam penataan dan pemerataan guru. (2) Fasilitator menayangkan latar belakang/pentingnya mempelajari rancangan implementasi kebijakan dalam penataan dan pemerataan guru. Fasilitator menyatakan bahwa kompetensi yang harus dikuasi peserta setelah mempelajari Unit 5 adalah mampu menjawab pertanyaan kunci.
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
67
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
C
Connection (15 menit)
(1) Fasilitator mengajak peserta berdiskusi tentang bagaimana distribusi guru di daerahnya, apakah sudah ada implementasi kebijakan penataan guru? Apakah kebijakan tersebut telah terintegrasi ke dalam sistem perencanaan daerah? (2) Fasilitator mengantar materi tentang implementasi kebijakan penataan guru. Paparan bersifat stimulus untuk memotivasi peserta berpikir tentang rancangan implementasi kebijakan penataan guru secara umum. (3) Fasilitator memancing dengan beberapa pertanyaan tentang bagaimana suatu kebijakan penataan guru diimplementasikan? Apakah berdasarkan analisis yang mempertimbangkan banyak faktor, seperti kebutuhan peningkatan mutu pembelajaran, efisiensi sumberdaya pendidikan, dan pemenuhan jam mengajar guru?
A
Application (80 menit)
Aplikasi dibagi dalam 3 bagian, masing-masing bagian sekitar 25 menit. 1: Kerangka Rancangan Implementasi Kebijakan (1) Fasilitator mengajukan pertanyaan berikut kepada peserta. Apakah Dinas Pendidikan telah mengimplementasikan kebijakan distribusi guru di kabupaten/kota masing-masing? Pendekatan apa yang digunakan dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut? Apakah ada resistensi terhadap kebijakan yang telah diimplementasikan? Apakah ada masalah dengan proses penetapan kebijakan selama ini? (2) Peserta berdiskusi dan hasil diskusi dituliskan pada lembar kerja atau ditulis di komputer (Lembar Kerja 5.1). (3) Peserta mempresentasikan hasil diskusi. (4) Selama proses diskusi, fasilitator menjelaskan tentang kerangka kebijakan dengan menggunakan pendekatan rancangan implementasi kebijakan.
68
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN Tidak Berdampak pada anggaran Implementasi Kebijakan dalam Kegiatan
Implementasi Kebijakan
RKA Berdampak pada anggaran
Integrasi kedalam Perencanaan Daerah
(5) Setelah peserta menyampaikan gagasannya, fasilitator memberikan penguatan dengan menyampaikan kerangka implementasi kebijakan. 2: Langkah-langkah Melakukan Implementasi Kebijakan dalam Distribusi Guru (6) Fasilitator memberikan pengantar tentang langkah-langkah implementasi kebijakan, yaitu dimulai dengan mengidentifikasi kesenjangan dengan cara membandingkan kondisi nyata dengan kondisi yang diidealkan dan merancang implementasi kebijakan. (7) Fasilitator menanyakan apakah implementasi kebijakan tersebut berdampak pada anggaran? Jika implikasi kebijakan tidak berdampak pada penganggaran, maka rancangan implementasinya dilakukan sebagai berikut. Tidak Berdampak pada anggaran Implementasi Kebijakan Kriteria • • • •
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
Implementasi Kebijakan dalam Kegiatan
Tindakan/implementasi bersifat langsung Tindakan/implementasi bersifat sederhana Dampak dari tindakan tersebut relatif rendah Tingkat/jenjang pengambilan kebijakan lebih rendah
69
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN (8) Jika implikasi kebijakan berdampak pada anggaran, maka langkah berikut yang harus dilakukan.
Integrasi kedalam Renja Tahunan Integrasi Kebijakan
Revisi Renstra
RKA*
Input untuk Renstra Baru Implementasi Kebijakan dalam Kegiatan
*RKA = Rencana Kerja dan Anggaran 3:
Mengintegrasikan Kebijakan Perencanaan Daerah
Penataan
Guru
kedalam
Sistem
(9) Fasilitator menyatakan bahwa langkah ini merupakan langkah yang penting, karena selama ini banyak yang mengambil kebijakan tanpa menggunakan isu strategis sebagai dasar pengambilan kebijakan, sehingga apapun masalahnya cara penyelesaiannya sama. Selanjutnya, fasilitator menyajikan materi integrasi kebijakan. RumusanVisi & Misi Rumusan Strategi
Rumusan Tujuan & sasaran
Rumusan Kebijakan Rumusan Kegiatan Analisis Layanan Pendidikan 1. Integrasi Kebijakan Kedalam Renja • Bagaimana hasil evaluasi program tahunan (LAKIP), apakah target Renstra sudah tercapai? 70
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN • Apakah diperlukan program terobosan yang memiliki daya ungkit dalam pencapaian target? • Apakah penataan dan pemerataan guru telah menjadi isu strategis di kabupaten/kota? • Apakah isu penataan guru telah masuk dalam Renstra? • Jika belum, masukan penataan guru ke dalam Renja. 2. Integrasi Kebijakan Penataan Guru masuk dalam Revisi Renstra •
Apakah Perber 5 Menteri merupakan salah satu perubahan lingkungan strategis yang berdampak pada kebijakan Dinas Pendidikan?
•
Apakah dengan adanya perubahan lingkungan strategis berdampak pada perubahan Renstra Dinas Pendidikan kabupaten/kota?
•
Bagaimana Renstra Dinas Pendidikan direvisi? – Lakukan evaluasi kesesuaian sasaran renstra dengan target nasional dan provinsi – Gunakan hasil evaluasi tahunan untuk melihat ketercapaian sasaran program 5 tahunan. – Identifikasi kegiatan potensial yang dapat meningkatkan kinerja dinas pendidikan – Masukan kegiatan potensial yang memiliki daya ungkit yang signifikan kedalam Revisi Renstra.
3. Implementasi Kebijakan Penataan Guru menjadi Input Renstra •
Analisis distribusi guru menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam analisis layanan pendidikan
•
Isu-isu strategis distribusi guru
•
Kebijakan distribusi guru
•
Program dan kegiatan distribusi guru
•
Anggaran indikatif untuk penataan dan distribusi guru.
Banyak alternatif implementasi kebijakan yang dapat dipilih dalam menyelesaikan masalah distribusi guru. (10) Setelah memaparkan integrasi kebijakan, fasilitator mengajak peserta berlatih merancang integrasi kegiatan penataan dan pemerataan guru ke dalam Renja dan Renstra. (11) Fasilitator membagi Lembar Kerja 5.2 dan 5.3. Peserta berlatih secara kelompok untuk membuat rancangan integrasi kebijakan ke dalam Renja dan Renstra.
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
71
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN (12) Wakil kelompok mempresentasikan hasil diskusinya. Kelompok lain memberi masukan dan saran. (13) Fasilitator membantu agar proses diskusi terarah sesuai dengan topiknya dan memberi penguatan pada sesi ini.
R
Reflection (10 menit)
(1) Tanyakan kepada peserta apakah mereka sudah paham dengan langkah-langkah penyusunan implementasi kebijakan dalam penataan dan pemerataan guru. (2) Apakah langkah-langkah implementasi kebijakan yang mereka telah pahami tersebut dapat diterapkan di kabupaten/kota. (3) Apakah mereka diperkirakan akan mengalami kesulitan dalan merancang implementasi kebijakan dalam penataan dan pemerataan guru kelak di kabupaten/kota masing-masing.
E
Extention (5 menit)
(1) Semua peserta menindaklanjuti Unit 5 ini dengan menelaah implementasi kebijakan yang telah dirumuskan oleh peserta, serta hasil analisis efektivitas implementasi kebijakan. (2) Daerah perlu mengembangkan kreativitas untuk mengimplementasikan kebijakan sesuai dengan kondisi internal masing-masing kabupaten/kota.
Pesan Utama Pengembangan kapasitas ini akan lebih bermanfaat apabila peserta menindaklanjutinya dengan pelaksanaan implementasi kebijakan melalui rancangan implementasi kebijakan penataan dan pemerataan guru di daerahnya masing-masing.
72
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Lembar Kerja 5.1 Rancangan Implementasi Kebijakan Petunjuk: Lakukan identifikasi kebijakan penataan guru yang tidak berimplikasi pada anggaran seperti contoh pada baris pertama. Rekomendasi Kebijakan
Formulasi Kebijakan
Penerapan guru kunjung (mobile teachers) antar sekolah dalam satu kecamatan
SK Kepala Dinas tentang Kewajiban Mengajar Guru lebih dari satu sekolah
Rancangan Implementasi Kebijakan (Bagian dari tugas rutin Dinas Pendidikan) 1. Verifikasi data guru yang kekurangan jam mengajar dan sekolah yang kekurangan guru dalam satu kecamatan 2. Sosialisasi penerapan guru kunjung 3. Penerapan guru kunjung 4. Evaluasi efektivitas guru kunjung
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
73
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Lembar Kerja 5.2 Rancangan Implementasi Kebijakan ke Renja Petunjuk: Buat rancangan implementasi kebijakan yang dintegrasikan pada Renja berdasarkan hasil sesi sebelumnya (Rekomendasi dan formulasi kebijakan) seperti pada baris pertama. Rekomendasi Kebijakan Penerapan kelas rangkap pada 50 sekolah kecil
Formulasi Kebijakan
Rancangan Implementasi Kebijakan
SK Bupati tentang 1. Analisis hasil evaluasi kinerja perencanaan tahun penunjukan sekolah yang sebelumnya terutama berkaitan dengan melaksanakan kelas rangkap distribusi guru 2. Kegiatan yang dapat diusulkan pada RencanaTahunan (Renja) a. Verifikasi ulang sekolah kecil yang akan menerapkan kelas rangkap dengan menggunakan pendekatan survey b. Pelatihan terhadap 170 guru yang akan menerapkan kelas rangkap c. Pelatihan terhadap 55 kepala SD yang akan menerapkan kelas rangkap d. Pelatihan terhadap 15 pengawas sekolah yang wilayahnya akan menerapkan kelas rangkap
74
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Lembar Kerja 5.3 Rancangan Implementasi Kebijakan ke Renstra Petunjuk: Buat rancangan implementasi kebijakan yang diintegrasikan pada Renstra berdasarkan hasil sesi sebelumnya (Rekomendasi dan formulasi kebijakan) seperti pada baris pertama. Rekomendasi Kebijakan
Formulasi Kebijakan
Regrouping terhadap 76 Peraturan Bupati tentang SD yang tersebar di 6 Regrouping pada76 SD di 6 kecamatan Kecamatan
Rancangan Implementasi Kebijakan kedalam Renstra Regrouping dilakukan secara bertahap, sehingga memerlukan waktu lebih panjang, 1. Masukan regouping menjadi isu strategis dalam renstra 2. Buat tahapan sekolah yang akan di regrouping 3. Jumlah sekolah yang harus direhab (sekolah yang dijadikan sekolah baru) 4. Tentukan indikator kinerja regrouping 5. Buat anggaran indikatif untuk kegiatan regrouping selama 5 tahun
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
75
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
PRESENTASI UNIT 5
76
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
77
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
78
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
UNIT 6 PERHITUNGAN DAMPAK ANGGARAN DARI PILIHAN ALTERNATIF KEBIJAKAN PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
79
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
80
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
UNIT 6 PERHITUNGAN DAMPAK ANGGARAN DARI PILIHAN ALTERNATIF KEBIJAKAN PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU Waktu: 150 menit
Pengantar Seiring diterbitkannya Peraturan Bersama (Perber) 5 Menteri (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) tentang Penataan dan Pemerataan Guru PNS, yang mengamanatkan bahwa Bupati/Walikota bertanggung jawab dan wajib melakukan penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota yang kelebihan dan kekurangan guru PNS. Disamping itu, Bupati/Walikota memiliki kewajiban untuk mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS untuk penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan di wilayah kerjanya sesuai dengan kewenangannya. Pendanaan penataan dan pemerataan guru PNS (PPGP) antar satuan pendidikan, antar jenjang, atau antarjenis pendidikan antar kabupaten/kota, atau antar provinsi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota dibebankan pada APBD kabupaten/kota sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Analisis DAPODIK (Data Pokok Pendidikan) dilakukan Dinas Pendidikan selama pelaksanaan Workshop 1-PPGP dan pasca pendampingan telah menghasilkan temuan/fakta/informasi terkait dengan penataan dan pemerataan guru, seperti distribusi sekolah yang kelebihan atau kekurangan guru, kecukupan guru mata pelajaran, rasio siswa terhadap guru, jumlah sekolah dengan jumlah murid sedikit, rasio siswa per rombongan belajar dan guru yang akan pensiun. Hasil analisis ini kemudian dirumuskan dalam isu strategis pendidikan. Isu strategis tersebut akan menghasilkan tindakan-tindakan berupa alternatif/opsi kebijakan. Sebagian opsi kebijakan tidak memerlukan biaya, sebagian lainnya memerlukan biaya, sehingga kebijakan ini akan berdampak pada anggaran. Kebijakan yang berdampak pada anggaran perlu dianalisis lebih lanjut agar dapat dihitung biaya yang diperlukan dalam implementasi kebijakan tersebut. UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
81
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
Dalam unit ini peserta akan memfokus diri pada penghitungan biaya dan ketersediaan anggaran terhadap pilihan alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah penataan dan pemerataan guru. Lokus penghitungan anggaran ini tidak bermuara penuh pada jumlah pendidik yang diadakan, tetapi untuk menggeser alokasi penggunaan anggaran belanja pegawai ke arah belanja modal atau operasional bagi peningkatan mutu pembelajaran di sekolah, dan apabila telah mencukupi dapat digeserkan pada unit pelayanan publik lainnya, seperti kesehatan, kependudukan, fasilitas umum, dan sebagainya.
Tujuan Tujuan dari unit ini adalah: 1. Menghitung kebutuhan dana yang diperlukan untuk melaksanakan alternatif kebijakan yang dipilih 2. Menghitung ketersediaan dana APBD yang dapat digunakan untuk membiayai kebutuhan dana tersebut
Pertanyaan Kunci 1. Berapa dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan masing-masing alternatif kebijakan yang telah dipilih? 2. Bagaimanakah cara menghitung kebutuhan anggaran untuk menetapkan kebijakan yang dapat mengatasi isu strategis? 3. Bagaimanakah cara menghitung ketersediaan anggaran untuk sektor pendidikan? a. Pengumpulan data APBD Perubahan/Penetapan (3 tahun terakhir), Rekapitulasi Penjabaran APBD terkait Urusan Pendidikan 3 tahun terakhir, dan Rekapitulasi DPA Dinas Pendidikan 3 tahun terakhir b. Input Data sederhana Dalam Microsoft Excell c. Menghitung dana diskresi sektor pendidikan 4. Bagaimana membuat pendidikan?
kecenderungan
ketersediaan
anggaran
sektor
Analisis kecenderungan dengan menggunakan 2 pendekatan yaitu rata-rata dan acremental
82
Pendekatan rata-rata dengan cara menggunakan rata-rata dana deskresi terhadap APBD dan atau Belanja Sektor Pendidikan (dipilih sesuai kesepakatan yang logis) selama 3 tahun terakhir yang dirata-ratakan. UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
Pendekatan acremental dengan cara menggunakan persentase kenaikan tahun pertama ke tahun kedua dijumlahkan dengan persentase kenaikan tahun kedua ke tiga dan dirata-ratakan, kemudian ditambahkan kenaikan inflasi rata-rata 3 tahun terakhir.
Selanjutnya peserta melakukan identifikasi kemungkinan opsi kebijakan yang dapat diambil dalam penataan dan pemerataan guru
5. Bagaimana memilih opsi kebijakan yang dapat diimplementasikan terkait dengan kemampuan anggaran yang tersedia ?
Petunjuk Umum Pada dasarnya unit ini dibagi menjadi tiga bagian: (1) penghitungan ketersediaan dana sektor pendidikan; (2) menghitung kecenderungan ketersediaan anggaran, dan (3) menghitung kebutuhan anggaran yang disediakan untuk memilih dan menetapkan opsi kebijakan, namun demikian ketiga bagian tersebut dilakukan dalam satu kegiatan. Template excel sederhana telah disiapkan sehingga setiap peserta pelatihan dengan mudah melakukan input dalam template untuk menghitung ketersediaan anggaran dan kecenderungan ketersediaan anggaran. Kendala utama dalam melakukan kegiatan ini adalah dalam tahap pengumpulan data, karena sumber data tidak semua tersedia di SKPD Dinas Pendidikan, namun tersebar di Bappeda atau BPKKD (APBD), Dinas Pendidikan atau SKPD lainnya. Langkah awal untuk mengantisipasi masalah ketersediaan data keuangan yang terkait dengan pendidikan adalah dengan melakukan: (1) identifikasi ketersediaan sumber data keuangan, (2) koordinasi dengan SKPD terkait yang mengalokasikan anggaran sektor pendidikan, (3) melakukan input data dan melakukan penghitungan ketersediaan dana. Untuk menghitung kebutuhan anggaran disetiap opsi kebijakan, USAID PRIORITAS telah menyiapkan Template excel sederhana sehingga setiap peserta pelatihan dengan mudah melakukan input dalam template. Kendala utama dalam melakukan perhitungan kebutuhan anggaran adalah opsi-opsi kebijakan yang disusun telah sesuai untuk mengatasi isu strategis, karena sebuah isu strategis seringkali lebih dari 3-4 opsi kebijakan.
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
83
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
Sumber dan Bahan 1. Paparan 1: Penghitungan Ketersediaan Dana Sektor Pendidikan dan Penghitungan trend/kecenderungan Ketersediaan Dana Sektor Pendidikan dan kemungkinan opsi kebijakan penataan dan pemerataan guru 2. Paparan 2: Penghitungan Kebutuhan Pembiayaan untuk menetapkan opsi kebijakan PPGP 3. Data sekunder: a. Ringkasan Perubahan APBD 2011 dan 2012 serta Penetapan 2013 b. Rincian DPA Perubahan untuk BL dan BTL Tahun 2011 dan 2012, serta DPA Penetapan BL dan BTL Tahun 2013 c. Output excel tentang kecukupan guru (kelebihan dan kekurangan), pensiun guru, dll d. Hasil print out alternative strategi 4. Notebook + LCD/Proyektor + Sound System 5. Handout.
Waktu Penyelenggaraan sesi ini adalah selama 150 menit, tetapi dibagi menjadi tiga kelompok:
Ringkasan Sesi Introduction - 10’ • Latar Belakang • Tujuan • Garis Besar Langkahlangkah
84
Connection – 15’ Sharing pengalaman menghitung Kebutuhan Dana dan Ketersediaan dana dalam implementasi keijakan
Application – 105’ Paparan cara Penghitungan Kebutuhan dan Ketersediaan dana, dilanjutkan dengan praktik dan diskusi kelompok
Reflection – 15’ • Periksa ketercapaian tujuan • Ungkap/ Tulis hal yang masih menjadi permasalahan
Extension – 5’ Menindaklanjuti unit 6 dengan praktik mandiri berdasarkan data kabupaten/ kota yang akurat dan baru.
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
Rincian Langkah-langkah Kegiatan I
Introduction (10 menit)
Fasilitator membuka kegiatan unit ini dengan mengucapkan salam. Sebelum memulai paparan, secara ringkat Fasilitator menerangkan latar belakang, tujuan, dan pertanyaan kunci Unit 6.
C
Connection (15 menit)
Pada tahap ini fasilitator meminta peserta untuk mengemukakan pengalamannya, tentang menghitung kebutuhan anggaran terhadap implementasi kebijakan. Kegiatan cukup dengan tanya jawab interaktif berdasar pengalaman peserta. Berdasarkan kegiatan tersebut, selanjutnya fasilitator menjelaskan bahwa dalam sesi ini akan diperkenalkan dan latihan melakukan penghitungan dampak anggaran untuk implementasi kebijakan, meliputi: 1.
Menghitung kebutuhan anggaran pendidikan sebagai dampak penetapan kebijakan Menghitung ketersediaan anggaran sektor pendidikan Menganalisis kecenderungan ketersediaan anggaran sektor pendidikan.
2. 3.
A
Application (105 menit)
Application (10-20 menit) Kegiatan ini dilakukan secara berkelompok, satu kabupaten/kota satu kelompok. Bila dimungkinkan terdapat fasilitator pendamping untuk setiap kelompok, tetapi bila kurang maksimal satu pendamping untuk dua kelompok. Sesi application ini terdiri atas 3 bagian, masing-masing berisi enjelasan cara penghitungan disertai contoh dan latihan. Bagian I Fasilitator memberikan penjelasan bagaimana cara melakukan penghitungan kebutuhan anggaran pendidikan sebagai dampak penetapan opsi kebijakan dalam penataan dan pemerataan guru. Setelah penjelasan peserta diberi materi (Handout 6.1) untuk dibaca dan sebagai panduan untuk latihan.
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
85
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
Peserta selanjutnya latihan melakukan input data terkait dengan opsi kebijakan dalam template yang tersedia seperti dalam LK 6.1. Selanjutnya peserta menghitung kebutuhan anggaran untuk setiap alternatif kebijakan (gunakan LK 6.2). Setelah praktik input sudah selesai, peserta pelatihan dapat mengetahui, (a) berapa jumlah kebutuhan dana per kebijakan, (b) urutan kebijakan (jika ada beberapa kebijakan) berdasarkan anggaran dan urgensinya. Bagian II Pada Bagian II Fasilitator akan memberikan penjelasan mengenai bagaimana langkahlangkah melakukan penghitungan ketersediaan anggaran yang dapat digunakan dalam mengimplementasikan kebijakan. Untuk mengetahui lebih jelas tentang penghitung ketersediaan anggaran, maka peserta terlebih dahulu perlu dibaca Handout 6.2. Peserta melakukan input data keuangan dalam template yang tersedia seperti tertera dalam LK 6.3. Data yang digunakan adalah APBD Kabupaten/Kota 3 tahun terakhir, Belanja Sektor Pendidikan Kabupaten/Kota 3 tahun terakhir, Ringkasan Belanja Sektor Pendidikan. Tim Kebijakan kabupaten/kota harus menghitung dengan data kabupaten/kota sendiri. Namun, jika tidak tersedia data, Fasilitator boleh menyediakan data untuk simulasi. Manfaat data keuangan tersebut digunakan oleh peserta untuk menghitung: 1. Berapa % belanja sektor pendidikan dibandingkan dengan APBD 2. Berapa % digunakan untuk jenis belanja yaitu belanja gaji, modal dan operasional 3. Dana diskresi sektor pendidikan, yang dapat digunakan untuk peningkatan mutu pendidikan (optional) 4. Kecenderungan belanja pendidikan selama 3 tahun dan alokasi jenis belanja. Peserta selama melakukan input data dan penghitungan akan dipandu oleh fasilitator. Setelah praktik input sudah selesai, peserta pelatihan dapat mengetahui, (a) berapa jumlah ketersediaan dana (diskresi) untuk sektor pendidikan dan (b) persentase dana diskresi terhadap APBD dan Belanja Sektor Pendidikan, dalam tiga tahun terakhir. Ketersediaan anggaran yang dihitung di atas adalah anggaran yang terdapat dalam tiga tahun terakhir. Bagaimana menghitung dana untuk tiga tahun yang akan datang? Ketersediaan anggaran dihitung berdasarkan proyeksi tiga tahun terakhir. Ada dua metode yang digunakan yaitu Rata-rata dan Acremental. Fasilitator menjelaskan perhitungan proyeksi ketersediaan dana diskresi sektor pendidikan dengan dua metode tersebut.
86
Untuk skenario pertama, penghitungan ketersediaan berdasarkan rata-rata. Fasilitator memandu peserta untuk mencatat dan menghitung: (a) rata-rata
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
persentase ketersediaan dana (dana diskresi) terhadap APBD atau Belanja Sektor Pendidikan setiap tahun; (b) purata persentase ketersediaan dana selama 3 tahun; (c) kecenderungan ketersediaan dana. Selanjutnya skenario kedua, penghitungan ketersediaan anggaran secara acremental, fasilitator memandu peserta untuk mencatat dan menghitung: (a) persentase kenaikan ketersediaan dana tahun pertama dan kedua, serta persentase kenaikan tahun kedua dan ketiga, (b) rata-rata persentase kenaikan ketersediaan dana ditambahkan rata-rata inflasi 3 tahun terakhir. Kesemua kegiatan ini dikerjakan peserta dalam LK 6.4.
Bagian III Fasilitator menugaskan peserta untuk melakukan identifikasi kebutuhan dan ketersediaan dana berdasarkan opsi kebijakan yang sudah dipilih. Ketersediaan dana bisa dari dana diskresi maupun sumber-sumber lain misalnya APBD Provinsi dan APBN. Gunakan Lembar Kerja 6.5. Tahap Application ditutup dengan diskusi kelompok dan paparan hasil kelompok.
R
Reflection (10 menit)
Fasilitator mengajak peserta untuk merefleksikan hasil praktik penghitungan kebutuhan anggaran per opsi kebijakan, apakah ada kendala dalam melakukan penghitungan? Bagaimana cara mengatasinya? Apakah diperlukan penguatan bagian tertentu dalam penghitungan? Fasilitator mengajak peserta untuk merefleksikan hasil praktik penghitungan ketersediaan anggaran, apakah ada kendala dalam melakukan penghitungan? Bagaimana cara mengatasinya? Apakah diperlukan penguatan bagian tertentu dalam penghitungan? Fasilitator mengajak peserta untuk merefeksikan hasil praktik penghitungan kecenderungan ketersediaan anggaran ada kendala dalam melakukan penghitungan? Bagaimana cara mengatasinya? Apakah diperlukan penguatan bagian tertentu dalam penghitungan, apakah perlu verifikasi atau tambahan item dalam menetapkan skenario? Bagiamana opsi awal kebijakan yang mungkin untuk penataan dan pemerataan guru apakah sudah sesuai?
Dalam refleksi ini Fasilitator menyampaikan bahwa hasil ini merupakan skenario tetapi berbasis data keuangan yang valid, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih opsi kebijakan penataan dan pemerataan guru.
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
87
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
E
Extention (10 menit)
Merujuk hasil refleksi, fasilitator mengambil kesimpulan apakah yang akan dilakukan peserta dalam waktu Extention yang tersedia: 1. Melakukan pengulangan penghitungan kebutuhan anggaran sebagai dampak penetapan opsi kebijakan 2. Melakukan pengulangan/pendalaman penghitungan ketersediaan anggaran 3. Melakukan perbaikan skenario ketersediaan anggaran Selain itu, fasilitator harus mengajak peserta untuk mau secara mandiri melakukan penghitungan ulang semua kegiatan yang telah dilakukan. Dalam tahap ini fasilitator harus mencatatnya apa yang dibutuhkan untuk memperbaiki penghitungan ini, dan disampaikan dalam Rencana Tindak Lanjut Fasilitator menutup acara dengan mengajak peserta untuk mencermati kembali konsep penghitungan ketersediaan anggaran sektor pendidikan.
Pesan Utama Sebelum orang menyusun membuat garis lurus, melengkung atau lingkaran, maka tahap pertama yang perlu dilakukan adalah membuat sebuah titik, selanjutnya rangkaian beberapa buah titik hingga jutaan titik menjadi garis sesuai yang diinginkan. Maka sebelum menetapkan opsi kebijakan dalam penataan dan pemerataan guru sebaiknya mengetahui potensi anggaran yang dimiliki oleh pemerintah, jika salah memilih dikawatirkan akan mengorbankan pihak lain yaitu siswa atau anak didik.
88
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
Handout Peserta 6.1 ANALISIS KEBUTUHAN PEMBIAYAAN SEBAGAI DAMPAK KEBIJAKAN PENATAAN & PEMERATAAN GURU Penetapan kebijakan dalam menjalankan PERBER 5 Menteri Tahun 2011, perlu dilakukan secara cermat karena berdampak pada anggaran, sosial dan psikologi. Untuk mendukung efisiensi dan efekifitas pelaksanaan regulasi ini, sebaiknya digabungkan dengan regulasi lain terkait antara lain PP No 74 Tahun 2008 tentang Guru dan Permendiknas No 15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimum Pendidikan Dasar yang diperbaharui dengan Permendiknas No. 23 Tahun 2013. Sebagai contoh dapat dilihat dalam ilustrasi di bawah ini: Contoh 1: Isu Strategis: Kekurangan guru kelas PNS Isu strategis kekurangan guru kelas PNS di sekolah dasar dirumuskan berdasarkan data pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Rasio Kecukupan Guru Kelas PNS per SDN (-SPM 5) Rasio Guru Kelas Rombel [1] Sangat Kurang [2] Kurang [3] Cukup [4] Lebih NA Total
N_ Sekolah 397 1124 377 17 7 1922
% 20,66% 58,48% 19,61% 0,88% 0,36% 100,00%
Berdasarkan analisis data di atas ditemukan: 20,66% SDN sangat kekurangan guru kelas PNS dan 58,48% SDN kekurangan guru kelas PNS Hanya 0,88% SDN kelebihan guru kelas SDN
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
89
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
Tabel 2. Cross-tab Rasio Kecukupan Guru Kelas SDN dengan Rasio Siswa per Rombel N Sekolah Rasio SiswaRombel [1] <= 8 siswa [2] > 8- 16 siswa [3] >16 - 24 siswa [4] > 24 - 32 siswa [5] > 32 siswa NA Total
NA
4 3
7
Rasio Guru PNS-Rombel [1] [2] [3] Sangat Kurang Cukup Kurang 64 20 12 154 379 108 114 496 177 56 210 80 5 16 4 3 397 1124 377
[4] Lebih
3 11 3
17
N Sekolah 100 647 798 349 21 7 1922
Hasil pencermatan terhadap rasio guru kelas per rombel tidak bisa sendiri untuk merumuskan alternatif strategi sehingga perlu dukungan data lain, seperti rasio siswa rombel. Temuan: Dari 20,66% SDN sangat kurang guru kelas PNS, terdapat: (a) 64 sekolah memiliki jumlah siswa per rombel kurang dari 8 orang (b) 154 sekolah memiliki jumlah siswa per rombel 8-16 orang Dari 58,48% SDN kurang guru kelas PNS, terdapat: (a) 20 sekolah memiliki jumlah siswa per rombel kurang dari 8 orang; (b) 379 sekolah memiliki jumlah siswa per rombel 8-16 orang Dari 0,88% SDN kelebihan guru kelas PNS, terdapat: (a) 2 SDN memiliki jumlah siswa per rombel 8-16 orang; (b) 11 SDN memiliki jumlah siswa per rombel 16-24 orang Tabel 3. Jumlah kekurangan Guru Kelas SDN dengan Rasio Siswa per Rombel
Rasio Siswa Rombel [1] <= 8 siswa [2] > 8- 16 siswa [3] >16 - 24 siswa [4] > 24 - 32 siswa [5] > 32 siswa NA Total 90
Rasio Guru PNS per Rombel [1] Sangat Kurang [2] N Kurang Sekolah Jml '+/- Guru Jml '+/- Guru Sekolah Sekolah 64 -226 20 -39 84 154 -495 379 -524 533 114 -467 496 -778 610
+/- Guru
-265 -1019 -1245
56
-212
210
-336
266
-548
5 4
-25 -14 -1439
16 3 1124
-65 -6 -1748
21 7 1521
-90 -20 -3187
397
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
Temuan: Jumlah kekurangan guru kelas PNS untuk rasio siswa rombel sangat kecil (< ¼ SPM) sebanyak 84 sekolah dengan total kekurangan guru 265 orang Jumlah kekurangan guru kelas PNS untuk rasio siswa rombel kecil ( ¼ - ½ SPM) sebanyak 533 sekolah dengan total kekurangan guru 1019 orang Tabel 4. Jumlah kelebihan Guru Kelas SDN dengan Rasio Siswa per Rombel Rasio Guru PNS Rombel [4] Lebih N Sekolah
Total '+/Guru
Rasio Siswa Jml '+/- Guru Rombel Sekolah [2] > 8- 16 siswa 3 3 3 3 [3] >16 - 24 siswa 11 13 11 13 [4] > 24 - 32 siswa 3 3 3 3 Total 17 19 17 19 Temuan: Jumlah kelebihan guru kelas PNS untuk rasio siswa rombel kecil ( ¼- ½ SPM) sebanyak 3 sekolah dengan total kelebihan guru 3 orang dan untuk rombel sedang ( ½ - ¾ SPM) sebanyak 11 sekolah dengan jumah guru 13 orang. Berdasarkan temuan di atas, diperoleh beberapa alternatif strategi: 1. Melakukan regrouping bagi sekolah yang memenuhi syarat-syarat regrouping bagi sekolah kecil (< 60 siswa per sekolah yang sangat kurang dan kurang guru kelasnya, serta beberapa sekolah kecil terdapat dalam satu halaman atau berjarak dekat ( < 3 km antar SDN). 2. Melakukan multi grade untuk sekolah kecil yang sangat kurang atau kekurangan guru kelas apabila tidak memenuhi syarat regrouping. 3. Melakukan redistribusi guru kelas PNS bagi sekolah yang kelebihan guru kelas 4. Melakukan rekrutmen guru baru, terutama bagi sekolah yang sangat kurang dan kekurangan guru kelas dengan rasio siswa rombel sedang ( ½ - ¾ SPM) sampai dengan sekolah yang mendekati atau melebihi SPM.
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
91
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
Tabel 5. Pembiayaan Opsi-opsi pengambilan kebijakan untuk kekurangan guru kelas Kegiatan
Jenis Biaya Alternatif I : Perekrutan Guru Baru
Vol.
SatuanBiaya Total Biaya (Rp) (Rp)
Perekrutan Guru Baru Biaya Gaji Guru Baru
Administrasi 1883 Operasional 1883
0 25jt/tahun
0 47,08 mil/tahun Alternatif II : Distribusi Guru yang kelebihan guru + rekrutmen guru baru Penugasan Guru
Administrasi 16
1jt
16 jt
Perekrutan Guru Baru Biaya Gaji Guru Baru
Administrasi 1867 Operasional 1867
0 25jt/tahun
0 46,68 mil/tahun
Alternatif III : Regrouping sekolah Sosialisasi Operasional 84 15jt Alternatif IV : Regrouping sekolah dan Multi grade Class
1,65 mil
Sosialisasi
Operasional
267
15jt
4,01 mil
Pelatihan guru multi grade class
Operasional
266
7jt
1,86 mil
Menghitung Dana Diskresi Dana diskresi sektor pendidikan = Blj. Sektor Pend.– Blj. Gaji – Blj. Rutin SKPD/UPTD – Blj. Insidentil.
Merujuk dari hasil perhitungan ketersediaan anggaran dan analisis kecenderungan ketersediaan anggaran yang terdapat dalam Sub Topik-1, diperoleh informasi sebagai berikut:
92
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
Tabel 6. Dana Diskresi 3 Tahun terakhir Tahun 2011 Dana Diskresi (Rp M)
25,68
Tahun 2012 30,32
Tahun 2013 22,84
Skenario ketersediaan anggaran yang dipilih 5 tahun mendatang, menggunakan skenario acremental, sehingga dapat diperoleh gambaran sebagai berikut:
Tabel 7. Analisai Trend Dana Diskresi 5 Tahun Mendatang ( Tahun Trend Dana Diskresi (Rp M) Tingkat inflasi (%) Dana Diskresi (Rp M)
N+1
N+2 N+3 N+4 N+5 26,73 26,35 26,29 26,32 26,37 7,1 28,63
7,2 28,24
7,3 28,21
7,4 28,26
7,5 28,34
Opsi kebijakan yang dipilih untuk kekurangan guru kelas adalah: 1. Alternatif III secara bertahap 2. Alternatif IV secara bertahap Untuk lebih tajam, sebaiknya juga dianalisa kekurangan dan kelebihan guru mata pelajaran, apabila banyak ditemukan guru PNS Mapel PAI atau Penjaskes, maka dapat dilakukan alih fungsi guru mapel menjadi guru kelas dengan melakukan pendidikan tambahan PGSD satu tahun
Contoh 2: Isu Strategi: SD/MI kekurangan guru kelas yang berkualifikasi S-1 (SPM 7)
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
93
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
Tabel 8. Distribusi Kualifikasi Guru Kualifikasi Guru
SD Negeri Swasta
MI Negeri Swasta
Total
Tanpa guru S1 1 orang guru sudah S1 2 orang guru sudah S1 (SPM) >2 orang guru sudah S1 (SPM) >6 orang guru sudah S1 (SPM) Total
41 148 113 211
2 1 1 3
2 1
50 163 120 224
11
3
1
524
10
5
Kebutuhan Guru yang berkualifikasi S-1: 41 sekolah x 2 guru berkualifikasi S1 148 sekolah x 1 guru berkualifikasi S1 Total kekurangan guru berkualifikasi S1
5 13 6 9
1
15 33
572
= 82 orang = 148 orang = 230 orang
Alternatif strategi yang dipilih: Rekrutment guru kelas baru berkualifikasi S1 Upgrading guru yang belum S-1 (minimal tingkat pendidikan DII dan berusia 40-45 tahun) untuk menempuh pendidikan S-1 Redistribusi guru kelas yang berkualifikasi S-1 dari sekolah yang kelebihan guru berkualifikasi S-1 (Data: kelebihan guru kelas berkualifikasi S-1 sebanyak 482 orang) Tabel 9. Pembiayaan Opsi-opsi pengambilan kebijakan untuk kekurangan guru kelas berkualifikasi S-1 Kegiatan
Jenis Vol. Biaya Alternatif I : Perekrutan Guru Baru Perekrutan Guru Baru Administrasi 230 Biaya Gaji Guru Baru Operasional 230
SatuanBiaya Total Biaya (Rp) (Rp) 0 25jt/tahun
0 5,75 mil/tahun
Alternatif II : Peningkatan Kualifikasi Guru menjadi S1 Peningkatan Kualifikasi Investasi 230x2thn 3.5jt/tahun Alternatif III : Distribusi Guru yang sudah S1
1.61 mil
Penugasan Guru
230 jt
Administrasi 230
1jt
Fokus penetapan opsi kebijakan dalam penataan dan pemerataan guru akan berdampak secara langsung pada anggaran yang perlu disiapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, sehingga perlu kecermatan dan kehati-hatian. 94
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
Handout Peserta 6.2 Analisis Ketersediaan Pembiayaan Pendidikan Kabupaten/Kota Kegiatan dalam melakukan analisis kebijakan secara luas, pada umumnya melibatkan ragam informasi yang muncul selama proses penyusunan kebijakan. Secara historis, tujuan analisis kebijakan adalah menyediakan informasi bagi pembuat kebijakan untuk dijadikan bahan pertimbangan yang nalar/logis guna menemukan pemecahan masalah kebijakan. Analisis kebijakan mengambil dari berbagai pengetahuan/informasi/fakta terkait yang bersifat deskriptif, evaluatif, dan normatif (D-E-N). Analisis kebijakan diharapkan untuk menghasilkan dan mentransformasikan informasi tentang nilai-nilai, faktafakta, dan tindakan-tindakan. Ketiga macam tipe informasi D-E-N dihubungkan dengan tiga pendekatan analisis kebijakan, yaitu empiris, valuatif, dan normatif. Salah satu hasilnya adalah kesenjangan antara informasi kondisi faktual dengan kondisi yang seharusnya terjadi (ideal), yang selanjutnya disusun secara sistematis menjadi rumusan masalah digunakan sebagai pijakan para analis kebijakan. Perumusan masalah merupakan aspek paling krusial tetapi paling tidak dipahami dari analisis kebijakan. Proses perumusan masalah kebijakan kelihatannya belum mengikuti aturan jelas, sementara masalah itu sendiri seringkali terlihat sangat kompleks sehingga tampak sulit dibuat secara sistematis, akibat dari keterbatasan analisis informasi (hasil pengolahan data). Dampaknya, para analis kebijakan lebih sering belum berhasil dalam merumuskan dan menetapkan alternatif/opsi kebijakan, karena terdapat kekurangtepatan dalam memecahkan masalah yang dihadapi (Ritonga, H.R, 2007). Pembiayaan pendidikan Pemerintah Kabupaten/Kota merupakan biaya dikeluarkan secara rutin. Belanja pendidikan selama ini dibiayai oleh pendapatan daerah yang didapatkan, melalui: (a) Pendapatan Asli Daerah (PAD), (b) Dana Perimbangan, dan (c) lain-lain pendapatan yang syah, seperti tertuang dalam struktur APBD Kabupaten/Kota. Berdasarkan sumber/asalnya dana, Pemerintah Daerah memperolah pendapatan daerah bersumber, dari: (a) APBD Kabupaten/Kota, (b) APBD Provinsi, dan (c) APBN. Hasil studi Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota (AKPK) yang dilakukan selama Program DBE-1 USAID di 50 Kabupaten/Kota yag tersebar di 7 Provinsi selama tahun 2008-2011, mengambarkan bahwa anggaran untuk sektor pendidikan sangat tinggi yaitu berkisar 30-45% dari APBD, hal ini menunjukkan porsi terbesar ‘KUE” APBD digunakan untuk pendidikan. Fakta tersebut menunjukkan Kabupaten/Kota telah UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
95
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
menjalankan amanat UUD 1945 tentang alokasi belanja pendidikan minimal 20% dari keseluruhan APBD (Putusan MK Amandemen Ke-IV). Akan tetapi jika dikaji lebih mendalam tentang alokasi belanja anggaran pendidikan, maka yang terbesar dibelanjakan untuk gaji pegawai (pendidik dan tenaga pendidikan) berkisar 70-90%, dan sisanya dibelanjakan bagi modal dan operasional. Bahkan, untuk kegiatan peningkatan mutu pembelajaran di dalam kelas yang terdalam dalam belanja modal/operasional tersebut kurang dari 2%. Realita ini menunjukan konsumsi biaya pegawai sangat besar, disebabkan jumlah pendidik dan tenaga kependidikan baik PNS dan Non PNS dalam SKPD Dinas Pendidikan paling banyak dibandingkan SKPD lainnya, sebagai contoh rata-rata jumlah pegawai PNS di SKPD Dinas Pendidikan, meliputi Dinas Pendidikan, UPTD Pendidikan dan sekolah dalam kisaran ½-3/5 atau bahkan lebih dari keseluruhan pegawai PNS. Oleh karena itu, dalam menetapkan kebijakan terkait dalam penataan dan pemerataan guru apakah melakukan: (a) rekruktmen guru baru, (b) distribusi guru yang tersedia, (c) alih fungsi guru dalam satu jenjang atau antar jenjang perlu ketelitian dan kearifan dalam memilih, karena akan berdampak pada (a) ekonomi, (b) sosial, dan (c) psikologis. Dalam unit ini akan terfokus pada pilihan opsi/alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah penataan dan pemerataan guru dalam aspek ekonomi, terutama dalam anggaran sektor pendidikan. Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa data yang terkait dengan anggaran sektor pendidikan: 1. APBD Kabupaten/Kota 3 tahun terakhir 2. Belanja Sektor Pendidikan Kabupaten/Kota 3 tahun terakhir 3. Ringkasan Belanja Sektor Pendidikan Manfaat data keuangan tersebut digunakan untuk menghitung: 5. Berapa % belanja sektor pendidikan dibandingkan dengan APBD 6. Berapa % digunakan untuk jenis belanja yaitu belanja gaji, modal dan operasional 7. Dana diskresi sektor pendidikan, yang dapat digunakan untuk peningkatan mutu pendidikan (optional) 8. Kecenderungan belanja pendidikan selama 3 tahun dan alokasi jenis belanja. Jenis belanja meliputi belanja gaji, belanja modal dan belanja operasional. Pengertian Belanja Gaji Pegawai ini, disesuaikan dengan Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (PPKD) jo. Permendagri No. 59 tahun 2007 jo Permendagri No. 21 Tahun 2011 tentang perubahan kedua atas Permendagri No. 13 Tahun 2006. Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja Daerah terdiri dari belanja tidak langsung (BTL) dan belanja langsung (BL), Belanja Tidak langsung merupakan kelompok belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, sedangkan Belanja Langsung merupakan 96
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
kelompok belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok Belanja Tidak langsung adalah 1) belanja pegawai (belanja kompensasi dalam bentuk gaji dan tunjangan serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada PNS yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan); 2) Uang representasi dan tunjangan pimpinan dan anggota DPRD serta gaji dan tunjangan kepala daerah dan wakil kepala daerah serta penghasilan dan penerimaan lainnya yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangundangan dianggarkan dalam belanja pegawai; 3) bunga; 4) subsidi; 5) hibah; 6) bantuan sosial; 7) belanja bagi hasil; 8) bantuan keuangan; dan 9) belanja tidak terduga. Kelompok belanja langsung terdiri dari 1) belanja pegawai (untuk pengeluaran honorarium/ upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah); 2) belanja barang dan jasa (untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah; dan 3) belanja modal (digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Lokus penghitungan anggaran ini tidak bermuara penuh pada jumlah pendidik yang diadakan, tetapi untuk menggeser alokasi penggunaan anggaran belanja pegawai kearah belanja modal atau operasional bagi peningkatan mutu pembelajaran di sekolah, dan apabila telah mencukupi dapat digeserkan pada unit pelayanan publik lainnya, seperti kesehatan, kependudukan, fasilitas umum, dan sebagainya. Sebagai contoh, dapat dilihat dalam Tabel di bawah ini Uraian BD (Rp M) Belanja Sektor Pendidikan (Rp M) Belanja Gaji (Rp M) Belanja Rutin (Rp M) Belanja Insedentil (Rp M) Dana Diskresi (Rp M)
2011 801,72 310,20 241,91 39,51 3,10 25,68
2012 932,19 349,27 299,24 9,94 9,77 30,32
2013 1027,59 420,81 374,98 6,97 16,02 22,84
% Blj. Sektor Penddk. Thd. APBD % Dana Diskresi Thd. APBD % Dana Diskresi Thd. Blj. Sektor Pendidikan.
38,69% 3,20% 8,28%
37,47% 3,25% 8,68%
40,95% 2,22% 5,43%
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
97
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
Lembar Kerja Peserta 6.1 No.
Opsi Kebijakan
1 2 3 4
98
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
Lembar Kerja Peserta 6.2 Kegiatan
Jenis Biaya
Vol.
Sat. Biaya (Rp)
Total Biaya (Rp)
Alternatif I : Perekrutan Guru Baru Perekrutan Guru Baru
Admin.
0
Biaya Gaji Guru Baru
Oprs.
25jt/tahun
Alternatif II : Distribusi Guru yang kelebihan guru + rekrutmen guru baru Penugasan Guru
Admin.
1jt
Perekrutan Guru Baru
Admin.
0
Biaya Gaji Guru Baru
Oprs.
25jt/tahun
Alternatif III Sosialisasi
Oprs.
: Regrouping sekolah 15jt
Alternatif IV: Regrouping sekolah dan Multi grade Class Sosialisasi
Oprs.
15jt
Pelatihan guru multi grade class
Oprs.
7jt
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
99
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
Lembar Kerja Peserta 6.3 Uraian
2011
2012
2013
Total APBD (Rp M) Belanja Sektor Pendidikan (Rp M) Belanja Gaji (Rp M) Belanja Rutin (Rp M) Belanja Insedentil (Rp M) Dana Diskresi (Rp M)
% Blj. Sektor Pend. Thd. APBD % Dana Diskresi Thd. APBD % Dana Diskresi Thd. Blj. Sektor Pend.
100
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
Lembar Kerja Peserta 6.4 1. Metode Trend Kenaikan (Acremental) Uraian
2011
2012
2013
Total APBD (Rp M) Belanja Sektor Pendidikan (Rp M) Belanja Gaji (Rp M) Belanja Rutin (Rp M) Belanja Insedentil (Rp M) Dana Diskresi (Rp M) % Blj. Sektor Penddk. Thd. APBD % Dana Diskresi Thd. APBD % Dana Diskresi Thd. Blj. Sektor Penddk.
Tahun
(n+1)
(n+2)
(n+3)
(n+4)
(n+5)
Trend Dana Diskresi (Rp M) Tingkat inflasi (%) Dana Diskresi (Rp M)
2. Metode Rata-rata Kenaikan Rata-rata Kenaikan APBD 3 tahun terakhir Tahun Ke (n+1)
(n+2)
(n+3)
(n+4)
rata+rata kenaikan APBD 3 tahun terakhir Rata-rata Blj. Sektor Pendidikan Rata-rata diskresi 3 tahun terakhir rata-rata belanja gaji UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
101
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN terhadap Belanja sektor 3 tahun rata-rata belanja rutin terhadap belanja sektor 3 tahun rata-rata belanja insendentil terhadap belanja sektor 3 tahun
Proyeksi Ketersediaan Dana Berdasarkan Rata-rata Kenaikan Tahun ke (n+1)
(n+2)
(n+3)
(n+4)
(n+5)
APBD (Rp M) Belanja Sektor Pendidikan (Rp M) Belanja Gaji (Rp M) Belanja Rutin (Rp M) Belanja Insedentil (Rp M) Dana Diskresi (Rp M)- tanpa modifikasi (rata-rata dana diskresi 3 tahun dikalikan APBD) Dana Diskresi (Rp M)- modifikasi (dihitung berdasarkan rata-rata tiap komponen)
102
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
Lembar Kerja Peserta 6.5 Opsi Kebijakan
Kebutuhan Dana (non gaji)
Sumber Pendanaan APBD (diskresi)
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
APBD Provinsi
103
APBN
.....................
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
PRESENTASI UNIT 6
104
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
105
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
106
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
107
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
108
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
UNIT 7 PERSIAPAN KONSULTASI PUBLIK
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
109
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
110
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
UNIT 7 PERSIAPAN KONSULTASI PUBLIK – Waktu: 60 menit
Pengantar Formulasi kebijakan harus dikonsultasikan kepada publik agar kebijakan yang disusun diterima dan bermanfaat bagi masyarakat. Konsultasi publik adalah suatu proses interaksi antar multi stake holders (pemangku kepentingan) dalam forum konsultasi guna menggali persoalan, memberi kategori terhadap persoalan, dan menemukenali berbagai alternatif yang dapat dijadikan sebagai input dalam formulasi kebijakan. Konsultasi publik dalam rangka penyusunan kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru di tingkat Kabupaten atau Kota adalah proses interaksi di antara multi stake holders guna menggali persoalan, mengkategorikan persoalan dan menemukenali berbagai alternatif solusi yang dapat dijadikan sebagai input dalam formulasi kebijakan Pemerataan dan Penataan Guru di tingkat Kabupaten/Kota. Dengan konsultasi publik ini, maka akan terjadi pertukaran informasi, serta wujud keterlibatan langsung masyarakat untuk berkontribusi pada perumusan kebijakan sekaligus pengakuan terhadap hak-hak dasar masyarakat. Ada dua alasan penting mengapa konsultasi publik perlu di lembagakan dalam praktik tata pemerintahan di Indonesia. Pertama, Masyarakat memiliki hak dasar untuk terlibat dalam proses dan penetapan kebijakan publik yang dirumuskan pihak pemerintah. Masyarakat sebagai subyek pembangunan, atau pihak yang menjadi sasaran pembangunan berhak terlibat langsung dalam rangkaian proses perumusan kebijakan. Kedua, Indonesia adalah Negara yang telah merativikasi konvensi internasional tentang hak asasi manusia, dan konvensi-konvensi tersebut diwujudkan dalam amanat peraturan perundang-undangan Indonesia dimana mengharuskan adanya mekanisme partisipasi dalam proses pengambilan kebijakan, selain itu juga mengamanatkan partisipasi sebagai prinsip dan hak warga negara. Beberapa regulasi di tingkat pusat dan daerah juga telah secara eksplisit menyebutkan konsultasi publik sebagai mekanisme partisipasi dalam perumusan kebijakan. Manfaat konsultasi publik antara lain: Memperkuat dukungan warga (publik) masyarakat terhadap kebijakan dan program yang dikembangkan pemerintah
Meningkatkan efektifitas kebijakan, yaitu dengan adanya proses bersama warga yang bisa membangun dukungan dan citra positif pemerintah
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
111
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
Meningkatkan mutu keputusan yang diambil, yaitu dengan meminta masukan dan umpan balik dari masyarakat kepada pemerintah dan lembaga legislatif
Memperbaiki komunikasi diantara kelompok-kelompok meningkatkan mutu perdebatan dan saling mendidik.
Meningkatkan kesadaran masyarakat, yaitu dengan memberikan informasi kepada publik tentang akan dibuatnya suatu peraturan daerah baru/kebijakan baru, termasuk informasi dan pendapat pakar/ahli kebijakan dan program pemerintah daerah.
Menghindari atau mengurangi konflik, yaitu dengan membangun kesepahaman dan kesepakatan antar pemangku kepentingan yang kepentingannya berbeda.
Memahami masalah-masalah kelompok dan menangani/memecahkan masalah secara bersama, menyusun strategi dan pilihan-pilihan berdasarkan informasi,pengetahuan, dan pendapat yang lebih kaya.
Mengidentifikasi dampak atau implikasi kebijakan atau program pemerintah pada kepentingan publik atau masyarakat, dan
Menciptakan sebuah forum untuk mempengaruhi agenda, memberi dan mendapatkan informasi dan membantu membuat keputusan.
kepentingan,
Tujuan Tujuan Unit 7 yang diharapkan dikuasai peserta adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui pengertian, pentingnya, manfaat dan prinsip-prinsip konsultasi publik 2.
Mengidentifikasi berbagai alternatif metode konsultasi publik yang sesuai dengan formulasi kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru beserta analisis kelayakannya
3.
Merancang kegiatan konsultasi publik terkait dengan formulasi kebijakan yang akan dikonsultasikan
Pertanyaan Kunci 1. 2.
112
Mengapa perlu melakukan konsultasi publik dalam memformulasikan kebijakan? Bagaimana metode konsultasi publik yang layak digunakan dalam mengkonsultasikan formulasi kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru?
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
3.
Bagaimana rancangan konsultasi publik yang akan dilakukan dalam rangka mengkonsultasikan formulasi kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru kepada stake holder?
Petunjuk Umum Unit ini merupakan persiapan bagi peserta untuk merancang kegiatan konsultasi publik.
Sumber dan Bahan
Presentasi dalam PowerPoint
Handout 7.1
Lembar Kerja 7.1
LCD dan laptop/komputer
Kertas plano, spidol, dan flipchart
Waktu Waktu yang digunakan dalam Unit 7 ini adalah 60 menit.
Ringkasan Sesi Introduction 5 menit Fasilitator menyampaikan judul, latar belakang, pertanyaan kunci, dan langkahlangkah penyajian
Connection
Application
15 Menit
30 menit
Mengenal pengertian, pentingnya, manfaat, prinsip-prinsip, ragam metode konsultasi publik
Diskusi Kelompok memilih dan merancang konsultasi publik
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
Reflection 5 menit
Merefleksi pencapaian Tujuan
Extension 5 menit
Menindaklanjuti Unit 7 dengan menyempurnaka n rencana konsultasi publik
113
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
Rincian Langkah-langkah Kegiatan I
Introduction (5 menit) Fasilitator menayangkan judul sesi dan membuka dengan salam. Fasilitator memulai kegiatan dengan menyatakan bahwa pada Unit 7 ini peserta akan memahami aspekaspek konsultasi publik dan merancang konsultasi publik. Fasilitator juga menayangkan latar belakang/pentingnya Unit 7, kompetensi yang harus dikuasai peserta setelah mengikuti Unit 7, pertanyaan kunci, serta langkahlangkah penyajian Unit 7. Penayangan disertai dengan penjelasan singkat secara interaktif. Fasilitator mengajukan pertanyaan sebagai berikut: “Apa yang dimaksud konsultasi publik?” Fasilitator bersama peserta merumuskan ‘pengertian konsultasi publik”. Langkah berikutnya adalah fasilitator menampilkan tayangan power point tentang pengertian Konsultasi Publik.
C
Connection (20 menit)
Pada langkah ini, para peserta diberi Handout 7.1 untuk dibaca. Selanjutnya Fasilitator membagi peserta menjadi beberapa kelompok. Setelah kelompok terbentuk dan berkumpul, fasilitator meminta setiap kelompok untuk mendiskusikan beberapa hal sebagai berikut: -
Bagaimana konsultasi publik yang selama ini pernah dilakukan untuk mengkonsultasikan kebijakan publik?
-
Metode konsultasi publik apa saja yang dapat diterapkan untuk mengkonsultasikan kebijakan pendidikan? berikan penjelasan singkat pada setiap metode beserta kelebihan dan kekurangannya.
Setelah semua kelompok selesai berdiskusi, tugaskan perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya, lalu beri kesempatan pada kelompok lain untuk menanggapinya. Jika masih ada waktu setelah presentasi kelompok, fasilitator memberikan penjelasan interaktif’ untuk mempertajam hasil diskusi kelompok.
114
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
A
Application (30 menit)
Kerja kelompok Dalam sesi ini peserta ditugaskan untuk bekerja dalam kelompok dan merancang kegiatan Konsultasi Publik. Formulasi Kebijakan
: ............................................
Metode Konsultasi Publik
: ............................................
Komponen yang disiapkan 1. Peserta yang diundang 2. Agenda/jadwal 3. Perlengkapan 4. Tempat 5. Tim pelaksana
Rincian
Fasilitator : Notulis : ........................................ Tim perumus : .........................................
6. ....................
Presentasi dan tanya jawab (20 menit). Pada langkah ini Fasilitator menugaskan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Presentasi selama 5 menit dilanjutkan dengan tanya jawab. Pada proses tanya jawab ini Fasilitator diminta untuk membantu agar proses diskusi terarah sesuai dengan topik yang didiskusikan. R
Reflection (5 menit)
(1) Fasilitator menanyakan kepada peserta, apakah kegiatan yang dilakukan sudah dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan?, (2) Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang masih perlu diperjelas.
E
Extention (5 menit)
Fasilitator mengingatkan kepada peserta bahwa setelah lokakarya Tim Penataan dan Pemerataan Guru perlu menyiapkan paparan dengan baik agar mendapat banyak masukan terhadap formulasi kebijakan yang telah disusun.
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
115
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
Handout Peserta 3.1 KERANGKA ACUAN KONSULTASI PUBLIK FORMULASI KEBIJAKAN PEMERATAAN DAN PENATAAN GURU I. Pengantar Konsultasi publik adalah suatu proses interaksi antar multi stake holders dalam forum konsultasi guna menggali persoalan, memberi kategori terhadap persoalan, dan menemukenali berbagai alternatif yang dapat dijadikan sebagai input dalam formulasi kebijakan. Konsultasi publik dalam rangka penyusunan kebijakan Pemerataan dan Penataan Guru di tingkat Kabupaten/Kota adalah proses interaksi di antara multi stakeholders guna menggali persoalan, mengkategorikan persoalan dan menemukenali berbagai alternatif solusi yang dapat dijadikan sebagai input dalam formulasi kebijakan Pemerataan dan Penataan Guru di tingkat Kabupaten/Kota. Dalam konteks pembangunan berbasis hak, dimana masyarakat dipandang sebagai pemangku hak dan pemerintah selaku pemangku kewajiban, maka konsultasi publik merupakan suatu keharusan, karena masyarakatlah yang menjadi subyek pembangunan. Masyarakat yang memiliki mandat dan masyarakat pulalah yang akan menerima manfaat.
A. Pentingnya Konsultasi Publik Berikut beberapa asumsi dasar yang yang melatarbelakangi pentingnya konsultasi publik:
Warga negara atau masyarakat adalah pembayar pajak dan pemberi mandat pemerintahan (melalui pemilu menyelenggarakan pelayanan publik,
legislatif
dan
pilpres)
untuk
Masyarakat bukan hamba (client) melainkan warga (citizen);
Warga negara atau masyarakat adalah sejajar dengan pemerintah dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan;
Partisipasi bukanlah pemberian pemerintah tetapi hak warga negara;
Warga negara bukan obyek pasif kebijakan pemerintah, tetapi aktor yang aktif menentukan kebijakan.
116
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
Jika demikian pemerintah sebagai pihak pemberi layanan pada masyarakat
maka
wajar dan sudah seharusnya pemerintah untuk menyelenggarakan konsultasi publik dalam penyusunan dan penetapan kebijakan, termasuk kebijakan pendidikan ini. Dalam tata pemerintahan yang berpusat rakyat atau tata pemerintahan partisipatif, kebijakan ditempatkan sebagai proses sosial politik tempat warga menegosiasikan alokasi
barang dan anggaran publik.
Kebijakan bukan
persoalan teknis yang dapat diselesaikan secara teknokratis oleh kelompok orang yang dipercaya untuk merumuskan itu (biasanya politisi, birokrat, atau akademisi). Kebijakan merupakan ruang bagi teknisi dan anggota masyarakat untuk melakukan interaksi
dan
menggabungkan
pengetahuan.
Karena
itu
kebijakan harus melibatkan pihak yang luas, dan agar dapat terlaksana harus menjamin agar kepentingan berbagai pihak (stakeholders) sudah dikonfrontasi atau dinegosiasikan. Dalam perspektif ini partisipasi tidak dipandang sebagai cara melainkan tujuan itu sendiri. Dengan konsultasi publik ini, maka akan terjadi pertukaran informasi, serta wujud keterlibatan langsung masyarakat untuk berkontribusi pada perumusan kebijakan sekaligus pengakuan terhadap hak-hak dasar masyarakat. Ada dua alasan penting mengapa konsultasi publik perlu di lembagakan dalam praktek tata pemerintahan di Indonesia. Pertama, Masyarakat memiliki hak dasar untuk terlibat dalam proses dan penetapan kebijakan publik yang dirumuskan pihak pemerintah. Masyarakat sebagai subyek pembanguan, atau pihak yang menjadi sasaran pembangunan berhak terlibat langsung dalam rangkaian proses perumusan kebijakan. Kedua, Indonesia adalah Negara yang telah merativikasi konvensi internasional tentang hak asasi manusia, dan konvensi-konvensi tersebut diwujudkan dalam amanat peraturan perundang-undangan Indonesia dimana mengharuskan adanya mekanisme partisipasi dalam proses pengambilan kebijakan, selain itu juga mengamanatkan partispasi sebagai prinsip dan hak warga negara. Beberapa regulasi di tingkat pusat dan daerah juga telah secara eksplisit menyebutkan konsultasi publik sebagai mekanisme partisipasi dalam perumusan kebijakan.
B. Manfaat Konsultasi Publik Manfaat konsultasi publik bagi pemerintah daerah, DPRD dan Masyarakat antara lain:
Membangun suatu pemerintahan daerah yang dianggap memiliki rapor baik oleh warganya
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
117
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
Memperkuat dukungan warga (publik) masyarakat terhadap kebijakan dan program yang dikembangkan pemerintah
Meningkatkan efektifitas kebijakan, yaitu dengan adanya proses bersama warga yang bisa membangun dukungan dan citra positif pemerintah
Meningkatkan mutu keputusan yang diambil, yaitu dengan meminta masukan dan umpan balik dari masyarakat kepada pemerintah dan lembaga legislatif
Memperbaiki komunikasi diantara kelompok-kelompok meningkatkan mutu perdebatan dan saling mendidik
kepentingan,
Meningkatkan kesadaran masyarakat, yaitu dengan memberikan informasi kepada publik tentang akan dibuatnya suatu peraturan daerah baru/kebijakan baru, termasuk informasi dan pendapat pakar/ahli kebijakan dan program pemerintah daerah.
Menghindari atau mengurangi konflik, yaitu dengan membangun kesepahaman dan kesepakatan antar pemangku kepentingan yang kepentingannya berbeda.
Memahami masalah-masalah kelompok dan menangani/memecahkan masalah secara bersama, menyusun strategi dan pilihan-pilihan berdasarkan informasi, pengetahuan, dan pendapat yang lebih kaya.
Mengidentifikasi dampak atau implikasi kebijakan atau program pemerintah pada kepentingan publik atau masyarakat, dan
Menciptakan sebuah forum untuk mempengaruhi agenda, memberi dan mendapatkan informasi dan membantu membuat keputusan.
C. Prinsip Konsultasi Publik Prinsip-prinsip konsultasi publik antara lain:
Terbuka Meskipun biasa dilakukan mekanisme pemberian undangan untuk peserta konsultasi publik yang ditentukan berdasarkan kreteria tertentu, namun tetap perlu dilakukan pengumuman mengenai adanya kegiatan konsultasi publik secara luas. Begitu juga proses dan hasil konsultasi publik, perlu diumumkan secara luas.
Partisipatif Disatu sisi, penyelenggaraan konsultasi publik harus memastikan siapa peserta yang benar-benar berhak menjadi peserta dengan menentukan kriteria dan mekanisme rekrutmen peserta secara adil dan berimbang. Disisi lain, konsultasi publik harus menjadi ruang yang seluas-luasnya bagi warga masyarakat, tidak
118
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
terbatas hanya mereka yang dipandang ahli atau berasal dari kalangan akademik tertentu. Penting juga untuk melibatkan pihak atau lembaga yang dianggap memiliki pandangan berbeda. Pembentukan semacam panitia bersama penyelenggaraan konsultasi publik yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat dan pemerintah adalah salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menjamin proses partisipatif.
Musyawarah dan mufakat Musyawarah artinya adalah pengambilan keputusan bersama berdasarkan mufakat (konsensus). Keputusan dalam konsultasi publik memerlukan cukup waktu yang memungkinkan munculnya berbagai pertimbangan dan usulan, utamanya dari mereka yang berkepentingan atau terkena dampak, baik langsung maupun tidak langsung, atas sebuah kebijakan. Isu-isu kontroversial perlu dibuka sejak awal disertai ekspose data yang memadai beserta pilihan ruang tersedia. Setiap pilihan perlu disertai dengan argumen dan data-data akurat, sehingga semua pihak dapat belajar memahami pendapat pihak lain dan pilihan kebijakan yang mungkin diambil.
Kolaboratif Kolaboratif adalah kerjasama di antara pemangku kepentingan yang memiliki perbedaan tujuan dan kepentingan. Peserta konsultasi publik perlu memahami posisi,peran,tujuan dan kepentingan masing-masing dalam semangat kerjasama. Tujuan bersama harus dibuat. Kesepakatan dibangun berdasarkan tujuan bersama tersebut.
Kesetaraan Kesetaraan adalah kebalikan dari adanya dominasi. Konsultasi publik hanya akan berjalan secara setara bila peserta memiliki kemampuan untuk bisa berpartisipasi. Salah satu yang penting adalah kemampuan mengakses dan menggunakan data dan informasi. Penyelenggara konsultasi publik perlu memastikan peserta konsultasi publik memiliki bekal infomasi yang cukup dan setara. Pemerintah perlu menyediakan dan membuka akses bagi masyarakat terhadap data-data dan informasi yang menjadi dasar dari lahirnya sebuah kebijakan.
Inklusif Inklusif artinya adalah proses penyepakatan atau konsensus yang benar-benar dilakukan bersama. Semua pemangku kepentingan merasa memiliki keputusan tersebut, termasuk pihak yang sebenarnya berbeda pendapat dengan keputusan yang dibuat.
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
119
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan artinya adalah memampukan warga atau kelompok masyarakat yang lemah untuk bisa bersuara dan ikut menentukan keputusan. Ini berarti adalah proses peningkatan kapasitas masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses pengambilan keputusan.
Akuntabilitas Proses dan hasil konsultasi publik harus dipertanggungjawabkan kepada umum, misalnya dalam bentuk penyebarluasan dokumen kesepakatan yang dihasilkan melalui berbagai saluran komunikasi.
Fleksibilitas Proses konsultasi yang dilakukan seharusnya berjalan secara dinamis, tidak kaku, dan tidak monoton. Kesepakatan terhadap proses merupakan bagian dari perundingan yang penting di dalam konsultasi publik.
Ketepatan waktu Semua pihak harus menyepakati beberapa lama proses akan dilaksanakan dan berapa kali proses akan dilakukan. Ini perlu menjadi prinsip karena sering diabaikan.
Bisa Dijalankan (Implementatif) Konsultasi publik harus menghasilkan kesepakatan yang bisa dijalankan baik dari pertimbangan kapasitas maupun komitmen. Apabila tidak, ini akan merusak kepercayaan peserta. Karena itu, komitmen untuk melaksanakan hasil dan melakukan pengawasan pelaksanaan hasil konsultasi publik merupakan bagian dari kesepakatan bersama.
D. Bentuk-Bentuk Konsultasi Publik Metode konsultasi publik adalah cara yang lazim digunakan untuk mencapai tujuan diselenggarakannya konsultasi publik. Metode (cara) terdiri dari sejumlah teknik dan dibantu dengan penggunaan media atau alat bantu tertentu. Terdapat banyak pilihan metode, teknik, alat, dan media konsultasi publik. Pilihan ini perlu dikembangkan terus untuk menjangkau lebih banyak orang. Konsultasi publik secara konvensional dengan menggunakan metode tatap muka masih tetap penting. Sedangkan penggunaan media elektronik, media massa, serta internet, akan membantu memperluas jangkauan agar konsultasi publik terbuka bagi
120
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
warga masyarakat seluas-luasanya, bukan hanya dihadiri oleh warga terbatas yang diundang dalam suatu forum pertemuan saja. Penyelenggara konsultasi publik harus memilih satu atau beberapa dari sekian banyak metode. Suatu metode dipilih didasarkan atas pertimbangan, antara lain:
Kesesuaian dengan tujuan konsultasi publik yang ingin dicapai
Ketersediaan fasilitator yang mampu menjalankan metode tersebut.
Murah, artinya tidak terlalu membutuhkan alat bantu yang banyak
Besarnya peserta konsultasi publik
Metode tersebut mampu mendorong warga untuk terlibat aktif.
Ketersediaan waktu.
Beberapa perbandingan metode konsultasi publik disajikan dalam Tabel 1. 1. Tujuan Tujuan disusunnya kerangka acuan Konsultasi Publik adalah agar Tim Pemerataan dan Penataan Guru: a. memahami konsep tentang dan penerapan konsultasi publik dalam proses penyusunan kebijakan. b. memahami bentuk-bentuk konsultasi publik.
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
121
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
Tabel 1 Contoh-contoh Metode Dalam Konsultasi Publik Metode KP
Rumusan Tujuan (Contoh)
Partisipan
Waktu Pelaksanaan Kegiatan
Total
1. Diskusi Kelompok Terfokus /FGD
Menggali pendapat atau masukan terhadap masalah, kondisi , isu atau kebijakan pendidikan tertentu
Kelompok warga yang homogen, kelompok pakar, para pemangku kepentingan kunci yang terkena dampak kebijakan tersebut.
2 jam – 1 hari
2 – 3 bulan
2. Jajak pendapat
Untuk mengetahui respons/tanggapan masyarakat terhadap isu tertentu, masalah, kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah
Warga/masyarakat
1 bulan /tentatif tergantung pada kebutuhan
1bulan/tentatif tergantung pada kebutuhan
3. Lokakarya
Kesepahaman bersama antara pemangku kepentingan mengenai masalah dan solusi. Pemangku kepentingan memberi masukan untuk penyusunan dokumen kebijakan yang akan diibahas.
Seluruh pemangku kepentingan yang relevan dengan isu atau kebijakan yang dilaksanakan
5 jam bisa 1-3 hari
Disesuaikan dengan kebutuhan
4. Musyawarah Warga
Mengambil keputusan bersama yang melibatkan warga berkaitan dengan tindakan yang akan dilakukan
Warga
1 hari
Disesuaikan dengan kebutuhan
5. Talkshow di Radio/ Televisi Lokal
Mengumpulkan informasi masukan pendapat dari masyarakat mengenai program atau kegiatan yang akan, sedang dan telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah
Pemangku kepentingan, warga dan pemerintah
2-3 jam
Disesuaikan dengan kebutuhan
Pemangku kepentingan, warga dan pemerintah
1-2 jam per kunjungan ke stake holder
Disesuaikan dengan kondisi
Sosialisasi dan penampungan aspirasi masyarakat 6. Road Show
122
Meminta tanggapan dan masukan mengenai program/kegiatan yang akan dilaksanakan
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
2. Tujuan Tujuan disusunnya kerangka acuan Konsultasi Publik adalah agar Tim Pemerataan dan Penataan Guru: a. Memahami konsep tentang dan penerapan konsultasi publik dalam proses penyusunan kebijakan. b. Memahami bentuk-bentuk konsultasi publik c. Mengidentifikasi pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam konsultasi publik d. Melaksanakan konsultasi publik. 3. Pelaksana Konsultasi Publik Pelaksana Konsultasi Publik adalah Tim Pengambil Kebijakan Pemerataan dan Penataan Guru. 4. Tahapan Pelaksanaan Konsultasi Publik Tahapan pelaksanaan konsultasi publik terdiri atas tiga tahapan, yaitu Persiapan, Pelaksanaan, dan Pascapelaksanaan. A. Persiapan Beberapa hal yang perlu disiapkan sebelum pelaksanaan konsultasi publik antara lain adalah: (1) Merancang metode konsultasi publik dan beberapa aspek yang harus dipecahkan: Formulasi kebijakan yang dikonsultasikan (dalam bentuk makalah atau presentasi) Tujuan dan keluaran dari kebijakan yang dikonsultasikan Daftar pertanyaan kunci Waktu dan tempat (2) Mengidentifikasi stakeholder yang diundang dalam Konsultasi Publik (3) Menyusun agenda/jadwal kegiatan (Contoh dalam Tabel 2) (4) Menyusun personil yang terlibat dalam pelaksanaan Konsultasi Publik. Penyelenggara harus memastikan siapa yang menjadi fasilitator, perekam dokumen (notulis), tim perumus. (5) Menyiapkan perlengkapan konsultasi publik. Beberapa alat bantu, perlengkapan, dan media seperti alat perekam (recorder), kertas plano, dan materi-materi harus sudah disiapkan pada tahap ini. (6) Menyiapkan ruang untuk Konsultasi Publik. Pemandu harus memastikan bahwa ruangan ditata sedemikian rupa sehingga sesuai dengan metode serta antar peserta dapat saling memandang dan mendengar. Tempa harus mudah dijangkau peserta dan nyaman.
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
123
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
B. Peserta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kantor Kemenag, Bappeda, Tenaga Pendidik, Orang Tua Siswa, Dewan Pendidikan, PGRI, Pemerhati Pendidikan Anak, LSM Pendidikan, Dunia Usaha dan Industri ,dan pihak lain yang terkait. C. Pelaksanaan Kegiatan yang dilakukan dalam Konsultasi Publik tergantung pada metode yang dipilih. Secara umum kegiatan yang dilakukan tersusun atas kegiatan sebagai berikut. (1)
Fasilitator
menjelaskan
latar
belakang,
tujuan,
formulasi
kebijakan
yang
dikonsultasikan, dan keluaran. Tekankan bahwa keterlibatan aktif peserta sangat menentukan keberhasilan konsultasi publik. Catatan: sebelum Unit1 sebaiknya dilakukan sesi perkenalan. Perkenalan diantara peserta akan membantu proses dan suasana lebih nyaman. (2)
Menyadarkan akan pentingnya penataan dan pemerataan guru melalui tayangan video
good practices. (3) Membahas dan mendiskusikan formulasi kebijakan satu demi satu sesuai panduan pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Pastikan bahwa seluruh pertanyaan dapat terjawab. Beri kesempatan kepada seluruh peserta untuk menjawab dan memberi tanggapan. Contoh Pertanyaan Kunci Konsultasi Publik Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru: a. Berdasarkan gambaran profile distribusi guru telah dirumuskan isu-isu strategis, Apakah isu strategis yang dirumuskan merupakan isu yang harus segera dipecahkan? b. Bagaimana formulasi kebijakan untuk memecahkan isu-isu strategis tersebut? c. Program apa saja yang perlu dijalankan berkaitan dengan kebijakan Pemerataan dan Penataan Guru terkait dengan formulasi kebijakan yang telah disusun? (4)
Merumuskan Kesimpulan. Setelah semua pertanyaan terjawab dan informasi-informasi penting terjaring, tutuplah diskusi. Sampaikan kesimpulan sementara atau hal-hal penting yang muncul selama proses diskusi.
Tabel 2 Contoh Jadwal Konsultasi Publik Penataan dan Pemerataan Guru No
Waktu
Kegiatan
PIC
1
08.00-08.30
Pembukaan dan Pengarahan
Bupati/Walikota
2
08.30-08.50
Good practices penataan dan pemerataan guru (pengantar dan pemutaran video)
Tim Prioritas
Hari 1
124
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
3
08.50-09.40
Paparan hasil analisis distribusi guru, isu strategis, rekomendasi rumusan kebijakan
Ketua Tim Penataan dan Pemerataan Guru
4
09.40-10.00
Rehat
DC Kab/Kota
5
10.00-11.15
Diskusi kebijakan penataan dan pemerataan guru
Fasilitator
11.15-11.45
Perumusan hasil konsultasi publik
Tim perumus
11.45-12.00
Penutupan
Panitia
6
D. Pasca Pelaksanaan Ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan oleh fasilitator pasca kegiatan Konsultasi Publik, yaitu: (1) Menganalisis masukan-masukan dari Konsultasi Publik. Kegiatan analisis ini meliputi pemilahan masukan berdasarkan tema-tema tertentu, mencari hubungan atau pola antar berbagai kategori masukan, serta menafsirkan maknanya; (2) Menuangkan temuan dan hasil analisis dalam laporan. (3) Menggunakan hasil konsultasi publik untuk penyusunan kebijakan.
5. Teknis Penyelenggaraan A. Tempat dan Waktu Tempat dilaksanakannya konsultasi publik tidak ada batasan, tetapi sebaiknya merupakan tempat yang mudah diakses peserta, nyaman, bebas berbicara, dan membangun suasana yang mendukung proses konsultasi publik. Pengaturan tempat dan kursi sebaiknya diatur dalam suasana kelompok (lingkaran atau huruf U) sehingga semua peserta bisa saling melihat dan berinteraksi akrab. B. Fasilitator Fasilitator Konsultasi Publik paling tidak memiliki 2 jenis kemampuan: (1) kemampuan atau penguasaan terhadap konsep, prinsip dan cara kerja metode; (2) Kemampuan penguasaan terhadap substansi dari topik diskusi; (3) Penguasaan teknis fasilitasi diskusi; (4) Kemampuan menulis laporan FGD. C. Media dan Alat Bantu Alat dan bahan yang digunakan disesuaikan dengan metode Konsultasi Publik. Misalnya dalam FGD lazim diperlukan alat tulis standar (kertas, ballpoint, pensil, metaplan, kertas plano, spidol), alat perekam (tape recorder, kaset, kamera, dan tulisan tentang pokokpokok materi yang didiskusikan (handout). UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
125
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
Lembar Kerja Peserta 3.1
Formulasi Kebijakan
: ............................................
Metode Konsultasi Publik
: ............................................
Komponen yang disiapkan 1.
Rincian
Peserta yang diundang
2.
Agenda/jadwal
3.
Perlengkapan
4.
Tempat
5.
Tim pelaksana Fasilitator
: .........................................
Notulis
: ........................................
Tim perumus : ......................................... 6. ....................
7. ....................
126
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
PRESENTASI UNIT 7
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
127
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
128
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
UNIT 8 RENCANA TINDAK LANJUT
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut
129
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
130
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
UNIT 8 RENCANA TINDAK LANJUT - Waktu: 60 menit
Pengantar Workshop Analisis Kebijakan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dalam mengidentifikasi alternatif dan menetapkan kebijakan dalam penataan dan pemerataan guru. Kedua, meningkatkan kemampuan dalam membuat formulasi kebijakan. Ketiga, meningkatkan kemampuan menyusun rencana implementasi kebijakan yang lebih jelas. Pada workshop ini peserta dikenalkan pada kebijakan penataan dan pemerataan guru. Pada Unit 1 peserta diperkenalkan kerangka kebijakan berdasarkan pengalaman praktis. Pada Unit 2 peserta mengidentifikasi alternatif kebijakan. Pada Unit 3 peserta belajar menerapkan strategi dalam proses pemilihan alternatif kebijakan. Pada Unit 4 peserta belajar memformulasikan kebijakan. Pada Unit 5 peserta berlatih merancang implementasi kebijakan. Pada Unit 6 peserta berlatih menghitung dampak anggaran dari kebijakan yang dipilih. Agar hasil Workshop 1I dapat digunakan untuk merancang kebijakan di daerah, maka diperlukan Rencana Tindak Lanjut (RTL) sebagai kelanjutan Workshop 1I setelah peserta kembali ke daerah. RTL merupakan cerminan komitmen dari Dinas Pendidikan dan stake holder lainnya untuk melaksanakan kegiatan kongkrit setelah Workshop I1 selesai. Hasil dari pelaksanaan RTL akan ditindaklanjuti dengan pendampingan formulasi kebijakan. Kegiatan RTL dimulai dengan mengidentifikasi hal-hal yang belum tuntas dikerjakan di Workshop 1I. Selanjutnya, tim membuat rencana untuk menuntaskan kegiatan perumusan kebijakan. RTL terutama memuat, rencana finalisasi perumusan kebijakan (lanjutan dari Workshop 2), rencana Audiensi dengan Bupati/Walikota, rencana persiapan dan pelaksanaan Konsultasi Publik). Selama pelaksanaan RTL daerah akan didampingi oleh Tim PRIORITAS.
Tujuan Tujuan Unit 8 adalah menyusun rencana tindak lanjut dari Workshop 2, meliputi: 1. Menyusun kegiatan-kegiatan beserta jadwalnya yang akan dilakukan di daerah untuk menuntaskan perumusan kebijakan.
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut
131
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
2.
Menyusun kegiatan dan jadwal penyusunan bahan untuk audiensi dengan Bupati dan pelaksanaannya.
3.
Menyusun kegiatan dan jadwal penyusunan bahan konsultasi publik dan pelaksanaannya
Pertanyaan Kunci Kegiatan tindak lanjut setelah Workshop 2 terutama adalah memuat finalisasi perumusan kebijakan (lanjutan dari Workshop 2), Audiensi dengan Bupati/Walikota, rencana persiapan, serta persiapan dan pelaksanaan Konsultasi Publik. Kapan dan bagaimana kegiatan tersebut dilaksanakan?
Petunjuk Umum Unit 8 RTL merupakan unit perencanaan aktivitas di daerah pasca kegiatan Workshop 2. Pada Unit ini peserta diharapkan dapat menyusun rencana kegiatan untuk menuntaskan formulasi kebijakan, menyusun rencana audiensi dengan Bupati/Walikota, dan rencana konsultasi publik.
Sumber dan Bahan
Presentasi dalam PowerPoint
Lembar Kerja 8.1
LCD dan laptop/komputer
Kertas plano, spidol, dan flipchart
Waktu Waktu yang digunakan adalah 60 menit
132
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Ringkasan Sesi
Introduction 5 menit
Connection 10 menit
Application 30 menit
Reflection
Extension
10 menit
5 menit
Fasilitator menyampaikan judul, latar belakang, pertanyaan kunci Unit 8
Mengidentifika si kegiatankegiatan yang belum diselesaikan pada Workshop 1I
Menyusun rencana kerja
Merefleksi pencapaian Tujuan
Menindaklanjuti Unit 8 dengan melaksanakan rencana kerja dalam RTL
Rincian Langkah-langkah Kegiatan I
Introduction (5 menit)
Fasilitator menayangkan judul unit dan menyatakan bahwa pada unit ini, peserta akan menyusun Rencana Tindak Lanjut. Fasilitator menayangkan latar belakang/pentingnya RTL, pertanyaan kunci, dan kompetensi yang harus dikuasi peserta setelah mempelajari Unit 8 RTL. Penayangan disertai dengan penjelasan singkat tentang pokok-pokok masalah. Fasilitator menjelaskan bahwa peserta diharapkan menyusun RTL yang realistis yang sesuai keadaan di kabupaten/kota masing-masing sehingga RTL dapat terlaksana. RTL yang disusun meliputi: 1. Menyusun kegiatan-kegiatan untuk menuntaskan formulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru. 2. Merancang kegiatan dan jadwal rencana audiensi dengan Bupati/Walikota. 3. Merancang kegiatan dan jadwal konsultasi publik. RTL dilaksanakan kurang lebih empat minggu terhitung setelah kegiatan Workshop 2.
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut
133
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
C
Connection (10 menit)
Fasilitator menanyakan kepada peserta, berkaitan dengan implementasi kebijakan, kegiatan apa saja yang sudah dilakukan dan kegiatan apa yang belum dilakukan. Catatan Fasilitator: Kegiatan yang sudah dilakukan adalah, (1) analisis data (mungkin ada yang sudah tuntas dan ada yang belum tuntas), (2) merumuskan isu-isu strategis, (3) merumuskan kebijakan (belum tuntas) dan akan dilanjutkan di kabupaten/kota masing-masing. Kegiatan yang akan dilakukan adalah, (1) menuntaskan perumusan kebijakan, (3) menyusun laporan, (4) audiensi dengan Bupati/Walikota, (5) Konsultasi Publik.
A
Application (30 menit)
Menyusun Rencana Tindak Lanjut Fasilitator menyampaikan kepada peserta bahwa penuntasan formulasi kebijakan memerlukan komitmen dari berbagai pihak. Agar penuntasan formulasi kebijakan tersebut berjalan dengan baik maka perlu dilakukan tindak lanjut Workshop 2. Dalam sesi ini peserta tetap berada dalam kelompok-kelompok kabupaten. Pertanyaan untuk membimbing setiap kelompok dalam mengidentifikasi kegiatan adalah: 1. Apa saja kegiatan perumusan kebijakan yang belum diselesaikan? Kapan kegiatan tersebut dilaksanakan? 2.
Sebelum konsultasi publik, akan dilakukan audiensi dengan Bupati/Walikota; persiapan apa saja yang harus dilakukan serta kapan dilaksanakan audiensi?
3.
Sebelum dibuat menjadi peraturan sebuah kebijakan harus melalui uji publik atau konsultasi publik, kegiatan apa saja yang terkait dengan persiapan konsultasi publik dan bagaimana jadwalnya, serta kapan dilasanakan konsultasi publik?
Setiap kelompok peserta diminta berdiskusi untuk kegiatan RTL tersebut. Berdasarkan identifikasi kegiatan-kegiatan yang perlu dituntaskan, peserta menyusun Rencana Tindak Lanjut. RTL meliputi, kegiatan, waktu pelaksanaan, tempat pelaksanaan, penanggung jawab, dan hasil yang diharapkan (Lembar Kerja 8.1). Jika masih cukup waktu, ditugaskan salah satu kelompok kabupaten/kota untuk mempresentasikan hasilnya.
134
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
R
Reflection (10 menit)
(1) Tanyakan kepada peserta apakah kegiatan yang dilakukan sudah dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (2) Berikan kesempatan kepada peserta untuk mendiskusikan hal-hal yang masih belum jelas.
E
Extention (5 menit)
RTL merupakan cerminan komitmen dari Dinas Pendidikan dan stake holder lainnya untuk melaksanakan kegiatan kongkrit setelah Workshop 2 selesai.
Pesan Utama Pelaksanaan RTL kadang terkendala oleh kegiatan rutin masing-masing petugas pelaksananya. Oleh sebab itu, komunikasi dan saling mengingatkan di antara anggota tim perlu sering dilakukan. Semua pihak harus saling memberikan dukungan dalam penuntasan penyusunan kebijakan.
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut
135
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
Lembar Kerja Peserta 8.1 RENCANA TINDAK LANJUT DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN/KOTA............................................. No.
136 136
Kegiatan
Waktu
Tempat
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut
Penanggung jawab
Hasil yang diharapkan
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
137
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut
137
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
PRESENTASI UNIT 8
138
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut
139
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
140
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut
PENDAMPINGAN FORMULASI KEBIJAKAN
PENDAMPINGAN FORMULASI KEBIJAKAN KABUPATEN/KOTA
Pendampingan Formulasi Kebijakan Kabupaten/Kota
141
PENDAMPINGAN FORMULASI KEBIJAKAN
142
Pendampingan Formulasi Kebijakan Kabupaten/Kota
PENDAMPINGAN FORMULASI KEBIJAKAN
KERANGKA ACUAN KEGIATAN PENDAMPINGAN FORMULASI KEBIJAKAN KABUPATEN/KOTA
1. Latar Belakang Program PRIORITAS telah memberikan bantuan teknis untuk meningkatkan kapasitas kabupaten/kota utamanya dinas pendidikan dalam merumuskan kebijakan untuk menunjang program penataan dan pemerataan guru. Peningkatan kapasitas dilakukan melalui kegiatan workshop analisis kebijakan penataan dan pemerataan guru. Dalam rangka melengkapi dan menyempurnakan formulasi kebijakan yang telah dihasilkan dari kegiatan workshop dirasa perlu dilakukan pendampingan oleh tim PRIORITAS kepada Tim Daerah. Pendampingan dilakukan untuk membantu dinas pendidikan khususnya Tim Perumus Kebijakan dalam penajaman rumusan kebijakan penataan dan pemerataan guru, persiapan audiensi dengan Bupati/Walikota, dan persiapan konsultasi publik. Pendampingan ini merupakan tindaklanjut dari workshop analisis kebijakan penataan dan pemerataan guru di tingkat klaster/propinsi. Pendampingan akan dilakukan sebanyak sebanyak 1 kali selama 2 hari disesuaikan dengan kondisi dan dinamika riil di kabupaten/kota. Dalam pendampingan ini tim fasilitator akan mendatangi dan mendampingi tim perumus kebijakan daerah. Pertemuan disarankan dilakukan di kantor dinas pendidikan, Bapeda, atau kantor bupati dan melibatkan orang-orang yang berkaitan dengan perumus kebijakan penataan dan pemerataan guru. Sebelum dilakukan pendampingan diharapkan District Coordinator telah memastikan bahwa Tim Perumus Kebijakan telah bekerja untuk melengkapi rumusan kebijakan sesuai dengan jadwal kegiatan Tim. Sehari menjelang pendampingan diharapkan DC telah memastikan ketersedian dokumen terkait dengan hasil analisis data, rekomendasi, dan rumusan-rumusan kebijakan yang telah dihasilkan.
2. Tujuan Kegiatan Secara umum, kegiatan Pendampingan bertujuan untuk menghasilkan rumusan kebijakan yang tajam tentang penataan dan pemerataan guru untuk disajikan dalam konsultasi publik. Secara khusus, kegiatan ini bertujuan untuk:
a. Mereview hasil workshop kebijakan penataan dan pemerataan guru b. Melengkapi dan memperkaya opsi rumusan kebijakan Pendampingan Formulasi Kebijakan Kabupaten/Kota
143
PENDAMPINGAN FORMULASI KEBIJAKAN
c. Mempertajam rumusan kebijakan penataan dan pemerataan guru. d. Memprediksi berbagai dampak opsi rumusan kebijakan yang dihasilkan. e. Membuat laporan tentang kebijakan penataan dan pemerataan guru yang akan digunakan dalam audiensi dengan Bupati/Walikota serta konsultasi publik.
3. Waktu dan Tempat Kegiatan Kegiatan pendampingan secara intensif dilakukan di kabupaten/kota pasca workshop 2 di tingkat klaster/provinsi. Pendampingan dilakukan sekali selama dua hari. Pendampingan (dua hari) Hari
: ..................................................
Tanggal
: .................................................
Waktu
: 08.00 – 16.00
Tempat
: ................................................, Kabupaten/Kota................................
4. Peserta dan Pendamping Peserta kegiatan Pendampingan perumusan kebijakan penataan dan pemerataan guru sebagai berikut. o
Tim Perumus Kebijakan
o
Ketua Tim Analisis Data
o
Perwakilan pengawas SD/MI dan SMP/MTs
Pendamping adalah: Tim fasilitator PRIORITAS yang telah mengikuti Training of Trainer.
5. Agenda Persiapan Sebelum dilakukan pendampingan diharapkan District Coordinator telah memastikan bahwa Tim Perumus Kebijakan telah bekerja untuk melengkapi hasil rumusan kebijakan. Selain itu, dokumen hasil analisis data dan rekomendasi kebijakan juga telah dipersiapkan. Sehari menjelang pendampingan diharapkan DC telah memastikan ketersedian dokumen-dokumen tersebut.
144
Pendampingan Formulasi Kebijakan Kabupaten/Kota
PENDAMPINGAN FORMULASI KEBIJAKAN
Perkiraan Jadwal kegiatan Pendampingan (2 hari) Waktu
Kegiatan
HariPertama 08.00 – 09.30
Review hasil workshop analisis kebijakan penataan dan pemerataan guru
09.30 – 10.30
Menajamkan rumusan kebijakan
10.30 – 10.45
Rehat
10.45 – 12.00
Melengkapi rancangan kebijakan
12.00 – 13.00
Ishoma
13.00 – 14.00
Memperkirakan Dampak dari Opsi Rumusan Kebijakan
14.30 – 16.00
Perhitungan dampak anggaran dari pilihan opsi kebijakan (integrasi dengan perencanaan)
Hari Kedua, 08.00 – 09.30
Membuat laporan kebijakan penataan dan pemerataan guru
09.30 – 10.30
Membuat laporan kebijakan penataan dan pemerataan guru
10.30 – 10.45
Rehat
10.45 – 12.00
Membuat laporan kebijakan penataan dan pemerataan guru
12.00 – 13.00
Ishoma
13.00 – 16.00
Persiapan audiensi dan konsultasi publik
Pendampingan Formulasi Kebijakan Kabupaten/Kota
145
PENDAMPINGAN FORMULASI KEBIJAKAN
Review Hasil Workshop Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru Pada sesi ini Ketua Tim Kebijakan menyajikan kembali Hasil Rumusan Kebijakan yang telah diselesaikan dalam Workshop 2 kepada peserta. Peserta memberikan refleksi kritisnya terhadap Hasil Rumusan Kebijakan tersebut. Refleksi kritis dimaksudkan untuk menelaah kembali apakah rumusan kebijakan yang telah dihasilkan telah sesuai dengan hasil analisis data dan rekomendasi kebijakan.
Menajamkan Rumusan Kebijakan Pada sesi ini peserta difasilitasi oleh pendamping menajamkan kembali rumusan kebijakan. Pendamping dan peserta dengan cermat melihat kembali hasil hasil analisis data, isu strategis, rekomendasi kebijakan, dan formulasi kebijakan sehingga memahami celah-celah yang perlu disempurnakan.
Melengkapi Rancangan Kebijakan Pada sesi ini peserta melanjutkan penyusunan rancangan implementasi kebijakan untuk melengkapi hasil-hasil Workshop 2.
Memperkirakan Dampak dari Opsi Rumusan Kebijakan Setelah diperoleh opsi rumusan kebijakan penataan dan pemerataan guru yang lengkap, pendamping perlu mengarahkan peserta untuk memikirkan berbagai kemungkinan dampak dari opsi-opsi rumusan kebijakan yang telah dihasilkan. Dalam sesi ini peserta ditugaskan untuk memikirkan berbagai dampak dari opsi-opsi rumusan kebijakan. Selanjutnya peserta diminta untuk mengurutkan dampak-dampak tersebut dari yang paling besar peluangnya terjadi ke yang paling kecil. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mengurutkan peluang dampak rumusan kebijakan sebagai berikut. 1.
Pikirkan dampak rumusan kebijakan terhadap sistem pendidikan di kabupaten/kota tersebut.
2.
Pikirkan dampak rumusan kebijakan terhadap guru-guru yang terkena kebijakan tersebut.
3.
Pikirkan dampak rumusan kebijakan terhadap pengambil kebijakan.
146
Pendampingan Formulasi Kebijakan Kabupaten/Kota
PENDAMPINGAN FORMULASI KEBIJAKAN
Perhitungan dampak anggaran dari pilihan opsi kebijakan (integrasi dengan perencanaan) Pada sesi ini peserta melanjutkan perhitungan dampak anggaran dari pilihan kebijakan serta merancang integrasi kebijakan dalam perencanaan daerah (Renja dan Renstra) untuk melengkapi hasil-hasil Workshop 2.
Membuat Laporan Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru Laporan rencana kegiatan penataan dan pemerataan guru perlu dibuat agar rencana kegiatan tersebut tersampaikan ke pihak-pihak yang berkepentingan dan sekaligus menjadi dokumen yang siap dimanfaatkan pada saatnya. Laporan harus memuat alasan mengapa perlu penataan dan pemerataan guru, analisis data guru tingkat kabupaten/kota, isu-isu strategis terkait dengan penataan dan pemerataan guru, dan formulasi kebijakan terkait dengan penataan dan pemerataan guru. Laporan Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru ini dibuat dengan struktur tertentu agar mudah dipahami. Format laporan ini dapat diperiksa pada Lampiran 1.
Persiapan audiensi dan konsultasi publik Hasil pendampingan akan disajikan dalam forum Konsultasi Publik. Namun, sebelumnya perlu dilakukan audiensi dengan Bupati/Walikota. Oleh sebab itu perlu dilakukan: -
Penyusunan rencana audiensi dan konsultasi publik
-
Menyusun rangkuman laporan kebijakan penataan dan pemerataan guru
-
Menyusun presentasi dalam bentuk power point. Presentasi kebijakan penataan dan pemerataan guru harus ringkas, padat, dan memuat hal-hal penting terkait dengan kebijakan penataan dan pemerataan guru berdasarkan hasil analisis data.
6. Kebutuhan Anggaran Kebutuhan anggaran disesuaikan dengan standar PRIORITAS (mengikuti Pedoman RTI).
Pendampingan Formulasi Kebijakan Kabupaten/Kota
147
PENDAMPINGAN FORMULASI KEBIJAKAN
Lampiran 1. LAPORAN PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU DI KABUPATEN/KOTA ……..
RINGKASAN Memuat intisari dari laporan lengkap, paling tidak memuat: permasalahan distribusi guru di kabupaten, harapan perubahan nyata dalam penataan guru ini, hasil analisis distribusi guru, alternatif kebijakan penataan guru yang mungkin dilakukan di kabupaten, rekomendasi kebijakan, dan rencana implementasi penataan dan pemerataan guru. (maksimum 4 halaman)
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berisi tentang permasalahan distribusi guru di kabupaten, termasuk kesulitan untuk mengimplementasikan Perber 5 Menteri, serta pelaksanaan kebijakan yang belum berhasil secara maksimal B. Tujuan Diisi dengan tujuan penataan dan pemerataan guru menurut persepsi kabupaten/kota. C. Hasil yang diharapkan Diisi dengan harapan adanya perubahan nyata kecukupan guru dan perubahan peningkatan mutu pendidikan D. Metode Pemecahan Masalah Diisi dengan langkah-langkah penataan dan pemerataan guru, mulai dari penyaiapan data, sosialisasi, workshop analisis data, workshop identifikasi alternatif kebijakan, dan konsultasi publik. Pendekatan yang digunakan selain melalui workshop juga melalui pendampingan.
II. HASIL PEMETAAN DISTRIBUSI GURU A. Ketersediaan dan Kelangkapan Data Diisi dengan kondisi data yang ada di kabupaten, kelengkapan data berbasis DAPODIK, berapa persen sekolah yang sudah divalidasi datanya. Selain itu, apakah dinas pendidikan pernah memanfaatkan data sekolah berbasis DAPODIK untuk keperluan perencanaan dan pengambilan kebijakan. B. Distribusi Guru SD (Guru Kelas dan Mapel). Diisi dengan gambaran distribusi guru kelas, guru maple PAI dan Penjaskes, menurut sekolah dan kecamatan, serta proyeksi ketersediaan guru 5 sampai 10 tahun kedepan sebagai akibat pensiun. Selain itu, distribusi guru dibedakan menurut guru PNS dan Non PNS.
148
Pendampingan Formulasi Kebijakan Kabupaten/Kota
PENDAMPINGAN FORMULASI KEBIJAKAN
C. Distribusi Guru matapelajaran di SMP Diisi dengan gambaran distribusi guru menurut mapel, sekolah dan kecamatan, serta proyeksi ketersediaan guru 5 sampai 10 tahun kedepan sebagai akibat pensiun. Selain itu, distribusi guru dibedakan menurut guru PNS dan Non PNS. D. Isu strategis dalam Distribusi Guru Diisi dengan analisis kesenjangan (membandingkan kondisi saat ini dengan kriteria baku, seperti SPM, SNP,indikator kiner kabupaten, dll.), identifikasi isu strategis dan isu strategis terpilih berdasarkan kriteria dan kondisi masing-masing kabupaten/kota.
III. HASIL IDENTIFIKASI ALTERNATIF KEBIJAKAN PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU A. Alternatif kebijakan penataan dan pemerataan guru Diisi dengan bagaimana memilih alternatif kebijakan yang dapat menanggulangi/ memecahkan isu strategis yang telah dirumukan pada bagian sebelumnya. B. Alternatif kebijakan terpilih yang sesuai dengan kondisi kabupaten/kota Diisi dengan alternatif-alternatif kebijakan penataan dan pemerataan guru yang telah mempertimbangkan kriteria pemilihan alternatif kebijakan. Altenatif kebijakan ini sebagai bahan rekomendasi kebijakan dalam penataan dan pemerataan guru.
IV. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU A. Prioritas Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru Diisi dengan rekomendasi kebijakan yang akan diterapkan berdasarkan hasil penialaian kelayakan kebijakan pada kabupaten yang bersangkutan. B. Rencana Implementasi Penataan dan Pemerataan Guru Diisi dengan tahapan kegiatan dari masing-masing kebijakan yang akan diimplementasikan, kerangka waktu, siapa yang bertanggungjawab, dan besar dan sumber pendanaan.
Lampiran: 1. Hasil workshop 1: Analisis Data 2. Hasil workshop 2: AnalisisKebijakan 3. Anggota Tim Kabupaten
Pendampingan Formulasi Kebijakan Kabupaten/Kota
149
PENDAMPINGAN FORMULASI KEBIJAKAN
150
Pendampingan Formulasi Kebijakan Kabupaten/Kota
PENDAMPINGAN FORMULASI KEBIJAKAN
Pendampingan Formulasi Kebijakan Kabupaten/Kota
151