III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian yang dilakukan di PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia diawali dengan mengetahui semua pekerjaan yang dilakukan di pabrik. Setelan itu, dilakukan pengenalan istilah-istilah yang ada di pabrik serta peraturan yang ada dipabrik. Kegiatan perkenalan ini dilakukan agar mahasiswa mengetahui semua aktivitas, istilah-istilah serta peraturan yang ada di pabrik agar mahasiswa mengetahui dan memahami aktivitas yang ada di pabrik. Setelah mengetahui semua aktivitas yang dilakukan di pabrik, mahasiswa melakukan diskusi pemahaman untuk menyamakan presepsi antara mahasiswa dan staf ahli dari PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia. Setelah diskusi dilakukan, maka mahasiswa melakukan identifikasi masalah serta pengamatan. Identifikasi masalah serta pengamatan dilakukan pada subdivisi machining assembly. Dari pengamatan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa pada subdivisi machining assembly terdapat 18 pos yang dipakai untuk merakit mesin. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan pada Pos 1 sampai dengan Pos 10. Pos 1 sampai dengan Pos 5, pekerjaan yang dilakukan adalah mengambil part. Pekerjaan yang dilakukan pada Pos 6 sampai dengan Pos 10 adalah merakit part yang telah disusun pada Pos 1 sampai dengan Pos 5 sehingga menjadi mesin. Pekerjaan pada Pos 1 sampai dengan Pos 5 banyak pekerjaan manual material handling seperti mengambil part yang dilakukan oleh pekerja. Maka daripada itu, penelitian difokuskan pada subdivisi machining assembly pada Pos 1 sampai dengan Pos 5. Pengamatan yang telah dilakukan pada Pos 1 sampai dengan Pos 5 dilakukan dengan menggunakan kamera handycam. Dari hasil perekaman tersebut dapat terlihat posisi pekerja yang tidak akurat. Posisi kerja ini berupa membungkuk ke depan, Alat yang bergetar, alat untuk menarik dll. Contoh hasil perekaman kamera handycam dapat dilihat pada Gambar 6.
(a) Membungkuk ke depan
(c) Mengangkat tangan ke atas
(b) Membungkuk ke depan
(d) Alat yang bergetar
Gambar 6. Hasil perekaman kamera handycam.
Kegiatan yang berada di divisi machining assembly pada dasarnya sudah memenuhi aspek ergonomika manual material handling, hal ini ditunjukan dengan banyaknya standar kerja yang dibuat pada subdivisi machining assembly. Meskipun sudah banyak standar kerja yang ada pada subdivisi machining assembly, kriteria kerja yang berpotensi menyebabkan terjadinya cedera otot dan kecelakaan kerja pada pekerja masih ada. Untuk mengatasi cedera otot dan keselamatan kerja yang ada, maka perusahaan harus melakukan improvement untuk mengatasinya. Pada subdivisi machining assembly diamati 5 pos dalam perakitan mesin. Pada 5 pos ini terdapat 2 pos yang banyak ditemukan elemen kerja yang memiliki potensi bahaya yang cukup besar pada cedera otot. Pos tersebut adalah pos 2 dan pos
3 yaitu pada saat operator mengambil part untuk dimasukkan kedalam case. Kegiatan mengambil part pada Pos 2 lebih banyak mengambil part yang menggantung pada rak. Sedangkan kegiatan mengambil part pada Pos 3 adalah mengambil part yang berada pada rak dan part yang diambil berukuran kecil. Kegiatan mengambil part pada pos 2 dan 3 dapat dilihat pada Gambar 7. Denah pos 1 sampai dengan pos 5 dapat dilihat pada Gambar 8. Sedangkan denah lengkap subdivisi machining assembly dapat dilihat pada Lampiran 3. Pada Pos 2 dan Pos 3 yang diberi warna merah, banyak ditemukan postur kerja yang dapat menyebabkan penyakit cedera otot.
Gambar 7(a). Kegiatan mengambil part pada Pos 2
Gambar 7(b). Kegiatan mengambil part pada Pos 3
Gambar 8. Denah Pos 1 sampai dengan Pos 5 Untuk menganalisis dan memecahkan suatu permasalahan dalam kerja, dapat digunakan analisis 4 M + E, yaitu Machine, Method, Man, Material, dan Environment. Sehingga ditemukan akar permasalahannya dan dapat dilakukan perbaikan dengan secepat-cepatnya. Adapun hasil analisis fish bone diagram dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil analisis fish bone diagram No 1
Faktor Man
2
Material
3
Methode
4
Mesin
Masalah Operator tidak mengetahui masalah tentang ergonomic sehingga pada nantinya operator akan mengalami cedera otot seperti Musculoskeletal Disorders (MSD) dan low back pain Part yang Beratnya lebih dari 2kg ditaruh di bawah sehingga operator harus membungkuk dalam membawanya - Pekerjaan selalu membungkuk ketika operator mengambil part - Operator tidak diberitahu tentang mengambil part yang benar - Tidak ada SOP yang jelas tentang bagaimana cara mengambil part. Ukuran rak tidak sesuai dengan operator sehingga menyebabkan operator harus membungkuk dalam pengambilan part
Dari Tabel 5. dapat diketahui bahwa masalah dari man adalah operator tidak mengetahui secara detail tentang aspek ergonomika sehingga nantinya operator akan mengalami cedera otot seperti Musculoskeletal Disorders (MSD) dan low back pain. Permasalahan dari method adalah operator selalu membungkuk ketika mengambil part, operator tidak diberitahu tentang cara mengambil part yang benar, dan tidak adanya SOP yang menjelaskan tentang bagaimana cara mengambil part yang benar. Masalah yang ditemukan pada material adalah part yang beratnya lebih dari 2 kg ditaruh di bawah sehingga operator harus membungkuk untuk membawanya. Gambar 9. menunjukkan operator harus membungkuk 900 untuk mengambil part yang beratnya 2 kg yang ditaruh dibawah.
Gambar 9. Sketsa pada saat operator mengambil part
Sedangkan masalah yang ditemukan pada machine adalah ukuran rak tidak sesuai dengan operator sehingga menyebabkan operator harus membungkuk dalam pengambilan part. Namun dalam kegiatan mengambil part, improvement yang dilakukan dapat difokuskan dari aspek machine, method, dan man. Improvement dalam aspek material tidak dilakukan karena di PT.TMMIN, part yang beratnya kurang dari 10 kg tidak harus menggunakan alat bantu untuk mengangkatnya.
A. Machine Improvement Perhitungan ergonomic risk point dilakukan dengan menjumlahkan angka dari level kecelakaan, frekwensi kerja, dan level countermeasure yang ada dari setiap elemen kerja. Level kecelakaan kerja memiliki tiga kategori yaitu kecelakaan fatal yang dapat menyebabkan kematian atau cacat, kecelakaan yang memerlukan cuti/LWD (Lost working day), dan kecelakaan yang tidak memerlukan cuti/ non-LWD. Frekwensi kerja memiliki tiga kriteria yaitu frekwensi tinggi, frekwensi sedang, dan frekwensi rendah. Level Countermeasure adalah tingkat pencegahan kecelakaan atau cidera seperti tidak adanya alat bantu dalam pekerjaan tersebut termasuk tingkat kehati-hatian operator. Kriteria tersebut dilihat pada setiap element dan poin yang ada dijumlahkan sehingga diperoleh kategori resiko dari setiap element yang ada. Hasil penjumlahan ergonomic risk point dari setiap pengamatan ini menunjukan seberapa besar tingkat/kategori bahaya dari pekerjaan tersebut. Bardasarkan perhitungan ergonomic risk point, potensi yang dapat diamati dari aspek ergonomika manual material handling dan aspek K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) adalah sebanyak 2063 poin. Hasil perhitungan ergonomic risk point dapat dilihat pada Lampiran 4. Untuk menurunkan potensi bahaya, maka dilakukan improvement pada machine. Pihak manajemen dalam hal ini divisi SHE tidak menargetkan nilai penurunan yang harus dicapai, namun pihak manajemen berusaha menurunkan nilai Evaluasi Resiko Kerja OSHMS yang berkaitan dengan ergonomika manual material handling dan K3 seminim mungkin, agar
pekerja dapat terhindar dari penyakit yang disebabkan karena pekerjaan yang tidak ergonomis serta pekerjaan yang berpotensi berbahaya. Penurunan resiko bahaya ergonomika manual material handling dan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) dapat dilakukan salah satunya dengan perbaikan (improvement). Salah satu Improvement yang dilakukan adalah pada mesin/peralatan untuk menyimpan part. Improvement ini dilakukan karena sebagian besar posisi tidak ergonomis dalam proses pengambilan part yang berada di rak tersebut sehingga operator harus membungkuk. Gambar 10. menunjukan rak tempat penyimpanan part.
Gambar 10. Rak yang berada di pos 2
Part yang letaknya berada di bawah membuat operator harus membungkuk untuk mengambilnya. Improvement pada rak yang diusulkan adalah dengan menambahan base stacking. Base stacking ini digunakan untuk meninggikan posisi part yang asalnya ada di bawah menjadi sedikit ke atas. Gambar 11. menunjukan pekerjaan pada saat pekerja mengambil part.
Gambar 11(a). Pekerja mengambil part di Pos 2
Gambar 11(b). Pekerja mengambil part di Pos 3
Ukuran dari base stacking yang terdapat di pos 2 yang sebelumnya 131 cm menjadi 139 cm dan 84 cm menjadi 94 cm. Peninggian ini dilakukan berdasarkan pada pengukuran antropometri para pekerja, hal ini dilakukan agar setiap pekerja tidak membungkuk ketika melakukan pekerjaan pengambilan part. Adapun tinggi badan rata rata dari setiap operator dalam pengambilan part ini adalah sebesar 168,3 cm. Penambahan tinggi 8 cm untuk base stacking atas didasarkan kepada tinggi rata-rata operator dalam mengambil part yang harus membungkuk membentuk sudut 450, sehingga dengan peninggian tersebut dapat merubah sudut dari 450 menjadi 300. Sedangkan Penambahan tinggi 10 cm untuk base stacking bawah didasarkan kepada tinggi rata-rata operator dalam mengambil part yang harus membungkuk membentuk sudut hamper 900, sehingga dengan peninggian tersebut dapat merubah sudut dari 900 menjadi 450 Gambar perbaikan rak pada Pos 2 dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar detail rak di Pos 2 dapat dilihat pada Lampiran 8.
Gambar 12(a). Gambar rak pada Pos 2
Gambar 12(b). Gambar rak tampak samping pada pos 2 sebelum perbaikan (Keterangan: a= tinggi base stacking 131cm b= tinggi base stacking 84 cm)
Gambar 12(c). Gambar rak tampak samping pada pos 2 sesudah perbaikan (Keterangan: a’= tinggi base stacking 139cm b’= tinggi base stacking 94 cm)
Perbaikan di pos 2 menurunkan potensi bahaya yang dapat mengakibatkan cedera otot. Perbaikan pada pos 2 ini
telah dilakukan dan mendapatkan
penurunan ergonomic risk point yang cukup baik. Perbaikan ini menurunkan potensi bahaya yang dapat menyebabkan oleh cedera otot yang sebelumnya 2063 poin menjadi 1718 poin atau sebesar 16.72%. Penurunan potensi bahaya di pos 2 dapat dilihat pada Lampiran 5. Gambar 13. menunjukan operator membawa part yang telah dilakukan perbaikan pada machine.
Gambar 13. Kegiatan operator mengambil part setelah perbaikan
Usulan perbaikan yang dilakukan di Pos 3
sama dengan Pos 2 yaitu
dengan penambahan base stacking, namun perbaikan ini tidak dilakukan karena biaya yang dibutuhkan cukup besar serta waktu yang diperlukan terlalu lama dilakukan untuk perbaikan. Meskipun perbaikan ini tidak dilakukan, akan tetapi perhitungan nilai dari penurunan potensi bahaya di pos 3 dapat dihitung dengan hasil menurunnya ergonomic risk point dari yang sebelumnya 2063 poin menjadi 1472 poin atau sebesar 28.64%. Penurunan potensi bahaya di pos 3 dapat dilihat pada Lampiran 6. Apabila dilakukan perbaikan antara Pos 2 dan Pos 3, maka penurunan nilai potensi kerja yang paling besar adalah pada pos 3. Hal ini terjadi karena pada pos 3, part yang dibawa cukup banyak dan ukurannya kecil sehingga menimbulkan pekerja membungkuk lebih lama untuk memilih part dan menghitung jumlah part yang dibawanya. Jadi apabila pada pos 3 dilakukan improvement, operator tidak harus membungkuk terlalu lama untuk mengambil part
B. Method Improvement Mengambil benda dengan bertumpu pada tulang punggung jika dilihat dari sisi ergonomika manual material handling adalah prosedur yang salah. Perbaikan peralatan maupun tempat kerja dapat memakan waktu yang lama karena proses
pengerjaannya dapat berakibat pada terhentinya proses produksi dan kerugian perusahaan serta terkendala oleh dana perbaikan untuk tempat kerja tersebut. Maka prioritas improvement yang selanjutnya harus dilaksanakan adalah dari segi metode kerja. Metode kerja yang terdapat di PT. TMMIN sudah banyak yang menerapkan aspek ergonomika manual material handling, akan tetapi khususnya pada divisi machining assy terdapat kegiatan pengambilan part yang mengharuskan operator membungkuk lebih dari 450 yaitu pada Pos 2 dan Pos 3. Gerakan mengambil part pada pos 2 dilakukan secara terus menerus setiap 4 menit 32 detik selama 8 jam kerja dengan selang waktu 1 kali. Sedangkan pada pos 3 gerakan mengambil part dilakukan secara terus menerus setiap 7 menit 9 detik selama 8 jam kerja dengan selang waktu 1 kali. Adapun hasil penurunan perbaikan yang telah dilakukan pada machine adalah dengan menambah base stacking dengan hasil beban kerja lebih ringan dan waktu yang lebih singkat. Adapun hasil penurunan perbaikan yang telah dilakukan pada machine dengan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 7. Tabel Penurunan Poin dan Waktu Hasil Perbaikan ergonomika risk point
Durasi
Sebelum
Sesudah
Sebelum
Sesudah
Pos 2
2063 poin
1718 poin
4 menit 32 detik
4 menit 10 detik
Pos 3
2063 poin
1472 poin
7 menit 9 detik
-
Posisi membungkuk yang dilakukan terus menerus akan menyebabkan masalah kesehatan yang tidak nampak pada pekerja jika dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan frekwensi yang cukup tinggi. Masalah yang dapat ditimbulkan adalah cedera otot atau musculoskeletal disorder (MSD) pada pinggang, bahu, dan lengan. Cedera seperti ini dapat mengganggu produktivitas pekerja sehingga berpotensi merugikan pekerja dan perusahaan.
Jika dilihat dari posisi tubuh pekerja pada pos 2 dalam melakukan kerja pengambilan part adalah membungkuk dengan membentuk sudut 900. Berdasarkan standar yang dibuat oleh PT. TMMIN, posisi tubuh seperti ini memiliki nilai kecelakaan ergonomika sebasar 6 poin. Posisi membungkuk ini dilakukan setiap 4 menit 32 detik sekali dengan lama membungkuk sebesar 17 detik secara terus menerus. Sedangkan pada pos 3, posisi pekerja juga membungkuk dengan membentuk sudut
900. Akan tetapi pada pos 3 posisi
membungkuk dilakukan setiap 7 menit 9 detik sekali dengan lama membungkuk 34 menit secara terus menerus. Poin posisi tubuh berdasarkan standar yang dibuat PT.TMMIN dapat dilihat pada Lampiran 7. Posisi membungkuk yang dilakukan di pos 3 lebih lama dibandingkan dengan dengan pos 2 karena di pos 3 pengambilan part kecil dan harus menghitung berapa jumlah yang harus dibawanya. Pekerjaan seperti ini dikatakan tidak ergonomis karena membungkuk secara terus menerus dapat menyebabkan penyakit yang disebabkan oleh cedera otot yang berakibat pekerja mengalami sakit low back pain, Musculoskelatal disorder dll. Oleh karena itu sebaiknya pekerjaan membungkuk harus dihindari. Perbaikan yang dilakukan pada divisi machining assy adalah penerapan aspek ergonomika dalam manual material handling. Sosialisasi penerapan metodologi ergonomika tersebut dilakukan melalui pelatihan kepada operator mengenai ergonomika dan manual material handling. Gambar 14. menunjukan bahwa pekerja sedang melakukan pelatihan teoritis tentang aspek ergonomika sehingga nantinya pekerja mengetahui bahaya dari pekerjaan yang salah dan dan bahaya dari cedera otot. Pelatihan ini dilakukan oleh sebagian pekerja secara bergantian agar proses produksi tetap bekerja secara lancar.
Gambar 14. Pelatihan teoritis
Dengan adanya pelatihan tersebut maka operator akan mengetahui bagaimana posisi tubuh yang baik untuk bekerja dan cara membawa beban yang berada di bagian bawah dengan benar. Gambar 15. menunjukan bahwa operator telah menerapkan aspek ergonomika pada saat mengambil part. Prinsip dari metode yang diberikan adalah mengusahakan agar operator menjaga posisi tulang belakang tetap lurus. Perbaikan metode kerja ini menitik beratkan pada objek yang menjadi tumpuan bekerja. Sebelum pekerja melakukan pekerjaan dengan bertumpu pada tulang belakang, namun setelah perbaikan pekerja menggunakan kaki sebagai tumpuan. Perubahan posisi kerja ini mengurangi poin bahaya ergonomika, sebelumnya 4 poin menjadi 2 poin. Perbaikan metode kerja ini dapat mengurangi potensi bahaya kerja ergonomika dari 2063 poin menjadi 1718 poin, atau sebanyak 16,72%.
Gambar 15. Operator setelah melakukan pelatihan aspek ergonomi
C. Man Improvement Selain perbaikan dari mesin dan metode kerja, pengetahuan tentang ergonomika diberikan kepada pekerja dalam bentuk pelatihan pelatihan. Menurut Silalahi (1995) perilaku pekerja yang aman disebabkan oleh 2 hal yaitu: pekerja yang tidak tahu cara kerja yang aman atau tidak tahu perilaku yang berbahaya dan pekerja mampu memenuhi persyaratan kerja yang menyebabkan terjadinya seluruh peraturan dan persyaratan kerja, namun tidak memenuhi atau mematuhinya. Pelatihan tersebut bertujuan agar pekerja tahu tentang ilmu ergonomika dan akibat buruk yang disebabkan oleh pekerjaan yang tidak ergonomis serta nantinya pekerja dapat menerapkan ilmu ergonomika dalam pekerjaannya. Dalam pelatihan tersebut, operator diberikan ujian untuk mengetahui pemahaman dan posisi biasa operator dalam membawa beban yang berada di bawah. Setelah itu pelaksanaan pelatihan, operator diuji kembali untuk mengetahui perubahan pemahaman yang diperoleh dari pelatihan tersebut. Hasil dari pelatihan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 8. Hasil Pengujian operator bulan Maret dan April NO REG
Nama
Score materi
Status
Target
Safety
Quality
SW
HRD
1020091
FM
80
92
97
100
92
Lulus
1020092
SA
80
93
95
97
95
Lulus
1020093
NW
80
93
95
93
90
Lulus
1020094
ES
80
97
100
97
95
Lulus
1020095
JTS
80
93
97
97
100
Lulus
1020096
AR
80
97
97
95
100
Lulus
1020097
RBA
80
97
90
100
100
Lulus
1020098
RF
80
87
90
100
98
Lulus
1020128
DA
80
93
97
97
100
Lulus
1020127
S
80
93
85
97
100
Lulus
1020129
SF
80
93
90
97
100
Lulus
1020136
IA
80
97
93
90
100
Lulus
1020138
AGS
80
97
93
90
100
Lulus
1020135
K
80
100
97
100
100
Lulus
1020139
L
80
97
95
100
100
Lulus
1020137
DI
80
100
98
100
100
Lulus
Dari hasil pengujian tersebut, dapat dilihat bahwa kemampuan operator dalam memahami prinsip dasar ergonomika meningkat setelah pelaksanaan pelatihan. Operator diberikan target nilai 80 karena operator sebelumnya telah mengetahui prinsip dasar ergonomika jadi pada pelatihan ini operator di ingatkan kembali tentang aspek aspek ergonomika tersebut. Hampir semua operator dapat poin melebihi target sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan operator tentang aspek ergonomika cukup baik. Selain itu perbaikan yang lain adalah dari kesadaran operator terhadap keselamatan diri sendiri dan orang lain dalam bekerja perlu ditingkatkan.
Sedangkan untuk melindungi dari bahaya yang ada, operator juga ditekankan selalu memakai alat pelindung diri. Dari ketiga perbaikan yaitu aspek machine, method, dan man nilai dari risk poin masih besar yaitu sekitar 1718 poin untuk perbaikan di pos 2 sedangkan jika perbaikan di pos 3 dilakukan adalah sebesar 1472 poin. Perbaikan di pos 2 dan pos 3 tidak mengurangi potensi bahaya STOP 6 dan non STOP 6 yang berada pada divisi machining assy tetapi hanya mengurangi potensi bahaya yang disebabkan oleh cedera otot. Potensi bahaya yang berada pada divisi machining assy khususnya pos 1 sampai pos 5 adalah potensi bahaya STOP 6 dan non STOP 6. Potensi ini dapat diturunkan dengan kesadaran tiap operator tentang pentingnya keselamatan kerja serta pentingnya bekerja sesuai dengan standar operasional yang ada di PT.TMMIN.