1
Penentuan Indikator Kemiskinan Berdasarkan Dimensi Kualitas Kesehatan dan Kualitas Ekonomi Menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan Pendekatan Bayesian di Kabupaten Jombang Farisca Susiani dan Bambang Widjanarko Otok Statistika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] Abstrak— Kemiskinan pada dasarnya masih menjadi permasalahan klasik yang mendera negara berkembang seperti Indonesia. Kekeliruan yang sering terjadi, kemiskinan hanya didefinisikan melalui dimensi ekonomi. Padahal sesungguhnya kemiskinan berkaitan pula dengan dimensi kesehatan; sosial dan budaya; sosial politik; pendidikan, agama, dan budi pekerti; dan perdamaian dunia. Pada penelitian ini kemiskinan dipandang melalui dua dimensi, yaitu Kualitas Kesehatan dan Kualitas Ekonomi. Metode Confirmatory Factor Analysis (CFA) digunakan secara unidimensional untuk mengidentifikasi variabel indikator yang dapat mengukur kualitas kesehatan dan kualitas ekonomi dengan estimasi bayesian.Unit analisis yang digunakan adalah 21 Kecamatan di Kabupaten Jombang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas kesehatan dapat diukur melalui 7 indikator, yaitu luas lantai, jenis lantai, jenis dinding, fasilitas jamban, sumber air, jenis atap, dan fasilitas pengobatan. Indikator fasilitas pengobatan memiliki pengaruh paling besar dalam mengukur kualitas kesehatan. Sedangkan kualitas ekonomi signifikan diukur melalui 8 indikator, yaitu sumber penerangan, bahan bakar memasak, konsumsi daging/susu/ayam, pembelian pakaian, makan, penghasilan, kepemilikan aset, dan kepemilikan bangunan. Indikator kepemilikan bangunan memiliki pengaruh paling besar dalam mengukur kualitas ekonomi. Kata Kunci—Kemiskinan, Kualitas Kesehatan, Kualitas Ekonomi, CFA, Bayesian, Kabupaten Jombang
I. PENDAHULUAN
K
emiskinan merupakan permasalahan klasik yang mendera berbagai negara, termasuk negara berkembang seperti Indonesia. Kekeliruan yang sering terjadi adalah kemiskinan semata-mata hanya didefinisikan sebagai permasalahan ekonomi, penghasilan atau tidak dimilikinya mata pencaharian yang cukup mapan untuk tempat bergantung hidup [1]. Definisi tersebut kurang mencerminkan kondisi sebenarnya yang dihadapi oleh keluarga miskin. Sesungguhnya kemiskinan berkaitan dengan berbagai dimensi, yaitu dimensi ekonomi; kesehatan; sosial dan budaya; sosial politik; pendidikan, agama, dan budi pekerti; dan perdamaian dunia [2]. Pada penelitian ini kemiskinan dipandang melalui dua dimensi, yaitu kualitas kesehatan dan kualitas ekonomi. Kabupaten Jombang, Jawa Timur akan digunakan sebagai studi kasus dalam penelitian ini. Persentase penduduk miskin di Kabupaten Jombang pada tahun 2005 ke 2006 pernah mengalami kenaikan. Persentase penduduk miskin pada tahun 2005 sebesar 14,12% dan meningkat menjadi 18,88% pada tahun 2006 dikarenakan adanya inflasi [3]. Setelah tahun 2006 perlahan-lahan jumlah penduduk miskin Kabupaten Jombang mengalami penurunan, namun tidak menu-
tup kemungkinan dapat mengalami penambahan kembali dikarenakan pertambahan penduduk yang terjadi setiap tahunnya. Pertambahan penduduk ini akan berdampak pada penyediaan infrastruktrur serta lapangan pekerjaan. Persentase tingkat kemiskinan yang tercatat pada tahun 2010 sebesar 13,84% , nilai ini masih di atas tingkat kemiskinan Nasional 13,33% [4]. Jika dilihat dari persentase Rumah Tangga Miskin (RTM), pada tahun 2005 hingga 2009 (21,6%) sempat mengalami penurunan namun kembali naik pada tahun 2010, yaitu sebesar 23,12%. Metode Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan pendekatan Bayesian digunakan untuk mengidentifikasi indikator rumah tangga miskin yang dapat mengukur kedua dimensi tersebut. Keunggulan pendekatan Bayesian dibanding pendekatan umumnya seperti Maksimum Likelihood adalah (1) tidak bergantung pada teori normal multivariat, (2) dapat digunakan pada situasi dan kondisi dengan ukuran sampel kecil dan tipe data dengan skala Likert [5]. Unit analisis yang digunakan hanya berjumlah rumah tangga miskin 21Kecamatan di Kabupaten Jombang sehingga cocok menggunakan estimasi Bayesian. Permasalahan yang diangkat adalah karakteristik rumah tangga miskin di Kabupaten Jombang dan kontribusi terbesar indikator rumah tangga miskin dilihat dari sudut pandang kualitas kesehatan dan kualitas ekonomi.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu mencakup dua hal utama, yaitu penelitian tentang kemiskinan dan penelitian tentang metode Bayesian CFA. Penelitian yang berhubungan dengan kasus kemiskinan pernah dilakukan dengan memandang kemiskinan secara multidimensional [6]. Penelitian memandang kemiskinan melalui kualitas kesehatan, ekonomi, dan Sumber Daya Manusia (SDM). Variabel indikator yang mengukur laten kemiskinan adalah persentase penduduk miskin, indeks kedalaman kemiskinan,dan indeks keparahan kemiskinan. Variabel indikator yang mengukur laten ekonomi adalah persentase pengeluaran perkapita untuk non makanan, persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja disektor non pertanian, dan persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja disektor formal. Variabel indikator yang mengukur laten kualitas kesehatan adalah persentase balita yang proses kelahirannya ditolong oleh tenaga kesehatan, angka harapan hidup, persentase rumah tangga yang menggunakan jamban sendiri/bersama, dan persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih. Sedangkan variabel indikator yang mengukur laten
2 SDM adalah angka melek huruf (15-55 tahun), rata-rata lama sekolah, dan persentase penduduk yang tamat SD atau SLTP atau SLTA/SLTA/PT. Penelitian tersebut menggunakan metode SEM GSCA untuk studi kasus kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tahun 2009. Hasil menunjukkan bahwa semua variabel indikator merupakan alat ukur yang baik dalam mengukur variabel latennya. Kualitas kesehatan berpengaruh terhadap kualitas ekonomi dan kemiskinan, kualitas ekonomi berpengaruh terhadap kualitas SDM dan kemiskinan, kualitas SDM tidak berpengaruh terhadap kemiskinan. Selanjutnya adalah penelitian terkait Bayesian CFA yang dilakukan di Iran mengenai hambatan dari pelaksanaan precision agriculture (PA). Jumlah sampel yang digunakan relatif kecil, yaitu 40 dan data berskala Likert sehingga dengan menggunakan pendekatan Bayesian dapat menghasilkan estimasi yang lebih baik. Hasil dari penelitian menyebutkan hambatan PA dapat diklasifikasikan menjadi 9 variabel laten, yaitu pendidikan, ekonomi, demographic operator, teknis, kualitas data, risiko tinggi, waktu, lembaga pendidikan, dan hambatan ketidakcocokan yang diukur melalui 64 variabel indikator [7]. B. Confirmatory Factor Analysis (CFA) CFA merupakan metode untuk menguji seberapa baik variabel yang diukur dapat mewakili konstruk atau faktor yang terbentuk sebelumnya [8]. CFA dapat dibedakan menjadi dua, yaitu First-Order CFA dan Second-Order CFA. Pada FirstOrder suatu variabel laten diukur berdasarkan beberapa indikator yang dapat diukur langsung, model persamaan ini adalah [9]. (1) x = Λ xξ + δ Dengan matrik kovarians x yang ditulis sebagai fungsi direpresentasi sebagai Σ(θ )
θ
dan
Σ(θ ) = Λ x ΦΛ' x + Θ δ (2) Dimana x adalah variabel pengamatan, Λ adalah matriks faktor loading, ξ adalah variabel laten, serta δ adalah matrik kesalahan pengukuran Φ adalah matrik kovarians variabel laten ξ dan Θ δ adalah matriks kovarians untuk eror pengukuran δ . ρ
λ x11
ξ1 λx 21
λx 31
λ x 42
ξ2 λx 52
λx 62
x1
x2
x3
x4
x5
x6
δ1
δ2
δ3
δ4
δ5
δ6
Gambar 1. First-Order CFA
Sedangkan pada Second-Order CFA suatu variabel laten memiliki beberapa indikator-indikator dimana indikator-indikator tersebut tidak dapat diukur secara langsung, melainkan melalui variabel laten lain.
ε1 λ x11
ε2
B
ξ1 λx 21
λx 31
λ x 42
ξ2 λx 52
λx 62
x1
x2
x3
x4
x5
x6
δ1
δ2
δ3
δ4
δ5
δ6
Gambar 2. Second-Order CFA
C. Pendekatan Bayesian Pendekatan Bayesian berdasarkan teorema bayes, yang menyatakan bahwa p ( x | θ ) p (θ ) = p (θ | x) p ( x) distribusi posterior yang diperoleh adalah [10]. p(θ , x) p ( x | θ ) p (θ ) = p(θ | x) = (3) p( x) p( x) atau (4) p (θ | x) ∝ p ( x | θ ) p (θ ) Untuk suatu data observasi x dan unknown parameter θ , distribusi probabilitas gabungan p(θ , x) dapat ditulis sebagai perkalian dua densitas, yaitu distribusi prior p (θ ) dan distribusi sampling (atau distribusi data) p ( x | θ ) . Pada pendekatan Bayesian, estimasi parameter CFA tidak menggunakan masukan matriks varians kovarians dari data melainkan hanya berasal dari data pengamatan [5]. Estimasi Bayesian dapat dituliskan sebagai. p( x, θ | M ) = p( x | θ , M ) p(θ ) = p (θ | x, M ) p ( x | M ) Dimana: adalah sembarang bentuk CFA dengan vektor M parameter tidak diketahui θ , adalah data observasi dengan ukuran n , x adalah distribusi prior dari θ pada model M , p (θ | M )
p( x, θ | M ) adalah distribusi peluang bersama dari x dan θ dengan syarat model M diketahui, dan p(θ | x, M ) adalah distribusi peluang dari posterior. p ( x | M ) tidak tergantung θ dan dengan menganggap x telah ditentukan dan konstan, maka. log p (θ | x, M ) ∝ log p ( x | θ , M ) + log p (θ ) Jika x = ( x1 ,..., x n ) adalah matriks data pengamatan,
Ω = (ξ1 ,..., ξ n ) adalah matriks nilai faktor laten, dan θ adalah vektor parameter yang mencakup elemen tidak diketahui dari Λ x , Φ , dan Θ ε dalam model. Dalam analisis posterior, ditambahkan data observasi x dengan matrik variabel laten Ω dan distribusi joint posterior [θ , Ω | x] yang dibangkitkan berdasarkan algoritma Gibbs Sampler. Gibbs Sampler adalah salah satu cara untuk mensimulasikan nilai parameter dengan syarat parameter yang lain dalam suatu model. Pada iterasi ke (j+1) dengan nilai sekarang dari Ω ( j ) , Θ δ( j ) , Λ( j ) , dan Φ ( j ) . (i) Bangkitkan Ω ( j +1) dari p (Ω | Θ δ( j ) , Λ( j ) , Φ ( j ) , x) (ii) Bangkitkan Θ δ ( j +1) dari p (Θ δ | Ω ( j +1) , Λ( j ) , Φ ( j ) , x)
3 (iii) Bangkitkan Λ( j +1) dari p (Λ | Ω ( j +1) , Θ δ( j +1) , Φ ( j ) , x) (iv) Bangkitkan Φ ( j +1) dari p (Φ | Ω ( j +1) , Θ δ( j +1) , Λ( j +1) , x) Estimasi parameter CFA dalam Bayesian, p (θ | Ω, x) dapat ditulis dalam persamaan. n
n
i =1
i =1
p (θ | Ω, x) = ∏ p (ξ i | xi , θ ) ∝ ∏ p (ξ i | θ ) p ( xi | ξ i , θ )
Dimana θ = [Θ δ , Λ, Φ ] Estimasi Bayesian membutuhkan pendefinisian distribusi prior. Pada dasarnya terdapat dua jenis distribusi prior yaitu non-informative dan informative prior [5]. Distribusi prior non-informative berhubungan dengan situasi dimana distribusi prior tidak memiliki basis populasi. Distibusi prior noninformative digunakan ketika hanya terdapat sedikit informasi prior sehingga distibusi prior berperan minimal dalam distribusi posterior. Sumber informasi untuk distibusi prior informative, bisa didapat dari distibusi salah satu data terkait atau pengetahuan subjektif para ahli. Sebuah distribusi prior informative dapat memiliki parameter sendiri yang disebut hyperparameters. Salah satu jenis informative prior didasarkan pada conjugate prior distribution, merupakan salah satu yang, bila dikombinasikan dengan fungsi likelihood, menghasilkan distribusi posterior. Dalam penelitian ini distribusi prior yang digunakan adalah conjugate prior distribution [5] Θ ~ InverseGamma[α 0δk , β 0δk ] δk
[Λ k | Θδk ] ~ Normal[Λ 0k , Θδk H 0 xk ] Φ ~ InverseWishart [ R 0−1 , ρ 0 ]
(5)
ξ ~ Multi var iate Normal (0, Φ ) Dimana Gamma(α , β ) merepresentasikan distribusi gamma dengan parameter α > 0 dan β > 0 , InverseWishart r [.,.] menotasikan distribusi inverse wishart berdimensi r dan α 0δk , β 0δk , Λ 0 k , ρ 0 dan matrik positif definit H 0 xk ,R 0 adalah hiperparameter dengan nilai yang diasumsikan berdasarkan informasi dari penelitian terdahulu. Untuk memperoleh penyelesaian estimasi bayesian diperlukan suatu pendekatan numerik, yaitu metode Markov Chain Monte Carlo (MCMC). Metode MCMC telah banyak diaplikasikan di berbagai bidang untuk menyelesaikan bermacammacam permasalahan. Algoritma yang sering digunakan dalam metode MCMC, yaitu Metropolis-Hastings dan Gibbs Sampler. Pada penelitian ini algoritma yang digunakan adalah Gibbs Sampler. Gibbs Sampler merupakan teknik untuk membangkitkan variabel acak dari distribusi marginal secara tidak langsung tanpa harus menghitung densitasnya. Dengan menggunakan Gibbs Sampler, perhitungan yang sulit dapat dihindari [10] D. Teori Kemiskinan Kemiskinan dipandang sebagai rendahnya tingkat pendapatan dan sumber daya produktif yang menjamin kehidupan berkesinambungan, kelaparan dan kekurangan gizi, rendahnya tingkat kesehatan, keterbatasan dan kurangnya akses pada pendidikan dan layanan-layanan pokok lainnya, kondisi tak
wajar akibat penyakit yang terus meningkat, kehidupan bergelandang dan tempat tinggal yang tidak memadai, lingkungan yang tidak aman, serta diskriminasi dan keterasingan sosial, dan dicirikan juga oleh rendahnya tingkat partisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan dalam kehidupan sipil, sosial dan budaya [11]. Kemiskinan ini dapat dikelompokkan menjadi berbagai dimensi antara lain dimensi sosial, budaya, sosial politik, lingkungan (alam dan geografis), kesehatan, pendidikan, agama, dan budi pekerti. Menelaah kemiskinan secara multidimensional sangat diperlukan untuk perumuskan kebijakan pengentasan kemiskinan [2]. Dimensi ekonomi dari kemiskinan diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang, baik secara finansial maupun semua jenis kekayaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat [2]. Sedangkan dimensi kesehatan dari kemiskinan dihubungkan dengan tingginya angka kesakitan dan kematian. Rendahnya kesempatan memperoleh berbagai fasilitas kesejahteraan sosial akan mempersulit terpenuhinya berbagai keperluan pangan bergizi atau kemampuan untuk menangkis penyakit [2].
III.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Sumber Data Data yang akan digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Jombang tahun 2010. Unit analisis pada penelitian ini adalah rumah tangga miskin 21 Kecamatan di Kabupaten Jombang. Untuk menganalisis data akan dipergunakan gabungan software R 2.14.0 dan WinBUGS 1.4. Data awal yang diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten Jombang sebanyak 74.301 rumah tangga miskin. Perhitungan persentase disini berdasarkan jumlah rumah tangga miskin per Kecamatan. Misal untuk variabel x 1 pada Kecamatan Bandarkedungmulyo dihitung dengan cara banyaknya rumah tangga miskin yang luas lantai bangunan tempat tinggalnya kurang dari 32 m2 dibagi dengan total jumlah rumah tangga miskin di Kecamatan tersebut dikali dengan 100%. Jumlah rumah tangga Kabupaten Jombang tahun 2010 sebanyak 321.356 rumah tangga/Kepala Keluarga. B. Variabel Penelitian Variabel-variabel penelitian yang digunakan antara lain 2 variabel laten yaitu Kualitas Ekonomi, dan Kualitas Kesehatan, serta 15 variabel indikator (manifest). Sebanyak 13 indikator merupakan indikator rumah tangga miskin yang dirilis BPS, yaitu indikator x 1 , x 2 , x 3 , x 4 , x 5 , x 6 , x 7 , x 8 , x 9 , x 10 , x 11 , x 12 , x 13 , dan x 14 ditambhakan dengan indikator persentase rumah tangga yang tidak mempunyai jenis atap dari genteng (x 6 ) dan persentase rumah tangga yang status kepemilikan bangunan tidak milik sendiri (x 15 ). Kualitas kesehatan diukur oleh 7 indikator, Kualitas Ekonomi diukur oleh 8 variabel indikator. Berikut adalah variabel yang digunakan dalam penelitian pengembangan indikator rumah tangga miskin.
4 Tabel 1. Variabel-Variabel dalam Penelitian Variabel Laten
Variabel Indikator (%) x1
x2
x3
Kualitas Kesehatan
x4
x5
x6
x7
x8
x9
x 10
Kualitas Ekonomi
x 11
x 12
x 13
x 14
x 15
Rumah tangga miskin yang luas lantai bangunan tempat tinggalnya kurang dari 32 m2 per Kecamatan Rumah tangga miskin yang jenis lantai bangunan tempat tinggalnya terbuat dari tanah/bambu/kayu berkualitas rendah per Kecamatan Rumah tangga miskin yang jenis dinding bangunan tempat tinggalnya terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah per Kecamatan Rumah tangga miskin yang tidak mempunyai fasilitas tempat buang air besar atau bersifat umum per Kecamatan Rumah tangga miskin yang sumber air minumnya berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai per Kecamatan Rumah tangga miskin yang tidak mempunyai jenis atap dari genteng per Kecamatan Rumah tangga miskin yang tidak sanggup membayar biaya pengobatan di Puskesmas/poliklinik per Kecamatan Rumah tangga miskin yang sumber penerangan tidak menggunakan listrik per Kecamatan Rumah tangga miskin yang menggunakan bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah per Kecamatan Rumah tangga miskin yang hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu per Kecamatan Rumah tangga miskin yang tidak sanggup membeli satu set pakaian baru dalam setahun per Kecamatan Rumah tangga miskin yang hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari per Kecamatan Rumah tangga miskin yang sumber penghasilan kepala rumah tangga per bulan dibawah Rp. 600.000 per Kecamatan Rumah tangga miskin yang tidak memiliki aset dengan nilai Rp 500.000 per Kecamatan Rumah tangga miskin yang status kepemilikan bangunan tidak milik sendiri per Kecamatan
Keterangan BPS
BPS
− − −
seperti pada persamaan (1). Jumlah model pengukuran adalah sebanyak indikator yang digunakan, dalam penelitian ini terdapat 15 model Menentukan parameter yang akan diestimasi Menetapkan distribusi prior untuk setiap parameter yang akan diestimasi Penerapan MCMC dengan Gibbs Sampler untuk mendapatkan hasil estimasi dari distribusi posterior IV. ANALISIS PEMBAHASAN
BPS
A. Karakteristik Rumah Tangga Miskin di Kab. Jombang BPS
BPS
-
BPS
BPS
BPS
BPS
BPS
BPS
BPS
BPS
-
C. Teknik Analisis Untuk melakukan analisis Bayesian CFA dalam penelitian ini, diharuskan untuk menempuh langkah-langkah yang telah dibuat. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut. − Analisis statistika deskriptif − Melakukan standarisasi data − Menentukan model pengukuran Model pengukuran merupakan model yang terdiri dari variabel laten yang diduga diukur oleh beberapa indikator
Karakteristik rumah tangga miskin di Kabupaten Jombang dapat diketahui melalui analisis statistik deskriptif, dengan melihat nilai rata-rata dan varians setiap indikator sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2. terlihat bahwa karakteristik rumah tangga miskin Kabupaten Jombang umumnya hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam minimal satu kali dalam seminggu, sumber penghasilan kepala rumah tangga per bulan dibawah Rp. 600.000, dan tidak memiliki aset dengan nilai minimal Rp. 500.000. Hal itu ditunjukkan oleh nilai rata-rata persentase rumah tangga terbesar terhadap jumlah rumah tangga miskin per Kecamatan. Tabel 2 Karakteristik Rumah Tangga Miskin Kabupaten Jombang Mean Varian Mean Varian (%) (%) (%) (%) 35,21 107,52 1,05 0,51 x1 x8 34,44 450,90 52,89 170,04 x2 x9 37,24 533,98 92,36 20,70 x3 x10 54,79 132,59 38,03 116,41 x4 x11 x5
60,24
262.16
x12
26,00
x6
1,27
0,72
x13
92,56
120,88 7,17
x7
2,51
3,12
x14
79,61
51.51
x15
15.57
19,14
Sedangkan untuk rata-rata persentase terkecil menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga miskin telah menggunakan jenis atap genteng, menggunakan listrik sebagai sumber penerangan rumah, status kepemilikan bangunan atau rumah yang ditempati adalah milik sendiri, dan sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas atau poliklinik. Jika dilihat dari nilai varians, umumnya semua variabel memiliki nilai varians yang sangat besar, salah satunya variabel x 3 yang menunjukkan persentase rumah tangga miskin yang jenis dinding bangunan tempat tinggalnya terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah sebesar 450,90. Nilai varians yang sangat besar menunjukkan adanya kesenjangan antar Kecamatan di Kabupaten Jombang. B. Estimasi Parameter Menggunakan Maksimum Likelihood Dalam analisis CFA metode estimasi parameter umumnya menggunakan Maksimum Likelihood (ML). Metode ini akan menghasilkan estimasi parameter yang baik jika data memenuhi asumsi multivariat normal. Sebelumnya akan dilakukan pengujian multivariat normal terhadap data. H 0 : Data berdistribusi normal multivariat
5 H 1 : Data tidak berdistribusi normal multivariat Tabel 3. Statistik Uji Multivariat Normal
Variabel Laten Kualitas Kesehatan Kualitas Ekonomi
W
P-value
0,7218
5,205e-05
0,6828
1,694e-05
Keterangan Tidak Multivariat Normal Tidak Multivariat Normal
Pengujian asumsi multivariat normal dilakukan menggunakan Shapiro-Wilk normality test yang ada pada paket program R 2.1.14. Hasil dari pengujian menunjukkan bahwa nilai Pvalue kurang dari 0,05 sehingga data tidak berdistribusi multivariat normal. Jika analisis tetap dipaksakan menggunakan estimasi Maksimum Likelihood maka hasil yang didapat tentunya tidak baik, seperti ditunjukkan pada Tabel 4 berikut. Variabel Laten
Kualitas Kesehatan
Kualitas Ekonomi
Tabel 4. Estimasi Parameter Menggunakan ML Loading Indikator t-hitung Factor x1 1,000* x2 -8,982 -1,124 x3 -9,265 -1,122 x4 -3,129 -1,084 x5 1,505 0,78 x6 0,093 0,849 x7 0,184 0,826 x8 1,000* x9 86,561 0,795 x 10 -18,239 -0,765 x 11 -66,612 -0,792 x 12 -57,221 -0,784 x 13 -5,742 -0,674 x 14 -54,677 -0,799 x 15 -11,821 -0,717
Keterangan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan
*Perhatikan bahwa indikator pertama ditetapkan memuat nilai
D. Estimasi Parameter Menggunakan Bayesian CFA Estimasi parameter dilakukan dengan bantuan paket program R2WinBUGS yang terdapat pada R.2.1.14. Paket R2WinBUGS menyediakan fungsi yang sesuai untuk memanggil WinBUGS 1.4 dari R. Fungsi tersebut secara otomatis dapat menulis data dan script dalam format yang dapat dibaca oleh WinBUGS untuk pengolahan data. Dengan hasil iterasi sebanyak 20 ribu, proses estimasi parameter telah mencapai burn in untuk semua parameter pada iterasi ke-100. Variabel Laten Kualitas Kesehatan Kualitas kesehatan merupakan salah satu hal yang berhubungan dengan kemiskinan. Kualitas kesehatan bersifat laten yang dalam penelitian ini diukur oleh 7 variabel indikator. Pendugaan variabel indikator untuk Kualitas Kesehatan ditunjukkan oleh Gambar 3. x1 0,9622
C. Penentuan Parameter untuk Distribusi Prior Hal utama yang membedakan estimasi bayesian dengan estimasi ML adalah distribusi prior. Distribusi prior memerlukan suatu definisi nilai hiperparameter dalam pembentukannya. Dalam penelitian ini nilai hiperparameter ditentukan berdasarkan informasi dari studi sebelumnya. Penelitian sebelumnya [5] menggunakan conjugate prior sebagai distribusi prior dengan nilai hiperparameter yang ditentukan sebagai berikut. D
[Λ | Θδ ] = Normal (0,84;9Θδ ) D
Θ δ = Inverse Gamma(9,4) D
ξ = Multi var iate Normal (0, Φ ) D 1 0 Φ = IW ,15 0 1
0,8103
Kesehatan
x7 0,9427
x6
0,9276
x5
x3 0,7213
x4
Gambar 3. Model Persamaan Pengukuran Kualitas Kesehatan
Hasil analisis Confirmatory Factor Analysis menggunakan metode Bayesian pada variabel laten Kualitas Kesehatan tersaji pada Tabel 5.
loading factor 1 Jika indikator mempunyai nilai t hitung pada factor loading lebih besar dari 1,96 maka indikator tersebut signifikan dalam mengukur laten [8]. Semua nilai |t-hitung| yang tersaji pada Tabel 4 menunjukkan nilai kurang dari |1,96|, sehingga jika menggunakan estimasi ML, semua variabel indikator tidak dapat mengukur variabel latennya.
x2 0,7403
1
Variabel x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7
Tabel 5. Estimasi Parameter Kualitas Kesehatan 2,5% 97,5% Loading Factor 1,000 0,7403 0,2637 1,208 0,8103 0,3193 1,283 0,7213 0,09484 1,328 0,9276 0,3982 1,441 0,9427 0,2424 1,624 0,9622 0,4385 1,468
Keterangan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan
Tabel 5. hasil analisis CFA menggunakan metode Bayesian menghasilkan nilai lebih besar dari 0,50 dan nilai selang persentil 2,5% sampai dengan 97,5% tidak memuat nilai nol. Hal tersebut mengungkapkan variabel x 1 , x 2 , x 3 , x 4 , x 5 , x 6 , dan x 7 telah signifikan dalam mengukur variabel laten Kualitas Kesehatan. Nilai loading factor terbesar adalah λ7 = 0,9622 , yang berarti variabel x 7 memiliki pengaruh yang besar dalam mengukur kualitas kesehatan. Sedangkan nilai loading factor terkecil adalah λ4 = 0,7213 , artinya variabel x 4 memiliki pengaruh yang kecil dibandingkan dengan variabel yang lain dalam mengukur kualitas kesehatan. Nilai interval 97,5% dan 2,5% dapat diartikan bahwa probabilitas parameter terletak dalam interval tertentu dengan syarat data seperti pada data pengamatan adalah sebesar 100 (1-α)%. Sebagai contoh, misal interval untuk indikator persentase rumah tangga miskin yang tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik (x 7 ) berada diantara nilai 0,4385 sampai 1,468. Hal ini menunjukkan probabilitas nilai parameter (loading factor) berada pada interval [0,4385;1,468] adalah 97,5%.
6 Variabel Laten Kualitas Ekonomi Seperti halnya dengan kualitas kesehatan, kualitas ekonomi juga merupakan salah satu hal yang berhubungan dengan kemiskinan. Variabel indikator yang diduga mengukur laten kualitas ekonomi sebanyak 8 indikator. Pendugaan tersebut ditunjukkan oleh Gambar 4. x8
x15 1
0,7728
0,8858
x14
Ekonomi 0,7672
0,7551`
x10
0,8529 0,749
x13
3.
x9
0,783
x12
x11
Gambar 4. Model Persamaan Pengukuran Kualitas Ekonomi
Hasil analisis Confirmatory Factor Analysis menggunakan metode Bayesian pada variabel laten Kualitas Ekonomi tersaji pada Tabel 6. Variabel x8 x9 x 10 x 11 x 12 x 13 x 14 x 15
Tabel 6. Estimasi Parameter Kualitas Ekonomi 2,5% 97,5% Loading Factor 1,000 0,7728 0,3525 1,179 0,7551 0,2248 1,268 0,8529 0,4058 1,295 0,783 0,2054 1,341 0,7495 0,03618 1,443 0,7672 0,07571 1,426 0,8858 0,1552 1,591
Keterangan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan
Nilai loading factor yang tercantum pada Tabel 6 menunjukkan hasil lebih besar dari 0,50 dan nilai selang persentil 2,5% sampai dengan 97,5% tidak memuat nilai nol. Sehingga variabel x 8 , x 9 , x 10 , x 11 , x 12 , x 13 , x 14 , dan x 15 telah signifikan dalam mengukur variabel laten Kualitas Ekonomi. Nilai loading factor adalah koefien antara variabel indikator dengan variabel laten. Model persamaan pengukuran untuk laten kualitas ekonomi, nilai loading factor terbesar adalah λ15 = 0,9154 , yang berarti variabel x 15 memiliki pengaruh yang besar dalam mengukur kualitas ekonomi. Sedangkan nilai loading factor terkecil adalah λ13 = 0,7495 , artinya variabel x 13 memiliki pengaruh yang kecil dibandingkan dengan variabel x 8 , x 9 , x 10 , x 11 , x 12 , x 14 , dan x 15 dalam mengukur kualitas ekonomi. V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian tentang kemiskinan melalui dimensi kualitas kesehatan dan kualitas ekonomi pada data kemiskinan Jombang dari BAPPEDA Kabupaten Jombang tahun 2010 menggunakan Bayesian Confirmatory Factor Analysis (CFA) dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. 1. Karakteristik rumah tangga miskin Kabupaten Jombang umumnya hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam minimal satu kali dalam seminggu, sumber penghasilan kepala rumah tangga per bulan dibawah Rp. 600.000, dan tidak memiliki aset dengan nilai minimal Rp. 500.000. 2. Indikator-indikator penyusun variabel laten kualitas kesehatan memiliki nilai loading factor > 0,50 dan nilai inter-
val probabilitas 2,5% sampai dengan 97,5% tidak memuat nilai nol, menunjukkan semua variabel indikator berpengaruh signifikan terhadap laten kesehatan. Variabel indikator yang memiliki kontribusi terbesar dalam mengukur kualitas kesehatan adalah variabel x 7 , yaitu persentase rumah tangga miskin yang tidak sanggup membayar biaya pengobatan di Puskesmas/Poliklinik. Indikator-indikator penyusun variabel laten kualitas ekonomi memiliki nilai loading factor > 0,50 dan nilai interval probabilitas 2,5% sampai dengan 97,5% tidak memuat nilai nol, menunjukkan semua variabel indikator berpengaruh signifikan terhadap laten ekonomi. Untuk kontribusi terbesar laten kualitas ekonomi adalah variabel x 15 , yaitu persentase rumah tangga miskin yang status kepemilikan bangunan tidak milik sendiri.
B. Saran Beberapa rekomendasi yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Terkait dengan jumlah sampel yang digunakan, sebaiknya menggunakan jumlah sampel yang lebih besar agar didapatkan hasil yang lebih sesuai dengan keadaan. 2. Selain jumlah sampel, perlu diperhatikan pula variabelvariabel indikator yang akan digunakan. Variabel indikator pada penelitian selanjutkan dapat ditambahkan lagi namun harus signifikan dalam mengukur variabel laten. 3. Selanjutnya jika berbicara tentang variabel laten, pada penelitian ini kemiskinan hanya diukur oleh dimensi laten kualitas kesehatan dan kualitas ekonomi. Akan lebih baik jika ditambahkan dengan dimensi laten sumber daya manusia SDM yang juga turut berperan. DAFTAR PUSTAKA [1]
Karnaji. (2007). Komitmen dan Konsistensi Pemerintah dalam Mengatasi Masalah Kemiskinan: Analisis Kasus di Jawa Timur. Jurnal Sosiologi FISIP, Unair, 20(1). [2] Suryawati, C. (2005). Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan (JMPK), 8(3). p.121-129. [3] Ibrahim, J. T., Soelistyo, A., dan Sutikno. (2009). Analisis Karakteristik Kemiskinan Petani di Jawa Timur. Jurnal Salam Universitas Muhammadiyah Malang, 12(1), p. 57-73. [4] Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). (2011). Indikator Kesejahteraan Daerah Provinsi Jawa Timur. Jakarta: TNP2K. [5] Lee, S. Y. (2007). Structural Equation Modeling: A Bayesian Approach. England: John Wiley & Sons Ltd. [6] Ekasari, D.F., dan Sunaryo, S. (2011). Pemodelan SEM dengan Generalized Structured Component Analysis (GSCA) (Studi Kasus Penentuan Struktur Model Kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah), Magister Statistika, FMIPA. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember. [Tidak dipublikasikan] [7] Najafabadi, M. O., Hosseini, S. J. F., dan Bahramnejad, S. (2011). A Bayesian Confirmatory Factor Analysis of Precision Agricultural Challenges. African Journal of Agricultural Research, 6(5), p.1219-1225. [8] Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., dan Anderson, R. E. (2010). Multivariate Data Analysis 7th. Pearson Prentice Hall. [9] Bollen, K. (1989). Structural Equations With Latent Variables. New York: John Wiley & Sons, Inc. [10] Casella, G., dan George, E. I. (1992). Explaining the Gibbs Sampler. The American Statistician, 46(3), p. 167-335. [11] Roebyantho, H., Setiti, S. G., dan Rahman A. (2011). Dampak Sosial Ekonomi Program Penanganan Kemiskinan melalui KUBE. Jakarta: P3KS Press.