6
I.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kopi Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah lama dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Kopi berasal dari Afrika, yaitu daerah pegunungan di Etiopia. Kopi sendiri baru dikenal oleh masyarakat dunia setelah tanaman tersebut dikembangkan di luar daerah asalnya yaitu Yaman di bagian Selatan Arab melalui para saudagar Arab (Rahardjo, 2012). Di Indonesia kopi mulai dikenal pada tahun 1696, yang dibawa oleh VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Tanaman kopi di Indonesia mulai diproduksi di pulau Jawa, dan hanya bersifat coba-coba, tetapi karena hasilnya memuaskan dan dipandang oleh VOC cukup menguntungkan sebagai komoditi perdagangan maka VOC menyebarkannya ke berbagai daerah agar para penduduk menanamnya (Danarti dan Najiyati, 2004). Tanaman kopi (Coffea spp) adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam family Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman kopi ada sekitar 60 spesies di dunia. Sistematika tanaman kopi menurut Rahardjo (2012), adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Sub kingdom
: Tracheobionta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Asteridae
Ordo
: Rubiaceae 6
7
Genus
: Coffea
Spesies
: Coffea spp Dari sekian banyak jenis kopi yang dijual dipasaran, secara umum ada dua
jenis kopi yang dibudidayakan di Indonesia yaitu kopi arabika dan kopi robusta. Kopi arabika memiliki citarasa lebih baik dibandingkan kopi robusta (Siswoputranto, 1992). Komposisi kimia biji kopi berbeda-beda, tergantung tipe kopi, tanah tempat tumbuh dan pengolahan kopi (Ridwansyah, 2003). Angka konsumsi kopi dunia 70% berasal dari spesies kopi arabika, 26% berasal dari spesies kopi robusta dan sisanya 4% berasal dari spieses kopi liberika (Siswoputranto, 1992). Syarat mutu biji kopi arabika dan robusta dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Syarat mutu biji kopi (SNI. 01-2907-2008). No. Kriteria Satuan 1 Serangga hidup 2 Biji berbau busuk/berbau kapang 3 Kadar air % w/w 4 Kadar kotoran % w/w Sumber : (Anon., 2008)
Persyaratan Tidak ada Tidak ada Maks 12,5 Maks 0,5
2.1.1. Kopi arabika (Coffea arabica. L) Kopi arabika berasal dari Etiopia dan Abessinia, kopi arabika dapat tumbuh pada ketinggian 700 - 1700 meter diatas permukaan laut dengan temperatur 10-160 C, dan berbuah setahun sekali (Ridwansyah, 2010). Ciri-ciri dari tanaman kopi arabika yaitu, tinggi pohon mencapai 3 meter, cabang primernya rata-rata mencapai 123 cm, sedangkan ruas cabangnya pendek. Batangnya tegak, bulat, percabangan monopodial, permukaan batang kasar, warna batangnya kuning keabu-abuan. Kopi
8
arabika juga memiliki kelemahan yaitu, rentan terhadap penyakit karat daun oleh jamur HV (Hemiliea Vastatrix), oleh karena itu sejak muncul kopi robusta yang tahan terhadap penyakit HV, dominasi kopi arabika mulai tergantikan (Prastowo, 2010). Kopi arabika menguasai pasar kopi di dunia hingga 70%. Kopi arabika cenderung menimbulkan aroma fruity karena adanya senyawa aldehid, asetaldehida, dan propanal (Wang, 2012). Kadar kafein biji mentah kopi arabika lebih rendah dibandingkan biji mentah kopi robusta, kandungan kafein kopi Arabika sekitar 1,2 % (Spinale dan James, 1990).
2.1.2. Kopi robusta (Coffea canephora. L) Kopi robusta berasal dari Kongo dan tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 1.000 m di atas permukaan laut, dengan suhu sekitar 20 0 C (Ridwansyah, 2003). Menurut Prastowo (2010), kopi robusta resisten terhadap penyakit karat daun yang disebabkan oleh jamur HV (Hemiliea Vastatrix) dan memerlukan syarat tumbuh dan pemeliharaan yang ringan, sedangkan produksinya lebih tinggi. Kopi robusta juga sudah banyak tersebar di wilayah Indonesia dan Filipina. Ciri-ciri dari tanaman kopi robusta yaitu tinggi pohon mencapai 5 meter, sedangkan ruas cabangnya pendek. Batangnya berkayu, keras, tegak, putih ke abuabuan. Seduhan kopi robusta memiliki rasa seperti cokelat dan aroma yang khas, warna bervariasi sesuai dengan cara pengolahan. Kopi bubuk robusta memiliki tekstur lebih kasar dari kopi arabika. Kadar kafein biji mentah kopi robusta lebih tinggi dibandingkan biji mentah kopi arabika, kandungan kafein kopi robusta sekitar 2,2 % (Spinale dan James, 1990).
9
2.1.3. Kopi Jantan dan Kopi Betina 1.
Kopi Jantan (Pea berry coffee) Kopi jantan adalah kopi dengan biji mentah yang bulat utuh atau disebut
dengan buah berbiji satu. Biji kopi jantan merupakan abnormalitas buah kopi, yaitu dalam pembentukan buah kopi, tidak seluruh rangkaian proses berjalan secara sempurna dan menimbulkan penyimpangan buah kopi. Proses pembentukan biji kopi jantan berasal dari bakal buah yang memiliki dua bakal biji, tetapi salah satu bakal biji gagal berkembang, sementara itu satu bakal biji lain berkembang baik dan menempati seluruh rongga bakal buah (Rahardjo, 2012). Kopi jantan memiliki kualitas citarasa tinggi, dan diminati oleh konsumen mancanegara serta biji kopi jantan jumlahnya sangat terbatas yaitu hanya 3-5 persen dari total jumlah biji kopi dalam 1 pohon dan sisanya adalah kopi betina sehingga harga jual kopi jantan menjadi lebih mahal dari kopi betina (Dien, 2012; Primenta dkk., 2009). Kopi jantan disortir secara manual menggunakan tangan untuk membedakan dari biji kopi betina. Penyortiran tidak bisa menggunakan mesin karena jika menggunakan mesin untuk mensortir, biji kopi betina sering ada yang lolos dan tercampur dengan kopi jantan.
2.
Kopi Betina (Flat beans coffee) Kopi betina adalah kopi dengan biji mentah terbelah di tengah atau disebut
dengan buah berbiji dua dan ukurannya lebih kecil dari kopi jantan, Kopi betina merupakan biji buah kopi normal, karena dalam pembentukan buah kopi, seluruh rangkaian proses berjalan secara sempurna (Rahardjo, 2012). Menurut hasil wawancara peneliti dengan Bapak Wayan Dira pemilik perusahaan kopi UD. Cipta
10
Lestari (2015), menyatakan bahwa kopi betina memiliki citarasa lebih rendah dibandingkan kopi jantan, kopi betina lebih banyak diproduksi karena lebih mudah mendapatkan biji kopi betina dan harga kopi betina lebih murah jika dibandingkan dengan kopi jantan. Gambar biji kopi jantan dan kopi betina bisa dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Biji kopi jantan (Pea berry coffee) dan biji kopi
betina
(Flat beans coffee) (Sumber : Anon., 2011b) 2.2.
Kafein Kafein ditemukan oleh seorang kimiawan Jerman Friedrich Ferdinand Runge,
pada tahun 1819. Kafein merupakan alkaloid xantin yang memiliki berat molekul 194,9 dengan rumus kimia C8H10N8O2, dan pH 6,9 (larutan kafein 1% dalam air). Bentuk murni kafein dijumpai sebagai kristal berbentuk tepung putih atau berbentuk seperti benang sutera yang panjang dan kusut. Kristal kafein mengikat satu molekul air dan dapat larut dalam air mendidih. Kafein mencair pada suhu 2350C - 2370C dan akan menyublin pada suhu 1760C di dalam ruang terbuka. Rumus bangun kafein dapat dilihat pada Gambar 2.
11
(1,3,7 Trymethyl xantine) Gambar 2. Rumus Bangun Kafein (Sumber : Ciptadi dan Nasution, 1985) Kafein merupakan senyawa terpenting yang terdapat di dalam kopi. Kafein berfungsi sebagai perangsang dan kaffeol sebagi unsur flavor. Pada saat penyangraian kopi, bagian kafein berubah menjadi kaffeol dengan jalan sublimasi (Ciptadi dan Nasution, 1985). Kafein dalam kopi terdapat dalam bentuk ikatan kalium kafein klorogenat dan asam klorogenat. Ikatan ini akan terlepas dengan adanya air panas, sehingga kafein dengan cepat dapat terserap oleh tubuh. Asam klorogenat terdapat secara luas pada tanaman namun kurang mempunyai efek fisiologi dibandingkan dengan kafein. Pada proses penyangraian, trigonellin pada biji kopi sebagian akan berubah menjadi asam nikotinat (niasin), yaitu jenis vitamin dalam kelompok vitamin B (Mahendradatta, 2007). Kafein sering digunakan sebagai perangsang kerja jantung dan meningkatkan produksi urin. Dalam dosis yang rendah kafein dapat berfungsi sebagai bahan pembangkit stamina dan penghilang rasa sakit. Mekanisme kerja kafein dalam tubuh adalah menyaingi fungsi adenosin (salah satu senyawa yang dalam sel otak bisa membuat orang cepat tertidur). Kafein itu tidak memperlambat gerak sel-sel tubuh,
12
melainkan kafein akan membalikkan semua kerja adenosin sehingga menghilangkan rasa kantuk, dan memunculkan perasaan segar, sedikit gembira, mata terbuka lebar, jantung berdetak lebih kencang, tekanan darah naik, otot - otot berkontraksi dan hati akan melepas gula ke aliran darah yang akan membentuk energi ekstra. Itulah sebabnya berbagai jenis minuman pembangkit stamina umumnya mengandung kafein sebagai bahan utamanya (Suriani, 1997).
2.3.
Derajat Keasaman Kopi (pH) Derajat keasaman (pH) digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau
kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. pH didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hydrogen (H+) yang terlarut. Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental. Konsestrasi ion hidrogen dapat diukur dalam larutan non-akuatik, namun perhitungannya akan menggunakan fungsi keasaman yang berbeda (Volk, 1993). Rasa asam yang terdeteksi pada seduhan kopi berasal dari kandungan asam yang ada dalam kopi, yaitu dari kelompok asam karboksilat pada biji kopi antara lain asam format, asam asetat, asam oksalat, asam sitrat, asam laktat, asam malat, dan asam quinat. Pada proses penyangraian kelompok asam karboksilat berubah menjadi asam asetat, asam malat, asam sitrat, dan asam phosporat yang sangat penting pada pembentukan citarasa asam pada kopi (Widyotomo dkk., 2009). Asam – asam yang terbentuk pada proses fermentasi dan penyangraian memberikan tingkat rasa keasaman yang tajam pada air seduhan kopi sehingga menghasilkan efek menyenangkan bagi peminum kopi (Velmourougane, 2011). Menurut Mabrouk dan
13
Deatherage dalam Ciptadi dan Nasution (1985) senyawa yang membentuk aroma di dalam kopi adalah: 1. Golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam kofeat, asam klorogenat, asam ginat dan riboflavin. 2. Golongan senyawa karbonil yaitu asetaldehid, propanon, alkohol, vanilin aldehid. 3. Golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat, aseto asetat, hidroksi pirufat, keton kaproat, oksalasetat, mekoksalat, merkaptopiruvat. 4. Golongan asam amino yaitu leusin, iso leusin, variline, hidroksiproline, alanin, threonin, glisin dan asam aspartat. 5. Golongan asam mudah menguap yaitu asam asetat, propionat, butirat dan volerat. Asam klorogenat terdekomposisi bertahap seiring dengan pembentukan aroma volatil dan senyawa melanoidin, dan terlepas sebagai CO2. Senyawa yang menyebabkan rasa sepat atau rasa asam seperti tanin dan asam asetat akan hilang dan sebagian lainnya akan bereaksi dengan asam amino membentuk senyawa melanoidin yang memberikan warna cokelat (Mulato, 2002).
2.4.
Proses pengolahan kopi biji kopi Kualitas kopi yang sesungguhnya dapat dinikmati saat kopi sudah diseduh dan
dihidangkan di dalam cangkir, namun sebelum diseduh, kualitas kopi yang akan diseduh bergantung pada kualitas biji kopi, roasting, waktu roasting, dan air yang digunakan untuk menyeduh. Kualitas tersebut biasanya diartikan sebagai aroma dan rasa (flavor). Flavor pada kopi dipengaruhi oleh senyawa volatil yang dimiliki dan dikeluarkan oleh kopi pada saat diseduh (Baggenstoss dkk., 2008). Biji kopi secara
14
alami mengandung berbagai jenis senyawa volatil seperti aldehida, furfural, keton, alcohol, ester, asam format, dan asam asetat yang mempunyai sifat mudah menguap (Mulato, 2002). Waktu sangrai ditentukan atas dasar warna biji kopi sangrai atau sering disebut derajat sangrai. Makin lama waktu sangrai, warna biji kopi sangrai mendekati cokelat tua kehitaman (Mulato, 2002). Proses penyangraian biji kopi tergantung pada waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan, seperti : kehilangan berat kering dan produk pirolisis volatil lainnya, kebanyakan produk pirolisis ini sangat menentukan citarasa kopi. Kehilangan berat kering terkait erat dengan suhu penyangraian. Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu ligh roast suhu yang digunakan 1600 C sampai 180°C, medium roast suhu yang digunakan 180°C sampai 200°C dan dark roast suhu yang digunakan 210°C sampai 250°C. Ligh roast menghilangkan 3-5% kadar air: medium roast 5-8 % dan dark roast 8 -14% (Varnam and Sutherland, 1994). Menurut
Yusdiali (2008),
suhu
penyangraian berpengaruh terhadap
peningkatan nilai keasaman kopi yang telah disangrai yakni penyangraian biji kopi pada suhu 1600C selama 40 menit dengan nilai pH 6.04, pada suhu 1800C selama 40 menit dengan nilai pH 6.13 dan pada suhu 2000C selama 40 menit dengan nilai pH 6,88. Penyangraian dapat dilakukan dengan mesin yang beroperasi secara terputus (batch). Pemanasan dilakukan pada tekanan atmosfir dengan media udara panas atau gas pembakaran atau dapat juga dilakukan dengan melakukan kontak dengan permukaan yang dipanaskan. Desain paling umum yang dapat disesuaikan baik untuk
15
penyangraian secara terputus (batch) maupun berkelanjutan (kontinous) adalah drum horizontal yang dapat berputar. Umumnya biji kopi dicurahkan sealiran dengan udara panas melalui drum ini, kecuali pada beberapa roaster dimana dimungkinkan terjadi aliran silang dengan udara panas (Ciptadi dan Nasution, 1985). Tahap awal roasting adalah membuang uap air pada suhu penyangraian 100°C dan berikutnya tahap pirolisis pada suhu 180° C. Pada tahap pirolisis terjadi perubahan-perubahan komposisi kimia dan pengurangan berat sebanyak 10%. Menurut Ukers dan Prescott dalam Ciptadi dan Nasution (1985), perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian, yaitu swelling, penguapan air, tebentuknya senyawa volatil, karamelisasi karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas CO2 sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma karakteristik pada kopi. Swelling selama penyangraian disebabkan karena terbentuknya gas-gas yang sebagian besar terdiri dari CO2 kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam sel atau pori-pori kopi. Menurut Hadi (2011), kafein pada saat penyangraian sebagaian kecil akan menguap dan terbentuk komponen-komponen lain yaitu aseton, furfural, ammonia, trimethylamine, asam forminat dan asam asetat. Selama penyangraian asam klorogenat terdekomposisi menjadi aroma volatil dan melanoidin, kemudian terlepas sebagai CO2 (Widyotomo dkk., 2009). Kafein di dalam biji kopi terdapat sebagai senyawa bebas maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat sebagai senyawa kalium klorogenat, oleh karena itu akan terjadi perubahan citarasa kopi yang telah disangrai. Komposisi biji kopi arabika dan robusta sebelum dan sesudah disangrai
16
dapat dilihat pada Tabel 2, dan syarat mutu kopi bubuk arabika dan robusta dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2. Komposisi biji kopi arabika dan robusta sebelum dan sesudah disangrai (% bobot kering). Kopi beras Kopi arabika Kopi beras Kopi robusta Komponen arabika sangrai robusta sangrai Mineral 3,0-4,2 3,5-4,5 4,0-4,5 4,6-5,0 Kaffein 0,9-1,2 1,0 1,6-2,4 2,0 Trigonelline 1,0-1,2 0,5-1,0 0,6-0,75 0,3-0,6 Lemak
12,0-18,0
14,5-20,0
9,0-13,0
11,0-16,0
Total Chlorogenic Acid
5,5-8,0
1,2-2,3
7,0-10,0
3,9-,.6
Asam Alifatis
1,5-2,0
1,0-1,5
1,5-1,2
1,0-1,5
0-3,5 24,0-39,0 0 13,0-15,0 16,0-17,0
5,0-7,0 37,0-47,0 -
0-3,5 0 13,0-15,0 16.0-17,0
Oligosakarida 6,0-8,0 Total Polisakarida 50,0-55,0 Asam amino 2,0 Protein 11,0-13,0 Humic acids Sumber : Clarke dan Macrae, (1987).
Tabel 3. Syarat mutu kopi bubuk (SNI 01-3542-2004). Kriteria Satuan Keadaan (bau, rasa, dan warna) Kadar air % w/w Kadar abu % w/w Kealkalian abu M 1 NaOH/100gr Kadar kafein % w/w Cemaran logam (Pb, Cu, Zn, Sn, Hg) Mg/kg Cemaran arsen Mg/kg Cemaran mikroba Koloni/gram Angka lempeng total Koloni/gram Kapang Koloni/gram Sumber : (Anon., 2004)
Syarat normal Maks 7 Maks 5 Maks 60 Maks 2,0 Maks 2, 30, 40, 40, 0,03 Maks 1,0 Maks 106 M aksimal 106 Maks 104