1
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di berbagai bidang memerlukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Salah satu kendala peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah defisiensi nutrisi Zn. Peran Zn dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia berkaitan dengan fungsinya dalam pembentukan struktur dan fungsi otak, metabolisme neurotransmitter dan fungsi kekebalan tubuh (Ibs & Rink, 2003; Watt et al., 2011; MÅ‚yniec et al., 2014). Nutrisi Zn antara lain bersumber dari produk pangan. Pangan utama rakyat Indonesia adalah beras. Asupan nutrisi Zn dari beras secara kontinyu dan dalam jumlah cukup dapat meningkatkan kecerdasan dan daya ingat, tidak mudah depresi dan tahan terhadap berbagai penyakit. Dengan demikian dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, peningkatan hasil padi dan kadar Zn beras sangat diperlukan. Padi sawah dibudidayakan pada berbagai jenis tanah dengan tekstur bervariasi mulai dari Vertisol bertekstur kleian sampai Inceptisol berteksur pasiran. Potensi produktivitas Vertisol dalam budidaya sistem sawah lebih tinggi dibandingkan Inceptisol. Menurut Borchardt (1989) dalam Prasetyo et al. (2004) hal tersebut disebabkan oleh kapasitas pertukaran kation (KPK) dan efisiensi pemupukan pada Vertisol lebih tinggi daripada Inceptisol, terutama dibandingkan dengan Inceptisol bertekstur pasiran yang mengandung bahan organik rendah. Namun ditinjau dari luas penyebaran, Inceptisol lebih berpotensi sebagai sumber produksi padi di Indonesia. Data Puslittanak (2002) menyebutkan, Inceptisol merupakan jenis
2
tanah dengan penyebaran terluas, mencapai 70,25 juta atau 37,5% dari luas daratan di Indonesia, sementara luas penyebaran Vertisol di Indonesia hanya 2,12 juta ha. Upaya peningkatan hasil padi pada Inceptisol dan Vertisol telah dilaksanakan melalui berbagai penelitian. Dari aspek budidaya telah dihasilkan berbagai inovasi teknologi, antara lain pelepasan varietas unggul baru (VUB), pemupukan N, P dan K berimbang dan pemupukan organik. Permasalahan yang dihadapi dalam implementasi teknologi yang telah dihasilkan tersebut adalah: (1) VUB hasil penelitian terutama varietas IR 64 masih dominan ditanam petani meskipun potensi hasil varietas IR 64 lebih rendah (6 t/ha) dibandingkan VUB yang lain, diantaranya varietas Widas (7 t/ha), Ciherang (8,5 t/ha) dan Cimelati (7,5 t/ha), dan (2) hasil-hasil penelitian (teknologi VUB, pemupukan anorganik dan pemupukan organik) diimplementasikan oleh petani secara parsial dan lebih berorientasi pada peningkatan hasil. Implementasi teknologi varietas yang secara genetik berdaya hasil rendah disertai penambahan input N, P dan K dosis tinggi dan atau tidak berimbang dihadapkan pada kendala inefisiensi usahatani. Selain itu pemberian pupuk yang berlebihan
terutama
pupuk
urea
akan
mencemari
lingkungan,
sementara
implementasi teknologi budidaya yang hanya berorientasi pada peningkatan hasil dapat menurunkan kadar Zn dalam beras. Penurunan Zn beras tersebut terjadi akibat peningkatan pertumbuhan dan hasil. Teknologi pemupukan yang telah diintroduksikan pada lahan sawah dan sampai saat ini masih dominan diadopsi oleh petani adalah pemberian pupuk anorganik N, P dan K, masing-masing bersumber dari pupuk urea, SP 36 dan KCl.
3
Namun demikian diduga aplikasi teknologi tersebut oleh petani masih belum berimbang ditinjau dari aspek hasil gabah dan kadar Zn beras. Terminologi ketidakseimbangan dalam penelitian ini mengacu pada konsep dilution effect (Jarrell dan Berverly, 1981; Haase & Rose, 1995 dan Koricheva, 1999 dalam Taub dan Wang, 2008; Imo, 1999 dalam Imo, 2014). Dalam konsep dilution effect diidentifikasi interaksi nilai relatif antara tiga parameter hara secara simultan yaitu serapan hara, bobot biomas dan kadar hara. Berlandaskan konsep tersebut dapat dikemukakan, ketidakseimbangan dapat terjadi apabila teknologi pengelolaan (varietas dan pemupukan) yang diimplementasikan dapat meningkatkan serapan Zn gabah dan bobot gabah, akan tetapi peningkatan tersebut berakibat terhadap penurunan kadar Zn beras. Sampai saat ini pupuk urea, SP 36 dan KCl diaplikasikan petani dengan dosis yang kurang tepat. Di Kabupaten Bantul, dosis pemupukan yang direkomendasikan adalah 250-300 kg urea/ha, 50-100 kg SP 36/ha dan 50 kg KCl/ha (Departemen Pertanian, 2007). Rekomendasi tersebut mengacu pada hasil pemetaan status P dan K tanah (BPTP Yogyakarta, 2004). Dari hasil pemetaan tersebut dilaporkan, 63,28% dari luas total sawah irigasi (14,323 ha) di Kabupaten Bantul berstatus P dan K tanah tinggi. Dosis pupuk anorganik dan pupuk organik yang diaplikasikan petani kurang tepat dan sangat bervariasi. Pupuk urea, SP 36 dan KCl masing-masing diberikan dengan dosis 250-500 kg/ha, 75-300 kg/ha dan 50-100 kg/ha (Kabupaten Bantul dalam Angka, 2001 dalam Retno et al., 2004). Permasalahan yang dihadapi dalam aplikasi pupuk oleh petani adalah: (1) pupuk urea dan SP 36 diberikan melampaui dosis anjuran, (2) pupuk SP 36 diberikan pada setiap musim tanam meskipun
4
kandungan P tanah tinggi, (3) aplikasi pupuk KCl dengan dosis 50-100 kg/ha hanya dilakukan oleh sebagian kecil petani, dan (4) pemanfaatan pupuk organik (jerami) sebagai sumber hara K belum dilaksanakan oleh sebagian besar petani. Sementara sumber pupuk organik lainnya (pupuk kandang) telah diberikan oleh sebagian kecil petani akan tetapi dosis pemberiannya masih sangat bervariasi, berkisar antara 1-10 ton/ha. Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa ketidakseimbangan antara peningkatan hasil dan kadar Zn dalam beras diduga dapat terjadi akibat introduksi teknologi yang hanya berorientasi pada hasil dan atau adopsinya di tingkat petani yang tidak tepat. Kendala tersebut dapat diatasi melalui reorientasi penelitian pada hasil gabah dan kadar Zn beras berbasis teknologi petani. Sampai saat ini teknologi varietas, pemupukan N, P dan K berimbang dan pemupukan organik yang secara khusus untuk meningkatkan hasil sekaligus meningkatkan kualitas beras (kadar Zn) berbasis teknologi N, P dan K dosis petani belum ditemukan. Pendekatan pemupukan N, P dan K berbasis dosis petani digunakan sebagai upaya untuk mempermudah dan mempercepat pemasyarakatan hasil penelitian ini di tingkat petani. Dengan demikian penelitian ini sangat penting untuk dilaksanakan. B. Permasalahan Berdasarkan uraian yang telah disampaikan maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. a. Bagaimana karakter fisiologis varietas unggul berdaya hasil tinggi dan berkadar Zn beras tinggi di Vertisol dan Inceptisol?
5
b. Apakah pemupukan N, P dan K dosis petani pada tanah Inceptisol dan Vertisol meningkatkan hasil gabah tetapi menurunkan kadar Zn dalam beras? 2. Bagaimana kadar serta nisbah hara tanaman di Inceptisol pada varietas unggul padi pada beberapa teknologi defisien hara? bagaimana hubungan antara hasil gabah dengan Zn beras pada beberapa teknologi tersebut? 3. Bagaimana proses fisiologis, pertumbuhan, hasil gabah dan Zn beras di Inceptisol pada varietas unggul padi pada teknologi pupuk anorganik berimbang? 4. Bagaimana hasil gabah dan Zn beras di Inceptisol pada varietas unggul padi pada teknologi kombinasi pupuk organik? C. Tujuan Penelitian 1. Mendapatkan karakter fisiologis varietas unggul berdaya hasil tinggi dan berkadar Zn beras tinggi di Vertisol dan Inceptisol. 2. Mendapatkan unsur hara defisien dan pengaruhnya terhadap kadar serta nisbah hara tanaman di Inceptisol pada varietas unggul padi. 3. Mempelajari pengaruh dan mendapatkan teknologi pupuk anorganik berimbang yang dapat meningkatkan proses fisiologis, pertumbuhan, hasil gabah dan Zn beras di Inceptisol pada varietas unggul padi. 4. Mempelajari pengaruh dan mendapatkan teknologi kombinasi pupuk organik yang dapat meningkatkan proses fisiologis, pertumbuhan, hasil gabah dan Zn beras di Inceptisol pada varietas unggul padi. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat terhadap: 1. Kontinuitas asupan nurisi Zn oleh masyarakat dengan biaya relatif murah untuk semua lapisan masyarakat di Indonesia.
6
2. Peningkatan nilai jual hasil akibat peningkatan kualitas beras (Zn beras). 3. Peningkatan preferensi petani terhadap varietas unggul yang lebih berpotensi dibandingkan varietas IR 64. E. Keaslian Penelitian Inovasi teknologi budidaya padi telah banyak dihasilkan melalui berbagai penelitian. Penelitian-penelitian tersebut mencakup penelitian-penelitian yang berorientasi pada kuantitas hasil dan penelitian-penelitian yang berorientasi pada kuantitas dan kualitas hasil. Aspek yang telah banyak diteliti dalam penelitian yang berorientasi pada kuantitas hasil antara lain pemberian hara N, P dan K berimbang berbasis pemberian hara N, P dan K optimal. Hara N, P dan K berimbang ditentukan berdasarkan ketersediaan hara dalam tanah dan kebutuhan hara tanaman (Makarim, 2006). Implementasi hasil penelitian tersebut sangat nyata meningkatkan hasil padi. Dari beberapa laporan dikemukakan, pemupukan berimbang dapat meningkatkan hasil padi sekitar 76-90% (Purnomo, 2008; Gani, 2009; Razie et al., 2013). Sampai saat ini, penelitian yang berorientasi pada kuantitas hasil gabah dan kualitas hasil padi (Zn beras) masih terbatas. Dari beberapa laporan yang ada dikemukakan bahwa terjadi peningkatan hasil padi akibat implementasi berbagai teknologi, antara lain teknologi varietas dan pemupukan. Implementasi tersebut dapat meningkatkan hasil gabah tetapi peningkatan hasil berbanding terbalik dengan kadar Zn dalam beras. Akan tetapi, dalam penelitian-penelitian tersebut digunakan varietas padi spesifik dan dilaksanakan menggunakan media larutan (Impa et al., 2010; Impa et al., 2013).
7
Kajian aspek morfologis varietas Ciherang, Cimelati dan IR 64 yang berhubungan dengan hasil telah banyak diteliti. Namun sampai saat ini kajian aspek fisiologis varietas Ciherang, Cimelati dan IR 64 yang berhubungan dengan hasil gabah dan kadar Zn dalam beras pada berbagai kombinasi pemberian hara N, P dan K masih sulit ditemukan. Selain aspek varietas, penelitian ini mengkaji aspek hasil gabah dan kadar Zn dalam beras akibat pengaruh berbagai kombinasi pemberian hara N, P dan K. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang telah dilaporkan sebelumnya (Impa et al., 2012; Impa et al., 2013) adalah hara N, P dan K berimbang diberikan berbasis teknologi petani dan dilaksanakan pada media tanah dengan budidaya sistem sawah.