1
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya pembangunan pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat kearah yang lebih baik, yang tercermin dalam peningkatan pendapatan per kapita dan pemenuhan kebutuhan pokok, juga menurunnya angka kemiskinan, memperluas kesempatan kerja dan mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan dalam masyarakat (Jhingan, 2004). Namun pembangunan juga sangat berkaitan erat dengan kondisi sumberdaya alam dan ekosistem wilayah yang bersangkutan baik dalam kualitas maupun kuantitasnya (Anwar, 1977). Pembangunan yang baik adalah apabila pembangunan tersebut tidak hanya mampu memanfaatkan sumberdaya alam tetapi sekaligus juga mempertahankan kelestariannya. Karena apabila pemanfaatan sumberdaya alam tersebut kurang bijaksana dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, sehingga pembangunan yang berkelanjutan tidak dapat terwujud. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diadakan berbagai fasilitas atau pun kebijakan yang memberi kemungkinan atau kemudahan bagi masyarakat suatu daerah untuk memenuhi kebutuhannya sekaligus juga melestarikan sumberdaya alam tersebut. Upaya membangun merupakan salah satu usaha untuk membantu masyarakat agar mereka dapat dan mampu bergerak sendiri meningkatkan pendapatannya.
Dalam membangun suatu daerah masih memerlukan campur
tangan atau bantuan dari luar daerah itu, karena umumnya suatu daerah pasti masih memiliki banyak keterbatasan, baik keterbatasan ide, pemikiran, perencanaan, pembiayaan, dan sebagainya. Campur tangan dari luar biasanya dari pihak pemerintah, karena pemerintah mempunyai tugas dan kewajiban untuk mensejahterakan warganya. Bantuan yang dimaksud adalah memberi kemudahan kepada masyarakat agar dapat bangkit membangun dirinya sendiri untuk meningkatkan taraf hidupnya. Demikian juga dengan pembangunan Waduk (bendungan) Cirata di Kabupaten Purwakarta
yang menggenangi sebagian wilayah Kabupaten
Purwakarta (27%), Cianjur (47%), dan Bandung (26%). Waduk Cirata ini dibangun pada era presiden Soeharto, yakni pada tahun 1984 s.d 1987. Waduk
2
Cirata merupakan Waduk ketiga di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Provinsi Jawa Barat. Waduk pertama adalah Waduk Jatiluhur di Kabupaten Purwakarta yang menggenangi sebagian wilayah Kabupaten Purwakarta. Waduk ini dibangun pada era presiden Soekarno. Waduk kedua adalah Waduk Saguling di Kabupaten Bandung yang menggenangi sebagian wilayah Kabupaten Bandung, Waduk ini dibangun pada era presiden Soeharto. Tujuan utama pembuatan Waduk tersebut, khususnya Waduk Cirata adalah untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), namun untuk mengurangi biaya sosial (social cost), maka sebagian genangan Waduk (1%) dimanfaatkan/ difungsikan pula sebagai tempat/lokasi budidaya ikan di jaring terapung, dengan maksud memberikan peluang atau kesempatan terutama bagi masyarakat yang terkena dampak genangan Waduk atau masyarakat di sekitar Waduk agar mempunyai mata pencaharian baru atau mata pencaharian tambahan. Namun sekarang ini sudah banyak orang yang bukan merupakan masyarakat yang terkena dampak genangan Waduk atau masyarakat yang bukan sekitar Waduk menginvestasikan atau menanamkan modalnya baik langsung pada sektor budidaya ikan di jaring terapung maupun sektor yang terkait dengan budidaya ikan di jaring apung, seperti : pembenihan ikan, penyediaan sarana dan prasarana jaring apung, trasnportasi, perdagangan, dan lain-lain. Bahkan bukan hanya masyarakat Kabupaten Purwakarta, Bandung, dan Cianjur saja, tetapi orang-orang di luar Kabupaten tersebut atau bahkan orang-orang diluar Provinsi Jawa Barat. Budidaya ikan di jaring apung (floating cages) di Indonesia tergolong masih baru, perkembangan budidaya secara nyata baru terlihat pada sekitar tahun 1989 yang ditandai dengan keberhasilan UPT Perikanan melaksanakan pemijahan / pembenihan sekaligus pembesaran ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) di daerah Lampung untuk tujuan komersial (Direktorat Jenderal Perikanan, 1994). Budidaya ikan air tawar di karamba jaring apung merupakan metode akuakultur yang paling produktif sekarang ini. Hal tersebut dikarenakan beberapa kelebihan dalam metode karamba jaring apung antara lain: padat penebaran tinggi, ketersediaan kuantitas air, tidak memerlukan pengolahan tanah, pengendalian gangguan predator relatif lebih mudah, pemanenan lebih mudah, dan dapat dipindahkan ke lokasi lain
3
Dalam kondisi tertentu, modal untuk membuat karamba jaring apung relatif lebih kecil dibandingkan dengan pembuatan wadah budidaya ikan lainnya seperti kolam tanah atau tambak dengan jumlah padat tebar yang sama. Hal ini karena dalam pembuatan karamba jaring apung, terdapat berbagai pilihan bahan untuk membentuk konstruksi seperti besi geladak dapat digantikan dengan bambu, pelampung dapat diganti dengan drum atau stryfoam. Akibat kegiatan usaha budidaya ikan air tawar di jaring apung inilah, sehingga terjadi perkembangan perekonomian di wilayah sekitar Waduk. Perkembangan perekonomian di sekitar waduk tersebut, tidak hanya sektor budidaya ikan di jaring apung saja, tetapi terjadi pula perkembangan sektor-sektor lain yang terkait dengan budidaya ikan di jaring apung serta sektor-sektor pendukung lainnya, seperti penyediaan benih ikan, pakan ikan, transportasi baik untuk mengangkut benih ikan, pakan ikan, pemasaran ikan, maupun sarana pendukungnya, penyediaan sarana prasarana jaring apung, serta sektor-sektor lain yang dibutuhkan untuk kebutuhan yang terkait dengan keberadaan kolam jaring apung.
Bahkan sekarang sudah berkembang menjadi tempat rekreasi dan
pemancingan ikan. Perkembangan sektor-sektor tersebut memiliki keterkaitan (linkages) antar sektor produksi, yang pada akhirnya terjadi dampak penggandaan (multiplier effect) dari sektor perikanan budidaya ikan jaring apung terhadap sektor lain yang berkaitan dengan budidaya ikan jaring apung, baik keterkaitan secara langsung (direct linkages) maupun keterkaitan tidak langsung (indirect linkages), yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat disekitar genangan Waduk dan atau masyarakat yang terkena genangan Waduk. Namun akibat perkembangan budidaya ikan di kolam jaring apung ini berdampak pula terhadap kondisi perairan waduk akibat dari buangan kotoran ikan, sisa pakan ikan yang tidak termakan ikan, dan sisa-sisa buangan bekas aktivitas manusia. Bahkan diperkirakan luas wilayah yang digunakan untuk kolam jaring apung di Waduk Cirata ini sudah lebih dari 1% dari total luas genangan.
4
1.2. Perumusan Masalah Dari data Kabupaten Cianjur dalam Angka tahun 2006 diketahui bahwa sektor pertanian merupakan sektor terbesar dalam struktur perekonomian Kabupaten Cianjur.
Sektor pertanian tersebut terbagi atas pertanian tanaman
pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Sub sektor perikanan yang merupakan bagian dari sektor pertanian terbagi atas kegiatan
penangkapan (fishing) dan kegiatan budidaya (fish culture).
Kegiatan penangkapan terdiri dari penangkapan laut sebesar 229,73 ton dengan nilai Rp. 13.805,92 juta dan penangkapan dari perairan umum sebesar 182,90 ton dengan nilai Rp. 1.175.055,00 juta. Sedangkan kegiatan budidaya terbagi atas hasil tambak sebesar 934,91 ton dengan nilai Rp. 6.492,00 juta, kolam sebesar 4.220,17 ton dengan nilai Rp. 334,37 juta, sawah sebesar 1.791,60 ton dengan nilai
Rp. 13.680,00 juta,
keramba
sebesar
611,85 ton
dengan nilai
Rp. 1.852.225,00 juta, dan jaring apung sebesar 34.903,30 ton dengan nilai Rp. 265.561,00 juta. Dari data tersebut di atas ternyata nilai dari kegiatan budidaya lebih besar dibandingkan dengan hasil penangkapan, nilai hasil budidaya sebesar Rp. 2.138.292,37 juta atau 64,27% dari total hasil perikanan, sedangkan nilai dari hasil penangkapan sebesar Rp. 1.188.860,92 juta atau 35,73% dari total hasil perikanan. Nilai hasil budidaya di jaring apung berada di urutan kedua yaitu sebesar Rp. 265.561 juta atau 12.42% dari total hasil perikanan budidaya. Namun bila dilihat dari jumlah produksi, hasil budidaya ikan jaring apung ini berada pada urutan pertama yaitu sebesar 34.903,30 ton. Data Jawa Barat dalam Angka tahun 2007 hasil budidaya ikan jaring apung dari Kabupaten Purwakarta (Waduk Jatiluhur dan Cirata) sebesar 60.715,50 ton dengan nilai sebesar Rp. 320.840.800,00 juta, Kabupaten Bandung (Waduk Saguling
dan
Cirata)
sebesar
17.612,73
ton
dengan
nilai
sebesar
Rp. 129.488.890,00 juta, dan Kabupaten Cianjur (Waduk Cirata) sebesar 34.903,30 ton dengan nilai sebesar Rp. 265.561,00 juta. Jadi total produksi ikan hasil budidaya jaring apung di tiga Waduk tersebut berjumlah 113.231,53 ton dengan nilai sebesar Rp. 450.595.251,00 juta atau 96.07% dari total nilai hasil budidaya ikan jaring apung di Jawa Barat.
5
Jadi peran perikanan budidaya jaring apung dari Waduk baik Jatiluhur, Saguling, maupun Cirata saat ini merupakan salah satu sektor perikanan yang penting dalam mendukung perekonomian Provinsi Jawa Barat pada umumnya dan Kabupaten Bandung, Purwakarta serta Cianjur pada khususnya selain sektorsektor perikanan budidaya lainnya seperti : tambak, kolam, sawah, laut, keramba, dan kolam air deras. Perkembangan ekonomi suatu wilayah tidak terlepas dari saling terkaitnya sektor satu dengan sektor lainnya, demikian juga perkembangan ekonomi di wilayah Kabupaten Cianjur pada sub sektor budidaya ikan jaring apung di Waduk Cirata ini sangat terkait erat dengan sektor-sektor lain seperti : a. Pembenihan ikan. Semakin berkembang budidaya ikan di jaring apung ini semakin
banyak
membutuhkan
benih
ikan,
sehingga
mendorong
perkembangan usaha pembenihan ikan bahkan usaha pembenihan ikan ini tidak hanya berkembang di Kabupaten Cianjur saja, tetapi juga di Kabupaten lain yang berdekatan, seperti : Kabupaten/Kota Sukabumi, Kabupaten/Kota Bandung, Kabupaten Subang, dan lain-lain. b. Pakan ikan. Semakin berkembang budidaya ikan di jaring apung dan berkembang pula usaha pembenihan ikan, maka semakin banyak pakan ikan yang dibutuhkan, sehingga semakin mendorong perkembangan pabrik-pabrik pakan, perkembangan pabrik-pabrik pakan ini banyak berkembang di daerah Kabupaten/Kota Tangerang, Kabupaten/Kota Bekasi, dan Kabupaten/Kota Cirebon. c. Tenaga Kerja. Semakin berkembang usaha budidaya ikan di jaring apung juga menyebabkan peningkatan kebutuhan akan tenaga kerja, baik kebutuhan tenaga kerja yang langsung sebagai tenaga di jaring apung, maupun sebagai tenaga di tempat usaha pembenihan ikan, pendederan ikan, penjualan pakan, penjualan ikan konsumsi, penjualan benih ikan, sarana dan prasarana jaring apung, jasa panen, pabrik pakan serta transportasi. d. Bahan baku penunjang, Sarana dan Prasarana Jaring Apung. Dengan berkembangnya usaha budidaya ikan di jaring apung semakin banyak pula bahan baku, sarana dan prasarana untuk kebutuhan jaring apung, seperti : obat-obatan, bambu, jaring, drum, kayu, paku, asbes/seng, tambang, paku, dan
6
lain-lain. Juga semakin meningkatnya kebutuhan bahan-bahan yang secara tidak langsung berhubungan dengan budidaya ikan, yaitu semen, pasir, keramik, kayu, paku, atap (genting/seng/asbes) untuk membuat bangunan penjualan pakan, penjualan es pembeku ikan, dan lain-lain. e. Perbankan. Semakin berkembang usaha budidaya ikan di jaring apung semakin banyak pula perbankan yang dibutuhkan, baik untuk permodalan maupun transaksi lainnya. Baik keterkaitan langsung dengan usaha budidaya ikan di jaring apung maupun keterkaitan tidak langsung dengan usaha budidaya ikan, seperti : usaha pembenihan ikan, usaha pendederan ikan, usaha penjualan pakan, usaha sarana dan prasarana jaring apung, usaha pembuatan pakan ikan (pabrik pakan) dan lain-lain. f. Transportasi. Semakin berkembang usaha budidaya ikan di jaring apung semakin berkembang pula kegiatan usaha transportasi baik untuk mengangkut hasil ikan konsumsi, benih ikan, pakan ikan, bahan pendukung lainnya, maupun penumpangnya. Transportasi tersebut bukan hanya transportasi darat, tetapi juga transportasi di perairan Waduk. g. Pariwisata dan pemancingan ikan. Dengan berkembangnya usaha budidaya ikan di jaring apung secara tidak langsung mendorong juga kegiatan usaha pariwisata dan pemancingan ikan. Akibat banyak orang yang berkunjung ke daerah sekitar Waduk bukan karena kepentingan bisnis atau usaha melainkan hanya melihat-lihat atau rekreasi untuk melihat keindahan perairan Waduk atau melihat-lihat kondisi budidaya ikan di jaring apung atau sekedar jalanjalan dengan perahu di perairan Waduk, ada juga orang yang datang hanya untuk memancing ikan. h. Kegiatan perdagangan. Dengan berkembangnya usaha budidaya ikan di jaring apung, maka semakin berkembang kegiatan perdagangan yang berkaitan dengan berlangsungnya usaha budidaya ikan di jaring apung tersebut, seperti : perdagangan ikan hasil budidaya ikan jaring apung, perdagangan benih ikan, perdagangan pakan ikan, perdagangan sarana dan prasarana jaring apung, serta perdagangan oksigen dan es balok untuk packing ikan.
Perkembangan budidaya juga meningkatkan kegiatan sektor
7
perdagangan lainnya, seperti: restoran, perlengkapan pemancingan dan pedagang konsumtif lainnya. Dari sekian banyak dampak budidaya ikan di jaring apung tersebut terhadap perkembangan ekonomi sektor-sektor lainnya memungkinkan banyak peluang bagi masyarakat di sekitar Waduk untuk turut berperan serta memperoleh kesempatan agar dapat meningkatkan taraf hidupnya baik sebagai tenaga atau pengusaha ikan jaring apung secara langsung maupun sektor-sektor lain yang terkait dengan budidaya ikan secara langsung seperti pembenihan ikan, maupun secara tidak langsung seperti pedagang-pedagang yang menyediakan kebutuhan orang yang bekerja di sekitar Waduk atau orang yang berkunjung ke Waduk. Dari uraian tersebut diatas kami coba mengkaji tentang dampak keberadaan jaring apung di Waduk Cirata terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi dan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur. Ada beberapa fenomena yang timbul dari kegiatan usaha budidaya ikan jaring apung di Waduk Cirata tersebut, diantaranya adalah : a. Semakin berkembang kegiatan usaha budidaya ikan dijaring apung, maka semakin mendorong perkembangan sektor ekonomi yang lain, seperti : permintaan benih ikan, permintaan pakan ikan, permintaan modal (lembaga keuangan), permintaan tenaga kerja, dan perkembangan lembaga tataniaga. b. Akibat perkembangan sektor-sektor ekonomi tersebut diharapkan dapat mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat sekitar lokasi atau masyarakat pengungsi karena terkena genangan Waduk serta pembangunan ekonomi wilayah Kabupaten Cianjur. c. Namun kegiatan usaha budidaya ikan di jaring apung selain dapat mendorong perkembangan ekonomi juga dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dan ekosistem Waduk, akibat dari penumpukan : sisa pakan yang tidak termakan oleh ikan, kotoran ikan, dan bekas-bekas peralatan kolam jaring apung. Akibatnya dapat menurunkan daya dukung Waduk terhadap kegiatan usaha budidaya ikan tersebut. d. Akibat tersebut dapat menimbulkan menurunnya produksi ikan, sebagai contoh sudah sering terdengar berita tentang kematian ikan massal di Waduk baik Waduk Saguling, Jatiluhur, maupun Cirata.
8
Dengan demikian kami mencoba untuk mengkaji tentang dampak keberadaan budidaya ikan jaring apung di Waduk Cirata yang termasuk wilayah Kabupaten Cianjur terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar Waduk dan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur (Gambar 1). Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut : a. Bagaimana sistem usaha budidaya di jaring apung di Waduk Cirata. b. Bagaimana dampak dan peranan usaha budidaya ikan di jaring apung terhadap pendapatan, kesempatan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi Waduk. c. Bagaimana dampak dan peranan usaha budidaya ikan di jaring apung terhadap pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur, serta aspek multiplier terhadap pendapatan dan kesempatan kerja.
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : a. Untuk menganalisis usaha budidaya ikan di jaring apung di Waduk Cirata b. Untuk mengetahui dampak budidaya ikan jaring apung di Waduk Cirata terhadap kesejahteraan petani/pengusaha budidaya ikan di jaring apung dan masyarakat sekitar lokasi Waduk. c. Untuk mengetahui dampak budidaya ikan jaring apung di Waduk Cirata terhadap pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur.
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh pemerintah dan masyarakat kabupaten Cianjur dalam mengelola waduk Cirata serta dapat merupakan contoh dalam upaya pengembangan wilayah di daerah lain yang memiliki kesamaan atau kemiripan, yaitu wilayah yang memiliki Waduk seperti Waduk Cirata.
9
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah menelaah usaha budidaya ikan di jaring apung di Waduk Cirata yang termasuk wilayah Kabupaten Cianjur dan dampak terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar Waduk dan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur. 1.6. Kerangka Pemikiran Perkembangan suatu wilayah yang baik ditunjukkan oleh keterkaitan antara sektor ekonomi di wilayah tersebut, dalam hal ini terjadi transfer input dan output barang dan jasa antar sektor secara dinamis. Demikian juga keberadaan usaha budidaya ikan jaring apung Waduk Cirata dapat dikatakan mempunyai peranan yang baik dalam pengembangan wilayah apabila memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya di wilayah tersebut, seperti : usaha pembenihan ikan, usaha pembuatan pakan ikan (pabrik pakan), usaha pendederan ikan, pemasaran benih ikan, pemasaran pakan ikan, usaha pembuatan kolam jaring terapung, usaha pembuatan kerangka jaring apung, usaha transportasi, usaha pemasaran bahan-bahan untuk pengepakan (seperti : oksigen, es balok, kantong plastik, karet), dan sektor penunjang lainnya. Disisi lain pelaksanaan pembangunan di suatu wilayah pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut tanpa melupakan tujuan pembangunan nasional.
Kegagalan dalam melaksanakan
kegiatan pembangunan akan terlihat apabila laju pertumbuhan ekonomi meningkat, namun tingkat pendapatan masyarakat masih rendah.
Hal ini
mengidentifikasikan bahwa kegiatan pembangunan tersebut belum mampu menciptakan spread effect kepada masyarakat. Jadi keberadaan usaha budidaya ikan jaring apung Waduk Cirata dapat dikatakan berkembang dan berhasil apabila masyarakat yang berada di wilayah Waduk tersebut meningkat kesejahteraannya. Apabila dengan keberadaan usaha budidaya ikan jaring apung di Waduk Cirata ini tidak memberikan dampak kesejahteraan kepada masyarakat di wilayah sekitar Waduk, maka kemungkinan besar terjadi kebocoran wilayah (regional leakage). Seperti
yang
dikatakan
Anwar
(1992),
bahwa
kegiatan
pembangunan
10
Lingkungan • Kualitas air
Ekonomi • Sarana produksi • Prasarana
Sosial • Tenaga Kerja
Ekonomi • Produksi ikan
Lingkungan • Sisa pakan • Kotoran ikan • Bekas sarana dan prasarana • Limbah lainnya
PROSES BUDIDAYA IKAN DI JARING APUNG
INPUT
Lingkungan • Pencemaran lingkungan
• Kegiatan produksi
Sosial • Kesempatan kerja
• Aktivitas ekonomi • Penurunan kualitas air
Ekonomi Sosial • Peluang kerja • Hasil Budidaya ikan • Pajak • Hasil sektor terkait • Hasil sektor lain
OUTPUT
Lingkungan • Penurunan Kualitas Air
Trade off Gambar 1. Bagan Alir Permasalahan Budidaya Perikanan di Waduk Cirata
Ekonomi • Pendapatan Petani • PDRB Kabupaten
Sosial • Mengurangi pengangguran
11
seringkali bersifat eksploratif dengan menggunakan teknologi yang padat modal dan kurang memanfaatkan tenaga kerja setempat, sehingga manfaatnya bocor ke luar wilayah. Selain itu multiplier yang terjadi kurang dapat ditangkap secara lokal atau regional, sehingga penduduk setempat hanya menjadi penonton. Menurut Mahyudi (2004), pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan yang dapat menyebabkan perubahan-perubahan diantaranya adalah tersedianya lapangan pekerjaan. Jadi keberadaan budidaya ikan jaring apung di Waduk Cirata dikatakan baik apabila mempunyai peranan atau dampak dalam penyediaan lapangan pekerjaan, baik lapangan pekerjaan secara langsung pada sektor budidaya ikan jaring apung itu sendiri maupun lapangan pekerjaan secara tidak langsung namun masih terkait dengan keberadaan budidaya ikan jaring apung, seperti : tenaga kerja teknis pembenihan ikan, tenaga kerja teknis pendederan ikan, tenaga kerja teknis pembuatan pakan ikan (pabrik pakan ikan), tenaga kerja penjualan pakan, tenaga kerja pengangkutan ikan, tenaga kerja pemasaran benih ikan, tenaga kerja pemasaran ikan hasil jaring terapung, tenaga kerja pembuatan kolam jaring apung, tenaga kerja pemasaran sarana dan prasarana penunjang, tenaga kerja permodalan, dan lain-lain. Selain itu suatu sektor dikatakan mempunyai peranan yang positif apabila sektor tersebut dapat meningkatkan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) di wilayah tersebut. Jadi keberadaan budidaya ikan jaring apung di Waduk Cirata mempunyai peranan atau berdampak positif apabila keberadaan budidaya ikan di Waduk tersebut dapat meningkatkan PDRB wilayah tersebut, baik langsung maupun tidak langsung. Unit usaha yang memiliki keterkaitan kedepan (forward linkages) dengan usaha budidaya ikan jaring apung adalah usaha pemasaran ikan konsumsi, usaha pemancingan ikan, dan usaha rumah makan atau restourant yang menyediakan menu ikan.
Sedangkan unit usaha yang memiliki keterkaitan kebelakang
(backward linkages) dengan usaha budidaya ikan jaring apung adalah usaha pembenihan ikan, usaha pendederan ikan, usaha pembuatan pakan ikan (pabrik pakan ikan), usaha pembuatan kolam jaring apung, usaha pembuatan jaring (net), usaha bahan bangunan untuk kolam jaring apung, dan lain-lain. Usaha budidaya ikan jaring apung dikatakan memiliki peranan yang baik apabila dapat mendorong
12
unit-unit usaha yang memiliki keterkaitan kedepan lebih tinggi dibandingkan dengan unit-unit usaha yang memiliki keterkaitan kebelakang. Sebaliknya apabila tingkat keterkaitan ke belakang (backward linkages) lebih tinggi dibandingkan dengan keterkaitan ke depannya (forward linkages), maka hal itu menandakan adanya kebocoran suatu wilayah (Rustiadi, Saefulhakim dan Panuju, 2007). Kriteria lainnya untuk mengetahui bahwa suatu sektor dikatakan memiliki peranan yang baik apabila sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah (value added) sehingga memberikan dampak pengganda (multiplier effect) di wilayah tersebut. Sebaliknya apabila dampak pengganda (multiplier effect) rendah karena nilai tambah (value added) rendah, hal ini menandakan bahwa nilai tambah yang ada tidak dapat ditangkap wilayah tersebut melainkan justru manfaatnya diambil wilayah lain. Jadi bila keberadaan jaring apung tersebut tidak memberikan nilai tambah di wilayah tersebut, maka tidak akan memberikan dampak pengganda di wilayah tersebut, sehingga kemungkinan besar keberadaan jaring apung tersebut justru dimanfaatkan oleh wilayah lain. Namun akibat perkembangan budidaya ikan di jaring apung yang terus meningkat juga dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan ekosistem Waduk, sehingga dapat menurunkan daya dukung waduk terhadap keberlanjutan budidaya ikan di jaring apung atau paling tidak setiap satuan input yang ditanamkan produksinya akan terus menurun bahkan bisa sampai tidak menguntungkan lagi. Untuk mengembalikan kondisi waduk tersebut memerlukan biaya yang tidak sedikit dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain itu, akibatnya dapat berpengaruh terhadap penurunan perkembangan sektor-sektor lain, yang pada akhirnya dapat menurunkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan sekonomi Kabupaten Cianjur. Bertolak dari kerangka pikir di atas dapat ditarik masalah pokok yang menjadi dasar mengapa dan bagaimana penelitian ini dilakukan, yakni untuk mengetahui berbagai permasalahan atas data empiris yang terjadi di lapangan. Oleh karena itu dalam penelitian ini ingin mengetahui dampak keberadaan budidaya ikan jaring apung di Waduk Cirata terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar Waduk dan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur.
13
Secara diagramtik, kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini. PERKEMBANGAN BUDIDAYA IKAN JARING APUNG D1 EKONOMI RUMAH TANGGA KJA
D2 EKONOMI RUMAH TANGGA NON KJA
PS MIKRO MASYARAKAT SEKITAR LOKASI D3
MAKRO
EKONOMI KABUPATEN CIANJUR
D4 LINGKUNGAN PERAIRAN WADUK
Keterangan : D1 D2 PS D3
= = = =
D4 RT
= =
Dampak BD Ikan di Jaring Apung terhadap RT BD Ikan KJA Dampak BD Ikan di Jaring Apung terhadap RT Non BD Ikan KJA Pruducers Surplus RT BD Ikan KJA Dampak BD Ikan di Jaring Apung terhadap Pembangunan Ekonomi Kabupaten Cianjur Dampak BD Ikan di Jaring Apung terhadap Lingkungan Perairan Waduk Rumah Tangga
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian