1
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem
mangrove
merupakan
ekosistem
pesisir
yang
terdapat
di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis pohon mangrove yang umumnya tumbuh di daerah pasang surut pantai berlumpur. Selain berfungsi sebagai peredam gelombang, pelindung pantai, dan perangkap sedimen, ekosistem mangrove juga berperan sebagai daerah asuhan/nursery ground dan mencari makan/feeding ground berbagai biota perairan seperti ikan, udang, dan berbagai jenis kepiting. Ekosistem mangrove juga merupakan kawasan potensial untuk pengembangan sektor perikanan di wilayah pesisir, terutama yang memiliki nilai ekonomis tinggi seperti udang putih P. merguiensis de Man. Udang putih P. merguiensis de Man termasuk ke dalam famili Penaeidae dan suku Decapoda. Biota ini banyak ditemukan hampir di seluruh perairan Indonesia, mulai dari daerah muara sungai yang ditumbuhi pohon mangrove, perairan pantai di sekitar kawasan mangrove seperti estuari, laguna, dan teluk, sampai perairan terbuka. Udang P. merguiensis de Man dalam perdagangan internasional lebih dikenal dengan sebutan jaira/jiaro (Pakistan), udang kaki merah (Malaysia), kung chaebauy (Thailand), pak ha (Hongkong), dan banana prawn atau white shrimp (Australia) (Holthuis 1980). Di Indonesia udang ini dikenal dengan nama udang putih atau udang jerbung, sedangkan di Medan Sumatera Utara lebih dikenal dengan nama udang kelong. Harga udang putih di Sumatera Utara pada tahun 2010 berkisar antara Rp 60.000,- sampai Rp 70.000,per kilogram. Tingginya harga pasar dan semakin meningkatnya permintaan masyarakat, menjadikan udang putih ini sebagai salah satu komoditas unggulan daerah di sektor perikanan. Ekosistem mangrove memainkan peran penting dalam menunjang kehidupan udang putih. Tingginya produktivitas dan adanya ketersediaan pakan alami pada ekosistem ini, menjadikan udang putih yang berukuran kecil akan tumbuh dan berkembang menjadi udang dewasa. Udang putih umumnya hidup sebagai fauna bentik di ekosistem mangrove dan mendapatkan makanan dari substrat dasar perairan. Ekosistem mangrove juga berperan dalam mendukung
2
distribusi udang putih. Hal ini disebabkan selain ekosistem mangrove selalu ada kaitannya dengan ketersediaan pakan alami seperti yang disebutkan di atas, juga karena karakteristik biofisik kimia lingkungannya mendukung aktifitas biota tersebut. Pramonowibowo et al. (2007) menyatakan suhu dan salinitas diduga merupakan parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap distribusi spasial udang putih, demikian pula dengan fraksi substrat. Ekosistem Mangrove Percut Sei Tuan merupakan kawasan yang terletak di pesisir timur Sumatera Utara. Pada saat ini di beberapa bagian kawasan ini telah mengalami degradasi akibat adanya kegiatan konversi lahan menjadi peruntukan lain, seperti lahan permukiman, pertanian, dan pertambakan (BAPPEDA Kabupaten Deli Serdang 2008), serta adanya kegiatan penebangan kayu oleh masyarakat untuk kebutuhan rumah tangga. Kondisi ini akan mengurangi luasan hutan mangrove, dan kemungkinan penurunan kualitas lingkungan untuk sumberdaya udang putih akibat terjadinya kerusakan daerah asuhan dan mencari makan biota ini, sehingga berdampak langsung terhadap penurunan populasi udang putih di alam. 1.2 Perumusan Masalah Produksi udang putih di Kecamatan Percut Sei Tuan pada lima tahun terakhir ini semakin mengalami penurunan. Data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Deli Serdang (2009) menunjukkan sejak tahun 2004 sampai dengan 2008 telah terjadi penurunan produksi udang putih sebesar 23,39% dari 9.995,45 ton/tahun menjadi 7.657,51 ton/tahun. Semakin menurunnya produksi udang putih di alam diduga disebabkan telah terjadinya penurunan kerapatan mangrove akibat adanya konversi hutan mangrove. Martosubroto (1978) menyatakan terdapat hubungan linier positif antara kerapatan mangrove dengan produksi udang. Semakin tinggi kerapatan mangrove, produksi udang yang dihasilkan juga semakin tinggi, demikian sebaliknya. Hal ini disebabkan hutan mangrove menyediakan makanan bagi udang dalam bentuk material organik yang terbentuk dari jatuhan daun/serasah serta berbagai jenis plankton dan makrozoobentos. Kerapatan mangrove yang tinggi juga dapat meningkatkan tingkatan hidup udang juvenil, disebabkan perakaran mangrove yang menjulur
3
ke dalam perairan, menjadikannya sebagai tempat persembunyian bagi udang juvenil dari serangan predator. Penelitian pendahuluan yang telah dilakukan penulis pada tahun 2009 selama empat bulan pengamatan (April - Juli), mendapatkan data laju mortalitas alami (M) udang putih di Ekosistem Mangrove Percut Sei Tuan sebesar 3,19, laju mortalitas penangkapan (F) 1,76, dan laju mortalitas total (Z) 4,95. Berdasarkan nilai laju mortalitas penangkapan dan mortalitas total tersebut, didapatkan nilai laju eksploitasi (E) sebesar 0,36. Sparre dan Venema (1999) menyatakan bila nilai laju eksploitasi (E) < 0,50, menggambarkan belum terjadinya over eksploitasi terhadap suatu biota di suatu kawasan. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan penurunan populasi udang putih di Ekosistem Mangrove Percut Sei Tuan lebih disebabkan oleh mortalitas alami. Laju mortalitas alami terjadi selain disebabkan udang putih yang tidak tertangkap akan mati secara alami karena pemangsaan dan mencapai umur tua, juga disebabkan daya dukung lingkungan yang kurang menunjang kehidupannya. Udang putih pada semua fase hidupnya sangat peka terhadap perubahan lingkungan habitatnya. Konversi hutan mangrove menjadi peruntukan lain dapat mengurangi fungsi ekosistem ini dalam menunjang kehidupan udang putih yang sebagian siklus hidupnya sangat bergantung pada ekosistem mangrove. Udang putih dalam menjalani kehidupannya selain sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pakan, predator maupun kompetitor, juga oleh karakteristik habitat ekosistem mangrove tempat hidupnya. Perubahan kualitas habitat yang terjadi pada Ekosistem Mangrove Percut Sei Tuan secara langsung akan mempengaruhi pertumbuhan biota ini. Kawasan Ekosistem Mangrove Percut Sei Tuan memiliki garis pantai sepanjang 65 km yang seluruhnya ditumbuhi hutan mangrove. Pada saat ini kawasan mangrove Percut Sei Tuan telah mengalami degradasi cukup parah, yaitu sekitar 2.872 ha akibat adanya konversi lahan menjadi peruntukan lain, sehingga luas hutan mangrove yang masih dalam kondisi baik hanya sekitar 728 ha, dengan panjang garis pantai yang sama (BAPPEDA Kabupaten Deli Serdang 2008). Kondisi ini dapat merubah fungsi ekologis ekosistem mangrove yang merupakan perpaduan antara fungsi fisik dan biologi, dan dikhawatirkan akan berimplikasi
4
terhadap penurunan kualitas lingkungan untuk sumberdaya udang putih akibat terjadinya kerusakan daerah asuhan dan mencari makan biota tersebut. Kelestarian populasi udang putih di alam dapat dijaga melalui upaya pengelolaan baik melalui tindakan konservasi habitat maupun pemulihan bagi populasi udang putih yang sudah tidak stabil. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara mendapatkan informasi mengenai aspek bioekologi udang putih secara lebih detail, baik yang mencakup struktur populasi, aspek reproduksi, sampai pada faktor-faktor biofisik kimia lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhannya. 1.3 Kerangka Pemikiran Degradasi habitat/ekosistem mangrove dapat menjadi penyebab menurunnya populasi udang putih di alam, selain adanya kegiatan eksploitasi/penangkapan. Tingkat eksploitasi/penangkapan tidak dilihat dalam penelitian ini, disebabkan dari hasil penelitian pendahuluan didapatkan tingkat eksploitasi yang rendah (E = 0,36). Kelestarian populasi udang putih di alam dapat dijaga dengan melakukan upaya-upaya pengelolaan baik melalui tindakan konservasi habitat maupun upaya pemulihan bagi populasi udang putih yang sudah tidak stabil. Upaya konservasi habitat dilakukan dengan menganalisa karakteristik biofisik kimia lingkungan, yang mencakup parameter biologi dan fisik kimia. Data karakteristik biofisik kimia lingkungan tersebut diperoleh dengan melakukan pengklasifikasian wilayah (zona) berdasarkan zona alami dan zona pemanfaatan (pertambakan, permukiman dan pertanian), serta karakteristik khusus yang terdapat pada setiap stasiun, sehingga diharapkan dapat memberikan informasi tentang karakteristik habitat udang putih secara keseluruhan pada lokasi penelitian. Pemulihan populasi udang putih dapat dilakukan dengan mengevaluasi struktur populasi dan aspek reproduksinya. Struktur populasi udang putih dilakukan dengan menganalisa pola distribusi spasial serta distribusi temporal (betina matang gonad), pola pertumbuhan, parameter pertumbuhan dan umur teoritis, ukuran minimum dan maksimum, serta laju mortalitas di perairan Ekosistem Mangrove Percut Sei Tuan Sumatera Utara. Kerangka pemikiran dan alur penelitian secara lebih jelas tersaji pada Gambar 1.
5
Sumberdaya Perairan Percut Sei Tuan
Udang putih (P. merguiensis de Man)
Terjadi penurunan produksi
Permasalahan Degradasi habitat Pemecahan masalah
Kajian bioekologi udang putih secara menyeluruh
Udang Putih
Jenis data
Metode
Data dan informasi
Keluaran
Eksploitasi
Correspondence analysis
Regresi linear
Distribusi spasiotemporal
Pola pertumbuhan
Karakteristik habitat
Principal component analysis
FISAT II
• Parameter pertumbuhan • Ukuran min & maks • Mortalitas • Rekruitmen
• Rasio kelamin • Dewasa kelamin • Pola pemijahan
• Kerapatan mangrove • Produksi serasah • Laju dekomposisi • Suhu air • Kecerahan air • Kecepatan arus
• Kedalaman perairan • Fraksi substrat • DO • Salinitas • pH
Mengetahui karakteristik habitat yang sesuai bagi keberadaan udang putih betina dewasa kelamin dan matang gonad
tidak diteliti.
5
Gambar 1 Kerangka pemikiran dan alur penelitian.
6
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian - Mengetahui karakteristik habitat yang sesuai bagi keberadaan udang putih betina dewasa kelamin dan matang gonad. - Mengetahui puncak musim pemijahan dan rekruitmen udang putih di Ekosistem Mangrove Percut Sei Tuan Sumatera Utara. 1.4.2 Manfaat Penelitian Dapat digunakan sebagai landasan pengelolaan ekosistem mangrove sebagai daerah asuhan dan mencari makan bagi udang penaeid. 1.5 Kebaharuan Penelitian (Novelty) Penelitian ini mengkaji parameter-parameter utama/parameter penting yang mempengaruhi distribusi spasial udang putih betina dewasa kelamin dan matang gonad.