I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan.
Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk peternakan meningkat setiap tahunnya. Peternakan sebagai penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral sangat dibutuhkan seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan kebutuhan gizi guna meningkatkan kualitas hidup. Salah satu produk yang dihasilkan dari peternakan adalah daging. Konsumsi masyarakat Indonesia terhadap daging secara umum meningkat setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 1 yang menunjukkan peningkatan konsumsi daging per kapita per tahun dari tahun 2009-2010. Hasilnya mengindikasikan bahwa pengembangan agribisnis sektor ini masih dibutuhkan. Terkait dengan ide pengembangan, studi kelayakan juga dibutuhkan pada subsektor ini, untuk menjamin bahwa pengembangannya sejalan dengan pertimbangan logis aktivitas usaha. Tabel 1. Konsumsi Daging Segar per Kapita per Tahun Produk Peternakan 20092010 Tahun (kg) R (%) No Komoditi 2009 2010 Non Unggas Unggas 1 Sapi 0,334 0,367 10 2 Kerbau 0,014 0,017 21 9,9 3 Kambing 0,025 0,024 -4 4 Babi 0,188 0,211 12 5 Ayam ras 3,050 3,514 15 Ayam 0,501 0,602 6 kampung 20 15,7 Unggas 0,043 0,048 7 lainnya 12 Daging 0,043 0,032 8 Lainnya -26 Total 4,199 4,816 Sumber: Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012 (diolah)
Secara
nasional,
perkembangan
konsumsi
berbagai
jenis
ternak
menunjukkan peningkatan yang besar, terutama untuk ternak unggas. Berdasarkan Tabel 1 terlihat peningkatan secara signifikan terjadi pada konsumsi hewan
unggas yaitu lebih dari satu setengah kali lipat dibandingkan dengan hewan bukan unggas. Perkembangan industri perunggasan merupakan salah satu penggerak dalam sektor pertanian Indonesia. Komoditas unggas mempunyai prospek pasar yang sangat baik. Hal tersebut didukung oleh karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia dengan harga yang relatif murah. Selain itu, produk unggas juga mudah diperoleh karena sudah merupakan barang publik. Salah satu ternak unggas yang cukup populer di masyarakat adalah itik (Simanjuntak 2005). Meskipun tidak sepopuler ternak ayam, itik semakin disukai masyarakat untuk diusahakan sehingga usaha ternak itik semakin berkembang. Perkembangan usaha ternak itik dapat dilihat dari jumlah populasi itik yang cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1. 1.200.000 1.000.000
800.000 600.000 400.000 200.000 Ayam Ras Pedaging (.000 ekor)
2007
2008
2009
2010
2011
891.659 902.052 1.026.379 986.872 1.041.968
Ayam Buras (.000 ekor) 272.251 243.432 249.963 257.544 274.893 Ayam Ras Petelur (.000 111.489 107.955 111.418 105.201 110.300 ekor) Itik (.000 ekor)
35.867
39.840
40.676
44.302
49.392
Sumber: Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012
Gambar 1. Grafik ternak Unggas Tahun 2007-2011 Itik mempunyai keunggulan tersendiri sebagai unggas penghasil telur dibandingkan ayam. Kelebihan dari ternak ini adalah itik lebih tahan penyakit dibandingkan dengan ayam ras sehingga pemeliharaannya mudah dan tidak mengandung banyak resiko.
2
Telur dan daging masih menjadi produk utama dari usaha ternak itik. Sampai saat ini telur dan daging itik banyak dimanfaatkan sebagai salah satu sumber protein karena harganya murah. Bagi masyarakat menengah ke bawah, telur dan daging itik merupakan alternatif terbaik untuk memenuhi kebutuhan pangan. Permintaan akan itik juga mengalami peningkatan. Hal tersebut tentunya berpengaruh langsung terhadap peningkatan produksi itik. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan pada Tabel 2 dan 3 menunjukkan bahwa tingkat produksi daging dan telur itik mengalami peningkatan. Tabel 2. Produksi Daging Itik Tahun 2008 – 2011 tahun (ton) Provinsi 2007 2008 2009 2010
2011
Jawa Barat
4,093
4,987
5,131
6,183
7,430
Jawa Tengah
3,096
3,029
3,180
3,081
3,434
Jawa Timur
1,423
1,443
2,098
1,906
1,914
21,155
3,746
3,358
3,490
3,627
3,504
3,504
2,909
2,962
3,315
44,105
30,980
25,782
25,999
29,180
Banten DKI Jakarta Indonesia
Sumber: Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012 (diolah)
Tabel 3. Produksi Telur Itik Tahun 2008 – 20011 Provinsi
tahun (ton) 2007
2008
2009
2010
2011
Jawa Barat
42,726
43,822
53,560
64,540
77,561
Jawa Tengah
29,601
25,051
40,474
34,846
35,194
Jawa Timur
17,302
17,542
25,502
25,892
26,515
Kalimantan
20,349
24,178
24,938
27,734
29,733
10,186
13,261
15,129
16,610
18,945
207,535
200,969
236,427
245,038
265,789
Selatan Sulawesi Selatan Indonesia
Sumber: Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012 (diolah)
3
Masih rendahnya produksi daging itik dan masih terfokusnya usaha ternak itik untuk menghasilkan telur sementara permintaan daging itik diperkirakan terus meningkat, dapat menjadi peluang bagi peternak untuk mengembangkan usaha ternak itik pedaging. Namun usaha ternak itik pedaging ini haruslah didahului dengan adanya usaha pemenuhan bahan baku dalam melakukan usaha pembesaran itik, yaitu berupa DOD (Day Old Duck). Pembibitan itik merupakan subsistem agribisnis hulu dalam usaha peternakan itik. Tabel 4. Analisis Pemenuhan Kebutuhan Bibit Itik Tahun 2008 – 2010 Tahun No Uraian 2008 2009 1
Populasi (juta ekor)
2
Daging itik lokal (ribu ton)
3
4
2010
49.0
53.0
65.0
Kebutuhan
13.5
13.9
14.3
Pemenuhan
13.5
13.9
14.3
Telur itik lokal (ribu ton)
Kebutuhan
174.0
184.0
193.0
Pemenuhan
174.0
184.0
193.0
(7.0)
(0.3)
3.1
DOD itik lokal (ribu ton)
Kekurangan
kelebihan
untuk daging
5
Kekurangan untuk telur
(17.0)
(7.0)
(4.0)
Jumlah kekurangan
(24.0)
(7.3)
(0.9)
226.8
229.4
232.0
Jumlah Penduduk (juta jiwa)
Sumber: Ditjennak 2011
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 4, terdapat kekurangan bibit itik pada tahun 2008, namun kekurangan bibit tersebut turun pada tahun 2009 dan 2010. Hal tersebut terjadi karena adanya pengaturan penggunaan populasi itik untuk penyediaan bibit (DOD). Populasi itik ini bila diatur dengan baik menggunakan prinsip-prinsip pembibitan, maka diperkirakan permintaan daging dan telur itik terpenuhi dan populasi tumbuh sesuai dengan target.
4
Mengenai penyebarannya, usaha ternak itik di Indonesia tersebar di hampir seluruh provinsi dengan sentra itik terbesar nasional berada di Provinsi Jawa Barat. Populasi itik di Jawa Barat pada tahun 2011 mencapai 11.862.599 ekor atau sekitar 24 persen dari populasi nasional. Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa Timur, dan Sulawesi Barat merupakan lima provinsi dengan populasi itik terbesar yang jumlahnya mencapai lebih dari 50 persen populasi nasional (Ditjennak 2012). Tabel 5. Populasi Itik Tahun 2007-2011 Provinsi
Tahun (ekor) 2007
2008
2009
2010
2011
Jawa Barat
6.534.753
7.962.095
8.191.708
9.871.091
11.862.599
Jawa tengah
4,541,807
4,530,868
4,848,263
5,006,163
5,551,814
Kalimantan
3,771,176
4,137,949
4,158,452
4,354,121
4,605,310
Jawa Timur
2,464,623
4,344,838
3,632,813
3,688,275
3,746,676
Sulawesi
1,799,266
1,871,992
2,127,371
2,516,539
3,611,379
35,866,833
39,839,520
40,675,995
44,301,805
49,391,628
Selatan
Barat Indonesia
Sumber: Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012 (diolah)
Kabupaten Bogor dapat dikatakan belum menjadikan itik sebagai komoditas ternak unggulan penghasil daging meskipun berada di Provinsi Jawa Barat yang merupakan sentra itik terbesar. Berdasarkan data Disnakan Kabupaten Bogor (2011), produksi daging itik di Kabupaten Bogor menunjukan angka yang masih rendah dibandingkan dengan produksi daging ternak lainnya. Produksi daging itik di Kabupaten Bogor yang rendah menyebabkan kontribusi daging itik terhadap produksi daging Kabupaten Bogor juga rendah. Pada tahun 2009 produksi daging itik di Kabupaten Bogor sebesar 83,721 ton dengan kontribusi sebesar 0,1 persen terhadap produksi daging di Kabupaten Bogor. Pada tahun 2010 mengalami peningkatan produksi daging menjadi 85,462 ton namun kontribusi terhadap produksi daging Kabupaten Bogor justru turun menjadi hanya
5
0,09 persen. Jumlah produksi daging itik di Kabupaten Bogor jauh lebih rendah dibandingkan dengan produksi daging ternak lainnya seperti sapi, kambing, domba, dan ayam.
Tabel 6.
Produksi dan Kontribusi Daging Ternak di Kabupaten Bogor Tahun 2009 – 2010
No
Jenis
2009
Kontribusi
2010
Kontribusi
R
Daging
(ton)
(%)
(ton)
(%)
(%)
1
Sapi
11.153.409
12,75
10.790.992
11,39
-3,25
2
Kerbau
238.800
0,27
262.268
0,28
9,83
3
Kambing
796.475
0,91
869.807
0,92
9,21
4
Domba
2.700.532
3,09
3.183.134
3,36
17,87
5
Ayam Ras
71.540.084
81,81
78.340.100
82,68
9,51
6
Ayam Buras
934.193
1,07
1.220.336
1,29
30,63
7
Itik
83.721
0,10
85.462
0,09
2,08
87.447.214
100,00
94.752.099
100,00
8,35
Jumlah
Sumber: Disnakan Kabupaten Bogor 2011 (diolah)
Produksi daging itik yang rendah dibandingkan dengan produksi daging ternak lainnya mengindikasikan peternak yang mengusahakan ternak itik pedaging di Kabupaten Bogor masih rendah. Namun kondisi ini dapat menjadi peluang bagi peternak untuk melakukan usaha mulai dari pembibitan hingga pembesaran itik. Pengembangan usaha ternak itik ini cukup terbuka, baik untuk pasar dalam negeri maupun ekspor. Indonesia memiliki keanekaragaman itik lokal yang mempunyai keunggulan adaptasi dan produksi tinggi1. Berdasarkan argumen di atas bisa dimengerti bahwa banyak pelaku usaha yang melihat pengembangan usaha itik sebagai bidang yang perlu dimasuki.
1
Stusi Kelayakan Bisnis Itik. http://caedw.blogspot.com [Maret 2012]
6
Sejalan dengan ide pengembangan usaha analisis kelayakan finansial menjadi bagian yang penting. Analisis kelayakan adalah upaya penilaian atas proyek yang didasarkan pada apakah proyek tersebut nantinya secara finansial menguntungkan atau tidak. Dengan diketahui layak atau tidaknya usaha tersebut maka membantu pengembangan dan perencanaan usaha di masa mendatang. Studi kelayakan finansialnya agar dapat diteliti secara ilmiah dan detail mencakup kriteria Pay Back Period (PBP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Break Even Point (BEP).Selain itu diperlukan pula analisis kelayakan non finansial yang akan mengkaji kelayakan usaha dari berbagai aspek seperti asper pasar, aspek teknis, aspek menajemen, aspek hukum, dan aspek sosial, ekonomi, dan budaya, serta aspek lingkungan. Adanya peluang bisnis usaha pembibitan itik di Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor menjadikan daya tarik investor untuk berinvestasi. Pemilik CV. Usaha Unggas adalah salah seorang yang mampu membaca peluang bisnis tersebut dengan mendirikan peternakan yang khusus memelihara unggas, dengan salah satu bisnisnya di bidang pembibitan itik. Peternakan ini terletak di Kecamatan Rumpin yang merupakan salah satu daerah sentra peternakan unggas. Dengan hadirnya usaha CV. Usaha Unggas, diharapkan tidak
hanya
menguntungkan bagi peternaknya sendiri, tetapi juga memiliki manfaat bagi masyarakat sekitar dan sebagai pemasukan pendapatan pemerintah daerah setempat. 1.2.
Perumusan Masalah Salah satu produsen unggas di Jawa Barat adalah CV. Usaha Unggas. CV.
Usaha Unggas ini memproduksi ayam arab (ayam kampung petelur), ayam arab siap telur, DOC ayam kampung jawa, DOC ayam broiler, DOD bebek jantan dan betina mojosari, DOD bebek peking, DOD tiktok, DOD entok, pakan ternak, telur ayam kampung merah, telur ayam kampung, dll. Khusus untuk peternakan itiknya sendiri, CV. Usaha Unggas berlokasi di Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. CV. Usaha Unggas merupakan salah satu perusahaan peternakan yang bergerak dalam bidang usaha pembibitan itik . Usaha pembibitan itik ini memulai prosesnya dengan pemeliharaan itik petelur. Lalu itik tersebut dikawinkan dan 7
telur yang diproduksi ditetaskan dengan menggunakan mesin tetas. Akhir dari kegiatan ini yaitu menghasilkan produk utama berupa DOD (Day Old Duck). Usaha dijalankan selama umur bisnis yang disesuaikan dengan umur ekonomis kandang yaitu selama enam tahun. Sejarah dimulainya usaha dibidang pembibitan itik ini berawal dari adanya informasi mengenai permintaan itik yang tinggi. Permintaan daging itik di pasaran cukup tinggi, tetapi sumber pasokan daging saat ini sebagian besar merupakan itik afkir, sehingga pedagang kekurangan stok dan akhirnya memotong itik betina yang masih produktif. Belum terpenuhinya permintaan pasar untuk menyuplai itik adalah salah satu alasan pemilik memulai usaha itik. Selain peluang pasar yang besar, jumlah kompetitor juga tidak terlalu banyak pada daerah Jabodetabek. Namun dari sisi peternakan pembesaran juga terdapat kekurangan pasokan bahan baku utama pembesaran itik, yaitu DOD. Pemilik pun mencoba merambah bisnis pembibitan DOD. Permintaan dari restoran di Jakarta mencapai 100 ekor itik per hari dari satu restoran. Dan untuk permintaan pasar, satu lapak membutuhkan 100 ekor per hari, sedangkan jumlah lapak di satu pasar jumlahnya mencapai 48 lapak. Hal ini menyebabkan pengusaha yang bergerak dibidang pembesaran itik mencari sumber bahan baku untuk itik yang akan dibesarkan. Adanya gap antara permintaan dan penawaran yang terdapat di pasar menjadikan usaha ini menjadi sebuah peluang usaha yang baik. Sebagaimana suatu proyek atau bisnis yang dibangun dan telah menghabiskan biaya investasi yang cukup besar, CV. Usaha Unggas diharapkan dapat
mendatangkan
manfaat
yang
lebih
besar
daripada
biaya
yang
dikeluarkannya. Gambaran mengenai biaya dan manfaat dapat diketahui melalui cash flow perusahaan dari hasil studi kelayakan usaha. Studi kelayakan usaha perlu dilakukan pada CV. Usaha Unggas baik dari aspek non finansial maupun finansial. Hal itu untuk memastikan bahwa usaha pembibitan itik layak untuk dijalankan dan mengetahui tingkat kelayakan dari usaha pembibitan itik pedaging tersebut. Adanya permasalahan yang dihadapi seperti tidak selalu habisnya stok DOD yang ditawarkan pada saat-saat tertentu membuat CV. Usaha Unggas ini
8
juga merintis usaha pembesaran itik. Hal ini dilakukan karena jika sewaktu-waktu DOD tidak terjual, maka DOD itu akan dibesarkan sendiri. CV. Usaha Unggas tidak terlepas dari lingkungan bisnis yang senantiasa berubah. Terdapat beberapa ketidakpastian yang memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan yang akan mempengaruhi kelayakan usaha pembesaran itik pedaging. Setidaknya peternakan dihadapkan pada adanya potensi peningkatan harga pakan pur, dan penurunan harga jual DOD. Adanya potensi perubahan dari variabel input dan output tersebut di atas dapat mempengaruhi kelayakan usaha dari aspek finansial. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis switching value untuk melihat kepekaan (sensitivitas) usaha pembibitan itik pada CV. Usaha Unggas dari adanya kemungkinan perubahan-perubahan pada variabel input dan output produksi. Analisis kepekaan (sensitivitas) tepat dilakukan pada CV. Usaha Unggas mengingat peternakan ini telah lumayan lama didirikan sehingga perusahaan telah mengalami adanya perubahan harga pakan pur, dan harga bibit. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini antara lain: 1. Bagaimana kelayakan usaha pembibitan itik yang dilakukan CV. Usaha Unggas dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial ekonomi dan budaya, serta aspek lingkungan? 2. Bagaimana kelayakan finansial usaha pembibitan itik pada CV. Usaha Unggas? 3. Bagaimana tingkat kepekaan kelayakan usaha apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka
penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Menganalisis kelayakan usaha pembibitan itik yang dilakukan CV. Usaha Unggas dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek
9
manajemen, aspek hukum, aspek sosial ekonomi dan budaya, serta aspek lingkungan. 2.
Menganalisis kelayakan finansial usaha pembibitan itik yang akan dilakukan CV. Usaha Unggas.
3.
Menganalisis tingkat kepekaan kelayakan usaha apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya dari usaha tersebut.
1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak investor, sebagai
pemilik modal yang memiliki kepentingan langsung tentang keuntungan yang akan diperoleh serta jaminan keselamatan atas modal yang ditanamkannya; bagi pihak kreditor, dimana dari pihak ini dana bisa dipinjamkan yang pada akhirnya keputusan pemberian pinjaman dipertimbangkan setelah melakukan kajian ulang studi kelayakan bisnis yang telah dibuat sebelumnya; bagi pihak manajemen perusahaan, sebagai pihak yang memberikan kebijakan terhadap langkah perencanaan dari studi kelayakan bisnis tersebut sebagai bentuk realisasi dari ide proyek dalam rangka meningkatkan laba perusahaan; bagi pihak pemerintah dan masyarakat, ini disebabkan karena adanya kebijakan pemerintah yang akan mempengaruhi kebijakan perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung terkait prioritas pemerintah sebagai unsur pendukung rencana yang akan dijalankan. Bagi mahasiswa dan kalangan akademisi, diharapkan penelitian penelitian ini dapat
memberikan pengetahuan mengenai pengembangan
pembibitan itik dan kelayakannya, serta dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya. Bagi pembaca, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi atau rujukan ketika terjun ke dunia usaha atau pemilihan bisnis dalam pengambilan keputusan.
10