I.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Kakao merupakan tanaman perkebunan yang memiliki peran cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Kakao juga menjadi komoditi penghasil devisa terbesar setelah kelapa sawit dan karet. Potensi kakao inilah yang dapat dimanfaatkan para petani agar terus menanam kakao guna memenuhi kebutuhan kakao di dalam negeri dan di luar negeri. Kabupaten Kulon Progo memiliki luas wilayah 58.627,512 ha (586,28 km2), terdiri dari 12 kecamatan, 87 desa, 1 kelurahan dan 917 dukuh. Kabupaten Kulon Progo terletak paling barat Daerah Istimewa Yogyakarta. Hamparan wilayah Kabupaten Kulon Progo mencakup dataran rendah, dataran tinggi serta daerah perbukitan. Daerah Kulon Progo juga potensial untuk ditanami komoditas pertanian. Persentase luas tanah di Kabupaten Kulon Progo menurut ketinggiannya dari permukaan air laut adalah 17,58% berada pada ketinggian <7 m diatas permukaan air laut (dpal), 15,20% berada pada ketinggian 8-25 m dpal, 22,84% berada pada ketinggian 26-100 m dpal, 33,0% berada pada ketinggian 101-500 m dpal, dan 11,37% berada pada ketinggian >500 m dpal (Kabupaten Kulon Progo Dalam Angka, 2014). Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian pada tahun 2010 sentra kakao Indonesia tersebar di Sulawesi (63,8%), Sumatera (16,3%), Jawa (5,3%), Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Bali (4,0%), Kalimantan (3,6%), Maluku dan Papua (7,1%). Jenis kakao yang banyak ditanam di Indonesia adalah jenis kakao mulia dan lindak. Dengan sentra kakao di Pulau Jawa yang hanya sekitar lima persen, produksi di Pulau Jawa khususnya di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta mampu ikut menyumbang produksi kakao setiap tahunnya. Produksi kakao Kulon Progo cukup fluktuatif setiap tahun, 705,75 ton pada tahun 2008, meningkat pada tahun 2009 sebesar 853,85 ton kemudian turun sampai 836,34 ton pada tahun 2010 hingga turun kembali pada tahun 2011 yaitu 732,53 ton, mulai meningkat pada tahun 2012 yaitu 1.010,93 ton dan meningkat kembali pada
1
tahun 2013 yaitu 1.043,87 ton. Dari tabel 1.1 dapat diketahui bahwa produksi kakao dari tahun 2012 sampai 2013 mengalami peningkatan, tetapi pada tahun 2010 menuju 2011 sempat terjadi penurunan yang cukup besar yaitu hampir 100 ton. Hal itu dapat disebabkan karena penggunaan input usahatani yang belum atau tidak efisien karena kondisi pada tahun tersebut. Luas tanam kakao meningkat setiap tahunnya mulai tahun 2008 hingga 2013, namun jumlah peningkatannya yang cenderung fluktuatif. Luas tanam kakao paling rendah dari tahun 2008 hingga 2013 terjadi pada tahun 2008 yaitu seluas 3.235 ha. Pada luas tanam menghasilkan dimana sudah terdapat tanaman kakao yang menghasilkan pun cenderung meningkat setiap tahunnya, kecuali pada tahun 2010 terjadi penurunan sebesar 3,66% dari luas tahun sebelumnya. Luas lahan dan luas lahan tanam yang menghasilkan ini memberikan bukti nyata bahwa Kabupaten Kulon Progo memiliki peran dapat menyumbang produksi kakao nasional. Tabel 1.1 Luas Tanam Kakao, Luas Tanam Tanaman yang Menghasilkan dan Produksi Tanaman Kakao di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2008-2013 Tahun Luas Luas Tanam Luas Luas Produksi Tanam Tanam Menghasilkan (ton) Produksi Tanam (ha) (ha) Menghasilkan (%) (%) (%) 2008 3.235,00 12,97 2.030,50 1,80 705,75 73,96 2009 3.367,24 4,09 2.185,99 7,66 853,85 20,98 2010 3.398,53 0,93 2.106,00 -3,66 836,34 -2,05 2011 3.427,71 0,86 2.139,13 1,57 732,53 -12,41 2012 3.522,14 2,75 2.305,80 7,79 1.010,93 38,01 2013 3.607,09 2,41 2.345,75 1,73 1.043,87 3,26 Total 20.557,71 13.113,17 5.183,27 Rerata 3426.29 2185.53 863,88 Sumber : Kabupaten Kulon Progo dalam Angka, 2014 Berdasarkan tabel 1.2 menunjukkan bahwa sebagian besar kecamatan di Kabupaten Kulon Progo terdapat kegiatan budidaya kakao, kecuali Kecamatan Galur dan Lendah. Kecamatan Kokap merupakan kecamatan yang memiliki luas lahan yang ditanami tanaman kakao paling luas, yaitu 1.218 ha kemudian diikuti oleh Kecamatan Kalibawang seluas 1.063 ha. Sepuluh kecamatan lainnya memiliki luas tanaman dibawah 700 ha. Pada luas tanam tanaman yang menghasilkan, kecamatan yang memiliki lahan yang ditanami tanaman kakao paling luas adalah Kecamatan Kokap seluas 800,02 ha dan Kalibawang seluas 754,45 ha dan kecamatan lainnya 2
hanya memiliki dibawah 500 ha. Kecamatan Kalibawang memiliki produksi unggul yaitu 392,61 ton dibandingkan dengan Kecamatan Kokap sejumlah 355,21 ton. Sembilan kecamatan lainnya memiliki produksi kakao dengan jumlah yang berbedabeda. Tabel 1.2 Luas Tanam, Luas Tanam yang Menghasilkan dan Produksi Tanaman Kakao di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2013 No Kecamatan Tanaman Kakao Luas Tanaman Luas Tanaman yang Produksi (ton) (ha) Menghasilkan (ha) 1 Temon 74,20 39,80 8,90 2 Wates 9,75 4,75 3,41 3 Panjatan 5,55 1,98 0,23 4 Galur 0 0 0 5 Lendah 0 0 0 6 Sentolo 12,08 0 0 7 Pengasih 200 75,00 21,20 8 Kokap 1.218,00 800,02 355,21 9 Girimulyo 647,11 471,95 73,55 10 Nanggulan 55,90 6,50 7,58 11 Kalibawang 1.063,00 754,45 392,61 12 Samigaluh 321,50 191,30 181,68 3.607,09 2.345,75 1.043,87 Sumber : Kabupaten Kulon Progo dalam Angka, 2014 Kemampuan menggunakan faktor produksi yang terbatas dalam hal penentuan jumlah dan kombinasi yang tepat akan membantu dalam mengurangi biaya produksi dan mendapatkan produksi yang optimal yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan petani. Kenaikan atau penurunan produksi yang dapat terjadi karena perubahan dalam penggunaan faktor-faktor produksi. Pada dasarnya petani akan mengubah penggunaan faktor-faktor produksi apabila dapat meningkatkan pendapatannya sehingga peningkatan produksi sangat ditentukan oleh besarnya penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani itu sendiri (Rahayu dan Riptanti, 2010). Produksi
kakao
tergantung
pada
berbagai
faktor
produksi
yang
mempengaruhinya yaitu antara lain jumlah dan jenis pupuk, jumlah dan jenis pestisida yang digunakan serta tenaga kerja yang digunakan, maupun upah tenaga kerja. Kemampuan petani dalam mengalokasikan faktor-faktor produksi secara efisien akan mempengaruhi besanya produksi dan akan berpengaruh pada
3
penerimaan petani dan keuntungannya, yang akhirnya akan mempengaruhi tingkat efisiensi usahataninya. Usahatani kakao merupakan salah satu sumber pendapatan dan kesempatan kerja bagi masyarakat pedesaan, oleh karenanya perlu pengelolaan yang tepat dengan menggunakan faktor produksi secara efisien. Penggunaan faktor produksi yang tidak efisien dalam usahatani kakao akan mengakibatkan rendahnya produksi dan tingginya biaya, dan pada akhirnya mengurangi pendapatan petani. Bagi petani kegiatan usahatani yang dilakukan tidak hanya meningkatkan produksi tetapi bagaimana menaikkan pendapatan melalui pemanfaatan penggunaan faktor produksi, karena sering terjadi penambahan faktor produksi tidak memberikan pendapatan yang diharapkan oleh petani. Pentingnya peran kakao dalam perekonomian Indonesia, maka produksi kakao harus didukung pemerintah agar lebih kompetitif. Hal ini dapat dicapai melalui peningkatan efisiensi alokatif kakao, yaitu peningkatan nilai produksi marjinal masing-masing input agar sama dengan harga inputnya tersebut. Efisiensi dalam penggunaan faktor produksi sangatlah penting. Penggunaan faktor produksi yang tepat akan meningkatkan keuntungan petani karena tidak ada sumberdaya yang digunakan secara sia-sia. Faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh petani pada umumnya memiliki jumlah yang terbatas tetapi disamping itu petani juga ingin meningkatkan produksi
usahataninya. Hal
tersebut menurut petani untuk
menggunakan faktor-faktor produksi yang dimiliki dalam pengelolaan usahatani secara efisien. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui penggunaan faktor usahatani kakao secara efisien yaitu dengan menghitung efisiensi secara alokatif. Efisisensi alokatif menunjukkan hubungan biaya dan output. Pencapaian efisiensi secara alokatif dapat dilakukan apabila petani telah mengetahui faktor produksi apa yang berpengaruh pada usahataninya.
4
2. Perumusan Masalah Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten penghasil kakao di Daerah Istimewa Yogyakarta. Produksi yang diduga belum disertai dengan penggunaan faktor produksi yang telah efisien secara alokatif. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat produksi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi kakao di Kulon Progo? 2. Bagaimana efisiensi alokatif penggunaan faktor produksi pada usahatani kakao di Kulon Progo? 3. Bagaimana pendapatan petani kakao di Kulon Progo? 3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui tingkat produksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kakao di Kulon Progo. 2. Mengetahui efisiensi alokatif penggunaan faktor produksi pada usahatani kakao di Kulon Progo. 3. Menganalisis pendapatan usahatani kakao di Kulon Progo. 4. Kegunaan Penelitian 1. Bagi peneliti, untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama kuliah serta menambah pengalaman dan wawasan dalam bidang ekonomi pertanian khususnya usahatani kakao untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan program sarjana pertanian (S1) dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian (S.P) pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. 2. Bagi petani kakao di Kulon Progo, sebagai informasi bagi prospek pengembangan usaha kakao yang memberikan pendapatan yang maksimal serta sebagai pertimbangan dalam menggunakan faktor-faktor produksi kakao. 3. Bagi
kalangan
akademis,
sebagai
informasi
dalam
memperdalam
pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan pendapatan usahatani kakao serta efisiensi penggunaan faktor produksinya.
5
4. Bagi pemerintah daerah dan instansi terkait, sebagai bahan masukan dalam merancang kebijakan untuk pengembangan usahatani kakao bagi peningkatan taraf hidup masyarakat setempat.
6