I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditi salak merupakan salah satu jenis buah tropis asli Indonesia yang menjadi komoditas unggulan dan salah satu tanaman yang cocok untuk dikembangkan. Di Indonesia terdapat berbagai varietas salak diantaranya : salak pondoh, salak swaru, salak enrekang, salak gula pasir, salak bali, salak padang sidempuan, salak gading ayu, salak pangu, salak sibakua, salak sangata, salak condet, salak manonjaya, salak kersikan, dan salak bongkok. Diantara berbagai jenis serta varietas salak tersebut, varietas salak pondoh, swaru, nglumut, enrekang, dan gula batu atau bali mempunyai nilai komersial yang tinggi, sehingga varietas tersebut ditetapkan oleh pemerintah sebagai varietas unggul untuk dikembangkan (Departemen Pertanian,2013). Salak (Salacca edulis) merupakan tanaman asli daerah Asia Tenggara yang sangat populer di Indonesia dan mempunyai prospek yang baik untuk pasar dalam negeri maupun luar negeri. Salak pondoh adalah salah satu jenis salak yang terus mengalami peningkatan produksi. Produksi buah salak pada tahun 2009-2011 mencapai 4753,73 ton/tahun. Kabupaten Sleman merupakan salah satu daerah yang memproduksi salak pondoh dan juga merupakan salah satu daerah sentra produksi salak pondoh. Daerah sentra produksi salak pondoh di Kabupaten Sleman berada di Kecamatan Turi. Panen raya sekitar November sampai Januari. Komoditi ini sudah memiliki pasar yang stabil dan memberikan kontribusi terhadap pendapatan keluarga tani khususnya di Kabupaten Sleman (Pemerintah Kabupaten Sleman, 2012). Salak pondoh memiliki kandungan vitamin C yang lebih tinggi, kadar gula yang lebih tinggi serta kadar asam yang lebih rendah dibanding dengan jenis salak lain (Redaksi Agromedia, 2007). Rata-rata kadar vitamin C dalam salak pondoh adalah 19,63 mg per 100 gr, kadar gula reduksi sebesar 21,72 persen, kadar asam adalah 4,93 mg per 100 gr, dengan rasio gula asam adalah 3,93. Salak pondoh juga mempunyai keunggulan dibanding dengan salak lain, dari segi rasa salak pondoh memiliki rasa yang manis dan tidak sepet saat masih muda, dan daya simpan yang lebih lama karena buah salak pondoh tergolong buah yang berpola respirasi non klimaterik yang memiliki umur penyimpanan yang relatif lebih lama dimana salak
1
pondoh mulai membusuk setelah 13 hari penyimpanan pada suhu kamar (Santoso,1990). Permintaan terhadap salak pondoh dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : 1) semakin meningkatnya jumlah penduduk yang berminat pada buah salak sebagai dampak keberhasilan program penyuluhan dan program peningkatan gizi masyarakat yang dilaksanakan oleh pemerintah ; (2) tingkat harga salak di pasar yang relatif terjangkau oleh berbagai kalangan masyarakat ; (3) tingkat harga buah-buahan lainnya ; dan (4) ketersediaan sepanjang tahun. Penawaran salak pondoh dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : (1) kecenderungan meningkatnya luas areal tanaman salak ; (2) iklim ; (3) harga sarana produksi ; (4) perkembangan teknologi yang diterapkan untuk memproduksi buah salak ; dan (5) bagi daerah-daerah pasar tertentu ketersediaan buah salak sangat dipengaruhi pula oleh cara-cara pengemasan dan sarana transportasi yang dapat menjamin kesegaran dan mutu buah salak sampai di tangan para konsumen (Dewi,2006). Jika dilihat dari angka produksinya paling banyak dibandingkan dengan buah-buah yang lain. Produksi buah salak pada tahun 2010 yaitu 57.801 ton. Berdasarkan posisi geografis yang terletak di kaki gunung Merapi maka usahatani salak di Kabupaten Sleman dan Magelang memiliki karakteristik yang mirip. Letak kawasan sentra di kaki gunung Merapi tersebut berdasarkan hasil kajian dari BPTP DIY memiliki tanah yang kandungan mineralnya cukup tinggi, sehingga untuk pengembangan salak terutama hanya dibutuhkan penambahan pupuk organik dan pupuk mikro. Oleh karena itu, di wilayah ini usahatani salak hampir tidak menggunakan pupuk sintesis. Petani lebih mengandalkan pupuk organik yang berupa seresah-seresah tanaman/daun salak dan pupuk kandang. Peluang bisnis buah salak sangat prospektif untuk dikembangkan, karena sampai saat ini permintaan masyarakat akan buah salak tetap tinggi. Gizi yang terkandung dalam buahnya pun cukup banyak, diantaranya karbohidrat. Selain itu salak memiliki keuntungan lain karena salak tidak hanya dapat dijual langsung dalam bentuk buah, tapi salak dapat diolah menjadi produk makanan yang beranekaragam, seperti asinan, manisan, keripik, dodol, dan pengalengan buah dalam sirup. Pengolahan salak dalam bentuk produk makanan ini dilakukan untuk mencegah
2
pembusukan pada persediaan salak yang banyak yang belum terjual dan dapat menarik konsumen yang tidak menyukai salak dalam bentuk buah. Tabel 1.1 Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Salak Pondoh di Kab.Sleman No
Kecamatan
1.
Tempel
2.
Turi
3.
Pakem
Tanaman produktif (rumpun) 1.756.616
256.576.68
Rata-rata produksi (kg/rumpun) 14,61
2.643.118
352.525,20
13,34
250.358
34.870,32
13,93
Produksi (kuintal)
Sumber : Kabupaten Sleman Dalam Angka 2014 Kecamatan Turi merupakan salah satu daerah yang berada di Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Letaknya berada di utara kota Yogyakarta, tepatnya dikawasan lereng Gunung Merapi, maka tidak heran jika daerah Turi terkenal sebagai daerah yang memiliki potensi perkebunan salak pondoh yang berkualitas. Kecamatan Turi merupakan daerah dengan produksi salak terbesar yaitu 352.525,20 Ha dibandingkan dengan dua kecamatan lainnya. Banyaknya warga yang membudidayakan salak pondoh menyebabkan melimpahnya hasil panen jika musim panen raya tiba, yaitu sekitar pertengahan bulan November hingga Januari. Sehingga harga pasaran turun drastis dari harga pasaran salak yang sebenarnya. Oleh karena itu adanya industri pengolahan salak pondoh menjadi salah satu solusi alternatif untuk mengatasi melimpahnya produk saat panen raya. Pada sektor pertanian terdapat tiga sistem agribisnis yang pada dasarnya terdiri atas rangkaian subsistem yaitu subsistem agroindustri hulu (penyedia sarana produksi berupa traktor dan mesin pertanian), subsistem usahatani, subsistem agroindustri hilir (industri pengolahan hasil pertanian), serta subsistem pemasaran dan penunjang. Adanya integrasi dan keterkaitan atas masing-masing subsistem disamping sifat produknya yang berorientasi pasar merupakan ciri yang mendasar dalam sistem ini (Baharsyah, 1997). Agroindustri adalah kegiatan dengan ciri : (a) meningkatkan nilai tambah ; (b) menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau digunakan atau dimakan ; (c) meningkatkan daya simpan ; dan (d) menambah pendapatan dan keuntungan produsen. Pengembangan agroindustri di Indonesia mencakup berbagai aspek, diantaranya menciptakan nilai tambah, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan
3
penerimaan devisa, memperbaiki pemerataan pendapatan, bahkan mampu menarik pembangunan sektor pertanian sebagai sektor penyedia bahan baku. Salah satu agroindustri yang berkembang di daerah Turi, Sleman adalah agroindustri olahan salak pondoh. Agroindustri salak pondoh ini merupakan salah satu usaha para petani salak pondoh yang berada di Kecamatan Turi untuk mengurangi kerugian yang dialami petani salak pondoh saat panen raya tiba. Produk olahan salak pondoh yang dihasilkan beragam, seperti keripik salak, kerupuk salak, dodol salak, wajik salak, geplak salak, karamel salak dan kopi salak bersifat fleksibel karena produk yang dihasilkan tersebut berkelanjutan sehingga penghidupan petani salak dapat menjadi lebih baik dilihat dari peningkatan pendapatan bersih. Produk olahan salak pondoh memerlukan efisiensi sebagai parameter kinerja peningkatan produktivitas pengusaha dalam usahanya. Efisiensi merupakan perhitungan rasio antara keluaran (output) dan masukan (input). Menurut Stephanie (2012) efisiensi adalah kemampuan suatu usaha untuk menghasilkan suatu keluaran (output) tertentu dengan menggunakan sejumlah masukan (input) tertentu secara optimal. Efisiensi dari suatu usaha memiliki kaitan yang erat antara masukan (input) yang digunakan dengan keluaran (output) yang dihasilkan. Variabel keluaran (output) pada usahatani yang sering digunakan adalah pendapatan dan hasil produksi. Variabel pendapatan diperoleh dari hasil perkalian antara produksi dengan harga jual produk. Variabel masukan (input) yang digunakan adalah faktor produksi seperti pupuk, benih, tenaga kerja lahan, irigasi, manajemen, dan lain sebagainya. Efisiensi teknis mengukur berapa produksi yang dapat dicapai dari suatu set input tertentu. Secara teoritis, efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi. Kemampuan menghasilkan output yang maksimal dengan input yang ada, atau menggunakan input yang minimal untuk menghasilkan output tertentu, merupakan ukuran kinerja yang diharapkan. Terdapat berbagai metode untuk mengukur kinerja suatu organisasi baik standar internal maupun eksternal, diantaranya dengan analisis rasio maupun Data Envelopment Analysis (DEA). Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) adalah salah satu metode frontier non parametric untuk mengukur efisiensi kinerja dengan menggunakan banyak masukan (input) dan keluaran (output) yang sama dengan pembobotan pada
4
variabel yang digunakan. DEA mengukur efisiensi relatif dari setiap responden yang selanjutnya disebut dengan decision making unit relatif dari sebuah usaha ketika usaha berada disekitar kurva hasil pengolahan efisiensi frontiernya. DMU yang berada pada kurva frontier dikatakan sebagai DMU yang mencapai efisiensi relatif jika dibandingkan dengan DMU lain dalam model tersebut. Kelebihan dari DEA dibandingkan dengan alat analisis linear programming ataupun alat analisis efisiensi parsial adalah DEA dapat menunjukkan tingkat efisiensi relatif setiap DMU terhadap DMU lain yang lebih efisien dan dapat mengindikasikan DMU yang tidak efisien (Abidin dan Endri, 2009). Menurut Siagian (2004), Data Envelopment Analysis (DEA) dapat mengatasi keterbatasan yang dimiliki analisis rasio parsial dan regresi berganda. DEA merupakan prosedur yang dirancang secara khusus untuk mengukur efisiensi relatif suatu unit kegiatan ekonomi (UKE) yang menggunakan banyak input dan banyak output, dimana penggabungan input dan output tersebut tidak mungkin dilakukan, efisiensi relatif suatu UKE adalah efisiensi suatu UKE dibanding dengan UKE lain dalam sampel (sekelompok UKE yang saling diperbandingkan) yang menggunakan jenis input dan output yang sama. Dalam penelitian ini akan dibahas input-input yang digunakan untuk menghasilkan sejumlah output pada agroindustri salak pondoh beserta tingkat efisiensinya. Variabel input yang digunakan adalah bahan baku, bahan penolong, peralatan, biaya penyusutan alat, tenaga kerja dan biaya tambahan (packaging). Variabel output yang digunakan adalah dodol salak, wajik salak, keripik salak, karamel salak, geplak salak, kopi salak dan kerupuk salak.
2. Rumusan Masalah Peluang bisnis buah salak sangat prospektif untuk dikembangkan khususnya di daerah Kecamatan Turi karena sampai saat ini permintaan masyarakat akan buah salak tetap tinggi. Ketersediaanya yang melimpah dimanfaatkan oleh beberapa penduduk untuk diolah lebih lanjut menjadi dodol salak, wajik salak, keripik salak, karamel salak, geplak salak, kopi salak dan kerupuk salak. Bagi industri rumah tangga, pengadaan bahan baku dan pemasaran seringkali menjadi permasalahan yang serius. Disamping itu pengusaha juga seringkali tidak memperhatikan kinerja finansial usahanya. Keadaan seperti ini terjadi pula pada agroindustri salak pondoh di
5
Kecamatan Turi dikarenakan kurangnya informasi mengenai keadaan agroindustri itu sendiri. Kelanjutan dan pengembangan olahan salak pondoh yang cerah memerlukan kajian analisis kelayakan usaha komoditi ini agar produk olahan salak pondoh dapat bertahan dan kontinyu. Penggunaan input yang belum efisien seringkali menjadi faktor utama rendahnya output, padahal sumberdaya yang tersedia memenuhi. Berdasarkan berbagai permasalahan tersebut, maka rumusan masalah yang diangkat pada penelitian ini yaitu : 1. Apakah agroindustri salak pondoh di Kecamatan Turi layak untuk dikembangkan? 2. Bagaimana tingkat efisiensi relatif pada masing-masing agroindustri salak pondoh di Kecamatan Turi? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut diadakan penelitian “Analisis Kelayakan dan Efisiensi Usaha Agroindustri Salak Pondoh di Kecamatan Turi”. 3. Tujuan Penelitian 1. Menganalisis kelayakan 7 macam usaha / produk agroindustri salak pondoh di daerah penelitian. 2. Untuk mengetahui tingkat efisiensi relatif pada masing-masing agroindustri salak pondoh di daerah penelitian.
4. Manfaat Penelitian 1. Untuk peneliti, dapat sebagai sarana peningkatan ilmu pengetahuan dan peningkatan aplikasi ilmu di bidang agribisnis dan untuk
memenuhi
persyaratan program sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. 2. Untuk pelaku agroindustri salak pondoh, penelitian dapat dijadikan sumber informasi mengenai kelayakan usaha dan efisiensi pada agroindustri salak pondoh. 3. Untuk peneliti lain atau pembaca, dapat menjadi sumber informasi dan referensi untuk melakukan berbagai penelitian lainnya.
6