UNIVERSITAS INDONESIA
HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK DENGAN HARGA DIRI REMAJA LAKI-LAKI YANG MEROKOK DI SMK PUTRA BANGSA
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan
ADE MAYA AZKIYATI 0806333562
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DEPOK JUNI 2012
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Ade Maya Azkiyati
NPM
: 0806333562
Tanda Tangan : Tanggal
: 27 Juni 2012
ii
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh : Nama
: Ade Maya Azkiyati
NPM
: 0806333562
Program Studi
: Ilmu Keperawatan
Judul Skripsi
: Hubungan Perilaku Merokok dengan Harga Diri Remaja Laki-Laki yang Merokok di SMK Putra Bangsa.
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI Pembimbing : Happy Hayati, Ns. Sp. Kep. An
(
)
Penguji
(
)
: Siti Chodidjah, S. Kp., MN
Ditetapkan di : Depok Tanggal
: 27 Juni 2012
iii
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Mahaesa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rengka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Keperawatan pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari
bahwa tanpa bantuan dan bimbingan berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada : (1) Ibu Dewi Irawaty, M.A., Ph.D, selaku dekan Fakultas Ilmu Keperawatan yang telah banyak membantu mahasiswa dalam hal perizinan penelitian. (2) Ibu Happy Hayati, Ns. Sp. Kep. An, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini. (3) Ibu Kuntarti, S.Kp., M. Biomed, selaku koordinator mata ajar tugas akhir yang telah memberikan arahan dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini. (4) Ibu Prof. Dr. Budi Anna Keliat S.Kp., M.AppSc, selaku pembimbing akademik (PA) yang senantiasa memberikan masukan dan semangat selama saya menjalani perkuliahan di FIK UI. (5) (Alm) Ayahanda Sobirin, skripsi ini Ananda persembahkan untuk Ayahanda. Semoga Ayahanda bahagia dan mendapat tempat terbaik di sisi-Nya. (6) Ibunda Umi Salamah dan (Alm) Ayahanda Sobirin yang tidak pernah letih dalam mendoakan serta selalu memberikan dukungan tiada henti baik dalam bentuk moril dan materiil kepada Ananda. Ananda sangat mencintai dan menyayangi ibunda dan ayahanda, selamanya!!!
iv
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
(7) Kakak-kakak saya: Wa Atun, Mba Ani, Mba Ulfah, Om Agus, Bang Iwan, dan Om Iwan yang senantiasa memberikan semangat untuk selesainya skripsi ini. (8) Keponakan saya yang lucu-lucu: Umar, Hannan, Hafizh, dan Miza, yang telah memberikan keriangan serta keceriaan dalam hidup saya. (9) Sahabat terbaik saya, Hari Prasetyo, yang telah memberikan banyak masukan, arahan, semangat, dan motivasi dalam hidup saya. (10) Teman-teman
angkatan
2008
FIK
UI
yang
senantiasa
saling
mengingatkan dan menularkan semangat yang membara untuk segera menyelesaikan skripsi. (11) Adik kelas dari angkatan 2009 – 2011 FIK UI yang mengenal saya, terima kasih karena telah turut serta dalam menyemangati untuk segera menyelesaikan skripsi. Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Depok, 27 Juni 2012
Penulis
v
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Ade Maya Azkiyati
NPM
: 0806333562
Program Studi
: Ilmu Keperawatan
Fakultas
: Ilmu Keperawatan
Jenis karya
: Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif ( Non-exclusive RoyaltyFree Right ) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Hubungan Perilaku Merokok dengan Harga Diri Remaja Laki-Laki yang Merokok di SMK Putra Bangsa beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada tanggal
: 27 Juni 2012
Yang menyatakan
vi
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
ABSTRAK
Nama : Ade Maya Azkiyati Program Studi : Ilmu Keperawatan Judul : Hubungan Perilaku Merokok dengan Harga Diri Remaja Laki-Laki yang Merokok di SMK Putra Bangsa
Harga diri pada remaja dipengaruhi oleh hasil eksplorasi yang remaja lakukan, diantaranya adalah mencoba perilaku merokok. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang merokok. Penelitian menggunakan desain deskriptif korelatif. Pengambilan sampel pada 94 remaja (usia rata-rata 16,28 tahun) di SMK Putra Bangsa pada Mei 2012 dengan menggunakan purposive sampling. Instrumen penelitian menggunakan skala perilaku merokok dan skala harga diri Rosenberg (r tabel reliabilitas: 0,711). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden merupakan bukan perokok harian, tipe perokok ringan, perilaku merokok tinggi, dan harga diri positif. Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang merokok (p value = 0,025; α = 0,05). Disarankan agar institusi pendidikan, dinas kesehatan, dan LSM anti rokok bekerja sama untuk melakukan tindakan pencegahan dan penghentian perilaku merokok pada remaja. Kata kunci: Harga Diri, Perilaku Merokok, Remaja Laki-Laki yang Merokok
vii
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Ade Maya Azkiyati : Faculty of Nursing : The relationship of the smoking behaviour with the self esteem of male adolescence smoker at SMK Putra Bangsa
The adolescent’s self esteem is likely affected by explorative experience, such as the desire to try smoking. The aim this study was to explore the relationship of the smoking behavior with the self esteem of male adolescent smoker. A descriptive correlative design was used. The sample were 94 male adolescence (mean age 16,28 years old) at SMK Putra Bangsa on Mei 2012. The instrumen used smoking behavior’s scale and Rosenberg’s self esteem (r table reliability: 0,711). The result of this study revealed that the most respondents were not daily smokers, classified as mild smokers, had high smoking behavior, and had a positive self esteem. The result of this study showed that there was a meaning correlation between the smoking behavior and the male adolescent’s self esteem (p value = 0,025; α = 0,05). It is suggested to education institution, health departement, and social organization for anti-smoking, to work together to stop and prevent smoking behavior on adolescent.
Keywords: Self Esteem, The Smoking Behavior, Male Adolescence Smoker
viii
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN
i ii iii v vi vii ix xii xiii xiv
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Pertanyaan Penelitian 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum 1.4.2 Tujuan Khusus 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Aplikatif 1.5.2 Manfaat Keilmuan 1.5.3 Manfaat Metodologi
1 1 4 6 6 6 6 7 7 7 7
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Fase Remaja 2.1.2 Perkembangan pada Masa Remaja 2.1.3 Tugas Perkembangan Remaja 2.2 Perilaku Merokok 2.2.1 Definisi Rokok 2.2.2 Jenis Rokok 2.2.3 Definisi Perilaku 2.2.4 Definisi Perilaku Merokok 2.2.5 Tipe Perilaku Merokok 2.2.6 Tipe Perokok 2.2.7 Tahapan Perilaku Merokok pada Remaja 2.2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok pada Remaja 2.2.9 Dampak Perilaku Merokok 2.3 Harga Diri 2.3.1 Definisi Harga Diri 2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri
8 8 8 9 11 12 12 13 14 15 15 16 16
ix
17 19 19 19 20
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
2.3.3 Indikator Harga Diri 2.3.4 Aspek-Aspek Harga Diri 2.3.5 Perkembangan Harga Diri Remaja 2.4 Penelitian Terkait 2.5 Kerangka Teori
22 23 24 26 28
3. KERANGKA KERJA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep 3.2 Hipotesis 3.3 Definisi Operasional
29 29 30 30
4. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian 4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi 4.2.2 Sampel 4.3 Tempat dan Waktu Penelitian 4.4 Etika Penelitian 4.5 Alat Pengumpulan Data 4.5.1 Instrumen 4.5.2 Uji Instrumen 4.5.2.1 Uji Validitas 4.5.2.2 Uji Reliabilitas 4.6 Metode Pengumpulan Data 4.7 Pengolahan dan Analisis Data 4.7.1 Pengolahan Data 4.7.2 Analisis Data 4.7.2.1 Analisis Univariat 4.7.2.2 Analisis Bivariat 4.7.2.3 Teknik Analisis Data 4.8 Jadwal Kegiatan Penelitian
34 34 34 33 33 36 36 37 37 40 40 41 41 42 42 42 43 43 44 45
5. HASIL PENELITIAN 5.1 Pelaksanaan Penelitian 5.2 Penyajian Hasil Penelitian 5.2.1 Karakteristik Responden 5.2.1.1 Karakteristik Responden berdasarkan Usia 5.2.1.2 Karakteristik Responden berdasarkan Identitas Perokok 5.2.1.3 Karakteristik Responden berdasarkan Tipe Perokok 5.2.2 Hasil Analisis Univariat 5.2.2.1 Perilaku Merokok 5.2.2.2 Harga Diri 5.2.3 Hasil Analisis Bivariat 5.2.3.1 Hubungan Perilaku Merokok dengan Harga Diri
46 46 46 46 46 47 48 49 49 51 53 53
6. PEMBAHASAN 6.1 Pembahasan Hasil Penelitian
54 54 x
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
6.1.1 Karakteristik Responden 6.1.2 Perilaku Merokok 6.1.3 Harga Diri 6.1.4 Hubungan Perilaku Merokok dengan Harga Diri 6.2 Keterbatasan Penelitian 6.3 Implikasi Penelitian bagi Dunia Keperawatan 6.3.1 Pelayanan Keperawatan 6.3.2 Penelitian Keperawatan 6.3.3 Pendidikan Keperawatan
54 55 56 58 62 62 62 63 63
7. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 7.2 Saran
64 64 64
DAFTAR REFERENSI
66
LAMPIRAN
xi
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Persentasi perokok pemula berdasarkan rentang usia (Riskesdas, 2007) Gambar 1.2 Persentasi perokok pemula berdasarkan rentang usia (Riskesdas, 2010) Gambar 2.1 Kerangka teori Gambar 3.1 Kerangka konsep Gambar 5.1 Karakteristik Responden berdasarkan Identitas Perokok di SMK Putra Bangsa, Depok (n= 94), Mei 2012 Gambar 5.2 Karakteristik Responden berdasarkan Tipe Perokok di SMK Putra Bangsa, Depok (n= 94), Mei 2012 Gambar 5.3 Karakteristik Responden berdasarkan Perilaku Merokok di SMK Putra Bangsa, Depok (n= 94), Mei 2012 Gambar 5.4 Karakteristik Responden berdasarkan Harga Diri Remaja Laki-Laki di SMK Putra Bangsa, Depok (n=94), Mei 2012 Gambar 6.1 Hubungan Perilaku Merokok dengan Harga Diri Remaja Laki-Laki yang Merokok
xii
2 2 28 29 47 48 50 52 61
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Indikator harga diri Tabel 3.1 Desain operasional Tabel 4.1 Blue print sebaran aitem skala perilaku merokok Tabel 4.2 Kisi-kisi instrumen harga diri Tabel 4.3 Blue print sebaran aitem skala harga diri Tabel 4.4 Uji analisis data Tabel 4.5 Jadwal kegiatan penelitian Tabel 5.1 Karakteristik Responden berdasarkan Usia di SMK Putra Bangsa (n= 94), Mei 2012 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden terhadap Pernyataan Variabel Perilaku Merokok di SMK Putra Bangsa (n=94), Mei 2012 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden terhadap Pernyataan Variabel Harga Diri di SMK Putra Bangsa (n= 94), Mei 2012 Tabel 5.4 Hubungan Perilaku Merokok dengan Harga Diri Remaja Laki-Laki yang Merokok di SMK Putra Bangsa (n= 94), Mei 2012
xiii
23 31 38 39 40 43 45 46 46 51
53
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran
1 2 3 4 5 6
Surat permohonan izin penelitian Surat selesai penelitian Informed consent Lembar persetujuan menjadi responden Lembar kuesioner Biodata mahasiswa
xiv
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Perilaku merokok merupakan suatu hal yang fenomenal. Hal ini ditandai
dengan jumlah perokok yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 menyebutkan, Indonesia menempati urutan ketiga konsumsi rokok di Asia dengan jumlah perokok mencapai 146 juta jiwa. WHO menyebutkan bahwa konsumsi rokok di Indonesia mencapai 230 milyar batang pada tahun 2008. Data dari Tobacco Control Support Center (TCSC) menegaskan bahwa jumlah perokok di Indonesia mencapai lebih dari 60 juta orang dengan konsumsi rokok yang mencapai 240 milyar per tahun (Wijaya, 2011). Peningkatan konsumsi rokok seakan mengabaikan bahaya yang dapat ditimbulkan rokok bagi kesehatan. Padahal, banyak penyakit yang diakibatkan oleh rokok, seperti: kanker mulut, kanker faring, kanker paru, kanker prostat, gangguan kehamilan dan janin, penyakit jantung koroner, pneumonia, dan lainnya (Sriamin, 2006). Rokok membunuh 1 dari 10 orang dewasa di seluruh dunia, dengan angka kematian dini mencapai 5,4 juta jiwa pada tahun 2005 (Canggih, 2012). Tahun 2030, diperkirakan angka kematian perokok di dunia akan mencapai 10 juta jiwa, dan 70% di antaranya berasal dari negara berkembang (Canggih, 2012). Usia perokok pemula di Indonesia pada usia anak, remaja, dan dewasa muda terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini dibuktikan berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tentang persentase perokok pemula berdasarkan rentang usia. Berikut adalah grafik persentase jumlah perokok pemula berdasarkan rentang usia pada tahun 2007 dan 2010:
1
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
2
Gambar 1.1 Persentasi perokok pemula berdasarkan rentang usia (Riskesdas, 2007)
Data Perokok (Riskesdas, 2010) 50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00% 5-9 tahun
10-14 tahun 15-19 tahun 20-24 tahun 25-29 tahun ≥ 30 tahun
Gambar 1.2 Persentasi perokok pemula berdasarkan rentang usia (Riskesdas, 2010)
Gambar di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah perokok di semua rentang usia dan perokok pemula pada usia remaja pertengahan (usia 1519 tahun). Perokok pemula usia remaja menempati urutan tertinggi di antara semua rentang usia. Jumlah perokok pemula usia remaja pada tahun 2007 sebesar 33,1% dan meningkat menjadi 43,3% pada tahun 2010. Dapat disimpulkan bahwa dalam rentang waktu tiga tahun, jumlah perokok pemula usia remaja meningkat 10,2%. Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
3
Perokok aktif usia remaja telah menjadi tren hingga saat ini. Data yang dikeluarkan oleh International Union Againts Tuberculosis and Lung Disease menyebutkan, 30% perokok di dunia adalah remaja (Wijaya, 2011). Data yang dikeluarkan oleh Global Youth Tobacco Survey (GYTS) semakin mempertegas terjadinya peningkatan usia pada perokok pemula. GYTS menyebutkan bahwa pada tahun 2007, jumlah perokok pemula usia 13-18 tahun di Indonesia menduduki peringkat pertama di Asia. Bahkan, 3 dari 10 pelajar SMP di Indonesia mulai merokok sebelum usia sepuluh tahun. Erikson (1963) menyebutkan, latar belakang remaja mulai merokok berkaitan dengan adanya krisis aspek psikososial pada masa perkembangan remaja, yaitu masa ketika remaja sedang mencari jati diri (Mubarok, 2009). Glendinning dan Inglis (1999) juga mengemukakan bahwa perilaku merokok yang dilakukan remaja merupakan penunjukkan simbol status sosial, ikatan kekerabatan dalam kelompok, dan memberikan kesan mengagumkan. Armstrong (1990) menyebutkan, alasan “ingin tampak mengesankan” adalah alasan paling umum untuk dimulainya perilaku merokok pada remaja (Nasution, 2007). Remaja seringkali mengasosiasikan perilaku merokok sebagai identitas diri, yaitu memberikan kesan tidak kolot (modern), dewasa, jantan, gagah, dan berani. Peneliti tertarik untuk meneliti ada tidaknya hubungan antara perilaku merokok dengan harga diri remaja. Peneliti ingin mengetahui apakah pola konsumsi rokok dapat mempengaruhi harga diri remaja yang merokok. Pada masa remaja, konsep diri individu berkembang, termasuk harga diri. WHO menyebutkan,
salah
satu
penyebab
terjadinya
perilaku
merokok
serta
pengonsumsian alkohol dan obat-obatan pada remaja adalah harga diri yang negatif pada diri remaja (Glendinning & Inglis, 1999). Remaja berisiko terjerumus dalam masalah perilaku kesehatan seperti mengonsumsi obat-obatan, alkohol, dan rokok (Glendinning & Inglis, 1999). Penelitian yang dilakukan oleh Young-Ho Kim (2004) menyebutkan, harga diri memiliki arti penting sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja. Harga diri didefinisikan sebagai suatu dimensi evaluatif global mengenai diri sendiri (Santrock, 2007). Individu mendapatkan nilai harga dirinya melalui Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
4
persepsi yang diperoleh dari persepsi diri sendiri dan orang lain. Penilaian tinggi terhadap diri sendiri adalah penilaian terhadap kondisi diri dengan menghargai kelebihan, memahami potensi diri, dan menerima kekurangan yang ada dalam dirinya (Santrock, 2007). Sedangkan, penilaian rendah terhadap diri sendiri adalah penilaian tidak suka atau tidak puas dengan kondisi diri sendiri, tidak menghargai kelebihan diri, dan selalu melihat dirinya sebagai sesuatu yang selalu kurang (Santrock, 2007). Perasaan negatif dapat muncul pada diri remaja jika remaja merasa tidak berharga, mengalami penolakan dari lingkungan, merasa diabaikan, merasa diacuhkan, dan tidak dihargai. Bagi remaja, merokok dapat menjadi salah satu cara untuk mengurangi perasaan negatif yang remaja rasakan (Veselska, 2009). Hal ini terjadi karena rokok dapat memberikan dampak positif bagi remaja yang mengonsumsi rokok. Dampak positif yang dapat remaja rasakan saat mengonsumsi rokok antara lain merasa lebih dewasa, menurunkan kecemasan, mudah konsentrasi, dan dapat memunculkan ide-ide atau inspirasi (Cahanar & Suhanda, 2006). Selain itu, remaja juga seringkali beralasan bahwa rokok merupakan suatu hal yang wajar dan tidak melanggar moral. Pengalaman negatif yang dirasakan serta asumsi bahwa rokok merupakan suatu hal yang wajar dan tidak melanggar moral, diduga sebagai salah satu alasan mengapa remaja mencoba untuk merokok.
1.2
Rumusan Masalah Remaja akan menjadi sumber daya manusia pada masa mendatang. Remaja
juga sebagai generasi penerus yang akan membangun bangsa. Remaja Indonesia harus menjadi generasi yang sehat, berkualitas, memiliki keunggulan, dan kompetitif. Status kesehatan bagi remaja merupakan komponen yang menentukan kualitas sumber daya manusia. Status kesehatan yang optimal akan membentuk generasi muda yang berbadan dan berjiwa sehat. Harga diri adakalanya dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman yang remaja rasakan. Pengalaman positif atau negatif, yang secara kontinyu remaja rasakan, akan membentuk harga diri remaja secara positif atau negatif. Nilai Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
5
positif atau negatif dipengaruhi oleh bagaimana remaja mengevaluasi dirinya secara keseluruhan. Perilaku merokok yang remaja lakukan juga dapat memberikan pengalaman tersendiri bagi remaja. Rokok dapat memberikan dampak positif bagi remaja perokok, antara lain membuat remaja merasa lebih dewasa, menurunkan kecemasan, mudah konsentrasi, dan dapat memunculkan ide-ide atau inspirasi (Cahanar & Suhanda, 2006). Smet (1994) juga menyebutkan, manfaat rokok bagi perokok adalah mengurangi ketegangan yang individu rasakan, membantu konsentrasi untuk menghasilkan sebuah karya, upaya memperoleh dukungan sosial, dan menjadi relaksasi yang menyenangkan (Nasution, 2007). Penelitian mengenai hubungan perilaku merokok dengan harga diri remaja, sejauh ini masih terbatas. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait hubungan perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang merokok. Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui apakah perilaku merokok merupakan salah satu cara yang digunakan oleh remaja untuk meningkatkan harga diri. Sebab, berdasarkan hasil beberapa penelitian menyebutkan, remaja yang memiliki harga diri rendah cenderung mudah terjerumus untuk merokok. Perilaku merokok dilakukan sebagai upaya remaja untuk menurunkan perasaan negatif yang remaja rasakan. Peneliti hanya akan memfokuskan penelitian pada remaja laki-laki. Hal ini dikarenakan prevalensi remaja umur 15-19 tahun yang merokok pada tahun 19952007 cenderung mengalami peningkatan pada remaja laki-laki, yaitu sebesar 37,3% (Wijaya, 2011). Remaja laki-laki lebih menyukai untuk mencoba merokok dibandingkan dengan remaja wanita (Kim, 2004). Selain itu, perilaku merokok lebih dominan pada remaja laki-laki dibandingkan dengan remaja wanita (Okoli, et.al, 2011). Okoli et, al (2011) menyebutkan, rokok memiliki nilai tinggi dalam kegiatan sosial sehingga membuat remaja laki-laki memiliki dimensi perasaan ketergantungan
yang tinggi kepada rokok. Sedikitnya wanita yang merokok
terkait dengan kultur di Indonesia yang kurang menerima wanita yang berperilaku merokok.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
6
1.3
Pertanyaan Penelitian 1.3.1 Bagaimana karakteristik remaja laki-laki yang merokok? 1.3.2 Bagaimana perilaku merokok remaja laki-laki yang merokok? 1.3.3 Bagaimana harga diri remaja laki-laki yang merokok? 1.3.4 Apakah ada hubungan antara perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang merokok?
1.4
Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Tujuan umum dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang merokok. 1.4.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dilakukannya penelitian ini adalah: 1.4.2.1 Mengidentifikasi
karakteristik
remaja
laki-laki
yang
merokok. 1.4.2.2 Mengidentifikasi perilaku merokok pada remaja laki-laki yang merokok. 1.4.2.3 Mengidentifikasi harga diri pada remaja laki-laki yang merokok. 1.4.2.4 Mengidentifikasi hubungan perilaku merokok dengan harga diri pada remaja laki-laki yang merokok.
1.5
Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Aplikatif Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah
terkait
kondisi
kesehatan
masyarakat
Indonesia,
khususnya kesehatan remaja. Fenomena tren merokok aktif pada usia dini seharusnya menjadi kekhawatiran tersendiri bagi pemerintah. Pemerintah diharapkan dapat memberikan solusi konkret untuk menurunkan jumlah perokok aktif di Indonesia. Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
7
1.5.2 Manfaat Keilmuan Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi profesi keperawatan terkait permasalahan remaja. Hal ini dimaksudkan agar profesi keperawatan dapat mempersiapkan intervensi dan pendidikan kesehatan yang tepat terkait permasalahan remaja, khususnya harga diri remaja.
1.5.3
Manfaat Metodologi Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengalaman, serta informasi dasar bagi peneliti lain yang berkeinginan untuk melakukan penelitian. Khususnya pada penelitian yang berkaitan dengan perilaku merokok pada remaja laki-laki.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Remaja Remaja (adolescence) berasal dari bahasa Latin yang memiliki arti “tumbuh
untuk mencapai kematangan” (Wong, 2008). Masa remaja merupakan suatu periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja merupakan waktu untuk kematangan fisik, kognitif, emosional, dan sosial yang cepat pada anak laki-laki dan wanita untuk mempersiapkan diri menjadi individu dewasa (Wong, 2008).
2.1.1 Fase Remaja Masa remaja sangat panjang. Oleh karena itu, beberapa ahli membagi masa remaja menjadi tiga fase (Hockenberry, 2005). Fase-fase tersebut antara lain: 1. Masa remaja awal (11-14 tahun) Selama tahap remaja awal, remaja merasa harus menjadi bagian dari kelompok. Sebab, kelompok dapat memberikan status kepada dirinya (Wong, 2008). Remaja akan berusaha untuk mengikuti gaya kelompok, mulai dari gaya berpakaian, merias wajah, serta menata rambut sesuai dengan kriteria yang dianut oleh kelompok. Remaja berusaha untuk menjadi bagian dari kelompok dengan cara-cara demikian. Sebab, menjadi individu yang berbeda dari kelompok dapat menyebabkan remaja tidak dapat diterima, bahkan diasingkan oleh kelompok (Hockenberry, 2005). 2. Masa remaja pertengahan (15-17 tahun) Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru, mampu mengarahkan diri sendiri (self direct), mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan diri, dan membuat keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai (Hockenberry, 2005).
8
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
9
3. Masa remaja akhir (18-20 tahun) Masa ini ditandai dengan persiapan akhir remaja untuk memasuki peran dewasa. Selama periode ini, remaja berusaha memantapkan tujuan dan mengembangkan identitas personal (Hockenberry, 2005). Ciri dari tahap ini adalah: (1) remaja memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi pribadi yang matang; dan (2) remaja berusaha agar dapat diterima dalam kelompok teman sebaya serta orang dewasa (Hockenberry, 2005).
2.1.2 Perkembangan pada Masa Remaja Setiap individu yang memasuki usia remaja akan mengalami berbagai perkembangan pada dirinya. Berikut adalah berbagai perkembangan yang dialami oleh remaja (Wong, 2008): 1. Perkembangan fisik Perubahan fisik pada masa pubertas merupakan hasil perubahan hormonal yang berada di bawah pengaruh sistem saraf pusat. Perubahan fisik yang sangat jelas tampak pada pertumbuhan fisik serta pada penampakan dan perkembangan karakteristik seks sekunder (Wong, 2008). Perbedaan fisik antara kedua jenis kelamin ditentukan berdasarkan dua karakteristik, yaitu: (1) karakteristik seks primer merupakan organ eksternal dan internal yang melaksanakan fungsi reproduktif (misal : ovarium, uterus, payudara, penis); dan (2) karakteristik seks sekunder yang merupakan perubahan di seluruh tubuh sebagai hasil dari perubahan hormonal (misal: perubahan suara, munculnya rambut pubertas, penumpukan lemak) tetapi tidak berperan langsung dalam fungsi reproduksi (Wong, 2008). 2. Perkembangan emosional Remaja seringkali dijuluki sebagai orang yang labil, tidak konsisten, dan tidak dapat diterka (Wong, 2008). Hal ini dikarenakan status emosional remaja masih belum stabil. Remaja awal bereaksi cepat dan emosional sedangkan remaja akhir sudah mampu mengendalikan emosi hingga mendapatkan situasi dan kondisi yang tepat untuk mengekspresikan dirinya (Wong, 2008). Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
10
3. Perkembangan kognitif Piaget menjelaskan bahwa perkembangan kognitif pada remaja mencapai puncaknya pada kemampuan berpikir abstrak (Wong, 2008). Remaja sudah memiliki
pola
pikir
sendiri
sebagai
upaya
untuk
menyelesaikan
permasalahan yang kompleks dan abstrak. 4. Perkembangan moral Kohlberg menyebutkan bahwa pada masa remaja mulai terbentuk sikap autonomi. Remaja sudah memiliki suatu prinsip yang diyakini, mulai memikirkan keabsahan dari pemikiran yang ada, serta mencari dan mempertimbangkan cara-cara alternatif untuk mencapai tujuan (Wong, 2008). 5. Perkembangan spiritual Perkembangan spiritual remaja ditandai dengan munculnya pertanyaan terkait nilai-nilai yang dianut keluarga. Remaja akan mengeksplorasi keberadaan Tuhan dan membandingkan agamanya dengan agama orang lain (Wong,
2008).
Hal
ini
dapat
menyebabkan
remaja
seringkali
mempertanyakan kepercayaan yang dianut oleh diri remaja sendiri (Wong, 2008). 6. Perkembangan sosial Perkembangan sosial remaja ditandai dengan kemampuan bersosialisasi yang kuat, mulai membebaskan diri dari dominasi keluarga, serta menetapkan identitas yang mandiri dari wewenang orang tua (Wong, 2008). 7. Perkembangan konsep diri Perkembangan konsep diri remaja ditandai dengan menerima perubahan tubuh, menggali tujuan hidup untuk masa depan, menilai positif tentang dirinya sendiri, dan terjalin hubungan dengan lawan jenis (Sianturi, 2004). Perkembangan konsep diri, khususnya harga diri, akan terus mengalami perkembangan. Robinson et, al (2002) menyebutkan bahwa individu yang memasuki masa remaja dengan harga diri yang utuh, akan mampu mengatasi semua perubahan perkembangan yang terjadi pada masa remaja (Shaffer, 2005). Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
11
8. Perkembangan psikososial Perkembangan psikososial dicirikan dengan tingginya inisiatif dan kesenangan remaja untuk mencoba suatu hal yang baru. Erikson (1963) menyebutkan, latar belakang remaja mulai merokok berkaitan dengan adanya krisis aspek psikososial pada masa perkembangannya, yaitu masa ketika remaja sedang mencari jati diri dan memiliki inisiatif tinggi untuk mencoba hal-hal baru yang menantang (Mubarok, 2009).
2.1.3 Tugas Perkembangan Remaja Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst (Dariyo, 2004; Gunarsa & Yulia, 2004) adalah : 1. Menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis dan psikologis Perbedaan antara harapan remaja dan lingkungan terhadap penampilan fisik remaja, dapat menimbulkan masalah bagi remaja untuk menerima keadaannya dan berpengaruh pada perilaku remaja (Gunarsa & Yulia, 2004). Permasalahan ini dapat menimbulkan masalah pada konsep diri dan berisiko terjadinya perilaku yang membahayakan kesehatan, seperti merokok. Hal ini remaja lakukan untuk menghilangkan perasaan negatif yang remaja rasakan. 2. Belajar bersosialisasi dengan orang lain Kozier et, al (2004) menyebutkan, nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tua sering diabaikan oleh remaja karena remaja seringkali mengadopsi nilainilai yang baru (Dariyo, 2004). Perubahan nilai-nilai yang dianut dapat menyebabkan konflik dengan orang tua. Konflik ini dapat memicu remaja untuk mudah terjerumus pada perilaku maladapatif seperti merokok. 3. Memperoleh kebebasan secara emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya Remaja harus memiliki kemampuan membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik, serta dapat mengambil keputusan yang tepat (Gunarsa & Yulia, 2004). Grey dan Steinberg (1999) menyebutkan, semakin besar pemberian otonomi dari orang tua, maka akan semakin positif Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
12
perkembangan psikososial, kesehatan mental, dan kepribadian remaja (Papalia & Feldman, 2008). Hal ini dapat menjadi konflik bagi remaja saat remaja menginginkan kebebasan dengan cara berkumpul dengan teman sebaya. Remaja seringkali menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bergaul bersama dengan teman sebaya (Dariyo, 2004). Konflik dapat terjadi jika nilai yang dianut oleh teman sebaya bertentangan dengan nilai dalam keluarga. 4. Memperoleh kemandirian secara ekonomi Keinginan terbesar dari remaja adalah mulai menjadi seseorang yang mandiri dan tidak bergantung kepada orang tua secara ekonomi (Desmita, 2005). Kondisi internal dan eksternal dapat menyebabkan remaja tidak mendapatkan keinginannya untuk menjadi individu yang mandiri dan terbebas dari masalah ekonomi (Desmita, 2005). Permasalahan ini dapat menjadi konflik bagi remaja dan dapat menjerumuskan remaja pada perilaku merokok. 5. Menemukan model untuk identifikasi Tugas perkembangan remaja adalah menemukan model untuk identitasnya. Remaja seringkali memberikan identitas pada dirinya seperti pada tokoh yang remaja kagumi. Tokoh tersebut merupakan model bagi remaja yang patut untuk dicontoh, baik karena tingkah laku maupun kepribadiannya. Permasalahannya saat ini, banyak remaja yang mengidolakan tokoh yang seringkali menonjolkan kekerasan dan perilaku tidak sehat, seperti merokok, pornografi, maupun pornoaksi. Hal ini menyebabkan munculnya risiko masalah perilaku merokok, agresif, dan seksual pada remaja (Gunarsa & Yulia, 2004).
2.2 Perilaku Merokok 2.2.1
Definisi Rokok Kamus
Pusat
Pembinaan
dan
Pengembangan
Bahasa
(1995)
mendefinisikan rokok sebagai gulungan tembakau yang dibungkus dengan daun nipah, dibungkus dengan kertas berbentuk silinder, ukuran panjang 70-120 mm, Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
13
diameter 10 mm, serta berwarna putih atau cokelat (Widowati, 2010). Kesowo (2003) menyebutkan, rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, sejenis cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan sejenisnya (Sa’diah, 2007). Asap rokok mengandung sekitar 4000 bahan kimia dengan 43 diantaranya bersifat karsinogen. Pengaruh asap rokok dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit, seperti: kanker mulut, kanker faring, kanker paru, kanker prostat, gangguan kehamilan dan janin, penyakit jantung koroner, pneumonia, dan lainnya (Sriamin, 2006).
2.2.2 Jenis Rokok Rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Pembedaan ini didasarkan atas bahan pembungkus rokok, bahan baku atau isi rokok, proses pembuatan rokok, dan penggunaan filter pada rokok (Yulianto, n.d). Jenis rokok berdasarkan bahan pembungkus: 1. Klobot: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung. 2. Kawung : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren. 3. Sigaret : rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas. 4. Cerutu : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau. Sedangkan, jenis rokok berdasarkan bahan baku atau isi rokok (Yulianto, n.d), yaitu: 1. Rokok putih: rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang diberi bahan tertentu untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. 2. Rokok kretek : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. 3. Rokok klembak: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
14
Jenis rokok berdasarkan proses pembuatannya terbagi menjadi dua (Yulianto, n.d), yaitu: 1. Sigaret kretek tangan (SKT): rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling atau di linting dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu sederhana. 2. Sigaret kretek mesin (SKM): rokok yang proses pembuatannya menggunakan mesin. Sigaret kretek mesin sendiri dikategorikan ke dalam 2 bagian: a) Sigaret kretek mesin full flavor (SKM FF): rokok yang dalam proses pembuatannya ditambahkan aroma rasa yang khas. Contoh: gudang garam filter internasional, djarum super, dan lain-lain. b) Sigaret kretek mesin light mild (SKM LM): rokok mesin yang menggunakan kandungan tar dan nikotin yang rendah. Rokok jenis ini jarang menggunakan aroma yang khas. Contoh: A Mild, Clas Mild, Star Mild, U Mild, LA Light, Surya Slim, dan lain-lain. Sedangkan, jenis rokok berdasarkan penggunaan filter terbagi menjadi dua (Yulianto, n.d), yaitu: 1. Rokok filter (RF) : rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus. 2. Rokok non filter (RNF): rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus. 2.2.3 Definisi Perilaku Morgan (1986) mendefinisikan perilaku sebagai sesuatu yang konkrit, dapat diobservasi, direkam, maupun dipelajari (Nasution, 2007). Perilaku juga didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan individu, untuk merespons stimulus yang berasal dari internal maupun eksternal (Sunaryo, 2004). Perilaku individu tidak ada yang sama. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan kepribadian yang dimiliki individu, yang dipengaruhi oleh berbagai aspek kehidupan, seperti: pengalaman, usia, watak, tabiat, sistem norma, nilai, dan kepercayaan yang dianutnya (Sunaryo, 2004).
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
15
2.2.4 Definisi Perilaku Merokok Armstrong (1990) mendefinisikan merokok sebagai suatu aktivitas menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar (Nasution, 2007). Maka, perilaku merokok merupakan suatu kegiatan membakar rokok dan menghisap asap rokok. Asap rokok kemudian dihembuskan keluar, sehingga menyebabkan asap rokok terhisap oleh orangorang yang berada di sekitar perokok. Perilaku merokok merupakan perilaku yang berkaitan erat dengan perilaku kesehatan (Notoatmodjo, 2005). Sebab, perilaku merokok merupakan salah satu perilaku yang dapat membahayakan kesehatan. Perilaku merokok sudah menjadi kebiasaan yang sangat umum dan meluas pada masyarakat Indonesia. Perokok berasal dari berbagai jenis kelas yang meliputi: kelompok umur, sosial, dan jenis kelamin. Hal ini menjadi dasar bahwa kebiasaan merokok sulit untuk dihilangkan. Sebab, tidak banyak masyarakat yang mengakui bahwa rokok merupakan suatu kebiasaan buruk yang seharusnya dihindari.
2.2.5 Tipe Perilaku Merokok Tomkins (1991) mengklasifikasikan tipe perilaku merokok menjadi empat tipe (Mu’tadin, 2002), yaitu: 1. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif Perokok tipe ini merokok untuk mendapatkan relaksasi dan kesenangan. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya kenikmatan yang didapat dari merokok; rangsangan untuk meningkatkan kepuasan dari merokok; dan dilatarbelakangi karena kesenangan individu dalam memegang rokok (Mu’tadin, 2002). 2. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif Perokok tipe ini merokok untuk menurunkan perasaan negatif yang perokok alami. Misalkan untuk menurunkan perasaan cemas, marah, atau gelisah. Motivasi
individu
untuk
merokok
adalah
sebagai
upaya
untuk
menghindarkan diri dari perasaan yang tidak menyenangkan bagi dirinya (Mu’tadin, 2002). Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
16
3. Perilaku merokok karena kecanduan psikologis Perokok tipe ini sudah mengalami kecanduan psikologis dari rokok. Perokok akan meningkatkan jumlah batang rokok yang dihisap setiap harinya. Hal ini dilakukan hingga individu mendapatkan efek ketenangan seperti yang diharapkan. 4. Perilaku merokok karena sudah menjadi kebiasaan Perokok tipe ini menggunakan rokok sama sekali bukan untuk mengendalikan perasaannya (Mu’tadin, 2002). Kegiatan merokok sudah menjadi kebiasaan atau rutinitas individu. Perilaku merokok sudah menjadi perilaku yang otomatis, tanpa dipikirkan, dan tanpa disadari oleh individu (Mu’tadin, 2002).
2.2.6 Tipe Perokok Smet (1994) mengklasifikasikan tipe perokok berdasarkan
banyaknya
jumlah batang rokok yang dihisap setiap harinya (Nasution, 2007). Tiga tipe perokok tersebut adalah: (1) perokok ringan menghisap 1-4 batang rokok perhari; (2) perokok sedang menghisap 5-14 batang rokok perhari; dan (3) perokok berat menghisap lebih dari 15 batang rokok perhari. Berbeda
halnya
dengan
pendapat
Smet
(1994),
Efendi
(2002)
mengklasifikasikan perokok menjadi empat tipe perokok (Amelia, 2009). Tipe perokok sangat berat menghisap rokok lebih dari 31 batang perhari dan selang merokoknya lima menit setelah bangun pagi. Tipe perokok berat menghisap sekitar 21-30 batang rokok perhari dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6-30 menit. Tipe perokok sedang menghisap rokok 11-21 batang perhari dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi. Sedangkan, tipe perokok ringan menghabiskan rokok kurang dari 10 batang dengan selang waktu setelah 60 menit dari bangun pagi.
2.2.7 Tahapan Perilaku Merokok pada Remaja Sitepoe (2002) mengklasifikasikan perilaku merokok pada remaja menjadi empat tahap. Empat tahapan perilaku merokok pada remaja adalah: Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
17
1. Tahap persiapan Tahap ini berlangsung pada saat remaja belum pernah merokok. Pada tahap ini, remaja mulai membentuk opini tentang rokok dan perilaku merokok. Hal ini disebabkan karena adanya perkembangan sikap pada remaja, munculnya tujuan mengenai rokok, dan citra perilaku merokok yang diperoleh remaja. 2. Tahap inisiasi Tahap ini merupakan tahap coba-coba untuk merokok. Remaja beranggapan bahwa dengan merokok, remaja akan terlihat dewasa, keren, gagah, dan berani. 3. Tahap menjadi seorang perokok Pada tahap ini, remaja memberikan identitas pada dirinya sebagai seorang perokok. Remaja juga sudah mulai ketergantungan rokok. Burton et, al (1989) menyebutkan, remaja yang menggambarkan dirinya sebagai seorang perokok, besar kemungkinan akan tetap menjadi seorang perokok di masa yang akan datang (Okoli et, al., 2011). 4. Tahap tetap menjadi perokok Tahap ini dipengaruhi oleh faktor psikologis dan biologis. Faktor psikologis yang mempengaruhi remaja untuk terus merokok adalah: adanya kebiasaan, stres, depresi, kecanduan, menurunkan kecemasan, ketegangan, upaya untuk memiliki teman (Hedman et, al., 2007). Aditama (1997) menyebutkan, faktor biologis yang mempengaruhi remaja untuk tetap menjadi perokok yaitu efek dan level dari nikotin yang dibutuhkan dalam aliran darah (Laily, 2007).
2.2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok pada Remaja Aktivitas merokok merupakan perilaku yang membahayakan kesehatan. Ironisnya, fakta ini menjadi kontradiksi dengan realita yang terjadi saat ini pada masyarakat Indonesia. Rokok sudah menjadi kebiasaan yang sangat umum dan meluas di masyarakat. Levy (1984) mengatakan bahwa setiap individu memiliki
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
18
kebiasaan merokok yang berbeda dan biasanya disesuaikan dengan tujuan individu untuk merokok (Nasution, 2007). Perilaku merokok disebabkan oleh berbagai faktor yang berasal dari internal dan eksternal. Terdapat tiga faktor penyebab perilaku merokok pada remaja, yaitu: (1) kepuasan psikologis; (2) sikap permisif orang tua terhadap perilaku merokok remaja; dan (3) pengaruh teman sebaya (Komalasari & Helmi, 2000). Hedman et, al (2007) menyebutkan, faktor risiko pencetus remaja merokok adalah memiliki keluarga yang merokok atau memiliki teman yang juga sebagai perokok. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Mu’tadin (2002) yang menyebutkan, ada empat faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja. Faktorfaktor tersebut adalah: 1. Pengaruh orang tua Remaja yang tinggal dengan orang tua yang tidak memperhatikan anak dan adanya hukuman fisik yang keras dalam keluarga, akan lebih mudah untuk menjadi perokok (Mu’tadin, 2002). Selain itu, salah satu faktor risiko pencetus bagi remaja untuk merokok adalah memiliki keluarga yang merokok (Hedman, et, al., 2007). Perilaku orang tua dalam merokok, akan berpengaruh pada anak. Sebab, anak akan memiliki kecenderungan untuk mengikuti perilaku yang dicontohkan oleh orang tua. 2. Pengaruh teman Hedman et, al (2007) menyebutkan bahwa salah satu faktor risiko pencetus remaja untuk merokok adalah memiliki memiliki teman yang juga sebagai perokok. Al Bachri (1991) menyebutkan, diantara remaja perokok terdapat 87% di antaranya memiliki satu atau lebih sahabat yang perokok, begitu pula dengan remaja bukan perokok (Widianti, 2007). 3. Faktor kepribadian Salah
satu
sifat
kepribadian
yang
mempengaruhi
remaja
untuk
mengonsumsi rokok dan obat-obatan, yaitu sifat konformitas sosial (Widianti, 2007). Menurut Atkinson (1999), individu yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih mudah menjadi pengguna Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
19
rokok dan obat-obatan dibandingkan dengan individu yang memiliki skor rendah (Widianti, 2007). 4. Pengaruh iklan Remaja tertarik untuk mengikuti perilaku seperti pada iklan rokok, baik dari media cetak maupun media elektronik, yang menggambarkan bahwa perokok terlihat jantan dan gagah (Laily, 2007).
2.2.9 Dampak Perilaku Merokok Ogden (2000) mengklasifikasikan dampak perilaku merokok menjadi dua bagian (Nasution, 2007), yaitu: 1. Dampak positif Smet (1994) menyebutkan, manfaat rokok bagi perokok adalah mengurangi ketegangan
yang
individu
rasakan,
membantu
konsentrasi
untuk
menghasilkan sebuah karya, upaya memperoleh dukungan sosial, dan menjadi relaksasi yang menyenangkan (Nasution, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Prof. Soesmalijah Soewondo dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia menyebutkan, rokok dapat membuat perokok menjadi lebih dewasa, mudah konsentrasi, dan dapat memunculkan ide-ide atau inspirasi (Cahanar & Suhanda, 2006). 2. Dampak negatif Meskipun saat ini sudah tersedia rokok yang memiliki kandungan tar dan nikotin yang rendah, tetapi tidak ada rokok yang aman bagi kesehatan. Penyakit yang diakibatkan oleh rokok, seperti: kanker mulut, kanker faring, kanker paru, kanker prostat, gangguan kehamilan dan janin, penyakit jantung koroner, pneumonia, dan lainnya (Sriamin, 2006).
2.3 Harga Diri 2.3.1 Definisi Harga Diri Willoughby, King, dan Polatajka mendefinisikan harga diri sebagai nilai yang ditempatkan individu pada diri sendiri (Wong, 2008). Hal ini mengacu pada evaluasi diri secara menyeluruh terhadap diri sendiri (Wong, 2008). Santrock Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
20
(2007) juga mendefinisikan harga diri (self esteem) sebagai suatu dimensi evaluatif global mengenai diri sendiri. Harga diri berasal dari dua sumber, yaitu sumber internal dan eksternal, yang mencakup penerimaan diri meski lemah dan terbatas (Potter & Perry, 2005). Maka, harga diri dapat dikatakan sebagai evaluasi individu terhadap dirinya sendiri dengan menilai diri secara positif atau negatif. Penilaian harga diri secara positif atau negatif diperoleh dari evaluasi individual terhadap dirinya. Individu mengevaluasi diri dalam lingkungan keluarga, sekolah, tempat berorganisasi, tempat bekerja, maupun lingkungan sosial. Penilaian positif terhadap diri sendiri adalah penilaian terhadap kondisi diri, seperti: menghargai kelebihan, menghargai potensi diri, dan menerima kekurangan diri sendiri (Santrock, 2007). Sedangkan, penilaian negatif terhadap diri sendiri adalah: (1) penilaian tidak suka atau tidak puas dengan kondisi diri sendiri; dan (2) tidak menghargai kelebihan diri dengan melihat diri sebagai sesuatu yang selalu kurang (Santrock, 2007). Harga diri yang tinggi berakar dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat sebagai individu yang berarti dan penting, meskipun individu mengalami kegagalan, kekalahan, atau bersalah (Depkes, 2000).
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri Harga diri dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Coopersmith menyebutkan faktor-faktor yang melatarbelakangi harga diri terdiri atas empat komponen (Sriati & Hernawati, 2007), yaitu: 1. Pengalaman Yusuf (2000) mendefinisikan pengalaman sebagai suatu bentuk emosi, perasaan, tindakan, dan kejadian yang pernah dialami individu; dirasakan bermakna; dan meninggalkan kesan dalam hidup individu (Sriati & Hernawaty, 2007). Pengalaman individu yang positif dapat meningkatkan harga diri, seperti: prestasi yang diraih dan kompetensi diri dalam berbagai hal. Sedangkan, pengalaman individu yang negatif dapat menurunkan harga diri, seperti: merasa dirinya tidak diterima, tidak kompeten, dan tidak bernilai. Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
21
2. Pola asuh Shochih (1998) mendefinisikan pola asuh sebagai cara orang tua dalam menunjukkan otoritasnya (Sriati & Hernawaty, 2007). Pola asuh merupakan cara orang tua untuk memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anak (Sriati & Hernawaty, 2007). Adanya hukuman dalam keluarga yang tidak konsisten serta perilaku orang tua yang selalu membanding-bandingkan anak, dapat menurunkan harga diri anak (Potter & Perry, 2005). 3. Lingkungan Yusuf (2000) menyebutkan, lingkungan memberikan dampak besar kepada remaja melalui hubungan yang baik antara remaja dengan orang tua, teman sebaya, dan lingkungan sekitar (Sriati & Hernawaty, 2007). Lingkungan yang membuat remaja merasa diterima, dihargai, dan dihormati, akan menjadikan remaja merasa bahwa dirinya bernilai untuk dirinya sendiri dan orang lain. 4. Sosial ekonomi Sosial ekonomi merupakan suatu hal yang mendasari perbuatan individu untuk memenuhi dorongan sosial yang memerlukan dukungan finansial (Sriati & Hernawaty, 2007). Individu dengan latar belakang sosial ekonomi tinggi, akan merasa dirinya lebih berarti dan berharga, dibandingkan dengan orang lain dengan status sosial ekonomi di bawahnya. Sianturi (2004) menyebutkan, faktor yang mempengaruhi pembentukan harga diri pada remaja, yaitu: 1. Penyakit mental dan fisik Penyakit yang dialami remaja akan mempengaruhi bagaimana remaja melihat dirinya. Remaja akan malu untuk berhubungan dan bergaul dengan teman-temannya. Adanya penyakit, pembedahan, atau kecelakaan yang mengubah pola hidup dapat menurunkan harga diri individu (Potter & Perry, 2005). 2. Sistem keluarga yang disfungsional Peraturan yang tidak konsisten, kritik yang destruktif, orang tua yang terlalu melindungi dan mengontrol remaja, dan minimnya komunikasi dalam Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
22
keluarga, akan menurunkan kepercayaan diri remaja (Sianturi, 2004). Selain itu, adanya hukuman dalam keluarga yang tidak konsisten serta perilaku orang tua yang suka membanding-bandingkan anaknya, dapat menurunkan harga diri anak (Potter & Perry, 2005). 3. Pengalaman negatif yang berulang Pengalaman negatif yang dialami remaja meliputi aspek fisik, emosi, dan seksual, dapat menyebabkan remaja melihat dirinya sebagai individu yang tidak berharga (Sianturi, 2004). Kegagalan individu dalam menyelesaikan tugasnya secara berulang, akan menyebabkan individu merasa tidak berharga karena merasa tidak memiliki kompetensi yang memadai. 4. Ketidakhadiran orang yang dipercaya saat dibutuhkan Remaja seringkali merasa tidak ada orang lain yang peduli dan menyayanginya. Hal ini dikarenakan tidak adanya orang yang mendukung remaja
saat
remaja
membutuhkan
seseorang
untuk
membantu
menyelesaikan masalahnya. 5. Ideal diri yang tidak realistis Remaja merupakan individu yang idealis. Harapan yang terlalu tinggi dan tidak realistis, akan menyebabkan remaja merasa selalu gagal dalam melakukan sesuatu.
2.3.3 Indikator Harga Diri Harga diri dapat terukur melalui beberapa perilaku positif maupun negatif yang dilakukan oleh seseorang (Santrock, 2007). Berikut adalah indikator yang digunakan untuk mengukur harga diri individu melalui observasi perilaku :
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
23
Tabel 2.1 Indikator Harga Diri
Indikator Positif 1.
2.
Memberikan pengarahan atau perintah
Menggunakan kualitas suara yang sesuai
langsung, atau bergosip.
Mengungkapkan pendapat.
4.
Duduk bersama orang lain selama
2.
3.
tempatnya atau menghindari kontak
Bekerja secara kooperatif dalam sebuh
fisik.
kelompok.
4.
Membiarkan kesalahan terjadi.
Memulai percakapan yang ramah dengan
5.
Menyombongkan prestasi, keterampilan, dan penampilan.
Menjaga jarak yang nyaman antara
Menatap orang lain ketika sedang berbicara atau diajak berbicara.
9.
Melakukan sentuhan yang tidak pada
melakukan aktivitas sosial.
6.
dirinya dengan orang lain. 8.
Menggunakan bahasa tubuh secara berlebihan atau di luar konteks.
orang lain. 7.
Merendahkan orang lain dengan cara mengejek, memanggil nama secara
3.
6.
1.
kepada orang lain.
dengan situasinya.
5.
Indikator Negatif
Secara verbal merendahkan dirinya sendiri atau menjatuhkan dirinya sendiri.
7.
Berbicara dengan nada yang keras, kasar, dan dogmatik.
Mempertahankan kontak mata selama melakukan percakapan.
10. Lancar dan tidak ragu-ragu dalam berbicara.
Remaja”Indikator Harga Diri” (Santrock, 2007)
2.3.4 Aspek-Aspek Harga Diri Coopersmith menyebutkan bahwa harga diri individu terdiri dari tiga aspek (Sriati & Hernawaty, 2007), yaitu: 1. Perasaan berharga Perasaan berharga merupakan perasaan yang dimiliki individu saat merasa dirinya berharga karena dihargai oleh orang lain (Sriati & Hernawaty, 2007). Individu yang merasa dirinya berharga, akan dapat mengekspresikan dirinya dengan baik, dapat menerima kritik, dan memiliki kecenderungan dapat mengontrol perilaku (Sriati & Hernawaty, 2007).
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
24
2. Perasaan mampu Perasaan mampu merupakan perasaan yang dimiliki individu pada saat individu merasa mampu untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan (Sriati & Hernawaty, 2007). Individu yang memiliki harga diri positif menyukai tugas baru yang menantang, aktif, dan tidak cepat bingung jika segala sesuatu berjalan di luar rencana (Sriati & Hernawaty, 2007). Perasaan mampu dan merasa kompeten ketika melaksanakan tugas, secara bertahap dapat meningkatkan harga diri remaja. 3. Perasaan diterima Perasaan diterima merupakan perasaan yang dimiliki individu ketika individu diterima sebagai dirinya sendiri oleh suatu kelompok (Sriati & Hernawaty, 2007). Ketika individu diperlakukan sebagai bagian dari kelompok, maka ia akan merasa dirinya diterima dan dihargai dalam kelompok tersebut.
2.3.5 Perkembangan Harga Diri Remaja Erikson (1963) menyebutkan bahwa remaja awal akan mengalami kebingungan karena mengalami perubahan dari segi fisik, kognitif, dan sosial saat masa pubertas (Shaffer, 2005). Robinson et, al (2002) menyebutkan bahwa individu yang memasuki masa remaja dengan harga diri yang utuh, akan mampu mengatasi semua perubahan perkembangan yang terjadi pada masa remaja (Shaffer, 2005). Remaja yang mampu mengatasi semua perubahan perkembangan yang terjadi, akan mengalami peningkatan harga diri secara bertahap. Pembentukan harga diri dimulai pada masa bayi. Johnson (1989) menyebutkan, bayi sangat responsif terhadap segala hal yang diterimanya, baik itu perasaan senang, marah, sedih, penerimaan, atau penolakan (Sianturi, 2004). Penerimaan atau penolakan dari orang tua akan ditangkap oleh anak saat berinteraksi dengan orang tua. Hal ini akan terus diingat sampai anak menjadi besar dan ketika anak menjadi remaja, maka remaja akan mengalami krisis identitas (Sianturi, 2004).
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
25
Pencapaian harga diri yang tinggi akan menolong remaja melewati masa perkembangannya dengan optimal. Santrock (2007) menyebutkan bahwa harga diri remaja dapat di tingkatkan dengan: 1. Mengidentifikasi penyebab rendahnya harga diri Harter (1998) berpendapat bahwa intervensi yang diberikan pada remaja dengan harga diri negatif, harus sampai pada penyebab rendahnya harga diri (Santrock, 2007). Hal ini dilakukan agar harga diri remaja dapat meningkat. Berbagai penelitian menyebutkan, intervensi yang dilakukan untuk membuat remaja merasa nyaman dengan dirinya sendiri, ternyata tidak efektif untuk meningkatkan harga diri remaja (Santrock, 2007). 2. Mengidentifikasi bidang-bidang kompetensi yang penting bagi diri remaja. Remaja memiliki harga diri positif apabila dapat tampil dengan kompeten dalam bidangnya (Santrock, 2007). Sehingga, remaja harus didorong agar dapat mengidentifikasi bidang kompetensi yang ingin dicapainya. 3. Menyediakan dukungan emosional dan persetujuan sosial Dukungan dan persetujuan dari orang tua dan teman sebaya, menjadi hal yang sangat penting bagi remaja untuk meningkatkan harga diri (Santrock, 2007). Lingkungan yang nyaman bagi remaja, meliputi lingkungan yang memberikan dukungan emosional dan sosial, dapat meningkatkan harga diri remaja karena remaja merasa dicintai dan diterima oleh orang lain. 4. Meningkatkan prestasi Prestasi dapat meningkatkan harga diri remaja. Sebab, prestasi membuat remaja merasa dirinya mampu untuk melakukan tugas, yang belum tentu dapat dilakukan oleh orang lain. 5. Meningkatkan keterampilan koping remaja Lazarus (1991) menyebutkan, harga diri remaja akan meningkat apabila remaja mencoba untuk mengatasi masalah yang dihadapi, bukan menghindari masalah (Santrock, 2007). Menghadapi masalah dengan realistis, jujur, dan tidak defensif dapat menghasilkan evaluasi diri yang positif (Santrock, 2007). Sebaliknya, menghadapi masalah dengan
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
26
pengingkaran, menipu diri, dan menghindar dapat menjadi pemicu bagi remaja untuk mengevaluasi diri secara negatif (Santrock, 2007).
2.4
Penelitian Terkait Penelitian mengenai ada tidaknya hubungan antara perilaku merokok
dengan harga diri remaja pernah dilakukan oleh Norhayati Mohd Noor et, al tahun 2005 di Malaysia. Penelitian ini bertujuan menentukan hubungan antara perilaku merokok dengan harga diri remaja Malaysia di Kota Bharu, Kelantan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Juni tahun 2005 dengan melibatkan 1364 murid SLTP di Kota Bharu. Penelitian ini menggunakan teknik sampling: stratified multistage cluster sampling. Didapatkan hasil bahwa prevalensi remaja perokok di Kota Bharu, Kelantan adalah 6,7%. Prevalensi perokok remaja lakilaki adalah 13,8% dan remaja perempuan adalah 1,1%. Hasil akhir dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara perilaku merokok dengan harga diri pada remaja Malaysia di Kota Bharu, Kelantan. Harga diri pada remaja di Kota Bharu, Kelantan, lebih dipengaruhi karena kondisi keluarga dan lingkungan. Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Norhayati et al, penelitian lain juga dilakukan oleh Veselska et, al pada tahun 2009 di Slovakia. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara harga diri dengan keinginan untuk mengonsumsi rokok dan ganja pada remaja dengan tidak melihat jenis kelamin. Penelitian ini melibatkan 3694 remaja (usia rata-rata 14,3 tahun) pada SLTP
yang ada di Slovakia dengan menggunakan skala harga diri
Rosenberg. Penelitian berfokus pada hubungan antara harga diri dengan perilaku kesehatan, apakah harga diri dapat meningkatkan atau membahayakan kesehatan remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga diri menunjukkan adanya hubungan dengan awal mula dan keberlanjutan dalam pengonsumsian rokok dan ganja. Penelitian lain juga dilakukan oleh Young-Ko Him pada tahun 2004 di Korea Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan faktor psikologis dengan awal mula perilaku merokok pada remaja. Penelitian ini melibatkan sejumlah 1335 murid SMP dan SMA berusia 13-17 tahun di NowonUniversitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
27
gu, Korea Utara. Penelitian berfokus untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi
perilaku
merokok
remaja
Korea.
Penelitian
ini
juga
mengidentifikasi hubungan antara perilaku merokok dan variabel psikologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga diri dan kondisi psikologis memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku merokok pada remaja Korea. Artinya, harga diri termasuk salah satu aspek yang memiliki arti penting sebagai faktor yang mempengaruhi awal mula dan keberlanjutan perilaku merokok pada remaja.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
2.5 Kerangka Teori Tahapan perilaku merokok : • Tahap persiapan • Tahap inisiasi • Tahap menjadi seorang perokok • Tahap tetap menjadi perokok
Aspek-aspek harga diri : • Merasa berharga • Merasa mampu • Merasa diterima
Tipe perokok: • Perokok ringan • Perokok sedang • Perokok berat • Perokok sangat berat
Tipe perilaku merokok : • Dipengaruhi oleh perasaan positif. • Dipengaruhi oleh perasaan negatif. • Kecanduan psikologis. • Sudah menjadi kebiasaan
Perilaku Merokok
Harga Diri Remaja
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok : • Faktor internal : faktor biologis dan kepribadian. • Faktor eksternal : pengaruh orang tua, teman, dan iklan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri: • Pengalaman • Pola asuh • Lingkungan • Sosial ekonomi
28 Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
Universitas Indonesia
BAB 3 KERANGKA KERJA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep Kerangka kerja dalam penelitian ini dimulai dari kerangka konsep yang menjadi landasan bagi peneliti untuk melakukan penelitian. Kerangka konsep menjadi batasan bagi peneliti agar peneliti tidak menyimpang atau keluar dari penelitian yang ingin dicapai. Berdasarkan teori yang telah diuraikan dalam bab 2, maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada skema kerangka konsep:
Variabel bebas
Variabel terikat Pembentukan harga diri remaja laki-laki yang merokok: Harga diri positif Harga diri negatif
Perilaku merokok: Intensitas merokok Jenis rokok yang dikonsumsi Moment untuk merokok Fungsi rokok Dampak rokok
Variabel perancu
Perilaku merokok rendah
Perilaku merokok sedang
Perilaku merokok tinggi
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri: Pengalaman Pola asuh Lingkungan Sosial ekonomi
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
29
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
30
Keterangan : = Faktor yang diteliti = Faktor yang tidak diteliti
Tabel diatas menggambarkan tiga variabel, yaitu variabel bebas, variabel terikat dan variable perancu. Perilaku merokok merupakan variabel bebas sedangkan harga diri remaja laki-laki yang merokok merupakan variabel terikat. Variabel perancu yang dapat mempengaruhi penilaian harga diri remaja yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri. Variabel bebas merupakan variabel yang menjadi sebab munculnya variabel terikat. Hal ini menjadi dasar peneliti untuk melakukan penelitian terkait ada tidaknya hubungan antara perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang merokok di SMK Putra Bangsa, Depok.
3.2 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang merokok.
3.3 Definisi Operasional Definisi operasional merupakan hal yang penting dirancang agar pengukuran dan pengumpulan variabel konsisten antara responden yang satu dengan yang lain. Variabel bebas dalam penelitian ini ialah perilaku merokok. Sedangkan, variabel terikat pada penelitian ini ialah harga diri remaja laki-laki yang merokok.
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
3.1 Definisi Operasional Variabel
Desain Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
1 pertanyaan pada data demografi kuesioner.
Kuesioner
Usia dalam tahun
Nominal
1 pertanyaan pada data demografi kuesioner.
Kuesioner
1. Perokok harian
Ordinal
Data Demografi Usia
Usia remaja laki-laki yang merokok sebagai responden.
Identitas
Identitas perokok pada remaja laki-
perokok
laki yang merokok.
2. Bukan perokok harian
Tipe
Jumlah rokok yang dihisap oleh
perokok
responden dalam satu hari.
1 pertanyaan pada data demografi kuesioner
Kuesioner
1. Tipe perokok ringan
Ordinal
(menghisap 1-4 batang rokok/hari). 2. Tipe perokok sedang (menghisap 5-14 batang rokok/hari). 3. Tipe perokok berat (menghisap ≥ 15 batang rokok/hari).
31
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
Universitas Indonesia
Variabel
Desain Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
Variabel bebas
Perilaku
Perilaku merokok adalah perilaku
Responden mengisi kuesioner yang menggunakan
merokok
responden yang menggambarkan
skala perilaku merokok dengan pilihan jawaban:
Kuesioner
1. Perilaku merokok
Ordinal
tinggi apabila skor
kegiatan merokok yang terlihat dari
1. Selalu
53 – 72.
tahapan perilaku merokok,
2. Sering
intensitas merokok, dan jenis rokok
3. Kadang-kadang
sedang apabila skor
yang dikonsumsi.
4. Tidak pernah
47 – 52.
2. Perilaku merokok
Pernyataan positif dinilai dengan: selalu (bernilai
3. Perilaku merokok
4), sering (bernilai 3), kadang-kadang (bernilai 2),
rendah apabila skor
dan tidak pernah (bernilai 1).
38 – 46.
Pernyataan negatif dinilai dengan: selalu (bernilai 1), sering (bernilai 2), kadang-kadang (bernilai 3), dan tidak pernah (bernilai 4).
32
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
Universitas Indonesia
Variabel
Desain Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
Variabel terikat
Harga
Persepsi remaja laki-laki yang
Responden mengisi kuesioner mengenai harga diri
diri
merokok mengenai harga dirinya,
responden dengan menggunakan skala harga diri
apabila skor 44 –
yang dapat diukur dari :
Rosenberg dengan pilihan jawaban:
63,9.
1. Harga diri negatif
Remaja yang memiliki harga
1. Sangat setuju (SS)
diri positif, yaitu objek yang
2. Setuju (S)
apabila skor 63,91 –
diteliti mengevaluasi dirinya
3. Tidak setuju (TS)
88.
secara positif setelah menjadi
4. Sangat tidak setuju (STS)
perokok.
Kuesioner
Ordinal
2. Harga diri positif
Pernyataan positif dinilai dengan: sangat setuju
Remaja yang memiliki harga
(bernilai 4), setuju(bernilai 3), tidak setuju
diri negatif, yaitu objek yang
(bernilai 2), dan sangat tidak setuju (bernilai 1).
diteliti mengevaluasi dirinya
Pernyataan negatif dinilai dengan: sangat setuju
secara negatif setelah menjadi
(bernilai 1), setuju (bernilai 2), tidak setuju
perokok.
(bernilai 3), dan sangat tidak setuju (bernilai 4).
33
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
Universitas Indonesia
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Desain penelitian adalah seluruh perencanaan dalam penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian atau menguji hipotesis penelitian (Polit, 2006). Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan desain korelasi. Rancangan ini digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara dua variabel yaitu perilaku merokok sebagai variabel bebas dan harga diri remaja laki-laki yang merokok sebagai variabel terikat. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan cross sectional, di mana pengumpulan data dilakukan sebanyak satu kali dalam waktu bersamaan.
4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi Populasi adalah sekumpulan individu yang memiliki karakteristik yang sama (Polit, 2006). Populasi juga di definisikan sebagai keseluruhan obyek penelitian yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini, populasi nya adalah remaja laki-laki yang merokok.
4.2.2 Sampel Sampel penelitian adalah obyek yang akan diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi atau bagian dari populasi (Notoatmodjo, 2010). Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah teknik purposive sampling. Peneliti mengambil sampel berdasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010). Peneliti menganggap bahwa semua kriteria yang dikehendaki telah ada dalam sampel yang diambil. Sampel yang diambil dari populasi adalah remaja yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut: 1. Jenis kelamin laki-laki. 34
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
35
2. Perokok. 3. Sehat jasmani dan rohani. 4. Bersedia menjadi responden. Sedangkan, kriteria ekslusi dari sampel yang diambil, yaitu: 1. Remaja yang dalam keadaan tidak sadarkan diri. 2. Remaja yang tidak bersedia menjadi responden. Besar sampel ditentukan dengan rumus estimasi populasi tabel Isaac dan Michael dengan diketahui jumlah populasi siswa laki-laki yang merokok di SMK Putra Bangsa sebanyak 109 siswa. Peneliti menggunakan rumus estimasi populasi sebagai berikut (Sukardi, 2004): N x (Z21-α/2) x P (1−P)
n =
[(N−1) x d2] + [(Z21-α/2) x P (1−P)] Keterangan: n
= jumlah sampel
N
= jumlah populasi
Z21-α/2 = tingkat kemaknaan, CI = 95% maka α = 1,96 P
= proporsi populasi yang diteliti sebagai dasar, P = 0,5
d
= presisi tingkat derajat ketepatan yang direfleksikan oleh kesalahan yang dapat ditoleransi, besarnya yaitu 0,05
Maka, penghitungan jumlah sampel yaitu: 109 x (1,96)2 x (0,5) x (0,5)
n =
[109 x (0,05)2] + [(1,96)2 x (0,5) x (0,5)] n = 85 orang Peneliti mengantisipasi apabila terdapat data yang kurang lengkap atau responden tidak ikut berpartisipasi dalam penelitian ini. Sehingga peneliti menambah jumlah sampel. Koreksi atau penambahan jumlah sampel berdasarkan prediksi sampel drop out dari penelitian. Formula yang digunakan untuk koreksi jumlah sampel adalah : n’ =
n 1− f
n’ = besar sampel setelah dikoreksi n = jumlah sampel berdasarkan estimasi sebelumnya Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
36
f = prediksi persentase sampel drop out, yaitu sebesar 10% Sampel minimal setelah ditambah dengan perkiraan sampel drop out adalah sebagai berikut: n’ =
n 1- f
n’ = 85 1 − 0,1 n’ = 94 Jadi, jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini sejumlah 94 orang. 4.3
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di SMK Putra Bangsa, Depok. Hal ini dikarenakan
peneliti sering menemukan siswa sekolah tersebut merokok di sekitar sekolah pada saat jam istirahat dan pulang sekolah. Selain itu, siswa tingkat SMK dan sederajat sudah berada dalam rentang usia remaja pertengahan sehingga dapat memberikan informasi tentang harga diri remaja terkait dengan perilaku merokok. Waktu pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 4 − 14 Mei 2012.
4.4
Etika Penelitian Notoatmodjo (2010) menyebutkan bahwa kode etik penelitian adalah suatu
pedoman etika yang berlaku untuk setiap kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti, dan masyarakat yang akan memperoleh dampak dari hasil penelitian tersebut. Milto (1999) menyebutkan, ada empat prinsip yang harus dipegang teguh oleh peneliti (Notoatmodjo, 2010). Keempat prinsip tersebut yaitu: 1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity) Peneliti memberikan informasi yang terbuka berkaitan dengan proses penelitian dan memberikan kebebasan kepada responden untuk menentukan pilihan. Responden bebas dari paksaan untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian (autonomy). Selain itu, peneliti telah mempersiapkan lembar persetujuan responden (informed consent) yang berisi penjelasan mengenai
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
37
tujuan penelitian, persetujuan bahwa subyek dapat mengundurkan diri kapan saja, dan jaminan anonimitas serta kerahasiaan. 2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for privacy and confidentially) Setiap manusia memiliki hak dasar individu termasuk privasi dan kebebasan individu (Polit, 2006). Peneliti tidak menampilkan informasi mengenai identitas responden dalam kuesioner, baik nama maupun alamat asal responden. Peneliti menggunakan inisial atau identification number sebagai pengganti identitas responden. Hal ini dilakukan untuk menjaga anonimitas dan kerahasiaan identitas responden. 3. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness) Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil (Polit, 2006). Peneliti memenuhi prinsip keterbukaan dengan memberikan kejelasan prosedur penelitian. Peneliti mempertimbangkan keadilan bagi setiap responden dengan memberikan perlakuan yang sama baik sebelum, selama, maupun setelah responden berpartisipasi dalam penelitian. 4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harms and benefits) Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek penelitian dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi (beneficence). Peneliti
meminimalkan
(nonmaleficence)
(Polit,
dampak 2006).
yang
merugikan
Apabila
bagi
penelitian
responden berpotensi
mengakibatkan stres tambahan, maka responden berhak untuk tidak ikut berpartisipasi dalam penelitian.
4.5 Alat Pengumpulan Data 4.5.1 Instrumen Pendataan dilakukan peneliti dengan membuat instrumen penelitian sebagai alat pengumpulan data. Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner yang mengacu pada konsep keperawatan dan kesesuaian dengan penelitian. Kuesioner yaitu pertanyaan terstruktur dan responden dapat memberikan jawaban Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
38
sesuai dengan petunjuk yang ada. Lembar pernyataan memuat 3 data demografi. Kuesioner bagian satu berisi 21 pernyataan mengenai perilaku merokok. Kuesioner bagian dua berisi 24 pernyataan mengenai harga diri. Waktu yang diperlukan untuk mengisi kuesioner kurang lebih 15 menit. Penelitian ini menggunakan dua buah instrumen, yaitu: skala perilaku merokok dan skala harga diri: a. Skala perilaku merokok Skala perilaku merokok disusun untuk mengukur tingkat perilaku merokok remaja laki-laki. Pernyataan yang ada dalam kuesioner mencakup: (1) tipe perilaku merokok berpedoman pada teori yang dikemukakan oleh Tomkins (1991); (2) tipe perokok berpedoman pada teori yang dikemukakan oleh Smet (1994); (3) tahapan perilaku merokok berpedoman pada teori yang dikemukakan oleh Sitepoe (2002); (4) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok; dan (5) dampak perilaku merokok.
Tabel 4.1 Blue Print Sebaran Aitem Skala Perilaku Merokok
Indikator
Tipe perilaku merokok Tipe perokok Waktu untuk merokok Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok Jenis rokok Tempat merokok Dampak rokok Jumlah
Aitem
Total
Positif
Negatif
2, 11 12 3, 4, 6 18, 19
1 9, 10 7, 8 20, 21
3 3 5 4
14, 15 17 5 12
16 13 − 9
3 2 1 21
b. Skala harga diri Peneliti menyusun skala harga diri berdasarkan teori tentang skala harga diri Rosenberg (1965) yang mencakup indikator-indikator harga diri. Indikator harga diri yang digunakan berdasarkan teori Coopersmith (1967) dalam penelitian Zulfa pada tahun 2011. Adapun perinciannya sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
39
Tabel 4.2 Kisi-Kisi Instrumen Harga Diri
No.
Aspek
1.
Kekuatan
Indikator Dihormati oleh orang lain. Memiliki pendapat yang dapat diterima oleh orang lain. Mampu mengatur dan mengontrol tingkah laku.
2.
Keberartian
3.
Kebajikan
4.
Kompetensi
Menerima kepedulian dari orang lain. Mendapat penerimaan dari lingkungan. Memiliki pandangan positif terhadap diri sendiri. Menerima perhatian, afeksi, dan ekspresi cinta dari orang lain. Taat untuk mengikuti etika, norma, atau standar moral yang harus dilakukan dan harus dihindari. Mampu untuk sukses. Dapat mengerjakan tugas dengan baik dan benar. Memiliki tuntutan prestasi yang ditandai dengan keberhasilan.
Deskripsi Kebahagiaan, percaya diri, identitas diri, rasa berharga. Interaksi sosial, intropeksi diri, cara menyampaikan pendapat. Penggunaan waktu, kemandirian, pemahaman diri, pengendalian emosi, cara berbicara, dan pergaulan. Pertolongan, kepedulian sosial. Penerimaan, kehangatan, ramah. Mengakui keberhasilan yang diperoleh karena diri sendiri. Popularitas individu, perhatian dari orang tua, kasih sayang. Kebijaksanaan dalam mematuhi peraturan, kepatuhan terhadap agama, dan kepatuhan terhadap lingkungan sosial. Kesiapan, kepandaian, optimis. Kreatif, keyakinan, potensi diri. Usaha, semangat, perubahan.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
40
Tabel 4.3 Blue Print Sebaran Aitem Skala Harga Diri
Indikator
Dihormati oleh orang lain. Memiliki pendapat yang dapat diterima oleh orang lain. Mampu mengatur dan mengontrol tingkah laku. Menerima kepedulian dari orang lain. Mendapat penerimaan dari lingkungan. Memiliki pandangan positif terhadap diri sendiri. Menerima perhatian, afeksi, dan ekspresi cinta dari orang lain. Taat untuk mengikuti etika, norma atau standar moral yang harus dilakukan dan harus dihindari. Mampu untuk sukses. Dapat mengerjakan tugas dengan baik dan benar. Memiliki tuntutan prestasi yang ditandai dengan keberhasilan. Jumlah
4.5.2
Aitem
Total
Positif
Negatif
− 30
23, 24 −
2 1
22, 33
29
3
40 28, 39 25, 26, 27, 36
31 − 43
2 2 5
37, 38
45
3
34
42
2
35 44
− 41
1 2
−
32
1
15
9
24
Uji Instrumen
4.5.2.1 Uji Validitas Validitas didefinisikan sebagai ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data (Hastono, 2007). Suatu instrumen dikatakan valid jika mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Penelitian ini menggunakan uji teknik korelasi Pearson Product Moment. Keputusan uji validitas ditunjukkan oleh dua hal, yaitu bila rxy hitung lebih besar dari r tabel maka Ho ditolak (variabel valid). Sedangkan, bila rxy hitung lebih kecil dari r tabel, maka Ho gagal ditolak (variabel tidak valid). Hasil uji validitas didapatkan 29 dari 45 pernyataan dinyatakan valid. Peneliti kemudian mengubah pernyataan yang tidak valid dan setiap detail pernyataan yang diubah telah mendapatkan persetujuan dari ahli.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
41
4.5.5.2 Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran sebanyak dua kali atau lebih, terhadap gejala yang sama dan alat ukur yang sama (Hastono, 2007). Rumus yang digunakan untuk menggunakan rumus cronbach alpha. Keputusan uji reliabilitas ditunjukkan oleh dua hal, yaitu jika cronbach alpha ≥ 0,6, maka variabel dinyatakan reliabel. Sebaliknya, jika cronbach alpha ≤ 0,6 maka variabel dinyatakan tidak reliabel. Hasil cronbach alpha instrumen pada penelitian ini adalah 0,711 (reliabel).
4.6 Metode Pengumpulan Data 1. Proposal penelitian Proposal penelitian telah diselesaikan oleh peneliti pada bulan Februari 2012. 2. Prosedur pengumpulan data a. Peneliti meminta izin kepada kepala sekolah untuk melakukan penelitian kepada siswa di SMK Putra Bangsa, Depok. b. Peneliti memberikan penjelasan kepada calon responden tentang tujuan dan manfaat penelitian yang akan dilakukan. c. Peneliti menyebarkan kuesioner kepada responden yang memenuhi syarat/kriteria penelitian. d. Setelah calon responden menyetujui untuk berpartisipasi dalam penelitian, maka responden akan diminta kesediaannya untuk menandatangani surat persetujuan untuk menjadi responden. e. Peneliti mendampingi responden saat pengisian kuesioner. Responden diberikan kesempatan untuk bertanya dan diharuskan untuk menjawab semua pernyataan. Waktu yang disediakan untuk mengisi kuesioner kurang lebih 15 menit. 3. Setelah semua pertanyaan dijawab, kuesioner dikumpulkan kembali dan diperiksa kelengkapannya oleh peneliti. Pengumpulan kuesioner dilakukan sendiri oleh peneliti. Peneliti memvalidasi kuesioner untuk melihat kelengkapan kuesioner. Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
42
4.7 Pengolahan dan Analisis Data 4.7.1 Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan saat semua data telah terkumpul. Tahapan pengolahan data menurut Notoatmodjo (2010), adalah sebagai berikut: 1. Editing data / memeriksa Proses ini dilakukan untuk melihat apakah semua data sudah diisi sesuai petunjuk. 2. Coding data / memberi tanda data Proses ini dilakukan untuk memudahkan klasifikasi data dan menghindari terjadinya pencampuran data. 3. Entry data / memasukkan data Peneliti memasukkan data ke dalam program komputer. Semua data dimasukkan secara cermat hingga nomor responden terakhir. 4. Tabulasi Peneliti membuat tabel-tabel data sesuai dengan tujuan penelitian atau yang diinginkan oleh peneliti. 5. Cleaning Cleaning bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh data yang telah dimasukkan ke dalam mesin pengolah data sudah sesuai dengan yang sebenarnya.
4.7.2 Analisis Data Analisis data pada tahapan ini menggunakan teknik statistik tertentu yang akan memperlihatkan hasil penelitian. Analisis data pada penelitian ini terdiri dari:
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
43
Tabel 4.4 Uji Analisis Data
Uji Analisis Data Analisis Univariat Data demografi
Usia
Uji numerik
Identitas merokok
Uji proporsi
Tipe perokok
Uji proporsi
Variabel bebas
Perilaku merokok
Uji proporsi
Variabel terikat
Harga diri remaja laki-laki
Uji proporsi
yang merokok Analisis Bivariat Hubungan perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki
Uji Chi-Square
yang merokok.
4.7.2.1 Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian (Notoatmodjo, 2010). Analisis ini menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel. Perilaku merokok sebagai variabel terikat dan harga diri remaja laki-laki yang merokok sebagai variabel bebas. Pada penelitian ini terlihat distribusi perilaku merokok dan harga diri responden. Selain itu, karakteristik demografi responden seperti usia, identitas merokok, dan jumlah batang rokok yang dihisap dalam satu hari juga dapat terlihat.
4.7.2.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan pada dua variabel yang berhubungan atau berkorelasi. Pada penelitian ini, analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang merokok. Perilaku merokok diukur dengan menggunakan skala Likert. Perilaku merokok tinggi ditunjukkan dengan perolehan nilai yang semakin tinggi. Pengukuran harga diri dilakukan dengan menggunakan skala harga diri Rosenberg (Kim, 2004). Perolehan nilai yang semakin tinggi mencerminkan harga diri positif.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
44
4.7.2.3 Teknik Analisis Data Peneliti menggunakan pengujian statistik uji Chi-Square dengan derajat kepercayaan 95%. Peneliti menggunakan uji statistik Chi-Square karena variabel yang diuji adalah kategorik dan kategorik. Hasil dari uji Chi-Square dapat mengetahui ada tidaknya hubungan yang bermakna secara statistik dengan menggunakan perangkat lunak komputer.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
4.5 Jadwal Kegiatan Penelitian Kegiatan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Identifikasi masalah Studi kepustakaan Penyusunan proposal Uji validitas dan reliabilitas Pengumpulan data Pengolahan data Penyusunan laporan Penyerahan laporan Sidang
45
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
Universitas Indonesia
BAB 5 HASIL PENELITIAN
5.1 Pelaksanaan Penelitian Pengumpulan data dilaksanakan di SMK Putra Bangsa pada tanggal 4 Mei – 14 Mei 2012 di SMK Putra Bangsa, Depok. Pengambilan data dilakukan dengan cara pengisian kuesioner oleh remaja laki-laki yang merokok, yaitu siswa laki-laki kelas X dan XI SMK Putra Bangsa, Depok. Kuesioner yang berhasil dikumpulkan sejumlah 94 kuesioner.
5.2 Penyajian Hasil Penelitian Hasil dari penelitian kuantitatif ini disajikan dengan menampilkan karakteristik responden, analisis univariat, dan analisis bivariat.
5.2.1 Karakteristik Responden 5.2.1.1 Karakteristik Responden berdasarkan Usia
Tabel 5.1 Karakteristik Responden berdasarkan Usia di SMK Putra Bangsa (n= 94), Mei 2012
Mean
Median
Modus
SD
Min − Max
95% CI
16,28
16,00
16
0,809
15 − 19
16,11 – 16,44
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa usia rata-rata responden adalah 16,28 tahun. Usia remaja laki-laki yang merokok termuda adalah 15 tahun dan usia tertua adalah 19 tahun. Usia mayoritas remaja laki-laki yang merokok di SMK Putra Bangsa adalah remaja usia 16 tahun.
46
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
47
5.2.1.2 Karakteristik Responden berdasarkan Identitas Perokok
Gambar 5.1 Karakteristik Responden berdasarkan Identitas Perokok di SMK Putra Bangsa (n= 94), Mei 2012
70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Perokok harian
Bukan perokok harian
Karakteristik remaja berdasarkan identitas perokok dikategorikan menjadi dua, yaitu perokok harian dan bukan perokok harian. Gambar 5.1 menunjukkan bahwa remaja laki-laki yang merupakan bukan perokok harian lebih banyak daripada remaja laki-laki yang merupakan perokok harian. Remaja lakilaki yang merupakan bukan perokok harian sebanyak 56 orang (60%) dan remaja laki-laki yang merupakan perokok harian sebanyak 38 orang (40%).
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
48
5.2.1.3 Karakteristik Responden berdasarkan Tipe Perokok
Gambar 5.2 Karakteristik Responden berdasarkan Tipe Perokok di SMK Putra Bangsa (n= 94), Mei 2012
70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Tipe perokok ringan
Tipe perokok sedang
Tipe perokok berat
Tipe perokok dikategorikan menjadi tiga kategori berdasarkan jumlah rokok yang dihisap dalam satu hari. Tiga tipe perokok yaitu: tipe perokok ringan yaitu perokok yang menghisap 1-4 batang rokok/hari; tipe perokok sedang yaitu perokok yang menghisap 5-14 batang rokok/hari; dan tipe perokok berat yaitu perokok yang menghisap ≥ 15 batang rokok/hari. Gambar 5.2 menunjukkan bahwa tipe perokok ringan menjadi jumlah terbanyak yaitu 60 orang (64%), tipe perokok sedang sebanyak 32 orang (34%), dan tipe perokok berat sebanyak 2 orang (2%).
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
49
5.2.2 Hasil Analisis Univariat 5.2.2.1 Perilaku Merokok Perilaku merokok remaja laki-laki yang merokok diukur dengan menggunakan skala perilaku merokok. Tujuh indikator digunakan untuk mengukur perilaku merokok responden. Tabel 5.2 akan menjelaskan distribusi frekuensi jawaban responden di setiap indikator perilaku merokok.
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden terhadap Pernyataan Variabel Perilaku Merokok di SMK Putra Bangsa (n= 94), Mei 2012
Indikator
Jawaban
N
Persen (%)
Tipe perilaku
Dipengaruhi oleh perasaan negatif
32
34
merokok
Kecanduan psikologis
50
53,2
Kebiasaan
72
76,6
Jumlah batang tetap setiap harinya
21
22,3
Meghisap lebih dari 7 batang rokok per hari
20
21,3
Menghisap maksimal 4 batang rokok per hari.
34
36,16
Moment untuk
Setelah makan
60
63,8
merokok
Saat cuaca dingin
53
56,3
Kapan pun saat ingin merokok
50
53,1
Saat bersama teman
76
80,8
Faktor yang
Pengaruh teman
33
35,2
mempengaruhi
Faktor kepribadian
8
8,5
Rokok yang memiliki aroma rasa yang khas
56
59,6
Rokok dengan kandungan tar dan nikotin rendah
61
64,9
Rokok dengan kandungan tar dan nikotin tinggi
12
12,7
Tempat untuk
Dimana saja (di kendaraan, tempat umum, dan
39
41,5
merokok
lainnya) Hanya di tempat sepi
22
23,4
Mulut asam
58
61,7
Tipe perokok
perilaku merokok Jenis rokok
Dampak rokok
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
50
Gambar 5.3 Karakteristik Responden berdasarkan Perilaku Merokok di SMK Putra Bangsa (n= 94), Mei 2012
60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Perilaku merokok rendah
Perilaku merokok sedang
Perilaku merokok tinggi
Perilaku merokok remaja dikategorikan menjadi tiga, yaitu perilaku merokok rendah, perilaku merokok sedang, dan perilaku merokok tinggi. Gambar 5.3 menunjukkan bahwa remaja dengan perilaku merokok rendah sebanyak 24 orang (25%), perilaku merokok sedang sebanyak 25 orang (27%), dan perilaku merokok tinggi sebanyak 45 orang (48%).
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
51
5.2.2.2 Harga Diri Penentuan harga diri remaja laki-laki yang merokok ditentukan dengan skala harga diri Rosenberg yang terdiri dari 10 indikator. Tabel 5.3 akan menjelaskan distribusi frekuensi jawaban responden di setiap indikator harga diri.
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden terhadap Pernyataan Variabel Harga Diri di SMK Putra Bangsa (n= 94), Mei 2012
Indikator
Jawaban
N
Persen (%)
Dihormati oleh
Setelah menjadi perokok, merasa tidak diterima
orang lain
orang lain Setelah menjadi perokok, merasa menjadi orang
16
17
24
25,5
35
37,2
yang tidak berharga/tidak berarti Berpendapat
Setelah menjadi perokok, lebih dapat menyampaikan pendapat dengan baik
Mengontrol tingkah
Rokok dapat membantu mengendalikan emosi
52
55,3
laku
Lebih emosional setelah menjadi perokok
18
19,1
Rokok dapat membantu menurunkan kecemasan
72
76,6
Mendapatkan
Teman-teman sesama perokok tidak peduli
15
16
kepedulian
Teman-teman sesama perokok peduli
68
72,3
Penerimaan dari
Jumlah teman bertambah setelah menjadi perokok
25
26,6
lingkungan
Memiliki hubungan baik dengan orang lain
51
54,2
Pandangan positif
Rokok membuat trendy, cool, dan macho
22
23,4
terhadap diri
Rokok meningkatkan percaya diri
59
63
Rokok memberikan keyakinan bahwa dirinya
25
26,6
Rokok meningkatkan imajinasi (lebih kreatif)
66
70,2
Rokok membuat masa depan menjadi suram
32
34
Menerima perhatian,
Orang tua memarahi jika ketahuan merokok
53
56,3
afeksi, dan cinta
Merasa lebih dihargai orang lain setelah menjadi
31
33
kasih
perokok 25
26,6
88
93,6
17
18
memiliki kemampuan lebih daripada orang lain
Merasa lebih diperhatikan oleh lawan jenis setelah menjadi perokok Kepatuhan pada
Tetap menjalankan ibadah setelah menjadi
norma
perokok Merokok di lingkungan sekolah
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
52
Kompetensi
Rokok meningkatkan keinginan untuk meraih
56
59,5
sukses Menjalankan tugas
Rokok membantu dalam mencari inspirasi
47
50
dengan baik dan
Rokok membuat tidak dapat konsentrasi saat
24
25,5
benar
belajar 20
21,2
Menjadi tidak mood belajar setelah menjadi perokok
Gambar 5.4 Karakteristik Responden berdasarkan Harga Diri Remaja Laki-Laki di SMK Putra Bangsa (n= 94), Mei 2012
54% 53% 52% 51% 50% 49% 48% 47% 46% 45% 44% Harga diri positif
Harga diri negatif
Harga diri remaja dikategorikan menjadi dua, yaitu remaja dengan harga diri positif dan harga diri negatif. Gambar 5.4 menunjukkan bahwa remaja lakilaki perokok dengan harga diri positif sebanyak 50 orang (53%). Sedangkan, remaja laki-laki perokok dengan harga diri negatif sebanyak 44 orang (47%).
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
53
5.2.3 Hasil Analisis Bivariat 5.2.3.1 Hubungan Perilaku Merokok dengan Harga Diri
Tabel 5.4 Hubungan Perilaku Merokok dengan Harga Diri Remaja Laki-Laki di SMK Putra Bangsa (n= 94), Mei 2012
Perilaku
Harga Diri
Merokok
Positif Frek
Total
Nilai p
Negatif
Persen
Frek
(%)
Persen
Frek
Persen
(%)
(%)
Rendah
8
8,5%
16
17%
24
25,5%
Sedang
12
12,8%
13
13,8%
25
26,6%
Tinggi
30
32%
15
16%
45
48%
0,025
Hasil analisis hubungan perilaku merokok dengan harga diri diperoleh bahwa ada sebanyak 8 remaja (33,3%) yang berperilaku merokok rendah memiliki harga diri positif. Sedangkan, 16 remaja (66,7%) yang berperilaku merokok rendah memiliki harga diri negatif. Sebanyak 12 remaja (48%) yang berperilaku merokok sedang memiliki harga diri positif. Sedangkan, 13 remaja (52%) yang berperilaku merokok sedang memiliki harga diri negatif. Sebanyak 30 remaja (66,7%) yang berperilaku merokok berat memiliki harga diri positif. Sedangkan, 15 remaja (33,3%) yang berperilaku merokok berat memiliki harga diri negatif. Data mengenai perilaku merokok dan harga diri remaja laki-laki yang merokok diolah dengan menggunakan analisis bivariat. Hal ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang merokok. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square dan didapatkan p value sebesar 0,025. Maka, bisa disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku merokok dengan harga diri remaja lakilaki yang merokok (p value = 0,025; α = 0,05).
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1 Pembahasan Hasil Penelitian 6.1.1 Karakteristik Responden Spooner (2004) menyebutkan, masa transisi remaja ke dewasa merupakan masa-masa penting (Berdita, 2010). Masa remaja seringkali dianggap sebagai masa yang rentan untuk menentukan apakah nantinya remaja tersebut menjadi perokok atau bukan perokok. Perilaku merokok yang dialami remaja terjadi karena berbagai faktor penyebab, yaitu: (1) mendapatkan kepuasan psikologis; (2) sikap permisif orang tua terhadap perilaku merokok remaja; dan (3) pengaruh teman sebaya (Komalasari & Helmi, 2000). Hasil penelitian ini menggambarkan usia responden, identitas perokok, tipe perokok, perilaku merokok, harga diri, dan adanya hubungan yang bermakna antara perilaku merokok dengan harga diri. Hasil pengolahan data, didapatkan jumlah perokok terbanyak pada remaja usia 16 tahun yaitu sebanyak 52 orang (49%), identitas remaja laki-laki perokok di SMK Putra Bangsa merupakan bukan perokok harian yaitu 56 orang (60%), dan tipe perokok pada remaja laki-laki di SMK Putra Bangsa merupakan tipe perokok ringan yaitu 60 orang (64%). Faktor penyebab munculnya perilaku merokok pada remaja di SMK Putra Bangsa diperkirakan terjadi karena dua hal, yaitu: rokok memberikan dampak kepuasan psikologis bagi remaja dan adanya pengaruh dari teman sebaya. Dampak kepuasan psikologis dari rokok dibuktikan dengan 52 responden (55,3%) menyatakan bahwa rokok mampu membuat remaja dapat mengendalikan emosi dengan baik, 72 responden (76,6%) menyatakan bahwa rokok mampu menurunkan kecemasan yang dirasakan, 66 responden (70,2%) menyatakan bahwa rokok membuat dirinya menjadi lebih kreatif, dan 56 responden (59,5%) menyatakan bahwa rokok membuat dirinya memiliki semangat dalam meraih sukses. Teman sebaya yang merokok memberikan pengaruh besar terhadap munculnya perilaku merokok pada remaja. Pengaruh dari teman sebaya 54
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
55
dibuktikan dengan 33 responden (35,1%) menyatakan bahwa aktivitas merokok muncul saat ada teman yang mengajak untuk ikut merokok dan 76 responden (80,8%) merokok terutama saat sedang bersama dengan teman-teman yang juga sebagai perokok. Hasil penelitin ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Hedman et, al (2007) yang menyebutkan, faktor risiko pencetus remaja untuk merokok adalah memiliki keluarga atau teman yang juga sebagai perokok. Tipe perokok pada remaja laki-laki di SMK Putra Bangsa termasuk dalam tipe perokok ringan, yaitu perokok yang menghisap 1 − 4 batang rokok dalam satu hari. Tahapan perilaku merokok pada remaja laki-laki SMK Putra Bangsa adalah tahap menjadi seorang perokok. Pada tahap ini, remaja memberikan identitas pada dirinya sebagai seorang perokok dan sudah mulai ketergantungan pada rokok. Burton et, al (1989) menyebutkan, remaja yang menggambarkan dirinya sebagai seorang perokok, besar kemungkinan akan tetap menjadi seorang perokok di masa yang akan datang (Okoli et, al., 2011). Kecenderungan remaja untuk terus merokok di masa yang akan datang dipengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor psikologis dan faktor biologis. Faktor psikologis yang mempengaruhi remaja untuk terus merokok adalah: adanya kebiasaan, stres, depresi, kecanduan, menurunkan kecemasan, ketegangan, dan upaya untuk memiliki teman (Hedman et, al., 2007). Aditama (1997) menyebutkan, faktor biologis yang mempengaruhi remaja untuk tetap menjadi perokok yaitu efek dan level dari nikotin yang dibutuhkan dalam aliran darah (Laily, 2007).
6.1.2 Perilaku Merokok Perilaku merokok merupakan suatu kegiatan membakar rokok dan menghisap asap rokok. Asap rokok kemudian dihembuskan keluar, sehingga menyebabkan asap rokok terhisap oleh orang-orang yang berada di sekitar perokok. Analisis univariat perilaku merokok memperoleh hasil sebanyak 45 responden (48%) memiliki perilaku merokok tinggi, 25 responden (27%) memiliki perilaku merokok sedang, dan 24 responden (25%) memiliki perilaku merokok rendah.
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
56
Perilaku merokok dikatakan tinggi apabila remaja sudah masuk dalam kategori tahapan menjadi seorang perokok dalam tahapan perilaku merokok, merokok minimal satu batang rokok dalam satu hari, intensitas merokok termasuk sering, serta jenis rokok yang dihisap memiliki kandungan tar dan nikotin yang tinggi. Perilaku merokok remaja yang tinggi dapat disebabkan karena faktor kecanduan yang remaja rasakan. Teori yang dikemukakan oleh Henningsfield (1995) menyatakan bahwa bahan adiktif yang dihasilkan oleh rokok memiliki mekanisme efek tertentu (Berdita, 2010). Efek tersebut secara umum sama dengan efek dari obat bius kokain yang dapat mengubah perilaku seseorang. Bila keterpaparan nikotin (bahan adiktif yang menyebabkan kecanduan) berlangsung lama, akan menyebabkan perokok kecanduan dan ketergantungan pada rokok. Okoli, et.al (2011) juga menyebutkan, rokok memiliki nilai tinggi dalam kegiatan sosial dan membuat remaja laki-laki memiliki dimensi perasaan ketergantungan yang tinggi kepada rokok. Hal inilah yang menyebabkan perokok tidak mudah untuk menghilangkan kebiasaan merokok. Penelitian yang dilakukan oleh Aditama (2002) menunjukkan bahwa anak yang memiliki kebiasaan merokok, baik menjadi perokok harian atau bukan perokok harian, mengatakan akan melanjutkan kegiatan merokok pada masa yang akan datang (Lega & Widhaningsih, 2004). Pendapat yang sama juga didapat dari Burton et, al (1989) yang menyebutkan, remaja yang menggambarkan dirinya sebagai seorang perokok, besar kemungkinan akan tetap menjadi seorang perokok di masa yang akan datang (Okoli et, al., 2011). Hal ini dikarenakan anak-anak tersebut menyukai kegiatan merokok karena rokok memberikan kesan dewasa, berani mengambil risiko, bangga, macho, dan jantan pada diri remaja.
6.1.3 Harga Diri Santrock (2007) mendefinisikan harga diri (self esteem) sebagai suatu dimensi evaluatif global mengenai diri sendiri. Harga diri berada pada rentang positif dan negatif. Setiap individu memiliki karakteristik masing-masing sesuai dengan tingkat harga dirinya. Penilaian positif terhadap diri sendiri adalah penilaian positif terhadap kondisi diri, seperti: menghargai kelebihan, menghargai
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
57
potensi diri, dan menerima kekurangan diri sendiri (Santrock, 2007). Sedangkan, penilaian negatif terhadap diri sendiri adalah: (1) penilaian tidak suka atau tidak puas dengan kondisi diri sendiri; dan (2) tidak menghargai kelebihan diri dengan melihat diri sebagai sesuatu yang selalu kurang (Santrock, 2007). Analisis univariat harga diri remaja laki-laki yang merokok menunjukkan sebanyak 50 responden (53%) memiliki harga diri positif dan 44 responden (47%) memiliki harga diri negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 52 responden (55,3%) menyatakan bahwa rokok dapat membantu remaja untuk mengendalikan emosi dan 72 responden (76,6%) menyatakan bahwa rokok dapat menurunkan kecemasan yang remaja rasakan. Dampak positif rokok lainnya yang dirasakan remaja adalah 59 responden (62,8%) menyatakan rokok dapat membuat remaja merasa percaya diri, 56 responden (59,5%) menyatakan bahwa rokok membuat remaja semangat dalam meraih sukses, dan 62 responden (65,9%) tidak setuju dengan pernyataan bahwa rokok membuat masa depan remaja menjadi suram. Penelitian ini membuktikan bahwa merokok merupakan cara yang dilakukan remaja untuk mengatasi perasaan negatif yang remaja rasakan Penelitian ini dapat membuktikan bahwa perilaku merokok yang remaja lakukan mampu memberikan dampak positif terhadap harga diri remaja. Hal ini tidak terlepas dari kesan yang diberikan oleh rokok pada remaja. Armstrong (1990) menyebutkan, alasan “ingin tampak mengesankan” adalah alasan paling umum untuk dimulainya perilaku merokok pada remaja (Nasution, 2007). Remaja seringkali mengasosiasikan perilaku merokok sebagai identitas diri, yaitu memberikan kesan tidak kolot (modern), dewasa, jantan, gagah, dan berani. Identitas yang terbentuk menyusun prinsip kepribadian pada remaja. Prinsipprinsip tersebut diperoleh melalui proses evaluasi secara menyeluruh yang dilakukan oleh remaja terhadap dirinya. Remaja dapat mengevaluasi dirinya secara positif maupun negatif. Semakin positif nilai yang ada pada diri remaja, semakin positif pula harga diri remaja. Begitu pula sebaliknya, semakin negatif nilai yang ada pada diri remaja, semakin negatif harga diri remaja. Harga diri negatif pada sebagian remaja dalam penelitian ini ditunjukkan oleh 24 remaja (25,5%) menyatakan bahwa dirinya menjadi orang yang tidak berharga dan tidak berarti setelah menjadi perokok, 16 remaja (17%) menyatakan
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
58
bahwa dirinya merasa tidak diterima oleh orang lain setelah menjadi perokok, 32 remaja (34,04%) menyatakan bahwa rokok membuat masa depannya menjadi suram, dan 53 remaja (56,34%) menyatakan bahwa orang tua memarahi jika remaja sedang merokok. Pengalaman negatif yang pernah dialami, tidak adanya dukungan sosial, dan sikap negatif dari orang lain yang dialami oleh remaja lakilaki setelah menjadi perokok pada akhirnya membentuk harga diri negatif pada remaja. Sebab, semakin negatif nilai hidup yang ada pada diri remaja, maka harga diri akan semakin negatif. Konsep diri adalah semua pikiran, kepercayaan, dan keyakinan yang mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 2005). Potter dan Perry (2005) menyebutkan, konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan pencampuran yang kompleks dari perasaan, sikap, dan persepsi. Konsep diri dipelajari oleh individu melalui eksplorasi diri dan merupakan hasil interaksi dengan orang lain. Konsep diri terdiri dari lima komponen, yaitu identitas, harga diri, peran, citra diri, dan ideal diri. Perkembangan konsep diri terjadi sepanjang kehidupan dan bergantung pada seberapa panjang tingkat perkembangan individu. Pada masa remaja, perkembangan konsep diri bergantung pada pengalaman remaja selama masa anak-anak. Pada umumnya, remaja lebih menekankan pada penampilan fisik dan sudah mulai menetapkan identitas pada diri remaja. Terkait dengan penelitian ini, remaja mengeksplorasi dirinya dengan mencoba hal-hal baru, seperti adanya keinginan untuk mencoba merokok. Ada sebagian remaja yang lantas berhenti setelah mengonsumsi rokok karena mendapatkan dampak negatif secara langsung dari rokok, seperti batuk dan sesak napas. Namun, ada pula remaja yang meneruskan aktivitas merokok karena telah mengalami ketergantungan pada rokok. Keberlanjutan aktivitas merokok pada akhirnya membentuk identitas pada diri remaja, yaitu sebagai perokok, bukan perokok, atau mantan perokok.
6.1.4 Hubungan Perilaku Merokok dengan Harga Diri Hubungan antara perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang merokok dilakukan dengan menggunakan analisis bivariat. Hasil analisis bivariat diperoleh bahwa ada sebanyak 8 responden (8,5%) yang berperilaku
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
59
merokok rendah memiliki harga diri positif. Sedangkan, 16 responden (17%) yang berperilaku merokok rendah memiliki harga diri negatif. Sebanyak 12 responden (12,8%) yang berperilaku merokok sedang memiliki harga diri positif. Sedangkan, 13 responden (13,8%) yang berperilaku merokok sedang memiliki harga diri negatif. Sebanyak 30 responden (32%) yang berperilaku merokok berat memiliki harga diri positif. Sedangkan, 15 responden (16%) yang berperilaku merokok berat memiliki harga diri negatif. Data mengenai perilaku merokok dan harga diri remaja laki-laki yang merokok diolah dengan menggunakan analisis bivariat. Hal ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang merokok. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square dan didapatkan p value = 0,025 dengan nilai α = 0,05. Maka, bisa disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang merokok. Hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Norhayati Mohd. Noor et, al pada tahun 2005 di Malaysia. Hasil akhir dari penelitian tersebut adalah tidak ada hubungan antara perilaku merokok dengan harga diri pada remaja Malaysia di Kota Bharu, Kelantan. Harga diri pada remaja di Kota Bharu, Kelantan, lebih dipengaruhi karena kondisi keluarga dan lingkungan. Hal ini dapat dipengaruhi karena pada penelitian ini, pola asuh keluarga, lingkungan, dan sosial ekonomi yang merupakan variabel perancu (confounding) harga diri, termasuk yang tidak diteliti oleh peneliti. Pada penelitian kali ini, peneliti hanya ingin melihat bagaimana pengaruh yang diberikan oleh perilaku merokok terhadap harga diri remaja laki-laki yang merokok. Hal ini yang menjadi alasan bagi peneliti untuk tidak memasukkan variabel confounding yang mempengaruhi harga diri sebagai variabel yang diteliti. Remaja yang menjadi perokok pemula cenderung memiliki masalah psikologis yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja yang sudah lama mengonsumsi rokok (Coogan et, al., 1998). Rokok menjadi salah satu alat bagi perokok sebagai anti depresan untuk mengatasi masalah depresi dan kecemasan. Pada remaja, rokok memiliki arti sebagai cara untuk mengobati diri dari dampak negatif yang remaja rasakan. Harga diri negatif pada diri remaja menjadi faktor
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
60
penyebab munculnya perilaku merokok pada remaja (Veselska et, al., 2009). Hal inilah yang menyebabkan remaja membutuhkan cara untuk meningkatkan harga diri, yaitu dengan merokok. Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Young-Ho Kim (2004) menyebutkan, harga diri memiliki arti penting sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja. Dampak psikologis yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dari rokok yang terus menerus remaja rasakan, pada akhirnya akan membentuk aspek harga diri remaja laki-laki setelah menjadi perokok. Coopersmith menyebutkan bahwa harga diri memiliki tiga macam aspek, yaitu: perasaan berharga, perasaan mampu, dan perasaan diterima (Sriati & Hernawaty, 2007). Lingkungan yang membuat remaja merasa diterima, dihargai, dan dihormati, akan menjadikan remaja merasa bahwa dirinya bernilai untuk dirinya sendiri dan orang lain. Ketika individu diperlakukan sebagai bagian dari kelompok, maka ia akan merasa dirinya diterima dan dihargai dalam kelompok tersebut. Dampak psikologis yang menyenangkan setelah menjadi perokok antara lain: (1) rokok mampu menurunkan kecemasan, kemarahan, ketegangan, dan memberikan sumber inspirasi; (2) rokok mampu membuat remaja lebih kreatif, percaya diri, trendy, cool, macho, bersemangat dalam meraih sukses, dan diperhatikan oleh orang lain. Pengalaman positif dari rokok dan adanya penerimaan dalam kelompok akan membentuk harga diri positif pada diri remaja. Dengan kata lain, kegiatan merokok menjadi cara bagi remaja untuk meningkatkan harga diri. Dampak psikologis tidak menyenangkan yang dirasakan setelah menjadi perokok, akan membuat remaja mengevaluasi dirinya secara negatif. Pengalaman negatif yang dirasakan setelah menjadi perokok antara lain merasa tidak berarti dan tidak berharga setelah menjadi perokok, rokok membuat masa depan menjadi suram, rokok membuat remaja tidak konsentrasi saat belajar, dan seringnya remaja mendapat teguran dari orang tua karena telah menjadi perokok. Hal inilah yang menyebabkan remaja mengalami harga diri negatif setelah menjadi perokok. Penelitian ini membuktikan bahwa perilaku merokok akan mempengaruhi harga diri remaja laki-laki yang merokok. Harga diri remaja akan menjadi positif atau bahkan negatif setelah remaja menjadi seorang perokok.
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
Fisik Emosional
Efek positif dari rokok: ↑ percaya diri dan daya kreatif; ↓ kecemasan, ↓ ketegangan, dan ↓ kemarahan; memberikan inspirasi; diterima dan dihormati dalam kelompok.
Kognitif Moral Remaja
Tahap perkembangan Efek negatif dari rokok: rokok membuat masa depan menjadi suram, dimarahi orang tua, rokok membuat konsentrasi buyar saaat belajar, merasa tidak berharga dan tidak berarti setelah menjadi perokok.
Sosial Konsep diri
Harga diri
Spiritual Positif
Negatif
Psikososial
Pencarian jati diri dan inisiatif tinggi untuk mencoba hal baru
Perilaku merokok
Kemunculan aspek-aspek harga diri setelah menjadi perokok: perasaan berharga, mampu, dan diterima.
Harga diri positif
Harga diri negatif
Gambar 6.1 Hubungan Perilaku Merokok dengan Harga Diri Remaja Laki-Laki yang Merokok
61
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
Universitas Indonesia
62
6.2 Keterbatasan Penelitian Peneliti menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna dan memiliki keterbatasan. Pada penelitian ini, tidak dapat dilihat hubungan antara harga diri dengan variabel lain yang ikut mempengaruhi harga diri remaja laki-laki, seperti pola asuh keluarga, sosial ekonomi, kondisi lingkungan. Hal ini dikarenakan penelitian mengenai hubungan perilaku merokok dengan harga diri remaja telah dilakukan oleh Norhayati Mohd. Noor et, al pada tahun 2005 di Malaysia. Hasil akhir dari penelitian tersebut adalah tidak ada hubungan antara perilaku merokok dengan harga diri pada remaja Malaysia di Kota Bharu, Kelantan. Harga diri pada remaja di Kota Bharu, Kelantan, lebih dipengaruhi karena kondisi keluarga dan lingkungan. Pada penelitian kali ini, peneliti hanya ingin melihat bagaimana pengaruh yang diberikan oleh perilaku merokok terhadap harga diri remaja lakilaki yang merokok. Hal ini yang menjadi alasan bagi peneliti untuk tidak memasukkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi harga diri sebagai variabel yang diteliti. Keterbatasan penelitian lainnya adalah peneliti berasumsi bahwa instrumen penelitian yang digunakan berisiko bias sehingga memungkinkan terjadinya salah persepsi dan atau ketidakjujuran responden saat mengisi kuesioner. Hal ini dikarenakan pada saat pengambilan data, peneliti ditemani oleh guru BP SMK Putra Bangsa. Pengisian kuesioner dengan diawasi oleh pihak sekolah diduga dapat menjadi pemicu bagi responden untuk tidak jujur pada saat pengisian kuesioner, khususnya pada bagian karakteristik responden (identitas perokok dan tipe perokok) dan bagian perilaku merokok. Meskipun pada saat sebelumnya, hal ini telah diantisipasi oleh peneliti dengan cara menginformasikan kepada responden bahwa responden tidak perlu menuliskan nama lengkap di kuesioner (hanya inisial nama responden saja) dan peneliti akan melaporkan hasil penelitian ini ke SMK Putra Bangsa tidak dalam laporan per individu melainkan dalam satu kelompok keseluruhan.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
63
6.3 Implikasi Penelitian bagi Dunia Keperawatan 6.3.1 Pelayanan Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pelayanan keperawatan. Bagi pemberi layanan kesehatan, khususnya dinas kesehatan dan puskesmas. Diharapkan, penelitian ini digunakan sebagai motivasi khusus untuk memberikan pendidikan kesehatan terkait bahaya rokok. Hal ini dilakukan agar perilaku merokok tidak menjadi rutinitas remaja karena data yang ada menunjukkan bahwa perilaku merokok remaja termasuk tinggi. Kejadian perilaku merokok di kalangan remaja sudah selayaknya dipikirkan solusinya agar angka kejadian merokok pada remaja tidak semakin meningkat dari waktu ke waktu.
6.3.2 Penelitian Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengalaman, serta informasi dasar bagi peneliti lain yang berkeinginan untuk melakukan penelitian. Khususnya pada penelitian yang berkaitan dengan perilaku merokok pada remaja laki-laki yang merokok.
6.3.3 Pendidikan Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi profesi keperawatan terkait permasalahan remaja. Hal keperawatan,
khususnya
keperawatan
ini dimaksudkan agar profesi
keilmuan
jiwa
dan
anak,
dapat
mempersiapkan intervensi dan pendidikan kesehatan yang tepat terkait permasalahan remaja, khususnya harga diri remaja. Besar harapan, hal ini dapat menjadi
motivasi
bagi remaja untuk tidak
melakukan perilaku
yang
membahayakan kesehatan, seperti merokok untuk meningkatkan harga diri remaja.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian ini adalah: 1) Karakteristik remaja laki-laki yang merokok dalam penelitian ini adalah usia remaja perokok termuda berusia 15 tahun dan remaja perokok tertua berusia 19 tahun. Remaja laki-laki SMK Putra Bangsa yang merupakan bukan perokok harian sebanyak 56 orang (60%) dan perokok harian sebanyak 38 orang (40%). Sedangkan, remaja laki-laki SMK Putra Bangsa yang termasuk tipe perokok ringan sebanyak 60 orang (64%), tipe perokok sedang sebanyak 32 orang (34%), dan tipe perokok berat sebanyak 2 orang (2%). 2) Remaja laki-laki SMK Putra Bangsa yang merokok, memiliki perilaku merokok rendah sebanyak 24 orang (25%), perilaku merokok sedang sebanyak 25 orang (27%), dan perilaku merokok tinggi sebanyak 45 orang (48%). 3) Remaja laki-laki SMK Putra Bangsa yang merokok, memiliki harga diri positif sebanyak 50 orang (53%) dan harga diri negatif sebanyak 44 orang (47%). 4) Ada hubungan yang bermakna antara perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang merokok (p value = 0,025; α = 0,05).
7.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang perlu menjadi bahan pertimbangan untuk beberapa pihak yang terkait. Saran tersebut antara lain: 1) Pelayanan keperawatan Perawat yang bekerja di dinas kesehatan dan puskesmas sebaiknya melakukan sosialisasi bahaya merokok secara intensif di sekolah-sekolah. Selain itu, dinas kesehatan dan unit penanggulangan rokok di puskesmas 64
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
65
sebaiknya melakukan kerjasama dengan LSM anti rokok untuk melakukan program penghentian merokok pada remaja dengan cara melakukan terapi tapping safety. 2) Penelitian keperawatan Peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti perilaku merokok pada remaja sebaiknya melakukan penelitian kualitatif. Peneliti tidak hanya menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data, tetapi juga melakukan observasi atau wawancara yang lebih mendalam. Selain itu, peneliti selanjutnya sebaiknya juga memperbanyak sampel dan memperluas populasi agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan. 3) Institusi pendidikan Program intervensi untuk menurunkan jumlah perokok sebaiknya tidak hanya berfokus pada individu, akan tetapi juga berfokus pada pengaruh dari aspek sosial dan lingkungan yang turut serta mempengaruhi munculnya perilaku merokok pada remaja. Tempat terbaik untuk menyampaikan program intervensi adalah di sekolah. Sebab, sekolah menjadi tempat yang lebih mudah dijangkau agar program intervensi dapat terlaksana dengan baik. Peneliti juga menyarankan agar pihak sekolah selain mengadakan penyuluhan
mengenai
bahaya
merokok,
juga
melakukan
kegiatan
penghentian perilaku merokok dengan menggunakan terapi tapping safety. Terapi tapping safety diperuntukkan bagi remaja yang memiliki keinginan untuk berhenti merokok. Penyuluhan tentang bahaya rokok dan kegiatan terapi tapping safety diadakan atas kerjasama antara pihak sekolah dengan dinas kesehatan, unit penanggulangan rokok di puskesmas, dan LSM anti rokok. Selain itu, pihak sekolah disarankan untuk memberikan dukungan dan dorongan kepada siswa untuk memperbanyak aktivitas positif melalui kegiatan ekstrakulikuler di sekolah. Hal ini diupayakan karena aktivitas positif yang rutin dilakukan oleh siswa secara berkala dapat mempengaruhi harga diri remaja.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
DAFTAR REFERENSI
Amelia, A. (2009). Gambaran perilaku merokok pada remaja laki-laki. Jurnal psikologi Universitas Sumatera Utara. Medan: USU Repository. Asmadi. (2008). Teknik prosedural konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta: Salemba Medika. Bariid, B. (2008). Hubungan karakteristik remaja dengan persepsi remaja mengenai bahaya merokok pada remaja. Laporan penelitian tidak diterbitkan. Universitas Indonesia. Depok, Indonesia. Berdita. (2010). Rokok, alkohol, dan narkoba pada remaja Indonesia: Data survei nasional narkoba pada pelajar dan mahasiswa tahun 2006. Laporan penelitian tidak diterbitkan. Universitas Indonesia. Depok, Indonesia. Berta, D. (2009). Hubungan antara pola komunikasi dalam keluarga dengan perilaku merokok pada remaja di RW 007 Kelurahan Jatirasa, Bekasi. Laporan penelitian tidak diterbitkan. Universitas Indonesia. Depok, Indonesia. Cahanar, P., & Suhanda, I. (2006). Makan sehat, hidup sehat. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Canggih, R. (2012). Perokok usia muda sasaran empuk industri rokok. (2012, 15 Mei). http://surabaya-ehealth.org/pengumuman/perda-kota-surabaya-no-5tahun-2008 Charles, S. (2009). Profesional integritas, rasisme modern, dan harga diri. USA: ProQuest LLC. Coogan et, al. (1998). Factors associated with smoking among children and adolescents in Connecticut. American Journal of Preventive Medicine. Volume 15, Issue 1, July 1998, Pages 17-24. Dahlan, S. (2009). Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan (Edisi 2). Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Dariyo, A. (2004). Psikologi perkembangan remaja. Bogor: Ghalia Indonesia. Desmita. (2005). Psikologi perkembangan. Bandung: PT Rosdakarya.
66
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
67
Djauzi, S. (2009). Raih kembali kesehatan: Mencegah berbagai penyakit, hidup sehat untuk keluarga. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Direktoral Pelayanan Keperawatan. (2000). Keperawatan jiwa : Teori dan tindakan keperawatan. Jakarta: Bhakti Husada. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Profil kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen Kesehatan RI 2009. Glendinning, A., & Inglis, D. (1999). Smoking behaviour in youth: The problem of low self-esteem?. Journal of Adolescence. Volume 22, issue 5, pages 673-682. Gunarsa, S., & Yulia, S.G. (2004). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Gunarsa, S. (2008). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hastono, S.P. (2007). Analisis data kesehatan. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Hastono, S.P., & Subri, L. (2010). Statistik kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hedman, et., al. (2007). Factors related to tobacco use among teenagers. Respiratory Medicine. Volume 101, Issue 3, March 2007, Pages 496-502. Hockenberry, J.M. (2005). Essentials of pediatric nursing. 7th Edition. USA: Mosby Company. Kim, Y. (2004). Psychological constructs to predicting smoking behavior among Korean secondary school students. Preventive Medicine. Volume 38, Issue 5, May 2004, Pages 620-627. Komalasari, D., & Helmi, A.F. (2000). Faktor-faktor penyebab perilaku merokok pada remaja. Jurnal psikologi Universitas Gajah Mada, 2. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press. Laily, D. (2007). Hubungan iklan rokok di media komunikasi dengan perilaku merokok remaja di SMU Putra Bangsa Depok. Laporan penelitian tidak diterbitkan. Universitas Indonesia. Depok, Indonesia.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
68
Lega, N., & Widhaningsih, N. (2004). Pengaruh kebiasaan merokok terhadap konsep diri: citra diri remaja pria di SLTPN 217 Jakarta Timur. Laporan penelitian tidak diterbitkan. Universitas Indonesia. Depok, Indonesia. Mubarok. (2009). Remaja dan perilaku merokok. (2011, 21 November). http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1928293-remaja-dan-perilakumerokok Mu’tadin, Z. (2002). Remaja dan rokok. (2011, 18 Oktober). http://www.epsikologi.com/remaja/050602htm Mu’tadin, Z. (2002). Kemandirian sebagai kebutuhan psikologis pada remaja. (2011, 18 Oktober). http://www.e-psikologi.com/remaja.050602.htm Nasution, I. (2007). Perilaku merokok pada remaja. (2011, 18 Oktober). http://www.library.usu.ac.id/download/fk/132316815.pdf Noor, et., al. (2008). Smoking ang self-esteem among Malay adolescents in Kota Bharu, Kelantan. International Medical Journal. Volume 15, No. 2, pages 137-143. Notoatmodjo, S. (2005). Ilmu kesehatan masyarakat: Prinsip-prinsip dasar. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Okoli, et., al. (2011). Differences in the smoking identities of adolescent boys and girls . Addictive Behaviors. Volume 36, Issues 1–2, January – February 2011, Pages 110-115. Papalia, D.E., Old, S.W., & Feldman, R.D. (2008). Human development. (Anwar, A.K., Penerjemah). Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Polit, D.F. (2006). Essential of nursing research : Method, appraisal, and utilization. Philadelphia: J.B. Lippincott Company. Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep, proses, dan praktik (Edisi 4). Volume 1. (Yasmin Asih, et al., Penerjemah). Jakarta: EGC. Rosmala, dkk. (2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja di SMP As Syafiiyah 06 Bekasi. Laporan penelitian tidak diterbitkan. Universitas Indonesia. Depok, Indonesia.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
69
Santrock, J. W. (2007). Remaja. Edisi ke-11. (Widyasinta, Benedictine, Penerjemah). Jakarta: Penerbit Erlangga. Shaffer, D.R. (2005). Social and personality development (5th ed). USA: Thomson Learning, Inc. Sianturi, dkk. (2004). Pengaruh pola komunikasi dalam keluarga terhadap pembentukan harga diri remaja. Laporan penelitian tidak diterbitkan. Universitas Indonesia. Depok, Indonesia. Sitepoe, M. (2002). Kekhususan rokok di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana. Sriamin, L. (2006). Konsumsi rokok yang menggelisahkan. (2011, 21 November). www.lizaherbal.com/main/index2.php?option=com_content Sriati, A., & Hernawaty, T. (2007). Pengaruh training pengembangan diri terhadap harga diri remaja putri homoseksual di desa Cibeureum, kecamatan
Cimalaka,
kabupaten
Sumedang.
3
Januari
2012.
http://www.scribd.com/doc/15261731/4/Aspek-Aspek-dalam-Harga-Diri Sukardi. (2004). Metodologi penelitian pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Sunaryo. (2004). Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC. Sundeen, S.J., Stuart, G.W., & Laraia, M.T. (2005). Stuart & Sundeen’s principle of psychiatric nursing. St. Louis, Missoury: Mosby. Suyatno. (n.d). Menghitung besar sampel penelitian kesehatan masyarakat. Style sheet. (2012, 16 Maret). http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=menentukan+sampel+untuk+p opulasi+yang+tidak+diketahui&source=web&cd=1&ved=0CB8QFjAA&u rl=http%3A%2F%2Fsuyatno.blog.undip.ac.id%2Ffiles%2F2010%2F05% 2FMENGHITUNG-BESAR-SAMPEL-PENELITIAN.pdf&ei=udliTfFBZDxrQf59Ym9Bw&usg=AFQjCNFZ9uiEa7s6E99tcX96HncIAjA9w&cad=rja Ulina, R. (2008). Pengaruh lingkungan keluarga dan sekolah terhadap perilaku merokok pada remaja. Laporan penelitian tidak diterbitkan. Universitas Indonesia. Depok, Indonesia.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
70
Veselska, et., al. (2009). Self esteem and resilience: The connection with risky behaviour among adolescents. Elsevier Ltd. Addictive Behaviours 34 (2009), Pages 278-291. Widianti, E. (2007). Remaja dan permasalahannya : bahaya merokok, penyimpangan seks pada remaja, dan bahaya penyalahgunaan minuman keras/narkoba. Makalah disampaikan dalam penyuluhan sosial mengenai remaja dan permasalahannya di Tsanawiyah Banuraja dan Tsanawaiyah Al Ihsan Batujajar, Bandung. Widowati, dkk. (2010). Hubungan perilaku merokok dengan konsentrasi belajar siswa kelas XI SMK Binakarya Mandiri. Laporan penelitian tidak diterbitkan. Universitas Indonesia. Depok, Indonesia. Wijaya, A.M. (2011). Data dan situasi rokok Indonesia terbaru. (2011, 28 Desember).http://www.infodokterku.com/index.php?option=com_content &view=article&id=143:data-dan-situasi-rokok-cigarette-indonesiaterbaru&catid=40:data&Itemid=54 Wong, et., al. (2002). Buku ajar keperawatan pediatrik. Volume 1. (Agus Sutarna, et al., Penerjemah). Jakarta: EGC. Yulianto,
H.
(n.d).
Jenis
rokok.
(2012,
25
April).
http://www.scribd.com/Hermanyulianto/d/30889043-Jenis-rokok.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
Lampiran 3
KUESIONER PENELITIAN
Selamat pagi/siang/sore Saya, Ade Maya Azkiyati, adalah mahasiswa tingkat akhir Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia angkatan 2008. Saat ini, saya sedang melakukan penelitian mengenai “Hubungan Perilaku Merokok dengan Harga Diri Remaja Laki-Laki yang Merokok di SMK Putra Bangsa”. Saya mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner di bawah ini dengan sejujur-jujurnya dan apa adanya sesuai dengan pengalaman Anda. Tidak ada jawaban yang salah ataupun benar. Jawaban Anda dijamin kerahasiaannya. Harap tidak ada pertanyaan yang terlewatkan. Atas perhatian dan kesediaan Anda, saya ucapkan terima kasih.
Hormat saya,
Ade Maya Azkiyati
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
Lampiran 4
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Judul
: Hubungan perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang merokok di SMK Putra Bangsa.
Peneliti
: Ade Maya Azkiyati
Pembimbing : Happy Hayati, S.Kp., M.Kep
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa saya telah diminta dan bersedia untuk berperan serta dalam penelitian yang dilakukan oleh Ade Maya Azkiyati. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang merokok. Saya mengerti bahwa penelitian ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas akhir dan telah mendapat izin dari Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia. Saya mengerti bahwa saya telah menjadi bagian dari penelitian ini. Saya telah diberikan informasi bahwa keterlibatan dalam penelitian ini bersifat sukarela dan kerahasiaan identitas saya akan dijaga oleh peneliti. Saya juga memiliki hak untuk menghentikan atau mengundurkan diri dari penelitian ini tanpa adanya sanksi. Demikianlah surat pernyataan ini saya tandatangani sebagai tanda persetujuan secara sukarela tanpa adanya paksaan dari siapapun.
Depok, ......... Mei 2012 Responden
(................................)
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
Lampiran 5
Lembar Kuesioner
Kode responden (diisi oleh peneliti) : ____________ Judul
: Hubungan perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang merokok di SMK Putra Bangsa
Peneliti
: Ade Maya Azkiyati
Petunjuk umum pengisian : 1. Bacalah setiap pertanyaan dengan hati-hati sehingga dapat Anda mengerti. 2. Harap mengisi seluruh pertanyaan yang ada dalam kuesioner dan pastikan tidak ada yang terlewat. 3. Harap mengisi kuesioner ini dengan sejujur-jujurnya. 4. Kuesioner ini terdiri dari pernyataan yang terdiri dari: 3 pernyataan terkait data demografi 21 pernyataan terkait perilaku merokok 24 pernyataan terkait harga diri
A. Karakteristik Responden Berilah tanda checklist ( √ ) pada kolom yang sesuai dengan pilihan Anda! 1. Usia saya saat ini adalah .......... tahun 2. Status yang paling tepat pada diri saya adalah: (.....) Saya bukan perokok
(.....) Saya bukan perokok harian
(.....) Saya mantan perokok
(.....) Saya perokok harian
3. Jumlah rokok yang saya hisap dalam satu hari sebanyak: (.....) 1-4 batang rokok (.....) 5-14 batang rokok (.....) ≥ 15 batang rokok
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
Lampiran 5 “lanjutan”
A. Perilaku Merokok Responden Berilah tanda checklist ( √ ) pada kolom yang sesuai dengan diri Anda!
No.
1.
Pernyataan
Selalu Sering Kadang-
Tidak
kadang
pernah
Saya merokok, terutama saat merasa cemas/gelisah/jenuh/kesal.
2.
Saya merokok, baik saat merasa gelisah maupun tenang.
3.
Saya merokok jika mulut saya terasa asam.
4.
Saya merokok, kapan pun saya mau.
5.
Saya merasa pusing jika tidak merokok dalam satu hari.
6.
Saya merokok, baik saat cuaca dingin maupun panas.
7.
Saya merokok, terutama setelah makan.
8.
Saya merokok, terutama saat cuaca dingin.
9.
Saya merokok, maksimal empat batang dalam satu hari.
10.
Saya merokok dalam jumlah batang tetap (tidak bertambah) dari hari ke hari.
11.
Saya merokok dalam jumlah batang yang terus bertambah dari hari ke hari.
12.
Saya merokok lebih dari tujuh batang rokok setiap hari.
13.
Saya merokok, terutama di tempat sepi/tidak banyak orang.
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
Lampiran 5 “lanjutan”
No.
14.
Pernyataan
Selalu Sering Kadang-
Tidak
kadang
pernah
Saya menghisap rokok yang memiliki kandungan nikotin dan tar lebih banyak (seperti: rokok kretek, non filter, cerutu)
15.
Saya menghisap rokok yang memiliki aroma rasa yang khas (seperti: gudang garam filter internasional, djarum super, dll).
16.
Saya menghisap rokok yang memiliki kandungan nikotin dan tar rendah (seperti: A Mild, Clas Mild, Star Mild, U Mild, LA Light).
17.
Saya merokok dimana saja (di kendaraan, di tempat umum, dan lain-lain).
18.
Saya merokok, terutama saat bersama teman.
19.
Saya mengajak teman saya untuk merokok.
20.
Saya merokok saat sedang sendiri dan juga saat bersama teman.
21.
Saya merokok, terutama saat ada teman yang mengajak untuk merokok.
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
Lampiran 5 “lanjutan”
B. Harga Diri Responden Berilah tanda checklist ( √ ) pada kolom yang sesuai dengan diri Anda! SS = Sangat Setuju
TS = Tidak Setuju
S = Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju
No.
Pernyataan
22.
Rokok membuat saya dapat
SS
S
mengendalikan emosi dengan baik. 23.
Saya menjadi orang yang tidak berharga dan tidak berarti, setelah saya menjadi perokok.
24.
Saya merasa tidak diterima oleh orang lain, setelah saya menjadi perokok.
25.
Saya merokok agar terlihat trendy, cool, dan macho.
26.
Rokok membuat saya yakin bahwa saya memiliki kemampuan daripada orang lain.
27.
Rokok membuat saya merasa percaya diri.
28.
Jumlah teman saya bertambah, setelah saya menjadi perokok.
29.
Saya menjadi orang yang tidak dapat menerima kritik dari orang lain, setelah saya menjadi perokok.
30.
Saya dapat menyampaikan pendapat saya dengan baik, setelah saya menjadi perokok.
31.
Teman-teman saya, yang sesama perokok, tidak peduli kepada saya.
32.
Rokok membuat saya tidak mood untuk belajar.
33.
Rokok dapat menurunkan kecemasan yang saya rasakan.
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
TS
STS
Lampiran 5 “lanjutan”
No. 34.
Pernyataan
SS
S
Saya tetap beribadah, setelah saya menjadi perokok.
35.
Rokok membuat saya semangat dalam meraih sukses.
36.
Rokok membuat saya lebih kreatif.
37.
Saya merasa lebih dihargai oleh orang lain, setelah saya menjadi perokok.
38.
Saya merasa lebih diperhatikan oleh lawan jenis, setelah saya menjadi perokok.
39.
Rokok membuat saya dapat memiliki hubungan yang baik dengan orang lain.
40.
Teman-teman saya, yang sesama perokok, selalu menolong saya jika saya membutuhkan bantuan.
41.
Rokok membuat saya tidak dapat konsentrasi ketika belajar.
42.
Saya merokok, meskipun saat berada di sekolah.
43.
Rokok membuat masa depan saya menjadi suram.
44.
Rokok menginspirasi saya untuk mengerjakan tugas sekolah dengan baik dan benar.
45.
Orang tua memarahi saya jika saya merokok.
Terima kasih atas partisipasi Anda
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.
TS
STS
Lampiran 6
Biodata Mahasiswa
Nama lengkap
: Ade Maya Azkiyati
Nama panggilan
: Maya
Agama
: Islam
Tempat/Tgl Lahir
: Jakarta, 16 Mei 1989
Alamat rumah
: Perumahan Taman Griya Kencana Blok A5 No. 20 RT 001 RW 08, Bogor 16161
No. HP
: 085693684260
E-mail
:
[email protected]
Riwayat pendidikan formal No.
:
Riwayat Pendidikan
Tahun
1.
SDN 05 Pancoran Jakarta
1995 − 2001
2.
SMP Negeri 41 Jakarta
2001− 2004
3.
SMA Negeri 38 Jakarta
2004 − 2007
4.
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
2008 − 2012
Hubungan perilaku..., Ade Maya Azkiyati, FIK UI, 2012.