HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU KESEHATAN REPRODUKSI PADA REMAJA PUTRI DI SMA 5 BANDA ACEH
JURNAL KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Diploma III Kebidanan STKes U’Budiyah Banda Aceh
Oleh :
MIRNA AYU NIM : 10010054
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN U’BUDIYAH PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN BANDA ACEH TAHUN 2013
ABSTRAK
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU KESEHATAN REPRODUKSI PADA REMAJA PUTRI DI SMA 5 BANDA ACEH Mirna Ayu1, Cut Rosmawar2
xi +vi Bab+66 halaman : 7 tabel, 3 gambar, 15 lampiran Latar Belakang: Kesehatan reproduksi adalah kesehatan secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi, serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit atau kecacatan (ICPD, 1994). Dari hasil survei yang peneliti dapatkan bahwa masih banyak remaja yang belum mengerti jelas tentang kesehatan reproduksi, sehingga mereka sering mengalami keputihan yang kadang-kadang gatal tetapi tidak berbau dan juga mereka mengatakan pada saat haid mereka mengalami sakit perut yang hebat yang membuat aktivitas mereka terganggu. Maka dari itu peneliti mencoba untuk meneliti lebih lanjut teentang perilaku kesehatan reproduksi pada remaja putri. Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap remaja putri dengan perilaku kesehatan reproduksi di SMA 5 Banda Aceh Tahun 2013. Metode Penelitian: Bersifat analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah siswi kelas X dan XI yang berjumlah 220 orang. Jumlah sampel sebanyak 69 orang, teknik pengambilan sampel adalah cluster sampling. Penelitian dilakukan pada tanggal 10 Juni sampai 15 Juni 2013 di SMA 5 Banda Aceh. Cara pengumpulan data dengan cara membagikan kuesioner. Hasil penelitian: Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara pengetahuan remaja putri dengan perilaku kesehatan reproduksi dengan p-value 0.021, dan ada hubungan antara sikap remaja putri dengan perilaku kesehatan reproduksi dengan p-value 0,007. Kesimpulan: Ada hubungan pengetahuan remaja putri dengan perilaku kesehata reproduksi. Ada hubungan antara sikap remaja putri dengan perilaku kesehatan reproduki. Saran: Diharapkan remaja putri agar lebih meningkatkan pengetahuannya tentang kesehatan reproduksi agar terhindar dari penyakit berbahaya.
Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Perilaku, Kesehatan Reproduksi, Remaja Putri Sumber : 17 buku (2002-2011) + 2 Jurnal Elektronik (2004-2009)
1
Mahasiswa Prodi D-III Kebidanan STIKes U’Budiyah Dosen Pembimbing Prodi D-III Kebidanan STIKes U’Budiyah
2
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini Telah Disetujui Untuk Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Diploma III Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh
Banda Aceh, Agustus 2013 Pembimbing
( CUT ROSMAWAR, SST )
MENGETAHUI : KETUA PRODI DIPLOMA III KEBIDANAN STIKES U’BUDIYAH BANDA ACEH
( NUZULUL RAHMI, SST )
PENGESAHAN PENGUJI
Karya Tulis Ilmiah ini Telah Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Diploma III Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh
Banda Aceh,
September 2013 Tanda tangan
PEMBIMBING : CUT ROSMAWAR, S.ST
(
)
PENGUJI I
: ARIPIN AHMAD, S. SiT. MKes
(
)
PENGUJI II
: NUZULUL RAHMI, S.ST
(
)
MENYETUJUI KETUA STIKES U’BUDIYAH BANDA ACEH
MENGETAHUI: KETUA PRODI DIPLOMA III KEBIDANAN
(MARNIATI, M.Kes)
( NUZULUL RAHMI, S.ST)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi Pada Remaja Putri di SMA 5 Banda Aceh Tahun 2013. Adapun tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program studi Diploma III Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan U’Budiyah Banda Aceh. Dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini, peneliti banyak menemukan hambatan dan kesulitan, tetapi berkat adanya bimbingan, pengarahan dan bantuan dari semua pihak, maka penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan. Untuk ini peneliti menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesarbesarnya kepada : Ibu Cut Rosmawar, S.ST, selaku pembimbing yang telah memberi arahan dan saran serta bimbingan selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Serta ucapan terima kasih peneliti kepada : 1. Bapak Dedi Zefrizal, ST, selaku Ketua Yayasan U’Budiyah Indonesia. 2. Ibu Marniati, M.Kes, selaku Ketua STIKES U’Budiyah Banda Aceh. 3. Ibu Nuzulul Rahmi, S.ST, selaku Ketua Prodi DIII Kebidanan STIKES U’Budiyah Banda Aceh sekaligus penguji II. 4. Bapak Aripin Ahmad, S.SiT. M.Kes, selaku penguji I.
5. Dosen dan seluruh staf pendidikan DIII Kebidanan STIKES U’Budiyah Indonesia. 6. Ibunda Hj. Samsidar yang telah rela memberikan pengorbanan yang sangat besar baik material maupun doa dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan bagi peneliti sehingga dapat menyelesaikan pendidikan Akademik Kebidanan. 7. Kepada teman-teman seperjuangan yang telah banyak memberi bantuan dan dorongan pada peneliti selama penulisan Karya Tulis Ilmiah ini. Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu peneliti sangat mengharapkan kritikan dan saran untuk perbaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Akhir kata peneliti memanjatkan doa semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya, amin yaa rabbal’alamiin.
Banda Aceh,
September 2013
Peneliti
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................ ABSTRAK ............................................................................................. LEMBARAN PERSETUJUAN .......................................................... PENGESAHAN PENGUJI .................................................................. KATA PENGANTAR .......................................................................... DAFTAR ISI ......................................................................................... DAFTAR TABEL ................................................................................ DAFTAR GAMBAR ............................................................................ DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
i ii iii iv v vii ix x xi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... A. Latar Belakang ..................................................................... B. Rumusan Masalah ................................................................ C. Tujuan Penelitian ................................................................. D. Manfaat Penelitian ...............................................................
1 1 4 4 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... A. Kesehatan Reprosuksi .......................................................... 1. Definisi Kesehatan Reproduksi ...................................... 2. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi .......................... 3. Hak-hak Reproduksi ...................................................... 4. Anatomi Fisiologi Organ Reproduksi Wanita ............... 5. Menstruasi ...................................................................... 6. Pemeliharaan Organ Reproduksi ................................... B. Remaja ................................................................................. 1. Definisi Remaja ............................................................. 2. Perubahan Fisik pada Masa Remaja .............................. 3. Ciri-ciri Kejiwaan dan Psikologis Remaja ..................... 4. Masa Transisi Remaja .................................................... C. Perilaku .............................................................................. D. Kerangka Teoritis .................................................................
6 6 6 8 10 12 17 20 23 23 26 30 32 33 45
BAB III KERANGKA KONSEP ........................................................ A. Kerangka Konsep ................................................................. B. Definisi Operasional ............................................................
46 46 47
C. Hipotesa ...............................................................................
48
BAB IV METODEOGI PENELITIAN ............................................. A. Jenis Penelitian ..................................................................... B. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. C. Populasi dan Sampel ............................................................ D. Pengumpulan Data ............................................................... E. Pengolahan Data dan Analisis Data .....................................
49 49 49 49 52 53
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................... A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...................................... B. Hasil Penelitian ...................................................................... C. Pembahasan ............................................................................
56 56 57 60
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .............................................. A. Kesimpulan ............................................................................ B. Saran .......................................................................................
63 63 63
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 3.1 Definisi Operasional ..............................................................
47
Tabel 4.1 Perhitungan Sampel Per Kelas ...............................................
51
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Perilaku Kesehatan Reproduksi Remaja Putri............................................................................
57
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Remaja Putri dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi ...........................................................
58
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Sikap Remaja Putri dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi ...........................................................
58
Tabel 5.4 Hubungan Pengetahuan Remaja Putri dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi ............................................................
59
Tabel 5.5 Hubungan Sikap Remaja Putri dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi .............................................................................
60
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Alat Kandungan Wanita .....................................................
13
Gambar 2.2 Kerangka Teoritis ...............................................................
45
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ...............................................
46
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Lembaran Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 2
: Lembaran Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 3
: Kuesioner
Lampiran 4
: Tabel Skor
Lampiran 5
: Surat Izin Pengambilan Data Awal
Lampiran 6
: Surat Balasan Pengambilan Data Awal
Lampiran 7
: Surat Izin Melakukan Penelitian
Lampiran 8
: Surat Selesai Melakukan Penelitian
Lampiran 9
: Master Tabel
Lampiran 10 : SPSS Lampiran 11 : Lembaran Konsul Lampiran 12 : Daftar Hadir Seminar Lampiran 13 : Kalender Penelitian Lampiran 14 : Denah Tempat Penelitian Lembaran 15 : Biodata
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan masyarakat baik dalam bidang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif agar setiap warga masyarakat dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggitingginya baik fisik, mental dan sosial serta harapan berumur panjang. Untuk mencapai tujuan tersebut Winslow menetapkan suatu syarat yang sangat penting, yaitu harus ada pengertian, bantuan dan partisipasi masyarakat secara teratur dan terus menerus. Salah satu sasaran pembangunan kesehatan adalah perkembangan kesehatan adalah perkembangan dan pertumbuhan remaja. (Depkes RI, 2006) Remaja merupakan suatu masa kehidupan individu dimana terjadi eksplorasi psikologis untuk menemukan identitas diri. Pada masa transisi dari masa anak-anak ke masa remaja, individu mulai mengambangkan ciri-ciri abstrak dan konsep diri menjadi lebih berbeda. Remaja mulai memandang diri dengan penilaian dan standar pribadi, tetapi kurang dalam interpretasi perbandingan sosial. (Kusmiran, 2011) Remaja mempunyai sifat yang unik, salah satunya adalah sifat ingin meniru sesuatu hal yang dilihat, kepada keadaan, serta lingkungan di sekitarnya.
Di samping itu remaja mempunyai kebutuhan akan kesehatan seksual, di mana pemenuhan kebutuhan seksual tersebut sangat bervariasi. (Kusmiran, 2011) Kesehatan reproduksi adalah kesehatan secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi, serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit atau kecacatan (ICPD, 1994). (Kusmiran, 2011) Perilaku kesehatan reproduksi remaja saat ini cenderung kurang mendukung terciptanya remaja berkualitas. Angka aborsi di kalangan remaja saat ini diperkirakan sekitar 700 - 800 ribu kasus pertahun, perempuan usia 15 – 19 tahun yang telah menjadi ibu mencapai 10 %. Proporsi remaja di daerah pedesaan yang sudah mengandung dua kali lebih tinggi dari remaja di perkotaan, perempuan yang kurang berpendidikan cenderung mulai mengandung pada usia lebih muda. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesi (SDKI) (2002 – 2003) menemukan bahwa sebanyak 13% perempuan yang berpendidikan sekolah dasar telah menjadi ibu, sedangkan perempuan yang tamat SLTP keatas hanya 4%. Presentase remaja yang terjangkit Penyakit Menular Seksual (PMS) serta HIV / AIDS cenderung meningkat. (Pinem, 2009) Pengetahuan remaja terhadap reproduksi
kesehatan manusia masih
sangat rendah. Hasil Survei Kesehatan Reproduksi Indonesia (SKRRI) 2002 – 2003 menunjukkan bahwa 21% perempuan dan 28% laki-laki tidak mengetahui tanda perubahan fisik apapun dari lawan jenisnya. Kurangnya pengetahuan tentang biologi dasar pada remaja mencerminkan kurangnya pengetahuan tentang
resiko
yang
berhubungan
dengan
tubuh
mereka
dan
cara
menghindarinya. Demikian juga halnya dengan pengetahuan mereka tentang masa subur dan resiko kehamilan. Hanya 29% perempuan dan 32% laki-laki menjawab benar bahwa seorang perempuan mempunyai kemungkinan besar menjadi hamil pada siklus periode haid. Secara umum, pengetahuan perempuan tentang resiko menjadi hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seksual lebih tinggi (50%) di bandingkan dengan laki-laki yaitu 46%. (Pinem, 2009) Berdasarkan data di SMA 5 Banda Aceh di ketahui jumlah siswa keseluruhannya yaitu 702 siswa. Jumlah siswa kelas X laki-laki 132 orang dan perempuan 105 orang, tingkat dua terbagi menjadi 2 kelas yaitu kelas XI. IA jumlah laki-laki 35 orang dan perempuan 88 orang, kelas XI. IS laki-laki berjumlah 86 orang dan perempuan 27 orang, sedangkan tingkat tiga juga terbagi dua kelas yaitu XII. IA jumlah laki-laki 46 orang, perempuan 83 orang, dan di kelas XII. IS laki-laki berjumlah 58 orang , perempuan 42 orang. (SMA 5 Banda Aceh, 2012) Hasil wawancara dengan 10 orang siswi di SMA 5 Banda Aceh didapatkan bahwa ada 5 orang yang tidak mengerti tentang kesehatan reproduksi, pada saat dilakukan wawancara tersebut mereka mengatakan bahwa mereka sering mengalami keputihan. Keputihan yang mereka alami kadang-kadang gatal-gatal, akan tetapi tidak berbau dan juga mereka mengatakan pada saat haid mereka mengalami sakit perut yang hebat yang membuat aktivitas mereka terganggu. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan yang mereka dapatkan tentang kesehatan reproduksi. Dan 3 orang siswi sudah mengerti tentang kesehatan reproduksi, mereka mengatakan sudah pernah mendapatkan informasi
melalui media cetak dan media elektronik, dan 2 orang siswi diantaranya sudah mengerti tentang kesehatan reproduksi akan tetapi tidak mengerti cara merawat alat reproduksi agar tetap terjaga dari penyakit yang berbahaya. Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut tentang tingkat “Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi pada Remaja Putri di SMA 5 Banda Aceh Tahun 2013.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah “Adakah Hubungan Pengetahuan Dan Sikap dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi pada Remaja Putri Di SMA 5 Banda Aceh Tahun 2013, ?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku kesehatan reproduksi pada remaja putri di SMA 5 Banda Aceh Tahun 2013. 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya
hubungan
pengetahuan
dengan
perilaku
kesehatan
reproduksi pada remaja putri di SMA 5 Banda Aceh Tahun 2013. b. Diketahuinya hubungan sikap dengan perilaku kesehatan reproduksi pada remaja putri di SMA 5 Banda Aceh Tahun 2013. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti
Dapat memperoleh hasil penelitian baru tentang kesehatan reproduksi remaja sehingga dapat dijadikan sebagai perbandingan untuk penelitian selanjutnya. 2. Bagi Instansi Pendidikan Diharapkan Karya Tulis Ilmiah
ini dapat menjadi informasi
tambahan bagi pembaca, dan instansi sebaiknya dapat menyediakan buku bacaan yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi yang lebih komplit lagi. 3. Bagi Tempat Penelitian Diharapkan dengan adanya informasi dan data yang di peroleh peneliti sehingga dapat meningkatkan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kesehatan Reproduksi 1. Definisi Kesehatan Reproduksi Menurut WHO (1992) Sehat adalah “ suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. (Pinem, 2009) Pada
Konprensi
Internasional
tentang
Kependudukan
dan
Pembangunan (International Conference On Population and Development, ICPD) tahun 1994 di Kairo, Mesir. Telah disepakati defenisi kesehatan reproduksi yang mengacu pada defenisi sehat menurut WHO tersebut yaitu : “ keadaan sehat yang menyeluruh, meliputi aspek fisik, mental dan sosial, dan bukan sekadar tidak adanya penyakit atau gangguan di segala hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsinya maupun proses reproduksi itu sendiri. Dengan demikian kesehatan reproduksi menyiratkan bahwa setiap orang dapat menikmati kehidupan seks yang aman dan menyenangkan, dan mereka memiliki kemampuan untuk reproduksi, serta memiliki kebebasan untuk menetapkan kapan dan seberapa sering mereka ingin bereproduksi. Selain itu memperoleh penjelasan lengkap tentang cara-cara kontrasepsi sehingga dapat memilih cara yang tepat dan disukai, hak untuk mendapatkan
pelayanan antenatal, persalinan, nifas dan pelayanan bagi bayi baru lahir, kesehatan remaja dan lain-lain perlu di jamin”. (Pinem, 2009) Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 1996), yang dimaksud dengan kesehatan reproduksi adalah apa yang disebut sebagai Reproduksi Sehat Sejahtera, dengan defenisi : “ Adalah suatu keadaan sehat mental, fisik dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan serta dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan material yang layak, berdakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, spritual memiliki hubungan serasi-selaras-seimbang antara anggota keluarga dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan “. (Pinem, 2009) Kesehatan reproduksi adalah kesehatan secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi, serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit atau kecacatan (ICPD, 1994). (Kusmiran, 2011) Implikasi difinisi kesehatan reproduksi berarti bahwa setiap orang mampu memiliki kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu menurunkan serta memenuhi keinginannya tanpa ada hambatan apapun, kapan, dan berapa sering untuk memiliki keturunan. (Kusmiran, 2011)
Kesehatan reproduksi remaja menurut Hasmi (2001) adalah sebagai suatu keadaan sehat jasmani, psikologis, dan sosial yang berhubungan dengan fungsi dan proses sistem reproduksi pada remaja. Pengertian sehat tersebut tidak semata-mata berarti terbebas dari penyakit atau kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial-kultural. Pada masa ini, seorang anak mengalami kematangan biologis. Kondisi ini dapat menempatkan remaja pada kondisi yang rawan bila mereka tidak dibekali dengan informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada di sekitarnya. (Wiknjosastro et al, 2006) 2. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi dalam Siklus Kehidupan Secara luas, ruang lingkup kesehatan reproduksi meliputi, (Widyastuti et al, 2010) yaitu : a. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir. b. Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) termasuk PMS-HIV/AIDS. c. Pencegahan dan penanggulangan kompliasi aborsi. d. Kesehatan reproduksi remaja. e. Pencegahan dan penangganan infertilitas. f. Kanker pada usia lanjut dan osteoporosis. g. Berbagai aspek kesehatan reproduksi lain, misalnya kanker serviks, mutilasi genital, fistula, dll. Kesehatan reproduksi ibu dan bayi baru lahir meliputi perkembangan berbagai organ reproduksi mulai dari sejak dalam kandungan, bayi, remaja,
wanita usia subur, klimakterium, menopause hingga meninggal. Kondisi kesehatan seorang ibu hamil mempengaruhi pada kondisi bayi yang dilahirkannya, termasuk didalamnya kondisi
kesehatan organ-organ
reproduksi bayinya. Permasalahan kesehatan reproduksi remaja termasuk pada saat pertama anak perempuan mengalami haid/menarche yang bisa berisiko timbulnya anemia, perilaku seksual yang mana bila kurang pengetahuan dapat tertular penyakit hubungan seksual, termasuk HIV/AIDS. Selain itu juga menyangkut kehidupan remaja memasuki masa perkawinan. Remaja yang menginjak masa dewasa bila kurang pengetahuan dapat mengakibatkan risiko kehamilan usia muda yang mana mempunyai risiko terhadap kesehatan ibu hamil dan janinnya. Selain hal tersebut di atas, ICPD juga menyebutkan bahwa kesehatan reproduksi juga mengimplikasikan seseorang berhak atas kehidupan seksual yang memuaskan dan aman. Seseorang berhak terbebas dari kemungkinan tertular penyakit infeksi menular seksual yang bisa berpengaruh pada fungsi organ reproduksi, dan terbebas dari paksaan. Hubungan seksual dilakukan dengan memahami dan sesuai etika dan budaya yang berlaku. (Widyastuti et al, 2010) Penerapan pelayanan kesehatan reproduksi oleh Departemen Kesehatan RI dilaksanakan secara integratif memprioritaskan pada empat komponen kesehatan reproduksi yang menjadi masalah pokok di Indonesia yang tersebut paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE), yaitu : a. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
b. Keluarga berencana. c. Kesehatan reproduksi remaja. d. Pencegahan dan penanganan infeksi saluran reproduksi, termasuk HIV/AIDS. Sedangkan pelayanan kesehatan reproduuksi komprehensif (PKRK) terdiri dari PKRE ditambah kesehatan reproduksi pada usia lanjut. (Widyastuti, 2010) 3. Hak-hak Reproduksi Hak-hak reproduksi merupakan hak pria dan wanita untuk memperoleh informasi dan mempunyai akses terhadap berbagai metode keluarga berencana yang mereka pilih, aman, efektif, terjangkau, serta metode-metode pengendalian kelahiran lainnya yang mereka pilih dan tidak bertentangan dengan hukum serta perundang-undangan yang berlaku. Hakhak ini mencakup hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai sehingga para kesempatan bagi para pasangan untuk memiliki bayi yang sehat. (Kusmiran, 2011) Kusmiran (2011) hak-hak reproduksi meliputi hal-hal berikut ini : a. Hak mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reeproduksi. b. Hak mendapat pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi. c. Hak kebebasan berpikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi. d. Hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan. e. Hak untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak.
f. Hak atas kebebasan dan keamanan yang berkaitan dengan kehidupan reproduksinya. g. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan seksual. h. Hak mendapatkan manfaat kemajuan ilmu pengetahuan yang berkaitan denggan kesehatan reproduksinya. i. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga. j. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga dan kehidupan reproduksi. k. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Menurut BKKBN 2000 ( dalam Widyastuti, 2010), kebijakan teknis operasional di Indonesia, untuk mewujudkan pemenuhan hak-hak reproduksi : a. Promosi hak-hak reproduksi Dilaksanakan dengan menganilisis perundang-undangan, peraturan dan kebijakan yang saat ini berlaku apakah sudah sering dan mendukung hak-hak reproduksi dengan tidak melupakan kondisi lokal sosial budaya masyarakat. Pelaksanaan upaya pemenuhan hak reproduksi memerlukan dukungan secara politik, dan legislatif sehingga bisa tercipta undang-undang hak reproduksi yang memuat aspek pelanggaran hak-hak reproduksi.
b. Advokasi hak-hak reproduksi Advokasi dimaksudkan agar mendapatkan dukungan komitmen dari para tokoh politik, tokoh agama, tokoh masyarakat, LSM/LSOM, dan swasta. Dukungan swasta dan LSM sangat dibutuhkan karena ruang gerak pemerintah lebih terbatas. Dukungan para tokoh sangat membantu memperlancar terciptanya pemenuhan hak-hak reproduksi. LSM yang memperjuangkan hak-hak reproduksi sangat penting artinya untuk terwujudnya pemenuhan hak-hak reproduksi. c. KIE hak-hak reproduksi Dengan KIE diharapkan masyarakat semakin mengerti hak-hak reproduksi sehingga dapat bersama-sama mewujudkannya. 4. Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Wanita
Gambar 2.1. Alat Kandungan Wanita a. Organ Reproduksi Wanita Eksterna
Organ reproduksi wanita eksternal dalam Widyastuti (2010) yaitu sebagai berikut : 1) Vulva Merupakan suatu daerah yang menyelubungi vagina. Vulva terdiri dari mons pubis, labia mayora, labia minora, clitoris, hymen, vestibulum, orificium urethrae externum, kelenjar-kelenjar pada dinding vagina. 2) Mons pubis/mons veneris Merupakan lapisan lemak di bagian depan simfisis pubis, yang mana tertutup oleh rambut pubis mulai usia remaja sebagai pertanda seksualitas skunder. 3) Labia Mayora Organ ini merupakan lipatan kulit yang tebal dan mengandung lemak. Pada keadaan biasa bibir luar ini akan selalu menutup dan merapat serta hanya membentuk sebuah celah sehingga bagiabagian lainnya tertutupi. Organ ini ditumbuhi rambut dan banyak mengandung kelenjar minyak. Bibir besar ini juga bermanfaat sebagai pelindug. (Yahya, 2010). 4) Labiya minora Organ ini merupakan lipatan kecil di sebelah dalam yang berwarna kemerahan dan selalu basah. Organ ini tidak mengandung folikel rambut, tetapi banyak mengandung akhiran saraf sensibel
(sangat sensitif) yang penting sebagai pembangkit rangsangan saraf seksual. (Yahya, 2010) 5) Clitoris Merupakan organ kecil yang terdiri dari korpus yang mana banyak pembuluh darah dan ujung serabut saraf, sangat sensitif dan berperan besar dalam fungsi seksual dalam mencapai orgasme. Ketika fase perangsagan klitoris akan membesar dan menonjol. Identik dengan penis pada pria. Ukuran sebesar kacang polong, terdapat androgen pada klitoris. 6) Vestibulum Bagian atas dibatasi oleh klitoris, bagian bawah fourchet, dan batas bagia lateral labia minora. Berasal dari sinus urogenital. Pada bagian ini terdapat 6 lubang/orificium yaitu orificium urethrae externum, introitus vaginae, duktus glandulae, bartholinii kanan-kiri dan
duktus
skene
kanan-kiri.
Kelenjar-kelenjar
ini
akan
mengeluarkan cairan pada saat fase perangsangan dalam hubungan seks sehingga memudahkan penetrasi. 7) Introitus/orifisium vagina Merupakan bagian/lubang vagina. Beberapa milimeter lebih ke dalam tertutup lapisan tipis bermukosa yaitu selaput dara/hymen pada waktu masih perawan. Hymen normal terdapat lubang kecil untuk aliran darah menstruasi, dapat berbentuk bulan sabit, bulat, oval, cribifomis, septum atau fimbriae. Hymen dapat robek setelah
coitus atau trauma lain, dan bentuk lubang menjadi tidak beraturan dengan robekan. 8) Perineum Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas otot-otot diafragma pelvis. b. Organ Reproduksi Wanita Internal Organ reproduksi wanita internal dalam Widyastuti (2010) yaitu sebai berikut : 1) Vagina Saluran yang elastis, berbentuk tabung panjang sekitar 9-11 cm, berawal dari introitus vagina dan berakhir pada rahim. Vagina yang menjorok di sekitar cerviks uteri disebut fornix, yang dibagi dalam 4 ; Fornix anterior, fornix posterior, dan fornix lateral kanankiri. Vagina mempunyai fungsi penting sebagai jalan lahir lunak, sebagai tempat hubungan seksual yang mana sebagai penetrasi penis melalui introitus vagina dan saluran untuk mengalirkan lendir dan darah menstruasii lendir vagina banyak mengandung glikogen yang dapat dipecah oleh bakteri doderlein, sehingga cairan vagina bersifat asam. 2) Uterus Merupakan organ muskuler berbentuk seperti buah pir yang terbalik, dilapisi peritoneum (serosa), dengan berat sekitar 30 gram. Selama kehamilan uterus berfungsi sebagai tempat implantasi hasil
konsepsi yang mana bagian yang paling sering untuk implantasi adalah fundus uteri. 3) Serviks uteri Serviks uterus merupakan bagian terbawah uterus. Portio merupakan bagian terendah dari rahim/uterus yang menonjol ke dalam vagina. 4) Salping/Tuba fallopi Tuba fallopi merupakan organ saluran sel telur/ovum. 5) Ovarium Ovarium merupakan organ berbentuk oval, terletak didalam rongga peritoneum, terdiri dari sepasang kiri-kanan. Ovarium dilapisi mesovarium, sebagai jaringan ikat dan jalan pembuluh darah dan saraf. Terdiri dari korteks dan medula. Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel primordial menjadi folikel degraf, selanjutnya terdiri dari ovulasi. Ovarium juga mensintesis dan menghasilkan sekresi hormon-hormon steroid yaitu esterogen dan progesteron. 5. Menstruasi Menstruasi adalah sebuah perubahan-perubahan yang kompleks dan harmonis yang dipengaruhi oleh hormon-hormon tertentu. Hormon-hormon ini diatur oleh otak, alat-alat kandungan, kelenjar tiroid, dan beberapa kelenjar lainnya. (Yahya, 2010) Menurut Yahya (2010), hormon-hormon tersebut adalah :
1) FSH/follicle stimulating hormone yang dikeluarkan oleh otak. 2) Estrogen yang dihasilkan kandung telur. 3) LH/luteinizing hormone yang dihasilkan otak. 4) Progesteron yang dihasilkan kandung telur. a. Fisiologi menstruasi Fisiologi menstruasi dalam Widyastuti (2010) yaitu sebagai berikut : 1) Stadium menstruasi Stadium ini berlangsung selama 3-7 hari. Pada saat itu, endometrium (selaput rahim) dilepaskan sehingga timbul perdarahan. Hormon-hormon ovarium berada pada kadar paling rendah. 2) Stadium proliferasi Stadium ini berlangsung pada 7-9 hari. Dimulai sejak berhentinya darah menstruasi sampai hari ke 14. Setelah menstruasi berakhir, dimulailah fase proliferasi di mana terjadi pertumbuhan desidua fungsional yang mempersiapkan rahim untuk perlekatan janin. Pada fase ini endometrium tembuh kembali. Antara hari ke-12 sampai 14 dapat terjadi pelepasan sel telur dari indung telur (disebut ovulasi). 3) Stadium sekresi Stadium sekresi berlangsung 11 hari. Masa sekresi adalah masa sesudah terjadinya ovulasi. Hormon progesteron dikeluarkan dan memengaruhi pertumbuhan endometrium untuk membuat kondisi rahim siap untuk implantasi (perleketan janin ke rahim).
4) Stadium Premenstruasi/iskemia Stadium yang berlangsung selama 3 hari. Ada infiltrasi sel-sel darah putih, bisa sel bulat. Stroma mengalami disintegrasi dengan hilangnya cairan dan sekret sehingga akan terjadi kolaps dari kelenjar dan arteri. Pada saat ini terjadi vasokontriksi, kemudian pembuluh darah itu berelaksasi dan akhirnya pecah. b. Faktor yang mempengaruhi menstruasi Faktor yang mempengaruhi menstruasi dalam Widyastuti (2010) yaitu sebagai berikut : 1) Faktor hormon Hormon-hormon yang mempengaruhi terjadinya haid pada seorang wanita yaitu Follicle Stimulating Hormone (FSH) yang dikeluarkan oleh hipofisis, estrogen yang dihasilkan oleh ovarium, Luteinizing Hormone (LH) yang dihasilkan oleh hipofisis, serta progesteron yang dihasilkan oleh ovarium. 2) Faktor enzim Enzim hidrolitik yang terdapat dalam endometrium merusak sel yang berperan dalam sintesis protein, yang mengganggu metabolisme sehingga mengakibatkan regresi endometrium dan perdarahan.
3) Faktor vaskuler
Saat fase proliferasi, terjadi pembentukan sistem vaskularisasi dalam
lapisan
fungsional
endometrium.
Pada
pertumbuhan
endometrium ikut tumbuh pada arteri-arteri, vena-vena, dan hubungan di antara keduanya. Dengan regresi endometrium, timbul statis dalam vena-vena serta saluran-saluran yang menghubungkannya dengan arteri, dan akhirnya terjadi nekrosis dan perdarahan dengan pembentukan hematoma, baik dari arteri maupun vena. 4) Faktor prostaglandin Endometrium mengandung protasglandin E2 da F2. Dengan adanya desintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan kontraksi miometrium sebagai suatu faktor untuk membatasi perdarahan pada haid. Dalam buku Eny Kusmiran (2011), bebarapa tanda-tanda adanya masalah dalam menstruasi yang perlu dikonsultasikankan kepada dokter ahlinya, antara lain : 1) Apabila haid itu tidak pernah teratur sejak walau telah melewati tahuntahun “belajar” menarche (haid yang pertama); 2) Timbul nyeri hebat terutama jika baru muncul kemudian yang diperkirakan ada gangguan dalam organ reproduksi, terutama jika rasa nyeri itu semakin lama semakin bertambah intensitasnya; 3) Satu hal yang perlu diwaspadai adalah jika darah mengalir sangat berlebihan sehingga membutuhkan pembalut lebih dari selusin dalam sehari;
4) Panjang hari haid lebih sembilan hari; 5) Muncul noktah darah antara dua siklus haid (spotting); 6) Warna darah kelihatan tidak seperti biasa, menjadi lebih kecokelatan atau merah darah segar. 6. Pemelihara Organ Reproduksi Perawatan organ-organ reproduksi sangatlah penting. Jika tidak dirawat dengan benar, maka akan menyebabkan berbagai macam akibat yang dapat merugikan, misalnya infeksi. Cara pemeliharaan dan perawatan dapat dilakukan menurut tuntunan agama, budaya, maupun medis. Cara pemeliharaan dan perawatan alat-alat reproduksi ini ada yang khusus sesuai jenis kelamin, tetapi ada juga yang bersifat umum. (Widyastuti et al, 2010) a. Pemeliharaan organ reproduksi remaja perempuan Dalam buku Widyastuti (2010), cara pemeliharaan organ reproduksii remaja perempuan adalah sebagai berikut : 1) Tidak memasukkan benda asing ke dalam vagina. 2) Menggunakan celana dalam yang menyerap keringat. 3) Tidak menggunakan celana yang terlalu ketat. 4) Pemakaian pembilas vagina secukupnya, tidak berlebihan. Perawatan pada saat menstruasi juga perlu dilakukan karena pada saat menstruasi pembuluh darah rahim sangat mudah terkena infeksi. Kebersihan harus sangat dijaga karena kuman mudah sekali masuk dan dapat menimbulkan penyakit pada saluran reproduksi. Pembalut tidak boleh
dipakai lebih dari enam jam atau harus diganti sesering mungkin bila sudah penuh oleh darah menstruasi. (Widyastuti et al, 2010) Badan terasa kurang segar pada saat menstruasi karena tubuh memproduksi lebih banyak keringat dan minyak serta cairan tubuh lainnya. Oleh karena itu, remaja harus tetap mandi dan keramas seperti biasa. Pada saat menstruasi, jumlah kebutuhan air dalam tubuh banyak dari biasa. Hal ini menyebabkan timbulnya keluhan nyeri perut dan lainnya. Oleh karena itu, sebaiknya selama menstruasi pemakaian garam dikurangi dan memperbanyak konsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran, membatasi konsumsi lemak, perbanyak konsumsi ikan dan danging ayam, serta minum air putih yang banyak. Konsumsi makanan yang mengandung kerbohidrat lebih banyak untuk kebutuhan energi sehingga tubuh tidak terasa lemah. (Widyastuti et al, 2010) Peregangan-peregangan (kontraksi) pada otot rahim menimbulkan rasa nyeri pada pinggang dan panggul sehingga remaja tidak perlu terlalu cemas terhadap nyeri yang dialami selama menstruasi. Remaja perlu mencatat siklus menstruasi. (Widyastuti et al, 2010)
b. Pemeliharaan organ reproduksi remaja laki-laki Dalam buku Widyastuti (2010), cara pemeliharaan organ reproduksi laki-laki antara lain :
1) Tidak menggunakan celana yang ketat yang dapat memengaruhi suhu testis, sehingga dapat menghambat produksi sperma; 2) Melakukan sunat, untuk mencegah penumpukan kotoran atau smegma (cairan dalam kelenjar sekitar alat kelamin dan sisa air seni) sehingga alat kelamin menjadi bersih. c. Cara pemeliharaan untuk laki-laki dan perempuan Dalam buku Widyastuti (2010), cara pemeliharaan alat reproduksi secara umum untuk remaja laki-laki dan erempuan antara lain : 1) Mengganti celana dalam minimal dua kali sehari; 2) Membersihkan kotoran yang keluar dari alat kelamin dan anus dengan
air
atau
kertas
pembersih
(tissu),
gerakan
cara
membersihkan anus untuk perempuan adalah dari daerah vagina kearah anus mencegah kotoran anus masuk ke vagina; 3) Tidak menggunakan air yang kotor untuk mencuci vagina; 4) Dianjurkan tidak mencukur atau merapikan rambut kemaluan karena bisa ditumbuhi jamur atau kutu yang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan gatal. Alat reproduksi dapat terkena sejenis jamur atu kutu yang dapat menyebabkan rasa gatal atau tidak nyaman apabila tidak dirawat kebersihannya. Mencuci vagina dengan air kotor, pemeriksaan dalam yang tidak benar, penggunaan pembilas vagina yang berlebihan, pemeriksaan yang tidak higienis, dan adanya benda asing dalam vagina dapat menyebabkan keputihan yang abnormal. Keputihan juga biasa timbul karena
pengobatan hormonal, celana yang tidak menyerap keringat, dan penyakit menular seksual. Keputihan yang abnormal berwarna putih, hijau, atau kuning, berbau, sangat gatal, atau disertai nyeri perut bagian bawah. (Widyastuti et al, 2010)
B. Remaja 1. Definisi Remaja Remaja atau “adolescence” (Inggris), berasal dari bahasa latin “adolescere” yang berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis. (Widyastuti et al, 2010) Batasan remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes RI antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin. Menurut BKKBN adalah 10 sampai 19 tahun. (Widyastuti et al, 2010) Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas. Masa remaja adalah periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa. (Widyastuti et al, 2010) Pada masa remaja tersebut terjadilah suatu perubahan organ-organ fisik (organobiologik) secara cepat, dan perubahan tersebut tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan (mental emosional). Terjadinya perubahan besar ini umumnya membingungkan remaja yang mengalaminya. Dalam hal inilah
bagi para ahli dalam bidang ini, memandang perlu akan adanya pengertian, bimbingan dan dukungan dari lingkungan disekitarnya, agar dalam sistem perubahan tersebut terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sehat sedemikian rupa sehingga kelak remaja tersebut menjadi manusia dewasa yang sehat secara jasmani, rohani dan sosial. (Widyastuti et al, 2010) Pendapat tentang rentang usia remaja bervariasi antara beberapa ahli, organisasi, atau lembaga kesehatan. Usia remaja merupakan periode transisi perkembangan dari masa anak ke masa dewasa, usia antara 10-24 tahun. (Kusmiran, 2011) Secara etimiologi, remaja berarti “tumbuh menjadi dewasa”. Definisi remaja (adolescence) menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah periode usia antara 10 sampai 19 tahun, sedangkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyebutkan kaum muda (youth) untuk usia antara 15 sampai 24 tahun. Sementara itu, menurut The Health Resources and Services Administration Guidelines Amerika Serikat, rentang usia remaja adalah 1121 tahun dan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu remaja awal (11-14 tahun); remaja menengah (15-17 tahun); dan remaja akhir (18-21 tahun). Definisi ini kemudian disatukan dalam terminologi kaum muda (young people) yang mencakup usia 10-24 tahun. (Kusmiran, 2011) Definisi remaja sendiri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang (dalam Kusmiran, 2011) , yaitu : a. Secara kronologis, remaja adalah individu yang berusia antara 11-12 tahun sampai 20-21 tahun;
b. Secara fisik, remaja ditandai oleh ciri perubahan pada penampilan fisik dan fungsi fisiologis, terutama yang terkait dengan kelenjar seksual; c. Secara psikologis,
remaja merupakan masa dimana individu
mengalami perubahan-perubahan dalam aspek kognitif, emosi, sosial, dan moral, di antara masa anak-anak menuju masa dewasa. Menurut Gunarsa (dalam Kusmiran, 2011) mengungkapkan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Masa remaja adalah masa yang penting dalam perjalanan kehidupa manusia. Golongan umur ini penting karena menjadi jembatan antara masa kanak-kanak yang bebas menuju masa dewasa yang menuntut tanggung jawab. (Kusmiran, 2011) 2. Perubahan Fisik pada Masa Remaja Pada masa remaja itu, terjadilah suatu pertumbuhan fisik yang cepat disertai banyak perubahan, termasuk di dalamnya pertumbuhan organ-organ reproduksi (organ seksual) sehingga tercapai kematangan yang ditunjukkan dengan kemampuan melaksanakan fungsi reproduksi. Perubahan yang terjadi pada pertumbuhan tersebut diikuti munculnya tanda- tanda sebagai berikut (dalam Widiyastuti, 2010) : a. Tanda-tanda seks primer Yang dimaksud dengan tanda-tanda seks primer adalah organ seks. Pada laki-laki gonad atau testes Organ itu terletak di dalam
scrotum. Pada usia 14 tahun baru sekitar 10 % dari ukuran matang. Setelah itu terjadilah pertumbuhan yang pesat selama satu dua tahun, kemudian pertumbuhannya menurun. Testes berkembang penuh pada usia 20-21 tahun. Sebagai tanda bahwa fungsi organ-organ reproduksi pria
matang, lazimnya terjadi mimpi basah, artinya ia bermimpi
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan seksual, sehingga mengeluarkan sperma. Semua organ reproduksi wanita tumbuh selama masa puber. Namun tingkat kecepatan antara organ satu lainnya berbeda. Berat uterus pada anak-anak usia 11 atau 12 tahun kira-kira 53 gram, pada usia 16 tahun rata-rata beratnya 43 gram. Sebagai tanda kematangan organ reproduksi pada perempuan adalah datangnya haid. Ini adalah permulaan dari serangkaian pengeluaran darah, lendir dan jaringan sel yang hancur dari uterus secara berkala, yang akan terjadi kira-kira setiap 28 hari. Hal ini berlangsung terus sampai menjelang masa menopause. Menopause bisa terjadi pada usia sekitar lima puluhan. b. Tanda-tanda seks sekunder 1. Pada laki-laki a) Rambut Rambut yang mencolok tumbuh pada masa remaja adalah rambut kemaluan, terjadinya sekitar satu tahun setelah testes dan penis mulai membesar. Ketika rembut kemaluan hampir selesai
tumbuh, maka menyusul rambut ketiak dan rambut di wajah, seperti halnya kumis dan cambang. b) Kulit Kulit menjadi lebih kasar, tidak jernih, pori-pori membesar. c) Kelenjar lemak dan kelenjar keringat Kelenjar lemak dibawah kulit menjadi lebih aktif. Seringkali menyebabkan jerawat karena produksi minyak yang meningkat. Aktivitas kelenjar keringat juga bertambah, terutama bagian ketiak. d) Otot Otot-otot pada tubuh remaja makin bertambah besar dan kuat. Lebih-lebih bila dilakukan latihan otot, maka akan tampak memberi bentuk pada lengan, bahu dan tungkai kaki.
e) Suara Seirama dengan tumbuhnya rambut pada kemaluan, maka terjadi perubahan suara. Mula-mula agak serak, kemudian volumenya juga meningkat. f) Benjolan di dada Pada usia remaja sekitar 12-14 tahun muncul benjolan kecilkecil di sekitar kelenjar susu. Setelah beberapa minggu besar dan jumlahnya menurun.
2. Pada wanita a) Rambut Rambut kemaluan pada wanita juga tumbuh seperti halnya remaja laki-laki. Tumbuhnya rambut kemaluan ini terjadi setelah pinggul dan payudara mulai berkembang. Bulu ketiak dan bulu pada kulit wajah tampak setelah haid. Semua rambut kecuali rambut wajah mula-mula lurus dan terang warnanya, kemudian menjadi lebih subur, lebih kasar, lebih gelap dan agak keriting. b) Pinggul Pinggulpun menjadi berkembang, membesar dan membulat. Hal ini sebagai akibat membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya lemak dibawah kulit.
c) Payudara Seiring pinggul membesar, maka payudara juga membesar dan puting susu menonjol. Hal ini terjadi secara harmonis sesuai pula dengan berkembang dan makin besarnya kelenjar susu sehingga payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat. d) Kulit Kulit seperti halnya laki-laki juga menjadi lebih kasar, lebih tebal, pori-pori membesar. Akan tetapi berbeda dengan laki-laki kulit pada wanita tetap lebih lembut.
e) Kelenjer lemak dan kelenjar keringat Kelenjar lemak ddan kelenjar keringat menjadi lebih aktif. Sumbatan kelenjar lemaki dapat menyebabkan jerawar. Kelenjar keringat dan baunya menusuk sebelum dan selama masa haid. f) Otot Menjelang akhir masa puber, otot semakin membesar dan kuat. Akibatnya akan membentuk bahu, lengan dan tungkai kaki. g) Suara Suara berubah semakin merdu. Suara serak jarang terjadi pada wanita.
3. Ciri-Ciri Kejiwaan dan Psikologis Remaja Ciri-ciri kejiwaan dan psikologi remaja dalam buku Kusmiran, (2011) adalah sebagai berikut : a. Usia Remaja Muda (12-15 tahun) 1) Sikap protes terhadap orangtua Remaja pada usia ini cenderungan tidak menyetujui nilai-nilai hidup orangtuanya, sehingga sering menunjukkan sikap protes terhadap orangtua. Mereka berusaha mencari identitas diri dan sering kali disertai dengan menjauhkan diri dari orangtuanya. Dalam upaya pencarian identitas diri, remaja cenderung melihat
kepada tokoh-tokoh di luar lingkungan keluarganya, yaitu guru, figur ideal yang terdapat di film, atau tokoh idola. 2) Preokupasi dengan badan sendiri Tubuh seorang remaja pada usia ini mengalami perubahan yang cepat sekali. Perubahan-perubahan ini menjadi perhatian khusus bagi diri remaja. 3) Kesetiakawanan dengan kelompok seusia Para remaja pada kelompok umur ini merasakan keterikatan dan kebersamaan dengan kelompok seusia dalam upaya mencari kelompok senasib. Hal ini tercarmin dalam cara berperilaku sosial.
4) Kemampuan untuk berpikir secara abstrak Daya kemampuan berpikir seorang remaja mulai berkembang dan dimenifestasikan dalam bentuk diskusi untuk mempertajam kepercayaan diri. 5) Perilaku yang labih dan berubah-ubah Remaja sering meperhatikan perilaku yang berubah-ubuh. Pada suatu waktu tampak bertanggung jawab. Remaja merasa cemas
akan
perubahan
dalam
dirinya.
Perilaku
demikian
menunjukkan bahwa dalam diri remaja terdapat konflik yang memerlukan pengertian dan penanganan yang bijaksana. b. Usia Remaja Penuh (16-19 tahun)
1) Kebebasan dari orangtua Dorongan untuk menjauhkan diri dari orangtua menjadi realitas. Remaja mulai merasakan kebebasan, tetapi juga merasa kurang menyenangkan. Pada diri remaja timbul kebutuhan untuk terikat dengan orang lain melalui ikatan cinta yang stabil. 2) Ikatan terhadap pekerjaan atau tugas Sering kali remaja menunjukkan minat pada suatu tugas tertentu yang ditekuni secara mendalam. Terjadi pengembangan akan cita-cita masa depan yaitu mulai memikirkan melanjutkan sekolah atau langsung bekerja untuk mencari nafkah.
3) Pengembangan nilai moral dan etis yang mantap Remaja mulai menyusun nilai-nilai moral dan etis sesuai dengan cita-cita. 4) Pengembangan hubungan pribadi yang labil Adanya tokoh panutan atau hubungan cinta yang stabil menyebabkan terbentuknya kestabilan diri remaja. 5) Penghargaan kembali pada orangtua dalam kedudukan yang sejajar (Arifin, 2003). 4. Masa Transisi Remaja
Pada usia remaja, terdapat masa transisi yang akan dialami. Masa transisi tersebut menurut Gunarsa (1978) dalam disertai PKBI (2000) (dalam Kusmiran, 2011) adalah sebagian berikut: a. Transisi fisik berkaitan dengan perubahan bentuk tubuh Bentuk tubuh remaja sudah berbeda dengan anak-anak, tetapi belum sepenuhnya menempilkan bentuk tubuh orang dewasa. Hal ini menyebabkan kebingungan peran, didukung pula dengan sikap masyarakat yang kurang konsisten. b. Transisi dalam kehidupan emosi Perubahan hormonal dalam tubuh remaja berhubungan erat dengan peningkatan kehidupan emosi. Remaja sering memperlihatkan ketidakstabilan emosi. Remaja tampak sering gelisah, cepat tersinggung, melamun, dan sedih, tetapi di lain sisi akan gembira, tertawa, ataupun marah-marah. c. Transisi dalam kehidupan sosial Lingkungan sosial anak semakin bergeser ke luar dari keluarga, dimana lingkungan teman sebaya mulai memegang peranan penting. Pergeseran ikatan pada teman sebaya merupakan upaya remaja untuk mandiri (melepaskan ikatan dengan keluarga). d. Transisi dalam nilai-nilai moral Remaja mulai meninggalkan nilai-nilai yang dianutnya dan menuju nilai-nilai yang dianut orang dewasa. Saat ini remaja mulai
meragukan nilai-nilai yang diterima pada waktu anak-anak dan mulai mencari nilai sendiri. e. Transisi dalam pemahaman Remaja
mengalami
pperkembangan
kognitif
yang pesat
sehingga mulai mengembangkan kemampuan berpikir abstrak.
C. Perilaku Perilaku dari pandangan biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat laus, mencakup: berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Untuk kepentingan analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik diamati secara langsung atau secara tidak langsung. (Notoatmodjo, 2003) Perilaku merupakan seperangkat perbuatan/tindakan seseorang dalam melakukan respons terhadap sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan karena adanya nilai yang diyakini. Perilaku manusia pada dasarnya terdiri atas komponen pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor). Dalam konteks ini, setiap perbuatan seseorang dalam merespons sesuatu pastilah terkonseptualisasi dari ketiga ranah ini. Perbuatan seseorang atau respons seseorang didasari oleh seberapa jauh pengetahuannya terhadap rangsang
tersebut, bagaimana perasaan dan penerimaannya, dan seberapa besar keterampilannya dalam melaksanakan atau melakukan perbuatan yang diharapkan. (Mubarak, 2011) Menurut Skiner (1938), perilaku merupakan hasil hubungan antara rangsangan (stimulus) dan tanggapan (respons). Hal ini dikenal dengan Teori SOR (Stimulus Organisme Respons). (Mubarak, 2011) Teori Skiner menjelaskan adanya dua jenis respon, (Notoatmodjo, 2010) yaitu : a. Responden respons atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stimuli, kerena menimbulkan respon yang bersifat relatif tetap. Misalnya makanan lezat akan menimbulkan nafsu untuk makan, cahaya terang akan menimbulkan reaksi mata tertutup, dan sebagainya. Respon-dent juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah akan menimbulkan rasa sedih, mendengar berita suka atau gembira akan menimbulkan rasa suka cita. b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau rangsangan yang lain. Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena berfungsi untuk memperkuat respons. Misalnya, apabila seseorang petugas kesehatan melakukan tugasnya dengan baik adalah sebagai respons terhadap gaji yang cukup, misalnya (stimulus). Kemudian karena kerja baik
tersebut, menjadi stimulus untuk memperoleh promosi pekerjaan. Jadi, kerja baik tersebut sebagai reinforcer untuk memperoleh promosi pekerjaan. Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap hanya merupakan suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek dengan cara yeng menunjukkan rasa suka atau tidak suka terhadap objek tersebut. (Mubarak, 2011) Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, (Notoatmodjo, 2010) yaitu : a. Perilaku tertutup (Covert behavior) Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk “unob servable behavior” atau “covert behavior” yang dapat diukur dari pengetahuan dan sikap. b. Perilaku terbuka (Overt behavior) Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observable behavior”. Beberapa teori telah dicoba untuk mengungkap determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang memengaruhi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, salah satunya adalah teori Lawrence Green (1980). Green mencoba
menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (nonbehavior causes). (Mubarak, 2011) Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor. (Mubarak, 2011) yaitu : 1. Faktor predisposisi (predisposing factors) terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya; 2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors) terwujud dalam lingkungan fisik (tersedia atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana kesehatan), misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, WC, dan lain sebagainya; 3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Model ini dapat digambarkan sebagi berikut :
B : f (PF, EF, RF)
dimana
B
: Behavior
PF
: Predisposing factors
EF
: Enabling factors
RF
: Reinforcing factors
f
: Factors
Dalam teori Green tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap kepercayaan, tradisi, dan sebagainya, dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan
terhadap kesehatan juga akan mendukung atau memperkuat terbentuk perilaku. Contoh seseorang tidak mau mengimunisasi anaknya ke posyandu karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya (predisposing factors), atau mungkin juga karena karena rumahnya jauh dengan posyandu atau puskesmas(enabling factors). Penyebab lain adalah karena para petugas
kesehatan
atau
tokoh
masyarakat
disekitarnya
tidak
pernah
mengimunisasikan anak mereka (reinforcing factors). Dengan demikian, perilaku manusia secara operasional dapat dikelompokkan menjadi tiga macam domain, yaitu perilaku dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan nyata atau perbuatan. (Mubarak, 2011) Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908), seorang ahli psikolog pendidikan, membagi perilaku ke dalam tiga domain : kognitif, afektif, dan psikomotor. (Mubarak, 2011) Kemudian oleh ahli pendidikan di Indonesia, ketiga domain ini diterjemahkan ke dalam cipta (kognitif), rasa (afektif), dan karsa (psikomotor), atau peri cipta, peri rasa, dan peri tindakan. (Notoatmodjo, 2010) Dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan pembagian domain oleh Bloom ini, dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi 3 tingkat ranah perilaku sebagai berikut : 1. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagian hasil penggunaan
pancaindranya.
Pengetahuan
sangat
berbeda
dengan
kepercayaan (beliefs), takhayu (superstition), dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformation). Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh setiap manusia. (Mubarak, 2011) Menurut Notoadmodjo (2010) pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia atau hasi tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu pengindera sampai menghasilakan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pada dasarnya pengetahuan akan terus bertambah dan bervariatif sesuai dengan proses pengalaman manusia yang dialami. Menurut Brunner, proses
pengetahuan
tersebut
melibatkan
tiga
aspek,
yaitu
proses
mendapatkan informasi, proses transformasi, dan proses evaluasi. Informasi baru yang didapat merupakan pengganti pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya atau merupakan penyempurnaan informasi sebelumnya. Proses transformasi adalah proses memanipulasi pengetahuan agar sesuai dengan tugas-tugas baru. Proses evaluasi dilakukan dengan memeriksa kembali apakah cara mengolah informasi telah memadai. (Mubarak, 2011) Pengetahuan merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak disegaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau
pengamatan terhadap suatu objek tertentu. Perilaku yang didasar oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (misalnya perilaku karena paksaan atau adanya aturan wajib). (Mubarak, 2011) Penelitian Rogers,1974 (dalam Mubarak 2011) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu : a. Kesadaran (awareness), yaitu subjek menyadari atau mengetahui terlebih dahulu tentang stimulus; b. Ketertarikan (interest), yaitu subjek merasa tertarik terhadap stimulasi atau objek tersebut; c. Evaluasi (evaluation), yaitu subjek mempertimbangkan baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini menunjukkan kemauan sikap responden; d. Percobaan (trial), yaitu subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus; e. Adopsi (adoption), yaitu di mana subjek berperilaku baru dengan pengetahua, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus. Dalam Mubarak (2011) pengetahuan yang termasuk kedalam dominan mempunyai enam tingkatan yaitu : a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai kemampuan mengingat kembali (recall) materi yang telah dipelajari, termasuk hal spesifik dari seluruh bahan atau rangsangan yang telah diterima. b. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara
benar
tentang
objek
yang
diketahui
dan
dapat
menginterpretasikannya secara luas. c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata.
d. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen yang masih saling terkait dan masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut. e. Sintesis (synthesis) Sintesis diartikan sebagai kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi diartikan sebagai ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Pengetahuan kesehatan reproduksi remaja penting diberikan kepada remaja sehingga remaja dapat menggunakan waktu remajanya yang terbebas untuk melakukan kegiatan produktif dan sehat, karena remaja dengan pengetahuan reproduksi yang rendah cenderung melakukan berbagai tindakan yang membahayakan kesehatan. (BKKBN, 2002) Nursalam (2003) menyatakan tingkat pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu : a) Baik (76% - 100%) b) Cukup (56% - 75%) c) Kurang (<56%)
2. Sikap (Attitude) Sikap adalah perasaan, pikiran, dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Sikap merupakan kecondongan evaluatif terhadap suatu stimulus atau objek yang berdampak pada bagaimana seseorang berhadapan dengan objek tersebut. Ini berarti sikap menunjukkan kesetujuan atau ketidaksetujuan, suka atau tidak suka seseorang terhadap sesuatu. (Mubarak, 2011) Sikap dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap bukan suatu tindakan atau aktivitas, melainkan predisposisi tindaka atau perilaku. Alport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen utama yaitu
kepercayaan/keyakinan (ide dan konsep), kehidupan emosional attau evaluasi emosional terhadap suatu objek, dan kecenderungan untuk bertindak (trend to behave). Ketiga komponen tersebut secara bersamasama membentuk sikap yang utuh (total attitude) sedangkan sikap dikaitkan dengan pendidikan adalah sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan. (Mubarak, 2011) Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Campbell (1950) mendefinisikan sangat sederhana, yakni: “An individual’s attitude is syndrome of response consistency with regard to object.” Jadi jelas, di sini dikatakan bahwa sikap itu suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain. (Notoatmodjo, 2010) Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup. (Notoatmodjo, 2010). Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, (Notoatmodjo, 2010) sebagai berikut : a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek). Misalnya, sikap seseorang terhadap periksa hamil (ante natal care), dapat diketahui atau diukur dari kehadiran si ibu untuk mendengarkan penyuluhan tentang ante natal care di lingkungannya. b. Menanggapi (responding) Menanggapi di sini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. Misalnya, seorang ibu yang mengikuti penyuluhan ante natal care tersebut ditanya atau diminta menanggapi oleh penyuluh, kemudian ia menjawab atau menanggapi. c. Menghargai (valuing) Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons. Contoh butir a di atas, ibu tersebut mendiskusikan ante natal care dengan suaminya, atau bahkan mengajak tetangganya untuk mendengarkan penyuluhan ante natal care. d. Bertanggung jawab (responsible) Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya resiko lain.
Contoh tersebut di atas, ibu yang sudah mau mengikuti penyuluhan ante natal care, ia harus berani untuk mengorbankan waktunya, atau mungkin kehilangan penghasilannya, atau diomelin oleh mertuanya karena meninggalkan rumah, dan sebagainya. Menurut Arikunto 2002, sikap dapat dibagi dua kategori yaitu : a) Positif > 50% dari jawaban responden yang benar dari total skor. b) Negatif ≤ 50% dari jawaban responden yang benar dari total skor.
D. KERANGKA TEORITIS Dalam penelitian ini teori yang dipakai adalah teori menurut Mubarak (2011) maka kerangka teori dapat digambarkan sebagai berikut :
Mubarak (2011) -
-
Faktor Predisposisi (Pengetahuan, Sikap, Kepercayaan, Keyakinan, dan Nilai-Nilai) Faktor Pendukung (Lingkungan fisik) Faktor Pendorong (Sikap, dan Perilaku Petugas Kesehatan)
Perilaku Kesehatan Reproduksi
Gambar 2.2. Kerangka Teoritis
BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN
A. Kerangka Konsep Menurut Green (dalam Mubarak, 2011) mengemukakan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan adalah pengetahuan, sikap, kepercayaan, dan tradisi. Berdasarkan teori diatas penulis hanya melakukan penelitian dengan dua variabel yaitu pengetahuan dan sikap. Untuk lebih jelasnya kerangka konsep dapat dilihat di bawah ini : Variabel Independen
Variabel Dependen
Pengetahuan Perilaku Kesehatan Reproduksi Sikap
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
B. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional No
Definisi Operasional
Variabel
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
Variabel dependen 1
Perilaku Kesehatan Reproduksi
Menyebarkan Kuesioner kuesioner dengan kriteria : - Positif (bila x ≥ 7,6 - Negatif (bila x < 7,6
-
Positif Negatif
Ordinal
Menyebarkan Kuesioner kuesionar dengan kriteria : - Baik (76% 100%) - Cukup (56% - 75%) - Kurang(<56) Tanggapan Menyebarkan Kuesioner remaja putri kuesioner dengan kelas X dan XI kriteria : - Positif terhadap (>50%) kesehatan - Negatif reproduksi (≤50%)
-
Baik Cukup Kurang
Ordinal
-
Positif Negatif
Ordinal
Tindakan remaja putri terhadap kesehatan reproduksi
Variabel Independen 1
Pengetahuan
2
Sikap
Segala sesuatu yang diketahui remaja putri kelas X dan XI tentang kesehatan reproduksi
C. Hipotesa 1. Ha
: Ada hubungan pengetahuan dengan perilaku kesehatan reproduksi
pada remaja putri di SMA 5 Banda Aceh. 2. Ha
: Ada hubungan sikap dengan perilaku kesehatan reproduksi pada
remaja putri di SMA 5 Banda Aceh.
BAB IV METODELOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat analitik dengan rancangan penelitian cross sectional yaitu untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku kesehatan reproduksi pada remaja putri di SMA 5 Banda Aceh tahun 2013. B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di SMA 5 Banda Aceh. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 10 – 15 Juni 2013.
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah siswi kelas X dan XI SMA 5 Banda Aceh yang berjumlah 220 orang. 2. Sampel Pengambilan sampel dilakukan secara cluster sampling yaitu metode pengambilan sampel bukan terdiri dari unit individu, tetapi terdiri dari kelompok atau gugusan dilakukan pada populasi dengan mengambil wakil dari setiap kelas X dan XI yang terdapat dalam populasi.
Besar sampel dalam penelitian ditentukan dengan persamaan menggunakan rumus Slovin (Notoatmodjo, 2003) : 𝑁
n = 1+𝑁 ( 𝑑 2 ) Dimana : N
= Besar Populasi
n
= Besar Sampel
d
= tingkap kepercayaan/ketepatan yang diinginkan
maka : 220
n = 1+220 (0,1)² 220
n = 1+220 (0,01) 220
n = 1+2,20 220
n = 3,20 n = 68,75 n = 69 Selanjutnya jumlah sampel diambil berdasarkan dari kelas X dan XI sebanyak 69 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara cluster sampling dengan rumus menurut Arikunto (2002), yaitu :
n=
𝑁𝑖 𝑁
Xn
Dimana : Ni = Besar sampel tiap strata N = Besarnya populasi strata n = Besarnya sampel yang diinginkan Maka perhitungan sampel per kelas adalah :
n=
𝑁/ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑖 𝑝𝑒𝑟 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑁/ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢 ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑖
X ∑n sampel
Untuk lebih jelas dapat di lihat pada table di bawah ini : No
Siswi SMA 5 Banda Aceh
Populasi
Sampel
1.
Kelas X 1
8
3
2.
Kealas X 2
13
4
3.
Kelas X 3
10
3
4.
Kelas X 4
12
4
5.
Kelas X 5
10
3
6.
Kelas X 6
13
4
7.
Kelas X 7
14
4
8.
Kelas X 8
11
3
9.
Kelas X 9
12
4
10. Kelas XI IA 1
17
5
11. Kelas XI IA 2
17
5
12. Kelas XI IA 3
18
6
13. Kelas XI IA 4
18
6
14. Kelas XI IA 5
20
6
15. Kelas XI IS 1
6
2
16. Kelas XI IS 2
7
2
17. Kelas XI IS 3
6
2
18. Kelas XI IS 4
8
3
220
69
Total
D. Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data a. Data Primer Data primer yaitu data yang diperoleh dengan membagikan kuesioner yang berisi daftar pertanyaan dimana responden diminta untuk memberikan jawaban yang sesuai dengan alternatif pilihan yang tercantum dalam lembaran kuesioner yang telah disiapkan. b. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari laporan dinas pendidikan, kepala sekolah, bimbingan konseling dan berbagai informasi yang diperoleh dari sekolah dan berbagai referensi yang ada kaitannya dengan penelitian ini. 2. Instrumen Penelitian Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berjumlah 25 pertanyaan, yang diantaranya :
1.
10 pertanyaan tentang pengetahuan dengan penilaian jika responden menjawab benar diberi nilai 1 dan bila salah 0.
2.
8 pertanyaan tentang sikap dengan penilaian positif dan negatif; a. Penilaian secara positif yaitu SS (sangat setuju) diberi nilai 5, S (setuju) diberi nilai 4, N (netral) diberi nilai 3, TS (tidak setuju) diberi nilai 2 dan STS (sangat tidak setuju) diberi nilai 1, b. penilaian secara negatif yaitu STS (sangat tidak setuju) diberi nilai 5, TS (tidak setuju) diberi nilai 4, N (netral) diberi nilai 3, S (setuju) diberi nilai 2 dan SS (sangat setuju) diberi nilai 1. Hal tersebut menggunakan kategori positif > 50%, dan negatif ≤ 50%.
3.
7 pertanyaan tentang perilaku dengan penilaian positif bila x ≥ 𝑥 dan negatif bila x < 𝑥.
E. Pengolahan Data dan Analisa Data 1. Pengolahan Data Setelah peneliti melakukan penelitian di SMA 5 pada remaja putri Banda Aceh. Peneliti menggunakan variabel pengetahuan, sikap dan perilaku. Maka pengolahan data yang peneliti lakukan yaitu dengan cara melakukan pemeriksaan data pada kuesioner dengan semua variabel penelitian. Setelah dilakukan pemeriksaan data,
selanjutnya peneliti
melakukan proses pemberian kode pada kuesioner yang telah diperiksa,
kemudian data yang telah diberi kode dipindahkan ke dalam tabel dan kemudian data tersebut di susun dalam tabel distribusi frekuensi. 2. Analisa Data a. Analisa Univariat Dilakukan terhadap variabel dari hasil penelitian. Analisa ini menghasilkan distribusi dan persentasi dari tiap variabel. (Notoatmodjo, 2005). Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui frekuensi dari masingmasing variabel yang telah diteliti dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi. Penentuan presentase (P) terhadap variabel menggunakan rumus (Budiarto, 2002) sebagai berikut : P=
𝑓 𝑛
x 100%
Keterangan : P
= Persentase
f
= Frekuensi
n
= Jumlah seluruh observasi
b. Analisa Bivariat Analisa ini digunakan untuk hipotesis, yang diolah dengan komputer menggunakan rumus SPSS versi 16, untuk menentukan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen melalui Chi-Square Tes (x2), untuk melihat kemaknaan (CI) 0,05%, dengan ketentuan bila p < 0,05 maka
Ho ditolak dan Ha diterima, yang menunjukkan adanya hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas. (Arikunto, 2006) Untuk menentukan nilai p-value Chi-Square Tes (x2) tabel, menurut Hastono (2001) memiliki ketentuan sebagai berikut : 1) Bila Chi-Square Tes (x2) tabel terdiri dari tabel 2x2 dijumpai nilai ekspantasi (E) <5, maka p value yang digunakan adalah nilai yang terdapat pada nilai Fisher Exact test. 2) Bila Chi-Square Tes (x2) tabel terdiri dari tabel 2x2 tidak dijumpai nilai ekspantasi (E) <5, maka p value yang digunakan adalah nilai yang terdapat pada nilai Continuity Correction. 3) Bila Chi-Square Tes (x2) tabel terdiri lebih dari tabel 2x2, contohnya tabel 3x2, 3x3 dan sebagainya, maka p value yang digunakan adalah nilai yang terdapat pada nilai Pearson Chi-Square.
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Banda Aceh menempati areal seluas 14.723 m2 yang terletak di Jl. Hamzah Fansuri No. 3/23111. Jumlah seluruh murid SMA Negeri 5 Banda Aceh adalah 704 orang, dan jumlah adalah 64 orang. SMA Negeri 5 Banda Aceh terdiri dari 27 kelas, satu ruang kepala sekolah, satu ruang wakil kepala sekolah, satu ruang tata usaha, satu ruang pengajaran, satu ruang dewan guru, satu lab. Bahasa, satu perpustakaan, satu lab. IPA, satu ruang tunggu, satu ruang bimbingan pendidikan, satu ruang komputer, dua kantin, satu lapangan basket, satu lapangan volly ball, satu parkir guru, satu parkir siswa, satu tempat wudhuk siswa, satu tempat wudhuk guru, enam toilet siswa, tiga toilet guru, satu toilet kepala sekolah, satu dapur, satu koperasi siswa. SMA Negeri 5 Banda Aceh juga terletak diantara : Sebelah Utara
: Jl. Kampus IAIN Ar-Raniri
Sebelah Selatan
: SMA Negeri 8 Banda Aceh.
Sebelah Timur
: Gedung Pasca Sarjana Program Study Master Kebencanaan.
Sebelah Barat
: Kampus IAIN Ar-Raniri
B. Hasil Penelitan Berdasarkan pengumpulan data yang peneliti lakukan mulai dari tanggal 10 Juni sampai dengan tanggal 15 Juni 2013 pada remaja siswi kelas X dan kelas XI di SMA 5 Banda Aceh tahun 2013 dengan jumlah sampel 69 orang diperoleh hasil sebagai berikut : 1. Analisa Univariat a. Perilaku Kesehatan Reproduksi Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Perilaku Kesehatan Reproduksi Remaja Putri Di SMA 5 Banda Aceh Tahun 2013
No.
Perilaku
Frekuensi
%
1
Positif
41
59,4
2
Negatif
28
40,6
69
100
Total
Sumber : Data primer diolah tahun 2013 Berdasarkan tabel 5.1 menunjukan bahwa tentang kesehatan reproduksi pada perilaku remaja siswi kelas X dan XI di SMA 5 Banda Aceh Tahun 2013 mayoritas pada kategori positif sebanyak 41 responden (59,4%). b. Pengetahuan Remaja Siswi Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi Pada Remaja Putri di SMA 5 Banda Aceh Tahun
No
Pengetahuan
Frekuensi
%
1
Baik
11
15,9
2
Cukup
20
29,0
3
Kurang
38
55,1
69
100
Total
Sumber : data primer diolah tahun 2013
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukan bahwa pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada remaja siswi kelas X dan XI di SMA 5 Banda Aceh Tahun 2013 mayoritas pada katagori kurang sebanyak 38 responden (55,1%). c. Sikap Remaja Siswi dengan Kesehatan Reproduksi Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Sikap Dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi Pada Remaja Putri Di SMA 5 Banda Aceh Tahun 2013
No
Sikap
Frekuensi
%
1
Positif
46
66,7
2
Negatif
23
33,3
Total
69
100
Sumber :data Primer diolah tahun 2013 Berdasarkan tabel 5.3 menunjukan bahwa sikap tentang kesehatan reproduksi pada remaja siswi kelas X dan XI di SMA 5 Banda Aceh tahun 2013 mayoritas pada kategori positif sebanyak 46 responden (66,7%). 2. Analisa Bivariat a. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi Tabel 5.4 Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi Pada Remaja Putri Di SMA 5 Banda Aceh Tahun 2013
No 1 2 3
Pengetahuan Baik Cukup Kurang Total
Perilaku Kesehatan Reproduksi Positif Negatif f % f % 9 81,8 2 18,2 15 75 5 25 17 44,7 21 55,3 41 59,4 28 40,6
Total p-value F
%
11 20 38 69
100 100 100 100
0,021
Sumber : data diolah tahun 2013 Berdasarkan tabel 5.4 menunjukan bahwa dari 69 siswi didapatkan hasil presentasi perilaku kesehatan reproduksi dengan negatif ternyata lebih besar pada siswi yang berpengetahuan kurang yaitu 55,3 % dari 38 siswi, dibandingkan dengan siswi yang berpengetahuan baik yaitu 18,2 % dari 11 siswi. Hasil uji statistik dengan Chi Square test diperoleh nilai p = 0,021 (p < 0,05), dengan demikian hipotesa yang menyatakan ada hubungan antara pengetahuan remaja siswi dengan perilaku kesehatan reproduksi di SMA 5 Banda Aceh tahun 2013. b. Hubungan Sikap dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi Tabel 5.5 Hubungan Sikap Dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi Pada Remaja Putri Di SMA 5 Banda Aceh Tahun 2013
1
Positif
Perilaku Kesehatan Reproduksi Positif Negatif f % F % 33 71,7 13 28,3
2
Negatif
8
34,8
15
65,2
23
100
Total
41
59,4
28
40,6
69
100
No
Sikap
Total p-value F
%
46
100 0,007
Sumber : data diolah tahun 2013 Berdasarkan tabel 5.5 menunjukan bahwa dari 69 siswi didapatkan hasil presentasi perilaku kesehatan reproduksi dengan positif ternyata lebih besar pada siswi yang bersikap positif yaitu 71,7 % dari 46 siswi, dibandingkan dengan siswi yang bersikap negatif yaitu 34,8 % dari 23 siswi.
Setelah dilakukan uji statistik dengan Chi Square Test diperoleh nilai p = 0,007 (p < 0.05), dengan demikian hipotesa yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara sikap remaja siswi dengan perilaku kesehatan reproduksi di SMA 5 Banda Aceh tahun 2013.
C. Pembahasan 1. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi Pada Remaja Putri Kelas X dan XI Berdasarkan table 5.4 diatas diketahui bahwa dari 69 siswi didapatkan hasil presentasi perilaku kesehatan reproduksi dengan positif ternyata lebih besar pada siswi yang berpengetahuan kurang yaitu 55,3 % dari 38 siswi, dibandingkan dengan siswi yang berpengetahuan baik yaitu 18,2 % dari 11 siswi, berdasarkan hasil uji statistik dengan Chi Square test maka diketahui ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan remaja siswi dengan perilaku kesehatan reproduksi dengan nilai p-value 0,021. Pengetahuan kesehatan reproduksi remaja penting diberikan kepada remaja sehingga remaja dapat menggunakan waktu remajanya yang terbebas untuk melakukan kegiatan produktif dan sehat, karena remaja dengan pengetahuan reproduksi yang rendah cenderung melakukan berbagai tindakan yang membahayakan kesehatan. (BKKBN, 2002) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Endarto (2009) juga sesuai dengan hasil penelitian ini, yaitu adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan dengan perilaku kesehatan reproduksi. Penelitian yang dilakukan Endarto
dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi Dengan Perilaku Seksual Berisiko pada Remaja di SMK Negeri 4 Yogyakarta”. Penelitian dilakukan pada 257 orang dengan Chi Square Test diperoleh nilai p= 0,008. Peneliti berasumsi bahwa terdapatnya hubungan antara pengetahuan dengan perilaku kesehatan reproduksi karena pada saat melakukan penelitian, peneliti melihat bahwa dari sebagian remaja yang tidak mau memperhatikan tentang kesehatan reproduksinya mereka mengatakan tidak tahu bagaimana merawat organ-organ reproduksinya dengan baik, selain itu mereka juga masih kurang paham tentang penyakit-penyakit yang dapat terjadi pada organ reproduksinya, sehingga mereka sama sekali tidak mau memperhatikan kesehatan organ reproduksinya. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa semakin kurang baik pengetahuan responden maka cenderung semakin kurang baik pula perilaku siswi terhadap kesehatan reproduksi. 2. Hubungan Sikap Dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi Pada Remaja Putri Kelas X dan XI Berdasarkan table 5.5 diatas diketahui bahwa dari 69 siswi didapatkan hasil presentasi perilaku kesehatan reproduksi dengan positif ternyata lebih besar pada siswi yang bersikap positif yaitu 71,7 % dari 46 siswi, dibandingkan dengan siswi yang bersikap negatif yaitu 34,8 % dari 23 siswi, berdasarkan hasil uji statistik dengan Chi Square Test maka ada hubungan
yang bermakna antara
sikap remaja siswi dengan perilaku kesehatan
reproduksi dengan nilai p-value 0,007. Menurut Lawren Green dalam buku Notoadmodjo (menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak sikap belum merupakan suatau tindakan aktifitas akan tetapi sikap merupakan faktor predisposisi
untuk bertindak. Sikap yang positif cnderung mendorong
seseorang berperilaku positif juga. Menurut Menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Sesuai dengan pendapat Wijaya (2008), sikap positif ditunjukkan dengan mampu melakukan penanganan dini dan pencegahan dini terhadap PMS. Hasil penelitian Marwanti (2004) juga sesuai dengan hasil penelitian ini yaitu ada hubungan antara sikap tentang kesehatan reproduksi dengan praktek perawatan organ reproduksi eksternal. Penelitian yang dilakukan Marwanti dengan judul “ Hubungan Pengetahuan dan Sikap Tentang Kesehatan Reproduksi Remaja Dengan Praktek Perawatan Organ Reproduksi Eksternal pada Siswi di SLTP Negeri 27 Kota Semarang. Jumlah sampel 26 orang dengan Chi Square Test diperoleh nilai p= 0,000. Peneliti berasumsi bahwa sikap dapat mempengaruhi seseorang dalam bertindak, hal ini terbukti ketika melakukan penelitian, peneliti mendapatkan bahwa remaja yang mempunyai sikap yang positif, mereka selalu ingin tahu tentang kesehatan reproduksinya, mereka mencari informasi-informasi tentang
kesehatan reproduksi melalui internet, bertanya pada teman yang lebih paham maupun pada gurunya, sehingga mereka lebih paham dan mengerti tentang pertingnya menjaga kesehatan organ reproduksinya dan akhirnya mereka mau menjaga kesehatan reproduksinya.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dari tanggal 10 Juni s/d 15 Juni 2013 di SMA Negeri 5 Banda Aceh dengan judul “Hubungan Pengetahuan dan sikap dengan perilaku kesehatan reproduksi pada remaja putri di SMA 5 Banda Aceh Tahun 2013”, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut : 1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku kesehatan reproduksi pada remaja siswi di SMA 5 Banda Aceh. 2. Ada hubungan antara sikap dengan perilaku kesehatan reproduksi pada remaja siswi di SMA 5 Banda Aceh.
B. Saran 1. Bagi Peneliti Lain Diharapkan bagi peneliti lain agar dapat melakukan penelitian yang lebih luas lagi mengenai kesehatan reproduksi pada remaja sehingga dapat menemukan berbagai permasalahan yang dapat terjadi pada organ reproduksi remaja. 2. Bagi Instansi Pendidikan Diharapkan Karya Tulis Ilmiah ini dapat menjadi informasi tambahan bagi pembaca, dan instansi sebaiknya dapat menyediakan buku bacaan yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi yang lebih komplit lagi.
3. Bagi Tempat Penelitian Diharapkan pendidikan sekolah dapat memberikan informasi yang lebih luas kepada siswi tentang pentingnya mengetahui tentang kesehatan reproduksi, dengan cara memperdalam lagi pelajar biologi sehingga siswi mengetahui organ reproduksi dan cara merawat alat reproduksinya agar terhindar dari berbagai macam penyakit berbahaya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, (2002). Manajemen Penelitian. Jakarta. Rineka Cipta. , (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi revisi VI. Jakarta. Rineka Cipta. Budiarto Eko, (2002). Biostatistik Masyarakat. Jakarta. EGC.
Untuk
kedokteran
Dan
Kesehatan
BKKBN, (2002). Membantu Remaja Memahami Dirinya. Jakarta. Endarto, (2009). Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Seksual Berisiko pada Remaja Di SMK Negeri 4 Yogyakarta. Abacus {Internet}, dikutip dari http://skripsistikes.files.wordpress.com/2009/08/12.pdf {diakses 19 Agustus 2013}. , (2006). Kesehatan Reproduksi. Jakarta. Depkes RI. Hastono, (2001). Analisa Data. Jakarta. Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Indonesia. Kusmiran, E., (2011). Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta. Selemba Medika. Marwanti, (2004), Hubungan Pengetahuan dan Sikap Tentang Kesehatan Reproduksi Remaja Dengan Praktek Perawatan Organ Reproduksi Eksternal pada Siswi di SLTP Negeri 27 Kota Semarang. Abacus {Internet}, dikutip dari http://eprints.undip.ac.id./5517/. {diakses 19 Agustus 2013} Mubarak, W., (2011). Promosi Kesehatan untuk Kebidanan. Jakarta. Selemba Medika. Notoatmodjo, (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta. Rineka Cipta. , (2005). Metodeologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta. , (2010). Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi Edisi Revisi. Jakarta. Rineka Cipta.
Nursalam, (2003). Konsep Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta. Selemba Medika. Pinem Saroha, (2009). Kesehatan Reproduksi & Kontrasepsi. Jakarta. TIM Widyastuti, Y., dkk, (2010). Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta. Fitramaya. Wiknjosastro G., dkk, (2006). Kesehatan Reproduksi Modul Mahasiswi. Jakarta. Yayasaan Pendidikan Perempuan Bekerjasama dengan Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan DEP. KES. RI dan IBI. Yahya, N, ( 2010). Kesehatan Reproduksi Pranikah. Jakarta. Tiga Kelana Serangkai Pustaka Mandiri