HUBUNGAN NEMATODA PARASIT DENGAN TINGKAT KEPARAHAN PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug wilt of pineapple) PADA NANAS (Ananas comosus L. Merr)
ISMAWARDANI NURMAHAYU
PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
ABSTRAK
ISMAWARDANI NURMAHAYU. Hubungan Nematoda Parasit dengan Tingkat Keparahan Penyakit Layu MWP (Mealybug wilt of pineapple) pada Nanas (Ananas comosus L. Merr). Dibimbing oleh SUPRAMANA dan GEDE SUASTIKA. Penelitian untuk mengetahui pengaruh nematoda parasit tumbuhan terhadap tingkat keparahan penyakit layu (MWP) telah dilaksanakan pada perkebunan nanas milik rakyat di Desa Bunihayu, Kabupaten Subang dan Laboratorium Nematologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari bulan Januari sampai Juni 2008. Pengambilan sampel tanah dan akar dilakukan pada tanaman nanas plant crop (tanaman nanas generasi pertama) vegetatif dan generatif yang bergejala layu dengan tingkat keparahan penyakit ringan, sedang, berat dan tanaman nanas sehat. Pengambilan sampel masing-masing fase dilakukan pada tiga kebun yang berbeda dan pada tiap kebun diambil lima tanaman sehat, lima tanaman sakit ringan, lima tanaman sakit sedang, dan lima tanaman sakit berat. Pengamatan yang dilakukan yaitu melihat jumlah genus nematoda per sampel tanah dan akar pada setiap tingkat keparahan penyakit layu MWP. Ekstraksi nematoda dilakukan dengan metode flotasi-sentrifugasi dan pengabutan untuk sampel tanah dan akar nanas yang berasal dari lapang. Identifikasi dan penghitungan nematoda didasarkan pada pengamatan ciri morfologi dengan mikroskop stereoskopik dan mikroskop cahaya dengan perbesaran 40-400 kali. Rotylenchulus dan Pratylenchus merupakan nematoda dominan pada tanaman nanas. Rotylenchulus cenderung mempengaruhi tingkat keparahan penyakit layu MWP terutama pada stadia generatif. Pratylenchus cenderung tidak mempengaruhi tingkat keparahan penyakit layu MWP. Spesies Pratylenchus yang ditemukan yaitu P. brachyurus dan P. coffeae. P. brachyurus merupakan spesies yang lebih dominan dengan prevalensi geografik 100% dan prevalensi dalam komunitas mencapai 86,67%.
HUBUNGAN NEMATODA PARASIT DENGAN TINGKAT KEPARAHAN PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug wilt of pineapple) PADA NANAS (Ananas comosus L. Merr)
ISMAWARDANI NURMAHAYU A44104031
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Skripsi : Hubungan Nematoda Parasit dengan Tingkat Keparahan Penyakit Layu MWP (Mealybug wilt of pineapple) Pada Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nama
: Ismawardani Nurmahayu
NIM
: A44104031
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Supramana, MSi NIP 131871366
Dr. Ir. Gede Suastika, MSc NIP 131669946
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr NIP 131124019
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 11 Juli 1986 dari pasangan Bapak H. Endy Santoso dan Ibu H. Lilik Isminuryati. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pada tahun 2004 penulis menamatkan SMA di SMA Negeri 2 Bogor dan diterima pada program studi Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis diterima pada program studi tersebut melalui Jalur Undangan Seleksi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (USMI IPB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) 2004-2006 sebagai staf Departemen Sosial Kemasyarakatan dan staf Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia. Penulis juga menjadi asisten praktikum mata kuliah Hama dan Penyakit Benih dan Pascapanen tahun 2007-2008.
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ’’Hubungan Nematoda Parasit dengan Tingkat Keparahan Penyakit Layu Pada Nanas”. Penelitian dilaksanakan pada Januari-Juni 2008 di Perkebunan nanas milik petani di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang dan Laboratorium Nematologi Tumbuhan IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Ibu Lilik Isminuryati dan Bapak Endy Santoso serta Mas Fery yang telah memberikan kasih sayang, dorongan moral dan materi serta kesabaran yang tiada henti. 2. Dr. Ir. Supramana, MSi. dan Dr. Ir. Gede Suastika, MSc. sebagai dosen pembimbing penelitian dan skripsi atas bimbingan, nasehat, saran dan kritik serta Dr. Ir. Ali Nurmansyah MSi atas saran mengenai statistikanya. 3. Dr. Ir. Purnama Hidayat, MSc. selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan saran yang bermanfaat. 4. Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama masa perkuliahan. 5. Keluarga Laboratorium Nematologi, Gyas, Pak Gatot, dan Ibu Ita yang telah membantu penelitian dan bersedia mendengarkan keluh kesah serta memberikan semangat selama penelitian. 6. Teman-teman seperjuangan Subang, Rike, Edna, Diyah, dan Dini. 7. Bapak Hendi, selaku petani nanas yang sudah membantu penelitian di lapang dan Bapak Engkus yang telah menyediakan tempat beristirahat selama di Desa Bunihayu, Kabupaten Subang. 8. Sahabat-sahabat terbaik, Uthe, Siti, Aceu, Dwi, Deri, Icha, Mika, Arun, Fanny, Aghiez, Zahra, Mayang yang telah memberikan sandaran terbaik dalam kondisi apapun serta semangat. 9. Teman-teman di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga serta Laboratorium Ekologi, Bowo, Manda, Zulfirman, Fitri, Dimas, dan Cok dan seluruh mahasiswa HPT 41 dan HPT 42 yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna maka kritik dan saran sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi serta ilmu pengetahuan. Bogor, Juli 2008
Ismawardani Nurmahayu
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................
ix
PENDAHULUAN ................................................................................
1
Latar Belakang ............................................................................
1
Tujuan Penelitian .........................................................................
3
Manfaat Penelitian ........................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................
4
Tanaman Nanas ..........................................................................
4
Taksonomi .......................................................................... Asal dan distribusi .............................................................. Ekologi dan budidaya .......................................................... Deskripsi tanaman nanas ..................................................... Kultivar nanas ..................................................................... Kandungan gizi dan manfaat nanas .....................................
4 4 4 6 6 7
Penyakit Layu Nanas dan Pineapple Mealybug Wilt associated Virus (PMWaV) ......................................................................................
8
Nematoda Parasit pada Tanaman Nanas .......................................
10
Meloidogyne spp. ................................................................ Rotylenchulus spp. .............................................................. Criconemoides sp. ............................................................... Helicotylenchus sp. ............................................................. Hirschmanniella sp. ............................................................ Pratylenchus spp. ................................................................
10 11 12 12 13 13
Pratylenchus brachyurus .............................................................
15
Klasifikasi .......................................................................... Morfologi ............................................................................ Biologi dan daur hidup ........................................................ Inang ................................................................................... Cara hidup dan penyebaran ..................................................
15 15 15 16 16
Pratylenchus coffeae ...................................................................
16
Klasifikasi .......................................................................... Morfologi ............................................................................ Biologi dan daur hidup ........................................................ Inang ................................................................................... Cara hidup dan penyebaran ..................................................
16 16 17 17 17
Interaksi Rotylenchulus reniformis dan penyakit layu nanas ........ BAHAN DAN METODE
...................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian
19 21
....................................................
21
....................................................................
21
Pengambilan sampel akar dan tanah ..................................... Ekstraksi nematoda dari akar ............................................. Ekstraksi nematoda dari tanah ............................................. Pembuatan preparat semipermanen ..................................... Identifikasi nematoda ......................................................... Penghitungan populasi nematoda ........................................ Prevalensi nematoda .......................................................... Frekuensi keberadaan nematoda .........................................
21 22 22 23 23 23 24 24
Analisis Data ...............................................................................
24
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
25
Kondisi Umum Desa Bunihayu dan Teknik Budidaya Nanas ........
25
Penyakit Layu pada Pertanaman Nanas di Desa Bunihayu .............
27
Nematoda pada Pertanaman Nanas ................................................
28
Dominansi Nematoda.....................................................................
33
Prevalensi Spesies Pratylenchus pada Nanas ..................................
35
Metode Penelitian
Hubungan Nematoda Pratylenchus dan Rotylenchulus dengan Tingkat Keparahan Penyakit Layu Nanas (MWP) ......................................
39
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................
43
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
44
LAMPIRAN .........................................................................................
47
DAFTAR TABEL Teks Halaman 1 2
Kriteria tanaman dengan tingkat keparahan penyakit layu nanas ....
22
3
Jumlah nematoda pada tanah (per 100 cm ) dan akar (per 5 g akar) di pertanaman nanas desa Bunihayu ..................................................
29
Frekuensi keberadaan (%) nematoda pada tanaman nanas di Desa Bunihayu ......................................................................................
34
4
Prevalensi komunitas P. brachyurus dan P. coffeae (%) ................
35
5
Jumlah nematoda Rotylenchulus pada tanaman nanas dengan tingkat keparahan penyakit layu MWP pada setiap stadia pertumbuhan ..................................................................................
39
Jumlah nematoda Pratylenchus pada tanaman nanas dengan tingkat keparahan penyakit layu MWP pada setiap stadia pertumbuhan .....
39
3
6
Lampiran 1 2
Anova jumlah nematoda Rotylenchulus & Pratylenchus terhadap tingkat keparahan penyakit layu (stadia vegetatif) .........................
47
Anova jumlah nematoda Rotylenchulus & Pratylenchus terhadap tingkat keparahan penyakit layu (stadia generatif) ..........................
47
DAFTAR GAMBAR 1
Halaman Nematoda betina Pratylenchus brachyurus. (A) ujung posterior; (B,C) ekor; (D) ujung kepala; (E) ujung hingga keseluruhan kepala; (F) spesimen yang lain ............................................................................................... 18
2
Pratylenchus coffeae (A) ujung kepala betina; (B) kepala jantan; (C) jantan, median bulb; (D,E) ujung ekor; (F) keseluruhan tubuh betina; (H,I,M,N) ekor betina;(J)daerah reproduksi; (K) daerah leher betina;(L)vulva dan ujung uterin. ................................................................................... 18
3
Tanaman nanas sehat dengan tingkat keparahan penyakit layu MWP: ringan (a), sedang (b), berat (c) dan tanaman nanas sehat (d) .................... 27
4
Keadaan morfologi akar dengan gejala nekrosis dan bercak hitam ..
28
5
Rotylenchulus betina pradewasa (a), Rotylenchulus juvenil (mikroskop cahaya perbesaran 200x) .................................................................
30
Criconemoides (mikroskop cahaya perbesaran 200x),nematoda betina dewasa dengan bibir dan stilet dengan basal knob yang jelas...........
30
7
Helicotylenchus pada posisi istirahat (mikroskop cahaya 100x) .......
31
8
Pratylenchus (perbesaran 200x) dengan bagian kepalanya yang datar dan ujung anteriornya tampak seperti topi hitam yang datar ................... 32
9
Hirschmanniella (perbesaran 200x) dengan ekor yang panjang dan kerucut ....................................................................................................... 32
10
Meloidogyne (perbesaran 100x) seluruh tubuh (kiri) dan bagian ekor (perbesaran 200x) dengan spikula yang kuat (kanan) .....................
6
32
11
Pratylenchus brachyurus (a)seluruh tubuh (perbesaran 200x); (b) kepala (perbesaran 400x); (c) ekor (perbesaran 400x) .............................. 37
12
(a) Pratylenchus coffeae (perbesaran 200x); (b) ekor (perbesaran 400x); (c) kepala (perbesaran 400x); (d) vulva dan uterin posterior (perbesaran 400x) .............................................................................................. 38
PENDAHULUAN
Latar Belakang Nanas (Ananas comosus L. Merr) adalah salah satu buah-buahan komersial penting dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Nanas juga mengandung Vitamin C dan enzim Bromealin, yaitu enzim protease yang mampu mengubah protein, protease, dan peptida, sehingga baik untuk menunjang kesehatan tubuh (Muljohardjo 1983). Buah nanas dapat dikonsumsi segar ataupun dalam bentuk olahan. Produk olahan buah nanas dapat berupa sari buah, konsentrat, erushed fruit, selai nanas, anggur buah, vinegar buah, manisan basah dan kering. Permintaan terhadap buah nanas dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, baik dalam produk olahan maupun buah segar. Pada tahun 2006 produksi nanas di Indonesia mencapai 1.427.781 ton, dengan daerah sentra produksi nanas utama yaitu Jawa Barat (BPS 2006). Ekspor nanas kaleng Indonesia pada tahun 2003 mencapai 10,64% dari total ekspor dunia dan menempati urutan ke-3 dunia setelah Thailand dan Filipina (FAO 2003). Dalam peningkatan produksi nanas di Indonesia menemui berbagai kendala, antara lain gangguan hama dan penyakit tumbuhan. Hama utama yang menyerang buah nanas antara lain kutu putih dan semut. Penyakit utama yang menyerang tanaman nanas dari awal pembibitan hingga masa panen yaitu penyakit layu dan nematoda. Di Hawaii, Kehilangan hasil buah akibat penyakit layu MWP dilaporkan mencapai 40% bahkan sampai 100% (Beardsley dan Reimer 1990). Informasi mengenai pengaruh kehilangan hasil akibat penyakit layu MWP di Indonesia belum diketahui. Beberapa tahun belakangan ini, dilaporkan dua tipe virus tanaman yang sudah diidentifikasi menyerang tanaman nanas, yaitu closterovirus dan bacilliform (Thomson et al. 1996 dalam Barroto 1998). Closterovirus merupakan penyebab penyakit layu (MWP) yang menyerang pertanaman nanas di beberapa negara (Rorhbach 2003). Penyakit layu MWP disebabkan oleh Pineapple mealybug wilt associated virus (PMWaV). PMWaV mempunyai dua strain yaitu Pineapple mealybug wilt associated virus-1 (PMWaV-1) dan Pineapple mealybug wilt associated virus-2 (PMWaV) (Sheter dan Hu 2002). Dua spesies kutu putih
dilaporkan sebagai vektor PMWaV-1 dan PMWaV-2 yaitu Dysmicoccus brevipes (pink pineapple mealybug) (Hemiptera: Pseudococcidae) dan D. neobrevipes (grey pineapple mealybug) (Hemiptera: Pseudococcidae) (Bartholomew 2003). Penyebaran penyakit layu cukup luas dan menimbulkan kerusakan yang besar terutama pada kultivar smooth cayenne (Samson 1980). Tanaman nanas yang terserang penyakit layu (MWP) menunjukkan gejala yaitu pertumbuhan akar berhenti, tanaman menjadi layu, mati dan busuk. Pada bagian daun menunjukkan perubahan yaitu berwarna kuning sampai kemerahan, daun menggulung ke bawah, dan ujung daun nekrotik kemudian tanaman kehilangan
ketegarannya
dengan
cepat,
sehingga
terjadi
penghambatan
pertumbuhan (Samson 1980). Tanaman yang terinfeksi di awal pertumbuhan tidak menghasikan buah, akar tidak berkembang dengan baik sehingga penyerapan unsur hara menjadi terganggu. Munculnya gejala penyakit layu MWP pada tanaman cenderung disebabkan oleh PMWaV-2 yang ditransmisikan oleh kutu putih. Semakin cepat munculnya gejala penyakit layu MWP pada tanaman, mengakibatkan kehilngan hasil yang cukup besar (Sheter dan Hu 2002). Sistem penananaman monokultur nanas yang tidak memperhatikan keberadaan kutu putih, semut, nematoda dan penyakit layu dapat menurunkan produksi buah nanas yang signifikan. Berdasarkan hasil penelitian Sipes et al. (2002) menunjukkan bahwa hasil buah nanas mengalami penurunan sebesar 30% akibat penyakit layu yang terinfestasi oleh nematoda Rotylenchulus reniformis. Survei di perkebunan nanas Subang, Jawa Barat, pada sistem perakaran tanaman yang menunjukkan gejala penyakit layu ditemukan beberapa jenis nematoda parasit tumbuhan, khususnya Pratylenchus dan Rotylenchulus (Siregar 2007). Tanaman nanas yang terinfestasi oleh nematoda Pratylenchulus brachyurus menunjukkan gejala yaitu terdapat lesio akar di sekitar daerah infeksi nematoda (Stirling & Nikulin 1993). Jika dilihat dari serangan nematoda ini, dapat diindikasikan bahwa kehadiran nematoda dapat memperparah gejala layu. Untuk itu, diperlukan laporan mengenai spesies nematoda parasit tumbuhan utama yang mempengaruhi penyakit layu pada pertanaman nanas di lapang.
Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nematoda parasit tumbuhan terhadap tingkat keparahan penyakit layu (MWP) pada tanaman nanas.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi untuk menentukan strategi pengendalian penyakit layu (MWP) yang efektif dan ramah lingkungan.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Nanas (Ananas comosus L. Merr) Taksonomi Tanaman nanas termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Angiosperma, ordo Farinosae, famili Bromeliaceae, dan mempunyai dua genus yaitu Ananas dan Pseudonas (Prihatman 2000). Ananas dapat dibedakan menjadi lima spesies yang meliputi Ananas bracteatus (Lindl) Schultes, Ananas fritzmuelleri, Ananas comosus (L) Merr, Ananas erectifolius L.B Smith dan Ananas ananassoides (Bak) L.B Smith. Pseudonas hanya mempunyai satu spesies yaitu Pseudonas sagenarius (Muljohardjo 1984).
Asal dan Distribusi Tanaman nanas berasal dari Amerika Selatan. Tanaman nanas sudah didomestikasi oleh Columbus. Pada abad ke-16 orang Spanyol membawa nanas ke daerah Filipina dan Semenanjung Malaysia hingga sampai di Indonesia. Tanaman kini dibudidayakan di seluruh daerah tropik dan subtropik, antara lain Thailand, Filipina, Malaysia, Sumatera bagian Selatan, Hawaii, Brazil, Taiwan, Afrika Selatan, Kenya, Pantai Gading, Meksiko dan Puerto Riko (Verheij & Coronel 1997).
Ekologi dan Budidaya Tanaman nanas Tanaman nanas dibudidayakan pada daerah antara 250 LU dan 250 LS, dengan kisaran suhu di areal pertanaman yaitu 23-320C. Tanaman nanas juga dapat ditanam di lahan yang suhunya dapat turun sampai 100C. Nanas tidak toleran terhadap hujan salju dan buahnya sensitif terhadap sinar matahari. Kepekaan terhadap sinar matahari memberi efek pada tanaman, yaitu menyebabkan tanaman lebih sering berbuah jika ditanam pada daerah yang letaknya lebih jauh dari ekuator. Tanaman nanas juga toleran terhadap kekeringan dengan kisaran curah hujan 1000-1500 mm per tahun. Nanas lebih cocok ditanam pada tanah liat berpasir yang dapat dikeringkan dengan baik dan mengandung
bahan organik yang cukup tinggi dengan pH tanah yaitu 4,5-6,5 (Verheij & Coronel 1997). Budidaya tanaman nanas dilakukan melalui perbanyakan dengan cara vegetatif dan generatif, tetapi pada umumnya dilakukan secara vegetatif karena relatif lebih cepat berbuah dibandingkan budidaya secara generatif. Perbanyakan vegetatif dapat dilakukan dengan mahkota (crown), tunas dasar buah (slips), tunas tangkai (hapas), tunas batang (shoots), dan tunas anakan (suckers). Perbanyakan generatif dilakukan dengan menggunakan biji. Tetapi umumnya hanya digunakan satu macam bahan perbanyakan untuk ditanam di lapang agar pertumbuhan dan pembuahan yang seragam dapat terjamin (Verheij & Coronel 1997). Tanaman nanas mempunyai rangkaian bunga/buah pada ujung batangnya dan mati setelah berbuah, namun sebelumnya telah tumbuh tunas vegetatif baru untuk melanjutkan pertumbuhannya. Tanaman utama disebut plant crop sedangkan tanaman generasi setelahnya disebut ratoon crop (Siregar 2007). Penanaman nanas biasanya dilakukan dalam barisan ganda dengan lebar alur yang cukup antara barisan ganda tersebut. Jarak tanam yang digunakan untuk penanaman nanas yaitu lebar 90 cm dengan jarak 60 cm dalam kedua barisan ganda dan masing-masing tanaman pada setiap barisannya berjarak 30 cm. Kecepatan tumbuh tanaman nanas bergantung pada pasokan air ke perakaran. Pertumbuhan akar akan terganggu apabila air tidak tersedia, tetapi jika air terlalu banyak maka akan terjadi pembusukkan akar (Verheij & Coronel 1997). Pemeliharaan tanaman nanas meliputi penyiangan, pengairan, dan pemupukan. Pemupukan dilakukan enam bulan sekali, setelah berumur 4-5 tahun tanaman harus diganti dan dibersihkan (Muldjoharjo 1984). Proses pemanenan dilakukan pada umur 12-24 bulan bergantung dari jenis bibit yang digunakan. Bibit yang berasal dari mahkota bunga berbuah pada umur 24 bulan. Tanaman yang berasal dari tunas batang dipanen setelah umur 18 bulan, sedangkan tunas akar dipanen setelah berumur 12 bulan. Buah nanas yang siap panen mempunyai ciri-ciri yaitu: mahkota buah terbuka, tangkai berubah mengkerut, mata buah lebih mendatar, buah besar dan bentuknya bulat (Verheij & Coronel 1997).
Deskripsi Tanaman Nanas Tanaman nanas adalah tumbuhan xerofit dengan jalur fotosintesis tipe CAM (Crassulacean Acid Metabolism) (Verheij & Coronel 1997). Tanaman ini mampu menahan kehilangan air akibat transpirasi sekitar 7%, dibandingkan dengan tanaman lain yang pada umumnya hanya 0,5% (Chalder 1958 dalam Verheij & Coronel 1997). Tanaman nanas merupakan tanaman herba tahunan atau dua tahunan. Tinggi tanaman nanas sekitar 50-100 cm, dengan daun berbentuk pedang dan panjangnya dapat mencapai satu meter atau lebih. Lebar daun nanas yaitu 5-8 cm dengan pinggiran daun tanaman nanas berduri atau hampir rata, berujung lancip, bagian atas daun berdaging, berserat, beralur, dan tersusun spiral tertutup (Verheij & Coronel 1997). Bentuk bunga tanaman nanas yaitu pepat memiliki banyak bunga tak bertangkai, berwarna lembayung kemerah-merahan, masing-masing bunga dibarengi oleh satu braktea yang lancip. Daun kelopak tanaman nanas berjumlah tiga helai, pendek, dan berdaging. Buah nanas berupa senokarp yang terbentuk dari penebalan poros bunga dan peleburan masing-masing bunga yang kecil. Daging buah berwarna kuning pucat sampai kuning keemasan dan umumnya tidak berbiji. Mahkota tanaman nanas merupakan batang pendek dengan beberapa daun yang melekat padanya dan terletak di atas puncak buah. Sedangkan tunas batang (slips) adalah tunas yang tumbuh pada batang di bawah daun. Tunas yang tumbuh di ketiak daun dan di bawah daun disebut juga tunas ketiak daun. Tunas yang tumbuh di bawah ketiak daun dan di bawah batang dapat digunakan sebagai bahan perbanyakan (Verheij & Coronel 1997). Akar tanaman nanas merupakan bagian yang keluar dari batang bawah permukaan tanah dan berada di dalam tanah serta keluar dari ketiak daun pada bagian batang (Collins 1968).
Kultivar nanas Menurut Verheij & Coronel (1997), kultivar tanaman nanas dalam budidaya dibagi menjadi: 1. Kultivar Cayenne. Kultivar ini terutama dibudidayakan pada daerah Filipina, Thailand, Hawaii, Kenya, Meksiko, dan Taiwan. Kultivar ini merupakan kelompok heterozigot. Bentuk daunnya berduri pada bagian
pinggirnya, di
atas daun berawarna keperak-perakan, dan berbintik
kemerah-merahan. Bentuk buah silinder dan daging buahnya berwarna kuning pucat sampai kuning. Jenis yang lain dari varietas Cayenne adalah varietas Smooth Cayenne Varietas ini merupakan jenis yang paling penting. Bentuk daun tidak berduri dan buahnya berbentuk silindris dan besar (Muljohardjo 1983). 2. Kultivar Queen. Kultivar ini terutama dibudidayakan di Australia dan Afrika Selatan. Bentuk daunnya berduri dan daging buah berwarna kuning keemas-emasan tua. 3. Kultivar Red Spanish. Kultivar ini terutama dibudidayakan di Amerika tengah dan Amerika Selatan. Bentuk daun panjang, berduri, dan mengandung serat yang tinggi. Daging buah berwarna kuning pucat. 4. Kultivar Singapore Spanish. Kultivar ini hanya dibudidayakan di Malaysia untuk industri pengalengan buah. Kultivar ini mempunyai panjang daun sekitar satu meter dan daging buah berwarna kuning keemasan. 5. Kultivar Abacaxi. Kultivar ini terutama dibudidayakan di Brazil serta daging buah berwarna kuning pucat. 6. Kultivar Cabezona. Kultivar ini terutama dibudidayakan di Puerto Rico untuk diperdagangkan buah segarnya.
Kandungan Gizi dan Manfaat Nanas Berdasarkan hasil penelitian Departemen Gizi Departemen Kesehatan (1957) dalam Muljohardjo (1984), kandungan gizi yang terdapat pada buah nanas adalah protein 0,4%, lemak 0,2%, karbohidrat 13,7%, kalsium 16 mgr/100 gram, fosfor 11 mgr/100 gram, vitamin B1 0,08 mgr/gram, vitamin C 24 mgr/gram, air 85,3%, dan bagian yang dapat dimakan 53% (Muljohardjo 1984). Buah nanas juga mengandung kandungan zat warna alami yaitu karoten 1,0 mg/kg-2,5 mg/kg daging buah dan sejumlah kecil xantofil. Selain itu buah nanas juga mengandung enzim bromelin yaitu suatu enzim protease yang mampu mengubah protein, protease, dan peptida. Oleh karena itu dalam kehidupan sehari-hari, adanya enzim protease dalam buah nanas dapat digunakan untuk membantu melunakkan daging yang akan diolah. Buah nanas dapat dikonsumsi segar ataupun dalam bentuk
olahan. Produk olahan buah nanas dapat berupa sari buah, konsentrat, erushed fruit, selai nanas, anggur buah, vinegar buah, manisan basah dan kering.
Penyakit Layu Nanas dan Pineapple Mealybug Wilt associated Virus (PMWaV) Penyakit layu nanas pertama kali ditemukan di perkebunan nanas di Hawaii pada tahun 1990-an. Penyakit layu nanas disebut juga Mealybug wilt of pineapple (MWP) (Barroto et al. 1998 dalam Tryono 2006). Pada awalnya, penyakit ini diduga akibat senyawa fitotoksik yang dikeluarkan oleh kutu putih Dysmicoccus brevipes pada saat menghisap cairan tanaman nanas, kemudian menyebabkan kerusakan secara fisiologis. Kemudian menurut Sheter et al. (2001), mengindikasikan bahwa penyakit layu adalah Pineapple mealybug wilt-associated virus-1 (PMWaV-1) dan Pineapple mealybug wilt-associated virus-2 (PMWaV2). Deteksi PMWaV-1 dan PMWaV-2 dapat dilakukan dengan metode Tissue blot immunoassay (TBIAs) menggunakan dua antibodi monoclonal spesifik (MAb). TBIA merupakan metode serologi yang mengonjugasikan antiserum dengan enzim, sehingga bila substrat ditambahkan maka kompleks antigenantibodi dapat tervisualisasi dengan adanya perubahan warna menjadi ungu pada membran yang menangkap protein virus (Hu et al. 1997). Penelitian selanjutnya menjelaskan bahwa penyakit layu disebabkan oleh adanya partikel virus Pineapple mealybug wilt-associated virus-1 (PMWaV-1) dan PMWaV-2, melalui keberadaan vektor Dysmicoccus brevipes (Tryono 2006). Interaksi antara PMWaV-2 dan kutu putih dapat menimbulkan gejala penyakit layu.
Tetapi interaksi antara PMWaV-1 dan kutu putih, ataupun keberadaan
PMWaV-1 saja tidak akan menimbulkan gejala penyakit layu (Batholomew 2003). PMWaV termasuk kedalam genus Closterovirus, famili Closteroviridae, genom PMWaV berupa RNA. Genom RNA utas tunggalnya (single stranded RNA/ss RNA) bersifat linier dalam satu bagian (monopartit). Ukuran RNA utas tunggalnya (double stranded RNA/dsRNA) adalah 8,5 x 106 Da (Gunasinghe & German dalam Tryono 2006). Partikel dari virus ini mempunyai panjang sekitar
1200-1500 nm dan tidak memiliki pembungkus protein (non enveloped). PMWaV memiliki inang yang terbatas dan tanaman nanas merupakan satu-satunya inang utama yang diketahui. Selain itu virus ini juga dapat ditemukan pada jenis-jenis gulma di sekitar pertanaman nanas seperti Andropogon insularis dan paspalum urvillei (Gunangsinghe & German dalam Tryono 2006). Infeksi penyakit layu biasanya muncul pada tanaman-tanaman nanas yang berada di pinggir lahan. Gejala penyakit layu yaitu memerahnya sepanjang daun tanaman, diikuti terjadinya perubahan warna daun menjadi coklat, setelah itu kehilangan kebugaran daun dan pada akhirnya tanaman menjadi layu dan mati. Hal ini disebabkan oleh berhentinya sistem pertumbuhan perakaran. Gejala yang sama juga diperlihatkan akibat kekurangan air dan unsur hara serta kerusakan akibat keberadaan nematoda (Bartholomew 2003). Vektor PMWaV-2 adalah D. brevipes (pink mealybug) dan D. neobrevipes (grey mealybug) (Sheter dan Hu 2002). D. brevipes biasanya ditemukan di akar dan batang bawah pada tanaman nanas. Sedangkan D. neobrevipes biasanya ditemukan di bagian atas batang dan buah pada tanaman nanas. Populasi kutu putih pada pertanaman nanas tidak dapat berkembang baik kecuali melalui keberadaan semut. Di Hawaii, tiga spesies semut telah ditemukan pada daerah pertanaman nanas yang berbeda. Pertama, spesies semut Pheidola megacephala, berada pada kedalaman 500 m. Kedua, spesies semut Iridomyrmex humills berada pada kedalaman 600 m. Ketiga, semut api Solenopsis geminata pada kedalaman tanah kering (Bartholomew 2003). Pengendalian penyakit layu dapat dilakukan dengan cara mengontrol keberadaan semut dan predator kutu putih. Ketika semut dapat dikelola dengan baik maka keberadaan kutu putih penyebab penyakit layu biasanya tidak menimbulkan masalah. Pengelolaan semut dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida (Bartholomew 2003). Pengendalian penyakit layu dapat dilakukan dengan mengeliminasi PMWaV-1. Metode pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara mencelupkan mahkota tanaman yang terinfeksi ke dalam air yang bersuhu 350C selama 24 jam kemudian dicelupkan kembali ke dalam air bersuhu 56 0C selama 40 menit atau bersuhu 58 0C selama 1 jam (Sheter et al. 2001).
Nematoda Parasit pada Tanaman Nanas Keberadaan nematoda pada pertanaman nanas dapat mengurangi ukuran buah nanas. Infeksi nematoda pada tanaman generasi pertama nanas (plant crop) dapat mengakibatkan kehilangan hasil panen sebesar 60%-70%. Sedangkan pada tanaman generasi kedua (ratoon crop) dapat menimbulkan kehilangan hasil yaitu antara 40% -45%. Lebih dari 100 spesies nematoda parasit tumbuhan telah dilaporkan berasosiasi dengan sistem perakaran tanaman nanas. Walaupun patogenisitasnya kebanyakan hanya terbatas atau tidak diketahui (Ploetz 2003). Spesies nematoda parasitik tumbuhan yang terpenting pada tanaman nanas ialah nematoda puru akar Meloidogyne incognita, nematoda bentuk ginjal Rotylenchulus reniformis, dan nematoda lesio akar Pratylenchus brachyurus (Ploetz 2003). Meloidogyne javanica dilaporkan sebagai nematoda yang paling penting pada pertanaman nanas di Australia. Pada tahun 1920-1950, M. javanica menjadi masalah penting di Hawaii, tetapi pada saat ini nematoda R. reniformis menjadi masalah utama yang menggantikannya. Selain itu, pada tanaman nanas generasi pertama (plant crop), keberadaan R. reniformis menimbulkan pengaruh yang cukup besar pada bobot buah (Sipes et al. 2005).
Meloidogyne spp. Meloidogyne termasuk dalam Ordo Tylenchida, Subordo Tylenchina, Superfamili Heteroderoidea, Famili Meloidogynidae (Dropkin 1996). Nematoda ini bersifat seksual dimorfik. Nematoda betina menambatkan diri pada jaringan akar inangnya, tubuhnya menggelembung berdiameter 0,5-0,7 mm, dan lehernya silindris. Vulvanya terletak subterminal dekat anus. Kerangka kepalanya lembek dan lubang eksresinya terletak agak anterior sampai pada lempeng kelep median bulbus. Nematoda jantan mempunyai ciri morfologi yaitu berbentuk cacing, hidup bebas di dalam tanah, mempunyai panjang 1-2 mm, apabila nematoda ini mati maka tubuhnya berbentuk lingkaran, mempunyai stilet yang kuat, ekornya pendek setengah melingkar (Luc et al. 1995). Nematoda mengadakan invasi ke dalam akar inang kemudian merangsang sistem pertumbuhan hingga terjadi sel-sel raksasa. Sel-sel korteks juga dirangsang untuk membelah, sehingga terbentuklah puru yang karakteristik. Spesies
nematoda betinanya tidak mendesak bagian posteriornya ke luar akar tetapi diselubungi oleh jaringan puru (Luc et al. 1995).
Rotylenchulus sp. Rotylenchulus termasuk ke dalam Ordo Tylenchida, Subordo Tylenchina, Superfamili Tylenchoidea, Famili Hoplolaimidae, dan sub famili Rotylenchulinae (Dropkin 1996). Nematoda bersifat seksual dimorfik. Nematoda betina yang belum dewasa terdapat di dalam tanah dan hidup bebas. Nematoda reniformis Rotylenchulus sp. terdapat di seluruh daerah terutama daerah subtropik dan tropik. Tubuhnya berbentuk cacing dan berukuran 0,23-0,64 mm. Bentuk kepala membulat sampai kerucut, lurus dengan garis kontur, dan berstriasi. Pertumbuhan kerangka kepalanya sedang dan mengalami sklerotinisasi. Nematoda mempunyai stilet sedang dan basal knobnya bulat. Vulvanya terdapat di daerah posterior tubuhnya (Luc et al. 1995). Gejala penyakit yaitu daun-daun tanaman yang terinfeksi kurang tegak daripada daun-daun tanaman yang sehat, berwarna kemerahan dan tampak pertumbuhannya terhambat. Gejala pada daun sama seperti kekurangan hara atau air. Serangan berat dapat menimbulkan tanaman rebah dan mati. Akar-akar primer tanaman nanas yang terinfeksi R. reniformis tetap memanjang dan menambat baik di tanah, sehingga tanaman masih tetap tegak berdiri dengan baik. Selain itu nematoda menghambat pertumbuhan akar sekunder dan sistem akar sangat lambat berkembang (Luc et al. 1995). Penetasan telur nematoda distimulasi oleh eksudat akar tanaman inang tertentu dan stadium larva kedua meninggalkan telur dan bergerak di dalam tanah. Jika larva tersebut berada di dalam akar, nematoda tersebut akan mengalami tiga kali pergantian kulit tanpa makan dan menghasilkan nematoda jantan dewasa dan nematoda pradewasa betina. Nematoda betina masuk ke dalam jaringan sistem akar dan membentuk tempat untuk makanannya dan menjadi nematoda betina yang menetap dan tubuhnya membengkak menjadi nematoda betina dewasa yang mampu menghasilkan telur. Sistem reproduksi bersifat amfimiksis (Luc et al. 1995).
Criconemoides sp. Criconemoides termasuk ke dalam ordo Tylenchida, sub ordo Tylenchina, Superfamily
Criconematoidea,
Family
Criconematidae
dan
Subfamily
Criconematinae (Thorne 1961). Nematoda ini termasuk nematoda dimorfik. Nematoda betina mempunyai panjang tubuh 0,20-1 mm, gemuk, apabila mati tubuhnya lurus atau sedikit melengkung dan bagian ujung anteriornya membulat sampai kerucut. Kutikulanya dilengkapi dengan 42-200 anulus yang sangat jelas dan mengarah ke belakang dengan pinggiran posteriornya lurus atau sedikit belok-belok. Daerah bibir (labial) tidak tampak terpisah dengan bagian tubuh yang lain, ditandai oleh satu atau dua anulus yang kurang jelas. Stiletnya kuat, basal knobnya jelas dan mengarah ke depan. Esofagusnya mempunyai median bulbus besar dan kuat yang menjadi satu dengan prokorpus, kelenjar esofagusnya membentuk bulbus kecil di daerah posterior. Vulva letaknya lebih ke arah posterior (Luc et al. 1995). Nematoda jantan mempunyai bentuk tubuh silindris dan pendek. Bagian ujung anterior tubuhnya membulat, tidak mempunyai stilet, esofagusnya mengalami degenerasi. Spikulanya pendek dan sedikit melengkung. Nematoda ini bersifat ektoparasit yang memakan bagian jaringan akar yang terluar pada tanaman tahunan, pepohonan dan anggur. Nematoda jantan tidak makan. Sebagian besar spesies nematoda ini bersifat partenogenetik (Luc et al. 1995).
Helicotylenchus sp. Helicotylenchus termasuk ke dalam ordo Tylenchida, sub ordo Tylenchina, super famili Tylenchoidea, famili Hoplolaimidae dan sub famili Rotylenchinae (May et al. 1996). Nematoda ini disebut juga nematoda spiral karena pada saat istirahat nematoda ini akan berbentuk seperti spiral. Nematoda ini berukuran 0,4-1,2 mm, bagian kepala berbentuk kerucut tumpul, jarang seperti kerucut terpancung dan mengalami sklerotisasi sedang. Stiletnya tumbuh baik dengan panjang 3-4 kali lebar bibir dan knobnya berbentuk bulat atau seperti mangkuk. Pada nematoda betina, vulva letaknya posterior 60%70%, ekornya pendek dan pada umumnya bagian dorsal seperti kerucut sampai
cembung tau setengah bola. Sedangkan nematoda jantan memiliki ekor yang pendek, spikulanya tumbuh sempurna dan melengkung (Luc et al. 1995). Nematoda ini bersifat ektoparasit, semi ektoparasit atau endoparasit pada akar inangnya. Semua stadiumnya dapat ditemukan di korteks akar tetapi migrasinya melalui jaringan belum pernah ditemukan. Nematoda ini bersifat polifagus dan partenogenetik. Nematoda ini juga terdapat diseluruh daerah tropis dan subtropis (Luc et al. 1995).
Hirschmanniella sp. Hirschmaniella sp. termasuk ke dalam ordo Tylenchida, sub ordo Tylenchina, superfamily Tylenchoidea, familiy Pratylenchidae (Thorne 1961). Menurut Luc et al. (1995), nematoda ini mempunyai ukuran 1-4 mm, silindris, apabila mati maka tubuhnya kurang lebih lurus atau sedikit melengkung pada bagian ventral. Nematoda ini juga tidak mempunyai tanda seksual dimorfisme di bagian tubuh anteriornya. Bagian kepalanya lurus dengan garis tubuh, berbentuk setengah bola, atau bagian anterior mendatar. Stiletnya tumbuh kuat dengan panjang yaitu 15-46 µm dan diikuti oleh basal knob berbentuk bulat. Pada nematoda betina vulvanya terletak di tengah, ekornya panjang berbentuk kerucut. Bentuk ekor antara nematoda jantan dan nematoda betina adalah sama. Nematoda ini termasuk nematoda endoparasit yang berpindah dan sebagian besar menyerang akar tetapi juga menyerang kormus dan rhizoma. Genus ini berasosiasi di lingkungan rawa-rawa yang berair, di air tawar dan laut. Genus ini mempunyai habitat yang sesuai di seluruh dunia dan tersebar luar di daerah pertanaman padi di India, Bangladesh, Indonesia, Filipina, dan Jepang (Luc et al. 1995).
Pratylenchus spp. Pratylenchus spp. termasuk ke dalam ordo Tylenchida, sub ordo Tylenchina famili Tylenchidae, super famili Tylenchoidea, sub famili Pratylenchinae (Goodney 1963). Pratylenchus spp. disebut juga sebagai nematoda lesio akar. Pratylenchus pertama kali diketahui pada sistem perakaran nanas di Hawaii. Nematoda bertubuh kecil (panjangnya kurang dari 1 mm), apabila mati maka
tubuhnya sedikit bengkok pada bagian ventralnya. Nematoda tidak mempunyai tanda-tanda seksual dimorfisme pada bagian anterior tubuhnya. Bagian kepalanya rendah dan datar, apabila diamati di bawah mikroskop stereoskopis tampak ujung anterior tersebut seperti topi hitam yang datar. Stiletnya mempunyai panjang yaitu 20 µm atau kurang dan mengalami sklerotinisasi sedang, dengan basal knob berbentuk bulat serta bagian anteriornya berbentuk cekung (Luc et al. 1995). Nematoda betina mempunyai vulva yang terletak di bagian posterior dan terdapat berbagai variasi pos-vulva yang menunjukkan diferensiasi namun bagian tersebut tidak berfungsi (mono-prodelfik). Spermatekanya berbentuk oval atau bulat dan umumnya berisi sperma pada spesies nematoda biseksual. Ekornya subsilindris atau kurang lebih seperti kerucut dengan ujungnya lebar atau sempit dan tumpul atau terpacung dan kadang-kadang halus atau beranulasi. Nematoda jantan mempunyai ciri-ciri yaitu ekornya pendek, bagian dorsalnya seperti kerucut dan melengkung, bursanya tumbuh sampai ke ujung ekor, spikulanya silindris memanjang dan melengkung (Luc et al. 1995). Gejala kerusakan nematoda ini adalah luka hitam yang berkembang di dalam akar pada tempat nematoda parasitik menginfeksi kemudian berkembang menjadi nekrosis agresif yang meluas sampai ke seluruh permukaan akar. Luka tersebut dikelilingi oleh sel-sel epidermis yang mati dan berwarna pucat serta dapat meluas ke seluruh jaringan parenkim. Pada stadium akhir dari infeksi, jaringan parenkim tersebut hancur dan jaringan korteks terpisah dari silinder pusat. Infeksi oleh nematoda dapat mengurangi tingkat pertumbuhan tanaman, munculnya daun tertunda, berat daun berkurang antara 30-45%, daun tanaman berubah berwarna kuning, kemudian menjadi merah, kehilangan turgiditas dan kemudian menjadi layu (Luc et al. 1995). Nematoda Pratylenchus merupakan nematoda endoparasitik berpindah dan semua stadiumnya terdapat di dalam jaringan korteks inangnya. Populasi nematoda di dalam tanah yang rendah dapat berasosiasi dengan populasi yang tinggi dalam akar. Kebanyakan nematoda memperoleh makanannya pada sel-sel korteks dan membentuk suatu rongga yang berisi koloni nematoda dengan berbagai stadium. Daur hidupnya berlangsung tiga atau empat minggu dan nematoda dapat bertahan hidup tanpa tumbuhan inang selama beberapa bulan.
Nematoda ini tersebar luas di daerah tropik dan subtropik. Setidaknya terdapat dua spesies Pratylenchus yaitu Pratylenchus brachyurus dan Pratylenchus coffeae (Luc et al. 1995).
Pratylenchus brachyurus Klasifikasi Pratylenchus brachyurus termasuk ordo Tylenchida, sub ordo Tylenchina, super famili Tylenchoidea, famili Pratylenchidae, sub famili Pratylenchinae, genus
Pratylenchus.
Pratylenchidae,
dua
Terdapat 160 diantaranya
spesies
adalah
Pratylenchus dari famili
Pratylenchus
brachyurus
dan
Pratylenchus coffeae (Loof 1964 dalam Nickle 1991).
Morfologi Morfologi Pratylenchus sampai pada tahap genus relatif mudah untuk dideterminasi tetapi identifikasi sampai pada tingkat spesies relatif lebih sulit. Namun khusus untuk P. brachyurus memiliki ciri morfologi yang khas dan relatif mudah untuk diidentifikasi. P. brachyurus (Loof 1964 dalam Nickle 1991). ditandai dengan dua anul pada daerah bibir, panjang tubuh 0,39-0,75 mm, mempunyai stilet yang panjang (17 mm - 22 mm) dan agak kaku, tidak terlihat adanya spermateka, terdapat vulva di bagian ujung posterior, ujung ekor membulat dan tumpul (Gambar 1.). Jantan jarang ditemukan bahkan tidak ada. Pada nematoda betina tidak terlihat spermateka yang mengindikasikan spermateka tidak berfungsi (Thorne 1961).
Biologi dan daur hidup P. brachyurus adalah nematoda endoparasitik yang berpindah-pindah. Nematoda yang jantan sangat sedikit dan reproduksi dengan mitotik partenogenesis. Daur hidupnya mungkin diselesaikan di dalam akar inangnya. Populasi yang banyak dapat berkembang dengan cepat dan menyebabkan kerusakan parenkim korteks dengan cepat (Luc et al. 1995).
Inang Nematoda P. brachyurus mempunyai tanaman inang seperti jeruk, nilam, kapas, kopi, kacang tanah, jagung, nenas, kentang, tembakau, teh, kedelai, tebu, kelapa, ketela pohon, dan alpukat (Corbett 1976 dalam Sriwati 1999).
Cara hidup dan penyebaran Nematoda P.brachyurus tersebar pada di Pantai Gading, Amerika Serikat, Australia, Jepang, dan Turki. Pada kondisi laboratorium, P. brachyurus dilaporkan dapat hidup dari 20 sampai 22 bulan di tanah yang bera, selama masih terdapat bagian akar yang hidup di dalam tanah. Apabila tidak terdapat bagian akar di dalam tanah, kemampuan hidup nematoda tanpa inang kira-kira 7 bulan. Setelah 35 hari pada suhu 440 C hanya 25%-50% dari populasi yang sebenarnya di Afrika Selatan masih dapat bertahan hidup. P. brachyurus kadang-kadang mudah tersebar apabila tunas digunakan sebagai bibit (Luc et al. 1995).
Pratylenchus coffeae Klasifikasi Pratylenchus coffeae termasuk ordo Tylenchida, sub ordo Tylenchina, super famili Tylenchoidea, famili Pratylenchidae, sub famili Pratylenchinae, genus Pratylenchus. Terdapat 160 spesies Pratylenchus dari famili Pratylenchidae, dua diantaranya adalah P. brachyurus dan P. coffeae (Loof 1964 dalam Nickle 1991).
Morfologi P. coffeae (Loof 1964 dalam Nickle 1991) ditandai dengan dua anul pada daerah bibir, panjang tubuh 0,37-0,83 mm, pada bagian anterior agak cembung. Terdapat spermateka yang melingkar, biasanya pada nematoda jantan dipenuhi oleh sperma. Pada bagian ujung uterine terdapat cabang dengan panjang 17-50 µm ketika memanjang. P. coffeae mempunyai stilet yang panjang (14 mm - 18 mm) (Gambar 2).
Biologi dan daur hidup P. coffeae bersifat sebagai nematoda endoparasitik yang obligat dan bersifat amfimiktik, nematoda jantan hidup dan makan di dalam akar. Perkembangbiakan P. coffeae mencapai tingkat yang tertinggi apabila suhu tanah relatif tinggi (2630 0C). Pada suhu tersebut populasi nematoda dapat menyelesaikan daur hidupnya kurang dari satu bulan dan dapat mencapai tingkat populasi sebanyak 10.000 ekor nematoda dalam tiap gram akar. Nematoda tersebut dapat hidup di dalam akar dan tanah paling sedikit 4 bulan. Perpindahan nematoda ini melalui tanah berjalan sangat lambat yaitu sekitar satu meter tiap tahun. Nematoda juga bersifat patogenik pada kisaran tanah dari tanah pasiran sampai tanh debu pasiran (Luc et al. 1995).
Inang Nematoda P. coffeae mempunyai kisaran tanaman inang yaitu kopi, pisang, mahogani, apel, sitrus, kentang, tanaman penutup (cover crops), dan gulma. Kerusakan yang berat biasanya terdapat pada tanaman kopi, pisang, dan sitrus (Loof 1964 dalam Nickle 1991).
Cara hidup dan penyebarannya P. coffeae bereproduksi paling baik pada suhu 30 0C. Nematoda lesio akar ini mempunyai empat stadi juvenil dan dewasa. Siklus hidup juvenil dan dewasa seluruhnya berada di akar dan makan pada jaringan akar. Pada umumnya, populasi P. coffeae meningkat pada musim hujan dan mencapai puncaknya ketika 7-8 bulan setelah masa tanam. Populasi P. coffeae menurun pada kondisi tanah yang mempunyai pH 3,85 - 6 (Rohrbach dalam Ploetz 2003). Nematoda P. coffeae tersebar di daerah tropis antara lain Jepang, Australia, Afrika selatan, Brazil, dan Amerika Serikat (Loof 1964 dalam Nickle 1991).
Gambar 1. Nematoda betina Pratylenchus brachyurus. (A) ujung posterior; (B,C) ekor; (D) ujung kepala; (E) ujung hingga keseluruhan kepala; (F) spesimen yang lain. (From Corbett 1976 dalam Nickle 1991).
Gambar 2. Pratylenchus coffeae (A) ujung kepala betina; (B) kepala jantan; (C)jantan, median bulb; (D,E) ujung ekor; (F)keseluruhan tubuh betina; (H,I,M,N) ekor betina;(J)daerah reproduksi; (K)daerah leher betina;(L)vulva dan ujung uterin (Siddiqi 1972 dalam Nickle 1991).
Interaksi antara Rotylenchulus reniformis dan Penyakit Layu pada Nanas Penyakit layu pada nanas disebabkan oleh dua closterovirus yaitu Pineapple mealybug wilt associated-1 (PMWaV-1) dan Pineapple mealybug wilt associated2 (PMWaV-2) yang ditransmisikan oleh spesies kutu putih (D. brevipes) (Samson 1980). Selain kompleks virus, pertanaman nanas juga diserang oleh beberapa spesies nematoda, terutama R. reniformis. Interaksi antara tanaman yang terinfeksi oleh virus dengan keberadaan nematoda belum bisa dilaporkan. Berdasarkan Sipes et al. (2002), pada kondisi rumah kaca R. reniformis tidak terdapat pengaruh antara tanaman nanas yang terinfeksi PMWaV-1 dan nematoda. Pada kondisi lapang, tanaman generasi pertama (plant crop) dengan menggunakan perlakuan nematisida memperlihatkan pertumbuhan tanaman yang meningkat, tetapi pada tanaman yang terinfeksi PMWaV-1 tidak ada pengaruh yang signifikan. Keberadaan nematoda atau virus dapat mengurangi berat buah nanas. Berat buah terkecil dihasilkan dari tanaman nanas yang sudah terinfeksi oleh PMWaV-1 dan R. reniformis. Infeksi PMWaV-1 mungkin salah satu penyebab proses pematangan buah nanas menjadi lebih cepat, sehingga virus ini menjadi salah satu faktor pembatas dalam proses produksi nanas di Hawaii. Pada tanaman generasi kedua (ratoon crop), infeksi oleh PMWaV-1 atau nematoda dapat mengurangi hasil sebesar 9%. Pada lahan nanas (ratoon crop) yang sudah mendapatkan perlakuan nematisida, populasi nematoda tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan nematoda sudah mencapai puncaknya pada saat tanaman generasi pertama (plant crop). Interaksi antara PMWaV-1 dan R. reniformis ditemukan pada tanaman generasi kedua (ratoon crop). Hal ini didukung dengan produksi buah nanas yang sedikit pada tanaman nanas yang terinfeksi PMWaV-1 dan nematoda (Sipes et al. 2002). Proses pemberaan lahan (belum ditanami) pada sistem pertanaman nanas monokultur membutuhkan waktu antara beberapa minggu sampai satu tahun. Pada masa ini, perlu dilakukan fumigasi terhadap tanah untuk mengontrol keberadaan nematoda. Selain itu, pengendalian terhadap kutu putih (D. brevipes) dan semut harus dilakukan, karena hama ini dapat berasosiasi dengan penyakit layu. Pengolahan tanah harus sering dilakukan untuk mengurangi pertumbuhan gulma
karena keberadaan gulma mungkin dapat menjadi inang alternatif bagi nematoda dan kutu putih. Pengolahan tanah yang baik dapat mengeliminasi semut dalam areal tanam (Bartholomew 2003). Populasi nematoda selama lahan bera akan mengalami penurunan jika keadaan tanah cukup lembab. Tanah yang kering tidak terlalu efektif dalam mengurangi populasi nematoda R. reniformis.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2008 di Perkebunan nanas petani di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang dan Laboratorium Nematologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Metode Penelitian Pengambilan Sampel Akar dan Tanah Penentuan tanaman nanas yang digunakan sebagai sampel akar dan tanah dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama memilih 6 kebun sampel secara acak dan tahap kedua memilih 20 sampel tanaman dari setiap kebun berdasarkan tingkat keparahan penyakit. Pengambilan sampel yang dilakukan pada 6 kebun utama terdiri atas 3 kebun tanaman nanas generasi pertama (plant crop) stadia vegetatif dan 3 kebun tanaman nanas generasi pertama (plant crop) stadia generatif. Setiap kebun diambil 20 tanaman sampel yang mempunyai kriteria sebagai tanaman sehat, tanaman yang terserang penyakit layu ringan, tanaman yang terserang penyakit layu sedang, dan tanaman yang terserang penyakit layu berat. Maka didapatkan 5 sampel tanaman sehat, 5 sampel tanaman sakit ringan, 5 sampel tanaman sakit sedang, dan 5 sampel tanaman sakit berat. Jumlah keseluruhan sampel yaitu 120 yang meliputi sampel tanah dan akar tanaman. Kriteria tingkat keparahan penyakit (TKP) layu MWP dapat dihitung dengan menggunakan rumus: TKP =
a
x 100%
b TKP
= Tingkat keparahan penyakit layu
a
= jumlah daun tanaman nanas yang menunjukkan gejala layu
b
= jumlah seluruh daun dalam satu tanaman nanas
Berdasarkan tingkat keparahan penyakit, maka tanaman dalam setiap kebun dapat dikelompokkan menjadi 4 kriteria, yaitu: Tabel 1 Kriteria tanaman pada tingkat keparahan penyakit layu nanas : Kriteria Tanaman Tanaman sehat
TKP (%) 0
Tanaman sakit ringan
0 < - ≤ 25
Tanaman sakit sedang
25 < - ≤ 50
Tanaman sakit berat
> 50
Ekstraksi Nematoda dari Akar Sampel akar tanaman yang didapat dari lapang dibersihkan agar terbebas dari partikel-partikel tanah yang menempel pada akar. Akar kemudian dipotongpotong 1 cm dan diletakkan pada saringan kasar yang sudah dilapisi satu lembar kertas filter lalu diletakkan di atas corong bertangkai pendek. Corong yang diletakkan di atas gelas penampung nematoda kemudian diletakkan pada ruang pengabutan selama 7 hari agar nematoda yang berada di akar dapat turun dan tertampung pada gelas penampung. Penampungan di gelas penampung disaring menggunakan saringan 500 mesh dan dipindahkan ke dalam botol film setelah 7 hari. Sebanyak 1 ml diambil dari suspensi nematoda, kemudian diamati genus nematoda dan kepadatan populasinya.
Ekstraksi Nematoda dari Tanah Sampel tanah yang mengandung nematoda diekstraksi dengan menggunakan metode sentrifugasi. Sebanyak 100 cm3 tanah diambil dan dimasukkan ke dalam ember plastik A dan ditambahkan air sampai volumenya 800 ml, lalu diaduk rata dan didiamkan selama 30 detik agar tanah mengendap dan nematoda melayang dalam air. Air yang sudah didiamkan, kemudian dituangkan menggunakan saringan dengan ukuran lubang 0,5 mm ke ember B untuk menghilangkan kotoran. Lalu, air dituangkan ke dalam saringan bertumpuk 20 mesh di bagian atas dan 400 mesh di bagian bawah dengan posisi miring 300. Penyemprotkan air dari belakang saringan dapat dilakukan untuk memudahkan air tersebut mengalir dalam saringan. Suspensi dikumpulkan dan dituang ke dalam tabung sentrifuse.
Suspensi yang telah didapat pada tabung kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit. Supernatan yang ada di dalam tabung dibuang setelah sentrifugasi, tetapi endapan yang terdiri dari partikel tanah dan nematoda disuspensikan dalam larutan gula 50%, setelah itu suspensi disentrifugasi dengan kecepatan 1700 rpm selama 1 menit. Supernatan hasil sentrifugasi disaring menggunakan saringan 500 mesh sedangkan endapan tanah dibuang. Nematoda yang tertahan dalam saringan dipindahkan ke dalam botol film yang telah diberi label. Suspensi nematoda siap untuk diamati dan dihitung populasinya (Hutagalung 1988).
Pembuatan Preparat Nematoda Semipermanen Pada objek preparat yang akan dibuat diberi lingkaran parafin kemudian ditetesi dengan sedikit laktofenol. Nematoda hasil ekstraksi yang sudah dipancing, diletakkan pada medium kemudian ditutup dengan menggunakan gelas penutup dan dipanaskan sampai parafin mencair dan didinginkan kembali. Gelas penutup diusahakan tidak bergeser sehingga di sekeliling gelas penutup dilapisi cat kuku bening.
Identifikasi Nematoda Identifikasi
nematoda
dilakukan
berdasarkan
ciri
morfologi
yang
berpedoman pada buku Plant Parasitic nematodes : a Pictorial Key to genera dan Manual of Agriculture Nematology (May et al. 1996 dan Nickle 1991). Identifikasi dilakukan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 100-400 kali.
Penghitungan Populasi Nematoda Penghitungan nematoda dalam suspensi dilakukan dengan cara mengambil sampel sebanyak 1 ml dan diletakkan ke dalam cawan sirakus. Penghitungan dilakukan di bawah mikroskop stereo dengan perbesaran 40 kali. Setelah itu, penghitungan dilakukan dengan cara berulang sebanyak tiga kali sehingga didapatkan nilai rata-rata nematoda yang didapat. Nematoda yang dihitung populasinya hanya yang bersifat parasit saja.
Prevalensi Nematoda Prevalensi spesies nematoda khususnya Pratylenchus
pada pertanaman
nanas menggunakan rumus : Prevalensi geografik : Jumlah kebun sampel yang terdapat Pratylenchus spp.
x 100%
Jumlah total kebun sampel
Prevalensi komunitas: Jumlah Pratylenchus brachyurus/Pratylenchus coffeae
x 100%
Total Pratylenchus spp. betina (10)
Frekuensi Keberadaan Nematoda Dominansi Keberadaan nematoda pada pertanaman nanas dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Frekuensi keberadaan = Jumlah sampel yang terinfeksi nematoda tertentu x100% Jumlah sampel yang diamati
Analisis Data Data ditabulasi menggunakan software Microsoft excell. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan percobaan acak kelompok lengkap menggunakan Anova. Data diolah menggunakan Minitab 14 dan dilakukan uji selang ganda Duncan pada taraf α=5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Desa Bunihayu dan Teknik Budidaya Nanas Kabupaten Subang meliputi Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Propinsi Jawa Barat yang mempunyai potensi alam cukup besar. Desa Bunihayu berada pada ketinggian 500-1000 m di atas permukaan laut (Anonim 2008). Batas wilayah Desa Bunihayu, yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Desa Curug Agung, sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Cagak, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sagalaherang, dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tambakan (BPMD 2006). Bentang wilayah Desa Bunihayu yaitu pegunungan. Rata-rata suhu harian di Desa Bunihayu sekitar 21 0-270C dan pH tanah berkisar antara 6 (Deptan 2007). Desa Bunihayu mempunyai potensi dalam sektor pertanian, perkebunan, peternakan dan kehutanan. Sektor pertanian desa Bunihayu terdiri atas tanaman buah-buahan, pangan dan tanaman obat. Komoditas buah-buahan yang ditanam yaitu jeruk, alpokat, mangga, rambutan, manggis, salak, durian, nenas dan pisang. Nanas merupakan komoditas yang paling banyak dibudidayakan dengan luas lahan 25 ha. Produksi tanaman pangan diantaranya jagung, kacang kedelai, kacang tanah, kacang panjang, padi ladang, ubi kayu, dan ubi jalar. Tanaman obat yang dibudidayakan yaitu jahe dan kunyit. Sektor perkebunan terdiri atas tanaman kelapa, kopi, teh dan cengkeh. Ternak yang diusahakan yaitu sapi, kerbau, ayam, dan domba. Sektor kehutanan terdiri atas kayu dan bambu (BPMD 2006). Lokasi penelitian adalah Desa Bunihayu, Kecamatan Jalan Cagak yang merupakan sentra produksi nanas terbesar di Kabupaten Subang. Tanaman nanas di Desa Bunihayu merupakan tanaman rakyat yang sudah ditanam secara turunmenurun. Tanaman nanas terdiri atas tanaman generasi pertama (plant crop) dan tanaman nanas generasi kedua (ratoon crop). Nanas yang dibudidayakan di Kabupaten Subang adalah nanas kultivar smooth cayenne. Tanaman yang digunakan untuk pengamatan adalah tanaman nanas generasi pertama (plant crop) stadia vegetatif dan stadia generatif dengan umur tanaman nanas berkisar antara 715 bulan.
Teknik budidaya nanas yang dilakukan di Desa Bunihayu yaitu: Pembibitan dan teknik penanaman. Bibit tanaman yang digunakan berasal dari anakan tanaman vegetatif sebelumnya. Bibit tanaman dapat berupa batang dan mahkota bunga yang dipotong atau dibelah, tunas anakan (succer), dan tunas samping (slip). Biasanya petani lebih menyukai menggunakan tunas anakan sebagai bibit karena mempunyai waktu panen yang cepat. Penanaman nanas dilakukan tanpa pembuatan guludan terlebih dahulu. Bibit tanaman langsung ditanam di tanah dengan satu baris dua tanaman. Tanaman generasi pertama (plant crop) merupakan istilah yang digunakan untuk tanaman generasi pertama yang belum pernah berbuah dan pertama kali ditanam. Kultivar yang digunakan yaitu smooth cayenne. Pada saat melakukan penanaman tanaman generasi pertama (plant crop), tanaman yang sudah lama harus dibongkar terlebih dahulu setelah itu dilanjutkan dengan pengolahan tanah dan pemberian pupuk kandang. Tanaman generasi kedua (ratoon crop). Tanaman nanas generasi kedua berasal dari tanaman generasi pertama yang sengaja dibiarkan tumbuh setelah dilakukan pemanenan. Setelah panen, tanaman plant crop dipangkas dan dibiarkan tumbuh agar menghasilkan anakan baru, tetapi tidak semua plant crop dapat dijadikan sebagai ratoon crop. Hal ini disebabkan karena beberapa tanaman plant crop sudah tidak layak tumbuh karena terserang oleh berbagai hama dan penyakit. Forcing dan pemanenan. Forcing adalah usaha yang dilakukan untuk menjadikan tanaman nanas berbunga pada waktu yang dikehendaki dengan menggunakan Ethrel 40 PGR yang berbahan aktif etefon. Etefon berfungsi untuk merangsang pembungaan. Pemberian etefon dilakukan pada saat tanaman berumur 6 bulan. Panen dilakukan 3 bulan setelah masa forcing. Buah nanas yang dipanen harus benar-benar tua atau matang di pohon.
Penyakit Layu pada Pertanaman Nanas di Desa Bunihayu Berdasarkan survei yang dilakukan pada setiap kebun pertanaman nanas, maka tingkat keparahan penyakit layu nanas dapat digolongkan menjadi tanaman sehat, tanaman layu ringan, tanaman layu sedang dan tanaman layu berat. Tanaman nanas dengan tingkat keparahan penyakit layu ringan pada daerah pinggiran ujung daun melengkung dan terdapat bercak-bercak kuning (Gambar 3a). Tanaman nanas dengan tingkat keparahan penyakit layu sedang, sebagian besar daerah permukaan daun berubah warna menjadi kuning kemudian daun sudah tampak layu (Gambar 3b). Tanaman nanas dengan tingkat keparahan penyakit layu berat, warna daunnya memerah, melengkung ke bawah, kemudian seluruh tanaman menjadi layu dan pada serangan lanjut tanaman menjadi mati (Gambar 3c). Pada tanaman nanas sehat tidak terdapat gejala penyakit layu MWP pada daun (Gambar 3d).
3a
3c
3b
3d
Gambar 3. Tanaman nanas dengan tingkat keparahan penyakit layu MWP: ringan (a), sedang (b) Tanaman nanas dengan tingkat keparahan penyakit layu MWP berat (c), tanaman nanas sehat (d).
Pengamatan gejala penyakit pada permukaan akar terdapat bercak-bercak hitam, jumlah serabut akar berkurang, serta pertumbuhan akar sekunder terhambat (Gambar 4). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh keberadaan nematoda yang memarasit jaringan akar tanaman. Menurut Luc et al (1995) serangan nematoda Pratylenchus dapat menimbulkan gejala yaitu pada permukaan akar terdapat bercak-bercak hitam akibat luka yang ditimbulkan oleh aktivitas makan nematoda di dalam jaringan. Serangan Rotylenchulus dapat mengakibatkan pertumbuhan akar sekunder menjadi terhambat.
Gambar 4. Keadaan morfologi akar dengan gejala nekrosis dan bercak hitam
Nematoda pada Pertanaman Nanas Nematoda parasit tumbuhan yang terdapat pada pertanaman nanas di Desa Bunihayu dari hasil ekstraksi akar dan tanah adalah Rotylenchulus sp, Criconemoides sp, Helicotylenchus sp, Pratylenchus spp, Hirschmanniella sp, dan Meloidogyne spp (Tabel 2). Pada tabel 2, memperlihatkan bahwa nematoda sudah ada pada stadia vegetatif maupun generatif. Hal ini disebabkan karena pada pertanaman nanas di Desa Bunihayu belum dilakukan pengendalian terhadap nematoda. Menurut Luc et al. (1995), suhu optimum untuk perkembangan nematoda adalah 25-29,50C. Suhu rata-rata harian di daerah pertanaman nanas Desa Bunihayu
yaitu 21-270C yang merupakan suhu optimum untuk
perkembangan nematoda terutama Rotylenchulus dan Pratylenchus. Jumlah nematoda paling tinggi di tanah pada stadia vegetatif maupun generatif adalah
Rotylenchulus (Tabel 2). Hal ini disebabkan ditemukan nematoda dengan berbagai stadia pertumbuhan yaitu juvenil dua hingga betina pradewasa. Siklus hidup Rotylenchulus bersifat semiendoparasit menetap yang hanya melakukan penetrasi pada jaringan akar inangnya kemudian bagian belakang tubuhnya tetap berada di tanah dan membengkak (Dropkin 1996). Selain itu, Rotylenchulus jantan hidup bebas di tanah (Luc et al. 1995). Pada akar, jumlah nematoda paling tinggi pada stadia vegetatif maupun generatif adalah Pratylenchus (Tabel 2). Hal ini disebabkan karena sampel akar sebagian besar merupakan nematoda betina juvenil dan dewasa yang bersifat endoparasitik berpindah-pindah. Luc et al. (1995) menyatakan bahwa nematoda Pratylenchus yang jantan sangat sedikit. Siklus hidup nematoda ini termasuk ke dalam endoparasitik yang berpindah-pindah dengan semua stadium juvenil berada di dalam korteks akar inang. Tabel 2 Jumlah nematoda pada tanah (per 100 cm3) dan akar (per 5 g akar) di pertanaman nanas Desa Bunihayu Jenis Nematoda
Tanah
Akar
Vegetatif
Generatif
Vegetatif
Generatif
Rotylenchulus
138
101
7
1
Criconemoides
13
3
0
0
Helicotylenchus
3
2
0
0
Pratylenchus
6
1
646
255
Hirschmanniella
3
2
0
3
Meloidogyne
0
0
1
1
Nematoda yang ditemukan pada pertanaman nanas ini mempunyai ciri morfologi yang berbeda-beda. Rotylenchulus yang ditemukan pada sampel akar dan tanah merupakan nematoda betina pradewasa dan juvenil. Ciri morfologi nematoda ini adalah tubuh berbentuk seperti cacing, berukuran kecil (0,23-0,64 mm), tubuhnya melengkung ke daerah ventral, bentuk kepala yang membulat sampai kerucut, stilet yang terlihat jelas, dan bentuk ekor meruncing (Gambar 5). Criconemoides merupakan nematoda yang hanya ditemukan pada sampel tanah. Hal ini disebabkan karena nematoda ini biasanya berada di tanah berpasir
yang kelengasannya dapat dipertahankan (Dropkin 1996). Ciri morfologi nematoda ini adalah bertubuh gemuk, panjang tubuhnya 0,2 mm-1 mm, bagian ujung ekornya membulat, bagian posteriornya membulat sampai kerucut, dan mempunyai anulasi yang kasar serta stiletnya kuat. Nematoda bersifat ektoparasit yang berpindah-pindah sehingga sulit ditemukan di akar. Criconemoides yang ditemukan pada sampel tanah adalah nematoda betina.
(a)
(b)
Gambar 5. Rotylenchulus betina pradewasa (a), Rotylenchulus juvenil (b) (mikroskop cahaya perbesaran 200x)
Gambar 6. Criconemoides (mikroskop cahaya perbesaran 200x), nematoda betina dewasa dengan bibir dan stilet dengan basal knob yang jelas Helicotylenchus merupakan nematoda yang berukuran kecil sampai sedang (0,4-1,2 mm). Nematoda ditemukan pada sampel tanah dan akar tetapi dengan jumlah yang terbatas. Hal ini disebabkan karena nematoda bersifat ektoparasit, semi endoparasit atau endoparasit pada akar inang. Nematoda mempunyai ciri khas yaitu begian kepalanya berbentuk kerucut tumpul dan ekornya pendek berbentuk seperti kerucut sampai cembung. Pada saat istirahat, tubuh nematoda biasanya berbentuk spiral (Gambar 7).
Gambar 7. Helicotylenchus pada posisi istirahat (mikroskop cahaya 100x) Pratylenchus disebut juga nematoda peluka akar. Oleh sebab itu, sebagian besar nematoda berkembang di akar kemudian menginfeksi dan menyebabkan nekrosis meluas sampai ke seluruh permukaan akar. Tubuh nematoda berukuran kecil (kurang dari 1 mm), bagian kepalanya rendah dan datar, ujung anteriornya berbentuk seperti topi hitam yang datar, bentuk ekornya kerucut dengan ujung yang melebar dan tumpul tetapi kadang mempunyai anulasi yang halus. Biologi nematoda bersifat endoparasit yang berpindah-pindah dan semua stadium berada di dalam akar inangnya (Gambar 8). Hirschmanniella ditemukan pada sampel akar dan tanah. Hal ini disebabkan karena nematoda ini bersifat endoparasit berpindah yang bergerak bebas di dalam jaringan (Luc et al 1995). Nematoda mempunyai ciri morfologi yaitu tubuh berukuran sedang yaitu antara 1-4 mm, bagian kepalanya lurus dengan garis tubuh dan bagian anteriornya mendatar, stiletnya tumbuh kuat, dan mempunyai spikula yang silindris dan melengkung. Ciri khas nematoda yaitu mempunyai ekor yang panjang dan berbentuk kerucut (Gambar 9). Meloidogyne disebut juga nematoda puru akar. Hal ini disebabkan karena nematoda mengadakan invasi ke dalam akar kemudian merangsang pertumbuhan hingga terjadi sel-sel raksasa sehingga terbentuklah puru (Luc et al. 1995). Nematoda hanya ditemukan pada sampel akar, karena bersifat endoparasit. Dengan teknik pengabutan, hanya ditemukan Meloidogyne jantan, yang mempunyai ciri morfologi yaitu tubuhnya berbentuk cacing, berukuran 1 mm, mempunyai stilet lemah dan panjangnya 12-15 µm, melengkung ke arah dorsal, serta mempunyai pangkal knob yang jelas (Gambar 10).
Gambar 8. Pratylenchus (perbesaran 200x) dengan bagian kepalanya yang datar dan ujung anteriornya tampak seperti topi hitam yang datar
Gambar 9. Hirschmanniella (perbesaran 200x) dengan ekor yang panjang dan kerucut
Gambar 10. Meloidogyne (perbesaran 100x) seluruh tubuh (kiri) dan bagian ekor (perbesaran 200x) dengan spikula yang kuat (kanan)
Dominansi Nematoda Berdasarkan hasil pengamatan, frekuensi keberadaan nematoda yang paling tinggi pada tanah yaitu Rotylenchulus sebesar 90% dan 95% pada stadia vegetatif dan generatif (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa nematoda Rotylenchulus hampir ada di setiap sampel tanah. Frekuensi keberadaan nematoda yang paling tinggi pada akar yaitu Pratylenchus sebesar 100% pada stadia vegetatif dan generatif (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa Pratylenchus selalu ada pada setiap sampel akar (Tabel 3). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa nematoda yang paling dominan pada tanah yaitu Rotylenchulus dan nematoda yang paling dominan pada akar yaitu Pratylenchus. Pratylenchus dilaporkan menjadi masalah utama di daerah tropis khatulistiwa seperti Pantai Gading, Uganda dan Brazil (Luc et al. 1995). Menurut Swibawa (2001), peningkatan populasi Pratylenchus dapat terjadi sangat cepat selama tiga bulan. Kerusakan akar tanaman yang diinfestasi dengan 100-300 individu per tanaman mencapai 20,39 – 31,72%. Kerusakan akar tersebut menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat sehingga berat basah tajuk tanaman menjadi setengah berat tajuk tanaman yang tidak diinfestasi nematoda (Swibawa 2001). Keberadaan Rotylenchulus yang paling dominan pada sampel tanah terjadi karena ditemukan nematoda dengan berbagai stadia pertumbuhan yaitu juvenil dua hingga betina pradewasa. Menurut Luc et al (1995), siklus hidup Rotylenchulus dimulai dari telur yang diletakkan di dalam massa gelatinus. Pada saat menetas larva berganti kulit empat kali untuk menjadi nematoda betina pradewasa atau nematoda jantan yang tidak makan. Nematoda betina pradewasa, merupakan stadium yang invasif, tetapi hanya tubuh bagian depan saja yang mengadakan penetrasi ke dalam jaringan akar inangnya, sedang bagian belakang tubuhnya tetap tinggal di dalam tanah dan membengkak sebagai nematoda semiendoparasit menetap. Faktor pendukung penyebab tingginya populasi nematoda Rotylenchulus selain suhu adalah pH tanah. Tanah yang mempunyai pH optimum untuk perkembangbiakan Rotylenchulus berkisar antara 4,8-5,2. Tingkat keasaman tanah rata-rata di Kabupaten Subang berkisar antara 6 yang mendekati pH optimum yang mendukung perkembangbiakan nematoda ini. Populasi Rotylenchulus dapat
mencapai sangat tinggi apabila terdapat di dalam tanah ringan yang berpasir (Luc et al. 1995). Populasi nematoda Criconemoides, Helicotylenchus, Hirschmanniella, dan Meloidogyne tidak terlalu menunjukkan angka yang tinggi. Hal ini disebabkan karena sebagian besar jenis nematoda tersebut bukan merupakan parasit utama nanas. Selain itu, sebagian besar nematoda tersebut merupakan jenis nematoda kosmopolit yang selalu ada di bagian belahan bumi manapun. Keadaan akar tanaman nanas sedikit sekali yang menunjukkan adanya puru sehingga dapat diindikasikan populasi nematoda Meloidogyne sedikit pula. Selain itu, kehadiran Pratylenchus spp. secara kompetitif menggeser Meloidogyne spp. karena merusak jaringan akar dengan cepat melalui luka akar sehingga mencegah keberadaan nematoda puru akar (Guerout 1965 dalam Luc et al. 1995). Kemampuan Meloidogyne dalam menghambat pertumbuhan akar yaitu nematoda masuk ke dalam akar dan biasanya timbul puru akibat dari perkembangan nematoda di dalam jaringan akar tersebut (Luc et al. 1995).
Tabel 3
Frekuensi keberadaan (%) nematoda pada tanaman nanas di Desa Bunihayu
Jenis Nematoda
Tanah
Akar
Vegetatif
Generatif
Vegetatif
Generatif
Rotylenchulus
90
95
31,67
5
Criconemoides
51,67
15
0
0
Helicotylenchus
15
6,67
0
0
Pratylenchus
23,33
3,33
100
100
Hirschmanniella
45,77
10
0
15
0
0
3,33
3,33
Meloidogyne
Prevalensi Spesies Pratylenchus pada Nanas Spesies Pratylenchus yang ditemukan pada sampel akar nanas di Desa Bunihayu adalah P. brachyurus dan P. coffeae dengan prevalensi geografik 100% dan 66,67%. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan nematoda P. brachyurus ada pada seluruh kebun sampel tetapi nematoda P. coffeae tidak selalu ada pada setiap kebun sampel yaitu hanya sekitar 4 kebun sampel. Pada prevalensi komunitas menunjukkan bahwa nematoda P. brachyurus memiliki prevalensi komunitas ratarata yang paling tinggi yaitu 86,67% bila dibandingkan dengan prevalensi P. coffeae yang hanya mencapai 13,33% (Tabel 4). Tabel 4 Prevalensi komunitas P. brachyurus dan P. coffeae (%) Kebun
Spesies
Rata-Rata
Pratylenchus
1
2
3
4
5
6
P. brachyurus
80
80
70
100
90
100
86,67
P. coffeae
20
20
30
0
10
0
13,33
Dari hasil pengamatan (Tabel 4) menunjukkan bahwa nematoda yang paling dominan di pertanaman nanas adalah P. brachyurus. Hal ini menunjukkan P. brachyurus merupakan parasit utama tanaman nanas kultivar smooth cayenne (Swibawa 2001). Populasi nematoda akan tetap pada tingkat yang rendah apabila tanaman nanas ditanam pada musim kemarau sedangkan peningkatan populasi terjadi beberapa minggu setelah curah hujan kembali teratur. Apabila ditanam dalam musim penghujan, rapat populasi nematoda di dalam akar meningkat dengan cepat kira-kira 3 bulan (Luc et al. 1995). Ambang kerusakan akibat P. brachyurus sebagian ditentukan oleh waktu tanam yang disebabkan oleh keadaan iklim, termasuk kelengasan dan suhu tanah, pengaruh tingkat pertumbuhan populasi nematoda dan kemampuan toleransi tanaman terhadap infeksi. Sebagai contoh adanya kekeringan yang dikombinasikan dengan infeksi menyebabkan penurunan pertumbuhan yang drastik terhadap bibit dari tunas di Pantai Gading (Luc et al. 1995). Sipes et al. (2002) melaporkan bahwa P. brachyurus menjadi permasalahan utama pada akar pertanaman nanas di daerah tropis khatulistiwa seperti Pantai Gading, Uganda, Brazil dan Afrika Selatan.
Keberadaan nematoda P. coffeae yang rendah yaitu antara 0-30% (Tabel 4) menunjukkan bahwa nematoda ini bukan merupakan parasit utama tanaman nanas. Di Jawa, nematoda ini dilaporkan menjadi patogen utama pada pertanaman kopi sebagaimana terjadi di India (Whitehead 1968). Nematoda ini mempunyai kisaran inang yaitu kopi, pisang, mahogani, apel, sitrus, kentang, tanaman penutup (cover crops), dan gulma (Loof 1964 dalam Nickle 1991). Hal ini mungkin penyebab ditemukannya P. coffeae pada pertanaman nanas, karena pada areal pertanaman nanas di Desa Bunihayu banyak tumbuh gulma. P. coffeae bereproduksi paling baik pada suhu 300 C. P. coffeae bersifat sebagai nematoda endoparasitik yang obligat dan bersifat amfimiktik, nematoda jantan hidup dan makan di dalam akar. Perkembangbiakan P. coffeae mencapai tingkat yang tertinggi apabila suhu tanah relatif tinggi (26-300C) (Luc et al. 1995). Morfologi Pratylenchus, sampai pada tingkat genus mudah dideterminasi tetapi identifikasi sampai tingkat spesies relatif lebih sulit (Sriwati 1999). Namun khusus untuk P. brachyurus dan P. coffeae memiliki ciri morfologi yang khas sehingga relatif lebih mudah diidentifikasi. P. brachyurus ditandai dengan dua anul pada daerah bibir dan panjang tubuh antara 0,39-0,75 mm, mempunyai stilet yang panjang (17 mm - 22 mm), dan agak kaku, tidak terlihat adanya spermateka, terdapat vulva di bagian ujung posterior, ujung ekor membulat dan tumpul (Gambar 11). P. brachyurus adalah nematoda endoparasitik yang berpindahpindah. Nematoda
yang jantan sangat sedikit dan reproduksi dengan
partenogenesis mitosis. Daur hidupnya mungkin diselesaikan di dalam akar inangnya. Populasi yang banyak dapat berkembang dengan cepat dan menyebabkan kerusakan parenkim korteks dengan cepat (Luc et al. 1995). Morfologi P. Coffeae yang ditemukan pada sampel akar mempunyai ciri morfologi yaitu terdapat dua anul pada daerah bibir, mempunyai stilet yang panjang, panjang tubuh sekitar tubuh 0,37-0,83 mm, pada bagian anterior agak cembung dan pada bagian uterin terdapat cabang dengan panjang sekitar 17-50 µm, ujung ekor cenderung mendatar (Gambar 12). Akar tanaman yang terserang oleh nematoda ini biasanya berwarna coklat dan kebanyakan akar lateral menjadi busuk. P. coffeae merupakan nematoda yang paling merusak pada pertanaman kopi arabika di India Selatan (Palanichamy
1973). Selain itu, nematoda ini menimbulkan kerusakan yang berat pada tanaman pisang dan sitrus. P. coffeae bersifat sebagai nematoda endoparasitik yang obligat dan bersifat amfimiktik, nematoda jantan hidup dan makan di dalam akar. Perkembangbiakan P. coffeae mencapai tingkat yang tertinggi apabila suhu tanah relatif tinggi (26-30 0C). Pada suhu tersebut populasi nematoda dapat menyelesaikan daur hidupnya kurang dari satu bulan dan dapat mencapai tingkat populasi sebanyak 10.000 ekor nematoda dalam tiap gram akar (Luc et al. 1995).
(a)
(c) (b) Gambar 11. P. brachyurus (a)seluruh tubuh (perbesaran 200x); (b) kepala (perbesaran 400x); (c) ekor (perbesaran 400x)
(a)
(b)
(c)
(d) Gambar 12. (a) P. coffeae (perbesaran 200x); (b) ekor (perbesaran 400x); (c) kepala (perbesaran 400x); (d) vulva dan uterin posterior (perbesaran 400x)
Hubungan Nematoda Pratylenchus dan Rotylenchulus dengan Tingkat Keparahan Penyakit Layu Nanas (MWP) Akar dan tanah yang diambil sebagai sampel berasal dari tanaman yang menunjukkan gejala penyakit layu. Oleh sebab itu, dapat diindikasikan bahwa tanaman tersebut mengandung PMWaV-2 atau interaksi antara kedua virus PMWaV-1 dan PMWaV-2. Tabel 5 Jumlah nematoda Rotylenchulus pada tanaman nanas dengan tingkat keparahan penyakit layu MWP pada setiap stadia pertumbuhan Tingkat
keparahan
penyakit
Stadia pertumbuhan tanaman inang
Rata-rata
Vegetatif
Generatif
109 ab
66 bc
87 b
Ringan
50 b
99 ab
75 b
Sedang
208 a
187 a
198 a
Berat
184 a
52 c
118 ab
Sehat
*
Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5%.
Tabel 6
Jumlah nematoda Pratylenchus pada tanaman nanas dengan tingkat keparahan penyakit layu MWP pada setiap stadia pertumbuhan
Tingkat
keparahan
penyakit
Stadia pertumbuhan tanaman inang
Rata-rata
Vegetatif
Generatif
Sehat
621 ab
511 a
566 a
Ringan
653 a
224 ab
439 a
Sedang
389 b
178 b
284 a
Berat
921 a
105 b
513 a
*
Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5%. Nematoda yang paling dominan di pertanaman nanas adalah Pratylenchus dan Rotylenchulus (Tabel 2 dan Tabel 3), sehingga dapat dilihat pengaruh nematoda Pratylenchus dan Rotylenchulus tehadap tingkat keparahan penyakit layu MWP (Tabel lampiran 1, Tabel lampiran 2, Tabel 5, dan Tabel 6). Pada stadia vegetatif, Rotylenchulus dan Pratylenchus dapat dikatakan belum
berpengaruh terhadap tingkat keparahan penyakit layu MWP (P>0.05). Sebaliknya, pada stadia generatif, nematoda Rotylenchulus sudah berpengaruh terhadap tingkat keparahan penyakit layu MWP (P<0.05) dan nematoda Pratylenchus cenderung tidak berpengaruh terhadap tingkat keparahan penyakit layu MWP (P>0.05). Hal ini mungkin disebabkan karena pada stadia vegetatif tanaman nanas masih dapat tumbuh baik walaupun sudah terinfeksi penyakit layu MWP dan sudah terinfestasi oleh nematoda Pratylenchus dan Rotylenchulus. Tetapi seiring dengan bertambahnya umur tanaman hingga memasuki stadia generatif, nematoda Rotylenchulus sudah mempengaruhi tingkat keparahan penyakit layu MWP. Menurut Sipes et al. (2002), pada tanaman nanas generasi kedua (ratoon crop) terdapat interaksi antara PMWaV-1 dan Rotylenchulus yang dapat mengakibatkan rata-rata produksi buah nanas menjadi menurun. Pada stadia vegetatif jumlah Rotylenchulus cenderung tidak mempengaruhi tingkat keparahan penyakit layu (Tabel 5). Hal ini dapat dilihat pada tanaman nanas dengan tingkat keparahan penyakit layu MWP ringan, sedang dan berat tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan tanaman nanas sehat walaupun ada perbedaan antara tanaman dengan tingkat keparahan penyakit layu ringan dengan tanaman nanas dengan tingkat keparahan penyakit layu MWP sedang dan berat. Pada stadia generatif, rata-rata jumlah nematoda Rotylenchulus cenderung meningkat seiring dengan perkembangan tingkat keparahan penyakit layu MWP tetapi pada tingkat keparahan penyakit berat cenderung menurun. Jika dilihat berdasarkan data satistik (Tabel 5) populasi Rotylenchulus pada stadia generatif dengan tingkat keparahan penyakit layu MWP berat cenderung menurun, hal ini kemungkinan disebabkan karena kondisi akar yang kering dan seluruh permukaan akar menghitam sehingga akar tersebut tidak mampu menunjang makanan bagi pertumbuhan Rotylenchulus. Oleh karena itu, jika hanya melihat data statistik (Tabel 5) maka Rotylenchulus cenderung tidak mempengaruhi karena pada stadia generatif dengan tingkat keparahan penyakit layu berat populasi nematoda tersebut mengalami penurunan, tetapi apabila dihubungkan dengan keadaan morfologi akar yang sudah tidak mempunyai daya dukung untuk menyediakan nutrisi yang cukup bagi perkembangan nematoda tersebut maka dapat disimpulkan Rotylenchulus mempengaruhi tingkat keparahan penyakit layu. Hasil
yang sama juga dapat dilihat dari rata-rata keseluruhan stadia pertumbuhan yang menunjukkan adanya perbedaan antara tanaman sehat dan tanaman dengan tingkat keparahan penyakit layu MWP sedang. Hal ini disebabkan karena pada umumnya nematoda bersifat parasit obligat yang dapat hidup bergantung pada tanaman inang. Nematoda Rotylenchulus memarasit inangnya dengan cara semiendoparasit menetap yang dapat membentuk sel asuh untuk tempat makan bagi nematoda tersebut. Pada saat tanaman inang sudah mengalami penurunan pertumbuhan maka nematoda Rotylenchulus berangsur-angsur akan mati karena sudah tidak mendapatkan nutrisi yang cukup bagi perkembangan hidupnya. Nematoda dapat berkembang baik pada tanaman yang pertumbuhannya baik hingga tanaman tersebut mengalami penurunan pertumbuhan (Dropkin 1996). Menurut Sipes et al. (2002), Berat buah nanas terkecil dihasilkan dari tanaman nanas yang sudah terinfeksi oleh PMWaV-1 dan R. reniformis. Kerusakan akibat nematoda Rotylenchulus dapat terlihat dari penurunan pertumbuhan tanaman, terhambatnya pertumbuhan akar sekunder dan penurunan perkembangan sistem perakaran nanas. Pertanaman nanas yang terinfestasi berat oleh Rotylenchulus dapat mengakibatkan tanaman menjadi mati (Luc et al. 1995). Pada stadia vegetatif maupun generatif, nematoda Pratylenchus cenderung tidak mempengaruhi tingkat keparahan penyakit layu (Tabel 6). Hal ini dapat dilihat pada tanaman nanas dengan tingkat keparahan penyakit layu MWP ringan, sedang dan berat tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan tanaman nanas sehat walaupun ada perbedaan antara tanaman dengan tingkat keparahan penyakit layu ringan dengan tanaman dengan tingkat keparahan penyakit layu MWP sedang. Hasil yang tidak berbeda nyata juga dapat dilihat dari rata-rata keseluruhan stadia pada tanaman sehat, tanaman dengan tingkat keparahan penyakit layu MWP ringan, sedang dan berat. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara nematoda Pratylenchus dan PMWaV cenderung tidak mengakibatkan keparahan penyakit layu. Menurut Ferdianto (2008) infestasi Pratylenchus pada tanaman nanas yang terserang penyakit layu cenderung kurang berpengaruh terhadap tingkat keparahan penyakit layu MWP. Rata-rata jumlah nematoda Pratylenchus cenderung berubah-ubah dan menurun seiring dengan perkembangan tingkat keparahan penyakit layu MWP. Hal ini disebabkan karena
nematoda Pratylenchus bersifat endoparasit berpindah-pindah yang hidup di dalam akar nanas dan akan keluar mencari inang baru untuk dapat mendapatkan nutrisi bagi perkembangan hidupnya ketika tanaman mengalami penurunan pertumbuhan dan seluruh akar mati (Ferdianto 2008 dan Luc et al.1995).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Rotylenchulus dan Pratylenchus merupakan nematoda dominan pada tanaman nanas. Rotylenchulus mempengaruhi tingkat keparahan penyakit layu MWP
terutama
pada
stadia
generatif.
Pratylenchus
cenderung
tidak
mempengaruhi tingkat keparahan penyakit layu MWP. Spesies Pratylenchus yang ditemukan yaitu Pratylenchus brachyurus dan Pratylenchus coffeae. P. brachyurus merupakan spesies yang lebih dominan dengan prevalensi geografi 100% dan prevalensi dalam komunitas mencapai 86,67%.
Saran Perlu dilakukan penelitian teknik pewarnaan nematoda yang tepat pada akar tanaman
nanas
Rotylenchulus.
karena
penting
dalam
penghitungan
Pratylenchus
dan
DAFTAR PUSTAKA [BPMD] Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa. 2006. Pendapatan Profil Desa Tahun 2006. Kabupaten Subang. [BPS]
Balai Pusat Statistik. 2006. http://database.bps.go.id (2 Juni 2008).
Produksi
Nanas
Nasional.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2007. Hasil Lokasi Produksi Nanas Nasional. http://database.deptan.go.id/bdspweb/bdsp2007/hasil_lok.asp. [10 Agustus 2008] Anonim. 2008. Kecamatan Jalancagak. http://www.subang.go.id/pdf/Kec.%20Jalancagak.pdf. (10 Juli 2008). Barroto EG, Mayra C, Justo G, Carlos B. 1998. First Report of a Closteroviruslike particle associated with pineapple mealybug wilt ini Cuba. Plant Dis 82:263. Bartholomew DP, Paull RE and Rohrback KG. 2003. The pineapple: Botany, Production and Uses. University of Hawaii at Minoa Honolulu USA. CABI Publishing. Beardsley Jr, Reimer NJ. 1990. Effectiveness of hydromethynon and fenoxycarb for control bighead ant (Hymenoptera: Formicidae), ant associated with mealybug wilt of pineapple in Hawai. J Econ. Entom 83: 74-80. Collins JL. 1968. The Pineapple: Botany, Cultivation and Utilization: New York: World Crops Book, Inter Science Publishers. Dropkin HV. 1996. Pengantar Nematologi Tumbuhan. Ed ke-2. Supratoyo, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Introduction to Plant Nematology Ed ke-2. Ferdianto Afif. 2008. Peranan Pratylenchus dalam Menginduksi Penyakit Layu (Mealybug wilt of pineapple) pada Tanaman Nanas (Ananas comosus L. Merr) [skripsi]. Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Goodney T. 1963. Soil and Freshwater Nematodes. Ed ke-2. London: Methuen & CO LTD. Hutagalung L. 1988. Teknik Ekstraksi dan Membuat Preparat Nematoda Parasit Tumbuhan. Jakarta: Rajawali Press. Juarsa Kusuma Ali. 2005. Pola Penyebaran Penyakit Layu Nanas (Ananas comosus (Linn.) Merr.) pada Perkebunan Nanas PT. Great Giant Pineapple Coy Lampung [skripsi]. Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Luc M, Sikora RA, Bridge J. 1995. Plant Parasitic Nematodes in Subtropical and Tropical Agricultural. London. CABI Institue of Parasitology. May WF, Mullin PG, Lyon HH, Loefflerk. 1996. Plant Parasitic Nematodes: A Pictorial Key to Genera. London: Cornell University Press. Muljohardjo M. 1984. Nanas dan Teknologi Pengolahannya. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Nickle W R, editor. 1991. Manual of Agriculture Nematology. New York: Marcell Dekker INC. Palanichamy L. 1973. Nematode problems of coffeae in India. Indian coffeae, 37:99-100. Ploetz Randy C, editor. 2003. Diseases of Tropical Fruit Crops. USA: University of Florida, IFAS, Tropical Research and Education Center Home Stead, Florida. Prihatman, Kemal. 2000. Sistem Informasi Manajemen Pembangunan Perdesaan. Jakarta: Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Samsons JA. 1980. Tropical Fruits. London: Longman Group Ltd. Sheter DM and Hu JS. 2002. Yield impact and spread of Pineapple mealybug wilt associated virus-2 and mealybug wilt of pineapple in Hawai. Plant Dis 86:867-874. Sheter DM, Karasev AV, Okumura C, Arakawa C, Zee F, Kislan M, Buston JL, Hu JS. 2001. Differentiation, distribution,and elimination of two pineapple mealybug wilt-associated viruses found in pineapple. Plant dis 85(8):856864. Sipes BS, Caswell-Chen EP, Sarah JL, apt WJ. 2005. Nematode Parasite of Pineapple dalam Plant Parasitic Nematode in Subtropic and Tropical Agriculture, 2 nd Ed. CAB International. Sipes BS, Sheter DM, Hu JS. 2002. Interaction between Rotylenchulus reniformis and Pineapple mealybug wilt-associated virus-1 in pineapple. Plant Disease 86:933-938. Siregar BA. 2007. Peranan Nematoda Dalam Induksi Gejala Penyakit Layu Nanas: Studi kasus di PT Great Giant Pineapple Company Lampung. Skripsi. Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan IPB. Sriwati R. 1999. Ketahanan beberapa kultivar nilam (Pogostemon cablin Benth.,) terhadap Pratylenchus brachyurus (Godfrey) Filipjev. & Stekhoven. Tesis. Program Pasca Sarjana IPB.
Stirling GR, Nikulin A. 1993. Population dynamics of plant parasitic nematodes in Queensland pineapple fields and the effect of these nematodes on pineapple production. Australian journal of Experimental Agriculture 33:197-206. Swibawa GI, Amaliah I, Aeny TN. 2001. Pengaruh infestasi nematoda Pratylenchus terhadap pertumbuhan tanaman nanas (Ananas comosus (L) Merr). Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 2001:1 No. 1. Thorne 1961. Pinciple of Nematology. New York: Mc Graw Hill Book Company. Verheij EWM, Coronel RM, editor. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara II: Buah-Buahan yang Dapat Dimakan. Danimihardjo Sarkat, Sutarno Hadi, Utami Wikan, Hoesen Hazar, penerjemah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari Plant Resources of South East Asia 2: Edible Fruits and Nuts. Whitehead A. G. 1968. Nematodea dalam: Le Pelley, R H [Ed]. Pest of coffeae, Longmans, Green and Co. Ltd., London and Harlow: 407-422.
LAMPIRAN
Tabel lampiran 1
Anova jumlah nematoda Rotylenchulus & Pratylenchus terhadap tingkat keparahan penyakit layu (stadia vegetatif)
Populasi Rotylenchulus
Populasi Pratylenchulus
KT
F-hitung
P
KT
F-hitung
P
Kebun
0.102870
1.23
0.357
0.421026
13.42
0.006
TKP
0.341962
4.09
0.067
0.140306
4.47
0.057
Sisaan
0.083677
Sumber
0.031383
*Angka-Angka tersebut didapat berdasarkan data yang sudah ditransformasi (log (x + 1)) Tabel lampiran 2
Anova jumlah nematoda Rotylenchulus & Pratylenchus terhadap tingkat keparahan penyakit layu (stadia generatif) Populasi Rotylenchulus
Populasi Pratylenchulus
KT
F-hitung
P
KT
F-hitung
P
Kebun
0.289804
11.12
0.010
0.117102
3.09
0.119
TKP
0.203304
7.80
0.017
0.156154
4.12
0.066
Sisaan
0.026066
Sumber
*Angka-Angka tersebut didapat berdasarkan data yang sudah ditransformasi (log (x + 1)).