Hubungan Konsumsi Makanan Ekstrim Dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Puskesmas Rurukan Kecamatan Tomohon Timur Kota Tomohon Yohanis A. Tomastola1, Nonce N. Legi2, Glendy Makarawung3 Abstrak Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah. Faktor-faktor determinan terjadinya penyakit kronis termasuk hipertensi adalah pola hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan merokok, minum alkohol, pola makan dan obesitas, aktivitas fisik yang kurang, stres dan pencemaran lingkungan. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan konsumsi makanan ekstrim dengan kejadian hipertensi orang dewasa usia 18 – 40 tahun di Puskesmas Rurukan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional. Penelitian ini menggambarkan kejadian hipertensi pada subjek yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makan yang dianggap ekstrim. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Puskesmas Rurukan Kecamatan Tomohon Timur Kota Tomohon. yang dilaksanakan padabulan Maret sampai April 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk yang berusia 18–40 tahun. Sampel dalam penelitian ini sebesar 138 orang ditentukan berdasarkan rumus besar sampel estimating the difference beetween two population proportions sedangkan penentuan subjek dalam penelitian diambil secara sistematik random sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, formulir FFQ Semi kuantitatif, tensi meter Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi makanan ekstrim pada orang dewasa usia 18–40 tahun di Puskesmas Rurukan >2 kali/hari sebanyak 75 orang (54,35%). Kejadian hipertensi pada orang dewasa usia 18–40 tahun di Puskesmas Rurukan paling banyak berada pada kategori tingkat ringan (140/90 mmHg). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi makanan ekstrim dengan kejadian hipertensi pada orang dewasa usia 18 – 40 tahun di Puskesmas Rurukan (p= 0,032) Konsumsi makanan ekstrim pada orang dewasa usia 18–40 tahun di Puskesmas Kesimpulan penelitian ini yaitu tidak ada hubunganantara mengkonsumsi makanan ekstrim dengan kejadian hipertensi di wilayah Puskesmas Rurukan kecamatan Tomohon Timur Kota Tomohon. Kata Kunci : Makanan Ekstrim, Hipertensi
1
RelationshipHypertensionWithFood ConsumptionExtremeEventsRegionalTomohon Health CenterinRurukanDistrict ofTomohon Yohanis A. Tomastola1, Nonce N. Legi2, Glendy Makarawung3 ABSTRACT Hypertension is one of the risk factors that most influence on the incidence of heart disease and blood vessels. Determinant occurrence of chronic diseases, including hypertension is an unhealthy lifestyle habits such as smoking, drinking alcohol, diet and obesity, physical inactivity, stress and environmental pollution. The aim of research to determine the relationship of extreme food consumption with hypertension as adults aged 18-40 years in Puskesmas Rurukan. Type a descriptive observational research. The population is the entire population aged 18-40 years in Puskesmas Rurukan. Sample of the population aged 18-40 years hipertansi. The way the sampling is conducted screening 138 people, tools and materials used are FFQ, questionnaires, blood pressure meter. Extreme food consumption in adults aged 18-40 years in the health center which Rurukan most frequent category (> 2 x / day) as many as 75 people (54.35%). The incidence of hypertension in adults aged 18-40 years in Rurukan health centers are located mainly on the category level I / light (140/90 mmHg) 138 people (100%). Statistical analysis showed that there was no significant relationship between extreme food consumption with incidence of hypertension in adults aged 18-40 years in Puskesmas Rurukan where the value ρ = 0.250 (ρ => 0.05). It can be concluded that there is no relationship incidence of hypertension in the sub-district Puskesmas Rurukan East Tomohon Tomohon. Keywords: Food Extreme, Hypertension
PENDAHULUAN Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan nama penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah di atas ambang batas normal yaitu 120/80mmHg (WHO, 2011). Transisi epidemiologi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran pola penyakit, dimana terjadi peningkatan penyakit kronis degeneratif. Salah satu penyakit kronik degeneratif yang ada kaitannya dengan faktor tersebut adalah penyakit hipertensi. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg. Prevalensi hipertensi atau tekanan darah di Indonesia cukup tinggi. Selain itu, akibat yang ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah (Tjandra, 2012). Data Riset Kesehatan Dasar 2007 menyebutkan prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar 30 persen dengan insiden komplikasi penyakit kardiovaskuler lebih banyak pada perempuan yaitu sekitar 52 persen dibanding laki-laki yaitu 48 2
persen. Prevalensi hipertensi di Sulawesi Utara (SULUT) berdasarkan hasil Riskesdas pada tahun 2013 sebesar 28 persen meskipun secara angka terlihat adanya penurunan prevalensi hipertensi di Sulut bila dibandingkan pada tahun 2007 sebesar 30 persen tetapi tetap saja hipertensi menjadi masalah kesehatan yang sangat serius yang berdampak pada morbiditas dan mortalitas. Dampak perubahan epidemiologi ini juga mulai dialami oleh masyarakat Kota Tomohon di Provinsi Sulawesi Utara. Berdasarkan gambaran angka kesakitan tahun 2007, hipertensi merupakan penyakit terbanyak pada pasien rawat inap yaitu 22 persen dan 16,5 persen pada pasien rawat jalan di rumah sakit. Tahun 2008 angka kesakitan masyarakat menunjukan bahwa hipertensi merupakan penyakit terbanyak di Puskesmas yaitu 13.246 kasus atau 33,83 persen (Dinkesos, 2009). Hasil pengukuran tekanan darah pada survey Riskesdas tahun 2007 untuk kota Tomohon, didapatkan prevalensi hipertensi sebesar 41,6 persen. Hasil lainnya berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan didapatkan prevalensi sebesar 13,6 persen. Gaya hidup yang tidak sehat pada masyarakat kota Tomohon saat ini terlihat pada pola makan yang sering mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak. Berdasarkan data Riskesdas 2007, ditemukan prevalensi penduduk yang mengkonsumsi makanan berisiko atau berlemak sebesar 17,2 persen. Jika dibandingkan dengan angka rata-rata di Sulawesi Utara 7,3 persen dan angka ratarata nasional 12,8 persen maka untuk Kota Tomohon tergolong tinggi pola konsumsi makanan berlemak (Kemenkes, 2008). Faktor-faktor determinan terjadinya penyakit kronis termasuk hipertensi adalah pola hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan merokok, minum alkohol, pola makan dan obesitas, aktivitas fisik yang kurang, stres dan pencemaran lingkungan. Kegiatan aktivitas fisik dan konsumsi serat dan buah juga sangat kurang. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2010 diketahui hampir seperempat 24,5 persen penduduk Indonesia usia di atas 10 tahun mengkonsumsi makanan asin setiap hari, satu kali atau lebih. Kebiasaan makan makanan asin adalah 24,5 persen, sering makan/minum manis 65,2 persen, dansering makan makanan tinggi lemak 12,8 persen, kurang sayur buah 93,6 persen dan kurang aktifitas fisik 48,2 persen. Menurut data dari Indonesian Society ofHypertension (INASH) asupan garam harian di Indonesia dapat mencapai angka 15 gram lebih tinggi dari jumlah yang direkomendasikan WHO. Adapun jumlah kunjungan penderita hipertensi di Puskesmas Rurukan pada tahun 2013 berjumlah 2875 orang. Masakan di Kota Tomohon pada umumnya identik dengan budaya makan orang minahasa, hampir setiap hari ada pesta mulai dari pesta kelahiran, ulang tahun, perkawinan, ulang tahun perkawinan, masuk rumah baru, kedukaan, peringatan kematian,termasuk pestapesta keagamaan, seperti Natalan, Paskah, ulang tahun gereja, sambut baru, Krisma, Sidi, Kumpulan kaum Bapa, Kaum Ibu, idul fitri, hari raya ketupat, akikah, kehamilan tujuh bulanan. Begitulah tradisi dan budaya di Kota Tomohon. Karena itu, rasanya tak ada hari tanpa pesta dan setiap pesta selalu tersedia makanan dan minuman khas. Acara makan bersama sering dilakukan dalam acara syukuran Sewaktu makan bersama terciptalah petuah-petuah atau nasehat-nasehat para orang tua kampung demi kerukun masyarakat atas dasar saling menghargai, saling menghormati dan saling mengasihi satu dengan yang lain. Budaya 3
“Mappalus” makan bersama yang telah diwariskan nenek moyang memang harus dilestarikan karena memiliki makna dan peran strategis untuk meningkatkan hubungan baik antar sesama warga. Selain itu hakikat sesungguhnya dari acara makan bersama ini adalah sarana pendidikan informal bagi kehidupan masyarakat (Tim Penggerak PKK Kota Tomohon, 2011). Tak ada bedanya Masakan Manado dengan Tomohon. Cuma populernya disebut masakan Manado dari pada masakan Tomohon. Mungkin karena orang lebih mudah menyebut orang Manado dari pada orang Tomohon yang secara geografis tersebar ke seluruh daerah di Sulawesi Utara. Berikut ini adalah jenis makanan yang selalu tersaji di setiap pesta antara lain, Babi Rica (daging babi), Babi Kecap, Babi Rica, Babi Sayur Leilem, Babi Putar, Babi Tore (babi digoreng/panggang), Babi Winongos (Babi Woku Kombi), Bebek Garo (Bumbu RW), RW=Rintek Wuuk (Daging Anjing), Sop Brenebon, Kapala Ba’ (Kepala Babi), Kawok/Peret Isi di buluh (Tikus), Ular Anakonda, Paniki, Tikus bumbu RW, Tinorangsak, (Tim Penggerak PKK Kota Tomohon, 2011). Menurut WHO (Word Health Organization) makanan ekstrim yaitu semua substansi yang diperlukan tubuh, berasal dari hewan atau tumbuhan, dimakan oleh makhluk hidup untuk memberikan tenaga dan nutrisi. Ekstrim adalah melampaui, radikal, keterlaluan, kefanatikan, atau sesuatu yang tidak biasa. Jenis makanan ekstrim yang biasanya di konsumsi masyarakat etnis minahasa antara lain: a. Babi Ternak babi merupakan ternak penghasil daging yang sangat efisien sehingga ternak babi memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi sebagai ternak potong. Daging babi mengandung energi sebesar 457 kilokalori, protein 11,9 gram, karbohidrat 0 gram, lemak 45 gram, kalsium 7 miligram, fosfor 117 miligram, dan zat besi 2 miligram, dalam 100 gram daging babi, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 100 persen (Tobing, 2012). b. Paniki (kelelawar) Paniki adalah salah satu satwa yang diolah sebagai bahan pangan sumber lauk/protein olehmasyarakat di Sulawesi Utara, bahkan dikirim ke luar daerah sesuai permintaan untuk acara-acara tertentu (Ransaleleh dkk, 2013). c. RW (daging anjing) Makan daging anjing memiliki sejarah panjang di Korea, konsumsi daging anjing ini terutama dikaitkan dengan petani mencoba untuk menjaga stamina mereka selama musim panas, daging anjing juga selaku obat serta makanan hal ini tidak mengherankan, karena di Asia Timur dan Asia Tenggara selalu banyak minat dalam kualitas obat makanan. Di Korea daging anjing dimasak dalam bentuk sup dengan bumbu (Walraven,2001). Sebuah survei dari 1.502 orang dewasa di Korea Selatan menunjukkan bahwa 92 persen pria, 68 persen perempuan makan daging anjing. Pada umunya orang makan daging anjing hanya dua sampai tiga kali pertahun dan ada 40 persen percaya bahwa semua itu baik untuk kesehatan mereka dan ada 24 persen yang percaya memberi mereka energi (Scott, 2004). Berikut adalah komposisi zat gizi daging anjing : Sesungguhnya masakan di Kota Tomohon pada umumnya identik dengan budaya makan orang minahasa bagaimana tidak, hampir setiap hari ada pesta mulai dari pesta kelahiran, ulang tahun, perkawinan, ulang tahun perkawinan, 4
masuk rumah baru, kedukaan, peringatan kematian,termasuk pesta-pesta keagamaan, seperti Natalan, Paskah, ulang tahun gereja, sambut baru, Krisma, Sidi, Kumpulan kaum Bapa, Kaum Ibu, Ibadah Kelompok, idul fitri, hari raya ketupat, akikah, kehamilan tujuh bulanan. Begitulah tradisi dan budaya di Kota Tomohon. Karena itu, rasanya tak ada hari tanpa pesta dan setiap pesta selalu tersedia makanan dan minuman khas. Acara makan bersama sering dilakukan dalam acara syukuran sewaktu makan bersama terciptalah petuah-petuah atau nasehat-nasehat para orang tua kampung demi kerukun masyarakat atas dasar saling menghargai, saling menghormati dan saling mengasihi satu dengan yang lain. Budaya “Mapalus” makan bersama yang telah diwariskan nenek moyang memang harus dilestarikan karena memiliki makna dan peran strategis untuk meningkatkan hubungan baik antar sesama warga. Selain itu hakikat sesungguhnya dari acara makan bersama ini adalah sarana pendidikan informal bagi kehidupan masyarakat (Tim Penggerak PKK Kota Tomohon, 2011). Tak ada bedanya Masakan Manado dengan Tomohon Food. Cuma populernya disebut masakan Manado dari pada masakan Tomohon. Mungkin karena orang lebih mudah menyebut orang Manado dari pada orang Tomohon yang secara geografis tersebar ke seluruh daerah di Sulawesi Utara. Berikut ini adalah jenis makanan yang selalu tersaji di setiap pesta antara lain, Babi Garo (daging babi), Babi Rica (daging babi), Babi Kecap, Babi Rica, Babi Putar, Babi Tore (babi digoreng/panggang), Babi Winongos (Babi Woku Kombi), RW=Rintek Wuuk (Daging Anjing), Kapala Ba’ (Kepala Babi), Kawok/Peret Isi di buluh (Tikus), Ular Anakonda, Paniki, Tikus bumbu RW, Tinorangsak, (Tim Penggerak PKK Kota Tomohon, 2011). Hipertensi Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik).Tekanan darah ditulis sebagai tekanan sistolik garis miring tekanan diastolik, misalnya 120/80 mmHg, dibaca seratus dua puluh per delapan puluh. Dikatakan tekanan darah tinggi jika pada saat duduk tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih, atau keduanya. Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik (Suiraoka, 2012). Penyebab terjadinya hipertensi belum diketahui secara pasti. Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor primer yang diketahui seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling umum pada penderita hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat di modifikasi (Kumar V, 2005).
5
Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan gizi (Yogiantoro, 2006). Adanya faktor genetik pada keluarga berpotensi seseorang terhadap risiko penyakit hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium. Hipertensi cenderung menjadi penyakit keturunan. Individu yang memiliki orang tua dengan riwayat hipertensi berisiko dua kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan individu yang tidak memiliki keluarga dengan riwayat hipertensi. Individu dengan keluarga yang memiliki riwayat hipertensi didapatkan 70-80 % kasus hipertensi esensial (Wade, 2003). Seseorang yang memiliki keluarga, dimana salah satu orang tuanya memiliki hipertensi kemungkinan orang tersebut menderita hipertensi 25% sebaliknya jika kedua orang tua seseorang menderita hipertensi maka 60% orang tersebut berisiko terkena hipertensi (Sheps, 2005). Obesitas merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada kebanyakan kelompok etnis pada semua golongan umur. Prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (Obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32 % untuk wanita dibandingkan dengan seseorang yang memiliki IMT < 25 (normal menurut standar Internasional), prevalensinya adalah 18% untuk pria dan 32% untuk wanita (Cortas K, 2008). Obesitas sering juga dikaitkan dengan kegemaran seseorang mengkonsumi makanan berlemak. Obesitas meningkatkan risiko hipertensi oleh karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri, yang akan menimbulkan terjadinya kenaikan tekanan darah, selain itu kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung (Sheps, 2005). Orang kurus atau normal terjadi hipertensi bisa disebabkan oleh sistem simpatis dan sistem renin angiotensin. Aktivitas dari saraf simpatis adalah mengatur fungsi saraf dan hormon, sehingga dapat meningkatkan denyut jantung, menyempitkan pembuluh darah dan meningkatkan retensi air dan garam. Dan pada sistem renin-angiotensin, renin memicu produksi aldesteron yang akan mempengaruhi ginjal untuk menahan air dan natrium sedangkan angiotensin akan mengecilkan diameter pembuluh darah sehingga tekanan darah akan naik (Gray, 2005). Makanan asin atau makanan yang diawetkan biasanya memiliki rasa gurih sehingga meningkatkan nafsu makan (Cahyono, 2008). Pada sekitar 60% kasus hipertensi primer terjadi respon penurunan tekanan darah dengan mengurangi konsumsi garam. Pada masyarakat yang mengkonsumsi tiga gram atau kurang, ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan mengkonsumsi tujuh sampai delapan gram tekanan darah rata-rata lebih tinggi (Depkes, 2006). Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah ada hubungan konsumsi makanan ekstrim dengan terjadinya hipertensi pada orang dewasa.Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui hubungan konsumsi makanan ekstrim dengan kejadian hipertensi orang dewasa usia 18 - 40 tahun di Puskesmas Rurukan.Tujuan Khusus penelitian ini adalah : Mengetahuikonsumsi makanan 6
ekstrimpada orang dewasa usia 18 – 40 tahun di Puskesmas Rurukan, mengetahui kejadianhipertensi pada orang dewasa usia 18 – 40 tahun di Puskesmas Rurukan, menganalisis hubungan konsumsi makanan ekstrimdengan kejadian hipertensi pada orang dewasa usia 18 – 40 tahun di Puskesmas Rurukan. METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskriptifobservasional. Penelitian ini menggambarkan kejadian hipertensi pada subjek yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makan yang dianggap ekstrim. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Puskesmas Rurukan Kecamatan Tomohon Timur Kota Tomohon. yangdilaksanakan padabulan Maret sampai April 2014.Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk yang berusia 18–40 tahun.Sampel dalam penelitian ini sebesar 138 orang ditentukan berdasarkan rumus besar sampel estimating the difference beetween two population proportions sedangkan penentuan subjek dalam penelitian diambil secara sistematik random sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, formulir FFQ Semi kuantitatif, tensi meter HASIL DAN PEMBAHASAN Responden yang tinggal di kelurahan Rurukan adalah salah satu bagian dari Etnis Minahasa menjadi mayoritas yang tinggal di Provinsi Sulawesi Utara. Masyarakat etnis Minahasamempunyai suatu kebiasaan pesta yang diikuti dengan pesta makan atau makan makanan Minahasayang sebagian besar berasal dari berbagai jenis hewan yang ada. Hal ini diperkuat oleh kebiasaan atau tradisi masyarakat Kota Tomohon dimana fasilitas pasar tradisional dijumpai banyak sekali bahan makanan ekstrim yang diperjual belikan. Dalam penelitian ini responden yang terpilih sebagai sampel berjumlah 138 responden. Yang sebagian sampelnya sudah rutin mengkonsumsi obat hipertensi. Karakteristik sampel pada penelitian ini yaitu umur responden terbanyak pada umur 18- 25 tahun yakni 50 orang responden (36,2%) dan umur responden yang paling sedikit pada umur 26–33 tahun (29,0%). Selanjutnya responden yang berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah responden 73 orang (52,9%), dan jenis kelamin perempuan berjumlah 65 responden (47,1%).Hasil penelitian ini menunjukkan dari 138 sampel yang mengkonsumsi makanan ekstrimlebih dari dua kali per hari sebanyak 54,35%, dan kurang dari dua kali per hari ada 45,65%.Hasil analisis korelasi menggunakan uji pearson menunjukkan terdapat hubungan tekanan darah dengankonsumsi makanan ekstrim P=0.032. MenurutBudiman(1999) bahwa masyarakat lokal yang tinggal didaerah pegunungan cenderung mengkonsumsi daging sebagai sumber lauk.Pendapat serupa dituliskan oleh Miswar (2004) yaitu masyarakat yang tinggal diaerah pengunungan yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi daging sebagai pilihan utama dalam pemenuhan akan lauknya. Hasil penelitian ini menunjukkan pada umunya subjek dalam penelitian ini mengkonsumsi daging babi, daging anjing, dan water (ulat sagu) lebih dari dua kali sehari. Hasil ini sama dengan penelitian dari Bororing, dkk (2014) yang menuliskan bahwa orang yang mempunyai kebiasaan makan makanan etnis Minahasa yang kaya variasi menu dari berbagai jenis makanan yang tergolong ekstrim. 7
Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus, tetapi disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan.Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor - faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis, sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi (Anggraini, 2008). Makanan yang dapat memicu peningkatan tekanan darah serta kolesterol banyak ditemukan bahan makanan mengandung lemak jenuh atau lemak trans dan dapat dengan mudah ditemukan pada bahan makanan yang berasal dari hewan dan makanan yang diolah dengan cara digoreng(Kandou, 2009). Penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian dari Bororing, dkk (2014) yang menuliskan bahwa, orang yang mengkonsumsi rw/anjing ≥ 2 kali perbulan mempunyai kemungkinanlebih besar 2,6 kali untuk terkena Hipertensi (95%CI:1,24-5,36) dibandingkan dengan yang mengkonsumsi ≤ 1 kali perbulan. Hasil penelitianini juga sama dengan penelitian dari Anggrini, (2009), dan hasil penelitian Ramadha, (2009) terdapat hubungan yang bermakna antara pola makan bahan makanan olahan dengan kejadian hipertensi. Makanan olahan adalah makanan yang diawetkan dengan kadar natrium tinggi. Asupan garam (natrium klorida) dapat meningkatkan tekanan darah. Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasi kan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat.cairan intra seluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara frekuensi konsumsi makanan ekstrim dengan kejadian hipertensi disebabkan karena yang terukur adalah frekuensi penggunaannya saja, ini merupakan kelemahan dalam penelitian ini. Disadari bahwa untuk lebih tepat jika dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah recall 24 jam sehingga akan di peroleh data tentang asupan zat gizi. Penggunaan formulir FFQ hanya akan mendapatkan gambaran tentang frekuensi serta penggunaan bahan makanan yang di konsumsi. KESIMPULAN Kesimpulan penelitian ini yaitu konsumsi makanan ekstrim pada orang dewasa usia 18–40 tahun di Puskesmas Rurukan yang paling banyak yaitu kategori sering (>2 kali/hari) sebanyak 75 orang (54,35%).Kejadian hipertensi pada orang dewasa usia 18–40 tahun di Puskesmas Rurukan paling banyak berada pada kategori tingkat ringan (140/90 mmHg) sebanyak 138 orang (100 %).Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi makanan ekstrim dengan peningkatan tekanan darah pada orang dewasa usia 18 – 40 tahun di Puskesmas Rurukan dimana nilai p= 0,032
8
DAFTAR PUSTAKA Ann Yong-Geun, 2012.Dog Meat Foods in Korea. Korean Medical Database. http://wolf.ok.ac.kr Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Anggaraini, AD. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian hipertensi pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode Januari - Juni 2008 .Pekanbaru , Universitas Riau Armilawaty, 2007. Hipertensi dan faktor Risikonya Dalam Kajian Epidemiologi. Bagian Epidemiologi FKM Unhas Baliwati YF, Khomsan A, Meti. 2004. Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. Bororing F. D, Kandou G.D., Rombot, D.V. 2014. Gambaran Kebiasaan Makan Makanan Beresiko Penyakit Jantung Koroner Pada Masyarakat Etnis Minahasa di Lingkungan 2 Kelurahan Bahu Kecamatan Malalayang Kota Manado Budiyanto. 2004. Pengantar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Budiman, H. ( 1999 ). Peranan Gizi pada Pencegahan dan Penanggulangan Hipertensi. Medika. Vol. XXV, No. 12, pp. 784 – 787.Cahyono, Suharjo. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern, Jakarta: Kanisius Cortas K dkk. 2008. Hypertention. http//:www. medicine.com. diakses tanggal 25 Januari 2014. Djaeni Achmad. 2004. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Edisi kelima. Jakarta : Dian Rakyat. Depkes, 2006. Pedoman Teknis Penemuan Dan Tata Laksana Penyakit Hipertensi. Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Dep.Kes. RI. ( 2001). Komposisi Zat Gizi Makanan Indonesia. Jakarta. Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi Gray, H, 2005. Kardiologi Edisi V. Jakarta: Erlangga. Hardinsyah dan V. Tambunan. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Serat Makanan. Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII ”Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi”. Jakarta, 17-19 Mei 2004. http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/MS_B4.pdf Hariyadi, P. 2001. Pangan dan Gizi; Ilmu Tekonologi, Industri dan Perdagangan. Bogor: Sagung Seto. Joint National Comittee. 2003. Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment Of High Blood Pressure (JNC). The Seventh Report of JNC (JNC-7). JAMA Kandou G.D. 2009 Makanan etnik Minahasa dan kejadian penyakit jantung koroner. Kesmas. 2009;4(1):42-8. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. 2005. Hypertention Vasculer Disease. Dalam Robn and Cotran Pathologic Basic Of Disease, 7th edition. Philadelphia : Elseiver Saunders, hal 528-529 Krummel, DA. 2004. Food Nutrition and Diet Therapy. Medical Nutrition Therapy In Hypertension. Di dalam Mahan LK dan Escott-Stump S, editor. USA : Saundersco.
9
Miswar 2004. Faktor – faktor risiko terjadinya hipertensi esensial di Kabupaten Klaten. Tesis. Universitas Gadjah Mada. Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI). 2009. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta: Kompas Media Nusantara. Proboprastowo, S.M., dan Dwiriani, C.M. 2004. Angka Kecukupan Air dan Elektrolit. Dalam WNPG VIII. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era otonomi daerah dan Globalisasi. Jakarta. Depkes., Badan POM., Bappena., Deptan., Ristek. hal. 417 – 430. Ransaleleh A. T, Maheswari R. A. R, Sugita P, Manalu W, 2013. Kandungan Mikrob Daging Kelelawar Yang Diolah Sebagai Bahan Pangan Tradisional.Jurnal Veteriner September 2013Vol. 14 No. 3: 294-302 Scott, C. (2009). Public opinion and attitude survey: The consumption of dog meat in Korea. Paper presented at the 10th International Conference on Human – Animal Interactions “People and Animals: A Timeless Relationship” Glasgow, Scotland. Journal of Social Issues, Vol. 65, No.3 2009, pp. 615-632. Santoso, S dan Ranti, L.A, 2004. Kesehatan dan Gizi. PT. Rineka Cipta, Jakarta. Shapo L, Pomerleau J, Mckee M, 2003. Epidemiology Of Hypertension And Associated Cardiovasculer Risk factors In A Country In Transition. Albania: Journal Epidemiology Community Health. Shep, Sheldon G, 2005. Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi, Jakarta: PT Intisari Mediatama. Soekatri M & Kartono D. 2004. Angka Kecukupan Mineral : Kalsium, Fosfor, Magnesium, Fluor. Dalam WNPG VIII. Ketahanan Pangandan Gizi di Era otonomi daerah dan Globalisasi. Jakarta. Depkes., Badan POM. Sukandar, E. 2008. Hipertensi Esensial : Patogenesis, Patofisiologi dan Peranan Beta – Blocker. Cermin Dunia Kedokteran. No. 19 hal. 9–15. Supariasa IDN, Bakri B, Fajar, 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC Suiraoka. 2012 .Penyakit Degeneratif Menenal, Mencegah dan mengurangi Faktor Risiko 9 Penyakit, Yogyakarta : Nuha Medika. Tim Penggerak PKK Kota Tomohon, 2011. Hidangan Populer Sulawesi Utara Kahs Kota Tomohon. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta September 2007. Tobing Surya W L. 2012. Perbandingan Kualitas Karkas Dan Daging Antara Babi Landrace Dengan Babi Hutan.https://www.bcf.or.id Tjandra. 2012. Prevalensi Penyakit Hipertensi Pada Penduduk Indonesia. http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/view/1925/2684 Wade A, Hwheir DN, Cameron A, 2003. Using A Problem Detection Study (PDS) To Identify And Compare Health Care Provider And Consumer Views Of Antyhypertensive therapy. Journal Of Human Hypertention. World Health Organization (WHO), Surveilance Of Major Non Communicable Disease In South East Asian Region. Report of An Inter-Country Consultation.Geneva:WHO Walraven, B. (2001). Bardot soup and Confucians’ meat: Food and Korean identity in global context. In K. Cwiertka & B. Walraven (Eds.), Asian food:
10
The global and the local (pp. 95 – 115). Honolulu: University of Hawaii Press. Yogiantoro, 2006. Hipertensi Esensial Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. Depok:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK
11