perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HUBUNGAN KLIREN KREATININ DENGAN RASIO REDUKSI UREUM PASIEN NEFROPATI DIABETIK STADIUM IV-V YANG MENJALANI HEMODIALISIS
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
NIAWATI ROKHANIAH G0008138
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2011
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan judul: Hubungan Kliren Kreatinin dengan Rasio Reduksi Ureum Pasien Nefropati Diabetik Stadium IV-V yang Menjalani Hemodialisis
Niawati Rokhaniah, NIM : G0008138, Tahun : 2011
Telah diuji dan disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari Selasa, Tanggal 25 Oktober 2011
Pembimbing Utama: Nama : Supriyanto Kartodarsono, dr., Sp.PD NIP : 19550128 198101 1 002
(………………)
Pembimbing Pendamping Nama : Dr. Kiyatno, dr., PFK., M.OR NIP : 19480118 197603 1 002
(………………)
Penguji Utama Nama : Dhani Redhono, dr., Sp.PD NIP : 19750827 200604 1 002
(………………)
Penguji Pendamping Nama : Arif Suryawan, dr. AIFM NIP : 19580327 198601 1 001
(………………)
Surakarta, Ketua Tim Skripsi
Muthmainah, dr., M. Kes NIP 19660702 199802 2 001
Dekan FK UNS
Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr. Sp.PD-KR-FINASIM NIP 19510601 197903 1 002 commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan Penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 25 Oktober 2011
Niawati Rokhaniah NIM. G0008138
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Niawati Rokhaniah, G0008138, 2011. Hubungan Kliren Kreatinin dengan Rasio Reduksi Ureum Pasien Nefropati Diabetik Stadium IV-V yang Menjalani Hemodialisis. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kliren kreatinin dengan rasio reduksi ureum pasien nefropati diabetik stadium IV-V yang menjalani hemodialisis.
Metode: Penelitian analitik non eksperimen dengan pendekatan case control, pengambilan Responden dengan simple random sampling dan quota purposive sampling sejumlah 30 pasien nefropati daibetik Stadium IV-V dengan usia >18 tahun yang menjalani hemodialisis rutin di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Data diperoleh dari catatan rekam medik pasien. Besar kliren kreatinin diperoleh dengan menggunakan rumus Cockcroft-Gault sedangkan Rasio Reduksi Ureum diperoleh dari rumus Lowry. Analisis statistitk mengggunakan Uji Pearson Product Moment dan Krusskal Wallis.
Hasil: Dari total 30 Responden, 20 Responden menggunakan dialyzer Nipro, 6 Responden menggunakan dialyzer Fresenius, dan 4 Responden menggunakan dialyzer Braun. Rata-rata kliren kreatinin pre-haemodialysis adalah 7,95 sedangkan kliren kreatinin post-haemodialysis sebesar 19,87 dan rasio reduksi ureum adalah 60,82. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kliren kreatinin pre-haemodialysis dengan rasio reduksi ureum pasien nefropati diabetik Stadium IV-V (p = 0,542) akan tetapi ada hubungan positif antara kliren kreatinin post-haemodialysis dengan rasio reduksi ureum dengan tingkat kekuatan hubungan sedang (p = 0,018 dan koefisien korelasi sebesar 0,430). Perbedaan jenis dialyzer dalam penelitian ini tidak mempengaruhi hasil penelitian (p = 0,736). Simpulan: Ada hubungan positif antara kliren kreatinin post-haemodialysis dengan rasio reduksi ureum pasien nefropati diabetik stadium IV-V dengan tingkat kekuatan hubungan sedang Kata Kunci: kliren kreatinin, rasio reduksi ureum, nefropati diabetik
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Niawati Rokhaniah, G0008138, 2011. The Relationship between Creatinine Clearance to the Urea Reduction Ratio of the Stage IV-V Diabetic Nephropathy Patients with Hemodialysis. Medical Faculty of Sebelas Maret University, Surakarta. Objective: This reasearch aims to describe the relationship between Creatinine Clearance to the Urea Reduction Ratio of the Stage IV-V Diabetic Nephropathy Patients with Hemodialysis.
Method: This reasearch is non experimental analysis with the case control approach. The sample was taken with simple random sampling and quota purposive sampling was 30 stage IV-V diabetic nephropathy patients in more than 18 years old who underwent routine hemodialysis in the Dr Moewardi’s hospital in Surakarta. The data were collected from the patients’ medical record. The amount of creatinine clearance was obtained using the Cockcroft-Gault formula while the urea reduction ratio is obtained from the Lowry’s formula. Moreover, this statistic analysis uses the Pearson Product Moment and Krusskal Wallis.
Finding: From 30 sample, 20 sample used dialyzer nipro, 6 sample used dialyzer fresenius and 4 sample used dialyzer braun. The average of pre-haemodialysis creatinine clearance was 7.95 while the ureum reduction ratio is 60.82. There was no a significant relationship between pre-haemodialysis creatinine clearance to the urea reduction ratio of the stage IV-V diabetic nephropaty pasients (p = 0, 542). But there was a significant relationship between post-haemodialysis creatinine clearance to the urea reduction ratio with the p = 0, 018 and amount of correlation coeficiency is 0,430. The difference of dialyzer types in this study did not affect the results of the study (p = 0.736). Conclusion: There was a positive relationship between post-haemodialysis creatinine clearance to the urea reduction ratio with a medium correlation strength degree.
Keyword: creatinine clearance, urea reduction ratio, diabetic nephropathy commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PRAKATA
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Kliren Kreatinin dengan Rasio Reduksi Ureum Pasien Nefropati Diabetik Stadium IV-V yang Menjalani Hemodialisis”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Allah SWT melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku ketua tim skripsi beserta tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Supriyanto Kartodarsono, dr., Sp. PD, selaku Pembimbing Utama. 4. DR. Kiyatno, dr., PFK, M.OR, selaku Pembimbing Pendamping. 5. Dhani Redhono, dr., Sp. PD, selaku Penguji Utama. 6. Arif Suryawan, dr., AIFM, selaku Anggota Penguji. 7. Wachid Putranto, dr., Sp. PD, yang bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasehat. 8. Pihak Hemodialise RSUD Dr. Moewardi yang telah membantu pelaksanaan penelitian penulis ini. 9. Seluruh keluarga dan kawan-kawan yang telah memberikan dukungan moral, material, serta senantiasa mendoakan untuk terselesaikannya skripsi ini. 10. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan dunia kedokteran.
Surakarta, Oktober 2011
Niawati Rokhaniah
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK PRAKATA ............................................................................................................
vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii DAFTAR TABEL .................................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................
1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................
3
C. Tujuan Penelitian ...............................................................................
3
D. Manfaat Penelitian .............................................................................
3
BAB II LANDASAN TEORI ..............................................................................
4
A. Tinjauan Pustaka .................................................................................
4
1.
Kreatinin ......................................................................................
4
2.
Ureum ..........................................................................................
7
3.
Ginjal...........................................................................................
9
4.
Penyakit Ginjal Kronik ................................................................ 12
5.
Nefropati Diabetik ....................................................................... 14
6.
Hemodialisis ................................................................................ 17
7.
Hubungan antara Adekuasi Hemodialisis, Kliren Kreatinin dan Rasio Reduksi Ureum……………………………………………..…… 22
B. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 25 C. Hipotesis .............................................................................................. 26 BAB III METODE PENELITIAN....................................................................... 27 A. Jenis Penelitian ................................................................................... 27 commit to user B. Lokasi Penelitian ................................................................................. 27
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Subjek Penelitian................................................................................. 27 D. Teknik Sampling ................................................................................. 27 E. Rancangan Penelitian .......................................................................... 28 F. Identifikasi Variabel Penelitian ........................................................... 29 G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ............................................ 29 H. Instrumen Penelitian............................................................................ 32 I. Cara kerja ............................................................................................ 32 J. Jenis Analisis Data ............................................................................. 32 BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................................ 36 A. Karasteristik Responden...................................................................... 36 B. Analisis Data ....................................................................................... 39 BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................... 46 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 52 A. Simpulan ............................................................................................. 52 B. Saran .................................................................................................... 52 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Data Sekunder Distribusi Responden Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin ..........................................................................
Tabel 2
Data Sekunder Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Dialyzer ............................................................................................
Tabel 3
39
Hasil Uji Pearson Product Moment antara Kliren Kreatinin Pre-Hemodialisis dan Rasio Reduksi Ureum...................................
Tabel 6
38
Distribusi Responden Berdasarkan Nilai Rasio Reduksi Ureum ..............................................................................................
Tabel 5
37
Data Sekunder Distribusi Responden Berdasarkan Nilai Kliren Kreatinin Pre-Hemodialisis dan Jenis Dialyzer ....................
Tabel 4
37
40
Hasil Uji Homogenitas Varians pada Perbedaan Jenis Dialyzer terhadap Hasil Perhitungan Rasio Reduksi Ureum ..........
41
Tabel 7
Hasil Uji Kruskal Wallis terhadap Perbedaan Jenis Dialyzer..........
42
Tabel 8
Hasil Uji Pearson Product Moment antara Kliren Kreatinin Post-hemodialisis dan Rasio Reduksi Ureum ................................
commit to user
ix
44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Biosintesis Kreatin dan Kreatinin ....................................................
5
Gambar 2 Biosintesis Ureum ............................................................................
8
Gambar 3 Korelasi antara Risiko Relatif Kematian dan RRU .........................
22
Gambar 4 Kerangka Pemikiran ........................................................................
25
Gambar 5
28
Rancangan penelitian .......................................................................
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Bukti Telah Menyelesaikan Penelitian Lampiran 2. Data Hasil Penelitian Lampiran 3. Frekuensi Hemodialisis Pasien dalam 1 Minggu Lampiran 4. Hasil Perhitungan Kliren Kreatinin dan Rasio Reduksi Ureum Lampiran 5. Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah World Health Organisation (WHO) telah menyatakan bahwa prevalensi
Diabetes Mellitus (DM) akan meningkat di seluruh dunia. (Lubis, 2006; Arsono, 2009). Pada tahun 2010, penderita DM hampir mencapai 150 juta orang dan diperkirakan jumlah ini akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2025 (Karyadi, 2002). Sekitar 40 % dari pasien DM mengalami gangguan fungsi ginjal sehingga dapat dipahami bahwa prevalensi pasien nefropati diabetik juga akan mengalami peningkatan di awal abad 21 ini. (Lubis, 2006; Sasso at al. 2006; Sukandar, 2006; Arsono, 2009). Nefropati diabetik merupakan kelainan degeneratif vaskuler ginjal, dan merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita DM (Sukandar, 2006; Sunaryanto, 2010). Nefropati diabetik dibagi dalam lima stadium. Pada stadium akhir, pasien membutuhkan terapi hemodialisis (Lubis, 2006; Sukandar 2006; Purwanto 2007). Dengan menggunakan terapi ini, darah yang mengandung sisa metabolisme
dengan
konsentrasi
tinggi
dilewatkan
pada
membran
semipermeabel yang terdapat dalam dialyzer . Melalui proses difusi ini, sisa-sisa metabolisme seperti ureum dapat disaring sehingga terpisah dari darah bersih dan kadar ureum akan menurun. Laporan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 1995, menyebutkan bahwa
nefropati
diabetik
menduduki
urutan
nomor
tiga
(16,1%) setelah glomerulonefritis kronik (30,1%) dan pielonefritis kronik commit to user
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(18,51%), sebagai penyebab
paling sering gagal ginjal terminal
yang
memerlukan hemodialisis di Indonesia. (Djokomuljanto, 1999) Dalam menggunakan terapi hemodialisis, adekuasi hemodialisis menjadi hal utama bagi pasien. Hal ini karena ketidak-adekuatan tindakan hemodialisis bisa menyebabkan atherogenesis, infeksi, dan malnutrisi sehingga hal ini akan berimbas pada peningkatan jumlah mortalitas dan biaya perawatan (Gatot, 2003; Sukandar, 2006). Adekuasi hemodialisis dapat diukur dengan menilai rasio reduksi ureum (Owen, 1993; Sukandar, 2006) Ureum merupakan produk nitrogen yang dikeluarkan ginjal berasal dari diet protein (Pratiwi, 2009). Ekskresi ureum ditentukan oleh dua faktor utama, yakni konsentrasi ureum dalam plasma dan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) (Doloksaribu, 2008). Sementara LFG dapat dihitung dengan nilai kliren kreatinin (Lubis, 2006). Dengan melihat bahwa ekskresi ureum ditentukan oleh LFG sementara LFG ditentukan oleh kliren kreatinin, maka ada kemungkinan bahwa kliren kreatinin juga memiliki korelasi terhadap rasio reduksi ureum pada pasien yang menjalani hemodialisis. Akan tetapi, sampai pada saat ini belum ada penelitian berkaitan dengan hal itu. Oleh karena itu penulis bermaksud mengkaji lebih lanjut tentang hubungan antara kliren kreatinin dengan rasio reduksi ureum khususnya pada pasien nefropati diabetik stadium IV-V yang menjalani hemodialisis. Penelitian ini akan sangat berguna dalam menyumbangkan solusi untuk permasalahan besar di Indonesia berkaitan dengan nefropati diabetik. commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B.
Rumusan Penelitian 1. Adakah hubungan kliren kreatinin dengan rasio reduksi ureum pasien nefropati diabetik stadium IV-V yang menjalani hemodialisis? 2. Adakah pengaruh perbedaan dialyzer terhadap rasio reduksi ureum pasien
nefropati
diabetik
stadium
IV-V
yang
menjalani
hemodialisis? C.
Tujuan Penelitian 1. Mengetahui hubungan kliren kreatinin dengan rasio reduksi ureum pasien nefropati diabetik stadium IV-V yang menjalani hemodialisis. 2. Pengaruh perbedaan dialyzer terhadap rasio reduksi ureum pasien nefropati diabetik stadium IV-V yang menjalani hemodialisis
D.
Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan bukti empiris terhadap t eori tentang hubungan kliren kreatinin dengan rasio reduksi ureum pasien nefropati diabetik stadium IV-V yang menjalani hemodialisis. b. Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut 2. Manfaat Praktis a. Dapat dijadikan sumbangan informasi untuk ilmu diagnostik laboratorium klinik. b. Menurunkan angka
morbiditas
dan mortalitas
pasien
nefropati diabetik stadium IV-V yang menjalani hemodialisis. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kreatinin Kreatinin adalah suatu zat sisa metabolisme yang dibentuk oleh otot dari hasil pemecahan kreatin dalam rangkaian proses perubahan makanan menjadi sebuah energi. Proses ini berlangsung secara ireversibel. (Murray, 2003 dan Doloksaribu, 2008). Di
dalam
tubuh,
kreatin
dibentuk
dari
fosfokreatin.
Fosfokreatinin (atau disebut sebagai kreatini fosfat) adalah senyawa kimia yang mempunyai ikatan fosfat berenergi tinggi yang ada di dalam sarkoplasma. Senyawa ini dipecah menjadi kreatin dan fosfat, dan sewaktu dipecahkan akan menghasilkan energi yang cukup besar. Ikatan fosfat berenergi tinggi dari fosfokreatinin mempunyai energi yang lebih banyak dibandingkan dengan ATP, 10.300 kalori per mol dibandingkan ATP 7300. Oleh karena itu fosfokreatinin dapat dengan mudah menyediakan energi yang cukup untuk membentuk kembali ikatan fosfat berenergi tinggi dari ATP. (Murray, 2003 dan Guyton, 2008). Biosintesis kreatinin melibatkan beberapa hal di antaranya, glycine, arginine, dan methionine. Proses ini dilengkapi dengan methilasi guanidoasetat oleh S-adenosylmethionin (Murray, 2003). commit to user
4
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 1: Biosintesis Kreatin dan Kreatinin (Murray, 2003) Kreatinin merupakan metabolisme endogen yang dikeluarkan tubuh melalui ginjal sehingga kreatinin berguna untuk menilai fungsi ginjal terutama glomerulus. Jika 50 % nefron rusak, maka kadar kreatinin di dalam darah akan meningkat. Oleh karena itu jika kadar kreatinin meningkat di dalam darah akan menjadi petanda adanya penurunan fungsi dari ginjal (Doloksaribu, 2008). Kreatinin serum dapat digunakan untuk mengetahui fungsi glomerolus (Doloksaribu, 2008).
Kadar normal kratinin serum
normal pada orang dewasa adalah 0,5 - 1,5 mg/dL atau setara dengan 45 - 132,5 µmol/L. Nilai kreatinin yang rendah menunjukkan adekuasi hemodialisis dan pemecahan otot yang rendah.. Dari nilai kreatinin serum itu dapat ditemukan besar kliren kreatinin. commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kliren kreatinin adalah parameter penting dalam menentukan laju filtrasi glomerulus. Nilai ini dapat diukur dengan menggunakan dua cara. Cara yang pertama, kliren kreatinin diukur dengan perkalian kadar kreatin urin dengan volume urin kemudian dibagi dengan kadar kreatinin serum. (Sumarny et al. 2006). Kedua, kliren kreatinin dapat diukur dengan menggunakan rumus
Cockroft-Gault (1976).
Berdasarkan rumus tersebut, klirens kreatinin sebanding dengan produksi kreatinin dan berbanding terbalik dengan kreatinin serum (CCr), sedangkan produksi kreatinin sebanding dengan berat badan (massa otot adalah sumber kreatinin) yang dikurangi umur, maka kliren kreatinin dapat dihitung dari kreatinin serum menurut rumus dari Cockcroft-Gault sebagai berikut :
Untuk pria : ClCr= (140-Umur) x (Berat badan) 72 X CCr Untuk Wanita : ClCr= (140-Umur) x (Berat badan) X 0,85 72 X CCr
Untuk wanita :
Keterangan: Clcr
: Kliren kreatinin
CCr
: Kreatinin serum commit to user
(Gatot, 2003; Suwitra, 2006)
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nilai normal kliren kreatinin : Laki-laki
= 97-137 mL/menit/1,732 m2
Perempuan
= 88-128 mL/menit/1,732 m2 (Effendy dan Markum, 2006)
2.
Ureum Hans Krebs dan Kurt Henselait mengemukakan bahwa ureum terbentuk dari ammonia dan karbon dioksida melalui serangkaian reaksi kimia, yang disebut siklus urea. Pembentukan ureum berlangsung di hati. Ureum adalah senyawa yang mudah larut dalam air, besifat netral, terdapat dalam urine yang dikeluarkan dari tubuh (Poedjiadi, 1994) Pembentukan 1 mol urea membutuhkan 1 mol ATP, 1 mol NH4+, dan α amino nitrogen aspartate. Biosintesis ini akan dibagi dalam 4 tahap: (1) transaminasi, (2) deaminasi glutamate oksidatif, (3) pengangkutan ammonia, dan (4) reaksi pada siklus urea (Murray, 2003).
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2: Biosintesis Ureum (Murray, 2003) Transaminasi melakukan interkonversi antara sepasang asam amino dan sepasang asam keto, yang umumnya berupa sebuah asam α-amino dan sebuah asam α-keto. Transaminasi ini bersifat reversible bebas sehingga enzim transaminase dapat bekerja baik pada proses katabolisme maupun proses biosintesisnya. Secara katabolik, reaksi ini menyalurkan nitrogen dari glutamate kepada ureum. Secara anabolik, enzim ini mengatalisis aminasi αketoglutarat. Setelah proses transaminasi selesai, maka akan terjadi deaminasi oksidatif. Pada proses ini, senyawa-senyawa flavoprotein akan mengoksidasi asam amino menjadi asam α-imino yang menambahkan air serta terurai menjadi
asam α-keto yang
bersesuaian dengan disertai pelepasan ion ammonium kemudian dilanjutkan dengan berlangsungnya siklus urea (Murray, 2003). Ureum disintesis oleh hepar, dilepas di dalam darah, dan commit user ginjal. Oleh karena itu, ureum dibersihkan di dalam darahto oleh
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
merupakan senyawa kimia yang menandakan fungsi ginjal masih normal (Murray, 2003; Martini, 2010). Nilai normal untuk nitrogen urea di dalam serum untuk usia 2-65 tahun adalah 5 - 22 mg/dL, pada wanita sebesar 8-26 mg/dL, dan pada pria sebesar 10 - 38 mg/dL (Price dan Wilson, 2006). Seorang manusia yang mengkonsumsi 300 gram karbohidrat, 100 gram
lemak, dan 100
gram
protein setiap harinya
akan
mengeksresikan sekitar 16,5 gram nitrogen perhari. 95 % dari jumlah ini akan dikeluarkan lewat urine dan 5 % akan dikeluarkan lewat feses (Murray, 2003). Ekskresi ureum ditentukan oleh dua faktor utama, antara lain: 1. Konsentrasi ureum dalam plasma 2. Laju Filtrasi Glomerulus Umumnya jumlah ureum yang keluar sebanding dengan muatan ureum yang memasuki ginjal sebesar 50 - 60% (Doloksaribu, 2008). 3. Ginjal Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur pembuluh-pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal (Purnomo, 2000). commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ginjal terdiri dari korteks dan medula. Tiap ginjal terdiri atas 812 lobus yang berbentuk pyramid. Dasar pyramid terletak di korteks dan puncaknya yang disebut papilla bermuara di kaliks minor. Pada daerah korteks terdapat glomerulus, tubulus kontortus proksimal, dan distal. Sedangkan daerah medula penuh dengan percabangan pembuluh darah arteri dan vena renalis, ansa henle, dan duktus koligens. (Wahidiyat et al., 2007; Guyton dan Hall, 2008) Unit terkecil dari ginjal disebut nefron. Tiap ginjal memiliki sekitar 1 juta nefron. Nefron terdiri atas glomerulus, kapsula bowman, tubulus kontortus proksimal, ansa henle, dan tubulus kontortus distal. Nefron yang terletak di daerah korteks disebut nefron kortikal sedangkan yang terletak di daerah perbatasan dengan medula disebut nefron juksta medular. Nefron juksta medular memiliki ansa henle yang lebih panjang dan berguna terutama pada ekskresi air dan garam. (Wahidiyat et al., 2007; Guyton dan Hall, 2008) Secara fisiologis, fungsi ginjal terutama untuk membersihkan plasma darah dari zat-zat yang tidak diperlukan tubuh terutama hasil metabolisme protein. Proses ini dilakukan dengan beberapa mekanisme, yaitu: 1.
Filtrasi plasma di glomerulus Berdasarkan Modification of Diet in Renal Disease (MDRD),
rumus Laju Filtrasi Glomerulus adalah sebagai berikut: commit to user LFG = 170 x Pcr (mg/ dl)-0,999 x umur-0,176 x SUN-0,170 x alb0,138
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan: a. Untuk perempuan, hasil dikali 0,762 dan kulit hitam (negro) dikali 1,18 b. Pcr
: Plasma Kreatinin
c. SUN : Urea Nitrogen Serum d. Alb
: Albumin
Di samping dengan menggunakan rumus tersebut, LFG juga dapat
ditentuan
berdasarkan
nilai
kliren
kreatinin
dengan
menggunakan rumus Cockroft-Gault (Effendy dan Markun, 2006). 2.
Reabsorbsi zat yang masih dibutuhkan tubuh di tubulus
3.
Sekresi zat-zat tertentu di tubulus. Fungsi ginjal secara keseluruhan dapat dibagi dalam 2 golongan
yaitu: 1. Fungsi ekskresi a. Ekskresi sisa metabolism protein yaitu ureum, kalium, fosfat, sulfat anorganik dan asam urat b. Regulasi volume cairan tubuh c. Menjaga keseimbangan asam basa 2. Fungsi endokrin a. Partisipasi dalam eritropoiesis Untuk pembentukan sel darah merah, dibutuhkan eritropietin. Eritropietin ini dirubah dari proeritropoietin oleh factor commit to user eritropoietik ginjal (kidney eritropoietc factor)
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Pengaturan tekanan darah melalui hormon aldosteron c. Keseimbangan kalsium dan fosfor Ginjal mempunyai peranan pada metabolism vitamin D. Vitamin D atau kalekalsiferol dirubah di, hati menjadi 25 (DH)-kalekalsiferol (D3). Kemudian setelah di ginjal dirubah untuk kedua kalinya menjadi 1,25 (OH)2 D3. (Wahidiyat et al., 2007) 4. Penyakit Ginjal Kronik Penyakit Ginjal Kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang progreasif, berlangsung lama dan perlahan-lahan, dan biasanya mengakitbatkan terjadinya gagal ginjal. (Suwitra, 2006; Martini, 2010) Ada beberapa kriteria dalam menentukan diagnosis penyakit ginjal kronik, antara lain: 1.
Kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural dan fungsional dengan atau tanpa penurunan LFG dengan manifestasi: a. Kelainan patologis b. Terdapat kelainan ginjal ter,asuk kelainan dalam komposisi darah atau urin
2.
LFG atau kliren kreatinin kurang dari 60 ml/menit/1,732 m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. commit to user
(Suwitra, 2006)
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan nilai kliren kreatinin (Suwitra, 2006), penyakit ginjal kronik dibagi menjadi lima derajat, antara lain: 1. Derajat I Pasien mengalami kerusakan ginjal dengan kliren kreatinin normal atau meningkat (≥ 90 ml/menit/1.732 m2) 2. Derajat II Pasien mengalami kerusakan ginjal dengan kliren kreatinin menurun ringan (60 - 89 ml/menit/1,732 m2) 3. Derajat III Pasien mengalami kerusakan ginjal dengan kliren kreatinin menurun sedang ( 30- 59 ml/menit/1,732 m2) 4. Derajat IV Pasien mengalami kerusakan ginjal dengan kliren kreatinin menurun berat (15 - 29 ml/menit/1,732 m2) 5. Derajat V Pasien berada pada tahap gagal ginjal dengan kliren kreatinin <15 ml/menit/1,732 m2 dan membutuhkan dialysis.
Pada stadium akhir penyakit ginjal kronik yang telah mengalami gagal ginjal terdapat peningkatan kadar ureum darah yang melebihi 90/100 mg/dL. Kadar kreatinin yang tinggi menimbulkan rasa mual, muntah dan selera makan yang menurun (anoreksia) (Sukandar, 2006; Martini, 2010). commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hasil survei yang dilakukan oleh Martini pada pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr Moewardi Surakarta menunjukkan bahwa tingkat asupan protein dengan terapi konservatif rata-rata sebesar 71,3 %. Tingkat asupan ini bila dibandingkan dengan kebutuhan yang dianjurkan masih kurang. Hasil pemeriksaan kadar ureum darah rata-rata sebesar 140,18 mg/dL, dan kadar kreatinin darah sebesar 6,7 mg/dL. Diet yang diberikan adalah diet rendah protein rata-rata 30 gr/hr. 5. Nefropati Diabetik Nefropati Diabetik (ND) merupakan kelainan degeneratif vaskuler ginjal dan merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita diabetes mellitus (Sukandar, 2006; Sunaryanto, 2010). Penyakit ini terjadi 0 - 5 tahun sejak diagnosis DM ditegakkan (Lubis, 2006). Nefropati diabetik merupakan manifetasi mikroangiopati pada ginjal yang ditandai dengan adanya proteinuri yang mula-mula intermiten kemudian persisten, penurunan LFG, peningkatan tekanan darah yang perjalanannya progresif menuju stadium akhir berupa gagal ginjal terminal. (Arsono, 2009) Patogenesis penyakit ini bermula dari kelebihan gula darah yang memasuki glomerulus melalui fasilitas glucose transporter (GLUT), terutama GLUT1, yang menyebabkan aktivasi beberapa mekanisme seperti polyol pathway, hexomanine pathway, Protein commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kinase C (PKC) pathway dan penumpukan zat yang disebut sebagai advanced glication end-product (AGEs). Kadar TGF-β juga ditemukan meningkat. Keadaan-keadaan tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan progresifitas dari penyakit nefropati diabetik (Lubis, 2006) Pada penyakit ini terjadi kerusakan pada glomerulus. Oleh karena terjadi kerusakan glomerulus maka sejumlah protein darah diekskresikan ke dalam urin secara abnormal. Protein utama yang diekskresikan adalah albumin (Sunaryanto, 2010). Penelitian dengan menggunakan micro-puncture menunjukkan bahwa tekanan intra glomerulus meningkat pada pasien DM. bahkan sebelum tekanan darah sistemik meningkat. Perubahan hemodinamik ginjal ini diduga terkait dengan aktivitas berbagai hormon vasoaktif, seperti angiotensin-II (A-II) dan endotelin. (Lubis, 2006) Diagnosis nefropati diabetik dimulai dikenalinya albuminuria pada pasien DM, baik tipe 1 maupun tipe 2. Bila jumlah protein atau albumin di dalam urine sangat rendah sehingga sulit dideteksi dengan metode pemeriksaan urine yang biasa, akan tetapi sudah >30 mg/24
jam
ataupun
20
µg/menit,
disebut
juga
sebagai
mikroalbuminuria. Nefropati diabetik dapat dibedakan menjadi dua kategori utama berdasarkan jumlah albumin yang hilang pada ginjal, yaitu (Sunaryanto, 2010):
commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Mikroalbuminuria Terjadi kehilangan albumin dalam urine sebesar 30 - 300 mg/hari. Mikroalbuminuria juga dikenal sebagai tahapan nefropati insipien. 2. Proteinuri Terjadi bila terjadi kehilangan albumin dalam urine lebih dari 300 mg/hari. Keadaan ini dikenal sebagai makroalbuminuria atau nefropati overt. Sedangkan secara lebih riinci, derajat nefropati akibat penyakit DM dibagi menjadi 5 derajat , ant ara l ain: 1. Derajat 1 (Hiperfilt rasi) a. Pasien m engalami peningkatan LFG sampai 40 % dan terjadi pembesaran ginjal b. Besar kliren kreatinin >150 ml/menit/1,732 m2 2. Derajat II (The Sil ent Stage) a. Terj adi perubahan st ruktur ginjal tapi LFG masih tinggi b. Besar kliren kreatini n >150 ml/menit/1,732 m2 3. Derajat III (Mikroal buminuri a) a. Tahap awal nefropati yang nyata, terjadi penebalan membrane basalis, LFG masih tinggi, tekanan darah meningkat b. Besar kliren kreatinin >150 ml/menit/1,732 m2 commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Derajat IV (Makroal buminuri a) a. Pasien mengalami proteinuria nyata dengan LFG turun dari normal dan tekanan darah meningkat b. Dibagi dalam dua stadium berdasar besar kliren kreatinin: 1) Ringan : Kliren kreatinin sebesar 160 ml/menit/1,732 m2 2) Berat
:
Kliren kreatinin sebesar 130 ml/menit/1,732 m2 5. Derajat V (Uremi a) a.
Terjadi
gagal
ginjal,
syndrome
uremik
dan
membutuhkan terapi hemodialisis b.
Besar kliren kreatinin <15 ml/menit/1,732 m2 (Lubis, 2006)
Uremia didefinisikan dengan peningkatan kadar nitrogen urea dalam serum (azotemia) pada gagal ginjal. B e b e r a p a ge j a l a d a r i s i n d r om u r e m i a a nt a r a l a i n : Gejala dari uremia muncul ketika LFG turun sampai kurang lebih 20 % dari normal. (Nolam, 2005; Raharjo, 2010) 6.
Hemodialisis Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal buatan dengan tujuan untuk eliminasi sisa -sisa produk metabolisme (protein) dan koreksi gangguan keseimbangan commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
cairan dan elektrolit antara kompartemen darah dan dialisat melalu i selaput membran semipermiabel
yang berperan
sebagai ginjal buatan dengan menggunakan peralatan antara lain dialyzer, water treatment, larutan dialisat (konsentrat) serta mesin hemodialisis dengan sistem monitor (Gatot, 2003; Sukandar, 2006). Tujuan dari hemodialisis adalah mengembalikan kondisi cairan intraseluler dan ekstraseluler sebagaimana ginjal normal pada umumnya (Himmelfarb dan Ikizler, 2010) Pada prinsipnya, dialisis adalah proses di mana komposisi zat terlarut dalam suatu larutan diubah menjadi larutan lain melalui membrane semipermeable. Molekul-molekul air dan zat terlarut dengan berat molekul rendah dalam kedua larutan melewati pori-pori membrane dan bercampur sementara zat terlarut dengan berat molekul besar tidak dapat melewati barier membrane semipermeabel (Gatot, 2003; Himmelfarb dan Ikizler, 2010) Saat dilakukan proses hemodialisis, darah akan tetap mengalir sedikit-demi sedikit, melewati filter khusus yang membuang sampah dan sisa-sisa cairan. Darah bersih kemudian akan dialirkan kembali ke dalam tubuh. Pembuangan sampah-sampah berbahaya, garam dan cairan yang berlebih akan membantu mengontrol tekanan darah dan menjaga keseimbangan bahan-bahan kimia seperti potassium dan sodium di dalam tubuh (Departemen Kesehatan dan Pelayanan Kemanusiaan U.S, 2008). commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Rahardjo et al., (2006), indikasi hemodialisis adalah bila LFG atau tes kliren kreatinin sudah kurang dari 5 mL/menit. Keadaan pasien yang hanya memiliki kliren kreatinin < 5 mL/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis baru dianggap perlu dilakukan jika dijumpai salah satu darihal tersebut di bawah: a.
Keadaan umum buruk dengan gejala klinis nyata
b.
Kalium serum > 6 mEq/L
c.
Ureum darah > 200 mg/dL
d.
pH darah < 7,1
e.
Anuria berkepanjangan (> 5 hari)
f.
Fluid overfload Beberapa
hal
yang
perlu
dimonitor
dalam
proses
hemodialisis antara lain: intake energi yang adekuat untuk mencegah penggunaan protein untuk sumber energi, nilai urea nitrogen darah atau Blood Urea Nitrogen (BUN) yang menunjukkan
konsumsi
protein dan berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas penyakit ginjal kronik, kadar kreatinin, gejala uremia, dan berat badan (Mavaice, 1998; Williams, 2004). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zohair Jamil Gazzaz (2010), rata-rata durasi orang menderita diabetes mellitus sekitar
16,8 tahun sedangkan menjalani hemodialisis selama 22
bulan. Rata-rata orang mulai menderita diabetes mellitus pada umur 37,4 tahun dan mulaicommit menjalani hemodialisis pada umur 53,5 tahun. to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Departemen Kesehatan dan Pelayanan Kemanusiaan U.S (2008), pasien harus mengikuti jadwal hemodialisis dengan teratur. Di Indonesia, hemodialisis dilakukan 2 - 3 kali dalam 1 minggu dengan durasi 4 - 5 jam hemodialisis dalam 1 kali kunjungan (Rahardjo, 2006). Hemodialisis yang dilakukan di malam hari saat pasien tidur terbukti lebih efektif dalam membuang sisa metabolisme (Departemen Kesehatan dan Pelayanan Kemanusiaan U.S, 2008) Sejak tahun 1960, tindakan hemodialisis telah dipercaya sebagai terapi pengganti gagal ginjal sehingga semakin banyak pasien gagal ginjal yang menggunakan menjalani terapi hemodialisis ini. Sejak saat itu, para ahli nefrologis mulai memperbincangkan tentang adekuasi hemodialisis (AHD) (Gatot, 2003). Adekuasi hemodialisis menjadi hal yang sangat penting bagi setiap pasien yang menjalani hemodialisis. Hal ini karena ketidakadekuatan tindakan hemodialisis bisa menyebabkan peningkatan jumlah
mortalitas.
Dosis
hemodialisis
yang
rendah
dapat
menyebabkan atherogenesis, infeksi, dan malnutrisi. Hemodialisis yang tidak adekuat menyebabkan peningkatan kasus dan jumlah pasien rawat inap sehingga hal itu juga akan berimbas pada biaya perawatan. Sebaliknya, adekuasi hemodialisis bisa menurunkan angka morbiditas dan biaya perawatan (Gatot, 2003)
commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Sukandar (2006), kriteria klinik hemodialisis adekuat, antara lain: a. Keadaan umum dan status nutrisi baik b. Normotensi c. Tanpa presentasi klinik terkait anemia d. Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa masih normal e. Metabolisme fosfor dan kalsium terkontrol tanpa osteoditrofi f. Rehabilitasi optimal yang berhubungan dengan aspek kehidupan pribadi, keluarga, dan profesi g. Kualitas hidup optimal Rasio Reduksi Ureum (RRU) merupakan parameter sederhana dalam menetukan efektivitas dan adekuasi hemodialisis (Prihanto, 2000). Rasio reduksi ureum dihitung dengan mencari rasio hasil pengurangan kadar ureum pre-hemodialisis dengan kadar ureum post-hemodialisis dibagi kadar ureum post-hemodialisis. Besar RRU dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut yang ditemukan oleh Lowry sebagai berikut: RRU (%) = 100 x (1 - Ct/Co) Keterangan: Ct: BUN (Blood Ureum Nitrogen) sesudah-HD Co:BUN (Blood Ureum Nitrogen) sebelum-HD (Gatot, 2003; Rahardjo et al. 2006; Prihanto, 2010) Pasien dengancommit rasio reduksi to user ureum <60 % mempunyai risiko
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mortalitas tinggi, dan mempunyai perbedaan yang bermakna dari pada pasien dengan rasio reduksi ureum antara 65 sampai 70 %. Sehgal, dkk mendapatkan bahwa 55 % penderita mempunyai RRU <60 % (Gatot, 2003). Pada hemodialisis dua kali seminggu, dialisis dianggap cukup jika RRU sebesar 65 - 70% (Owen, 1993;
Odds
Ratio of death
Swartzendruber et al., 2008).
5 4 3 2 1 0 < 45 45-60 50-55 55-60 60-65 65-70
>70
RRU %
Gambar 3: Korelasi antara Resiko Relatif Kematian dan RRU (Sukandar, 2006) 7. Hubungan antara Adekuasi Hemodialisis, Kliren Kreatinin dan Rasio Reduksi Ureum Rasio reduksi ureum merupakan salah satu parameter untuk mengetahui adekuasi hemodialisis (Prihanto, 2000). Hal ini karena konsentrasi ureum serum selalu mengalami fluktuasi sesuai jadwal hemodialisis dengan penurunan tajam konsentrasi ureum serum sesi hemodialisis diikuti kenaikan progresif konsentrasi ureum serum selama periode antar hemodialisis. Semakin tinggi rasio reduksi ureum, akan semakin baik pula adekuasi hemodialisis dan semakin commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
rendah jumlah mortalitas pasien dengan hemodialisis (Sukandar, 2006). Adekuasi hemodialisis dapat dinilai dari
keadaan umum
pasien, keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa (Sukandar, 2006). Sebagaimana diketahui, ginjal adalah organ penting yang memiliki fungsi ekskresi, regulasi volume cairan tubuh, menjaga keseimbangan asam-basa, pengaturan tekanan darah, dan menjaga keseimbangan kalsium-fosfor (Wahidiyat et al., 2007). Ketika ginjal seseorang sudah rusak, maka keadaan umum orang tersebut tentu tidak tampak baik, regulasi cairan, keseimbangan asam-basa, dan keseimbangan kalsium-fosfor akan terganggu. Ginjal adalah salah satu hal yang berpengaruh terhadap adekuasi hemodialisis. Fungsi ginjal dapat dilihat dengan menilai LFG atau kliren kreatinin. Adekuasi hemodialisis juga dinilai dari status nutrisi pasien. Status nutrisi ini dapat ditentukan berdasarkan parameter klinik (antropometri) dan parameter laboratorium. Derajat malnutrisi (protein dan kalori) sebagian besar pasien hemodialisis dapat dibuktikan dengan pengurangan cadangan lemak subkutan dan muscle mass., indeks massa tubuh yang rendah. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan konsentrasi suboptimal albumin serum, prealbumin, transferin, dan protein visceral lainnya (Sukandar, 2006). commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kreatinin merupakan indikator massa otot dan status gizi. Anabolit ini merupakan hasil akhir nitrogen dari metabolisme protein yang diekskresikan lewat urin (Massry dan Kopple, 2004). Dengan demikian melalui fungsinya sebagai indikator massa otot dan status nutrisi, kreatinin berhubungan terhadap adekuasi hemodialisis. Hal ini memang sejalan dengan pernyataan Sidabutar (2001) bahwa nilai kreatinin berkaitan dengan adekuasi hemodialisis. Kreatinin adalah komponen penting dalam menentukan besar kliren kreatinin. Dikenal dua cara yang dapat digunakan dalam menghitung kliren kreatinin. Pertama, kliren kreatinin diukur dengan perkalian kadar kreatin urin dengan volume urin kemudian dibagi dengan kadar kreatinin serum. (Sumarny et al., 2006). Kedua, kliren kreatinin dapat diukur dengan menggunakan rumus Cockroft-Gault (1976). Dengan melihat
bahwa kreatinin berhubungan dengan
adekuasi hemodialisis maka tidak tertutup kemungkinan bahwa kliren kreatinin juga berhubungan terhadap adekuasi hemodialisis yang dapat dinilai dengan melihat rasio reduksi ureum.
commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran a. Neuropati, b. Retinopati c. Diabetic foot
Peranan hormone vasoaktif: a.
renin
b.
Angiotensin II
Diabetes Mellitus Lipid, deposit fibrin dan trombosit
c. Gromerulopresiis d. Perubahan sintesis dan atau efek katekolamin dan prostaglandin
Disfungsi endotel
Perubahan metabolic: a.
Growth Hormone
b.
glucagon
Filtrasi protein glomerulus
LFG (Kliren Kreatinin) Ekspansi sel-sel mesangial Penebalan membran basal glomerulus
Glomerulosklerosis
Hiperfiltrasi glomerulus
Proteinuria massif (Sindroma nefrotik)
Hipertensi
NEFROPATI DIABETIK TERMINAL
Adekuasi Hemodialisis dipengaruhi oleh: a. Keadaan umum dan status nutrisi b. Tekanan darah c. Tidak anemia d. Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa e. Kualitas hidup dan rehabilitasi optimal
HEMODIALISIS
Diukur dengan nilai Rasio Reduksi Ureum
Keterangan: : Tinggi : Rendah : Meningkat : Menurun : Diteliti : Tidak diteliti commit to user
Mikroalbuminuria
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Hipotesis Ada hubungan positif antara kliren kreatinin dengan rasio reduksi ureum
pasien nefropati diabetik stadium IV-V yang menjalani
hemodialisis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian
analitik non eksperimen dengan
pendekatan case control.
B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Unit Hemodialisis RSUD Dr. Moewardi Surakarta. C. Subjek Penelitian 1. Kriteria Inklusi a. Penderita nefropati diabetik stadium IV - V. b. Usia >18 tahun. c. Menjalani hemodialisis dengan terat ur 1 - 3 x
2. Kriteria Eksklusi a.
Penyakit tumor atau keganasan
b.
Sirosis hepatis
D. Teknik Sampling Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik quota purposive sampling sebesar 30 orang.
commit to user
27
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E. Rancangan Penelitian Populasi Pasien ND stadium IV-V
Kriteria inklusi:
Kriteria ekslusi:
a. Penderita NDstadium IV - V b. Usia >18 tahun c. Menjalani hemodialisis kronik dengan terat ur 1-3 kali per minggu
Random
Menderita penyakit: a. keganasan b. sirosis hepatis
Sampel
Pre-haemodialysis
a. b.
Post-haemodialysis
Kliren kreatinin Kadar Ureum
a. b.
a. b.
Kliren kreatinin Kadar Ureum
Data: Kliren Kreatinin Pre dan Post Hemodialisis Rasio Reduksi Urea
UJI PEARSON PRODUCT MOMENT
commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
F. Identifikasi Variabel 1. Variabel bebas: Kliren kreatinin 2. Variabel terikat: Rasio Reduksi Ureum 3. Variabel luar: a. Terkendali: Usia, penyakit selain nefropati diabetik stadium IV - V b. Tak terkendali: Genetik, perubahan keadaan biopsikososial G. Definisi Operasional Variabel 1.
Nefropati Diabetik Stadium IV - V a.
Definisi: Seorang pasien didiagnosis menderita nefropati diabetik stadium IV jika pasien DM mengalami proteinuria nyata, LFG kliren kreatinin turun dari normal yakni antara 15 - 130 mg/menit/1,732, dan mengalami peningkatan tekanan darah. Sedangkan pada stadium V, pasien DM sudah ditemukan proteinuria, gagal ginjal, kliren kreatinin < 15 mg/menit/1,732, dan sindrom uremia (Nolan, 2005; Lubis, 2006).
b. 2.
Skala Pengukuran: Nominal
Hemodialisis a. Definisi Hemodialisis
merupakan
terapi
pengganti
ginjal
buatan dengan tujuan untuk eliminasi sisa -sisa produk metabolisme (protein) dan koreksi gangguan keseimbangan commit to user cairan dan elektrolit antara kompartemen darah dan dialisat
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melalui
selaput
membran
semipermiabel (Gatot, 2003;
Sukandar, 2006). Pada penelitian ini, hemodialisis dilakukan selama 3 5
jam
di
Unit
Hemodialisis RSUD
Dr.
Surakarta. dengan menggunakan dialyzer dari Fresenius, daan Braun.
Membran
dialisis
Moewardi NIPRO ,
pada penelitian
ini merupakan membran dialisis reuse yang mengandung bahan selulosa dengan sifat low flux dan nonpirogenik. Cairan
dialisat
yang digunakan mengandung asam dan
bicarbonat. b. Skala Pengukuran: Nominal 3.
Kliren Kreatinin a. Definisi: Kliren kreatinin adalah derajat penjernihan kreatinin oleh ginjal (Sukandar, 2006). Pada penelitian ini, nilai kreatinin diketahui dari dari data rekam medik pemeriksaan prehaemodialysis di Unit Hemodialisis RSUD Dr. Moewardi Surakarta. b. Skala Pengukuran: rasio
commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Cara Pengukuran Klirens kreatinin dapat dihitung dari kreatinin serum menurut rumus Cockcroft-Gault (1976) sebagai berikut : Untuk pria : ClCr= (140-Umur) x (Berat badan) 72 X CCr Untuk Wanita : ClCr= (140-Umur) x (Berat badan) X 0,85 72 X CCr d. Hasil Pengukuran: mL/menit/1,732 m2 4.
Rasio Reduksi Ureum Untuk wanita : a. Definisi Rasio reduksi ureum adalah parameter yang digunakan dalam menilai adekuasi hemodialisis dengan menilai konsentrasi ureum pre-haemodialysis dan post-haemodialysis (Gatot, 2003; Sukandar, 2006). Pada penelitian ini, konsentrasi ureum diketahui dari catatan rekam medik pemeriksaan pre-haemodialysis dan posthaemodialysis pasien nefropati diabetik stadium IV - V unit Hemodialisis RSUD Dr. Moewardi Surakarta. b. Skala pengukuran: rasio c. Cara pengukuran: Rasio reduksi ureum didapatkan dari perhitungan dengan menggunakan rumus yang dianjurkan oleh Lowry. commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Rumus RRU: RRU (%) = 100 x (1 - Ct/Co)
Keterangan: Ct : BUN (Blood Ureum Nitrogen) sesudah hemodialisis Co :BUN (Blood Ureum Nitrogen) sebelum hemodialisis (Gatot, 2003; Rahardjo et al., 2006; Prihanto, 2010) d. Hasil pengukuran: persen (%) G. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dari catatan rekam medik pasien Nefropati Diabetik stadium IV - V di Unit Hemodialisis RSUD Dr. Moewardi Surakarta. H. Cara Kerja 1.
Mengumpulkan data rekam medik 30 pasien nefropati diabetik stadium IV - V yang dibutuhkan dalam penelitian sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi
2.
Data-data yang dibutuhkan antara lain: nama, umur, berat badan, kreatinin serum pre-haemodialysis dan post-haemodialysis, BUN pre-haemodialysis dan post-haemodialysis, riwayat penyakit yang sedang dialami (sirosis hepatis, tumor keganasan), dan data tentang hemodialisis yang meliputi durasi, dan frekuensi hemodialisis dalam seminggu. commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.
Menghitung
kliren
kreatinin
pre-haemodialysis
dan
post-
haemodialysis dan rasio reduksi ureum 4.
Analisis data dengan menggunakan SPSS untuk mengetahui hubungan antara kliren kreatinin dan rasio reduksi ureum pasien nefropati diabetik stadium IV - V.
I. Jenis Analisis Data Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis secara statistik dengan menggunakan Uji Pearson Product Moment. Teknik korelasi ini digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel bila data kedua variabel berbentuk interval atau rasio, dan sumber data dari variabel atau lebih tersebut adalah sama (Tjokronegoro dan Sumedi, 2007; Sugiyono, 2010) Korelasi merupakan angka yang menunjukkan arah dan kuatnya hubungan dua variabel atau lebih. Arah dinyatakan dalam hubungan positif dan negatif, sedangkan kuatnya hubungan dinyatakan dalam kuatnya hubungan yang dinyatakan dalam besarnya koefisien korelasi (Sugiyono, 2010). Hubungan antarvariabel dinyatakan positif jika nilai suatu variabel ditingkatkan, maka akan meningkatkan variabel lain, begitu pun sebaliknya. Sedangkan hubungan dikatakan negatif jika nilai suatu variabel dinaikkan maka akan menurunkan nilai variabel yang lain (Tjokronegoro dan Sumedi, 2007). commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kuatnya hubungan antar variabel dinyatakan dalam koefisien korelasi. Koefisien korelasi positif terbesar = 1, dan koefisien korelasi negatif terbesar = -1, sedangkan koefisien korelasi terkecil adalah 0 (Sugiyono, 2010). Menurut Sugiyono (2010), koefisien korelasi pada teknik ini dapat diketahui dengan menggunakan rumus yaitu:
Keterangan: rxy = Korelasi antara variabel x dengan y
n = jumlah sampel
x = (xi- ̅ )
y = (yi- ̅)
Selain itu, data berupa perbedaan jenis dialyzer juga dianalisis secara statistik. Data yang diperoleh ini dianalisis secara statistik dengan uji One way Analysis of Variance (ANOVA) dengan menggunakan program SPSS 16 for Windows Release 11.5 dan p < 0,05 dipilih sebagai tingkat minimal signifikansinya. Uji One way ANOVA adalah uji hipotesis parametrik untuk membandingkan perbedaan mean pada lebih dari dua kelompok antara satu variabel independen berskala kategorikal dengan satu variabel dependen berskala numerik Uji ANOVA harus memenuhi syarat berikut: 1. Varians homogen (sama) 2. Sampel kelompok independen 3. Distribusi data normal
commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Jenis data yang dihubungkan adalah ada/tidaknya perbedaan mean data numerik pada kelompok kategorik Jika uji one way ANOVA tidak terpenuhi, maka digunakan alternatif uji hipotesis non-parametrik Kruskal-Wallis. Uji Kruskal-Wallis membutuhkan syarat yang lebih longgar, yaitu: 1.
Sampel berasal dari populasi independen, pengamatan satu dan yang lainnya independen
2.
Sampel diambil secara random dari populasi masing-masing
3.
Data diukur minimal dalam skala ordinal (Departemen Biostatik FKM UI, 2009)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Responden Penelitian dilaksanakan pada tanggal 16 Mei 2011 sampai 26 Juli 2011 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Subyek penelitian adalah pasien nefropati diabetik stadium IV - V yang berusia lebih dari 18 dan menjalani hemodialisis rutin 1 - 3 x seminggu. Data pasien diambil dari catatan rekam medik. Responden yang diteliti adalah 30 orang dengan kriteria purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Pertama, pada catatan rekam medik pasien nefropati diabetik stadium IV - V, diambil data - data antara lain: nama, jenis kelamin, umur, berat badan, riwayat penyakit sekarang (tumor atau keganasan dan sirosis hepatis, frekuensi hemodialisis dalam satu minggu, lamanya menjalani hemodialisis, jenis dialyzer yang digunakan, kadar ureum dan kreatinin pada pemeriksaan sebelum dan setelah menjalani hemodialisis.
commit to user
36
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Usia
Total Laki - Laki
Perempuan
26 - 35
4
(13. 33 %)
0
(0 %)
4
(13.33 %)
36 - 45
0
(0 %)
4
(13.33 %)
4
(13.33 %)
46 - 55
9
(30 %)
4
(13. 33 %)
13
(43.33 %)
56 - 65
7
(23. 33 %)
0
(0 %)
7
(23.33 %)
> 65
2
(6. 67 %)
0
(0 %)
2
(6.67 %)
(Sumber: Data sekunder, 2011) Berdasarkan tabel 1, responden yang berusia antara 26 tahun sampai 35 tahun berjumlah 4 orang (13,33 %), usia antara 36 tahun sampai 45 tahun berjumlah 4 orang (13,33 %), usia 46 tahun sampai 55 tahun berjumlah 13 orang (43,33 %), dan usia diatas 65 tahun berjumlah 2 orang (6,67 %). Responden yang berjenis kelamin laki-laki 22 orang (73,33 %) sedangkan berjenis kelamin perempuan sebanyak 8 orang (26,66 %) Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Dialyzer Dialyzer
Jumlah
Persentase
Nipro
20
66.67 %
Fresenius
6
20 %
Braun
4
13.33 %
(Sumber: Data sekunder, 2011) commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari tabel 2 diatas dapat diketahui bahwa pada penelitan ini 20 responden (66,67 %) menggunakan dialyzer Nipro, 6 responden (20 %) menggunakan dialyzer Fresenius, dan 4 responden (13,33 %) menggunakan dialyzer Braun. Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Nilai Kliren Kreatinin Pre -Haemodialysis dan Jenis Dialyzer CCr
Nipro
Fresenius
Braun
Total
1.00 - 3.00
1
3,33 %
1
3,33 % 0
0 %
2
6,66 %
3.01 - 6.00
10
33,3 %
2
6,67 % 1
3,33 %
12
43,33 %
6.01 - 9.00
5
16,67 %
0
0 % 1
3,33 %
6
20 %
9.01 - 12.00
1
3,33 %
2
6,67 % 1
3,33 %
4
13,33 %
>12.00
3
10 %
1
3,33 % 1
3,33 %
5
16,66 %
(Sumber: Data sekunder, 2011) Dengan melihat pada tabel 3 di atas, dapat dikatakan bahwa pemilihan jenis dialyzer tidak bergantung pada besar kliren kreatinin prehaemodialysis. Pasien dengan kliren kreatinin rendah atau tinggi dapat menggunakan tiga jenis dialyzer tersebut.
commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Nilai Rasio Reduksi Ureum Rasio reduksi Ureum
Jumlas Responden
Persentase
≥ 65
11
37 %
40 - 64
16
53 %
< 40
3
10 %
(Sumber: Data sekunder, 2011) Pada penelitian ini, peneliti mengukur nilai rasio reduksi ureum responden. Dari hasil pengukuran, didapatkan bahwa responden dengan nilai rasio reduksi ureum kurang dari 40 % sebanyak 3 orang (10 %), rasio reduksi ureum antara 40 % sampai 64 % sebanyak 16 orang (53 %), dan nilai rasio reduksi ureum lebih dari 65 % sebanyak 11 orang (37 %). Persentase nilai rasio reduksi ureum terbesar berada antara 40 - 64 %. B.
Analisis Statistik Data penelitian yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan uji Pearson Product Moment dengan menggunakan program SPSS 16.00. Pada penelitian ini digunakan tiga jenis dialyzer
yang berbeda, sehingga
diperlukan uji Kruskal Wallis untuk melihat kemungkinan perbedaan dialyzer itu mempengaruhi hasil penelitian. Pertama kali, data dianalisis dengan menggunakan Uji Pearson Product Moment. Uji ini dilakukan untuk melihat adanya hubungan kliren commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kreatinin pre-haemodialysis terhadap rasio reduksai ureum serta melihat kekuatan hubungan antara keduanya. Dengan menggunakan Uji Pearson Product Moment, hipotesis diterima jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 sementara kekuatan hubungan dinyatakan kuat jika nilai koefisien korelasi antara 0,60 sampai 0,799. Tabel 5. Hasil Uji Pearson Product Moment antara Kliren Kreatinin Pre-Haemodialysis dan Rasio Reduksi Ureum
CCr Pre-
Pearson
Haemodialysis
Correlation
CCr Pre -
Rasio Reduksi
Haemodialysis
Ureum
1
0.116
Sig. (2 - tailed) N Rasio Reduksi
Pearson
Ureum
Correlation Sig. (2 - tailed) N
0.542 30
30
0.116
1
0.542 30
30
(Sumber: Data Sekunder, 2011) Pengujian hubungan antara kliren kreatinin terhadap rasio reduksi ureum menghasilkan tidak ada hubungan antara kliren kreatinin prehaemodialysis terhadap rasio reduksi ureum. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi yang sangat kecil yaitu sebesar 0,116 (nilainya commit to user mendekati 0). Ketiadaan hubungan juga dilihat dari nilai p yaitu sebesar
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
0,542. Jika dibandingkan dengan taraf signifikansinya maka nilai p lebih besar dari taraf signifikansi sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kliren kreatinin pre-haemodialysis dengan rasio reduksi ureum. Hasil yang tidak signifikan ini dicurigai berasal dari dialyzer yang digunakan sehingga perlu dilakukan pengujian untuk memastikan ada atau tidaknya perbedaan rasio reduksi ureum terhadap masing-masing dialyzer. Untuk memilih uji yang akan digunakan, pertama dilakukan uji homogenitas varians. Jika varians dinyatakan homogens, maka analisis statistik terhadap perbedaan ini menggunakan uji One Way ANOVA, akan tetapi jika syarat tersebut tidak terpenuhi, maka dalam penelitian ini akan digunakan uji Kruskal Wallis
untuk menentukan ada atau tidaknya
perbedaan tersebut. Data dinyatakan homogens jika nilai p > 0,05. Tabel 6. Hasil Uji Homogenitas Varians pada Perbedaan Jenis Dialyzer terhadap Hasil Perhitungan Rasio Reduksi Ureum Test of Homogeneity of Variances Rasio Reduksi Ureum Levene Statistic 6.985
df1
df2 2
Sig. 27
0.004
Berdasarkan hasil pada tabel 6, diketahui bahwa p = 0,004 (p < 0,05). Oleh karena itu, data pada penelitian ini dinyatakan tidak homogens. Syarat untuk melakukan uji One Way ANOVA tidak terpenuhi sehingga untuk menguji perbedaan penggunaan dialyzer ureum dilakukan dengan uji Kruskal Wallis. commit to user
terhadap rasio reduksi
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Uji Kruskal Wallis dilakukan untuk melihat adanya penggunaan dialyzer
perbedaan
terhadap hasil rasio reduksi ureum. Hipotesis
diterima jika nilai signifikansi kurang dari 0,05. Tabel 7. Hasil Uji Kruskal Wallis terhadap Perbedaan Jenis Dialyzer Jenis Dialyzer
N
Mean Rank
Rasio Reduksi Fresenius Urem
6
16.67
Nipro
20
14.65
Braun
4
18.00
Total
30
Test Statisticsa,b Rasio reduksi Ureum Chi - Square
.614
Df
2
Asymp. Sig. ( 1. a. Kruskal Wallis Test S u
.736
2. b. Grouping Variable: Jenis Dialyzer (Sumber: Data sekunder, 2011) Dari hasil uji Kruskal Wallis pada tabel 4, diketahui nilai signifikansi
perbedaan jenis dialyzer
terhadap rasio reduksi ureum sebesar 0,736
(p>0,05). Dengan melihat nilai signifikansi tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan hasil penggunaan dialyzer terhadap hasil rasio reduksi ureum.
commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Awalnya, jenis dialyzer yang berbeda dicurigai menghasilkan tidak ada hubungan antara kliren kreatinin terhadap rasio reduksi ureum. Akan tetapi, hasil pengujian Kruskal Wallis ternyata menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh penggunaan dialyzer terhadap nilai rasio reduksi ureum. Hal ini dapat dilihat dari nilai p pada pengujian rasio reduksi ureum 0,736. Hasil menyatakan bahwa nilai p > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan hasil pengukuran kliren kreatinin maupun rasio reduksi ureum dengan jenis dialyzer yang berbeda. Hasil
penelitian
pengujian
hubungan
kliren
kreatinin
pre-
haemodialysis terhadap rasio reduksi ureum diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,116. Nilai koefisien korelasi bertanda positif berarti ada hubungan positif antara kliren kreatinin dengan rasio reduksi ureum, yaitu semakin naik nilai kliren kreatin maka nilai rasio reduksi ureumnya juga naik. Nilai pearson 0,116 (11,6 %) nilainya mendekati nol masuk dalam kategori sangat rendah. Akan tetapi nilai ini menghasilkan hubungan yang tidak signifikan karena diperoleh nilai p > 0,05. Setelah dilakukan pengujian hubungan pada kliren kreatinin prehaemodialysis terhadap rasio reduksi ureum, penulis melakukan pengujian serupa pada kliren kreatinin post-haemodialysis. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan Uji Pearson Product Moment.
commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 8. Hasil Uji Pearson Product Moment antara Kliren Kreatinin Post-Haemodialysis dan Rasio Reduksi Ureum
CCr Post Haemodialysis
CCr Post -
Rasio Reduksi
Haemodialysis
Ureum
1
0.430
Pearson Correlation Sig. (2 - tailed) N
Rasio reduksi ureum
0.018 30
30
0.430(*)
1
Pearson Correlation Sig. (2 - tailed) N
.018 30
30
Dari tabel 8, didapatkan hasil pengujian antara kliren kreatinin posthaemodialysis terhadap rasio reduksi ureum menghasilkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,430. Nilai p bertanda positif berarti ada hubungan positif antara kliren kreatinin post-haemodialysis terhadap rasio reduksi ureum. Tingkat kekuatan hubungan ini termasuk dalam kategori sedang (lihat lampiran 5) dan dapat dinyatakan signifikan karena nilai p sebesar 0,018 (p <0,05). Kesimpulan Hasil Uji Pearson Product Moment dan Uji Kruskal Wallis, antara lain: a. Tidak ada perbedaan hasil pengukuran rasio reduksi ureum baik menggunakan dialyzer fresenius, nipro maupun braun commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Tidak ada hubungan kliren kreatinin pre-haemodialysis terhadap rasio reduksi ureum pasien nefropati diabetik stadium IV - V yang menjalani hemodialisis c. Ada hubungan positif antara kliren kreatinin post-haemodialysis terhadap rasio reduksi ureum pasien nefropati diabetik stadium IV-V dengan kekuatan hubungan sedang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PEMBAHASAN
Nefropati diabetik adalah komplikasi paling serius dari diabetes mellitus. Tingkat prevalensi rata-rata tahunan pasien hemodialisis adalah duabelas kali lebih besar pada orang dengan diabetes mellitus dibandingkan orang tanpa diabetes mellitus. Dari tahun 1999 - 2000, 51 % dari pasien diabetes mellitus menjalani hemodialsis (Lok et al., 2004) Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal buatan dengan tujuan untuk eliminasi sisa -sisa produk metabolisme (protein) dan koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit antara kompartemen darah dan dialisat melalu i selaput membran semipermiabel yang berperan sebagai ginjal buatan (Sukandar, 2006). Dengan adanya proses eliminasi sisasisa metabolisme pada hemodialisis, maka pasien akan mengalami penurunan zatzat yang berlebihan di dalam tubuh seperti ureum dan kreatinin. Adekuasi hemodialisis dapat dinilai dengan menilai rasio reduksi ureum. Semakin besar nilai rasio reduksi ureum, semakin adekuat pula hemodialisis yang dilakukan (Gatot, 2003; Sukandar, 2006). Penghitungan nilai rasio reduksi ureum ini dilakukan dengan menggunakan rumus Lowry. Hemodialisis dinyatakan adekuat jika nilai rasio reduksi ureum lebih dari 70 % (Sukandar, 2006) Pada penelitian ini dilakukan pengujian terhadap hubungan kliren kreatinin pre-hemodialysis dan rasio reduksi ureum pasien nefropati diabetik. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 orang dengan jumlah laki-laki 22 orang commit to user
46
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan perempuan 8 orang. Sampel menggunakan tiga jenis dialyzer antara lain: Nipro, Fressenius, dan Braun. Rata-rata kliren kreatinin pre-hemodialysis pada sampel adalah 7,95 sedangkan rata-rata rasio reduksi ureum adalah 60,82. Peneliti menggunakan tiga jenis dialyzer yang berbeda dalam penelitian ini karena keterbatasan sampel yang dapat dipakai. Hal ini disebabkan karena tidak semua pasien melakukan pemeriksaan sebelum dan sesudah hemodialisis. Secara ideal, memang pemeriksaan laboratorium dilakukan setiap bulan agar dokter dapat memantau adekuasi hemodialisis yang dilakukan. Beberapa pemeriksaan laboratorium yang termasuk program pengawasan jangka lama pasien hemodialisis regular antara lain: darah lengkap dan diferensial, elektrolit serum, ureum dan kreatinin serum, gula darah, kalsium, fosfor,
dan alkali
fosfatase alkali, serologi (untuk pasien yang juga menderita hepatitis B dan C). Selain itu, pasien juga perlu melakukan pemeriksaan SGOT, SGPT, serum besi, transferin dan ferritin (Sukandar, 2006). Akan tetapi, karena beberapa alasan seperti keterbatasan dana ataupun kondisi fisik pasien yang kurang memenuhi syarat untuk melakukan pemeriksaan darah, akhirnya tidak semua pasien melakukan pemeriksaan itu. Sebagaimana diketahui, ginjal berfungsi dalam memproduksi eritropoietin (Guyton, 2008; Wahidiyat et al., 2007; Gazzaz et al., 2010). Ginjal pada pasien nefropati diabetik sudah rusak, sehingga produksi eritropoietin juga terbatas. Dengan rendahnya eritropoietin tersebut, maka pasien nefropati diabetik cenderung mengalami anemia. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
48 digilib.uns.ac.id
Anemia terjadi pada 80 - 90 % penyakit ginjal kronik. Kondisi ini disebabkan oleh karena defisiensi eritropoietin. Hal-hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah, penekanan fungsi tuang karena substansi uremik, dan sebagainya (Suwitra, 2006). Keadaan ini menjadi salah satu alasan kuat mengapa pasien tidak melakukan pemeriksaan laboratorium. Dari hasil pengujian statistik hubungan antara kliren kreatinin prehaemodialysis terhadap rasio reduksi ureum dengan menggunakan SPSS 16.00 dengan menggunakan uji Pearson Product Moment, didapatkan koefisien korelasi bernilai positif. Nilai koefisien korelasi bertanda positif berarti ada hubungan positif antara kliren kreatinin pre-haemodialysis dengan rasio reduksi ureum, yaitu semakin naik nilai kliren kreatinin maka nilai rasio reduksi ureumnya juga naik. Nilai pearson 0,116 (11,6 %) nilainya mendekati nol masuk dalam kategori sangat rendah. Akan tetapi nilai ini menghasilkan hubungan yang tidak signifikan karena diperoleh nilai p > 0,05. Tidak ada hubungan antara kliren kreatinin pre-haemodialysis dengan rasio reduksi ureum pasien nefropati diabetik stadium IV-V. Hal ini dapat terjadi karena pada saat pasien menjalani hemodialisis, yang bekerja adalah mesin hemodialisis sehingga seberapapun fungsi ginjal tidak berpengaruh terhadap adekuasi hemodialisis (lihat tabel 3). Hal-hal yang berpengaruh terhadap nilai adekuasi hemodialisis antara lain: lama waktu menjalani hemodialisis, dosis hemodialisis,
dan frekuensi
hemodialisis (De Vriese et al., 2003; Swartzendrubber et al., 2005). Dengan commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
meningkatkan lama waktu dan frekuensi menjalani hemodialisis, hal itu akan bermanfaat dalam menjaga kestabilan hemodinamik dan kardiovaskuler serta dapat mmengurangi kejadian hipotensi (Kurella, 2005). Sementara tingkat rutinitas dalam menjalani hemodialisis dapat bermanfaat dalam mengontrol volume cairan (Locatelli et al., 2000; Lin et al., 2002) Kecukupan dosis hemodialisis yang diberikan diukur dengan istilah adekuasi hemodialisis. Terdapat korelasi yang kuat antara adekuasi hemodialisis dengan angka morbiditas dan mortalitas pasien dialisis (Gatot, 2003). Itulah alasan mengapa adekuasi hemodialisis menjadi hal yang sangat penting dalam proses hemodialisis. Pada hemodialisis dengan dosis 2 kali seminggu, dialisis dianggap adekuat bila nilai rasio reduksi ureum 65 - 70 % (Owen, 1993; Swartzendruber et al., 2008). Sedangkan berdasarkan konsensus (pusat dialisis di Eropa), gold standar hemodialisis adekuat akan tercapai dengan durasi hemodialis 12 - 15 jam per minggu yang terbagi tiga sesi dengan 4 - 5 jam setiap hari (Sukandar, 2006). Berdasarkan hasil pengukuran yang ditunjukkan pada tabel 7, didapatkan bahwa sampel dengan nilai rasio reduksi ureum kurang dari 40 % sebanyak 3 orang (10 %), nilai rasio reduksi ureum antara 40 % sampai 64 % sebanyak 16 orang (53 %), dan nilai rasio reduksi ureum lebih dari 65 % sebanyak 11 orang (37 %). Dengan melakukan interpretasi hasil tersebut maka hanya sebanyak 37 % populasi sampel yang nilai rasio reduksi ureumnya mencapai batas kecukupan dosis hemodialisis adekuat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
50 digilib.uns.ac.id
Pada pengujian hubungan kliren kreatinin post-haemodialysis terhadap rasio reduksi ureum, didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,430. Nilai p bertanda positif berarti ada hubungan positif antara kliren kreatinin posthaemodialysis terhadap rasio reduksi ureum. Tingkat kekuatan hubungan ini termasuk dalam kategori sedang (lihat lampiran 5) dan dapat dinyatakan signifikan karena nilai p sebesar 0,018 (p < 0,05). Dari hasil analisis statistik tersebut,
maka dapat dinyatakan bahwa
semakin tinggi nilai kliren kreatinin post-haemodialysis pasien, akan semakin tinggi pula nilai rasio reduksi ureumnya. Dengan semakin tinggi nilai kliren kreatinin post-haemodialysis, maka akan semakin tinggi pula nilai adekuasi hemodialisisnya. Hal ini memang sejalan dengan parameter hemodialisis adekuat. Parameter hemodialisis adekuat antara lain: keadaan umum dan status nutrisi baik, normotensi, tanpa presentasi klinik terkait anemia, keseimbangan cairan, elektrolis, dan asam basa masih normal, metabolisme kalsium dan fosfor terkontrol, rehabilitasi optimal yang berhubungan dengan aspek kehidupan pribadi, keluarga, dan profesi, serta kualitas hidup optimal (Sukandar, 2006). Sebagaimana diketahui, ginjal adalah organ penting yang memiliki fungsi ekskresi, regulasi volume cairan tubuh, menjaga keseimbangan asam-basa, pengaturan tekanan darah, dan menjaga keseimbangan kalsium-fosfor (Wahidiyat et al., 2007). Kliren kreatinin sebagai penanda kondisi fungsi ginjal berbanding lurus dengan nilai adekuasi hemodialisis. Dengan adanya hubungan antara kliren kreatinin post-haemodialysis dan rasio reduksi ureum dan ini, maka kemungkinan kliren kreatinin postcommit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
haemodialysis dapat digunakan sebagai parameter dalam menilai adekuasi hemodialisis. Akan tetapi, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mendapatkan bukti-bukti ilmiah sehingga hasil penelitian ini dapat diaplikasikan secara klinis dalam menilai adekuasi hemodialisis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI PENUTUP
A. Simpulan Ada hubungan positif antara kliren kreatinin post-haemodialysis dengan rasio reduksi ureum pasien nefropati diabetik stadium IV-V dengan tingkat kekuatan hubungan dalam kategori sedang. B. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan kliren kreatinin post-haemodialysis terhadap adekuasi hemodialisis pasien nefropati diabetik stadium IV-V.
commit to user
52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Arsono, Soni. 2009. Diabetes Melitus Sebagai Faktor Risiko Kejadian Gagal Ginjal Terminal. Semarang, UNDIP. Skripsi Departemen Biostatik FKM UI. 2009. Statistik Non-Parametrik. http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/7263bdba0cd59d61cd2ced60b c3c4cf035dd81ae.pdf Departemen Kesehatan dan Pelayanan Kemanusiaan U.S. 2008. Treatment Methods for Kidney Failure: Hemodialysis. USA: National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney
De Vriese AS, Langlois M, Bernard D et al. 2003. Effect Of Dialyser Membrane Pore Size On Plasma Homocysteine Levels In Haemodialysis Patients. Nephrol Dial Transplant. 18: 2596–2600 Djokomuljanto R. 1999. Insulin Resistance and Other Factors in the Patogenesis of Diabetik Nephropathy. Simposium Nefropati Diabetik. Kongres Pernefri. Doloksaribu, Bernike. 2008. Pengaruh Proteksi Vitamin C terhadap Kadar Ureum, Kreatinin, dan Gambaran Histopatologis Ginjal Mencit yang Dipapar Plumbum. Medan, USU. Thesis Effendy, Imam dan H.M.S. Markum. 2006. Pemeriksaan Penunjang pada Penyakit Ginjal. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4 th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Kedokteran Universtas Indonesia, pp: 505-512.
Dalam Fakultas
Gatot, Dairot. 2003. Rasio Reduksi Ureum Dializer 0,90; 2,10 Dan 2 Dializer Seri 0,90 dengan 1,20. Medan, USU. Thesis Gazzaz, Zohair Jamil, Khalid Obeid Dhafar, dkk. 2010. Clinical Profile of Haemodialysis Patients with Diabetik Nephropathy Leading to End Stage Renal Disease. www.pjms.com.pk. (22 Febuari 2011) Guyton, Arthur C dan John E Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:EGC commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Himmelfarb, Jonathan, dan T. Alp Ikizler. 2010. Hemodyalisis. N Engl J Med 2010; 363:1833-1845. Karyadi, Elvina.2002.Kiat Mengatasi Penyakit. Jakarta: PT Intisari Mediatama. Kurella M, Chertow GM. 2005. Dialysis session length (‘t’) as a determinant of the adequacy of dialysis. Semin Nephrol 25: 90–95 Lin CL, Huang CC, Yu CC et al. 2002. Improved iron utilization and reduced erythropoietin resistance by on-line hemodiafiltration. Blood Purif; 20: 349–356 Locatelli F, Andrulli S, Pecchini F et al. 2000. Effect of high-flux dialysis on the anaemia of haemodialysis patients. Nephrol Dial Transplant 15: 1399– 1409 Lok C, Oliver M, Rothwell D, Hux J. The growing volume of diabetes-related dialysis: A population based study. Nephrol Dial Transplant. 2004;19(12):3098-3103. Lubis HR, 2006. Penyakit Ginjal Diabetik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4 th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universtas Indonesia, pp 545 – 547. Ludirdja, Jovita Secunda, Leonard Kencana, dkk. 2010. Rerata Durasi Penderita Diabetes Melitus Terkena Nefropati Diabetik Sejak Terdiagnosis Diabetes Melitus pada Pasien di Poliklinik Geriatri RSUP Sanglah. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/binder%203.pdf. ( 14 Februari 2011) Martini. 2010. Hubungan Tingkat Asupan Protein Dengan Kadar Ureum Dan Kreatinin Darah Pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Di RSU Dr. Moewardi Surakarta.Surakarta,UMS. Skripsi. Marwanto, Pigur Agus .2010. Proporsi Angka Kejadian Nefropati Diabetik pada Laki-Laki dan Perempuan Penderita Diabetes Melitus Tahun 2009 di RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Surakarta, UMS. Skripsi. Massry dan Kopple. 2004. Kopple and Massry’s Nutritional Management of Renal Diseases. Philadhelphia : Lippincott Williams & Wilkins. Mavaice, Shils, dkk. 1998. Modern Nutrition In Health and Disease. Philadhelphia : Lippincott Williams & Wilkins. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Murray, Robert K, dkk.2003. Biokimia Harper. Jakarta: EGC Nolan C, 2005. Strategies for Improving Long -Term Survival in Patients with ESRD. J Am Soc Nephrol 16: S120–S127. Nugrahani, Azizah. 2007. Hubungan Asupan Protein terhadap Kadar Urea Nitrogen, Kreatinin, dan Albumin Darah Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta, UGM. Skripsi. Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press. Pratiwi, Niken. 2009. Hubungan Asupan Protein Dengan Kadar Kreatinin Dan Ureum Penderita Gagal Ginjal Kronik Dengan Hemodialisis Rawat Jalan di UD Moewardi Surakarta. Surakarta, UMS. Skripsi Price, Sylvia.A dan Lorraine M.wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC Prihanto, Eko Sudarmo Dahad. 2001. Perbandingan Kliren Urea-N dan Rasio Penurunan Urea-N Antara Ginjal Buatan (Dializer) Baru dan Pakai Berulang. Semarang: FK UNDIP. Skripsi Purnomo, Basuki B.2000. Dasar-Dasar Urologi. Malang:Sagu Seto Purwanto, Edi. 2007. Korelasi Jumlah Netrofil, Limfosit Dan Monosit Dengan Kadar Albumin Urin Pada Pasien DM Tipe–2 Dengan Mikroalbuminuria. Semarang, UNDIP. Skripsi Putro, Seno Astoko. Hubungan Antara Kadar Kreatinin Darah dan Kadar Ureum Darah Dengan Kadar Gula Darah Pada Kejadian Penyakit Nefropati Diabetik Pada Pasien Rawat Inap Di RS Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta, UMS. Skripsi. Rahardjo, Pudji, Endang Susali dan Suhardjono. 2006. Hemodialisis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4 th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universtas Indonesia, pp 579 – 580. Raharjo, Setyo. 2010. Pengaruh Hemodialisis Terhadap Kadar TNF-α Dan Prokalsitonin Pada Pasien Nefropati Diabetik Stadium V. Surakarta, UNS. Skripsi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sasso FC, Nicola LD, Carbonara O, Nasti R, Minutolo R, Salvatore T, Conte G, Torella R, 2006. Cardiovascular Risk Factors and Disease Management in Type 2 Diabetik Patients with Diabetik Nephropathy. Diabetes Care 29: 498–503 Sejati, Kusumardanu Setyo. 2008. Pengaruh Usia Saat Pertama Kali terhadap Kelangsungan Hidup Penderita Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis Rutin Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta, UMS. Skripsi Sidabutar R.P.et al. 2001. Gagal Ginjal Kronik dalam S. Suyono S. Waspadji L. Lesmana I. Alwi S. Setiati H. Sundaru D. Djojoningrat H. Suhardjono A.W. Sudoyo A. Bahar H.E. Mudjadid editor Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi III. Balai Penerbit FK UI Jakarta pp : 427 34 Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Sukandar E. 2006. Terapi Pengganti Ginjal dengan Dialisis. In: Klinik. Edisi III. FK UNPAD. Hal : 536-642.
Nefrologi
Sumarny, Ros, Dwi Parodi, dan Darmono. 2006. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kering Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoria. Rosc.) Per Oral terhadap Beberapa Parameter Gangguan Ginjal pada Tikus Putih Jantan in: Majalah Farmasi Indonesia, 17(1),19–24, 2006. http://mfi.farmasi.ugm.ac.id/files/news/4._17-1-2006-ros_sumarny.pdf. (12 Maret 2011) Sulistyowati, Niken. 2009. Hubungan Antara Adekuasi Hemodialisis Dengan Asupan Makanan Dan Status Gizi Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Rsup Dr. Kariadi Semarang. Semarang, UNDIP.
Sunaryanto, Andik. 2010. Penatalaksanaan Penderita Dengan Diabetik Nefropathy. Denpasar, UNUD. Suwitra, Ketut. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4 th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universtas Indonesia, pp 570574. Swartzendrubber, Donna; Smith, Lyle; Peacock, Eileen; McDillon, Debra. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2005.Hemodialysis Procedures and Complications. www.emedicine.com/med/topic683.htm.(4 April 2011) Tjokronegoro, Arjatmo dan Sumedi Sudarsono. Penelitian Bidang Kedokteran. Jakarta: FK UI
2007.
http
:
//
Metodologi
Wahidiyat. 2007. Nefrologi. Wahidiyat, Iskandar, Abdoerrachman, Affandy, dkk eds. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FK UI Williams, et al., 2004. Early Clinical, Quality of Life, and Biochemical Changes of “Daily Hemodialysis”. American Journal of Kidneys Diseases. Vol.43. No. 1.
commit to user