HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI REMAJA DENGAN POLA ASUH ORANG TUA ETNIS JAWA
Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd Email :
[email protected] [email protected] Anas Rohmiati, S.Psi
HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI REMAJA DENGAN POLA ASUH ORANG TUA ETNIS JAWA
Muhammad Idrus Anas Rohmiati
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara pola asuh orang tua etnis Jawa dengan tingkat kepercayaan diri remaja. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang masih bersekolah di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di Kotamadya Yogyakarta, berusia 15-18 tahun, yang berdomisili di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dalam kesehariannya menggunakan bahasa Jawa dalam sebagai bahasa pengantar pergaulannya. Jumlah responden sebanyak 237 orang, yang berasal dari 3 MAN yang ada di Kodya Yogyakarta. Pemilihan responden dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus 2008 dengan cara langsung ke sekolah dengan membagikan kuesioner kepada responden. Data dianalisis dengan menggunakan formula product moment dari Pearson dengan bantuan software program SPSS 12.00 for windows. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara pola asuh mendorong orang tua Jawa dengan tingkat kepercayaan diri remaja, dengan nilai r = 0,419 dan nilai p = 0,000 (p < 0,01). Kata kunci: kepercayaan diri, pola asuh orang tua Jawa
Pendahuluan Kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian manusia yang penting sebagai sarana untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki. Dari kepercayaan diri yang dimiliki, kesuksesan dan keberhasilan hidup seseorang seseorang akan dapat diprediksikan. Individu yang percaya diri biasanya selalu bersikap optimis dan yakin akan kemampuannya dalam melakukan sesuatu. Sebalikya, individu yang rasa percaya dirinya rendah akan mengalami hambatan-hambatan dalam hidupnya, baik dalam berinteraksi dengan individu lain maupun dalam pekerjaan.
1
Terkait dengan kepercayaan diri ini, Koentjaraningrat (dalam Afiatin dan Martinah, 1998) menyatakan bahwa salah satu kelemahan generasi muda Indonesia adalah kurangnya kepercayaan diri. Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Afiatin, dkk (dalam Afiatin dan Martinah, 1998) terhadap remaja siswa SMTA di Kodya Yogyakarta menunjukkan bahwa permasalahan yang banyak dirasakan dan dialami oleh remaja pada dasarnya disebabkan oleh kurangnya kepercayaan diri. Melihat fenomena yang ada sekarang ini, tampak beberapa karakteristik yang mengindikasikan betapa remaja saat ini banyak yang mengalami kurang percaya diri. Beberapa karakteristik tersebut antara lain: memiliki motivasi yang rendah untuk berkompetisi, rendahnya motivasi siswa untuk mengembangkan diri dan motivasi untuk belajar, kepribadian yang cenderung labil, senang meniru dan tidak mentaati tata tertib sekolah. Edit
Ginder (dalam Djuwarijah, 2002) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan kepercayaan diri remaja, antara lain adalah interaksi di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Interaksi dalam keluarga salah satunya terwujud dalam bentuk proses pengasuhan yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya. Hanya saja bagi budaya tertentu membahas persoalan pangasuhan tidak dapat dilakukan secara terbuka. Terkait dengan hal ini, Casmini (2002), menyatakan bahwa persoalan-persoalan yang berkaitan dengan pengasuhan dalam keluarga menurut tradisi budaya masyarakat Indonesia (khususnya Jawa) merupakan persoalan “tabu / aib” ketika didengar oleh keluarga lain di sekitarnya.
2
Sebagaimana dipahami bahwa budaya Jawa adalah budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai atau adat istiadat dan unggah-ungguh yang sudah diterapkan oleh masyarakat (Idrus, 2004). Terkait dengan model pengasuhan, orang tua Jawa mempunyai ciri khas tersendiri yang tentunya tidak dimiliki oleh budaya lain. Idrus (2004) menyebutkan beberapa ciri-ciri tersebut, antara lain adalah membelokkan dari tujuan yang tidak diinginkan, menunda kebutuhan sesaat, mengajarkan kepatuhan, mengajarkan kesopanan, memberi perintah terperinci tanpa emosional dan memberi hadiah, mengajarkan kesopanan pada anak. Mengingat kekhasannya ini, maka diyakini adanya perbedaan budaya akan juga menjadikan adanya perbedaan dalam pengasuhan. Dengan begkitu sangat menarik untuk melihat keterkaitan antara pola asuh yang diterapkan orang tua dengan kompetensi interpersonalnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Lauster (1990) mendefinisikan kepercayaan diri sebagai suatu sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri, sehingga seseorang tidak terpengaruh oleh orang lain. Rasa percaya diri merupakan keyakinan pada kemampuankemampuan yang dimiliki, keyakinan pada suatu maksud atau tujuan dalam kehidupan dan percaya bahwa dengan akal budi mampu untuk melaksanakan apa yang diinginkan, direncanakan dan diharapkan (Davies, 2004). Lebih lanjut Brennecke & Amich (dalam Yusni, 2002) menyatakan bahwa kepercayaan diri (self confidence) adalah suatu perasaan atau sikap tidak perlu membandingkan diri
3
dengan orang lain, karena telah merasa cukup aman dan tahu apa yang dibutuhkan di dalam hidup ini. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
kepercayaan diri
adalah suatu perasaan positif yang ada dalam diri seseorang yang berupa keyakinan dan kepercayaan terhadap kemampuan dan potensi yang dimilikinya, serta dengan kemampuan dan potensinya tersebut dia merasa mampu untuk mengerjakan segala tugasnya dengan baik dan untuk meraih tujuan hidupnya.
2. Aspek Kepercayaan Diri Lauster (1990), mengemukakan aspek-aspek yang terkandung dalam kepercayaan diri antara lain: a). Ambisi. Ambisi merupakan dorongan untuk mencapai hasil yang diperlihatkan kepada orang lain. Orang yang percaya diri cenderung memiliki ambisi yang tinggi. Mereka selalu berpikiran positif dan berkeyakinan bahwa mereka mampu untuk melakukan sesuatu b). Mandiri. Individu yang mandiri adalah individu yang tidak tergantung pada individu lain karena mereka merasa mampu untuk menyelesaikan segala tugasnya, tahan terhadap tekanan. c). Optimis. Individu yang optimis akan selalu berpikiran positif, selalu beranggapan bahwa akan berhasil, yakin dan dapat menggunakan kemampuan dan kekuatannya secara efektif, serta terbuka. d). Tidak mementingkan diri sendiri. Sikap percaya diri tidak hanya mementingkan kebutuhan pribadi akan tetapi selalu peduli pada orang lain.
4
e). Toleransi. Sikap toleransi selalu mau menerima pendapat dan perilaku orang lain yang berbeda dengan dirinya. Berkaitan dengan aspek-aspek kepercayaan diri, Kumara (dalam Yulianto dan Nashori, 2006) menyatakan bahwa ada empat aspek kepercayaan diri, yaitu: a) Kemampuan menghadapi masalah b) Bertanggung jawab terhadap keputusan dan tindakannya c) Kemampuan dalam bergaul d) Kemampuan menerima kritik B. Pola Asuh Orang Tua Pola asuh orang tua merupakan sebuah proses interaksi berkelanjutan yang menyangkut pemeliharaan, perlindungan dan pengarahan orang tua terhadap anak dalam rangka perkembangan anak (Idrus, 2004).
Lebih lanjut Idrus (2004)
menjelaskan bahwa, sebagai sebuah interaksi maka akan dengan sendirinya terjadi proses saling pengaruh-mempengaruhi. Artinya, perilaku yang ditunjukkan oleh orang tua akan dengan sendirinya mempengaruhi perilaku anaknya, dan sebaliknya perilaku yang ditunjukkan anak kepada orang tuanya akan pula mempengaruhi perilaku orang tua. Casmini (2004), mengemukakan pola asuh orang tua merupakan upaya pemeliharaan seorang anak yakni bagaimana orang tua memperlakukan, mendidik, membimbing dan mendisiplinkan serta melindungi anak yang meliputi cara orang tua memberikan peraturan, hukuman, hadiah, kontrol dan komunikasi untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma yang diharapkan masyarakat. Hetherington & Parke (1986) memaknai pola asuh orang tua sebagai suatu interaksi antara dua dimensi perilaku orang tua. Dimensi pertama adalah hubungan
5
emosional antara orang tua dan anak. Dimensi kedua, adalah cara-cara orang tua dalam mengontrol perilaku anak-anaknya. Dimensi ini merupakan kontrol orang tua yang bersifat perlakuan orang tua terhadap anak yang diekspresikan. 3. Pola Asuh Orang tua Jawa Pola asuh orang tua Jawa adalah proses interaksi orang tua anak yang berkelanjutan yang menyangkut pemeliharaan, perlindungan dan pengarahan orang tua terhadap anak dalam rangka perkembangan anak dengan memperhatikan situs budaya Jawa (Idrus, 2004). Lebih lanjut Idrus (2004), mengemukakan bahwa biasanya bagi anak Jawa yang berhasil dalam berinteraksi dengan lingkungannya diberikan label njawani oleh masyarakat sekitar, sebaliknya masyarakat akan memberikan label durung njawani kepada mereka yang belum secara baik menjalankan nilai-nilai atau aturan-aturan yang ada di masyarakat. Para orang tua Jawa akan melakukan pelbagai hal untuk membantu anak-anak mereka supaya menjadi njawani, yaitu anak yang berperilaku sesuai etika kejawaan. Upaya orang tua Jawa untuk mejadikan anak mereka disebut sebagai orang yang njawani, tentu saja tidak luput dari peranan pola pengasuhan yang mereka terapkan kepada anak. Pola asuh orang tua memberikan kontribusi yang tidak sedikit dalam pembentukan pribadi anak seperti yang diharapkan oleh setiap orang tua. Idrus (2004) membedakan tiga macam cara pola pengasuhan orang tua Jawa, yaitu meliputi: a) Pola asuh yang mendorong, dengan ciri-ciri sebagai berikut; 1. Membelokkan dari tujuan yang tidak diinginkan, yaitu orang tua Jawa membimbing anak-anak mereka dengan cara mengalihkan perhatian anak
6
dari hal-hal yang menurut orang tua belum layak disaksikan, ataupun tidak pantas dilihat anak. 2. Menunda kebutuhan sesaat, yaitu orang tua Jawa kerap menunda pemenuhan kebutuhan terhadap keinginan-keinginan anak yang menurut orang tua mereka belum saatnya dipenuhi. 3. Mengajarkan kepatuhan, yaitu orang tua Jawa sudah mulai mengenalkan nilai-nilai yang harus dipatuhi oleh anak-anak mereka sejak bayi. 4. Mengajarkan kesopanan, yaitu orang tua Jawa mengajarkan anak mereka untuk berlaku sopan baik terhadap orang tua, orang yang lebih tua, ataupun dengan orang lain sejak anak mereka masih bayi, meskipun anak tersebut belum sepenuhnya mengerti tingkah laku serta kata-kata orang yang ada di sekitarnya. Salah satu adat kesopanan yang diajarkan oleh orang tua Jawa adalah dengan mengajarkan kepada anak mereka sejak bayi untuk menerima maupun memegang sesuatu hanya dengan tangan kanan. 5. Memberi perintah terperinci tanpa emosional, yaitu orang tua Jawa memberikan perintah terperinci, dan tidak emosional serta tanpa ancaman. Meskipun perintah yang diberikan dilakukan dengan rinci namun tidak didasari rasa emosi ataupun ancaman hukuman jika perintah-perintah tersebut tidak dilakukan oleh anak. 6. Memberi hadiah, yaitu pemberian hadiah digunakan sebagai strategi orang tua Jawa untuk membiasakan perilaku yang diharapkan oleh mereka dan orang sekitar mereka. b) Pola asuh yang menghambat, dengan ciri-ciri sebagai berikut;
7
1. Menakut-nakuti anak, yaitu orang tua Jawa menaku-nakuti anak mereka melalui ancaman tentang nasibnya yang mengerikan di tangan orang lain atau makhluk halus. Namun model pengasuhan dengan menakut-nakuti ini didorong oleh keinginan orang tua agar anaknya berperilaku baik, dan orang asing akan berbuat jahat kepadanya jika dirinya tidak menunjukkan sikap dan perilaku yang baik. 2. Memberi hukuman, yaitu dalam pemberian hukuman ini orang tua Jawa jarang memberi hukuman yang akan menghilangkan kasih sayang. Hukuman ini akan diberikan ketika anak sudah melakukan kesalahan atau tidak mematuhi perintah secara berulang, dan benar-benar telah membuat marah orang tua, orang tua tidak akan memberi hukuman ketika pertama kali anak melakukan kesalahan tetapi menuggu sampai datang kesempatan baru yang tepat untuk memberinya hukuman. Hukuman yang diberikan orang tua Jawa tidak selamanya berupa hukuman fisik, ataupun ungkapan verbal yang kasar lainnya, melainkan dengan tidak mengajak bicara atau disebut dengan disatru. 3. Memusuhi (menyatru), yaitu makna harfiahnya adalah dimarahi atau dimusuhi biasanya dengan tidak diajak bicara. c) Pola asuh yang membiarkan, dengan ciri sebagai berikut; 1. Mengumbar, yaitu membiarkan atau membebaskan atau tidak membatasi anak untuk bermain dengan teman sebayanya. 2. Ngelulu, yaitu membiarkan anak atau seseorang untuk melakukan sesuatu yang diinginkannya, namun dengan maksud memberi kesadaran bahwa hal
8
itu sebenarnya tidak diinginkan atau tidak disenangi oleh orang yang memberi ijin. III. Metode Penelitian A. Subjek Penelitian Mengingat bahwa penelitian ini berlatar belakang budaya Jawa, maka subjek penelitian ini juga akan ditentukan karakteristik dari subjek penelitian. Beberapa karakteristiknya adalah: usia 15-18 tahun, kedua orang tua berasal dari Jawa (Jateng, Jatim, DIY), menggunakan bahasa Jawa dalam berinteraksi sehari-hari baik di rumah maupun di sekolah, dan tinggal di DIY. Untuk itu pendekatan yang digunakan dalam penentuan sampel adalah purposive sampling yaitu memilih subjek dengan menentukan ciri atau kriteria khusus (Idrus, 2007). B. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data menggunakan skala yang dikembangkan sendiri, yaitu: skala kepercayaan diri dan skala pola asuh mendorong orang tua Jawa. Model skala ini mengadopsi skala Likert yang terdiri dari lima tingkatan jawaban, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), Ragu-ragu (R), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). C. Metode Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan uji korelasi product moment dari Pearson. Proses analisis data ini dipercepat dengan menggunakan perangkat lunak SPSS for Windows versi 12.0.
IV. Hasil Penelitian
9
A. Uji asumsi 1. Uji normalitas Hasil uji normalitas menggunakan teknik one-sample Kolmogorof-Smirnov Test
(KS-1 sample) dari program SPSS 12.00 for Window.
Untuk skala
kepercayaan diri diperolah nilai K-SZ sebesar 0,864 dengan nilai p = 0,444 (p > 0,05). Untuk skala pola asuh mendorong menunjukkan nilai K-SZ sebesar 1,105 dengan nilai p = 0,174 (p > 0,05). Hasil uji normalitas ini menunjukkan bahwa skala kepercayaan diri maupun skala pola asuh mendorong terdistribusi secara normal. 2. Uji Linieritas Hasil uji linearitas dengan menggunakan program SPSS (Statistic Program For Social Science) 12.00 for Windows dengan teknik Compare Means menunjukkan F = 54,075; p = 0,000. Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat dikatakan bahwa hubungan antara variabel kepercayaan diri dan pola asuh mendorong linier karena p < 0,05. B. Uji hipotesis Untuk mengetahui adanya hubungan pola asuh mendorong dan kepercayaan diri maka digunakan uji korelasi dengan menggunakan korelasi product moment dari Pearson dengan menggunakan program komputer SPSS (Statistic Program For Social Science) 12.00 for Windows. Hasil analisis data menunjukkan korelasi antara variabel pola asuh mendorong dan kepercayaan diri nilai r = 0,419 dengan p = 0,000 (p < 0,01). Hal ini berarti menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara pola asuh mendorong dan tingkat kepercayaan diri remaja, semakin mendorong pola asuh
10
yang diterima, semakin tinggi pula tingkat kepercayaan diri yang dimiliki seseorang, sehingga hipotesis yang diajukan diterima. C. Pembahasan Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara pola asuh orang tua Jawa dengan tingkat kepercayaan diri remaja. Semakin baik pola asuh orang tua akan semakin tinggi tingkat kepercayaan diri, sebaliknya semakin tidak jelek pola asuh orang tua maka semakin rendah tingkat kepercayaan diri. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0,419 dengan nilai p = 0,000 (p < 0,01). Adanya korelasi tersebut membuktikan bahwa pola asuh mengambil peran penting dalam perkembangan dan pembentukan pribadi seorang anak. Aspek-aspek pola asuh yang mendorong seperti, membelokkan dari tujuan yang tidak diinginkan, menunda kebutuhan sesaat, mengajarkan kesopanan dan kepatuhan, serta memberi perintah yang terperinci tanpa emosional, dan memberi hadiah merupakan aspek yang paling banyak memberikan kontribusi terbentuknya kepercayaan diri pada anak. Sikap orang tua yang menunjukkan kasih, perhatian, penerimaan, cinta dan kasih sayang serta kelekatan emosional yang tulus dengan anak, akan membangkitkan rasa percaya diri pada anak tersebut. Agar anak dapat berkembang dengan baik maka orang tua dalam mendidik anak-anaknya perlu menerapkan pola asuh yang tepat, baik dan sesuai. Pola asuh orang tua merupakan cerminan interaksi antara orang tua dengan anaknya dapat terwujud. Dalam pengasuhan keluarga Jawa, orang tua Jawa selalu menginginkan anak-anak mereka untuk menjadi orang yang njawani. Dalam Istilah bahasa Jawa
11
orang njawani adalah orang yang matang secara pribadi, tahu bagaimana bersikap dan berperilaku terhadap orang lain. Dengan begitu bahwa remaja yang njawani adalah sosok remaja yang penuh tanggung jawab, mampu membawa diri di depan orang lain, dan tentunya percaya diri. Melihat hasil penelitian ini bahwa pola asuh mendorong orang tua Jawa berpengaruh terhadap kepercayaan diri, sehingga dapat dikatakan bahwa pola asuh mendorong orang tua Jawa merupakan pola asuh yang tepat dan mampu mendorong anak untuk menjadi pribadi yang njawani seperti yang diharapkan oleh para orang tua Jawa. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Baumrind (dalam Handayani, 2001) bahwa pola asuh orang tua mempengaruhi tumbuhnya kepercayaan diri pada diri seseorang. Semakin baik pola asuh orang tua yang diterapkan maka akan semakin tinggi tingkat kepercayaan diri pada diri seseorang, begitu sebaliknya semakin jelek pola asuh orang tua maka akan semakin rendah tingkat kepercayaan diri pada diri seseorang. Mouly (dalam Idrus, 2004) menyatakan bahwa pengasuhan orang tua sangat penting peranannya dalam pengembangan kepribadian. Sementara itu penelitian Dewi (2004) juga membuktikan bahwa pola asuh demokratis mempunyai hubungan positif yang sangat signifikan
dengan tingkat kepercayaan diri remaja, yaitu
semakin demokratis pola asuh orang tua maka semakin tinggi tingkat kepercayaan diri yang dimiliki seseorang. Sumbangan efektif pola asuh terhadap kepercayaan diri adalah sebesar 17,5 %, hal ini menunjukkan bahwa pola asuh orang tua bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri pada seseorang. Adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepercayaan diri, seperti pendidikan, keadaan atau
12
penampilan fisik, lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat), kepribadian, jenis kelamin, serta keadaan ekonomi yang mampu memberikan kontribusi dalam membentuk pribadi yang percaya diri pada diri seseorang. Penelitian sebelumya menunjukkan bahwa faktor lingkungan dan interaksi teman berpengaruh terhadap kepercayaan diri remaja. Pernyataan ini sejalan dengan penelitian Martani dan Adiyanti (dalam Djuwarijah, 2002) menyimpulkan bahwa faktor kondisi serta keadaan sekolah mempunyai peranan yang besar terhadap pembentukan kepercayaan diri remaja. Kebanggaan terhadap sekolah yang berprestasi baik dalam bidang akademik maupun non akademik akan mengakibatkan sikap yang positif dan menimbulkan kepercayaan diri pada remaja. Hasil penelitian Afiatin dkk (dalam Martaniah dan Afiatin, 1998) menunjukkan bahwa siswa remaja yang mengalami masalah berkaitan dengan kepercayaan diri lebih sering mengungkapkan masalahnya kepada teman sekolahnya dari pada kepada orang tua, guru atau warga masyarakat sekitar lainnya. Teman sekolah merupakan sarana perubahan untuk mendapatkan solusi terhadap masalahnya, mereka juga mengatakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sarana untuk evaluasi diri serta mendapatkan dukungan sosial. Pendapat Fulgini, dkk (dalam Idrus, 2004), menyatakan bahwa pengaruh teman sebaya meningkat terhadap anak saat mereka memasuki masa transisi remaja. Garbarino dan Benn (dalam Idrus, 2004) menyatakan bahwa teman sebaya memainkan peranan penting dalam pembentukan identitas seseorang. Sementara itu hasil penelitian Idrus (2004) juga membuktikan bahwa dalam proses pencarian jati diri, remaja cenderung lebih dekat kepada teman sebaya atau teman sepermainan mereka. Dari pendapat pakar di atas, interaksi antar teman
13
sebaya dalam kehidupan seseorang mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan kehidupannya, termasuk perkembangan pribadi pada diri seseorang, salah satunya adalah membentuk pribadi yang percaya diri. Selain itu penerimaan kelompok pada remaja dapat menumbuhkan sikap yang percaya diri, dari pada mereka yang diabaikan dan ditolak oleh teman kelompoknya. Mussen (dalam Idrus, 2004), menyatakan bahwa remaja yang diterima oleh kelompoknya memiliki sifat toleran, luwes energik, riang, memiliki rasa humor, bertingkah sewajarnya, antusias, mendorong dan merencanakan aktifitas kelompoknya. Untuk remaja yang diabaikan atau ditolak oleh kelompoknya memiliki karakteristik yang hampir sama, seperti kurang percaya diri, cenderung bereaksi kasar atau agresif, mencari-cari perhatian, egois, tidak mau menerima kondisi orang lain dan berpusat selalu pada diri. V. Penutup A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diberikan pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara pola asuh mendorong orang tua Jawa dengan tingkat kepercayaan diri remaja, artinya semakin mendorong pola asuh orang tua maka semakin tinggi tingkat kepercayaan diri remaja dan sebaliknya semakin tidak mendorong pola asuh orang tua semakin rendah tingkat kepercayaan diri remaja. B. Saran 1. Saran bagi orang tua Diharapkan para orang tua lebih memperhatikan dan mengevaluasi aspekaspek pola asuh yang telah diterapkan selama ini dalam mendidik anak. Pola asuh
14
yang bersifat mendorong sebaiknya ditingkatkan agar dapat membentuk tingkat kepercayaan
diri
yang
tinggi
pada
diri
seorang
anak
sesuai
dengan
perkembangannya. 2. Saran bagi peneliti selanjutnya Bagi para peneliti selanjutnya yang tertarik dengan bahasan yang sama, disarankan untuk menggunakan variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi kepercayaan diri, seperti penampilan fisik, pendidikan, jenis kelamin maupun status sosial. Namun apabila tertarik menggunakan judul yang sama, disarankan untuk menambah variasi dengan membedakan tempat tinggal subjek, yaitu membedakan kepercayaan diri pada orang Jawa yang tinggal atau menetap di kota dan orang Jawa yang tinggal atau menetap di desa, atau mungkin membedakan kepercayaan diri antar etnis yang lain. Selain
itu
perlu
dilakukan
pemilihan
subjek
penelitian
dengan
memperhatikan penguasaan bahasa Jawa pada diri subjek, karena penguasaan bahasa Jawa ini sangat diperlukan ketika pengisian angket, sehingga tidak terjadi kesalahan pengisian alat ukur dan menghindari pengisian alat ukur secara sembarang atau asal-asalan pada subjek penelitian. Jenjang pendidikan yang ditempuh oleh subjek penelitian juga perlu untuk diperhatikan, karena perbedaan jenjang pendidikan tersebut akan menyebabkan simpulan yang berbeda pula. Pemilihan tempat tinggal subjek penelitian juga sangat diperlukan, karena diketahui bahwa dalam budaya Jawa ada sedikit perbedaan perlakuan terhadap anak-anak mereka antara orang tua Jawa yang tinggal di desa dan orang tua Jawa yang tinggal di kota. 3. Saran bagi sekolah
15
Bagi sekolah yang menjadi subjek dalam penelitian ini diharapkan lebih meningkatkan lagi kualitas belajar mengajar untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan menambah jumlah prestasi siswa dalam bidang akademik maupun non akademik, agar kepercayaan diri siswa yang sudah terbentuk tidak mudah pudar dengan sendirinya. Selain itu juga perlu meningkatkan motivasi siswa dalam berkompetisi, yang di dalamnya termasuk motivasi belajar dan motivasi untuk mengembangkan diri dengan mengadakan training motivasi pada siswa atau mengadakan aktivitas out bond sehingga siswa dapat belajar sambil bermain sesuai yang dikehendakinya, yang akhirnya dapat meningkatkan semangat belajar para siswa.
Daftar Pustaka Azwar, S. 2003. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Afiatin, T., & Martinah, S. M., 1998. Peningkatan Kepercayaan Diri Remaja Melalui Konseling Kelompok. Jurnal Psikologika, No. 6 / 67-79. Aken, C., at all. 2007. Parental Personality, Parenting and Toddlers Externalising Behaviours. Euripan Journal of Personality, 21: 9931015/www.ebscohost.com/25/08/08. Casmini. 2002. Pola Asuh Orang Tua Ditinjau Dari Penghayatan Ayat-ayat Al-Quran & Hadist Yang Bernuansa Pendidikan, Jenis Kelamin, dan Latar Belakang Pendidikan. Tesis. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Davies, P. 2004. Meningkatkan Rasa Pasaribu.Yogyakarta: Torent Books.
Percaya
Diri.
Alih
Bahasa
Saut
Dewi, P. E. 2004. Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Dengan Tingkat Kepercayaan Diri Remaja. Skripsi. Yogyakarta. Universitas Islam Indonesia. Djuwarijah. 2002. Penignkatan Kepercayaan Diri Remaja Melalui Konseling Kelompok. Laporan Penelitian. Yogyakarta: FIAI Universitas Islam Indonesia. Geertz, H. 1983. Keluarga Jawa. Jakarta: Grafiti Pers.
16
Hakim, T. 2002. Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Jakarta: Puspa Swara. Hamner, T. J., & Turner, P. H., 1996. Parenting in Contemporary Society. Third Edition. Boston: Allyn & Bacon. Handayani, A. 2001. Hubungan Pola Asuh Demokratis Orang Tua dalam Masalah Sexualitas pada Remaja. Skripsi. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada. Hildingh, C.,& Luepker, R. V.,& Baigi, A.,& Lidell, E. 2006. Stress, Health Complaints And Self Confidence: A Comparison Beetwen Young Adult Women in Swedenn And USA. Scand J Caring Sci, 20, 202-208/ www.ebscohost.com./25/08/08. Hetherington, E. M., & Parke, R. D., 1986. Child Psychology A Contemporary Viewpoint. Fourth Edition. Tokyo: Mc Graw-Hill.
Hurlock, E. B. 1973. Adolscent Development 4th Ed. Tokyo: Mc Graw-Hill. Hurlock, E. B. 1996. Developmental Psychology. Alih Bahasa Istiwidayanti dan Soedjarwo. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Lauster, P. 1990. Personality Test. Alih Bahasa D.H. Gulo. Jakarta: Bumi Aksara. Idrus, M. 2007. Metode Penelitian Ilmu-ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: UII Press. Idrus, M. 2004. Kepercayaan Eksistensial Remaja Jawa. Disertasi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Istriati, I. 1999. Perbedaan Perilaku Seksual Pada Remaja Ditinjau dari Pola Asuh Orang Tua. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Karma, N. 2002. Hubungan Antara Pola Pengasuhan Orang Tua Dan Otonomi Remaja. Jurnal Psikologi Vol. 9/No.1/45-59 Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: PN Balai Pustaka. Mahmud, 2003. Hubungan Antara Gaya Pengasuhan Orang Tua Dengan Tingkah Laku Prososial Anak. Jurnal Psikologi Vol.11/ No.1/ 1-9 Noegroho, T. AJ. 1994. Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Prestasi Terbang Siawa Sekolah Penerbangan TNI AU di Yogyakarta: Skripsi. Fakultas Psikologi Gajah Mada Yogyakarta. Paramita, D. 2003. Kemampuan Kerja Sama Ditinjau Dari Kepercayaan Diri Dan Kepercayaan Terhadap Orang Lain Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam Idonesia.
17
Prasetyo, B., & Jannah, L. M., 2005. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Purbasari, N. A. 2007. 8 Cara Melepas Kelekatan Anak. http://www.bandungadvertiser.com/main.php?screen=tips&id=2&arcc=56&P HPSESSID=dd3edd6f3c95555619ecaa492df61ba.04/8/2007. Purnamasari, L. D. & Retnowati, S. 2005. Perbedaan Harga Diri Remaja Ditinjau Dari Status Keluarga Bercerai & Keluarga Yang Tidak Bercerai. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. Rahmania, H. N & Putra, B. A. 2006. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Asuh Otoriter Orang Tua Dengan Kecenderungan Pemalu (Shyness) Pada Remaja Awal. INSAN Vol.8/ No.5/ 211-219 Setiawati, L. 1987. Peran Pola Asuh Orang Tua Terhadap Konsep Diri Remaja Awal di Yogyakarta. Tesis: Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Tanel, Z.,& Erol, M. 2007. Influence of Cooperative Learning Techniques on Student Self Confidence and Factors Affecting Learning Physics. American Institute of Physics, 978-0-7354-0404-5/07. www.ebscohost.com./25/08/08. Tedjasaputra, M. S. 2007. All http://www.sahabatnestle.co.id/HOMEV2/main/duniadancow/parenting_asp.30/8/2007.
About
Prenting.
Wahyuningrum, A. 2006. Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Kepercayaan Diri Pada Remaja Penyandang Cacat Tubuh. Skripsi. Yogyakarta. Universitas Islam Indonesia. Widayanti, S. Y & Iryani, S. W. 2005. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kenakalan Anak. Jurnal PKS Vol. IV No.13 / 30-41. Winarto, 1990. Hubungan antara Pola Asuh Demokratis dengan Kepribadian Wiraswasta pada Remaja. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Yulianto, F. & Nashori, F. 2006. Kepercayaan Diri Dan Prestasi Atlet Tae Kwon Do Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Psikologi Universitas Diponegara Vol. 3 No.1 / 55-62. Yusni. M. 2002. Hubungan Kepercayaan Diri Dengan Prestasi Kerja Pada Perawat. Skripsi. Yogyakarta. Universitas Islam Indonesia. Yusworini, M & Afiatin, M. 2007. Perbedaan Kepercayaan Diri Remaja Panti Asuhan Yatim Piatu. Skripsi. Yogyakarta. Universitas Islam Indonesia.
18
Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd, lahir di Purworejo, 23 Agustus 1965, Menyelesaikan S1 Manajemen Pendidikan (IKIP Yogyakarta, 1991) & Psikologi (Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, 2007), S2 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (IKIP Yogyakarta, 1998, dan S3 Psikologi (Konsentrasi Psikologi Pendidikan, UGM 2004). Saat ini sebagai dosen Prodi Pendidikan Agama Islam FIAI UII. Selain itu juga saat ini menjadi anggota Tim Adhoc Pengembangan Instrumen Buku Pendidikan Agama di Badan Standar Nasional Pendidikan. Beberapa pengalaman kerja dengan BSNP antara lain sebagai Tim AdHoc Pengembangan Panduan Penilaian Pendidikan Kesetaraan (Maret-Oktober 2008), Tim Ahli Panduan Penilaian Pendidikan Kesetaraan dan Panduan Pengendalian Mutu Soal Ujian Nasional, anggota Tim AdHoc Standar Penilaian Pendidikan, Anggota Tim AdHoc Standar Pemantauan, Local Consultand, dan Staff sekretaria Penyelenggara Ujian Nasional tahun 2006/2007
Anas Rohmiati, S.Psi. Alumni Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII Yogyakarta. Saat ini aktif sebagai peneliti.
19