HUBUNGAN KECERDASAN ANAK DENGAN KONDISI CUACA SELAMA PERIODE KEHAMILAN Studi Kasus: SD Labschool UPI Bandung dan SD Islam Al Azhar 1 Jakarta
WILLUTAMA
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Kecerdasan Anak dengan Cuaca selama Periode Kehamilan (Studi Kasus: SD Labschool UPI Bandung dan SD Islam Al Azhar 1 Jakarta) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2016
Willutama NIM G24110013
ABSTRAK WILLUTAMA. Hubungan Kecerdasan Anak dengan Cuaca selama Periode Kehamilan (Studi Kasus: SD Labschool UPI Bandung dan SD Islam Al Azhar 1 Jakarta). Dibimbing oleh RINI HIDAYATI. Suhu berpengaruh terhadap fisiologi tubuh manusia dengan memberikan stimulus pada waktu konsepsi atau 3 bulan kemudian. Stimulus yang terjadi dapat berpengaruh terhadap intelegensi. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pengaruh cuaca selama periode kehamilan terhadap kecerdasan anak (intelegensi) siswa SD. Data yang digunakan adalah data nilai IQ dan data parameter-parameter iklim. Penelitian dilakukan dengan melihat sebaran statistik data IQ musiman (DJF, MAM, JJA, SON), menganalisis keeratan hubungan antara suhu udara dan curah hujan dengan nilai IQ, dan melihat tren hubungan antara unsur-unsur cuaca dan skor IQ. Hasil sebaran statistik menunjukkan siswa di SD Islam Al Azhar 1 Jakarta memiliki skor IQ yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa di SD Labschool UPI Bandung. Skor IQ rata-rata terendah dalam periode musiman, dan 10% skor IQ terendah didapatkan pada periode kelahiran musim MAM. Skor IQ 5% tertinggi, di kedua lokasi didapatkan pada periode musim JJA, yang menggambarkan bahwa kelompok dengan IQ tertinggi didapati pada siswa yang lahir di periode musim JJA. Hasil analisis korelasi menunjukkan korelasi nyata antara beberapa unsur cuaca dengan IQ, terutama suhu minimum rata-rata, bukan pada periode 3 bulan kehamilan tetapi dalam periode 9 bulan masa kehamilan. Akan tetapi unsur-unsur cuaca saja belum memadai untuk menggambarkan keragaman nilai skor IQ di kedua lokasi penelitian. Selain suhu minimum ratarata, intensitas hujan juga memiliki korelasi negatif di Bandung, jika suhu minimum rata-rata dan intensitas hujan tinggi maka skor IQ rendah. Kata kunci: intelegensi, kehamilan, periode kehamilan, suhu udara
ABSTRACT WILLUTAMA. The Correlation between Children's Intelligence with the Weather during the Period of Pregnancy (case studies: Primary School of Labschool UPI Bandung and Al Azhar Islamic Primary School 1 Jakarta). Supervised by RINI HIDAYATI. Temperature influence on human’s physiology by giving stimulus at conception period or 3 months later. The stimulus that occurs can affect the intelligence. The research aims to identify influence of climate during pregnancy on the intelligence of students. The data used are IQ scores and climate data. Research was done by looking at the distribution of seasonal IQ data statistics (DJF, MAM, JJA, SON), analyzing the relationship between air temperature as well as rainfall with IQ scores and looking at the trend of the relationship between the elements of the weather and the IQ scores. The result of statistic distribution analysis shows that students at Al Azhar Islamic primary school 1 Jakarta have higher IQ score compared to students at primary school of Labschool UPI
Bandung. The lower average IQ scores on the period of season, and the lowest 10% of IQ scores was obtained during the birth period of MAM season. The highest 5% of IQ scores at both locations was obtained during the JJA period of season, illustrates that the group with the highest IQ was found on a student who was born in the period season of JJA. Result of correlation analysis shows the significant correlation of some weather elements with IQ, especially the average minimum temperature, not on the 3 months period of pregnancy but in 9 months period of pregnancy. However, using only weather elements isn't adequate to illustrate the variance of the IQ scores value at both research locations. In addition to the minimum average temperature, rainfall intensity also has negative correlation in Bandung, if the minimum average temperature and rainfall intensity is high then IQ score will be low. Keyword: air temperature, birth period, intelligence, pregnancy
HUBUNGAN KECERDASAN ANAK DENGAN KONDISI CUACA SELAMA PERIODE KEHAMILAN Studi Kasus: SD Labschool UPI Bandung dan SD Islam Al Azhar 1 Jakarta
WILLUTAMA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Mayor Meteorologi Terapan
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah biometeorologi, dengan judul Hubungan Kecerdasan Anak dengan Cuaca selama Periode Kehamilan (Studi Kasus: SD Labschool UPI Bandung dan SD Islam Al Azhar 1 Jakarta). Penulis menyadari bahwa penelitian dan tulisan ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan, bantuan, dan do’a dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada: 1. Ibu Dr Ir Rini Hidayati, MS selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberi bimbingan, masukan, saran, dan dukungan selama proses penyelesaian penulisan skripsi. 2. Ibu Dra Psi Tynsusi Nurhidayati selaku psikolog yang telah memberi dukungan, saran, pengetahuan mengenai kecerdasan anak, dan menyediakan data penelitian penulis. 3. Orang tua penulis, Bapak Handoyo Wahyu Edy dan Ibu Mamik Susiani, serta adik, Willuyoga dan seluruh keluarga, atas segala doa, kasih sayang yang tak terhingga, dukungan, motivasi, dan materinya kepada penulis. 4. Bapak dan Ibu staf SD Labschool UPI Bandung dan SD Islam Al-Azhar 1 Jakarta, yang telah membantu dalam penyediaan data. 5. Isnaeni Sumaryati, Afni Mutia Ahdiyati, Irma Herzegovina, Lucy Pertiwi, Ayuvira Resani, Reffi Maureza, Siti Sya’diah, Fitri Hasanah, Pungky Alim, Ita Amalia, Sulviana Widuri, Prahditiya Riskiyanto, Ikrom Mustofa, Aditya Setiadi, Ridwan Faisal, Rizki Taufik sebagai teman-teman yang mendukung, memberi motivasi, dan selalu ada untuk memberikan semangat kepada penulis. Yunita Enggar Prastiwi sebagai teman Statistika 48 yang telah membantu dalam intrepretasi data statistik. Rizka Sari, Ilham Bagus, Saputra M Ilham, sebagai teman-teman yang telah membantu dalam pengumpulan data. Sabrinawati, Winda Asri, Nurmala Fitri, Rahmita, Dara Kartika selaku teman-teman kosan yang selalu menyemangati dan berbagi keluh kesah. 6. Teman-teman Laboratorium Klimatologi, GFM 48, seluruh keluarga besar Departemen Geofisika dan Meteorologi, teman-teman OMI 2014 & 2015 (Rizal Edwin, Syifa Fauziah, Iman Darmawan, Reza Herly, dll) APRO BEM KM IPB 2014 sebagai teman dan keluarga yang berbagi suka dan duka selama proses penulisan skripsi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan.
Bogor, Januari 2016
Willutama
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Sebaran Statistik Nilai Intelligence Quotient (IQ) Pengaruh Nyata parameter-parameter cuaca terhadap nilai Intelligence Quotient (IQ) Hubungan Thermal Heat Unit (THU) dengan Intelligence Quotient (IQ) SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vii vii 1 1 2 2 2 3 3 3 3 5 5 6 9 11 13 13 13 13 15 21
DAFTAR TABEL 1 Rata-rata skor IQ dan peluang terlampaui dari skor IQ musiman menurut tanggal lahir di Kota Bandung dan Jakarta 2 Parameter-parameter yang berpengaruh nyata terhadap IQ di Kota Bandung dan Jakarta 3 Rata-rata Thermal Heat Unit dan Koefisien Korelasi
8 9 11
DAFTAR GAMBAR 1 Grafik rata-rata suhu udara, suhu maksimum rata-rata, suhu minimum ratarata, dan curah hujan di (a) Kota Bandung dan (b) Jakarta pada periode tahun 2004-2008 6 2 Grafik nilai akumulasi peluang IQ musiman di Kota Bandung menurut distribusi Weibull 7 3 Grafik nilai akumulasi peluang IQ musiman di Jakarta menurut distribusi Weibull 7 4 Plot Interval IQ Musiman di (a) Kota Bandung dan (b) Jakarta 8 5 Tren hubungan antara suhu minimum rata-rata pada 9 bulan periode prakiraan kehamilan dengan Intelligence Quotient (IQ) di Kota Bandung 10 6 Tren hubungan antara suhu minimum rata-rata pada 9 bulan periode prakiraan kehamilan dengan Intelligence Quotient (IQ) di Jakarta 10 7 Hubungan Thermal Heat Unit (THU) suhu dasar 10 ºC dengan IQ pada usia 3 bulan awal kehamilan di (a) Kota Bandung dan (b) Jakarta 11
DAFTAR LAMPIRAN 1 Grafik probability plot musiman di Kota Bandung menurut distribusi Normal 2 Grafik probability plot musiman di Jakarta menurut distribusi Normal 3 Grafik nilai akumulasi peluang IQ musiman di Kota Bandung menurut distribusi Gamma 4 Grafik probability plot musiman di Jakarta dengan distribusi Gamma 5 Hubungan Thermal Heat Unit (THU) dengan IQ (a) pada suhu dasar -3 ºC dengan usia 3 BK di Kota Bandung dan (b) pada suhu dasar -3 ºC dengan usia 3 BK Jakarta (c) pada suhu dasar 10 ºC dengan usia 6 BK di Kota Bandung (d) pada suhu dasar -3 ºC dengan usia 6 BK di Kota Bandung (e) pada suhu dasar 10 ºC dengan usia 9 BK di Kota Bandung (f) pada suhu dasar -3 ºC dengan usia 9 BK di Kota Bandung (g) pada suhu dasar 10 ºC dengan usia 6 BK di Jakarta (d) pada suhu dasar -3 ºC dengan usia 6 BK di Jakarta (i) pada suhu dasar 10 ºC dengan usia 9 BK di Jakarta (j) pada suhu dasar -3 ºC dengan usia 9 BK di Jakarta 6 Tabel koefisien korelasi dan nilai p-value parameter cuaca di Kota Bandung 7 Tabel koefisien korelasi dan nilai p-value parameter cuaca di Jakarta
15 15 16 16
17 19
20
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Cuaca merupakan salah satu faktor penting bagi kehidupan manusia. Unsurunsur meteorologi yang banyak berpengaruh pada manusia adalah unsur termal atau bahang. Unsur bahang meliputi unsur-unsur suhu, kelembaban udara, gerakan udara (angin), dan radiasi. Suhu berpengaruh terhadap proses-proses fisiologi pada tubuh manusia khususnya pada saat kehamilan, baik pada saat pembentukan janin maupun setelah bayi dilahirkan. Tromp (1980) berpendapat bahwa teori endogen merupakan teori yang menyatakan cuaca dan iklim berpengaruh pada waktu sebelum kelahiran atau selama masa kehamilan. Ahli fisiologi berpendapat bahwa dua waktu yang penting dalam perkembangan embrio dimana faktor meteorologi memberi stimulus atau rangsangan yang mungkin berpengaruh pada fungsi dan perkembangan fisiologi embrio adalah waktu konsepsi (pembuahan) dan tiga bulan kemudian, saat lapisan pada otak (cerrebral cortex) terorganisir dan sistem syaraf terbentuk. Stimulus atau rangsangan yang mungkin terjadi pada waktu konsepsi dan tiga bulan kemudian dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental. Perkembangan mental dapat dikelompokkan kedalam tiga masalah, yaitu pengaruh terhadap kepribadian, pengaruh terhadap tingkah laku, dan pengaruh terhadap intelegensi, atau yang sering disebut dengan kecerdasan. Hal tersebut diperkuat oleh Tasyono (2004) yang menyatakan bahwa perkembangan mental dan emosi manusia dipengaruhi oleh keadaan cuaca dan iklim. Intelegensi menurut Reber (1985) adalah kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat, sedangkan intelegensi menurut David Wechsler (dalam Azwar, 2004) adalah kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berfikir secara rasional serta menghadapi lingkungannya dengan efektif. William Stern (dalam Arsyad 2014) berpendapat bahwa intelegensi sebagian besar tergantung dengan dasar dan turunan, pendidikan atau lingkungan seperti lingkungan hidup, lingkungan emosi, dan cuaca tidak banyak berpengaruh pada intelegensi seseorang. Dalam teori-teori tentang inteligensi, banyak ahli yang menyatakan adanya faktor-faktor tertentu yang menentukan tingkat inteligensi, tetapi faktor-faktor tersebut sampai saat ini belum ada kesepakatan di antara para ahli itu sendiri (Ngalim 2002). Oleh karena itu, masih perlu kajian faktor-faktor yang berpengaruh pada intelegensi. Salah satunya dari faktor lingkungan, yaitu cuaca atau iklim menarik untuk dipelajari apakah memiliki pengaruh dan seberapa besar pengaruh tersebut terhadap intelegensi manusia. Studi pertama kali dilakukan pada tahun 1921 dengan serius mengenai hubungan bulan kelahiran dengan tingkat intelegensi. Fairgrieve (dalam Tromp 1980) menemukan bahwa anak yang lahir pada akhir musim semi pada bulan Mei hingga awal musim panas pada bulan Juni di belahan bumi utara (BBU) menunjukkan nilai tes intelegensi lebih rendah dibandingkan dengan anak yang lahir pada akhir musim gugur pada bulan November hingga awal musim dingin pada bulan Desember di BBU. Melihat bagaimana pengaruh cuaca terhadap intelegensi pada orang yang tinggal di daerah lintang utara dengan perbedaan
2
suhu yang tinggi antara musim panas yang bersuhu tinggi dan musim dingin yang bersuhu rendah dapat dikatakan bahwa kelangsungan hidup di daerah tropis dengan fluktuasi suhu rata-rata harian sepanjang tahun yang relatif konstan menimbulkan tantangan khusus yang membutuhkan intelegensi (Sternberg et al 2005). Penelitian perlu juga dilakukan di negara tropis untuk melihat bagaimana pengaruh cuaca terhadap intelegensi. Penelitian dilakukan atas dasar tanggal kelahiran, bukan atas dasar tanggal konsepsi (pembuahan), karena tanggal konsepsi maupun tiga bulan kemudian adalah tanggal-tanggal yang hanya dapat diperkirakan dan tidak dapat diketahui dengan pasti seperti tanggal kelahiran. Keadaan cuaca dan iklim ditinjau pada keadaan 9 bulan atau 6 bulan sebelum kelahiran. Dengan begitu, bila memang benar cuaca memiliki pengaruh nyata pada intelegensi di daerah tropis, diharapkan hasil penelitian dapat memberikan informasi mengenai perlunya tindakan preventif yang menyangkut upaya adaptasi cuaca/iklim guna mencegah penurunan intelegensi dan gangguan mental pada bayi dalam kandungan oleh efek negatif dari cekaman iklim.
Perumusan Masalah Cuaca dan iklim sangat penting bagi kehidupan manusia. Unsur cuaca berupa suhu sangat berpengaruh terhadap fisiologis manusia baik ketika dalam masa perkembangan janin maupun ketika sudah dilahirkan. Suhu ekstrim dapat mempengaruhi ekskresi hormon Ibu yang sedang mengandung, sehingga hormon yang mendukung perkembangan bayi yang dikandung juga ikut terpengaruh. Diduga ada kondisi dimana cekaman suhu tinggi dan rendah dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan anak (intelegensi). Oleh karena itu perlu adanya kajian mengenai pengaruh cekaman suhu tinggi dan rendah pada masa perkembangan janin di dalam kandungan Ibu. Identifikasi dilakukan dengan mengetahui hasil tes IQ (Intelegence Quotient) dari anak yang diteliti dan hubungannya dengan waktu dan tempat kelahiran anak lahir. Dari hasil penelitian tersebut diharapkan, dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan tindakan preventif yang menyangkut upaya adaptasi cuaca/iklim guna mencegah penurunan intelegensi dan gangguan mental terhadap bayi yang dikandung oleh efek negatif dari cekaman iklim.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh cuaca selama kehamilan ibu terhadap kecerdasan anak (intelegensi) siswa SD.
Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk pengembangan ilmu Meteorologi Terapan, khususnya dalam penerapannya pada bidang Biometeorologi, serta dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian-penelitian
3
tentang cuaca/iklim pengaruhnya terhadap manusia dalam hal intelegensi dan personaliti. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh para praktisi kesehatan dan petugas yang berwenang untuk memberi penyuluhan kepada Ibu hamil untuk melakukan tindakan preventif yang menyangkut upaya adaptasi cuaca/iklim guna mencegah penurunan intelegensi dan gangguan mental terhadap bayi yang dikandung jika kehamilannya melewati musim atau kondisi cuaca ekstrim.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juni 2015 di Laboratorium Klimatologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor dan pengambilan data hasil test IQ (Intelligence Quotient) pada siswa SD Labschool UPI Bandung dan SD Islam Al Azhar 1 Jakarta.
Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah software Minitab 14.0, Microsoft office dan laptop/PC. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data skor IQ (Intelligence Quotient) siswa kelas 2-3 SD tahun ajaran 2013-2014 dan 2014-2015 yang didapatkan dari SD Labschool UPI Bandung dan SD Islam Al Azhar 1 Jakarta, data iklim stasiun Badan Geofisika Meteorologi (BMG) Bandung dan stasiun Pondok Betung, Jakarta Selatan yang bersumber dari data online Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) (sumber: http://dataonline.bmkg) periode tahun 2003-2008, dan data dari Climate Hazard InfraRed Precipitation with Station data (CHIRPS) (sumber: iridl.ldeo.columbia.edu/SORCES/.UCBS/CHIRPS) stasiun BMG Lembang dan stasiun Husein Sastranegara Bandung sebagai stasiun pembanding untuk mengisi data yang hilang dari stasiun BMG Bandung.
Prosedur Analisis Data Analisis pertama yang dilakukan adalah menguji model distribusi yang dapat menggambarkan sebaran nilai data. Data yang digunakan adalah data IQ dari siswa kelas 2 dan 3 SD. Dalam standar skor IQ yang dikelompokkan berdasarkan usia, untuk mengukur taraf kecerdasan anak usia 5-15 tahun dilakukan tes menggunakan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) oleh psikolog. Data yang dianalisis adalah data sekunder skor IQ berdasarkan tes tersebut. Karena beda usia tidak nyata antara kelas 2 dan kelas 3, dan jumlah kelas 3 hanya sedikit yaitu, 8 siswa dari 259 data yang digunakan, maka analisis tidak memisahkan antar kelas. Data IQ dikelompokkan terlebih dahulu menurut tanggal
4
lahir pada variasi 3 bulanan, yaitu DJF (Desember-Januari-Februari), MAM (Maret-April-Mei), JJA (Juni-Juli-Agustus), dan SON (September-OktoberNovember). Dalam penelitian ini, untuk mencari sebaran yang sesuai dilakukan dengan menganalisis grafik probability plot dan untuk mengetahui rentang data tersebut digunakan interval plot dengan menggunakan program minitab 14.0. Probability plot digunakan untuk mengetahui nilai IQ pada tingkat peluang terlampaui 90%, 75%, 10%, dan 5% dari sebaran nilai menurut distribusi peluang teoritis yang sesuai (Chambers et al 1983). Data IQ yang telah dikelompokkan 3 bulanan kemudian di plot ke dalam distribusi statistik yang ada dalam program minitab 14.0. Analisis ini digunakan untuk melihat distribusi yang mewakili sebaran data dengan baik. Selang kepercayaan yang digunakan adalah 95%, sehingga bilamana nilai p-value dalam hasil probability plot lebih besar dari nilai alpha (α=0,05) maka disimpulkan data menyebar sesuai dengan sebaran teoritik tersebut (Siregar 2013). Hipotesis pertama dirumuskan, sebagai berikut: H0 = Data menyebar secara acak H1 = Data menyebar mengikuti sebaran statistik yang diperhitungkan Analisis data dilanjutkan dengan melakukan perhitungan data suhu dan parameter iklim lainnya seperti curah hujan pada periode kehamilan dengan IQ. Dari tanggal kelahiran, dicari prakiraan periode pada 3 bulan kehamilan, 6 bulan kehamilan, dan 9 bulan kehamilan. Asumsi yang digunakan adalah semua siswa lahir setelah 9 bulan kehamilan. Dari selang perkiraan periode tersebut dicari suhu minimum terendah, suhu maksimum tertinggi, suhu minimum rata-rata, suhu maksimum rata-rata, curah hujan, hari hujan, intensitas hujan, dan THU untuk kedua lokasi. Nilai parameter-parameter tersebut diplotkan dengan nilai IQ untuk mengetahui hubungan antar keduanya. Thermal Heat Unit (THU) yang dimaksud adalah akumulasi energi dari tanggal prakiraan 3/6/9 bulan awal kehamilan hingga tanggal lahir. Nilai satuan panas (THU) diperoleh berdasarkan persamaan (WMO 1981): THU = ∑ Keterangan:
THU = Thermal Heat Unit (ºHari) N = Jumlah hari Tb = Suhu dasar (ºC) Trataan= Suhu rata-rata selama periode analisis (ºC)
Nilai Tb yang digunakan adalah 10 ºC dan -3 ºC. Penentuan Tb dengan mengasumsikan berbagai suhu dasar yang memungkinkan ibu dalam kondisi sehat sehingga janin dalam kandungan masih dapat tumbuh dan berkembang dengan sempurna. Nilai tersebut sesuai dengan batasan suhu rata-rata bulan terhangat dan terdingin yang digunakan dari klasifikasi iklim Koppen untuk menunjang kehidupan makhluk hidup (vegetasi). Nilai suhu rataan didapatkan dari rataan suhu rata-rata selama periode kehamilan tertentu (3/6/9 bulan). Sebagai contoh, misalkan anak lahir pada tanggal 26 November 2005, maka nilai suhu rataan 9 bulan periode kehamilannya merupakan rataan suhu rata-rata dari tanggal lahir mundur hingga 1 Maret 2005 (270 hari/9 bulan lalu). Nilai suhu rataan 3 bulan periode kehamilannya merupakan rataan suhu rata-rata dari tanggal 1 Maret 2005 hingga 3 bulan/90 hari kemudian, yaitu pada tanggal 30 Mei 2005. Dan 6 bulan
5
periode kehamilannya didapatkan dari rataan suhu rata-rata dari tanggal 1 Maret 2005 hingga 6 bulan/180 hari kemudian, yaitu pada tanggal 28 Agustus 2005. Analisis korelasi digunakan pada parameter-parameter cuaca baik di Bandung maupun di Jakarta untuk melihat keeratan hubungan peubah acak X (parameter cuaca) dan Y (IQ) dan mengetahui parameter cuaca yang memiliki korelasi nyata terhadap IQ. Koefisien korelasi (r) yang didapat merupakan ukuran keeratan hubungan antara dua peubah acak tersebut. Bila r mendekati +1 atau -1, hubungan parameter cuaca dan iklim dengan nilai IQ sangat kuat atau terdapat korelasi yang nyata diantara keduanya, akan tetapi, bila r mendekati nol, maka hubungan linear antara parameter cuaca dengan IQ sangat lemah atau mungkin tidak ada sama sekali (Walpole 1982). Parameter cuaca dikatakan memiliki pengaruh nyata terhadap IQ jika koefisien korelasi parameter cuaca memiliki nilai uji lebih kecil dari taraf signifikan (α=0,05) yang digunakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada dua lokasi studi, yaitu Kota Bandung sebagai daerah dengan suhu yang lebih rendah dan Kota Jakarta sebagai daerah dengan suhu yang lebih tinggi. Kota Bandung secara geografis terletak pada 107º-43º BT dan 6º00-6º20 LS dengan ketinggian 768 meter di atas permukaan laut. Titik tertinggi Kota Bandung terletak di daerah Utara dengan ketinggian 1050 meter dan titik terendah di sebelah Selatan adalah 675 meter di atas permukaan laut. Wilayah Kota Bandung di bagian Selatan memiliki permukaan tanah yang relatif datar, sedangkan di bagian Utara berbukit-bukit. Karakteristik iklim di Kota Bandung adalah tipe monsoon tropis dengan musim kemarau dari bulan Juli sampai September dan musim hujan dari bulan Oktober sampai Juni (Narulita, 2006). Kondisi topografi yang berupa perbukitan mengakibatkan Kota Bandung memiliki suhu udara yang dikategorikan cukup rendah yaitu berkisar antara 23-28 ºC dengan suhu minimun bisa mencapai 16 ºC dan kelembaban udara 60-80% dengan rata-rata 75%. Rata-rata suhu udara di Kota Bandung selama tahun 2004-2008 berkisar antara 22.9-23.2 ºC dengan suhu udara rata-rata terendah pada bulan Juli yaitu sebesar 22.9 ºC dan puncak suhu udara rata-rata tertinggi pada bulan Oktober yang mencapai 23.9 ºC. Suhu minimum rata-rata sebesar 19.3 ºC dan suhu maksimum rata-rata sebesar 29 ºC. Pola curah hujan bulanan berjenis monsunal dengan bentuk menyerupai huruf V. Jumlah curah hujan rata-rata minimum terjadi pada bulan Agustus sebesar 29 mm dan curah hujan rata-rata maksimum pada bulan Desember sebesar 349 mm. Ratarata curah hujan tahuanan sebesar 2367 mm.
6
400.0
35.0
400.0
350.0
300.0
°C
200.0
20.0
150.0 100.0
15.0
mm
250.0
25.0
350.0
30.0
300.0
25.0
250.0
°C
30.0
200.0
20.0
150.0 15.0
100.0
50.0 10.0
0.0
Jan Mar Mei Jul Sep Nov Curah Hujan Suhu Rata-rata Suhu Minimum Rata-rata Suhu Maksimum Rata-rata
(a)
mm
35.0
10.0
50.0 Jan Mar Mei Jul Sep Nov Curah Hujan Suhu Rata-rata Suhu Minimum Rata-rata Suhu Maksimum Rata-rata
(b)
Gambar 1 Grafik rata-rata suhu udara, suhu maksimum rata-rata, suhu minimum rata- rata, dan curah hujan di (a) Kota Bandung dan (b) Jakarta pada periode tahun 2004-2008. Kota Jakarta, secara geografi terletak antara 106º22’42”-106º58’18” BT 5º19’12”-6º23’54” LS dengan ketinggian 7 mdpl. Berdasarkan keadaan topografinya, Kota Jakarta dikategorikan sebagai daerah datar dan landai. Kondisi topografi tersebut menyebabkan Jakarta termasuk dalam daerah tropis beriklim panas dengan suhu rata-rata per tahun 27 ºC dengan suhu tahunan minimum 22 ºC dan suhu tahunan maksimum mencapai 32 ºC. Rata-rata suhu bulanan kota Jakarta selama tahun 2004-2008 berkisar antara 27-28.6 ºC dengan suhu udara terendah pada bulan Maret dan Desember yaitu sebesar 27 ºC dan puncak suhu tertinggi pada bulan Oktober yang mencapai 28.6 ºC. Suhu minimum rata-rata sebesar 23.8 ºC dan suhu maksimum rata-rata sebesar 33 ºC. Pola curah hujan bulanan di Jakarta sama dengan pola curah hujan di Bandung yang berjenis monsunal dengan jumlah curah hujan rata-rata minimum terjadi pada bulan Agustus sebesar 61 mm dan curah hujan rata-rata maksimum pada bulan Februari sebesar 363 mm. Ratarata curah hujan tahuanan sebesar 2279 mm.
Sebaran Statistik Nilai Intelligence Quotient (IQ) Hasil plot nilai IQ sampel siswa di Bandung berdasarkan sebaran Normal, Gamma, dan Weibull, didapatkan sebaran teoritis yang cocok untuk menggambarkan data bulan DJF adalah sebaran Weibull, sedangka IQ anak yang lahir pada bulan MAM, JJA, dan SON tidak mengikuti salah satu dari ketiga sebaran teoritis tersebut. Di Jakarta sebaran teoritis yang sesuai untuk menggambarkan data bulan MAM dan JJA adalah sebaran Weibull, sedangakan pada bulan DJF dan SON tidak mengikuti salah satu dari ketiga sebaran tersebut.
7
Probability Plot of DJF; MAM; JJA; SON
DJF Shape 13,39 Scale 122,0 N 35 AD 0,445 P-Value >0,250
Weibull - 95% CI
DJF
MAM 90
50
50
10
10
Percent
90
1
80
100 JJA
120
1
140
90
90
50
50
10
10
1
80
100
120
MA M Shape 12,27 Scale 119,3 N 33 AD 1,616 P-Value <0,010
80
1
140
100 SON
80
100
120
120
140
140
JJA Shape Scale N AD P-Value
11,40 123,5 27 0,898 0,020
SON Shape 12,37 Scale 123,4 N 41 AD 1,034 P-Value <0,010
Gambar 2 Grafik nilai akumulasi peluang IQ musiman di Kota Bandung menurut distribusi Weibull. Probability Plot of DJF; MAM; JJA; SON
DJF Shape Scale N AD P-Value
Weibull - 95% CI
Percent
DJF
MAM
90
90
50
50
10
10
1
100
110
120 JJA
130 140
1
90
90
50
50
10
10
1
100
120
140
160
1
19,58 129,3 23 0,933 0,016
MAM Shape 13,50 Scale 129,9 N 31 AD 0,297 P-Value >0,250
80
100
100
120 SON
120
140
140
160
160
JJA Shape 13,80 Scale 131,6 N 33 AD 0,355 P-Value >0,250 SON Shape 13,90 Scale 131,8 N 34 AD 0,957 P-Value 0,014
Gambar 3 Grafik nilai akumulasi peluang IQ musiman di Jakarta menurut distribusi Weibull. Gambar 2, 3, dan lampiran 1, 2, 3, dan 4 menunjukkan bahwa data IQ di Kota Bandung pada bulan MAM, JJA, dan SON serta di Jakarta pada bulan DJF dan SON tidak mengikuti salah satu dari ketiga sebaran yang digunakan, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai p-value lebih kecil dibandingkan taraf nyata 95%
8
yang telah ditentukan. Nilai-nilai dari periode musim yang tidak nyata tersebut diambil satu nilai terbesar dari ketiga distribusi (Normal, Weibull, dan Gamma) yang dianggap sebagai distribusi yang paling dapat menggambarkan data, karena dalam analisis ini memerlukan nilai peluang kejadian. Interval Plot of DJF, MAM, JJA, SON
Interval Plot of DJF, MAM, JJA, SON
95% CI for the Mean
134
134
132
132
130
130
128
128
126
126
124
124
Data
Data
95% CI for the Mean
122 120
122 120
118
118
116
116
114
114
112
112
110
110
DJF
MAM
JJA
DJF
SON
(a)
MAM
JJA
SON
(b)
Gambar 4 Plot Interval IQ musiman di (a) Bandung dan (b) Jakarta Plot interval skor IQ menurut bulan lahir dari kedua wilayah secara statistik tidak menampakkan adanya perbedaan yang mencolok pada setiap periode musimnya di kedua tempat (Gambar 4). Data dari Kota Bandung dan Jakarta memperlihatkan data berasal dari populasi yang berbeda dan didapatkan rata-rata skor IQ di Jakarta lebih besar daripada rata-rata skor IQ di Kota Bandung. Nilai rata-rata IQ di Kota Bandung hanya 116 sedangkan Jakarta jauh lebih tinggi sebesar 126. Jakarta dengan suhu udara lebih tinggi memiliki skor IQ siswa yang diambil sebagai contoh lebih tinggi. Perbedaan IQ ini belum tentu dipengaruhi oleh suhu udara. Banyak faktor eksternal yang lebih berpengaruh terhadap IQ, seperti latar belakang sosial-ekonomi dan lingkungan. Lingkungan sekolah ikut memberikan pengaruh yang lebih tinggi. Rata-rata nilai IQ pada periode musim MAM memperlihatkan rata-rata paling rendah diantara periode musim lain di kedua wilayah dan rata-rata nilai IQ pada periode musim SON merupakan ratarata tertinggi diantara periode musim lain di kedua wilayah, meskipun secara stastistik tidak berbeda nyata (Gambar 4 dan Tabel 1). Tabel 1 Rata-rata skor IQ dan peluang terlampaui dari skor IQ musiman menurut tanggal lahir di Kota Bandung dan Jakarta
Bandung
Jakarta
DJF MAM JJA SON DJF MAM JJA SON
Mean 117 114 118 118 126 125 127 127
90% 103 99 101 103 115 110 113 112
Peluang Terlampaui (%) 75% 10% 111 129 108 128 111 133 114 132 121 135 118 138 119 141 120 140
5% 132 131 136 134 137 141 145 143
9
Tabel 1 menunjukkan nilai peluang terlampaui lebih dari 90%, atau 10% skor IQ terendah sebesar 99 di Bandung dan 110 di Jakarta pada periode musim MAM. Hal tersebut memberikan informasi bahwa perlunya kewaspadaan bagi bayi yang lahir pada periode musim MAM akan pengaruhnya terhadap IQ yang cenderung lebih rendah. Nilai IQ pada peluang terlampaui lebih dari 5% yang menggambarkan 5% IQ tertinggi dalam kelompok tersebut, baik di Kota Bandung maupun di Jakarta didapatkan pada periode musiman JJA. Hal ini menggambarkan bahwa IQ tertinggi dalam kelompok tersebut didapatkan pada siswa yang lahir di periode musim JJA.
Pengaruh Parameter-parameter Cuaca terhadap Intelligence Quotient (IQ) Keeratan hubungan antara cuaca dengan skor IQ diuji dengan analisis korelasi antara skor IQ siswa dengan kondisi iklim pada 3 bulan awal kehamilan, 6 bulan awal kehamilan, dan 9 bulan perkiraan waktu kehamilan. Hasil analisis korelasi disajikan dalam tabel korelasi nyata antara faktor-faktor cuaca dengan IQ. Tabel 2 Parameter-parameter yang berpengaruh nyata terhadap IQ di Kota Bandung dan Jakarta Lokasi Bandung
Jakarta
Variabel Intensitas Hujan (6 BK) Suhu Minimum Rata-rata (9 BK) Suhu Minimun Rata-rata (9 BK) Suhu Minimum (9 BK) Suhu Maksimum (9 BK)
Koefisien Korelasi -0,176 -0,189 -0,202 -0,199 -0,199
P-Value 0,04 0,027 0,027 0,029 0,029
Beberapa parameter cuaca berpengaruh nyata terhadap nilai IQ. Di Kota Bandung, hanya terdapat dua parameter cuaca yang berpengaruh nyata terhadap IQ, yaitu intensitas hujan pada 6 bulan awal kehamilan dan suhu minimum ratarata pada 9 bulan periode prakiraan kehamilan. Keduanya mempunyai korelasi negatif dengan IQ, yang berarti jika intensitas hujan pada 6 bulan kehamilan (BK) dan suhu minimum rata-rata pada 9 bulan periode prakiraan kehamilan tinggi maka nilai IQ bayi yang lahir akan cenderung rendah. Di Jakarta suhu minimun rata-rata pada 9 bulan periode prakiraan kehamilan, suhu minimum pada 9 bulan periode prakiraan kehamilan, dan suhu maksimum pada 9 bulan periode prakiraan kehamilan adalah parameter yang memiliki pengaruh nyata terhadap skor IQ. Ketiganya juga memiliki korelasi negatif, jika suhu minimun rata-rata pada 9 bulan periode prakiraan kehamilan, suhu minimum pada 9 bulan periode prakiraan kehamilan, dan suhu maksimum pada 9 bulan periode prakiraan kehamilan tinggi, maka nilai IQ cenderung rendah. Selain kelima parameter cuaca di kedua lokasi yang memiliki pengaruh nyata terhadap IQ diatas, memiliki nilai r yang mendekati nol dan tidak nyata. Meskipun korelasi kelima unsur cuaca dengan skor IQ tidak dapat diabaikan, tetapi kecilnya nilai koefisien korelasi tersebut memberi informasi bahwa hubungan kelima parameter cuaca tersebut dengan IQ lemah.
10
Intelligence Quptient (IQ)
150 140 130 120 110 100 90 80 18.5
y = -7,9376x + 270,59 19.0
19.5
20.0
20.5
Suhu Minimum Rata-rata (°C)
Gambar 5 Tren hubungan antara suhu minimum rata-rata pada 9 bulan periode prakiraan kehamilan dengan Intelligence Quotient (IQ) di Kota Bandung.
Intelligence Quotient (IQ)
150 140 130 120 110 100 y = -26,641x + 758,53
90 80 23.6
23.7
23.8
23.9
24.0
24.1
Suhu Minimum Rata-rata (°C)
Gambar 6 Tren hubungan antara suhu minimum rata-rata pada 9 bulan periode prakiraan kehamilan dengan Intelligence Quotient (IQ) di Jakarta. Kondisi atmosfer, cuaca, dan iklim beserta perubahannya memberikan pengaruh terhadap manusia. Salah satunya adalah perubahan suhu udara yang akan direspon langsung oleh tubuh manusia. Suhu udara berpengaruh terhadap fisiologis manusia, termasuk diantaranya ketika pembentukan janin pada waktu konsepsi dan usia 3 bulan kemudian. Namun, karena tanggal konsepsi bukanlah tanggal pasti dan hanya berupa tanggal prakiraan, maka penelitian terfokus pada usia 3 sampai 9 bulan periode prakiraan kehamilan. Hasil analisis IQ berdasarkan suhu menunjukkan bahwa suhu minimum rata-rata pada 9 BK baik di Bandung maupun di Jakarta memiliki nilai r berturutturut sebesar -0,189 dan -0,202. Nilai r tersebut kecil, namun nyata secara statistik. Meskipun nyata berpengaruh terhadap IQ, suhu minimum rata-rata belum dapat menjelaskan bentuk hubungan antara cuaca dengan IQ. Hal tersebut kemungkinan besar dikarenakan oleh suhu udara di Kota Bandung yang kurang rendah, dan suhu udara di Jakarta yang kurang tinggi, sehingga belum dapat berfungsi sebagai faktor cekaman atau stres. Pada tahun-tahun sampel dilahirkan dan periode 9 bulan kehamilan, tidak terjadi kondisi suhu atau curah hujan ekstrem, sehingga stimulus atau rangsangan dari suhu udara pada 3 hingga 9 bulan periode prakiraan kehamilan tidak banyak berpengaruh pada fungsi dan perkembangan fisiologi embrio terhadap perkembangan mental, yaitu kecerdasan atau intelegensi (IQ).
11
Curah hujan tidak berpengaruh nyata secara statistik, kecuali intenitas hujan pada periode 6 BK di Kota Bandung (Lampiran 6 dan 7) yang mungkin dapat memberikan pengaruh langsung. Pada kondisi curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi umumnya manusia akan mengurangi aktivitasnya di udara bebas sehingga serapan oksigen akan menjadi rendah. Kurangnya serapan oksigen akan mengakibatkan sirkulasi oksigen yang terlarut dalam darah menjadi rendah dan berdampak pada rendahnya HbO. Zat besi merupakan zat yang menentukan pembentukan HbO. Rendahnya HbO akan terdeteksi sebagai anemia yang akan mengganggu masalah neurologis dan gangguan perilaku seperti aktivitas fisik motorik, interaksi sosial, dan gangguan konsentrasi. Kondisi tersebut dapat membuat anak memiliki nilai kecerdasan intelektual yang lebih rendah (10-15 poin) serta kemampuan belajar yang menurun dibandingkan dengan anak yang sehat atau normal (Kusmiyati et al 2013).
Hubungan THU (Thermal Heat Unit) dengan IQ
150 140 130 120 110 100 90 y = -0,0241x + 174,54 80 2250.0 2300.0 2350.0 2400.0 2450.0 2500.0
THU (ºHari) Tb=10°C
Intelligence Quotient (IQ)
Intelligence Quotient (IQ)
Menggunakan konsep satuan panas, satuan panas dapat dihitung berdasarkan jumlah hari dari 3,6 atau 9 bulan masa kehamilan hingga tanggal kelahiran yang dikalikan dengan selisih antara suhu udara rata-rata dan suhu dasar (Tb). Nilai suhu dasar (Tb) yang digunakan adalah 10 ºC dan -3 ºC yang diasumsikan menjadi suhu lingkungan dimana memungkinkan janin dalam kandungan masih mampu tumbuh dan berkembang dengan normal dan mengikuti batasan suhu iklim hujan (C) dalam pembagian kelas iklim Koppen. 150 140 130 120 110 100 y = -0,0041x + 138,87
90 80 2950.0
3050.0
3150.0
3250.0
3350.0
THU (ºHari) Tb=10°C
(a)
(b)
Gambar 7 Hubungan Thermal Heat Unit (THU) suhu dasar 10 ºC dengan IQ pada usia 3 bulan awal kehamilan di (a) Kota Bandung dan (b) Jakarta. Tabel 3 Rata-rata Thermal Heat Unit dan Koefisien Korelasi Lokasi Bandung
Jakarta
Bulan Kehamilan 3 6 9 3 6 9
Tb = 10(ºC) 1208 2406 3602 1539 3146 4715
R -0,097 -0,158 -0,144 -0,131 -0,053 -0,075
THU (ºHari) Tb =-3(ºC) 2378 4746 7112 2754 5486 8225
r -0,097 -0,158 -0,144 -0,131 -0,053 -0,075
12
Thermal Heat Unit (THU) mengukur akumulasi energi pada lingkungan termal yang tepat untuk kelangsungan hidup organisme biologis dan jumlah perkiraan penyumbang panas harian yang akan berkontribusi pada pertumbuhan dan perkembangan (Brown 1989). Hasil perhitungan didapatkan nilai THU yang bervariasi. Nilai THU semakin besar sesuai dengan periode bulan kehamilan. Nilai THU akan lebih besar bila suhu dasar (Tb) yang digunakan semakin rendah. Rataan nilai THU di Kota Bandung lebih rendah dari Jakarta (Tabel 3), karena suhu rata-rata di Jakarta jauh lebih tinggi daripada suhu rata-rata di Bandung dan digunakan asumsi bahwa semua siswa baik di Kota Bandung maupun di Jakarta lahir setelah usia kehamilan yang sama, yaitu 9 bulan. Semakin rendah suhu pada suatu lokasi, maka akumulasi energi selama periode waktu kehamilan tertentu akan semakin kecil. Berdasarkan hasil anaisis THU nilai koefisien korelasi (r) pada ketiga periode prakiraan kehamilan mendekati nilai 0, sehingga disimpulkan hubungan antara THU dengan IQ sangat lemah. Pengaruh langsung cuaca dan iklim berupa suhu udara pada kehamilan terhadap kecerdasan anak perlu diperhatikan bukan hanya oleh masyarakat yang tinggal di negara dengan suhu ekstrem yang tinggi maupun rendah saja, namun perlu diperhatikan juga oleh masyarakat yang tinggal di negara tropis seperti Indonesia. Stimulus berupa suhu udara berpotensi mempengaruhi perkembangan intelegensi anak yang dikandung walaupun tidak sebesar pengaruh faktor lain, misalnya pemenuhan gizi yang optimal. Banyak faktor yang mempengaruhi kecerdasan intelegensi anak, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal berupa keturunan, kondisi fisik menyangkut keadaan gizi dan kesehatan. Faktor keturunan atau genetik merupakan faktor internal yang sangat berpengaruh terhadap tingkat intelegensi (Lynn 2006). Faktor eksternal berupa latar belakang sosial ekonomi kedua orang tua, lingkungan hidup, lingkungan emosi, dan cuaca. Beberapa faktor tersebut, latar belakang sosial ekonomi cukup berpengaruh tinggi dan berkorelasi positif terhadap perkembangan kecerdasan intelegensi anak (Slameto, 1995). Cuaca hanya sedikit berpengaruh, dalam kasus ini. Suhu udara pada lokasi penelitian, yakni Kota Bandung dan Jakarta belum menjadi faktor pemicu stress pada ibu hamil. Sampel penelitian adalah anak-anak yang bersekolah di sekolah unggulan dengan lingkungan sosial ekonomi tinggi dan mempunyai kemampuan yang baik dalam adaptasi iklim sehingga memungkinkan untuk meminimalisasi pengaruh cuaca, sehingga cuaca berkorelasi rendah atau berpengaruh kecil terhadap kecerdasan anak. Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan untuk penelitian lebih lanjut dan sebagai bahan sistem peringatan dini untuk melakukan tindakan yang menyangkut upaya adaptasi cuaca atau iklim guna mencegah penurunan intelegensi dan gangguan mental terhadap bayi yang dikandung, terlebih ketika stimulus atau rangsangan cuaca diduga memberikan potensi untuk mempengaruhi fungsi dan fisiologis janin. Adaptasi iklim yang mungkin dapat dilakukan adalah seperti menggunakan pendingin ruangan ketika suhu udara relatif tinggi, dan memakai pakaian yang hangat seperti jaket dan selimut ketika suhu udara relatif rendah. Peran cuaca yang berpotensi memberikan pengaruh negatif terhadap kecerdasan anak perlu dikurangi dan dicegah.
13
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Siswa di SD Islam Al Azhar 1 Jakarta memiliki skor IQ yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa di SD Labschool UPI Bandung. Dalam periode musiman, skor IQ rata-rata terendah dalam periode musiman dan, 10% skor IQ terendah didapatkan pada periode kelahiran musim MAM. Skor IQ 5% tertinggi, di kedua lokasi didapatkan pada periode musim JJA, yang menggambarkan bahwa kelompok dengan IQ tertinggi didapati pada siswa yang lahir di periode musim JJA. Beberapa unsur cuaca didapatkan berkorelasi nyata dengan IQ, terutama suhu minimum rata-rata. Akan tetapi kondisi cuaca yang berkorelasi nyata bukan suhu udara pada 3 bulan kehamilan tetapi pada sepanjang 9 bulan masa kehamilan. Meskipun demikian, unsur-unsur cuaca saja belum memadai untuk menggambarkan keragaman nilai skor IQ di kedua lokasi penelitian. Intensitas hujan yang tinggi berpengaruh pada rendahnya skor IQ di Kota Bandung. Saran Penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan pada lokasi yang memiliki suhu lebih rendah dari Kota Bandung dan suhu yang lebih tinggi dari Jakarta, sehingga akan lebih terlihat pengaruh suhu terhadap IQ. Sebaiknya sampel yang digunakan adalah anak-anak yang masih bersekolah di Taman Kanak (TK), karena faktor eksternal yang lain belum banyak berpengaruh. Serta akan lebih baik bila sampel adalah anak-anak yang tinggal di daerah tertinggalsehingga kemampuan dalam adaptasi terhadap iklim masih rendah.
DAFTAR PUSTAKA Arsyad L. 2014. Pengaruh faktor genetik dan intelegensi terhadap keberhasilan belajar anak. Jurnal Manajemen Pendidikan Islam. 2(2) : 203-206. Azwar S. 2004. Pengantar Psikologi Intelegensi. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar. Brown PW. 1989. “Heat Units”. Ext. Rpt. 8915. Arizona (US): Universitas of Arizona. Chambers J, Cleveland W, Kleiner B, Tukey P. 1983. Graphical Methods for Data Analysis. Bellmont (CA): Wadsworth. Ghozali I. 2005. Aplikasi Analisis Mulvariate dengan Program SPSS. Semarang (ID): Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Kusmiyati Y, Meilani N, Ismail S. 2013. Kadar hemoglobin dan kecerdasan intelektual anak. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 8(3): 115-118. Lynn R. 2006. Race Differences in Intelligence: an Evolutionary Analysis. Washingthon DC (US): Washingthon Summit Publisher.
14
Narulita I, Rahmat A, Maria R. 2008. Aplikasi sistem informasi geografi untuk menentukan daerah prioritas rehabilitasi di Bandung. Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan. 18(1): 23-25. Ngalim P. 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung (ID): Remaja Rosda Karya. Reber AS. 1985. The Penguin Dictionary of Psychological. Harmondsworth Middlesex (GB): Penguin Books Ltd. Siregar S. 2013. Statistik Parametrik untuk Penelitiaan Kuantitatif. Jakarta (ID): PT. Bumi Aksara. Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta (ID): PT. Rineka Cipta. Syakur A. 2012. Heat unit approach for determining growth and development phases of tomato plants in Greenhouse. Jurnal Agroland. 19(2): 96-101. Tjasyono B. 2004. Klimatologi. Bandung (ID): ITB. Tromp SW. 1980. Biometeorology: The Impact of The Weather and Climate on Humans and Their Environment (Animals and Plants). Heiden (NL): Heyden & Son Ltd. Walpole R E. 1982. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Wechsler D. 1974. Manual for the Weschsler Intelligence Scale-Revised (WISCR). San Antonio (US): Psychologi-cal Corporation. [WMO] World Meteorological Organization. 1981. Guide to Agricultural Meteorology Practice (WMO-No: 134). Geneva (CH): WMO.
15
LAMPIRAN Lampiran 1 Grafik nilai akumulasi peluang IQ musiman di Kota Bandung menurut distribusi Normal. Probability Plot of DJF; MAM; JJA; SON
DJF Mean StDev N AD P-Value
Normal - 95% CI
DJF
Percent
99 90
90
50
50
10
10
1
100
120
90
50
50
10
10
80
100
120
80
100
140
1
160
120
JJA Mean StDev N AD P-Value
140
SON
99
90
1
MA M Mean 114,2 StDev 11,73 N 33 AD 1,690 P-Value <0,005
1
140
JJA
99
MA M
99
117,3 10,82 35 0,711 0,058
80
100
120
140
160
117,8 13,11 27 1,000 0,010
SON Mean 118,1 StDev 12,39 N 41 AD 1,297 P-Value <0,005
Lampiran 2 Grafik nilai akumulasi peluang IQ musiman di Jakarta menurut distribusi Normal. Probability Plot of DJF; MAM; JJA; SON
DJF Mean StDev N AD P-Value
Normal - 95% CI
DJF
Percent
99 90
90
50
50
10
10
1
100
120
1
140 JJA
99
90
50
50
10
10 100
120
MA M Mean 124,9 StDev 11,86 N 31 AD 0,640 P-Value 0,087
100
140
160
1
120
140
160
SON
99
90
1
MAM
99
125,7 8,408 23 1,047 0,008
100
120
140
160
JJA Mean StDev N AD P-Value
126,8 10,95 33 0,415 0,316
SON Mean 126,9 StDev 10,86 N 34 AD 0,979 P-Value 0,012
16
Lampiran 3 Grafik nilai akumulasi peluang IQ musiman di Kota Bandung menurut distribusi Gamma. DJF Shape Scale N AD P-Value
Probability Plot of DJF; MAM; JJA; SON Gamma - 95% CI
DJF
Percent
99 90
90
50
50
10
10
1
100
120
140
160
JJA
99
1
90
50
50
10
10
80
100
MA M Shape 95,26 Scale 1,199 N 33 AD 1,818 P-Value <0,005 80
100
120
140
160
120
140
160
SON
99
90
1
MA M
99
116,7 1,005 35 0,842 0,031
1
100
120
140
160
JJA Shape Scale N AD P-Value
80,92 1,456 27 1,115 0,007
SON Shape 89,05 Scale 1,326 N 41 AD 1,464 P-Value <0,005
Lampiran 4 Grafik nilai akumulasi peluang IQ musiman di Jakarta menurut distribusi Gamma. DJF Shape 227,6 Scale 0,5520 N 23 AD 1,133 P-Value 0,006
Probability Plot of DJF; MAM; JJA; SON Gamma - 95% CI
DJF
Percent
99 90
90
50
50
10
10
1
100
120
140
160
JJA
99
50
50
10
10
120
100
140
160
1
120
140
160
SON
99 90
100
MA M Shape 107,0 Scale 1,167 N 31 AD 0,802 P-Value 0,040
1
90
1
MA M
99
100
120
140
160
JJA Shape Scale N AD P-Value
134,7 0,9414 33 0,475 0,245
SON Shape 139,2 Scale 0,9122 N 34 AD 1,043 P-Value 0,010
17
150 140 130 120 110 100 90 80 2300.0
y = -0,0433x + 219,75 2350.0
2400.0
2450.0
Intelligence Quotient (IQ)
Intelligence Quotient (IQ)
Lampiran 5 Hubungan Thermal Heat Unit (THU) dengan IQ (a) pada suhu dasar -3 ºC dengan usia 3 BK di Kota Bandung dan (b) pada suhu dasar -3 ºC dengan usia 3 BK Jakarta (c) pada suhu dasar 10 ºC dengan usia 6 BK di Kota Bandung (d) pada suhu dasar -3 ºC dengan usia 6 BK di Kota Bandung (e) pada suhu dasar 10 ºC dengan usia 9 BK di Kota Bandung (f) pada suhu dasar -3 ºC dengan usia 9 BK di Kota Bandung (g) pada suhu dasar 10 ºC dengan usia 6 BK di Jakarta (h) pada suhu dasar -3 ºC dengan usia 6 BK di Jakarta (i) pada suhu dasar 10 ºC dengan usia 9 BK di Jakarta (j) pada suhu dasar -3 ºC dengan usia 9 BK di Jakarta 150 140 130 120 110 100
2500.0
90 80 2600
THU (°Hari) Tb=-3 °C
2550.0
Intelligence Quotient (IQ)
Intelligence Quotient (IQ)
2450.0
150 140 130 120 110 100 90 80 4600
y = -0,0414x + 266,19
130 120 110 100 90 3500.0
3600.0
3700.0
THU (ºHari) Tb=10 °C
(e)
y = -0,052x + 363,49
4700
4800
4900
(d)
3800.0
Intelligence Quotient (IQ)
Intelligence Quotient (IQ)
(c)
80 3400.0
2900
THU (°Hari) Tb=-3 °C
THU (º Hari) Tb=10 °C
150 140
2800
(b) y = -0,052x + 241,9
2350.0
2700
THU (°Hari) Tb=-3°C
(a) 150 140 130 120 110 100 90 80 2250.0
y = -0,0243x + 193,12
150
y = -0,0414x + 411,68
140 130 120 110 100 90 80 6950
7050
7150
THU (°Hari) Tb=-3 °C
(f) (a)
7250
18
140 130 120 110 100 y = -0,0068x + 147,3
90 80 2950.0
3050.0
3150.0
3250.0
3350.0
Intelligence Quotient(IQ)
Intelligence Quotient (IQ)
150
150 140 130 120 110 100 90 80 5300
THU (ºHari) Tb=10 °C
5400
5500
5600
5700
THU (°Hari) Tb=-3°C
(g)
(h) (c)
(d)
150 140 130 120 110 100 90 80 4550.0
y = -0,0111x + 178,69 4650.0
4750.0
4850.0
THU (ºHari) Tb=10 °C
(i)
Intelligence Quotient (IQ)
Intelligence Quotient (IQ)
y = -0,0068x + 163,18
150 140 130 120 110 100 90 80 8050
y = -0,0111x + 217,81 8150
8250
8350
8450
THU (°Hari) Tb=-3°C
(e) (j)
(f)
19
Lampiran 6 Tabel koefisien korelasi dan nilai p-value parameter cuaca di Kota Bandung Periode
3 BAK
6 BAK
9 BAK
Variabel Suhu Minimum Rata-rata (ºC) Suhu Maksimum Rata-rata (ºC) Suhu Minimum (ºC) Suhu Maksimum (ºC) Curah Hujan (mm) Hari Hujan Intensitas Hujan THU (ºHari) dengan Tb = 10 ºC Suhu Minimum Rata-rata (ºC) Suhu Maksimum Rata-rata (ºC) Suhu Minimum (ºC) Suhu Maksimum (ºC) Curah Hujan (mm) Hari Hujan Intensitas Hujan THU (ºHari) dengan Tb = 10 ºC Suhu Minimum Rata-rata (ºC) Suhu Maksimum Rata-rata (ºC) Suhu Minimum (ºC) Suhu Maksimum (ºC) Curah Hujan (mm) Hari Hujan Intensitas Hujan THU (ºHari) dengan Tb = 10 ºC
Koefisien Korelasi 0,096 -0,12 0,091 -0,005 0,114 0,119 0,002 -0,097 -0,01 0,022 -0,011 -0,122 -0,128 0,036 -0,176 -0,158 -0,189 0,023 -0,48 0,137 -0,131 -0,149 -0,013 -0,144
P-Value 0,266 0,164 0,293 0,952 0,188 0,168 0,977 0,263 0,905 0,799 0,898 0,156 0,136 0,68 0,04 0,066 0,027 0,786 0,576 0,112 0,128 0,084 0,882 0,094
20
Lampiran 7 Tabel koefisien korelasi dan nilai p-value parameter cuaca di Jakarta Periode
3 BAK
6 BAK
9 BAK
Variabel Suhu Minimum Rata-rata (ºC) Suhu Maksimum Rata-rata (ºC) Suhu Minimum (ºC) Suhu Maksimum (ºC) Curah Hujan (mm) Hari Hujan Intensitas Hujan THU (ºHari) dengan Tb = 10 ºC Suhu Minimum Rata-rata (ºC) Suhu Maksimum Rata-rata (ºC) Suhu Minimum (ºC) Suhu Maksimum (ºC) Curah Hujan (mm) Hari Hujan Intensitas Hujan THU (ºHari) dengan Tb = 10 ºC Suhu Minimum Rata-rata (ºC) Suhu Maksimum Rata-rata (ºC) Suhu Minimum (ºC) Suhu Maksimum (ºC) Curah Hujan (mm) Hari Hujan Intensitas Hujan THU (ºHari) dengan Tb = 10 ºC
Koefisien Korelasi -0,023 -0,093 0,044 0,001 0,154 0,078 0,161 -0,131 -0,033 -0,091 0,077 -0,087 0,081 0,053 0,092 -0,053 -0,202 -0,113 -0,199 -0,199 0,04 -0,023 0,093 -0,075
P-Value 0,803 0,309 0,634 0,955 0,092 0,396 0,078 0,153 0,719 0,321 0,404 0,342 0,38 0,567 0,317 0,562 0,027 0,217 0,029 0,029 0,665 0,805 0,311 0,416
21
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kecamatan Parang, Kabupaten Magetan, Jawa Timur pada tanggal 23 Mei 1993, anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Handoyo Wahyu Edy dan Ibu Mamik Susiani. Tahun 2011 penulis lulus dari SMAN 1 Magetan dan diterima menjadi mahasiswa di Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB melalui jalur SNMPTN Undangan. Selama kuliah penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan, di antaranya sebagai anggota Departemen Minat, Bakat dan Pengembangan Badan Eksekutif Mahasiswa FMIPA (BEM FMIPA) tahun 2013, anggota Departemen Apresiasi dan Olahraga Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (BEM KM IPB) tahun 2014. Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan, di antaranya sebagai Sekretaris Umum Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI IPB) tahun 2015, Kepala Divisi Publikasi-Dekorasi-Dokumentasi Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI IPB) tahun 2014, Kepala Divisi Acara Festival Kampus IPB tahun 2014, Kepala Divisi Humas SPIRIT FMIPA IPB, dan anggota Divisi Humas Pesta Sains Nasional FMIPA IPB pada tahun 2012 dan 2013. Bulan Juli 2014 penulis melakukan magang di Landasan Udara, Iswahjudi, Maospati, Magetan. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Meteorologi di Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Kecerdasan Anak dengan Kondisi Cuaca selama Periode Kehamilan” di bawah bimbingan Dr Ir Rini Hidayati, MS.