HUBUNGAN ANTARA ORIENTASI RELIGIUS INTRINSIK DENGAN TINGKAT KEPUASAN PERNIKAHAN KARYAWAN PT. TELKOM INDONESIA
NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI
Oleh: MEFISYA NUZULLIA WS RETNO KUMOLOHADI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2007
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA ORIENTASI RELIGIUS INTRINSIK DENGAN TINGKAT KEPUASAN PERNIKAHAN KARYAWAN PT. TELKOM INDONESIA
Telah disetujui dan disahkan pada tanggal
______________________
Mengesahkan, Dosen Pembimbing
Retno Kumolohadi S.Psi., M.Si., Psikolog
HUBUNGAN ANTARA ORIENTASI RELIGIUS INTRINSIK DENGAN TINGKAT KEPUASAN PERNIKAHAN KARYAWAN PT. TELKOM INDONESIA
Mefisya Nuzullia WS Retno Kumolohadi
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif antara orientasi religius intrinsik dengan tingkat kepuasan pernikahan karyawan PT. Telkom Indonesia. Semakin intrinsik atau tinggi orientasi religius yang dimiliki oleh seseorang maka akan merasakan tingkat kepuasan pernikahan yang tinggi pula. Sebaliknya, semakin rendah orientasi religius intrinsik seseorang maka akan merasakan tingkat kepuasan pernikahan yang rendah pula. Subjek dalam penelitian ini adalah 62 orang karyawan PT. Telkom Indonesia area Purwokerto, dengan karakteristik usia pernikahan antara 5 – 35 tahun, telah memiliki anak setidaknya satu, dan latar belakang pendidikan minimal SMU. Tehnik pengambilan subjek yang digunakan adalah teknik sampling purposive yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Adapun skala yang digunakan adalah skala Orientasi Religius Intrinsik sejumlah 33 autem yang merupakan adaptasi dan modifikasi Religious Orientation Scale dari Allport & Ross (1969) dan skala Kepuasan Pernikahan sejumlah 59 aitem yang mengacu pada aspek – aspek yang dikemukakan oleh Jane (1999). Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 13,0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara orientasi religius intrinsik dengan tingkat kepuasan pernikahan karyawan PT. Telkom Indonesia. Korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi r = 0,559 dan p=0,000 (p<0,001), yang berarti ada hubungan yang sangat signifikan antara orientasi religius intrinsik dengan tingkat kepuasan pernikahan karyawan PT. Telkom Indonesia. Jadi hipotesis penelitian diterima. Kata Kunci : Orientasi Religius Intrinsik, Kepuasan Pernikahan
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tugas dan kewajiban orang dewasa dan tentunya ini menjadi bagian dari rencana dalam kehidupan kebanyakan orang. Meskipun saat ini terjadi banyak pergeseran dalam nilai – nilai masyarakat, khususnya berkaitan dengan pernikahan -lebih dikenal dengan istilah kawin cerai ataupun kumpul kebo- namun kebanyakan orang yang memutuskan untuk menikah akan tetap memandang pernikahan tersebut sebagai sesuatu yang sakral dan menginginkan pernikahan yang bahagia dan langgeng hingga seumur hidup (Syumanjaya, 2006). Kecendrungan – kecendrungan yang tampak mengenai fenomena kepuasan pernikahan, terutama di kota besar adalah semakin rapuhnya dukungan adat istiadat dan budaya timur serta norma – norma lingkungan terhadap iklim relasi antar suami isteri dalam pernikahannya. Salah satunya adalah suami isteri yang bekerja (Sadarjoen, 2005). Meski bukan fenomena baru, namun masalah perempuan bekerja nampaknya masih terus menjadi perdebatan sampai sekarang. Akan tetapi mengenai kepuasan pernikahan, penelitian Pujiastuti (2001) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara kelompok wanita menikah yang bekerja dan kelompok wanita menikah yang tidak bekerja. Hal ini mungkin dikarenakan adanya hubungan yang baik dengan suami, anak – anak, mertua atau ipar sehingga wanita yang tidak bekerja tetap merasa lebih berarti, dicintai, dan dibutuhkan oleh keluarganya. Fenomena perceraian dan perselingkuhan yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa ketidakharmonisan dalam rumah tangga
akan meningkat. Respon yang diambil oleh seseorang yang mengalami ketidakbahagiaan dalam perkawinan akan sangat mempengaruhi kehidupan dalam keluarga tersebut, baik pada pasangan maupun pada anak – anak mereka. Disinilah fungsi agama sangat diperlukan sebagai analisa dari dimensi pribadi dan kehidupan sosial. Individu
yang memiliki orientasi religius intrinsik akan memandang
kehidupan pernikahan sebagai suatu ibadah dan upaya mendekatkan diri dengan Tuhan. Kehidupan rumah tangga yang penuh dengan tantangan, diselesaikannya berdasarkan
pertimbangan
agama
yang
berusaha
diterapkannya
dalam
kehidupan nyata sehari – hari. Individu tersebut tidak banyak berkeluh kesah dan tetap merasa kehidupan pernikahannya ini terasa memuaskan. Hal ini dikarenakan ada keyakinan bahwa agama harus mendasari dan mewarnai setiap langkah kehidupannya sehingga membawa pengaruh positif bagi perilakunya. Berdasarkan uraian di atas mengenai pentingnya peranan orientasi religius intrinsik dalam usaha mempertahankan dan memelihara pernikahan, maka peneliti mempunyai keinginan untuk mendapatkan bukti empirik adanya hubungan antara orientasi religius intrinsik dengan kepuasan pernikahan. Terlebih lagi disaat fenomena kawin cerai makin meningkatkan gejalanya di masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, permasalahan pada penelitian ini adalah apakah ada hubungan positif antara orientasi religius intrinsik dengan tingkat kepuasan pernikahan ? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara orientasi religius intrinsik dengan tingkat kepuasan pernikahan
Manfaat Penelitian Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, seperti: 1. Secara teoritis Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi baru dan memperkaya khazanah teori psikologi mengenai tingkat keterkaitan antara orientasi religius intrinsik dengan tingkat kepuasan pernikahan, terutama psikologi sosial dan psikologi agama. 2. Secara praktis a. Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi para konselor pernikahan dan bagi para pasangan suami isteri, serta para calon suami dan isteri mengenai pemahaman perlunya orientasi religius yang intrinsik dalam kehidupan sehari – hari, terutama dalam kehidupan rumah tangga sehingga dapat menumbuhkan kepuasan dalam pernikahan yang pada akhirnya akan menghadirkan kebahagiaan keluarga. b. Dari hasil penelitian ini, diharapkan para peneliti selanjutnya memperoleh gambaran dan melihat hal – hal lain yang dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan.
TINJAUAN PUSTAKA Kepuasan Pernikahan Jane (1999) berpendapat bahwa kepuasan pernikahan merupakan suatu sikap yang relatif stabil dan mencerminkan evaluasi keseluruhan individu dalam suatu
hubungan pernikahannya. Kepuasan pernikahan ini tergantung atas
kebutuhan individu, harapan, dan keinginan dari hubungan yang dijalaninya. Sebenarnya, konsep ini hampir sama dengan definisi kebahagiaan pernikahan karena hanya individu yang menjalaninya yang mampu mengatakan bagaimana kebahagiaan atau kepuasan mereka. Larson & Holman (Jane dkk, 2004) menyatakan bahwa ada tiga faktor dalam kepuasan pernikahan berdasarkan perspektif ekologis, yaitu (a) latar belakang atau faktor kontekstual (yaitu., variabel keluarga asal, faktor sosiokultural, dan kondisi saat ini), (b) Sifat dan perilaku individu, dan (c) proses interaksi pasangan. Mereka menyimpulkan bahwa prediktor yang paling kuat dari ketidakstabilan pernikahan adalah umur yang masih muda ketika menikah. Ras bukanlah suatu prediktor yang baik mengenai kepuasan pernikahan dan peran gender masih belum bisa dipahami dengan jelas. Selain itu, mereka melaporkan bahwa hubungan pertemanan dan persepsi positif tentang pasangannya merupakan prediksi dari kepuasan pernikahan, sedangkan efek tekanan pengasuhan sampai intimidasi atau keterlibatan yang berlebihan merupakan prediksi dari ketidakpuasan pernikahan. ENRICH (Evaluating & Nurturing, Relationship Issues, Communication, Happiness) menambahkan data demografik yang terdiri dari usia, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, usia menikah, lamanya perkenalan sebelum menikah,
agama, kelahiran, status menikah, ras, status pekerjaan, status pernikahan orangtua, populasi anak, dan tempat tinggal sekarang sebagai faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan (Olson & Fowers, 1989). Sedangkan Jane (1999) menjelaskan tentang pentingnya kesesuaian peran, komitmen terhadap agama, karakteristik kepribadian, cinta kasih, saling menghormati, dan kepercayaan antar pasangan. Jane (1999) berpendapat bahwa ada 6 kategori perilaku yang dapat menunjukkan kepuasan pernikahan atau kegagalan, yaitu: a. Expression of Affection. Kasih sayang dalam suatu hubungan antara suami isteri diekspresikan melalui kata – kata dan tindakan. Pada tahap awal pernikahan, biasanya masing – masing pasangan saling memberi perhatian lebih dan bertindak dengan penuh pertimbangan. Hal ini adalah daya tarik utama bagi suatu hubungan. Akan tetapi, ketika kasih sayang dalam suatu hubungan yang baru terlihat sangat mudah, cara yang nyata adalah dikembangkan dan di dukung oleh tingkatan kasih sayang yang sebenarnya dari waktu ke waktu. b. Communication. Sepanjang waktu dalam hubungan pernikahan, komunikasi menjadi sebuah persoalan mengenai kemampuan saling mendengarkan pemikiran, gagasan, perasaan, dan pendapat orang lain. Dalam komunikasi yang terjadi melibatkan kepercayaan, keinginan untuk mempercayai, dan kemampuan untuk mengungkapkan diri tanpa takut. c. Consensus.
Persetujuan bersama tentang perbedaan gaya hidup sangat diperlukan bagi pasangan yang ingin mencapai kepuasan dalam pernikahannya. Masing – masing pasangan seharusnya membangun pemahaman diantara mereka mengenai permasalahan – permasalahan seperti uang, rekreasi, lingkungan rumah, pengasuhan, dan hubungan dengan orang lain dalam hidup mereka. Pada level tertentu penting bagi pasangan memiliki kesediaan untuk berkompromi agar hubungannya dapat berfungsi dengan baik. d. Sexuality and Intimacy. Seksualitas dan keintiman merupakan komponen utama dalam pernikahan. Seksualitas dan keintiman dapat menenteramkan hati pasangan bahwa mereka adalah yang dicintai, dihargai, dan menarik. Sepanjang waktu pernikahan, dua hal ini menciptakan ikatan pribadi yang mendalam atau menjadikan penolakan pribadi. Sebagai tambahan, seksualitas dan keintiman menyediakan keamanan hubungan dengan memuaskan kebutuhan dasar manusia . e. Conflict Management. Yang paling bijaksana ketika terjadi perbedaan pendapat antar pasangan adalah mempertimbangkan bagaimana konflik tersebut ditangani dalam perkawinan. Hubungan yang sehat memberikan kesempatan pasangannya untuk tumbuh dengan potensi mereka seutuhnya dan perkawinan dapat menyediakan pondasi untuk pemenuhan bersama. f.
Distribution of Roles. Kepuasan perkawinan juga berhubungan dengan kepuasan pasangan dengan peran yang dimainkan dalam perkawinan tersebut. Masalahnya adalah peran
tersebut berubah dari waktu dan kadang – kadang perubahan peran itu kurang diinginkan dalam kaitannya dengan keadaan yang di luar kendali seperti keuangan, jadwal kerja, anak – anak, dan kebutuhan anggota keluarga lainnya. Cara untuk memelihara kebahagiaan dalam suatu hubungan yang unik ini adalah belajar untuk bekerja dengan baik secara bersama-sama, saling mendukung, dan fleksibel. Ketika perubahan di dukung, perkawinan menjadi solid dan penuh kasih.
Orientasi Religius Intrinsik Perbedaan orientasi religius intrinsik dan ekstrinsik sudah sering digunakan untuk penelitian dalam bidang psikologi mengenai sikap religius dan perilaku (Gorsuch, 1988; Kirkpatrick & Hood, 1990; dalam Maltby 1999). Walaupun demikian, Gordon Allport's adalah pioneer pendirian teori mengenai bagaimana agama dalam perbedaan orientasi yang mempengaruhi perilaku manusia. Allport bekerja dengan contoh klasik dalam melakukan konseptualisasi dan pengukuran mengenai agama. Allport melakukan pembedaan terhadap orientasi motivasional menjadi kepercayaan religius dan praktek, yang akhirnya menghasilkan tipologi orientasi religius intrinsik dan ekstrinsik (Strahan, 1996). Beberapa ahli (Maltby, 1999) mengatakan bahwa orientasi religius intrinsik dipandang sebagai pemahaman agama yang sangat pribadi pada individu dan ini sering didefinisikan sebagai responden yang hidup dengan agama mereka (Allport, 1966; Allport& Ross, 1967), sedangkan orientasi religius ekstrinsik menekankan agama sebagai bagian dalam suatu kelompok yang kuat (Genia& Shaw, 1991), menyediakan perlindungan, hiburan dan status sosial (Allport&
Ross,1967), memberikan partisipasi religius (Fleck, 1981), atau sebagai pertahanan ego (Kahoe & Meadow, 1981). Allport & Ross (1967) Dalam penelitian ini digunakan beberapa aspek sikap yang berkaitan dengan orientasi kehidupan keagaamaan yang dikembangkan oleh Allport & Ross (1967). Adapun aspek – aspek tersebut sebagai berikut : a. Personal Personal yaitu meyakini secara personal nilai – nilai ajaran agama sebagai hal yang vital dan mengusahakan tingkat penghayatan yang lebih dalam, sedangkan institusional adalah penghayatan agama yang bersifat institusional atau dalam konteks kelembagaan. Hal ini tampak, misalnya ketika individu merasakan nikmatnya beribadah kepada Tuhan baik ketika sendiri maupun bersama orang lain atau seseorang yang berbuat kebaikan agar orang mengenalnya sebagai orang baik. b. Unselfish Unselfish adalah berusaha mentransendensikan kebutuhan – kebutuhan yang berpusat kepada diri sendiri, sedangkan selfish ialah pemuasan diri sendiri, pemanfaatan proteksi untuk kepentingan pribadi. Hal ini tampak, misalnya ketika
individu
memberikan
sebagian
hartanya
kepada
orang
yang
membutuhkan. c. Relevansi terhadap seluruh kehidupan Relevansi terhadap seluruh kehidupan adalah memenuhi kehidupannya dengan motivasi dan makna religius, sedangkan kompartemental ialah motivasi dan makna religius tidak terintegrasikan ke dalam keseluruhan
pandangan hidupnya. Hal ini tampak, misalnya ketika individu melibatkan agama dalam seluruh urusan kehidupannya. d. Kepenuhan terhadap penghayatan keyakinan Kepenuhan terhadap penghayatan keyakinan yaitu beriman dengan sungguhsungguh dan menerima keyakinan agamanya secara total tanpa syarat. Hal ini tampak, misalnya individu menomorsatukan pertimbangan agama dibandingkan pertimbangan yang lain. e. Ultimate Ultimate adalah keyakinan agama sebagai tujuan akhir, nilai, dan motif yang utama dan sangat signifikan. Instrumental adalah keyakinan agama sebagai sarana mencapai tujuan dan memanfaatkan agama untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan lain yang non religius. Hal ini tampak, misalnya ketika individu menjadikan agamanya sebagai tujuan hidupya dan bukan untuk keberadaan status sosial ekonomi. f.
Asosiasional Asosiasional merupakan keterlibatan religius demi pencarian nilai religius yang lebih dalam, sedangkan komunal ialah afiliasi untuk kepentingan sosialisasi dan status. Hal ini tampak, misalnya individu selalu berusaha mempelajari ajaran agamanya secara mendalam.
g. Keteraturan penjagaan perkembangan iman Keteraturan penjagaan perkembangan iman yaitu penjagaan perkembangan iman yang konsisten dan teratur, sedangkan perhatian perkembangan iman yang bersifat periferal dan kausal adalah merasa tidak perlu menjaga
keyakinan secara reguler. Hal ini tampak, misalnya individu selalu berusaha menyempatkan diri menunaikan ibadah di sela – sela kesibukannya.
Hubungan Antara Orientasi Religius Intrinsik dengan Tingkat Kepuasan Pernikahan Kepuasan pernikahan dapat diartikan sebagai evaluasi subjektif yang dirasakan pasangan suami isteri berkaitan dengan terpenuhinya kebutuhan, harapan, keinginan, dan tujuan, yang ingin dicapai pada saat ia menikah baik sebagian maupun seluruhnya dalam jangka waktu tertentu selama kehidupan pernikahannya. Berbagai riset telah menunjukkan bahwa kepuasan pernikahan sebagian besar didasarkan pada pentingnya iman kepada Tuhan dan kepuasan dengan peran keluarga dalam komunitas religius. Booth dan Johnson (1995) menghubungkan lima indikator religiusitas dengan lima indikator peningkatan hubungan pernikahan. Mereka menemukan bahwa semua indikator religiusitas secara signifikan dipengaruhi satu indikator kualitas pernikahan (kecendrungan perceraian), tetapi tidak mempengaruhi indikator lain. Mereka juga menemukan bahwa dua indikator dari kualitas pernikahan (interaksi pasangan dan kebahagiaan pernikahan) dipengaruhi religiusitas. Secara keseluruhan mereka menyimpulkan bahwa semua peningkatan dalam religiusitas menunjukkan peningkatan dalam pernikahan, dan hubungan antara religiusitas dan pernikahan adalah timbal balik. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas dengan merujuk berbagai teori yang ada, penulis berpendapat bahwa orientasi religius menjadi penting artinya terhadap tingkat kepuasan pernikahan. Semakin intrinsik
orientasi religiusnya maka individu tersebut akan memberikan arti positif terhadap kepuasan pernikahannya. Mereka akan berjalan pada aturan agama yang telah digariskan sehingga sikap yang ditempuh juga berpedoman pada aturan dan norma – norma agama. Individu yang motivasi keberagamaannya intrinsik akan mencoba menghayati dan melaksanakan perintah agama dengan sungguh – sungguh. Individu ini akan memegang teguh seluruh aspek sikap yang berkaitan dengan orientasi kehidupan keagamaannya sehingga memiliki kecendrungan untuk mereaksi kehidupan pernikahan sebagai sesuatu ibadah dan upaya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Kehidupan rumah tangga yang penuh dengan tantangan diselesaikannya dengan objektivitas dan kejernihan hati berdasarkan pertimbangan – pertimbangan agama yang berusaha diterapkannya dalam kehidupan nyata sehari – hari. Hal ini dikarenakan adanya keyakinan bahwa agama harus mendasari dan mewarnai setiap langkah kehidupannya sehingga membawa pengaruh positif bagi perilakunya dan akhirnya akan tercipta pernikahan yang memuaskan. Selain itu, komitmen terhadap agama akan melindungi keluarga dari penurunan kebahagiaan pernikahan.
METODE PENELITIAN Subjek Penelitian Subjek penelitian kali ini adalah karyawan PT. Telkom DIVRE IV area Purwokerto dengan usia pernikahan antara 5 – 35 tahun, telah memiliki anak setidaknya satu, dan latar belakang pendidikan minimal SMU.
Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah metode pengisian skala, yaitu Skala Orientasi Religius Intrinsik dan Skala Kepuasan Pernikahan 1. Skala Orientasi Religius Intrinsik Skala orientasi religius intrinsik disusun berdasar adaptasi dan modifikasi sebagian dari aitem – aitem Religious Orientation Scale yang dikemukakan oleh Allport & Ross (1969). Pola dasar pengukuran skala orientasi religius ini mengikuti pola Metode Skala Likert. Pilihan jawaban memiliki 5 alternatif yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Kurang Sesuai (KS), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Nilai total keseluruhan akan menunjukkan skor orientasi religius intrinsik subjek. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek berarti semakin intrinsik orientasi religiusnya dan sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek berarti semakin rendah orientasi religius intrinsiknya. 2. Skala Kepuasan Pernikahan
Skala yang digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan pernikahan disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek kepuasan pernikahan yang dikemukakan oleh Jane (1999). Pola dasar pengukuran Skala Kepuasan Pernikahan ini mengikuti pola Metode Skala Likert. Pilihan jawaban memiliki 5 alternatif yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Kurang Sesuia (KS), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Nilai total keseluruhan akan menunjukkan skor kepuasan pernikahan yang dirasakan subjek. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek berarti semakin puas subjek terhadap pernikahannya dan semakin rendah skor yang diperoleh subjek berarti semakin rendah pula kepuasan yang dirasakan subjek dalam pernikahannya.
Metode Analisis Data Data yang telah dikumpulkan pada penelitian kali ini dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson untuk menguji hubungan antara orientasi religius intrinsik dengan tingkat kepuasan pernikahan pada karyawan PT. Telkom Indonesia, Tbk dengan menggunakan analisis statistik SPSS 13.0 for windows.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil analisis data deskriptif berdasarkan variabel serta seluruh data yang terkumpul dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 1 Deskripsi Data Penelitian Variabel Orientasi Religius Intrinsik Kepuasan Pernikahan
X max
Skor Hipotetik X Mean min
SD
X max
Skor Empirik X Mean min
165
33
99
22
265
197 228,44
18,939
295
59
177
39,333
164
114 135,68
12,366
SD
Pada penelitian ini uji hipotesis hubungan disyaratkan adanya uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas. Hasil uji normalitas membuktikan bahwa data orientasi religius intrinsik dan kepuasan pernikahan terdistribusi atau tersebar dengan normal. Hal ini ditunjukkan dengan diperolehnya koefisien K-SZ = 0,712 dengan p = 0,692 (p>0,05) dan data orientasi religius intrinsik diperoleh K-SZ = 0,786 dengan p = 0,567 (p>0,05). Hasil uji linearitas juga menunjukkan bahwa hubungan antara orientasi religius intrinsik dengan kepuasan pernikahan bersifat linier atau mengikuti garis lurus, yang dibuktikan dengan diperolehnya F = 59,129 dengan p = 0,000. Dari hasil pengolahan data orientasi religius intrinsik dengan tingkat kepuasan pernikahan diperoleh koefisien korelasi r = 0,559 dan p = 0,000 (p<0,001). Hal ini berarti bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara orientasi religius intrinsik dan tingkat kepuasan pernikahan. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan peneliti diterima. Angka korelasi yang positif menunjukkan bahwa memang terdapat hubungan positif antar dua variabel.
Semakin intrinsik atau tinggi orientasi religius yang dimiliki oleh seseorang maka akan merasakan tingkat kepuasan pernikahan yang tinggi pula, sebaliknya semakin rendah orientasi religius intrinsik seseorang maka akan merasakan tingkat kepuasan pernikahan yang rendah pula. Berdasarkan penjelasan data – data di atas dapat dilihat bahwa orientasi religius intrinsik memang berhubungan dengan tingkat kepuasan pernikahan. Tingginya orientasi religius intrinsik yang dimiliki oleh responden diiringi dengan tingginya tingkat kepuasan pernikahan. Hasil penjelasan ini sejalan dengan pendapat Jane (1999) yang menyatakan bahwa komitmen terhadap agama dapat memberikan struktur kehidupan keluarga yang sehat, serta memberikan kepuasan dalam pernikahan. Fiese & Thomas (2001) menjelaskan bahwa agama berhubungan dengan kepuasan pernikahan melalui makna yang diciptakan dalam melakukan ritual bersama. Melakukan ritual yang penuh makna mungkin hanya satu aspek dari bagaimana sebuah keluarga menciptakan arti dalam hubungan mereka dan efek ini memang lebih kuat dibanding liburan religius yang rutin atau tingkat agama yang menjadi pertimbangan penting bagi pasangan. Dalam konteks perubahan sosial di mana pernikahan adalah suatu institusi yang rentan, menjalankan ritual keagamaan bisa memelihara suatu hubungan dan bertindak sebagai pengaruh positif untuk generasi masa depan. Kategorisasi
kepuasan
pernikahan
yang
tinggi
pada
penelitian
ini
menunjukkan bahwa subjek merasa puas dan bahagia dengan pernikahan maupun rumah tangga yang dijalaninya. Pernikahan tersebut dianggap mampu memberikan perasaan aman, tentram, dan membuat subjek penelitian merasa lebih berarti, lengkap, serta lebih optimis menghadapi masa depannya. Menurut
Hamdun (2004), kandungan nilai ibadah dalam pernikahan dari sisi afeksi, meletakkan dasar emosional dan perasaan aman bagi manusia religius untuk tetap menjaga hubungan harmonis antara pasangan. Lebih tingginya mean empirik dibanding mean hipotetik pada skala orientasi religius intrinsik menunjukkan bahwa orientasi religius intrinsik karyawan berada di atas rata – rata yang diperkirakan dan hal ini juga didukung oleh tingkatan kategorisasi yang juga tinggi. Individu yang orientasi religiusnya intrinsik meyakini bahwa agama harus mendasari dan mewarnai setiap langkah kehidupannya sehingga membawa pengaruh positif bagi perilakunya. Hubungan antara kepuasan pernikahan dengan variabel – variabel lain seperti jenis kelamin, status pendidikan, jumlah anak, dan lamanya pernikahan dapat dilihat melalui hasil analisis tambahan dalam penelitian ini. Namun hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan maupun hubungan yang signifikan antara variabel yang diukur. Hal ini dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan. Banyak sekali hal – hal yang dapat digali dari penilaian kepuasan pernikahan seperti ini. Permasalahan seperti latar belakang budaya, tingkat sosial ekonomi, dan latar belakang keluarga diasumsikan dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan juga. Penelitian kali ini tidak membahas variabel-variabel tersebut, disarankan penelitian-penelitian selanjutnya dapat mengangkat topik tersebut atau bahkan mencari topik-topik lain untuk memperkaya referensi tentang kepuasan pernikahan.
PENUTUP
Kesimpulan Hasil penelitian ini telah membuktikan bahwa orientasi religius intrinsik memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan kepuasan pernikahan pada karyawan. Adanya hubungan antara kedua variabel, ditunjukkan oleh koefisien korelasi (r) sebesar 0,559 dengan p= 0,000 atau p< 0,001. Hal ini berarti semakin intrinsik atau tinggi orientasi religius yang dimiliki oleh seseorang maka akan merasakan tingkat kepuasan pernikahan yang tinggi pula, sebaliknya semakin rendah orientasi religius intrinsik seseorang maka akan merasakan tingkat kepuasan pernikahan yang rendah pula. Saran 1. Bagi Subjek Penelitian Para karyawan agar dapat menjadikan orientasi religius intrinsik sebagai salah satu pondasi yang penting dalam proses mencapai kepuasan pernikahan. Hal ini dikarenakan bahwa pernikahan adalah suatu keterampilan dasar dalam membangun hubungan dan memerlukan kecakapan tertentu. 2. Bagi Peneliti selanjutnya Peneliti lain yang tertarik dan ingin mengkaji tema orientasi religius dan kepuasan pernikahan diharapkan mempertimbangkan variabel – variabel lain, seperti kepribadian, kebermaknaan hidup, religious coping, atau motivasi seseorang untuk menjadi religius. Diharapkan dengan semakin terungkapnya variabel – variabel tersebut, maka akan memperkaya referensi mengenai orientasi religius dan kepuasan pernikahan. Penelitian dengan metode kualitatif dan menggunakan metode analisis yang mendetail sebaiknya juga dilakukan jika ingin menggunakan variabel yang sama. Selain itu, teori yang
up to date dan subjek penelitian yang lebih banyak dapat membuat generalisasi yang lebih sempurna lagi.
DAFTAR PUSTAKA Adhim, F.M. 2000. Hubungan Antara Orientasi Religius dan Perilaku Menolong Altruistik Pada Remaja Muslim. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta Allport, G. W., & Ross, M. 1967. Personal Religious Orientation and Prejudices. Journal of Personality and Social Psychology, 5, 432–433. Azwar, S. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar Baron, R.A., & Donn, B. 2005. Psikologi Sosial (edisi kesepuluh, Jilid ke-2). Jakarta : Penerbit Erlangga Beck, R and Ryan, K.J. 2004. The Multidimensional Nature of Quest Motivation. Journal of Psychology and Theology, Vol. 32, No. 4, 283 – 294 Booth, A., & Johnson, D.R., (1995) “Belief and behavior: Does religion matter in today’s marriage? ”. Journal of Marriage & Family, Aug 95, Vol 57 Issue 3, 661-671. Bonds-Raacke, J.M,. Bearden, E.S,. dkk. 2001. Engaging Distortions: Are We Idealizing Marriage?. The Journal of Psychology, 135 (2), 179 – 184 Bradbury, T.N., Fincham, F.D., and Beach, S.R., 2000. Research on the Nature and Determinants of Marital Satisfaction : A Decade in Review. Journal of Marriage and The Family, 62 (November 2000), 964 – 980 Cohen, A.B. March 1, 2003. New Research: Religious Motivations Judged by Faith. www.stnews.org/email.php?article_id=1347 Cremers, Agus. 1995. Tahap – Tahap Perkembangan Kepercayaan Menurut James W. Fowler. Yogyakarta : Penerbit Kanisius Dewi, A.R.W. Jum’at, 29 April 2005. Perselingkuhan dalam Rumah Tangga, Salah Siapa?. www.pikiran-rakyat.com Dudley, M.G., and Frederick A.K. September 1990. Religiosity and Marital Satisfaction: A Research Note, Andrews University Review of Religious Research, Vol. 32, No. 1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta Departemen Agama Republik Indonesia. 1985. Modul Keluarga Bahagia Sejahtera. Jakarta Earnshaw, E.L., 2000. Religious Orientation and Meaning In Life: An Exploratory Study. Department of Psychology: Central Methodist College dalam http://clearinghouse.mwsc.edu//manuscripts/172-asp Fiese, B.H,. and Thomas, J.T,. December 17, 2001. Shared Religious Holiday Rituals Increase Marital Satisfaction. http://mentalhealth.about.com/gi/dynamic/offsite.htm? Fagan, P.F. January 25, 1996. Why Religion Matters: The Impact of Religious Practice on Social Stability. Research De Vos Center for Religion and Civil Society Gray, J. 2001. Men Are From Mars and Womens Are From Venus (Terjemahan). Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama Hadi, S. Metodologi Research Jilid 1. Yogyakarta : Penerbit Andi Hale, Beth. 13 February 2006. Yes, Marriage Does Make You Happy (but after a Year It's All Downhill). www.questia.com Hamdun, Dudung. 2004. Hubungan Antara Konsep Diri dan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan. Tesis (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta Hardjana, A.M. 1993. Penghayatan Agama : Yang Otentik dan Yang Tidak Otentik. Yogyakarta : Penerbit Kanisius Hall, C.S., & Lindzey, G. 1993. Teori – Teori Psikodinamik (Klinis). Yogyakarta : Penerbit Kanisius Hawari, D. 2004. Al Qur’an : Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta : Dana Bhakti Prima Yasa
Hiinler, O.S., and Tulin, Gencoz. 2003. Summary Submissive Behaviours and MS Relation: Mediator Role of Perceived Marital Problem Solving. Turki Psikoloji Dergisi, 18(51), 109 – 110 Hurlock, E.B. 1994. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan). Jakarta : Erlangga Jane, R.R., Jane, E.M., and John, A.H. Winter 2004. The Relationship Between Marital Characteristics, Marital Interaction Process, and Marital Satisfaction, Journal of Counseling and Development, Vol. 82, Iss. 1, 58 - 71 Jane, R.R. 1999. Improving Your Marital www.dr.jane.com/chapters/satisfaction,htm,4/10/03
Satisfaction.
Kompas. 2004. Faktor Praperkawinan Yang Berpengaruh Pada Sukses Perkawinan. www.unitedfool.com/violet/arsip/2004/04/000563.shtml.htm. Kurniawan, I. 1997. Kecendrungan Berperilaku Delinkuen Pada Remaja Ditinjau Dari Orientasi Religius Dan Jenis Kelamin. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta Laswell, M. C., & Laswell, T. E. 1987. Marriage and The Family (2nd edition). California : Woodsworth, Inc Lippman, Laura., Erik, Michelsen., and Eugene, C.R. 2005. The Measurement of Family Religiosity and Spirituality. Paper Prepared For Office of The Assistant Secretary for Planning and Evaluation. www.youthandreligion.org Lelly, F.A. 1995. Hubungan Antara Religiusitas, Komunikasi Interpersonal Dengan Kepuasan Pernikahan. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta Maltby, John. 1999. Internal Structure of a Derived, Revised, and Amended Measure of The Religious Orientation Scale: The ‘ Age-Universal’I-E Scale-12, Journal of Social Behavior and Personality. www.findarticles.com Morris, M.D., & Ernest, W.B. 1955. Successfull Marriage New and Revised Edition. New York : Double Day & Company, Inc Olson, D.H., & Defrain, J. 2003. Marriages and Families : Intimacy, Diversity, and Strengths, fourth edition. New York: McGraw-Hiil, Inc
Olson, D.H, & Fowers, B.J., 1989. ENRICH Marital Inventory : A Discriminant Validity and Cross – Validity Assessment, Journal of Marital and Family Therapy, 15 (1), 65 – 79 Paloutzian, R.F. 1996. Invitation to The Psychology of Religion, 2nd ed. Massachusetts : Allyn & Bacon Raffel, M. 1996. Kesadaran akan Kepribadian Islami. Dalam Bagader, A.B.A. (editor). Islam dalam Perspektif Sosiologi Agama. Yogyakarta: Titian Illahi Press Rahima, Swara. 2006. Perempuan Bekerja, www.duniaesai.com/gender/gender1.htm
Dilema
Tak
Berujung.
Pujiastuti, E. 2001. Hubungan Antara Kepuasan Pernikahan dengan Depresi pada Kelompok Wanita Menikah Yang Bekerja dan Yang Tidak Bekerja. Skripsi (Tidk Diterbitkan). Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta Rini, J.F. 7 Juni 2002. Pengaruh Keluarga Asal Terhadap Perkawinan. Jakarta : www.e-psikologi.com Sadarjoen, S.S. 2005. “Closed Marriage” VS “Open Marriage”. Jakarta : www.kompas.com/kesehatan/news/0511/07/123957.htm Salim, P. 1989. The contemporary English – Indonesian Dictionary, (Revised fourth edition). Jakarta : Modern English Press Santoso, S. 2001. SPSS Versi 10 Mengelola Data Statistik Secara Profesional. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Santrock, J.W. 2002. Life – Span Development (edisi kelima, Jilid ke-2). Jakarta : Penerbit Erlangga Shrum, W. "Religion and Marital Instability: Change in the 1970s?" Review of Religious Research, Vol. 21 (1980), pp.135-147.) Shehan, C.L. 2003. Marriages and Families, second Edition. USA: Pearson Education, Inc Sosorliang 16 juni 2006. Pernikahan, Masihkah Akan Indah ??? http://aisoise.vnunetblogs.com/aisoise_rio_simanjuntak/story/index.html
.
Strahan, B.J. Does Religion Support Family Relationships?: It Depends on What Kind of Religion. Australian Family Research Conference, Brisbane, 27 – 29 November 1996 Sumayah, U. 2006. Makna Kepuasan. Tabloid MQ, No.7, Vol.7. 3-16 Agustus 2006 Syumanjaya, B. 2006. Kiat Praktis Untuk Keutuhan http://www.jawaban.com/xml/kontributor.xml
Pernikahan
Anda.
IDENTITAS PENULIS Nama
: Mefisya Nuzullia WS
Alamat Rumah
: Jl. KH. Agus Salim IV No. 14 Karang Pucung Purwokerto
No. Telp
: 08886830419