HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN STATE DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA ISTERI TNI ANGKATAN DARAT YANG SUAMINYA BERTUGAS DI DAERAH KONFLIK Andi Melati Tahira H G, Rani Agias Fitri
[email protected] ABSTRACT This research paper is written to try to recognize correlation between state anxiety with psychological well-being among military wives whose husband served in conflict areas. This research paper was made using STAI State-Anxiety test application with 20 questions with added extra question material so it can describe the research subject situation accurately. The 42 questions in the Psychological Well Being Scale has 6 different dimension, Self Acceptance, Personal Growth, Positive Relation with Other People, Autonomy, Purpose in Life, and Environmental Mastery. Data analisyst used in this research paper is Pearson’s statistic correlation because of the nature of data spread and the correlation point value 0,781 in which the point is p>0,05. From the result, this research shows that there are no significant relation between state anxiety with psychological well being among military wives whose husband served in conflict areas. Keywords: State Anxiety, Psychological Well Being, Military Wives ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecemasan state dengan psychological well being pada isteri TNI Angkatan Darat yang suaminya bertugas di daerah konflik. Subjek penelitian pada penenelitian ini terdapat 140 responden isteri TNI Angkatan Darat dari Batalyon yang suaminya sedang bertugas di daerah konflik. Penelitian ini menggunakan alat tes STAI State-Anxiety sebanyak 20 item pernyataan yang telah ditambahkan pernyataannya sehingga dapat menggambarkan situasi sesuai yang sedang dijalani subjek penelitian dan 42 item pernyataan pada Skala Psychological Well Being yang mempunyai 6 dimensi yaitu, Self Acceptance, Personal Growth, Positive Relation with Other People, Autonomy, Purpose in Life dan Environmental Mastery. Analisis data yang digunakan adalah teknik statistik korelasi Pearson dikarenakan data bersifat normal penyebarannya dan diperoleh nilai korelasi sebesar 0,781 yang mana nilai tersebut p>0,05. Berdasakan hasil, penelitian ini menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kecemasan state dengan psychological well being pada isteri TNI Angkatan Darat yang suaminya bertugas di daerah konflik. Kata Kunci: Kecemasan State, Psychological Well Being, Isteri TNI Angkatan Darat
PENDAHULUAN Menurut Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004, Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi keselamatan bangsa, menjalankan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang, serta ikut secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional. Berdasarkan wawancara dengan Inspektur Jenderal TNI, Bapak Letjen TNI Geerhan Lantara (tanggal 11 Maret
2014), menjadi TNI sungguhlah tugas yang tidak mudah karena selalu dihadapkan dengan masalah genting dan tidak terduga, dari tugas tersebut dapat mengacu pada resiko-resiko seperti pulang dengan sukses, pulang dengan keadaan cacat atau pulang tinggal nama. Resiko-resiko tersebut tidak hanya berdampak pada prajurit TNI Angkatan Darat tetapi juga akan menjadi suatu masalah bagi keluarganya. Ketika harus bertugas di daerah konflik para prajurit tidak selalu dapat membawa keluarga mereka dengan pertimbangan fasilitas tempat tinggal dan hal penting lainnya yang tersedia. Hal ini menyebabkan prajurit TNI Angkatan Darat harus tinggal berpisah dengan keluarganya. Kondisi suami yang ditugaskan ke daerah konflik menyebabkan jarangnya pertemuan pasangan suami isteri, sehingga dapat menyebabkan kurangnya komunikasi yang dilakukan antara keduanya. Kurangnya komunikasi dapat berdampak pada keharmonisan pernikahan.Terdapat kasus dimana seorang isteri tentara mengeluhkan suaminya memiliki wanita lain saat dinas ke luar daerah, bahkan sampai terjadi pernikahan di bawah tangan (Kartini No. 511 tahun 2003). Resiko ketidak harmonisan dalam pernikahan dapat menimbulkan kecemasan pada isteri prajurit. Selain itu kecemasan dapat muncul karena kepulangan suami yang tidak pasti, suaminya harus mengemban tugas dalam jangka waktu yang lama atau kadang tidak dapat ditentukan, komunikasi yang sulit untuk memberi kabar pada istrinya termasuk untuk memberi kepastian keselamatan (Kalimah, 2011). Sebenarnya resiko-resiko yang dihadapi menjadi isteri prajurit telah dipahami sebelum menikah. Ketua Harian Dharma Pertiwi, Ibu Herawati (16 Maret 2014) mengatakan bahwa sebelum menjadi isteri prajurit memang terdapat beberapa persyaratan yang harus dijalankan oleh calon isteri prajurit tersebut, dimulai dari tes kesehatan, tes psikologi dan wawancara khusus seputar dunia pekerjaan suaminya. Pada wawancara khusus tersebut telah diberitahukan bahwa hal terpenting yang harus dipersiapkan ialah menerima kenyataan akan resiko-resiko yang mungkin terjadi pada suaminya kelak dalam periode masa tugas. Pekerjaan suami mereka dan penempatan tugasnya merupakan suatu hal yang dapat menjadi konflik dalam dirinya, selain pemindahan tugas yang cukup sering dialami, keamanan tempat suaminya bertugas juga menjadi hal yang sulit untuk diterima, serta bagaimana isteri prajurit harus beradaptasi secara cepat di tempat tugas yang baru. Meskipun demikian, kecemasan tidak dapat dielakkan. Menurut Sunarsih (2009), ketidakpastian nasib suami yang dikirim ke daerah konflik menimbulkan kecemasan pada isteri ABRI yang berwujud pada ketegangan, rasa tidak aman, kekhawatiran, yang timbul karena akan mengalami kejadian yang tidak menyenangkan. Kecemasan adalah suatu tekanan, perasaan tidak menyenangkan dan tidak tenang yang dialami seseorang terhadap suatu objek yang tidak konkret atau tidak diketahui secara pasti, dimana setiap orang dapat mengalami kecemasan, termasuk seorang isteri prajurit yang ditinggal bertugas suaminya ke daerah konflik (Anwar, 2008). Tugas seorang prajurit adalah menjaga suasana aman dan terkendali, sehingga anggota prajurit harus siap dan bersedia ditempatkan dimanapun diperlukan, sebagai seorang prajurit terkadang harus berpisah dengan keluarga tercinta demi melaksanakan tugasnya tersebut, kepergian suami untuk bertugas bagi istri prajurit merupakan hal yang tidak menyenangkan dikarenakan harus berpisah jauh dengan orang yang dicintai, akibat kepergian suami dalam jangka waktu yang lama dan kondisi dalam rumah tangga menyebabkan para istri mengalami fenomena kecemasan (Ismanto, 2009). Selama ditinggal suami bertugas di daerah konflik terdapat perasaan yang bercampur antara bangga maupun ketakutan ataupun kecemasan tentang apa yang nanti akan dialami oleh sang suami. Menurut Spielberger (2004), kecemasan dibagi dua, yaitu State Anxiety (kecemasan situasional) dan Trait Anxiety (kecemasan bawaan). Kecemasan situasional (state anxiety) akan meningkat apabila individu merasa dirinya dalam keadaan terancam dan akan menurun kembali jika individu sudah merasa aman. Individu menghayati kecemasan situasional ini secara subjektif, mengalami perasaan ketakutan, khawatir dan gelisah. Kecemasan situasional (state anxiety) timbul sebagai suatu reaksi terhadap situasi tertentu maupun pada situasi yang mengancam seperti masa penugasan didaerah konfik yang akan dihadapi suami para isteri prajurit. Sebagian besar isteri yang ditinggal suaminya bertugas ke daerah konflik cenderung mengalami kecemasan situasional (state anxiety), karena isteri merasa suaminya berada di daerah yang tidak aman. Gejala ini akan tetap tampak selama kondisi menyebabkan kecemasan masih ada. Jika penyebabnya hilang maka kecemasan akan hilang (Sunarsih, 2009). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan yang terjadi pada isteri prajurit yang ditinggal suami ke daerah konflik merupakan kecemasan situasional (state anxiety). Hal tersebut didukung oleh hasil wawancara dengan narasumber “RN” (32 tahun) (30 Mei 2014), beliau merasa semua perasaan cemasnya hilang dan berganti dengan perasaan lega dan aman. Itu sebabnya peneliti merasa kecemasan yang dialami oleh para isteri tentara yang bertugas di daerah konflik adalah kecemasan state atau kecemasan situasional. Anwar & Hidayat (2008) dalam penelitiannya terhadap pilot pesawat terbang menyatakan, kecemasan yang tinggi, baik kecemasan umum maupun spesifik pada hal-hal tertentu dapat
mempengaruhi psychological well being seseorang. Bardburn (1969; dalam Anwar, 2008) menambahkan bahwa orang-orang yang memiliki tingkat kecemasan yang besar, baik kecemasan secara umum ataupun khusus pada hal tertentu, cenderung memiliki tingkat afek negatif yang tinggi yang akhirnya mempengaruhi psychological well being dirinya, afek negatif adalah suatu kondisi yang dialami manusia yang membuatnya merasa tidak bahagia (Bradburn & Caplovitz, 1965; Bradburn, 1969; dalam Anwar, 2008). Afek negatif yang terjadi pada isteri prajurit adalah dimana timbul perasaan yang tidak menyenangkan seperti ditinggalkan suaminya bertugas dengan resiko kematian yang terberatnya. Kemudian Ryff (dalam Anwar, 2008) mengatakan bahwa psychological well being sebagai hasil atau penilaian seseorang terhadap dirinya yang merupakan evaluasi atas pengalaman-pengalaman hidupnya. Dalam pengertiannya menurut Ryff (dalam Rahayu, 2008) psychological well being merupakan suatu keadaan dimana individu mampu menerima dirinya apa adanya, mampu membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, memiliki kemandirian terhadap tekanan sosial, mampu mengontorol lingkungan eksternal, memiliki arti hidup, serta mampu merealisasikan potensi diri secara kontinyu. Menurut Ryff & Keyes (dalam Rahayu, 2012), Psychological well being terdiri atas enam dimensi, yaitu self acceptance atau kemampuan seseorang untuk menerima diri apa adanya, personal growth atau kemampuan seseorang untuk mengembangkan dirinya, positive relation with other people atau kemampuan untuk mencintai orang lain, autonomy atau kemampuan untuk mengatur tingkah laku, purpose in life atau kemampuan seseorang dalam mencapai tujuan hidupnya, dan environmental mastery atau kemampuan untuk memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisik dirinya. Menurut Ryff (dalam Mardiah, 2010) gambaran tentang karakteristik orang yang memiliki psychological well being dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak adanya gejala-gejala depresi. Dalam dunia isteri prajurit sesuai dengan Persit Kartika Chandra Kirana (2004) mengatakan bahwa terdapat banyak kegiatan yang diselenggarakan guna memperkaya pengetahuan, pergaulan serta keterampilan isteri prajurit, sehingga bila kecemasan state yang dirasakan oleh isteri TNI Angkatan Darat tinggi dengan adanya wadah organisasi Persit Kartika Chandra Kirana dapat membantu isteri-isteri untuk tetap sosialisasi dengan normal sehingga tetap memenuhi kebutuhannya dengan baik sehingga isteri tetap memperoleh kebahagian dan kepuasan hidup. Menurut Bradburn, dkk (dalam Ryff, 1995) kebahagian merupakan hasil dari kesejahteraan psikologis dan merupakan tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap manusia. Sehingga menjadikan psychological well being merupakan hal yang penting bagi isteri prajurit dalam penantiannya terhadap keselamatan jiwa suaminya yang sedang bertugas di daerah konflik.
METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini peneliti mengambil responden dari dua batalyon yaitu kesatuan Yonif 320/BP di Serang dan Yonif Linud 328/17/1 Kostrad di Cilodong dengan karakteristik seorang isteri TNI Angkatan Darat yang suaminya sedang bertugas di daerah konflik yaitu daerah yang sedang mengalami kerusuhan, telah memiliki anak karena diasumsikan dapat mempengaruhi kecemasan pada isteri prajurit sebab telah mempunyai tanggungan baik materil dan non-materil kepada anak tersebut, usia pernikahan minimal satu tahun karena dalam jangka waktu tersebut telah ada perasaan yang sudah terbiasa antara pasangan, lama ditinggal tugas 6-12 bulan karena dalam masa waktu tersebut responden dapat menghayati kecemasan dan mengolah psychological well being dari dampak ditinggal tugas ke daerah konflik. Penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel kecemasan state dengan psychological well being metode yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa korelasi Pearson, karena berdasarkan hasil uji normalitas sebelumnya pada variabel kecemasan state data berdistribusi secara normal, dan pada variabel psychological well being data berdistribusi secara normal. Profil dibedakan berdasarkan ketentuan karakteristik responden penelitian, yaitu usia
dan usia pernikahan dari responden tersebut. Responden yang diambil sebanyak 140 orang isteri TNI Angkatan Darat. Penelitian ini membahas tentang kecemasan state dan psychological well being yang mana pada kecemasan state mengunakan alat tes State-Trait Anxiety Inventory S-Anxiety by Speilberger yang telah diadaptasi oleh Yuvita Andini (Andini, 2013). Adapun alat ukur ini terdiri dari satu bagian, yaitu alat ukur kecemasan state dan memiliki item sebanyak 20 nomor. Terdapat 10 item favourable, dan 10 item unfavourable. Pada psychological well being mengunakan alat ukur psychological well-being scale (SPWB) by Carol D. Ryff yang mana didalamnya terdapat enam dimensi yaitu penerimaan diri (Self- Acceptance), Hubungan positif dengan orang lain (Positive Relations to Other), Otonomi (Autonomy), Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery), Tujuan Hidup (Purpose in Life), dan Pertumbuhan diri (Personal Growth). Adapun alat ukur ini memiliki 42 item yang mana terdapat 22 item favourable dan 20 item unfavourable.
HASIL PENELITIAN Berikut adalah hasil dari uji korelasi kecemasan state dengan psychological well being: Tabel 1 Correlations Skala Psychological Well Being 0.024 0.781 140 1
Kecemasan State Kecemasan State
Skala Psychological Well Being
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
1 140 0.024 0.781 140
140
Berdasarkan data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai signifikansi dari variabel kecemasan state dan psychological well being sebesar 0,781 p> 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak, sehingga menunjukan tidak ada hubungan antara kecemasan state dengan psychological well being pada isteri TNI Angkatan Darat yang suaminya bertugas di daerah konflik. Penelitian ini menggunakan analisa tambahan guna untuk memperkaya informasi pada penelitian ini, dimana analisa tambahan tersebut adalah mencari hubungan antara kecemasan state dengan enam dimensi yang dimiliki oleh psychological well being. berikut adalah tabel korelasi dari analisa tambahan: Pada tabel dibawah dapat dilihat bahwa nilai dari signifikansi bernilai 0,971 dimana nilai tersebut p>0,05 maka dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan antara kecemasan state dengan dimensi self acceptance pada psychological well being. Berikut adalah tabel korelasi: Tabel 2 Correlations Kecemasan State Self Acceptance Pearson Correlation 1 -0.003 Kecemasan State Sig. (2-tailed) 0.971 N 140 140 Pearson Correlation -0.003 1 Self Acceptance Sig. (2-tailed) 0.971 N 140 140 Pada tabel dibawah dapat dilihat bahwa nilai dari signifikansi bernilai 0,971 dimana nilai tersebut p>0,05 maka dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan antara kecemasan state dengan dimensi self acceptance pada psychological well being. Pada tabel dibawah dapat dilihat bahwa nilai dari signifikansi hubungan bernilai 0,871 dimana nilai tersebut p>0,05 maka dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan antara kecemasan state dengan dimensi personal growth pada psychological well being. Berikut tabel korelasinya: Tabel 3 Correlations Kecemasan State Pearson Correlation Kecemasan State
1
Sig. (2-tailed) N
Personal Growth
Personal Growth 0.014 0.871
140
140
Pearson Correlation
0.014
1
Sig. (2-tailed)
0.871
N
140
140
Pada tabel dibawah dapat dilihat bahwa nilai dari signifikansi bernilai 0,327 dimana nilai tersebut p>0,05 maka dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan antara kecemasan state dengan dimensi positive relation with other people pada psychological well being. Berikut tabel korelasinya:
Tabel 4 Correlations Kecemasan State Kecemasan State Positive Relation with Other People
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
1 140 0.084 0.327 140
Positive Relation with Other People 0.084 0.327 140 1 140
Pada tabel dibawah dapat dilihat bahwa nilai dari signifikansi bernilai 0,998 dimana nilai tersebut p>0,05 maka dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan antara kecemasan state dengan dimensi autonomy pada psychological well being. Berikut tabel korelasinya: Tabel 5 Correlations Kecemasan State Pearson Correlation Kecemasan State
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
Autonomy
Sig. (2-tailed) N
Autonomy 1
0
140
0.998 140
0
1
0.998 140
140
Pada tabel dibawah dapat dilihat bahwa nilai dari signifikansi bernilai 0,799 dimana nilai tersebut p>0,05 maka dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan antara kecemasan state dengan dimensi purpose in life pada psychological well being. Berikut tabel korelasinya: Tabel 6 Correlations Kecemasan State Purpose in Life Pearson Correlation 1 0.022 Kecemasan State Sig. (2-tailed) 0.799 N 140 140 Pearson Correlation 0.022 1 Purpose in Life Sig. (2-tailed) 0.799 N 140 140 Pada tabel dibawah dapat dilihat bahwa nilai dari signifikansi bernilai 0,773 dimana nilai tersebut p>0,05 maka dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan antara kecemasan state dengan dimensi enviromental mastery pada psychological well being. Berikut tabel korelasinya: Tabel 7 Correlations Kecemasan State Pearson Correlation Kecemasan State
Environmental Mastery
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Environmental Mastery 1
-0.025
140
0.773 140
-0.025
1
0.773 140
140
SIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kecemasan state dengan psychological well being pada isteri TNI Angkatan Darat yang suaminya bertugas di daerah konflik. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Arora, Anand, Katyal, Anand (2010) yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara anxiety dan well being pada pasien sindrom koroner akut. Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori dari Bradburn (1969) yang menyatakan bahwa kecemasan pada diri seseorang pada suatu hal tertentu akan mempengaruhi afek negatif dalam dirinya, yang akhirnya mempengaruhi psychological well being. Meskipun isteri TNI Angkatan Darat yang suaminya bertugas di daerah konflik mengalami kecemasan state tetapi psychological well beingnya tetap tinggi atau isteri TNI Angkatan Darat masih tetap merasakan kesejahteraan psikologis yang baik. Hal ini terjadi karena psychological well being terbentuk melalui keaktifan dalam mengikuti kegiatan Persit Kartika Chandra Kirana (Persit, 2004), dimana keanggotannya wajib diikuti oleh seluruh isteri prajurit. Ketidakadanya keterkaitan antara kecemasan state dan psychological well being juga dapat terjadi karena psychological well being merupakan suatu proses sedangkan kecemasan state hanya bersifat sementara. Psychological well being menurut Ryff (dalam Wells, 2010) merupakan suatu proses pencapaian yang tidak bersifat instan atau memiliki proses untuk mendapatkan psychological well being yang baik, dimana seseorang dapat dikatakan mencapai kesejahteraan psikologis dalam hidupnya bila telah memiliki enam dimensi, yaitu Self acceptance, Personal growth, Positive relation with other people, Autonomy, Purpose in life, dan Environmental mastery. Apabila salah satu dimensi tersebut tidak terpenuhi, maka Psychological well being tidak tercapai. Kondisi ini berbeda dengan kecemasan state, dimana kecemasan yang timbul bila individu berhadapan dengan situasi tertentu yang menyebabkan individu mengalami kecemasan. Sebagai suatu kondisi yang bersifat sementara, maka kecemasan state tersebut tidak akan berkaitan dengan kondisi psychological well being subjek. Melalui sosialisasi dalam kegiatan Persit subjek dapat saling berbagi cerita pengalaman yang sama dengan isteri yang lainnya tentang kondisi yang dialami karena ditinggal oleh suami bertugas di daerah konflik. Perasaan senasib sepenanggungan dapat membantu mengurangi kecemasan state yang dirasakan oleh subjek. Pada analisa tambahan yang dilakukan peneliti untuk mencari hubungan antara kecemasan state dengan enam dimensi yang dimiliki oleh psychological well being didapati bahwa tidak ada yang berhubungan signifikan. Pada enam dimensi yang lainya seperti self acceptance, personal growth, positive relation with other people, autonomy, purpose in life, dan enviromental mastery tidak memiliki hubungan yang signifikan. Hal ini dikarenakan pada dasarnya seorang isteri TNI Angkatan Darat telah menerima kondisi diri sebagai istri yang sewaktu-waktu akan ditinggal bertugas sehingga cemas atau tidak cemas tidak mempengaruhi atau berkaitan dengan self acceptance sehingga tidak berhubungan dengan kecemasan statenya. Pada personal growth yang dimiliki oleh isteri TNI Angkatan Darat adalah disaat mereka mendapatkan tuntutan dari atasan mereka untuk selalu mengembangkan dirinya yang membuat hal tersebut tidak berhubungan dengan kecemasan state yang dimilikinya, pada positive relation with other people seorang isteri TNI Angkatan Darat mempunyai wadah organisasi bernama Persit KCK, yang mana pada organisasi tersebut seluruh isteri prajurit dapat saling berbagi cerita dan bersosialisasi sehingga tidak berhubungan dengan kecemasan state yang dimilikinya, seorang isteri TNI Angkatan Darat terlatih untuk mandiri dengan keadaan ditinggal suaminya tugas dengan mengurus anaknya seperti contoh narasumber “RN, 32 tahun” yang mana beliau tetap mengurus anaknya walaupun harus berperan tidak hanya sebagai ibu tetapi sebagai ayah juga, mereka mempunyai autonomy sendiri sehingga tidak berhubungan dengan kecemasan state. Isteri TNI Angkatan Darat masih dapat melakukan aktifitasnya dan meraih cita-citanya seperti biasa walaupun suaminya sedang bertugas di daerah konflik dan penugasan tersebut hanya berlangsung secara sementara sehingga tidak berhubungan dengan kecemasan isteri. Pada environmental mastery isteri TNI Angkatan Darat mereka terbiasa dengan pemindahan tugas yang cukup sering terjadi dan mereka mempunyai skill dalam menyesuaikan dirinya sehingga tidak berhubungan dengan kecemasan statenya. Berkaitan dengan keterbatasan penelitian ini, peneliti menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan, baik dalam teori, metodologi, maupun teknis pelaksanaan pada saat penelitian berlangsung. Terkait dengan kekurangan peneliti mengalami keterbatasan dan kekurangan, seperti pada pengambilan responden penelitian dikarenakan perijinan yang tidak mudah hingga sampai ke atasan TNI Angkatan Darat, banyak narasumber yang tidak ingin diketahui identitas dan tidak ingin direkam pembicaraannya dikarenakan alasan privasi baik privasi diri sendiri dan juga privasi dari institusinya. Pada saat pemberian kuisioner penelitian peneliti kurang mengontrol responden penelitian pada saat pengerjaan kuisioner dikarenakan kuisioner hanya bisa dititipkan pada atasannya, maka peneliti kurang mendapatkan informasi untuk mengklarifikasi pertanyaan. Serta keterbatasannya adalah peneliti tidak
mengontrol pangkat dari suami responden dan juga latar belakang pendidikan dari responden penelitian ini, adapun keterbatasan dan kekurangan yang dimiliki oleh penelitian ini diharapkan dapat menjadikan bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya agar lebih memperhatikan hal-hal penting terutama pada data diri. Adapun saran teoritis yang dapat disampaikan oleh peneliti untuk penelitian selanjutnya adalah dalam pengambilan responden yang mampu merepresentasikan populasi yang ada, sebaiknya peneliti selanjutnya lebih memperluas wilayah pengambilan data sehingga dapat mewakili lebih banyak populasi, dan peneliti dapat memilih berbagai variabel lain yang berkaitan dengan psychological well being, serta penelitian selanjutnya dilakukan penelitian dengan penggabungan metode kuantitatif dan kualitatif untuk memperkuat hasil penelitian. Sedaangkan saran praktis yang dapat disampaikan oleh peneliti dan menjadi sebagai acuan tambahan bagi pembaca atau peneliti, yaitu saran untuk isteri TNI Angkatan Darat adalah ikut aktif dalam segala macam kegiatan dan interaksi yang diadakan Persit sehingga dapat mengisi waktu luang yang dimiliki isteri TNI Angkatan Darat, dan juga saran untuk organisasi Persit Kartika Chandra Kirana adalah lebih memperbanyak kegiatan seminar atau workshop tentang bagaimana mengatasi masalah pribadi dengan lingkungan sekitarnya, serta menyediakan sarana konseling atau sharing group yang dapat dimanfaatkan oleh para isteri TNI Angkatan Darat
REFERENSI Andini, T. Y. (2013). Hubungan antara Self-Efficacy dengan Tingkat Kecemasan Mahasiswa dalam Menghadapi skripsi di Jurusan Psikologi Universitas Bina Nusantara Jakarta. Program Sarjana. Universitas Bina Nusantara. Jakarta. Anwar, M. Y., &Hidayat, L. L. (2008). Hubungan antara Psychological Well-Being dengan Kecemasan akan Kematian pada Pilot Pesawat Terbang. Program Sarjana. Unika Atma Jaya. Jakarta. Arora, D., Anand, M., Katyal, V.K., &Anand, V. (2010). Anxiety and Well-being among Acute Coronary Syndrome Patients. Journal of the Indian Academy of Applied Psychology. Maharshi Dayanand University: Rohtak. Bradburn, M. (1969. The Structure of Psychological Well-Being. Chicago: Aldine Publishing Company. Ismanto, H.K. (2009). Fenomena Kecemasan Isteri TNI-AL yang ditinggal tugas suami. Surabaya: JIPTIAIN Kalimah, N. (2011). Hubungan antara kecemasan dengan penyesuaian diri terhadap tugas suami pada istri prajurit TNI-AU. Program Sarjana. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Kumar, R. (2011). Research methodology: a step-by-step guide for beginners. London: Sage Publication Ltd. Majalah Kartini; Kehidupan isteri prajurit. (2003). Copy Editor, nomer 511. Mardiah, D. (2010). Hubungan Antara Stres Dengan Psychological Well-Being Pada Isteri Karyawan Perkebunan Kelapa Sawit. Program Sarjana. Universitas Sumatera Utara. Medan. Retrieved from (http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/19871), diakses pada tanggal 26 Juni 2014. Marnat, G.G. (2010). Handbook of Psychological Assessment: (5th Ed). New Jersey: Pustaka Pelajar. Myers, A., & Hansen, C.H. (2011). Experimental Psychology: (7th Ed). China: Wadsworth, Cengage Learning. Papalia, D.E., Olds, S.W.,& Fieldmen, R.D. (2009). Human Development. 10th.ed., Boston: Mc GrawHill Education. Persit Kartika Chandra Kirana Pengurus Pusat. (2004). Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Jakarta: Persit Kartika Chandra Kirana Pengurus Pusat. Rahayu, M. A. (2008). (http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/126719-306.872%20RAH%20p%20%20Psychological%20Well-Being%20-%20Literatur.pdf), diakses pada tanggal 28 Maret 2013). Ryff, D. C. (1989). Happines Is Everything, or Is It? Explorations on the Meaning of Psychological Well Being. Madison: the American Psychology Association, Inc. Ryff, C.D&Keyes, C. L. (1995): The structure of psychological well being revisited. Journal of Personality and Social Psychology, 69(4): 719-727. Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta. Sugiyono. (2009). Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeda. Sunarsih, D. W., (2009). Hubungan tingkat Religiulitas dengan Kecemasan Isteri ABRI yang Ditinggal Suami ke daerah konflik. Program Sarjana. UII. Yogyakarta. Retrievd from
(http://psychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi-01320068.pdf) diakses pada tanggal 23 Maret 2014. Speilberger, C. (2004). Encyclopedia of APPLIED PSYCHOLOGY Volume 1. Florida: ELSEVIER Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia. Wells, I.E. (2010). Psychology of emotions, motivations and actions: Psychological well-being. NewYork: Nova Science Publisher, Inc.
RIWAYAT HIDUP Andi Melati Tahira H G, lahir di kota Makassar pada 26 Agustus 1992. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang ilmu psikologi pada 2014.
,