perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DENGAN AKNE VULGARIS
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
AVIONITA RAHMA DEWI PRANITASARI G0008060
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 15 Desember 2011
Avionita Rahma Dewi Pranitasari G0008060
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Avionita Rahma Dewi Pranitasari, G0008060, 2011. Hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Akne Vulgaris. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan akne vulgaris. Metode Penelitian : Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2011 di SMAN 1 Prambanan, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Subjek penelitian adalah siswa SMAN 1 Prambanan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang ditetapkan oleh peneliti. Pengambilan sampel dilakukan secara fixed disease sampling dengan jumlah sampel sebanyak 198. Seluruh sampel diperiksa secara klinis untuk menentukan ada tidaknya akne vulgaris dan tingkat keparahan akne vulgaris melalui skor GAGS, dilakukan pengukuran tinggi badan serta berat badan untuk menghitung IMT, kemudian dilakukan pengisian kuesioner untuk memperoleh data tentang identitas diri dan variabel-variabel perancu. Data selanjutnya dianalisis menggunakan uji statistik chi square, dilanjutkan dengan uji Odd Ratio (OR) dan uji regresi logistik ganda. Hasil Penelitian : Dari analisis data dengan angka kemaknaan α = 0,05, diperoleh nilai p = 0,043 yang berarti p < 0,05, sehingga ada hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan akne vulgaris. Siswa dengan IMT kategori overweight/obesitas berisiko untuk menderita akne vulgaris 2,423 kali lebih besar daripada mahasiswa dengan IMT kategori underweight/normal. Simpulan Penelitian : Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Indeks Massa Tubuh (IMT) berhubungan secara signifikan dengan akne vulgaris. Semakin besar nilai Indeks Massa Tubuh (IMT), semakin besar risiko terkena akne vulgaris.
Kata kunci : indeks massa tubuh, akne vulgaris
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Avionita Rahma Dewi Pranitasari, G0008060, 2011. Correlation between Body Mass Index (BMI) with Acne Vulgaris. Falculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta. Objective : To determine an correlation between Body Mass Index (BMI) with acne vulgaris. Method : This type of study was an observational analytic study with crosssectional study approach. The study was conducted in May 2011 in SMAN 1 Prambanan, Sleman Regency, Yogyakarta Special Territory Province. The subjects in this study were students of SMAN 1 Prambanan with inclusion and exclusion criteria which was made by the writer. The sampling technique that was used was fixed disease sampling with sample size of 198. All samples were examined clinically to determine the absence of acne vulgaris and the severity of acne vulgaris through GAGS score, were measured of body weight and height to calculate BMI, then questionnaire form filling out was done. Then the data were analyzed by using chi square analysis, Odd Ratio (OR) analysis, and multiple logistic regression analysis. Results : The data analysis, with α = 0,05, shows p = 0,045 which means p < 0,05 so that there is a correlation between Body Mass Index (BMI) with acne vulgaris. Student with category of BMI overweight/obesity had a risk to acne vulgaris 2,423 higher than student with category of BMI underweight/normal. Conclusion : The research can be concluded that Body mass Index (BMI) was significantly correlated with acne vulgaris, the greater value of IMT, the greater risk of acne vulgaris.
Keywords: body mass index, acne vulgaris
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PRAKATA Alhamdulillah, puji syukur penulis haturkan kepada Allah swt, dengan segala rahmat dan anugerah-Nya penulis berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Akne Vulgaris” sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran dari Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak lain adalah berkat peran serta banyak pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada: 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2. Nugrohoaji Dharmawan, dr., Sp.K.K., M.Kes., selaku Pembimbing Utama yang telah memberi bimbingan dan nasihat dalam penyusunan skripsi ini. 3. Hardjono, Drs., M.Si., selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberi bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini. 4. M. Eko Irawanto, dr., Sp.K.K., selaku Penguji Utama yang telah memberi kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 5. Made Setiamika, dr., Sp.THT-KL., selaku Anggota Penguji yang telah memberi kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 6. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi beserta Staf Bagian Skripsi FK UNS Surakarta. 7. Margono., dr., M.Kes., selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan dan pengarahannya. 8. Mawardi, Drs., selaku Kepala Sekolah SMAN 1 Prambanan dan siswa SMAN 1 Prambanan atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian ini. 9. Bapak, Windarto dan Ibu, Sri Sayekti atas doa dan dukungannya selama ini. Juga teruntuk kakakku, Armadhani Jati Prasetya, yang telah memberi motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini. 10. Sahabat-sahabat seperjuangan selama kuliah dan selama penyusunan skripsi, Yuannisa, Noniek, dan Wiji. 11. Teman-teman kos “Multazam”, Sukma, Asih, Khodijah, Riri, Mbak Lilik, Mbak Prima, Mbak Oni, Mbak Dilla, Mbak Uti, Sara, Hanif, dan Sasa atas semangat dan kebersamaannya. 12. Teman-teman, saudara seangkatan Pendidikan Dokter 2008, untuk kerjasama dan bantuannya selama ini. 13. Pihak-pihak lain yang tak bisa penulis sebutkan satu per satu. Dalam penyusunan skripsi ini, tentu masih banyak terdapat kekurangan sehingga kritik dan saran sangat penulis harapkan sebagai bahan pertimbangan untuk penyusunan yang lebih baik di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk banyak pihak. Surakarta, 15 Desember 201
Avionita Rahma Dewi Pranitasari commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
PRAKATA ............................................................................................................
vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii DAFTAR TABEL .................................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah......................................................................
1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................
4
C. Tujuan Penelitian ...............................................................................
4
D. Manfaat Penelitian .............................................................................
4
BAB II. LANDASAN TEORI .............................................................................
5
A. Tinjauan Pustaka ................................................................................
5
B. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 27 C. Hipotesis ............................................................................................ 28 BAB III. METODE PENELITIAN ...................................................................... 29 A. Jenis Penelitian ............................................................................... 29 B. Lokasi Penelitian.............................................................................. 29 C. Subjek Penelitian ............................................................................. 29 D. Teknik Pengambilan Sampel ........................................................... 30 E. Identifikasi Variabel Penelitian ........................................................ 31 F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ......................................... 31 commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
G. Instrumen Penelitian ....................................................................... 36 H. Cara Kerja ........................................................................................ 37 I. Rancangan Penelitian ....................................................................... 39 J. Teknik Analisis Data......................................................................... 40 BAB IV. HASIL PENELITIAN ........................................................................... 43 A. Karakteristik Sampel ...................................................................... 43 B. Hubungan antara IMT dengan Akne Vulgaris ............................... 47 BAB V. PEMBAHASAN .................................................................................... 61 BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 68 A. Simpulan ......................................................................................... 68 B. Saran ............................................................................................... 68 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 69 LAMPIRAN
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1. The Global Acne Grading System ........................................................ 17 Tabel 2. Kategori Ambang Batas IMT untuk Asia ............................................ 19 Tabel 3. Klasifikasi IMT Menurut Umur ........................................................... 20 Tabel 4. Bentuk Tabel 2xk Uji Chi-Square........................................................ 40 Tabel 5. Distribusi Sampel Berdasarkan Kejadian Akne Vulgaris .................... 44 Tabel 6. Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Keparahan Akne Vulgaris .... 45 Tabel 7. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur .................................................. 46 Tabel 8. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin .................................... 47 Tabel 9. Hasil Analisis Chi Square 4x2 tentang Hubungan antara IMT ............ 49 dengan Akne Vulgaris Tabel 10. Hasil Analisis Chi Square 4x4 tentang Hubungan antara IMT ............ 51 dengan Akne Vulgaris Berdasarkan Derajat Keparahan Akne Vulgaris Tabel 11. Hasil Analisis Chi Square 2x2 tentang Hubungan antara IMT ........... 53 dengan Akne Vulgaris Tabel 12. Hasil Analisis Odd Ratio tentang Hubungan antara IMT dengan ........ 54 Akne Vulgaris Tabel 13. Karakteristik Data Umur ...................................................................... 55 Tabel 14. Hasi Analisis Bivariat tentang Hubungan antara Umur dengan .......... 55 Akne Vulgaris Tabel 15. Hasil Analisis Bivariat tentang Hubungan antara Frekuensi Cuci ....... 57 commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Muka dengan Akne Vulgaris Tabel 16. Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda tentang Hubungan antara ....... 58 IMT dengan Akne Vulgaris Tabel 17. Probabilititas Kejadian Akne Vulgaris berdasarkan Bentuk ............... 60 Persamaan Regresi Logistik
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Diagram Persentase Sampel Berdasarkan Kejadian Akne ............. 44 Vulgaris Gambar 2. Diagram Persentase Sampel Akne Vulgaris Positif ....................... 45 Berdasarkan Tingkat Keparahan Akne Vulgaris Gambar 3. Diagram Persentase Sampel Menurut Kelompok Umur ................. 46 Gambar 4. Grafik Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin .................... 47 Gambar 5. Grafik antara IMT dengan Persentase Kejadian Akne Vulgaris ..... 50 Gambar 6. Grafik antara IMT dengan Persentase Kejadian Akne Vulgaris .... 51 Berdasarkan Derajat Keparahan Akne Vulgaris Gambar 7. Grafik Persentase Kejadian Akne Vulgaris menurut Umur ........... 56 Gambar 8. Grafik antara Frekuensi Cuci Muka dengan Persentase ................. 57 Kejadian Akne Vulgaris
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran Lampiran 2. Informed Consent Lampiran 3. Kuesioner Pendahuluan Lampiran 4. Surat Pernyataan Lampiran 5. Hasil Penelitian Lampiran 6. Perhitungan Statistik Lampiran 7. Foto Sampel Lampiran 8. Grafik IMT Berdasarkan Umur Menurut CDC Lampiran 9. Surat Izin Penelitian dari SMAN 1 Prambanan
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis akne vulgaris sering polimorfi; terdiri atas berbagai kelainan kulit berupa komedo, papul, pustul, nodul, dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut, baik jaringan parut yang hipotrofi maupun yang hipertrofi (Wasitaatmadja, 2007). Tempat predileksi akne paling sering adalah wajah (sebesar 99 %) dan di tempat lain seperti leher, bahu, dada, dan punggung sekitar 1 % (Achyar dan Ashadi, 2001). Di dunia ini diperkirakan terdapat lebih dari 60 juta orang menderita akne (Wolfe, 2007). Karena hampir setiap orang pernah menderita penyakit ini, maka akne vulgaris sering dianggap sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis. Pada masa remaja, akne vulgaris menjadi salah satu problem (Wasitaatmaja, 2007). Usia remaja (12 - 24 tahun) sering ditemukan menderita akne sebesar 85 %, usia 25 - 34 tahun sebesar 8 %, dan usia 35 44 tahun sebesar 3 % (Leyden, 2003). Dilaporkan sekitar 15 % akne pada usia pubertas dapat menimbulkan efek psikologis berupa rasa malu dan rendah diri akibat bekas akne yang menimbulkan jaringan parut. Jaringan parut terbentuk karena ada peradangan (Goulden, 2003). Akne disebabkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah peningkatan produksi commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
sebum (Wasitaatmadja, 2007). Produksi sebum yang meningkat ini salah satunya dipengaruhi oleh hormon androgen. Androgen dapat menstimulasi kelenjar sebasea untuk memproduksi sebum (Diamanti-Kandarakis dan Bergiele., 2001). Obesitas
berhubungan
dengan
hiperandrogenisme
perifer
yang
berhubungan dengan peningkatan produksi sebum (Huppert et al., 2001). Menurut penelitian di Taiwan, rata-rata IMT pada anak-anak yang tidak akne (18,2 ± 3,4) secara signifikan lebih rendah daripada subjek akne (19,5 ± 3,7), tanpa perbedaan jenis kelamin. Prevalensi penderita akne pada anak-anak berumur 6 - 11 tahun dengan IMT < 18,5 cenderung rendah, terutama lesi inflamatori. Sedangkan prevalensi penderita akne pada anak-anak berumur 6 - 11 tahun dengan IMT menurut umur ≥ 95 % secara signifikan cenderung tinggi. IMT dengan kategori obesitas merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian akne pada anak sekolah (Tsai et al., 2006). Obesitas secara sederhana didefinisikan sebagai suatu keadaan dari akumulasi lemak tubuh yang berlebihan (Rippe et al., 2001). Pada tahun 2009, 1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami berat badan berlebih (overweight), dan sekurang-kurangnya 400 juta di antaranya mengalami obesitas. Di Indonesia, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi nasional obesitas umum pada penduduk berusia ≥ 15 tahun adalah 10,3 % (laki-laki 13,9 %, perempuan 23,8 %). Sedangkan prevalensi berat badan berlebih anak-anak usia 6 - 14 tahun pada laki-laki 9,5 % dan pada perempuan 6,4 % (Departemen Kesehatan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
Indonesia, 2009). Peningkatan prevalensi obesitas yang sangat tajam di seluruh dunia ini telah mencapai tingkatan yang membahayakan. Di beberapa negara berkembang obesitas justru telah menjadi masalah kesehatan yang lebih serius (Hadi, 2005). Metode yang paling berguna dan banyak digunakan untuk mengukur tingkat obesitas dan overweight adalah Indeks Massa Tubuh (IMT). The World Health Organization (WHO) pada tahun 1997, The National Institute of Health (NIH) pada tahun 1998 dan The Expert Committee on Clinical Guidelines for Overweight in Adolescent Preventive Services telah merekomendasikan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebagai baku pengukuran obesitas pada anak dan remaja di atas usia 2 tahun. Indeks massa tubuh (IMT) didapat melalui perhitungan berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m2) (Sjarif, 2002). Mengingat prevalensi akne vulgaris yang tinggi dan kecenderungan peningkatan overweight maupun obesitas di Indonesia maupun di dunia, perlu penelitian-penelitian tentang hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan akne vulgaris. Hal ini tampaknya belum banyak dilakukan. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan terjadinya akne vulgaris di SMAN 1 Prambanan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
B. Rumusan Masalah Adakah hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan akne vulgaris?
C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan akne vulgaris.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk masukan dalam rangka pengembangan ilmu kedokteran dan penelitian selanjutnya tentang faktor pencetus akne vulgaris. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk masukan dalam rangka meningkatkan upaya-upaya pencegahan akne vulgaris.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Akne Vulgaris a. Definisi Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis akne vulgaris sering polimorfi ; terdiri atas berbagai kelainan kulit berupa komedo, papul, pustul, nodul, dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut, baik
jaringan
parut
yang
hipotrofi
maupun
yang
hipertrofi
(Wasitaatmadja, 2007). b. Epidemiologi Akne Vulgaris Akne vulgaris biasanya timbul pada usia remaja saat masa pubertas. Umumnya insiden terjadi pada sekitar umur 14 - 17 tahun pada wanita, 16 - 19 tahun pada pria dan pada masa itu lesi yang predominan adalah komedo dan papul dan jarang terlihat lesi beradang. Hampir setiap orang pernah menderita penyakit ini, maka akne vulgaris sering dianggap sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis (Wasitaatmadja, 2007). Pada remaja putri, akne vulgaris dapat terjadi saat premenarke. Setelah masa remaja kelainan ini berangsur berkurang. Namun, commit to user 5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
kadang-kadang, akne vulgaris dapat menetap sampai dekade umur 30an atau bahkan lebih (Wasitaatmadja, 2007). Usia remaja (12 - 24 tahun) sering ditemukan menderita akne sebesar 85 %, usia 25 - 34 tahun sebesar 8 %, dan usia 35 - 44 tahun sebesar 3 % (Leyden, 2003). Puncak kejadian akne vulgaris terjadi pada usia 16 - 18 tahun (Cordaen et al., 2002). Pada beberapa penelitian sebelumnya tentang prevalensi kejadian akne vulgaris, didapat data prevalensi akne vulgaris positif pada penduduk Palembang dengan umur 14 - 21 tahun adalah 68,2 % (Tjekyan, 2008). Di Inggris, didapatkan data prevalensi kejadian akne vulgaris positif pada penduduk dengan umur 12 - 18 tahun sebanyak 80 % (Dreno et.al., 2003). Sedangkan penelitian di Teheran, Iran didapatkan data prevalensi kejadian akne vulgaris positif pada penduduk dengan umur 12 - 20 tahun adalah 93,2 % (Ghodsi et.al., 2009). c.
Etiologi dan Patogenesis Akne Vulgaris Patogenesis akne vulgaris bersifat multifaktorial. Faktor-faktor yang berperan dalam patogenesis akne vulgaris terdiri atas faktor internal, yaitu meningkatnya produksi sebum, hiperkeratinisasi folikuler, hormon androgen, genetik, adanya mediator radang di sekitar folikel sebasea, dan adanya perubahan biokimia susunan lemak di permukaan kulit (Wasitaatmadja, 2007). Faktor eksternal seperti commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
kosmetik, obat, dan kolonisasi Propionibacterum acnes di folikel sebasea dapat memacu ataupun memperburuk akne (Wolfe, 2009). 1) Kenaikan Produksi Sebum Pasien dengan akne memproduksi lebih banyak sebum dibandingkan yang tanpa akne, walaupun kualitas sebum sama pada kedua grup tersebut (Zaenglein et al., 2007). Kelenjar sebasea membutuhkan stimulus dari hormon androgen untuk memproduksi banyaknya sebum secara signifikan (Nelson dan Thiboutot, 2007). Produksi sebum yang meningkat menyebabkan peningkatan unsur komedogenik dan inflamatogenik penyebab terjadinya lesi akne
(Wasitaatmadja,
2007).
Komedo
terbentuk
karena
terlokalisasinya asam linoleat. Asam linoleat melalui plasma dapat mencairkan sebum sehingga volume sebum meningkat dan membasahi duktus korneosit. Kerusakan lumen folikel akibat abnormalitas deskuamasi sel folikel menyebabkan sebum terjebak di belakang sumbatan yang hiperkeratotik. Hasil akhir dari hiperkeratinisasi ini berkembang menjadi komedo (Tahir, 2010). Sebum mengandung beberapa jenis lemak seperti trigliserida 56 %, wax ester 26 %, squalene 15 %, kolesterol ester 2 %, dan kolesterol 1 % (Cunliffe dan Gollnick, 2001). Salah satu dari komponen sebum, trigliserida, berperan dalam patogenesis akne. Trigliserida
diubah
menjadi
asam
lemak
bebas
oleh
Propionibacterium acnes. Asam lemak bebas ini mendukung commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
kolonisasi dari bakteri Propionibacterium acnes, mendorong inflamasi, dan komedogenik (Zaenglein et al., 2007). Selain diatur oleh hormon androgen, produksi sebum dan aktivitas sebaseus juga dipengaruhi oleh retinoid, melanokortin, peroxisome
proliferator-activated
receptors
(PPAR),
dan
fibroblast growth factor receptor (FGFR). Retinoid menghambat sekresi sebum. Sedangkan melanokortin meningkatkan produksi sebum.
Yang
termasuk
melanokortin
adalah
melanocyte
stimulating hormone dan hormon adrenokortikotropik (Nelson dan Thiboutot, 2007). Reseptor PPAR terdapat pada kelenjar sebasea, yaitu PPAR-α. Reseptor PPAR berkaitan dengan proses sintesis lipid. Mekanisme ini diperankan oleh 5 lipoxygenation yang menghasilkan leukotrien B4 yang berfungsi sebagai prekursor; dan arachidonic acid yang memacu sebaseus lipogenesis pada sel sebosit manusia (Zouboulis et al., 2005). Reseptor FGFR diekspresikan lewat epidermis. Reseptor FGFR2 berperan penting pada embriogenesis saat pembentukan kulit. Mutasi pada reseptor FGFR2 ini terbukti berhubungan dengan akne, tetapi bagaimana mutasi ini menyebabkan akne sampai sekarang belum diketahui (Zaenglein et al., 2007). Produksi sebum mulai meningkat saat masuk usia pubertas (Nelson dan Thiboutot, 2007). Produksi sebum dapat dihambat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
oleh beberapa obat seperi estrogen, anti androgen dan golongan obat retinoid (Stoll et al., 2001). 2) Perubahan pola keratinisasi dalam folikel Pada duktus folikuler normal terdapat keratinosit yang tersusun atas selapis sel kolumner yang membentuk lumen sebagai tempat keluarnya sebum. Pada lesi akne terdapat hiperkeratinisasi pada duktus folikuler sehingga terjadi sumbatan lumen yang akan memicu
terbentuknya
mikrokomedo
yang
berisi
sebum.
Hiperkeratinisasi folikuler merupakan faktor untuk terjadinya lesi akne (Gollnick, 2003). Terjadinya hiperkeratinisasi folikuler belum diketahui dengan pasti, kemungkinan disebabkan oleh suatu respon keratinosit yang berlebihan terhadap hormon androgen, penurunan kadar asam linoleat dan vitamin A pada duktus folikuler (Leyden, 2003), peningkatan kolonisasi Propionibacterium acnes pada duktus folikuler sebasea sehingga terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas dan memicu faktor kemotaksis untuk menghasilkan sitokin lokal seperti IL-1α dan IL-8 (Gollnick, 2003). 3) Kolonisasi Saluran Pilosebasea dengan Propionibacterium acnes Mikroba yang berperan pada patogenesis akne vulgaris adalah Propionibacterium
acnes,
Staphylococcus
epidermidis,
dan
Pityrosporum ovale. Bakteri-bakteri tersebut berperan pada proses kemotaktik inflamasi serta pembentukan enzim lipolitik pengubah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
fraksi lipid sebum (Wasitaatmadja, 2007). Propionibacterium acnes terdapat pada bagian tubuh yang kaya kelenjar sebasea seperti wajah, kulit kepala, jumlah sedang terdapat pada daerah badan dan lengan atas, sedangkan jumlah sedikit terdapat pada daerah ekstremitas bawah (Gollnick, 2003). Propionibacterium acnes menghasilkan bahan-bahan aktif seperti lipase, protease, hialuronidase, fosfatase, dan smoot muscle contracting substances. Bahan-bahan ini akan meningkatkan lipolisis (Hidayah et al., 2003). Propionibacterium acnes hidup dalam suasana pH 5 - 6,5 sama seperti pH di permukaan kulit dan suhu yang sesuai sekitar 30 370C (Cunliffe dan Gollnick, 2001). Propionibacterium acnes melepaskan sitokin inflamasi seperti IL-1α, IL-8, dan TNF-α akibat fagositosis leukosit terhadap Propionibacterium acnes (Leyden, 2003). Produksi sebum yang meningkat dan adanya sumbatan duktus menjadikan duktus pilosebasea menjadi anaerob sehingga merupakan
media
pertumbuhan
Propionibacterium
acnes
(Gollnick, 2003). Mencuci muka dengan sabun pembersih mempunyai efek mengurangi minyak maupun efek daya antibakteri (American Osteopathic
College
of
Dermatology,
2011).
Penelitian
sebelumnya menyatakan bahwa terdapat perbaikan kondisi akne pada kelompok yang mencuci muka 2x/hari dibandingkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
kelompok yang mencuci muka 1x/hari secara signifikan (Choi et.al., 2006). 4) Inflamasi Inflamasi yang terjadi bukan disebabkan oleh bakterinya sendiri melainkan akibat mediator biologik aktif dalam folikel yang dihasilkan oleh Propionibacterium acnes (Hidayah et al., 2003). Propionibacterium acnes akan memacu berbagai sel radang seperti neutrofil, CD14, leukosit, dan limfosit, hal ini dibuktikan dengan penurunan kolonisasi Propionibacterium acnes akan menunjukkan perbaikan lesi akne melalui penurunan sel radang). Metabolisme neutrofil menghasilkan O2 dan OH dan leukosit menghasilkan reactive oxygen species (R0S) yang dapat merusak dinding folikel sebaseus pada lokasi inflamasi yang dikenal dengan auto-oxidative damage (Gollnick, 2003). Sitokin dapat meningkatkan terjadinya komedo, hal ini dibuktikan dengan pemberian IL-1α pada duktus pilosebaseus dapat memacu terjadinya komedo. Komedo terbentuk oleh sumbatan duktus folikel sebasea yang mengakibatkan terjadinya timbunan sebum dan memacu pertumbuhan Propionibacterium acnes
sehingga
terbentuk
lesi
akne.
Pemeriksaan
secara
elektromikroskopik terdapat penebalan korneocyt lamellae pada lesi akne (Cunliffe dan Gollnick, 2001). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
5) Faktor hormon Produksi sebum dipengaruhi oleh hormon androgen dan perisoma proliferator activated reseptor (PPAR) ligands. Hormon androgen berperan dalam meningkatkan ukuran kelenjar sebasea dan memacu proliferasi sel keratinosit di di duktus sebasea dan di akroinfundubulum (Zouboulis et al., 2005). Hormon androgen terdiri atas dehidroepiandrosteron sulfat (DHEA-S) dengan kadar 1300-6800 nmol/L baik pada laki-laki maupun perempuan; testosteron pada laki-laki dengan kadar 10 35 nmol/L dan testosteron pada perempuan dengan kadar < 3,5 nmol/L; dehidrotestosteron pada laki-laki dengan kadar 0,87-2,6 nmol/L dan dehidrotestosteron pada perempuan dengan kadar 0,171,0 nmol/L; androstenedion pada laki-laki dengan kadar 3,5 - 5,0 nmol/L dan androstenedion pada perempuan dengan kadar 3,5 - 7,0 nmol/L (Degitz et al., 2007). Yang berperan penting dalam pembentukan akne adalah testosteron dan dehidrotestosteron yaitu untuk proliferasi sel keratinosit dan pembentukan lipid (Murata et al., 2006). Timbulnya akne pada wanita dipengaruhi siklus menstruasi dan kehamilan karena adanya perubahan kadar hormon progesteron menyebabkan
kelenjar
ovarium
aktif
selanjutnya
akan
meningkatkan hormon androgen sehingga produksi sebum meningkat (Cunliffe dan Gollnick, 2001). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
6) Faktor Herediter Pada 60 % pasien, riwayat akne juga didapatkan pada satu atau kedua orang tuanya. Penderita akne yang berat umumnya mempunyai riwayat keluarga yang positif. Diduga faktor genetik berperan dalam gambaran klinik, penyebaran lesi, dan lamanya kemungkinan mendapat akne (Rzany dan Kahl, 2006). Zouboulis et al. melaporkan bahwa akne derajat berat sering ditemukan pada keluarga kembar homozigot dan heterozigot dengan presentase 54 %. Genetik berhubungan dengan timbulnya akne, hal ini dipengaruhi oleh hormon androgen dan abnormal lipid. Dibuktikan pada akne neonatal ditemukan adanya kelainan familial hiperandrogenisme dan aktivitas steroid 21-hydroxylase yang tidak adekuat. Juga kejadian akne disebabkan oleh mutasi gen CYP21 (Zouboulis et al., 2005). Individu yang secara genetik mengalami defisiensi reseptor androgen (complete androgen insensitivity) cenderung sedikit memproduksi sebum dan tidak berkembang menjadi akne (Nelson dan Thiboutot, 2007). Predominan alel gen sitokrom p45 terlihat pada pasien dengan akne. Mutasi ini mungkin menyebabkan percepatan degradasi retinoid natural sehingga terjadi obstruksi akibat
dari
disorder
pada
diferensiasi
keratinosit
hiperkeratinisasi kanal folikel pilosebasea (Pawin, 2004). commit to user
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
7) Diet Makanan sebagai salah satu faktor penyebab timbulnya akne masih diperdebatkan (Wasitaatmadja, 2007). Penyelidikan terakhir membuktikan bahwa diet sedikit atau tidak berpengaruh terhadap akne. Namun, begitu banyak pasien dengan akne percaya bahwa diet merupakan salah satu faktor yang dapat memperburuk penyakitnya (Smith dan Mann, 2007). 8) Psikis Terjadinya stres psikik dapat memicu kegiatan kelenjar sebasea sehingga terjadi peningkatan produksi sebum, baik secara langsung atau
melalui
rangsangan
terhadap
kelenjar
hipofisis
(Wasitaatmadja, 2007). 9) Kosmetika Pemakaian kosmetika yang mengandung lanolin, petrolatum, minyak tumbuh-tumbuhan, dan bahan-bahan kimia murni (butil stearat, lanuri alkohol, bahan-bahan pewarna merah D dan C dan asam oleik), secara terus-menerus dalam waktu lama, dapat menyebabkan akne (Wolfe, 2009). 10)
Obat-obatan Beberapa obat dapat menyebabkan akne. Obat-obatan tersebut diantaranya
anabolik
steroid,
kortikosteroid,
kortikotropin,
fenitoin, litium, isoniazid, vitamin B komplek, halogen, dan pengobatan kemoterapi (Zaenglein et al., 2007). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
11) Iklim Termasuk faktor sinar ultraviolet, kelembaban udara, temperatur, mungkin berpengaruh pada aktivitas kelenjar sebasea (Wasitaatmaja, 2007). Didapatkan 60 % perbaikan akne di daerah tropis pada saat musim panas atau kemarau (Widjaja, 2000). d. Gejala Klinis dan Diagnosis Tempat predileksi akne vulgaris adalah yang banyak mengandung kelenjar pilosebasea, diantaranya wajah, bahu, dada bagian atas, dan punggung bagian atas. Lokasi kulit lain, misalnya leher, lengan atas, dan glutea kadang-kadang terkena (Wasitaatmadja, 2007). Tempat predileksi akne vulgaris yang paling sering terkena adalah wajah (99 %) (Smith dan Mann, 2007). Akne dapat berkembang menjadi bentuk yang bervariasi, diantaranya: 1) Papul
: lesi inflamasi kecil berupa tonjolan berwarna merah muda
2) Pustul
: papula yang diujungnya terdapat nanah berwarna putih atau kuping dan dasarnya merah.
3) Nodul
: luas, nyeri, lesi solid, tertancap pada kulit.
4) Kista
: dalam, nyeri, di dalam lesi terisi nanah yang dapat menimbulkan skar.
(National Institute of Arthritis and Muskuloskeletal and Skin Disease, 2006).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Diagnosis akne vulgaris biasanya ditegakkan berdasarkan pada riwayat pasien dan pemeriksaan fisik. Didapatkannya komedo pada pasien merupakan petunjuk penting dalam diagnosis akne vulgaris (Bershad, 2008). Pada penderita seringkali ditemukan berbagai macam lesi, dengan gejala predominan salah satunya, mulai dari komedo, papul, pustul, nodul, dan kista (Wasitaatmadja, 2007). Beberapa diagnosis banding akne vulgaris adalah folikulitis, dermatitis peri-oral, dan dermatitis seboroik (Roebuck, 2006). e. Gradasi Ada banyak sistem gradasi untuk menentukan tingkat keparahan akne vulgaris. Penilaian tingkat keparahan akne terus menjadi tantangan para ahli dermatologi. Ada banyak sistem gradasi akne vulgaris, tetapi sampai sekarang belum ada sistem gradasi akne vulgaris yang diterima secara universal. Doshi, Zaheer dan Stiller pada tahun 1997 memperkenalkan global acne grading system (GAGS). Sistem ini membagi wajah, dada, dan punggung dalam enam area (dahi, tiap pipi, hidung, dagu, dan dada dan punggung) dan menetapkan faktor dari tiap area sebagai dasar ukuran (Adityan et al., 2009). Berikut adalah cara menilai derajat keparahan akne vulgaris menggunakan Global Acne Grading System (GAGS):
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Tabel 1. The Global Acne Grading System Lokasi
Faktor
Dahi
2
Pipi kanan
2
Pipi kiri
2
Hidung
1
Dagu
1
Dada dan punggung
3
Sumber: Adityan et al. (2009) Catatan: Tiap lesi diberi nilai tergantung dari keparahannya. Tidak ada lesi=0, komedo= 1, papul= 2, pustul= 3 dan nodul= 4. Skor pada tiap area (local score) dihitung menggunakan formula: Local score = Faktor x grade (0-4). Global score adalah jumlah dari local score, dan keparahan akne diklasifikasi menurut global score. Skor 1-18= ringan; 19-30= sedang; 31-38= berat dan > 39= sangat berat
2. Indeks Massa Tubuh (IMT) a.
Definisi The World Health Organization (WHO) pada tahun 1997, The National Institute of Health (NIH) pada tahun 1998 dan The Expert Committee on Clinical Guidelines for Overweight in Adolescent Preventive Services telah merekomendasikan Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) sebagai baku pengukuran obesitas pada anak dan remaja di atas usia 2 tahun. Indeks Massa Tubuh (IMT) didapat melalui perhitungan berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m2). Oleh karena komposisi commit to user lemak tubuh anak berubah tiap
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
tahun mengikuti pertumbuhan, maka konsep penggunaan IMT antara anak dan dewasa berbeda. Pada anak, interpretasi IMT tergantung pada umur dan jenis kelamin anak, karena anak lelaki dan perempuan memiliki komposisi lemak tubuh yang berbeda (Sjarif, 2002). Untuk anak-anak dan remaja (usia 2 - 20 tahun), hasil perhitungan IMT diplot pada kurva pertumbuhan dari CDC (Center for Chronic Disease) untuk melihat posisi IMT pada umur (Division of Nutrition and Physical Activity, National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion, 2007). Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan cara termudah untuk memperkirakan obesitas serta berkorelasi tinggi dengan massa lemak tubuh. Untuk mengukur lemak tubuh secara langsung sangat sulit dan sebagai pengganti dipakai Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk menentukan berat badan yang berlebih dan obesitas pada seseorang (Sjarif,
2002).
IMT
mempunyai
keunggulan
utama
yakni
menggambarkan lemak tubuh yang berlebihan, sederhana dan bisa digunakan dalam penelitian populasi berskala besar (Rippe et al., 2001). Pengukurannya hanya membutuhkan 2 hal yakni berat badan dan tinggi badan, yang keduanya dapat dilakukan secara akurat oleh seseorang dengan sedikit latihan. Salah satu keterbatasan IMT adalah tidak bisa membedakan berat yang berasal dari lemak dan berat dari otot atau tulang. Indeks Massa Tubuh (IMT) juga tidak dapat mengidentifikasi distribusi dari lemak tubuh. Sehingga beberapa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
penelitian
menyatakan
mendefinisikan
obesitas
bahwa
standar
berdasarkan
cut IMT
off
point
untuk
mungkin
tidak
menggambarkan risiko yang sama untuk konsekuensi kesehatan pada semua ras atau kelompok etnis (National Institutes of Health, 2004).
Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut:
Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan Departemen Kesehatan. Menurut WHO (1997), klasifikasi IMT yang cocok untuk masyarakat Asia dikategorikan sebagai berikut.
Tabel 2. Kategori Ambang Batas IMT untuk Asia No
IMT (kg/m2)
Klasifikasi
1.
< 18,5
Underweight
2.
18,5-22,9
Normal
3.
23-24,9
Overweight
4.
25-29,9
Obese I
5.
> 30
Obese II
Sumber: WHO (1997)
Klasifikasi IMT menurut umur untuk anak-anak dan remaja (2-20 tahun): commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Tabel 3. Klasifikasi IMT menurut umur No
IMT menurut umur (%)
Kategori
1.
<5
Underweight
2.
≥ 5 sampai < 85
Normal
3.
≥ 85 sampai < 95
Overweight
4.
≥ 95
Obesitas
Sumber: Sjarif (2002)
b. Definisi kelebihan berat badan atau obesitas Obesitas secara sederhana didefinisikan sebagai suatu keadaan dari akumulasi lemak tubuh yang berlebihan (Rippe et al., 2001). Anak dan remaja (2 - 20 tahun) dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) antara persentil 85 - 95 sesuai umur dan jenis kelamin disebut overweight, sedangkan anak dengan IMT > 95 disebut obesitas. Orang dewasa (> 20 tahun) dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) 23 - 24,9 disebut overweight, sedangkan dewasa dengan IMT ≥ 25 disebut obesitas (Hay et al., 2003). Menurut
hukum
termodinamik,
obesitas
terjadi
karena
ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi sehingga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak (Sjarif, 2002). Kelebihan energi tersebut dapat disebabkan oleh konsumsi makanan yang berlebihan, sedangkan keluaran energi rendah disebabkan oleh rendahnya metabolisme tubuh, to usermakanan (Zainun, 2002). aktivitas fisik dan efekcommit termogenesis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor (Zainun, 2002) yaitu: 1) Faktor genetik Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Tetapi anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan hidup, yang biasanya mendorong terjadinya obesitas. Bila kedua orangtuanya obesitas, sekitar 80 % anak-anak mereka akan menjadi obesitas. Bila salah satu orang tua obesitas kejadiannya menjadi 40 % dan bila kedua orang tua tidak obesitas maka prevalensi turun menjadi 14 %. 2) Faktor lingkungan Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku, pola makan, pola olahraga, serta aktivitasnya. 3)
Faktor psikis Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makanan.
4) Faktor Kesehatan Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya: a) Hipotiroidisme b) Sindrom Cushing commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
c) Sindrom prader-willi d) Beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak makan. 5) Obat-obatan Obat-obat tertentu (misalnya steroid dan beberapa anti depresi) bisa menyebabkan penambahan berat badan. 6) Faktor perkembangan Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak atau keduanya menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. 7) Aktivitas fisik Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya kejadian obesitas di tengah masyarakat. Orang-orang yang tidak aktif memerlukan sedikit kalori. Obesitas mempunyai dampak terhadap tumbuh kembang anak dan berpotensi mengalami berbagai penyakit kesakitan dan kematian antara lain penyakit kardiovaskuler, dislipidemia, hipertensi, diabetes melitus, dan sebagainya (Division of Nutritional and Physical Activity, National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion, 2007).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
3. Hubungan antara IMT (Indeks Massa Tubuh) dengan Akne Vulgaris Obesitas
berhubungan
dengan
hiperandrogenisme
perifer
yang
berhubungan dengan peningkatan produksi sebum. Pada sebuah penelitian, nilai IMT yang tinggi pada obesitas dan overweight ditemukan berhubungan dengan
sindrom
polikistik
ovarium
dan
hiperandrogenisme
yang
bermanifestasi klinik sebagai akne, hirsutisme, dan menstruasi yang tidak teratur (Huppert et al., 2004). Pada perempuan remaja yang obesitas, terjadi resistensi
insulin,
hiperinsulinemia,
hiperandrogenisme,
peningkatan
aromatisasi perifer serum androgen ke estrogen, sekresi gonadotropin terpengaruh, penurunan growth hormone (GH) dan insulin like growth factor binding proteins (IGFBPs), peningkatan level leptin, dan neuroregulasi dari hipotalamus-pitutari-aksis gonad terpengaruh (Diamanti-Kandarakis dan Bergiele, 2001). Mekanisme
overweight
dan
obesitas
bisa
menyebabkan
hiperandrogenisme adalah sebagai berikut. Pada penelitian sebelumnya, diketahui IMT dengan kadar insulin puasa mempunyai hubungan yang signifikan, dimana makin besar nilai IMT, makin tinggi kadar insulin puasa. Insulin mempunyai fungsi esensial dalam pengambilan, sintesis, dan penggunaan dari glukosa. Penambahan lemak perut berhubungan dengan berkembangnya resistensi insulin. Akumulasi lemak viseral ini membuat kadar asam lemak bebas naik, dimana lemak intra abdominal bergerak lebih mudah daripada yang lain karena lebih sensitif oleh stimulasi dari enzim lipolitik. Pergerakan asam lemak bebas ini menyebabkan hati dan otot rangka commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
mengalami oksidasi asam lemak yang berlebih untuk menghasilkan energi. Enzim pada kaskade glikolisis juga dihambat sehingga kapasitas dari jaringan untuk mengabsorbsi dan memetabolisme glukosa menurun dan sel mengakumulasi lebih banyak trigliserida. Untuk menanggung aktivitas glukosa dan enzim yang memetabolisme asam lemak ini, glukosa mempunyai level membran yang rendah terhadap insulin reseptor sehingga terjadi resistensi insulin (Vainio dan Bianchini, 2002). Hormon seks steroid mempunyai fungsi sebagai pertumbuhan, diferensiasi dan fungsi dari banyak jaringan di tubuh. Hormon ini terdiri dari androgen (androstenedion, testosteron, DHEA, dan DHEAS), estrogen (estron, estradiol) dan SHBG. Pada perempuan, hormon seks steroid diproduksi oleh ovarium (testosteron, androstenodion) dan kelenjar adrenal (DHEA, DHEAS, androstenedion). Pada pria, hormon seks steroid diproduksi oleh testis dan kelenjar
adrenal.
Obesitas
membuat
efek
resistensi
insulin
relatif,
hiperinsulinemia kronik, kenaikan dari IGF-I bioaktif, dan menghambat sintesis hepatik dari SHBG (sex hormone binding globulin). SHBG merupakan globulin yang spesifik dengan hormon seks di sirkulasi. Insulin dan IGF-I ini menstimulasi sintesis dan sekresi dari hormon seks steroid (androgen & estrogen) dari gonad dan kelenjar adrenal. Pada kompartemen jaringan lemak, androgen diubah menjadi estrogen oleh enzim aromatase. Kenaikan androgen menyebabkan kenaikan pula dari sintesis estrogen di jaringan lemak (Vainio dan Bianchini, 2002). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Pada wanita yang obesitas, estrogen tidak hanya berasal dari ovarium tapi juga dari lemak yang berada di bawah kulit. Hal inilah yang menyebabkan keluarnya luitenizing hormone (LH) sebelum waktunya. Luitenizing Hormone yang keluar terlalu cepat akan merangsang keluarnya hormon progesteron dan androgen. Pada siklus normal, hal ini tidak terlalu masalah, karena hormon androgen akan diubah menjadi estradiol. Tetapi pada perempuan obesitas, androgen yang keluar terlalu cepat tidak akan diubah menjadi estradiol (Diamanti-Kandarakis dan Bergiele, 2001). Pada wanita yang mengalami obesitas, juga terjadi peningkatan yang bermakna
dari
aktivitas
11b-hidroksisteroid
dehidrogenase.
11b-
hidroksisteroid dehidrogenase merupakan enzim yang memetabolisme kortisol menjadi kortison. Hal ini mengakibatkan peningkatan kadar clearence kortisol, menurunkan feedback negatif dari sekresi adrenocorticotropic hormone (ACTH) dan secara sekunder meningkatkan sekresi androgen adrenal (Diamanti-Kandarakis dan Bergiele, 2001). Stimulan utama dari kelenjar sebasea untuk memproduksi sebum adalah androgen. Terjadinya hiperandrogenisme ini menyebabkan peningkatan produksi sebum (Pawin et al., 2004). Peningkatan produksi sebum inilah yang berperan dalam pembentukan akne vulgaris (Wasitaatmadja, 2007). Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah salah satu cara yang paling akurat untuk menghitung dan mengukur obesitas (Tsai et al., 2006). Beberapa penelitian tentang akne vulgaris berkaitan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) telah dilakukan. Menurut penelitian di Taiwan, rata-rata IMT commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
pada anak-anak yang tidak akne (18,2 ± 3,4) secara signifikan lebih rendah daripada pada subjek akne (19,5 ± 3,7), tanpa perbedaan .jenis kelamin. Anakanak berumur 6 - 11 tahun dengan IMT < 18,5 cenderung mempunyai prevalensi penderita akne yang rendah, terutama lesi inflamatori. Sedangkan, anak-anak berumur 6 - 11 tahun dengan IMT menurut umur ≥ 95% cenderung terdapat prevalensi akne vulgaris yang tinggi secara signifikan (Tsai et al., 2006). Penelitian di Arab Saudi pada wanita berumur 16 - 22 tahun juga menunjukkan hubungan yang signifikan antara obesitas (IMT > 27) dengan akne (Braz, 2009). Akan tetapi, penelitian pada wanita dengan umur > 17 tahun di Italia, disimpulkan akne tidak berkorelasi positif dengan IMT. Faktor lain selain obesitas, seperti gaya hidup, stress akibat pekerjaan, dan status hormonal, yang lebih sering terjadi pada orang dewasa, diduga lebih dapat menimbulkan akne pada dewasa dibanding anak (Borgia, 2004).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
B. Kerangka Pemikiran
Obesitas
Overweight
Disertai hiperandrogenisme perifer a. Retinoid b. Melanokortin c. PPAR
Kenaikan produksi sebum a. Bakteri
d. FGFR
b. Herediter Peningkatan unsur komedogenik dan inflamatogenik
c. Diet d. Kondisi Psikis
Akne Vulgaris
e. Kosmetika f. Obat-obatan g. Iklim h. Usia
: Variabel yang diteliti ------------- : Variabel perancu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
C. Hipotesis Terdapat hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan akne vulgaris, yaitu semakin besar nilai IMT semakin besar risiko terkena akne vulgaris.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional.
B. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMAN 1 Prambanan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
C. Subjek Penelitian Populasi target penelitian ini adalah siswa SMA N 1 Prambanan kelas XI dan XII. 1. Kriteria inklusi : a. Siswa dengan usia 14 - 20 tahun. b. Bersedia menjadi subjek penelitian. 2. Kriteria eksklusi : a. Sedang menstruasi atau 1 minggu menjelang menstruasi (satu minggu
dari
tanggal
kebiasaan
menstruasi
saat
dilakukan). b. Minum antibiotik atau steroid dalam satu minggu terakhir. c. Memakai kosmetik dalam satu minggu terakhir. commit to user
29
penelitian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
d. Sedang dalam pengobatan akne vulgaris.
D. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah fixed disease sampling. Fixed disease sampling merupakan skema pencuplikan berdasarkan status penyakit subjek, yaitu berpenyakit atau tidak berpenyakit yang sedang diteliti, sedang status paparan subjek bervariasi mengikuti status penyakit subjek (Murti, 2006). Besar sampel dihitung sesuai dengan rumus sebagai berikut (Murti, 2010) :
= 195,92
Keterangan : n
= besar sampel = nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan tingkat kemaknaan (untuk α 0,05 nilainya 1,96)
P d
= nilai proporsi terhadap populasi yang besarnya 0,85 commit to user = presisi yang diinginkan adalah 0,05
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, jumlah sampel yang dibutuhkan minimal 195,92 dibulatkan menjadi 196.
E. Identifikasi Variabel 1. Variabel bebas
: Indeks Massa Tubuh (IMT)
2. Variabel terikat
: Akne vulgaris
3. Variabel perancu a. Terkendali 1) Usia 2) Obat-obatan steroid dan antibiotik 3) Kosmetik 4) Faktor hormonal (menstruasi) 5) Faktor kebersihan b. Tidak terkendali 1) Iklim 2) Faktor herediter 3) Kondisi psikis 4) Diet 5) Bakteri penyebab akne vulgaris
F. Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Bebas : IMT (Indeks Massa Tubuh) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
a. Definisi : Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah indikator status gizi subjek penelitian untuk mengetahui derajat kegemukan dengan rumus sebagai berikut :
Alat ukur adalah timbangan berat badan merek “Camry RRC” dengan ketelitian 0,1 kg dan alat pengukur tinggi badan merek “Tenso” dengan ketelitian 0,1 cm. Hasil perhitungan IMT yang didapat dari rumus tersebut diplot pada kurva pertumbuhan dari CDC (Center for Chronic Disease) untuk melihat posisi IMT pada umur. IMT dikelompokkan menjadi 4 kategori, yaitu: Obesitas
: IMT ≥ 95 %
Overweight
: IMT ≥ 85 % sampai < 95 %
Normal
: IMT ≥ 5 % sampai < 85 %
Underweight : IMT < 5 % b. Skala : Ordinal 2. Variabel Terikat : Akne vulgaris a. Definisi : Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel commit to user pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
sembuh sendiri. Gambaran klinis akne vulgaris sering polimorfi; terdiri atas berbagai kelainan kulit berupa komedo, papul, pustul, nodul, dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut, baik jaringan parut yang hipotrofik maupun yang hipertrofik (Wasitaatmadja, 2007). Diagnosis akne vulgaris ditegakkan dengan melihat ujud kelainan kulit berupa komedo, papula, pustula, dan nodul di daerah predileksi, terutama di wajah dan leher. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan fisik. Diagnosis akne juga dapat dilihat dan dihitung melalui foto wajah yang dikonsultasikan kepada dokter spesialis kulit dan kelamin. Siswa dinyatakan menderita akne vulgaris jika terdapat kelainan kulit berupa komedo, papula, pustula, dan nodul pada wajah atau leher. Sedangkan bila tidak ditemukan ujud kelainan seperti disebutkan di atas dinyatakan tanpa akne vulgaris. Kemudian dinilai tingkat keparahannnya dengan The Global Acne Grading System (Adityan et al., 2009). Sampel dibagi menjadi dua yaitu sampel yang akne vulgaris dan tidak akne vulgaris. b. Skala : Nominal 3. Variabel Perancu Terkendali a. Umur 1) Definisi Umur adalah umur kronologis responden dalam tahun yang didapat dari hasil perhitungan berdasarkan tanggal lahir sesuai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
dengan yang tertera kuesioner sampai saat tanggal diperiksa. Akne umumnya timbul pada pria maupun wanita. Kejadian akne pada tiap umur berbeda-beda. Leyden (2003) melaporkan, bahwa usia remaja (12 - 24 tahun) sering ditemukan menderita akne sebesar 85 %, usia 25 - 34 tahun sebesar 8 %, dan usia 35 44 tahun sebesar 3 %. 2) Alat ukur
: kuesioner
3) Skala pengukuran : rasio b. Obat-obatan steroid atau antibiotik 1) Definisi Obat-obatan steroid adalah obat-obatan yang digunakan secra klinis untuk terapi penggantian hormon, untuk menekan sekresi
ACTH
dari
hipofisis
anterior,
sebagai
agen
antineoplastik, antialergik, dan antiradang, serta untuk menekan respon imun. Obat-obatan antibiotik adalah obat-obatan yang mengandung zat kimiawi yang dihasilkan oleh mikroorganisme untuk
menghambat
pertumbuhan
atau
membunuh
mikroorganisme lain (Dorland, 2002). Beberapa obat dapat menyebabkan akne. Obat-obatan tersebut diantaranya steroid, kortikosteroid, dan antibiotik (Zaenglein et al., 2007). Siswa dinyatakan minum obat-obatan steroid atau antibiotik jika siswa minum obat-obatan steroid atau antibiotik dalam satu minggu terakhir. Sedangkan bila siswa tidak minum obat-obatan steroid commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
atau antibiotik dalam satu minggu terakhir dinyatakan tidak minum obat-obatan atau steroid. 2) Alat ukur
: kuesioner
3) Skala pengukuran : nominal (dikotomi) c. Kosmetik 1) Definisi Kosmetik komedogenik adalah suatu produk topikal yang dapat menyebabkan akne diantaranya terdapat pada berbagai krem
muka,
seperti
bedak
dasar
(foundation)
yang
menggunakan minyak atau lemak, pelembab (moisturizer), krem penahan sinar matahari (sunblock), krim malam (night cream) (Widjaja, 2000). Siswa dinyatakan memakai kosmetik jika siswa memakai kosmetik dalam satu minggu terakhir. Sedangkan bila siswa tidak memakai kosmetik dalam satu minggu terakhir dinyatakan tidak memakai kosmetik. 2) Alat bantu
: kuesioner
3) Skala pengukuran : nominal (dikotomi) d. Gangguan keseimbangan hormonal 1). Definisi Gangguan keseimbangan hormonal ditandai dengan menjelang 1 minggu atau adanya menstruasi dan tidak sedang menstruasi. 2) Alat bantu
: kuesioner commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
3) Skala pengukuran : nominal (dikotomi) e. Frekuensi cuci muka 1) Definisi Frekuensi cuci muka adalah frekuensi siswa untuk mencuci muka dalam 1 hari. Dikatakan tentu jika frekuensi cuci muka adalah 2x sehari atau lebih dan tidak tentu jika kurang dari 2x sehari. 2) Alat ukur
: kuesioner
3) Skala pengukuran : nominal (dikotomi)
G. Instrumen Penelitian Alat Ukur: 1. Timbangan injak Merek Camry RRC dengan ketelitian 0,1 kg untuk mengukur berat badan. 2. Mikrotoise Merek Tenso RRC dengan ketelitian 0,1 cm untuk mengukur tinggi badan. 3. Kurva pertumbuhan BMI (Body Mass Index) menurut umur dari CDC (Center for Chronic Disease). 4. Kuesioner Adalah daftar pertanyaan yang mengungkap variabel penelitian. Kuesioner diisi oleh responden sendiri. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
5. Kaca pembesar dengan penerangan cukup. 6. Kamera digital merek Sony cybershoot 7,2 Megapixel
H. Cara Kerja 1. Kuesioner dibagikan kepada siswa yang dijadikan subjek penelitian, untuk memperoleh data tentang identitas diri dan variabel-variabel perancu. 2. Siswa yang dijadikan subjek penelitian diukur tinggi dan berat badannya. Cara pengukuran: a. Berat badan 1) Skala awal timbangan berada pada skala 0 (nol) 2) Sepatu/sandal dilepaskan 3) Subjek berdiri tegak sikap sempurna 4) Angka pada skala timbangan menunjukkan berat badan subjek. b. Tinggi badan 1) Paku mikrotoa ditempelkan pada dinding lurus datar setinggi 2 meter. Angka 0 (nol) pada lantai yang rata 2) Sepatu/sandal dilepaskan 3) Subjek berdiri tegak sikap sempurna, kaki lurus, tumit, pantat, punggung, dan kepala belakang harus menempel pada dinding dan muka menghadap lurus dengan pandangan ke depan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
4) Mikrotoa diturunkan sampai rapat pada kepala bagian atas, sikusiku harus lurus menempel pada dinding 5) Angka pada skala yang tampak pada lubang dalam gulungan mikrotoa menunjukkan tinggi badan subjek 3. Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) didapatkan dengan menghitung berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m2). Hasilnya dicatat dan diplot pada kurva pertumbuhan dari CDC (Center for Chronic Disease) untuk melihat posisi IMT pada umur (%). 4. Siswa dilakukan pemeriksaan fisik pada wajahnya untuk memeriksa ada atau tidaknya akne vulgaris. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, wajah siswa difoto dengan kamera digital. 5. Pengumpulan data penelitian. 6. Data diolah dengan SPSS.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
I. Rancangan Penelitian
Populasi siswa
kriteria
inklusi
dan
eksklusi Sampel
Fixed Disease Sampling
Underweight
Akne Vulgaris (+)
Akne Vulgaris (-)
Akne Vulgaris (+)
Normal
Overweight
Akne Vulgaris (-)
Akne Vulgaris (+)
Akne Vulgaris (-)
Uji Chi Square
Odds Ratio
Analisis Regresi Logistik Ganda
commit to user
Obesitas
Akne Vulgaris (+)
Akne Vulgaris (-)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
J. Teknik Analisis Data Analisis data statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah diawali dengan analisis bivariat uji chi square yang selanjutnya dianalisis bersama dengan analisis regresi logistik ganda guna mencari Odds Ratio (OR), Confidence Interval 95 %, dan nilai p. Pertama, variabel bebas dan perancu akan dianalisis masing-masing
secara bivariat terhadap variabel tergantung dengan menggunakan uji chi square untuk mengetahui apakah hubungan yang teramati antara kedua variabel secara statistik bermakna ataukah peran peluang terlalu besar hingga keterkaitan yang teramati tidak bermakna. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan uji ChiSquare menggunakan bentuk tabel 2 x k dengan derajat kemaknaan 5 % (p < 0,05) atau dengan tabel interval kepercayaan 95 %.
Tabel 4. Bentuk Tabel 2xk uji Chi-Square
Variabel
Underweight
Normal
Overweight
Obesitas
Total Baris
Akne Vulgaris (+)
A
B
C
D
a+b+c+d
Akne Vulgaris (-)
E
F
G
H
e+f+g+h
Total kolom
a+e
b+f
c+g
d+h
N
a) Nilai expected sel =
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
b) Nilai X2 hitung = c) Degree of freedom(df)=(r-1).(c-1) = (2-1).(4-1) =3 d) nilai X2 tabel untuk α = 0,05 dan df = 3 adalah 7, 815 (terlampir). e) Kesimpulan: Jika X2 hitung > 7, 815 (p<0,05), Ho ditolak dan Hi diterima Jika X2 hitung < 7, 815 (p>0,05), Ho diterima dan Hi ditolak
Selanjutnya untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara IMT (Indeks Massa Tubuh) dengan akne vulgaris menggunakan metode ukuran asosiasi dengan Odds Ratio (OR). Analisis regresi logistik ganda digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel perancu yang tidak direstriksi dalam kriteria sampel. Teknik ini digunakan bila variabel tergantungnya berskala kategorikal nominal (Sastroasmoro, 2006). Variabel yang akan dimasukkan dalam analisis regresi logistik adalah variabel yang pada analisis bivariat menunjukkan hubungan yang bermakna dan mempunyai nilai p < 0,25 (Dahlan, 2009). Adapun model analisis regresi logistik berganda dengan persamaan sebagai berikut (Murti, 2006):
Ln
= a+ b1x1 + b2x2 + b3x3 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
Keterangan : p
= probabilitas untuk akne vulgaris
1-p = probabilitas untuk tidak akne vulgaris X1 = Indeks Massa Tubuh (IMT) (0= normal/underweight, 1= overweight/obesitas) X2 = frekuensi cuci muka (0= tentu, 1=tidak tentu) X3= umur (tahun)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian diperoleh dari proses pengumpulan data yang dilakukan pada siswa SMAN 1 Prambanan Kabupaten Sleman pada bulan Mei 2011. Subjek penelitian yang memenuhi persyaratan untuk diikutsertakan dalam penelitian ini adalah 198 orang. Jumlah ini sesuai dengan rancangan penelitian, yaitu minimal 196 orang. Berikut ini adalah hasil penelitian yang disajikan juga dalam bentuk tabel dan gambar. A. Karakteristik Sampel 1. Kejadian Akne Vulgaris Diagnosis akne vulgaris ditegakkan dengan pemeriksaan fisik. Diagnosis akne vulgaris juga dapat dilihat dan dihitung melalui foto wajah. Sampel dibagi menjadi 2, yaitu akne vulgaris (+) dan akne vulgaris (-). Siswa dinyatakan menderita akne vulgaris (+) jika terdapat kelainan kulit berupa komedo, papula, pustula, dan nodul pada wajah atau leher. Sedangkan bila tidak ditemukan ujud kelainan seperti disebutkan di atas dinyatakan akne vulgaris (-). Dari penelitian didapat 198 sampel, 131 sampel (66,2 %) mengalami akne vulgaris dan 67 sampel (33,8 %) tidak mengalami akne vulgaris (tabel 5 dan gambar 1).
commit to user 43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Tabel 5. Distribusi Sampel Berdasarkan Kejadian Akne Vulgaris No
Kejadian akne vulgais
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1.
Akne vulgaris (+)
131
66,2
2.
Akne vulgaris (-)
67
33,8
Total
198
100
Gambar 1. Diagram Persentase Sampel Berdasarkan Kejadian Akne Vulgaris
Menurut Global Acne Grading System (GAGS), berdasarkan tingkat keparahan akne vulgaris, sampel dengan kejadian akne vulgaris positif dibagi menjadi 3, yaitu derajat ringan, derajat sedang, dan derajat berat. Dikatakan derajat ringan bila skor 1 - 18, derajat sedang bila skor 19 - 30, dan derajat berat bila skor > 31. Dari penelitian, didapatkan data bahwa dari 131 sampel (66,2 %) dengan kejadian akne vulgaris positif, 76 sampel (38,4 %) mengalami akne vulgaris derajat ringan, 28 sampel (14,1 %) mengalami akne vulgaris derajat sedang, dan 27 sampel (13,6 %) mengalami akne vulgaris derajat berat (tabel 6 dan gambar 2).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
Tabel 6. Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Keparahan Akne Vulgaris No
Derajat keparahan akne vulgaris
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1.
Akne vulgaris (+) derajat ringan
76
38,4
2.
Akne vulgaris (+) derajat sedang
28
14,1
3.
Akne vulgaris (+) derajat berat
27
13,6
131
66,2
Total kejadian akne vulgaris (+)
Gambar 2. Diagram Persentase Sampel Akne Vulgaris Positif Berdasarkan Tingkat Keparahan Akne Vulgaris
2. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui rata-rata umur sampel adalah 17,424 tahun dengan mayoritas sampel berumur 17 tahun sebanyak 103 orang (52,02 %) dan paling sedikit umur 15 tahun sebanyak 1 orang (0,50 %) (tabel 7 dan gambar 3).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
Tabel 7. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur No.
Kelompok Umur
Frekuensi
Persentase (%)
1.
15 tahun
1
0,50
2.
16 tahun
47
23,74
3.
17 tahun
103
52,02
4.
18 tahun
44
22,22
5.
19 tahun
3
1,52
Total
198
100
Gambar 3. Diagram Persentase Sampel Menurut Kelompok Umur
3. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui dari 198 sampel, 76 sampel (38,4 %) adalah laki-laki dan 122 sampel (61,6 %) adalah perempuan. Pada sampel laki-laki, 48 sampel (24,3 %) mengalami kejadian akne vulgaris positif dan 28 sampel (14,1 %) mengalami kejadian akne vulgaris negatif. Pada sampel perempuan, 83 sampel (41,9 %) mengalami kejadian akne vulgaris positif dan 39 sampel (19,7 %) mengalami kejadian akne vulgaris negatif (tabel 8 dan gambar 4). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Tabel 8. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis
Akne Vulgaris (+)
Akne Vulgaris (-)
Kelamin
n (%)
n (%)
1.
Laki-laki
48 (24,3)
28 (14,1)
76 (38,4)
2.
Perempuan
83 (41,9)
39 (19,7)
122 (61,6)
Total (n)
131 (66,2)
67 (33,8)
198 (100)
No.
Total n (%)
Gambar 4. Grafik Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
B. Hubungan antara IMT (Indeks Massa Tubuh) dengan Akne Vulgaris Dalam penelitian ini, variabel bebas yang digunakan adalah IMT (Indeks Massa Tubuh). IMT dikelompokkan menjadi 4 kategori, yaitu obesitas (IMT menurut umur ≥ 95 %), overweight (IMT menurut umur ≥ 85 % sampai < 95 %), normal (IMT menurut umur ≥ 5 % sampai < 85 %), dan underweight (IMT menurut umur < 5 %). Variabel terikat adalah akne vulgaris. Variabel perancu yang dianalisis regresi logistik ganda adalah umur dan frekuensi cuci muka. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
Data yang didapat dari penelitian ini dianalisis secara bivariat dengan uji chi square untuk mengetahui apakah hubungan yang teramati antara kedua variabel secara statistik bermakna. Variabel bebas dan variabel perancu dianalisis masing-masing secara bivariat terhadap variabel terikat dengan menggunakan uji chi square. Setelah hasil uji chi square didapat, maka dapat dilihat nilai signifikansinya. Hubungan dikatakan signifikan jika p < 0,05. Selain itu, jika p < 025, maka variabel tersebut memenuhi syarat analisis regresi logistik. Selanjutnya untuk mengetahui seberapa besar hubungan digunakan metode ukuran asosiasi dengan Odds Ratio (OR). Analisis regresi logistik ganda digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel perancu yang tidak dimasukkan dalam kriteria inklusi maupun eksklusi. 1. Analisis Bivariat a. Uji Chi Square Tabel 4x2 tentang IMT dengan Akne Vulgaris Dari penelitian ini, didapatkan hasil kelompok sampel IMT kategori underweight dengan kejadian akne vulgaris negatif sebanyak 25 orang (43,1 %) dan kejadian akne vulgaris positif sebanyak 33 orang (56,9 %). Pada kelompok sampel IMT kategori normal, didapatkan hasil kejadian akne vulgaris negatif sebanyak 34 orang (33,3 %) dan kejadian akne vulgaris positif sebanyak 68 orang (66,7 %). Pada kelompok sampel IMT kategori overweight, dengan kejadian akne vulgaris negatif sebanyak 4 orang (21,1 %) dan kejadian akne vulgaris positif sebanyak 15 orang (78,9 %). Pada kelompok sampel IMT kategori obesitas didapatkan hasil kejadian akne vulgaris negatif commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
sebanyak 4 orang (21,1 %) dan kejadian akne vulgaris positif sebanyak 15 orang (78,9 %). Analisis bivariat menggunakan uji chi square tabel 4x2 terhadap hubungan antara IMT (Indeks Massa Tubuh) dengan kejadian akne vulgaris, menunjukkan hubungan yang tidak signifikan, yaitu p = 0,171 (tabel 9).
Tabel 9. Hasil Analisis Chi Square 4x2 tentang Hubungan antara IMT dengan Akne Vulgaris Kejadian Akne Vulgaris Variabel
Total n (%) Positif n (%)
Negatif n (%)
Underweight
33 (56,9)
25 (43,1)
58 (100)
Normal
68 (66,7)
34 (33,3)
102 (100)
Overweight
15 (78,9)
4 (21,1)
19 (100)
Obesitas
15 (78,9)
4 (21,1)
19 (100)
Total n (%)
131 (66,2)
67 (33,8)
198 (100)
commit to user
p
0,171
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Gambar 5. Grafik antara IMT dengan Persentase Kejadian Akne Vulgaris
b. Uji Chi Square Tabel 4x4 tentang IMT dengan Akne Vulgaris Untuk mengetahui apakah IMT (Indeks Massa Tubuh) juga mempengaruhi tingkat keparahan akne vulgaris, maka analisis bivariat juga menggunakan uji chi square tabel 4x4. Kejadian akne vulgaris positif dibagi menjadi 3 derajat berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu derajat ringan, derajat sedang, dan derajat berat. Analisis bivariat terhadap hubungan antara IMT (Indeks Massa Tubuh) dengan kejadian akne vulgaris menggunakan uji chi square tabel 4x4, menunjukkan hubungan yang tidak signifikan, yaitu p = 0,445 (tabel 10).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Tabel 10. Hasil Analisis Chi Square 4x4 tentang Hubungan antara IMT dengan Akne Vulgaris Berdasarkan Derajat Keparahan Akne Vulgaris Kejadian Akne Vulgaris Positif Variabel
Total n (%)
Negatif Derajat Ringan
Derajat Sedang
Derajat Berat
n (%)
n (%)
n (%)
p
n (%)
Underweight
25 (43,1)
21 (36,2)
7 (12,1)
5 (8,6)
58 (100)
Normal
34 (33,3)
37 (36,3)
17 (16,7)
14 (13,7)
102 (100)
Overweight
4 (21,1)
8 (42,1)
3 (15,8)
4 (21,1)
19 (100)
Obesitas
4 (21,1)
10 (52,6)
1 (5,3)
4 (21,1)
19 (100)
0,445
Gambar 6. Grafik antara IMT dengan Persentase Kejadian Akne Vulgaris Berdasarkan Derajat Keparahan Akne Vulgaris.
c. Uji Chi Square Tabel 2x2 tentang IMT dengan Akne Vulgaris sebagai Syarat Uji Regresi Logistik Uji chi square dengan tabel 2x2 juga digunakan pada hubungan antara IMT (Indeks Massa Tubuh) dengan akne vulgaris. Hal ini merupakan syarat uji regresi logistik dimana variabel bebas yang akan commit to userterdiri dari 2 kategori. Sehingga dimasukkan pada uji tersebut harus
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
untuk kategori IMT (Indeks Massa Tubuh) dibagi menjadi 2, yaitu underweight/normal dan overweight/obesitas. Dari penelitian, didapatkan hasil kelompok sampel IMT kategori underweight/normal dengan kejadian akne vulgaris negatif sebanyak 59 orang (26,9 %) dan kejadian akne vulgaris positif sebanyak 101 orang (63,1 %). Pada kelompok sampel IMT kategori overweight/obesitas dengan kejadian akne vulgaris negatif sebanyak 8 orang (21,1 %) dan kejadian akne vulgaris positif sebanyak 30 (78,9 %). Analisis bivariat terhadap hubungan antara IMT (Indeks Massa Tubuh) dengan kejadian akne vulgaris menggunakan uji chi square tabel 2x2, menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p = 0,064) dan memenuhi syarat untuk dilakukan uji regresi logistik (p < 0.25) sehingga variabel IMT (Indeks Massa Tubuh) dapat dianalisis regresi logistik. Kelompok sampel dengan IMT kategori underweight/normal memiliki risiko untuk menderita akne vulgaris 0,456 kali lebih besar daripada kelompok sampel dengan IMT kategori overweight/obesitas (OR = 0.456; CI 95 % 0.196 s.d 1.061), tetapi hasil ini belum mengontrol pengaruh dari variabel perancu. Atau dengan kata lain kelompok sampel dengan IMT kategori overweight/obesitas mempunyai risiko untuk menderita akne vulgaris sebesar 2,19 kali lebih besar daripada kelompok sampel dengan IMT kategori underweight/normal (tabel 11).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Tabel 11. Hasil Analisis Chi Square 2x2 tentang Hubungan antara IMT dengan Akne Vulgaris Kejadian akne vulgaris Variabel
negatif n
Total
OR
P
positif n (%) (%) Overweight/Obesitas
30 (78,9)
8 (21,1)
38(100
-
-
Underweight/Normal
101 (63,1)
59 (26,9)
160(100)
0,456
0,064
d. Uji Odd Ratio (OR) Uji chi square dan uji Odds Ratio (OR) juga digunakan pada tiaptiap kategori IMT dengan kejadian akne vulgaris untuk mengetahui kategori IMT mana yang paling banyak mempunyai risiko terkena kejadian akne vulgaris. Pada uji ini, IMT kategori normal sebagai sebagai pembanding. Dari uji analisis bivariat antara IMT kategori underweight dan normal dengan kejadian akne vulgaris didapat hubungan yang tidak signifikan (p = 0,218). Nilai Odds Ratio (OR) adalah 0,66. Hal tersebut menunjukkan seseorang yang memiliki IMT kategori underweight mempunyai risiko terkena akne vulgaris 0,66 kali daripada seseorang yang memiliki IMT kategori normal. Dari uji analisis bivariat antara IMT kategori overweight dan normal dengan kejadian akne vulgaris didapat hubungan yang tidak signifikan (p = 0,29). Nilai Odds Ratio (OR) adalah 1,875. Hal tersebut menunjukkan seseorang yang memiliki IMT kategori overweight mempunyai risiko terkena akne vulgaris 1,875 kali daripada seseorang commit to user yang memiliki IMT kategori normal.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Dari uji analisis bivariat antara IMT kategori obesitas dan normal dengan kejadian akne vulgaris didapat hubungan yang tidak signifikan (p = 0,29). Nilai Odds Ratio (OR) adalah 1,875. Hal tersebut menunjukkan seseorang yang memiliki IMT kategori obesitas mempunyai risiko terkena akne vulgaris 1,875 kali daripada seseorang yang memiliki IMT kategori normal (tabel 12).
Tabel 12. Hasil Analisis Odds Ratio tentang Hubungan antara IMT dengan Akne Vulgaris Kejadian Akne Vulgaris Kategori IMT
Positif n
CI 95 %
Negatif %
n
p
OR
%
Underweight
33
32,7
25
42,4
Normal
68
67,3
34
57,6
Total
101
100
59
100
Overweight
15
18,1
4
10,5
Normal
68
81,9
34
89,5
Total
83
100
38
100
Obesitas
15
18,1
4
10,5
Normal
68
81,9
34
89,5
Total
83
100
38
100
Batas
Batas
atas
bawah
0,218
0,66
0,34
1,281
0,29
1,875
0,578
6.085
0,29
1,875
0,578
6.085
e. Uji Chi Square pada Variabel Umur Variabel perancu yang dimasukkan pada analisis regresi logistik ganda adalah umur dan frekuensi cuci muka karena variabel-variabel tersebut belum direstriksi. Daritohasil commit userpenelitian, didapat mean dari data
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
umur sampel penelitian adalah umur 17,424 tahun sehingga umur dikategorikan menjadi dua, yaitu < 17,424 tahun dan > 17,424 tahun (tabel 13).
Tabel 13. Karakteristik Data Umur Variabel
n
Mean
Median
SD
Umur
198
17,424
17,33
0,665
Dari hasil penelitian ini, didapatkan kelompok umur > 17,424 tahun dengan kejadian akne vulgaris negatif sebanyak 61 orang (67 %) dan kelompok umur > 17,424 tahun dengan kejadian akne vulgaris positif sebanyak 30 orang (33 %). Sedangkan kelompok umur < 17,424 tahun dengan kejadian akne vulgaris negatif sebanyak 70 orang (65,4 %), dan kelompok umur < 17,424 tahun dengan kejadian akne vulgaris positif sebanyak 37 orang (34,6 %). Analisis bivariat terhadap hubungan antara umur dengan kejadian akne vulgaris menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p = 0,811). Variabel umur juga tidak memenuhi syarat regresi logistik karena p > 0,25. Berikut adalah tabel dan grafik dari hasil uji bivariat menggunakan uji chi square hubungan antara umur dengan kejadian akne vulgaris (tabel 14).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
Tabel 14. Hasil Analisis Bivariat tentang Hubungan antara Umur dengan Akne Vulgaris Kejadian akne vulgaris Variabel
Total
OR
P
30 (33,0)
91 (100)
-
-
37 (34,6)
107 (100)
1,075
0,811
negatif n (%)
positif n (%)
>17,424 tahun
61 (67,0)
<17,424 tahun
70 (65,4)
Gambar 7. Grafik Persentase Kejadian Akne Vulgaris menurut Umur
f. Uji Chi Square pada Variabel Frekuensi Cuci Muka Untuk variabel frekuensi cuci muka, didapatkan hasil bahwa kelompok sampel yang cuci muka < 2x/hari dengan akne vulgaris negatif sebanyak 5 orang (7,5 %) orang dan kelompok sampel yang cuci muka < 2x/hari dengan akne positif sebanyak 27 orang (20,6 %). Sedangkan kelompok sampel yang cuci muka ≥ 2x/hari dengan akne negatif sebanyak 62 orang (92,5 %) dan kelompok sampel yang cuci muka ≥ 2x/hari dengan akne positif sebanyak 104 orang (79,4 %). Analisis bivariat terhadap hubungan antara frekuensi cuci muka/hari dengan kejadian akne menunjukkan hubungan yang signifikan (p = commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
0,017) dan memenuhi syarat untuk analisis regresi logistik (p < 0,25) sehingga variabel perancu frekuensi cuci muka dapat dianalisis regresi logistik. Nilai OR untuk frekuensi cuci muka adalah 3,219. Hal tersebut menunjukkan seseorang yang mencuci muka < 2x/hari memiliki risiko terkena akne vulgaris 3,219 kali daripada seseorang yang mencuci muka ≥ 2x/hari. Berikut adalah tabel dari hasil uji bivariat menggunakan uji chi square hubungan antara frekuensi cuci muka dengan kejadian akne vulgaris (tabel 15).
Tabel 15. Hasil Analisis Bivariat tentang Hubungan antara Frekuensi Cuci Muka dengan Akne Vulgaris Kejadian Akne Vulgaris Variabel
Total
OR
p
27 (20,6)
32 (100)
-
-
104 (79,4)
166 (100)
3,219
0,017
negatif n (%)
positif n (%)
5 (7,5)
62 (92,5)
Cuci muka < 2 kali/hari Cuci muka ≥ 2 kali/hari
Gambar 8. Grafik antara Frekuensi Cuci Muka dengan Persentase Kejadian commit toAkne userVulgaris
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
2. Analisis Multivariat Hasil regresi logistik ganda menunjukkan adanya hubungan signifikan antara IMT (Indeks Massa Tubuh) dengan kejadian akne vulgaris (p = 0,043) setelah mengendalikan variabel perancu frekuensi cuci muka/hari. Mahasiswa dengan IMT kategori overweight/obesitas berisiko untuk mengalami akne vulgaris 2,423 kali lebih besar daripada mahasiswa dengan IMT kategori underweight/normal (OR = 2,433; CI 95 % 1,030 s.d 5,697), setelah mengendalikan variabel perancu frekuensi cuci muka/hari. Karena nilai p dan Odds Ratio (OR) yang tanpa mengendalikan pengaruh faktor perancu (tabel 11) berbeda dengan OR dengan mengendalikan faktor perancu (tabel 16), maka OR yang digunakan adalah yang mengendalikan pengaruh faktor perancu (tabel 16).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
Tabel 16. Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda Hubungan antara IMT dengan Akne Vulgaris CI 95 % Variabel
Exp (B)
P Batas bawah
Batas atas
0,313
0,006
-
-
Underweight/normal
1,0
-
-
-
Overweight/obesitas
2,423
0,043
1,030
5,697
1,0
-
-
-
3,546
0,015
1,285
9,804
1,0
-
-
-
0,846
0,590
0,460
1,556
Konstanta IMT
Frekuensi Cuci Muka/hari ≥ 2x/hari < 2x/hari Umur ≥ 17,424 tahun < 17,424 tahun
Bentuk persamaan regresi logistik dari hasil analisis regresi logistik ganda di atas adalah
Ln
= -1,161+ 0,885X1+1,267X2
Keterangan : p
= probabilitas untuk akne vulgaris
1-p = probabilitas untuk tidak akne vulgaris X1 = IMT (Indeks Massa Tubuh) (0 = overweight/obesitas, 1 = commit to user normal/underweight)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
X2 = frekuensi cuci muka (0 = tidak tentu, 1 = tentu)
Dari bentuk persamaan regresi logistik di atas, dapat dibuat tabel probabilitas kejadian akne vulgaris (tabel 17). Seseorang yang mempunyai IMT underweight/normal dan frekuensi cuci muka tentu akan memiliki probabilitas kejadian akne vulgaris negatif dan seseorang yang mempunyai IMT overweight/obesitas dan frekuensi cuci muka tentu juga akan memiliki probabilitas kejadian akne vulgaris negatif. Sedangkan seseorang yang mempunyai IMT underweight/normal dan frekuensi cuci muka tidak tentu akan memiliki probabilitas kejadian akne vulgaris positif dan seseorang yang mempunyai IMT overweight/obesitas dan frekuensi cuci muka tidak tentu akan memiliki probabilitas kejadian akne vulgaris positif.
Tabel 17. Probabilitas Kejadian Akne Vulgaris Berdasarkan Bentuk Persamaan Regresi Logistik X1 No
X2
Konstata
1.
1
2.
1
3.
1
4.
1
Ln
p
kemungkinan
(IMT)
(frekuensi cuci muka)
1
1
0.991
0.729
tidak akne
1
0.106
0.526
tidak akne
-0.276
0.431
akne
-1.161
0.238
akne
1
commit to user
(pta/(1-p))
jawaban
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara IMT (Indeks Massa Tubuh) dengan akne vulgaris. Subjek penelitian adalah siswa SMA umur 14 - 20 tahun. Dipilihnya siswa SMA berumur 14 - 20 tahun karena pada penelitian sebelumnya, kejadian akne vulgaris paling banyak terjadi pada usia remaja (12 - 24 tahun) yaitu sebesar 85 % (Leyden, 2003). Umumnya insiden juga terjadi pada sekitar umur 14 - 17 tahun pada wanita dan 16 - 19 tahun pada pria (Wasitaatmadja, 2007). Patogenesis akne vulgaris bersifat multifaktorial. Faktor-faktor yang berperan dalam patogenesis akne vulgaris, salah satunya adalah meningkatnya produksi sebum (Wasitaatmadja, 2007). Meningkatnya produksi sebum ini salah satuya disebabkan oleh peningkatan hormon androgen. Hormon androgen merupakan stimulan utama dari kelenjar sebasea untuk memproduksi sebum sehingga jika terjadi peningkatan hormon androgen maka terjadi juga peningkatan produksi sebum (Pawin et al., 2004). Obesitas berhubungan dengan hiperandrogenisme perifer yang berhubungan dengan peningkatan produksi sebum (Huppert et al., 2001).
Indeks
Massa
Tubuh
(IMT) merupakan
cara termudah
untuk
memperkirakan obesitas serta berkorelasi tinggi dengan massa lemak tubuh (Sjarif, 2002). Kejadian akne vulgaris positif sebanyak 66,2 % dan kejadian akne vulgaris negatif sebanyak 33,8 % (tabel 5). Pada beberapa penelitian tentang prevalensi commit to user 61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
kejadian akne vulgaris sebelumnya, didapat data prevalensi akne vulgaris positif pada penduduk Palembang dengan umur 14 - 21 tahun adalah 68,2 % (Tjekyan, 2008). Di Inggris, didapatkan data prevalensi kejadian akne vulgaris positif pada penduduk dengan umur 12 - 18 tahun sebanyak 80 % (Dreno et.al., 2003). Sedangkan penelitian di Teheran, Iran didapatkan data prevalensi kejadian akne vulgaris positif pada penduduk dengan umur 12 - 20 tahun adalah 93,2 % (Ghodsi et.al., 2009). Berdasarkan tingkat keparahan akne vulgaris, menurut Global Grading Acne System (GAGS), sampel dengan kejadian akne vulgaris positif dibagi menjadi 3, yaitu derajat ringan, derajat sedang, dan derajat berat. Kejadian akne vulgaris positif derajat ringan sebanyak 38,4 %, derajat sedang sebanyak 14,1 %, dan derajat berat sebanyak 13,6 % (tabel 6). Sampel penelitian paling banyak berusia 17 tahun (52,02 %), diikuti usia 16 tahun (23,74 %), 18 tahun (22,22 %), 19 tahun (1,52 %) dan 15 tahun (0,5 %) (tabel 7). Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa puncak kejadian akne vulgaris terjadi pada usia 16 - 18 tahun (Cordaen et al., 2002). Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin didapatkan data bahwa perempuan lebih cenderung untuk mengalami akne vulgaris yaitu 83 sampel (68 %) dibandingkan laki-laki yaitu 48 sampel (63,1 %) (tabel 8). Uji chi square menggunakan tabel 2x4 (p = 0,171) terhadap hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kejadian akne vulgaris menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (tabel 9). Hasil ini belum mengendalikan variabel perancu. Pada uji chi square menggunakan tabel 4x4 (p = 0,445) juga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
menunjukkan hasil yang tidak signifikan sehingga tidak terdapat hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan tingkat keparahan akne vulgaris (tabel 10). Uji chi square dengan tabel 2x2 juga digunakan pada hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan akne vulgaris. Hal ini merupakan syarat uji regresi logistik dimana variabel bebas yang akan dimasukkan pada uji tersebut harus terdiri dari 2 kategori. Sehingga untuk kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) dibagi menjadi 2, yaitu underweight/normal dan overweight/obesitas. Pada uji analisis ini juga tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kejadian akne vulgaris, dengan nilai p = 0,064 (p > 0,05), akan tetapi memenuhi syarat untuk dilakukan uji regresi logistik ganda (p < 0,25) sehingga variabel IMT dapat dianalisis regresi logistik (tabel 11). Kejadian akne vulgaris positif, prevalensi paling sedikit adalah pada IMT kategori underweight yaitu 56,9 %, prevalensi cenderung lebih meningkat pada IMT kategori normal yaitu 66,7 %, dan paling banyak prevalensinya adalah pada IMT kategori overweight dan obesitas yaitu 78,9 %. Sebaliknya pada kejadian akne vulgaris negatif, prevalensi IMT kategori overweight dan obesitas adalah yang paling rendah yaitu 21,1 %, prevalensi cenderung lebih meningkat pada IMT kategori normal yaitu 33,3 %, dan paling tinggi prevalensinya pada IMT kategori underweight yaitu 42,1 % (tabel 7). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya di Taiwan, dimana rata-rata IMT pada murid yang tidak akne lebih rendah daripada subjek akne, tanpa perbedaan jenis kelamin. Prevalensi akne pada anakanak berumur 6 - 11 tahun dengan IMT < 18,5 cenderung rendah, terutama lesi inflamatori. Sedangkan, prevalensi akne pada anak-anak berumur 6 - 11 tahun commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
dengan IMT menurut umur ≥ 95 % cenderung tinggi secara signifikan (Tsai et.al., 2006). Seseorang yang memiliki IMT kategori underweight mempunyai risiko mengalami akne vulgaris 0,66 kali daripada seseorang yang memiliki IMT kategori normal. Sedangkan seseorang yang memiliki IMT kategori overweight mempunyai risiko mengalami akne vulgaris 1,875 kali daripada seseorang yang memiliki IMT kategori normal. Serta seseorang yang memiliki IMT kategori obesitas mempunyai risiko mengalami akne vulgaris 1,875 kali daripada seseorang yang memiliki IMT kategori normal (tabel 12). Terlihat bahwa seseorang yang memiliki IMT kategori overweight atau obesitas mempunyai risiko terkena akne vulgaris yang paling tinggi dibandingkan IMT kategori lainnya, sedangkan seseorang yang memiliki IMT kategori underweight memiliki risiko yang paling rendah terkena akne vulgaris. Umur adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kejadian akne vulgaris. Usia remaja (12 - 24 tahun) sering ditemukan menderita akne sebesar 85 %, usia 25 - 34 tahun sebesar 8 %, dan usia 35 - 44 tahun sebesar 3 % (Leyden, 2003). Berdasarkan analisis bivariat antara pengaruh umur dengan kejadian akne vulgaris, tidak ditemukan hubungan yang signifikan (p = 0,811) dan tidak memenuhi syarat regresi logistik (p > 0,25) (tabel 14). Hal ini disebabkan penelitian ini dilakukan di lingkungan SMAN 1 Prambanan di mana subjek penelitiannya terbatas pada rentang umur 14 - 20 tahun saja sehingga distribusi subjek penelitian kurang bervariasi dan tidak mencakup semua umur. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
Terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi cuci muka/hari dengan kejadian akne vulgaris (p = 0,017) (tabel 15). Hasil ini membuktikan bahwa frekuensi cuci muka/hari memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian akne vulgaris (p < 0,05). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa terdapat perbaikan kondisi akne pada kelompok yang mencuci muka 2x/hari dibandingkan kelompok yang mencuci muka 1x/hari secara signifikan (Choi et al., 2006). Mencuci muka dengan sabun pembersih mempunyai efek mengurangi minyak maupun efek daya antibakteri (American Osteopathic College of Dermatology, 2011). Investigasi lebih lanjut mengenai Indeks Massa Tubuh (IMT), frekuensi cuci muka/hari, dan umur dengan kejadian akne vulgaris dianalisis dengan analisis regresi logistik ganda. Penggunaan regresi logistik ganda sebagai teknik analisis data bertujuan untuk mengontrol variabel perancu yang tidak dimasukkan pada kriteria inklusi dan ekslusi secara statistik. Model analisis regresi logistik dapat mencegah terjadinya bias dalam penelitian. Hasil analisis regresi logistik ganda menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kejadian akne vulgaris (p = 0,043) setelah mengendalikan variabel perancu frekuensi cuci muka/hari sehingga hipotesis H0 ditolak (tabel 16). Mahasiswa dengan IMT kategori overweight/obesitas berisiko untuk terkena akne vulgaris 2,423 kali lebih besar daripada mahasiswa dengan IMT kategori underweight/normal (OR = 2,433; CI 95% 1,030 s.d 5,697), setelah mengendalikan variabel perancu frekuensi cuci muka/hari. Karena nilai p dan Odds Ratio (OR) yang tanpa mengendalikan pengaruh faktor perancu (tabel 11) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
berbeda dengan OR dengan mengendalikan faktor perancu (tabel 16), maka OR yang digunakan adalah yang mengendalikan pengaruh faktor perancu. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa IMT dengan kategori obesitas merupakan faktor risiko yang signifikan
terhadap
kejadian akne vulgaris pada anak sekolah (Tsai et al., 2006). Penelitian di Arab Saudi pada wanita berumur 16 - 22 tahun juga menunjukkan hubungan yang signifikan antara obesitas (IMT > 27) dengan akne (Braz, 2009). Obesitas berhubungan dengan hiperandrogenisme perifer yang berhubungan dengan peningkatan produksi sebum (Huppert et al., 2001). Obesitas membuat efek resistensi insulin relatif, hiperinsulinemia kronik, kenaikan dari IGF-I bioaktif, dan menghambat sintesis hepatik dari SHBG (sex hormone binding globulin). Insulin dan IGF-I ini menstimulasi sintesis dan sekresi dari hormon seks steroid (androgen & estrogen) dari gonad dan kelenjar adrenal sehingga terjadi sekresi hormon androgen yang berlebih (Vainio dan Bianchini, 2002). Peningkatan produksi
sebum
inilah
yang
menyebabkan
terjadinya
akne
vulgaris
(Wasitaatmadja, 2007). Dari analisis regresi logistik ganda didapat bentuk persamaan regresi logistik sehingga terbentuk tabel probabilitas kejadian akne vulgaris (tabel 17) dimana terlihat bahwa IMT (Indeks Massa tubuh) belum dapat mempengaruhi kejadian akne vulgaris tanpa mengendalikan variabel perancu cuci muka. Dari penelitian ini, terlihat bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara IMT dengan akne vulgaris dimana semakin besar nilai IMT semakin besar risiko terkena akne vulgaris. Hal ini sesuai dengan hipotesis peneliti. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
Dalam penelitian ini, peneliti mengalami beberapa kendala sehingga mempengaruhi hasil penelitian. Walaupun sudah mengendalikan beberapa variabel perancu, ada beberapa variabel perancu lainnya yang sulit dikendalikan seperti genetik dan stres psikis sehingga mungkin memberikan pengaruh pada hasil penelitian ini. Penggunaan kamera digital Sony Cybershoot 7.2 MP dan kurangnya keahlian peneliti dalam pengambilan gambar mungkin menjadi salah satu penyebab kurang maksimalnya hasil gambar, sehingga menyulitkan dalam diagnosis akne vulgaris. Peneliti tidak memasukkan pemeriksaan tubuh, yang merupakan 1 % dari lokasi akne, sehingga mungkin memberikan hasil taksiran yang lebih rendah dari prevalensi. Keterbatasan lainnya adalah sulit untuk menilai kejujuran dan subjektivitas para subjek penelitian dalam mengisi kuesioner penelitian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Terdapat hubungan yang signifikan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan akne vulgaris setelah mengendalikan variabel perancu melalui analisis regresi logistik ganda, yaitu semakin besar nilai IMT semakin besar risiko terkena akne vulgaris. Mahasiswa dengan IMT kategori overweight/obesitas berisiko untuk menderita akne vulgaris 2,423 kali lebih besar daripada mahasiswa dengan IMT kategori underweight/normal.
B. Saran. 1. Perlu dilakukan penyuluhan kepada masyarakat, khususnya siswa SMA tentang akne vulgaris dan kepada siswa yang memiliki risiko tinggi
menderita
akne
vulgaris
dengan
IMT
kategori
overweight/obesitas untuk mengurangi berat badannya. 2. Perlu dilakukan penelitian serupa dan lebih lanjut dengan populasi yang lebih luas, penggunaan skala kontinu pada IMT, dan pengendalian variabel-variabel perancu seperti faktor genetik, serta faktor stres psikis sehingga data lebih akurat. 3. Perlu dilakukan penelitan serupa dengan pengambilan gambar subjek penelitian dan penegakkan diagnosis akne vulgaris yang lebih baik. commit to user
68