ANDRI TRI SAPUTRA (1010852019)
Hubungan Aliansi Rusia-Iran dan Upaya Mencapai Hegemoni Rusia Lebih dari dua abad lamanya Negara Rusia tidak pernah jauh dari pusat perpolitikan Iran, baik itu sebagai musuh politik dan terkadang menjadi aliansi untuk melawan musuh tertentu . meskipun kedua Negara ini telah melalui periode dimana terjadinya perubahan bentuk pemerintah dalam skala yang besar yaitu dari kerajaan yang lalim dan kemudian menjadi totaliter stalinisme di Rusia, dan perubahan dari bentuk kerajaan orientalisme menjadi bentuk pemerintahan Teokrasi Islam. Ada tiga hal yang selalu menjadi fokus utama dalam hubungan antara Rusia dan Iran yaitu : Modernitas, hegemoni Geopolitik dan masalah energi. Modernitas beserta terminologi lainnya seperti demokrasi, rasionalisme dan penegakkan hukum selama beberapa dekade telah menjadi tantangan yang tidak bisa dielakkan bagi Negara Rusia dan Iran, banyak ide-ide mordernitas yang muncul di Iran berasal dari Rusia, hal ini dikarenakan kedekatan kedua Negara dan adanya ikatan budaya Iran dengan NegaraNegara Eropa yang menjadi bagian dari Persia hingga abad ke 19. Di Rusia ide-ide politik modern diubah menjadi visi-visi kemakmuran dan pemerintahan yang lalim. Sebagai sebuah paradigma politik, kehidupan sosial dan ideologi, pemikiran ortodok Kristen Rusia, Bolshevism dan aliran islam lainnya telah membantu kebudayaan Iran dan masyarakatnya untuk lebih menerima era modern. Dan sekarang Presiden Rusia Vladimir Putin memiliki keinginan untuk membongkar ide-ide demokrasi yang ada dan menggantikannya dengan campuran jingoist (cinta tanah air), kepercayaan akan Imam Mahdi dan ide-ide Slavic sebagai sesuatu yang disebut dengan ‘Demokrasi Rusia’. Sehingga membuat Negara Iran dan Rusia beraliansi secara ideologi dan juga menjadikan Rusia menjadi role mode bagi Iran untuk menjadi rezim anti-modern. Faktor geopolitik dan keinginan Rusia untuk menjadi hegemon telah menjadi sebuah ancaman tersendiri bagi hubungan antara Rusia dan Iran, menjelang abad ke 19 aspirasi
ANDRI TRI SAPUTRA (1010852019)
kolonial Rusia di Iran dan terjadinya kompetisi Rusia dengan Inggris untuk mencapai ambisi hegemoni mengubah Negara Iran menjadi Negara kecil yang berada di tengah dua kekuasaan tersebut. dan di awal abad ke 21 ambisi hegemoni Rusia yang baru dan keinginan Rusia untuk berkonfrontasi bahkan melemahkan Negara Amerika Serikat dan dunia Barat membuat Negara Republik Islam Iran untuk mampu menciptakan design hegemoninya tersendiri. Selama beberapa masa, jauh sebelum perang dingin terjadi Iran merupakan salah satu arena perang yang penting. Disatu sisi Uni Soviet berusaha untuk memperluas pengaruhnya di kawasan Persia, dan Iran telah menjadi area kontrol bagi suppply minyak dan gas dunia. Sedangkan disisi lain setiap pemerintahan Amerika mendeklarasikan bahwa adanya resiko terjadinya perang dunia baru sehingga menjauhkan Negara Uni Soviet dari Iran merupakan salah satu hal yang penting bagi pemerintahan Amerika Serikat. Sehingga tidak mengejutkan bahwa Iran merupakan tempat dimana pertempuran pertama perang dingin terjadi. Pada Perang Dunia kedua kekuatan Inggris dan Amerika mengokupasi Iran, namun tentara Uni Soviet menolak untuk meningggalkan daerah Iran, bahkan Josef Stalin telah memerintahkan terbentuknya gerakan separatis di daerah Iran bagi bangsa Kurdi dan Azerbaijan. Sebagai hasil dari keadaan dan kondisi yang rumit stalin akhirnya gagal dan tentara Uni Soviet kemudian meninggalkan Iran pada tahun 1946. Berakhirnya perang dunia kedua memiliki dampak tersendiri bagi hubungan antara Negara Rusia dan Iran, yaitu tinbulnya elemen baru yakni pengaruh dari Amerika serikat. Pada abad ke 20 hubungan Iran dengan sektu Barat terwujud dalam perjanjian tahun 1921 yang menyatakan bahwa Iran merupakan sebuah basis bagi aktivitas-aktivitas anti soviet. Perjanjian tersebut merupakan sebuah cara yang dilakukan Negara Amerika untuk mengintimidasi Negara Iran agar tidak melakukan hubungan “pertemanan” dengan Uni Soviet.
ANDRI TRI SAPUTRA (1010852019)
Dimulai dari tahun 1940 an, bagaimanapun skop dan sifat alami dari pengaruh Negara Amerika Serikat di Iran dan Timur Tengah telah berubah, perubahan ini bisa dilihat pasca tahun 1955 saat Iran memutuskan untuk melepaskan klaim netral yang telah berlangsung selama 200 tahun dan kemudian bergabung dengan anti-Soviet dan pro terhadap dunia barat. Hal ini kemudian memicu munculnya perang antara Moscow dan Taheran. Perang ideologi antara Iran dan Soviet kemudian berakhir pada tahun 1965, saat Iran menandatangani sebuah perjanjian ekonomi dengan Uni Soviet, sebagai balasan atas gas Negara Iran Uni Soviet menjanjikan akan membangun sebuah pabrik baja untuk Iran. Pada saat itu Iran dipimpin oleh Shah sebuah pabrik baja merupakan sebuah simbol dari sebuah perkembangan dan modernitas, saat Negara-Negara barat menolak untuk membantu projek ini Uni Soviet justru sangat antusias untuk memberikan bantuan. Tidak lama setelah perjanjian 1965 ditanda tabgani, Iran telah menjadi rumah bagi lebih dari 8000 teknisi dan ahli Rusia. Keruntuhan rezim Shah dan munculnya rezim islam di Iran merupakan sebuah fase baru bagi hubungan antara kedua negara ini. Revolusi islam menciptakan konsekuensi yang kontradiktif bagi Negara Uni Soviet. Dalam jangka pendek, revolusi dan gerakan anti Amerika merupakan sebuah kabar baik bagi Uni Soviet, pendukung Soviet radikal di Iran yang dipimpin oleh Partai Tudeh menyuarakan ide anti Amerika secara agresif dan kemudian mengokupasi kedutaan Amerika di Tehran. Partai ini jugalah yang mengartikulasikan interpretasi Marxis dalam revolusi Islam sebagai sebuah gerakan progresif dan anti imperialis. Pada masa itu yang lebih mengejutkan adalah pesan dari Ayatollah Ruhollah Khomeini ke Moskow, dalam pesannya ayatollah menyampaikan tentang keburukan ideologi materialisme marxis dan begitu juga nilai-nilai komersialisasi kapitalis yang mentah. Ayatollah
ANDRI TRI SAPUTRA (1010852019)
memprediksikan terjadinya keruntuhan bagi Uni Soviet, namun hal itu tidak akan terwujud asalkan Gorbachev setuju untuk mengirimkan beberapa kader dari partai komunis ke Iran secara spesifik ke Kota suci Qom, dengan begitu para kader tersebut bisa mempelajari dan mengadopsi nilai-nilai serta ajaran islam tentang pemenerintahan dan ekonomi dan juga tentang pengorbanan dan dosa. Namun Gobachev gagal dalam memberikan perhatian bagi nasehat yang disampaikan Ayatollah sehingga saat Uni Soviet benar-benar runtuh hubungan antara Rusia dan Iran kembali berubah. Mungkin terkesan terlalu melebih-lebihkan untuk menyatakan bahwa kebangkitan nilai islam di Iran berkontribusi terhadap kehancuran Uni Soviet secara tidak langsung, dari berkas-berkas milik Partai Komunis Rusia Politboru terlihat bahwa keputusan Uni Soviet untuk menginvasi dan mengokupasi Afganistan berhubungan dengan keruntuhan rezim Shah di tahun 1979. Negara Soviet sebaliknya berasumsi bahwa lengsernya Shah, Amerika akan kehilangan aliansi sejatinya, sehingga dengan begitu Negara Amerika akan berusaha untuk membangun basis aliansi baru sebagai gantinya di Afganistan. Invasi Uni Soviet ke Afganistan ternyata memiliki efek domino, Iran sebagai sumber kekuatan krusial bagi dunia islam yang kemudian disebut sebagai mujahiddin melakukan perlawanan atas okupasi yang dilakukan Uni Soviet ke Afganistan. Iran pun menjadi rumah bagi hampir 2 juta orang pengungsi Afganistan. Invasi Uni Soviet ke Afganistan telah menempatkan Iran pada posisi sebagai aktor utama yang signifkian di Afganistan, dengan begitu Iran telah membantu masyarakat Afganistan sekaligus Amerika Serikat dalam memerangi Uni Soviet. Invasi tersebut bukanlah satu-satunya sumber permasalahan antara hubungan Iran dengan Rusia, disamping itu Sddam Husein presiden Iraq yang juga merupakan aliansi dekat Rusia, pada tahun 1980 menyerang Iran dan menghasilkan perang yang berlangsung selama 8 tahun
Please download full document at www.DOCFOC.com Thanks