02
EDUKATORIAL
WACANA
Pendidikan Memang Butuh Biaya PEMOTONGAN anggaran pendidikan sebesar 15 persen akan mengganggu pelayanan publik di bidang pendidikan dan berpengaruh terhadap mutu pendidikan yang sudah dicapai. Di sisi lain, tidak ada jaminan anggaran pendidikan akan meningkat pada tahun-tahun mendatang. ”Pengurangan anggaran pendidikan berdampak panjang. Kualitas pendidikan kita yang sudah rendah akan bertambah parah,” ujar Ketua Harian Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia yang juga mantan rektor Universitas Negeri Jakarta, Prof Sutjipto, (28/2). Anggaran Departemen Pendidikan 2008 yang semula Rp 49,70 triliun turun menjadi Rp 42,24 miliar dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Perubahan 2008. Angka itu bahkan lebih kecil dari anggaran tahun 2007 sebesar Rp 44,1 triliun. Dia mengatakan, pemerintah harus sadar betapa pentingnya pendidikan. Selama ini, kesadaran akan arti penting pendidikan baru sebatas wacana, tetapi tidak demikian realitas politik yang sebenarnya. Sebagai gambaran, pada akhir tahun 2007, masih terdapat ruang kelas SD/MI yang rusak sebanyak 91.064. Jumlah ruang kelas SMP yang rusak sebesar 20.223. Perpustakaan yang katanya jantung pendidikan itu hanya dimiliki oleh 27,6 persen sekolah dasar. Ketersediaan tenaga pengajar berkualitas juga menjadi masalah. Jumlah guru berkualifikasi di bawah S-1 dan D-4 masih tinggi, yakni 1.457.000 orang atau sekitar 58,3 persen. Untuk akses pendidikan dasar misalnya, daerah yang angka partisipasi kasar atau APK level SMP masih kurang dari 80 persen sebanyak 111 kabupaten/kota dan tujuh provinsi hingga akhir 2007. Masih terdapat daerah yang pencapaian APK SMP di bawah 50 persen, seperti Kabupaten Te- luk Bintuni di Papua Barat dengan APK SMP sederajat baru 46,92 persen dan Kabupaten Yahukimo di Papua dengan APK 48,32 persen. Data tersebut dipresentasikan dalam acara Rembuk Nasional Departemen Pendidikan Nasional beberapa waktu lalu.
Sangat menyedihkan Menurut Sutjipto, pemerintah tidak bisa lagi memperlambat laju pembangunan pendidikan. Kondisi pendidikan saat ini sudah sangat menyedihkan. Anggaran negara seharusnya untuk menyejahterakan rakyat, dan salah satunya melalui penyelenggaraan pendidikan. Sutjipto menambahkan, pada tataran manajemen, Departemen Pendidikan Nasional masih harus membuktikan prioritas, efektivitas, dan pelaksanaan rencana stra-tegis dari penggunaan anggaran pada tingkat praktis. ”Kultur yang melekat itu terkadang kultur lama yang kerap dianggap tidak efisien dan efektif sehingga manajemen harus juga dibenahi,” katanya. Daerah juga bukan mustahil akan terkena dampak pemotongan anggaran tersebut. Biasanya, komposisi anggaran pendidikan pemerintah pusat dan daerah ialah satu banding empat. (kom/hb)
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
mencerdaskan kehidupan bangsa
Dari Seminar ICT Klub Guru
“Guru Wajib Melek Internet” SERING ditemui, murid sekolah menghabiskan waktu luangnya dengan menelusuri dunia maya di warung internet. Salah satu sarana teknologi informasi itu sangat membantu mereka mencari wawasan lebih luas di samping buku pelajaran di sekolah. Namun, kecepatan akses informasi mereka ini tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas gurunya. Mungkin sudah ada guru yang terbiasa menggunakan internet sebagai bahan tambahan materi pelajaran di kelas, tapi ada juga guru yang belum mengerti sama sekali. Ketimpangan ini dijawab Klub Guru Jatim dengan merangkul Indosat dan Harian Surya. Sebuah nota kesepahaman ditandatangani untuk mendidik guru-guru di Jatim agar semakin melek internet di Auditorium Indosat, (17/2). Penandatanganan dilakukan Ahmad Rusdilfahmi, Division Head of Marketing and Sales Support PT Indosat Regional Jatim dan Bali Nusra, Sirikit Syah selaku Ketua Klub Guru dan Dhimam Abror Djuraid selaku Pemimpin Redaksi Harian Surya. Rencananya, para guru anggota Klub Guru akan dilatih mengenai cara penggunaan internet. “Ini merupakan program yang feasible, sangat bisa diaplikasikan,” kata Sirikit. Pelatihan sebaiknya dilakukan dalam skala kecil, 20 guru per sesi selama satu hingga dua hari. Atau bisa juga kemampuan ngenet ini disebarkan dari guru-guru yang sudah paham operasional komputer dan internet. Misalnya, guru sains dan guru teknologi informasi. Selanjutnya, mereka akan menularkan ilmunya itu kepada guru-
guru mata pelajaran lain. “Kami mendukung program ini, sejalan dengan program corporate social responsibility bernama Indonesia Belajar,” ujar Fahmi. Survei kecil yang pernah dilakukan Indosat menunjukkan dari 500 guru anggota Klub Guru, 25 persen di antaranya sudah melek IT. Para perwakilan Klub Guru, Indosat, dan Surya usai penandatanganan MOU. Peran Indosat Pembina Klub Guru yang juga bertindak seadalah memfasilitasi sambungan internet bagai Direktur Ketenagaan Ditjen Dikti Prof Dr tersebut sejauh pemancar Indosat mampu Muchlas Samani, M.Pd menambahkan bahwa menjangkau. “Jika memakai internet broadpelatihan pada guru tersebut dapat diusaband 3G, akses internet dapat diperoleh hakan pula dengan mengoptimalkan anggota klub guru dengan mudah. TermaMusyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada suk aplikasi melalui tele conference dan vidjenjang pendidikan SMP, SMA, dan SMK. “Lebih eo conference yang menggunakan kekuamudah bila mereka saling tukar informasi dalam tan 3,6 megabyte per detik,” terang Fahmi. komunitas mereka sendiri,” kata Pembantu ReSirikit menambahkan jika guru-guru tersektor IV Universitas Negeri Surabaya ini. but berada di daerah yang jauh dari jangSementara itu, Menteri Komunikasi dan kauan pemancar Indosat, maka mereka akan Informatika Prof Dr Ir Muhammad Nuh DEA diundang belajar internet di Surabaya. menekankan bahwa jaringan internet harus Hingga kini, anggota Klub Guru berjumdimiliki oleh para guru. “Selain membaca, selah sekitar 1.500 orang. Mayoritas berasal orang guru sebaiknya bisa menggunakan dari Surabaya dan Bojonegoro, disusul internet,” tegasnya. Bagaimanapun, seorang Gresik dan Jombang. “Targetnya pada 2008 guru dihormati masyarakat karena tiga hal. bisa memperluas cabang di 10 kabupaten,” Yaitu karena ilmunya, kepribadiannya, serta ungkap Sirikit. Direncanakan, pada Maret cita-citanya. (sumber: surya) 2008 kartu anggota akan dikeluarkan.
AGENDA KLUB GURU Launching Klub Guru Jombang
Workshop Menulis (Tingkat Lanjut) Ditunda
Seminar Nasional Klub Guru Pusat
Diklat Penulisan Karya Ilmiah KG Bojonegoro
Setelah Klub Guru Bojonegoro, kini telah lahir Klub Guru Jombang yang secara resmi dibuka pada Minggu, 2 Maret 2008. Bersamaan dengan itu, diselenggarakan pula “Seminar Pembelajaran Bahasa Inggris Yang Menyenangkan”, dengan pembicara Drs. Slamet Setiawan, MA dan Drs. Mudairin. Acara ini dilaksanakan di Gedung Bung Tomo, Kantor Pemkab Jombang, Jl. KH. Wakhid Hasyim, Jombang. Informasi lebih lanjut: A. Syifa, Sekretaris Klub Guru Jombang, 0856.4622.4275, Email:
[email protected].
Workshop Menulis Untuk Media Massa ke-2 yang rencananya akan diadakan pada 2 Maret 2008 sementara DITUNDA karena ada gangguan teknis. Jadwal susulan akan segera diinformasikan segera. Para peserta yang telah mendaftar akan dihubungi secara khusus oleh staf Klub Guru mengenai pembatalan ini. Namun naskah yang sudah dikirimkan tetap akan diedit oleh Tim Klub Guru untuk kemudian dibantu pemuatannya di media massa. Kami mohon maaf atas hal ini.
Klub Guru Pusat akan menyelenggarakan Seminar Nasional “Kiat dan Strategi Menjadi Guru Berprestasi”.Acara ini akan dilaksanakan pada hari Minggu, tanggal 23 Maret 2008, bertempat di Auditorium INDOSAT, Jl. Kayun 72 Surabaya. Info dan Pendaftaran: Sekretariat Klub Guru, Jl. Rungkut Asri Timur 7/8 Surabaya, Telp (031) 8710230, Email:
[email protected].
Klub Guru Bojonegoro akan menyelenggarakan Diklat Diklat Penelitian Tindakan Kelas (PTK), pada hari Minggu tanggal 9 Maret 2008. Informasi selengkapnya hubungi: Puji Harsono, Ketua Klub Guru Bojonegoro, 0817588927, Email:
[email protected]
FORMULIR BERLANGGANAN Saya tertarik untuk berlangganan tabloid EDUKASI: 06 edisi Rp. 30.000 12 edisi Rp. 60.000 Nama : …………………………………………………………... Instansi/Sekolah : ……………………………………………… Alamat : ………………………………………………………… Kota/Provinsi : …………………………. Kode Pos: …………... Telepon : ………………………… Handphone: ……………… E-mail : ………………………………………………………….. Mulai Edisi : ………………………… s/d ……………………...
Kirimkan formulir dan bukti pembayaran melalui fax atau pos ke Bagian Distribusi & Sirkulasi: Jl. Rungkut Asri Timur 7/8 Surabaya Telp & Fax 031-8710230.
Saya akan membayar atas nama: Pribadi Instansi/Sekolah dengan cara: WESEL POS Tunai 5 Bank BCA, a/n Mohammad Ihsan, A/C. 788-0877661 5 Bank Mandiri, a/n Mohammad Ihsan, A/C. 1420004702956
TABLOID AKAN DIKIRIM SETELAH KAMI TERIMA BUKTI PEMBAYARAN ANDA.
Pimpinan Redaksi: Sirikit Syah, Redaktur Pelaksana: Abu Alif, Redaktur Eksekutif: Satria Dharma, Muh Muhyi, Redaktur Biro Jakarta: Habe Arifin, Reporter: Ari K, A Ramadhan, M Basyir, Faisal, Catur W, Fotografer: Setya Candra Wibaya, Pimpinan Perusahaan: Satria Dharma, Direktur Marketing dan Pemasaran: Mohammad Ihsan Diterbitkan oleh: Keluarga Unesa (Ganesa) dan Klub Guru. Alamat Redaksi: Jl. Rungkut Asri Timur 7/8 Surabaya Telp/Fax. (031) 8710230 Website: www.keluargaunesa.com - www.klubguru.com Email:
[email protected]
TABLOID EDUKASI menerima surat (saran-kritik) dan artikel pendidikan untuk dimuat pada setiap edisi. Naskah silakan dikirim ke:
[email protected].
EDUUTAMA
mencerdaskan kehidupan bangsa
Kesejahteraan dalam Pendidikan
Rembuk Nasional Pendidikan 2008
Ciptakan Terobosan MK: Gaji Guru Kebijakan Pendidikan Masuk APBN Rembuk nasional melihat pentingnya peningkatan kemampuan Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan di bidang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). MENTERI Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo bisa tersenyum lebar. Hajatan besar bernama Rembuk Nasional Pendidikan berhasil dilaksanakan, pecan pertama awal bulan Februari. Ratusan orang pintar datang, berkumpul, dan membahas berbagai masalah. Hasilnya, sebuah rekomendasi disebarkan kepada wartawan dan dimuat khusus di dunia maya besutan panitia. Nama Sekjen Depdiknas Dodi Nandika mejeng di akhir rekomendasi. Di bawah kabut malam yang dingin, Selasa, 5 Februari 2008, Mendiknas menutup gawe besar Depdiknas di Sawangan, Bogor. Tiga isu besar telah dibahas, yakni evaluasi capaian kinerja pembangunan pendidikan tahun 2005-2007, pemantapan pelaksanaan sembilan terobosan kebijakan pendidikan, dan peningkatan pemahaman terhadap tujuh isu pokok pendidikan.
Wajar Dikdas Rembuk nasional menyoroti masalah pemberian subsidi agar lebih intensif bagi siswa yang kurang mampu. Subsidi tidak hanya mencakup biaya langsung, tetapi juga biaya tidak langsung. Anggaran subsidi ini secara proporsional ditanggung renteng bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Penyelenggaraan pendidikan nonkonvensional (SMP Terbuka, SD Kecil) harus diperluas, meskipun biaya satuannya lebih mahal dibanding dengan sistem pelayanan konvensional. Pemerintah daerah juga perlu menganggarkan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) sebagai pendamping Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Program affirmative diperlukan guna mendorong kabupaten/ kota yang belum mencapai ketuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun agar dapat merintis pelaksanaan wajar 12 tahun. Yang juga menjadi konsern peserta adalah membangun sekolah menengah di daerah pemekaran dan perbatasan. Peserta rembuk nasional pendidikan juga lebih menyoroti pentingnya peningkatan mutu perguruan tinggi. Diperlukan upaya untuk memperluas akses Politeknik. Caranya dilakukan melalui, penambahan program studi (prodi) dan pembentukan politeknik baru. Tentu saja penertiban program studi perlu dilakukan bagi yang tidak relevan dengan ketegasan kebijakan Persyaratan Minimal Program Studi serta sosialisasi Program Studi yang relevan dengan lapangan pekerjaan. Mengenai peningkatkan mutu lulusan, perlu adanya sertifikasi keahlian lulusan (sebagai nilai tambah). Tenaga dosen Politeknik dinilai kurang sesuai bila mengikuti pola rekrutmen dosen yang ada. Itu
foto: Bowolee
Para guru menjadi ujung tombak tercapainya sebuah proses belajar mengajar. Oleh sebab itu guru dituntut lebih berkualitas guna menghasilkan lulusan yang berkualitas pula. Seminar dan diklat merupakan salah satu sarana guru untuk bisa lebih baik.
sebabnya perlu ada penghargaan pada portofolio kompetensi (sertifikasi profesi untuk dosen). Hibah kompetensi dibutuhkan untuk menghasilkan Paten, Jurnal Internasional, Teknologi Tepat Guna , Rekayasa Sosial, Kebijakan Publik, Metodologi, Karya Seni dan Buku Ajar. Bidang kajian yang diajukan oleh Perguruan Tinggi sebaiknya berdasarkan kepada unggulan/spesifik daerah dan kepakaran masing-masing Perguruan Tinggi.
Peningkatan Mutu Pendidik Di bidang ini, membuat road map guru berdasarkan masing-masing daerah perlu dilakukan guna menghitung kebutuhan guru berdasarkan kondisi geografis dan demografis yang komprehensif. Perlunya insentif dari pemerintah yang layak dan sesuai bagi guru-guru dengan mempertimbangkan jarak geografis sehingga ada keadilan. Memberdayakan peranan LPMP sebagai institusi fasilitasi sumber daya pendidik (pendidik dan tenaga kependidikan di tingkat provinsi). Rembuk nasional melihat pentingnya peningkatan kemampuan Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan di bidang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Untuk itulah, perlu dilibatkan perguruan tinggi dan lembaga peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan dalam rangka percepatan pemenuhan kompetensi. Yang tak kalah penting adalah isu optimalisasi Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Semua peserta sepakat, teknologi informasi menjadi titik kunci kemajuan dan percepatan penedidikan menuju kebangkitan di Indonesia. Pembangunan perpustakaan, laboratorium, workshop, dan pusat sumber belajar berbasis TIK di SMA/SMK Untuk itu semua, perlu dilakukan
03
MoU dan Blockgrant pengadaan peralatan dan ruangan dengan PEMDA setempat. Percepatanpengembangan pembelajaran harus segera direalisasikan sehingga pemerataan bahan belajar bermutu dapat segera dinikmati oleh siswa dari berbagai wilayah di Indonesia Koordinasi antara Biro Kepegawaian dengan BKN dan Kantor Menpan untuk merancang kebijakan dan program rekrutmen guru TIK di sekolah (daerah), mengacu pada UU Guru dan Dosen (UU 14/2003) juga menjadi perhatian semua pihak sehingga harus dilakukan segera.
Ujian Nasional Terkait dengan ujian nasional, rembuk nasional pendidikan merekomendasikan pengangkatan dan pendistribusian guru sesuai dengan kebutuhan daerah dan sekolah, khususnya daerah yang hasil UN-nya rendah. Tim pendamping dan pelaksana pendampingan diperlukan dalam memanfaatkan hasil UN untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah. Tidak ada penolakan terhadap pelaksanaan ujian nasional. Semua sepakat ujian nasional diperlukan mesksi di masyarakat banyak menuai kritik. Pemerintah dan pemerintah daerah diminta melakuklan koordinasi terhadap kegiatan sosialisasi KTSP. Sosialisasi dan pelatihan KTSP perlu dioptimalkan dan lebih terkoordinasi dan merata di seluruh Indonesia yang melibatkan seluruh unit utama di Depdiknas, LPTK, LPMP, P4TK serta dinas pendidikan Propinsi dan dinas pendidikan Kabupaten/kota sebagai ujung tombak sosialisasi dan pelatihan sampai ke sekolah-sekolah. Sedangkan BSNP disarankan agar melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), khususnya yang menyangkut tentang sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan nonformal. (hb*sumber: diknas)
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan bahwa Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 20/ 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) bertentangan dengan Pasa 31 ayat (4) UUD 1945, seprti dilaporkan Antara. Berarti, komponen gaji pendidikan dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)/Daerah (APBD). Sedangkan permohonan pengujian UU Nomor 18/2006 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2007, tidak dapat diterima oleh majelis hakim konstitusi. Hal tersebut terungkap dalam putusan persidangan pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas dan UU Nomor 18/2006 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2007 di Jakarta, kemarin. Uji materi diajukan Rahmatiah Abbas (guru) dan Prof Dr Badryah Rifai (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin) dengan kuasa hukumnya, Elza Syarief SH. Majelis Hakim Konstitusi MK yang dipimpin Jimly Asshiddiqie, berpendapat dalil para pemohon sepanjang menyangkut frasa “gaji pendidik” dan dalam ketentuan Pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas bertentangan dengan Pasal 31 ayat (4) UUD 1945, adalah, beralasan sehingga gaji pendidik harus secara penuh diperhitungkan dalam penyusunan anggaran pendidikan. “Bahwa dengan dimasukkannya komponen gaji pendidik dalam perhitungan anggaran pendidikan, menjadi lebih mudah bagi pemerintah bersama DPR untuk melaksanakan kewajiban memenuhi anggaran pendidikan 20 persen dalam APBN,” katanya. Majelis hakim menambahkan jika komponen gaji pendidik dikeluarkan, anggaran pendidikan dalam APBN hanya sebesar 11,8 persen, sedangkan dengan memasukkan komponen gaji pendidik, anggaran pendidikan dalam APBN 2007 mencapai 18 persen. Karena itu, dengan adanya putusan ini, tidak boleh Dengan lagi ada alasan untuk mengdimasukkannya hindar atau menunda-nunda komponen gaji pemenuhan ketentuan angpendidik garan sekurang-kurangandalam nya 20 persen untuk pendiperhitungan dikan baik dalam APBN anggaran maupun APBD. pendidikan, “Dengan demikian menjadi lebih dalam penyusunan anggaran mudah bagi pendidikan, gaji pendidik sepemerintah bagai bagian dari komponen bersama DPR gaji pendidikan dimasukkan untuk dalam penyusunan APBN/ APBD,” katanya. melaksanakan Apabila, kata dia, gaji penkewajiban didik tidak dimasukkan memenuhi dalam anggaran pendidik anggaran dalam penyusunan APBN/ pendidikan 20 APBD dan anggaran pendipersen. dikan tersebut kurang dari 20 persen APBN/APBD, Jimly Asshiddiqie maka UU dan peraturan Majelis Hakim Konstitusi MK Pendidik PMPTK yang menyangkut anggaran pendapatan dan belanja dimaksud bertentangan dengan Pasal 31 ayat (4) UUD 1945. Berkait dengan dalil para pemohon terhadap UU APBN 2007, mahkamah berpendapat, UU APBN mempunyai karakter yang berbeda dengan UU pada umumnya di antaranya bersifat “eenmalig” yang berlaku hanya untuk satu tahun dan sudah berakhir. “Oleh karena itu, dalil para pemohon sepanjang menyangkut UU APBN 2007 tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut,” katanya. Ketua Dewan Direktur Center for Indonesian and National Policy Studies (Cinaps), Prof Dr Soedijarto MA, yang mengatakan sebenarnya gaji gutu itu sudah tertuang dalam UU Guru.”Jadi tidak perlu dimasukkan dalam APBN, bagaimana untuk mencerdaskan bangsa jika anggaran yang ada masih minim,” katanya. (edk/antara)
“
”
04
EDUUTAMA
mencerdaskan kehidupan bangsa
Target Wajar
Tujuh Isu Pendidikan Nasional
Dikdas Tercapai Pemerintah menargetkan program wajib belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas) 9 Tahun tuntas pada tahun ini. Target tersebut bakal tercapai karena angka partisipasi kasar (APK) pada jenjang sekolah menengah pertama (SMP) hampir mencapai 95 persen.
foto: dok/edukasi
Center Rembuk NaMENTERI Pendidikan sional Pendidikan. Nasional (Mendiknas) Suyanto menjelasBambang Sudibyo kan, pada 2007 angka mengemukakan optimispartisipasi kasar (APK) menya bahwa Wajar Dikjenjang SMP yang das 9 Tahun akan tuntas mencapai 95 persen sepada tahun ini. “Sekarang banyak 187 kabupaten sudah 92,52 persen. Kalau dan 11 provinsi. Kemukita ukur pada Agustus dian yang masuk kate2008 bisa mencapai 95 pergori tuntas utama 90 sen, Wajar Dikdas tuntas 9 Mendiknas hingga 95 persen setahun pada tingkat nasioBambang Sudibyo banyak 56 kabupaten nal,” kata Bambang usai dan 4 provinsi. Sementara yang membuka Rembuk Nasional Pendidikan masih berjuang masuk kategori di Pusdiklat Pegawai Sawangan, Bogor, madya pratama karena APK-nya Jawa Barat, seperti dilaporkan panitia masih kurang dari 80 persen tahun rembuknasional dalam situsnya. 2007 masih ada 111 kabupaten/kota Menurut Mendiknas, secara nadan ada 7 provinsi. sional sebetulnya cukup optimis tarMenurut Suyanto, kantong-kanget Wajar Dikdas 9 Tahun akan tercatong Wajar Dikdas itu harus ditunpai. Bahkan, ada provinsi yang sudah taskan. “Walaupun tinggal menunmelampaui, seperti Provinsi DKI Jakartaskan 2,48 %, itu justru yang paling ta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa susah karena anak-anak itu memiliTimur, Bali, dan Sumatera Barat. ki kendala yang luar biasa dilihat dari Direktur Jenderal Manajemen Penaspek kultural sosiologis, geografis, didikan Dasar dan Menengah (Dirjen maupun ekonomi,” ujar Suyanto. Mandikdasmen) Depdiknas SuyanUpaya untuk mengejar sisa peto menyatakan, Wajar Dikdas 9 menuhan target APK SMP sebanyak Tahun sudah tinggal sedikit lagi 2,42 persen dilakukan melalui adakan tuntas pada tahun ini karena vokasi, asistensi, dan penjelasan kesudah mencapai 92,52. “Kita hanya pada masyarakat. Advokasi dengan mempunyai pekerjaan rumah menggunakan sarjana masuk ke penuntasan 2,48 persen,” ujar Suyandesa dalam bentuk program kuliah to dalam konferensi pers di Media
kerja nyata (KKN). Selain itu, memanfaatkan darma wanita, PKK, dan organisasi sosial kemasyarakatan. Suyanto menegaskan, program Wajar Dikdas 9 Tahun tuntas tahun ini. Apalagi, beberapa pemerintah daerah merespon luar biasa Wajar Dikdas 9 Tahun. Lima provinsi dengan APK tertinggi adalah DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Bali , Jawa Timur, dan Nanggroe Aceh Darussalam. Sementara lima provinsi dengan APK terendah adalah NTT, Papua, Papua Barat, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan Barat. Kabupaten atau kota ini yang paling tinggi APK-nya adalah Kota Yogyakarta; Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Magelang (Jawa Tengah); Kota Cilegon (Banten), Kota Palopo (Sulawesi Selatan), Kota Jakarta Selatan, Kota Palangkaraya (Kalimantan Tengah), Kota Bukittinggi (Sumatera Barat), Kota Padang Sidempuan (Sumatera Utara). Sementara 10 kabupaten/kota yang terendah APK-nya adalah Kabupaten Kabupaten Kapuas (Kalimantan Tengah); Kabupaten Sumba Barat (NTT); Kabupaten Donggala (Sulawesi Tengah); Teluk Bintuni, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Yahukimo (Papua); Kabupaten Kaim-
1. Penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun. 2. Pemberantasan buta aksara. 3. Peningkatan akses SLTA Dan perimbangan jumlah siswa SMA:SMK. 4. Peningkatan akses dan kualitas pendidikan tinggi, terutama melalui peningkatan kapasitas perluasan politeknik. 5. Redistribusi guru dan antisipasi kekurangan guru dalam waktu lima tahun ke depan. 6. Evaluasi pelaksanaan ujian nasional, kurikulum tingkat satuan pendidikan, e-administrasi, e-pembelajaran, akreditasi sekolah/ madrasah dan perguruan tinggi, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan BOS buku, rehabilitasi sarana/prasarana sekolah, peningkatan kualifikasi dan sertifikasi guru/dosen, dan pendidikan kecakapan hidup. 7. Evaluasi pelaksanaan otonomi pendidikan, satuan pendidikan, dan peran serta masyarakat.
Sembilan Terobosan Kebijakan Pendidikan 1 2 3 4 5 6 7
Pendanaan Pendidikan. Peningkatan Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi Guru dan Dosen. Penerapan TIK untuk e-pembelajaran dan e-administrasi. Pembangunan prasarana dan sarana pendidikan. Rehabilitasi prasarana dan sarana pendidikan. Reformasi perbukuan. Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan secara komprehensif. 8 Penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pendidikan secara komprehensif. 9 Pendidikan Non Formal dan Informal untuk menggapai yang tak terjangkau (reaching the unreached). ana, Kabupaten Mappi (Papua Barat), Kab Raja Ampat (Papua Barat). Beberapa peserta Rembuk Nasional Pendidikan memberikan pengalaman di daerahnya dalam menyukseskan Wajar Dikdas 9 Tahun. Rasiyo, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, menjelaskan APK SMP di Jawa Timur sudah mencapai 99,74 persen. Pada 2008 Jawa Timur merintis Wajar Dikdas 12 tahun. “Wajar Dikdas 12 Tahun ditujukan khususnya untuk keluarga miskin terlebih dahulu. Target dari
Wajar Dikdas selama sepuluh tahun hingga 2018,” kata Rasiyo. Samsuri, Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta mengemukakan Wajar Dikdas 9 tahun sudah tercapai. “Pendidikan menjadi prioritas bagi Yogyakarta ,” kata Samsuri. Selain anggaran yang besar, pemerintah daerah Kota Yogyakarta berusaha meningkatkan jumlah perpustakaan dari 110 hingga 560 atau setiap RT akan memiliki perpustakan sendiri.(***)
TESTIMONY
Anggaran Pendidikan Siasat Angka 20 Persen ANGKA 20 persen mendadak istimewa. Untuk pertama kalinya kata-kata ”mencerdaskan bangsa” berupaya diterjemahkan secara nyata, setidaknya dari segi anggaran. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN dan APBD. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan hal serupa. Sejak itu bolak-balik angka 20 persen dipersoalkan. Aktivis pendidikan tak bosan-bosan menagih janji pemenuhan persentase itu. Pemerintah dan DPR pun mulai ”tawarmenawar” agar pemenuhan 20 persen tersebut dapat dilakukan secara bertahap. Hasilnya? kenaikan anggaran pendidikan disepakati bertahap hingga tercapai persentase tersebut pada tahun 2009. Pada 19 Mei 2004, pemerintah dan DPR sepakat penahapan pencapaian dana pendidikan sebesar 20 persen dari APBN di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan. Dalam periode 2004-2009 disepakati anggaran pendidikan berturut-turut mencapai 6,6 persen, 9,29 persen, 12,01 persen, 14,68 persen, 17,40 persen, dan 20,10 persen. Komitmen itu dikuatkan pada 4 Juli 2005. Sudah tawar-menawar pun ternyata target kenaikan anggaran pendidikan per tahun lagi-lagi meleset. Anggaran pendidikan tahun 2008 misalnya, baru sekitar 12 persen. Para hakim konstitusi di Mahkamah
Konstitusi pun ikut sibuk menghadapi permohonan pengujian Undang-Undang APBN yang jumlah anggaran pendidikannya masih jauh di bawah amanat. Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia dan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengajukan permohonan pengujian ke MK terhadap UU No 13/ 2005 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2006. Pernah pula dilakukan pengujian UU No 18/2006 tentang APBN Tahun Anggaran 2007 dengan alasan yang sama oleh pemohon Prof DR H Mohamad Surya.
Keputusan mengejutkan Kini dunia pendidikan dikejutkan oleh keputusan Mahkamah Konstitusi soal dimasukkannya gaji guru dalam perhitungan anggaran pendidikan. Keputusan itu berawal dari gugatan seorang guru dan seorang dosen yang berpandangan, seharusnya gaji pendidik masuk dalam perhitungan anggaran 20 persen. Alhasil, anggaran pendidikan 2007 yang semula dihitung-hi-
tung hanya 11 persen siuuuttt...melonjak menjadi 18 persen! Pengamat dan pemerhati pendidikan pun dengan sedih berkomentar betapa keputusan itu merupakan kemunduran, kehancuran, bahkan lonceng kematian bagi dunia pendidikan. Komentar suram itu tak lepas dari pengalaman selama ini betapa sulitnya membuat pendidikan menjadi prioritas dalam anggaran. Pendidikan diperlakukan layaknya dagangan. ”Tawar-menawar” anggaran pendidikan mencerminkan betapa pendidikan dipandang sebagai biaya dan beban. Bukan sebagai pemenuhan pelayanan hak dasar warga negara. Ketua Umum Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia Soedijarto sempat berkomentar, betapa mirisnya kondisi pendidikan saat ini. Mengutip UNDP dalam terbitannya bersama Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional
(BPPN) dan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2004, pada tahun 2001 anggaran pendidikan Indonesia sekitar 10 persen dari APBN (atau 1,5 persen dari Produk Domestik Bruto). Adapun pada tahun yang sama, Thailand mencapai 30 persen dari anggaran negara, Myanmar 18 persen, dan Butan 16 persen dari anggaran negara. Dalam publikasi The Economics of Democracy 2004, Indonesia mendapat gelar ”poor performance by international standart”.
Masih menyedihkan Dunia pendidikan Indonesia masih menyedihkan. Untuk akses pendidikan dasar misalnya, daerah yang Angka Partisipasi Kasar atau APK level SMP masih kurang dari 80 persen sebanyak 111 kabupaten/kota dan tujuh provinsi hingga akhir 2007. Masih terdapat daerah yang APK SMP di bawah 50 persen seperti Kabupaten Teluk Bintuni di Papua Barat dengan APK SMP sederajat baru 46,92 persen dan Kabupaten Yahukimo di Papua yang baru mencapai 48,32 persen. Jumlah guru yang berkualifikasi di bawah S-1 dan D-4 masih tinggi, yakni 1.457.000 orang atau sekitar 58,3 persen. Pendidikan bermutu membutuhkan biaya yang sangat besar. Sayangnya, sampai saat ini pendidikan baru menjadi katalog jualan indah untuk kampanye politik. Begitu terpilih, yahhhh barangnya tidak seperti diharapkan! (*/kompas)
EDUUTAMA
mencerdaskan kehidupan bangsa
Apa kata Prof Dr Arief Rahman MPd tentang Rembuk Nasional Pendidikan 2008
Jangan Abaikan Pendidikan Akhlak SELAMA tiga hari, Senin-Rabu (4-6/2) bertempat di Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Departemen Pendidikan Nasional di Sawangan Depok Jawa Barat digelar ‘Rembuk Nasional Pendidikan 2008‘. Dalam acara yang mengambil tema ‘Pemantapan Target Renstra 20052009‘ tersebut dipaparkan berbagai keberhasilan yang telah dicapai bidang pendidikan terutama sejumlah prestasi yang dicapai sejumlah siswa cerdas Indonesia di berbagai kesempatan. Namun, pakar pendidikan Prof Dr Arief Rahman MPd mengaku ada yang kurang yang belum diembuskan dalam acara tersebut, terutama soal moral. “Ada satu hal yang saya pikir harusnya dihembuskan di dalam pembukaan Rembuk Nasional Pendidikan 2008 ini yaitu tujuan Undang-Undang kita bahwa membentuk anak didik yang berakhlak mulia dan berbudi luhur. Itu tidak keluar sama sekali,” tegas Arief. Berikut ini, pandangannya tentang pentingnya pendidikan moral bagi anak didik Indonesia:
Apa yang Anda tangkap dari acara pembukaan Rembuk Nasional Pendidikan yang baru saja berakhir? Ada satu hal yang saya pikir harusnya diembuskan di dalam pembukaan Rembuk Nasional Pendidikan 2008 yaitu tujuan Undang-undang kita bahwa membentuk anak didik yang berakhlak mulia dan berbudi luhur tidak keluar sama sekali. Semua memperhatikan hal-hal yang standarnya internasional. ISO dan Olimpiade Internasional. Sebenarnya, standar internasional itu tidak menyapa ketakwaan, tidak menyapa tatakrama, tidak menyapa budi pekerti. Dan itu sebetulnya harus ditekankan. Kenapa ini bisa terjadi? Karena yang terukur itu yang rangking, nilai. tetapi yang tidak terukur adalah akhlak. Kalau saya perhatikan saya sebetulnya menginginkan di dalam program pendidikan ini tekanan kepada akhlak, tekanan kepada budi pekerti, tekanan kepada rasa kebangsaan, nasionalisme harus lebih kuat. Terutama di dalam menghadapi era globalisasi seperti sekarang ini. Mendikmas sendiri mengatakan yang kurang harus diselesaikan. Penekanan terhadap akhlak ini apa faedahnya? Akhlak itu, kalau umpamanya tata kelola, pencapaian akademis, tapi tidak dilakukan oleh orang yang berakhlak. Yang cerdas itu koruptor juga cerdas. Koruptorkoruptor itu ternyata orang cerdas bukan orang bodoh. Tetapi, yang penting sebetulnya akhlak, budi pekerti, tatakrama. Itu juga penting dan menurut saya harus ditekankan. jangan sampai terabaikan. Anda memandang betapa sangat penting soal pendidikan moral, ya? Dalam pendidikan, itu harus menjadi nyawa. Rohnya harus di situ. Jadi, kesimpulannya, konsistensi terhadap tujuan pendidikan yang telah ditetapkan di dalam Undang Undang Pendidikan Nomor 20 bahwa pendidikan itu tujuannya untuk membina akhlak anak yang berakhlak mulia, budi pekerti luhur, bertanggung jawab, cerdas, demokratis, itu harus semua muncul ke permukaan. Rembug Nasional Pendidikan harus menyadarkan kembali. Dan saya tidak melihat aksentuasi itu keluar. tetapi pencapaian-pencapaian yang tadi di dalam target Renstra 2005-2009 Mendiknas sangat cerdas dan pandai, bagus, berhasil, untuk menunjukkan pencapaian-pencapaiannya. Saya hanya khawatir kalau kita tidak mengingat-ingat kembali kepada Bangsa dan Negara ini bahwa nasionalisme penting, bahwa rasa persatuan dan persaudaraan itu penting. nanti kita menjadi pekerja-pekerja yang tak bermoral. Bermoral itu harus dikembangkannya melalui pendidikan. Jadi, Rembuk Nasional ini melihat dari semua yang memang kita rencanakan. Dan pencapaian itu menurut
foto: dok/edukasi
Prof Arief Rahman Pakar Pendidikan
“
Koruptor-koruptor itu ternyata orang cerdas bukan orang bodoh. Tetapi, yang penting sebetulnya akhlak, budi pekerti, tatakrama. Itu juga penting dan menurut saya harus ditekankan. jangan sampai terabaikan.
”
saya berhasil dengan baik. Mendiknas sendiri mengakui masih banyak kelemahan. Tetapi, yang saya pikir yang sangat penting adanya sentuhan kepentingan bahwa akhlak mulia harus ditonjolkan juga. Kultur sekolah yang berakhlak dan berbudi pekerti luhur harus menjadi target utama dari semua kinerja kita di dalam pendidikan. Sedangkan yang sifatnya akademis, hal-hal yang sifatnya memakai standar ISO sifatnya sangat baik untuk dicapai. Sebab itu menimbulkan gairah kita juga di dalam proses pendidikan. tetapi yang saya menganggap lebih penting adalah tekanan-tekanan pada hal-hal yang sifatnya moral dan agama. Program lainnya bagaimana? Kecuali soal moral dan akhlak, sekarang kita harus berpikir, program-program untuk anak miskin yang tidak mempunyai prestasi akademis tinggi, ini siapa yang menangani. Sebab biasanya yang saya perhatikan secara kasat mata di luar, anak-anak yang tidak berprestasi tinggi di dalam akademis dan miskin, dia biasasanya berada di sekolah-sekolah yang tidak baik. Lalu sekolahsekolah yang tidak baik pun adanya pada kebanyakan sekolah-sekolah yang tidak ditangani oleh pemerintah secara llangsung. Saya tidak menyebut sekolah swasta tapi sekolah negeri juga ada. Kalau yang negeri yang bukan sekolah unggulan, akan tetap menjadi sekolah yang bukan unggulan. Sebab anak-anak di situ di saring sebagai anak-anak yang memang bukan unggulan. Jadi, akan tetap menjadi sekolah yang bukan unggulan. Dan akan selamanya menjadi sekolah yang tidak unggulan. Ini sebetulnya melanggar azas keadilan. Bagaimana cara memecahkannya? Harus ada strategi, kebijakan keadilan di dalam pengelolaan dan penyegaran anak yang pandai dan anak yang miskin di seluruh sekolah secara merata. (sumber: Republika Online)
05
Lintas Edukasi
Naik, Anggaran
Pendidikan Nonformal MENTERI Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo, mengatakan anggaran untuk pendidikan dasar nonformal terus meningkat dari tahun ke tahun, bahkan tahun 2008 pemerintah telah menyiapkan dana Rp2,5 triliun. “Pada tahun 2005 anggaran sektor ini hanya Rp1,4 triliun, lalu naik di tahun 2006 jadi Rp2,1 triliun, dan tahun 2007 Rp2,4 triliun,” kata Bambang usai rapat di Kantor Menteri Koordinasi Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra). Dalam kesempatan yang sama, Mendiknas juga menjelaskan program-program pendidikan dasar non-formal bertujuan menjangkau kawasan terpencil yang banyak memiliki angka putus sekolah, dan diharapkan lewat program ini kemiskinan bisa dikurangi. “Pendidikan dasar nonformal terdiri atas pendidikan keaksaraan dan pendidikan kesetaraan,” ujar Bambang dan menambahkan, “Keduanya mengajarkan baca-tulis dan pelatihan keterampilan kecakapan hidup serta bantuan sedikit dana modal usaha.” Ia menegaskan, target utama program ini adalah mereka yang putus sekolah dan hidup di pedesaan terpencil atau sulit mendapat akses ke kota. “Dengan dana Rp2,5 triliun, kami perkirakan program bisa dinikmati oleh sekitar 12 juta orang di seluruh Indonesia,” ujarnya. Menurut data Departemen Pendidikan Nasional, program pendidikan nonformal telah mencatatkan keberhasilan yang signifikan dalam hal penurunan angka buta huruf dan pengangguran. “Sekitar 80 persen peserta didik program keaksaraan berhasil membentuk Kelompok Belajar Usaha (KBU), dan mereka mandiri walaupun tetap butuh bantuan modal,” tambahnya. Sejak program ini digulirkan pada tahun 2004 di enam kabupaten di Indonesia, lanjut Bambang, sekitar 82 persen peserta program sudah bisa mandiri dengan bidang usaha yang ditekuni. Bank Dunia pun berniat memberikan hibah 143 juta dolar Amerika dan pinjaman lunak 100 juta dolar untuk mendukung program ini, ujar Mendiknas. Angka buta aksara di Indonesia terus menunjukkan penurunan, pada Oktober 2007 tercatat tinggal 11 juta orang atau 7,2 persen populasi berusia di atas 15 tahun yang tidak bisa baca tulis. Angka itu jauh lebih rendah daripada data tahun 2004 yang 10,2 persen. “Keberhasilan program keaksaraan di Indonesia ini sangat diapresiasi UNESCO, bahkan dijadikan percontohan buat negara-negara lain,” kata Bambang. (antara) ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Getuk Nasional untuk Siswa SMA PEMERINTAH mencanangkan program Getuk Nasional untuk pelajar SMA dan mahasiswa. Getuk Nasional? Apa itu? GETUK adalah makanan terbuat dari ketela masak yang ditumbuk halus. Tapi, program Getuk Nasional ini bukan program makanan lho. Getuk Nasional adalah Gerakan Tunas Kewirausahaan Nasional. Ini merupakan gerakan penanaman jiwa kewirausahaan secara dini kepada siswa-siswa kita khususnya dan masyarakat pemula yang akan melakukan kegiatan wirausaha, kata Menkop dan UKM, Suryadharma Ali, di Jakarta, bulan lalu. Suryadarma mengatakan lewat program ini siswa-siswa SMA di seluruh Indonesia akan diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan kewirausahaan. Selesai pelatihan, mereka mendapat kesempatan magang di perusahaan-perusahaan besar. Menurut Menteri, penanaman jiwa kewirausahaan kepada para siswa SMA amat penting. Maksudnya agar setelah tamat sekolah nanti mereka mampu menciptakan lapangan kerja atau ready to use dalam dunia kerja. Selama ini saya melihat cenderung ada gap antara dunia pendidikan dengan dunia kerja sehingga ketika siswa lulus sekolah mereka seperti dilepaskan di hutan rimba kebingungan mencari kerja, kata Suryadarma. Untuk program magang, sejumlah perusahaan besar akan digandeng untuk mendukung program ini. Pak Menteri melihat ada peningkatan permintaan tenaga kerja di waktu-waktu tertentu yang bersifat musiman dalam satu tahun. Misalnya, selama puasa dan menjelang Lebaran banyak pegawai mengambil cuti, banyak perusahaan memerlukan tenaga kerja tambahan yang bersifat musiman. Waktu-waktu itu juga bertepatan dengan masa-masa libur siswa sekolah, sehingga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan seperti ini. Jadi, disamping ada unsur pendidikan mereka juga terlatih untuk melakukan kegiatan produktif pada saat hari libur, kata Pak Menteri. Agar taka mengganggu jam belajar di sekolah, program magang tak akan melampaui 48 jam dalam seminggu. Kita akan terapkan mulai libur panjang sekolah 2008, kata Menteri. (ant)
06
EDUKLINIK
mencerdaskan kehidupan bangsa
Ketua Tim Monitoring dan Evaluasi Sertifikasi Guru Independen Ahmad Rizali
“Lulus Sertifikasi kok Dinilai Teman Sendiri”
Ada banyak temuantentang kecurangan dan kesalahan selama proses seleksi portofolio. Banyak juga ketidaklulusan sertifikasi karena guru tidak mengerti menyusun portofolio. Jadi, bukan gurunya yang tidak pintar atau tidak aktif di kegiatan.
Ada banyak temuantentang kecurangan dan kesalahan selama proses seleksi portofolio. Banyak juga ketidaklulusan sertifikasi karena guru tidak mengerti menyusun portofolio. Jadi, bukan gurunya yang tidak pintar atau tidak aktif di kegiatan. Betul-betul hanya masalah tidak bisa menyusun portofolio seperti yang dipersyaratkan. Anehnya, ketika dilakukan pelatihan selama 90 jam, baik yang punya nilai terendah sampai tertinggi, sama-sama harus mengulangi lagi dari nol. Guru yang salah satu dengan yang salah sembilan, misalnya, tetap harus mengikuti pelatihan selama 90 jam nonstop dan dilakukan ujian kembali. Aneh memang. Seharusnya kan tidak begitu.
Kerja Tim Monev tak terdengar nyaring, apakah memang Tim Monev tak bisa melakukan eksekusi bila melihat kesalahan? Kami memang membatasi diri. Kami tidak melakukan eksekusi apa pun selama melaksanakan monitoring dan evaluasi sertifikasi guru ini. Setelah terbentuk Tim Monev, kami kemudian menyusun mem-break down tugas dan kewenangan dan apa saja yang harus dilakukan. Ibaratnya, kami hanya memasang mata dan telinga saja. Kami mencatat apa yang kami temukan di lapangan dan setelah itu menyerahkan rekomendasinya kepada pemerintah—Dedpiknas. Artinya, setelah sekian bulan, kerja Tim Monev tidak ada hasilnya? Ada. Kami banyak menemukan hal-hal yang perlu dicatat selama pelaksanaan sertifikasi guru. Catatan-catatan ini penting sebagai rujukan bagi pemerintah untuk melaksanakan termasuk melakukan eksekusi di lapangan. LPTK mana saja yang melanggar, apa saja kelemahan dan kesalahannya, pemerintah punya kuasa dan kewenangan mengeksekusinya. Bagaimana kalau pemerintah hanya meletakkan seluruh rekomendasi Tim Monev di bawah meja. Artinya, rekomendasi itu hanya sekadar rekomendasi dan tidak ada tindak lanjutnya. Yang salah tetap melakukan kesalahannya dan yang buruk tetap tidak pernah ditegur dan tidak memperbaikinya. Pemerintah diam saja. Apa yang Anda lakukan? Tentu saja kami tidak diam. Kami melakukan kritik lagi di luar semampu kami. Kami sudah bekerja maksimal dan menyerahkan laporan temuan di lapangan. Tanggung jawab itu ada di pemerintah karena merekalah yang memiliki kewenangan mengeksekusi. Tinggal apakah pemerintah mau memberi sanksi kepada setiap kesalahan
foto ilustrasi: bowo lee
KINERJA Tim Monev dinanti banyak pihak, baik pemerintah, LPTK, asesor, dan para guru di Indonesia. Banyak keluhan dari guru tentang berbagai kecurangan. Bagaimana Tim Monev merespon itu semua. Simak wawancara reporter edukasi dengan Ketua Tim Monev Independen Ahmad Rizali berikut ini.
Dicurigai, ada transaksi di bawah tangan oleh oknum tertentu, untuk mendapat kelulusan dalam sertfikasi portofolio.
ataukah tidak. Pemerintah juga punya kewajiban menghapus kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan selama proses sertifikasi ini. Temuan apa yang paling fenomenal selama proses sertifikasi berjalan? Ada banyak hal yang fenomenal. Banyak guru di daerah yang tidak lulusan S-1 atau D-4. akibatnya, kuota daerah yang ditetapkan pemerintah tak pernah terisi habis. Kunci sertifikasi ada di LPTK. LPTK yang baik bisa melaksanakan sertifikasi dengan tertib, tidak ada kesalahan proses, pemberkasan dan sebagainya. LPTK induk juga rakus dengan uang karena tampak memonopoli tugas asesmen portofolio. LPTK mitra tidak lagi menjadi mitra tetapi lebih tepat subordinate. Tujuannya jelas agar LPTK induk lebih banyak menerima anggaran dari pemerintah sedangkan LPTK mitra tidak banyak kebagian. Anggaran kan sudah diberikan secara keseluruhan ke LPTK induk, meskipun yang diasesmen hanya separo. Artinya ada sisa anggaran di LPTK dan rawan dikorupsi atau dimanipulasi?
Saran dan Rekomendasi Tim Monitoring dan Evaluasi Sertifikasi Guru Independen, menemukan beberapa fakta menarik di wilayah Jawa Timur, antara lain: Proses rekrutmen guru dalam porttofolio harus diawasi dengan ketat oleh kepsek, pengawas, dinas kab/kota. Depdiknas mendesak depkeu untuk mencairkan anggaran yang sudah disetujui, semisal tunjangan profesi dan kegiatan sertifikasi. Waktu yang diberikan harus longgar dan masuk akal untuk pencapaian tujuan sertifikasi. Depdiknas, pemprov, pem kab./kota dianjurkan meningkatkan dana sosialisasi sertifikasi guru; dianjurkan untuk menggunakan berbagai metoda untuk sosialisasi. Depdiknas dianjurkan untuk membuat surat himbauan kepada kab/kota kepada DPRD-nya untuk menganggarkan biaya bagi portofolio. Kebijakan depdiknas harus cukup jelas meskipun cukup longgar untuk membuat perkecualian.
Kami belum sampai memantu dari sisi anggarannya. Pernah kami tanyakan. Kebanyakan LPTK mengaku kekurangan duit selama proses sertifikasi. Anehnya, mereka selalu memberikan gratifikasi kepada Tim Monev. Kami pernah diberi hadiah seperti itu tetapi kami menolaknya. Anehnya, justru LPTK itu heran. Sebab, selama ini, pemberian seperti itu tidak pernah ada yang menolak. Kami coba diskusikan dengan anggota Tim Monev (Dr. Mohammad Abduhzen mewakili Institute for Education Reform (IER)-Universitas ParamadinaJakarta; Ahmad Rizali M.Sc. mewakili The Centre for The Betterment of Education sebuah CSO di Jakarta; Dr.rer.nat. Bambang Heru Iswanto, mewakili Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI); Dr. Ivan Hanafi, mewakili Aptekindo; Marcell Marcellino Ph.D. mewakili Universitas Katolik Atmajaya dan Dr. Unifah Rosyidi mewakili Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).). Sayangnya anggota banyak yang diam dan tidak membahasnya lebih detail. Bagaimana dengan kecurangan selama proses sertifikasi?
Bagaimana pelatihan bagi guru yang tak lulus uji portofolio itu dilakukan? Ini temuan yang tak masuk akal. Ada guruguru yang tak lolos sertifikasi diikutkan dalam pelatihan selama 90 jam dalam waktu hanya 5 hari. Artinya, dalam sehari para guru itu digembleng selama 15 jam lebih. Saya lihat kondisi mereka loyo semua. Ini tak masuk akal dan memang tampak akal-akalan saja. Apa mungkin pelatihan ini bisa meningkatkan mutu guru. Saya tak yakin. Artinya pelatihan itu cuma akal-akalan agar memenuhi syarat untuk lulus sertifikasi? Saya yakin mereka akan diluluskan semua. Saya coba cek bagaimana sistem penilaiannya. Ternyata yang menilai juga teman-temannya sendiri. Kerapihan baju juga bisa menentukan kelulusan pelatihan itu. Jadi, memang banyak kelemahan. Tim Monev tidak menegur dan meminta agar pelatihan diulang kembali? Kami mencatat saja. Itulah tugas kami. Kami akan melaporkan berbagai temuan ini ke pemerintah. Seharusnya pemerintah yang bergerak untuk membatalkan atau mengulang pelatihan semacam itu. Kapan masa kerja Tim Monev berakhir? Belum tahu. Akhir tahun kami diminta membuat laporan dan kami sudah melakukannya. Tugas kami selanjutnya kemungkinan bergantung anggaran. Kalau anggarannya ada ya kami akan melanjutkannya. (***)
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Temuan Lapangan Tim Monev Independen Sertifikasi Guru1 Data hasil temuan lapangan dari Tim Monev Sertifikasi Guru di dikelompokkan berdasar enam tahapan pelaksaan sertifikasi guru sesuai dengan buku panduan. Temuan yang di dapat berasal dari berbagai hasil kunjungan ke berbagai provinsi yang dikunjungi; data bersifat kumulatif dimana anggota tim dari provinsi lain menambahkan apa yang berbeda/belum ada dari yang sudah disebutkan oleh Tim Monev sebelumnya. Diknas Provinsi punya anggaran untuk sosialisasi dan diberikan dalam enam kali kesempatan kepada guru yang membagi enam wilayah Jawa Timur di tahun 2007. Beberapa dinas pendidikan mendapatkan anggaran untuk sosialisasi dan kegiatan sertifikasi (Kota Malang dan Kab Pasuruan), namun ada yang tidak dapat anggaran (Kota Surabaya dan Kab Sumenep). Beberapa guru juga mendapat informasi melalui seminar (20 ribu – 350 ribu); beberapa asesor di Unesa dan UM juga mengakui terlibat memberikan sosialisasi. Kerumitan geografis di Kab Sumenep sebagai daerah kepulauan menyulitkan akses mendapat informasi secara langsung sehingga digunakan media lain.
EDUKLINIK
07
mencerdaskan kehidupan bangsa
Pengalaman Drs. Abdul Muin, MM Lulus Sertifikasi Portofolio
Tunjangan Bisa buat Bayar Hutang Keberhasilan dalam sertifikasi berbuah perolehan tunjangan yang cukup signifikan bagi kelangsungan hidup guru. Salah satunya pengalaman Drs. Abdul Muin, MM, SMA Negeri 3 Lamongan yang dituturkan kepada Edukasi. SOSOK Abdul Muin adalah tipe guru sejati. Perjuangannya dalam medidik murid-muridnya diimbangi dengan terus belajar. Hasilnya berbagai sertifikat pelatihan dan seminar pendidikan yang telah dikantonginya telah mempermudah jalan dalam proses sertifikasi tahun lalu. Pengalaman dan pengetahuannya telah meloloskan alumnus IKIP PGRI Tuban ini untuk meraih nilai di atas 1000, sehingga secara otomatis diapun berhak memperoleh tunjangan tambahan dari pemerintah. Apa dan bagaimana Abdul Muin berikut petikan wawacaranya. Sudah menjadi guru sejak kapan? Sejak tahun 1978. Waktu itu saya cuma lulusan SPG. Itu setingkat SMA kalau sekarang. Bagaimana ceritanya kok bisa lulus sertifikasi? Saya sih nggak tahu persis kenapa. Penilaiannya kan begitu banyak. Tapi mungkin karena saya sudah lama jadi guru. Selain itu, saya punya beberapa sertifikat. Tapi heran juga. Saya lulus dengan poin sampai 1000. Sering ikut pelatihan pendidikan? Malah tidak. Zaman segitu mana ada pelatihan. Kalaupun ada, itu sudah lama sekali. Sertifikat kalau tidak rusak ya hilang. Hanya beberapa saja yang saya punya. Lalu sertifikat yang dimiliki sertifikat apa? Saya malah punya banyak sertifikat yang non pendidikan. Ya kayak pelantikan P4, yah semacam itu lah. Nggak berhubungan langsung dengan pendidikan. Saya kan guru zaman orde baru (sambil tertawa). Tapi kenapa saya lulus sertifikasi, mungkin karena saya banyak aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan semacam Badan Perwakilan Desa (BPD), Bravo Kawula Muda (BKM)—
walaupun saya dulu sudah nggak muda, Palang Merah Indonesia (PMI) dan lain sebagainya. Itu kan juga menjadi salah satu poin. Aktivitas bapak di organisasi tersebut apakah bermanfaat untuk siswa? Oh iya. Jangan salah. Saya di situ kan banyak bertemu anak-anak muda. Jadi ketika berinteraksi dengan siswa, saya tidak canggung. Apalagi saya guru SMA Istilahnya, tahu dunia mereka. Kadang-kadang, mereka saya ajak ke sana. Daripada trek-trekan di jalan kan mending belajar penanggulangan bencana di PMI. Selain itu, yang membuat lulus? Mungkin karena faktor pengabdian. Saya kan sudah lama jadi guru. Selain itu, saya juga sudah mengantongi ijazah S2. Di samping itu, saya pernah membuat buku pegangan untuk siswa. Saya sendiri lulus S2 itu juga sudah sejak dulu. Sejak pemerintah belum rasan-rasan soal sertifikasi. Bagaimana Rasanya Lulus Sertifikasi? Ya senang sekali. Kan bisa buat bayar hutang. Hahaha... Rasanya menjadi guru sekarang dan dulu? Kalau dulu jadi guru itu ya pokoknya ngajar. Terus kalau agak siang masih ada waktu, cari sekolah lainnya. Ya, nambah pemasukan. Kalau nggak gitu nggak bisa hidup. Berapa sih gaji guru waktu itu. Pasti nggak cukup. Padahal istri saya pun jadi guru. Sering kita malah dikasih beras, ikan, dan lain-lain sama orangtua siswa. Mereka mungkin kasihan juga melihat gurunya yang melas. Kalau sekarang nggak bisa seperti itu. Guru harus lulus S1. Tapi kadang-kadang sama juga. Guru sekarang banyak juga yang
foto: Agung
B i o g r a f i Nama: Drs. Abdul Muin, MM Tempat, tanggal lahir: Sidoarjo, 30 Juli 1955 Pendidikan: SD Jabaran, Balongbendo, 1969 SMP Negeri 1 Mojokerto, 1974 SPG Wachid Hasyim, 1977 IKIP PGRI Tuban (Sarjana Muda) 1981 IKIP PGRI Tuban (Sarjana strata 1) 1988 STIE Mitra Yogyakarta (Pasca Sarjana) 1999
Pengalaman Mengajar: Guru di SD Labuhan, Brondong, Lamongan 1978 Kepala SD Sedayulawas 4, Brondong, Lamongan, 1989 SMA Negeri 3 Lamongan, 2002
ngajar di lebih dari satu sekolah. Saya sih nggak menyalahkan. Saya dulu juga kayak gitu.
pendampingan-pendampingan yang saya sering lakukan pada siswa juga nggak ada bukti fisiknya. Masak mau mendampingi ke universitas pakai surat segala. Saya dulu nggak sempat kepikiran. Pokoknya saat itu ya apa yang paling baik buat siswa saja.
Kesulitan apa yang dialami saat penyusunan portofolio? Portofolio itu kan mengharuskan kontribusi yang pernah dilakukan guru dibuktikan dalam bentuk fisik. Misalnya piagam atau sertifikat. Persoalannya, tidak semuanya bisa dibuktikan dalam bentuk fisik. Bahkan lama waktu pengabdian pada sekolah swasta tidak dianggap. Padahal, saya lama mengajar di swasta saat itu. Sempat bingung juga. Lalu
Pendapat soal sertifikasi? Kenapa nggak dari dulu aja. Biar guru banyak yang berkualitas. Jadi kualitas mereka terukur. Tapi ya tu, penghargaan terhadap profesi harus ditingkatkan. Kesejahteraan juga dipikirkan.
Bantuan Tunai Cegah Anak Putus Sekolah SAAT ini banyak anak Indonesia tak bisa mengenyam pendidikan karena kemiskinan. Mereka putus sekolah karena ketiadaan biaya. Kondisi ini sangat memprihatinkan. Karenanya kepedulian dari berbagai pihak untuk membantu anakanak Indonesia yang kekurangan biaya pendidikan mutlak diperlukan. Itu karena pemerintah tak mungkin bisa menyelesaikan secara tuntas tanpa peran sektor swasta. Bagai hendak menjadi pendorong sektor swasta, pemerintah sendiri telah menggulirkan sejumlah program untuk mendukung sukses pendidikan, khususnya di kalangan rumah tangga sangat miskin (RTSM). Salah satu yang mendapat tanggapan positif rakyat adalah Program Keluarga Harapan (PKH). PKH merupakan program bantuan tunai dari Pemerintah Pusat kepada RTSM guna mendorong semangat para keluarga miskin untuk kembali menyekolahkan anak-anaknya dan mendapat akses layanan kesehatan. Karenanya dalam PKH, keluarga miskin yang akan mendapat bantuan uang tunai itu harus memenuhi ketentuan; (1) memiliki anak usia sekolah 6-15 th atau kurang dari 18 th namun belum menyelesaikan pendidikan dasar, (2) memiliki anak usia 0-6 th, (3) terdapat ibu yang sedang hamil. PKH digulirkan pemerintah pertengahan 2007 dengan semangat mencari formulasi pengentasan kemiskinan yang paling ideal. Itu mendesak dilakukan karena Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, hingga menjelang berakhirnya 2007 ini, jumlah penduduk miskin di Indonesia sekurangnya masih mencapai 37,17 juta (16,58%) jiwa.
Selama uji coba secara nasional, PKH mensasar 500.000 RTSM di tujuh propinsi, DKI Jakarta (Jakarta Utara), Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, Sulawesi Utara dan Sumatera Barat. Daerah itu terpilih karena besarnya persentase kemiskinannya, kesediaan Pemdanya menjalani uji coba dan kesiapan penyediaan pelayanan kesehatan dan pendidikan. PKH memang mensyaratkan pesertanya harus kembali menyekolahkan anaknya dan rajin untuk datang ke layanan kesehatan. Bila hal itu tak terpenuhi, maka bantuan akan dicabut. Inilah program pengentasan kemiskinan yang ideal. Ada pinaltinya kalau penerima tak mau mendorong anaknya sekolah dan tak mau ke layanan kesehatan. Bantuan tunai yang mereka terima bervariasi antara Rp 600 ribu hingga Rp 1 juta pertahun. Diterimakan setiap tiga bulan. Jumlah ini berdasarkan 15-25% pendapatan RTSM per tahunnya. Distribusi dana melalui Wesel dan diambil di Kantor Pos setempat. Karena harus menjadi motivator, maka pemerintah menyediakan tenaga pendamping yang diberi honor pemerintah pusat. Beruntung mereka menerima dana PKH, hingga kini anak-anak mereka kembali bersekolah dan keluarga ini kembali akrab dengan layanan kesehatan seperti Puskesmas maupun Posyandu.
Seribu Kebaikan PT Unilever Indonesia lewat produk es krim Wall’s Viennetta juga mengadakan program kepedulian untuk anakanak kurang mampu. Program yang bernama Wall’s Berba-
gi 1.000 Kebaikan Bersama Viennetta ini membantu pendidikan seribu anak kurang mampu di Indonesia. Sejak diluncurkan September 2007 total hasil sumbangan yang didapatkan dari penjualan setiap kotak es krim Wall’s Viennetta mencapai lebih dari Rp 1,5 miliar. Dana sumbangan tersebut telah didistribusikan secara merata oleh Dompet Dhuafa Republika. Direktur Es Krim Wall’s PT Unilever Indonesia Tbk, Surya Dharma Mandala, dalam siaran persnya mengungkapkan, pihaknya merasa sangat berbahagia dengan program Wall’s Berbagi 1.000 kebaikan Bersama Vienetta ini. Berkat dukungan konsumen dan masyarakat Indonesia, kita bersamasama dapat berbagi untuk membantu dana pendidikan anak-anak Indonesia yang tidak mampu. ‘’Demi menjaga transparansi dan kepercayaan dari masyarakat, setiap bulan Wall’s selalu mengumumkan jumlah sumbangan yang terkumpul beserta tujuan pemberian sumbangan tersebut sampai dengan program ini berakhir pada Desember 2007 lalu,’’ kata Surya. Sumbangan untuk 1.000 anak Indonesia ini, lanjutnya, telah disalurkan dalam beberapa tahap. Sumbangan tahap pertama yang diberikan 26 September berjumlah Rp 500 juta. Pada tahap kedua disalurkan sumbangan sebesar Rp 650 juta. Presiden Direktur Dompet Dhuafa Republika, Rahmad Riyadi menjelaskan, hingga 14 Desember 2007 sudah ada seribu anak dari 33 provinsi yang mendapatkan bantuan. Ini berarti obyektif program sudah tercapai. (republika)
08
EDUSIANA
mencerdaskan kehidupan bangsa
Diklat Penulisan untuk Media (I) SEKITAR 200 anggota Klub Guru turut berpartisipasi dalam Diklat Penulisan untuk Media I. Acara ini terselenggara berkat kerja sama antara Klub Guru, Indosat, dan Harian Surya. Dalam kesempatan tersebut, hadir sebagai pembicara adalah Dimam Abror Djuraid (Pemimpin Redaksi Harian Surya) dan Dra Sirikit Syah (Lembaga Konsumen Media Award yang juga ketua Klub Guru). Setelah memperoleh pelatihan menulis, para guru kemudian dapat mengirim karya tulisnya untuk dipublikasikan di Harian Surya. (*)
Prof Dr. Muchlas Samani, MPd
Seminar Nasional Pengembangan TIK MENTERI Infokom RI, Prof Dr. Ir Mohammad Nuh DEA hadir memberi pencerahan kepada para guru, dalam seminar nasional “Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan Pengaruhnya pada Masa Depan Pendidikan” (17/2). Hadir pula sebagai pembicara antara lain Prof Dr Ir Djunaidy MSc (Pembantu Rektor I ITS), dan Moh. Syamsulhadi Sucahyo (Head Of Malang Branch PT. Indosat). Dalam kesempatan tersebut, juga dilakukan penandatanganan nota kesepahaman (MOU) antara Klub Guru, Indosat, dan Harian Surya untuk memberi pelatihan khusus kepada para guru. Menurut Ahmad Rusdilfahmi, Indosat sangat mendukung program yang dicanangkan Klub Guru tersebut, karena sepaham dengan program coorporatesocial responsibility bernama Indonesia Belajar. (*)
EDUSIANA
mencerdaskan kehidupan bangsa
09
“Trend Pendidikan pada Masa Depan” PAKAR statistika ITS, Drs Kresnayana Yahya MSc memberi wawasan pengetahuan kepada para guru anggota KG dalam seminar regional “Trend Pendidikan pada Masa Depan”. Seminar yang diselenggarakan oleh Klub Guru di Auditorium MIPA Unesa (12/1), Kresnayana yang ternyata juga alumnus Unesa (IKIP Surabaya) itu banyak menyoroti masalah kebijakan pemerintah dalam pendidikan. Salah satunya adalah mengenai KTSP yang diplesetkannya menjadi Kurikulum Tidak Siap Pakai. Menurut Kresnayana, Penerapan KTSP sungguh membebani siswa. Karena dalam KTSP siswa tidak diajari protes, malah 85% hanya teori kelas. Padahal, seharusnya bukan menambah jam mengajar namun menambah wawasan siswa. (*)
Kresnayana Yahya
KG Bojonegoro Dilaunching, Kota Lain Mengantre SETELAH sempat tertunda karena bencara banjir, Launching Klub Guru Bojonegoro akhirnya terlaksana (20/1). Bertempat di Graha Wiyata Dinas Pendidikan Bojonegoro, Jl. Rajekwesi Bojonegoro, Klub Guru Bojonegoro diresmikan oleh Ketua Klub Guru Pusat, Dr. Sirikit Syah. Dalam kesempatan itu, secara aklamasi, lebih dari 600 guru asal Bojonegoro dan wilayah sekitarnya (Lamongan dan Tuban) menetapkan Drs. Puji Harsono sebagai Ketua Klub Guru
Launching Klub Guru
BERMULA dari program peningkatan kualitas guru yang digagas para alumnus Unesa, lahirlah sebuah organisasi keguruan bernama KLUB GURU (KG). Secara resmi KG dilaunching di Gedung Aula PDAM Surabaya (8/12) dan menempatkan Dra Sirikit Syah MA sebagai ketuanya. Dalam launching tersebut juga diselenggarakan seminar “Menjadi Guru Profesional” dengan pembicara Achmad Dasuki (Direktur Profesi Pendidik, Direktorat Peningkatan Mutu Pendidikan dan tenaga Kependidikan), Prof Dr Muchlas Samani, Prof Dr Budi Darma, dan Perwakilan dari Diknas Provinsi Jawa Timur. (*)
Prof Dr Budi Darma
Bojonegoro. Turut hadir juga dalam acara tersebut, Mohammad Ihsan (Sekjen Klub Guru) dan Satria Dharma (Tim Ahli Klub Guru). Acara launching Klub Guru Bojonegoro lalu juga diisi dengan kegiatan Seminar “Peranan Guru Di Masa Depan” dan dilanjutkan dengan Workshop “Pembuatan Media Pembelajaran”. Acara terebut terselenggara atas kerja sama Klub Guru dan Konsorsium Pendidikan Islam (KPI). (*)
10
EDUWARTA
mencerdaskan kehidupan bangsa
Prof Dr. Muchlas Samani, M Pd
Perlu Kejujuran dalam Sertifikasi MARAKNYA aksi sebagian oknum guru yang bertindak curang ketika menyusun dokumen portofolio disesalkan oleh banyak pihak pemerhati pendidikan. Prof Dr. Muchlas Samani, M Pd yang ditemui di pelatihan sertifikasi guru yang digelar Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya, (6/1) mengaku kecewa dengan tindakan “guru nakal” yang mencoreng dunia pendidikan dengan tidak melampirkan data yang sebenarnya. Selain itu banyak laporan dari asesor yang menemukan beberapa karya penulisan yang mirip. Muchlas menambahkan, pentingnya kejujuaran dalam menyusun dokumen portofolio. Apalagi bila seseorang guru yang melakukan ketidakjujuran tapi lulus sertifikasi otomatis akan memberi memakan uang haram kepada istri dan anak-anaknya. Padahal ”guru nakal” akan menghidupi keluarganya dengan uang haram hingga berusia 60 tahun, sesuai peraturan menteri yang memberi tunjangan profesi hingga usia 60 tahun. Padahal, lanjut direktur ketenagakerjaan Dirjen Dikti ini, bila guru tidak lulus dalam sertifikasi akan mendapat pelatihan selama 90 jam. ”Praktis selama pelatihan para guru akan ”disekolahkan” sebab mendapat tambahan ilmu di bidang kependidikan mutakhir. Misalnya saja pelatihan penelitian tindakan kelas, evaluasi belajar, metode pengajaran. Belum lagi fasilitas menginap dan diberi makan pula,” ujarnya. Pembantu Rektor IV Unesa ini mengingatkan, jangan salahkan para murid ketika ujian menyontek. ”Wong gurunya saja juga berlaku tidak terpuji ketika menyusun portofolio. Sehingga tidak perlu lagi tindakan tipu menipu untuk mendapat tunjangan profesi dua kali gaji pokok dengan cara memalukan. Kerjakan sesuatu secara obyektif,” pesannya. Di Singapura, bila seorang siswa ketahuan menyontek, pihak sekolah akan memanggil orang tua. Di sana orang tua yang dipanggil ke sekolah akibat siswa menyontek sungguh merasa malu. Nantinya anak yang menyontek tersebut tidak bisa kuliah di perguruan tinggi negeri. Selain itu anak nakal itu tidak berhak menyandang gelar PNS. Guru seyogyanya memberi teladan dalam hal kejujuran dan integritas moral kepada muridnya. Muchlas mengakui tidak mungkin mengubah moral dan perilaku yang buruk secara instan. Perlu dukungan dari lingkungan, mulai dari sekolah yang rapi dan bersih tanpa sampah berserakan. Atan cara represif yang memberi hukuman seperti yang dilakukan negeri Singa yang menghukum orang yang meludah di tempat umum. (kho) foto: bowolee
Kresnayana Yahya (Kanan) saat menyampaikan paparannya dalam seminar Klub Guru beberapa waktu lalu. Sebagai pemakalah lain adalah Satria Darma (kiri), dibantu sekjan Klub Guru Mohammad Ihsan sebagai moderator (tengah).
KTSP: Kurikulum Tidak Siap Pakai KEPUTUSAN pemerintah menerapkan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) sebagai pengganti KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) merupakan tindakan keliru dan konyol. Padahal penerapan KTSP di sekolah berarti kemunduran. Sejatinya KBK lebih beri ruang untuk guru. Apalagi ada penerapan 85% diisi teori di kelas. Demikian pemaparan Drs Kresnayana Yahya, MSc terkait penggantian kurikulum, (12/1), di Seminar Trend Pendidikan di Masa Depan yang digelar oleh Klub Guru Jatim. Menurutnya, setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah kebanyakan tanpa diawali oleh riset yang mendalam. Belum lagi kandungan lokal dari setiap daerah tidak dimasukkan. ”Masak orang dari Jombang disamakan dengan orang dari Gresik yang berbeda budaya dan latar belakangnya. Belum lagi semua daerah harus tunduk dengan sebuah buku yang sama,” ujarnya. Seharusnya, lanjut pakar statistika dari ITS ini, pemerintah memberi kepercayaan penuh kepada guru yang berada di daerah untuk membuat buku sendiri. Tentunya buku yang disusun paling sesuai dengan kondisi di lapangan. Bukan orang di Papua disuruh mempelajari mata pelajaran IPS tentang dokar. Padahal di Papua tidak kenal dengan alat transportasi dokar. Lama kelamaan pengajaran kita tidak kontekstual. Dampaknya, menurut Kresna, bangsa kita akan kehilangan jati diri. ”Pemerintah mendrop uang ke tiap sekolah untuk menentukan mana yang cocok dengan dipelajari oleh siswanya. Lucu sekali bila sebuah daerah yang penghasil kelautan malah diajari cara bercocok tanam padi. Pemerintah selama ini tidak mempercayai sekolah,” ungkapnya.
Dampak buruk ”pemaksaan kehendak” terkait penggunaan KTSP sebagai pengganti KBK mengakibatkan anak didik tidak menjadi matang. ”Seyogyanya pendidikan menghasilkan siswa yang mampu belajar, menghasilkan uang sendiri, dan hidup mandiri. Berarti sekolah tidak hanya mendidik anak menguasai matematika saja, tetapi mengajari tentang dunia bisnis dengan terjun langsung ke lapangan. Juga sekolah mengajari siswa materi life skill,” kata Kresna kepada Edukasi. Apalagi, lanjut Kresna, pembuat kurikulum tidak pernah turun ke lapangan dan sebagian materi yang dimasa depan tidak dipakai lagi namun masih diajarkan. Misalnya kurikulum matematika dibuat oleh orang yang tidak pernah mengajar. Porsinya 70% kurikulum dibuat oleh akdemisi yang buta tentang dunia kerja. Seharusnya praktisi dilibatkan dalam membuat kurikulum. Penerapan KTSP sungguh membebani siswa. Dalam KTSP siswa tidak diajari proses. Malah KTSP berniat 85% teori di kelas. Seharusnya bukan menambah jam mengajar namun menambah wawasan siswa. Menurut Kresna ke-giatan belajar mengajar 30% teori dan 70% praktik yang berisi kegiatan di luar kelas se-perti berkunjung ke Kebun Binatang observasi binatang. Bisa juga belajar ekonomi di pasar tradisional dengan meminta siswa belanja. Maka dari itu, dirinya mendukung kiprah Klub Guru yang berniat memberdayakan guru melalui training berkisanambungan. Selama ini PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia), menurut Kresna, hanya berperan sebagai kelompok politis. (kho)
50 Persen Lebih, Guru Surabaya Tidak Lulus Sertifikasi SUNGGUH memprihatinkan kondisi kompetensi guru Surabaya. Dari total 1091 guru yang mengikuti sertifikasi kuota 2007 tahap dua, hanya 450 guru dinyatakan lulus atau 41,25%. 597 guru atau 54,72% diminta mengikuti diklat. Sebanyak 36 guru diminta melengkapi, 5 guru diminta klarifikasi data ulang, dan tiga guru yang ikut sertifikasi dibatalkan. Demikian pemaparan Plh Kepala Diknas Kota Surabaya, Drs Ruddy Winarko, MM, MBA, kepada EDUKASI beberapa waktu lalu. Guru asal Surabaya yang mengikuti sertifakasi kuota 2007 tahap dua ini berasal dari jenjang SMP, SMA, SMK, dan SLB. Rinciannya dari jenjang SMP diikuti 459 guru dari 511 kuota yang disediakan. SMA mengirim 375 guru dari 395 kuota yang tersedia. 224 guru
SMK yang ikut sertifikasi tahap dua dari 226 kuota yang disediakan. Dari SLB mengirim 33 guru dari 53 jatah kuota yang disediakan. Ruddy mengatakan kegagalan 54,72% guru yang diminta mengikuti sertifikasi akibat guru enggan mengikuti pelatihan maupun workshop yang banyak digelar di kota Pahlawan. “Padahal diknas sering memanggil guru untuk mengikuti pelatihan. Dana pelatihan diambilkan dari APBN, APBD Provinsi, dan APBD Kota,” ujarnya ketika ditemui di ruang kerjanya. Selain pelatihan dan workshop, Ruddy melanjutkan, diknas kota Surabaya juga menggelar penyetaraan dan mismatch untuk guru. Maksudnya, guru yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan namun mengajar mata
pelajaran tertentu. Misalnya guru yang mengajar TI di kelas tapi tidak memiliki basic ilmu TI akan dikuliahkan oleh diknas. Hasil keseluruhan hasil sertifikasi kuota 2007 tahap dua telah diumumkan oleh Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Tapi Unesa hanya mengumumkan hasil sertifikasi delapan daerah dari 14 kabupaten/ kota yang berkas portofolionya mereka nilai. Delapan daerah yang telah dinilai oleh asesor yaitu, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Lamongan, Nganjuk, Jombang, Pamekasan, dan Sumenep. Sementara enam daerah lainnya - Kota Mojokerto, Kab Mojokerto, Tuban, Bangkalan, Sampang, dan Bojonegoro- berkas portofolionya dikembalikan karena ada dokumen yang
keliru dan harus diverifikasi ulang. Dari 5.920 berkas portolio kouta 2007 tahap dua, yang diumumkan tahap pertama sebanyak 5.065. Dari jumlah tersebut, yang dinyatakan lulus 3.061 (60,4 persen), melengkapi 125 (2,47 persen), tidak lulus alias diklat 1.822 (36 persen), klarifikasi 54 (1,07 persen), dan dibatalkan 3 orang. Peserta sertifikasinya sendiri, guru TK 1.480 orang, SD 1.052, SMP 1.406, SMA 966, dan SMK 715 orang Hasil tersebut lebih baik dibandingkan hasil uji portofolio sebelumnya. Untuk kuota 2006, dari 2.244 peserta, yang lolos uji portofolio 1.387 (61,8 persen), sementara yang gagal 857 (38,2 persen). Sementara kuota 2007 tahap pertama, dari 3.791 peserta, yang lulus 1.906 (50,28 persen) dan 1.763 guru (46,5 persen) dinyatakan gagal. (kho)
EDUWARTA
mencerdaskan kehidupan bangsa
11
MENCIPTAKAN PEMBELAJARAN KREATIF DAN MENYENANGKAN Oleh: Rosmini
Guru dituntut membangkitkan motivasi belajar peserta didik. Karena motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Peserta didik yang memiliki motivasi belajar yang tinggi akan belajar dengan sungguh-sungguh. PEMBELAJARAN merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Dalam pembelajaran , guru berhadapan dengan sejumlah peserta didik dengan berbagai macam latar belakang, sikap, dan potensi, yang kesemuanya itu berpengaruh terhadap kebiasaannya dalam mengikuti pembelajaran. Misalnya masih banyak peserta didik kurang bernafsu untuk belajar dan membolos terutama pada mata pelajaran, dan guru yang menurut mereka sulit atau menyulitkan. Untuk kepentingan tersebut guru dituntut membangkitkan motivasi belajar peserta didik. Karena motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Peserta didik yang memiliki motivasi belajar yang tinggi akan belajar dengan sungguh-sungguh. Untuk membangkitkan motivasi belajar peserta didik, setiap guru sebaiknya memiliki rasa ingin tahu, mengapa dan bagaimana anak belajar dan menyesuaikan dirinya dengan kondisi-kondisi belajar dalam lingkungannya. Guru juga sebaiknya mampu untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan. Tulisan ini bermaksud untuk memaparkan bagaimana menciptakan suatu pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan, sehingga peserta didik termotivasi untuk mengikuti pelajaran di kelas. Untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan diperlukan berbagai keterampilan, diantaranya keterampilan mengajar. Keterampilan mengajar yang sangat berperan dan menentukan kualitas pembelajaran, yaitu keterampilan bertanya, memberi penguatan, mengadakan variasi, menjelaskan, membuka dan menutup pelajaran, membimbing diskusi kelompok kecil, mengelola kelas, serta mengajar kelompok kecil dan perorangan. Setiap keterampilan mengajar memiliki komponen dan prinsipprinsip dasar tersendiri. Keterampilan mengajar tersebut dan cara menggunakannya agar tercipta pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan adalah sebagai berikut:
A. Menggunakan keterampilan bertanya Keterampilan bertanya sangat perlu untuk dikuasai oleh guru, karena hampir dalam setiap tahap pembelajaran guru dituntut untuk mengajukan pertanyaan, dan kualitas pertanyaan yang diajukan guru akan menentukan kualitas jawaban peserta didik. Keterampilan bertanya yang perlu dikuasai oleh guru meliputi keterampilan bertanya dasar dan kete-
rampilan bertanya lanjutan.
1. Keterampilan bertanya dasar mencakup; a. Pertanyaan yang jelas dan singkat, b. Pemberian acuan yaitu sebelum mengajukan pertanyaan guru perlu memberikan acuan berupa penjelasan singkat yang berisi informasi yang sesuai dengan jawaban yang diharapkan, c. Memusatkan perhatian; pertanyaan juga dapat digunakan untuk memusatkan perhatian peserta didik, d. Memberi giliran dan menyebarkan pertanyaan; guru hendaknya berusaha agar semua peserta didik mendapat giliran dalam menjawab pertanyaan, dan yang lebih penting adalah memberikan kesempatan berpikir kepada peserta didik sebelum menjawab pertanyaan yang diajukan.
2. Keterampilan bertanya lanjutan meliputi: a. Pengubahan tuntunan tingkat kognitif yaitu guru hendaknya mampu mengubah pertanyaan dari hanya sekadar mengingat fakta menuju pertanyaan aspek kognitif lain seperti penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi, b. Pengaturan urutan pertanyaan yaitu pertanyaan yang diajukan hendaknya mulai dari yang sederhana menuju yang paling kompleks secara berurutan, c. Peningkatan terjadinya interaksi yaitu guru hendaknya menjadi dinding pemantul. Jika ada peserta didik yang bertanya, guru tidak menjawab secara langsung, tetapi dilontarkan kembali ke seluruh peserta didik untuk didiskusikan.
B. Memberi penguatan Penguatan merupakan respons terhadap suatu perilaku yang dapat menimbulkan kemungkinan terulangnya kembali perilaku tersebut. Penguatan dapat dilakukan secara verbal berupa kata-kata dan kalimat pujian dan secara non verbal yang dilakukan dengan gerakan mendekati peserta didik dan kegiatan yang menyenangkan. Penguatan bertujuan untuk meningkatkan perhatian peserta didik terhadap pembelajaran, merangsang dan meningkatkan motivasi belajar dan membina perilaku yang produktif.
C. Mengadakan variasi Mengadakan variasi merupakan keterampilan yang harus dikuasai guru dalam pembelajaran untuk mengatasi kebosanan peserta didik, agar selalu antusias, tekun , dan penuh partisipasi. Variasi dalam kegiatan pembelajaran meliputi;
1. Variasi dalam gaya mengajar misalnya variasi suara, gerakan badan dan mimik, mengubah posisi, dan mengadakan kontak pandang dengan peserta didik. 2. Variasi dalam penggunaan media dan sumber belajar misalnya variasi alat dan bahan yang dapat dilihat, penggunaan sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar. 3.Variasi dalam pola interaksi misalnya dalam mengelompokkan peserta didik, tempat kegiatan pembelajaran, dan dalam pengorganisasian pesan ( deduktif dan induktif ).
D. Menjelaskan Penggunaan penjelasan dalam pembelajaran memiliki beberapa komponen yang harus diperhatikan, yaitu: 1. Perencanaan meliputi isi pesan yang akan disampaikan harus sistematis dan mudah dipahami oleh peserta didik dan dalam memberikan penjelasan harus mempertimbangkan kemampuan dan pengetahuan dasar yang dimiliki oleh peserta didik. 2. Penyajian dapat menggunakan pola induktif yaitu memberikan contoh terlebih dahulu kemudian menarik kesimpulan umum dan pola deduktif yaitu hukum atau rumus dikemukakan lebih dahulu lalu diberi contoh untuk memperjelas rumus dan hukum yang telah dikemukakan.
E. Membuka dan menutup pelajaran Membuka dan menutup pelajaran yang dilakukan secara profesional akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan pembelajaran. Membuka pelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan guru untuk menciptakan kesiapan mental dan menarik perhatian peserta didik secara optimal, agar mereka memusatkan diri sepenuhnya pada pelajaran yang akan disajikan. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai hal tersebut adalah: 1. Menghubungkan materi yang telah dipelajari dengan materi yang akan disajikan. 2. Menyampaikan tujuan (kompetensi dasar) yang akan dicapai. 3. Menyampaikan langkah-langkah kegiatan pembelajaran dan tugastugas yang harus diselesaikan untuk mencapai tujuan pembelajaran. 4. Mendayagunakan media dan sumber belajar yang sesuai dengan materi yang akan disajikan. 5. Mengajukan pertanyaan, baik untuk mengetahui pemahaman peserta didik terhadap pelajaran yang telah lalu maupun untuk menjajaki kemampuan awal berkaitan dengan bahan yang akan dipelajari.
Menutup pelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui pencapai tujuan dan pemahaman peserta didik terhadap materi yang dipelajari serta mengakhiri kegiatan pembelajaran. Untuk menutup pelajaran kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan adalah: 1. Menarik kesimpulan mengenai materi yang telah dipelajari (kesimpulan bisa dilakukan oleh guru, oleh peserta didik, atau permintaan guru, atau oleh peserta didik bersama guru). 2. Mengajukan beberapa pertanyaan untuk mengukur tingkat pencapaian tujuan dan keefektifan pembelajaran yang telah dilaksanakan. 3. Menyampaikan bahan-bahan pendalaman yang harus dipelajari dan tugas-tugas yang harus dikerjakan (baik tugas individu maupun tugas kelompok) sesuai dengan materi yang telah dipelajari. 4. Memberikan post tes baik secara lisan, tulisan, maupun perbuatan.
F. Membimbing
diskusi kelompok kecil Hal-hal yang perlu dipersiapkan guru agar diskusi kelompok kecil dapat digunakan secara efektif dalam pembelajaran adalah: 1. Pembentukan kelompok secara tepat 2. Memberikan topik yang sesuai 3. Pengaturan tempat duduk yang memungkinkan semua peserta didik dapat berpartisipasi secara aktif.
G. Mengelola kelas Pengelolaan kelas merupakan keterampilan guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, dan mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelas adalah; kehangatan dan keantusiasan, tantangan, bervariasi, luwes, penekanan pada hal-hal positif, dan penanaman disiplin diri. Keterampilan mengelola kelas memiliki komponen sebagai berikut: 1. Penciptaan dan pemeliharaan iklim pembelajaran yang optimal a. Menunjukkan sikap tanggap dengan cara; memandang secara seksama, mendekati, memberikan pernyataan dan memberi reaksi terhadap gangguan di kelas. b. Memberi petunjuk yang jelas. c. Memberi teguran secara bijaksana. d. Memberi penguatan ketika diperlukan. 2. Keterampilan yang berhubungan dengan pengendalian kondisi belajar yang optimal a. Modifikasi perilaku yaitu mengajarkan perilaku yang baru dengan contoh dan pembiasaan, mening— katkan perilaku yang baik dengan penguatan, dan mengurangi perilaku buruk dengan hukuman. b. Pengelolaan kelompok dengan cara; peningkatan kerja sama dan keter-
libatan, menangani konflik dan memperkecil masalah yang timbul. c. Menemukan dan mengatasi perilaku yang menimbulkan masalah, misalnya mengawasi secara ke— tat, mendorong peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya, menjauhkan benda-benda yang dapat mengganggu konsentrasi, dan menghilangkan ketegangan dengan humor.
H. Mengajar kelompok kecil dan perorangan Pengajaran kelompok kecil dan perorangan merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memungkinkan guru memberikan perhatian terhadap setiap peserta di— dik, dan menjalin hubungan yang lebih akrab antara guru dengan peserta didik maupun antara peserta didik dengan peserta didik. Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan dapat dilakukan dengan: 1. Mengembangkan keterampilan dalam pengorganisasian, dengan memberikan motivasi dan membuat variasi dalam pemberian tugas. 2. Membimbing dan memudahkan belajar, yang mencakup penguatan, proses awal, supervisi, dan interaksi pembelajaran. 3. Pemberain tugas yang jelas, menantang dan menarik. Untuk melakukan pembelajaran perorangan perlu diperhatikan kemampuan dan kematangan berpikir peserta didik agar apa yang disampaikan bisa diserap dan diterima oleh peserta didik. Selain beberapa komponen keterampilan mengajar yang harus dimiliki oleh seorang guru untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan, guru juga harus kreatif, profesional, dan me— nyenangkan dengan memposisikan diri sebagai berikut; 1. Orang tua yang penuh kasih sayang pada peserta didiknya. 2. Teman, tempat mengadu, dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik. 3. Fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan, dan mela— yani peserta didik sesuai dengan minat, kemampuan, dan bakatnya. 4. Pemberi sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya. 5. Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab kepada peserta didik. 6. Membiasakan peserta didik untuk saling bersilaturrahmi dengan orang lain. 7. Mengembangkan kreativitas peserta didik. Dengan memiliki beberapa kete— rampilan mengajar yang telah diuraikan di atas diharapkan guru tidak lagi menjadi figur yang menakutkan bagi peserta didiknya, sehingga peserta di— dik akan senantiasa memiliki perasaan yang nyaman jika berada dalam pro— ses pembelajaran dan akan senantiasa memiliki motivasi yang tinggi untuk mengikuti pembelajaran. (*)
Tips Belajar Efektif MUSIM liburan sudah berlalu. Sekarang waktunya balik lagi ke sekolah. Ada baiknya Anda membuat persiapan yang baik buat satu semester ke depan. Tak ubahnya para peserta diri yang dituntut mempersiapkan segala keperluan, seperti buku pelajaran, buku tulis atau baju seragam. Selain itu, ada beberapa hal penting yang perlu Anda perhatikan, Pertama, tentukan target Anda di semester ini apa. Kemudian buat jadwal harian yang isinya langkah-langkah menuju target tersebut. Supaya target belajar goal-nya lebih cepat, berikut ada beberapa tips bagaimana cara belajar yang efektif, yang telah teruji oleh beberapa negera maju. Tips ini bisa Anda jalankan sendiri, atau ditularkan kepada peserta didik Anda. 1. Seorang teman dari Amerika memberi saran belajar yang dia dapat dari ayahnya. Hari pertama sekolah, ulang kembali pelajaran yang telah didapat. Setelah itu baca singkat dua halaman materi berikutnya buat cari kerangkanya saja. Begitu pelajaran tersebut diterangkan guru esoknya, Anda sudah punya gambaran atau dasarnya, tinggal menambahkan saja apa yang belum Anda tahu. Jadi begitu pulang sekolah, tinggal mengulang saja untuk mencari kesimpulan atau ringkasan. 2. Usahakan selalu konsentrasi penuh waktu mendengarkan pelajaran yang disampaikan guru atau totor. Materi yang Anda dengar bakal mudah dipanggil lagi begitu Anda menghapal ulang pelajaran tersebut. 3. Beberapa teman juga merekomendasikan untuk mengetik ulang catatan pelajaran ke dalam komputer. Logikanya, dengan mengetik ulang catatan berarti sama saja dengan membaca ulang pelajaran yang baru saja didapat dari sekolah. Materi yang diulang tadi bisa tersimpan di memori otak buat jangka waktu yang lama. Lebih bagus lagi kalo membacanya kembali atau mempelajari catatan tersebut setelah diketik. 4. Cara lain adalah dengan membaca ulang catatan pelajaran kemudian buat kesimpulan dengan kalimat sendiri. Supaya dapat terpatri lama di memori, tulis kesimpulan tadi di secarik kertas kecil seukuran kartu nama. Kartu-kartu tersebut efektif untuk mengulang dan membaca singkat kala senggang. 5. Teman lainnya menyarankan untuk selalu menggunakan buku catatan yang berbeda pada setiap mata pelajaran. Cara ini dinilai lebih teratur sehingga pada waktu ingin mengulang suatu pelajaran kita tidak perlu lagi harus membuka semua buku. 6. Mengulang pelajaran tidak selamanya harus dengan membaca atau menulis. Mengajari teman lain tentang materi yang baru diulang bisa membuatmu selalu ingat akan materi tersebut. Bagusnya lagi, Anda menjadi lebih paham akan materi tersebut. 7. Belajar mendadak menjelang tes memang tidak efektif. Paling tidak sebulan sebelum ulangan adalah masa ideal buat mengulang pelajaran. Materi yang banyak bukan masalah. Caranya: selalu buat ringkasan atau kesimpulan pada setiap pelajaran, kalau perlu pakai tabel atau gambar ilustrasi supaya mudah diingat. 8. Ada beberapa teman di Australia yang menyukai waktu belajar pada siang hari. Maklum, badan masih segar setelah tidur cukup di malam hari, jadi semangat masih tinggi. Kondisi yang bagus tersebut tidak mereka sia-siakan begitu saja. Pagi mereka konsentrasi penuh pada pelajaran di kelas dan siangnya konsentrasi untuk mengulang kembali. Malam hari hanya mereka gunakan untuk mengerjakan aktivitas ringan atau pekerjaan rumah. Jadi tidak pernah ada kata begadang. 9. Kalau badan capek, bakal susah buat konsentrasinya. Beberapa teman menyarankan untuk libur dulu dari acara olah raga atau kegiatan fisik lainnya sehari menjelang ulangan umum. 10. Belajar sambil mendengarkan musik memang asyik. Pilih musik yang tenang tapi menggugah. Musik klasik macam Beethoven ato Mozart bisa dicoba. Musik tipe ini cocok banget buat menemani kamu selama mengerjakan tugas yang jawabannya sudah pasti, seperti matematika, ilmu alam atau bahasa asing. Dijamin stamina belajar Anda akan selalu berisi dan penuh semangat. Memang bingung ya kalau semua orang saling memberi tahu apa yang harus dikerjakan. Paling penting adalah utamakan prioritas Anda. Karena biasanya kita menilai diri sendiri dari apa yang dirasakan, sedang orang lain hanya melihat dari apa yang telah kita hasilkan. Sementara apa yang bisa kita hasilkan hanya kita sendiri yang tahu. Jadi, buat target yang kamu percaya mampu meraihnya bukan apa yang dipikirkan orang lain. Begitu juga dengan cara belajar efektif, pilih cara baik mana yang paling pas dengan kondisi Anda. Selamat mencoba! Sumber: Study Tips from Students, www.adprima.com
EDUWARA
mencerdaskan kehidupan bangsa
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
12
Guru Ditantang Buat Naskah Buku Ajar
Hak Cipta Dibeli
Rp 175 Juta per Buku GUNA memudahkan akses pemilikan buku pelajaran bagi siswa SD-SLTA, pemerintah menantang para guru untuk mengajukan naskah buku teks pelajaran. Naskah yang dinyatakan lolos Badan Standar Nasional Pendidikan akan dibeli Depdiknas Rp 100 juta-Rp 175 juta per buku. ”Pembelian hak cipta buku teks pelajaran tersebut meliputi hak untuk mengumumkan dan memperbanyak melalui media, antara lain wujud cetak, fotokopi, elektronik, dan optik selama 15 tahun yang berlaku di seluruh Indonesia. Kebijakan ini dapat mengurangi harga buku menjadi sepertiga dari harga eceran yang berlaku saat ini,” ujar Sugijanto, Kepala Pusat Perbukuan Depdiknas, (15/2). Didampingi anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Djaali dan Ketua Tim Pengembang Naskah Buku Teks Pelajaran Asmawi Zainul, Sugijanto tampil di depan sekitar 200 guru dan dosen di Sulawesi Selatan dalam rangka sosialisasi penilaian buku teks pelajaran dan pembelian hak cipta buku teks pelajaran tahun 2008.
Tahun kedua Program tersebut kali ini menginjak tahun kedua setelah tahun 2007 Pusat Perbukuan membeli 37 judul buku untuk jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK. Buku-buku tersebut meliputi mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan IPA.
Menurut Sugijanto, tahun ini akan dibeli sebanyak 21 judul buku mata pelajaran, antara lain Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Inggris, Pendidikan Seni, Pendidikan Jasmani, Olahraga, Kesehatan, serta Teknologi Informasi dan Komunikasi Sebelum dilakukan pembelian hak cipta, buku-buku tersebut akan dinilai kelayakannya oleh BSNP. Penilaian dijadwalkan dua periode, yakni 13-16 Mei 2008 dan 23-26 September 2008. Setelah hak cipta dibeli, materi akan dimasukkan dalam bentuk disket, cakram, dan dalam format buku elektronik (e-book) di internet. Naskah dapat diakses, diunduh, atau dicetak dengan gratis karena sudah menjadi milik negara, sepanjang tidak untuk kepentingan komersial. Dengan dibelinya hak cipta buku, kata Sugijanto, kelak siswa tidak lagi terbebani biaya yang mahal untuk memenuhi kebutuhan akan buku pelajaran. Sebab, dengan memasyarakatnya internet, siswa bisa mengunduh buku pelajaran yang dinyatakan lolos penilaian melalui Jaringan Pendidikan Nasional. ”Tantangan sekarang adalah bagaimana mempermudah akses internet hingga ke pelosok-pelosok Tanah Air dengan kecepatan akses yang memadai,” papar Sugijanto. Ketersediaan buku pelajaran merupakan salah satu dari sembilan masalah strategis yang ditekankan Mendiknas Bambang Sudibyo. (kom/hb)
Kiprah Yayasan Beasiswa Tunas Bangsa
Bantu Anak Tidak Mampu Lanjutkan Sekolah Sebagai lembaga yang peduli pada dunia pendidikan, yayasan ini ingin berperan meningkatkan prestasi siswa melalui pemberian beasiswa. Urusan skill juga diperhatikan oleh yayasan yang didirikan oleh Prof Dr Warsono ini melalui pemberian bantuan keterampilan teknologi. SARKIN (40), seorang bapak yang tidak bisa melunasi biaya SPP ketiga anaknya. Ketiga anaknya telah menunggak SPP selama tiga bulan. Akibat tidak mampu melunasi SPP untuk Nartoko (kelas 3 SMA), Herdiansyah (kelas 3 SMP), dan Desi (kelas 6 SD), Sarkin memutuskan mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Mayatnya tergelantung di seutas tali blandar di samping rumahnya. Padahal pekerja di sebuah percetakan di Jl Patemon ini meninggalkan tujuh anak hasil perkawinannya dengan Mira, 40 tahun. Siapa yang tidak terenyuh membaca kisah Sarkin yang dinukil dari Jawa Pos 5 Juli 2003 ini? Maka dari itu, perlu ada lembaga yang membantu membiayai SPP anak dari keluarga tidak mampu. Sejatinya keinginan membantu untuk meringankan biaya pendidikan tanpa melihat latar belakang agama dan suku. Yang terpenting lembaga tersebut benarbenar mampu memberikan bantuan tepat sasaran. Yayasan beasiswa Tunas Bangsa hadir dengan tujuan memberi bantuan beasiswa kepada anakanak dari golongan ekonomi sulit. Seperti diungkapkan oleh Yatimun, ketua harian Yayasan beasiswa Tunas Bangsa mengatakan, banyak anak-anak yang tidak mam-
pu membayar SPP padahal siswa tersebut memiliki prestasi cemerlang di bangku sekolah. Maka dari itu, yayasan yang memiliki akte notaris 31 Mei 2005 ini berniat membantu siswa dari keluarga tidak mampu untuk terus sekolah. Kegiatan membantu siswa tidak mampu ini sesuai jargon yang dimiliki yaitu beramal untuk membangun bangsa. Tak lupa yayasan ini memiliki misi untuk membangun kualitas sumber daya manusia dengan menumbuhkan kesadaran saling membantu diantara anak bangsa dengan mengharap ridho Tuhan YME. Sebagai lembaga yang peduli pada dunia pendidikan, yayasan ini ingin berperan meningkatkan prestasi siswa melalui pemberian beasiswa. Urusan skill juga diperhatikan oleh yayasan yang didirikan oleh Prof Dr Warsono ini melalui pemberian bantuan keterampilan teknologi. Selain meningkatkan prestasi dan skill siswa, tak lupa yayasan yang didirikan oleh pemerhati dunia pendidikan ini juga berupaya meningkatkan keimanan siswa dengan pembinaan kerohanian. Juga yayasan yang telah memiliki cabang di sepuluh kota ini berniat menumbuhkan rasa empati siswa kepada teman sebaya dengan program teman asuh. Sehingga siswa
yang mendapat jatah uang saku lebih dari orang tua dapat menyumbangkan uangnya membiayai siswa tidak mampu. Saat ini yayasan beasiswa tunas bangsa memiliki cabang di sepuluh kota. Rinciannya, Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Lamongan, Bojonegoro, Blitar, Tangerang, Jakarta, Ponorogo, dan Balikpapan. Yatimun menambahkan, pihaknya akan meneliti kondisi siswa sebenarnya terlebih dahulu sebelum mengucurkan dana beasiswa. Harapannya, pemberian dari donatur tepat sasaran dan hanya siswa yang membutuhkan bantuan yang akan dibantu. Misalnya sebuah SMP swasta di kawasan Wonokromo meminta bantuan beasiswa untuk dua siswanya. Langsung, departemen survei dan penyaluran bea siswa akan menerjunkan tim ke rumah siswa calon penerima beasiswa. Apakah siswa tersebut pantas menerima bantuan beasiswa atau tidak. Donatur yang berniat mendonasikan bantuan, menurut Yatimun, dapat transfer ke rekening atas nama yayasan beasiswa tunas bangsa melalui Bank Mandiri Surabaya Pemuda No 142.000.455.84.24 dan Bank Muamalat Raya Darmo Surabaya No rek 701.0053.315. Bisa juga menghubungi 081330182924. (kho)
EDUWARA
13
mencerdaskan kehidupan bangsa
Mengatasi Trauma Berbahasa Inggris Oleh: Condra Antoni (Dosen Bahasa Inggris FT Teknik UMRAH/Politeknik Batam, Koordinator Polybatam Language Centre) TRAUMA berasal dari kata Yunani “tramatos” yang berarti luka dari sumber luar. Pada dasarnya trauma adalah luka emosi, rohani dan fisik yang disebabkan oleh keadaan yang mengancam diri kita. Trauma adalah luka batin yang tersimpan sehingga berpotensi menggerogoti seluruh diri kita. Tidak bisa dipungkiri bahwa belajar bahasa Inggris berpotensi menimbulkan trauma—dalam artian takut atau was-was untuk practice. Tanpa bermaksud berprasangka, trauma ini disebabkan oleh masa lalu pembelajaran bahasa yang setiap hari berhadapan dengan guru yang berkiblat “to be-isme”. Di sini guru justru berperan sebagai pengabar ideologi tentang grammar correctness yang tidak bisa ditawar dalam berbahasa Inggris. Guru cenderung berperan sebagai “hakim agung” yang setiap saat siap sedia “menghukum” muridnya dengan aturan-aturan kaku manakala murid tersebut mencoba berekspresi atau berujar dalam bahasa Inggris dengan grammar yang tidak tepat. Murid kemudian di cekoki dengan
to be yang berpengaruh pada imej bahwa bahasa Inggris itu sulit dipelajari, dipahami, dan dikuasai. Sebagai orang Indonesia yang ratarata mengawali pembelajaran bahasa Inggris ketika SMP, maka berhadapan langsung dengan to be seringkali merupakan suatu ketakutan. Bagaimana tidak, ketika kita sebagai pemilik sah bahasa ibu (mother’s tongue) bukan bahasa Inggris, saat berhadapan pertama kali dengan bahasa Inggris itu sendiri pada waktu pertama kali, yang disuguhkan adalah hamparan peraturan berbahasa. Barangkali hari ini masih banyak ditemukan guru yang menerapkan pola yang sama; mengutamakan grammar dibanding memotivasi siswa untuk menggunakan bahasa inggris itu sendiri. Hari T. Kisdi mengistilahkan pembelajaran seperti ini dengan knowledge oriented. Kita disuguhkan pengetahuan tentang bagaimana cara berbahasa, alih-alih skill oriented yang berupa keterampilan berbahasa. Bisa kita bayangkan dan rasakan bagaimana suasana yang kita hadapi dan dapati ketika kita belajar ba-
hasa Inggris untuk tahap awal, kita diharuskan memiliki pengetahuan berbahasa. Kita diharuskan memahami grammar dalam artian pola-pola formal dan terbatas yang digunakan dalam berujar bahasa Inggris. Bahasa Inggris, lanjut Hari T. Kisdi adalah sebuah keterampilan (skill). Ia merupakan suatu pembelajaran untuk memakai bukan mengetahui. Akibat trauma berbahasa di masa lalu, maka ketika mereka belajar bahasa inggris di usia dewasa, mereka mengalami kesulitan. Banyak kasus ditemukan bahwa pembelajar bahasa Inggris dewasa pada batasanbatasan tertentu, bisa memahami orang lain yang berbicara bahasa Inggris. Tapi ketika diminta merespon, mereka mengalami kesulitan. Justru persoalannya bukan karena mereka tidak tahu jawabannya, tapi mereka takut salah dalam meresponnya. Di kelas-kelas bahasa Inggris yang pernah saya tangani, model pembelajar seperti ini biasanya memilih menjawab dengan bahasa Indonesia, padahal saya bertanya dalam bahasa Inggris. Ini membuktikan bahwa mereka mengerti tentang
apa yang saya katakan dalam bahasa Inggris, tetapi mereka kesulitan untuk meresponnya dalam bahasa Inggris. Pada situasi tertentu, mereka justru memilih diam atau mengatakan “no comment.” Ini adalah bentuk trauma yang dialami oleh pembelajar bahasa Inggris di usia dewasa, yang dipicu oleh “to be” oriented di usia sekolah. Trauma ini seyogyanya bisa diatasi dengan mengubah paradigma pembelajarnya. Paradigma ini bisa dirubah dengan cara memahami fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Ketika pembelajar yang mengalami trauma tersebut memahamai konsep ini, maka mereka lantas akan menyadari bahwa bahasa Inggris—sebagaimana bahasa-bahasa lain—adalah sebuah alat untuk bisa saling berkomunikasi dan saling memahami satu sama lain, alih-alih show off tentang tatabahasa antara satu dengan yang lain.
Dalam berbahasa Inggris misalnya, orang yang menggunakan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi (English speaking people) ketika berkomunikasi dengan orang yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris (non-native speaker) cenderung lebih pada keinginan untuk memahami apa yang dikatakan lawan bicaranya, alih-alih berupaya memperbaiki English grammar nya. Contoh sederhana ini meniscayakan bahwa tobe-isme bukanlah syarat mutlak yang mesti dianut dalam berbahasa Inggris. Metode to be oriented yang diaplikasikan oleh guru-guru di tingkat sekolah menengah terutama, ternyata dalam prakteknya justru menyulitkan para pembelajar bahasa Inggris tersebut. Lebih jauh, pengajar bahasa inggris menciptakan trauma berbahasa Inggris ketimbang mendorong (encourage) para pembelajar untuk berbahasa Inggris. (*)
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Peningkatan Status Pendidikan Perempuan
Bisa Tekan Tingkat Fertilitas Belajar dari Para Jenius BAGAIMANA cara orang jenius berpikir dan berusaha? Ternyata ada beberapa hal positif yang dapat kita petik dan terapkan dalam pola belajar sehari-hari. Anda juga perlu menularkannya kepada para peserta didik, agar mereka termotifasi dalam belajar pelajaran apa pun. Pertama, lihatlah persoalan dari berbagai cara. Jangan pernah puas dengan cara yang telah biasa. Terus berusaha untuk mencari cara baru. Apa yang bakal kita dapat kadang merupakan cara yang lebih praktis dan efisien. Kedua, pergunakan visualisasi dan metafora. Kemampuan untuk memvisualisasikan suatu persoalan adalah salah satu ukuran kejeniusan seseorang. Kenapa? Karena dengan demikian ia mampu menerjemahkan hal-hal yang sulit ke dalam bentuk yang lebih sederhana. Ketiga, jangan pernah berhenti. Orang gagal akan berhenti dan bertanya, “Mengapa saya gagal?” Sebaliknya, orang yang berpikiran jenius akan balik bertanya ke diri sendiri, “Apa yang telah saya lakukan?” Jadi tidak perlu buang waktu untuk meratapi kegagalan. Gunakan waktu seefisien mungkin untuk bangkit kembali dari kegagalan. Caranya? Tidak berhenti berusaha, melihat kembali, menganalisa dan mengevaluasi apa yang telah dilakukan. (kompas)
PENINGKATAN status sosial kaum wanita melalui pendidikan, dinilai dapat menjadi faktor kunci bagi upaya pencegahan terjadinya ledakan penduduk, yang bisa berujung pada peningkatan kemiskinan. “Berdasarkan kelaminnya, wanita adalah faktor utama terjadinya kelahiran. Wanita dengan pendidikan tinggi, otomatis akan fokus bekerja. Dengan demikian, kesempatan untuk memiliki banyak anak menipis,” tandas Pengamat Masalah Sosial dari Departemen Sosiologi Universitas Indonesia Imam B. Prasodjo, yang disampaikan dalam diskusi bertajuk KB dan Kemiskinan, di Jakarta, (14/2). Dipaparkan, apabila wanita memiliki pendidikan yang tinggi, maka setelah lulus, umumnya mereka akan memutuskan untuk bekerja. Setelah duduk dalam dunia kerja, maka wanita akan terfokus pada karir. Disisi lain, secara medis, tingkat kesuburan perempuan untuk memiliki anak berkisar pada usia 25 hingga 35 tahun. Dengan demikian, semakin tinggi wanita dalam status sosial, semakin sibuk mereka, maka kesempatan memperoleh anak secara banyak juga semakin tipis. Di sisi lain, kalaupun mereka memiliki banyak anak, hal tersebut akan menjadi beban berat bagi yang bersangkutan. Pasalnya, selain bertangggungjawab mengurus
anak, mereka juga bertangungjawab pada dunia kerja mereka. “Namun, peningkatan status sosial (wanita) ini tentunya tidak mudah. Karena akan terbentur pada budaya patriaki. Kadang suaminya tidak setuju, kalau perempuan lebih maju dari dirinya.” Imam juga berpendapat, untuk menekan upaya ledakan penduduk yang berdampak apada peningkatan kemiskinan. Pemerintah mutlak harus turut campur. Salah satunya, pemerintah harus berani gencar melakukan promosi kondom dan program Keluarga Berencana (KB). Intervensi lain dari pemerintah bisa juga dilakukan dalam bentuk pemberian insentif. “Dalam bentuk jaminan sosial, misalnya, kalau anak lebih dari dua, maka anak ke-tiga tidak akan ditanggung penuh oleh negara,” cetus Imam menyodorkan alternatif. Terkait dengan pengurangan kemiskinan dimasa depan, Imam menilai, tidak cukup hanya dengan pengendalian penduduk. Tetapi juga harus disertai dengan peningkatan taraf ekonomi yang membaik. Walau roda ekonomian meningkat, kalau hasilnya tergerus oleh korupsi, maka hasilnya tentu tidak maksimal. Oleh karena itu, pemerintahan yang bersih bisa menjadi faktor penting dalam pengurangan kemiskinan.
Hal lain yang perlu dilakukan adalah pemanfaatan sumber daya alam. Sayangnya, walau bumi Indonesia kaya dengan sumber alam, namun karena tidak diolah, maka nilai jual atau pemanfaatan (value added) nya sangat rendah. Dengan demikian Imam menyimpulkan, berdasarkan penuturan diatas, Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) harus berkoordinasi lintas departemen. Pada kesempatan yang sama, Kepala BKKBN Sugiri Syarif menuturkan, dibandingkan dengan keluarga miskin. Keluarga yang dinilai mampu, memiliki tngkat kelahiran (fertilitas) yang lebih rendah dibanding orang miskin. “Hampir 90 persen kelahiran baru, banyak terjadi pada keluarga dengan tingkat ekonomi pas-pasan,” terang Sugiri. Ditngkat dunia, secara kuantitas penduduk Indonesia merupakan yang terbesar keempat setelah China, India dan Amerika Serikat. “Jika Indonesia dapat mempertahankan tingkat kelahiran pada posisi saat ini, sebanyak 1,35 persen per tahun, maka, pada tahun 2050, posisi jumlah penduduk Indonesia akan tetap pada nomor empat. Bila lebih, amaka pada tahun itu, jumlah penduduk Indonesia akan lebih dari AS.” (mi)
TARIF IKLAN TABLOID EDUKASI Katagori Harga per mmk Cover belakang Advertorial Halaman dalam 1 Halaman ½ Halaman (horizontal) ½ Halaman (vertikal) ¼ Halaman
Ukuran (5 klm)261mm x 393 mm (5 klm)261mm x 194 mm 128mm x 393 mm 128mm x 194 mm
Harga Rp. 6.000,-/mmk Rp.15.000,-/mmk Rp. 9.000,-/mmk Rp Rp. Rp. Rp.
11.790.000,5.820.000,5.895.000,2.910.000,-
Katagori Iklan Kuping (depan/pojok kanan) Banner cover 1 Hal advertorial ½ Hal advertorial ¼ Hal advertorial
Ukuran
70mm x 60mm 5 kol x 50mm 5 kol x 393mm 5 kol x 194mm 128mm x 194 mm
Harga
Rp. 4.000.000,Rp. 7.500.000,Rp. 17.685.000,Rp. 8.730.000,Rp. 4.365.000,-
14
EDUALUMNI
mencerdaskan kehidupan bangsa
Be Friend with Flora, Save the Earth
Cara SD Al Hikmah Ajarkan Peduli Sesama BANYAKNYA musibah bencana alam yang menimpa saudara kita di beberapa daerah di Jawa Timur ternyata mengtuk pintu hati 190 siswa kelas 5 SD Al Hikmah Surabaya. Cara yang ditempuh oleh siswa dari salah satu SD terkemuka di kota Pahlawan ini cukup unik. Para siswa yang tahun depan akan menempuh ujian ini menanam aneka bunga yang telah mereka rawat selama lima bulan. Program ini termasuk materi gardening yang menumbuhkan minat mananam bunga sedari kecil. Setelah dirawat oleh tangan-tangan mungil itu kemudian mereka menjual bunga yang tengah digandrungi masyarakat di samping lokasi Children’s Garden (sebuah kebun seluas 10 x 8 meter yang memang disediakan sekolah untuk tempat berkebun siswa), berdiri lapak tanaman hias. Bunga yang mereka jual yaitu adenium, euphorbia, aglonema, juga arabicum. Jumlahnya sekitar 165 pot plastik. Amran Ali Saiboo, salah seorang siswa yang bertugas menjaga stand, tampak sibuk melayani pembeli. “Ayo beli, murah-murah. Dapat pahala lagi,” katanya. Harga yang dibandrol cukup murah mulai Rp 10 ribu sampai Rp 200-an ribu. Kevin Nizam, siswa kelas 5B, membeli sebuah adenium cantik berbonggol mirip binatang. “Saya ingin membuat kejutan buat mama nanti sepulang sekolah nanti. Mama kan suka bunga,” katanya. Dia mengaku punya uang dari jatah uang saku selama beberapa hari. Siswa lainnya, Tyan Ramadhan, kelas 5 A’ lebih suka membeli arabicum. ”Saya suka tanaman. Kebetulan di rumah belum punya arabicum seperti ini. Apalagi ini untuk menyumbang korban bencana. Jadi Saya pengen beli sekalian nyumbang gitu”. Beberapa guru dan orang tua juga ada yang nimbrung belanja. Menurut Taufiqurrahman, guru penanggung jawab program gardening, kegiatan ini diniatkan untuk menumbuhkan empati anak-anak, melatih jiwa kewirausahaan, sekaligus sebagai media penididikan lingkungan. “Kami tinggal menghubungkan dengan pelajaran di kelas, terutama IPS dan matematika. Yang penting anak-anak belajar dengan gembira,” kata alumnus IAIN Sunan Ampel Surabaya ini. Kegiatan yang bertema Be friend with flora, save the earth ini sebenarnya menurut Drs. Gatot Sulanjono, kepala SD Al Hikmah bertujuan melengkapi kegiatan peduli korban bencana di sekolah Al Hikmah. Mulai pekan lalu seluruh siswa, dari KB sampai SMA, mengadakan penggalangan dana terkumpul Rp 119.554.000,-. Dana tersebut disalurkan kepada beberapa sekolah korban banjir di Gresik, Lamongan, Bojonegoro dan Ngawi. “Sengaja kami menyalurkan ke sekolah-sekolah. Biar nyambung, dari siswa ke siswa. Kami juga ingin menyemangati anak-anak korban banjir, agar tetap giat belajar,” katanya. (kho) ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Neno Warisman
Sindir Mahalnya Pendidikan Tinggi ARTIS kenamaan Hj Neno Warisman menyindir mahalnya pendidikan tinggi, saat membacakan puisi “Afala Ta`qilun” dalam “Halal Bi Halal” Keluarga Besar ITS Surabaya, beberapa waktu lalu. “Isu pendidikan selalu laris dijual para calon presiden, tapi anak-anak marjinal tetap kesulitan. Karena biaya pendidikan tinggi semakin tak terjangkau,” katanya dalam salah satu bait puisinya. Puisi religi yang dibaca dengan penuh Neno Warisman penghayatan itu, juga menyentil makna “Halal Bi Halal” yang sering disalahgunakan para pejabat. “Tak hilang rasa marahku dengan `Open House` (Halal Bi Halal), sampai (kesejahteraan) rakyat terjamin. Apalagi `Open House` mereka itu dibiayai rakyat miskin,” katanya. Di hadapan rektor ITS, Prof Ir Priyo Suprobo MS PhD dan guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Dr Ahmad Satori Ismail selaku penceramah, artis kelahiran Banyuwangi, Jatim itu pun menyindir mahasiswa. “Saya bertanya kepada mahasiswa dari universitas-universitas ternama tentang siapakah ibu pertiwi,” kata mantan pelantun tembang “Nada Kasih” bersama Fariz RM itu. Tapi, katanya, jawaban para mahasiswa dari universitas-universitas andalan itu umumnya menyamakan ibu pertiwi dengan bangsa, negara, dan Tanah Air. “Padahal, ibu pertiwi adalah rakyat, rakyat miskin, bukan negara, bangsa, atau Tanah Air. Rakyat miskin yang selama ini tak menikmati kemerdekaan dan pembangunan,” katanya menegaskan. Dalam puisi panjang dalam kurun 20 menit itu, Neno juga mengajak para hadirin untuk merenungkan pentingnya memanfaatkan ilmu untuk kemaslahatan bangsa. “Alangkah luhurnya bila ilmu yang telah kita serap selama belajar di sebuah universitas ternama bisa membantu kesejahteraan masyarakat banyak. Tak akan sia-sia ilmu itu akhirnya,” katanya memaparkan. (antara)
Alumnus Unesa jadi Kapolda Wanita Pertama
Brigadir Jenderal Rumiah Unesa boleh berbangga, sebab salah satu alumnusnya ada yang berhasil menjadi pioner di jajaran lembaga tinggi negara. Perannya pun sangat vital di bidang keamanan, yaitu kepolisian. Dialah Komisaris Besar Rumiah, yang beberapa bulan lalu dinobatkan sebagai Kapolda Banten. SEBAGAI lembaga pendidikan yang didirikan khusus untuk menciptakan tenaga pendidik profesional atau guru, Universitas Negeri Surabaya (Unesa) –dahulu IKIP Surabaya—ternyata banyak melahirkan pakar di luar bidang aslinya. Terakhir, yang begitu membanggakan segenap almamater Unesa adalah dilantiknya Kombespol Rumiah sebagai Kapolda wanita pertama di Indonesia, dengan pangkat terbaru Brigadir Jenderal. Perempuan lulusan IKIP Surabaya tahun 1975 itu telah dilantik oleh Kepala Polri Jenderal Sutanto sebagai orang nomor satu di jajaran Kepolisian Daerah (Polda) Banten. Kemampuan dan usaha kerasnya menekuni karier di Kepolisian telah mengantarkannya meraih jabatan prestisius di jajarannya. Sebelumnya mungkin banyak orang beranggapan bahwa lulusan IKIP hanya akan menjadi guru. Tetapi fakta baru telah ditunjukkan oleh Rumiah. Wanita kelahiran 19 Maret 1953 ini telah membuka setiap pasang mata alumnus Unesa; meski seorang wanita, bila memiliki nyali kuat dan senantiasa berusaha maksimal, pasti akan terbuka jalan walau sebenarnya pengetahuan dasarnya akademik pun kurang sesuai dengan profesi yang kini digelutinya. Rumiah yang kelahiran Tulungagung Jawa Timur mengawali kariernya dari jalur perwira. Setelah lulus dari IKIP 32 tahun lalu, dia masuk sekolah Pendidikan Militer Sukarelawan Wanita. Lulus tahun 1978, penyandang pangkat Brigadir wanita pertama di jajaran Kepolisian RI itu langsung bekerja di jajaran Polri. Ia pun sempat mengikuti pendidikan Sekolah Staf Komando Angkatan Darat tahun 1995, jenjang yang membuka pintu kariernya lebih besar. Bekalnya makin lengkap ketika ia menyelesaikan pendidikan pada Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Tinggi (Sespati) tahun 2003 (angkatan kelima).
Jenjang Karier Dalam perjalan kariernya, beberapa pos penting di jajaran Polri telah didudukinya. Antara lain Kepala Sekolah Polwan, Kasubdit Produksi dan Dokumentasi Divisi Humas Polri, dan terakhir menjabat sebagai Sekretaris Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Lemdiklat) Polri.
Brigadir Jenderal Rumiah saat serah terima jabatan Kapolda Banten, yang secara resmi diserah terimakan oleh Kapolri Jenderal Sutanto .
Setelah cukup lama Polri tak memiliki polwan bintang satu, Rumiah, ibu dua anak itu mengisi kekosongan tersebut. Bahkan ia menempati posisi strategis, yaitu sebagai Kapolda. Dipilihnya Rumiah sebagai Kapolda Banten, menurut Inspektur Jenderal Bambang Hadiyono, Deputi Sumber Daya Manusia Kapolri, memang sesuai kriteria dan kemampuan sang personel. “Pria atau wanita, jika memang memenuhi persyaratan jabatan, ya, berhak. Kami juga melihat aspek moralnya. Dari semua aspek itu, Rumiah sudah teruji,” tegas Bambang. Memang harapan atas Rumiah masih harus diuji sejalan dengan bergulirnya waktu. Kehadirannya pun disambut hangat oleh Gubernur Provinsi Banten yang juga perempuan, Ratu Atut Chosiah. Masih menurut Bambang, Rumiah juga telah melalui prosedur resmi. Rumiah terpilih setelah Dewan Jabatan dan Kepangkatan (Wanjak) Polri menyeleksi lebih dari lima calon, polisi pria dan wanita. Yang dipertimbangkan meliputi segi profesionalisme dan moral. Lalu as-
Rumiah tetap ramah dan akrab dengan warga biasa. Sama sekali tidak ada perubahan sifat pada diri Kapolda Banten, yang lulusan IkIP Surabaya ini.
pek gender mainstream coba dimunculkan, dikorelasikan dengan paradigma polisi sipil. Dan itu semua dipunyai oleh Kombes Rumiah. Ditambahkan oleh Bambang, Rumiah adalah perempuan pertama yang sekolah Sespati. Itulah sepenggal kisah sukses alumni Unesa yang mampu mengangkat harkat diri dan almamaternya. Semoga, masih banyak teladan mulia yang dimiliki oleh Unesa, sehingga tak ada kesia-siaan setiap tahun Unesa melahirkan ribuan sarjana baru. Dan, kemudian akan terus bermunculan alumnus-alumnus yang mampu memgembangkan prestasi di bidang masing-masing. (*hb/gatra/dll)
BIODATA Nama : Rumiah Tempat, Tgl. Lahir : Tulungagung, 19 Maret 1952 Anak: Yulistiyanto Surya Dwi Adji Gemilang Pendidikan: SMA (1971) Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Surabaya (1975) Sekolah Perwira Militer Sukarelawan (1978) Sekolah Lanjutan Perwira (1990) Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (1995) Sekolah Staf Perwira Tinggi Polri (2003) Karier & Prestasi: Atlet nasional soft ball empat kali ikut SEA Games Sekretaris Lembaga Pendidikan dan Latihan Polri Kepala Kors Siswa Sekolah Polisi Wanita (1997) Perwira Madya II Staf Personel Polri (1998) Wakil Kepala Sekolah Polisi Wanita (1999) Kepala Sepolwan (1999) Kepala Bidang Produk Divisi Hubungan Masyarakat Polri 2006
EDUALUMNI
mencerdaskan kehidupan bangsa
15
Drs Martadi, M.Sn
Dosen Berprestasi
Ciptakan Logo Unesa NAMA Martadi seakan melekat dengan dunia pendidikan. Bahkan gelar master yang diraihnya pada tahun 2002 juga berkat tesis yang mengangkat tema pembelajaran. Saat itu, pria kelahiran Ngawi ini menempuh Magister Desain di Ins— titut Teknologi Bandung (ITB). Dalam penelitiannya, dia mengetengahkan tesis dengan tema media pembelajaran matematika untuk anak-anak yang dimiliki sekolah namun tidak dimanfaatkan siswa. Memang, banyak kasus terbengkalainya sarana dan prasarana di sekolah yang tidak terpakai, oleh karena media pembelajaran untuk anakanak dibuat tidak menggunakan pendekatan calon pemimpin bangsa di masa depan. “Sehingga murid tidak nyaman dan sulit menggunakan piranti pembelajaran tersebut. Seharusnya media pembelajaran disesuaikan dengan pola pikir anak-anak. Serta pembuatan alat penunjang belajar memakai pendekatan anak-anak,” ungkapnya. Untuk meraih gelar master, dosen Jurusan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan
Seni (FBS) Unesa ini membuat media pembelajaran sesuai kurikulum yang berlaku saat itu yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Serta dosen dengan seabrek pengalaman penelitian ini membuat karya terintegrasi dengan pendekatan terpola dengan menggunakan tematik dan joyful learning. Siswa yang dijadikan sampel penelitian adalah siswa kelas 1-3 SD. Pada waktu itu, Martadi membuat puzzle yang bertujuan untuk pembelajaran matematika dan bahasa Inggris. Dengan alat media tersebut, siswa kelas usia bawah setiap kali menyusun puzzle, selain bermain juga sekaligus belajar berhitung dan mengenal kosakata bahasa Inggris. Tentunya pencipta logo Sekolah Alam Insan Mulia (SAIM) Surabaya ini membuat puzzle yang eye catching, nyaman dalam genggaman tangan anak-anak. Berkat penelitian ini Martadi menjadi pemenang pertama tingkat nasional Lomba Penelitian Penerapan IPTEK.
Guru Sama dengan Priyayi Martadi sejak kecil memang berniat menjadi guru kesenian. Menja-
di guru menurut pandangan orang Ngawi merupakan pekerjaan mulia. Wajar bila guru menjadi kaum terhormat sejajar dengan kaum priyayi. Figur guru begitu terhormat bahkan untuk menyebut guru yang sudah beranjak tua dengan nama eyang guru. Maka tak heran Martadi kecil bercita-cita menjadi guru. Selepas SMP dia melanjutkan ke SPG (Sekolah Pendidikan Guru). Bakat di bidang seni rupanya membuat Martadi memutuskan mengambil jurusan kesenian. Selepas SPG, Martadi pernah mengajar di SD, SMP, dan SMA hingga akhirnya menjadi dosen Seni Rupa Unesa. Padahal dalam keluarga besarnya tidak ada yang menjadi guru. Almarhum ayahnya adalah veteran tentara yang meninggal ketika Martadi masih kecil. Untung ibunya adalah wanita tangguh yang berusaha mengantarkan kedelapan anaknya menjadi manusia yang berarti. Berkat kerja keras seorang ibu, kini Martadi dan ketujuh saudaranya telah menjadi orang. Mulai menjadi guru, dosen, dan bagian admi-
Spesialis Desain Logo MARTADI memiliki keahlian membuat desain logo. Tercatat ada delapan logo yang berhasil di buat oleh dirinya. Mulai dari logo Unesa, Sekolah Alam Insan Mulia (SAIM), Politeknik Madiun, dan Festival Kreativitas Anak se-Jatim. Desain-desain logo tersebut semuanya dibuat berdasarkan visi dan misi lembaga secara filosofis. “Bahkan semakin simbolis sebuah logo berarti semakin bagus. Banyak perusahaan mengganti logo untuk meningkatkan kinerja kepada konsumen,” tambahnya. Martadi menyebut sederet nama perusahaan besar yang telah berubah jauh lebih baik setelah mengganti logo. Mulai dari logo Pertamina, Bank Mandiri, Bank BNI, Garuda Indonesia , Mandala, dan Telkom. Telkom menurut dosen KKR itu, dulu sering dikomplain masyarakat akibat buruknya pelayanan. Kini pelayanan Telkom jauh meningkat dibandingkan era 1990-an, setelah berganti logo baru. Begitu juga perubahan logo IKIP Surabaya menjadi Universitas Negeri Surabaya (Unesa) di tahun 1999. Martadi mengingatkan, saat itu semua logo IKIP negeri di seluruh Indonesia memiliki kesamaan. Yang membeda-
kan hanyalah penambahan nama kota saja dimana IKIP tersebut berada. Kini logo kampus eks IKIP telah berbeda jauh dengan logo lamanya. Lalu bagaimana latarbelakang terbentuknya logo Unesa yang sekarang? Diterangkan oleh dosen teladan Unesa 2007 itu, bahwa setahun setelah masa reformasi, SK perubahan status Unesa turun dari Mendiknas. Tak lama setelah itu rektorat menyelenggarakan lomba cipta desain Unesa. Martadi turut serta dan berhasil menjadi juara pertama. Martadi membuat logo Unesa yang tidak jauh berbeda dengan logo IKIP Surabaya waktu itu. Harapannya masyarakat menilai Unesa tidak jauh berbeda dengan IKIP yang menitikberatkan pada kependidikan. Oleh sebab itu, dalam logonya, Martadi tetap mempertahankan perisai segi lima, dua sayap dan teratai dari logo IKIP Surabaya. Kemudian untuk memberikan nuansa Surabaya , wisudawan terbaik tahun 1991 ini menambahkan tugu pahlawan. “Bila dihitung tugu pahlawan dan jumlah sayap pada logo menggambarkan kelahiran Unesa yaitu 1999,” katanya. (lid)
Drs Martadi, M.Sn tak pernah kering ide cemerlang. Utamanya gagasan yang berkaitan dengan pengembangan metode pendidikan. Dia juga membawa perubahan berarti pada Unesa berkat karya logonya yang brilian.
nistrasi, serta ada juga yang di dinas pengairan, dan menjadi petani.
Tidak Setuju Sertifikasi Mengenai peningkatan profesionalisme dan pemberian tunjangan profesi untuk guru melalui sertifikasi portofolio, Martadi mengaku tidak setuju. Alasannya, dalam portofolio guru yang dikirimkan ke LPTK (Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan) induk tidak bisa melihat kinerja guru secara langsung. Selain itu, faktor kejujuran ketika menyusun portofolio perlu dipertanyakan. Banyak ditemui kasus guru memalsu sertifikat dan mencuri hasil karya tulisan biar lulus sertifikasi. Martadi lebih condong mengarahkan guru mengikuti pendidikan profesi daripada mengumpulkan portofolio. Martadi juga menyoroti rendahnya animo guru melakukan penelitian karya ilmiah. Banyak guru dari golongan 4B dan 4C tidak bisa naik menjadi golongan 4D. Sehingga perlu dilakukan pelatihan menulis karya ilmiah untuk guru. Misalnya
melatih guru membuat Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Guru tiap hari menemui para siswa dengan berbagai karakter tingkat penyerapan materi pelajaran. Dari situ guru bisa melakukan riset apa penyebab murid kesulitan di pelajaran matematika dan bagaimana solusinya. Martadi menambahkan, guru bisa melakukan PTK dengan banyak cara. Bisa melalui catatan harian mengajar. Bagaimana kondisi kegiatan belajar mengajar hari ini. Apa saja yang terjadi selama pembelajaran berlangsung? Bisa juga guru mengajar kemudian melakukan penelitian. Tindakan ini lebih sistematika dan menggunakan logika belajar. Atau menerapkan lesson study. Ketika guru mengajar di depan kelas ada seorang yang mengobservasi kegiatan belajar mengajar. Langkah ini lebih objektif, guru tahu kelemahan dirinya sendiri dari komentar teman sejawat. “Namun permasalahannya adalah guru tidak terbiasa mengajar ditunggui seseorang. Malah membuat grogi bagi sebagian besar guru bila mengajar,” katanya.(kho)
SBI Dinilai Gagal
Drs. Satria Dharma dalam sebuah acara seminar pendidikan. Ide dan gagasannya banyak memberi sumbangsih terhadap pengembangan pendidikan nasional.
PROGRAM peningkatan mutu pendidikan di Indonesia dengan membuat Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) perlu ditinjau ulang. Pasalnya SBI yang jumlahnya sekitar 300 sekolah ternyata menjadi program amburadul yang dibuat oleh pemerintah. Sehingga di tahun 2008 tidak ada keinginan dari pemerintah untuk menambah sekolah yang berlabel SBI. Malah program ini harus dievaluasi. Demikian pemaparan Satria Dharma staf ahli Klub Guru yang sering menjadi narasumber SBI. Menurutnya, konsep SBI belum matang. Belum lagi dari mana mendapatkan guru yang berkualitas. Ketiadaan guru yang berkualitas karena tidak ada persiapan penunjang. ”Apakah mentangmentang sudah meminta pengajar memakai bahasa Inggris ketika menyampaikan materi pelajaran sudah dianggap pantas menyandang SBI. Berarti semua sekolah di AS berkualitas karena menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Padahal tidak semua sekolah di AS berkualitas,” ujarnya. Malahan, lanjut alumni pendidikan bahasa Inggris Unesa ini mengatakan, tidak ada riset terlebih dulu tentang pembentukan SBI. ”SBI kok langsung tiba-tiba keluar di setiap daerah. Apakah bila menerapkan ujian Cambridge bisa dianggap SBI. Belum lagi tidak semua sekolah SBI mendapat kucuran dana untuk menun-
jang fasilitas sekolah seperti yang dijanjikan pemerintah. Seharusnya kualitas SBI lebih baik dari sekolah biasa sebab mendapat dana lebih meningkatkan fasilitas sekolah,” terangnya. Selama ini SBI di lapangan, kata Satria, hanya mementingkan pengajaran core subject atau mata pelajaran umum yang diajarkan menggunakan bahasa Inggris. Padahal SBI tidak hanya mengajarkan core subject, tapi diminta mengajarkan life skills, wawasan dunia global, dan IT (Information Technology). Belum lagi dari tiga dirjen yang mengurusi SBI masih berbeda pendapat mengenai arah SBI sendiri. Ketiga dirjen tersebut adalah PMPTK (Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan), Dikdasmen (Pendidikan Dasar dan Menengah), dan Litbang (Penelitian dan Pengembangan). Ketiga dirjen mengheluarkan konsep yang berbeda terkait SBI. Berarti konsep SBI di Indonesia gagal. Alasannya Departemen Pendidikan terkesan buru-buru dan konsep belum matang. Belum lagi sekolah di daerah hanya pasrah menunggu juklak Terus solusinya bagaimana? Menurut Satria, pemerintah sebelum berencana membuat sesuatu harus didahului riset yang baik. Selanjutnya Satria mengkritisi program pemerintah banyak yang gagal. Lihat saja BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan SBI kenyataan di lapangan memprihatinkan. (kho)