GURU AGAMA ISLAM DALAM PERSPEKTIF PAIKEM
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Fathul Munir NIM. 105011000179
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M/1432 H
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Fathul Munir
NIM.
: 105011000179
Jur./Fak.
: PAI/FITK
Jenis Kelamin
: Pria
Judul Skripsi
: Guru Agama Islam Dalam Perspektif PAIKEM
Dosen Pembimbing
: Drs. Mu’arif Sam, M.Pd
Dengan ini menyatakan: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang digunakan dalam penulisan skripsi ini telah dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya sendiri dan merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ciputat, 25 Februari 2011
Fathul Munir
ABSTRAKSI Pendidikan tidak bisa dipungkiri telah menjadi sebuah formulasi yang mampu membuat manusia belajar mengenai hakikat kehidupan layaknya titel animal educandum sekaligus animal educandus yang telah disandang sejak manusia terlahir sebagai konsekwensi logis atas eksistensinya di dunia ini. Namun, realita berbicara akan kondisi pendidikan di Indonesia yang tak kunjung memperlihatkan kemajuannya yang pesat, tampak dengan jelas demoralisasi telah menjangkit ke berbagai lini dalam konteks pendidikan. Berita tawuran antar pelajar yang bahkan tak jarang berakhir dengan kematian ibarat sudah menjadi makanan ringan dalam kehidupan sehari-hari, rendahnya kualitas pendidik menjadi salah satu faktor adanya legitimasi akan ketidakmampuan pendidikan dalam menjawab harapan bangsa. Disinilah urgensi dari penelitian ini yang kemudian dijadikan dasar oleh penulis dalam mencari format guru agama ideal yang bisa membawa pendidikan Indonesia ke arah yang lebih baik sebagai jawaban atas problematika pendidikan Indonesia. . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui format guru agama ideal menurut PAIKEM yang bisa dijadikan alternatif pedoman bagi guru agama dalam meningkatkan kualitas pribadinya sebagi pendidik. Dengan mengunakan metode penelitian kepustakaan (library reseach), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, meneliti, menganalisis, dan mensintesiskan data-data yang tedapat dalam buku-buku, kitab-kitab, majalah, surat kabar, dan sumber lain yang berkaitan dengan tema guru agama dalam perspektif PAIKEM. Hasil penelitian tersebut memberikan penjabaran akan empat kompetensi pendidik yang terkandung dalam undang-undang menurut strategi PAIKEM. Empat kompetensi tersebut meliputi; pemahaman akan kesamaan kemampuan otak serta perbedaan akan penggunaannya oleh peserta didik (kompetensi pedagogik), kemampuan intrapersonal dan interpersonal (kompetensi sosial), pemahaman serta kesadaran pendidik akan tipologi kepribadian (kompetensi keoribadian), serta kemampuan akan keselarasan komunikasi pendidik dalam bentuk 3 V, yakni visual, verbal, dan voice (kemampuan profesional). Wallahu a’lam
i
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah Yang Maha Esa dan Maha Kuasa, yang dengan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan secerca karya tulis yang diharapkan bisa bermanfaat untuk sesama. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Muhammad SAW, Insan sempurna yang selalu mengajarkan akan keselarasan pikiran, ucapan dan perbuatan. Semoga penulis selalu bisa belajar dan mengamalkan setiap ajaran yang diajarkannya. Begitu juga semoga rahmat dan ridho Allah selalu mengiringi Aba Fatah dan Ibu Muniro, dua sosok guru bangsa yang telah mengikhlaskan gerak hati dan langkah kakinya dalam mendidik penulis dalam proses pencarian jati dirinya. Selanjutnya, dalam penyusunan skripsi ini tentu tidak luput dari hambatan dan kendala yang penulis hadapi baik pikiran, tenaga maupun biaya. Namun berkat Ridho Allah serta kesediaan berbagai pihak dalm membimbing dan membantu baik secara langsung maupun tidak langsung akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada : 1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Kajur. dan Sekjur. beserta staff Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Mu’arif Sam yang dengan kesediaan serta kesabarannya berkenan membimbing penulis. 4. Om Bagus (Tubagus Wahyudi) guru besar penulis dalam kuliah kehidupan 5. Neng IIS & Mas Wahid yang sudah ditemani keponakanku tercinta Siroj, sepupuku dzurriyah, alif atas dukungannya selama ini 6. Lek Jib sekeluarga atas kesediaannya menerima dan membimbing penulis sejak berada di Jakarta. 7. Kanda Tanenji atas kesediaannya memberikan arahan-arahan positif dalam keberlangsungan belajar kehidupan.
ii
8. Bunda Kholiyah Tohir atas kepercayaan yang diberikan untuk mengajar di MAN 4 Model 9. Para Bapak dan Ibu Dosen serta segenap karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 10. Fathul Arif Wasekjend PAO PB HMI, Adit, Cilung, Bang Erick Hariadi, K’Amel, Bang Fajri Ketua Umum PB HMI, Bang Rizki Ketum Lisuma Indonesia beserta pengurus, Bang Oqe Sekjend Lisuma Indonesia, Bang Fahri Ketum Lisuma Jakarta, Bang Ilung Kabid HI PB HMI, Bang Ujo & Cak Oji (Ketum & Sekjend HIMA Kosgoro 57). 11. Kawan-kawan seperjuangan, khususnya Riyan Nuridansyah atas kesediaannya mendesign semua skema gambar yang dibutuhkan di skripsi ini, Ujang Syahid, Ridwan, Wahyudin, Aris, Dewa, Riki, Oji, Fuad Tangsel, Fajri, Sipak, Faiq semoga sukses selalu. Keluarga besar KAHFI Al-KARIM, HMI Komisariat Tarbiyah Cabang Ciputat, HMI Cabang Ciputat, LAPENMI, LISUMA INDONESIA, LISUMA JAKARTA, DPP PARMA, FK2I. 12. Adik-adik satu embrio HMI, Puzi, Eka, Nengsri, Milal, Johan (staff Dewan Pendidikan Tangsel), Edi (Program Manager Lazuardi Biru), Iman (Ketum DPP PARMA), Nira, Gendut, Fuad, Aan (Ketum Komtar), Anang, Abduh, Ucing, Nda, Mamen, Nnot. 13. Seseorang yang yang selalu mensupport penulis untuk segera menyelesaikan studi S1 Afaf Zahruddin Tohir, semoga selalu diberi kemudahan untuk meraih masa depan bersama yang cerah 14. Keluarga penulis di PAI, khususnya kelas E angkatan 2005 uus, tado, huda. Serta ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis memohon, Ciputat, 25 September 2012 Fathul Munir
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAKSI .....................................................................................................
i
KATA PENGANTAR .......................................................................................
ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi
BAB I.
BAB II.
PENDAHULUAN ............................................................................
1
A. Latar Belakang ..............................................................................
1
B. Identifikasi Masalah .....................................................................
6
C. Pembatasan Masalah.....................................................................
6
D. Perumusan Masalah ......................................................................
7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian .....................................................
7
F. Metodologi Penelitian...................................................................
7
KONSEP PAIKEM .........................................................................
9
A. Sejarah & Pengertian PAIKEM ....................................................
9
B. Landasan PAIKEM....................................................................... 23 C. Prinsip-prinsip PAIKEM .............................................................. 27 D. Hubungan PAIKEM dengan Teori Pembelajaran ........................ 29 E. Kelebihan dan Kekurangan PAIKEM .......................................... 31
BAB III. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH ........................ 34 A. Pengertian Pendidikan Agama Islam di Sekolah ........................ 34 B. Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah ........................ 37
iv
BAB IV. GURU AGAMA ISLAM DALAM PERSPEKTIF PAIKEM .... 44 A. Pengertian Guru Agama Islam dalam Perspektif PAIKEM ........ 44 B. Kompetensi Guru Agama Islam dalam Perspektif PAIKEM ..... 46 1. Kompetensi Pedagogik ......................................................... 47 2. Kompetensi Kepribadian ...................................................... 53 3. Kompetensi Sosial ................................................................ 57 4. Kompetensi Profesional ....................................................... 61 C. Peran Guru Agama Islam dalam Perspektif PAIKEM ............... 63
BAB V.
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 68 A. Kesimpulan ................................................................................... 68 B. Saran ............................................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 71 LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tentang Guru Menurut Kelayakan Mengajar 2002-2003
3
Tabel 2
Tentang Ciri-ciri Gaya Belajar
51
Tabel 3
Tentang Kelebihan Dan Kekurangan Tipologi Kepribadian
55
Tabel 4
Tentang Cara Melatih dan Mengembangkan 3 V
62
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Tentang Model Pembelajaran
11
Gambar 2
Tentang Kekuatan 3 V
21
Gambar 3
Tentang Komponen Kurikulum
38
Gambar 4
Tentang Fungsi Otak Kiri Dan Otak Kanan
50
Gambar 5
Tentang Tipologi Kepribadian Pendidik Dan Peserta Didik
56
Gambar 6
Tentang 3 V
62
Gambar 7
Tentang Guru Agama Ideal dalam Perspektif PAIKEM
69
DAFTAR LAMPIRAN
1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PAI Tingkat SD, SMP, SMA
2
Materi PAI Tingkat SD, SMP, SMA
vi
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Membincang perihal pendidikan di Indonesia, sudah semestinya semua
pihak tergugah untuk berusaha mendermakan segenap pikiran dan tenaganya dalam konteks memperbaiki serta memajukan pendidikan di Indonesia. Berbagai problematika pendidikan muncul di seantero nusantara seolah tidak ada solusi yang bisa ditawarkan dalam penyelesaian problematika tersebut, tampak dengan jelas demoralisasi telah menjangkit ke berbagai lini dalam konteks pendidikan. Berita tawuran antar pelajar yang bahkan tak jarang berakhir dengan kematian ibarat sudah menjadi makanan ringan dalam kehidupan sehari-hari, dan yang lebih tragis lagi, dibeberapa media sering tersorot wajah oknum pendidik yang tertangkap polisi karena merenggut keperawanan peserta didiknya. Belum lagi, kepedulian ditingkatan eksekutif seolah menjadi tanda tanya besar dalam benak masyarakat Indonesia, demikian juga pihak legislatif yang diharapkan menjadi mediator akan ekspektasi masyarakat terkesan membisu dan terlihat lebih mementingkan kepentingan pribadi dan kerumunannya masing-masing. Padahal disadari atau tidak, pendidikan menjadi faktor yang sangat berperan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, sehingga diperlukan usaha yang ekstra secara sistematis serta terencana dalam proses memajukan pendidikan Indonesia seperti yang tertuang dalam dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa:
1
2
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menjadikan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.1 Dalam Undang-undang tersebut sangat jelas bahwa proses pembelajaran yang terjadi sudah semestinya diarahkan kepada pemberian ruang atau keleluasaan
peserta
didik
untuk
mengembangkan
potensi-potensi
yang
dimilikinya sehingga proses pembelajaran yang terjadi bisa berjalan seperti yang diharapkan dimana peserta didik merasa senang, nyaman serta tertantang untuk terus mencari & menggali berbagai pengetahuan. Abdurrahman Shaleh menjelaskan akan dua komponen pendidikan yang berupa hardware & software yang kedua komponen tersebut harus saling bersinergis dan berkesesuaian antara satu dengan yang lainnya, sehingga proses pencapaian tujuan yang telah ditetapkan bisa diraih dengan mudah. Salah satu komponen yang berupa hardware yang penulis rasa memiliki signifikansi yang besar dalam proses pembelajaran adalah tenaga pendidik atau lebih akrab dengan sapaan guru dimana kata guru tersebut bisa dipahami dengan arti ”digugu & dituru (dipercaya & dijadikan suri tauladan).” Sangat tepat kalau kemudian sosok guru dianggap sebagai salah satu komponen yang sangat berpengaruh dalam frame pembelajaran karena memang guru memiliki peran dan tanggung jawab yang besar seperti penjelasan dari PP No 9 tahun 2005, pasal 28 yang berisi : ”yang dimaksud dengan pendidik sebagai agent pembelajaran (learning agent) pada ketentuan ini adalah peran pendidik antara lain sebagai fasilitator, motivator, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik”. Akan tetapi, pada tataran riilnya semua pihak tidak bisa menutup mata akan kebanyakan kondisi guru, baik dalam aspek mental serta kualitasnya, sehingga hal tersebut memiliki implikasi negatif bagi keberlangsungan proses 1
Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pemerintahan RI Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Serta Wajib Belajar, (Bandung : Citra Umbara, 2010), Cet. I, h. 2
2
3
pembelajaran. Data penelitian yang pernah dilakukan oleh Depdiknas dapat dilihat di bawah ini2: Tabel I Tentang Guru Menurut Kelayakan Mengajar 2007-2008 No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenjang Pendidikan
Jumlah Guru
TK SLB SD SMP SM a. SMA b. SMK PT
233.563 16.090 1.445.132 621.878 536.639 305.852 230.787 286.127
Presentasi kepala Sekolah & Guru Menurut Ijazah tertinggi < S1 S1 Keg S1 NS2 S3 Keg 88,84 8,26 2,67 0,23 1) 57,00 38,75 3,66 0,59 1) 77,85 20,13 1,83 0,19 1) 28,33 65,82 4,53 1,32 1) 18,60 70,51 8,82 2 2,07 1) 15,25 75,27 7,23 2,25 1) 23,04 64,22 10,92 1,82 1) 54,63 2) 39,84 5,53
Hasil penelitian tersebut memberikan gambaran cukup idealsebagaimana tertera dalam peraturan pemerintah tentang standar nasional pendidikan bab VI standar pendidik dan tenaga kependidikan pasal 28 dan 29.3 Hasil tersebut terbagi 8,2 % untuk tingkat TK, 38,75% untuk tingkat SLB, 20,13% untuk tingkat SD, 65,82% untuk tingkat SMP, 70,51% untuk tingkat SM, 75,27 untuk tingkat SMA, dan 64,22% untuk tingkat SMK. Memang tidak tepat mengeluarkan justifikasi akan kelemahan banyak guru begitu saja tanpa melihat berbagai faktor penyebab akan munculnya kelemahankelemahan tersebut. Di beberapa media terlihat dengan jelas akan faktor-faktor penyebab kelemahan tersebut, mulai dari gaji yang kurang manusiawi, sarana dan prasarana pendukung yang kurang memadai, kesejahteraan guru yang terabaikan, sampai pada diskriminasi akan tunjangan guru yang di negeri maupun di swasta. Selain itu, wacana diberlakukannya UASBN pada materi pendidikan agama Islam sebenarnya telah menjadi perbincangan yang cukup hangat akhirakhir ini. Hal tersebut sangatlah wajar mengingat beberapa point yang termaktub 2
http://www.depdiknas.go.id//Ikhtisar Data Pendidikan Nasional Tahun 2007/2008, Departemen Pendidikan Nasional Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Statistik Pendidikan 2008, hal. 29 3 Undang Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintahan RI Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru dan Dosen, (Bandung : Citra Umbara, 2010), Cet. III, h. 154-155
3
4
dalam tujuan pendidikan nasional mengarah pada pengembangan potensi-potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa serta berakhlak mulia. Akan tetapi pada tataran riilnya seolah tidak ada format evaluasi tentang tujuan tersebut yang dilaksanakan dalam konteks pendidikan. SK Dirjen pendidikan Islam perihal pelaksanakan UASBN pada materi PAI sebenarnya telah dikeluarkan, akan tetapi sampai saat ini SK tersebut seolah-olah masih terdiam tanpa ada persetujuan secara resmi dari menteri agama akan diberlakukannya SK tersebut. Hal itu bisa dilihat dari ketiadaan sosialisasi secara masif akan diberlakukannya SK tersebut, khususnya di dunia pendidikan Islam.4 Terlepas dari faktor itu semua, kesadaran akan peran dan tanggung jawab guru menjadi penting karena hal itulah yang pada akhirnya membentuk bagaimana mental guru semestinya dalam konteks pengabdiannya untuk bangsa dan negara. Kesadaran akan peran dan tanggung jawab tersebutlah yang juga kemudian akan membangun kesadaran bahwa betapa mulianya profesi guru yang pada akhirnya nanti akan menegasikan faktor-faktor yang dianggap menjadi penyebab akan kelemahan-kelemahan pendidik. Akar fundamental berupa mental yang telah dijelaskan menjadi pondasi awal untuk kemudian disuplai dengan kualitas guru yang semestinya telah memenuhi kriteria atau kompetensi yang telah ditetapkan dalam Undang-undang berupa kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, profesional. Sehingga stereotipe tentang guru asal-asalan, semua orang bisa menjadi guru dengan mudah akan terminimalisir begitu saja. Problem yang muncul kemudian, ternyata masih banyak ditemukan proses pembelajaran konvensional, pembelajaran tanpa strategi yang mempertimbangkan semua hal dalam menciptakan suasana pembelajaran yang memungkinkan akan terjadinya proses interaktif antara pendidik dan peserta didik. Berubahnya kurikulum seiring berubahnya zaman sudah semestinya diimbangi dengan bertambahnya berbagai pendekatan pembelajaran yang 4
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Nomor : Dj.I /754/ 2010 Tentang Pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (Usbn) Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Sd, Smp, Dan Sma / Smk Tahun Pelajaran 2010/2011, Ditetapkan di Jakarta, 2 Nofember 2010, Ditandatangani Oleh Dirjen Pendidikan Islam Mohammad Ali.
4
5
diharapkan bisa menjawab akan kebutuhan peserta didik & pendidik dalam bingkai pembelajaran. Dalam catatan sejarah pendidikan nasional telah dikenal beberapa strategi yang pernah menjadi trend pada masanya seperti SAS (Sistematis-Analisis-Sintesis), CBSA (Cara belajar Siswa Aktif), CTL (Contextual Teaching Learning), Life Skill Education, PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan), dan yang cukup mutakhir dikenal yakni PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Strategi PAIKEM dinilai bisa menjadi alternatif strategi yang dilakukan oleh pendidik dalam proses pembelajaran karena memang strategi ini sangat berkesesuaian dengan diberlakukannya UU RI No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Permendiknas No 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan. Dan yang lebih penting lagi bahwa strategi PAIKEM diyakini tepat untuk diterapkan dalam proses pembelajaran karena strategi ini sangat memperhatikan potensi-potensi peserta didik yang perlu untuk dikembangkan. Strategi PAIKEM memandang bahwa peserta didik tidak semestinya dipahami sebagai bejana kosong yang pasif yang hanya menerima cekokan dari guru, sehingga guru dituntut untuk mampu menciptakan suasana yang memungkinkan dan memberi stimulus peserta didik untuk aktif dalam proses pembelajaran. Strategi ini juga memberi peluang besar untuk melahirkan ide-ide baru atau inovasi positif dalam proses pembelajaran yang kemudian diarahkan untuk mengembangkan kreatifitas peserta didik karena pada dasarnya setiap peserta didik memiliki imajinasi-imajinasi dan rasa keingintahuan yang tak terbatas. Tentunya strategi ini juga selalu mempertimbangkan efektifitas proses pembelajaran yang terjadi demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan dan yang sangat penting juga bahwa pendidik diharapkan mampu mendesign atau mensetting proses pembelajaran sedemikian rupa yang diarahkan pada terwujudnya proses pembelajaran yang menyenangkan karena suasana yang menyenangkan disadari atau tidak sangat mendukung keaktifan peserta didik serta membantu berkembangnya kreatifitas guru maupun peserta didik dalam proses pembelajaran.
5
6
Dari realitas tersebut, maka dalam konteks pembelajaran agama Islam, seorang guru sudah selayaknya memahami hakikat materi pendidikan agama Islam serta peserta didik dalam perspektif Islam dan aneka ragam metode pembelajaran yang bisa diterapkan dalam proses pembelajaran dengan merujuk pada strategi PAIKEM agar proses pembelajaran yang berlangsung bisa berjalan sesuai dengan harapan. Sehinga penulis tergerak untuk menyusun sebuah tulisan yang kemudian diharapkan bisa menjadi alternatif pedoman atau panduan bagi penulis dan pendidik pada umumnya dalam menjalankan profesi keguruan. Tulisan ini dituangkan dalam sebuah skripsi dengan judul “Guru Agama Islam dalam Perspektif PAIKEM”.
B.
Identifikasi Masalah Guru agama Islam merupakan suatu kebutuhan yang mestinya terpenuhi
dalam mewujudkan tujuan pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran yang mengarah pada pemberdayaan dan pembentukan karakter peserta didik. Hal ini disebabkan guru agama Islam merupakan salah satu referensi karakter kehidupan beragama, minimal di lingkungan sekolah. Dengan demikian, banyak hal yang harus dibahas dalam penelitian ini mengenai profil guru agama dalam perspektif PAIKEM. Oleh karena itu diperlukan adanya identifikasi masalah dalam penelitian ini. Adapun masalah yang akan diteliti dan dibahas adalah masalah-masalah seperti definisi, tugas dan fungsi, syarat, kompetensi, peran, dan sifat guru agama Islam dalam perspektif PAIKEM.
C.
Pembatasan Masalah Untuk memperjelas dan memberi arah yang tepat dalam pembahasan
penelitian ini, maka perlu dilakukan pembatasan masalah pada pembahasan guru agama Islam dalam perspektif PAIKEM. Dalam hal ini penulis hanya berusaha mengetahui guru agama Islam dalam perspektif PAIKEM yang berkaitan dengan pengertian, kompetensi, dan peran guru agama dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah
6
7
D.
Perumusan Masalah Sesuai dengan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang
akan diteliti adalah sebagai berikut: ”Bagaimana Profil Guru Agama Islam di Sekolah dalam Perspektif PAIKEM?”
E.
Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui profil guru agama Islam dalam perspektif PAIKEM b. Untuk menemukan alternatif pedoman guru dalam meningkatkan kualitas pribadinya sebagai pendidik
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi: a. Pendidikan Islam Secara Umum dalam Menambah khazanah Ilmu Pendidikan Agama Islam khususnya tentang profil guru agama ideal dalam perspektif PAIKEM. b. Guru dan Calon Guru Agama Islam untuk dijadikan bahan pertimbangan dan rujukan alternatif dalam meningkatkan kompetensinya. c. Jurusan Pendidikan Agama Islam FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk dijadikan salah satu bahan pertimbangan dan rujukan dalam proses evaluasi kompetensi tenaga pendidik. d. Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk dijadikan salah satu saran dan motivasi dalam proses pembelajaran menjadi calon pendidik agama ideal.
F.
Metodologi Penelitian Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode
deskriptif analitis, yaitu penelitian yang bermaksud mengadakan deskripsi mengenai data-data5 tentang PAIKEM dan menganalisis serta mensintesiskan data tersebut dalam kaitannya dengan profil guru agama Islam. 5
Sumadi Suryabrata, Metodologi penelitian, (Jakarta: Rajawali Press, 1995), Cet IX, h.
18
7
8
Kemudian
dalam
teknik
pengumpulan
data,
penulis
berusaha
menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, meneliti, menganalisis, dan mensintesiskan data-data yang tedapat dalam buku-buku, kitab-kitab, majalah, surat kabar, dan sumber lain yang berkaitan dengan tema pembahasan skripsi ini. Sumber data primer diantaranya; Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM karya Ismail, Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan Untuk Guru SD karya Indrawati dan Wanwan Setiawan, Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Erektif, dan Menyenangkan (PAIKEM) karya Yudhi Munadi dan Farida Hamid, Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Erektif, Menyenangkan (PAIKEM) karya Muhibbin Syah &
Rahayu Kariadinata, Menjadi
Public
Speaker Handal karya Tubagus Wahyudi, Ilmu Pendidikan Islam; Telaah Atas Komponen Dasar Pendidikan Islam karya Abdul Mujib, Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia karya Samsul Nizar. Sementara, sumber data sekunder diantaranya; Active Learning; 101 Cara Belajar Siswa Aktif karya Melvin L Silberman, The IQ Answer; Meningkatkan dan Memaksimalkan IQ Anak karya Dr. Frank Lawlis, Dalam konteks ini yang dideskripsikan adalah mencari format baru profil guru agama. Secara teknis, penelitian ini disandarkan pada Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2007
8
BAB II KONSEP PAIKEM
A. Sejarah & Pengertian PAIKEM Strategi pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam mewujudkan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Tentu strategi pembelajaran tersebut melewati berbagai dinamika perkembangan seiring dengan diberlakukannya kebijakan kurikulum pendidikan mulai dari kurikulum 1975, 1984, 1994, 2004 & KTSP 2006. Strategi pembelajaran sering disandingkan dengan beberapa terminologi yang menurut beberapa ahli diaggap memiliki kemiripan dalam hal pemahaman. Term tersebut meliputi pendekatan, metode, teknik, taktik maupun desain pembelajaran. Meskipun jika dikaji lebih mendalam, maka akan ditemukan pemahaman yang berbeda antara satu term dengan term yang lainnya. Tetapi semua terminologi tersebut memiliki hubungan, dalam arti keselarasan dan kesesuaian satu term dengan yang lainnya dalam mencapai suatu tujuan yang ditetapkan. Pendekatan (approach) merupakan titik tolak atau sudut pandang pendidik terhadap proses pembelajaran, sedangkan metode dipahami sebagai suatu cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai
tujuan,
sementara
cara
yang
dilakukan
pendidik
dalam
mengimplementasikan metode agar efektif dan efisien dipahami sebagai teknik, lebih detail lagi taktik dipahami sebagai gaya pendidik dalam melaksanakan suatu teknik dan metode tertentu.
9
10
Kata strategi berasal dari bahasa latin strategia, yang diartikan sebagai “seni penggunaan rencana untuk mencapai tujuan”.6 Dan dalam bahasa yunani strategeia (stratos = militer; dan ag = memimpin), yang artinya seni atau ilmu untuk menjadi seorang jenderal. Pada mulanya kata strategi banyak digunakan dalam dunia militer yang digunakan sebagai cara penggunaan keseluruhan kekuatan militer untuk memenangkan suatu peperangan, misalnya ketika suatu negara sudah memutuskan untuk berperang dengan negara lain, maka sang panglima perang harus sudah mempunyai gambaran terlebih dahulu tentang langkah-langkah yang akan ditempuh dan dijalankan oleh pasukannya agar kemenangan bisa diraih, baik pertimbangan akan kekuatan pasukan yang dimilikinya dilihat dari kuantitas maupun kualitasnya. Setelah semuanya diketahui, baru kemudian ia akan menyusun tindakan yang harus dilakukan, baik tentang siasat peperangan yang harus dilakukan, taktik dan teknik peperangan, maupun waktu yang tepat untuk melakukan suatu serangan. Dengan demikian dalam menyusun strategi perlu memperhitungkan berbagai faktor, baik dari dalam maupun dari luar. Begitu juga dalam kompetisi bisnis di era 1990-an kata strategi diartikan sebagai “penetapan arah “manajemen” dalam arti sumber daya di dalam bisnis dan tentang bagaimana mengidentifikasi kondisi yang memberikan keuntungan terbaik untuk membantu memenangkan persaingan di dalam pasar.7 Menurut kamus besar bahasa Indonesia, strategi adalah ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu di waktu perang dan damai; ilmu dan seni memimpin bala tentara untuk menghadapi musuh diperang dalam kondisi yang menguntungkan; rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.8 Strategi secara umum dapat didefinisikan sebagai garis besar haluan bertindak
6
Yudhi Munadi dan Farida Hamid, Modul Pelatihan tentang Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Erektif, dan Menyenangkan (PAIKEM). Sebagai Bahan Ajar pada Program Sertifikasi Guru yang dilaksanakan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2009, hal. 16 7 Crown Dirgantoro, Manajemen Strategik, (Jakarta : Grasindo, 2001), hal. 5 8 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 1092.
11
untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.9 Dalam perkembangannya, strategi tidak lagi hanya seni, tetapi sudah merupakan ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari. Sementara dunia pendidikan pun tidak mau kalah dalam mengadopsi kata strategi yang kemudian disandingkan dengan kata pembelajaran demi mewujudkan tujuan pendidikan dalam konteks pembelajaran. Dengan demikian strategi pembelajaran bisa dipahami sebagai a plan, method, or series of activities designed to achieve a particular education goal, yang berarti perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.10 Strategi pembelajaran juga diartikan sebagai cara dan seni menggunakan sumber daya untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pembelajaran yang diciptakan secara kondusif, meliputi sifat, lingkup, dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik secara efektif. Akhmad Sudrajat dengan jeli menjabarkan perbedaan beberapa terminologi yang dipaparkan di atas dengan strategi pembelajaran dalam sebuah skema yang menarik dan mudah dipahami.11 Gambar I Tentang Model Pembelajaran Pendekatan Pembelajaran (Student or Teacher Centered)
Strategi Pembelajaran (exposition-discovery learning or groupindividual learning))
Metode Pembelajaran (ceramah, diskusi, simulasi, dsb)
Teknik dan Taktik Pembelajaran (spesifik, individual, unik)
9
Tabani Rusyan, dkk., Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992), h. 165 10 Junaedi dkk, Strategi Pembelajaran, ( Surabaya : LAPIS-PGMI, 2008), hal. 8 11 Akhmad Sudrajat, Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran, Artikel tanggal 03 Januari 2008.
12
Contoh sederhana, disaat guru telah menetapkan pendekatan student centered adalah pendekatan yang dipakai dalam proses pembelajaran, maka dia akan menentukan strategi yang dirasa mendukung dan sejalan dengan pendekatan yang telah ditetapkan, misalnya strategi CTL atau PAIKEM. Setelah itu, pertimbangan akan metode yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran juga harus diselaraskan dengan strategi dan pendekatan yang telah ditetapkan, maka metode yang variatif dalam proses pembelajaran memungkinkan untuk memberi keleluasaan bagi peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Alur tersebut memberikan gambaran secara jelas tentang bentuk sebuah design atau model pembelajaran. Pemahaman akan perbedaan beberapa terminologi dalam konteks pembelajaran tersebut menjadi penting agar terjadi kesamaan frame dalam mengkaji strategi pembelajaran yang lebih spesifik. Merunut pada sejarah pendidikan nasional telah dikenal berbagai strategi pembelajaran seperti SAS (Sistematis-Analisis-Sintesis), CBSA (Cara Belajar Peserta didik Aktif), CTL (Contextual
Teaching
Learning),
Life
Skill
Education,
PAKEM
(Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan), dan yang cukup mutakhir dikenal yakni PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Diperkenalkannya
pendekatan
PAIKEM
dapat
diketahui
dan
didiskripsikan secara singkat pasca diberlakukannya UU RI No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen serta diterbitkannya Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007 tentang sertifikasi guru dalam jabatan. Dalam Permendiknas tersebut diatur pelaksanaan sertifikasi guru melalui penilaian portofolio dengan sepuluh komponen yang bertujuan empat kompetensi pendidik, yakni kompetensi
pedagogik,
kompetensi
kepribadian,
kompetensi
sosial,
kompetensi profesional. Dalam pelaksanaan penilaian tersebut ketika pendidik dinyatakan lulus, maka pendidik tersebut mendapatkan sertifikat pendidik serta dinyatakan sebagai guru profesional. Sementara bagi pendidik yang belum lulus, maka
13
diwajibkan untuk mengikuti kegiatan pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG). Dalam buku rambu-rambu penyelenggaraan PLPG PAI yang diberlakukan secara nasional dijabarkan bahwa salah satu materi pokok yang harus diberikan adalah materi PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). Dengan demikian sejak akhir tahun 2007 istilah PAIKEM mulai dikenal secara luas dan mulai diterapkan dalam praktik dunia pendidikan di Indonesia.12 PAIKEM merupakan salah satu strategi pembelajaran yang bisa dipahami secara mudah karena PAIKEM sendiri adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Istilah Aktif dimaksudkan bahwa pembelajaran dipahami sebagai proses aktif membangun makna dan pemahaman dari informasi, ilmu pengetahuan maupun pengalaman peserta didik sendiri dimana dalam proses pembelajaran tersebut peserta didik tidak semetinya dianggap layaknya bejana kosong yang pasif dan hanya mendengarkan ceramah-ceramah guru. Sehingga dalam proses pembelajaran pendidik diharapkan mampu menciptakan suasana yang memungkinkan
peserta
didik
untuk
menemukan,
memproses
serta
mengkonstruk ilmu pengetahuan dan keterampilan baru. Pembelajaran aktif berarti pembelajaran yang lebih mengacu pada pendekatan student centered daripada teacher centered, dimana kata kunci yang bisa dipegang oleh guru adalah adanya kegiatan yang dirancang untuk dilakukan peserta didik baik kegiatan berpikir (minds-on) maupun berbuat (hands-on), sehingga fungsi dan peran guru lebih banyak sebagai fasilitator.13 Pembelajaran aktif bukan hanya berarti membuat peserta didik beraktifitas, bergerak, dan melakukan sesuatu dengan aktif dengan indikator situasi kelas yang ramai dan bergemuruh, sementara pendidik lebih santai. Hal tersebut dipahami karena kita telah lama mengenal cara belajar peserta didik aktif (CBSA) yang kemudian sering disalahartikan, bahkan di Bandung 12
Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2008), Cet I, h. 46 13 Indrawati dan Wanwan Setiawan, Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan Untuk Guru SD, (Jakarta : PPPPTK IPA, 2009), hal. 12
14
dipelesetkan menjadi ”cul budak sinah anteng” (biarkan anak asyik bermain).14 Pembelajaran
aktif
sebenarnya
sudah
lama
dikenal
dan
dikembangkan. Lebih dari 2400 tahun silam, Kon fusius menyatakan: ”What I hear, I forget. What I see, I remember. What I do, I understand”.15 Tiga pernyataan sederhana ini berbicara banyak tentang perlunya cara belajar aktif. Setelah itu Melvin L Silberman memodifikasi dan memperluas kata-kata Konfusius di atas menjadi apa yang ia sebut sebagai “Paham Belajar Aktif”, yakni dalam ungkapan: “Yang saya dengar, saya lupa… Yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat… Yang saya dengar, lihat, dan pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai pahami… Dari yang saya dengar, lihat,
bahas,
dan
terapkan,
saya
dapatkan
pengetahuan
keterampilan…Yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai.”
dan
16
Silbermen (1996) sebagaimana dikutip oleh Trianto juga berpendapat dalam aplikasi strategi pembelajaran aktif dikelompokkan dalam tiga bagian, yaitu : a. Bagaimana membantu peserta didik aktif sejak awal, misalnya strategi tim membangun, penilaian mendadak, dan keterlibatan langsung. b. Bagaimana membantu peserta didik untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang aktif, misalnya strategi pembelajaran kelas, diskusi kelas, kolaborasi, dan peer teaching. c. Bagaimana membuat pembelajaran yang tidak terlupakan, misalnya review, penilaian diri, dan perencanaan masa depan.17 Menurut Taslimuharrom sebuah proses belajar dikatakan aktif (active learning) apabila mengandung: 14
Hisyam Zaini Dkk, Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: CTSD IAIN Sunan Kalijaga, 2002), hal. 110 15 Bermawy Munthe, Desain Pembelajaran, (Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani, 2009), cet. III, hal. 63 16 Melvin L Silberman, Active Learning; 101 Cara Belajar Peserta didik Aktif, (Bandung : Penerbit Nusamedia dan Penerbit Nuansa, 2004), cet. I, hal. 15 17 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), cet. I, hal. 138
15
1) Keterlekatan pada tugas (Commitment) Dalam hal ini, materi, metode, dan strategi pembelajaran hendaknya bermanfaat bagi peserta didik (meaningful), sesuai dengan kebutuhan peserta didik (relevant), dan bersifat/memiliki keterkaitan dengan kepentingan pribadi (personal); 2) Tanggung jawab (Responsibility) Dalam hal ini, sebuah proses belajar perlu memberikan wewenang kepada peserta didik untuk berpikir kritis secara bertanggung jawab, sedangkan guru lebih banyak mendengar dan menghormati ide-ide peserta didik, serta memberikan pilihan dan peluang kepada peserta didik untuk mengambil keputusan sendiri. 3) Motivasi (Motivation) Proses belajar hendaknya lebih mengembangkan motivasi intrinsic peserta didik. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri peserta didik sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Dalam perspektif psikologi kognitif, motivasi yang lebih signifikan bagi peserta didik adalah motivasi intrinsik (bukan ekstrinsik) karena lebih murni dan langgeng serta tidak bergantung pada dorongan atau pengaruh orang lain. Dorongan mencapai prestasi dan memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk masa depan, umpamanya, memberi pengaruh lebih kuat dan relatif lebih langgeng dibandingkan dengan dorongan hadiah atau dorongan keharusan dari orangtua dan guru. Motivasi belajar peserta didik akan meningkat apabila ditunjang oleh pendekatan yang lebih berpusat pada peserta didik (student centered learning). Guru mendorong peserta didik untuk aktif mencari, menemukan dan memecahkan masalahnya sendiri. Ia tidak hanya menyuapi peserta didik, juga tidak seperti orang yang menuangkan air ke dalam ember. Pembelajaran Inovatif dimaksudkan bahwa proses pembelajaran semestinya mampu memberikan keleluasaan dalam melahirkan ide-ide atau inovasi-inovasi pembelajaran yang kemudian diharapkan membantu peserta didik dalam meningkatkan rasa keingintahuan serta keinginannya untuk terus belajar dan menggali berbagai ilmu pengetahuan yang terus berkembang. Proses pembelajaran yang berlangsung diharapkan dapat memberikan peluang kepada peserta didik untuk berinovasi. Inovasi berarti pembaruan dan perubahan. Inovasi adalah suatu gagasan atau tindakan perubahan menuju ke arah perbaikan atau berbeda dari yang ada sebelumnya (baru), dilakukan dengan sengaja dan berencana. Memberikan peluang kepada peserta didik untuk berinovasi, tentunya harus oleh guru yang inovatif pula. Prinsip-prinsip yang harus dilakukan oleh guru dalam hal ini adalah:
16
a. Inspiratif, yang ditandai dengan sikap sebagai berikut: 1) Memancing rasa ingin tahu peserta didik 2) Menimbulkan banyak pertanyaan peserta didik 3) Memancing munculnya ide peserta didik yang baru b. Memberikan ruang yang cukup bagi kemandirian sesuai dengan bakat peserta didik. Hal ini ditandai dengan hal-hal berikut: 1) Membuka peluang mencari sesuai bakat sendiri 2) Membuka peluang melakukan sesuai bakat sendiri 3) Membuka peluang membangun kerjasama dengan peserta didik lain yang memiliki kesamaan bakat c. Memberikan ruang yang cukup bagi kemandirian sesuai dengan minat peserta didik. Hal ini ditandai dengan hal-hal berikut: 1) Membuka peluang mencari sesuai dengan minat sendiri 2) Membuka peluang melakukan kegiatan sesuai dengan minat sendiri 3) Membuka peluang membangun kerjasama dengan peserta didik lain yang memiliki kesamaan minat. d. Memberikan ruang yang cukup bagi kemandirian sesuai dengan perkembangan fisik peserta didik. Hal ini ditandai dengan hal-hal berikut: 1) Membuka peluang mencari sesuai dengan kemampuan fisik sendiri 2) Membuka peluang melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuan fisik sendiri e. Memberikan ruang yang cukup bagi kemandirian sesuai dengan perkembangan psikologis peserta didik. Hal ini ditandai dengan hal-hal berikut: 1) Membangkitkan kebutuhan untuk berubah 2) Membuka peluang mencari sesuai dengan cara berpikir sendiri 3) Membuka peluang melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuan berpikir sendiri 4) Membuka peluang membangun kerjasama dengan peserta didik lain yang memiliki kesamaan cara berpikir.18 Pembelajaran inovatif bisa dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya mengakomodir setiap karakteristik diri. Misalnya, sebagian orang ada yang berkemampuan dalam menyerap ilmu dengan menggunakan visual atau mengandalkan
kemampuan
penglihatan,
auditory
atau
kemampuan
mendengar, dan kinestetik.19 Dan hal tersebut dapat menyeimbangkan fungsi otak kiri dan kanan apabila dilakukan dengan cara meng-integrasikan media/alat bantu terutama yang berbasis teknologi baru/maju ke dalam proses
18
Yudhi Munadi dan Farida Hamid, Modul Pelatihan tentang Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Erektif, dan....., hal. 34 19 http://www.google.com/artikel/pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.htm
17
pembelajaran tersebut, sehingga terjadi proses renovasi mental, di antaranya membangun rasa pecaya diri peserta didik. Penggunaan bahan pelajaran, software multimedia, dan microsoft power point merupakan salah satu alternatif. 20 Sementara itu, istilah kreatif dari segi etimologi berasal dari bahasa inggris yaitu ”to create” yang berarti ”mencipta”.21 Jika dihubungkan dengan konteks pembelajaran, maka kata kreatif dimaknai sebagai sebuah proses pengembangan kreatifitas peserta didik, karena pada hakikatnya setiap individu memiliki potensi, imajinasi dan rasa ingin tahu yang tidak pernah berhenti. Sehingga dalam hal ini seorang guru diharapkan bisa menciptakan proses pembelajaran yang memberdayakan segenap potensi pesera didik yang beraneka ragam yang nantinya mengarah pada pemberdayaan potensi dan imajinasi peserta didik secara maksimal. Hal tersebut sejalan dengan ungkapan Stepehn Tong yang dikutip oleh Andreas Harefa ”we are created by Creator to be creature with creativity”.22 Sementara Roger B. Yepsen berpendapat bahwa kreativitas merupakan ”creativity is the capacity for making something new”, kapasitas untuk membuat hal yang baru. Berbeda dengan Mihaly Csikszentmihalyi (1996) yang memahami kreatif sebagai kemampuan seseorang dalam berpikir dan bertindak mangubah suatu ranah atau menetapkan suatu ranah baru ”a create person is someone whose thoughts or actions change a domain, or establish a new domain”.23 Proses pembelajaran yang kreatif memberikan peluang lebih besar bagi guru maupun peserta didik dalam berpikir divergen (proses berpikir ke macam-macam arah dan menghasilkan banyak alternatif penyelesaian) dari
20
Muhibbin Syah & Rahayu Kariadinata, Bahan Pelatihan tentang Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Erektif, Menyenangkan (PAIKEM). Dipresentasikan pada Pendidikan & Latihan Profesi Guru (PLPG) Rayon Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung 2009. 21 Selo Sumardjan, Kreativitas Suatu Tinjauan dari Sudut Sosiologi, (Jakarta: Dian Rakyat, 1983), cet. I, hal. 87 22 Andreas Harefa, Menjadi Manusia Pembelajar, (Jakarta: Kompas, 2000), cet VII. 23 http:/www.google.com//kreativitas.
18
pada berpikir konvergen (proses berpikir yang mencari jawaban tunggal yang paling tepat ).24 Beberapa ciri pembelajaran yang berpegang pada prinsip kreatif adalah: 1. Memberi kebebasan kepada peserta didik untuk mengembangkan gagasan dan pengetahuan baru. 2. Bersikap respek dan menghargai ide-ide peserta didik. 3. Penghargaan pada inisiatif dan kesadaran diri peserta didik. 4. Penekanan pada proses, bukan hasil penilaian hasil akhir karya peserta didik. 5. Memberikan waktu yang cukup untuk peserta didik berpikir dan menghasilkan karya. 6. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menggugah kreativitas peserta didik, seperti mengapa, bagaimana dan apa yang terjadi ketika. Bukan hanya pertanyaan apa dan kapan. 7. Mampu memotivasi peserta didik. 8. Mampu menstimulus peserta didik untuk berpikir kritis. 9. Membangkitkan daya imajinasi peserta didik. 10. Memberikan keleluasaan peserta didik untuk menyampaikan pendapatnya sendiri. 11. Mampu mendorong peserta didik untuk meraih prestasi. 12. Memberikan ruang peserta didik untuk berpikir secara orisinil.25 Pemikiran
kreatif
juga
menuntut
kelancaran,
keluwesan,
dan
kemandirian dalam berpikir serta kemampuan untuk mengembangkan suatu gagasan (elaborasi).26 Sebagaimana Guilford dalam penelitiannya mengenai kreativitas dengan analisis faktor menemukan bahwa faktor penting yang merupakan ciri kemampuan berpikir kreatif adalah : 1. Kelancaran berpikir (fluence of thinking), yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak ide yang keluar dari pemikiran seseorang secara cepat. 2. Keluwesan (flexibility), yaitu kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide, jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dengan sudut pandang yang berbeda-beda, mencari 24
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT LOGOS Wacana Ilmu, 1999), cet.
I, hal. 79 25
Indrawati dan Wanwan Setiawan, Pembelajaran Aktif, Kreatif, (Jakarta : PPPPTK IPA, 2009), hal. 14-15 26 Conny Semiawan dkk, Memupuk Bakat dan Kreativitas Peserta didik Sekolah Menengah, (Jakarta: PT Gramedia, 1990), cet. III, hal. 12-13
19
alternatif atau arah yang berbeda-beda, dan mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran. Orang yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir. 3. Elaborasi (elaboration), yaitu kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan menambahkan atau memperinci detil-detil dari objek, gagasan, atau situasi sehingga menjadi lebih menarik. 4. Keaslian (original), yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik atau kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli.27 Sementara itu, istilah efektif dijabarkan bahwa model pembelajaran apapun yang diterapkan harus menjamin bahwa tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan akan tercapai secara optimal. Indikasi tercapainya tujuan tersebut
terlihat
berlangsungnya
pada proses
pencapaian pembelajaran
kompetensi yang
peserta
tampak
didik
pada
pasca
perubahan
pengetahuan, sikap & keterampilan pada diri peserta didik. Proses pembelajaran pada esensinya merupakan proses komunikasi antara guru dan peserta didik, maka tidak mengherankan muncul istilah one way communication atau two way communication dalam proses pembelajaran. Istilah yang pertama cenderung dipahami sebagai gaya pembelajaran konvensional, sementara istilah yang kedua lebih tepat untuk digunakan dalam proses pembelajaran di era ke-kinian. Kesepahaman tersebut menuntut para guru untuk mampu mewujudkan proses komunikasi yang efektif dalam proses pembelajaran. Suhadi memberikan beberapa tips yang bisa dijadikan acuan dalam proses mewujudkan komunikasi yang efektif antara guru dan peserta didik, diantaranya28 : a. Penggunaan terminologi yang tepat Langkah ini mencegah
peserta didik mengalami kebingungan, dan
kerancauan pada pemahaman materi, sehingga guru dituntut untuk menggunakan terminologi atau istilah yang tepat sesuai dengan tempatnya 27
Fuad Nashori dan Rachmi Dian Mucharam, Mengembangkan Kreativitas dalam Perspektif Psikologi Islami, (Yogjakarta: Menara Kudus, 2002), h. 43-44 28 Suhadinet.wordpress.com; komunikasi pembelajaran yang efektif, 21 mei 2009
20
(materinya). Hal tersebut sejalan dengan mulyadhi kartanegara dalam bukunya ”seni mengukir kata”, dia menjelaskan pentingnya penggunaan kata-kata yang ringan dan tidak terlalu bertele-tele agar pembaca maupun pendengar bisa memahami dengan jelas apa yang telah kita sampaikan maupun yang kita tulis.29 b. Presentasi yang sinambung dan runtut Mempersiapkan materi secara sistematis dan membuat alur pembahasan yang jelas mempermudah peserta didik dalam memahami segala sesuatu yang terjadi dalam proses pembelajaran. c. Sinyal transisi atau perpindahan topik bahasan Sinyal transisi ini memungkinkan peserta didik untuk mengetahui kapan suatu segmen bahasan atau topik berakhir dan dilanjutkan dengan topik atau pembahasan yang baru. d. Tekanan pada bagian-bagian penting pembelajaran Tekanan yang dimaksud tidak hanya berbentuk kata-kata, melainkan yang lebih penting adalah intonasi, dramatisasi suara dan gerakan tubuh (body language). e. Kesesuaian antara tingkah laku komunikasi verbal & non verbal Langkah terakhir ini bisa dikatakan sebagai salah satu kunci komunikasi yang paling efektif dalam proses pembelajaran. Contoh sederhana disaat seorang guru agama menjelaskan tentang keindahan surga dengan mimik muka yang terlihat menyeramkan dan menjelaskan tentang kesengsaraan di neraka dengan mimik muka yang membahagiakan, maka muncul kekhawatiran bahwa semua peserta didik ingin masuk neraka karena terpengaruh oleh mimik muka guru.30 Sejalan dengan Suhadi, pakar komunikasi Albert Mehrabian (profesor UCLA) dalam the silent massage
29
yang dikutip oleh Tarmizi Yusuf
Mulyadhi Kartanegara, Seni Mengukir Kata, ( Bandung: Mizan Learning Center, 2005), cet. I, hal. 90 30 Tubagus Wahyudi, modul pelatihan tentang Menjadi Public Speaker Handal. Sebagai bahan ajar dalam Training Public Speaking for Teaching yang dilaksanakan oleh Badan Eksekutif Mahapeserta didik UIN Jakarta 2010.
21
menjelaskan tentang pengaruh kata-kata (verbal) dalam proses komunikasi hanya 7%, suara (voice) 38%, dan selebihnya 55% adalah bahasa badan (visual). Hasil penelitian tersebut lebih familiar dengan sebutan kekuatan 3V seperti gambar dibawah ini:31 Gambar II Tentang Kekuatan 3 V
Kemudian istilah menyenangkan menjadi perhatian yang cukup menarik karena dalam proses pembelajaran sejatinya harus diusahakan seoptimal mungkin bahwa proses pembelajaran tersebut mampu menciptakan suasana yang menyenangkan dan memang diyakini bahwa suasana yang menyenangkan dalam proses pembelajaran membantu akan penguatan pengalaman belajar peserta didik, kesan yang mendalam serta tertanam secara kuat dalam memory peserta didik (long term memory). Dave Meler sebagaimana dikutip oleh Indrawati dan Wanwan memberikan pengertian menyenangkan atau fun sebagai suasana belajar dalam keadaan gembira. Suasana gembira disini bukan berarti suasana ribut, hura-hura, kesenangan yang sembrono dan kemeriahan yang dangkal. Ciriciri suasana belajar yang menyenangkan diantaranya : a. b. c. d. e. f. g.
Rileks Bebas dari tekanan Aman Menarik Bangkitnya minat belajar Adanya keterlibatan penuh Perhatian peserta didik tercurah 31
Tarmizi Yusuf, Be The Winner, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2005), hal. 133
22
h. Lingkungan belajar yang menarik (misalnya keadaan kelas terang, pengaturan tempat duduk leluasa untuk peserta didik bergerak) i. Bersemangat j. Perasaan gembira k. Konsentrasi tinggi Sementara ciri-ciri suasana belajar yang tidak menyenangkan meliputi : a. Tertekan b. Perasaan terancam c. Perasaan menakutkan d. Merasa tidak berdaya e. Tidak bersemangat f. Malas / tidak berminat g. Jenuh / bosan h. Suasana pembelajaran monoton i. Pembelajaran tidak menarik peserta didik32 Sementara itu terdapat dua prinsip yang harus diperhatikan dalam proses menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. 1. Menciptakan kondisi yang terbaik untuk belajar, yaitu: a. Menyediakan segala fasilitas belajar yang menyenangkan, menciptakan aroma dan warna yang menyenangkan, menghiasi dinding-dinding dengan berbagai poster berwarna, menyuguhkan seluruh poin penting yang harus dipelajari dalam bentuk kata-kata, musik maupun gambar. Semua fasilitas yang demikian itu akan memperkaya pikiran bawah sadar peserta didik, peserta didik menyerap bahan pelajaran tanpa memikirkannya secara sadar. Seluruh sudut ruangan terasa hangat dan bersahabat. b. Menciptakan sebuah iklim atau atmosfer yang menyenangkan di setiap ruang kelas. Di sini adanya variasi, kejutan, imajinasi, dan tantangan sangatlah penting dalam menciptakan iklim ini. Mendatangkan tamu yang mengejutkan, melakukan perjalanan, kunjungan lapangan, program spontan, pembuatan drama, pertunjukan boneka (lebih baik direncanakan oleh para peserta didik) semuanya menambah pengayaan di samping membaca, menulis, dan diskusi. Dalam kondisi seperti di atas, peserta didik dapat belajar dengan cara melakukan, menguji, menyentuh, membau (mencium), berbicara, bertanya, dan mencoba. Kondisi ruangan yang penuh warna, poster, dan mobilitas akan mulai menstimulasi para pelajar visual. Musik akan menyentuh para pelajar auditorial, dan aktivitas membuat para pelajar kinestetik akan segera merasa nyaman.
32
Indrawati dan Wanwan Setiawan, Pembelajaran……..h. 16
23
2. Menampilkan presentasi yang baik Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan presentasi yang baik, di antaranya adalah: a. Berorientasi pada peserta didik b. Terkait dengan tujuan pembelajaran mereka c. Harus bersifat positif, artinya guru sebagai fasilitator tidak boleh mengesankan bahwa pelajaran ini tidak menyenangkan, hindari kalimat-kalimat yang membuat peserta didik tidak nyaman. d. Suguhkan terlebih dahulu gambaran umum dari apa yang akan dipresentasikan e. Mengoptimalkan keterlibatan indera peserta didik. Presentasi yang bagus haruslah menarik bagi setiap gaya belajar individu peserta didik (visual, auditorial, dan kinestetik). Gaya belajar yang paling banyak terabaikan adalah gaya belajar kinestetik. f. Menghindari pola-pola perkuliahan (lecturing) sepenuhnya. Ini mungkin membutuhkan perubahan paling mendasar dalam gaya mengajar. Guru yang baik adalah seorang aktivator, fasilitator, pelatih, motivator, dan orkestrator. g. Melakukan berbagai perubahan suasana, sehingga para peserta didik secara bergantian melakukan kegiatan satu ke kegiatan berikutnya, misal dari mendengar ke melihat, kemudian ke berbicara, ke diskusi dan seterusnya. h. Jadikan belajar tentang cara belajar sebagai kunci belajar. Ini mungkin merupakan hasil keseluruhan yang diinginkan dari seluruh proses belajar. Jadi, teknik-teknik tersebut harus disatupadukan dalam seluruh aktivitas.33 B. Landasan PAIKEM Bukan tanpa alasan PAIKEM muncul dan diketahui oleh khalayak umum dalam dunia pendidikan nasional. PAIKEM dalam tinjauan yuridis formal (dasar hukum penerapan PAIKEM). Dalam konteks ini adalah segala bentuk perundangan dan peraturan serta kebijakan pendidikan yang berlaku di Indonesia yang didalamnya telah mengatur dan memberi rambu-rambu tentang implementasi proses pendidikan yang berbasis PAIKEM.
33
Yudhi Munadi dan Farida Hamid, Modul Pelatihan tentang Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Erektif, dan....., hal 37-39
24
Beberapa regulasi dan kebijakan pendidikan yang dimaksud meliputi : 1. UU RI No 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS; a. pasal 1, ayat 1 yakni; ” Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menjadikan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara”. b. pasal 4, ayat 3 yakni; ”Pendidikan diselenggarakan suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat”. c. pasal 4, ayat yakni; ”Pendidikan diselenggarakan dengan memberikan ketaladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran”. d. kemudian pasal 39, ayat 2 yakni; ”Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan serta melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pedidikan tingkat sekolah/madrasah”. Makna
pendidikan,
penyelengaraan
pendidikan
serta
tenaga
kependidikan yang termuat dalam UU RI tentang sisdiknas tersebut terlihat dengan jelas akan hubungannya dengan PAIKEM dimana peserta didik menjadi bagian dari subjek pendidikan (student centered) yang harus diberi keleluasaan dalam mengembangkan potensi-potensinya. Sementara pendidik tidak hanya berkewajiban memberikan pengajaran di ruangan kelas, akan tetapi lebih luas lagi harus mengabdikan dirinya kepada masyarakat demi memperbaiki kualitas sumber daya manusia indonesia.
25
2. Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; a. Pasal 19, ayat 1 yakni; ”Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan
secara
interaktif,
inspiratif,
menyenangkan,
manantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”. b. Pasal 28, ayat 1 yakni; ”Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. PP tentang standar nasional pendidikan tersebut menuntut para guru untuk mampu mengcreate proses pembelajaran sedemikian rupa agar proses pembelajaran yang terjadi mampu memancing dan mengembangkan kreativitas peserta didik. Hal tersebut sejalan dengan PAIKEM dimana proses pembelajaran harus mengutamakan keaktifan dan kreativitas peserta didik. 3. UU RI No 14 Tahun 2005 tentang GURU dan DOSEN; a. Pasal 1, ayat 1 yakni; ”Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, mengevaluasi peserta didik pada pendidikan peserta didik usia dini jalur formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”. b. Pasal 6 yakni; ”kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan
untuk
melaksanakan
sistem
pendidikan
nasional
dan
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab”. UU RI tentang guru dan dosen tersebut menggambarkan betapa mulia tugas seorang guru dan betapa besar tanggung jawab guru dalam konteks pendidikan. Sementara PAIKEM memiliki keselarasan dengan UU tersebut,
26
dalam arti bisa dijadikan alternatif strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru dalam proses pembelajaran. Berdasarkan pada beberapa regulasi pendidikan tersebut, baik berupa undang-undang maupun peraturan pemerintah dapat dipahami dengan jelas bahwa proses pembelajaran pada satuan manapun secara yuridis formal dituntut diselanggarakan secara aktif, inovatif, kreatif, dialogis, demokratis dan dalam suasana mengesankan serta bermakna bagi peserta didik. Disinilah terlihat dengan jelas relevansi serta legitimasi implementasi pembelajaran PAIKEM dalam dunia pendidikan nasional. Strategi PAIKEM secara filosofis berlandaskan pada pandangan konstruktivisme dimana peserta didik membangun pemahaman dan pengetahuannya mengenai dunia sekitarnya melalui pengenalan benda-benda yang direfleksikannya melalui pengalamannya. Ketika menemukan sesuatu yang baru, kita dapat merekonstruksinya dengan ide-ide awal yang ada. Hal ini memungkikankann terjadinya perubahan pengetahuan atau bahkan memperkuat pengetahuan hasil dialektika antara ide awal dan ide baru. Landasan filosofis ini memberikan pemahaman bagi pendidik bahwa peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran tidak berangkat dari kekosongan ide atau pengetahuan, sehingga pendidik bisa melakukan penyesuaianpenyesuaian yang tepat dalam proses pembelajaran. Sementara
itu,
PAIKEM
dalam
tinjauan
psikologis-pedagogis
(kepribadian-pengajaran) dimaksudkan untuk melihat signifikansi penerapan pembelajaran berbasis PAIKEM dalam frame kajian psikologi belajar. Proses pembelajaran tradisional menitik-beratkan pada metode imposisi dimana pembelajaran dengan cara menuangkan hal-hal yang dianggap penting oleh guru bagi peserta didik, cara ini tidak mempertimbangkan kesesuaian antara materi dengan kebutuhan, minat serta tingkat perkembangan dan pemahaman peserta didik. Hasil penelitian terbaru dalam bidang psikologi kepribadian dan tingkah laku manusia, berpendapat bahwa tingkah laku manusia didorong oleh motifmotif tertentu, sehingga aktivitas belajar akan berhasil apabila didasarkan
27
pada motivasi pada diri peserta didik. Ibarat pepatah ”anda dapat memaksa kambing masuk air, tapi anda tidak bisa memaksanya untuk minum air”,34 maksudnya bahwa peserta didik bisa dipaksa untuk melakukan suatu perbuatan, akan tetapi tidak bisa dipaksa untuk menghayati perbuatan sebagaimana mestinya. Begitu juga guru dapat memaksakan materi pelajaran kepada peserta didik, akan tetapi guru tidak dapat memaksanya untuk belajar dalam arti yang sebenarnya. Disinilah terlihat tugas guru yang paling berat adalah berupaya agar peserta didik mau belajar dan memiliki keinginan belajar secara berkelanjutan tanpa dibatasi ruang & waktu. Dalam
konteks
inilah
kehadiran
PAIKEM
diharapkan
dapat
memperkaya guru dalam hal strategi, metode dan teknik mengajar sebagai seni dalam proses pembelajaran, sehingga secara psikologis-pedagogis PAIKEM
memiliki
relevansi
dalam
kerangka
mewujudkan
proses
pembelajaran yang memberdayakan peserta didik.
C. Prinsip-prinsip Penerapan PAIKEM Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh pendidik dalam penerapan PAIKEM, yakni : 1. Memahami sifat peserta didik; pada dasarnya peserta didik memiliki modal yang luar biasa berupa sifat rasa ingin tahu dan imajinasi yang kemudian harus dipahami oleh pendidik untuk kemudian modal tersebut diusahakan agar terus berkembang dan terberdayakan secara maksimal. 2. Mengenal peserta didik secara individual; pada hakikatnya peserta didik merupakan bagian dari ciptaan Tuhan yang memiliki beraneka ragam keunikan masing-masing dan memiliki latar belakang, potensi serta kemampuan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut harus diperhatikan dan tercermin secara riil dlam proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran tersebut memberikan peluang sinergitas antara satu dengan yang lain dengan modal potensinya masing-masing. 34
Andreas Harefa, Menjadi Manusia Pembelajar…, h. 92
28
3. Memanfaatkan perilaku peserta didik dalam pengorganisasian belajar; peserta
didik
secara
naluriah
memiliki
sifat
kebersamaan
atau
berpasangan. Hal ini bisa dimanfaatkan pendidik dalam pengorganisasian kelas yang nantinya memberikan peluang terjadinya pertukaran pikiran atau ide-ide antara peserta didik yang satu dengan yang lain. 4. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif serta mampu memecahkan masalah; pada dasarnya hidup adalah memecahkan masalah, untuk itu peseerta didik perlu dibekali dengan kemampuan berpikir kritis, kreatif untuk menganalisa berbagai masalah yang muncul, sehingga peserta didik mampu melahirkan berbagai alternatif pemecahan masalah. Guru bisa mengajukan pertanyaan yang dimulai dengan kata ”mengapa”, ”bagaimana”, ”apa yang terjadi jika” (tipe open question).35 5. Menciptakan ruangan kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik; ruangan kelas yang di setting semenarik mungkin menjadi hal yang harus diwujudkan, salah satunya seperti pemajangan hasil karya peserta didik dirungan karena hal itu bisa memotivasi peserta didik serta memberikan apresiasi
atas
karya
yang
telah
diciptakan.
Hal
tersebut
juga
memungkinkan lahirnya inspirasi-inspirasi positif baik bagi pendidik maupun peserta didik. 6. Memanfaatkan lingkungan sebagai lingkungan belajar; lingkungan (fisik, sosial, budaya) merupakan bagian dari sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar peserta didik. Lingkungan juga dapat berfungsi sebagai media belajar serta objek belajar peserta didik. 7. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan belajar; pemberian feedback yang positif merupakan interaksi antara pendidik & peserta didik yang diharapkan bisa memberikan motivasi bagi peserta didik dalam meningkatkan kegiataan belajarnya, tentunya feedback yang diberikan tidak mengandung unsur merendahkan apalagi meremehkan peserta didik.
35
Indrawati dan Wanwan Setiawan, Pembelajaran……..h. 19
29
8. Membedakan antara aktif fisik & aktif mental; dalam pembelajaran PAIKEM, aktif mental sebenarnya lebih diharapkan dari pada aktif fisik. Karena itu, aktifitas sering bertanya, mempertanyakan pendapat orang lain & mengemukakan gagasan sendiri merupakan indikasi dari keaktifan mental peserta didik.36 Sejalan dengan prinsip-prinsip tersebut Muhibbin Syah dan Rahayu Kariadinata juga berpendapat bahwa hal-hal yang harus diperhatikan dalam implementasi PAIKEM adalah: a. Memahami sifat yang dimiliki peserta didik b. Memahami perkembangan kecerdasan peserta didik c. Mengenal peserta didik secara perorangan d. Memanfaatkan perilaku peserta didik dalam pengorganisasian belajar e. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah f. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik g. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar h. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar i. Membedakan antara aktif fisik dengan aktif mental37 D. Hubungan PAIKEM dengan Teori Pembelajaran Belajar dalam konteks PAIKEM dimaknai sebagai proses aktif dalam membangun pengetahuan atau membangun makna. Dalam proses belajar, peserta didik akan terlibat dengan proses sosial, dan proses tersebut akan dilaksanakan secara berkesinambungan atau sepanjang hayat. Makna tersebut didasari oleh pandangan konstruktivisme. Sedangkan Dalam banyak penelitian diungkapkan bahwa teori perubahan konsep juga dipengaruhi atau didasari oleh filsafat konstruktivisme. Filsafat ini menekankan bahwa pengetahuan dibentuk oleh peserta didik yang sedang belajar, dan teori perubahan konsep menjelaskan bahwa peserta didik
36
Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam…., h. 54-56 Muhibbin Syah & Rahayu Kariadinata, Bahan Pelatihan tentang Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Erektif, Menyenangkan……………, hal. 6-13 37
30
yang mengalami perubahan konsep terus menerus, sangat berperan dalam menjelaskan mengapa seorang peserta didik bisa salah mengerti dalam menangkap suatu konsep yang ia pelajari, sehingga teori perubahan konsep bisa dikatakan sejalan dengan makna belajar dalam konteks PAIKEM. Begitu juga menurut teori skema, pengetahuan disimpan dalam suatu paket informasi, atau skema yang terdiri dari konstruksi mental gagasan kita. Teori ini lebih menunjukkan bahwa pengetahuan kita tersusun dalam suatu skema yang terletak dalam ingatan kita. Dalam belajar, kita dapat menambah skema yang ada sehingga dapat menjadi lebih luas dan berkembang.38 Hal tersebut juga ditekankan oleh PAIKEM dalam proses belajar dimana peserta didik diharapkan mampu menancapkan pengetahuannya dengan kuat (long term memory). Bruner
dalam
teori
belajar
penemuan
(discovery
learning)
mengasumsikan bahwa belajar paling baik apabila peserta didik menemukan sendiri informasi dan konsep-konsep. Dalam belajar penemuan, peserta didik menggunakan penalaran deduktif untuk mendapatkan prinsip-prinsip, contohcontoh. Misalnya, guru menjelaskan kepada peserta didik tentang penemuan sinar lampu pijar, kamera, dan CD, serta perbandingan antara invertion dengan discovery (misalnya listrik, nuklir dan gravitasi). Peserta didik kemudian menjabarkan sendiri apakah yang dimaksud dengan invertion dan bagaimana perbedaannya dengan discovery. Dalam belajar penemuan, peserta didik ”menemukan” konsep dasar atau prinsip-prinsip dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang mendemonstrasikan konsep tersebut. Bruner yakin bahwa peserta didik ”memiliki” pengetahuan apabila menemukan sendiri dan bertanggung jawab atas kegiatan belajarnya sendiri, yang memotivasinya untuk belajar. Sementara mengajar dalam konteks PAIKEM bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru ke peserta didik, melainkan sesuatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya sendiri. Mengajar berarti partisipasi peserta didik dalam membentuk pengetahuannya 38
http://www.freewebs.com
31
sendiri, membuat makna, mencari kejelasan, berpikir kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi mengajar adalah suatu bentuk belajar itu sendiri.39
E. Kelebihan dan Kekurangan PAIKEM Beberapa kelebihan dari strategi pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM) di antaranya adalah: a. Proses belajar mengajar menjadi proses yang menyenangkan (learning is fun). Karena peserta didik terlibat dan berperan aktif di dalam proses situ. Pengetahuan yang mereka peroleh, mereka konstruksi sendiri melalui pengalaman belajar bukan transfer dari guru kepada peserta didik. Dengan demikian pembelajran menjadi bermakna (meaningful). b. Strategi PAIKEM sangat sesuai dengan berbagai gaya belajar. Pada umumnya gaya belajar peserta didik ada tiga macam, yaitu visual, auditorial, dan kinestetik. 1) Visual Gaya belajar ini sangat mengandalkan indera penglihatan. Mereka sangat mudah mengakses citra visual, yang diciptakan maupun diingat. Seseorang yang sangat visual mempunyai ciri-ciri: a) Teratur, memperhatikan segala sesuatu, menjaga penampilan; b) Mengingat dengan gambar, lebih suka membaca daripada dibacakan; c) Membutuhkan gambaran dan tujuan menyeluruh dan menangkap detail, mengingat apa yang dilihat. 2) Auditorial Gaya belajar ini sangat mengandalkan indera pendengaran. Mereka sangat mudah mengakses segala jenis bunyi dan kata, seperti musik, nada dan irama. Ciri-ciri seseorang yang auditorial adalah: a) Perhatiannya mudah terpecah; b) Berbicara dengan pola berirama; c) Belajar dengan cara mendengarkan, menggerakkan bibir/berbicara saat membaca. d) Berdialog secara internal dan eksternal 3) Kinestetik Gaya belajar ini mampu mengakses segala jenis gerak dan emosi – diciptakan maupun diingat– gerakan, koordinasi irama, tanggapan emosional dan kenyamanan fisik sangat menonjol di sini. Ciri-ciri gaya belajar kinestetik adalah sebagai berikut: a) Menyentuh orang dan berdiri berdekatan, banyak bergerak; b) Belajar dengan melakukan, menunjuk tulisan saat membaca, menanggapi secara fisik; c) Mengingat sambil berjalan dan melihat. 39
http://www.depdiknas.go.id
32
c. Aspek sosial belajar. Di dalam proses pembelajaran, peserta didik terlibat dan berpartisipasi aktif seperti berdiskusi dalam kelompok kecil, mempresentasikan hasil diskusi, menanggapi pertanyaan teman, membuat rangkuman baik secara individu maupun kelompok. Hal ini akan dapat membuat peserta didik merasa senang dan merasa memiliki dan dimiliki sesama anggota kelompok. Secara berproses hal ini akan memupuk rasa percaya diri peserta didik. Di samping itu, adanya interaksi peserta didik di dalam diskusi atau kerja kelompok, akan menjadikannya memiliki keterampilan sosial dan keterampilan berkomunikasi. Di atas kita telah melihat begitu banyak kelebihan dari strategi PAIKEM, namun kita tidak menafikan akan adanya kelemahan strategi ini. Kelemahan strategi PAIKEM ini antara lain: a. Membutuhkan waktu yang banyak; hal ini akan sangat berbeda jika dibandingkan ketika guru menggunakan metode ceramah. Ketika guru harus melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran secara langsung seperti dalam diskusi kelompok, guru harus menghabiskan waktu paling tidak sekitar 5-10 menit hanya untuk membentuk kelompok. b. Guru dituntut untuk memiliki keterampilan dan kreativitas. Dalam pelaksanaan pembelajaran ini guru yang kreatif menjadi syarat utama. Yang dihadapi oleh guru adalah peserta didik sebagai individu yang kadang tidak dapat diperkirakan perubahannya. Ketika seorang guru telah membuat sebuah skenario pembelajaran dan telah sukses diterapkan di sebuah kelas, namun bisa terjadi skenario tersebut tidak dapat kita gunakan di kelas lain karena kondisi anak berubah di luar perkiraan guru. Maka guru harus dengan cepat mengubah skenario yang ada yang disesuaikan dengan kebutuhan kelas tersebut, dan hal ini membutuhkan kreatifitas. Kreatifitas juga sangat diperlukan untuk menciptakan media pembelajaran yang sesuai dengan materi, tujuan, dan kondisi kelas. c. Proses pembelajaran hanya menjadi ajang permainan. Sering terjadi proses pembelajaran hanya focus kepada permainanya saja, sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai. Seorang guru harus secara teliti membuat perencanaan secara rinci dan bila perlu guru harus memperhitungkan menit per menit semua kegiatan sehingga guru dapat mengambil tindakan jika proses pembelajaran melenceng dari tujuan yang telah dibuat. d. Membutuhkan biaya yang besar. Ketika guru menerapkan pembelajaran dengan strategi PAIKEM, maka guru membutuhkan media atau alat peraga. Karena tanpa alat peraga proses pembelajaran tidak maksimal. e. Membutuhkan persiapan yang matang. Ketika seorang guru tampil mengajar di depan kelas itu hanya merupakan puncak dari serangkaian kegiatan yang harus dilakukan guru sebelumnya. Guru harus membuat berbagai persiapan; dari mempersiapkan materi, merumuskan tujuan yang akan dicapai, memilih dan membuat media yang sesuai sampai pada
33
menentukan alat evaluasi untuk mengetahui seberapa banyak peserta didik dapat menyerap materi yang disampaikan.40 Terlepas dari kekurangan dan kelebihan yang ada, mestinya setiap pendidik sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang. Sehingga proses pembelajaran yang berlangsung bisa berjalan sesuai pada tracknya, dengan
kata
lain,
pendidik
mampu
menerapkan
PAIKEM
tanpa
menanggalkan tujuan yang hendak dicapai. Beberapa langkah yang patut untuk dilakukan oleh pendidik sebelum menerapkan strategi PAIKEM dalam proses pembelajaran, diantaranya: a.
Mempersiapkan materi yang hendak disampaikan
b.
Menyediakan alat, media yang diperlukan dalam penerapan PAIKEM
c.
Memperhitungkan waktu yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan strategi PAIKEM
d.
Mempersiapkan berbagai games yang berhubungan dengan materi yang akan dibahas
e.
Berpegang teguh pada prinsip pencapaian tujuan pembelajaran
40
Yudhi Munadi dan Farida Hamid, Modul Pelatihan tentang Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Erektif, dan....., hal 41-43
BAB III PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH
A. Pengertian Pendidikan Agama Islam di Sekolah Pendidikan dalam konteks keIslaman lebih populer dikenal dengan kata ”tarbiyah”, ta’lim, dan ta’dib,. Masing-masing istilah tersebut memiliki keunikan makna tersendiri ketika sebagian atau semuanya disebut secara bersamaan. Namun, kesemuanya akan memiliki makna yang sama jika disebut salah satunya, sebab salah satu istilah itu sebenarnya mewakili istilah yang lain. Dari ketiga term tersebut, tarbiyah menjadi term yang popular dan sering digunakan dalam praktik pendidikan Islam dibanding dengan dua term yang lainnya. Term tarbiyah berasal dari kata rabb yang memiliki makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan menjaga kelestarian atau eksistensinya.41 Term tersebut mengisyaratkan adanya empat unsur pendekatan dalam pendidikan Islam, yakni: 1. Memelihara dan menjaga fitrah peserta didik sebelum dewasa (baligh). 2. Mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan. 3. Mengarahkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan 4. Melaksanakan pendidikan secara bertahap. Sementara term ta’lim berasal dari kata ‘allama yang berarti pengajaran. Berbeda dengan term tarbiyah dan ta’lim, term ta’dib dipahami 41
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), cet. I, h. 25
34
35
sebagai pendidikan sopan santun, tata krama, adab, budi pekerti, akhlak, moral dan etika. Pemahaman akan ketiga term tersebut memberikan gambaran secara jelas bahwa term tabiyah lebih tepat untuk digunakan dalam konteks pendidikan Islam, karena memiliki makna pendidikan yang lebih sistematis. Berbagai term-term yang muncul akan mempermudah untuk kemudian dicari pengertian tentang hakikat pendidikan agama Islam. Tetapi sebelum merumuskan pengertian pendidikan agama Islam, akan lebih tepat kalau kita menelaah terlebih dahulu berbagai pandangan tentang pendidikan agama Islam, yakni : Pertama, Syaikh Mustafa Al-Ghulayani memaknai pendidikan Islam sebagai berikut:
yang berarti bahwa pendidikan adalah menanamkan akhlak yang mulia dalam jiwa peserta didik serta menyiraminya dengan petunjuk dan nasehat, sehingga menjadi kecenderungan jiwa yang membuahkan keutamaan, kebaikan serta cinta bekerja yang berguna bagi tanah air.42 Hal tersebut sejalan dengan Zakiah Daradjat berpandangan bahwa pendidikan agama Islam
adalah
pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyikininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat kelak.43 Artinya, bahwa pendidikan Islam dipahami sebagai sebuah proses mendidik peserta didik dalam memahami serta mengaplikasikan ajaran-ajaran Islam yang nantinya
42 43
Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam…., h. 35 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), Cet. VI, h. 86
36
diharapkan bisa dijadikan sebagai pedoman maupun petunjuk bagi peserta didik dalam menjalani kehidupan. Kedua,
Muhammad
SA
Ibrahimi
(Bangladesh)
menyatakan
bahwa
pendidikan Islam adalah “Islamic education in true sense of the lern, is a system of education which enable a man to lead his life according to the Islamic ideology, so that he may easily mould his life in accordance with tenets of Islam.”44 (Pendidikan Islam dalam pandangan yang sebenarnya adalah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam, sehingga dengan mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran Islam). Pendapat tersebut lebih mengarah pada sebuah sistem yang memiliki keterkaitan antara komponen yang satu dengan komponen yang lainnya, seperti keterkaitan antara akidah, syariah, dan akhlak yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga, Achmadi mendefinisikan pendidikan Islam sebagai segala usaha untuk memelihara fitrah manusia, serta sumber daya insani yang ada padanya menuju terbentuknya menusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam. Dari beberapa penjabaran para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam merupakan suatu proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai pada diri peserta didik melalui pertumbuhan dan pengembangan potensi fitrah peserta didik, guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya, serta menjadi manusia yang dapat menyelaraskan kehidupan dunia-akhirat, keseimbangan pelaksanaan fungsi manusia sebagai kahlifah Allah dan keseimbangan pelaksanaan segala dimensi yang terdapat dalam diri manusia, sehingga menjadikan dia hidup penuh bahagia, sejahtera dan penuh kesempurnaan. Dengan kata lain, pendidikan agama Islam di sekolah dipahami sebagai segenap usaha sadar yang dilakukan oleh guru kepada peserta didik di 44
h. 3-4
Arifin HM, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),
37
sekolah untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan peserta didik menjadi insan yang dapat mengetahui, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam secara menyeluruh dan dengan penuh kesadaran.
B. Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah Ditinjau dari segi etimologi kurikulum berasal dari bahasa yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang berarti jarak yang ditempuh oleh pelari. Istilah ini pada mulanya dipakai dalam dunia olahraga yang berarti ”a litle race course” (suatu jarak yang harus ditempuh dalam pertandingan olahraga). Berdasarkan pengertian ini, dalam kaitannya dengan dunia pendidikan, maka kurikulum bisa dipahami sebagai ”circle of instruction” yaitu suatu lingkaran pengajaran dimana guru dan peserta didik terlibat didalamnya. Sementara pendapat yang lain dikemukakan bahwa kurikulum adalah arena pertandingan, tempat pelajaran bertanding untuk menguasai pelajaran guna mencapai garis penamat berupa diploma, ijazah, atau gelar kesarjanaan.45 Kurikulum
juga
dipahami
sebagai
keseluruhan
pengalaman,
ilmu
pengetahuan yang akan dihayati oleh peserta didik. Bukan berarti seluruh pengalaman manusia ditumpahkan di dalam kurikulum sekolah karena sekolah bukanlah replika dari kehidupan nyata, tetapi merupakan abstraksi dari perjalanan kehidupan manusia.46 Kurikulum juga merupakan suatu rencana pendidikan, memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup dan urutan isi, serta proses pendidikan”.47 Ada empat unsur utama dalam kurikulum, yaitu: 1. Tujuan kurikulum yang hakikatnya arah dari program tersebut
45
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), cet. I, h. 126 46 H. A. R. Tilaar, Manifesto Pendidikan Nasional; Tinjauan Dari Perspektif Postmodernisme dan Studi Kultural, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2005), Cet. I, h.117 47 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. 10, h. 4.
38
2. Isi atau materi yang harus diberikan kepada peserta didik untuk mencapai tujuan 3. Proses pembelajaran yang merupakan strategi pelaksanaan program 4. Program penilaian yang dimaksud untuk mengetahui apakah program itu telah mencapai arah atau tujuan yang ditetapkan.48 Gambar III Tentang Komponen Kurikulum49
1. Tujuan Pendidikan Agama Islam di SD bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan
keimanan,
melalui
pemberian
dan
pemupukan
pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.50Tujuan-tujuan tersebut terinci dalam bentuk standar kompetensi dan kompetensi dasar sabagaimana terlampir.
48
H. Hafni Ladjid, Pengembangan Kurikulum Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta : Quantum Teaching, 2005), cet. I, h. 25 49 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi; Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet. III, h. 67 50 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SD & MI, (Jakarta: Puskur. Balitbang. Depdiknas, 2003) / http://www.puskur.net/inc/sd/PendidikanAgamaIslam.pdf
39
Sementara Pendidikan Agama Islam di SMP bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia Muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya kepada Allah SWT. serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.51 Tujuan-tujuan tersebut terinci dalam bentuk standar kompetensi dan kompetensi dasar sabagaimana terlampir. Selanjutnya Pendidikan Agama Islam di SMA/MA bertujuan untuk: menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang Agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT, mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia
yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin
beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.52 Tujuantujuan tersebut terinci dalam bentuk standar kompetensi dan kompetensi dasar sabagaimana terlampir. 2. Bahan atau Isi Sasaran dan tujuan pendidikan akan tercapai, bilamana materi pendidikan tersebut diseleksi dengan baik dan tepat. Materi dalam konteks ini intinya adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran. Cakupan ruang lingkup materi pendidikan Islam
51
Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SMP & MTS, (Jakarta: Puskur. Balitbang. Depdiknas, 2003) / http://www.puskur.net/inc/sd/PendidikanAgamaIslam.pdf 52 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SMA & MA, (Jakarta: Puskur. Balitbang. Depdiknas, 2003) / http://www.puskur.net/inc/sd/PendidikanAgamaIslam.pdf
40
tidak terlepas dari tiga esensi ajaran Islam, yakni iman (akidah), ibadah (syariah), dan akhlak. Materi akidah adalah inti dari dasar keimanan seseorang yang harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Karena dengan pendidikan inilah peserta didik akan mengenali siapa Tuhannya, bagaimana cara bersikap kepada Tuhannya, dan apa saja yang meski diperbuat dalam hidup. Materi ini diharapkan mampu untuk mengikat peserta didik dengan dasar-dasar iman, rukun Islam dan dasar-dasar syariah sejak peserta didik mulai mengerti dan memahami sesuatu. Sedangkan tujuan yang paling mendasar dari materi ini adalah agar peserta didik hanya mengenal Islam mengenai dirinya, alquran sebagai imamnya, dan rasul Muhammad sebagai pemimpin dan teladannya. Kemudian, materi ibadah yang lebih dikenal dengan materi fiqh, karena materi ini secara menyeluruh telah dikemas oleh para ulama menjadi sebuah disiplin ilmu yang didalamnya terkandung semua tata cara peribadatan. Materi ini perlu diperkenalkan kepada peserta didik sejak
usia
dini
dan
sedikit
demi
sedikit
dibiasakan
dalam
mengaplikasikannya, agar kelak peserta didik tumbuh menjadi manusia yang bertaqwa. Selanjutnya, materi akhlak adalah materi yang didalamnya membahas mengenai dasar-dasar moral dan keutamaan, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh peserta didik. Tujuan dari materi ini adalah untuk membentuk benteng religius yang berakar dari hati sanubari. Benteng tersebut diharapkan mampu memisahkan peserta didik dari sifat-sifat negatif, kebiasaan dosa dan tradisi jahiliah.53 Materi ini sejatinya merujuk pada tujuan diutusnya rasul Muhammad dalam menyebarkan agama Islam. Secara lebih rinci, materi mata pelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dapat diuraikan sebagaimana terlampir.
53
Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam…., h. 40-41
41
3. PBM Proses
belajar-mengajar
(pembelajaran)
sebagai
komponen
kurikulum dipahami kearah metode pembelajaran, meskipun sebenarnya pemahaman
ini
akan
cenderung
mempersempit
makna
proses
pembelajaran itu sendiri. Akan tetapi penjabaran lebih lanjut tentang proses pembelajaran ini tidak disinggung terlalu banyak, mengingat penjabaran tentang proses pembelajaran telah termaktub dalam bab II sebagai bagian yang inheren dengan strategi PAIKEM. 4. Evaluasi Komponen kurikulum pendidikan agama Islam yang juga tak kalah penting adalah evaluasi, yakni sebuah proses yang dilakukan oleh guru untuk mengetahui, memahami, dan menggunakan hasil belajar peserta didik dalam mencapai tujuan yang ditetapkan berdasarkan suatu selang waktu atau tidak sesaat saja.54 Hal senada juga dipaparkan oleh Dr. H. Samsul Nizar, bahwa evaluasi diartikan sebagai kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan dalam pendidikan Islam. Dalam lingkup terbatas, evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan guru dalam menyampaikan materi pendidik agama Islam. Sementara dalam lingkup luas, evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kelemahan suatu proses pendidikan Islam (dengan seluruh komponen yang terlibat di dalamnya) dalam mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan.55 Dengan demikian, secara sederhana evaluasi dipahami sebagai sebuah kegiatan untuk melihat tingkat keberhasilan pendidikan Islam dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Beberapa fungsi pelaksanaan evaluasi bagi pendidik dan peserta didik, yaitu: a.
Untuk mengetahui tingkat keberhasilannya dalam menjalankan tugasnya sebagai guru
54
Abdul Rahman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan; Visi, Misi dan Aksi, (Jakarta : PT Gemawindu Pancaperkasa, 2000), cet. I, hal. h.75 55 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis………, h. 77
42
b.
Untuk mengatahui tingkat kesungguhan guru dalam usahanya menciptakan proses pembelajaran yang selaras dengan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
c.
Untuk memberikan umpan balik (feedback) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses pembelajaran.
d.
Untuk menempatkan peserta didik dalam situasi pembelajaran yang tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan lainnya yang dimiliki peserta didik.
e.
Untuk mengenal latar belakang psikologis, fisik dan lingkungan peserta didik terutama yang mengalami kesulitan dalam belajar. Komponen kurikulum pendidikan agama Islam yang satu ini masih
sering mendapat kritikan tajam, mengingat eratnya hubungan evaluasi dengan tujuan yang telah ditetapkan. Maksudnya, bahwa format evaluasi yang digunakan mayoritas guru dalam konteks pembelajaran sering tidak ditemukan akurasinya, misalnya kalau peserta didik dilatih untuk menyetir mobil, maka evaluasi yang harus dilakukan adalah ujian menyetir, tidak hanya sebatas pemahaman akan menyetir itu sendiri. Peserta didik tersebut dinyatakan lulus kalau dia mampu menyetir dengan baik, tidak membuat kesalahan dalam starter, menekan pedal, memberi isyarat lampu berhenti dan sebagainya.56 Jadi, evaluasi tersebut tidak hanya merujuk pada konsep ”belajar tentang agama Islam”, akan tetapi lebih pada ”belajar agama Islam”. Salah satu alternatif format evaluasi yang cukup tepat untuk diterapkan oleh guru adalah tes kepribadian (personality test), mengingat evaluasi dalam pendidikan Islam tidak sepatutnya hanya diarahkan pada hafalan surat-surat pendek, hafalan rukun salat dan sebagainya, akan tetapi harus diusahakan agar mengarah pada rajin atau tidaknya peserta didik dalam melaksanakan salat dan sebagainya.57 56
Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Al Husna Zikra, 2000), cet. I, h. 356 57 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 53
43
Penjelasan
tentang kurikulum pendidikan agama Islam tersebut
sejatinya tidak terlepas dari adanya transformasi nilai dalam proses implementasinya, seperti yang dipaparkan oleh Hasan Langgulung tentang tujuan pendidikan Islam. Hal tersebut sejalan oleh argumen Thomas ”schools can never be free of values. Transmitting values to students occurs implicity through the content and materials to which students are exposed as a part of the formal curriculum as well as through the hidden curriculum”, hal ini mengandung makna bahwa kegiatan pendidikan disekolah baik melalui pembelajaran di dalam kelas atau diluar kelas , tidak pernah bebas nilai. Isi dan materi kurikulum yang diberikan kepada peserta didik pun secara implisit akan memuat transmisi nilai, yang terwujud sebagai bagian dari kurikulum formal maupun melalui kurikulum tersembunyi.58 Secara lebih luas, kurikulum sebenarnya juga merupakan platform dalam
upaya
terwujudnya
social
recunstruction,
masyarakat
ideal
yang
sosial
enginering
diinginkan.
Jika
menuju sekolah
diidentikkan sebagai komunitas masyarakat ideal yang diinginkan, maka kurikulum adalah guidance untuk mewujudkannya. Dengan demikian eksistensi kurikulum memang sangat strategis, karena hitam putihnya implementasi pendidikan sangat ditentukan oleh warna kurikulum tersebut. Bagaimana wujud kompetensi dan profesionalisme guru yang diinginkan adalah cerminan dari kurikulum yang ada.59
58
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam….., h. 20 Tim Peneliti PPSDM UIN Syahid, “Efektivitas Kurikulum Tarbiyah IAIN dalam Menyiapkan Guru PAI di SMU”, dalam Jurnal Penelitian Agama dan Keagamaan, Edukasi,No. 1, Maret 2004, hal. 80-81 59
BAB IV GURU AGAMA ISLAM DALAM PERSPEKTIF PAIKEM
A. Pengertian Guru Agama Islam dalam Perspektif PAIKEM Guru merupakan gelar yang tidak bisa disandang oleh sembarangan orang pada umumnya, karena dalam konteks pendidikan guru merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tercapainya tujuan pendidikan. Bahkan keberadaan guru merupakan faktor conditio sine quanon (kondisi yang tidak mungkin digantikan oleh komponen manapun). Sehingga, siapapun yang menyandang gelar tersebut sudah pasti berani untuk menjalankan beragam konsekwensi yang melekat dengan gelar tersebut. Jabatan guru merupakan profesi yang bersifat professional yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang secara khusus disiapkan untuk itu dan bukan profesi yang yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa profesi profesional adalah profesi yang dipersiapkan melalui proses pendidikan dan pelatihan. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang harus dipenuhinya, maka semakin tinggi pula derajat profesi yang diembannya.60 Sejak dulu, dan mudah-mudahan sampai sekarang, guru menjadi panutan masyarakat. Guru tidak hanya diperlukan oleh para peserta didik di ruang-ruang kelas, tetapi juga diperlukan oleh masyarakat di sekelilingnya dalam menyelesaikan aneka ragam permasalahan yang dihadapi masyarakat. 60
Abdul Rahman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan; Visi, Misi dan Aksi….,
hal. 99
44
45
Tampaknya masyarakat mendudukkan guru pada tempat yang terhormat dalam kehidupan bermasyarakat, mengutip ungkapan Ki Hajar Dewantara yakni di depan memberi suri teladan, di tengah-tengah membangun, dan di belakang memberi dorongan dan motivasi. Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Kedudukan guru yang demikian itu senantiasa relevan dengan perkembangan zaman dan sampai kapanpun diperlukan. Kedudukan seperti itu merupakan penghargaan masyarakat yang tidak kecil artinya bagi para guru, sekaligus merupakan tantangan yang menuntut prestise dan prestasi yang senantiasa terpuji dan teruji dari setiap guru, bukan saja di depan kelas, tidak saja di pagar-pagar sekolah, tetapi juga di tengah-tengah masyarakat.61 Guru atau pendidik dalam konteks pendidikan Islam biasa disebut sebagai “ murabbi, mu’allim, mu’addib, mudarris, mursyid, ustadz dan bahkan syaikh”. Meskipun berbagai sebutan tersebut sebenarnya memiliki tempat masing-masing dalam peristilahan di dunia pendidikan Islam. Guru merupakan bapak ruhani (spiritual father) bagi peserta didik, yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia dan meluruskan perilakunya yang buruk.62 Dalam pandangan Zakiyah Daradjat, guru pendidikan agama Islam adalah sesosok manusia yang mendedikasikan dirinya untuk membimbing dan mengasuh peserta didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyikininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya (way of life) demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat kelak.63 Dengan demikian guru pendidikan agama Islam dalam kaca mata PAIKEM dipahami sebagai seorang bapak ruhani yang membimbing peserta
61
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999), cet. X, h. 8. 62 Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam; Telaah Atas Komponen Dasar Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. I, h. 1-3 63 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam....., h. 86
46
didik dalam proses memahami, menghayati, mengamalkan ajaran agama Islam serta membina akhlak peserta didik dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip pembelajaran yang berorientasi pada pemberdayaan peserta didik (student oriented) dimana efektivitas proses pembelajaran tersebut memberi keleluasaan peserta didik untuk aktif, berinovasi, mengembangkan kreatifitas, serta nuansa pembelajarannya menyenangkan.
B. Kompetensi Guru Agama Islam dalam Perspektif PAIKEM Profesi guru bukanlah profesi yang bisa disandang oleh sembarangan orang mengingat besarnya tanggung jawab yang diemban dalam konteks pendidikan, maka tidak mengherankan profesi tersebut hanya dapat disandang oleh segelintir orang yang dinyatakan telah memenuhi kualifikasi tertentu sebagai persyaratan untuk bisa menjadi guru. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, yakni Dijelaskan bahwa Standar Kompetensi Guru dikembangkan secara utuh dari 4 kompetensi utama, yaitu: (1) kompetensi pedagogik, (2) kepribadian, (3) sosial, dan (4) profesional. Broke dan Store, sebagaimana dikutip oleh Uzer Usman, memandang kompetensi sebagai “gambaran hakikat kualitatif dari prilaku guru yang tampak sangat berarti”.64 Sedangkan dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dijelaskan bahwa: “kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.” Secara etimologi kompetensi berasal dari bahasa Inggris yaitu Competency yang berarti kecakapan atau kemampuan. W. Robert Houston memberikan pengertian kompetensi sebagai berikut: “competence ordinarily is defined as adeguency for a task or as possession of require knowledge skill and abilities, yakni kompetensi sebagai suatu tugas yang memadai atau 64
M. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional……., h.14
47
kepemilikan ilmu pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang”.65 Dalam pengertian ini kompetensi lebih dititik beratkan pada tugas guru dalam mengajar. Kompetensi juga dapat diartikan sebagai kewenangan atau kemampuan seorang guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Barlow yang dikutip oleh Muhibbin Syah, yakni “the ability of teacher to responsibility perform has or her duties appropriately, yang berarti bahwa kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak”.66 Penjelasan keempat kompetensi yang tertuang dalam Permendiknas Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru dalam perspektif PAIKEM dipahami sebagai berikut: 1. Kompetensi Pedagogik Pertama, kompetensi pedagogik yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru agama berkenaan dengan karakteristik peserta didik dilihat dari berbagai aspek seperti moral, emosional, dan intelektual. Hal tersebut berimplikasi bahwa seorang guru agama harus mampu menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip belajar, karena peserta didik memiliki karakter, sifat, dan interest yang berbeda. Kompetensi
pedagogik
meliputi
subkompetensi
pedagogik
dan
pengalaman belajar, yaitu: a. Memahami karakteristik peserta didik dari aspek fisik, sosial, moral, kultural, emosional dan intelektual. b. Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat peserta didik dan kebutuhan belajar dalam konteks kebhinekaan, budaya. c. Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta didik. 65
h.18
66
Ny. Roetiyah Nk. Masalah-masalah Ilmu Keguruan, (Jakarta: Bina Aksara, 1989),
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1996), cet. Ke-3, h.230
48
d. Memfasilitasi perkembangan potensi peserta didik. e. Menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajaran yang mendidik. f. Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran. g. Merancang pembelajaran yang mendidik. h. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik. i. Mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran. Pemahaman guru agama akan keberagaman karakteristik peserta didik membuat guru agama mengetahui cara dan pendekatan apa yang semestinya dilakukan dalam konteks pembelajaran. Meskipun sampai saat ini masih terdapat beberapa guru agama yang mengesampingkan akan pemahaman tersebut, sehingga kesan diskriminasi dalam proses pembelajaran sering dirasakan oleh peserta didik. Hal tersebut terlihat dengan jelas bagaimana perbedaan seorang guru agama dalam memperlakukan peserta didik yang memiliki kemampuan speed learner, middle learner, dan low learner. Hal yang sepatutnya menjadi salah satu pertimbangan bagi guru agama dalam memandang peserta didik adalah kesamaan potensi peserta didik sebagai bagian yang inheren dalam diri peserta didik, perbedaannya hanya terletak pada penekanan-penekanan perkembangan potensi peserta didik yang dikembangkan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga proses pembelajaran yang berlangsung berjalan secara demokratis dan penuh penghargaan, apresiasi atas perbedaan-perbedaan kemampuan peserta didik. Salah satu persamaan dan perbedaan karakteristik peserta didik bisa dilihat dari kemampuan otaknya. Semua peserta didik memiliki kapasitas otak yang sama yakni 180 quintriliun bit atau 280 milyar mainframe yang kalau ditarik persatunya bisa menciptakan 20-50 jaringan sel baru perdetik, sementara komputer hanya memiliki
49
kemampuan maksimal 60 bit.67 Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Nick Herbet dalam “the element mind”, bahwa secara sadar kita hanya memproses 15-50 bit data per detik. Istilah bit dalam ilmu komputer merupakan satuan informasi, satu bit informasi sama dengan sebuah data. Misalnya, data “$500” adalah satu bit. Otak mampu mengelolah 1.000.000.000.000 kali 1.000.000.000.000 bit informasi.68 Akan tetapi setiap peserta didik memiliki perbedaan masing-masing dalam hal penggunaannya, maka kemudian dikenal istilah otak kiri dan otak kanan yang keduanya memiliki fungsi serta cara kerja masing-masing. Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikutip oleh Arvan Pradiansyah dari tulisan Emily Dickinson (1830-1886) yang menjelaskan bahwa69: The brain is wider than sky For put them side by side The one the other will contain The brain is deeper than the sea For hold them blue to blue The one the other will absord As sponges buckets do The brain is just the weight of God For heft them pound for pound And they will differ if they do As syllable from sound Otak kiri biasa disebut sebagai otak objektif dimana data yang masuk harus bersifat teratur, sistematis, matematis, logis. Cara berpikirnya selalu teratur, detail, faktual. Berbeda dengan otak kanan yang biasa disebut sebagai otak subyektif, tempat data-data yang 67
27
68
Abu Fatimah, Belajar Itu Mak Nyuss!, (Jakarta : PT Mirqat Tebar Ilmu, 2008), cet. I, h.
Dr. Frank Lawlis, The IQ Answer; Meningkatkan dan Memaksimalkan IQ Anak, (Jakarta: PT Gramedia, 2008), h. 15 69 Arvan Pradiansyah, The 7 Laws of Happiness; Tujuh Rahasia Hidup yang Bahagia, (Bandung: Kaifa PT Mizan Pustaka, 2009), cet. VII, h. 43
50
menyenangkan. Cara berpikirnya tidak teratur, acak, intuitif, holistik, imajinatif. Begitu juga pendapat Lawrence tentang fungsi otak manusia yang digolongkan menjadi dua, yakni otak logika dan otak emosi.70 Istilah tersebut memang berbeda, akan tetapi maksud dan maknanya sama, yaitu otak kiri (otak logika) dan otak kanan (otak emosi). Roger Sperry 1961 dalam penelitiannya menjelaskan akan struktur dan fungsi dari otak kiri dan otak kanan sebagaimana berikut71 :
Gambar IV Tentang Fungsi Otak Kiri Dan Otak Kanan
Biasanya, peserta didik yang dominan menggunakan otak kiri akan berperilaku sebagai berikut: 1. Menyukai kata-kata, symbol, dan huruf 2. Gemar mengikuti kegiatan-kegiatan yang merangsang kemampuan artikulatif 3. Mengerjakan suatu pekerjaan dengan menggunakan jadwal yang teratur dan alokasi waktu yang sesuai 4. Menyukai informasi yang bersifat factual 5. Dapat menganalisis atau memprediksi sesuatu yang akan terjadi 6. Menyimpan segala sesuatu di tempat khusus 7. Suka membuat perencanaan sendiri secara matang 8. Sangat stabil dan konsisten
70
Hamzah B. Uno, Masri Kuadrat, Mengelolah Kecerdasan Dalam Pembelajaran; Sebuah Konsep Pembelajaran Berbasis Kecerdasan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), cet. I, h. 57 71 Adi W Gunawan, Genius Learning Strategi; Petunjuk Praktis Untuk Menerapkan Accelerated Learning, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004), cet. II, hal. 62
51
Sementara peserta didik yang dominan menggunakan otak kanan biasanya berperilaku sebagai berikut: 1. Lebih bisa berpikir dalam bentuk gambar (skema) 2. Lebih suka segala sesuatu yang bersifat acak 3. Lebih menyukai lingkungan belajar yang bersifat spontan 4. Menyukai informasi yang membahas mengenai hubungan dengan beberapa hal 5. Menyukai pendekatan yang bersifat terbuka dan baru 6. Sangat fleksibel, bahkan terkadang sulit untuk ditebak 7. Dapat mengikuti perencanaan yang dibuat oleh siapa saja 8. Biasanya bertindak berdasarkan perasaan72 Kemampuan otak peserta didik juga memiliki keunikan dalam hal gaya belajar (learning style). Gaya belajar peserta didik terbagi menjadi tiga tipologi, yaitu: gaya belajar visual, gaya belajar auditorial, dan gaya belajar kinestetik. Ketiga tipologi tersebut tidak dimaksudkan sebagai pembatasan bahwa setiap peserta didik hanya memiliki satu gaya belajar, karena bisa jadi dalam diri peserta didik terdapat dua atau bahkan tiga gaya belajar sekaligus. Ciri-ciri tipologi gaya belajar peserta didik menurut DePoter dan Hernacki meliputi73: Tabel II Tentang Ciri-ciri Gaya Belajar Gaya Belajar Visual Memiliki kemampuan mengeja huruf dengan sangat baik Belajar dimana saja, tidak menghiraukan keributan atau suara berisik disaat belajar Kutu buku Lebih suka membaca dari pada dibacakan Suka dijelaskan secara jelas dalam membahas sesuatu
72
Deasy Harianti, Metode Jitu Melejitkan Daya Ingat, (Jakarta: PT Tangga Pustaka, 2008), cet. II, h. 5-6 73 Abu Fatimah, Belajar Itu Mak Nyuss…………, h. 48-49
52
Lebih
suka mendemonstrasikan sesuatu dari pada
mengatakannya di depan Gaya Belajar Auditorial Belajar harus ditempat yang tenang Lebih suka mendengarkan dari pada membaca Jika membaca, lebih senang membaca dengan suara keras Berbicara fasih Belajar mendengar dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada apa yang dilihat Lebih suka berdiskusi dan menjelaskan sedetail-detailnya. Gaya Belajar Kinestetik Belajar sambil praktek langsung Menggunakan jari untuk menunjuk kata yang dibaca Ketika membaca, banyak menggunakan bahasa tubuh (nonverbal) Tidak dapat duduk diam di suatu tempat Suka kegiatan yang menyibukkan (secara fisik)
Beberapa karakteristik tersebut selayaknya dipahami oleh guru agama agar guru agama memahami kapan semestinya data-data atau materi-materi yang disampaikan selaras dengan kondisi peserta didik serta sesuai dengan waktu yang tepat untuk dipelajari dalam proses pembelajaran. Hal ini menjadi sangat penting karena peserta didik disaat proses pembelajaran dimulai ibarat sebuah botol yang tertutup (kondisi otak kiri) yang perlu adanya stimulus untuk membuka tutup botol tersebut (kondisi otak kanan), sehingga data-data atau materi yang dipelajari tidak hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri, akan tetapi tertanam secara kuat dalam database peserta didik (long term memory)
53
Dengan begitu, guru agama dapat menciptakan pembelajaran berbeda dengan secara harmonis menyusun pengalaman-pengalaman pembelajaran yang kuat untuk memenuhi kebutuhan unik dari setiap peserta didik, dipandu oleh konsep-konsep pembelajaran yang harmonis dengan otak. Hal tersebut merupakan penjabaran lebih lanjut dari prinsipprinsip yang termaktub dalam strategi PAIKEM.
2. Kompetensi Kepribadian Kedua, guru agama harus mempunyai kemampuan yang berkaitan dengan kemantapan dan integritas kepribadian seorang guru agama. Di sini guru agama dituntut untuk mampu membelajarkan peserta didiknya tentang disiplin diri, belajar membaca, mencintai buku, menghargai waktu, belajar bagaimana cara belajar, mematuhi aturan/tata tertib, dan belajar bagaimana harus berbuat. Semuanya itu akan berhasil apabila guru agama juga disiplin dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Kompetensi kepribadian meliputi subkompetensi kepribadian dan pengalaman peserta didik yaitu: a. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa. b. Berlatih membiasakan diri bersikap dan bertindak secara konsisten. c. Berlatih membiasakan diri mentataati peraturan. d. Mengevaluasi kinerja. e. Mengembangkan diri secara berkelanjutan. Kompetensi kepribadian sangat berhubungan dengan integritas seorang guru agama, sehingga kesadaran akan kepribadian masingmasing guru agama serta pemahaman guru agama akan kepribadian setiap peserta didik menjadi salah satu faktor penting dalam konteks pembelajaran. Artinya, pemahaman guru agama akan dua hal tersebut membantu guru agama untuk bersikap secara tepat sesuai dengan keunikan kepribadian peserta didik dalam menciptakan hubungan yang harmonis serta interaktif saat proses pembelajaran berlangsung. Karena
54
memang
penyamarataan
ketidaktepatan merupakan
bagi
akan
keunikan
kepibadian
guru agama, mengingat
anugerah
kolaborasi
dari
faktor
merupakan
keunikan tersebut bawaan
sekaligus
pembentukan lingkungan dimana peserta didik berada yang harus dipahami sebagai konsekwensi logis atas eksistensi peserta didik di dunia ini. Hal ini menuntut guru agama untuk memahami akan keunikan tersebut yang nantinya bisa dijadikan dasar untuk membimbing kearah yang tepat dalam arti kearah yang positif dari setiap keunikan kepribadian peserta didik. Secara umum tipologi kepribadian manusia terbagi menjadi empat macam sesuai dengan ciri-cirinya masing-masing, yaitu: 1. Sanguinis Sanguinis biasa disebut sebagai tipe pemimpin yang populer, ciricirinya: supel (mudah bergaul), suka berbicara, suka dilihat orang, senang tampil didepan, suka bergerombol, ceroboh, sering NATO (no action talk only). 2. Koleris Koleris biasa disebut sebagai tipe pemimpin yang kuat, ciri-cirinya: prinsipil, teguh berpendirian, disiplin, kaku dalam menjalankan peraturan, egois. 3. Melankolis Melankolis
biasa
disebut
sebagai
tipe
perasa,
ciri-cirinya:
perfeksionis, terstruktur, perasa, pendendam. 4. Pleghmatis Pleghmatis biasa disebut sebagai tipe pendamai, ciri-cirinya: pendiam, tenang, sabar, tidak suka konflik, agak lamban dalam bertindak.74
74
Resume Dari Buku Personality Plus karya Florence Littauer, (Jakarta, Binarupa Aksara, 1996).
55
Alvan Pradiansyah dalam “the 7 laws of happiness” menjelaskan tentang kelebihan dan kekurangan keempat tipe kepribadian manusia sebagaimana berikut75: Tabel III Tentang Kelebihan Dan Kekurangan Tipologi Kepribadian
Sanguinis Kelebihan
Kekurangan
Suka bicara Senang
menjadi
Kurang disiplin pusat
Kurang terorganisir
perhatian Selalu ingin menonjol
Pelupa
Mendominasi percakapan
Cenderung
kekanak-
kanakan
Koleris Kelebihan
Kekurangan
Banyak bicara
Kurang relaks
Tegas
Kurang sabar
Serius
Sering
merasa
benar
memaksa
orang
sendiri Bergerak serba cepat
Sering lain
Tidak suka menyia-nyiakan
Cenderung egois
waktu Suka berkata apa adanya (terbuka)
Melankolis Kelebihan
75
Kekurangan
Sangat terorganisir
Kurang gembira
Pekerja keras
Mudah tertekan
Arvan Pradiansyah, The 7 Laws of Happiness; Tujuh Rahasia Hidup yang Bahagia, (Bandung: Kaifa PT Mizan Pustaka, 2009), cet. VII, h. 293-294
56
Sangat teliti
Cenderung
menunda-
nunda
Phlegmatis Kelebihan
Kekurangan
Low profile
Kurang bersemangat
Tidak suka menjadi pusat
Kurang
perhatian
menyukai
perubahan
Mudah menyesuaikan diri
Suka menunda-nunda
Tidak menyukai konflik
Tampak
tidak
berpendidikan Relatif santai dan tidak
Sulit
tergesa-gesa
mengambil
keputusan
Gambar V Tentang Tipologi Kepribadian Pendidik Dan Peserta Didik
Sanguinis
Koleris
Personality
Pleghmatis
Melankolis
57
Pemahaman serta kesadaran akan tipologi tersebut jarang dimiliki oleh guru agama, sehingga terkadang terjadi ketidak tepatan sikap guru agama dalam menyikapi keunikan pribadi masing-masing peserta didik dalam proses pembelajaran. Pemahaman kedua hal tersebut adalah bagian integral yang secara implisit terkandung dari strategi PAIKEM.
3. Kompetensi Sosial Ketiga, guru agama di mata masyarakat dan peserta didik merupakan panutan yang perlu dicontoh dan merupakan suri tauladan dalam kehidupanya sehari-hari. Guru agama perlu memiliki kemampuan sosial
dengan
masyarakat,
dalam
rangka
pelaksanaan
proses
pembelajaran yang efektif. Dengan adanya kemampuan tersebut, otomatis hubungan sekolah dengan masyarakat akan berjalan dengan lancar, sehingga jika ada keperluan dengan orang tua peserta didik, para guru agama tidak akan mendapat kesulitan untuk mendiskusikannya bersama-sama. Kompetensi sosial meliputi: a. Berkomunikasi secara efektif dan empatik dengan peserta didik, orang tua peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, dan masyarakat. b. Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di sekolah dan masyarakat. c. Berkontribusi terhadap perkembangan pendidikan di tingkat lokal, regional, nasional, dan global. d. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.
Kemampuan sosial setidaknya mengisyaratkan akan adanya dua hal yang harus dimiliki oleh guru agama dalam konteks pembelajaran, yakni kemampuan intrapersonal dan kemampuan interpersonal karena keduanya patut ada dalam diri setiap guru agama demi terwujudnya
58
keefektifan proses pembelajaran dan proses interaksi secara baik dengan pihak-pihak yang berkepentingan dalam konteks pendidikan. Kemampuan intrapersonal dipahami sebagai kemampuan untuk mengenal diri sendiri, maksudnya bahwa setiap guru agama diharapkan memahami akan konsep dirinya secara komperhensip (menyeluruh). Jersild (1976) menggambarkan konsep diri sebagai “The label self-concept has been used to identify these subjective states, even though the self embodies far more than just a conceptual framework”.76 Setidaknya ada tiga komponen konsep diri, yakni: 1. Diri Ideal (Self Ideal) Diri ideal merupakan gabungan dari semua kualitas dan pribadi seseorang yang sangat dikagumi atau lebih jelasnya adalah gambaran dari sosok seseorang yang sangat diinginkan jika kita bisa menjadi seperti orang itu. Dalam adagium jawa yang diperkenalkan oleh Andreas Harefa sebagaimana dikutip oleh Tanenji dikenal rumus 3 N (Niteni, Niro’ke, Nambahi) yang bisa menjelaskan tentang diri ideal. Niteni. Maksudnya, bahwa disaat kita suka atau mengidolakan seseorang, maka kita akan selalu belajar untuk melihat dan mengamati setiap karakter, ucapan dan perilaku seseorang yang kita idolakan. Setelah itu, niro’ke dimaksudkan, bahwa proses pengamatan di awal kemudian dijadikan landasan untuk meniru atau dalam bahasa familiarnya dikenal dengan istilah plagiat setiap karakter, ucapan dan perilaku seseorang yang kita idolakan. Baru rumus terakhir berlaku, yakni nambahi. Artinya bahwa setelah kedua proses tersebut dilalui, maka diri kita akan memodifikasi secara sendiri yang kemudian terbentuklah karakter unik kita sebagai pribadi yang utuh. Disinilah, terlihat bahwa diri ideal guru agama semestinya terbentuk dari pribadi yang patut untuk dijadikan suri tauladan atau 76
h.85
Hamzah B. Uno, Masri Kuadrat, Mengelolah Kecerdasan Dalam Pembelajaran; …….,
59
pribadi yang memang layak untuk diidolakan seperti sesosok Muhammad
yang
kehidupannya
selalu
berjuang
demi
kemaslahatan umat dan mendedikasikan dirinya untuk kebaikan seluruh umat. 2. Citra Ideal (Self Image) Citra diri dipahami sebagai cara kita melihat diri kita sendiri dan berpikir mengenai diri kita saat ini atau sekarang. Citra diri juga bisa disebut sebagai “cermin diri”, artinya bahwa kita akan melihat ke dalam cermin ini untuk mengetahui bagaimana kita harus bertindak pada suatu keadaan tertentu. Contoh disaat kita melihat diri kita di dalam cermin diri sebagai orang yang percaya diri, tenang, selalu positif thinking, dan mampu mengajar dengan baik. Maka setiap kali mengajar kita akan merasa percaya diri, tenang, dan mampu. Hasilnya disaat kita mengajar, kita mampu mengajar dengan sukses dan luar biasa. Jika ternyata suatu hal kita gagal mengajar dengan baik, maka kita akan mengabaikan kegagalan tersebut dan menganggapnya sebagai kondisi yang bersifat sementara karena nantinya kita pasti akan berhasil dalam mengajar. Hal tersebut dikarenakan citra diri yang sangat jelas dalam diri kita. 3. Harga Diri (Self Estem) Harga diri diartikan sebagai kecenderungan untuk memandang diri sendiri sebagai pribadi yang mampu dan memiliki daya dalam menghadapi tantangan hidup yang mendasar dan layak untuk hidup bahagia. Atau lebih mudahnya harga diri dipahami sebagai “seberapa suka kita terhadap diri kita sendiri, dan menghormati diri kita sendiri sebagai pribadi yang berharga dan bermakna”, semakin tinggi harga diri kita, maka kita akan merasa lebih berharga sebagai manusia. Hal tersebut memiliki implikasi langsung (direct effect) terhadap sikap kita dalam menjalani aktifitas sehari-hari dengan cara yang positif, termasuk mengajar (sebagai pendidik).
60
Hal ini sejalan dengan ungkapan DR. Robert Firestone yang dikutip oleh Daniel H Pink dalam bukunya yang berjudul “misteri otak kanan manusia”, DR. Robert Firestone mengungkapkan bahwa “Anda tidak akan menemukan makna kehidupan yang tersembunyi dibawah sebuah batu yang ditulis oleh orang lain. Anda hanya akan menemukannya dengan memberikan makna kepada kehidupan dari dalam diri anda sendiri”.77 Sementara
kemampuan
interpersonal
dimaknai
sebagai
kemampuan untuk menjalin hubungan dengan sesama. Artinya setiap guru agama dituntut untuk mampu menjadi pribadi yang mampu berkomunikasi, bersinergis secara baik dengan semua pihak, dan mampu membaca perasaan, suasana hati semua pihak. Hal ini dimaksudkan agar tercipta satu kesamaan frame dalam mewujudkan tujuan pendidikan. Sejalan dengan hal tersebut, amin Abdullah dalam tulisannya yang dimuat dalam “the significance of education for the future; the gulen model of education” berpendapat bahwa “We all are character educators. Whether we are teachers, administrators, custodians, or school cleaning servers, we are helping to shape the character of the children we come in contact with. It is in the way we talk, the behaviors we model, the conduct we tolerate, the deeds we encourage, the expectations we transmit”.78 Tulisan Amin Abdullah tersebut menggambarkan akan pentingnya kemampuan interpersonal seorang guru agama dalam mengajak semua pihak yang berkaitan di dunia pendidikan untuk saling bersinergis dengan cara menunjukkan karakternya yang positif, sehingga peserta didik pun termotivasi untuk mengikuti karakter-karakter yang ada disekelilingnya. Dengan adanya kemampuan intrapersonal serta kemampuan interpersonal dalam diri guru agama, maka guru akan memahami 77
288
78
Daniel H. Pink, Misteri Otak Kanan Manusia, (Jogjakarta: Think, 2009), cet. XV, h.
International Fethullah Gulen Conference, The Significance of Education for The Future: The Gulen Model of Education, (20 Oktober 2010), h. 22
61
hakikat dirinya serta bagaimana sejatinya guru berucap, bertindak serta berhubungan dengan semua orang yang ada disekelilingnya. Hal tersebut membantu pendidik dalam usahanya menciptakan proses pembelajaran yang berlandaskan pada strategi PAIKEM.
4. Kompetensi Profesional Keempat, kompetensi profesional yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru agama dalam perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran. Guru agama mempunyai tugas untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran, untuk itu guru agama dituntut mampu menyampaikan bahan pelajaran. Guru agama harus selalu meng-update, dan menguasai materi pelajaran yang disajikan. Persiapan diri tentang materi diusahakan dengan jalan mencari informasi melalui berbagai sumber seperti membaca buku-buku terbaru, mengakses dari internet, selalu mengikuti perkembangan dan kemajuan terakhir tentang materi yang disajikan. Kompetensi profesional meliputi: 1. Menguasai substansi bidang studi dan metodologi keilmuannya. 2. Menguasai struktur dan materi kurikulum bidang studi. 3. Menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran. 4. Mengorganikasikan kurikulum bidang studi. 5. Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas.79
Salah satu faktor penting dalam meningkatkan kompetensi profesional guru agama adalah kemampuan guru agama dalam menjalin komunikasi yang efektif, khususnya dalam konteks pembelajaran. Salah besar jika paradigma komunikasi dipahami hanya sebagai faktor bawaan 79
Trianto dan Titik Triwulan Tutik, Sertifikasi guru; dan upaya Peningkatan Kualifikasi, Kompetensi dan Kesejahteraan, (Jakarta: Prestasi pustaka, 2007) h. 72-79
62
manusia, karena kemampuan komunikasi sejatinya perlu dilatih dan dikembangkan. Oleh karena itu, kemampuan komunikasi guru sangat perlu untuk dilatih dan dikembangkan sebagai salah satu cara dalam meningkatkan profesionalitas guru agama. Kesadaran tersebut memicu guru agama untuk kemudian mencari format dan cara peningkatan kemampuan komunikasi yang efektif. Merujuk pada hasil penelitian Albert Mehrabian 1972 (profesor UCLA) bahwa proporsi pengaruh katakata (verbal) dalam proses komunikasi hanya 7%, suara (voice) 38%, dan selebihnya 55% adalah bahasa badan (visual) sebagaimana gambar grafik di bawah ini:
Gambar VI Tentang 3 V
Pemahaman akan proporsi pengaruh bentuk komunikasi tersebut membantu guru agama untuk mampu menyelaraskan semua bentuk komunikasi visual, verbal, voice dalam proses pembelajaran, sehingga miss-communication dan miss-understanding dapat terminimalisir dengan sendirinya. Sementara cara untuk melatih bentuk-bentuk komunikasi tersebut harus memperhatikan beberapa hal sebagaimana berikut :
Tabel IV Tentang Cara Melatih dan Mengembangkan 3 V
VISUAL
VERBAL
VOICE
63
Mimik Muka
Gestur Tubuh Body Languange Performance
Seni Bahasa Sistematisasi
Intonasi Suara Dramatisasi
Kata
Suara
Ketepatan
Penekanan
Bahasa
Suara
Alur Kata
Olah Vocal
Keselarasan komunikasi visual, verbal, dan voice guru agama dalam proses pembelajaran memiliki implikasi positif dalam arti membantu peserta didik untuk lebih mudah memahami materi-materi yang didiskusikan dalam proses pembelajaran serta mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, karena guru agama mampu membahasakan materi yang disampaikan dengan semua bentuk komunikasi yang ada dalam seluruh anggota badannya. Hal tersebut sesuai dengan makna dan substansi dari strategi PAIKEM.
C. Peran Guru Agama Islam dalam Perspektif PAIKEM Keberadaan guru pada suatu bangsa sangat penting, apalagi bagi bangsa yang tengah membangun, terlebih-lebih bagi keberlangsungan hidup bangsa ditengah-tengah lintasan perjalanan zaman dengan teknologi yang semakin canggih dan segala perubahan dan pergeseran nilai-nilai yang cenderung memberi nuansa kepada kehidupan yang menuntut ilmu dan seni pada kadar dinamik untuk dapat mengadaptasikan diri. Peran guru tidaklah terbatas di dalam masyarakat, bahkan guru pada hakikatnya merupakan komponen strategis yang memiliki peran penting dalam menentukan gerak maju suatu bangsa. Contoh, pasca terjadinya insiden di hirosima dan nagasaki. Pertanyaan pertama yang muncul dari Kaisar Jepang adalah “berapa jumlah guru yang tersisa?”. Hal tersebut
64
menjadi salah satu indikasi bahwa peran guru menjadi sangat fundamental dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas serta berakhlak (professional-religious). Beberapa jenis peran guru agama, yakni: 1. Peran guru agama ditinjau dalam arti luas. Dalam arti luas, guru agama mengemban peranan-peranan sebagai ukuran kognitif, sebagai agen moral, sebagai inovator dan kooperatif. a. Guru agama sebagai ukuran kognitif tugas guru agama umumnya adalah mewariskan pengetahuan dan berbagai ketrampilan kepada generasi muda. Hal-hal yang akan di wariskan itu sudah tentu harus sesuai dengan ukuran-ukuran yang telah ditentukan oleh agama, masyarakat, dan merupakan gambaran tentang keadaan sosial, ekonomi, dan politik masyarakat bersangkutan. Karena itu guru agama harus memenuhi ukuran kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya, sehingga peserta didik dapat mencapai ukuran pendidikan yang tinggi. Hasil pembelajaran merupakan hasil interaksi antara unsur-unsur, motivasi, dan kemampuan peserta didik, isi atau materi pelajaran yang disampaikan dan dipelajari oleh peserta didik, keterampilan guru agama menyampaikannya dan alat bantu pembelajaran yang membuat jalannya pewarisan itu. b. Guru agama sebagai agen moral dan politik. Guru agama bertindak sebagai agen moral masyarakat, karena fungsinya mendidik warga masyarakat keterampilan
agar melek huruf, pandai berhitung dan berbagai kognitif
lainnya.
Keterampilan-keterampilan
itu
dipandang sebagai bagian dari proses pendidikan moral, karena masyarakat yang telah pandai membaca dan berpengetahuan, akan berusaha menghindarkan dirinya dari tindakan-tindakan yang kriminal dan menyimpang dari ukuran masyarakat. Guru agama juga merupakan gambaran sekaligus berperan sebagai agen politik. Guru agama menyampaikan sikap kultur dan tindakan politik masyarakat
65
kepada generasi muda. Kemauan-kemauan politik masyarakat disampaikan dalam proses pembelajaran dalam kelas. c. Guru agama sebagai inovator. Berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka masyarakat senantiasa berubah dan berkembang dalam semua aspek. Perubahan dan perkembangan itu menuntut terjadinya inovasi pendidikan yang menimbulkan perubahan yang baru dan kualitatif, berbeda dengan hal yang sebelumnya. Tanggung jawab melaksanakan inovasi itu diantaranya
terletak
pada
penyelenggaraan pendidikan di sekolah, guru yang memegang peranan utama. Guru agama bertanggung jawab menyebarluaskan gagasan-gagasan baru, baik terhadap peserta didik maupun terhadap masyarakat melalui proses pembelajaran dalam kelas. d. Peranan kooperatif. Dalam melaksanakan tugasnya, guru agama tidak mungkin bekerja sendirian dan mengandalkan kemampuannya secara individual. Karena itu para guru agama perlu bekerja sama antar sesama guru dan dengan pekerja-pekerja sosial, lembagalembaga kemasyarakatan, dan dengan persatuan orang tua peserta didik. Peranan kerja sama dalam pembelajaran diantara guru-guru secara
formal
dikembangkan
dalam
sistem
pembelajaran
berkelompok. 2. Peran guru agama dalam arti yang sempit. Yakni, dalam hubungan proses belajar mengajar atau dalam proses pembelajaran di sekolah (di kelas) peran guru agama lebih spesifik sifatnya. Peranan guru agama adalah sebagai pengorganisir lingkungan belajar dan sebagai fasilitator belajar. Peranan-peranan yang lebih spesifik tersebut meliputi: a. guru agama sebagai model, b. guru agama sebagai perencana, c. guru agama sebagai peramal, d. guru agama sebagai pemimpin, dan e. guru agama sebagai penunjuk jalan atau sebagai pembimbing ke arah pusat-pusat belajar.
66
Konsekwensi dari peran guru agama sebagai fasilitator, menuntut guru agama untuk memiliki tugas-tugas sebagai berikut: 1. Wajib menemukan pembawaan yang ada pada peserta didik dengan berbagai cara seperti observasi, wawancara, melalui pergaulan, angket, dan sebagainya. 2. Berusaha menolong peserta didik mengembangkan pembawaan yang baik dan menekan perkembangan pembawaan yang buruk agar tidak berkembang 3. Memperlihatkan kepada peserta didik tugas orang dewasa dengan cara memperkenalkan berbagai bidang keahlian, keterampilan, agar peserta memilihnya dengan tepat. 4. Mengadakan evaluasi setiap waktu, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mengetahui apakah perkembangan peserta didik berjalan dengan baik atau tidak. 5. Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala peserta didik menemui kesulitan dalam mengembangkan potensinya. 6. Meningkatkan keahliannya, baik dalam bidang studi yang diajarkan maupun dalam cara mengajarkannya.82 7. Harus
mengetahui
terlebih
dahulu
apa
yang
perlu
diajarkan.
Kedudukannya sebagai guru agama mengharuskan dia mempelajari atau mendapatkan informasi tentang apa materi yang akan diajarkan. 8. Harus mengerti secara keseluruhan bahan yang perlu diberikan kepada peserta didiknya 9. Harus mempunyai kemampuan menganalisa materi yang akan diajarkan dan
menghubungkannya
dengan
konteks
komponen-komponen
pendidikan secara keseluruhan. Islam sudah memberikan pola tentang bagaimana way of thinking dan way of life yang perlu dikembangkan melalui proses edukasi. 10. Harus mengamalkan terlebih dahulu informasi yang telah didapat 82
M. Athiyah Al Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), h. 142
67
Berbagai peran guru agama dalam perspektif PAIKEM yang tercantum di atas memberikan diskripsi akan besarnya tanggung jawab seorang guru agama di dunia pendidikan, khususnya dalam hal pembelajaran. Disadari atau tidak, warisan adagium dari orde baru bahwa ”guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa” bisa memiliki impliksasi negatif akan
kekurang-perhatian
pemerintah
dan
semua
kalangan
dalam
memberikan apresiasi yang selayaknya diberikan bagi guru sebagai bagian dari feedback dedikasinya dalam membangun bangsa. Terlepas dari adagium tersebut, maka sudah semestinya tendensi satusatunya guru dalam menjalankan perannya adalah pengabdiannya kepada masyarakat sebagai bagian integral dari konsekwensi logis atas peraihan legalitas formal atau gelar kesarjanaan yang diperoleh.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari hasil kajian ini dapat disimpulkan bahwa guru agama ideal dalam perspektif PAIKEM adalah sesosok manusia yang mendedikasikan dirinya dalam membimbing peserta didik dalam proses memahami, menghayati, mengamalkan ajaran agama Islam serta membina akhlak peserta didik dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip pembelajaran yang berorientasi pada pemberdayaan peserta didik (student oriented) dimana efektivitas proses pembelajaran tersebut memberi keleluasaan peserta didik untuk aktif, berinovasi, mengembangkan kreatifitas, serta nuansa pembelajarannya menyenangkan. Disamping itu, kompetensi guru agama ideal dalam perspektif PAIKEM diindikasikan melalui kompetensi pedagogik dengan cara memahami karakteristik otak serta gaya belajar peserta didik, melalui kompetensi kepribadian dengan cara memahami akan kepribadiannya sendiri serta memahami berbagai tipologi kepribadian peserta didik, melalui kompetensi sosial dengan memahami akan dirinya sendiri serta mampu menjalin hubungan secara baik dengan semua pihak (kemampuan intrapersonal dan kemampuan interpersonal), melalui kompetensi profesional dengan cara memahami, menyelaraskan serta mengaplikasikan konsep 3 V (visual, verbal, voice) dalam proses pembelajaran.
68
69
Begitu juga peran guru agama dimaknai sebagai fasilitator yang mengimplimentasikan prinsip-prinsip strategi pembelajaran PAIKEM serta berorientasi pada pemberdayaan peserta didik (student oriented). Gambar VII Tentang Guru Agama Ideal Dalam Perspektif PAIKEM
B. Saran-saran Dari kesimpulan tersebut, terdapat beberapa hikmah (pelajaran) yang berupa saran bagi guru agama dalam proses pembelajaran sebagai berikut: 1. Pendidik diharapkan memiliki kemauan untuk meningkatkan kualitas pribadinya secara kontinuitas demi terwujudnya proses pembelajaran yang sesuai dengan harapan.
70
2. Pendidik
sepatutnya memiliki kemauan untuk memahami setiap
karakteristik peserta didik, baik dari segi kesamaan kemampuan otak serta perbedaan penggunaan otak peserta didik. 3. Pendidik diharapkan memahami dan mengenal dirinya sendiri secara utuh, baik dalam hal kepribadiannya maupun kemampuan komunikasinya, serta menjalin hubungan baik dengan semua pihak. 4. Pendidik diharapkan terus melatih dan mengembangkan kualitas komunikasinya
dengan
belajar
menyelaraskan
semua
bentuk
komunikasinya sebagai sebuah keniscayaan yang harus dilaksanakan. 5. Begitu juga, penulis berharap bisa terus belajar mengaplikasikan serta mengembangkan prinsip-prinsip yang terdapat dalam skema guru agama ideal dalam perspektif PAIKEM, sehingga bisa bermanfaat untuk sesama dalam rangka membangun bangsa melalui dunia pendidikan.
71
DAFTAR PUSTAKA
Aly Hery Noer, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT LOGOS Wacana Ilmu, 1999). Athiyah Al Abrasyi M., Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990). Daradjat Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006). Dirgantoro Crown, Manajemen Strategik, (Jakarta : Grasindo, 2001). Fatimah Abu, Belajar Itu Mak Nyuss!, (Jakarta : PT Mirqat Tebar Ilmu, 2008). Gunawan Adi W, Genius Learning Strategi; Petunjuk Praktis Untuk Menerapkan Accelerated Learning, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004). Harefa Andreas, Menjadi Manusia Pembelajar, (Jakarta: Kompas, 2000). Harianti Deasy, Metode Jitu Melejitkan Daya Ingat, (Jakarta: PT Tangga Pustaka, 2008). HM Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991). http://www.depdiknas.go.id. http://www.freewebs.com. http:/www.google.com//kreativitas. http://www.google.com/artikel/pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.htm. http://www.puskur.net/inc/sd/PendidikanAgamaIslam.pdf http:/www.pdip-balitbang2004.com http://www.suhadinet.wordpress.com; komunikasi pembelajaran yang efektif, 21 mei 2009. Indrawati dan Wanwan Setiawan, Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan Untuk Guru SD, (Jakarta : PPPPTK IPA, 2009). Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2008).
72
International Fethullah Gulen Conference, The Significance of Education for The Future: The Gulen Model of Education, (20 Oktober 2010) Junaedi dkk, Strategi Pembelajaran, ( Surabaya : LAPIS-PGMI, 2008). Kartanegara,Mulyadhi Seni Mengukir Kata, ( Bandung: Mizan Learning Center, 2005). Ladjid H. Hafni, Pengembangan Kurikulum Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta : Quantum Teaching, 2005). Langgulung Hasan, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Al Husna Zikra, 2000). Lawlis Dr. Frank, The IQ Answer; Meningkatkan dan Memaksimalkan IQ Anak, (Jakarta: PT Gramedia, 2008). Littauer Florence, Personality Plus karya, (Jakarta, Binarupa Aksara, 1996). L Silberman Melvin, Active Learning; 101 Cara Belajar Siswa Aktif, (Bandung : Penerbit Nusamedia dan Penerbit Nuansa, 2004). Majid Abdul dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi; Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006). Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005). Mujib Abdul, Ilmu Pendidikan Islam; Telaah Atas Komponen Dasar Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006). Munadi Yudhi dan Farida Hamid, Modul Pelatihan tentang Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Erektif, dan Menyenangkan (PAIKEM). Sebagai Bahan Ajar pada Program Sertifikasi Guru yang dilaksanakan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2009. Munthe Bermawy, Desain Pembelajaran, (Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani, 2009). Nashori Fuad dan Rachmi Dian Mucharam, Mengembangkan Kreativitas dalam Perspektif Psikologi Islami, (Yogjakarta: Menara Kudus, 2002). Nizar Samsul, Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007).
73
Nizar Samsul, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002). Nk Ny. Roetiyah. Masalah-masalah Ilmu Keguruan, (Jakarta: Bina Aksara, 1989). Pink Daniel H., Misteri Otak Kanan Manusia, (Jogjakarta: Think, 2009). Pradiansyah Arvan, The 7 Laws of Happiness; Tujuh Rahasia Hidup yang Bahagia, (Bandung: Kaifa PT Mizan Pustaka, 2009). Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007) Rusyan Tabani, dkk., Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992). Semiawan Conny dkk, Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah, (Jakarta: PT Gramedia, 1990). Shaleh Abdul Rahman, Pendidikan Agama dan Keagamaan; Visi, Misi dan Aksi, (Jakarta : PT Gemawindu Pancaperkasa, 2000). Sudrajat Akhmad, Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran, Artikel tanggal 03 Januari 2008. Sukmadinata Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008). Sumardjan Selo, Kreativitas Suatu Tinjauan dari Sudut Sosiologi, (Jakarta: Dian Rakyat, 1983). Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Nomor : Dj.I /754/ 2010 Tentang Pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (Usbn) Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Sd, Smp, Dan Sma / Smk Tahun Pelajaran 2010/2011, Ditetapkan di Jakarta, 2 Nofember 2010, Ditandatangani Oleh Dirjen Pendidikan Islam Mohammad Ali. Suryabrata Sumadi, Metodologi penelitian, (Jakarta: Rajawali Press, 1995) Syah Muhibbin & Rahayu Kariadinata, Bahan Pelatihan tentang Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Erektif, Menyenangkan (PAIKEM). Dipresentasikan pada Pendidikan & Latihan Profesi Guru (PLPG) Rayon Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung 2009. Syah Muhibbin, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1996).
74
Tilaar H. A. R., Manifesto Pendidikan Nasional; Tinjauan Dari Perspektif Postmodernisme dan Studi Kultural, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2005). Tim Peneliti PPSDM UIN Syahid, “Efektivitas Kurikulum Tarbiyah IAIN dalam Menyiapkan Guru PAI di SMU”, dalam Jurnal Penelitian Agama dan Keagamaan, Edukasi,No. 1, Maret 2004. Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009). Trianto dan Titik Triwulan Tutik, Sertifikasi guru; dan upaya Peningkatan Kualifikasi, Kompetensi dan Kesejahteraan, (Jakarta: Prestasi pustaka, 2007). Trim Bambang, Magical Public Speaking, (Yogyakarta: MedPress, 2010). Usman Moh. Uzer, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999). Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pemerintahan RI Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Serta Wajib Belajar, (Bandung : Citra Umbara, 2010) Undang Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintahan RI Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru dan Dosen, (Bandung : Citra Umbara, 2010) Uno Hamzah B., Masri Kuadrat, Mengelolah Kecerdasan Dalam Pembelajaran; Sebuah Konsep Pembelajaran Berbasis Kecerdasan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009). Wahyudi Tubagus, modul pelatihan tentang Menjadi Public Speaker Handal. Sebagai bahan ajar dalam Training Public Speaking for Teaching yang dilaksanakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa UIN Jakarta 2010. Yusuf Tarmizi, Be The Winner, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2005) Zaini Hisyam Dkk, Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: CTSD IAIN Sunan Kalijaga, 2002).
Lampiran I Materi PAI Tingkat SD, SMP, SMA54 1. Aqidah keimanan a. Sekolah dasar Kelas Kelas II Kelas III Kelas IV Kelas I
Kelas VI Kelas V
Materi Hafal enam rukun iman Dua kalimat syahadat Lima Asmaul Husna Arti Asmaul Husna Di Standar Kompetensi Puskur tidak dicantumkan Sepuluh sifat-sifat wajib bagi Allah Nama-nama malaikat serta tugas-tugasnya Nama-nama kitab suci Allah serta nama-nama rasul yang menerimanya Nama-nama Rasul Allah SWT. Nama-nama rasul ulul azmi Membedakan antara nabi dan rasul Iman kepada hari akhir Iman kepada qadha dan qadhar
b. Sekolah Menengah Pertama Kelas Kelas VII
Kelas VIII Kelas IX
Materi Iman kepada Allah SWT. lima Asmaul Husna (al-Azas, al-Wahhab, alFattah, al-Qayyum, dan al-Hadi) Iman kepada malaikat Iman kepada kitab-kitab Allah SWT. Iman kepada Rasul Allah SWT. Iman kepada hari akhir Beberapa hal yang berkaitan dengan hari akhir Adanya pembalasan amal baik dan buruk
c. Sekolah Menengah Atas Kelas
Kelas X
Kelas XI 54
Materi Iman kepada Allah SWT. Sifat-sifat Allah SWT. Asmaul Husna (al’Adlu, al-Ghaffar, al-Hakim, alMalik, al-Hasib) Iman kepada malaikat Fungsi iman kepada rasul-rasul Allah SWT.
Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SD & MI, (Jakarta: Puskur. Balitbang. Depdiknas, 2003) / http://www.puskur.net/inc/sd/PendidikanAgamaIslam.pdf
Kelas XII
Dalil naqli dan aqli tentang fingsi iman kepada rasul-rasul Allah Tanda-tanda penghayatan terhadap fungsi iman kepada rasul-rasul Allah SWT. dalam kehidupan sehari-hari Iman kepada kitab-kitab Allah SWT. Iman kepada hari akhir Dalil naqli tentang hari akhir Iman kepada qadha dan qadhar
2. Akhlak a. Sekolah dasar Kelas Kelas I
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
Kelas V
Kelas VI
Materi Hidup bersih, jujur, kasih saying Dermawan, rajin Adab belajar, adab makan dan minum Adab sebelum dan sesudah tidur Berprilaku rendah hati, sederhana, dan hormat kepada orang tua Adab mandi dan buang air Kisah Nabi Adam AS. Dan Nabi Muhammad SAW. Sikap percaya diri, tekun, dan hemat. Kisah Nabi Ibrahim AS. dan puteranya Nabi Ismail AS Sikap hormat dan santun kepada guru Sikap hormat dan santun kepada tetangga. Kisah Nabi Ayub AS. ketika menderita sakit Sikap disiplin dan tolong menolong Menghindari perilaku mencuri Menghindari sikap lalai. Pengertian dan contoh-contoh tanggungjawab Kisah Nabi Musa AS. Kisah Nabi Isa AS. Ajaran Islam tentang silaturahmi
b. Sekolah Menengah Pertama Kelas Kelas VII
Kelas VIII
Materi Berhati lembut, setia, kerja keras, tekun, dan ulet Sabar dan tawakkal Hasad, suudzan, khianat dan jubun. Tata cara bergaul dengan orang tua, guru, yang lebih tua, teman sebaya, dan lawan jenis Sifat egois dan pemarah Sifat dendam dan munafik
Kelas IX
Tata karma dalam kehidupan Qana’ah dan toleransi Peduli terhadap lingkungan Takabbur (sombong) Minuman keras (khamar, narkoba dan sejenisnya
c. Sekolah Menengah Atas Kelas Kelas X
Kelas XI
Kelas XII
Materi Husnuzhzhan kepada Allah SWT. Akhlak karimah terhadap diri sendiri Akhlak karimah terhadap lingkungan Hasad, riya dan aniaya Taubat kepada Allah SWT. Raja’ (mengharap keridhaan Allah SWT.) Ajaran tentang larangan perilaku tercela Ajaran tentang tolong menolong Ajaran tentang menghargai karya orang lain. Ajaran tentang perilaku terpuji Riddah, israf, ghibah, mengadu domba dan fitnah Ajaran tentang tasamuh Pandangan Islam tentang ilmu
3. Sejarah a. Sekolah Menengah Pertama Kelas Kelas VII
Kelas VIII
Kelas IX
Materi Masyarakat Makkah sebelum Islam datang Masyarakat Makkah sesudah Islam dating Masyarakat Madinah sebelum Islam dating (sebelum hijrah) Masyarakat Madinah sesudah Islam datang (sesudah hijrah) Penyiaran Islam periode Madinah. Perkembangan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin.
b. Sekolah Menengah Atas Kelas Kelas X
Kelas XI
Materi Islam pada masa bani Umayah Islam pada masa bani Abbasiyah Perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan pada abad pertengahan Perkembangan Islam di Indonesia Perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan
Kelas XII
Pembaharuan dalam Islam Perkembangan Islam di Indonesia Perkembangan pemikiran Islam di dunia
4. Al-Qur’an dan Hadits a. Sekolah dasar Kelas Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
Kelas V
Kelas VI
Materi Surat al-Fatihah Surat al-Ikhlas Surat al-Kautsar Surat al’Ashr Surat an-Nashr Surat an-Naas Membaca dan menulis al-Qur’an permulaan Surat al-Falaq Membaca dan menulis surat/ayat pilihan Hafalan surat al-Kafirun Membaca al-Qur’an surat/ayat pilihan Surat al-Lahab Surat al-Maun Surat al-Fiil Surat al-Quraisy Mengartikan surat al-Fatihah Surat al-Ikhlas Surat al-‘Ashr
b. Sekolah Menengah Pertama Kelas
Kelas VII
Kelas VIII
Kelas IX
Materi
Surat ad-Dhuha Surat al-‘Adiyat Hukum bacaan alif lam syamsiyah dan alif lam qamariyah Hukum bacaan nun mati/tanwin dan mim mati Hadits tentang rukun Islam. Surat at-Tiin Surat al-Qadar Hukum bacaan qalqalah, lam dan ra’ Hukum bacaan mad Hadits tentang menuntut ilmu. Surat al-Qari’ah Surat Alam Nasyrah Surat al-Bayyinah Hukum bacaan waqaf Hukum bacaan idgham Hadits tentang kebersihan.
c. Sekolah Menengah Atas Kelas
Kelas X
Kelas XI
Kelas XII
Materi Surat al-Mukmin ayat 67 Surat al-Baqarah ayat 30 Surat adz-dzariyat ayat 56 Surat al-An’am ayat 162-163 Surat al-Bayyinah ayat 5 Surat Ali Imran ayat 159 Surat asy-Syuara ayat 38 Surat an-Nahl ayat 125. Surat al-Baqarah ayat 148 Surat al-Mujadalah ayat 11 Surat Fathir ayat 32-33 Surat al-Isra ayat 26-27 Surat al-Baqarah ayat 177 Surat ar-Rum ayat 41-42 Surat al-A’raf ayat 56-58 Surat Shaad ayat 27-28 Surat Yunus ayat 40-41 Surat asy-Syura ayat 14 Surat an-Nisa ayat 32 Surat al-Jumu’ah ayat 9-10 Surat Yunus ayat 101 Surat al-Baqarah ayat 164.
5. Fiqh a. Sekolah dasar Kelas Kelas I
Kelas II
Kelas III
Kelas IV Kelas V Kelas VI
Materi Bersuci/thaharah Berwudhu Hafal rukun Islam Hal-hal yang berkaitan dengan wudhu Bacaan shalat wajib Gerakan-gerakan shalat Gerakan dan bacaan shalat Gerakan, bacaan, dan keserasian shalat yang sempurna Bacaan, gerakan, rukun, syarat sah, dan hal-hal yang membatalkan shalat Lafal adzan dan iqamah Puasa ramadhan Puasa sunnah Zakat fitrah Bacaan dzikir dan do’a setelah ahalat
b. Sekolah Menengah Pertama Kelas
Kelas VII
Kelas VIII
Kelas IX
Materi Thaharah (bersuci) Shalat wajib, shalat berjamaah, macam-macam sujud Shalat jum’at Shalat jama’ dan qashar Shalat sunnah rawatib dan iedain. Shalat tahiyyatul masjid, tarawih dan witir Puasa wajib Zakat fitrah dan zakat mal Shalat sunnah dhuha Puasa sunnah senin, kamis, syawal dan arafah Hukum Islam tentang makanan dan minuman Hukum Islam tentang binatang yang dihalalkan dan diharamkan Aqiqah dan kurban Ibadah haji dan umrah Shalat tahajjud dan istikharah Shalat jenazah Pernikahan
c. Sekolah Menengah Atas Kelas
Kelas X
Kelas XI
Kelas XII
Materi Sumber-sumber hukum Islam (al-Qur’an dan Hadits) Ijtihad dalam hukum Islam Pembagian hukum Islam Hukum Islam tentang zakat dan hikmahnya Haji dan umrah Wakaf dan hikmahnya Ketentuan tentang jual-beli Ketentuan tentang riba Ketentuan tentang syirkah Ketentuan tentang musaqah, muzaraah, dan mukhabarah Ketentuan tentang perbankan Ketentuan tentang asuransi Ketentuan tentang kerja sama ekonomi Penyelenggaraan jenazah Ketentuan tentang jinayat Ketentuan tentang hudud Ketentuan tentang khutbah jum’at. Mawaris Perbandingan dengan hokum adapt Munakahat, talak dan rujuk Buku I kompilasi hokum Islam di Indonesia.
Lampiran II SK dan KD PAI Tingkat SD, SMP, SMA Kelas I Standar Kompetensi Aspek Alquran
Kompetensi Dasar
Hafal surat Al Fatihah, Al Ikhlas
Aspek Keimanan Mengenal enam rukun iman dan syahadatain. Aspek Akhlak Terbiasa berperilaku sifat-sifat terpuji dan bertatakrama.
Aspek Ibadah Mengenal lima rukun Islam dan mengerti tatacara bersuci
dan Al- Kautsar Beriman dan mengenal enam rukun iman serta dua kalimat syahadat (syahadat tauhid dan syahadat rasul) Berperilaku hidup bersih, jujur, kasih sayang, dermawan dan rajin Terbiasa bertatakrama ketika belajar, makan-minum, dan sebelum dan sesudah tidur Mengenal rukun Islam, dan mampu melakukan tata cara thaharah/ bersuci
Kelas II Standar Kompetensi Aspek Alquran Hafal Al Quran surat-surat pendek pilihan Aspek Keimanan Beriman kepada Allah dan mengenal Asmaul Husna Aspek Akhlak Terbiasa berperilaku sifat-sifat terpuji, menghindari sifat tercela, dan bertatakrama dalam kehidupan sehari-hari Aspek Ibadah Mampu berwudu, hafal bacaan dan melakukan gerakan shalat.
Kompetensi Dasar
Hafal surat pendek pilihan Al-’Ashr, An Nashr, dan An Naas
Mengenal dan hafal lima Asmaul Husna
Terbiasa berperilaku rendah hati,
sederhana dan hormat terhadap orang tua Tertib ketika mandi dan buang air Terbiasa berperilaku dengan sifatsifat terpuji Berwudhu dengan benar Hafal bacaan dan melakukan gerakan shalat Melakukan shalat fardu dengan benar
Kelas III Standar Kompetensi Aspek Alquran Membaca, menulis Al Quran permulaan dan hafal surat-surat pendek pilihan. Aspek Keimanan Aspek Akhlak Terbiasa berperilaku sifat terpuji, menghindari sifat tercela, dan bertatakrama Aspek Ibadah Mampu shalat dengan menserasikan bacaan dan gerakannya
Kompetensi Dasar
Membaca dan menulis Al Quran permulaan (Membaca Al Quran permulaan Tuntas) Hafal surat Al Falaq
Berperilaku dan bersikap percaya diri, tekun dan tidak boros
Mampu melaksanakan shalat fardhu (Pemantapan)
Kelas IV Standar Kompetensi Aspek Alquran Membaca, menulis Al Quran permulaan, dan hafal surat-surat pendek pilihan Aspek Keimanan Beriman kepada Allah dengan mengenal sifat-sifat-Nya serta meneladani ketaatan para Nabi. Aspek Akhlak
Kompetensi Dasar Membaca dan menulis Al Quran Permulaan Membaca dan menulis Al Quran dengan benar (lanjutan) Membaca dan hafal surat Al Lahab Beriman kepada Allah dengan mengenal sifatsifat wajib bagi Allah
Meneladani ketaatan Nabi Ibrahim AS dan putranya Ismail AS
Terbiasa bertatakrama terhadap guru dan tetangga
Aspek Ibadah Melakukan shalat dan mengerti syarat sah dan membatalkannya
Melakukan shalat dengan memarahi sempurna dan syarat sah serta membatalkannya Melakukan adzan dan iqamah sebelum shalat dengan benar
Kelas V Standar Kompetensi Aspek Alquran Membaca dan menulis Al Quran serta hafal surat pendek pilihan. Aspek Keimanan Beriman kepada kitab suci dan
Kompetensi Dasar
Membaca dan hafal surat Al Ma’un dan Al Fii
Membaca dan hafal surat Al Quraisy Beriman kepada kitab suci dan nama-nama rasul yang menerimanya
Rasul Allah serta mengenal namanamanya Aspek Akhlak Terbiasa berperilaku sifat terpuji, menghindari sifat tercela, dan bertatakrama dalam kehidupan sehari-hari.
Aspek Ibadah Memahami dan melakukan puasa Ramadhan
Beriman kepada Rasul Allah SWT Meneladani ketabahan Nabi Ayub AS
Berperilaku disiplin dan tolong menolong
Menghindari sikap dan perilaku suka mengambil milik orang lain (mencuri) Menghindari sikap dan perilaku lalai Melakukan puasa ramadhan dan puasa sunnah
Kelas VI Standar Kompetensi Aspek Alquran Membaca fasih, menulis, mengartikan dan hafal Al Quran surat pilihan. Aspek Keimanan Beriman kepada hari akhir, qadha dan qadar dan menyebutkan tandatandanya Aspek Akhlak Terbiasa berperilaku sifat terpuji dan meneladani para Nabi pilihan Aspek Ibadah Melaksanakan zakat fitrah menurut ketentuannya
Kompetensi Dasar Membaca dengan fasih dan mengartikan surat Al Fatihah, Al Ikhlas dan Al- ‘Ashr
Beriman kepada Hari Akhir dan Qadha-Qadar
Terbiasa berperilaku tanggung jawab dan meneladani Nabi Musa AS
Meneladani sikap penolong Nabi Isa AS dan senang melakukansilaturrahim Melaksanakan zakat fitrah Melaksanakan dzikir dan do’a setelah shalat
Kelas VII Standar Kompetensi Al-Qur’an Mengamalkan ajaran Al Quran/Hadits dalam kehidupan sehari-hari
Kompetensi Dasar Siswa mampu membaca, mengartikan, dan menyalin surat Ad Dhuha. Siswa mampu membaca, mengartikan, dan menyalin surat Al ‘Adiyat Siswa mampu menerapkan hokum bacaan Alif Lam Syamsiyah dan Alif Lam Qamariyah Siswa mampu mempraktikkan
Aqidah Menerapkan aqidah Islam dalam kehidupan seharihari.
Akhlak Menerapkan akhlaqul karimah (akhlak yang mulia) dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari. Fiqih Menerapkan hukum Islam dalam kehidupan seharihari.
Tarikh dan Kebudayaan Islam Mengambil manfaat dari sejarah Islam tentang keadaan masyarakat Makkah sebelum dan sesudah Islam datang dalam kehidupan sehari-hari.
hukum bacaan Nun mati/Tanwin dan Mim mati. Siswa mampu membaca, mengartikan, dan menyalin hadits tentang rukun Islam Siswa beriman kepada Allah dan memahami sifat-sifat Nya. Siswa mampu meneladani Allah melaluii lima Asma- Nya (Asmaul Husna). Siswa beriman kepada Malaikat Allah dan mengetahui tugastugasnya Siswa berhati lembut, setia, kerja keras, tekun, dan ulet Siswa berperilaku sabar dan tawakal Siswa mampu menghindari sifat hasad, suuzhan, khianat, dan jubun
Siswa mampu melakukan thaharah (bersuci). Siswa mampu melakukan shalat wajib. Siswa mampu melakukan shalat berjama’ah. Siswa mampu melakukan sujud sahwi, tilawah, dan syukur. Siswa melakukan shalat Jum’at Siswa melakukan shalat jama’ dan qasar Siswa melakukan macam-macam shalat sunat. Siswa mampu mengambil manfaat dari perkembangan masyarakat Makkah sebelum Islam datang Siswa mampu mengambil manfaat dari perkembangan masyarakat Makkah sesudah Islam dating
Kelas VIII Standar Kompetensi Al-Qur’an Mengamalkan ajaran Al Quran/Hadits dalam kehidupan sehari-hari.
Aqidah Menerapkan aqidah Islam dalam kehidupan seharihari Akhlak Menerapkan akhlaqul karimah (akhlak yang mulia) dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari.
Fiqih Menerapkan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Kompetensi Dasar Siswa mampu membaca, mengartikan, dan menyalin surat At Tiin. Siswa mampu membaca, mengartikan, dan menyalin surat Al Qadar. Siswa mampu menerapkan hokum bacaan alqalah, lam dan ra’. Siswa mampu menerapkan hokum bacaan Mad Siswa mampu membaca, mengartikan, dan menyalin hadits tentang menuntut ilmu. Siswa beriman kepada Kitab-kitab Allah Siswa beriman kepada Rasul Allah serta memahami sifat dan tugastugasnya Siswa bertatakrama dalam pergaulan sehari-hari. Siswa mampu menghindari sifat egois dan pemarah Siswa mampu menghindari sifat dendam dan munafik Siswa bertatakrama (beradab) dalam kehidupan. Siswa melakukan shalat tahiyatul masjid, tarawih, dan witir Siswa melakukan puasa wajib Siswa melakukan zakat fitrah dan zakat mal. Siswa melakukan shalat sunat Dhuha Siswa melakukan puasa sunnah Senin, Kamis, Syawal, dan Arafah. Siswa menerapkan ketentuan hokum Islam tentang makanan dan minuman Siswa menerapkan ketentuan hokum Islam tentang binatang yang dihalalkan dan yang diharamkan
Tarikh dan Kebudayaan Islam Mengambil manfaat dari sejarah Islam tentang keadaan masyarakat Madinah sebelum dan sesudah Islam datang dalam kehidupan seharihari.
Siswa mampu mengambil manfaat dari perkembangan masyarakat Madinah sebelum Islam dating (sebelum hijrah). Siswa mampu mengambil manfaat dari perkembangan masyarakat Madinah sesudah Islam dating (sesudah hijrah). Siswa memahami penyiaran Islam periode Madinah
Kelas IX Standar Kompetensi Al-Qur’an Mengamalkan ajaran Al Quran/Hadits dalam kehidupan sehari-hari.
Aqidah Menerapkan aqidah Islam dalam kehidupan seharihari.
Akhlak Menerapkan akhlaqul karimah (akhlak yang mulia) dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari.
Kompetensi Dasar Siswa mampu membaca, mengartikan, dan menyalin surat Al-Qari’ah dan Alam Nasyrah Siswa mampu membaca, mengartikan, dan menyalin surat Al Bayyinah. Siswa mampu menerapkan hokum bacaan Waqaf Siswa mampu menerapkan hokum bacaan Idgham Siswa mampu membaca, mengartikan, dan menyalin hadits tentang kebersihan Siswa beriman kepada hari akhir. Siswa beriman kepada beberapa hal yang berhubungan dengan hari akhir. Siswa beriman kepada adanya pembalasan amal baik dan buruk Siswa beriman kepada qadha’ dan qadar Allah. Siswa berperilaku dengan sifat qana’ah dan toleransi Siswa peduli terhadap lingkungan. Siswa menghindari sifat takabur (sombong). Siswa menghindari minuman keras (khamer), narkoba, dan sejenisnya.
Fiqih Menerapkan hukum Islam dalam kehidupan seharihari
Tarikh dan Kebudayaan Islam Mengambil manfaat dari perkembangan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin dalam kehidupan seharihari.
Siswa memahami hukum Islam tentang aqiqah dan qurban Siswa memahami ibadah haji dan umrah Siswa melakukan shalat tahajud dan istikharah Siswa melakukan shalat jenazah Siswa memahami pernikahan Siswa mampu mengambil manfaat dari perkembangan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin
Kelas X, Semester 1 Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Al-Qur’an Memahami ayat-ayat AlQur’an tentang manusia dan tugasnya sebagai khalifah di bumi.
Membaca QS Al-Baqarah; 30, AlMukminun; 12-14, Az-Zariyat; 56 dan An Nahl : 78 Menyebutkan arti QS Al-Baqarah; 30, Al-Mukminun; 12-14, AzZariyat; 56 dan An Nahl : 78. Menampilkan perilaku sebagai khalifah di bumi seperti terkandung dalam QS Al-Baqarah;30, AlMukminun; 12-14, Az-Zariyat; 56 dan An Nahl : 78.
Memahami ayat-ayat AlQur’an tentang keikhlasan dalam beribadah.
Membaca QS Al An’am; 162-163 dan Al-Bayyinah; 5. Menyebutkan arti QS Al An’am;162-163 dan Al-Bayyinah; 5. Menampilkan perilaku ikhlas dalam beribadah seperti terkandung dalam QS Al An’am;162-163 dan AlBayyinah; 5.
Aqidah Meningkatkan keimanan kepada Allah melalui pemahaman sifat-sifatNya dalam Asmaul Husna
Menyebutkan 10 sifat Allah dalam Asmaul Husna. Menjelaskan arti 10 sifat Allah dalam Asmaul Husna. Menampilkan perilaku yang mencerminkan keimanan terhadap 10 sifat Allah dalam Asmaul Husna.
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Akhlak Membiasakan perilaku terpuji
Menyebutkan pengertian perilaku husnuzhan. Menyebutkan contoh-contoh perilaku husnuzhan terhadap Allah, diri sendiri dan sesama manusia. Membiasakan perilaku husnuzhan dalam kehidupan sehari-hari.
Fiqih Memahami sumber hokum Islam, hukum taklifi, dan hikmah ibadah.
Menyebutkan pengertian kedudukan dan fungsi Al-Qur’an, Al-Hadits, dan Ijtihad sebagai sumber hukum Islam Menjelaskan pengertian, kedudukan dan fungsi hukum taklifi dalam hukum Islam Menerapkan hukum taklifi dalam kehidupan sehari-hari.
Tarikh dan Kebudayaan Islam Memahami keteladanan Rasulullah dalam membina umat periode Makkah.
Menceritakan sejarah dakwah Rasullah SAW periode Makkah. Mendeskripsikan substansi dan strategi dakwah Rasullullah SAW periode Makkah
Kelas X, Semester 2 Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Al Qur’an Memahami ayat-ayat AlQur’an tentang Demokrasi
Membaca QS Ali Imran; 159 dan QS Asy Syura; 38. Menyebutkan arti QS Ali Imran 159 dan QS Asy Syura; 38. Menampilkan perilaku hidup demokrasi seperti terkandung dalam QS Ali Imran 159, dan QS Asy Syura; 38 dalam kehidupan seharihari.
Aqidah Meningkatkan keimanan kepada Malaikat.
Menjelaskan tanda-tanda beriman kepada malaikat. Menampilkan contoh-contoh perilaku beriman kepada malaikat. Menampilkan perilaku sebagai cerminan beriman kepada malaikat dalam kehidupan sehari-hari.
Akhlak Membiasakan perilaku terpuji.
Menjelaskan pengertian adab dalam berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu, dan atau menerima tamu. Menampilkan contoh-contoh adab dalam berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu atau menerima tamu. Mempraktikkan adab dalam berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan atau menerima tamu dalam kehidupan sehari-hari.
Menghindari Perilaku Tercela
Menjelaskan pengertian hasad, riya, aniaya dan diskriminasi Menyebutkan contoh perilaku hasad, riya, aniaya dan diskriminasi Menghindari hasad, riya, aniaya dan diskriminasi dalam kehidupan sehari-hari
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Fiqih Memahami hukum Islam tentang zakat, haji dan wakaf.
Menjelaskan perundang-undangan tentang pengelolaan zakat, haji dan waqaf. Menyebutkan contoh-contoh pengelolaan zakat, haji dan wakaf. Menerapkan ketentuan perundangundangan tentang pengelolaan zakat, haji dan wakaf.
Tarikh dan Kebudayaan Islam Memahami keteladanan Rasulullah dalam membina umat periode Madinah.
Menceritakan sejarah dakwah Rasullah SAW periode Madinah. Mendeskripsikan strategi dakwah Rasullullah SAW periode Madinah.
Kelas XI, Semester 1 Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Al Qur’an Memahami ayat-ayat AlQur’an tentang kompetisi dalam kebaikan
Membaca QS. al Baqarah : 148 dan QS. al Fatir : 32 Menjelaskan arti QS. al Baqarah : 148 dan QS. al Fatir : 32 Menampilkan perilaku berkompetisi dalam kebaikan seperti terkandung dalam QS. al
Baqarah : 148 dan QS. al Fatir : 32 Memahami ayat-ayat al Qur’an tentang perintah menyantuni kaum Dhu’afa
Membaca Qs. al Isra : 26-27 dan QS. al Baqarah : 177 Menjelaskan arti QS. al Isra : 26-27 dan QS. al Baqarah : 177 Menampilkan perilaku menyantuni kaum Dhu’afa seperti terkandung dalam QS. al Isra : 26-27 dan QS. al Baqarah : 177
Aqidah Meningkatkan keimanan kepada Rasul rasul Allah
Menjelaskan tanda-tanda beriman kepada Rasul-rasul Allah Menunjukkan contoh-contoh perilaku beriman kepada Rasulrasul Allah Menampilkan perilaku yang mencerminkan keimanan kepada Rasul-rasul Allah dalam kehidupan sehari-hari
Akhlaq Membiasakan berperilaku terpuji
Menjelaskan pengertian taubat dan raja’ Menampilkan contoh-contoh perilaku taubat dan raja’ Membiasakan perilaku bertaubat dan raja’ dalam kehidupan sehari-hari
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Fiqih Memahami hukum Islam
Menjelaskan azas-azas transaksi
tentang Mu’amalah
ekonomi dalam Islam Memberikan contoh transaksi ekonomi dalam Islam Menerapkan transaksi ekonomi Islam dalam kehidupan sehari-hari
Tarikh dan Kebudayaan Islam Memahami perkembangan Islam pada abad pertengahan (1250 – 1800)
Menjelaskan perkembangan Islam pada abad pertengahan Menyebutkan contoh peristiwa perkembangan Islam pada abad pertengahan
Kelas XI, Semester 2 Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Al Qur’an Memahami ayat-ayat al Qur’an tentang perintah menjaga kelestarian lingkungan hidup
Membaca QS. al Rum: 41-42, QS Al-A’raf: 56-58, dan QS Ash Shad: 27 Menjelaskan arti QS. al Rum: 4142, QS Al-A’raf: 56-58, dan QS Ash Shad: 27 Membiasakan perilaku menjaga kelestarian lingkungan hidup seperti terkandung dalam QS. al Rum: 41-42, QS Al-A’raf: 56-58, dan Shad: 27
Aqidah Meningkatkan keimanan kepada Kitab-kitab Allah
Menampilkan perilaku yang mencerminkan keimanan terhadap Kitab-kitab Allah Menerapkan hikmah beriman kepada Kitab-kitab Allah
Akhlak
Membiasakan perilaku terpuji
Menjelaskan pengertian dan maksud menghargai karya orang lain Menampilkan contoh perilaku menghargai karya orang lain Membiasakan perilaku menghargai karya orang lain dalam kehidupan sehari-hari
Menghindari perilaku tercela
Menjelaskan pengertian dosa besar Menyebutkan contoh perbuatan dosa besar Menghindari perbuatan dosa besar dalam kehidupan sehari-hari
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Fiqih Memahami ketentuan hukum Islam tentang pengurusan jenazah
Menjelaskan tatacara pengurusan jenazah
Memahami khutbah, tabligh dan dakwah
Menjelaskan pengertian khutbah, tabligh dan dakwah
Memperagakan tatacara pengurusan jenazah
Menjelaskan tatacara khutbah, tabligh dan dakwah Memperagakan khutbah, tabliqh dan dakwah Tarikh dan Kebudayaan Islam Memahami perkembangan Islam pada masa modern (1800-sekarang)
Menjelaskan perkembangan Islam pada masa modern Menyebutkan contoh peristiwa perkembangan
Islam pada masa modern Kelas XII, Semester 1 Standar Kompetensi Al Qur’an Memahami ayat-ayat al Qur’an tentang anjuran bertoleransi
Memahami ayat-ayat al Qur’an tentang etos kerja
Kompetensi Dasar Membaca QS. al Kafirun, QS. Yunus : 40-41, dan QS. al Kahfi : 29 Menjelaskan arti QS. al Kafirun, QS. Yunus : 40-41, dan QS. al Kahfi : 29 Membiasakan perilaku bertoleransi seperti terkandung dalam QS al Kafiiruun, QS. Yunus : 40-41, dan QS. al Kahfi : 29 Membaca QS. Al Mujadalah : 11 dan QS. Al Jumuah : 9-10 Menjelaskan arti QS. Al Mujadalah : 11 dan QS. Al Jumuah : 9-10 Membiasakan perilaku beretos kerja seperti terkandung dalam Al Mujadalah : 11 dan QS. Al Jumuah : 9-10
Aqidah Meningkatkan keimanan kepada Hari Akhir
Menampilkan perilaku yang mencerminkan keimanan terhadap Hari Akhir Menerapkan hikmah beriman kepada Hari Akhir Membiasakan perilaku menghargai karya orang lain dalam kehidupan sehari-hari
Akhlaq Membiasakan perilaku terpuji
Menjelaskan pengertian adil, ridha dan amal shaleh
Menampilkan contoh perilaku adil, ridha dan amal shaleh Membiasakan perilaku adil, ridha dan amal shaleh dalam kehidupan sehari-hari Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Fiqih Memahami Hukum Islam tentang Hukum Keluarga
Menjelaskan ketentuan hukum perkawinan dalam Islam Menjelaskan hikmah perkawinan Menjelaskan ketentuan perkawinan menurut perundang-undangan di Indonesia
Tarikh dan Kebudayaan Islam Memahami perkembangan Islam di Indonesia
Menjelaskan perkembangan Islam di Indonesia Menampilkan contoh perkembangan Islam di Indonesia Mengambil hikmah dari perkembangan Islam di Indonesia
Kelas XII, Semester 2 Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Al Qur’an Memahami ayat-ayat al Qur’an tentang pengembangan IPTEK
Membaca QS. Yunus : 101 dan QS. al Baqarah : 164 Menjelaskan arti QS Yunus : 101 dan QS. al Baqarah : 164 Melakukan pengembangan
IPTEK seperti terkandung dalam QS Yunus : 101 dan QS. al Baqarah : 164 Aqidah Meningkatkan keimanan kepada Qadha’ dan Qadhar
Menjelaskan tanda-tanda keimanan kepada Qadha’ dan Qadar Menerapkan hikmah beriman kepada Qadha’ dan Qadhar
Akhlaq Membiasakan perilaku terpuji
Menjelaskan pengertian dan maksud persatuan dan kerukunan Menampilkan contoh perilaku persatuan dan kerukunan Membiasakan perilaku persatuan dan kerukunan
Menghindari perilaku tercela
Menjelaskan pengertian Isyrof, Tabzir, Ghibah dan Fitnah Menjelaskan contoh perilaku Isyrof, Tabzir, Ghibah dan Fitnah Menghindari perilaku Isyrof, Tabzir, Ghibah dan Fitnah dalam kehidupan sehari-hari
Fiqih Memahami Hukum Islam tentang Waris
Menjelaskan ketentuan hukum Waris Menjelaskan contoh pelaksanaan hukum Waris
Standar Kompetensi Tarikh dan Kebudayaan Islam
Kompetensi Dasar
Memahami perkembangan Islam di dunia
Menjelaskan perkembangan Islam di dunia Menampilkan contoh perkembangan Islam di dunia Mengambil hikmah dari perkembangan Islam di dunia