GEJALA PENYERTA PADA BALITA DIARE DENGAN INFEKSI ENTEROPATHOGENIC Escherichia coli (EPEC) DI PUSKESMAS RAWAT INAP KOTA PEKANBARU Citra Ayu Anggreli Dewi Anggraini Maya Savira
[email protected] ABSTRACT Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) is a major cause of diarrhea in children below 5 years of age in the developing countries. The present study to detect the symptoms EPEC from childhood diarrhea has been done on April 2014 until October 2014. A total of 47 fecal specimens were collected from five hospitality primary health care in Pekanbaru and examination has been done in Microbiology Laboratory of Medical Faculty Riau University. The clinical manifestations are obtained is fever (57.45%), vomiting (46.80%), mucoid stools (36.17%), no symptoms (17.20%) and mild-moderate dehydration (74.46%). Results found that from all of the fecal specimen, 2 (4.35%) samples were positive EPEC. The infants with diarrhea who had positive EPEC experiencing fever and moderate dehydration.
Keywords : Diarrhea, infants, hospitality primary health care, Enteropathogenic Escherichia coli.
Pendahuluan Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih cair, bahkan dapat berupa air saja dan terjadi paling sedikit tiga kali dalam 24 jam.1 Penyebab diare secara klinis dikelompokkan menjadi 6 golongan besar, yaitu infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus atau parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainnya.2 Penyakit diare merupakan salah satu penyebab utama kematian pada anak dibawah usia lima tahun. Berdasarkan laporan dari World Health Organization (WHO), satu dari sepuluh anak meninggal akibat diare dengan jumlah kematian 800.000 anak setiap tahunnya.3 Berdasarkan proporsi penyebab kematian JOM FK Volume 2 No. 1 Februari 2015
balita terbanyak di Indonesia, diare menempati urutan kedua sebesar 17,2% setelah masalah neonatus (asfiksia, berat bayi lahir rendah, infeksi) yaitu sebesar 36%.4 Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan insiden diare pada balita di Indonesia sebesar 6,7%. Lima provinsi dengan insiden diare tertinggi yaitu Aceh 10,2%, Papua 9,6%, DKI Jakarta 8,9%, Sulawesi Selatan 8,1% dan Banten 8,0%, sedangkan provinsi Riau menempati urutan ke delapan belas dari 33 provinsi yaitu sebesar 5,2%.5 Data dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru didapatkan jumlah kasus penyakit diare pada balita di Puskesmas Rawat Inap Kota Pekanbaru pada tahun 2013 sebanyak 756 kasus dengan kasus tertinggi terdapat di Puskesmas Rawat Inap Simpang 1
Tiga sebanyak 238 kasus.6 Tingginya insiden diare salah satunya dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri seperti Vibrio cholera, Salmonella sp, Shigella sp, Campylobacter jejuni dan Escherichia coli.7 Beberapa subtipe Escherichia coli yang dapat menyebabkan diare, yaitu Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC), Enterophatogenic Escherichia coli (EPEC), Enteroaggregative Escherichia coli (EAEC), Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC) dan Enterohemorraghic Escherichia coli 8 (EHEC). Berdasarkan hasil penelitian Bonkoungou dkk di Ouagadougou, Burkina Faso dengan subjek anak dibawah lima tahun menemukan E.coli patogen menduduki peringkat kedua terjadinya diare yaitu sebesar 24% setelah Rotavirus sebesar 30% dan kemudian diikuti oleh Salmonella sp sebesar 9%, Shigella sp sebesar 6%, Adenovirus sebesar 5% dan Campylobacter sebesar 2%.9 Penelitian Nguyen dkk di Hanoi, Vietnam menemukan 27,6% merupakan diaregenik E.coli yang terdiri dari EAEC sebanyak 11,6%, EPEC sebanyak 6,6%, ETEC sebanyak 2,2% dan EIEC sebanyak 2%.10 EPEC merupakan bakteri patogen terpenting yang menyebabkan infeksi pada anak terutama dibawah dua tahun di Negara berkembang. Setiap tahunnya, EPEC bertanggung jawab untuk ribuan kematian diseluruh dunia. Walaupun beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien yang terinfeksi dengan atipikal EPEC memiliki dehidrasi ringan, tanpa dehidrasi dan tanpa inflamasi diare. Durasi diare pada pasien yang terinfeksi dengan atipikal EPEC jauh lebih lama daripada yang disebabkan oleh patogen lain.11 Etiologi mengenai diare penting untuk surveilans epidemiologi.12 Data mengenai etiologi diare berguna dalam membuat program pencegahan dan pengendalian diare yang efektif pada populasi daerah tersebut. Laporan kejadian tentang diare yang disebabkan oleh Escherichia coli patogen terutama EPEC pada balita belum ditemukan di wilayah Riau. Berdasarkan kondisi tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti gambaran hasil JOM FK Volume 2 No. 1 Februari 2015
pemeriksaan Enterophatogenic Escherichia coli (EPEC) pada balita dengan diare di Puskesmas Rawat Inap Kota Pekanbaru.
Metode Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Puskesmas Rawat Inap Kota Pekanbaru dan Laboratorium Mikrobiologi Kedokteran Universitas Riau. Desain Penelitian Jenis penelitian adalah menggunakan metode dekriptif. Populasi dan Sampel Populasi adalah seluruh balita yang didiagnosis diare oleh dokter dan berobat di Puskesmas Rawat Inap Kota Pekanbaru. Sampel diambil dengan cara consecutive sampling sebanyak 47 pasien yang diare. Variabel pada penelitian ini adalah identifikasi EPEC dan gejala klinis. Pengumpulan Data Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer berupa pemeriksaan bakteriologis pada tinja. Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil Penelitian Penelitian ini sudah dilakukan pada bulan April 2014-Oktober 2014 untuk melihat gejala penyerta dari identifikasi Enterophatogenic Escherichia coli (EPEC) pada balita dengan diare yang berobat di Puskesmas Rawat Inap Kota Pekanbaru. Sampel penelitian berjumlah 47 sampel meliputi Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga sebanyak 11 sampel, Puskesmas Rawat Inap Muara Fajar sebanyak 10 sampel, Puskesmas Rawat Inap Tenayan Raya sebanyak 12 sampel, Puskesmas Rawat Inap Karya Wanita sebanyak 8 sampel dan Puskesmas Rawat Inap Sidomulyo sebanyak 6 sampel. 2
Gejala klinis responden dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut:
Jumlah Isolat
Frekuensi
Presentase
(n)
(%)
Enterophatogenic Escherichia coli (EPEC)
2
4,26
Negatif
45
95,74
Total
47
100
Tabel 4.1 Gejala klinis responden (N=47)
Variabel
Manifestasi klinis Demam Muntah Tinja berlendir Tinja berdarah Tidak ada gejala selain diare Derajat dehidrasi Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan-sedang Dehidrasi berat
Jumlah Frekuensi Presentase (n) (%)
27 22 17
57,45 46,80 36,17
8
17,20
12
25,53
35 -
74,46 -
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat manifestasi klinis pada balita diare mengalami demam 27 orang (57,45%), mengalami muntah 22 orang (46,80%), mengalami tinja berlendir 17 orang (36,17%) dan tidak menunjukkan gejala tambahan selain diare 8 orang (17,20%). Sedangkan derajat dehidrasi ddidapatkan hasil tanpa dehidrasi (25,53%) dan dehidrasi ringan-sedang (74,46%). Hasil dari pemeriksaan tinja balita yang diare, prevalensi Enterophatogenic Escherichia coli (EPEC) dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini :
Tabel 4.2 Prevalensi Enterophatogenic Escherichia coli (EPEC) (N=47) JOM FK Volume 2 No. 1 Februari 2015
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa 2 sampel tinja (4,26%) ditemukan Enterophatogenic Escherichia coli (EPEC) dari jumlah keseluruhan 47 sampel tinja. Data-data yang diperoleh dari keseluruhan responden balita dengan diare dan pemeriksaan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Riau, hasilnya didapatkan gejala klinis pada responden yang positif EPEC adalah 1 orang mengalami demam dengan tanpa dehidrasi dan 1 orang lagi mengalami dehidrasi ringansedang saja. Masing-masing dari responden mengalami diare akut yaitu selama 2 hari. Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa manifestasi klinis pada balita diare mengalami demam 27 orang (57,45%), mengalami muntah 22 orang (46,80%), mengalami tinja berlendir 17 orang (36,17%) dan tidak menunjukkan gejala tambahan selain diare 8 orang (17,20%). Sedangkan derajat dehidrasi tertinggi adalah dehidrasi ringan-sedang (74,46%). Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Sinthamurniwaty di Universitas Diponegoro menyatakan balita yang diare didapatkan tinja berlendir sebesar 27,3% dan tinja cair sebesar 48,5%.13 Penelitian yang dilakukan oleh Adyanastri F di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro didapatkan juga gambaran klinis diare yaitu demam (72,9%), muntah (79,4%) dan tinja cair ( 96,6%).14 Penelitian oleh Yusuf S menyatakan derajat dehidrasi pasien diare yang paling banyak pada dehidrasi ringan 3
sedang sebanyak 65 orang (62,5%).15 Pada usia 1-3 tahun, anak sudah mendapatkan makanan pendamping ASI dan bahkan hanya mendapatkan makanan saja tanpa ASI. Selain itu, kurang bersihnya peralatan makanan yang digunakan dan kurangnya higienis ibu atau pengasuh ketika memberikan makanan dapat menyebabkan lebih besarnya terkontaminasi penyebab diare.16 Gejala klinis bayi dan anak berhubungan dengan daya tahan tubuhnya sehingga anak terutama bayi memiliki resiko yang lebih besar untuk menderita diare.15 Prevalensi Enterophatogenic Escherichia coli (EPEC) balita dengan diare yang berobat di Puskemas Rawat Inap Kota Pekanbaru yaitu sebanyak 2 sampel (4,26%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kandakai-Olukemi di Nigeria didapatkan hasil 15% positif EPEC.16 Penelitian untuk mendeteksi EPEC di wilayah Asia pernah dilakukan. Penelitian oleh Haq JA, Li HC, Rahman RA di Kelantan, Malaysia didapatkan prevalensi EPEC pada balita adalah 23,3%.17 Laporan hasil penelitian Osawa K, dkk di Surabaya yang melakukan penelitian pada anak diare di Rumah Sakit didapatkan prevalensi EPEC sebesar 0,8%.18 Beberapa penelitian mengenai penyakit diare telah dilaporkan di berbagai Negara terutama di Indonesia, namun laporan mengenai EPEC dalam kaitannya dengan penyakit diare di Indonesia sangat jarang dijumpai, mungkin disebabkan karena beberapa alasan seperti, reagennya yang terlalu mahal, tahapan pemeriksaan tidak bisa dilakukan secara rutin dan tidak mempunyai manfaat yang signifikan terhadap terapi klinis. Prevalensi EPEC (4,26%) yang didapatkan dari balita dengan diare di Puskesmas Rawat Inap Kota Pekanbaru merupakan salah satu gambaran etiologi penyebab terjadinya diare di Pekanbaru. Perbedaan prevalensi di berbagai Negara mungkin disebabkan oleh perbedaan penggunaan metode pengujian dari EPEC. Perbedaan karakteristik penyakit juga dapat dipengaruhi oleh meteorologi dan sosioekonomi negara tersebut.19 Transmisi EPEC dapat terjadi melalui JOM FK Volume 2 No. 1 Februari 2015
fecal-oral yang terkontaminasi feses dari makanan, air ataupun peralatan makanan. Sanitasi lingkungan yang kurang baik, higienitas yang rendah dan kepadatan penduduk sangat berpengaruh dalam proses terkontaminasinya EPEC ke tubuh manusia. Selain itu, faktor lain yang juga dianggap berperan adalah mengonsumsi makanan yang tidak dimasak sesuai dengan prosedur yang baik. 19-22 Pada penelitian ini, gejala klinis penyerta yang dinilai adalah demam, muntah, tinja berdarah, tinja berlendir, derajat dehidrasi yaitu dehidrasi ringan-sedang dan dehidrasi berat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa balita dengan diare yang ditemukan EPEC pada tinjanya, 1 orang mengalami demam dengan tanpa dehidrasi sedangkan 1 orang lagi mengalami dehidrasi ringan-sedang saja. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bonkoungou IJ, dimana balita diare yang terinfeksi EPEC mengalami demam (41%), muntah (49%) dan dehidrasi (24%).9 Hal ini juga sejalan dengan penelitian Tilak GP dan Mudaliar JL di India Selatan ditemukan balita diare yang terinfeksi EPEC mengalami dehidrasi ringan sampai sedang sebesar 59,9%.23 Gejala klinis dari infeksi EPEC tergantung pada antibodi dan daya tahan tubuh pejamu. Gejala klinis yang dapat timbul berupa demam, muntah dan disertai dengan tinja berlendir. Durasi diare yang terinfeksi EPEC biasanya kurang dari 14 hari dengan menunjukkan tanda-tanda dehidrasi ringan sampai sedang.20,27 Gejala klinis pada pasien dalam penelitian ini belum dapat dipastikan apakah merupakan manifestasi klinis dari infeksi EPEC karena belum dilakukan pemeriksaan penyebab diare lainnya. Diare yang disebabkan oleh infeksi EPEC dapat didiagnosis apabila ditemukan hasil positif dalam pemeriksaan spesimen tinja dan telah dilakukan pemeriksaan mikroorganisme lain seperti virus yang menunjukkan hasil negatif. Hasil dari penelitian ini dapat sebagai dasar untuk mengetahui etiologi patogen penyebab diare di Pekanbaru. Hal ini dikarenakan infeksi yang disebabkan oleh EPEC jika 4
dalam jangka waktu yang lama bisa menjadi diare persisten.
gastroenterology-hepatologi jilid I. 2010. 2.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman pengendalian penyakit diare. Jakarta; 2011.
3.
WHO. Diarrhea: Why children are still dying and what can be done. 2009.
4.
Dinas Kesehatan Provinsi Riau. Profil kesehatan provinsi Riau 2012. Riau; 2013.
5.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta; 2013.
6.
Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru. Rekapan penderita diare yang ditangani oleh petugas kesehatan Kota Pekanbaru dari bulan Januari-Desember 2013. Pekanbaru; 2013.
7.
Zein U, Sagala KU, Ginting J. Diare akut disebabkan bakteri. Fakultas Kedokteran Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2004.
8.
Radji M, Puspaningrum A, Sumiati A. Deteksi cepat bakteri Escherichia coli dalam sampel air dengan metode Polymerase chain reaction menggunakan primer 16E1 dan 16E2. Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Universitas Indonesia. April 2010: 39-43.
9.
Bonkoungou IJ dkk. Bacterial and viral etiology of childhood diarrhea in Ouagadougou, Burkina Faso. BMC Pediatrics. 2013; 13:36.
Simpulan dan Saran Hasil penelitian pemeriksaan Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) pada balita dengan diare yang berobat di Puskesmas Rawat Inap Kota Pekanbaru, didapatkan kesimpulan bahwa manifestasi klinis balita dengan diare adalah 27 orang (57,45%) mengalami demam, 22 orang (46,80%) mengalami muntah, 17 orang (36,17%) mengalami tinja berlendir dan 8 orang (17,20%) tidak menunjukkan gejala tambahan selain diare. Sedangkan derajat dehidrasi ddidapatkan hasil tanpa dehidrasi (25,53%) dan dehidrasi ringan-sedang (74,46%). Prevalensi infeksi EPEC pada balita dengan diare di Puskesmas Rawat Inap Kota Pekanbaru adalah 4,26%. Infeksi EPEC terjadi pada 2 responden balita dengan gejala klinis yang dapat menyertai infeksi EPEC adalah 1 orang mengalami demam dan tanpa dehidrasi sedangkan 1 orang lagi mengalami dehidrasi ringan-sedang saja. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan beberapa masukan yaitu: Kepada masyarakat khususnya kepada orang tua untuk dapat menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan dengan baik serta meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit diare sehingga dapat menurunkan resiko penularan EPEC. Kepada Fakultas Kedokteran Universitas Riau agar dapat melakukan penelitian lebih lanjut untuk dapat melihat prevalensi EPEC dengan skala penelitian yang lebih luas dan sampel dalam jumlah besar sehingga mendapatkan gambaran prevalensi penyebab diare di Kota Pekanbaru.
Daftar Pustaka 1.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku ajar
JOM FK Volume 2 No. 1 Februari 2015
10. Nguyen TV dkk. Detection and characterization of diarrheagenic Escherichia coli from young children in Hanoi, Vietnam. Journal of Clinical Microbiology. February 2005; 2(43): 755760. 11. Ochoa
TJ.
New
insights
into
the 5
epidemiology of Enteropathogenic Escherichia coli infection. National Institutes of Health Public Access. September 2008; 102(9):852-856. 12. Jafari F dkk. Diagnosis and prevalence of enteropathogenic bacteria in children less than 5 years of age with acute diarrhea in Tehran children’s hospitals. Journal of Infection. 2009; 58: 21-27. 13. Sinthamurniwaty. Faktor-faktor resiko kejadian diare akut pada balita [Tesis]. Universitas Diponegoro. 2006. 14. Adyanastri F. Etiologi dan gambaran klinis diare akut di RSUP Dr Kanadi Semarang [Karya Tulis Ilmiah]. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2012. 15. Yusuf S. Profil diare di ruang rawat inap anak. Sari Pediatri. Desember 2011; 13(4). 16. Olukem K, Mawak JD, Onojo MM. Isolution of Enterophatogenic Escherichia coli from children with diarrhea attending the national hospital in Abuja, Nigeria. Shiraz E medical journal. July 3, 2009. 17. Haq JA, Li HC, Rahman RA. Detection of Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) by serotyping and cell adhesion assay among children in North-Eastern Peninsular Malaysia-A Hospital based study. Department of Microbiology, University Sains Malaysia. 2008; 2(2): 40-43. 18. Osawa K dkk. Frequency of diarrheagenic Escerichia coli among children in Surabaya, Indonesia. Journal Infection Diseases. June 18,2013; 66: 446-448. 19. Sehand, Arif, Salih L. Identification of different categories of diarrheagenic Escerichia coli in stool sampel by using JOM FK Volume 2 No. 1 Februari 2015
multiplex PCR technique. Asian Journal of Medical Sciences. November 10, 2010; 2(5): 237-243. 20. Charimba G. The incidence, growth and survival of diarrhoeagenic Escherichia coli in South African meat products [tesis]. Department of Microbial, Biochemical and Food Biotechnology, Faculty of Natural and Agricultural Sciences, University of the Free Sate; November 2004. 21. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Diarrhea: common illness, global killer. 22. Dong Tu N. Risk factors associated with diarrhoeal disease and diarrheagenic E.coli disease in Duc Giang Hospital, North-Eastern of Hanoi, Vietnam. Faculty Medicine, Department of General Practice and Community Medicine, Section for International Health. June 2006. 23. Tilak GP, Mudaliar JL. Role of Enteropathogenic Escerichia coli in paediatric diarrhoeas in South India. Department of Microbiology, Hyderabad, India. Sept 2012; 24(3): 178-181. 24. Shamki JA, Al-Charrakh AH, Al-Khafaji JK. Detection of ESBLs in Enteropathogenic E.coli (EPEC) isolates associated with infantile diarrhea in Kut City. Medical Journal of Babylon. 2012; 9(2). 25. Addy, Antepim, Frimpong. Prevalence of pathogenic Escerichia coli and parasites in infants with diarrhea in Kumasi, Ghana. East African Medical Journal. July 2004; 81(7): 353-357. 26. Abdullahi, Olonitola, Inabo. Isolation of bacteria Associated with diarrhea among children attending some hospital in Kano Metropolis, Kano State, Nigeria. Buyero Journal of Pure and Applied Sciences. 6
March 2010; 3(1): 10-15 27. Afset JE. Role of enteropathogenic Escherichia coli in childhood diarrhea in Norway [tesis]. Norwegian University of Science and Technology, Faculty of Medicine, Department of Laboratory Medicine; December 2007.
JOM FK Volume 2 No. 1 Februari 2015
7