HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG PUSKESMAS DENGAN TINDAKAN DALAM PEMANFAATAN PUSKESMAS MOLOMPAR OLEH MASYARAKAT DESA MOLOMPAR II KECAMATAN TOMBATU TIMUR KABUPATEN MINAHASA TENGGARA Silvana C. Rakinaung*, Ricky C. Sondakh*, Dina V. Rombot** *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK Puskesmas adalah sarana pelayanan kesehatan yang menjadi tolak ukur pembangunan kesehatan.Pengetahuan, sikap dan tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas merupakan salah satu masalah kesehatan dalam hal ini perilaku kesehatan.Pengetahuan tentang puskesmas, sikap terhadap puskesmas, dan tindakan masyarakat dalam pemanfaatan puskesmas Molompar dapat menjadi salah satu faktor menurunnya kunjungan pasien puskesmas Molompar sebesar 32,7% pada tahun 2012. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan tindakan tentang Puskesmas dengan Tindakan dalam Pemaanfaatan Puskesmas Molompar oleh masyarakat Desa Molompar II Kecamatan Tombatu Timur Kabupaten Minahasa Tenggara. Metode penelitian: Menggunakan metode survei dengan pendekatan cross sectional study. Populasi dalam penelitian ini adalah 226 kepala keluarga dengan jumlah sampel sebanyak 199 KK yang menjadi responden menggunakan teknik pengambilan sampel jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner. Uji statistik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel menggunakan chi square dan tingkat kemaknaan 95% 0,05dengan program spss 20. Hasil penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat memiliki pengetahuan yang tidak baik 60,3% dan sikap yang tidak baik 70,4%, serta tindakan tidak baik dalam memanfaatkan puskesmas sebanyak 79,4%. Kesimpulan: hasil analisis data menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan masyarakat dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas molompar (p= 0,000) dan terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas (p= 0,000). Kata kunci: Pengetahuan, Sikap, Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas ABSTRACT Puskesmas (Community Health Center/ CHS) is the healthcare facility being the indicator of health development. Knowledge, attitude an practices on utilization of CHS as the domains of health behavior are of importance in determining the analysis of health problems. Health behaviour on utilization of Molompar CHS could be one of the factors influencing the patients visits to the CHS to decrease to 32,7% ini 2012. This research aimed at finding out the relationship between knowledge and attitude on puskesmas (Community Heath Center/CHS) with practices on utilization Molompar CHS by the community of Molompar II Village, District of East Tombatu, South East Minahasa Regency. This research was an analytic- survey research with a cross-secsional study design. The population was 226 heads of household with the number of samples was 199 heads household (total sampling) who were then called respondents. Data were obtained through interviews using questionnaire. Bivariate analysis was performed by using Cghi- square test with the CI of 95% at the significance level of 5% (=0.05). statistical application program used was SPSS ver. 20 for windows. Results showed that majority of the respondens were pore in knowledge (60,3%) poor in attitude (70,4%) and poor in practices (79,4%). The probability of the analysis relationship between knowledge and practices was 0.000 (ρ<0.05) and between attitude and practices was 0.000 (ρ<0.05). Conclusion. Knowledge as well as attitude were related to practices on itilization of CHS. Keywords: Knowledge, attitude, Practice CHS utilization
1
PENDAHULUAN Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang sangat penting di Indonesia yang menjadi andalan atau tolak ukur dari pembangunan kesehatan, sarana peran serta masyarakat, dan pusat pelayanan pertama yang menyeluruh dari suatu wilayah. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan termasuk Puskesmas adalah hasil dari proses pencarian kesehatan dari seseorang maupun kelompok. Pemanfaatan Puskesmas mencakup pemanfaatan fasilitas dan program yang selenggarakan oleh Puskesmas. Perilaku dalam pemanfaatan Puskesmas menjadi salah satu hal yang penting karena puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan strata pertama. Menurut Maulana (2009) perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makluk hidup yang bersangkutan yang memiliki tiga ranah yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan atau praktik. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang yang merupakan hasil dari tahu setelah seseorang melakukan penginderaan dan sikap merupakan kecenderungan seseorang untuk bertindak terhadap objek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat (Nasir dkk 2011) sedangkan tindakan merupaka perbuatan nyata yang dapat terlihat dan sudah dilakukan. Adisasmito (2010) sesuai dengan hasil survey memaparkan, fasilitas kesehatan yang banyak dimanfaatkan penduduk untuk berobat jalan adalah dokter praktek 27,09 %, dan memanfaatkan fasilitas kesehatan Puskesmas sebanyak 24,16 %. Dapat dilihat Pemanfaatan Puskesmas termasuk kurang dibanding dengan pemanfaatan dokter praktek. Puskesmas Molompar merupakan saranan pelayanan kesehatan Dasar yang terdapat di Desa Molompar II Kecamatan Tombatu Timur Kabupaten Minahasa Tenggara yang memiliki 35 tenaga kesehatan dengan uraian Dokter Umum 2 orang, Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) 2 orang, Perawat 13 orang, Perawat Gigi 3 orang, Bidan Pegawai Negeri Sipil (PNS) 4 orang, Bidan Pegewai tidak tetap (PTT) 3 orang, Gizi 3 orang, Sanitarian 3 orang, Farmasi 2 orang (Anonimous, 2013a). Desa Molompar II terdapat di Kecamatan Tombatu Timur Kabupaten Minahasa Tenggara yang merupakan wilayah kerja Puskesmas Molompar. Berdasarkan data yang diperoleh dari Profil Desa Molompar, Desa Molompar dua terdiri dari empat Jaga dengan jumlah penduduk 682 jiwa dengan 226 Kepala Keluarga dengan
uraian laki- laki 357 jiwa dan perempuan 325 jiwa Anonimous, 2013b). Hasil rekapitulasi Kunjungan Pasien di Puskesmas Molompar tahun 2010 terdapat 11795 kujungan, tahun 2011 terdapat penurunan menjadi 10239 kunjungan dan pada tahun 2012 terus menurun dengan jumlah 7310 kunjungan, dari hasil rekapitulasi kunjungan dapat dilihat bahwa ada penurunan angka kunjungan pasien tahun sebesar 15,56% tahun 2011 dan 32,72% di tahun 2012(Anonimous, 2013a). Berdasarkan hasil perbincangan bersama Pimpinan Puskesmas dan beberapa tenaga kesehatan yang ada, didapat kesimpulan bahwa minat masyarakat untuk berkunjung ke Puskesmas menurun karena masyarakat seringkali berkunjung di rumah tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas sehingga terdapat penurunan angka kunjungan ke Puskesmas sedangkan hasil wawancara singkat dengan beberapa masyarakat desa Molompar II yang dilakukan saat pra survey, diketahui bahwa masih ada masyarakat desa memanfaatkan pengobatan tradisional, menggunakan obatobatan dokter, membeli obat yang dijual di warung dan dikonsumsi sendiri atau berkunjung ke praktik dokter dengan jarak tempuh yang lebih jauh dengan alasan pemangku kepentingan dan petugas kesehatan di Puskesmas tidak baik. Menyadari pentingnya Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama dan perilaku merupakan faktor yang mempengaruhi puskesmas, serta tindakan dalam pemanfaatan puskesmas juga adanya penurunan kunjungan pasien di Puskesmas Molompar yang terdapat di Desa Molompar II Kecamatan Tombatu Timur Kabupaten Minahasa Tenggara maka penulis tertarik untuk mengetahui adakah hubungan pengetahuan dan sikap dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas Molompar oleh masyarakat Desa Molompar II. METODE Penelitian ini menggunakan metode survey dengan desain penelitian cross secsional. Penelitian dilaksanakan di Desa Molompar II Kecamatan Tombatu Timur Kabupaten Minahasa Tenggara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei tahun 2013. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan sampel jenuh yaitu keseluruhan dari target populasi 226 KK. Dalam penelitian ini terdapat 199 sampel yang menjadi responden, dikarenakan 27 responden yang tidak memenuhi kriteria inklusi dan masuk dalam kriteria ekslusi.
2
HASIL PENELITIAN Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui masyarakat tentang fungsi puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan yang pertama, fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di puskesmas dan kegiatan yang diselenggarakan oleh puskesmas. Berikut merupakan uraian hasil penelitian dalam bentuk tabulasi pengetahuan responden mengenai puskesmas. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Puskesmas Jawaban Benar %
Salah
%
Terdapat puskesmas di desa Molompar II
192
96,5
7
3,5
Puskesmas adalah pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama Puskesmas menyediakan pelayanan kesehatan ibu dan anak Puskesmas menyediakan pelayanan kesehatan keluarga berencana (KB) Puskesmas menyediakan layanan kesehatan pemberian imunisasi pada balita Peserta jamkesmas mendapatkan pelayanan kesehatan di puskesmas Puskesmas memberikan penyuluhan kepada masyarakat Puskesmas memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat untuk hidup sehat Puskesmas menyediakan peralatan medis untuk pasien Puskesmas wajib merujuk pasien yang tidak dapat ditangani ke sarana pelayanan kesehatan lainnya Puskesmas melakukan kegiatan kesehatan lingkungan dengan bantuan masyarakat Puskesmas melakukan pelayanan kesehatan peningkatan gizi
80
40,2
119
59,8
108
54,3
91
45,7
122
61,3
77
38,7
148
74,4
51
25,6
161
80,9
38
19,1
67
33,7
132
66,3
37
18,6
162
81,4
104
52,3
95
47,7
121
60,8
78
39,2
58
29,1
141
70,9
74
37,2
125
62,1
No
Pernyataan
1. 2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Hasil distribusi pengetahuan responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengetahui adanya puskesmas di desa Molompar II. Sebanyak 192 responden (96,5%) menjawab benar. Hasil distribusi pengetahuan responden menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui bahwa puskesmas merupakan pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama dan sebanyak 80 responden (40,2%) yang menjawab benar.
Hasil distribusi pengetahuan responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengetahui bahwa puskesmas menyediakan pelayanan kesehatan ibu dan anak sebanyak 108 responden (54,3%). Hasil distribusi pengetahuan responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengetahui bahwa puskesmas menyediakan pelayanan kesehatan keluarga berencana (KB) sebanyak 122 responden (61,3%). Hasil distribusi pengetahuan responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengetahui bahwa puskesmas menyediakan pelayanan kesehatan pemberian imunisasi pada balita yaitu sebanyak 148 responden (74,4%). Hasil distribusi pengetahuan responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengetahui bahwa setiap peserta jamkesmas mendapatkan pelayanan kesehatan di puskesmas sebanyak 161 responden (80,9%). Hasil distribusi pengetahuan responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden masih belum mengetahui bahwa puskesmas memberikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat. Sebanyak 132 responden (66,3%) dan sisanya sebanyak 67 responden (33,7%) yang menjawab benar. Hasil distribusi pengetahuan responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak mengetahui bahwa puskesmas memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat untuk hidup sehat. Sebanyak 162 responden (81,4%) dan 37 responden (18,6%) yang menjawab benar. Hasil distribusi pengetahuan responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengetahui bahwa puskesmas menyediakan peralatan medis untuk pasien saat berobat yaitu sebanyak 104 responden (52,3%). Hasil distribusi pengetahuan responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengetahui bahwa puskesmas wajib merujuk pasien yang tidak dapat ditangani ke sarana pelayanan kesehatan lainnya seperti rumah sakit sebanyak 121 responden (60,8%). Hasil distribusi pengetahuan responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak mengetahui bahwa puskesmas melakukan kegiatan kesehatan lingkungan dengan bantuan masyarakat. Sebanyak 141 responden (70,9%) menjawab salah dan sisanya 58 responden (29,1) yang menjawab benar. Hasil distribusi pengetahuan responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak mengetahui bahwa puskesmas melakukan kegiatan melakukan pelayanan kesehatan peningkatan gizi sebanyak 125 responden (62,1%) menjawab salah dan sisanya sebanyak 74 reponden (37,2%) yang menjawab benar. Berdasarkan tabulasi distribusi variabel pengetahuan responden di atas, setelah dilakukan
3
pengolahan data maka diketahui bahwa pengetahuan responden mengenai puskesmas terbanyak berada pada kategori tidak baik, yaitu sebanyak 120 responden (60,3%). Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan tentang Puskesmas Kategori Pengetahuan Baik Tidak Baik Total
Jumlah n 79 120 199
% 39,7 60,3 100
Sikap Sikap adalah Penilaian atau pendapat masyarakat terhadap pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan di puskesmas. Berikut merupakan uraian hasil penelitian dalam bentuk tabulasi sikap responden mengenai puskesmas. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap terhadap Puskesmas No
Pernyataan
1.
Saya menerima adanya Puskesmas di Desa Molompar II Saya setuju dengan adanya kegiatan Posyandu di Desa Molompar II Masyarakat harus peduli dengan kegiatan bersihbersih lingkungan yang diselenggarakan puskesmas Saya setuju dengan adanya program keluarga berencana di puskesmas Saya setuju dengan adanya kegiatan peningkatan gizi masyarakat yang diselenggarakan puskesmas Masyarakat seharusnya memanfaatkan fasilitas pelayanan laboratorium di puskesmas Saya setuju dengan kegiatan pemberantasan penyakit menular yang diselenggarakan oleh puskesmas Saya setuju untuk menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan gigi di puskesmas Saya akan menyarankan orang lain pergi berobat ke puskesmas saat sakit Berobat di puskesmas menguntungkan bagi masyarakat karena murah Saya akan berkunjung ke puskesmas ketika mendapat gejala penyakit Saya setuju untuk mengikuti saran dokter di puskesmas
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Jawaban Setuju
%
171
%
85,9
Tidak setuju 28
138
69,3
61
30,7
66
33,2
133
66,8
89
44,7
110
55,3
73
36,7
126
63,3
44
22,1
155
77,9
97
48,7
102
51,3
53
26,6
146
73,4
51
25,6
148
74,4
74
37,2
125
62,8
83
41,7
116
58,3
85
42,7
114
57,3
14,1
Hasil distribusi sikap responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden menerima adanya puskesmas di desa Molompar II. Sebanyak 171 responden (85,9%) yang menjawab setuju. Hasil distribusi sikap responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden setuju dengan adanya kegiatan
Posyandu di Desa Molompar II sebanyak 138 responden (69,3%) responden yang setuju. Hasil distribusi sikap responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak setuju dengan pernyataan, masyarakat harus peduli dengan adanya kegiatan bersih- bersih lingkungan yang diselenggarakan oleh puskesmas. Sebanyak 133 responden (66,8%) dan sisanya 66 responden (33,2%) setuju. Hasil distribusi sikap responden menunjukkan bahwa banyak responden yang tidak setuju dengan adanya program keluarga berencana di puskesmas sebanyak 110 responden (55,3%) dan sisanya 89 responden (44,7%) setuju. Hasil distribusi sikap responden menunjukkan bahwa banyak responden yang tidak setuju dengan adanya kegiatan peningkatan gizi masyarakat yang diselenggarakan puskesmas sebanyak 126 responden (63,3%) dan sisanya 73 responden (36,7%) setuju dengan adanya program tersebut di atas. Hasil distribusi sikap responden menunjukkan bahwa banyak responden yang tidak setuju bahwa masyarakat seharusnya memanfaatkan fasilitas pelayanan laboratorium di puskesmas. Sebanyak 155 responden (77,9%) dan sisanya 44 responden (22,1%) setuju. Hasil distribusi sikap responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden setuju dengan kegiatan pemberantasan penyakit menular yang diselenggarakan oleh puskesmas sebanyak 102 responden (51,3%). Hasil distribusi sikap responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak setuju untuk menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan gigi di puskesmas. Sebanyak 146 responden (73,4%) dan sisanya 53 responden (26,6%) setuju. Hasil distribusi sikap responden menunjukkan bahwa banyak responden yang tidak setuju untuk menyarankan orang lain pergi berobat ke puskesmas saat sakit sebanyak 148 responden (74,4%) dan sisanya 51 responden (25,6%) setuju. Hasil distribusi sikap responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang tidak setuju bahwa berobat di puskesmas menguntungkan bagi masyarakat karena murah sebanyak 125 responden (62,8%) dan sisanya 74 responden (37,2%) setuju. Hasil distribusi sikap responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang tidak setuju untuk berkunjung ke puskesmas ketika mendapat gejala penyakit sebanyak 116 responden (58,3%) dan sisanya 83 responden (41,7%) setuju. Hasil distribusi sikap responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang tidak setuju untuk mengikuti saran dokter di puskesmas sebanyak 114
4
responden (57,3%) dan sisanya 85 responden (42,7%) yang setuju. Berdasarkan tabulasi distribusi variabel sikap responden di lembar sebelumnya, setelah dilakukan pengolahan data maka diketahui bahwa sikap responden tentang puskesmas terbanyak berada pada kategori tidak baik, yaitu sebanyak 140 responden (70,4%). Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap terhadap Puskesmas Kategori sikap Jumlah n % Baik 59 29,6 Tidak Baik 140 70,4 Total 199 100 Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas adalah Reaksi/tindakan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan di puskesmas oleh masyarakat yang tinggal di Desa Molompar II. Berikut merupakan uraian hasil penelitian dalam bentuk tabulasi tindakan responden dalam pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan di puskesmas. Distribusi Responden berdasarkan tindakan dalam pemanfaatan Puskesmas Jawaban No
Pertanyaan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Ya
%
Tidak
%
Apakah anda pergi ke puskesmas saat sakit? Apakah anda mengajak keluarga untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas? Apakah anda menggunakan obt- obatan dari puskesmas?
99
49,7
100
50,3
61
30,7
138
69,3
92
46,2
107
53,8
Apakah anda memanfaatkan fasilitas pelayanan keshatan gigi di puskesmas? Apakah anda mengikuti kegiatan bersih- bersih lingkungan yang diselenggarakan puskesmas? Apakah anda mengingatkan anggota keluarga berobat ke puskesmas saat sakit? Apakah anda pernah mengikuti penyuluhan yang diselenggarakan puskesmas? Apakah anda memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan mata di Puskesmas? Apakah anda pernah menanyakan informasi kesehatan di puskesmas?
56
28,1
143
71,9
41
20,6
158
79,4
63
31,7
136
68,3
38
19,1
161
80,9
72
36,2
127
63,8
78
39,2
121
60,8
Hasil distribusi tindakan responden menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang tidak pergi ke puskesmas saat sakit sebanyak 100 responden (50,3%) dan sisanya 99
responden (49,7%) menjawab ya. Hasil distribusi tindakan responden menunjukkan bahwa terdapat perbandingan yang cukup jauh antara responden yang mengajak keluarga untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan di puskesmas dan yang tidak. Sebanyak 138 responden (69,3%) yang menjawab tidak dan sisanya 61 responden (30,7%) tidak. Hasil distribusi tindakan responden menunjukkan bahwa responden yang menggunakan obat- obatan dari puskesmas sebanyak 92 responden (46,2%) dan sisanya tidak sebanyak 107 responden (53,8%). Hasil distribusi tindakan responden menunjukkan bahwa kebanyakan responden tidak memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan gigi di puskesmas sebanyak 143 responden (71,9%) dan sisanya 56 responden (28,1%) memanfaatkan pelayanan yang tersebut di atas. Hasil distribusi tindakan responden menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang jauh antara total responden yang mengikuti dan tidak mengikuti kegiatan bersih- bersih lingkungan yang diselenggarakan puskesmas. Sebanyak 41 responden (20,6%) yang mengikuti kegiatan tersebut di atas dan sisanya 158 responden (79,4%) tidak. Hasil distribusi tindakan responden menunjukkan bahwa responden yang mengingatkan anggota keluarga berobat ke puskesmas saat sakit sebanyak 63 responden (31,7%) dan sisanya 136 responden (68,3%) tidak. Hasil distribusi tindakan responden menunjukkan bahwa kebanyakan responden tidak pernah mengikuti penyuluhan yang diselenggarakan puskesmas sebanyak 161 responden (80,9%) dan sisanya 38 responden (19,1%) pernah mengikuti kegiatan tersebut di atas. Hasil distribusi tindakan responden menunjukkan bahwa kebanyakan responden tidak memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan mata di puskesmas sebanyak 127 responden (63,8%) dan sisanya 72 responden (36,2%) memanfaatkan fasilitas pelayanan tersebut di atas. Hasil distribusi tindakan responden menunjukkan bahwa responden yang pernah menanyakan informasi kesehatan di puskesmas lebih sedikit di banding yang tidak pernah. Sebanyak 121 responden (60,8%) yang menjawab tidak dan sisanya 78 responden (39,2%) ya. Distribusi Responden berdasarkan Kategori tindakan dalam pemanfaatan Puskesmas Kategori Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas Baik
Jumlah n
%
41
20,6
5
Tidak Baik Total
158 199
79,4 100
Berdasarkan tabulasi distribusi variabel tindakan responden, setelah dilakukan pengolahan data maka diketahui bahwa tindakan dalam pemanfaatan puskesmas oleh responden terbanyak berada pada kategori tidak baik, yaitu sebanyak 158 responden (79,4%). Distribusi Responden berdasarkan sarana pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan untuk berobat Sarana Pelayanan Kesehatan Puskesmas Dokter Praktek Rumah Sakit Pengobatan Tradisional Lain-lain Total
Jumlah n 99 44 10 19
% 49,7 22,1 5,1 9,5
27 199
13,6 100
* membeli obat di warung Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sarana pelayanan kesehatan yang paling banyak digunakan untuk berobat adalah puskesmas sebanyak 99 responden. Sedangkan yang paling sedikit adalah yang memanfaatkan rumah sakit, yaitu sebanyak 10 responden. Distribusi Responden berdasarkan alasan memanfaatkan Puskesmas untuk berobat Alasan Biaya Terjangkau Obat-obatan yang diberikan cocok Pelayanan Baik Tidak Ada Alasan Total
Jumlah n 47 25
% 47,5 25,2
15 12 99
15,2 12,1 100
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa alasan responden memanfaatkan puskesmas untuk berobat yang terbanyak adalah karena biaya kunjungan di Puskesmas lebih terjangkau, sebanyak 47 responden (47,5%). Distribusi Responden berdasarkan alasan tidak memanfaatkan puksesmas untuk berobat Alasan Jam Tunggu Lama Pelayanan Kurang Baik Peralatan Medis Tidak Lengkap Tidak Ada Alasan Total
Jumlah n 32 48
% 32 48
16
16
4 100
4 100
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa alasan responden tidak memanfaatkan puskesmas untuk berobat yang terbanyak dikarenakan pelayanan yang diberikan di Puskesmas kurang baik dari tenaga medis termasuk dokter, perawat, tenaga kesehatan, dan staf administrasi yaitu sebanyak 48 responden (48%). Karakteristik Masyarakat dengan Tindakan Dalam Pemanfaatan Puskesmas Distribusi Responden berdasarkan Karakteristik dengan Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas Karakterist ik Masyaraka t
Umur 9-29 30-44 45-59 ≥ 60 Total Jenis Kelamin Laki- laki Perempua n Total Pendidika n Tinggi Rendah Total Pendapat an < Rp. 1.550.000 ≥ Rp. 1.550.000 Total Pekerjaan Bekerja Tidak Bekerja Total
Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas
Tot al
Mamanfaatk an dengan baik
n
n
%
Tidak memanfaatk an dengan baik n %
7 7 21 6 41
35 15,9 28,4 9,8 20,6
13 37 53 55 158
65 84,1 71,6 90,2 79,4
20 44 74 61 199
20 21
20,8 20,4
76 82
79,2 79,6
96 103
41
20,6
158
79,4
199
26 15 41
31,3 12,9 20,6
57 101 158
68,7 87,1 79,4
83 116 199
21
16
110
84
131
20
29,4
48
70,6
68
41
20,6
158
79,4
199
26 15
20 21,7
104 54
80 78,3
130 69
41
20,6
158
79,4
199
Hasil distribusi responden berdasarkan karakteristik umur dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas adalah responden yang berumur 45-59 tahun yang merupakan distribusi responden terbanyak yaitu 74 responden dengan rincian 21 responden (28,4%) memanfaatkan puskesmas dengan baik dan sisanya 53 responden (71,6%) tidak memanfaatkan puskesmas dengan baik. Hasil distribusi responden berdasarkan karakteristik jenis kelamin dengan tindakan
6
dalam pemanfaatan puskesmas adalah responden yang berjenis kelamin perempuan yaitu 21 responden (20,4%) memanfaatkan puskesmas dengan baik dan 82 responden (79,6%) responden tidak memanfaatkan puskesmas dengan baik. Hasil distribusi responden berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan terakhir dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas adalah responden dengan tingkat pendidikan rendah yaitu sebanyak 116 responden (58,3%) Hasil distribusi responden berdasarkan karakteristik pendapatan keluarga per bulan dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas yang terbanyak adalah responden yang memiliki pendapatan < Rp. 1.550.000 yaitu sebanyak 131 responden (65,8%) dengan rincian 21 responden (16%) yang memanfaatkan puskesmas dengan baik dan sisanya 110 responden (84 responden yang tidak memanfaatkan puskesmas dengan baik. Hasil distribusi responden berdasarkan karakteristik pekerjaan dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas, responden yang paling banyak memanfaatkan puskesmas dengan baik adalah responden yang memiliki pekerjaan sebanyak 26 responden (20%). Pengetahuan Masyarakat Tentang Puskesmas dengan Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas Distribusi responden berdasarkan kategori pengetahuan masyarakat tentang puskesmas dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas Pengetahua n
Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas
Tot al
Mamanfaatk an dengan baik
n
n Pengetahu an Baik Tidak Baik Total
32 9 41
%
40,5 7,5 20,6
Tidak memanfaatk an dengan baik n %
47 111 158
59,5 92,5 79,4
79 120 199
Hasil distribusi responden berdasarkan pengetahuan masyarakat tentang fungsi, fasilitas pelayanan kesehatan dan program yang di selenggarakan Puskesmas dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas adalah responden yang memiliki pengetahuan yang baik tetapi tidak memanfaatkan puskesmas dengan baik sebanyak 47 responden (59,5%) hal ini dikarena kurangnya sosialisasi dari tenaga kesehatan kepada masyarakat desa molompar II.
Sikap Masyarakat terhadap Puskesmas dengan Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas Distribusi responden berdasarkan kategori sikap masyarakat terhadap puskesmas dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas Sikap Masyarak at
Sikap Baik Tidak Baik Total
Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas
Tota l
Mamanfaatk an dengan baik
n
n
%
Tidak memanfaatk an dengan baik n %
27 14
45,8 10
32 126
52,2 90
59 140
41
20,6
158
79,4
199
Hasil distribusi responden berdasarkan sikap masyarakat terhadap fungsi, fasilitas pelayanan kesehatan dan program yang di selenggarakan Puskesmas dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas adalah responden yang memiliki sikap yang baik dan memanfaatkan puskesmas dengan baik sebanyak 32 responden (40,5%). Hubungan Pengetahuan dan Sikap tentang Puskesmas dengan Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas oleh Masyarakat Distribusi responden berdasarkan kategori pengetahuan dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas Pengeta huan
Baik Tidak Baik Total
Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas Memanfa Tidak atkan Memanfa To dengan atkan tal Baik dengan Baik n % n % 32 40, 47 59, 79 5 5 9 7,5 111 92, 12 5 0 41 20, 158 79, 19 6 4 9
ρval ue
0,0 00
*statistic chi square Perhitungan dengan menggunakan statistik uji Chi-square pada tingkat kemaknaan 95% ( 0,05), mendapatkan hasil probabilitas sebesar 0,000. Berdasarkan hasil tersebut, menunjukkan bahwa terhadapat hubungan bermakna antara pengetahuan masyarakat dengan tindakan dalam
7
pemanfaatan puskesmas Molompar masyarakat desa Molompar II.
oleh
Hubungan Sikap terhadap Puskesmas dengan Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas oleh Masyarakat Distribusi responden berdasarkan kategori sikap dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas Sikap
Baik Tidak Baik Total
Memanfaatkan dengan Baik n 27 14
% 45,8 10
Tidak Memanfaatkan dengan Baik n % 32 54,2 126 90
41
20,6
158
79,4
Total
59 140
ρ*
0,000
199
*satistic chi square Perhitungan dengan menggunakan statistik uji Chi-square pada tingkat kemaknaan 95% ( 0,05), mendapatkan hasil 0,000. Berdasarkan hasil tersebut, menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara sikap masyarakat dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas Molompar oleh masyarakat desa Molompar II. PEMBAHASAN Karakteristik Responden Jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 199 responden yang terdiri dari 96 responden (48,2%) berjenis kelamin laki- laki dan 103 responden (51,8%) berjenis kelamin perempuan. Penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Tombi (2012), dimana responden berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari responden yang berjenis kelamin laki- laki. Dalam penelitian ini, responden berjenis kelamin perempuan lebih banyak memanfaatkan puskesmas dengan baik sebanyak 21 responden di banding responden berjenis kelamin laki- laki. Umur merupakan faktor yang mempengaruhi seseorang untuk datang ke sarana pelayanan kesehatan termasuk Puskesmas. Semakin bertambah umur seseorang, maka semakin bertambah kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, rata- rata usia responden berumur 51 tahun, dimana responden termuda berumur 19 tahun dan tertua berumur 91 tahun. Kelompok umur responsden terbanyak adalah pada kelompok umur 45- 59 tahun sebanyak 74 responden (37,2%) dan yang memanfaatkan puskesmas puskesmas dengan baik berada pada umur 45- 59 tahu sebanyak 21 responden.
Pendidikan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi perilaku masyarakat, khusunya tindakan dalam pemanfaatan Puskesmas. Hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa pendidikan terakhir dari responden terbanyak yaitu pendidikan sekolah dasar sebanyak 68 responden (34,2%), sekolah menengah pertama sebanyak 48 responden (24,1%), sekolah menengah atas sebanyak 66 responden (33,2%), dan yang paling sedikit yaitu responden yang memiliki tingkat pendidikan terakhir yaitu perguruan tinggi sebanyak 17 responden (8,5%). Dalam penelitian ini, respoden yang memanfaatkan puskesmas dengan baik adalah responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi sebanyak 26 responden (31,3%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 69 responden (34,7%) tidak memiliki pekerjaan, 14 responden (7%) yang bekerja sebagai PNS/ TNI, POLRI, 25 responden (12,6%) yang bekerja karyawan swata dan honorer, 5 responden (2,5%) yang bekerja sebagai wiraswasta, dan sisanya 86 responden (43,2%) yang bekerja sebagai petani/ tukang/ supir/ ojek. Berdasarkan hasil rekapitulasi data yang diperoleh, responden terbanyak adalah responden yang memiliki pekerjaan sebagai petani/ tukang/ supir/ ojek sebanyak 86 responden, hal ini dikarenakan peneliti menjalankan kuesioner dari jam 6 pagi sampai jam 8 malam dengan selang waktu istirahat 1 jam makan siang, dan 1 jam istrirahat sore, sehingga kebanyakan responden memiliki pekerjaan. Waktu penelitian yang dilakukan setiap hari yaitu 12 jam perhari selama 14 hari dan mendapatkan hasil bahwa responden yang memanfaatkan puskesmas dengan baik adalah responden yang memiliki pekerjaan sebanyak 26 reposnden (20%). Pendapatan merupakan hal penting, dikarenakan pendapatan dapat menggambarkan tingkat perekonomian dari satu keluarga. Berdasarkan tingkat pendapatan, dikategorikan menjadi dua yaitu yang berpenghasilan kurang dari upah minimum regional (UMR) Sulawesi Utara berdasarkan Regional Investment Badap Koordinasi Penanaman Modal Indonesia (BKPM). Sebanyak 107 responden (53,8%) memiliki pendapatan keluarga < Rp. 1.550.000, sedangkan responden yang memiliki pendapatan ≥ Rp. 1.550.000 sebanyak 92 responden (46,2%) berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa responden yang memiliki pendapatan keluarga < Rp. 1.550.000 lebih banyak dari responden yang memiliki pendapatan keluarga ≥ Rp. 1.550.000, hal ini dikarenakan mayoritas pekerjaan dari kepala keluarga adalah tani sehingga pendapatan keluarga yang didapatkan kurang dari UMR. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
8
Adam (2008), mendapatkan hasil bahwa pendapatan merupakan faktor yang memberikan kontribusi dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Dalam penelitian ini, respoden yang memiliki pendapatan keluarga < Rp. 1.550.000 lebih banyak memanfaatkan puskesmas dengan baik yaitu sebanyak 21 responden dibanding yang memiliki pendapatan keluarga ≥ Rp. 1.550.000. Gambaran Pengetahuan Masyarakat tentang Puskesmas Berdasarkan hasil penelitian tentang pengetahuan responden dengan 12 pernyataan mendapatkan gambaran responden yang memiliki pengetahuan tidak baik lebih banyak dibandingkan responden yang memiliki pengetahuan baik yaitu sebanyak 120 responden (60,3%) dengan alasan tententu. Terdapat banyak respon pilihan salah pada pernyataan puskesmas memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat untuk hidup sehat sebanyak 162 responden (81,4%) karena menurut masyarakat puskesmas tidak memberikan pendidikan kesehatan untuk hidup sehat sedangkan penjelasan dari pimpinan puskesmas memaparkan bahwa puskesmas memberikan pendidikan kesehatan untuk hidup sehat kepada masyarakat melalui himbauan dan poster yang terdapat di dinding puskesmas. Jawaban pilihan salah juga terdapat pada pernyataan bahwa puskesmas melakukan kegiatan kesehatan lingkungan dengan bantuan masyarakat yaitu 141 responden (70,9%) hal ini disebabkan karena penyampaian untuk melakukan kegiatan kerja bakti dan bersih lingkungan di sampaikan oleh hukum tua desa sehingga membentuk pengetahuan masyarakat bahwa kegiatan tersebut dilakukan oleh aparatur desa, sedangkan kegiatan tersebut merupakan kerjasama antara aparat desa dengan puskesmas molompar. Gambaran Sikap Masyarakat terhadap Puskesmas Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan 12 pernyataan sikap masyarakat terhadap fasilitas, dan program yang ada dan dilakukan oleh puskesmas didapatkan gambaran sikap tidak baik terhadap puskesmas sebanyak 140 responden (70,4%) dengan alasan tertentu yang akan dijelaskan pada beberapa poin pernyataan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada responden . Dalam penelitian ini, terdapat beberapa pernyaatan yang mendapatkan banyak sikap tidak setuju dari responden dengan berbagai alasan yang dikemukakan, seperti pernyataan masyarakat seharusnya memanfaatkan fasilitas pelayanan
laboratorium di puskesmas sebanyak 155 responden (77,9%) yang tidak setuju dengan alasan bahwa pemerikasaan laboratorium di rumah sakit lebih baik karena laboratorium di puskesmas tidak difungsikan. Sikap yang sama terdapat pada peryataan masyarakat harus peduli dengan kegiatan bersih- bersih lingkungan yang diselenggarakat puskesmas dengan jumlah responden yang menjawab tidak setuju sebanyak 133 responden (66,8%), dengan alasan puskesmas tidak menyelenggarakan program tersebut hal ini dikarenakan kurangnya koordinasi antara pimpinan dan petugas puskesmas sehingga membentuk pengetahuan masyrakat yang tidak baik terhadap program tersebut. Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas Notoatmodjo (2007a) setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Praktek kesehatan atau tindakan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan atau aktivitas orang dalam rangka memelihara kesehatan termasuk didalamnya tindakan atau praktek sehubungan dengan penggunaan (utilisasi) fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan memberikan 9 pertanyaan tindakan dengan dua pilihan jawaban yaitu ya dan tidak kepada responden, diketahui bahwa terdapat beberapa pertanyaan yang diberikan mendapat hasil jawaban tidak dari responden seperti pada pertanyaan apakah responden memanfaatkan pelayanan kesehatan gigi di puskesmas dengan pilihan jawaban tidak sebanyak 143 responden (71,9%) dan pertanyaan apakah responden memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan mata di puskesmas dengan jawaban tidak sebanyak 127 responden (63,8%) dengan alasan pelayanan kesehatan tersebut dilaksanakan di puskesmas tetapi merupaka program dari dinas kesehatan kabupaten yang dilaksanakan di waktu tertentu seperti pada saat kegiatan bakti sosial sehingga sebagian responden berpengetahuan bahwa fasilitas tersebut tidak ada dan sebagian lagi beranggapan bahwa fasilitas yang ada tidak lengkap sehingga membentuk sikap yang tidak baik dari masyarakat dan enggan untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan gigi dan mata yang ada di puskesmas molompar.
9
Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap tentang Puskesmas dengan Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas Molompar Hasil uji statistik dari dua variabel independen yang diteliti yaitu, pengetahuan dan sikap mempunyai hubungan dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas Molompar oleh masyarakat desa Molompar II. Dalam hal ini, peneliti tidak hanya meneliti tindakan dalam pemanfaatan puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan untuk pengobatan tetapi juga tindakan dalam pemanfaatan fasilitas dan program yang dilaksanakan puskesmas. Hubungan Pengetahuan tentang Puskesmas dengan Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas Molompar oleh Masyarakat Desa Molompar II Dalam penelitian ini, setelah dilakukan pengkategorian hasil tabulasi jawaban responden dari 12 pernyataan pengetahuan responden tentang fungsi dan fasilitas pelayanan kesehatan di puskesmas, didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan tidak baik yaitu sebanyak 120 responden (60,3%) dengan rincian 9 responden (7,5%) memanfaatkan puskesmas dengan baik dan sisanya 111 responden (92,5%) tidak memanfaatkan puskesmas dengan baik, sebanyak 79 responden (39,7%) yang memiliki pengetahuan baik, dengan rincian 32 responden (40,5%) memanfaatkan puskesmas dengan baik dan sisanya 47 responden (59,9%) yang tidak memanfaatkan puskesmas dengan baik hal ini dikarenakan kurangnya informasi tentang fasilitas dan program yang di ada dan dilaksanakan oleh puskesmas seperti yang terjabarkan pada beberapa pernyataan tentang pengetahuan responden serta didukung dengan faktor lain yang mempengaruhi responden seperti sikap masyarakat yang tidak meresponi puskesmas sehingga membentuk pengetahuan tidak baik. Menurut Notoatmodjo (2007a), penggunaan pelayanan kesehatan adalah salah satu dari gaya hidup yang ditentukan oleh lingkungan sosial, fisik, dan psikologi, dan dalam ilyas (2003) menuliskan yang menjadi salah satu faktor psikologis seseorang dalam utilisasi pelayanan kesehatan adalah pengetahuan. Pengetahuan merupakan merupakan domain yang sangat penting dalam pembentukan tindakan seseorang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Muslimin (2009), yang mendapatkan hasil bahwa pengetahuan memiliki pengaruh terhadap pemanfaatan (utilisasi) puskesmas dan penelitian yang dilakukan oleh Tombi (2012), yang mendapatkan hasil pengetahuan memiliki
hubungan bermakna dengan pemanfaatan puskesmas. Dari hasil uji statistik diketahui terdapat hubungan antara pengetahuan dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas Molompar oleh masyarakat desa Molompar II. Hubungan Sikap terhadap Puskesmas dengan Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas Molompar oleh Masyarakat Molompar II Sikap merupakan reaksi tertutup atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007a) dan sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan seperti rasa suka, tidak suka, setuju, tidak setuju dan sikap baik, tidak baik. Begitupun dengan masyarakat desa Molompar II memiliki sikap tertentu terhadap puskesmas Molompar dan berpengaruh dengan masyarakat sekitar dikarenakan, masyarakat yang ada di Molompar II adalah masyarakat desa yang memiliki adat istiadat dan kekeluargaan yang sangat kental sehingga sikap dari seseorang akan saling mempengaruhi satu sama lain. Hal ini sesuai dengan ciri- ciri masyarakat desa menurut Ahmadi (2003) masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga masyarakat yang amat kuat yang hakikatnya bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dimana dia hidup di cintainya serta mempunyai perasaan bersedia berkorban setiap wakru demi masyarakatnya atau anggota masyarakat karena beranggapan sama- sama sebagai anggota masyarakat yang saling mencintai menghormati, mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama didalam masyarakat seperti halnya yang terdapat di desa Molompar II. Hasil pengkategorian 12 pernyataan sikap dari responden sebagian besar responden memiliki sikap tidak baik terhadap fasilitas pelayanan kesehatan puskesmas sebanyak 140 responden (70,4%) dengan rincian 14 responden (10%) memiliki sikap tidak baik tetapi memanfaatkan puskesmas baik dengan alasan pada saat itu tidak ada alternatif fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat digunakan sehingga memanfaatkan puskesmas dan terdapat beberapa kegiatan yang harus di tunjang seperti kegiatan bersih- bersih lingkungan yang diselenggarakan oleh puskesmas tetapi tidak diketahui masyarakat sehingga membentuk sikap yang tidak baik dari masyarakat tetapi dilaksanakan, dan 126 responden (90%) memiliki sikap tidak baik dan tidak memanfaatkan puskesmas dengan baik dengan
10
alasan fasilitas pelayanan kesehatan di puskesmas kurang dan program yang dibuat tidak berjalan sehingga responden yang juga merupakan bagian dari masyarakat memiliki sikap yang tidak baik terhadap fasilitas dan program yang dilaksanakan puskesmas. Sisanya 59 responden (29,6%) memiliki sikap atau respon yang baik terhadap fasilitas pelayanan kesehatan puskesmas dengan rincian 27 responden (45,8%) memiliki sikap baik dan memanfaatkan puskesmas dengan baik dan 32 responden (54,2%) memiliki sikap atau respon yang baik dan tetapi tidak memanfaatkan puskesmas dengan baik. Sikap atau respon yang tidak baik terhadap puskesmas tentu akan mempengaruhi tindakan dalam pemanfaatan (utilisasi) puskesmas sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan dikarenakan salah satu indikator perilaku kesehatan adalah sikap terhadap kesehatan. Hal ini diperkuat dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh solikhah (2008) dalam penelitian tentang hubungan sikap masyarakat wilayah kerja puskesmas dengan pemanfaatan pelayanan rawat inap di puskesmas mergangsan kota Yogyakarta menyimpulkan bahwa sikap responden terhadap pelayanan rawat inap bersalin dengan pemanfaatan rawat inap bersalin di puskesmas Mergangsan memiliki hubungan yang signifikan namun berkorelasi rendah. Dari hasil uji statistik didapat kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara sikap dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas Molompar oleh masyarakat desa Molompar II. Faktor lain yang mempengaruhi Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas Molompar oleh Masyarakat desa Molompar II Andersen (1975) dalam Ilyas (2003), mendeskripsikan model sistem kesehatan merupaka suatu model kepercayaan kesehatan yang disebut sebagai perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan (behavioral model of health service utilizazion), dan mengelompokkan faktor determinan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan kedalam 3 kategori yang telah disebutkan sebelumnya. Secara otomatis, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi seseorang dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Pendidikan merupakan salah satu faktor predisposisi sehingga seseorang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia. Pendidikan mencerminkan keadaan sosial dari individu atau keluarga. Setiap karakter sosial tertentu juga menunjukkan gaya kehidupan tertentu pula. Demikian pula halnya dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Hasil
penelitian yang dilakukan sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan rendah sebanyak 116 responden (58,3%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Mandias (2012) dalam penelitian tentang hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku masyarakat desa dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan di desa Pulisan dan mendapatkan hasil uji statistik bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan perilaku memanfaatkan fasilitas kesehatan. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Adam (2008) yang mendapatkan hasil bahwa tingkat pendidikan tidak memiliki hubungan terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan. Tingkat pendapatan seseorang sangat mempengaruhi dalam menggunakan pelayanan kesehatan. Seseorang yang tidak memiliki pendapatan dan biaya yang cukup akan sangat sulit mendapatkan pelayanan kesehatan (ilyas, 2003). Dalam penelitian yang dilakukan, pendapatan keluarga terbanyak yaitu pada < Rp. 1.550.000 sebanyak 107 responden (53,8%) seperti pada tabel 8. Penelitian Adam (2008) tidak sejalan dengan kajian teori yang dikemukakan karena hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan tidak berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan. Meskipun demikian, masih terdapat banyak faktor yang kemungkinan memiliki pengaruh dan berhubungan dengan pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan termasuk puskesmas. Selain itu kemungkinan terdapat faktor lain yang tidak di teliti oleh peneliti seperti faktor predisposisi lainnya, kemampuan, dan kebutuhan dari masyarakat yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas Molompar oleh masyarakat desa Molompar II seperti yang telah diuraikan sebelumnnya. Kajian teoritis memaparkan bahwa umur merupakan faktor predisposisi yang berpengaruh pada tindakan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan, semakin bertambah umur maka kebutuhan akan pelayanan kesehatan akan semakin meningkat. Hasil penelitian yang telah dilakukan, dalam tabel 3 responden terbanyak berada pada umur ada pada umur 45-59 tahun sebanyak 74 responden (37,2%) dan responden yang memanfaatkan puskesmas dengan baik sebanyak 21 responden (28,4%), namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Trimurthy (2008), dalam penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa umur tidak memiliki hubungan dengan pemanfaatan ulang pelayanan rawat jalan di puskesmas Pandanaran kota Semarang.
11
Tindakan dalam pemanfaatan puskesmas juga dapat dilihat dari program pelayanan kesehatan yang ada di puskesmas salah satu di antaranya upaya pengobatan yang dilaksanakan puksesmas dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Hasil penelitian menggambarkan sebanyak 47 responden (47,5%) yang memanfaatkan puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan yang dipakai untuk berobat beralasan karena biaya untuk ke puskesmas lebih terjangkau di banding pergi ke sarana pelayanan kesehatan lainnya. Selain itu, sebanyak 25 responden (25,3%) memanfaatkan puskesmas untuk berobat beralasan karena obat yang diberikan cocok untuk dikonsumsi oleh responden. Tindakan dalam pemanfaatan puskesmas Molompar oleh masyarakat desa Molompar II sebagai sarana pelayanan kesehatan prioritas tidak dapat terlepas dari pengaruh faktor pemilihan alternatif sarana pelayanan kesehatan lain yang masih bisa diakses oleh masyarakat desa Molompar II seperti Rumah Sakit Noongan yang terdapat di desa Noongan yang berjarak tempu 3km/ jam dari desa Molompar II sebanyak 10 responden (5,1%) dengan alasan fasilitas pelayanan di rumah sakit lebih lengkap, memanfaatkan praktek dokter yang berada di desa Mundung, dan desa Liutung yang berjarak tempu 1km/ jam dari desa Molompar II untuk berobat dan konsultasi kesehatan sebanyak 44 responden (22,1%) dengan berbagai macam alasan salah satu diantaranya beranggapan dokter praktek lebih berkompeten daripada dokter yang ada dipuskesmas, dan alternatif pelayanan kesehatan lain yaitu adanya biang kampung dengan metode pengobatan tradisional yang berada di beberapa desa yang menjadi wilayah kerja puskesmas Molompar II termasuk desa yang dijadikan lokasi penelitian sehingga beberapa responden memilih alternatif pengobatan tradisional kepada biang kampung sebanyak 19 responden (9,5%) dengan alasan pengobatan dan saran yang diberikan tidak memiliki resiko tinggi dan dampak lain terhadap tubuh. Faktor penting lainnya yang mempengaruhi seseorang berobat ke puskesmas yaitu faktor pembayaran atau kemampuan masyarakat untuk membayar pelayanan kesehatan yang didapat salah satunya pelayanan yang ada di Puskesmas, sebagian responden yang memanfaatkan puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan untuk berobat beralasan karena biaya untuk ke puskesmas lebih terjangkau di banding pergi ke saran pelayanan kesehatan lainnya sebanyak 47 responden (47,5%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Addani (2008), yang mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan pengeluaran biaya dengan utilisasi puskesmas. Setiap orang memiliki pandangan terhadap sesuatu yaitu persepsi yang juga merupakan faktor yang mempengaruhi seseorang dalam menggunakan fasilitas atau saran pelayanan kesehatan. Persepsi terhadap pelayanan kesehatan yang akan diperoleh juga dipengaruhi oleh pengalaman sosial budaya yang ada dalam suatu masyarakat seperti dalam Notoatmodjo (2003). Pengalaman fasilitas sosial budaya dari seseorang kemudian akan membentuk keyakinan serta kepercayaan dan akhirnya seseorang dapat berperilaku, seperti halnya keyakinan terhadap pengobatan yang dilakukan akan berpengaruh pada tindakan seseorang untuk memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan yang digunakan. Dalam penelitian yang dilakukan, dari 100 (50,3%) responden yang tidak memanfaatkan puskesmas untuk berobat, 19 responden (9,5%) dalam tabel 17 yang memilih pengobatan tradisional sebagai sarana pelayanan kesehatan karena memiliki keyakinan dan kepercaayan bahwa menggunakan obat- obatan herbal akan lebih baik dibanding menggunakan obat- obatan yang berasal dari puskesmas, serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Permatasari (2007) yang mendeskripsikan sebagian masyarakat lebih percaya dengan menggunakan pengobatan tradisional di banding datang ke fasilitas pelayanan kesehatan modern. Hal berbeda dibandingkan dengan daerah perkotaan karena kemajuan ilmu pengetahuan dan modernisasi masyarakat kota lebih menggunakan praktek dokter dan rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan yang digunakan dan mengabaikan pengobatan tradisional karena memiliki kepercayaan bahwa pengobatan tradisional adalah pengobatan kuno sehingga tidak lagi dipergunakan oleh masyarakat perkotaan, dan titambah dengan mengikisnya kepercayaan masyarakat. Pelayanan kesehatan dari tenaga kesehatan turun berkontribusi dalam membentuk persepsi dan pengambilan keputusan masyarakat untuk memanfaatkan puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan yang kemudian berhubungan dengan mutu pelayanan kesehatan yang ada di puskesmas. Pelayanan yang ramah yang diberikan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan dapat mempengaruhi persepsi tentang pelayanan kesehatan yang diberikan dan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas, seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Hermawan, dkk (2011) yang memperoleh hasil bahwa pelayanan yang ramah juga membuat
12
responden kembali memanfaatkan puskesmas. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasbi (2012) yang memperoleh hasil bahwa ada hubungan antara persepsi pasien tentang mutu pelayanan administrasi, dan dokter dengan minat pemanfaatan ulang pelayanan rawat jalan puskesmas Poncol Kota Semarang. Hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa salah satu alasan masyarakat tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan khusunya untuk pengobatan di puskesmas Molompar dengan baik karena pelayanan yang diberikan oleh para medis dan tenaga kesehatan kurang baik sebanyak 48 responden (48%), sehingga masyarakat lebih memilih berobat ke praktek dokter, dan rumah sakit. Saragih (2010) dalam hasil penelitiannya berkesimpulan sebagian besar masyarakat banyak yang bertindak tidak mau memanfaatkan pelayanan puskesmas disebabkan oleh perilaku petugas kesehatan dan perilaku masyarakat yang lebih memilih pergi kebalai pengobatan bidan atau praktek dokter yang ada di desa tersebut. Hal lain yang menjadi faktor masyarakat tidak memanfaatkan puskesmas khusunya untuk berobat yaitu beralasan jam tunggu yang lama sebanyak 32 responden (32%), beralasan peralatan medis tidak lengkap sebanyak 16 responden (16%). Dengan demikian, bukan hanya faktor dari dalam diri seseorang tersebut yang dapat mempengaruhi tindakan dalam pemanfaatan puskesmas, melainkan faktor dari luar atau orang lain dalam hal ini faktor perilaku dari para medis dan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang berkunjung ke puskesmas. KESIMPULAN 1. Terdapat hubungan antara pengetahuan tentang puskesmas dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas molompar oleh masyarakat Desa Molompar II Kecamatan Tombatu Timur Kabupaten Minahasa Tenggara. 2. Terdapat hubungan antara sikap terhadap puskesmas dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas Molompar oleh masyarakat Desa Molompar II Kecamatan Tombatu Timur Kabupaten Minahasa Tenggara. SARAN 1. Bagi Puskesmas Molompar a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang puskesmas melalui upaya promosi kesehatan khususnya tentang fungsi dan fasilitas pelayanan kesehatan serta program
2.
3.
kesehatan yang ada dan dilakukan oleh puskesmas. b. Meningkatkan mutu pelayanan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan termasuk stake holder yang ada di Puskesmas sehingga dapat membetuk sikap yang baik dari masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Molompar. Bagi Masyarakat Desa Molompar II Diharapkan dapat meningkatkan tindakan dalam pemanfaatan fasilitas dan program kesehatan yang ada dan diselenggarakan oleh Puskesmas Molompar sebagai sarana pelayanan kesehatan yang pertama. Bagi penelitian selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai perbandingan dalam pembuatan penelitian selanjutnya, dengan melihat baik dari jumlah sampel, metode penelitian, penambahan variabel yang lain, serta karakteristik daerah penelitian.
DAFTAR PUSTAKA Adam, B. 2008. Analisis Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Suku Bajo di Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara Tahun 2008. Jurnal Kesehatan Masyarakat Madani ISSN 1979- 228X Volume 01 Nomor 02. Makassar:Universitas Hasanuddin.(Online),http://isjd.pdii.lipi.go.i d/index.php/ Search.html? act= tampil&id=58426&idc=24, diakses pada tanggal 23 februari 2013. Addani, A. 2008. Pengaruh Karakteristik Masyarakat terhadap Utilisasi Puskesmas di Kabupaten bireuen Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Tesisi. Medan:Universitas Sumatra Utara.(Online) http:// repository.usu.ac.id/ bitstream/ 123456789/6663/3/047012002. pdf. txt, diakses pada tanggal 25 februari 2013. Adisasmito, W. 2010. Sistem Kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Ahmadi, A. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta. Alamsyah, D. 2011. Manajemen Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Anonimous, 2012a. Profil Puskesmas Molompar: Minahasa Tenggara. Anonimous, 2012b. Profil Desa Molompar Dua: Minahasa Tenggara. Azwar, A. 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara. Bungin, B. 2007. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. BKPM. 2013. Display Ekonomi UMRD Sulawesi Utara UMR Daerah Tahunan.(online)http://regionalinvestment.b
13
kpm.go.id/newsipid/id/ekonomiumrd.php?ia =71&is=45, diakses pada tanggal 6 April 2013 Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Utara. 2012. Distribusi PuskesmasProvinsi SulawesiUtara.(Online)http://www.sulutpro v.go.id/diskes1/puskesmas.html. Diakses pada tanggal 25 februari 2013. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Data Puskesmas.(online)http://www.depkes.go.id/ downloads/PROFIL_DATA_KESEHATAN _IN ONESIA_TAHN_2012.pdf. Diakses pada tanggal 27 februari 2013. Gitosudarmo, I. 2008. Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UGM. Hartono, B. 2010. Promosi Kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit. Jakarta: Rineka Cipta. Hasbi, F, H. 2012. Analisis Hubungan Persepsi Pasien tentang Mutu Pelayanan dengan Pemanfaatan ulang Pelayanan Rawat Jalan Puskesmas Poncol Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 1 Nomor 2.Semarang: Universitas Diponegoro. (Online), http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm, diakses pada tanggal 26 februari 2013. Hermawan A, Aminoto, C, dan Septiwi, C. 2011. Analisis Faktor- faktor yang Berhubungan dengan Masyarakat Berobat di Puskesmas Kecamatan Buayan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan Volume 7 Nomor 2.Kebumen: Keperawatan Stikes Muhammadiyah Gombong- Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen.(Online),http://www.slideshare.ne t/robyhermawan/inovasipencapaianuniversal-salt-iodinized-usi-di-beberapakabupaten-di-provinsi-sumatera-barat, diakses pada tanggal 25 februari 2013. Ilyas, Y. 2003. Asuransi Kesehatan Review Utilisasi, Manajemen Klaim dan Fraud. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat UI. Kementerian Kesehatan RI, Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 128/Menkes/SK/II /2004 Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta :Departemen Kesehatan. Mandias, R. 2012. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Perilaku Masyarakat Desa dalam Memanfaatkan Fasilitas Kesehatan di Desa Pulisan Kecamatan Likupang Timur Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal JKU Volume 1 Nomor 1. Manado: Universitas Klabat. (Online), http://www.unklab.ac.id/r_mandias, diakses pada tanggal 26 februari 2013. Maulana, H. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Muninjaya, G.2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Buku kedokteran EGC. Muslimin, L. 2009. Pengaruh Tingkat Pengetahuan Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Puskesmas di Kelurahan Bahari Kecamatan Tomia Timur Kabupaten Wakatobi. Jurnal SELAMI IPS Edisi Nomor 27 Volume II Tahun XIV. Kendari: Poltekes Kendari. (Online), http:www. Muslimim. ac.id/data/index.php?action=4&idx=2890, diakses pada tanggal 20 februari 2013. Nasir, A Muhith, A, dan Ideputri, M. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha medika. Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2007a. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2007b. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta. Permatasari, N, T, Rochmah, T, N. 2013. Analisis Vertical Equity pada Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 1 Nomor 1. Surabaya: Universitas Airlangga. (Online), ://journal. unair.ac.id/filerPDF/8.%20Novi%20Turenda h_JAKIv1n1.pdf, diakses pada tanggal 12 mei 2013. Riyanto, A. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Saragih, R. 2010. Gambaran Perilaku Masyarakat tentang Pelayanan Puskesmas di Desa Sukaraya Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.Jurnal Darma Agung. Medan: Universitas Darma Agung. (Online), http:// uda.ac.id/jurnal /files/Jurnal %209%20-%20Rosita%20Saragih1.pdf, diakses pada tanggal 23 februari 2013. Solikhah, M, Hartini, S, M. 2008. Hubungan Sikap Masyarakat Wilayah Kerja Puskesmas dengan Pemanfaatan Pelayanan Rawat Inap di Puskesmas Mergangsang Kota Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Masyarakat ISSN 1978- 0575 Volume 2 Nomor 3. (Online), http:// ejournals1. undip.ac.id/ index.php/jkm, diakses pada tanggal 8 februari 2013. Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Kuantutatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta Tombi, H. 2012. Hubungan antara Karakteristik Masyarakat Kelurahan Sindulang I dengan Pemanfaatan Puskesmas Tuminting. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Manado: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. (Online),
14
http://fkm.unsrat.ac.id/wpcontent/uploads/2012/10/Hana-Tombi.pdf, diakses pada tanggal 25 februari 2013. Trihendradi, C. 2012. Step by Step SPSS 20 Analisis Data Statistik.Yogyakarta: Andi. Trimurthy, I. 2008. Analisis Hubungan Persepsi Pasien Tentang Mutu Pelayanan Dengan Minat Pemanfaatan Ulang Pelayanan Rawat Jalan Puskesmas Pandanaran Kota Semarang. Tesis. Semarang : Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro. (Online), http://eprints.undip.ac.id/ 17719/ 1/ IGA_Trimurthy.pdf, diakses pada tanggal 22 februari 2013. Undang-undang Kesehatan. 2009. Himpunan Peraturan Perundangundangan. Bandung: Fokusmedia.
GAMBARAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REVITALISASI POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS IMANDI KECAMATAN DUMOGA TIMUR
15
Ni Wayan Cindy Silvia*, Christian Tilaar*, Ardiansa Tucunan* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado
ABSTRAK Posyandu merupakan tempat bagi ibu dalam melakukan pemeriksaan kehamilannya dan berada diurutan ke-3 setelah klinik praktik bidan dan Puskesmas.Untuk menjamin perkembangan pelaksanaan program Posyandu, sebaiknya tidak ditangani sendiri oleh petugas kesehatan Puskesmas tetapi dibantu oleh kader dan bekerjasama dengan stakeholder lainnya yang berkewajiban untuk meningkatkan pemahamannya tentang Posyandu dan turut secara aktif dalam setiap kegiatannya. Petugas Puskesmas selanjutnya mendukung terus upaya para kader dan tokoh masyarakat melalui penyelenggaraan pelayanan di masyarakat. Namun pada kenyataannya Posyandu pada akhir-akhir ini ternyata berjalan ditempat (tidak aktif) karena berbagai faktor yakni, kader dan aparat desa kurang aktif dan kurang semangatikut dalam kegiatan Posyandu, sarana yang tidak mencukupi sehingga beberapa kegiatan di Posyandu harus terhambat, tidak adanya inisiatif masyarakat untuk ke Posyandu, serta kurangnya pemberdayaan masyarakat, belum jelasnya siapa `pemilik' Posyandu dan pokja serta pokjanal Posyandu yang tidak berjalan. Menyikapi kondisi tersebut, pemerintah telah mengambil langkah bijak, dengan telah menetapkan berbagai kebijakan di bidang kesehatan, salah satunya adalah kebijakan untuk merevitalisasi kembali Posyandu yang pernah diserukan oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2006.Dengan melihat bahwa begitu pentingnya kebijakan untuk merevitalisasi Posyandu, maka telah dilakukan penelitian mengenai pelaksanaan revitalisasi Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Imandi Kecamatan Dumoga Timur yang bertujuan untuk melihat gambaran dari pelaksanaan revitalisasi di wilayah tersebut. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Informasi dikumpulkan dari Kepala Puskesmas Imandi, Lurah desa Imandi, Ketua PKK desa Imandi, Bidan desa Imandi, Kader desa Imandi, Sangadi desa Dumoga, Ketua PKK desa Dumoga, Bidan desa Dumoga, dan Kader desa Dumoga. Pelaksanaan kegiatan Posyandu dilakukan oleh kader kesehatan yang berasal dari masyarakat setempat dan di bantu oleh tenaga kesehatan dari Puskesmas dengan kegiatan utama yakni kegiatan 5 meja yang dilakukan sesuai jadwal yang ditetapkan, kurangnya perhatian dari pihak-pihak terkait mengenai ketersediaan sarana pendukung menyebabkan beberapa kegiatan yang harusnya dijalankan terhambat, pembinaan yang dilakukan masih terbatas pada para kader saja. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kadar hemoglobin (Hb) dengan prestasi belajar siswa. Kata Kunci: Posyandu, Revitalisasi, Kebijakan
ABSTRACT Posyandu represent place to mother in doing/conducting inspection of its pregnancy and reside in third sequence after clinic of praktik and midwife of Puskesmas. To guarantee growth of execution of program of Posyandu, shall not in handling by self by officer of health of Puskesmas but assisted by cadre and work along with other stakeholder which is obliged to improve its understanding about Posyandu and partake actively in each;every its activity. Officer of Puskesmas hereinafter support to continue effort all elite figure and cadre pass/through management of service in society. But practically Posyandu at recently in the reality walk in place is inactive because various factor namely, countryside government officer and cadre less active and less the spirit [of] following in activity of Posyandu, medium which fall short so that some activity in Posyandu have to be pursued, society initiative inexistence to to Posyandu, and also the lack of enableness of society, unclear of whose him ` owner' Posyandu and of pokja and also Posyandu pokjanal which [do] not walk. Condition attitude, government have is wise, as specifying various policy [in] health area, one of them is to policy for merevitalisasi return Posyandu which have been called upon by President Republic Of Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono in the year 2006. seen that important so policy him for the merevitalisasi of Posyandu, hence have been [done/conducted] by research concerning execution of Posyandu revitalisasi in region work Puskesmas Imandi District of Dumoga East with aim to to see picture of execution of revitalisasi in region. This Research represent descriptive research type by using approach qualitative. Information collected from Head of Puskesmas Imandi, Chief Of Village Countryside of Imandi, Chief of PKK
16
countryside of Imandi, Midwife Countryside of Imandi, Cadre Countryside of Imandi, Sangadi Countryside of Dumoga, Chief of PKK countryside of Dumoga, Midwife Countryside of Dumoga and Cadre Countryside of Domoga. Key words : Posyandu, revitalitation, police
17
PENDAHULUAN Empat dari seluruh komitmen yang dicetuskan oleh negara-negara PBB dalam Millenium Developmen Goals (MDGs) terkait erat dengan masalah kesehatanterutama tentang Kesehatan Ibu dan Anak.Program Kesehatan Ibu dan Anak menjadi sangat penting karena ibu dan anak merupakan unsur penting dalam pembangunan. Sampai saat ini Angka Kematian Ibu dan Anak yang merupakan indikator kesehatan umum dan kesejahteraan masyarakat masih menduduki peringkat tertinggi di Asia begitu juga di Indonesia, meskipun telah mengalami penurunan setiap tahun. Kebijakan Kementerian Kesehatan dalam hal ini adalah dengan mendekatkan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir berkualitas kepada masyarakat. Startegi utama yang diselenggarakan antara lain : (Prasetyawati, 2012). 1. Mendorong pemberdayaan perempuan dan keluarga, 2. Mendorong keterlibatan masyarakat 3. Kerjasama lintas sektor, mitra lain termasuk pemerintah daerah dan lembaga legislatif, dan 4. Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan berkualitas. Menurut data Riskesdas 2010, Posyandu merupakan tempat bagi ibu dalam melakukan pemeriksaan kehamilannya dan berada diurutan ke-3 setelah klinik praktik bidan dan Puskesmas.Untuk menjamin perkembangan pelaksanaan program Posyandu, sebaiknya tidak ditangani sendiri oleh petugas kesehatan Puskesmas tetapi dibantu oleh kader dan bekerjasama dengan stakeholder lainnya yang berkewajiban untuk meningkatkan pemahamannya tentang Posyandu dan turut secara aktif dalam setiap kegiatannya. Petugas Puskesmas selanjutnya mendukung terus upaya para kader dan tokoh masyarakat melalui penyelenggaraan pelayanan di masyarakat. Secara umum, Posyandu pada akhir-akhir ini mengalami stagnasi (tidak aktif) karena berbagai faktor yakni, kader dan aparat desakurang aktif dan kurang semangat dalam kegiatan Posyandu, adanya pendekatan proyek yang melemahkan inisiatif masyarakat serta kurangnya pemberdayaan masyarakat, dan belum jelasnya siapa`pemilik' Posyandu dan pokja serta pokjanal Posyandu yang tidak berjalan. Menyikapi kondisi tersebut, pemerintah telah mengambil langkah bijak, dengan telah menetapkan berbagai kebijakan di bidang kesehatan seperti Posyandu.Salah satunya adalah kebijakan untuk merevitalisasi kembali Posyandu yang pernah diserukan oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun
2006.Kebijakan ini sebelumnya telah ada semenjak diterbitkannya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tahun 2001 tentang Revitalisasi Posyandu. Sasaran dari Revitalisasi Posyandu diutamakan pada Posyandu dengan strata rendah, yakni Posyandu Pratama dan Posyandu Madya (Haryono, 2009). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, Kabupaten Bolaang Mongondow terdiri dari 154 desa/kelurahan dan terdapat 14 Puskesmas, dengan 192 buah posyandu.Berdasarkan strata madya terdapat 90 posyandu, purnama 99 posyandu dan mandiri 3 posyandu. Sedikitnya jumlah Posyandu berstrata mandiri di Kabupaten Bolaang Mongondow menjadikan Kecamatan Dumoga Timur tidak memiliki Posyandu mandiri. Berdasarkan data Profil Kesehatan Puskesmas Imandi yang terdiri dari 11 desa/kelurahan, terdapat 18 buah Posyandu, untuk Posyandu dengan strata madya ada 4 Posyandu, purnama 14 Posyandu, namun untuk strata mandiri belum ada, sedangkan tenaga bidan di Puskesmas berjumlah 8 orang dan tenaga gizi berjumlah2 orang. Dengan melihat begitu pentingnya perkembangan Posyandu di wilayah kerjanya tergantung dari seberapa berpengaruhnya faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan Posyandu tersebut, antara lain disebabkan karena pengaruh dari tenaga kesehatan dari Puskesmas, kemampuan kader, pembinaan dari unsur aparat desa dan lembaga terkait yang kemudian mengakibatkan rendahnya minat masyarakat untuk menggunakan Posyandu tersebut, selain itu juga keadaan sosiodemografi dari Posyandu tersebut juga dapat mempengaruhi keadaan dalam kegiatan penyelenggaraan Posyandu, antaralain disebabkan karena wilayah yang menjadi tempat penelitian merupakan daerah rawan, dalam hal ini sering terjadi perseturuan antara desa di Kecamatan Dumoga Timur yang sebagian besar penduduknya merupakan imigrasi dari daerah lain, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Gambaran Implementasi Kebijakan Revitalisasi Posyandu di Kabupaten Bolaang Mongondow, khususnya di wilayah kerja Puskesmas Imandi Kecamatan Dumoga Timur. METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.Melalui pendekatan ini diharapkandapat menggali informasisecara lengkap dan mendalam tentang gambaran implementasi kebijakan revitalisasi Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Imandi Kecamatan Dumoga Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Mei 2013 di dua wilayah kerja Puskesmas Imandi, yakni Kelurahan Imandi dan Desa Dumoga.
18
Informan dalam penelitian ini berjumlah 9 orang, terdiri dari Kepala Puskesmas Imandi, Lurah desa Imandi, Ketua PKK desa Imandi, Bidan desa Imandi, Kader desa Imandi, Sangadi desa Dumoga, Ketua PKK desa Dumoga, Bidan desa Dumoga, dan Kader desa Dumoga. Instrumen Penelitian: Instrumen yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah peneliti sendiri dibantu dengan instrumen tambahan berupa pedoman wawancara, alat perekam suara (voice recorder) dan alat tulis-menulis. Untuk menjaga kualitas dan keakuratan data dilakukan triangulasi.Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada pada waktu tertentu. Triangulasi yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Triangulasi Sumber Triangulasi sumber dilakukan dengan caracross check data dengan fakta dari sumber lainnya. Sumber tersebut berasal dari informan yang berbeda yang terdiri dari beberapa sumber yaitu Kepala Puskesmas Imandi, Lurah desa Imandi, Ketua PKK desa Imandi, Bidan desa Imandi, Kader desa Imandi, Sangadi desa Dumoga, Ketua PKK desa Dumoga, Bidan desa Dumoga, dan Kader desa Dumoga untuk mengali topik yang sama dan membandingkan jawaban-jawaban dari para informan sehingga diperoleh kecocokan dan kesimpulan. 2. Triangulasi Metode Selain melakukan wawancara mendalam dilakukan telaah dokumen dan observasi singkat. Pengolahan data, baik data primer yang didapat melalui wawancara mendalam dan data sekunder melalui telaah dokumen dan observasi singkat dilakukan melalui tahap sebagai berikut : 1. Mengumpulkan data yang diperoleh dari informan melalui wawancara mendalam, telaah dokumen yang terkait dan observasi singkat 2. Data yang dikumpulkan kemudian dibuat transkrip data yaitu mencatat data yang diperoleh seperti apa adanya tanpa dibuat kesimpulan 3. Pemilahan data dengan mengelompokkan data kedalam sub topik atau variabel 4. Menyajikan ringkasan data dalam bentuk matriks atau table Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif naratif. Dimana teknik ini diterapkan melalui tiga alur menurut Miles dan Hubermen dalam Sugiyono (2009:246), yaitu:
1. Reduksi data yaitu, proses memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. 2. Penyajian data yaitu, penyajian informasi untuk memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 3. Penarikan Kesimpulan/verifikasi yaitu, proses penarikan kesimpulan dari data yang telah dianalisis. Informasi yang terkumpul dikelompokkan ke dalam kategori yang sama sesuai dengan topik penelitian. Pertama, data yang berhasil dikumpulkan kemudian dilakukan pemisahan-pemisahan, pengkategorian, atau pengklasifikasian, sehingga memudahkan peneliti melakukan aktivitas berikutnya.Kedua, data yang sudah dikelompokan, dipilih untuk segera diolah sehingga dapat dengan mudah ditafsirkan. Penyajian data akan dikembangkan dengan bentuk tekstular dan tabel. Bentuk teks digunakan dalam penyajian kutipan hasil wawancara dengan para informan.Sedangkan bentuk table digunakan untuk penyajian hasil jawaban yang telah dikategorisasikan, dalam hal ini disebut tabel matrix wawancara. HASIL Puskesmas Imandi di Kecamatan Dumoga Timur merupakan salah satu Puskesmas yang ada di Kabupaten Bolaang Mongondow Sulawesi Utara, dengan luas wilayah 81,560 Km2, dan memiliki wilayah kerja yang berjumlah 11 desa /kelurahan, di antaranya yaitu Desa Dumoga dan Kelurahan Imandi yang menjadi wilayah lokasi penelitian. Profil Puskesmas Imandi tahun 2011, menunjukan bahwa Posyandu di seluruh wilayah kerja Puskesmas Imandi belum mengalami perkembangan sampai padastrata mandiri. Terdapat 4 desa yang masih tergolong dalam tingkatan Posyandu strata madya, yaitu Kelurahan Imandi, Desa Dumoga, Desa Siniung dan Desa Mogoyunggung. Namun dalam penelitian ini peneliti hanya melakukan penelitian di 2 desa, saja, yaitu Kelurahan Imandi dan Desa Dumoga. Hal ini di karenakan kedua desa tersebut adalah wilayah yang lebih luas dan lebih banyak jumlah penduduknya, di mana untuk wilayah Dumoga memiliki luas wilayah 9.160.0 Km2 dengan jumlah penduduk 3.852 jiwa, sedangkan untuk Kelurahan Imandi memiliki luas wilayah 15.400.0 Km2 dengan jumlah penduduk 4.042 jiwa sebagai suatu Kelurahan, di mana letak dari Puskesmas Imandi sendiri bertempat di Kelurahan Imandi dan memiliki cakupan kunjungan bayi yang lebih banyak dibandingkan desa lain di wilayah kerja Puskesmas Imandi.
19
Dilihat dari data jumlah Posyandu menurut strata di Profil Puskesmas Imandi, Tingkatan strata Posyandu di Desa Dumoga, untuk strata madya terdapat 1 Posyandu, strata purnama terdapat 1 Posyandu, sedangkanstrata mandiri belum ada Posyandu. Tingkatan strata Posyandu di Kelurahan Imandi, untuk strata madya terdapat 1 Posyandu, strata Purnama terdapat 2 Posyandu, dan strata mandiri belum terdapat Posyandu.Dengan demikian kedua desatersebut sama-sama masih memiliki Posyandu dengan strata rendah yaitu madya dan belum memiliki Posyandu dengan strata mandiri. PEMBAHASAN Kualitas Kemampuan dan Keterampilan para Kader Posyandu 1. Sumber Daya Manusia Pada penelitian yang dilakukan, SDM yang menjadi informan adalah orang-orang yang terkait dalam kegiatan Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Imandi di dua desa yang dipilih, yakni Kepala Puskesmas Imandi, Lurah Desa Imandi, Sangadi Desa Dumoga, Ketua PKK Desa Imandi, Ketua PKK Desa Dumoga, Bidan dan Kader yang menangani Posyandu di dua wilayah kerja Puskesmas Imandi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, SDM yang biasanya hadir dalam setiap kegiatan Posyandu adalah Bidan, Kader dan Perawat/juru imunisasi.Tugas dari masing-masing SDM sebagaimana yang dijelaskan oleh para informan, yaitu bidan bertugas untuk memeriksa kehamilan, pendeteksian ibu beresiko, serta pelayanan untuk ibu hamil, kader bertugas untuk menimbang, serta untuk pengisian buku KMS, perawat sebagai juru imunisasi bertugas untuk pemberian imunisasi kepada bayi. Hasil penelitian di lapangan juga menunjukkan bahwa untuk tenaga Dokter, selama peneliti ikut dalam kegiatan pelaksanaan Posyandu, Dokter tidak pernah turut serta, hal ini dikarenakan tenaga dokter di Puskesmas hanya berjumlah satu orang saja dan tidak pernah terlibat langsung dalam kegiatan Posyandu. Oleh sebab itu Petugas kesehatan yang turut serta dalam kegiatan Posyandu di lapangan hanyalah tenaga bidan dan perawat. Dari hasil observasi peneliti selama mengikuti kegiatan hari buka Posyandu di Kelurahan Imandi, memang pihak Aparat tersebut tidak ikut serta di dalamnya dan menyerahkan Posyandu beserta kegiatannya kepada pihak Puskesmas dan kader yang ada.Padahal dalam kegiatan pelaksanaan Posyandu seharusnya ada beberapa pihak yang turut serta, dalam hal ini Aparat desa, yaitu Lurah/Sangadi, Tim Pengerak PKK serta Tokoh Masyarakat.
Diketahui juga bahwa Ketua PKK di dua desa/kelurahan tersebut memiliki pekerjaan serta jabatan di luar Posyandu, yaitu menjabat sebagai Kepala Sekolah dengan pendidikan terakhir S1.Dalam hal ini Ketua PKK memiliki tugas rangkap, selain sebagai Ketua PKK juga sebagai Pegawai Negeri.Aparat masing-masing desa tersebut juga sama-sama berpendidikan terakhir S1 dengan lama kerja 4 tahun.Bidan yang turun di wilayah kerja memiliki pendidikan terakhir D3 dan kader dengan pendidikan terakhir SMA dan lama kerja 3-4 tahun.Diketahui juga bahwa kader desa Imandi sering berganti-ganti disebabkan pergantian Ketua PKK, di mana kader dipilih langsung oleh Ketua PKK sendiri. Sumber daya manusia dalam penyelengaraan kegiatan revitalisasi Posyandu memegang peranan penting.Oleh sebab itu diperlukan partisipasi seluruh pihak dalam setiap kegiatan Posyandu di wilayah kerjanya dalam hal ini pihak kesehatan, Pemerintah Desa, Tokoh masyarakat serta masyarakat itu sendiri. 2 Struktur Organisasi Struktur organisasi Posyandu ditetapkan oleh musyawarah masyarakat pada saat pembentukan Posyandu.Struktur organisasi tersebut bersifat fleksibel, sehingga dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, kondisi, permasalahan dan kemampuan sumberdaya yang disepakati dalam Unit/Kelompok Pengelola Posyandu bersama masyarakat setempat (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, struktur untuk pelaksanaan kegiatan Posyandu menurut beberapa informan sudah ada, di mana menurut pernyataan mereka bahwa selaku penanggung jawab dari kesehatan adalah Kepala Puskesmas sedangkan dari pihak Kelurahan adalah Aparat Desa. Sebagai berikut : “Tentunya kalu penanggung jawab di Posyandu itu dari kesehatan itu tentunya Kapus noh, kalu Kelurahan Pak lurah noh yang bertanggung jawab” Berdasarkan hasil penelitian tersebut, menyatakan bahwa Lurah hanya sebagai pemantau dan pembina, sedangkan dari petugas kesehatan hanya memfasilitasi kegiatan Posyandu, dan kader sebagai pelaksana kegiatan. Hal ini agak berbeda dengan konsep dari Sembiring (2004), dimana disebutkan bahwa pengelola Posyandu di tingkat desa/kelurahan adalah sebagai berikut : 1. Penanggung jawab umum : Kepala desa/Lurah 2. Penanggung jawab operasional : Tokoh Masyarakat 3. Ketua Pelaksana : Ketua Seksi 10 LKMD atau Ketua Tim PKK
20
4. Pelaksana : Kader PKK, yang dibantu Petugas Kesehatan Menurut Lurah desa Imandi, yang biasanya turut dalam kegiatan Posyandu adalah PKK, Aparat Kelurahan dalam Posyandu hanya sebagai pembina dan jarang turun langsung ke Posyandu karena Posyandu sudah dilaksanakan secara rutin sesuai jadwal oleh Puskesmas. Padahal bidan dan kader desa Imandi mengharapkan pihak Lurah dan PKK untuk turut dalam kegiatan Posyandu karena selama ini mereka tidak terlibat di Posyandu, bahka tidak memberikan pembinaan seperti fungsi yang seharusnya dilakukan oleh Aparat Desa dan PKK.
Pengelolaan Dalam Pelayanan Posyandu 1. Penyelenggaraan Kegiatan Dari hasil wawancara oleh para informan, diketahui bahwa penyelengaraan kegiatan di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Imandi sudah berjalan sesuai dengan agenda dan jadwal yang ditetapkan dengan kegiatan utama yakni kegiatan 5 meja.Hasil observasi di lapangan juga menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan oleh petugas berupa pelayanan standar yaitu pelayanan kesehatan yakni pemberian imunisasi, pemeriksaan kehamilan oleh bidan dan penyuluhan, namun untuk kegiatan tambahan belum dilaksanakan. Pada hasil observasi di lapangan oleh peneliti, ditemukan bahwa untuk penyelenggaraan Posyandu, awalnya para ibu yang datang ke Posyandu mendaftar pada kader, dan sebagian besar kader sudah melaksanakan peran sertanya di meja I yaitu melaksanakan pendaftara balita dalam buku bantu pencatatan balita. Apabila balita sudah mempunyai KMS, berarti bulan lalu balita sudah ditimbang, dimana pencatatan nama balita pada secarik kertas diselipkan pada KMS, kemudian ibu balita membawa anaknya menuju ke tempat penimbangan. Untuk kegiatan di meja II dilakukan penimbangan bayi/balita oleh kader, yang perlu diperhatikan yaitu apakah dacin sudah siap, kemudian anak ditimbang, lalu hasil penimbangan berat anak dicatat pada secarik kertas, setelah ditimbang ibu menuju ke meja selanjutnya yaitu meja III untuk pengisian hasil timbangan pada KMS bayi/balita tersebut, hanya saja pada kedua Posyandu yang di teliti, yang melakukan pengisian KMS adalah petugas kesehatan Puskesmas bukan kader. Hal tersebut bertolak belakang dengan tugas pada meja III yang seharusnya dilakukan oleh kader di Posyandu, di mana petugas kesehatan bertugas di meja V untuk pelayanan kesehatan. Begitupula untuk meja VI, dimana kader Posyandu kurang melaksanakan peran sertanya dalam hal penyuluhan perorangan sesuai dengan permasalahan
yang ditemukan dan hanya sebatas informasi hasil timbangan saja pada ibu balita. Untuk meja V dalam hal pemberian imunisasi pada bayi dan balita dilakukan juga oleh petugas Puskesmas yakni juru imunisasi atau perawat, di mana dengan mempertimbangkan status kesehatan balita, di lain pihak bidan juga melakukan pelayanan kepada ibu hamil yang datang. Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti, ditemukan bahwa pelaksanaan kegiatan Posyandu menurut para informan sudah sesuai dengan jadwal yang ditetapkan, apabila bertepatan tanggal merah atau hari libur, maka jadwal diatur sedemikian rupa sesuai situasi dan kondisi sebelumnya agar tidak saling bertabrakkan antara jadwal kegiatan Posyandu satu dan Posyandu yang lain dengan memberitahukan sebelumnya pada para pelaksana kegiatan Posyandu. Melalui observasi yang dilakukan oleh peneliti, didapati bahwa selama dalam kegiatan Posyandu tidak pernah ada dokter yang ikut serta, pihak Aparat Desa juga tidak turut terlibat, serta tempat dari penyelengaraan kegiatan Posyandu tersebut tidaklah memungkinkan, terutama di Posyandu Kelurahan Imandi. Pada Posyandu di Kelurahan Imandi, kegiatan dilakukan di balai desa yang keadaannya cukup memperihatinkan dan tidak ada tempat untuk pemeriksaan kehamilan yang sesuai, hal tersebut mengakibatkan kegiatan Posyandu yang dijalankan menjadi terpisah tempatnya, yakni untuk penimbangan bayi/balita di balai desa dan untuk pemeriksaan kehamilan di rumah warga dekat balai desa, sedangkan untuk Posyandu yang dilaksanakan di desa Dumoga juga masih meminjam rumah salah seorang warga di karenakan balai desa untuk pelaksanaan kegiatan Posyandu masih dalam tahap pembangunan. 2. Cakupan Program di Posyandu Dari hasil pernyataan oleh Kepala Puskesmas Imandi, Posyandu di dua wilayah kerja tersebut sudah memiliki program tambahan selain 5 meja, seperti telah melaksanakan Posyandu Manula/Lansia dan program pemberian makanan tambahan (PMT) sehingga pelayanan di Posyandu menjadi 6 meja. Namun untuk pelaksanaan Posyandu Lansia, seperti yang dinyatakan oleh Ketua PKK desa Imandi bahwa para lansia hanya pada awal dibentuk Posyandu Lansia sering datang memeriksa, setelah lama-kelamaan mereka sudah tidak lagi ikut dalam kegiatan Posyandu, meskipun hingga sekarang Posyandu Lansia masih ada. Begitupula dengan pemberian makanan tambahan yang diakui oleh kader desa Imandi, karena terdapatnya kendala dalam hal ini keterbatasan pendanaan maka untuk program makanan tambahan
21
terpaksa dihentikan, padahal menurut para kader kegiatan tersebut dapat menjadikan para ibu yang memiliki bayi lebih tertarik dan semangat untuk datang di Posyandu. Berdasarkan observasi peneliti dilapangan saat pelaksanaan Posyandu, Petugas kesehatan dan para kader hanya melakukan kegiatan pelayanan minimal yaitu dengan pelayanan 5 meja saja pada Ibu hamil dan balita, tidak ada pelayanan Posyandu Lansia ataupun kegiatan pemberian makanan tambahan. Berdasarkan hasil wawancara oleh para informan mengenai rutinitas penyelenggaraan kegiatan Posyandu di wilayah kerja masing-masing sudah berjalan dengan baik, di mana kegiatan rutin tiap bulannya walaupun dengan masih adanya kendala dalam pelaksanaan Posyandu namun menurut semua informan Posyandu sudah berjalan secara rutin meski hanya berupa pelayanan standar.
Pemenuhan Kelengkapan Sarana Prasarana 1. Anggaran Berdasarkan hasil penelitian mengenai pendanaan di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Imandi, ditemukan bahwa hampir semua informan menyatakan kalau dana untuk pelaksanaan kegiatan Posyandu hanya di dapat dari hasil pendaftaran dengan jumlah yang sangat terbatas. Menurut beberapa informan juga menyebutkan bahwa mereka memperoleh insentif dari pihak Puskesmas dari dana BOK namun hanya berupa biaya transportasi dengan jumlah yang minim. Sedangkan dari pihak Pemerintah tidak menyediakan dana khusus untuk Posyandu, sehingga berbagai kegiatan di Posyandu yang telah ada terhambat bahkan sudah tidak berjalan lagi, seperti program pemberian makanan tambahan (PMT). Berdasarkan informasi dari Kepala Puskesmas Imandi, dana di Posyandu untuk desa sudah masuk di ADD (Anggaran Dasar Desa), tetapi untuk kelurahan tidak ada, dan dana di Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Imandi hanya berasal dari uang pendaftaran saja. Menurut Kepala Puskesmas sendiri dana untuk bidan dan kader diambil dari dana BOK, sedangkan dana untuk kegiatan Posyandu hanya berasal dari pendaftaran masyarakat. 2 Sarana Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, di mana menurut Kepala Puskesmas Imandi biasanya yang menjadi kendala di Posyandu mengenai sarana adalah ketersediaan vaksin yang tidak mencukupi untuk kegiatan Posyandu, di mana Dinas Kesehatan seringkali mengeluh pada pihak
Puskesmas bahwa sarana vaksin untuk mereka juga terbatas disebabkan permintaan oleh Puskesmas lain. Oleh sebab itu dalam pelaksanaan Posyandu untuk kegiatan penyuntikkan vaksin masih menjadi masalah di karenakan kekurangan tersebut. Kepala Puskesmas menyebutkan bahwa pelaksanaan Posyandu tetap dilakukan meskipun hanya untuk kegiatan penimbangan balita saja, walaupun dengan demikian masyarakat tetap akan datang dalam setiap ada kegiatan Posyandu berikutnya sebab sudah menjadi kebutuhan bagi bayi mereka untuk mendapatkan imunisasi, maka meskipun untuk bulan ini belum ada vaksin yang cukup tersedia, tetap ibuibu yang memiliki bayi/balita akan datang untuk menerima vaksin di bulan selanjutnya. Menurut Ketua PKK desa Imandi, kendala yang terdapat di Posyadu-nya, yaitu dana dan tempat pelaksanaan Posyandu yang sebelumnya telah diusulkan untuk pindah ke tempat yang lebih strategis didekat Kantor Kelurahan, namun hal ini belum di sosialisasikan ke masyarakat setempat sehingga belum mendapat kesepakatan bersama di wilayah tersebut. Menurut bidan desa Imandi adalah tempat pelayanan Posyandu khusus untuk pemeriksaan ibu hamil yang selama ini hanya meminjam rumah warga.Permasalahan tempat pelaksanaan Posyadu ini sudah diusulkan ke pihak Kelurahan hanya saja belum mendapat tanggapan apa-apa. Menurut bidan desa Dumoga, kendala dalam Posyandu di wilayah kerjanya juga adalah tempat pelayanan Posyandu yang belum tetap, serta sarana prasarana belum cukup memadai sehingga upaya yang harusnya dilakukan menurut bidan tersebut adalah dari pihak Aparat pemerintah berusaha untuk menyelesaikan masalah yang masih menjadi kendala dalam pelaksanaan Posyandu di wilayah kerjanya terlebih lagi untuk pembangunan sarana Posyandu. Kemitraan dan Pemberdayaan Masyarakat Untuk Kesinambungan Posyandu 1. Keaktifan Tokoh Masyarakat dan Kader. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, didapati bahwa masih banyak Tokoh masyarakat yang enggan untuk membantu pelaksanaan Posyandu, tetapi ada juga yang ikut terlibat pada hari buka Posyandu misalnya Sangadi desa Dumoga yang datang di Posyandu. Dari hasil wawancara, menurut pernyataan dari informan lain, bahwa selama ini baru kader yang berperan dalam setiap kegiatan Posyandu, sedangkan dari pihak Tokoh masyarakat belum turut terlibat.Hal ini disebabkan pihak Aparat menyerahkan semua urusan Posyandu kepada para kader yang ada dan telah dipilih oleh Ketua PKK.Padahal sesungguhnya
22
peran dari Aparat setempat juga sangat dibutuhkan untuk menggerakan masyarakat dalam kemajuan Posyandu di wilayah kerjanya. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai jumlah Kader dan Tokoh masyarakat yang biasa hadir dalam kegiatan Posyandu, ditemukan bahwa jumlah kader yang ada ditiap-tiap Posyandu ada 5 orang, namun mereka biasa tidak hadir semua dalam kegiatan pelaksanaan Posyandu. “Kader di tiap Posyandu ada 5 tapi laeng kali hadir, laeng kali mereka tak hadir karna mereka juga ada halangan, laeng kali cuma 4-3 tapi banyak kali hadir nohsamua” Menurut bidan desa Imandi, selama ini hanya kader yang berperan secara aktif dalam kegiatan Posyandu dengan jumlah 4 sampai 5 orang ditiap pos tapi terkadang hanya 4 orang yang hadir, sedangkan untuk tokoh masyarakat belum pernah hadir dalam Posyandu, menurut bidan tersebut tokoh masyarakat tidak hadir karena menganggap di Posyandu sudah ada kader yang terpilih maka semua tergantung oleh kader sehingga yang diberdayakan di Posyandu hanyalah kader. 2 Pemantapan Lembaga Posyandu Perkembangan Posyandu di masing-masing desa di wilayah kerja Puskesmas Imandi tidak sama, dengan demikian pembinaan yang dilakukan untuk masingmasing Posyandu juga berbeda, namun tetap untuk satu tujuan yang sama yaitu untuk pengembangan Posyandu. Dalam hasil penelitian mengenai upaya yang dilakukan dalam menjadikan Posyandu lebih maju atau mandiri, di temukan kesamaan pendapat dari semua informan, yakni dengan melakukan kerjasama antara berbagai pihak, baik pihak dari Dinas Kesehatan, Kecamatan, pihak Puskesmas, pihak Pemerintah Desa sampai keseluruh masyarakat setempat. Dalam hal ini kerjasama yang tentunya dapat diaplikasikan dan diterapkan sampai pada kegiatan Posyandu itu sendiri. Seperti dalam penelitian sebelumnya di mana salah satu upaya yang perlu dilakukan agar Posyandu aktif adalah dengan memberikan pelayanan makanan tambahan untuk balita serta pelayanan ini merupakan pelayanan yang diharapkan oleh pengguna yang diberikan di Posyandu. Apabila Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Imandi telah melaksanakan cakupan kegiatan lebih dari 50%, memiliki program-progam tambahan, memiliki pembiayaan yang berasal dari dana sehat, tingkat aktivasi Pemerintah, tokoh masyarakat dan kader tinggi serta seluruh masyarakat desa ikut terlibat dalam kegiatan Posyandu, maka Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Imandi sudah bisa menjadi Posyandu dengan strata mandiri.
Fungsi Pendampingan dan Kualitas Pembinaan Posyandu 1. Pembinaan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di wilayah kerja Puskesmas Imandi, ditemukan bahwa beberapa informan pernah mengikuti pelatihan yang biasanya dilakukan oleh Dinkes, Puskesmas dan BKKBN, sedangkan dari Aparat Desa tidak pernah ada pembinaan. Kader desa Imandi, menyatakan bahwa sudah pernah mengikuti pelatihan akan tetapi pelatihan tersebut sudah sangat lama dilakukan oleh Kecamatan dan sampai sekarang sudah tidak pernah dilakukan pelatihan lagi, menurut kader untuk ikut dalam pelatihan harus melalui undangan dari Kecamatan terlebih dahulu dan sampai saat ini mereka belum menerima pemberitahuan tentang adanya pelaksanaan pelatihan lagi, sedangkan pembinaan dari pihak Aparat desa tidak pernah dilakukan. Berdasarkan hasil observasi pada penelitian di dua wilayah kerja Puskesmas Imandi, petugas kesehatan selalu hadir dalam kegiatan Posyandu yang dilakukan pada hari buka Posyandu, di mana selain mendamping kader dalam pelaksanaan Posyandu juga sebagai pemberi layanan kesehatan dalam yang bersifat kuratif. Posyandu sebagai suatu lembaga pelayanan kesehatan bagi masyarakat sudah selayaknya jika terus dibina oleh pihak-pihak yang berkompeten baik itu pihak Pemerintah Daerah. Pembinaan dapat dilakukan dengan cara memberikan pendampingan melalui petugas Puskesmas maupun melalui pendidikan/pelatihan bagi para kader. Selain itu para pendamping juga terus berusaha untuk memberikan motivasi kepada para kader agar melaksanakan kegiatan posyandu secara rutin dan lancar.Dengan adanya pembinaan ini para kader Posyandu bisa bertahan cukup lama walaupun tanpa adanya imbalan material maupun financial yang mencukupi.Adapun pembinaan dari pihak pemerintah baik pemerintah tingkat Kecamatan maupun tingkat desa untuk hal pembinaan ini belum dapat direalisasikan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Kualitas Kemampuan dan Keterampilan para Kader Posyandu 1.) Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang berperan dalam pelaksanaan kegiatan Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Imandi adalah Bidan, kader serta Juru imunisasi.Untuk dari pihak Pemerintah selaku
23
Lurah dan Tim PKK, kurang serta berpartisipasi dalam kegiatan Posyandu. 2.) Struktur Organisasi Struktur Organisasi dalam pelaksanaan Posyandu sudah ada, dan dijalankan disetiap desa/kelurahan, dimana ada dari pihak Puskesmas dan dari pihak pemerintah. 2. Pengelolaan Dalam Pelayanan Posyandu 1.) Penyelenggaraan Kegiatan Proses penyelegaraan kegiatan utama dalam pelaksanaan revitalisasi Posyandu secara umum di wilayah kerja Puskesmas Imandi sudah mencakup program kegiatan 5 meja dan dilaksanakan sesuai jadwal yang ditetapkan. 2.) Cakupan Program di posyandu Cakupan Program di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Imandi, selain kegiatan 5 meja sudah ada program kegiatan Posyandu Lansia dan Pemberian makanan tambahan, namun belum berjalan dengan baik disebabkan terbatasnya dana dari berbagai pihak. 3. Pemenuhan Kelengkapan Sarana Prasarana 1.) Anggaran Anggaran untuk pelaksanaan revitalisasi Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Imandi bisa dikatakan masih terbatas, karena biasanya hanya berasal dari uang pendaftaran masyarakat saja. 2.) Sarana Keadaan sarana dalam pelaksanaan kegiatan Posyandu di wilayah kerja menyangkut dana yang masih terbatas, kurang tersedia vaksin dan obatobatan, kurangnya meja untuk kegiatan Posyandu serta keadaan tempat pelaksanaan kegiatan Posyandu yang tidak memungkinkan. 4. Kemitraan dan Pemberdayaan Masyarakat Untuk Kesinambungan Posyandu 1.) Keaktifan Tokoh Masyarakat dan Kader Pemberdayaan oleh Tokoh masyarakat dalam pelaksanaan revitalisasi Posyandu masih kurang karena kesibukan mereka diluar Posyandu, sedangkan untuk kader sudah sangat membantu dalam pelaksanaan kegiatan Posyandu, dapat dilihat dari keaktifan mereka dalam setiap kegiatan Posyandu. 2.) Pemantapan Lembaga Posyandu Untuk Posyandu di desa Dumoga dan Kelurahan Imandi masih berada ditingkatan strata madya. Oleh sebab itu upaya para pihak dalam pemantapan Posyandu diwilayah kerjanya adalah
dengan melakukan kerjasama antara berbagai pihak, baik pihak dari Dinkes, Kecamatan, pihak Puskesmas, pihak pemerintah desa sampai keseluruh masyarakat setempat. 5. Fungsi Pendampingan dan Kualitas Pembinaan Posyandu 1.) Pembinaan Pembinaan dan pelatihan telah dilakukan oleh para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan revitalisasi Posyandu baik dari Dinas Kesehatan maupun tingkat Puskesmas Kecamatan. SARAN Berdasarkan kesimpulan diatas, dapat dikemukakan beberapa saran terkait dengan tujuan dan manfaat penelitian, antara lain: 1. Pihak Aparat Desa maupun tokoh masyarakat diharapkan untuk turut terlibat dalam pelaksanaan kegiatan Posyandu diwilayahnya. Serta membuat komitmen resmi untuk membantu pelaksanaan Posyandu di wilayahnya. 2. Melakukan kerjasama dan koordinasi antara berbagai pihak, baik pihak dari Kecamatan, pihak Puskesmas, pihak Aparat desa sampai keseluruh masyarakat setempat dalam penerapan Posyandu diwilayahnya. 3. Melakukan pembinaan secara rutin bagi para pelaksana kegiatan Posyandu. DAFTAR PUSTAKA Departemen Dalam Negeri RI dan Otonomi Daerah. 2001. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.411.3/1116/SJ, Tentang Pedoman Umum Revitalisasi Posyandu. Jakarta. http://www.ristek.go.id/referensi/hukum/prop/ht ml. Diakses pada tanggal 30 Januari 2013. Haryono, S. 2009. Revitalisasi dan Pengembangan Posyandu Mandiri.Jakarta : Yayasan Dana Sejahtera Mandiri. Keputusan Menteri Kesehatan RI. 2011. PedomanUmum Pengelolaan Posyandu. Jakarta : Kemenkes RI Prasetyawati, A.E. 2012.Kesehatan Ibu Dan Anak Dalam MDGs. Yogyakarta : Nuha Medika. Hlm 41-48. Sembiring, N. 2004.Posyandu Sebagai Saran, Peran Serta Masyarakat Dalam Usaha Peningkatan Masyarakat. Artikel, Pustaka Universitas Sumatra Utara. Medan.
24
ANALISIS HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN RIWAYAT KELUARGA MENDERITA DM DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DM TIPE 2 PADA PASIEN RAWAT JALAN DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM BLU RSUP PROF. DR. R.D KANDOU MANADO Gloria Wuwungan*, John S. Kekenusa*, Budi T. Ratag* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado
25
ABSTRAK Diabetes Melitus dan komplikasnya merupakan penyebab utama kematian di negara berkembang. Berdasarkan data rekam medis BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, terdapat 16.386 kunjungan pasien rawat jalan yang menderita DM pada tahun 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara umur dan riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian penyakit DM Tipe 2 pada pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan case control study. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado pada bulan Februari-April 2013. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling dengan jumlah sampel sebesar 120 sampel kelompok kasus dan 120 sampel kelompok kontrol. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Analisis bivariat menggunakan uji chi square (CI=95% dan α=5%) dengan bantuan program SPSS versi 20 for windows. Hasil penelitian antara umur dengan kejadian DM Tipe 2 menunjukkan nilai p=0,000 (OR=7,6; CI=4,249-13,594), sedangkan untuk riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian DM Tipe 2 menghasilkan nilai p=0,000 (OR=4,7; CI=2,702-8,199). Terdapat hubungan antara umur dan riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian DM Tipe 2 pada pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Orang yang berumur ≥45 tahun 8 kali lebih berisiko menderita DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang berumur <45 tahun, sedangkan orang yang memiliki riwayat keluarga menderita DM 5 kali lebih berisiko menderita DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat keluarga menderita DM. Kata kunci : DM Tipe 2, umur, riwayat keluarga menderita DM
ABSTRACT Diabetes Mellitus and its complications are the leading cause of deaths in developing countries. Based on the medical records of Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Hospital, there were 16.386 DM outpatient visits in 2012. This study was conducted to determine the relationship between age and family history of diabetes mellitus with the incidence of Type 2 Diabetes Mellitus at Outpatient Internal Medicine Clinic of Prof. Dr. R.D Kandou Manado Hospital. This study is an observational analytic study with case-control study design. The research was conducted in the Internal Medicine Clinic of Prof. Dr. R.D Kandou Manado Hospital in February-April 2013. The sampling method used was purposive sampling with samples of 120 patient case group and 120 patient in control group. The research instrument used was questionnaire. Bivariate analysis was performed using Chi Square Test (CI=95% and α=5%). SPSS version 20 for windows was used as the statistical application program. The results of bivariate analysis of age and the incidence of Type 2 Diabetes Mellitus showed probability of 0,000 (OR=7,6; CI=4,249-13,594), and for family history of DM and the incidence of Type 2 Diabetes Mellitus showed probability of 0.000 (OR=4,7; CI=2,702-8,199). There were relationships between age and family history of DM with the incidence of Type 2 Diabetes Mellitus at Outpatient Internal Medicine Clinic of Prof. Dr. R.D Kandou Manado Hospital. Persons aged ≥45 years are 8 times more likely to suffer Type 2 DM compared to those aged <45 years, while those who have family history of DM are 5 times more likely to have Type 2 DM compared to those who don’t have family history of DM. Key words: Type 2 DM, age, family history
26
PENDAHULUAN Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), sekitar 347 juta orang di seluruh dunia menderita diabetes, dan diperkirakan bahwa kematian akibat diabetes akan meningkat dua pertiga kali antara tahun 2008 dan 2030. Beban diabetes meningkat secara global, khususnya di negara-negara berkembang (WHO, 2012). Pada tahun 2011, Indonesia menempati urutan ke-10 jumlah penderita DM terbanyak di dunia dengan jumlah 7,3 juta orang dan jika hal ini berlanjut diperkirakan pada tahun 2030 penderita DM dapat mencapai 11.8 juta orang. Orang dengan DM memiliki peningkatan risiko mengembangkan sejumlah masalah kesehatan akibat komplikasi akut maupun kronik (IDF, 2011). Provinsi Sulawesi Utara merupakan salah satu provinsi yang mempunyai prevalensi DM yang cukup tinggi. Menurut data Riskesdas tahun 2007, prevalensi penyakit DM di provinsi Sulawesi Utara berada pada peringkat ke enam yaitu sebesar 8,1%. Hal ini menunjukkan tingginya prevalensi penyakit DM di Sulawesi Utara jika dibandingkan dengan prevalensi nasional DM yang hanya sebesar 5,7%. Diabetes Melitus Tipe 2 merupakan penyakit multifaktorial dengan komponen genetik dan lingkungan yang memberikan kontribusi sama kuatnya terhadap proses timbulnya penyakit tersebut. Sebagian faktor ini dapat dimodifikasi melalui perubahan gaya hidup, sementara sebagian lainnya tidakn dapat diubah (Gibney dkk, 2005). Faktor-faktor yang berhubungan dengan DM Tipe 2 antara lain umur, riwayat keluarga menderita DM, berat badan berlebih, kurangnya aktifitas fisik, dan diet tidak sehat. Umur dan riwayat keluarga menderita DM termasuk dalam faktor yang tidak dapat dimodifikasi/diubah namun memiliki hubungan yang erat dengan kejadian DM Tipe 2, sehingga dengan mengetahui kedua faktor ini, orang yang berisiko menderita DM Tipe 2 dapat melakukan pencegahan dengan mengendalikan faktor lain yang berhubungan dengan kejadian DM Tipe 2. Badan Layanan Umum Rumah Sakit Prof. Dr. R.D Kandou Manado merupakan Rumah Sakit Umum Pusat yang ada di Provinsi Sulawesi Utara. Pada tahun 2011, terdapat 11.084 kunjungan pasien rawat jalan yang menderita DM dan mengalami peningkatan jumlah kunjungan pasien pada tahun 2012 yaitu sebanyak 16.386 kunjungan. Berdasarkan hal-hal di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian di BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado untuk menganalisis hubungan antara umur dan riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian penyakit DM Tipe 2. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara umur dan riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian penyakit
DM Tipe 2 pada pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik, dengan desain studi kasus-kontrol (casecontrol study). Penelitian ini diadakan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado pada bulan Februari-April 2013. Populasi pada penelitian ini yaitu pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado pada bulan Maret 2013. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan jumlah sampel yaitu 120 sampel untuk kelompok kasus dan 120 sampel untuk kelompok kontrol. Instrumen pada penelitian ini adalah kuesioner yang berisi pertanyaan tentang identitas pasien, karakteristik pasien dan riwayat keluarga menderita DM. Pengumpulan data primer dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado yang berisi pertanyaaan tentang karakteristik pasien dan riwayat keluarga menderita DM. Data sekunder dikumpulkan melalui data yang diperoleh dari bagian rekam medis, buku registrasi pasien, dan profil BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado. Pengolahan data dilakukan melalui beberapa cara yaitu editing (untuk mengecek kelengkapan data), coding (untuk mengubah data berbentuk kalimat/huruf menjadi angka/bilangan), entry data (memasukkan data untuk diolah memakai program SPSS versi 20 untuk dianalisis), dan tabulating (memasukkan data dalam bentuk tabel-tabel). Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji statistik ChiSquare, dengan nilai α=0,05, Confidence Interval (CI) = 95%, dan Odds Ratio (OR) dengan bantuan SPSS versi 20 for windows. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Berikut ini merupakan data distribusi responden berdasarkan karakteristik.
27
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Karakteristi k
Kategori Responden Kasus Kontrol n % n %
Total n
%
24
10
Umur < 25 tahun 26-45 tahun 46-65 tahun > 65 tahun
19, 1 47, 5 31, 7
1
0,8
23
8
6,7
57
78
65
38
33
27, 5
2
1,7
35
36
30
98
84
70
14 2
40, 8 59, 2
0,4
65 11 6
27, 1 48, 3 14, 6
Jenis Kelamin Laki-laki Perempua n Pendidikan Terakhir Tidak Sekolah
62 58
51, 7 48, 3
1
0,8
0
0
1
SD
15
12, 5
12
10
27
SMP
18
15
12
10
30
SMA
48
40
64
11 2
38
31, 7
32
53, 3 26, 7
14
11, 7
28
9
7,5
33
1
0,8 48, 3 6,7 24, 2 0,8
0
23, 3 27, 5 0
4
3,3
62
5
4,2 31, 7 10
13
Perguruan Tinggi Pekerjaan PNS Wiraswast a Buruh Pensiunan
58
Petani
8
Tidak Ada
29
Lainnya
1 12 0
Jumlah
100
38 12 12 0
100
70
42 42 1
67 13 24 0
11, 2 12, 5 46, 7 29, 2 17, 5 17, 5 0,4 25, 9 5,4 27, 9 5,4 100
Pada penelitian ini jumlah responden yaitu 240 pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado yang terdiri dari 96 responden (40,8%) laki-laki dan 142 responden (59,2%) perempuan. Biasanya, penderita DM Tipe 2 lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki (Bustan, 2007). Pada kelompok kasus dalam penelitian ini, jumlah responden laki-laki lebih besar dari jumlah responden perempuan. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Lubis (2012) dan Bintanah (2012) yang menunjukkan bahwa penderita DM Tipe 2 lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Apabila ditinjau dari umur, penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki umur 46-65 tahun merupakan responden dengan
persentase paling besar (48%). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Awad (2011) yang menunjukkan peningkatan jumlah pasien DM Tipe 2 pada pasien yang berumur lebih dari 50 tahun. Hasil Riskesdas tahun 2007 juga menunjukkan bahwa jumlah penderita DM di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya umur. Dari segi tingkat pendidikan terakhir, sebagian besar responden adalah lulusan Sekolah Menengah Atas (46,7%), dan sekitar 29% merupakan lulusan Perguruan Tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2012) juga menunjukkan hasil yang sama yaitu persentase tingkat pendidikan terakhir responden yang paling besar adalah lulusan SMA/sederajat. Semakin tinggi tingkat pendidikan berarti ada kemungkinan semakin baik pula pengetahuan seseorang dalam mencegah terjadinya peyakit termasuk DM Tipe 2, begitupun sebaliknya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Zahtamal (2007) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan tentang DM dengan kejadian DM. Ditinjau dari jenis pekerjaan responden, yang terbanyak adalah responden yang tidak memiliki pekerjaan (27,9%). Penelitian yang dilaksanakan oleh Balkau et al (2008), pada 13 kota di Eropa disimpulkan bahwa akumulasi aktivitas fisik sehari-hari merupakan faktor utama yang menentukan sensitivitas insulin. Dalam penelitian ini, sebagian besar responden kelompok kasus memiliki pekerjaan sebagai pensiunan. Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara bertahap setelah mencapai usia 50 tahun. Untuk menurunkan kadar gula darah tersebut perlu dilakukan aktivitas fisik seperti berolahraga, sebab otot menggunakan glukosa yang terdapat dalam darah sebagai energi (Adib, 2011). B. Hubungan Antara Umur dengan Kejadian DM Tipe 2 Tabel 2. Analisis Hubungan Antara Umur Dengan Kejadian DM Tipe 2 Um ur ≥ 45 tahu n <45 tahu n Jum lah
Kategori Responden Kasus Kontrol n % n % 9 5
79 ,2
4 0
33 ,3
2 5
20 ,8
8 0
66 ,7
1 2 0
10 0
1 2 0
10 0
Total n 1 3 5 1 0 5 2 4 0
Nil ai p
OR (CI 95% )
0,0 00
7,6 (4,2 49 – 13,5 94)
% 56 ,2 43 ,8 10 0
Hasil pengolahan data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang antara umur dengan kejadian DM Tipe 2 (p=0,000) dengan nilai Odds Ratio sebesar 7,6. Hal ini berarti
28
bahwa orang dengan umur ≥45 tahun memiliki risiko 8 kali lebih besar terkena penyakit DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang berumur kurang dari 45 tahun. Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian yang dilakukan oleh Zahtamal (2007) terhadap 152 responden yang menunjukkan bahwa hubungan antara umur dengan kejadian DM Tipe 2 pada pasien yang dirawat di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau bermakna secara statistik, dimana orang yang berumur ≥45 tahun memiliki risiko 6 kali lebih besar terkena penyakit DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang berumur kurang dari 45 tahun. Adib (2011) menyatakan bahwa DM Tipe 2 bisa terjadi pada anak-anak dan orang dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Masyarakat yang merupakan kelumpok berisiko tinggi menderita DM salah satunya adalah mereka yang berusia lebih dari 45 tahun. Prevalensi DM akan semakin meningkat seiring dengan makin meningkatnya umur, hingga kelompok usia lanjut (Bustan, 2007). Hal tersebut sesuai dengan penelitian Wild, dkk (2004) tentang prevalensi DM secara global yang menunjukkan bahwa semakin meningkatnya umur, semakin tinggi pula prevalensi DM yang ada. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa umur bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi kejadian DM Tipe 2, karena berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat 20% responden yang masih berumur kurang dari 45 tahun namun sudah didiagnosis menderita DM Tipe 2. Hal itu menunjukkan bahwa responden tersebut menderita DM Tipe 2 karena adanya faktor lain selain umur yang juga berhubungan dengan kejadian DM Tipe 2. C. Hubungan Antara Riwayat Keluarga Menderita DM dengan Kejadian DM Tipe 2 Tabel 3. Analisis hubungan antara riwayat keluarga menderita DM dengan Kejadian DM Tipe 2 Riwa yat Kelua rga Mend erita DM Ada
Kategori Responden Kasus Kontrol
Total
n
%
n
%
n
%
7 2
6 0
2 9
24 ,2
1 0 1
42 ,1 57 ,9 10 0
Tidak Ada
4 8
4 0
9 1
75 ,8
1 3 9
Jumla h
1 2 0
1 0 0
1 2 0
10 0
2 4 0
Nil ai p
OR (CI 95 %)
0,0 00
4,7 07 (2,7 02 – 8,1 99)
Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian DM Tipe 2 (p=0,000) dengan nilai Odds Ratio sebesar 4,7. Hal ini berarti bahwa orang yang memiliki riwayat keluarga menderita DM, berisiko 5 kali lebih besar terkena DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat keluarga menderita DM. Kondisi ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wicaksono (2011) pada 30 pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi Semarang, dimana riwayat keluarga menderita DM merupakan faktor risiko terjadinya DM Tipe 2 yang bermakna secara statistik dan memiliki pengaruh terhadap kejadian DM Tipe 2 sebesar 75%. Penelitian ini menunjukkan responden yang memiliki riwayat keluarga menderita DM berjumlah 101 responden, dimana 30% diantaranya memiliki lebih dari satu anggota keluarga yang menderita DM. Orang yang memiliki salah satu atau lebih anggota keluarga baik orang tua, saudara, atau anak yang menderita diabetes, memiliki kemungkinan 2 sampai 6 kali lebih besar untuk menderita diabetes dibandingkan dengan orang-orang yang tidak memiliki anggota keluarga yang menderita diabetes (CDC, 2011). Hasil penelitian ini menunjukkan ada 24% kelompok kontrol (tidak menderita DM Tipe 2) yang memiliki riwayat keluarga menderita DM. Hal ini dapat berarti bahwa responden tersebut juga berisiko menderita DM pada usia lanjut, karena beberapa ahli percaya bahwa risiko seseorang untuk menderita DM Tipe 2 lebih besar jika orang tersebut mempunyai orang tua yang menderita DM. (ADA, 2013). Namun demikian, adanya penyakit dengan garis keturunan yang jelas hanya merupakan suatu tingkat risiko pada keluarga yang dipengaruhi oleh kebiasaan hidup, status sosial keluarga dan lingkungan hidup (Noor, 2008). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa riwayat keluarga menderita DM bukanlah satu-satunya faktor yang berhubungan dengan kejadian DM Tipe 2. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada sekitar 41% responden yang telah didiagnosis menderita DM Tipe 2 namun tidak memiliki riwayat keluarga menderita DM. Meskipun faktor keturunan memiliki pengaruh dalam menentukan seseorang berisiko terkena diabetes atau tidak, gaya hidup juga memiliki peran besar terhadap risiko terjadinya DM Tipe 2. Penelitian yang dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang menunjukkan bahwa salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian DM Tipe 2 yaitu aktivitas fisik olahraga (Wicaksono, 2011). Oleh karena itu, pencegahan diabetes bagi yang berisiko dapat dilakukan dengan membiasakan hidup sehat dan berolahraga secara teratur (Adib, 2011).
29
KESIMPULAN 1. Terdapat hubungan antara umur pasien dengan kejadian DM Tipe 2 pada pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado. Orang yang berumur ≥45 tahun 8 kali lebih berisiko menderita DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang berumur kurang dari 45 tahun. 2. Terdapat hubungan antara riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian DM Tipe 2 pada pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado. Orang yang memiliki riwayat keluarga menderita DM berisiko 5 kali lebih besar menderita DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat keluarga menderita DM.
SARAN 1. Orang yang berusia ≥45 tahun dan memiliki riwayat keluarga menderita DM perlu lebih mengaktifkan diri dalam upaya pencegahan DM Tipe 2 seperti melakukan aktivitas fisik, mengatur pola makan, melakukan pemeriksaan gula darah secara teratur dan mencari informasi mengenai penyakit DM. 2. Bagi pihak Rumah Sakit untuk dapat memberikan informasi kepada pasien tentang seberapa besar risiko dari faktor umur ≥45 tahun dan adanya riwayat keluarga menderita DM terhadap kejadian DM Tipe 2. 3. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara untuk dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang seberapa besar risiko dari faktor umur ≥45 tahun dan adanya riwayat keluarga menderita DM terhadap kejadian DM Tipe 2 agar masyarakat yang berisiko dapat melakukan upaya pencegahan. 4. Perlunya dilakukan penelitian tentang faktorfaktor lain yang berhubungan dengan penyakit DM seperti berat badan berlebih, kurangnya aktivitas fisik, dan pola makan tidak sehat.
DAFTAR PUSTAKA ADA, 2013. Genetics of Diabetes. American Diabetes Association. (online) http://www.diabetes.org/diabetesbasics/genetics-of-diabetes.html Diakses pada tanggal 3 Juni 2013. Adib, M. 2011. Pengetahuan Praktis Ragam Penyakit Mematikan yang Paling Sering Menyerang Kita. Jogjakarta: Buku Biru. Awad, N., Langi, Y., dan Pandelaki, K. 2011. Gambaran Faktor Resiko Pasien Diabetes Melitus Tipe II Di Poliklinik Endokrin Bagian/Smf Fk-Unsrat Rsu Prof.Dr. R.D Kandou Manado Periode Mei 2011 -
Oktober 2011 (Skripsi). Universitas Sam Ratulangi, Manado. Balkau, B., Mhamdi, L., Oppert, J. M., Nolan, J., Golay, A., and Porcellati, F. 2008. Physical Activity and Insulin Sensitivity. Diabetes. 57:2613-2618. Bintanah, S. dan Handarsari, E. 2012. Asupan Serat Dengan Kadar Gula Darah, Kadar Koleterol Total dan Status Gizi Pada Pasien DM Tipe 2 Di Rumah Sakit Roemani Semarang. Jurnal Unimus: Seminar HasilHasil Penelitian. Hal. 289-297. Bustan, M.N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta. CDC. 2011. Family History as a Tool for Detecting Children at Risk for Diabetes and Cardiovascular Disease. (online) http://www.cdc.gov/ncbddd/pediatricgenet ics/genetics_workshop/detecting.html. diakses pada tanggal 17 April 2013 Depkes RI. 2008. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Depkes RI. Gibney, M. J., Margetts, B. M., Kearney, J. M., dan Arab, L. 2005. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. IDF. 2011. One adult in ten will have diabetes by 2030. 5th edition Diabetes Atlas. Lubis, J. P. 2012. Perilaku Penderita Diabetes Melitus Rawat Jalan di RSUD Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Dalam Pengaturan Pola Makan. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Noor, N. N. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta. WHO. 2012. Diabetes. World Health Organization. (online) http://www.who.int/factsheets/fs312/en/ind ex.html Diakses pada tanggal 28 Januari 2013 Wicaksono, R. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadia Diabetes Melitus Tipe 2 (Skripsi). Universitas Diponegoro, Semarang. Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R., and King, H. 2004. Global Prevalence of Diabetes. Diabetes Care. 27:1047-1053. Zahtamal, Chandra, F., Suyanto, dan Restuastuti, T. 2007. Faktor-Faktor Risiko Pasien Diabetes Melitus. Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 23, No. 3. Hal. 142-147.
30
HUBUNGAN ANTARA PROMOSI DAN KOMPENSASI DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM GMIM KALOORAN AMURANG Pajar Sriawan*,J. S. V. Sinolungan* * Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK Salah satu penyebab utama masalah-masalah tenaga keperawatan, pelayanan keperawatan dan kekurangan perawat adalah rendahnya kepuasan kerja perawat. Berbagai penelitian yang dilakukan tentang kepuasan kerja perawat didapatkan hasil bahwa masih banyak perawat yang mengalami ketidakpuasan kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Promosi dan Kompensasi dengan Kepuasan Kerja Perawat di Rumah Sakit Umum GMIM Kalooran Amurang. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian survei analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional. Penelitian dilaksanakan pada bulan April-September 2013 di Rumah Sakit Umum GMIM Kalooran Amurang Kabupaten Minahasa Selatan dengan total populasi berjumlah 64 perawat dengan sampel yang diteliti 46 perawat. Data yang telah dikumpulkan dianalisis secara Univariat dan Bivariat.Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran promosi, kompensasi, dan kepuasan kerja perawat berada pada kategori baik/puas. Hasil uji menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara promosi dengan kepuasan kerja perawat dengan p value yaitu 0,026 (p < 0,05), dan terdapat hubungan antara kompensasi dengan kepuasan kerja perawat dengan p value yaitu 0,000 (p < 0,05). Kata Kunci: Promosi, Kompensasi, Kepuasan Kerja Perawat ABSTRACT One of the main causes of personnel problems nursing, nursing care and the nursing shortage is the lack of job satisfaction of nurses. Various studies on job satisfaction of nurses showed that there are many nurses who experience job dissatisfaction. This study aims to determine the relationship between the Promotion and Compensation Nurse Job Satisfaction in General Hospital GMIM Kalooran Amurang. Types of research used in this study is an analytical survey research using cross sectional design. The research was conducted in April-September 2013 in the General Hospital GMIM Kalooran Amurang South Minahasa regency with a total population of 64 nurses with the sample studied 46 nurses. The data has been collected analyzed Univariate and Bivariate. The results showed that picture of promotion, compensation, and job satisfaction of nurses in the category of good/satisfied. The test results show that there is a relationship between promotion and job satisfaction that nurses with a p value of 0.026 (p < 0.05), and there is a relationship between compensation and job satisfaction of nurses with the p value is 0.000 (p < 0,05). Keywords : Promotion , Compensation , Job Satisfaction Nurses
31
32
PENDAHULUAN Manajemen sumber daya manusia (Human Resources Management) adalah bagian dari fungsi manajemen. Jika manajemen menitikberatkan “bagaimana mencapai tujuan bersama dengan orang lain” maka manajemen sumber daya manusia memfokuskan pada “orang” baik sebagai subjek atau pelaku dan sekaligus sebagai objek dari perilaku. Jadi bagaimana mengelola orang-orang dalam organisasi yang direncanakan (planning), diorganisasikan (organizing), dilaksanakan (directing) dan dikendalikan (controlling) agar tujuan yang dicapai organisasi dapat diperoleh hasil yang seoptimal mungkin, efisien dan efektif (Subekhi & Jauhar, 2012). Menurut Lokakarya Keperawatan, pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan biologis, psikologis, sosiologis spiritual yang komprehensif/holistic yang ditunjukkan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik dalam keadaan sakit atau sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Soeroso, 2003). Pembahasan mengenai kepuasan kerja perlu didahului oleh penegasan bahwa masalah kepuasan kerja bukanlah hal yang sederhana, baik dalam arti konsepnya maupun dalam arti analisisnya, karena “kepuasan” mempunyai konotasi beraneka ragam. Meskipun demikian tetap relevan untuk mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seseorang baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif tentang pekerjaannya. Karena tidak sederhana, banyak faktor yang perlu mendapat perhatian dalam menganalisis kepuasan kerja seseorang. Misalnya sifat pekerjaan seseorang mempunyai dampak tertentu pada kepuasan kerjanya (Siagian, 2011). Salah satu penyebab utama masalah-masalah tenaga keperawatan, pelayanan keperawatan dan kekurangan perawat adalah rendahnya kepuasan kerja perawat. Berbagai penelitian yang dilakukan tentang kepuasan kerja perawat didapatkan hasil bahwa masih banyak perawat yang mengalami ketidakpuasan kerja. Penelitian di berbagai rumah sakit menunjukkan bahwa lebih dari 40% perawat mengalami ketidakpuasan kerja dan 33% perawat berumur kurang dari 30 tahun bermaksud
keluar dari pekerjaan mereka. Menurut Baumann di Amerika Serikat, Kanada, lnggris, Jerman menunjukkan bahwa 41% perawat di rumah sakit mengalami ketidakpuasan dengan pekerjaannya dan 22% diantaranya merencanakan meninggalkan pekerjaannya dalam satu tahun (Wuryanto, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara promosi dan kompensasi dengan kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Umum GMIM Kalooran Amurang. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survei analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional. Jumlah populasi dalam penelitian ini ada 64 dibatasi dengan kriteria inklusi seperti perawat yang terdaftar sebagai tenaga keperawatan di RSU GMIM Kalooran Amurang, lama kerja minimal 2 tahun, serta mau dan bersedia menjadi responden dan kriteria eksklusi yaitu sakit, tidak berada ditempat, dan mengikuti studi lanjut, sehingga di dapatkan sampel sebanyak 41 responden. Instrument yang digunakan pada penelitian ini yaitu kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitas. Jumlah pernyataan yang digunakan untuk mengetahui kepuasan kerja perawat yaitu sebanyak 15 pernyataan, untuk promosi sebanyak 11 pernyataan, dan kompensasi sebanyak 11 pertanyaan. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari responden dalam bentuk kuesioner yang akan didapatkan pada saat melakukan penelitian. Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung, adanya perantara dengan pihak lain dalam bentuk Profil RS, Tupoksi pegawai di RSU GMIM Kalooran Amurang. Data yang didapat dianalisa dengan menggunakan analisa univariat untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel yang ada, analisa bivariat untuk melihat ada tidaknya hubungan antara variabel dengan analisis statistik menggunakan uji chi-square dengan bantuan program SPSS version 20 for Windows. HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah perawat pelaksana di RSU GMIM Kalooran Amurang dengan pengalaman kerja minimal 2 tahun yang berjumlah 46 orang. Tetapi
32
dalam pelaksanaan di tempat penelitian hanya 41 perawat yang didapatkan, karena pada saat penelitian 2 perawat sedang pada masa cuti, dan 3 perawat sedang tidak berada di tempat. 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 2. Responden yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 5 orang (12,2%) dan jenis kelamin perempuan berjumlah 36 orang (87,8%). 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 4. Dari segi umur, responden yang paling terbanyak merupakan umur 25-30 tahun dengan jumlah 12 orang (29,3%) dan umur yang paling sedikit merupakan umur 36-40 tahun dengan jumlah 4 orang (9,8%). 5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kerja 6. Dari segi lama kerja, responden yang memiliki lama kerja terbanyak yaitu 2-5 tahun masa kerja dengan jumlah 17 orang (41,5%) dan reponden yang memiliki lama kerja paling sedikit yaitu 6-10 tahun masa kerja dengan jumlah 11 orang (26,8%). 7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat pendidikan 8. Responden yang paling banyak adalah D3 dengan jumlah 21 orang (51,2%). Sedangkan SPK dengan jumlah 20 orang (48,8%). B. Promosi Kategori promosi oleh perawat digolongkan dalam dua kategori yaitu kategori baik didapat jumlah 23 orang atau 56,1% dan 18 orang atau 43,9% kategori kurang baik dalam promosi yang diberikan rumah sakit. C. Kompensasi Kategori kompensasi oleh perawat digolongkan dalam dua kategori yaitu kategori baik didapat jumlah 28 orang atau 68,3% dan 13 orang atau 31,7% kategori kurang baik dalam kompensasi yang diberikan rumah sakit.
D. Kepuasan Kerja Kategori kepuasan kerja oleh perawat digolongkan dalam dua kategori yaitu kategori puas didapat jumlah 26 orang atau 63,4% dan 15 orang atau 36,6% kategori
kurang puas dalam kepuasan kerja yang ada di rumah sakit Hubungan Antara Kepuasan Kerja
Promosi
Dengan
Tabel 1. Hubungan Antara Promosi dengan Kepuasan Kerja Perawat di Rumah Sakit GMIM Kalooran Amurang Kategori Kepuasan Kategori Kerja Perawat p Promosi value Kurang Baik Total Baik Baik 18 5 23 Kurang 8 10 18 Baik Total 26 15 41 0,026 Hasil hubungan antara promosi dengan kepuasan kerja perawat di RSU GMIM Kalooran Amurang pada tabel 1 menunjukkan Uji statistik dengan menggunakan chi square didapatkan hasil p value 0,026 kurang dari 0,05. Dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara promosi dengan kepuasan kerja perawat di RSU GMIM Kalooran Amurang. Hubungan Antara Kompensasi Dengan Kepuasan Kerja Tabel 2. Hubungan Antara Kompensasi dengan Kepuasan Kerja Perawat di Rumah Sakit GMIM Kalooran Amurang Kategori Kepuasan Kerja Perawat Kategori p Kompensasi value Kurang Baik Total Baik Baik 24 4 28 Kurang 2 11 13 Baik Total 26 15 41 0,000 Hasil hubungan antara kompensasi dengan kepuasan kerja perawat di RSU GMIM Kalooran Amurang pada tabel 2 menunjukkan Uji statistik dengan menggunakan chi square didapatkan hasil p value 0,000 kurang dari 0,05. Dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara promosi dengan kepuasan kerja perawat di RSU GMIM Kalooran Amurang. PEMBAHASAN Hubungan Promosi dengan Kepuasan Kerja
33
Hasil penelitian terhadap 41 responden tentang hubungan promosi dengan kepuasan kerja perawat melalui pengujian data, menghasilkan nilai p value 0,026 atau probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka dapat dikatakan Ho ditolak, artinya terdapat hubungan antara promosi dengan kepuasan kerja di RSU GMIM Kalooran Amurang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitiaan yang dilakukan oleh Mayasari (2009) yang menyatakan terdapat hubungan antara kesempatan promosi dengan kepuasan kerja di ruang rawat inap RSUD kota Semarang (nilai p = 0,023 < 0,05), yang mana perawat RSUD kota Semarang berusaha mendapatkan kebijaksanaan dan praktek promosi yang adil. Promosi memberi kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil. Promosi dapat diartikan sebagai proses perubahan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain dalam hirarki wewenang dan tanggung jawab yang lebih tinggi daripada dengan wewenang dan tanggung jawab yang telah diberikan kepada tenaga kerja pada waktu sebelumnya (Sastrohadiwirjo S, 2005), hipotesis ini dikuatkan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Andriani (2011) bahwa terdapat perbedaan antara kepuasan terhadap promosi di Rumah Sakit Dr.Saiful Anwar Malang (nilai p = 0,04 < 0,05), yang mana perawat di Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang mempunyai kesempatan kenaikan pangkat secara professional, hal ini dikarenakan pihak manajemen rumah sakit memberikan kebijakan promosi yang adil bagi perawat yang berprestasi. Hubungan Kompensasi dengan Kepuasan Kerja Hasil penelitian terhadap 41 responden tentang hubungan kompensasi dengan kepuasan kerja perawat melalui pengujian data, menghasilkan nilai p value 0,000 atau probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka dapat dikatakan Ho ditolak, atau dalam artian terdapat hubungan antara kompensasi dengan kepuasan kerja di RSU GMIM Kalooran Amurang. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mayasari (2009), bahwa terdapat hubungan antara kompensasi dengan kepuasan kerja di ruang rawat inap RSUD kota Semarang (nilai p = 0,005 < 0,05) yang mana keadaan
Puskesmas dari hasil wawancara menunjukkan adanya peningkatan kompensasi karyawan Puskesmas Tebet. Salah satu cara manajemen untuk meningkatkan kepuasan kerja pegawai adalah melalui kompensasi. Pada dasarnya kompensasi yang diterima oleh pegawai dibagi atas dua macam yaitu kompensasi finansial dan kompensasi nonfinansial. Kompensasi finansial adalah sesuatu yang diterima oleh pegawai dalam bentuk seperti gaji (Sunyoto, 2012). Hubungan-hubungan kepegawaian yang modern, upah dan gaji diharapkan memainkan peranan yang besar dalam mendorong pegawai untuk bekerja (Moekijat, 2010). Hipotesis ini di kuatkan oleh penelitian yang di lakukan oleh Mayasari (2009) yang menyatakan terdapat hubungan antara persepsi insentif dengan kepuasan kerja di ruang rawat inap RSUD kota Semarang (nilai p = 0,005 > 0,05), yang mana dalam meningkatkan kepuasan kerja perawat yang perlu diperhatikan bersama salah satunya adalah pemberian insentif. Sesuai asas kompensasi program kompensasi (balas jasa) harus ditetapkan atas asas adil dan layak serta dengan memperhatikan undang-undang yang berlaku. Prinsip adil dan layak harus mendapat perhatian dengan sebaik-baiknya supaya balas jasa yang akan diberikan merangsang gairah dan kepuasan kerja pegawai (Hasibuan, 2009) KESIMPULAN Karakteristik perawat di RSU GMIM Kalooran Amurang yang masa kerjanya ≥ 2 tahun, dengan jumlah responden 41 orang menunjukkan bahwa sebagian besar perawat berjenis kelamin perempuan, sebagian besar berumur 25-30 tahun, lama kerja perawat rata-rata 2-5 tahun, dan tingkat pendidikan perawat rata-rata adalah pendidikan D3. Untuk variabel promosi dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan promosi di RSU GMIM Kalooran Amurang, dapat dikatakan baik, dan variabel kompensasi menunjukkan responden sudah menerima kompensasi yang diberikan rumah sakit. Berdasarkan uraian dan analisa data, maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Ada 56,1% Perawat RSU GMIM Kalooran Amurang yang mengatakan pelaksanaan promosi sudah baik. 2. Ada 68,3% Perawat RSU GMIM Kalooran Amurang yang
34
3.
4.
5.
mengatakan pelaksanaan kompensasi sudah baik. Ada 63,4 % perawat RSU GMIM Kalooran Amurang yang mengatakan sudah puas dengan kepuasan kerja mereka. Terdapat hubungan bermakna antara promosi dengan kepuasan kerja perawat di RSU GMIM Kalooran Amurang. Terdapat hubungan bermakna antara kompensasi dengan kepuasan kerja perawat di RSU GMIM Kalooran Amurang.
SARAN 1. Diharapkan pelaksanaan promosi di RSU GMIM Kalooran Amurang agar lebih ditingkatkan, sehingga dapat meningkatkan kepuasan kerja yang diperoleh para perawat pada lingkungan kerjanya sendiri . 2. Diharapkan pelaksanaan kompensasi di RSU GMIM Kalooran Amurang untuk lebih ditingkatkan lagi, sehingga kepuasan kerja para perawat juga bias lebih baik lagi. 3. Bagi para pembaca, semoga dengan referensi ini dapat di jadikan sebagai media untuk menambah wawasan dan tambahan informasi yang didapat menjadi acuan dalam melakukan penelitian-penelitian ke depan.
Keperawatan Terhadap Tingkat Kepuasan Kerja Perawat Di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Semarang. Online. http://eprints. undip.ac.id/16282/1/Agustina_Ma yasari.pdf. Diakses pada tanggal 18 Juni 2013. Moekijat. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: CV. Mandar Maju Sastrohadiwirjo S. 2005. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara Siagian S. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara Soeroso S. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia Di Rumah Sakit. Jakarta : EGC Subekhi A dan Jauhar M. 2012. Pengantar Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Prestasi Pustaka Sunyoto D. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: CAPS Wuryanto E. 2010. Hubungan Antara Kualitas Kepemimpinan dan Gaya Manajemen Dengan Kepuasan Kerja Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang. Jurnal Keperawatan volume 3 No 2, September http://jurnal.unimus. ac.id/index.php/FIKkeS/article/do wnload/354/390. Diakses tanggal 01 juli 2011.
DAFTAR PUSTAKA Andriani L. 2012. Kepuasan Kerja Perawat pada Aplikasi Metode Tim Primer dalam Pelaksanaan Tindakan Asuhan Keperawatan (studi kuantitatif di Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar malang). Jurnal Aplikasi Manajemen volume 10 No 2 Juni 2012 http:// jurnaljam.ub.ac.id/index.php/jam/ article/view/433. Diakses tanggal 01 juli 2013. Hasibuan M. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara Mayasari A. 2009. Analisis Pengaruh Persepsi Faktor Manajemen
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN KEPUTIHAN PADA PELAJAR PUTRI SMA NEGERI 9 MANADO
35
Meyni Rembang*, Franckie R.R Maramis *Fakultas Kesehatan Masyarakat Univrsitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK Leucorhea (white discharge, fluor albus, keputihan) adalah nama gejala yang diberikan kepada cairan yang dikeluarkan dari alat-alat genital yang tidak berupa darah. Semua wanita dengan segala umur dapat mengalami keputihan berdasarkan data penelitian tentang kesehatan reproduksi wanita menunjukkan 75% wanita di dunia pasti menderita keputihan. Lebih dari 70% wanita indonesia mengalami keputihan yang disebabkan oleh jamur dan parasit seperti cacing kremi atau protozoa (Trichomonas vaginalis). Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuandan sikap, dengan tindakan pencegahan keputihan pada pelajar putri SMA Negeri 9 Manado. Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan menggunakan rancangan penelitian cross-sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Mei tahun 2013 di SMA Negeri 9 Manado dengan total populasi 398 siswi dengan sampel yang diteliti berjumlah 80 siswi kelas X dan kelas XI. Instrumen dalam penelitian yaitu menggunakkan kuisioner. Hasil dianalisa dengan menggunakan uji Fisher Exact dengan α = 0,05. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu responden dengan pengetahuan baik tentang keputihan sebanyak 72 (90,0) responden, dan pengetahuan kurang tentang keputihan berjumlah 8 (10,0%) responden. Berdasarkan sikap pencegahan keputihan, sikap baik berjumlah 55 (68,755%) dan sikap tidak baik berjumlah 25 (31,25%), berdasarkan tindakan pencegahan keputihan, tindakan pencegahan baik berjumlah 45 (56,25%) responden, dan tidak baik berjumlah 35 (43,75%) responden. Variabel sikap memiliki hubungan bermakna dengan tindakan pencegahan keputihan (0,000). Sedangkan variabel pengetahuan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan tindakan pencegahan keputihan (0,495). Kata Kunci : Tindakan Pencegahan Keputihan, Pengetahuan, Sikap
ABSTRACT Leucorhea (white discharge, fluoride albus, white) is the name given to symptoms of fluid removed from devices that do not form genital blood. All women of every age can experience vaginal, discharge is based on the data on women's reproductive health research shows 75% of women in the world would suffer from vaginal discharge. More than 70% of Indonesian women experience vaginal discharge caused by fungi and parasites such as pinworms or protozoa (Trichomonas vaginalis). The objective of this study was to analys the relationship between knowledge and attitude with practices of prevention of leucorrhea among female students of senior high school 9 Manado. The study was an observational analytic study using cross-sectional design. This study was conducted in January-May of 2013 in Senior High School 9 Manado with a total population of 398 students with the studied sample was 80 students of class X and class XI. Instrument used in the study was questionnaires. Data were analyzed using Fisher's Exact test with CI of 95% the sicnificance level of 5% (α = 0,05). The results showed that respondents who had good knowledge were as many as 72 (90,0%) respondents and 8 (10%) respondents had poor knowledge on leucorrhea. In ternt of attitude there were 55 (69%) respondents had good attitude while 25 (31%) respondents had poor attitude of leucorrhea. Furthermore, 45 (56%) respondents were good in act of preventing leucorrhea where as 35 (44%) respondents were not. Biivariate analysis indicated that attitude variable was related with prevention action (P = 0,000) however, knowledge variable was not related with prevention action on leucorrhea (P= 0,724). In conclusion knowledge has no relationship with prevention practices but attitude has relationship with prevention practices on leucorrhea. Keywords : Leucorhea, Knowledge, Attitude, Prevention
36
PENDAHULUAN Leucorhea (white discharge, fluor albus, keputihan) adalah nama gejala yang diberikan kepada cairan yang dikeluarkan dari alat-alat genital yang tidak berupa darah. Mungkin leucorhea merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada penderita ginekologik; adanya gejala ini diketahui penderita karena mengotori celananya. Dapat dibedakan antara leukorea yang fisiologik dan leukorea yang patologik. Leukorea fisiologik terdiri atas cairan yang kadang-kadang berupa mukus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang, sedang pada leukorea patologik terdapat banyak leukosit. Penyebab paling penting dari leukorea patologik ialah infeksi. Disini cairan mengandung banyak leukosit dan warnanya agak kekuning-kuningan sampai hijau, seringkali lebih kental dan berbau. Radang vulva, vagina, serviks dan kavum uteri dapat menyebabkan leukorea patologik (Prawirohardjo S,dkk, 2007). Semua wanita dengan segala umur dapat mengalami keputihan berdasarkan data penelitian tentang kesehatan reproduksi wanita menunjukkan 75% wanita di dunia pasti menderita keputihan. Lebih dari 70% wanita indonesia mengalami keputihan yang disebabkan oleh jamur dan parasit seperti cacing kremi atau protozoa (Trichomonas vaginalis). Angka ini berbeda tajam dengan eropa yang hanya 25% saja karena cuaca di indonesia yang lembab sehingga mudah terinfeksi jamur candida albicans yang merupakan salah satu penyebab keputihan (Bahari, 2012). Menurut Aulia (2012) di Indonesia 95% kasus kanker leher rahim yang terjadi pada wanita ditandai dengan keputihan. Selain itu, keputihan tidak mengenal usia. Cuaca lembab juga ikut mempengaruhi terjadinya keputihan. Keputihan yang dibiarkan bisa merembet ke rongga rahim kemudian ke saluran indung telur dan sampai ke indung telur yang akhirnya menjalar hingga ke rongga panggul (Burhani, 2012). Menurut Undang-Undang RI No.39 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasalnya yang ke 137 ayat 1 menyebutkan bahwa Pemerintah berkewajiban menjamin agar remaja dapat memperoleh edukasi, informasi, dan layanan mengenai kesehatan remaja agar mampu hidup sehat dan bertanggung jawab. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kesehatan
reproduksi dikalangan remaja di antaranya melalui program Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) (Undang-undang Kesehatan, 2009). Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Kota Manado meengenai jumlah remaja usia 15-24 tahun yang mendapat penyuluhan tentang kesehatan reproduksi didapati di kota Manado hanya 18 orang, dan dari 18 orang tersebut dari kecamatan Malalayang hanya 2 orang (Manado dalam Angka 2012). Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk meneliti pengetahuan, sikap, dan tindakan pencegahan keputihan pada pelajar putri di SMA Negeri 9 Manado. Dan setelah peneliti berkonsultasi dengan pihak sekolah yaitu SMA Negeri 9 Manado menyatakan bahwa disekolah ini belum pernah diadakannya penelitian tentang topik tersebut. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode Survey Analitik, dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional Study (Potong Lintang). Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 9 Manado pada bulan Januari-April 2012. Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswi kelas X dan kelas XI SMA Negeri 9 Manado dengan jumlah populasi yaitu sebanyak 398 orang, yang terdiri dari jumlah siswi kelas X sebanyak 141 orang dan jumlah siswi kelas XI sebanyak 257 orang. Jumlah sampel pada penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus: N n= 1 + N ( d2 ) Keterangan: N = Besar Populasi n = Besar sampel d = Tingkat ketepatan yang diinginkan (10%) Berdasarkan rumus tersebut diperoleh jumlah sampel sebanyak 80 responden. Pengambilan sampel yang akan menjadi responden dalam penelitian ini dilakukan dengan cara Cluster Random Sampling atau pengambilan sampel acak kelompok, dimana melakukan pembagian populasi studi emnjadi beberapa bagian (Blok) sebagai cluster dan dilakukan pengambilan sampel kelompok cluster tersebut (Budiarto, 2001). Teknis pelaksanaan
37
pengambilan sampel setelah membagi jumlah sampel ke dalam dua kelompok besar sesuai dengan tingkatan kelasnya, kemudian tahap selanjutnya dalam pelaksanaannya pengambilan data yaitu dengan mengambil daftar hadir dari seluruh siswi kelas X dan XI oleh peneliti. Setelah memperoleh daftar hadir, maka peneliti kemudian mengurutkan daftar hadir siswi tersebut sesuai dengan jumlah masing-masing tingkatan kelas yaitu kelas X di urutkan 1-141, kemudian kelas XI di urutkan 1-257. Dari data yang telah diurutkan tersebut, peneliti kemudian melakukan undi secara acak dari masingmasing tingkatan kelas sesuai dengan perolehan perhitungan secara proporsional yaitu kelas X di cabut undi secara acak sebanyak 28 orang, dan kelas XI sebanyak 52 orang. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian di SMA Negeri 9 Manado diperoleh sampel sebanyak 80 siswi yang terdiri dari 28 siswi (35%) kelas X dan kels XI sebanyak 52 (65%) siswi. Sebagian besar responden dalam penelitian ini merupakan siswi dengan usia 16 tahun sejumlah 42 (52,5%) orang, kemudian responden dengan usia 15 tahun sejumlah 28 (35%) orang, diikuti dengan responden yang berusia 17 tahun sejumlah 8 (10%) orang, dan yang paling sedikit responden dengan usia 14 tahun sejumlah 2 (2,5%) orang. Hal tersebut menunjukan bahwa responden dalam penelitian ini terbanyak yaitu pada usia 16 tahun dimana usia ini tergolong dalam masa remaja pertengahan (middle adolsence). Berdasarkan hasil skoring yang telah ditetapkan dengan menggunakan 10 item pertanyaan untuk mengukur variabel pengetahuan responden, diketahui bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik tentang keputihan yaitu sejumlah 72 (90%) orang dan sejumlah 8 (10%) orang pengetahuan tentang keputihannya kurang. Data sikap pencegahan keputihan siswi berdasarkan hasil skoring yang telah di tetapkan dengan menggunakan 12 item pertanyaan untuk mengukur variabel sikap pencegahan responden dalam penelitian ini, yang memiliki sikap baik tentang pencegahan keputihan sejumlah 65 (68,75%) orang, dan presentase siswi dengan sikap pencegahan yang tidak baik sejumlah 25 (31,25%).
Berdasarkan hasil skoring yang telah ditetapkan dengan menggunakan 10 item pertanyaan untuk mengukur variabel tindakan pencegahan responden dalam penelitian ini, hasil penelitian tindakan pencegahan keputihan merupakan hasil akumulasi dari 10 pertanyaan tindakan pencegahan, dimana yang memiliki tindakan pencegahan keputihan baik sejumlah 45 (56,25%), dan yang memiliki tindakan pencegahan tidak baik sejumlah 35 (43,75%).
Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan Tindakan Pencegahan Tabel silang untuk melihat hubungan antara variabel tingkat pengetahuan dengan tindakan pencegahan keputihan dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tindakan pencegahan keputihan. Pengetahuan
Tindakan Pencegahan Tidak Baik Baik N % N %
Tota l
Kurang
4
8
Baik
31
Total
35
5,0 38, 8 43, 8
4 41 45
5,0 51, 3 56, 3
72
ρ*
0,49 5
80
* Fisher's Exact Test Pada tabel 1 terlihat bahwa responden dengan tingkat pengetahuan baik dengan tindakan pencegahan baik sebanyak 41 (51,3%) responden, sedangkan dengan pengetahuan baik dan tindakan pencegahan tidak baik berjumlah 31 (38,8%) responden. Kemudian untuk responden dengan pengetahuan kurang namun dengan tindakan pencegahan baik berjumlah 4 (5,0) responden, sedangkan responden dengan pengetahuan kurang dan tindakan pencegahan tidak baik berjumlah 4 (5,0) responden. Tabel 1 menunjukan bahwa hasil uji statistik melalui uji chi-square dengan menggunakan bantuan software SPSS versi 19, memperoleh nilai probabilitas sebesar 0,495 dengan tingkat kesalahan (α) 0,05 yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan dengan tindakan
38
pencegahan keputihan pada siswai di SMAN 9 Manado. Ayiningtyas dan Suryaatmadja (2011) dalam penelitiannya mengenai Hubungan Antara Pengetahuan Dan Perilaku Menjaga Kebersihan Genitalia Eksterna Dengan Kejadian Keputihan Pada Siswi SMA Negeri 4 Semarang mengungkapkan bahwa Kejadian keputihan dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan mengenai kebersihan genitalia eksterna. Hubungan antara Sikap dengan Tindakan Pencegahan Tabel silang untuk melihat hubungan antara variabel Sikap dengan tindakan pencegahan keputihan dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Hubungan antara sikap dengan tindakan pencegahan keputihan. Sikap
Tindakan Pencegahan Tidak Baik Baik N % N %
Tidak Baik Baik
23 12
28, 8 15, 0
2 43
2,5 53, 8
Total
35
43, 8
45
56, 3
Total
ρ*
25 55
0,000
80
* Fisher's Exact Test Tabel 2 menunjukan bahwa responden dengan sikap yang baik dan memiliki tindakan pencegahan yang baik berjumlah 43 (53,8%) responden, sedangkan yang dengan sikap baik dan memiliki tindakan pencegahan tidak baik berjumlah 12 (15,0%) responden. Kemudian responden dengan sikap tidak baik namum memiliki tindakan pencegahan baik berjumlah 2 (2,5) responden, sedangkan yang memiliki sikap tidak baik dengan tindakan pencegahan tidak baik berjumlah 23 (28,8) responden. Tabel 2 menunjukan bahwa hasil analisis hubungan menggunakan uji chi-square dengan bantuan software Statistical Product For Service Solution (SPSS) versi 19 memperoleh nilai probabilitas sebesar 0,000 dengan tingkat kesalahan (α) 0,05 yang berarti ada hubungan yang bermakna
antara sikap dengan tindakan pencegahan keputihan pada Pelajar Putri SMA Negeri 9 Manado. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Noer (2007) dimana dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Remaja Puteri Tentang Keputihan (Fluor Albus) Dengan Upaya Pencegahannya (Studi Pada Siswi Tunas Patria Unggaran Tahun 2007), mengungkapkan bahwa ada hubungan sikap siswi dengan upaya pencegahan keputihan. Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Amelia, dkk (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Gambaran Perilaku Remaja Putri Menjaga Kebersihan Organ Genitalia Dalam Mencegah Keputihan mengungkapkan bahwa sikap tentang menjaga kebersihan organ genitalia dalam mencegah keputihan berperan penting dalam membentuk tindakan remaja putri menjaga kebersihan organ genitalia dalam mencegah keputihan. KESIMPULAN 1. Responden yang memiliki pengetahuan baik tentang keputihan sebanyak 72 orang (90,0) dan responden dengan pengetahuan yang kurang berjumlah 8 orang (10,0%). 2. Responden yang memiliki sikap baik berjumlah 55 orang (68,75%) dan responden dengan sikap tidak baik berjumlah 25 orang (31,25%). 3. Responden yang memiliki tindakan pencegahan baik berjumlah 45 orang (56,25%) dan responden dengan tindakan pencegahan tidak baik berjumlah 35 orang (43,75%). 4. Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan tindakan pencegahan keputihan pada pelajar putri SMA Negeri 9 Manado. 5. Terdapat hubungan antara sikap dengan tindakan pencegahan keputihan pada pelajar putri SMA Negeri 9 Manado.
SARAN 1. Perlunya pihak sekolah menyediakan berbagai informasi bersifat edukatif bagi para siswa dan siswi berupa membentuk program Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK KRR) yang berhubungan dengan organ reprooduksi dan cara menjaga kesehatan organ reproduksi, yang diharapkan dapat menambah pengetahuan siswi juga menjadi
39
tambahan informasi tentang permasalahan kesehatan reproduksi remaja khusunya bagi para siswi sekolah menengah atas. 2. Perlunya dilakukan penelitian tentang faktorfaktor lain yang mempengaruhi tindakan pencegahan seperti persepsi, media massa, peran orang tua, dan peran guru.
DAFTAR PUSTAKA Amelia MR, Dewi YI, Karim D. Gambaran Perilaku Remaja Putri Menjaga Kebersihan Organ Genitalia Dalam Mencegah Keputihan. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau. (Online). http://repository.unri.ac.id/bitstream/12345 6789/ 1880/1/ MANUSKRIP%20MELIZA%20RIZKY.p df. Diakses pada tanggal 2 Mei 2013. Aulia.2012.Serangan-serangan Penyakit Khas Pada Wanita Paling Sering Terjadi.Jogjakarta:BUKUBIRU. Ayiningtyas,D.2011.Hubungan antara Pengetahuan dan Perilaku Menjaga Kebersihan Genetalia Eksterna Dengan Kejadian Keputihan pada Siswi SMA Negeri 4 Semarang. Tesis.Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Badan Pusat Statistik. 2012. Katalog BPS Manado Dalam Angka 2012. Bappeda Kota Manado. Bahari,H. 2012.Cara Mudah Atasi Keputihan. Jogjakarta:BUKUBIRU
Budiarto,E. 2001. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Burhani,F.2012.Buku Pintar Miss V:Cara Cerdas Merawat Organ Intim Wanita.Yokyakarta:Araska Noer,WH. 2007. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Dengan Remaja Putri Tentang Keputihan (Fluor Albus) Dengan Upaya Pencegahannya (Studi Pada Siswi SMA Tunas Patria Ungaran Tahun 2007. (Online). http://eprints.undip.ac.id/4320/1/3256.pdf . Diakses pada tanggal 2 Mei 2013. Prawirohardjo S, dkk. 2007. Ilmu Kandungan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. .Undang-Undang Kesehatan. 2009. Bandung:Fokusmedia.
40
HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI DENGAN STATUS GIZI ANAK KELAS 4 DAN 5 SEKOLAH DASAR DI KELURAHAN MAASING KECAMATAN TUMINTING KOTA MANADO Martha Lidya Bawuoh*, Nancy S.H. Malonda*, Nita Momongan* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK Saat ini dunia tengah mengalami masalah gizi ganda yaitu kekurangan dan kelebihan gizi. Masalah gizi juga terjadi pada anak usia sekolah. Secara garis besar masalah pada anak merupakan dampak dari ketidakseimbangan antara asupan zat gizi dan keluaran zat gizi. Kekurangan zat gizi pada anak dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan, menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Kelebihan asupan pada anak dapat menyebabkan kelebihan berat badan yang nantinya menjadi faktor risiko penyakit degeneratif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara asupan energi dengan status gizi anak kelas 4 dan 5 Sekolah Dasar di Kelurahan Maasing Kecamatan Tuminting Kota Manado. Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Agustus 2013 di SDN 83 dan 122 Manado Kelurahan Maasing Kecamatan Tuminting Kota Manado. Penelitian ini menggunakan formulir food recall 24 jam, food model, program nutrisurvey, timbangan berat badan, alat ukur tinggi badan microtoice analisis data menggunakan program SPSS versi 19. Pengolahan data dengan uji Spearman Rank dengan α=0,05. Hasil uji menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan energi dengan status gizi BB/U maupun BB/TB dengan nilai p masing-masing sebesar 0,887 dan 0,280. Peneliti menyarankan bagi Puskesmas Tuminting untuk mengadakan tindakan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) gizi bagi anak SDN 83 dan 122 Manado dan perlunya pemantauan status gizi secara rutin di setiap sekolah di Kelurahan Maasing. Kata Kunci : Asupan Energi, Status Gizi, Anak Sekolah Dasar
ABSTRACT Today the world is facing multiple nutritional problems as lack and excess nutrients. Nutritional problems also occur in school-age children. Broadly speaking, the problem in children is the impact of the imbalance between nutrient intake and output of nutrients. Malnutrition in children can cause delayed growth, lowers the body's resistance to disease. Excess intake in children can lead to excess weight will be a risk factor for degenerative diseases. This study aimed to analyze the relationship between energy intake and nutritional status 4th and 5th graders at the Village Elementary School District Maasing Tuminting Manado City. This study was an observational analytic cross sectional study conducted in January to August 2013 in SDN 83 and 122 Village Maasing Manado Manado District Tuminting. This study uses a 24-hour food recall form, food models, nutrisurvey program, weight scales, height measuring devices microtoice data analysis using SPSS version 19. Processing the data with the Spearman Rank test with α = 0.05. The test results show that there is no relationship between energy intake and nutritional status BB / U or BB / TB with p values respectively 0.887 and 0.280. Researchers suggest for health centers to conduct action Tuminting CIE (Communication, Information, and Education) nutrition for children SDN 83 and 122 Manado and the need for routine monitoring of nutritional status in every school in the Village Maasing. Keywords: Energy Intake, Nutritional Status, Primary School Children
41
PENDAHULUAN Saat ini dunia tengah menghadapi masalah gizi ganda yaitu kekurangan dan kelebihan gizi. Kekurangan gizi yaitu kekurangan vitamin A (KVA), anemia gizi besi (AGB), gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) dan kekurangan energi protein (KEP), sedangkan masalah kelebihan gizi yang kini dihadapi ialah masalah obesitas.Kini terdapat lebih banyak orang yang memiliki berat badan berlebih dibandingkan dengan gizi kurang di seluruh dunia (Barasi, 2007). Masalah gizi juga terjadi pada anak usia sekolah. Menurut Pudjiadi (2005), anak usia sekolah adalah anak yang berumur 7-12 tahun. Masalah gizi anak sekolah merupakan masalah kesehatan yang menyangkut masa depan dan kecerdasan (Nur’aini dan Wiyono, 2012). Masalah gizi pada anak secara garis besar merupakan dampak dari ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi, yaitu asupan yang melebihi keluaran ataupun sebaliknya (Arisman, 2009). Kekurangan zat gizi pada anak dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan, menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi dan perkembangan kognitif yang buruk (Gibney, 2009). Besarnya asupan pada anak yang tidak diimbangi dengan aktivitas fisik dapat menyebabkan kelebihan berat badan pada anak. Kelebihan berat badan pada anak dapat meningkatkan risiko terkena berbagai penyakit kronis seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung dan stroke (Almatsier, 2009). Anak yang sehat akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal dan sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya dan memiliki kemampuan sesuai standar kemampuan anak seusianya (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). Data dari WHO (World Health Organization) menunjukkan bahwa pada tahun 2010, sekitar 43 juta anak mengalami obesitas dan 35 juta anak diantaranya ada di negara berkembang (Kompas, 2012). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada anak umur 6-12 tahun secara nasional sebesar 9,2%, sementara anak yang mengalami obesitas di Sulawesi Utara sebesar 6,4%. Menurut hasil Riskesdas 2010 terdapat 7,6% anak Indonesia berumur 6-12 tahun berstatus gizi kurus, sedangkan di Sulawesi Utara terdapat 5,4% anak umur 6-12 tahun berstatus gizi kurus. Angka anak berstatus gizi kurus di
Sulawesi Utara ini berada di bawah rata-rata tingkat nasional. Pola makan dan gaya hidup sehat secara umum diketahui sebagai prasyarat bagi kesehatan, yang didefinisikan sebagai usaha memajukan kualitas hidup, kesejahteraan, dan pencegahan terhadap penyakit terkait dengan gizi (Barasi, 2007). Kebutuhan gizi antar anak berbeda. Hal ini ditentukan oleh ukuran dan komposisi tubuh, pola aktivitas, dan kecepatan tumbuh (Almatsier dkk, 2011). Kekurangan gizi pada anak berakibat pada tumbuh kembang dan akan menurunkan kualitas sumberdaya manusia (Nyamin dkk, 2010). Sementara itu, pola makan pada anak-anak dan remaja khususnya di kota besar mengalami kecenderungan untuk makan makanan dengan kalori yang berlebihan menyebabkan kelebihan berat badan dan obesitas pada anak meningkat (Nuryanto dkk, 2009). Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengetahui apakah ada hubungan antara asupan energi dengan status gizi anak kelas 4 dan 5 Sekolah Dasar di Kelurahan Maasing Kecamatan Tuminting Kota Manado. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross sectional (potong lintang) yang menganalisis hubungan asupan energi dengan status gizi pada anak kelas 4 dan 5 Sekolah Dasar di Kelurahan Maasing Kecamatan Tuminting Kota Manado yang dilaksanakan pada bulan Januari-Agustus tahun 2013 di SDN 83 dan 122 Manado. Populasi berjumlah 86 orang dan sampel berjumlah 61 orang. Sampel yang telah diambil harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yaitu mampu berkomunikasi dengan baik dan bersedia menjadi responden penelitian serta kriteria eksklusi yaitu sakit dalam waktu 2 minggu terakhir. Penelitian ini menggunakan kuesioner untuk karakteristik responden, formulir food recall 24 jam, food model, program nutrisurvey, timbangan berat badan, mikrotois, dan program SPSS versi 19 sebagai instrumen penelitian. Analisis data menggunakan uji Spearman Rank dengan α=0,05. Data primer dalam penelitian ini melipiuti karakteristik subjek penelitian, data konsumsi harian, serta data tinggi dan berat badan, sementara data sekunder dalam penelitian ini berupa jumlah seluruh siswa di SDN 83 dan 122 Manado dan tingkat pendidikan dan pekerjaan orangtua.
42
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 62,3% responden berjenis kelamin perempuan dan 37,7% lainnya berjenis kelamin laki-laki. selanjutnya untuk umur 8 tahun sebesar 6,6%, 9 tahun 29,5%, 10 tahun sebesar 36,1%, 11 tahun 18% dan 12 tahun 9,8%. Distribusi responden berdasarkan kelas yaitu kelas 4 sebanyak 47,5% dan kelas 5 52,5%. Berdasarkan pekerjaan ayah, distribusi responden yaitu pegawai 3,3%, wiraswasta sebanyak 72,2% dan nelayan/buruh sebanyak 15%, sedangkan untuk pekerjaan ibu sebesar 100% ibu dari responden adalah ibu rumah tangga. Berdasarkan pendidikan terakhir ayah dari responden, distribusi dari yang terbesar sampai terkecil adalah SD (41%), tidak pernah sekolah (27,9%), SMP (16,4%) dan SMA (14,8%). Menurut pendidikan terakhir ibu dari responden, yang tidak pernah sekolah sebanyak 44,3%, yang SD 18%, SMP 9,8% dan SMA sebanyak 27,9%. Sebanyak 39,3% anak berasupan energi baik. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Energi Asupan energi n % Defisit 7 11,5 Kurang 10 16,4 Sedang 20 32,8 Baik 24 39,3 Total 61 100 Berdasarkan indeks BB/U, sebanyak 85,2% anak berstatus gizi baik. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi BB/U Status Gizi n % Gizi Buruk 0 0 Gizi Kurang 7 11,5 Gizi Baik 52 85,2 Gizi Lebih 2 3,3 Total 61 100 Berdasarkan indeks BB/TB, terdapat 91,8% anak berstatus gizi normal. Ini bisa dilihat dari tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi BB/TB Status Gizi n %
Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Total
0 3 56 2 61
0 4,9 91,8 3,3 100
Hasil uji Spearman Rank menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara asupan energi dengan status gizi BB/U anak kelas 4 dan 5 Sekolah Dasar di Kelurahan Maasing Kecamatan Tuminting Kota Manado. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Hubungan Antara Asupan Energi dengan Status Gizi BB/U Variabel r p Asupan energi 0,019 0,887 Status gizi BB/U
Hasil uji Spearman Rank juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara asupan energi dengan status gizi BB/TB anak kelas 4 dan 5 Sekolah Dasar di Kelurahan Maasing Kecamatan Tuminting Kota Manado. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 5. Hubungan Antara Asupan Energi dengan Status Gizi BB/TB Variabel Asupan energi Status gizi BB/TB
r
p
-0,141
0,280
Hasil penelitian menggunakan uji Spearman, menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan energi dengan status gizi BB/U. Hal yang sama juga terjadi pada asupan energi dan status gizi BB/TB. Asupan energi tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi BB/TB. Serupa dengan hasil penelitian yaitu hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Nur’aini dan Wiyono (2012) dengan judul hubungan antara asupan energi, protein dan infeksi kecacingan dengan status gizi anak usia sekolah dasar di daerah kumuh di Kelurahan Angke Kecamatan Tambora Kota Jakarta. Hal ini mungkin dikarenakan oleh kelemahan salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode recall 24 jam,
43
yang memiliki kelemahan seperti ketepatann daya ingat, kejujuran responden dan kekeliruan peneliti dalam menafsirkan ukuran rumah tangga ke dalam ukuran berat (gram) sehingga tidak dapat menggambarkan asupan sehari-hari. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pahlevi dan Indarjo (2012). Penelitian yang dilakukan pada anak kelas 4,5 dan 6 di Sekolah Dasar 02 Ngresep Banyumanik ini menemukan bahwa asupan energi berpengaruh pada status gizi BB/U. Dalam keadaan normal di mana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertumbuhan umur karena sifat berat badan yang sangat labil (Adriani dan Wiratmadji, 2012). Berat badan memberikan gambaran massa tubuh, dimana massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahanperubahan mendadak seperti terserang penyakit infeksi. Dari penelitian ini ditemukan bahwa ada 2 orang responden yang berstatus gizi lebih dan 7 orang berstatus gizi kurang. Dalam studi jangka panjang, berat badan berlebih pada anak dapat menurunkan umur harapan hidup karena dapat merupakan cikal bakal terjadinya penyakit degeneratif seperti kardiovaskuler yang dapat timbul sebelum atau sesudah masa dewasa (Nuryanto dkk, 2009). Penelitian yang dilakukan Mihardja (2007) di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat. mendapatkan hasil bahwa obesitas juga berpengaruh terhadap penyakit kolesterol. KESIMPULAN Data yang diperoleh menunjukkan ada 7 orang anak dengan tingkat asupan energi defisit, 10 anak berasupan energi kurang, 20 orang anak berasupan energi sedang dan 24 anak lainnya berasupan energi baik. Berdasarkan pengukuran status gizi berdasarkan indeks pengukuran BB/U terdapat 7 orang responden berstatus gizi kurus, 52 orang bergizi baik, dan 2 orang bergizi lebih. Menurut indeks pengukuran BB/TB terdapat 3 orang responden berstatus gizi kurus, 56 orang responden berstatus gizi normal dan 2 orang responden berstatus gizi gemuk. Tidak terdapat anak berstatus gizi buruk dalam penelitian ini, dan tidak terdapat hubungan antara asupan energi dengan status gizi anak kelas 4 dan 5 sekolah dasar di Kelurahan Maasing.
SARAN Disarankan bagi SDN 83 dan 122 untuk perlu mengadakan tindakan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) gizi mengenai pentingnya mengkonsumsi makanan seimbang bagi anak usia sekolah serta perlunya diadakan penelitian lanjutan guna meneliti faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap status gizi di SDN 83 dan 122 Manado yang tidak diteliti dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. (2009) Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Almatsier, S., Soetardjo, S., & Soekatri, M. (2011) Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Arisman. (2009) Buku Ajar Ilmu Gizi. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Barasi, M. (2009) At a Glance Ilmu Gizi. Jakarta: Erlangga. Gibney, MJ., Margetts, BM., Kearney, J.M., & Arab, L. (2009) Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Kompas. (2012) Anak-anak di Dunia Kian Gemuk, [Intertnet]. Tersedia dalam
[diakses 24 mei 2013]. Mirhadja, L., Suharyanto, F., Ghani, L., Kusumawardhani, N., Pratiwi, D., Adimunca, C., Sulistyowati., Nainggolan, O., Raflizar. & Magdarina. (2007) Penanganan Kegemukan Pada Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat Melalui Usaha Kesehatan Sekolah dan Penyertaan Peran Orang Tua. Jurnal Media Litbang Kesehatan, Vol. XVII No. 3, Hal. 1-9. Nur’aini, F. & Wiyono, S. (2012) Hubungan Antara Asupan Energi, Protein, dan Infeksi Kecacingan Dengan Status Gizi Anak Usia Sekolah Dasar di Daerah Kumuh Perkotaan RW 10 Kelurahan Angke Kecamatan Tambora Jakarta Barat. Jurnal Penelitian Sanitas, Vol.6 No.2 Hal. 177-187. Nuryanto., Podojoyo. & Yulianto. (2009) Studi Prevalensi Masalah Gizi
44
Ganda Anak Sekolah Dasar Dan Madrasah Ibtidaiyah Di Kota Lubuklinggau. Jurnal Pembangunan Manusia, [Internet], Vol.9 No.3. Tersedia dalam: [diakses 23 April 2013]. Nyamin, Y., Saha, D. & Rahmawati, F. (2010) Pertumbuhan Fisik Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Kahayan Tengah Kabupaten Pulang Pisau. Jurnal Forum
Kesehatan Media Publikasi Kesehatan Ilmiah, Vol. 1 No. 1 Hal. 12-19. Pahlevi, A. & Indarjo S. (2012) Determinan Status Gizi Pada Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Kemas, [Internet] Vol.7 (2) hal 116-120. Tersedia dalam [diakses tanggal 15 Mei 2013]. Pudjiadi, S., (2005) Ilmu Gizi Klinis Pada Anak Edisi Keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Supariasa, I.D.N., Bakri, B. & Fajar. (2012). Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS KEMA KECAMATAN KEMA KABUPATEN MINAHASA UTARA
45
Roy Weku*, Joy A. M. Rattu*, Gene Kapantow* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan di tingkat dasar, diharapkan memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, memuaskan sesuai standar yang telah ditentukan. Nilai pemanfaatan Puskesmas sangat ditentukan oleh peran serta masyarakat sebagai pengguna pelayanan kesehatan maupun faktor Puskesmas itu sendiri sebagai penyedia pelayanan kesehatan. Tujuan penelitian ini ialah menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan, sikap masyarakat dan status pekerjaan masyarakat dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Kema. Penelitian adalah bersifat survei analitik dengan rancangan cross-sectional study. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 99 responden, dengan pengambilan sampel secara two stage cluster sampling. Instrumen dalam penelitian ini yaitu kuesioner. Data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Analisis data dalam penelitian ini bersifat univariat dan bivariat. Uji statistik yang digunakan yaitu Chi-Square. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang pelayanan kesehatan dikategorikan baik; sikap masyarakat tentang pelayanan kesehatan masyarakat dikategorikan baik; sebagian besar masyarakat memiliki pekerjaan; hubungan antara tingkat pengetahuan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan mempunyai nilai siginifikan sebesar 0,002; hubungan antara sikap dan pemanfaatan pelayanan kesehatan mempunyai nilai signifikan sebesar 0,000; hubungan antara status pekerjaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan mempunyai nilai signifikan sebesar 1,000. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan; ada hubungan antara sikap dan pemanfaatan pelayanan kesehatan; dan tidak ada hubungan antara status pekerjaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Berdasarkan kesimpulan, disarankan agar meningkatkan sosialisasi program melalui penyuluhan kepada masyarakat dan diharapkan masyarakat meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan yang ada di Puskesmas. Kata Kunci: Pemanfaatan Puskesmas, Tingkat Pengetahuan, Sikap, Status Pekerjaan. ABSTRACT Community Health Center as one of the health service facilities at basic level, it is expected to give qualified health service, satisfying to determined standards. The value of Community Health Center utilization is determined by the role of community as user of health service and factors of Community Health Center itself as health services provider. The aim of the study was to analyze the relationship the level of knowledge, attitude of people and working status with Utilization of health service at Community Health Center Kema. This study was an analytic survey with cross-sectional design. Sample in this study was 99 respondents, with two stage cluster sampling method. Instruments in this study was questionnaires. Data were obtained from primary and secondary datas. Data analysis in this study was univariate and bivariate analysis. Statistical test used was Chi-Square test. The result of the study showed that the knowledge of people on health service was in good category; attitude of people on community health service was in good category; most of people have a job; the relationship between knowledge level and utilization of health service has a sifnificance value of 0.002; the relationship between attitude and utilization of health service has a significance value of 0.000; the relationship between working status and utilization of health service has a significance value of 1.000. Based on the study, it can be concluded that there is a relationship between knowledge and utilization of health services; there is a relationship between attitude and utilization of health service; there is no relationship between working status and utilization of health service. Based on the conclusion, it can be suggested to improve the program socialization through elucidation to people and it is expected in order that people improve the utilization of health service at Community Health Center. Keywords: Utilization of Health Center, Level of Knowledge, Attitude, Work Status.
46
47
PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan di Indonesia dalam tiga dekade ini dilaksanakan secara berkesinambungan dan telah cukup berhasil meningkatkan derajat kesehatan, namun upaya besar negara Indonesia dalam meningkatkan derajat kesehatan masih perlu untuk ditingkatkan. Meningkatkan daya juang pembangunan merupakan modal utama pembangunan kesehatan nasional. Tinjauan kembali terhadap kebijakan pembangunan kesehatan telah menjadi hal yang penting dan harus dilakukan (Adisasmito, 2010). Upaya pelayanan kesehatan merupakan langkah yang tepat dan sangat berpengaruh dalam menentukan peningkatan derajat kesehatan. Menurut Azwar (1996) agar pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan yang diinginkan maka persyaratan yang harus dipenuhi adalah tersedia dan berkesinambungan, dapat diterima dan wajar, mudah dicapai dan mudah dijangkau serta bermutu. . Sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran kelima persyaratan di atas sering tidak terpenuhi, karena telah terjadi beberapa perubahan dalam pelayanan kesehatan. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan bahwa fasilitas kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan di tingkat dasar, diharapkan memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, memuaskan sesuai standar yang telah ditentukan. Di Indonesia tersebar 9.321 Puskesmas, 170 Puskesmas yang ada di Provinsi Sulawesi Utara dan 10 Puskesmas yang tersebar di Kabupaten Minahasa Utara (Kemenkes, 2012). Puskesmas Kema merupakan salah satu Puskesmas yang ada di Kabupaten Minahasa Utara yang dibangun tahun 1984 yang bertempat di Desa Kema II dengan wilayah kerja meliputi 9 desa antara lain: Desa Kema I, Kema II, Kema III, Lansot, Lilang, Waleo, Makalisung, Tontalete dan Tontalete Rok-rok dengan luas wilayah 10.408 Km2
jumlah penduduk sebesar 14.730 jiwa, dengan jumlah KK sebanyak 4.136 (Profil Puskesmas Kema, 2011). Data dari Puskesmas Kema dalam 2 Tahun terakhir dapat dilihat perbandingan pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan. Tahun 2010 terdapat 17. 067 kunjungan, dengan kunjungan rawat jalan umum sebanyak 10.203, kunjungan Askes sebesar 2.264, dan kunjungan Gakin sebesar 4.600 (Profil Puskesmas Kema, 2010), sedangkan pada Tahun 2011 jumlah kunjungan yaitu 15.700, dengan kunjungan rawat jalan umum sebesar 9.173, kunjungan Askes sebesar 1.859 dan kunjungan Gakin sebesar 4.668 (Profil Puskesmas Kema, 2011). Disimpulkan bahwa dari jumlah kunjungan selama dua tahun terakhir (2010-2011) terjadi penurunan jumlah kunjungan yang berdampak pada penurunan jumlah pemanfaatan pelayanan di Puskesmas Kema sebesar ± 8 %. Berdasarkan profil Puskesmas Kema tahun 2010-2011, angka kesakitan tahun 2010 sebanyak 7431 kasus dan untuk tahun 2011 sebanyak 8070 kasus. Data ini menunjukan bahwa terjadi peningkatan angka kesakitan sebesar 7,99 %. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tombi (2012) terhadap 305 responden, mengenai hubungan karakteristik masyarakat Kelurahan Sindulang 1 dengan pemanfaatan Puskesmas Tuminting didapati bahwa Tingkat pengetahuan memiliki hubungan dengan pemanfaatan Puskesmas Tuminting, dengan nilai p sebesar 0,009 (p
48
dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan April 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah semua Kepala Keluarga yang ada di wilayah kerja Puskesmas Kema yang terdiri dari 9 Desa yakni: Desa Kema 1, Kema 2, Kema 3, Lansot, Lilang, Waleo, Makalisung, Tontalete dan Tontalete Rok-rok dengan luas wilayah 10.408 Km2 dengan jumlah penduduk sebesar 14.730 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 4.136. Target Populasinya adalah keluarga yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Kema yang memanfaatkan dan yang tidak memanfaatkan Puskemas Kema. Pengambilan sampel penelitian ini, menggunakan rumus yang dikutip dari Suryono (2011), sebagai berikut:
n=
N 1+(N x d2 )
Keterangan: N = besar populasi n = besar sampel d2 = presisi (10%) perhitungan sampel diambil berdasrkan data jumlah kepala keluarga wilayah kerja Puskemas Kema, yaitu sebanyak 4.136 KK, sehingga ditetapkan sampel penelitian sebagai berikut: n= n=
N 1+(N x d2 ) 4136 1+(4236 x 0,12 )
4136 1+(4136 x 0,01 ) 4136 n= = 97,63 n=
42,36
= 99 responden Penentuan sampel yang akan diambil dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara Two Stage Cluster Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel secara acak pada kelompok individu dalam populasi yang terjadi secara alamiah, misalnya berdasarkan wilayah penelitian (Sastroasmoro dan Ismael, 2008). Wilayah kerja Puskesmas Kema secara Cluster diambil total dari jumlah desa yakni 9 desa
yakni, desa Kema I, Kema II, Kema III, Lansot, Lilang, Waleo, Makalisung, Tontalete dan Tontalete Rok-rok, kemudian dilanjutkan dengan teknik Simple Random Sampling di masing-masing desa. Berdasarkan jumlah responden maka tiap desa diambil masingmasing 11 responden. HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Kema. Tabel 4.11 Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Kema. Tabel 4.11 yang menghubungkan antara pengetahuan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas menunjukan bahwa yang memiliki pengetahuan baik dengan status memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas sebanyak 41 (62,12%) responden, sedangkan responden yang memiliki pengetahuan baik namun tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas sebanyak 25 (37,88%) responden. Kemudian untuk responden dengan pengetahuan kurang baik namun memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas sebanyak 9 (27,27%) responden, sedangkan responden dengan pengetahuan yang kurang baik dan tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas sebanyak 24 (72,73%) responden. Perhitungan menggunakan uji chi-square dengan bantuan Pengetahuan Kurang Baik Baik n % n % 62, Memanfaatkan 9 41 12 27,27 Tidak 2 25 37, 72,73 Memanfaatkan 4 88 3 100 Total 66 100 3 df Uji X2 (α = 0,05) p value = 0,002 =1 program Statistical Product For Service Solution (SPSS) versi 19 menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0,002 dengan tingkat kesalahan (α) 0,05. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan Pemanfaatan Puskesmas
49
pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesma Kema. Hubungan antara sikap masyarakat dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Kema Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara Tabel 4.12 Hubungan antara sikap masyarakat dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Kema. Sikap Pemanfaatan Kurang Baik Puskesmas Baik n % n % Memanfaatkan 47 88,68 3 6,52 Tidak 6 11,32 43 93,48 Memanfaatkan Total 53 100 46 100 Uji X2 (α = df=1 p value = 0,000 0,05) Data pada Tabel 4.12 yang menghubungkan antara sikap masyarakat dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas menunjukan bahwa responden dengan sikap baik dan memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas sebanyak 47 (88,68%) responden, sedangkan responden dengan sikap baik namun tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas sebanyak 6 (11,32%) responden. Kemudian untuk responden dengan sikap kurang baik namun memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas sebanyak 3 (6,52%) responden, sedangkan responden dengan sikap kurang baik dan tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas sebanyak 43 (93,48%) responden. Perhitungan menggunakan uji chisquare dengan bantuan program Statistical Product For Service Solution (SPSS) versi 19 menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0,000 dengan tingkat kesalahan (α) 0,05. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan antara sikap masyarakat dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesma Kema. Hubungan antara status pekerjaan masyarakat dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Kema Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara Tabel 4.13 Hubungan antara status pekerjaan masyarakat dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Kema.
Pemanfaatan Puskesmas Memanfaatkan Tidak memanfaatkan Total Uji X2 (α = 0,05)
Status Pekerjaan Tidak Bekerja Bekerja n % n % 40 40
50,00 50,00
10 9
52,63 43,37
80
100
19
100
df=1
value = 1,000
Data pada Tabel 4.13 di atas yang menghubungkan antara status pekerjaan masyarakat dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas menunjukan bahwa responden dengan status bekerja dan memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas sebanyak 40 (50,00%) responden, sedangkan responden dengan status bekerja namun tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas sebanyak 40 (50,00%) responden. Kemudian untuk responden dengan status tidak bekerja namun memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas sebanyak 10 (52,63%) responden, sedangkan responden dengan status tidak bekerja namun tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas sebanyak 9 (43,37%) responden. Perhitungan menggunakan uji chi-square dengan bantuan program Statistical Product For Service Solution (SPSS) versi 19 menghasilkan nilai probabilitas sebesar 1,000 dengan tingkat kesalahan (α) 0,05. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara status pekerjaan masyarakat dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesma Kema. KESIMPULAN 1. Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pelayanan kesehatan di Puskesmas Kema dikategorikan baik, dimana tingkat pengetahuan baik sebanyak 66 responden sedangkan dengan tingkat pengetahuan kurang baik sebanyak 33 responden. 2. Sikap masyarakat mengenai pelayanan kesehatan di Puskesmas Kema dikategorikan baik, dimana sikap baik sebanyak 53 responden dan kurang baik sebanyak 46 responden.
50
3.
4.
5.
6.
7.
Masyarakat Kema rata-rata telah memiliki pekerjaan, dimana status bekerja sebanyak 80 responden dan yang tidak bekerja sebanyak 19 responden. Masyarakat Kema rata-rata sudah memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas Kema, dimana responden yang memanfaatkan Puskesmas sebanyak 50 responden dan yang tidak memanfaatkan sebanyak 49 responden. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Kema Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara, dimana nilai p = 0,002 < 0,05. Terdapat hubungan antara sikap masyarakat dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Kema Kabupaten Minahasa Utara, dimana nilai p = 0,000 < 0,05. Tidak terdapat hubungan antara status pekerjaan masyarakat dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Kema Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara, dimana p = 1,000 > 0,05.
SARAN Saran dari hasil penelitian ini yang perlu dijadikan pertimbangan anatara lain: 1. Bagi Puskesmas Kema Meningkatkan sosialisasi program kepada seluruh masyarakat di wilayah kerja Puskesmas melalui upaya promosi kesehatan, salah satunya dengan melakukan program penyuluhan kepada masyarakat, khususnya mengenai pelayanan kesehatan yang ada di Puskesmas. 2. Bagi masyarakat Diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan yang ada di Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan dasar agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tinginya. 3. Bagi dunia pendidikan dan penelitian selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk menambah wawasan juga sebagai pembanding dengan penelitian selanjutnya dengan
melihat baik dari jumlah sampel penelitian, metode penelitian, penambahan variabel yang lain serta karakteristik daerah. DAFTAR PUSTAKA Addani, A. 2008. Pengaruh Karakteristik Masyarakat Terhadap Utilisasi Puskesmas di Kabupaten Bireuen Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Tesis).Medan:UniversitasSumateraUta ra.(Online),http://repisetory.usu.ac.id/bi stream/123456789/6663/1/047012002.p df, diakses pada tanggal 19 januari 2013. Adisasmito, W. 2010. Sistem Kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers. Anonim, 2009. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009, tentang Kesehatan. Jakarta: Fokusmedia. Azwar, A. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: PT Binarupa Aksara. Hartono, B. 2010. Promosi Kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit. Jakarta: Rineka Cipta. Kemenkes, 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128 Tahun 2004, tentang Kebijakan Dasar Puskesmas. Jakarta. Profil Puskesmas Kema Tahun 2011 Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara. Suryono. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Buku Kesehatan. Syamsurizal. 2009. Hubungan pengetahuan dan sikap keluarga terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh keluarga klien gangguan jiwa di Nagari Pilubang wilayah kerja Puskesmas Sungai Limau. (Skripsi). Universitas Andalas. (Online). http://repository.unand.ac.id/560.pdf, diakses pada tanggal 15 februari 2013. Tombi, H. 2012. Hubungan Antara Karakteristik Masyarakat Kelurahan Sindulang I Dengan Pemanfaatan Puskesmas Tuminting. Fakultas Kesehatan Masyarakat Unsrat (Online) http://fkm.unsrat.ac.id/wcontent/upload s/2012/10/HanaTombi.pdf, diakses pada tanggal 23 Januari 2013.
51
HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DAN KONSUMSI ALKOHOL DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA PASIEN POLIKLINIK UMUM DI PUSKESMAS TUMARATAS KECAMATAN LANGOWAN BARAT KABUPATEN MINAHASA Diyan Oroh*, Meyer T. Egam* * Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado
ABSTRAK Hipertensi adalah penyebab kematian utama ketiga di Indonesia untuk semua umur, yaitu mencapai 1721 % dari proporsi penduduk dan kebanyakan tidak terdeteksi. Faktor pemicu/resiko penyakit hipertensi yang dapat diubah seperti obesitas, merokok, stres, penggunaan estrogen, kurang olahraga, konsumsi lemak, konsumsi alkohol dan garam. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan di Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa pada bulan Februari tahun 2013 sampai Mei tahun 2013. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 107 orang. Sampel diambil secara simple random sampling (sampel acak sederhana). Data diperoleh melalui kuesioner dan wawancara langsung. Analisis data dilakukan meliputi analisis univariat dan analisis bivariat menggunakan uji Chi-square pada program SPSS. Hasil uji statistik menunjukkan kebiasaan merokok mempunyai hubungan yang bermakna dengan hipertensi (p = 0,000; OR = 6,0 dan 95% CI = 2,53-14,22), begitu juga dgn konsumsi alkohol menunjukan hubungan yang bermakna dengan hipertensi (p = 0,000; OR = 4,3 dan 95% CI 1,86-10,28). Kesimpulan dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa. Kata Kunci: Kebiasaan Merokok, Konsumsi Alkohol, Hipertensi ABSTRACT Hypertension is the third leading cause of death in Indonesia for all ages, reaching 17-21% of the proportion of the population and mostly undetectable. Trigger factors / risk of hypertension that can be changed such as obesity, smoking, stress, use of estrogen, lack of exercise, consumption of fat, alcohol and salt consumption. The study was conducted to determine the relationship between smoking habit and alcohol consumption with the incidence of hypertension in the Health Center West Langowan Tumaratas Minahasa district. The study was an observational analytic cross sectional approach. The study was conducted at the Health Center of West Langowan Tumaratas Minahasa district in February of 2013 to May of 2013. The sample in this study amounted to 107 people. Samples were collected by simple random sampling (simple random sampling). Data were obtained through questionnaires and direct interviews. Data analysis includes univariate and bivariate analysis using Chi-square test in SPSS. Statistical test results showed the risk factors of smoking habit have a significant association with hypertension (p = 0.000; OR = 6.0 and 95% CI = 2.53 to 14.22), as well as with alcohol consumption showed a significant association with hypertension (p = 0.000; OR = 4.3 and 95% CI 1.86 to 10.28). The conclusion of study, there is a relationship between smoking habit and alcohol consumption with the incidence of hypertension in the Health Center West Langowan Tumaratas Minahasa district. Keywords: Smoking Habit, Alcohol Consumption, Hypertension
52
PENDAHULUAN Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 Pasal 3, pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Indikator yang sering digunakan untuk mengukur derajat kesehatan adalah angka kesakitan (morbidity), angka kematian (mortality), status gizi, dan angka harapan hidup. Terjadinya pergeseran pola penyakit menunjukan terjadinya perubahan status kesehatan masyarakat. Keadaan tersebut dikatakan sebagai transisi epidemiologi yakni lebih memfokuskan aspek pergeseran pola penyakit yang diawali wabah dan berbagai penyakit infeksi (Penyakit Menular) bergeser ke penyakit degeneratif (Penyakit Tidak Menular) (Khomsan, 2003). Menurut Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 2008, proporsi penyebab kematian oleh Penyakit Menular (PM) di Indonesia telah menurun sepertiganya dari 44% menjadi 28%, sedangkan akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari 42% menjadi 60%. Hipertensi adalah penyebab kematian utama ketiga di Indonesia untuk semua umur, yaitu mencapai 17-21 % dari proporsi penduduk dan kebanyakan tidak terdeteksi (Depkes, 2008). Menurut Joint National Committee (JNC) 7 (2003), hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥90 mmHg pada seseorang yang tidak sedang mengkonsumsi obat antihipertensi (Yogiantoro, 2006). Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, kejadian hipertensi pada usia 18 tahun ke atas mencapai 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui menderita hipertensi dan dari 7,2%, hanya 0,4% penderita yang mengkonsumsi obat hipertensi dikarenakan cakupan diagnosis hipertensi oleh tenaga kesehatan hanya mencapai 24%, atau
dengan kata lain sebanyak 76,0% kejadian hipertensi dalam masyarakat memang belum terdiagnosis. Faktor pemicu/resiko penyakit hipertensi dapat dibedakan menjadi faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol seperti umur, jenis kelamin, riwayat keluarga dan faktor yang dapat diubah seperti merokok, asupan garam, konsumsi lemak, konsumsi alkohol, obesitas, stres, penggunaan estrogen, dan kurang olahraga (Mansjoer, 2009&Yogiantoro,2006). Salah satu faktor resiko terjadinya hipertensi yang dapat diubah, yaitu kebiasaan merokok. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, hubungan antara kebiasaan merokok dengan hipertensi dibuktikan dengan kandungan nikotin dalam rokok. Nikotin dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah termasuk pembuluh darah koroner yang memberi oksigen pada jantung, karena penyempitan pembuluh darah, maka jantung akan bekerja keras, sehingga memerlukan oksigen lebih banyak yang menyebabkan aliran darah dipercepat dan terjadi kenaikan tekanan darah. Negara-negara berkembang seperti di Indonesia jumlah perokok dari waktu ke waktu semakin meningkat. Pada tahun 2007 mencapai 34,2 kemudian pada tahun 2010 meningkat lagi menjadi 34,7 (Depkes, 2008). Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah perokok terbesar di dunia. Dari data World Health Organization (WHO) pada tahun 2008, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menempati urutan ketiga pada sepuluh negara perokok terbesar dunia. Sulawesi utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki prevalensi perokok melebihi angka rata-rata nasional. Pada tahun 2007 prevalensi perokok di Sulawesi Utara adalah 24,6% (Depkes, 2008), dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 29,1%. Faktor resiko terjadinya penyakit hipertensi yang lain yaitu konsumsi alkohol. Telah dibuktikan dalam penelitian sebelumnya bahwa konsumsi alkohol setiap hari dapat
53
meningkatkan tekanan darah sistolik sebesar 1,21 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 0,55 mmHg untuk rata-rata satu kali minum per hari (Russel dkk, 1991). Kebiasaan minum alkohol juga telah menjadi salah satu kebiasaan bagi masyarakat di Sulawesi Utara. Menurut riskesdas 2007, prevalensi masyarakat di Sulawesi Utara yang mengkonsumsi alkohol mencapai 17,4% melebihi angka rata-rata nasional yaitu 4,6% (Depkes, 2008). Hal ini mungkin juga menjadi salah satu pemicu tingginya prevalensi kejadian hipertensi di wilayah Sulawesi Utara. Menurut Dinkes tahun 2008, penderita hipertensi di Sulawesi Utara mencapai 31,2 % dan ditemukan dua wilayah dengan prevalensi >40% yakni Kabupaten Minahasa dan Kota Tomohon. Pada tahun 2012, penderita hipertensi di Sulawesi utara khusus untuk kasus baru mencapai 33.968 kasus (Dinkes Provinsi Sulut, 2013). Pada tahun 2010 sampai 2012, hipertensi menempati peringkat kedua sebagai penyakit yang paling banyak ditemukan dipuskesmas-puskesmas seluruh Kabupaten Minahasa. Pada tahun 2012 penderita hipertensi di Kabupaten Minahasa juga mengalami peningkatan yang drastis yakni mencapai 30.174 kasus, baik kasus lama maupun kasus baru (Angka Kesakitan Dinas Kesehatan Kab. Minahasa). Data angka kesakitan Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa menunjukkan bahwa pada tahun 2012, kasus penderita hipertensi paling banyak ditemukan di 2 puskesmas di Langowan Barat dengan jumlah kasus mencapai 3027 kasus, salah satunya yaitu di Puskesmas Tumaratas. Puskesmas Tumaratas merupakan salah satu Puskesmas dengan 14 desa sebagai wilayah kerja. Beberapa desa diantaranya memiliki sarana dan prasarana kesehatan yang baik, bahkan untuk tenaga kesehatan sendiri cukup tersedia. Status sosial ekonomi, pendidikan, kesehatan, pemerintahan, pekerjaan, akses transportasi, dan informasi juga cukup baik. Namun seiring berkembangnya jaman, pola hidup masyarakat juga mengalami perubahan dan perkembangan
mulai dari pola makan, gaya hidup, aktivitas fisik sampai stres. Kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol merupakan gaya hidup yang semakin hari semakin menjadi kebiasaan dan tren dikalangan masyarakat. Perubahan gaya hidup inilah yang mungkin dapat memicu peningkatan kasus penderita hipertensi dari tahun ke tahun. Berdasarkan data-data tersebut, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi pada pasien poliklinik umum di Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan Cross Sectional atau potong lintang yaitu mempelajari hubungan antara variabel dependen (hipertensi) dan variabel independen (kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol) melalui pengukuran sesaat atau hanya satu kali saja serta dilakukan secara simultan. Desain Cross Sectional digunakan berdasarkan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui adanya hubungan antara perilaku merokok dan konsumsi alkohol terhadap kejadian hipertensi pada pasien poliklinik umum Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret tahun 2013 sampai bulan April tahun 2013. HASIL PENELITIAN Distribusi karakteristik responden di Puskesmas Tumaratas dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Distribusi frekuensi karakteristik responden di Puskesmas Tumaratas Kecamatan
54
Langowan Barat Kabupaten Minahasa tahun 2013. Karakteristik
n
%
Umur 40-49 tahun 50-59 tahun 60-69 tahun 70-79 tahun
45 43 14 5
42,06 40,18 13,08 4,68
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki
46 61
42,9 57,1
Pendidikan Terakhir SD SMP SMA S1
47 10 43 7
43,92 9,35 40,18 6,55
Riwayat Hipertensi pada Keluarga Ada Tidak ada
43 64
40,18 59,82
Berdasarkan Tabel 2. distribusi responden berdasarkan karakteristik umur diketahui bahwa 42,06% responden berada pada kelompok umur 40-49 tahun, sedangkan 40,18% responden berada pada kelompok umur 50-59 tahun. Dapat dilihat bahwa sebagian besar responden berada pada kelompok umur 40-49 dan 50-59 tahun. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa sebanyak 57,1% responden berjenis kelamin laki-laki dan 42,9% responden berjenis kelamin perempuan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa responden pada penelitian ini lebih banyak berjenis kelamin laki-laki daripada perempuan. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir dapat dilihat bahwa sebanyak 43,92% responden memiliki status
pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD), namun 40,18% responden lainnya memiliki status pendidikan terakhir SMA, bahkan ada 6,55% responden yang mendapat gelar sarjana. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah memiliki status pendidikan yang cukup baik, meskipun responden terbanyak merupakan lulusan sekolah dasar. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 59,82% responden tidak memiliki riwayat hipertensi dalam keluarga. 2. Gambaran Penderita Hipertensi Distribusi frekuensi responden penderita hipertensi berdasarkan riwayat diagnosis dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Distribusi frekuensi responden penderita hipertensi berdasarkan riwayat diagnosis di Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa tahun 2013. Riwayat n % Hipertensi Ada 39 36,4 Tidak ada 68 63,6 Total 107 100 Berdasarkan Tabel 3. dapat dilihat bahwa 63,6% responden tidak menderita hipertensi dan 36,4% responden menderita hipertensi. Hasil ini memang menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak menderita hipertensi, namun yang menjadi masalah yaitu 36,4% responden menderita hipertensi, yang berarti ada 39 orang dari 107 responden yang menderita hipertensi. 3. Gambaran Kebiasaan Merokok Tabel 4. Distribusi frekuensi responden berdasarkan kebiasaan merokok di Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa tahun 2013. Gambaran Kebiasaan n Merokok Kebiasaan Merokok Ya 43
55
% 40,2
Tidak
64
Usia merokok pertama kali 14-18 tahun 19-23 tahun 24-28 tahun
32 34 8
Jumlah Batang/hari < 10 batang 10-20 batang >20 batang
7 35 1
Jenis Rokok Non Filter Filter
6 68
Pernah merokok Ya Tidak
31 33
Terakhir kali merokok ≤ 1 tahun > 1 tahun
16 15
Lama merokok 10-19 tahun 20-29 tahun 30-39 tahun 40-49 tahun
10 9 8 3
Teman merokok Ada Tidak ada
57 50
Bahaya merokok Tahu Tidak tahu
107 0
Berdasarkan Tabel 4. dapat dilihat bahwa responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok lebih banyak dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan merokok, yaitu dengan presentase 59,8% untuk responden yang tidak memiliki kebiasaan
59,8merokok dan 40,2% untuk responden yang memiliki kebiasaan merokok. Hasil penelitian berdasarkan usia pertama kali merokok, dapat dilihat bahwa 42,4746,57% responden ada pada kelompok usia 1946,5723 tahun, dan 42,47% responden ada pada 10,96kelompok usia 14-18 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki kebiasaan merokok maupun 16,28pernah merokok, pertama kali mengkonsumsi 81,4rokok pada usia 19-23 tahun dan 14-18 tahun. 2,32 Hasil penelitian berdasarkan jumlah batang rokok/hari, dapat dilihat bahwa yang paling banyak dikonsumsi per hari yaitu 10-20 8,11batang (81,4%). Hal ini dapat menunjukkan 91,89bahwa responden yang memiliki kebiasaan merokok sebagian besar merupakan perokok sedang yaitu perokok yang mengkonsumsi 47,62rokok 10-20 batang/hari. 52,38 Hasil penelitian berdasarkan jenis rokok, dapat dilihat bahwa rokok filter merupakan jenis rokok yang paling banyak 51,62dikonsumsi oleh responden, baik pada 48,38responden yang saat ini memiliki kebiasaan merokok maupun pada responden yang pernah merokok dengan presentase 91,89%. 33,25 Hasil penelitian berdasarkan pernah atau 30,03tidak pernahnya mengkonsumsi rokok, dapat 26,80dilihat bahwa 52,38% responden sama sekali 9,92tidak pernah mengkonsumsi rokok,sedangkan 47,62% responden pernah mengkonsumsi rokok. Hasil ini menunjukkan bahwa dari 64 53,27responden yang saat ini tidak memiliki 46,73kebiasaan merokok, 33 diantaranya (52,38%) sama sekali tidak pernah mengkonsumsi rokok, jumlah ini lebih banyak dibandingkan dengan 100responden yang pernah mengkonsumsi rokok 0yaitu 31 orang (47,62%). Hasil penelitian berdasarkan terakhir kali merokok, dapat dilihat bahwa responden yang terakhir kali merokok ≤ 1 tahun (51,62%) lebih banyak dibandingkan dengan responden yang terakhir kali merokok > 1 tahun (48,38%). Hal ini dapat menunjukkan bahwa responden yang pernah merokok sebagian besar berhenti merokok ≤ 1 tahun yang lalu.
56
Hasil penelitian berdasarkan lamanya mengkonsumsi rokok, dapat dilihat bahwa 33,25% responden memiliki 10-19 tahun frekuensi lama merokok sedangkan 30,03% memiliki 20-29 tahun frekuensi lama merokok. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang terlalu besar antara jumlah responden yang memiliki frekuensi lama merokok 10-19 tahun dengan jumlah responden yang memiliki frekuensi lama merokok 20-29 tahun sehingga dapat disimpulkan bahwa ratarata responden telah mengkonsumsi rokok sejak lama. Hasil penelitian berdasarkan teman merokok, dapat dilihat bahwa responden yang memiliki teman merokok atau orang lain disekitar lingkungan yang mengkonsumsi rokok sebanyak 53,27%, jumlah ini lebih banyak dibanding dengan responden yang tidak memiliki teman merokok atau orang lain disekitar lingkungan yang mengkonsumsi rokok yaitu 46,73%. Hasil penelitian berdasarkan bahaya merokok, dapat dilihat bahwa semua responden tahu akan bahaya dari rokok (100%). Hal ini menunjukkan bahwa semua responden sebenarnya mengetahui bahaya dari rokok sendiri. 4. Gambaran Konsumsi Alkohol Tabel 5. Distribusi frekuensi responden yang mengkonsumsi alkohol di Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa tahun 2013.
Gambaran Konsumsi Alkohol
n
%
Konsumsi alkohol Ya Tidak
53 54
49,5 50,5
Jenis minuman Cap tikus Anggur Bir Saguer
38 9 5 1
71,7 16,9 9,5 1,9
Frekuensi konsumsi Setiap hari 1-4x/minggu <1x/minggu
27 15 11
50,95 28,30 20,75
Jumlah alkohol (sloki) 3-4 sloki 1-2 sloki < 1 sloki
12 35 6
22,65 66,03 11,32
Lama konsumsi 41-50 tahun 31-40 tahun 21-30 tahun 11-20 tahun
6 23 21 3
11,32 43,4 39,26 5,66
Berdasarkan Tabel 5. dapat dilihat bahwa responden yang tidak mengkonsumsi alkohol 50,5% sedangkan responden yang mengkonsumsi alkohol 49,5%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya terdapat sedikit perbedaan antara responden yang tidak mengkonsumsi alkohol dengan responden yang mengkonsumsi alkohol. Hasil penelitian berdasarkan jenis minuman, dapat dilihat bahwa cap tikus merupakan jenis minuman beralkohol yang paling banyak dikonsumsi oleh responden dengan 71,7%, dan anggur merupakan jenis minuman beralkohol kedua yang paling banyak dikonsumsi oleh responden dengan 16,9%. Hasil penelitian berdasarkan frekuensi konsumsi, dapat dilihat bahwa 50,95%
57
responden yang mengkonsumsi alkohol memiliki frekuensi konsumsi setiap hari. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengkonsumsi alkohol setiap hari. Hasil penelitian berdasarkan jumlah konsumsi alkohol, dapat dilihat bahwa responden yang mengkonsumsi alkohol, paling banyak mengkonsumsi dalam jumlah 1-2 sloki yaitu 66,03%. Hal ini menunjukkan bahwa ratarata responden mengkonsumsi alkohol dalam jumlah yang tidak terlalu banyak yaitu 1-2 sloki. Hasil penelitian berdasarkan lama mengkonsumsi alkohol, dapat dilihat bahwa responden yang mengkonsumsi alkohol selama 21-30 tahun memiliki presentase yang paling banyak yaitu 39,62%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang mengkonsumsi alkohol memang telah cukup lama mengkonsumsi alkohol tersebut.
Ya
26
66,7
17
25
43
41,2 0,000
Tidak
13
33,3
51
75
64
59.8
Total
39
100
68
100
107
100
Berdasarkan Tabel 6. hasil analisis hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi diperoleh bahwa diantara 107 responden, terdapat 26 responden (66,6%) yang menderita hipertensi dan memiliki kebiasaan merokok, 13 responden (33,4%) menderita hipertensi tapi tidak memiliki kebiasaan merokok, 17 responden (25%) memiliki kebiasaan merokok tapi tidak menderita hipertensi dan 51 responden (75%) tidak memiliki kebiasaan merokok dan tidak menderita hipertensi. Dari hasil uji statistic diperoleh nilai p sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Tumaratas. Uji hubungan ini juga menghasilkan nilai OR sebesar 6,0 (CI 95% = 2,532 – 14,220), ini berarti bahwa responden yang mempunyai kebiasaan merokok memiliki peluang 6 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok.
C. Analisis Bivariat 1. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Hipertensi Hasil analisis hubungan antara kebiasaan merokok dengan hipertensi dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Hipertensi di Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa tahun 2013.
2. Hubungan antara Konsumsi Alkohol dengan Hipertensi Hasil analisis hubungan antara konsumsi alkohol dengan hipertensi dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Hubungan antara Konsumsi Alkohol dengan Hipertensi di Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa tahun 2013. Kejadian hipertensi Kebiasaan Merokok
Hipertensi n
%
Tidak Hipertensi n %
p value
Total N
%
OR
95% hasil CI
analisis hubungan antara konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi diperoleh bahwa diantara 53 responden yang mengkonsumsi alkohol, terdapat 28 responden
58
6,0
2,5314,22
(71,79%) yang terdiagnosis hipertensi. Sedangkan diantara 54 responden yang tidak mengkonsumsi alkohol, terdapat 11 responden (28,21%) yang terdiagnosis hipertensi. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Tumaratas. Uji hubungan ini juga menghasilkan nilai OR sebesar 4,378 (CI 95% = 1,864 – 10,285), ini berarti bahwa responden yang mengkonsumsi alkohol memiliki peluang 4,378 kali lebih besar menderita penyakit hipertensi dibandingkan dengan responden yang tidak mengkonsumsi alkohol. PEMBAHASAN Hasil penelitian berdasarkan karakteristik umur responden menunjukkan bahwa responden paling banyak termasuk pada kelompok umur 40-49 tahun yaitu 45 orang (42,06%), kemudian disusul oleh kelompok umur 50-59 tahun yaitu 43 orang (40,18%), kelompok umur 60-69 tahun yaitu 14 orang (13,08%) dan yang paling sedikit pada kelompok umur 70-79 tahun yaitu 5 orang (4,68%). Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa sebagian besar penderita hipertensi termasuk pada kelompok umur 4049 tahun. Menurut Sugiharto dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor resiko hipertensi, orang dengan umur 45-55 tahun mempunyai resiko terkena hipertensi 2,22 kali lebih besar dibanding umur 25-35 tahun, sedangkan orang dengan umur 56-65 tahun berisiko hipertensi 4,76 kali lebih besar dibanding umur 25-35 tahun (Sugiharto, 2007). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya umur seseorang maka resiko terkena hipertensi juga semakin meningkat, dikarenakan faktor usia mempengaruhi tingkat elastisitas pembuluh darah seseorang, semakin berkurang tingkat elastisitas pembuluh darah hal itulah yang dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi. Hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa responden lakilaki yaitu 61 orang (57,1%) ditemukan lebih
banyak dibandingkan dengan responden perempuan yaitu 46 orang (42,9%). Menurut Depkes (2006), hipertensi cenderung lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan, karena laki-laki memiliki gaya hidup yang kemungkinan besar dapat meningkatkan tekanan darah daripada perempuan, seperti mengkonsumsi alkohol dan merokok. Perempuan usia produktif sekitar 3040 tahun jarang terkena serangan jantung dibanding laki-laki (Suhardjono, 2012). Perempuan yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL) sehingga dapat mencegah terbentuknya aterosklerosis. Hasil penelitian berdasarkan karakteristik pendidikan terakhir responden menunjukkan bahwa responden yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD) mempunyai jumlah terbanyak yaitu 47 orang (43,92%), kemudian disusul dengan tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas yaitu 43 orang (40,18%), Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu 10 orang (9,35%) dan yang paling sedikit responden dengan tingkat pendidikan Sarjana yaitu 7 orang (6,55%). Hasil ini menunjukkan bahwa responden yang ditemukan sebagian besar belum memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi, namun sebagian besar responden lainnya juga mengenyam pendidikan hingga Sekolah Menengah Atas, bahkan ada beberapa responden yang memiliki tingkat pendidikan terakhir S1. Hasil penelitian berdasarkan karakteristik riwayat hipertensi responden menunjukkan bahwa sebanyak 64 responden (59,82%) tidak memiliki riwayat hipertensi dalam keluarganya sedangkan 43 responden (40,18%) lainnya mempunyai riwayat hipertensi dalam keluarganya (sebagian besar dari ayah). Riwayat keluarga menurut Nuariama (2012) dalam penelitiannya merupakan salah satu faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi, ditemukan bahwa responden dengan riwayat keluarga
59
menderita hipertensi memiliki risiko terkena hipertensi 14,378 kali lebih besar dibandingkan dengan responden tanpa riwayat keluarga menderita hipertensi. Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan, jika salah satu dari orang tua kita mempunyai riwayat hipertensi maka sepanjang hidup, kita berkemungkinan juga mendapatkan penyakit hipertensi. B. Gambaran Penderita Hipertensi di Puskesmas Tumaratas Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat hipertensi (Mansjoer, 2009). Saat ini untuk menentukan seseorang menderita hipertensi digunakan ukuran berdasarkan The Seventh Report Of Joint National Committee On Prevention, Detection Evaluation, and Treatment Of High Blood Pressure (JNC 7) tahun 2003 yaitu dikatakan hipertensi derajat I jika TDS 140-159 mmHg dan TDD 90-99, serta dikatakan hipertensi derajat II jika TDS ≥ 160 mmHg dan TDD ≥100 mmHg. Penelitian mengenai penyakit hipertensi yang dilakukan di Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat ini dengan 107 jumlah sampel, ditemukan 39 (36,4%) diantaranya menderita penyakit hipertensi, sedangkan 68 (63,6%) lainnya ditemukan tidak menderita penyakit hipertensi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang menderita penyakit hipertensi di Puskesmas Tumaratas lebih sedikit dibandingkan dengan responden yang tidak menderita hipertensi. Hal ini dikarenakan adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi seperti faktor lingkungan, dalam hal ini masyarakat di Langowan Barat merupakan masyarakat yang sering dikunjungi oleh petugas-petugas kesehatan, termasuk petugas kesehatan dari Puskesmas Tumaratas sehingga pengetahuan mengenai bahaya hipertensi dapat diketahui dengan baik.Faktor gaya hidup masyarakat di Langowan Barat juga mulai menunjukkan perubahan seiring dengan perkembangan teknologi. Masyarakat disana
mulai mengurangi beberapa gaya hidup yang dapat menjadi faktor pencetus terjadinya hipertensi, seperti mengkonsumsi lemak berlebih dan kurang berolahraga. Meskipun jumlah penderita penyakit hipertensi yang ditemukan lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak menderita penyakit hipertensi, namun hal ini tidak dapat diabaikan, diperlukan adanya penanggulangan yang baik dalam mengurangi kejadian penyakit hipertensi di Puskesmas Tumaratas ini secara maksimal. C. Gambaran Kebiasaan Merokok di Puskesmas Tumaratas Penelitian mengenai kebiasaan merokok yang dilakukan di Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat ini menghasilkan yaitu responden yang memiliki kebiasaan merokok ada 43 (40,2%) responden dan yang tidak memiliki kebiasaan merokok ada 64 (59,8%) responden. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki kebiasaan merokok lebih sedikit dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok. Hal ini dikarenakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi seperti faktor ekonomi dan faktor lingkungan dimana masyarakat di Langowan Barat sering diberikan penyuluhan tentang bahaya merokok melalui petugas-petugas kesehatan, bahkan ada beberapa desa yang mulai mengadakan peraturan mengenai lingkungan bebas asap rokok. Faktor penyebab lainnya juga karena sebagian besar responden yang lain telah berhenti mengkonsumsi rokok pada saat penelitian ini dilaksanakan, sehingga responden tersebut masuk pada kategori pernah merokok. Menurut Suradi dalam Novalia (2012), meningkatnya tekanan darah akibat merokok dapat ditentukan juga melalui perilaku merokok seseorang, yaitu jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap setiap hari, jenis rokok yang dihisap, lama merokok, dan lingkungan, dalam hal ini teman atau saudara yang tinggal disekitar kita yang mengkonsumsi rokok. Jumlah rata-rata batang rokok yang
60
dikonsumsi per hari dapat digunakan sebagai indikator tingkatan merokok seseorang. Konsumsi rokok pada penelitian ini dikategorikan menjadi 3 yaitu perokok ringan (<10 batang/ hari), perokok sedang (10-20 batang/ hari) dan perokok berat (>20 batang/ hari). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu 35 orang (81,4%) termasuk pada kategori perokok sedang (10-20 batang/ hari). Hal ini dikarenakan responden menganggap bahwa merokok merupakan suatu tren atau kebiasaan yang banyak diminati, meskipun seluruh responden (100%) mengetahui dengan pasti bahaya rokok itu seperti apa. Untuk jenis rokok, dalam penelitian ini sebagian besar responden mengkonsumsi rokok filter yaitu 67 responden (91,78%) dan hanya 6 responden (8,22%) yang mengkonsumsi rokok non filter. Meskipun secara teori rokok non filter lebih berbahaya bagi tubuh, namun rokok filter tidaklah menjamin adanya perbedaan yang signifikan antara keduanya dalam hal menghasilkan racun dalam tubuh. Menurut penelitian dari Novalia (2012), semua jenis rokok baik filter maupun non filter dapat membahayakan kesehatan. Menurut Sirait (2001) dalam Sirajuddin (2011), umur pertama kali merokok dapat mempengaruhi lamanya seseorang mengkonsumsi rokok. Lama merokok adalah lama waktu responden memiliki kebiasaan merokok, yang dihitung sejak responden merokok untuk pertama kalinya sampai pada saat pengukuran. Lamanya seseorang merokok akan berdampak pada keterpaparan zat-zat kimia berbahaya yang terdapat pada rokok. Dampak dari rokok akan mulai terasa setelah 10-20 tahun digunakan. Bila sebatang rokok dihabiskan dalam sepuluh kali hisapan maka dalam waktu setahun, bagi perokok sejumlah 20 batang (1 bungkus) per hari akan mengalami 70.000 kali hisapan asap rokok. Beberapa zat kimia dalam rokok bersifat kumulatif (ditimbun), suatu saat dosis racunnya akan mencapai titik toksis sehingga mulai kelihatan gejala yang ditimbulkannya . Dalam penelitian ini, usia merokok pertama kali paling banyak
ditemukan pada kategori 19-23 tahun yaitu 34 responden (46,57%), diikuti dengan kategori terbanyak kedua yaitu 14-18 tahun dengan 31 responden (42,47%). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata responden memulai kebiasaan merokok pada usia-usia remaja menuju dewasa, dengan dininya usia merokok pertama kali maka hal itu mempengaruhi lama merokok seseorang. Dalam penelitian ini lama merokok yang paling banyak yaitu pada kategori 10-19 tahun (33,25%), kemudian pada kategori 20-29 tahun (30,03%). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata responden telah cukup lama mempunyai kebiasaan merokok, dan hal ini juga dapat mempengaruhi terjadinya hipertensi, karena semakin banyak jumlah batang rokok yang dihisap dan makin lama waktu menjadi seorang perokok, maka semakin besar risiko dapat mengalami peningkatan tekanan darah. D. Gambaran Konsumsi Alkohol di Puskesmas Tumaratas Penelitian mengenai konsumsi alkohol yang dilakukan di Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat ini, menghasilkan responden yang mengkonsumsi alkohol ada 53 (49,5%) responden, sedangkan yang tidak mengkonsumsi alkohol ada 54 (50,5%) responden. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah responden yang mengkonsumsi alkohol lebih sedikit dibandingkan jumlah responden yang tidak mengkonsumsi alkohol. Hal ini dikarenakan beberapa responden telah berhenti mengkonsumsi alkohol pada saat penelitian ini dilakukan. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa jenis minuman yang paling sering dikonsumsi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Tumaratas yaitu cap tikus (71,7%) dan anggur (16,9%). Salah satu faktor masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Tumaratas (Langowan Barat) mengkonsumsi minuman beralkohol adalah karena ketersediaan minuman tersebut yang mudah dijangkau, bahkan ada beberapa tempat di Langowan Barat yang secara khusus menjadi tempat pembuatan minuman beralkohol tersebut
61
khususnya jenis minuman cap tikus. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu keadaan iklim atau cuaca. Pada penelitian ini ditemukan bahwa frekuensi konsumsi alkohol yang paling tinggi yaitu setiap hari (50,95%). Langowan adalah salah satu wilayah di Kabupaten Minahasa yang memiliki iklim dingin, sehingga masyarakat disana cenderung mengkonsumsi alkohol untuk menghangatkan badan sehingga rata-rata minuman beralkohol tersebut dikonsumsi setiap hari. Jumlah konsumsi alkohol yang paling banyak ditemukan pada penelitian ini yaitu 1-2 sloki (66,03%), karena cenderung hanya sebagai penghangat tubuh, masyarakat disana rata-rata mengkonsumsi alkohol dengan jumlah yang tidak lebih dari 2 sloki. Lamanya mengkonsumsi minuman beralkohol pada penelitian ini ditemukan yang paling banyak yaitu pada kategori 31-40 tahun (43,4%) dan kategori 21-30 tahun (39,62%). Hal ini dikarenakan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Tumaratas sebagian besar telah mengkonsumsi alkohol pada umur remaja dan masih menjadi kebiasaan hingga saat ini. A. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Penyakit Hipertensi Kebiasaan merokok dilihat dari berbagai sudut pandang memang sangat merugikan, baik untuk diri sendiri maupun orang disekelilingnya. Dari segi kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia yang dikandung rokok seperti nikotin, CO (karbonmonoksida) dan tar akan memacu kerja dari susunan syaraf pusat dan susunan syaraf simpatis sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat, menstimulasi kanker dan berbagai penyakit lain (Komalasari & Helmi, 2000). Berdasarkan Center for the Advancement of health, beberapa contoh penyakit yang disebabkan oleh kandungan di dalam rokok yaitu kanker paru-paru, bronkitis, penyakitpenyakit kardiovaskular, berat badan lahir rendah, dan keterbelakangan. Rokok mengandung kurang lebih 4000 jenis bahan kimia, dengan 40 jenis diantaranya bersifat
karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), dan setidaknya 200 diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Berdasarkan hasil uji analisis pada analisis bivariat dengan menggunakan chi square, kebiasaan merokok dengan kejadian penyakit hipertensi diperoleh probabilitas sebesar 0,000 dengan p < 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bemakna antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa. Uji hubungan ini juga menghasilkan nilai OR sebesar 6,0 (CI 95% = 2,532 – 14,220), ini berarti bahwa responden yang mempunyai kebiasaan merokok memiliki peluang 6 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuarima (2012) di Desa Kabongan Kidul yang memperoleh hasil bahwa kebiasaan merokok terbukti sebagai salah satu faktor resiko terjadinya hipertensi. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang dengan kebiasaan merokok memiliki resiko terserang hipertensi 9,537 kali lebih besar dibandingkan orang yang tidak merokok. Penelitian ini menemukan 36 responden yang memiliki kebiasaan merokok dan menderita hipertensi sedangkan 38 responden yang lain tidak memiliki kebiasaan merokok namun juga menderita hipertensi. Hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan merokok merupakan salah satu pencetus terjadinya penyakit hipertensi, karena meskipun responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok lebih banyak dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan merokok, namun dapat dilihat pada penderita hipertensi, 66,7% memiliki kebiasaan merokok, sedangkan pada responden yang tidak menderita hipertensi, 75% tidak memiliki kebiasaan merokok. B. Hubungan antara Konsumsi Alkohol dengan Kejadian Hipertensi
62
Berdasarkan hasil uji analisis pada analisis bivariat dengan menggunakan chi square, konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi diperoleh probabilitas sebesar 0,000 dengan p < 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bemakna antara konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa. Uji hubungan ini juga menghasilkan nilai OR sebesar 4,378 (CI 95% = 1,864 – 10,285), ini berarti bahwa responden yang mengkonsumsi alkohol memiliki peluang 4,378 kali lebih besar menderita penyakit hipertensi dibandingkan dengan responden yang tidak mengkonsumsi alkohol. Hal ini dikarenakan jumlah responden yang mengkonsumsi alkohol dan menderita hipertensi lebih banyak dibandingkan dengan jumlah responden yang tidak mengkonsumsi alkohol dan menderita hipertensi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol dalam jumlah tertentu merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan penyakit hipertensi. Menurut Marmot, dkk keterkaitan alkohol dengan hipertensi lebih kuat daripada banyaknya asupan garam yang dikonsumsi, hal itu terlihat pada hasil studi ini yang menyatakan bahwa peminum alkohol laki-laki dengan dosis 300-499 ml/minggu dapat meningkatkan tekanan sistolik/diastolik rata-rata 2,7/1,6 mmHg lebih tinggi dibandingkan bukan peminum alkohol, dan untuk peminum ≥500 ml/minggu memiliki tekanan darah 4,6/3,0 mmHg lebih tinggi dibandingkan bukan peminum. Sedangkan untuk perempuan, peminum berat (≥300 ml/minggu) menyebabkan tekanan darah 3,9/3,1 mmHg lebih tinggi dibandingkan dengan bukan peminum. Penelitian yang dilakukan oleh Riyadina (2002) pada pekerja pompa bensin di Jakarta menyatakan bahwa pekerja yang mengkonsumsi minuman beralkohol memiliki peluang 2,208 kali lebih besar dibandingkan dengan bukan peminum alkohol. Sugiharto (2007) dalam tesisnya mengenai faktor-faktor resiko hipertensi grade
II pada masyarakat di Kabupaten Karanganyar menyatakan bahwa kebiasaan sering mengkonsumsi minuman beralkohol terbukti sebagai faktor risiko hipertensi dengan nilai p=0,028 dan nilai OR= 4,86 (CI 95% = 1,0322,87) yang berarti bahwa responden yang mengkonsumsi alkohol berpeluang 4,86 kali lebih besar dibandingkan responden yang tidak mengkonsumsi alkohol. Bahkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Malonda (2012), menunjukkan bahwa pada kaum lansia yang mengkonsumsi alkohol berisiko 2,8 kali lebih besar untuk menderita hipertensi dibandingkan dengan lansia yang tidak mengkonsumsi alkohol. G. Keterbatasan Penelitian Tidak semua faktor risiko kejadian hipertensi dapat diteliti karena keterbatasan kemampuan, waktu dan biaya. Faktor penelitian lainnya seperti konsumsi lemak, kurangnya olahraga, stress, dan penggunaan pil KB pada wanita bisa menjadi faktor pengganggu pada penelitian ini. KESIMPULAN 1. Pasien poliklinik umum yang datang berkunjung di Puskesmas Tumaratas, yang menderita hipertensi yaitu 36,4% dan yang tidak menderita hipertensi yaitu 63,6%. 2. Pasien poliklinik umum yang datang berkunjung di Puskesmas Tumaratas, yang mempunyai kebiasaan merokok yaitu 40,2% dan yang tidak memiliki kebiasaan merokok yaitu 59,8%. 3. Pasien poliklinik umum yang datang berkunjung di Puskesmas Tumaratas, yang mengkonsumsi alkohol yaitu 49,54% dan yang tidak mengkonsumsi alkohol yaitu 50,46%. 4. Terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada pasien poliklinik umum di Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa, dimana masyarakat yang memiliki kebiasaan merokok mempunyai peluang menderita hipertensi
63
5.
6 kali lebih besar daripada yang tidak memiliki kebiasaan merokok. Terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi pada pasien poliklinik umum di Puskesmas Tumaratas Kecamatan langowan Barat Kabupaten Minahasa, dimana masyarakat yang mengkonsumsi alkohol mempunyai peluang menderita hipertensi 4,3 kali lebih besar daripada yang tidak mengkonsumsi alkohol.
SARAN 1. Bagi seluruh petugas kesehatan yang ada di Puskesmas Tumaratas kiranya dapat lebih aktif dalam kegiatan penyuluhan tentang penyakit-penyakit degeneratif terlebih khusus penyakit hipertensi. Pada posyandu yang dilaksanakan setiap bulan di desa-desa, kiranya para petugas kesehatan bisa lebih aktif mengundang masyarakat untuk rutin memeriksakan tekanan darahnya agar dapat mencegah terjadinya hipertensi. 2. Bagi seluruh masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas Tumaratas, yaitu seluruh masyarakat di Langowan Barat, kiranya dapat lebih memperhatikan gaya hidup sehat. Hindari gaya hidup tidak sehat seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol, karena kedua hal tersebut merupakan faktor-faktor resiko yang dapat memicu terjadinya hipertensi. Masyarakat juga sebaiknya lebih rutin memeriksakan tekanan darah pada petugas-petugas kesehatan agar tekanan darah dapat dikontrol. 3. Bagi Peneliti Lain Peneliti lain diharapkan dapat meneliti variabel-variabel lainnya yang memiliki kemungkinan berhubungan dengan kejadian hipertensi yang belum diteliti oleh peneliti. DAFTAR PUSTAKA
Bustan M. N. 2007.Epidemiologi Penyakit tidak menular.Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia Tahun 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana Penyakit Hipertensi. Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktorat Jenderal PP & PL Depkes RI. Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa. 2013. Laporan Angka Kesakitan di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tahun 2012. Tondano Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara. 2013. Laporan Surveilans Terpadu di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2012. Manado Gunawan, L. 2005. Hipertensi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hartono A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Ed-2. Jakarta: EGC. JNC-7. 2003. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (online). (http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/h ypertension/jnc7full.pdf). Diakses pada tanggal 4 Februari 2013 Khomsan, A. 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Komalasari, D dan Helmi, F. 2000. FaktorFaktor Penyebab Perilaku Merokok Pada Remaja. Jurnal Psikologi, No. 1 Hal 37-47. Yogyakarta. Lemeshow, S., Hosmer, D., Klar, J., Lwanga, S., 1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan (Terjemahan). Jogyakarta: UGM Press.
64
Lumbantobing, S. 2008. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Malonda, N. S. H. 2012. Pola Makan dan Konsumsi Alkohol Sebagai Faktor Risiko Hipertensi Pada Lansia di Kota Tomohon Sulawesi Utara. Jurnal. UGM. Yogyakarta. Mansjoer, A. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Ed 3. Jakarta: Media Aesculapius. Marmot, M. G., Elliott, P., Shipley, M. J. et al. 1994. Alcohol and blood pressure: The INTERSALT study. British Medical Journal, 308: 1263–1267 Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Novalia, A. 2012. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan Tekanan Darah Meningkat Karyawan Laki-laki di Nasmoco Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 1, no 2, Tahun 2012. Semarang. Nuariama, A. 2012. Faktor Resiko Hipertensi Pada Masyarakat di Desa Kabongan Kidul, Kabupaten Rembang. Jurnal Media Medika Muda, Vol. IX, no 9. (Online). (Available from:http://eprints.undip.ac.id/37291/1/ AGNESIA_NUARIMA_G2A008009_ LAP_KTI.pdf) diakses 26 Februari 2013 Nugraheni. S, Suryandari. M, Aruben. A. 2008. Pengendalian Faktor Determinan sebagai Upaya Penatalaksanaan Hipertensi di Tingkat Puskesmas, (Online). (Available from: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/) diakses 24 Januari 2013. Nurwijaya, H & Ikawati, Z. 2009. Bahaya Alkohol dan Cara Mencegah Kecanduannya. Jakarta: Elex Media Komputindo. Pudiastuti, D. 2011. Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta: Nuha Medika. Riyadina, W. 2002. Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Pada Operator Pompa Bensin (SPBU) di Jakarta. Jurnal Media Litbang Kesehatan, Vol. XII,
Nomor 2, Tahun 2002. Jakarta Rudianto, B. 2013. Menaklukan hipertensi dan diabetes. Yogyakarta: Sakkhasukma. Russel ML, Cooper ML, Frone MR, Welte JW. 1991. Alcohol Drinking Patterns and Blood Pressure. AM J Public Health 81 (4):452-7. Sandhya. P. 2010. Menopause and High Blood Pressure. (Online). (Available from: http://www.mayoclinic.com/health/) diakses 3 Februari 2013 Sarasaty, R. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Hipertensi Pada Kelompok Lanjut Usia di Kelurahan Sawah Baru Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. Skripsi. (Online). (Available from:http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_ digital/RINAWANG%20JADI.pdf) diakses 28 Januari 2013. Sirajuddin. 2011. Pengaruh Paparan Asap Rokok Terhadap Kejadian Berat Badan Lahir Bayi di Sulawesi Selatan. Jurnal Media Gizi Pangan, Vol. XI, Edisi 1, Tahun 2011. Makasar. Soemantri, S. 2005. Transisi Epidemiologi Di Indonesia. Bandung: Litbangkes. Sugiharto, A. 2007. Faktor-faktor Risiko Hipertensi Grade II pada Masyarakat (Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar), (online). (Available from: http://eprints.undip.ac.id/) diakses 22 Januari 2013. Suhardjono. 2012. Mengapa Wanita Lebih Kebal Terhadap Hipertensi. (Online). (Available from: http://www.penyakit.infogue.com/) diakses 23 februari 2013. Suparto, 2000. Sehat Menjelang Usia Senja. Bandung: Remaja Rosdakarya Effset. Supariasa. 2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Yogiantoro, M.(2006) Hipertensi Esensial. Buku Ajar Ilmu Penyakit
65
Dalam. Ed 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI
66
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN IBU RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DI LINGKUNGAN II KELURAHAN ISTIQLAL KECAMATAN WENANG KOTA MANADO TAHUN 2013 Farah Marwah Sumah*, Rahayu H. Akil* * Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Pengelolaan sampah rumah tanggamerupakan hal yang fenomenal pada saat ini.Dengan pendekatan reduce, reuse dan recycle (3 R),secara umum timbulan sampah akan berkurang dari sumbernya sehingga sampah yang dibuang ke sistem pengelolaan TPA akan berkurang.Diperlukan kesadaraan masyarakat tentang pengelolaan sampah agar dampak yang ditimbulkan dari dampak negatif sampah dapat diminimalisir.Kelurahan Istiqlal adalah salah satu Kelurahan yang ada di Kecamatan Wenang Kota Manado dengan jumlah penduduk cukup banyak. Pengaruh sampah dalam pencemaran lingkungan dapat ditinjau melalui tiga aspek, yaitu melalui aspek fisik, kimiawi, dan biologis. Secara fisik sampah dapat mengotori lingkungan sehingga memberikan kesan jorok, tidak estetik, terlebih apabila sampah tersebut membusuk sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei analitik dengan rancangan cross sectional study denganmenggunakan uji uji chi-square (x2).Besar sampel yang terpenuhi dalam penelitian ini adalah 69 responden dan diambil secara systematic random sampling. Berdasarkan Tingkat Pengetahuan, pengetahuan baik sebanyak 36 orang (52,2%), pengetahuan tidak baik sebanyak 33 orang (47,9%). Berdasarkan sikap responden, sikap baik sebanyak 42 responden (60,9%), dan sikap tidak baik sebanyak 27 responden (39,1%). Berdasarkan tindakan responden, tindakan baik sebanyak 43 responden (62,3%), dan tindakan tidak baik 27 responden (37,7%). Pengetahuan tidak memiliki hubungan dengan pengelolaan sampah rumah tangga (ρ = 0,401). Sikap tidak memiliki hubungan dengan pengelolaan sampah rumah tangga (ρ = 0,51). Kata kunci: Pengetahuan, sikap, tindakan, pengelolaan sampah rumah tangga ABSTRACT Household waste management is a phenomenal thing. With reduce, reuse, and recycle (3R), generally the amount of waste product will be decreasing. The society need to realize the importance of organizing the household waste products, so the bad impact can be minimalized. Kelurahan Istiqlal is on Kecamatan Wenang Manado city and has a big number of population. The effect of waste can be observed by three aspect, which is physic, chemical, and biologic. Physically, the environment will be soiled by waste and looks dirty, not aesthetic, and if the waste was decomposed it smells bad. This research used ananalyticalresearch study with cross-sectional study and using the chi-square test. The amount of sample size in this research were 69 responders and being taken by Systematic Random Sampling. Based on knowledge level, there are 36 respondents with good knowledge (52,2%), 33 respondents (47,9%) were less knowledge. Based on attitude, there are 42 respondents (60,9%) with good attitude, and the less attitude were 27 respondents (39,1%). Based on action, there are 43 respondents (62,3%) with good act, and 27 respondents (37,7%) were bad act. Knowledge was not correlated with household waste management (ρ = 0,401). Attitude was not correlated with household waste management (ρ = 0,51). Keywords: knowledge, attitude, household waste management
67
PENDAHULUAN1 Pengetahuan pengelolaan sampah dengan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) sudah menjadi kebijakan secara nasional sejak disahkannya Undang-undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dengan menerapkan prinsip ini, secara umum diharapkan timbulan sampah akan berkurang dari sumbernya sehingga sampah yang dibuang ke TPA juga berkurang. Di samping itu juga dapat menjadi alat dalam mengoptimalkan pemanfaatan sampah sehingga sampah memiliki nilai ekonomis dan dapat membuka lapangan pekerjaan. Sampai tahun 2012, baru sekitar 75% sampah yang terangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dari seluruh produksi sampah total sebesar 2.725 m3/hari. Sampah yang mendominasi adalah sampah organik 1.750 m3, dan sampah an-organik yang meliputi kertas 205 m3, kaca 21 m3, plastik 725 m3, kayu 71 m3, kaca/gelas 21 m3, dan sampah lain 155 m3 (Dinas Kebersihan dan Pertamanan kota Manado, 2012). Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya pertambahan penduduk dan arus urbanisasi yang pesat telah menyebabkan timbulan sampah pada perkotaan semakin tinggi, kendaraan pengangkut yang jumlah maupun kondisinya kurang memadai, sistem pengelolaan TPA yang kurang tepat dan tidak ramah lingkungan, dan belum diterapkannya pendekatan reduce, reuse dan recycle (3 R) (Nahadi, 2007). Untuk mencapai kondisi masyarakat yang hidup sehat dan sejahtera dimasa yang akan datang, akan sangat diperlukan adanya lingkungan permukiman yang sehat. Dari aspek persampahan, maka kata sehat akan berarti sebagai kondisi yang akan dapat dicapai bila sampah dapat dikelola secara baik sehingga bersih dari lingkungan permukiman dimana manusia beraktifitas di dalamnya (Permen PU nomor: 21/PRT/M/2006). Manado Green and Clean merupakan program menciptakan kota Manado yang bersih dan hijau. Bersih berarti tidak ada sampah yang merusak pemandangan kota sedangkan hijau berarti tidak ada kegersangan dalam pemandangan mata, dimana sejauh mata memandang yang tampak adalah taman. Program ini merupakan hasil kerjasama antara Unilever, Balai Lingkungan Hidup (BLH) Kota
Manado, dan Manado Post sebagai bagian dari program lingkungan Unilever Indonesia Foundation, program berbasis masyarakat, Manado Green and Clean tahun 2011. Dampak dari proyek ini adalah 8-10% pengurangan limbah di setiap kota di mana program ini dijalankan. Kota-kota lain yang menjalankan program serupa adalah Surabaya, Jakarta, Yogyakarta, Makassar, Medan, Bandung, Banjarmasin, Balikpapan, dan Denpasar. Tujuannya adalah untuk memberdayakan masyarakat dalam penanganan limbah domestik melalui pemilahan sampah, pembuatan kompos, dan kegiatan penghijauan. Secara nasional, program ini memiliki manfaat lebih dari 6 juta orang Indonesia (Anonim, 2011). Kelurahan Istiqlal merupakan salah satu kelurahan yang tergolong daerah pinggiran dimana kondisi status sosial ekonominya masih rendah. Kelurahan Istiqlal juga merupakan daerah rawan banjir. Selain itu, kelurahan Istiqlal juga berada sekitar ±20m dari Sungai, dan sungai biasanya jadi tempat pembuangan sampah. Diperlukan kesadaraan masyarakat tentang pengelolaan sampah agar dampak yang ditimbulkan dari dampak negatif sampah dapat diminimalisir. Oleh karena itu, maka peneliti merasa perlu mengetahui tentang hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan tindakan ibu rumah tangga dalam pengelolaan sampah rumah tangga di kelurahan Istiqlal. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang akan di gunakan ini adalah survey penelitian analitik dengan rancangan Cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Istiqlal Lingkungan II Kecamatan Wenang Kota Manado. Penelitian akan dilakukan pada bulan Maret – juni 2013. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh masyarakat di Lingkungan II Kelurahan Istiqlal dengan jumlah KK sebanyak 218 ( 615 jiwa). HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Individu Umur Responden yang berumur kurang dari 47 tahun berjumlah 19 orang (27,5%) dan responden yang berumur 47 tahun dan 47 tahun ke atas berjumlah 50 orang (72,5%).
68
Menurut Eviyani dalam Khairunnisa (2011), tidak selamanya umur seseorang menentukan apa yang dia kerjakan dan bagaimana hasil pekerjaannya. Umur hanya menunjukkan seberapa lama dan seberapa kuat dia melakukan pekerjaannya tersebut. Tingkat Pendidikan Berdasarkan tingkat pendidikan, responden paling banyak adalah yang memiliki pendidikan menengah yaitu sebanyak 51 responden (73,9%), kemudian pendidikan dasar sebanyak 10 responden (14,5%), dan yang paling sedikit adalah pendidikan tinggi sebanyak 8 responden (11,6%). Sesuai dengan Notoatmodjo (2010), yang mengemukakan bahwa manusia yang memiliki sumber daya manusia yang lebih baik, dalam arti tingkat pendidikan yang lebih tinggi maka akan semakin mengerti dan semakin mudah memahami manfaat dari suatu hal Status Pekerjaan berdasarkan status pekerjaan, diketahui bahwa sebanyak 19 responden memiliki status bekerja, sedangkan 50 responden memiliki status tidak bekerja. Menurut Khairunnisa (2011), secara umum, ibu yang memiliki pekerjaan di luar rumah cenderung tidak peduli dengan hal-hal yang berkaitan dengan urusan rumah tangga apalagi mereka sudah mempunyai orang yang akan mengurusinya. Pendapatan Sesuai Upah Minimum Propinsi (UMP) sebanyak 46 responden memiliki pendapatan sesuai UMR yaitu Rp.1.550.000,- atau lebih dari UMR dan sebanyak 23 responden memiliki pendapatan di bawah UMR. Menurut penelitian Eviyani (2007) dalam Khairunnisa (2011), tidak selamanya jumlah penghasilan menentukan mau tidaknya seseorang dalam melakukan kegiatankegiatan yang berhubungan dengan masyarakat sekitar meskipun kegiatan tersebut juga memerlukan biaya.
Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Tabel 1.1 Hubungan Pengetahuan Responden dengan Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Tindakan Pengetahuan
Tidak Baik
Baik
Total
N
%
n
%
Tidak Baik
10
10
21
21
31
Baik
16
16
22
22
38
26
26
43
43
69
pvalue
0,401
Berdasarkan tabel 1.1 diketahui bahwa responden dengan pengetahuan baik yang melakukan pengolahan sampah dengan baik sebanyak 22 orang (22%) dan yang Tidak baik sebanyak 16 orang (16%). Responden yang memiliki pengetahuan tidak baik yang melakukan pengolahan sampah dengan baik sebanyak 21 orang (21%) dan yang Tidak baik sebanyak 10 orang (10%). Dari hasil uji chi-square didapatkan nilai p = 0,401 (p > 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan tindakan pengelolaan sampah rumah tangga di Lingkungan II Kelurahan Istiqlal Kecamatan Wenang Kota Manado. Hubungan Sikap Responden Dengan Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Tabel 4.12 Hubungan antara sikap responden dengan pengelolaan sampah rumah tangga. Tindakan Sikap
Tidak Baik
Baik
pvalue
Total
n
%
N
%
Tidak Baik
14
14
13
13
27
Baik
12
12
30
30
42
26
26
43
43
69
0,51
Berdasarkan tabel 1.2 dapat diketahui bahwa responden dengan sikap baik yang melakukan pengolahan sampah dengan baik sebanyak 30 orang (30%) dan yang tidak baik sebanyak 12 orang (12%). Responden yang memiliki sikap tidak baik yang melakukan pengolahan sampah dengan baik sebanyak 13 orang (13%) dan yang tidak baik sebanyak 14 orang (14%). Dari hasil uji chi-square didapatkan nilai p = 0,51 (p > 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
69
antara sikap dengan tindakan pengelolaan sampah rumah tangga di Lingkungan II Kelurahan Istiqlal Kecamatan Wenang Kota Manado. Berdasarkan hasil penelitian di kelurahan istiqlal linkungan II, di peroleh sampel sebanyak 69 ibu rumah tangga. Responden pada penelitian ini sebanyak 19 orang (27,5%) berumur di bawah 47 tahun dan yang berumur di 47 tahun atau lebih dari 47 tahun sebanyak 50 orang (72,5%). Menurut Eviyani dalam Khairunnisa (2011), tidak selamanya umur seseorang menentukan apa yang dia kerjakan dan bagaimana hasil pekerjaannya. Umur hanya menunjukkan seberapa lama dan seberapa kuat dia melakukan pekerjaannya tersebut. Sebenarnya tidak ada batas yang tegas pada usia berapa penampilan seseorang mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak maupun menurunnya (Ali, 2011). Untuk pengetahuan responden yang terbanyak adalah responden dengan pengetahuan baik yaitu 36 orang (52,2 %) dan pengetahuan tidak baik sebanyak 33 orang (47,8%). Untuk sikap responden yang tertinggi yaitu sikap baik dengan jumlah 42 orang (60,9%) dan sikap tidak baik sebanyak 27 orang (39,1%). Menurut Notoatmodjo (2010), perilaku seseorang akan lebih baik dan dapat bertahan lebih lama apabila didasari oleh tingkat pengetahuan dan kesadaran yang baik. Seseorang yang mempunyai pengetahuan yang baik akan sesuatu hal diharapkan akan mempunyai sikap yang baik yang diwujudkan dengan tindakan yang baik pula. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan pengelolaan sampah rumah tangga di lingkungan II Kelurahan Istiqlal Kecamatan Wenang Kota Manado dengan probabilitas sebesar 0,555 (p > 0,05).
ibu rumah tangga yang memiliki tindakan pengelolaan sampah rumah tangga tidak baik. 3. Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan tindakan pengelolaan sampah rumah tangga di lingkungan II kelurahan Istiqlal Kecamatan Wenang Kota Manado. 4. Tidak terdapat hubungan antara sikap dengan tindakan pengelolaan sampah rumah tangga di lingkungan II kelurahan Istiqlal Kecamatan Wenang Kota Manado.
KESIMPULAN Terdapat sebanyak 52,2% ibu rumah tangga berpengetahuan baik, dan berpengetahuan tidak baik sebanyak 47,8% ibu rumah tangga. 1. Terdapat sebanyak 60,9% ibu rumah tangga memiliki sikap baik, dan 39,1% ibu rumah tangga yang memiliki sikap tidak baik. 2. Terdapat sebanyak 62,3% ibu rumah tangga memiliki tindakan pengelolaan sampah rumah tangga baik, dan 37,7%
DAFTAR PUSTAKA Anonimous, 2008. Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2008, Tentang Pengelolaan Sampah Anonimous, 2011. Program Lingkungan, (Online) (http://www.unilever.co.id/id/aboutus /yayasanunileverindonesia/programli ngkungan/, diakses tanggal 10 Februari 2013)
SARAN 1. Perlu adanya peningkatan pengetahuan ibu rumah tangga, dalam hal ini melaksanakan penyuluhan-penyuluhan tentang pengelolaan sampah rumah tangga. 2. Kelurahan Istiqlal wajib mendorong, mendukung dan menfasilitasi segala kegiatan yang berkaitan dengan prinsip 3R dalam pengelolaan sampah dengan menerbitkan peraturan, menyediakan sarana dan prasarana, insentif, permodalan dan jaminan pasar bagi produk daur ulang. 3. Pihak Kelurahan diharapkan dapat bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota Manado dalam penyediaan media informasi kesehatan (poster, leaflet dan lain-lain) khususnya mengenai pengelolaan sampah rumah tangga baik sampah organik maupun sampah anorganik. 4. Masyarakat perlu lebih meningkatkan kepedulian mengenai masalah sampah yang dihasilkan oleh tiap-tiap rumah tangga, khususnya mengenai pengelolaan sampahPerlunya penelitian lebih lanjut mengenai pengelolaan sampah rumah tangga di tiap-tiap kelurahan di Kota Manado.
70
Anonimous, 2012a. Profil Kebersihan dan Pertamanan Kota Manado. Manado: Dinas Kebersihan dan Pertamanan Anonimous, 2012b. Profil Kelurahan Istiqlal. Manado: Kelurahan Istiqlal. Artiningsih, K. 2008. Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga. Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang (Online) (diakses tanggal 16 Mei 2013) Aurora, L. 2011. Knowledge, Attitude and Practices regarding Waste Management in Selected Hostel Students of University of Rajasthan, Jaipur. International Journal of Chemical, Environmental and Pharmaceutical Research Vol. 2, No.1, 40-43 January-April, 2011. (Online) (diakses tanggal 14 April 2013) Banga, M. 2011. Household Knowledge, Attitudes and Practices in Solid Waste Segregation and Recycling: The Case of Urban Kampala. Zambia Social Science Journal Volume 2 Number 1 May 2011 (Online) (diakses tanggal 14 April 2013) Chabibah, M. 2009. Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Tindakan Ibu Rumah Tangga dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga di Kelurahan Jambangan. (Online) (diakses tanggal 30 Januari 2013) Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC. Jakarta. Hal 111123 Fadhilah, A. 2011. Kajian Pengelolaan Sampah Kampus Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. ISSN: 0853-2877 MODUL Vo.11 No. 2 Agustus 2011 (Online) (diakses tanggal 16 Mei 2013) Faizah, 2008. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Berbasis Masyarakat (Studi Kasus di Kota Yogyakarta). Skripsi. (Online) (diakses tanggal 6 Maret 2013) Khairunnisa, 2011. Hubungan Karakteristik Ibu Rumah Tangga Dengan Pengolahan Sampah Domestik Dalam Mewujudkan Medan Green And Clean (Mdgc) Di Lingkungan I Kelurahan Pulo Brayan Darat Ii Kecamatan Medan Timur Kota Medan Tahun 2011, (Online) (http://repository.usu.ac.id/handle/12
3456789/30773, diakses tanggal 30 Januari 2013) Lerik, 2008. Hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan praktik ibu rumah tangga dalam pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN-DBD) di Kelurahan Oebufu Kecamatan Oebobo Kota Kupang tahun 2008, MKM Vol. 03 No. 01 Juni 2008. (Online) (diakses tanggal 25 April 2013) Maulana, H. 2009. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. EGC: Jakarta. Meikawati, 2008. Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap tentang Higiene Sanitasi Petugas Penjamah Makanan dengan Praktek Higiene Sanitasi di Unit Instalasi Gizi RSJ di Amino Gondohutomo Semarang 2008 (Online) (25 April 2013) Mifbakhuddin, 2010. Gambaran Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Tinjauan Aspek Pendidikan, Pengetahuan, dan PendapatanPperkapita di RT 6 RW 1 Kelurahan Pedurungan Tengah Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia Vol 6 no 1 Th 2010 (Online) (diakses tanggal 14 April 2013) Nahadi, 2007. Program Pengelolaan Sampah Melalui Pemanfaatan Teknologi Komposting Berbasis Masyarakat (Online) (http://jurnal.upi.edu/file/Nahadi2.pdf , diakses tanggal 16 Mei 2013) Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni. Rineka Cipta. Jakarta. Hal 187-191 Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta. Hal 115130 Notoatmodjo, S., 2012. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta. : Rineka Cipta Pohan, Y. 2013. Pengelolaan Sampah Perumahan Kawasan Pedesaan Berdasarkan Karakteristik Timbulan Sampah di Kabupaten Gresik. JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) (Online) (diakses tanggal 16 Mei 2013) Riswan, 2011. Pengelolaan sampah rumah tangga di kecamatan daha selatan. Jurnal Ilmu Lingkungan Vol.9, No. 1,
71
April 2011, (online) (http://ejournal.undip.ac.id/index.php/ ilmulingkungan/article/view/2085, diakses tanggal 18 Januari 2013) Sidarto, 2010. Analisis Usaha Proses Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dengan Pendekatan Cost and Benefit Ratio Guna Menunjang Kebersihan Lingkungan. Jurnal Teknologi, Volume 3 No.2, Desember 2010, 161168 (online) (diakses tanggal 25 April 2013) Soemirat, J. 2011. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal.180-184 Soma, S. 2010. Pengantar Ilmu Teknik Lingkungan Seri: Pengelolaan Sampah Perkotaan. IPB Press. Bogor Sukandarrumidi, 2009. Rekayasa Gambut, Briket Batubara, dan Sampah Organik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal 63-64 Sulistyorini, L. 2005. Pengelolaan Sampah Dengan Cara Menjadikannya Kompos. JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL. 2, NO. 1, JULI 2005 : 77 – 84. (Online) (diakses tanggal 16 Mei 2013) Susanto, R. Hubungan pengetahuan terhadap pengelolaan sampah Organik dan non organik pada masyarakat RW 03 Sumbersari Malang (Online), (diakses tanggal 14 April 2013) Utami, B. 2008. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga berbasis Komunitas: Teladan dari Dua Komunitas di Sleman dan Jakarta Selatan (Online) (http://jurnalsodality.ipb.ac.id/jurnalp df/edisi4-3.pdf, diakses tanggal 16 Mei 2013)
72
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU TENTANG PENCEGAHAN PENYAKIT KECACINGAN DENGAN INFESTASI CACING PADA SISWA SD DI KELURAHAN BENGKOL KECAMATAN MAPANGET KOTA MANADO Preliana Mustafa*, Henry Palendeng**,Benedictus.S.Lampus** *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ** Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
ABSTRACT Prevalence of Worms in Indonesia in general is still very high at 60% - 80%. The high prevalence of this worm disease can have an impact on public health, especially children's nutritional status in infancy. School-age children is a community group that is expected to grow into a human resource potential in the future so keep in mind and be prepared to be grown both physically and intellectually. The purpose of this study was to analyze whether there is a relationship between the behavior of elementary students worm disease prevention Bengkol with worm infestation. This research is analytic survey with a cross-sectional study design. The research was conducted in SD and SD ADVENT GMIM Bengkol, in April-May 2013. The population in this study were all students in grade IV, V, and VI in the Village Elementary School District Bengkol Mapanget Manado City totaling 89 people. The number of samples is 80 people who are determined based on inclusion and exclusion criteria. The results show the percentage of worm infestation of 11.25% (44.44% Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura 22.22%, and 33.33% Hookworm). From statistical test results obtained hubunganun value of 0.734 for the knowledge variable (p> 0.05), the attitude of 1.00 (P >0.05), and the action of 0.476 (p> 0.05). Based on the results of this study concluded that there was no correlation between knowledge with worm infestation, there is no relationship between attitudes to worm infestation and there is no relationship between the actions of the infestation warm. Keywords: attitude, infestation warms, student at elementary school ABSTRAK Prevalensi Cacingan di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi, yaitu 60% - 80%. Tingginya prevalensi penyakit cacing ini dapat memberikan dampak pada kesehatan masyarakat terutama status gizi anak dalam masa pertumbuhannya. Anak usia sekolah merupakan golongan masyarakat yang diharapkan dapat tumbuh menjadi sumber daya manusia yang potensial di masa yang akan datang sehingga perlu diperhatikan dan disiapkan untuk dapat tumbuh sempurna baik fisik maupun intelektualnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah terdapat hubungan antara perilaku pencegahan penyakit kecacingan Siswa SD Bengkol dengan infestasi cacing. Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan rancangan penelitian cross sectional. Penelitian ini dilakukan di SD GMIM dan SD ADVENT Bengkol, pada bulan April - Mei 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV, V, dan VI Sekolah Dasar di Kelurahan Bengkol Kecamatan Mapanget Kota Manado yang berjumlah 89 orang. Jumlah sampel adalah 80 orang yang ditentukan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian menunjukkan presentase infestasi cacing sebesar 11,25% (Ascaris lumbricoides 44,44%, Trichuris trichiura 22,22%, dan Hookworm 33,33%). Dari hasil uji stastistik didapatkan nilai hubunganun untuk variabel pengetahuan sebesar 1,000 (p>0,05), sikap sebesar 1,000 (p>0,05), dan tindakan sebesar 0,470 (p>0,05). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan infestasi cacing, tidak terdapat hubungan antara sikap dengan infestasi cacing dan tidak terdapat hubungan antara tindakan dengan infestasi cacing. Kata Kunci: perilaku, infestasi cacing, siswa sekolah dasar
73
PENDAHULUAN Prevalensi Cacingan di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi, yaitu 60% - 80%. Hal ini terjadi dikarenakan Indonesia berada dalam posisi geografis dengan temperatur dan kelembaban yang sesuai untuk tempat hidup dan berkembang biaknya cacing (Depkes, 2006). ). Infeksi cacing usus merupakan infeksi kronik yang paling banyak menyerang anak balita dan anak usia sekolah dasar. Infeksi cacing usus ditularkan melalui tanah yang tercemar telur cacing, tempat tinggal yang tidak saniter dan cara hidup tidak bersih merupakan masalah kesehatan masyarakat, di pedesaan dan di daerah kumuh perkotaan di Indonesia ( Mardiana, 2008). Faktor faktor yang menyebabkan masih tingginya infeksi cacing adalah rendahnya tingkat sanitasi pribadi (perilaku hidup bersih sehat) seperti kebiasaan cuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar (BAB), kebersihan kuku, perilaku jajan di sembarang tempat yang kebersihannya tidak dapat dikontrol, perilaku BAB tidak di WC yang menyebabkan pencemaran tanah dan lingkungan oleh feses yang mengandung telur cacing serta ketersediaan sumber air bersih (Winita, 2012). Perilaku hidup yang bersih dan sehat merupakan faktor kedua terbesar setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat. Perilaku ini menyangkut pengetahuan akan pentingnya higiene perorangan, sikap dalam menanggapi penyakit serta tindakan yang dilakukan dalam menghadapi suatu penyakit atau permasalahan kesehatan lainnya (Notoatmodjo, 2012). Menurut Data Dinas Kesehatan Kota Manado kasus kecacingan di Kota Manado pada tahun 2012 sebanyak 102 kasus dan kasus terbanyak yang ditemukan adalah di wilayah kerja Puskesmas Bengkol yaitu 32 kasus. Berdasarkan latar belakang maka dirumusan masalah penelitian yaitu apakah terdapat hubungan antara perilaku tentang pencegahan penyakit kecacingan dengan infestasi cacing pada siswa SD di kelurahan Bengkol Kecamatan Mapanget Kota Manado.
METODE PENELITAN Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat survei analitik dengan rancangan penelitian cross sectional (studi potong lintang). Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SD GMIM dan SD ADVENT Bengkol Kecamatan Mapanget Kota Manado, pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2013.
Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV, V, dan VI SD GMIM yang berjumlah 44 siswa dan seluruh siswa kelas IV, V, dan VI SD ADVENT yang berjumlah 45 siswa di Kelurahan Bengkol Kecamatan Mapanget Kota Manado dengan jumlah keseluruhan sebanyak 89 siswa. Dengan kriteria: a) Kriteria Inklusi: Siswa kelas IV, V dan VI SD GMIM dan SD ADVENT Bengkol Kota Manado, dapat berkomunikasi dengan baik, siswa yang bersedia menjadi responden, mendapatkan izin dari orang tua, b) Kriteria Eksklusi: Siswa yang minum obat cacing dalam waktu 6 bulan terakhir, tidak bersedia menjadi responden. Sampel yang diambil berjumlah 80 orang dengan menggunakan total sampling. Variabel Penelitian Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perilaku tentang pencegahan penyakit kecacingan, yang akan diukur yaitu : pengetahuan siswa SD Bengkol tentang pencegahan penyakit kecacingan, sikap siswa SD Bengkol tentang pencegahan penyakit kecacingan dan tindakan siswa SD Bengkol tentang pencegahan penyakit kecacingan. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah infestasi cacing. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan yaitu Kuesioner, dan pemeriksaan Laboratorium, Laboratorium yang digunakan adalah Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Samratulangi Manado Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 20, data yang telah diolah selanjutnya di analisis dengan menggunakan uji Fisher’s Exact untuk mengetahui hubungan antara perilaku tentang pencegahan penyakit kecacingan dengan infestasi cacing. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Tabel Silang Pengetahuan Tentang Penyakit Kecacingan dengan Infestasi Cacing Penge tahua n Tidak Baik Baik Total
Cacingan Positif Negatif n % N % 1
Total N
%
1,25
7
8,7
8
10
8 10 9 11,2
64 71
80 88,7
72 80
90 100
p Value 1.000
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa responden dengan infestasi cacing positif terdistribusi pada kategori pengetahuan tidak baik 1(1,25%) responden dan 8(10%) berpengetahuan baik, sedangkan responden yang negatif cacingan
74
terdistribusi pada kategori pengetahuan yang tidak baik sebanyak 7(8,7%) responden dan 64(80%) responden yang berpengetahuan baik.
Hubungan Sikap tentang Penyakit Kecacingan dengan Infestasi Cacing Dari hasil pengolahan data yang menggunakan Tabel 2. Tabel Silang Sikap Tentang Penyakit perhitungan Fisher exact memperoleh hasil yaitu Kecacingan dengan Infestasi Cacing antara sikap dengan infestasi cacing mempunyai Cacingan probabilitas sebesar 1,000 (P>0,05) sehingga Total p Sikap Positif Negatif Value dapat disimpulkan bahwa H0 diterima yang berarti n % N % N % bahwa tidak ada hubungan antara sikap dengan Tidak infestasi cacing pada siswa SD Bengkol. Dari 80 1 1,25 10 12,5 11 13,8 Baik 1,000 orang siswa yang mempunyai sikap yang baik Baik 8 10 61 76,2 69 86,2 sebanyak 69(86,2%) responden dan 11(13,8%) Total 9 11,2 71 88,7 80 100 responden mempunyai sikap tidak baik dengan infestasi cacing negatif, sedangkan responden Berdasarkan tabel 2 diatas dapat diketahui bahwa yang positif cacingan terdapat pada kategori sikap responden dengan infestasi cacing positif yang baik sebanyak 8(10%) responden dan terdistribusi pada kategori sikap yang tidak baik 1(1,25%) responden yang bersikap tidak baik. Ini yaitu 1(1,25%) responden dan 8(10%) responden berarti bahwa pada umumnya responden yang sikap baik, sedangkan responden yang negatif mempunyai sikap yang baik atau respons yang cacingan terdistribusi pada kategori sikap yang positif belum tentu dapat mewujudkan hal-hal tidak baik sebanyak 10(12,5%) responden dan yang direspons tersebut menjadi suatu tindakan 61(76,2%) responden yang bersikap baik. nyata dan hal ini dibuktikan dengan jumlah responden yang mempunyai sikap yang baik, Tabel 3. Tabel Silang Tindakan Tentang Penyakit lebih banyak positif terinfeksi cacing daripada Kecacingan dengan Infestasi Cacing responden yang mempunyai sikap yang tidak baik Cacingan yaitu hanya 1,25 % responden. Tinda Total p Positif Negatif Penelitian yang dilakukan oleh Samad kan Value n % N % N % (2009) tentang hubungan infeksi dengan Tidak pencemaran tanah oleh telur cacing yang 2 2,5 29 36,2 31 38,7 Baik 0,476 ditularkan melalui tanah dan perilaku anak Baik 7 8,7 42 52,5 49 61,2 Sekolah Dasar Di Kelurahan Tembung Total 9 11,2 71 88,7 80 100 Kecamatan Medan Tembung didapat hasil yaitu tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap Berdasarkan tabel 3 diatas dapat diketahui bahwa dengan kejadian cacingan (P>0,05). responden dengan infestasi cacing positif Penelitian lain yang dilakukan oleh terdistribusi pada kategori tindakan yang tidak Salbilah (2008) tentang hubungan karakteristik baik yaitu 2(2,5%) responden dan 7(8,75%) siswa dan sanitasi lingkungan dengan infeksi responden tindakannya baik, sedangkan cacinggan sekolah dasar di Kecamatan Medan responden yang negatif cacingan terdistribusi Beawan, hasil penelitian menunjukkan prevalensi pada kategori tindakan yang tidak baik sebanyak rate infeksi cacingan sebesar 53,8% tidak ada 29(36,25%) responden dan 42(52,5%) responden hubungan antara sikap dengan infeksi kecacingan tindakannya baik. (P>0,05). Hubungan Pengetahuan tentang Penyakit Kecacingan dengan Infestasi Cacing Dari hasil pengolahan data yang menggunakan perhitungan Fisher exact dengan bantuan program SPSS version 20 for Windows menghasilkan nilai probabilitas sebesar 1.000 (P>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diterima yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang penyakit kecacingan dengan infestasi cacing pada siswa SD Bengkol. Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian yang dilakukan oleh Dondokambey (2011) tentang hubungan antara pengetahuan tentang penyakit cacingan dengan infestasi cacing pada siswa di SD Kristen Solagrita Tongkain, dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang penyakit cacingan dengan infestasi cacing (P>0,05).
Hubungan Tindakan tentang Penyakit Kecacingan dengan Infestasi Cacing Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan perhitungan Fisher exact memperoleh hasil yaitu antara tindakan tentang penyakit kecacingan dengan infestasi cacing mempunyai probabilitas sebesar 0,476 (P>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diterima yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara Tindakan dengan infestasi cacing pada siswa SD Bengkol. Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Ottay (2010) tentang hubungan antara perilaku pemulung dengan kejadian penyakit cacingan di tempat pembuangan akhir sampah sumompo kota manado yang mendapatkan hasil yang sama yaitu tidak ada
75
hubungan antara tindakan dengan kejadian cacingan di TPA Kota Manado. Penelitian yang dilakukan oleh Pawestri (2009) tentang hubungan antara pengetahuan sikap dan perilaku dengan kejadian cacingan pada siswa SDN Karang 1, Wedi, Klaten, Jawa tengah di dapat bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku siswa dengan kejadian cacingan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SD GMIM dan SD ADVENT Kelurahan Bengkol Kecamatan Mapanget Kota Manado maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Proporsi kejadian cacingan pada anak SD GMIM dan SD ADVENT Bengkol sebanyak 9 responden (11,25%) 2. Tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang pencegahan penyakit cacingan dengan infestasi cacing pada anak usia sekolah dasar di SD Bengkol. 3. Tidak ada hubungan antara sikap tentang pencegahan penyakit cacingan dengan infestasi cacing pada anak usia sekolah dasar di SD Bengkol 4. Tidak ada hubungan antara tindakan tentang pencegahan penyakit cacingan dengan infestasi cacing pada anak usia sekolah dasar di SD Bengkol SARAN 1. Perlu ditingkatkan lagi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, untuk pencegahan penyakit cacingan, seperti mencuci tangan sebelum makan, memakai alas kaki ketika bermain dan beraktifitas 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang infestasi cacing dengan jumlah sampel yang lebih besar ditambah dengan faktor-faktor lainya yang berpengaruh terhadap infestasi cacing. DAFTAR PUSTAKA Depkes RI, 2006. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 424/MENKES/SK/VI/2006 tentang Pedoman Pengendalian Cacingan. (Online), http://www.hukor.Depkes.go.id/up_prod _kepmenkes/KMK.20No.2042420ttgPe domanPengendalianCacingan.pdf. (diakses tanggal 9 April 2013). Dondokambey. H, 2011. Hubungan Antara Perilaku Tentang Penyakit Cacingan Dengan Infestasi Cacing Di SD Kristen Solgrita Tongkaina. Skripsi Lalandos. J. L, Kareri. D. G. R, 2008. Prevalensi Infeksi Cacing Usus yang Ditularkan Melalui Tanah Pada siswa SD GMIM Lahay
Roy Malalayang. MKM Vol. 03 No. 02 Desember 2008, (online), http://mediakesehatanmasyarakat.files.word press.com/2012/06/artikel-4.pdf (diakses tanggal 29 Februari 2013) Mardiana, Djarismawati. 2008. Prevalensi Cacing Usus Pada Murid Sekolah Dasar Wajib Belajar Pelayanan Gerakan TerpaduPengentasan Kemiskinan daerah kumuh Di Wilayah DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 7 No. 2 Agustus 2008 : 769-774, (online)( diakses tanggal 2 April 2013) Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineke Cipta Ottay, RI. 2010. Hubungan antara PerilakuPemulung debgab Kejadian Penyakit Cacingan di TPA Sampah Sumompo Kota Manado. Jurnal Biomedik Vol. 2 No. 1 Maret 2010. (online)http://ejournal.unsrat.ac.id/index.ph p/biomedik/article/view/841/659 ( siakses tanggal 2 Mei 2013 ) Pawesri. G. S, 2009. Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Dengan Kejadian Cacingan Pada Siswa SDN Karang I, Wedi, Klaten, Jawa Tengah. (online) http://repository.uii.ac.id/710/SK/I/000/ 000/000417/uiiskripsihubunganpengeta huan-05711024-GALUHPAWESTRI3814943656-abstract.pdf (diakses tanggal 15 mei 2013). Salbiah, 2008. Hubungan Karakterstik Siswa Dan Sanitasi Lingkungan Dengan Infeksi Cacingan Siswa Sekolah Dasar Di Kecamatan Medan Belawan. (online)http://repository.usu.ac.id/bitstre am/123456789/6776/1/057023018.pdf Samad, H. 2009. Hubungan Infeksi Dengan Pencemaran Tanah Oleh telur cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah Dan Perilaku Anak Sekolah Dasar Di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung. Tesis, Medan, Universitas Sumatra Utara (online ) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123 456789/6238/1/09E01347.pdf, (diakses 17 mei 2013) Zukhriadi, R 2008. Hubungan Higiene Perorangan Siswa Dengan Infeksi Kecacingan Anak SD Negeri di Kecamatan Sibolga Kota Kota Sibolga. Tesis. (online) http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/6822/1/08E00343.pdf (diakses tanggal 9 April 2013). Winita. R, Mulyanti, dan Astuti. H, 2012, Upaya Pemberantasan Kecacingan Di Sekolah Dasar, Makara, Kesehatan, vol. 16, no. 2,
76
Desember 2012 (online) journal.ui.ac.id/index.php/health/article/do wnload/1631/1361
77