J. Penelit. Med. Eksakta Vol. 7 No. 1 April 2008: 70-82
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE
PEREMPUAN
Oedojo Soedirham1), Muji Sulistyowati2), Shrimarti R. Devy3)
ABSTRACT RELATIONSHIP AMONG SOCIOCULTURAL ASPECTS TO MENOMAUSE
Most studies on menopause only about biological aspect. This study tried to find out the relationship among sociocultural aspects to menopause. Total respondents were 40 female between 31 – 62 years old. Sampling method was purposive. The result showed that the level of knowledge and attitude of the respondents were good. The relationship among educational level, job, and income to menopause were consistent among low, moderate, and high categories. It was concluded that the relationship among those factors were conclusive and there was no specific norms for menopause female. Keywords: menopause, sociocultural aspects
PENDAHULUAN
Menopause yang dikenal sebagai masa berakhirnya menstruasi atau haid seringkali dianggap sebagai momok dalam kehidupan perempuan. Masa ini mengingatkan dirinya yang akan menjadi tua karena organ reproduksinya sudah tidak berfungsi lagi. Pangkal kekhawatiran atau keresahan yang sering muncul mungkin karena perempuan tidak haid lagi yang berarti tidak mempunyai anak lagi, namun lebih pada kekhawatiran terhadap hal-hal lain yang mungkin timbul menyertai berakhirnya masa reproduksi. Rata-rata seorang perempuan memasuki masa menopause berbeda pada setiap ras. Meskipun dalam satu ras, tetapi tidak sama pada setiap orang. Misalnya perempuan ras Asia mengalami menopause pada usia 44 tahun, sementara perempuan Eropa sekitar usia 47 tahun (Yatim, 2001). Meskipun menopause merupakan salah satu fase normal dalam kehidupan perempuan tetapi akan terjadi perubahan fisiologi yang antara lain berupa 1,2,3)
70
Bagian Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perempuan dalam Menghadapi Menopause (Oedojo Soedirham, Muji Sulistyowati, Shrimarti R. Devy)
keluhan di bidang vasomotor, urogenital dan keluhan somatiK serta psikis. Sebagian keluhan akan menghilang dengan sendirinya, tetapi sebagian yang lain akan menurunkan kualitas hidup dan menyebabkan rasa tidak nyaman yang dapat mengganggu dalam pekerjaan atau kehidupan sehari-hari (Fillingim, et al., 1996, Soewarto, 1999). Menurut Davis (1988) pengertian perempuan terhadap kehadiran menopause dapat dipengaruhi oleh kebudayaan mereka. Selanjutnya Davis mengatakan bahwa bahwa penelitian tentang menopause sebagian besar hanya dilihat dari sisi medis (biomedis), tetapi belum melihat dari sisi kultur atau budaya. Studi lintas budaya yang dilakukan oleh berbagai penulis dalam Davis (1988) menunjukkan bahwa gejala-gejala pada saat menopause lebih disebabkan secara kultural daripada fisiologi. Para peneliti tersebut juga mengidentifikasi pergeseran peran sosial pada perempuan menopause. Studi lain yang dilakukan oleh Novak dalam Davis (1988) juga menekankan terhadap kebutuhan penyesuaian diri seorang perempuan menopause terhadap perubahan tubuhnya dan perubahan peran sosialnya. Meskipun demikian peneliti tersebut juga belum membahas peran sosial tersebut dan perubahan peran tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi adaptasi perempuan dalam menghadapi menopause baik faktor sosial maupun budaya. Secara umum penelitian ini bertujuan mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi adaptasi perempuan dalam menghadapi menopause. Secara lebih khusus penelitian ini bertujuan seperti yang berikut: (1) Mengetahui tingkat pengetahuan perempuan terhadap menopause; (2) Mengetahui sikap perempuan terhadap menopause; (3) Mengkaji hubungan faktor sosial (pendidikan, ekonomi) terhadap adaptasi perempuan dalam menghadapi menopause; dan (4) Mengkaji hubungan faktor budaya (culturalbelief, norma masyarakat) terhadap adaptasi perempuan dalam menghadapi menopause. Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengambilan kebijakan di bidang kesehatan khususnya kesehatan reproduksi perempuan serta bermanfaat bagi pengembangan studi tentang menopause.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan ditambah dengan penggalian data secara kualitatif secara indepth interview, untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi adaptasi perempuan dalam menghadapi menopause dengan rancangan crosssectional. Populasi penelitian adalah perempuan berusia 35 tahun sampai dengan 65 tahun yang tinggal di daerah menengah Kota Surabaya. Sampel diambil secara purposive sampling, yaitu sesuai dengan tujuan penelitian dengan kriteria sampel: 1) perempuan berusia 35 s.d. 65 tahun dengan tujuan untuk menjaring populasi karena sudah lama menopause, 2) tinggal di lokasi penelitian, 3)
71
J. Penelit. Med. Eksakta Vol. 7 No. 1 April 2008: 70-82
bersedia sebagai subyek penelitian. Jumlah total responden untuk penelitian ini 40 orang. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data tentang pengetahuan, sikap, faktor sosial (pendidikan dan ekonomi), serta faktor budaya (cultural beliefs, norma masyarakat) yang akan diambil dengan kuesioner dan panduan indepth-interview. Sedangkan data sekunder merupakan catatan-catatan yang ada pada organisasi kemasyarakatan dan pemerintahan. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan statistik deskriptif, sedangkan data kualitatif dianalisis dengan menggunakan content analysis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden Pada Tabel 1 disajikan karakteristik responden berdasarkan status menstruasi. Hampir semuanya (39 responden, 97,50%) beragama Islam. Terlihat bahwa usia muda (31-40 tahun) memang cenderung lebih rutin mendapatkan menstruasi (15 orang; 37,50%). Sementara itu dari sampel penelitian ini terlihat bahwa usia transisi untuk tidak mendapatkan menstruasi adalah usia 41-50 tahun. Sementara yang berhenti tidak mendapatkan menopause pada kelompok usia 51 – 60 tahun dan yang lebih tua. Hal tersebut agak berbeda dengan yang dilaporkan bahwa usia menopause wanita ras Asia adalah pada 44 tahun, sementara perempuan Eropa sekitar usia 47 tahun (Yatim Faisal, 2001). Meskipun demikian perbedaan ini belum bisa berbicara banyak karena metode penelitian yang dilakukan antara lain keterbatasan-keterbatasan dalam hal sampling dan jumlah sampel. Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Menstruasi N 1
2. 3
72
Karakteristik Umur 31 – 40 41 – 50 51 – 60 > 60 Agama Islam Kristen Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA Akademi/S1 Lainnya
Menstruasi Rutin n %
Status Menstruasi Menstruasi Tidak Rutin n %
Berhenti Normal N %
15 11 0 0
37,50 27,50 -
0 6 0 0
15,00 -
0 1 6 1
2,50 15,00 2,50
25 1
62,50 2,50
6 0
15,00 -
8 0
20,00 -
1 2 3 8 11 1
2,50 5,00 7,50 20,00 27,50 2,50
0 2 0 2 1 1
5,00 5,00 2,50 2,50
0 3 1 0 4 0
7,50 2,50 10,00 -
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perempuan dalam Menghadapi Menopause (Oedojo Soedirham, Muji Sulistyowati, Shrimarti R. Devy)
N 4
5
6
Karakteristik Pekerjaan Tidak bekerja/Ibu Rumah Tangga PNS Pegawai Swasta Wiraswasta Pensiunan Pendapatan < Rp.500.000 – Rp.1 juta > Rp. 1 juta – Rp. 2 juta > Rp. 2 juta Status Perkawinan Kawin Janda (cerai/mati)
Menstruasi Rutin n %
Status Menstruasi Menstruasi Tidak Rutin n %
9 7 1 8 0
22,50 17,50 2,50 20,00 -
5 0 0 0 1
12,50 0 -
10 9 7
25,00 22,50 17,50
25 1
62,50 2,50
Berhenti Normal N %
2,50
4 2 0 1 1
10,00 5 2,50 2,50
3 0 1
7,50 2,50
3 3 2
7,50 7,50 5,00
6 0
15,00 -
7 1
17,50 2,50
Tabel 2 menyajikan persentase responden yang menjawab benar tentang menopause yang dikelompokkan ke dalam tiga kelompok variabel yang mencakup (1) pengertian menopause; (2) penyebab dan akibat menopause; dan (3) gejala menopause berdasarkan status menstruasi responden saat penelitian berlangsung. Terlihat bahwa pengertian tentang menopause cukup bagus. Pada kelompok menstruasi rutin 11 dari 16 pertanyaan dijawab dengan benar oleh 50% atau lebih responden; pada kelompok menstruasi tidak rutin sebanyak 13 pertanyaan; dan pada kelompok berhenti normal sebanyak 11 pertanyaan. Pengetahuan Tentang Menopause Tabel 2. Persentase Pernyataan Responden yang Benar Tentang Menopause Berdasarkan Status Menstruasi Kategori & Pernyataan I. Pengertian 1 Menopause adalah masa transisi bagi seorang wanita 2 Menopause adalah masa berakhirnya menstruasi pada wanita 5 Menopause merupakan proses alami menuju tua II. Penyebab & Akibat 3 Menopause disebabkan oleh berkurangnya hormon estrogen III. Gejala Menopause 6 Menopause menyebabkan perubahan-perubahan fisik maupun emosi
Menstruasi Rutin N(%)
Status Menstruasi Menstruasi Tidak Rutin N(%)
Berhenti Normal N(%)
23 (57,50)
6 (15,00)
8 (20,00)
25 (62,50)
6 (15,00)
8 (20,00)
24 (60,00)
6 (15,00)
8 (20,00)
22 (55,00)
5 (12,50)
6 (15,00)
20 (50,00)
6 (15,00)
5 (12,50)
73
J. Penelit. Med. Eksakta Vol. 7 No. 1 April 2008: 70-82
Kategori & Pernyataan 7
Pada masa menopause terjadi perubahan metabolisme dalam tubuh 12 Ada kerugian-kerugian khusus yang datang bersamaan dengan menopause, misalnya tidak dapat tidur nyenyak di malam hari 13 Menopause mempunyai pengaruh terhadap penampilan sehari-hari 14 Menopause dapat mempengaruhi kehidupan seksual wanita 15 Hot flashes selalu terjadi pada wanita menopause IV. Tindakan 4 Seorang wanita yang memiliki masalah dengan “Hot Flashes” seharusnya pergi ke dokter 8 Wanita seharusnya berperilaku positip selama menopause, misalnya selalu berpikiran optimis 9 Wanita seharusnya belajar untuk menerima kondisi menopause begitu saja 10 Rasa ketidakenakan pada saat menopause adalah normal 11 Selama menstruasi dan menopause seharusnya wanita tidak melakukan aktifitas di luar rumah 16 Hot flashes dapat mempengaruhi kehidupan sosial dan pekerjaan wanita
Menstruasi Rutin N(%) 21 (52,50)
Status Menstruasi Menstruasi Tidak Rutin N(%) 6 (15,00)
Berhenti Normal N(%) 6 (15,00)
11 (27,50)
5 (12,50)
2 (5,00)
4 (10,00)
2 (5,00)
0 (-)
19 (47,50)
4 (10,00)
4 (10,00)
6 (15,00)
3 (7,50)
2 (5,00)
14 (35,00)
4 (10,00)
4 (10,00)
24 (60,00)
6 (15,00)
8 (20,00)
16 (40,00)
5 (12,50)
7 (17,50)
19 (47,50)
5 (12,50)
8 (20,00)
1 (2,50)
1 (2,50)
2 (5,00)
10 (25,00)
2 (5,00)
2 (5,00)
Tabel 3 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden tentan menopause banyak di tingkat sedang dan baik dengan responden sebanyak 31 orang (77,50%). Hal tersebut sebenarnya cukup menggembirakan karena bila misalnya akan dilakukan intervensi misalnya penyuluhan tentang hidup sehat dan produktif sesudah menopause diharapkan tidak terlalu banyak hambatan.
74
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perempuan dalam Menghadapi Menopause (Oedojo Soedirham, Muji Sulistyowati, Shrimarti R. Devy)
Tabel 3. Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Menopause Berdasarkan Status Menstruasi Status Menstruasi Tingkat Pengetahuan
Menstruasi Rutin
Menstruasi Tidak Rutin
Berhenti Normal
n
%
n
%
n
%
Baik
6
15,00
5
12,50
2
5,00
Sedang
14
35,00
1
2,500
3
7,50
Kurang
6
15,00
-
-
3
7,50
Sikap Responden Terhadap Menopause Pada Tabel 4. hanya dua pernyataan (nomor 7 dan 9) yang mendapatkan jawaban setuju lebih dari 50% responden (20 orang). Pertama, pernyataan nomer 7, berkaitan dengan kehidupan rumah tangganya terutama hubungan atau perlakuan suami terhadap dirinya ketika sedang mengalami menopause. Hal tersebut dapat berarti luas baik itu dari aspek kehidupan seksualnya maupun non-seksualnya. Pernyataan nomer 9 menunjukkan sesuatu yang positif berkaitan dengan mental-well-being. Ada nuansa semeleh (Bhs. Jawa) dengan tidak mendapatkan menstruasi lagi. Dengan bekal psikologis seperti tersebut maka biasanya dibarengi dengan kegiatan-kegiatan yang lebih positif dari sisi usia. Tabel 4. Sikap Responden Terhadap Menopause Berdasarkan Status Menstruasi Jumlah & Persentase Pernyataan Setuju Berdasarkan Status Menstruasi Pernyataan
Menstruasi Rutin
Menstruasi Tidak Rutin
Berhenti Normal
N (%)
N (%)
N (%)
1.
Para wanita sering menggunakan “perubahan hidup”-nya (saat-saat sewaktu menopause) untuk mendapat perhatian lebih dari biasanya
10 (25,00)
1 (2,50)
2 (5,00)
2.
Para wanita yang memiliki masalah dalam menghadapi menopause biasanya disebabkan karena mereka tidak memiliki kesibukan yang dikerjakan
14 (35,00)
1 (2,50)
4 (10,00)
3.
Seorang wanita yang menghadapi menopause sering bertingkah aneh yang dia sendiri tidak mengerti
6 (15,00)
1 (2,50)
0 (-)
4.
Seorang wanita biasanya merasa lebih sehat setelah menopause
11 (27.50)
3 (7.50)
3 (7.50)
5.
Penyebab dari masalah yang timbul pada masa menopause adalah sesuatu yang tidak bisa
13 (32,50)
4 (10,00)
2 (5,00)
75
J. Penelit. Med. Eksakta Vol. 7 No. 1 April 2008: 70-82
Jumlah & Persentase Pernyataan Setuju Berdasarkan Status Menstruasi Pernyataan
dikontrol yang dalam tubuh
datang
Menstruasi Rutin
Menstruasi Tidak Rutin
Berhenti Normal
N (%)
N (%)
N (%)
dari
6.
Kadang-kadang, dalam masa menopause seorang wanita merasa bahwa tidak seorangpun, termasuk teman-temannya, yang memahami keadaan yang dialaminya
11 (27,50)
2 (5,00)
1 (2,50)
7.
Seorang wanita yang memasuki masa menopuse akan mengkhawatirkan perubahan perasaan dan perlakuan suami terhadap dirinya
18 (45,00)
5 (12,50)
0 (-)
8.
Seorang wanita yang bekerja memiliki masalah yang lebih banyak dalam masa menopause, daripada wanita yang tidak bekerja
8 (20,00)
2 (5,00)
4 (10,00)
9.
Seorang wanita biasanya lebih tenang dan lebih bahagia setelah mengalami menopause
16 (40,00)
2 (5,00)
7 (17,50)
10.
Setelah mendapat menopause, seorang wanita terlihat lebih menarik secara seksual daripada sebelumnya
3 (7,50)
1 (2,50)
2 (5,00)
Kepercayaan Tentang Menopause Kepercayaan di masyarakat. Sebagian besar responden (31 orang; 77,5%) mengatakan bahwa tidak ada kepercayaan tertentu tentang menopause. Menopause dianggap sesuatu yang wajar sebagai kodrat bagi wanita. Masyarakat memandang bahwa menopause adalah proses menuju tua, tandatanda uzur yang harus dihadapi dan tak perlu ditakuti. Masyarakat cenderung tidak mau berbicara banyak tentang menopause, karena hal tersebut dianggap sebagai hal yang alami yang akan dialami oleh setiap wanita jika sudah mencapai usia tertentu. Berikut kutipan responden: “Tidak ada kepercayaan, menopause adalah hal yang alamiah bagi wanita” (Ibu T) “Tidak ada yang aneh, kodrat wanita, tapi katanya berpengaruh pada kesehatan dan kehidupan seksualitas” (Ibu NR)
Hanya ada 2 orang responden (5%) mengatakan bahwa katanya jika seseorang telah mengalami menopause (Bhs. Jawa: luwas) tidak segar lagi jadi tidak bisa punya anak lagi. Seperti yang diungkapkan oleh responden dibawah ini:
76
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perempuan dalam Menghadapi Menopause (Oedojo Soedirham, Muji Sulistyowati, Shrimarti R. Devy) “Badan sakit semua, suami tidak mau mendekat, rahimnya sudah ‘luas’ tidak bisa punya anak lagi” (Ibu N) “… rahimnya sudah luas (Bhs. Jawa), sudah tidak bisa hamil lagi, sudah habis waktunya” (Ibu N)
Selain itu 6 orang (15%) melaporkan bahwa pada waktu datang menopause maka badan terasa sakit semua dan nafsu terhadap orang laki-laki beda. Ditambahkan pula bahwa secara psikologis cepat marah, kondisi tubuh tidak stabil, dan emosi tidak teratur. Responden yang lain mengatakan bahwa dirinya jadi frigid, depresi, dan rasa tidak berguna Ada perubahan dalam kehidupan rumah tangga terutama dalam berhubungan dengan suami, menjadi pemarah, dan tidak menarik lagi. Berdasarkan fenomena tersebut diatas dapat dikatakan bahwa para informan pada umumnya sependapat menopause berpengaruh pada kesehatan dan kehidupan suami-istri. Hal ini mendukung terhadap pendapat yang banyak ditulis tentang menopause. Perubahan dalam kehidupan seksual merupakan akibat dari rendahnya kadar estrogen (Quadagno, 1999). Penurunan estrogen menyebabkan perubahan anatomis dalam organ seksual wanita yang selanjutnya dapat menyebabkan ketidakenakan dalam berhubungan seksual. Salah satu studi juga mendapatkan hasil bahwa meskipun wanita muda (22 tahun) dengan estrogen yang rendah ternyata juga mengalami dorongan seksual (Quadagno, 1999). Gejala menopause lain yang juga dilaporkan dalam beberapa literatur adalah mudah marah (irritability), perasaan yang mudah berubah (volatile mood swings), kelelahan (fatigue), dan kecemasan (anxiety) (Quadagno, 1999). Namun terdapat pula variasi-variasi lainnya seperti yang diungkapkan oleh beberapa responden juga pernah dilaporkan dalam literatur misalnya jika berhubungan dengan suami tidak takut hamil lagi, tidak usah repot dengan datangnya menstruasi setiap bulannya (Quadagno, 1999), dan juga dalam literatur disebutkan bahwa wanita yang menopause tidak ada atau hanya sedikit saja yang mengalami perubahan dalam rangsangan seksual dan tidak ada gangguan dalam orgasme (Leiblum, 1990 dalam Quadagno, 1999). Jadi banyak wanita yang memasuki masa menopause dengan tanpa efek sosial atau psikologis dan bahkan menemukan pembaharuan energi dan kekuatan sesudah menopause. Sebaliknya ada juga wanita yang merasa sedih karena kehilangan kemampuan mereka untuk bereproduksi meskipun bagi mereka yang tidak berkeinginan punya anak (Quadagno,1999). Menopause merupakan tanda lonceng bagi waktu reproduksi (reproductive clock). Wanita seringkali dinilai dari penampilan dan kemudaannya, maka bagi mereka yang mengandalkan “daya tarik dan daya tarik seksual untuk menarik pria dan meningkatkan harga dirinya” akan menghadapi hal ini sebagai sesuatu yang menyusahkan (Quadagno, 1999). Cara Memperoleh Informasi Pada umumnya (24 orang; 60%) responden mengatakan bahwa informasi tentang menopause didapat dari tetangga di mana tetangga yang sudah
77
J. Penelit. Med. Eksakta Vol. 7 No. 1 April 2008: 70-82
menopause curhat. Selain dari tetangga dan teman informasi tentang menopause didapat dari saudara termasuk ibu mertua. Informasi dari tetangga didapat selain dari ngobrol juga waktu ada pertemuan arisan/PKK. Selain itu informasi dari media juga merupakan salah satu cara responden mendapatkan informasi tentang menopause. Hampir sepertiga responden (12 orang; 30%) tidak pernah membicarakan menopause dengan sesama wanita, seperti diungkapkan oleh responden berikut ini: “Tiap berkumpul di PKK tidak ada yang membicarakan menopause” (Ibu S) “Di dalam keluarga atau masyarakat tidak pernah dibicarakan” (Ibu S B)
Alasan yang disebutkan responden adalah karena hal tersebut merupakan sesuatu yang tabu untuk dibicarakan. “Menopause merupakan hal yang jarang dibicarakan karena masih malu/tabu” (Ibu W)
Dari data tersebut terlihat bahwa kebanyakan responden menganggap bahwa menopause merupakan hal yang wajar dan tidak tabu untuk dibicarakan. Studi yang dilakukan oleh Neugarten dalam Davis (1988) dikatakan yang pertamakali memperluas masalah menopause dalam konteks sosiokultural. Neugarten menunjukkan pentingnya sistem kepercayaan kultural dan jejaring komunikasi antar wanita dalam perilaku sosial terhadap menopause. Dia menyimpulkan bahwa faktor-faktor sosiokultural seperti mitos dan sistem kepercayaan adalah lebih merupakan faktor instrumental dibanding fisiologis dalam membentuk persepsi wanita tentang menopause, dan bahwa jalan komunikasi yang lebih terbuka di anatara para wanita yang sudah menopause akan memaparkan efek negatif dan membuat menopause menjadi peristiwa yang kurang menakutkan. Pendapat mengenai Menopause Sebagian besar responden (32 orang; 80%) mengatakan bahwa menopause merupakan hal yang alami atau wajar di mana terjadi berhentinya masa menstruasi seorang wanita, seperti diungkap responden di bawah ini. “Sesuatu yang normal yang terjadi pada wanita dengan bertambahnya usia” (Ibu A) “Proses alami wanita, ada perubahan tapi tidak perlu ditakuti dan prosesnya harus dinikmati karena sudah kodrat” (Ibu NR)
Ditambahkan tanda-tanda lain yang menyertai yang merupakan tanda dari menopause yaitu badan terasa sakit, terjadi perubahan pada kondisi badan, payudara terasa sakit, terjadi pada usia 47-50 tahun dan agak jarang berhubungan seks dengan suami. Sementara beberapa pendapat yang lebih positif dalam menghadapi menopause misalnya bahwa menopause haruslah disyukuri dan lebih tenang karena bisa puasa penuh dan sholat penuh. Selain itu ada yang mengatakan bahwa merasa senang karena tidak perlu keluar uang buat beli pembalut dan tidak was-was punya anak kalau berhubungan dengan suami. Juga ada yang mengatakan bisa lebih tenang, tidak mempunyai
78
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perempuan dalam Menghadapi Menopause (Oedojo Soedirham, Muji Sulistyowati, Shrimarti R. Devy)
tanggungan, lebih enak, dan kalau berhubungan dengan suami tidak takut hamil lagi. “Tanda-tanda menjelang tua dari Allah yang harus diterima dan disyukuri”(Ibu M) “Senang, lebih bebas” (Ibu S)
Sementara itu ada yang berpendapat bahwa pada wanita ekonomi tinggi akan mempersiapkan diri untuk menghadapi menopause dengan ketakutan yang berlebihan. Sedangkan pada wanita karier tidak berpengaruh karena disibukkan oleh kegiatan di kantor. Pendapat lainnya, secara fisik berpengaruh, harus diisi dengan kegiatan rohani agar bisa menerima kondisi tersebut. Dari data tersebut di atas tampak bahwa menopause bukan merupakan penyakit karena kekurangan (a deficiency disease). Hal tersebut banyak dilaporkan dalam literatur bahwa sikap sosial dapat menjadikan menopause sebagai suatu gangguan oleh karena akibat kecenderungan masyarakat yang memandang menopause sebagai suatu penyakit (Hooyman dan Kiyak, 1993). Perlu diwariskan Sebanyak 18 responden (45%) mengatakan bahwa menopause dengan segala masalah yang menyertainya tidak perlu diwariskan karena generasi sekarang sudah pintar terutama dalam mencari informasi tentang hal tersebut. Alasan yang diberikan adalah antara lain (1) karena hal tersebut akan terjadi pada setiap wanita, (2) nanti yang bersangkutan akan tahu sendiri, (3) tabu mebicarakan hal tersebut, (4) anak-anak sudah pintar dan bisa mencari tahu sendiri, dan (5) tiap orang pasti berbeda menyikapinya. Sementara itu dengan jumlah yang sama sebanyak 18 responden (45%) berpendapat bahwa pengetahuan tentang menopause perlu diwariskan. Empat orang (10%) lainnya tidak memberikan pendapatnya. Cara mewariskan Bagi mereka yang berpendapat bahwa menopause dengan segala hal yang menyertainya perlu diwariskan berpendapat cara mewariskan dengan beberapa cara antara lain: menasihati dan memberitahu kalau tua nanti pasti perempuan tidak menstruasi lagi, diskusi, seminar, serta ceramah melalui media atau majalah. “Kalau punya anak perempuan, jika sudah dewasa dinasihati” (Ibu I) “Melalui perkumpulan mengadakan seminar/ ceramah tentang menopause” (Ibu Im)
Norma masyarakat tentang menopause Norma di Masyarakat Pada saat seseorang melalui suatu masa dalam life cycle, kadangkala ada norma masyarakat sebagai suatu kontrol sosial yang harus dipatuhi. Hampir semua responden (35 orang; 87,5%) mengatakan bahwa tidak ada norma khusus bagi wanita dengan menopause. Masyarakat menganggap bahwa menopause merupakan hal yang wajar, tanpa harus mengadakan pembedaan dengan yang belum menopause.
79
J. Penelit. Med. Eksakta Vol. 7 No. 1 April 2008: 70-82 “Tidak ada norma tertentu, semua berjalan apa adanya” (Ibu M)
Dua orang (5%) tidak memberikan pendapatnya, sementara satu orang (2,5%) mengatakan bahwa menopause merupakan hal yang tabu untuk dibicarakan, dan dua yang lainnya (5%) mengatakan bahwa masyarakat kurang peduli terhadap menopause dan hal tersebut merupakan transisi menjelang tua. Perilaku wanita menopause yang diharapkan Sebagian besar responden (34 orang; 85%) mengatakan bahwa wanita yang mengalami menopause berperilaku wajar seperti biasanya sama seperti sebelum menopause. Sisanya (6 responden; 15%) mengatakan bahwa bagi wanita menopause diharapkan adanya perbaikan “luar dan dalam”, lebih positive thinking, lebih bijaksana, bisa lebih aktif di kegiatan-kegiatan sosial sehingga bermanfaat bagi dirinya. Wanita menopause diharapkan lebih banyak mendekatkan diri kepada Tuhan, serta menjaga kesehatan dan makanan. Selain itu juga sebaiknya lebih banyak mencari informasi dari sumber yang bisa dipertanggungjawabkan misalnya dokter, psikolog, dan media lainnya. Perilaku wanita menopause di masyarakat saat ini Sebagian besar responden (29 orang; 72,5%) mengatakan bahwa wanita yang sedang mengalami menopause berperilaku wajar-wajar saja, tidak ada perubahan yang mencolok. Kadang-kadang malah lebih beriman karena merasa sudah tua. Sedangkan sisanya (11 responden; 27,5%) mengatakan ada perubahan pada penampilan dan emosi. Misalnya ada yang berhias lebih dari biasanya agar suami tidak tertarik pada wanita lain, sikapnya cenderung suka ngambek, dan emosinya tidak terkontrol. Selain itu ada yang menjadi lebih tertutup dan minder. Pada beberapa wanita yang mapan berperilaku berlebihan dan tidak sepantasnya. Perilaku yang berlebihan tersebut tidak mewakili masyarakat secara umum. Salah satu faktor yang berpengaruh pada sikap tersebut adalah faktor pendidikan. “Seperti biasa, aktif berorganisasi tapi ada yang mengalami perubahan sikap dan perilaku (lebih tertutup dan minder)” (Ibu M) “Faktor pendidikan berpengaruh pada sikap wanita untuk berperilaku di masyarakat, ada yang berperilaku baik dan buruk” (Ibu SN)
Ada yang menganggap bahwa menopause ada kaitannya dengan kelainan atau penyakit dalam tubuhnya. Hal-hal yang mempengaruhi penampilan yang tidak sewajarnya karena adanya rasa kurang percaya diri sehingga merasa adanya perubahan diri ketika mengalaminya. Keluhan lain yang sempat diungkap adalah adanya rasa panas dan keringat yang berlebihan. Hal lain adalah berkaitan dengan keluhan hubungan seksual. Sanksi Fenomena di masyarakat, setiap ada perubahan pasti ada reaksi yang positif dan negatif. Reaksi yang negatif antara lain berupa sanksi. Adapun sanksi yang diterima bila ada sesuatu yang berubah dalam penampilan pada
80
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perempuan dalam Menghadapi Menopause (Oedojo Soedirham, Muji Sulistyowati, Shrimarti R. Devy)
umumnya responden (25 orang; 62,5%) mengatakan karena adanya pergunjingan di antara tetangga. Itupun kalau ada perubahan penampilan baik fisik maupun perilaku yang mencolok. Namun beberapa informan menyatakan tidak ada sanksi karena maklum dengan kondisi wanita menopause. “Bila tidak berlebihan dibiarkan saja, tapi kalau berlebihan jadi bahan pembicaraan” (Ibu S) “Dapat sindiran karena berbeda dari biasanya” (Ibu A)
Meskipun demikian tidak sampai dikucilkan, dan kalau dia adalah seorang teman maka akan didekati atau dinasehati. Hal itu dilakukan agar yang bersangkutan dapat menghadapi menopause dengan lebih tenang. Perubahan kondisi fisik (berhentinya siklus haid) pada wanita menopause harus dipersiapkan secara fisik dan psikis, agar tidak menjadi bumerang bagi wanita tersebut.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Tingkat pengetahuan perempuan terhadap menopause dalam penelitian ini cukup menggembirakan yaitu sebanyak 31 responden (77,50%) dalam kategori sedang dan baik. Adapun sikap para responden penelitian tentang menopause secara keseluruhan dapat dikatakan positif. Terutama dikatakan bahwa sesudah menopause mereka merasa lebih tenang dalam hidupnya. Adanya pernyataan kekawatiran dalam hubungannya perlakuan suami adalah merupakan sesuatu yang logis karena dirinya mulai menjadi tua. Hubungan faktor sosial (pendidikan, ekonomi) terhadap perempuan dalam menghadapi menopause dalam penelitian ini bisa dikatakan conclusive. Namun untu itu temuan seperti yang berikut ini misalnya perlu diteliti lagi: “Para wanita yang memiliki masalah dalam menghadapi menopause biasanya disebabkan karena mereka tidak memiliki kesibukan yang dikerjakan” dijawab setuju oleh 14 responden (35%). Sementara pernyataan: “Seorang wanita yang bekerja memiliki masalah yang lebih banyak dalam masa menopause, daripada wanita yang tidak bekerja” dijawab setuju oleh 8 responden (20%). Hampir semua responden (35 orang; 87,5%) mengatakan bahwa tidak ada norma khusus bagi wanita dengan menopause. Masyarakat menganggap bahwa menopause merupakan hal yang wajar, tanpa harus mengadakan pembedaan dengan yang belum menopause. Mungkin hal tersebut karena responden hidup di kota (Surabaya) sehingga sudah mengalami perubahan sosial dari generasi ke generasi termasuk juga tentang masalah menopause. Berkaitan dengan perubahan yang mungkin terjadi pada perempuan yang sedang mengalami menopause maka sangat mungkin terjadi reaksi yang negatif antara lain berupa sanksi sosial. Dalam penelitian ini lebih dari separuh responden (25 orang; 62,5%) mengatakan mendapatkan pergunjingan di antara tetangga. Itupun kalau ada perubahan penampilan baik fisik maupun perilaku yang mencolok.
81
J. Penelit. Med. Eksakta Vol. 7 No. 1 April 2008: 70-82
Namun beberapa informan menyatakan tidak ada sanksi karena maklum dengan kondisi wanita menopause. Saran
Berdasarkan pembahasan maka bisa dilakukan intervensi berupa penyuluhan tentang perilaku hidup sehat dan produktif pada masa menopause sehingga diharapkan dapat menambah semangat dan gairah mereka. Penyuluhan seyogyanya dilakukan dengan menghadirkan anggota keluarga terutama suami sehingga dapat mengurangi kesenjangan pengertian antara perempuan yang mengalami menopause dengan pasangannya. Dengan demikian penerimaan seutuhnya oleh keluarga karena perubahan fisik sekaligus sosiopsikologis dapat dilakukan. Penyuluhan sebaiknya dilakukan bersamaan dengan acara sosial lainnya misalnya arisan PKK, dsb. Karena dengan demikian dapat mengurangi kemungkinan terjadinya sanksi sosial (pergunjingan) tentang seseorang yang mengalami menopause. DAFTAR PUSTAKA
Davis, D.L., 1988. Blood and Nerves: An Ethnographic Focus on Menopause. Newfounland, Canada: Institute of Social and Economic research Memorial University of Newfounland. Fillingim, R.B., et al. 1996. The Influence of Gender and Psychological Factors on Pain Perception, Journal of Gender, Culture, and Health, Vol. 1, number 1. Hooyman, N.R. and H.A. Kiyak 1993. Social Gerontology (3rd ed.). Boston: Allyn and Bacon http://health.yahoo.com/health/encyclopedia/000894/_0.html, MENOPAUSE, didown-load tanggal 21-4-2003. Quadagno, J. 1999. Aging and the Life Course. Madison, WI: McGraw-Hill Company. Soewarto, S. 1999. Efek Pemberian Suplementasi Protein Susu Kedelai dan Tibolone pada Keluhan Psikis, Somatik, Vasomotor dan Urogenital Wanita Pasca Menopause, Majalah Obstetri dan Ginekologi, Vol. Mei www.fbhc.org/Patients/BetterHealth/Menopause/home.html, MENOPAUSE, didown-load tanggal 22-4-2003. Yatim F. 1999. Haid Tidak Wajar dan Menopause. Pustaka Populer Obor Jakarta.
82