Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota SAPPK
Evaluasi Keberhasilan Kerja Sama Antardaerah Dalam Peningkatan Pengelolaan Infrastruktur Studi Kasus: Infrastruktur Transportasi Metropolitan Yogyakarta Indria Ryastra Astikawati
(1)
dan Delik Hudalah(2)
Email:
[email protected] dan
[email protected] Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, ITB.
Abstrak Kerja sama Sekber Kartamantul merupakan salah satu kerja sama antardaerah di Indonesia yang diindikasikan berhasil. Namun, belum diketahui keberhasilan tersebut sebagai berlaku bagi seluruh sektor. Penelitian ini mencoba untuk menilai keberhasilan kerja sama salah satu sektor yang termasuk dalam kerja sama Sekber Kartamantul, yaitu sektor transportasi. Penilaian terhadap keberhasilan kerja sama di sektor transportasi berdasarkan keefektifan adanya kerja sama transportasi. Indikasi efektif atau belum efektifnya kerja sama di sektor transportasi kemudian ditinjau berdasarkan dukungan bentuk dan proses kerja sama Kartamantul. Metode analisis kualitatif digunakan sebagai metode analisis penelitian secara umum. Analisis didukung oleh sumber data berupa hasil wawancara stakeholder terkait, observasi, dan data sekunder. Hasil analisis menunjukkan bahwa kerja sama sektor transportasi melalui Sekber Kartamantul telah mengindikasikan adanya keefektifan. Ditinjau dari bentuk kerja sama, maka adanya komitmen, kesadaran/inisiatif dari setiap anggota terutama untuk melaksanakan kesepakatan kebijakan telah terbentuk berdasarkan kebutuhan bersama dan interdependensi yang kuat. Pemberdayaan biaya dan tenaga ahli oleh setiap daerah juga telah mendukung upaya pelaksanaan kebijakan/program yang telah disepakati. Dalam proses pelaksanaan koordinasi telah terdapat upaya untuk melibatkan masyarakat, menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku serta menyesuaikan dengan nilai-nilai daerah. Kata kunci
: Kerja sama antardaerah, Sekber Kartamantul, sektor transportasi, keefektifan
Pengantar Perkotaan Yogyakarta terus berkembang melampaui batas administrasi termasuk di dalamnya, yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Ketiga daerah tersebut kemudian membentuk Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY), atau juga dapat disebut sebagai Metropolitan Yogyakarta. Perkembangan wilayah metropolitan secara alami mempengaruhi ketiga wilayah tersebut. Persoalan tersebut kemudian menimbulkan karakeristik saling ketergantungan antar wilayah.
Sehingga, perlu adanya koordinasi dalam suatu sistem lintas batas administrasi. Adanya kebijakan otonomi daerah sejak tahun 1999, yang diklaim sebagai suatu strategi untuk mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat (Sutrisno, 2004), cenderung menimbulkan ego daerah, Sebagian besar pemerintah daerah akan cenderung berorientasi ke dalam daerahnya sendiri (inward looking) (Sekber Kartamantul, 2006, p.12). Pembentukan kerja sama antar ketiga daerah yang membentuk KPY menjadi alasan kuat untuk Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota 1 SAPPK No.1 | 1
Evaluasi Keberhasilan Kerja Sama Antardaerah dalam Peningkatan Pengelolaan Infrastruktur
menjawab permasalahan lintas batas administrasi. Badan kerja sama antardaerah yang dibentuk bersifat non struktural dan dikenal sebagai Sekretariat Bersama Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul (Sekber Kartamantul), sebagai fasilitator bagi ketiga daerah untuk duduk bersama memecahkan permasalahan pengelolaan pelayanan publik. Dalam Kerja sama Sekber Kartamantul, pelayanan publik yang dikerjasamakan meliputi sektor persampahan, air bersih, jalan, transportasi, drainase, dan air limbah. Kerja sama Kartamantul yang dilaksanakan dibawah badan Sekretariat Bersama Kartamantul diindikasikan sebagai salah satu lembaga kerja sama yang efektif. Kartamantul sebagai salah satu kasus praktek baik (best practice) dalam kerja sama antara daerah di Indonesia (Fariani, 2010). Best practice yang diperoleh Sekber Kartamantul pada umumnya atas keberhasilan dalam pengelolaan di sektor persampahan. Menurut Direktorat Perkotaan Ditjen Pemerintahan Umum Departemen Dalam Negeri (dalam Tamba, 2010), Kartamantul merupakan kerja sama antar pemerintah daerah di Indonesia yang berhasil dalam hal penyediaan fasilitas publik pada sektor persampahan. Berdasarkan indikasi bahwa Sekber Kartamantul dijadikan sebagai best practice kerja sama antardaerah di Indonesia. Namun, dapat dikatakan bahwa predikat berhasil yang diperoleh belum diketahui apakah berlaku bagi seluruh sektor atau hanya keberhasilan dalam pengelolaan persampahan. Oleh karena itu, penelitian ini berfokus pada pembahasan terkait keberhasilan kerja sama dalam pengelolaan transportasi, mengingat belum diketahui indikasi keberhasilan dalam pengelolaan infrastruktur transportasi sampai saat ini. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini menetapkan rumusan masalah, yaitu untuk mengetahui “Bagaimana kinerja kerja sama antardaerah Kartamantul dapat meningkatkan pengelolaan infrastruktur transportasi di Kartamantul?” Berdasarkan rumusan masalah tersebut, dirumuskan tujuan penelitian, yaitu: mengevaluasi kinerja kerja sama antardaerah 2 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2
Kartamantul dalam meningkatkan pengelolaan infrastruktur transportasi di Kartamantul, sehingga diperoleh evaluasi terhadap keefektifannya. Sasaran yang ditetapkan untuk mencapai tujuan utama tersebut, yaitu sebagai berikut: 1.
2.
3.
Tereksplorasinya dukungan kelembagaan Sekber Kartamantul dalam mendukung pengelolaan infrastruktur transportasi, dan Teridentifikasinya proses kerja sama Sekber Kartamantul dalam mendukung pengelolaan infrastruktur transportasi. Ternilainya keefektifan pelaksanaan kesepakatan pada sektor transportasi yang dikerjasamakan terhadap tujuan dan sasaran pelaksanaan kerja sama transportasi Sekber Kartamantul.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif. Unit analisisnya berupa kebijakan/program/kegiatan yang disepakati bersama untuk mencapai tujuan kerja sama pengelolaan transportasi menurut laporan kegiatan Sekber Kartamantul sejak tahun 2004 sampai 2010. Untuk mencapai tujuan dari studi, digunakan teknik evaluasi sebagai dasar penilaian keberhasilan Sekber Kartamantul. Pendekatan evaluasi yang digunakan, yaitu pendekatan evaluasi formal (formal evaluation) yang bersifat ex-post. Data yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian ini berupa data sekunder, yang dapat diperoleh melalui buku, internet dan media lainnya, serta data primer diperoleh melalui metode pengumpulan data dengan wawancara dan observasi. Dalam hal ini pihak-pihak yang menjadi objek sampling wawancara adalah pihak yang dianggap paling tahu tentang kebijakan/program/kegiatan yang ditetapkan dalam pelaksanaan kerja sama pengelolaan infrastruktur transportasi. Setelah diperoleh pengumpulan data tersebut, analisis data yang digunakan menggunakan teknik evaluasi formal dan bantuan analisis isi Krippendorf (1993, p. 15) untuk menyarikan hasil wawancara.
Indria Ryastra Astikawati
Kajian Literatur UU Nomor 32 Tahun 2004 memperkenankan daerah untuk mengadakan kerja sama dengan daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan keefektifan pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan. Selain itu, alasan lain dilakukannya kerja sama antar pemerintah daerah menurut Keban (2005, p.3), yaitu sebagai berikut:
1. Pihak-pihak 2. 3. 4. 5. 6.
7.
yang bekerjasama dapat membentuk kekuatan yang lebih besar. Pihak-pihak yang bekerjasama dapat mencapai kemajuan yang lebih tinggi. Pihak-pihak yang bekerjasama dapat lebih berdaya. Pihak-pihak yang bekerjasama dapat memperkecil atau mencegah konflik. Masing-masing pihak lebih merasakan keadilan. Masing-masing pihak yang bekerjasama akan memelihara keberlanjutan penanganan bidang-bidang yang dikerjasamakan. Kerja sama ini dapat menghilangkan ego daerah.
Pengaturan terkait tata cara pelaksanaan ketentuan kerja sama antardaerah terdapat pada Bab IX UU Nomor 32 tahun 2004 untuk selanjutnya diatur dengan Peraturan Pemerintah daerah masing-masing yang mengadakan kerja sama. Menurut Rosen (1993 dalam Warsono, 2009, p.23) terkait dengan pengaturan kerja sama (Forms of Cooperation Arrangements) terdiri atas beberapa bentuk, yaitu consortia,
joint purchasing, equipment sharing, cooperative construction, joint services, contract services, dan pengaturan lainnya. Kerja Sama Infrastruktur Transportasi
Isu transportasi pada suatu daerah terbagi secara luas ke dalam tiga kebijakan, yaitu ekonomi, sosial dan fisik (Mustow, 1979, dalam Joyce, 1979). Secara fisik misalnya, terjadinya kemacetan lalu lintas, polusi udara, dan urban sprawl adalah isu yang secara langsung berkaitan dengan penyediaan transportasi yang efektif, dan dalam kebanyakan kasus, masalah ini melampaui batas-batas pemerintah daerah (Goetz, Dempsey dan Larson, 2002, p.88). Dalam kasus di Indonesia, berbagai permasalahan transportasi tersebut merupakan
hal yang banyak ditemukan. Provinsi DIY sebagai salah satu kota besar di Indonesia, juga mengalami kemacetan di beberapa ruas jalan, seperti Jalan Gejayan, Jalan Malioboro, Jalan Godean dan sebagainya. Pengamat transportasi Universitas Gadjah Mada, Ahmad Munawar (dalam Purna, 2013) menyatakan bahwa perlu langkah serius untuk menangani masalah kemacetan di Yogyakarta. Menurutnya 10 tahun lagi setengah ruas jalan utama di Yogyakarta akan mengalami kemacetan. Interkoneksi antardaerah perkotaan terutama menyebabkan semakin kompleksnya penanggulangan masalah transportasi, seperti kemacetan. Mengingat transportasi dibutuhkan oleh berbagai kalangan, baik individu maupun komunitas, yang secara keseluruhan diharapkan ada dalam satu sistem yang terintegrasi. Industri transportasi umum melibatkan sejumlah besar pemangku kepentingan yang tidak selalu bertujuan untuk tujuan yang koheren, tradingoff antara profitabilitas komersial dan jasa sosial (Dirgahayani, 2012). Adanya indikasi tersebut menyebabkan beberapa daerah mengadakan kerja sama antardaerah untuk memenuhi kebutuhan transportasi melalui kebijakan yang terintegrasi. Evaluasi Evaluasi merupakan bagian akhir dari proses kebijakan. Secara umum, istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian (assessment), kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya (Dunn, 1998, p.608). Dunn (1998, p.612) membagi evaluasi dalam 3 pendekatan. Mengingat arti evaluasi dalam analisis kebijakan yang kurang jelas. 3 pendekatan tersebut, yaitu evaluasi semu, evaluasi formal dan evaluasi keputusan teoritis, berikut ini penjelasannya: 1.
Evaluasi Semu Evaluasi semu merupakan pendekatan yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan, tanpa berusaha untuk menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap individu, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2 |3
Evaluasi Keberhasilan Kerja Sama Antardaerah dalam Peningkatan Pengelolaan Infrastruktur
2.
3.
Evaluasi Formal Evaluasi formal merupakan pendekatan yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan cepat dipercaya mengenai hasil-hasil kebijakan tetapi mengevaluasi hasil tersebut atas dasar tujuan program kebijakan yang telah diumumkan secara formal oleh pembuat kebijakan dan administrator program. Evaluasi Keputusan Teoritis Evaluasi keputusan teoritis adalah pendekatan yang menggunakan metodemetode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan.
Bardach (1972, dalam Patton dan Sawicki, 1986) membagi kriteria evaluasi ke dalam 4 bagian penting, 3 diantaranya yaitu technical feasibility, political viability dan administrative operability. Kriteria tersebut kemudian dijabarkan oleh Patton dan Sawicki (1986, p.157-167) dalam beberapa kriteria. Penelitian ini menggunakan kriteria sebagai berikut:
1.
Technical feasibility
2.
Political Viability
3.
Kriteria ini digunakan untuk mengukur apakah keluaran (outcome) dari kebijakan atau program dapat mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam kriteria ini yang digunakan adalah kriteria effectiveness, yaitu menyangkut sejauh mana kebijakan atau program mencapai apa yang diinginkan. Kriteria ini digunakan untuk melihat seberapa jauh efek maupun dampak politik yang akan ditimbulkan oleh setiap alternatif kebijakan. Dampak politik dari dari alternatif kebijakan ini akan dilihat dari legal suitability dan equity
Administrative operability
Kriteria ini digunakan untuk melihat seberapa besar kemungkinan suatu alternatif kebijakan dapat berhasil dilaksanakan dalam konteks politik, ekonomi, sosial, dan administrasi yang berlaku. Kriteria administrative operability ini akan melihat dari authority, institutional commitment, capability, dan organization support.
Kriteria dari penelitian tentang Organisasi Perencanaan Metropolitan (MPO) di Amerika 4 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2
Serikat salah satunya dilakukan oleh Goetz, Dempsey dan Larson (2002) terkait dengan peningkatan perencanaan transportasi juga digunakan dalam penelitian ini, yaitu: Kepemimpinan
2. 3.
Kompetensi dan kemampuan anggota (staff competence and credibility), Kualitas keterlibatan publik (quality public
4.
Pengembangan etos daerah (development
5. 6. 7. 8.
leadership),
yang
efektif
(effective
1.
involvement),
of a regional ethos), Proses
penyusutan
dan
tepat
(streamlined and efficient processes),
guna
Hubungan kerja sama Koordinasi penggunaan lahan (land-use
coordination),
Akuntabilitas
kepada
(accountability to member),
anggota
Kawasan Perkotaan Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki kawasan perkotaan yang terbentuk dari aglomerasi 3 daerah Kabupaten/Kota, yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta. Ketiga daerah tersebut merupakan kawasan yang memiliki tingkat pertumbuhan lebih cepat dibandingkan kawasan lain. Kawasan yang tumbuh dengan cepat terutama pada daerah perbatasan antara Kabupaten Bantul dengan Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Sedangkan perbatasan antara Kabupaten Sleman diluar KPY dengan Kabupaten Bantul merupakan kawasan tumbuh sedang. Jika ditinjau dari perubahan guna lahan sejak tahun 1990 hingga tahun 2006, maka akan diperoleh gambaran bahwa sejak tahun 1990 Kota Yogyakarta telah berkembang dengan pesat. Pada tahun tersebut bangunan-bangunan telah mengalami kecenderungan untuk berkelompok disekitar Kota Yogyakarta, terutama di bagian barat menuju selatan Kabupaten Sleman dan bagian utara menuju timur Kabupaten Bantul. Kawasan Perkotaan Yogyakarta merupakan bukti nyata perkembangan kota yang melewati batas administrasi. Hal tersebut ditunjukkan dengan jumlah penduduk KPY yang terus meningkat. Berikut ini merupakan grafik jumlah penduduk KPY yang menunjukkan angka fluktuatif selama tahun 1992 hingga tahun 2011. Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya jika diamati secara cermat tidak terjadi pada seluruh kota/kabupaten. Pada tabel dapat dilihat
Indria Ryastra Astikawati
bahwa penduduk di Kota Yogyakarta cenderung menurun. Pada gambar 3.4 menunjukkan bahwa adanya pertambahan jumlah penduduk, meskipun penduduk di Kota Yogyakarta
menurun, adalah karena pertambahan jumlah penduduk yang meningkat cukup tinggi di wilayah perkotaan Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul.
600,000 500,000 400,000
Kota Yogyakarta
300,000
Kab Bantul
200,000
Kab Sleman
100,000 0 1992 1994 1996 1998 2001 2003 2005 2008 2011
GAMBAR 1 Grafik Pertumbuhan Penduduk Kpy Tahun 2001-2010.Sumber: Hasil sintesis data BPS
setiap kecamatan di KPY, 2000-2010
Seiring dengan kondisi pertambahan penduduk yang semakin meningkat, kebutuhan penduduk terhadap infrastruktur dasar juga akan meningkat. Terutama bagi kawasan perkotaan di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul jika sifat kekotaan di kedua daerah terus berkembang. Hal tersebut dapat menimbulkan pertanyaan: siapa yang akan menyediakan dan siapa yang mengelola. Mengingat masingmasing daerah memiliki potensi untuk dapat menyediakan kebutuhan infrastruktur bagi penduduknya atau justru tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Kerja Sama Antardaerah Kartamantul Latar belakang dibentuknya Sekber Kartamantul beberapa diantaranya, yaitu karena kawasan perbatasan/grey areas seringkali kurang diperhatikan. Selain itu, kerja sama antardaerah merupakan suatu keharusan bagi dua atau lebih daerah otonom, mengingat otonomi, desentralisasi dan outward looking development adalah satu garis kebijakan dalam pengembangan antardaerah. Dengan adanya Sekber Kartamantul yang merupakan regionalisasi kerja sama antardaerah ini, diharapkan dapat mensinkronkan pembangunan antardaerah (Sekber Kartamantul, 2011). Sekber Kartamantul menjalankan fungsinya sebagai mediator, fasilitator dan koordinator di 3 daerah yang tergabung dalam KPY, yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten
Bantul. Terdapat 6 sektor infrastruktur yang menjadi fokus kerja sama, yaitu infrastruktur jalan, drainase, persampahan, transportasi, air bersih, dan air limbah. Untuk mendukung keefektifan fungsi lembaga tersebut, pembentukan Sekber Kartamantul telah mendapat dukungan legalitas, baik dari ketiga daerah maupun provinsi. Sekber Kartamantul ditetapkan sebagai model kerja sama antardaerah yang berhasil. Hal ini terbukti dengan penghargaan yang diperoleh dari Departemen Dalam Negeri pada Juni tahun 2003, yaitu sebagai pemenang IMP Award 2003. Menurut Haryo Sasongko (dalam Sekber Kartamantul, 2004), Sekber Kartamantul dinilai berhasil dalam menjalin kerja sama dan koordinasi antardaerah dalam satu provinsi sehingga tercapai tujuan pembangunan bersama. Selain itu menurutnya, Sekber Juga dinilai telah menerapkan asas-asas pemerintahan yang baik, seperti transparansi, akuntabilitas serta partisipatori. Kerja Sama Antardaerah Kartamantul Sektor Transportasi Kerja sama sektor transportasi bertujuan agar tercipta sinkronisasi program dan kegiatan pengelolaan prasarana dan sarana transportasi di wilayah perkotaan Yogyakarta. Sektor transportasi memiliki dukungan legalitas yang terdapat dalam Perjanjian Kerja sama Antar Pemerintah Kabupaten Bantul, Kabupaten Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2 |5
Evaluasi Keberhasilan Kerja Sama Antardaerah dalam Peningkatan Pengelolaan Infrastruktur
Sleman dan Kota Yogyakarta tentang Pengelolaan Prasarana dan Sarana Sistem Transportasi Nomor 10/Perj/Bt/2001, 08/PK.KDH/2001, 05/PK/2001. Berdasarkan Laporan Kegiatan Sekber Kartamantul sejak tahun 2004 hingga 2010, Sekber Kartamantul telah melakukan kegiatan dalam usaha meningkatkan pelayanan di bidang transportasi. Berikut ini kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Sekber Kartamantul jika diklasifikasikan menurut prasarana dan sarana yang dikerjasamakan, yaitu sebagai berikut: a)
b) c)
d) e) f)
Kesepakatan penertiban angkutan, seperti penertiban angkutan desa yang masuk ke Kota Yogyakarta, penertiban angkutan ilegal, penataan jalur angkutan, pengembangan jaringan trayek, pembinaan koperasi angkutan dan lainnya. Updating data statistik maupun perhubungan. Pengelolaan, pembangunan dan pemberdayaan terminal maupun sub terminal, termasuk diantaranya menutup sub terminal yang mengganggu lalu lintas. Pengendalian pencemaran udara melalui payung hukum. Fasilitas Park & Ride untuk mendukung layanan bus perkotaan Trans Jogja. Penanganan kemacetan di beberapa ruas jalan di perbatasan.
Bentuk Kewenangan Sekber Kartamantul Salah satu dukungan legalitas yang menjelaskan fungsi Sekber Kartamantul, yaitu Keputusan Bersama Bupati Bantul, Bupati Sleman dan Walikota Yogyakarta Nomor: 04/Perj/RT/2001, 38/Kep.KPH/2001, 03 Tahun 2001 tentang Pembentukan Sekretariat Bersama Pengelolaan Prasarana dan Sarana Perkotaan antara Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta, pada pasal 2 ditetapkan bahwa Sekber Kartamantul mempunyai fungsi penyelenggaraan usaha peningkatan kerja sama pengelolaan prasarana dan sarana di wilayah perkotaan Yogyakarta. Selanjutnya pada pasal 3 menjelaskan tugas Sekber Kartamantul, yaitu untuk membantu para pihak dalam mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, pengelolaan sarana dan prasarana di wilayah Perkortaan Yogyakarta. Penelitian membagi peran Sekber Kartamantul berdasarkan perjanjian kerja sama transportasi dalam 4 klasifikasi, yaitu peran pengawasan/monitoring dan evaluasi, peran fasilitasi, peran mediasi, dan pemberlakuan sanksi. Berikut ini analisis peran-peran tersebut berdasarkan hasil survey: a)
Pengawasan atau monitoring dalam keberjalanan implementasi program/kebijakan tidak dilakukan dengan prosedur secara khusus. Monitoring dilakukan bersama, dalam artian stakeholder terkait saling memonitoring tugas yang diberikan pada masing-masing pihak. Dalam hal evaluasi juga belum terdapat bentuk evaluasi secara khusus untuk menilai kinerja anggota pada masingmasing tim, meskipun terdapat evaluasi bagi tim operasional, khususnya evaluasi bagi tim teknis.
Analisis Penilaian Keberhasilan Kerja Sama Kartamantul Sektor Transportasi Penelitian ini mencoba mengidentifikasi keberhasilan Sekber Kartamantul melalui pendekatan sektor, khususnya sektor transportasi. Penilaian berdasarkan pengertian bahwa keberhasilan yang dimaksud adalah berhasil guna atau efektif. Untuk menelusuri keefektifan tersebut sebelumnya akan dinilai mengenai input dan proses kerja sama yang selanjutnya dinilai keefektifan kerja sama sektor transportasi melalui Sekber Kartamantul. Penilaian menggunakan kriteria Bardach (1972, dalam Patton dan Sawicky, 1986) yaitu technical feasibility. administrative operability dan political viability. Dalam penelitian ini evaluasi dilakukan secara ex-post dengan pendekatan evaluasi secara formal. 1.
Dukungan Kelembagaan
6 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2
Peran Monitoring dan Evaluasi Anggota Sekber Kartamantul
b)
Peran Fasilitasi Sekber Kartamantul Beberapa permasalahan strategis perkotaan terkait transportasi telah dibahas bersama melalui Sekber Kartamantul. Permasalahan di sektor transportasi yang muncul di perkotaan Yogyakarta dapat diajukan untuk kemudian didiskusikan bersama melalui Sekber Kartamantul. Pengusulan isu transportasi tidak hanya berasal dari SKPD
Indria Ryastra Astikawati
terkait, tetapi juga dapat diusulkan oleh masyarakat, media massa, dan stakeholder lainnya. c)
Peran Mediasi Sekber Kartamantul Pada sektor transportasi, perselisihan yang kemudian terjadi akibat kesepakatan diatur melalui Perjanjian Kerja sama Pada kenyataannya, menurut responden secara umum, perselisihan yang terjadi merupakan perselisihan yang dapat diselesaikan dan diperoleh solusi bersama. Perselisihan atau konflik yang terjadi, termasuk masalah kendala dalam impelementasi, dibahas pada agenda berikutnya sehingga diperoleh kesepakatan baru yang lebih sesuai.
d)
Pemberlakuan kesepakatan
sanksi
bagi
pelanggar
Tidak diberlakukan adanya sanksi untuk sektor transportasi. Jika ditinjau dari segi pengelolaan, maka adanya sanksi berlaku bagi sektor dengan pengelolaan di salah satu pihak atau pihak di luar anggota, dalam hal ini swasta. Sedangkan sektor yang tidak memberlakukan sanksi yaitu sektor yang mengelola jaringan yang saling berkaitan atau tidak dapat dikelola salah satu pihak. Kemampuan Staf dan Finansial Untuk melaksanakan program/kebijakan yang disepakati dibutuhkan pendanaan yang mencukupi. Dalam hal pembiayaan juga telah diatur melalui Keputusan Bersama Bupati Bantul, Bupati Sleman dan Walikota Yogyakarta Nomor: 18 Tahun 2001, 01/PK-KDH/2001, 01 Tahun 2001 tentang Kerja sama Pengelolaan Prasarana dan Sarana Perkotaan antar Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, dan Kota Yogyakarta, yaitu pada pasal 6 ayat 1 yang menetapkan bahwa segala biaya yang timbul sebagai akibat pelaksanaan keputusan bersama ini dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah masing-masingKabupaten/Kota bersangkutan dan dari sumber dana yang syah. Kebijakan/program yang disepakati, yang membutuhkan dana akan diusulkan masingmasing daerah untuk dapat dimasukkan dalam rencana APBD. Jika belum termasuk dalam rencana APBD maka diajukan pada perubahan rencana APBD. Apabila telah melewati batas
perubahan rencana APBD maka dapat diusulkan pada tahun berikutnya. Pada akhirnya ketika APBD juga tidak mampu mencukupi kebutuhan implementasi daerah masing-masing, maka dapat diusulkan untuk memperoleh dana dari provinsi atau pemerinntah pusat. Setelah proses pengusulan anggaran mencapai final, kemudian ditunjuk tenaga ahli untuk mengimplementasikan kebijakan/ program/kegiatan. Tenaga ahli yang dimaksud merupakan staf SKPD masing-masing daerah. Dalam hal ini penilaian dibatasi dengan asumsi bahwa setiap kesepakatan yang dilaksanakan tentu terdapat tenaga ahli yang memang mampu dan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) untuk menyelesaikan tugas dari masing-masing SKPD. Fasilitas Pendukung Dukungan fasilitas ditinjau dari pelayanan kerja sama Sekber Kartamantul yang memungkinkan masyarakat untuk terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Pelibatan masyarakat secara langsung tentunya melalui pertimbangan secara khusus terkait dengan dampak secara sosial, ekonomi dan lainnya, terutama yang berkaitan dengan kemungkinan kerugian yang akan dialami masyarakat tersebut. Selain pelibatan masyarakat secara langsung, penarikan aspirasi dari masyarakat juga dapat diperoleh secara tidak langsung, misalnya melalui email, telepon, media massa dan lain sebagainya. 2.
Proses Kerja Sama
Proses kerja sama Sekber Kartamantul berkaitan dengan proses penyesuaian dengan peraturan berlaku, proses berkomitmen para pelaku kebijakan dan proses yang adil bagi stakeholder terkait. Proses Penyesuaian dengan Aturan Berlaku Tahap perumusan kebijakan/program melalui diskusi Sekber Kartamantul pada dasarnya disesuaikan dengan peraturan perundangundangan maupun peraturan pemerintah. Pelibatan SKPD untuk setiap isu yang dibahas dapat dikategorikan sebagai upaya penyesuaian dengan UU, PP dan peraturan berlaku lainnya. Selain itu, masing-masing SKPD memiliki kewenangan yang juga telah diatur dalam perda masing-masing tentang tupoksi. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2 |7
Evaluasi Keberhasilan Kerja Sama Antardaerah dalam Peningkatan Pengelolaan Infrastruktur
Proses berkomitmen para pelaku kebijakan/program Telah terdapat adanya komitmen yang mendukung keberjalanan kerja sama. Beberapa hal yang mengindikasi adanya komitmen tersebut yaitu ditinjau dari peran pemimpin, potensi inisiatif dan kemampuan menjaga hubungan baik antar anggota. Dalam hal pemimpin, telah terdapat aktor yang mampu menyatukan kepentingan berbagai pihak, sehingga tercapai kesepakatan dari individu beragam kepentingan. Kemudian dalam hal potensi inisiatif, ditemukan inisiatif yang cukup, terutama dari kalangan tim teknis. Kemudian, dalam hal kemampuan menjaga Hubungan Baik Antar Anggota, dalam keberjalanannya koordinasi di Sekber Kartamantul telah berjalan dengan baik. Proses yang adil bagi setiap stakeholder terkait Proses yang adil bagi setiap stakeholder terkait merupakan proses penting untuk mencapai kesepakatan bersama. Terkait dengan prioritas pengangkatan isu/permasalahan yang diusulkan oleh SKPD masing-masing daerah tidak terdapat prioritas daerah. Dalam artian ketika Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul secara bersama mengusulkan suatu isu/permaslahan untuk dibahas, maka tidak ada pertimbangan kedaerahan untuk dapat diangkat dalam diskusi di Sekber Kartamantul. 3.
Keefektifan Kerja Sama
Penilaian didasarkan pada efektifitas, yang menurut Patton dan Sawicki (1986, p.157) merupakan ukuran terkait sejauh mana kebijakan atau program mencapai apa yang diinginkan. Capaian kebijakan atau program dapat ditinjau berdasarkan (outcome) menurut tujuan dibentuknya kerja sama transportasi. Dalam pasal 2, Perjanjian Kerja Sama antar Pemerintah Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta tentang Pengelolaan Sarana dan Prasarana Sistem Transportasi Nomor: 10/Perj/Bt/2001, 08/PK.KDH/2001, 05/PK/2001, dijelaskan bahwa tujuan dari adanya kerja sama di bidang transportasi, yaitu untuk menciptakan sinkronisasi program, kegiatan pengelolaan prasarana dan sarana transportasi di wilayah perkotaan Yogyakarta. Dukungan legalitas 8 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2
Aspek legal merupakan salah satu pendukung yang menguatkan adanya suatu perjanjian, termasuk diantaranya, yaitu perjanjian kerja sama. Dukungan legalitas kerja sama pada sektor transportasi dituangkan dalam Perjanjian Kerja sama antar Pemerintah Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta tentang Pengelolaan Sarana dan Prasarana Sistem Transportasi Nomor: 10/Perj/Bt/2001, 08/PK.KDH/2001, 05/PK/2001. Perjanjian tersebut diantaranya mengatur tentang sub atau batasan sarana prasarana yang dikerjasamakan, yaitu: 1. Jaringan transportasi jalan wilayah perkotaan, 2. Sub sistem manajemen dan rekayasa lalu lintas dan angkutan jalan yang mengatur tentang jaringan transportasi, perlengkapan jalan, fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan (parkir, trotoar dan fasilitas penyeberangan), 3. Sub sistem manajemen angkutan orang yang mengatur jaringan angkutan umum, 4. Sub sistem manajemen angkutan barang yang mengatur jaringan lintas, uji teknik dan laik jalan kendaraan bermotor, 5. Sub sistem manajemen simpul, terminal transportasi jalan yang mengatur tentang terminal angkutan penumpang, terminal angkutan barang serta pangkalan dan tempat peristirahatan kendaraan angkutan barang, 6. Sub sistem jaringan transportasi jalan rel kereta api perkotaan, 7. Sub sistem pembinaan, penyuluhan dan pengawasan yang mengatur tentang pembinaan dan penyuluhan, dan 8. Dampak lingkungan. Pertemuan untuk membahas permasalahan di bidang transportasi pada umumnya sesuai dengan batasan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari laporan kegiatan Sekber Kartamantul di bidang transportasi yang banyak membahas tentang terminal, angkutan umum, parkir, jaringan jalan dan lainnya yang sesuai dengan pokok aturan. Perjanjian kerja sama yang ada dijadikan sebagai pedoman secara umum bagi kebijakan/program/kegiatan yang menjadi kesepakatan berikutnya. Dalam keberjalanannya, program/kebijakan/kegiatan yang disepakati
Indria Ryastra Astikawati
dalam setiap agenda pertemuan tidak ditetapkan dalam bentuk surat perjanjian, tetapi hanya berupa notulensi yang dijadikan sebagai acuan pelaksanaan program/kebijakan. Meskipun demikian, notulensi tersebut menjadi tanggung jawab SKPD terkait untuk melaksanakan apa yang telah disepakati. Implementasi disepakati
program/kebijakan
yang
Beberapa kesepakatan berdasarkan Laporan Kegiatan Sekber Kartamantul sejak tahun 2004 sampai dengan 2010, khususnya terkait bidang transportasi, telah diobservasi dan dikonfirmasikan pada stakeholder terkait. Kesepakatan yang menjadi obyek observasi merupakan kesepakatan yang dapat teramati secara langsung atau secara spasial.
dibahas lebih lanjut atau sebagai pendukung kesepakatan lain dan kesepakatan sebagai final untuk ditindaklanjuti. Tabel IV.1 dan tabel IV.2 merupakan penilaian bagi kedua klasifikasi kesepakatan. Ketentuan penilaian bagi kesepakatan awal atau pendukung, yaitu ketika kesepakatan itu pada akhirnya dapat membawa pada suatu implementasi kebijakan (terlaksana). Prosentase bagi keduanya dinilai berdasarkan kesepakatan program/kebijakan yang terlaksana dibagi dengan jumlah kesepakatan. Masingmasing kesepakatan terlaksana diberi nilai 1. Kesepakatan yang diberi nilai 0.5 ketika terdapat indikasi pelaksanaan (dalam proses) tetapi terkendala. ( )
Terdapat 2 bentuk kesepakatan yaitu kesepakatan sebagai proses yang masih harus TABEL 1. Penilaian Kesepakatan Awal atau Pendukung No
Klasifikasi Kesepakatan
1 2 3
Evaluasi Updating data/informasi Pembahasan awal regulasi Pembahasan pengembangan dan 4 pembangunan Jumlah/Rata-rata
Sumber: Hasil analisis, 2013
Jumlah Kesepakatan 2 6 1
Pertemuan lanjutan 1 1
2 11
2
Terlaksana 2 6 1
Dalam Proses
% 100% 100% 100%
0.5
1
25%
9.5
1
86.36%
TABEL 2. Penilaian Kesepakatan Untuk Ditindaklanjuti No
Klasifikasi Kesepakatan
Kesepakatan penertiban angkutan, seperti penertiban angkutan desa yang masuk ke Kota Yogyakarta, penertiban 1 angkutan ilegal, penataan jalur angkutan, pengembangan jaringan trayek, pembinaan koperasi angkutan dan lainnya. Pengelolaan, pembangunan dan pemberdayaan terminal 2 maupun sub terminal, termasuk diantaranya menutup sub terminal yang mengganggu lalu lintas. 3 Pengendalian pencemaran udara melalui payung hukum. 4 Reformasi angkutan umum publik dengan Trans Jogja. 5 Fasilitas Park & Ride bagi Trans Jogja Penanganan kemacetan di beberapa ruas jalan di 6 perbatasan Jumlah/Rata-rata
Sumber: Hasil analisis, 2013
Tabel tersebut menunjukkan bahwa kesepakatan kebijakan/program di sektor transportasi yang dikerjasamakan melalui Sekber Kartamantul sebagian besar telah dilaksanakan. Jika dihitung rata-rata kedua klasifikasi, maka diperoleh nilai, yaitu sebesar
Jumlah TerKesepakatan laksana
Dalam Proses
Terkendala
%
16
16
0
0
100%
3
2
0
1
66.67 %
1 3 1
1 3 1
0 0 0
0 0 0
100% 100% 100%
1
0.5
1
1
50%
25
23.5
1
2
94%
91.66%. Hal ini mengindikasikan bahwa kerja sama di sektor transportasi terlaksana dengan efektif. Menurut stakeholder yang dikonfirmasi terkait pelaksanaan kesepakatan, sebagian besar menyatakan bahwa secara umum Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2 |9
Evaluasi Keberhasilan Kerja Sama Antardaerah dalam Peningkatan Pengelolaan Infrastruktur
kebijakan/program/kegiatan yang disepakati memang telah dilaksanakan.
telah
Kesimpulan Kerja sama sektor transportasi oleh Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul melalui Sekber Kartamantul telah mengindikasikan adanya keefektifan. Kesepakatan kebijakan telah dilaksanakan oleh SKPD terkait meskipun tidak terdapat MoU khusus bagi masing-masing kesepakatan di sektor transportasi. Hal tersebut menunjukkan adanya komitment, kesadaran, dan upaya masing-masing pemerintah daerah untuk bertanggungjawab, melaksanakan kebijakan/ program yang disepakati. Keefektifan tersebut jika ditinjau dari dukungan kelembagaan dapat diketahui bahwa dukungan kelembagaan telah memenuhi kriteria-kriteria yang dirasa mampu mendukung keefektifan kerja sama transportasi, baik dalam hal kewenangan, kemampuan pendanaan dan staf maupun dukungan fasilitas. Sedangkan dari segi proses juga telah memenuhi kriteria penilaian. Proses kerja sama transportasi yang dapat mendukung keefektifan kerja sama di sektor transportasi, terutama terkait dengan peran masing-masing aktor, dalam rangka penyesuaian dengan peraturan, saling berkomitmen dan menjaga hubungan baik. Rekomendasi Beberapa rekomendasi bagi kerja sama sektor transportasi di daerah lain berdasarkan pelajaran yang dapat diambil dari keefektifan kerja sama Kartamantul di sektor transportasi, yaitu: 1.
2.
3.
Dalam pembentukan suatu kerja sama, kesadaran akan kebutuhan bersama untuk bekerja sama merupakan kunci penting untuk meningkatkan komitmen dan kesadaran masing-masing pihak. Usulan berdasarkan kesepakatan bersama dapat mengefektifkan upaya pelaksanaan ketika kesepakatan masuk dalam rencana kerja masing-masing anggota, termasuk rencana APBD masing-masing. Adanya kendala pelaksanaan di lapangan dapat dimusyawarahkan kembali untuk memperoleh kesepakatan baru. Dalam hal ini, intensitas yang rutin untuk berdiskusi
10 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2
4.
5.
dapat mendukung koordinasi yang baik serta mengurangi ego kedaerahan. Sanksi atas pelanggaran kesepakatan kerjasama dapat diberlakukan bagi kerja sama sektoral yang dikelola oleh salah satu pihak atau pihak lain di luar anggota. Keterbukaan, transparansi dan pelibatan masyarakat baik langsung maupun tidak langsung dapat membantu mengeliminir konflik dengan masyarakat di kemudian hari.
Ucapan Terimakasih Data dan informasi mengenai kerja sama di Kawasan Perkotaan Yogyakarta melalui Sekber Kartamantul penulis peroleh dari Pemerintah Provinsi DIY, Pemerintah Kota Yogyakarta, Pemerintah Kabupaten Sleman dan Pemerintah Kabupaten Bantul. Khususnya penulis mengucapkan terimakasih kepada Bappeda Provinsi DIY, Bappeda Kabupaten Sleman, Bappeda Kota Yogyakarta, Bappeda Kabupaten Bantul, Dishubkominfo Provinsi DIY, Dishubkominfo Kabupaten Sleman, Dishub Kota Yogyakarta, Dishub Kabupaten Bantul dan Sekber Kartamantul. Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul. 19922011. Kabupaten Bantul dalam Angka (1992-2011). Yogyakarta. Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman. 19922011. Kabupaten Sleman dalam Angka (1992-2011). Yogyakarta: BPS. Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta. 19922011. Kota Yogyakarta dalam Angka (1992-2011). Yogyakarta: BPS. Dirgahayani, Puspita. 2012. Policy Elements to Upscale the Contribution of Urban Transit Initiatives on Sustainable Urban Transport: The Case of Bus Improvement Initiatives in Indonesia. Working Paper, United Nations University-Institut of Advanced Studies, No. 168. Dunn, William N. 1998. Pengantar Analisis Kebijakan Publik: Edisi Kedua. Indonesian Edition. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Fariani, Rini D. 2011. Peran Kepemimpinan dalam Kerjasama Antar Daerah (Studi Kasus: Penanganan Sampah dalam Kerjasama Kartamantul). Jurnal Tesis, Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB.
Indria Ryastra Astikawati
Goetz, Andrew R; Dempsey, Paul Stephen; dan Larson, Carl. 2002. Metropolitan Planning Organizations: Findings and Recommendations for ImprovingTransportation Planning. Oxford Journals, Oxford University Press. Publius, Vol. 32, No. 1, Federalism and Surface Transportation (Winter, 2002), pp. 87-105. Joyce, Frank. 1979. Metropolitan Development and Change. Great Britain: Saxon House, hal. 408. Keban, Yeremias T. 2005. Kerjasama Antar Daerah di Era Otonomi. Keputusan Bersama Bupati Bantul, Bupati Sleman dan Walikota Yogyakarta Nomor: 18 Tahun 2001, 01/PK.KDH/2001, dan 01 Tahun 2001 tentang Kerja Sama Pengelolaan Prasarana dan Sarana Perkotaan antar Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Krippendorff, Klaus. 1991. Content Analysis: Introduction to its Theory and Methodology. Pennsylvania: Univesity of Pennsylvania. Patton, C. V. dan Sawicki, D. S. 1986. Basic methods of policy analysis and planning. United States of America: Prentice-Hall. Perjanjian Kerjasama antar Pemerintah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul Nomor: 10/Perj/Bt/2001, 8/PK.KDH/2001, dan 04/PK/2001 tentang Pengelolaan Prasarana dan Sarana Sistem Transportasi. Purna, Sigit W. “10 Tahun Lagi Kota Yogyakarta akan Macet Total”. Tribun Jogja, Edisi Jumat, 8 Maret 2013. Diperoleh dari http://jogja.tribunnews.com/2013/03/08/ 10-tahun-lagi-kota-yogya-akan-macettotal/, pada 23 Mei 2013. Sekretariat Bersama Kartamantul. 2003-2010. Laporan Kegiatan Tahun 2003-2010. Yogyakarta. Sekretariat Bersama Kartamantul. 2004. Buletin Kartamantul: Desentralisasi Di Yogyakarta. Edisi Tahun 2004. Sekretariat Bersama Kartamantul. 2006. Bersama Mengelola Perkotaan: Kerjasama Antardaerah Kartamantul. Yogyakarta. Sutrisno, S. 2004. Joint Secretariat: a Method for Integrating Urban Management of Bordering Local Government in a New Decentralization Era in Indonesia. A
Paper presented to the 19th EAROPH World Planning and Housing Congress and Australian National Housing Conference, 19-22 September, Melbourne, Australia. Tamba, Iestin S.B. 2010. Studi Pelaksanaan Kerjasama Antar Daerah (Studi Kasus: Kerjasama Antar Daerah Sektor Persampahan di Kartamantul dan Bandung Raya). Tugas Akhir, Program Sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Warsono, Hadi. “Networking dalam Intergovernmental Management”. Dialogue: Jurnal Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik. Vol. 6, No. 1, Januari 2009.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2 |11