From Research to Community Services ITB Contribution to the Nation Competitiveness http://www.lppm.itb.ac.id/research
Evaluasi dan Rancangan Solusi Penyebab Kecelakaan Kereta Api Melalui Pemanfaatan Metodologi HFACS-IR Permasalahan kecelakaan pada moda transportasi kereta api (KA) nampaknya masih harus terus ditangani secara serius. Data PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI) pada kurun waktu 2002 – 2010 menunjukkan setidaknya 1048 kecelakaan KA (disebut dengan istilah ‘Pelanggaran Luar biasa Hebat’ atau PLH). Walaupun jumlah PLH tiap tahunnya cenderung mengalami penurunan, kecelakaan serius masih terus terjadi, bahkan hingga Tahun 2011 dan 2012. Jumlah korban nampaknya tidak mengalami penurunan yang signifikan (sekitar 200 - 300an korban/tahun), dengan proporsi korban meninggal sekitar 10-40%. Untuk itu, penting untuk dikaji apa sesungguhnya akar masalah dari berbagai PLH tersebut, dan strategi apa yang dapat dilakukan untuk meminimasi peluang terjadinya PLH. Penelitian ini merupakan suatu upaya sistematis dan komprehensif yang bertujuan untuk menggali akar masalah PLH melalui metodologi Human Factors Analysis and Classification System for Indonesian Railway (HFACS-IR). Metoda ini adalah hasil modifikasi dari suatu pendekatan investigasi kecelakaan kereta api (HFACS-Rail Road) yang telah sangat banyak digunakan, baik di berbagai negara maju maupun yang sedang berkembang.Salah satu keunggulan pendekatan ini adalah tidak digunakannya istilah human error, karena istilah ini seringkali berasosiasi dengan kesalahan personil di lapangan (masinis KA) pada suatu kecelakaan. Konsep human error diganti dan dikembangkan dengan memperhatikan berbagai aspek yang lebih luas, termasuk aspek lingkungan fisik, aspek organisasi/ manajemen, aspek pengawasan, aspek kondisi kerja masinis, serta aspek personil lapangan (termasuk masinis, penjaga wessel, pengatur perjalanan kereta api/PPKA, dll). Dengan demikian, solusi untuk mencegah terjadinya kecelakaan KA dapat dirunut sampai pada akar masalah. Strategi yang diterapkan dapat bersifat komprehensif, dan tidak hanya diarahkan pada aspek masinis semata. Pada penelitian ini, HFACS-IR digunakan untuk mengkaji tiga jenis PLH, yaitu 1) tumburan antar KA, 2) anjlok, serta 3) kecelakaan di perlintasan sebidang pada seluruh Daerah Operasi di Pulau Jawa (Daerah Operasi 1 – 8). Data PLH diperoleh dari berbagai sumber, termasuk data investigasi yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), PT. Kereta Api Indonesia (KAI), serta Direktorat Jenderal Perkeretaapian. HFACS-IR merupakan teknik analisis data yang utama, namun didukung pula oleh proses konfirmasi dalam bentuk observasi di lapangan, serta wawancara dengan para personil di lapangan. Data insiden (PLH) merujuk pada data yang tersedia sepanjang 2002-2012.
From Research to Community Services ITB Contribution to the Nation Competitiveness http://www.lppm.itb.ac.id/research
Gambar 1. HFACS Framework(Shappel, 2003). Untuk PLH berupa tumburan antar kereta api, kajian atas 11 kasus PLH menunjukkan kontribusi masinis (yang dapat dianggap sebagai pure human error) hanyalah sekitar 18%. Sebanyak 41% kejadian PLH terkait dengan kondisi kerja masinis (dan awak darat), dan 22% terkait dengan aspek pengawasan (first-line management). Hasil analisis juga menunjukkan adanya 18% faktor-faktor organisasional yang terkait dengan terjadinya suatu PLH. Hasil di atas secara jelas menunjukkan bahwa kondisi kerja yang buruk merupakan faktor yang mendominasi terjadinya tumburan. Kondisi kerja yang buruk mencakup teknologi yang kurang memadai serta lemahnya koordinasi dan komunikasi diantara sesama personil kereta api. Pada penelitian ini, lemahnya aspek pengawasan (supervisory) ditunjukkan oleh kurangnya aspek perencanaan, kebiasaan menggunakan jalan pintas, serta kebiasaan untuk tidak melakukan perbaikan atas masalah yang ada, yang kemudian berdampak pada keselamatan kereta api. Untuk PLH berupa tumburan, strategi peningkatan keselamatan perjalanan kereta api
From Research to Community Services ITB Contribution to the Nation Competitiveness http://www.lppm.itb.ac.id/research
nampaknya harus diprioritaskan pada kedua kelompok faktor di atas. Contoh pembenahan dapat mencakup evaluasi atas prosedur kerja, atau kesiapan perangkat teknologi yang tengah digunakan saat ini. Pada penelitian ini juga telah dianalisis 185 PLH berupa anjlok, dari total data sebanyak 341 kejadian anjlok. Hasil analisis menunjukkan bahwa 50% dari seluruh faktorfaktor yang terkait dengan terjadinya PLH anjlok adalah karena faktor teknologi. Permasalahan yang muncul antara lain didominasi oleh kerusakan prasarana seperti rel yang aus, rel spaten (memuai), rel gongsol, rel gompal, sambungan rel retak, skilu pada rel, bantalan lapuk, ballast yang tidak rata/tidak sesuai, tirepont yang lepas, serta wesel yang tidak terkunci. Faktor teknis lainnya adalah as patah, as panas, roda kereta pecah, boggie patah, speedometer tidak berfungsi, radio lok tidak berfungsi, pembebanan tidak merata, kelebihan beban, serta kurangnya perawatan sarana akibat tidak menggunakan suku cadang standar.
Gambar 2. Taksonomi HFACS-IR (Human Factors Analysis and Classification System for Railroad Industri). Sekitar sepertiga dari faktor-faktor penyebab anjlok terkait erat dengan aspek personil lapangan, misalnya pelanggaran batas kecepatan oleh masinis, atau kesalahan dalam proses pengaturan wesel. Disamping itu, 19% dari seluruh faktor-faktor penyebab PLH merupakan aspek pengawasan dan organisasional. Contoh dari permasalahan ini antara lain adalah proses penggandengan kereta yang tidak sesuai prosedur, kondisi prasarana yang tidak memenuhi standar, pergantian awak yang tidak sesuai jadwal, penumpang yang diperbolehkan masuk kabin masinis, pemasangan sarana (semboyan) yang tidak sesuai aturan. Begitu pun dengan
From Research to Community Services ITB Contribution to the Nation Competitiveness http://www.lppm.itb.ac.id/research
faktor organisasi dimana, ada permasalahan dalam pemberian sertifikat uji berkala, kurangnya alokasi SDM yang ditugaskan melakukan perawatan baik sarana maupun prasarana, serta kurangnya fasilitas/alat untuk melakukan perawatan. Untuk PLH anjlok, strategi yang disarankan pada penelitian ini adalah memprioritaskan aspek perawatan, khususnya rel kereta api (serta komponen teknis terkait lainnya). Hal ini tentunya memerlukan dukungan sumber daya manusia serta teknologi yang mendukung operasi perawatan.Prioritas kedua adalah memastikan bahwa masinis selalu mentaati batas kecepatan, dan mengevaluasi lebih jauh mengapa pelanggaran batas kecepatan terjadi. Dalam beberapa kasus, pelanggaran batas kecepatan terjadi karena adanya tekanan dari pihak manajemen agar kereta api dapat berangkat dan tiba tepat pada waktunya. Penelitian ini juga mengevaluasi faktor-faktor penyebab kecelakaan pada perlintasan sebidang. Untuk melengkapi informasi kecelakaan, dilakukan wawancara terhadap setidaknya 10 masinis, 8 penjaga pintu perlintasan (PJL), serta 3 orang PPKA. Disamping itu juga dilakukan pengamatan lapangan (dengan menggunakan kamera video) pada 20 titik persimpangan resmi. Hasil analisis (pada 81 kasus kecelakaan) menunjukkan bahwa pengendara kendaraan bermotor tidak sepenuhnya bersalah. Terdapat sejumlah faktor (sekitar 53%) yang merupakan faktor-faktor yang berada diluar kemampuan kendali pengendara bermotor. Sekitar 20% faktorfaktor penyebab terjadinya insiden merupakan kesalahan awak darat (misalnya penjaga pintu perlintasan terlambat menutup palang kereta) atau kondisi kerja para awak darat. Lebih dari 30% dari faktor-faktor penyebab insiden merupakan aspek manajemen dan organisasi.Setidaknya terdapat tiga personil lapangan yang terlibat pada terjadinya kecelakaan di perlintasan sebidang, yaitu PPKA, masinis KA, dan penjaga perlintasan. Koordinasi dan komunikasi yang tidak cermat diantara mereka dapat berdampak pada terjadinya kecelakaan. Strategi yang dapat diterapkan adalah dengan meningkatkan sinergi antara para pemangku kepentingan (pemerintah daerah, PT. KAI, Dirjen Perkeretaapian, dan kepolisian) dalam merancang dan mengelola perlintasan KA, serta mengedukasi dan mendisiplinkan pengendara kendaraan bermotor. Lankah berikutnya adalah peningkatan kemampuan kerjasama serta komunikasi antara PPKA, masinis, dan PJL. Hal ini perlu didukung pula oleh ketersediaan peralatan yang memadai (misalnya radio log). Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa aspek manusia (khususnya masinis) tidak dapat selalu dipersalahkan setiap terjadi suatu PLH. Penelitian ini secara tegas menunjukkan kontribusi besar dari aspek kondisi kerja, maupun aspek pengawasan dan organisasi. Untuk itu, strategi peningkatan keselamatan perjalanan kereta api haruslah bersifat menyeluruh, dan tidak semata-mata diarahkan pada awak kereta maupun awak darat. Strategi yang disarankan untuk ketiga jenis PLH adalah fokus pada aspek kondisi kerja terlebih dahulu, dan dilanjutkan dengan pembenahan pada aspek pengawasan (manajemen lini pertama). Kata kunci: Keselamatan kereta api, pelanggaran luar biasa hebat (PLH), human error, human factors analysis and classification system (HFACS). LIST OF RESEARCH OUTPUT a. Satu (1) makalah pada seminar internasional “International Conference on Ergonomics”, Kuala Lumpur, Malaysia, 2013. Judul Makalah: “Train Accidents at Level Crossings in
From Research to Community Services ITB Contribution to the Nation Competitiveness http://www.lppm.itb.ac.id/research
Indonesia – A Preliminary Study Using HFACS”, Ayu Umyati, Hardianto Iridiastadi b. Satu (1) makalah pada seminar internasional “International Seminar on Industrial Engineering and Management”, Batam, 2013. Judul Makalah: Train Derailments In Indonesia – A Study Using Human Factors Analysis and Classification System”, Citra Wanurmarahayu, Hardianto Iridiastadi c. Satu (1) draft makalah ilmiah untuk disubmit pada Jurnal Internasional “Work”, dengan judul: “Train accidents at level crossings in Indonesia: What do we know from ergonomics perspective?”, Ayu Umyati, Hardianto Iridiastadi d. Satu (1) draft makalah ilmiah untuk disubmit pada Jurnal Internasional “Occupational Ergonomics”, dengan judul: “Factors Associated With Train Derailment in Indonesia - A study using the HFACS-RR and CDM”, Citra Wanurmarahayu, Iftikar Z. Sutalaksana, Hardianto Iridiastadi HEAD OF RESEARCH TEAM : Ir. Hardianto Iridiastadi, MSIE, PhD. TEAM MEMBERS : Dr.Ir. Iftikar Z Sutalaksana; Citra Wanurmarahayu; Ayu Umyati OFFICIAL ADDRESS : Faculty of Industrial Technology, Institut Teknologi Bandung JL. Ganesha No. 10, Bandung 40132, Indonesia EMAIL :
[email protected]
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)