Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016
ISSN : 2355-9284
ESTETIKA INTERIOR BERKONSEP ETNIK PADA RESTORAN CHARMING DI SANUR - BALI Ni Luh Kadek Resi Kerdiati Dosen Program Studi Desain interior, Sekolah Tinggi Desain Bali E-mail :
[email protected]
ABSTRAK Restoran Charming terletak di daerah Sanur - Bali, merupakan sebuah bangunan komersial yang mengambil tema etnik sebagai konsep perancangan ruangnya. Hadirnya nuansa tradisi diharapkan mampu memberikan nuansa baru dalam menghindari kebosanan dari desain modern yang cendrung bersifat serba ‘bersih’, praktis, dan kaku. Melalui metode penelitian kualitatif, estetika penerapan konsep etnik kedalam perancangan interior restoran Charming dapat ditinjau melalui estetika bentuk dan ekspresi. Adapun kesimpulan yang diperoleh yaitu, estetika bentuk yang meliputi kesatuan dicapai melalui penerapan material kayu dan pemilihan warna bernuansa coklat, keseimbangan yang digunakan adalah keseimbangan asimetris melalui penataan layout fasilitas dan aksesoris ruang, aksentuasi dicapai melalui penerapan warna kontras dan artwork. Sedangkan dalam estetika ekspresi meliputi nilai lebih berupa makna, simbol, serta bentuk filosopi sebuah daerah yang disuguhkan melalui benda-benda keseniannya yang khas. Kata Kunci : Estetika, Konsep Etnik, Interior Restoran Charming
10
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016
1. PENDAHULUAN Bali merupakan sebuah pulau dengan sektor pariwisata yang menonjol, oleh karena itu pemerintah provinsi Bali mencoba untuk mengembangkan pariwisata menjadi sektor pembangunan yang berkelanjutan. Hal inilah yang melatarbelakangi adanya pengembangan pariwisata Bali berdasarkan budaya (Atmaja, 2010: 45,46). Dalam hal ini Pemerintah daerah menetapkan bahwa pariwisata Bali akan dilaksanakan dengan tetap berlandaskan pada nilai-nilai budaya dan seluruh hal tersebut diatur pada Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 2 Tahun 2012, tentang Kepariwisataan Budaya Bali. Terkait dengan adanya peraturan daerah tentang kepariwisataan daerah Bali tersebut, pada pasal 27 ayat 3b disebutkan bahwa : “Setiap pengusaha pariwisata wajib: Membangun sarana kepariwisataan dengan langgam arsitektur Bali atau sekurang-kurangnya diperindah dengan menonjolkan ciri-ciri seni budaya daerah Bali, pada tata ruang dan komponenkomponennya;” Perkembangan pariwisata berbanding lurus dengan perkembangan fasilitas didalamnya. Fasilitas yang dimaksud adalah bangunan-bangunan pendukung kegiatan pariwisata, yang salah satunya adalah bangunan restoran. Pada sebuah restoran yang merupakan jenis bangunan komersial, para pengunjung yang datang pada hakikatnya tidak hanya sekedar memenuhi fungsi makan dan minum, tetapi juga datang untuk membeli suasana (Suptandar, 1995: 143). Berdasarkan hal tersebut sudah selayaknya dilakukan pendekatan guna mencari tau minat serta
ISSN : 2355-9284
kebutuhan konsumen. Menurut Danes, daya tarik pariwisata di Bali bersumber pada keunikan budaya dan adat istiadatnya. Keberadaan hal tersebut membuat wisatawan dapat memperoleh suasana visual yang maksimal, sehingga mereka dapat mengkonfirmasi keberadaannya di Bali (Danes, 2002: 101). Hal tersebut merupakan salah satu alasan mengapa identitas Bali seringkali ditonjolkan dalam sebuah perangcangan interior pada bangunan pariwisata. Dengan terpenuhinya kebutuhan tersebut maka akan memberikan kepuasan kepada para wisatawan yang menandakan berhasilnya sebuah perancangan interior. Sejalan dengan hal tersebut maka restoran Charming yang merupakan salah satu bangunan fasilitas pariwisata yang terletak di kawasan Sanur - Bali, memilih untuk menggunakan konsep etnik sebagai konsep perancangan interiornya. Konsep etnik merupakan sebuah konsep yang mengambil atau mengadaptasi unsur-unsur tradisional dari suatu kebudayaan tertentu, kemudian dijadikan sebagai suatu tema dalam sebuah perancangan ruang. Konsep etnik yang dipilih yaitu penggabungan dua unsur kebudayaan antara Jawa dan Bali. Hadirnya nuansa tradisi tersebut diharapkan mampu memberikan nuansa baru dalam menghindari kebosanan dari desain modern yang cendrung bersifat serba ‘bersih’, praktis, dan kaku. Tujuan utama sebuah desain adalah untuk meningkatkan mutu hidup manusia, maka dari itu harus dapat memenuhi kebutuhan fungsional. Namun seiring perkembangan jaman, sebuah desain tak lagi hanya menitikberatkan pada fungsi semata. Unsur-unsur estetika juga mulai diperhitungkan, sehingga dapat terwujud kepuasan fisik dan spiritual. Berkaitan dengan hal tersebut, maka 11
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016
dalam penelitian ini pembahasan mengenai interior restoran Charming yang mengambil konsep etnik akan difokuskan kepada unsur estetikanya. 2. METODE PENELITIAN Penelitan ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu dengan melakukan survey langsung pada restoran Charming yang terletak di kawasan Sanur - Bali. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan adalah kepustakaan, melalui berbagai macam sumber pustaka yang relevan; observasi, melalui pengamatan dan pencatatan secara sistematik gejalagejala dari objek penelitian; wawancara, melalui proses tanya jawab secara lisan. Data - data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan teori estetika yang ada. 3. TINJAUAN TEORI Kata ‘estetika’ diturunkan dari kata Yunani Aisthetikos, yang berarti mengamati dengan indra. Alberti, seorang tokoh estetika mendefinisikan keindahan sehubungan dengan harmoni antar bagian-bagian. Definisi ini mengakibatkan keindahan menjadi identik dengan tingkat harmoni tertentu, bukan harmoni sebagai sebuah kondisi atau syarat bagi keindahan (Ali, 2011: 51). Berdasarkan pendapat umum, estetika diartikan sebagai suatu cabang filsafat yang memperhatikan atau berhubungan dengan gejala yang indah pada alam dan seni. (Dharsono, 2004:5). Memahami estetika sebenarnya menelaah forma seni yang kemudian disebut struktur rupa yang terdiri atas unsur desain, prinsip desain, dan asas desain (2004:100). Djelantik dalam bukunya berpendapat bahwa estetika atau keindahan meliputi keindahan alam dan keindahan buatan
ISSN : 2355-9284
manusia. Keindahan buatan pada manusia umumnya disebut dengan kesenian. Menurutnya, semua benda atau peristiwa kesenian tersebut memiliki unsur-unsur estetika didalamnya yaitu wujud atau rupa, bobot atau isi, dan penampilan atau penyajian (2008:1517). Suptandar perwujudan estetika dalam interior menyangkut berbagai elemen yang terkandung dalam seni bentuk seperti titik, garis, bidang, ruang, harmoni, komposisi, gaya, irama, ekspresionis, tekstur, patern, dimensi, warna, bayangan, dan cahaya. Seluruh elemen tersebut tidak hanya harus dapat dimengerti, namun harus dapat dihayati dan diungkapkan kembali melalui bentuk-bentuk baru yang dapat diterima masyarakat (Suptandar, 1999: 11-20). Berdasarkan beberapa definisi estetika di atas, maka dalam penelitian ini estetika akan dibahas melalui estetika bentuk (keindahan yang dapat dirasakan langsung oleh indra pengelihatan) dan estetika ekspresi (keindahan yang ditangkap tergantung pada persepsi masing-masing pengamat) . 3.1. Estetika Bentuk Estetika bentuk atau keindahan bentuk didasari oleh penerapan prinsip desain seperti kesatuan, keseimbangan, dan dominasi/aksentuasi. Penerapan estetika bentuk tersebut diwujudkan melalui kepekaan dalam memilih unsur rupa seperti bahan, bentuk, tekstur, warna dan lain-lain (Atmadjaja, 1999: 8). a. Kesatuan Kesatuan adalah efek yang dicapai dalam suatu susunan diantara hubungan unsur pendukung karya, sehingga secara keseluruhan menampilkan kesan tanggapan secara utuh (Dhar12
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016
sono, 2007: 66). Seluruh bagian atau elemen dari sebuah karya desain yang disusun harus saling mendukung, tidak ada bagian yang mengganggu atau keluar dari susunan. Tanpa adanya kesatuan, suatu karya desain akan tampak kacau tanpa ikatan. Prinsip kesatuan adalah adanya hubungan antara elemen yang disusun. Hubungan ini yang nantinya digunakan sebagai sebuah pendekatan dalam membentuk kesatuan (Sanyoto, 2010: 213). b. Keseimbangan Keseimbangan merupakan prinsip dalam komposisi yang menghindari kesan berat sebelah atas suatu bidang atau ruang yang diisi dengan unsurunsur rupa (Kusrianto,2007:38). Sejak terbentuknya kebudayaan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, keseimbangan tetap merupakan syarat estetik yang mendasar pada sebuah karya seni. Melalui keseimbangan tersebut, sebuah karya desain akan menjadi lebih indah dilihat. Jenis keseimbangan yang paling mudah dicapai adalah keseimbangan simetris, namun selain keseimbangan simetris juga terdapat keseimbangan asimetris (Djelantik, 2008: 49). Jika keseimbangan simetris atau keseimbangan formal ditandai oleh kesamaan muatan, bentuk, ukuran, warna, raut, dan tekstur antara sisi kanan dan kiri, maka keseimbangan asimetris atau keseimbangan informal merupakan jenis keseimbangan yang mana antara sisi kanan dan kiri memiliki perbedaan antara muatan, bentuk, ukuran, warna, raut, atau tekstur tetapi secara keseluruhan dapat terlihat seimbang. Penyusunan keseimbangan asimetris ini lebih sulit diciptakan karena benar-benar memerlukan perhitungan yang cermat. Jika keseimbangan simetris akan menghasilkan sebuah desain yang bersifat resmi dan statis, maka seBaliknya keseimbangan asimetris akan meng-
ISSN : 2355-9284
hasilkan sebuah desain yang lebih bersifat tidak resmi dan dinamis (Sanyoto, 2010: 242-247). c. Aksentuasi Aksentuasi, adalah sentuhan pada suatu komposisi yang kehadirannya seolah-olah dominan, proposional, dan terukur dalam komposisi tersebut. Tujuan dari dibentuknya sebuah dominasi adalah untuk dapat menarik perhatian dan menghilangkan kesan monoton (Irawan,2013:42). Sesuai prinsip keselarasan, bahwa untuk memperoleh keindahan suatu desain harus memiliki sebuah keteraturan. Namun susunan teratur tersebut dapat menimbulkan kebosanan, sehingga memerlukan adanya dominasi atau penonjolan untuk dapat memecah keberaturan, serta menjadi sebuah kejutan dalam desain (Sanyoto, 2010: 226). Selain bertujuan untuk menarik perhatian, adanya dominasi dapat memberikan ciri khas pada sebuah desain. Desain yang baik selayaknya memiliki sebuah dominasi untuk menarik perhatian. Terdapat beberapa cara untuk menciptakan sebuah dominasi diantaranya yaitu melalui tekstur, bentuk, warna, ukuran, maupun tata letak. Dengan menggunakan seluruh unsur artistik serta prinsip desain untuk menciptakan sebuah dominasi, maka dapat dihasilkan sebuah wujud desain yang merupakan satu kesatuan yang utuh (Dharsono, 2004: 121,122). 3.2. Estetika Ekspresi Estetika ekspresi dapat dihasilkan melalui adanya keindahan bentuk dan dapat dirasakan melalui persepsi masing-masing pengamat. Keindahan ekspresi mampu menjadi citra sebuah karya desain melalui adanya karakter dan gaya yang digunakan. Karakter dapat merupakan suasana, kesan, ekspresi fungsi, ekspresi struktur dan 13
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016
mampu mengekspresikan kegiatan dalam bangunan. Sedangkan gaya sebagai salah satu penentu keindahan ekspresi merupakan cara merancang secara berbeda dengan yang lain. Penerapan gaya dapat ditentukan oleh pemakaian bahan bangunan, penerapan detail sesuai tema dan lain-lain (Atmadjaja, 1999: 9). 4. ANALISA 4.1. Estetika Bentuk Secara sederhana, estetika bentuk dapat dikatakan sebagai sebuah keindahan yang dapat dirasakan secara langsung melalui indra pengelihatan. Adapun pembahasan tentang estetika bentuk terkait penerapan konsep etnik pada interior restoran Charming yaitu sebagai berikut : a. Kesatuan Pada restoran Charming, kesatuan dibentuk melalui hubungan warna dan jenis material kayu yang digunakan. Sebagai sebuah perancangan interior yang mengusung konsep etnik, penggunaan material kayu dirasa tepat untuk menonjolkan kesan tradisional. Kesan tradisional tersebut diperkuat dengan finishing antik yang digunakan pada kayu pembentuk plafon, lantai, fasilitas dan aksesoris ruang.
ISSN : 2355-9284
Gambar 2. Material lantai (Foto: Dokumen peneliti, 2013)
Gambar di atas adalah penerapan material kayu pada plafon dan lantai. Pada lantai, penggunaan material kayu dipadukan dengan material keramik. Pemilihan kayunya pun memanfaatkan potongan-potongan kayu yang posisinya disusun sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah pola yang unik. Sedangkan pada plafon ekspos, finishing kayu dibuat gelap untuk menciptakan kesatuan warna dengan aksen lantai. Dalam penerapannya, sering kali penggunaan material kayu dan batu pada interior tradisional menimbulkan kesan yang gelap dan suram. Guna menyiasati hal tersebut, maka diperlukan bukaan ruang yang cukup agar sinar matahari dapat masuk (Serial Rumah: 50 Inspirasi Ruang Tamu: 10).
Gambar 3. Penggunaan material kayu pada fasilitas dan tiang struktur bangunan (Foto: Dokumen peneliti, 2013) Gambar 1. Material plafon (Foto: Dokumen peneliti, 2013)
Material kayu tidak hanya digunakan pada plafon dan lantai. Hampir seluruh fasilitas di restoran ini menggunakan kayu sebagai material utama. Namun, untuk menghindari kesan monoton, warna kayu dibuat menjadi lebih muda. Walaupun menggunakan jenis 14
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016
warna yang berbeda, namun secara keseluruhan masih mampu menciptakan sebuah kesatuan visual melalui penerapan warna coklat tersebut. Coklat merupakan sebuah warna dengan karakter hangat. Karakter hangat tersebut mampu menghadirkan suasana nyaman, mengundang, serta memberikan kesan etnik. (Serial Rumah, 2008:40).
ISSN : 2355-9284
pintu tradisional khas Jawa dan Bali sebagai dinding partisi sekaligus sebagai aksesoris ruang (gambar 5). Bangunan restoran Charming memang merupakan jenis bangunan terbuka yang dibeberapa sisi bangunannya tidak terdapat dinding permanen. Oleh karena itu, beberapa artwork yang ada juga dimanfaatkan sebagai pembentuk ruang, selain difungsikan sebagai benda dekorasi. Sedangkan pada sisi sebaliknya yaitu sisi utara bangunan, variasi artwork pintu tradisional tetap digunakan namun dengan bentuk pemasangan yang berbeda. Pintu tradisional tersebut dipasang secara permanen pada dinding bangunan, dengan jumlah yang lebih sedikit (gambar 6).
Gambar 4. Artwork bernuansa tradisi (Foto: Dokumen peneliti, 2013)
Salah satu hal yang dilakukan untuk mewujudkan kesatuan ruang pada perancangan interior restoran Charming ini adalah dengan menggunakan elemen-elemen bernuansa tradisi. Elemen tradisi yang dimaksud berupa ornamen ukiran pada fasilitas, artwork, dan jenis lampu yang digunakan. Elemen-elemen tradisi tersebut menciptakan sebuah kesatuan suasana ruang sekaligus menjadi pengikat dan memperkuat kesan entik yang ingin dimunculkan. c. Keseimbangan Dalam perancangan interior restoran Charming, jenis keseimbangan yang digunakan adalah keseimbangan asimetris. Hal tersebut jelas terlihat dalam penataan furniture dan artwork pada layout bangunan tersebut. Di sisi selatan, daya tarik ruang difokuskan pada penggunaan beberapa model
Gambar 5. Sisi selatan restoran (Foto: Dokumen peneliti, 2013)
Gambar 6. Sisi utara restoran (Foto: Dokumen peneliti, 2013)
Selain pada penggunaan artwork pintu tradisional, keseimbangan asimetris dalam ruangan ini juga terbentuk melalui penataan fasilitas. Restoran Charming menggunakan beberapa jenis meja dan kursi makan dengan model dan jenis finishing yang berbeda, dengan penataan menggunakan pola menyebar. Keuntungan menggunakan pola ini dalam penataan 15
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016
ISSN : 2355-9284
layout ruang adalah ruangan terasa lebih dinamis dan tidak kaku. Namun dilain sisi penerapan pola ini juga miliki kelemahan, yaitu membuat jalur sirkulasi menjadi kurang jelas.
Gambar 8. Aksentuasi melalui penerapan warna merah pada dinding (Foto: Dokumen peneliti, 2013)
Gambar 7. Jenis fasilitas (Foto: Dokumen peneliti, 2013)
c. Aksentuasi Aksentuasi atau penonjolan pada perancangan interior restoran Charming jelas terlihat pada penerapan warna merah pada salah satu dinding di bangunan ini (gambar 8). Interior bangunan ini menggunakan warna dominan coklat yang merupakan warna alami dari material kayu yang digunakan. Munculnya aksen warna merah pada sudut ruangan memberikan variasi unik yang cukup menarik perhatian, sehingga suasana ruang menjadi tidak membosankan. Warna merah dan coklat dapat disebut sebagai warna analog atau senada. Di mana perpaduan warna tersebut dapat berkesan berani namun tetap harmonis (Serial Rumah: Kombinasi Warna. 2008:18-19). Selain itu warna merah, dan coklat sangat cocok diterapkan pada ruang makan, karena warnawarna terang dan hangat tersebut mampu merangsang sistem saraf secara otomatis, sehingga dapat meningkatkan selera makan. (Darmaprawira . 2002: 141).
Tidak hanya memanfaatkan aksen warna yang mecolok, aksentuasi pada ruang juga dicapai melalui penempatan sebuah artwork yang menonjol pada bagian depan bangunan. Artwork ini memiliki bentuk lingkaran dengan bahan kayu solid, keberadaannya cukup menarik perhatian saat pertama kali memasuki bangunan restoran Charming ini. Pola lingkaran yang digunakan pada bentuk artwork ini dapat memberikan kesan lemah gemulai, serta memberikan asosiasi gerakan yang lincah dengan karakter indah, luwes dan dinamis (Sanyoto, 2010: 96). Menurut Sanyoto, salah satu persyaratan sebuah aksentuasi adalah mampu menarik perhatian melalui perbedaan bentuk, warna, tekstur, bahan maupun ukuran (Sanyoto, 2010: 228). Maka dengan demikian berdasarkan penjelasan di atas, restoran Charming menciptakan sebuah aksen-tuasi melalui penerapan warna, bentuk dan ukuran elemen ruangnya.
16
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016
Gambar 9. Aksentuasi melalui penempatan artwork yang menonjol (Foto: Dokumen peneliti, 2013)
4.2. Estetika Ekspresi Pada interior restoran Charming, estetika ekspresi dapat dirasakan melalui kesan tradisi dari perpaduan etnik Jawa dan Bali. Menurut penelusuran beberapa sumber, Jawa dan Bali memiliki ciri khas karakteristik tersendiri. Dalam interior rumah beradat Jawa, konsep keindahan diwujudkan melalui visualisasi sebuah rumah yang dapat difungsikan sebagai sebuah wadah kegiatan yang mampu menjaga hubungan antara sesama dalam kecocokan, karena mengacu pada prinsip rukun dan keselarasan sosial. Selain itu sebuah hunian harus mampu mencerminkan pribadi yang ramah tamah bagi penghuninya dan memberikan perasaan tentram, yang dalam hal ini tercermin melalui bentuk rumah yang terbuka menyatu dengan alam (Sunarmi, 2007: 2). Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan kareakteristik budaya Bali yang bersifat dinamis, terbuka, dan fleksibel (Tim Bali Post, 2004: 40). Selain bersifat dinamis dan terbuka, konsep hunian Bali umumnya mengandung unsur ornamental, simbolis dan bercorak Hindu. Sedangkan untuk material, lebih cendrung menggunakan bahan-bahan alami yang mengandung ciri khas Bali. Ciri khas sebuah ruangan berkonsep etnik umumnya terlihat jelas melalui penerapan ornamen didalamnya. Ornamen yang dimaksud dapat
ISSN : 2355-9284
berupa benda-benda kerajianan seni, maupun ragam hias berupa motif ukiran. Ragam hias merupakan sebuah pelengkap rasa estetik yang diwujudkan kedalam bentuk visual. Toekio dalam Ardana menyebutkan bahwa, ragam hias pada suatu benda digunakan untuk memperindah dan memperanggun suatu karya. Bahkan beberapa diantaranya memiliki nilai simbolik atau makna tertentu (Toekio dalam Ardana, 2013: 71). Di Bali hampir seluruh benda kesenian selalu berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat bersama dengan kebudayaannya. Hasil kerajinan tangan yang umumnya digunakan dalam berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari, digunakan pula untuk menunjang aktivitas ritual keagamaan (Raharja, Bali Post. 26 Mei 1996). Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan, di dalamnya akan selalu terkandung nilai luhur budaya Bali, terutama nilai estetika yang bersumber dari agama Hindu. Estetika Hindu yang dimaksud adalah merupakan cara pandang mengenai keindahan yang didasari oleh nilai-nilai agama Hindu berdasarkan ajaran kitab suci Weda. Sejak awal fungsi seni memang digunakan sebagai media spiritual. Dari fungsi spiritual kemudian berkembang menjadi fungsi kesenian, dan kemudian terus berlanjut hingga zaman modern. Sejalan dengan pemaparan mengenai karakteristik konsep etnik Jawa dan Bali di atas, restoran Charming menterjemahkan konsep etnik tersebut melalui sistem bangunan yang terbuka dan sangat memaksimalkan penghawaan serta pencahayaan alami.
17
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016
ISSN : 2355-9284
ngunan umum, salah satunya pada restoran Charming. Penerapan tedung tersebut dikombinasikan dengan beberapa artwork patung bernuansa tradisional dan beberapa pencahayaan, sehingga mampu menciptakan sebuah desain yang dramatis.
Gambar 10. Konsep bangunan terbuka (Foto: Dokumen peneliti, 2013)
Pada gambar 10 dapat terlihat bahwa bangunan restoran Charming merupakan jenis bangunan tradisional dengan material kayu dan plafon ekspos. Hampir tidak ada sekat pada area makan, hanya beberapa artwork berukuran besar digunakan sebagai pembatas antara satua area dengan area lain. Kondisi penataan tersebut membuat para pengunjung dapat lebih nyaman menikmati suasana diluar bangunan dan dapat memberikan kesan yang lebih ramah. Selain pada bentuk bangunan, restoran ini juga banyak memanfaatkan benda-benda kesenian yang pada awalnya memiliki nilai simbolis sebagai sebuah benda ritual. Salah satu contohnya yaitu penggunaan tedung atau payung Bali sebagai benda dekorasi eksterior. Tedung yang merupakan salah satu benda kesenian yang memiliki fungsi religius dalam kehidupan masyarakat Bali. Kemunculannya dikarenakan adanya kebutuhan akan sarana pelengkap upacara serta adanya sebuah simbol kebesaran. Awalnya tedung hanya dipergunakan pada tempat suci atau puri, namun perkembangan zaman menyebabkan terjadinya perluasan fungsi pada tedung tersebut, sehingga kini tedung juga banyak digunakan sebagai salah satu benda dekorasi pada bangunan-ba-
Gambar 11. Tedung sebagai hiasan eksterior (Foto: Dokumen peneliti, 2013)
Gambar 12. Hiasan patung pada eksterior (Foto: Dokumen peneliti, 2013)
Penerapan konsep etnik yang digabungkan dengan unsur-unsur modern memang merupakan sebuah proses penciptaan sesuatu dengan pola lama namun dengan teknik yang berbeda. Nilai-nilai tradisi yang dianggap potensial kemudian diangkat kembali, untuk selanjutnya dimanipulasi dengan cara menggeser, mengubah, dan atau memutarbalikkan makna yang telah ada. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengurangi bagian yang dianggap tidak penting, pengubahan bentuk dari bentuk asal, perubahan arah suatu elemen dari pola atau tatanan dasarnya, atau perubahan letak atau posisi elemen di dalam model referensi sehingga menjadi tidak seperti model awalnya (Ikhwanuddin, 2005: 93). Seluruh hal tersebut bertujuan untuk menyajikan sebuah nilai-nilai keindahan tradisi dalam bentuk penataan ruang yang unik. Namun untuk mewujudkan hal 18
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016
tersebut, terdapat unsur-unsur tertentu dalam kesenian tradisional tersebut yang dikorbankan. Salah satunya adalah memudarnya nilai-nilai kesakralan akibat adanya pergeseran fungsi dan perkembangan bentuk. KESIMPULAN Pemaparan di atas telah memberikan sedikit gambaran bahwa penerapan konsep etnik pada restoran Charming tercipta melalui prinsipprinsip desain seperti kesatuan, keseimbangan, dan aksentuasi. Prinsip kesatuan dicapai melalui penerapan material kayu dan pemilihan warna bernuansa coklat pada elemen interior; Keseimbangan yang digunakan adalah jenis keseimbangan asimetris. Bentuk keseimbangan ini terbentuk melalui penataan layout fasilitas dan aksesoris ruang. Keunggulan dari penerepan jenis keseimbangan ini adalah penataan menjadi lebih dinamis dan tidak kaku; Selain kesatuan dan keseimbangan, pada interior restoran Charming juga terdapat sebuah aksentuasi. Aksentuasi ini terlihat pada penerapan warna merah yang sangat kontras dengan suasana ruang dan penerapan sebuah artwork yang sangat mendominasi pada bagian depan bangunan. Tidak hanya memberikan keindahan melalui prinsip-prinsip desain seperti kesatuan, keseimbangan dan dominasi ruang. Pemilihan konsep etnik tersebut juga memberikan nilai lebih berupa makna, simbol, serta bentuk filosopi sebuah daerah yang disuguhkan melalui benda-benda keseniannya yang khas. Melalui penerapan konsep etnik ini, para pengunjung atau pengguna ruang seolah diajak untuk ikut mengenal lebih jauh kesenian daerah yang digunakan sebagai tema konsep etnik ini, yaitu Jawa dan Bali. Khususnya bagi sebuah bangunan pariwisata, penerapan konsep etnik ini
ISSN : 2355-9284
dapat menjadi sebuah media pengenalan budaya Indosesia bagi dunia luar. Penerapan konsep etnik yang dipadukan kedalam bangunan modern pada restoran Charming di daerah Sanur Bali ini cukup membuktikan bahwa, seni tradisional Indonesia mampu menyesuaikan diri dengan modernisasi. Pada akhirnya, seni tradisional tidak selalu muncul dalam bentuk murni, sering kali akan terjadi sebuah transformasi dengan munculnya bentuk-bentuk baru sebagai bagian dalam proses integrasi dan modernisasi. DAFTAR PUSTAKA Ardana, Dewa Putu. Keben di Banjar Tanggahan Peken, Bangli: Perspektif Kajian Seni. Tesis. Institut Seni Indonesia Denpasar. Denpasar, 2013. Atmadjaja, Jolanda Srisusan & Meydian Sartika Dewi. Estetika Bentuk. Jakarta: Gunadarma, 1999. Atmaja, Jiwa. dkk. Pariwisata Berkelanjutan Dalam Pusaran Krisis Global. Denpasar: Udayana University, 2010. Danes, Popo. Arsitektur Bali: Dari Kosmik ke Modern. Dalam Ramsayer, Urs & I Gusti Raka Panji Tisna. (eds). Bali Dalam Dua Dunia. Bali: Meta Mera Book, 2002 ( hal. 100-119). Dharsono, Sony Kartika. Estetika. Bandung: Rekayasa Sains, 2007. Djelantik. Estetika Sebuah Pengantar. Jakarta: MSPI, 2008. Ikhwanuddin. Menggali Postmodernisme
Pemikiran dalam 19
Jurnal Desain Interior Vol.III/ No. 1/ Tahun 2016
ISSN : 2355-9284
Arsitektur. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2005. Irawan, Bambang & Priscilla Tamara. Dasar-Dasar Desain. Jakarta: Griya Kreasi, 2013. Kusrianto, Adi. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Andi, 2007. Peraturan Daerah Provinsi Bali. No. 2 Tahun 2012. Tentang Kepariwisataan Budaya Bali. “Sentuhan Etnik pada Ruang Tamu” Majalah Serial Rumah: 50 Inspirasi Ruang Tamu.Cetakan ke-1 Juni 2008. Hal.10-11. “Kombinasi Analog Harmonis” Majalah Serial Rumah: Kombinasi Warna. Cetakan ke3 April 2008. Hal.18-19. Sunarmi. Karakteristik Interior Rumah Tradisional Jawa di Surakarta : Kajian Estetik Menurut Budaya Jawa Dalam Upaya Menggali dan Mengembangkan NilaiNilai Tradisi Budaya Jawa. Surakarta: ISI Surakarta, 2007. Suptandar, J. Pamudji. Pengantar Mata Kuliah Desain Interior: Untuk Mahasiswa Arsitek dan Desainer. Jakarta: Trisakti, 1995. ___________________. Desain Interior: Pengantar Merencana Interior Untuk Mahasiswa Desain dan Arsitektur. Jakarta: Djambatan, 1999. Tim Bali Post. Ajeg Bali Sebuah CitaCita. Denpasar: Bali Post, 2004.
20