Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Ekonomi Bayangan Dalam Novel Pulang Karya Tere Liye Berdasarkan Teori Konspirasi Andika Hendra Mustaqim Bahasa Inggris ABA BSI Jakarta Jl. Salemba Tengah No. 45. Jakarta Pusat
[email protected]
ABSTRACT The aim of this research is explore the shadow economy in the Pulang which written by Tere Liye. The novel is analyzed by using content analysis to find evidence and criticism on shadow economy and conspiracy. The research finds shadow economy is the main theme of the novel. Tere Liye defines very clearly the shadow economy and conveys to the reader that the shadow economy has become part of the world community, especially Indonesia. Not only that, the shadow economy has also taken root. Moreover, conspiracy became focus on the novel, From the beginning of the novel, conspiration will destroy and seize power Tong Family. Bashir is first conspirator.Based on the conspiracy theory, the researcher found the real conspirator in the novel was Bujang because Bujang acquired the Tong family. He also wants to take over leadership of the Tong family. Keywords: Shadow Economy, Pulang, Tere Liye, Conspiracy Theory
I.
PENDAHULUAN
Tere Liye menjadi salah satu novelis paling produktif di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Dia selalu rajin mengeluarkan novel barunya secara konsisten. Pulang merupakan novel karya Tere Liye yang dirilis pada 2015. Novel itu senada dengan tema novel yang pernah ditulis Tere Liye, seperti Negara Para Bedebah. Kisah tentang kebobrokan suatu bangsa. Berbeda dengan Negeri Para Bedebah, Tere Liye menghadirkan Pulang dengan dengan sentuhan kental konspirasi. Tema konspirasi dalam dunia sastra merupakan hal yang lazim. Namun umumnya novel itu berlatar politik atau keagamaan. Khusus konspirasi yang bersentuhan dengan organisasi di ranah yang ilegal juga sudah lazim. Novel Pulang yang ditulis Tere Liye yang menganggkat ekonomi bayangan atau disebut shadow economy memang bukan hal baru. Tapi Tere Liye mampu mengemasnya dengan apik dengan penguatan pada tokoh utama dan alur cerita khasnya yaitu masa kinimasa lalu-masa kini-masa lalu. Ekonomi bayangan sebenarnya merupakan hal yang ada di sekitar manusia. Hal yang paling umum adalah perdagangan
ISSN 2086-6151
narkotika yang sudah menghantui masyarakat. Itu salah satu bentuk ekonomi bayangan. Paling populer adalah perjudian online yang digandrungi sebagian kecil masyarakat itu juga menjadi bagian dari ekonomi bayangan. Selain dunia hitam, secara umum, ekonomi bayangan itu sebenarnya segala aktivitas transaksi ekonomi yang tidak tercatat oleh pemerintah. Novel Pulang karya Tere Liye menyajikan kisah ekonomi bayangan yang sama pada persepsi sebagian masyarakat Indonesia. Kelompok terorganisir yang menguasai dunia hitam dan bertranformasi menjadi kekuatan ekonomi yang besar serta mampu mendikte kekuatan politik. Cerita yang sudah lazim bagi para penggemar novel tentang mafia. Yang membedakan karya Tere Liye dan lainnya adalah kekuatan ceritanya dan kekuatan penokohannya yang mendalam dan menyentuh. Konspirasi juga menjadi tema yang unik dalam sebuah cerita. Banyak yang tak terduga. Mengungkapkan sesuatu yang tersembunyi. Menyibar tabir dan menjadikan hal itu sebagai hal yang enak diikuti dan menegangkan. Baik novel atau film tentang konspirasi selalu diminati di
1
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
pasaran. Demikian juga Pulang yang menawarkan konsep konspirasi. Novel Pulang karya Tere Liye menyajikan konspirasi cerita yang memang sudah ditebak dalam cerita tentang penguasa dunia hitam. Di sana ada pengkhianatan, perebutan kekuasaan, hingga persaingan untuk menjadi nomer satu. Ternyata pengkhianatan lebih diutamakan Tere Liye dalam novel itu. Kisahnya pun bisa ditebak. Baik ekonomi bayangan dan konspirasi merupakan dua hal yang saling berkaitan. Keduanya saling mengisi sebagai satu kesatuan cerita yang menarik dalam Pulang. Itu yang menginspirasi peneliti untuk membedah dalam sudut pandang kritik sastra tentang ekonomi bayangan dengan sudut pandang teori konspirasi. Perlu diketahui kalau kritik sastra memainkan peranan yang sangat penting dalam dunia sastra di Indonesia. Novel bukan karya sempurna yang tidak bisa dikritik. Penulis juga bukan manusia sempurna yang tidak mau mendengarkan kritik dari kritikus sastra. Baik kritik sastra dan novel saling mendukung untuk menghidupkan dunia sastra. Dengan melalui kritik sastra tentang ekonomi bayangan pada novel Pulang ini akan memberikan pemahaman mendalam tentang isi dan bagaimana persepsi multidisiplin memainkan peranan penting dalam pembangunan sastra di Indonesia. Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, peneliti mengambil judul penelitian “Ekonomi Bayangan dalam Novel Pulang Karya Tere Leye Berdasarkan Teori Konspirasi”. Dengan demikian, pertanyaan penelitian yang difokuskan peneliti adalah (1) bagaimana ekonomi bayangan dalam novel Pulang karya Tere Liye? (2) bagaimana teori konspirasi di dalam novel Pulang karya Tere Liye berkaitan dengan ekonomi bayangan? II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ekonomi Bayangan Ekonomi bayangan identik dengan dunia hitam. Memang itu benar. Tetapi sebenarnya ekonomi bayangan itu menyangkut segala aktivitas ekonomi yang tidak tercatat pemerintah. Ekonomi bayangan menjadi isu yang hangat karena adanya perspektif kalau ekonomi itu menyangkut kepentingan rakyat, bukan hanya kepentingan pemerintah.
2
Ekonomi bayangan yang dikemukakan Smith (1994: 18) dalam Scheider, Buehn, dan Montenegro (2011:11) dijelaskan adalah pasar berdasarkan produksi barang dan jasa di mana apakah itu legal atau ilegal yang bertujuan untuk menghindari deteksi dari para pejabat untuk menentukan Pendapatan Domestik Bruto. Indikator ekonomi bayangan bisa dideteksi paling umum dengan indikator keuangan di mana mereka umumnya menggunakan uang tunai dalam transaksi (Scheider, Buehn, dan Montenegro, 2011:16) Dengan begitu, ekonomi bayangan merupakan segala produksi dan jasa di suatu negara yang diluar pantauan otoritas. Itu bertujuan untuk kepentingan pribadi dan memiliki tujuan untuk mengeruk keuntungan lebih tanpa mematuhi prosedur yang ada. Yang perlu digarisbawahi kalau ekonomi bayangan itu meliputi tindakan yang legal dan ilegal di suatu negara bisa jadi aktivitasnya bukan perbuatan melanggar hukum hanya tidak tercatat di otoritas resmi. Scheider, Buehn, dan Montenegro (2011:11) mengungkapkan ciri-ciri ekonomi berkembang luas karena beberapa faktor: (1) menghindari pembayaran pendapatan, nilai lebih atau pajak; (2) menghindari pembayaran kontribusi keamanan sosial; (3) menghindari pemenenuhi standar pasar pekerja legal, seperti upah minium, jam kerja maksimal, dan standar keselamatan; (4) menghindari prosedur administrasi, seperti menyesuaikan kuesioner statitik dan pola administrasi lainnya. Dengan demikian, ternyata ekonomi bayangan merupakan kegiatan ilegal yang dikendalikan oleh suatu organisasi yang terstruktur dan memiliki pola kerja yang rapi. Mereka bergerak massif dan melibatkan banyak orang dengan nilai keuntungan yang berlipatganda. Menurut Schneider dan Enste (2002:1-2) ekonomi bayangan merupakan kejahatan yang terjadi nyata dan berkembangan di seluruh dunia. Faktanya, itu berdampak merusak sistem masyarakat dan menimbulkan dampak yang sangat serius. Pertama, ekonomi bayangan berdampak terhadap statistik pemerintahan seperti pengangguran, angkatan kerja, pendapatan dan konsumsi menjadi tidak nyata. Akhirnya, kebijakan dan program berdasarkan data statistik pun tidak sesuai.
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Kedua, pertumbuhan ekonomi bayangan menciptakan lingkatan destruktif. Semua transaksi dalam ekonomi bayangan menghindari pajak, itu mengakibatkan pendapatan negara sangat rendah. Ketiga, pertumbuhan ekonomi bayangan membuat pekerja asing dan domestik tidak mendapatkan insentif dari pemerintah. Ekonomi bayangan juga memiliki dampak kepada bisnis, seperti dikemukakan Williams (2014:5), yang menjatakan itu bisa menyebabkan keuntungan kompetitif tidak adil bagi operasional bisnis, menyebabkan budaya tidak adanya ketaaatn kepada regulasi karena perdagangan tidak tercatat. Bagi pengusaha, menurut Williams (2014:6) ekonomi bayangan berdampak serius karena mereka tidak bisa mendapatkan akses modal untuk mengembangkan bisnis, tidak bisa menarik pelanggan baru, bisninya tidak masuk radar otoritas, bisa mendapatkan hak intelektual dari inovasi proses dan produk, dan tidak mendapatkan dukungan bisnis yang legal. Menurut William (2014:6), ekonomi bayangan juga berdampak serius terhadap pekerja, karena mereka tidak mendapatkan hak, tidak mendapatkan akses untuk mendapatkan gaji minimum, tidak berhak untuk mendapatkan pensiun, tidak mendapatkan jaminan kesehatan, dan tidak mendapatkan kredit dari pemerintah. Selanjutnya, Williams (2014:7) memaparkan ekonomi bayangan juga memberikan dampak buruk bagi pemerintah, karena pendapatan bagi negara berkurang karena tidak ada pajak, kohensi sosial akan berkurang, dan tidak ada kontrol kualitas pelayanan pekerjaan. Ternyata ekonomi bayangan memiliki banyak sekali dampak bagi masyarakat dan pemerintah. Itu membuat iklim perekonomian suatu negara menjadi tidak sehat. Suatu negara dengan tingkat ekonomi bayangan yang tinggi akan membuat pertumbuhan ekonominya akan bergerak semakin pelan dan tidak akan memajukan masyarakat. Bagaimana dengan indikator ekonomi bayangan di Indonesia? Scheider dan Enste (2013:43) menyebut Indonesia pada peringkat ke 11 dalam jajarangan negara berkembang. Berdasarkan datang tahun 1999 mencapai 19,3% dan pada 2006 mencapai 19,1% dengan rata-rata 19,5%. Angka itu didasarkan prosesentase PDB dengan perhitungan model MIMIC yang digunakan untuk menganalisis 162 negara
ISSN 2086-6151
di seluruh negara. Di Indonesia, menurut Schneider dan Enste (2013:49) menyatakan sebanyak 36,7 orang terlibatb dalam aktivitas ekonomi bayangan atau sebanyak 37,4% dari angkatan kerja. Ternyata Indonesia menempati urutan yang cukup tinggi dalam ekonomi bayangan. Itu menunjukkan masih banyak pergerakan ekonomi tidak dipantau pemerintah. Itu bisa disebabkan karena pemerintah tidak berupaya maksimal menjangkau pergerakan ekonomi di masyarakat karena kekurangan sumber daya. Di sisi lain, bisa jadi, masyarakat memang menghindari pemerintah karena hanya menarik pajak dan tidak memberikan kepedulian dan perhatian. B. Teori Konspirasi Konspirasi dan manusia merupakan dua yang tak bisa dipisahkan. Apa yang terjadi pada manusia pada dasarnya adalah berkaitan dengan konspirasi. Bayangkan saja, mulai dari harga bahan pokok hingga situasi politik yang mempengaruhi kehidupan manusia juga merupakan hasil konspirasi. Ketika konspirasi sudah memasuki sendi-sendi kehidupan manusia, maka hanya kepentingan orang yang berkuasa saja yang mengendalikan manusia. Menurut Byford (2011:3), tidak ada peristiwa signifikan di dunia yang berdiri sendiri. Semuanya merupakan bagian dari konspirasi, mulai dari hasil pemilu, krisis ekonomi, kematian tokoh masyarakat, serangan teroris, bencana alam, kecelakaan pesawat, pembunuhan tokoh politik, konflik militer, pademi flu. Mulai dari jurnalis hingga kritikus dapat dengan mudah menggunakan teori konspirasi untuk melihat segala sesuatu di seluruh pelosok dunia, dari Rusia hingga Indonesia, dari Amerika Serikat hingga Afrika Selatan (Byford, 2011:3). Dengan demikian, manusia tidak bisa melepaskan dari konspirasi. Bisa jadi, seluruh manusia di dunia juga adalah korban konspirasi. Ketika menjadi korban, manusia hanya menjadi penonton. Itulah yang salah. Terkadang, manusia juga bisa membuat konspirasi, meskipun dalam skala kecil. Tentunya tak semua konspirasi itu dibuat untuk maksud kejahatan, banyak juga konspirasi yang dibuat untuk kebaikan. Caody (2006:1) mengungkapkan dua hal yang esensial dalam konspirasi. Pertama konspirasi melibat sekelompok agen yang bertindak bersama-sama. Tidak mungkin
3
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
konspirasi dilaksanakan sendirian. Kedua, konspirasi dilakukan secara rahasia. Tidak ada konspirasi yang dilakukan terbuka. Dengan begitu, konspirasi merupakan tindakan sekelompok agen secara bersamasama dan dilaksanakan secara rahasia. Menurut Wisnicki (2008:3) mengutip pendapat Pipes (1999:20-22) bahwa teori konspirasi dibagi menjadi dua yakni remeh temeh dan dunia. Konspirasi remen temeh terbatas ambisi, meskipun memiliki konsekuensi yang cukup berbahaya. Sedangkan konspirasi dunia melibatkan kekuatan global dan mampu menganggu kehidupan manusia. Kalau konspirasi remeh temeh itu tidak terbatas dan terjadi dalam segala bentuk kehidupan sosial dan terjadi di semua tempat. Sedangkan konspirasi dunia itu mampu menjadi produk pada abad tertentu. Khusus untuk konspirasi dunia, terdapat tiga elemen pusat yakni, kekuatan, setan, dan kelompok rahasia yang ingin menghegemoni dunia. Jesse Walker (2013) mengembangkan lima jenis teori konspirasi berdasarkan kajian tipologi sejarah. Pertama, musuh yang berasal dari luar (enemy outside) di mana itu berdasarkan konspirasi yang dimobilisasi dari luar komunitas dan bertujuan menghancurkan. Kedua, musuh yang berasal dari dalam (enemy within) di mana konspirator berasal dari dalam suatu bangsa atau komunitas, biasanya berasal dari masyarakat biasa. Ketiga, musuh yang berasal dari atas atau pemerintah (enemy above) di mana konspirator merupakan orang yang memiliki kekuasaan untuk memanipulasi sistem untuk tujuan dan kepentingan mereka. Keempat, musuh yang berasal dari bawah atau masyarakat kelas bawah (enemy below) di mana kelas bawah siap menggugat atau membalikan tatanan sosial. Kelima, konspirasi penuh kebijakan (benevolent conspiracies) di mana kekuatan malaikat bekerja di belakang layar untuk memperbaiki dunia dan membantu masyarakat. Barkun (2003:6) membagi tiga jenis konspirasi. Pertama, konspirasi peristiwa di mana pihak yang bertanggungjawab dalam konspirasi ini sangat terbatas, hanya terjadi pada serangkaian peristiwa saja. Kekuatan konspiratornya juga memiliki energi yang terbatas, tetapi sesuai dengan target. Kedua, konspirasi sistemik. Pada tingkatan ini konspirasi memiliki tingkatan yang lebih
4
luas, misalnya untuk mengamankan kontrol terhadap suatu negara atau di seluruh dunia. Ketiga, konspirasi super di mana ini dikonstruksikan untuk melaksanakan serangkaian konspirasi yang saling terkait dan memiliki hierarki tertentu. Dengan beragam jenis konspirasi tersebut menunjukkan kalau konspirasi itu berkembang dari sesuatu yang sederhana dan bisa menjadi hal yang sangat kompleks dan rumit. Itu tentunya dipengaruhi berbagai faktor sehingga konspirasi juga menimbulkan dampak yang nyata dan bisa dirasakan oleh semua kalangan. Konspirasi juga berkaitan dengan permainan jangka pendek hingga jangka panjang tergantung dengan tujuan dan target yang dimainkan. III. METODE PENELITIAN Pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Sedangkan, metode penelitian yang digunakan penelitian ini adalah analisis isi. Dipilihnya isi karena penelitian ini lebih mengutamakan pendekatan konten di dalam novel. A. Proses Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, data yang digunakan oleh penulis adalah novel Pulang karya Tere Liye. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penentuan sampel dengan tujuan tertentu sesuai dengan fokus utama penelitian yakni ekonomi bayangan dengan sentuhan teori konspirasi. B. Analisis Data Dengan data yang telah terkumpul, langkah selanjutnya adalah analisis. Analisis itu berdasarkan dengan pertanyaan penelitian. Berdasarkan dengan teori yang telah dipelajari tentang ekonomi bayangan, analisis dimulai dengan menjawab pertanyaan tentang ekonomi bayangan pada novel Pulang karya Tere Liye. Analisis ekonomi bayangan bukan hanya sekedar mengupas tentang struktur. Tetapi dalam bagaimana novel itu dianalisis berdasarkan teori konspirasi. C. Penafsiran dan Penarikan Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis, selanjutnya adalah penafsiran dan penarikan kesimpulan. Adapun penafsiran itu berdasarkan teori ekonomi bayangan dan konspirasi yang menjadi patokan dalam menganalisis. Hasil dari penafsiran tetap mengaju pada teori yang telah ada.
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Sedangkan arah dan tujuan penafsiran bertujuan untuk menganalisis novel Pulang karya Tere Liye dalam pendekatan sastra. Selanjutnya, setelah penafsiran adalah penarikan kesimpulan. Di mana penarikan kesimpulan tidak boleh dari menyimpang dari kerangka penelitian yang telah ditentukan yakni ekonomi bayangan dan teori konspirasi. Nantinya, hasil penarikan kesimpulan akan menjadi referensi dan rekomendasi bagi penelitian lanjutan dalam bidang ekonomi dan sastra serta kajian multidisiplin. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekonomi Bayangan dalam Novel Pulang Karya Tere Liye Shadow economy menjadi tema utama dalah novel Pulang karya Tere liye. Dengan berprofesi sebagai akuntan, Tere Liye tentunya memiliki pengetahuan tentang shadow economy yang tidak diterjemahkan menjadi ekonomi bayangan pada novel tersebut. Dibandingkan dengan novel-novel lainnya, novel Pulang ini memang terkesan cukup berat dengan mengambil tema tentang shadow economy. Tapi dirasa novel itu bertujuan untuk membuka mata pembaca novel Indonesia tentang sebenarnya sekelompok orang yang menguasai ekonomi Indonesia meskipun itu disampaikan dengan cerita. 1. Ekonomi Bayangan Kuasai Sendi Ekonomi Negara Tere Liye mendefinisikan shadow economy dengan sangat jelas pada novel Pulang. Tidak melalui penggambaran atau pun mengimajinasikan dengan sesuatu yang rumit, tetapi definisi itu dijelaskan dengan jelas melalui tokoh utama bernama Bujang atau lazim dijuluki “Si Babi Hutan”. Definisi itu disampaikan Bujang saat bertemu dengan calon presiden yang menggunakan baju berkemeja putih. Terkesan penyampaiannya Bujang terkesan angkuh dan somboh di depan calon pemimpin. Ada kesan Bujang tidak menghamba kepada pemimpin itu, tetapi sebaliknya. “Shadow economy adalah ekonomi yang berjalan di ruang hitam, di bawah meja. Oleh karena itu, orangorang menyebutnya black market, underground economy, kita tidak sedang berbicara tentang perdagangan obat-obatan narkoba, atau prostitusi, judi dan sebagaianya. Itu adalah masa lalu shadow
ISSN 2086-6151
economy, ketika mereka hanya menjadi kecoa haram dan menjijikkan dalam sistem ekonomu dunia. Hari ini, kita bicara tentang pencucian uang, pedagangan senjata, transportasi, properti, minyak bumi, valas, pasar modal, retail, teknologi mutakhir, hingga penemuan dunia medis yang tak ternilai, yang semuanya dikenalikan oleh instutitusi pasar gelap. Kami tidak dikenali oleh masyarakat, tidak terdaftar di pemerintah, dan jelas tidak diliput media massal seperti yang Anda nikmati setiap hari. Bukankah kemanapun, wartawan berbondongbondong memotret Anda? Kami tidak. Kami berdiri di balik bayangan. Menatap semua sandiwara kehidupan orang-orang.” (Liye, 2015:30) Tere Liye memberikan difinisi tentang ekonomi bayangan dengan gamblang. Seolah-olah dia menganggap pembaca tidak mengetahui apa itu ekonomi bayangan. Difinisi seperti itu memang tidak salah. Pasalnya, dia sangat memahami siapa pembaca utama novelnya, yakni remaja sekolah yang belum memiliki pengalaman dan pengetahuan yang mumpuni tentang ekonomi bayangan. Padahal, definisi ekonomi bayangan sebenarnya bisa diperoleh dari kisah yang disampaikan dalam novel itu. “Pertanyaan menariknya adalah seberapa besar shadow economy? Jawabannya di luar imajinasi siapa pun. Beberapa pakar ekonomi menaksir nilai shadow economy setara 18-20% GDP dunia.” (Liye, 2015:30) Tere Liye ingin menyampaikan kepada pembaca kalau ekonomi bayangan telah menjadi bagian keseharian masyarakat dunia, khususnya Indonesia. Bukan hanya itu, ekonomi bayangan juga telah mengakar. Karena itu, ekonomi bayangan seolah-olah hal yang biasa. Namun kebanyakan orang tidak mengetahui. “Kami hanya butuh tiga bulan saja untuk mengumpulkan uang uang setara dengan kekayaan seratus orang. Dan bicara soal kepalsuan, aku beritahu rahasia kecil. Seperempat daftar ini adalah orangorang kepanjangan tangan kami. Mereka seolah memiliki bisnis penerbangan besar, bisnis properti
5
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
raksasa, pabrik rokok, perbankan, tapi sebenarnya kamilah penguasanya. Kami yang menggelontorkan milaran dolar sebagai modal. Mereka seperti boneka, digerakkan dari jauh tanpa terlihat.” (Liye, 2015:31) Terkesan kalau novel Pulang ingin memberikan wacana yang sangat jelas kepada pembaca. Jangan terkejut dengan banyak orang kaya di dunia atau pun di Indonesia. Orang kaya itu adalah kaki tangan para penguasa ekonomi bayangan. Mereka tidak terlihat, tetapi kekayaan mereka tampaknya dikuasai orang lain, padahal bukan miliknya. Para penguasa ekonomi bayangan menjadi para miliarder itu sebagai boneka semata. Penguasa sejati di dunia ini sebenarnya adalah penguasa ekonomi bayangan. Ekonomi bayangan memang menjadi hantu di berbagai negara di dunia. Itu yang ingin disampaikan oleh Bujang melalui obrolannya dengan calon presiden berbaju kemeja putih. Tak bisa disangkal kalau ekonomi bayangan menjadi sendi-sendi perekonomian bangsa, termasuk Indonesia. Namun banyak orang yang tidak menyadari hal itu. Itulah yang ingin disampaikan Tere Liye. “Satu dari empat kapal di perairan negeri ini adalah milik keluarga penguasa shadow economy. Satu dari enam properti penting negeri ini adalah milik shadow economy. Bahakan satu dari dua belas lembar pakaian, satu di antara delepan telepon genggam, atau satu di antara sembilan website adalah milik jaringan organisasi shadow economy. Kami bagai gurita, menguasai hampir seluruh aspek ekonomi. Ada lebih empat ratus juta tenaga kerja yang bekerja di ekonomi hitam seluruh dunia. Sepuluh juta di antaranya ada di negeri ini.” (Tere Liye, 2015:31) Lagi-lagi Tere Liye menyampaikan gambaran tentang ekonomi bayangan dengan sangat vulgar. Seperti definisi yang tertera pada buku teks ada sekolah dasar. Apakah yang disampaikan Tere Liye itu benar? Bisa jadi benar. Bisa jadi itu hanya sekedar fiksi. Tetapi Tere Liye ingin menunjukkan kepada pembaca kalau penguasa ekonomi bayangan itu memang telah menguasai perekonomian Indonesia.
6
Perlu diketahui kalau ekonomi bayangan itu sebenarnya transaksi ekonomi yang tidak dicatat oleh pemerintah. Dan itu ternyata sangat luas. Buktinya, ketika seseorang pergi ke tukang cukur di bawah pohon, tak ada transaksi penggunaan jasa itu tercatat oleh pemerintah. Itu termasuk kategori ekonomi bayangan. Bisa jadi, tidak ada pemerintahan di dunia yang tidak menghadapi problematika ekonomi bayangan. “Kami bukan preman di terminal. Kami bukan anjing penggertak.” Tere Liye (2015:34) Namun, bukan secara umum ekonomi bayangan yang dimasuk Tere Liye dalam novelnya. Dia lebih fokus ekonomi bayangan pada organisasi terstruktur yang mengendalikan perekonomian di bawah meja dan tidak ada transaksi resmi. Bisa dikatakan, ekonomi bayangan yang difokuskan pada novel Pulang adalah mafia. Pasalnya, di situ diceritakan tentang tukang pukul, pelabuhan, dan saling serang antar kelompok. Mafia memang menjadi bagian paling signifikan pada ekonomi bayangan. 2.
Calon Presiden dan Ekonomi Bayangan Menurut penulis, pernyampaikan tentang seluk beluk ekonomi bayangan yang disampaikan oleh Bujang kepada calon presiden berbaju putih itu sangat tidak masuk akal. Seolah-olah, si Bujang adalah penguasa dan segala-segalanya. Tidak ada sopan santun dengan orang baru yang baru dikenal. Penulis menganggap kisah tentang Bujang bertemu dengan calon presiden sangat tidak masuk akal. “Kami ada di mana-mana, Bapak Calon Presiden, jangan pernah main-main dengan kami. Jangan ganggu kami, maka kami tidak akan menganggu Anda....,” (Tere Liye, 2015:34) Apalagi, seorang calon presiden tidak mengetahui tentang ekonomi bayangan merupakan hal yang tidak masuk akal. Dia pastinya memiliki penasehat dan pendamping yang memberikan gambaran tentang situasi dan kondisi perekonomian di Indonesia. Si calon presiden tak perlu mendapatkan nasehat berlebihan apalagi bernada ancaman. Siapapun yang mencalonkan diri sebagai presiden, mereka pasti memiliki latar belakang dan seluk beluk risiko yang akan dihadapi dan dijalaninya.
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Orang berkemeja putih lengan panjang terduduk di atas kursi, mengembuskan napas. Ia meraih perlahan kartu nama berwarna putih di atas meja jati, membaca namaku di atasnya, “Si Babi Hutan,” dengan empat angka di bawahnya. Nomor telepon genggamku. (Tere Liye, 2015:36) Banyak hal yang menggelitik dan menggugah tentang peran orang-orang dalam lingkaran ekonomi hitam dalam pemerintahan. Memang itu diakui, meskipun penelitian tentang hal itu sangat minim. Tapi faktanya memang ada. Dan menjadi hal yang menggelitik adalah ancaman dari Bujang kepada si calon presiden berkemeja putih. Banyak pertanyaan yang mengganjal saat menganalisis Pulang. Pertama, siapa Bujang kenapa dia harus mengancam si calon presiden? Kedua, kenapa Bujang harus mengancam, bukannya dia harus mendekati si calon pemegang kekuasaan? Ketiga, kenapa tidak ada respons dari si calon presiden seolah-olah ekonomi bayangan bukan hal penting? Keempat, apakah benar penguasa ekonomi bayangan mampu menggulingkan pemerintahan berdasarkan kajian sejarah? Pertanyaan itu hanya sekedar pertanyaan yang ada di benak peneliti. Pertanyaan itu termasuk hal-hal yang tidak masuk dalam cerita tersebut. Keganjilan itu sangat logis karena berkaitan dengan nalar tentang dunia ekonomi bayangan. Meskipun Pulang tetap sebagai novel. Tetapi cerita fiksi juga merepresentasikan kisah di masyarakat, bukan hanya sekedar khayalan si novelis semata. Pertama dan kedua, ancaman bukan pendekatan yang tepat kepada calon penguasa. Dalam dunia hitam, uang adalah segalanya. Apalagi calon presiden membutuhkan dana banyak untuk kampanye. Pemberian bantuan dana bisa hal yang masuk akal dibandingkan sekedar ancaman. Tidak ada kejelasan mengenal hal itu. Semuanya dibiarkan mengambang. Ternyata tidak ada sikap yang ingin ditunjukkan Tere Liye dalam novelnya itu. Ketiga, si calon presiden juga tidak banyak memberikan argument sehingga seolah-olah tidak mengetahui apa itu ekonomi bayangan. Sangat tidak masuk akal jika calon pemimpin tidak mengetahui hal itu. Seharusnya ada respons, misalnya marah, tidak mau didikte atau menerima apa adanya. Tapi ada kesan mengambang
ISSN 2086-6151
seolah-olah Tere Liye tak mau bersikap karena ingin dianggap netral. Keempat, belum ada penelitian atau kajian keterlibatan dalam para penguasa ekonomi bayangan itu menggulingkan pemerintahan. Kalau konspirasi penggulingan kekuasaan biasanya melihat agen asing yang memiliki kepentingan. Kalau sekelas penguasa ekonomi bayangan mungkin saja, tetapi itu perlu dibuktikan melalui kaian penelitian yang kuat dan komprehensif. 3. Struktur Penguasa Ekonomi Bayangan Penguasa ekonomi bayangan yang diceritakan di Pulang adalah Keluarga Tong. Mereka mengawali kekuasaan dari ibu kota provinsi, kemudian pindah ke ibu kota negara. Selanjutnya, mereka memiliki jaringan internasional. Mereka dipimpin Tauke Besar. Bujang adalah anak angka Tauke Besar yang juga berposisi sebagai jagal nomer satu. Dikarenakan bernama keluarga, maka struktur kepemimpinan organisasi ekonomi bayangan juga berdasarkan kesetiaan dan loyalitas kepada si pemimpin tertinggi. “Di Keluarga Tong, aku tidak masuk dalam struktur organisasi karena posisiku adalah jagal nomor satu. Aku kaki tangan langsung Tauke Besar. Tugasku spesial, yakni penyelesai konflik tingkat tinggi. Jika Basyir atau Parwez mengalami kesulitan – karena tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan negoisasi ala Pawez – aku turun tangan. Atau jika Tauke Besar punya masalah dengan kolega, pemerintah, atau musuh, aku yang mengurusnya sebelum menjadi serius.” (Tere Liye, 2015:71) Meskipun pada tataran atas dikelola berdasarkan kedekatan keluarga, organisasi ekonomi bayangan berbentuk organisasi yang sangat rapi. Itu layaknya organisasi modern. Mereka mengikuti perkembangan zaman dan teknologi. Bukan hanya organisasi yang terdiri dari tukang jagal semata. Mereka mampu bertransformasi. Keluarga Tong bertransformasi secara luar biasa selama dua puluh tahun terakhir. Dengan anggota ribuan orang, kami menggunakan jasa konsultan strategi manajemen kelas dunia untuk membentuk organisasi yang ramping, efisien, dan efektif. Hierarki kekuasaan disusun dengan cermat. Tugas dan tanggung jawab ditentukan secara akurat. Ini mempercepat penyelesaian isu dan semua masalah lapangan, termausk siapa yang akan
7
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
memperoleh penghargaan dan siapa yang akan dihukum. Kami bahkan menggunakan aplikasi komputer paling mutakhir dalam mengelola seluruh anggota rumah. (Tere liye, 2015:57) Transformasi itu diwujudkan dalam beberapa hal. Mereka melakukan ekspansi bisnis secara normal, itu sebagai bentuk pencucian uang. Mereka memiliki perusahaan yang tercatat di bursa efek. Mereka memiliki bank yang menarik dana masyarakat. Mereka juga memiliki berbagai proyek pembangunan properti yang tersebar. Itu menunjukkan kalau penguasa ekonomi bayangan juga menjadi bagian tak terpisahkan pada pembangunan. Saat itu, Keluarga Tong rakus sekali membeli tanah untuk membangun perkantoran, pusat perbelanjaan, apartemen dan kompleks rumah mewah. (Tere Liye, 2015:167) Kemudian, seperti diungkapkan salah satu karakter dalam novel Pulang, Tauke Besar menjelaskan bagaimana bentuk transformasi organisasi tersebut. “Tidak semua dilakukan dengan kekerasan, Kopong. Kita bukan lagi sekelas pencuri jalanan. Lagipula dengan merampok bank, berapa puluh miliar yang akan kita dapat? Mansur membutuhkan puluhan triliun. (Tere Liye, 2015: 167-168) Meskipun bentuk organisasi tetap modern, aromanya tetap tidak jauh darah. Darah menjadi penentuan dan segala bentuk kebijakan yang menyangkut organisasi di dunia hitam. Siapa yang paling berani berkorban darah, maka dia akan menang. Siapa yang mampu menimbulkan banyak pertempuran berdarah, maka dia juga akan menang. Pengorbanan darah menjadi simbol kekuatan mereka. Karena itu, mereka pasti memiliki tukang jagal dan pengawal yang siap berkorban karena bisnis mereka identik harus diwujudkan dengan darah. “Kita hidup di dunia hitam, Bujang. Penyerbuan adalah hal yang lumrah, hampir setiap hari terjadi. Tidak ada yang menarik untuk dibahas. Satu-duta dilakukan secara jantan, yakni kau menantang secara terbuka orang lain untuk berkelahi. Lebih banyak lagi dilakukan secara licik.” Kopong mengangkat bahu. (Tere Liye, 2015:142) Keluarga Tong bukan hanya bergerak pada tataran lokal dan nasional. Mereka juga memiliki jaringan internasional. Jaringan itu memudahkan mereka ketika menghadapi masalah di luar negeri. Itu juga menjadi eksistensi mereka dalam perputaran dunia hitam.
8
“Kami adalah organisasi raksasa, tersambung dengan keluarga-keluarga besar yang mengendalikan dunia hitam di seluruh dunia. Satu rezim pemerintahan mengancam, itu berarti ancaman bagi seluruh dunia.... Pertemuan diadakan di Hong Kong. Kesepakatan diambil, kolega luar negeri kami merancang kejatuhan nilai tukar uang, membombardir transaksi valas. .... Anda mungkin hanya tahu itu krisis moneter, tidak pernah tahu jika ada organisasi besar beroperasi di belakangnya.” (Tere Liye, 2015:34). Dalam Pulang diceritakan Keluarga Tong merupakan penguasa utama ekonomi bayangan di Indonesia. Sayangnya tidak diceritakan bagaimana mereka menjadi nomer satu. Tidak ada penjelasan hal itu. Padahal itu yang ditunggu karena ketika suatu kelompok kejahatan berproses menjadi yang terbesar dipasti memiliki pertarungan dan persaingan dengan organisasi lain di ibu kota yang seru. Di novel itu tidak ada. Yang ada hanya petarungan di tingkat lokal atau ibu kota provinsi. Kemudian, Keluarga Tong pindah dari ibu kota provinsi ke ibu kota negara. Tere Liye terlalu fokus pada Bujang, tokoh utama dalam novel Pulang. Itu mengakibatkan banyak insiden dan peristiwa yang seharus melingkari Bujang menjadi sirna. Proses transformasi juga tidak digambarkan dengen jelas. Akhirnya, Pulang terkesan hanya sekedar bercerita tentang Bujang saja. Tidak bercerita yang mendalam tentang struktur dan proses transformasi organisasi ekonomi bayangan. Ternyata ekonomi bayangan tetap hanya menjadi bumbu penyedap saja. 4.
Kegalauan dan Gegundahan Hati Para Penguasa Ekonomi Bayangan Harta dan kekuasaan bukan segalanya dalam kehidupan di dunia. Itulah pesan yang ingin disampaikan Tere Liye dalam novel Pulang. Dia ingin menunjukkan kalau orang yang bergelimang harta belum tentu bahagia. Orang yang mendapatkan kekuasaan di dunia belum tentu mendapatkan makna kebahagiaan yang sejati. Itu dikarenakan kebahagiaan itu terletak pada hati. Dan hati tidak bisa ditipu dengan kekuasaan dan harta. Kekosongan hati sangat terlihat dan ditonjolkan oleh tokoh utama dalam novel itu yakni Bujang. Dididik di keluarga yang kontras di mana ayahnya adalah mantan tukang jagal dan ibunya merupakan
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
keturunan orang yang paham agama, ternyata menjadikan Bujang menjadi pribadi dengan kepribadian yang keras. Kepribadian yang jauh dari agam itu disebabkan karena latar belakang dan masa lalu. Semenjak kecil, ayah Bujang selalu menyiksa putra satu-satunya ketika Bujang belajar mengaji. Tapi ibunya tetap mengajari Bujang tentang agama. Ibunya tetap menanamkan nilai agama. Karena ibunya tahu suatu hari nanti, putranya juga akan kembali kepada agamanya. Dia tahu kalau menanamkan nilai-nilai Tuhan itu akan membangkit jiwa anaknya nanti, bukan saat itu. Bapak sering memukulku jika aku melanggar peraturannya, apalagi saat mengetahui aku belajar mengaji pada Mamak, ilmu agam dari Tuanku Imam. Pernah dia menangkap bahasah aku sedang belajar adzan. Tak pelak, dia langsung berteriak marah bagai babi terluka. Bapak lantas memecut punggungku dengan rotan berkali-kali, membuat Mamak hanya bisa menangis menyaksikannya. (Tere Liye, 2015:240-241) Bapaknya Bujang memang ingin mendidik anaknya menjauhi agama. Bagi dia, agama tidak akan membantu dalam kehidupannya. Tapi pemaksaan itu menurut penulis, terkesan dipaksakan. Itu tidak sesuai dengan mitos kalau pencuri saja tidak menginginkan anaknya menjadi pencuri. Tapi Tere Liye memang ingin menghadirkan konsep cerita yang lain. Di mana bapaknya Bujang menginginkan putranya menjadi seperti dirinya, seorang jagal. Tentunya itu kontradiksi dengan kebiasaan di masyarakat di mana seorang penjahat tidak ingin menjadi keturunan menjadi penjahat. Kebencian bapaknya Bujang terhadap agama sangat nampak pada novel ini. Kebencian yang sangat berlebihan. Itu dikarenakan faktor masa lalunya. Tetapi kebencian itu sangat menyiksa dan memberikan pelajaran serta pengalaman yang terpatri pada hati dan otaknya. Aku juga pernah dihukum berdiri di luar rumah panggung semalaman. Hujan turun deras membuat tubuhku menggigil kedinginan, namun tetap semili daun pintu pun dibuka untukku, hanya karena Bapak menemukanku sedang membaca buku belajar shalat yang diberikan Mamak. Buku itu pun dibakar Bapak. Tapi benarlah kata orang, meski semua hal itu adalah kenangan
ISSN 2086-6151
menyakitkan, kita baru merasa kehilangan setelah sesuatu itu telah benar-benar pergi, tidak akan mungkin kembali lagi. (Tere Liye, 2015:241) Kemudian, selepas meninggalkan kedua orang tuanya, Bujang bersama Keluarga Tong justru menjauhkan dari agama. Di sana Bujang merasakan kegundahan yang teramat pedih. Hatinya kosong karena tidak ada sentuhan spiritualitas. Hanya kesibukan dunia semata yang mewarnai kehidupan. Apalagi dia juga bersentuhan dengan dunia hitam. Agam, kembalilah. Pulanglah kepada Tuhanmu. Aku tahu kau tidak pernah menyentuh setetes pun minuman keras dan tidak mengunyah sepotong pun daging babi dan semua yang diharamkan oleh agama. Perutmu bersih, itulah cara mamak kau menjagamu agar tetap dekat saat panggulan untuk pulang telah tiba. Kau bisa melakukannya, karena kau adalah keturunan dua orang yang sangat penting di masa lalu. Kakek dari kakekmu adalah Tuanku Imam Agam, syahid, kakek pejuang melawan penjajah Belanda. Satu lagi adalah perewa masyhur yang kemudian menentap di kampung kita. Dia memang punya masa lalu hitam, tetapi dia kembali, menunjukkan bahwa semua orang bisa berubah.” (Tere Liye, 2015:341) Bagaimanapun ketika seseorang pernah bersentuhan dengan spiritualitas, kemudian dia meninggalkannya, ada kerinduan sentuhan spiritualitas. Kerinduan itu disebabkan karena setiap manusia pasti membutuhkan Tuhan. Siapapun yang menjauhi Tuhan, pasti Tuhan akan mendekatinya. Tuhan tidak sombong, hanya manusia sajalah yang sombong. Ternyata momen itu terus berulang adalah ketika Bujang mendengarkan lantunan suara azan. Hatinya terasa gemetar. Jiwanya bergolak. Azan yang dulu sering didengarnya ternyata berulang kali menggugah jiwanya dan menyiram hatinya. Suara azan Subuh mampu mengingatkan Bujang tentang sesuatu yang kurang dalam hidupnya. Kekurangan itu adalah spiritualitas. Adzan Shubuh terdengar dari masjid dekat markas Keluarga Tong, suaranya sayup-sayup tiba di kamarku. Aku tergugu, ingat dulu Mamak sering mengajariku
9
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
mengaji, juga mengajariku mengumandangkan adzan. Meski aku tidak pernah melakukannya – karena di talang jangkan masjid, langgar pun tak ada. Pun kalau ada, Bapak akan memukulku tanpa ampun jika tahu aku belajar agama. Bapak benci sekali jika tahu aku belajar segala sesuatu yang menyangkut Tuanku Imam. (Tere Liye, 2015:193) Selanjutnya, kegundahan hati Bujang menemui titik terang ketika bertemu dengan Tuanku Imam, lelaki berjubah putih yang ternyata adalah pamannya ternyata semakin meneguhkan keimanannya. Berbagai nasehat kalau Bujang adalah keturunan perpaduan dari keluarga ulama dan jagal nomer satu mampu menggugah jiwanya. “...Bapak kau memberikan seluruh surat-surat dari Kopong, memintaku membacanya. Dan di penghujung hajatnya, dia bilang agar aku menjagamu, setidaknya mengawasimu dari kejauhan. Aku mengangguk, menerima wasita itu....” (Tere Liye, 2015:321) Ternyata sosok guru yang ditampilkan dalam Pulang menunjukkan kalau dia telah menjalin ikatan dengan Keluarga Tong. Namun Bujang tidak menyadarinya. Guru itu tetap memiliki misi untuk jangka panjang bagi Bujang. Untuk menjalankan misi itu, guru juga tidak menyerah. Dia menunggu momen yang tepat. Ketika momen itu datang, dia tak pernah meninggalkan sedetik pun momen itu. Bagaimanapun banyak nasehat dari Tuanku Imam itu mampu embuka mata hati Bujang. Ketika seseorang tertutup hatinya, maka diperlukan tokoh yang mampu mendekatinya dan menyentuhkan. Tentunya pendekatan itu tidak bisa dilaksanakam secara frontal. Tapi perlahan-lahan. Ternyata itu membuat Bujang tersentuh. Itu juga membuat dirinya berpikir. Berpikir untuk kembali kepada agamanya. “Rebut kembali kekuasaan Keluarga Tong! Kau ditakdirkan memimpin keluarga itu dan mengubah haluannya.” (Tere Liye, 2015:341) “Kau punya kesempatan yang sama, Nak. Pagi ini, sambil menatap matahari terbit, kau bisa menafsirkan ulang seluruh pemahaman hidupmu. Menerjemahkan kembali keberanianmu. Apakah kau Bujang? Apakah kau Si Babi Hutan? Apakah kamu Agam? Atau kau akan lahir dengan sosok baru? Rebut kembali markas Keluarga Tong, kau berhak mewarisinya dari Tauke Besar, Jangan ragu
10
walau sejengkal, jangan takut walau sebenang. Majulah Nak.” (Tere Liye, 2015: 344) Memang, sosok guru memang menjadi identitas dari banyak novel yang ditulis Tere Liye. Dia selalu menghadirkan sosok guru yang menjadi sosok yang menginspirasi. Guru itu dipastikan sosok yang mampu menyadarkan dan membenahi kehidupan tokoh utama. Sosok itu pun dihadirkan Tere Liye dalam novel Pulang. Tuanku Imam adalah guru yang mampu menjadi inspirasi bagi Bujang. Tere Liye mengajarkan kalau semua orang agar memiliki guru yang mengajar kebaikan. Guru yang mampu memberikan pencerahan kepada semua muridnya. Guru yang mampu memberikan panduan agama yang benar dan menjadikan manusia selalu berada di jalan yang lurus. Jadilah guru yang baik. Itu juga menjadi pesan yang ingin disampaikan Tere Liye. Semua orang seharusnya saling menasehati satu sama lain. Tidak boleh membiarkan. Minimal, mendoakan. Itu juga yang dilakukan oleh Tuanku Imam. Kesabaran menjadi jati dirinya bagaimana dia berpuluh-puluhan tahun menunggu momen yang tepat untuk mengembalikan Bujang ke jalan yang benar. Dan ketika waktu itu tiba, Tuan Imam memberikan motivasi. B. Konspirasi dalam Ekonomi Bayangan pada Novel Pulang Karya Tere Liye Dunia ekonomi bayangan, khususnya dunia hitam, tidak lepas dari konspirasi. Novel Pulang juga merupakan salah satu novel Tere Liye yang mencoba menghadirkan konspirasi dalam kisah dan cerita. Konspirasi yang ingin ditekankan Tere Liye adalah bagaimana upaya perebutan kekuasaan di Keluarga Tong. Dunia hitam selalu identik dengan konspirasi. Kesiagaan terhadap konspirasi menjadikan para penguasa di dunia ekonomi bayangan harus selalu waspada dan tidak boleh lengah. Konspirasi yang menyangkut di dunia ekonomi bayangan adalah pengkhianatan. 1. Konspirasi Balas Dendam Basyir Dari awal membaca Pulang, semua akan memprediksi siapa yang akan berkonspirasi untuk menghancurkan dan merebut kekuasaan Keluarga Tong. Sebenarnya cukup sulit memprediksi. Namun, ternyata justru Basyir yang
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
dipercaya Tauke Besar sebagai kepala tukang jagal. Cukup rapi Tere Liye menyimpan sosok Basyir dalam novel itu. Tokoh yang selaku mengucapkan salam kepada Bujang. Karakter yang dekat rengan Bujang Namun ternyata Basyir mampu menyimpan segala rencana yang telah disusunnya dengan rapi. Bahkan, Bujang dan Tauku Besar juga percaya kepada Basyir. “Basyir tadi malam melaporkan kemungkinan itu. Mereka diam-diam telah meletakkan orang-orang mereka di keluarga kita. Di perusahaan, di pelabuhan, di rumah ini, di mana-mana. Satu di antaranya adalah letnan, sudah dieksekusi tadi pagi.” (Tere Liye, 2015: 64) Justru karena kepercayaan itu membuat Basyir dengan mudah menyusun konspirasi. Basyir adalah sosok konspirator yang secara tersurat ditampilkan sebagai orang yang bersalah dan bertanggung jawab untuk merebut Keluarga Tong. Dengan dalih balas dendam dan ikatan keluargaan dengan nenek moyangnya, Basyir ingin menggulingkan Tauke Besar. Dengan bantuan penguasa keluarga ekonomi bauangan dari Makau, Basyir berusaha mewujudkan ambisinya untuk bertarung. “Kenapa dia menyerang kelompok Arab yang berpuluh tahun hidup damai mengurus pabrik tekstil hanya untuk memuaskan ide gilanya tentang menguasai seluruh Kota Provinsi? Keluargaku bukan bangsat atau bajian, mereka hanya kebetulan tinggal di sana, berbaur di kampung Arab. Malam itu, puluhan tukang pukul Keluarga Tong datang menyerang membabi-buta, menghancurkn apapun yang ada di sana. Rumah keluarga terbakar, ayah dan ibuku mati terpanggang....” (Tere Liye, 2015: 287) “Malam itu juga, aku ingin membalas rasa sakit hati itu. Tapi usiaku baru enam tahun. Bagaimana aku melakukannya? Tanganku lemah, kakiku gemetar. Aku hanya bisa menangis. Bagaimana aku akan melawan satu rombongan tukang pukul penuh amarah? ... Kami bukan preman atau bajingan seperti kelompok Arab yang hendak dihabisi Tauke, kami hanya keluarga biasa.” (Tere Liye, 2015: 287-288) Pilihan Basyir sebagai konspirator utama dalam novel Pulang terlalu mengikuti arah dan alur kebanyakan novel tentang pertikaian. Misalnya, kedekatan Basyir dan Bujang yang dibangun semenjak awal menunjukkan kalau keduanya terlalu datar
ISSN 2086-6151
dalam persahabatan. Basyir kerap memuji Bujang. Demikian juga sebaliknya. Kedua menunjukkan persahabatan karena faktor ikatan dalam Keluarga Tong. Meskipun Bujang sangat mengagumi Basyir, tetapi tidak sebaliknya. Diakui memang, Tere Liye mampu menyembunyikan karakter Basyir yang dianggapnya sebagai tokoh yang penurut dan loyal. Meskipun dia sebenarnya menyimpan bara di dalam sekam yang suatu saat nantinya akan dimunculkan ketika dia mendapatkan posisi dan dukungan yang kuat. Tidak ada yang mampu menunjukkan kalau Basyir memang memiliki ambisi merebut kekuasaan Keluarga Tong. Selain itu, hal yang cukup janggal dalam ketika Basyir menjadi konspirator adalah bagaimana dia mendapatkan dukungan dari putra tertua dari Keluarga Lin, penguasa ekonomi bayangan di Makau. Padahal, Basyir dikenal hanya sebagai jagal semata. Kalau pengalamannya pun tidak sampai pergi ke Makau atau Hong Kong. Dia hanya dicerita pernah pergi Timur Tengah, Afrika Utara, hingga bertempur di Afghanistan. Bisa jadi di sana dia bertemu dengan kelompok dari Makau. Tapi itu tidak diceritakan Tere Liye dalam novel. Hanya saja, benang merah antara Basyir dan Keluarga Lin adalah menyangkut kepentingan untuk menumbangkan Keluarga Tong.“...Kabar baiknya, aku punya kawan satu kepentingan di sini. Basyir dengan senang hati membuka pintu gerbang markas Keluarga Tong dan mempersilakanku melenggang masuk. Aku membantunya berkuasa, dan dia akan membantuku memastikan kau berhasil dibawa hiduphidup ke Makau.” (Tere Liye, 2015: 291) Keterkaitan Basyir dan Keluarga Lin adalah persamaan tujuan semata. Putra tertua Lin ingin membalas dendam. Sedangkan Basyir juga ingin meluapkan bara dendam. Kesamaan itu yang menghubungkan keduanya. Meskipun keduanya sebelumnya tidak memiliki ikatan. 2. Konspirasi untuk Mengubah Haluan Keluarga Tong Bukan Basyir, menurut penulis, konspirator utama adalah Bujang. Memang terkesan aneh analisis ini. Tapi itu terlihat setelah Tauke Besar mengumumkan kepada Bujang mengenai suksesi kepemimpinan. Meskipun dalam dialog itu Bujang menolak, tapi itu hanya sandiwara.
11
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
“Cepat atau lambat, Bujang, keluarga ini butuh pemimpin baru. Dan kaulah orangnya. Kaki tangan pertamaku. Bersama Parwez, Basyir, dan yang lain, keluarga ini akan semakin bersinar.” (Tere Liye, 2015:63) Sebenarnya Bujang yang ingin menguasai Keluarga Tong. Dia juga yang ingin mengambil alih kepemimpinan Keluarga Tong. Kenapa dia? Karena dia yang menekan alarm tanda bahaya. Dia juga yang mengetahui adanya pengkhianatan. Dia memanfaatkan pengkhianatan yang dilakukan Basyir untuk membersihkan Keluarga Tong dari para pengkhianat sehingga dia menguasai Keluarga Tong sepenuhnya. “Aktifkan pertahanan bangunan utama! SEKARANG!” ... “Ada apa, Bujang? Kenapa kau menyuruh Joni menekan tombol?” Taukue Besar menatapku tidak mengerti. ... Aku meremas jemari, “Basyir! Basyir adalah pengkhianatnya.” (Tere Liye, 253254) Justru Bujang yang sebenarnya menginginkan konspirasi terkuak secepatnya. Dia ingin menunjukkan siapa sebenarnya pengkhianat. Dia ingin menunjukkan kalau dialah sebenarnya tokoh yang layak memimpin Keluarga Tong. Dan ternyata dia juga mampu membuktikannya. Sinyal kalau Bujang adalah konspirator utama adalah ketika dia melakukan penyerbuan ke penguasa ekonomi bayangan di Makau. Dia membunuh secara langsung pemimpin keluarga penguasa ekonomi bayangan di Makau. Padahal dia tahu risiko yang akan dihadapinya. Dia akan menghadapi serbuan dan balas dendam dari Keluarga Lin. Boleh jadi Tauke Besar mengambil Bujang sebagai salah satu kepercayaan karena pendidikan dan pengkaderan yang dilakukan semenjak kecil. Tapi dendam tidak mengenal kesetiaan. Keluarga yang sejati adalah urusan darah, bukan pengabdian. Itu rumus yang banyak berlaku. Bujang juga tampilkan sebagai karakter yang penurut. Dia bukan pembangkang. Meskipun awalnya dia kerap menolak dikader sebagai intelektual di Keluarga Tong, toh akhirnya dia berani tampil beda dibandingkan dengan jagal lainnya. Dia justru mengambil keuntungan di mana dia sebagai seorang jagal, tetapi dia
12
juga sebagai kader intelektual yang memang disiapkan untuk mengambil alih Keluarga Tong. Sebagai seorang yang memiliki jangkauan dan jaringan luas, Bujang sebenarnya ingin memposisikan dirinya sebagai pahlawan. Dia juga sudah menyiapkan pasukan khusus yang bisa dimanfaatkan setiap saat ketika membutuhkannya. Pasukan itu tidak mencolok seperti Basyir yang memliki pasukan untuk mendukung. Tapi Bujang memiliki jaringan di Hong Kong, Jepang, dan Filipina yang bisa membantunya kapan pun. Ternyata itu juga dimanfaatkan Bujang ketika merebut kembali kekuasaan Keluarga Tong dari tangan Basyir. Tujuan konspirasi pembongkaran pengkhianat di Keluarga Tong dan perebutan kembali Keluarga Tong adalah agar Bujang bisa pulang. Dia melakukan segala upaya agar dia bisa pulang. Dan itu tersurat pada halaman terakhir novel Pulang. “Mamak, Bujang pulang hari ini. Tidak hanya pulang bersimpuh di pusaramu, tapi juga telah pulang kepada panggilan Tuhan. Sungguh, sejauh apapun kehidupan menyesatkan, segelap apapun hitamnya jalan yang kutempuh, Tuhan selalu memanggil kami untuk pulang. Anakmu telah pulang.” V. KESIMPULAN Shadow economy (ekonomi bayangan) menjadi tema utama dalah novel Pulang karya Tere liye. Tere Liye mendefinisikan ekonomi bayangan dengan sangat jelas pada novel Pulang. Tere Liye ingin menyampaikan kepada pembaca kalau ekonomi bayangan telah menjadi bagian keseharian masyarakat dunia, khususnya Indonesia. Bukan hanya itu, ekonomi bayangan juga telah mengakar. Karena itu, ekonomi bayangan seolah-olah hal yang biasa. Namun kebanyakan orang tidak mengetahui. Harta dan kekuasaan bukan segalanya dalam kehidupan di dunia. Itulah pesan yang ingin disampaikan Tere Liye dalam novel Pulang. Dia ingin menunjukkan kalau orang yang bergelimang harta belum tentu bahagia. Kekosongan hati sangat terlihat dan ditonjolkan oleh tokoh utama dalam novel itu yakni Bujang. Dididik di keluarga yang kontras di mana ayahnya adalah mantan tukang jagal dan ibunya merupakan keturunan orang yang paham agama, ternyata menjadikan Bujang menjadi pribadi dengan kepribadian yang keras.
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Konspirasi menjadi fokus pada novel Pulang karya Tere Liye. Dari awal membaca Pulang, semua akan memprediksi siapa yang akan berkonspirasi untuk menghancurkan dan merebut kekuasaan Keluarga Tong. Sebenarnya cukup sulit memprediksi. Namun, ternyata justru Basyir yang dipercaya Tauke Besar sebagai kepala tukang jagal. Cukup rapi Tere Liye menyimpan sosok Basyir dalam novel itu. Tokoh yang selaku mengucapkan salam kepada Bujang. Karakter yang dekat rengan Bujang Namun ternyata Basyir mampu menyimpan segala rencana yang telah disusunnya dengan rapi. Bahkan, Bujang dan Tauku Besar juga percaya kepada Basyir. Kemudian, teori konspirasi juga mampu memberikan jalanan kalau konspirator lainnya adalah Bujang. Sebenarnya Bujang yang ingin menguasai Keluarga Tong. Dia juga yang ingin mengambil alih kepemimpinan Keluarga Tong. Karena dia yang menekan alarm tanda bahaya. Dia juga yang mengetahui adanya pengkhianatan. Dia memanfaatkan pengkhianatan yang dilakukan Basyir untuk membersihkan Keluarga Tong dari para pengkhianat sehingga dia menguasai Keluarga Tong sepenuhnya.
Schneider, Friedrich dan Enste, Dominick. (2002). Hiding in the Shadwos: The Growth of the Underground Economy. Washington: International Monetary Fund. ______________ (2013). The Shadow Economy: An International Survey. Cambridge: Cambridge University Press. Liye, Tere. (2015). Pulang. Jakarta: Republika. Williams, Collin C. (2014). Confronting the Shadow Economy: Evaluating Tax Compliance and Behaviour Policies. Cheltenham: Edward Elgar. Wisnicki, Andrian S. (1999). Conspiracy, Revolution, and Terorrism from Victorian Fiction to the Modern Novel. London: Routledge. Walker, Jesse. (2013). The United States of Paranoia: A Conspiracy Theory. New York: Harper.
DAFTAR PUSTAKA Barkun, Michael. (2003). A Culture of Conspiracy: Apolyptic Vissions in Contemporary America. Berkeley: University of California Press. Byford, Jovan. (2011). Conspiracy Theory: A Crictical Introduction. New York: Palgrave MacMillan. Caody, David. (2006). An Introduction to the Philosophical Debat about Conspiracy Theories. Coady, David. “Conspirasi Theories: the Philosophical Debate”. Burlington: Ashgate Scheider, Frierich. Buehn, Andreas; dan Montenegro Claudio E. (2011). Shadow Economies all Over the World: New Estimates for 162 Countries from 1997-2007. Schneider, Friedrich. Handbook on the Shadwo Economy. Cheltenham: Edward Elgar.
ISSN 2086-6151
13
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Pengaruh Penguasaan Tata Bahasa Terhadap Keterampilan Menulis Narasi Bahasa Inggris Jimmi Bahasa Inggris ABA-BSI Jakarta Jl. Salemba Tengah Raya No. 45 Jakarta Pusat
[email protected]
ABSTRACT
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penguasaan tata bahasa terhadap keterampilan menulis narasi bahasa Inggris. Metode penelitian yang digunakan menggunakan metode survei. Dari penelitian menunjukan pengaruh penguasaan tata bahasa secara bersama-sama terhadap keterampilan menulis narasi bahasa Inggris dengan analisa regresi : Y = 38,422 + 0,619. Dari persamaan tersebut menunjukan setiap kenaikan satu unit penguasaan tata bahasa akan meningkatkan ketermpilan menulis narasi bahasa Inggris sebesar 0,619 unit secara ceteris paribus. Dari data yang diperoleh bahwa penguasaan tata bahasa secara signifikan = 0,000 < 0,05 (thitung = 7,848 > ttabel = 1,684) artinya terdapat pengaruh terhadap keterampilan menulis narasi bahasa Inggris.
I.
PENDAHULUAN Bahasa Inggris merupakan bahasa global yang digunakan oleh lebih dari separuh penduduk dunia. Di samping berperan sebagai bahasa ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, bahasa Inggris di gunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan ekonomi perdagangan, hubungan antar bangsa, tujuan sosial budaya, pendidikan, serta pengembangan karir. Penguasaan tata bahasa Inggris merupakan persyaratan penting bagi keberhasilan individu, masyarakat, khususnya di Indonesia dalam menjawab tantangan zaman pada tingkat global. Tata bahasa sangat penting dalam komunikasi aktif dengan menggunakan bahasa Inggris. Tanpa penguasaan tata bahasa Inggris yang baik dan benar pembelajaran menulis harus memperhatikan kemampuan setiap peserta didik dan materi yang akan diajarkan. Hal ini disebabkan menulis sebagai proses yang sangat kompleks melibatkan semua proses mental yang lebih tinggi, seperti
14
ingatan, pemikiran, daya khayal, pengaturan, penerapan, dan pemecahan masalah. Penguasaan tata bahasa dalam menulis bahasa Inggris dapat diukur salah satunya dengan memberikan sebuah latihan yang biasa dilakukan dalam proses pembelajaran menulis. Selain itu menentukan atau mencari letak kesalahan penggunaan tata bahasa dalam menulis, sehingga banyak orang menemui kendala dalam keterampilan ini. Kendalakendala tersebut sering ditemui saat proses pembelajaran bahasa Inggris, terutama saat sedang mengerjakan soal latihan. Ini merupakan salah satu faktor penghambat bagi peserta didik dalam mempelajari bahasa Inggris. Menulis itu sendiri juga membutuhkan keterampilan dan kemampuan dalam menangkap gagasan atau ide. Menangkap gagasan atau ide akan lebihsulit jika tulisan yang ditulis berupa tulisan berbahasa asing, termasuk juga tulisan berbahasa Inggris. Menulis berarti menambah pengetahuan tentang berbagai hal sekaligus mengenai tata bahasa, cara penyusunan alinea, pemilihan
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
topik, pembatasan penentuan gaya dan gagasan. Dengan demikian perlu ditimbulkan minat belajar bahasa Inggris untuk memudahkan siswa dalam mengatasi kesukaran dalam memahami tata bahasa di tulisan tersebut. Tetapi keterampilan menulis dengan menggunakan penguasaan tata bahasa juga merupakan suatu kebiasaan yang kurang diminati oleh para siswa. Keterampilan menulis dan memahami penguasaaan tata bahasa atau grammar bagi bangsa kita masih sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah tidak adanya budaya penguasaan tata bahasa sejak kecil dan faktor lingkungan yang tidak mendukung. Kemudahan dalam menangkap gagasan atau ide lebih banyak ditemui dalam tulisan-tulisan berbahasa Inggris, seperti dalam novel dan cerita pendek. Sehingga sumber penguasaan tersebut lebih digemari daripada sumber pemahaman seperti pada buku-buku pelajaran. Keterampilan menulis bahasa Inggris dan penguasaan tata bahasa Inggris yang tepat dan benar tentunya akan sangat membantu siswa dalam meningkatkan keterampilan menulis bahasa Inggris yang tentunya mempunyai tingkat kesulitan tersendiri. Penguasaan tata bahasa memang perlu dipahami dan kuasai supaya keterampilan menulis yang ditunjang oleh penguasaan pola tata bahasa yang baik dan tepat dapat memberikan hasil postif untuk siswa. Maka dalam penelitian ini penulis tertarik melakukan penelitian tentang pengaruh penguasaan tata bahasa atau grammar terhadap keterampilan menulis narasi bahasa Inggris. Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka timbul masalah-masalah yang akan diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Apakah terdapat pengaruh penguasaan tata bahasa terhadap keterampilan menulis narasi bahasa Inggris siswa? 2. Apakah penguasaan tata bahasa dapat meningkatkan keterampilan menulis narasi bahasa Inggris siswa? II. 1.
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Menulis
ISSN 2086-6151
Menurut pendapat (Kern, 2000) mengemukakan, “writing is thus most usefully defined not in terms of uniform, universal processes, but rather in terms of contextually appropriate practices”. Maksudnya keterampilan menulis ialah keterampilan yang sangat bermanfaat untuk siswa sebagai sarana komunikasi melalui tulisan. Keterampilan menulis harus diterapkan dikelas sesuai dengan rumusan yang tepat dan diperoleh melalui dengan latihan. Hal tersebut beralasan karena keterampilan menulis merupakan kemampuan siswa dalam memilih kata yang tepat dan keharusan berpikir tentang topik yang akan ditulis. (Gebhard, 2006) menambahkan, “writing is word choice, use of appropriate grammar (such as subject-verb agreement, tense, and article use), syntax (word order), mechanics (such as puntuation, spelling, and handwriting), and organization of ideas into coherent and cohesive form”. Keterampilan menulis merupakan kemampuan dalam memilih sebuah kata yang tepat disesuaikan pemakaian dengan unsur tata bahasa seperti adanya subject, kata kerja. Selain itu keterampilan menulis harus menggunakan berupa bentuk-bentuk bacaan yang akan memberi arti lebih bermakna dari sebuah bentuk tulisan. Hal ini penting karena menulis memerlukan teknik-teknik yang tepat dalam menuangkan segala ide atau pemikiran dalam bentuk tulisan. Adapun pendapat lain yang dikemukan oleh (Hyland, 2002), menyatakan, “writing is learnt, not taught, and the teacher’s role is to be non-directive and facilitating, providing writers with the spce to make their own meanings through an encouraging, positive, and cooperative environment with minimal interference”. Artinya menulis harus dipelajari dengan tepat. Peran guru dalam mendidik dan memberikan materi pembelajaran tentang menulis kepada siswa harus tepat dan sesuai dengan acuan proses pembelajaran yang ada disekolah. Menulis akan memberkan ruang kepada siswa untuk dapat melatih diri mereka sendiri untuk dapat menulis yang meraka ketahui. Jadi, keterampilan menulis mendorong siswa untuk dapat menjadi aktif
15
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
dan berani dalam meningkatkan keterampilan menulis mereka. (McCrimmon, 2006) berpendapat, “writng is hard work. But, writing is also opportunity: to convey something about yourself, to communicate ideas to people beyond your immediate vicinity, to learn something you didn’t know”. Maksudnya ialah keterampilan menulis merupakan sebuah proses pembelajaran yang sulit. Namum, keterampilan menulis juga sebuah kesempatan mengembangkan kemampuan menulis dengan penggunaan tata bahasa dan kata yang tepat, menyampaikan melalui sebuah ide atau gagasan kepada orang melalui komunikasi menulis, dan siswa dapat mempelajari hal-hal yang baru yang sebelumnya belum mereka ketahui. Dalam hal ini, seseorang yang menulis dalam suatu bahasa asing atau bahasa Inggris, harus mengetahui prinsip-prinsip tersebut di atas. Di samping itu faktor penbenaran penguasaan tata bahasa juga dijadikan penilaian apakah keterampilan menulis seseorang dengan baik atau tidak. Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa keterampilan menulis ialah kegiatan yang kompleks maka kemampuan tata bahasa, kemampuan dalam gaya bahasa, kemapuan mengembangkan tema serta sistematika penulisan karangan sangat diperlukan. Namun demikian, proses pebelajaran menulis dalam bahasa Inggris sering menimbulkan kesulitan bagi siswa. Kesulitan sering muncul karena perbedaan sistem bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, ketidak mampuan siswa menerapkan struktur dan tata bahasa yang telah dipelajari serta kurangnya motivasi dari guru ataupun orang tua siswa. a. Tujuan Pengajaran menulis. Untuk mengetahui tujuan pengajaran menulis yang diajarkan oleh pendidik yang disampaikan pada peserta didik, dalam hal ini untuk meningkatakan kemampuan menulis atau mengoptimalkan kemampuan peseta didik, yaitu tertuang pada ketetapkan Departemen Pendidikan Nasional atau (Depdiknas, 2003) yaitu mengenai pengajaran menulis adalah : Pengajaran menulis ini bertujuan agar siswa memiliki keterampilan melakukan menulis
16
setengah terpimpin dalam hal meminta dan memberi informasi, memberi respon terhadap stimulus-stimulus tertentu, mendeskripsikan orang, benda dan tempat, memberikan pendapat atau meminta saran dari orang lain. Hal tersebut dapat diartikan bahwa setelah mempelajari menulis, peserta didik mampu mengungkapkan perasaan, pikiran atau ide dengan tata bahasa yang benar dan sesuai dengan situasi penulisan. Melihat tujuan dari pengajaran menulis di atas, yaitu memiliki kemampuan menguasai tata bahasa dan dapat memberikan respons terhadap stimulusstimulus tertentu dalam suatu penulisan. Maka dapat dikatakan bahwa pengajaran menulis mempunyai tujuan memiliki kemampuan berkomunikasi dengan tulisan yang baik dan benar. Kegiatan-kegiatan di dalam kelas mencakup berbagai latihan menulis kan frasafrasa dan ekspresi-ekspresi sederhana, kalimatkalimat pendek yang digunakan dalam dialog. 1. Struktur Simple Past Tense 1.1 Fungsi Bahasa Inggris merupakan salah satu pelajaran penting di sekolah, sehingga cara atau teknik berbahasa perlu dipelajari dalam berbahasa Inggris karena pada waktu belajar bahasa Inggris harus menguasai aturan tata bahasa.Begitu juga siswa di sekolah sudah harus memahami atau mempelajari strukturnya, salah satunya adalah simple past tense. (Azar, 2006) berpendapat bahwa: “simple past tense indicates that an activity or situation began and ended at a particular time in the past”. Suatu kegiatan atau situasi mulai dan berakhir pada waktu tertentu dimasa lampau. Pyle dan Page (2005:59), berpendapat bahwa: “the simple past is used for a completed action that happened at one specific time in the past”. Simple past/bentuk lampau sederhana digunakan untuk menyatakan suatu kejadian yang terjadi di waktu lampau yang tidak ada hubungannya dengan sekarang. Thomson dan Martinet (1986:166), menyatakan bahwa:” simple past tense is form by adding –ed to the infinitive”. Bentuk kata kerja yang ditambahkan –ed pada akhir kata dasar (infinitif).
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Dari pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa “Simple Past Tense adalah bentuk waktu yang menyatakan sesuatu perbuatan yang terjadi pada masa lampau yang bersifat sederhana dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan masa sekarang”. Pada umumnya kalimat simple past tense digunakan untuk kegiatan yang telah selesai dimasa lampau seperti: a. Digunakan untuk menyatakan kejadian yang telah berakhir (completed action) yang terjadi pada masa lampau. Contoh: 1. I went to Kuta beach yesterday. 2. He was my boyfriend. 3. The tsunami swept Banda Aceh and more than a hundred thousand people died. b. Digunakan untuk menyatakan suatu kebiasaan (habitual action) yang terjadi dimasa lampau tetapi tidak untuk saat ini. Kebiasaan dimasa lampau biasanya ditandai dengan menggunakan kata “used to”. Contoh: 1. I used to live in Medan 2. They used to give me a gift but not anymore. c. Digunakan untuk membuat kalimat tidak langsung. Contoh: 1. He said that he was tired. 2. She said that she couldn’t find her book. 3. He said that he missed his girlfriend. d. Digunakan untuk membuat anak kalimat (subclause) dari conditional sentence (if clause) tipe kedua. Contoh: 1. If I had a pair of wings, I would fly as high as could. 2. If he were here now, he could help us solvethis math problem. 2.2 Bentuk Kalimat a. Verbal Sentences (+) Affirmative Sentence [S+V2+O] Subjek: I, we, you , they , he , she, it Contoh: I went to the movie two days ago (-) Negative sentence [S + did not + V1] Contoh: I didn’t go to the movie two days ago (?) Interrogative sentence [Did + S + V1 +?] Contoh: did I go to the movie two days ago
b. Nominal Sentences Nominal sentence dalam bentuk simple past tense digunakan untuk menyatakan suatu keadaan yang berlangsung pada waktu lampau. (+) Affirmative sentence [ S + was /were + non verb ]Non verb atau bukan kata kerja dapat berupa kata benda, kata sifat atau kata keterangan.To be: was, were. Contoh: I was busy yesterday morning. (-) Negative sentence [ S + was/were + not + non verb] To be: was, were. Contoh: I was not busy yesterday morning. (?) Interrogative sentence [was/were + S + non verb + ?] Contoh: was you busy yesterday morning? 2.3 Regular dan Irregular verbs Pada Simple Past Tense, kata kerja dibagi menajdi dua yaitu kata kerja beraturan ( Regular Verb) dan kata kerja tidak beraturan ( Irregular Verb). Kedua kata kerja ini adalah kata-kata yng dipengaruhi oleh waktu. Di bawah ini akan diuraikan satu persatu. 1. Kata Kerja Beraturan (Regular Verb) Regular verb adalah perubahan kata kerja yang mengikuti peraturan normal, yaitu dengan melakukan penambahan –d atau –ed pada kata kerja bentuk pertama sehingga menjadi kata kerja bentuk kedua (Past Tense). Contoh : Table of Regular Verbs: Infinitive Past tense Ask Asked Climb Climbed Brand Branded Borrow Borrowed Call Called Source: (Thomson dan Martinet, 1986) 2.
Kata Kerja Tidak Beraturan (Irregular Verb) Irregular verb adalah perubahan kata kerja yang tidak mengikuti aturan, atau dapat dikatakan untuk membentuk past tense tidak ditambahkan –d atau –ed. Oleh Karena itu Irregular verb ini harus dihafalkan baik-baik. Contoh Tabel Irregular verbs: Infinitive
ISSN 2086-6151
Past tense
17
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Make Become Begin Buy
Made Became Began Bought
3. Keterangan Waktu (Time Signal) Time signal yang sering digunakan pada bentuk simple past tense adalah yesterday, last, dan ago.
Source: (Thomson dan Martinet, 1986) Menurut (Knapp dan Watkins, 2005) mengemukakan,“Narrative is simply about entertaining a reading audience, although it generally always doess so. Narrative also has a powerful social role beyond that of being a medium for entertainment. Narrative is also a powerful medium changing social opinions and attitudes”. Maksudnya ialah karangan narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa, sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami peristiwa itu. Karangan narasi juga mempunyai peranan sosial yang kuat dalam mengisahkan sebuah cerita kepada pembaca selain terhibur oleh isi karangan cerita narasi itu, pembaca juga memetik satu pesan positif yang terkandung dalam cerita narasi itu. Pesan tersebut merupakan bentuk rasa sosial yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Pandangan lain dikemukakan oleh (Webster dan Mertova, 2007), “Narrative records human experience through the construction and reconstruction of personal stories; its well suited to addressing issues of complexity and cultural and human centredness because of its capacity to record and retell those events that have been most influence on us”. Karangan narasi merupakan sebuah rekaman pengalaman manusia yang dituangkan melalui susunan dan dibangun lagi dari cerita itu sendiri. Karangan narasi sangat sesuai membahas hal-hal yang bersifat kompleks dan kebudayaan dengan manusia sebagai pusat dari pengalaman tersebut yang telah terekam dan dicerita kembali peristiwa atau kejadian tersebut sehingga telah mempengaruhi kita sebagai pembaca. Menurut Barthes didalam buku (Meike Ball, 2007), “Narrative is first and foremost a prodigious variety of genres, themselves distribute amongst different substances-as
18
3. Pengertian Narasi though any material were fit to recieve man’s stories. Able to be carried by articulated language, spoken or written, fixed or moving images, gesture, and the ordered mixture of all these substance”. Maksudnya ialah karangan narasi merupakan sebuah karangan yang pertama dan terkemuka dari sebuah jenis-jenis karangan. Karangan narasi menghantarkan pembedaan diantara materi apa saja yang sesuai diterima sebagai sebuah cerita . Karangan narasi dapat dibawakan melalui sebuah bahasa, lisan atau tulisan, gambar gerak, gerak tubuh, dan semua itu disusun menjadi satu kesatuan yang memberikan sebuah cerita narasi melalui peristiwa atau kejadian yang terapat didalamnya. (Pradiyono, 2007),”Narrative, adalah jenis teks yang sangat tepat untuk menceritakan aktivitas atau kejadian masa lalu, yang menonjolkan problematic experience dan resolution dengan maksud menghibur dan seringkali dimaksudkan untuk memberi pelajaran moral kepada pembaca”. Dengan demikian jika siswa diajak untuk menceritakan atau mengisahkan pengalaman masa lalu maka mereka dapat menggunakan jenis karangan narasi. Pengalaman hidup atau problematic expreience dan pemecahan masalah atau rosolution bagian dari karangan narasi yang didalamnya merupakan jalan dari awal sebuah cerita yang nantinya mengerucut ke dalam penyelesaian. Sedangkan (Feez dan Joyce, 1998), mejelaskan tentang narasi: 1. Orientation, Introduce the chracters and tells the reader something about them; tells the reader time (when), place (where), characters (who), events (what), and reason (why) gives a hint about the problem which the characters will encounter. 2. Complication, where the reader discovers problem and something happens that the chracters do not expect.
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
3.
Evaluation, usually attached to the complication, it is where the writer gives comments in the events and in this ways gives significance to them; shows the action down and creates suspense which makes the reader wants to find out what happens next. 4. Resolution, is where the problems are solved 5. Coda or re-orientation, round off the story with a story comment on what happened or with a comment about the future lives of characters. Many fairy tales have a coda such as “And they live happily ever after. Berdasarkan beberpa pengertian karangan narasi diatas, dapat disimpulkan bahwa karangan narasi adalah karangan yang menceritakan suatu peristiwa atau kejadian yang mengandung unsur-unsur pelaku, konflik, tindakan, ruang, dan waktu yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa sehingga membentuk sebuah alur cerita agar pembaca seolah-olah mengalami kejadian yang diceritakan itu. Karangan narasi mempunyai text element yang merupakan bagian dari cerita narasi yaitu pendahuluan atau orietation, berfungsi manarik dan memprovokasi pembaca untuk mengetahui detail jalan ceritanya, urutan peristiwa atau sequence of events, berfungsi untuk menyampaikan detail aktivitas atau kejadian yang bersifat konflik sampai klimaks, pemecahan masalah atau rosolution, berfungsi sebagai paparan pemecahan masalah yang sudah diceritakan, dan pesan moral atau coda, berfungsi sebagai paparan tentang pelajaran atau moral lesson yang memungkinkan dapat diambil dari kejadian cerita tersebut. 4.
Hakikat Tata Bahasa
Quirk mengemukakan pendapatnya (1985): “A Comprehensive Grammar of the English Language”sebagai berikut “ English is used principally for internal purposes as an internationa language, for speakers to communicate wit other speakers chiefly as international language”. Maksud dari pernyataan tersebut menyatakan dengan jelas bahasa inggris digunakan sebagai bahasa
ISSN 2086-6151
internasional yang dipakai oleh pembicara yang satu dengan pembicara yang lain nya untuk berkomunikasi dalam bahasa asing. Maka hakekat nya bahasa Inggris perlu dipelajari untuk dapat berkomunikasi dengan orang asing, dapat membaca serta memahami bacaan – bacaan ilmiah yang digunakan sebagai sumber belajar perguruan tinggi. Seperti yang diutarakan oleh (Halliday, 1994) : ”An Introduction to Functional Grammar ” sebagai berikut : ” Grammar is designed to bring a study of wording, but one that interprets wording by reference to what it means”. Maksudnya, tata bahasa berfungsi sebagai bentuk pelajaran menyusun kata – kata dalam menulis agar maksud bdan tujuan penyampaian pesan melalui tulisan dapat ditafsirkan dengan baik dan tepat. Penguasaan tata bahasa sebagai salah satu fungsi bahasa sangat menunjang peserta didik untuk memliki keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Pada dasarnya menulis merupakan menyusun kata - kata atau kalimat - kalimat sehingga menjadi sebuah tulisan, maka dalam penyusunan tersebut peserta didik harus memperhatikan susunan aturannya atau kaidah bahasa yang ada agar tulisan tersebut dapat di pahami makna kalimatnya. Seorang peserta didik yang mampu menyusun kembali kata kata menjadi sebuah kalimat pastilah dapat dikatakan peserta didik tersebut sudah menguasai aturan - aturan atau kaidah tata bahasa khususnya tata bahasa inggris dalam proses penataan bahasa. Dalam kutipan buku ”Teaching Foreign-Language Skills” karya Wilga M. Rivers menyatakan bahwa ”Grammar is the rules of a language set out in terminology which is hard to remmember, with many exception appende to each” Mengingat pentingnya penguasaan tata bahasa dalam menguasai bahasa asing seperti bahasa inggris, maka pengajaran tata bahasa menduduki tempat terpenting dalam setiap pembelajaran bahasa. Meskipun demikian, tata bahasa masih tetap menjadi kendala dalam menguasai atau memahami suatu bahasa asing. Maka peserta didik akan tetap menemukan kesukaran dalam mempelajari bahasa walaupun telah mempelajari tata bahasanya.
19
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
III. METODE PENELITIAN Metode penelitian ini adalah survey, yaitu dengan cara mendatangi langsung obyek penelitian dengan instrument berupa kuesioner. Penelitian yang akan penulis lakukan ini bersifat penelitian sampel, yaitu penelitian yang menjadikan sebagian subyek penelitian untuk mewakili keseluruhan populasi. Kebalikan dari penelitian ini adalah penelitian yang bersifat populasi artinya bahwa seluruh subyek penelitian dijadikan obyek penelitian. Sebagai penelitian sampel, penelitian ini menggunakan salah satu metode yang ada dalam penelitian ilmiah, yaitu metode survei. Menurut Wallace dalam Singarimbun (1989:25) bahwa “Penelitian survey merupakan suatu proses untuk mentransformasikan lima komponen informasi ilmiah, yaitu : (1) teori, (2) hipotesa, (3) observasi, (4) generalisasi empiris, dan (5) penerimaan atau penolakan hipotesan”.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Pada bagian ini akan dikemukakan analisa data dari penguasaan tata bahasa dan keterampilan menulis narasi Bahasa Inggris yang dilanjutkan dengan pengujian terhadap hipotesis yang diajukan. 1. Keterampilan Menulis Narasi Bahasa Inggris Berdasarkan data yang berhasil diperoleh seperti yang tertera dalam lampiran dapat diketahui bahwa nilai terendah dari jawaban responden yang terkait dengan keterampilan menulis narasi bahasa Inggris siswa adalah sebesar 75 dan nilai tertinggi dari jawaban responden yang terkait dengan keterampilan menulis narasi bahasa Inggris siswa adalah sebesar 95. Simpangan baku sebesar 4,881. Mean sebesar 86,65. Median sebesar 87,00. Tabel 4.1 Data Hasil Penelitian
Modus sebesar 90,00 dengan renge 20 serta varians 23,823. 2. Penguasaan Tata Bahasa Berdasarkan data yang berhasil diperoleh seperti yang tertera dalam lampiran dapat diketahui bahwa nilai terendah dari jawaban responden yang terkait dengan penguasaan tata bahasa adalah sebesar 64 dan nilai tertinggi dari jawaban responden yang terkait dengan penguasaan tata bahasa adalah sebesar 93. Simpangan baku sebesar 6,761. Mean sebesar 77, 33. Median sebesar 76,00. Modus sebesar 71 dengan renge 29 serta varian 45,712.
B. Persyaratan Analisis 1. Uji Normalitas Uji normalitas data adalah untuk mengetahui apakah data yang diperoleh terdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini pengujian terhadap normalitas data dilakuakn dengan menggunakan SPSS. Berdasarkan table One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test untuk menguji normalitas dependen variable dalam hal ini keterampilan menulis narasi bahasa Inggris, kreteria jika sig > 0,05 maka hipotesis yang menyatakan variable dependen adalah normal bisa diterima. Pada data penelitian menunjukan sig = 0,301 > 0,05 maka data dinyatakan berdistribusi normal, selain itu variable independen dalam hal ini penguasaan tata bahasa hipotesis yang menyatakan variable independen adalah normal bisa diterima. Pada data penelitian menunjukan sig = 0,678 > 0,05 maka data dinyatakan berdistribusi normal, seperti terlihat pada table 4.2 sebagai berikut: Tabel 4.2 One-Sample Kolmogorov Smirnov Test Test distribution is normal Calculated from data
Source: SPSS output 2014 Source: SPSS output 2014 20
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
2.
Uji Linearitas Selain uji normalitas, salah satu syarat yang diperlukan dalam menganalisis data dengan uji linearitas dimaksudkan untuk melihat bentuk persamaan regresi yang terbentuk dari tiap variable bebas terhadap variable terikat, dalam hal ini X1 terhadap Y. hipotesis yang diuji adalah : Ho : persamaan regresi berbentuk linier H1: persamaan regresi tidak berbentuk linier Dengan kreteria uji jika sig deviation from linearity > 0,05; maka tolak H1 dan terima Ho dan sebaliknya dari hasil perhitungan didapat seluruh persamaan regresi yang terbentuk merupakan garis lurus. Adapun tujuan uji linearitas untuk mengetahui apakah varians populasi linear antara variable bebas dengan variable terikat atau tidak. Pengujian linearitas pada kelompok sampel dilakukan dengan F hitung < Ftabel pada taraf signifikansi α = 5 %. Untuk penguasaan tata bahasa terhadap keterampilan menulis narasi bahasa Inggris terlihat pada tabel: Tabel 4.3 Tabel Anova
3. Uji Heteroskedastisitas
Gambar 4.2 Diagram Pencar Diteksi Heteroskedestisitas Regresi Y atas X Dari gambar di atas tidak terdapat pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi hetoreskedesitias. Dengan kata lain terdapat kesamaan (homogenitas) varians dari residual pada satu pengamatan ke pengamatan lain
4. 1.
(Source: SPSS output 2014) Dengan nilai sig = 0,127 > 0,05 dan F hit = 1,733 < F tab = 4,08 untuk penguasaan tata bahasa maka hipotesis nol diterima artinya sampel berasal dari populasi yang memiliki model regresi berpola linear.
ISSN 2086-6151
Uji Hipotesis Pengaruh Penguasaan Tata Bahasa Terhadap Keterampilan Menulis Narasi Bahasa Inggris. Hipotesis Ho : Tidak terdapat pengaruh penguasaan tata bahasa terhadap keterampilan menulis narasi bahasa Inggris Ha : Terdapat pengaruh penguasaan tata bahasa terhadap keterampilan menulis narasi bahasa Inggris. Untuk mengetahui apakah variable penguasaan tata bahasa terhadap Variabel keterampilan menulis narasi bahasa Inggris, dengan memperhatikan nilai yang tertera pada t atau kolom sig untuk baris penguasaan tata bahasa pada tabel 4.8 terlihat t hitung = 7,848 > ttabel = 1,671 dan sig= 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan variabel bebas terhadap Variabel.
21
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
2.
Pembahasan Hasil Penelitian Peningkatan keterampilan menulis narasi bahasa Inggris dapat tercapai apabila seorang guru dapat memberikan pengetahuan yang tepat akan penguasaan tata bahasa sehingga para siswa dalam proses belajar mengajar tidak merasa dibebani dan takut akan sebuah tata bahasa Inggris (grammar) tetapi merasa nyaman dalam mengikuti pelajaran. Berdasarkan persamaan regresi sederhana dan hasil perhitungan dapat terlihat dengan jelas pada nilai sig 0,000 < 0,05 dan thitung = 7,848 > ttabel = 1,671 maka Ho ditolak dan dengan demikian Ha diterima artinya terdapat pengaruh penguasaan tata bahasa dengan keterampilan menulis narasi bahasa Inggris (Y), secara signifikan. Penguasaan tata bahasa siswa menjadikan proses kegiatan belajar mengajar jadi lebih hidup dan banyak memberikan pada pengalaman pada diri siswa sehingga dapat mengambil suatu pengalaman dari apa yang telah dilakukan dan berdampak pada proses belajar yang pada gilirannya akan meningkatkan keterampilan menulis narasi bahasa Inggris. Siswa yang penguasaan tata bahasa lebih berani mengungkapkan sesuatu masalah yang bisa dibahas dan dikembangkan. menjadi suatu tulisan lebih mengembangkan kemampuan penalaran pada suatu masalah yang diisukan sehingga penguasaan tata bahasa sangat mewarnai imajinasi sebuah tulisan narasi, bisa dilihat dari hasil tes yang dikaukan bila keadaan itu memungkinkan maka bisa dijadikan suatu pembelajaran yang baik untuk merubah menjadi hal yang positif. V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pengujian hipotesis terhadap hasil penelitian mengenai pengaruh penguasaan tata bahasa terhadap keterampilan menulis narasi bahasa Inggris, diperoleh kesimpulan yaitu terdapat pengaruh penguasaan tata bahasa terhadap keterampilan menulis narasi bahasa Inggris dengan melihat thitung = 7,848 > ttabel = 1,684 dan nilai sig = 0,000 < 0,05 dari pengujian korelasi dengan melihat model garis maka terdapat pengaruh positif variabel bebas yaitu penguasaan tata bahasa terhadap
variabel terikat keterampilan menulis narasi bahasa Inggris. Sehingga dapat disimpulkan, penguasaan tata bahasa memberikan pengaruh positif dan sangat signifikan terhadap kemampuan menuli narasi bahasa Inggris. Hal ini pun terlihat dari nilai peserta didik yang diajar menulis narasi dalam bahasa Inggris dengan tatanan bahasa Inggris yang benar dan baik. DAFTAR PUSTAKA Bal, Mieke. (2007). Narrative Theory: Critical Concepts in Literary and Cultural Studies. London: Routledge. Brophy, Jere. (2010). Motivating Students to Learn: Third Edition. New York: Routledge. Dimiyanti dan Mudjiono. (1999). Belajar dan Pembelajaran. Feez, S dan Joyce H. (2002). Text Based Syllabus Design. Gebhrad, Jerry G.( 2009). Teaching English as a Foreign or Sceond Language. Michigan: The University of Michigan. Hyland, Ken. (2002). Teaching and Researching Writing. Longman.
London:
I.A, Suparman. (2012). Aplikasi Komputer Dalam Penyusunan Karya Ilmiah (SPSS, Minitab, dan Lisrel). Tangerang: PT. Pustaka Mandiri. Knapp, Peter dan Megan Watkins. (2005). Genre, Text, Grammar: Technologies for Teaching and Assessing Writing. Sydney: University of new South Wales Press Ltd. Kern, Richard. (2000). Literacy and Language Teaching. New York: Oxford. Long, Martyn. (2000). The Psychology of
22
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Education. New York: Routledge Falmer. McCrimmon, James M. (2006). Writing With Purpose. Muhibbinsyah. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Pradiyono. (2007). Pasti Bisa! Teaching GenreBased Writing. Yogyakarta: Andi Offset. Tan, Oon Seng, et all. (2011). Educational Psychology: Second Edition. Cengage Learning Singapore. Sudjana. 1989. Metode Statistika: Edisi Ke-5. Bandung: Tarsito. Webster, Leonard dan Patricie Mertova. (2007). Using Narrative Inquiry as a Research Method.
ISSN 2086-6151
23
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Error Analysis In Writing Business Email (A Case Study At PT. Nihon Denkei Indonesia) Rini Martiwi Manajemen Administrasi ASM BSI JAKARTA Jl. Jatiwaringin Raya No. 18 Jakarta Timur
[email protected]
ABSTRACT Electronic mail or email has become an important part of human style. Lots of companies use email to communicate with their colleagues, business partners and other, but so many business emails have some mistakes in written style such as using abbreviation, addressing a foreigner with first name instead of family name and so on. The purpose of this research is to know what kind of mistakes that can be found in business email at PT. Nihon Denkei Indonesia and how to avoid mistakes in writing business email. This Research uses descriptive qualitative method and data were collected from business email which sent by customers and clients at PT. Nihon Denkei Indonesia. The Result of this research are: (1) There are still many mistakes that can be found in business email at PT. Nihon Denkei Indonesia such as the use of abbreviation, misspelling, impolite words, ignore the etiquette in making proper business email and uncompleted information of the sender, (2) The common mistakes in writing business email could be avoided if the sender has knowledge about how to compose and the etiquette in making proper business email in order to keep the good image and reputation of company itself. Keywords: Error Analysis, Writing, Business Email
I.
INTRODUCTION Electronic mail, commonly referred to as email or e-mail, is a method of exchanging digital messages from an author to one or more recipients. Modern email operates across the Internet or other computer networks. Nowadays email has become an important part of human lifestyle. Everyone has their own email account which is used for business, work or even personal matter. As people know email works faster and more efficiently than a letter does. By using email anyone who has the email account can connect with each other easily. People would rather choose email in the future because it works in a speed way. Lots of companies use email to communicate with their colleagues, business partners, and others, but it is astonishing to find that in these days, some companies have still not realized how important their email communications are. Many companies send email replies lately or not at all, or send replies that do not actually answer the question you ask. If the company is able to deal professionally with email, this will
24
provide the company from awkward liability issues. Nowadays so many business emails use abbreviations and informal language, for example business emails at PT. Nihon Denkei Indonesia. Emails were sent by customers and clients. The writer found some mistakes that made by the sender of business email, for example using abbreviation, addressing a foreigner with first name instead of family name. The writer assumes that the business email is supposed to be always professional. While a lot of people understand the importance of rules when writing a business letter, they often forget these rules when composing an email message. Why is this so essential? because your e-mail message reflects you and your company, so traditional spelling, grammar, and punctuation rules apply. Moreover, comprehending common suitable words assist people to write in business email as well, concerning professional business email conduct. Based on the explanations, the writer states some of the problems based on
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
the business emails that is found in PT. Nihon Denkei Indonesia: 1. What kind of mistakes that can be found in business emails at PT. Nihon Denkei Indonesia? 2. What are possible suggestions to avoid mistakes and impolite business emails at PT. Nihon Denkei Indonesia?
II. THEORETICAL REVIEW 2.1 Error Analysis Error analysis is a kind of method that used to check document which errors appear in learner language, determine whether those errors are systematic, and if possible explain what caused them. Error analysis is a way for linguists, researchers, and educators to identify errors made second language learners According to (Corder 1981) An error analysis should focus on errors that are systematic violations of patterns in the input to which the learners have been exposed. Such errors tell us something about the learner's interlanguage, or underlying knowledge of the rules of the language being learned. It means error analysis usually focus to detect errors and tell something wrong with the pattern of the language that being learned, and it could be from grammatical, the rules of writing and so on. (Glasgow and Hicks 2003) defines that error analysis is a systematic approach for using feedback metacognitively to improve one’s future performance. It involves obtaining strategic metacognitive knowledge about one’s mistakes and recycling that knowledge for self-improvement. It means that error analysis is needed to correct the mistakes and improve future’s performance of something or someone. According to (James 2001) error analysis refers to “the study of linguistic ignorance, the investigation of what people do not know and how they attempt to cope with their ignorance” Error analysis in this quote means study of linguistic ignorance and tries to find out about the error things from something or someone. Based on the quotes above, it could be concluded that error analysis is concerned with the compilation, study and analysis of errors made by second language learners and aims at investigating aspects of second language acquisition
ISSN 2086-6151
2.2 Writing Writing is a kind of skill that is used to communicate between one and another which contain of information and ideas of someone. Also writing is not only an activity of arranging words into form of sentences, but also when people write, they should organize some interesting stuffs, which are experiences or ideas in written form. (Morris and Hurried 1999) states the term of ability is defined as skill or power. Concisely, writing ability is the skill to express ideas, thoughts, and feelings to other people in written symbols to make other people or readers understand the ideas conveyed. It means to write something, someone should has ability and knowledge to express his or her ideas. According to (Pincas 1998) writing is a way of communicating a message to a reader for a purpose. The purposes of writing are to express one’s self, to provide information for one’s reader, to persuade one’s reader, and to create a literary work Writing is a way to express someone’s ideas or provide information to other with a purpose. In other word, writing is a part of literary work . (Barli 1995) defines that writing is producing or reproducing written message. It is an active process to organize and formulate the ideas on the paper. Therefore, before we write we need to determine what to writes should have something meaningful to convey. It means when someone writes, she or he produces message with a special purpose and to deliver the message, she or he needs ability how the message can deliver successfully Based on the theories above, it can conclude that Writing is a process organizing the idea, opinions, and feelings into written form. It is a complex activity with the control language both of the sentences level (grammatical, structure, vocabulary, punctuation, spelling, and later information) and beyond the sentence rank (organizing and integrating information into cohesive and coherent paragraph or text). What we want write should have something meaning to convey.
2.3 Email Email is one of the communication tools and it is still the most popular form in business correspondence.
25
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Based on (Flynn’s 1995) statement “Email is the transmission of message between individuals or within groups, and is probably the most frequently demanded of all network services”. It means email can be used for more than two participants, it becomes more efficient than uses snail mail. Whereas (Rouse 2005) proposed “Email (Electronic mail) is the exchange of computer-stored messages by telecommunication”. It means basically email is the way for the people exchange message or information each other by using telecommunication or Internet system. According to (Peek 1991) “Electronic mail often, often called “e-mail” is a way to communicate with people as close as your office as far away as the other side of the world. You type a message and put addresses on it; e-mail programs use your computer and a network such as internet to deliver the message”. From the statements it can be concluded that electonic mail or e-mail is the fast way to communicate with others. People do not need to spare many times just to connect with everyone and fortunately it is easy to use. People use email almost in their every daily life, either personal matter or business matter. It has become part of human life almost in every aspect. With assistance of email, people can exchange information with other people, within and between groups of people. Based on the theories above, Email has an important part in communication. By using Email, people can be more efficient in communicating. 2.4 Email For Business Correspondence Recently on business world, email has been something essential. It is one of the most common for the formal written form. It is accustomed to write business email in formal form and language. But it is unfortunate that many companies or people start off to ignore the rules how to write a proper business email. It often happens to people which ignore the rules how to write a business email for examples; use lots of abbreviations, poor grammar, impolite words, and so on. It is such a waste if the business email is being sent without the consideration about the politeness and formal language first, especially when the email is meant to build the relationship with business colleague. It is important to keep the reputation of the company and give a good impression to the colleague in order to
26
maintain the importance of business not only for now but also in the future. Unfortunately many people think using the proper email is not really important nowadays. People just send email quickly and reply as soon as they get the email. It is good to compose a clear and short business email. But short does not mean to be rude. (Emmerson 2004) stated:Perhaps you think that it is not worth spending time on emails. They are informal, written quickly, and no-one minds if you make mistakes. Well that is true for some emails, for example emails between close friends. But, what about an email to someone where you want to make a good impression? Or what about an email where you want to be abit more careful or more diplomatic than usual? Or what about an email in a professional context? It takes awareness and practice to write in a style that fits the context. From the statement above the writer implies it is necessary to consider to whom the email will be send. It should not be ignored because it helps the sender to sort what emails that are going to compose whether formal or informal. After the sender know the kinds of emails, and forms of emails, it affects the sender to get good impression from clients. Of course it benefits not only personal matter but also the company. In addition, learning and practicing to correspond assist people to make a proper business email. Whereas (Silberman 2010) added “In the age of internet, you might find yourself clicking “reply” typing up a quick response and hitting you’ve just written. But experts agree that your e-mail behavior has the potential to sabotage your reputation both personally and professionally”. The writer implies that business email has important role to affect career of the sender. The use of inappropriate business email could harm images not only of the sender but the company as well. From the experts’ statements above, it can be summarized that etiquette in business email is needed and the sender should be aware about this issue because it could affect the credibility of the sender and the company. 2.5 Suggested Format of Business Email Communication is essential in everyday life. Business email is one of the most desirable choice at this time to have a
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
good communication. Certainly to make communication going well there are some rules and format that people need to know and learn about. Here is the suggestion format to make proper business email according to Baxamusa. Tabel II.1 Formating a Business Email Formating a Business Email Subject: _________________ Dear Sir, Reference to your _______ dated __________ regarding _______, I would like to intimate that ______________. You will soon receive a detailed hard copy regarding the same. For any further queries, please feel free to contact me on my email address or phone number xxxxxxxxxxx
Thanks and Best Regards, Sender information Sender Designation Company Name Contact Number
Source : Baxamusa 2012 The writer concluded by using this format business email the sender has obey the rules and etiqutte in business writing. With using this template people have been given complete and clear information in the business email. 2.6 The Expressions of Impoliteness in Business Email Sometimes impoliteness occurs either in oral or written speech. The effect of impoliteness happens in writing might appear misperception even inconvenience between the reader and the sender of business email. Some people often ignore the etiquette of writing business email, yet it is needed to avoid misunderstanding. Taken from (Baxamusa’s 2012) statement: The business email format is similiar to the business memo and therefore, it will not be difficult to understand the basic rules. It is very important to follow a correct format of a business email, as it directly describes your personality. In case you write business email in a haphazard way, the reader will understand that you lack proper email etiqutte. In order to reflect professionalism in your personality, you need to sharpen your skills. Referring to the statement above the writer infers there are formats which
ISSN 2086-6151
needed to follow when people compose a business email. People cannot ignore this format because it will show the professionalism from the sender. Learning and practicing on how to make a proper business email is needed. Here is one example of a bad business email according to Baxamusa: Tabel II.2 Sample of a Bad Business Email Subject: Some points to discuss Hey people, We were thinking of changing a few things around the office. These things have bothered most of us and the management thinks it is time we take notice of these aspects. I know that we are all real busy but we should speak about these points in our next meeting. Also, many have not yet submitted the reports and the deadline is coming up in the next couple of days. So, make sure we all concerate. Thanks, Benny Markson.
Source : Baxamusa 2012 From the example above the writer assumes that the business email is lack of ettiqutte and unprofessional. Although, business email is sent among colleague in workplace but it is better if the written style use formal form. When talking about impoliteness in business email, it means there are some rules which the sender has ignored, of course it is not only about the rules and format but also about the choice of words. Taken from Email English book written by (Emmerson 2004) There are three different writing styles are often identified, although in real life the differences are not to clear: 1. Formal: This is the style of an oldfashioned letter. Ideas are presented politely and carefully, and there is much use of fixed expressions and long words. The language is impersonal. Grammar and punctuation are important. This style is not common in emails, but you can find it if the subject matter is serious (for example a complaint). 2. Neutral/Standard: This is the most common style in professsional/work emails. The writer and reader are both busy, so the language is simple, clear and direct. Sentences are short and there is use of contractions (I’ve for I have etcetera). The language is more personal. However, the style is not similiar to speech – it is too direct. 3. Informal: This is the most common style for emails between friends. Sometimes the email can be very short
27
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
or it could include personal news, funny comments and so on. This is the style that is closest to speech, so there are everyday words and conversational expressions. The reader will also be more tolerant of bad grammar and so on. To summarize the statements above, word diction plays an important role in order to make a business email whether it is formal or informal. With a good mastery of words automatically reduces the words that are unnecessary or that the word is not polite. 2.7 Theory of Politeness Politeness does not come by way of a sudden but real politeness is a learning process that produces a good effect, in personal life and business interests. Politeness can reflect on what people think and what people write. Being polite is a complicated business in any language. It is difficult to learn because it involves the understanding not just the language, but also the social and cultural values of the community. People also should know that politeness is not something humans are born with, but everyone needs to learn and socialize into. Here are the definitions of politeness taken from (Watts 2003) statements: 1. Politeness is the ideal union between the character of an individual and his external actions (e.g. the language which that individual uses). 2. Politeness is the ability to please others through one’s external actions (e.g. through one’s language usage). 3. Politeness is the natural attribute of a ‘good’ character. 4. Politeness is a social acquired state of mind that is adjudged to have reached a state of being ‘polished’ and of thereby being in conformity with a set of socially accepted forms of behaviour. It can be infered that politeness is a part of people’s behaviour. Being polite is not something that suddenly come but people need to practice and learn about.With a good level of mastery of politeness people will bring good influence to others as well. 2.8 Politeness in Business Email Politeness in business email means email etiqutte, which contains with courtesy. Of course the courtesy and politeness should apply on all aspect of life, it goes to business
28
email activities as well. When people are going to make or send a business email that means almost the same as the business letter. Therefore it is important to pay attention to ethics is commonly used by professionals. These are some general etiquttes from the experts as reminder for writing proper business email, this could assist everyone before composing a business email. 1. Only discuss public matters According to Kallos in (Silberman 2010): We have all heard the stories about a "private" e-mail that ended up being passed around to the entire company, and in some cases, all over the Internet. One of the most important things to consider when it comes to e-mail etiquette is whether the matter you are discussing is a public one, or something that should be talked about behind closed doors. Ask yourself if the topic being discussed is something you had write on company letterhead or post on a bulletin board for all to see before clicking "send." The writer implies people need to have awareness before sending business email, make sure that the contain of message is only about business and company matters. 2. Briefly introduce yourself Based on Duncan in (Silberman 2010): Do not assume the person receiving your e-mail knows who you are, or remembers meeting you. If you are uncertain whether the recipient recognizes your e-mail address or name, include a simple reminder of who you are in relation to the person you are reaching out to; a formal and extensive biography of yourself is not necessary. Frequent mistakes that often occur in business email are the sender not giving complete or clear information about the sender or the company whereas this important for the recipient to know or recognize the sender. 3. Avoid using shorcuts to real words, emoticon, jargon, or slang Based on Duncan’s statement in (Silberman 2010): Words from grown, business people using shortcuts such as "4 u" (instead of "for you"), "Gr8" (for great) in business-related e-mail is not acceptable. If you would not put a smiley face or emoticon on your business correspondence, you should not put it in an e-mail message. Any of
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
4.
5.
6.
the above has the potential to make you look less than professional. From the statement above business email is required to be professional, using unnecesarry abbreviation basically is not acceptable in business correspondence. The business email can reflect people’s profesionalism. It also can affect people’s success. Always include a signature Pollak added in Silberman (2010:1): You never want someone to have to look up how to get in touch with you. If you are social media savvy, include all of your social media information in your signature as well. Your e-mail signature is a great way to let people know more about you, especially when your e-mail address is does not include your full name or company. The writer assumes a signature is something negligible that people often ignore. When sending a business email for the first time signature is something that people need to add. Providing complete information is definitely also an advantage for business. Train your staff Whereas Pollak in Silberman (2010:1) stated “Business owners should make sure their staff is trained in e-mail communications do not assume they know what they are doing, and what is considered professional. Set up e-mail standards that everyone at the company should abide by”. Referring to the statement above the writer concludes that knowledge about on how to make a proper correspondence is something people need to learn. The ability will come by practice and training. Your email is reflection of you According to Post in Silberman (2010:1): Every e-mail you send adds to, or detracts from your reputation. If your e-mail is scattered, disorganized, and filled with mistakes, the recipient will be inclined to think of you as a scattered, careless, and disorganized businessperson. Other people's opinions matter and in the professional world, their perception of you will be critical to your success. From the statement above the writer infers that the business email has become animportant role in business world. The business email can also determine people’s success.
ISSN 2086-6151
By following the etiquettes above the writer concluded that the sender can increase the professionalism with good image which give benefits to the sender and the company. Therefore, the use of business email will make no longer to underestimate. III. RESEARCH METHOD In writing this research, the writer uses descriptive qualitative method. The writer collects the data and materials needed by business email which sent by customer and client at PT. Nihon Denkei Indonesia, comprehensively variety of resources such as books and dictionaries, articles and other references from Internet sources. After collecting data then the writer studies and analyzes the data to get the conclusion of the research. IV. DISCUSSION There are some cases of impoliteness in E-mail that the writer found at PT. Nihon Denkei Indonesia such as mispelling name, using abbreviations, no signature and so on. The writer also gives the proper sample of business email template. By assistance of the reference it is hopes could help the sender to be more aware with salutation, words, tone and other etiquette which is used in business email. Here are some samples of business emails that use some abbreviations and poor grammar at PT. Nihon Denkei Indonesia : 1. Business Email Case 1 In this business email the sender using abbreviation and did not put complete signature or information about the sender. This email had been sent by one of the distributor to PT. Nihon Denkei Indonesia on 18 July, 2012. Sample 1 Dear Pak Mul – Pak teguh, We confirm that Demo Meter Unit is delivered to Pak Teguh’s office today. We’ll revert with AWB. In this connection please the cost to: BANK MANDIRI A/C : 111-000 4258576 BENEFICIARY : RONY SERIAWAN Brgds, Hari Waluyo Suggested Business Email Case 1 Dear Pak Mul and Pak Teguh, We confirm that Demo Meter Unit is delivered to Pak Teguh’s Office today.
29
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
We’ll revert with AWB. In this connection please the cost to: BANK MANDIRI A/C : 111-000 4258576 BENEFICIARY : RONY SERIAWAN Best Regards, Hari Waluyo Sender information Sender Designation Company Name Contact number From the sample of business email above, the writer sees the abbreviation “Brgds” which means “Best Regards”. It is better to write the business email without using any abbreviations in order to make the recipient understand the message. The abbreviation in business email also could create bad image about the sender because it is obvious the sender just type fast and ignore the etiquette of writing business email. In business email above also does not display the information about the sender; this is quite disturbing if the recipient needs more information that might be easier than using email communication.
Ohira Sender information Sender Designation Company Name Contact Number From the second sample above, there are some mistakes in typing words. The writer assumes that it is possible that the sender was too hasty while typing the email and also not really sure about the vocabulary which were used in this business email. Word “Wright” it is supposed to change into “write”, and “replay” it is supposed change to “reply”. Using English language in business email could be a problem for people who are not accustomed with English language, that is why it is important to learn how to write a proper business email. In this case it also may happen that because of the sender is the foreigner, probably the sender did not know exactly the words between “Replay” and “Reply” has different meaning. ”Replay” means to play again, an act or instance of replaying. Meanwhile “Reply” means to make answer in words or writing, respond. 3.
2. Business Email Case 2 In this business email the sender makes some mistakes such as; mistyping words and not put complete information about the sender. This second business email sample was sent by a staff of PT. Nihon Denkei Indonesia to customer on 31 July, 2012. Sample 2 : Dear Sir, Good morning, Thank you for your inquiry, Could you please wright down attached file the our regulations, So please return to us this matter, Please replay to us Thank you, Best Regards/Ohira Suggested Business Email Case 2 Dear Sir, Good morning, Thank you for your inquiry, Could you please write down the attached file of our regulations, So please return to us this matter, Please reply to us Thank you, Best Regards
30
Business Email Case 3 In this business email the sender makes some mistakes such as; misspelled name of the receiver and also using abbreviation. Business email was sent to PT. Nihon Denkei Indonesia on 2 August, 2012. The sender of this email is business partner of the company. The subject for this email is about a meeting arrangement that dedicated to Director of PT. Nihon Denkei Indonesia. Before this email was sent, the business partner had confirmed about the company such as the name of director, email address, and so on. Sample 3 Dear Ohara san Nogawa san TNT express is the largest division of TPG/TNT part group, a public company that provides global average mail & logistics service. TNT express offers ondemand time service. TNT Express offers on-demand time definite and day-certain door to door express delivery service for documents, parcels and freight. Through our powerful network of people and systems, connecting business with intelligent, precision and care, we believe
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
that we able to make your business work for you. Therefore we are request your time availability for us to visit you as per below advisable arrangement : Person : Prasetyo Wahono – Manager Day/Date/Time : Monday/August 06, 2012/10.00 am We do believe that it will be a great time to meet you to discuss more where we can arrange a high value of service to you and your company. Over more we would like to highly appreciate for our long & nice relationship and your support to TNT Express currently. Kindly please indicate your acceptance to the appointment by giving us a confirmation through replying this email. Thank you very much for your kind attention and cooperation. We are waiting to hearing good news from you. Best Regards Henny Major Account Indoor Sales Sales and Marketing Department T: 62 21 252 0818 ext 9219 F: 62 21 5252773 DID : 62 52969219 M: 0815 745 45 701 TNT International Indonesia Summitmas 21st Fl, Jl. Jend. Sudirman Kav. 61-62 Jakarta 12910 – Indonesia www.tnt.com Suggested Business Email Case 3 Dear Ohira san Nogawa san TNT express is the largest division of TPG/TNT part group, a public company that provides global average mail and logistics service. TNT express offers ondemand time service. TNT Express offers on-demand time definite and day-certain door to door express delivery service for documents, parcels and freight. Through our powerful network of people and systems, connecting business with intelligent, precision and care, we believe that we able to make your business work for you. Therefore we are request your time availability for us to visit you as per below advisable arrangement : Person : Prasetyo Wahono – Manager
ISSN 2086-6151
Day/Date/Time : Monday/August 06, 2012/10.00 am We do believe that it will be a great time to meet you to discuss more where we can arrange a high value of service to you and your company. Over more we would like to highly appreciate for our long and nice relationship and your support to TNT Express currently. Kindly please indicate your acceptance to the appointment by giving us a confirmation through replying this email. Thank you very much for your kind attention and cooperation. We are waiting to hearing good news from you. Best Regards Henny Major Account Indoor Sales Sales and Marketing Department T: 62 21 252 0818 ext 9219 F: 62 21 5252773 DID : 62 52969219 M: 0815 745 45 701 TNT International Indonesia Summitmas 21st Fl, Jl. Jend. Sudirman Kav. 61-62 Jakarta 12910 – Indonesia www.tnt.com From the sample above, the mistakes that the sender made was the mispelled name, ‘Ohara san’. It is supposed to change into ‘Ohira san’. Before this email was sent to PT. Nihon Denkei Indonesia, the sender who made this email already had got some information about the person and company. There is a great possibility that the sender does not recheck the email. Another mistake is using symbol & (and) in business email conversation. It is better to be avoided because the use of such symbols are less well seen especially when used within sentences in business email. 4. Business Email Case 4 In this business email the sender makes wrong salutation, using abbreviation and not put complete signature. This fourth sample email had sent to PT. Nihon Denkei Indonesia, it was sent by the customer who asked about the product of PT. Nihon Denkei Indonesia on 16 August, 2012. Sample 4 Dear Yukihiko san, Pls find attaché file or yr regulations which have been filled.
31
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
We are waiting yr reply soon.
with the recipient. By using proper salutation, it means the sender appreciate the recipient. 2. Avoid the abbreviations Using abbreviations in a business email should be avoided, because the effect can make the reader confuses and wonders what the purpose of the message. 3. Final Comment It would be better if a business email closed with thanks to readers, both for co-operation and may help as a sign that people value the clients or others. 4. Close/Signature This part is often overlooked by some people in the business email. It should be noted here that the business email is a very effective communication medium and fast. If the sender adds the signature and contact information that contains information about the sender and company is certainly beneficial to both parties because it makes it easy if there are things that people need but can not convey in an email. This information includes emailing address, website and phone number.
Thks n rgrds Maria” Suggested Business Email Case 4 Dear Ohira san, Please find the attaché file of your regulations which have been filled. We will waiting for your reply soon. Thanks and Regards Maria Sender information Sender Designation Company Name Contact Number From the case above the writer assumes that first, it is impolite to call someone especially a Japanese person or even other foreigners use his first name because generally people call or write their last (family) name, the recipient’s name here is Mr. Yukihiko Ohira. Second, the email uses abbreviations. This could make the recipient feel confused about what the message exactly is. It is possible for the recipient to feel unhappy receive this business email, because they do not understand, it can cause misunderstanding between recipient and sender. This type of email could give bad impression to the recipient. The sender also ignores some etiqutte while writing the business email, like uses thanks instead of thank you to be more polite. Here are the some explanations how to write business email using formal language and etiqutte. • Formal language Using formal language means the sender use selective word that had been consider as formal word (as explain in previous chapter). It presented politely and carefully, and there is much use of fixed expression and long words. Below some important languages in writing formal business email : 1. Salutation. Start the business email with the proper salutation. At first it is better if the sender look for some information about the recipient such as name, gender, nationality and so on. These three parts are common to pay attention if the sender does not recognize or never meet before
32
•
Etiqutte Using etiqutte in business email has important role in order to make business email well received by the recipient. The sender be expected to use the etiquette in business email that will be send. Below some important etiquette in writing formal business email : 1. Be clear, Brief and Unambiguous. It is common to compose business email which is short and brief, but short does not mean to be rude. It is better to use formal words, compare these sentences “In reply to your email” with “Here’s the request you wanted”. The use of words can influence a more formal communication. Of course good communication can not just happen without any effort as well. The choices of words which will be used in business email, might create good communication and good relationship. 2. Aware with the tone.
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
It should also be noted in the use of words in making a business email, do not let the email reader is unhappy because it could be considered rude. People should be able to be in position on the people who read our email. Of course people also will not feel happy when reading email irreverent. V. CONCLUSION After analyzing some of business emails at PT. Nihon Denkei Indonesia the writer concludes that; 1.1 There are still many mistakes that can be found in the business emails, such as the use of abbreviations, mispelling, impolite words and so on. Besides that the senders ignore the etiquette on how to make proper business email because they often do not recheck the email that will be sent and most of them also do not give the complete information such as phone number, company name and office address in business email. 1.2 common mistakes that being found in business email could be avoided if the sender has knowledge about how to compose a proper business email, and before decided to send business email it is needed awareness about how important business email is for the company. The sender should not ignore the etiquette in business email anymore in order to keep the good image and reputation of company itself. 5.2. Suggestion The writer makes some suggestions or tips that can be used in process of writing proper business email: 1. The sender has to know to whom the business email will be dedicated to, get the names, titles and spelling right. 2. In business email it is recommended to use the formal words, choose the right tone especially if the business email is dedicated for the client or customer. Moreover, composing proper business email might be importance benefit for the company. 3. Avoid the abbreviations and symbols which make the reader wondering about the message received. 4. Make sure to put the signature in every business email that will be send, this is important for others to having information about the sender.
ISSN 2086-6151
5. Read again the email before send it to make sure there will be no mistake in the business email. In a very rapid advance in technology today, email has become an integral part of the business world. By understanding the business use of a good email, the writer hopes people will be more aware the need of politeness in a very important business email. This will create a good image and a good relationship as well. It is not just for personal interests but also the interests of the company.
REFERENCES Baxamusa, Batul Nafisa. (2012). Business Email Format. Taken from http://www.buzzle.com/articles/bus iness-email-format.html (15 march 2013). Barly,Bram. (1995). Write Well: Improving Writing Skills. Yogyakarta: Kanisius. Corder, S. P. (1975). Error analysis. In J. P. B. Allen & S. P. Corder (Eds.), Papers in applied linguistics, The Edinburgh course in applied linguistics, vol. 3: Techniques in applied linguistics. Oxford: Oxford University Press. Emerson, Paul. (2004). Email English, Includes Phrase Bank of Useful Expression. UK. MacMillan. Flynn, Peter. (1995). The World Wide Web Handbook; A Guide for users, Authors, and Publishers. London: International Thomson Computer Press. James, C. (2001). Errors in language learning and use: Exploring error analysis . Beijing: Foreign Language Teaching and Research Press Morris, Rupperd, Smith Hurried. (1999). Bussiness writing (Orienbussisness book). UK.Great Britain Class, Ltd Peek,Jerry. (1991). MH & Xmh; Email for Users & Programmer. California: O’Reilly & Associates, Inc. Pincas. (1998). Teaching English Writing : Essential Language teaching Series. London: The Macmilan Publisher ,Ltd. Rouse, Margaret. (2015). Email (electronic mail or email). Taken from http://www.techtarget.com/definitio
33
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
n/e-mail-electronic-mail-or-email (30 March 2013). Silberman, Lindsay. (2010). 25 Tips for Perfecting Your E-mail Etiquette. Taken from http://www.inc.com/guide/2010/06/ email-etiquette (14 March 2013).
34
Watts, Richard J. (2003). Politeness. United Kingdom; Cambridge University Press.
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Tindak Ilokusi Dalam Komedi Situasi Preman Pensiun (epsd. 73) Prapti Wigati Purwaningrum ABA BSI Jl. Salemba Tengah no. 45 Jakarta pusat
[email protected]
ABSTRACK This tendency draws interest to find the speech act classification and the meaning of it. This paper is using dialog script of Preman Pensiun part 73 written by Aris Nugraha. In this analysis the writer uses speech act theory by Searl, and pragmatic theory by Austin. From the data source the writer found 45 data. Based on the analysis are there are 5 speech act classification, representatives, commisive, expressive, directive, and declarative. Directive speech act command and request is mostly used by the characters in the situation comedy series Preman Pensiun. The conclusion of this analyasis are the writer found 3 data for representative (2 suggest and 1 swear), 3 data for commisive, 26 data for request (20 command and 6 request), 13 data for expressive (2 thank, 10 complaint, 1apologize), and 1 data for declare. Keywords: Pragmatic, speech act classification, Preman pensiun script cpt.73
I.
PENDAHULUAN Dalam berkomunkasi tidak lepas dari adanya penutur, mitra tutur, topik, dan situasi tutur. Tidak jarang penutur dan mitra mengalami kesalahpahaman terhadap apa yang tengah mereka perbincangkan. Oleh karena itu perlu komunikasi yang baik serta kerjasama yang baik antar keduanya agar tidak terjadi salah paham. Memahami sebuah tuturan tidak hanya sekedar mengetahui maksud tuturan yang dituturkan secara eksplisit, tapi juga harus mengetahui makna yang tersirat dibalik ujaran tersebut. tidak selamanya mitra tutur mampu mengetahui makna tersebut maka sering terjadi kesalahpahaman atau miscommunication. Pragmatic merupakan salah satu ranah linguistik yang mengkaji mengenai makna yang tersirat dari sebuah tuturan. Tidak selamanya apa yang penutur tuturkan itulah yang dia maksud. Oleh Karena itu mitra tutur harus benar-benar mampu memahami apa yang tersirat dalam tuturan tersebut. banyak sekali kajian dalam pragmatik yaitu implikatur, tindak tutur, presuposisi. Dalam tulisan ini penulis hanya ingin fokus pada kajian tindak tutur. Menurut Austin, pada dasarnya pada saat seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu. Contohnya, seorang penghulu pada saat menikahkan sepasang kekasi dengan
ISSN 2086-6151
mengujarkan “saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan si Fulan Binti Fulan dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai”. Maka penghulu tidak sekedar mengucapkan tetapi juga melakukan yaitu menikahkan (menjadikan halal bagi pesangan laki-laki dan perempuan menjadi suami dan istri) maka setelah tuturan tersebut dituturkan status si Fulan berubah menjadi suami istri yang sah menurut agama dan Negara. Dalam sebuah tuturan tidak lepas dari adanya konteks tutura yang mempengaruhi penutur dan mitra tutur. Oleh karena itu mitra tutur harus benarbenar memahami Tindak ilokusioner yang ada dibalik tiap tuturan. Ada berbagai jenis tindak ilokusi, misalkan menyarankan, bersumpah, meminta, mengundang, berjanji, mengancam, berterimakasih, mengucapkan selamat, menyatakan, mendeklarasikan. Tuturan-tutran tersebut akan menjadi sah atau valid jika diujarakn antara penutur dan mitra tutur yang memiliki latar belakang pengetahuan yang sama, serta dituturkan dalam situasi yang sesuai. Berbagai tutran sering ditemukan dalam percakapan sehari-hari, novel, reality show, film, bahkan dalam sinetron dan komedi situasi. Beberapa tahun belakangan ini, khususnya di Indonesia banyak bermunculan komedi situasi yang cukup merebut hati pemirsa sepeti bajaj bajuri,
35
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016 suami-suami takut istri, dan yang sedang menjadi favorit saat ini preman pensiun dan tukang ojek pengkolan. Dari sekian banyak komedi situasi, yang paling menarik perhatian penulias adalah preman pension. Dalam cerita ini menggambarkan kehidupan para preman yang memiliki kebaikan hati dipimpin oleh Dedy petet (kang Bahar) dan para preman yang hanya memihak pada pihak yang berduit dipimpin oleh Jamal untuk membantu melancarkan bisnisnya. Selain itu dalam komedi ini juga menggambarkan sekelompok pencopet yang dengan terampilnya memindahkan barang-barang yang bukan haknya ke kantong mereka. Selain itu cerita ini juga dibumbui dengan kisah cinta antara dua copet dewi dan Ubed yang akhirnya merke insaf dan beralih menjadi penjual cilok dan masih banyak kelucuan lainnya. Dalam komedi situasi ini terdengar lucu dan kadang ada beberapa percakapan yang patah (pertanyaan dan jawabannya singkat atau bahakan terkadang tidak nyambung) tapi justru dengan ini memicu tawa penonton. Dalam beberapa dialog yang digunakan oleh masing-masing tokoh t banyak sekali ditemukan tindak ilokusi yang dituturkan oleh masing-masing tokohnya. Melalui pembahasan ini, penulis ingin mengetahui bagaimana tindak ilokusi dituturkan serta maksud dari tuturan tersebut saat dituturkan oleh para tokoh. Dengan beberapa latar belakang di atas penulis memilih judul TINDAK ILOKUSI DALAM KOMEDI SITUASI PREMAN PENSIUN (epsd. 73).
II. TINJAUAN PUSTAKA Pragmatic Menurut gazdar dalam Nadar (2009:5) pragmatic adalah kajian antara lain mengenai deiksis, implikatur, presuposisi, tindak tutur, dan aspek – aspek struktur wacana. Aspek tutur Menurut Leech (1991:19-21) Aspek tutur meliputi penutur, lawan tutur, tujuan tutur, tuturan sebagai produk tindak verbal. Terkait dengan aspek tutur penutur dan lawan tutur ditegaskan bahwa lawan tutur atau petutur adalah orang yang menjadi sasaran tuturan dari penutur. Pendapat lain diungkapkan dalam Wardaugh (1986:349-350) tentang bahwa dalam setiap tuturan terdapat SPEAKING yaitu Setting, Participants, Ends, Act of sequence, Keys, Instrumentalities,
36
Norms, dan Genres “tempat, peserta tutur, tujuan tuturan, urutan tuturan, cara, media, norma yang berlaku, dan genre. Tindak Tutur Austin (1962:98-99) menyebutkan bahwa pada dasarnya pada saat seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu. Contoh, saat seseorang menggunakan kata kerja promise ‘berjanji’, apologize ‘minta maaf’, name ‘menamakan’, pronounce ‘menyatakan’. 1. Saya berjanji akan datang tepat waktu 2. Saya minta maaf karena datang terlambat 3. Saya menamakan kapal ini Elizabeth Tuturan tersebut dinamakan tuturan performatif, sedangkan kata kerjanya juga disebut kata kerja performatif. Masih menurut Austin, agar tuturan tersebut dapat terlaksana ada tiga syarat yang harus dipenuhi dalam tuturan performatif. Berikut tiga syarat-syarat yang diperlukan dan harus dipenuhi agar suatu tindakan dapat berlaku disebut dengan felicity conditions, yaitu: Pelaku dan situasi harus sesuai, tindakan harus dilaksankan dengan lengkap dan benar oleh semua pelaku, pelaku harus mempunyai maksud yang sesuai. Klasifikasi Tindak Tutur Searl (1975) membagi tindak tutur menjadi tiga macam tindakan yang berbeda yaitu tindak lokusioner, ilokusioner, dan perlokusioner. Pendapat serupa dari Wijana (1996:17-20) menyatakan pada hakikatnya ketiga tindakan tersebut yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi dapat dijelaskan sebagai tindakan untuk menyatakan sesuatu, untuk melakukan sesuatu, dan untuk mempengaruhi. Contohnya, “saya tidak dapat datang” sekilas tuturan tersebut sebagai sebuah pernyataan bahwa penutur tidak dapat dating, tetapi jika tuturan tersebut dituturkan pada teman yang baru saja merayakan ulang tahun, maka tutran tersebut memiliki ilokusi apologize ‘meminta maaf’. Dalam nadir, disebutkan bahwa tindak ilokusioner yang merupakan sentral dalam kajian tindak tutur dibagi menjadi lima yaitu: a. Representative ‘representatif seperti suggest ‘menyarakan, swear ‘bersumpah
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016 b. Directives ‘direktif seperti command ‘memerintah, request ‘meminta’, invite ‘mengundang c. Commissive ‘komisif’ seperti undertake ‘mengusahakan’, promise ‘berjanji’, threaten ‘mengancam, offer. d. Expressive ‘ekspresif’ seperti thank ‘berterimakasih’, congratulate ‘mengucapkan selamat’, welcome ‘menyambut’, complaint ‘mengeluh’, apologize. e. Declarations ‘deklarasi’ seperti declare ‘menyatakan’, name ‘menamakan’.
tersebut ditulis oleh Aris Nugroho. Alur cerita tersebut sangat mudah dipahami dan ringan untuk dinikamti, selain itu dalam percakapan tersebut banyak ditemukan berbagai tindak ilokusi. Oleh karena itu penulis memilih percakapan dalam sitcom tersebut sebagai sumber data. Prosedur
Dari skrip percakapan yang ada dalam sitkom tersebut, penulis mengelompokan terlebih dahulu tuturan-turan yang memiliki tindak ilokusi. Stelah data terkumpul semua lalu dikelompokan masingmasing berdasarkan jenis tindak ilokusinya, setelah itu dideskripsikan dan dijelaskan arti dari tindak ilokusi tersebut. Hasil III. METODE PENELITIAN Hasil dari analisa tindak ilokusi pada Materi percakapan sitcom preman pension ditujukan Data percakapan dalam sitkom preman dengan table sebagai berikut: pension eps. 73 dipilih sebgai objek kajian. Dialog TABEL HASIL ANALISIS TINDAK ILOKUSI DALAM PERCAKAPAN PREMAN PENSIUN
REPRESENTATIVE Suggest swear 2 1
COMMISIVE offering 3
DIRECTIVE command request 20 6
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini penulis akan membahas tindak ilokusi yang ada pada tuturan –tuturan yang dituturkan oleh tokoh dalam komedi situasi Preman Pensiun. Penulis menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Searl dalam Nadar. 1. Representative ‘representatif’ Tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas hal yang dikatakan. a. Data 2 (Suggest ‘menyarankan’) Menyarankan merupakan tindak ilokusi yang berfungsi untuk memberikan saran pada mitra tutur tentang suatu hal. Suggest atau saran sifatnya tidak sekuat dengan tuuran perintah, jadi mitra tutur boleh melakukan saran tersebut atau sebaliknya. Muslihat: kalo akang mau es goyobot gimana? Sukesih: buka puasa minum es mah ga bagus! Muslihat : tapi akang maunya es goyobod! Sukesih : kalo buka puasanya pake the anget tawar, biar akang enggak kebanyakan gula. Tuturan ini dituturkan oleh sepasang suami istri yaitu muslihat dan sukesih.
ISSN 2086-6151
thank 2
EXPRESSIVE complaint apologize 10 1
DECLARATIVE declare 1
Pagi sebelum muslihat berangkat kerja dia bilang ke sukesih bahwa dia ingin berbuka dengan es goyobod. Sukesih tidak mengiyakan atau juga melarang. Sukesih hanya bertutur “buka puasa minum es mah nggak bagus!” kemudian disusul dengan jawaban berikutnya yaitu “kalo buka puasa pake teh anget tawar, biar akang nggak kebanyakan gula….”. Dengan tuturan “buka puasa minum es mah ga bagus!” tidak hanya sebatas pernyataan sebagai jawaban dari sukesih, melainkan tersirat bahwa sukesih menyarankan agar muslihat tidak minum es saat berbuka puasa. Tuturan ini tidak terlalu tegas hanya menyarankan alangkah baiknya jika berbuka puasa diawali terlebih dahulu dengan minum teh tawar, yaitu dengan tuturan “kalo buka puasanya pake the tawar, biar akang nggak kebanyakn gula.” Sukesih ingin memberikan yang terbaik untuk muslihat, demi kesehatan muslihat yaitu ingin melarang agar tidak berbuka dengan minum es, tetapi dalam hal ini kapasitas sukesih sebagai istri harus sopan ketika berbicara pada suaminya dan tidak
37
45
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
b.
member kesan memerintah atau menggurui, maka sukesih memilih menuturkan niatnya yang dikemas dengan tindak ilokusi suggest ‘menyarankan’ yaitu “kalo buka puasanya pake the tawar, biar akang nggak kebanyakn gula.” Tindak ilokusi suggest ‘menyarankan juga ditemukan pada data 44. Data 14 (swear ‘bersumpah’) Bersumpah tidak jarang dituturkan oleh seseorang sebagai alat untuk meyakinkan apa yang dituturkan pada mitra tutur adalah benar. Tuturan ini dituturkan oleh dikdik yaitu anak buah kang mus yang sedang menjalin kasih dengan imas pembantu kang bahar yang merupakan bos besar dari kang mus dan didik. Imas : nggak pengen buka puasa bareng aku? Dikdik : memnagnya kamu mau? Imas : mau aja kalo diajak. Dikdik : mau? Imas : Bener? Dikdik : bener Imas : sumpah? Dikdik : sumpah. Dari seberang terdengar suara dikdik yang mencoba membuka pembicaraan dengan imas melalui HP. Tiba-tiba Imas bertutur “kamu nggak mau buka puasa bareng aku?” dengan pertanyaan itu dikdik memberanikan diri untuk mengajak imas buka puasa bersama. Dengan bertutur “memangnya kamu mau?” perbincangan merekapun bersahutan untuk saling meyakinkan satu sama lain, ampailah dikdik bertutur “sumpah” saat imas menanyakan “sumpah?”. Tuturan “sumpah” yang dituturkan oleh didik merupakan tuturan yang ditujukan untuk memberikan ketegasan pada Imas bahwa dikdik memang benarbenar memiliki niat untuk mengajak imas berbuka puasa bersama. Dengan menuturkan “sumpah” berarti dikdik mengetahui seberapa besar keseriusan dia dan juga dengan ujaran tersebut berarrti dikdik terikat untuk membuktikan kebenarannya yaitu dengan mengajak Imas berpuka puasa bersama.
38
2.
Commisive “komisif” tuturan yang dituturkan oleh penutur dan memiliki kekuatan atau komitmen dari si penutur untuk melakukannya. Data 6&7 (offering “menawarkan”) (saep menurut, duduk, bersila, tampak sedih dan bingung. Junaedi kemudian jongkok dihadapannya, kemudian bertanya sambil member isyarat dengan gerakan minum) Junaedi : kamu mau minum? (saep tempak sedih dan bingung, kemudian menggeleng. Saep kemudian bertanya sambil member isyarat gerakan makan). Junaedi : kamu mau makan? Pada percakapan antara saep dan junaedi, saep dalam kondisi sedih karena dia telah ditinggalkan ketiga rekannya yaitu dewi, junaedi, dan ubed yang telah insaf tidak mau mencopet lagi. Dalam percakapannya, junaedi bertutur “ kamu mau makan? Dan kamu mau minum? Tuturan ini ditujukan sebagai rasa simpati junaedi pada saep dengan cara menawarkan sesuatu. Pada kedua tuturan tersebut termasuk dalam kategori tuturan representative jenis offering “menawarkan”. Junaedi menwarkan makanan dan minuman sebagai wujud kepedulian terhadap temannya meskipun mereka sudah tidak sepaham lagi. Pada tindak ilokusi ini junaedi memiliki suatu niat yang ingin dicapai yaitu agar saep mau menerima tawaran dia untuk makan dan minum. Tindak ilokusi offering “menarwakan” juga terdapat pada data 29
3.
Directives ‘direktif Tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan sesuai apa yang disebutkan di dalam tuturan. a. Data 16 (Command “memerintah’) Tuturan ini diungkapkan oleh resty gadis cantik anak buah jamal yang ditugaskan untuk mengadu domba muslihat dan anak buahnya, pada komar yang merupakan anak buah muslihat. Komar yang saat itu sedang didera rasa iri pada dikdik yang ternyata lebih dipercaya oleh muslihat. Komar : tenang, nanti masalahnya saya beresin!
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016 Resty : jangan Cuma masalahnya yang diberesin, dikdiknya aja yang sekalian diberesin! Dari tuturan tersebut terlihat jelas bahwa resty mencoba menghasut komar untuk memusuhi dikdik yang sama-sama anak buah muslihat. Resty menciptakan cerita seolah dikdik menjadi anak buah kesayangan muslihat, jadi jika sewaktuwaktu muslihat mundur maka dikdiklah yang kelak menggantikan. Komar percaya akan hal itu, sebagai senior merasa tidak dianggap. Komar bertutur pada resty saat setelah resty mengadukan tentang dikdik “tenang nanti masalahnya saya beresin!” restypun dengan tipu dayanya bertutur “jangan Cuma masalahnya yang diberesin, dikdiknya aja yang sekalian diberesin!” Tuturan resty merupakan sebuah perintah yang ditujukan pada komar agar memusuhi dikdik atau bahkan menyingkirkannya. Jika komar telah terhasut oleh apa yang diungkapkan oleh resty dan bermusuhan dengan dikdik, maka tujuan jamal untuk menghancurkan muslihat melalui tipu daya resty akan berhasil. Jamal akan menguasai daerah yang selama ini dibawah pengawan muslihat. Tindak ilokusi memerintah lainnya juga terdapat pada data 1, 4, 5, 11, 12, 20, 24, 25, 26, 30, 34, 35, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43. b. Data 31 (Request ‘Meminta) Tuturan request atau meminta ini dituturkan oleh muslihat atau serin disapa kan mus. Situasi tutur terjadi di pasar saat bulan ramadhan, kang mus ingin membeli sarung untuk tarawih. Pelayan : ada yang bisa saya bantu? Muslihat : kamu bisa bantu? Pelayan : apa yang perlu saya bantu? Muslihat : bantu saya cariin sarun yang bagus! “bantu saya cariin sarung yang bagus” sangat jelas terlihat bahwa tuturan tersebut merupakan sebuah tuturan meminta si lawan tutur untuk melakukan sesuatu, dalam hal ini kang mus sebagai pembeli meminta tolong pada pelayan untuk mencarikan sarung yang bagus untuk dibeli.
ISSN 2086-6151
Tindak ilokusi jenis meminta ini secara jelas dituturkan oleh muslihat kepada penjual. “bantu saya cariin sarung yang bagus” sangat mungkin dituturkan dari seorang pembeli pada penjual dengan didasari rasa percaya bahwa penjual akan lebih mampu untuk memilihkan kualitas dagangannya yang baik untuk diberikan pada pembelinya. Tindak ilokusi meminta yang lainnya dapat ditemui pada data 3, 8, 17, 46, dan 28. 4.
Expressives ‘expresif’ Tindak tutur expressive adalah tindak tutur yang memiliki maksud terhadap sesuatu yang ingin dicapai oleh penuturnya pada waktu menutur sesuatu dan dapat merupakan tindakan menyatakan seperti berterimakasi, meminta maaf, mengucapkan selamat. a. Data 32 (thank “terimakasih”) (di toko busana muslim) Muslihat: bantu saya carikan sarung yang bagus! Pelayan : Baik pak! Saya bantu Muslihat: terimakasih sudah mau bantu saya! Pelayan: Sudah tugas saya bantu bapak. Tuturan ini terjadi pada saat muslihat berrada di toko busana muslim, dia ingin membeli sarung yang cocok dengannya. Segera dia meminta tolong pada pelayan untuk mencarikan sarung tersebut. pelayan segera memberikan respon yang sopan dengan bertutur baik pak, saya bantu! Lalu muslihat bertutur” terimakasih sudah mau bantu saya” sebagai ungkapan rasa puas dengan jawaban yang diperoleh muslihat meskipun sarung yang dia inginkan belum digenggamannya. “terimakasih sudah mau bantu saya” tuturan tersebut masuk dalam tindak ilokusi expressive yang menyatakan terimakasih. Tuturan ini dituturkan oleh muslihat sebagai ungkapan rasa kepuasan atas respon yang telah diberikan oleh pelayan pada saat muslihat saat meminta tolong pelayan untuk mencarikan sarung yang dia inginkan. Dengan tuturan tersebut muslihat sangat menghargai pelayan meskipun dia belum mendapatkan sarung yang dicarinya, namun dengan respon awal sang pelayan, muslihat cukup
39
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016 merasa puas dengan pelyanan di toko tersebut. tindak ilokusi ini juga terdapat pada data 33.
b.
40
Data 45 (Complaint “mengeluh”) (di Terminal) Musliaht : Gobang! Gobang : eh kang! Muslihat : dari mana? Gobang : barusan nengok empang dulu, kang! Udah tiga hari ini lele saya banyak yang mati. Muslihat: Kamu bukanya udah dapet penyuluhan dari dinas? Gobang: udah, kang! Teorinya mah udah bener, tapi prakteknya masih salah. Muslihat: sabar! Gobang: say amah pasti sabar, tapi tetep pusing juga. Sabar di hati pusing di otak. Musliahat: hebat, kamu! Biar lagu pusing tetep lucu! Percakapan ini antara muslihat dan gobang. Gobang adalah anak buah muslihat yang dipercaya menjaga keamanan terminal. Seiring berjalannya waktu muslihat dkk sadar bahwa bisnisnyang mereka jalani adalah bisnis yang besar dan menjanjikan tapi bukan bisnis yang baik, maka muslihat menyarankan seluruh anak buahnya termasuk dirinya untuk mulai memikirkan memilih usaha yang lebih baik. Salah satunya gobang dengn mencoba keberuntungan berbisnis lele. Tapi ternyata tidak semulus niatnya, bisnisnya bisa dibilang gagal dengan banyaknya lele yang mati. Gobang bertutur “barusan nengok empang dulu, kang! Udah tiga hari ini lele saya banyak yang mati” dan “udah, kang! Teorinya mah udah bener, tapi prakteknya masih salah.” Tindak ilokusi ini termasuk dalam tindakan mengeluh. Gobang mencoba berkeluh kesah pada muslihat atas apa yang tengah dia alami. Tindak ilokusi mengeluh dituturkan apabila si penutur merasakan ketidaknyamanan terhadap sesuatu hal atau situasi. Seperti yang dilakukan oleh gobang, dia merasa sedikit tertekan satu
sisi dia ingin mencoba memiliki bisnis yang baik tapi disisi lain dia harus mengalami kerugian dengan banyaknya lele yang mati. Hal ini terlihat dalam tuturan gobang “barusan nengok empang dulu, kang! Udah tiga hari ini lele saya banyak yang mati” dan “udah, kang! Teorinya mah udah bener, tapi prakteknya masih salah.” Dengan menuturkan ujaran tersebut, gobang berusaha meluapkan atas rasa ketidaknyamanan dia terhadap suatu kondisi. Meskipun belum tentu solusi dapat dia peroleh dari muslihat, tapi paling tidak dia telah bisa sedikit meluapkan rasa ketidaknyamanan dia. Tindak ilokusi mengeluh juga terdapat pada data 9, 10, 13, 15, 18, 19, 21, 22, dan 23. c.
Data 27 (Apologize “meminta maaf”) Di pos preman pasar. Komar dan iwan sedang duduk, tiba2 taslim datan dan duduk. Komar : pos ini buat yang tanggung jawab keamanan di pasar. Taslim : (merasa malu dan tidak enak) map, kang! (taslim bangkit dan pergi kea rah WC umum) Taslim sebagai orang baru yang ditugaskan menjaga parkir merupakan orang pilihannya dikdik, maka komar merasa tidak dianggap oleh muslihat. Sikap komar ke taslim menjadi cuek. Dengan kondisi seperti ini, taslim merasa malu dan tidak enak, apalagi saat komar bertutur “pos ini buat yang tanggung jawab keamanan di pasar.” Tidak ada kata yang sanggup mewakili perasaan taslim selain kata “maap kang” dan pergi berlalu. Tindak ilokusi yang dituturkan oleh taslim “maap bang!” merupakan tindak ilokusi ekspresi yang mewakili hati dan ketidaktauannya terhadap kondisi yang sedang dia alami. Katakata sinis yang dia peroleh dari komar, seperti angin lalu yang dia sendiri tidak tau apa salah dia. Tuturan “maap kang” yang diujarkan oleh taslim bukan semata-mata karena dia telah melakukan kesalahan pada
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016 komar, melainkan hanya sebagai respon atas apa yang sudah dia terima dan dengar dari si komar. Tuturan “ maap kang!” juga ditujukan sebagai rasa penghormatan pada senior dia yaitu komar dan iwan, bukan untuk mengakui bahwa dia sudah melakukan kesalahan dengan berada di tempat itu. Lalu dia berlalu menuju WC umum dengan rasa ketidaktahuannya. 5.
Declarative (Deklarasi) Tindak ilokusi ini apabila tuturan ini dituturkan maka akan ada perubahan. Data 36 Menyatakan (percakapan melalui HP) Komar : bertiga sama siapa? Muslihat : orang baru yang jagain parkir juga harus kebagian. Komar : kan yang kerjanya mungutin iuran dari pedagang di pasar Cuma saya sama iwan. Muslihat : dia kan kerja juga jagain parkir Komar : dia kan bukan anak buah saya Muslihat : bener, dia bukan anak buah kamu, tapi anak buah saya Komar : iya kang…. Percakapan antara komar dan muslihat melalui hp. Saat lebaran menjelang muslihat sebagai bos memerintahkan agar komar dan kawan-kawan boleh menarik iuran tanpa harus menyetornya ke muslihat, sebagai THR bagi mereka. Maka komar sangat bahagia mendengar kabar tersebut, musliaht menambahkan bahwa hasilnya juga harus dibagi ke tukang parkir, awalnya komar menolak dengan bertutur “dia kan bukan anak buah saya” namun dibalas oleh muslihat dengan tuturan “bener, dia bukan anak buah kamu, tapi anak buah saya”, komar hanya bisa menjawab “iya kang”. Tindak ilokusi yang dituturkan oleh muslihat “bener, dia bukan anak buah kamu, tapi anak buah saya” memiliki kekuatan atau makna menyatakan Declare bahwa dia yang dimaksud adalah anak buah muslihat. Tuturan tersebut memiliki kekuatan dan merubah situasi karena dituturkan oleh muslihat sebagai ketua mereka dan komar sebagai salah satu anak buahnya. Maka setelah tuturan tersebut
ISSN 2086-6151
ditutrkan, komar yang pada awalnya menolak untuk membagi hasil dengan si tukang parkir, maka berubah sikap dan keputusannya untuk mematuhi perintah muslihat. V.
KESIMPULAN `data dalam penelitian ini diperoleh dari percakapan dalam sitkom preman pension episode 73. Hasil dari analisa penulis menemukan 45 data yang termasuk dalam tindak ilokusi. Menurut Searl ada 5 jenis tindak ilokusi, kelimanya ditemukan dalam percakapan sitkom preman pension. Data tersebut diantara, 3 data termasuk dalam tindak ilokusi representative suggest dan swear. 3 data termasuk dalam tindak ilokusi comissive offer, 26 data merupakan tindak ilokusi directive command dan request, 13 data mencakup tindak ilokusi expressive thank, complain, dan apologize, sedangkan 1 data merupakan tindak ilokusi declarative. Dari sekian banyak data, tindak ilokusi yang paling sering digunakan dalam percakapan para pemeran preman pension adalah tindak ilokusi directive command “meminta” dan expressive complaint “mengeluh”.
DAFTAR PUSTAKA Leech. N Geoffrey. Principle of Prgamatics. New York: Longman Group Nadar, F.X. (2009). Pragmatik & Penelitian Pragmatik. Yogyakarta; Graha ilmu Yule, George, (1996). Pragmatics New York: Oxford UP.
41
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Analisis Gaya Bahasa Dalam Cerpen The Oval Portrait Karya Edgar Allan Poe Sri Arfani ABA BSI Jakarta Jl. Salemba Tengah No. 45. Jakarta Pusat
[email protected]
ABSTRACT Analysis of figure of speeh. This research aims to describe the figure of speech used by EDGAR ALLAN POE in the short story THE OVAL PORTRAIT. This research used is descriptive method in form of qualitative by using structural and stylistics approach. Based on the result of the data analysis, the conclusions of this research that there are four type of figure of speech was found in short story of THE OVAL PORTRAIT by EDGAR ALLAN POE. The data was shown there are six examples of phrases figure of speech namely: 1) methaphore was found in this short story only 1 phrase, 2) simily was found in this short story consist of 2 phrases,3) alliteration was foundin this short story is 2 phrases, and 4) irony was found only 1 phrase. The authors were able to create a better sense to the reader by explaining things in this short story, using stylistic way. Keywords: analysis, figure of speech, short story.
I. PENDAHULUAN Gaya bahasa merupakan hal yang menarik di dalam karya sastra khususnya cerpen. Pengarang yang satu dengan yang lainnya mengungkapkan perasaanya dengan bahasa yang khas dan berbeda-beda terhadap pengarang melalui gaya bahasanya. (Keraf 2010) menyatakan bahwa gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa. Melalui gaya bahasa memungkinkan pembaca dapat menilai pribadi, watak, dan kemampuan seseorang mempergunakan bahasa. Semakin baik bahasanya semakin baik pula penilaian orang terhadapnya, Sebaliknya semakin buruk gaya bahasanya semakin buruk juga penilaian orang terhadapnya. Selanjutnya, Menurut (Nurgiyantoro 2010) sebuah karya sastra, fiksi atau puisi, menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur (pembangun)-nya. Struktur karya fiksi menyaran pada pengertian hubungan antar unsur (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi,
42
yang secara bersama-sama membentuk satu kesatuan yang utuh.Selanjutnya hubungan antarunsur instrinsik yang satu denganyang lain saling menentukan dan membentuk satu kesatuan cerita yang utuh mulai dari peristiwa cerita (plot atau alur), tokoh cerita (karakter), tema cerita, suasana cerita, latar cerita, dan gaya pengarangnya (Sumardjo dan Saini, 1988). Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahawa unsur instrinsik dalam karya sastra khususnya cerpen merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat terpisahkan satu dengan yang lainnya. Unsur intrinsik yang dimaksud adalah plot atau alur, tema cerita, suasana cerita, latar cerita dan gaya pengarangnya. Pendapat lain dikemukakan oleht Sumardjo dan (Saini 1988), gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa agar daya ungkap atau daya tarik atau sekaligus kedua-duanya bertambah. Gaya bahasa diartikan sebagai bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
efek dengan cara memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertetu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Menurut (Tarigan (1985) Gaya bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembaca. Penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu. Penggunaan gaya bahasa dalam cerpen mempunyai fungsi, yaitu sebagai pengemban nilai estetika karya itu sendiri untuk menimbulkan efek tertentu, menimbulkan tanggapan pikiran pada pembaca, dan mendukung makna suatu cerita. Alasan penulis meneliti gaya bahasa dalam penelitian ini adalah: 1.
2.
3.
4.
5.
Gaya bahasa merupakan satu dianatara ciri khas pengarang untuk mengungkapkan perassaannya yang akan membedakan antara pengarang yang satu dengan pengarang yang lainya. Gaya bahasa yang beragam dan bervariasi dari masing- asing pengarang merupakan cara pengarang untuk mewakili perasaannya terhadap apa yang ingin disampaikan kepada pembaca melalui karanganya. Gaya bahasa merupakan aspek yang sangat penting dari sebuah karya sastra termasuk cerpen, karena gaya bahasa yang mengungkapkan perasaan seseorang dan menyampaikan pesan lewat sebuah karya sastra Gaya bahasa dalam cerpen berfungsi sebagai pengemban nilai keindahan, untuk menimbulkan efek tertentu. Gaya bahasa yang bervariasi dan beragam cukup sulit untuk di ajarkan kepada siswa sehingga pemahaman siswa kurang memadai untuk dipahami dan dimengerti tentang gaya bahasa tertentu, pada contoh gaya bahasa yang terdapat dalam cerpen, jadi dengan adanya penelitian ini diharapkan pada
ISSN 2086-6151
siswa untuk memahami dan mengerti ragam dari gaya bahasa degan contoh- contoh yang mudah di pahami terutama gaya bahasa yang terdapat dalam cerpen The Oval Portrait karya Edgar Allan Poe. Cerpen sebagai bentuk salah satu bentuk prosa fiksi yang sering juga disebut sebagi suatu cerita ringkas memerlukan pengungkapan yang lebih rumit. Cerpen dituntut untuk mencari moment yang menarik, kemudian diekspresikan melalui bahasa secara personal sehingga menimbulkan nilai estetik. Hanya saja didalam sebuah cerpen terdapat pemadatan ide yang selalu terarah tetapi dapat membentuk sebuah kesan. Menurut (Sumardjo 2004), wujud fisik cerpen adalah cerita pendek. Tetapi batasan panjang pendeknya belum ada ukuran yang tetap dan pasti. Para ahli masih berdebat tentang batasan yang tepat. Ada mengartikan cerita pendek terdiri dari 500 kata sampai 5000 kata. Bahkan ada yang terdiri dari 30.000 kata. Tetapi rata-rata cerpen Indonesia terdiri dari 4 atau 5 lembar kertas folio dengan spasi rangkap. Atau paling banyak 20 lembar. Hal ini tidaklah berbeda dengan kelaziman ukuran cerpen dari Barat yang kurang lebih ukurannya relatif sama dengan cerpen Indonesia pada umumnya. Selain ciri di atas, ciri yang kedua adalah sifat naratifnya, atau sifat ceritanya. Cerita pendek harus berbentuk naratif dan pendek, bukan berbentuk argumentasi, analisa, atau deskripsi. Yang ketiga, ciri cerpen adalah ceritanya fiksi (ciptaan atau rekaan). Fiksi bukan sesuatu khayalan belaka atau yang tidak masuk akal, akan tetapi cerpen biasanya berdasarkan pada realitas yang ada. Edgar Allan Poe adalah seorang sastrawan barat terkemuka, yang dikenal lewat berbagai karyakaryanya, yang menggunakan kata-kata yang sederhana tetapi mengandung makna yang penuh dengan nilai estetika tinggi yang memerlukan imajinasi dan pembacaan intensif dari pembaca agar tidak salah tafsir. Setiap kata-kata yang tertuang dalam
43
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
puisinya sangat menarik untuk diteliti, sehingga peneliti mengambil objek penelitian tentang salah satu karya indah miliknya. Seperti telah disinggung di atas, ukuran kelaziman cerpen Barat umumnya sama dengan cerpen di Indonesia. Di antaranya karya Anton Chekov, Guy de Mapaussant, dan Edgar Allan Poe. Khusus yang terakhir ini penulis ingin menganalisis salah satu karya yang tergolong masyhur yaitu The Oval Portrait di mana termasuk cerpen beraliran Gothic. Istilah gothic menurut kamus Cambridge Advanced Learner’s Dictionary (Third Edition) adalah tulisan yang menceritakan sesuatu yang aneh, ganjil, suram terjadi di dalam tempat yang menyeramkan. The Oval Portrait menceritakan tentang kisah cinta yang tragis (a tragic love story) di mana si tokoh utama yang berperan sebagai pelukis menjadi sangat berhasrat dalam menyelesaikan karyanya—melukis istrinya yang kecantikannya memikat semua orang. Sampai-sampai dia (pelukis) ini tidak menyadari bahwa waktu terus berjalan, jam demi jam telah berlalu, siang berganti malam, bahkan hari telah hari hingga seminggu telah berlalu, namun goresan di kanvas masih meliuk-liuk. Pengorbanan dan cinta tulus dari seorang istri sang pelukis, yang menjadi model untuk dilukis oleh sang suaminya, yang dengan penuh kasih sayang merelakan dirinya dijadikan objek lukisannya sambil menahan rasa lapar, haus, kantuk hingga ajal menjemputnya. Obsesi sang pelukis yang membara dalam membuat karya lukis yang agung dan berkelas dengan nilai tinggi membuat dia hanyut dan tenggelam dalam waktu yang terus berlalu hingga dia tidak menghiraukan kondisi fisik dan psikis istrinya sebagai objek lukisannya. Suasana demikian ditunjang dengan sifat pasrah, tunduk, cinta yang begitu mendalam sang istri terhadap suaminya—dengan mata berbinar yang selalu diiringi dengan senyum mengembang terpancar memaksa menutupi kelelahan dan kepedihan diwajahnya. Kondisi inilah yang menambah alur cerita semakin tragis.
44
Berdasarkan beberapa hal yang telah dipaparkan di atas penulis tertarik untuk menganalisis cerpen The Oval Portrait karya Edgar Allan Poe yakni pada salah satu analisis instrinsiknya yakni: 1.
2.
Gaya bahasa apa sajakah yang terdapat dalam cerpen The Oval Portrait karya Edgar Allan Poe? Bagaimana makna gaya bahasa yang terdapat dalam cerpen The Oval Portrait karya Edgar Allan Poe?
Gaya bahasa dalam karya sastra pernah diteliti oleh (Eka Winarti 2003) dengan judul skripsi “Gaya Bahasa dalam Novel Supernova 1Karya Dewi Lestari”, dalam penelitiannya menemukan gaya bahasa perbandingan yaitu, gaya bahasa metafora, gaya bahasa hiperbolisme, dan gaya bahasa antonomasia. Gaya bahasa sindiran, yaitu hanya gaya bahasa sinisme. Gaya bahasa penegasan yaitu, gaya bahasa pleonasme, gaya bahasa repetisi, gaya bahasa anti klimaks, dan gaya bahasa enumarusio. Gaya bahasa pertentangan yang terdapat pada penelitiannya yaitu gaya bahasa antithesis. Gaya bahasa yang dominan dalam novel Supernova 1 karya Dewi Lestari yaitu gaya bahasa penegasan yaitu gaya bahasa repetisi yang terdiri dari 32 buah. (Modesta Februaria 2011) dengan judul skripsi “Analisis Gaya Bahasa dalam Novel Pabrik Karya PutuWijaya”, dalam penelitiannya menemukan penggunaan gaya bahasa perbandingan sebanyak 13 jenis gaya bahasa dari 15 jenis gaya bahasa yang ada, dan yang paling banyak digunakan adalah gaya bahasa metafora. Penggunan gaya bahasa sindiran yang terdapat dalam penelitiannya yaitu gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme, sedangkan gaya bahasa sindiran yang paling banyak digunakan adalah gaya bahasa ironi. Penggunaan gaya bahasa pertentangan sebanyak 13 jenis gaya bahasa dari 16 jenis gaya bahasa. Selanjutnya gaya bahasa penegasan yang ditemukan dalam penelitiannya hanyalah gaya bahasa antithesis.
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Penelitian selanjutnya, yang dilakukan oleh ( Neti Indrayani 2008) dengan judul skripsi “Gaya Bahasa dalam Kumpulan Cerpen Gres Karya Putu Wijaya”, dan hasilnya yaitu gaya bahasa perbandingan yang terdapat dalam penelitiannya adalah gaya bahasa personifikasi, gaya bahasa simbolik, gaya bahasa metafora, gaya bahasa asosiasi, gaya bahasa metonemia, dan gaya bahasa hiperbolisme. Gaya bahasa sindiran yang terdapat dalam kumpulan cerpen yang ditelitinya yaitu gaya bahasa sinisme dan gaya bahasa sarkasme. Gaya bahasa penegasan yang ditemukan yaitu gaya bahasa klimaks, gaya bahasa repetisi, gaya bahasa retoris, gaya bahasa interupsi, dan gaya bahasa asidenton. Berdasarkan ketiga penelitian mengenai gaya bahasa tersebut yang membedakan penelitian penulis dengan penelitian di atas adalah objek dan masalah penelitiannya. Pada penelitian ini penulis memfokuskan mengenai analisis gaya bahasa dalam cerpen The Oval Portrait karya Edgar Allan Poe, yang meliputi penggunan gaya bahasa metafora, simili, aliterasi dan ironi dan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna dalam The Oval Portrait karya Edgar Allan Poe,dengan menggunakan teori gaya bahasa Gorys Keraf. II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Gaya Bahasa Menurut(Kridalaksana 2010) Penjelasan gaya bahasa secara luas yaitu pemanfaatan atau kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, dan keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra. Gaya bahasa dan kosa kata memiliki timbal balik yang erat. Semakin kaya kosa kata seseorang beragam pula gaya bahasa yang dipakainya. Peningkatan penggunaan gaya bahasa memperkaya kosa kata penggunanya. Gaya bahasa memiliki unsur penting yang mewakili bentuk bahasa sastra diantaranya mencangkup diksi atau pilihan leksikal, struktur kalimat, majas dan citraan, pola rima, dan mantra yang digunakan seorang
ISSN 2086-6151
sastrawan atau yang terdapat dalam sebuah karya sastra (sudjiman). Menurut (Keraf 1990), gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Kata style diturunkan dari kata latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan yang kelak pada waktu penekanan dititikberatkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah. Gaya bahasa sendiri dapat dilihat dari segi nonbahasa maupun dari segi bahasanya. Keraf membagi gaya bahasa dari segi nonbahasa atas tujuh pokok: Pertama, berdasarkan pengarang; pengarang yang kuat dapat mempengaruhi orang-orang sejamannya, atau pengikutpengikutnya, sehingga dapat membentuk sebuah aliran. Misalnya, ada aliran atau gaya Chairil, gaya Takdir dan sebagainya. Kedua, berdasarkan masa; gaya bahasa yang didasarkan pada masa dikenal karena ciri-ciri tertentu yang berlangsung dalam suatu kurun waktu tertentu. Ada gaya lama, gaya klasik, gaya sastra modern, dan sebagainya. Ketiga, berdasarkan medium, tiap bahasa karena struktur dan situasi sosial pemakainya, dapat memiliki corak tersendiri. Sebuah karya yang ditulis dalam bahasa Inggris akan memiliki gaya yang berlainan bila ditulis dalam bahasa Indonesia dan seterusnya. Keempat, berdasarkan subyek; subyek yang menjadi pokok pembicaraan dalam sebuah karangan dapat mempengaruhi pula gaya bahasa sebuah karangan. Seperti, ada karangan bergaya filsafati, gaya ilmiah (hukum, teknik dsb), popular dan sebagainya. Kelima, berdasarkan tempat; gaya ini mendapat namanya dari lokasi geografis, karena ciri-ciri kedaerahan mempengaruhi ungkapan atau ekspresi bahasanya. Ada
45
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
gaya Jakarta, gaya Medan, gaya Jogya dan seterusnya. Keenam, berdasarkan hadirin, hadirin atau jenis pembaca juga mempengaruhi gaya yang dipergunakan seorang pengarang. Ada gaya intim (familiar) yang cocok untuk lingkungan keluarga atau untuk orang yang akrab. Yang terakhir (tujuh), bersadarkan tujuan; gaya ini memperoleh namanya dari maksud yang ingin disampaikan oleh pengarang, di mana pengarang ingin mencurahkan gejolak emotifnya. Misalnya, ada gaya sentimental, gaya sarkastik, gaya humor dan lain-lain. Analisa atas sebuah karangan dapat dilihat dari ketujuh macam jenis gaya tersebut di atas. Adapun jika dilihat dari segi bahasa atau unsur-unsur bahasa yang digunakan, maka gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsur bahasa yang dipergunakan, yaitu: pertama, gaya bahasa berdasarkan pilihan kata. Kedua, gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana. Ketiga, gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, dan yang kelima, berdasarkan langsung tidaknya makna. Ditinjau dari segi bahasa, maka gaya bahasa dapat dihubungkan dengan gaya bahasa kiasan, yang di dalamnya ada jenis metafora, simile, aliterasi (lebih ke gaya bahasa retoris), ironi, alegori, personifikasi, metonimia, eponim dan masih banyak lagi. Dari banyaknya jenis gaya bahasa kiasan, penulis hanya menganalisis empat yang pertama (metafora, simile, aliterasi, dan ironi). Hal ini dilakukan guna menyesuaikan dengan cerpen sebagai data utamanya. Adapun keempat gaya bahasa kiasan tersebut akan dibahas secara terperinci. 1.
Metafora
Menurut Knowles dan Moon (2006:2), ketika kita membicarakan metafora, berarti kita menggunakan bahasa untuk mengacu kepada sesuatu (benda) di mana kita tidak memaknai sesuatu (benda) tersebut secara
46
makna asal atau makna literalnya, dengan tujuan memberi kesan kesamaan, kemiripan ataupun untuk membuat hubungan atau pertalian antar kedua benda tersebut. Dengan kata lain perbedaan antara makna literal atau harfiah dan makna metaforis dapat dilihat dari acuannya. Jika makna literal mengacu pada entitas konkret, yaitu sesuatu yang memiliki eksistensi fisik sedangkan makna non-literal mengacu kepada sesuatu yang abstrak Kemudian Knowles dan Moon berpendapat bahwa metafora memiliki peran penting dalam hubungannya dengan bahasa. Pertama, metafora merupakan proses dasar yang terjadi dalam pembentukan kata atau kata-kata dan makna dari kata atau kata-kata tersebut. Dalam beberapa hal, konsep dan makna dari suatu bentuk bahasa dileksikalisasikan menggunakan metafora dan kemudian menjadi konsep baru. Kedua, berkenaan dengan wacana, metafora penting digunakan karena ia memiliki fungsi menjelaskan (explaining), mengklarifikasi (clarifying), menggambarkan (describing), mengekspresikan(expressing), mengevaluasi (evaluating), dan menghibur (entertaining). Definisi senada diungkapkan Keraf metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Metafora sebagai perbandingan langsung tidak mempergunakan kata: seperti, bak, bagai dan semacamnya (Inggris: like atau as), sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua. Hal inilah yang membedakan antara metafora dengan simile di mana simile condong menggunakan kata-kata tersebut (seperti, bagai dll). 2.
Simile
Abrams mendefinisikan simile sebagai suatu perbandingan antara dua hal yang sama sekali berbeda yang dinyatakan secara eksplisit dengan menggunakan kata-kata seperti “like” atau as.” Hal yang tidak jauh berbeda datang dari Keraf yang mengartikan simile atau persamaan sebagai perbandingan yang bersifat eksplisit, maksudnya ia (simile)
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Untuk itu, ia memerlukan upaya yang secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu, yaitu kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan sebagainya. Lebih jauh, (Keraf 1990) membedakan persamaan atas persamaan tertutup dan persamaan terbuka. Persamaan tertutup adalah persamaan yang mengandung perincian mengenai sifat persamaan itu, sedangkan persamaan terbuka adalah persamaan yang tidak mengandung perincian mengenai sifat persamaan itu; pembaca atau pendengar diharapkan akan mengisi sendiri sifat persamaannya. Selanjutnya, Menurut (Aminuddin 1995), bahasa kias diartikan sebagai penggantian kata yang satu dengan kata yang lain berdasarkan perbandingan atau analogi ciri semantis yang umum dengan yang umum, yang umum dengan yang khusus ataupun yang khusus dengan yang khusus. Gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa yang merupakan bentuk penyimpangan yang lebih jauh, khususnya di bidang makna. Gaya bahasa kiasan memiliki tingkatan yang lebih tinggi dari gaya bahasa retoris. Hal tersebut dikarenakan yang dimainkan dalam lingkup gaya bahasa telah menyangkut aspek makna atau semantik. Berdasarkan definisi para ahli tersebut dapat disarikan bahwa gaya bahasa metafora adalah gaya bahasa gaya bahasa metafora merupakan perbandingan atau analogi dengan membandingkan dua hal ecara langsung, tetapi dengan cara singkat dan padat 3.
dalam prosa, untuk perhiasan atau untuk penekanan. Sementara menurut Abrams (199:97) aliterasi adalah pengulangan bunyi yang letaknya dekat dan berurutan. Aliterasi biasanya hanya akrab dengan bunyi konsonantik. Selanjutnya, menurut Daud aliterasi adalah gaya bahasa yang memanfaatkan kata-kata yang permulaannya sama bunyinya. Aliterasi merupakan pengulangan bunyi konsonan awal yang sama atau bunyi vokal yang berturut-turut atau pengulangan perkataan atau suku kata yang berhampiran. 4.
Ironi
Menurut (Keraf 1990), kata ironi diturunkan dari kata eironeia yang berarti penipuan atau pura-pura. Sebagai bahasa kiasan, ironi atau sindiran adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian katakatanya. Entah dengan sengaja atau tidak, rangkaian kata-kata yang dipergunakan itu mengingkari maksud yang sebenarnya. Gaya bahasa ironi, gaya bahasa sinisme, dan gaya bahasa sarkasme dalam cerpen digunakan untuk menyindir dengan tingkatan tertentu. Gaya bahasa ironi berfungsi untuk menyindir dengan menjaga perasaan lawan bicara. Gaya bahasa sinisme berfungsi untuk menyindir sehingga lawan bicara sadar akan sindiran tersebut. Gaya bahasa sarkasme berfungsi untuk menekan makna sindiran yang terkesan mempermasalahkan apa yang dibahas
Aliterasi
Cambridge Advanced Learner’s Dictionary (edisi ketiga) mendifinisikan aliterasi (Inggris: alliteration) sebagai penggunaan yang sama dalam bunyi atau bunyi-bunyi, khususnya dalam bunyi konsonan, pada beberapa permulaan katakata yang secara posisi saling berdekatan satu sama lain. (Keraf 1990) menyebut aliterasi sebagai gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang
ISSN 2086-6151
III. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode yang memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya Ratna, Alasan penulis menggunakan metode deskriptif karena dalam penelitian ini analisis data tidak menggunakan perhitungan angkaangka tetapi dilukiskan dengan menggunakan kata-kata atau kalimat. Alasan di atas sesuai dengan pendapat
47
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
(Semi 1993) bahwa penelitian bersifat deskriptif berarti terurai dalam bentuk katakata atau gambar, bukan dalam bentuk angka-angka. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan struktural dan pendekatan stilistika karya sastra. Alasan penulis menggunakan kedua pendekatan tersebut karena gaya bahasa merupakan satu di antara unsur instrinsik yang terdapat di dalam karya sastra. Pendekatan struktural merupakan pendekatan yang beranjak dari asumsiasumsi dasar bahwa sastra sebagai karya yang kreatif memiliki otonomi penuh yang harus dilihat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri dan terlepas dari hal yang berada diluar dirinya. Karya sastra dipandang sebagai suatu kebetulan makna antara bentuk dan isi. Dengan kata lain pendekatan ini memandang dan menelaah sebuah karya sastra dari segi intrinsik yang merupakan penggabungan dari karya sastra itu sendiri.Pendekatan stilistika sastra adalah pendekatan yang yang hendakmengungkapkan aspek-aspek estetik pembentuk kepuitisan karya sastra. Pendekatan ini memandang penggunaan gaya bahasa secara khusus dalam karyasastra, gaya yang disengaja atau timbul serta merta ketika pengarang mengungkapkan idenya dalam sebuah karya sastra (Endraswara, 2008). Penelitian ini menggunakan sumber data utama dari cerita pendek The Oval Portrait karya Edgar Allan Poe. Cerpen tersebut terangkum dengan cerpen-cerpen yang lain dalam buku yang berjudul The Complete Tales and Poems of (Edgar Allan Poe 1938). Metode kualitatif deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini menggambarkan kata dan kalimat dalam cerpen. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis gaya bahasa dan maknanya dalam cerpen. Dengan menganalisis gaya bahasa dan makna penelitian ini memfokuskan hanya pada cerpen yang terdapat dalam The Oval Portrait karya Edgar Allan Poe. Objek penelitian ini adalah gaya bahasa dan pemaknaannya yang digunakan dalam cerpen The Oval Portrait karya Edgar Allan
48
Poe. Subjek penelitian ini adalah cerpen The Oval Portrait karya Edgar Allan Poe. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik pustaka, simak dan catat. Alasan penulis menggunakan teknik tersebut karena data dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen berupa kumpulan cerpen yang berjudul Keraf membedakan persamaan atas persamaan tertutup dan persamaan terbuka. Persamaan tertutup adalah persamaan yang mengandung yang telah penulis tentukan. Simak dan catat merupakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan peristiwa yang secara seksama dan mendalam.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan analisis data, penulis hanya menemukan enam contoh dari gaya bahasa. Memang, dalam cerpen ini Poe tidak banyak menggunakan bahasa bermajas, mengingat cerpen ini dikategorikan sebagai cerpen yang pendek (short-short story) jadi tidak banyak kosa-kata yang dapat dieksplorasi oleh si pengarang. Dari enam Frasa yang mengindikasi sebagai gaya bahasa yang penulis dapatkan, dapat diklasifikasikan: terdapat dua contoh gaya bahasa aliterasi, satu contoh gaya bahasa metafora, dua contoh gaya bahasa simile, dan satu gaya bahasa ironi. Adapun contoh penemuan gaya bahasa tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Metafora
Gaya bahasa metafora adalah gaya bahasa gaya bahasa metafora merupakan perbandingan atau analogi dengan membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dengan cara singkat dan padat. Gaya bahasa metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat (Keraf, 2010). Data yang ditemukan dalam cerpen The Oval Portrait karya Edgar Allan Poe adalah : …to light the tongues of a tall candelabrum which stood by the head of my bed…
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Frasa yang bergaris bawah secara literal bermakna lidah-lidah dari kandelabra (tempat untuk menaruh lilin atau lampu) yang tinggi. Frasa tersebut dapat dikategorikan sebagai metafora karena kata candle (lilin) dapat diperbandingkan dengan kata tongues. Kata tongues di sini mengarah pada kata candle atau lilin itu sendiri. Jadi frasa tersebut kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia secara terjemahan komunikatif berbunyi “…untuk menyalakan lilin-lilin di kandelabra yang tinggi di dekat kepala tempat tidurku…” 2.
Simile Gaya bahasa simile adalah gaya bahasa yang bermaksud atau kiasan yang membandingkan dua objek yang mempunyai sifat dan nilai yang sama. Menurut (Keraf 2010), gaya bahasa simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Keraf membedakan persamaan atas persamaan tertutup dan persamaan terbuka. Persamaan tertutup adalah persamaan yang mengandung permulaannya sama bunyi. Data yang mengandung simili dalam cerpen The
Oval Portrait karya Edgar Allan Poe adalah :
bak dll) sebagai cirri dari simile. Maka kalimat tersebut dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan …semangat sang wanita mulai memudar (berkelip) bagai api dalam relung lampu… 3.
Aliterasi
Keraf menyebut aliterasi sebagai gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang dalam prosa, untuk perhiasan atau untuk penekanan. Data aliterasi dalam cerpen The Oval Portrait karya Edgar Allan Poe adalah : …commingled gloom and grandeur… …manifold and multiform armorial trophies… Kedua frasa di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa aliterasi. Untuk frasa yang pertama, bunyi konsonantik [g] di ulang-ulang di mana jarak antara posisi [g] yang satu dengan yang lainnya berdekatan. Hal serupa terjadi pada frasa yang kedua, di mana bunyi [m] diulang-ulang dengan posisi yang saling berdekatan pula.
…the spirit of the lady again flickered up as the flame within the socket of the lamp…
Ironi Gaya bahasa ironi yaitu gaya bahasa sinisme, dan gaya bahasa sarkasme dalam cerpen digunakan untuk menyindir dengan tingkatan tertentu. Gaya bahasa ironi berfungsi untuk menyindir dengan menjaga perasaan lawan bicara. Gaya bahasa sinisme berfungsi untuk menyindir sehingga lawan bicara sadar akan sindiran tersebut. Gaya bahasa sarkasme berfungsi untuk menekan makna sindiran yang terkesan mempermasalahkan apa yang dibahas. ironi atau sindiran adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian katakatanya ( keraf). Data bahasa kiasan ironi dalam cerpen The Oval Portrait karya Edgar Allan Poe adalah :
Dalam hal ini, Frasa the spirit of the lady dapat dibandingkan dengan frasa a flame within the socket of the lamp, karena dalam kalimat di atas ada kata as (seperti,
“…in sooth some who beheld the portrait spoke of its resemblance in low words, as of a mighty marvel, and a proof not less of the power of the painter than of his deep love
…all light and smiles, and frolicsome as the young fawn; loving and cherishing all things… Frasa yang bergaris bawah jelas merupakan jenis gaya bahasa simile karena dalam bahasa Inggris, simile identik dengan kata-kata seperti “like” atau “as”, sedangkan dalam bahasa Indonesia kata-kata tersebut dapat diterjemahkan dengan kata seperti, bagai, bak dan sebagainya. Frasa di atas ingin membandingkan the young lady (wanita muda) dengan a fawn (anak rusa). Jika frasa yang bergaris bawah tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maka berbunyi ….lincah bagai rusa muda…
ISSN 2086-6151
4.
49
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
for her whom he depicted so surpassingly well”. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, “…kenyataannya sebagian dari mereka yang melihat lukisan itu membicarakan dengan lirih bahwa lukisan tersebut mirip (dengan sang wanita), sungguh keajaiban, dan tentu ini sebagai bukti atas kemahiran sang pelukis sekaligus cintanya yang teramat dalam kepada kekasihnya yang ia lukis dengan sempurna”. Kalimat tersebut dinyatakan penulis sebagai ironi karena, di satu sisi banyak tamu yang memuji atas kemiripan lukisan dengan orang yang dilukis karena keahlian sang pelukis yang memang mempunyai talenta yang luar biasa serta lukisan tersebut sebagai bukti cinta kasihnya terhadap sang wanita, di sisi lain, semua itu harus dibayar dengan harga yang sangat mahal, yaitu, kematian sang kekasih itu sendiri.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Dalam cerpen The Oval Portrait karya Edgar Allan Poe setidak-tidaknya terdapat beragam gaya bahasa di dalamnya. Adapun berdasarkan analisis yang telah dilakukan oleh penulis, terdapat empat jenis gaya bahasa yang ditemukan dalam cerpen The Oval Portrait karya Edgar Allan Poe. dengan enam frase majas dari semua gaya bahasa tersebut yaitu: a.
b.
c.
d.
Gaya bahasa metafora yang terdapat dalam cerpen ini hanya satu frase saja; Gaya bahasa simile yang terdapat dalam cerpen ini terdiri atas dua frase; Gaya bahasa aliterasi yang terdapat dalam cerpen ini terdiri atasa dua frase juga; Gaya bahasa ironi yang terdapat dalam cerpen ini hanya satu frase.
2. Saran Berdasarkan Kesimpulan di atas, dapat disarankan beberapa hal, yakni sebagai berikut: Hasil penelitian ini disarankan agar dijadikan sebagai dasar bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti gaya bahasa dalam cerpen khususnya cerpen dari barat. Peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian pada aspek lain yang terkait dengan gaya bahasa. Masyarakat atau pembaca umum, disarankan untuk lebih mencintai karya sastra, terutama prosa. Cerpenis ,disarankan untuk memperhatikan pengguna gaya bahasa, sehingga menimbulkan efek keindahan dan dramatisasi.
DAFTAR PUSTAKA Abrams, M.H. (1999). A Glossary of Literary Terms (Seventh Edition) Boston, Massachusetts: Thomson Learning, Inc. Allan, Hervey. (1938). The Complete Tales and Poems of Edgar Allan Poe. New York: The Modern Library, Random House, Inc. Aminuddin. (1995). Stilistika: Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra.. Semarang: IKIP Semarang Press Cambridge Advanced Learner’s Dictionary (Third Edition). Harun daud. Bahasa Dalam Mantera; penggunaan dan pengucapanya: http://www.dbp.gov/mydbp98/majalah/ bahasa/99.htm+jenis majas Endraswara, Suwardi. (2008). Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta. MedPres. Keraf, Gorys. (1990). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Keraf, G. (2010). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Knowles, Murray dan Rosamund Moon.
50
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
2003. Introducing Metaphor. London/New York: Routledge. Nurgiyantoro, B. (2000). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada Universitas Press. Mackey, Alison, Susan, M. Gass. (2005). Second Language Research: Methodology and Design. London: Lawrence Erlbaum Associates. Puspa Ruriana dan Iqbal Nurul Azhar. VARIASI MAKNA DALAM SURAT KABAR arrtikel ini dimuat di Jurnal Ilmiah Kebahasaan ” Medan Bahasa” Volume 5, Nomor 1, Juli 2010. Halaman 55-67 yang diterbitkan oleh: Kementrian Pendidikan Nasional Sekretariat Jendral Pusat Bahasa. ISSN 1907-1787. 2010 Ratna, Nyoman Kutha. (2007). Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sumardjo dan Saini. (1988). Apresiasi Prosa Fiksi. Jakarta: Gramedia. Semi, Atar. (1993). Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa. Sumardjo, Jacob. (2004). Menulis Cerita Pendek. Bandung: Pustaka Surya Ningtyas Ariyani. Bahasa Figuratife Pada Kumpuan Puisi Mata Pisau Karya Sapardi Djoko Damono dan Pemakaianya: Kajian Stilistika Dan implementasinya Sebagai Bahan ajar Bahasa dan Sastra di SMA. Skripsi Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia dan daerah Fakultas keguruan dan imu pendidikan Universitas Muhammadyah Surakarta. Tarigan, H.G. (1985). Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung Angkasa. H.5
ISSN 2086-6151
51
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Pengaruh Media Pembelajaran Dan Sikap Bahasa Terhadap Berbicara Bahasa Inggris Sukmono Bayu Adhi ABA BSI Jakarta Jl. Salemba Tengah no.45, Jakarta Pusat
[email protected]
ABSTRACT This study aimed at analyzing the effect of using pictures as the teaching media and language attitude towards students’ speaking skill at secondary school level. It was an experimental research which used 2x2 factorial design. The population was 5 classes (consisted of 32 students in each class) of grade IX Madrasah Tsanawiyah Annajah Jakarta Selatan in academic year 2013/2014 in which 40 students were chosen as the sample of this research. The data collected by spreading the questionaire out to the sample and giving the test. The data in this study was analyzed by using statistical 2-Way Anova (Analysis of Variance) and Tukey Test. The research finding were first, there was a significant effect of the using pictures as the teaching media toward students’ English speaking skill based on the result from ANOVA table, where p-value for teaching media was 0.000 which was less than 0.05 or sig 0.000 < 0.05. Second, there was no influence of language attitude toward students’ English speaking skill based on the p-value both positive and negative sig = 0.165 > 0.05. Third, there was no significant interactional effect between the use of pictures as the teaching media and language attitude toward the students’ speaking skill based on p-value which is sig = 0.254 > 0.05. Keywords: Media Pembelajaran, Sikap Bahasa, Kemampuan Berbicara.
I. PENDAHULUAN Bahasa Inggris adalah bahasa Internasional yang sangat penting untuk dikuasai khususnya di era globalisasi seperti sekarang ini. Dan salah satu ketrampilan dalam bahasa Inggris yang paling pokok harus dikuasai adalah kemampuan berbicara. Karena tanpa kemampuan ini, maka seseorang akan kesulitan untuk berkomunikasi secara lisan dalam bahasa Inggris. Sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan berbicara (speaking skill) adalah suatu hal yang tidak dapat ditawar lagi. Namun demikian penulis melihat kenyataan di lapangan, bahwa kemampuan berbicara rata-rata siswa di tingkat SLTA atau sekolah menengah tingkat atas dalam bahasa Inggris masih sangat kurang. Sedangkan seperti kita ketahui bahwa bahasa Inggris telah dipelajari oleh masyarakat Indonesia sejak mereka masih
52
duduk di bangku sekolah menengah pertama dan bahkan ada yang sejak masih duduk di bangku sekolah dasar. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan berbicara dari rata-rata lulusan sekolah di Indonesia masih harus ditingkatkan lagi. Melihat kenyataan tersebut penulis mencoba menganalisa kemampuan berbicara siswa-siswa yang sedang belajar di sekolah menengah khususnya di tingkat SLTP untuk mengetahui adakah faktor pengaruh tertentu yang menyebabkan kurangnya kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris (English speaking). Dalam suatu proses belajar mengajar, ada dua unsur yang amat penting untuk turut pula diperhatikan yaitu media pembelajaran dan sikap belajar siswa itu sendiri. Kedua aspek ini saling berkaitan. Penggunaan media pembelajaran yang sesuai akan turut pula mempengaruhi minat dan motivasi belajar para siswa. Selanjutnya minat dan
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
motivasi yang timbul dari pengaruh penggunaan media pembelajaran tadi akan menimbulkan sikap belajar siswa yang akan semakin baik. Dengan kata lain media pembelajaran yang tepat dan baik dalam proses belajar mengajar dapat merangsang kegiatan belajar dan membawa pengaruh secara psikologis terhadap siswa sehingga menjadi lebih baik lagi. Menurut Nasution, cara mengajar yang konvensional atau tradisional seperti bahan pelajaran dibagikan dan peserta didik ditugaskan untuk mempelajari yang kemudian pendidik menyampaikan kembali dikelas membuat peserta didik belajar dengan cara yang sangat tidak efisien, peserta didik tidak sanggup membaca dengan suatu tujuan khas, tidak sanggup menilai apa yang dipelajari, tidak sanggup menggunakan teknik matematis atau ilmiah, tidak sanggup menyusun fakta dan mengambil kesimpulan, karena mereka tidak memperoleh hasil belajar yang autentik. (Nasution, 2006:11) Dari penjelasana di atas maka dapat diketahui bahwa media pembelajaran memiliki pengaruh yang cukup besar dalam keberhasilan suatu proses belajar mengajar. Dan salah satu dari sekian banyak media pembelajaran yang ada adalah media visual. Penulis mencoba menggunakan media visual khususnya gambar-gambar (pictures) dalam penelitian ini karena media ini nerupakan salah satu media yang memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah karena sifatnya yang lebih menarik dan praktis. Seperti diungkapkan oleh Finocchiaro dan Bonomo (1973:164), ”Every classroom should contain a file of pictures which can be used to give interesting, meaningful practice of a foreign language” (Tiap ruang kelas semestinya memiliki dokumen atau arsip berupa gambar-gambar yang dapat digunakan untuk memberikan pelatihan bahasa asing yang lebih menarik dan berarti). Dalam penelitian ini penulis mencoba memaparkan beberapa hal yang berhubungan dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa-siswa di tingkat sekolah menengah pertama yang antara lain sebagai berikut:
ISSN 2086-6151
1. Adakah pengaruh dari penggunaan media pembelajaran khususnya yang berupa gambar terhadap kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa? 2. Adakah pengaruh dari sikap bahasa siswa pada terhadap kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa? 3. Adakah pengaruh dari interaksi penggunaan media pembelajaran dan sikap bahasa terhadap kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa?
II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Hakikat Kemampuan Berbicara Sebagaimana telah diketahui bahwasannya ada empat macam kemampuan dalam berbahasa dan berlaku bagi semua bahasa di seluruh dunia, yaitu: kemampuan mendengar, berbicara, membaca dan menulis. Nida dan Haris menyatakan bahwa terdapat empat komponen dalam ketrampilan berbahasa yaitu: a. b. c. d.
Ketrampilan menyimak (listening skill) Ketrampilan berbicara (speaking skill) Ketrampilan membaca (reading skill) Ketrampilan menulis (writing skill) (Nida dan Haris dalam Tarigan, 1986:1)
Berbicara adalah kemampuan yang berada pada urutan kedua dalam proses penguasaan suatu bahasa yang mana mendengar menempati urutan yang pertama. Dan seperti diketahui bersama bahwasannya mendengar dan berbicara merupakan dua keterampilan utama/primer dalam berbahasa, dimana keduanya dapat diperoleh secara alami yaitu semenjak baru lahir. Sejak bayi pertama lahir, sang ibu secara alami selalu melatih sang bayi untuk mendengarkan kata-kata ibunya, yang kemudian setelah menginjak beberapa bulan barulah sang anak dapat meniru beberapa kata sederhana yang sering diucapkan oleh ibunya. Sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan mendengar dan berbicara adalah dua kemampuan yang dapat diperoleh oleh manusia secara alamiah tanpa harus mengenyam pendidikan formal. Jones (1996:12) memaparkan tentang perbedaan antara berbicara, mendengar dan
53
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
menulis adalah sebagai berikut, yaitu bahwa ”In speaking and listening we tend to be getting something done, exploring ideas, working out some aspect of the world, or simply being together. In writing, we may be creating, record, committing events or moments to paper” (Dalam berbicara dan mendengar kita cenderung untuk menyelesaikan suatu hal/masalah, menggali gagasan, mengerjakan aspek-aspek duniawi atau menyatu dalam kebersamaan dengan mudah. Sedangkan dalam menulis kita dapat menciptakan, mencatat, menuangkan kejadian/peristiwa ke dalam kertas. Dari penjelasan diatas dapatlah disimpulkan bahwa kemampuan berbicara dan mendengar termasuk dalam kemampuan yang bersifat langsung dimana pengguna bahasa dapat menyatu dalam kebersamaan atau bersosialisasi dengan lingkungannya serta menggunakannya dalam setiap kegiatan sehari-hari. Itulah sebab mengapa kedua ketrampilan ini menjadi ketrampilan yang paling mendasar. Sebagai ketrampilan yang paling mendasar (primary skills), mendengar dan berbicara merupakan ketrampilan yang tidak bisa ditawar lagi untuk dikuasai. Meskipun demikian kemampuan berbicara merupakan prioritas yang utama bagi para pelajar yang mempelajari bahasa sebagai bahasa kedua. Seperti yang dinyatakan oleh Richards yaitu bahwa: “The mastery of speaking skills in English is a priority for many second language or foreign language learners. Consequently, learners often evaluate their success in language learning as well as the effectiveness of their English course on the basis of how much they feel they have improved in their spoken language proficiency.” (Richards, 2008:19) Jadi penguasaan kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris adalah merupakan suatu prioritas bagi banyak pelajar bahasa asing yang konsekwensinya adalah bahwa mereka sering mengevaluasi keberhasilan/keefektifan pembelajaran bahasa asing mereka dengan mendasarkan pada peningkatan kemampuan berbicara mereka. (Richards, 2008:19)
54
Lalu apakah yang dimaksud dengan pengertian kemampuan berbicara itu sendiri. Berikut ini penulis mencoba untuk memaparkannya. Menurut Kreidler (1998:303) dikatakan bahwa “Speech act is an utterance defined in terms of the speaker's intention and the effect on the audience”. (Kegiatan berbicara adalah suatu ungkapan yang ditegaskan dalam istilah dari tujuan si pembicara dan memiliki dampak/efek pada pendengarnya. Pengertian berbicara menurut Florez adalah ”Speaking is an interactive process of constructing meaning that involves producing and receiving and processing information” (Florez dalam Bailey, 2005:2). Disini jelaskan bahwa berbicara adalah proses interaktif yang membentuk suatu pengertian yang melibatkan proses menghasilkan dan menerima. Untuk lebih mempermudah dalam mengklasifikasikan berbicara sebagai suatu ketrampilan dalam berbahasa khususnya bahasa asing. Berikut ini penulis mencoba menyajikan salah satu pernyataan dari Harmer yaitu: ”In the most general way we can identify four major skills:listening and understanding, speaking, reading and understanding, and writing. Speaking and writing are obviously skills and involve some kind of production on the part of language user. Listening and reading are receptive skills in that the language user is receiving written or spoken language. (Harmer, 1991:16) (Dengan cara yang paling umum kita dapat mengenali adanya empat macam kemampuan: yaitu keterampilan mendengar, berbicara, membaca dan menulis. Berbicara dan menulis secara jelas merupakan suatu kemampuan dan melibatkan produksi dari si penggunanya. Mendengar dan membaca adalah ketrampilan yang bersifat menerima, dimana pengguna bahasa menerima baik itu bahasa yang tertulis ataupun yang terucap) Di atas Harmer menjelaskan bahwa berbicara termasuk dalam kategori ketrampilan yang produktif. Mengapa demikian? Karena bila seseorang sudah menguasai ketrampilan bahasa ini, maka
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
setidaknya dapat dipastikan mereka akan mampu menghasilkan/memproduksi ucapan/bunyi-bunyi bahasa mereka sendiri. Seperti halnya yang dinyatakan oleh Tarigan (1986:15) bahwa ”Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan”.
Untuk mengetahui tingkat kemampuan berbicara seseorang, maka diperlukan suatu uji kemampuan berbicara (Speaking Test). Lalu komponen atau aspek apa saja yang dapat digunakan untuk melakukan test kemampuan berbicara dapat diuraikan sebagai berikut. Harris menjelaskan komponen-komponen yang perlu mendapat perhatian pada tes ketrampilan berbahasa yaitu sebagaimana tampak pada tabel berikut ini:
Tabel 1 Komponen dalam Test Keterampilan Berbahasa Menyimak Berbicara Membaca v v v v v v v v v v v v
Komponen : fonologi ortografi struktur kosa-kata Kecepatan kelancaran umum (Harris dalam Tarigan, 1986:3)
Berdasarkan pada tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa menurut Haris komponen yang dapat dugunakan untuk mengukur ketrampilan berbicara meliputi: fonologi (bunyi-bunyi bahasa), struktur/tatabahasa (Grammar), kosa-kata (Vocabulary), dan kecepatan kelancaran umum (Fluency). Sedangkan menurut Madsen dalam bukunya “Techniques in Testing” menyatakan dengan cukup jelas bahwa: “What are some of the reason why speaking tests seem so challenging? One reason is that the nature of speaking skill itself is not usually well defined. Understandably then, there is some disagreement on just what criteria to choose in evaluating oral communication. Grammar, vocabulary, and pronunciation are often named as ingredients. But matters such as fluency and appropriateness of expression are usually regarded as equally important.” (Madsen, 1983:147). Dari penjelasan Madsen di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tata-bahasa (grammar), kosa-kata (vocabulary), pengucapan (pronunciation), dan kefasihan (fluency) adalah termasuk aspek yang lazim
ISSN 2086-6151
Menulis
untuk digunakan dalam kemampuan berbicara.
v v v v
suatu
test
Berdasarkan dari semua penjelasan tentang kemampuan berbicara yang telah dipaparkan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan berbicara adalah suatu kemampuan khusus yang dapat dikuasai melalui suatu proses pembelajaran dan pelatihan sehingga semua alat-alat ucap seseorang dapat berfungsi dengan semestinya guna dapat menyampaikan gagasan dan berkomunikasi dengan orang lain dengan baik dan lancar.
2. Media Pembelajaran Agar proses pembelajaran menjadi lebih baik dan efektif, maka salah satu faktor pendukung yang tidak bisa diabaikan adalah media pembelajaran yang efektif. Dengan adanya media pembelajaran yang baik, maka diharapkan dapat menciptakan suasana dari proses belajar mengajar menjadi lebih kondusif Karena media pembelajaran yang menarik dapat membuat siswa menjadi tertarik untuk ikut aktif dalam proses pembelajaran tersebut. Jika siswa sudah tertarik maka akan mudah untuk
55
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam meraih prestasi yang lebih baik.. Begitu pentingnya suatu media pembelajaran, bahkan Munadi (2008:47-48) menyatakan bahwa media memiliki beberapa fungsi yaitu: “1. Fungsi media pembelajaran sebagai sumber belajar. 2. Fungsi semantik. 3.Fungsi Manipulatif, 4. Fungsi Psikolog. 5. Fungsi Sosio-Kultural”. Untuk lebih mendalami pengertian dari media pembelajaran, dalam tulisan ini penulis mencoba memaparkan beberapa pengertian ataupun definisi tentang media pembelajaran menurut beberapa ahli. . Menurut Hamalik (1989:11) “media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari medium, secara harfiah berarti perantara atau pengantar.” Sedangkan menurut Daryanto (2010:4), ”media pembelajaran merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan” Berdasarkan pendapat di atas dapatlah diambil suatu kesimpulan yaitu bahwa media pembelajaran merupakan suatu komponen yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan dari si-pengirim ke penerima sehingga hal tersebut dapat merangsang baik perhatian, pikiran, minat dan sikap siswa dalam proses belajar mengajar. Seperti yang diungkapkan oleh Widada bahwa: “Dalam proses pembelajaran media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar”. (Widada, 2010:99). Dari penjelasan di atas nampak bahwa media pembelajaran memiliki ciri khas yaitu adanya pesan atau informasi yang dibawa untuk para siswa. Seperti yang dinyatakan oleh Arsyad (2004:81) bahwa ”Salah satu ciri media pembelajaran adalah bahwa media mengandung dan membawa pesan atau informasi kepada penerima yaitu siswa .....”
56
Salah satu dari sekian banyak media pembelajaran yang cukup efektif adalah penggunaan media visual. Penggunaan media visual khususnya gambar-gambar memiliki banyak kelebihan dibandingkan jika hanya menggunakan media papan tulis atau ”white-board” saja. Sejalan dengan hal ini, Robinson (1988:69) menyatakan bahwa ”media pembelajaran merupakan sarana yang membantu belajar terutama melalui indera pendengaran dan penglihatan. Sebagaimana terkandung dalam istilah itu, sarana ini membantu atau menolong proses belajar-mengajar”. Dalam kaitannya dengan media pembelajaran yang menggunakan media visual, Arsyad (2004:91) menjelaskan bahwa: Media berbasis visual (image atau perumpamaan) memegang peran yang sangat penting dalam proses belajar. Media visual dapat memperlancar pemahaman (misalnya melalui elaborasi struktur dan organisasi) dan memperkuat ingatan. Visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Agar menjadi efektif, visual sebaiknya ditempatkan pada konteks yang bermakna dan siswa harus berinteraksi dengan visual (image) itu untuk meyakinkan terjadinya proses informasi”. Wright (1976:14) menjelaskan bahwa materi visual memiliki lima fungsi yang dapat digunakan dalam kegiatan berbicara. Fungsi yang pertama yaitu untuk memotivasi siswa untuk berbicara. Yang kedua untuk menciptakan sebuah kontek dimana ucapannya memiliki arti. Yang ketiga untuk memberikan siswa informasi untuk digunakan dalam berbicara, seperti obyek-obyek, tindakan-tindakan, kejadiankejadian dan hubungan-hubungan. Yang keempat adalah untuk memberikan siswa isyarat-isyarat non verbal. Yang terakhir adalah untuk memberikan dorongan non verbal untuk mereproduksi ulang ataupun menemukan dialog.
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Finocchiaro dan Bonomo menekankan pentingnya penggunaan media visual khususnya gambar-gambar. Ia menyarankan bahwa: Every classroom should contain a file of pictures which can be used to give interesting, meaningful practice of a foreign language. The file should contain three kinds of pictures: (1) Pictures of individual persons and of individual object, (2) picture of situation in which persons are doing something with object and in with the relationship of subjects or people can be seen, and (3) a series of pictures on one cart. (Finocchiaro dan Bonomo, 1973:164) Lebih jauh Wright (1994:128) menyatakan bahwa hal yang paling bermanfaat dari sebuah gambar adalah bahwa ia dapat memberikan kontribusi kepada siswa sebuah pemahaman dari konteks yang lebih umum (luas) yang diciptakan oleh gambar-gambar, tindakan para siswa dan guru serta efek suara dan kata-kata. Secara keseluruhan konteks dari bahasa yang baru ini tentunya akan memiliki arti atau manfaat bagi para siswa. Dari semua penjelasan mengenai media pembelajaran di atas maka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat bantu dalam proses belajar mengajar yang dapat membantu siswa untuk dapat lebih mudah dalam menerima dan memahami apa yang di sampaikan. . 3. Sikap Bahasa Menurut Berkowitz (dalam Azwar, 1995:5) dikatakan bahwa ”Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada obyek tersebut.”. Dari pernyataan Berkowitz tersebut dapat disimpulkan bahwa sikap memiliki dua macam kemungkinan terhadap suatu obyek, yaitu apakah mendukung atau tidak mendukung. Atau secara lebih sederhana dapat dikatakan bahwa sikap adalah perasaan suka atau tidak suka terhadap sesuatu (obyek tertentu).
ISSN 2086-6151
Menurut Calhoun (1990:315) sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang obyek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tersebut dengan cara tertentu. Pernyataan Calhoun tersebut menunjukan bahwa sikap masih merupakan keyakinan dan perasaan. Sehingga nantinya berdasarkan perasaan dan keyakinan tersebut maka munculah kecenderungan untuk bertindak sehingga menjelma menjadi perilaku. Menurut Lambert sikap memiliki tiga buah komponen utama, yaitu: (1) komponen kognitif, yaitu menyangkut pengetahuan tentang alam sekitar dan gagasan yang biasanya merupakan kategori yang dipakai dalam proses berpikir; (2) komponen afektif, yaitu menyangkut masalah penilaian baik, suka atau tidak suka terhadap sesuatu atau suatu keadaan, sehingga dapat dikatakan apakah seseorang itu memiliki sikap yang positif atau sebaliknya yaitu sikap negatif (3) komponen konatif, yaitu tentang hal yang menyangkut perilaku atau perbuatan yang merupakan putusan akhir kesiapan reaktif terhadap suatu keadaan. (Lambert dalam Chaer, 2004:150). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa komponen pertama dan kedua yaitu komponen kognitif dan komponen afektif masih bersifat pemikiran dan perasaan. Sedangkan pada komponen yang ketiga yaitu komponen konatif sudah merupakan putusan akhir dan menjelma menjadi perilaku yang mana merupakan manifestasi dari komponen pertama dan kedua. Adapun mengenai definisi sikap pada bahasa dapat dipaparkan sebagai berikut: Menurut Kridalaksana (2001:197) sikap bahasa adalah, ”posisi mental atau perasaan terhadap bahasa sendiri atau bahasa orang lain”. Pernyataan tersebut mengandung pengertian yang cukup luas yaitu merupakan keadaan atau perasaan seseorang tidak hanya terhadap suatu bahasa saja (bahasa sendiri) tetapi juga bisa terhadap bahasa orang lain baik bahasa dari daerah lain maupun bahasa asing lainnya.
57
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Sedangkan menurut Fasold, sikap bahasa adalah segala macam perilaku tentang bagaimana bahasa diperlakukan, termasuk sikap-sikap terhadap usaha perencanaan dan pelestarian bahasa (Fasold, 2001: 148) Menurut Anderson sikap terbagi atas dua macam yaitu: (1) Sikap kebahasaan, dan (2) sikap non kebahasaan, seperti sikap politik, sikap sosial, sikap estetis, dan sikap keagamaan, menyangkut keyakinan atau kognisi mengenai bahasa. Sikap bahasa adalah tata keyakinan atau kognisi yang relatif berjangka panjang, sebagian mengenai bahasa, mengenai objek bahasa, yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu yang disenanginya. (Anderson dalam Chaer, 2004: 151) Dalam kaitannya dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris, maka sikap yang positif semestinya harus dimiliki oleh para siswa. Sebab sikap yang positif dapat mempertinggi tingkat keberhasilan seseorang dalam mempelajari dan menguasai bahasa tersebut. Lalu apa saja yang menjadi ciri dari sikap positif terhadap bahasa, akan dipaparkan sebagai berikut. Ada tiga ciri sikap bahasa yang positif yang dikemukakan oleh Garvin dan Mathiot yaitu: (1) Kesetiaan Bahasa (Language Loyalty) yang mendorong masyarakat suatu bahasa mempertahankan bahasanya, dan apabila perlu mencegah adanya pengaruh bahasa lain. (2) Kebanggaan Bahasa (Language Pride) yang mendorong orang mengembangkan bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang identitas dan kesatuan masyarakat. (3) Kesadaran akan Norma Bahasa (Awareness of The Norm) yang mendorong orang menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun, dan merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan yaitu kegiatan menggunakan bahasa (language use). (Garvin dan Mathiot dalam Chaer, 2004: 152). Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa sikap bahasa yang positif memiliki tiga ciri khusus yaitu: kesetiaan bahasa,
58
kebanggaan bahasa dan kesadaran akan norma bahasa. Sikap positif pada bahasa sangatlah mempengaruhi kemampuan seseorang terhadap suatu bahasa tertentu. Sebab dengan sikap positif tersebut, dapat ditandai antara lain dengan lebih banyaknya seseorang dalam menggunakan bahasa tersebut sebagai alat komunikasi sehari-hari. Jika seseorang sudah sering menjadikan suatu bahasa menjadi alat komunikasi sehari-hari maka secara otomatis tingkat penguasaannya khususnya dalam hal berbicara (speaking) menjadi relatif lebih tinggi. Sebaliknya sikap yang negatif terhadap suatu bahasa berdampak dengan rendahnya tingkat penggunaan bahasa tersebut dalam kegiatan sehari-hari. Bila kesetiaan dan kebanggaan pada bahasa sudah semakin rendah maka berdampak dengan mulai enggannya untuk menggunakan bahasa tersebut dalam kehidupan sehari-hari yang tentu saja secara otomatis mempengaruhi dan menyebabkan rendahnya kemampuan berbicara seseorang terhadap suatu bahasa.. Ada beberapa aspek yang sangat penting untuk mengetahui sikap dan perilaku manusia. Salah satu aspek yang sangat penting dalam memahami sikap manusia adalah pengukuran sikap. Menurut Azwar (1995: 90-99) ada banyak metode pengungkapan sikap yang secara historik telah dilakukan orang. Beberapa metode pengukuran sikap tersebut adalah sebagai berikut: (1) (2) (3) (4) (5)
Observasi perilaku Penanyaan Langsung Pengungkapan langsung Skala Sikap Pengukuran Terselubung
Untuk mengetahui tingkatan sikap, maka instrumen yang dapat digunakan untuk menelitinya adalah dengan skala sikap. Dan dalam penyusunan instrumen skala sikap diperlukan suatu acuan penulisan pernyataan sehingga dapat menjaga keabsahan dari apa yang ingin diperoleh. Berdasarkan semua uraian mengenai sikap di atas maka dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa sikap bahasa adalah suatu sikap/perasaan yang sifatnya dapat berupa
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
positif maupun negatif terhadap suatu bahasa tertentu sehingga dapat memunculkan pola perilaku yang dapat mendukung ataupun sebaliknya terhadap penggunaan suatu bahasa tersebut dalam kehidupan sehari-hari..
III. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode eksperimen, yaitu dengan memberikan jenis perlakuan yang berbeda pada dua kelompok belajar siswa. Kelompok yang pertama dijadikan sebagai kelompok
eksperimen, yaitu dengan memberikan perlakuan pembelajaran Bahasa Inggris dengan menggunakan media pembelajaran berupa gambar (visual). Sedangkan kelompok yang kedua sebagai kelompok kontrol, yaitu sebagai kelas yang mendapat perlakuan secara konvensional. Kemudian dari masing-masing kelompok dibagi lagi kedalam kelompok siswa yang memiliki sikap bahasa yang positif dan juga yang negatif. Adapun disain yang digunakan dalam penelitian eksperimen ini adalah dengan menggunakan faktorial 2 x 2 sebagai berikut :
Tabel 2 Disain Penelitian
MEDIA PEMBELAJARAN (A)
SIKAP SISWA (B)
Gambar (visual)
Konvensional
PositifI
A1B1
A2B1
Negatif
A1B2
A2B2
∑K
Keterangan: A1 : Media Pembelajaran berupa gambar A2 : Media Pembelajaran konvensional B1 : Sikap bahasa siswa yang positif B2 : Sikap bahasa siswa yang negatif Dalam penelitian ini penulis men-jadikan kemampuan berbicara Bahasa Inggris sebagai variabel terikat (Y). Sedangkan dua variabel lainnya berupa variabel bebas yaitu media pembelajaran (X1) dan sikap bahasa siswa (X2). 1. Populasi dan Sampel Populasi yang diambil untuk penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi kelas IX di Madrasah. Tsanawiyah Annajah Jakarta Selatan pada tahun ajaran 2013/2014. Adapun jumlah kelas IX ada 5 kelas yang masing-masing kelas terdiri dari 32 siswa.
ISSN 2086-6151
Menurut Nana Sudjana (1992:6) “Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi”. Dalam penelitian ini penulis mengambil 40 siswa yang dibagi kedalam dua kelompok kelas yang masing-masingya terdiri dari 20 siswa untuk dijadikan sebagai sampel penelitian. Kelompok pertama dijadikan sebagai kelas eksperimen sedangkan yang kedua menjadi kelas kontrol atau pembanding.. 2. Teknik Pengumpulan Data
59
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan cara mendatangi obyek penelitian secara langsung dan menyebarkan kuesioner atau angket tentang sikap bahasa yang menggunakan skala Likert kepada para responden. Jumlah responden yang diambil adalah sebanyak 40 siswa. yang terbagi dalam dua kelas yang berbeda. .Kelas pertama sebanyak 20 siswa dijadikan sebagai kelas eksperimen (mendapat perlakuan media pembelajaran berupa gambar). Sedangkan kelas yang kedua juga sebanyak 20 orang siswa sebagai kelas kontrol (mendapat perlakuan media konvensional). Data skor dari angket yang didapat diurutkan dari yang tinggi ke yang rendah. Berdasarkan itu maka baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol masingmasing dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok siswa yang memiliki sikap bahasa yang positif dan kelompok siswa yang memiliki sikap bahasa negatif.
Dalam pengujian hipotesis penulis menggunakan teknik ANOVA (Analisis of Variance) 2 arah. Pengujian dengan teknik analisis parametrik ini dilakukan setelah sebelumnya dilakukan uji persyaratan analisa yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
untuk faktor yang kedua yaitu sikap siswa, juga memiliki dua buah sub faktor yaitu sikap bahasa yang positif (B1) dan sikap bahasa yang negatif. (B2). Data di analisa dengan menggunakan teknik statistic deskriptif. Hasil penghitungan data dalam penelitian ini dilakukan melalui bantuan komputer yaitu dengan mengunakan program SPSS 20 for Windows. Adapun rangkuman hasil penelitian yaitu berupa hasil penghitungan statistic deskriptif dari kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
1. Deskripsi Data Penelitian Penelitian ini adalah eksperimen dengan dua faktor yaitu faktor media pembelajaran (A), dan faktor sikap siswa (B). Dari masingmasing faktor tadi terdapat sub faktor.. Untuk faktor yang pertama yaitu media pembelajaran memiliki dua buah sub faktor yaitu eksperimen yaitu dengan penggunaan media pembelajaran berupa gambar (A1) dan satu lagi yaitu penggunaan media pembelajaran konvensional (A2). Sedangkan
Setelah memenuhi persyaratan uji normalitas dan homogenitas, maka selanjutnya adalah uji linieritas dimana data dapat diolah dengan menggunakan motode analisis statistik parametrik yang dalam hal ini menggunakan ANOVA (Analisis of Variance) yang fungsinya untuk mengetahui ada tidaknya hubungan linier antara variabel bebas dengan variabel terikat. Jika Sig.< 0,05 maka Hipotesis 0 (Ho) ditolak yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan.
Tabel 3 Deskripsi Statistik Menurut Rancangan Penelitian dalam Format Keluaran (Output) SPSS. Descriptive Statistics N Range Minimum Maximum Mean Std. Variance Deviation A1 20 17,00 60,00 77,00 68,0000 4,35286 18,947 A2 20 19,00 52,00 71,00 60,9000 5,62794 31,674 B 40 25,00 51,00 76,00 66,4500 5,02787 25,279 A1B1 10 15,00 62,00 77,00 70,0000 4,37163 19,111 A1B2 10 12,00 60,00 72,00 66,0000 3,46410 12,000 A2B1 10 18,00 53,00 71,00 62,0000 5,69600 32,444 A2B2 10 18,00 52,00 70,00 61,6000 5,73876 32,933 Valid N (listwise)
10
Keterangan: A1 : Media pembelajaran menggunakan gambar. A2 : Media pembelajaran konvensional. B : Sikap bahasa siswa (positif dan negatif).
60
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
A1B1 A1B2 A2B1 A2B2
: Interaksi antara media pembalajaran dengan menggunakan gambar dengan sikap bahasa positif. : Interaksi antara media pembalajaran dengan menggunakan gambar dengan sikap bahasa negatif . : Interaksi antara media pembalajaran konvensional dengan sikap bahasa positif. : Interaksi antara media pembalajaran konvensional dengan sikap bahasa negatif.
Tabel di atas merupakam format tabel deskriptif dalam bentuk keluaran dari program SPSS versi 20. Dan untuk lebih mempermudah dalam pembacaan deskripsi
data, penulis menyederhanakannya dalam bentuk yang lebih simpel seperti termuat dalam tabel 4 berikut ini,
Tabel 4 Deskripsi Statistik dalam Format Keluaran (Output) SPSS yang lebih diperjelas.
Dependent Variable:Kemampuan_berbicara Media_Pembelajaran Media Gambar (visual)
Media Konvensional
Total
Sikap_siswa Positif Negatif Total Positif Negatif Total Positif Negatif Total
Berdasarkan data dari tabel 4 di atas menunjukan bahwa untuk kelas eksperimen (A1) memiliki hasil nilai dari kemampuan berbicara bahasa Inggris dengan rata-rata 68,00 lebih besar bila dibandingkan dengan kelas kontrol dengan rata-rata nilainya 61,80. Sehingga secara deskriptif maka penelitian ini dapat dinyatakan berhasil. Berdasarkan pada tabel 3 dan 4 di atas dapat dilihat bahwa pada kelas dengan media gambar/kelas eksperimen (A1) dengan sikap bahasa siswa yang positif (B1) memiliki nilai rata-rata yang paling tinggi di banding dengan kelompok yang lainnya yaitu sebesar 70,00. Dengan kata lain kelompok A1B1 yang terdiri dari 10 siswa memiliki rata-rata hasil kemampuan berbicara bahasa Inggris yang tertinggi dibanding kelompok A1B2, A2B1 dan
Mean 70,0000 66,0000 68,0000 62,0000 61,6000 61,8000 66,0000 63,8000 64,9000
Std.Deviation 4,37163 3,46410 4,35286 5,69600 5,73876 5,56871 6,42364 5,13604 5,84764
N 10 10 20 10 10 20 20 20 40
A2B2 yang mana masing-masing juga terdiri dari 10 siswa.. Untuk kelompok kelas eksperimen (media gambar) dengan sikap bahasa negatif (A1B2) memiliki rata-rata nilai sebesar 66,00. Dan untuk kelas kontrol (media konvensional) dengan sikap bahasa positif (A2B1) memiliki rata-rata nilai sebesar 62,00. Sedangkan untuk kelas kontrol (media konvensional) dengan sikap bahasa negatif (A2B2) memiliki rata-rata nilai sebesar 61,60. Sehingga di sini dapat dilihat bahwa kelompok A2B2 atau kelas dengan media konvensional dengan sikap bahasa siswa yang negatif menunjukan hasil nilai rata-rata yang paling rendah yaitu hanya sebesar 61,60. Hal ini menunjukan bahwa hasil penelitian ini sesuai dengan yang diharapkan.
Tabel 5 Deskripsi Hasil ANOVA Keluaran (Output) SPSS
ISSN 2086-6151
61
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Kemampuan_berbicara Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
465,200a
3
155,067
6,428
,001
168480,400
1
168480,400
6984,448
,000
384,400
1
384,400
15,936
,000
Sikap_siswa
48,400
1
48,400
2,006
,165
Media_Pembelajaran * Sikap_siswa
32,400
1
32,400
1,343
,254
Error
868,400
36
24,122
Total
169814,000
40
1333,600
39
Corrected Model Intercept Media_Pembelajaran
Corrected Total a.
R Squared = ,349 (Adjusted R Squared = ,295)
Berdasarkan pada hasil penelitian di atas dan didukung oleh analisis statistik maka dapat disimpulkan bahwa seluruh data yang ada telah telah memenuhi uji persyaratan analisis data (berdistribusi normal dan homogen). Oleh karena itu penelitian ini bisa dilanjutkan dengan pengujian hipotesis. Adapun hasilnya dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Terdapat pengaruh penggunaan media pembelajaran terhadap kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa. Hal ini dapat dilihat dari nilai sig untuk media pembelajaran sebesar 0,000 < 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan berbicara (speaking skill) siswa yang di ajar dengan media pembelajaran berupa gambar (visual) dengan siswa yang diajar dengan media pembelajaran konvensional. Dan rata-rata hasil kemampuan berbicara siswa dengan media pembelajaran berupa gambar lebih besar daripada kemampuan berbicara siswa dengan media pembelajaran konvensional. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan media
62
pembelajaran terhadap kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa. 2.. Tidak terdapat pengaruh sikap siswa pada bahasa terhadap kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa. Kesimpulan ini dapat dibuktikan dengan nilai sig untuk sikap siswa pada bahasa sebesar 0,165 > 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara sikap siswa pada bahasa baik yang yang positif maupun yang negatif terhadap kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh sikap siswa pada bahasa terhadap kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa. 3.. Tidak terdapat pengaruh interaksi penggunaan media pembelajaran dan sikap siswa pada bahasa terhadap kemampuan berbicara bahas Inggris siswa. Hal ini dapat dilihat dari nilai sig media_pembelajaran * sikap_siswa sebesar 0,254 > 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara penggunaan media pembelajaran dan sikap bahasa siswa secara bersama-sama terhadap
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi penggunaan media pembelajaran dan sikap siswa pada bahasa terhadap kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian yang tertera di atas, maka dapatlah kiranya diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.. Bahwa terdapat pengaruh penggunaan media pembelajaran terhadap kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa. 2.. Bahwa tidak terdapat pengaruh dari sikap bahasa siswa terhadap kemampuan berbicara Bahasa Inggris siswa. 3.. Bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi penggunaan media pembelajaran dan sikap bahasa siswa terhadap kemampuan berbicara bahas Inggris siswa.
pembelajaran yang digunakan, misalnya dengan selalu menggunakan gambar yang berbeda atau bervariasi setiap harinya atau tiap minggu sesuai dengan kebutuhannya. Disamping penggunaan gambar-gambar yang bervariasi, pemilihan tampilan gambar yang terang/jelas serta bila mungkin warnawarna yang menarik tentu akan menjadi stimulus bagi para siswa untuk dapat semakin bersemangat dan penuh antusias dalam mengikuti proses belajar-mengajar yang tengah dilaksanakan. Dan hal ini akan semakin lebih baik lagi apabila guru juga mampu mengembangkan permainan (games) yang dapat dilakukan didalam kelas yang tentunya juga memanfaatkan media berupa gambar-gambar tersebut tersebut. 3. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan agar kiranya hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi peneliti lainnya untuk dapat melakukan penelitian berikutnya guna mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik lagi.
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Adapun saran-saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
Arsyad, Azhar. (2004). Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali
1. Melihat dari kesimpulan bahwa penggunaan media pembelajaran memiliki pengaruh terhadap kemampuan siswa dalam berbicara bahasa Inggris, maka sangat disarankan agar pada setiap kelas di semua sekolah khususnya di tingkat sekolah menengah pertama (SLTP) untuk juga menggunakan media pembelajaran yang berbentuk gambar (visual). Karena seperti diketahui bahwa media seperti ini mampu membangkitkan minat belajar para siswa yang sedang belajar di kelas. Media gambar (visual) memiliki sifat yang efektif untuk mengaktifkan otak kanan sehingga bila otak kiri dan kanan seimbang akan menghasilkan prestasi belajar yang jauh lebih baik lagi
Azwar, Saifuddin. (1995). Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar . Bailey, Kathleen M. (2005). Practical Language Teaching: Speaking. New York: McGraw Hill
2. Guna menunjang efektifitas dari penggunaan media pembelajaran tersebut, para guru juga diharapkan untuk dapat lebih kreatif dalam memanfaatkan media
ISSN 2086-6151
Calhoun, J, F., & Acocella, J, R. (1990). Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. Semarang: IKIP Semarang Press Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. (2004). Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: PT.Rineka Cipta Charles W. Kreidler. (1998). Introducing English Semantic. NewYork: Routledge Daryanto. (2010). Media Pembelajaran.
63
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Yogyakarta: Gava Media Fasold, Ralph. (2001). The Sociolinguistics of Society. USA: Blackwell Finocchiaro, M. and Bonomo, M. (1973). The Foreign Language Learner: A Guide for Teacher. New York: Regents Publishing Company, Inc.
Wright, Andrew. (1976). Visual Materials for The Language Teacher (5th ed.). Hongkong: Wilture Enterprise (International) Ltd. Wright, Andrew. 1994:128 1000 Pictures for Teachers to Copy. London: Thomas Nelson & Sons Ltd.
Hamalik, Oemar. (1989). Media Pendidikan. Bandung : Citra Aditya Bakti Harmer, Jeremy. (1991). The Practice of English Language Teaching. London: Longman Jones, Pauline. (1996). Planning an oral Language Program. In Pauline Jones (ed), Talking to Learn. Melbourne: PETA Kridalaksana, Harimurti. (2001). Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Madsen, Harold S. (1983. Techniques in Testing. New York: Oxford University Press Munadi, Yudhi. (2008). Media pembelajaran . Jakarta: Gaung Persada Press Nasution. (2006). Teknologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Richards, Jack C. (2008). Teaching Listening and Speaking: From Theory to Practice. New York: Cambridge University Press. Robinson, Adjai. (1988). Asas-asas Praktik Mengajar: Kriteria Baru dalam Program Pendidikan. Jakarta: Bhratara Sudjana, Nana.(1990). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya Tarigan, Henry Guntur. (1986). Berbicara – Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa . Widada. (2010). Multimedia interaktif. Jakarta: Pustaka Widyatama
64
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Pengaruh Penguasaan Kosakata Dan Tata Bahasa Terhadap Menulis Bahasa Inggris Sri Mulyati ABA BSI Jakarta Jl. Salemba Tengah Raya No. 45, Jakarta Pusat
[email protected] ABSTRACT This study is a survey research. The aims are to find and analyze empirically the effects of vocabulary and grammar mastery toward students’s English writing skill. The population are students of Pamulang University, Tangerang, with the result that 60 respondents used as sample in this research. The research sample were obtained from simple random sampling method, that is the researcher mixing the subjects in the population so that all subjects are considered equal. The research design used by correlation techniques with three variables consisting of two independent variables, that is vocabulary and grammar mastery, and one dependent variable, that is English writing skill. Data collection was done by using a questionnaire and then taking the score. The collected data then analyzed by using correlation and multiple linear regression technic. Before the data is analyzed, firstly test the data requirements (normality and linearity tests), and descriptive statistical analysis. The research result showed that: 1). Found the significant influence of vocabulary and grammar mastery concurrently toward students’s English writing skill, where Fhitung= 163,056 > Ftable = 3, 16 and Sig = 0,000 < 0,05. 2). Found the significant influence of vocabulary mastery toward students’s English writing skill, where thitung = 5,334 > ttable = 2,00 and Sig = 0, 000, and 3). Found the significant influence of grammar mastery toward students’s writing skill, where thitung = 4,889 and Sig = 0,000. It means that students’s writing skill were affected by vocabulary and grammar mastery. Keywords: vocabulary mastery, grammar mastery, English writing skill.
1.
PENDAHULUAN
Salah satu yang membedakan manusia dengan binatang adalah bahasa, baik bahasa lisan ataupun tulisan. Manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam berkomunikasi diperlukan pemakaian komponen-komponen bahasa dengan tepat dan benar supaya makna yang terkandung dapat dipahami dengan mudah. Untuk dapat menuangkan gagasan dalam bentuk lisan maupun tulisan dengan baik, seseorang harus bisa menguasai kosakata dan tata bahasa dengan baik pula. Menguasai kosakata dan tata bahasa, khususnya bahasa Inggris tentunya bukanlah hal yang mudah, namun tidak berarti sulit untuk dipelajari. Logikanya untuk bisa menguasai sebuah bahasa, langkah pertama
ISSN 2086-6151
yang harus diambil adalah dengan menguasai banyak kosa kata dan memahami tata bahasa. Mengingat kosakata dan tata bahasa adalah komponen penting dari bahasa, dibentuk dengan aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar. Dalam mempelajarinya diperlukan kesungguhan supaya tidak menyebabkan gangguan atau semacam kesalahpahaman di dalam proses komunikasi. Penguasaan kosakata dan tata bahasa secara bersama-sama berpengaruh terhadap kemampuan berbicara ataupun menulis. Bahasa erat kaitannya dengan fungsi kecerdasan tertinggi pada manusia, karena kemampuan berbahasa tidak dimiliki oleh hewan. Bahasa lisan dan tulis dapat lebih hidup, lebih mudah dipahami maknanya dalam proses komunikasi sehari hari, apabila di dalam penyusunannya
65
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
berdasarkan kaidah-kaidah bahasa yang baik dan benar. (http//dahucity.blogspot.com). Aspek bahasa meliputi keterampilan mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis. Keterampilan menulis merupakan salah satu aspek kemampuan dalam berbahasa untuk mengungkapkan ide, gagasan, ataupun cerita. Menulis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam seluruh proses pembelajaran bahasa. Seperti halnya aspek bahasa yang lain, menulis juga memerlukan, latihan-latihan yang berkelanjutan dan terus menerus. Tata bahasa adalah ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah yang mengatur penggunaan bahasa yang baik dan benar. Atau dengan kata lain, tata bahasa merupakan suatu himpunan dari patokanpatokan dalam struktur bahasa. Jadi tata bahasa sangat penting sebagai modal awal yang harus dikuasai oleh seseorang untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan. Kosakata juga merupakan bagian dari komponen bahasa. Kosakata terdiri dari kata-kata yang digunakan dalam komunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Untuk bisa mengungkapkan gagasan baik secara lisan maupun tulisan diperlukan pemilihan kata yang tepat. Seseorang yang memiliki penguasaan kosakata yang cukup banyak diasumsikan tidak merasa kesulitan dalam menuangkan gagasan kedalam bentuk tulisan. Pemahaman pembaca terhadap teks yang dibaca ditandai dengan pembaca mampu mengidentifikasi kosakata yang dipilih oleh penulis. Pembaca dapat mengenali hubungan antara kosakata yang tertera dalam teks dan mampu menghubungkan kosakata dalam teks menjadi satu makna yang utuh. Peran kosakata dalam sebuah teks pendek atau dalam bentuk karangan sangat penting. Menurut para ahli bahasa faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan menulis adalah penggunaan kosakata yang tepat. Selain itu juga dipengaruhi oleh pehaman tata bahasa yang baik dan benar. Penguasaan kosakata, kemampuan mendengar, kemampuan memahami percakapan sehari-hari, dan rasa percaya diri untuk berbicara atau menulis dalam bahasa Inggris, semuanya sama pentingnya untuk dikuasai agar keahlian tata bahasa Inggris
66
semakin sempurna. Pembelajaran kosakata diajarkan dalam konteks wacana dipadukan dengan kegiatan pembelajaran seperti percakapan, mendengarkan, membaca, dan menulis. Upaya memperkaya kosakata perlu dilakukan secara terus menerus melalui berbagai sumber pembelajaran yang mendukung. Untuk dapat memperoleh hasil pembelajaran kosakata yang optimal, guru perlu membekali siswa dengan kata-kata yang berkaitan dengan bidang tertentu. Karena dalam setiap bidang ilmu digunakan kata-kata khusus. Pembekalan yang tidak tepat dapat menyebabkan pemahaman siswa tidak sempurna terhadap suatu ilmu. Kekayaan kosakata yang dimiliki oleh seseorang secara umum dianggap sebagai gambaran dari kecerdasan atau tingkat pendidikan orang tersebut. Kosakata merupakan dasar dari bahasa. Penguasaan kosakata yang baik dan benar dapat memberikan pengaruh yang baik dalam penyampaian bahasa terhadap orang lain. Begitu juga ketika penguasaan kosakata disampaikan melalui tulisan yang berupa ide-ide atau gagasan-gagasan, berpengaruh terhadap tingkat pemahaman pembaca. Keterampilan menulis merupakan salah satu aspek kemampuan dalam berbahasa untuk mengungkapkan ide, gagasan, atau cerita berupa tulisan. Menulis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam seluruh proses pembelajaran yang dialami siswa selama menuntut ilmu di sekolah. Oleh karena itu, keterampilan menulis harus dapat dikuasai oleh siswa. Menulis memerlukan ketekunan karena diperlukan latihan-latihan yang berkelanjutan dan terus menerus. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kemampuan Menulis Bahasa Inggris a. Pengertian Kemampuan Kegiatan belajar mengajar dikelas memberikan pengetahuan dan pemahaman baru tentang materi-materi pelajaran kepada mahasiswa. Dalam proses ini diharapkan mahasiswa tidak hanya mengetahui dan memahami materi, tetapi juga termpil dalam menyelesaikan semua tugas-tugas belajar. Serta terampil dalam menerapkan dan
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
mempraktekkan pengetahuan dan pemahaman mereka dalam kehidupan sehari hari. Kemampuan adalah kecakapan dalam menyelesaikan tugas. Dari definisi itu dapat diketahui bahwa individu yang terampil adalah individu yang memiliki kemampuan dan kecakapan dalam penguasaan sesuatu. Sehingga mampu menyelesaikan semua tugas-tugasnya dengan baik.n mempraktekkan pengetahuan dan pemahaman mereka dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan adalah kecakapan dalam menyelesaikan tugas. Dari definisi itu dapat diketahui bahwa individu yang terampil adalah individu yang memiliki kemampuan dan kecakapan dalam penguasaan sesuatu. Sehingga mampu menyelesaikan semua tugas-tugasnya dengan baik. Menurut Morse dan Winggo, kemampuan adalah cara yang efisien untuk melakukan suatu keterampilan yang dimiliki seseorang dapat membantu orang tersebut dalam melaksanakan aktifitas yang berhubungan dengan keterampilannya. (dalam Sahabudin 2003:3). Sebagai contoh, siswa yang mampu dalam membuat kerajinan tangan tentu akan dengan mudah menyelesaikan tugas yang diberikan padanya. Misalnya, membuat kerajinan yang terbuat dari kertas. Keterampilan yang dimiliki tidak saja membuat tugas dapat dengan mudah diselesaikan, tetapi juga hasil yang diperoleh maksimal. Kemampuan memiliki dua bagian komponen, yaitu komponen gerak dan komponen tanggapan/persepsi. Misalnya berlari, melompat, menari, dan sebagainya memiliki komponen gerak yang tinggi, tetapi komponen tanggapan rendah. Sedangkan mendengar, membaca, berbicara, dan menulis memiliki komponen persepsi yang tinggi tetapi komponen gerak rendah. Menurut Sudjana kemampuan memiliki tiga karakteristik; kemampuan menggambar rangkaian responden motorik;
ISSN 2086-6151
kemampuan meliputi koordinasi dari respon motorik, kemampuan meliputi koordinasi dari rangkaian respon motorik, kemampuan meliputi koordinasi dari gerak tangan dan mata, dan kemampuan memerlukan organisasi dari rangkaian pola responden yang komplek. ( dalam Nur Hasanah 2003;43). Gerak motorik secara khusus merupakan bagian dari respon verbal seperti gerak tangan dan mata. Hal ini sering kita lihat pada kegiatan olahraga seperti; badminton, tenis,dan sebagainya. Dari beberpa pendapat tentang keterampilan dapat disimpulkan bahwa kemampuan pada hakikatnya adalah kecakapan, kesanggupan, atau kemampuan individu dalam melakukan suatu aktifitas tertentu. Baik yang melibatkan gerak respon gerak motorik maupun respon tanggapan. b. Pengertian Menulis Menulis adalah aktifitas aktif produktif, aktifitas menghasilkan bahasa secara umum, dan menulis adalah aktifitas mengemukakan (DP.Tampubolon,1994;3). Pendapat lain menulis adalah meletakkan atau mengatur simbol-simbol grafis yang menyatakan pemahaman suatu bahasa sedemikian rupa sehingga orang lain dapat membaca simbolsimbol grafis itu sebagai bagian penyajian satuan-satuan ekspresi bahasa. (Lado dalam Muchlisoh dkk, 2002:56). Menulis adalah suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi dan atau menuangkan ide dan gagasan pada suatu media menggunakan huruf. Dengan semakin berkembangnya tekhnologi, menulis dapat juga dilakukan dengan menggunakan kompu ter atau laptop. Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dan manusia tidak akan terlepas dari penggunaan bahasa sepanjang hidupnya. Manusia memiliki kemampuan berbahasa. Manusia menggunakan bahasa sebagai sarana berpikir. Kemampuan inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
67
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Manusia sebagai makhluk sosial menggunakan bahasa untuk berkomuniksai dengan manusia lainnya. Hal ini bertujuan untuk menjalin hubungan sosial yang baik. Karena manusia tidak akan mampu hidup sendiri dan memiliki kebutuhan-kebutuhan sosial. Kemudian hubungan sosial yang positif akan dapat terjalin dengan adanya komunikasi interpersonal yang efektif. Bahasa merupakan perilaku yang dipelajari secara sosial dan suatu keterampilan yang diperoleh dalam masyarakat. Manusia mengekspresikan kegiatan berbahasanya dengan bahasa lisan maupun tulisan. Bahasa tulis merupakan salah satu cara berkomuniksi yang dapat digunakan untuk; 1). Menjelaskan satu pikiran, perasaan, kesan, atau pengalaman bagi penulis atau pembaca. 2) memberikan informasi kepada pembaca, 3). Menyalurkan pembaca untuk menerima suatu gagasan, dan, 4). Menciptakan suatu bacaan imajinatif yang mungkin dapat membuat pembaca menjadi senang. Kemampuan menuangkan ide atau gagasan tidak serta merta dapat dimiliki oleh setiap orang. Ada syarat khusus yang harus dimiliki oleh orang tersebut. Seperti pendapat berikut, bahwa kemampuan menjelaskan pikiran dalam bentuk tulisan menuntut pengalaman, waktu, kesempatan, latihan, keterampilan-keterampilan khusus, dan pengajaran langsung menjadi seorang penulis. Seorang penulis yang berpengalaman memiliki keyakinan dalam kebiasan mereka menulis. Ia juga bersandar pada elemen-elemen yang mendasari berbagai situasi menulis yang memandu mereka dalam bekerja. Tuntutan tersebut menjadi syarat bagi seseorang untuk dapat menulis dengan baik. (DP. Tampubolon, 1987:76). Menurut pendapat lain, menulis adalah proses penemuan yang terus-menerus. Bagaimana menemukan bahasa yang efektif untuk mengkomunikasikan pikiran dan perasaan mengaplikasikan apa yang dimilikinya, baik kosakata ataupun tata
68
bahasa yang pernah dipelajari di kelas. (Bello dalam Atar M. Semi, 1995:5). 2. Penguasaan Kosakata a. Pengertian Kata Kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan dan merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa. (Hasan alwi, 2001:13). Menurut Poerwodarminto (2007:21), kata adalah suatu kesatuan bahasa yang mengandung suatu pengertian. Kata merupakan kesatuan terkecil yang mengandung ide, yang diperoleh apabila susunan atau sebuah kalimat dibagi atas bagian-bagiannya. (Keraf, 1993:53). Begitu juga menurut Harimurti Kridalaksana (1993:89), kata adalah satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas. Pendapat lain, kata adalah satu kesatuan yang terpisahkan dan tak dapat diuraikan lagi. (Alwasilah,1993:120). Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kata adalah satuan bahasa terkecil yang memiliki sifat bebas, dapat diujarkan dan mengandung suatu pengertian. b. Pengertian Kosakata Ada beberapa pengertian kosakata menurut beberapa ahli bahasa. Menurut Mukidi (1994;43), kosakata sama dengan leksikon. Disini leksikon diartikan sebagai perbendaharaan kata dalam suatu bahasa. Leksikon merupakan komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam suatu bahasa. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2007:597), kosakata diartikan sebagai perbendaharaan kata. Kridalaksana (1993:127), menjelaskan bahwa kosakata sama dengan leksikon. Sedangkan yang dimaksud dengan leksikon adalah; 1. Komponen bahasa yang memuat secara informatif tentang makna dan pemakaian kata dalam suatu bahasa.
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
menguasai kosa kata maka semakin baik pula kemampuan menulis bahasa Inggris.
2.Kekayaan kosakata yang disusun seseorang pembicara atau penulis. 3.Daftar kata yang disusun penjelasan singkat dan praktis.
dengan
Dari uraian diatas dapt disimpulkan bahwa kosakata merupakan komponen bahasa yang memuat daftar kata-kata beserta batasannya yang penggunaannya sesuai dengan makna dan fungsinya. B. Kerangka Berpikir 1. Pengaruh penguasaan kosa kata dan tata bahasa secara bersama-sama terhadap kemampuan menulis bahasa Inggris mahasiswa. Kemampuan menulis bahasa Inggris adalah perpaduan kemampuan menguasai kosa kata dan kemampuan menguasai tata bahasa. Namun dalam menulis juga didukung oleh kemampuan menuangkan ide, pikiran dan gagasan, serta mengembangkan ide, pikiran dan gagasan tersebut. Sehingga dapat menarik perhatian pembaca. Jika kemampuan penguasaan kosa kata dan tata bahasa baik maka kemampuan menulis bahasa Inggris pun akan baik. Dengan kata lain, semakin baik kemampuan penguasaan kosa kata dan tata bahasa seorang mahasiswa maka semakin baik pula kemampuan menulisnya. 2. Pengaruh penguasaan kosa kata terhadap kemampuan menulis bahasa Inggris mahasiswa.. Kemampuan menulis merupakan perpaduan dari beberapa kemampuan menguasai aspek-aspek berbahasa. Aspek berbahasa itu salah satunya dipengaruhi oleh kemampuan penguasaan kosa kata. Kemampuan penguasaan kosa kata ditandai oleh kemampuan menguasaai ragam jenis kata apakah itu kata kerja, kata sifat, kata keterangan, preposisi, dan lain-lain. Jika kemampuan menguasai kosa kata mahasiswa baik maka akan memberi pengaruh pada kemampuan menulis bahasa Inggrisnya. Dengan kata lain, semakin baik kemampuan
ISSN 2086-6151
3. Pengaruh penguasaan tata bahasa terhadap kemampuan menulis bahasa Inggris mahasiswa. Kemampuan menulis merupakan perpaduan dari beberapa kemampuan menguasai aspek-aspek berbahasa. Aspek berbahasa itu salah satunya dipengaruhi oleh kemampuan penguasaan tata bahasa Kemampuan penguasaan tata bahasa oleh kemampuan menguasaai tara aturan bahasa dalam membentuk sebuah kalimat. Jika kemampuan menguasai tata bahasa mahasiswa baik maka akan memberi pengaruh pada kemampuan menulis bahasa Inggrisnya. Dengan kata lain, semakin baik kemampuan menguasai tata bahasaa kata maka semakin baik pula kemampuan menulis bahasa Inggris.
III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1.Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kampus UNPAM, Tangerang. 2.Waktu Penelitian Proses penelitian ini diperkirakan akan memakan waktu sekitar empat bulan, terhitung dari bulan Maret-Juni 2015. Dimulai dari penentuan masalah, penyusunan proposal, dan menyelesaikan dan menyelesaikan laporan penelitian. Tabel 3.1 Jadwal penelitian (Ali dalam Sugiyono, 2008:5)
69
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
N o .
Bulan Kegiatan
Ma ret
Apr il
Me i
Jun i
Juli
Perencana 1
an
. 1.1.
√
Pengajuan Judul 1.2.
√
Penyusunan Instrument 1.3.
√
Pengujian Instrumen 2
Pelaksanaa
.
n 2.1.
√
Pengumpul an Data 2.2.
√
Analisis Data 3
Penyelesai
.
an 3.1.
√
Penyusunan Laporan 3.2.
√
Perbaikan Laporan 3.3.
√
Finalisasi Laporan
B. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk penelitian lapangan. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode survei deskriptif. Metode survei deskriptif adalah metode yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan tes sebagai alat pengumpulan data. Data dan informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan tes. Setelah data diperoleh kemudian hasilnya dipaparkan secara deskriptif pada akhir penelitian ini. Metode penelitian survei dilakukan untuk mendapatkan keterangan yang jelas terhadap suatu masalah tertentu dalam suatu penelitian. Penelitian dilakukan untuk suatu
70
tindakan yang bersifat deskriptif, yaitu melukiskan hal-hal yang mengandung fakta yang fungsinya merumuskan dan melukiskan apa yang terjadi. (Ali dalam Sugiyono, 2008:5). Berkaitan dengan metode deskriptif menjelaskan bahwa penelitian ditinjau dari hadirnya variabel dan saat terjadinya penelitian. Maka penelitian yang dilakukan dengan menjelaskan atau menggambarkan variabel masa lalu dan sekarang adalah penelitian deskrifptif.( Arikunto 2006:10). Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan hubungan antar fenomena yang diselidiki. Berdasarkan pendapat para pakar diatas, maka dapat disimpulkan bahwa metode survey deskriptif cocok digunakan dalam penelitian ini. Karena sesuai dengan maksud dan tujuan peneliti, yaitu untuk memperoleh gambaran pengaruh penguasaan kosakata dan tata bahasa terhadap kemampuan menulis bahasa Inggris mahasiswa semester IV jurusan Sastra Inggris di Universitas Swasta di Tangerang. Sebelum melakukan analisis data tentang pengaruh variabel data, kemudian teknik analisa data dengan menggunakan statistik inferesial, korelasi sederhana, korelasi ganda, korelasi parsial, dan regresi berganda. Korelasi sederhana memerlukan minimal dua variabel, sedangkan korelasi ganda memerlukan tiga variabel pada penelitian ini. Variabel bebas pertama adalah penguasaan kosakata (X1), variabel bebas kedua adalah penguasaan tata bahasa (X2), dan variabel terikatnya adalah kemampuan menulis bahasa Inggris (Y), yang sesuai dengan gambar 1 berikut; Hubungan atau keterkaitan antar variabel tersebut dapat digambarkan dalam konstelasi permasalahan sebagai berikut :
Penguasaan Kosa Kata (X1)
Kemampuan Menulis Bahasa Inggris (Y) Penguasaan Tata Bahasa ((X2)
Gambar 3.1
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Model Konstelasi Masalah dan Pengaruh Antar Variabel Keterangan: X1 = penguasaan kosakata X2 = penguasaan tata bahasa Y = kemampuan menulis bahasa Inggris (Arikunto:2006:10)
sebuah populasi penelitian. Maka untuk mendapatkan hasil penelitian yang persis dibutuhkan jumlah sampel yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan populasi yang tidak seragam. b.Tingkat ketelitian analisa yang dikehendaki dalam penelitian. Jumlah sampel yang lebih banyak dapat mengahsilkan tingkat ketelitian analisa yang lebih baik.
C. Populasi dan Sampel
c.Rencana analisa
1. Populasi
d.Tenaga, biaya, dan waktu yang tersedia.
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau suatu objek menjadi kuantitas atau karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, kemudian ditarik kesimpulan. (Sugiyono,2008:54). Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, baik hasil menghitung atau pengukuran kuantitatif pada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap. (Nawawi dalam Sugiyono, 20:54). Populasi yang dipilh peneliti dalam penelitian ini.
Salah satu metode yang dapat dipakai untuk menentukan jumlah sampel ini adalah metode purposive sampling. Dalam metode ini besarnya sampel ditentukan dengan mempertimbangkan tujuan penelitian berdasarkan kriteria-kriteria yang ditentukan terlebih dahulu.
2.Sampel Sampel adalah bagian dari populasi. Sampel penelitian adalah sebagian populasi dari populasi yang diambil sebagai sumber data yang dapat mewakili seluruh populasi. (Ariyanto dalam Sugiyono, 2008: 55). Kemudian Sugiyono(2008:55), memberikan pengertian bahwa sampel adalah sebagian dari jumlah karakteristik yang dimilki oleh populasi. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Adapun sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah para mahasiswa semester IV UNPAM, Tangerang, tahun ajaran 20142015. D. Teknik Pengambilan Data Teknik dilakukan dengan menggunakan metode Random Sampling. Dalam teknik ini sampel adalah anggota populasi yang dianggap homogen. Dalam sebuah penelitian, besarnya sampel tergantung pada beberapa hal, yaitu; a.Derajat keseragaman (degree of homogenity) dari populasi, makin seragam
ISSN 2086-6151
Berdasarkan data mengenai jumlah mahasiswa sastra Inggris STIBA Nusa Mandiri di kota Tangerang tahun ajaran 2014-2015, dalam hal penentuan jumlah sampel, peneliti mempertimbangkan rencana analisa, tenaga, biaya, dan waktu yang tersedia. Maka dalam hal ini peneliti menentukan jumlah mahasiswa UNPAM kota Tangerang sebanyak 60 sebagai sampel penelitian ini. F. Variabel penelitian
Penelitian
dan
Instrumen
Sesuai dengan variabel penelitian, ada tiga jenis data yang dikumpulkan, yaitu tentang; 1). Penguasaan kosakata, 2). Penguasaan tata bahasa, 3). Kemampuan menulis bahasa Inggris. Data tentang penguasaan kosa kata, penguasaan tata bahasa, dan kemampuan menulis bahasa Inggris diperoleh melalui ujian atau tes yang disusun oleh peneliti. 1.Variabel Penguasaan Kosakata (X1) Untuk dapat mengukur secara kuantita tif, maka variabel penguasaan kosakata adalah kemampuan seseorang untuk mengenal, memahami, dan menggunakan kata-kata didefinisikan sebagai berikut; a.Definisi Konseptual Penguasaan kosakata adalah kemampuan seseorang untuk mengenal, memahami, dan menggunakan, kata-kata dengan baik dan
71
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
benar dengan mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Mengenal kata adalah memperoleh kata-kata baru dari hasil mendengarkan atau dari hasil membaca. Selanjutnya, hakikat memahami kata-kata adalah memperoleh kosakata baru, mengerti kata dan artinya, serta memahami keterkaitan kata dan konsep yang diawali kata-kata tersebut. (Darmiyati Zuchdi, 1995:3-7). Kamus besar bahasa Indonesia (2000:534),memberikan batasan penguasaan kosakata sebagai pemahaman atau kesanggupan untuk menggunakan sesuatu hal (sejumlah kekayaan kata yang terdapat dalam suatu bahasa). Penguasaan kosakata adalah kemampuan untuk mempergunakan katakata. Kemampuan untuk memahami diwujudkan dalam kegiatan membaca dan menyimak. Sedangkan kemampuan mempergunakan diwujudkan dalam kegiatan menulis dan berbicara. (Nurgiyantoro, 2001:213). Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa penguasaan kosakata adalah kemampuan untuk mempergunakan secara tepat kata-kata yang dimiliki, baik secara lisan ataupun tulisan. b. Definisi Operasional Data yang diperoleh untuk penguasaan kosakata melalui tes objektif berbentuk pilihan ganda yang bertujuan untuk mendapatkan data tentang penguasaan kosakata. Tes kosakata dilakukan untuk mengukur kemampuan siswa, baik yang bersifat reseptif maupun produktif. Dengan demikian dalam tes kosakata anatara kemampuan repsetif dan kemampuan produktif harus saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Dalam tes kosakata ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu; a). Pemilihan kosakata yang akan diteskan, dan b). Pemilihan bentuk dan cara pengetesan khususnya yang menyangkut penyusunan tes yang sesuai dengan tingkatan-tingkatan aspek kognitif tertentu.(Nurgiyantoro, 2001:196). Tingkatan tes penguasaan kosakata dalam penelitian ini mengacu pada tingkatan kognitif yang biasa disebut taksonomi Bloom. Tingkatan ini terdiri dari enam tingkatan yaitu tingkat pengetahuan atau ingatan (C1), tingkat pemahaman (C2), tingkat aplikasi (C3), tingkat analisis (C4), tingkat evaluasi (C5), dan tingkat kreativitas
72
(C6). (Anderson 2001:66).
&
Crathwohl
(Ed),
Untuk tes penguasaan kosakata tingkatan kognitif yang dipakai sampai pada tingkat analisis (C4). (Nurgiyantoro, 2001;209). Berdasarkan pendapat tersebut, tes penguasaan kosakata dalam penelitian ini menggunakan empat tingkatan yaitu tingkat ingatan/pengetahuan (C1),tingkat pemahaman (C2), tingkat aplikasi (C3), dan tingkat analisis (C4). Tes kosakata tingkat kognitif yang tinggi (C5 dan C6), tidak digunakan dalam penelitian ini, karena tes dengan tingkat kognitif tersebut menuntut kemampuan yang lebih, dalam, dan sekaligus dapat menilai proses berpikir. Selain itu, tes kosakata tingkat C5 dan C6 lebih tepat apabila digunakan untuk tes bentuk esai. c. Kisi-kisi Instrumen Penguasaan Kosakata Tabel 3.2 Instrumen Penguasaan Kosa kata Varia
Aspe
ble
k
Kosa kata
Sino nim
Anto nim
Mele ngka pi kalim at
Indikator
Butir soal
Mampu menguasai persamaan kata dari tiap kata (verb, noun, adjective) beserta pemahaman maknanya. Mampu menguasai lawan kata dari tiap kata (verb,noun,adjective ) beserta pemahaman maknanya. Mampu melengkapi kalimat dengan kata atau frase yang sesuai dengan konteks kalimat .
1,2,3,4,5, 6,7, 8
Total Butir
9,10,11,1 2,13,14,1 5,
16,17,18, 19,20
20
(Nurgiyantoro,2001:209) d. Jenis Instrumen Penguasaan Kosakata Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang pengusaan kosakata adalah berbentuk soal penguasaan kosakata. Hasil dari seluruh nilai soal
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
penguasaan kosakata dapat dikategorikan dalam: 1. Nilai ujian penguasaan kosakata = > 85 termasuk kategori sangat baik. 2. Nilai ujian penguasaan kosakata = 75-85 termasuk dalam kategori baik. 3. Nilai ujian penguasaan kosakata = 70-75 termasuk dalam kategori sedang. 4. Nilai ujian penguasaan kosakata = 60-70 termasuk dalam kategori cukup. 5. Nilai ujian penguasaan kosakata = 50-60 termasuk dalam kategori kurang. 6. Nilai ujian penguasaan kosakata = < 50 termasuk dalam kategori sangat kurang. 2. Variabel Penguasaan Tata bahasa (X2) a. Definisi Konseptual Secara konseptual, penguasaan tata bahasa adalah penguasaan aturan –aturan yang menerangkan bagaimana kalimat dibentuk, disusun atau diubah untuk menjadikan beberapa jenis kalimat yang lain. Penguasaan tata bahasa juga meliputi kemampuan menggunakan aturan bentuk waktu kapan kalimat tersebut digunakan. b. Definisi Operasional Secara operasional, penguasaan tata bahasa ditunjukkan oleh skor mahasiswa mengerjakan soal pilihan ganda (multiple choice) yang berisi kalimat-kalimat yang terikat dengan aturan tata bahasa.
disertai fakta. Dalam menulis hal yang dituangkan adalah buah pikiran atau ide, perasaan, atau pendapat penulisnya untuk diketahui orang banyak.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Analisis deskripsi data dilakukan untuk mengetahui gambaran umum distribusi data yang diperoleh dari penelitian. Data penelitian yang disajikan adalah data setelah diolah dari data mentah dengan menggunakan metode statistik deskriptif (program SPSS version 20.0 for windows), yaitu: simpangan baku, modus, median, mean, mean, distribusi frekuensi, kurtosis, skewness, serta grafik histogram. Data yang diperoleh berupa hasil tes preferensial dan tes pilihan ganda berasal dari 60 responden dimana semua data telah dinyatakan valid dan reliabel pada uji coba (pra-penelitian) sebelumnya. Selanjutnya, berdasarkan banyaknya variabel dan merujuk pada masalah penelitian yang ada, maka deskripsi data dapat disajikan menjadi tiga bagian yakni: 1) penguasaan kosakata, 2) tata bahasa dan 3) kemampuan menulis bahasa Inggris. Tiga bagian tersebut akan diurai secara terpisah sehingga dapat diperoleh gambaran secara jelas dan rinci mengenai data deskrpitif masing-masing variabel. Hasil perhitungan deskriptif masing-masing variabel secara lengkap diuraikan berupa hasil perhitungan statistik deskriptif. Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada table 4.1 sebagai berikut: Table 4.1 Deskripsi Data Penelitian
3. Variabel Menulis Bahasa Inggris
Statistics
a. Definisi Konseptual Keterampilan menulis merupakan kemampuan menulis yang memaparkan sejumlah pengetahuan, fakta, atau informasi. Tujuannya agar pembaca mendapat informasi dan pengetahuan dengan jelas.
Pengua
Pengua
Kemamp
saan
saan
uan
Kosa
Tata
Menulis
Kata
Bahasa
Bahasa Inggris
b. Definisi Operasional Val
Kemampuan menulis terlihat dari nilai yang diperoleh dari siswa atau responden yang ditugaskan untuk menulis bahasa Inggris. Indikatornya adalah mampu menjelaskan suatu hal secara menjabar yang
ISSN 2086-6151
60
60
60
0
0
0
id N
Mis sin g
73
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Mean
69.67
70.00
77.00
Median
70.00
70.00
80.00
75
65
80
11.382
11.350
10.504
128.814
110.339
-.156
-.036
-.315
.309
.309
.309
-.815
-.874
-.515
.608
.608
.608
Range
45
40
40
Minimum
45
50
55
Maximum
90
90
95
4180
4200
4620
Mode Std. Deviation
Gambaran secara keseluruhan dari data penguasaan kosa kata siswa dapat dilihat pada grafik 4.1 yang berupa histogram dan polygon. Grafik dibawah ini memberikan gambaran mengenai distribusi skor penguasaan kosakata siswa sebagai berikut:
129.54 Variance 8 Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis
Sum
(Sudjana,1992:46) 1.Analisis Data Penguasaan Kosakata (X1) Perolehan data dari variabel penguasaan kosakata berdasarkan hasil tes preferensial berbentuk angket / kuesioner. Soal angket terdiri dari 25 butir soal dengan jumlah responden 60 orang. Setiap butir soal diberikan skor berdasarkan skala Likert, dengan rentang skor dari 5 (Selalu) sampai 1 (Tidak Pernah). Berdasarkan table 4.1 diatas diperoleh bahwa skor maksimum 90, sementara skor minimum 45. Tingkat penguasaan kosakata siswa berada pada angka rata-rata 69,67, standar deviasi 11,382, median 70, modus 75. Skewness -0,156 dan kurtosis -0,815. Angka standar deviasi 11,382. Berarti 17% dari skor rata-rata. Ini menunjukkan bahwa disparitas penguasaan kosakata siswa relatif cukup rendah. Maka dapat disimpulkan bahwa tingkat penguasaan kosa kata siswa bersifat homogen. Dari deskripsi data berdasarkan table 4.1 diatas, dapat dilihat bahwa rata-rata skor dan median relatif hampir sama yaitu 69,67 dan 70. Sementara tingkat disiplin siswa yang lebih rendah dibandingkan skor rataratanya ini mengindikasikan bahwa rata-rata responden yang berada ditingkat bawah lebih banyak dibandingkan mereka yang mempunyai tingkat lebih tinggi.
74
Grafik 4.1 . Histogram dan Polygon Data Penguasaan Kosakata Siswa. (Sudjana,1992:46) Berdasarkan grafik di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat sebaran data penguasaan kosakata siswa relatif normal karena sebarannya banyak berada dalam kurva normal. Sedangkan data yang berada diluar kurva normal relatif sedikit.
2. Analisis Data Penguasaan Tata Bahasa (X2) Perolehan data dari variabel penguasaan tata bahasa berdasarkan hasil tes preferensial berbentuk angket / kuesioner. Soal angket terdiri dari 30 butir soal dengan jumlah responden 60 orang. Setiap butir soal diberikan skor berdasarkan skala Likert, dengan rentang skor dari 5 (Selalu) sampai 1 (Tidak Pernah). Berdasarkan table 4.1 diatas diperoleh bahwa skor maksimum 90, sementara skor minimum 50. Tingkat penguasaan tata bahasa berada pada angka rata-rata 70, standar deviasi 11,350, median 70, modus 65 Skewness -0,036 dan kurtosis -0,874. Angka standar deviasi 11,350. Berarti 17% dari skor rata-rata. Ini menunjukkan bahwa disparitas penguasaan
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
tata bahasa siswa relatif cukup rendah. Maka dapat disimpulkan bahwa tingkat penguasaan tata bahasa siswa bersifat homogen. Dari deskripsi data berdasarkan table 4.1 diatas, dapat dilihat bahwa rata-rata skor dan median sama yaitu 70 dan 70. Sementara tingkat penguasaan tata bahasa siswa yang lebih rendah dibandingkan skor rata-ratanya ini mengindikasikan bahwa rata-rata responden yang berada ditingkat bawah lebih banyak dibandingkan mereka yang mempunyai tingkat lebih tinggi. Gambaran secara keseluruhan dari data penguasaan tata bahasa siswa dapat dilihat pada grafik 4.1 yang berupa histogram dan polygon. Grafik dibawah ini memberikan gambaran mengenai distribusi skor penguasaan tata bahasa siswa sebagai berikut:
berada pada angka rata-rata 77, standar deviasi 10,504, median 80, modus 80 Skewness -0,315 dan kurtosis -0,515. Angka standar deviasi 10,504. Berarti 14% dari skor rata-rata. Ini menunjukkan bahwa disparitas kemampuan menulis bahasa Inggris siswa relatif cukup rendah. Maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kemampuan menulis bahasa Inggris siswa bersifat homogen. Dari deskripsi data berdasarkan table 4.1 diatas, dapat dilihat bahwa rata-rata skor dan median relatif hampir sama yaitu 77.dan 80. Sementara tingkat kemampuan menulis bahasa Inggris siswa yang lebih rendah dibandingkan skor rata-ratanya ini mengindikasikan bahwa rata-rata responden yang berada ditingkat bawah lebih banyak dibandingkan mereka yang mempunyai tingkat lebih tinggi. Gambaran secara keseluruhan dari data kemampuan menulis bahasa Inggris siswa dapat dilihat pada grafik 4.1 yang berupa histogram dan polygon. Grafik dibawah ini memberikan gambaran mengenai distribusi skor kemampuan menulis bahasa Inggris siswa sebagai berikut:
Grafik 4.2. Histogram and Polygon Data Penguasaan Tata Bahasa Siswa. (Sudjana,1992:46)
Berdasarkan grafik diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat sebaran data penguasaan tata bahasa siswa relatif normal karena sebarannya banyak berada dalam kurva normal. Sedangkan data yang berada diluar kurva normal relatif sedikit. 3. Analisis Data Kemampuan Menulis Bahasa Inggris (Y) Perolehan data dari variabel kemampuan menulis bahasa Inggris berdasarkan hasil tes berbentuk menulis teks deskripsi (essay). Soal pilihan terdiri dari 3 butir soal dengan jumlah responden 60 orang. Setiap butir soal diberikan skor berdasarkan penilaian point 5 untuk setiap jawaban yang benar sehingga skor tertinggi pada data variabel ini adalah skor 100. Berdasarkan table 4.1 diatas diperoleh bahwa skor maksimum 95, sementara skor minimum 55. Tingkat kemampuan menulis bahasa Inggris siswa
ISSN 2086-6151
Grafik 4.3. Histogram and Polygon Data Kemampuan Menulis Bahasa Inggris (Y)
(Sudjana,1992:46) Berdasarkan grafik diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat sebaran data kemampuan menulis bahasa Inggris siswa relatif normal karena sebarannya banyak berada dalam kurva normal. Sedangkan data yang berada diluar kurva normal relatif sedikit. B. Uji Persyaratan Analisis Data Seluruh data variabel penelitian yang dianalisis menggunakan analisis statistic inferensial melalui teknik korelasi dan regresi ganda harus memenuhi beberapa persyaratan . Diantara persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:
75
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
1. Data berasal dari sampel berupa pasangan data variabel X dan variabel Y harus diambil secara acak (random) dan memenuhi sampel minimum. 2. Setiap kelompok data baik harga variabel X maupun variabel Y harus independen dan berdistribusi normal. 3. Hubungan pasangan data variabel X dan variabel Y harus linier. V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan deskripsi data hasil penelitian dan analisis hasil pengujian hipotesis, maka beberapa simpulan penelitian dapat disajikan sebagai berikut: 1.Terdapat pengaruh yang signifikan penguasaan kosakata dan tata bahasa secara bersama-sama terhadap kemampuan menulis bahasa Inggris mahasiswa perguruan tinggi swasta di Tangerang Selatan. Hal ini dibuktikan oleh F hitung = 163,056 dan Sig = 0,000 < 0,05. Berarti bahwa semakin baik penguasaan kosakata dan tata bahasanya, maka semakin tinggi pula kemampuan menulis bahasa Inggrisnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa penguasaan kosakata dan tata bahasa merupakan dua variabel yang penting untuk diperhatikan dalam menjelaskan peningkatan kemampuan menulis bahasa Inggris mahasiswa. 2. Terdapat pengaruh yang signifikan penguasaan kosakata terhadap kemampuan menulis bahasa Inggris mahasiswa perguruan tinggi swasta di Tangerang Selatan. Hal ini dibuktikan oleh t hitung = 5,334 dan Sig = 0,000 < 0,05. Ini berarti bahwa makin baik penguasaan kosakata mahasiswa, makin tinggi pula kemampuan menulis bahasa Inggrisnya. Sebaliknya, makin rendah tingkat penguasaan kosakata mahasiswa maka makin rendah pula kemampuan menulis bahasa Inggrisnya. Oleh karena itu faktor penguasaan kosakata belajar bahasa Inggris merupakan variabel yang penting untuk diperhatikan dalam memperoleh kemampuan menulis bahasa Inggris. 3. Terdapat pengaruh yang signifikan penguasaan tata bahasa terhadap kemampuan menulis bahasa Inggris mahasiswa perguruan tinggi swasta di Tangerang Selatan. Hal ini dibuktikan oleh t hitung = 4,889 dan Sig = 0,000 < 0,05. Ini
76
berarti bahwa makin baik penguasaan tata bahasa mahasiswa, makin tinggi pula kemampuan menulis bahasa Inggrisnya. Sebaliknya, makin rendah tingkat penguasaan tata bahasa mahasiswa maka makin rendah pula kemampuan menulis bahasa Inggrisnya. Oleh karena itu faktor penguasaan tata bahasa dalam belajar bahasa Inggris merupakan variabel yang penting untuk diperhatikan dalam memperoleh kemampuan menulis bahasa Inggris mahasiswa terhadap kemampuan menulis bahasa Inggris siswa. B. Saran Berdasarkan simpulan penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut: 1.Dalam upaya meningkatkan kemampuan menulis bahasa Inggris mahasiswa hendaknya lebih memberi porsi yang memadai pada pentingnya menguatkan penguasaan kosakata dan tata bahasa. Intensifikasi penguasaan kosakata dan tata bahasa pada gilirannya sangat efektif meningkatkan kemampuan menulis bahasa Inggris mahasiswa 2. Dosen selaku fasilitator di dalam kelas hendaknya mampu menciptakan iklim yang dapat menjadi katalisator berkembangnya kreatifitas dalam penguasaan kosakata dan tata bahasa sehingga mahasiswa terdorong untuk lebih produktif dan kreatif. Berangkat dari kondisi itulah maka diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan kemampuan menulis bahasa Inggris. 3. Disadari bahwa penelitian ini masih terbatas jangkauan penelaahannya, maka masih perlu diadakan penelitian lebih lanjut berkaitan pengaruh penguasaan kosakata dan tata bahasa terhadap kemampuan menulis bahasa Inggris di perguruan tinggi swasta pada wilayah lain. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Mukhsin. (1996). Dasar-Dasar Komposisi Bahasa Indonesia. Malang: YA3 Depdiknas. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Furey, Patricia. Monasche, Lionel. (1993). Making progress in English Grammar and Composition. Bina Rupa Aksara. Hudelson, Sarah. (1989). Children Writing in ESL. Prentice Hall. Nanalbrahim, Sudjana. (2001). Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta:BPFE. Kridalaksana, Harimurti. (2008). Kamus Linguistik. Jakarta: gramedia Pustaka Utama. Keraf, Gorys. (1994). Komposisi. Ende Flores : Nusa Indah. Richards, Jack. (2001). Curriculum Development in Language Teaching. Cambridge Unversity Press, UK. Sihombing, Binsar & Burton, Barbara. (2010). English Grammar Comprehension. Jakarta; Grasindo. Semi, Atar. (2003). Menulis Efektif. Padang : Angkasa Raya.
ISSN 2086-6151
77
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Ruang Publik Di Jembatan Penyeberangan Kota Jakarta: Sebuah Kajian Budaya SulhizahWulan Sari ABA BSI Jakarta Jl. Salemba Tengah No. 45, Jakarta Pusat
[email protected]
ABSTRACT Thispaper analyses the viaduct in Urban Jakarta as part of the public space through a cultural studies view. This study is important because the viaduct is not merely functioned as a service but also contested space that conceives with various interests and meanings. This study reveals the value system of the civils who live in Urban Jakarta and transformatory impact for human’s life. Public Space created contested space and meanings as memories, experiences, identities, consumerism, capilalism, and legitimated power. Those are constructed by history, economy, politic, social, and culture which changed the image of the viaduct to be meaningfull. The method uses in this study is descriptive qualitative. The result is this service created new space for lower middle class and be site of a power struggle. Keywords: Public Space, The Viaduct, Jakarta
I.
PENDAHULUAN
Pembangunan gedung-gedung bertingkat, baik gedung pencakar langit, pusat perbelanjaan, perbaikan infrastruktur jalan, maupun pembangunan pemukiman elit merupakan salah satu bagian dari rancangan kota Jakarta yang mulai berkembang di masa Orde Lama. Di masa Orde Lama hingga kini Jakarta merupakan pusat pemerintahan dan bisnis bagi warganya juga menjadi tanah impian bagi warga di luar Pulau Jawa. Perkembangan pembangunan yang begitu pesat dan urbanisasi secara besar-besaran di masa Orde Baru dan PascaOrba membawa dampak terhadap kehidupan masyarakat urban Jakarta, baik segi sosial, politik, ekonomi, maupun budaya. Dengan demikian wajah ibu kota Jakarta tampak multikultural dan dipenuhi oleh berbagai kepentingan. Marx(2000:296) menyatakan, “urbanization as one of the key features of capitalist industrilization, viewing it with a certain ambivalence.”(Urbanisasi sebagai salah satu bagian penting dari industri kapitalisme membawa ketidak seimbangan yang sangat jelas). Ketidakseimbangan dari adanya urbanisasi ini menimbulkan masalahmasalah kepentingan sosial, ekonomi, politik, dan lain-lain. Khususnya, dampak tersebut menciptakan masalah bagi aparat
78
negara untuk membuat Jakarta menjadi kota yang aman, nyaman, dan indah. Masalah yang timbul dari segi sosial seringkali membuat pemerintah menggagaskan ide, peraturan baru, bahkan memberikan sebuah layanan dan fasilitas untuk warga kota Jakarta, seperti menyediakan layanan berupa jembatan penyeberangan. Jembatan penyeberangan merupakan sarana yang terbuat dari lempengan besi, baja, semen, dan batu yang digunakan untuk memfasilitasi warga ibu kota. Dengan melihat fungsinya, jembatan penyeberangan awalnya dibuat oleh Pemerintah kota Jakarta untuk menjaga keselamatan pengguna jalan ketika hendak menyebrangi jalan atau berpindah ke tempat yang berlawanan. Dengan adanya jembatan penyeberangan, warga tidak perlu khawatir dengan keselamatan mereka. Keberadaannya memberi citra positif bagi wajah ibu kota. Di sisi lain, jembatan penyeberangan menjadi tempat yang sarat akan kepentingan. Salah satunya, ada tujuan tertentu dari pemerintah sebagai pemegang kekuasaan untuk mendidik warga Jakarta agar disiplin dalam menjaga keteraturan kota. Dengan demikian, jembatan penyeberangan tidak hanya menjadi sebuah bentuk legitimasi kekuasaan, tetapi juga menjadi situs pertarungan makna. Pemaknaan dan
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
kontestasi tercipta manakala bertemu dengan ruang lingkup lain yang mengelilingi jembatan penyeberangan, seperti pusat perbelanjaan, tempat hiburan, perkantoran, tempat makan, atau sarana pendidikan, iklan-iklan komersial dan layanan masyarakat yang terpasang di jembatan penyeberangan. Hal tersebut menciptakan berbagai pemaknaan terhadap jembatan penyeberangan. Disamping itu, terdapat pula isu-isu dan masalah yang terjadi di jembatan penyeberangan, seperti kriminalitas, pertukaran budaya, kesenjangan ekonomi dan sosial, serta politik pun ikut berperan. Ruang pertarungan makna ini menjadi menarik untuk dikaji sebagai bagian dari sebuah kajian budaya. Berdasarkan pernyataan Bennett (1998) dalam Barker (2000:7), “Cultural studies is concerned with all those practices, institutions, and systems of classification through which there are inculcated in a population particular values, beliefs, competencies, routines of life and habitual forms of conduct.” (Cultural studies adalah disiplin ilmu yang berkaitan dengan pengklasifikasian segala macam praktik, institusi, dan sistem. Semua itu ditanamkan kepada sebuah populasi melalui nilai, kepercayaan, kompetensi, bentuk rutinitas kehidupan dan tingkah laku). Salah satu isu penting dari cultural studies adalah space atau yang disebut ruang, karena dengan konteks ruang ini akan menciptakan kelas, etnisitas, ras, identitas, dan lain-lain. Pada umumnya, space terbagi menjadi dua aspek, seperti ruang privat, dan ruang publik. ‘Ruang Publik’ menurut Habermas (2007:15) adalah ruang komunikasi dimana terdapat diskusi kritis antara masyarakat dan negara yang berkenaan dengan relasi kekuasaan, ruang tersebut adalah ruang baca, kedai kopi, teater, museum, salon-salon, tempat konser, tepat makan, tempat belanja/mall, dan lainlain. Beberapa situs pertarungan makna yang terdapat di ruang publik di jembatan penyeberangan adalah ruang memori dan sejarah, ruang ekonomi dan sosial, ruang politik dan kekuasaan, serta ruang identitas dan budaya yang akan dibahas dalam bab pembahasan.
II.
Kusno (2009:2), “ruang umum yang lebih bebas penggunaannya untuk partisipasi publik (meskipun tidak bebas dari peraturan”. Ruang Publik sering diantonimkan dengan istilah ‘Ruang Privat’. Ruang privat memiliki arti lebih sempit dari ruang publik, yakni ruang privat digunakan untuk partisipasi yang bersifat pribadi, seperti toilet, kamar tidur, kamar ganti pakaian di mal, dan lain-lain. Menurut habermas (2007:15) ‘Ruang Publik’ adalah ruang komunikasi dimana terdapat diskusi kritis antara masyarakat dan negara yang berkenaan dengan relasi kekuasaan, ruang tersebut adalah ruang baca, kedai kopi, teater, museum, salon-salon, tempat konser, tepat makan, tempat belanja/mal, dan lain-lain. Ruang publik adalah kajian yang dapat menciptakan berbagai macam pemaknaan. Hal tersebut berkenaan dengan aspek pertarungan makna, baik pemaknaan yang berasal dari aspek memori individu dan kolektif menenai wacana pengingatan, pengabaian, dan pelupaan terhadap sebuah tanda, ataupun bersifat politis atau kekuasaan. Hal ini dikemukakan oleh Habermas (2004:44), “ruang pulik telah membentuk fungsi-fungsi politis antara negara dan masyarakat.”Selain itu, Barker (2000:294) menambahkan bahwa ruang adalah situs pertarungan dan interaksi. Kajian ruang publik semakin meluas berdasarkan wacana yang ada di publik. Dalam hal ini, ruang publik mengambil seluruh aspek kehidupan manusia baik politik, sosial, ekonomi maupun budaya. Kajian ini tidak hanya digunakan untuk membongkar sistem nilai yang ada di masyarakat dan pengaruhnya terhadap perubahan kehidupan manusia tetapi juga untuk mengetahui kontestasi makna yang dihasilkan oleh ruang tersebut. Giddens (1984) dalam Barker (2000:290) menyatakan, “understanding the manner in which human activity is distributed in space is fundamental to analysis of social life.” (Secara fundamental, untuk menganalisis kehidupan sosial adalah dengan memahami cara manusia beraktivitas di dalam ruang). Oleh karena itu, ruang publik menjadi kajian yang penting dalam cultural studies yang digunakan untuk mengkaji budaya memaui cara manusia melakukan aktivitas di dalam ruang.
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep public space atau yang disebut ruang publik menurut Smith dalam
ISSN 2086-6151
III.
METODOLOGI PENELITIAN
79
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, yakni dengan menjelaskan, memaparkan, dan menganalisis data yang terkumpul baik primer maupun sekunder berdasarkan konsep Ruang Publik dan sudut pandang kajian budaya (Cultural Studies). Data tersebut berupa foto-foto dokumentasi pribadi dan foto-foto dari internet berkaitan dengan gambar jembatan penyeberangan di wilayah Jakarta salah satunya di kawasan Grogol, Bundaan HI, Harmoni, dan lain-lain.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.I. Ruang Memoridan Sejarah Jembatan yang sudah berdiri kokoh di masa sekarang dengan berbagai bentuk dan ukuran merupakan bagian situs sejarah Indonesia di masa lampau. Dengan melihat kembali jembatan yang berada di Kota Tua Jakarta, warga diingatkan dengan kisahkisah masa lampau. Jembatan di Kota Tua merupakan cikal bakal jembatan saat ini. Jembatan tersebut dikenal dengan Jembatan Kota Intan atau dikenal pula dengan nama, sepertiJembatan Inggris (Engelse Brug pada 1628), Jembatan Ayam (De Hoenderpasar Brig pada 1630), Jembatan Pusat (Het Middelpunt pada 1655) Jembatan Gantung/ Jungkit (Groote Boom pada 1938), Jembatan Ratu Juliana (Ophaalsbrug Juliana/ Juliana Bernhard/Phalsbrug Juliana pada 1938), dan Jembatan Wihelmina atau disebut juga WihelminaBrug(www.jakarta.go.id).Jembata n Kota Intan didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1628 sebagai pusat masuknya komoditi kapal-kapal Belanda ke Indonesia, khususnya di Sunda Kelapa. Jembatan Kota Intan juga berfungsi sebagai penghubung antara benteng Belanda dan Inggris. Warisan sejarah ini terbentuk dari kayu dan besi yang dapat terlipat naik ketika kapal masuk untuk bertanggah. Sebagai Gubernur DKI Jakarta yang memerintah pada 1972, yakni Ali Sadikin yang menggagaskan warisan jembatan Kota Intan sebagai cagar budaya.
80
Sumberfoto: pegipegi.com
Gambar 4.1.1. Jembatan Kota Intan
Perubahan nama Jembatan Kota Intan telah menuturkan kisah-kisah sejarah Indonesia. Kisah sejarah yang dapat diingat dan dilupakan. Fakta sejarah tersebut membawa kepada sebuah pengertian mengenai ruang memori. Menurut Kusno (2009:2), “memori adalahpengalaman masa lalu yang melekat dan aktif dibenak kita, sehingga ia membentuk kita.”Memori ini berkaitan dengan tempat dimana pengingatan akan kejadian di masa lampau tersimpan di alam bawah sadar terbangun dan terekam melalui tanda di sekitar tempat itu. Ruang memori terbagi lagi menjadi dua, yakni memori kolektifdan memori individu. Salah satu contoh memori individu dan memori kolektif di jembatan penyeberangan yaitu berkaitan dengan peristiwa kerusuhan Mei 1998. Dari foto di bawah ini, nampak jembatan penyeberangan atau yang dinamai dengan Jembatan 12 Mei Reformasi menghubungkan kawasan terminal Grogol, Kampus Universitas Trisakti, Atmajaya, dan sekitarnya adalah salah satu contoh dari pemaknaan melalui wacana pengingatan, pengabaian, dan pelupaan. Peristiwa tersebut telah mengingatkan kembali memori dan pengalaman individu maupun kelompok mengenai tragedi yang mencekam di bulan Mei pada 1998. Ketika masyarakat atau warga melewati atau melintasi jembatan penyeberangan dan melihat ke bawah jalan, ada nuansa untuk mengenang, merasakan kembali, bahkan ada keinginan untuk melupakan pengalaman yang mencekam. Wacana pelupaan berkaitan dengan melupakan tragedi kemanusiaan dengan banyaknya korban jiwa, peristiwa yang mencekam, kekerasan simbolik dari aparat negara sehingga menciptakan ketidakadilan bagi warga sekitar yang tidak bersalah, seperti warga Tionghoa yang mengalami
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
diskriminasi politik kekuasaan berlandaskan ras dan etnisitas. Sebaliknya, wacana pengingatan berkaitan dengan sebuah perjuangan demi melahirkan reformasi baru bagi terciptanya pemerintahan yang lebih baik, diinginkan oleh masyarakat Indonesia, dan sebuah bentuk perlawanan demi kebebasan yang lebih baik.
Sumber dokumentasi foto pribadi
Gambar 4.1.2. Jembatan Grogol 1 (12 Mei Reformasi)
Kusno(2009:3) mengatakan, “pemaknaan terhadap ruang publik adalah suatu kegiatan yang melibatkan wacana pengingatan, pengabaian, dan pelupaan.” Mengingat dan melupakan merupakan dua sisi yang berbeda, namun keduanya merupakan bagian dari memori individu dan kolektif yang berkenaan dengan pengalaman individu dan kelompok terhadap suatu ruang yang dapat mengingatkan kembali peristiwa atau sejarah di masa lampau sehingga menimbulkan perasaan baik atau buruk dan meresponnya dengan berbagai cara, baik mengingat, melupakan, atau mengabaikan. Meskipun sebagian besar warga Jakarta mengatasi pengalaman mereka mengenai tragedi tersebut dengan cara melupakan, warga secara tidak sadar diingatkan oleh tanda pengingat yang diabadikan oleh masyarakat dan negara melalui Jembatan 12 Mei Reformasi. Jembatan 12 Mei Reformasi menjadi saksi bisu sejarah bangsa. Jembatan tersebut hadir untuk melawan lupa akan sejarah dan kenangan dari peristiwa yang telah terjadi sekaligus menjadi tanda pengingat sejarah. a.
Ruang Pertarungan Ekonomi dan Sosial
Jembatan penyeberangan di Kota Jakarta menjadi bagian dari aktivitas ekonomi dan menciptakan masalah sosial, salah satunya adalah pengonsumsian
ISSN 2086-6151
komoditas. Peran jembatan penyeberangan tidak hanya berfungsi sebagai sarana penghubung antar mal melainkan menjadi persaingan ekonomi bagi kelas sosial menengah bawah. Mal yang dibangun di Kota Jakarta memberikan berbagai penawaran menarik dan kompetitif. Penawaran tersebutk hususnya, ditawarkan bagi kalangan kelas menengah. Mal di Jakarta merupakan pusat perbelanjaan bagi semua kelas baik kelas menengah atas, kelas menengah, dan kelas bawah. Hal yang menarik adalah merek produk dan citra dari sebuah produk yang ditawarkan menjadi penentu kelas sosial masyarakat. Rosida (2014:51) menyatakan,“dalam ranah konsumsi masyarakat kota Jakarta melakukan aktivitas ekonomi berdasarkan kelas ekonominya”. Selanjutnya, menurut fakta yang dikutip oleh Rosida (2014:52) dalam Santoso (2011) berdasarkan data yang diperoleh, mal di Jakarta berjumlah kurang lebih 50 mal. Mal yang menyediakan produk bermerek dan diimpor dari Eropa dikategorikan sebagai ranah konsumsi bagi kalangan kelas menengah atas, seperti Plaza Indonesia dan Plaza Senayan. Adapun mal yang menyediakan produk-produk buatan Asia dan lokal dikategorikan sebagai ranah untuk kelas menengah, seperti Mal Taman Anggrek, Kelapa Gading, dan Pondok Indah. Selain itu, mal yang banyak menyediakan produk lokal dikategorikan untuk kelas menengah bawah.
Sumber foto:beritadaerah.co.id
Gambar 4.2.1. JPO di kawasan HI
Jadi, keberadaan jembatan penyeberangan sebagai penghubung antar mal elit, mewah, dan megah mencirikan kelas dan status sosial yang mengonsumsinya. Demikian halnya dengan mal yang memiliki standar bentuk bangunan dan berisikan produk lokal mencirikan kelas dan status sosialnya. Oleh karena itu, keberadaan mal di antara jembatan
81
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
penyeberangan menjadi media penentu status sosial bagi konsumen. Masyarakat ditawarkan di jembatan penyeberangan dengan pilihan-pilihan tujuan belanja mereka. Jika hendak berbelanja dengan harga terjangkau maka dapat memilih berbelanja ketempat lain di sebrangnya. Aktivitas ekonomi di jembatan penyeberangan menjadi bagian penentu roda ekonomi kelas menengah bawah. Hal tersebut ditunjukkan dengan gambaran persaingan ekonomi yang cukup jelas. Persaingan ekonomi dalam bentuk komoditas yang ditawarkan seperti pangan berupa olahan makanan dan papan berupa kerajinan dan produk industri berkualitas menengah menciptakan kemampuan membeli warga Kota Jakarta meningkat untuk semua kalangan, khususnya kalangan menengah bawah. Mereka menjadikan jembatan penyeberangan menjadi new market place dan peluang baru untuk mendapatkan keberuntungan dari orangorang yang melintasinya. Bagi sebagian kalangan menengah bawah, menghasilkan sedikit atau banyak rezeki di atas jembatan penyeberangan adalah sebuah kesyukuran karena sulitnya hidup di kota, jika warga tidak memiliki modal. Hal ini didukung pula dengan kurangnya pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan serta adanya Sumber Daya Manusia yang rendah. Bourdieu dalam Jenkins (2004:128) menyatakan bahwa modal berkaitan dengan usaha manusia yang berlandaskan kepentingan ekonomis. Selanjutnya, Bourdieu (2010:xx) menambahkan bahwa bentuk modal yang disebut sebagai kekuasaan simbolis terbagi menjadi dua, yaitu modal simbolik seperti gelar pendidikan dan modal kultural seperti karya seni atau kerajian yang dihasilkan berupa produktivitas, dan lain-lain.
Sumberfoto: megapolitan.harianterbit
Gambar 4.2.2. JPO Ratu Plaza JalanSudirman Jakarta
82
Sumber foto: m.tribunnews.com
Gambar 4.2.3. Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di Jakarta digunakan warga untuk berdagang
Komoditi yang ditawarkan di jembatan penyeberangan merupakan produk-produk lokal dan karya tangan warga dari produsen komoditas skala kecil. Kalangan kelas bawah biasanya menjual souvenir, aksesori, makanan, minuman, jajanan, buku-buku dengan harga sangat terjangkau, bahkan kaset digital dan kaset video digital dari film-film terlaris laris terjual. Misalnya, Kota Glodok dikenal sebagai produsen kaset digital dan kaset video digital non orisinil sehingga banyak sekali ditemukan penjual kaset digital dan video digital di jembatan penyeberangan Glodok. Tentunya, hal ini merupakan bentuk dari kapitalisme dan konsumerisme yang mengglobal. Marx dalam Barker (2000:297) menyatakan, “ the city as a sign of progress and the great leap of productivity which capitalism bought about.” (Kota sebagai tanda kemajuan dan keberhasilan produktivitas dimana kapitalisme dihasilkan). Soedjatmiko (2008:3) menambahkan bahwa konsumerisme merubah nilai guna (use value) menjadi nilai tukar (exchange value). Konsumerisme hadir ketika masyarakat mengonsumsi kebutuhannya bukan lagi dilihat dari segi kepentingan atau kegunaan akan suatu produk, melainkan nilai tukar terhadap pemuasan hasrat membeli, pengakuan akan status sosial, dan kepentingan diri (ego). Jembatan penyeberangan menjadi bagian dari sites of consumption dimana tempat ini tidak hanya menjadi tempat bertransaksi jual-beli antar kalangan kelas menegah, tetapi juga tempat berinteraksi. Pada realita yang ada, kebanyakan dari pembeli adalah kalangan menengah atas yang tergerak hatinya dan merasa simpati dengan kondisi perekonomian kelas menengah bawah. Oleh karena itu, para
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
penjual yang berlatar belakang ekonomi bawah mengambil untung dari kelas atas. Maka, peran kelas menengah atas ini menciptakan sebuah bentuk konsumerisme yang dipandang negatif menjadi sesuatu yang bernilai positif, yakni bernilai sosial dan bermoral. Berdasarkan kemampuan mengonsumsi tersebut, dapat dijadikan sebagai tolak ukur keberlangsungan ekonomi kelas menengah bawah. Disamping itu, menurut sumber berita online yang dipublikasikan oleh Sanusi dan Kurniawan(dalam Tribun.com: diunduh pada 27 Januari 2016), memaparkan bahwa keberadaan pedagang kaki lima tersebut memang sudah dilegalkan oleh aparat negara, seperti Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Para pedagang kaki lima memberikan uang sebagai bayaran sewa izin berjualan (Pungli) di jembatan penyeberangan. Dengan demikian, kealpaan negara ini bukan disengaja, melainkan aparat melegalkan dominasi kekuasaan mereka dengan bentuk campur tangan kekuasaan berupa uang sebagai alat tukar. Ditambah lagi, masalah sosial yang ditimbulkan dari ketimpangan kelas ekonomi ini adalah terciptanya kecemburuan sosial. Kecemburuan sosial adalah sebuah bentuk dari moralitas kemanusiaan. Moralitas kemanusiaan ditunjukkan dengan munculnya gelandang atau pengemis di atas jembatan penyeberangan. Realita ini menunjukkan bahwa kealpaan negara dalam mengatur masalah sosial dan ekonomi sehingga jembatan penyeberangan yang seharusnya berpedoman pada fungsinya menjadi tidak jelas.
Sumber foto:m.kaskus.co.id
Jakarta saling mempengaruhi hingga menciptakan bentuk-bentuk kelas yang dikotakkan, dipisahkan, dan dibedakan. Terbentuknya beragam kelas menengah ini menciptakan masalah ekonomi dan sosial. Pengkategorian ini berdasarkan apa yang dikonsumsi, apa yang dijual oleh masyarakat, dan tentunya di dukung oleh kekuatan pemerintah. b. Ruang Politik dan Kekuasaan Menurut Budiman dalam kata pengantar buku yang berjudul Ruang Publik, Identitas dan Memori Kolektif: Jakarta Pasca-Suharto(dalam buku Kusno. 2009:xx), “bangunan digunakan untuk mengukuhkan legitimasi kekuasaan rezim yang berkuasa pada saat itu”. Berdasarkan pernyataan tersebut, nampak bahwa Jembatan penyeberangan sebagai bagian dari bangunan yang dibuat oleh pemerintah dapat menjadi ruang untuk mengukuhkan legitimasi kekuasaan.
Sumberfoto: kompas.com
Gambar 4.3.1. Spanduk Pajak di Jembatan Penyeberangan
Sumber Dokumentasi Foto Pribadi
Gambar 4.2.4. Fenomena Gelandangan di Jembatan Penyeberangan
Gambar 4.3.2. Jembatan penyeberangan di kawasan Grogol
Oleh karena itu, ruang ekonomi dan sosial di jembatan penyeberangan kota
Contoh kasus tersebut adalah Jembatan 12 Mei Reformasi yang telah disebutkan (lihat halaman 5). Contoh lainnya
ISSN 2086-6151
83
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
adalah spanduk yang terpasang di jembatan penyeberanganyang berbunyi “bayarlah pajak tepat pada waktunya, bayarlah pajak sebelum jatuh tempo, sanksi pajak adalah hak milik bersama, dan lain-lain.”Kalimatkalimat tersebut merupakan sebuah bentuk dari kekuasaan yang terlegitimasikan lewat kata-kata dan ditulis pada sebuah kertas yang memiliki badan hukum berupa ikon pemerintah sebagai simbol pemerintahan dan dikemas dengan kemasan bahasa yang menarik. Secara sadar, hal tersebut digunakan untuk mengingatkan warga Jakarta, khususnya kelas menengah atas untuk membayar kewajiban dari sebagian hasil harta mereka. Kesibukan warga Jakarta akan kehidupan dan masalah-masalah yang dihadapi hingga lupa untuk menunaikan kewajibannya membuat pemerintah menciptakan sebuah disiplin dan peringatan melalui spanduk yang secara tidak langsung menegur pengguna kendaraan yang melaju di bawah jembatan penyeberangan dan sekitarnya. Pelupaan yang tidak disengaja ini diingatkan kembali melaui spanduk di atas perlintasan jalan atau di jembatan penyeberangan itu sendiri. Wacana lainnya adalah Gubernur DKI Jakarta, Tjahaya Basuki Purnama, turut serta dalam memberikan pemaknaan terhadap jembatan penyeberangan atau yang disebut dengan istilah JPO (Jembatan Penyeberangan Orang). Kekuasaan negara sebagai otoritas publik tersebut terlihat dari fungsi jembatan penyeberangan yang menghubungkan jalur transportasi bus TransJakarta dengan koridor-koridor di seluruh wilayah Jakarta menjadi sebuah situs penanda kekuasaan. Citra yang hendak dibentuk di JPO ini adalah untuk menunjukkan jembatan yang indah, megah, mewah, serta berkelas. Hal tersebut berdasarkan pernyataan di redaksi pada situs internet
[email protected], Rabu (18/3/2015). Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama atau yang dikenal dengan namaAhok memaparkan bahwa JPO di kawasan HI merupakan model bagi JPO lainnya di seluruh wilayah Jakarta. Ahok menambahkan bahwa model JPO di HI ini nantinya akan berkembang dengan adanya fasilitas lain, seperti menyediakan toko atau tempat untuk berbelanja, sehingga JPO di Jakartaserupa dengan JPO yang ada di sky bridge Hong Kong (diunduh pada 27 Januari 2016, pukul 18.30). Ditambah lagi, bentuk JPO di HI menjadi ruang privat yang unik karena JPO
84
tidak luput dari basis tongkrongan bagi remaja yang sedang kasmaran dan berfoto selfie. Fenomena selfie di jembatan penyeberangan dan diunggah ke situs internet dan media sosial seringkali ditemukan sehingga bentuk ruang yang mulanya bersifat privat menjadi umum karena dipertontonkan di khalayak umum tanpa malu-malu dan tergganggu dengan adanya keberadaan orang lain.
Sumberfoto: tribunnews.com
Gambar 4.3.3. Spanduk Kampanye di JembatanPenyeberangan
Contoh lain adalah kekuatan politik dalam memprovokatori dan mengajak warga kota Jakarta dalam kampanye Pemilu yang diadakan tiap agenda Pemilu terpasang di jembatan penyeberangan dalam bentuk spanduk, pamflet, papan pengumuman, brosur, kertas, bendera partai dan sloganslogan yang menarik sehingga menciptakan suasana politis. Hal tersebut memberikan arti tersendiri di jembatan penyeberangan. Dimana pun tempatnya, para politikus berusaha untuk menarik warga Jakarta untuk berperan dan mendukung politik. Jembatan penyeberangan menjadi situs pertarungan keputusan untuk mempengaruhi pilihan warga. Sebagaimana Habermas (2004:44) menyatakan,“ruang pulik telah membentuk fungsi-fungsi politis antara negara dan masyarakat.”
Sumberdokumentasi foto pribadi
Gambar 4.3.4.
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Jembatan Halte Busway Harmoni Lain halnya dengan spanduk, pamflet, brosur, dan lembaran kertas yang menawarkan berbagai produk dan layanan bagi warga Ibu Kota tidak lain menciptakan masyarakat yang konsumtif dan peduli. Tidak lain, kalimat dan iklan yang terpasang di jembatan penyeberangan terbentuk melalui tangan-tangan terampil anggota politik, dan dunia bisnis periklanan.
c.
Ruang Identitas dan Budaya
Sadar atau tidak sadar, jembatan penyeberangan dapat mengonstruksi identitras sebuah budaya. Identitas dapat terbentuk dari masyarakat dengan latar belakang yang berbeda, etnis, agama, dan budaya. Selain itu, percampuran budaya dan pertukaran budaya telah terjalin dan tidak disadari secara langsung. Beragam suku bertemu dan bercampur meski hanya bertatap muka, melakukan pertukaran komoditas, atau hanya sekedar melewati. Kegiatan tersebut mereka lakukan ketika melewati jembatan penyeberangan. Oleh sebab itu, jembatan penyeberangan menjadi ruang dimana pertemuan sosial terjadi. Representasi masyarakat yang multikultural tercermin melalui ruang yang lain, yakni ruang pertemuan budaya. Sebagaimana Barker (2000:294) menyatakan bahwa ruang adalah situs pertarungan dan interaksi. Giddens (1984) dalam Barker (2000:290) menyatakan, “understanding the manner in which human activity is distributed in space is fundamental to analysis of social life.” (Secara fundamental, untuk menganalisis kehidupan sosial adalah dengan memahami cara manusia beraktivitas di dalam ruang). Ditambah lagi, hal ini juga berdasarkan ruang ekonomi dan sosial yang telah disebutkan di poin sebelumnya. Identitas dikonstruksi dari apa yang dikonsumsi, dikenakan, dan makanan yang dimakan oleh masyarakat. Hal tersebut memunculkan kelompok baru di masyarakat berdasarkan kategori pengonsumsian dari kelas sosial. Melihat realita yang nampak, jembatan penyeberangan menjadi sarana pertukaran budaya dan juga menjadi persaingan yang menimbulkan ketimpangan sosial, yakni terciptanya ruang kelas baru bagi kalangan menengah bawah.
SARAN Jembatan penyeberangan tidak hanya bangunan yang berfungsi sebagai sarana tetapi juga menjadi ruang baru bagi kelas menengah bawah dan tempat pertarungan kekuatan dan kekuasaan. Jembatan menjadi ruang kekuatan dan kekuasaan. Kekuatan tanpa batas karena dibentuk oleh sejarah, politik, ekonomi, dan sosial, serta menimbulkan berbagai pemaknaan, seperti memori, pengalaman, identitas, konsumerisme, kapitalisme, dan legitimasi kekuasaan. Semua hal tersebut terbentuk karena didukung dengan adanya manifestasi kekuatan simbolik, seperti aparatus, konsumerisme, dan kapitalisme menambah citra jembatan penyeberangan memiliki berbagai makna. Hal tersebut tidak luput dari sebuah pemaknaan akan sebuah bangunan. Oleh karena itu, penelitian jembatan penyeberangan sebagai ruang yang dapat menciptakan pengaruh bagi kehidupan sosial masyarakat Jakarta perlu kajian mendalam dengan menggunakan studi etnografi atau metode lainnya yang mendukung penelitian ini sehingga mendapatkan data dan fakta yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA Barker, Chris. (2000). Cultural Studies: Theory and Practice. London: Sage Publication. Santoso, Yudi (Penterjemah). (2010). Arena Produksi Kulutral: Sebuah Kajian Sosiologi Budaya. Bantul: Kreasi Wacana. Danesi, Marcel and Perron, Paul. (1999). Analyzing Cultures: an Introduction and Handbook.Bloomington, Indiana: Indiana University Press. Habermas, Jurgen. (2007). Ruang Publik: Sebuah Kajian Tentang Kategori Masyarakat Borjuis. Bantul: Kreasi Wacana. Jenkins, Richard. (2004). Membaca Pikiran Bourdieu. Bantul: Kreasi wacana.
V.
KESIMPULAN DAN
ISSN 2086-6151
85
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Kusno, Abidin. (2009). Ruang Publik, Identitas dan Memori Kolektif: Jakarta Pasca-Suharto. Yogyakarta: Ombak. Rosida, Ida. (2014). Hasrat Komoditas di Ruang Urban Jakarta: Sebuah Kajian Budaya.Jakarta: Jurnal AlTuras: Mimbar Sejarah, Sastra, Budaya, dan Agama. Volxx No. 1. Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarifhidayatullah. Soedjatmiko, Haryanto. 2008. Berbelanja, Maka Saya Yogyakarta: Jalasutra
Saya Ada.
Artikel Ensiklopedia mengenai Engelse Brurg. www.jakarta.go.id. (Diakses pada 27 Januari 2016, pukul 18.30 WIB). http://m.tribunnews.com/metropolitan/2012/ 03/31/ayo-belanja-di-jembatanpenyeberangan-orang. (Diakses pada 27 Januari 2016, pukul 18.30 WIB). http://beritadaerah.co.id/2014/12/03/hiasanbunga-di-jpo-hotel-indonesia/. (Diakses pada 27 Januari 2016, pukul 18.30 WIB). http://news.detik.com/berita/2861877/ahokakan-jadikan-jpo-bundaran-hisebagai-model-standarbeginipenampakannya. (Diakses pada 27 Januari 2016, pukul 18.30 WIB). http://megapolitan.harianterbit. (Diakses pada 27 Januari 2016, pukul 18.30 WIB). http://kompas.com. (Diakses pada 27 Januari 2016, pukul 18.30 WIB). http://m.kaskus.co.id. (Diakses pada 27 Januari 2016, pukul 18.30 WIB). http://pegipegi.com. (Diakses pada 27 Januari 2016, pukul 18.30 WIB).
86
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Pengaruh Media Pembelajaran Terhadap Kemampuan Menyimak Bahasa Inggris Unpris Yastanti STIBA Nusa Mandiri Jl. Ir Juanda No. 39 Ciputat Tangerang
[email protected] ABSTRACT The objective of this research is to know the effects of of learning media towards student’s listening skill. The research methodology that is used eksperimen methodology. The subject of this research is taken from the whole population students of at Private Universities in Jakarta and sampel is taken from fourth term. From this research shown that the result of SPSS Fo=105,959 and sig=0,000(0,000<0,05), it can be concluded that the learning media give significant effect towards student’s listening skill.
Keyword : Learning Media, Listening Skill, and Teaching
I.
PENDAHULUAN Menyimak merupakan salah satu empat kemampuan utama didalam pembelajaran bahasa Inggris. Dan menyimaklah merupakan kemampuan awal didal kegiatan tersebut. Rost pun menyatakan bahwa kemampuan menyimak berperan penting dalam proses pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua karena dapat memberikan input yang berarti bagi orang yang sedang mempelajari bahasa tersebut. Ia kemudian menekankan bahwa tanpa pemahaman akan input dalam tingkatan yang tepat maka proses pembelajaran tidak dapat terlaksana. Oleh karena itu ia meyakini bahwa kemampuan menyimak sama pentingnya dengan berbicara (Rost, 1994: 141-142). Pengenalan Bahasa Inggris sejak dini sejalan dengan teori pemerolehan bahasa pertama (First Language Acquisition) yang menyebutkan bahwa proses pemahaman bahasa lisan di lingkungan sekeliling anak terjadi lebih dahulu sebelum anak dapat menghasilkan bahasa tersebut (Steinberg, 1993). Paul (2003) juga menambahkan bahwa semakin banyak seorang anak mendapatkan input bahasa lisan akan semakin cepat mereka terkondisikan untuk mendengar bahasa lisan menuju proses pemahaman. Dengan demikian, kemampuan menyimak (listening skill), sebagai salah satu bentuk keahlian berbahasa Inggris, sudah selayaknya mendapatkan perhatian dalam mengajarkan
ISSN 2086-6151
bahasa asing, khususnya pada anak-anak usia muda (young learners). Untuk meningkatkan kemampuan menyimak pada siswa sangat diperlukan media pembelajaran yang sangat berperan aktif. Pemilihan media pembelajaran pun sangat mempengaruhi hasil dari kemampuan menyimak. Dengan adanya media pembelajaran yang sesuai akan terlihat hasil yang sangat positif begitupun sebaliknya. Sehingga seorang pendidik harus mampu memilih media pembelajaran yang sesuai dan mampu memaksimalkan penggunaan media pembelajaran tersebut. Penulis tertarik melakukan penelitian mengenai pengaruh media pembelajaran terhadap kemampuan menyimak yang dimiliki oleh peserta didik pada tingkatan mahasiswa jurusan bahasa Inggris yang berada di perguruan tinggi swasta yang ada di Jakarta. Maka dari itu penulis memberi judul jurnal ini yaitu ” Pengaruh Media Pembelajaran Terhadap Kemampuan Menyimak Bahasa Inggris. Berdasarkan latar belakang masalah yang timbul dan seperti yang sudah dijelaskan diatas, maka penulis menemukan beberapa rumusan masalah terkait dengan penelitian yang penulis akan teliti. Identifikasi masalah tersebut yaitu: 1. Apakah terdapat pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran terhadap kemampuan menyimak bahasa Inggris pada mahasiswa diperguruan tinggi swasta di Jakarta?
87
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
2.
Apakah Penggunaan Media pembeljaran dapat meningkatkan kemampuan menyimak bahasa Inggris pada mahasiswa?
II.
TINJAUAN PUSTAKA A. Hakikat Menyimak 1. Pengertian Menyimak Rogers and Richard (1987:20) menyatakan bahwa, “Classified these skills into two types; oral skill (listening and speaking), reading, and writing skill. Some methods focus primarily on oral skills and say that reading and writing skills are secondary and derive from transfer of oral skills”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa menyimak merupakan kemampuan yang utama dalam berkomunikasi selain berbicara. Karena dengan menyimak, akan terjadi komunikasi yang baik diantara pembicara. Mereka dapat menerima pesan juga bisa menyampaikan pesan yang mereka dapatkan, sehingga akan terjadi respon yang baik. Dan Carter dan Nunan (2001:324) menambahkan bahwa “Listening is the process of understanding speech in a first or second language”. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa menyimak adalah proses dalam memahami suatu bahasa baik dalam bahasa keseharian maupun dalam kedua. Sehingga dapat dikatakan bahwa menyimak merupakan suatu kegiatan yang sangat utama hal ini karena kepahaman antara pembicara dengan pembicara lainnya terjadi, pesan dalam berkomunikasi telah dapat dimengerti diantara kedua belah pihak. Berdasarkan beberapa teori yang telah disampaikan, dapat diambil kesimpulan bahwa menyimak merupakan kegiatan yang utama didalam berkomunikasi. Hal ini terjadi karena dengan menyimak seorang pendengar mendapatkan pesan dari pembicara. Pesan tersebut harus diolah untuk mendapatkan respon sehingga sang pendengar akan mampu merespon apa yang pembicara maksudkan, apabila hal ini berkesinambungan maka komunikasi pun akan berjalan dengan baik.
2. Tahap-tahap Menyimak Stricland dalam kutipan Tarigan (1987:75) menyimpulkan ada sembilan tahapan menyimak, mulai dari yang tidak ketentuan sampai pada yang amat bersungguh-sungguh, yaitu sebagai berikut:
88
a. Menyimak berkala, yang terjadi pada saat anak merasakan keterlibatan langsung dalam pembicaraan mengenai dirinya. b. Menyimak dengan perhatian dangkal, karena sering mendapat gangguan dengan adanya selingan-selingan perhatian kepada hal-hal di luar pembicaraan. c. Setengah menyimak karena terganggu oleh kegiatan menunggu kesempatan untuk mengekspresikan isi hati anak. d. Menyimak serapan karena anak keasikan menyerap hal-hal yang kurang penting, jadi merupakan penjaringan pasif yang sesungguhnya. e. Menyimak sekali-sekali, menyimpan sebentar-sebentar apa yang di simak, karena perhatiannya terganggu oleh keasikan lain dan hanya mendengarkan hal-hal yang menarik saja. f. Menyimak asosiatif; hanya mengingat pengalaman-pengalaman pribadi secara konstan, yang mengakibatkan penyimak benar-benar tidak memberi reaksi terhadap pesan yang di sampaikan pembicara. g. Menyimak dengan reaksi berkala terhadap pembicara dengan memberi komentar maupun pertanyaan. h. Menyimak secara seksama, mengikuti jalan pikiran pembicara dengan sungguhsungguh. secara aktif untuk i. Menyimak mendapatkan serta menemukan pikiran, pendapat, dan gagasan pembicara. Berdasarkan pendapat tersebut, menyimak mempunyai beberapa tahapan. Tahapan- tahapan tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal. Tahapan- tahapan tersebut harus mampu membuat penyimak menerima gagasan atau ide atau pesan yang disampaikan oleh pembicara. Gottlieb (2003:15), There are also four levels of listening: acknowledging, sympathizing, paraphrasing, and empathizing. The four levels of listening range from passive to interactive when considered separately. However, the most effective listeners are able to project all four levels at the same time. That is, they demonstrate that they are paying attention and making an effort to understand and evaluate what it is they are hearing, and they complete the process by demonstrating through their responses their level of
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
comprehension and interest in what the speaker is saying. Dalam pendapat tersebut, Gottlieb membagi tahapan menyimak kedalam beberapa tahapan: yaitu mengakui, bersimpati, parafrase, dan berempati. Empat tingkat jangkauan mendengarkan dari pasif menjadi interaktif bila dianggap secara terpisah. Dan seorang penyimak yang paling efektif mampu memproyeksikan keempat tingkat pada waktu yang sama.. Dapat disimpulkan bahwa didalam menyimak terdapat beberapa tahapan. Tahapan ini dipengaruhi oleh kegiatan yang terjadi ketika pendengar mendapatkan ide dari pembicara, yaitu proses pemahaman, penganalisaan dan merespon pembicara. Dalam tahapan tersebut, mereka menunjukkan bahwa mereka memberikan perhatian dan memahami, dan mengevaluasi apa yang mereka dengar serta menyelesaikan proses dengan menunjukkan tanggapan/respon melalui tingkat pemahaman mereka dan minat pada apa yang dikatakan oleh pembicara. 3 . Tipe-Tipe Menyimak Dalam pendapatnya, Brown (2004:56) menyakatan,” Divided the type of listening into four types; intensive, responsive, selective, and extensive. a. Intensive is listening for perception of the component (phonemes, words, intonation, discourse markers, etc) of a larger stretch of the language. b. Responsive is listening to a relatively short stretch of language ( a greeting, question, command, comprehension check, etc ) in order to make an equality short response. c. Selective is listening to the short monologs for several minutes in order to scan certain information (e.g. classroom direction for a teacher, TV, or radio news item, or story) d. Extensive is listening to develop a topdown, global understanding of long speech or conversation and it has comprehensive purposes. e. g. listening to get the main idea, making inference from all of part of listening. Dalam pendapat tersebut, dapat diartikan bahwa menyimak terdiri dari empat tipe, tipe yang pertama ada Intensif, insentif merupakan menyimak persepsi komponen (fonem, kata-kata, intonasi,
ISSN 2086-6151
penanda wacana, dll) dari bentangan besar bahasa. Tipe yang kedua adalah Responsif, responsif merupakan kegiatan menyimak bentangan bahasa yang relatif singkat misalnya (salam, pertanyaan, perintah, pemahaman,dll) untuk membuat respon singkat yang tepat. Dan tipe yang ketiga adalah Selektif, didalam kegiatan selektif terjadi menyimak monolog singkat selama beberapa menit untuk memindai informasi tertentu (misalnya cerita pendek, tentang suatu ide cerita), dan yang terakhir adalah tipe ekstensif. Ekstensif ini merupakan kegiatan menyimak yang mengembangkan top-down, misalnya pemahaman umum pidato panjang atau percakapan dan memiliki tujuan yang komprehensif. Pendapat berbeda disampaikan oleh Buck (2003:120 ), dalam hal ini Buck membedakan tipe menyimak dalam dua hal berikut ini: a. Bottom-up, it seem like listening to directions from friend on how to get to his/her house. This kind of listening comprehension is achieved by dividing and decoding the sounds - bit by bit. The ability to separate the stream of speech into individual words becomes more important here, if we recognize, for example, the name of a street or instructions on how to take a particular bus. b. Top-down listening, listening to a friend tell a story about a terrible vacation in Thailand during rainy season with a mutual friend. This kind of listening requires the use of background knowledge in understanding the meaning of the message. Background knowledge consists of context. Dalam pendapat Buck tersebut, dapat dikatakan bahwa terdapat dua tipe dalam menyimak, yaitu Bottom-up dan Topdown. Kedua tipe tersebut dibedakan dalam hal pemahaman suatu ide atau gagasan. Dalam bottom-up, pemahaman ide tersebut diperoleh dari terbaginya ide tersebut dalam beberapa penjelasan bagian yang mendukung. Sedangkan top-down, menekankan bahwa pemahaman suatu ide diperolah dengan bantuan dari pemahaman ide yang telah didapat sebelumnya. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa tipe dalam menyimak, hal ini tergantung dari ide-gagasan yang disampaikan, juga
89
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
dari panjang atau pendeknya suatu ide tersebut untuk dipahami dan dihasikan gagasan utamanya. 4.
Teknik Pembelajaran Menyimak Heinich, dkk. (2002: 384). Berpendapat tentang teknik-teknik untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyimak, seorang guru dapat menggunakan tenik dibawah ini: a) Memandu menyimak, yaitu dengan memberi siswa beberapa tujuan dan pertanyaan sebelumnya. b) Memberikan arahan, yaitu memberi arahan secara individual atau kelompok melalui rekaman audio. c) Meminta siswa menyimak gagasan utama, detail, atau kesimpulan. d) Gunakan konteks dalam menyimak, yaitu membedakan makna dalam konteks auditori dengan menyimak kalimat yang kata-katanya hilang dan kemudian melengkapinya dengan tepat. e) Menganalisis struktur sebuah presentasi, yaitu dengan meminta siswa untuk menyaringkan sebuah presentasi lisan. f) Membedakan antara informasi yang relevan dengan yang tidak relevan, yaitu meminta siswa mengidentifikasi kata-kata yang relevan atau kata yang tidak relevan dari sebuah presentasi lisan Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran menyimak dapat dilaksanakan dengan beberapa teknik pembelajaran diantaranya: parafrase, merangkum, menjawab pertanyaan, melanjutkan cerita, menceritakan ulang ide/gagasan yang didapat, dan lain-lain, pada intinya teknik tersebut mengajak murid/anak didik agar fokus terhadap apa yang mereka dengar sehingga akan mendapatkan ide/gagasan yang diharapkan dan mampu merespon secara langsung/tidak langsung. Teknik pembelajaran menyimak ini harud dipilih oleh pengajar/pendidik berdasarkan dengan latar belakang siswa yang diajarnya. B.Hakikat Media Pembelajaran 1.Pengertian Media Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medius yang secara harfiah berarti “tengah”, “perantara”, atau “pengantar”. Dalam bahasa Indonesia, media adalah perantara atau pengantar
90
pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Menurut Gerlach dan Ely (1971:86), media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Sehingga guru, buku teks dan lingkungan sekolah marupakan media. Media pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses belajar mengajar. Segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau ketrampilan pebelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar. Batasan ini cukup luas dan mendalam mencakup pengertian sumber, lingkungan, manusia dan metode yang dimanfaatkan untuk tujuan pembelajaran / pelatihan. Sedangkan menurut Briggs (1977:70) media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung dalam suatu sistem, maka media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa berlangsung secara maksimal. Jenis-jenis media pembelajaran menurut Riyana (2012: 25), diantaranya : 1. Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik 2. Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya 3. Projected still media : slide; over head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya 4. Projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya. Didalam pendapat tersebut, Riyana membagi jenis-jenis media kedalam beberapa hal. Media-media tersebut mempunyai jenis dan fungsi yang berbeda. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu baik sarana/alat yang dapat menyalurkan pesan, isi/ materi yang dapat merangsang fikiran,
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik sehingga akan tercipta kondisi pembelajaran yang lebih kondusif, efisien dan efektif. Dan diharapkan, dengan terciptanya komunikasi yang baik akan memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap hasil belajar peserta didik.
kontrol dan kelas eksperimen. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan penyekoran dengan memberikan nilai untuk jawaban yang telah didapatkan dan menganalisanya.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengertian Media Audio Riyana (2012: 133) mengemukakan bahwa, “Media audio dalam dunia pembelajaran diartikan sebagai bahan pembelajaran yang dapat disajikan dalam bentuk auditif yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan siswa sehingga terjadi proses belajar mengajar”. Dengan kata lain, media audio membantu siswa dalam memahami proses kegiatan menyimak pelajaran sehingga akan mampu meningkakan hasil dalam kegitan tersebut. “Pesan yang disampaikan melalui media audio berupa lambang-lambang auditif baik verbal maupun non verbal (Sadiman, dkk. 2002: 49). Dalam hal ini, Sadiman menyatakan bahwa dari media audio tersebut, bisa berupa lambing-lambang yang berupa verbal maupun non verbal. Anderson (1987: 127) menambahkan bahwa berdasarkan pengembangan pembelajaran, media audio dianggap sebagai bahan ajar yang ekonomis, menyenangkan, dan mudah disiapkan dan digunakan oleh guru dan siswa. Materi pelajaran dapat diurutkan penyajiannya, serta bersifat tetap, pasti, dan juga dapat digunakan untuk media instruksional belajar secara mandiri. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa media audio akan sangat membantu siswa dalam mempelajari kegiatan menyimaknya. Dalam hal ini, siswa akan lebih mudah memahami materi, dan mampu mendapatkan idea tau gagasan yang terdapat didalam materi tersebut.
Hasil Belajar Menyimak Bahasa Inggris di Kelas Konvensional Dari data hasil tes peserta didik yang dilakukan terhadap 20 responden dari kelas konvensional, rentangan nilai terletak pada angka minimum 50 dan maksimum 90. Selanjutnya, nilai rata-rata atau mean dari jawaban responden adalah 68,60. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar dalam kemampuan menyimak bahasa inggris peserta didik masuk dalam kategori yang cukup. Untuk lebiih detailnya bisa dilihat dalam tabel berikut:
III.
Sementara itu, nilai tengah (median) sebesar 71 dan modus 60 dengan standar deviasi 11,399. Untuk memperjelas gambaran rentangan data yang ada mengenai variabel hasil belajar dalam menyimak bahasa Inggris, dapat dilihat pada chart diberikut:
2.
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara eksperimen ke lapangan, yaitu mendatangi secara langsung obyek penelitian, melakukann pre-test, melaksanakan treatment selama beberapa pertemuan, dan mengambil post-test yang dilakukan di kelas
ISSN 2086-6151
1.
Tabel 4.1. Hasil Belajar Menyimak Bahasa Inggris di Kelas Konvensional
Sumber: (SPSS output, 2014)
91
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
kemampuan menyimak bahasa Inggris peserta didik masuk dalam kategori yang bagus. Sedangkan, nilai tengah (median) sebesar 88 dan modus 100 dengan standar deviasi 11,221. Untuk memperjelas gambaran rentangan data yang ada mengenai variabel hasil belajar dalam menyimak bahasa Inggris, dapat dilihat pada chart dibawah ini:
Gambar 4.1 Histogram Hasil Belajar Menyimak Bahasa Inggris Konvensional Sumber: (SPSS output, 2014) 1. Hasil Belajar Menyimak Bahasa Inggris di Kelas Eksperimen Tabel 4.2. Hasil Belajar Tata Bahasa Bahasa Inggris di Kelas Eksperimen
Gambar 4.2 Histogram Hasil Belajar Menyimak Bahasa Inggris Kelas Eksperimen Sumber: (SPSS output, 2014)
Sumber: (SPSS output, 2014) Dari data hasil tes peserta didik yang dilakukan terhadap 20 responden dalam penelitian ini, rentangan nilai terletak pada angka minimum 70 dan maksimum 100. Selanjutnya, nilai rata-rata atau mean dari jawaban responden adalah 86, 30. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar dalam
92
Pengujian Hipotesis Penelitian Data dalam penelitian ini telah diketahui berdistribusi normal dan varian antar kelompok homogen. Selajutnya pengolahan data dilakukan dengan pengujian hipotesis untuk mengetahui apakah ada pengaruh dengan penggunaan media pembelajaran bahasa Inggris. Untuk mengetahui hal tersebut maka perhitungan hipotesis penelitian dilakukan dengan ANOVA dua jalur melalui SPSS 20.
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
V.
Tabel 4.3. Hasil Test Uji Hipotesis ANOVA Dua Arah
Sumber: (SPSS output, 2014) Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan: H0 : Tidak ada pengaruh Media Pembelajaran terhadap Kemampuan Menyimak Bahasa Inggris H1 : Ada pengaruh Media Pembelajaran terhadap Kemampuan Menyimak Bahasa Inggris Terdapat pengaruh media pembelajaran terhadap menyimak. Hipotesis diuji dengan melihat koefisian signifikan. Karena jika nilai sig >0,05 maka Ho diterima dan H1 ditolak. Jika nilai sig<0,05;maka H1 diterima dan Ho ditolak dan H1 diterima. Dari pengujian dengan SPSS 20 diatas didapat Fh=105,959 dan sig untuk media pembelajaran adalah 0,000(0,000<0,05 ) sehingga H1 diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara media pembelajaran terhadap kemampuan menyimak. Dan karena sig media pembelajaran adalah 0,00 (sig<0,01) maka terdapat pengaruh yang sangat signifikan Media Pembelajaran terhadap Kemampuan Menyimak Bahasa Inggris.
ISSN 2086-6151
KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian terhadap hasil penelitian mengenai pengaruh pengunaan media pembelajaran terhadap kemampuan menyimak bahasa Inggris, diperoleh kesimpulan bahawa terdapat pengaruh yang signifikan penggunaaan media pembelajaran terhadap kemampuan menyimak bahasa Inggris. Hal tersebut terbukti dengan penghitungan SPSS 20 hasil ANOVA yang didapat Fh=105,959 dan sig=0,000(0,000<0,05). Hal ini pun terlihat dari hasil belajar yang menunjukkan rentangan nilai terletak pada angka minimum 70 dan maksimum 100. Selanjutnya, nilai rata-rata atau mean adalah 86, 30. nilai tengah (median) sebesar 88 dan modus 100 dengan standar deviasi 11,221. Sedangkan kelas konvensional mempunyai hasil belajar rentangan nilai terletak pada angka minimum 50 dan maksimum 90, nilai ratarata atau mean adalah 68,60, nilai tengah (median) sebesar 71 dan modus 60 dengan standar deviasi 11,399. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara media pembelajaran dan konvensioanal terhadap kemampuan menyimak dan hasil belajar dalam kemampuan menyimak bahasa inggris kelas eksperimen (penggunaan media pembelajaran) lebih bagus hasilnya dibanding kelas konvensional Sehingga dapat disimpulkan, penggunaan media pembelajaran memberikan pengaruh positif dan sangat signifikan terhadap kemampuan menyimak. Hal ini terlihat pun terlihat dari nilai peserta didik yang diajar dengan media pembelajaran lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik yang diajarkan dengan konvensionl.
DAFTAR PUSTAKA Anderson, R.H. (1987). Pemilihan dan Pengembangan Media untuk Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Andreopoulou, Paraskevi. (2009).“Focus on Listening: Why Do Beginner Find Listening Is Difficult?”.Language
93
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Skill Assignment, Cambridge Delta Course, Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.Edisi Revisi VI. Jakarta. Rineka Cipta. Arsyad, Azhar. (2006). Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada Brown, H Douglass. (2004). Language Assessment .New York: Pearson Education Incorporation Buck,
Gary. (2003). Listening.Cambridge: University Press,
Assessing Cambridge
Carter, Ronald and David Nunan. (2001). The Cambridge Guide to Teaching English to Speakers of Other Language(Cambridge:Cambridge University Press. Cohen, Louis., et al. (2004). A Guide to Teaching Practice. Fifth Edition. Routledge Falmer. New York. Flavell,
H Roger. (1985), Developing English with Young Learners. London: MacMillan Publishers Limited.
Finnochiaro dan Michael Bonomo, (1973). The Foreign Language Learner A Guide For Teachers. New York: Regents Publishing Company. Finnochiaro, Mary. (1974). English as a Second Language: From Theory To Practice. New York: Regents Publishing Company. Freeman, David., and Jack C. Richards. (1991). Teacher Learning In Language Teaching. Cambridge University Press. Freeman, Diane Larsen. (1986). Techniques and Principles in Language Learning. Oxford University Press. New York. Gibb,
94
Jack R. (1961). “Defensive Communication” The Journal of Communication.
Heinich, R., Molenda, M., Russell, J.D., dan Smaldino, S.E. (2002). Instructional Media and Technologies for Learning. New Jersey: Merrill Prentice Hall. I.A, Suparman. (2012). Aplikasi Komputer Dalam Penyusunan Karya Ilmiah (SPSS, Minitab, dan Lisrel). Tangerang: PT. Pustaka Mandiri. 2012. Revell.1979.Teaching Technique For Communicative English. Cambridge.Cambridge University Press. Richards, Jack C. (2006). Communicative Language Teaching Today. Cambridge University Press. Cambridge. Riyana, C. (2012). Media Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementrian Agama Republik Indonesia Rivers, Wilga M. (1981). Teaching Foreign Language Skills. Chicago: University of Chicago Press Rogers, Carl and Richard E. Farson. (1987). Active Listening. Chicago:University of Chicago Industrial Relations Center Rost,
Michael. (2002). Teaching and Researching Listening.Great Britain:Longman
Rost,
Michael. (1994). Introducing Listening. London : Penguin
Sadiman, Arief, dkk. (2003). Media Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers Setiyadi,
Bambang. (2006). Teaching English as a Foreign Language. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Setyosari, P dan Sihkubaden. (2005). Media Pembelajaran. Elang Mas Smaldino, S.E. , Lowther, D. L. and Russel, J.D. (2008). Instructional Technology and Media for
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Learning. Ninth edition. Merill Prentice Hall Steinberg, Sheila. (2007). An Introduction to Communication Studies.Claremont: Juta and Company Ltd Sudirman, dkk (1991). Ilmu Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Tarigan, Henry Guntur. (1994). Menyimak Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Walter,
Elizabeth. (2005). Cambridge Advanced Learner’s Dictionary. Third Edition. Cambridge University Press. Cambridge.
Zainil. (2003). Language Teaching Methods. Universitas Negeri Padang Press. Padang.
ISSN 2086-6151
95
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016
Slang Words In Crank Ii : High Voltage Movie Directed By Taylor And Naveldine Yanti Rosalinah ABA BSI Jakarta Jl. Salemba Tengah No. 45 Jakarta Pusat
[email protected]
ABSTRACT The objective of this research is to analyze slang words in Crank II movie. The method used descriptive qualitative method. The data were collected through watching the full movie, library and internet research. The first analysis of the research is about characteristics of slang that found in the movie, which is divided into: Creative, Vulgar, and Short Lived. Then the second analysis is about functions of slang in the movie and the third or the last is about expressed of slang in the movie, which include: Expressed Love, Disappointed, Shock, and Anger. The results of this research indicated that: (1) It would get and gain the knowledge about slang language through this research paper. (2) The writer suggests that studying about slang language is very interesting, the writer hopes by studying slang language will help the reader to increase new vocabulary about slang. It also hopes that the readers can understand the sociolinguistic of slang that may appear in the learning process (3) the writer hopes that this paper will be useful for all people who want to do research regarding slang. Keywords: Slang, Movie, Crank II : High Voltage Movie I. INTRODUCTION Language is the human capacity for acquiring and using complex system of communication. In daily life, people will use language as a tool of communication with each other in their environment. People have different languages in this world. Language use to express inner thoughts and emotions, make sense of complex and needs, as well as to establish and maintain rulles. Language which mean lingua or linguistic, derives from latin. In English language, linguistic means the scientific study of language. The main purpose of the study linguistic is to advancement of knowledge about language. For hundred of year, English language has been continuosly changing. Words that were unacceptable 300 years ago are now common place. English language always had a trademark of being a comfortable language, the language of the common people. Change in the grammar and diction of a language is natural, and English is always with changes. Among them are the use of Slang, clipped word endings and new dialects.
96
Slang is the non-standard use of words in a language and sometimes the creation of new words or importation of words from other languages. Slang is defined by the Longman Advanced American Dictionary as ‘very informal language that includes new and sometimes offensive words, and that is those used especially only by people who belong to a particular group, such as young people or criminals. Then slang generally implies playful, informal speech. People can found the using of slang anywhere. It can be found in magazine, radio, newspaper, social network, advertising, film and so on. Film is one of the literary works that cannot separated from people’s live. It is not only for entertaining but also it is used for educating people. By watching a film, people not only get the entertainment, but also the values, information, knowledge, and other benefits. Film can be as the media of propaganda with the message load in order to influence public audience as desired by the manufactured. It is desirable to avoid the negative influence of the film and take advantage a positive side of the film, hence needed a good appreciation of society to a
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016 film, which is to capture the message load, either apparent or implied by codes or symbols that contained therein. It is also that underlying the directors Taylor and Naveldine raised a second sequel film of Crank, it is Crank II : High Voltage which released in 2009, that make the writer so curious to eanalyses this movie because many informal words that use by the all character to talking each other when the writer watching this movie. Therefore, the writer formulates the problems into the questions as below: 1. What is the characteristic of slang used in Crank II movie? 2. What is the function of slang in Crank II movie? 3. How are slang expressed in Crank II movie?
II. THEORETICAL REVIEW 2.1 Definition of Movie Movie is one of the literary works that cannot be separated from peoples live. It is not only for entertaining but also it is used for educating people. By watching movie, people not only get the entertainment, but also the values, information, knowledge and other benefits. According to Richard M. Barsam (2010:25-26) that movie is simply short motion pictures as a popular entertainment, a product produced and marketed by a large commercial studio. Movies are break our daily obligations, a form escape, entertainment and pleasure. The writer concludes that movie is simply motion pictures that shown quickly, so they simulate motion. Movie also can give benefits for people as an entertainment, information, education and pleasure. 2.2 Definition of Linguistics There are so many different kind of languages that are spoken by human. Every human in this world speak different language, it depends on where they live which language do they use like if they are from Java they speak Java language, if they are from Japan they speak Japan language, and if they are from Indonesia they speak Bahasa Indonesia. Each human language is a complex tool of knowledge and abilities that enabling us to communicate with each other, to express idea,
ISSN 2086-6151
emotions, feelings, to sharing information, and all the other things that need expressing. (Fasold, 2006) stated that “Linguistics is the sounds of language, word and their parts, the structure of sentence, meaning language change, writing, dialect variation, and discourse.” It means that the language is the back bone of communication. In other hand, Noam Chomsky (1957:13) stated that “Linguistics is a subject of study that is built on language”. From the statement above, linguistic and language is one, cannot be separated. When people study the linguistic, it means they have learned the language. Linguistics the study of these knowledge systems in all their aspects including how is the language systems structured, how is it used in the production of sounds, comprehension the message, how does it change over time. According to (Hayes, 2010), “Linguistic is science of linguistic: it studies the structure of human language and aims to develop a general theory of how language. The field is surprisingly technical: to describe languages in detail requires a fair amount of formal notation”. This statement told that linguistic is a primary need to knowing human will. Based on all of the theory, the writer conclude that linguistic is an important system to make a communication with all of the rule inside it. Learning linguistics is very important for every people in this world because language is not complete without linguistics. 2.3 Slang Slang is a style category within the language, which accupies and extreme position on the spectrum of formality. It is lies beyond more infomality where language is considered too racy, novel or unsavory for use in conversation with strangers. So slang enforces intimacy. It often performs an important social function, which is to include into or excluded from the intimacy circle, using form of language through which speaker identity with or function within social sub groups, school children and yuppies, to criminals and drinkers. (Brown, 2005) stated that Slang is a variety of language that is used by a restricted part of the population, often younger or “less rescpectable” than the majority and is based on a very innovative lexicon that often replaces other words available in general lexicon. The
97
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016 meaning is the language variation which is secretly and specific. It means, this variation is used by certain community and it has a limitation. In other Hand Pei and Gainor (1954:199) define that Slang is a style of language in fairly common use, produced by popular adaptation and extension of the meaning of existing word by coining new word with disregard scholastic standard and linguistic priciples of the formation of words, generally peculiar to certain classes and social or age groups. It is explain that sometimes difficult to use slang word in a daily conversation because a lot of new word and ignoring the basic of linguistic. According to (Thomas Pyle in Yolanda, 2001). Many various processes of making new words as follows can form slang : 1.Root Creation They are formed by purely arbitrary combination of letters, not drived in whole or in part from any existing words. For example is Kodak. Kodak is a word completely without any associations with any existing word. It is name of camera, which appeared firstly in the U,S Patent Office Gazette in 1988. 2.Trade Name They are formed in the naming of products. For example : Vaseline. It is made from German Wasser ‘water ’ plus Greek elaion ‘oil’. 3.Echoic or Onomatopoeic Words There is sound alone which is basic limited number of words,such as : bank, splash, and so on. 4.Ejaculations Sounds supposedly imitative of more or less instinctive vocal responses to emotional situations have become words in their own right. for example : ouch is an exclamation at fairly mild pain. 5.The Use of Prefixes and Suffixes Other processes commonly acquire new words as the use of prefixes and suffixes such as employed, understand, ex-wife. 6.New Affixes and New Uses of Old Ones Sometimes, linguistically native misunderstanding has created new suffixes on our day. However, may be the affixes come from other language. For example : in German Hamburger, it is associated with Hamburg, the name of city in German, which is added by Er.
98
7.Compounds They make new word by putting two or more words together with a meaning in some ways different such as girlfriend, blackbird, and textbook. 8.Clipped or Abbreviation Form Shorting a full form of a word such a fan form fanatic, mike from microphone, and so on form them. 9.Back Formation They are making new words, which are mistakenly assumed to be a derivative of it. For example : burgle from burglar. 10. Blends Blending of two words does a process of making a new word. For it instance : smog and fog. 11. Acronyms A process of the use of the initial letters of the words in phrases, sometimes it uses the syllables, for example : radar is from radio detecting and ranging. 12. Folk Etymology The native-misunderstanding of some words are not familiar in society, in which those words furnish in with new etymology. For example : roach is for cucaracha. 13. Common Word from Proper Names There are a large number of words from proper names. For example : boycott. It was from Charles Cunningham boycott (19321997) that was a captain. The writer concludes that slang is informal words that used by all people, no matter young or old, or in a particular social group for internal communication, so the other groups will not understand, they can create a new vocabulary and renewed the words. Slang is always be fresh, because every day a lot of people make a new words when they talking. 2.4 Characteristic of Slang Some people especially teenagers in the world are using slang in their daily conversations, even though many writers and school are against it. Some of slang expressions are acceptable and the others are a rude and impolite. Words or phrases may be considered as slang if they fulfill one or more these charateristics. In short, slang is used by a particular group to show that they are in the same group, it is more often used in speaking
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016 than writing, and slang is incredibly creative. (Matiello, 2008) state that there are so many characteristic of slang in society perception. But the writer only focuses in three characteristic, as follow: 1. Creative Slang is created from a new term, so it needs the creativity of the creator. The creator is encouraged to produce new terms, which are imaginative, innovative, productive, even shocking, and amusing. The example of teenagers’ creativity is creating slang terms from the existing words. In this case, teenagers still use the original words, but acquire a new meaning, which is different from its original meaning. Some of them is constructed from the king of colors, animals, and numbers. 2. Vulgar It means, slang has produced words which has irrelevant and dirty meanings. That makes this term considered as a rude, for instance, such as fucking, bitch, motherfucker, and shit. 3. Short Lived It refers to old slang and new slang which means slang always change over old slang and new slang in this following table: Old Slang Groovy
New Slang Awesome,Dope
Airhead
Fart-Knocker
The pits A hunk
A bummer A hottie
Meaning Really good A stupid person Really bad Attractive person
Table 1 Old Slang and New Slang The writer concludes that characteristics of slang is very important to make the creator more enthusiastic because inside of the characteristics is be found a systematic to make a slang words. 2.5 Function of Slang Slang is truly popular in teenage life because of its function that replace some words which sounded too old with a new words that sounded cool, and it also can be a secret words that their parents or even older generation do not know its meaning. Thus, they can make their secret conversations which no one knows except them
ISSN 2086-6151
(Sohn, 2006) argues because slang changes constantly through time, as language in general does, what is slang for one person, one generation, or one situation may not be slang for another. This means slang cannot be used in every generation. One of many reasons why teenagers like to use slang in their daily conversation is because slang make them more creative, to explore many slang words that can be used just for fun or as a way to be witty or clever. Slang is an interesting parts of any language, it adds character to our daily conversation. It can concluded that the function of slang is to make the bored words into a new words that sounds cool, fresh and short, and also it is not taking a long words to say something. III. RESEARCH METHOD In writing this research, the writer uses descriptive qualitative method. The writer collects the data and material needed by library research and internet research. The analysis starts from watching the Crank II movie for several times, then the writer identifying the slang language by the dialogue and script, collected the slang words and phrase by underlining the important data which look awkward and difficult to understand. After that the writer mixing all of others supported data become one.
IV. DISCUSSION In this part the writer presented the data that have been analyzed in the slang fields. The writer will describes all of the slang words that used in the Crank II movie. 3.2.1. Characteristic of slang used in Crank II movie According to theories that the writer explain before, this characteristic of slang has used in this movie. The writer present the data that have been analyzed in the slang fields. The data is the utterance at Crank II movie. The following are the slangs of the movie script the writer has found that separated with bold. 1. Creative Slang is created from a new term, so it needs the creativity of the creator. The creator
99
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016 is encouraged to produce new terms, which are imaginative, innovative, productive, even shocking, and amusing. The example of teenagers creativity is creating slang terms from the existing words. In this case, teenagers still use the original words, but acquire a new meaning, which is different from its original meaning. Some of them is constructed from the kind of colors, foods, parts of body, animals, and numbers.
News report: “In a story so bizarre…I can scarcely believe the events im reporting…and yet corroborated by a dozen eyewitnesess…A white male apparently fell from the sky…above downtown Los Angeles today…landed in the middle of a busy intersection… destroying one vehicle and hospitaling its elderly driver…and was removed from the scene…before emergency personnel could respond. Without a body, the police have yet to piece together events of a day…that can only be described as implausible. Reports of a second body landing in the Boyle heights area…have yet to be confirmed, and are being treated...as the bullshit they most likely are.” Duration: 00:01:34 – 00:02:05 “Bullshit” words has been used as early as 1915 in American slang and came into popular usage only during World War II. “Bullshit” in English does not mean of cow feces, but it is mean nonsense. The word bullshit used by reporter to convince the news spectator that the news report is a nonsense. “Bullshit” in slang have a meaning : 1. Foolish, deceitful, or boastful language
Doctor
Johnny Vang Doctor
Johnny Vang
: “Get your cigarette out of here, asshole! We’re operating!” : “So sorry! Fuck your mother!” : “I let boss know, you shit in Superman’s stomach. Dumb ass!” : “I said I was sorry! “ Duration: 00:20:40 – 00:02:54
“Asshole” is a dirty slang word. Besides the literal meaning, it is common word for a
100
jerk or idiot person. The doctor emphasizing word “asshole” to Vang because Vang doing idiot action. Meaning of asshole : 1. A contemptible or detestable person
A woman mesmerized “Ahhh…You big cock English… Strong like horse.” Duration: 00:04:19 - 00:04:24 A word “Big Cock” does not mean a huge male rooster. A word “Big Cock” derogatively when someone has done something big, absolutely superior, better than the best. In this case, word “Big Cock” is mean a sex organ. A woman used that word because she shocked that he have a huge penis (male). Meaning of cock is : 1. Something is massive, or super 2.
Vulgar Slang has produced words which has irrelevant and dirty meanings. That makes this term considered as a rude, for instance, such as fucking, bitch, suck, motherfucker, and shit.
Doc Chev Doc Chev
Doc
: “Hello. Doc Miles.” : “Yeah... Doc, it's Chev.” : “Jesus H... Chelios! You've gotta be kiddin' me.” : “Listen, I'm deadly fuckin' serious, Doc. These Triad motherfuckers cut out my fuckin' heart and put in one of those plastic artificial jobs.” : “You got an artificial heart?” Duration: 00:10:33-00:10:48
The word “Fuck” in English means have sexual intercourse with (someone), but in slang it has several meanings. In this dialogue the character has usually used “fucking” and “motherfucker”. Which are rude and have irrelevant meaning. These are the meaning of “motherfucker” and “fucking”. 1. A despicable person or an intensifier used with other adjectives for emphasis Chev Fat guy Ria Curly man
: “You Johnny Vang?” : “Uh-uh.” : “Go!” : "Get lost, bitch.”
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016 Ria Curly an Chev
: “Fuck you!” : “What?” : “Where's Johnny Vang?” Duration: 00:15:20-00:16:39
1. A surprise or planned fight, when either one individual is attacked
“Bitch” literally meaning a female dog, but in slang is a pejorative for a person, commonly woman, who is belligerrant, unreasonable, malicious, freak, rudely and aggressive. The Curly man said that Ria is a bitch, it is mean Ria’s behavior like a prostitute. “Bitch” can be describe as: 1. A curse word for a whore or prostitute
B. New Slang This the new slang, there not to different like the old slang. But some kind of new slang found in twentieth century, such as bucks (money), awesome, dope, a hottie.
3. Short lived Short lived means slang always change over time, it refers to old slang and new slang. A. Old Slang According to theories that the writer explain before, this types of slang has used in this movie, which is this story show the present life background, but the term considered the old slang itself.
Ria
Doc Chev Doc Chev
Chev
Chev
: “Fuckin' no Ebola for me today, thanks. There goes my ride!” : “What the fuck? I’m clean like a baby.” : “What's that, fucking cunt-onese?” Duration: 00:16:56-00:17:05
“Ebola” have a mean good, okay, cool, awesome, fun, or excellent in slang. Chev said that he was not interesting to Ria. “Ebola” can describes as: 1. An infectious and generally fatal disease
: “I'm stoked you're alive, dude.” : “I'll get back to you, Doc.” : “Yeah, well, y... Call me.” : “Fuck!” Duration: 00:12:07-00:12:14
El huron : “Oh, I can tell while I dig dig dig…that you had no idea...that there was a third brother.” Chev : “Nope. That fact escaped me...” Duration: 01:11:38-01:11:48
The word “Stoked” have a mean turn on the fire in a furnace in a literal word. In slang word “Stoked” have a mean completely and intensely enthusiastic or excited about something. Doc very shocked when he knows that Chev is still alive. Stoked have a meaning: 1. When someone is really happy or excited about something
“Dig” words that had popular usage in America during 70’s. “Dig” in English has a common meaning as to break up, but in slang it has irrelevant meaning. The word “dig” used by El huron to emphasize Chev to understand that guy told to him. “Dig” has a meaning : 1. When someone love something or understand the other
Spanish
Chev
: “You go down Orange for like two miles and then you're there, homes.” : “Cool. You mind givin' me a jump? Just juice me. Hey, Menudo, where's the fuckin' Social Club?” Duration: 00:13:44-00:14:57
“Jump” does not mean take a leap from one place to another place. But word “Jump” in slang have a mean to beat up something. In this dialog Chev ask to Spanish man to beat up his heart machine. “Jump” can describes as:
ISSN 2086-6151
3.2.2. Function of slang in Crank II movie Based on the theorities and explanation of the characteristic above, the writer will describe about the function of slang that used in the movie. 1. Duck Eve
:
“Should I Duck?”
In this dialogue, Eve ask to go to sitting duck, or hide. “Duck” have a mean vulnerable, helps target.
101
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016 The function of word Duck: 1. To lower quickly
2. Asshole Ria
: “No fucky sucky for your asshole!”
In this scene, Chev try to rob a car by a car driver, but it makes the car driver shocked and mad. The word damn have a mean an expression of disbelief, or surprise. Word damn have a function : 1. To express multiple emotions, like a funny, crazy, and have no words to describe it 2. Expressing Shock
In this scene, Ria very mad, and let it out all of her disappointed feeling, the function of asshole words : 1. To insulting terms or address for people who are stupid or irritating or ridiculous
Sometimes it is difficult to find a right word to show the shock feeling. Slang used by people to express their shock feeling in easy way. It is much easier than use the standard English word.
3.2.3. Slang Expressed In Crank II movie Emotional expressions in psychology are observable verbal and nonverbal behaviors that communicate an internal emotional or affective state. Examples of emotional expression are sadly, disappointment, happy, and angry. 1. Expressing Anger This mean slang can be used by someone when they were angry to emphasize their angry feelings.
Doc Chev Doc Chev
Doctor : “Get your cigarette out of here, asshole! We”re operating!” Vang : “So sorry! Fuck your mother!” Doctor : “I let boss know, you shit in Superman’s stomach. Dumbass!” Vang : “I said I was sorry! “ Duration: 00:02:40 - 00:02:54
: “I'm stoked you're alive, dude.” : “I'll get back to you, Doc.” : “Yeah, well, y... Call me.” : “Fuck!” Duration: 00:12:07-00:12:14
In this part Doc really shocked when know that Chev is still alive. Doc sais he is very stoked. Stoked have a mean is to be completely and intensely enthusiastic. Stoked have a function: 1. To be in a state of happiness, excitement, anticipation, pride, and optimism
Figure 3.2.22. Poon Doong with Dark Choco Doong Choco
In this dialogue, the doctor asks to Vang that he should not have a shit in Chev stomach. This word emphasizes how the doctor really mad and irritated about Vang act. Shit have a function as a: 1. To tell something considered disgusting, or poor quality, foolish, or totally unacceptable
Ria
: “Hey, dude why do you run?” “Wait for me!” Car driver : “Get off me!” Chev : “Get out of the fucking car!” Car driver : “Hey!” “Get your own fuckin' station wagon!” “Damn!” Duration: 00:17:41-00:17:57
102
: “Hey, baby. You always say you want to be more spontaneous.” : “Cowboy.” Duration: 01:13:01-01:13:06
Poon doong call Choco a Baby, but she was not a baby. He call baby to express his feeling about her. Baby have a function: 1. to call treat like a young child or use with special one 4. Expressing Disappointment This means slang can be used by someone to express their feelings of disappointment. It usually contains of slang words which known as vulgar slang.
Gun man
: “I don't know. everybody?”
Doesn't
ISSN 2086-6151
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016 Chev
: “Shut up.” “ Oo, you lucky bastard.” “Eve, let's go.” Duration: 00:23:55-00:24:18
Chev asking to Gun man about who is really El huron, someone who wants to killed him, but he did not get what he want to know. He called the Gun man lucky Bastard. Bastard have a meaning: 1. A way to insult another person in a vulgar way
Spanish man : “Damn, dog. You good, ese?” Chev : “Tiger fucking woods. Never better. Greatest day of my life.” Duration : 00:13:23-00:13:33 In this scene, the Spanish man called Chev with Dog word. Dog does not mean that carnivorous animal, but in slang Dog have a mean to call someone that unattractive. Dog have a meaning: 1. Something worthless or of extremely poor quality V.
CONCLUSION AND SUGGESTION In addition, people do not use slang in public such as in meeting, official documents, announcements, speeches and scholarly books because it could be vulgar, offensive and make people uncomfortable. If people use slang in a bad way, it will cause him or her. The role of Slang in the language highlight how language changes over time, what is acceptable in different context changes, it must be remembered that it is the community of language-users, not a text book, that determines what is acceptable, frequently aspect of language may be in a state of flux and a number of alternatives are acceptable. Slang develops from the attempt to find fresh and vigorous, colorful, pungent, humorous expression, and generally either passes into disuse or comes to have a more formal status. Foreign words are common resource for the development of slang, as regional variation of standard words. The writer has analyzed some types of slang terminology that found in this movie in context based on their existence, and harmonized every slang that found in the movie with each of theri characteristics. Like
ISSN 2086-6151
any other language, slang develop really well. Not only teenagers who used but also the older people. In this movie, the older people such as the character of that movie, as a Chev, Eve, Doc, and all of the character used slang. A plenty of slang word are used in most of their conversations. Certainly, there are several reasons why they used slang, to express love, disappointment, shock, and anger in easy way. It is also emphasize their feeling. 5.2 Suggestion For the readers who want to learn slang, the writer believes learning slang has so many benefits such as prevent people from misunderstanding while watching American movie, reading articles, or talking with someone from Europe or America, their manner when they talk with friends, express their moods in daily life, express something new or something old in a new way, and it also makes the communication easier. For other researchers, the writer hopes that the next researchers are able to analyze Crank II : High Voltage movie well. Analyze it more deeply and try to find the hidden messages that might be hidden or not stated in the conversation.
REFERENCES Ayto, John. (1998). The Oxford Dictionary of Slang. Oxford University Press. Bayley, Robert . and Ceil Lucas. (2007). Sociolinguistic Variation. Cambridge University Press. Chaer, Abdul. (2012). Linguistic Umum. Rineka Cipta. Eric H. Lenneberg. (1967). The study of Language and Language Acquisition. Holmas, Janet. (2008). Introduction to Sociolinguistics 3rd Edition. London: Longman. K. Pullum, Geoffrey and Gazdar, Gerald. (1985). Natural Languages and Context-Free Language.
103
Wanastra Vol IX No. 2 September 2016 Lucas, Ceil. (2004). The Sociolinguistics of Sign Languages. Cambridge University Press. Mattiello, Ellisa. (2008). An Introduction To English Slang. Polimetica International Scientific Publisher. Pei, Mario A and Gaynor, Frank. (1954). A Dictonary of Linguistics. New York : Philosopichal Library. Partridge, Eric. (1937). A Dictionary of Slang and Unconventional English. Routledge Press. Richard M, Barsam and Monahan, Dave . (2010). Looking at Movies : An Introduction to Film (third edition). New York : W.W Norton & Company. Wardhaugh, Ronald. (2006). An Introduction to Sociolinguistics (fifth edition). Blackwell Publishing.
104
ISSN 2086-6151