Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam VOL. 03, Januari 2014 Implementasi Kurikulum 2013 di Madrasah Aliayah Ibnu Taimiyah Bogor Oleh. Moch. Yasykur* Abstrak Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Peran kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah atau madrasah adalah sangat penting dan menentukan dalam pencapaian tujuan pendidikan sehingga kurikulum memiliki peran yang strategis. Ada tiga peranan kurikulum yang sangat penting, yaitu peranan konservatif, peran kreatif dan peran kritis/evaluative. Perkembangan yang terjadi pada masa sekarang dan masa mendatang belum tentu sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Oleh karena itu, peranan kurikulum tidak hanya mewariskan nilai dan budaya, melainkan juga memiliki peranan untuk menilai dan memilih nilai dan budaya serta pengetahuan baru yang akan diwariskan tersebut. Dalam hal ini, kurikulum harus turut aktif berpartisipasi dalam control atau filter social. Nilai-nilai social yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dan tuntutan masa kin dihilangkan dan diadakan modifikasi atau penyempurnaan-penyempurnaan. Kata Kunci: Kurikulum, MA Ibnu Taimiyah Bogor A. Pendahuluan Peran kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah atau madrasah adalah sangat penting dan menentukan dalam pencapaian tujuan pendidikan sehingga kurikulum memiliki peran yang strategis. Ada tiga peranan kurikulum yang sangat penting, yaitu peranan konservatif, peran kreatif dan peran kritis/evaluative (Oemar Hamalik, 2005). 1. Peranan konservatif menekankan bahwa kurikulum dapat dijadikan sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap masih relavan dengan masa kini kepada generas muda. Dalam hal ini para siswa. Peranan konservatif ini pada hakikatnya menempatkan kurikulum yang berorientasi ke masa lampau. Peranan ini sifatnya menjadikan sangat mendasar, disesuaikan dengan kenyataan bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan proses social.
550
Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam
Salah satu tugas pendidikan yaitu mempengaruhi dan membina perilaku siswa sesuai dengan nilainilai sosial yang hidup di lingkungan masyarakat 2. Peranan kreatif perkembangan ilmu pengetahuan dan aspek-aspek lainnya senantiasa terjadi setiap saat peranan kreatif menekankan bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan masa mendatang. Kurikulum harus mengandung hal-hal yang membantu setiap siswa mengembangkan semua potensi yang ada pada dirinya untuk memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru, Kemampuan-kemampuan baru, serta cara berfikir baru yang dibutuhkan dalam kehidupan. 3. Peranan kritis dan evaluatif peranan ini di latarbelakangi oleh adanya
Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam VOL. 03, Januari 2014 kenyataan bahwa nilai-nilai dan budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan. Sehingga pawarisan nilai-nilai dan budaya masa lalu kepada siswa perlu disesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada masa sekarang. Selain itu, perkembangan yang terjadi pada masa sekarang dan masa mendatang belum tentu sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Oleh karena itu, peranan kurikulum tidak hanya mewariskan nilai dan budaya, melainkan juga memiliki peranan untuk menilai dan memilih nilai dan budaya serta pengetahuan baru yang akan diwariskan tersebut. Dalam hal ini, kurikulum harus turut aktif berpartisipasi dalam control atau filter social. Nilai-nilai social yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dan tuntutan masa kin dihilangkan dan diadakan modifikasi atau penyempurnaan-penyempurnaan. Ketiga peranan kurikulum di atas tentu saja harus berjalan secara seimbang dan harmonis agar dapat memenuhi tuntutan keadaan. Jika tidak, akan terjadi ketimpangan-ketimpangan yang menyebabkan peranan kurikulum persekolahan menjadi tidak optimal. Menyelaraskan ketiga peranan kurikulum tersebut menjadi tanggung jawab semua pihak yang terkait dalam proses pendidikan, diantaranya: guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, siswa, dan masyarakat. Dengan demikian, pihak-pihak yang terkait tersebut idealnya dapat memahami betul apa yang menjadi tujuan dan isi dari kurikulum yang diterapkan sesuai dengan bidang tugas masing-masing. Moh. Roqib menjelaskan bahwa kurikulum merupakan softwere, yang bentuk operasionalnya menjabarkan konsep pendidikan dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan. Objek kajian dalam kurikulum tidak terlepas dari tujuan pendidikan yang dilandasi prinsip dasar dan filsafat yang dipilih, kualifikasi pendidikan, kondisi subjek didik, materi yang akan diajarkan, buku teks, organisasi kurikulum, penjejnjangan, metode, bimbangan dan penyuluhan, administrasi, prasarana, biaya, lingkungan, evaluasi, pengembangan, dan tindak lanjut.1 Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu yang jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya. 1. Rencana Pelajaran 1947 Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya * Dosen Tetap Prodi PAI STAI Al-Hdayah Bogor 1 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Islam Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, Jogjakarta: LkiS, 2007, hlm.77
Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam
551
Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam VOL. 03, Januari 2014 rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani. 2. Rencana Pelajaran Terurai 1952 Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis. 552
Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam
3. Kurikulum 1968 Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah: bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani. Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat. Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam VOL. 03, Januari 2014 Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. 4. Kurikulum 1975 Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajarmengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. 5. Kurikulum 1984 Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta — sekarang Universitas Negeri Jakarta — periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan. 6. Kurikulum 1994 Kurikulum 1999
dan
Suplemen
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan. Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi. Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam
553
Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam VOL. 03, Januari 2014 7. Kurikulum 2004 Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa. Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum. 8. KTSP 2006 Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah
554
Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam
koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.2 Keberadaan madrasah mengalami rentetan perjalanan panjang sejarah dalam pendidikan nasional. Haidar setidaknya mancatat tiga fase perkembangan madrasah tersebut, sebagai berikut: a. Fase antara tahun 1945-1974 Pada fase ini madrasah lebih berkosentrasi kepada pendidikan ilmu-ilmu agama, dan diajarkan pengetahuan umum sebagai pendamping dan untuk memperluas cakrawala piker para pelajar. Pengertian madrasah pada fase ini adalah sesuai dengan Peraturan Menteri Agama RI No. 1 Tahun 1946 dan Peraturan Menteri Agama RI No.7 Tahun 1950, madrasah adalah : 1) Tempat pendidikan yang diatur sebagai sekolah dan membuat pendidikan dan ilmu pengetahuan agama Islam, menjadi pokok pengajaran. 2) Pondok dan pesantren member pendidikan setingkat madrasah. b. Fase antara tahun 1975-1989 Fase diberlakukannya SKB Tiga menteri. Inti dari SKB ini adalah diakuinya kesetaraan anatara madrasah dengan sekolah: SD = MI, SLTP = MTs, dan SLTA = MA. Definisi madrasah pada periode ini adalah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang diberikan sekurang-kurangnya 30% di samping mata pelajaran umum. c. Fase antar tahun 1990-sekarang. Fase ini adalah mulai diberlakukannya UU No.2 Tahun 1898 (UUSPN) 2 http://www.min2rbalai.com/2012/08/ sejarah perubahan kurikulum-di-indonesia. htlm#ixzz2 wxx5zaqT
Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam VOL. 03, Januari 2014 dan diikuti dengan pelaksanaan PP No.28 dan 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar dan Menengah. Madrsah pada fase ini berciri khas agama Islam, maka program yang dikembangkan adalah mata pelajaran yang persis dengan sekolah umum. Sebagai sekolah yang berciri khas agama Islam diajarkan ilmu pengetahuan agama, seperti aqidah akhlak, fiqh, quran hadis, bahasa Arab, dan SKI. Pada tingkat pendidikan menengah madrasah ini dibagi kepada dua macam, pertama Madarsah Aliyah, program ini sama dengan sekolah menengah umum, kedua Madrasah Aliyah Keagamaan.3 Direktorat Jenderal Pendididikan Islam Kementerian Agama RI mengeluarkan Surat Edaran tentang penerapan kurikulum 2013 yang ditandatangani Dirjen Pendis Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si tanggal 8 Juli 2013 yang isinya siap menerapkan kurikulum 2013 pada tahun ajaran 2014. Surat Edaran yang ditandatangi Nur Syam tersebut bernomor SE/Dj.I/PP.00/50/2013 tentang implementasi kurikulum 2013 pada madrasah. Kementerian Agama akan mengimplementasikan Kurikulum 2013 untuk Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) mulai tahun pelajaran 2014/2015, yang akan diterapkan pada tingkat MI di kelas I dan IV, tingkat MTs kelas VII dan tingkat MA kelas X. Sebelum Kurikulum 2013 ini diterapkan Kementerian Agama akan melakukan persiapan dengan melaksanakan pelatihan kepada Kepala Madrasah, Pengawas, Pendidik serta bahan ajar dan buku pedoman guru. Ada waktu sekitar enam bulan untuk melakukan persiapan secara menyeluruh untuk 3
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Medan : IAIN Perss Medan, 2002, h. 51-52
melaksanakan kurikulum 2013, mudahmudahan dengan persiapan yang matang implementasi kurikulum 2013 dapat tercapai sesuai harapan. Sedikitnya ada enam perubahan yang dapat dilakukan bersamaan dengan penerapan kurikulum 2013 demikian rilis kemendikbud yang disampaikan kepala pusat komunikasi publik Kemendikbud Ibnu Hamad, Minggu (14/7/2013). Pertama, terkait dengan penataan sistem perbukuan lazim berlaku selama ini buku ditentuka oleh penerbit baik menyangkut isi maupun harga sehingga beban berat dipikul peserta didik dan orang tua menyangkut isi karena keterbatasan wawasan dan kepekaan para penulis kegaduhan terharap isi buku pun sering terjadi kejadian terhakir di kabupaten Bogor pada buku pelajaran Bahasa Indonesia untuk 6 SD (cerita porno, red) . Penataan sistem perbukuan dalam implementasi Kurikulum 2013 dikelola oleh Pusat Kurikulum danPembukuan serta subtansinya diarahkan oleh tim pengarah dan pengembang kurikulum. Tujuan agar isi dapat dikendalikan dan kualitas lebih baik. Selain itu hargabisa ditekan lebih wajar (public awareness). Kedua, penataan lembaga Pendidik TenagaKependidikan (LPTK) di dalam penyiapan dan pengadaan guru. Ketiga, penataanterhadap pola pelatihan guru pengalaman pada pelaksanaan pelatihan instruktur nasional, guru inti, dan guru sasaaran untuk implementasi Kurikulum 2013, misalnya banyak pendekatan pelatihan yangharus disesuaikan, baik menyangkut materi pelatihan. Momentum Kurikulum 2013 adalah hal yang tepat untuk melakukan penataan terhadap pola pelatihan guru termasuk penjenjangan terhadap karir guru dan Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam
555
Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam VOL. 03, Januari 2014 kepangkatannya. Kedepan sedang dipersiapkan konsep yang terintegrasi antara jenjang karir dan kepangkatan dengan penilaian profesi guru, yang selama ini terpisah. Keempat, memperkuat budaya sekolah melalui pengintegrasian kulikuler, ko-kulikuler, dan ekstrakulikuler, serta penguatan peran guru bimbingandan konseling. Kelima, terkait dengan memperkuat NKRI. Melalui kegiatan estrakulikuler kepramukaan peserta didik diharapkan mendapat porsi tambahan pendidikan karakter, baik nilai kebangsaan, keagamaan, toleransi dan lainnya. Keenam, ini juga masih terkait dengan hal kelima, memperkuat integrasi pengetahuan-bahasa-budaya. Pada Kurikulum 2013 peran bahasa Indonesia menjadi dominan, yaitu sebagai saluran mengantarkan kandungan materi dari semua sumber kompetensi kepada peserta didik, sehingga bahasa berkedudukan sebagai penghela mata pelajaran lain. Kandungan materi mata pelajaran lain dijadikan sebagai kontek dalam penggunaan jenis teks yang sesuai dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Melalui cara ini maka pembelajaran bahasa Indonesia termasuk kebudayaan, dapat dibuat menjadi kontekstual. “Dari efek domino itulah maka kurikulum 2013 adalah bagian tidak terpisahkan untuk menata berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara melalui sektor pendidikan. Karena itu kurikulum 2013 sesungguhnya bukan kurikulum program kementerian, tetapi menjadi program pemerintah” demikian rilis Kemendikbud.
d. Kelebihan dan Kelemahan kurikulum 2013 4 1) Kelebihan Kurikulum 2013 a) Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan yang bersifat alamiah (kontekstual) karena berfokus dan bermuara pada hakekat peserta didik untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan kompetensinya masingmasing. Dalam hal ini peserta didik merupakan subjek belajar dan proses belajar berlangsung secara alamiah dalam bentuk bekerja dan mengalami berdasarkan kompetensi tertentu, bukan transfer pengetahuan. b) Kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi boleh jadi mendasari pengembangan kemampuan-kemampuan lain. Penguasaan pengetahuan dan keahlian tertentu dalam suatu pekerjaan, kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, serta pengembangan aspek-aspek kepribadian dapat dilakukan secara optimal berdasarkan standar kompetensi tertentu. c) Ada bidang-bidang studi atau mata pelajaran tertentu yang dalam pengembangannya lebih cepat menggunakan pendekatan kompetensi, terutama yang berkaitan dengan keterampilan. d) Lebih menekankan pada pendidikan karakter. Selain kreatif dan inovatif, pendidikan karakter juga penting yang nantinya terintegrasi menjadi satu. 4
556
Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam
E. Mulyasa, Pengembangan dan Impelemtasi Kurikulum 2013. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya) hal.164
Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam VOL. 03, Januari 2014 Misalnya, pendidikan budi pekerti luhur dan karakter harus diintegrasikan kesemua program studi. e) Asumsi dari kurikulum 2013 adalah tidak ada perbedaan antara anak desa atau kota. Seringkali anak di desa cenderung tidak diberi kesempatan untuk memaksimalkan potensi mereka. f) Kesiapan terletak pada guru. Guru juga harus terus dipacu kemampuannya melalui pelatihanpelatihan dan pendidikan calon guru untuk meningkatkan kecakapan profesionalisme secara terus menerus. 2) Kelemahan Kurikulum 2013 a) Pemerintah seolah melihat semua guru dan siswa memiliki kapasitas yang sama dalam kurikulum 2013. Guru juga tidak pernah dilibatkan langsung dalam proses pengembangan kurikulum 2013. b) Tidak ada keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran dan hasil dalam kurikulum 2013. Keseimbangan sulit dicapai karena kebijakan ujian nasional (UN) masih diberlakukan. c) Pengintegrasian mata pelajaran IPA dan IPS dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk jenjang pendidikan dasar tidak tepat, karena rumpun ilmu pelajaranpelajaran tersebut berbeda Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan dalam proses pembelajaran sehingga diperoleh hasil yang optimal. Adapun berbagai metode pembelajaran
yang dapat digunakan pendidik dalam kegiatan pembelajaran, antara lain5: (1) Metode ceramah Penyampaian materi dari guru kepada siswa melalui bahasa lisan baik verbal maupun nonverbal. (2) Metode latihan Penyampaian materi melalui upaya penanaman kebiasaan-kebiasaan tertentu sehingga diharapkan siswa dapat menyerap materi secara optimal. (3) Metode tanya jawab Penyajian materi pelajaran melalui bentuk pertanyaan yang harus dijwab oleh anak didik. Bertujuan memotivasi anak mengajukan pertanyaan selama proses pembelajaran atau guru mengajukan pertanyaan dan anak didik menjawab. (4) Metode karya wisata Metode penyampaian materi dengan cara membawa langsung anak didik ke objek diluar kelas atau di lingkungan kehidupan nyata agar siswa dapat mengamati atau mengalami secara langsung. (5) Metode demonstrasi Metode pembelajaran dengan cara memperlihatkan suatu proses atau suatu benda yang berkaitan dengan bahan pembelajaran. (6) Metode sosiodrama Metode pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk melakukan kegiatan memainkan peran tertentu yang terdapat dalam kehidupan sosial.
5
Sofan Amri, Pengembangan dan Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013. (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2013) hal. 29-30
Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam
557
Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam VOL. 03, Januari 2014 (7) Metode bermain peran Pembelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan anak didik dengan cara anak didik memerankan suatu tokoh, baik tokoh hidup maupun mati. Metode ini mengembangkan penghayatan, tanggungjawab, dan terampil dalam memaknai materi yang dipelajari. (8) Metode diskusi Metode pembelajaran melalui pemberian masalah kepada siswa dan siswa diminta untuk memecahkan masalah secara kelompok. (9) Metode pemberian tugas dan resitasi Merupakan metode pembelajaran melalui pemberian tugas kepada siswa. Resitasi merupakan metode pembelajaran berupa tugas pada siswa untuk melaporkan pelaksanaan tugas yang telah diberikan guru. (10) Metode eksperimen Pemberian kepada siswa untuk pencobaan. (11) Metode proyek Membahas materi pembelajaran ditinjau dari sudut pandang lain.6 Adapun prinsip dalam pemilihan dalam metode pembelajaran adalah disesuaikan dengan tujuan, tidak terikat pada suatu alternatif, penggunaannya bersifat kombinasi. Faktor yang menentukan dipilihnya suatu metode dalam pembelajaran antara lain: (1) Tujuan pembelajaran (2) Tingkat kematangan anak didik (3) Situasi dan kondisi yang ada dalam proses pembelajaran7 Ada beberapa kendala dalam implementasi kurikulum 2013 di Pondok 6 7
Ibid., h. 29-30 Ibid., h. 30
558
Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam
Pesantren Yatim Ibnu Taimiyah, diantaranya adalah: (1) Belum semua guru mendapatkan pelatihan tentang kurikulum 2013. (2) Banyaknya mata pelajaran muatan lokal yang diajarkan, sesuai dengan kurikulum pesantren. (3) Para orang tua / wali santri yang cenderung agar anak-anak mereka lebih mendalami mata pelajaran diniyah (muatan lokal pesantren). Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka pihak manajemen sekolah mencari solusi, dengan melakukan berbagai upaya: (1) Melaksanakan pelatihan bagi para guru tentang implementasi kurikulum 2013. (2) Mengintegrasikan beberapa mata pelajaran (3) Mengintegrasikan nilai beberapa mata pelajaran muatan lokal untuk menyesuaikan daftar nilai Raport milik Kementrian Agama. B. Profil MAS Ibnu Taimiyah Pesantren Yatim Ibnu Taimiyah (PYIT) adalah sebuah lembaga pendidikan Islam berdasarkan Al-Qur’an dan AsSunnah sesuai manhaj Salafus Sholih, berupaya mendidik anak-anak yatim agar mereka memiliki kesempatan yang sama mengenyam pendidikan dasar dan menengah layaknya anak-anak lainnya yang masih berada di pangkuan orang tuanya. Kami hadir sebagai mitra Anda untuk menjadi kafilin dan mutabari’in (penjamin dan orang tua asuh anak yatim) dan berbagi kasih sayang dengan yatim dan dhua’afa,
Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam VOL. 03, Januari 2014 1. Sejarah Berdirinya Pesantren Yatim Ibnu Taimiyah Pada tahun 1992 terjadi bencana tsunami di Flores. Melihat anak-anak kecil korban tsunami yang terlantar akibat bencana tersebut menggerakkan hati para pimpinan organisasi masyarakat Islam untuk menampung mereka dalam satu lembaga pendidikan sekaligus menjadi tempat asuhan bagi anak-anak yatim terlantar. Maka merupakan awal mula perintisan berdirinya Pesantren Yatim Ibnu Taimiyah, dengan izin Allah kemudian bantuan dari masyarakat Bogor, maka pada tahun 1993 dibebaskan tanah seluas 14.000 m2 (1,4 Ha) sehingga sejak 1994 mulai dibangun lokal Pesantren Yatim Ibnu Taimiyah yang bertempat di Kampung Pasir Tengah Desa Sukaharja Rt 04/03 Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. Setelah bangunan fisik selesai maka semenjak tahun 1997 mulailah dibuka jenjang pendidikan setingkat dasar yaitu Madrasah lbtidaiyah (MI). Karena mayoritas korban bencana tsunami Flores 1992 berada pada usia sekolah dasar. Seiring dangan bertambahnya jumlah siswa dan ragam usia siswa yatim yang diterima. maka pada tahun 1999 mulai dibuka Madrasah Tsanawiyah (MTs) setingkat sekolah lanjutan tingkat pertama di Pesantren Yatim Ibnu Taimiyah. Kemudian pada tahun 2002 mulai dibuka Pesantren Yatim Ibnu Taimiyah Bogor lanjutan tingkat atas yaitu Madrasah Aliyah Ibnu Taimiyah sebagai upaya untuk meningkatkan taraf pendidikan para korban bencana alam tersebut juga bagi para anakanak yatim lainnya dari penjuru Nusantara. Semenjak tahun 2005 para alumni angkatan-angkatan awal Pesantren Yatim Ibnu Taimiyah telah menyebar kembali ke kampung halaman mereka dan ada pula
yang meneruskan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Seiring dengan tuntutan perubahan organisasi pendidikan dan keinginan masyarakat untuk menimba ilmu pengetahuan di Pesantren Yatim Ibnu Taimiyah, maka mulai Tahun Pelajaran 2008/2009 dibukalah kesempatan bagi siswa non-yatim berbayar untuk mengikuti pembelajaran di Pesantren Yatim Ibnu Taimiyah bersanding dengan siswa yatim lainnya. 2. Visi, Misi dan Motto a. Visi: Terwujudnya Generasi al Qur’an Berakhlak Mulia dan Mandiri b. Misi: 1) Membekali kecintaan kepada al Quran dan Hadits Nabi; 2) Menanamkan Manhaj dan Akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah diatas pemahaman Salaful Ummah; 3) Mewujudkan suasana dan kondisi yang Islami; 4) Mendidik dan mengajarkan akhlak mulia; 5) Membiasakan penggunaan bahasa internasional; 6) Membekali kemandirian personal (life skill). c. Motto: Bersama al Qur’an Kita Maju 3. Struktur Pesantren Yatim Ibnu Taimiyah 2012-2014 Mudir : Haryanto Abdul Hadi, Lc, MA Wakil Mudir I : Ruslan Nurhadi, Lc Wakil Mudir II : Ahmad Daniel, Lc Sekretariatan: Kabid Sekretariat : Tata Tambi, S.Sos Seksi Personalia Seksi Administrasi Seksi Dokumentasi dan Database Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam
559
Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam VOL. 03, Januari 2014 Seksi Website dan SMS Center Keuangan Kabid Keuangan : Suhendi, S.Sos.I Seksi Penerimaan Seksi Pengeluaran Seksi Sunduq ZIS Raudhatul Atfal/ Tk Ibnu Taimiyah Kepala RA : Dadang Suparna, A.Md Waka Akademik Waka Kesiswaan dan TU Bendahara Wali Kelas TK A Wali Kelas TK B 1 Wali Kelas TK B 2 Madrasah Ibtidaiyah Ibnu Taimiyah Kepala Madrasah : Drs. Kusmana Rahman Waka Akademik Waka Kesiswaan Kepala TU Bimbingan dan Konseling Wali Kelas 1 Wali Kelas 2 Wali Kelas 3 Wali Kelas 4 Wali Kelas 5 Wali Kelas 6 Wali kelas 4 (Putri) Wali Kelas 5 (Putri) Wali Kelas 6 (Putri) Madrasah Tsanawiyah Ibnu Taimiyah Kepala Madrasah : Dedis Rahadian, SE Waka Akademik Waka Kesiswaan Kepala TU Bimbingan dan Konseling Wali Kelas VII A Wali Kelas VII B Wali Kelas VII C Wali Kelas VII D (Putri) Wali Kelas VII E (Putri) 560
Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam
Wali Kelas VIII A Wali Kelas VIII B Wali Kelas VIII C Wali Kelas VIII D (Putri) Wali Kelas VIII E (Putri) Wali Kelas IX A Wali Kelas IX B Wali Kelas IX C (Putri) Madrasah Aliyah Ibnu Taimiyah Kepala Madrasah : Syafiq Abrori, SP, MM Waka Akademik Waka Kesiswaan Kepala TU Bimbingan dan Konseling Wali Kelas X A Wali Kelas X B Wali Kelas XI Wali Kelas XII Bidang Pendidikan Kabid Pendidikan : Hayik El Bahja, Lc Seksi Kurikulum Seksi Diklat Seksi Halaqah Tahfiz Seksi Bahasa Seksi Ekstrakurikuler Seksi Khidmah-Alumni Bidang Kesantrian Kabid Kesantrian : Yusuf Zawawi, Lc Seksi Asrama Seksi Keamanan Seksi OSPI Seksi Olahraga Seksi Pelayanan Tamu Bidang Rumah Tangga Kabid Rumah Tangga : Deno Sofyan, Lc Seksi Kebersihan Seksi Dapur Seksi Kesehatan Seksi Transportasi Seksi Sarpras
Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam VOL. 03, Januari 2014 Seksi IT Support Bidang Dakwah dan Sosial Kabid Dakwah dan Sosial Herdiana, S.Pd.I Seksi Humas Seksi Dakwah-Masjid Seksi Maktabah Seksi Majalah dan Buletin Seksi KBIH
:
Dadan
Bidang Usaha Kabid Usaha : Abraidi H. Aqsha, S.Pd.I Seksi Kantin Seksi Koperasi Seksi Investasi C. Daftar Pustaka E. Mulyasa. (2004). Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : Cipta Cekas Grafika _________________ Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosda Karya Martinis Yamin.(2006). Profesionalisasi Guru dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Press Mimin Haryati. (2007). Sistem Penialian Berbasis Kompetensi, Teori dan Praktek. Jakarta: Gaung Persada Press Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Islam Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, Jogjakarta: LkiS, 2007 Muslich Masnur. (2007). KTSP, Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara Oemar Hamalik. (2005). Kurikulum dan pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara
Oemar Hamalik. (2006). Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosda Karya Oemar Hamalik. (2007). Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosda Karya Peraturan pemerintah No. 15 tahun 2005 tetang Standar Nasional Pendidikan. Putra Haidar Daulay, Historisitas dan Eksistensi Pesantren, Sekolah dan Pesantren, Yogyakarta : PT.Tiara Wacana Yogya, 2000. Putra Haidar Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Medan: IAIN Perss Medan, 2002 Internet: http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=b erita http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=b eritapendidikan I Gusti Made Ardana (PPPPTK BMTI Bandung – http://widyaprima.psmk.net/) dari http://ibnufajar75.wordpress.com http://www.min2tbalai.com/2012/08/sejara h-perubahan-kurikulum-diindoneisa.html#ixzz2wxx5zaqT
Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam
561
Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam VOL. 03, Januari 2014
562
Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam