VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas sistem pemasaran gula tebu dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar (market structure) yang dianalisis yaitu pangsa pasar, konsentrasi pasar, dan hambatan masuk pasar. Sedangkan analisis perilaku pasar (market conduct) mencakup pemasaran, kegiatan praktek penjualan dan pembelian, penentuan dan pembentukan harga, dan kerjasama lembaga pemasaran. Analisis kinerja pasar (market performance) mencakup marjin pemasaran, farmer share, dan integrasi pasar. Analisis tersebut dapat dilihat pada hasil dan pembahasan yang diuraikan secara rinci di bawah ini.
6.1.
Analisis Struktur Pasar (Market Structure) Analisis yang dilakukan terhadap struktur pasar gula yaitu pangsa pasar,
konsentrasi pasar, dan hambatan masuk pasar (Kohls dan Uhl, 2002). Struktur pasar diidentifikasi dari peranan perusahaan-perusahaan (pabrik) dalam suatu industri gula.
6.1.1. Pangsa Pasar 6.1.1.1. Pangsa Pasar PTPN VII UU BUMA terhadap Nasional Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat cakupan pemasaran gula PTPN VII UU BUMA (Bungamayang) di Indonesia. Pangsa pasar nasional diperoleh dari nisbah penerimaan penjualan suatu perusahaan terhadap total penerimaan penjualan (Farris et al, 2007). Cara mengukur market share (pangsa pasar) dapat digunakan data penerimaan penjualan atau data kapasitas produksi (Besanko et al, 2010). Adanya keterbatasan data menyebabkan perhitungan
63
pangsa pasar PTPN VII UU BUMA terhadap nasional dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan pendekatan produksi. Artinya, pangsa pasar PTPN VII UU BUMA diperoleh melalui rasio produksi gula tebu PTPN VII UU BUMA terhadap total produksi gula tebu Indonesia Pangsa pasar merupakan sebuah indikator bagaimana perusahaan dapat bekerja dengan baik terhadap para pesaingnya (Farris et all, 2007). Perubahan produksi akan membantu perusahaan dalam mengevaluasi tingkat permintaan dalam suatu pasar. Kehilangan pangsa pasar dapat menjadi sinyal munculnya permasalahan dan perlunya penyesuaian strategi perusahaan. Perusahaan dengan pangsa pasar dibawah tingkat tertentu akan menyebabkan ketidakberlangsungan perusahaan tersebut dalam jangka panjang. Semakin tinggi persentase pangsa pasar menunjukkan kekuatan perusahaan tersebut di dalam industri gula tebu Indonesia. Perkembangan pangsa pasar nasional PTPN VII UU BUMA dapat dilihat pada Gambar 9. Kurun waktu 2006 hingga 2010, perusahaan ini mengalami pangsa pasar tertinggi tahun 2006 yaitu 3.47 %. Hal ini dikarenakan gula tebu yang dihasilkan pada tahun tersebut mencapai angka tertinggi yaitu sebesar 80 427.60 ton. Tahun selanjutnya terjadi fluktuasi produksi yang disebabkan adanya perbedaan hasil produksi gula tebu setiap tahun baik di PTPN VII UU BUMA maupun total produksi gula tebu nasional. Produksi gula tebu PTPN VII UU BUMA pada tahun 2010 mencapai 72 859.20 Ton (Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2010) sedangkan produksi gula tebu Indonesia Tahun 2010 mencapai 2 290 117 ton (DGI, 2011). Maka, pangsa pasar gula tebu PTPN VII UU BUMA terhadap Industri gula tebu Indonesia tahun 2010 yaitu sebesar 3.18 %. Hal ini
64
menunjukan bahwa PTPN VII UU BUMA memiliki pangsa pasar gula yang rendah terhadap industri gula nasional. Maka, PTPN VII UU BUMA secara nasional memiliki market power yang rendah. Sehingga PTPN VII UU BUMA memiliki pengaruh yang kecil bagi para pesaingnya secara nasional.
Gambar 9. Pangsa Pasar PTPN VII UU BUMA Terhadap Produksi Gula Nasional Tahun 2006-2010 Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Lampung (Diolah), 2011
6.1.1.2. Pangsa Pasar Perusahaan Gula di Provinsi Lampung terhadap Provinsi Lampung Perhitungan pangsa pasar suatu PG di Provinsi Lampung yaitu rasio antara penjualan gula suatu PG di Provinsi Lampung terhadap total penjualan seluruh PG di Provinsi Lampung. Data penjualan suatu PG di Provinsi Lampung dihitung dengan cara mengurangi total produksi suatu PG dengan realisasi perdagangan gula antar pulau dari Provinsi Lampung. Dengan demikian akan diperoleh jumlah gula tebu yang dijual oleh masing-masing PG di Provinsi Lampung. Produksi gula total yang dihasilkan oleh enam PG di Provinsi Lampung sebesar 80.4 % diperdagangkan untuk memenuhi kebutuhan di Provinsi Lampung sedangkan sisanya diperdagangkan di luar Provinsi Lampung. PTPN VII UU BUMA melakukan realisasi perdagangan antar pulau dari Provinsi Lampung 65
Tahun 2010 sebesar 600 ton (Dinas Koperindag, Provinsi Lampung, 2010) atau 0.82 % dari total produksi yang dihasilkan perusahaan tersebut. Sedangkan sebanyak 72 259 ton atau sekitar 99.19 % gula tebu PTPN VII UU BUMA dipasok ke berbagai daerah di Provinsi Lampung. Hal ini menunjukkan bahwa produksi gula PTPN VII UU BUMA sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan di Provinsi Lampung. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Perdagangan Gula di Provinsi Lampung dan Antar Pulau Tahun 2010 (Ton) No
Pabrik Gula
1
PTPN VII UU Bungamayang (BUMA) PT.Gunung Madu Plantations (GMP) PT. Gula Putih Mataram (GPM PT. Sweet Indo Lampung (SIL) PT. Indo Lampung Perkasa (ILP) PT Pemuka Sakti Manis Indah
2 3 4 5 6
Total
Total Produksi
Perdagangan Gula antar Pulau dari Prov.Lampung
Perdagangan Gula untuk Prov Lampung
72 859.20
600
72 259.20
193 643.95
20 534
173 109.95
129 373.98
4 204
125 169.98
126 957.96
45 880
81 077.96
80 112.76
57 800
22 312.76
57 830.00
300
57 530.00
660 777.85
129 318.00
531 459.85
Sumber : Dinas Koperindag, Provinsi Lampung, 2010 (Diolah) Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2010 Pangsa pasar menunjukkan kemampuan suatu perusahaan yang dapat mempengaruhi pesaing lainnya. Pangsa pasar dapat menunjukkan keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan. Pangsa pasar PTPN VII UU BUMA sebesar 13.60 % ( Tabel 23) yang berada pada urutan ke empat. Pangsa pasar perusahaan gula terbesar di Provinsi Lampung yaitu PT. Gunung Madu Plantations (GMP) sebesar 32.57 %. Pangsa pasar yang tinggi mencerminkan kekuatan (market power) suatu perusahaan di pasar dan mampu bersaing dengan perusahaan lainnya. Kompetitor/pesaing merupakan perusahaan yang memiliki pilihan
66
strategi yang secara langsung mempengaruhi satu dan lainnya (Besanko et al, 2010). PTPN VII UU BUMA merupakan satu-satunya perusahaan milik pemerintah sedangkan perusahaan lainnya merupakan milik swasta. Berdasarkan hal tersebut, industri gula di Provinsi Lampung didominasi pihak swasta dengan total pangsa pasar sebesar 86.40 %. Tabel 23. Pangsa Pasar Gula Tebu Perusahaan Gula di terhadap Provinsi Lampung tahun 2010 (%) Pabrik Gula Pangsa Pasar di Prov.Lampung No 1 PTPN VII UU Bungamayang (BUMA) 13.60 2 PT. Gunung Madu Plantations (GMP) 32.57 3 PT. Gula Putih Mataram (GPM 23.55 4 PT. Sweet Indo Lampung (SIL) 15.26 5 PT. Indo Lampung Perkasa (ILP) 4.20 6 PT Pemuka Sakti Manis Indah 10.82 Total 100 Sumber : Dinas Koperindag, Provinsi Lampung, 2010 (Diolah) Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2010
6.1.2. Konsentrasi Pasar Metode lainnya yang digunakan untuk menganalisis struktur pasar yaitu dengan melihat konsentrasi pasar. Konsentrasi pasar mengukur berapa jumlah output dalam sebuah industri yang diproduksi dari empat perusahaan terbesar dalam sebuah industri (Baye, 2010). Dalam mengukur konsentrasi rasio dapat menggunakan penerimaan penjualan atau kapasitas produksi (Besanko et al, 2010). Semakin besar keempat perusahaan, maka terdapat kecenderungan kekuatan dalam suatu pasar. Hal ini menimbulkan kecenderungan penentuan harga yang tidak seimbang. Empat perusahaan terbesar dalam industri gula di Provinsi Lampung tahun 2006 hingga 2010 yaitu PT.Gunung Madu Plantations (GMP), PT. Gula Putih Mataram (GPM), PT. Sweet Indo Lampung (SIL),
dan PT. Indo Lampung
67
Perkasa (ILP). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 24. Produksi PTPN VII UU BUMA berada pada posisi kelima dari enam perusahaan gula yang ada di Provinsi Lampung. Tabel 24 . Produksi Gula Propinsi Lampung Tahun 2008-2009 (Ton) N0
Perusahaan 2006
1 2 3 4 5 6
PTPN VII UU BUMA PT.Gunung Madu Plantations (GMP) PT. Gula Putih Mataram PT. Sweet Indo Lampung (SIL) PT. Indo Lampung Perkasa (ILP) PT Pemuka Sakti Manis Indah Total
2007
Tahun 2008
2009
2010
80 427.60
76 164.18
80 180.19
73 908.30
72 859.20
189 716.50
191 272.20
218 248.00
201 216.10
193 643.95
141 285.20
162 086.00
168 385.30
152 286.10
129 373.98
134 957.45
150 186.50
162 321.60
153 357.30
126 957.96
122 446.45
115 834.65
135 259.35
129 052.79
80 112.76
24 716.90
22 131.37
17 528.75
40 000.00
57 830.00
693 550.10
717 674.90
781 923.19
749 820.59
660 777.85
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2010 Pengukuran tingkat konsentrasi perusahaan dalam suatu industri menurut Baye (2010) dapat dengan menggunakan Four Firm Concentration Ratio (C4) atau Herfindahl-Hirschman Index (HHI). C4 merupakan penjumlahan penjualan keempat perusahaan gula terbesar di Provinsi Lampung dibagi dengan total penjualan gula seluruh perusahaan di Provinsi Lampung. Pengertian lainnya C4 merupakan penjumlahan pangsa pasar keempat perusahaan terbesar dalam suatu industri. Sedangkan HHI merupakan penjumlahan kuadrat dari pangsa pasar perusahaan-perusahaan dalam suatu industri dikalikan dengan 10,000. Berdasarkan hasil analisis konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar di Provinsi Lampung tahun 2010 (Tabel 25) menunjukkan angka yang cukup tinggi yaitu 0.85. Artinya, empat perusahaan terbesar dalam industri gula di Provinsi Lampung memiliki nilai 85 % dari output total industri. Perusahaan tersebut yaitu
68
PT. Gunung Madu Plantations (GMP), PT. Gula Putih Mataram (GPM), PT. Sweet Indo Lampung (SIL), dan PTPN VII UU Bungamayang (BUMA). Nilai C4 yang mendekati nol maka diindikasikan berada pada pasar yang memiliki banyak penjual, yang memberikan peningkatan banyak persaingan antara produsen untuk menjualnya ke konsumen. Jika nilai C4 mendekati satu maka diindikasikan pasar terkonsentrasi dan mengalami persaingan yang kecil antar produsen untuk menjualnya ke konsumen (Baye, 2010). Maka, berdasarkan perhitungan C4 dapat disimpulkan bahwa pasar gula di Provinsi Lampung menghadapi pasar yang terkonsentrasi dengan tingkat persaingan yang kecil. Tabel 25. Konsentrasi Rasio Empat Perusahaan Terbesar di Provinsi Lampung Tahun 2010 (%) No Nama Perusahaan Penjualan di Provinsi Lampung 1 PT. Gunung Madu Plantations (GMP) 173 109.95 2 PT. Gula Putih Mataram (GPM) 125 169.98 3 PT. Sweet Indo Lampung (SIL) 81 077.96 4 PTPN VII UU Bungamayang (BUMA) 72 259.20 Total Penjualan di Prov.Lampung 531 459.85 C4 0.85 Sumber : Dinas Koperindag Provinsi Lampung, 2010 (Diolah) Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2010 Berdasarkan Tabel 26, nilai HHI industri gula di Provinsi Lampung bernilai 2 202. Baye (2010) mengemukakan bahwa nilai HHI berada diantara 0 - 10 000. Jika nilai HHI 0, maka terdapat perusahaan-perusahaan dalam industri yang sangat kecil. Namun, jika nilai diatas 0 hingga 10 000 mengindikasikan bahwa pangsa pasarnya bernilai 1. Artinya C4 berada pada sedikit persaingan antara produsen dan konsumen (pasar terkonsentrasi). Hal ini sesuai dengan kesimpulan pada analisis C4 bahwa pasar gula di Provinsi Lampung menghadapi pasar dengan tingkat persaingan yang kecil dengan sangat terkonsentrasi.
69
Tabel 26. Herfindahl-Hirschman Index (HHI) Industri Gula di lampung Tahun 2010 Pabrik Gula Penjualan di Pangsa No Prov.Lampung (Si) Pasar (wi) 1 PTPN VII UU Bungamayang (BUMA) 72 259.20 0.14 2 PT.Gunung Madu Plantations (GMP) 173 109.95 0.33 3 PT. Gula Putih Mataram (GPM 125 169.98 0.24 4 PT. Sweet Indo Lampung (SIL) 81 077.96 0.15 5 PT. Indo Lampung Perkasa (ILP) 22 312.76 0.04 6 PT Pemuka Sakti Manis Indah 57 530.00 0.10 Total Penjualan (ST) 531 459.85 HHI = 10 000 ∑wi2 2 202 6.1.3. Hambatan Masuk Pasar Hambatan masuk pasar dapat dilihat dengan banyak pesaing bermunculan untuk berpacu dalam mencapai target keuntungan yang diinginkan. Hambatan masuk pasar dianalisis untuk melihat banyaknya lembaga pemasaran yang dapat masuk untuk bersaing merebut pangsa pasar. Persaingan yang terjadi merupakan persaingan yang potensial dimana perusahaan-perusahaan di luar pasar yang mempunyai kemungkinan untuk masuk dan menjadi pesaing yang sebenarnya. Adanya kesempatan dan peluang dalam melakukan bisnis memungkinkan banyak perusahaan baru yang masuk untuk menguasai pasar. Hambatan masuk pasar hal yang dimungkinkan terjadi dalam suatu struktur pasar. Hal tersebut dapat berupa penurunan kesempatan atau cepat masuknya pesaing baru. Masuknya lembaga pemasaran baru akan menimbulkan pesaing sekaligus ancaman bagi lembaga pemasaran yang sudah ada.
Hambatan masuk pasar dihitung dengan menggunakan Minimum Efficiency Scale (MES). MES diperoleh dari output/produksi perusahaan gula terbesar di Provinsi Lampung terhadap total output/produksi gula di Provinsi Lampung. Jika nilai MES > 10 % mengindikasikan terdapat hambatan masuk (Jaya, 2001). Berdasarkan hasil analisis, tahun 2006 hingga 2010 nilai skala
70
efisiensi maksimum industri gula di Provinsi Lampung lebih dari 10 % (Tabel 27). Hal ini mengindikasikan adanya hambatan masuk dalam perdagangan gula di Provinsi Lampung. Nilai MES cenderung berfluktuatif selama lima tahun tersebut. PT.Gunung Madu Plantations (GMP) sebagai perusahaan terbesar di Provinsi Lampung tahun 2006 hingga 2010 menghasilkan produksi gula yang fluktuatif sehingga menghasilkan MES yang fluktuatif pula. Hambatan masuk terbesar yaitu 29.31 % pada tahun 2010 dikarenakan total produksi di Provinsi Lampung paling rendah bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya (Tabel 27). Nilai rata-rata MES dari tahun 2006 hingga 2010 mencapai 27.61 % (Tabel 27). Angka tersebut merupakan patokan output minimal bagi pesaing baru untuk bersaing dalam industri gula di Provinsi Lampung. Jika pesaing baru memasuki industri gula di Provinsi Lampung dengan nilai dibawah rata-rata tersebut maka pesaing tersebut tidak dapat bersaing dengan perusahaanperusahaan yang telah ada. Jika pesaing baru tersebut tetap masuk, maka perusahaan tersebut harus menanggung biaya yang lebih tinggi untuk dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan lainnya.
Tabel 27. Skala Efisiensi Maksimum (MES) Industri Gula di Provinsi Lampung Tahun 2006-2010 (%) No Tahun MES (%) Keterangan 1 2006 27.35 Ada Hambatan Masuk 2 2007 26.65 Ada Hambatan Masuk 3 2008 27.91 Ada Hambatan Masuk 4 2009 26.84 Ada Hambatan Masuk 5 2010 29.31 Ada Hambatan Masuk Rata-Rata 27.61 Ada Hambatan Masuk Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Lampung (Diolah), 2010
71
Berdasarkan analisis struktur pasar, industri gula tebu di Provinsi Lampung didominasi oleh perusahaan swasta dengan jumlah PG yang cenderung sedikit dan tingkat persaingan yang kecil serta terkonsentrasi. Selain itu, terdapat hambatan masuk bagi pesaing baru di industri gula tebu Provinsi Lampung. Berdasarkan hal tersebut, maka struktur pasar industri gula tebu di Provinsi Lampung cenderung membentuk pasar oligopoli.
6.2.
Analisis Perilaku Pasar (Market Conduct) Perilaku pasar di PTPN VII UU BUMA dianalisis secara deskriptif.
Perilaku pasar merupakan cerminan dari struktur pasar yang terbentuk. Analisis yang diamati yaitu pemasaran, kegiatan praktek penjualan dan pembelian, penentuan dan pembentukan harga, dan kerjasama lembaga pemasaran (Dahl dan Hammond, 1977).
6.2.1. Pemasaran Gula Tebu 6.2.1.1. Lembaga dan Praktek Fungsi Pemasaran Lembaga pemasaran merupakan pihak-pihak
yang terkait
dalam
penyaluran barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen. Lembaga saluran pemasaran melaksanakan sejumlah fungsi kunci, seperti : a. Mengumpulkan informasi tentang konsumen dan calon konsumen, pesaing, dan pelaku lainnya di lingkungan pemasaran b. Membangun dan menyebarkan komunikasi persuasif untuk merangsang pembelian c. Mencapai persetujuan harga dan syarat jual beli sehingga transfer kepemilikan dapata dipengaruhi
72
d. Melakukan pemesanan ke perusahaan pabrik e. Mendapatkan dana untuk membiayai persediaan pada level saluran pemasaran yang berbeda-beda f. Menanggung risiko yang terkait dengan saluran g. Menyediakan penyimpanan dan perpindahan produk fisik melalui tahap yang berurutan h. Membantu pembeli membayar tagihannya melalui bank dan institusi keuangan lainnya i.
Melaksanakan transfer kepemilikan yang sebenarnya dari organisasi atau orang tertentu kepada orang lain. Analisis pihak-pihak yang terkait dengan pemasaran dilakukan dengan
mengidentifikasi peran seluruh lembaga pemasaran gula tebu. Adapun lembaga yang terlibat yaitu : a. Petani, yaitu petani tebu rakyat. Pengusahaan tebu di PTPN VII UU BUMA terdiri dari tebu sendiri, tebu rakyat, dan tebu rakyat bebas. Petani dari setiap pengusahaan tebu berbeda-beda. Tebu sendiri merupakan tebu milik pabrik gula. Tebu rakyat merupakan petani yang mendapat paket kredit dari bank melalui pabrik gula PTPN VII UU BUMA. Sedangkan tebu rakyat bebas adalah petani yang memiliki modal cukup besar sehingga tidak memerlukan paket kredit dari bank. b. Kelompok tani, yaitu gabungan dari petani tebu rakyat yang mendapat paket kredit dari pabrik gula PTPN VII UU BUMA c. Koordinator, yaitu perwakilan dari kelompok-kelompok tani yang dapat dipercaya. Selain itu, koordinator yang dipilih oleh beberapa kelompok tani
73
harus memiliki lahan sendiri dan tergabung dalam salah satu kelompok tani tersebut. Koordinator bertanggung jawab atas penjualan gula yang sebelumnya telah disepakati oleh sinka (sinder kepala-perwakilan dari PG) seluruh petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani d. Pabrik gula, yaitu perusahaan yang berfungsi sebagai avalis (penjamin) bagi bank yang memberikan paket kredit kepada petani tebu rakyat e. Pedagang besar, yaitu pedagang yang mendapatkan/membeli produk dari PG dalam jumlah besar, kemudian menyortasi, menyimpan, dan menjual kembali kepada distributor ataupun menjual langsung ke retail. Pedagang besar tersebut berasal dari beberapa wilayah di Provinsi Lampung seperti Kotabumi, Bandar Lampung, Dorowati Abung, dan Lampung Utara. f. Distributor yaitu pedagang yang membeli produk dari pedagang besar dan menjualnya langsung ke retail. Distributor bertugas menyalurkan gula dari pedagang besar ke retail g. Retail, yaitu pedagang pengecer yang dalam hal ini adalah pedagang di pasar dan warung lainnya yang menjual langsung gula tebu ke tangan konsumen. Fungsi pemasaran merupakan aktivitas-aktivitas yang ditampilkan oleh perusahaan atau organisasi ketika menciptakan nilai (value) secara spesifik untuk produk atau jasa yang ditawarkannya (Levens, 2010). Fungsi pemasaran dapat dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu fungsi pertukaran (pembelian, penjualan), fungsi fisik (pengolahan, transportasi/pengangkutan, penyimpanan), dan fungsi fasilitas (standarisasi, penanggungan risiko, pembiayaan, informasi pasar) (Kohls dan Uhl, 2002). Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh setiap lembaga yang terlibat dalam pemasaran gula tebu yaitu :
74
a. Petani Petani Tebu Rakyat (TR) dalam pemasaran gula tebu bertindak sebagai produsen. Petani melakukan kegiatan budidaya tebu dimulai dari pengolahan lahan, cecah, dan penanaman bibit yang telah direkomendasikan oleh pabrik gula melalui Research & Development (R&D). Selanjutnya petani melakukan kegiatan pemupukan baik secara mekanis dan manual. Penanggulangan hama dan penyakitpun dilakukan dengan menyemprotkan herbisida menggunakan boom sprayer. Selanjutnya dilakukan proses penggemburan tanah dan penyemprotan zat pemacu pemasakan dengan unit traktor serta pesawat ultra light. Setelah pohon tebu cukup untuk ditebang, maka penebangan dilakukan baik secara manual & mekanis. Penebangan dapat dilakukan jika PTPN VII UU BUMA telah mengeluarkan Surat Berita Acara Tebang. Surat ini dapat keluar jika seluruh kelompok dan koordinator mengetahui bahwa tebu tersebut akan ditebang (panen). Selanjutnya dilakukan pengangkutan tebu ke PG dengan menggunakan truk. Truk yang telah mengantri di cane yard akan mengirimkan tebu ke PG untuk diolah menjadi gula. Gula tersebut kemudian di kemas oleh PG dan disimpan di gudang milik PG. Gula tersebut kemudian dibagi kepada petani dan PG. Sistem bagi hasil yang diperoleh PG dari hasil olah gula yaitu 34 % sedangkan petani 66 %. Jumlah bagi hasil gula tebu milik petani sebanyak 90 % dari total bagi hasil petani tersebut dijual ke pedagang besar (yang sebelumnya disimpan telebih dahulu di gudang milik PG) sedangkan 10 % nya disimpan sebagai natura. Penjualan gula dilakukan berdasarkan kesepakatan dari seluruh anggota dalam suatu kelompok tani. Berdasarkan hal tersebut petani melakukan fungsi pertukaran (penjualan
75
gula) dan fungsi fisik (transportasi/pengangkutan, penyimpanan). Alur produksi gula dapat dilihat pada Gambar 10.
Pengolahan Lahan
Cecah & Tanam Bibit
Pemupukan Mekanis
Pemupukan Manual
Tebang Manual
Penyemprotan ZPM
Penggemburan Tanah
Penyemprotan Herbisida
Tebang Mekanis
Antrian Truk Tebu
Cane Yard
Tebu Siap Olah
Gula Siap Dipasarkan
Gudang Gula
Gula Siap Kemas
Gula
Gambar 10. Alur Produksi Gula PTPN VII UU BUMA Sumber. PTPN VII UU BUMA Petani melakukan fungsi fasilitas yaitu berupa penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Penanggungan risiko terjadi ketika petani menyimpan gula di gudang PG sebelum adanya kesepakatan penjualan antara petani dan pedagang besar. Semakin lama gula disimpan (tidak dijual karena menunggu harga jual yang sesuai) maka petani menanggung risiko kerusakan karena tidak adanya biaya penyimpanan di PG. Fungsi fasilitas lainnya yaitu pembiayaan berupa fasilitas kredit yang harus dibayar oleh petani berupa pokok dan bunga pinjaman setelah melakukan penjualan hasil produksi gula dan tetes. 76
Selanjutnya, fungsi fasilitas lainnya yaitu informasi pasar berupa harga. Petani mendapatkan informasi harga dari kelompok tani, koordinator, sinka, pedagang besar, dan informan lainnya. Informasi ini berguna untuk menentukan waktu penjualan gula.
b. Kelompok Tani Kelompok tani merupakan kumpulan dari petani tebu rakyat yang beranggotakan + 7 – 10 orang. Kelompok tani melakukan fungsi pertukaran yaitu penjualan gula ke pedagang besar. Jika seluruh petani yang tergabung dalam kelompok tani sepakat terhadap harga yang ditawarkan pedagang besar, maka penjualan gula akan dilakukan berdasarkan harga yang telah ditentukan. Fungsi fisik yang dilakukan kelompok tani yaitu sama dengan yang dilakukan petani. Hal ini dikarenakan dalam proses pengajuan paket kredit kepada bank melalui PTPN VII UU BUMA dilakukan secara kelompok. Hal ini menyebabkan kegiatan transportasi/pengangkutan dan penyimpanan dilakukan dalam kelompok. Fungsi fasilitas pada kelompok tani sama dengan yang dilakukan petani yaitu kegiatan penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Penanggungan risiko berupa gula yang masih belum terjual dan disimpan di gudang milik PTPN VII UU BUMA menjadi tanggung jawab petani dan kelompok tani. Kegiatan pembiayaan yang dilakukan berupa paket kredit dari bank melalui PTPN VII UU BUMA. Petani akan mendapatkan fasilitas kredit jika tergabung dalam kelompok tani tebu rakyat PTPN VII UU BUMA.
77
Adapun alur kegiatan pembiayaan (paket kredit) pada kelompok tani yaitu sebagai berikut : 1) Pengajuan menjadi kelompok tani tebu rakyat PTPN VII UU BUMA a. Membuat Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang berisi sebagai berikut :
Surat pengajuan mengikuti Program Tebu Rakyat Intensifikasi kepada PTPN VII UU BUMA oleh kelompok tani
Rencana kebutuhan pupuk
Daftar nama petani dan luas lahan yang menjadi anggotanya
b. Pengukuran lahan petani dan pembuatan peta kebun c. Menyerahkan agunan kepada PTPN VII UU BUMA dan dibuatkan tanda terima agunan d. Untuk tanaman baru dibuatkan surat permintaan bibit kepada divisi penelitian dan pengembangan (Litbang) PTPN VII UU BUMA 2) Pengajuan kredit kepada pihak bank a. Surat pengajuan mengikuti Program Tebu Rakyat Intensifikasi kepada PTPN VII UU BUMA oleh koordinator kelompok tani b. Surat kuasa kelompok tani-kelompok tani kepada koordinator kelompok tani c. Surat kuasa koordinator kelompok tani kepada manajer PTPN VII UU BUMA (selaku avalis) untuk mengelola dana yang akan diterima dari pihak bank untuk disalurkan kepada kelompok tani sesuai kebutuhan d. Daftar kelompok tani, luas, dan kebutuhan dana yang diperlukan oleh kelompok tani
78
e. Penandatanganan akad kredit antara koordinator kelompok tani dengan pihak bank. Bank yang dimaksud yaitu Bank Agro, Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, ANTAM (PKBL). Bank memberikan kredit Rp 9 000 000 – Rp 17 000 000 per hektar. Bunga yang dibebankan tidak flat namun disesuaikan. Misalkan pinjaman yang mampu dikembalikan yaitu 125 hari, maka yang harus dibayarkan sejumlah 125/365 hari * 6%. 3) Penggunaaan biaya garap a. Pemakaian secara bertahap dan sesuai kebutuhan (sesuai dengan kemajuan pekerjaan) b. Pembiayaan meliputi pekerjaan persiapan, dan pengolahan lahan hingga kegiatan panen (tebang muat dan angkut) c. Harga satuan biaya perpekerjaan sesaui dengan kesepakatan d. Pencatatan pemakaian biaya garap dilakukan oleh PTPN VII UU BUMA dan diketahui oleh Kelompok Tani atau koordinator kelompok tani 4) Pengembalian pokok dan pinjaman a. Dilakukan pengembalian pokok dan bunga pinjaman setelah penjualan hasil produksi berupa gula dan tetes yang menjadi hak petani, dimana kegiatan penjualannya dilakukan oleh kelompok tani atau koordinator. b. Perhitungan jumlah pokok dan beban bunga pinjaman pada setiap kelompok tani dilakukan oleh PTPN VII UU Bungamayang sesuai dengan realisasi jumlah pemakaian pada setiap kelompok tani. Selain pembiayaan, kegiatan yang dilakukan kelompok tani yaitu memantau pergerakan harga gula melalui informasi pasar di tingkat internasional, nasional, dan provinsi. Namun, fluktuasi harga gula yang sangat cepat
79
menyebabkan petani dan kelompok tani untuk memutuskan secara cepat dan tepat apakah gula yang mereka miliki akan segera dijual atau disimpan dahulu menunggu hingga harga gula akan menguntungkan para petani.
c. Koordinator Beberapa kelompok tani tebu rakyat memiliki perwakilan yaitu koordinator. Koordinator dipilih oleh seluruh kelompok-kelompok tani. Koordinator dipilih harus memenuhi syarat yaitu memiliki lahan sendiri, anggota kelompok tani, memiliki jaringan yang luas dalam hal penjualan gula, dan dapat dipercaya oleh seluruh anggota kelompok tani. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh koordinator sama dengan kelompok tani atau petani. Fungsi pertukaran yang dilakukan yaitu penjualan gula. Penjualan gula dilakukan jika seluruh petani yang terlibat dalam suatu kelompok tani telah menyepakati harga jual gula dengan pedagang besar. Fungsi fisik yang dilakukan yaitu transportasi/pengangkutan dan penyimpanan. Sedangkan fungsi fasilitas yang dilakukan yaitu penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Koordinator melakukan akad kredit dengan pihak bank. Hal ini dikarenakan kelompok-kelompok tani telah memberi kuasa kepada koordinator kelompok tani kepada manajer PTPN VII UU BUMA (selaku avalis) untuk mengelola dana yang akan diterima dari pihak bank untuk disalurkan kepada kelompok tani sesuai kebutuhan. Selain itu, pencarian informasi harga melalui informasi pasar dilakukan oleh koordinator. Hal ini dikarenakan penjualan gula harus disepakati oleh seluruh anggota kelompok tani berdasarkan harga yang telah disepakati bersama.
80
d. Pabrik gula PTPN VII UU Bunga Mayang merupakan salah satu lembaga pemasaran gula tebu yang memiliki peran utama yaitu sebagai avalis (penjamin) paket kredit untuk petani tebu rakyat dengan pihak bank. Paket kredit yang ditawarkan kepada petani tebu rakyat yaitu perolehan bibit, pupuk (urea, TSP, dan KCL) dengan jumlah 9 kuintal/ha, dan tebang muat
angkut (TMA) dengan biaya
Rp 1 200 000/ha. Seluruh petani yang tergabung dalam kelompok tani yang mendapatkan paket kredit yaitu petani tebu rakyat yang harus membayar kredit tersebut sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dengan tingkat suku bunga flat yaitu 6 % per tahun. Petani yang mendapatkan fasilitas kredit diawasi oleh pihak PG yang disebut dengan sinder. Sinder mengawasi proses dari pemberian kredit, tanam (bibit & pupuk), tebang-muat-angkut (TMA), penggilingan tebu menjadi gula, hingga penjualan gula. Tebu yang digiling menjadi gula diukur tingkat rendemennya. Semakin tinggi rendemennya maka harga jual gula semakin tinggi karena kualitas yang semakin baik. PTPN VII UU BUMA Tahun 2010 rendemen gula di PG yaitu 7.78 dengan harga gula Rp 6 411 670/Ton. Selain itu, PG melakukan pemberian informasi pasar yaitu harga jual gula kepada koordinator melalui sinder. Pengembalian pokok dan bunga pinjaman dilakukan setelah penjualan hasil produksi berupa gula dan tetes yang menjadi hak petani, dimana kegiatan penjualannya dilakukan oleh kelompok tani atau koordinator. Perhitungan jumlah pokok dan beban bunga pinjaman pada setiap kelompok tani dilakukan oleh UU Bungamayang sesuai dengan realisasi jumlah pemakaian pada setiap kelompok tani. PG melakukan kegiatan penanggungan risiko dalam hal
81
pengembalian kredit petani dan penyimpanan gula di gudang. Berdasarkan hal tersebut, maka PG melakukan fungsi fasilitas yang meliputi standarisasi, penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi PTPN VII UU Bunga Mayang mengembangkan sistem kemitraan antara petani dan PG. Hal ini menyebabkan proses penjualan gula tebu diserahkan sepenuhnya kepada koordinator (yang telah mendapatkan persetujuan dari seluruh kelompok tani) dan pedagang besar. Dalam hal ini PG hanya bersifat mengawasi penjualan gula tetapi tidak terlibat langsung dalam kegiatan penjualan gula. Namun, PG melakukan penjualan gula bila gula tersebut milik PG. Sistem penjualannya melalui sistem lelang yang dianalisis pada pembahasan selanjutnya. Fungsi fisik yang yang dilakukan PG yaitu pengolahan tebu menjadi gula dan penyimpanan. Gula yang telah diolah kemudian dikemas untuk disimpan dan dipasarkan dengan merk PTPN VII Unit Usaha Bungamayang (Gambar 11). Berat bersih dari gula tersebut yaitu 50 kg. Sedangkan untuk pengangkutan/transportasi gula ke pedagang besar menggunakan sistem DO (Delivery Order) artinya pembeli mengambil langsung ke PG. Jadi, PG tidak melakukan pengangkutan gula ke pedagang besar.
Gambar 11. Gula PTPN VII UU BUMA
82
e. Pedagang Besar Pedagang besar merupakan pembeli gula langsung dari PG yang terdaftar di PTPN VII UU BUMA. Petani biasanya tidak mengetahui siapa pembeli gula mereka. Koordinator petani yang ditunjuk untuk menjual gula ke pedagang besar. Pedagang besar yang membeli gula dari petani berasal dari daerah di sekitar Provinsi Lampung. Pedagang besar umumnya datang ke pabrik gula jika akan membeli gula. Namun, saat ini antara koordinator petani dan pedagang besar melakukan transaksi dan kesepakatan melalui telepon. Selanjutnya dibuat surat perjanjian jual beli gula petani tebu rakyat antara koordinator dengan pembeli. Surat perjanjian berisi jumlah gula yang dibeli, harga per kilogram, syarat pembayaran, tujuan transfer, penerbitan SPPB (Surat Perintah Penyerahan Barang), syarat penyerahan barang, dan sanksi-sanksi. Syarat pembayarannya yaitu tunai. Sebelum barang diserahkan, Surat Perintah Setor (SPS) untuk harga gula diterbitkan oleh petani TR dengan batas waktu paling lambat satu hari setelah tanggal SPS. Jika lebih dari batas waktu yang ditetapkan maka dianggap batal. Tujuan transfernya yaitu ke rekening PTPN VII UU BUMA. Berdasarkan bukti dari bank, PG akan menerbitkan SPPB gula petani TR. Syarat penyerahan barang yaitu di loko gudang gula PTPN VII UU BUMA. Sanksinya jika pengambilan gula lebih dari batas waktu yang ditetapkan dalam SPPB, maka dikenakan sewa gudang per minggu @ Rp 250/kuintal gula. Gula yang telah dibeli oleh pedagang besar kemudian dibawa ke gudang masing-masing pedagang besar untuk kemudian di jual ke distributor. Berdasarkan hal tersebut, maka pedagang besar melakukan fungsi pertukaran yaitu pembelian gula dari koordinator petani melalui PG dan penjualan gula ke distributor dan retail.
83
Fungsi fisik yang dilakukan meliputi transportasi/pengangkutan gula dari PG ke gudang pedagang besar dan penyimpanan gula di gudang pedagang besar. Sedangkan fungsi fasilitas yang dilakukan yaitu penanggungan risiko dan informasi harga. Penanggungan risiko terjadi jika pengambilan gula lebih dari batas waktu yang ditetapkan, maka akan dikenakan sewa gudang. Pedagang besar sangat menentukan dalam penetapan harga jual gula. hal ini dikarenakan pedagang besar memiliki modal yang besar. Informasi harga akan diberikan kepada koordinator jika akan melakukan penjulan gula.
f. Distributor Distributor merupakan penyalur barang dari pedagang besar ke retail. Fungsi pertukaran yang dilakukan yaitu kegiatan pembelian gula dari pedagang besar dan penjualan gula ke retail. Pengemasan dan pemberian merek yaitu langsung dari PTPN VII UU BUMA seperti karung yang digunakan masih berlabel PG tersebut. Distributor pun transportasi/pengangkutan
dan
melakukan
penyimpanan.
Biaya
fungsi fisik seperti pengangkutan
yang
dikeluarkan oleh distributor yaitu Rp 75 000/Ton atau Rp 75/Kg. Fungsi lainnya yaitu melakukan fungsi fasilitas yaitu penanggungan risiko dan informasi pasar. Jika gula yang tidak terjual/rusak, maka akan dikembalikan ke distributor dengan gula yang baru. Informasi pasar berupa informasi harga dari dari pedagang besar. g. Retail (Pedagang Eceran) Retail dalam penelitian ini adalah pedagang eceran yang langsung menjual gula PTPN VII UU BUMA ke tangan konsumen. Pedagang eceran yang menjadi responden yaitu pedagang yang berada di kawasan Pasar Pagi dan Pasar Sentral.
84
Hal ini dikarenakan kedua pasar ini merupakan pasar acuan bagi Pemerintah Kabupaten Lampung Utara dan Provinsi Lampung dalam memantau pergerakan harga yang dibayarkan konsumen.
Tabel 28. Fungsi-Fungsi Tebu Lembaga Pemasaran a. Petani b. Kelompok Tani c. Koordinator
Pemasaran pada Setiap Lembaga Pemasaran Gula Fungsi Pemasaran Fungsi Pertukaran Fungsi Fisik Fungsi Fasilitas
d. Pabrik Gula
Fungsi Pertukaran Fungsi Fisik
Fungsi Fasilitas
e. Pedagang Besar
Fungsi Pertukaran Fungsi Fisik Fungsi Fasilitas
f. Distributor
Fungsi Pertukaran Fungsi Fisik Fungsi Fasilitas
g. Retail (Pedagang Pengecer)
Fungsi Pertukaran Fungsi Fisik
Keterangan Penjualan Transportasi/Pengangkutan Penyimpanan Penanggungan risiko Pembiayaan Informasi pasar Penjualan gula dengan di lelang Pengolahan Penyimpanan Standarisasi Penanggungan Risiko Pembiayaan Informasi pasar Pembelian Penjualan Transportasi/Pengangkutan Penyimpanan Penanggungan risiko Informasi pasar Pembelian Penjualan Transportasi/Pengangkutan Penyimpanan Penanggungan risiko Informasi Pasar Pembelian Penjualan Pengolahan (pengemasan) Penyimpanan
Fungsi pemasaran yang dilakukan yaitu fungsi pertukaran. Retail membeli gula dari distributor dan pedagang besar kemudian menjualnya kembali ke tangan konsumen. Retail tidak mengeluarkan biaya pengangkutan karena distributor
85
langsung mendatangi tempat transaksi dan langsung membawa produk tersebut. Selain itu, retail melakukan kegiatan pengolahan (pengemasan) dan penyimpanan yang termasuk dalam fungsi fisik. Adapun fungsi–fungsi pemasaran yang dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran dapat dilihat pada Tabel 28.
6.2.1.2. Analisis Saluran Pemasaran Gula Tebu Saluran pemasaran merupakan suatu jaringan dari semua pihak yang terlibat dalam mengalirnya produk atau jasa dari produsen kepada konsumen (Levens, 2010). Kotler (2003) menyebutkan bahwa saluran pemasaran sebagai sekumpulan organisasi yang saling terkait dalam proses membuat produk atau jasa yang tersedia untuk dikonsumsi atau digunakan. Saluran pemasaran digunakan karena produsen kekurangan sumberdaya untuk melakukan pemasaran langsung ke tangan konsumen. Proses tersebut melibatkan perantara yang berperan dalam peningkatan efisiensi dan efektivitas keseluruhan saluran pemasaran (Levens, 2010). Saluran pemasaran yang berbeda akan memberikan keuntungan yang berbeda pula pada setiap lembaga pemasaran. Saluran pemasaran dianalisis dari produsen hingga ke tangan konsumen. Saluran pemasaran gula tebu PTPN VII UU BUMA dapat dilihat pada Gambar 12. Saluran pemasaran gula tebu PTPN VII UU BUMA terdiri dari dua saluran yaitu : a. Saluran 1 : Petani Kelompok Tani Koordinator Pabrik Gula Pedagang Besar Distributor Retail Konsumen b. Saluran 2. Petani Kelompok Tani Koordinator Pabrik Gula Pedagang Besar Retail Konsumen
86
Petani yang diwakili oleh koordinator menjual gula ke pedagang besar. Pedagang besar tersebut telah terdaftar di PG sehingga berada dalam pengawasan PG. Pedagang besar melakukan penjualan melalui distributor atau langsung ke retail. Selanjutnya distributor dapat melakukan penjualan gula tersebut hingga ke tangan konsumen.
Petani Kelompok Tani
Lelang
Pabrik Gula
Koordinator 100%
Saluran 1
Pedagang Besar
Saluran 2 12.5 %
87.5% Distributor 100% Retail 100% Konsumen
Keterangan : : PG sebagai avalis (penjamin kredit) & Alur pengolahan tebu menjadi gula : Alur penjualan gula dari produsen ke konsumen : Penyerahan gula petani ke pedagang besar dari gudang PG setelah seluruh petani (diwakili koordinator) sepakat untuk menjual gula & pembayaran sudah dilakukan oleh pedagang besar
Gambar 12. Saluran Pemasaran Gula Tebu PTPN VII UU BUMA
87
6.2.2. Kegiatan Praktek Penjualan dan Pembelian Petani tebu rakyat di PTPN VII UU BUMA merupakan petani yang tergabung dalam suatu kelompok tani. Kelompok-kelompok tani tersebut kemudian memilih koordinator dengan syarat yaitu orang yang dapat dipercaya, memiliki lahan sendiri, memiliki kemampuan dalam menjual gula, memiliki jaringan/akses terhadap pembeli gula serta tergabung dalam salah satu anggota kelompok tani. Kelompok-kelompok tani mendapatkan paket kredit (bagi petani tebu rakyat) dari bank dengan avalis (penjamin) nya yaitu pabrik gula (PTPN VII UU BUMA). Kelompok tani tidak melakukan proses pembelian gula namun melakukan penjualan gula untuk membayar paket kredit. Jika telah membayar paket kredit tersebut, maka kelompok-kelompok tersebut dapat mengajukan permohonan kredit kembali untuk masa tanam berikutnya. PTPN VII UU BUMA melakukan sistem kemitraan dengan kelompokkelompok tani tebu rakyat. Sistem bagi hasil dilakukan bagi PG dan kelompok tani tebu rakyat. Bagi hasil gula yang ditetapkan yaitu 34 % untuk PG dan 66 % untuk kelompok tani. Tebu yang telah dipanen dengan jumlah 4 602 ku tebu dari lahan seluas 7.3 Ha akan menghasilkan gula sebanyak 295.54 ku dengan tingkat rendemen tertentu dan menghasilkan tetes sebanyak 117.30 ku. Maka, gula yang akan diperoleh PG sebanyak 100.48 kg dan kelompok tani sebanyak 195.06 kg Gula milik PG sebanyak 34 % yang merupakan bagian dari bagi hasil dijual dengan mekanisme lelang. Proses lelang gula hasil gilingan PTPN VII UU BUMA dilakukan di kantor direksi (Kandir) PTPN di Jakarta. Panitia lelang membuat surat undangan lelang kepada para peserta. Peserta tidak diwajibkan datang, bisa melalui perwakilan atau faksimili. Namun, biasanya lebih diutamakan
88
bagi peserta lelang yang hadir. Umumnya peserta lelang adalah para pedagang besar yang memiliki modal besar. Masing-masing peserta lelang memberikan harga penawaran di dalam amplop tertutup kemudian diberikan kepada panitia tim lelang. Selanjutnya panitia akan membuka amplop yang berisi harga penawaran masing-masing peserta dan menjelaskannya kepada forum. Peserta yang memberikan harga tertinggi dan hadir maka akan menjadi pemenang lelang. Jika harga yang diharapkan direksi berbeda dengan hasil lelang, maka dilakukan negosiasi kembali dengan pihak yang menang. Jika tidak terjadi kesepakatan, maka lelang dapat dibatalkan. Namun, jika terjadi kesepakatan maka pihak direksi akan memberikan DO sesuai dengan yang sudah dibayar pemenang lelang.Setelah itu, pihak direksi menerbitkan surat perintah kepada pihak direksi cabang (PTPN VII di Lampung) dan PG (PTPN VII UU BUMA) untuk mengeluarkan gula dalam kurun waktu satu minggu. Gula milik kelompok tani sebanyak 195.06 kg (66 % bagian petani) tidak seluruhnya dijual namun disimpan sebagai natura (untuk dikonsumsi). Jadi, 90 % gula untuk dijual dan 10 % sebagai natura. Gula yang dijual kelompok tani hanya 175.50 kg sedangkan yang disimpan untuk natura yaitu 19.56 kg. Jumlah gula yang dijual oleh kelompok tani dikalikan dengan harga gula yang berlaku. Penerimaan kelompok tani dari hasil penjualan gula kemudian dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh kelompok tani kepada PG seperti karung, finalti tebu trash, pinalti rendemen, finalti tebu bakar, dan lain-lain. Selain itu, penerimaan tersebut dikurangi pula dengan pinjaman (paket kredit) pada periode masa tanam tertentu. Adapun pinjamannya berupa pupuk, bibit, perawatan, tebang muat angkut (TMA). Selain itu, tidak hanya pokok pinjaman dari paket kredit
89
tetapi bunga pinjamannya harus dibayar oleh kelompok tani sebesar 6 %. Perhitungan bunga ini disesuaikan dengan jumlah waktu pengembalian. Misalnya, waktu pengembalian yaitu 125 hari. Maka perhitungan bunga yaitu 125 hari dibagi dengan 365 hari (jumlah hari dalam satu tahun) kemudian dikalikan dengan 6 %. Maka, bunga yang harus dibayar yaitu sejumlah tersebut dikalikan dengan pokok pinjaman. Adapula biaya yang harus dibayar kelompok tani setelah menerima hasil penjualan yaitu sekitar 2 - 5 % dari penjualan gula yang harus diserahkan pada desa setempat tergantung kesepakatan setiap kelompok tani. Hal ini sebagai pemasukan bagi desa tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka akan diperoleh pendapatan kelompok tani yang kemudian akan dibagi pada setiap petani sesuai dengan proporsi jumlah gula yang dihasilkan masing-masing petani. Penjualan gula dari sejumlah petani (diwakili koordinator) ke pedagang besar dilakukan setelah adanya kesepakatan dari seluruh anggota kelompokkelompok tani. Pedagang besar yang dapat membeli gula petani adalah pedagang besar yang telah terdaftar di PTPN VII UU BUMA. Koordinator dapat mencari pembeli gula yang dapat membeli gula petani dengan harga yang sesuai. Koordinator mendapatkan informasi harga jual gula dari pedagang besar, koordinator lain, internet, PG, dan informasi lainnya. Dalam hal ini PG menyarankan agar petani tidak menjual gula dibawah harga Rp 8 000/kg. Hal ini untuk menghindari kerugian dari petani. HPP gula tahun 2011 yaitu Rp 7 000/Kg sehingga petani dapat membayar kredit tersebut kepada bank dan mendapat keuntungan dari kegiatan usaha tersebut. Beberapa tahun yang lalu, penjualan gula milik petani pada awalnya dilakukan dengan mekanisme lelang yang difasilitasi oleh PG, namun dalam
90
proses lelang yang dilakukan tidak pernah berhasil untuk mencapai kesapakatan harga. Beberapa alasan lelang tersebut tidak berhasil: (1) harga yang ditawarkan pembeli terlalu murah, dan (2) ada syarat minimal jumlah yang harus dibeli oleh pedagang, dan harus dipenuhi oleh petani. Sehingga kadang jumlah ini sulit dipenuhi oleh petani. Akibat dari pelaksanaan sistem penjualan ini yang tidak berlangsung dengan lancar. Maka akhirnya dibuat sistem penjualan baru dimana petani dapat menjual langsung ke padagang besar. Petani dapat menentukan waktu penjualan gula jika sesuai dengan harga yang ditetapkan. Penentuan harga jual ini masih didominasi oleh pedagang besar meskipun petani memiliki keleluasaan untuk menjual gula kapanpun. Namun, semakin lama gula tersebut disimpan di gudang PG, maka semakin lama pula mereka tidak mendapatkan uang untuk membayar kredit dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jika kredit tersebut dapat dilunasi, maka kelompok-kelompok tani akan segera mendapatkan fasilitas kredit selanjutnya untuk musim awal tanam yang baru. Kesepakatan penjualan telah terjadi jika kedua belah pihak (koordinator petani dan pedagang besar) telah menandatangani surat perjanjian jual beli gula petani tebu rakyat yang dibuat oleh PG. Kedua belah pihak sepakat melaksanakan jual beli gula milik petani tebu rakyat di PTPN VII UU BUMA dengan penentuan jumlah dan harga/kg. Pembayaran tunai dapat dilakukan oleh pedagang besar paling lambat satu hari setelah tanggal surat perintah setor (SPS) gula ditandatangani. Jika lebih dari itu, maka penjualan dianggap batal. Pedagang besar mentransfer uang tersebut ke rekening PTPN VII BUMA dengan menyerahkan bukti transfer dari bank. Berdasarkan bukti dari bank, PG akan menerbitkan surat penyerahan barang (gula) petani tebu rakyat. Apabila pengambilan gula oleh
91
pedagang besar lebih dari batas waktu yang ditetapkan, maka dikenakan sewa gudang per minggu Rp 250/kuintal gula. Biaya lain yang dikeluarkan pedagang besar adalah biaya pengangkutan. Pedagang besar dapat menjual gula yang dibeli dari PG langsung ke distributor atau langsung ke pengecer. Pedagang besar yang menjual langsung ke pengecer biasanya yang memiliki jumlah gula yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan pedagang besar lainnya. Gula yang dibeli oleh distributor ataupun pengecer akan diangkut oleh pedagang besar sampai ke tempat. Hal ini menimbulkan biaya pengangkutan yang ditanggung oleh distributor. Biaya angkut mencapai Rp 75 000/ton gula atau Rp 75/kg gula. Distributor dapat menjual gula langsung ke pengecer tanpa merubah packaging dari gula tersebut. Sehingga tidak ada biaya pengemasan. Penjualan gula yang dilakukan distributor ke pengecer menimbulkan biaya pengangkutan. Biaya ini ditanggung oleh pengecer sebesar Rp 75/kg gula. Gula diangkut hingga ke kios-kios yang ada di pasar. pengecer melakukan pengemasan dengan ukuran yang lebih kecil yaitu 1 kg, ½ kg, ¼ kg, 1 ons gula pasir. Hal ini menimbulkan biaya pengemasan. Berat gula dalam satu karung gula PTPN VII UU BUMA yaitu 50 kg. Biaya pengemasan satu karung gula menjadi ukuran yang lebih kecil menimbulkan biaya pengemasan Rp 4 000/karung gula atau Rp 80/kg gula. Jadi, gula yang dijual oleh pengecer ke konsumen sudah memperhitungkan biaya-biaya yang dikeluarkan. Berdasarkan hal tersebut maka yang melakukan proses pembelian gula yaitu pedagang besar, distributor, dan retail (pedagang eceran). Sedangkan yang melakukan kegiatan penjualan gula yaitu petani-kelompoktani-koordinator, pabrik gula, pedagang besar, distributor, dan retail (pedagang pengecer). Kegiatan
92
penjualan dan pembelian gula setiap lembaga pemasaran dapat dilihat pada Tabel 29 Tabel 29. Kegiatan Penjualan dan Pembelian Gula Setiap Lembaga Pemasaran Lembaga Pemasaran Bentuk Kegiatan No Pembelian Penjualan 1 Petani x √ Kelompok Tani Koordinator 2 Pabrik Gula x √ 3 Pedagang Besar √ √ 4 Distributor √ √ 5 Retail (Pedagang Pengecer) √ √ 6.2.3. Penentuan dan Pembentukan Harga Penentuan harga gula di tingkat petani merupakan hal yang penting untuk dianalisis. Petani tebu rakyat dapat mengatur lahannya sendiri dan peran PG sebagai avalis (penjamin) kredit bank bagi petani. Oleh karena itu, PG sebatas pada penyedia fasilitas kredit dan penggilingan/pengolahan. Bagi hasil yang diperoleh petani yaitu sebesar 66 % sedangkan bagi pabrik sebesar 34 %. Bagi hasil yang diperoleh petani sebesar 66 % tidak dijual seluruhnya melainkan hanya 90 % dari bagi hasil petani yang dijual. Sedangkan 10 % dari 66 % digunakan petani sebagai natura. Penentuan pendapatan di tingkat petani diawali dengan penentuan jumlah gula yang akan di jual petani. Penentuannya yaitu dengan mengalikan seluruh komponen ini yaitu jumlah ton tebu ketika panen, rendemen gula, faktor konversi sesuai dengan ketetapan yaitu 1.003, persentase hasil bagi petani sebesar 66 %, dan persentase gula yang dijual yaitu 90 %. Selanjutnya, pendapatan petani diperoleh melalui jumlah gula yang dijual petani dikali dengan harga gula yang telah disepakati oleh petani dan pedagang besar ketika penentuan transaksi jual beli gula. Berdasarkan hal tersebut, maka
93
secara ringkas rumusnya dapat dilihat di bawah ini. Penentuan pendapatan di tingkat petani yaitu :
Jumlah gula yang dijual petani (kg) = Ton Tebu x Rendemen (%) x faktor (1.003) x hasil bagi petani (66%) x yang diberikan bagi petani (90%)
Pendapatan Petani (Rp) = Jumlah gula yang dijual petani (kg) x harga gula (Rp/kg)
Rendemen ditentukan berdasarkan pengukuran laboratorium. Rendemen yang tinggi akan memberikan kualitas gula yang baik. Hal ini menyebabkan semakin tinggi harga jual gula jika tingkat rendemennya meningkat dan sebaliknya. Jika sudah diketahui jumlah gula yang akan dijual, maka penentuan harga gula dilakukan antara petani yang diwakili koordinator dengan pedagang besar. Koordinator akan mencari pedagang besar yang dapat memberikan harga yang sesuai dengan keinginan para petani. Koordinator dapat memantau harga harga internasional, harga domestik, dan harga di Provinsi Lampung. Koordinator mendapatkan informasi harga jual gula dari pedagang besar, koordinator lain, internet, PG, dan informasi lainnya. Dalam hal ini PG menyarankan agar petani tidak menjual gula dibawah harga Rp 8 000/kg. Hal ini untuk menghindari kerugian dari petani. HPP gula tahun 2011 berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 11/M-DAG/PER/5/2011 yaitu Rp 7 000/kg. Penentuan HPP ini dimaksudkan untuk menjamin pendapatan petani tebu dan industri gula. Adanya fluktuasi harga gula menyebabkan perubahan harga setiap waktu. Oleh karena itu, koordinator bersifat menunggu hingga harga telah sesuai dengan petani. Namun, kondisi tersebut tidak akan dilakukan jika petani menginginkan gula tersebut untuk segera dijual meskipun dengan keuntungan yang sangat tipis dikarenakan kebutuhan yang sangat mendesak. Hal ini menunjukkan bahwa peran
94
pedagang besar sangat besar dalam menentukan harga kepada petani. Pedagang besar cenderung dapat mempermainkan harga petani. Hal ini menyebabkan petani mendapatkan insentif yang sedikit dan pada akhirnya cenderung meninggalkan usahatani tebu. Hal ini ditunjukkan oleh menurunnya jumlah petani tebu rakyat di PTPN VII UU BUMA tahun 2008 mencapai 10 134 orang menjadi 7 820 orang di tahun 2010 (PTPN VII UU BUMA, 2011). Penentuan harga pembelian gula di tingkat pedagang besar didasarkan pada harga penjualan di tingkat petani. Penentuan harga di tingkat pedagang besar juga berdasarkan informasi harga dari harga internasional dan harga domestik. Pedagang besar memiliki kekuatan dalam menentukan harga beli pada petani. Hal ini dikarenakan jumlah pembeli gula (pedagang besar) yang sedikit sehingga petani cenderung mengikuti harga yang telah ditetapkan pedagang besar. Harga jual gula di tingkat pedagang besar setelah memperhitungkan biaya-biaya yang telah dikeluarkan. Pada umumnya pedagang besar menjual gula ke distributor, namun adapula pedagang besar yang menjual ke tangan konsumen. Pedagang besar yang menjual langsung ke retail merupakan pedagang yang membeli gula dari petani dalam partai yang tidak terlalu besar sehingga dia akan menjualnya langsung ke retail-retail yang ada di Provinsi Lampung. Distributor yang membeli gula dari pedagang besar melakukan pembelian gula berdasarkan harga jual yang ditetapkan pedagang besar. Namun, negosiasi masih dapat dilakukan jika distributor tersebut membeli dalam jumlah banyak, frekuensi tinggi, dan sistem kepercayaan satu sama lain. Distributor menjual gula ke retail telah memperhitungkan harga beli gula dari pedagang besar, biaya-biaya, dan keuntungan.
95
Penetapan harga beli gula di retailer berdasarkan pada harga jual yang ditetapkan oleh distributor atau pedagang besar. Harga beli gula dari distributor relatif lebih tinggi dibanding dengan membeli langsung dari pedagang besar. Hal ini tergantung pada lembaga pemasaran yang terlibat. Adanya kekuatan pedagang besar dalam menentukan harga beli gula di tingkat petani berpengaruh pada harga di tingkat retail. Semua lembaga pemasaran yang terlibat akan mengeluarkan biaya dan keuntungan. Harga yang dibayarkan konsumen lebih tinggi dari harga yang berikan produsen (petani) karena adanya proses pengolahan yang meningkatkan added value. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa praktek penentuan harga gula dimulai dari pembentukan dan penentuan harga tingkat petani, pedagang besar, distributor, hingga retail.
6.2.4. Kerjasama Lembaga Pemasaran Petani yang memutuskan menjadi petani tebu rakyat secara umum dikarenakan beberapa faktor seperti modal, akses lahan ke PG, dan faktor pengalaman. Petani tebu rakyat merupakan petani yang memiliki keterbatasan modal sehingga mereka membutuhkan biaya untuk kegiatan budidaya tebu. Selain itu, adanya kemudahan akses lahan yang ditempuh merupakan faktor yang berperan dalam keputusan petani bermitra dengan PG. Faktor pengalaman bermitra dengan PG merupakan faktor lain keputusan bagi petani masuk dalam petani tebu rakyat. Kerjasama atau kemitraan yang terjalin antara petani tebu rakyat dengan PTPN VII UU BUMA menciptakan hak dan kewajiban bagi petani tebu rakyat (Tabel 30).
96
Tabel 30. Hak dan Kewajiban A. Petani Tebu Rakyat melalui Kelompok Tani terhadap PTPN VII UU BUMA Hak Kewajiban 1. Mendapatkan paket kredit yang 1. Mengikuti alur kegiatan pembiayaan ditawarkan meliputi persiapan, tebu rakyat yang ditetapkan PTPN pengolahan lahan, hingga panen dari VII UU BUMA bank melalui PTPN VII UU BUMA 2. Penyerahan agunan kepada PG sesuai dengan luas lahan yang disetujui 3. Melakukan usahatani tebu sesuai 2. Memperoleh dari sistem bagi hasil ; dengan bimbingan dan pengawasan a. 66 % gula hasil tebu yang diolah PG b. 2.5 % tetes 4. Seluruh tebu yang dipanen diolah 3. Mendapatkan bimbingan dan dan kemudian dilakukan bagi hasil pengawasan dari PG mulai dari antara petani dan PG persiapan, budidaya, panen, 5. Pengembalian pokok dan pinjaman penggilingan, dan penjualan kredit setelah penjualan hasil 4. Mendapatkan jaminan bahwa kredit produksi berupa gula dan tetes. dapat dikembalikan karena adanya perhitungannya sesuai dengan bimbingan dan pengawasan PG realisasi jumlah pemakaian (biaya 5. Mengetahui jadwal penebangan, yang digunakan) setiap kelompok tingkat rendemen, jumlah gula, dan tani jumlah tetes yang dihasilkan 6. Petani tidak diperkenankan untuk 6. Mengetahui pencatatan pemakaian menyerahkan tebunya ke pabrik gula biaya garap oleh PG lain yang bukan mitranya B. PTPN VII UU BUMA terhadap Petani Tebu Rakyat melalui Kelompok Tani Hak Kewajiban 1. Menentukan kelompok tani yang 1. Melakukan proses seleksi terhadap berhak memperoleh pembiayaan tebu kelompok tani yang mengajukan rakyat (paket kredit) pembiayaan tebu rakyat 2. Memperoleh dari sistem bagi hasil: 2. Mengelola dana & menyalurkan paket a. 34 % gula hasil tebu yang diolah kredit bagi kelompok tani yang b. Tetes mengikuti alur pembiayaan tebu rakyat 3. Memperoleh agunan milik petani sesuai dengan kebutuhan petani 3. Melakukan pengukuran lahan petani dan membuat peta kebun 4. PG berperan sebagai avalis (penjamin) bagi bank bahwa kredit yang diberikan pada petani dapat dikembalikan sesuai dengan syarat yang telah ditentukan 5. Melakukan bimbingan dan pengawasan mulai dari persiapan, budidaya, panen, penggilingan, dan penjualan 6. Memberikan jadwal penebangan, tingkat rendemen, jumlah gula, dan jumlah tetes yang dihasilkan 7. Pencatatan biaya garap dilakukan oleh PG
Petani tebu rakyat tergabung dalam kelompok tani. Peran kelompok tani diantaranya yaitu perolehan kredit dan kegiatan usahatani tebu bagi petani tebu rakyat, memberikan keputusan pada koordinator ketika akan melakukan penjualan 97
gula, dan lainnya. Petani harus mengikuti alur kegiatan pembiayaan tebu rakyat yang ditetapkan PTPN VII UU BUMA. Hal ini dimaksudkan agar petani dapat memperoleh hak dalam perolehan paket kredit dari bank. Kemitraan merupakan hal yang harus menguntungkan kedua belah pihak baik petani maupun PG. Kemitraan antara petani dan PG menimbulkan hak dan kewajiban bagi PG. hak dan kewajiban tersebut menjadi acuan bagi kedua pihak agar dapat menjalankan kemitraan dengan baik. PG berfungsi sebagai avalis (penjamin) kegiatan kredit bagi petani yang diberikan bank. Oleh karena itu, PG berkewajiban untuk menentukan kelompok yang mendapat kredit, pengawasan kegiatan usahatani hingga penjualan, dan pengelolaan dana kredit. Setelah gula siap untuk dijual, maka koordinator petani bertugas untuk mencari pembeli gula dan mewakili para petani untuk menjualkan gula mereka. Koordinator akan mendapatkan fee dari kelompok sebesar 0.2 % - 0.5 % dari hasil penjualan. Penentuan nilai ini didasarkan pada kesepakatan kelompok-kelompok tani. Koordinator mencari pembeli atau pedagang besar yang telah terdaftar identitasnya di PG. Hal ini dimaksudkan agar petani mendapatkan jaminan bahwa gula yang mereka jual telah dibeli oleh pedagang besar yang memiliki kepercayaan dalam hal pembayaran. Pembayaran dilakukan pedagang besar kepada rekening PTPN VII UU BUMA dengan batas waktu paling lambat satu hari setelah adanya Surat Perintah Setor (SPS) dari PG. Jika lebih dari batas waktu tersebut maka kegiatan jual beli dianggap batal. Pembayaran pedagang besar ke petani melalui rekening PG dilakukan secara cepat (satu hari). Namun, petani tidak mendapatkan uang langsung dari hasil penjualan gula ketika pedagang besar membayarkannya. Petani biasanya
98
harus menunggu tiga sampai lima bulan untuk pencairan hasil penjualan gula. Hal ini yang menjadi kelemahan program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) atau pemberian paket kredit pada petani tebu rakyat. Petani harus mencari penghasilan lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari selama belum diterimanya pencairan dana hasil penjualan gula. Jika dana tersebut telah cair, maka petani wajib membayar pokok pinjaman dan bunga kredit kepada bank melalui PG. Selanjutnya bank dapat memberikan kredit kembali kepada kelompok tani tersebut untuk musim tanam berikutnya.
Berdasarkan hal tersebut, terdapat
hubungan kerjasama antara petani, PG, bank, dan pedagang besar. Namun, permasalahan tenggat waktu pencairan dana hasil penjualan gula petani yang cukup lama kurang menguntungkan petani. Lembaga pemasaran lainnya seperti distributor dan retail tidak ada keterikatan khusus dalam hal penjualan atau pembelian sehingga lembaga pemasaran satu bebas melakukan penjualan gula ke lembaga pemasaran lainnya. Namun, mereka biasanya melakukan kegiatan penjualan atau pembelian berdasarkan prinsip saling ketergantungan dan saling menguntungkan. Analisis perilaku pasar yang telah dijelaskan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa terdapat lembaga pemasaran yang cenderung dominan dalam pelaksanaan kegiatan pemasaran. Lembaga pemasaran tersebut yaitu pedagang besar. Kegiatan pembelian gula milik petani yang dilakukan oleh pedagang besar cenderung menimbulkan kolusi oleh pedagang besar yang menyebabkan penentuan harga gula petani didominasi pihak tersebut. Kurangnya peran kelompok tani dalam kegiatan penjualan gula petani menyebabkan bargaining power petani yang semakin lemah.
99
6.3.
Analisis Kinerja Pasar (Market Performance)
6.3.1. Marjin Pemasaran Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga di tingkat konsumen (retail) dengan harga yang diterima petani (Tomek dan Robinson, 1990). Marjin disetiap lembaga pemasaran merupakan perbedaan antara harga jual dengan harga beli pada lembaga tertentu. Marjin pemasaran merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dan harga yang diterima produsen (Hudson, 2007). Analisis marjin pemasaran dilakukan mulai dari petani-kelompok tanikoordinator, pedagang besar, distributor, dan retail (Tabel 31). Terdapat dua saluran pemasaran gula yaitu 1) petani-kelompok tani-koordinator, pedagang besar, distributor, retail, dan 2) petani-kelompok tani-koordinator, pedagang besar, retail. Petani yang tergabung dalam kelompok tani akan menjual gula melalui koordinator kelompok tani. Petani tebu rakyat di PTPN VII UU BUMA merupakan petani yang mendapatkan fasilitas kredit dari bank dan PG sebagai avalisnya. Oleh karena itu, PG dan petani merupakan mitra yang saling bekerjasama. PG mengawasi kegiatan budidaya petani hingga proses penjualan gula. Namun, PG tidak berperan langsung dalam penjualan gula milik petani. Artinya, PG tidak memiliki kewenangan terhadap penjualan gula petani. Petani bebas melakukan penjualan kepada pedagang besar baik pedagang yang tercantum di PG atau tidak. Namun, dalam prakteknya seluruh petani tebu rakyat PTPN VII UU BUMA melakukan penjualan gula ke pedagang besar yang terdaftar di PTPN VII UU BUMA. Hal ini dikarenakan identitas pedagang besar diketahui oleh PG sehingga jika terjadi moral hazard dalam pelaksanaan jual beli antara petani yang diwakili koordinator kelompok tani dengan pedagang besar
100
maka akan mudah bagi PG untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Oleh karena itu, harga jual gula petani di kedua saluran pemasaran sama yaitu Rp 8 148/kg. Pedagang besar membeli gula dari petani di kedua saluran pemasaran dengan harga yang sama yaitu Rp 8 148/kg. Pedagang besar dapat mengambil gula milik petani di gudang milik PG dengan batas waktu tertentu sesuai Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB). Apabila pengambilan gula lebih dari batas waktu yang ditetapkan dalam SPPB maka dikenakan sewa gudang per minggu @ Rp 250/kuintal gula. Pada perhitungan marjin, diasumsikan pedagang besar mengambil gula pada waktunya sehingga tidak dibebankan biaya gudang. Pada saluran pertama, biaya yang harus ditanggung pedagang besar yaitu biaya transportasi Rp 120/kg atau Rp 120 000/ton. Biaya bongkar muat bagi tenaga kerja yaitu Rp 50/kg atau Rp 2 500/karung gula PTPN VII UU BUMA dengan berat 50 kg/karung. Biaya susut gula Rp 40/kg atau Rp 2 000/karung dengan harga jual yaitu Rp 8 850. Sedangkan di saluran kedua, yang membedakan hanya biaya susut yaitu Rp 43/kg atau Rp 2 150/karung dan harga jual Rp 8 875/kg. Maka, keuntungan yang diperoleh pedagang besar pada saluran pertama yaitu Rp 492/kg atau Rp 24 600/karung gula serta marjin yang diperoleh yaitu Rp 702/kg. Keuntungan dan marjin pedagang besar di saluran kedua lebih besar dibandingkan pada saluran satu karena harga jual lebih tinggi meskipun dengan biaya yang lebih tinggi pula. Distributor pada lembaga pemasaran satu membeli gula dari pedagang besar. Distributor menanggung biaya transportasi untuk mengambil gula dari pedagang besar dengan biaya Rp 75/kg. Biaya bongkar muat dan susut sebesar Rp 40/kg. Harga jual gula di tingkat distributor yaitu Rp 9 247/kg. Berdasarkan
101
hal tersebut, maka keuntungan distributor yaitu Rp 422/kg dan marginnya yaitu Rp 577/kg. Pada lembaga pemasaran dua, pedagang besar menjual gula langsung ke retail sehingga pada saluran ini distributor tidak berperan dalam lembaga pemasaran dua. Retail/pengecer pada saluran pemasaran satu membeli gula dari distributor. Distributor mengantarkan barang hingga ke kios-kios. Pada saluran pemasaran dua, retailer membeli langsung dari pedagang besar. Sehingga harga beli gula di tingkat retail pada kedua saluran pemasaran berbeda satu sama lain. Biaya yang dikeluarkan pengecer yaitu biaya transportasi, bongkar muat, dan pengemasan. Biaya transportasi, bongkar muat, dan pengemasan di saluran pemasaran satu sama dengan saluran dua. Gula yang dibeli dari distributor dan pedagang besar masih dalam bentuk 50 kg/karung sedangkan untuk dijual kembali ke konsumen akhir dikemas dalam bentuk yang lebih kecil. Biaya pengemasan gula di tingkat retail yaitu Rp 80/kg. Gula yang dijual pengecer ke konsumen telah memperhitungkan biaya yang dikeluarkan. Keuntungan saluran satu lebih kecil dibandingkan saluran dua. Keuntungan retail di saluran satu yaitu Rp 1 119/kg dan keuntungan disaluran dua Rp 1 540/kg. Selisih keuntungan kedua saluran tersebut yaitu Rp 421/kg. Selain itu, marjin pemasaran pengecer saluran satu lebih kecil dari saluran dua. Hal ini dikarenakan harga beli dan harga jual gula saluran satu lebih tinggi dari saluran dua.
102
Tabel 31. Marjin Pemasaran No
Uraian (Rp/Kg)
Petani, Kelompok Tani, Koordinator a. Harga Jual 2 Pedagang Besar a. Harga Beli b. Biaya Transportasi c. Biaya Bongkar Muat d. Biaya Susut e. Harga Jual f. Keuntungan g. Marjin Pedagang Besar 3 Distributor a. Harga Beli b. Biaya Transportasi c. Biaya Bongkar Muat d. Biaya Susut e. Harga Jual f. Keuntungan g. Marjin Distributor 4 Retail a. Harga Beli b. Biaya Transportasi c. Biaya Bongkar Muat d, Biaya Pengemasan e. Harga Jual f. Keuntungan g. Marjin Retail Marjin Pemasaran Total Farmer Share 1
Saluran Pemasaran 1 2 8 148
8 148
8 148 120 50 40 8 850 492 702
8 148 120 50 43 8 875 514 727
8 850 75 40 40 9 427 422 577
-
9 427 72 30 80 10 731 1 122 1 304 2 583 75.93%
8 875 75 30 80 10 600 1 540 1 725 2 452 76.87%
Berdasarkan analisis tersebut, marjin lembaga pemasaran tertinggi yaitu marjin di tingkat retail pada saluran pemasaran dua yaitu Rp 1 725/kg. Tingginya marjin tersebut disebabkan pedagang besar langsung menjual gula ke pengecer/retail tanpa melalui distributor sehingga tidak meningkatkan biaya. Sedangkan marjin lembaga pemasaran terendah yaitu di tingkat distributor pada saluran satu Rp 577/kg. Total marjin pemasaran saluran satu yaitu Rp 2 583 serta 103
total marjin pemasaran saluran dua yaitu Rp 2 452. Secara umum, total marjin pemasaran saluran satu lebih tinggi dari saluran dua. Hal ini dikarenakan banyaknya lembaga pemasaran yang menyebabkan timbulnya biaya pemasaran di setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Maka, berdasarkan analisis dapat diambil kesimpulan bahwa semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat maka semakin besar pula nilai total marjin pada suatu saluran pemasaran. 6.3.2. Farmer Share Farmer share merupakan rasio antara harga di tingkat petani terhadap harga di tingkat retail (Hudson, 2007). Farmer share merupakan perbedaan antara harga retail dan margin pemasaran (Kohls dan Uhl, 2002). Ini merupakan bagian yang diterima petani dari yang dibayarkan konsumen. Terdapat dua cara dalam menghitung farmer share yaitu marketing bill approach dan market basket approach. Marketing bill approach merupakan rasio dari nilai seluruh produksi petani terhadap nilai yang dibayarkan konsumen (Kohls dan Uhl, 2002). Sedangkan menurut Hammond dan Dahl dalam Asmarantaka (2009), marketing bill merupakan marjin pemasaran secara agregat atau pendugaan dari biaya total pemasaran dari seluruh produk pertanian yang dibeli konsumen sipil secara domestik. Perhitungannya yaitu perbedaan dari belanja total pangan oleh konsumen sipil (swasta) dikurangi nilai total penerimaan pangan yang diterima petani. Market basket approach merupakan cara untuk menghitung farmer share melalui rasio dari seluruh nilai yang diproduksi oleh petani terhadap nilai foodstore retail/pengecer. Market basket approach secara umum memiliki farmer
104
share yang lebih tinggi dibandingkan dengan marketing bill approach (Kohls dan Uhl, 2002). Namun, keduanya cenderung berubah secara bersamaan dari waktu ke waktu. Komoditi yang memiliki value added yang tinggi maka akan memiliki pangsa pasar yang tinggi. Hal ini tergantung dari nilai produk akhir yang dihasilkan. Faktor–faktor yang berpengaruh yaitu tingkat pemrosesan, tingkat keawetan barang, produk musiman, biaya transportasi, dan jumlah produk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga di tingkat petani pada saluran satu dan dua yaitu Rp 8 148/kg (Gambar 13). Sedangkan harga di tingkat retail pada saluran satu Rp 10 731/kg dan saluran dua Rp 10 600/kg. Farmer share merupakan rasio harga gula di tingkat petani dengan harga gula di tingkat retail. Meskipun harga gula tingkat petani di kedua saluran pemasaran sama, namun harga gula di tingkat retail yang berbeda menyebabkan perbedaan nilai farmer share di kedua saluran. Hasil analisis menunjukkan bahwa farmer share pada saluran kedua lebih besar dibandingkan dengan farmer share pada saluran pertama. Farmer share saluran satu sebesar 75.93 % sedangkan pada saluran dua sebesar 76.87 %. Bagian harga yang diterima petani merupakan bagian harga yang dibayar konsumen dan dinikmati oleh petani. Semakin tinggi bagian harga yang diterima petani maka nilai marjin pemasaran semakin rendah.
105
Saluran Pemasaran 1 Harga Retail
Saluran Pemasaran 2
Rp 10 731/kg Rp 10 600/kg
Marjin Pemasaran
Rp 2 583/kg
Rp 2 452/kg
Harga di tingkat petani
Rp 8 148/kg
Rp 8 148/kg
75.93 %
76.87 %
Farmer Share
Gambar 13. Efek Perbedaan Saluran Pemasaran Gula di PTPN VII UU BUMA Berdasarkan Gambar 13, saluran pemasaran yang memberikan manfaat lebih bagi petani yaitu saluran pemasaran dua. Besarnya total marjin pemasaran dan farmer share dipengaruhi oleh banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat maka total marjin pemasaran semakin tinggi karena adanya peningkatan biaya. Peningkatan biaya pemasaran akan mengurangi harga di tingkat petani kecuali harga di tingkat retail yang akan meningkat (Kohls dan Uhl, 2002). Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat maka nilai farmer share semakin rendah. Hal ini dikarenakan banyaknya lembaga pemasaran menyebabkan harga jual gula di tingkat retail meningkat akibat adanya biaya yang harus dikeluarkan lembaga pemasaran.
106
6.3.3. Analisis Integrasi Pasar Vertikal Analisis integrasi pasar vertikal merupakan seberapa jauh pembentukan harga suatu komoditi pada satu tingkat lembaga atau pasar dipengaruhi oleh harga ditingkat lembaga lainnya. Arti kata lain yaitu bagaimana harga di pasar lokal dipengaruhi oleh harga di pasar acuan dengan mempertimbangkan harga pada waktu yang lalu dengan harga pada saat ini. Perubahan harga pada pasar lokal dapat disebabkan oleh adanya perubahan marjin pada pasar lokal dan pasar acuan pada waktu yang sebelumnya (lag-time). Analisis integrasi pasar vertikal yang dianalisis yaitu integrasi jangka pendek, integrasi jangka panjang, dan elastisitas.
6.3.3.1. Integrasi Jangka Pendek Analisis integrasi pasar gula tebu pada jangka pendek dianalisis dengan menggunakan Indeks Keterpaduan Pasar (IKP) atau Index of Market Connection (IMC). Nilai Indeks Keterpaduan Pasar (IKP) atau Index of Market Connection (IMC) pada jangka pendek (short run) memperlihatkan hubungan antara pasar lokal dengan pasar acuan (Tabel 32). Analisis pertama yaitu hubungan antara petani dengan pedagang besar, distributor, retail. Hasilnya terlihat bahwa petani memiliki integrasi yang lemah dengan pedagang besar dalam jangka pendek Namun tidak memiliki hubungan integrasi dengan distributor dan retail. Hal ini ditunjukkan dengan nilai IMC yang tinggi. Artinya, perubahan harga gula di tingkat distributor dan retail pada waktu sebelumnya tidak mempengaruhi harga gula di tingkat petani pada saat ini. Analisis kedua dilakukan pada tingkat pedagang besar sebagai pasar lokal dengan distributor dan retail sebagai pasar acuan. Hasilnya terlihat bahwa dalam jangka pendek pedagang besar memiliki integrasi yang lemah dengan distributor
107
dan retail. Hal ini ditunjukkan dengan nilai IMC yang lebih besar dari satu. Artinya, harga gula dipedagang besar saat ini dipengaruhi oleh harga gula di tingkat distributor dan retail pada waktu sebelumnya meskipun memiliki hubungan yang lemah. Analisis selanjutnya yaitu hubungan antara distributor sebagai pasar lokal dan retail sebagi pasar acuan. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam jangka pendek integrasi yang terjadi diantara keduanya bersifat lemah. Hal ini mengindikasikan bahwa harga gula ditingkat distributor saat ini dipengaruhi oleh harga gula ditingkat retail pada waktu sebelumnya meskipun memiliki hubungan yang lemah.
Tabel 32. Indeks Integrasi Pasar Gula Tebu pada Jangka Pendek Pasar Lokal Petani
Pedagang Besar Distributor
Pasar Acuan Pedagang Besar Distributor Retail Distributor Retail Retail
IKP/IMC Short Run 2.77 12.27 14.53 1.10 4.17 1.11
6.3.3.2. Integrasi Jangka Panjang Nilai koefisien b2 menunjukkan hubungan jangka panjang antara pasar lokal dengan pasar acuan. Analisis pertama yaitu melihat hubungan antara pasar lokal (petani) dengan pasar acuan (pedagang besar, distributor, retail). Nilai b2 pada Tabel 38 menyatakan bahwa dalam jangka panjang petani memiliki integrasi pasar yang kuat dengan pedagang besar hal ini ditunjukkan dengan nilai b2 yang lebih besar dari 0.5. Namun, hubungan antara petani dengan distributor dan retail tidak terjadi hubungan jangka panjang. Analisis kedua menganalisis hubungan antara pasar lokal (pedagang besar) dengan pasar acuan (distributor dan retail). Hasilnya menunjukkan dalam jangka
108
panjang, integrasi antara pasar lokal dan pasar acuan bersifat lemah. Artinya harga gula ditingkat pedagang besar saat ini dipengaruhi oleh harga gula di distributor pada saat ini dan sebelumnya. Begitupun dengan retail meskipun bersifat lemah. Analisis ketiga dilakukan untuk melihat hubungan antara distributor sebagai pasar lokal dan retail sebagai pasar acuan. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam jangka panjang distributor dengan retail memiliki integrasi yang lemah yaitu sebesar 0.30. Berdasarkan hasil analisis tersebut (Tabel 33) maka dalam jangka panjang harga gula ditingkat petani saat ini sangat dipengaruhi oleh harga gula di tingkat pedagang besar pada waktu sebelumnya. Jika terjadi perubahan harga di pedagang besar sebelumnya maka akan mempengaruhi harga di tingkat petani pada saat ini. Lembaga pemasaran gula tebu dalam jangka panjang yang cepat merespon perubahan harga yaitu pedagang besar.
Tabel 33. Indeks Integrasi Pasar Gula pada Jangka Panjang Pasar Lokal Petani
Pedagang Besar Distributor
Pasar Acuan Pedagang Besar Distributor Retail Distributor Retail Retail
Long Run (b2) 0.70 -0.01 -0.06 0.33 0.16 0.30
6.3.3.3. Elastisitas Elastisitas mengukur perubahan harga ditingkat pasar lokal (petani) sebagai akibat adanya perubahan harga di pasar acuan (pedagang besar, distributor, retail). Elastisitas harga gula di pedagang besar yaitu 0.57. Artinya, jika terjadi perubahan harga gula di tingkat pedagang besar sebesar 1 persen maka akan terjadi perubahan harga ditingkat petani sebesar 0.57 persen. Elastisitas 109
harga gula di distributor yaitu 0.04. Artinya, jika terjadi perubahan harga gula di tingkat distributor sebesar 1 persen maka akan terjadi perubahan harga ditingkat petani sebesar 0.04 persen. Elastisitas harga gula di retail yaitu -0.04. Artinya jika terjadi kenaikan harga di retail sebesar 1 persen maka akan terjadi penurunan harga gula di tingkat petani sebesar 0.04. Harga gula di pedagang besar dipengaruhi oleh harga di tingkat distributor dan retail. Elastisitas transmisi harga di tingkat distributor yaitu 0.55. artinya jika terjadi kenaikan harga di tingkat distributor sebesar 1 persen maka akan menyebabkan perubahan harga di pedagang besar sebesar 0.55. Elastisitas transmisi harga di tingkat retail yaitu 0.25. Artinya jika terjadi kenaikan harga di tingkat retail sebesar 1 persen maka akan menyebabkan perubahan harga di pedagang besar sebesar 0.25. Harga gula di tingkat distributor dipengaruhi oleh harga gula di tingkat retail. Elastisitas transmisi di distributor adalah sebesar 0.38. Angka ini menunjukan bahwa jika terjadi perubahan harga gula di tingkat retail sebesar 1 persen maka akan terjadi perubahan harga di tingkat distributor sebesar 0.38 persen. Elastisitas transmisi harga gula dapat dilihat pada Tabel 34.
Tabel 34. Elastisitas Transmisi Harga Gula Pasar Lokal Petani
Pedagang Besar Distributor
Pasar Acuan Pedagang Besar Distributor Retail Distributor Retail Retail
Elastisitas 0.57 0.04 -0.04 0.55 0.25 0.38
Analisis integrasi pasar vertikal dilihat dari analisis jangka pendek, jangka panjang, dan elastisitas secara umum dapat disimpulkan bahwa perubahan harga 110
di tingkat konsumen pada waktu sebelumnya tidak ditransmisikan dengan baik ke tangan produsen (petani) pada saat ini. Hal ini berakibat pada petani yang tidak menerima atas perubahan harga gula di tingkat konsumen. Analisis integrasi pasar vertikal baik jangka pendek atau jangka panjang, petani cenderung sebagai penerima harga (price taker). Petani tidak terpengaruh oleh pasar acuan ataupun pasar lokal. Adapun kesimpulannya dapat dilihat pada Tabel 35.
Tabel 35. Hasil Analisis Integrasi Pasar Vertikal Pasar Lokal
Pasar Acuan Pedagang Besar
Petani
Distributor
Pedagang Besar Distributor
Retail Distributor Retail Retail
Indeks Keterpaduan Pasar (IKP) Short Run Long Run (β2) Lemah Tidak ada Hubungan Tidak ada Hubungan Lemah Lemah Lemah
Kuat Tidak ada Hubungan Tidak ada Hubungan Lemah Lemah Lemah
Elastisitas + + + + +
Berdasarkan hasil analisis, perubahan harga di tingkat konsumen pada saat sebelumnya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang tidak mempengaruhi perubahan harga di tingkat petani pada saat sekarang. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 14. Pada periode minggu kesatu Maret 2011 hingga minggu kelima April 2011, harga di konsumen cenderung tetap yaitu Rp 11 000/kg. Namun, harga di tingkat petani cenderung berfluktuasi. Minggu kesatu hingga minggu keempat Mei 2011 perubahan harga di tingkat konsumen cenderung tidak mempengaruhi perubahan harga gula di tingkat petani. Hal ini sesuai dengan kesimpulan analisis bahwa harga di tingkat konsumen tidak ditransmisikan hingga ke tangan produsen. Adanya perubahan harga di tingkat konsumen direspon cepat oleh distributor dan pedagang besar namun tidak oleh konsumen.
111
Gambar 14. Harga di Setiap Lembaga Pemasaran (Rp/Kg) 6.4. Implikasi Hasil Analisis Sistem Pemasaran Gula Tebu Hasil analisis sistem pemasaran gula tebu yang dianalisis dengan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP) (Tabel 36) menunjukkan bahwa pangsa pasar PTPN VII UU BUMA secara nasional masih relatif kecil. Sedangkan di Provinsi Lampung, pangsa pasar gula tebu didominasi oleh perusahaan-perusahaan swasta. Pasar gula di Provinsi Lampung cenderung terkonsentrasi dengan tingkat persaingan yang relatif kecil. Selain itu, adanya hambatan masuk industri bagi pesaing baru lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa industri gula tebu di Provinsi Lampung cenderung menghadapi struktur pasar oligopoli. Hal ini berpengaruh pada struktur PTPN VII UU BUMA terhadap industri gula di Provinsi Lampung. Struktur pasar industri gula tebu di Provinsi Lampung yang cenderung oligopoli mempengaruhi perilaku pasar PTPN VII UU BUMA. Perilaku pasar yang terjadi dalam kegiatan pemasaran didominasi oleh salah satu lembaga pemasaran yaitu pedagang besar. Hal ini terjadi pada proses penentuan dan
112
pembentukan harga gula tebu di tingkat petani. Hal ini dikarenakan terbatasnya jumlah pedagang besar yang akan membeli gula tebu milik petani yang menyebabkan bargaining position petani yang rendah. Meskipun petani tergabung dalam kelompok tani, namun peranan kelompok tani yang cenderung lemah dalam penentuan harga menyebabkan petani hanya sebagai price taker. Oleh karena itu, pentingnya peranan kelompok tani dalam upaya peningkatan posisi tawar petani dalam proses penjualan dan pembelian gula tebu. Peningkatan peranan kelompok tani dapat berupa perbaikan kualitas gula tebu melalui peningkatan rendemen, keterbukaan informasi berupa kegiatan usahatani tebu dan pemantauan harga gula tebu, dan kepercayaan setiap petani dalam kelompok tani tersebut. Jika kelompok tani dapat meningkatkan peranannya sehingga memiliki bargaining power yang tinggi dalam kegiatan pemasaran maka penentuan harga gula petani tidak didominasi oleh pedagang besar. Hal ini dapat memungkinkan petani sebagai price maker yang akan mendorong pada peningkatan pendapatan petani. Struktur pasar industri gula tebu yang cenderung oligopoli berpengaruh pada perilaku pasar yang didominasi oleh pedagang besar. Hal ini berpengaruh pula pada kinerja pasar PTPN VII UU BUMA. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat maka semakin besar pula nilai total marjin pada suatu saluran pemasaran. Hal ini dikarenakan biaya yang timbul dari setiap lembaga pemasaran. Semakin besar marjin pada saluran pemasaran menyebabkan farmer share semakin rendah. Hal ini dikarenakan perbedaan harga di tingkat retail pada kedua saluran pemasaran. Hasil lainnya menunjukkan bahwa perubahan harga di tingkat retail tidak mempengaruhi harga di tingkat petani dalam jangka pendek
113
dan jangka panjang. Hal ini kurang menguntungkan petani karena seharusnya ketika terjadi perubahan harga di tingkat retail, maka petani dapat merasakan akibat dari perubahan tersebut secara bersamaan. Namun, dalam jangka panjang perubahan harga gula di tingkat petani sangat dipengaruhi oleh harga gula di tingkat pedagang besar. Lembaga yang paling cepat merespon perubahan harga dari konsumen yaitu distributor dan pedagang besar. Analisis kinerja pasar menunjukkan bahwa petani cenderung sebagai price taker baik pada jangka pendek dan jangka panjang. Berdasarkan hal tersebut, maka struktur pasar industri gula tebu di Provinsi Lampung yang cenderung oligopoli menyebabkan pengaruh perilaku pasar di PTPN VII UU BUMA didominasi oleh salah satu lembaga pemasaran yaitu pedagang besar. Hal ini berakibat pada kinerja pasar, bahwa petani (produsen) cenderung sebagai penerima harga (price taker) baik pada jangka pendek dan jangka panjang. Maka, analisis sistem pemasaran gula tebu dengan kasus di PTPN VII UU BUMA cenderung tidak efisien. Adapun hasil analisis sistem pemasaran gula tebu dengan pendekatan SCP dapat dilihat pada Tabel 36.
114
Tabel 36. Hasil Analisis Sistem Pemasaran Gula Tebu dengan Pendekatan SCP No
Analisis
1
Struktur Pasar
Indikator a) Pangsa Pasar
b) Konsentrasi Pasar
c) Hambatan Masuk Pasar
Kesimpulan 2
Perilaku Pasar
a) Pemasaran
Hasil a. Pangsa Pasar PTPN VI UU BUMA secara nasional tahun 2010 yaitu 3.18 %. Maka, pangsa pasar PTPN VII UU BUMA terhadap industri gula nasional rendah, market power rendah, dan pengaruh yang kecil bagi pesaing secara nasional b. Pangsa Pasar PTPN VII UU BUMA di Provinsi Lampung tahun 2010 yaitu 13.60 % dan berada di posisi keempat perusahaan terbesar di Provinsi Lampung. Namun, PTPN VII UU BUMA merupakan satu-satunya PG milik pemerintah. Maka, industri gula di Provinsi Lampung didominasi pihak swasta dengan total pangsa pasar sebesar 86.40 %. Pasar gula di Provinsi Lampung menghadapi pasar yang terkonsentrasi dengan tingkat persaingan yang kecil. Hal ini ditunjukkan dengan nilai C4 sebesar 0.85 dan HHI sebesar 2 202 Terdapat hambatan masuk dalam perdagangan gula di Provinsi Lampung. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata Minimum Efficiency Scale (MES) tahun 2006 s.d 2010 sebesar 27.61. Struktur pasar cenderung oligopoly a. Lembaga dan praktek fungsi pemasaran yang terlibat yaitu petani-kelompok tanikoordinator, pabrik gula, pedagang besar, distributor, retail. Fungsi pemasaran yang dilakukan yaitu fungsi pertukaran, fisik, dan fasilitas. b. Saluran pemasaran gula tebu yang digunakan yaitu dua saluran. Saluran pertama, petani-kelompok tanikoordinator, pabrik gula, pedagang besar, distributor, retail. Saluran kedua petanikelompok tani-koordinator, pabrik gula, pedagang besar, retail.
115
No
Analisis
Indikator b) Kegiatan praktek penjualan dan pembelian
c) Penentuan dan Pembentukan harga
d) Kerjasama lembaga pemasaran
Kesimpulan
3
Kinerja Pasar
a) Marjin Pemasaran
b) Farmer Share
c) Farmer Share
d) Integrasi pasar vertikal
Hasil Seluruh lembaga pemasaran melakukan kegiatan penjualan gula tebu. Namun, gula milik petani dijual ke pedagang besar yang terdaftar di PG sedangkan gula milik PG dijual dengan menggunakan sistem lelang. Lembaga yang melakukan pembelian gula yaitu pedagang besar, distributor, dan retail Harga jual gula milik petani ditentukan oleh kesepakatan petani dan pedagang besar. Namun, dalam prakteknya penentuan harga didominasi oleh pedagang besar. Penentuan harga beli gula distributor dan retail ditentukan oleh harga jual lembaga pemasaran yang ada diatasnya. Adanya kemitraan antara petani dan PG melalui sistem bagi hasil. Namun, kemitraan kurang menguntungkan petani karena pencairan dana hasil penjualan gula milik petani yang dikelola oleh PG memerlukan waktu relatif lama (3-5 bulan dari waktu penjualan) Dominasi pedagang besar dalam penentuan harga petani dan cenderung terjadi kolusi Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat maka semakin besar pula nilai total marjin pada suatu saluran pemasaran. Marjin pemasaran saluran pertama (lembaga pemasaran lebih banyak) lebih besar dari saluran kedua (lembaga pemasaran lebih sedikit). Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat maka marjin pemasaran semakin tinggi. Hal ini menyebabkan farmer share yang semakin rendah Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat maka marjin pemasaran semakin tinggi. Hal ini menyebabkan farmer share yang semakin rendah a. Integrasi jangka pendek. Perubahan harga gula di tingkat retail (konsumen) dan distributor tidak mempengaruhi harga gula di tingkat petani. Sedangkan perubahan harga di pedagang besar mempengaruhi harga di petani meskipun memiliki integrasi yang lemah.
116
No
Analisis
Indikator
Kesimpulan
Kesimpulan akhir
Hasil b. Integrasi jangka panjang. Perubahan harga gula di tingkat petani sangat dipengaruhi oleh harga gula di tingkat pedagang besar c. Elastisitas. Lembaga yang palng cepat merespon perubahan harga konsumen yaitu distributor dan pedagang besar Petani sebagai penerima harga (price taker) baik pada jangka pendek ataupun jangka panjang Sistem pemasaran gula tebu dengan pendekatan SCP kasus di PTPN VII UU BUMA tidak efisien
117