URGENSI TA’MIR MASJID DALAM PENGELOLAAN ZAKAT PASCA TERBITNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT (Studi Terhadap Takmir Masjid Al-Huda Dukuh Ledok, Nurul Hidayah Dukuh Jurang Gunting dan Al-Musyarofah Dukuh Cebongan Kota Salatiga)
SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Strata 1 (S-1) Sarjana Syariah
Oleh: ACHMAD SAIFUDIN NIM: 21109015
JURUSAN SYARI’AH PROGDI AHWAL AL-SYAKHSIYYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2013
MOTTO
Artinya: “ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.
PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan untuk : 1. Allah SWT yang telah memberikan daya kekuatan kepada hamba. 2. Serta tak lupa untuk Guruku KH. Maslikhudin Yazid, KH, Muslimin Asy’ari, KH. Abdul Qadir, KH. Sa’dullah, KH. Zumroni KH. Mustapin, Bapak Nadzir, yang telah membimbing serta mengajarkan ilmu.
3. Ustadz-Ustadz
Sunan
Giri
Asmu’i
Abdul
Jabbar,
Mustaqim,
Mutho’un, Badrodin, Saerodin, Mbah Wali. Imam Syafi’i, Sanusi, Jamali, Fauzan. 4. Bapak ibu tercinta Rohmat dan Sofiyah, adikku Muhammad Ali Masykur yang memberikan do’a, serta dukungan. 5. Teman-teman Asrama Sunan Giri Abdul Aziz, Mustain, Mutakalim, Ibnu Rosyadi, Syarif Maulana, Muhammad Zam-Zam, Agus Rokhani, Ahmad Kalim yang selalu memberikan semangat dan motivasi 6. Teman teman AHS’ 09 terima kasih atas segala do’a dan motivasinya sehingga skripsi ini dapat selesai.
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu melampaui berbagai proses dalam penyusunan skripsi ini dengan judul URGENSI TA’MIR MASJID DALAM PENGELOLAAN ZAKAT PASCA TERBITNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT (Studi Terhadap Ta’mir Masjid Dukuh Ledok, Al-Hidayah Dukuh Jurang Gunting, Al-Musyarofah Dukuh Cebongan Kota Salatiga) guna memenuhi tugas untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam ilmu Syari‟ah pada Jurusan Syari‟ah STAIN Salatiga. Pada kesempatan ini penulis sampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih terutama kepada: 1. Bapak Dr. Imam Sotomo, M.Ag. selaku Ketua STAIN Salatiga. 2. Bapak Mubasirun M.Ag selaku Ketua Jurusan Syariah sekaligus pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu semata-mata membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun hingga terselesaikannya skripsi. 3. Bapak Ilya Muhsin, S.Hi. M,Si selaku ketua Program Studi Ahwal AlSyakhsiyah Jurusan Syariah. 4. Bapak ibu dosen STAIN Salatiga. Khususnya dosen jurusan syariah yang telah mencurahkan ilmunya selama penulis belajar di STAIN Salatiga. Demikian skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan segala keterbatasan dan kemampuan penulis sehingga skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Penulis Achmad Saifudin NIM : 21109015
ABSTRAK Saifudin,
Achmad. 2013. Urgensi Takmir Masjid Dalam Pengelolaan Zakat Pasca Terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Skripsi, Jurusan Syariah. Progam Studi Al-Ahwal AL-Syakhshiyyah STAIN Salatiga. Pembimbing Drs. H. Mubasirun, M.Ag
Kata kunci: Takmir, Masjid, Pengelolaan Zakat, Undang-Undang Penelitian ini terfokus pada takmir masjid dalam pengelolaan zakat yang dilakukan setiap tahun pada bulan ramadhan di dukuh Ledok, dukuh Jurang Gunting dan dukuh Cebongan. Sesuai dengan peraturan Undang-Undang Zakat No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat pasal 18 ayat 1(satu) pembentukan LAZ wajib mendapat izin dari menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh menteri. Izin sebagaimana yang dimaksud hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan. Sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat pasal 38 setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang. Adapun fokus penelitian ini adalah 1) Bagaimana pengelolaan zakat ta‟mir masjid dukuh Ledok, dukuh Jurang Gunting dan dukuh Cebongan kota Salatiga ? 2) Apa alasan ta‟mir masjid dalam pembentukan panitia amil zakat? 3) Bagaimana akibat hukum bagi ta‟mir masjid yang melakukan pengelolaan zakat tanpa izin dari pejabat yang berwenang? . Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian yang digunakan adalah penelitan kasus (study case). Metode pendekatan dengan metode yuridis empiris. Teknik data yang digunakan wawancara, dokumen dan observasi. Metode analisis data menggunakan metode induktif Berdasarkan hasil penelitian pelaksanaan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang pengelolaan zakat pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) belum sepenuhnya dapat diterapkan. Fakta di lapangan masih ditemukan pengelolaan zakat yang dilakukan secara swakelola atas bentukan ta‟mir masjid belum memiliki ijin resmi pengelolaan zakat sebagaimana yang diatur dalam undang-undang. Faktor yang mempengaruhi pengelolaan zakat dilakukan oleh ta‟mir masjid kota Salatiga dikarenakan kurang percayai kinerja UPZ resmi, khawatir apabila dalam penyaluran zakat tidak tepat sasaran, dengan adanya panitia „amil zakat yang dibentuk oleh ta‟mir masjid zakat warga dapat tersalurkan dengan tepat sasaran dan transparan. Akibat hukum yang diatur dalam pasal 41 UU pengelola lebih berhati-hati dalam mencatat harta zakat, tertib administrasi, memperkecil tingkat penyelewengan. Dengan adanya penerbitan Undang-Undang Zakat No.23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat ini untuk mendukung program pemerintah dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia.
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................... HALAMAN NOTA PEMBIMBING ............................................................ PENGESAHAN .............................................................................................. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................................... MOTTO .......................................................................................................... PERSEMBAHAN........................................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................... ABSTRAK ...................................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...........................................................
i ii iii iv v vi vii viii ix xiv xv xvi 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................
6
C. Penegasan Istilah ......................................................................
6
D. Tujuan penelitan .......................................................................
6
E. Manfaat Penelitian ....................................................................
7
F. Telaah Pustaka ..........................................................................
8
G. Metodelogi Penelitan ................................................................
10
H. Sistematika Penulisan ...............................................................
12
BAB II :ZAKAT DAN PENGELOLAANNYA A. Zakat 1. Pengertian Zakat ..................................................................
15
2. Sejarah Zakat Awal Perkembangan Islam ...........................
16
3. Syarat Zakat .........................................................................
18
a. Syarat-Syarat Zakat ................................................
18
1) Syarat orang yang mengeluarkan zakat .............
18
2) Syarat harta yang dizakatkan .............................
18
b. Syarat penerima zakat.............................................
20
1) Fakir .................................................................
21
2) Miskin ...............................................................
22
3) „Amil.................................................................
23
4) Muallaf .............................................................
24
5) Riqab (hamba sahaya ........................................
26
6) Gharim..............................................................
26
7) Sabilillah...........................................................
26
8) Ibnu sabil ..........................................................
27
4. Rukun Zakat .................................................................
27
5. Tujuan Zakat .................................................................
28
6. Hikmah Zakat ...............................................................
28
7. Jenis-Jenis Zakat ...........................................................
30
a) Zakat Mal ................................................................
30
1) Zakat Pertanian ..................................................
31
(a) Jenis tanaman yang dizakati ..........................
33
(b) Sumber
zakat
hasilpertaniandanperkebunan................... .....
35
(c) Nishab Zakat Pertanian .................................
36
2) Zakat Perdagangan .............................................
37
3) Zakat Binatang Ternak .......................................
40
4) Zakat Emas dan Perak ........................................
45
5) Rikaz...................................................................
46
6) Ma‟adin dan kekayaan laut ................................
46
7) Hasil Profesi .......................................................
47
8) Saham dan Obligasi ...........................................
48
9) Undian atau Kuis Berhadiah ..............................
48
b) Zakat Fitrah .............................................................
49
1.Hukum Zakat Fitrah ..............................................
50
2.Kewajiban Zakat Fitrah.........................................
51
8. Amil Zakat ....................................................................
51
a. Pengertian „Amil .....................................................
51
b. Hak dan Kewajiban „Amil ......................................
52
c. Tujuan „Amil ..........................................................
53
d. Syarat-syarat „amil ..................................................
54
B. Ta‟mir Masjid 1. Pengertian Ta‟mir Masjid ..............................................
55
2. Dasar Hukum Pengurus Ta‟mir Masjid .........................
55
3. Organisasi Ta‟mir masjid ..............................................
56
Optimalisasi Fungsi Sosial Masjid ................................
57
4.
BAB III : HASIL PENELITIAN A. Monografi dan Demografi 1. Dukuh Ledok .................................................................
59
2. Dukuh Jurang Gunting ...................................................
60
3. Dukuh Cebongan ...........................................................
61
B. Profil Masjid al-Huda Dukuh Ledok 1. Sejarah masjid al-Huda Desa Ledok ............................
63
2. Struktur Organisasi Masjid al-Huda Ledok ..................
64
3. Pengelolaan Zakat al-Huda Ledok ...............................
65
C. Profil Masjid Nurul Hidayah Dukuh Jurang Gunting 1. Sejarah Masjid Nurul Hidayah Dukuh Jurang Gunting
71
2. Struktur Organisasi Masjid Nurul Hidayah Jurang Gunting .........................................................................
71
3. Pengelolaan Zakat Nurul Hidayah Dukuh Jurang Gunting .........................................................................
72
D. Profil Masjid al-Musyarofah Dukuh Cebongan 1. Sejarah Masjid al-Musyarofah ......................................
74
2. Struktur Organisasi Masjid al-Musyarofah Cebongan..
76
3. Pengelolaan Zakat al-Musyarofah Cebongan ...............
78
E. Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat 1. Sejarah
RancanganUndang-undang
No.23/2011
tentangPengelolaan Zakat MenjadiUndang-undang No.23/2011 tentangPengelolaan Zakat .........................
79
2. Pokok-Pokok Isi Undang-Undang No. 23Tahun2011..
81
3. Perbedaan Undang-Undang No.38 Tahun 1999 dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan zakat .........................................................
85
4. Pendapat Ketua Ta‟mir Masjid Mengenai UndangUndang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat .............................................................................
86
BAB IV : ANALISIS A. Pelaksanaan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Pengelolaan Zakat di Kota Salatiga ....................................
90
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengelolaan Zakat Ta‟mir Masjid Di Kota Salatiga .........................................
96
C. AkibatHukum Bagi Takmir MasjidYang Melakukan Pengelolaan Zakat Tanpa Izin Dari Pejabat Yang Berwenang ..........................................................................
98
BAB V:PENUTUP A. Kesimpulan .........................................................................
101
B. Saran ...................................................................................
103
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL 2.1 Tabel nishab unta...................................................................................... 2.2 Tabel nishab zakat sapi dan kerbau.......................................................... 2.3 Tabel nishab zakat kambing....................................................................... 3.1 Tabel Kegiatan kemasyarakatan dukuh Ledok......................................... 3.2 Tabel Kegiatan kemasyarakatan dukuh Jurang Gunting........................... 3.3 Tabel penerimaan Zakat tahun 2010........................................................ 3.4 Tabel Penerimaan Zakat tahun 2011........................................................ 3.5 Tabel Penerimaan Zakat tahun 2012.........................................................
43 44 44 60 61 66 67 67
DAFTAR GAMBAR 3.6 Grafik Penerimaan Zakat Mal panitia „Amil Zakat Al-Huda Ledok tahun 2010-2012.................................................................................................. 68 3.7 Grafik Penerimaan zakat fitrah panitia „amil zakat Al-Huda Tahun 2010-2012................................................................................................ 69
DAFTAR LAMPIRAN SURAT REKOMENDASI DATA KELURAHAN SKK LEMBAR KONSULTASI DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya. Penuaikan zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai dengan syari‟at Islam. Zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan, kesejahteraan masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan. Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang lima yakni, syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji sangat penting peranannya dan tidak boleh diabaikan. Bahkan di dalam Al-Qur‟an setiap perintah shalat hampir selalu diikuti dengan perintah zakat. (Mahmudi, 2009:1) Dalam sejarah perzakatan, pengelolaan zakat secara konvensional dilakukan dengan tangan ke tangan. Dalam arti bahwa wajib zakat atau muzakki langsung mengeluarkan zakatnya kepada pihak yang berhak menerimanya, dengan demikian maka penyerahan secara sederhana, cepat dan langsung. Dalam ajaran islam, pemungutan zakat sebaiknya dilakukan oleh pemerintah, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat at-Taubah ayat 103:
Artinya:
”ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”(Surin, tt: 407)
Tujuan pemungutan yang dilakukan pemerintah agar para pemberi zakat tidak merasa bahwa zakat yang dikeluarkan itu sebagai kebaikan hati. Beberapa keuntungan apabila zakat dipungut oleh pemerintah yaitu: a. Para wajib zakat lebih disiplin dalam menuaikan kewajibannya dan fakir miskin lebih terjamin haknya; b. Perasaan fakir miskin lebih dapat terjaga, tidak merasa seperti orang yang meminta-minta; c. Pembagian zakat akan menjadi lebih tertib; d. Zakat yang diperuntukkan bagi kepentingan umum seperti sabilillah dapat disalurkan dengan baik karena pemerintah lebih mengetahui sasarannya. (Ali, 1998:52) Di dalam al-Qur‟an bahwa orang-orang yang berhak menerima zakat adalah 8 (delapan) asnaf, sebagaimana firman Allah SWT surat at-Taubah ayat 60
Artinya:
”Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Surin, tt: 394)
Berdasarkan ayat tersebut di atas, salah satu golongan penerima zakat adalah pengurus-pengurus zakat atau „amil zakat. Yang dimaksud dengan ‟amil zakat ialah orang yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat mulai dari pengumpulan, pencatatan, penghitungan, dan membagikan kepada mustahiq. Zakat dalam islam bukanlah suatu tugas yang hanya diberikan kepada seseorang, tetapi merupakan tugas negara. Negara wajib mengatur dan mengangkat orang yang bekerja dalam urusan zakat yang terdiri dari para pengumpul, penyimpan, penulis, penghitung dan sebagainya. (Qardhawi, 1991:545) „Amil zakat bertugas untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat, melakukan penagihan, pengambilan, dan pendistribusian yang tepat dan benar. Oleh karena itu, dalam upaya pengelolaan zakat di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2011. Sebagaimana pasal 3 (tiga) pengelolaan zakat bertujuan untuk:
1. Meningkatkan efektivitas dan efesiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; 2. meningkatkan
manfaat
zakat
untuk
mewujudkan
kesejahteraan
masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Sesuai dengan penjelasan pasal 1 (satu) Undang-Undang No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat,
maka adanya Lembaga Amil
Zakat (LAZ) sebagaimana diatur dalam pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Zakat. Dalam pasal 18 ayat (1) dijelaskan bahwa pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh menteri. Dan pasal 18 ayat (2) izin sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan paling sedikit: 1. terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah dan sosial; 2. berbentuk lembaga berbadan hukum; 3. mendapat rekomendasi dari BAZNAS; 4.
memiliki pengawasan syariat;
5. Memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya; 6. Bersifat nirlaba; 7. Memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan 8. Bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala. Faktanya praktik di kota Salatiga ketika menjelang idul fitri banyak ta‟mir masjid yang secara swadaya membentuk panitia „amil zakat yang bertugas mengumpulkan zakat yang kemudian didistribusikan kepada berhak yang menerima. Hal ini sebagaimana dilakukan oleh takmir masjid Al-Huda Ledok, masjid Al-Hidayah Jurang Gunting Kecamatan Agromulyo Kota Salatiga. Padahal di dalam pasal 38 setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang. Oleh kerena itu penulis tertarik dan mengangkat dengan judul skripsi”URGENSI
TA’MIR
MASJID
DALAM
PENGELOLAAN
ZAKAT PASCA TERBITNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT (Studi Terhadap Ta’mir Masjid Dukuh Ledok, Al-Hidayah Dukuh Jurang Gunting dan Al-Musyarofah Dukuh Cebongan Kota Salatiga)”
J. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengelolaan zakat ta‟mir masjid dukuh Ledok, dukuh Jurang Gunting dan dukuh Cebongan kota Salatiga ? 2. Apa alasan ta‟mir masjid dalam pembentukan panitia amil zakat? 3. Bagaimana akibat hukum bagi ta‟mir masjid yang melakukan pengelolaan zakat tanpa izin dari pejabat yang berwenang? K. Penegasan Istilah 1. Urgensi Keharusan yang mendesak, hal sangat penting 2. Ta‟mir masjid sekumpulan orang yang mempunyai kewajiban memakmurkan masjid. 3. Pengelolaan zakat Kegiatan
perencanaan,
pelaksanaan,
dan
pengoordinasian
dalam
pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat L. Tujuan penelitan Bertitik tolak dari pokok permasalahan di atas, maka skripsi ini memiliki tujuan utama yaitu: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan pasal 18 ayat 1 Undang-Undang No.23 tahun 2011 bagi ta‟mir masjid sebagai „amil zakat. 2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pelaksanaan zakat di masjid-masjid kota Salatiga.
3. Untuk mengetahu sanksi hukum bagi ta‟mir masjid yang menjadi „amil zakat yang tidak melaksnakan peraturan berdasarkan pasal 18 ayat 1 Undang-Undang No.23 Tahun 2011. M. Manfaat Penelitian Setelah mengetahui urgensi ta‟mir masjid dalam pengelolaan zakat pasca terbitnya Undang-Undang No.23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, maka diharapkan hasil penelitian ini dapat memeberikan kegunaan sebagai berikut: 1. Secara Teoritis Secara teoritis penelitian ini adalah untuk menambah ilmu pengetahuan
khususnya
mengenai
urgensi
ta‟mir
masjid
dalam
pengelolaan zakat pasca terbitnya Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. 2. Secara Praktis a. Untuk mengembangkan wawasan keilmuan yang telah penulis peroleh selama ini. Disamping untuk melatih dan meningkatkan berfikir alamiah dan sistematis. Memahami suatu pendapat dan alasan yang melatar belakanginya. b. Bagi masyarakat dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang urgensi ta‟mir masjid dalam pengelolaan zakat pasca terbitnya Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang pengelolaan Zakat.
Khususnya masyarakat di dukuh Ledok, dukuh Jurang Gunting dan dukuh Cebongan kota Salatiga. N. Telaah Pustaka Setelah penulis mengadakan pelaksanaan literatur yang membahas zakat ternyata cukup banyak. Dalam melakukan sebuah penelitian dibutuhkan mencari teori-teori,konsep generalisasi yang dapat dijadikan landasan dasar teoritis bagi penelitian yang dilakukan. Agar penelitian itu mempunyai dasar yang kuat untuk mendapatkan informasi mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan penelitian. Maka penulis
melakukan
telaah
kepustakaan,
maka
disini
penulis
akan
mengemukakan beberapa sumber yang dijadikan sebagai telaah pustaka, antara lain: 1. Buku Fiqih Sunah 3 sayid sabiq Jilid 3 menerangkan bahwa pengertian zakat ialah nama atau sebutan dari suatu hak Allah SWT yang dikeluarkan seseorang kepada fakir miskin. Dinamakan zakat karena di dalamnya terkandung harapan untuk memperoleh berkat, membersihkan jiwa dan memupuk pelbagai kebaikan. (Sabiq, 1978:5) 2. Buku Pedoman Zakat hasbi Ash-Shiddieqy menerangkan bahwa pengertian zakat secara lughah (bahasa) berarti nama‟ (kesuburan) thaharah (kesucian), barakah (keberkatan) dan juga berati tazkiyah tathhier (mensucikan). Sedangkan secara syara‟ memakai kalimat tersebut dengan kedua pengertian. Pertama zakat dinamakan pengeluaran harta ini
dengan zakat. Karena zakat merupakan suatu sebab yang diharapkan mendatangkan kesuburan atau menyuburkan pahala. Oleh karena itu dinamakan” harta yang dikeluarkan” itu dengan zakat. (Ash-Shiddieqy, 1953:24) 3. Buku Manajemen masjid dalam pembangunan masyarakat optimalisasi peran dan fungsi masjid Supardi dan Teuku Amiruddin menerangkan zakat didefinisikan menurut istilah syari‟at kadar (jumlah) harta tertentu, dalam waktu tertentu, diberikan kepada orang yang berhak menerimanya sesuai dengan syari‟atnya atau sesuai dengan ketentuan syari‟at. (Supardi dan Amiruddin, 2001:52) Berdasarkan
Undang-Undang
No.
23
Tahun
2011
Tentang
Pengelolaan zakat dinyatakan bahwa amil zakat bertugas untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat, melakukan peagihan, pengambilan, dan pendistribusan yang tepat dan benar. Oleh karena itu, dalam upaya pengelolaan zakat di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2011. Sebagaimana pasal 3 (tiga) pengelolaan zakat bertujuan untuk: a. Meningkatkan efektivitas dan efesiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan, b. Meningkatkan
manfaat
zakat
untuk
masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. O. Metodelogi Penelitan
mewujudkan
kesejahteraan
Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja untuk memahami suatu subyek atau obyek penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. 1. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak (Moleong, 2008:186). Responden utama adalah ketua ta‟mir masjid di dukuh Ledok, dukuh Jurang Gunting, dukuh Cebongan. b. Metode Dokumen Yaitu cara memperoleh data dengan melihat dokumen, catatan penting, dan laporan peristiwa. c. Metode Observasi Yaitu pengamatan secara langsung terhadap gejala-gejala yang diselidiki baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi yang sengaja dibuat khusus. (Surakhmad, 1990:93) 2. Metode Penentuan Subyek dan Obyek Penelitian Subyek dari penelitian adalah ta‟mir masjid Al-Huda, ta‟mir masjid Al-Hidayah Jurang Gunting, ta‟mir masjid Al-Musyarofah Cebongan yang menjadi amil zakat yang bertempat di dukuh Ledok, dukuh Jurang Gunting dan dukuh Cebongan kota Salatiga.
Sedangkan obyek penelitian adalah tentang panitia „amil zakat yang dibentuk oleh ta‟mir masjid dalam pengelolaan zakat. 3. Sumber Data Data yang penulis kumpulkan adalah jenis data kualitatif. Secara garis besar yaitu: a.
Data Primer Yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama. Dalam hal ini adalah data yang diperoleh dari lapangan tempat terjadinya tentang tindakan ta‟mir masjid sebagai „amil zakat yang tidak sesuai dengan peraturan Undang-Undang No. 23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan zakat di dukuh Ledok, dukuh Jurang Gunting, dan dukuh Cebongan kota Salatiga.
b. Data Sekunder Yaitu data yang cara memperoleh data dalam bentuk yang sudah jadi melalui publikasi dan informasi. Dengan kata lain data ini digunakan untuk menyusun landasan teori. Data sekunder ini berupa literatur buku, majalah atau media lain sebagai penunjang.
4. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kasus (study case) yang bertujuan untuk mempelajari secara
intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit lokal, individu, kelompok, lembaga masyarakat (Suryabrata, 1995:22) 5. Pendekatan Penelitian Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat yuridis empiris. Pendekatan yuridis digunakan untuk menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan. Sedangkan pendekatan empiris digunakan untuk menganalisis hukum yang dilihat sebagai perilaku masyarakat yang berpola dalam kehidupan masyarakat yang selalu berinteraksi dan berhubungan dalam aspek kemasyarakatan 6.
Metode Analisis Data Untuk menganalisis data, penulis menggunakan metode induktif yaitu berfikir dimulai dari hal-hal (fakta atau fenomena) yang khusus (particular) menuju ke generalisasi (hal-hal umum) (Upe & Damsid, 2010:5)
P. Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai judul ini, berikut adalah pokok-pokok dari isi penulis.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan berupa latar belakang masalah, rumusan masalah, penegasan istilah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, telaah pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab ini menjelaskan berupa Pengertian Zakat, Sejarah Zakat Awal Perkembangan Islam, Syarat dan Rukun Zakat, Tujuan Zakat, Hikmah Zakat, Jenis-Jenis Zakat, Pengertian Amil, Hak dan Kewajiban Amil, Tujuan amil, Syarat-syarat amil, Pengertian Ta‟mir Masjid, Dasar Hukum Pengurus Ta‟mir Masjid, Organisasi Ta‟mir masjid, Optimalisasi Fungsi Sosial Masjid BAB III HASIL PENELITIAN Bab ini menjelaskan paparan dan temuan data berupa Monografi dan Demografi Dukuh ledok, Profil Masjid al-Huda Desa Ledok, Sejarah masjid al-Huda Desa Ledok, Struktur Organisasi Masjid al-Huda Ledok, Pengelolaan Zakat al-Huda Ledok, Monografi dan Demografi Dukuh Jurang Gunting, Profil Masjid Nurul Hidayah Dukuh Jurang Gunting, Sejarah Masjid Nurul Hidayah Dukuh Jurang Gunting, Struktur Organisasi Masjid Nurul Hidayah Dukuh Jurang Gunting, Praktik Pengelolaan Zakat Nurul Hidayah Dukuh Jurang Gunting, Monografi dan Demografi Dukuh Cebongan, Struktur Organisasi Masjid al-Musyarofah Desa Cebongan, Praktik Pendistribusian Zakat al-Musyarofah Dukuh Cebongan, Sejarah Rancangan Undang-undang No.23/2011 tentang Pengelolaan Zakat Menjadi Undang-undang No.23/2011 tentang Pengelolaan Zakat., Pokok-Pokok Isi Undang-Undang No. 23 Tahun
2011, Perbedaan Undang-Undang No.38 Tahun 1999 dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan zakat, Pendapat Ketua Ta‟mir Masjid Mengenai Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. BAB IV ANALISIS Bab ini menjelaskan tentang analisis Pelaksanaan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Pengelolaan Zakat di Kota Salatiga, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengelolaan Zakat Ta‟mir masjid Di Kota Salatiga, Akibat Hukum Bagi Takmir Masjid Yang Melakukan Pengelolaan Zakat Tanpa Izin Dari Pejabat Yang Berwenang BAB V PENUTUP Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran
BAB II ZAKAT DAN PENGELOLAANNYA C. Zakat 1. Pengertian Zakat Apabila ditinjau dari segi bahasa, zakat mempunyai pengertian berkah, tumbuh, bersih dan baik. Sedangkan menurut Lisan Al Arab, arti
dasar dari kata zakat ditinjau dari segi bahasa adalah suci, tumbuh, berkah dan terpuji yang semuanya digunakan dalam Al Qur`an dan Hadist (Qardhawi, 1991:34). Sedangkan zakat secara syara‟ berarti hak yang wajib (dikeluarkan dari) harta. (Zuhayly, 1995:83) Madzhab maliki mendefinisikan dengan mengeluarkan sebagian harta yang khusus yang telah mencapai nishab (batas kuantitas yang mewajibkan
zakat)
diberikan
kepada
orang-orang
yang
berhak
menerimanya (mustahiq)-nya. Madzhab Hanafi mendefinisikan zakat dengan menjadikan sebagian harta yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus, yang ditentukan oleh syari‟at karena Allah SWT. Madzhab Syafi‟i zakat adaah sebuah ungkapan keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan cara khusus. Sedangkan Madzhab Hanbali zakat ialah hak yang wajib (dikeluarkan) dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula. Yang dimaksud dengan kelompok khusus adalah delapan kelompok yang disyariatkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur‟an Surat At-Taubah ayat 60 (Zuhayly, 1995: 83) :
Artinya: ”Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Surin, tt: 394) Muhammad Daud Ali memberikan definisi bahwa zakat adalah bagian dari harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu, dengan syarat-syarat tertentu pula. (Ali, 1998:39). 2. Sejarah Zakat Awal Perkembangan Islam Sebelum islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW diturunkan. Zakat sudah dikenal dalam syari‟at nabi Musa AS, namun hanya dikenakan pada kekayaan yang berupa ternak, seperti sapi, kambing dan unta. Zakat yang wajib yang dikeluarkan adalah 10% dari nisab yang telah ditentukan. (Anshori, 2006:4) Bangsa arab jahiliyah juga telah mengenal shodaqoh khusus sebagaimana firman Allah SWT Q.S Al-An‟am ayat 136:
Artinya: ”dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka: "Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami". Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, Maka sajian itu sampai kepada berhala-berhala mereka. Amat buruklah ketetapan mereka itu”. (Surin, tt: 291) Hasil tanaman dan dan binatang ternak mereka diperuntukkan untuk fakir miskin, berbagai macam sosial, dan untuk berhala-berhala mereka. Shodaqoh yang berlatar belakang kemusyrikan dikalangan bangsa arab jahiliyah tersebut. Setelah islam masuk di kalangan bangsa arab shodaqoh tersebut diubah menjadi zakat dan menjadi kewajiban keagamaan yang berkedudukan menjadi salah satu rukun islam. Zakat benar-benar disyari‟atkan pada tahun II Hijriyah, pada waktu Nabi Muhammad SAW masih di mekkah pada tahun pertama setelah hijriyah kewajiban yang menyangkut harta kekayaan kaum muslimin belum ditentukan batas-batasnya. Shodaqoh diperuntukkan untuk kaum fakir miskin, anak-anak yatim dan orang yang memerlukan bantuan atas dasar kerelaaan hati pemberi shodaqoh. (Anshori, 2006:5)
Sesudah Nabi hijrah ke madinah, zakat baru disyari‟atkan dan diatur secara terperinci macam-macam harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Dalam pelaksanaannya masih dilakukan dengan secara kerelaan dan kesadaran wajib zakat sendiri tanpa ada petugas negara yang melakukan pemungutan. Setelah tahun 9 hijriah baru Nabi Muhammad SAW mengutus para petugas ke daerah-daerah pedalaman jazirah arab termasuk Yaman. (Anshori, 2006:6) 3. Syarat Zakat a. Syarat-Syarat Zakat 1) Syarat orang yang mengeluarkan zakat: Orang yang wajib mengelarkan zakat (Muzzaki) adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban menuaikan zakat apabila memiliki kelebihan harta yang telah cukup haul dan nishabnya 2) Syarat harta yang dizakatkan: a) Pemilikan yang pasti, halal dan baik. Artinya, sepenuhnya berada dalam kekuasaan yang punya baik kekuasaan pemanfaatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya. (Anshori, 2006:25)
b) Berkembang
Artinya, harta berkembang, baik secara alami berdasarkan sunatullah maupun bertambah karena ikhtiar manusia. Adapula yang menyebutkan harta berkembang adalah harta yang produktif. Harta produktif adalah harta yang berkembang baik secara konkrit atau tidak. Pengembangan secara konkrit yaitu dengan cara pengembangan usaha, perdagangan, saham dan lain-lain. Harta yang tidak berkembang tidak wajib dikenai zakat. (Anshori, 2006:26) c) Melebihi kebutuhan pokok. Artinya, harta yang dimiliki oleh seseorang itu melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan bagi diri sendiri dan keluarganya untuk hidup wajar sebagai manusia. (Anshori, 2006:27) d) Bersih dari hutang Artinya harta yang dimiliki oleh seseorang itu bersih dari hutang, baik hutang kepada Allah (nazar, wasiat) maupun hutang kepada manusia. Zakat hanya dikenakan jika terbebas dari hutang, karena hutang merupakan beban yang harus ditunaikan. Walaupun seseorang memiliki banyak kekayaan tetapi jika memiliki banyak hutang maka tidak termasuk orang kaya yang harus membayar zakat, apalagi jika hutangnya lebih
besar dari kekayaan. Dan dalam islam orang yang banyak hutang disebut gharim yang berhak menerima zakat. e) Mencapai nishab Artinya, harta yang dimiliki oleh muzzaki telah mencapai jumlah (kadar) minimal yang harus dikeluarkan zakatnya. Nishab inilah yang menjadi tolok ukur suatu harta wajib dizakati. (Anshori, 2006:28) f)
Mencapai masa haul Artinya
harta
tersebut
harus
mencapai
waktu
tertentu
pengeluaran zakat, biasanya dua belas bulan qamariyah atau setiap kali setelah menuai. Harta-harta yang harus disyaratkan cukup setahun dimiliki nishabnya adalah binatang (ternak), emas dan perak, perniagaan. Sedangkan harta-harta yang tidak disyaratkan haul setiap tahun adalah tumbuh-tumbuhan ketika menuai dan barang temuan ketika ditemukan. (Anshori, 2006:29) b. Syarat penerima zakat Yang berhak menerima zakat menurut ketentuan Al-Qur‟an surat At-Taubah ayat 60
Artinya: ”Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Surin, tt: 394) 1) Fakir Mengenai pengertian fakir menurut para ulama fiqih berbeda pendapat, yaitu: a) Menurut Hanafi, fakir adalah orang yang mempunyai harta kurang dari se-nishab, atau mempunyai se-nishab atau lebih, tetapi habis dengan hajatnya (keperluannya). b) Menurut Maliki, fakir adalah orang yang mempunyai harta, sedangkan hartanya tidak mencukupi untuk keperluannya dalam satu tahun, orang yang mempunyai penghasilan tetapi tidak mencukupi kebutuhan. c) Menurut Hambali, fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta, atau mempunyai harta kurang dari seperdua keperluan.
d) Menurut Syafi‟i, fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta dan usaha, atau mempnyai harta atau usaha yang kurang dari seperdua kebutuhanya, dan tidak ada orang yang berkewajiban memberi belanja. (Anshori, 2006:29) Secara menghayati
ringkas,
pengertian
pertolongan,
yang
fakir perlu
ialah
orang
ditolong
yang dalam
menyelenggarakan keperluan hidupnya sehari-hari tidak dapat. (Ash-Shiddieqy, 1953:178) Kadar pemberian kepada seorang faqir yaitu hingga mereka dapat memenuhi hajatnya, lama pemberiannya selama satu tahun. (AshShiddieqy, 1953:178) 2) Miskin Mengenai pengertian miskin menurut para ulama fiqih berbeda pendapat, yaitu: a) Menurut Hanafi miskin adalah orang yang tidak mempunyai harta satupun. b) Menurut Maliki, miskin adalah orang yang tidak mempunyai harta satupun. c) Menurut Hambali, miskin adalah orang yang tidak mempunyai harta seperdua kebutuhannya atau lebih tetapi tidak mencukupi. d) Menurut Syafi‟i, miskin adalah orang yang mempunyai harta seperdua kebutuhannya atau lebih tetapi tidak mencukupi. Atau
orang yang biasa berpenghasilan, tetapi pada suatu ketika penghasilannya tidak mencukupi. Memiliki rumah dan perabot rumah tangga yang dipakainya sehari-hari tidak dihitung sebagai kekayaan. Menurut Ash-Shiddieqy (1953:178) miskin ialah orang fakir yang bersifat tenang, tidak meminta-minta. 3) „Amil Yaitu
orang
yang
ditugaskan
oleh
imam,
kepala
pemerintahan atau wakilnya buat mengumpulkan zakat. Jadi pemungut-pemungut
zakat,
penggembala-penggembala
termasuk ternak
para
dan
penyimpan,
yang
mengurus
administrasinya. (Sabiq, 1978:110) Sedangkan menurut Ash-Shiqqieqy (1953:183) amalahamalah zakat ialah orang yang diangkat oleh penguasa atau badan perkumpulan, untuk mengurus zakat. Badan ini dibagi menjadi empat bagian besar yaitu: a) Jubah, atau Su‟ah atau juga dinamakan Hasyarah, pekerjaanya pergi mengumpulkan atau memungut zakat dan fitrah. b) Katabah, pekerjaannya mendaftarkan zakat yang diterima dan mengira atau menghitung zakat. c) Qasamah, pekerjaanya membagi dan menyampaikan zakat atau fithrah kepada orang yang berhak menerima.
d) Hafadhah, pekerjaannya menjaga atau memelihara harta zakat atau fithrah. (Ash-Shiddieqy, 184-185) Badan „amalah ini boleh diduduki oleh orang kaya. Mereka yang kaya itu boleh menerima bagian yang tertentu untuknya (AshShiddieqy, 1953:185). Hendaknya para amalah terdiri dari orangorang islam. Zakat haram diberikan kepada keluarga Nabi yang terdiri dari Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib. (Ash-Shiddieqy, 1953:186) 4) Muallaf Yang dijinakan hatinya atau muallaf ialah golongan yang diusahakan merangkul dan menarik serta mengukuhkan hati mereka dalam keislaman disebabkan belum mantabnya keimanan mereka, atau berbuat menolak bencana yang mungkin mereka lakukan terhadap kaum Muslimin, dan mengambil keuntungan yang mungkin dimanfaatkan untuk kepentingan mereka. (Sabiq, 1978:113). Menurut fuqaha muslim terbagi menjadi empat, yaitu: a) Golongan yang terdiri dari para pemuka dan pemimpin muslimin dan ada tandingannya dari orang-orang kafir. Dengan diberi zakat diharapkan tandingan mereka masuk islam.
b) Para pemuka muslim yang beriman lemah, tetapi diikuti oleh anak buahnya. Dengan diberi zakat diharapkan bertambah kuat imannya. c) Kelompok muslimin yang dipikat oleh orang-orang kafir agar bernaung di bawah lindungan atau memasuki agama mereka. d) Segolongan kaum muslimin yang diperlukan untuk memungut pajak dan zakat dan menariknya dari orang-orang yang tidak menyerahkannya kecuali dengan pengaruh dan wibawa mereka. Untuk menghindari peperangan muslimin tadi pikat untuk membantu pemerintah. Sedangkan orang-orang kafir dibagi menjadi dua golongan, yakni: a) Orang kafir yang diberi keamanan, dengan langkah tersebut diharapkan masuk islam. b) Orang kafir yang dikhawatirkan akan berbuat bencana, sehingga dengan memberi zakat hal itu dapat dihindarkan. (Sabiq, 1978:114-115)
5) Riqab (hamba sahaya) Riqab adalah hamba sahaya yang harus dimerdekakan. Termasuk didalamnya adalah hamba yang dijanjikan oleh tuannya untuk dimerdekakan, dengan syarat ditebus dengan sejumlah uang
tertentu. Tujuanya dari pemberian zakat dari golongan ini adalah agar
dengan
uang
zakat
tersebut
mereka
dapat
segera
membebaskan diri dari perbudakan. Hal ini juga menunjukan bahwa Islam sangat menentang perbudakan. (Qardhawi, 1991:587) 6) Gharim Gharim adalah orang-orang yang memiliki tanggungan hutang, yaitu orang-orang muslim yang karena keperluannya terpaksa
berhutang
kepada
orang
lain
dan
tidak
dapat
mengembalikannya. Pemberian zakat kepada mereka adalah sekedar untuk membayar hutang tersebut. (Qardhawi, 1991:594) 7) Sabilillah Menurut bahasa aslinya, sabilillah adalah jalan Allah, jadi fisabilillah artinya di jalan Allah. Maksudnya adalah mereka yang berjuang untuk menegakkan dien Islam, termasuk dalam mustahiq zakat. Berjuang di jalan Allah tidak hanya terbatas berjuang di medan perang. Namun dapat diartikan lebih luas lagi yaitu meliputi segala persoalan kemaslahatan bagi kepentiangan Islam. Termasuk didalamnya membangun masjid, mendirikan rumah sakit, dan peningkatan sarana da‟wah Islamiah. 8) Ibnu Sabil Yang dimaksud dalam hal ini adalah musafir atau orang yang sedang bepergian jauh dan kehabisan bekal untuk mencukupi
keutuhannya selama perjalanan tersebut. Pemberian zakat kepada mereka hanya sekedar keperluan yang dibutuhkan sebagai bekal di perjalanan sampai tujuan. 4. Rukun Zakat Rukun zakat ialah mengeluarkan sebagian dari nishab (harta), dengan melepas kepemilikan terhadapnya, menjadikannya sebagai milik orang fakir, dan menyerahkannya kepadanya atau diserahkan kepada wakilnya; yakni imam atau orang yang bertugas untuk memungut zakat. (Zuhayly, 1995:98). Mengenai nishab disyaratkan harta yang dimiliki telah mencapai satu tahun penuh dan kebutuhan tersebut termasuk kebutuhan yang penting seperti pakaian, makanan, tempat kediaman, kendaraan dan sarana untuk mencari nafkah. Apabila terjadi kekurangan saat di tengah tahun maka permulaan tahun dihitung saat cukupnya harta. (Sabiq; 1982:22)
5. Tujuan Zakat Allah SWT adalah pemilik seluruh alam raya dan segala isinya, termasuk pemilik harta benda. Seseorang yang beruntung memperolehnya pada hakekatnya hanya menerima titipan sebagai amanah untuk disalurkan dan dibelanjakan sesuai dengan kehendak pemiliknya (Allah SWT).
Allah melarang manusia untuk menyia-nyiakan harta, karena menyia-nyiakan harta akan merugikan semua pihak. Allah telah menetapkan bahwa harta digunakan guna kepentingan bersama. Selain Allah melarang menyia-nyiakan harta, zakat bertujuan untuk solidaritas sosial dan mempererat hubungan persaudaraan. Kebersamaan dan persaudaraan ini akan mengantarkan kepada kesadaran menyisihkan sebagian harta kekayaan khususnya kepada mereka yang butuh, baik dalam bentuk kewajiban zakat, shadaqah dan infak. (Shihab, 1994:323325) 6. Hikmah Zakat Kesenjangan penghasilan rizeki dan mata pencaharian dikalangan manusia merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Hal ini, dalam penyelesaiannya memerlukan campur tangan Allah SWT (Zuhayly, 1995: 86). Hal ini sebagaimana firman Allah SWT di dalam surat An-Nahl 71:
... Artinya: ”dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki” (Surin, tt: 574) Zakat mengandung hikmah dan manfaat yang demikian besar dan mulia baik yang berkaitan dengan orang yang berzakat (muzakki), penerima (mustahiq), harta yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat keseluruhan. (Hafidhuddin, 2002:10)
Pertama, menjaga dan memelihara harta dari incaran mata tangan pendosa dan pencuri. Zakat merupakan pertolongan bagi orang-orang fakir dan orang-orang yang sangat memerlukan bantuan. Zakat bisa mendorong mereka untuk bekerja dengan semangat. Ketika mereka mampu melakukannya dan bisa mendorong mereka untuk meraih kehidupan yang layak. Maka masyarakat terlindung dari penyakit miskin dan negara terpelihara dari penganiayaan dan kelemahan. (Zuhayly, 1995:86-87) Kedua, sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan materialistis menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki. (Hafidhuddin, 2002:10)
Artinya: ”dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". Ketiga, zakat merupakan hak mustahiq. Maka zakat berfungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka terutama fakir miskin kearah kehidupan yang lebih baik. (Hafidhuddin, 2002:11)
Artinya: ”(yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan Menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka. dan Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghinakan. Keempat, sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana dan prasarana yang harus dimiliki umat islam, seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial, maupun ekonomi, sekaligus sarana pengembangan kualitas sumber daya manusia muslim pemerataan pendapatan. Zakat yang dikelola dengan baik, akan mampu membuka lapangan kerja dan usaha yang luas, sekaligus sebagai aset umat islam (Hafidhuddin, 2002:12-15) 7. Jenis-Jenis Zakat Zakat dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu: a) Zakat mal Menurut Mursyidi (2006:80) zakat mal adalah zakat kekayaan, artinya zakat yang dikeluarkan dari kekayaan atau sumber kekayaan itu sendiri. Pada periode makkiyah, konsep shodaqoh dan infak lebih popular daripada konsep zakat. ibadah maliah pada periode ini
mempunyai dampak sosial sangat dahsyat dengan adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) baik pribadi maupun kelompok. Banyak masyarakat yang sebelumnya lemah dan berstatus hamba sahaya berubah menjadi mandiri dan merdeka. Mereka mampu membangun pasar madinah yang bersih dari riba dan struktur perekonomian yang kuat bukan dari hasil hadiah atau pemberian dari pihak luar. (mursyidi, 2006:80) Pada periode madinah, istilah ibadah maliyah lebih popular menggunakan istilah zakat. al-Qur‟an dan Sunnah Nabi SAW menyebutkan secara eksplisit tujuh jenis harta yang waib dizakati. Ketujuh jenis harta yang wajib dizakati adalah (Mursyidi, 2006:81): 1) Zakat Pertanian Para ahli membuat istilah penyebutan zakat pertanian beraneka ragam. Ada yang menyebutkan; zakat hasil bumi, zakat tanaman dan buah-buahan, zakat biji-bijian dan buah buahan, serta tumbuhtumbuhan (nabat). (Anshori, 2006:60). Dasar hukum bagi zakat hasil bumi adalah Al-Qur‟an surah alBaqarah ayat 267:
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.(Al-Baqarah:267) Dan di dalam firman Allah SWT Q.S Al-An‟am:141
Artinya: ”dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacammacam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebihlebihan”. (Q.S Al-An‟am:141)
(a) Jenis tanaman yang dizakati Dikalangan
ulama‟
terdapat
selisih
faham
dalam
menentukan jenis hasil bumi yang terkena zakat. menurut imam Malik dan Imam Syafi‟I berpendapat bahwa tidak ada kewajiban zakat tumbuhan selain empat jenis yaitu gandum, kurma, padi, dan anggur kering. Yang kemudian menetapkan garis besar zakat hasil pertanian dan tumbuh-tumbuhan yang mengenyangkan dan dapat disimpan. (Anshori, 2006:62) Menurut madzhab Maliki, syarat-syarat tanaman dan buahbuahan yang wajib dizakati yatu: (1) Yang tumbuh dari tanah tersebut adalah biji-bijian dan tsamrah (seperti kurma anggur dan zaitun). Zakat tidak diwajibkan atas fakihah ( seperti apel, dan delima) (2) Tanaman yang tumbuh tersebut telah mencapai nishab, yaitu 5 washaq (653 Kg). satu washaq sama dengan 60 sha‟, sedangkan satu sha‟ sama dengan 4 mudd dengan ukuran mudd rasulullah SAW yakni 12 qinthar Andalusia ( Zuhayly,1995:184) Menurut Imam Syafi‟I menambahkan tiga syarat zakat tumbuhan bisa dizakati, yaitu:
(1) Tanaman yang tumbuh dari tanah tersebut merupakan tanaman yang menjadi tanaman yang mengenyangkan, bisa disimpan dan ditanam oleh manusia, misalnya dari kelompok biji-bijian hinthah (biji gandum, gandum, tembakau, jagung, beras, dan semacamnya. Dari kelompok buah seperti anggur dan kurma. Zakat tidak diwajibkan untuk golongan sayur mayur dan fakihah seperti timun ,semangka, buah delima dan rebung. (2) Tanaman tersebut telah mencapai nishab yang sempurna yakni 5 washaq atau 1600 ritl Baghdad atau ukuran damaskus yang paling shahih 342,6/7 ritl sekitar 653 Kg. ( Zuhayly, 1995:184) (3) Tanah tersebut merupakan tanah yang dimilik orang tertentu. Sebagai contoh pohon kurma yang tumbuh di padang pasir tidak wajib dizakati, karena pohon tersebut tidak dimiliki oleh orang yang tertentu. (Zuhayly, 1995:185) Madzhab Hambali menambahkan tiga syarat mengenai tumbuhan bisa dizakati: (1) Tanaman tersebut bisa disimpan, bertahan lama, bisa ditakar, bisa dikeringkan, dan ditanami manusia. (2) Tumbuhan tersebut telah mencapai nishab, yakni 5 washaq, untuk biji-bijian zakatnya setelah dibersihkan. Dan buah buahan yang sudah dikeringkan. 5 washaq sama dengan 1438 4/7 ritl mesir sama dengan 50 kaylah atau sama sama dengan 4 ardab.
Satu ardab mesir sama dengan 128 Liter air atau 96 qadh (mangkuk besar) (Zuhayly, 1995:185) (3) Tanah tersebut dimiliki oleh orang muslim yang merdeka, tanaman tersebut layak untuk dimakan tanah yang diperoleh dengan pembelian, mahar, warisan, khulu‟, penyewaan. Upah damai tidak wajib dizakati. (Zuhayly, 1995:186) (b) Sumber zakat hasil pertanian dan perkebunan Sumber zakat hasil pertanian adalah seluruh hasil pertanian atau perkebunan tersebut setelah dipotong biaya: (1) Biaya produksi atau pengelolaan lahan pertanian dan perekebunan
tersebut,
seperti
biaya
benih,
pupuk,
pemberantasan hama, dan lain sebagainya. Hal itu pengelolaan tanggungan dapat meringankan zakat hasil pertanian. (2) Hasil pertanian dan perkebunan yang dikonsumsi sendiri untuk keperluan pokok kehidupan sehari-hari keluarga petani atau pekebun. (Mufraini, 2006:82) (3) Mengenai biaya sewa tanah menurut para fuqoha berpendapat bahwa pembayaran sewa dan pajak tanah dapat mengurangi jumlah total dari hasil pertaniah dan perkebunan, hal ini menunjukkan bahwa setelah kita membayar pajak tanah tidak perlu lagi membayar zakat.
(4) Biaya selain utang, sewa dan pajak. Pendapat yang paling kuat mengatakan dibolehkan potongan dari biaya-biaya lain yang dialaokasikan untuk pengelolaan pertanian dan perkebunan. (Mufraini, 2006:83) (c) Nishab Zakat Pertanian Para ahli berpendapat bahwa, tidak ada zakat sama sekali pada tanaman dan buah-buahan sebelum mencapai 5 wasaq, yakni setelah dibersihkan dari kulit dan dedaknya. Jika belum dibersihkan artinya belum ditumbuk, maka disyari‟atkan agar cukup 10 wasaq. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Baihaqi. Rasulullah SAW bersabda:
َّ ع ْب ِد ع ْب ِد َ اَّللِ ب ِْن َ سدَّدٌ َحدَّثَنَا َّحْ ََْ َحدَّثَنَا َما ِلكٌ لَا َل َحدَّثَنِِ مَحُمََُّ ب ُْن َ َحدَّثَنَا ُم َّ ِ ُع ْنو َّ َ ُاَّلل َ ع ْن َبِْ ِو َ َالسحْ َ ِن ب ِْن َبِِ َ ْ َ َت ّ ع ْن َبِِ َ ِ ْ ٍد ْال ُ د ِْز َ ِ ُ ِ َز ٌَ دَلَت
َّ ََِّ ِ َ ل ك َ ُاَّلل َ َ ْ ْس فِْ َ ا َلَ ُّل ِم ْن َخ ٍ ُ ًْ َ س ِت َ َْعلَ ْْ ِو ًَ َلَّ َم لَا َل ل ّ ِع ْن النَّب ق َ ْ ًَ ََل فِِ َلَ َّل ِم ْن َخ ٍ اْلبِ ِل الرَّ ًْ ِد َ دَلَتٌ ًَ ََل فِِ َلَ َّل ِم ْن َخ ْ ِس َ ًَا ِ ْ س ٍت ِم ْن َّ عبْد َْس فِْ َ ا دًُن ُ اَّللِ َىرَا ت َ ْفس َ ٌُق َ دَ َلتٌ َلا َل َب َ ِْْس ْاْل َ ًَّ ِل ِإذَا َلا َل َل ِ ِم ْن ْال ٌَ ِز ت َ ًْ بََّْنٌُا (زًاه ِ َ دَلَتٌ ًَُّؤْ َخرُ َبَدًا فِِ ْال ِ ْل ِم ِب َ ا شَ ادَ َ ْى ُل الث َّ َب
ك َ ْ َخ ٍ ُ ًْ َ س ِت )َاح د ً بْيم
Artinya: ”Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Yahya telah menceritakan kepada kami Malik berkata, telah menceritakan kepada saya Muhammad bin 'Abdullah bin 'Abdurrahman bin Abu Sha'sha'ah dari bapaknya dari Abu Sa'id Al Khudriy dari Nabi Shallallahu'alaihiwasallam
bersabda: "Tidak ada zakat pada hasil tanaman kurang dari lima wasaq, tidak ada zakat unta yang kurang dari lima ekor dan tidak ada zakat pada harta (uang) kurang dari lima waaq ". Berkata, Abu 'Abdullah Al Bukhari: "Ini tafsiran awal ketika Beliau bersabda: ""Tidak ada zakat pada hasil tanaman kurang dari lima wasaq". Kemudian yang dijadikan pegangan dalam masalah ilmu selamanya adalah apa yang ditambahkan oleh perawi yang dikenal kuat atau ang mereka jelaskan" (Bukhori, tt:133) Kadar atau jumlah yang wajib dikeluarkan itu berbeda-beda melihat kepada cara mengairinya dan alat yang dipergunakan. Apabila dalam pengairannya itu mudah maka kadarnya 1/10 (sepersepuluh) dari hasil. Dan jika dialiri dengan menggunakan alat atau dengan air yang dibeli, maka kadar zakatnya 1/20 (seperduapuluh). (Sabiq, 1978:59). 2) Zakat Perdagangan Zakat perniagaan atau perdagangan adalah zakat yang dihasilkan dari keuntungan berniaga selama satu tahun (masa Haul) yang dihitung sejak waktu pembelian barangnya. Pengertian zakat perdagangan ini dikhususkan untuk usaha dagang yang dilakukan oleh perorangan dan tidak untuk perusahaan (corporate) atau hasil
industri sebuah perusahaan (Mufraini,
2006:58). Jenis aset aktivitas bisnis dan perdagangan yang dapat dikategorikan sebagai aset wajib zakat:
a) Usaha jual beli barang dan jasa, baik dalam bentuk usaha perorangan (klonthong, restoran misalnya) b) Usaha mediasi dunia bisnis dan perdagangan c) Usaha franchise d) Dan lain-lain Wajib zakat atas barang perniagaan ini didasarkan pada Firman Allah SWT:
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. Zakat
perniagaan
ini
didasarkan
atas
potensial
berkembangnya suatu harta kekayaan (usaha). Segala benda yang dapat dijadikan potensial berkembangnya terhadap suatu harta maka
dapat dikenakan zakat. Tetapi tidak semua benda yang berada dalam suatu tempat perniagaan dapat dikenai zakat. (Anshori, 2006:69) Syarat-syarat barang dagangan wajib dizakati: a) Si
muzzaki
harus
menjadi
pemilik
komoditas
yang
diperjualbelikan baik kepemilikannya itu diperoleh dari hasil usaha dagang maupun tidak. Seperti kepemilikan yang didapat dari warisan, hadiah, dan sebagainya. b) Niat untuk memperdagangkan komoditas tersebut. c) Sumber zakat harus mencapai nishab setelah dikurangi dengan biaya operasional, kebutuhan primer dan membayar utang. d) Kepemilikan atas komoditi tersebut telah melampaui masa haul penuh. (Mufraini, 2006:59) Biaya operasional tidak wajib zakat karenakan beberapa hal diantaranya: a) Aset tersebut tidak dipersiapkan untuk diperjualbelikan tetapi untuk dikonsumsi. b) Aset tersebut dikhususkan untuk kebutuhan dasar usaha. c) Aset tersebut tergolong sebagai faktor yang harus ada dalam proses produksi dan jual beli. (Mufraini, 2006:60) Nishab barang perniagaan ini sama dengan nishab emas dan perak yaitu senilai 85 gram emas, zakatnya sebesar 2,5%. Apabila
barang dagangan tersebut mengalami suatu kondisi adalah sebagai berikut: a) Barang-barang tersebut tidak laku dijual. Misalnya pedagang buku, maka apabila buku tersebut tidak laku lagi, cara menghitungnya tidak dengan harga perbuku melainkan dengan harga kertas kiloan. b) Barang-barang dagangan yang harga pasarnya dapat diketahui dengan jelas, penghitungannya bukan harga eceran, melainkan dengan harga perlusin atau perkodi. c) Pedagang barang antik yang tidak mempunyai harga pasar tetap, zakatnya diperhitungkan atas dasar pemikiran lakunya menurut pertimbangan harapan pedagang itu sendiri. d) Setelah dihitungkan harga barang selesai dilakukan, pedagang mengeluarkan zakat berupa uang, tidak berupa sebagian harta dari harta dagangannya. (Anshori, 2006:72) 3) Zakat Binatang Ternak Dalam fiqih islam, binatang ternak diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok: a) Pemeliharaan
hewan
yang
ditujukan
untuk
memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pokok atau alat produksi. Misalnya memelihara kerbau dimanfaatkan untuk kepentingan membajak sawah atau kuda dimanfaatkan sebagai alat transportasi.
b) Hewan yang dipelihara untuk tujuan produksi suatu hasil komoditas tertentu seperti binatang yang disewakan atau hewan pedaging atau hewan susu perahan. Binatang semacam ini termasuk jenis binatang ma‟lufat (binatang ternak yang dikandang). c) Hewan
yang
digembalakan
untuk
tujuan
peternakan
(pengembangbiakan). Jenis hewan ternak sepert inilah yang termasuk dalam kategori aset wajib zakat binatang ternak (zakat an‟am). (mufraini, 2006:94-95) Ternak yang dizakati di Indonesia adalah kambing atau biribiri, sapi dan kerbau (Ali, 1988:46). Dalam wajibnya zakat ternak itu disyaratkan: a) Orang islam Orang yang bukan islam walaupun mempunyai binatang tersebut tidak wajib dizakati. b) Merdeka Artinya hamba sahaya yang merdeka atas dirinya dipegang oleh orang lain, tidak wajib zakat. c) Milik sempurna Sesuatu yag dimiliki belum sempurna tidak wajib dikelauarkan zakatnya. Misalnya piutang yang belum dibayar. Meski telah mencapai nishab dan masa haulnya.
d) Cukup Nishab e) Sampai setahun lampaunya Artinya, pemailik ternak telah memiliki binatang ternak tersebut selama 1 tahun. f) Digembalakan di rumput yang mubah Artinya, binatang tersebut makan dari makanan rumput liar bukan rumput yang dibeli atau dipusakai atau sebagainya. g) Binatang yang dipakai untuk membajak sawah atau menarik gerobak, tidak wajib dizakati. (Anshori, 2006:79)
(1) Zakat Ternak Unta 2.1. Tabel nishab zakat unta Nishab 5-9
Bilangan dan Jenis Zakat 1 ekor kambing biasa/ 1 ekor kambing domba
umur 2 tahun lebih 1 tahun lebih
10-14
2 ekor kambing biasa/ 2 ekor kambing domba
2 tahun lebih 1 tahun lebih
15-19
3 ekor kambing biasa/ 3 ekor kambing domba
2 tahun lebih 1 tahun lebih
20-24
4 ekor kambing biasa 4 ekor kambing domba
2 tahun lebih 1 tahun lebih
25-35
1 ekor anak unta
1 tahun lebih
36-45
1 ekor anak unta
2 tahun lebih
46-60
1 ekor anak unta
3 tahun lebih
61-75
1 ekor anak unta
4 tahun lebih
76-90
2 ekor anak unta
2 tahun lebih
91-120
2 ekor anak unta
3 tahun lebih
121-dst
3 ekor anak unta
2 tahun lebih
Mulai dari 121 ini, dihitung tiap 40 ekor unta zakatnya 1 ekor unta yang berumur 2 tahun atau lebih.dan tiap 50 ekor unta zakatnya 1 ekor unta yang berumur 3 tahun atau lebih. Jadi 130 ekor unta zakatnya 2 ekor anak unta berumur 2 tahun dan 1 ekor anak unta berumur 3 tahun. Dan 140 ekor unta zakatnya1 ekor unta berumur 3 tahun,dan seterusnya menurut perhitungan di atas. (Anshori, 2006:75-76) (2) Zakat sapi dan kerbau 2.2 Tabel nishab zakat sapi dan kerbau Nishab 30-39
Bilangan dan jenis zakat
umur
1 ekor anak sapi atau seekor 2 tahun lebih unta
2 ekor anak sapi atau seekor kerbau 2 ekor anak sapi atau 2 ekor unta 1 ekor anak sapi atau seekor kerbau dan seekor anak sapi atau seekor kerbau
40-59 60-69 70-...
2 tahun lebih 1 tahun 2 tahun lebih 1 tahun lebih
Tiap 30 ekor sapi atau kerbau zakatnya 1 ekor anak sapi atau kerbau 1 tahun lebih, dan tiap 40 ekor sapi atau kerbau zakatnya 1 ekor anak sapi atau kerbau umur 2 tahun lebih. Zakat 100 ekor sapi atau kerbau, 2 ekor umur 1 tahun lebih dan 1 ekor umur 2 tahun. (3) Zakat kambing 2.3 Tabel nishab zakat kambing Nishab 40-120 121-200 201-399 400
Bilangan dan jenis zakat 1 ekor kambing atau 1 ekor kambing domba betina 2 ekor kambing betina atau 2 ekor kambing domba betina 3 ekor kambing betina atau 3 ekor kambing domba betina 4 ekor kambing betina atau 4 ekor kambing domba betina
umur 2 tahun lebih 1 tahun lebih 2 tahun lebih 1 tahun lebih 2 tahun lebih 1 tahun lebih 2 tahun lebih 1 tahun lebih
Tidak wajib zakat pada kambing sehingga banyaknya sampai 40 ekor. Maka jika jumlahnya 40-120 ekor dan cukup digembalakan dalam masa 1 tahun, zakatnyanya ialah 1 ekor kambing betina. Apabila jumlahnya 121-200 ekor zakatnya
ialah 2 ekor kambing betina. Jika lebih dari 300 ekor kambing maka setiap 100 ekor dikeluarkan 1 ekor kambing betina yang berumur 2 tahun atau domba yang berumur 1 tahun. (Sabiq, 1978:78) (4) Zakat Unggas Nishab untuk binatang unggas ini berbeda dengan sapi atau kambing. Unggas yang terkena wajib zakat terbatas pada unggas yang diusahakan, misalnya peternakan. Nishabnya bukan berdasarkan jumlah melainkan disetarakan dengan nishab emas yaitu sebesar 20 dinar atau sama dengan 85 gram emas murni. Artinya adalah apabila seseorang beternak unggas dan pada akhir tahun telah mencapai nishab tersebut maka dikenai wajib zakat sebesar 2,5 % 4) Zakat Emas dan Perak Termasuk dalam kategori emas dan perak adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu dimasing-masing negara. Oleh karena segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan deposito, cek, saham, atau surat berharga lainnya termasuk dalam kategori emas dan perak. Sehingga penentuan nishab dan besarnya zakat disetarakan dengan emas dan perak. (Djuanda, 2006:19)
Demikian juga pada harta kekayaan lainnya, seperti rumah, villa, kendaraan, tanah dan lain-lain. Pada perhiasan yang berupa emas dan perak asal tidak berlebihan tidak dikenai wajib zakat. 5) Rikaz Rikaz atau harta karun adalah semua harta yang ditemukan oleh seseorang dari dalam tanah atau pada tempat-tempat tertentu yang merupakan peninggalan dari orang-orang terdahulu. Apabila seorang muslim menemukan harta rikaz tersebut maka ia terkena wajib zakat sebesar seperlima dari jumlah harta yang ditemukan tersebut. Pada harta rikaz ini tidak ada ketentual haul. 6) Ma‟adin dan kekayaan laut Ma‟adin dan kekayaan laut harta ma‟din adalah bendabenda yang terdapat dalam perut bumi dan memiliki nilai ekonomis, misalnya, emas, perak, timah, batu bara, minyak bumi, batu-batuan serta hasil tambang lainnya. Sedangkan kekayaan laut adalah segala sesuatu yang dieksplotasi manusia dari dasar laut, misalnya mutiara, ambar, dan lain-lainnya. Untuk kedua jenis harta ini, nishabnya adalah sebesar 20 dinar emas murni atau 85 gram emas murni dan kadarnya adalah sebesar 2,5 % tanpa perlu mencapai haul. 7) Hasil Profesi
Zakat hasil profesi merupakan zakat yang dikeluarkan dari hasil
usaha
orang-orang
muslim
yang
memiliki
keahlian
dibidangnya masing-masing. Seperti, dokter, pengacara, dan berbagai profesi lainnya. Mengenai zakat terhadap hasil profesi, terdapat perbedaan pendapat antara para ulama. Karena memang tidak ada dalil khusus yang mewajibkan harta hasil profesi untuk dikenai zakat. Sedangkan para ulama yang berpendapat bahwa harta hasil profesi wajib zakat, berpegang pada firman Allah yang terdapat pada QS. Al Baqoroh :267, yang berbunyi :
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. (Al-Baqoroh:267) (Surin, tt: 91) Apabila dilihat dari ayat diatas maka hasil profesi dapat dimasukkan sebagai harta yang wajib zakat. Para ulama yang cenderung memasukkan harta hasil profesi sebagai harta yang wajib zakat, memberikan gambaran perbandingan antara hasil yang diperoleh oleh seorang petani dengan hasil yang diperoleh oleh seorang pegawai. Saat ini dapat diketahui bahwa penghasilan seorang pegawai dapat lebih besar dari hasil seorang petani. Oleh
karena itu, akan sangat sulit dimengerti apabila untuk seorang petani dikenai zakat sedangkan seorang pegawai tidak dikenakan zakatnya. (Djuanda,2006:27-28) Yang menjadi permasalahanya adalah berapa nishab untuk zakat hasil profesi ini karena tidak ditemukan dalil khusus yang mengaturnya. Para ulama menyamakan harta hasil profesi ini dengan harta simpanan, sehingga nishab bagi harta hasil profesi ini disamakan dengan nishab emas atau nishab uang. Yaitu, sebesar 20 dinar atau 85 gram emas murni dan kadar yang harus dikeluarkan sebesar 2,5%, yang dikeluarkan setiap tahun. (Qardhawi,1991:488) 8) Saham dan Obligasi Saham adalah hak pemilikan tertentu atas kekayaan satu Perseroan Terbatas atau atas penunjukan atas saham tersebut. Sedangkan obligasi adalah perjanjian tertulis dari bank, perusahaan, atau pemerintah kepada seseorang (pembawanya) untuk melunasi sejumlah pinjaman dalam masa tertentu dan dengan bunga tertentu pula. (Qardhawi, 1991:491) Pada hakekatnya saham dan obligasi termasuk bentuk penyimpanan harta yang mempunyai potensi untuk berkembang. Sehingga dapat dikategorikan sebagai harta yang wajib dizakati, apabila telah mencapai nishabnya. Kadarnya adalah 2,5 % dari nilai kumulatif riil bukan nilai nominal yang tertulis pada saham atau
obligasi
tersebut,
dan
zakat
dibayarkan
setiap
tahun.
(Qardhawi,1991:494) 9) Undian atau Kuis Berhadiah Harta yang diperoleh dari hasil undian dan kuis berhadiah diidentikan dengan harta hasil temuan (rikaz). Oleh karena itu, kadar zakat yang harus dikeluarkan adalah sebesar 20% dari harta yang diperoleh, tanpa syarat haul. b) Zakat Fitrah Zakat nafs (jiwa), juga disebut zakat fitrah merupakan zakat untuk mensucikan diri. dikeluarkan dan disalurkan kepada yang berhak pada bulan Ramadhan sebelum tanggal 1 syawal (hari raya Idul Fithri). Zakat ini dapat berbentuk bahan pangan atau makanan pokok sesuai daerah ditempati, maupun berupa uang yang yang sebanding dengan ukuran/harga bahan pangan atau makanan pokok tersebut. (Djuanda, 2006:18)
1) Hukum Zakat Fitrah Pendapat yang terkuat, zakat fitrah hukumnya wajib. Ini merupakan pendapat jumhur ulama, di antara mereka adalah Abul Aliyah, Atha‟ dan Ibnu Sirin, sebagaimana disebutkan Al-Imam AlBukhari. Bahkan Ibnul Mundzir telah menukil ijma‟ atas wajibnya
fitrah, walaupun tidak benar jika dikatakan ijma‟. Namun, ini cukup menunjukkan bahwa mayoritas para ulama berpandangan wajibnya zakat fitrah. Dasar mereka adalah hadits Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam:
ْ هْيَلَع ُهللا ىَّلَصَََّ شَ َكاة َ ْال ِف ْ َ ُ ض َز ُ ٌْ ُل عا ِ َِهللا ً ط ِس َ ا ُ ع ْن اب ِْن َ ُِ هللا َ َ ع ْن ُي َ ا لَا َل فَ َس َ ِ ع َ َس َز ُ ْ ْ َ َّ ْ َ َ ْ ْ ْ علَ ال َ ْب ِد ًَال ُح ِ ّس ًَالر َك ِس ًَاْلنثَ ًَال َّ ِغْ ِْس َ عا ِمن ً ِمن ت َ ْ ٍس ًْ َ ا َ ش ِ ْ ٍْس َ َ ُ َِاا إِلََ ال َّ ة َّ َ ُ ْ ِ ًَ ْال َبِْ ِْس ِمنَ ْال ُ ْس ِل ِ ْْنَ ًَ َم َس بِ َيا ن ت َؤدٍَّ ل ْب َل خ ُس ًْ ِ الن Artinya: ”Dari Ibnu Umar radhiallahu „anhuma ia mengatakan: “Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam menfardhukan zakat fitri satu sha‟ kurma atau satu sha‟ gandum atas budak sahaya, orang merdeka, laki-laki, wanita, kecil dan besar dari kaum muslimin. Dan Nabi memerintahkan untuk ditunaikan sebelum keluarnya orang-orang menuju shalat Idul Fithri.” (Bukhori, tt: 138) Dalam lafadz Al-Bukhari yang lain:
ض ٍم َحدَّثَنَا ِإ ْ َ ا ِعْ ُل ب ُْن َج ْ َف ٍس َّ َحدَّثَنَا َّحْ ََْ ب ُْن مَحُمََُِّ ب ِْن ال َ س َ ِن َحدَّثَنَا مَحُمََُّ ب ُْن َج ْي َّ ض َز ٌُ ُل َّ ِ ُ ع ْن اب ِْن ُ ع ْن ِاَّلل َ ُاَّلل َ ع ْن َ ِبْ ِو َ ٍ ِع َ َس ب ِْن نَاف َ َ ع ْن ُي َ ا لَا َل فَ َس َ ِ ع َ َس َز ْ ْ َ َّ َّ َ ْ ْ َ َ َّ َ َش علََ ْال َ ْب ِد ْس ش ن م ا ع ا ً س ت ن م ا ع ا س ط ف ال ة ا ك م ل ً و ْ ل ع اَّلل َ ل َ ْ ِ ِ ً ِ ً ِ ِ ُ َ ٍ َ ْ ٍْ َ ِ َ َ َ َ َ ُ ْ ْ َّ ْ َ ْ َ َ ْس ِم ْن ْال ُ ْس ِل ِ ْنَ ًَ َ َم َس ِب َيا َ ْن ت ُ َؤدٍَّ لَ ْب َل ب ال ً ْس غ ال ً َ ث ن اْل ً س ك ر ال ً س ح ال ِ ِ ِ َ ِ َّ َ َ ِ َ ّ ِ ُ ًَ اا ِإلََ ال َّ َل ِ َُّخ ُسً ِ الن اة ِ
Artinya: ”Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Muhammad bin As-Sakkan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Jahdham telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ja'far dari 'Umar bin Nafi' dari bapaknya dari 'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhua berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mewajibkan zakat fithri satu sha' dari kurma atau sha' dari gandum bagi setiap hamba sahaya (budak) maupun yang merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar dari kaum Muslimin. Dan Beliau memerintahkan agar menunaikannya sebelum orangorang berangkat untuk shalat ('Ied)". (Bukhori, tt: 139) 2) Kewajiban Zakat Fitrah
Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam telah menerangkan dalam hadits sebelumnya bahwa kewajiban tersebut dikenakan atas semua muslim, besar ataupun kecil, laki-laki ataupun perempuan, dan orang merdeka maupun budak hamba sahaya (baik bagi yang berpuasa atau yang tidak berpuasa juga sebagaimana seorang yang bersafar atau bepergian yang dia tidak diwajibkan berpuasa, maka mengeluarkan zakat fitrah tetap wajib baginya). 8. Amil Zakat a. Pengertian Amil Kata amil berasal dari kata „amal yang biasa diterjemahkan dengan “yang mengerjakan atau pelaksana” (Shihab, 1994:325). Amil Zakat adalah petugas yang ditunjuk oleh pemerintah atau masyarakat untuk mengumpulkan zakat, menyimpan, dan kemudian membagimembagikan kepada berhak yang menerimanya (mustahiq). Menurut eksiklopedi hukum islam, yang dimaksud amil adalah orang atau badan yang mengurus soal zakat dan shodaqah, dengan cara mengumpulkan, mencatat, dan menyalurkan atau membagikannya kepada yang berhak menerimanya menurut ketentuan agama islam. Secara bahasa amil berarti wakil, agen, kuasa, dan langganan. Kata ini berasal dari kata amila yang berarti pekerja tukang, dan pengatur pekerjaan. Pengertian amil dalam artinya yang sekarang bermula pada masa nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW
menggunakan istilah tersebut bagi orang-orang yang ditunjuk olehnya sebagai petugas yang mengumpulkan dan yang menyalurkan shadaqah dan zakat kepada mereka yang berhak menerimanya. (Shihab,tt:1989) b. Hak dan Kewajiban Amil Dalam Q.S. [9]: 60 disebutkan bahwa delapan ashnaf mereka secara keseluruhan atau sebagian diberikan harta zakat yang telah terkumpul. Tetapi apakah masing-masing mendapat seperdelapan, atau jumlah yang diperoleh masing-masing diserahkan ketetapannya kepada kebijaksanaan imam atau wakilnya. Merujuk pada firman Allah SWT dalam Q.S. [9]: 103 yang menjelaskan bahwa salah satu unsur yang terpenting dalam pengelolaan zakat adalah dibentuknya suatu lembaga zakat atau amil zakat. Para amil mengingatkan para wajib zakat, seperti petani pada waktu panen dan bidang-bidang lain, karena ada kemungkinan para wajib zakat tidak mengerti dan ada pula kemungkinan karena kikir. Para amil juga mendata siapa-siapa yang wajib menerima zakat di lingkungannya tempat bertugas secara teliti, agar jangan sampai terjadi, para mustahiq tidak menerima zakat dan sebaliknya yang tidak berhak menerimanya. Ketelitian dalam pendataan ini amat penting, sebab ada kemungkinan ada orang yang sengsara hidupnya, tetapi dia tidak mau memperlihatkan kesengsaraan hidupnya kepada orang lain. Adalah sangat baik apabila para amil mengetahui pemasukan (income) setiap
orang yang dipandang berhak menerima zakat. Hal ini sangat menentukan pembagian zakat, karena pembagiannya tidak mesti sama rata atau sama besarnya, perhatian pertama tentu ditujukan kepada fakir miskin. (Hasan, 2006:96) c. Tujuan amil Dalam bab I Pasal 3 Undang-Undang No.23 Tahun 2011 dikemukakan bahwa pengelolaan zakat bertujuan: 1) meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan 2) meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. (Tim Redaksi, 2012:196) Amil ini memiliki kekuatan hukum secara formal untuk mengelola zakat. Beberapa keuntungan formal dengan adanya „amil antara lain: (a) Menjamin kepastian dan disiplin pembayaran zakat. (b) Menjaga perasaan rendah diri para mustahiq zakat. (c) Untuk mencapai efisien dan efektivitas, serta sasaran yang tepat dalam penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada pada suatu tempat.
(d) Memperlihatkan syi'ar Islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang Islami. Sebaliknya, jika zakat diserahkan secara langsung kepada mustahiq, adalah sah, tetapi mengabaikan hal-hal tersebut di atas. Di samping itu hikmah dan fungsi zakat untuk mewujudkan kesejahteraan umat akan sulit diwujudkan. d. Syarat-syarat amil Menurut Yusuf al-Qardhawi, syarat-syarat "amil zakat" itu antara lain adalah (Qardhawi, 1991:586-589): 1) Muslim, karena zakat itu urusan kaum muslim. 2) Mukallaf, artinya orang dewasa yang sehat akal dan pikirannya 3) Jujur, dapat dipercaya, karena nanti ia akan dipercaya untuk memegang harta kaum muslimin. 4) Memahami hukum-hukum zakat. Sebab jika ia tidak memahami hal tersebut, berarti ia bukan orang yang cukup baik untuk mengemban tugas yang dibebankan kepadanya, dan memungkinkan untuk melakukan banyak kesalahan dalam tugasnya. 5) Memenuhi syarat untuk dapat melaksanakan tugasnya dan sanggup memikul tugas itu. 6) Sebagian ulama melarang kerabat Nabi Muhammad Saw untuk menjadi "amil zakat". Namun syarat ini banyak dipertentangkan.
7) Sebagian ulama mensyaratkan "amil zakat" itu laki-laki. Tetapi hal ini nampaknya tidak menutup kemungkinan wanita untuk menjadi "amil zakat" selagi tugasnya itu sesuai dengan fitrahnya sebagai wanita. 8) Sebagian ulama juga mensyaratkan "amil zakat" itu harus orang merdeka, bukan seorang hamba. D. Ta’mir Masjid 5. Pengertian Ta’mir Masjid Takmir Masjid adalah sekumpulan orang yang mempunyai kewajiban memakmurkan masjid. (kuaimogiri.wordpress.com diakses 5 Maret 2013) 6. Dasar Hukum Pengurus Ta’mir Masjid Dasar hukum mengenai pengurus masjid terdapat dalam Surat Attaubat ayat 18:
Artinya:”hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orangorang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orangorang yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Surin, tt: 381-382) Dan di dalam Q.S Ash Shaff ayat 4:
Artinya: ”Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”. (Surin, tt: 1286) 7. Organisasi Ta’mir masjid Upaya memakmurkan masjid dapat dilakukan dengan serangkaian kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa orang. Organisasi Takmir masjid dapat dibuat untuk usaha-usaha tersebut di atas. Struktur organisasinya paling tidak terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara serta Bagian-bagian yang diperlukan. Adapun kegiatan yang dilakukan meliputi : 1) Idaroh atau kegiatan administrasi, 2) Imaroh atau kegiatan-kegiatan yang mengarah kepada pembinaan jamaah serta; 3) Ri’ayah, yaitu kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan fisik (sarana dan prasarana). (kuaimogiri.wordpress.com diakses 5 Maret 2013) 8.
Optimalisasi Fungsi Sosial Masjid Selama ini kebanyakan masjid, fungsi ta‟mir berhenti pada tetaran penentuan petugas adzan iqamah, imam, khotbah, penyelenggaraan TPA dan perayaan hari besar umat islam. Untuk mengoptimalkan pola kerja
ta‟mir masjid yang berkenaan dengan penggalangan dan penyaluran dana zakat umat dapat dilaksanakan sebagai berikut (Mufraini, 2006:134-135): a) Ta‟mir masjid membuat database kesejahteraan dan kemiskinan para jamaah. Dengan membuat database tersebut bisa menjadi acuan yang valid bisa dimanfaatkan oleh lembaga BAZ atau LAZ. b) Ta‟mir masjid menyusun kalender pelaksanaan zakat terpadu baik zakat fitrah maupun zakat mal. c) Ta‟mir masjid menjadi corong sosialisasi pelaksanaan zakat antar lembaga BAZ atau LAZ. Cakupan wilayah kerja BAZ yang terbatas sangat menguras biaya dan waktu apabila BAZ harus menjangkau wilayah pelosok. Dengan adanya jaringan antara masjid dengan BAZ/LAZ dapat menggalang dana lebih banyak. Apabila jaringan organisasi nasional berjalan dengan baik maka pemerintah Indonesia akan dengan mudah melihat kantong kemiskinan. (Mufraini, 2006:142)
BAB III HASIL PENELITIAN A. Monografi dan Demografi 4. Dukuh Ledok Dukuh Ledok merupakan salah satu dukuh yang terletak di sebelah timur kelurahan Ledok. Kelurahan Ledok memiliki luas wilayah 187.33 HA, ketinggian wilayah kelurahan Ledok 500-650 m.dpl. berdasarkan data monografi dinamis kelurahan ledok bulan Maret 2013 jumlah penduduk 9842 jiwa. Dukuh Ledok sebelah timur berbatasan dengan dukuh Klumpit, Kalibening. Sebelah selatan berbatasan dengan dukuh Kalibening, dukuh Jurang Gunting. Sebelah barat berbatasan dengan dukuh Ringinawe, kelurahan Tegalrejo. Sebelah utara dukuh Klumpit, desa Gendongan, desa Nanggulan. Dukuh Ledok sendiri memiliki 1 Rukun Warga (RW) dan 4 Rukun Tetangga (RT) dengan jumlah 320 Kepala Keluarga. Berdasarkan pemaparan Bapak Khamim Kuncoro selaku ketua RW di dukuh Ledok 15 % warga dukuh Ledok berprofesi sebagai
pedagang, 10% sebagai guru, 20% berprofesi sebagai buruh, 5% pembantu rumah tangga, 10% sebagai wiraswasta, 3% sebagai tentara, 2% polisi, 13% berprofesi sebagai karyawan, 15% sebagai pelajar, 7% lainlain. Dari seluruh warga terdidik di dukuh Ledok 15% belum/tidak sekolah. Lulusan SD sebanyak 15%, SMP 15%, Lulusan SMA/SMK 50%, Lulusan perguruan tinggi 5%. Di dukuh Ledok memiliki 1 lembaga pendidikan PAUD, 1 TPQ dan Madrasah Diniyah , 1 lembaga pendidikan TK/RA, 1 lembaga pendidikan Sekolah Dasar, dan 1 lembaga pendidikan Sekolah Menengah Pertama. Mengenai kegiatan kemasyarakatan desa Ledok sebagai berikut: 3.1 Tabel Kegiatan kemasyarakatan dukuh Ledok NO 1
KEGIATAN
HARI
2
Perkumpulan Remaja Masjid Al- 1 bulan sekali Huda 1 minggu sekali PKK
3
Pengajian yasinan
Malam jum‟at
4
Pengajian kitab tafsir iqlil
Malam minggu
5
Pengajian malam selasa
Malam selasa
6
Pengajian malam kamis
Malam kamis
7
Al-barjanji anak-anak
Malam jum‟at
8
Al-barzanji ibu-ibu
Malam sabtu
5. Dukuh Jurang Gunting Dukuh Jurang Gunting merupakan salah satu dukuh di Kelurahan Ledok. Secara geografis Dukuh Jurang Gunting sebelah timur berbatasan dengan Dukuh Kalibening, Dukuh Krasak. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tingkir. Sebelah Barat berbatasn dengan desa Argomas, desa Pendem. Sebelah Utara berbatasan dengan Dukuh Ledok, Dukuh Klumpit. Berdasarkan pemaparan Slamet Widodo selaku ketua RW di dukuh Jurang Gunting 5 % warga dukuh Jurang Gunting berprofesi sebagai petani, 10% sebagai guru, 20% berprofesi sebagai buruh, 10% pembantu rumah tangga, 10% sebagai wiraswasta, 23% berprofesi sebagai karyawan pabrik, 15% sebagai pelajar, 7% lain-lain. Dari seluruh warga terdidik di dukuh jurang Gunting 10% belum/tidak sekolah. Lulusan SD sebanyak 15%, lulusan SMP 15%, Lulusan SMA/SMK 55%, Lulusan perguruan tinggi 5%. Di dukuh Jurang Gunting hanya memiliki 1 lembaga pendidikan PAUD, dan 1 lembaga pendidikan TPQ dan Madrasah Diniyah. Mengenai kegiatan kemasyarakatan dukuh Jurang Gunting sebagai berikut: 3.2 Tabel Kegiatan kemasyarakatan dukuh Jurang Gunting
NO
KEGIATAN
HARI
1
Perkumpulan Remaja Masjid
1 bulan sekali
2
PKK
1 minggu sekali
3
Pengajian yasinan
Malam jum‟at
4
Pengajian Ibu-Ibu
Malam Selasa
5
Al-Barjanzi anak-anak
Malam minggu
6
Pengajian Rutin mingguan
Tiap 1 minggu sekali
6. Dukuh Cebongan Dukuh Cebongan merupakan salah satu wilayah di Kelurahan Cebongan. Secara georafis, Dukuh Cebongan sebelah timur berbatasan dengan desa Tingkir, sebelah selatan berbatasan dengan desa Noborejo, sebelah barat berbatasan dengan desa Perumasan, desa Argamas. Sebelah utara berbatasan dengan kelurahan Ledok, kelurahan Tegalrejo. Kelurahan Cebongan memiliki luas wilayah 138,10 HA, ketinggian wilayah kelurahan Cebongan 650-700 m.dpl. Berdasarkan data monografi dinamis kelurahan Cebongan bulan Januari 2013 jumlah penduduk 4568 jiwa. Berdasarkan pemaparan Bapak Tarjo selaku ketua RW di dukuh Cebongan 15 % warga dukuh cebongan berprofesi sebagai pedagang, 10% sebagai guru, 20% berprofesi sebagai buruh, 5% pembantu rumah tangga,
10% sebagai wiraswasta, 3% sebagai tentara, 2% polisi, 13% berprofesi sebagai karyawan, 15% sebagai pelajar, 7% lain-lain. Dari seluruh warga terdidik di dukuh cebongan 5% belum/tidak sekolah. Lulusan SD sebanyak 20%, lulusan SMP 20%, Lulusan SMA/SMK 50%, Lulusan perguruan tinggi 5%. Di dukuh Cebongan memiliki 1 lembaga pendidikan PAUD, 1 lembaga pendidikan TK/RA, 1 lembaga pendidikan TPQ dan Madrasah Diniyah 3 Lembaga pendidikan Sekolah Dasar.
B. Profil Masjid al-Huda Dukuh Ledok 1. Sejarah masjid al-Huda Dukuh Ledok Masjid Al-Huda terletak di dukuh Ledok tepatnya di jalan Argotunggal RT. 02 RW. 07. Masjid Al-Huda ini di bangun di atas tanah wakaf dari KH. Dalhar dengan luas tanah 1657 m 2. Daya tampung masjid Al-Huda Ledok ini memuat 250 orang jamaah putra maupun putri. Di area masjid Al-Huda terdapat kolam untuk mandi dan wudhu yang bersumber dari mata air. Kolam tersebut merupakan peninggalan dari KH. Dalhar yang sudah direnovasi. Disekitar area itu pula terdapat TPQ
dan Madrasah Diniyah yang hingga kini masih digunakan untuk belajar agama. Berdasarkan pemaparan dari KH. Mashudi tentang sejarah ringkas berdirinya masjid Al-Huda sebagai berikut : Masjid Al-Huda dibangun di atas tanah wakaf dari KH dalhar. Masjid al-huda dibangun pada tahun 1888 bersamaan dengan napak tilas berupa tempat menumbuk beras terbuat dari batu (lumpang). KH. Dalhar adalah sosok kyai yang memiliki ilmu laduni. Beliau pernah belajar di salah satu pondok pesantren Jawa Timur. Beliau membuat padasan (penampungan air) yang berfungsi untuk sebagai tempat wudhu. Setiap kali waktu sholat KH Dalhar menjadi imam rawatib masjid, setelah beliau wafat di ganti oleh Kyai Zarkasih selama 4 tahun menjadi imam rawatib. Setelah Kyai Zakarsih meninggal, imam masjid diganti oleh KH Humam dan KH Mashuri selama 30 tahun. KH Humam pada tahun 2010 beliau menghembuskan nafas terakhir dikarenakan sakit. Selang 2 tahun kemudian KH.Masyhuri meninggal dunia. Dan sekarang imam masjid digantikan oleh Kyai Muzamil. Sedangkan KH. Masyhudi
menjabat
menjadi Ketua Ta‟mir selama 25 tahun (wawancara dengan KH. Mashudi hari Rabu tanggal 19 juni 2013) 2. Struktur Organisasi Masjid al-Huda Ledok Untuk memaksimalkan kinerja di bidang kemakmuran masjid, maka perlu adanya susunan kepengurusan masjid. Berdasarkan temuan
data di lapangan bahwa susunan kepengurusan masjid Al-Huda Desa Ledok sebagai berikut: a. Pelindung
: Kepala desa Ledok
b. Penasehat
: 1. Ketua RW Ledok 2. Ketua RT Ledok
c. Ketua Takmir
: KH. Mashudi
d. Seksi Bendahara
: Bp. Tuseno
e. Seksi dakwah
: Muh. Amin
f. Seksi perlengkapan
: 1. Bpk. Barun 2. Bpk. Ridwan
g. Seksi Humas
: 1. Bpk Rohmat 2. Bpk Slamet Haryanto
Sedangkan susunan kepengurusan bidang zakat di masjid AlHuda Ledok sebagai berikut: Panitia Zakat Al-Huda periode tahun 2009-2012 1) Ketua Panitia zakat
: KH.Mashudi
2)
: a. Ummi Atiyah
Sekretaris
b. Fina Farikhah 3) Seksi pendistribusian
: a. Ahmad Salim b. Miftahul Jamal c. Muhammad Lutfi d. Imam Setyawan
3. Pengelolaan Zakat al-Huda Ledok Pembentukan panitia „amil zakat di dukuh Ledok dilakukan secara swadaya pada tahun 1991. KH. Masyhudi memberi saran kepada KH. Masyhuri untuk membentuk sebuah panitia „amil zakat. Setelah disetujui Pada saat itu panitia „amil zakat di ketuai oleh KH.Masyhuri.
pada
masa
kepimpinan
KH.Masyhuri
tidak
berlangsung lama dikarenakan orang yang mau mengumpulkan zakat jumlahnya hanya sedikit. Oleh karena itu, KH. Masyhuri menyerahkan jabatannya kepada KH.masyhudi hingga saat ini. Panitia „amil zakat hanya dilakukan setahun sekali yaitu pada pertengahan bulan Ramadhan. Setelah bulan Ramadhan panitia „amil zakat ini dibubarkan. (wawancara dengan KH. Masyhudi hari Rabu tanggal 19 Juni 2013) a. Pengumpulan Zakat Berdasarkan pemaparan hasil data yang dihimpun dari ketua ta‟mir masjid Al-Huda Ledok selaku ketua panitia zakat. Pengumpulan zakat dilaksanakan pada tanggal 20 Ramadhan hingga 27 Ramadhan. Tempat pengumpulan dan pendistribusian zakat di kediaman rumah Ta‟mir masjid KH. masyhudi Dalam pengumpulan zakat ini diperbantukan remaja masjid Al-Huda sejumlah 5 orang. 3.3 Tabel penerimaan zakat Al-Huda tahun 2010
NO JENIS ZAKAT
1
zakat fitrah
JUMLAH 1100 kg*(hasil perkalian dari jumlah muzakki 440 jiwa dikalikan 2,5 kg)
2
zakat mal Rp.1.000.000 Sumber: data panitia zakat Al-Huda tahun 2010 Berdasarkan temuan data yang diperoleh dilapangan bahwa
pengumpulan zakat yang diterima pada tahun 2010 jumlah zakat fitrah sebanyak 1100 Kg dengan jumlah muzakki 440 jiwa. Setiap orang dibebani 2,5 kg beras. Sedangkan jumlah zakat mal sebanyak Rp.1.000.000,00.
3.4 Tabel Penerimaan Zakat Al-Huda tahun 2011 NO JENIS ZAKAT 1 Zakat fitrah
JUMLAH 1085 kg* (hasil perkalian dari jumlah muzakki 434 orang di kalikan 2,5 kg)
2 Zakat mal
Rp.800.000
Sumber: data panitia zakat Al-Huda tahun 2011 Pada tahun 2011 hasil zakat yang berhasil dikumpulkan penerimaan zakat berupa jenis zakat fitrah sebanyak 1085 Kg dengan jumlah muzakki sebanyak 434 jiwa. Sedangkan jenis zakat berupa zakat mal yang berhasil dikumpulkan berjumlah sebanyak Rp.800.000,00 (delapan ratus ribu rupiah) 3.5 Tabel Penerimaan Zakat Al-Huda tahun 2012 NO 1
JENIS ZAKAT Zakat fitrah
JUMLAH 1160 kg * (Hasil dari perkalian
jumlah muzakki 464 dikalikan 2,5 kg)
2
Zakat mal
Rp.400.000
Sumber: Data Panitia „Amil Zakat Al-Huda Berdasarkan hasil penerimaan zakat pada tahun 2012 bahwa penerimaan zakat berupa zakat fitrah sebanyak 1160 Kg dengan jumlah muzakki 464 jiwa. Sedangkan berupa zakat mal sebesar Rp.400.000,00 (empat ratus ribu rupiah)
3.6 Grafik Penerimaan Zakat Mal panitia ‘Amil Zakat Al-Huda Ledok tahun 2010-2012 Penerimaan Zakat Mal Panitia 'Amil zakat Al-Huda Tahun 2010-2012 1,500,000 1,000,000 500,000 0 2010
2011
2012
Sumber: Data Panitia „Amil Zakat Al-Huda Berdasarkan data grafik di atas, bahwa jumlah penerimaan zakat yang berhasil dikumpulkan oleh panitia „amil zakat Al-Huda di dukuh Ledok berupa zakat mal selama tiga periode yaitu tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 grafik peneriman zakat mal mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan muzakki banyak yang kurang
mengerti tentang zakat mal. Selain itu, mayoritas warga dukuh Ledok adalah ekonomi kelas menengah ke bawah.
3.7 Grafik Penerimaan zakat fitrah panitia ‘amil zakat Al-Huda Tahun 2010-2012 Penerimaan zakat fitrah panitia 'amil zakat AlHuda tahun 2010-2012 1200 1100 1000 2010
2011
2012
Sumber: Data Panitia „Amil Zakat Al-Huda Sedangkan berdasarkan grafik hasil penerimaan zakat fitrah yang berhasil dikumpulkan oleh panitia „amil zakat Al-Huda pada tahun 2010 sebanyak 1100 kg. Pada tahun 2011 penerimaan zakat fitrah sempat mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2011 zakat fitrah yang berhasil dikumpulkan sebanyak 1058 Kg. Pada tahun berikutnya zakat
fitrah
mengalami
peningkatan
dibandingkan
pada
tahun
sebelumnya yaitu sebanyak 1160 Kg. b. Pendistribusian zakat panitia „amil zakat Al-Huda Ledok Berdasarkan pemaparan KH. Masyhudi selaku ketua panitia „amil zakat bahwa pendistribusian zakat di dukuh ledok dilaksanakan 3 (tiga) hari sebelum hari Raya Idul Fitri. Pendistribusian zakat ini dibantu oleh pemuda Remaja Masjid (REMAS) 5 (lima) orang. Setelah zakat warga terkumpul semua, tugas REMAS mencampur beras fitrah yang telah terkumpul menjadi satu. Setelah beras fitrah tercampur kemudian dibungkus dengan takaran 5 Liter sebanyak 150 bungkus. Sedangkan bungkusan 6 liter sebanyak 100 bungkus. Untuk mengambil zakat, panitia „amil zakat menyebar kartu
zakat pada hari
sebelumnya kepada warga di dukuh Ledok. Dengan adanya pemberian kartu zakat tersebut dapat tersalurkan merata di dukuh Ledok. Sebelum memberikan kartu zakat, ketua dan sekretaris panitia „amil zakat mendata warga yang berhak menjadi mustahiq zakat. Mustahiq zakat hanya terdiri dari 4 (empat) golongan yaitu fakir, miskin, „amil dan fisabilillah. Bagian fakir mendapat 6 liter beras. Bila jumlah anggota keluarga lebih dari 5 orang maka ditambah 5 liter beras dan uang. Bagian miskin mendapat 5 liter beras. Bila jumlah anggota lebih dari 5 orang maka ditambah 5
liter beras dan uang. Bagian „amil mendapat 6 liter beras dan uang. Bagian fisabilillah mendapat 6 liter beras dan uang. Sisa dari beras yang sudah dibagikan kepada mustahiq zakat, sisa beras zakat tersebut dijual dan dimasukkan ke kas masjid untuk pemberdayaan masjid.
C. Profil Masjid Nurul Hidayah Dukuh Jurang Gunting 1. Sejarah Masjid Nurul Hidayah Dukuh Jurang Gunting Berdasar
pemaparan
H.Sofyan
Anshori
mengenai
Sejarah
berdirinya masjid Nurul Hidayah didirikan pada bulan Mei tahun 1984. Pada saat itu masjid tersebut masih berupa mushola. Dengan kerjasama warga masyarakat dibentuklah panitia pembangunan masjid Nurul Hidayah. Setelah masjid itu selesai dibangun maka dibentuklah struktur organisasi masjid. ( Wawancara dengan H. Sofyan Anshori hari Sabtu tanggal 13 Juli 2013) 2. Struktur Organisasi Masjid Nurul Hidayah Dukuh Jurang Gunting Berdasarkan temuan data di lapangan bahwa susunan kepengurusan masjid Nurul Hidayah Dukuh Jurang Gunting sebagai berikut: a. Pelindung
: Kepala desa Ledok
b. Penasehat
: 1. Ketua RW Jurang Gunting 2. Ketua RT Jurang Gunting
c. Ketua Takmir
: H. Sofyan Ansori
d. Bendahara
: Slamet Widodo
e. Sekretaris
: Harjono
f. Seksi- seksi Seksi pendidikan
: Usman
Seksi dakwah
: Muhaimin
Seksi Humas
: Jumino
Seksi Pembangunan : Mulyadi Sedangkan susunan kepengurusan bidang zakat di masjid Nurul Hidayah Jurang Gunting sebagai berikut: Panitia Zakat Nurul Hidayah periode tahun 2012 a. Ketua Panitia zakat
: H. Sofyan Anshori
b. Sekretaris
: Harjono
c. Bendahara
: Slamet Widodo
d. Anggota 1. Slamet Sujoko 2. Sudadi 3. Budiman 4. Buang Wulan Yulianto 5. Nugraha 6. Usman e. Seksi pendistribusian : REMAS Nurul Hidayah 3. Pengelolaan Zakat Nurul Hidayah Jurang Gunting
a. Pengumpulan Zakat Berdasarkan pemaparan Bapak Harjono selaku sekretaris panitia „amil zakat, pengumpulan zakat dilakukan pada 10 hari terakhir pada bulan ramadhan. Dalam menyalurkan zakatnya kepada panitia „amil zakat, setiap muzakki yang menyalurkan zakat fitrah dikenai zakat 3 liter beras. Bagi muzakki yang tidak bisa menyalurkan zakat fitrah dapat mengganti berupa uang sesuai dengan harga beras. (wawancara dengan Harjono hari Minggu tanggal 14 Juli 2013) Berdasarkan hasil temuan data di lapangan penerimaan zakat pada tahun 2010. jumlah penerimaan zakat fitrah sebanyak 517 liter, sedangkan berupa uang sebesar Rp. 2.690.000,00 ( dua juta enam ratus sembilan puluh ribu rupiah) dengan jumlah Muzakki 271 jiwa. Pada tahun 2011 jumlah uang sebesar Rp. 1.995.000,00 ( satu juta sembilan ratus sembilan puluh lima ribu rupiah) dengan jumlah mustahiq 207 jiwa. Pada tahun 2012 hasil jumlah penerimaan zakat fitrah sebanyak 504 liter, sedangkan zakat berupa uang sebesar Rp.4.078.000,00 ( empat juta tujuh puluh delapan ribu rupiah). b. Pendistribusian Zakat Berdasarkan pemaparan bapak Harjono selaku sekretaris dalam pendistribusian zakat di dukuh Jurang Gunting dilaksanakan pada saat hari yang telah ditentukan oleh panitia „amil zakat. Pada hari sebelum pendistribusian zakat dilaksanakan. Dari pihak panitia „amil zakat
telah mempersiapkan kartu penerima zakat. Kartu penerima zakat ini berfungsi untuk mengambil zakat. Dengan adanya kartu penerima zakat ini, proses pendistribusian zakat dapat berlangsung dengan tertib. Dalam menentukan orang yang berhak menerima zakat. Panitia „amil zakat mengadakan sidang kecil untuk menentukan siapa orang-orang yang berhak menerima dan jumlah zakat yang akan diterima oleh setiap mustahiq. Setelah sekretaris menentukan daftar nama-nama mustahiq dan kartu siap dibagikan kepada warga yang berhak menerimanya. Pembagian kartu zakat ini dibantu oleh Remaja Masjid dukuh Jurang Gunting. Jumlah orang yang berhak menerima zakat pada tahun 2010 sebanyak 110 jiwa. Pada tahun 2011 mengalami peningkatan jumlah orang yang berhak menerima zakat sebanyak 508 jiwa. Pada tahun 2012 jumlah orang yang berhak menerima zakat sebanyak 332 jiwa D. Profil Masjid al-Musyarofah Dukuh Cebongan 1. Sejarah Masjid al-Musyarofah Masjid Al-Musyarofah merupakan salah satu masjid di desa cebongan.
Masjid
Al-musyarofah
didirikan
diatas
tanah
wakaf
KH.Ibrahim. Daya tampung Masjid Al-Musyarofah 250 orang baik jama‟ah laki-laki maupun putri. Berdasarkan pemaparan Suwarno selaku mantan lurah desa Cebongan. Mengenai sejarah berdirinya masjid Al-Musyarofah dukuh
cebongan. Masjid Al-Musyarofah didirikan pada tahun 1874 oleh Kyai Ibrahim kepala desa pertama kali di desa cebongan. Dahulu masjid AlMusyarofah hanya dinamai masjid pondok. Dinamakan masjid pondok karena dahulu hanya sebuah masjid dan sekaligus sebagai tempat belajar ilmu agama. Pada saat masa itu negara masih di kuasai oleh penjajahan Belanda. Dahulu desa cebongan masih berupa hutan belum banyak penduduk. Kyai Ibrahim merupakan sesepuh desa tersebut. Pada saat itu negara kraton surakarta disusupi oleh perampok. Pada saat itu tidak ada seorangpun yang berani menangkap perampok. Hingga akhirnya negara kraton mengadakan sayembara”barang siapa yang mampu menangkap perampok akan diberi hadiah yang sepantasnya”. Salah satu orang yang mampu menangkap perampok itu adalah Kyai Ibrahim. Perampok tersebut digiring dan diserahkan kepada kraton. Sesuai dengan perjanjian sayembara, Kyai Ibrahim ditawari oleh Raja dan disuruh memilih salah satu diantara beberapa pilihan. Pilihan tersebut berupa putri kraton, harta benda namun kyai Ibrahim menolak itu semua. akhirnya kyai Ibrahim meminta satu permintaan kepada Raja Kraton untuk dibuatkan saluran irigasi sampai isep-isep. Air tersebut bersumber dari mata air senjoyo. Raja kraton menyanggupi permintaan Kyai Ibrahim. Dalam pembuatan saluran irigasi tersebut raja kraton memerintahan kepada tiap-tiap desa mengirimkan warganya untuk pembangunan saluran tersebut. Setelah saluran irigasi tersebut selesai. Kyai Ibrahim membangun sebuah masjid
sebagai tempat dakwahnya menyebarkan agama islam. Pada saat menyebarkan agama islam kyai Ibrahim merasa kewalahan. Akhirnya kyai Ibrahim memutuskan untuk mencari murid sebagai pendamping dalam dakwah islamnya. Dalam pencarian murid tersebut Kyai Ibrahim tidak sia-sia dan menemukan anak kecil yang sedang mengaji bersama ibunya. Anak itu bernama Abdul Qahir berasal dari Tegowangu Demak. Kala itu usia Abdul Qahir masih kecil, KH. Ibrahim meminta ijin ibu Abdul Qahir untuk memungut beliau untuk dijadikan santri KH. Ibrahim dan akhirnya diijinkan. Selama perjuangan hidup menyebarkan dakwah islamnya, KH. Ibrahim membangun sebuah masjid di desa Cebongan. perjuangan dakhwahnya diteruskan oleh KH. Abdul Qahir. (wawancara dengan Suwarno hari minggu tanggal 22 Juni 2013) 2. Struktur Organisasi Masjid al-Musyarofah Cebongan Berdasarkan temuan data di lapangan bahwa susunan kepengurusan masjid Al-Msyarofah Dukuh Cebongan sebagai berikut: a. Pelindung
: Kepala desa Cebongan
b. Penasehat
: a. KH. Jumali (Alm) b. Ketua RW Cebongan c. Ketua RT Cebongan
c. Ketua Takmir
: KH. Abdul Wahib
d. Bendahara
: 1. Adnan
2. Agus Mahmud 3. Fathurrahman e. Sekretaris
: 1. Widodo 2. Kuspriyanto
f. Seksi dakwah
: 1. M. Arifin 2. Saeroni
g. Seksi pembangunan
: 1. Budi 2. Sutrisno
h. Seksi Humas
: 1. Slamet Pujiono 2. Muhtadin 3. Muryadi
Sedangkan susunan kepengurusan bidang zakat di masjid AlMusyarofah dukuh Cebongan sebagai berikut: Panitia Zakat Nurul Hidayah periode tahun 2012 a. Ketua Panitia zakat
: KH. Abdul Wahib
b. Sekretaris
: Widodo
c. Bendahara
: Adnan
d. Anggota
: 1.
Sofroni
2.
Budi. H
3.
Muhsinin
4.
Solikin
5.
Wandi
6.
Slamet Mujino
7.
Shodiq
8.
Sudomo
9.
H. Sholeh
10. Sururi 11. Muryadi 12. Fatoni 13. Rejo 14. Arifin 15. H. Ma‟ruf 3. Pengelolaan Zakat al-Musyarofah Cebongan a. Pengumpulan Zakat Data yang berhasil peneliti temukan di lapangan hanya hasil pengumpulan zakat tahun 2012 dikarenakan tidak adanya sistem administasi yang lengkap. Berdasarkan pemaparan bapak Adnan selaku bendahara ta‟mir masjid bahwa penerimaan zakat pada tahun 2012 berupa zakat fitrah sebanyak 1662 liter atau 1346 Kg dengan jumlah muzakki 831 jiwa. Sedangkan zakat mal sebanyak Rp.1.330.000,00 (satu juta tiga ratus tiga puluh ribu rupiah). Setiap muzakki dibebani zakat fitrah sebesar 2 liter. Pelaksanaan pengumpulan zakat dilakukan pada ramadhan ke 15 sampai dengan
hari menjelang sholat idul fitri. Beras zakat fitrah yang berhasil dikumpulkan dicampur menjadi satu kemudian dibungkus. Tiap bungkus dengan satuan 1,5 liter. b. Pendistribusian zakat Zakat yang telah terkumpul dibagikan kepada mustahiq zakat. Jumlah mustahiq zakat di dukuh Cebongan pada tahun 2012 sebanyak 554 jiwa. Setiap mustahiq mendapat 1,5 liter beras. Mustahiq zakat di dukuh cebongan hanya fakir, miskin, dan amil. Sisa zakat yang telah didistribusikan diberikan lagi kepada yang berhak merimanya. (wawancara dengan Adnan hari Sabtu tanggal 23 Februari 2013) E. Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat 1. Sejarah Rancangan Undang-undang No.23/2011 tentang Pengelolaan Zakat Menjadi Undang-undang No.23/2011 tentang Pengelolaan Zakat. Salah satu dasar pertimbangan Komisi VIII DPR mengajukan usul perubahan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat untuk kemajuan prinsip syariah ke dalam hukum positif. Perubaan ini dilakukan dikarenakan Undang-Undang No.38 Tahun 1999 dirasa belum optimal untuk mengakomodir penyelenggaraan kewajiban zakat dalam sistem yang profesional. Undang-Undang tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti agar kebijakan pengelolaan zakat dapat dilakukan secara
terarah, terpadu dan terkoordinasi dengan baik serta disesuaikan dengan kebutuhan saat ini. Beberapa pokok yang diajukan dalam revisi UU No.38 Tahun 1999 yaitu tentang tata kelola, sanksi mangkir zakat dan persoalan wajib zakat dan pajak perlu kejelasan tentang peran pengatur, pengawas, dan operator. Pada tanggal 18 Juli 2003 Menteri Agama RI Prof. DR. Said Agil Husein Al-Muawar, MA mencabut Keputusan Menteri Agama Nomor 581 Tahun 1999 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat. Yusuf Wibisono selaku pemohon dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi,
amandemen UU No.38 Tahun
1999 sudah dimulai pada tahun 2004-2009. Pada tahun 1999 UU No. 38 Tahun 1999 sudah masuk di RUU prioritas tahun 1999 tetapi gagal diselesaikan. Pada awal Maret 2010 DPR telah menyelesaikan RUU pengelolaan zakat. RUU yang dibuat oleh DPR cenderung mengakomodir masyarakat sipil. Kemudian RUU diajukan pemerintah untuk dimintakan Daftar Isian Masalah (DIM). DIM dari pemerintah baru muncul di awal tahun 2011. Pada awal pertengahan tahun 2011 dimulai sidang. Sidang tersebut berlangsung singkat yaitu tiga bulan. Akhirnya amandemen UU No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat selesai. Pada akhir tahun 2011, DPR RI mengesahkan Undang-Undang hasil amandemen yang kemudian diberi nomor 23 Tahun 2011. Pada tanggal 25 November 2011 Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2011 disahkan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan diundangkan pada tanggal itu pula oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Amir Syamsudin. (http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/188/151 diakses 16 Maret 2013) 2. Pokok-Pokok Isi Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Undang-undang Zakat yaitu Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat (selanjutnya disebut UUPZ) disahkan di Jakarta pada tanggal 25 November 2011 pada pemerintahan Susilo Bambang yudhoyono. Adapun sistematika dari Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat adalah sebagai berikut: a. Bab I Kententuan Umum terdiri dari 4 pasal ( Pasal 1, 2, 3 dan 4) Bab I ini mengatur tentang pengertian-pengertian istilah yang dipakai dalam UUPZ, asas asas dalam pengelolaan zakat, tujuan pengelolaan zakat serta jenis-jenis zakat. b. Bab II Badan Amil Zakat Nasional terdiri dari 16 pasal ( pasal 5 sampai dengan 20). Yang terbagi menjadi 4 bagian yaitu: 1) Bagian kesatu umum (pasal 5 sampai dengan pasal 7) Pada bagian ini mengatur tentang pembentukan lembaga BAZNAS yang dibentuk oleh pemerintah, tugas dan fungsi BAZNAS 2) Bagian Kedua Keanggotaan (pasal 8 sampai dengan pasal 14)
Pada bagian ini mengatur tentanng keanggotaan BAZNAS, unsur BAZNAS, masa kerja anggota BAZNAS, pengangkatan dan pemberhentian anggota BAZNAS, syarat diangkatnya sebagai anggota BAZNAS, 3) Bagian Ketiga BAZNAS provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota (pasal 15 dan pasal 20) Pada bagian ini mengatur tentang pembentukan BAZNAS provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota, pembentukan UPZ di instansi pemerintahan hingga tingkat bawah. 4) Bagian Keempat Lembaga Amil Zakat (pasal 17 sampai dengan pasal 20) Pada bagian ini mengatur tentang pembentukan LAZ, perizinan dalam pembentukan LAZ, pelaporan LAZ kepada BAZNAS, mekanisme persyaratan organisasi diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. c. BAB III Pengumpulan, Pendistribusian, Pendayagunaan dan Pelaporan terdiri dari 9 pasal ( Pasal 21 sampai dengan 29). Terbagi menjadi 5 bagian: 1) Bagian Kesatu pengumpulan ( Pasal 21 sampai dengan 24) Pada bagian ini mengatur tentang penghitungan kewajiban zakat, tempat pembayaran zakat serta bukti setoran Muzakki kepada
BAZ/LAZ, lingkup kewenangan pengumpulan zakat yang diatur dalam peraturan pemerintah. 2) Bagian kedua pendistribusian (pasal 25 dan pasal 26) Pada bagian ini mengatur tentang zakat didistribusikan berdasarkan syari‟at islam dengan memerhatikan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan. 3) Bagian ketiga pendayagunaan ( pasal 27) Pada bagian ini mengatur tentang zakat yang dapat didayagunakan dalam
bidang produksi dalam rangka penanganan fakir miskin
yang diatur dalam peraturan pemerintah 4) Bagian keempat pengelolaan infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lain (pasal 28) Dalam bagian ini mengatur tentang BAZ/LAZ selain zakat dapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial yang berdasarkan syariat islam dan dicatat dalam buku sendiri. 5) Bagian kelima pelaporan (pasal 29) Pada bagian ini mengatur tentang pelaporan pelaksanaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dari tingkat kota/provinsi kepada pemerintah, menteri agama secara berkala, laporan pelaksanaan zakat diumumkan melalui media cetak. d. BAB IV Pembiayaan (Pasal 30 sampai dengan pasal 33)
Dalam peraturan ini mengatur tentang pelaksanaan tugas BAZNAS dibiayai APBN, BAZNAS provinsi dibiayai APBD dan Hak Amil yang diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah, LAZ dapat menggunakan Hak Amil sebagai operasional. e. BAB V Pembinaan dan Pengawasan (pasal 34) Dalam peraturan ini menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS, BAZNAS provinsi, kota/Kabupaten dan LAZ f. BAB VI peran serta masyarakat (pasal 35) Dalam peraturan ini mengatur tentang peran serta masyarakat dalam pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS dan LAZ. g. BAB VII Sanksi Administratif (pasal 36) Dalam peraturan ini mengatur tentang sanksi-sanksi apabila tidak melaksanakan sesuai ketentuan berlaku. h. BAB VIII Larangan (pasal 37 dan pasal 38) Dalam peraturan ini mengatur tentang larangan-larangan yang didalam pengelolaan zakat, larangan bagi orang yang bertindak sebagai amil zakat tanpa pejabat berwenang. i. BAB IX ketentuan pidana (pasal 39 sampai dengan pasal 42) Dalam peraturan ini mengatur tentang pidana bagi yang melawan hukum yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. j. BAB X ketentuan peralihan (pasal 43)
Dalam peraturan ini mengatur tentang BAZNAS /LAZ yang masih menggunakan perundang-undangan yang sebelumnya tetap berlaku dan menyesuaikan undang-undang baru. k.
BAB XI ketentuan penutup (pasal 44 sampai dengan 47) Dalam peraturan ini mengatur tentang pemberlakuan serta mencabut Undang-Undang No. 38 tahun 1998. ( Tim redaksi, 2012)
3. Perbedaan Undang-Undang No.38 Tahun 1999 dengan UndangUndang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan zakat Beberapa perbedaan mendasar antara UU No.38/1999 dengan UU yang baru disahkan antara lain adalah : UU zakat lama (Nomor 38 Tahun 1999) a. namanya adalah UU Tentang Pengelolaan Zakat b. posisi pemerintah dan masyarakat sejajar dalam pengelolaan zakat c. masyarakat dibebaskan untuk mengelola zakat d. pengaturan Lembaga Amil Zakat (LAZ) hanya dalam dua pasal e. LAZ dibentuk oleh masyarakat UU zakat baru (Nomor 23 Tahun 2011) a. namanya adalah UU Zakat, Infak dan Sedekah b. posisi pemerintah dan atau badan zakat pemerintah (BAZNAS) lebih tinggi. c. hanya yang diberi izin saja yang boleh mengelola zakat. d. LAZ diatur dalam 13 pasal.
e. LAZ dibentuk oleh organisasi kemasyarakatan Islam. f. Adanya
otoritas
tunggal
pengelolaan
zakat,
yaitu
pemerintah
(BAZNAS). g. Adanya dualisme pengelolaan zakat (pemerintah dan masyarakat) BAZNAS
dan
LAZ.
(http://shareeducation.wordpress.com/2012/10/25/perbedaan-uu-zakatyang-lama-dengan-yang-baru/ diakses tanggal 16 Maret 2013) F. Pendapat Ketua Ta’mir Masjid Mengenai Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat Pendapat KH. Mashudi alasan pembentukan panitia „amil zakat ini bertujuan untuk membantu warga dalam menyalurkan zakat baik berupa zakat fitrah maupun zakat mal. Selain dalam bidang zakat, panitia „amil zakat juga menerima infak dan shodaqoh. Pendapat ketua ta‟mir masjid apabila pengumpulan zakat warga diserahkan kepada unit Pengumpulan Zakat di Kecamatan khawatir zakat tidak tersalurkan secara merata kepada orang yang berhak menerimanya. Selain itu, jika daerahnya ingin mendapatkan zakat dari pemerintah dengan mengajukan proposal pengajuan permohonan zakat didaerahnya selain membutuhkan waktu lama juga pendistribusian tidak tepat sasaran. Dengan adanya panitia „amil zakat ini warga sangat terbantu dalam menuaikan kewajiban zakat. Mengenai sanksi tentang larangan orang yang melakukan pengumpulan pendistribusian atau pendayagunaan zakat tanpa izin dari pejabat yang berwenang undang-undang diterapkan banyak ketua ta‟mir
masjid yang melanggar undang-undang zakat. Apabila ketua ta‟mir didenda dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah ) ketua ta‟mir tidak memiliki uang sejumlah itu, sedangkan pendapatan sebagai ketua ta‟mir tidak seberapa. Ta‟mir masjid membantu warganya tidak memungut upah. Begitu pula apabila ketua ta‟mir dipidana kurungan, siapa yang akan menanggung menafkahi keluarganya. ( wawancara KH. Masyhudi hari sabtu 19 Juni 2013) Menurut pendapat H.Sofyan mengenai Lembaga Amil Zakat tidak harus dari ormas islam, cukup mendapat kepercayaan dari warganya untuk mengelola zakat terutama pihak RT maupun RW. Dengan adanya panitia amil zakat ini masyarakat merasa terbantu untuk menyalurkan zakatnya. Mereka merasa lega karena sudah menuaikan zakatnya. Memang benar pemerintah menerbitkan Undang-Undang zakat yang bertujuan untuk pengentasan kemiskinan, selain itu untuk menciptakan para „amil zakat yang profesional dan itu kami dukung pemerintah lewat adanya panitia amil zakat ini. Pendapat mengenai pasal 38 dan 41 UU zakat, setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian atau pendayagunaan zakat tanpa izin dari pejabat kalau melanggar pasal 38 tersebut dikenai pidana denda Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah) atau kurungan selama setahun. Selama ini tidak ada pihak yang menangkap bagi amil yang tidak memiliki izin. Jadi jangan terlalu kaku dengan UndangUndang zakat. Sesuai yang kami ketahui yang dimaksud dengan „amil zakat yaitu orang-orang yang mengurusi zakat baik penerimaan, pencatatan,
pendistribusian zakat. Pengelolaan zakat ini sudah berjalan secara turun temurun hingga sekarang.
(wawancara dengan H. Sofyan Anshori hari
Sabtu 13 tanggal 2013) Panitia amil zakat yang dibentuk oleh ta‟mir masjid sudah sesuai dengan tuntunan agama islam. Amil zakat termasuk 8 (delapan) ashnaf zakat sebagaimana yang diatur di dalam al-Qur‟an. Pengertian amil zakat ialah orang yang mengurusi masalah zakat baik pengumpulan, membagikan zakat kepada orang yang berhak meerimanya. Panitia amil zakat sebenarnya membantu masyarakat untuk mentasarufkan zakat, karena mengeluarkan zakat hukumnya adalah wajib. Zakat sebagai sarana untuk menyucikan jiwa dan harta yang kita miliki. Meski ada peraturan Undang-Undang Zakat dirasa belum berjalan dengan optimal. Oleh karena itu dengan pembentukan panitia amil zakat ini untuk membantu kinerja pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan dalam lingkup kecil. Masyarakat sangat terbantu dengan adanya panitia amil zakat ini meski hanya bekerja dalam lingkup kecil. Hasil yang diperoleh dalam pengelolaan zakat ini pun juga banyak. Panitia amil zakat dapat mengetahui kantong-kantong kemiskinan warganya yang benar-benar berhak menerimannya. Pelaksanaan panitia amil zakat ini sudah dilakukan secara turun-temurun. Panitia amil zakat tidak mencari keuntungan dalam mengelola zakat. Hasil zakat yang telah dikumpulkan disalurkan dengan baik kepada orang yang berhak menerimanya. Apabila ada peraturan tiap orang dilarang menjadi amil karena tidak memiliki izin. Jika melanggar mendapat
denda beberapa puluh juta atau pidana kurungan selama setahun. Peraturan yang dibuat tidak efektif, faktanya disekitar kita tiap tahun banyak masjidmasjid yang menerima zakat. Jika peraturan tersebut dilaksanakan banyak ta‟mir masjid yang dikenai denda atau kurungan. (wawancara dengan KH. Abdul Wahib hari senin tanggal 24 Juni 2013)
BAB IV ANALISIS A. Pelaksanaan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Pengelolaan Zakat di Kota Salatiga Pasca Ramadhan panitia amil zakat yang dibentuk oleh ta‟mir masjid berakhir seiring dengan berakhirnya ramadhan. Panitia amil zakat hanya
bekerja dalam kurun waktu tertentu dilakukan pada pertengahan hingga akhir Ramadhan. Hal ini terjadi pada ta‟mir masjid di dukuh Ledok, dukuh Jurang Gunting dan dukuh Cebongan yang swadaya membentuk panitia „amil zakat. Agar organisasi pengelola zakat menjadi lembaga yang amanah, kuat dan kompeten dan profesional maka diperlukan orang-orang yang bertugas sebagai amil yang memiliki kualifikasi dan persyaratan tertentu. Menurut imam
Qurthubi.
Amil
adalah
orang-orang
yang
ditugaskan
oleh
amir/pemerintah untuk mengambil, menulis dan mencatat zakat yang diambil dari para muzakki untuk kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya. Karena tugasnya yang tidak ringan itu, maka pemilihan atau penunjukan seseorang menjadi amil harus didasarkan pada persyaratan tertentu. (Mahmudi, 2009 : 7) Persyaratan menjadi amil yang utama adalah memiliki kepribadian dan berakhlak Rasulullah SAW, yaitu:
1. Shiddiq Amil zakat harus memiliki sifat shiddiq, yaitu benar dalam perkataan dan perbuatan, memiliki integritas dan kejujuran yang tinggi. Hal ini sangat pokok karena mereka akan mengelola dana umat, berhubungan langsung dengan umat (mahmudi,2009:7). Akhlaq shiddiq sejalan dengan perintah Allah dalam al-Qur‟an surat at-Taubah:
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. 2. Amanah Selain memiliki sifat shiddiq, amil harus memiliki sifat amanah, yaitu terpercaya dan bertanggung jawab (akuntabel). Amil tidak boleh berkhianat atas kepercayaan yang diberikan masyarakat untuk mengelola zakat, infaq dan shodaqoh yang mereka keluarkan (mahmudi, 2009:7-8). Sifat amanah ini juga sejalan dengan tuntunan al-Qur‟an surat almu‟minuun ayat 8
Artinya:” dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya.
3. Tabligh Seorang amil harus memiliki sifat tabligh, yaitu nenyampaikan amanah. Sifat tabligh mengisyarakatkan perlunya transparasi dalam hal informasi, tidak menyembunyikan atau menutup-nutupi. Penyajian laporan keuangan atas pengelolaan dana ZISWAF merupakan perwujudan pelaksanaan sifat tabligh dan amanah, yaitu transparansi dan akutabilitas (Mahmudi, 2009: 8). Sifat tabligh sejalan perintah Allah dalam al-Qur‟an surat al-maidah ayat 67:
Artinya:”Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”. 4. Fathonah Seorang amil harus memiliki sifat fathonah, yaitu cerdas, memiliki kompetensi dan profesonalisme, serta memiliki pengetahuan dan keahlian yang memadahi. Amil yang fathonah adalah amil yang memahami fiqih dan
manajemen
ZISWAF
dengan
baik.
Sifat
fathonah
atau
profesionalisme dalam pengelolaan keuangan negara atau keuangan publik juga telah dicontohkan oleh Nabi Yusuf A.S sebagaimana yang dikabarkan dalam al-Qur‟an surat Yusuf ayat 55
Artinya:“berkata Yusuf Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan". Dalam rangka mengikuti petunjuk Nabi SAW tersebut, maka pengelolaan organisasi pengelolaan zakat harus diserahkan kepada amil
yang meneladani akhlak rasul SAW. Selain akhlak/moralitas, persyaratan lainnya adalah seorang amil harus memiliki keahlian dan kompetensi teknis dalam manajemen zakat. Beberapa ilmu pengetahuan yang perlu dikuasai untuk mendukung profesi amil antara lain (Mahmudi, 2009:9) : a. Fiqih zakat b. Manajemen keuangan lembaga nirlaba syari‟ah c. Psikologi sosial dan ilmu humaniora d. Ekonomi syariah dan akuntansi syari‟ah Dari ketiga lokasi yang menjadi obyek penelitian bahwa ketiga lokasi tersebut belum memiliki izin dari pihak atau instansi terkait. Selain itu belum memiliki standar kompetensi sebagai amil zakat yang profesional. Menurut peneliti, Pengelolaan zakat yang dilakukan oleh panitia „amil zakat di dukuh Ledok, Jurang Gunting dan Cebongan dapat berjalan dengan optimal apabila pengelolaan tersebut dijadikan sebuah lembaga yang resmi dan mendapat ijin oleh pemerintah. Dengan lembaga resmi tersebut, zakat dari masyarakat dapat tertasarufkan dengan baik. Sehingga tujuan pengentasan kemiskinan dapat terwujudkan. Dengan dijadikan sebuah lembaga „amil resmi maka: 1. Memperoleh Jaminan Kepastian Hukum a. Bagi muzzaki
Setiap muzaki wajib memperoleh bukti setoran zakat. Bukti pembayaran
zakat
ini
dapat
dijadikan
sebagai
pengurang
penghasilan kena pajak (pasal 23). Namun tidak semua bukti pembayaran zakat dapat diakui sebagai pengurang penghasilan kena pajak, hanya bukti pembayaran yang dikeluarkan oleh lembaga pengelola zakat resmi saja yang diakui sebagai bukti pengurang penghasilan kena pajak. b. Bagi mustahiq Setiap mustahik berhak mendapatkan zakat (pasal 26), artinya orang miskin mendapatkan pengakuan secara hukum bahwa dirinya dijamin mendapatkan dana zakat. Bukan saja orang miskin tetapi juga orang fakir, orang berhutang, muallaf, budak, pejuang dijalan Allah, ibnu sabil dan pengelola zakat, mendapat zakat. Kepastian hukum bagi mustahiq sebenarnya sudah ada dalam Al Qur‟an dalam Surat At Taubah ayat 60, namun dalam pandangan hukum positif, undang-undang menjadi perangkat hukum yang diakui. Sehingga semakin memperkokoh dan menegaskan tentang isi Al Qur‟an. c. Bagi Pengelola Zakat 1. pengelola zakat
dituntut
untuk
senantiasa meningkatkan
kepercayaan dan profesionalismenya kepada para muzaki. 2. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat.
2. Peningkatan Dukungan Pemerintah a. Dengan adanya UU ini pemerintah dapat melakukan program promosi dan sosialisasi tentang pengelolaan zakat. Dengan demikian masyarakat semakin paham tentang arti dan peran penting pengelolaan zakat di Indonesia. b. Memperluas dukungan layanan kepada masyarakat, baik muzzaki maupun mustahiq.
3. Penerbitan dan/atau Penyesuaian Peraturan Pelaksana (yang terkait) dengan UU No.23 Tahun 2011 Sampai saat ini penulis belum menemukan peraturan pemerintah dan peraturan menteri yang terkait dengan hal ini. Bagi provinsi dan kabupaten/kota yang telah mempunyai peraturan daerah tentang pengelolaan zakat, kedepannya diharapkan perlu disesuaikan dengan UU ini agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pengelolaan. B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengelolaan Zakat Ta’mir Masjid di Kota Salatiga Zakat, infak dan shodaqoh akan jauh lebih optimal manfatnya apabila dikelola oleh lembaga amil daripada disalurkan sendiri oleh muzakki. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan dalam Al-Qur‟an surat At-Taubah ayat 60 salah golongan yang berhak menerima zakat adalah orang-orang yang
mengurus („amiliina „alaiha) begitu pula dijelaskan dalam surat At-Taubah ayat 103 zakat diambil dari orang-orang yang berkewajiban zakat (muzakki) untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya (mustahiq). Imam Qurtubi menyatakan „amil ialah orang yang ditugaskan (diutus oleh imam atau pemerintah) untuk mengambil, menulsikan, menghitung dan mencatat zakat yang diambilnya dari para muzakki untuk kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya (mustahiq). Untuk membangun lembaga amil yang amanah dan
profesional salah satu aspeknya adalah pembentukan struktur organisasi. Struktur organisasi ini sangat bermanfaat karena adanya sistem organisasi rapi dapat dilakukan pembagian tugas secara jelas, terdapat kejelasan wewenang dan tugas untuk masing-masing orang, terdapat kejelasan rantai tanggung jawab. Dalam Al-Qur‟an Surat Ash Shaff ayat 4 Allah SWT berfirman:
Artinya:”Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” Para amil diibaratkan sebagai orang-orang yang sedang berjihad di jalan Allah, yakni memerangi kemiskinan dan keterbelakangan umat Islam. Oleh karena itu agar mereka para amil tersebut memperoleh pertolongan Allah dan meraih kemenangan yang besar maka mereka membuat barisan
yang teratur dalam bentuk sistem organisasi yang rapi serta ukhwah Islamiyah sehingga sistem tersebut seperti bangunan yang kokoh. (Mahmudi, 2009:11) Alasan ta‟mir masjid membentuk panitia amil zakat yaitu kurang mempercayai Unit Pengumpul Zakat resmi bentukan pemerintah. Selain itu juga dikhawatirkan zakat yang disalurkan tidak tepat sasaran. Faktor penghambat dalam pembentukan lembaga amil zakat resmi yaitu: 1.
Untuk mendirikan LAZ. Khususnya untuk LAZ di daerah. Dua persyaratan yang menurut penulis berat adalah terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial (pasal 18 ayat 2) dan harus mendapat izin dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri (pasal 18 ayat 1).
2. Lembaga Penyelesaian Sengketa
Dalam hal muzzaki maupun amil lalai dalam menjalankan kewajibannya, ataupun mustahik yang mengadukan belum mendapat bantuan dari zakat, kemana mereka akan mengadukan. Jika muzaki lalai menunaikan zakat, siapa yang menindaknya. Jika amil lalai, siapa yang menindaknya. Jika mustahik mengadukan tidak mendapatkan hak zakat, kemana dia mengadu dan siapa yang akan menangani sengketa antara mustahik dengan amil. Untuk itulah perlu dibentuk lembaga penyelesai sengketa.
3.
Peningkatan Kualitas Sumber Daya Insani Pengelolaan zakat yang baik sangat tergantung dari tenaga yang mengelolanya, amil. Masih minimnya pengetahuan tentang zakat menjadi salah satu faktor pendorong belum optimalnya pengelolaan zakat. Untuk itu diperlukan perencanaan yang strategis dalam rangka menciptakan Sumber Daya Insani yang siap dan professional dibidang zakat.
C. Akibat Hukum Bagi Takmir Masjid Yang Melakukan Pengelolaan Zakat Tanpa Izin Dari Pejabat Yang Berwenang. Dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan zakat oleh pemeritah. Pengelolaan zakat dapat berjalan dengan optimal. Dalam Undang-Undang No.23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat bahwa pasal 38 Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat. Begitu pula, dalam pasal 41 Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana pasal 38 dipidana kurungan paling lama 1 (satu) dan/atau pidana paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Asas pelaksanaan pengelolaan zakat didasarkan pada firman Allah dalam QS. At-Taubah [9]:60. Berdasarkan ayat tersebut, dapat diketahui bahwasanya pengelolaan zakat bukanlah semata-mata dilakukan secara
individual, dari muzakki diserahkan langsung kepada mustahik, tetapi dilaksanakan oleh sebuah lembaga yang khusus menangani zakat, yang memenuhi persyaratan tertentu yang disebut dengan amil zakat. Amil zakat inilah yang bertugas untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat, melakukan penagihan, pengambilan, dan mendistribusikan secara tepat dan benar. Di samping berkaitan dengan perintah Al-Qur'an, pengelolaan zakat oleh amil zakat ini mempunyai, beberapa kelebihan atau keunggulan, antara lain sebagai berikut: pertama, untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat; kedua, menjaga perasaan rendah diri para mustahiq zakat apabila berhadapan langsung menerima zakat dari wajib zakat (muzakki); ketiga, untuk mencapai efisiensi, efektivitas, dan tepat sasaran dalam penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada pada suatu tempat; keempat,
untuk
memperlihatkan
syi'ar
Islam
dalam
semangat
penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang islami. Menurut penulis adanya sanksi hukum terhadap pengelola zakat mempunyai konsekuensi sebagai berikut: 1. Pengelola zakat akan berhati-hati dalam mencatat harta zakat. Hal ini berdampak positif menumbuhkan kepercayaan muzakki. 2. Lebih tertibnya administrasi sehingga akuntabilitas dari para pengelola zakat dapat transfaran dan memudahkan pemeriksaan.
3. Lebih memperkecil tingkat penyelewengan dana karena ada perhitungan yang jelas. Sebaliknya, jika pelaksanaan zakat langsung diserahkan kepada setiap wajib zakat (muzakki), maka nasib dan hak-hak orang miskin dan para mustahik lainnya pada orang-orang kaya, tidak memperoleh jaminan yang pasti.
BAB V PENUTUP C. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Dalam pelaksanaan pengelolaan zakat yang dilakukan oleh ta‟mir masjid hanya dilaksanakan hanya setahun sekali yaitu pada bulan Ramadhan. Setelah bulan ramadhan, panitia „amil zakat bentukan ta‟mir masjid itu dibubarkan. Sebagaimana yang dilakukan obyek penelitian di tiga lokasi yaitu panitia „amil zakat Masjid Al-Huda dukuh Ledok, panitia „amil zakat masjid Nurul Hidayah dukuh Jurang Gunting dan panitia „amil zakat masjid Al-Musyarofah dukuh Cebongan. Kinerja ta‟mir masjid dalam
pengelolaan zakat memiliki potensi yang baik untuk dijadikan sebagai kantong pengetasan kemiskinan meski cakupan kerja dalam lingkup lokal. 2. Alasan ta‟mir masjid dalam membentuk panitia amil zakat di kota Salatiga khususnya di dukuh Ledok, dukuh Jurang Gunting dan dukuh Cebongan dikarenakan Ta‟mir masjid kurang mempercayai kinerja Unit Pengumpul Zakat resmi, khawatir apabila dalam penyaluran zakat tidak tepat sasaran. Selain tidak tepat sasaran jika ingin daerahnya mendapatkan bagian zakat harus mengajukan proposal permohonan permintaan zakat. Jika dilakukan oleh panitia „amil zakat yang dibentuk oleh ta‟mir masjid zakat warga dapat tersalurkan dengan tepat sasaran dan transparan. 3. Mengenai akibat hukum bagi ta‟mir yang melakukan pengelolaan zakat belum dapat dilaksanakan. Apabila sanksi hukum tersebut diterapkan banyak ketua ta‟mir masjid yang dikenai hukuman pidana kurungan atau dikenai denda. Peraturan yang ada di dalam Undang-Undang Zakat Menurut penulis adanya sanksi hukum terhadap pengelola zakat mempunyai konsekuensi sebagai berikut: a) Pengelola zakat akan berhati-hati dalam mencatat harta zakat. Hal ini berdampak positif menumbuhkan kepercayaan muzakki. b) Lebih tertibnya administrasi sehingga akuntabilitas dari para pengelola zakat dapat transparan dan memudahkan pemeriksaan.
c) Lebih
memperkecil
tingkat
penyelewengan
dana karena ada
perhitungan yang jelas. Sebaliknya, jika pelaksanaan zakat langsung diserahkan kepada setiap wajib zakat (muzakki), maka nasib dan hak-hak orang miskin dan para mustahik lainnya pada orang-orang kaya, tidak memperoleh jaminan yang pasti.
D. Saran 1. Untuk ta‟mir masjid diharapkan dalam pencatatan administratif lebih sistematis dan mendetail. Karena pencatatan administatif merupakan menjadi
aset
publik.
Serta
meningkatkan
profesionalitas
dalam
pengelolaan zakat. 2. Dalam pengelolaan zakat, setiap ta‟mir masjid tidak terbatas hanya pada bulan Ramadhan yang terfokus pada zakat fitrah, melainkan juga zakat zakat yang lain. 3. Alangkah baiknya panitia „amil zakat yang dibentuk oleh ta‟mir dijadikan sebuah Lembaga Amil Zakat, dengan dibentuk LAZ diharapkan menjadi amil yang profesional, dan dipercayai oleh masyarakat serta diakui pemerintah sebagai „amil resmi.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad Al-Buny, Djamaludin. 1981. Problematika Harta Dan Zakat. Jakarta: PT. Bina Ilmu Anshori, Abdul Ghafur. 2006. Hukum dan Pemberdayaan Zakat Upaya sinergi wajib Zakat dan pajak Indonesia. Yogyakarta: Nuansa Aksara Ash-shiddieqy, Muhammad Hasbi. 1953. Pedoman Zakat. Jakarta: Bulan Bintang Bukhori, Imam.tt, Shohih Bukhori Juz 2. Semarang: PT. Thoha Putra Damsid, & Ambo Upe (Ed). 2010. Asas- Asas Multiple Researches. Yogyakarta: PT. Tiara wacana Daud, Muhammad Ali. 1998. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UII Press Djuanda, Gustian. 2006. Pelaporan Zakat Pengurangan Pajak Penghasilan. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani Hasan, Muhammad Ali. 2006. Zakat dan Infak Salah Satu Mengatasi Problema Sosial di Indonesia. Jakarta: Kencana Koentjaraningrat, 1991. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT.Gramedia Mahmudi. 2009. Sistem Akuntansi Yogyakarta:P3EI press
Organisasi
Pengelola
Zakat.
Mufraini, Arief. 2006. Akuntansi dan Manajemen Zakat. Jakarta:Kencana Mursyidi, 2006. Akuntansi Zakat Kontemporer. Bandung; PT. Rosdakarya Moleong, Lexy J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Pratama, Abdul Aziz Nugraha. 2012. Pemberdayaan Ekonomi Umat Berbasis Masjid Di Indonesia. Salatiga: STAIN Salatiga Press Qardhawi, Yusuf. 1991. Hukum Zakat. Jakarta: Lentera Nusa Sabiq, Sayid. 1978. Fiqih Sunah 3. Bandung: Maarif ---------------. 1982. Fiqih Sunah 3. Bandung: Maarif Shihab, Muhammad Quraish. 2004. Membumikan A-Qur‟an dan Peranan Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat cetakan 2. Bandung: Mizan ------------------.1989. Ensiklopedia Hukum Islam. Jakarta Surakhmad, Winarno. 1990. Pengantar Penelitian ilmiah. Bandung:Tarsito Surin, Bachtiar, tt. Terjemah Dan Tafsir Al-Quran 30 Juz : Huruf Arab Dan Latin. Jakarta: F.a Sumatra Suryabrata, Sumadi. 1995. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Grafindo Tim Redakasi. 2012. Kompilasi Hukum Islam (Hukum Perkawinan, Kewarisan dan Perwakafan). Bandung: Nuansa Aulia Zuhayly, Wahab. 1995. Zakat Kajian Berbagai Madzhab. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Mawardi, Imam. 16 Januari 2012. Peran dan Fungsi Takmir Masjid (online) (http://kuaimogiri.wordpress.com/2012/01/16/peran-dan-fungsi-takmirmasjid/) (diakses 5 Maret 2013)
Rosyidah, Trie Anis. 2012. Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Terhadap Legalitas Pengelolaan Zakat Oleh Lembaga Amil Zakat (Studi Pada Beberapa LAZ Di Kota Malang) (Online) (http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/188/151) (diakses 16 Maret 2013) Saepullah, Asep. 25 Oktober 2012. Perbedaan UU Zakat yang lama dengan yang baru(Online)(http://shareeducation.wordpress.com/2012/10/25/perb edan-uu-zakat-yang-lama-dengan-yang-baru/) (diakses tanggal 16 Maret 2013)