UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PENGARUH PEMBELI-PEMASOK TERHADAP KINERJA USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH STUDI KASUS PADA UMKM FASHION DI JABODETABEK
SKRIPSI
MOHAMMAD BAYU RADHITYA 1006813626
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM MANAJEMEN KEKHUSUSAN SMALL MEDIUM ENTERPRISE DEPOK 2013
Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
I
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PENGARUH PEMBELI-PEMASOK TERHADAP KINERJA USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH STUDI KASUS PADA UMKM BIDANG FASHION DI JABODETABEK
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
MOHAMMAD BAYU RADHITYA 1006813626
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM EKSTENSI MANAJEMEN DEPOK 2013
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
IV
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur saya panjatkan kepada Dzat yang memiliki semua pujian, Dzat yang memiliki semua keindahan, yaitu Alloh SWT, sang Maha Rahman, sang Maha Rahiim, sang Maha pemilik ilmu, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen dengan focus studi Small Medium Enterprise pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: 1) Bapak Fahrul Ismaeni SE, MH, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini; 2) Kedua orang tua saya H. Adi Cahyantono Bachir dan Hj Eulis Ratna Ruslina, adik saya Hj Arina Alistya dan keluarga besar saya yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral 3) Sahabat seperjuangan Pak Guru Dhany, Den Aduy, Ustadz Raedi, Bos Jabs Zordon, Bos Rendangmia.com Arham, Teguh Kun, Adhel Wise Guy, Dewa FE Fadhil, Ipan, CristROB, Iqbal Tiger, Jon Fahd, Uda Anto, Reinhatt Ganteng, Zibenk Toreto, Abang Datu, dan sahabat-sahabat yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu yang mana telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, saya berharap Alloh SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu. Depok, 28 Desember 2012 Mohammad Bayu Radhitya
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
VI
ABSTRAK
Nama
: Mohammad Bayu Radhitya
Program Studi
: Manajemen Small Medium Enterprise
Judul
: Analisis Hubungan Pembeli-Pemasok Terhadap Kinerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah
Hubungan antara pembeli dengan pemasok pada korporasi besar dapat terjalin dengan mudah dan lebih sistematis. Perdebatan muncul ketika pembeli bukanlah korporasi besar melainkan usaha mikro kecil menengah. Penelitian ini membahas hubungan antara pembeli dengan pemasok serta pengaruhmya terhadap performa organisisasi tersebut. Peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh peningkatan hubungan antara pembeli dengan pemasok terhadap performa usaha mikro kecil dan menengah. Dengan mengetahui hal ini diharapkan usaha mikro kecil menengah dapat mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan oleh UMKM selaku pembeli terhadap supplier serta manfaatnya terhadap kebaikan organisasi UMKM tersebut. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis PLS (Partial Least Square). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan buyer specificity, peningkatan supplier specificity berpengaruh positif terhadap hubungan jangka panjang antara pembeli dan pemasok serta hubungan jangka panjang antara pembeli dan pemasok berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja usaha mikro kecil dan menengah.
Kata kunci : Buyer Specificity, Supplier Specificity, Buyer-Supplier Relationship, dan Organizational Performance
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
VII
ABSTRACT
Name
: Mohammad Bayu Radhitya
Program
: Management of Small Medium Enterprise
Title
: Analysis of Buyer-Supplier Relationships Towards Performance of Micro Small and Medium Enterprises
The relationship between the buyers and suppliers in a large corporation can be established easily and more systematically. The debate arises when the buyer is not the big corporations but small and medium micro enterprises. This study examines the relationship between buyer and supplier and their impact towards organizational performance. Researchers want to know how to influence the improvement of relations between the buyers and suppliers to the performance of micro, small and medium enterprises. Knowing these SMEs are expected to know the things that need to be considered and carried out by SMEs as buyers and the benefit against SME organizations. The data analysis techniques used PLS (Partial Least Square). The results of this study indicate that increased buyer specificity, increased supplier specificity have a positive effect on long-term relationships between buyers and suppliers as well as long-term relationships between buyers and suppliers have a positive and significant impact on the performance of micro, small and medium enterprises
Keywords : Buyer Specificity, Supplier Specificity, Buyer-Supplier Relationship, and Organizational Performance
Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
VIII
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .............................................................................
I
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS...................................
II
LEMBAR PENGESAHAN..………………………………………….
III
KATA PENGANTAR ..........................................................................
IV
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .............
V
ABSTRAK ..........................................................................................
VI
ABSTRACT……………………………….……………………………
VII
DAFTAR ISI ........................................................................................
VIII
DAFTAR TABEL…….………………………………………………
XI
DAFTAR GAMBAR….………………………………………………
XII
DAFTAR LAMPIRAN…………………………..……………………
XIII
1. PENDAHULUAN…………………….………………………………...
1
1.1 Latar Belakang Penelitian.…………………………………………...
1
1.2 Perumusan Masalah …………….…………………………………..
4
1.3 Tujuan Penelitian ……….……………………………………………
5
1.4 Manfaat Penelitian ……………..…………………………………….
5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ……………..…………………………….
6
1.5.1
Unit Analisis……………….………………………………..
6
1.5.2
Wilayah Penelitian…………..………………………………
6
1.5.3
Periode Penelitian……..…………………………………….
6
1.5.4
Batasan Peneltian……………..……………………………..
6
1.6 Sistematika Penulisan...……………..………………………………..
7
2. TEORI PENUNJANG…...……..…………………………………………. 8 2.1 Landasan Teori………..………………………………………………
8
2.1.1
Karakteristik UMKM………..………………………………
11
2.1.2
Perkembangan UMKM di Indonesia…………..……………
13
2.1.3
Kontribusi UMKM…………………………………………...
14
2.1.4
Penyerapan Tenaga Kerja oleh UMKM….……………
15
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
IX
2.1.5
Kontribusi terhadap PDB bedasarkan harga yang berlaku
16
2.1.6
Keberhasilan dan Kegagalan UMKM……….…………
17
2.2 Buyer-Supplier Specificity……………………….……………………
18
2.3 Buyer-Supplier Relationship…………….…………………………….
18
2.4 Organizational Performance….………………………………………..
22
3. METODOLOGI PENELITIAN………………..………………………..
27
3.1 Model Penelitian dan Penurunan Hipotesis..……………………
27
3.2 Operasionalisasi dan Pengukuran Variabel…….……………………..
31
3.3 Metode Pengumpulan Data………..……………………………
36
3.3.1
Metode Pengumpulan Data dan Penggunaan Skala..…..
38
3.3.2
Penentuan Jumlah Responden………………………….
39
3.4 Pretesting……………………………………………………….……..
40
3.5 Metode Pengolahan Data pada bagian Penelitian Kuantitatif..…
40
Metode Penelitian Partial Least Square (PLS)..……………
41
3.5.1.1 Model Pengukuran PLS……..……………………..
42
3.5.1.2 Evaluasi Model……..………………………………
43
3.5.1.3 Model Pengukuran atau Outer Model………………
43
Uji Raliabilitas dan Validitas…………………………………
44
3.5.2.1 Uji Reliabilitas………………………………………..
44
3.5.2.2 Uji Validitas…………………………………………..
44
4. PEMBAHASAN…………………………………………………………..
45
4.1 Waktu Pelaksanaan Penelitian….………………………………..
45
4.2 Pretesting………………………………………………………………
45
4.3 Uji Reliabilitas Pretest…………………………………………………
46
4.4 Uji Validitas Pretest……………………………………………………
47
4.5 Gambaran Umum Responden………………………………………….
48
3.5.1
3.5.2
4.5.1
Jenis Kelamin…….………………………………..………….
48
4.5.2
Usia…………………………………………………………..
48
4.5.3
Usia Mulai Berwirausaha……………………………………
49
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
X
4.5.4
Jumlah Karyawan……………………………………………
50
4.6 Analisis Partial Least Square…………………………………………
50
4.6.1
Merancang Model Struktural………………………………..
51
4.6.2
Merancang Model Pengukuran………………………….......
51
4.6.2.1 Konstruk Buyer Specificity…….……………………
52
4.6.2.2 Konstruk Supplier Specificity…………….…………
52
4.6.2.3 Konstruk Buyer-Supplier Relationship…….………..
53
4.6.2.4 Konstruk Organizational Performance………………
53
4.6.2.5 Rangkaian Konstruk (Outer Model).….……………..
54
Weight, Path Coefficient, Loading dan Evaluasi GoF…
54
4.6.3.1 Composite Reliability dan AVE……………………..
56
Pengujian Hipotesis………………………………………….
59
4.6.4.1 Pengujian Hipotesis Satu (H1)………………………
60
4.6.4.2 Pengujian Hipotesis Dua (H2)……………………….
61
4.6.4.3 Pengujian Hipotesis Tiga (H3)………………………
62
4.6.4.4 Rangkuman Hasil Uji Hipotesis……………………..
64
5. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………
69
5.1 Kesimpulan……………………….…………………………………..
69
5.2 Saran………………………………………………………………….
71
4.6.3
4.6.4
5.2.1
Saran Bagi Pelaku UMKM………………………………….
71
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….
73
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
XI
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Kriteria UMKM………………………………………………..
3
Tabel 2.1
Definisi UMKM ……………………………………………….
8
Tabel 2.2
Karakteristik UMKM …………………………………………. 11
Tabel 2.3
Perkembangan UMKM Indonesia …………………………….
15
Tabel 2.4
Penyerapan Tenaga Kerja oleh UMKM ………………………
17
Tabel 2.5
Kontribusi UMKM Terhadap PDB …………………………...
17
Tabel 2.6
Kontribusi UMKM terhadap Nilai Ekspor Nasional Non Migas 18
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel …………………………………….
32
Tabel 4.1
Reliabilitas Pretest …………… …………………………….
46
Tabel 4.2
Validitas Pretest ………………………………………………. 47
Tabel 4.3
Validitas Pretest ………………………………………………. 47
Tabel 4.4
Quality Criteria……………………………………………………. 56
Tabel 4.5
Composite Reliability ………………………………………… 56
Tabel 4.6
Average Variance Extracted ………………… ……………..
57
Tabel 4.7
Cross Loading ………………………………………………...
58
Tabel 4.8
Path Coefficients (Mean, STDEV, T-Values) ………………..
60
Tabel 4.9
Path Coefficients (Mean, STDEV, T-Values) ………………..
61
Tabel 4.10
Path Coefficients (Mean, STDEV, T-Values) ………………..
62
Tabel 4.11
Rangkuman Hasil Uji Hipotesis ………………………………
64
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
XII
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Klasifikasi Business Performance ………………………… 25
Gambar 3.1
Model Penelitian ………………………………………….. 28
Gambar 4.1
Jenis Kelamin Responden ………………………………… 48
Gambar 4.2
Usia ……………………………………………………….. 48
Gambar 4.3
Usia Mulai Berwirausaha ………………………………... 49
Gambar 4.4
Jumlah Karyawan ………………………………………… 50
Gambar 4.5
Model Struktural (Inner Model) ………………………….. 51
Gambar 4.6
Konstruk Buyer Specificity ………………………………. 52
Gambar 4.7
Konstruk Supplier Specificity ……………………………. 52
Gambar 4.8
Konstruk Buyer-Supplier Relationship ………………….. 53
Gambar 4.9
Konstruk Organizational Performance …………………... 53
Gambar 4.10 Rangkaian Konstruk (Outer Model) ……………………… 54 Gambar 4.11 Weight, Path Coefficient, dan Loading …………………… 54 Gambar 4.12 Weight, Path Coefficient, dan Loading …………………... 55
Universitas Indonesia
Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
XII
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuesioner Penelitian 2. Output SmartPLS
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah dalam upayanya untuk memperkuat perekonomian negara saat ini semakin sadar bahwa keberadaan UMKM (Small Medium Enterprise) sangat membantu negara dalam menjaga stabilitas perekonomian dan penyokong sektor riil. Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia
UMKM selalu dipandang
sebagai sektor yang memiliki peranan penting. Indonesia dengan penduduk yang mayoritas masih berpendidikan relatif rendah dan hidup dari sektor usaha kecil baik tradisional maupun modern membuat UMKM menjadi sektor riil yang sangat dekat dengan rakyat. Pentingnya peranan UMKM tersebut sehingga pemerintah serius dalam pembangunanannya hingga terdapat dua kementerian yang mengurus tentang UMKM ini yaitu Kementerian Perindustrian dan Perdagangan serta Kementerian Koperasi dan UMKM. Pemerintah mendorong usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk terus tumbuh sehingga bisa lebih banyak menyerap tenaga kerja. UMKM diharapkan semakin berperan dalam menekan angka pengangguran. Menteri Koperasi dan UMKM Syarif Hasan mengungkapkan, pertumbuhan UMKM di Indonesia meningkat pesat dua tahun terakhir. Bila tahun 2009 jumlah UMKM berkisar 52,8 juta unit usaha, pada 2011 sudah bertambah menjadi 55,2 juta unit. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Indonesia Syarief Hasan memperkirakan pertumbuhan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di seluruh Indonesia pada 2013 mencapai dua juta UMKM. Jumlah UMKM yang terus meningkat ini diharapkan bisa sebanding dengan penyerapan tenaga kerja. Sebagai catatan, rata-rata UMKM bisa menyerap 3 samapi 5 tenaga kerja dengan adanya penambahan sekitar 3 juta unit UMKM, dalam dua tahun terakhir, jumlah tenaga yang terserap bertambah 15 juta orang. (Kementrian Koperasi dan Usaha mikro, kecil dan menengah Republik Indonesia, 2012)
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
2
Hafsah (2004) Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah. UMKM perlu terus dikembangkan dan untuk menambah jumlahnya diperlukan cara untuk menjaga keberlangsungan usaha sebuah SME atau UMKM agar dapat mengupayakan penjualan dan pemasaran produk yang lebih baik lagi. UMKM perlu mendapat pelatihan dan up-date system organisasi secara berkelanjutan. Meskipun usaha ini berskala kecil namun bisnis ini perlu diorganisir secara lebih baik seperti bisnis skala besar dengan harapan UMKM ini dapat bersaing global. UMKM sendiri merupakan usaha dengan omset maksimal sebesar Rp 50 milliar dan total asset kurang dari Rp 10 milyar (UU No 20 Tahun 2008). Pengertian dan kriteria UMKM menurut Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 UMKM yaitu; 1. Pengertian UMKM a) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan
dan/atau
badan
usaha
perorangan
yang
memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM b) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupung tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM c) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
3
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM. 2. Kriteria Tabel 1.1 Kriteria UMKM No
URAIAN
ASSET
OMZET
1
Usaha Mikro
Maksimal Rp 50 juta
Maksimal Rp 300 juta
2
Usaha Kecil
> Rp50 juta – Rp500 juta
>Rp300 juta–Rp2,5 M
3
Usaha Menengah
>Rp500 juta–Rp10 M
>Rp2.5 M–Rp50 M
Sumber:Kementerian Koperasi dan UMKM RI diolah kembali peneliti
Saat ini lingkungan bisnis yang kompetitif membuat perusahaan merasa penting untuk mencari cara yang efektif dalam bersaing. Pada dua dekade terakhir, telah terjadi perubahan paradigma terhadap peran pembelian pada banyak perusahaan dengan demikian pembelian telah berevelousi lebih dari sekedar fungsi pembelian belaka namun telah bergeser menjadi fungsi strategis. Sejak perusahaan tidak dapat memiliki semua keunggulan sendiri, hubungan kemitraan antara pembeli dan pemasok menjadi lebih penting, dengan demikian peran pembelian menjadi nilai tambah bagi perusahaan jika peran ini diatur dengan strategis, bahkan pembeli mengandalkan mitra strategisnya yaitu pemasok untuk mempertahankan posisi kompetitifnya. (Carr dan Pearson, 1999; Wagner dan Boutellier, 2002; Adams dan Khoja, 2012) Sejalan dengan perlu pembinaan manajemen UMKM untuk mencapai kualitas kinerja UMKM yang baik, pengusaha banyak melakukan pengembangan manajemen yang salah satunya yaitu hubungan pembeli dan pemasok (BuyerSupplier). Para praktisi bisnis dan peneliti sering mengasumsikan pembelian (purchasing) yang terjadi pada bisnis skala besar sama praktiknya pada bisnis skala kecil (Gibb, 2000). Pada banyak perusahaan skala besar, hubungan antara pembeli dan pemasok (buyer-supplier) sudah terbangun dan tersistem secara baik, namun apakah hal ini juga sama kondisinya pada UMKM ? Buyer-supplier relationships pada UMKM belum tentu sudah terbangun secara baik seperti
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
4
perusahaan besar, UMKM/SME adalah organisasi kecil dan minim sumber daya yang memiliki tugas lebih spesifik menurut Quayle (1999) dan Ramsey (2001). Sebagai contoh antara lain, minimnya kemampuan untuk membeli dengan alasan volume beli yang kecil atau bahkan kelangkaan sumber daya internal seperti penyediaan waktu khusus untuk membangun hubungan antara buyer dan supplier. Meskipun telah ada penelitian sebelumnya yang membahas hubungan buyer dan supplier pada perusahaan skala besar dan perusahaan-perusahaan umum (Jap, 1999) namun tidak secara langsung mengarah pada UMKM/Small Business. Hasil dari penelitian ini akan menunjukkan bahwa apakah pembeli kecil juga dapat menjalin hubungan jangka panjang dengan supplier masing-masing serta efek positifnya terhadap kinerja UMKM dari hubungan jangka panjang antara pembeli dengan pemasok. Peneliti mengambil studi kasus mengenai UMKM sektor/bidang fashion. Fashion tergolong dalam subsektor industri kreatif. Produk fashion berkontribusi Rp71,98 triliun terhadap nilai ekspor industri kreatif pada 2010, penyumbang tertinggi di antara subsektor-subsektor lainnya. Pada 8 Nopember 2012 Direktur Desain dan Arsitektur pada Direktorat Jenderal Ekonomi Kreatif Berbasis Media, Desain, dan IPTEK Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Poppy Savitri mengatakan bahwa subsektor fashion selalu menjadi kontributor tertinggi pada nilai ekspor industri kreatif sejak 2002 hingga 2010,". Tercatat pada 2002 nilai ekspor subsektor fashion mencapai Rp36,26 triliun dan pada 2010 naik signifikan menjadi Rp71,98 triliun (ANTARANews, 2012). Penduduk Indonesia yang berjumlah 257.516.167 jiwa menjadi pangsa pasar yang besar untuk sektor fashion. Berdasarkan survei ILO (International Labour Organization), sekitar 67% perekonomian Indonesia ditopang oleh UMKM. Fenomena ini menjadi menarik untuk diteliti karena didalam industri fashion ini tidak sedikit UMKM yang ikut andil dalam produksi fashion. Hal-hal ini menyebabkan peneliti melakukan penelitian dengan studi kasus di sektor/bidang fashion. 1.2 Perumusan Masalah Semakin kompetitifnya persaingan antar UMKM secara tidak langsung menjadikan UMKM perlu melakukan pembaharuan sistem yang dirasa masih
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
5
konvensional yang salah satunya yaitu mengatur hubungan antar buyer dengan supplier. UMKM di Indonesia yang sedang berkembang pesat ini perlu dibekali dengan manajemen yang baik agar mampu tumbuh pesat dan bersaing global. Pada penelitian ini penulis akan menggunakan permodelan yang telah digunakan oleh Adams, Khoja, Kauffman (2012) pada penelitian sebelumnya yang mana model ini dibuat untuk menguji apabila pada UMKM, faktor buyersupplier specificity
mendorong terjalinnya hubungan antara pembeli dengan
pemasok serta faktor buyer specificity dan supplier specificity mempengaruhi hubungan jangka panjang antara pembeli dengan pemasok. Dengan penelitian ini penulis berharap dapat menemukan jawaban atas beberapa masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh peningkatan buyer specificity terhadap hubungan jangka panjang antara pembeli dan pemasok (BuyerSupplier Relationship) pada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) ? 2. Bagaimana pengaruh peningkatan supplier specificity terhadap hubungan jangka panjang antara pembeli dan pemasok (BuyerSupplier Relationship) pada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) ? 3. Bagaimana hubungan jangka panjang antara pembeli dan pemasok (Buyer-Supplier Relationship) mempengaruhi kinerja perusahaan/ UMKM (Organizational Performance) ? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin penulis capai dari penelitian ini antara lain: 1) Mengetahui pengaruh peningkatan buyer specificity terhadap hubungan jangka panjang antara pembeli dan pemasok (Buyer-Supplier specificity) pada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
6
2) Mengetahui pengaruh peningkatan supplier specificity terhadap hubungan jangka panjang antara pembeli dan pemasok (Buyer-Supplier Relationship) pada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). 3) Mengetahui hubungan antara pembeli dan pemasok (Buyer-Supplier Relationship) dalam mempengaruhi kinerja perusahaan/bisnis/UMKM. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi penulis sendiri penelitian ini akan memberi pengetahuan dan informasi mendalam mengenai peran buyer-supplier relationship terhadap kinerja UMKM khususnya UMKM dibidang fashion yang tersebar di wilayah Jabodetabek & sebagai salah satu syarat kelulusan menjadi sarjana ekonomi di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2. Memberikan informasi tambahan bagi pelaku UMKM khususnya di bidang fashion mengenai peran hubungan pembeli dan pemasok (BuyerSupplier Relationship) terhadap kinerja bisnisnya yang mana juga sebagai salah satu langkah dalam peningkatan kompetensi usaha. 3. Bagi bidang akademis, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah serta memperkaya literatur tentang UMKM khususnya yang mengkaji masalah Buyer-Supplier serta kaitannya terhadap kinerja UMKM. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian 1.5.1 Unit Analisis Penelitian ini akan difokuskan pada UMKM dengan kekhususan UMKM di bidang fashion di wilayah Jabodetabek. 1.5.2 Wilayah Penelitian Wilayah penelitian yang penulis teliti berada di wilayah Jabodetabek. 1.5.3 Periode Penelitian Penelitian dan pengumpulan data untuk penelitian hingga pengolahan data akan dilakukan mulai dari bulan September 2012 sampai dengan bulan Desember 2012.
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
7
1.5.4 Batasan Penelitian Penelitian ini akan dibatasi hingga pada variabel mengenai pengaruh
buyer
specificity,
supplier
specificity,
buyer-supplier
relationship terhadap organizational performance pada UMKM khususnya UMKM Fashion 1.6 Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini akan dibagi dalam lima bab antara lain : Bab 1 : Pendahuluan Bab pendahuluan terdiri dari latar belakang, perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penelitian. Bab 2 : Teori Penunjang Bab ini akan berisi mengenai tinjauan pustaka serta menjelaskan penelitian yang sebelumnya yang terkait dengan topik buyer-supplier relationship terhadap kinerja perusahaan. Di dalam bab ini juga akan dibahas seputar UMKM, baik definisinya, kriteria, kelebihan dan kelemahan UMKM, dll. Bab 3 : Metodologi Peneliti Bab ini akan berisi mengenai desain penelitian, jenis data, metode pengumpulan data, metode sampling dan teknik pengolahan data. Bab 4 : Analisis Data dan Pembahasan Dalam Bab ini berisi pembahasan analisis data dari hasil penelitian yang akan dibahas guna menjawab masalah–masalah penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya. Bab 5 : Kesimpulan dan Saran Pada Bab akhir ini akan berisi kesimpulan dari hasil penelitian, keterbatasan dari penelitian dan saran serta masukan yang berhubungan dengan penelitian ini kepada pihak-pihak terkait.
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
8
BAB 2
TEORI PENUNJANG
2.1 Landasan Teori Di Indonesia SME atau UMKM sendiri didefinisikan menurut UU No Tahun 2008 di dalam galeri UMKM yang dipaparkan oleh Kementerian Koperasi dan UMKM Republik Indonesia (2012) sebagai:
Usaha Mikro Kelompok usaha mikro adalah usaha produktif milik perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Usaha Kecil Kelompok usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
Usaha Menengah Kelompok usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Pada jurnal yang ditulis oleh Adams, Khoja dan Kauffman (2012), small business atau di Indonesia yang biasa kita sebut dengan usaha mikro, kecil dan
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
9
menengah (UMKM) didefinisikan sebagai unit usaha yang memiliki jumlah karyawan kurang dari 500 orang dan penjualan per tahun kurang dari $ 20 juta dollar Amerika. UMKM berdiri sendiri, yaitu sebagai sebuah entitas otonom, bukan salah satu divisi atau anak cabang dari sebuah perusahaan, (Baird, Lyles, dan Oris, 1994). Bisnis kecil
di
Amerika Serikat
memiliki peran penting bagi
perekonomian negara. Organisasi-organisasi ini merepresentasikan 95 % bisnis non pertanian Amerika Serikat, (Arend, 2006; Beekman dan Robinson, 2004; Spragins dan Harnish, 2004). Definisi dan ketentuan mengenai SME atau UMKM di setiap negara tentunya berbeda, secara garis besar Organization for Economic Corporation and Development (OECD, 2005) menurut Shaharudin, Mansor, Elias (2011) dijelaskan bahwa UMKM adalah sebuah usaha dengan jumlah pekerja kurang dari 250 karyawan. Sedangkan menurut Pham LN dan Nguyen DTT (2011), SME yang berada di Vietnam memiliki karyawan kurang dari 300, kurang dari 500 karyawan di Jerman dan di belgia memiliki kurang dari 100 karyawan. Adapun beberapa definisi dari UMKM yang diberikan oleh lembaga dan negaranegara lain adalah: Tabel 2.1 Definisi UMKM Oleh Berbagai Sumber Negara/Organisasi
World Bank
Definisi UMKM Mikro (karyawan <10 orang, aset sampai US$100.000, pendapatan sampai US$100.000/tahun)
Ukuran
Jumlah karyawan, aset dan pendapatan
Kecil (karyawan <30 orang, aset sampai dengan US$ 3 juta, pendapatan sampai dengan US$ 3 juta/tahun) Menengah (karyawan <300 orang, aset sampai dengan US$ 15 juta, pendapatan sampai dengan US$15
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
10
Singapura
Malaysia
juta/tahun) Usaha yang dimiliki minimal 30% pemegang saham lokal dengan aset produktif tetap dibawah SG$ 15 Juta Industri Kecil (SI) Jumlah karyawan antara 5 hingga 50 orang, jumlah modal saham M$500.000
Kepemilikan saham lokal dan nilai aset produktif
Jumlah karyawan dan nilai aset
Industri Medium (MI) Jumlah karyawan antara 50 hingga 75 orang, jumlah modal saham M$500.000 hingga M$2,5 Juta Mining and Manufacturing dengan karyawan kurang dari 300 orang dan modal kurang dari US$ 2,5 juta
Jepang
Wholesale dengan karyawan kurang dari 100 orang dan modal kurang dari US$ 840.000
Jenis indutri, jumlah karyawan dan modal
Retail dengan karyawan kurang dari 54 orang dan modal kurang dari US$ 820.000
Korea Selatan
Service dengan karyawan kurang dari 100 orang dan modal kurang dari US$ 420.000 Usaha dengan jumlah karyawan dibawah 300 orang dan aset kurang dari US$60.000.0000 Medium Sized Enterprise jumlah karyawan kurang dari 250 orang, pendapatan kurang dari US$50.000.0000 dan asset kurang dari
Jumlah karyawan dan nilai aset
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
11
US$50.000.000 Small Sized Enterprise jumlah karyawan kurang dari 50 orang, pendapatan kurang dari US$10.000.000 dan asset kurang dari US$13.000.000
European Commision
Jumlah karyawan, nilai aset dan pendapatan
Micro Sized Enterprise jumlah karyawan kurang dari 10 orang, pendapatan kurang dari US$2.000.000 dan asset kurang dari US$2.000.000 Sumber: galeriumkm.com diolah kembali oleh penulis
2.1.1
Karateristik UMKM
Undang-undang No 20 Tahun 2008 RI ini juga menjelaskan mengenai karateristik UMKM dari segi kekayaan bersih (asset) dan hasil penjualan (omzet). Tabel 2.2 Karakteristik UMKM No
Usaha
Asset
Omzet
1
Usaha Mikro
Maksimal Rp 50 juta
Maksimal Rp 300 juta
2
Usaha Kecil
>Rp 50 juta-Rp 500 juta
> Rp 300 juta - Rp 2,5 milyar
3
Usaha Menengah
>Rp500 juta-Rp10 milyar
>Rp2,5milyarRp50milyar
Sumber : Undang-undang No 20 Tahun 2008 diolah kembali oleh peneliti
Karateristik UMKM sesuai yang telah dijelaskan oleh penelitian yang dilakukan MacGregor (2004) menyatakan beberapa hal yaitu:
Memiliki tim manajemen kecil (Small Management Team)
Adanya pengaruh pemilik yang dominan (Strong Owner Influence)
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
12
Kontrol dan kekuasaan yang terpusat (Centralized power and control)
Kurangnya staf khusus (lack of spe-commercialist staff)
Multifungsi manajemen (multifunctional management)
Kurangnya kontrol atas lingkungan bisnis (Lack of control over business enviroment)
Pangsa pasar yang terbatas (limited market share)
Tingkat perputaran karyawan yang rendah (Low employee turnover)
Segan/berhati-hati dalam mengambil risiko (Relucant to take a risk) Selain karateristik yang dijelaskan diatas MacGregor dan Vrazalic (2004)
juga melakukan review serta ringkasan dari beberapa penelitian yang sebelumnya telah menjelaskan karateristik yang dimiliki UMKM. Welsh dan White (1981) mengungkapkan dari sisi manajemen, UMKM memiliki manajemen sederhana dan kecil, tersentralisasi dengan orientasi jangka pendek. Tingkat kemampuan manajemen relatif masih rendah. UMKM menghindari kegiatan-kegiatan yang memiliki tingkat spekulasi tinggi. Proses perencanaan dan proses pencatatan bersifat informal dan tidak memadai. Dilihat dari sisi pengambilan keputusan, Reynolds (1994) menjelaskan bahwa pengambilan keputusan pada UMKM masih berdasarkan intuisi, jarang berdasarkan perencanaan dan studi mendalam atas permasalahan yang timbul. Pemilik usaha memiliki pengaruh yang besar terhadap proses pengambilan keputusan. Pemilik kadangkala menyembunyikan informasi kepada rekan-rekan. Dari sisi sumber daya, Gibbs (1994) mengatakan bahwa UMKM kesulitan dalam memperoleh modal besar serta terbatasnya akses sumber daya karena sumber daya yang dimiliki UMKM relatif kecil. Enggan untuk mengeluarkan biaya di dalam hal informasi dan teknologi serta memiliki keterbatasan dalam menggunakan teknologi. Ditinjau dari sisi produk dan pangsa pasar, Reynolds (1994) menyatakan bahwa UMKM memiliki sedikit variasi produk dan jasa yang dimiliki. UMKM lebih berorientasi kepada produk sedangkan usaha besar lebih berorientasi kepada konsumen. Pangsa pasar yang dimiliki sempit kadang kala hanya mengandalkan
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
13
beberapa konsumen. UMKM kurang tertarik memiliki pangsa pasar yang luas didalam sebuah pasar. UMKM tidak mampu bersaing dengan rekan ataupun pesaing yang lebih besar. Rendahnya pengawasan terhadap lingkungan sekitar dan usaha yang lebih besar serta menghadapi adanya ketidakpastian. Levy dan Powel juga mengungkapkannya pada tahun 2000 bahwa UMKM memiliki kelebihan dan kekurangan jika dibandingkan dengan perusahaan besar, kelebihannya antara lain fleksibilitas yang memungkinkan UMKM untuk merespon secara cepat terhadap perubahan yang terjadi, struktur manajemen masih informal, kemampuan untuk secara sering menggunakan teknologi maju untuk mendapatkan keunggulan kompetitif. Kekurangannya dapat berupa kurangnya perencanaan dan perumusan strategi secara formal yang dampaknya lebih secara implicit daripada eksplisit pada strategi perusahaan tersebut, fokus pada problem-problem harian yang mana tidak termasuk dalam tujuan jangka panjang, relatif kekurangan sumber daya seperti; (personil, finansial, fasilitas fisik) yang mana menghambat dalam proses spesialisasi manajemen contohnya tanggung jawab beberapa pekerjaan dibebankan kepada satu orang, relatif rendah dalam pembelian inventaris perusahaan. Jika disimpulkan bahwa UMKM masih memiliki banyak kekurangan, baik dari sistem manajemen, permodalan, pengelolaan dan pengembangan. Hal ini jauh berbeda dengan bisnis besar yang memiliki perencanaan lebih matang dan manajemen yang lebih terstruktur. 2.1.2 Perkembangan UMKM di Indonesia Perkembangan jumlah UMKM di Indonesia bedasarkan data dari kementerian koperasi dan Usaha mikro, kecil dan menengah (2011) memberikan gambaran bahwa jumlah mayoritas usaha yang ada di Indonesia saat ini cukup besar dengan total jumlah UMKM mencapai lebih dari 49 Juta unit usaha pada tahun 2006. Sedangkan jumlah usaha besar pada tahun yang sama kurang lebih 5.000 unit usaha saja atau tidak sampai 1% dari jumlah unit usaha yang berada di Indonesia. Hingga tahun 2010 data menunjukan bahwa pertumbuhan UMKM di Indonesia meningkat sebesar 9,8% dari jumlah tahun 2006 menjadi sebesar 53,2
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
14
juta unit usaha, usaha besar juga mengalami peningkatan tetapi hanya sebesar 5,69% dari tahun 2006 menjadi 4838 yang sebelumnya sebanyak 4.577 unit usaha. Tabel 2.3 Perkembangan UMKM Indonesia Usaha
Satuan
2008
2009
2010
Usaha Mikro
Unit
50.847.771
52.176.795
53.207.500
Usaha Kecil
Unit
522.124
546.675
573.601
Usaha Menengah
Unit
39.717
41.133
42.631
Usaha Besar
Unit
4.650
4.677
4.838
Sumber: Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro,Kecil dan Menengah, Diolah Kembali oleh Penulis
2.1.3 Kontribusi UMKM Keberadaan UMKM di dalam sebuah negara tentunya akan memberikan manfaat dan kontribusi di dalam perekonomian negara tersebut. Menurut Lupiyoadi Rambat (2007) menjelaskan bahwa usaha kecil secara historis dikenal mampu menampung tenaga kerja, lebih inovatif dan memberikan kontribusi penting bagi perusahaan-perusahaan besar. Usaha kecil juga disebut sebagai “katup pengaman” dalam masalah pengangguran, dan berperan besar sebagai pemasok dan pengecer bagi operasi perusahaan besar. Kontribusi tersebut antara lain: 1. Pencipta Lapangan Pekerjaan. Lebih dari 20 tahun terakhir ini menunjukan bahwa lapangan kerja baru itu datangnya bukan dari jenis usaha besar tetapi berasal dari jenis usaha kecil. Perusahaan kecil, muda dan berteknologi tinggi cenderung menghasilkan pekerjaan baru lebih cepat dari perusahaan tua. 2. Inovatif Beberapa perusahaan kecil di Amerika Serikat telah berhasil menemukan komputer, pisau cukur stainless steel, radio transistor dan mesin fotokopi, mesin jet, dan sebagainya.
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
15
3. Sangat penting bagi perusahaan besar. Perekonomian Amerika Serikat sangat tergantung kepada bisnis kecil, karena hampir seluruh produk yang dibuat oleh perusahaan manufaktur besar dikerjakan oleh bisnis kecil. 2.1.4 Penyerapan Tenaga Kerja UMKM dan Usaha Besar dari 2006 – 2010 Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menunjukan besarnya penyerapan tenaga kerja oleh UMKM. Dapat dilihat bahwa pada tahun 2006 jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMKM mencapai lebih dari 82,9 juta orang, sedangkan disisi lain usaha besar hanya mampu menyerap 2,4 juta pekerja. Seperti pernyataan Lupiyoadi (2007) bahwa UMKM memiliki kemampuan menyerap tenaga kerja dan membuka lapangan pekerjaan. Jumlah tenaga kerja yang UMKM serap terus meningkat dari tahun ke tahun. Sesuai data hingga tahun 2010 UMKM telah menyerap lebih dari 93 Juta pekerja atau meningkat sebesar 13%. Sedangkan peningkatan sebesar 16.33% jumlah pekerja juga terjadi pada usaha besar dimana usaha besar telah menyerap 2,8 juta pekerja hingga tahun 2010. Tabel 2.4 Penyerapan Tenaga Kerja oleh UMKM Usaha
Satuan
2008
2009
2010
Usaha Mikro
Orang
87.810.3661
90.012.94
93.014.775
Usaha Kecil
Orang
3.519.843
3.521.073
3.627.164
Usaha Menengah
Orang
2.694.069
2.677.565
2.759.852
Usaha Besar
Orang
2.756.205
2.674.671
2.839.711
Sumber: Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro,Kecil dan Menengah, Diolah Kembali oleh Penulis
2.1.5 Kontribusi terhadap PDB bedasarkan harga yang berlaku Tabel 2.5 Kontribusi UMKM Terhadap PDB Usaha
Satuan
2008
2009
2010
Usaha Mikro
Rp miliar
1.510.055,8
1,751.644,6
2.051.878,0
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
16
Usaha
Satuan
2008
2009
2010
Usaha Kecil
Rp miliar
472.830,3
528.244,2
597.700,2
Usaha Menengah
Rp miliar
630.339,9
713.262,9
816.745,1
Usaha Besar
Rp miliar
2.080.582,9
2.301.709,2
2.602.369,5
Sumber: Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro,Kecil dan Menengah, Diolah Kembali oleh Penulis
Kontribusi lain yang diberikan oleh UMKM juga datang dalam hal PDB (Pendapatan Domestik Bruto) Indonesia. Pada tabel di atas peningkatan jumlah PDB dari UMKM pada akhir 2010 telah melewati raihan usaha besar. Jika pada tahun 2006 memberikan Rp. 1.017 triliun meningkat hampir dua kali lipat sebesar 94,37% di tahun 2010 menjadi Rp. 2.051 triliyun. sedangkan usaha besar ditahun 2006 mampu memberikan Rp 1.387 triliyun meningkat menjadi Rp 2.602 triliyun ditahun 2010 atau meningkat 87,49%. Dari hasil ini dapat dilihat bahwa perubahan kontribusi terhadap PDB yang datang dari UMKM mampu lebih besar dari usaha-usaha besar lainnya. Dengan besarnya kontribusi UMKM juga mendapat perhatian dari Bank Indonesia (Infobank.com, 2011). Dengan besarnya kontribusi yang mencapai 56,7% dari koperasi dan UMKM mendorong penandatanganan kesepakatan bersama (MoU) untuk terus meningkatkan kontribusi koperasi dan UMKM di Indonesia terhadap PDB nasional.
Tabel 2.6 Kontribusi UMKM terhadap Nilai Ekspor Nasional Non Migas Usaha
Satuan
2008
2009
2010
Usaha Mikro
Rp miliar
16.464,8
14.375,3
16.687,5
Usaha Kecil
Rp miliar
40.062,5
36.839,7
38.001,0
Usaha Menengah
Rp miliar
121.481,0
111.039,6
121.205,4
Usaha Besar
Rp miliar
805.532,1
790.835,3
936.825,0
Sumber: Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro,Kecil dan Menengah, Diolah Kembali oleh Penulis
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
17
Tabel diatas menjelaskan besar kontribusi yang diberikan oleh UMKM terhadap Nilai ekpor Non Migas Nasional. Dari data diatas dapat dilihat bahwa UMKM masih dibawah Usaha besar dalam kontribusi terhadap ekpor non migas. Hingga 2010 UMKM hanya 15.81% dari ekspor non migas sedangkan usaha besar mampu memberikan 85.19% dari ekspor Non Migas. Tentunya diharapkan dengan berbagai kebijakan angka ekspor dari UMKM terus akan meningkat dari tahun ke tahun. 2.1.6
Keberhasilan dan Kegagalan UMKM
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan sebuah UMKM. Menurut Lupiyoadi Rambat (2007) terdapat empat faktor yang dapat mendorong gagalnya usaha kecil, antara lain : 1. Banyaknya perusahaan kurang dikelola dengan baik oleh manajer yang kurang berpengalaman dalam menjalankan tugasnya. 2. Kurangnya dukungan dari pihak yang menjalankan tugasnya. Wirausaha atau pemilik mendapat tawaran usaha baru sehingga perhatian tidak dipusatkan pada usaha tersebut. 3. Lemahnya sistem kontrol/pengawasan, dengan lemahnya pengawasan ini cenderung akan menyebabkan kerugian dan penggunaan sumberdaya secara berlebih. 4. Relatif kurangnya modal untuk menjalankan usaha yang dimiliki. Disamping faktor yang menyebabkan kegagalan seseorang dalam menjalankan usaha kecil, Lupiyoadi Rambat (2007) juga membahas dari sisi faktor yang menyebabkan keberhasilan dalam menjalankan usaha kecil, antara lain: 1. Mempunyai tipe pemimpin yang ulet dan pekerja keras serta mempunyai
dedikasi yang tinggi. 2. Faktor lainnya yaitu dukungan dari faktor eksternal berupa peningkatan
permintaan barang dan jasa sehingga usaha tersebut dapat sukses dan berhasil.
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
18
2.2 Buyer-Supplier Specificity Menurut Adams, Khoja dan Kauffman (2012) konsep buyer specificity dikemukakan sebagai komitmen perusahaan pembeli (Buyer Organization) terhadap langkah-langkah atau investasi yang dilakukan untuk menjalin hubungan dengan supplier. Langkah dan investasi tersebut dapat berupa pengembangan pengalaman dan pengetahuan secara berkesinambungan, proyek akomodasi terhadap
supplier,
serta
pembangunan
infrastruktur
pembelian
seperti
pembangunan software ordering dan lain sebagainya. Sedangkan konsep supplier specificity dijelaskan sebagai komitment supplier terhadap langkah-langkah atau investasi yang dilakukan untuk menjalin hubungan dengan buyer. Langkah dan investasi tersebut dapat berupa penyertaan standar kualitas, pengiriman barang tepat waktu serta pembangunan infrastrukstur untuk memudahkan pembeli. (Adams, Khoja dan Kauffman, 2012) Reputasi dan ukuran perusahaan pemasok serta kesediaan pemasok untuk menyesuaikan kemauan pembeli meningkatkan kepercayaan pembeli terhadap perusahaan pemasok. Secara simultan karakteristik seorang agen penjual pada perusahaan pemasok seperti keahlian, keramahan, terjalinnya kontak dengan pembeli dapat meningkatkan kepercayaan pembeli terhadap perusahaan pemasok (supplier). Kepercayaan pembeli terhadap perusahaan pemasok (supplier) dan interaksi antara agen penjual pada perusahaan pemasok dengan pembeli saling terkait dengan keputusan pembelian serta interaksi untuk masa yang akan datang. (Cannon, 1997) 2.3
Hubungan
antara
Pembeli
dengan
Pemasok
(Buyer-Supplier
Relationship) Hubungan pembeli dengan pemasok (buyer-supplier relationship) didefinisikan sebagai seperangkat praktik yang mendukung atau mendorong proses pertukaran kegiatan ekonomi antara kedua belah perusahaan (Kotabe, Martin dan Domoto, 2003). Pertukaran kegiatan ekonomi tersebut dapat berupa hubungan buyer dan supplier untuk jangka pendek maupun hubungan buyersupplier untuk jangka panjang. Pada dasarnya hubungan buyer-supplier jangka panjang terjalin karena ada interaksi sosial di dalamnya. Hubungan buyer-supplier
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
19
jangka panjang biasanya terjalin untuk lebih dari satu tahun interaksi. (Kotabe, Martin dan Domoto, 2003) Dalam era dinamis saat ini, hubungan pembeli-pemasok adalah elemen sangat penting, Pada banyak contoh, hubungan pemasok dan pembeli terlihat tidak menonjol. Dedikasi dan komitmen antara pembeli dan pemasok dalam banyak kasus tidak fokus, mereka melihat satu sama lain sebagai musuh dan tidak mempertimbangkan manfaat luar biasa dari kerja bersama (Rohita K Misrha, 2011) Dalam pengaturan organisasi, pentingnya hubungan pembeli-pemasok termasuk poin penting untuk kinerja yang lebih baik dari organisasi. Hubungan tidak hanya memperkuat semua aspek pembangunan, tetapi juga meningkatkan produktivitas dan citra perusahaan. Oleh karena itu, kemampuan membangun hubungan
antara
pembeli-pemasok
menunjukkan
kemampuan
untuk
meningkatkan organisasi tersebut. Hal ini juga meningkatkan sinergi antara pemasok dan pembeli dan akhirnya mengembangkan kepercayaan, keyakinan dan motivasi. Hubungan buyer dengan supplier , dioperasionalkan sebagai, hubungan komunikasi, dan hubungan jangka panjang, serta hubungan pembelian strategis dan kualitas kinerja. (Paulraj dan Chen, 2005). Dalam hubungan yang baru, nilai dari pelanggan adalah faktor penting yang mempengaruhi keputusan pembelian ulang pada suatu bisnis. Dalam hubungan terdahulu, nilai pelanggan serta kepuasan pelanggan dirasakan dengan alokasi saham pada supplier. (Liu, Leech dan Bernhardt, 2005). Secara umum, hubungan antara pembeli dan pemasok telah dituliskan dalam literatur termasuk pada hubungan kooperatif dibandingkan hubungan kompetitif, (Choi et al.,2002). Hubungan kooperatif menekankan adanya keterbukaan dan kolaborasi antara pembeli dan pemasok, hubungan kompetitif lebih memfokuskan pada praktek seperti merahasiakan informasi serta menjaga hubungan dengan lain organisasi. Di satu sisi, hubungan kerjasama antara pembeli dan pemasok yaitu mempertimbangkan satu sama lain sebagai mitra strategis dan bekerja menuju tujuan bersama (Hartley, 1997). Disisi lain, pembeli dan pemasok terlibat
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
20
hubungan incompetitive karena mereka khawatir tentang risiko ekonomi mereka sendiri. Setiap kali transaksi terjadi antara pembeli dan pemasok, kedua belah pihak harus prihatin potensi risiko yang terkait dengan transaksi tersebut dan apa yang mungkin terjadi terhadap hubungan mereka. (Pilkington, 1999). Semakin tinggi buyer menemukan pemasok yang diberikan untuk memenuhi bahan baku mereka (pengurangan biaya, kualitas, volume) dan tidak langsung (pasar, pengembangan inovasi, dan dukungan sosial) maka semakin tinggi kualitas hubungan yang dirasakan. Hal ini dioperasionalkan sebagai komitmen, kepercayaan dan kepuasan. Mereka juga menemukan bahwa ada efek negatif dari ketersediaan alternatif supplier pada kualitas suatu hubungan yang dirasakan antara pembeli dan pemasok. (Walter et al, 2003) Dalam model ini, hubungan perilaku (pertukaran informasi, hubungan operasional, ikatan hukum, norma-norma kerjasama, adaptasi oleh penjual dan adaptasi oleh pembeli) tidak dianggap menjadi saling terkait. Pasar dan situasi turut menentukan (ketersediaan alternatif pemasok, dan kompleksitas pemasok) dapat mempengaruhi jenis tertentu dari suatu hubungan. Pada gilirannya, kepuasan pelanggan dan evaluasi kinerja supplier juga bervariasi di berbagai jenis hubungan. (Cannon dan Peereault, 1999) Model untuk mengembangkan dan memelihara hubungan buyer-supplier disarankan bahwasanya diharapkan pembeli dan pemasok dapat meningkatkan saling pengertian dan komitmen yang dapat meningkatkan kinerja aktivitas masing-masing. Jika tujuan kinerja tidak dipenuhi, maka tindakan korektif diimplementasikan melalui penyesuaian kegiatan operasional dan peningkatan hubungan manajerial. (Landeros, Reck dan Plank, 1995) Secara
kolektif,
pertumbuhan
pasar,
hambatan
untuk
masuk,
ketergantungan, dan skala ekonomi mempengaruhi pengembangan suatu hubungan. Perubahan dalam hubungan dipengaruhi oleh saling ketergantungan dan lingkungan ketidakpastian. (Keep, Hollander dan Dickinson, 1998) Secara umum, dalam periode dan komitmen antar periode, input positif berdampak saat ini pada sikap dan niat komitmen untuk jangka panjang. Komitmen yang tidak proporsional mengarah pada perilaku oportunistik. Dalam
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
21
beberapa kasus, hubungan dimediasi oleh norma-norma relasional (Gundlach, Achrol dan Mentzer, 1995) Hubungan
jangka
panjang
tidak
datang
dengan
mengorbankan
pertumbuhan penjualan, membantu mengurangi persediaan dan harga, mengontrol biaya dan meningkatkan profitabilitas (Kalwani dan Nayarandas, 1995) Secara umum, isu-isu operasional yang rumit memerlukan media komunikasi tatap muka, sedangkan masalah lain standar, lebih sederhana dapat disampaikan dengan menulis e-mail untuk mengurangi biaya. Fleksibilitas supplier, kualitas persediaan, adaptasi pemasok, dan kedekatan geografis yang ditemukan untuk mengurangi semua atau beberapa biaya operasional, biaya akuisisi dan produk biaya. Pemantauan aktif pasokan pasar meningkatkan biaya operasional dan biaya langsung produk yang lebih tinggi kepada pelanggan. Akhirnya, upaya pemasok untuk menurunkan biaya pembelian meningkatkan kesempatan mereka untuk mengambil manfaat jangka panjang. (Cannon dan Homburg, 2001). Salah satu model awal disediakan oleh Kraljic (1983), yang mana mempresentasikan pembelian model portofolio, yang sejak saat itu telah menjadi subyek perkembangan lebih lanjut (Olsen dan Ellram, 1997). Hines (1994) menyarankan sumber jaringan sebagai alternatif pendekatan untuk mengelola hubungan. Sako (1992) memperkenalkan konsep sosial untuk mempelajari hubungan dalam diskusinya tentang kepercayaan dan perannya dalam hubungan jangka panjang. Pada saat yang sama, konsep kemitraan dengan pemasok, sedang dipublikasikan oleh Lamming (1993), seperti konsep rantai suplai manajemen oleh Macbeth dan Ferguson (1994). Tema utama dari semua ini adalah model dari suatu gerakan menjauh dari pendekatan permusuhan dalam praktik pembelian pada salah satu kolaborasi hubungan. Pergeseran penekanan didapati telah menyebabkan perubahan dalam praktek perusahaan. Morrissey dan Pittaway (2004). Suatu hubungan diukur oleh dua variabel yaitu komponen kepercayaan dan komponen tindakan. Hubungan bilateral yang kuat dialami ketika kepercayaan pembeli dalam hubungannya dengan pemasok tinggi dan tindakan yang masuk akal mereka diinginkan. Donaldson dan O’Toole (2000)
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
22
2.4 Kinerja Organisasi (Organizational Performance) Adams, Khoja dan Kauffman (2012) mengemukakan kinerja organisasi sebagai tingkat kompetitif suatu organisasi jika dibandingnkan dengan organisasi lainnya. Kompetitif dapat berupa kemampuan organisasi untuk memelihara keuntungan jangka panjang serta pemeliharaan pangsa pasar. Kinerja perusahaan merupakan suatu ukuran yang dipakai untuk mengukur keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dimana suatu perusahaan dikatakan mengalami keberhasilan dalam bidang-bidang apabila praktik yang ada cocok dengan semua kebutuhan. (Yulimar dan Setiawan, 2008). Kreamer dan Gibbbs (2002) mengukur kinerja perusahaan melalui tiga hal yaitu efisiensi, koordinasi dan perdagangan (posisi pasar dan penjualan) dimana ketiga hal tersebut diharapkan dapat diperoleh dari adopsi teknologi informasi baru oleh suatu perusahaan Kinerja adalah merujuk pada tingkat pencapaian atau prestasi dari perusahaan dalam periode waktu tertentu. Kinerja sebuah perusahaan adalah hal yang sangat menentukan dalam perkembangan perusahaan. Tujuan perusahaan yang terdiri dari: tetap berdiri atau eksis (survive), untuk memperoleh laba (benefit) dan dapat berkembang (growth), dapat tercapai apabila perusahaan tersebut mempunyai kinerja yang baik. Konsep kinerja sangat sulit untuk dijelaskan dalam bidang penelitian terutama di bidang usaha yang meliputi kewirausahaan dan usaha kecil. Namun, orang
tidak
dapat
mengesampingkan
kinerja
ketika
berbicara
tentang
kewirausahaan tentang kinerja pengusaha/pemilik/manajer dan bisnis (perusahaan, organisasi) yang terlibat dalam kegiatan kewirausahaan dan bisnis yang sedang diukur dengan kinerjany (Lucky dan Minai, 2011). Berdasarkan hal ini, beberapa argumen banyak dikemukakan. Misalnya, Venkatraman dan Ramanujam (1986) mencatat bahwa kinerja adalah konstruk yang sulit untuk mengoperasionalkan secara holistik karena fakta bahwa mungkin mengacu pada aspek yang berbeda dari efektivitas organisasi perusahaan. Mereka mencatat bahwa Murphy et al. (1996) dalam tinjauan literatur studi kewirausahaan mereka setuju dengan hal ini ketika mereka mempresentasikan hasil penelitian yang menggunakan berbagai
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
23
macam ukuran kinerja yang berkisar dari efisiensi, keuntungan, pangsa pasar dan leverage. Banyak konsep yang dikemukakan beberapa orang dalam hubungan dengan konsep kinerja. Misalnya, Murphy et al., (1996) menyebutnya sebagai kinerja kewirausahaan. Alam (2009) dalam studi UKM menyebutnya sebagai kinerja perusahaan. Dalam dimensi lain, Jasra, Khan, Hunjra, Rehman dan Azam (2011) lebih memilih untuk menghubungkan kinerja dengan bisnis yang mereka sebut kesuksesan bisnis atau kinerja. Meskipun keragaman kinerja ini, semua pertunjuk masuk kedalam kinerja bisnis. Oleh karena itu, kerangka kinerja bisnis menjadi satu ukuran karena setiap individu, perusahaan, dan organisasi yang menjadi salah satu bentuk kegiatan bisnis atau yang lain, sehingga membuat kinerja bisnis menjadi lebih bersifat umum. Namun, dalam kinerja perusahaan / organisasi, kinerja perusahaan digunakan terutama untuk mengasosiasikan perusahaan-perusahaan kecil dan kewirausahaan sedangkan kinerja organisasi adalah umum dengan perusahaan besar.
Gambar 2.1 Klasifikasi Business Performance Sumber: Entrepreneurial Performance and Firm Performance. Are they Synonymous
Namun, berdasarkan saran dari Tangen (2005) untuk pemahaman yang lebih jelas pada argumen di atas, kinerja bisnis yang sedang diklasifikasikan ke dalam dua kelompok besar, perusahaan / kinerja organisasi dan kinerja pemilik / pengusaha (lihat gambar 2.1). Dalam penelitian bisnis, kedua kelompok
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
24
menunujukan yang paling sering disebutkan. Dari gambar 2.1, hal ini menunjukkan bahwa dapat digunakan baik itu untuk mengukur kinerja perusahaan/organisasi atau kinerja pemilik/pengusaha dalam setiap penelitian yang melibatkan pengukuran kinerja. Pada umumnya, kinerja adalah pengukuran atau indikator untuk evaluasi atau
penilaian
individu,
kelompok
perusahaan,
dan
organisasi.
Ini
mengungkapkan kekuatan dan kelemahan apa yang ingin diukur. Dalam bisnis, hal ini membantu untuk memastikan situasi bisnis saat ini. Murphy et al. (1996) dalam
studi
kinerja
kewirausahaan
menunjukkan
bahwa
kinerja
bisa
mengungkapkan beberapa hal berikut, efisiensi, pertumbuhan, laba, ukuran, likuiditas, keberhasilan / kegagalan, pangsa pasar dan leverage. Alarape (1999) mencatat bahwa kinerja mengungkapkan efisiensi operasional dan pertumbuhan bisnis. Dalam dimensi lain, tercatat bahwa kinerja menyediakan informasi tentang berikut, perencanaan, menyelidiki, melakukan koordinasi, evaluasi, pengawasan, staf, negosiasi, mewakili individu, perusahaan atau organisasi kinerja secara keseluruhan. Indikator-indikator ini juga terkait dengan kinerja baik individu maupun organisasi. Chew dan Sharma (2005) menyediakan indikator kinerja seperti efisiensi, likuiditas internal, strategi manusia sebagai efektivitas sumber daya, profitabilitas dan leverage. Oleh karena itu, Ruzzier, Hisrich dan Antoncic (2006) dalam penelitian mereka internasionalisasi UKM diusulkan baik pertumbuhan penjualan dan profitabilitas sebagai indikator kinerja Pengukuran kinerja merupakan sesuatu yang kompleks dan merupakan tantangan besar bagi para peneliti karena sebuah konstruk kinerja yang bersifat multidimensional dan oleh karena itu pengukuran kinerja dengan dimensi pengukuran tunggal tidak mampu memberikan pemahaman yang komprehensif. Sehingga pengukuran kinerja hendaknya menggunakan atau mengintegrasikan pengukuran yang beragam (multiple measures). Bhargava et al (1994); Venkatraman dan Ramunajam (1986). Beal (2000) mengemukakan bahwa belum ada konsensus tentang ukuran kinerja yang paling layak dalam sebuah penelitian dan ukuran-ukuran obyektif kinerja yang selama ini dipakai dalam banyak penelitian masih banyak kekurangan. Misalnya ukuran ROI (Return On
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
25
Investment) mempunyai kelemahan, karena terdapat berbagai macam metode pengukuran depresiasi persediaan dan nilai fixed cost. Wright et al (1995). Lebih jauh Sapienza et al (1988) mengemukakan bahwa ukuran kinerja organisasi berbasis akuntansi dan keuangan memiliki kekurangan selain disebabkan oleh bervariasinya metode akuntansi, juga disebabkan oleh adanya kecenderungan manipulasi angka dari pihak manajemen sehingga pengukuran menjadi tidak valid. Untuk mengantisipasi tidak tersedianya data-data kinerja obyektif dalam sebuah penelitian, maka dimungkinkan untuk menggunakan ukuran subyektif, yang mendasarkan pada persepsi manajer. Beal (2000). Zahra dan Das (1993) membuktikan bahwa ukuran kinerja subyektif memiliki tingkat reliabilitas dan validitas yang tinggi. Disamping itu penelitian Voss dan Voss (2000) menunjukkan adanya korelasi yang erat antara ukuran kinerja subyektif dan ukuran kinerja obyektif. Berdasar uraian diatas, kinerja perusahaan diukur dengan menggunakan pengukuran subyektif yang mendasarkan pada persepsi staf dan manajer perusahaan atas berbagai dimensi pengukuran kinerja perusahaan. Dimensi pengukuran kinerja yang lazim digunakan dalam berbagai penelitian adalah pertumbuhan (growth), kemampulabaan (profitability) dan efisiensi. Murphy et.al (1996). Barkham et al (1960) dalam Wicklund (1999) menegaskan bahwa pertumbuhan penjualan merupakan indikator kinerja yang sangat lazim dan telah menjadi konsensus sebagai ukuran dimensi pertumbuhan terbaik. Lebih lanjut, Wicklund (1999) menambahkan bahwa pertumbuhan, dipicu oleh naiknya atas permintaan produk yang ditawarkan perusahaan yang berarti naiknya penjualan Indikator pertumbuhan yang dipilih adalah pertumbuhan pangsa pasar (market share). Menurut Bhargava,et.al (1994) pertumbuhan pangsa pasar bisa digunakan untuk mengkur efektivitas pasar, disamping untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencapai skala efisiensi dan kekuatan pasar (market power). Dimensi
kemampulabaan
dimaksudkan
untuk
mengetahui
kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba dan untuk mengetahui seberapa jauh perusahaan dikelola secara efektif. Indikator profit yang digunakan untuk
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
26
mengadopsi penelitian dari Shrader,et.al (1989); Rue & Ibrahim (1998) yakni ROI (Return On Investment). ROI dihitung dari keuntungan netto sesudah pajak EAT (Earning After Tax) dibagi jumlah aktiva (Total Asset).
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
27
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Model Penelitian dan Penurunan Hipotesis Model penelitian ini mengacu pada model penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Adams, Khoja dan Kauffman (2012). Model penelitian ini memiliki empat variabel utama yaitu variabel Buyer Specificity, variabel Supplier Specificity, variabel Buyer-Supplier Relationship dan variabel Organizational Performance.
Supplier Specificity
H2
Buyer specificity
H1
BuyerSupplier Relationship
H3
Organizational Performance
Gambar 3.1 Model Penelitian Sumber : Journal of Small Business Management ; Adams, Khoja dan Kauffman (2012). Telah diolah kembali oleh penulis.
Variabel pertama yaitu buyer specificity menurut Adams, Khoja dan Kauffman (2012) dikemukakan sebagai komitmen perusahaan pembeli (Buyer Organization) terhadap langkah-langkah atau investasi yang dilakukan untuk menjalin hubungan dengan supplier. Langkah dan investasi tersebut dapat berupa pengembangan pengalaman dan pengetahuan secara berkesinambungan, proyek
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
28
akomodasi terhadap supplier, serta pembangunan infrastruktur pembelian seperti pembangunan software ordering dan lain sebagainya. Variabel kedua yaitu supplier specificity yang menurut Adams, Khoja dan Kauffman (2012) dijelaskan sebagai komitment supplier terhadap langkahlangkah atau investasi yang dilakukan untuk menjalin hubungan dengan buyer. Langkah dan investasi tersebut dapat berupa penyertaan standar kualitas, pengiriman barang tepat waktu serta pembangunan infrastrukstur untuk memudahkan pembeli. Variabel ketiga yaitu buyer supplier relationship hubungan pembeli dengan pemasok didefinisikan oleh Kotabe, Martin dan Domoto (2003) sebagai seperangkat praktik yang mendukung atau mendorong proses pertukaran kegiatan ekonomi antara kedua belah perusahaan. Pertukaran kegiatan ekonomi tersebut dapat berupa hubungan buyer dengan supplier untuk jangka pendek maupun hubungan buyer-supplier untuk jangka panjang. Pada dasarnya hubungan buyersupplier jangka panjang terjalin karena ada interaksi sosial di dalamnya. Hubungan buyer-supplier jangka panjang biasanya terjalin untuk lebih dari satu tahun interaksi. Variabel keempat yaitu organizational performance atau kinerja perusahaan. Adams, Khoja dan Kauffman (2012), mengemukakan kinerja organisasi/perusahaan
sebagai
tingkat
kompetitif
suatu
organisasi
jika
dibandingnkan dengan organisasi lainnya. Kompetitif dapat berupa kemampuan organisasi untuk memelihara keuntungan jangka panjang serta pemeliharaan pangsa pasar. Kinerja perusahaan merupakan suatu ukuran yang dipakai untuk mengukur keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dimana suatu perusahaan dikatakan mengalami keberhasilan apabila praktik yang ada cocok dengan semua kebutuhan. (Yulimar dan Setiawan, 2008) Hipotesis dari beberapa literatur mengenai UMKM menyebutkan bahwa pembeli kecil (Small Buyers) sering kesulitan karena kurang memiliki pengaruh kepada supplier, kelangkaan sumber daya internal disamping itu adanya ketakutan
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
29
terhadap kerugian ekonomi apabila hubungan prematur tersebut dihentikan, oleh karena itu UMKM memiliki kemungkinan untuk berinvestasi lebih kecil pada aset-aset yang spesifik. Kelemahan ini dapat berdampak merugikan terhadap efektifitas buyer supplier relationship pada organisasi tersebut. (Jap dan Anderson, 2003). Namun Ganesan (1994) justru berpendapat sebaliknya, dia mengemukakan bahwa investasi yang istimewa/baik akan menguntungkan bagi UMKM, seperti membangun hubungan yang aman dengan mekanisme blocking kepada pemasok yang mencari-cari kesempatan, hubungan saling menggantungkan, kepercayaan yang lebih besar daripada resikonya, serta mendorong pengembangan hubungan jangka panjang(Krajewski, Wei, dan Tang, 2005). Disamping itu supplier cenderung meningkatkan posisi yang kompetitif bagi perusahaannya yang mana pembeli kecil perlu berintegrasi dengan supplier utama supaya masuk kedalam rantai pasokan dengan membentuk hubungan jangka panjang, kustomisasi, serta pengaturan hubungan kemitraan (Anderson dan Katz, 1988; Beekman dan Robinson, 2004), contohnya perusahaan manufaktur yang membeli komoditas khusus dapat meyakinkan kepada supplier bahwa hal ini dan penyesuaian spesifikasi produk adalah usaha-usaha yang dilakukan buyer dalam rangka mengembagkan hubungan jangka panjang dengan supplier tersebut. Penelitian ini menguji beberapa hipotesis. Penelitian ini dilakukan karena peneliti ingin mengetahui adanya pengaruh antara peningkatan Buyer specificity terhadap hubungan jangka panjang antara Buyer dengan Supplier. Hipotesis yang muncul adalah sebagai berikut. H1 : Peningkatan Buyer Specificity berpengaruh positif dan signifikan terhadap hubungan jangka panjang antara Buyer dengan Supplier pada UMKM Hipotesis ini mengacu pada pendirian dan pemeliharaan hubungan tertentu sebagai langkah mendukung hubungan jangka panjang, meskipun kesediaan untuk meningkatkan spesifisitas pada salah satu bagian juga meningkatkan hubungan jangka panjang kedua belah pihak namun dalam bisnis secara umum pertama-
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
30
tama perusahaan akan menilai manfaat dari memulai suatu hubungan sebelum mempertimbangkan apakah perlu adanya peningkatan spesifisitas. (Adams, Khoja, Kauffman, 2012) Pada literatur yang sama, para supplier kecil cenderung untuk meningkatkan investasi yang lebih spesifik dalam upaya untuk meningkatkan biaya peralihan buyers, mengunci mereka dengan melakukan bisnis secara teratur dapat menghalangi buyers yang oportunis misalnya bisnis yang menjual perlengkapan kantor dan bagi yang ingin melakukan bisnis dengan pembeli tertentu mungkin dapat mengajukan katalog khusus dan sistem pemesanan yang baik sehingga memudahkan bagi pembeli untuk memesan. Di samping itu supplier cenderung setuju untuk mengatur inventarisasi perlengkapan kantor untuk pembeli. Usaha-usaha ini dapat mengurangi fleksibilitas buyer dan salah satu upaya untuk meningkatkan biaya perpindahan (switching cost). H2: Peningkatan supplier specificity berpengaruh positif dan signifikan terhadap hubungan jangka panjang antara Buyer-Supplier pada UMKM Selanjutnya kita menempatkan bahwa hubungan antara buyer specificity dengan hubungan jangka panjang antara buyer-supplier akan dapat lebih ditingkatkan apabila supplier juga berkomitmen untuk hubungan tersebut dengan kata lain ketika buyer kecil yakin bahwa supplier telah berkomitmen pada hubungan tersebut maka resiko dari investasi mereka menjadi resiko yang dapat diperhitungkan selebihnya hubungan kedua belah pihak menjadi loyal/solid. H3 : Hubungan jangka panjang antara buyer-supplier secara positif dan signifikan mempengaruhi kinerja organisasi pada UMKM Pada penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa hubungan jangka panjang dapat meningkatkan kinerja organisasi karena keduanya dapat saling berbagi baik proses, pengetahuan, pembagian biaya koordinasi yang rendah serta dapat meningkatkan efisiensi (Paulraj dan Chen, 2005). Peningkatan kinerja organisasi pada UMKM memungkinkan mereka untuk tumbuh dan berkembang, menuai manfaat dari komitmen yang telah mereka buat mengenai investasi yang spesifik dan resiko yang telah mereka ambil.
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
31
3.2 Operasionalisasi dan Pengukuran Variabel Operasionalisasi variabel bertujuan untuk menyusun variabel pengukuran. Menurut Hatch dan Farhady (1982) variabel didefinisikan sebagai atribut seseorang atau objek yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu objek dengan objek yang lain. Menurut Karlinger yang dikemukakannya pada tahun 1973, variabel adalah konstruk atau sifat yang akan dipelajari. Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009). Variabel juga mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain. Pengukuran variabel adalah proses menentukan jumlah atau intensitas informasi mengenai orang, peristiwa, gagasan, dan atau obyek tertentu serta hubungannya dengan masalah atau peluang bisnis dengan kata lain, menggunakan proses pengukuran yaitu dengan menetapkan angka atau tabel terhadap karakteristik atau atribut dari suatu obyek, atau setiap jenis fenomena atau peristiwa yang mengunakan aturan-aturan tertentu yang menunjukkan jumlah dan atau kualitas dari faktor-faktor yang diteliti. Menurut terminologi metodologik, dikenal beberapa macam variabel penelitian. Berdasarkan hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain, maka terdapat macam – macam variabel dalam penelitian antara lain variabel independen, variabel dependen, variabel moderator, variabel intervening dan variabel control. Namun dalam penelitian ini hanya terdapat dua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen sering disebut sebagai variabel stimulus, predictor, antecedent, variabel pengaruh, variabel perlakuan, kausa, treatment, risiko, atau variabel bebas. Dalam SEM (Structural Equation Modeling) atau Pemodelan Persamaan Struktural, variabel independen disebut juga sebagai variabel eksogen. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Dinamakan sebagai variabel bebas karena bebas dalam mempengaruhi variabel lain. Sedangkan variabel dependen sering disebut sebagai
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
32
variabel out put, Kriteria, Konsekuen, variabel efek, variabel terpengaruh, variabel terikat atau variabel tergantung, dalam SEM (Structural Equation Modeling) atau Pemodelan Persamaan Struktural, variabel Independen disebut juga sebagai variabel indogen. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Disebut variabel terikat karena variabel ini dipengaruhi oleh variabel bebas/variabel independent. Pada penelitian ini terdapat empat variabel yaitu Buyer Specificity, Supplier Specificity, Buyer-Supplier Relationship dan varibel Organizational Performance. Total pertanyaan dari empat varibel ini berjumlah 11 pertanyaan untuk kuesioner yang akan dibagikan kepada 100 responden. Responden diberi pilihan untuk menjawab pertanyaan yang ada di kuesioner dengan menggunakan skala Likert 1 sampai dengan 7, dimana 1 merupakan pernyataan sangat tidak setuju dan 7 untuk pernyataan sangat setuju. Skala ini dipilih berdasarkan acuan penelitian sebelumnya yang diteliti oleh Adams, Khoja, dan Kauffman (2012). Jenis-jenis variabel, pertanyaan, definisi dan referensi dari item pertanyaan tersebut terdapat dalam tabel 3-1 berikut ini :
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Variable
Definisi
Pertanyaan
Screening
Pertanyaan-
Question
pertanyaan ini
pemilik atau
akan menyaring
pengelola dari
mana responden
binis atau usaha
yang tepat
yang sedang anda
sebagai objek
kembangkan saat
dari penelitian
ini
ini yaitu
Referensi
Apakah anda
Apakah
UMKM
bisnis/usaha anda
Fashion yang
bergerak dalam
berkedudukan
bidang industri
Diolah oleh
di Jabodetabek
Fashion atau
peneliti
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
33
sejenisnya
Apakah omzet usaha anda kurang dari Rp 50 Miliar per tahun atau kurang dari Rp 4 Miliar per bulan
Apakah bisnis/usaha anda berlokasi di wilayah Jabodetabek dan sekitarnya
Buyer
Suatu komitmen
specificity
yang dilakukan
bisnis usaha saya
oleh bagian
perlu
pembelian
perubahan
dengan cara
dalam
internal
melakukan
usaha
saya
investasi/langka
(perubahan harga,
h-langkah
perubahan
tertentu guna
spesifikasi produk,
dan
menjalin
dll.) dalam rangka
Cavinanto
hubungan
beralih ke supplier
(1990)
dengan supplier
lain
Perusahaan
atau
membuat
besar
Kralijic (1983)
Reck dan Long (1988)
Freeman
Jeffrey H.
Saya merasa tidak
Adams,
perlu beralih ke
Faiza
supplier/pemasok
M.Khoja
lain atas
dan Ralph
pembelian bahan
Kauffman
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
34
(2012)
baku saya karena pembelian bahan baku oleh perusahaan/bisnis usaha saya cukup signifikan dan terus bertambah
Supplier utama dalam perusahaan/bisnis usaha saya terintegerasi/saling terhubung ke dalam prosesproses bisnis saya
Supplier
Suatu komitmen
specificity
yang dilakukan
menyiapkan
oleh supplier
komponen dan
dengan cara
hal-hal untuk
Long
melakukan
memudahkan
(1988)
investasi/langka
buyer dalam
h-langkah
melakukan
dan
tertentu guna
pembelian
Cavinanto
menjalin
terhadap barang-
(1990)
hubungan
barang yang
dengan buyer
disediakan oleh
Adams,
supplier
Faiza
Supplier dianggap
M.Khoja
komponen yang
dan Ralph
cukup penting bagi
Kauffman
perusahaan/bisnis
(2012)
Beberapa supplier
Kralijic (1983)
Reck dan
Freeman
Jeffrey H.
usaha saya dan
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
35
tidak dengan mudah diganti (beralih)
Supplier merupakan komponen penting yang memainkan peran besar dalam keberhasilan usaha bisnis saya
Long-term
Hubungan
Relationship
kerjasama
perusahaan/bisnis
antara buyer
usaha saya dengan
dengan supplier
supplier memiliki
Long
yang
hubungan usaha
(1988)
menanamkan
untuk jangka
hubungan sosial
panjang
dan
Perusahaan/bisnis
Cavinanto
pihak sehingga
usaha saya
(1990)
mendorong
menggunakan
interaksi yang
hubungan
Adams,
berulang, dan
kerjasama jangka
Faiza
masanya lebih
panjang apalagi
M.Khoja
dari satu tahun.
untuk komoditas
dan Ralph
utama dalam
Kauffman
perusahaan/bisnis
(2012)
kedua belah
Hubungan
Kralijic (1983)
Reck dan
Freeman
Jeffrey H.
usaha saya Organization
Kemampuan
al
perusahaan
modal yang saya
Performance
untuk bersaing
masukkan dalam
secara
bisnis ini
Long
kompetitif
memuaskan dan
(1988)
Keuntungan dari
Kralijic (1983)
Reck dan
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
36
dengan
cukup baik
perusahaan lain
dibanding bisnis
dan
serta
yang sejenis
Cavinanto
Persentase
(1990)
kemampuan
Freeman
perusahaan
keuntungan cukup
untuk
baik pada
Adams,
memelihara
bisnis/usaha saya
Faiza
Pendapatan
M.Khoja
jangka panjang
bersih sebelum
dan Ralph
dan bagi hasil
pajak
Kauffman
bisnis/usaha saya
(2012)
keuntungan
Jeffrey H.
cukup baik
Sumber : Diterjemahkan oleh peneliti dari jurnal acuan penelitian yang diteliti sebelumnya oleh Jeffrey H. Adam, Faiza M. Khoja dan Ralph Kauffman (2012)
3.3 Metode Pengumpulan Data Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Ada dua metode yang mendasar yang digunakan dalam penelitian deskriptif, yaitu metode survei dan juga metode observasi. Kedua metode ini menurut Cooper dan Schindler (2008) membutuhkan sebuah prosedur dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk penelitian sehingga data yang telah terkumpul dapat dianalisis secara konsisten dan koheren. Metode yang dilakukan untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk penelitian ini adalah dengan melakukan penyebaran kuesioner. Adams, Khoja dan Kauffman (2012)
juga menggunakan kuesioner sebagai alat untuk
mengumpulkan data yang akan digunakan dalam penelitian kuantitatif tersebut. Sebuah kuesioner yang terstandarisasi, akan meningkatkan tingkat keakuratan dan mampu memfasilitasi proses pengolahan data tersebut. Kuesioner memiliki tiga tujuan utama. Pertama, kuesioner mampu mengartikan informasi yang dibutuhkan
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
37
kepada item-item pertanyaan yang spesifik, sehingga responden mau dan mampu untuk menjawab pertanyaan yang ada. Kedua, membuat responden untuk ikut serta dalam proses pengambilan data dan informasi yang dibutuhkan yang diperoleh dari kuesioner. Ketiga, kuesioner digunakan untuk mengurangi kesalahan respon yang datang dari para responden (response error) (Malhotra, 2007). Penelitian sebelumnya melakukan survey 4 sub sektor pada NAICS (North American Industrial Classification System) yaitu Machinery Manufacturing NAICS, Computer and Electronics Product Manufacturing NAICS, Electrical Equipment Appliance and Component Manufacturing NAICS dan Transportations Equipment Manfacturing NAICS yang semuanya terdaftar sebagai populasi pada penelitian ini. Berdasarkan survei didapati jumlah populasi dari NAICS sebanyak 1560 small business. Dari 1560 didapati 224 respon kemudian data tersebut disaring lebih lanjut data mana yang sesuai dengan kriteria UMKM, setelah data disaring didapati 185 respon yang sesuai dengan kriteria sample. Penelitian ini menggunakan sektor fashion sebagai study kasus karena sektor ini memiliki pasar besar di Indonesia dengan jumlah penduduk yang lebih dari 220.000.000 jiwa menjadikan sektor fashion menjadi terus tumbuh dan berkembang. Pada penelitian ini peneliti
menyebar kuesioner di
pusat-pusat
perbelanjaan yang tersebar di Jabodetabek seperti Thamrin City, Tanah Abang Blok A, Depok Town Square, Margo City, ITC yang tersebar di Jabodetabek. Kuesioner elektronik juga disebar dan dikirimkan kepada responden yang tergabung dalam mailing list atau komunitas UMKM Fashion. Responden dari penelitian ini adalah para pengusaha atau pelaku UMKM yang mana juga sebagai objek peneltian. Peneliti menyebar kuesioner ini kepada responden yaitu para pelaku dan pengusaha UMKM yang mana fungsinya sebagai buyer dan juga sebagai supplier. Pelaku dan pengusaha UMKM menjadi buyer saat mereka membeli bahan baku dari supplier-nya, dan menjadi supplier ketika mereka menjual kepada konsumen-konsumennya. Untuk mengukur variabel supplier specificity diukur juga dari sisi buyer karena buyer juga menjadi supplier untuk konsumennya.
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
38
3.3.1 Metode Pengumpulan Data dan Penggunaan Skala Penelitian ini menggunakan metode pengambilan sample non-probabilitas. Pengambilan sampel dengan non acak dilakukan jika semua elemen populasi belum tentu memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi anggota sampel, misalnya terdapat bagian populasi yang dengan sengaja tidak dijadikan anggota sampel yang mewakili populasi. Terdapat enam cara pengambilan sampel secara non acak menurut Husein (1999), yaitu: 1. Cara Keputusan (Judgment Sampling), yaitu pengambilan sampel dengan terlebih dahulu memutuskan jumlah maupun sampel yang akan diambil dengan tujuan tertentu. 2. Cara Kuota (Qouta Sampling), yaitu jika penelitian untuk mengkaji fenomena tertentu maka responden yang akan dipilih adalah yang diperkirakan dapat menjawab semua permasalahan yang terkait dengan penelitian. 3. Cara Dipermudah (Convenience Sampling), yaitu peneliti memiliki kebebasan untuk memilih siapa yang akan dijadikan sampel atau yang akan ditemui sebagai responden. 4. Cara Bola Salju (Snowball Sampling), yaitu penentuan sampel yang semula jumlahnya kecil, kemudian sampel ini disuruh memilih responden lain yang dianggap tahu terkait dengan permasalan yang diteliti untuk dijadikan sampel lagi dan seterusnya. 5. Area Sampling, yaitu populasi dibagi menjadi sub populasi dan sub populasi dibagi menjadi sub-sub populasi sampai dengan sub yang terkecil dan baru diambil sampel untuk masuk ke bagian populasi yang lebih besar dan dari bagian populasi yang besar juga diambil sampelnya. 6. Purposive Sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai sangkut paut dengan karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
Data yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner kepada 100 orang responden yang telah memenuhi syarat pada karakteristik responden dan telah
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
39
lolos pada screening question yang terdapat di dalam kuesioner. Kuesioner akan diisi
sendiri
oleh
responden
(self-administered
questionnaire).
Peneliti
menggunakan teknik convenience sampling yaitu teknik pengambilan sampel dimana peneliti memilih sampel dari anggota populasi yang mudah dijangkau oleh peneliti atau dengan kata lain responden dipilih oleh peneliti karena mereka berada pada tempat dan waktu yang tepat sesuai ruang lingkup penelitian ini (Maholtra,
2007).
Convenience
sampling
dipilih
oleh
peneliti
karena
kelebihannya, yakni biaya dan waktu yang dikeluarkan lebih sedikit. Menurut Hair et al. (2006), teknik yang dimaksud adalah sampelnya dapat ditentukan berdasarkan kesesuaian dari peneliti. Penelitian ini akan dilakukan terhadap responden yang mana yang bersangkutan adalah pengusaha atau pelaku UMKM di bidang fashion, garment dan sejenisnya yang mudah ditemui dan bersedia menjadi responden. Peneliti akan menunggui dan mengawasi responden selama pengisian kuisioner agar dapat diperoleh data yang valid serta dapat langsung memberikan keterangan yang diperlukan jika ada hal yang kurang jelas. Dalam mengumpulkan informasi dan data yang diperlukan, penelitian ini menggunakan cross sectional design, yang menyatakan bahwa desain penelitian ini mendapatkan informasi dari beberapa sampel dari elemen populasi yang hanya dilakukan pada satu waktu, yaitu pada saat periode penelitian ini berlangsung. Hair et al., (2006). Selain itu, dalam kuesioner penelitian ini, skala yang digunakan adalah skala Likert dengan rentang 1-7 dimana angka 1 mengindikasikan ‘sangat tidak setuju’ dan angka 7 mengindikasikan ‘sangat setuju’. Skala likert memungkinkan responden untuk mengindikasikan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuannya pada setiap pernyataan yang terkait dengan suatu objek tertentu. Kelebihan dari penggunaan skala likert (1-7) ini adalah mudah dibuat, dibagikan dan dipahami. Sedangkan kekurangannya adalah banyak memakan waktu. (Malhotra, 2007).
3.3.2 Penentuan Jumlah Responden Penelitian ini menentukan jumlah sampel dengan rumus yang dikemukakan (Green, 1991) yaitu : n = 50 + m(8)
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
40
Keterangan : n
=
Ukuran sample
m
=
Jumlah variable independen
Pada peneltian ini terdapat 3 variable independen sehingga jumlah ukuran sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini sebesar: 50 + 3(8) = 74 Ukuran minimum sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah sebesar 74 sampel yang mana akan lebih baik apabila jumlah sampel bisa lebih dari jumlah minimum. Pada penelitian ini terkumpul 90 sampel sehingga jumlah minimum telah terpenuhi.
3.4 Pretesting Pretesting merupakan langkah yang dilakukan dalam sebuah penelitian untuk menguji kuesioner yang telah disusun kepada sejumlah kecil sampel dari responden yang bertujuan untuk mengidentifikasi kesalahan seperti penyusunan kata atau penggunaan istilah-istilah atau permasalahan yang terdapat di dalam kuesioner. Biasanya jumlah sampel responden yang dipilih berkisar antara 15-30 responden sesuai dengan tingkat keberagaman dari target populasi yang diinginkan (Malhotra, 2007 dan Hair et al., 2006). Pretesting dilakukan kepada 30 orang yang termasuk dalam karakteristik responden yang telah ditentukan dalam penelitian ini.
3.5 Metode Pengolahan Data pada bagian Penelitian Kuantitatif Pemeriksaan kuesioner merupakan langkah awal pada bagian pengolahan data untuk penelitian kuantitatif. Pada tahap ini, seluruh pertanyaan kuesioner akan diperiksa satu per satu, dengan tujuan agar peneliti mampu mendeteksi kesalahan yang mungkin terjadi. Kuesioner penelitian ini akan dinyatakan gagal dan tidak dimasukkan ke dalam pengolahan data selanjutnya apabila responden tidak memenuhi karakteristik resonden yang telah ditentukan sebelumnya (screening questions).
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
41
3.5.1 Metode Penelitian Partial Least Square (PLS) MetodePLS mempunyai keunggulan tersendiri diantaranya: data tidak harus berdistribusi normal multivariate (indikator dengan skala kategori, ordinal, interval sampai rasio dapat digunakan pada model yang sama) dan ukuran sampel tidak harus besar dalam Ghozali (2008). Menurut Cooper & Schindler (2006) untuk memilih metode atau teknik analisis multivariate berdasarkan variabelnya, jika terdapat satu variabel bergantung dan satu variabel bebas (independen), dimana kedua-duanya menggunakan skala metrik (rasio dan interval) maka metode yang digunakan adalah regresi berganda, juga menurut Cooper & Schindler (2006) untuk memilih metode atau teknik analisis multivariate adalah berdasarkan variabelnya, jika terdapat lebih dari satu variabel dependen dan data variabel dependen serta independen metrik (skala rasio dan interval) maka metode yang harus dipilih adalah Struktural Equation Model. Menurut Gujarati (2003) dalam Ghozali (2008), asumsi yang mendasari model regresi linear klasik adalah dengan OLS (ordinary least square) dimana asumsi ini menghendaki adanya pengujian asumsi klasik agar memperoleh model BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). Jika data yang dimiliki jumlahnya kecil dan terdapat multikolinearitas maka hasil regresi dengan OLS akan tidak stabil. (Ghozali, 2008). Sedangkan untuk uji menggunakan SEM dengan berbasis covariance (LISREAL dan AMOS) sangat dipengaruhi oleh jumlah sampel, jumlah sampel kecil secara potensial akan menghasilkan model yang jelek. Selain itu penggunaan SEM ini sangat dipengaruhi oleh asumsi parametrik yang harus dipenuhi (uji asumsi klasik) dan sampel yang kecil yang kecil dapat memberikan hasil estimasi parameter dan model statistic yang tidak baik, Chou dan Bentlet (1985) dalam Ghozali (2008). Jumlah sampel untuk analisis dengan SEM berbasis covariance mengharuskan paling tidak 5 kali jumlah indikatornya. Anderson (2010). Dengan sedikitnya jumlah responden, dan berdasarkan penjelasan diatas maka peneliti menggunakan teknik analisis data atau metode analisis data menggunakan partial least square dengan aplikasi sofware SMART PLS 2.0 M3 untuk menguji keempat hipotesis.
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
42
Sebagai alternatif Covariance based SEM, pendekatan variance based atau component based dengan PLS orientasi analisis bergeser dari menguji model kausalitas/teori ke componenet bases predictive model. CBSEM lebih berorientasi pada model building yang dimaksudkan untuk menjelaskan covariance dari semua observed indicators, sedangkan tujuan PLS adalah prediksi. Menurut Wold (1985) dalam Ghozali (2008), Partial Least Square (PLS) merupakan metode analisis yang powerfull oleh karena tidak didasarkan banyak asumsi. Data tidak harus berdistribusi normal multivariate (indikator dengan skala kategori, ordinal, interval dampai rasio dapat digunakan pada model yang sama), sampel tidak harus besar. Untuk tujuan prediksi, pendekatan PLS lebih cocok. Dengan pendekatan diasumsikan bahwa semua ukuran variance adalah variance yang berguna untuk dijelaskan. Oleh karena pendekatan untuk mengestimasikan variabel laten dianggap sebagai kombinasi linear dari indikator maka akan menghindari masalah indeterminacy dan memberikan definisi yang pasti dari komponen skor (Wold, 1982; Ghozali, 2008). PLS memberikan model umum yang meliputi teknik korelasi kanonikal, redudancy analysis, regresi berganda, MANOVA dan principle component analysis. Menurut Joreskog dan Wold (1982) dalam Ghozali (2008) Maximum Likelihood berorientasi pada teori dan menekankan transisi dari analisis exploratory ke confirmatory. PLS dimaksudkan untuk causal-predictive analysis kedalam situasi kompleksitas yang tinggi dan dukungan teori yang rendah. (Ghozali, 2008).
3.5.1.1 Model Pengukuran PLS Model analisis jalur semua variabel laten dalam PLS terdiri dari beberapa set hubungan. (Ghozali, 2008): a) Inner model yang menspesifikasi hubungan antar variabel laten (structural model). Inner model menggambarkan hubungan antara variabel laten berdasarkan pada subtantive theory. b) Outer model yang menspesifikasi hubungan antara variabel laten dengan indikator atau variabel maifestnya (measurement model). Outer model
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
43
mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya. 3.5.1.2 Evaluasi Model Oleh karena PLS tidak mengasumsikan adanya distribusi tertentu untuk estimasi parameter, maka teknik parametrik untuk menguji signifikansi parameter tidak diperlukan (Ghozali, 2008) Metode pengukuran atau outer model dengan indikator reflektif dievaluasi dengan convergent validity dan discriminant validity dari indikatornya dan composite reliability untuk block indikator (Chin, 1998 ;Ghozali, 2008). Convergent validity mengukur konsistensi dari multiple indicator, Discriminant validity menilai seberapa jauh konstruk berbeda satu sama lainnya sedangkan composite reliability merupakan construct reliability yang mengukur tingkat item yang bebas dari random eror sehingga memberikan hasil yang konsisten (Ghozali, 2008). Model struktural atau inner model dievaluasi dengan melihat prosentase variance yang dijelaskan yaitu melihat nilai R2 konstruk variabel laten dependen dengan menggunakan ukuran stone Geisser Q squares test dan juga melihat besarnya koefisien jalur strukturalnya. Stabilitas dari estimasi ini dievaluasi dengan menggunakan uji t-statistik yang didapat lewat prosedur bootstraping.
3.5.1.3 Model Pengukuran atau Outer Model Ukuran reflektif individual dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari 0.70 dengan konstruk yang ingin diukur. Namun demikian tahap awal dari pengembangan skala pengukuran nilai loading 0.5 sampai 0.6 dianggap cukup dalam Ghozali (2008). Discriminant validity dari model pengukuran dengan reflektif indikator dinilai berdasarkan crossloading pengukuran dengan konstruk. Jika korelasi konstruk dengan item pengukuran lebih besar daripada ukuran konstruk lainnya, maka hal menunjukkan bahwa konstruk laten memprediksi ukuran pada blok mereka lebih baik daripada ukuran pada blok lainnya. Metode lain untuk menilai discriminant validity adalah membandingkan AVE (square root of average variance extracted) setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam model. Jika nilai akar kuadrat AVE setiap konstruk lebih
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
44
besar daripada nilai korelasi antar konstruk dengan konstruk lainnya dalam model, maka dikatakan memiliki nilai discriminant validity yang baik dalam Ghozali (2008).
3.5.2 Uji Reliabilitas dan Validitas 3.5.2.1 Uji Reliabilitas Menurut Ghozali (2008) reabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu kuisioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuisioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Pengukuran realiabilitas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : 1. Repeated reliabilitas atau pengukuran ulang : disini seseorang akan disodori pertanyaan yang sama pada waktu yang berbeda, dan kemudian dilihat apakah ia tetap konsisten dengan jawabannya. 2. One shot atau pengukuran sekali saja : disini pengukurannya hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan dengan uji statistik Cronbach Alpha (α). Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0.70. Nunnally (1994) dalam Ghozali, (2008).
3.5.3.2 Uji Validitas Menurut Ghozali (2008) uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pernyataan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Uji validitas dapat dilakukan melakukan uji Confirmatory Factor Analisys (CFA) dengan melihat nilai KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) dengan syarat diatas 0.5.
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
45
BAB 4 PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan disajikan gambaran responden dan proses analisis data untuk menjawab pertanyaan penelitian dan hipotesis yang telah diajukan. Teknik analisis yang digunakan adalah Partial Least Square dengan menggunakan sofware Smart PLS 2.0 M3 4.1 Waktu Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan dalam rentang waktu antara bulan September – Desember 2012. Sebelum menjalankan penelitian dan pengolahan data, terlebih dahulu peneliti melakukan pre-test dengan jumlah responden sebanyak 30 orang. Hal ini dilakukan untuk memastikan apakah butir-butir pertanyaan sudah dapat digunakan serta dinilai mampu untuk dijadikan alat ukur penelitian. 4.2 Pretesting Pretesting adalah langkah yang dilakukan peneliti untuk melakukan uji validitas dan uji reliabilitas pada instrumen yang akan digunakan pada alat pengumpul data. Hal ini dilakukan terlebih dahulu supaya hasil dari penelitian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Jumlah responden yang diperlukan untuk uji validitas dan reliabilitas ini berjumlah 15 hingga 30 orang. Malhotra, (2007). Pretest ini juga digunakan untuk menguji apakah konstruk pertanyaan, layout, dan bagian-bagian penting lainnya dari kuesioner dapat dipahami dan memang secara tepat mewakili tiap variabel yang diuji. Pretest juga digunakan untuk mengidentifikasi kesalahan seperti penyusunan kata atau penggunaan istilah-istilah atau permasalahan yang terdapat di dalam kuesioner. Pada saat pretest dilakukan, tidak terdapat pertanyaan atau kritik maupun saran mengenai item pertanyaan maupun layout kuesioner yang ada. Oleh sebab itu, persyaratan
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
46
face validity telah terpenuhi dalam tahap pretest kali ini. Pretest pada penelitian ini peneliti menggunakan 30 orang responden. 4.3 Uji Reliabilitas Pretest Uji realiabilitas dilakukan dengan menggunakan SPSS 17. Pengujian kuesioner untuk reliabilitas dan validitas dilakukan dengan melakukan pre-test dengan jumlah sampel 30 responden. Pengujian ini dilakukan untuk mengukur apakah indikator-indikator yang digunakan pada kuesioner sudah dapat mengukur variabel-variabel
buyer
specificity,
supplier
specificity,
buyer-supplier
relationship dan organizational performance. Tabel di bawah ini menunjukan hasil dari uji realiabilitas tersebut. Tabel 4.1 Reliabilitas Pretest Variable
Cronbach Alpha
Buyer specificity
0,684
Supplier specificity
0,870
Buyer-supplier relationship
0,822
Organizational Performance
0,815
Sumber : SPSS Output telah diolah kembali
Berdasarkan output yang diperoleh, nilai Cronbach Alpha pada masingmasing variable adalah 68.4% untuk Buyer specificity, 87 % untuk Supplier specificity, 82.2% untuk Buyer-supplier relationship dan 81.5% untuk variabel Organizational Performance. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan cara pengukuran dengan one shoot dan berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh ke-empat variabel yang akan diteliti semuanya reliabel karena memiliki nilai Cronbach Alpha diatas 0,60 atau 60%. Untuk butir-butir pertanyaan tidak ada yang perlu hapuskan karena nilai alpha if item deleted (lihat lampiran output SPSS Uji Validitas CFA) untuk kesemua pertanyaan dibawah nilai Cronbach alpha.
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
47
4.4 Uji Validitas Pretest Uji validitas dilakukan untuk menguji pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner mampu mengunkapkan variabel yang akan diukur. Dan berikut tabeltabel dibawah ini menjelaskan bagaimana validitas setiap variabel. Tabel 4.2 Validitas Pretest Kaisser-Meyer-Olkin Kaiser-Meyer-Olkin
0,719
Sumber : Output SPSS diolah kembali oleh peneliti
Menurut Ghozali (2008) uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pernyataan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Uji validitas dapat dilakukan melakukan uji Confirmatory Factor Analisys (CFA) dengan melihat nilai KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) dengan syarat diatas 0.5. Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai KMO berada diatas 0.50 yaitu 0.719 yang berarti bahwa sampel dirasa cukup, serta nilai anti image correlation per indikator diatas 0,5 yang berarti semua indikator valid. Tabel 4.3 Anti Image Correlation Indikator BS1 BS2 BS3 SS1 SS2 SS3 LTR1 LTR2 OP1 OP2 OP3
Nilai 0,838 0,560 0,725 0,821 0,569 0,573 0,719 0,685 0,802 0,740 0,781
Sumber: Output SPSS diolah kembali oleh peneliti
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
48
4.5 Gambaran Umum Responden Keseluruhan responden dalam penelitian ini akan diklasifikasikan kedalam aspek demografi yang tidak diikutsertakan dalam proses analisis data karena tidak berkaitan secara langsung dengan jawaban yang diberikan oleh responden mengenai variabel penelitian, tetapi aspek demografi tersebut dapat digunakan sebagai informasi tambahan dalam menjelaskan kesimpulan. Aspek demografi yang merupakan data deskriptif responden. 4.5.1 Jenis Kelamin Jumlah responden adalah 90 pelaku usaha dibidang fashion. fashion Berdasarkan analisis deskriptif, tif, dida didapati bahwa dari 90 responden, 63% % atau 57 5 responden yang juga sebagai pelaku usaha di bidang fashion adalah alah pria dan sisanya sebesar 37% atau 33 responden adalah wanita.
Jenis Kelamin Pria
Wanita
37% 63%
Gambar 4.1 Jenis Kelamin Responden Sumber: SPSS Output diolah kembali oleh penelit peneliti
4.5.2 Usia Usia pemilik dari UMKM di bidang fashion ini paling besar b pada usia diatas 41 tahun yaitu sebesar 47 %, sebesar 30% responden berusia pada rentang umur berkisar antara 31 31-40 40 tahun, dan sebesar 23% berumur dibawah 30 tahun. tahun
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
49
Usia Pemilik diatas 41 tahun
31-40 tahun
dibawah 30 tahun
23% 47%
30%
Gambar 4.2 Usia Pemilik Sumber: Olahan data dari peneliti
4.5.3 Usia Mulai Berwirausaha
Usia Mulai Berbisnis diatas 41 tahun
31-40 tahun
dibawah 30 tahun
13% 52% 35%
Gambar 4.3 Usia Mulai Berbisnis Sumber : Olahan data dari peneliti
Para pemilik UMKM fashion berdasarkan data yang diperoleh peneliti yaitu sebesar 35% pengusaha UMKM fashion memulai bisnis pada usia antara 3131 40 tahun, 13% dibawah 30 tahun, serta sisanya yang paling besar yaitu sebesar 52% pengusaha UMKM fashion memulai bisnis mereka pada usia diatas 41 tahun. Presentase pelaku UMKM memulai bisnisnya pada umur diatas 41 tahun cukup besar, hal ini menurut peneliti ada sedikit indikasi bahwa hal ini sebagai akibat dari mereka mengisi kegiatan dengan berbisnis setelah pensiun dari pekerjaan.
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
50
4.5.4 Jumlah Karyawan Berdasarkan klasifikasi UKM menurut BPS yang menggunakan jumlah karyawan sebagai klasifikasi UKM UKM-nya. nya. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwaa usaha yang mendominasi dari pelaku adalah jenis usaha mikro dengan jumlah karyawan 1-55 orang sedangkan sisanya merupakan erupakan usaha kecil dan usaha menengah.
Jumlah Karyawan 1-5 orang
6-10 orang
11-15 orang 2% 1%
16-20 orang
diatas 20 orang
0%
30%
67%
Gambar 4.4 Jumlah Karyawan Sumber : Olahan data dari peneliti
4.6 Analisis Partial Least Square Untuk melakukan pengujian hipotesis yang telah diajukan sebelumnya, peneliti menggunakan metode Partial Least Square dengan bantuan aplikasi ap software SmartPLS 2.0 M3. Didalam PLS terdapat empat tahapan yang perlu dilakukan yaitu , merancang model structural (inner model), merancang model pengukuran (Outer Model) , Estimasi : Weight, Koefisien Jalur, Loading dan Evaluasi Goodness of Fit , Pengujian Hipotesis (Resampling Resampling Bootstraping). Bootstraping
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
51
4.6.1 Merancang Model Struktural Inner Model menggambarkan hubungan antar variabel laten laten. Dalam penelitian ini terdapat empat variable laten antara lain variable Buyer B Specificity, Supplier Specificity, B Buyer-Supplier Specificity dan Organizational rganizational Performance.
Gambar 4. 4.5 Model Struktural (Inner Model) Sumber : SmartPLS Output diolah kembali oleh peneliti
4.6.2 Merancang Model Pengukuran (Outer Model) Model odel pengukuran yang menghubungkan indikator dengan variabel latennya
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
52
4.6.2.1 Konstruk Buyer specificity Konstruk Buyer-Specificity Specificity memiliki tiga indikator yaitu BS1, BS2 dan BS3:
Gambar 4.6 Konstruk Buyer Specificity Sumber: Output SmartPLS diolah kembali oleh peneliti
4.6.2.2 Konstruk Supplier Specificity Konstruk Supplier Specificity pecificity memiliki tiga indikator antara lain SS1, SS2, SS2 SS3:
Gambar 4. 4.7 Konstruk Supplier specificity Sumber: Output SmartPLS diolah kembali oleh peneliti
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
53
Buyer-Supplier Relationship 4.6.2.3 Konstruk Buyer Konstruk Buyer Buyer-Supplier Relationship memiliki dua indikator antara lain LTR1 dan LTR2, seperti pada gambar berikut:
Gambar 4. 4.8 Konstruk Buyer-Supplier Relationship Sumber : Output SmartPLS diolah kembali oleh peneliti
4.6.2.4 Konstruk Organizational Performance Konstruk Organizational Performance memiliki tiga indikator antara lain OP1, OP2 dan OP3 seperti yang terlihat pada gambar berikut:
Gambar 4. 4.9 Konstruk Organizational Performance ance Sumber: Output SmartPLS diolah kembali oleh peneliti
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
54
4.6.2.5 Rangkaian Konstruk (Outer Model)
Gambar 4.10 Outer Model Sumber: Output SmartPLS diolah kembali oleh peneliti
4.6.3 Weight, Path Coefficient, Loading dan Evaluasi Goodness of Fit
Gambar 4.11 Outer Model Sumber : Output SmartPLS diolah kembali oleh peneliti
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
55
Berdasarkan loading factor diatas, terdapat satu indikator, yaitu SS1 yang memiliki nilai convergent validity yang rendah atau dibawah 0.60 sehingga indikator tersebut harus di drop dan kemudian dilakukan running kembali. Loading factor SS1 = 0.489 < 0.60 merupakan indikator yang tidak valid sehingga dihapus. Berikut gambar 4.6.3 setelah indikator di drop.
Gambar 4.12 Outer Model Sumber : Output SmartPLS diolah kembali oleh peneliti
Pada diagram diatas terlihat bahwa semua indikator memiliki loading factor diatas 0.60. Tiga indikator yang dimiliki konstruk buyer specificity, tiga indikator yang dimiliki oleh konstruk supplier specificity, dua indikator yang dimiliki konstruk buyer-supplier relationship (LTR) dan tiga indikator yang dimiliki oleh konstruk Organizational Performance memiliki loading factor diatas 0.60 sehingga semua indikator tersebut dikatakan valid.
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
56
Tabel 4.4 Quality Criteria
Buyer specificity Supplier specificity Buyer-supplier relationship Organizational Performance
AVE
Composite Reliability
R Square
Cronbachs Alpha
0.553266 0.799658 0.689828
0.785503 0.888654 0.869382
0.419195
0.615089 0.750369 0.777599
0.810913
0.895517
0.388142
0.769800
Sumber : SmartPLS diolah kembali oleh peneliti
Terdapat tiga kriteria untuk menilai Outer Model, yaitu Convergent Validity, Discriminant Validity dan Composite Reliability. Berikutnya akan dijelaskan kriteria-kriteria untuk menilai outer model dengan melihat faktor Convergent Validity, Discriminant Validity dan Composite Reliability. 4.6.3.1 Composite Reliability dan AVE Tabel 4.5 Composite Reliability Composite Reliability Buyer Specificity
0.785503
Buyer-Supplier Relationship
0.888654
Organizational Performance
0.869382
Supplier Specificity
0.895517
Sumber: Output SmartPLS diolah kembali oleh peneliti
Pada tabel di atas, terlihat bahwa nilai composite reliability untuk konstruk Buyer specificity (BS) adalah sebesar 0.785503, nilai composite reliability untuk konstruk Supplier Specificity (SS) adalah sebesar 0.895517, nilai composite reliability untuk Buyer-supplier relationship (LTR) adalah sebesar 0.888654, nilai composite reliability untuk konstruk Organizational Performance (OP) adalah sebesar 0.869382. Berdasarkan output yang terlihat dari penilaian composite
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
57
reliability diatas terlihat bahwa semua konstruk memiliki nilai composite reliability diatas 0.60. Menurut Fornel & Larker, 1981 konstruk dinyatakan reliable apabila nilai composite reliability tiap konstruk diatas 0.60 . Berdasarkan hasil dan ketentuan yang berlaku maka semua konstruk dinyatakan reliable. Selain melihat nilai composite reliability untuk menilai reliability suatu konstruk, kita juga dapat melihat nilai AVE dari masing-masing konstruk. Pada umumnya peneliti melihat nilai dari keduanya yaitu Composite Reliability dan nilai AVE. Mari kita lihat nilai AVE pada table dibawah ini; Tabel 4.6 Average Variance Extracted Average Variance Extracted
Buyer Specificity
0.553266
Buyer-Supplier Relationship
0.799658
Organizational Performance
0.689828
Supplier Specificity
0.810913
Sumber : Output SmartPLS diolah kembali oleh peneliti
Untuk memperkuat reliability dari masing-masing konstruk dapat juga kita melihat seberapa besar nilai AVE dari konstruk yang bersangkutan. Juga menurut Fornel & Larker, 1981 bahwasannya nilai AVE disarankan untuk lebih besar dari 0.50 (Fornell, Claes and David G. Larcker 1981). Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa nilai AVE untuk konstruk Buyer specificity (BS) adalah sebesar 0.553266, nilai AVE untuk konstruk Supplier specificity (SS) adalah sebesar 0.810913, nilai AVE untuk konstruk Buyer-supplier relationship (LTR) adalah sebesar 0.799658 , nilai AVE untuk konstruk Organizational Performance (OP) adalah sebesar 0.689828. Informasi dari tabel diatas menunjukkan bahwa nilai AVE untuk semua
konstruk adalah diatas 0.50. Berdasarkan perhitungan composite reliability dan AVE maka konstruk-konstruk yang bersangkutan dinyatakan reliable.
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
58
Discriminant validity dapat dilihat dari nilai Cross Loading. Nilai korelasi indikator terhadap konstruknya harus lebih besar dari pada nilai korelasi antara indikator dengan konstruk lainnya. (Fornell dan Larker, 1981). Berikut tabel Cross loading untuk melihat nilai korelasi indikator terhadap konstruknya serta nilai korelasi indikator terhadap konstruk lainnya. Tabel 4.7 Cross Loading BS
LTR
OP
SS
BS1
0.846019
0.564369
0.521926
0.638598
BS2
0.627783
0.284535
0.323607
0.382610
BS3
0.741579
0.361209
0.408242
0.396428
LTR1
0.531746
0.907999
0.575172
0.599019
LTR2
0.492474
0.880258
0.537674
0.476475
OP1
0.402932
0.591880
0.878605
0.448161
OP2
0.438364
0.395132
0.778510
0.483675
OP3
0.605342
0.535208
0.831540
0.760836
SS1
0.557110
0.476022
0.571091
0.875954
SS2
0.631370
0.602062
0.645663
0.924408
Sumber : Output SmartPLS diolah kembali oleh peneliti
Tabel 4.7 adalah tabel Cross Loading yang menjelaskan nilai korelasi indikator terhadap konstruknya serta nilai korelasi indikator terhadap konstruk. Dapat dilihat bahwa BS1, BS2, BS3, LTR1, LTR2, OP1, OP2, OP3, SS1, dan SS2 merupakan indikator sedangkan BS, LTR, OP dan SS adalah konstruk. Tabel diatas menunjukkan korelasi diantara keduanya. Kotak yang berwarna kuning adalah nilai korelasi indikator terhadap konstruknya. Dapat dilihat pada kotak yang berwarna kuning bahwa semua nilai korelasi indikator terhadap konstruknya lebih besar daripada nilai korelasi antara indikator dengan konstruk lainnya. Mari kita tarik sebuah kasus pada tabel diatas yaitu antara indikator BS1 terhadap konstruk aslinya dan terhadap konstrukkonstruk lainnya. Indikator BS1 memiliki nilai korelasi sebesar 0.846019 terhadap
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
59
konstruk aslinya yaitu BS. Sedangkan nilai korelasi indikator BS1 terhadap konstruk-konstruk lainnya lebih kecil, indikator BS1 memiliki nilai korelasi sebesar 0.564369 terhadap konstruk LTR, 0.521926 terhadap konstruk OP dan 0.638598 terhadap konstruk SS. Kotak berwarna kuning menunjukkan nilai korelasi indikator terhadap konstruk aslinya yang pada penelitian ini nilai korelasi antara indikator dengan konstruk aslinya memiliki nilai lebih besar dibanding nilai korelasi indikator terhadap konstruk lainnya (tidak aslinya), dengan ini semua indikator dinyatakan valid karena nilai korelasi indikator terhadap konstruk aslinya lebih besar dibanding dengan konstruk lainnya (tidak aslinya). Pada tabel diatas juga terlihat bahwa semua indikator memiliki convergen validity diatas 0.50 , yaitu nilai indikator terhadap konstruk aslinya tidak ada yang di bawah 0.50 oleh sebab itu tidak perlu dilakukan dropping indikator. Dengan ini outer model ini dikatakan baik karena semua indikator dan konstruk reliable serta valid sesuai kriteria-kriteria untuk menilai suatu outer model. 4.6.4 Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan dengan metode Bootstraping untuk melihat signifikansi setiap konstruk. Berdasarkan Gambar (3.1) yang merupakan model penelitian, maka ada tiga hipotesis yang akan diteliti, yaitu : H1 :
Peningkatan Buyer Specificity berpengaruh positif dan signifikan
terhadap hubungan jangka panjang antara Buyer dengan Supplier pada UMKM H2 :
Peningkatan Supplier Specificity berpengaruh positif dan signifikan
terhadap hubungan jangka panjang antara Buyer-Supplier pada UMKM H3 :
Hubungan jangka panjang antara Buyer-Supplier secara positif dan
signifikan mempengaruhi kinerja organisasi pada UMKM Hipotesis
pertama,
hipotesis
kedua,
dan
hipotesis
ketiga
merupakan/menggunakan regresi sederhana. Model ini merupakan analisis jalur
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
60
(path analysis). Untuk selanjutnya dengan menggunakan bantuan software SmartPLS 2.0 M3. Peneliti melakukan pengolahan data dan menguji hipotesis. 4.6.4.1 Pengujian Hipotesis Satu (H1) Tabel 4.8 Path Coefficients (Mean, STDEV, T-Values)
Buyer Specificity terhadap Buyer Supplier Relationship Buyer Supplier Relationship terhadap Organizational Performance Supplier Specificity terhadap Organizational Performance
Original Sample
Sample Mean
Standard Deviation
Standard Error
T Statistics
0,307684
0,318359
0,088079
0,088079
3,493265
0,622974
0,627471
0,067543
0,067543
9,223332
0,400966
0,395861
0,095886
0,095886
4,181686
Sumber : SmartPLS Output diolah kembali oleh peneliti
Uji t-Value dimaksudkan untuk menguji apakah variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis :
H0: Peningkatan Buyer specificity secara parsial tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap hubungan jangka panjang antara buyer dengan supplier pada UMKM
H1: Peningkatan buyer specificity berpengaruh positif dan signifikan terhadap hubungan jangka panjang antara buyer dengan supplier pada UMKM Dasar pengambilan keputusan, yaitu apabila ;
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
61
Jika probabilitasnya (nilai prob) > 0.05 atau - t tabel < t hitung < t tabel maka H0 tidak ditolak
Jika probabilitasnya (nilai prob) < 0.05 atau t hitung < - t tabel atau t hitung > t tabel maka H0 ditolak
(t tabel untuk alfa=0.05 adalah 1.96)
Keputusan : Berdasarkan Tabel 4.6.4.1 di atas nilai t stat = 3.493265 > 1.96 Maka H0 ditolak, dan H1diterima yang berarti peningkatan buyer specificity berpengaruh positif dan signifikan terhadap hubungan jangka panjang antara buyer dengan supplier pada UMKM 4.6.4.2 Pengujian Hipotesis Dua (H2) Tabel 4.9 Path Coefficients (Mean, STDEV, T-Values)
Buyer Specificity terhadap Buyer Supplier Relationship Buyer Supplier Relationship terhadap Organizational Performance Supplier Specificity terhadap Organizational Performance
Original Sample
Sample Mean
Standard Deviation
Standard Error
T Statistics
0,307684
0,318359
0,088079
0,088079
3,493265
0,622974
0,627471
0,067543
0,067543
9,223332
0,400966
0,395861
0,095886
0,095886
4,181686
Sumber : SmartPLS Output diolah kembali oleh peneliti
Uji t-Value dimaksudkan untuk menguji apakah variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
62
Hipotesis :
H0:
Peningkatan Supplier specificity tidak berpengaruh positif terhadap
hubungan jangka panjang antara Buyer-Supplier pada UMKM
H1: Peningkatan Supplier specificity berpengaruh positif dan signifikan terhadap hubungan jangka panjang antara Buyer-Supplier pada UMKM Dasar pengambilan keputusan, yaitu apabila ;
Jika probabilitasnya (nilai prob) > 0.05 atau - t tabel < t hitung < t tabel maka H0 tidak ditolak
Jika probabilitasnya (nilai prob) < 0.05 atau t hitung < - t tabel atau t hitung > t tabel maka H0 ditolak
(t tabel untuk alfa=0.05 adalah 1.96)
Keputusan : Berdasarkan Tabel 4.6.4.2 di atas nilai t-statitic = 4.181686 > 1.96 yang artinya yaitu nilai t statistik untuk konstruk Supplier Specificity terhadap konstruk organizational performance memiliki nilai lebih besar dari 1.96 (t tabel untuk alfa=0.05 adalah 1.96). Maka H0 ditolak, dan H1 diterima
yang berarti
peningkatan supplier specificity berpengaruh positif dan signifikan terhadap hubungan jangka panjang antara buyer-supplier pada UMKM.
4.6.4.3 Pengujian Hipotesis Tiga (H3) Tabel 4.10 Path Coefficients (Mean, STDEV, T-Values)
Buyer Specificity terhadap Buyer Supplier Relationship
Original Sample
Sample Mean
Standard Deviation
Standard Error
T Statistics
0,307684
0,318359
0,088079
0,088079
3,493265
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
63
Tabel 4.10 Lanjutan
Buyer Supplier Relationship terhadap Organizational Performance Supplier Specificity terhadap Organizational Performance
Original Sample
Sample Mean
Standard Deviation
Standard Error
T Statistics
0,622974
0,627471
0,067543
0,067543
9,223332
0,400966
0,395861
0,095886
0,095886
4,181686
Sumber : SmartPLS Output diolah kembali oleh peneliti
Uji t-Value dimaksudkan untuk menguji apakah variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis :
H0:
Hubungan jangka panjang antara Buyer-Supplier secara positif tidak
mempengaruhi kinerja organisasi pada UMKM
H1: Hubungan jangka panjang antara Buyer-Supplier secara positif dan signifikan mempengaruhi kinerja organisasi pada UMKM Dasar pengambilan keputusan, yaitu apabila ;
Jika probabilitasnya (nilai prob) > 0.05 atau - t tabel < t hitung < t tabel maka H0 tidak ditolak
Jika probabilitasnya (nilai prob) < 0.05 atau t hitung < - t tabel atau t hitung > t tabel maka H0 ditolak
(t tabel untuk alfa=0.05 adalah 1.96)
Keputusan : Berdasarkan Tabel 4.6.4.3 di atas nilai t statitic (t-value) = 9.223332 > 1.96 Maka H0 ditolak, dan H1 diterima yang berarti hubungan jangka panjang antara Buyer-
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
64
Supplier secara positif dan signifikan mempengaruhi kinerja organisasi pada UMKM. 4.6.4.4 Rangkuman Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan hasil uji hipotesis diatas berikut tabel dibawah ini yang merupakan rangkuman dari hasil uji hipotesis : Tabel 4.11 Rangkuman Hasil Uji Hipotesis
Hipotesis
Koefisien
Nilai T Statistik
Hasil Uji
0,307684
3,493265
Diterima
0,400966
4,181686
Diterima
H1 : Peningkatan buyer specificity berpengaruh positif dan signifikan terhadap hubungan jangka panjang antara buyer dengan supplier pada UMKM
H2 : Peningkatan
Supplier specificity berpengaruh positif dan signifikan terhadap hubungan jangka panjang antara Buyer-
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
65
Supplier pada UMKM
H3 : Hubungan
jangka panjang antara BuyerSupplier secara positif dan
0,622974
9223332
Diterima
signifikan mempengaruhi kinerja organisasi pada UMKM
Sumber : Output uji olah data dari peneliti
Berdasarkan tabel rangkuman hasil uji hipotesis diatas maka terlihat bahwa semua hipotesis dari hipotesis satu hingga hipotesis tiga semuanya diterima. Pada penelitian sebelumnya berdasarkan hasil analisis dari data yang diperolehnya yang mana kebetulan data tersebut diambil dan berlokasi di Amerika Serikat, data-data tersebut diambil dari UMKM yang tersebar di Amerika Serikat, hasil dari hipotesis yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya juga mengatakan hal yang serupa bahwa terdapat efek besar dari peningkatan hubungan jangka panjang antara buyer dan supplier terhadap kinerja UMKM. Pada penelitian ini pada hipotesis pertama dikatakan bahwa peningkatan buyer specificity berpengaruh positif dan signifikan terhadap hubungan jangka panjang antara buyer dengan supplier. Hipotesis ini diterima dengan nilai tstatistik sebesar 3.493265 dan koefisiennya tidak ada yang negative. Hipotesis kedua dikatakan bahwa peningkatan supplier specificity berpengaruh positif dan signifikan terhadap hubungan jangka panjang antara buyer dan supplier . hipotesis menghasilkan nilai t statistik sebesar 4.181686 dan koefisiennya tidak negatif oleh sebab itu hipotesis ini juga diterima. Hipotesis ketiga sekaligus hipotesis terakhir
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
66
dari penelitian ini mengatakan bahwa peningkatan hubungan jangka panjang antara buyer dan supplier dapat berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan kinerja UMKM. Hipotesis ini menghasilkan nilai uji t statistik sebesar 9.223332 dan koefisiennya juga tidak negatif, hipotesis ini juga diterima. Ketiga hipotesis dalam penelitian ini mengahasilkan nilai uji t statistic diatas 1.96. Semua hipotesis yang menghasilkan nilai uji t statistik lebih besar dari 1,96 atau dengan probabilitas 0.05 maka hipotesis tersebut diterima. Komitmen UMKM sebagai buyer organization terhadap langkah-langkah atau investasi yang dilakukan untuk menjalin hubungan dengan supplier seperti pengembangan skill dan pengetahuan, pengakomodasian kepada supplier, pembangunan infrastruktur pembelian seperti software dan media lainnya mampu meningkatkan hubungan antara pembeli (UMKM) dengan pemasok baik jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini sejalan dengan teori melalui penelitian yang dilakukan oleh Adams, Khoja dan Kauffman (2012) mengenai konsep buyer specificity yaitu sebagai komitmen perusahaan pembeli (Buyer Organization) terhadap langkah-langkah atau investasi yang dilakukan untuk menjalin hubungan dengan supplier. Langkah dan investasi tersebut dapat berupa pengembangan pengalaman dan pengetahuan secara berkesinambungan, proyek akomodasi terhadap
supplier,
serta
pembangunan
infrastruktur
pembelian
seperti
pembangunan software ordering dan lain sebagainya. Hal-hal atau usaha yang dilakukan oleh buyer (pembeli) kepada supplier termasuk hubungan saling ketergantungannya antara satu sama lain membuat hubungan antara kedua belah pihak lebih baik dibangun untuk jangka panjang dilihat dari urgensi dan kepentingan oleh keduanya. UMKM yang awalnya dirasa tidak memilki kekuatan atau bargaining power terhadap komponen-komponen bisnis seperti pelaku UMKM yang mana sebagai buyer awalnya merasa tidak memiliki kekuatan untuk menjangkau supplier karena kapasitas produksinya yang masih kecil, namun akibat buyer yang terus melakukan pendekatan dan timbul saling membutuhkan maka hubungan jangka panjang pun dapat terjalin. Sesuai dengan penelitian Cannon (1997) yang menyatakan bahwa Reputasi dan ukuran perusahaan pemasok serta kesediaan pemasok untuk menyesuaikan kemauan
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
67
pembeli meningkatkan kepercayaan pembeli terhadap perusahaan pemasok. Secara simultan karakteristik pemasok seperti keahlian, keramahan, terjalinnya kontak dengan pembeli dapat meningkatkan kepercayaan pembeli terhadap perusahaan pemasok (supplier). Kepercayaan pembeli terhadap perusahaan pemasok (supplier) dan interaksi antara supplier dengan pembeli saling terkait dengan keputusan pembelian serta interaksi untuk masa yang akan datang. Komitment supplier terhadap langkah-langkah atau investasi yang dilakukan untuk menjalin hubungan dengan buyer seperti memberikan standar dan jaminan kualitas, jaminan waktu pengiriman barang atau jasa, pembangunan infrastruktur seperti software yang memudahkan buyer (UMKM) untuk melakukan transaksi dengan supplier serta media-media pembantu lainnya mampu meningkatkan hubungan antara pembeli dengan pemasok baik jangka pendek maupun jangka panjang. Supplier juga melakukan hal-hal dan usaha terhadap buyer. Usaha-usaha tersebut dilakukan salah satunya supaya buyer merasa mudah menjangkau supplier dan menciptakan loyalitas buyer. Supplier juga merasa ada hubungan saling ketergantungan antara buyer dan supplier sehingga usaha-usaha ini dilakukan untuk memupuk hubungan jangka panjang antara buyer dengan supplier. Konsep ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Adams, Khoja dan Kauffman (2012) yaitu supplier melakukan konsep supplier specificity yang dijelaskan sebagai komitment supplier terhadap langkah-langkah atau investasi yang dilakukan untuk menjalin hubungan dengan buyer. Langkah dan investasi tersebut dapat berupa penyertaan standar kualitas, pengiriman barang tepat waktu serta pembangunan infrastrukstur untuk memudahkan pembeli. Terjalinnya hubungan yang baik serta hubungan jangka panjang sebagai efek dari langkah-langkah yang dilakukan oleh kedua belah pihak sehingga tercipta hubungan baik dan jangka panjang antara buyer (UMKM) dengan supplier mendorong terciptanya peningkatan kinerja UMKM karena sesuai sifat dari suatu hubungan buyer-supplier yaitu mendukung pertukaran kegiatan ekonomi antara buyer-supplier. Hubungan yang terjalin baik antara buyer dengan supplier dapat meningkatkan kinerja bisnis oleh pelaku-pelaku UMKM.
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
68
Hubungan yang baik membuat operasi usaha keduanya berjalan lebih baik dan mudah. Keduanya tidak perlu saling adaptasi mendalam satu sama lain, dengan hubungan yang terjalin lama maka menjadikan keduanya sudah saling kenal dan mengetahui karakternya masing-masing, oleh sebab itu dengan hubungan jangka panjang jelas lebih memudahkan keduanya untuk menjalankan operasi usahanya.
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
69
BAB 5 Kesimpulan dan Saran
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dari penelitian ini serta saran untuk komponen atau badan-badan yang terkait : 5.1 Kesimpulan Penelitian ini disusun sebagai usaha untuk memberikan jawaban atas research question (pertanyaan penelitian) melalui pengujian beberapa hipotesis seperti yang dijelaskan pada bab sebelumnya. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah bagaimana peningkatan hubungan jangka panjang antara buyer dengan supplier yang dipengaruhi oleh peningkatan buyer specificity dan supplier specificity dapat berpengaruh dan meningkatkan kinerja badan UMKM. Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan pada bab empat, berikut hasil kesimpulan yang diperoleh : 1. Peningkatan buyer specificity berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan hubungan jangka panjang antara buyer dengan supplier. Komitmen UMKM sebagai buyer organization terhadap langkahlangkah atau investasi yang dilakukan untuk menjalin hubungan dengan supplier seperti pengembangan skill dan pengetahuan, pengakomodasian kepada supplier, pembangunan infrastruktur pembelian
seperti
meningkatkan
software
hubungan
dan
antara
media
pembeli
lainnya
mampu
(UMKM)
dengan
pemasok baik jangka pendek maupun jangka panjang. Hal-hal atau usaha yang dilakukan oleh buyer (pembeli) kepada supplier termasuk hubungan saling ketergantungannya antara satu sama lain membuat hubungan antara kedua belah pihak lebih baik dibangun untuk jangka panjang dilihat dari urgensi dan kepentingan oleh keduanya. UMKM yang awalnya dirasa tidak memilki kekuatan atau bargaining power terhadap komponen-komponen bisnis
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
70
seperti pelaku UMKM yang mana sebagai buyer awalnya merasa tidak memiliki kekuatan untuk menjangkau supplier karena kapasitas produksinya yang masih kecil, namun akibat buyer yang terus melakukan pendekatan dan timbul saling membutuhkan (buyer specificity) maka hubungan jangka panjang pun dapat terjalin.
2. Peningkatan supplier specificity berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan hubungan jangka panjang antara buyer dengan supplier. Komitment supplier terhadap langkah-langkah atau investasi yang dilakukan untuk menjalin hubungan dengan buyer seperti memberikan standar dan jaminan kualitas, jaminan waktu pengiriman barang atau jasa, pembangunan infrastruktur seperti software yang memudahkan buyer (UMKM) untuk melakukan transaksi dengan supplier serta media-media pembantu lainnya mampu meningkatkan hubungan antara pembeli dengan pemasok baik jangka pendek maupun jangka panjang. Supplier juga melakukan hal-hal dan usaha terhadap buyer. Usaha-usaha tersebut dilakukan salah satunya supaya buyer merasa mudah menjangkau supplier dan menciptakan loyalitas buyer. Supplier juga merasa ada hubungan saling ketergantungan antara buyer dan supplier sehingga usaha-usaha ini dilakukan untuk memupuk hubungan jangka panjang antara buyer dengan supplier.
3. Hubungan
jangka
panjang
antara
buyer
dengan
supplier
berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan kinerja badan UMKM. Terjalinnya hubungan yang baik serta hubungan jangka panjang sebagai efek dari langkah-langkah yang dilakukan oleh kedua belah pihak sehingga tercipta hubungan baik dan jangka panjang antara buyer (UMKM) dengan supplier mendorong terciptanya
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
71
peningkatan kinerja UMKM karena sesuai sifat dari suatu hubungan buyer-supplier yaitu mendukung pertukaran kegiatan ekonomi antara buyer-supplier. Hubungan yang terjalin baik antara buyer dengan supplier dapat meningkatkan kinerja bisnis oleh pelaku-pelaku UMKM. Hubungan yang baik membuat operasi usaha keduanya berjalan lebih baik dan mudah. Keduanya tidak perlu saling adaptasi mendalam satu sama lain, dengan hubungan yang terjalin lama maka menjadikan keduanya sudah saling kenal dan mengetahui karakternya masing-masing, oleh sebab itu dengan hubungan jangka panjang jelas lebih memudahkan keduanya untuk menjalankan operasi usahanya. 5.2 Saran Bagian ini akan menjelaskan saran oleh peneliti terhadap pelaku UMKM khususnya UMKM dibidang Fashion yang memang secara khusus diamati oleh peneliti, berikut penjelasannya : 5.2.1 Saran bagi pelaku UMKM UMKM sebagai komponen penyokong ekonomi negara tentunya berkontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi negara. UMKM yang pada umumnya merasa bahwa tidak memiliki bargaining power yang besar terhadap akses ke supplier namun faktanya mengatakan bahwa UMKM sekalipun yang kapasitas produksinya tidak raksasa namun dapat menjalin hubungan jangka panjang yang baik dengan supplier. Pelaku UMKM yang mana sebagai buyer dapat melakukan peningkatan buyer specificity atau melakukan usaha-usaha pendekatan terhadap supplier sehingga hubungan jangka panjang pun dapat terwujud karena sesungguhnya supplier juga membutuhkan buyer apapun itu bentuk buyer-nya. Supplier juga melakukan langkah-langkah baik terhadap buyer. Supplier berusaha untuk memudahkan buyer menjangkau mereka. Hal-hal ini dilakukan supplier supaya tercipta hubungan jangka panjang yang baik antara kedua belah pihak yang mana hasil akhirnya juga berpengaruh baik untuk UMKM dan supplier. Saran yang dapat diberikan antara lain :
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
72
1. Pelaku UMKM dapat menjamin komitment yang telah dibangun dengan supplier seperti yang dilakukan oleh perusahaan atau buyer besar terhadap supplier 2. Pelaku UMKM perlu membangun sistem yang baik seperti sistem yang dimiliki oleh buyer besar, baik sistem ordering, finansial, dll 3. Untuk menjalin hubungan jangka panjang yang baik pelaku UMKM dan supplier perlu melakukan investasi yang specific untuk hubungan kedua belah pihak ini, hal ini bisa berupa pendekatan-pendekatan yang bagus untuk keduanya seperti saling menjaga komitmen, memperbaiki manajemen secara terus menerus dan usaha-usaha lebih lainnya seperti yang dilakukan korporasi besar terhadap menjaga hubungan buyer supplier.
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
73
DAFTAR PUSTAKA
Adams, J., G. Stading, and R. Kauffman (2010). “Roles of Purchasing Development and Complexity in Achieving Strategic Supplier Leverage in Small and Medium Enterprises,” North American Research and Teaching Symposium on Purchasing and Supply Chain Management (March 11–12 in Tempe, AZ). Alam SS, Nor Asiah Omar, Nik Mohd Hazrul Nik Hisbam (2011). Applying the Theory of Perceived Charateristic of Innovating (PCI) on ICT Adoption in the SMEs in Malaysia. Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 5(8): 8-1, 2011 Alarape, A. A. (1999). Entrepreneurship education: Challenges of Nigerian Universities. Ife Social Science Review, 17, 118-124 Baird, I., M. Lyles, and J. Oris (1994). “The Choice of International Strategies of Small Businesses,” Journal of Small Business Management 32(1), 48–59. Buvik, A., and S. Haugland (2005). “The Allocation of Specific Assets, Relationship Duration, and Contractual Coordination in Buyer-Seller Relationships,” Scandinavian Journal of Management 21, 41–60. Chapman 1999; Dean, Brown, and Bamford 1998; Levy and Powell 2000. Cannon, J., and C. Homburg (2001). “Buyer-supplier relationships Customer Assets,” Journal of Marketing 65, 29–43. Cannon, J., and W. Perreault (1999). “Buyer Seller Relationships in Business Markets,” Journal of Marketing Research 36(4), 439–460. Chin, W. (1998). “The Partial Least Squares Approach of Structural Equations Modeling,” in Modern Methods for Business Research. Ed. G. A. Marcoulides. London: Lawrence Erlbaum Associates, 295–336. Chin, W., and P. Newsted (1999). “Structural Equations Modeling Analysis with Small Samples Using Partial Least Squares,” in Statistical Strategies in Small Sample Research. Ed. R. Hoyle. Thousand Oaks, CA: Sage Publishers, 307–341.
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
74
Cooper, D., & Schindler, P. S. (2006). Business Research Methods, 9th Edition. New York: The McGraw-Hill Companies. Dean, T., R. Brown, and C. Bamford (1998). “Differences in Small and Large Firm Responses,” Strategic Management Journal 19, 709–728. Doney, P., and J. Cannon (1997). “An Examination of the Nature of Trust in Buyer-supplier relationships,”Journal of Marketing, 61(2), 35–52. Donaldson, B., and T. O’Toole (2000). “Classifying Relationship Structures: Relationship Strength in Industrial Markets,” Journal of Business and Industrial Marketing 15, 491–505. Farhady, H. (1982), Measures of Language Proficiency from the Learner's Perspective. TESOL Quarterly, 16: 43–59. doi: 10.2307/3586562 Fynes, B., and C. Voss (2002). “The Moderating Effect of Buyer-supplier relationships on Quality Practices and Performance,” International Journal of Operations and Production Management 22, 589–613. Ganesan, S. (1994). “Determinants of Long-Term Orientation in Buyer-Seller Relationships,” Journal of Marketing 58(2), 1–19. Gibb, A. (2000). “SME Policy, Academic Research, and the Growth of Ignorance, Mythical Concepts, Myths, Assumptions, Rituals, and Confusions,” International Small Business Journal 18, 13–35. Ghozali, Imam. M. C. (2008). Structural Equation Modeling - Metode Alternatif dengan Partial Least Square (PLS). Semarang: Badan Penerbit-UNDIP. Green, S. B. (1991). How many subjects does it take to do a regression analysis? Multivariate Behavioral Research, 26, 499‐510. Gundlach, G., R. Achrol, and J. Mentzer (1995). “The Structure of Commitment in Exchange,” Journal of Marketing 59(1), 78–92. Hahn, C.K., Watts, C.A., Kim, K.Y., 1990. The supplier development program: a conceptual model. International Journal of Purchasing and Materials Management 26 (2), 2–7. Hair Jr, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., & Anderson, R. E. (2010). Multivariate Data Analysis, 7 ed. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
75
Hartley, J.L., Zirger, B.J., Kamath, R.R., 1997. Managing the buyer–supplier interface for on-time performance in product development. Journal of Operations Management 15 (1), 57–70. Humphreys, P., W. Lei, and L. Chan (2004). “The Impact of Supplier Development on Buyer-Supplier Performance,” Omega 32(2), 131–144. Husein Umar. (2008). Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Jap, S., and E. Anderson (2003). “Safeguarding Interorganizational Performance and Continuity under Ex-Post Opportunism,” Management Science 49(12), 1684–1701. Kalwani, M., and N. Narayandas (1995). “Long-term Manufacturer-supplier Relationships: Do They Pay Off for Supplier Firms?,” Journal of Marketing 59, 1–16. Keep, W., S. Hollander, and R. Dickinson (1998). “Forces Impinging on Longterm Business-to-Business Relationships in the United States: A Historical Perspective,” Journal of Marketing62(2): 31–45. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. (2005-2009, January 01). Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Dipetik 11 09, 2011, dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah: http://www.depkop.go.id Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. http://www.depkop.go.id Kotabe, M., X. Martin, and H. Domoto (2003). “Gaining from Vertical Partnerships: Knowledge Transfer, Relationship Duration, and Supplier Performance,” Strategic Management Journal 24(4), 293–316. Kralijic, P. (1983). “Purchasing Must Become Supply Management,” Harvard Business Review 61, 109– 117. Levy, M., and P. Powell (2000). “Information Systems Strategy for Small and Medium Sized Enterprises: An Organizational Perspective,” Journal of Strategic Information Systems 9, 63–84.
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
76
Liu, A., M. Leach, and K. Bernhardt(2005). “Examining Customer Value Perceptions of Organizational Buyers When Sourcing from Multiple Vendors,” Journal of Business Research 58, 559–568. Lupiyoadi, Rambat (2007). “Enterpreneurship form mindset to strategy” Jakarta. Lembaga Penerbit FE-UI MacGregor, R.C. and Vrazalic, L. (2004) “Electronic commerce adoption in small medium enterprises (SMEs): a comparative study of SMEs in Wollongong (Australia) and Karlstad Sweden)” Malhotra. (2005). Riset Penelitian. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Murphy, K., Cifuentes, L., Yakimovicz, A., Segur, R., Mahoney, S., & Kodali, S. (1996). Students Assume the Mantle of Moderating Computer Conferences: A Case Study.American Journal of Distance Education Misra. R. Kumar.(2012).”Buyer-Supplier Relationship in SMEs” IIPM School of Management. Pham L, Pham LN, Nguyen DTT (2011). Determinants of e-commerce adoption in Vietnamese SMEs. Int. J. Entrepreneur. Int. J. Entrepreneur Quayle, M. (1999). “A Small Concern,” Supply Management 4(22), 26–30. Ramsey, J. (2001). “The Resource Based Perspective, Rents, and Purchasing’s Contribution to Sustainable Competitive Advantage,” The Journal of Supply Chain Management 37, 38–47. Ruzzier, M., Antoncic, B., & Konecnik, M. (2006). The resource-based approach to the internationalisation of SMEs: Differences in resource bundles between internationalised and non internationalised companies. Zagreb International Review of Economics & Business, 9(2), 95–116. Shaharudin et al (2011). “Determinant of electronic commerce adoption in Malaysian SMEs’ furniture industry”. African Journal of Business Management Vol. 6(10), pp3648-3661 Stephan M. Wagner, (2006) "Supplier development practices: an exploratory study", European Journal of Marketing, Vol. 40 Iss: 5/6, pp.554 - 571 Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Administrasi. Bandung. CV Alfabeta.
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013
77
Tangen Stefan, (2005) "Analysing the requirements of performance measurement systems", Measuring Business Excellence, Vol. 9 Iss: 4, pp.46 - 54 Venkatraman, N., and V. Ramanujan (1986). “Measurement of Business Performance in Strategy Research: A Comparison of Approaches,” Academy of Management Review 11(4): 801–814. Yulimar, V. A., & Setiawan, A. (2008). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengadopsian Electonic Commerce dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Perusahaan. Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND Yogyakarta (p. 122). Yogyakarta: STMIK ProVisi Semarang. www.galeriumkm.com
Universitas Indonesia Analisis pengaruh ..., Mohammad Bayu Radhitya, FE UI, 2013