UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISIS MINYAK BABI PADA SIMULASI EMULSI MINYAK IKAN (COD LIVER OIL) MENGGUNAKAN SPEKTROSKOPI FOURIER TRANSFORM INFRARED DAN PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS SKRIPSI
YUSNA FADLIYYAH APRIYANTI 1110102000067
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI 2014
i
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISIS MINYAK BABI PADA SIMULASI EMULSI MINYAK IKAN (COD LIVER OIL) MENGGUNAKAN SPEKTROSKOPI FOURIER TRANSFORM INFRARED DAN PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS SKRIPSI Diajukan sebagai salah syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
YUSNA FADLIYYAH APRIYANTI 1110102000067
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI 2014
ii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
iii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
iv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
v
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Yusna Fadliyyah Apriyanti : Farmasi : Analisis Minyak Babi pada Simulasi Emulsi Minyak Ikan (Cod Liver Oil) Menggunakan Spektroskopi Fourier Transform Infrared dan Principal Component Analysis
Minyak ikan adalah minyak yang harganya lebih mahal dibandingkan dengan minyak hewani lain seperti kambing, sapi, ayam dan babi. Oleh karena itu, minyak ikan kadang-kadang dipalsukan dengan campuran minyak lain untuk meningkatkan keuntungan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan profil spektrum minyak babi dan minyak ikan dalam simulasi emulsi minyak ikan menggunakan metode spektroskopi fourier transform infrared (FTIR) dikombinasi dengan principal component analysis (PCA). Minyak babi dan minyak ikan selanjutnya dicampur dengan konsentrasi masing-masing 0%:100%, 20%:80%, 40%:60%, 60%:40%, 80%:20% dan 100%:0% sebagai kontrol. Simulasi emulsi minyak ikan dibuat dengan komposisi campuran minyak babi dan minyak ikan dalam konsentrasi yang sama dengan kontrol. Minyak babi dan minyak ikan diekstraksi dari simualsi emulsi minyak ikan menggunakan metode cair-cair. Hasil ekstraksi minyak dari simulasi emulsi minyak ikan dianalisis dengan FTIR dan dikombinasikan dengan PCA untuk dilihat pengelompokannya. Spektrum spektroskopi fourier transform infrared (FTIR) pada daerah serapan 1117 cm-1-1098 cm-1 merupakan spektrum spesifik dalam mengidentifikasi perbedaan minyak ikan dan minyak babi. Hasil PCA menunjukkan adanya pengelompokan antara kandungan minyak yang sama. Gabungan kedua metode ini mampu membedakan spektrum minyak babi dan minyak ikan pada simulasi emulsi minyak ikan (Cod Liver Oil). Kata Kunci : Minyak babi, Minyak Ikan Kod, FTIR, PCA
vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name Program Study Title o
: Yusna Fadliyyah Apriyanti : Pharmacy : Analysis of Lard in Simulation of Cod Liver Oil Emulsion Using Fourier Transform Infrared Spectroscopy and Principal Component Analysis.
Cod liver oil is the most expensive oils compared to animal fats such as mutton, beef, chicken, and lard. Therefore, sometimes cod liver oil is subjected to adulteration to increase economic profits. This study aimed to analyze the differences in spectral profiles of lard and cod liver oil in simulation of cod liver oil emulsion using fourier transform infrared (FTIR) spectroscopy combined with principal component analysis (PCA). Lard and cod liver oil is mixture which its concentrate of 0%:100%, 20%:80%, 40%:60%, 60%:40%, 80%:20% and 100%:0% as a controller. Simulation of cod liver oil emulsions were made with composition of lard and cod liver oil in concentrations similar to controls. Lard and cod liver oil were extracted from simulation of cod liver oil emulsion using liquid-liquid extraction. Oils extracted from simulation of cod liver oil emulsions were analyzed by FTIR and combined with PCA to grouping. Fourier transform infrared spectrum absorption at region 1117 cm-1-1098 cm-1 is specific to identify the difference spectrum of cod liver oil and lard. The results of PCA showed clustering between similar oil content. Combination of FTIR and PCA is effective to distinguish the spectrum of lard and cod liver oil in simulation of cod liver oil emulsion. Keywords
: Lard, Cod Liver Oil Emulsion, FTIR, PCA
vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb Alhamdulillahirobbil’alamin, Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan Hidayah-Nya hingga kita masih dapat merasakan manisnya iman islam, nikmat kesehatan dan seluruh rezeki yang Ia ciptakan. Sholawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada Muhammad SAW, yang tindak tanduknya menjadi penerang jalan kita dalam beribadah kepada Allah. Hanya atas Kehendak-Allah lah semua harapan kita dapat terjadi dan hanya atas segala kemudahan yang Allah berikan pula, skripsi yang berjudul Analisa Minyak Babi pada Simulasi Emulsi Minyak Ikan (Cod Liver Oil) Menggungakan Spektroskopi Fourier Transform Infrared dan Principal Component Analysis ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi akan sangatlah sulit untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan penuh rasa hormat, terima kasih, dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada : 1. Ibu Zilhadia, M.Si, Apt selaku pembimbing pertama dan Ibu Yuni Anggraeni, M.Farm, Apt selaku pembimbing kedua yang telah sangat baik untuk meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan, memberikan ilmu dan masukan saran, sejak proposal skripsi, pelaksanaan penelitian sampai akhir penyusunan skripsi ini. 2. Prof. Dr. (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Drs. Umar Mansyur, M. Sc selaku Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Suami, Imam, Belahan jiwa yang dengannya akan saya sempurnakan setengah agama lainya, Gerry Suryosukmono,S.E . Terimakasih atas dukungan dan nasihatnya selama ini. Semoga Allah jadikan kita pasangan yang sukses di dunia dan akhirat. 5. Kedua orang tua Ummi tercinta, Endang Sariati Wahyuti, yang telah melahirkan, membesarkan dan menjaga penulis. Terima kasih atas pengorbanan, kasih sayang, doa dan air mata yang kau berikan selama ini. Untuk Abi tersayang, Lugu Agung Sardjono, yang selalu memberikan ilmu, dukungan moril maupun materil, kasih sayang dan doa kepada penulis. Semoga Allah Memberikan tempat yang terbaik di syurgaNya kelak. 6. Mas Rahmat, Mas Luqman dan Megawati, terimakasih atas indahnya persaudaraan yang telah kita ciptakan bersama dalam usaha menyatukan langkah bersama menuju jannahNya. Terimakasih telah memberikan waktu dalam berbagi dan memicu semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. 7. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Kakak laboran program studi Farmasi (Ka Rahmadi, Ka Tiwi, Ka Rani, Ka Liken, Ka Eris) dan Staf dan Rekan-rekan Pusat Laboratorium Terpadu UIN (Ka Prita, Ka Pipit) yang telah banyak membantu dan memberikan ilmunya kepada penulis selama proses penelitian. 9. Para Akhwat di Rumah Qur’an Ciputat, terimakasih atas do’a, semangat dan dukunganya selama ini dalam menghidupkan bi’ah yang nyaman sehingga penulis dapat tetap istiqomah menghafal qur’an sekaligus
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menyusun skripsi ini. Semoga teman-teman semua tetap istiqomah dalam menghafal Al Qur’an dan kelak menjadi generasi al Qur’an yang dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dan tercapai segala citacitanya untuk hafal 30 Juz Al Qur’an. Aamiin. 10. Sahabat tercinta, Istiqomatunnisa, Julia Anggraini, Sri Wahyuni Lestari, Annisa Alfira, Annisa Fitriana, Refi Yulita dan Sofwatun Nida, terima kasih atas dukungan, kasih sayang, perhatian,doa dan persahabatan yang indah selama empat tahun terakhir dan selamanya. 11. Sahabat dalam lingkaran cinta yang saling mengisi, mengokohkan dan mengingatkan dalam berakhlakul karimah serta menyikapi setiap peristiwa dengan aqidah. 12. Sahabat seperjuangan dalam analisa farmasi ini, Diah, Ifah, Farida, Vika, Yanti, Yeyet, Adina, Fahrur, Chandra, dan Kak Sulaiman terimakasih atas doa dan semangatnya. 13. Tim Solid BEMFKIK 2013-2014 yang semoga selalu SOLID dalam keadaan apapun. BEMFKIK angkatan 2010 Zaki, Angga, Nida, Refi, Devica, Alif, Fikri, Iqbal, Yanti, Ivo dan Sinta terima kasih atas Rumah Kedua yang berisikan kasih sayang, keceriaan, canda tawa, dukungan, ilmu dan semua kebaikan yang kalian berikan. 14. Teman-teman seperjuangan farmasi angkatan 2010 untuk ukhuwah dan kekompakannya. 15. Semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu persatu yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini jauh dari sempurna, namun demikian penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat Wassalamu’alaikum Wr. Wb Jakarta , 8 Juli 2014 Penulis
x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...............................................
iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................
iv
HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................................
v
ABSTRAK ............................................................................................................
vi
ABSTRACT ...........................................................................................................
vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .....................
xi
DAFTAR ISI .........................................................................................................
xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xvi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvii BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................
4
1.4 Manfaat Penelitian ...............................................................................
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
5
2.1 Tinjauan Halal ......................................................................................
5
2.2 Suplemen .............................................................................................
7
2.3 Emulsi...................................................................................................
8
2.2.1 Macam-Macam Emulsi .......................................................
8
2.2.2 Zat Pengemulsi ...................................................................
9
2.2.3 Kestabilan Emulsi ..............................................................
9
2.4 Lemak dan Minyak ...............................................................................
11
2.4.1 Komposisi Lemak Hewani dan Nabati ...............................
12
2.4.2 Sifat-Sifat Fisik Lemak dan Minyak ...................................
14
2.4.3 Esktraksi dan Pemurnian Minyak .......................................
15
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4.3 Minyak Babi ........................................................................
16
2.4.4 Minyak Ikan (Cod Liver Oil) ..............................................
18
2.3 Data Praformulasi .................................................................................
20
2.3.1 Gom Arab ............................................................................
20
2.3.2 Gliserin ................................................................................
20
2.3.3 Sunset Yellow ......................................................................
21
2.4 Spektroskopi FTIR ...............................................................................
22
2.6.1 Instrumentasi .......................................................................
22
2.6.2 Keunggulan Alat Spektofotometer FTIR ............................
24
2.7 Principal Component Analysis .............................................................
25
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .............................................................
26
3.1 Alur Penelitian .....................................................................................
26
3.2 Waktu dan Tempat ..............................................................................
27
3.3 Alat dan Bahan ....................................................................................
27
3.3.1 Alat .....................................................................................
27
3.3.2 Bahan .................................................................................
27
3.4 Prosedur Kerja ....................................................................................
27
3.4.1 Preparasi Minyak Babi ........................................................
27
3.4.2 Analisis Campuran Minyak dengan Spektroskopi FTIR ....
28
3.4.3 Formula Simulasi Emulsi Minyak Ikan ..............................
28
3.4.4 Pembuatan Emulsi...............................................................
29
3.4.5 Ekstraksi Minyak ................................................................
29
3.4.6 Pengujian dengan Spektroskopi FTIR ................................
29
3.4.7 Analisis Data .......................................................................
30
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................
31
4.1 Hasil Ekstraksi Minyak dari Lemak Babi ............................................
31
4.2 Hasil Pembuatan Emulsi dengan Minyak Babi dan Minyak Ikan........
33
4.3 Hasil Spektrum FTIR ..........................................................................
35
4.4 Pengolahan Data Menggunakan Principal Component Analysis (PCA) ...................................................................................................
44
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
50
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
51
LAMPIRAN ..........................................................................................................
55
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Klasifikasi dan sifat asam lemak ......................................................... 12 Tabel 2.2 Klasifikasi lemak hewani ................................................................... 13 Tabel 2.3 Komposisi asam lemak dalam minyak babi ........................................ 17 Tabel 2.4 Sifat fisik minyak babi ........................................................................ 18 Tabel 2.5 Komposisi asam lemak dalam minyak ikan ........................................ 19 Tabel 2.6 Sifat fisik minyak ikan ........................................................................ 20 Tabel 2.7 Panjang gelombang fungsional serapan pada minyak babi ................ 22 Tabel 3.1 Konsentrasi minyak dalam campuran ................................................. 28 Tabel 3.2 Konsentrasi minyak dalam formulasi emulsi ...................................... 28 Tabel 4.1 Komposisi asam lemak dari minyak babi dan minyak ikan................ 41 Tabel 4.2 Nilai absorbansi spektroskopi FTIR pada standar minyak babi dan minyak ikan (Cod Liver Oil) ................................................ 45 Tabel 4.3 Nilai absorbansi spektroskopi FTIR pada sampel emulsi minyak ikan ......................................................................................... 46
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Struktur trigliserida ....................................................................... 11 Gambar 2.2 Rumus molekul gliserin ................................................................ 20 Gambar 2.3 Rumus molekul sunset yellow ....................................................... 21 Gambar 2.4 Skema spektroskopi inframerah dispersif ..................................... 23 Gambar 2.5 Skema spektrofotometer transformasi fourier ............................... 24 Gambar 4.1 Hasil ekstraksi lemak babi dalam suhu ruang ............................... 32 Gambar 4.2 Lemak babi hasil ekstraksi ............................................................ 32 Gambar 4.3 Simulasi emulsi minyak ikan ........................................................ 33 Gambar 4.4 Ekstraksi cair-cair .......................................................................... 34 Gambar 4.5 Spektrum minyak murni ................................................................ 36 Gambar 4.6 Spektrum minyak babi .................................................................. 38 Gambar 4.7 Gabungan spektrum minyak babi dan minyak ikan ...................... 43 Gambar 4.8 Gabungan spektrum FTIR standar campuran minyak babi dan minyak ikan dalam berbagai konsetrasi ................................. 40 Gambar 4.9 Gabungan spektrum FTIR minyak hasil ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan dalam berbagai konsentrasi .......................... 42 Gambar 4.10 Scores PCA standar campuran minyak babi dan minyak ikan ............................................................................................... 47 Gambar 4.11 Loadings PCA standar campuran minyak babi dan minyak ikan ................................................................................................ 47 Gambar 4.12 Scores PCA minyak hasil ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan ................................................................................................ 48 Gambar 4.13 Scores PCA gabungan standar campuran minyak babi dan minyak ikan (st 0%, st 20%, st 40%, st 60%, st 80%, st 100%) dengan scores PCA minyak hasil ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan (F1, F2, F3, F4, F5, F6) ................................. 49
xvi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Gambar tempat pemotonan hewan, Kapuk Jakarta Barat............ 56
Lampiran 2.
Gambar campuran minyak babi dan minyak ikan ....................... 56
Lampiran 3.
Gambar minyak hasil ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan ..... 56
Lampiran 4.
Gambar alat yang digunakan dalam penelitian............................ 57
Lampiran 5.
Spektrum standar 0 % (Minyak Ikan 100 % : Minyak Babi 0%) ...................................................................................... 58
Lampiran 6.
Spektrum standar 20 % (Minyak Ikan 80 % : Minyak Babi 20%) .................................................................................... 58
Lampiran 7.
Spektrum standar 40 % (Minyak Ikan 60 % : Minyak Babi 40%) .................................................................................... 59
Lampiran 8.
Spektrum standar 60 % (Minyak Ikan 40 % : Minyak Babi 60%) .................................................................................... 59
Lampiran 9.
Spektrum standar 80 % (Minyak Ikan 20 % : Minyak Babi 80%) .................................................................................... 60
Lampiran 10. Spektrum standar 100 % (Minyak Ikan 0 % : Minyak Babi 100%) .................................................................................. 60 Lampiran 11. Spektrum ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan F1 (Minyak Ikan 100 % : Minyak Babi 0 %) ................................................. 61 Lampiran 12. Spektrum ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan F2 (Minyak Ikan 80 % : Minyak Babi 20 %) ................................................. 61 Lampiran 13. Spektrum ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan F3 (Minyak Ikan 60 % : Minyak Babi 40 %) ................................................. 62 Lampiran 14. Spektrum ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan F4 (Minyak Ikan 40 % : Minyak Babi 60 %) ................................................. 62 Lampiran 15. Spektrum ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan F5 (Minyak Ikan 20 % : Minyak Babi 80 %) ................................................. 63 Lampiran 16. Spektrum ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan F6 (Minyak Ikan 0 % : Minyak Babi 100 %) ................................................. 63 Lampiran 17. Sertifikat analisa bahan yang digunakan .................................... 64 Lampiran 18. Daftar istilah ................................................................................ 69
xvii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Saat ini begitu banyak suplemen yang dijual di pasaran. Suplemen
kesehatan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi, memelihara, meningkatkan dan memperbaiki fungsi kesehatan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino, atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi atau efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi (BPOM, 2004). Konsumsi suplemen digunakan untuk mencegah penyakit, meningkatkan nafsu makan anak, meningkatkan kemampuan kognitif dan pertumbuhan anak (Yu et al., 1997). Suplemen dalam bentuk emulsi lebih diminati oleh anak-anak dibanding bentuk lainnya, alasannya suplemen dalam bentuk emulsi lebih mudah dikonsumsi dan rasanya bervariasi. Salah satu suplemen dalam bentuk emulsi adalah emulsi minyak ikan. Suplemen minyak ikan berbentuk emulsi karena minyak ikan bersifat tidak larut dalam air dan membutuhkan zat pengemulsi untuk menjadi sediaan yang stabil (Anief, 2000). Minyak ikan telah lama dipasarkan sebagai sumber vitamin A, D, rantai panjang omega-3 asam lemak EPA (Eicosapentaenoic acid) dan DHA (Docosahexaenoic acid) (Gunston, 2004). Studi epidemiologi menunjukkan bahwa mengkonsumsi minyak ikan dapat menurunkan kematian akibat penyakit jantung koroner atau kanker payudara (Jude et al., 2006). Penggunaan minyak ikan sehari-hari juga dikaitkan dengan penurunan risiko kematian pada pasien tumor dan kanker paru-paru ( Skeie et al., 2009 ). Minyak ikan adalah minyak yang harganya mahal dibandingkan dengan minyak hewani lain seperti kambing, sapi, ayam dan babi. Oleh karena itu, minyak ikan dipalsukan untuk meningkatkan keuntungan ekonomi (Rohman dan Cheman, 2009). Di beberapa negara, lemak babi adalah salah satu lemak yang termurah, akibatnya lemak babi sengaja ditambahkan ke dalam produk makanan untuk mengurangi biaya produksi (Cheman dan Sadzili, 2010). Padahal, dari
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
sudut pandang agama Islam, kehadiran lemak babi dalam produk makanan tidak diperbolehkan. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 173, “Hanya yang diharamkan atas kamu ialah bangkai, darah, daging babi dan hewan yang disembelih bukan dengan nama Allah melainkan dengan nama berhala. Tetapi barang siapa yang terpaksa memakannya (mengkonumsinya), sedang ia tiada aniaya dan tiada pula melampaui batas, maka tak ada dosa terhadapnya. Sungguh Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang”. Islam memerintahkan kepada pemeluknya untuk memilih makanan yang halal serta menjauhi makanan haram. Rasulullah SAW. bersabda : “Wahai Sa’ad, perbaikilah (murnikanlah) makananmu, niscaya kamu menjadi orang yang terkabul do’anya. Demi yang jiwa Muhammad ada dalam genggamannya, sesungguhnya seorang hamba yang melontarkan sesuap makanan yang haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima amal kebaikannya selama 40 hari. Siapa pun yang dagingnya tumbuh dari barang yang haram, maka api neraka lebih layak membakarnya“ (HR. ATh Thabrany). Meskipun al-Qur’an menyebutkan hanya daging, tetapi turunan babi dan produk dari babi juga dilarang. Pandangan ini didukung oleh al-Qurtubi dalam li al-Jami' Ahkam al-Qur'an yang memasukkan lemak babi sebagai bagian dari daging (Nurulhidayah et al., 2011). Dalil al-Qur’an dan hadist di atas telah dengan
tegas
menjelaskan
status
keharaman
seorang
muslim
dalam
mengkonsumsi bagian manapun dari hewan babi termasuk pula minyak babi. Saat ini kehalalan belum menjadi suatu hal yang diprioritaskan oleh industri farmasi di Indonesia, dibuktikan dengan sedikitnya sediaan farmasi yang telah mendapat sertifikat halal MUI. Direktur LPPOM MUI, Lukman Hakim mengungkapkan bahwa di antara 30 ribu produk suplemen dengan 206 perusahaan yang beredar di pasaran, hanya 13 perusahaan dengan 50 produk suplemen yang mengantongi sertifikat halal. (MUI, 2013). Jumlah penduduk Indonesia mencapai 237 juta jiwa, di mana ± 207 juta di antaranya adalah pemeluk Islam (BPS, 2010). Pada era mendatang, konsumen akan semakin kritis. Kesadaran terhadap kehalalan produk yang dikonsumsi menjadi hal yang utama. Sehingga analisis terhadap kandungan dari setiap yang dikonsumsi dan digunakan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
adalah hal yang dibutuhkan. Untuk itu, beberapa metode analisis berbasis fisika maupun kimia telah dikembangkan untuk mengidentifikasi lemak babi (Rohman et al., 2010). Dewasa ini kemajuan teknologi telah mengalami peningkatan di bidang analisis otentikasi lemak dan minyak. Teknologi tersebut dapat diaplikasikan dan mempermudah menganalisis kandungan lemak pada suatu sediaan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan dalam menganalisis minyak babi dalam minyak nabati ataupun hewani menggunakan spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) dikombinasi dengan kemometri yaitu analisis minyak zaitun dicampur dengan minyak kelapa sawit (Rohman dan Man, 2010), minyak ikan kod dicampur dengan beberapa minyak nabati (Rohman dan Man, 2011a), minyak wijen dari minyak sawit (Rohman dan Man, 2011b) dan minyak canola dari minyak kelapa (Man dan Rohman, 2012). FTIR dapat menganalisis kandungan lemak babi yang sangat rendah. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa FTIR sangat berpotensi untuk digunakan sebagai alat mendeteksi lemak babi secara cepat dengan hasil yang konsisten (Rahman dan Man, 2010). Kemometri merupakan statistika untuk pengolahan data kimia terbaru, yang mampu mengelompokkan dan mengklasifikasi hubungan tertentu dari banyak sampel yang digunakan (Rohman, 2013). Kombinasi keduanya menjadikan analisis semakin baik khususnya untuk menguji minyak dan lemak ataupun campuran keduanya (Rohman & Che Man, 2012). Dalam analisis minyak ikan, kombinasi FTIR dan kemometri telah dilakukan untuk melihat spektrum minyak ikan murni dengan minyak ikan yang dicampur beberapa konsentrasi dari minyak babi (Rohman dan Man, 2009). Belum ada literatur yang melaporkan analisis minyak babi dalam formulasi emulsi minyak ikan menggunakan FTIR dan kemometri. Pada penelitian ini spektroskopi FTIR dan teknik kemometri PCA (principal component analysis) digunakan untuk menganalisis minyak babi pada simulasi emulsi minyak ikan yang dicampur dengan minyak babi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
1.2
Rumusan Masalah Apakah
spektroskopi
Fourier
Transform
Infrared
(FTIR)
yang
dikombinasikan dengan Principal Component Analysis (PCA) dapat digunakan sebagai metode untuk menganalisis perbedaan profil spektrum minyak babi dalam simulasi emulsi minyak ikan?
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganilisis perbedaan profil spektrum
minyak babi dalam simulasi emulsi minyak ikan menggunakan metode Fourier Transform Infrared (FTIR) yang dikombinasikan dengan Principal Component Analysis (PCA).
1.5
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepada
masyarakat bahwa kandungan minyak babi dari simulasi sediaan emulsi minyak ikan dapat dibuktikan secara ilmiah menggunakan Fourier Transform Infrared (FTIR) yang dikombinasikan dengan Principal Component Analysis (PCA). Hal ini dilakukan sebagai pengabdian saya selaku mahasiswa UIN terhadap masyarakat muslim Indonesia, sehingga kedepannya semakin banyak penelitian mengenai kehalalan produk suplemen yang beredar di Indonesia.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Halal Mengkonsumsi makanan halal dan baik secara jasmani dan rohani
merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Oleh karena itu mendapatkan pangan halal seharusnya merupakan hak bagi setiap konsumen Muslim. Makanan yang halal adalah makanan yang diizinkan untuk dikonsumsi atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya. Baik (thayyib) adalah lezat, baik, sehat dan menentramkan (Girindra, 2006). Makanan dan minuman yang tidak diharamkan dalam Islam, secara garis besarnya dapat dikategorikan kepada beberapa kriteria sebagai berikut: (a) bukan terdiri dari bagian atau benda dari binatang yang dilarang oleh ajaran Islam untuk memakannya, atau yang tidak disembelih menurut ajaran Islam. (b) Tidak mengandung sesuatu yang digolongkan sebagai najis menurut ajaran Islam. (c) Tidak mengandung bahan tambahan yang diharamkan menurut ajaran Islam serta dalam proses menyimpan dan menghidangkan tidak bersentuhan atau berdekatan dengan makanan yang memiliki kriteria terlarang. Penentu kehalalan suatu bahan pangan adalah tidak mengandung alkohol atau komponen yang memabukkan, bukan hewan yang buas, bertaring, berkuku panjang dan babi. Untuk bahan makanan yang berasal dari tumbuhan dan ikan dijamin kehalalannya, yang menjadi titik kritis keharamannya adalah dari alat dan bahan yang ditambahkan ketika pengolahan, juga kemasan. Sedangkan untuk bahan pangan yang berasal dari hewan yang dihalalkan untuk dikonsumsi, yang menjadi titik kritisnya adalah cara penyembelihan, alat dan bahan yang digunakan atau ditambahkan ketika pengolahan, juga pengemasanya (Hermaninto, 2006). Jenis binatang yang dilarang untuk dimakan : (a) babi, anjing dan segala sesuatu yang lahir dari salah satu dari keduanya; berupa darah, air liur, daging, tulang, lemak dan lainnya. (b) semua binatang yang dipandang jijik oleh naluri 5 manusia seperti kutu, lalat, ulat, kodok, buaya dan sejenisnya. (c) binatang yang
mempunyai taring termasuk gading, seperti gajah, harimau dan sejenisnya. (d) binatang yang mempunyai kuku pencakar yang makan dengan menangkar atau
5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
menyambar seperti burung hantu dan burung elang serta sejenisnya. (e) binatangbinatang yang oleh ajaran Islam diperintah untuk dibunuh yaitu tikus, ular dan sejenisnya. (f) binatang-binatang yang oleh ajaran Islam dilarang membunuhnya seperti semut, lebah, burung Hud-hud dan sejenisnya. (g) setiap binatang yang mempunyai racun dan membahayakan apabila memakannya. (h) hewan yang hidup dalam dua alam seperti kodok, penyu dan sejenisnya (Ramli, 2012). Hewan-hewan seperti babi, anjing, celeng, harimau, singa, kera, gajah, binatang- binatang darat yang memiliki taring, jenis burung yang memiliki kuku tajam dan sebagainya, dilarang dikonsumsi oleh agama setidaknya dengan dua asumsi: (a) Zatnya yang berupa daging, darah, kelenjar, dan unsur-unsur lainnya mengandung unsur-unsur yang berbahaya bagi manusia misalnya pada babi mengandung cacing pita. (b) Hewan-hewan tersebut memiliki sifat-sifat tertentu yang tidak terpuji dimiliki manusia misalnya serakah, kejam, ganas, suka memangsa dan sebagainya, yang mana sifat-sifat tersebut secara biologis terbentuk oleh unsur-unsur yang terkandung dalam hewan tersebut. Jika manusia memakan daging hewan-hewan tersebut, dikhawatirkan sifat-sifat tidak terpuji hewan tersebut akan ditularkan melalui kumulasi unsur-unsur fisik hewan yang bersenyawa dengan unsur-unsur tubuh manusia (Nurjannah, 2006). Babi termasuk Najis Mughaladzoh (Sabiq, 1994). Najis ialah kotoran yang bagi setiap muslim wajib mensucikan diri dari padanya dan mensucikan apa yang dikenainya. Meskipun al-Qur’an menyebutkan hanya daging, tetapi turunan babi dan produk dari babi juga dilarang. Pandangan ini didukung oleh al- Qurtubi dalam li al-Jami' Ahkam al-Qur'an yang memasukkan lemak babi sebagai bagian dari daging (Nurulhidayah et al, 2011). Babi tidak haram untuk disentuh sebagaimana anjing, tetapi wajiblah bersuci dengan kaedah yang telah ditetapkan usul fiqh. Najis mughalazah ialah najis berat. Najis ini terdiri dari anjing dan babi serta benda-benda yang terjadi daripadanya. Cara menyucikan najis mughallazah: (a) Bersihkan bagian yang terkena najis.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
(b) Basuh sebanyak tujuh kali. Salah satunya menggunakan tanah bersih yang dicampurkan dengan air. (c) Gunakan air mutlak untuk basuhan seterusnya (sebanyak enam kali) sehingga hilang bau, warna dan rasa.
2.2
Suplemen Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan, nomor HK.00.063.02360 tentang suplemen makanan tahun 1996, batasan pengertian suplemen makanan adalah produk yang digunakan untuk melengkapi makanan yang mengandung satu atau lebih bahan sebagai berikut, yaitu vitamin, mineral, tumbuhan atau bahan yang berasal dari tumbuhan, asam amino, bahan yang digunakan untuk meningkatkan angka kecukupan gizi (AKG), konsentrat, metabolit, konstituen, ekstrak atau kombinasi dari berbagai bahan sebagaimana tercantum di atas. Suplemen makanan dapat berupa produk padat meliputi tablet, tablet hisap, tablet efervesen, tablet kunyah, serbuk, kapsul, kapsul lunak, granula atau produk cair berupa tetes, sirup dan larutan. Menurut Gunawan (1999), suplemen adalah zat tambahan, bukan zat pengganti zat gizi atau obat, sebab tidak ada suplemen yang dapat menggantikan khasiat dan keaslian zat-zat gizi yang berasal dari makanan alami. Suplemen dapat digolongkan menjadi dua, yaitu suplemen natural yang merupakan hasil ekstraksi dari sumber makanan yang mengandung unsur-unsur alami berasal dari jaringan tubuh hewan atau tumbuhan-tumbuhan dan suplemen sintetis yang pada umumnya merupakan rekayasa kimiawi di dalam laboratorium. Menurut Soeharto (2001), suplemen makanan dapat berupa vitamin, asam amino, herbal, mineral dan lain-lain yang disarikan dari bahan makanan yang berasal dari hewan maupun tanaman dan dikemas dalam bentuk tablet, cairan atau kapsul. Fungsi utama suplemen makanan ini dimaksudkan untuk melengkapi kekurangan zat gizi yang dibutuhkan untuk menjaga agar aktivitas tubuh tetap prima. Sebagai pelengkap suplemen makanan bukan pengganti (subtitusi) makanan kita sehari-hari. Penggunaan suplemen makanan juga diperlukan oleh orang yang kekurangan gizi, kekurangan vitamin tertentu, atau mereka yang baru sembuh dari sakit. Hanya saja perlu diingat bahwa mengonsumsi bahan alami
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
langsung lebih baik dibandingkan mengonsumsi suplemen makanan, karena disamping lebih murah juga lebih aman. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa suplemen adalah produk yang mengandung vitamin atau mineral yang disarikan dari bahan makanan yang berasal dari hewan maupun tanaman ataupun sintetis baik berbentuk kapsul, tablet, maupun cairan yang digunakan untuk melengkapi zat gizi.
2.3
Emulsi Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan
obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak, dimana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain (Anief, 2000). Emulsi adalah suatu sistem dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur. Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang stabil dibutuhkan fase ketiga dari emulsi, yakni zat pengemulsi (emulsifying agent) (Ansel, 1989).
2.2.1
Macam-Macam Emulsi Emulsi tersusun atas tiga komponen utama, yaitu fase terdispersi, zat cair
yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil ke dalam zat cair lain, atau sering disebut fase dalam. Fase pendispersi adalah zat cair yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut, atau sering disebut fase luar/fase kontinu. Emulgator adalah zat ketiga yang digunakan untuk menjaga kestabilan emulsi (Ansel, 1989). Jenis- jenis emulsi terdiri dari: a. Emulsi minyak dalam air (M/A) Ketika fase lipofil (fase minyak) didispersikan sebagai globul-globul ke dalam fase hidrofil (fase air) maka disebut sebagai emulsi minyak dalam air (M/A). b. Emulsi air dalam minyak (A/M) Ketika fase hidrofil terdispersi dalam fase lipofil maka disebut emulsi air dalam minyak (A/M).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
2.2.2
Zat Pengemulsi Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan zat pengemulsi (emulgator)
merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Adanya zat pengemulsi meningkatkan terbentuknya permukaan baru dan mencegah saling tabrak dan bergabungnya globul-globul dari kecil menjadi besar (Hartomo, 1993). Zat pengemulsi menstabilkan dengan cara menempati daerah di fase internal dan fase eksternal. Untuk proses pembentukan ini, zat pengemulsi akan mengurangi tegangan antar permukaan dari dua fase tak tercampurkan. Kriteria emulgator yang diharuskan antara lain : a. Dapat dicampur dengan bahan formulatif lain. b. Tidak mengganggu stabilitas atau efikasi dari zat teurapetik c. Stabil dan tidak terurai dalam preparat d. Tidak toksik e. Kemampuan untuk membentuk emulsi secara optimal dan menjaga stabilitas emulsi tersebut agar tercapai shelf life dari produk tersebut (Ansel,1989). Di antara zat pengemulsi dan zat penstabil untuk sistem farmasi salah satunya adalah bahan-bahan karbohidrat seperti zat-zat yang terjadi secara alami : akasia (gom), tragakan, agar, kondrus dan pektin. Bahan-bahan ini membentuk koloidal hidrofilik bila ditambahkan ke dalam air dan umumnya menghasilkan emulsi minyak dalam air. Gom mungkin merupakan zat pengemulsi yang paling sering digunakan dalam preparat emulsi yang dibuat baru oleh ahli farmasi di apotek. Tragakan dan agar seringkali digunakan sebagai zat pengental dalam produk-produk yang diemulsikan dengan gom (Ansel,1989).
2.2.3 Kestabilan Emulsi Kestabilan suatu emulsi adalah kemampuan suatu emulsi untuk mempertahankan distribusi yang teratur dari fase terdispersi dalam jangka waktu yang lama. Penurunan stabilitas dapat dilihat jika terjadi campuran. Hal ini menyebabkan pemisahan dari kedua fase emulsi. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kestabilan yaitu :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
a. Teknik pembuatan b. Penambahan garam atau elektrolit lemah dalam konsentrasi besar mempengaruhi kestabilan emulsi. c. Pengocokan yang keras, apabila emulsi dikocok keras-keras maka partikel-partikel kecil akan mengadakan kontak menjadi partikel yang lebih besar sehingga emulsi akan pecah. d. Penyimpanan Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakstabilan dari emulsi di antaranya yaitu:
suhu pemanasan tidak konstan, perbedaan intensitas
pengadukan, pencampuran kurang merata, kekompakan dan elastisitas film yang melindungi zat terdispersi, ketidaktelitian dalam pengamatan kestabilan emulsi, dan suhu yang tidak sama dari kedua fase ketika dicampur, dimana kenaikan temperatur dapat mengurangi tegangan antar muka dan viskositasnya. Fenomena ketidakstabilan pada suatu sediaan emulsi adalah terjadinya : a.
Flokulasi dan Creaming
Fenomena ini terjadi karena penggabungan partikel yang disebabkan oleh adanya energi permukaan bebas saja. Flokulasi adalah terjadinya kelompokkelompok globul yang letaknya tidak beraturan di dalam suatu emulsi. Creaming adalah terjadinya lapisan-lapisan dengan kosentrasi yang berbeda-beda di dalam suatu emulsi. Lapisan dengan konsentrasi yang paling pekat akan berada di sebelah atas atau di sebelah bawah tergantung dari bobot jenis fasa yang terdispersi. b. Koalesen dan Demulsifikasi Fenomena ini terjadi bukan semata-mata karena energi bebas permukaan tetapi juga karena tidak semua globul terlapis oleh film antar muka. Koalesen adalah terjadinya penggabungan globul-globul menjadi lebih besar, sedangkan demulsifikasi adalah proses lebih lanjut pada keadaan koalesen dimana kedua fase ini terpisah kembali menjadi dua cairan yang tidak berczampur. Kedua fenomena ini tidak dapat diperbaiki kembali dengan pengocokan (Ansel,1989).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
2.4
Lemak dan Minyak Suatu lemak atau lipid merupakan senyawa organik yang terdapat dalam
alam serta tak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik nonpolar seperti suatu hidrokarbon atau dietil eter. Lemak dan minyak adalah trigliserida, atau triasilgliserol, kedua istilah ini berarti “triester dari gliserol”. Perbedaan antara suatu lemak atau suatu minyak adalah pada temperatur kamar lemak berbentuk padat dan minyak bersifat cair. Sebagian besar gliserida pada hewan adalah berupa lemak, sedangkan gliserida dalam tumbuhan cenderung berupa minyak (Fessenden,1982).
Gambar 2.1 Struktur trigliserida (Campbell, 2002) Dalam suatu struktur lemak, tiga asam lemak masing-masing berikatan dengan gliserol melalui ikatan ester, suatu ikatan antara gugus hidroksil dan gugus karboksil. Lemak yang juga disebut triasilgliserol, dengan demikian terdiri atas tiga asam lemak yang berikatan dengan satu molekul gliserol. Asam lemakasam lemak dalam suatu molekul lemak bisa sama ketiga-tiganya, atau bisa terdiri atas dua atau tiga jenis asam lemak yang saling berlainan. Struktur tersebut dapat kita lihat dalam gambar 2.1 di atas.
2.4.1 Komposisi Lemak Hewani dan Nabati Lemak
dapat
dibagi
berdasarkan
komposisi
asam
lemak
yang
dikandungnya yaitu lemak jenuh dan lemak tak jenuh. Lemak jenuh adalah lemak yang mengandung asam lemak jenuh lebih dari 60%, sedangkan lemak tak jenuh
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
mengandung asam lemak tak jenuh di atas 60%. Biasanya lemak nabati adalah lemak tak jenuh dan cair pada suhu kamar sehingga disebut minyak, kecuali minyak kelapa dan minyak inti sawit karena banyak mengandung asam lemak rantai sedang. Sebaliknya, lemak hewani termasuk lemak jenuh dan berwujud padat pada suhu kamar dan disebut sebagai lemak, kecuali minyak ikan karena mengandung banyak asam lemak tak jenuh (McKee dan McKee, 2003).
Tabel 2.1 Klasifikasi dan sifat asam lemak
Nama
Jumlah Karbon
Laurat Miristat Palmitat Stearat Arakidonat
12 14 16 18 20
Palmitoleat Oleat Linoleat Linolenat Arakidonat
16 18 18 18 20
Formula Jenuh CH3(CH2)10CO2H CH3(CH2)12CO2H CH3(CH2)14CO2H CH3(CH2)16CO2H CH3(CH2)18CO2H Tak Jenuh CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7CO2H CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7CO2H CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7CO2H CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2CH=CH(CH2)7C02H CH3(CH2)4(CH=CHCH2)4(CH2)2CO2H (Sumber: Sumardjo, 2009)
Lemak adalah ester dari gliserol dengan asam-asam karboksilat suku tinggi. Asam penyusun lemak disebut asam lemak. Asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh hanya memiliki ikatan tunggal di antara atom-atom karbon penyusunnya, sementara asam lemak tak jenuh memiliki paling sedikit satu ikatan rangkap di antara atomatom karbon penyusunnya. Kedua jenis ikatan dalam asam lemak inilah yang menyebabkan perbedaan sifat fisik antara asam lemak satu dengan lainnya. Ikatan rangkap dalam bentuk cis suatu asam lemak tidak jenuh mengubah bentuk rantai hidrokarbon sehingga rangkaian atomnya tidak begitu berdekatan. Dengan demikian, adanya ikatan rangkap dapat menurunkan gaya tarik yang mengikat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Titik Leleh 44 58 62,8 69,9
32 7 -5 -11 -50
13
rangkaian hidrokarbon. Ikatan yang longgar ini menyebabkan energi yang dibutuhkan untuk memecah trigliserida lebih sedikit sehingga titik leleh trigliserida asam lemak tak jenuh lebih rendah daripada titik leleh trigliserida asam lemak jenuh. Asam lemak yang mempunyai lebih dari satu ikatan rangkap tak lazim, terutama terdapat pada minyak nabati, minyak ini disebut poliunsaturat. Klasifikasi dan sifat asam lemak dapat diperhatikan di Tabel 2.1. Lemak hewani mengandung banyak sterol sehingga disebut kolesterol, sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair. Lemak hewani ada yang berbentuk padat (lemak) yang biasanya berasal dari lemak hewan darat seperti lemak susu, lemak babi, lemak sapi. Lemak hewan laut seperti minyak ikan paus, minyak ikan kod, minyak ikan herring berbentuk cair dan disebut minyak (Winarno, 1984). Klasifikasi lemak hewani dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Klasifikasi lemak hewani
Kelompok Lemak
Jenis Lemak/minyak
1. Lemak (berwujud padat) a. Lemak susu (butter fat)
Lemak dari susu sapi, kerbau, kambing dan domba
b. Hewan
peliharaan
(gol.mamalia)
Lemak babi, skin grease, mutton tallow, lemak tulang dan lemak/gemuk wool
2. Minyak (berwujud cair) a. Hewan peliharaan
Minyak neats foot
b. Ikan (fish oil)
Minyak ikan paus, salmon, sarden, herring, shark, dog fish dan ikan lumba-lumba (Sumber: Ketaren, 1996)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
2.4.2 Sifat-Sifat Fisik Lemak dan Minyak Lemak dan minyak meskipun serupa dalam struktur kimianya, akan tetapi menunjukkan keragaman yang besar dalam sifat-sifat fisiknya (Gaman dan Sherrington, 1994), yaitu : a. Kelarutan Minyak dan lemak tidak larut dalam air. Hal ini disebabkan oleh adanya asam lemak berantai karbon panjang dan tidak adanya gugus-gugus polar b. Pengaruh Panas Jika lemak dipanaskan, akan terjadi perubahan-perubahan nyata pada tiga titik suhu, yaitu : 1. Titik cair Lemak mencair jika dipanaskan. Karena lemak adalah campuran trigliserida yang tidak mempunyai titik cair yang jelas tetapi akan mencair pada suatu rentang suhu. Umumnya lemak mencair pada suhu antara 30oC dan 40 oC 2. Titik Asap Jika lemak atau minyak dipanaskan hingga suhu tertentu, dia akan mulai mengalami dekomposisi dan menghasilkan kabut berwarna biru atau menghasilkan asap dengan bau karakteristik yang menusuk. Kebanyakan lemak dan minyak mulai berasap pada suhu di atas 200oC. Umumnya minyak nabati memiliki titik asap lebih tinggi dari lemak hewani. 3. Titik Nyala Jika lemak dipanaskan hingga suhu yang cukup tinggi, dia akan menyala. Suhu ini dikenal sebagai titik nyala. c. Plastisitas Lemak bersifat plastis pada suhu tertentu, lunak dan dapat dioleskan. Plastisitas lemak disebabkan karena lemak merupakan campuran trigliserida yang masing-masing mempunyai titik cair masing-masing. Ini berarti bahwa pada suatu suhu, sebagian lemak akan mencair dan sebagian lagi dalam bentuk kristal-kristal padat. Lemak yang mengandung kristalkristal padat lemak yang mengandung kristal-kristal kecil akibat proses
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
pendinginan cepat selama proses pengolahannya akan memberikan sifat lebih plastis. d. Ketengikan Ketengikan adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan rusaknya lemak dan minyak, terdapat dua reaksi yang berperan pada proses ketengikan. 1. Oksidasi Ini terjadi sebagai hasil reaksi antara trigliserida tidak jenuh dan oksigen dari udara. Molekul oksigen bergabung pada ikatan ganda molekul trigliserida dan dapat terbentuk berbagai senyawa yang menimbulkan rasa tengik yang dapat terbentuk berbagai senyawa yang menimbulkan rasa tengik yang tidak sedap. Reaksi ini dipercepat oleh panas, cahaya dan logam-logam dalam konsentrasi amat kecil, khususnya tembaga. 2. Hidrolisis Enzim lipase menghidrolisis lemak, memecah menjadi gliserol dan asam lemak. Lemak + Air
lipase
Gliserol + Asam Lemak
Lipase dapat terkandung secara alami pada lemak dan minyak akan tetapi enzim tersebut dapat diinaktivasi dengan pemanasan. Enzim ini dapat pula dihasilkan oleh mikroorganisme yang terdapat pada makanan berlemak. Ketengikan hidrolitik dapat terjadi jika lemak atau minyak dipanaskan dalam keadaan ada air, misalnya pada penggorengan bahan makanan yang lembab. Ketengikan dapat dikurangi dengan penyimpanan lemak dan minyak dalam tempat yang dingin dan gelap dengan wadah logam.
2.4.3 Ekstraksi dan Pemurnian Minyak Lemak dan minyak dapat diperoleh dari ekstraksi jaringan hewan atau tanaman dengan tiga cara, yaitu rendering, pengepresan (pressing), atau dengan pelarut. Rendering merupakan suatu cara yang paling sering digunakan untuk
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
mengekstraksi minyak atau lemak yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifik yang bertujuan untuk mengumpulkan protein pada penggorengan dinding sel bahan dan memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung didalamnya (Ketaren, 1996). Setelah tahap ekstraksi selesai, tahap berikutnya adalah proses pemurnian minyak.
Tujuan
utama
dari
proses
pemurnian
minyak
adalah
untuk
menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan. Pada umumnya tahapan pemurnian dilakukan sebagai berikut: a. Pemisahan bahan berupa suspensi dan dispersi koloid dengan cara penguapan, degumming dan pencucian dengan asam. b. Pemisahan asam lemak bebas dengan cara netralisasi c. Dekolorisasi dengan proses pemucatan d. Deodorisasi e. Pemisahan gliserida jenuh (stearin) dengan cara pendinginan (chilling) (Ketaren, 1996)
2.4.4
Minyak Babi Lard adalah salah satu turunan babi yang dibuat dengan dua cara, yakni
dengan rendering basah (wet rendering) atau rendering kering (dry rendering). Pada rendering basah, lemak babi direbus dalam air atau uap pada suhu tinggi dan lemak babi yang tidak dapat larut di air, disaring dari permukaan campuran, pada industri lemak ini dipisahkan dengan cara sentrifugasi. Pada rendering kering, lemak diberikan panas tinggi dalam panci atau oven tanpa air (Winarno, 1984). Lard dapat diperoleh dari seluruh bagian tubuh babi selama terdapat konsentrasi yang tinggi dari jaringan. Lard dengan kualitas tertinggi yang disebut sebagai leaf lard diperoleh dari penyimpanan lemak sekitar ginjal dan di dalam sulbi. Leaf lard memiliki sedikit rasa daging babi, sehingga ideal untuk digunakan pada material yang dipanggang, kemampuannya memproduksi flaky (lapisan), digunakan pada kulit (kerak) pie. Tingkatan kualitas selanjutnya diperoleh dari bagian fatback, lemak keras diantara belakang kulit dan daging
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
babi. Kualitas lard terendah diperoleh dari lemak lunak sekitar organ pencernaan, seperti usus kecil, walaupun lemak jenis ini sering digunakan secara langsung sebagai pembungkus untuk daging tak berlemak. Komposisi asam lemak pada minyak babi ditunjukkan pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Komposisi asam lemak dalam minyak babi
Asam lemak
Jumlah
Myristic acid (C14:0) 1,30 ± 0,03 Palmitic acid (C16:0) 20,66 ± 0,24 Palmitoleic acid (C16:1) 1,98 ± 0,01 Heptadecanoic Acid (C17:0) 0,48 ± 0,02 Stearic acid (C18:0) 10,91 ± 0,12 Oleic acid (C18:1) 39,13 ± 0,09 Linoleic acid (C18:2) 19,56 ± 0,04 Linoleic acid (C18:3) 1,21 ± 0,06 Arachidic acid (C20:0) 0,91 ± 0,01 Heneicosanoic acid (C21:0) 0,50 ± 0,05 Behenic acid (C22:0) 0,26 ± 0,02 Eicasaenoic acid (C20:1) 0,96 ± 0,04 Eicosapentaenoic acid (C20:5n3) 0,12 ± 0,00 Eicasohexaenoic acid (C20:6n3) 0,14 ± 0,01 Docosahexaenoic acid (C22:6n3) 0,20 ± 0,00 (Sumber : Rohman, 2012)
Ref 1,0-2,5 20 -30 2,0-4,0 <1,0 35-55 4-12 <1,5 <1,0 <1,5 -
Tabel 2.4 Sifat fisik minyak babi
Sifat Fisik Densitas Ttitik Leleh Kelarutan
Deskripsi 0,917 36o-42o C Tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alcohol, larut dalam benzene, kloroform, eter, karbon disulfide, petroleum eter Bilangan Saponifikasi 195-203 (Sumber : International Journal of Toxicology, 2001)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
2.3.4 Minyak Ikan (Cod Liver Oil) Minyak ikan memiliki sinonim Oleum Lecoris dan Lavertraan merupakan minyak yang diperoleh dari hati segar Gadus collarias L. dan spesies Gadus lainnya, dimurnikan dengan penyaringan pada suhu 0oC. Potensi vitamin A tidak kurang dari 600 UI per g, potensi vitamin D tidak kurang dari 80 UI per g. Pemeriannya dalam bentuk cairan adalah berwarna kuning pucat, memiliki bau khas, rasanya agak manis dan tidak tengik. Minyak ikan larut dalam etanol (95%), mudah larut dalam kloroform, eter dan dalam eter minyak tanah (Farmakope Ed 3,1979).
Tabel 2.5 Komposisi asam lemak minyak ikan (Cod Liver Oil)
Asam lemak Jumlah Myristic acid (C14:0) 4.16 ± 0.02 Palmitic acid (C16:0) 11.89 ± 0.05 Palmitoleic acid (C16:1) 6.85 ± 0.28 Heptadecanoic Acid (C17:0) 0.22 ± 0.00 Stearic acid (C18:0) 2.30 ± 0.01 Oleic acid (C18:1) 21.16 ± 0.04 Linoleic acid (C18:2) 0.42 ± 0.01 Linoleic acid (C18:3) 1.98 ± 0.07 Arachidic acid (C20:0) 0.12 ± 0.01 Heneicosanoic acid (C21:0) 0.50 ± 0.05 Behenic acid (C22:0) 0.26 ± 0.02 Eicasaenoic acid (C20:1) 11.44 ± 0.08 Eicosapentaenoic acid (C20:5n3) 16.74 ± 0.05 Eicasohexaenoic acid(C20:6n3) 01.22 ± 0.01 Docosahexaenoic acid (C22:6n3) 8.82 ± 0.08 (Sumber : Rohman, 2012)
Lemak ikan berbeda dengan lemak mamalia, terutama pada panjang rantai karbon dan ikatan rangkap asam lemaknya. Asam lemak ikan mempunyai 14 – 22 atom karbon (C) dengan 5 – 6 ikatan rangkap; sementara asam lemak pada mamalia disamping mempunyai rantai karbon yang lebih pendek juga mempunyai ikatan rangkap yang lebih sedikit, jarang lebih dari 2 ikatan rangkap.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
Total polyunsaturated fatty acid (PUFA) dengan 4, 5 dan 6 ikatan rangkap lebih banyak ditemui pada ikan laut (88%) dibandingkan pada ikan air tawar (70%). Ada tiga PUFA yang dominan dalam minyak ikan yaitu eicosapentanoic acid (EPA, C20:5ω3), docosaheksaenic acid (DHA, C22:6ω3) dan arachidonic acid (C20:4ω6). Dalam gizi manusia, asam lemak EPA dan DHA dianggap sebagai asam lemak esensial karena tidak dapat disintesa oleh tubuh. EPA (Eicosapentaenoic acid) dapat mencegah dan menyembuhkan penyakit kulit, artherosclerosis atau sebagai faktor antithrombosis, dan DHA (Docosahexaenoic acid) berperan dalam proses pertumbuhan sel-sel saraf, terutuma sel-sel saraf otak dan penglihatan (Winarno, 1984). Norwegian Fisheries Research Institute juga melaporkan bahwa kelompok utama asam dalam minyak ikan adalah asam monoenoat 16, 18 , 20 dan 22, jumlahnya sekitar 50 persen dari semua asam lemak, sedangkan asam polyenoat utama terdapat 25-26% dari total asam lemak. Asam oleat merupakan setengah dari jumlah asam monoenoat tersebut, sehingga komposisi asam lemak pada minyak ikan yang mendominasi adalah asam oleat C 18:1 (25%), diikuti oleh lima asam C16:0 (11%), C16:1 (9%), C20:1 (11%), C20:5 (9%) dan C22: 6 (10%) (Bergen, 1965). Komposisi asam lemak pada minyak ikan ditunjukkan pada tabel 2.4 dibawah ini.
Tabel 2.6 Sifat fisik minyak ikan (Cod Liver Oil)
Sifat Fisik Densitas Pemerian
Deskripsi 0,918-0,927 Cairan minyak, encer, bau khas tidak tengik, rasa dan bau seperti ikan Kelarutan Sukar larut dalam etanol, mudah larut dalam eter, dalam kloroform, dan etil asetat. Bilangan Saponifikasi 180-192 (Sumber : Farmakope Indoensia Edisi IV, 1979)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
2.3
Data Praformulasi Untuk membuat simulasi emulsi yang stabil dibutuhkan bahan tambahan
lainya yaitu zat pengemulsi, pewarna, pemanis dan perasa. Bahan tambahan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah gom arab, gliserin, sunset yellow dan oleum cinnamomi. Data praformulasi bahan-bahan tersebut yaitu:
2.3.1
Gom arab (Rowe et al., 2009) Gom arab memiliki bentuk granul atau serbuk berwarna putih kuning
pucat, tidak berbau. Mudah larut dalam air dan membentuk larutan yang kental dan tembus cahaya, 1:20 dalam gliserin, 1:20 propilen glikol, serta tidak larut dalam etanol. Kegunaanya sebagai Emulgator, penstabil, peningkat kelarutan. Konsentrasi yang digunakan 5-10% sebagai suspending agent dan 10-20% sebagai emulgator. Stabil pada pH 4,5-5,5. Gom arab dalam jumlah banyak tidak tercampur dengan garam Fe, morfin, fenol, thimol, vanillin. Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat.
2.3.2 Gliserin (Rowe et al., 2009)
C3H8O3 Gambar 2.2 Struktur molekul gliserin (Rowe et al., 2009) Berat molekul gliserin adalah 92,09. Gliserin berbentuk cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna. Memiliki rasa yang
manis. Bersifat higroskopis
dan netral terhadap lakmus. Gliserin dapat bercampur dengan air dan dengan etanol, tidak larut dalam kloroform, eter, minyak dan lemak. Kegunaanya sebagai pelarut dan pemanis pada konsentrasi <50%. Massa jenisnya tidak kurang dari 1,249. 1,2620 g/cm3 pada suhu 250oC. Adanya kontaminan besi bisa menggelapkan warna dari campuran yang terdiri dari fenol, salisilat dan tanin. Gliserin membentuk kompleks asam borat, asam gliseroborat yang merupakan asam yang lebih kuat dari asam borat. Gliserin bisa mengkristal jika disimpan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
pada suhu rendah yang perlu dihangatkan sampai suhu 200
O
C untuk
mencairkannya. Stabil bila disimpan pada wadah tertutup.
2.3.3
Sunset Yellow (Rowe et al., 2009)
C16H10N2Na2O7S 2
Gambar 2.3 Struktur molekul sunset yellow (Rowe et al., 2009)
Sunset Yellow memiliki pemerian serbuk kuning kemerahan, di dalam larutan memberikan warna oranye terang. Mudah larut dalam air, gliserin dan propilen glikol (50%), sedikit larut dalam propilen glikol. Tidak dapat bercampur dengan asam askorbat, gelatin, dan glukosa. Kegunaan sebagai pewarna. Stabil bila disimpan pada wadah tertutup rapat dan tempat sejuk dan kering.
2.4
Spektroskopi FTIR Dilihat dari namanya sudah bisa dimengerti bahwa spektrofotometer ini
berdasar pada penyerapan panjang gelombang inframerah. Cahaya inframerah terbagi menjadi inframerah dekat, pertengahan dan jauh. Inframerah pada spektrofotometer adalah inframerah jauh dan pertengahan yang mempunyai panjang gelombang 2.5-1000μm. Daerah inframerah-tengah biasa digunakan untuk konfirmasi struktur, tetapi spektrofotometri inframerah-dekat, yang telah lama digunakan untuk mengendalikan produk-produk seperti tepung dan makanan hewan, semakin banyak diterapkan dalam pengendalian mutu industri farmasi. (Watson, 2005). Tujuan utama analisa spektroskopi inframerah adalah menentukan gugus-gugus fungsi molekul (Mulja& Suharman, 1995). Jika sampel senyawa organik kita sinari dengan sinar inframerah yang mempunyai frekuensi tertentu, kita akan mendapatkan frekuensi tersebut diserap oleh senyawa tersebut. Berapa banyak frekuensi tertentu yang melewati senyawa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
tersebut diukur sebagai “presentasi transmitasi” (percentage transmittance). Presentasi transmitasi dengan nilai 100 berarti semua frekuensi dapat melewati senyawa tersebut tanpa diserap sama sekali. Spektrum adalah grafik dari panjang gelombang dan energi yang diadsorpsi oleh suatu senyawa. Spektrum inframerah adalah plot intensitas penyerapan terhadap bilangan gelombang yang dinyatakan dengan jumlah gelombang dalam satuan cm-1. Bilangan gelombang adalah radiasi di daerah vibrasi inframerah dari spektrum elektromagnetik. Bilangan gelombang dari vibrasi inframerah membentang dari 4000-400cm-1. Sebuah molekul hanya menyerap frekuensi (energi) radiasi inframerah tertentu. Absorpsi radiasi inframerah berhubungan dengan rentang frekuensi getaran yang meliputi stretching dan bending dari kebanyakan ikatan molekul kovalen. Contohnya tabel 2.7 menjelaskan panjang gelombang fungsional untuk serapan minyak babi.
Tabel 2.7 Panjang gelombang fungsional serapan pada minyak babi Panjang Gelombang (cm-1)
Gugus fungsi yang terabsorbsi pada IR
3007 2907 2925 2875 1715 1650 1462 1418
cis-olefinic C=H CH3 streching asymmetric CH2 streching asymmetric CH3 streching asymmetric C=0 carbonyl stretching cis C=C CH2 bending CH rocking (bending) dari cis yang tidak terstubtitusi pada alkena 1375 CH3bending 1226, 1160, 1117, 1098, 1031 C-0 (eter) stretching 962 =CH dari isolasi trans-olefin -CH2 rocking vibration (Sumber: Rohman, 2013) 2.5.1
Instrumentasi Dua jenis spektrofotometer inframerah yang umum digunakan yaitu
instrumen dipersif yang menggunakan suatu monokromator untuk memilih masing-masing
bilangan
gelombang
secara
berurutan
untuk
memantau
intensitasnya setelah radiasi telah melewati sampel dan instrumen transformasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
forier, yang menggunakan suatu interferometer. Kedua jenis instrumen ini memberikan spektrum senyawa dalam kisaran umum 4000-400cm-1. Meskipun keduanya memberikan spektrum hampir identik untuk senyawa yang diberikan, namun Spektrometer Forier Transform inframerah memberikan spektrum inframerah jauh lebih cepat daripada instrumen dispersif (Pavia et al., 2001). a. Spektrometer Inframerah Dispersif Instrumen pada spektrometer inframerah dispersif terdiri dari sumber radiasi, kompartemen sampel, monokromator, detektor, amplifier dan rekorder. Spektrometer inframerah dispersif menggunakan suatu monokromator untuk memilih masing-masing bilangan gelombang secara berurutan untuk memantau intensitasnya setelah radiasi telah melewati sampel. Monokromator adalah alat yang berfungsi untuk menguraikan cahaya polikromatis menjadi beberapa komponen
panjang
gelombang
tertentu
(monokromatis)
yang
berbeda
(terdispersi). Sumber radiasi dipanaskan untuk memancarkan sinar. Jika sinar telah melewati sampel, sinar tersebut didispersikan sehingga satu bilangan gelombang atau sedikit bilangan gelombang dapat dipantau secara berurutan oleh detektor yang melintasi rentang spektrum tersebut.
Gambar 2.4 Skema spektrometer Inframerah Dispersif (Pavia et al., 2011)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
a. Spektrometer inframerah Transformasi Fourier (Fourier Transform Infrared) Instrumen pada spektrometer Fourier Transform Infrared (FTIR) secara umum sama dengan spektrometer inframerah dispersif hanya yang membedakan adalah pada spektrometer jenis ini tidak menggunakan monokromator melainkan menggunakan interferometer. Interferometer menggunakan cermin bergerak untuk memindahkan bagian radiasi yang dihasilkan oleh satu sumber sehingga menghasilkan suatu interferogram yang dapat diubah menggunakan suatu persamaan yang disebut transformasi fourier untuk mengekstraksi spektrum dari satu seri frekuensi yang bertumpang tindih. Interferogram merupakan sebuah sinyal kompleks, seperti sebuah gelombang berbentuk susunan gambar yang terdiri dari semua frekuensi-frekuensi yang dapat memperbaiki spektrum inframerah. Keuntungan dari teknik ini adalah seluruh hasil spektrum didapat dalam waktu satu detik, berbeda dengan spektrometer inframerah dispersif yang memerlukan waktu dua sampai tiga menit untuk mendapatkan satu spektrum. Keunggulan Spektrofotometer FTIR
Gambar 2.5 Skema spektrofotometer Transformasi Fourier (Pavia et al., 2011)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
Secara keseluruhan, analisis menggunakan Spektrofotometer FTIR menurut Giwangkara (2006) memiliki dua kelebihan utama dibandingkan metode konvensional lainnya, yaitu : 1. Dapat digunakan pada semua frekuensi dari sumber cahaya secara simultan sehingga analisis dapat dilakukan lebih cepat daripada menggunakan cara sekuensial atau scanning. 2. Sensitifitas dari metoda Spektrofotometri FTIR lebih besar daripada cara dispersi, sebab radiasi yang masuk ke sistem detektor lebih banyak karena tanpa harus melalui celah (slitless).
2.6
Principal Component Analysis Principal Component Analysis adalah salah satu bentuk metode
interpretasi data dalam kemometri. Kemometri adalah penggunaan ilmu statistika dan
matematika
untuk
pengolahan
data
kimia.
Software
ini
mampu
mengelompokkan dan menghubungkan hubungan dari banyak sampel. Metode ini dilakukan menggunakan software Kemometri. Beberapa cara menginterpretasi dan mengkalibrasi data dari metode kemometri yaitu principal component analysis (PCA), partial least squares (PLS) dan cluster analysis (CA). Principal component analysis (PCA) merupakan interpretasi data yang dilakukan dengan pereduksi data, dimana jumlah variabel dalam suatu matriks dikurangi untuk menghasilkan variabel baru dengan tetap mempertahankan informasi yang dimiliki oleh data. Variabel baru yang dihasilkan berupa skor atau komponen utama. Cara ini dapat mengurangi pengaruh noise dan memanfaatkan perbedaan halus dari spektrum IR (Rohman, 2012). Metode Kemometrik ini dapat menganalisa data berupa hasil derivatisasi data spektrum. Selanjutnya data spektrum yang diperoleh akan diolah dan disederhanakan oleh Principal Component Analysis (PCA) yang selanjutnya dapat dianalisa secara kuantitatif menggunakan Multiple Linear Regrestion (MLR), Principle Componen Regression (PCR), Partial Least Square (PLS) dan Artificial Neural Network (ANN) (Miller, 2005).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Alur Penelitian
Formula Simulasi Emulsi Minyak Ikan Kod Konsentrasi Campuran Minyak Ikan dan Minyak Babi pada Simulasi Emulsi Minyak Ikan Formula Minyak Babi / F1 F2 F3 F4 F5 F6 Minyak Ikan Minyak ikan (%) 100 80 60 40 20 0 Minyak babi (%) 0 20 40 60 80 100
Dibuat Campuran Minyak Babi dan Minyak Ikan sebagai kontrol dengan konsentrasi : Campuran Minyak Babi C1 C2 / Minyak Ikan Minyak Ikan (%) 100 80 Minyak Babi (%) 0 20
C3
C4 C5 C6
60 40
40 60
26
20 80
Pembuatan Simulasi Emulsi Minyak Ikan
0 100
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
3.2
Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Halal Food and Drug
Analysis (PHA) dan Pharmacy Medicine Chemistry (PMC) Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Waktu pelaksanaan dari bulan Januari 2014 hingga Mei 2014.
3.3
Alat dan Bahan
3.3.1 Alat Seperangkat alat Spektrofotometer FTIR Jasco, vacuum rotary evaporator, waterbath (eyela), hot plate (Are), timbangan analitik (Wiggen Hauser), centrifuge (EBA), oven (Memmert), lemari pendingin, lumpang alu, gelas kimia, gelas ukur, corong pisah, vial, pipet, cawan penguap, batang pengaduk, kaca arloji.
3.3.2 Bahan Jaringan Lemak Babi (PD. Dharmajaya, Kapuk, Jakarta Barat), Minyak Ikan (PT. Brataco) diimpor dari Norwegia, Gom Arab (PT. Brataco), Gliserin (PT. Brataco), Sunset Yellow, Kloroform (CV Pasundan Biotech), Na2SO4 anhidrat, HCl pekat dan Aquadest.
3.4
Prosedur Kerja
3.4.1
Preparasi Minyak Babi (Che Man, 2011) Sejumlah 2 kg jaringan lemak babi dicuci, dipotong kecil-kecil dan
dimasukkan ke dalam gelas kimia. Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam oven pada suhu 95°C selama 2 jam hingga jaringan lemak mencair. Lemak yang sudah mencair disaring menggunakan 3 lapis kain, kemudian dihilangkan sisa air dengan Na2SO4 anhidrat dan disentrifugasi dengan kecepatan 3.000 rpm selama 20 menit. Lapisan minyak didekantasi secara langsung, lalu dikocok kuat, disentrifugasi lagi dan kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring. Minyak yang telah disaring kemudian disimpan dalam wadah tertutup rapat sampai digunakan untuk pembuatan emulsi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
3.4.2
Analisis Campuran Minyak dengan Spektroskopi FTIR (Che Man, 2011) Dibuat campuran minyak babi dan minyak ikan sebanyak 5 gram dengan
perbandingan konsentrasi campuran minyak pada Tabel 3.1 berikut :
Tabel 3.1 Konsentrasi minyak dalam campuran
Campuran
Minyak C1
C2
C3
C4
C5
C6
Babi/ Minyak Ikan Minyak Babi (%)
0
20
40
60
80
100
Minyak Ikan (%)
100 80
60
40
20
0
Campuran tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan FTIR
3.4.3
Formula Simulasi Emulsi Minyak Ikan Formula simulasi minyak ikan dalam perbandingan konsentrasi minyak
ikan dan minyak babi adalah sebagai berikut (Formularium Indonesia telah dimodifikasi, 1978) : R/ Minyak Ikan
30 g
Gom arab
15 g
Gliserin
15 g
Sunset Yellow
2 mg
Ol. Cinnamomi
3 tetes
Tabel 3.2 Konsentrasi minyak dalam formulasi emulsi
Campuran
Minyak
F1
F2
F3
F4
F5
F6
Babi/ Minyak Ikan Minyak Babi (g)
0
6
12
18
24
30
Minyak Ikan (g)
30
24
18
12
6
0
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
3.4.4
Pembuatan Emulsi (Ansell, 1989) Pembuatan emulsi dilakukan menggunakan metode gom kering. Pertama,
botol tempat penyimpanan simulasi emulsi minyak ikan dikalibrasi dengan batas 100 mL. Minyak diletakkan dalam mortar yang selanjutnya dicampur secara merata dengan gom arab. Selanjutnya ditambahkan aquadest 20 mL dan diaduk di dalam mortal mengunakan alu selama 3 menit untuk membuat masa opaque (tidak dapat dipisahkan). Selanjutnya gliserin dan sunset yellow dimasukkan. Setelah itu oleum cinnamomi ditambahkan, kemudian tambahkan aquadest setelah sediaan dipindah ke dalam botol penyimpanan sampai batas 100 mL. Emulsi yang diperoleh selanjutnya dilakukan ekstraksi cair-cair untuk mengekstrak minyak dari formulasi emulsi.
3.4.5
Ekstraksi Minyak (Luktianingsih, 2012) Sejumlah 10 gram sampel emulsi ditambahkan 5 mL HCl pekat dan 20 mL
aquadest dan dikocok kuat. Emulsi yang telah ditambahkan tadi kemudian dipindahkan ke corong pisah dan diekstraksi menggunakan kloroform 15 mL dan gliserin 15 mL diambil lapisan kloroformnya, kemudian diekstraksi kembali menggunakan 2x15 mL kloroform. Lapisan kloroform yang telah tercampur dimasukan ke dalam labu bulat 250 mL untuk dievaporasi dengan rotary evaporator pada suhu 40oC. Ekstrak lemak dimasukkan ke dalam vial. Minyak yang didapat selanjutnya dianalisis dengan menggunakan FTIR.
3.4.6
Pengujian dengan Spektroskopi FTIR Sampel ditempatkan pada plat holder tersebut. Analisis dibuat pada
frekuensi 4000-650cm-1. Setiap selesai pengukuran plat dibersihkan dengan hexane sebanyak dua kali dan acetone sampai tidak ada sampel minyak yang tertinggal lalu keringkan dengan menggunakan tissue. Setelah proses scan selesai, spektrum udara diambil.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
3.4.7
Analisis Data Data hasil spektrum FTIR yang diperoleh diolah menggunakan program
analisis kemometrik dengan software The Unscrambler 10.3, microsoft word dan microsoft excel dalam perangat komputer.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Ekstraksi Minyak dari Lemak Babi Pada penelitian ini minyak babi yang digunakan merupakan hasil ekstrasi
dari jaringan lemak bagian abdomen. Lemak babi didapatkan dari rumah pemotongan hewan khusus babi, PD. Dharmajaya di daerah Kapuk, Jakarta barat. Setelah lemak disiapkan dengan dibersihkan menggunakan air, lemak selanjutnya dipotong kecil-kecil dan ditempatkan pada gelas kimia untuk dipanaskan dalam oven suhu 95°C selama 2 jam hingga jaringan lemaknya mencair. Minyak yang mencair tersebut disaring menggunakan kain dan hasil saringan dicampurkan dengan Na2SO4 anhidrat untuk menghilangkan air. Na2SO4 anhidrat yang berbentuk serbuk bersifat higroskopik sehingga dapat menarik air yang terdapat pada minyak (Rowe et al., 2009). Air yang terdapat dalam minyak dapat mengganggu kemurnian minyak yang dihasilkan, karena tujuan utama dari proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa dan bau yang tidak enak serta memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan. Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 2 kg lemak babi yang di rendering kering didapatkan 800 mL minyak babi yang masih tercampur dengan lemak. Pembuatan minyak babi ini dilakukan karena tidak ditemukannya sediaan minyak babi yang bersertifikat analisis. Secara organoleptis, minyak babi yang dihasilkan bening serta memiliki bau yang tidak enak. Setelah didiamkan pada suhu ruang, minyak babi akan menghasilkan endapan. Minyak babi merupakan salah satu minyak yang mempunyai titik cair yang cukup rendah yaitu 36º-42ºC (American College of Toxicology, 2001). Sehingga bila berada di suhu ruangan minyak babi akan membentuk dua lapisan (gambar 4.1). Lapisan atas yang tetap bening adalah minyak murni dan lapisan bawah adalah lapisan lemak yang bersifat plastis. Plastisitas lemak disebabkan karena lemak merupakan campuran trigliserida yang masing-masing mempunyai titik cair sendiri, ini berarti bahwa pada suatu suhu, sebagian dari lemak akan cair dan sebagian lagi dalam bentuk kristal-kristal padat (Gaman dan Sherrington, 1994).
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
Lapisan minyak Lapisan lemak
Gambar 4.1 Hasil ekstraksi lemak babi dalam suhu ruang Minyak babi memiliki komposisi campuran dari berbagai trigliserida. Sebagian besar lemak hewani merupakan zat padat karena unit penyusunnya berupa asam lemak jenuh rantai panjang. Asam lemak jenuh pada minyak babi merupakan komposisi tebesar dalam minyak babi, yaitu asam palmitat dan asam stearat. Asam lemak jenuh tersebut memiliki titik cair pada suhu diatas 60oC69oC, sehingga pada suhu ruangan lemak dapat memisah sesuai dengan titik cairnya. Hasil ekstraksi dari lemak babi menunjukkan adanya kandungan lemak dan minyak yang memiliki sifat fisik yang berbeda pada suhu ruangan. Sehingga lapisan minyak kemudian dipisahkan kembali dengan lapisan lemak yang terbentuk untuk menghasilkan minyak babi yang murni.
Gambar 4.2 Minyak babi murni hasil ekstraksi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
4.2
Hasil Pembuatan Simulasi Emulsi dengan Minyak Babi dan Minyak Ikan (Cod Liver Oil) Formula diambil dari Formularium Nasional yang telah dimodifikai.
Formula emulsi yang digunakan dalam pembuatan simulasi emulsi minyak ikan adalah campuran minyak babi dan atau minyak ikan, gom arab, gliserin, sunset yellow, oleum cinnamomi dan aquadest. Campuran bertujuan untuk mengetahui perbedaan spektrum FTIR minyak babi dalam campuran dengan minyak ikan pada masing-masing formula. Dalam penelitian ini dibuat 6 macam formula emulsi minyak ikan. Gom arab dipilih sebagai emulgator dikarenakan ia merupakan jenis emulgator alami yang sangat baik untuk tipe emulsi minyak dalam air. Gliserin digunakan sebagai bahan pemanis, sehingga dapat menutupi rasa minyak ikan yang pahit.
F1 (0%)
F2
F3
F4
F5
F6
Gambar 4.3 Simulasi emulsi minyak ikan Setelah keenam formula emulsi selesai dibuat maka dilakukan evaluasi terhadap emulsi tersebut. Evaluasi homogenitas simulasi emulsi yaitu uji sedimentasinya yang dilihat pada tabung sedimentasi selama 15 menit setelah pembuatan. Semuanya tetap stabil selama 15 menit. Hal ini penting dilakukan untuk memastikan campuran minyak pada emulsi tercampur dengan baik agar pada proses ekstraksi nanti didapat campuran minyak yang homogen. Evaluasi tambahan yang dilakukan adalah, uji redispersibilitas yang diamati pada emulsi, didapat bahwa emulsi mulai memisah setelah 24 jam penyimpanan namun dapat didispersi kembali dengan pengocokan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
Emulsi yang hanya mengandung minyak ikan sebagai fase minyaknya memiliki viskositas yang lebih rendah dengan emulsi lain seiring dengan penambahan konsentrasi minyak babi, yang dapat dilihat dari sifat alir emulsi dari berbagai konsentrasi yang ada. Hal ini menunjukan fungsi dari minyak babi yang disebutkan oleh Food and Drug Administration (FDA) yaitu sebagai bahan peningkat viskositas. Proses ekstraksi selanjutnya dilakukan pada 6 formula emulsi minyak ikan yang telah dibuat. Metode ekstraksi yang digunakan untuk memperoleh minyak dari formula tersebut adalah metode ekstraksi cair-cair. Ekstraksi cair-cair ini dipakai karena metode ini dinilai paling tepat untuk senyawa-senyawa yang digunakan dalam emulsi, terutama karena adanya asam lemak yang tidak mempunyai kromofor kuat dan dapat mengkontaminasi kolom kromatografi. Kontaminasi bahan-bahan lipofilik dapat menghilangkan bentuk puncak kromatografi (Watson,2010).
(a)
(b)
Gambar 4.4 Ekstraksi cair-cair : (a) Penambahan kloroform (b) Penambahan kloroform dan gliserin. Sejumlah 10 gram sampel emulsi ditambahkan 5 mL HCl pekat dan 20 mL aquadest dikocok kuat. Penambahan HCl pekat tersebut bertujuan untuk memisahkan fase minyak dan air dan pengocokan dilakukan untuk membantu mempercepat proses tersebut. Emulsi yang telah ditambahkan tadi kemudian dipindahkan ke corong pisah dan diekstraksi menggunakan kloroform 15 mL dengan tiga kali pengulangan. Kloroform bersifat semipolar sedangkan minyak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
bersifat nonpolar. Namun minyak dapat larut dalam klorofom (FI ed.III, 1979). Penggunaan gliserin sebagai pelarut tambahan digunakan pada proses ekstraksi ini, karena emulgator yang digunakan bersifat hidrokoloid (berkembang dalam air) sehingga saat ekstraksi menggunakan kloroform minyak tidak dapat terekstraksi secara optimal dan terjadi interfase (terbentuknya tiga lapisan). Gom arab larut dengan gliserin sedangkan minyak tidak larut dalam gliserin, sehingga minyak akan larut sempurna di dalam lapisan kloroform. Perbedaan hasil ekstraksi dengan penambahan gliserin atau tanpa gliserin dapat dilihat pada gambar 4.4. Minyak babi dan minyak ikan akan berada pada lapisan kloroform karena kedua minyak larut dalam koroform. Lapisan kloroform berada di lapisan bawah pada corong pisah karena masa jenis kloroform (1,4 g/mL) lebih besar dibandingkan masa jenis air (1 g/mL) dan gliserin (1,260 g/mL). Lapisan kloroform yang telah dipisahkan dimasukan ke dalam labu bulat 250 mL untuk diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 40°C sehingga didapatkan minyak dalam keadaan murni. Ekstrak minyak kemudian dimasukan ke dalam vial. Minyak
yang
didapat
selanjutnya
dianalisis
dengan
menggunakan
spektrofotometer FTIR.
4.3
Hasil Spektrum FTIR Penggunaan FTIR dilakukan karena hal yang ingin diteliti adalah hasil
spektrum dari suatu sampel. Data yang digunakan adalah panjang gelombang dan absorbansi. Panjang gelombang menunjukkan vibrasi dari struktur kimia yang terkandung dalam minyak dan absorbansi memiliki kolerasi secara linear dengan konsentrasi sampel. Hasil pembacaan spektrum minyak babi dan minyak ikan murni dengan menggunakan Fourier Transform Infrared (FTIR) pada panjang gelombang 4000 cm-1 sampai dengan 400cm-1 dapat dilihat pada gambar 4.5. Kedua minyak ini menunjukan pola spektrum yang hampir sama karena komponen utama dalam kedua minyak ini adalah trigliserida dan keduanya adalah minyak hewani (A. Rohman, et al., 2010). Pada minyak ikan puncak pada daerah 3009,37 cm-1 merupakan vibrasi stretching dari ikatan rangkap vinylic (C=CH) trans dan cis (Rohman dan Che Man, 2010). Sedangkan puncak pada daerah 2924 cm-1 merupakan vibrasi asymmetric stretching dari grup metilen pada daerah 2854
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
cm-1 merupakan vibrasi symmetric stretching dari grup metilen (Rohman, 2010). Pada daerah serapan karbonil yaitu 1747 cm-1, terdapat serapan yang cukup tinggi, ini merupakan vibrasi dari ikatan rangkap tak jenuh disubtitusi C=C jenis cis yang menunjukan kandungan Mono Unsaturated Fatty Acid (MUFA) pada minyak ikan (A.Rohman & Che Man, 2011). Pada daerah 1464 cm-1 muncul serapan pada minyak ikan yang merupakan vibrasi bending dari grup metilen.
(a)
(b)
Gambar 4.5 Spektrum minyak murni : (a) Minyak ikan (b) Minyak babi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
Muncul serapan di daerah 1376 cm-1 pada pola spektrum minyak ikan yang merupakan vibrasi bending simetrik dari grup metil. Selanjutnya puncak-puncak serapan yang muncul pada daerah 1214 cm-1, 1117 cm-1, 1098 cm-1, 1035 cm-1 merupakan vibrasi stretching dari grup C-O dalam ester. Pada daerah 1119 cm-1 1097 cm-1, spektrum minyak ikan menunjukan overlapping pada 1117 cm-1 dan 1098 cm-1. Serapan ini merupakan vibrasi stretching dari gugus C-O, dimana grup ester C-O memiliki dua pasangan vibrasi asimetri C-C(=O)-O dan O-C-C (Rohman, 2009). Pada daerah antara 1000 cm-1 dan 800 cm-1 muncul beberapa puncak kecil yaitu 968 cm-1 merupakan hasil vibrasi bending out-of-plane dari trans-olefin disubtitusi sedangkan pada 915 cm-1 merupakan vibrasi bending dari grup cis-olefin disubtitusi. Pada daerah akhir tepatnya di 756 cm-1 muncul puncak serapan pada spektrum minyak ikan. Puncak ini merupakan hasil dari overlapping vibrasi rocking dari gugus metilen dan vibrasi bending out-of-plane dari cis-olefin disubtitusi (Silverstain, 1974). Pada minyak babi puncak pada daerah 3006,48 cm-1 merupakan vibrasi stretching dari ikatan cis-olefinic (C=CH) (Rohman, 2013). Sedangkan puncak pada daerah 2924 cm-1 merupakan vibrasi asymmetric stretching dari grup metilen dan metil sedangkan pada daerah 2854 cm-1 merupakan vibrasi symmetric stretching dari grup metilen (Pavia et al, 2001). Pada daerah serapan karbonil yaitu 1747 cm-1, terdapat serapan yang cukup tinggi. Pada minyak babi serapan rendah muncul pada daerah 1653,66 cm-1,ini merupakan serapan dari vibrasi ikatan rangkap C=C trans-olefin. Letak serapan ikatan C=C jenis cis-olefin dekat daerah 1650 cm-1 sedangkan untuk trans-olefin muncul di daerah dekat 1670 cm-1 (Silverstain, 1974). Pada daerah 1464 cm-1 dan 1376 cm-1 muncul serapan pada minyak babi yang merupakan vibrasi bending dari grup metilen. Puncak-puncak serapan yang muncul pada daerah 1214 cm-1, 1117 cm-1, 1098 cm-1, 1035 cm-1 merupakan vibrasi stretching dari grup C-O dalam ester. Puncak pada titik 968 cm-1 merupakan hasil vibrasi bending out-of-plane dari trans-olefin disubtitusi sedangkan pada 913 cm-1 merupakan vibrasi bending dari grup cis-olefin disubtitusi. Pada daerah akhir tepatnya di 756 cm-1 muncul puncak serapan pada spektrum minyak babi. Puncak ini merupakan hasil dari overlapping vibrasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
rocking dari gugus metilen dan vibrasi bending out-of-plane dari cis-olefin disubtitusi (Silverstain, 1974).
(a)
(b)
Gambar 4.6 Spektrum minyak babi : (a) Sampel (b) Pembanding (Rohman et al., 2010)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
Spektrum minyak babi yang didapat sesuai dengan spektrum minyak babi yang didapatkan oleh peneliti lain. Hal ini membuktikan bahwa minyak dan lemak menunjukkan struktur kimia yang serupa walaupun menunjukkan keragaman dalam sifat-sifat fisiknya (Gaman dan Sherirington, 1994). Hal ini ditunjukkan pada gambar 4.6, dimana minyak babi memiliki spektrum yang spesifik karena terdapat overlapping yang lebih tinggi pada frekuensi 1117 cm-1 dibanding 1098 cm-1. Berdasarkan hasil serapan spektroskopi FTIR, terlihat bahwa spektra FTIR dari minyak memperlihatkan pola spektrum yang hampir sama di daerah 3010 cm1
- 450 cm-1. Pada minyak ikan puncak pada daerah 3009,37 cm-1 merupakan
vibrasi stretching dari ikatan rangkap vinylic (C=CH) trans dan cis (Rohman dan Che Man, 2010). Puncak yang sama juga muncul pada pola spektrum minyak babi pada daerah 3006,48 cm-1 dengan intensitas yang lebih rendah dari minyak ikan. Namun, puncak pada daerah 3010-2855 cm-1 tidak terlalu spesifik sehingga tidak dipakai lebih lanjut untuk analisis. Secara umum spektrum FTIR minyak menunjukkan perbedaan signifikan pada serapan 1117-1098 cm-1. Kedua serapan ini menunjukkan overlapping dari kandungan asam lemak jenuh dan asam oleat (Che Man, 2001).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
ester C-O memiliki dua pasangan vibrasi asimetri C-C(=O)-O dan O-C-C
Minyak Ikan Minyak Babi
[C-O]
Gambar 4.7 Gabungan spektrum minyak babi dan minyak ikan
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
Minyak babi memiliki intensitas serapan lebih tinggi pada 1117 cm-1. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan kandungan asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh dari minyak babi dan minyak ikan (tabel 4.3). Serapan 1117 cm-1-1098 cm-1 menjadi serapan yang spesifik membedakan antara minyak babi dan minyak ikan.
Tabel 4.3 Komposisi asam lemak dari minyak babi dan minyak ikan
Asam Lemak
Minyak Babi
Minyak Ikan
(%)
(%)
Lemak jenuh
45,1
22,24
Lemak tak jenuh tunggal (MUFA)
45,1
48,2
Lemak tak jenuh ganda (PUFA)
9,74
27,2
Omega-3
0,821
21,5
(DTU Food National Institute, 2009)
Selanjutnya dilakukan analisis campuran minyak babi dan minyak ikan dengan konsentrasi masing-masing 0% : 100%, 20% : 80%, 40% : 60%, 60% : 40%, 80% : 20% dan 100% : 0%. Tujuan dilakukan analisis campuran minyak ini sebagai standar yang akan dibandingkan oleh campuran minyak hasil ekstraksi dari simulasi emulsi. Hasil spektrum dari campuran minyak dalam konsentrasi tertentu dapat dilihat pada gambar 4.8. Daerah serapan 1117 cm-1-1098 cm-1 menunjukkan puncak karakteristik, dimana terlihat intensitas pada 1117 cm-1 semakin menurun seiring dengan menurunnya konsentrasi minyak babi. Dengan meningkatnya konsentrasi minyak ikan, spektrum akan menunjukkan intensitas maksimum yang
hampir
mendekati pada serapan 1117 cm-1 dan 1098 cm-1.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
MB 0 %
MB 20 % : MI 80 %
MB 40 % : MI 60 %
MB 60 % : MI 40 %
MB 80 % : MI 20 %
MB 100 % : MI 0 %
: MI 100 %
Keterangan : MB = Minyak Babi, MI = Minyak Ikan
Gambar 4.8 Gabungan spektrum FTIR standar campuran minyak babi dan minyak ikan dalam berbagai konsentrasi
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
MB 100%: MI 0%
MB 80% : MI 20%
MB 60% : MI 40%
MB 40% : MI 60%
MB 20% : MI 80%
MB 0% : MI 100%
Keterangan : MB = Minyak Babi, MI = Minyak Ikan
Gambar 4.9 Gabungan spektrum FTIR minyak hasil ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan dalam berbagai konsentrasi
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
Analisis campuran minyak yang telah diekstraksi dari simulasi emulsi selanjutnya dianalisis dengan menggunakan spektroskopi FTIR.
Sampel yang
diambil untuk di scanning dengan FTIR sebanyak 20 mikroliter tiap masing-masing deteksi. Hasil perbedaan spektrum dari campuran minyak yang diekstraksi dari simulasi sampel tersebut dapat dilihat pada gambar 4.9, gabungan dari semua simulasi sampel yang mengandung campuran minyak yang sama konsentrasinya dengan standar berhasil menunjukkan hasil spektrum yang spesifik membedakan antara minyak babi dan minyak ikan. Spektrum hasil ekstraksi formula yang mengandung konsentrasi minyak babi lebih banyak memiliki intensitas serapan lebih tinggi pada 1117 cm-1. Intensitas serapan bergantung pada jumlah gugus yang diserap oleh radiasi inframerah. Hal ini berbanding lurus dengan jumlah gugus-gugus dalam asam lemak yang terkandung dalam masing-masing minyak. Untuk memperjelas perbedaan konsentrasi secara kualitatif maka digunakan metode statistik kimia (chemometric) tambahan untuk membantu analisis campuran kedua minyak ini.
4.4
Pengolahan Data Menggunakan Principal Component Analysis (PCA) Hasil spektroskopi FTIR ini selanjutnya dianalisa lebih lanjut menggunakan
kemometri. Kemometri adalah penggunaan ilmu statistika dan matematika untuk pengolahan data kimia. Metode ini dilakukan menggunakan software Unscrambler 10.3. Kemometrik yang digunakan pada penelitian ini yaitu PCA (Principal Component Analysis) pada daerah 3009 cm-1 -668 cm-1. Principal Component Analysis (PCA) merupakan interpretasi data yang dilakukan dengan pereduksi data, dimana jumlah variable dalam suatu matriks dikurangi untuk menghasilkan variable baru dengan tetap mempertahankan informasi yang dimiliki oleh data. Variabel baru yang dihasilkan berupa skor atau komponen utama. Cara ini dapat mengurangi pengaruh noise dan memanfaatkan perbedaan halus dari spektrum IR (Rohman, 2012). Untuk meminimalisir terjadinya kesalahan akibat jumlah data spektroskopi FTIR yang cukup banyak dan bervariasi, maka dipilihlah tiga belas titik yang dipilih pada daerah 3009 cm-1 -668 cm-1.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
Tabel 4.2 Nilai absorbansi spektroskopi FTIR pada standar minyak babi dan minyak ikan (Cod Liver Oil)
S1 0%
Data Absorbansi (cm-1)
Konsenrasi Minyak Babi Konsentrasi 100 % Minyak Ikan 3009 2924 2854 1743 1657 1465 1377 1215 1163 1117 1099 1032 966
0,44138 1,62434 1,24381 1,38768 0,07595 0,54569 0,31827 0,67801 0,79519 0,41887 0,42147 0,18721 0,15621
Standar Campuran Minyak S2 S3 S4 S5 20 % 40 % 60 % 80 %
S6 100 %
80 %
0%
0,44216 1,55115 1,21662 1,34466 0,10181 0,54895 0,33296 0,57730 0,79069 0,43692 0,43249 0,20863 0,17278
60 % 0,41613 1,53794 1,18661 1,31217 0,09203 0,55092 0,33296 0,49888 0,77900 0,44377 0,43638 0,20562 0,17044
40 % 0,38073 1,67841 1,27923 1,40285 0,08582 0,55752 0,32929 0,54980 0,80188 0,44908 0,43295 0,20318 0,16624
20 % 0,36723 1,65601 1,31351 1,40132 0,06948 0,56733 0,32535 0,57781 0,81269 0,45197 0,42933 0,18771 0,14819
0,37724 2,01697 1,60019 1,68414 0,07890 0,66780 0,37573 0,69993 0,94782 0,52427 0,48460 0,19610 0,15347
Nilai absorbansi dari spektroskopi FTIR di tiga belas titik serapan diolah dengan menggunakan metode PCA. Nilai absorbansi tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2 dan tabel 4.3.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
Tabel 4.3 Nilai Absorbansi spektroskopi FTIR pada sampel emulsi minyak ikan
Data Absorbansi (cm-1)
Konsenrasi Minyak Babi Konsentrasi Minyak Ikan 3009 2924 2854 1743 1657 1465 1377 1215 1163 1117 1099 1032 966
Formula Emulsi F3 F4 F5 40 % 60 % 80 %
F6 100 %
100 % 80 %
60 %
40 %
20 %
0%
0,47080 2,17108 1,46230 1,67659 0,07694 0,54917 0,29978 0,61954 0,83950 0,42506 0,42374 0,17963 0,13074
0,40519 1,53678 1,17311 1,29876 0,12877 0,54489 0,34177 0,43990 0,75777 0,44884 0,43775 0,22721 0,19187
0,35897 1,11514 0,92434 1,01098 0,13337 0,50971 0,34008 0,44486 0,67445 0,43972 0,42669 0,23722 0,20521
0,33136 1,23336 1,00359 1,05232 0,14267 0,52898 0,35459 0,51231 0,69405 0,45333 0,43801 0,25776 0,23502
0,37876 1,60217 1,24543 1,33589 0,14561 0,61407 0,39180 0,51221 0,83020 0,52502 0,49757 0,27169 0,22734
F1 0%
F2 20 %
0,41286 1,61782 1,20457 1,36560 0,10641 0,53931 0,32759 0,50507 0,76813 0,43511 0,42798 0,21747 0,17912
Hasil dari analisa PCA berupa score, loadings dan factor. Hasil score dari PCA dapat dilihat pada gambar 4.10. Gambar tersebut menunjukkan adanya empat kuadran pemisah yang dapat membedakan standar campuran minyak minyak babi dan minyak ikan kod. Standar minyak babi 0% (st 0%) berada pada kuadran yang berbeda dengan standar minyak babi 100% (st 100 %). St 20 %, st 40 %, st 60 % dan st 80 % adalah standar campuran minyak ikan dan minyak babi menunjukkan kedudukannya yang berada di antara jarak plot st 0 % dan st 100 %. Dari gambar tersebut, terlihat pula bahwa semakin naik persen konsentrasi dari campuran minyak babi, standar campuran tersebut semakin mendekati kuadran standar minyak babi 100%. Gambar tersebut dapat membuktikan bahwa minyak ikan dan minyak babi dapat dibedakan secara berkelompok. Semakin tinggi konsentrasi minyak babi, maka
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
akan semakin berkumpul dan mendekat dengan kelompok minyak dengan jenis yang sama.
Keterangan : st = Standar campuran minyak. st 0% = konsentrasi minyak babi (MB) 0%, st 20% = MB 20%, st 40% = MB 40%, st 60% = MB 60%, st 80% = MB 80%, st 100% = MB 100%
Gambar 4.10 Scores PCA standar campuran minyak babi dan minyak ikan
Gambar 4.11 Loadings PCA standar campuran minyak babi dan minyak ikan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
Gambar 4.11 merupakan loadings yang berfungsi untuk mengetahui nilai absorbansi pada FTIR yang sangat berpengaruh terhadap pengelompokan antara minyak ikan dan minyak babi. Nilai absorbansi dapat disimbolkan dengan titik –titik biru yang menyebar disekitar garis tengah. Semakin jauh jarak suatu titik dari garis tengah, maka semakin berpengaruhlah titik absorbansi tersebut pada pengelompokan. Dilihat dari gambar 4.9 bahwa nilai absorbansi yang sangat berpengaruh terhadap pengelompokan minyak babi dan minyak ikan adalah 1215 cm-1 dan 1117 cm-1. Hasil PCA dari minyak hasil ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan juga menunjukkan perbedaan kuadran antara minyak hasil ekstraksi dari simulasi emulsi yang mengandung minyak babi 100% (F6) dan minyak babi 0 % (F1). Formula lainya yaitu : F2, F3, F4, dan F5 berada pada kuadran di antara plot F6 dan F1. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.12.
Keterangan : F = Minyak hasil ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan. F1 = minyak babi (MB) 0%, F2 = MB 20%, F3 = MB 40%, F4 = MB 60%, F5 = MB 80%, F6 = MB 100%
Gambar 4.12 Scores PCA minyak hasil ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan
Gabungan PCA dari standar dan sampel yang ditunjukkan pada gambar 4.13 juga dapat memperlihatkan kandungan campuran minyak babi dan minyak ikan baik pada minyak yang murni langsung dicampurkan standar (st) maupun minyak hasil
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
ekstraksi dari simulasi emulsi minyak ikan (F). Hasil PCA menunjukkan adanya pengelompokan antara kandungan minyak yang sama, dimana F1 (minyak hasil ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan yang mengandung MB 0%) berada satu kuadran dengan st 0 % (Standar campuran minyak yang mengandung MB 0%), begitu pula F2 (MB 20%) dan F3 (MB 40%) yang berada satu kuadran dengan st 20 % dan st 40 %. Sehingga dapat terlihat bahwa Spektroskopi FTIR dengan bantuan PCA dapat membedakan spektrum minyak babi dan minyak ikan pada simulasi emulsi minyak ikan.
Keterangan : F = Minyak hasil ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan, st = Standar campuran minyak babi dan minyak ikan
Gambar 4.13 Gabungan Scores PCA standar campuran minyak babi dan minyak ikan (st 0%, st 20%, st 40%, st 60%, st 80%, st 100%) dengan Scores PCA minyak hasil ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan (F1, F2, F3, F4, F5, F6)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Spektrum spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) pada daerah
serapan 1117 cm-1-1098 cm-1 merupakan spektrum spesifik dalam mengidentifikasi perbedaan minyak ikan dan minyak babi. Hasil PCA mampu mengelompokan minyak babi, minyak ikan dan campuran keduanya berdasarkan komposisi asam lemak dari minyak babi dan minyak ikan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) dengan bantuan Principal Component Analysis (PCA) mampu membedakan spektrum minyak babi dan minyak ikan pada simulasi emulsi minyak ikan (Cod Liver Oil).
5.2
Saran Untuk peneliti selanjutnya, disarankan untuk dapat menggunakan formula
emulsi yang lebih komplek dari formula yang digunakan oleh penulis serta melakukan optimasi metode ekstraksi emulsi minyak ikan terlebih dahulu agar didapatkan hasil ekstraksi yang lebih optimal. Hal ini bertujuan untuk mendeteksi kandungan minyak babi di dalam formulasi emulsi minyak ikan yang terdapat di pasaran secara kuantitatif.
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
DAFTAR PUSTAKA [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2004. Keputusan kepala BPOM RI Nomor HK: 00.05.23.3644 tahun 2004, Tentang Ketentuan Pokok Pengawasan suplemen Makanan. Jakarta : BPOM. Anief,Moh. 2000 Ilmu Meracik Obat-Teori dan Praktik. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Ansel, H.C. 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi keempat, Universitas Indonesia Press, Jakarta. Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG, and Taylor MR. 2002. Biology. 4th Ed. , Addison Wesley World Student Series, San Fransisco. Che Man, Y. B., Mirghani, M. E. S. 2001. Detection of lard mixed with body fats of chicken, lamb, and cow by fourier transform infrared spectroscopy. JAOCS, 78, 7. Che Man, Y.B., Rohman, A. 2012. Analysis of canola oil in virgin coconut oil using FTIR spectroscopy and chemometrics. J.Food Pharm.Sci (2013), 5-9. Che Man, Y.B., Rohman, A. 2011. Analysis of lard in cream cosmetics formulations using FT-IR spectroscopy and chemometrics. Middle-East Journal of Scientific Research 7 (5): 726-732. Che Man, Y.B., Rohman, A., Mansor, Y.S.T. (2011). Differentiation of lard from other edible fats and oils by means of fourier transform infrared spectroscopy and chemometrics. J Am Oil Chem Sos, 88, 187- 192. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta. Fessenden, R.J, Fessenden, J.S 1992. Kimia Organik, Jilid 2, Edisi ketiga, Penerbit Erlangga, Jakarta. Girindra, Aisjah. 2006. Menjamin Kehalalan dengan Label Halal. Persfektif Food Review Indonesia Vol.1 No 9. hal.12-13. Bogor. Giwangkara S, EG., 2006, “Aplikasi Logika Syaraf Fuzzy Pada Analisis Sidik Jari Minyak Bumi Menggunakan Spetrofotometer Infra Merah - Transformasi Fourier (FT-IR)”, Sekolah Tinggi Energi dan Mineral, Cepu – Jawa Tengah.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
Gunawan,A. 1999. Food Combining. Kombinasi Makanan Serasi Pola Makanan untuk Langsing dan Sehat.Jakarta : Gramedia. Gunston, F.D. 2004. The Chemistry of Oils and Fats: Sources, Composition, Properties and Uses, UK : Blackwell Publishing Ltd. Hendayana, S., (1994), “Kimia Pemisahan Metoda Kromatografi dan Elektroforesis Modern”, PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Hartomo,A.J. Widiatmoko, M.C. 1993. Emulsi dan Pangan Instant Ber-Lesitin. Yogyakarta: Andi offset. Judé S., Roger S., Martel E., Besson P., Richard S., Bougnoux P., Champeroux P., Le Guennec JY. 2006. Dietary long-chain omega-3 fatty acids of marine origin: a comparison of their protective effects on coronary heart disease and breast cancers. Prog Biophys Mol Biol. 2006 Jan-Apr;90(1-3):299-325. Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI Press). Lachman,L.,H. Lieberman, J. L. Kanig. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri, edisi ke-2.Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI Press). Lambertsen. Georg, Brekkan. Olaf R. 1965. The fatty acid composition of cod liver oil. The Norwegian Fisheries Research Institute VOL. IV No.11. Lukitaningsih, E., S ’ h, M., Purwanto, Rohman, A. 2012. Quantitative analysis of lard in cosmetic lotion formulation using FTIR spectroscopy and partial least square calibration. J Am Oil Chem Soc, 89,pp. 1537- 1543. Martin A, J. Swarbick, A.Cammarata. 1993. Farmasi Fisik Jilid II, edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press). Martindale, W, (1997), Martindale : The Complete Drug Reference, 36th Editions, The Pharmaceutical Press, London. Miller, J. C.,Miller, J. N. 2005. Statistics and Chemometrics for Analytical Chemistry Fifth Edition. Pearson Education Limited. Great Britain. Nurrulhidayah A. Fadzlillah, Yaakob B. Che Man, Mohammad Aizat Jamaludin, Suhaimi Ab. Rahman and Hassan A. Al-Kahtani. 2011. Halal Food Issues from Islamic and Modern Science Perspective. 2nd International Conference on Humanities, Historical and Social Sciences IPEDR vol.17 IACSIT Press, Singapore.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
Nurjannah. 2006. Makanan Halal dan Penyembelihan secara Islami. Aplikasia, Jurnal Aplikasi llmu-ilmu Agama, Vol. VII, No, 2 Desember2006:145-157. Pavia, Donald,dkk. 2001. Introduction to Spectroscopy 3rd Edition. USA : Thomson Learning. Pare. J.R, Belanger. J. M. 1997. Instrumental Methods In Food Analysis. Amsterdam: Elsevier science. Ramli, Anuar. Aizat Jamaluddin, Mohammad. 2012. Syeikh Muhammad Arshad b. Abdullah al-Banjari’s contribution of fiqh of foods in sabil al-muhtadin. Jurnal Al-Tamaddun Bil. 7 (2) 2012, 61-76. Rohman and Y.B. Che Man. 2009. Analysis of cod-liver oil adulteration using Fourier Transform Infrared (FTIR) spectroscopy. Journal of the American Oil Chemists’ Society, 86, 1149-1153. Rohman and Y.B. Che Man. 2011a. Application of fourier transform infrared (FTIR) spectroscopy combined with chemometrics for authentication of codliver oil. Vibrational Spectroscopy. 55(2011): 141- 145. Rohman, A., Triyana, K. Sismindari dan Erwanto. 2012. Differentiation of lard and other animal fats based on triacylglycerols composition and principal component analysis. International Food Research Journal 19 (2):475-479. Rohman and Y.B. Che Man. 2011 b. Authentication of extra virgin olive oil from sesame oil using FTIR spectroscopy and gas chromatography. International Journal Food Properties. Manuscript number: IJFP.2010-0218. Rohman, Che Man, Y.B., Ismail, A. and Puziah, H. 2011. FTIR spectroscopy combined with chemometrics for analysis of cod liver oil in binary mixture with corn oil. International Food Research Journal 18: 736 – 740. Rohman, Che Man, Y.B., Ismail, A. and Puziah, H. FTIR spectroscopy combined with chemometrics for analysis of lard adulteration in some vegetable oils. Cyta-Journal of Food. DOI: 10.1080/19476331003774639. Rohman and Y. B. Che Man 2010. Fourier transform infrared (FTIR) spectroscopy for analysis of extra virgin olive oil adulterated with palm oil. Food Research International 43: 886 – 892. Rowey, R.C, Sheskey, P.J., dan Owen, S.C. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients Fifth Edition. London: Pharmaceutical Press.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
Sabiq, Sayyid. 1994. Fiqih Sunnah Jilid. II, Terjemahan Mahyudin Syaf, PT AlMa’arif. Bandung. Sastrohamidjojo, Hardjono. 1992. Spektroskopi Inframerah. Yogyakarta. Liberty Yogyakarta. Silverstein, R. M., Webster, F. X.. (1998). Spectrometric Identification of Organic Compound, Sixth edition. John Wiley & Sons, Inc. US. Skeie G, Braaten T, Hjartåker A, Brustad M, Lund E. Cod liver oil, other dietary supplements and survival among cancer patients with solid tumours. Int J Cancer. 2009 Sep 1;125(5):1155-60. Soeharto, Iman (2001). Pencegahan dan Penyembuhan Penyakit Jantung Koroner. Jakarta : Gramedia. Sumardjo, Damin. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta: EGC. Trudy McKee and James McKee. 2003. Biochemistry: The Molecular Basis of Life. Third edition. McGraw-Hill, Boston. Watson, David. 2005. Analisisi Farmasi : Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan Praktisi Kimia Farmasi Edisi 2. EGC : Jakarta. Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Yu, et al. 1997. Vitamin-mineral supplement use among preschool children in The United States. Pediatrics Vol.100,No.5,P-e4. Nov. Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut, http://sp2010.bps.go.id.. diakses pada 20 Januari 2014 jam 20.00. MUI: Obat Halal adalah Hak Konsumen Indonesia. http://www.halalmui.org.. diakses pada 20 Januari 2014 jam 20.30.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
LAMPIRAN
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
Lampiran 1. Gambar tempat pemotongan hewan, Kapuk Jakarta Barat
Lampiran 2. Gambar campuran minyak babi dan minyak ikan
Lampiran 3. Gambar minyak hasil ekstrasi simulasi emulsi minyak ikan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
Lampiran 4. Gambar alat yang digunakan dalam penelitian
Oven
Sentrifugasi
asi
Rotary Evaporator
FTIR Jasco
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
Lampiran 5. Spektrum standar 0 % (Minyak Ikan 100 % : Minyak Babi 0%)
Lampiran 6. Spektrum standar 20 % (Minyak Ikan 80 % : Minyak Babi 20 %)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
Lampiran 7. Spektrum standar 40 % (Minyak Ikan 60 % : Minyak Babi 40 %)
Lampiran 8. Spektrum standar 60 % (Minyak Ikan 40 % : Minyak Babi 60 %)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
Lampiran 9. Spektrum standar 80 % (Minyak Ikan 20 % : Minyak Babi 80 %)
Lampiran 10. Spektrum standar 100 % (Minyak Ikan 0 % : Minyak Babi 100 %)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
Lampiran 11. Spektrum ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan F1 (Minyak Ikan 100 % : Minyak Babi 0 %)
Lampiran 12. Spektrum ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan F2 (Minyak Ikan 80 % : Minyak Babi20 %)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
Lampiran 13. Spektrum ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan F3 (Minyak Ikan 60 % : Minyak Babi 40 %)
Lampiran 14. Spektrum ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan F4 (Minyak Ikan 40 % : Minyak Babi 60 %)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
63
Lampiran 15. Spektrum ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan F5 (Minyak Ikan 20 % : Minyak Babi 80 %)
Lampiran 16. Spektrum ekstraksi simulasi emulsi minyak ikan F6 (Minyak Ikan 0 % : Minyak Babi 100 %)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
64
Lampiran 17. Sertifikat analisa bahan yang digunakan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
69
Lampiran 19. Daftar istilah
DAFTAR ISTILAH
FTIR
: Fourier Transform Infrared
PCA
: Principal Component Analysis
EPA
: Eicasopentanoic acid
DHA
: Docosahexanoic acid
g
: gram
kg
: kilogram
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta