TOKOH DAN PENOKOHAN DALAM NOVEL MAWSIM AL-HIJRAT ILA AL-SYIMAAL KARYA TAYEB SALIH
NISA’UL MUSYAHADAH MUHAMMAD LUTHFI
Program Studi Arab Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Juli 2013
Abstrak Penelitian ini membahas struktur intrinsik, khususnya tokoh penokohan dalam novel Mawsim al-Hijrat ila al-Syimaal karya Tayeb Salih. Penelitian terhadap novel asal Sudan ini adalah penelitian deskriptif-analisis menggunakan pendekatan strukturalisme. Penelitian ini menggunakan analisis tema, alur, latar, sudut pandang, dan tokoh penokohan dalam novel tersebut melalui teori kesusastraan. Penelitian ini membuktikan bahwa setiap aspek intrinsik novel saling berkaitan dan penokohan dalam novel ini banyak dipengaruhi oleh kehidupan sosialnya. Kata Kunci: intrinsic, novel Arab, penokohan Abstract The focuses of this study are structural literary, especially character and characterization in Tayeb Salih’s work Mawsim al-Hijrat ila al-Syimaal. The research of this Sudanese novel is descriptive-analysis research using structural approach. This research explains theme, plot, setting, point of view, and characteristic of the novel based on literary theory. This research proves that every intrinsic aspect of the novel is related to each other and character’s influence by his social life. Keyword: Arabic novel, characterization, intrinsic study 1.
Latar Belakang Novel
sebagai karya sastra banyak memberikan inspirasi kehidupan sekaligus
menghibur. Lebih jauh lagi, Sudjiman (1988) menyebutkan bahwa novel memicu rasa ingin tahu tidak hanya isi dan kelanjutan ceritanya, melainkan juga siapa penulisnya, kapan novel itu ditulis, latar belakang si penulis, dan sebagainya.
Tokoh Dan..., Nisa Ul Musyahadah, FIB UI, 2013
2
Dalam penilitian ini, penulis memilih salah satu novel karya Tayeb Salih, yaitu Mawsim al-Hijrat ila al-Syimaal. Tayeb Salih adalah seorang novelis Sudan yang tenar berkat novel Mawsim al-Hijrat ila al-Syimaal dan meninggal di usia 80 pada 2009 lalu. BBC News (2009) mengabarkan berita wafatnya dan menyebutkan bahwa ia adalah salah satu novelis Arab abad 20 yang paling terkenal dan kehidupan kerjanya banyak dihabiskan di Eropa. Ia pernah menjadi penyiar radio untuk BBC Arabic Service dan bekerja di UN Cultural Organization UNESCO di Paris. Karya-karya miliknya sudah pernah diterjemahkan ke dalam lebih dari 20 bahasa. Dalam berita tersebut disebutkan pula bahwa sudah sejak lama persatuan sastrawan Sudan mengajukan Tayeb Salih untuk menjadi nominasi peraih hadiah Nobel Sastra, yang mana hanya satu penulis Arab yang pernah meraihnya, yaitu Naguib Mahfouz pada 1988. Maud Newton (2009), seorang penulis sekaligus kritikus yang sering muncul dalam New York Time Magazine, Bookforum, dll, dalam reviewnya di NPR Books menuliskan bahwa Tayeb Salih adalah seorang penulis yang terkenal kritis dan populer di dunia Arab. Tayeb Salih lahir dan dibesarkan di sebuah desa kecil di tepi Sungai Nil dan menempuh pendidikan di universitas di London dan Khartoum. Jauh sebelum era globalisasi, sebelum munculnya sebutan clash of civilization atau benturan peradaban, ia lebih dulu menunjukkan pertemuan lintas budaya yang terbaik dalam tulisannya, Mawsim al-Hijrat ila al-Syimaal. Penilaiannya yang cerdas akan hubungan antara Timur dan Barat, tenunannya akan kehidupan pribadi dan politik yang kompleks dan keindahan prosanya membuat para pembaca mendefinisikan ulang sebuah karya fiksi (Lalami, 2009). Ketika novel pertama Tayeb Salih tersebut pertama muncul dalam Bahasa Arab pada akhir tahun 1960, Tayeb Salih dielu-elukan sebagai 'si jenius baru dari novel Arab' (ProQuest Biographies, 2004). Karya-karya Tayeb Salih antara lain Mawsim al-Hijrat ila al-Syimaal tahun 1966, ‘Ursu al-Zain tahun 1969, dan Bandarshah tahun 1996. ‘Ursu al-Zain pernah difilmkan dan berhasil menang dalam Cannes Film Festival dan semua bukunya sudah pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Di antara karya-karyanya, Mawsim al-Hijrat ila al-Syimaal merupakan novel terobosan dan sering digembor-gemborkan sebagai salah satu karya terhebat Sastra Arab Modern. Meskipun telah diterbitkan lebih dari 40 tahun yang lalu, novel tersebut tetap menarik dan memesona pembaca di seluruh dunia. Novel ini sangat berpengaruh hingga pernah dilarang di universitas-universitas di Sudan dan bahkan pernah muncul fatwa atasnya (BBC News, 2009).
Tokoh Dan..., Nisa Ul Musyahadah, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
3
Maud Newton (2009) mengatakan berdasarkan pengamatan Laila Lalami, penulis esai dan novelis, dalam pengantar The New York Review of Books, kesuksesan novel terjemahan Mawsim al-Hijrat ila al-Syimaal yaitu Season of Migration to the North, adalah sebuah keanehan. Karena meskipun selera publik terhadap fiksi terjemahan terus meningkat, namun di Amerika Serikat tidak banyak tersedia Sastra Arab Klasik. Sedangkan novel tersebut muncul dalam bahasa Inggris pertama kali tahun 1969, hanya 3 tahun setelah novel aslinya dalam bahasa Arab rilis. Hal ini mungkin terjadi baik karena kemudahan aksesnya maupun pengetahuan dalam buku ini yang sangat dalam hingga ke kompleksitas kehidupan negara terjajah setelah hengkangnya para penjajah. Novel ini bahkan menjadi mata kuliah inti bersama dengan Heart of Darkness milik Joseph Conrad dalam kurikulum kuliah sastra pascakolonial di universitas. Pada tahun 2001, novel tersebut dipilih oleh sebuah panel penulis dan kritikus Arab sebagai novel Arab terpenting pada abad kedua puluh. Pada 1980-an dan 1990-an, ketika sekolah menengah di Amerika Utara mulai memperluas definisi aturan sastra untuk menyertakan lingkup yang lebih luas dari teks non-Barat, Mawsim al-Hijrat ila al-Syimaal menjadi sebuah bacaan penting dalam mata ajar penelitian tentang sastra dunia (ProQuest Biographies, 2004). Newton menambahkan, Mawsim al-Hijrat ila al-Syimaal adalah novel yang menarik dan rumit dengan perjalanannya yang agresif dan menyedihkan mengenai dua orang lelaki yang meninggalkan Sudan untuk belajar di Inggris namun setelahnya justru tidak menjadi bagian dari keduanya. Karya-karya Tayeb Salih dianggap sebagai sebuah fiksi yang memukau oleh banyak pembaca awam maupun peneliti sastra, tidak hanya Sastra Arab. Untuk itulah, penulis sangat tertarik untuk mengkaji salah satu karya Tayeb Salih yang sudah pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Denys Johnson-Davies ini, yaitu Mawsim al-Hijrat ila al-Syimaal. Sebagai seorang yang mempelajari Sastra Arab, penulis ingin mengkaji sebuah novel Arab yang cukup penting tersebut. Setelah membaca ditambah berbagai pendapat akademisi lain mengenai novel tersebut, penulis sangat tertarik dengan dua tokoh utama dalam novel tersebut, yaitu Mustafa Said dan narator. Hudson berpendapat bahwa unsur tokoh dan penokohan sangat penting dalam sebuah cerita rekaan, bahkan lebih penting daripada alur (Sudjiman, 1991:27). Untuk itulah, penulis memilih meneliti tokoh dan penokohan dalam novel Mawsim al-Hijrat ila al-Syimaal.
Tokoh Dan..., Nisa Ul Musyahadah, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
4
2.
Tinjauan Pustaka Novel Mawsim al-Hijrat ila al-Syimaal telah diteliti oleh para akademisi dari berbagai
belahan dunia sebelumnya. Ahmad Kholid (2006), dalam tesisnya yang berjudul Persepsi Timur tentang Barat dalam Novel ‘Usfur Min as-Syarq dan Mausim al-Hijrah ila as-Syimal, ia membandingkan dua novel tersebut untuk memperoleh gambaran yang lebih menyeluruh mengenai
persepsi Timur tentang Barat menggunakan metode intrinsik dan pendekatan
sosiologi sastra. Kholid juga melengkapi penelitiannya dengan penjelasan konteks sosial yang melatarbelakangi timbulnya persepsi Timur tentang Barat di dalam dua novel tersebut. Menurut Kholid, kedua novel ini membawa misi perdamaian antara Barat dan Timur. Keduanya berusaha mengupas “identitas” yang membedakan antara Barat dan Timur, yang selanjutnya dikonstruksi sebagai dua buah pilar yang saling menopang dan memiliki keterkaitan. Berbagai persepsi tentang Barat yang timbul di kalangan bangsa-bangsa Timur— khususnya bangsa Arab—lebih didominasi oleh pandangan subyektivitas Timur akibat kolonialisasi Barat. Barat dikonstruksikan sebagai bangsa modern, namun memiliki ambiguitas dalam menyikapi kehidupan dan norma-norma kemanusiaan. Kholid juga mengevaluasi dan melakukan investigasi berdasarkan realita dan pengalaman pengarang yang pernah bermukim di negara Barat. Patricia Geesey (1997) menulis penelitiannya berjudul Cultural Hybridity and Contamination in Tayeb Salih’s Mawsim al-Hijra ila al-Shamal (Season of Migration to the North), dimuat dalam jurnal Research in African Literatures, Vol. 28, No. 3 (1997), hal. 128140, dan dipublikasikan oleh Indiana University Press. Menurut Geesey, dalam "The Doum Tree of Wad Hamid," cerita Tayeb Salih sebelumnya, pohon tersebut mewakili semua yang dianggap berubah, berakar, dan sakral di sebuah desa kecil dan terisolasi di tepi Sungai Nil. Sedangkan dalam novel Mawsim al-Hijra ila al-Syamaal, referensi pohon mengarahkan perhatian pembaca pada gagasan penting tentang hibriditas budaya, transplantasi, dan kontaminasi yang menjalankan tataran simbolis dan harfiah dalam teks. Geesey menyebutkan, menurut Roger Allen, novel tersebut adalah yang paling berhasil di antara beberapa karya dalam Sastra Arab modern yang berhubungan dengan kontak budaya. Namun, Geesey mempertanyakan apakah novel tersebut merupakan eksplorasi "kontak budaya" atau konflik budaya. Menurut Geesey, jika memeriksa isi dari kritik yang berhubungan dengan karya ini, jelas bahwa para ahli tidak setuju atas arti nisbi dari tema konflik budaya—antara Timur dan Barat dan Utara dan Selatan—yang berkaitan dengan latar cerita kolonial dan postkolonial. Namun, Geesey mengutip Ali Abdallah Abbas yang berpendapat bahwa mengasumsikan
Tokoh Dan..., Nisa Ul Musyahadah, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
5
konfrontasi Mustafa Saeed dan wanita Inggris sebagai indikasi konfrontasi kolonial antara Afrika dan Eropa merupakan suatu kesalahan. Dia menambahkan, untuk melihat penaklukan seksual Saeed sebagai dendam seseorang yang pernah dijajah adalah dengan jatuh ke dalam perangkap stereotip budaya, yang sekaligus senjata Saeed atas rayuan terhadap perempuan dan akhirnya kejatuhannya sendiri. Yosif Tarawneh dan Joseph John (1988) menulis penelitian yang berjudul Tayeb Salih and Freud: The Impact of Freudian Ideas on Season of Migration to the North dan dimuat dalam jurnal Arabica, T. 35, Fasc. 3 (Nov., 1988), pp. 328-439. Tujuan utama dari penelitian mereka adalah untuk melacak gagasan Freud yang ditemukan ungkapannya dalam novel Mawsim al-Hijra ila al-Syamaal dan cara gagasan-gagasan tersebut ditangani oleh sang novelis. Dengan menggunakan pendekatan psikoanalisis milik Freud, Tarawneh dan John memaparkan satu per satu bukti dalam novel tersebut yang mengungkapkan dan mengekspresikan gagasan dan konsep Freud di atas, baik perwatakan yang ada dalam peristiwa yang dialami dua tokoh utama, Mustafa Saeed dan narator, maupun dalam dialogdialog. Muhammed Siddiq (1978) memuat penelitiannya terhadap novel Mawsim al-Hijra ila al-Syamaal dalam tulisan berjudul The Process of Individuation in al-Tayyeb Salih’s Novel Season of Migration to the North. Tulisan tersebut dimuat dalam Journal of Arabic Literature vol. 9 (1978), hal. 67-104 dan dipublikasikan oleh Brill. Dalam keseluruhan struktur dan makna novel ini, menurutnya tema hanya memainkan peran pendukung. Jauh lebih sentralnya ialah makna mistis, pola dasar, dan psikologis yang ditanamkan lewat watak dan peristiwa. Pembuatan dan perkembangan psikologis dari dua tokoh utama, Mustafa Saeed dan narator, dan hubungan yang kompleks antara mereka, memberikan petunjuk yang paling dapat diandalkan untuk interpretasi gaya bahasa dan tema novel ini yang tak ada habisnya. Novel ini, dengan cerdik dan kuat, memperlihatkan kontras kepribadian dan perjuangan dari dua lelaki yang berperang untuk menguasai nasibnya melalui pemahaman alam bawah sadarnya masing-masing. Yang satu gagal, yang lain berhasil; yang satu meninggal akibat sisi gelap kepribadian yang tak disadarinya, dan yang lain terbangun dari ilusi ilusinya akibat penderitaan akan pria yang tak dapat dia abaikan, menjadi diri yang utuh, makhluk yang menyatu, melalui proses individuasi, dan menghadapi dunia tanpa rasa takut atau harapan palsu.
3.
Landasan Teori
Tokoh Dan..., Nisa Ul Musyahadah, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
6
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan di dalam berbagai peristiwa cerita. Penokohan adalah cara pengarang menentukan dan memilih tokohtokoh dalam sebuah karya dan memberi nama pada masing-masing tokoh (Sudjiman, 1991: 16). Perwatakan berhubungan dengan karakterisasi atau bagaimana watak tokoh tersebut (Waluyo, 1994: 168). Penokohan erat kaitannya dengan cara pengarang menentukan tokoh dalam sebuah karya dan memberi identitas padanya, sedangkan perwatakan berhubungan dengan karakterisasi atau bagaimana watak dari tokoh tersebut. Sudjiman (1992: 17-18) membedakan tokoh menjadi tokoh utama dan tokoh bawahan. Kriteria tokoh utama bukan frekuensi kemunculan, namun intensitas keterlibatannya dalam sebuah cerita. Yang termasuk tokoh utama adalah protagonis dan antagonis. Tokoh yang memegang peranan utama disebut protagonis, sedangkan tokoh yang merupakan lawan darinya disebut tokoh antagonis. Tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak memegang peranan utama, namun kedudukannya sangat penting untuk menunjang dan mendukung kehadiran tokoh utama. Forster (1927: 69) membagi tokoh pada tokoh datar dan tokoh bulat. Dalam cerita rekaan, tokoh datar hanya digambarkan dari satu segi watak saja. Karena itu tokoh datar bisa menjadi orang yang baik saja atau buruk saja. Tokoh datar juga disebut tokoh statis. Tokoh bulat merupakan lawan dari tokoh datar. Tokoh bulat digambarkan dengan segala segi perwatakannya. Dengan demikian, tokoh bulat tidak selalu baik atau buruk. Berbagai watak tersebut mungkin saja berubah berangsur-angsur atau berganti-ganti. Menurut Waluyo (1994: 171-172), perwatakan tokoh biasanya terdiri dari tiga dimensi, yaitu dimensi fisik, dimensi sosial, dan dimensi psikis. Untuk membentuk tokoh yang hidup, ketiga dimensi ini tidak dapat dipisahkan atau tampil sendiri-sendiri. Dimensi fisik biasanya berupa usia, tingkat kedewasaan, jenis kelamin, postur tubuh, deskripsi wajah dan ciri-ciri khas fisik lain yang spesifik. Dimensi sosial merupakan deksripsi tentang status sosial, jabatan, agama atau ideologi, aktivitas sosial dan suku atau bangsa. Dimensi psikis meliputi mentalitas, ukuran moral, kecerdasan, temperamen, keinginan, perasaan, kecerdasan dan kecakapan khusus. Meurut Sudjiman (1991: 24-26), tokoh dapat diperkenalkan melalui dua cara, yaitu analitik, di mana pengarang memaparkan segalanya tentang tokoh secara langsung, dan dramatik, yaitu memperkenalkan tokoh lewat dialog, pemilihan nama, maupun penampilan fisik.
4.
Analisis Tokoh dan Penokohan
Tokoh Dan..., Nisa Ul Musyahadah, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
7
Tokoh utama dalam novel ini ada dua, yaitu tokoh aku dan Mustafa Said. 4.1 Tokoh Aku Tokoh aku adalah tokoh utama protagonis dalam novel Mawsim al-Hijrat ila alSyimaal karena tokoh ini mendukung jalannya cerita utama. Berdasarkan penokohannya, tokoh aku disebut tokoh bulat karena kepribadian dan jati dirinya dalam novel ini bermacammacam. Fisik tokoh aku tidak pernah diungkapkan dalam novel ini. Penceritaan mengenai aku hanya digambarkan melalui pemikirannya sendiri. Cerita dalam novel ini bermula dari kepulangan aku ke desa kecil di pinggir Sungai Nil, Sudan. Ia baru saja pulang setelah tujuh tahun menimba ilmu di Eropa.
Aku pulang ke keluargaku, wahai saudaraku, setelah ketidak hadiran yang lama, tujuh tahun tepatnya, selama itu aku belajar di Eropa. (5)
Aku berasal dari keluarga yang religius dan berkeyakinan monogami. Keluarganya terdiri dari seorang ayah dan ibu, seorang kakek, satu saudara perempuan, dan beberapa saudara laki-laki. Sahabat sejak kecilnya bernama Mahjub.
Datang ibuku membawakan teh. Dan ayahku bergabung setelah selesai solat dan membaca Qur’an. Kemudian datang saudara perempuan dan saudara-saudara lelakiku, kami duduk meminum teh dan mengobrol, sama seperti sejak aku membuka mataku pada kehidupan. Ya, hidup ini indah, dan dunia ini seperti tidak pernah berubah. (6)
Aku pergi menemui kakek dan ia membicarakan hidupnya empat puluh, lima puluh, bahkan delapan puluh yang lalu, dan aku merasa semakin terlindungi. (9)
Mahjublah, sang Ketua Komite dan teman masa kecilku, yang mengundangku. (15)
Setelah Mustafa Said meninggal, ia menjadi wali bagi istri dan dua anak lelakinya.
Tokoh Dan..., Nisa Ul Musyahadah, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
8
‘Aku tinggalkan istriku dan dua anakku dan semua kekayaan harta duniaku menjadi urusanmu, karena aku tahu bahwa kamu akan bertindak mulia dalam setiap urusan. Istriku mengetahui semua kekayaanku, dan dia bebas menggunakannya sesuai keinginan. Aku percaya pada keputusannya. Tetapi aku memintamu melakukan tugas ini untuk seseorang yang tidak berkesempatan mengenalmu seperti yang diinginkannya – memberikan perhatian kepada keluargaku, dan menjadi penolong, dan penasihat bagi dua anakku, dan melakukan yang terbaik untuk mengurangi nafsu berkelana mereka. Lindungi mereka dari nafsu berkelana. Dan bantulah mereka untuk mendapatkan didikan yang normal dan mendapat pekerjaan yang baik. Dan aku tinggalkan kunci ruang pribadiku yang akan membantumu menemukan apa yang kamu cari.’ (69)
Kutipan di atas adalah bagian dari surat wasiat Mustafa Said sebelum dirinya menghilang. Dalam surat tersebut ia mewasiatkan aku agar menjadi wali bagi istri dan kedua anaknya. Mustafa Said meminta aku untuk membimbing dua anaknya hingga mendapatkan pekerjaan yang baik kelak. Selain menjadi wali, dalam surat tersebut Mustafa Said meninggalkan kunci ruangan pribadi miliknya untuk dapat dimiliki oleh aku seorang. Tidak lama setelah kepulangan aku, ia bekerja di Khartoum, di Departemen Pendidikan. Setelah bekerja di Khartoum, ia pulang ke desanya selama dua bulan setiap tahun. Saat itu ia membawa seorang istri dan seorang anak perempuan. Namun tidak diceritakan kapan ia menikah dan memiliki anak.
Hingga kini aku biasa menghabiskan dua bulan dalam setahun di desa kecil di pinggir Sungai Nil. (66)
Mereka menjabat tanganku dan istriku dengan cepat, tetapi melimpahi anak perempuanku dengan ciuman, bergantian menggendong, selagi keledai kami membawa kami ke desa. (67)
Kutipan di atas menjelaskan kepulangan aku setiap dua bulan dalam satu tahun ke kampung halamannya. Tanpa disebutkan lebih rinci, dalam novel tersebut hanya diceritakan
Tokoh Dan..., Nisa Ul Musyahadah, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
9
bahwa ketika tiba waktunya kepulangan tahunan, aku membawa seorang istri dan seorang anak. 4.2
Penokohan Aku Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, tokoh aku dalam novel ini disebut tokoh
bulat. Kepribadian dan jati dirinya tidak hanya satu jenis, bahkan saling bertentangan. 4.2.1 Mudah Terpengaruh Tokoh aku dalam novel ini terlihat sebagai orang yang mudah terpengaruh. Ketika aku pertama kali melihat Mustafa Said di antara kerumunan penduduk yang menyambutnya, ia dengan segera tertarik pada orang tersebut. Rasa penasarannya pertama kali bangkit akibat perasaan superior karena baru pulang dari Eropa.
Aku tidak tahu apa yang sebenarnya membangunkan rasa penasaranku, tapi aku ingat bahwa dia diam di hari kepulanganku. Semua orang bertanya padaku dan aku bertanya pada mereka. Mereka menanyakan tentang Eropa. (7)
Ketika masyarakat desa tersebut berebut bertanya pada aku seperti dalam kutipan di atas, Mustafa Said hanya diam dan memperhatikan tokoh aku. Diamnya Mustafa Said terhadap kepulangan aku membuat aku tersinggung. Sikap Mustafa Said tersebut memancing rasa penasaran aku. Sikap tersebut menjadi bukti bahwa tokoh aku adalah orang yang mudah terpengaruh. Serangkaian kejadian yang aku alami dengan Mustafa Said semakin membuat dirinya penasaran dan selalu merasa dibayang-bayangi. Misalnya ketika tokoh aku mendengar Mustafa Said melantunkan puisi berbahasa Inggris dengan fasih ketika minum bersama Mahjub.
Mahjub mengundangku untuk minum. Ketika kami tengah mengobrol datanglah Mustafa Said berbicara kepada Mahjub berkaitan dengan Proyek. (16)
Kemudian, tiba-tiba, aku mendengarnya melantunkan puisi Inggris dengan suara yang jelas dan aksen sempurna. (17)
Kutipan di atas menggambarkan titik puncak rasa penasaran aku yang selama ini hanya dipendamnya. Lantunan puisi berbahasa Inggris yang didengar tokoh aku kemudian ia
Tokoh Dan..., Nisa Ul Musyahadah, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
10
jadikan bukti untuk mengkonfrontir Mustafa Said agar mengungkapkan seluruh rahasia yang ia miliki. Pikiran aku semakin terpengaruh dengan keberadaan Mustafa Said. Pikiran Mustafa Said terus menemaninya meskipun Mustafa Said telah meninggal.
Pikiran seperti itu menemaniku ke tempat tidur, sampai ke Khartoum, tempat aku bekerja di Departemen Pendidikan. (53)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa tokoh aku terkadang pernah merasa mendengar kembali suara Mustafa Said melantunkan puisi berbahasa Inggris dan menjadi sebuah mimpi buruk bagi aku. Pikiran-pikiran tersebut terbawa hingga aku pergi tidur maupun ketika aku bekerja di Khartoum. Ketika bayang-bayang Mustafa Said tak kunjung hilang, satu-satunya pilihan untuk memuaskan rasa penasaran aku akan rahasia masa lalu Mustafa Said ialah dengan membuka ruang rahasia miliknya. Ketika ia sudah sampai di depan pintu ruangan tersebut, ia justru membayangkan bahwa musuh yang mengganggu kenyamanannya tersebut berada dalam ruangan tersebut dan sedang mempermainkan dirinya.
Di sinilah aku, berdiri di dalam rumah Mustafa Said di depan pintu besi, pintu dari ruangan persegi panjang dengan atap segitiga dan jendela hijau, kunci di dalam kantongku dan musuhku di dalam, tak diragukan lagi, dengan tampang bahagia yang kejam di wajahnya. (135)
Identifikasi sikap aku di atas merupakan rasionalisasi aku dalam pikirannya untuk mengurangi kekecewaannya apabila rahasia Mustafa Said dalam ruangan tersebut tidak sesuai dengan apa yang dibayangkannya. Hal ini sebagai motif pengganti yang bertujuan untuk pembenaran pikiran aku sendiri. 4.2.2 Naif Sebelum bertemu dengan Mustafa Said, aku sangat yakin dengan kepercayaan moralnya, kebaikan masyarakat desanya, dan kehidupan desanya yang tidak pernah berubah. Aku menganggap di dunia ini hanya ada hal-hal baik.
Ya, hidup ini indah, dunia ini seperti tidak pernah berubah. (6)
Tokoh Dan..., Nisa Ul Musyahadah, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
11
Aku melihat melalui jendela ke pohon kurma yang berdiri di halaman rumah kami, kemudian aku tahu bahwa hidup tidak kehilangan kebaikannya. (6)
Ia selalu berpikir bahwa dunia tidak akan pernah berubah begitu juga orang-orang di dalamnya, seperti dalam kutipan di atas. Seiring dengan perkenalannya dengan Mustafa Said, ia semakin banyak mengetahui rahasia masa lalunya. Masa lalu Mustafa Said yang penuh intrik, membuat tokoh aku kehilangan kenaifannya seiring berjalannya waktu. 4.2.3 Pengecut Setelah mengetahui kematian Mustafa Said, aku kembali ke desanya. Tanpa disangka, aku dijadikan sebagai wali dari istri dan anak-anak Mustafa Said. Setelah mendengar wasiat tersebut, aku menghindarinya dengan berpura-pura pergi untuk menangkap penipu pamannya. Aku menjadi seorang pengecut karena tidak menghadapi masalahnya sendiri.
‘Kenapa terburu-buru?’ tanyanya. ‘Kenapa kamu tidak tinggal seminggu lagi?’ ‘Keledai hitam itu, seorang Badui menipu pamanmu dan menjual padanya keledai hitam tersebut,’ jawabku. (109)
Seperti dalam kutipan di atas, tokoh aku yang merasa dibebani dengan surat wasiat dari Mustafa Said kemudian berusaha melarikan diri dengan dalih ingin pergi mengejar penipu pamannya. Dalam pelarian itu, tokoh aku tetap saja dibayang-bayangi oleh Mustafa Said yang telah meninggal tanpa tokoh aku pernah tahu apa alasan dibalik semua hal yang pernah Mustafa Said ceritakan. 4.2.4 Putus Asa dan Keinginan untuk Mati Setelah Husna, wanita yang baru sebentar dan diam-diam ia cintai meninggal, ia terperangkap di antara kesadaran dan ketidaksadaran, putus asa dan ingin mati karena tidak mengetahui harus berbuat apa.
Tokoh Dan..., Nisa Ul Musyahadah, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
12
Aku meninggalkannya berbicara dan keluar. Aku tidak membiarkannya menyelesaikan kisahnya. Aku berpikir untuk pergi dan berada di sisi kubur Husna. Aku berpikir untuk membuang kunci ini ke tempat yang orang tidak bisa menemukannya. Kemudian aku memutuskan melawannya. Tindakan tidak berguna. Tetapi aku harus melakukan sesuatu. (168)
Kutipan di atas merupakan potongan perbincangan tokoh aku dengan Mustafa Said yang hanya ada di kepala aku sendiri. Tokoh aku merasa dirinya dipermainkan oleh Mustafa Said dan perasaannya sendiri. Rasa bingung tersebut semakin memuat dirinya frustasi dan ingin mati. Keinginan untuk mati setelah ia ditinggal Husna adalah naluri kematian yang membuatnya berlaku agresif. Penalarannya sulit dipakai. Di tengah-tengah kebimbangannya tanpa sadar ia ingin melukai dirinya sendiri dengan masuk ke dalam sungai.
Aku memasuki air tanpa sehelai pakaian seperti saat baru dilahirkan. (168)
Selama hidup aku belum pernah memilih maupun mengambil keputusan. Saat ini aku sedang membuat keputusan. Aku memilih hidup. Aku harus hidup karena aku masih ingin hidup bersama beberapa orang di sana hingga waktu yang paling lama dank arena aku memiliki tugas untuk dipenuhi. Aku tidak peduli hidup ini bermakna atau tidak. Jika aku nanti tidak bisa memaafkan, lantas aku harus belajar melupakan. Aku harus memaksa untuk hidup dan menjadi cerdik. Aku menggerakkan kaki dan lenganku, dengan kuat dan penuh kesulitan hingga setengah tubuhku berada di atas air. Layaknya seorang aktor opera di atas panggung, aku berteriak dengan sisa-sisa kekuatanku, ‘Tolong! Tolong!’ (171)
Di tengah ketidaksadaran dan kesadaran tersebut, aku memasuki sungai tanpa sehelai pakaian pun. Pikirannya berkecamuk mencari jalan keluar yang harus ia lakukan untuk
Tokoh Dan..., Nisa Ul Musyahadah, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
13
mempertahankan egonya agar tetap dapat mengambil keputusan. Namun, tanpa sadar ia sudah berada di tengah sungai dan separuh tubuhnya tenggelam. Di akhir, ia berhasil mempertahankan egonya dan memutuskan untuk tetap hidup. Ia melakukan proyeksi untuk menutupi kekurangannya dengan mengatakan ia harus memaksa dirinya untuk belajar melupakan dan memaafkan.
4.3
Tokoh Mustafa Said Mustafa Said adalah tokoh utama antagonis dalam novel Mawsim al-Hijrat ila al-
Syimaal karena perannya yang bertentangan dengan tokoh aku sebagai tokoh utama protagonis. Berdasarkan penokohannya, sama dengan tokoh aku, Mustafa Said juga disebut sebagai tokoh bulat karena kepribadiannya yang sangat kompleks. Pemaparan penokohan Mustafa Said dijelaskan pada subbab selanjutnya. Fisik Mustafa Said dideskripsikan oleh tokoh aku sebagai lelaki yang tampan. Bahkan, menurut aku wajah Mustafa Said lebih terlihat sebagai sesuatu yang indah daripada tampan. Hal itu terdapat dalam kutipan berikut,
Aku menyelidiki wajahnya ketika ia duduk dengan wajah menunduk. Tak diragukan lagi, ia adalah pria yang tampan. Dahinya luas, alisnya terletak sempurna dan membentuk bulan sabit di atas matanya. Dengan rambut tebal berwarna keabu-abuan, ukuran kepalanya cocok dengan leher dan bahunya. Hidungnya mancung tetapi dengan bulu yang terlihat keluar dari lubangnya. Aku melihat mata dan mulutnya, terlihat kombinasi yang aneh antara kekuatan dan kelemahan. Mulutnya goyah dan mata kantuknya justru menyempurnakan keindahan wajahnya. Saat berbicara, suaranya jelas dan tajam. Ketika wajahnya sedang santai ia terlihat menguat, namun ketika sedang tertawa, wajahnya didominasi
Tokoh Dan..., Nisa Ul Musyahadah, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
14 oleh kelemahan. Lengannya terlihat sangat kuat dengan urat-urat yang menonjol. Jari-jarinya panjang dan elegan. Apabila seseorang memandangnya sekilas, kemudian meraih lengan dan tangannya, orang tersebut akan merasakan sensasi menurun dari gunung ke lembah secara tiba-tiba. (11-12)
Seperti yang kau ketahui, aku lahir di Khartoum. Aku tumbuh tanpa ayah, ia meniggal beberapa bulan sebelum aku lahir, tanpa meninggalkan apapun. Ia dulu berjualan unta. Aku tidak memiliki saudara kandung, sehingga hidup ini tidak sulit bagiku dan ibuku. (23)
Kami tidak memiliki saudara. Aku dan ibuku bertindak sebagai saudara satu sama lain. (23)
Dua kutipan di atas juga menjelaskan latar belakang Mustafa Said, yaitu ia bersal dari Khartoum sebagai seorang yatim dan tidak memiliki keluarga yang lain selain ibunya sendiri. Ketika Mustafa Said sekolah di Kairo, ia memiliki orang tua angkat, Ricky Robinson dan Elizabeth Robinson, seperti disebutkan dalam kutipan berikut,
Ketika sampai di Kairo, Bapak Robinson dan istrinya sudah menungguku, Bapak Stockwell yang memberitahu mereka akan kedatanganku. (28)
Setelah Mustafa Said menamatkan kuliahnya, ia bekerja sebagai dosen ilmu ekonomi di London University. Meskipun menjadi dosen ilmu ekonomi, ia menyukai puisi dan kerap menulis puisi.
‘Dan kamu masih menulis dan mengajar sistem ekonomi berdasarkan cinta bukan angka?’ (39) Aku juga menemukan puisi dengan tulisan tangannya. Sepertinya ia juga mencobacoba berpuisi, (154)
Mustafa Said pernah dipenjara selama tujuh tahun atas tuduhan penyebab kematian empat wanita Inggris yang pernah menjadi kekasihnya.
Ia akan berkata, sambil tertawa, ‘apa kamu tidak bisa melupakan kepintaranmu?’ dan pada saat mereka menjatuhkan vonis kurungan tujuh tahun di Old Bailey, aku tidak mendapatkan dada yang lain kecuali miliknya untuk menyandarkan kepalaku. (29)
Tokoh Dan..., Nisa Ul Musyahadah, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
15
4.4
Penokohan Mustafa Said Perwatakan dominan Mustafa Said dalam novel ini digambarkan melalui penceritaan
orang lain terhadap dirinya. Selain itu, pemikirannya juga menggambarkan watak yang dimilikinya. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, Mustafa Said disebut juga sebagai tokoh bulat. Kepribadian dan jati dirinya bermacam-macam. Melalui pendekatan kesusastraan yang sudah dijelaskan pada bab landasan teori, penulis mengidentifikasi watak Mustafa Said sebagai berikut. 4.4.1 Egois Mustafa Said lahir tanpa ayah, hubungannya dengan ibunya pun tidak normal.
Seolah-olah ia adalah orang asing di jalan yang berkesempatan membawa saya di jalan. Mungkin akulah yang merupakan makhluk aneh. Atau ibuku yang aneh. Aku tidak tahu. Kami tidak saling sering berbicara. (23)
Mustafa juga mengakui bahwa ia berbeda dengan anak lainnya, tidak terpengaruh oleh apapun. Ia tidak dapat menunjukkan rasa kasih sayang, bahkan untuk sekadar ucapan terima kasih. Hal tersebut disebabkan oleh ketiadaan sosok orang tua sejak kecilnya sehingga ia kehilangan fase pengaruh masa kecil dalam perkembangan kepribadiannya.
Aku berbeda. Maksudnya aku tidak seperti anak-anak lain seusiaku, aku tidak terpengaruh dengan apapun, aku tidak menangis ketika dipukul, aku tidak bahagia ketika guruku memuji di kelas, aku tidak menderita seperti yang dilakukan lainnya. (24)
Rasa tidak memiliki emosi tersebut memicunya menjadi pribadi yang egois. Selain itu, sejak kecil Mustafa Said sudah diberikan kebebasan oleh ibunya untuk menentukan jalan hidupnya sendiri.
Kalau ayahmu masih hidup, ia tidak akan memilihkan sesuatu yang berbeda dengan pilihanmu sendiri. Lakukan sesukamu, pergi ataupun tinggal, terserah padamu. Ini hidupmu dan kamu bebas menjalaninya sesuai keinginanmu. Uang dalam dompet ini yang bisa kau gunakan. (27)
Tokoh Dan..., Nisa Ul Musyahadah, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
16
Dengan kebebasan yang ia dapatkan sejak kecil tersebut, id-nya tidak mengenal rasa takut untuk mencoba berbagai hal. Sejak kecil, ia didorong oleh naluri kehidupannya (life instinct) untuk menjalani hidupnya sesuai dengan keinginannya. Ia menjalani hidup, mengambil keputusan, dan menyelesaikan masalah dengan menjaga egonya. 4.4.2
Cerdas
Mustafa Said pertama kali sekolah karena diajak oleh petugas berseragam ketika ia sedang bermain di depan rumahnya. Saat itu ia langsung tertarik untuk ikut belajar di sekolah. Ia menamatkan sekolah dasarnya hanya dalam waktu dua tahun. Kemudian ia melanjutkan sekolah lanjutan pertama dalam waktu tiga tahun. Kecerdasannya saat itu tidak dapat didukung karena belum ada sekolah menengah di Sudan. Kepala sekolahnya kemudian merekomendasikan Mustafa Said untuk melanjutkan studi di Kairo dengan beasiswa dari pemerintah. Ia mendapatkan orang tua angkat untuk membantunya hidup di Mesir. Tidak hanya sampai di sana, ia kemudian melanjutkan kuliah di London University dan bekerja sebagai dosen ilmu ekonomi di sana.
‘Mustafa Said menempuh pendidikannya di Sudan dalam sekali lompatan – seolah ia berlomba dengan waktu. Ketika kami berada di Universitas Gordon, ia mendapat beasiswa ke Kairo dan selanjutnya London. Ia adalah orang Sudan pertama yang mendapat beasiswa ke luar negeri. Ia adalah anak kesayangan Inggris dan kami semua iri dan berharap ia meraih kesuksesan. Kami biasa berbicara Inggris dengan artikulasi Arab dan tidak dapat melafalkan dua konsonan sekaligus tanpa menaruh vocal di tengahnya, sedangkan Mustafa Said dapat mengubah bentuk mulutnya dan mendorong bibirnya dan mengeluarkan kata-kata seolah memang Inggris adalah bahasa ibunya. Hal ini membuat kami kesal sekaligus kagum dan kami menyebutnya ‘Orang Inggris Hitam.’’ (56)
Kutipan di atas ialah perkataan seorang kolega tokoh aku mengenai Mustafa Said. Perbincangan tersebut menjelaskan kehidupan masa lalu Mustafa Said, bahwa ia adalah
Tokoh Dan..., Nisa Ul Musyahadah, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
17
seorang yang sangat pintar dalam berbicara bahasa Inggris sehingga disebut-sebut sebagai ‘orang Inggris hitam.’ 4.4.3 Pecandu Seks Hasrat seksualnya lahir ketika ia berumur 12 tahun. Hasrat itu justru timbul pertama kali terhadap ibu angkatnya di Mesir, Elizabeth Robinson. Ketika ia tinggal di Inggris dan bertemu banyak wanita Eropa, ia memulai petualangan seksualnya. Selama ia tinggal di sana, ia sudah mengencani empat wanita, yaitu Ann Hammond, Sheila Greenwood, Isabella Seymour, dan Jean Morris.
Pada saat itu, ketika aku berdiri di peron stasiun di tengah-tengah campuran suara-suara dan campuran perasaan, dengan lengan wanita tersebut di leherku, mulutnya di pipiku, aroma tubuhnya – aroma aneh, aroma Eropa – menggelitik hidungku, payudaranya menyentuh dadaku, aku merasakan – aku, anak lelaki 12 tahun – hasrat seksual yang samar-samar. (29)
Aku akan melakukan apapun untuk membujuk seorang wanita ke tempat tidur. (33)
Kutipan di atas membuktikan bahwa Mustafa Said adalah seorang yang sangat tergilagila dan digilai oleh wanita. Bahkan, ia menyebutkan bahwa dirinya akan melakukan apapun demi dapat meniduri seorang wanita. Mustafa Said pertama kali bertemu dengan Jean Morris di sebuah pesta di Chelsea, ketika berumur 25 tahun.
Aku berusia 25 tahun ketia bertemu dengannya di sebuah pesta di Chelsea. Pintunya, dan lorong panjangnya mengarah ke lobi masuk. Ia membuka pintu itu dan menempel di sana; ia muncul dalam pandanganku di bawah lampu remang seperti khayalan yang berkelip di padang pasir. (33)
Seperti dalam kutipan di atas, Mustafa Said menggambarkan Jean Morris sebagai wanita yang sangat luar biasa, seperti malaikat. Ia sangat tergila-gila dengan wanita tersebut. Sayangnya, ternyata Jean Morris tidak memiliki perasaan yang sama dengan Mustafa Said.
Tokoh Dan..., Nisa Ul Musyahadah, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
18
Hasratnya pada Jean Morris yang tidak terpenuhi membuat ia mencari wanita lain, Ann Hammond. Ia sendiri tidak mengerti apa yang membuat seorang anak pegawai Pabrik Kerajaan dan keluarga kaya di Liverpool tertarik padanya. Menurutnya Ann Hammond hanyalah mangsa yang mudah. Mustafa Said pertama kali bertemu Ann Hammond ketika ia masih menjadi mahasiswi berusia kurang dari 20 tahun, belajar Bahasa Oriental di Oxford.
Aku menemukan Ann Hammond di sampingku di atas kasur. Apa yang membuatnya tertarik padaku? (34)
Kutipan di atas ialah pikiran Mustafa Said ketika ia baru saja terbangun dari tidur dan menemukan Ann Hammond disampingnya. Wanita itu sesungguhnya hanyalah pelariannya dari Jean Morris dan Mustafa Said justru heran kenapa Ann Hammond tertarik padanya. Selain Ann Hammond, Mustafa Said juga mengencani Sheila Greenwood dan merayunya dengan memberikan hadiah-hadiah dan kata-kata manis. Wanita itu pun jatuh ke pangkuannya.
Siapa yang menyangka Sheila Greenwood berani bunuh diri? Pelayan di restoran Soho, wanita sederhana dengan senyum dan cara berbicara yang manis. Teman-temannya adalah orang desa dari pinggir kota Hull. Aku merayunya dengan hadiah dan kata-kata manis, jalan pintas untuk melihat bagaimana sebenarnya mereka. (38)
Ketika Mustafa Said berada di Speaker Corner di Hyde Park, ia mencoba mencari mangsa. Di sanalah ia melihat Isabella Seymour.
Tiba-tiba mataku menuju kepada seorang wanita yang sedang mengulur lehernya untuk melihat pembicara di depan, sehingga pakaiannya terangkat ke atas dan lututnya menunjukkan sepasang kaki coklat yang indah. Ya. Inilah mangsaku.
Kegilaannya akan seks adalah bentuk pengalihan perasaan tidak senang akan penolakan Jean Morris, wanita pertama yang ia temui. Kemudian ia menjadikan tiga wanita lainnya sebagai sasaran pelampiasan pemenuhan nafsu seksualnya. 4.4.4 Agresif Penolakan yang dilakukan Jean Morris membuatnya nekad bertindak agresif, yaitu keinginan membunuh wanita tersebut. Meskipun Mustafa Said sudah menikahi Jean Morris,
Tokoh Dan..., Nisa Ul Musyahadah, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
19
melakukan apapun demi dirinya, ia selalu menolak diajak berhubungan intim. Hingga pada puncaknya ia membunuhnya.
Aku mengangkat belati tersebut perlahan dan ia mengikutinya dengan matanya. (166)
Sikap Mustafa Said yang ingin membunuh Jean Morris adalah naluri kematiannya yang mendorongnya bersikap agresif terhadap orang lain, bahkan ingin membunuhnya. Dirinya terperangkap akibat penolakan Jean Morris. Hal terebut membuat Mustafa Said benar-benar membunuhnya untuk menyelesaikan permasalahannya sendiri.
Aku taruh ujung belati di antara payudaranya, dan ia satukan kakinya di sekeliling punggungku. Aku tekankan perlahan-lahan. Perlahan-lahan. (167)
Membunuh Jean Morris adalah bentuk rasionalisasi dari Mustafa Said yang gagal mencapai tujuannya. Perilaku Jean Morris tidak dapat diterima oleh Mustafa Said sehingga ia mencari jalan untuk mengurangi kekecewaan dan mencari motif lain atas perilaku penolakan Jean Morris terhadapnya. Hal tersebut juga dapat disebut sebagai pembenaran akan perilakunya. Perasaan marah yang teramat besar terhadap Jean Morris sehingga menjurus pada penyerangan juga disebut sebagai bentuk agresi langsung Mustafa Said kepada Jean Morris sebagai objek sumber frustasinya. 5.
Kesimpulan Mawsim al-Hijrat ila al-Syimaal adalah novel karya penulis Sudan, Tayeb Salih, yang
telah mendapatkan banyak apresiasi, khususnya dari rumpun akademik. Novel ini banyak menonjolkan perbedaan budaya antara Inggris dan Sudan. Perbedaan tersebut digambarkan dengan perilaku dan pemikiran dua tokoh utama, aku dan Mustafa Said, yang sama-sama berasal dari Sudan dan pernah merasakan hidup di Inggris. Metode yang digunakan dalam analisis novel ini adalah deskriptif-analisis dengan pendekatan struktural. Berdasarkan analisis struktur yang telah dilakukan, penulis menemukan banyaknya permasalahan sosial dan seksual dalam novel ini, sehingga dua hal tersebutlah yang menjadi tema utama novel ini. Tema tersebut sangat dipengaruhi oleh latar tempat, waktu, dan sosial yang berhasil penulis identifikasi. Penulis menemukan bahwa watak kedua tokoh utama tersebut sangat dipengaruhi oleh unsur intrinsik lainnya. Watak tokoh aku sangat mudah terpengaruh oleh keberadaan tokoh lain, yaitu Mustafa Said. Ketika aku baru pulang dari Eropa, tokoh-tokoh lain yang
Tokoh Dan..., Nisa Ul Musyahadah, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
20
merupakan masyarakat desanya menyambutnya dengan sangat bahagia. Hal tersebut menumbuhkan rasa superior dalam dirinya, sehingga ketika Mustafa Said bersikap biasa saja pada dirinya, ia merasa dirinya diremehkan. Lahirlah rasa penasaran yang berujung pada terusiknya aku karena tindakan dan pikirannya selalu dibayang-bayangi oleh Mustafa Said. Seiring dengan semakin banyaknya rahasia Mustafa Said yang diketahui oleh aku, kenaifannya terhadap hidup pun semakin lama memudar dan ia mulai memercayai bahwa dunia tak lagi sama. Hal tersebut sangat menghantui tokoh aku ke mana pun ia pergi dan apapun yang ia lakukan. Keputus asaan aku dipengaruhi oleh tokoh Husna, istri Mustafa Said, yang tanpa sadar membuat aku mencintai Husna secara diam-diam. Rasa cinta tersebut berusaha dibuang oleh aku karena keberadaan istrinya. Keluarga aku dianggap sebagai orang yang tidak pernah menceraikan istrinya maupun memiliki istri lebih dari satu. Kombinasi antara rasa cinta yang tidak terlampiaskan dan tekanan dari lingkungannya tersebut merupakan latar sosial dalam novel, yang membuat aku putus asa. Keputus asaan menuntunnya untuk mati karena nalarnya tidak mampu melindungi dirinya menyelesaikan permasalahan tersebut. Keinginannya untuk mati juga dipengaruhi oleh bayang-bayang Mustafa Said yang tidak dapat ia hilangkan dari hidupnya. Namun, keinginan hidup bersama tokoh-tokoh lainnya membantunya mengambil keputusan saat ia tengah berada di ambang kematian, hampir tenggelam terbawa arus sungai. Watak Mustafa Said yang menyukai kebebasan dipengaruhi oleh latar sosialnya waktu kecil. Mustafa Said tumbuh menjadi orang yang bebas melakukan apa saja. Kebebasan ini kemudian membantu perkembangan kecerdasannya sehingga mendapat beasiswa ke Kairo dan Inggris. Ia mendapatkan kesuksesan dalam sekolah dan pekerjaannya karena kecerdasannya. Kehilangan fase perkembangan pengaruh masa kecil membuat Mustafa Said menjadi pribadi yang egois. Ia tidak dapat merasakan perasaan atau emosi dalam dirinya. Sejak kecil ia tidak terpengaruh oleh apapun, kasih sayang dan rasa bangga yang disampaikan orang lain untuknya dianggapnya sebagai suatu hal yang memang sudah seharusnya ia dapatkan. Egoisme ini kemudian mempengaruhi kehidupannya bersama wanita-wanita Inggris. Kasih sayang seorang ibu yang tidak pernah ia dapatkan membuatnya tidak dapat menghargai seorang wanita dan menggiringnya untuk berpetualang mencari wanita demi memenuhi hasrat seksualnya. Kesuksesan Mustafa Said dalam petualangan cintanya juga dipengaruhi oleh kecerdasan berpikirnya. Ia mampu mencari wanita sebagai mangsa pemenuhan hasratnya dengan ungkapan-ungkapan manis yang dibuatnya. Rasa sakit hati karena penolakan Jean Morris menjadi penyebab tindakan agresifnya membunuh Jean Morris.
Tokoh Dan..., Nisa Ul Musyahadah, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
21
DAFTAR PUSTAKA
Amyuni, Mona Takieddine. Images of Arab Women in Midaq Alley by Naguib Mahfouz, and Season of Migration to the North by Tayeb Salih. International Journal of Middle East Studies, Vol. 17, No. 1 (Feb., 1985), 25-36. Geesey, Patricia. Cultural Hybridity and Contamination in Tayeb Salih’s Mawsim al-Hijra ila al-Shamal (Season of Migration to the North). Research in African Literatures, Vol. 28, No. 3 (1997), 128-140. Hamdani, Hamzah. 1988. Konsep dan Pendekatan Sastera. Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia: Kuala Lumpur. Kholid, Ahmad. 2006. Persepsi Timur tentang Barat dalam Novel ‘Usfur Min as-Syarq dan Mausim al-Hijrah ila as-Syimal. Kutha Ratna, Nyoman. 2004. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme Hingga Postrukturalisme: Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Lalami, Laila. (2009, Februari 26). Tayeb Salih. TIME online Magazine. Lesmana, Maman. 2010. Kritik Sastra Arab dan Islam. FIB UI: Depok. Minderop, Albertine. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 2005. Minderop, Albertine. Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori, dan Contoh Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 2010. Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. ProQuest Biographies Salih al-Tayyib. 2004. ProQuest Learning: Literature. Salih, Tayeb. 1966. Mawsim al-Hijra ila al-Syamaal. Daar Al-Arud: Beirut. Salih, Tayeb, trans. Denys Johnson-Davies. 1969. Season of Migration to the North. Penguin Books: London. Semi, M. Atar. 1988. Anatomi Sastra. Bandung: Penerbit Angkasa. Siddiq, Mohammed. The Process of Individuation in al-Tayyeb Salih’s Novel Season of Migration to the North. Journal of Arabic Literature vol. 9 (1978), 67-104 Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Pustaka Jaya: Jakarta Pusat. Sumardjo, J. dan Saini K. M. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Gramedia: Jakarta.
Tokoh Dan..., Nisa Ul Musyahadah, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
22
Tarawneh, Y. dan John, J. 1988. Tayeb Salih and Freud: The Impact of Freudian Ideas on “Season of Migration to the North”. Arabica, T. 35, Fasc. 3 (Nov., 1988), 328-349. Waluyo, Herman J. 1994. Pengkajian Cerita Fiksi. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Wellek, R. dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusatraan. Gramedia: Jakarta.
Kamus Wehr, Hans. (ed). A Dictionary of Modern Writen Arabic. London: Macdonald & Evans Ltd. 1980. Baalbaki, Rohi. Al-Mawreed Al-Quareeb. Malaysia:: Dar El-Ilm Lilmalayin
Tokoh Dan..., Nisa Ul Musyahadah, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia