TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kondisi Lokasi Penelitian Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) adalah salah satu kawasan pelestarian alam di Indonesia dengan luas 1.094.692 hektar yang secara administrasi pemerintahan terletak di dua provinsi, yaitu Aceh dan Sumatera Utara. Provinsi Aceh yang terdeliniasi TNGL meliputi kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Tamiang. Sedangkan provinsi Sumatera Utara yang terdeliniasi TNGL meliputi Kabupaten Dairi, Karo dan Langkat. Taman nasional ini mengambil nama dari Gunung Leuser yang menjulang tinggi dengan ketinggian 3404 meter di atas permukaan 8laut di Aceh. Taman Nasional ini meliputi ekosistem asli dari pantai sampai pegunungan tinggi yang diliputi oleh hutan lebat khas hujan tropis, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan
rekreasi
(Anonim, 2010). Luas areal resort Sei Betung saat ini adalah 9.734 ha, dengan areal yang rusak mencapai 1.114 ha yakni sekitar 11,4% dari luas resort Sei Betung. Luas areal yang telah direstorasi saat ini adalah
300ha (Anonim, 2011). Tim survei
OIC (Orangutan Information Centre) menambahkan bahwa kawasan restorasi Sei Betung terbagi dalam beberapa kawasan yang direstorasi secara bertahap. Untuk saat ini, kegiatan restorasi difokuskan di daerah Desa Halaban dengan luas kawasan yang direstorasi ± 5 ha. Cara restorasi di kawasan ini dilakukan dengan memanfaatkan burung sebagai pemencar biji pohon menggunakan standing bird (hinggapan burung/ tenggeran burung).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Peta kawasan resort sei betung TNGL Definisi Burung Burung Adalah vertebrata yang aktif di siang hari dan unik dalam memiliki bulu sebagai penutup tubuh. Dengan bulu itu tubuh dapat mengatur suhu tubuh dan terbang. Dengan kemampuan terbang itu burung dapat mendiami semua habitat (Peterson, 1980). Burung termasuk dalam kelas Aves, sub Phylum Vertebrata dan masuk ke dalam
Phylum
Chordata,
yang
diturunkan
dari
hewan
berkaki
dua
(Welty, 1982). Burung dibagi dalam 29 ordo yang terdiri dari 158 famili, merupakan salah satu diantara kelas hewan bertulang belakang. Burung berdarah panas dan berkembangbiak melalui telur. Tubuhnya tertutup bulu dan memiliki bermacam-macam adaptasi untuk terbang. Burung memiliki pertukaran zat yang cepat kerena terbang memerlukan banyak energi. Suhu tubuhnya tinggi dan tetap sehingga kebutuhan makanannya banyak (Anonim, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Tubuh burung dapat dibedakan menjadi bagian-bagian kepala, leher, badan dan anggota. Alat-alat yang terdapat pada kepala ialah paruh, lubang hidung, mata dan lubang telinga luar.Pada pangkal paruh sebelah atas terdapat tonjolan kulit yang lemah yang disebut dengan sora. Mata dikelilingi oleh kulit yang berbulu. Mempunyai pelupuk mata atas dan bawah yang bersifat lunak, dibawahnya terdapat pelupuk mata yang ketiga berupa selaput transparan yang dapat menutupi mata. Di bagian dalam lubang telinga luar, terdapat membrane timpani (selaput pendengaran) yang berguna untuk menangkap getaran suara. Sedanngkan paruh burung berfungsi sekaligus sebagai tangan dan mulut, yaitu membantu untuk mendapatkan dan memegang atau memangsanya, menyelisik bulu-bulunya,
mengumpulkan
dan
menyusun
sarangnya
dan
untuk
mempertahankan diri (Brotowidjoyo, 1994). Burung atau aves adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap.Di-perkirakan terdapat sekitar 8.800-10.200 spesies burung di seluruh dunia dan sekitar 1.500 jenis di antaranya ditemukan di Indonesia serta 465 jenis terdapat di Pulau Sumatera (Primark et al., 1998). IUCN (2004) dalam Wanda (2010) menyatakan bahwa habitat burung meliputi hutan tropis, rawa-rawa, padang rumput, pesisir pantai, tengah lautan, gua-gua batu, perumahan, bahkan di wilayah perkotaan. Burung telah memberikan banyak manfaat dalam kehidupan manusia, baik sebagai sumber protein, peliharaan, perlombaan, maupun olahraga berburu. Namun, ancaman perburuan liar yang terus meningkat menyebabkan beragam jenis burung harus dilindungi karena populasinya sudah dalam kondisi hampir terancam punah
Universitas Sumatera Utara
(near threatened) sampai terancam punah (endangered), seperti jenis dari famili Bucerotidae. Keanekaragaman Burung Keanekaragaman jenis burung dapat digambarkan sebagai kekayaan atau jumlah jenis burung yang ditemukan pada suatu kawasan, dimana secara morfologi dan biologi berbeda antara jenis yang satu dengan jenis lainnya. Dalam ekologi umumnya keanekaragaman hayati mengarah pada komposisi dari suatu profil habitat yang mendukung derajat kelimpahan satwa liar dengan tipe habitatnya. Keanekaragaman jenis burung mengandung beragam manfaat dan memerankan berbagai fungsi, sehingga pelestariannya menjadi sangat penting baik ditinjau dari sudut ekonomi, sosial dan budaya (Alikodra, 1990). Keanekaragamana jenis burung pada berbagai tipe habitat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut : 1. Waktu Aktifitas Jika ditinjau dari waktu aktivitasnya, burung lebih aktif pada waktu pagi hari dan sore hari dibanding pada siang hari. Hal ini menunjukkan bahwa waktu aktivitas burung juga merupakan salah satu penyebab adanya perbedaan keanekaragaman jenis burung (Rahmawaty, 2006). Hume (2003) menyatakan bahwa burung lebih aktif dipagi hari dan menjelang sore, disebabkan pada waktu inilah burung keluar untuk mencari makan dengan mengeluarkan suara-suara merdunya. 2. Ketersediaan Makanan Utama Bagi Burung Perbedaan keanekaragaman jenis burung pada setiap habitat sangat dipengaruhi oleh tingkat keterseediaan makanan bagi burung. Semakin tinggi
Universitas Sumatera Utara
tingkat ketersediaan makanan maka semakin tinggi pula keanekaragaman jenis burungnya. Alikodra (1990) mengelompokkan burung dalam 6 golongan menurut jenis pakan yang dimakannya, yaitu: 1. Jenis
burung
pemakan
serangga,
contohnya
srigunting
hutan
(Dicrurus hottentottus), walet sapi (Collocalla esculenta). 2. Jenis
burung
pemakan
buah,
contohnya
punai
ekor
panjang
(Treron oxyura), pergam hijau (Decula aenae). 3. Jenis
burung
pemakan
biji-bijian,
contohnya
bondol
hitam
(Lonchura malacca), tekukur (Streptopella chinensis). 4. Jenis burung pemakan daging/ pemangsa, contohnya elang hitam (Ictinaetus malayensis), alap-alap kawah (Falcon pericrinus). 5. Jenis burung penghisap madu atau nektar tumbuhan, contohnya burung madu
kuning
(Nectarinia
jugularis),
burung
madu
hitam
pecuk
ular
(Nectarina calcostetha). 6. Jenis
burung
pemakan
ikan,
contohnya
(Anhingga melanosgaster). Zakaria dan Nurdin (1998) menyatakan bahwa burung yang hidup di hutan berekosistem
tropika/
tropis
umumnya
merupakan
pemakan
serangga
(insektivora) dan pemakan buah (frugivora). Banyak jenis burung yang mengkombinasikan kedua jenis makanan tersebut, hanya sebagian kecil saja jenis burung yang memakan daging (karnivora) dan memakan nektar (nektivora). Meskipun demikian, burung karnivora dan insektivora juga umumnya menyertakan buah dan serangga sebagai makanannya (Priatna, 2002).
Universitas Sumatera Utara
3. Tipe Habitat Hutan yang luas dan relatif jauh dari gangguan aktivitas manusia merupakan habitat yang sesuai bagi burung. Sehingga keanekaragam jenis burungnya lebih tinggi (Widodo, 2006). Berdasarkan hasil penelitian Duma, dkk (2013), didapatkan hasil keanekaragaman jenis burung di jalur restorasi hutan, seperti Tabel 1. Tabel 1. Keanekaragaman jenis burung berdasarkan Indeks Shannon-Wiener di jalur restorasi hutan No
Famili
1
Accipitridae
2
Nama Latin
Nama Indonesia
Jlh
PiInPi
1. Spilornis cheela
Elang-ular bido
11
-0.063
Apodidae
2. Collocalia maxima
Wallet sarang-hitam
97
-0.269
3
Alcedinidae
3. Halcyon smyrnensis
Cekakak belukar
3
-0.023
4
Bucerotidae
4. Aceros undulatus
Julang emas
5
-0.034
5
Campephgidae
5. Lalagae nigra
Kapasan kemiri
6
-0.040
6
Chloropseidae
6. Aegithina tiphia
Cipoh kacat
17
-0.088
7
Columbidae
8
Corvidae
7. 8. 9. 10. 11. 12.
Delimukan zamrud Punai gading Punai kecil Tekukur biasa Perkutut jawa Tangkar kambing
32 72 5 8 23 10
-0.138 -0.229 -0.034 -0.050 -0.109 -0.059
9
Cuculidae
Bubut teragop Bubut besar Bubut alang-alang Wiwik lurik Wiwik kelabu
6 15 6
-0.040 -0.080 -0.040 -0.009 -0.009 -0.122
13. 14. 15. 16. 17.
Chalcophaps indica Theron vernans Treron olax Streptopelia bitorquata Geopelia striata Platysmurus leucopterus Centropus rectunguis Centropus sinensis Centropus bengalensis Cacomantis soneratii Cacomantis merulinus
Cabai bunga api
Meropidae
18. Dicaeum trigonostigma 19. Dicaeum cruentatum 20. Merops viridis
1 1 27
Cabai merah Kirik-kirik biru
1 23
-0.009 -0.109
12
Muscicapidae
21. Rhipidura perlata
Kipasan mutiara
4
-0.029
13
Nectariniidae
Pijantung kecil
14
-0.076
14
Oriolidae
22. Arachnothera flavigaster 23. Arachnothera robusa 24. Oriolus chinensis
Pijantung besar Kepudang kuduk-hitam Kepudang hutan
1 6
-0.009 -0.040
15
Picidae
1 8 1 7 5
-0.009 -0.050 -0.009 -0.045 -0.034
10
Dicaedae
11
25. 26. 27. 28. 29.
Oriolus xanthonotus Celeus brachyurus Dinopium javanense Meiglyptes tristis Hemicirus concretus
Pelatuk kijang Pelatuk besi Caladi batu Caladi tikotok
Universitas Sumatera Utara
16
Pycnonotidae
30. 31. 32. 33. 34.
Phycnonotus goiavier Phycnonotus simplex Phycnonotus brunneus Phycnonotus atriceps Phycnonotus cyaniventris 35. Phycnonotus jocosus
Merbah cerukcuk Merbah corok-corok Merbah mata-merah Cucak kuricang Cucak kelabu
104 29 4 30 1
-0.278 -0.129 -0.029 -0.132 -0.009
Cucak cambang-merah
3
-0.023
17 18
Ploceidae Psittacidae
36. Lonchura maja 37. Psittinus cyanurus 38. Psittacula alexandri
Bondol haji Nuri-tanau Betet biasa
9 1 2
-0.054 -0.009 -0.016
19
Silviidae
39. 40. 41. 42.
Cinenen merah Cinenen kelabu Perenjak rawa Perenjak padi
36 8 55 15
-0.149 -0.050 -0.195 -0.080
20 21 22
Sturnidae Turdidae Turnicidae Total
43. Aplonis panayensis 44. Copsychus saularis 45. Turnix suscitator
Perling kumbang Kucica kampung Gemak loreng
9 2 2 726
-0.054 -0.016 -0.016 -3,095
Orthotomus sericeus Orthotomus ruficeps Prinia flaviventris Prinia inornata
Keanekaragaman jenis burung berbeda dari suatu tempat ke tempat lainnya, hal ini tergantung pada kondisi lingkungan dan faktor yang mempengaruhinya.
Distribusi vertikal dari dedaunan atau stratifikasi tajuk
merupakan faktor yang mempengaruhi keanekaragaman jenis burung. Indeks keanekaragaman merupakan tinggi rendahnya suatu nilai yang menunjukkan tinggi rendahnya keanekaragaman dan kemantapan komunitas. Komunitas yang memiliki nilai keanekaragaman semakin tinggi maka hubungan antar komponen dalam komunitas akan semakin kompleks (Dewi, 2005). Kelimpahan Burung Hernowo (1985) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyebaran jenis burung dengan tingkat dominasi burung, dimana jenis yang memiliki penyebaran dan dominasi yang tinggi maka jenis tersebut lebih survival terhadap perubahan lingkungan yang akan terjadi dan akan lebih sering dijumpai. Penyebaran burung dipengaruhi oleh kesesuaian lingkungan tempat hidup burung,
Universitas Sumatera Utara
meliputi adaptasi burung terhadap perubahan lingkungan, kompetisi dan seleksi alam (Welty, 1982). Penyebaran burung sangat erat kaitannya denganketersediaan pakan, sehingga habitat burung berbeda antara jenis satu dengan yang lainnya, dikarenakan jenis makanan yang berbeda pula (Peterson, 1980). Banyak spesies burung yang hanya menempati habitat tertentu atau tahapan tertentu dari suatu habitat (Primack et al, 1998). Ada burung yang hidup di hutan lebat, hutan kurang lebat, semak-semak, dan rerumputan. Sebaliknya ada juga burung yang hidup di lapangan terbuka tanpa atau dengan sedikit tumbuhan. Kebanyakan burung-burung ini menemukan makanannya pada tumbuhan atau di tanah. Ada burung yang menangkap burung yang lebih kecil atau serangga sebagai makanannya (Ensiklopedi Indonesia,1992). Pergerakan satwaliar baik dalam skala sempit maupun luas merupakan usaha untuk memenuhi tuntutan hidupnya (Alikodra, 2002). Berdasarkan hasil penelitian Duma, dkk (2013), di dapatkan hasil kelimpahan burung di kawasan restorasi, seperti Tabel 2. Tabel 2. Kelimpahan burung di jalur restorasi hutan No
Famili
1 2 3 4 5 6 7
Accipitridae Apodidae Alcedinidae Bucerotidae Campephgidae Chloropseidae Columbidae
8
Corvidae
9
Cuculidae
Nama Latin 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Spilornis cheela Collocalia maxima Halcyon smyrnensis Aceros undulatus Lalagae nigra Aegithina tiphia Chalcophaps indica Theron vernans Treron olax Streptopelia bitorquata Geopelia striata Platysmurus leucopterus Centropus rectunguis Centropus sinensis Centropus bengalensis Cacomantis soneratii
Nama Indonesia
Jlh
Elang-ular bido Wallet sarang-hitam Cekakak belukar Julang emas Kapasan kemiri Cipoh kacat Delimukan zamrud Punai gading Punai kecil Tekukur biasa Perkutut jawa Tangkar kambing
11 97 3 5 6 17 32 72 5 8 23 10
Kelimpahan (%) 1.52 13.36 0.41 0.69 0.83 2.34 4.41 9.92 0.69 1.10 3.17 1.38
Bubut teragop Bubut besar Bubut alang-alang Wiwik lurik
6 15 6 1
0.83 2.07 0.83 0.14
Universitas Sumatera Utara
14
17. Cacomantis merulinus 18. Dicaeum trigonostigma 19. Dicaeum cruentatum Meropidae 20. Merops viridis Muscicapidae 21. Rhipidura perlata Nectariniidae 22. Arachnothera flavigaster 23. Arachnothera robusa Oriolidae 24. Oriolus chinensis
Wiwik kelabu Cabai bunga api
1 27
0.14 3.72
Cabai merah Kirik-kirik biru Kipasan mutiara Pijantung kecil
1 23 4 14
0.14 3.17 0.55 1.93
1 6
0.14 0.83
25. 26. 27. 28. 29. Pycnonotidae 30. 31. 32. 33. 34.
Pijantung besar Kepudang kudukhitam Kepudang hutan Pelatuk kijang Pelatuk besi Caladi batu Caladi tikotok Merbah cerukcuk Merbah corok-corok Merbah mata-merah Cucak kuricang Cucak kelabu
15
Picidae
1 8 1 7 5 104 29 4 30 1
0.14 1.10 0.14 0.96 0.69 14.33 3.99 0.55 4.13 0.14
3
0.41
17
Ploceidae
36. Lonchura maja
Cucak cambangmerah Bondol haji
9
1.24
18
Psittacidae
19
Silviidae
20 21 22
Sturnidae Turdidae Turnicidae
37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45.
Nuri-tanau Betet biasa Cinenen merah Cinenen kelabu Perenjak rawa Perenjak padi Perling kumbang Kucica kampung Gemak loreng
1 2 36 8 55 15 9 2 2
0.14 0.28 4.96 1.10 7.58 2.07 1.24 0.28 0.28
10
11 12 13
16
Dicaedae
Oriolus xanthonotus Celeus brachyurus Dinopium javanense Meiglyptes tristis Hemicirus concretus Phycnonotus goiavier Phycnonotus simplex Phycnonotus brunneus Phycnonotus atriceps Phycnonotus cyaniventris 35. Phycnonotus jocosus
Psittinus cyanurus Psittacula alexandri Orthotomus sericeus Orthotomus ruficeps Prinia flaviventris Prinia inornata Aplonis panayensis Copsychus saularis Turnix suscitator
Habitat Burung Habitat merupakan kawasan yang terdiri dari beberapa bagian, baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiaknya satwaliar (Alikodra 2002).Sedangkan menurut Sozer (1999) habitat merupakan tempat mahluk hidup berada secara alami. Habitat memiliki peranan yang sangat penting bagi satwa yaitu sebagai tempat untuk hidup dan berkembangbiak. Salah satu satwa yang kerap kali memanfaatkan habitat adalah jenis burung
Universitas Sumatera Utara
Bentuk tubuh burung telah terbukti sangat berhasil dalam penyebarannya diseluruh muka bumi. Mereka menempati setiap tipe habitat dari katulistiwa sampai daerah kutub, ada burung hutan, burung padang terbuka, burung gunung, burung air, ada burung yang menjelajahi samudera terbuka dan ada juga burung yang hidup dalam gua dan dapat menemukan arah dalam kegelapan. Dimana saja ditemukan pohon yang tumbuh atau terdapat ikan, serangga dan avertebrata lainnya, disitu ada burung yang mencari kehidupan; sebagai pemakan biji-bijian, buah atau nectar, disamping ada yang memakan serangga, ikan dan sebagai pemangsa atau pemakan bangkai.Perilaku sosial burung berubah sesuai dengan relung tempat mencari makan disamping tingkah laku berbiak dan kebiasaan umum lainnya.Luas pergerakan dan jarak tempuh burung juga berbeda pada setiap jenis.Beberapa jenis menempati teritori yang kecil serta tetap dan lambat berpencar untuk menempati daerah baru. Jenis lain mempunyai ruang llingkup pergerakan yang lebih luas (Mackinnon, 1995). Lingkungan hewan pada dasarnya merupakan totalitas dari beraneka faktor biotik dan abiotik. Faktor abiotik misalnya: tanah, udara, ruang, medium atau subtstart/ tempat menempel hewan, cuaca dan iklim. Sedangkan faktor biotik misalnya hewan lain baik sesama species maupun berlainan spesies, tumbuhan dan mikroba yang terdapat diseputar hewan itu. Suatu faktor baik itu faktor abiotik maupun faktor biotik, sangat diperlukan oleh hewan dan merupakan suatu kuantitas yang besarnya dapat menjadi berkurang ketersediaannya akibat aktivitas atau konsumsi hewan. Menurut Welty dan Baptista (1988), penyebaran dan populasi burung di suatu habitat dipengaruhi oleh faktor fisik/ lingkungan seperti
Universitas Sumatera Utara
tanah, air, temperatur, cahaya matahari dan faktor biologis yang meliputi vegetasi dan satwa lainnya.
Keseimbangan suatu komunitas satwa liar di suatu habitat termasuk burung akan dapat di pertahankan eksistensinya, bila komponen-komponen pembentuk habitat baik kualitas maupun kuantitasnya dapat memenuhi kebutuhan hidup satwa liar tersebut. Sebaliknya apabila keadaan habitat tersebut tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan satwa maka satwa tersebut akan bermigrasi atau melakukan adaptasi (Buhanuddin, 1989). Suhu Antara hewan dan lingkungan terdapat hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi. Bukan hanya lingkungan saja yang besar pengaruhnya terhadap keberhasilan hewan untuk hidup, dan berkembangbiak, namun sebaliknya, lingkungan pun dapat berubah oleh karena kehadiran serta dampak aktivitas hidup hewan.Salah satu faktor lingkungan yang dominan mempengaruhi kehidupan hewan adalah suhu. Suhu lingkungan memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada individu hewan.Variasi suhu lingkungan alami dan dampak yang ditimbulkannya mempunyai peranan potensial dalam menentukan proses kehidupan, penyebaran serta kelimpahan populasi hewan. oleh sebab itu, suhu akan menjadi faktor pembatas bagi kehidupan hewan (Sukarsono, 1995). Suhu berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup. Ada jenis-jenis organisme yang hanya dapat hidup pada kisaran suhu tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Suhu merupakan salah satu faktor pembatas peneyebaran hewan, dan selanjutnya menentukan aktivitas hewan. Rentang suhu lingkungan di bumi jauh lebih besar dibandingkan dengan rentangan penyebaran aktivitas hidup. Suhu udara di bumi terentang dari -700- +850C. Secara umum aktivitas kehidupan terjadi antara rentangan sekitar 00 – 400 C. Kebanyakan hewan hidup dalam rentangan suhu yang lebih sempit.Beberapa hewan dapat bertahan hidup tetapi tidak aktif di bawah 00 C, dan beberapa tahan terhadap suhu sangat dingin.Tidak ada hewan yang dapat hidup di atas suhu 500 C, dan sedikit bacteria dan alga aktif dalam sumber air panas dengan suhu 700 C (Soewolo, 2000). Kelembaban Dalam kehidupan di bumi ini kelembaban udara merupakan salah satu unsur penting bagi manusia, hewan dan tumbuhan. Kelembaban udara juga menentukan bagaimana makhluk tersebut dapat beradaptasi dengan kelembaban yang ada di lingkungan (Lakitan, 1994). Untuk mahluk-mahluk hidup darat, kandungan uap air harus dianggap sebagai kelembaban dalam astmosfir, air tanah untuk tanaman dan air minum untuk hewan-hewan. Banyak hewan-hewan darat seperti moluska, amfibia, isopoda, nematoda, sejumlah serangga dan antropoda lainnya di temukan hanya pada habitat-habitat atmosfernya jenuh dengan uap air (Michael, 1994). Curah hujan Hujan lebih banyak memiliki efek buruk pada kehidupan burung. Meskipun burung memiliki struktur dan fisiologi yang mungkin untuk bertahan dari hujan. Lebih banyak hujan lebat dapat menyebabkan kematian pada burung
Universitas Sumatera Utara
karena kedinginan. Namun pencegahan dapat segera dilakukan dengan melarikan diri dari kondisi dingin dengan terbang menggunakan sayapnya. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan rendahnya suhu sehingga udara
menjadi lebih
dingin
(Pettingill,1955: 229).
Universitas Sumatera Utara