TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi Kata atau istilah komunikasi dari bahasa Inggris adalah communication. Secara etimologis atau menurut asal katanya adalah dari bahasa Latin communicatus, dan perkataan ini bersumber pada kata communis. Dalam kata communis ini memiliki makna „berbagi‟ atau „menjadi milik bersama‟ yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna. Komunikasi
secara
terminologis
merujuk
pada
adanya
proses
penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Merujuk pada pengertian Ruben dan Stewart (1988) mengenai komunikasi manusia, yaitu proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespons dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain (process through which individuals-in relationships, groups, organizations and societies-respond to and create messages to adapt to the environment and one another). Menurut Berlo (1960), komunikasi merupakan proses penyampaian pesan, akan tetapi perlu dipahami bahwa komunikasi tidak hanya sampai pada batas penerima tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan dan diterima. Berlo menyebutnya sebagai model linier atau searah. Dalam model linier, komunikasi dikatakan efektif jika penerima mampu menerima pesan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh sumber. Model komunikasi linier sering juga disebut sebagai model S-M-C-R-E (Source, Message, Channel, Receiver, and Effect). Menurut Schramm dan Kincaid (1977), komunikasi adalah proses saling membagi atau menggunakan informasi secara bersamaan dan bertalian antara pelaku dengan proses komunikasi informasi. DeVito (1997) memberikan batasan bahwa komunikasi mengacu pada suatu tindakan oleh dua orang atau lebih, yang mengirim dan menerima suatu pesan yang terdistorsi oleh suatu gangguan (noise), terjadi dalam konteks tertentu, dengan pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. Selain itu, dikenal juga komunikasi yang sifatnya umum (komunikasi universal).
10
Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan. Komunikasi dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, dengan tujuan agar orang lain tersebut mengetahui dan mempunyai makna yang sama tentang hal yang dikomunikasikan, sehingga orang tersebut dapat menerima dan melaksanakan pesan yang disampaikan. Untuk itu, di antara orang-orang yang berkomunikasi harus tercapai kesamaan pengertian. Apabila kesamaan pengertian tidak tercapai, maka dapat dikatakan komunikasi tidak terjadi (Effendy, 2000). Wood (2004) mengartikan komunikasi sebagai sebuah proses yang sistemik di mana individu-individu berinteraksi dengan dan melalui simbolsimbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan arti. Pengertian ini mempunyai empat kata kunci, yakni: proses, sistemik, simbol, dan arti. Pendapat ini juga dipertegas oleh West dan Turner (2008), yaitu komunikasi adalah proses sosial di mana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka. Efektivitas Komunikasi Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti tercapainya yang telah ditetapkan. Effendy (2001) menyatakan bahwa komunikasi dapat dikatakan efektif, jika dapat menimbulkan dampak seperti (1) kognitif, yaitu meningkatnya pengetahuan komunikan; (2) afektif, yaitu perubahan sikap dan pandangan komunikan, karena hatinya tergerak akibat komunikasi; dan (3) konatif, yaitu perubahan perilaku atau tindakan yang terjadi pada komunikan. Efek pada arah kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar dan tambahan pengetahuan. Pada afektif meliputi efek yang berhubungan dengan emosi, perasaan dan sikap; sedangkan efek pada konatif berhubungan dengan perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu dengan cara tertentu (Jahi, 1988). Suatu komunikasi dikatakan efektif apabila komunikator berhasil menyampaikan apa yang dimaksudkannya kepada komunikan (penerima). Komunikasi dinilai efektif bila stimuli yang disampaikan dan dimaksudkan oleh pengirim pesan berkaitan erat (identik) dengan stimuli yang ditangkap dan dipahami oleh penerima pesan. Menurut Tubb dan Moss (2005) ada lima hal yang menjadikan ukuran bagi komunikasi efektif, yaitu pemahaman, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik, dan tindakan.
11
1. Pemahaman Arti pokok pemahaman adalah penerimaan yang cermat atas kandungan stimuli seperti yang dimaksud oleh pengirim pesan (komunikator) dan dikatakan efektif, bila penerima (komunikan) memperoleh pemahaman yang cermat atas pesan yang disampaikan. 2. Kesenangan Komunikasi tidak semua ditujukan untuk menyampaikan maksud tertentu, karena adakalanya berkomunikasi hanya sekedar untuk bertegur sapa dan menimbulkan kebahagiaan bersama. 3. Mempengaruhi sikap Tindakan mempengaruhi orang lain dan berusaha agar orang lain memahami ucapan adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Pada waktu menentukan tingkat keberhasilan berkomunikasi ternyata kegagalan dalam mengubah sikap orang lain belum tentu karena orang lain tersebut tidak memahami apa yang dimaksud. Dalam hal ini kegagalan dalam mengubah pandangan seseorang jangan disamakan dengan kegagalan dalam meningkatkan pemahaman, karena memahami dan menyetujui adalah dua hal yang sama sekali berlainan. 4. Memperbaiki hubungan Komunikasi yang dilakukan dalam suasana psikologis yang positif dan penuh kepercayaan akan sangat membantu terciptanya komunikasi yang efektif. Apabila hubungan manusia dibayang-bayangi oleh ketidakpercayaan, maka pesan yang disampaikan oleh komunikator yang paling kompeten dapat mengubah makna. 5. Tindakan Mendorong orang lain untuk melakukan tindakan sesuai dengan yang diinginkan, merupakan hasil yang paling sulit dicapai dalam berkomunikasi. Lebih mudah mengusahakan agar pesan dapat dipahami orang lain daripada mengusahakan agar pesan tersebut disetujui sebagai tindakan “feedback” dari komunikasi paling tinggi yang diharapkan oleh pemberi pesan.
12
Effendy (2000) mengatakan supaya terjadi komunikasi yang efektif, maka komponen-komponen komunikasi perlu diperhatikan, mulai dari komunikator, pesan, saluran dan komunikan sebagai sasaran komunikasi. 1. Komunikator Faktor penting pada diri komunikator dalam melancarkan komunikasi adalah daya tarik dan kredibilitas. Seorang komunikator akan mampu mengubah sikap, opini dan perilaku komunikan melalui mekanisme daya tarik. Apabila komunikan merasa ada kesamaan dengan komunikator, maka komunikan bersedia taat pada isi pesan yang dilancarkan oleh komunikator. Adapun kredibilitas berhubungan dengan profesi atau keahlian yang dimiliki seorang komunikator. Dengan kata lain, seorang komunikator akan mendapat kepercayaan, bila membahas suatu persoalan sesuai dengan profesi atau keahliannya. Faktor heteropily dapat menyebabkan komunikasi menjurus ke komunikasi yang tidak efektif. 2. Pesan Pesan komunikasi terdiri dari isi pesan dan lambang. Isi pesan komunikasi dapat satu, tetapi lambang yang digunakan dapat bermacam-macam, lambang yang paling banyak digunakan dalam komunikasi adalah bahasa. Oleh karena itu, komunikasi bahasa memegang peranan sangat penting. Tanpa penguasaan bahasa, hasil pemikiran yang bagaimanapun baiknya tidak akan dapat dikomunikasikan kepada orang lain secara tepat. 3. Saluran Saluran komunikasi adalah media yang dilalui pesan untuk sampai kepada komunikan (sasaran). Media komunikasi banyak macamnya dalam mencapai sasaran komunikasi, yaitu dengan cara memilih salah satu atau gabungan dari beberapa media. Pemilihan media tergantung pada tujuan yang akan dicapai, pesan yang akan disampaikan dan teknik yang akan digunakan. Masing-masing media komunikasi mempunyai kelebihan dan kekurangan. 4. Komunikan Pengenalan komunikan merupakan ketentuan utama yang harus dilaksanakan oleh komunikator dalam komunikasi. Ditinjau dari komponen komunikan,
13
seseorang dapat dan akan menerima pesan kalau terdapat empat kondisi secara simultan, yaitu: a. Komunikan benar-benar dapat mengerti pesan komunikasi. b. Pada saat mengambil keputusan, komunikan sadar bahwa keputusannya sesuai dengan tujuan. c. Pada saat mengambil keputusan, komunikan sadar bahwa keputusannya itu bersangkutan dengan kepentingan pribadinya. d. Komunikan mampu untuk menepatinya, baik secara mental maupun secara fisik. Menurut Berlo (1960), komunikasi akan berjalan efektif apabila ketepatannya dapat ditingkatkan dan gangguannya dapat diperkecil. Oleh karena itu, meningkatkan ketepatan dan mengurangi gangguan harus terjadi pada setiap unsur komunikasi. Hal tersebut dapat terjadi apabila: 1. Seorang
komunikator
harus
memiliki
keterampilan
berkomunikasi
(communication skills), pengetahuan yang luas mengenai apa yang dibahasnya (knowledge), sikap jujur dan bersahabat (attitude), serta mampu beradaptasi dengan sistem sosial dan budaya (social and cultural system). 2. Seorang komunikan harus memiliki kemampuan berkomunikasi, bersikap positif kepada komunikator dan pesan yang disampaikan, memahami isi pesan yang disampaikan, serta perilaku kebiasaan dalam menerima dan menafsirkan pesan. 3. Pesan yang disampaikan harus memenuhi persyaratan kode atau bahasa pesan, kesesuaian isi pesan dengan tujuan komunikasi, serta pemilihan dan pengaturan bahasa dan isi pesan. 4. Media komunikasi harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, sesuai dengan isi pesan sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat, serta efisien dalam memilih media. Prinsip media harus dapat dilihat, didengar, disentuh, dicium dan dirasakan. Metode komunikasi adalah cara penyampaian informasi secara timbal balik yang digolongkan ke dalam komunikasi perseorangan (interpersonal) dan komunikasi kelompok. DeVito (1997) mengelompokkan komunikasi ke dalam tujuh bentuk komunikasi, yaitu:
14
1. Komunikasi intrapersonal atau komunikasi dengan diri sendiri. Beberapa tujuan yang lazim dalam komunikasi intrapersonal adalah berpikir, melakukan penalaran, menganalisis dan merenung. Dalam komunikasi intrapersonal tersebut dikembangkan teori-teori tentang konsep diri. Konsep komunikasi intrapersonal yang berhubungan dengan keterampilan, antara lain memperkuat diri, meningkatkan kesadaran diri, meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan menganalisis masalah, meningkatkan pengendalian diri, mengurangi stres, mengatasi konflik, dan lain-lain. 2. Komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi. Tujuannya untuk mengenal, berhubungan, membantu, dan lain-lain. Beberapa teori yang diaplikasikan dalam konsep komunikasi ini antara lain mengapa orang mengembangkan hubungan, apa yang menyatukan sahabat, kerabat, keluarga dan apa yang memisahkannya, bagaimana hubungan dapat diperbaiki. Aplikasi keterampilan dari konsep komunikasi ini adalah meningkatkan efektivitas komunikasi satu lawan satu, mengembangkan dan memelihara hubungan yang efektif, meningkatkan kemampuan penyelesaian konflik. 3. Komunikasi kelompok kecil. Bertujuan berbagi informasi, mengembangkan gagasan, memecahkan masalah, membantu. Teori yang dapat diaplikasikan adalah apa yang membuat seseorang menjadi pemimpi, tipe kepemimpinan mana yang paling berhasil, apa peran anggota kelompok, apa yang berhasil dikerjakan kelompok dan apa yang gagal dilakukan kelompok, bagaimana kelompok dapat dibuat lebih efektif. Keterampilan yang diperlukan dalam komunikasi kelompok kecil adalah meningkatkan efektivitas sebagai anggota kelompok, meningkatkan kemampuan sebagai pemimpin, dan lain-lain. 4. Komunikasi organisasi atau komunikasi dalam suatu organisasi formal. Tujuannya meningkatkan produktivitas, meningkatkan semangat kerja, memberi informasi dan meyakinkan. Hal yang menyangkut teori adalah apa yang membuat organisasi efektif, apa kebutuhan yang harus dipenuhi organisasi, bagaimana komunikasi organisasi dapat ditingkatkan. Hal-hal yang berhubungan dengan keterampilan adalah meningkatkan efisiensi komunikasi ke atas dan ke bawah, serta lateral, menggunakan komunikasi untuk meningkatkan semangat kerja, dan lain-lain.
15
5. Komunikasi dengan publik atau khalayak. Tujuannya memberi informasi, mempengaruhi dan menghibur. Hal yang menyangkut teori adalah bagaimana khalayak dapat dianalisis dan diadaptasi secara efektif. Keterampilan yang diperlukan adalah mengkomunikasikan informasi secara lebih efektif, meningkatkan kemampuan persuasif, mengembangkan, mengorganisasikan, dan lain-lain. 6. Komunikasi antarbudaya atau komunikasi antar orang dari budaya yang berbeda. Tujuannya mengenal, berhubungan, mempengaruhi, bermain dan membantu. Teori yang dikembangkan adalah bagaimana budaya yang berbeda memandang komunikasi, apa yang menghambat komunikasi yang bermakna di antara orang-orang yang budayanya berlainan. Dalam hal ini diperlukan kemampuan menghindari hamabatan-hambatan utama dalam komunikasi antarbudaya. 7. Komunikasi massa atau komunikasi yang diarahkan kepada khalayak yang sangat luas. Tujuannya untuk menghibur, meyakinkan, mengukuhkan status, mengubah, mengaktifkan, memberi informasi dan menciptakan rasa persatuan. Teori yang dikembangkan adalah apa fungsi yang dijalankan media dan bagaimana media mempengaruhi kita, bagaimana kita dapat mempengaruhi media, dengan cara apa informasi disensor oleh media. Hal-hal yang berhubungan dengan keterampilan komunikasi bermedia massa adalah meningkatkan kemampuan menggunakan media agar lebih efektif. Dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, komunikasi interpersonal dinilai lebih efektif dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan. Alasannya komunikasi interpersonal berlangsung secara tatap-muka (face to face), sehingga terjadi kontak pribadi dan umpan balik berlangsung seketika. Komunikator dapat mengetahui secara langsung tanggapan komunikan terhadap pesan yang disampaikan. Komunikasi interpersonal seringkali dipergunakan untuk melancarkan komunikasi persuasif, yaitu agar orang lain (komunikan) bersedia menerima suatu paham atau keyakinan melakukan suatu perbuatan atau kegiatan. Selanjutnya Schramm dan Kincaid (1977) menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil (terdapat kesamaan makna) apabila pesan yang disampaikan oleh
16
komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang diperoleh oleh komunikan. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya, apabila bidang pengalaman komunikan tidak sama dengan bidang pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain. Pembahasan mengenai beberapa teori dan pengertian-pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa komunikasi dan efektivitas komunikasi dapat dikatakan berjalan dengan baik jika pesan yang disampaikan oleh pengirim berkaitan erat dengan pesan yang ditangkap dan diterima oleh penerima. Pemahaman, kesenangan, mempengaruhi sikap, memperbaiki hubungan, dan tindakan positif merupakan tujuan dari efektivitas komunikasi. Karakteristik Individu Rakhmat (2007) menyatakan bahwa karakteristik manusia terbentuk oleh faktor-faktor biologis dan faktor-faktor sosiopsikologis. Faktor biologis mencakup komponen genetik, sistem syaraf, dan sistem hormonal. Faktor sosiopsikologis terdiri dari komponen-komponen konatif (tindakan) yang berhubungan dengan kebiasaan dan afektif (faktor emosional). Selanjutnya Sampson dalam Humaedah (2007), mengemukakan bahwa faktor internal individu merupakan ciri-ciri yang dimiliki oleh seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dengan lingkungannya. Karakteristik tersebut terbentuk oleh faktor-faktor biologis dan sosiopsikologis. Karakteristik individu merupakan salah satu faktor penting untuk diketahui dalam rangka mengetahui perilaku suatu masyarakat. Soekartawi (2005) mengemukakan lebih rinci mengenai perbedaan individu yang mempengaruhi cepat-lambatnya proses adopsi inovasi, yaitu: (1) umur, (2) pendidikan, (3) status sosial ekonomi, (4) pola hubungan (lokalit atau kosmopolit), (5) keberanian mengambil resiko, (6) sikap terhadap perubahan sosial, (7) motivasi berkarya, (8) aspirasi, (9) fatalisme (tidak adanya kemampuan mengontrol masa depan sendiri), dan (10) dogmatisme (sistem kepercayaan yang tertutup). Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa dalam menjelaskan karakteristik individu dan bagaimana hubungannya dengan
17
efektivitas komunikasi tergantung kepada tujuan penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian ini diarahkan untuk melihat hubungan antara karakteristik individu dengan efektivitas komunikasi,
dan efektivitas komunikasi dengan
keberdayaan rumah tangga atau masyarakat. Karakteristik individu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah usia, pendidikan, pendapatan, pekerjaan utama, dan luas pekarangan. Ketersediaan Informasi dan Sarana Produksi Ketersediaan informasi bagi masyarakat sangat tergantung pada di mana dia bertempat tinggal. Hal ini akan sangat mempengaruhi aspek komunikasi atau aksesibilitas masyarakatnya. Akses petani pada suatu daerah dengan daerah lainnya tidak selalu sama. Hal ini sangat terkait dengan ketersediaan sumber informasi serta keragaman informasi yang diperlukannya. Tubbs dan Moss (2005) dan Purwasito (2003), mengatakan bahwa globalisasi yang dipicu oleh kemajuan teknologi komunikasi telah mendorong semua bangsa ke arah komunikasi massa. Pada kondisi seperti inilah kerapatan dan keterbukaan komunikasi menjadi relatif karena dipengaruhi oleh eksistensi fasilitas komunikasi. Fasilitas seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, buku-buku, internet, pusat informasi publik, dan kelompok atau kelembagaan masyarakat. Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), dengan teknologi komunikasi modern memungkinkan petanu dapat dengan cepat memperoleh informasi dan menyeleksi yang paling tepat dengan menggunakan model tertentu untuk pengambilan keputusan. Informasi sangat penting dalam membangun hubungan antarmanusia dan melakukan interaksi dalam kehidupan bermasyarakat. Informasi dapat dilakukan dengan jalan komunikasi secara kontinu sebagai upaya kebersamaan dan membangun jaringan. Hal ini dapat dilakukan secara formal maupun nonformal, yang salah satu modelnya dapat dikembangkan melalui diskusi (Ruben & Stewart, 1988). Cangara (2000) menjelaskan bahwa informasi baru tentang pertanian yang dikomunikasikan melalui berbagai macam saluran, secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
18
1. Media massa, terdiri dari majalah pertanian, surat kabar, siaran pertanian melalui radio dan televisi. 2. Sumber informal, terdiri dari tetangga petani/peternak dan teman, kelompok usaha, kelompok profesi dan kelompok sosial. 3. Sumber komersial, terdiri dari hubungan petani/peternak dengan pedagang dan dealer, demonstrator dan buletin komersial. 4. Sumber agen pemerintah, terdiri dari buletin, pertemuan dan hubungan petani/peternak dengan penyuluh dan ahli. Selanjutnya Lionberger dan Gwin (1982), mengatakan bahwa proses penyebaran informasi pertanian dilakukan melalui empat tahapan, yaitu: (1) melalui penelitian, (2) pengujian lokal, (3) penyebaran informasi, dan (4) bimbingan kepada petani atau peternak. Depari dan McAndrews (1998) menambahkan bahwa peranan media massa dalam pembangunan nasional adalah sebagai agen pembaru (agent of social change). Letak peranannya adalah dalam membantu mempercepat proses peralihan masyarakat yang tradisional menjadi masyarakat modern. Berbicara tentang sumber informasi, setiap orang atau lembaga apa saja di mana saja masing-masing berperan sebagai sumber informasi. Sesama petani, aparat desa, penyuluh, fasilitator, televisi, radio, majalah, koran, dan sumber lainnya.
Sebagai
sumber
informasi,
sudah
seharusnya
mengedepankan
kredibilitasnya, karena ini berkaitan dengan metode komunikasi dan pesanpesannya. Menurut Rakhmat (2007), kredibilitas itu tidak secara inheren ada dalam diri komunikator, namun kredibilitas itu juga terletak pada khalayak yang menerima sumber informasi tersebut. Di beberapa negara Asia, terdapat banyak organisasi petani seperti kelompok tani yang sudah mampu berperan dalam banyak hal, termasuk dalam penyediaan dan pengelolaan informasi. Malaysia, Thailand, dan India telah ada kelompok tani yang mampu berperan dalam penyediaan dan mengelola informasi, pengadaan saprotan perkreditan, pemasaran hasil-hasil pertanian, pengelolaan pascapanen dan pemberian pelayanan penyuluhan pertanian (Shah & Shah, 1994 dalam Sutawan 2000). Ketersediaan sarana produksi juga sangat berpengaruh
19
terhadap perkembangan perilaku efisiensi dan daya saing petani (Sumardjo, 1999). Uraian di atas menjelaskan bahwa setiap informasi dan sarana produksi selayaknya memiliki nilai inovasi. Ketidaktersediaan sumber informasi dan sarana produksi tersebut akan sangat mempengaruhi tingkat perkembangan dan perubahan
sosial,
berkomunikasi
serta
tingkat
keberdayaan,
tingkat
berkomunikasi, serta tingkat keberdayaan petani tersebut. Kebijakan Publik Dalam perkembangannya, kebijakan publik (pemerintah) menjadi ilmu yang mempelajari proses pengambilan keputusan dengan menganalisis berbagai informasi yang terkait, tujuannya untuk menghasilkan nilai-nilai otoritatif. Nilainilai ini dicakup dalam legislasi untuk kemudian diterjemahkan dalam rencana atau program, sebagai wujud akuntabilitas pemerintah. Keberhasilan kebijakan ini sangat ditentukan oleh aktor-aktor kunci yang intinya adalah tepat dan bijak dalam mengambil keputusan pada saat mengimplementasikan kebijakan tersebut. Kebijakan pemerintah dapat didefinisikan dalam arti luas dan sempit. Dalam arti luas kebijakan pemerintah adalah segala sesuatu atau apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan (whatever governments choose to do or not to do). Dalam arti sempit atau khusus adalah suatu arah aksi yang tetap yang diikuti oleh pelaku-pelaku atau aturan dalam menangani masalah atau keprihatinan (a purposive course of action followed by an actor or set actors in dealing with a problem or matter of concern) (Young & Quinn, 2002). Anderson pada tahun 1975 dalam Tangkilisan (2003) memberikan definisi tentang kebijakan publik sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badanbadan dan pejabat-pejabat pemerintah, di mana implikasi dari kebijakan tersebut adalah: (1) kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan, (2) kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah, (3) kebijakan publik merupakan apa yang benarbenar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan, (4) kebijakan publik yang diambil bisa bersifat
20
positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu, (5) kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa. Dye 1978 dalam Hosio (2007) mendefinisikan kebijakan publik sebagai segala sesuatu atau apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan (whatever governments choose to do or not to do). Kebijakan publik sebagai suatu upaya untuk mengetahui apa sesungguhnya yang dilakukan oleh pemerintah, mengapa mereka melakukannya, dan apa yang menyebabkan mereka melakukannya secara berbeda-beda. Dye juga mengatakan bahwa apabila pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan, maka tindakan tersebut harus memiliki tujuan. Kebijakan publik tersebut harus meliputi semua tindakan pemerintah, bukan hanya merupakan keinginan atau pejabat pemerintah saja. Di samping itu, sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah pun termasuk kebijakan publik. Hal ini disebabkan karena sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah akan mempunyai pengaruh yang sama besar dengan sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah. Oxford English Dictionary dalam Parsons (2006), memberikan definisi tentang kebijakan publik sebagai kebijaksanaan politik, tata negara, perilaku yang bijak, tipu daya, tindakan yang diadopsi oleh pemerintah, partai, dll (political sagacity, statecraft, prudent conduct, craftiness, course of action adopted by government, party, etc). Salah satu kamus sinonim yang memberikan definisi sebagai berikut: kebijakan, kenegarawanan, administrasi, kebijaksanaan, rencana, peran, tindakan, taktik, strategi, kebijaksanaan. Maksudnya ialah kebijakan politik, keterampilan suatu negara bagian, pemimpin yang bijaksana, kecakapan sebagai negarawan, kebijaksanaan, administrasi, rencana, aturan
main,
aksi/tindakan, taktik-taktik, strategi, merupakan arah suatu tindakan yang diadopsi oleh pemerintah atau partai (policy, statesmanship, administration, wisdom, plan, role, action, tactics, strategy, sagacity). Selanjutnya Topatimasang et al. (2000), kebijakan publik merupakan suatu kebijakan tertentu dari pemerintah yang menyangkut kepentingan umum.
21
Menurut Mosher (1978) kebijakan (policies) dan tindakan-tindakan pemerintah mempunyai pengaruh yang sangat besar atas kecepatan pembangunan pertanian. Perencanaan nasional adalah proses memutuskan apa yang hendak dilakukan oleh pemerintah mengenai tiap kebijakan dan kegiatan yang mempengaruhi pembangunan pertanian selama jangka waktu tertentu. Syarat mutlak perlu mendapat prioritas tertinggi, syarat pelancar dapat membantu apabila syarat mutlak telah tersedia. Memberikan prioritas kepada syarat mutlak bukan berarti bahwa usaha-usaha terhadap syarat pelancar harus ditangguhkan sampai semua telah terpenuhinya syarat-syarat mutlak. Pengaruh dari semua syarat mutlak dan pelancar itu terletak dalam fasilitas-fasilitas yang tersedia bagi para petani serta mengubah kondisi cara berusahatani. Syarat mutlak yang dicari tersebut di antaranya: (1) keberadaan pasar, (2) teknologi, (3) saprodi lokal, (4) perangsang produksi dan (5) aspek pengangkutan. Syarat pelancar yang dilihat meliputi aspek: (1) pendidikan pembangunan, (2) kredit produksi, (3) kegiatan gotong-royong, (4) aspek lahan dan tanah pertanian dan (5) perencanaan nasional. Jadi, kebijakan pemerintah merupakan rencana kegiatan, pernyataan suatu tujuan yang ideal yang dibuat oleh pemerintah, partai politik atau kegiatan usaha. Kebijakan pemerintah merupakan hasil rumusan pola intervensi atau pengaturan pemerintah berdasarkan ketetapan legislatif, aturan main administrasi publik, serta adanya dukungan publik yang berpengaruh bagi masyarakat luas. Dalam negara yang demokratis kebijakan dibuat berdasarkan kebutuhan publik. Jadi sebelum pemerintah menetapkan kebijakan, terlebih dahulu menampung aspirasi dari masyarakat.
Penyuluhan Pertanian van den Ban dan Hawkins (1999) mengartikan penyuluhan sebagai keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar. Secara sistematis pengertian penyuluhan tersebut adalah proses untuk: (1) membantu petani menganalisis situasi yang sednag dihadapi dan melakukan perkiraan ke depan; (2) membantu petani menyadarkan terhadap kemungkinan timbulnya masalah dari analisis tersebut; (3) meningkatkan
22
pengetahuan dan mengembangkan wawasan terhadap suatu masalah, membantu menyusun kerangka berdasarkan pengetahuan yang dimiliki petani; (4) membantu petani memperoleh pengetahuan yang khsusus berkaitan dengan cara pemecahan masalah yang dihadapi serta akibat yang ditimbulkannya sehingga mereka mempunyai berbagai alternatif tindakan; (5) membantu petani memutuskan pilihan yang tepat yang menurut pendapat mereka sudah optimal; (6) meningkatkan
motivasi
petani
untuk
mengevaluasi
dan
meningkatkan
keterampilan mereka dalam membentuk pendapat dan mengambil keputusan. Menurut Mardikanto (1993), penyuluhan dapat dipahami sebagai sebuah proses, yakni: (1) proses penyebaran informasi, (b) sebagai proses penerangan; (c) proses perubahan perilaku; dan (d) proses pendidikan. Sementara Slamet (2003) mengatakan bahwa penyuluhan adalah program pendidikan luar sekolah yang bertujuan memberdayakan sasaran, meningkatkan kesejahteraan sasaran secara mandiri dan membangun masyarakat; sistem yang berfungsi secara berkelanjutan dan tidak bersifat adhoc, serta program yang menghasilkan perubahan perilaku dan tindakan sasaran yang menguntungkan sasaran dan masyarakatnya. Secara singkat penyuluhan dapat diartikan sebagai suatu pendidikan nonformal yang bertujuan untuk membantu masyarakat atau petani mengubah perilakunya dalam hal pengetahuan, keterampilan dan sikap agar mereka dapat memecahkan masalah yang dihadapinya guna mencapai kehidupan yang lebih baik.
Optimalisasi Lahan Pekarangan Optimalisasi ialah suatu proses untuk mencapai hasil yang ideal atau optimal (nilai efektif yang dapat dicapai). Dalam hal ini, optimalisasi juga digunakan dalam penggunaan pekarangan. Pekarangan, sebagai lahan yang berada di sekitar rumah dengan batas dan pemilikan yang jelas merupakan lahan yang potensial sebagai salah satu lahan untuk produksi pertanian, sumber plasma nutfah, dan sebagai ruang terbuka hijau yang dapat menyerap Carbon yang efektif. Pemberdayaan pekarangan yang didasari oleh kearifan lokal, diperkirakan dapat diandalkan sebagai lahan produktif baik untuk subsistem maupun berskala ekonomis. Karena itu pekarangan berperan dalam ketahanan pangan masyarakat
23
desa selain untuk konservasi keragaman jenis biologi. Selain itu, luas pemilikan pekarangan di desa yang ideal secara ekologis dan ekonomis diharapkan dapat dijadikan
pegangan
bagi
Badan
Pertanahan
Nasional
(BPN)
dalam
mengimplementasikan kegiatan Reformasi Agraria dengan basis pendistribusian lahan pekarngan bagi masyarakat landless di Pulau Jawa (Arifin et al, 2007). Menurut Danoesastro (1976) pemanfaatan pekarangan adalah pekarangan yang dikelola melalui pendekatan terpadu berbagai jenis tanaman, ternak dan ikan, sehingga akan menjamin ketersediaan bahan pangan yang beraneka ragam secara terus menerus guna pemenuhan gizi keluarga. Di pekarangan bisa ditanam dengan beraneka jenis tanaman yang menghasilkan yang dibutuhkan sehari-hari seperti tanaman buah-buahan, sayur-sayuran, bunga-bungaan, tanaman obatobatan, bumbu-bumbuan, rempah-rempah, kelapa dan lain-lain. Secara garis besar, pemanfaatan lahan pekarangan menurut lokasinya dikelompokkan menjadi tiga kategori (Rukmana, 2005), yaitu: 1. Di daerah pedalaman, pekarangan pada umumnya dimanfaatkan sebagai sumber pangan dan gizi, obat-obatan, dan rempah-rempah serta unttk pelestarian lingkungan. 2. Di daerah perdesaan yang dekat dengan pusat konsumsi, pekarangan dimanfaatkan sebagai penghasil buah-buahan, sumber penghasilan, dan pelestarian lingkungan. 3. Di daerah perkotaan, pekarangan dimanfaatkan sebagai sumber pangan untuk perbaikan gizi, memberikan kenyamanan dan keindahan, serta melestarikan lingkungan.
Penelitian Terdahulu Menurut Indra (2011) yang melihat pengaruh karakteristik individu dengan efektivitas komunikasi kelompok tani dalam mewujudkan keberdayaan petani di Kabupaten Aceh Singkil, didapat hasil sebagai berikut:
24
Tabel 1. Hubungan karakeristik individu dengan efektivitas komunikasi Efektivitas Komunikasi Karakteristik Individu
Umur (X1) Pendidikan Formal (X2) Pendidikan Non Formal (X3) Pendapatan (X4) Pengalaman (X5) Luas Garapan (X6) Kekosmopolitan (X7)
Pemahaman (Y1)
Kesenangan (Y2)
Mempengaruhi Sikap (Y3)
Hubungan yang Makin Baik (Y4)
Tindakan Positif (Y5)
Nyata Tidak Nyata
Nyata Nyata
Tidak Nyata Nyata
Nyata Nyata
Tidak Nyata Nyata
Nyata
Tidak Nyata
Tidak Nyata
Tidak Nyata
Tidak Nyata
Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata
Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata
Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Nyata
Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata
Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata
Sumber: Indra (2011) Pada Tabel 1, pendidikan formal sangat berhubungan nyata dengan indikator kesenangan, mempengaruhi sikap, hubungan yang baik dan tindakan positif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan seorang petani, maka semakin bagus juga tingkat efektivitas komunikasinya. Efektifnya komunikasi sangat tergantung pada siapa yang memberikan pesan dan penerima pesan, jadi pelaku komunikasi sangat berperan penting. Sebagai pelaku komunikasi diutamakan adanya kesamaan makna dalam menginterpretasikan pesan-pesan yang dimunculkan dan hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan pribadi. Namun dalam hasil analisis ini pendidikan formal tidak berhubungan nyata dengan indikator pemahaman, ini dikarenakan tingkat pemahaman seseorang bukan berdasarkan pada tingkat pendidikan formalnya seorang petani, tetapi juga dipengaruhi oleh pendidikan non formal seperti pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh PPL. Berdasarkan uraian di atas, karakteristik individu berhubungan dengan tingkat efektivitas komunikasi. Keberagaman karakteristik tersebut sebagai fakta yang bisa mempengaruhi tingkat efektivitas individu sebagai pribadi dan makhluk sosial, jelas tidak dapat dipisahkan dari faktor eksternalnya. Karena sebagai makhluk sosial maupun sebagai pelaku utama di sektor pertanian, petani jelas tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh lingkungannya. Kesulitan petani bukan
25
karena pemalas atau tidak bekerja keras, tetapi lebih banyak ditentukan oleh faktor luar yang membuat petanu menjadi semakin termarjinalkan. Pendidikan nonformal berhubungan nyata dengan tingkat pemahaman. Ini menjelaskan bahwa tingginya pengaruh pelatihan yang pernah diikuti oleh petani terhadap tingkat pemahaman. Pelatihan yang pernah diikuti oleh petani lebih mengedepankan kepada praktek di lapangan dan ini sangat memudahkan petani dalam meniru dan mengingat kegiatan tersebut. Berbeda dengan pendidikan formal yang mengedepankan teori dengan cara mendengar saja. Namun pada hasil analisis yang dilakukan, pendidikan nonformal tidak berhubungan nyata dengan tingkat kesenangan, sikap, hubungan baik dan tindakan positif. Kemungkinan disebabkan tingkat motivasi petani yang rendah. Rendahnya motivasi dikarenakan oleh ketidakmampuan secara finansial dan kepentingan yang lain, sehingga pelatihan yang pernah diikuti tidak memberikan dampak positif terhadap petani itu sendiri. Pendapatan petani berhubungan nyata dengan indikator kesenangan, sikap, hubungan baik dan tindakan positif. Artinya, semakin tinggi pendapatan maka tingkat indikator kesenangan, sikap, hubungan baik dan tindakan positif akan cenderung menurun. Kecenderungan seperti ini pada dasarnya berhubungan dengan sikap dan watak individu manusia yang pada saat mendapatkan kelebihan atau pendapatan kemungkinan seseorang untuk individualis bisa saja muncul. Hal ini bisa menyebabkan interaksi di kelompok akan terabaikan dan dapat menjadikan efektivitas komunikasi dalam kelompok bisa terkendala. Pengalaman berorganisasi dan luas lahan garapan tidak berhubungan nyata dengan
semua
indikator
efektivitas
komunikasi,
disebabkan
efektivitas
komunikasi itu didasarkan atas pesan-pesan yang disampaikan itu mengalami kesamaan makna antara komunikan dan komunikator. Kekosmopolitan berhubungan nyata dengan sikap dan hubungan baik. Hal ini menggambarkan bahwa semakin tinggi tingkat kemampuan petani dalam mencari sumber informasi maka berhubungan dengan sikap dan hubungan baik. Sikap di sini adalah secara kognitif petani mampu dengan cepat mengadopsi informasi secara cepat dan tercipta motivasi. Begitu juga dengan terjadinya hubungan yang baik, yang menerangkan tentang bagaimana seorang petani
26
mampu berhubungan baik dengan sesama anggota maupun pada sumber informasi. Menurut Indra (2011), efektivitas komunikasi dipengaruhi karakteristik individu,
seperti:
umur,
pendidikan
formal,
pendidikan
nonformal,
kekosmopolitan. Selain itu, efektivitas komunikasi juga dipengaruhi faktor eksternal, seperti: ketersediaan informasi, kebijakan publik, intensitas penyuluhan dan ketersediaan sarana produksi. Dalam penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan yang nyata positif antara efektivitas komunikasi dengan keberdayaan petani. Penelitian Suwanda (2008), yang melihat pengaruh faktor internal dengan efektivitas komunikasi Model Prima Tani Usahatani Padi, didapat hasil sebagai berikut: Tabel 2. Hubungan faktor internal dengan efektivitas komunikasi model prima tani usahatani padi Efektivitas Komunikasi Karakteristik Individu Umur (X1) Pendidikan Formal (X2) Pendidikan Non Formal (X3) Pengalaman (X4) Pendapatan (X5) Pola Usaha Tani (X6) Status Lahan (X7) Luas Lahan (X8) Orientasi Usahatani (X9) Status Petani (X10)
Kognitif (Y1)
Afektif (Y2)
Konatif (Y2)
Nyata Nyata Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Nyata Nyata
Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata
Nyata Nyata Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Nyata Nyata
Sumber: Suwanda (2008) Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar faktor internal, seperti umur, tingkat pendidikan formal, tingkat pendidikan non-formal, pengalaman bertani, pendapatan rata-rata, status lahan, luas lahan garapan, orientasi usahatani dan status petani berhubungan nyata dengan tingkat efektivitas komunikasi petani responden pada ranah kognitif dan konatif. Tidak terdapat hubungan yang signifikan pada pola usahatani dengan efektivitas komunikasi ranah afektif petani, hal ini disebabkan karena petani tidak sepenuhnya mendukung model prima tani usahatani padi dengan alasan program yang dijalankan ini tergolong singkat sehingga manfaat yang didapat relatif sedikit. Pada korelasi hubungan antara umur, tingkat pendidikan formal, tingkat pendidikan non-formal, pengalaman
27
bertani, pendapatan rata-rata, pola usahatani, status lahan, luas lahan garapan, orientasi usahatani, dan status petani dengan afektif petani dalam efektivitas komunikasi model Prima Tani tidak terdapat hubungan yang signifikan. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan nyata antara faktor internal dengan efektivitas komunikasi model Prima Tani usahatani padi, sebagian besar diterima. Secara umum, karakteristik personal seseorang mempengaruhi tingkat efektivitas komunikasi. Keberagaman karakteristik-karakteristik personal sebagai fakta yang mempengaruhi tingkat efektivitas individu sebagai pribadi maupun sebagai mahluk sosial, jelas tidak dapat dipisahkan dari faktor eksternalnya. Karena sebagai mahluk sosial maupun sebagai pelaku utama di sektor pertanian, petani jelas tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh lingkungannya. Kesulitan petani bukan karena petani menjadi pemalas atau tidak bekerja keras, tetapi lebih banyak ditentukan oleh faktor luar yang membuat petani menjadi makin tidak menguntungkan sehingga berada di luar jangkauan petani. Penelitian Indra (2011) melihat pengaruh faktor eksternal dengan efektivitas komunikasi kelompok tani dalam mewujudkan keberdayaan petani di Kabupaten Aceh Singkil, didapat hasil sebagai berikut: Tabel 3. Hubungan faktor eksternal dengan efektivitas komunikasi Efektivitas Komunikasi Mempengaruhi Sikap (Y3)
Hubungan yang Makin Baik (Y4)
Tindakan Positif (Y5)
Faktor Eksternal
Pemahaman (Y1)
Kesenangan (Y2)
Kebijakan Publik (X1) Intensitas Penyuluhan (X2) Ketersediaan Sarana Produksi (X3) Ketersediaan Informasi (X4)
Tidak Nyata
Nyata
Nyata
Nyata
Tidak Nyata
Tidak Nyata
Nyata
Nyata
Nyata
Nyata
Tidak Nyata
Tidak Nyata
Tidak Nyata
Tidak Nyata
Nyata
Nyata
Nyata
Nyata
Nyata
Nyata
Sumber: Indra (2011) Pada Tabel 3, faktor eksternal menunjukkan bahwa secara umum semua indikator berhubungan nyata dengan indikator efektivitas komunikasi. Namun ada beberapa indikator yang tidak berhubungan nyata dengan indikator lainnya, di
28
antaranya adalah kebijakan publik dengan pemahaman dan tindakan positif, intensitas penyuluhan dengan pemahaman, ketersediaan sarana produksi dengan pemahaman, kesenangan, mempengaruhi sikap dan hubungan baik. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan publik, intensitas penyuluhan, ketersediaan sarana produksi dan ketersediaan informasi sangat mempengaruhi tingkat efektivitas komunikasi. Dari penjelasan hubungan antara karakteristik individu dan faktor eksternal dengan efektivitas komunikasi, beserta juga penjelasan indikatorindikatornya maka dapat dikatakan terdapat hubungan yang nyata positif antara karakteristik individu, faktor eksternal dengan efektivitas komunikasi. Pada karakteristik individu, secara umum terdapat hubungan nyata pada hampir semua indikator kecuali pada indikator pendapatan petani, pengalaman organisasi dan luas lahan garapan. Pada indikator pendapatan petani berhubungan nyata negatif dengan semua indikator efektivitas komunikasi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan petani efektivitas komunikasi dalam kelompok tani cenderung menurun, sedangkan pada indikator pengalaman berorganisasi, terdapat hubungan nyata negatif dengan indikator pemahaman dan mempengaruhi sikap. Sementara itu, pada indikator luas lahan garapan memiliki hubungan nyata negatif dengan indikator kesenangan dan mempengaruhi sikap. Hasil penelitian Anas (2003) tentang keefektivan komunikasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir, melihat hubungan faktor internal dengan efektivitas komunikasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir, didapat hasil sebagai berikut: Tabel 4. Hubungan faktor internal dengan efektivitas komunikasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir Efektivitas Komunikasi Karakteristik Nelayan Umur (X1) Pendidikan Formal (X2) Pendidikan Non Formal (X3) Jenis Usaha (X4) Jumlah Tanggungan Keluarga (X5) Pendapatan Keluarga (X6) Pengeluaran Keluarga (X7)
Anas: 2003
Kognitif (Y1)
Afektif (Y2)
Konatif (Y3)
Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata
Tidak Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata
Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata
29
Tabel 4 menunjukkan bahwa faktor umur, pendidikan formal, dan pengeluaran keluarga tidak mempunyai hubungan yang nyata dengan efektivitas komunikasi baik dalam meningkatkan pengetahuan, menentukan sikap maupun dalam mengambil tindakan. Pendidikan nonformal dan jenis usaha tidak mempunyai hubungan yang nyata dengan efektivitas komunikasi dalam meningkatkan pengetahuan dan mengambil tindakan. Pendidikan nonformal hanya berhubungan nyata positif dalam menentukan sikap. Jenis usaha hanya berhubungan nyata negatif dengan sikap. Jumlah tanggungan keluarga berhubungan nyata negatif dengan efektivitas komunikasi yang dilakukan nelayan, baik yang mencakup aspek pengetahuan, sikap, maupun tindakan. Nilai koefisien korelasi negatif menunjukkan adanya hubungan yang negatif pula. Artinya, nelayan dengan tanggungan keluarga kecil, akan lebih efektif berkomunikasi dalam meningkatkan pengetahuan, menentukan sikap dan tindakan terhadap program yang disampaikan. Pendapatan keluarga berhubungan sangat nyata positif dengan efektivitas komunikasi, baik yang mencakup aspek pengetahuan, sikap, maupun tindakan. Ini berarti bahwa semakin besar pendapatan nelayan semakin efektif mereka berkomunikasi dalam meningkatkan pengetahuan, menentukan sikap dan mengambil keputusan. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa karakteristik individu juga berkaitan dengan efektivitas komunikasi, yaitu Djunaedi (2003) yang meneliti tentang efektivitas komunikasi dalam Program Imbal Swadaya di Kecamatan Dramaga, menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara karakteristik individu dengan tingkat efektivitas komunikasi tentang bagaimana Program Imbal Swadaya bisa diterima oleh masyarakat. Hasilnya menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat efektivitas komunikasi seseorang. Astuti (2003) dalam penelitiannya tentang keefektivan komunikasi dalam pelaksanaan
program
penanggulangan
kemiskinan
menunjukkan
adanya
hubungan yang nyata antara faktor situasional dengan keefektivan komunikasi, yaitu hubungan dalam persepsi anggota terhadap P4K, dukungan anggota terhadap kelompok P4K, dan kesesuaian syarat pinjaman kepada anggota kelompok.
30
Hasil penelitian Anas (2003) tentang keefektivan komunikasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir menunjukkan bahwa karakteristik individu yang merupakan faktor penentu dalam membentuk efektivitas komunikasi adalah pendapatan dan jumlah tanggungan keluarga. Masyarakat dengan tanggungan keluarga kecil dan pendapatan lebih besar, akan lebih efektif berkomunikasi dalam meningkatkan pengetahuan, menentukan sikap dan mengambil suatu tindakan terhadap suatu program yang disampaikan. Penelitian yang dilakukan Suwanda (2008) hubungan antara faktor internal dengan efektivitas komunikasi model usahatani padi untuk: umur, tingkat pendidikan, pendapatan, dan luas lahan dengan ranah kognitif berhubungan sangat nyata. Dalam penelitian Indra (2011) juga ditemukan adanya hubungan antara karakteristik individu dengan keberdayaan petani, menunjukkan bahwa sebagian besar indikator karakteristik individu berhubungan positif dengan keberdayaan petani, didapat hasil sebagai berikut: Tabel 5. Hubungan karakteristik individu dengan keberdayaan petani di Kabupaten Aceh Singkil Karakteristik Individu
Umur (X1) Pendidikan Formal (X2) Pendidikan Non Formal (X3) Pendapatan Petani (X4) Pengalaman Berorganisasi (X5) Luas Lahan Garapan (X5) Kosmopolitan (X6)
Keberdayaan Petani Mempunyai Kesadaran Aset (Y3) Hak dan Kewajiban (Y4) Nyata Nyata Nyata Nyata
Mandiri (Y1)
Berwawasan (Y2)
Nyata Nyata
Nyata Nyata
Tidak Nyata
Tidak Nyata
Tidak Nyata
Nyata
Nyata
Tidak Nyata Tidak Nyata Nyata
Saling Ketergantungan (Y5) Nyata Nyata
Kemampuan Mendapat Peluang Pasar (Y5) Nyata Tidak Nyata
Tidak Nyata
Nyata
Tidak Nyata
Nyata
Nyata
Tidak Nyata
Tidak Nyata
Tidak Nyata
Tidak Nyata
Tidak Nyata
Tidak Nyata
Nyata
Tidak Nyata Nyata
Tidak Nyata
Tidak Nyata
Tidak Nyata
Tidak Nyata
Nyata
Nyata
Nyata
Nyata
Sumber: Indra (2011) Tabel 5 menunjukkan bahwa secara umum umur berhubungan nyata dengan keseluruhan indikator-indikator keberdayaan petani. Ini memberikan gambaran bahwa semakin bertambahnya umur maka semakin tinggi juga tingkat
31
keberdayaannya. Kemandirian sangat ditentukan dari tingkat kematangan atau kedewasaan seseorang; bagaimana petani bisa mampu memilih jalan hidupnya dan menentukan pilihan dalam aktivitas bertaninya. Mengenai wawasan juga sangat ditentukan oleh tingkat umur, apalagi ditambah dengan tingkat pengalaman hidup yang banyak. Pengalaman hidup bisa dilihat dari tingkatan umur, semakin tinggi maka pengalaman hidupnya juga semakin banyak dan ini akan berdampak secara kognitif kepada individu seseorang. Semakin tinggi umur petani maka semakin produktif juga dalam mengumpulkan aset produksinya, selain didukung oleh kebutuhan pribadi juga didukung oleh anggota keluarga lainnya. Umur juga meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara, pemahaman akan hal ini akan meningkatkan tingkat keberdayaan secara individu. Semakin tinggi umur akan meningkatkan saling ketergantungan dengan orang lain, hal ini sesuai dengan hakikat sebagai manusia bahwasanya tidak akan berdiri sendiri tanpa ada bantuan orang lain. Lain halnya dengan hasil analisis yang menyatakan bahwa umur berhubungan nyata dengan kemampuan petani dalam mendapatkan peluang pasar, artinya semakin tinggi umur seseorang maka kemampuan mendapatkan peluang pasar juga akan semakin mudah, ini mungkin didukung oleh tingkat pengalaman petani dalam melakukan hubungan jual beli dengan pihak lain dalam menjual hasil panennya. Pendidikan formal berhubungan sangat nyata dengan indikator mandiri, berwawasan, mempunyai aset, kesadaran hak dan kewajiban dan saling ketergantungan.
Ini
menggambarkan
bahwa
pendidikan
formal
sangat
berhubungan dengan keberdayaan seseorang. Pendidikan biasanya menciptakan manusia dengan berbagai kemampuan baik secara pengetahuan, sikap dan tindakan. Berbagai kemampuan ini menjadi dasar petani dalam beraktivitas dan akan meningkatkan keberdayaannya. Lain halnya dengan pendidikan nonformal, dari hasil analisis menunjukkan bahwa adanya hubungan yang nyata dengan kemandirian dan saling ketergantungan. Ini menunjukkan bahwa pendidikan nonformal dengan pendidikan formal memiliki fungsi yang sama, karena dapat meningkatkan keberdayaan petani itu sendiri. Tabel tersebut juga menunjukkan adanya hubungan yang nyata negatif antara indikator pendapatan dengan indikator mandiri, berwawasan, mempunyai
32
aset, kesadaran hak dan kewajiban. Ini berarti bahwa semakin meningkat pendapatan petani maka tingkat keberdayaan petani akan menurun. Untuk menyatakan bahwa seseorang itu berdaya, banyak ukuran yang bisa dijadikan patokan, tidak hanya melihat pada tingkat pendapatan seseorang yang tinggi. Pengalaman organisasi dan luas lahan garapan dari Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa secara umum tidak ada hubungan yang nyata dengan keberdayaan petani. Tidak adanya hubungan nyata ini dikarenakan bahwa petani dalam berorganisasi tidak terlalu serius mengikutinya dan hanya kegiatankegiatan formal saja yang diikuti sehingga hubungan dengan orang lain semakin sedikit dan akan menjadikan petani menjadi obyek dari organisasi. Lain halnya dengan luas lahan garapan yang tidak mempunyai hubungan nyata dengan tingkat keberdayaan petani, ini jelas menunjukkan bahwa seluas apapun petani memiliki lahan garapan, tidak berhubungan nyata dengan tingkat wawasan, kemandirian, dan lainnya. Pada indikator kekosmopolitan terlihat bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata dengan semua indikator keberdayaan petani seperti kemandirian, berwawasan,
mempunyai
aset,
kesadaran
hak
dan
kewajiban,
saling
ketergantungan dan kemampuan mendapat peluang pasar. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kemampuan petani dalam mencari informasi maka semakin tinggi
juga
tingkat
keberdayaannya.
Ini
menunjukkan
betapa
strategisnya makna informasi bagi keberdayaan petani. Tabel 6. Hubungan faktor eksternal dengan keberdayaan petani di Kabupaten Aceh Singkil Keberdayaan Petani Mempunyai Kesadaran Aset (Y3) Hak dan Kewajiban (Y4) Nyata Nyata
Faktor Eksternal
Mandiri (Y1)
Berwawasan (Y2)
Kebijakan Publik (X1) Intensitas Penyuluhan (X2) Ketersediaan Sarana Produksi (X3) Ketersediaan (X4) Informasi
Nyata
Nyata
Nyata
Nyata
Nyata
Tidak Nyata
Tidak Nyata
Nyata
Nyata
Sumber: Indra (2011)
Saling Ketergantungan (Y5) Nyata
Kemampuan Mendapat Peluang Pasar (Y6) Tidak Nyata
Nyata
Nyata
Tidak Nyata
Tidak Nyata
Tidak Nyata
Tidak Nyata
Nyata
Nyata
Nyata
Nyata
Tidak Nyata
33
Tabel 6 menjelaskan bahwa secara umum hubungan antara faktor eksternal dengan keberdayaan petani positif. Faktor eksternal yang berhubungan postif adalah indikator kebijakan publik, intensitas penyuluhan dan ketersediaan informasi. Walaupun kebijakan publik adalah program-program bantuan dari pemerintah, ini sangat membantu petani baik secara individual maupun kelompok dalam hal aktivitas bertani. Begitu juga dengan intensitas penyuluhan yang berhubungan sangat nyata dengan indikator keberdayaan petani kecuali pada indikator kemampuan mendapatkan peluang pasar. Ini sejalan dengan Slamet (2003) yang berpendapat bahwa pemberdayaan masyarakat adalah ungkapan lain dari tujuan penyuluhan pembangunan. Pengertian pemberdayaan mayarakat adalah bagaimana membuat masyarakat mampu membangun dirinya sendiri, mampu membangun/memperbaiki kehidupan sendiri, atau masyarakat yang mampu meningkatkan kualitas hidupnya sendiri, tidak tergantung dari “belas kasih” pihak lain. Hasil analisis tersebut yang menghasilkan hubungan yang sangat nyata didukung oleh tingkat intensitas penyuluhan di kabupaten tersebut yang aktif. Sehingga akan menciptakan keberdayaan petani yang baik. Penelitian Sumardjo (1999) di Jawa Barat, mengungkapkan bahwa pelaksanaan penyuluhan akan menempatkan martabat petani secara lebih layak, keberadaan petani dengan aspek kepentingan dan kemampuannya menjadi lebih dikenali dan dihargai sehingga lebih mendorong terjadinya partisipasi masyarakat yang lebih tinggi. Ketersediaan informasi yang didapat oleh petani sebagian besar diperoleh dari media televisi, tenaga penyuluh pertanian dan pedagang. Walaupun ketersediaan informasi masih terbatas, namun tingkat keberdayaan petani cukup baik. Begitu juga dengan ketersediaan informasi yang sangat mendukung tingkat keberdayaan petani. Dengan demikian informasi dapat dikatakan sebagai faktor yang sangat berperan dalam proses pemberdayaan petani. Secara umum dari penjelasan hubungan antara karakteristik individu dan faktor eksternal dengan keberdayaan petani, beserta juga penjelasan indikatorindikatornya maka dapat dikatakan terdapat hubungan nyata positif antara karakteristik individu, faktor eksternal dengan keberdayaan petani.
34
Dilihat dari karakteristik individu, secara umum terdapat hubungan nyata positif pada indikator umur, pendidikan formal dan kekosmopolitan, sedangkan pada indikator pendapatan petani memiliki hubungan nyata negatif dengan indikator mempunyai aset, kesadaran hak dan kewajiban dan kemampuan mendapatkan peluang pasar. Indikator pendidikan nonformal, pengalaman organisasi dan luas lahan garapan memiliki hubungan nyata negatif dengan indikator berwawasan, mempunyai aset, kesadaran hak dan kewajiban dan kemampuan mendapat peluang pasar. Tabel 7. Hubungan efektivitas komunikasi dengan keberdayaan petani di Kabupaten Aceh Singkil Efektivitas Komunikasi
Pemahaman (X1) Kesenangan (X2) Mempengaruhi Sikap (X3) Hubungan (X4)Baik Tindakan Positif (X5)
Mandiri (Y1)
Berwawasan (Y2)
Nyata Nyata
Tidak Nyata Nyata
Nyata
Keberdayaan Petani Mempunyai Kesadaran Aset (Y3) Hak dan Kewajiban (Y4) Nyata Tidak Nyata
Saling Ketergantungan (Y5) Nyata
Kemampuan Mendapat Peluang Pasar (Y6) Nyata
Nyata
Nyata
Nyata
Tidak Nyata
Nyata
Nyata
Nyata
Nyata
Tidak Nyata
Nyata
Nyata
Nyata
Nyata
Nyata
Tidak Nyata
Nyata
Nyata
Nyata
Nyata
Nyata
Tidak Nyata
Sumber: Indra (2011) Pemahaman secara umum berhubungan berhubungan nyata dengan mandiri, dan berhubungan nyata dengan indikator mempunyai aset, saling ketergantungan dan kemampuan mendapat peluang pasar. Pemahaman tidak memiliki hubungan nyata dengan berwawasan dan kesadaran hak dan kewajiban. Hal ini menggambarkan bahwa pentingnya pemahaman dalam berkomunikasi baik antara komunikan maupun komunikator, dan ini dapat dikatakan bahwa komunikasi bisa efektif. Pada saat tingkat pemahaman antara pelaku komunikasi tersebut terjadi maka pada titik itulah petani dikatakan berdaya, karena sudah mampu memahami potensi dirinya dan memiliki kebebasan mengemukakan pendapat. Berani dalam mengemukakan pendapat ini terjadi karena adanya umpan balik dari proses komunikasi yang berlangsung selama diskusi atau rapat yang dilaksanakan. Berkaitan dengan hubungannya dengan tingkat kemandirian,
35
mempunyai aset, saling ketergantungan dan mampu mendapatkan peluang pasar, terbangun ketika terjadi pertukaran pesan-pesan seperti informasi-informasi pasar, informasi penggunaan modal usaha tani. Pada indikator kesenangan terlihat bahwa terdapat hubungan yang nyata dengan indikator mandiri, berwawasan, mempunyai aset, kesadaran hak dan kewajiban dan saling ketergantungan, kecuali pada indikator kemampuan mendapat peluang pasar. Ini menggambarkan bahwa selain pemahaman pelaku komunikasi yang mencerminkan seseorang berdaya, indikator kesenangan juga dapat mempengaruhi keberdayaan seseorang. Adanya tingkat kesenangan pada pelaku komunikasi ini akan menggambarkan bahwa petani merasa terbebaskan dan lepas dari tekanan pihak lain dalam berkomunikasi. Berkaitan dengan hasil penelitian yang ada hubungannya dengan indikator-indikator di atas menunjukkan bahwa dengan kesenangan yang baik maka akan meningkatkan keberdayaan petani. Mempengaruhi sikap berhubungan nyata dengan indikator mandiri, berwawasan,
mempunyai
aset, kesadaran hak dan kewajiban dan saling
ketergantungan, kecuali pada indikator kemampuan mendapat peluang pasar. Ini menggambarkan
bahwa
semakin tinggi komunikasi bisa efektif dalam
mempengaruhi sikap maka akan meningkatkan keberdayaan petani. Adanya tindakan mempengaruhi orang lain dalam kelompok itu sering terjadi. Namun, bagaimana seseorang bisa mempengaruhi orang lain tergantung pada sejauh mana komunikator bisa menyampaikan pesan yang dengan mudah dipahami oleh komunikan. Jika dihubungkan pada tingkat keberdayaan petani, pada saat seseorang bisa mempengaruhi sikap orang lain dan sebaliknya maka pesan yang disampaikan itu bisa dikatakan efektif (saling memahami) dan ada umpan balik di antara keduanya. Jika terjadi seperti ini maka secara individual petani mampu menonjolkan dirinya yang tidak bisa dipengaruhi oleh orang lain secara cepat. Tabel tersebut juga memperlihatkan adanya hubungan yang sangat nyata antara hubungan yang baik dengan tingkat keberdayaan petani terutama sekali pada indikator mandiri, berwawasan, mempunyai aset, kesadaran hak dan kewajiban dan saling ketergantungan. Ini menggambarkan
bahwa
komunikasi yang efektif dapat dilihat ketika pesan yang disampaikan oleh pelaku
36
komunikasi dapat menciptakan hubungan yang baik. Dalam komunikasi hal yang seperti ini mencerminkan keharmonisan di antara anggota kelompok tani, begitu juga dengan adanya hubungan yang baik ini juga memperlihatkan bahwa komunitas di kelompok masyarakat dapat dikatakan berdaya. Tindakan positif juga sangat berhubungan nyata dengan tingkat keberdayaan petani. Komunikasi yang efektif bisa dilihat sejauh mana pesan yang dimunculkan ketika berkomunikasi dalam kelompok bisa mempengaruhi orang lain dan menghasilkan tindakan positif bagi pelaku komunikasi. Tindakan positif sangat
mencerminkan
tingkat
keberdayaan
petani,
karena
berdayanya
seseorang bukan hanya dilihat dari aspek ekonominya saja tetapi juga bisa dilihat dari aspek perilaku individual yang positif. Dari penjelasan hubungan antara efektivitas komunikasi
dengan
keberdayaan petani, beserta juga penjelasan indikator-indikatornya maka dapat katakan bahwa terdapat hubungan nyata antara efektivitas komunikasi dengan keberdayaan petani. Faktor internal yang mempengaruhi efektivitas komunikasi adalah karakteristik personal atau karakteristik individu, karakteristik demografi dan karakteristik psikografi. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi efektivitas komunikasi adalah gangguan komunikasi. Sebagaimana dikemukakan oleh Gibson dan Ivancevich (1997) terdapat sejumlah hambatan komunikasi yang menyebabkan komunikasi tidak efektif, di antaranya perbedaan frame of references dan frame of experiences di antara komunikator dan komunikan, informasi yang terlalu banyak (overload information), stereotype, perbedaan status, bahasa kelompok, kata putus nilai, gangguan, perbedaan persepsi dan faktor bahasa.