3
TINJAUAN PUSTAKA Botani Padi Padi (Oryza sativa L.)merupakan salah satu dari tanaman pangan tertua yang dibudidayakan. Tanaman padi adalah serealia semusim yang merupakan sumber karbohidrat utama bagi penduduk dunia.Nenek moyang dari padi budidaya sudah ada di Asia sejak 40 juta tahun yang lalu. Secara taksonomi padi termasuk dalam Divisi Angiospermae, Kelas Monokotiledonae, Ordo Poales, Famili Poaceae atau Gramineae serta Genus Oryza (Tjitrosoepomo 2000). Tanaman padi antara varietas satu dengan varietas lainnya memiliki perbedaan atau ciri khas masing-masing dari segi morfologi maupun fisiologinya. Sifat-sifat yang nampak berbeda tersebut disebabkan oleh faktor genetik yang diwariskan. Diantara ribuan varietas/kultivar padi itu, ada beberapa sifat yang sama dimiliki oleh sebagian varietas/kultivarietas. Berdasarkan persamaan sifat, maka padi dibedakan menjadi
varietas indica dan varietas japonica/sub-japonica (Siregar
1981). Varietas japonica memiliki ciri-ciri : (a) daun sempit dan berwarna hijau tua, (b) bentuk bulir membulat, lebar dan tebal, (c) umumnya berbulu yang panjang atau ada juga yang tidak berbulu, rambut pada glume tebal dan panjang, (d) distribusinya meliputi Jepang, Korea dan Cina bagian utara (e) mampu beradaptasi di daerah dengan siang hari yang panjang (16 jam), maka disebut varietas hari panjang (longday variety). Varietas indica mempunyai ciri-ciri, (a) daun yang sempit dan berwarna hijau terang, (b) bulir ramping dan tipis, (c) umumnya tidak berbulu, namun kadang-kadang bulunya hanya pendek saja, (d) dan mempunyai glume dengan bulu yang tipis dan pendek, dan (e) distribusinya meliputi Cina bagian Selatan, Taiwan, India dan Sri Langka (f) biasa tumbuh di daerah dengan siang hari yang pendek (12 jam), maka disebut varietas hari pendek (shortday variety) (Matsuo & Hoshikawa 1993). Sejumlah ciri dari family Gramineae juga menjadi ciri padi, yaitu berakar serabut, daun berbentuk lanset (sempit memanjang), urat daun sejajar, memiliki pelepah daun, bunga tersusun seperti bunga majemuk dengan satuan bunga berupa floret, floret tersusun dalam spikelet, khusus untuk padi satu spikelet hanya memiliki satu floret. Dalam family Gramineae, buah dan bulir sulit dibedakan karena merupakan bulir (grain) atau kariopsis (Matsuo & Hoshikawa 1993).
4 Pertumbuhan tanaman padi dibedakan dalam tiga fase, yaitu fase vegetatif, generatif dan pematangan. Fase vegetatif dimulai dari awal pertumbuhan sampai pembentukan malai, fase reproduktif dimulai dari pembentukan malai sampai pembungaan dan fase pematangan dimulai dari pembungaan sampai gabah matang. Di daerah tropis, fase generatif berlangsung 35 hari dan fase pematangan 30 hari. Perbedaan masa pertumbuhan dibedakan berdasar lamanya fase vegetatif(Safitri 2010).
Tanah Masam dan Permasalahannya Curah hujan yang tinggi di suatu daerah mengakibatkan pencucian Kalsium dan pembentukan tanah masam, sehingga Kalsium biasanya rendah pada tanah masam dan tinggi pada tanah ber-pH tinggi. Pada tanah ber-pH rendah (asam), konsentrasi ion Aluminium (Al) tinggi (Salisbury &Ross 1995). Bila pH tanah kurang dari 5,5 maka kelarutan Al meningkat. Al yang larut ini akan bereaksi dengan fosfat dan dengan cepat membentuk senyawa Al fosfat yang tidak larut. Kemasaman tanah yang tinggi, keracunan Aluminium, dan kekurangan fosfor merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman pada lahan masam. Keracunan Al juga akan menghambat pertumbuhan akar primer dan menghalangi pembentukan akar lateral dan bulu akar, ujung akar menebal, berwarna cokelat seperti busuk dan mengering sehingga menghasilkan sistem perakaran tanaman yang kerdil dan pendek (Harmida 2007). Keracunan Aluminium (Al3+) membatasi produktivitas tumbuhan pada tanah masam dan dalam konsentrasi mikro di dalam larutan tanah dapat menghambat pemanjangan akar dan mengganggu transport air dan nutrisi, akibatnya terjadi penurunan hasil produksi tumbuhan yang signifikan (Giannakoula2009). Pada tanaman padi keracunan Al mengakibatkan menurunya akumulasi bahan-bahan kering, penyerapan unsur N, P, K, Ca dan Mg (Hai et al. 1989), menurunya panjang akar relatif (Nasution &Suhartini 1992; Nelson 1993; Sivaguru &Paliwal 1993a; Suwartoet al. 1996). Keracunan Al menghambat pertumbuhan bagian atas tanaman, pertumbuhan akar dan hasil pada tanaman: gandum (Ohki 1985), sorgum (Baligaret al. 1989)dan kedelai (Sunartoet al.1992).
5
Pemanfaatan Tanah Masam untuk Padi Gogo Pengaruh negatif dari tanah masam dapat diperbaiki dengan ameliorasi tanah dan penggunaan varietas toleran (Sanchez &Salinas 1981). Pengapuran merupakan salah satu usaha memperbaiki tanah masam dengan peningkatan serapan N, P, dan K (Murtado&Sutedjo 1988). Selain itu pengapuran menghilangkan unsur yang meracun dan meningkatkan unsur hara Ca dan Mg serta KTK tanah (Fathan et al. 1988; Samsuddin &Ismail 1995). Penggapuran dan pemupukan P meningkatkan hasil gabah (Balittan 1994), kacang tanah (Murtado &Sutedjo 1988), kedelai (Wade et al. 1989; Sunartoet al. 1992). Pengapuran yang bertujuan untuk menetralkan pH tanah merupakan pemborosan, pengapuran sebaiknya ditujukan untuk meniadakan unsur-unsur yang meracun tanaman (Tisdale &Nelson 1985). Pengapuran dapat menurunkan respon hasil yang maksimal pada penambahan unsur P (Posse &Mendoza 1995). Usaha ameliorasi tanah-tanah masam memerlukan input tinggi yang umumnya tidak mampu dipenuhi oleh petani (Baligar et al. 1989). Untuk itu perlu dirakit suatu varietas yang toleran tanah masam. Tanaman yang toleran tanah masam biasanya lebih efisien dalam penyerapan dan penggunaan unsur hara (Marschner 1986; Sivaguru &Paliwal 1993a). Penggunaan tanaman yang toleran tanah masam merupakan usaha pemanfaatan tanah masam yang mudah dan murah bagi petani. Varietas-varietas padi gogo yang telah diuji toleran tanah masam adalah Kedok, Pae Gudo, Parab, Bakka Kleno (Silitongaet al. 1992), Seratus Malam, Hawara Bunar, Azucena, Hanjuang, Jambu (Lubiset al. 1995), Grogol dan Payun (Suwarto et al. 1996).
Daya Racun Aluminium pada Tanaman Padi Aluminium dapat menimbulkan efek yang merugikan pertumbuhan tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh cekaman Al tidak sama pada semua tanaman, bahkan dalam spesies yang sama. Akar merupakan bagian tanaman yang paling sensitif terhadap keracunan Al. Gejala awal yang tampak pada tanaman yang keracunan Al, yaitu tidak berkembangnya sistem perakaran sebagai akibat penghambatan perpanjangan sel (Purnamaningsih &Mariska 2008). Secara umum dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi Al yang digunakan maka persentase regenerasi tanaman semakin rendah. Hal ini disebabkan
6 karena peningkatan toksisitas Al pada taraf yang lebih tinggi sehingga menyebabkan kematian pada sel atau jaringan. Tanaman padi yang toleran mempunyai akar yang panjang, berwarna putih serta banyak mempunyai anakan baru, sebaliknya tanaman padi yang peka mempunyai akar yang pendek, sedikit, dan berwarna coklat (Purnamaningsih &Mariska 2008). Pengelompokkan tanaman padi berdasarkan kemampuan adaptasinya pada cekaman Al ditentukkan dari nilai panjang akar relatif (PAR). Menurut Nasution dan Suhartini (1992) PAR dapat dirumuskan sebagai berikut: PAR = Jika nilai PAR > 0.7 maka tanaman tersebut masuk ke dalam kelompok tanaman toleran Al, nilai PAR 0.62–0.69 termasuk kelompok tanaman moderat toleran Al, dan nilai PAR ≤ 0.61 termasuk kelompok tanaman sensitif terhadap Al. Perlakuan cekaman Aluminium pada indeks kejenuhan Al 25% dan Al 50% menurunkan bobot kering akar padi sensitif dan meningkatkan bobot kering akar tanaman toleran (Hanum et al.2007). Pada media yang mengandung Al, persentase benih yang mampu berkecambah dan tumbuh dengan baik menurun dengan semakin tingginya konsentrasi Al. Tanaman yang mengalami cekaman Al menunjukkan gejala-gejala: pertumbuhan akar menjauhi media, ujung akar berwarna ungu, daun mengecil, dan tanaman kerdil (Sutjahjo et al. 2004)
Mekanisme Toleransi terhadap Keracunan Aluminium Beberapakemungkinan hipotesa tentang mekanisme toleransi tanaman terhadap Al, yaitu merubah pH di sekitar perakaran sehingga Al tidak meracun bagi tanaman (Foy 1987; Sivaguru &Paliwan 1993a). Pada tanaman kedelai yang toleran Al akan mensintesis asam organik (oksalat) lebih tinggi dari pada tanaman sensitif Al (Sopandieet al. 1996). Ada keragaman genetik antar spesies dan varietas terhadap toleransi Al. Batas kritis kejenuhan Albervariasi bergantung jenisnya, pada kacang hijau 5%, kedelai 20%, kacang tanah 29%, jagung 28%, kacang tunggak 55% (Sudjadi &Effendi 1990) dan padi gogo 40% (Ismunadji &Partohardjono 1985). Genotipe yang toleran Al mengakumulasi bahan kering dan hasil lebih tinggi dibandingkan yang sensitif pada tanaman gandum (Baligar et al. 1993), kedelai (Sunarto et al. 1994). Selain itu juga
7 dilaporkan bahwa konsentrasi Al 3 ppm dalam larutan tanah, dapat merusak varietas padi yang sensitif terhadap keracunan Al. Sedangkan pada konsentrasi 10 ppm, semua varietas baik yang sensitif maupun yang toleran mengalami kerusakan (IRRI 1979). Varietas yang toleran Al biasanya menunjukan efisiensi dalam penggunaan hara (Baligar et al. 1993). Padi yang toleran Al berhubungan dengan efisiensi terhadap unsur P dibandingkan padi yang sensitif. Keracunan Al menyebabkan peningkatan jumlah kandungan Al di akar dan ujung tajuk tanaman padi. Pada tanaman padi yang sensitif Al, kandungan Al akar dan ujung tajuk lebih tinggi di banding kultivar yang toleran Al.Rasio Al di ujung tajuk/akar menjadi indikator translokasi Al dari akar ke ujung tajuk. Rasio Al di ujung tajuk/akar pada tanaman padi toleran lebih rendah dibanding tanaman padi yang sensitif. Konsentrasi Al di akar dan di ujung tajuk ini dijadikan parameter untuk membedakan antara kultivar toleran dengan sensistif. Analisis Histochemical akar menggunakan pewarnaan hematosilin memperlihatkan warna ungu tua pada sayatan melintang tebal 1 mm pada ujung akar yang diberi perlakuan Al.Padi varietas sensitif Al menunjukkan lebih banyak menyerap Al dibanding varietas toleran Al. Distribusi Al di ujung akar ditemukan pada bagian epidermis dan subepidermis pada kedua varietas (Miftahudin et al. 2007). Tanaman toleran mampu membuat mekanisme untuk mencegah penyerapan Al atau mampu mendetoksifikasi sifat racun Al setelah diserap oleh akar. Kandungan makro dan mikro hara tanaman pada jaringan tumbuhan secara nyata dipengaruhi oleh adanya Al. Aluminium dapat menurunkan konsentrasi Ca, P, K dan Mg di ujung tajuk, dan menurunkan kadar K, Mg dan Mn di akar. Al meningkatkan Ca dan P di akar dan menyebabkan peningkatan kandungan Al di ujung tajuk dan akar (Macedo &Jan 2008).
Pemulian Tanaman Padi Toleran Aluminium Program pemuliaan tanaman di Indonesia didasarkan atas pertimbangan untuk mendapatkan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi, memiliki mutu yang baik serta mempunyai sifat-sifat unggul lainnya, seperti toleran terhadap kekeringan, lahan masam, salinitas tinggi dan penyakit. Keragaman genetik yang tinggi merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses pemuliaan tanaman.
8 Seleksi berdasarkan data analisis kuantitatif yang berpedoman pada nilai keragaman genotip, keragaman fenotip, heritabilitas, korelasi genotip, dan korelasi fenotip. Untuk memperkecil kekeliruan seleksi yang didasarkan pada wujud luar (fenotip) tanaman, maka perlu memperhatikan korelasi genotip dan fenotip antar sifat, lingkungan yang cocok untuk seleksi sifat yang diinginkan, ciri genetik sifat yang diseleksi (monogenik, oligenik dan poligenik) dan cara seleksi (Wahdan 1996). Kombinasi gen dari suatu individu adalah genotip. Secara individu pada kondisi pertumbuhan dan lingkungan yang spesifik,tidak semua gen dapat terekspresi.Ekspresi genotip disebut fenotip dan dapat dipertimbangkan sebagai hasil dari interaksi antara genotip dan lingkungan dimana individu berkembang. Sebagai contoh perbedaan genotip antara tanaman dan resistensi penyakit hanya akan terekspresi jika ada tekanan infeksi untuk penyakit, genotip toleran kekeringan, hanya dapat terekspresi pada stress kekeringan (Pabendon 2004). Di Indonesia perakitan varietas unggul padi yang toleran Al merupakan salah satu prioritas untuk menghasilkan tanaman padi yang mampu beradaptasi pada tanah masam (Partohardjono et al. 1997). Usaha perbaikan varietas padi gogo antara lain untuk mendapatkan padi genjah, meningkatkan potensi hasil, ketahanan terhadap kendala utama seperti penyakit blas (Pyricularia orizae L.) dan adaptasi terhadap lahan bermasalah (Soejono 2003). Beberapa padi gogo lokal di Indonesia seperti Grogol, Krowal dan Hawara Bunar mempunyai kemampuan dapat tumbuh dan bereproduksi dalam kondisi cekaman Al pada tanah masam. Sedangkan IR64 merupakan galur padi sawah yang sensitif Al (Khatiwada et al. 1996; Suparto 1999; Jagau 2000; Roslim et al. 2008) Beberapa penelitian untuk mendapatkan galur padi gogo toleran Al dengan menggunakan metode yang berbeda sudah dilaksanakan. Hasil penelitian Swasti (2004)untuk mendapatkan galur padi gogo yang efisien P, dan Trikoessoemaningtyas (2002) padi gogo yang efisien K dalam cekaman Al. Bakhtiar (2007) melakukan penapisan padi gogo menggunakan kultur anter untuk toleransi Al dan ketahanan terhadap penyakit blas, dan Edi (2004) meningkatkan toleransi Al pada padi menggunakan kombinasi keragaman somaklonal dan radiasi dengan sinar gamma, serta Purwokoet al. (2005) telah merakit padi gogo toleran Aluminium asal tanaman haploid ganda hasil kultur antera.