Tingkat Pengetahuan mengenai Faktor Risiko Acanthamoeba Keratitis pada Pengguna Lensa Kontak dan Hubungannya dengan Karakteristik Mahasiswa FKUI Wahyudi F1, Wahdini S2 1. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia 2. Ddepartemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RSCM, Jakarta, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian yang diadakan di Malaysia pada tahun 2001dan beberapa penelitian di Amerika Serikat menunjukan penggunaan lensa kontak merupakan faktor risiko utama Acanthamoeba Keratitis (AK).Pengetahuan dan penelitian tentang faktor risiko AK pada pengguna lensa kontak di Indonesia masih sedikit dilakukan.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari hubungan antara tingkat pengetahuan mengenai faktor risiko AK pada pengguna lensa kontak dan karakteristik mahasiswa FKUI yang mempengaruhinya.Pengumpulan data berdasarkan kuesioner pada 106 mahasiswa FKUI tingkat I, II, dan III yang dipilih secara nonprobability sampling. Karakteristik mahasiswa yang diteliti adalah jenis kelamin dan tingkat pendidikan mahasiswa. Pengetahuan yang diteliti ialah faktor risiko AK. Analisis Univariate menunjukkan 52,6% responden memiliki tingkat pengetahuan baik, 2,1% memiliki tingkat pengetahuan cukup, dan 45,3% memiliki tingkat pengetahuan kurang. Analisis bivariate menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin (p=0,964) dengan tingkat pengetahuan faktor risiko AK dan terdapat hubungan bermakna antara tingkat pendidikan mahasiswa (p=0,03) dengan tingkat pengetahuan faktor risiko AK. Laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan sama dalam memperoleh pengetahuan dan mengakses informasi mengenai kesehatan mata. Tingkat pengetahuan berhubungan bermakna dengan tingkat pendidikan karena dengan pendidikan yang lebih tinggi, individu memperoleh informasi, kemampuan berpikir kritis dan kemampuan kognitif yang lebih baik untuk mengakses informasi mengenai kesehatan mata.
Knowledge level regarding Risk Factors of Acanthamoeba Keratitis in Contact Lens Users and the Relation to Student Characteristics of Faculty Medicine of University Indonesia Abstract Study conducted in Malaysia in 2001 and studies in the United States show the use of contact lens is a major risk factor for Acanthamoeba keratitis (AK). Knowledge about risk factor for Acanthamoeba keratitis in contact lens users in Indonesia is still low and little research is done. The purpose of this study is to assess the relationship between the knowledge level regarding risk factor for Acanthamoeba keratitis in contact lens users andits relation to student characteristics in Faculty Medicine of University Indonesia (FMUI). A questionnairebased survey was carried out with 106 students, selected by nonprobability sampling from first, second and third grade students in FMUI. Student characteristics studied were gender and education level in FMUI. Questions regarding knowledge on Acanthamoeba keratitis were risk factor. Univariate analysis showed 52.6% of respondents had high knowledge level, 2.1% had a moderate level of knowledge, and 45.3% had low knowledge levels. Bivariate analysis showed that there was no significant relation between sex (p = 0.964) with the knowledge levelregarding risk factors for Acanthamoeba Keratitis and there is a significant relation between the education level of students (p = 0.03) with the knowledge level regarding risk factors for Acanthamoeba keratitis. The results show that both man and women have equal opportunity to acquire the knowledge and information about eye health. Whereas with higher levels of education, individuals have critical thingking skills and better cognitive to obtain information about eye health. Keyword: Knowledge level;Risk Factor of Acanthamoeba Keratitis;Contact Lens;Education Level
Tingkat pengetahuan…, Ferdinand Wahyudi, FK UI, 2014
Pendahuluan Free-living Amoebae (FLA) adalah protozoa uniselular yang tersebar luas di seluruh benua.FLA mampu bertahan hidup dan bereplikasi di lingkungan tanpa bantuan dari host atau inang. FLA ditemukan di berbagai habitat alam termasuk sungai, danau, pemandian air panas, air leding, kolam renang, air pembuangan industri maupun cairan atau jaringan dari orofaring manusia.1 Achantamoeba dan
Naegleria merupakan FLA yangdiketahui sebagai agen
penyebab beberapa penyakit infeksi pada manusia. Infeksi oleh amoeba ini masih terdengar asing bagi tenaga medis, ahli patologi maupun pekerja laboratorium. Akan tetapi, FLA mendapat
perhatian
lebih
akhir-akhir
ini
karena
meningkatnya
kasus-kasus
AK,
granulomatous amoebic encephalitis (GAE) dan primary amoebic meningoencephalitis (PAM).2 AK dapat disebabkan oleh trauma pada kornea atau penggunaan lensa kontak dan cairan yang terkontaminasi oleh amoeba.Tidak seperti GAE, AK dapat terjadi pada orang yang imunokompeten.Tidak ada laporan mengenai AK dapat berkembang menjadi GAE walaupun kasus uveitis dihubungkan dengan GAE.Diagnosis keratitis dapat membingungkan karena agen penyebab keratitis yang dapat disebabkan oleh jamur, parasit maupun virus.Ulkus kornea yang tak kunjung sembuh merupakan petunjuk utama penyebabnya adalah Acanthamoeba keratitis. Lebih dari 30 kasus AK dilaporkan akhir-akhir ini di Chicago dan lebih dari 5000 kasusAK diperkirakan terjadi di United States pada bulan Agustus 2006. Insiden AK yang cukup tinggi juga dilaporkan di United Kingdom dan India.2,3 Angka kebutaan di Indonesia pada tahun 1993-1996 mencapai angka 1,5 % dengan kebuataan kornea sebesar 0,1 % berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Kementrian Sosial, Kementerian Kesehatan, Biro Pusat Statistik, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Perdami, dan Perdati. Angka ini menempatkan Indonesia pada urutan pertama dalam masalah kebutaan di Asia dan nomor dua di dunia.Sedangkan untuk kebutaan kornea, Indonesia menempati urutan kelima di dunia.5Kasus AK di Indonesia secara resmi belum dilaporkan.Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007 yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI mengenai keratitis tidak menyebutkan Acanthamoeba spp.sebagai salah satu agen penyebab keratitis. Pedoman tersebut menyatakan bahwa keratitis adalah suatu penyakit infeksi pada kornea yang dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, virus, dan faktor imunologis.6Pengalaman klinis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) juga masih menduga bahwa keratitis disebabkan oleh agen-agen infeksius seperti bakteri, virus, atau jamur. Aktivitas berenang dilaporkan berhubungan dengan terjadinya keratitis (AK) yang
Tingkat pengetahuan…, Ferdinand Wahyudi, FK UI, 2014
disebabkan oleh Acanthamoeba spp. dan PAM yang disebabkan oleh Naegleria pada orang sehat. Sebuah studi di Malaysia melaporkan bahwa peningkatan waktu rekreasi dengan melakukan aktivitas-aktivitas air di kolam renang dan beberapa tempat rekreasi di negara itu menyebabkan meningkatnya angka kejadian
infeksi FLA. Maraknya penggunaan lensa
kontak, terutama pada kalangan remaja juga meningkatkan risiko terjadinya AK, dan risiko ini semakin meningkat apabila menggunakan lensa kontak sembari berenang.2 Mahasiswa FKUI mempelajari berbagai jenis penyakit termasuk penyakit infeksi oleh parasit sehingga diharapkan memiliki pengetahuan yang lebih mengenai infeksi Acanthamoeba spp..Data-data atau penelitian mengenai faktor risiko dan infeksi Acanthamoeba spp. masih sangat sedikit dilakukan dan dilaporkan.Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukan di atas, peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan mahasiswa FKUI pengguna lensa kontak mengenai faktor risiko Achantamoeba Keratitis dengan karakteristik mahasiswa.
Tinjauan Teoritis Free-living Amoebae (FLA) adalah organisme yang dapat hidup bebas di alam, namun kebanyakan ditemukan di air dan tanah.7Organisme ini merupakan predator utama bakteri.8,9 Bentuk kista dari FLA dapat bertahan hidup dalam waktu bertahun-tahun meskipun berada di lingkungan yang tidak sesuai atau tidak menguntungkan. Hal ini disebabkan oleh kista tahan terhadap perubahan suhu, pH, chlorine, detergent dan disinfektan lainnya.1 Beberapa spesies FLA dapat menginfeksi manusiayaituNaegleria spp. agen penyebabacutemeningitis, Acanthamoeba
spp.menyebabkan
granulomatosis
meningitis,
otites,
dan
Naegleria
1
fowleripenyebab primary amebian meningoencephalitis. Manusia terinfeksi Naeggleria fowlerimelalui aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan air seperti berenang. N. fowleriakan masuk ke dalam rongga hidung menuju otak melalui nervus olfaktorius. Di lain pihak, Acanthamoeba spp.dan Balamuthia akan masuk ke kulit dan membran mukosa menuju ke otak melalui penyebaran hematogen.7Sebuah survey menunjukan bahwa amoeba-amoeba ini hidup pada sumber-sumber air alam, air-air industri, dan sumber air panas. Naeggleria spp. dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada suhu 25-440C.9 Sementara Acanthamoeba spp.dapat hidup pada air keran, air botol, kolam renang, tabung air panas, danau, sungai, laut, tanah dan sistem pendingin (AC).10 Acanthamoeba spp.memiliki dua tahap dalam siklus kehidupannya, yaitutahap vegetatif tropozoit dan kista (Gambar 1).Tropozoit yang merupakan predator dari bakteri bereplikasi
Tingkat pengetahuan…, Ferdinand Wahyudi, FK UI, 2014
dengan membelah dua, sedangkan fase kista adalah fase istirahat (dormant).Acanthamoeba spp. memiliki struktur unik seperti tanduk runcing yang muncul dari permukaan tubuhnya.Tropozoit memiliki ukuran 15 sampai 50 µm tergantung dari jenis spesiesnya dengan satu buah nukleus dan nukleolus berukuran besar di tengahnya. Sitoplasma Acanthamoeba spp. bergranular dan terdiri atas banyak mitokondria, ribosom, vakuola makanandan vakuola kontraktil. Ketika jumlah makanan di lingkungan sangat sedikit dankondisi lingkungan tidak menguntungkan, Acanthamoeba spp.akan berubah bentuk menjadi kista yang berukuran 10-25 cm dengan dinding sel ganda. Kondisi lingkungan yang dimaksud misalnya temperatur ekstrim yaitu suhu di bawah -200C, pH yang ekstrim, keadaan hipoglikemia, hiperosmolaritas dan lingkungan yang kering.
Gambar 1.Acanthamoeba spp. castellanii, Tropozoit (a) dan Kista (b)n:nukleus; cv:vakuola kontraktil (perbesaran x 1000)12
Bagian luar dinding kista (eksokista) dikelilingi kerutan atau lipatan-lipatan yang tersusun oleh protein dan lipid, sedangkan bagian dalam dinding kista (endokista)tersusun atas selulosa.Endokista memiliki bentuk yang bervariasi seperti bentuk stelata atau bintang, poligonal, oval dan spherikal. Di antara pertemuan endokista dan eksokista terdapat pori atau ostium yang dilingkupi oleh operkulum. Apabila kondisi lingkungan kembali baik untuk pertumbuhan,Acanthamoeba spp.akan meninggalkan fase kista atau dorman dengan melepaskan operkulumnya dan kembali ke dalam bentuk tropozoit. Bentuk tropozoit atau kista tersebar luas di alam Acanthamoeba spp.dapat diisolasi dari tanah, air segar maupun air payau, air botol mineral, jacuzzi tubs, air conditioner, kolam hidroterapi rumah sakit, dental irrigation units, mesin dialisis, debu, lensa kontak, hasil sekret paru, hasil swab yang didapat dari mukosa nasopharingeal pasien baik dengan penyakit pernafasan maupun orang sehat. Beberapa spesies Acanthamoeba spp. dapat ditemukan pada otak, paru, kulit, dan kornea yang terinfeksi. Organisme ini dapat menyesuaikan diri di lingkungan dengan range osmolalitas yang luas, sehingga mereka mampu bertahan hidup pada air saringan, media kultur jaringan, cairan tubuh mamalia, dan air laut.3,10,11,12 Beberapa spesies dari Acanthamoeba spp.: yaituA.culbertsoni, A.polyphaega, A.castellanii, A.astronyxis,
A.hatchetti,
A.rhysodes,
A.divionensis,
Tingkat pengetahuan…, Ferdinand Wahyudi, FK UI, 2014
A.lugdunensis,
dan
A.lenticulata.Penelitian
terbaru
menunjukan
bahwa
Acanthamoeba
spp.
berperan
dalamperkembangan beberapa bakteri patogen contohnya meningkatkan pertumbuhan dan kemampuan bertahan hidup dari V.cholerae. Survey di Inggris dan Korea menemukan 1530% air keran mengandung Acanthamoeba spp.dan diasosiasikan dengan infeksi kornea pada lensa kontak.12,13,14 Dalam siklus hidupnya, Acanthamoeba spp. memiliki dua tahap, yaitu kista dan tropozoit.Dalam kondisi lingkungan yang sesuai yaitu makanan cukup, suhu 30o, osmolaritas 50-80 mOsmolAcanthamoeba spp.akan tetap dalam tahap tropozoit dan kemudian memperbanyak diri secara aseksual melalui mitosis. Sebaliknya dalam lingkungan yang tidak sesuai,Acanthamoeba
spp.akan
bertransformasi
menjadi
kista.Kedua
tahap
tersebut
merupakan tahap infektif yang dapat menginfeksi manusia melalui mata, kulit dan saluran pernapasan (Gambar 2).
Gambar.2 Siklus Hidup Acanthamoeba spp.12
AK adalah suatu penyakit progresif yang berpotensial mengakibatkan kebutaan karena infeksi kornea.2 Apabila infeksi ini tidak ditangani dengan benar, dapat mengakibatkan terbentuknya ulkus pada kornea, kehilangan ketajaman penglihatan, dan bahkan kebutaan.AK dapat disebabkan oleh trauma pada kornea atau penggunaan lensa kontak dan penggunaan air yang terkontaminasi oleh Acanthamoeba spp. AK memiliki penampakan klinis yaitu inflamasi pada kornea, photophobiadan sakit hebat pada okular.Biasanya hanya satu mata yang mengalami AK, tetapi kasus AK bilateral telah dilaporkan.Berbeda dengan GAE, AK dapat terjadi pada orang yang imunokompeten. Pada tahap awal AK, kornea anterior mengalami kerusakan akibat invasi tropozoit Acanthamoeba spp..Tropozoit dan kista
Tingkat pengetahuan…, Ferdinand Wahyudi, FK UI, 2014
Acanthamoeba spp. dapat ditemukan di antara lamela-lamela kornea.Hal ini merangsang pengeluaran sel-sel inflamasi yang sebagian besar terdiri dari sel leukosit polimorfonuklear (PMN) yang biasanya ditemukan pada lapisan superfisial dan lapisan tengah stroma kornea. Pada tahap akhir AK, dapat ditemukan ulkus dan perforasi pada kornea.3 Faktor risiko terbesar
AK adalah higine yang kurang dalam penggunaan lensa kontak.
Berdasarkan teori ini, lebih dari 85 % kasus AK terjadi pada pengguna lensa kontak.AKsering terjadi pada pria muda yang mungkin memiliki kebersihan diri yang kurang, penggunaan dan perawatan. Lensa kontak yang tidak benar dan penggunaan disinfeksi lensa kontak yang salah seperti home-made saline.Lensa kontak yang sudah tergores atau pecah sebaiknya tidak digunakan.Faktor risiko lainnya adalah penggunaan lensa kontak sewaktu berenang dan mencuci mata. Faktor-faktor risiko penyebab AK adalah berenang sambil menggunakan lensa kontak, mencuci mata selama atau setelah penggunaan lensa kontak, mengucek mata selama berkebun, aktivitas di air selama atau setelah menggunakanlensa kontak, menyentuh lensa kontak tanpa mencuci tangan dengan benar, dan membersihkan lensa kontak menggunakan home-made saline dan disinfektan mengandung klorin (Gambar 3). Penggunaan disinfektan yang menggunakan bahan klorin juga dapat menjadi faktor risiko Acanthamoeba Keratitispada
mata.Hal
ini
disebabkan
oleh
Acanthamoeba
spp.resisten
terhadap
klorin.Acanthamoeba spp.secara signifikan berikatan lebih kuat terhadap silicone hydrogel lensa kontak dibandingkan conventional hydrogellensa kontak.Pemakaian lensa kontak yang terlalu lama dan terus menerus tanpa penggunaan dan perawatan yang sesuai juga menjadi fakor risiko utama Acanthamoeba Keratitispada mata. Hal ini disebabkan olehtrauma kornea dalam skala mikro saja diikuti dengan pajanan air yang terkontaminasi (berenang, mencuci mata), debu, vegetable matter atau partikel-partikel asing merupakan faktor utama infeksi Acanthamoeba sppterhadap mata (Acanthamoeba Keratitis). Acanthamoba merupakansalah satu jenis free living amoeba yang dapat hidup di air, udara, dan tanah. Oleh karena itu, subjek yang rentan infeksi khususnya pengguna lensa kontak harus lebih waspada terhadap penggunaan lensa kontak sewaktu berenang, mandi atau mencuci lensa dengan home-made saline.
Tingkat pengetahuan…, Ferdinand Wahyudi, FK UI, 2014
Gambar 3. Faktor Risiko Infeksi Acanthamoeba spp.14
Kerusakan yang disebabkan oleh tropozoit Acanthamoeba spp.pada infeksi kornea dan otak kemungkinan merupakan hasil dari beberapa mekanisme patogenesis yang berbeda. Beberapa penelitian menunjukan bahwa Acanthamoeba spp.mensekresikan enzim yang berfungsi menyediakan jalan dan nutrisi untuk persebaran Acanthamoeba spp.. Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa spesies patogenik A. culberstoni mengeluarkan enzim posfolipase lebih banyak dibandingkan dengan spesies nonpatogenik A. rhysodes. Berdasarkan percobaan,enzimA. culberstoni dalam jumlah kecil menghasilkan efek sitopatik terhadap kultur sel sedangkan enzim yang dihasilkan oleh A. rhysodes tidak menimbulkan efek sitopatik. Penelitian lain menunjukan bahwa beberapa spesiesAcanthamoeba spp. memproduksi proteinase serin dan sistein, metaloproteinase, aktivator plasminogen dan menghasilkan efek kemotaktik terhadap ekstrak endotelial.3 Tahap awal yang sangat penting dalam patogenesis infeksi adalah adhesi atau perlekatan Acanthamoeba spp. pada jaringan inang.Acanthamoeba spp.mengekspresikan protein virulensi yaitu mannose-binding protein (MBP) yang memediasi adhesi Acanthamoeba spp.Pada lapisan permukaan kornea. MBP adalah protein transmembran yang memiliki sifat sebagai reseptor pada permukaan sel. Acanthamoeba spp.juga mengekskresicontactdependent
metalloproteinase
dan
contact-independent
serine
proteinases.Proteinase-
proteinase ini menghasilkan efek sitopatik potent cytopathic effect (CPE) yang berfungsi
Tingkat pengetahuan…, Ferdinand Wahyudi, FK UI, 2014
untuk menghancurkan sel inang, mendegradasi membran basal epitel dan penetrasi Acanthamoeba spp. ke dalam lapisan kornea yang lebih dalam. MBP adalah protein yang berukuran 400-kDa. Banyak penelitian menunjukan bahwa MBPAcanthamoeba spp.memediasi perlekatan
atau adhesi Acanthamoeba spp. pada
permukaan kornea. MBP berikatan dengan mannose-containing glycoprotein yang ada pada sel epitel kornea.Selain itu, MBP juga dapat berikatan dengan neoglikoprotein danmannosylated-bovin serum albumin (Man-BSA).Strain patogenik Acanthamoeba spp. yang dapat memproduksi MBP dalam jumlah besar mampu berikatan dengan sel inang dan menghasilkan efek sitopatik, sedangkan nonpatogenik Acanthamoeba spp. yang hanya menghasilkan sejumlah kecil MBP tidak mampu berikatan dengan sel inang dan tidak dapat menghasilkan efek sitopatik. Dapat disimpulkan bahwa penemuan ini menunjukan salah satu mekanisme perlekatan Acanthamoeba spp. pada permukaan kornea melibatkan interaksi antara MBP dan mannose-containing glycoproteins (mannose-GPs) yang terdapat pada permukaan jaringan kornea. Pada penelitian in vitro CPE assays, ketika jaringan epitel kornea monolayer diinkubasi bersama dengan Acanthamoeba spp., dalam beberapa jam dapat dilihat sejumlah kecil area plak bebas sel pada jaringan monolayer tersebut. Ketika inkubasi dilanjutkan, area bebas sel tersebut membesar bahkan hampir tidak ditemukan lagi sel-sel yang menyusun jaringan monolayer tersebut. Hal ini menunjukan lisisnya sebagian besar sel epitel kornea tersebut. Lensa kontak digunakan untuk mengkoreksi kesalahan refraksi pada mata, memperbaiki tajam penglihatan dan memperbaiki penampilan atau kosmetik.Lensa kontak pada dasarnya adalah steril, tetapi apabila penggunaan dan perawatannya tidak sesuai dapat menimbulkan
berbagai
komplikasi
baik
komplikasi
noninfeksius
maupun
infeksius.Komplikasi noninfeksius pada kornea adalah abrasi kornea, infiltrasi kornea, edema, dan mata kering.Sedangkan komplikasi infeksius pada kornea dapat disebabkan oleh Acanthamoeba, bakteri gram negatif, bakteri gram positif, infeksi jamur dan virus.Lensa kontak dapat dibuat dari berbagai jenis bahan plastik baik keras maupun lembut.Ada dua jenis lensa kontak yaitu soft lens dan semi hard contact lenses. Lensa kontak memerlukan penggunaan dan perawatan yang benar untuk mencegah komplikasi seperti selalu mencuci tangan saat memakai dan melepaskan lensa kontak, membilasi dengan contact lens- soap untuk membersihkan debris dan kotoran, kemudian membilas dengan steril saline solution, penggunaan homemade saline tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan infeksi.15
Tingkat pengetahuan…, Ferdinand Wahyudi, FK UI, 2014
Pendidikan
merupakan
proses
pengembangan
kemampuan
fundamental
seseorang.16Dalam konteks kesehatan, pendidikan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang dan kemampuan seseorang dalam mengerti, memproses dan mengolah suatu informasi kesehatan.17 individu dengan pendidikan tinggi lebih menjaga kesehatannya dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah.18Penelitian oleh Gopa Khotari pada wanita dengan infeksi mata dan kebutaan menunjukan sebagian besar wanita berpendidikan rendah disebabkan olehkemampuan dalam memperoleh dan menggunakan informasi dan fasilitas pelayanan kesehatan mata yang rendah.19 Perbedaan mendasar antara laki-laki dan wanita adalah perbedaan biologis yang berpengaruh terhadap status kesehatan individu tersebut.laki-laki lebih sering terpajan faktorfaktor risiko yang membahayakan kesehatan dibandingkan dengan perempuan.16 Akan tetapi, penelitian empiris mengatakan perempuan lebih mudah terserang penyakit dibandingkan lakilaki, meskipun ada dugaan terdapat kesalah dalam penelitian ini. Penelitian oleh Gopa Khotari menunjukan angka kebutaan dan infeksi mata diderita 64% perempuan dan 36% lakilaki.Salah satu penyebab tingginya angkat infeksi mata ini adalah tingkat pengetahuan perempuan mengenai kesehatan mata dan penggunaan pelayanan kesehatan dan informasi kesehatan mata yang rendah pada subjek penelitiannya. Meskipun sebenarnya laki-laki atau perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh informasi mengenai faktor risiko infeksi mata.19
Metode Penelitian Tujuan umum dari penelitian adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai faktor risiko AK pada pengguna lensa kontak dan hubungannya dengan karakteristik mahasiswa, sedangkan tujuan khususnya adalah untuk mengetahui sebaran karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dan tingkat pendidikan dan mengetahui tingkat pengetahuan respon danmengenai faktor risiko AKdan hubungannya dengan karakteristik responden. Desain cross sectional dipakai dalam metode ini. pengambilan data dilakukan sejak 26 Januari 2013 sampai 26 Desember 2013 di FKUI dengan populasi target adalah mahasiswa FKUI yang pernah atau sedang menggunakan lensa kontak. Penelitian ini melibatkan 96 mahasiswa yang dipilih dengan teknik consecutive sampling. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah mahasiswa FKUI tingkat I, II, dan III yang menggunakan lensa kontak dan bersedia
Tingkat pengetahuan…, Ferdinand Wahyudi, FK UI, 2014
mengisi kuesioner, sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah mahasiswa FKUI tingkat I, II, III yang menggunakan lensa kontak dan tidak bersedia mengisi kuesioner. Tingkat pengetahuan responden dinilai dari hasi jawaban responden terhadap kuesioner yang diberikan. Kuesioner memiliki dua bentuk soal pilihan ganda, yaitu soal yang hanya diisi dengan satu jawaban tepat dan soal yang dapat diisi lebih dari satu jawaban. Untuk soal yang hanya memiliki satu jawaban, skor 2 diberikan apabila jawaban benar dan 0 apabila jawaban salah atau tidak tahu.Sedangkan untuk soal yang dapat diisi oleh lebih dari satu jawaban, skor 2 diberikan apabila jawaban yang paling tepat dipilih, skor 1 apabila jawaban yang paling tepat tidak dipilih namun jawaban lain dipilih, skor 0 apabila jawaban salah atau tidak tahu.Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS For Windows versi 11.5.setelah diperiksa kelengkapan data secara manual, kemudian data dilakukan pemasukan data dan pengkodean data sesuai dengan skala pengukurannya. Jenis kelamin diklasifikasikan ke dalam skala nominal, tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan diklasifikasikan ke dalam skala ordinal.Kemudian data diuji dengan analisis univariate untuk analisis data deskriptif. Untuk menentukan kemaknaan, uji analisis bivariat dengan menggunakan chi square dilakukan dan apabila tidak memenuhi syarat chi square, maka akan dilakukan uji analisis dengan uji kolmogorov-smirnov (KS).
Hasil Penelitian Mahasiswa FKUI yang menjadi responden adalah mahasiswa preklinik tingkat I, II, dan III yang terbagi menjadi 2 program yaitu reguler dan internasional. Mahasiswa tingkat I program reguler terdiri atas 79 laki-laki dan 102 perempuan, untuk program internasional terdiri atas12 laki-laki dan 37 perempuan. Mahasiswa tingkat II program reguler terdiri atas 61 laki-laki dan 116 perempuan, untuk program internasional terdiri atas 20 laki-laki dan 32 perempuan. Mahasiswa tingkat III program reguler terdiri atas 96 laki-laki dan 86 perempuan, untuk mahasiswa program internasional terdiri atas 21 laki –laki dan 41 perempuan. Survey dengan menggunakan kuesioner dilakukan terhadap 116 mahasiswa program reguler dan internasional FKUI tingkat I, II, dan III yang pernah atau sedang memakai lensa kontak. Dari data yang didapa sebanyak 97 responden yang memenuhi kriteria inklusi dan mengisi kuesioner
dengan penuh dan kemudian akan dianalisis. Sedangkan 19 data memenuhi
kriteria drop out karena responden tidak mengisi kuesioner dengan lengkap dan data tersebut
Tingkat pengetahuan…, Ferdinand Wahyudi, FK UI, 2014
tidak akan dianalisis. Pada tabel 1 menunjukan bahwa responden penelitian dalam hal ini mahasiswa FKUI tingkat I, II, dan III yang pernah atau sedang menggunakan lensa kontak sebagian besar adalah perempuan sebanyak 74 orang (76,3%), sedangkan responden laki-laki sebanyak 23 orang (23,7%). Pada tabel 1 juga menunjukan bahwa responden penelitian dalam hal ini mahasiswa FKUI tingkat I, II, dan III yang pernah atau sedang menggunakan lensa kontak terdiri dari mahasiswa tingkat I sebanyak 36 orang (37,1 %), mahasiswa tingkat II sebanyak 19 orang (19,6%) dan mahasiswa tingkat III sebanyak 42 orang (43,3%). Dari tabel tersebut dapat diamati bahwa mahasiswa yang menjadi responden terbanyak adalah mahasiswa tingkat III disusul oleh mahasiswa tingkat I dan mahasiswa tingkat II dengan jumlah yang paling sedikit.
Tabel 1.Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan Variabel Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan
Kategori laki-laki Perempuan Total Tingkat I Tingkat II Tingkat III Total
Frekuensi 23 74 97 36 19 42 97
Persentase (%) 23.7 76.3 100.0 37.1 19,6 43,3 100.0
Tabel 2 merupakan hasil analisis uji hipotesis dengan menggunakan analisis Kolmogorov-Smirnov didapat nilai Significancy menunjukan angka 0,964.Dari hasil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat pengetahuan. Untuk mengetahui hubungan antara variabel tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan dilakukan uji Chi Square terlebih dahulu.Hasil yang didapat tidak memenuhi syarat uji Chi Squaresehingga dilakukan penggabungan sel, yaitu menggabungkan kelompok tingkat II dengan kelompok tingkat I. Hal ini didasari oleh jumlah atau frekuensi kelompok tingkat II paling sedikit yaitu 19 responden. Setelah penggabungan sel dilakukan lagi uji Chi Square denganhasil yang kembali tidak memenuhi syarat uji Chi Square. Oleh karena itu dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov.
Tingkat pengetahuan…, Ferdinand Wahyudi, FK UI, 2014
Tabel 2 Hubungan antara Variabel Jenis Kelamin dan Tingkat Pengetahuan serta Hubungan antara Tingkat Pendidikan dan Tingkat Pengetahuan Variabel
Kategori Kurang (n)
Jenis Kelamin
Tingkat Pendidikan
Tingkat Pengetahuan Cukup (n)
P Baik (n)
Laki-laki
11
2
10
Permpuan
33
0
41
Tingkat I
22
0
14
Tingkat II
10
1
8
Tingkat III
12
1
29
0,964
0,031
Dari tabel 3 dapat diamati bahwa nilai Significancy menunjukan angka 0,031. Oleh karena nilai p lebih kecil dari 0,005, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara tingkat pendidikanresponden dengan tingkat pengetahuan responden. Tabel 3 Hubungan antara Variabel Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan Variabel
Kategori Kurang
Tingkat Pendidikan
Tingkat I+Tingkat II Tingkat III Total
32 12 44
Tingkat Pengetahuan Cukup Baik 1 22 1 2
P 0,031
29 51
Pembahasan Hubungan Jenis Kelamin dan Tingkat Pengetahuan Mengenai Faktor Risiko AcanthamoebaKeratitis pada Pengguna Lensa Kontak Penggunaan lensa kontak selain untuk memperbaiki ketajaman penglihatan (visus), memperbaiki kesalahan refraksi, juga dipakai untuk tujuan kecantikan (kosmetik).15 Oleh karena itu, penggunaan lensa kontak lebih populer di kalangan perempuan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini yaitu 97 mahasiswa yang pernah atau sedang menggunakan lensa kontak, sebagian besar adalah perempuan sebanyak 74 orang (76,3%), sedangkan responden laki-laki sebanyak 23(23,7%) orang. Penelitian yang dilakukan oleh McGhee mengatakan bahwa perempuan memiliki perhatian dan kesadaran yang lebih tinggi terhadap kesehatan dan perawatan matanya dibandingkan dengan laki-laki.20Begitu juga dengan penelitian oleh
Tingkat pengetahuan…, Ferdinand Wahyudi, FK UI, 2014
Cordiana di India pada 514 pelajar dimana 53,8% terdiri dari perempuan, menunjukkan bahwa pelajar perempuan memiliki informasi yang lebih mengenai penggunaan lensa kontak dan perawatannya yang didapat dari petunjuk di dalam kemasan (p<0,001), orang tua (p<0,01) dan teman sekolah (p<0,05).21Hal ini bertolak belakang dengan hasil analisis uji hipotesis dengan menggunakan analisis Kolmogorov-Smirnov didapat nilai Significancy menunjukan angka 0,964. Hal ini sejalan dengan penelitian pada 162 pengguna lensa kontak yang dilakukan oleh Dwight cavanagh pada tahun 2011, menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara gender dengan tingkat pengetahuan terhadap faktor risiko AK ( p = 0,535).22 Mahasiswa FKUI baik laki-laki maupun perempuan yang menjadi responden di tingkat pendidikan yang sama mendapat pengetahuan dan modul kedokteran dengan kuantitas dan kualitas yang sama sehingga jenis kelamin tidak mempengaruhi dan tidak berhubungan dengan tingkat pengetahuan responden mengenai faktor risiko Achantamoeba pada pengguna lensa kontak. Hal ini juga didukung oleh sebuah studi kasus yang dilakukan oleh Gopa Khotari19 di India yaitu baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan sama dalam memperoleh pengetahuan dan informasi kesehatan mata. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan Mengenai Faktor Risiko Acanthamoeba Keratitispada Pengguna Lensa Kontak Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara tingkat pendidikanresponden
dengan tingkat pengetahuan responden (p=0,031). Hal ini sejalan
dengan beberapa penelitian sebelumnya, yaitu Penelitian eksperimental oleh Cutler membuktikan bahwa individu dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung memiliki lingkungan sosial seperti teman dan keluarga yang juga memiliki memiliki tingkat pendidikan tinggi, perilaku hidup sehat dan pandangan yang hampir sama terhadap kesehatan.18 Penelitian oleh Ka Yin Chan yang meneliti hubungan antara pengetahuan mengenai faktor risiko penggunaan lensa kontak dengan tingkat pendidikan dari 153 siswa pengguna lensa kontak yang terdiri dari 45 orang tingkat 2 dan 108 tingkat 3 sebuah sekolah menengah atas menunjukkan
bahwa siswa tingkat 2 lebih banyak yang tidak mengetahui risiko
menggunakan lensa kontak pada saat tidur dan berenang.24 Penelitian pada 2440 responden oleh Zhang Y dan Wu pada tahun 2013 juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan, usia dan pekerjaan dengan tingkat pengetahuan dan komplikasi penggunaan lensa kontak (p<0,05).25
Tingkat pengetahuan…, Ferdinand Wahyudi, FK UI, 2014
Pada populasi responden penelitian ini, sumber informasi responden utama mengenai faktor risiko Acanthamoeba Keratitispada pengguna lensa kontak
adalahmodul
kedokteranyang diajarkan di FKUI. Modul kedokteran yang diajarkan kepada mahasiswa tingkat I masih sebatas pengenalan ilmu kedokteran sehingga informasi, ilmu atau tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai faktor risiko AcanthamoebaKeratitis masih sangat rendah dibandingkan dengan tingkat II dan III. Mahasiswa tingkat II sudah mendapat modul-modul kedokteran yang setiap modulnya mempelajari ilmu parasit, sehingga tingkat pengetahuan mahasiswa tingkat II tentang faktor risiko Acanthamoebalebih baik daripada tingkat I, tetapi mahasiswa tingkat II belum mendapat modul penginderaan yang sesuai kurikulum FKUI diajarkan pada tingkat III sehingga tingkat pengetahuan mengenai faktor risiko AcanthamoebaKeratitis lebih rendah dibandingkan dengan tingkat III. Mahasiswa tingkat III adalah mahasiswa terbanyak dengan tingkat pengetahuan baik mengenai faktor risiko Acanthamoeba Keratitis.Hal ini disebabkan pada tingkat III saat pengambilan data, sudah diajarkan hampir semua modul kedokteran termasuk modul penginderaan yang di dalamnya mempelajari faktor risiko Acanthamoeba Keratitispada pengguna lensa kontak.Lingkungan mahasiswa baik itu teman satu kelompok di perkuliahan atau teman di luar perkuliahan, dan keluarga juga berpengaruh terhadap hubungan antara tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan mahasiswa. Pendidikan dan kesehatan merupakan dua modal utama suatu individu.17 Hubungan antara pendidikan dan kesehatan khususnya informasi kesehatan sudah diketahui secara luas dan sudah diteliti di berbagai negara serta berbagai periode waktu dengan berbagai macam indikator kesehatan.18
Hubungan antara tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan
mahasiswa dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor dari mahasiswa seperti kemampuan kognitif, kemampuan berpikir kritis, health literacy yaitu kemampuan seseorang untuk memperoleh atau membaca, memproses atau mengolah dan mengerti mengenai informasi kesehatan untuk mengambil keputusan terkait dengan kesehatannya; sumber informasidan lingkungan. Penelitianmenunjukan bahwa individu dengan tingkat pendidikan lebih tinggi, memiliki kesadaran dan kemampuan untuk memperoleh akses terhadap pelayanan kesehatan termasuk informasi kesehatan.Dengan pendidikan yang lebih tinggi, individu memperoleh informasi, kemampuan berpikir kritis dan kemampuan kognitif yang lebih baik.18 Kemampuan kognitif dan berpikir kritis merupakan modal utama dalam memperoleh, memproses dan mengerti suatu informasi kesehatan. Terdapat juga penelitian yang membuktikan bahwa individu dengan tingkat pendidikan lebih tinggi lebih terampil dalam
Tingkat pengetahuan…, Ferdinand Wahyudi, FK UI, 2014
penggunaan teknologi seperti internet dan media elektronik lainnya untuk memperoleh informasi kesehatan.18
Kesimpulan 1. Tingkat pendidikan mahasiswa merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai faktor risko AK pada pengguna lensa kontak 2. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai faktor risko AK pada pengguna lensa kontak 3. Jenis kelamin mahasiswa tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai faktor risko AK pada pengguna lensa kontak
Daftar Pustaka 1. Lais H, Silvana R, Rosa M, Marcos M, Sergio O. Prevalence of Potentially Pathogenic Free-Living Amoebae from Acanthamoeba and Naegleria Generain Non-Hospital, Public, Internal Environments from the City of Santos, Brazil. BJID. 2009; 13(6):395-7 2.
Init I, Lau YL, Arin F, Foead A, Nelsona RS, Nissapatorn V. Detection of free living amoebae, Acanthamoeba and Naegleria, in swimming pools, Malaysia. Trop Biomed. 2010; 27(3):566-77.
3. Govinda S,
Hercules M, Fredrick L. Pathogenic and opportunistic free-
livingamoebae:Acanthamoeba spp.,Balamuthiamandrillaris , Naegleriafowleri, and Sappinia diploidea. FEMS Immunol Med Microbiol. 2007; 50:1-26 4. Panjwani, N. Pathogenesis of Acanthamoeba Keratitis. PMC. 2010; 8(2): 70–9 5. Bangun CYY. Prevalensi kebutaan akibat kelainan kornea di kabupaten Langkat [thesis]. Fakuktas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2010 [cited 2012 Jan 17]. Available from: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6385 6. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2007. 7. Wannasan A, Chaiwong P, Bunchoo M, Morakote N. Occurance of thermotolerant Naegleria and Acanthamoeba in some natural water sources in Chiang Mai. Chiang Mai Med J. 2009; 48(3):117-24.
Tingkat pengetahuan…, Ferdinand Wahyudi, FK UI, 2014
8. Liang SY, Zi DR, Hsia KT, Hung CC, Sheng WH, Hsu BM, et al. Isolation and identification of Acanthamoeba species related to amoebic encephalitis and nonpathogenic free-living amoeba species from the rice field. Journal of Applied Microbiology. 2010; 109:1422-9. 9. Vaerewijk MJM, Sabbe K, Vanhende J, Bare J, Houf K. Sampling strategy, occurance and diversity of free-living protozoa in domestic refrigerators. Journal of Applied Microbiology. 2010 May; 109:1566-78. 10. Kovacevic D, Misljenovic T, Misljenovic N, Mikulicic N, Novkovski DD. Acanthamoeba keratitis-importance of the early diagnosis. Coll. Antropol. 2008 Jul; 32(2):221-4. 11. Gandahusada S, Rasad R. Buku AjarParasitologi kedokteran. Edisi keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011. h. 121-5. 12. Centers for Disease Control and Prevention.Parasites-acanthamoeba. Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention; 2011. 13. Shanan S, Abd H, Hedenstrom I, Saeed A, Sandstrom G. Detection of Vibrio cholerae and Acanthamoeba species from same natural water samples collected from different cholera endemic areas in Sudan. BMC Research Notes. 2011; 4:109. 14. Shoff ME, Rogerson A, Kessler K, Schatz S, Seal DV. Prevalence of Acanthamoeba and other naked amoebae in South Florida domestic water. Journal of Water and Health. 2007; 6(1):99-104. 15. Boles SF. Contact Lens Complications & Management: QEI Winter 2009 Newsletter [Internet]. Annapolis: Anne Arundel Eye Center; 2009[cited 2013 August 10]. Availablefrom:http://mdoptometryboard.org/pdf/Contact%20Lens 16. Smith KC. Sex, Gender and Health [Internet]. United States: Johns Hopkins School of Public
Health;
2006[cited
2013
August
10].
Available
from:http://ocw.jhsph.edu/courses/socialbehavioralaspectspublichealth/PDFs/Unit2Gen der.pdf 17. Groot W, Maassen H. What Does the Education Do to Our Health. In: Measuring the Effects of Education on Health and Civic Engagement [Internet]. Amsterdam: OECD; 2006[cited 2013 August 10]. Available from: http://www.oecd.org/education/countrystudies/37425763.pdf 18. Cutler DM, Muney AL. Education and Health: Evaluating Theories and Evidence. JEL. 2006; 11(12): 13.
Tingkat pengetahuan…, Ferdinand Wahyudi, FK UI, 2014
19. Kothari G. Working with Women to Improve Child and Community Eye Health. Community Eye Health Journal. 2009; 22(70): 20. 20. McGhee CN. An Overview of Topical Ophthalmic Drugs and the Therapeutics of Ocular Infection [Internet]. [Place unknown]: CNJ McGhee; [date unknown; cited 2013
August
10].
Available
from:
http://www.fmhs.auckland.ac.nz/som/ophthalmology. 21. Cordiana M, Ellul RD, Buhagiar, et al. An analysis of gender differences in selfreported health, use of medicines and access to information sources about medicine among adolescents. Int J Adolesc Med Health-; 21(4): 591-600. 22. Cavanagh, HD, Bui TH, Robertson DM. Patient Compliance During Contact Lens Wear: Perceptions, Awareness, and Behavior. Eye Contact Lens. 2010; 36 (6): 334-9. 23. U.S. Department of Health and Human Services, Office of Disease Prevention and Health Promotion [Internet]. Washington: U.S. Department of Health and Human Services;
2010[cited
2013
August
10].
Available
from:
http://www.health.gov/nhic/NHICScripts 24. Chan KY, Cheng CL, Chiu YL, et al. Effect of Patients’ Educational Background on Noncompliance Behaviours in Young Adult Contact Lens Wearers in Hongkong. Contact Lens & Anterior Eye. 2013; 36 (2): e24-5 25. Zhang Y, Wu X. Knowledge and Attitudes about Ulceration among Residents in a County of Shadong Province, China. Opthalmic Epidemiol. 2013; 20(4): 248-54.
Tingkat pengetahuan…, Ferdinand Wahyudi, FK UI, 2014