ADSORPSI-DESORPSI MONOLOGAM DAN MULTILOGAM ION Ni(II), Cd(II), DAN Cu(II) OLEH MATERIAL BIOMASSA ALGA Nitzschia sp YANG DIMODIFIKASI DENGAN PELAPISAN SILIKA-MAGNETIT (Fe3O4) (Skripsi)
Oleh
INDAH WAHYU PURNAMASARI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
ABSTRAK ADSORPTION-DESORPTION MONOLOGAM AND MULTI METAL Cd(II), Cu(II) AND Ni(II) IONS BY MATERIAL BIOMASS Nitzschia SP ALGAE MODIFIED WITH COATING SILICA-MAGNETITE (Fe3O4) By
Indah Wahyu Purnamasari
This study has been synthesized of hybrid algae silica (HAS) and the hybrid algae silica magnetite from biomass Nitzschia sp algae (HASM). Material synthesis product is characterized by using infrared spectrometer (IR) to identify functional groups, X-Ray Diffraction (XRD) to determine the level of kekristalan of HASM and Scanning Electron Microscopy With Energy Dispersive X-ray (SEM-EDX) to analyze the surface morphology and the constituent element. Adsorptiondesorption monologam and multi metals in HASM, chemical stability and ability to reuse was conducted using bacth. The chemical stability determined in acidic, basic and neutral media. Results of metal adsorption by HASM analyzed by atomic absorption spectrophotometer (AAS). HASM material is very stable in acidic media and less stable in alkaline media and can be used repeatedly 4 times repetition with water, 0,1M HCl, and 0,1 M Na2EDTA eluent. Ability sequence adsorbed metal on monologam as follows Cd(II)>Cu(II)>Ni(II) ions and for multi metals sequence adsorbed metal as follows Pb(II)> Cd(II)>Zn (II)>Cu(II)>Ni (II) ions.
Keywords: Adsorption, Desorption, Biomass, Nitzschia sp algae, HAS and HASM
ABSTRAK ADSORPSI-DESORPSI MONOLOGAM DAN MULTILOGAM ION Cd(II), Cu(II) DAN Ni(II) OLEH MATERIAL BIOMASSA ALGA Nitzschia SP YANG DIMODIFIKASI DENGAN PELAPISAN SILIKA-MAGNETIT (Fe3O4)
Oleh
Indah Wahyu Purnamasari
Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis Hibrida alga silika (HAS) dan Hibrida alga silika magnetit dari biomassa alga Nitzschia sp (HASM). Material hasil sintesis dikarakterisasi dengan menggunakan Spektrofotometer Inframerah (IR) untuk mengidentifikasi gugus fungsi, X-Ray Diffraction (XRD) untuk menentukan tingkat kekristalan dari HASM dan Scanning Electron Microscopy With Energi Dispersive X-Ray (SEM-EDX) untuk menganalisis morfologi permukaan dan konstituen unsur. Adsorpsi-desorpsi monologam dan multilogam pada HASM, stabilitas kimia dan kemampuan penggunaan ulang dilakukan dengan metode bacth. Stabilitas kima ditentukan dalam media asam, basa dan netral. Hasil adsorpsi logam oleh HASM dianalisis dengan spektrofotometer serapan atom (SSA). Material HASM sangat stabil pada media asam dan kurang stabil pada media basa serta dapat digunakan berulang sebanyak 4 kali pengulangan dengan eluen air, 0,1M HCl, dan 0,1 M Na2EDTA. Kemampuan urutan logam teradsorpsi pada monologam sebagai berikut ion Cd(II)>Cu(II)>Ni(II) dan untuk multilogam urutan logam teradsorpsi sebagai berikut ion Pb(II)>Cd(II)>Zn(II)>Cu(II)>Ni(II).
Kata kunci : Adsorpsi, Desorpsi, Biomassa, alga Nitzschia sp, HAS dan HASM
ADSORPSI-DESORPSI MONOLOGAN DAN MULTILOGAN ION Cd(II), Cu(II) DAN Ni(II) OLEH MATERIAL BIOMASSA ALGA Nitzschia SP YANG DIMODIFIKASI DENGAN PELAPISAN SILIKA-MAGNETIT (Fe3O4)
Oleh INDAH WAHYU PURNAMASARI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS Pada Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDARLAMPUNG 2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Peniangan, pada tanggal 10 Oktober 1994, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, putri dari Bpk Sayuto dan Ibu Hartutik, jenjang pendidikan diawali dari Taman Kanak-kanak (TK) di TK Pertiwi Batu badak Lampung timur diselesaikan pada tahun 2000. Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 1 Peniangan Lapung Timur diselesaikan pada tahun 2007.
Sekolah Menengah
Pertama (SMP) di SMP Negeri Sekampung Udik Lampung Timur diselesaikan pada tahun 2009, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA minhajut thulab Lampung Timur diselesaikan pada tahun 2012 Tahun 2012, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA Unila melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri). Pada tahun 2015 Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan di Laboratorium Kimia Anorganik Jurusan Kimia FMIPA Unila di Bandar Lampung. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum Sain Dasar Jurusan Biologi dan Matematika, Kimia Dasar II Jurusan S1 Teknologi Hasil Pertanian, Kimia Anorganik I, dan Kimia Anorganik II. Penulis juga aktif di Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) FMIPA Unila sebagai anggota Biro Penerbitan kepengurusan 2012/2013 dan Biro kestari kepengurusan 2014/2015.
MOTO
“Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan” (Q.S Al. Insyirah;6)
“Kemenangan yang seindah-indahnya dan sesukar-sukarnya yang boleh direbut oleh manusia ialah menundukan diri sendiri” (Ibu Kartini)
“Orang yang luar biasa tidak pernah memperhatikan hasil, tetapi mereka hanya memikirkan dan mengerjakan prosesnya” (Asep Hilman)
“Hasil yang baik diperoleh dari niat yang kuat, kerja keras dan doa” (indah wahyu)
Kupersembahkan karya sederhana ini kepada : ALLAH S.W.T Kedua Orang tuaku, Ibu Hartutik dan Bapak Sayuto yang telah memberikan rasa kasih sayang, cinta, pengorbanan, serta doa indah untukku.
Terima Kasih kalianlah inspirasi dan motivatorku selama ini. Adikku tercinta dan tersayang Dwi Prasetyo Adi Keluarga besarku yang telah mendukungku dan mendoakanku Guru-guru yang selalu membagi ilmunya untukku Seluruh sahabat dan teman-teman yang selalu menyemangatiku dan Almamater Tercinta
SANWACANA
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah Puji dan syukur Penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi dengan judul " ADSORPSI-DESORPSI MONOLOGAN DAN MULTILOGAN ION Cd(II), Cu(II) DAN Ni(II) OLEH MATERIAL BIOMASSA ALGA nitzschia SP YANG DIMODIFIKASI DENGAN PELAPISAN SILIKA-MAGNETIT (Fe3O4) " adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
Dalam pelaksanaan dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari kesulitan dan rintangan, namun itu semua dapat penulis lalui berkat rahmat dan ridha Allah SWT serta bantuan dan dorongan semangat dari orang-orang yang hadir di kehidupan penulis. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya kepada : 1.
Ibu Prof. Dr. Buhani, M.Si., selaku pembimbing I penelitian yang telah banyak memberikan ilmu, nasihat, saran, motivasi, perhatian, serta kesabaran
dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan selama menjadi mahasiswa. 2.
Bapak Prof. Suharso, Ph.D., selaku pembimbing II penelitian dan selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang telah memberikan ilmu, kritik, saran dan arahan yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.
3.
Ibu Dr. Mita Rilyanti M.Si., selaku penguji penelitian yang telah memberikan ilmu, perhatian, motivasi, nasehat, kritik, serta saran kepada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.
4.
Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku ketua Jurusan Kimia FMIPA Unila.
5.
Seluruh dosen FMIPA Unila yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna kepada penulis selama kuliah.
6.
Mba Liza Apriliya S, S.Si selaku Laboran Laboratorium Kimia Anorganik Fisik yang telah banyak membantu penulis untuk mendapatkan zat dan bahan kimia, serta terima kasih juga kepada ibu Valen yang telah membantu membudidayakan alga sebagai bahan penelitian.
7.
Kedua orang tuaku yang sangat aku cintai. Bapakku Sayuto, terima kasih ayah atas doamu yang tak putus dan segala bentuk pengorbananmu. Ibuku Hartutik sekaligus menjadi sahabatku. Ibu yang selalu memberikan kasih sayang, cinta yang begitu besar, sabar dalam menghadapi sikap burukku senyum yang selalu menyemangatkanku, dan selalu mendoakanku setiap waktu. Sekali lagi terima kasih ayah dan ibuku tercinta dengan tulus dan
ikhlas kuucapkan atas segala hal terbaik dan semua yang telah diberikan kepadaku serta bentuk pengorbanan kalian. 8.
Adiku tersayang dwi prasetyo adi terima kasih banyak yang selalu mendoakan saya dan kasih sayangnya.
9.
Teman seperjuangan penelitianku indry yani saney, siti nurhalimah, rifky husnul khuluk (terima kasih atas segala bantuannya, motivasi, kritik, saran dan doa).
10. Rekan-rekan se-angkatan Kimia 2012, yaitu Adi Setiawan (Adi Bushk), Aditian Sulung S (Adit), Agus Ardiansyah (Adam), Ajeng Wulandari (Ajeng), Ana Maria Kristiani (Ana), Apri Welda (Welda), Arif Nurhidayat (Arep), Arya Rifansyah (Arya), Atma Istanami (Atma), Ayu Imani (Ayu-I), Ayu Setianingrum (Ningrum), Deborah Jovita (Debi), Derry Vardella (Derry), Dewi Aniatul Fatimah (Dedew), Diani Iska Miranti (Didi), Dwi Anggraini (Dudung), Edi Suryadi (Edi), Eka Hurwaningsih (Eka), Elsa Zulha (Elsa), Erlita Aisyah (Lita), Febita Glyssenda (Febita), Feby Rinaldo Pratama Kusuma (Febi), Fenti Visiamah (Pentol), Ferdinand Haryanto Simangunsong (Dinand), Fifi Adriyanthi (Fifi), Handri Sanjaya, Hiqi Alim, Indry Yani Saney (Indry), Intan Mailani (Lele), Ismi Khomsiah (Simon), Jean Pitaloka (Jeje), Jenny Jessica Sidabalok, Khoirul Anwar (Anwer), Maria Ulfa (Maul), Meta Fosfi Berliyana (Memet), M. Rizal Robbani (Rizal), Murni Fitria (Murni), Nila Amalin Nabilah (Nila), Putri Ramadhona (Dona), Radius Uly Artha (Abi), Riandra Pratama Usman (Riandra), Rifki Husnul Khuluk (Ripki), Rizal Rio Saputra (Rio), Rizki Putriyana (Putri), Ruliana Juni Anita (Ruli), Ruwaidah Muliana (Uwai), Siti Aisah (Ais), Siti Nur Halimah (Imah),
Sofian Sumilat Rizki (Ncop), Sukamto (Soek), Susy Isnaini Hasanah (d’ Cuci), Suwarda Dua Imatu Dela (Dela), Syathira Assegaf (Tira), Tazkiya Nurul (Taskia), Tiand Reno (Reno), Tiara Dewi Astuti (Tiara), Tiurma Debora Simatupang (Abang Debo), Tri Marital (Tri’), Ulfatun Nurun (Upeh), Wiwin Esty Sarwita (Wowon), Yepi Triapriani (Yepi), Yunsi`U Nasy`Ah (Yunsi), dan Zubaidi (Ubai) sebagai keluarga ke dua. Semoga tali silaturrahmi kita tetap erat dan tak akan pernah putus; 11. Kakak tingkat jurusan kimia 2010, 2011, dan adik tingkat 2013, 2014, 2015 dan 2016 yang selalu mendoakan, memotivasi, memberikan saran dan kritik 12. Tak terlupakan teruntuk sahabat yang sudah seperti saudara sendiri Febita Glyssenda, Susy Isnaini hasanah, Selvy Wulan Khoirun Nisa, Elmina Indah Oktafiani, dan Restu Sari Pilar Ningtias yang selalu mendoakan, memotivasi, memberikan kritik dan saran. . 13. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam penyusunan skripsi ini. Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin. Bandar Lampung, 1 November 2016 Penulis
Indah Wahyu Purnamasari
i
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................
i
DAFTAR TABEL .....................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
iv
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................. B. Tujuan Penelitian ........................................................................ C. Manfaat Penelitian ......................................................................
1 5 5
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biomassa alga ............................................................................... B. Proses sol-gel ................................................................................ C. Magnetit (Fe3O4) .......................................................................... D. Adsorpsi ....................................................................................... E. Desorpsi......................................................................................... F. Logam Berat .................................................................................. 1. Logam Tembaga(Cu) ......................................................... 2. Logam Nikel (Ni)............................................................... 3. Logam Kadmium (Cd)....................................................... G. Interaksi Ion Logam dengan Adsorben......................................... H. Karakterisasi ................................................................................. 1. Spektrofotometer Inframerah (IR) ................................... 2. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) ........................... 3. X-ray Diffraction (XRD) .................................................. 4. Scanning Electron Microscopy with Energy Dispersive X-ray (SEM-EDX).......................................... III.
6 8 11 12 16 19 20 21 22 22 24 25 26 26 27
METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... B. Alat dan Bahan Penelitian ............................................................. C. Prosedur Penelitian .......................................................................
29 29 30
ii
1. Penyiapan Biomassa Alga Nitzschia sp ........................... 2. Sintesis HASM Alga Nitzschia sp ................................... D. Karakterisasi ................................................................................ E. Uji Adsorpsi-Desorpsi Monologam .............................................. F. Uji Adsorpsi-Desorpsi Multilogam ............................................... G. Stabilitas Kimia............................................................................. H. Penggunaan Ulang ........................................................................
30 30 31 31 31 32 32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sintesis Hibrida Alga Silika Magnet HASM................................. B. Karakterisasi .................................................................................. 1. Karakterisasi dengan Spektrofotometer Inframerah IR...... 2. Karakterisasi X-ray Diffraction (XRD)............................... 3. Karakterisasi SEM-EDX ..................................................... C. Uji Adsorpsi-Desorpsi..................................................................... 1. Uji Adsorpsi-Desorpsi Monologam ................................... 2. Uji Adsorpsi-Desorpsi Multilogam..................................... D. Stabilitas Kimia.............................................................................
33 34 34 37 39 41 42 45 48
E. Penggunaan Ulang .......................................................................... 51
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ........................................................................................ B. Saran ...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
52 53
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.
Sifat Kimia dari ion Ni(II), Cu(II), dan Cd(II) ................................ 20
2.
Hasil analisis gugus fungsi pada adsorben ...................................... 37
3.
Hasil analisis struktur kristal ........................................................... 39
4.
Persentase ikatan ionik hasil interaksi logam-ligan ........................ 44
5.
Data perhitungan jumlah ion Ni(II), Cu(II), dan Cd(II) yang teradsorpsi pada HASM .............................................. 60
6.
Data perhitungan jumlah ion Ni(II), Cu(II), dan Cd(II) yang terdesorpsi pada HASM ......................................................... 60
7.
Data perhitungan jumlah ion Ni(II), Cd(II) Cu(II), Pb(II), dan Zn(II) yang teradsorpsi ............................................................. 61
8.
Data perhitungan jumlah ion Ni(II), Cu(II), Cd(II), Pb(II), dan Zn(II) yang terdesorpsi pada HASM ........................................ 61
9.
Data perhitungan jumlah Si yang tertinggal (%Si) dalam HASM................................................................................... 62
10. Data perhitungan jumlah ion Cd(II) yang teradsorpsi pada HASM..................................................................................... 63 11. Data perhitungan jumlah ion Cd(II) yang teradsorpsi pada HASM..................................................................................... 63
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Struktur TEOS (tetraetilortosilikat) ................................................ 11 2. Struktur EDTA ................................................................................ 18 3. Reaksi Pembentukan Kompleks EDTA .......................................... 18 4. Sketsa hibrida alga yang dimodifikasi dengan pelapisan silika magnetit ................................................................................. 33 5. Spektra IR (a) Silika, (b) biomassa alga Nitzschia sp, (c) HAS, dan (d) HASM....................................................................... 35 6. Difraktogram (a) magnetit, (b) HAS, dan (c) HASM ..................... 38 7. Mikrograf SEM (a) magnetit, (b) HAS, dan (c) HASM.................. 39 8. Spektrum EDX (a) magnetit, (b) HAS, dan (c) HASM................... 41 9. Grafik jumlah ion Ni(II), Cd(II) dan Cu(II) yang teradsorpsi dan terdesorpsi pada HASM .................................................................. 42 10. Ilustrasi interaksi antara HASM dengan ion logam dalam larutan.................................................................. 44 11. Grafik jumlah ion Ni(II), Cd(II), Cu(II), Pb(II) dan Zn(II) yang teradsorpsi dan terdesorpsi pada HASM ..................... 45 12. Mikrograf SEM pada adsorpsi multilogam oleh HASM ................ 47 13. Spektrum EDX pada adsorpsi multilogam oleh HASM.................. 47 14. Grafik gubungan antara interaksi waktu dan % Si dalam media larutan pada HASM ................................................... 49
15. Spektra IR (a) HASM, (b) HASM dalam asam, (c) HASM
v
dalam aquades, dan (d) HASM dalam basa .................................... 50 16. Grafik jumlah Cd(II) teradsorpsi dan terdesorpsi pada HASM dengan 5 kali pengulangan ................................................. 51
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu faktor eksternal yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan mahluk hidup yang ada di dalamnya adalah lingkungan. Apabila lingkungan tercemar maka akan mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan makhluk hidup. Pencemaran lingkungan antara lain disebabkan oleh semakin majunya perkembangan di bidang industri seperti industri pupuk, tekstil, baterai, cat, dan pestisida yang merupakan sumber pencemaran berbagai logam berat di lingkungan. Logam berat banyak digunakan karena sifatnya yang dapat menghantarkan listrik dan panas serta dapat membentuk paduan logam dengan logam lain (Raya, 1998). Sementara itu logam berat pada konsentrasi yang tinggi dapat bersifat toksik dan cenderung terakumulasi pada organisme. Proses terakumulasi tersebut dapat berdampak pada rantai makanan sehingga mempengaruhi kesehatan pada manusia. Beberapa contoh logam berat tersebut adalah kadmium (Cd), timbal (Pb), seng (Zn), merkuri (Hg), tembaga (Cu), dan besi (Fe) (Buhani et al., 2012). Dengan demikian penanganan limbah logam berat harus dilakukan dengan cara menurunkan konsentrasi ion logam berat pada lingkungan yang telah tercemar untuk mencegah timbulnya masalah baru.
2
Beberapa metode yang sering digunakan untuk mengurangi konsentrasi ion logam berat antara lain metode presipitasi, koagulasi, kompleksasi, ekstraksi pelarut, pemisahan membran, pertukaran ion, dan adsorpsi. Dari beberapa metode yang telah disebutkan, metode adsorpsi merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam menyerap ion logam dalam larutan (Buhani et al., 2010).
Metode adsorpsi ini memiliki kelebihan dari metode yang lain karena prosesnya lebih sederhana, biayanya relatif murah, ramah lingkungan (Gupta and Bhattacharyya, 2006) dan tidak adanya efek samping zat beracun (Blais et al., 2000). Proses adsorpsi diharapkan dapat mengambil ion-ion logam berat dari larutan. Metode adsorpsi pada umumnya berdasarkan interaksi logam dengan gugus fungsional yang ada pada permukaan adsorben melalui interaksi pembentukan kompleks dan biasanya terjadi pada permukaan padatan yang kaya akan gugus fungsional seperti: -OH, -NH, -SH, dan –COOH (Stum and Morgan, 1996). Keberhasilan proses adsorpsi ion logam sangat ditentukan oleh jenis adsorben yang digunakan (Quintanilla et al., 2008). Salah satu contoh adsorben yang dapat digunakan dalam penanganan limbah logam berat adalah mikroalga (Cervantes et al., 2001).
Pada penelitian ini digunakan biomassa Nitzschia sp sebagai penyerap ion logam berat. Alga- alga ini merupakan salah satu mikroalga hijau yang banyak dijumpai di perairan dan termasuk alga bersel tunggal. Alga hijau mampu mengadsorpsi ion-ion logam dalam keadaan hidup atau dalam sel mati (biomassa), karena gugus fungsional yang dapat bertindak sebagai ligan yaitu –COOH dan juga gugus amina yang dapat berikatan dengan ion logam (Putra, 2006). Nitzschia sp
3
merupakan mikroalga yang termasuk alga bersel tunggal dan berwarna biru kehijauan. Mikroalga ini mempunyai kecepatan pertumbuhan yang tinggi, mudah dibudidayakan, dan memiliki kadar lipid yang cukup tinggi (Chisti, 2007). Namun alga ini belum banyak digunakan sebagai adsorben logam berat, sehingga dalam penelitian ini akan dipelajari kemampuan adsorpsinya.
Alga merupakan suatu mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan dalam sistem adsorpsi yang digunakan dalam proses pengambilan logam-logam berat dari perairan (Buhani et al., 2012). Jenis-jenis alga tertentu telah ditemukan mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk mengadsorpsi ion-ion logam dalam keadaan hidup atau dalam sel mati (biomassa). Gugus fungsi yang terdapat dalam alga dapat berikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut antara lain: gugus karboksil, hidroksil, dan amino yang terdapat di dalam dinding sel dalam sitoplasma (Mahan et al., 1989). Akan tetapi, kemampuan alga dalam menyerap ion-ion logam sangat dibatasi oleh beberapa kelemahan seperti ukurannya yang sangat kecil, berat jenisnya yang rendah dan mudah rusak karena degradasi oleh mikroorganisme lain. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan modifikasi biomassa dengan matrik pendukung seperti silika dan teknik pelapisan dengan partikel magnetit
Modifikasi dengan teknik pelapisan partikel magnetit (Fe3O4) merupakan metode yang cukup baik untuk mengatasi adanya gumpalan padatan tersuspensi (flocculant) dalam limbah industri yang diolah (Jeon, 2011; Peng et al., 2010; Lin et al., 2011). Dengan dilakukannya pelapisan magnetit pada biomassa alga Nitzschia sp ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas fisik dan laju adsorpsinya, sehingga dapat digunakan sebagai adsorben yang lebih efektif
4
terhadap logam berat dari limbah cair yang dihasilkan industri (Jeon, 2011; Peng et al., 2010; Lin et al., 2011).
Berbagai metode pemisahan logam berat dari air buangannya secara biologis di atas pada dasarnya belum dapat menyelesaikan masalah lingkungan yang ada, bahkan dapat menimbulkan masalah baru khususnya bagi lingkungan perairan jika adsorben yang telah mengikat logam toksik tidak diolah lebih lanjut. Oleh karena itu perlu dipikirkan cara-cara/metode yang efektif untuk mengolah kembali mikroorganisme yang telah menyerap logam-logam berat tersebut agar benarbenar aman bagi lingkungan. Salah satu caranya dengan melepaskan kembali logam berat yang telah diserap mikroorganisme (desorpsi). Selain untuk mengatasi permasalahan yang timbul akibat proses adsorpsi, desorpsi juga dapat digunakan untuk meregenerasi adsorben sehingga dapat digunakan kembali serta dapat mengekstrak logam yang telah terikat pada adsorben (Triani, 2006).
Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan hibrida alga Nitzschia sp silika magnetit (HASM) sebagai adsorben yang digunakan untuk menentukan uji adsorpsi pada ion logam Ni(II), Cu(II), dan Cd(II) dengan membandingkan adsorpsi-desorpsi pada larutan monologam dan multilogam. Material yang diperoleh dikarakterisasi dengan alat spektrofotometer inframerah (IR) untuk identifikasi gugus fungsional. X-Ray Difraction (XRD) untuk menentukan tingkat kekristalan dari magnetit (Fe3O4). Scanning ElectronMicroscopy With Energy Dispersive X-ray (SEM-EDX) digunakan untuk menentukan struktur dan ukuran pori. Kadar ion logam yang teradsorpsi dan terdesorpsi dianalisis menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).
5
B.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Mensintesis dan mengkarakterisasi material alga yang dilapisi silikamagnetit.
2.
Mempelajari adsorpsi-desorpsi ion Ni(II), Cu(II), dan Cd(II) dalam larutan monologam, dan multilogam oleh biomassa alga Nitzschia sp yang dimodifikasi dengan pelapisan silika-magnetit.
3.
Mengetahui stabilitas kimia dan kemampuan penggunaan ulang material biomasa alga Nitzschia sp yang dimodifikasi dengan pelapisan silikamagnetit.
C.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi tentang proses modifikasi alga dengan pelapisan partikel magnetit sehingga dapat diaplikasikan sebagai adsorben penyerap logam berat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Biomassa Alga
Alga merupakan mikroorganisme yang hidup di daerah perairan. Mikroorganisme ini memiliki bentuk dan ukuran yang beranekaragam, ada yang mikroskopis, bersel satu, berbentuk benang/pita atau berbentuk lembaran. Berdasarkan pigmen (zat warna) yang dikandung alga dikelompokkan atas empat kelas, yaitu: Rhodophyceae (alga merah), Phaeophyceae (alga coklat), Chlorophyceae (alga hijau), dan Cyanophyceae (alga biru).
Dari berbagai penelitian telah diketahui bahwa keempat alga golongan ini dalam keadaan hidup maupun dalam keadaan mati (biomassa) dan biomassa terimmobilisasi telah mendapat perhatian untuk mengadsorpsi ion logam berat. Alga dalam keadaan hidup dimanfaatkan sebagai bioindikator tingkat pencemaran logam berat di lingkungan perairan sedangkan alga dalam bentuk biomassa terimmobilisasi dimanfaatkan sebagai biosorben (material biologi penyerap logam berat) dalam pengolahan air limbah kronis (Harris and Rammelow, 1990).
Adapun alga yang digunakan pada penelitian ini adalah Nitzschia sp, dalam ekosistem perairan Nitzschia sp memiliki peran yang penting yakni sebagai produsen primer. Mikroalga ini banyak digunakan sebagai pakan alami bagi larva organisme laut seperti krustacea, bivalvia, dan ikan (Isnansetyo and Kurniastuty,
7
1995). Selain sebagai pakan alami bagi organisme laut, mikroalga Nitzschia sp juga merupakan salah satu jenis organisme penghasil lipid yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan dasar pembuatan biodiesel (Campbell, 2008). Mikroalga ini mempunyai kecepatan pertumbuhan yang tinggi, mudah dibudidayakan, dan memiliki kadar lipid yang cukup tinggi (Chisti, 2007). Klasifikasi Nitzschia sp menurut Newel, 1977 adalah sebagai berikut: Filum
: Chrysophyta
Kelas
: Bacillariophyceae (Diatoms)
Ordo
: Pennales
Sub ordo
: Biraphidineaea
Genus
: Nitzschia
Spesies
: Nitzschia sp.
Nitzschia sp merupakan diatom yang termasuk alga bentik, mempunyai ciri-ciri antara lain bentuk sel memanjang dengan satu setae yang panjang di setiap ujungnya, mempunyai dinding sel yang tipis dan ukuran sel berkisar antara 10-40 μm (Valentina et al., 2007). Nitzschia sp memiliki kandungan protein 33%, lemak 21%, dan karbohidrat (serat kasar) 28% (Isnansetyo and Kurniastuty, 1995)
Secara umum, keuntungan pemanfaatan alga sebagai bioindikator dan biosorben adalah (1) alga mempunyai kemampuan yang cukup tinggi dalam mengadsorpsi logam berat karena di dalam alga terdapat gugus fungsi yang dapat melakukan pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil, hidroksil, amina, sulfudril, imadazol, sulfat, dan sulfonat yang terdapat dalam dinding sel dalam sitoplasma, (2) bahan bakunya mudah didapat dan tersedia
8
dalam jumlah banyak, (3) biaya operasional yang rendah, dan (4) tidak perlu nutrisi tambahan.
Alga dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator logam berat karena dalam proses pertumbuhannya, alga membutuhkan beberapa jenis logam sebagai nutrien alami, sedangkan ketersediaan logam di lingkungan sangat bervariasi. Suatu lingkungan yang memiliki tingkat kandungan logam berat yang melebihi jumlah yang diperlukan, dapat mengakibatkan pertumbuhan alga terhambat, sehingga dalam keadaan ini eksistensi logam dalam lingkungan adalah polutan bagi alga. Adapun syarat utama suatu alga sebagai bioindikator adalah harus memiliki daya tahan tinggi terhadap toksisitas akut maupun toksisitas kronis (Harris and Rammelow, 1990).
B.
Proses Sol-Gel
Sol-gel adalah suatu suspensi koloid dari partikel silika yang digelkan ke bentuk padatan. Sol adalah suspensi dari partikel koloid pada suatu cairan atau molekul polimer (Rahaman, 1995). Proses sol-gel merupakan proses yang dapat digambarkan sebagai pembentukan suatu jaringan oksida melalui reaksi polikondensasi yang progresif dari molekul prekursor dalam medium cair atau merupakan proses untuk membentuk material melalui suatu sol, gelation dari sol dan akhirnya penghilangan pelarut. Proses sol-gel telah banyak dikembangkan terutama untuk pembuatan hibrida, kombinasi oksida anorganik (terutama silika) dengan alkoksisilan. Proses ini didasarkan pada prekursor molekular yang dapat
9
mengalami hidrolisis, kebanyakan merupakan alkoksida logam atau semilogam (Schubert and Husing, 2000).
Proses sol-gel berlangsung melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1. Hidrolisis dan kondensasi 2. Gelation (transisi sol-gel) 3. Aging (pertumbuhan gel) 4. Drying (pengeringan)
Melalui polimerisasi kondensasi akan terbentuk dimer, trimer, dan seterusnya sehingga membentuk bola-bola polimer. Sampai pada ukuran tertentu (diameter sekitar 1,5 nm) dan disebut sebagai partikel silika primer. Gugus silanol permukaan partikel bola polimer yang berdekatan akan mengalami kondensasi disertai pelepasan air sampai terbentuk partikel sekunder dengan diameter sekitar 4,5 nm. Pada tahap ini larutan sudah mulai menjadi gel ditandai dengan bertambahnya viskositas. Gel yang dihasilkan masih sangat lunak dan tidak kaku yang disebut alkogel (Farook and Ravendran, 2000).
Tahap selanjutnya adalah proses pembentukan gel. Pada tahap ini, kondensasi antara bola-bola polimer terus berlangsung membentuk ikatan siloksan menyebabkan menurunnya jari-jari partikel sekunder dari 4,5 nm menjadi 4 nm dan akan teramati penyusutan alkogel yang diikuti dengan berlangsungnya eliminasi larutan garam (Jamarun, 2000).
10
Tahap akhir pembentukan silika gel adalah xerogel yang merupakan fasa silika yang telah mengalami pencucian dan pemanasan. Pemanasan pada temperatur 110oC mengakibatkan dehidrasi pada hidrogel dan terbentuknya silika gel dengan struktur SiO2.xH2O (Enymia et al., 1998). Produk akhir yang dihasilkan berupa bahan amorf dan keras yang disebut silika gel kering (Kalapathy et al., 2000). Prekursor yang biasa digunakan dalam proses sol-gel adalah senyawa silikon alkoksida seperti tetrametilortosilikat (TMOS) atau TEOS (Jamarun, 2000). TMOS dan TEOS akan terhidrolisis dengan penambahan sejumlah tertentu air atau pelarut organik seperti metanol atau etanol, membentuk gugus silanol Si-OH sebagai intermediet. Gugus silanol ini kemudian terkondensasi membentuk gugus siloksan Si-O-Si. Reaksi hidrolisis dan kondensasi ini terus berlanjut hingga viskositas larutan meningkat dan membentuk gel (Brinker and Scherer, 1990).
Reaksi pada proses sol-gel dapat dilihat pada persamaan berikut: Hidrolisis ≡Si-OR + H-OH
≡Si-OH + ROH
≡Si-OH + HO-Si≡
≡Si-O-Si≡ + H2O
≡Si-OH + RO-Si≡
≡Si-O-Si≡ + ROH
Polikondensasi
11
Senyawa TEOS dapat ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur TEOS (Brinker and Scherer, 1990).
Penggunaan proses sol-gel untuk sintesis beberapa bahan hibrida anorganikorganik telah banyak dilakukan diantaranya yaitu dengan metode pembuatan hibrida silika terutama proses sol-gel untuk tujuan adsorpsi (Terrada et al., 1983). Untuk modifikasi silika gel, melalui proses sol-gel inilah lebih sederhana dan cepat karena reaksi pengikatan berlangsung bersamaan dengan proses pembentukan padatan, sehingga diharapkan ligan yang terimmobilisasi lebih banyak (Sriyanti dkk., 2001). Proses yang sederhana dan cepat memungkinkan dapat dilakukan di laboratorium dengan menggunakan alat-alat sederhana. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan teknik sol-gel dalam pembuatan silika gel maupun modifikasinya untuk mengkaji proses adsorpsi pada ion Ni(II), Cu(II), dan Cd(II) untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi dari larutan.
B. Magnetit (Fe3O4)
Magnetit mempunyai rumus kimia Fe3O4 dan mempunyai struktur spinel dengan sel unit kubik yang terdiri dari 32 ion oksigen, celah-celahnya ditempati oleh ion
12
Fe2+ dan Fe3+. Nanopartikel magnetit sangat intensif dikembangkan karena sifatnya yang menarik dalam aplikasinya di berbagai bidang, seperti fluida dan gel magnetit, katalis, pigmen pewarna, dan diagnosa medik. Beberapa sifat nanopartikel magnetit ini bergantung pada ukurannya. Magnetit ini akan bersifat superparamagnetit ketika ukuran suatu partikel magnetisnya di bawah 10 nm pada suhu ruang, artinya bahwa energi termal dapat menghalangi anisotropi energi penghalang dari sebuah nanopartikel tunggal. Oleh karena itu, sintesis nanopartikel yang seragam dengan mengatur ukurannya menjadi salah satu kunci masalah dalam ruang lingkup sintesis ini (Hook and Hall, 1991).
Magnetit (Fe3O4) atau oksida besi hitam merupakan oksida besi yang paling kuat sifat magnetisnya (Teja and Koh, 2008). Magnetit yang berukuran nano banyak dimanfaatkan pada proses-proses industri (misalnya sebagai tinta cetak, pigmen pada kosmetik) dan pada penanganan masalah-masalah lingkungan (misalnya sebagai magnetic carrier precipitation process untuk menghilangkan anion atau pun ion logam dari air dan air limbah). Nanopartikel magnetit juga dimanfaatkan dalam bidang biomedis baik secara in vivo (di dalam tubuh) maupun in vitro (di luar tubuh), misalnya sebagai agen magnetis pada aplikasi-aplikasi biomolecule separation, drug delivery system, hyperthermia theraphy, maupun sebagai contrast agent pada magnetic Resonance Imaging (Cabrera et al., 2008).
D.
Adsorpsi
Adsorpsi (penyerapan) merupakan suatu proses pemisahan dimana komponen dari suatu fase fluida berpindah ke permukaan zat padat yang menyerap (adsorben). Biasanya partikel-partikel kecil zat penyerap dilepaskan pada adsorpsi kimia yang
13
merupakan ikatan kuat antara penyerap dan zat yang diserap sehingga tidak mungkin terjadi proses yang bolak-balik. Adsorpsi menyangkut akumulasi atau pemutusan substansi adsorbat pada adsorben dan pada hal ini dapat terjadi pada antar muka dua fasa. Fasa yang menyerap disebut adsorben dan fasa yang terserap disebut adsorbat (Oscik, 1982).
Adapun interaksi antara ion logam (adsorbat) dengan adsorben pada proses adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor:
a.
Sifat logam dan ligan
Sifat ion logam yakni: (1) ukuran ion logam, makin kecil ukuran ion logam maka kompleks yang terbentuk semakin stabil, (2) polarisabilitas ion logam, makin tinggi polarisabilitas ion logam maka kompleks yang terbentuk semakin stabil, dan (3) energi ionisasi, makin tinggi energi ionisasi suatu logam maka kompleks yang terbentuk semakin stabil.
Sifat ligan yakni: (1) kebasaan, makin kuat basa Lewis suatu ligan maka semakin stabil kompleks yang terbentuk, (2) polarisabilitas dan momen dipol, makin tinggi polaritas dan polarisabilitas suatu ligan makin stabil kompleks yang terbentuk, dan (3) faktor sterik, tingginya rintangan sterik yang dimiliki oleh ligan akan menurunkan stabilitas kompleks (Huheey et al., 1993).
b.
Pengaruh pH sistem
Selain dari faktor interaksi ion logam dalam logam, pelarut, pH sistem juga berpengaruh dalam proses adsorpsi. Pada kondisi pH tinggi maka silika gel akan
14
bermuatan netto negatif (kondisi larutan basa), sedangkan pada pH rendah (kondisi larutan asam) akan bermuatan netto positif sampai netral (Spiakov, 2006). Pada pH rendah, permukaan ligan cenderung terprotonasi sehingga kation logam juga berkompetisi dengan H+ untuk terikat pada ligan permukaan. Pada pH tinggi, dimana jumlah ion OH- besar menyebabkan ligan permukaan cenderung terdeprotonasi sehingga pada saat yang sama terjadi kompetisi antara ligan permukaan dengan ion OH- untuk berikatan dengan kation logam (Stum and Morgan, 1996). Ronaldo (2013) meneliti adsorpsi ion logam Cu(II) menggunakan biomassa alga coklat Sargasum crassifolium yang terenkapsulasi aqua-gel silika dengan penentuan pH optimum dalam proses adsorpsi ion Cu(II) yang dilakukan pada pH 5, 6, dan 7 selama 30 menit. Pada penelitian ini menunjukan bahwa spesi Cu pada pH 7 yaitu berbentuk ion tembaga Cu(II) dilihat dari prinsip HSBA yang menjelaskan bahwa ion Cu(II) digolongkan ke dalam asam madya, sementara itu adsorben dari strukturnya memiliki gugus fungsi OH- dan CO yang tergolong dalam basa keras yang artinya ion Cu(II) akan berinteraksi dengan baik terhadap adsorben sehingga dapat membentuk gugus Cu(OH)2 (Lin, at al,. 2002).
c.
Pelarut
Proses adsorpsi dapat ditinjau melalui sifat kepolaran baik dari adsorben, komponen terlarut maupun pelarutnya. Pada adsorpsi padat cair, mekanisme adsorpsi bergantung pada gaya interaksi antara molekul dari komponen larutan dengan lapisan permukaan adsorben dengan pori-porinya. Pelarut dapat ikut teradsorpsi atau sebaliknya dapat mendorong proses adsorpsi. Di dalam pelarut
15
air umumnya zat-zat yang hidrofob dari larutan encer atau cenderung teradsorpsi lebih banyak pada adsorben dibanding zat hidrofil (Oscik, 1982).
Untuk menentukan jumlah logam teradsorpsi dan rasio distribusi pada proses adsorpsi ion logam terhadap adsorben hibrida amino silika dapat digunakan persamaan berikut: Q
= (Co-Ce)V/W
(1)
%A
= (Co-Ce)/Co x 100
(2)
Dimana Q menyatakan jumlah ion logam yang teradsorpsi (mg g-1), Co dan Ce menyatakan konsentrasi awal dan kesetimbangan dari ion logam (mmol L-1), W adalah massa adsorben (g), V adalah volume larutan ion logam (L), A (%) persentase teradsorpsi (Buhani et al., 2009).
Berdasarkan sifatnya, adsorpsi dapat digolongkan menjadi dua yaitu:
1.
Adsorpsi fisika
Adsorpsi ini terjadi karena gaya Van der Walls dimana ketika gaya tarik molekul antara larutan dan permukaan media lebih besar dari pada gaya tarik substansi terlarut dan larutan, maka substansi terlarut akan diadsorpsi oleh permukaan media. Adsorpsi fisika ini memiliki gaya tarik Van der Walls yang kekuatannya relatif kecil. Molekul terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kJ/mol. Semakin besar luas permukaan, maka semakin banyak substansi terlarut yang melekat pada permukaan media adsorpsi.
16
2.
Adsorpsi kimia
Adsorpsi ini terjadi ketika terbentuknya ikatan kimia antara substansi terlarut dalam larutan dengan molekul dalam media. Adsorpsi kimia terjadi diawali dengan adsorpsi fisik, yaitu partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorben melalui gaya Van der Waals atau melalui ikatan hidrogen. Kemudian diikuti oleh adsorpsi kimia yang terjadi setelah adsorpsi fisika. Dalam adsorpsi kimia partikel melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen), dan cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasi dengan substrat (Atkins, 1999).
E.
Desorpsi
Desorpsi adalah proses penyingkiran atom, molekul, atau ion yang terjerat pada permukaan (Oxford, 1994). Desorpsi dapat juga berarti suatu fenomena dimana suatu zat lepas dari permukaan. Wankasi (2005) meneliti proses desorpsi ion logam Pb(II) dan Cu(II) dengan biomassa Nypa Fruticans Wurmb dilakukan dengan menggunakan asam, basa, dan larutan netral. Kemudian persentase ion logam Cu(II) dan Pb(II) dihitung menggunakan rumpus:
Jumlah ion logam terdesorpsi % Desorpsi =
X 100
.......................(3)
Jumlah ion logam teradsorpsi
Maka diperoleh % desorpsi dari ion logam Pb(II) dan Cu(II) masing-masing adalah: dalam larutan asam 75,3 dan 63,7%, dalam larutan basa 18,9 dan 14,06%,
17
serta 3,35 dan 2,44% pada larutan netral, waktu interaksi dilakukan selama 140 menit.
Desorpsi terjadi bila proses adsorpsi yang terjadi sudah maksimal, permukaan adsorben jenuh/tidak mampu lagi menyerap adsorbat dan terjadi kesetimbangan. Desorpsi biomassa dapat dilakukan dengan menggunakan larutan tertentu untuk memulihkan kemampuan biomassa agar tidak rusak dan dapat digunakan kembali. Larutan yang biasa digunakan untuk desorpsi yaitu HCl, H2SO4, asam asetat, HNO3 dengan konsentrasi yang bervariasi tergantung pada jenis alga dan logam yang diserap (Volesky and Diniz, 2005).
Air dapat digunakan sebagai salah satu medium pelarut, karena air memiliki sifatsifat sebagai berikut: Air memiliki daerah cair yang luas, yaitu titik beku 0oC dan titik didih 100oC. Air merupakan senyawa polar sehingga memiliki kemampuan yang tinggi untuk melarutkan bahan-bahan anorganik, umumnya bersifat ionik maupun polar. Air memiliki sifat netral, artinya air tidak bersifat asam dan tidak bersifat basa dan dapat mengalami disosiasi
Syarat agar suatu senyawa dapat dilarutkan dalam air adalah:
Apabila ikatan antara zat terlarut dengan molekul air lebih kuat daripada ikatan antara molekul air, terutama ikatan hidrogen.
Ikatan antara partikel dalam zat terlarut lebih lemah daripada ikatan antara zat terlarut dengan molekul air. (Missler dan Tarr, 1991).
18
Ion EDTA (ethylenediaminetetraaceticacid) merupakan zat yang dapat membentuk senyawa kompleks khelat dengan ion logam. Ion EDTA terdapat sebagai kristal H4Y dan kristal garam dinatriumnya, Na2H2Y (Harjadi, 1993). Adapun struktur senyawa EDTA ditampilkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur EDTA Ion EDTA memiliki enam pasang elektron yang belum berikatan (masing-masing pada 2 atom N dan 4 gugus karboksil) mampu membentuk kompleks dengan ion logam. Ion EDTA merupakan asam tetraprotik, biasa disingkat H4Y. Bentuk terionisasinya, Y4- dan apabila bereaksi dengan ion logam (M), membentuk kompleks MY2-. Adapun reaksinya dapat dilihat pada Gambar 3.
+
M
Gambar 3. Reaksi pembentukan kompleks EDTA Ion EDTA merupakan ligan heksadentat, reaksinya dengan ion logam membentuk kompleks EDTA oktahedral sebagaimana Gambar 3.
19
F.
Logam Berat
Logam berat merupakan elemen yang berbahaya di permukaan bumi. Logam berat merupakan salah satu sumber polusi lingkungan, dimana logam berat dapat ditransfer dalam jangkauan yang sangat jauh di lingkungan, selanjutnya berpotensi mengganggu kehidupan biota lingkungan dan akhirnya berpengaruh terhadap kesehatan manusia walaupun dalam jangka waktu yang lama dan jauh dari sumber polusi utamanya (Suhendrayatna, 2001). Beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas keracunan setiap jenis logam antara lain: bentuk senyawa dari logam tersebut, daya kelarutan dalam cairan, ukuran partikel, dan beberapa sifat kimia dan sifat fisikanya (Palar, 1994).
Logam berat digolongkan menjadi dua jenis yaitu logam berat esensial dan non esensial. Logam berat esensial adalah logam yang keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, dan Mn, sedangkan logam berat non esensial yaitu logam yang keberadaannya dalam tubuh belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, dan Cr. Logam ini dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia tergantung pada bagaimana logam berat tersebut terikat dalam tubuh. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, selain itu logam berat ini akan bertidak sebagai penyebab alergi, mutagen atau karsinogen bagi manusia (Putra, 2006).
Pada penelitian ini digunakan logam nikel (Ni), tembaga (Cu), dan kadmium (Cd). Adapun sifat kimia logam tersebut ditampilkan pada Tabel 1.
20
Tabel 1. Sifat kimia dari ion Ni(II), Cu(II),dan Cd(II) Unsur Nomor Konfigurasi
Bilangan
Jari-jari
Kompleks Aqua
Atom
Elektron
Oksidasi
Ion(pm)
Ni
28
[Ar]3d84s2
+1, +2, +3, +4
83
[Ni(H2O)6]2+
Cu
29
[Ar]3d94s2
+1, +2, +3, +4
87
[Cu(H2O)6]2+
Cd
48
[Kr]4d105s2
+1, +2
109
[Cd(H2O)6]2+
Sumber: (Martell and Hancock, 1996)
1.
Logam Tembaga (Cu)
Unsur logam Cu(II) berbentuk kristal dengan warna kemerahan dan mempunyai titik didih 26.000°C serta titik leleh 10.800 °C. Dalam tabel periodik, tembaga menempati posisi dengan nomor atom 29 dan mempunyai massa atom relatif (Ar) 63,546. Cu terdapat dalam keadaan oksidasi +1 (kupro) dan +2(kupri). Konfigurasi dari logam Cu(II) adalah1s2 2s2 2p6 3s2 3p63d10 4s1. Adsorpsi logam Cu oleh tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain. Konsentrasi logam berat di lingkungan, tipe tumbuhan, pH tanah, curah hujan, dan lain-lain. Kemampuan untuk mengakumulasi logam berat juga berbeda-beda pada tiap tanaman. Pada manusia efek keracunan utama yang ditimbulkan oleh Cu adalah terjadinya gangguan pada jalur pernafasan. Selain itu, keracunan Cu secara kronis dapat dilihat dengan timbulnya penyakit Wilson dan Kinsky. Gejala dari penyakit wilson adalah terjadi kerusakan otak serta terjadinya penurunan kerja ginjal dan pengendapan Cu dalam kornea mata dan untuk penyakit kinsky dapat diketahui dengan terbentuknya rambut yang kaku dan berwarna kemerahan pada penderita (Palar, 2004).
21
Dalam penelitian ini digunakan senyawa CuSO4·5H2O yang berwarna biru merupakan senyawa yang tidak berbau, memiliki titik lebur 150°C, memiliki kelarutan dalam air sebesar 22,37% pada temperatur 0°C dan 117,95% pada temperatur 100°C, larut dalam metanol, gliserol, dan sedikit larut dalam etanol. Senyawa CuSO4.5H2O dengan segiempat planar [Cu(H2O)4]2+dengan dua sulfat atom O melengkapi tempat yang tersisa dalam perpanjangan koordinasi oktahedral. Dalam keadaan kristal, struktur ini mengandung satu kumpulan ikatan hidrogen yang bergabung dengan molekul H2O yang tak terkoordinasi. Pentahidrat kehilangan air saat dipanaskan dan membentuk kristal putih, higroskopis anhidrat, CuSO4 (Housecroft and Sharpe, 2005). Tembaga(II) sulfat merupakan senyawa logam yang dapat digunakan sebagai pewarna pada rambut dalam konsentrasi rendah sehingga tidak berbahaya dalam proses penyerapannya melalui kulit yang luka, tetapi jika senyawa ini masuk ke dalam tubuh melalui oral dapat mengakibatkan keracunan (Dirjen POM, 1985).
2.
Nikel (Ni)
Nikel merupakan unsur kimia dengan lambang Ni, dengan nomor atom 28 dan massa relatif 58,71. Nikel merupakan logam putih perak yang keras. Logam ini melebur pada 1455°C, dan bersifat sedikit magnetis. Memiliki sifat tidak berubah bila terkena udara, tahan terhadap oksidasi dan kemampuan mempertahankan sifat aslinya di bawah suhu yang ekstrim (Cotton dan Wilkinson, 1989).
22
3.
Kadmium (Cd)
Kadmium ( latin cadmia) adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cd dan nomor atom 48. Kadmium merupakan bahan alami yang terdapat dalam kerak bumi. Umumnya cadmium terdapat dalam kombinasi dengan elemen lain seperti Oksigen (Cadmium Oxide), Clorine (Cadmium Chloride) atau belerang (Cadmium Sulfide) (Cotton dan Wilkinson, 1998). Kadmium dalam tanah terkandung dalam bebatuan beku, metamorfik, sedimen dll (Lahuddin, 2007). Kadmium di alam tidak dijumpai dalam bentuk bebas. Hampir semua kadmium yang diproduksi dari hasil samping peleburan dan pemurnian biji seng (Zn) yang biasanya mengandung 0,2-0,4% kadmium (Darmono, 1995).
Kadmium sulfat oktahidrat (CdSO4·8H2O) merupakan senyawa yang putih atau tak berwarna, tidak berbau, berbentuk kristal, kelarutan dalam air sebesar 1130 g/L pada temperatur 20°C, tituk leleh 41,5°C, dan sering digunakan sebagai semikonduktor dalam industri karena sifat fisik dan kimianya yang baik (Housecroft and Sharpe, 2005). Dalam tubuh logam ini bersifat toksik, karena bereaksi dengan ligan-ligan yang penting untuk fungsi normal tubuh (Alfian, 2005).
G.
Interaksi Ion Logam dengan Adsorben
Kekuatan interaksi adsorbat dengan adsorben dipengaruhi oleh sifat dari adsorbat maupun adsorbennya. Gejala yang umum untuk meramalkan komponen mana yang diadsorpsi lebih kuat adalah kepolaran adsorben dengan adsorbatnya. Apabila adsorbennya bersifat polar, maka komponen yang bersifat polar akan
23
terikat lebih kuat dibandingkan dengan komponen yang kurang polar. Kekuatan interaksi juga dipengaruhi oleh sifat keras-lemahnya dari adsorbat maupun adsorben. Sifat keras untuk kation dihubungkan dengan istilah polarizing power cation, yaitu kemampuan suatu kation untuk mempolarisasi anion dalam suatu ikatan. Kation yang mempunyai polarizing power cation yang besar dimiliki oleh ion-ion logam dengan ukuran jari-jari kecil dan muatan yang besar. Sebaliknya sifat polarizing power cation yang rendah dimiliki oleh ion-ion logam dengan ukuran besar namun muatannya kecil, sehingga diklasifikasikan ion lemah. Sedangkan pengertian keras untuk anion dihubungkan dengan istilah polarisabilitas anion, yaitu kemampuan suatu anion untuk mengalami polarisasi akibat medan listrik dari kation. Anion yang bersifat keras adalah anion berukuran kecil, muatannya kecil, dan elektronegativitas yang rendah. Ion-ion logam keras berikatan kuat dengan anion keras dan ion logam lemah berikatan kuat dengan anion lemah (Atkins, 1990).
Bila ditinjau dari definisi asam-basa menurut teori Lewis, maka interaksi antara ion logam dengan adsorben dapat dipandang sebagai reaksi asam Lewis dengan basa Lewis, ion logam berperan sebagai asam Lewis yang menjadi akseptor pasangan elektron dan adsorben sebagai basa Lewis yang menjadi donor pasangan elektron. Dengan demikian, prinsip-prinsip yang berlaku dalam interaksi asambasa Lewis dapat digunakan dalam adsorpsi ion logam (Keenan and Kleinfelter, 1984).
Prinsip yang digunakan secara luas dalam reaksi asam-basa Lewis adalah prinsip HSAB yang dikembangkan Pearson. Prinsip ini didasarkan pada polaribilitas
24
unsur yang dikaitkan dengan kecenderungan unsur (asam atau basa) untuk berinteraksi dengan unsur lainnya. Ion-ion logam yang berukuran kecil, bermuatan positif besar, elektron terluarnya tidak mudah terdistorsi dan memberikan polarisabilitas kecil dikelompokkan dalam asam keras. Ion-ion logam yang berukuran besar, bermuatan kecil atau nol, elektron terluarnya mudah terdistorsi dan memberikan polarisabilitas yang besar dikelompokkan dalam asam lunak (Huheey et al., 1993).
Menurut prinsip HSAB (Hard Soft Acid and Bases), asam keras akan berinteraksi dengan basa keras untuk membentuk kompleks, begitu juga asam lemah dengan basa lemah. Interaksi asam keras dengan basa keras merupakan interaksi ionik, sedangkan interaksi asam lemah dengan basa lemah, interaksinya lebih bersifat kovalen. Ion Ni (II) menurrut prinsip HSAB merupakan asam madya (sedang), ion Cu (II) merupakan asam madya (sedang), dan ion Cd (II) merupakan asam lemah (Pearson, 1968).
H. Karakterisasi Material
1.
Spektrofotometer inframerah (IR)
Penentuan gugus fungsi suatu sampel dapat dilakukan analisis menggunakan spektrofotometri inframerah. Dengan spektrofotometri inframerah dapat diketahui gugus-gugus fungsi dari material alga Nitzschia sp, HAS dan HASM. Spektrofotometeri IR adalah spektrofotometer yang memanfaatkan sinar IR dekat, yakni sinar yang berada pada jangkauan panjang gelombang 2,5-25 μm atau jangkauan frekuensi 400-4000 cm-1. Sinar ini muncul akibat vibrasi atom-atom
25
pada posisi kesetimbangan dalam molekul dan kombinasi vibrasi dengan rotasi menghasilkan spektrum vibrasi-rotasi (Khopkar, 2001).
Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran (vibrasi) atau osilasi (oscillation). Bila molekul menyerap radiasi inframerah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat itu. Jadi molekul ini berada pada keadaan vibrasi tereksitasi (excited vibrational state); energi yang diserap ini akan dibuang dalam bentuk panas bila molekul itu kembali ke keadaan dasar. Panjang gelombang eksak dari absorpsi oleh suatu tipe ikatan, bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan menyerap radiasi inframerah pada panjang gelombang yang berlainan. Dengan demikian spektrometri inframerah dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya gugus fungsi dalam suatu molekul (Supratman, 2010).
2.
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
Dalam proses adsorpsi, keberhasilan pembuatan adsorben tercetak ion dapat dilihat menggunakan SSA. Adsorben yang telah tercetak ion diharapkan mengandung konsentrasi ion logam yang kecil. SSA juga dapat digunakan untuk mengetahui kadar ion logam yang teradsorpsi maupun yang terdapat dalam adsorben. Ion logam yang teradsorpsi dihitung secara kuantitatif berdasarkan selisih konsentrasi ion logam sebelum dan sesudah adsorpsi (Yuliasari, 2003).
26
Metode analisis dengan SSA didasarkan pada penyerapan energi cahaya oleh atom-atom netral suatu unsur yang berada dalam keadaan gas. Penyerapan cahaya oleh atom bersifat karakteristik karena tiap atom hanya menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu yang energinya sesuai dengan energi yang diperlukan untuk transisi elektron-elektron dari atom yang bersangkutan ditingkat yang lebih tinggi, sedangkan energi transisi untuk masing-masing unsur adalah sangat khas. Metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode spektroskopi emisi konvensional. Pada metode konvensional emisi tergantung pada sumber eksitasi, bila eksitasi dilakukan secara termal maka akan tergantung pada temperatur sumber (Khopkar, 2001)
3.
X-ray Diffraction (XRD)
X-ray Diffraction merupakan alat yang dapat digunakan untuk penentuan kristal dan analisis fasa pada senyawa atau paduan di dalam suatu bahan, tegangan sisa, tekstur dan sebagai small angle X-ray (sax). Analisis didasarkan pada pola difraksi dari paduan atau senyawa yang dihasilkan oleh proses difraksi, ukuran panjang gelombang sinar-X harus tidak berbeda jauh dengan jarak antar atom di dalam kristal sehingga pola berulang dari kisi kristal akan berfungsi seolah-olah seperti kisi difraksi untuk panjang gelombang sinar-X. Hasil yang didapatkan dari difraksi sinar-X adalah berupa puncak-puncak intesitas dan bentuk difraksi, versus sudut hamburan (2θ). Sistem kerja peralatan difraksi sinar-X didasarkan pada teori yang dikemukakan oleh fisikawan Inggris Bragg.
27
yang dikenal sebagai hukum Bragg (Bragg Condition) dan secara matematis dirumuskan:
n.α = 2 dhkl . Sin 2 θ
(4)
Keterangan : n
: Orde difraksi (1, 2, 3, …..)
α
: Panjang gelombang
dhkl
: Jarak antar atom
Sin 2 θ: Sudut difraksi Hukum Bragg dapat dikatakan sebagai representasi non-vektorial dua dimensi sebagai syarat terjadinya difraksi (Bragg et al., 1975).
4.
Scanning ElectronMicroscopy With Energy Dispersive X-ray (SEM-EDX)
Untuk melakukan karakterisasi material yang heterogen pada permukaan bahan pada skala mikrometer atau bahkan submikrometer serta menentukan komposisi unsur sampel secara kualitatif maupun kuantitatif dapat dilakukan dengan menggunakan satu perangkat alat SEM yang dirangkaikan dengan EDX. Pada SEM dapat diamati karakteristik bentuk, struktur, serta distribusi pori pada permukaan bahan, sedangkan komposisi serta kadar unsur yang terkandung dalam sampel dapat dianalisis dengan menggunakan EDX. Karakterisasi menggunakan SEM-EDX dilakukan melalui adsorpsi isotermis gas oleh padatan sampel. Jumlah molekul gas yang diadsorpsi pada permukaan luar padatan sampel sangat sedikit dibandingkan dengan yang diadsoprsi oleh porinya (Goldstein et al., 1981).
28
Prinsip kerja SEM, dengan cara mengalirkan arus pada kawat filamen tersebut dan perlakuan pemanasan, sehingga dihasilkan elektron. Elektron tersebut dikumpulkan dengan tegangan tinggi dan berkas elektron difokuskan dengan sederetan lensa elektromagnetik. Ketika berkas elektron mengenai target, informasi dikumpulkan melalui tabung sinar katoda yang mengatur intensitasnya. Setiap jumlah sinar yang dihasilkan dari tabung sinar katoda dihubungkan dengan jumlah target, jika terkena berkas elektron berenergi tinggi dan menembus permukaaan target, elektron kehilangan energi, karena terjadi ionisasi atom dari cuplikan padatan. Elektron bebas ini tersebar keluar dari aliran sinar utama, sehingga tercipta lebih banyak elektron bebas, dengan demikian energinya habis lalu melepaskan diri dari target. Elektron ini kemudian dialirkan ke unit demagnifikasi dan dideteksi oleh detektor dan selanjutnya dicatat sebagai suatu foto (Wagiyo dan Handayani, 1997). Pada EDX analisis kualitatif dilakukan dengan cara menentukan energi dari puncak yang ada dalam spektrum dan membandingkan dengan tabel energi emisi sinar-X dari unsur-unsur yang sudah diketahui. Analisa kuantitatif tidak hanya menjawab unsur apa yang ada dalam sampel tetapi juga konsentrasi unsur tersebut. Untuk melakukan analisa kuantitatif maka perlu dilakukan beberapa proses antara lain meniadakan background, dekonvolusi peak yang bertumpang tindih dan menghitung konsentrasi unsur (Larry, 2001).
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada Maret 2016 sampai Juli 2016 di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung. Pengambilan alga Nitzschia sp di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung (BBPBL). Identifikasi gugus fungsional menggunakan alat spektrofotometer IR dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA Universitas Gajah Mada, penentuan tingkat kekristalan dari material, menggunakan alat XRD dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar FMIPA Universitas Gajah Mada, identifikasi monfologi permukaan dan konstituen unsur menggunakan alat SEM-EDX dilakukan di UPT Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi Universitas Lampung dan kadar ion logam di tentukan dengan SSA dilakukan di Laboratorium Analitik FMIPA Universitas Gajah Mada.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas dalam laboratorium, neraca analitik, pengaduk magnet, oven, pH indikator universal, kertas saring whatman No. 42, spektrofotometer IR, X-RD, SEM-EDX dan SSA.
30
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alga Nitzschia sp, TEOS, HCl, magnetit (Fe3O4), CdSO4•7H2O, CuSO4•5H2O, NiSO4•6H2O, etanol teknis, akuades, NaOH, Na2EDTA dan HNO3
C. Prosedur Percobaan
1.
Penyiapan Biomasa Alga Nitzschia sp
Biomasa alga diperoleh dari isolasi alga Nitzschia sp yang dihasilkan dari pembudidaya dalam skala laboraturium di Balai Budidaya Laut (BBL) Lampung. Biomasa Alga yang dihasilkan dalam bentuk nata, dinetralkan dengan menggunakan akuades hingga pH = 7, dan dikeringkan pada suhu ruangan selama 3-4 hari. Setelah kering alga digerus hingga berukuran 200 mesh.
2.
Sintesis HASM Alga Nitzschia sp
Larutan A; 5 ml TEOS dan 2,5 ml akuades ditambahkan magnetit 0,1 g dimasukan dalam wadah plastik, lalu diaduk selama 30 menit. Saat pengadukan, ditambahkan HCl tetes demi tetes hingga pH larutan mencapai pH 2. Larutan B; 0,8 gr biomasa Nitzschia sp dengan konsentrasi optimum dicampur dengan 5 mL etanol diaduk dengan pengaduk magnet sampai larutan tersebut homogen. Kemudian larutan A dan larutan B dicampur hingga terbentuk gel. Gel yang terbentuk didiamkan selama 24 jam lalu dicuci dengan etanol dan akuades hingga pH filtrat mendekati pH 7. Gel dikeringkan didalam oven pada suhu 40˚C selama 2-3 jam selanjutnya digerus dengan ukuran 100-200 mesh (Tamara, 2015).
31
D. Karakterisasi Material
Biomassa alga Nitzschia sp, HAS, dan HASM dikarakterisasi dengan IR untuk mengetahui gugus-gugus fungsional utama yang terkandung dalam alga tersebut, SEM-EDX untuk menentukan struktur dan ukuran pori dan XRD yang digunakan untuk mengidentifikasi tingkat kekristalan material Fe3O4.
E. Uji Adsorpsi-desorpsi monologam
Sebanyak 0,1 g adsorben ditambahkan 20 mL larutan Ni(II) dengan konsentrasi 300 ppm. Kemudian larutan diaduk pada pH 5-6 selama 1 jam, lalu filtrat dan endapannya dipisahkan menggunakan sentrifius. Filtrat yang diperoleh dianalisis menggunakan SSA. Kemudian endapan yang mengandung ion logam didesorpsi, dengan menggunakan 20 ml aquadas, HCl 0,1M, dan Na2EDTA 0,1M sebagai eluen. Filtrat hasil desorpsi dianalisis kadarnya menggunakan SSA. Perlakuan yang sama diberikan pada larutan ion Cd(II) dan Cu(II) ( Buhani et al., 2011).
F. Uji adsorpsi-desorpsi larutan multilogam
Sebanyak 1 gram adsorben di tambahkan 100 ml larutan multilogam Ni(II), Cd(II), Pb(II), Zn(II), dan Cu(II) dengan konsentrasi 300 mg/L. Kemudian larutan diaduk pada pH 5-6 selama 1 jam, lalu filtrat dan endapannya dipisahkan menggunakan sentrifius. Filtrat yang diperoleh dianalisis menggunakan SSA. Kemudian endapan didesorpsi, dengan menggunakan 20 ml aquadas, HCl 0,1M,
32
dan Na2EDTA 0,1M sebagai eluen. Filtrat hasil desorpsi dianalisis kadarnya menggunakan SSA.
G. Stabilitas Kimia
Adsorben sebanyak 0,1 gram dimasukan kedalam 100 mL, masing-masing pelarut, yaitu larutan HNO3 0,1 M, CH3COONa 0,1 M, dan air dengan variasi waktu 1 sampai 4 hari. Kadar Si yang terlarut dalam fitrat dianalisis menggunakan SSA. Persentasi Si yang tersisa dalam adsorben di hitung berdasarkan persamaan; % Si tersisa = [Si]t/[Si]ox 100, dimana [Si]o adalah konsentrasi Si awal dalam material dan [Si]t adalah konsentrasi Si terlarut masingmasing pada waktu t dalam mg L -1( Buhani et al., 2011)
H. Penggunaan Ulang
Ion logam Cd (II) yang teradsorpsi pada bahan HASM Alga Nitzschia sp dilepaskan menggunakan HCl 0,1 M dan Na2EDTA 0,1 M. Setelah dicuci dengan air hingga netral dan ditimbang hingga berat konstan, kemudian bahan tersebut digunakan kembali untuk menyerap ion Cd(II) menggunakan metode batch sampai 5 kali pengulangan ( Buhani et al., 2011).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Sintesis HASM telah berhasil dilakukan dari biomassa alga Nitzschia sp, magnetit, dan HAS. 2. Hasil dari uji adsorpsi monologam menunjukan bahwa urutan ion logam teradsorpsi adalah ion Cd(II)>Cu(II)>Ni(II) dan urutan ion logam terdesorpsi adalah ion Cd(II)>Cu(II)>Ni(II) 3. Hasil dari multilogam menunjukan urutan ion logam teradsorpsi adalah ion Pb(II)>Cd(II)>Cu(II)>Zn(II)>Ni(II) dan untuk urutan ion logam terdesorpsi adalah ion Pb(II)>Cd(II)>Cu(II) >Ni(II)>Zn(II). 4. HASM lebih stabil pada media asam dan netral serta tidak stabil pada media basa selama waktu interaksi 4 hari. 5. HASM dapat digunakan secara berulang sebanyak 4 kali penggunaan ulangan dalam proses adsorpsi-desorpsi ion logam Cd(II).
53
B.
Saran
Pada penelitian lebih lanjut disarankan untuk melakukan sistem adsorpsi dengan metode kontinu pada kompetisi ion-ion logam agar lebih mudah diaplikasikan sebagai adsorben untuk pemisahan ion logam dari larutan di lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Mikrajuddin dan Khairurrijal. 2008. Review: Karakterisasi Nanomaterial. Jurnal Nano Science dan Teknologi. 2(1): 8-10. Alfian, Z. 2005. Analisis kadar logam kadmium (Cd2+) dari kerang yang diperoleh dari daerah Belawan secara spektrofotometer serapan atom. Jurnal Sains Kimia. 9(2): 73-76. Atkins. 1999. Kimia Fisik III. Jakarta: Erlangga. Blais, J.F., B. Dufresne., and G. Mercier. 2000. State of The Art of Technologies for Metal Removal From Industrial Effluents. Rev. Sci. Eau. 12(4): 687711. Bragg, L., Phillips, D., and Lipson, H. S. 1975. The development of x-ray analysis, Bell, London. Brinker, C.J., and G.W. Scherer. 1990. Applications in: Sol Gel Science, the Physics and Chemistry of Sol-Gel Processing. Academic Press, Inc. San Diego, California. pp 839-880. Buhani and Suharso. 2009. Immobilization of Nannochloropsis sp biomass by solgel technique as adsorbat of metal ion Cu(II) from aqueous solution. Asian Journal of Chemistry. 21(5) : 3799-3808. Buhani, Suharso, and Sumadi. 2010. Adsorption Kinetics and Isotherm of Cd (II) Ion on Nannochloropsis sp Biomass Imprinted Ionic Polymer. Desalination. 259: 140-146. Buhani, Suharso, and L. Aprilia. 2012. Chemical Stability and Adsorption Selectivity on Cd 2+ Nannochloropsis sp Material with Silica Matrik from Tetraethyl Orthosilicate. Indonesian Journal of Chemistry. 12(1):94-99. Buhani, Suharso, and Sumadi. 2012. Production of Ionic Imprinted Polymer from Nannochloropsis sp Biomass Its Adsorption Characteristic toward Cu(II) Ion in Solutions. Asian Journal of Chemistry. 24(1): 133-140.
55
Cabrera, L., Gutierrez., N. Menendez., M.P. Morales., and P. Herrasti, P. 2008. Magnetite Nanoparticles: Electrochemical Synthesis and Characterization. Electro chimica Acta. 53: 3436-3441. Campbell, M, N. 2008. Biodiesel: Algae as renewable source for liquid fuel. Guelph Engineering Journal, 1: 2-7 Cervantes, C., Compos-Garcia., D. Silvia, F.G., Corona., H. L. Tavera., J. Gusman., and R.M. Sanchez. 2001, Interaction of Chromium with Microorganisms and Plant. FEMS Microbiology Reviews. 25 : 335-347. Chisti, Y. 2007. Biodiesel from Microalgae. Biotechnology Advances. 25: 294306. Cotton, F.A. dan Wilkinson, G. 1989. Kimia Anorganik Dasar.TerjemahanSahati Suharto. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Darmono, 1995. Logam dalam Sistem Biologi Mahkluk Hidup. UI Press. Jakarta. Dirjen POM Departemen KesehatanRepublik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Drbohlavova, J., R. Hrdy, V. Adam, R. Kizek, O. Schneesweiss, J. Hubalek. 2009. Preparation and Properties of Various Magnetic Nanoparticles. Sensors. 9: 2352 – 2362. Elizabeth, I.R. 2011. Biosintesis dan Karakterisasi Nanopartikel Silika (SiO2) dari Sekam Oleh Fusarium Oxyporum. (Skripsi). Fakultas MIPA. ITB. Bogor. Farook, A., and S. Ravendran. 2000. Saturated Fatty Acids Adsorption by Acidified Rice Hull Ash. Journal Chemistry Society.77: 437-440. Goldstein, J.I., D.E. Nwberry, P. Echlin, D.C. Joy, C. Fiori., and E. Lifshin. 1981. Scanning Elctron Microscopy and X-Rays Microanalysis. [A Textbook for Biologist]. Materials Scientists and Biologists. New York. Gupta, S.S., and K.G. Bhattacharyya. 2006. Adsorption of Ni(II) on Clay. Journal Chemist Science. 295: 21-32. Harjadi. 1993. Ilmu Kimia AnalitikDasar. Gramedia. Jakarta. Harris, O.P., and J. G. Ramelow. 1990. Binding of Metal Ions by Particulate Quadricauda. Environt Scient and Technology. 24: 220-227 Hook, J. R., and H. E. Hall. 1991. Solid state physics. 2nd edition, John Willey and Sons: England/Chichester, hal: 241. Housecroft, C. E. and A. G. Sharpe. 2005. Inorganic Chemistry. Prentice-Hall, Inc. New Jersey.
56
Huheey, J.E., Keiter E.A. and Keiter R.L. 1993. Inorganic Chemistry :Principles of Structure and Reactivity. 4th edition. Harpelcolling College Publisher. New York. Isnansetyo, A dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton; Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Kanisius.Yogyakarta. Jamarun, N. 2000. Proses Sol Gel (Tesis). FMIPA Kimia Universitas Andalas. Padang. Jeon, C., 2011, Adsorption Characteristic of Cooper Ions Using Magnetically Modified Medicinal Stones, Journal of Industrial and Engineering Chemistry.17: 1487-1493. Kalapathy, U., A. Proctor, and J. Schultz. 2000. A Simple Method For Production of Pure Silica From Rice Hull Ash. Bioes. Tech. 73: 257-262. Keenan, C.W. dan W. Kleinfelter. 1984. Ilmu Kimia untuk Universitas Edisi keenam. Terjemahan Aloysius Hadyana Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta. Hal. 512-543. Khopkar, S.M. 2001. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta. Lahuddin, M. 2007. Aspek Unsur Mikro Dalam Kesuburan Tanah. USU Press. Medan. Larry, D.H. 2001. Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy in Handbook of Analytical Methods for Materials. Materials Evaluation and Engineering, Inc. pp 13-14. Lin, Y.E., Vidic, R.D., Stout, J.E., and Yu, V.L. 2002. Negative Effect of Hight pH on Biocidal Efficacy of Copper and Silver Ions in Controling Legionellapneumophila. Journal Environmental Scient. 68 (6): 27112715 Lin, Y., H. Chen., K. Lin., B. Chen., and C. Chiou. 2011. Application of Magnetic Particles Modified with Amino Groups to Adsorb Cooper Ions in Aqueous Solution, Journal Environmental Scient. 23:44-50. Mahan, C. A., and Helcombe. J. A. 1989. The Journal of Evaluation of The Metal Uptake of Several Algae Strain in Multicomponent Matrixultizung Inductively Coupled Plasma Emission Spektrofotometry. Analytica Chimica Acta. 61: 624-627. Martell, A. E., and R.D. Hancock. 1996. Metal Complexes in Aqueose Solution. Plenum Press. New York.
57
Miessler, G.L., and Tarr, D.A. 1991. Inorganic Chemistry. Prentice Hall. New Jersey. 51. Oscik, J. 1982. Adsorption. Ellis Horwood Limited. England. Oxford. 1994. Kamus Lengkap Kimia. Erlangga. Jakarta. Palar, H. 1994. Pencernaan dan Toksikologi Logam Berat. PT Rineka Cipta Jakarta. Peng, Q., Liu, Y., Zeng, G.,Xu, W., Yang, C., and Zhang, J. 2010, Biosorption of Copper (II) Immobilizing Saccharomyces cerevisae on the surface of chitosan coated magnetc nanoparticle from aqueous solution, Journal of Hazard Materials. 177: 676-682. Pearson, R. G. 1963. Hard and Soft Acids and Bases. J. Am. Soc. 85: 3533-3539. Putra, S.E. 2006. Tinjauan Kinetika dan Termodinamika Proses Adsorpsi Ion Logam Pb, Cd, dan Cu oleh Biomassa Alga Nannochloropsis sp yang Diimmobilisasi Polietilamina-Glutaraldehid. Laporan Penelitian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Rahaman, M.N. 1995. Ceramics Pressing and Sintering. Departement of Ceramics Engineering University of Missoury-Rolla Rolla Missouri. Hal 214-219 Raya, I. 1998. Studi Kinetik Adsorpsi Ion Logam Al (III) Dan Cr (III) Pada Adsorben Chaetoceros Calcitrans Yang Terimobilsasin Pada Silica Gel. (Thesis). FMIPA UGM. Yogyakarta. Ronaldo, imelda, H.S dan Nelly W. 2013. Adsorpsi Ion Logam Cu(II) Menggunakan Biomassa Alga Coklat Sargasum Crassifolium Yang Terenkapsulasi Aqua-Gel Silika. Universitas Tanjungpura. Pontianak 2(3): 148-152 Quintanilla, D.P., Sanchez, A.S., Del Heirro,I., Fajardum, and sierra, I. 2008. Amino and Mercapto Silica Hybrid for Cd(II) Adsorption in Aqueous Solution. Indonesian Journal of Chemistry. Schubert, U., and Husing, N. 2000. Synthesis of Inorganic Material. Willey-VCH Verlag Gmbh. D-69469 Wernbeim. Federal Republik of Germany. Spiakov, B.Y. 2006. Solid Phase Extraction on Alkyl Bonded Silica Gels in Inorganics Analysis. Analytica Chimica Acta. 22: 45-60.
58
Sriyanti, Narsito dan Nuryono. 2001. Selektivitas 2-Merkaptobenzotiazol Terimpregnasi pada Zeolit Alam untuk Adsorpsi Kadmium(II) dalam Campuran Cd(II)-Fe(II). Prosiding Seminar Nasional Kimia IX.Yogyakarta. Stum, Z., and Morgan. J.J. 1996. Aquatic Chemistry : Chemical Equilibria in Natural Water. 3rd edition. John Willey and Sons.Inc. New York. Suhendrayatna. 2001. Bioremoval Logam Berat Dengan Menggunakan Mikroorganisme: Suatu Kajian Kepustakaan. Seminar On-Air Bioteknologi untuk Indonesia Abad 21, 1-14 Februari 2001. Supratman, U. 2010. Equilibrium Penentuan Senyawa Organik. Padjajaran. Bandung. Suryani, D.P. 2013. ImmobilisasiBiomassa Alga Tetraselmissp Dengan Pelapisan Silika-Magnetit Sebagai Adsorben Ion Ni(II) dan Zn(II). (Skripsi).Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tamara, Dia. 2015. Modifikasi Biomassa Nitzschoasp dengan Silika-Agnetit sebagai Adsorben Ion Cd(II), Cu(II) dan Pb(II) Dalam Larutan (Skripsi). FMIPA Universitas Lampung. Lampung. Teja, Amyn S., and P.Y. Koh. 2008. Synthesis, properties, and applications of magnetic iron oxide nanoparticles. Progrees in Crystal Growth and Characterization of Materials. 20: 1-24. Terrada, K., K. Matsumoto and H. Kimora. 1983. Sorption of Copper (II) by Some Complexing Agents Loaded on Various Support. Analytica Chimica Acta. 153: 237-247. Triani, Lies. 2006. Desorpsi Ion Logam Tembaga (II) Dari Biomassa Chlorella Sp Yang Terimobilisasi Dalam Silika Gel (Skripsi). FMIPA Universitas Negeri Semarang. Semarang. Valentina, M. Thariq, Suci A. dan Lydia E. 2007. Biologi Fitoplankton dalam dan Zooplankton. Balai Budidaya Laut Lampung Dirjen Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan. Bandar Lampung Volensky, Bohumil, and V. Diniz. 2005. Desorption Of Lanthanum, Europium and Ytterbium From Sargasum. McGill University. Canada. Wagiyo dan A. Handayani. 1997. Petunjuk Praktikum Scanning Electron Microscope, SEM dan Energy Dispersive Spectrometer, EDS. Badan Tenaga Atom Nasonal. Tangerang. Wankasi. 2005. Desorption of Pb2+ and Cu2+ from Nipa palm (Nypa Fruticans Wurmb) Biomass. Diakses tanggal 21 Maret 2013 Pukul 10.30 WIB. (http://www.google.com./desorption).
59
Yuliasari, L. 2003. Studi Penentuan Logam BeratTimbal (Pb) danKadmium (Cd) Dalam Organ Tubuh Ayam Broiler Secara Spektrofotometri Serapan Atom. (Skripsi). FMIPA Unila. Bandar Lampung.