PROSES INTERNALISASI SABDA BAHAGIA YESUS DALAM MENGHAYATI KAUL KEMISKINAN DI TENGAH BUDAYA MEDIA TELEVISI MELALUI KATEKESE AUDIO VISUAL DI NOVISIAT URSULIN BANDUNG SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Angela Yayah Rodiah NIM: 021124024 PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007
i
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk yang tercinta Orang tua dan kakak, Tarekat Ordo Santa Ursula, Para Novis dan Magistra Novisiat Ursulin
iv
MOTTO
“Bertindaklah, Majulah, Percayalah, Yakinlah, Berserulah kepada-Nya dengan segenap hati Anda, Anda akan menyaksikan hal-hal yang mengagumkan bila Anda mengarahkan segalanya demi kemuliaan Allah dan keselamatan jiwa-jiwa”. (Prakata Nasihat St. Angela No. 17-18)
v
ABSTRAK Judul skripsi ini adalah: PROSES INTERNALISASI SABDA BAHAGIA YESUS DALAM MENGHAYATI KAUL KEMISKINAN DI TENGAH BUDAYA MEDIA TELEVISI MELALUI KATEKESE AUDIO VISUAL DI NOVISIAT URSULIN BANDUNG. Penulis memilih judul ini sebagai upaya untuk menginternalisasikan Sabda Bahagia Yesus dalam penghayatan kaul kemiskinan dengan katekese audio visual. Kekuatan katekese audio visual dengan pendekatan yang penuh gambar, imajinasi, dan cerita yang mampu menyentuh emosi seseorang secara mendalam bisa menjadi salah satu cara dalam upaya menginternalisasikan Sabda Bahagia Yesus di jaman ini. Sabda Bahagia Yesus yang dihayati dalam penghayatan kaul kemiskinan menuntut penyangkalan diri, askese, kesederhanaan dan kerendahan hati, sedangkan nilai-nilai sabda bahagia modern yang diusung melalui media televisi menawarkan nilai-nilai yang bertentangan dengan Sabda Bahagia Yesus. Pola hidup yang ditawarkan sabda bahagia modern adalah dengan pola hidup yang serba cepat, serba mudah dan praktis serta mengagungkan aspek kenikmatan, kesenangan, dan kepuasan sesaat. Manusia dijauhkan dari makna hidup dan hanya mengejar segala bentuk kebahagiaan sesaat yang membuat manusia kian terasing dengan dirinya, sesama dan lingkungannya bahkan dengan Tuhan pemberi kehidupan dan kebahagiaan sejati. Budaya yang ditawarkan sabda bahagia modern adalah budaya kematian dan kehancuran di segala aspek kehidupan, namun memberikan keuntungan bagi segelintir orang Penelitian terhadap para novis Ursulin dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang pergulatan para novis dalam upaya menghayati Sabda Bahagia Yesus dalam kaul kemiskinan di tengah tantangan budaya media televisi. Jenis penelitan yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode pengumpulan data wawancara terstruktur. Dari hasil penelitian diketahui bahwa nilai-nilai sabda bahagia modern seperti cari mudah, cari gampang, praktis, cari kesenangan dan kepuasan sendiri menjadi faktor penghambat dalam proses olah diri dan olah rohani. Para novis juga menyadari bahwa tantangan ini harus dihadapi dengan sungguhsungguh. Pendampingan dalam pembinaan baik segi rohani maupun dalam perkembangan kepribadian dan hidup bersama secara intensif diikuti dengan kesungguhan. Latihan terus menerus dari hal-hal yang sederhana, merefleksikan dan memaknainya dalam terang iman. Eksperimen katekese audio visual dengan metode SOTARAE dan naratif eksperiensial yang dilaksanakan di Novisiat Ursulin memperoleh tanggapan positif baik dari peserta maupun dari pembimbing novis. Dari pelaksanaan eksperimen sederhana ditemukan manfaat katekese audio visual. Pertama: katekese audio visual membantu peserta untuk menganalisis media dan membangun sikap kritis terhadap pengaruh-pengaruhnya. Kedua: katekese audio visual membantu proses internalisasi Sabda Bahagia Yesus dalam penghayatan kemiskinan dengan menjadikan Kristus satu-satunya harta. Ketiga: katekese audio visual merupakan sumbangan dalam proses pembinaan di novisiat untuk semakin meningkatkan kualitas hidup religius dan kualitas pewarta Kerajaan Allah supaya semakin banyak orang mengalami kebahagiaan sejati seperti yang dijanjikan oleh Kristus sendiri. vii
ABSTRACT
The title of this thesis is: THE INTERNALIZATION PROCESS OF THE BEATITUDES OF JESUS IN INSPIRING THE VOW OF POVERTY IN THE MIDST OF TELEVISION CULTURE THROUGH AUDIO VISUAL CATECHISM AT NOVISIAT URSULIN BANDUNG. The writer chooses this title as an efforts to internalize the beautitudes of Jesus in inspiring the vow of poverty through audio visual catechism. The power of the audio visual catechism through pictures, imagination and stories can be a way to internalize the beautitudes of Jesus. In one side, the beautitudes of Jesus, especially the implementation of the vow of poverty, demands a self denial, ascetic, simplicity, and modesty. In other side, the beautitudes of modern time brought by the television culture offer values which are against the beautitudes of Jesus. The beautitudes of modern time offer instant pleasure and easy-practical life styles. Human beings are kept away from the meaning of life and are invited to look for all kinds of temporal happiness that make them being alienated from their self, others, environment, and even from God. the beautitudes of modern time offer a culture of death and the destruction of all aspects of life, and just give the benefit for certain group of people. A research was organized among the novices of St. Ursula Congregation to get the description of how the novices struggle to implement the beautitudes of Jesus, especially the vow of poverty in the midst of television culture. In this survey the writer used a qualitative approach to get the data, i.e. through structured interview. From this research, the writer knows that the values of modern life style such as instant pleasure, self satisfaction and easy going mentality become the barrier of formation of self and spirituality. The novices realize that these challenges should be faced seriously. The formation of spiritual life should be followed intensively and seriously. The novices should spend time for simple spiritual training, reflection of all aspects of life, and getting meaning in faith perspectives. The experiment of audio visual catechism using SOTARAE and a narrativeexperiential method was conducted at Novisiat Ursulin. This experiment got positive responds both from the novices and novices’ counselor. There are some advantages audio visual catechism. First, the audio visual catechism helps the novices to analyze media and to form critical thinking among the novices toward the effects of media. Second, the audio visual catechism helps the novices to internalize the beautitudes of Jesus especially the vow of poverty. They realize that Jesus is only their property. Third, the study attempts to make the audio visual catechism as contribution to the process of formation for the novices, to improve the quality of religious life and the quality of the proclamation of the kingdom of God, so that many people will exsperience happiness as Jesus had promised to them.
viii
KATA PENGANTAR
“Pujilah Tuhan hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! Pujilah Tuhan, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!” (Mzm 103:1-2). Bersama pemazmur penulis melambungkan syukur dan pujian kepada Allah yang selalu setia dan mencintainya tiada batas. Ia telah melimpahkan rahmat dan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi tuntutan akademis untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan di Universitas Sanatha Darma Yogyakarta. Penulis juga bersyukur atas bantuan banyak pihak yang mendukung penulis dengan tulus baik secara materiil maupun moril. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menghaturkan limpah terima kasih dan penghormatan yang sebesarbesarnya kepada: 1. Drs. Y.I. Iswarahadi, S.J., M.A, selaku dosen pembimbing utama yang selalu meluangkan waktu, memberi arahan, pengertian yang tulus dan kesabaran dalam membimbing, memotivasi dan semangat hingga terselesaikannya skripsi ini. 2. F.X. Dapiyanta, SFK, M.Pd, selaku dosen penelitian dan pembimbing dua yang telah bersedia membimbing dengan penuh perhatian, sabar, dan teliti dalam proses penelitian. 3. P. Banyu Dewa, HS, S.Ag., M.Si, selaku dosen pembimbing akademik dan penguji yang selalu memberikan semangat, mengingatkan, dan membantu dalam kelancaran studi sampai pada penulisan skripsi ini.
ix
4. Sr. Maria Dolorosa Sasmita, OSU dan para dewan Ordo St Ursula Propinsi Indonesia yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan, dukungan dan pengertian kepada penulis untuk menempuh studi di IPPAK-USD. 5. Sr. Martini Suwitahartana, OSU dan saudari-saudariku tercinta di komunitas Ursulin Yogyakarta yang senantiasa membangun suasana penuh keakraban dan kekeluargaan yang sangat mendukung dalam proses studi, perkembangan kepribadian dan peneguhan dalam hidup panggilan. 6. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, S.J, M.Ed, selaku Kaprodi IPPAK-USD dan staff dosen dan karyawan yang selalu sabar, penuh pengabdian dan ketulusan dalam membagikan ilmu dan selalu berusaha menciptakan suasana kampus yang penuh persaudaraan dan keakraban selama kami studi. 7. Sr. Reinilda Wuga, OSU dan para novis Ursulin yang selalu siap sedia membantu dengan penuh keterbukaan dan persaudaraan dalam proses penelitian dan eksperimen katekese audio visual di Novisiat Ursulin. 8. Sr. Herlina Nogo Manuk, OSU dan Sr. Elisabeth Janul, OSU yang telah bersedia menjadi
pengamat
dengan
penuh
ketulusan
dan
kesabaran
sehingga
memperlancar proses eksperimen katekese audio visual. 9. Keluarga besar Studio Audio Visual Puskat yang selalu memberikan tempat bimbingan dan membantu dalam hal sarana yang menunjang penulisan skripsi ini. 10. Para sahabat dan rekan mahasiswa khususnya angkatan 2002 dengan segala kekhasannya yang membuat suasana selalu gembira, saling mendukung dan
x
penuh persahabatan dalam studi maupun dalam mengembangkan kepribadian masing-masing. 11. Keluargaku tercinta yang selalu memberikan cinta, perhatian, dukungan dan doa untuk kelancaran studiku maupun dalam menjalani hidup panggilanku. 12. Para sahabat dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang dengan caranya masing-masing memberikan bantuan, dukungan, cinta dan doa, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari akan segala keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini, sehingga skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis menerima segala kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini dengan terbuka dan senang hati. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat dan berguna bagi siapa saja yang membutuhkannya. Dan semoga semua orang sungguh berbahagia.
Yogyakarta, 29 Maret 2007 Penulis
Angela Yayah Rodiah
xi
DAFTAR SINGKATAN
A. SINGKATAN KITAB SUCI Q
: Quelle adalah “sumber” huruf atau kode yang menunjukkan suatu “tradisi rangkap”, yaitu tradisi yang melatarbelakangi Matius dan Lukas yang independen dari Markus.
KS
: Kitab Suci Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti singkatan yang terdapat dalam daftar singkatan Alkitab Deuterokanonika (1995) terbitan Lembaga Alkitab Indonesia.
B. SINGKATAN DOKUMEN RESMI GEREJA IM
: Inter Mirifica adalah dekrit tentang upaya-upaya komunikasi sosial yang disusun oleh Paus Paulus VI bersama dengan Bapabapa Konsili Vatikan II
PC
: Perfectae Caritatis adalah dekrit Konsili Vatikan II tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius, 28 Oktober 1965
LG
: Lumen Gentium adalah konstitusi dogmatis tentang Gereja, Konsili Vatikan II , 21 november 1964
VC
: Vita Consecrata adalah anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Hidup Bakti bagi para Religius yang dikeluarkan pada Hari Raya Santa Perawan Maria menerima Warta Gembira, 25 Maret 1996
xii
AN
: Aetatis Novae adalah suatu Instruksi Pastoral yang baru tentang komunikasi sosial, tanggal 17 Maret 1992
Kan
: Kanon
KHK
: Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II, 25 januari 1983.
GS
: Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja di dunia dewasa ini, 7 Desember 1975
C. SINGKATAN LAIN Art.
: Artikel
St
: Santo/Santa
Konst
: Konstitusi
TV
: Televisi
Kor
: Korintus
Lih
: Lihat
OSU
: Ordo Santa Ursula
SOTARAE : Suatu petunjuk untuk menganalisa sebuah dokumen dari kelompok group media (Situasi, Observasi, Tema, Analisis, Rangkuman, Aksi dan Evaluasi) PAK
: Pendidikan Agama Katolik
AV
: Audio Visual
VCD
: Video Compact Disk
Dokpen
: Departemen Komunikasi dan Penerangan
KWI
: Konferensi Waligereja Indonesia xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii HALAMAN PERSEMBAHAN
........................................................................ iv
MOTTO ............................................................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................. vi ABSTRAK ........................................................................................................... vii ABSTRACT ......................................................................................................... viii KATA PENGANTAR ......................................................................................... ix DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xii DAFTAR ISI
....................................................................................................... xiv
BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ..................................................................................... 1 B. RUMUSAN MASALAH................................................................................... 8 C. TUJUAN PENULISAN..................................................................................... 8 D. MANFAAT PENULISAN ................................................................................ 9 E. METODE PENULISAN.................................................................................... 9 F. SISTEMATIKA PENULISAN.......................................................................... 10
BAB II. SABDA BAHAGIA YESUS MENURUT MATIUS 5 : 1-12 TERHADAP PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN A. SABDA BAHAGIA YESUS MENURUT MATIUS 5 : 1-12 .......................... 12 1. Teks dan Bentuk Sastranya.......................................................................... 12 2. Perbandingan Teks Matius dan Lukas ........................................................ 14 3. Pembagian Teks Sabda Bahagia Yesus dalam Matius 5:1-12..................... 17 4. Tafsir Sabda Bahagia Yesus dalam Matius 5:1-12 ..................................... 17 B. SABDA
BAHAGIA YESUS BAGI PENGHAYATAN
KAUL
KEMISKINAN ............................................................................................... 35 1. Pengertian Kaul Kemiskinan ...................................................................... 35 xiv
2. Kaul Kemiskinan dalam Ordo Santa Ursula ............................................... 37 3. Sabda Bahagia Yesus bagi Penghayatan Kaul Kemiskinan ........................ 39
BAB III. SABDA BAHAGIA YESUS BAGI PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DI TENGAH BUDAYA MEDIA TELEVISI A. PERAN MEDIA TELEVISI DAN PENGARUHNYA BAGI KEHIDUPAN MANUSIA ...................................................................................................... 42 1. Lahirnya Media Televisi dan Sumbangan Positifnya.................................. 42 2. Dampak Media Televisi bagi Kehidupan Masyarakat ................................ 47 a. Program-Program Siaran Televisi ........................................................ 48 b. Hasil Analisis Program Siaran Televisi ............................................... 55 c. Pengaruh Media Televisi terhadap Kehidupan Masyarakat ................. 58 3. Seruan Bapa Gereja terhadap Penggunaan Media ...................................... 62 a. Inter Mirifica ......................................................................................... 62 b. Aetatis Novae ........................................................................................ 64 c. Seruan Paus Benediktus XVI ................................................................ 66 4. Analisis Kritis terhadap Media Televisi ...................................................... 68 a. Semiotik: membaca TV sebagai Tanda dan Simbol ............................ 69 b. Pendekatan Psikologi: Membaca TV sebagai Pabrik Mimpi .............. 69 c. Pendekatan Kritis Ideologis .................................................................. 69 B. TANTANGAN PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DI TENGAH BUDAYA MEDIA TELEVISI ....................................................................... 71 1. Televisi dan Nilai-Nilai Sabda Bahagia Modern ........................................ 71 a. Situasi dan kenyataan hidup yang mau diangkat .................................. 72 b. Nilai-nilai yang membentuk gaya hidup .............................................. 72 c. Mentalitas yang dimunculkan .............................................................. 74 2. Sabda Bahagia Yesus di Tengah Tantangan Nilai Sabda Bahagia Modern yang Diusung Media Televisi .................................................................... 75 3. Sabda Bahagia Yesus dalam Penghayatan Kaul Kemiskinan di Tengah Budaya Media Televisi .............................................................. 81 a. Praktik Lama ........................................................................................ 83 xv
b. Keadaan Jaman ..................................................................................... 83 c. Reorientasi ............................................................................................ 84 d. Kendala dan Persoalan ........................................................................ 85 e. Pembaharuan Hidup ............................................................................. 86
BAB IV. PENELITIAN, HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN MENGENAI MEDIA TELEVISI DAN SABDA BAHAGIA DALAM PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN PARA NOVIS URSULIN BANDUNG A. GAMBARAN PENELITIAN DI NOVISIAT URSULIN ................................ 89 1. Latar Belakang ........................................................................................... 89 2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 92 3. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 93 4. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 93 B. ACUAN TEORI ............................................................................................... 93 1. Budaya Media Televisi ............................................................................... 93 2. Sabda Bahagia Yesus dalam Penghayatan Kaul Kemiskinan ..................... 94 3. Katekese Audio Visual ................................................................................ 95 a. Pengertian Katekese Audio Visual........................................................ 95 b. Kekhasan Katekese Audio Visual ......................................................... 99 c. Kekuatan dan Kelemahan Katekese Audio Visual................................ 99 d. Beberapa Metode Katekese Audio Visual ............................................ 102 4. Kerangka Pikir ............................................................................................. 106 5. Fokus .......................................................................................................... 107 6. Pertanyaan Penelitian .................................................................................. 108 a. Budaya Media Televisi.......................................................................... 108 b. Sabda Bahagia dalam Penghayatan Kaul Kemiskinan.......................... 108 c. Katekese Audio Visual.......................................................................... 109 C. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 109 1. Pendekatan Penelitian.................................................................................. 109 2. Pemilihan Setting/Tempat ........................................................................... 110 xvi
3. Subyek Penelitian ........................................................................................ 110 4. Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 110 5. Tahap Pemeriksaan Keabsahan Data........................................................... 111 a. Validitas ................................................................................................ 111 b. Reliabilitas ............................................................................................ 111 c. Obyektivitas........................................................................................... 112 6. Teknik Analisis Data Penelitian .................................................................. 112 a. Pengumpulan Data ................................................................................ 112 b. Reduksi Data ........................................................................................ 112 c. Penyajian Data ...................................................................................... 112 d. Kesimpulan............................................................................................ 113 7. Hasil Penelitian............................................................................................ 113 a. Budaya Media Televisi ......................................................................... 113 b. Sabda Bahagia dalam Penghayatan Kaul Kemiskinan.......................... 116 c. Katekese Audio Visual.......................................................................... 119 8. Pembahasan Penelitian ............................................................................... 119 9. Penarikan Kesimpulan ................................................................................. 123 10. Keterbatasan Penelitan .............................................................................. 124 a. Keterbatasan Waktu ............................................................................. 124 b. Penelitian Semi Partisipatif ................................................................... 125
BAB V. INTERNALISASI SABDA BAHAGIA YESUS DALAM UPAYA MENGHAYATI KAUL KEMISKINAN MELALUI KATEKESE AUDIO VISUAL A. USULAN PROGRAM KATEKESE AUDIO VISUAL .................................. 126 1. Arti Program ................................................................................................ 126 2. Tujuan Program ........................................................................................... 127 3. Latar Belakang Program .............................................................................. 127 4. Usulan Program Katekese Audio Visual ..................................................... 129 B. PENGEMBANGAN PROGRAM ................................................................... 137 1. Satuan Persiapan Katekese Audio Visual I ................................................. 137 xvii
2. Satuan Persiapan Katekese Audio Visual II ................................................ 147 C. LAPORAN PELAKSANAAN KATEKESE AUDIO VISUAL I .................. 155 1. Laporan Persiapan Teknis ........................................................................... 155 2. Laporan Pelaksanaan Katekese Audio Visual I........................................... 156 3. Laporan Evaluasi Pelaksanaan Katekese Audio Visual I ............................ 161 a. Evaluasi dari Peserta ............................................................................ 162 b. Evaluasi dari Pengamat ......................................................................... 163 D. LAPORAN PELAKSANAAN KATEKESE AUDIO VISUAL II .................. 163 1. Laporan Persiapan Teknis ........................................................................... 163 2. Laporan Pelaksanaan Katekese Audio Visual II ......................................... 164 3. Laporan Evaluasi Pelaksanaan Katekese Audio Visual II........................... 168 a. Evaluasi dari Peserta ............................................................................ 169 b. Evaluasi dari Pengamat ......................................................................... 169 E. REFLEKSI PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN KATEKESE AUDIO VISUAL I DAN II ............................................................................................ 170
BAB V. PENUTUP A. KESIMPULAN.................................................................................................. 173 B. SARAN ............................................................................................................. 175
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 177 LAMPIRAN ........................................................................................................... 180 Lampiran 1 : Hasil Wawancara Dengan Novis Ursulin........................................
(1)
Lampiran 2 : Lembar Evaluasi Peserta Katekese Auido Visual ...........................
(9)
Lampiran 3 : Lembar Evaluasi Dari Pengamat ..................................................... (10) Lampiran 4 : Hasil Evaluasi Pelaksanaan Katekese Audio Visual I..................... (11) Lampiran 5 : Hasil Evaluasi Pelaksanaan Katekese Audio Visual II ................... (14) Lampiran 6: Dokumentasi Pelaksanaan Katekese Audio Visual.......................... (17)
xviii
1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Setiap manusia merindukan dan mendambakan “kebahagiaan” dalam hidupnya. Kebahagiaan adalah hal yang pertama dan utama dalam hidup manusia. Manusia ada dan diciptakan dalam dunia ini untuk hidup bahagia. Hidup bahagia adalah hak manusia yang paling dasar sekaligus kodrat manusia hidup di dunia ini. Permasalahannya “apakah setiap orang di dunia ini sugguh-sungguh merasa bahagia dalam hidupnya?” Mengapa impian untuk hidup bahagia tidak terwujud seperti yang diharapkan? Dalam kenyataan hidup sehari-hari kata “bahagia” seringkali menjadi kata yang asing, jauh dari jangkauan dan sulit untuk mendapatkannya. Banyak faktor yang menghambat manusia untuk bahagia di antaranya: kekecewaan, kesedihan, luka hati, dsb. Kekecewaan dan luka hati yang dalam, tidak hanya menjauhkan orang dari kebahagiaan tetapi sekaligus menjadi racun dalam hidup manusia (Powel,1992:1114). Manusia terus berjuang untuk mengupayakan kebahagiaan dalam hidupnya dengan berbagai cara dan jalan. Manusia seringkali salah menilai dan menafsirkan arti kebahagiaan, apalagi di jaman yang mudah berubah ini. Kemajuan di bidang ilmu dan teknologi yang begitu pesat membawa dampak tersendiri dalam kehidupan manusia terlebih dalam cara pandang, cara berpikir dan cara bertindak. Kerinduan manusia untuk mendapatkan kebahagiaan dan pandangan manusia tentang kebahagiaan seringkali dikacaubalaukan oleh berbagai kepentingan, sehingga tidak mampu membedakan antara kebahagiaan, kesenangan dan kepuasan. Pandangan seperti ini membuat kebahagiaan terasa sulit ditemukan, apalagi di tengah
2
hingar-bingar perkembangan dan kemajuan ilmu dan teknologi dengan ideologiideologinya yang tampaknya membuat hidup menjadi serba indah dan mudah. Salah satu perkembangan dan kemajuan di bidang ilmu dan teknologi yang sangat mempengaruhi pola hidup, pola pikir, dan pola bertindak manusia adalah media komunikasi. Perkembangan di bidang media komunikasi ini sering disebut zaman lisan kedua, kebudayaan baru, kebudayaan audio visual, atau zaman informasi. Media komunikasi yang populer dan dimiliki oleh sebagian besar masyarakat dari berbagai kalangan adalah televisi. Televisi menampilkan daya pikat dan pesona yang luar biasa. Melalui televisi kita bisa mendengarkan dan melihat, lalu ikut merasakan, ikut meraba, ikut terlibat dan ikut percaya. Bahasa televisi adalah bahasa simbolis, bahasa yang membujuk, bukan mengajar, bahasa yang menggetarkan hati dan karenanya menggerakkan seluruh jiwa raga; bahasa yang penuh resonansi dan irama. Keunggulan media televisi ini dengan mudah dikuasai oleh kelompok kapitalis untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Kecanggihan alat komunikasi ini menjadi sarana yang utama untuk menarik hati para konsumen melalui hasil produksi yang dihasilkan (Iswarahadi, 2003: 28-29). Tawaran-tawaran yang disampaikan melalui televisi sifatnya instan, menggiurkan dan tampaknya memberi kebahagiaan. Pandangan dan perasaan manusia diarahkan supaya memiliki cara pemikiran yang ditawarkan mereka. Dengan demikian pemirsa tertarik untuk menjadi seperti yang ditawarkan dengan cara membeli atau langsung memakai produk-produk tersebut. Lalu orang ketagihan dengan dalih agar bisa merasakan kebahagiaan. Singkatnya, media massa terutama televisi adalah salah satu media penyebar virus hedonisme dan kosumerisme. Program acara televisi dengan metodenya yang meyakinkan seringkali lebih
3
menawarkan nilai-nilai yang mendorong kita untuk bersikap konsumtif dan hedonistik. Penggemar televisi bukan hanya ada di kalangan awam saja tetapi juga di kalangan kaum berjubah. Sebuah penelitian dilakukan oleh redaksi ROHANI dengan responden para Biarawan/ti (Imam, Bruder, Suster) yang berkarya di Kabupaten dan Kodya Magelang. Hasil penelitian menyebutkan bahwa televisi menjadi salah satu pilihan utama untuk mengisi waktu luang atau saat rekreasi di dalam komunitas. Kendati sebagian besar responden menjawab tidak menikmati jenis-jenis sinetron yang ditonton, namun hal ini bukan suatu kepastian bahwa kaum religius tidak terpengaruh oleh virus hedonisme dan konsumerisme yang disebarkannya. Hal ini merupakan tantangan besar bagi penghayatan hidup religius di zaman sekarang. Tantangan baru yang mesti dijawab adalah bagaimanakah cara kita menyikapi berbagai pesan yang disampaikan lewat media termasuk pesan-pesan yang saleh, agar kita tidak dimanipulasi, dibodohi dan disesatkan (Hani Hartoko, 2002:10-17). Kehidupan kaum religius ditinjau dari segi ekonomi bila disejajarkan dengan kehidupan kaum awam termasuk golongan menengah ke atas. Hal ini tampak dari fasilitas gedung maupun peralatan di dalammya, dari segi mencukupi kehidupan sehari-hari seperti sandang, pangan juga kebutuhan pribadi. Di samping itu kaum religius memiliki fasilitas-fasilitas modern yang juga dimiliki oleh kaum awam menengah ke atas seperti televisi, mobil, motor, komputer, handphone, dsb. Fasilitas-fasilitas yang tersedia seperti disebutkan di atas lebih memudahkan orang dalam tugas dan karya pelayanan di berbagai bidang. Namun dengan berbagai kemudahan itu tidak jarang kaum religius kemudian terperosok dalam gaya hidup yang serba cari kemudahan, cari enak bahkan konsumtif dan bisa terjadi menjadi lupa
4
diri, “kacang lupa pada kulitnya” atau kehilangan orientasi hidup sehingga menjadi korban dari perkembangan ilmu dan teknologi. Bapa Suci Yohanes Paulus II dalam naskah apostolik Vita Consecrata memperlihatkan dan mengingatkan betapa besar dan luhurnya anugerah panggilan hidup bakti. Beliau juga memaparkan dengan sangat jelas tantangan-tantangan besar yang dihadapi oleh hidup bakti. Tantangan itu berasal dari pengaruh budaya hedonisme, materialisme dan faham-faham kebebasan baik terhadap penghayatan kaul kemurnian, kemiskinan dan ketaatan. Seruan ini mengingatkan, mengarahkan sekaligus memberi wejangan agar kaum religius senantiasa waspada dan bijaksana dalam penghayatan kehidupan religiusnya. Hal ini tentu saja menjadi bahan refleksi dan permenungan bagi kaum religius dalam menjawab tantangan jaman ini (VC, art.133-139). Yesus dalam kotbah-Nya di bukit seperti dikutip oleh St. Matius memberikan gambaran yang jelas mengenai kebahagiaan sejati. Sabda Bahagia adalah getaran cinta tak terbatas yang diwartakan Sabda Ilahi kepada kita. Madah pujian kebahagiaan adalah anugerah inkarnasi karena cinta yang tak terbatas. Allah adalah cinta yang tak terbatas. Ia telah mengaruniakan Putera-Nya yang tunggal untuk menebus dan menyelamatkan manusia. Setiap sabda kebahagiaan dari Madah Pujian Kebahagiaan merupakan kepingan-kepingan kecil yang mengandung seluruh wahyu Kristus, seluruh berita yang dibawa-Nya. Merenungkan sabda-sabda kebahagiaan, kita menyambut Kristus yang datang dalam bentuk Sabda. Kita mestinya mencurahkan Injil ke dalam diri kita, mencurahkan berita keselamatan ke dalam jiwa kita agar kita dilebur, diresapi dan diubah (Farano,1975:14-15). Siapa yang bisa dikatakan bahagia? Tanggapan Yesus terhadap seorang yang berkata: “berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah
5
menyusui Engkau” adalah “yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya” (Luk. 11:27-28). Dalam peristiwa itu Yesus hendak menegaskan bahwa Bunda Maria bukan hanya ibu secara jasmani, tetapi sekaligus sosok teladan yang sungguh mendengarkan firman Allah dan memeliharanya, sehingga ia sungguh berbahagia. Setiap orang dipanggil untuk hidup bahagia dengan cara hidup yang berkenan kepada
Allah.
Kaum
religius
menempuh
jalan
kebahagiaan
dengan
mempersembahkan seluruh hidupnya bagi pelayanan sebagai bentuk cinta kepada Tuhan dan sesama. Hidup religius merupakan jawaban manusia atas kemurahan kasih Allah dengan mempersembahkan diri kepada Allah seutuhnya, maka hidup religius merupakan hidup yang berpusat kepada Allah (LG, art. 44). Seorang religius mencari dan menuju kepada Allah (PC, art.5), mencintai Allah melebihi segala-galanya (PC art. 6). Hidup religius adalah cara hidup yang mau langsung menghayati semangat Injil bahkan mau menjadikan semangat Injil ini sebagai pilihan hidup dan dihayati secara total, radikal dan konsekuen dengan hati yang tidak terbagi dan terpusat pada Tuhan dan oleh karena itu ditandai dengan tiga kaul, yakni kaul keperawanan, kemiskinan dan ketaatan (Mardiprasetyo, 1993:76). Dari pemahaman ini sangat jelas bahwa kaum religius ingin merealisasikan Sabda Bahagia Yesus dalam cara hidup yang khusus. Mereka hidup senantiasa terfokus pada Kristus dan melepaskan diri dari segala kelekatan yang tidak teratur, terlebih berkaitan erat dengan nilai-nilai yang ditawarkan dunia. Sabda Bahagia sendiri menjadi pedoman dalam penghayatan ketiga kaul dan terutama dalam penghayatan kaul kemiskinan. Di mana ada unsur pengosongan dan memberikan diri untuk diisi oleh orang yang dicintai yakni Kristus sendiri, sehingga seorang religus sering dikatakan sebagai alter Christus.
6
Tantangan-tantangan dalam menghayati hidup religius dengan ketiga kaulnya di tengah jaman ini adalah tantangan serius yang perlu juga dihadapi dengan serius. Hal ini telah menjadi bahan refleksi dan permenungan oleh kaum religius sendiri. Berbagai upaya terus diusahakan baik secara pribadi, komunitas, tarekat maupun usaha bersama kaum religius. Kekayaan tradisi yang sudah tahan uji dalam rentang jaman yang tertuang dalam konstitusi, kharisma pendiri, spiritualitas dan sejarah tarekat tidak boleh pernah diabaikan begitu saja. Inilah relevansi dari aktualisasi Sabda Kristus yang dengan dorongan Roh Kudus telah dihayati oleh para pendiri dan pendahulu dan mereka sungguh merasa bahagia. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana hal ini tetap terus aktual dan dihidupi di sepanjang zaman. Bagaimana kaum muda religius yang hidup di zaman ini mampu menghayati hal ini sesuai konteks jamannya? Menerapkan Sabda Bahagia Yesus berhadapan dengan tawaran sabda bahagia modern dalam penghayatan kaul kemiskinan tidak mudah, sekalipun telah ditandai dengan ikrar tripasetya. Kesulitan dan keprihatinan dalam penghayatan hidup religius berhadapan dengan tantangan dunia masa kini yang serba canggih perlu juga dihadapi secara canggih pula. Oleh sebab itu, perlulah suatu cara pewartaan iman yang relevan dan kontekstual terhadap perkembangan iman juga dalam pembinaan para calon religius. Berbagai pengaruh dari media massa terlebih televisi perlu dihadapi dengan hal yang kurang lebih sama, maka muncul katekese audio visual di mana media audio visual menjadi sarana utamanya. Katekese audio visual adalah penyampaian pengalaman pribadi sebagai seorang Kristiani, tujuannya bukan untuk memperoleh kemampuan intelektual melainkan persaudaraan dengan kelompok orang yang percaya akan Kristus
7
(Ernestine & Adisusanto, 2001:7). Dengan katekese ini diharapkan bahwa religius muda semakin kritis dalam menganalisis media terutama televisi. Di samping itu mereka juga mampu bersikap kritis terhadap ideologi-ideologi televisi yang berupa sabda bahagia modern dengan budaya konsumtif dan hedonisnya yang bertentangan dengan Sabda Bahagia Yesus. Hal ini sekaligus juga merupakan tantangan bagi penghayatan ketiga kaul terutama kaul kemiskinan. Katekese audio visual juga bisa menjadi salah satu cara dalam upaya menginternalisasikan Sabda Bahagia Yesus. Sabda Bahagia Yesus yang merupakan cerminan dari kaul kemiskinan sempurna dan kaul kerendahan hati yang paling luhur yang terdapat dalam seluruh pribadi Yesus. Sabda Bahagia ini perlu terus dihayati secara lebih mendalam dalam pembinaan para calon Suster Ursulin. Hal ini merupakan sesuatu yang terus diupayakan untuk membantu para calon dalam mengolah seluruh hidupnya untuk menjadi seorang religius. Dengan demikian para calon semakin memiliki daya “kekebalan” dari berbagai pengaruh negatif yang ditawarkan media televisi, mampu menggunakannya secara tepat guna, sehingga mampu menjadi seorang religius yang tangguh dan profesional dalam bidang rohani. Oleh sebab itu untuk mewujudkan harapan penulis terhadap usaha ini, penulis menyampaikan gagasan dan gambaran tersebut dalam bentuk karya tulis yang berjudul: PROSES INTERNALISASI SABDA BAHAGIA YESUS DALAM MENGHAYATI KAUL KEMISKINAN DI TENGAH BUDAYA MEDIA TELEVISI MELALUI KATEKESE AUDIO VISUAL DI URSULIN BANDUNG
NOVISIAT
8
B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana menghayati Sabda Bahagia Yesus dalam penghayatan kaul kemiskinan di tengah budaya media televisi dengan nilai-nilai sabda bahagia modern yang ditawarkannya? 2. Bagaimana usaha para novis dalam menghayati Sabda Bahagia Yesus yang diaktualisasikan dalam penghayatan kemiskinan di tengah tawaran dunia modern yang serba indah dan memukau? 3. Bagaimana peranan katekese audio visual dalam usaha menginternalisasikan Sabda Bahagia Yesus dalam menghayati kemiskinan di Novisiat Ursulin?
C. TUJUAN PENULISAN 1. Memaparkan nilai-nilai Sabda Bahagia Yesus dalam penghayatan kaul kemiskinan di tengah tantangan budaya media televisi dengan tawaran nilainilai sabda bahagia modern. 2. Menguraikan usaha para novis Ursulin dalam menghayati Sabda Bahagia Yesus yang diaktualisasikan dalam penghayatan kemiskinan di tengah tawaran dunia modern yang serba indah dan memukau. 3. Mengetahui peranan katekese audio visual dalam usaha menginternalisasikan Sabda Bahagia Yesus dalam menghayati kemiskinan di Novisiat Ursulin. 4. Untuk memenuhi syarat kelulusan Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Ilmu
Pendidikan
Kekhususan
Pendidikan
Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta.
Agama
Katolik
(IPPAK)
9
D. MANFAAT PENULISAN 1. Menumbuhkan sikap kritis terhadap penggunaan media televisi dalam penghayatan kaul kemiskinan bagi para Novis Ursulin 2. Meningkatkan kreativitas penggunaan sarana-sarana audio visual dalam berkatekese bagi upaya pembinaan di Novisiat Ursulin. 3. Memberikan sumbangan gagasan dan pemikiran bagi upaya internalisasi Sabda Bahagia Yesus dalam penghayatan kaul kemiskinan di Novisiat Ursulin. 4. Sebuah refleksi bagi penulis sendiri sebagai seorang biarawati untuk semakin mampu menghayati nilai-nilai Sabda Bahagia dalam penghayatan kaul kemiskinan di tengah budaya media televisi.
E. METODE PENULISAN Metode penulisan skripsi ini adalah deskriptif analitis dengan mendasarkan tulisannya pada studi kepustakaan. Dengan kata lain penulis mengumpulkan, mengolah dan menganalisis masalah sehubungan dengan tema bersumber dari tulisan atau teori-teori yang relevan. Penulis juga mengadakan penelitian yang dilaksanakan di Novisiat Ursulin Bandung untuk memperoleh data-data mengenai penghayatan kemiskinan dan tantangan yang dihadapi di jaman televisi. Hasil perolehan data berfungsi sebagai acuan untuk membuat usulan progam. Penulis juga membuat eksperimen sederhana yang berupa pelaksanaan katekese audio visual langsung di Novisiat Ursulin.
10
F. SISTEMATIKA PENULISAN Skripsi dengan judul “Proses Internalisasi Sabda Bahagia Yesus dalam Menghayati Kaul Kemiskinan di Tengah Budaya Media Televisi Melalui Katekese Audio Visual di Novisiat Ursulin Bandung” akan membahas permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah dan selanjutnya diuraikan pada bab-bab skripsi ini. Bab I menguraikan latar belakang pemilihan judul penulisan, merumuskan permasalahan yang menjadi fokus dalam penulisan beserta tujuan penulisan dan manfaat penulisan. Dalam bab I juga diuraikan metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II terbagi dalam dua bagian. Bagian yang pertama menguraikan Sabda Bahagia Yesus yang meliputi teks, bentuk sastra, struktur, tafsir dan misinya. Bagian kedua membahas Sabda Bahagia Yesus bagi penghayatan kaul kemiskinan. Bab III bagian pertama membahas peranan media dan pengaruhnya dalam kehidupan manusia: sumbangan positifnya, dampak negatifnya yang menantang manusia untuk bersikap kritis terhadap tawarannya terutama yang berupa sabda bahagia modern. Bagian kedua membahas tantangan dalam menghayati kaul kemiskinan di tengah budaya media televisi, sehingga kaul kemiskinan dan nilainilainya tetap aktual di jaman ini. Bab IV menguraikan seluk beluk mengenai penelitian kualitatif yang dilaksanakan di Novisiat Ursulin mulai dari persiapan, pelaksanaan penelitian, pembahasan hasil penelitian dan kesimpulan.
11
Bab V menguraikan
usulan program, latar belakang program
beserta
pengolahan dan penjabarannya secara matang serta proses pelaksanaan beserta refleksi dan evaluasinya. BAB VI berisi kesimpulan akhir dari topik-topik yang dibahas dalam skripsi ini. Bagian saran merupakan usulan dan harapan sekaligus sumbangan pemikiran bagi pengguna skripsi ini.
12
BAB II SABDA BAHAGIA YESUS MENURUT MATIUS 5: 1 -12 TERHADAP PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN
A. SABDA BAHAGIA YESUS MENURUT MATIUS 5: 1-12 1. Teks dan Bentuk Sastranya Sebelum menjelaskan makna Sabda-Sabda Bahagia Yesus, marilah kita terlebih dahulu mencermati teks Sabda Bahagia Yesus yang terdapat dalam Matius 5:1-12 Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Maka Yesus pun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya: Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan. Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacitalah dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.
Sabda Bahagia yang diucapkan oleh Yesus dalam Matius 5:1-12 memiliki bentuk sastra yang merupakan warisan dari Perjanjian Lama, yakni ucapan kebahagiaan yang terdapat dalam Kitab Mazmur 1. Bentuk sastra Sabda Bahagia dalam Kitab Mazmur
13
mempunyai dua bagian yang terpisah, yakni
pertama, mereka yang melakukan
perbuatan itu atau memiliki sikap itu dan kedua, ganjaran atau hukuman dari apa yang mereka perbuat. Berkat atau kutuk yang dialami oleh manusia tergantung dari hasil perbuatan yang mereka lakukan. Hal ini secara lebih jelas diungkapkan dalam Mazmur 1:1-3 yang merupakan suatu contoh kebahagiaan bagi mereka yang melaksanakan Taurat Tuhan. Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan, dan yang merenungkannya siang dan malam. Ia seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. Sebaliknya orang yang menyimpang dari Taurat Tuhan akan mendapat kutukan seperti tertulis dalam Mazmur 1: 4-6 ‘Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin. Sebab itu orang fasik tidak akan tahan dalam penghakiman, begitu pula orang berdosa dalam perkumpulan orang benar; sebab Tuhan mengenal jalan orang benar, tetapi orang fasik menuju kebinasaan.” Bentuk sastra ini mempunyai dua aspek yaitu pemakluman, memaklumkan keadaan yang akan terwujud dengan kata-kata yang penuh kekuatan dan daya guna. Kedua adalah aspek penyemangatan dengan memberikan syarat-syarat yang perlu untuk mewujudkan keadaan itu. Bentuk sastra seperti ini seringkali kita jumpai dalam kitab-kitab kebijaksanaan, sebab kitab itu pada hakikatnya bermaksud untuk mendidik kaum muda atau angkatan yang mendahuluinya. Contohnya ada dalam kitab Amsal, Sirakh dan juga Mazmur (Peter Riga, 1974: 11-14). Dalam Perjanjian Baru bentuk ucapan bahagia berbeda dengan ucapan bahagia yang ada dalam Perjanjian Lama. Ucapan-ucapan bahagia dalam Perjanjian
14
Lama hampir semuanya menggunakan kata ganti orang ketiga, sedangkan dalam Perjanjian Baru menggunakan kata ganti orang kedua. Dalam Matius 5 memang ucapan Sabda Bahagia menggunakan kata ganti orang ketiga, tetapi di akhir ayat menggunakan kata ganti orang kedua. Dalam Perjanjian Baru formulasi ucapan bahagia dalam diri orang kedua ini menentukan. Sebabnya ialah karena Raja Mesias yang dijanjikan dalam Perjanjian Lama telah datang. Dan karena Raja Mesias ini telah datang, mereka yang miskin, mereka yang haus, mereka yang berdukacita, mereka yang terus menerus mencurahkan airmata karena penderitaan sekarang juga mewarisi situasi baru (=Kerajaan Allah) yang Ia bawa. Warta Sabda Bahagia merupakan sapaan langsung dari Raja-Mesias kepada semua orang yang mau mendengarkannya (Abineno, 1986: 7-19).
2. Perbandingan Teks Matius dan Lukas Sabda Bahagia Yesus tidak hanya dituliskan dalam Injil Matius, tetapi juga dalam Injil Lukas. Sabda Bahagia dalam kedua Injil ini memiliki beberapa persamaan sekaligus juga memiliki perbedaan. Untuk melihat perbandingannya Suharyo dalam bukunya Pengantar Injil Sinoptik membagi teksnya dalam tabel 1 sebagai berikut: Matius 5:3-12
Lukas 6:20b-23
5:3. "Berbahagialah 6:20 "Berbahagialah, hai orang yang miskin di kamu yang miskin, hadapan Allah, karena karena kamulah yang merekalah yang empunya empunya Kerajaan Allah. Kerajaan Sorga. 5:4 Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. 5:5 Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan
Lukas 6:24-26 6:24 Tetapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu.
15
memiliki bumi. 5:6 Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.
5:7 Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. 5:8 Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. 5:9 Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. 5:10 Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. 5:11 Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.
5:12 Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu."
6:21 Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa.
6:25 Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang, karena kamu akan lapar. Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis.
6:22 Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat. 6:23 Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di sorga; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi.
6:26 Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu;
karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabinabi palsu."
16
Dari perbandingan teks di atas Peter Riga dalam bukunya Sabda Bahagia menjabarkan perbedaannya seperti disajikan dalam tabel 2: Matius
Lukas
Matius menuliskan kedelapan sabda bahagia dan ucapan bahagia yang terakhir langsung ditujukan kepada para murid Yesus. Matius selalu menggunakan kata ganti orang ketiga jamak dalam kedelapan sabda bahagianya kecuali pada ayat terakhir menggunakan kata ganti orang kedua jamak Bagi Matius saat eskatologis sudah mulai sekarang juga di dunia
Lukas menuliskan delapan sabda yang terdiri dari empat sabda bahagia dan empat kata celaka bila bertentangan dengan sabda bahagia. Lukas menggunakan kata ganti orang kedua jamak dalam kedelapan sabda
Lukas menggunakan kata sekarang ini yang menekankan pada waktu sekarang ini atau saat ini Matius memberi arti rohani pada Lukas mempertahankan arti jasmani yakni kata miskin, lapar dan haus orang yang benar-benar miskin, dan pada kata lapar dan haus menunjukkan pada orang yang sedang lapar dan haus
Sekalipun ada perbedaan, namun tidak ada perbedaan yang prinsipiil, yang ada hanya perbedaan aksen. Persamaan nas yang ditulis
Matius dan Lukas
mengambil sumber dasar yang sama yakni dari sumber Q. Q singkatan dari Quelle huruf pertama bahasa Jerman yang artinya sumber. Sumber Q dalam ilmu penyelidikan sastra menunjukkan huruf kode bagi bahan yang ada dalam Matius dan Lukas, tetapi tidak terdapat dalam Markus. Matius dan Lukas dengan caranya masing-masing secara berbeda memberi perhatian pada Kristus yang mendatangkan Kerajaan Allah.
17
3. Pembagian Teks Sabda Bahagia Yesus dalam Matius 5:1-12 Stefans Leks dalam bukunya Tafsir Injil Matius membagi Sabda Bahagia Yesus dalam Matius 5:1-12 dalam tiga bagian. Pembagian teks ini adalah sebagai berikut: Matius 5:1-2
Ayat Pembuka;
Matius 5:3-10
Delapan Sabda Bahagia;
Matius 5:11-12
Kebahagiaan murid yang dianiaya
Pembagian teks ini memudahkan kita untuk lebih mendalami Sabda Bahagia Yesus dalam penafsiran di bawah ini.
4. Tafsir Sabda Bahagia Yesus dalam Matius 5:1-12 a. Matius 5:1-2 “Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Maka Yesus pun mulai berbicara dan mengajar mereka.” Yesus naik ke atas bukit atau dalam bahasa Yunani oros yang menunjukkan suatu daerah perbukitan. Daerah perbukitan adalah tempat strategis yang memudahkan Yesus untuk mengajar banyak orang dan semua orang pun dapat memusatkan perhatiannya pada Yesus. Posisi Yesus mengajar adalah dengan duduk. Posisi ini dilakukan oleh para pengajar di Sinagoga ataupun oleh seorang rabi dalam mengajar murid-muridnya. Kata “murid-murid” yang dimaksudkan menunjukkan suatu relasi khas yang memiliki adanya keakraban dan kedekatan. Murid-murid bukan hanya sekelompok orang yang hanya mau mendengarkan ajaran-Nya, tetapi kelompok orang
yang telah memilih dan
memutuskan untuk mengikuti Yesus, termasuk keduabelas rasul. Namun ajaran
18
Yesus tidak hanya ditujukan kepada murid-murid-Nya, tetapi juga kepada segenap khalayak atau kepada banyak orang (Stefan Leks, 2003: 117).
b. Matius 5:3 "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.“ Kemiskinan identik dengan suatu keadaan di mana orang tidak memiliki harta benda, serba kekurangan dan hidup dari belaskasihan orang lain. Arti miskin dalam bahasa Yunani ptokoi yakni kata benda yang menunjuk kekurangan secara materi, kemelaratan duniawi sedangkan ptokoi to pneunati artinya miskin dalam roh. Miskin dalam roh yang dimaksudkan di sini adalah sikap sederhana dan penuh hormat terhadap hal-hal rohani, rendah hati karena sadar bahwa hidup spiritual mereka bukan apa-apa. Mereka mengandalkan Allah sepenuhnya, mereka ibarat manusia yang kosong dan ingin diisi oleh Allah (Stefan Leks, 2003:118). Pengertian kemiskinan dalam Perjanjian Lama memiliki dua dimensi yang bertolak belakang. Pertama, miskin diartikan sebagai akibat dari kemalasan (Ams. 6:6-11), juga dipandang sebagai suatu kutukan atau hukuman Allah (Ul. 28:1546). Para nabi bernubuat bahwa kemiskinan akan menjadi nasib orang-orang jahat (Yes. 3:16-24). Kutukan juga dinyatakan dalam Mazmur 109:10-12. Hal ini menunjukkan bahwa kemiskinan bukan kehendak Tuhan bagi manusia. Kemiskinan adalah kutukan dan hukuman bahkan dianggap sebagai suatu kejahatan, sedangkan kekayaan dianggap sebagai berkat. Arti yang kedua: para nabi melihat dan menemukan adanya ketidakadilan dan penindasan yang dilakukan oleh orang-orang kaya terhadap orang yang tidak
19
berdaya dan tidak memiliki kekayaan (miskin). Para nabi mengutuk orang kaya yang karena kekayaannya bertindak sewenang-wenang, menindas dan berlaku tidak adil terhadap orang yang lemah. Nabi Amos dengan keras dan tegas mengutuk orang kaya yang mendapatkan kekayaannya dari pemerasan dan menginjak-injak kepala orang lemah (Am. 2:6-7). Amos mengecam orang-orang kaya yang berkuasa, yang berlaku curang dalam niaga, mengambil pajak gandum orang lemah dan menjual orang miskin sebagai budak. Kitab Mikha juga berbicara mengenai orang miskin yang dirampas haknya dan diperas (Mi. 2:1-3). Mikha juga mengecam orang yang menindas orang miskin. Nabi Yesaya mengecam bahkan menganggap bahwa kekayaan dan kekuasaan merupakan penghalang manusia untuk dekat dengan Allah. Kekayaan dan kekuasaan membuat manusia lupa diri, merasa diri paling hebat dan tidak memerlukan Allah lagi. Begitu pula nabi Zefanya tidak merelakan orang miskin diperas dan diperalat. Zefanya juga mengungkapkan harapannya
terhadap
kemiskinan rohani. Kemiskinan rohani dapat membawa orang untuk setia dan percaya kepada Allah. Selain itu kemiskinan rohani memiliki ciri yang khas, yakni sikap rendah hati (Peter Riga,1974:16-19). Pada jaman Yesus yang termasuk golongan orang miskin ada tiga yakni orang yang sakit dan cacat, orang berdosa serta anak-anak. Mereka yang sakit dan orang cacat adalah orang buta, tuli, bisu, kusta, lumpuh, dsb. Mereka menyambung hidupnya dari belaskasihan orang lain dengan meminta-minta atau dengan pekerjaan lain yang tidak layak. Mereka dijauhi, disingkirkan, tidak ada yang peduli dan keadaan mereka sangat menyedihkan. Yesus sangat dekat dengan mereka dibandingkan dengan kelompok lain. Hati Yesus senantiasa tergerak oleh
20
belaskasihan terhadap penderitaan mereka. Yesus banyak membuat mukjijat sebagai tindakan cinta kasih dan kepedulian-Nya kepada orang miskin. Hal ini sekaligus juga menjadi suatu harapan dan bukti hadirnya Kerajaan Allah. Anak-anak kecil termasuk golongan kedua. Mereka tidak mempunyai hak untuk membuat keputusan. Orang lain atau orangtuanya membuat keputusan untuk mereka dan mereka hanya bisa menurut perintah dan keputusan tersebut. Yesus menjadikan anak kecil sebagai teladan kerendahan hati, ketulusan dan orang yang senantiasa memiliki pengharapan di hadapan Allah. Dan golongan ketiga adalah para pendosa atau orang-orang yang diremehkan oleh masyarakat. Mereka ini adalah para pemungut cukai, penggembala, tuna susila dan pekerjaan tertentu yang dianggap berdosa menurut hukum. Siapa pun yang bergaul dengan orang miskin dianggap mencemarkan dirinya atau najis. Yesus sendiri sering mendapat kecaman karena Dia dekat dengan orang-orang dari golongan ini. Misi Yesus sebagaimana dikutip dalam Lukas 4: 18-19 adalah sebagai berikut: 4:18 "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku 4:19 untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang." Sabda Yesus ini membangkitkan pengharapan bagi orang-orang miskin dan sekaligus penjamin bagi mereka. Warta Sabda Bahagia “berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga” adalah suatu tindakan yang telah lebih dahulu dihayati dan dilakukan oleh Yesus. Yesus sendiri telah menjadi
21
miskin dan mengosongkan diri-Nya. Pengosongan diri Yesus adalah bentuk inkarnasi yang paling sempurna, kerendahan hati yang paling luhur (Flp. 2: 6-8) 2:6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, 2:7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. 2:8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Sabda Bahagia Injil miskin dalam roh mengandung arti miskin dari dalam, suatu sikap batin yang mengandung unsur lepas bebas, suatu kemerdekaan dari segala ikatan dan dari belenggu yang mencemarkan. Sikap siap sedia terhadap tuntutan yang datang dari Allah, besikap solider atau berbagi nasib dengan orang lain dan membiarkan orang lain mengambil bagian dari apa yang dimilikinya. Ia memiliki semangat orang miskin yang tidak memiliki apa-apa. Hal ini mengandung makna bebas dari segala ikatan pada barang-barang materiil. Orang yang memiliki kemerdekaan atau kebebasan batiniah adalah orang yang paling terbuka akan Allah dan mampu mempergunakan segala barang yang dimilikinya dengan hati bebas dan jiwa yang merdeka, serta tidak menyesali masa lampau yang telah memberikan kesenangan. Dengan demikian ia menjadi orang yang senantiasa bersyukur, menaruh harapan dan mengandalkan Allah sebagai satusatunya penolong. Orang seperti inilah yang dimaksudkan orang yang berbahagia dan memiliki Kerajaan Surga, di mana damai dan sukacita senantiasa meliputi jiwanya dan oleh karena ia sungguh mengalami Allah yang penuh kasih (Peter Riga, 1974:18-19).
22
c. Matius 5:4 “Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur”. Orang berdukacita berarti orang yang sedang mengalami kesedihan entah karena ditinggalkan oleh orang yang dikasihi, mengalami kekecewaan, penderitaan ataupun kesusahan dalam hidup. Kitab Suci Perjanjian Lama menerangkan kata “dukacita” yang dalam bahasa Yunani disebut penthountes yang berarti mereka berdukacita karena kematian orang yang dicintai maupun karena dosa. St. Paulus dalam suratnya kepada umat di Roma menyebutkan sumber atau penyebab dukacita adalah penindasan, kesesakan, penganiyaan, ketelanjangan (kemiskinan), bahaya atau pedang (Rm 8:35), bahkan semua struktur kejahatan atau kematian. Penderitaan dialami oleh banyak orang. Yesus sendiri dalam hidup-Nya berhadapan langsung dengan dukacita. Dukacita menjadi ciri yang mencolok dari ucapan Sabda Bahagia Yesus. Istilah Yunani dalam Matius 5:4 ini adalah Petheo yang mencakup orang-orang yang berdukacita bukan karena dosa mereka sendiri tetapi karena kuasa kejahatan yang menindas kebenaran. Orang yang berdukacita sangat membutuhkan penghiburan. Kehadiran seorang penghibur sangat membantu mereka yang berdukacita. Yesus adalah Penghibur bagi orang yang berdukacita (1Yoh 2:1). Ia selalu berdoa kepada Bapa-Nya untuk mengirim penghibur yang lain yaitu Roh Kudus. Allah Tritunggal adalah Sang Penghibur. Dialah yang mengundang dan menyambut orang-orang yang berdukacita agar Ia dapat memberikan bantuan, sehingga mereka yang berdukacita mengalami kegembiraan dan penghiburan.
23
Allah sendiri menghapus keadaan dan penyebab dari dukacita, sehingga penghiburan yang sejati itu dapat benar-benar terwujud. St. Paulus dalam suratnya kepada umat di Roma meyakinkan bahwa Allah satu-satunya sumber penghiburan datang memberikan sukacita sejati yakni dengan menyatakan “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita” (Rm. 8:31). Allah mengundang dan menyambut orang yang berdukacita agar Ia dapat memberikan bantuan, menggembirakan hati dan menghibur mereka. Sabda Bahagia “berbahagialah orang yang berdukacita karena mereka akan dihibur” mengandung arti dukacita yang dikaitkan dengan miskin dalam roh. Artinya
adalah
bahwa
mereka
mengalami
ketidakberdayaan,
sehingga
membutuhkan uluran tangan Allah. Mereka dengan sabar menanggung penderitaan, kesengsaraan dan kepahitan dalam hidup. Bagi mereka penderitaan adalah sumber penyucian, suatu ganjaran bagi dosa-dosanya. Aspek utama dari penderitaannya adalah membersihkan jiwa dari dosa, sehingga penderitaannya adalah kesuburan yang menghasilkan kekudusan. Mereka senantiasa menaruh harapan pada Allah, Allah yang menjadi pegangan sekaligus Allah yang akan memulihkan sukacita mereka. Allah sendiri yang memberikan karunia keselamatan dalam diri Putera-Nya Yesus Kristus yang menjadikan diri-Nya Penghibur dan menjanjikan Penghibur yang lain (Stefan Leks, 2003:121). Kehadiran Penghibur adalah kehadiran Allah sendiri yang menghalau dukacita menjadi sukacita, yang senantiasa merindukan umat yang dikasihi-Nya mengalami sukacita dan kebahagiaan (Peter Riga, 1974:20-21).
24
d. Matius 5:5 “Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi”. Kelemahlembutan adalah
lanjutan dari kemiskinan di hadapan Allah.
Pengertian lemah lembut sering dihubungkan dengan sifat keibuan, yakni suatu ungkapan yang menyatakan sifat bersahaja, halus namun tegas, sederhana, tidak pemarah, tidak suka melakukan kekerasan dan penuh belaskasih. Lemah lembut dalam bahasa Yunani disebut praeis yang searti dengan tidak mengandalkan kuasa sendiri, sehingga sifat lemah lembut sangat berkaitan erat dengan sifat rendah hati. Kata praeis dalam bahasa Indonesia searti dengan kata bersahaja. Bersahaja searti dengan sederhana, hidup apa adanya dan tidak berlebih-lebihan. Orang yang bersahaja tidak pernah menonjolkan dirinya atau tidak menganggap dirinya lebih penting dari orang lain, tidak suka main kuasa atau menunjukkan kuasanya untuk memperalat orang lain (Stefan Leks, 2003:121-122). Kata “lemah lembut” dalam Kitab Suci dipakai untuk menyebut orang yang rendah hati, yang tidak mengumpat atau mengancam orang lain, bila dilukai dan dihinakan dan dalam hidupnya tidak bersikap keras terhadap orang lain. Buku normatif para bapa Gereja dan versi yang dianggap suci dari Gereja Ortodoks Septuaginta menterjemahkan “sangat rendah hati” dengan istilah “sangat lemah lembut”. Penafsir Yahudi mengartikan kelemahlembutan itu berkaitan dengan kerendahan hati. Kitab Zefanya 3:12 menegaskan bahwa “kelemahlembutan dalam kerendahan hati menjadi ciri dari mereka yang senantiasa mencari perlindungan dalam nama Tuhan”. Paduan antara lemah lembut dan rendah hati terwujud dalam diri Yesus, yakni kelemahlembutan Allah dalam Kristus membawa keselamatan bagi
25
manusia. Kelemahlembutan menjadi ciri Kristus yang merupakan terang dan kesederhanaan yang luar biasa. Hal ini ditunjukkan pada saat Ia naik seekor keledai waktu dielu-elukan masuk ke kota Yerusalem. Ia seorang Raja yang kejayaan-Nya bukan karena Ia mempunyai kekuasaan atau kekuatan duniawi, melainkan karena cinta kasih-Nya, ketaatan-Nya dan kerendahan hati-Nya. Kelemahlembutan Yesus menjadi tempat atau penopang yang aman, terlebih bagi mereka yang tengah mengalami beban berat dalam hidupnya. Undangan untuk datang kepada-Nya untuk memperoleh kelegaan ditulis dalam Matius 1: 28-30 “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah padaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan”. Undangan Yesus ditujukan kepada semua orang. Kita semua dipanggil untuk mencari kekuatan dan hiburan dalam Kristus, sebab Ia lemah lembut dan rendah hati. Segala beban berat ditanggung dalam Dia, sehingga kita memperoleh kelegaan (Peter Riga, 1974:20-21). Kelemahlembutan juga merupakan ciri murid-murid Kristus dan gembalagembala mereka baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam masa penyiksaan. Sabda Bahagia Yesus ”berbahagialah yang lemah lembut karena mereka akan memiliki bumi” berarti bahwa Allah memberikan bumi kepada manusia sebagai tempat hidupnya. Akan tiba saatnya bahwa umat Allah akan menikmati karunia surga dan sukacita bumi yang diperbaharui. Memiliki bumi hampir searti dengan memiliki Kerajaan Allah sebab seluruh bumi adalah milik Allah (Stefan Leks, 2003:122). Orang yang lemah lembut memiliki atau akan memiliki Kerajaan Allah karena mereka telah berada dalam Kristus (Mat 11:29).
26
e. Matius 5:6 “Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan”. Lapar dan haus dalam arti harafiah adalah mereka yang kekurangan makanan dan minuman atau tidak menemukan makanan atau minuman, sehingga mereka merasa lapar dan haus. Lapar dan haus adalah kenyataan utama yang seringkali dijumpai dalam kehidupan manusia dan menimpa mereka yang miskin. Kenyataan ini adalah kenyataan yang tragis dan menyedihkan, sebab beribu-ribu orang meninggal karena kelaparan dan kehausan. Lapar dan haus sering diaplikasikan sebagai kelemahan dan ketidakmampuan. Kotbah Yesus mengingatkan kita pada sejarah
pembebasan di Mesir
yakni pembebasan dari perbudakan di Mesir. Dalam perjalanan menuju tanah Kanaan bangsa Israel beberapa kali mengalami kelaparan dan kehausan dan Allah sendiri bertindak untuk memuaskan rasa lapar dan haus mereka. Allah membebaskan umat-Nya sekaligus juga menopang hidup bangsa Israel. Lapar dan haus terpuaskan oleh mereka yang mencari perdamaian, kesejahteraan, yang membawa dan menanamkan ketenangan dan kepercayaan sama seperti cara Allah bertindak terhadap umat-Nya. Hal demikianlah yang Allah harapkan dari umatNya. Umat berpegang teguh pada dasar keberadaan Allah Tuhan kita. Ia hadir dengan firman dan kuasa-Nya yang membebaskan. Kita membutuhkan lapar dan haus untuk mencapai hubungan yang benar. Lapar dan haus akan Allah merupakan alat untuk membebaskan kita dari kebebalan agar menjadi orang yang berbudi luhur. Pusat lapar dan haus terletak pada kebenaran. Kebenaran adalah melaksanakan kehendak Allah. Kebenaran berkaitan erat
27
dengan keadilan. Mereka berjuang untuk kebenaran dan hasilnya adalah keadilan. Rencana dan tujuan yang terkandung dalam kehendak Allah ditunjukkan oleh kenyataan bahwa Dia telah melaksanakan penyelamatan, pembebasan, dan kebenaran persekutuan masyarakat yang menghayatinya bersama-sama (Emidio, 1984:61-71). Matius dalam Sabda Bahagia menyebutkan lapar dan haus dalam arti rohani yaitu orang yang lebih mengutamakan kebutuhan-kebutuhan hati dan jiwanya demi kepentingan kebenaran. Kebenaran dalam melaksanakan perintah Allah yang merupakan suatu tindakan kesucian dan kesempurnaan batin. Orang yang selalu bertindak dalam kebenaran dan orang yang selalu ingin hidup lebih sempurna dalam Kristus adalah orang yang berbahagia karena ia akan dipuaskan oleh Allah (Peter Riga, 1974: 21-22).
f. Matius 5:7 “Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan”. Murah hati atau belaskasihan akan memperoleh belaskasihan bukan berarti karena berbelaskasih terhadap orang lain, maka orang lain pun berbelaskasih terhadap kita. Murah hati atau belaskasihan memiliki makna yang dalam. Perjanjian Lama menyebut kata “murah hati” yang dipakai untuk menggambarkan sifat Allah sebanyak 236 kali dan 60 kali yang menggambarkan sifat manusia. Hal ini menunjukkan bahwa sifat murah hati atau menaruh belaskasihan merupakan sifat Allah. Demikian halnya dengan Perjanjian Baru yang memiliki persamaan dengan Perjanjian Lama, bahkan Perjanjian Baru mencapai puncaknya dalam diri Yesus. Yesus adalah perwujudan kasih Allah dan kehendak Allah untuk
28
menolong dan menyelamatkan umat manusia. Allah berbuat sesuatu bagi manusia bukan atas dasar keadilan tetapi sesuai dengan kasih dan belaskasihan-Nya. Terhadap kemurahan dan belaskasihan Allah manusia harus menanggapinya dengan kasih pula, yakni kasih kepada Allah dan kepada sesama yang terwujud dalam ucapan syukur, menaruh belaskasihan kepada orang lain dan kesediaan untuk mengampuni. Di sinilah Kerajaan Allah terwujud, yakni kerajaan yang penuh kasih, belaskasihan dan pengampunan. Salah satu ciri kehidupan warga kerajaan Allah adalah sifat “murah hati“ yang senantiasa bersyukur atas kasih karunia dan prakarsa Allah. Allah akan bermurah hati kepada mereka pada hari pengadilan terakhir seperti yang digambarkan dalam Matius 25:31-46. Orang Kristen dipanggil untuk bermurah hati kepada semua. Sifat murah hati memungkinkan terwujudnya perdamaian dan persatuan dalam unit masyarakat yang kecil. Kemurahan hati memampukan kita untuk saling melayani dengan kemampuan dan bakat kita masing-masing (Emidio, 1984:74-85). Ajaran kemurahan hati, kebaikan dan cinta kasih diajarkan oleh Yesus melalui perumpaan orang Samaria yang baik hati. Cinta tak terbatas memberi maaf, memberikan diri-Nya sendiri dan memberikan kebahagiaan. Murah hati berarti cinta kepada Allah dan sesama, kesediaan untuk mencintai musuh dan menyerahkan diri bagi orang lain (Farano, 1975:73-89). Kemurahan memiliki pengertian yang menyatakan sikap khususnya terhadap orang-orang miskin, orang-orang yang hina, orang-orang yang lemah untuk menolong mereka. Bagi Matius kemurahan adalah pusat dari penderitaan Yesus yang menyatakan apakah yang sebenarnya Ia maksudkan dengan penggenapan atau pemenuhan hukum
29
Taurat, yakni keadilan, belaskasih dan kesetiaan. Orang yang murah hati akan beroleh kemurahan (Abineno, 1986:21-22).
g. Matius 5:8 “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah”. Orang yang suci/berhati bersih/murni ialah manusia yang bermotivasi murni dan lurus tidak bercabang-cabang. Hati bersih itu tidak menyangkut bidang seks saja melainkan segala bidang kehidupan, terutama pengabdiannya kepada Allah. Orang yang berhati bersih ialah orang yang pikirannya sibuk dengan satu hal saja: aku mau menyenangkan Allah. Orang yang berhati bersih tidak pernah bertindak demi kepentingannya sendiri, namun memadukannya dengan kepentingan Allah. Melihat Allah adalah karunia semata-mata dan tidak mungkin dialami dalam hidup ini. Melihat Allah dapat pula diartikan sebagai pengalaman akan Allah dan merasakan kehadiran-Nya dan dipenuhi olehnya (Stefan Leks, 2003:124). Dalam Kitab Suci orang yang suci hatinya adalah orang yang mengabdi Tuhan tanpa syarat. Orang yang suci hatinya menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, begitu pun dalam mengikuti Kristus. Penyerahan diri ini ditandai dengan meninggalkan segala-galanya dan mengikuti Dia dengan sepenuh hati, sebab seperti seorang yang menemukan mutiara kemudian menjual seluruh miliknya untuk mendapatkan mutiara itu (Peter Riga, 1974:23). Hati suci dalam agama Yahudi adalah syarat yang harus dipenuhi oleh setiap orang yang mau menghadap Tuhan di tempat-Nya yang kudus (Kel 19:110; Im 1-16; Bil 6:3). Hati suci dalam arti ini sering menjadi kabur karena yang menjadi pokok hanya arti ritualnya saja
30
dan tidak memiliki arti yang lebih dalam. Dalam Perjanjian Baru terutama dalam Injil Matius hati suci berarti hati yang terang atau hati yang iklas yakni hati yang terpusat, tertuju dan percaya kepada Allah. Menurut Yesus orang yang demikian adalah orang yang akan melihat Allah. Ungkapan melihat Allah bukan sekedar percaya kepada-Nya, tetapi juga melihat-Nya dalam keadaan-Nya yang sebenarNya. Artinya, hidup dalam persekutuan sempurna dengan Allah dalam Kerajaan Allah. Inilah yang dijanjikan Yesus kepada murid-murid-Nya, janji yang mengandung harapan bagi para murid yakni keselamatan, hidup dan kemuliaan (Abineno,1986: 22-23).
h. Matius 5:9 “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah”. Orang-orang yang membawa damai bukan hanya orang yang mampu mendamaikan tetapi juga orang yang mampu menciptakan perdamaian. Perdamaian dalam bahasa Ibrani disebut syalom yang memiliki arti luas yakni kesehatan, kesejahteraan, kemakmuran, kebahagiaan dan perdamaian. Para nabi dalam tulisannya memiliki perspektif syalom dari masa depan yang penuh harapan (Yesaya 29:11). Nabi Yesaya juga secara khusus menghubungkan syalom dengan Raja Syalom yang akan datang, yang kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan (Yes 9:5-6). Nubuat Yesaya dalam Perjanjian Baru digenapi dalam diri Yesus, Raja Syalom. Kedatangan-Nya disambut oleh para malaikat "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya." (Luk. 2:14). Nyanyian para malaikat
31
sekaligus menyatakan bahwa damai diperuntukkan bagi semua orang dari semua bangsa. Syalom harus diberitakan kepada segala bangsa bukan hanya dengan perkataan tetapi dengan perbuatan dan seluruh hidup manusia. Hal ini merupakan tugas perutusan bagi para murid, dan mereka yang melaksanakan tugas ini dengan setia akan disebut anak-anak Allah. Anak-anak Allah yang dimaksudkan oleh Yesus adalah orang-orang yang berusaha menciptakan perdamaian dan berusaha memulihkan kembali hubungan antarmanusia yang telah renggang atau rusak (Abineno, 1986:26-27). Yang membawa damai atau yang mengupayakan damai dalam bahasa Yunani disebut eirenopioi. Damai yang dimaksudkan di sini adalah damai yang terwujud di antara manusia. Damai yang berada di antara mereka yang saling bersahabat dan mengupayakan persahabatan antarmanusia. Menurut J. Dupon, tidak ada bantuan yang lebih bernilai bagi sesama selain menolong dia berdamai dengan pihak lain. Mereka akan disebut anak-anak Allah. Ungkapan disebut anakanak Allah muncul dalam bentuk pasif: Allah akan mengakui mereka sebagai putra-putra-Nya sendiri. Dalam paham PL kata disebut searti dengan menjadi. Allah sebagai Bapa menegaskan arti bahwa Allah yang selalu menjaga, melindungi dan mengasihi orang yang mengupayakan kedamaian sebagai anakanak-Nya sendiri. Status macam ini diperoleh manusia karena karunia dan pilihan Allah semata-mata (Stefan Leks, 2003:124-125).
32
i. Matius 5:10 “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga”. Sabda bahagia ke delapan ini hampir senada dengan sabda bahagia yang ke
dua. Sabda bahagia ke delapan melengkapi sabda bahagia kedua.
Perbedaannya adalah kalau dalam sabda bahagia ke dua penderitaan terjadi karena dosa atau kelalaian, namun dalam sabda bahagia ke delapan arti penderitaan lebih merupakan ungkapan cinta tertinggi kepada Allah. Penderitaan sama artinya dengan “minum dari piala Yesus” yakni menderita demi penebusan dosa dan keselamatan manusia. Cara ini adalah suatu cara untuk mengambil bagian dalam karya penebusan Kristus. Minum dari piala Yesus bukan hanya memulihkan dosa sendiri melainkan menyerahkan nyawa sendiri bagi orang lain. Sabda kebahagiaan yang ke delapan ini sering juga disebut sebagai sabda kebahagiaan para martir. Para martir rela menumpahkan darahnya untuk memberi kesaksian tentang iman dan cintanya terhadap Yesus.. Makna penderitaan bukan merupakan imbalan atau pemulihan terhadap dosa yang telah dibuat ataupun penyucian bagi kelengahan mereka. Penderitaan orang-orang tak bersalah merupakan suatu pemberian paling berharga yang dipersembahkan kepada Tuhan sebagai sumber kekudusan bagi sesama. Penderitaan merupakan suatu rahmat pengudusan bagi sesama. Sabda kebahagiaan ini ditujukan bagi penderitaan orang-orang tak bersalah. Mereka menderita akibat korban ketidakadilan, perlakuan kasar dan korban kesewenang-wenangan oleh manusia. Inilah misteri luhur mengenai penderitaan antara manusia yakni suatu organisme indah yang mengikat seluruh Tubuh Mistik.
33
Yesus sendiri menghayati apa yang dikatakan-Nya tentang penderitaan. Itulah rahasia salib yang menyatakan tingginya nilai penderitaan. Salib ditanggung di bahu-Nya sendiri. Yesus menanggung segala dosa manusia dan menghancurkan dosa dengan kematian-Nya sendiri di hadapan Bapa (Farano, 1975:28-30). Ungkapan “dianiaya” karena melakukan kehendak Allah ditujukan kepada murid-murid Yesus yang pada waktu itu mengalami penganiayaan. Ungkapan kehendak Allah
adalah orang yang hidup dalam kebenaran. Orang
yang berlaku benar adalah orang yang senantiasa melakukan kehendak Allah. Orang yang dianiaya karena kebenaran dan tetap setia kepada Allah adalah orang yang dibenarkan Allah dan merekalah yang empunya Kerajaan Surga. Mereka inilah orang yang berbahagia karena dibenarkan dan dikasihi Allah (Stefan Leks, 2003:125).
j. Matius 5:11-12 “Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. 5:12 Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.” Ayat ini jelas ditujukan kepada para murid yang menderita penganiayaan karena mengikut Kristus. Mereka dikatakan berbahagia sebab mereka dipersatukan dengan Kristus sendiri, artinya menderita celaan, aniaya dan penderitaan bersama dengan Kristus. Penderitaan yang membawa kebahagiaan adalah suatu nilai yang tidak mungkin dimengerti oleh dunia. Ungkapan “karena Aku” searti dengan karena kalian pengikut-Ku. Kata “kamu” menunjukkan bahwa Yesus berbicara kepada murid-murid-Nya sendiri. Orang Yahudi suka mencela
34
atau menghina para lawan mereka secara verbal. Pandangan atas celaan dan hinaan tersebut dianggap sebagai dosa yang sama jahatnya dengan penyembahan berhala, zinah dan pertumpahan darah. Orang yang mendapat hinaan atau celaan dengan sendirinya kehilangan nama baiknya untuk selama-lamanya. Begitu pula dengan fitnah bahwa pengikut Yesus harus siap menghadapi tuduhan-tuduhan tanpa dasar, bohong belaka. Yesus memberikan penghiburan agar dalam keadaan sulit masih tetap gembira dan bersukacita. Himbauan untuk tetap bergembira dan bersukacita dalam segala situasi termasuk dalam keadaan penghinaan dan aniaya adalah suatu ajakan untuk memelihara sikap sukacita sebagai tanda orang yang berbahagia. Allah sendiri telah menyediakan upah atau imbalan bagi manusia, yakni berupa rahmat. Rahmat lebih merupakan pemberian secara cuma-cuma, jadi bukan sekedar imbalan atau upah yang diberikan jauh lebih besar dari kesetiaan yang ditunjukkan oleh manusia. Kata “surga” dimaksudkan sama dengan Allah sebab Allah sendiri yang memberikan imbalan kepada para abdi-Nya yang setia. Seorang nabi sejati menyatakan kebenaran dan kebenaran itu dibenci oleh manusia yang jahat. Dalam ayat ini ditegaskan bahwa mereka yang menderita aniaya demi Yesus sederajat dengan para nabi suci (Stefan Leks, 2003;126-127). Sabda kebahagiaan ini melengkapi sabda kebahagiaan tentang air mata. Inilah sabda kebahagiaan para martir yang dengan darahnya telah memberi kesaksian tentang imannya terhadap Yesus; kesaksian tentang cinta mereka terhadap-Nya. Inilah sabda kebahagiaan bagi mereka yang menderita tanpa salah. Merekalah jiwa-jiwa terpilih, anak-anak pilihan Allah. Bagi mereka penderitaan bukan merupakan imbalan atau pemulihan terhadap dosa-dosa yang telah dibuat,
35
atau penyucian bagi kelengahan mereka. Air mata amat murni dan merupakan persembahan yang amat mahal, yang diangkat dari tingkat duniawi ke surgawi. Penderitaan orang tak bersalah merupakan suatu pemberian paling berharga yang dipersembahkan kepada Tuhan, yang merupakan suatu sumber kekudusan bagi sesama kita. Dengan demikian penderitaan mereka merupakan suatu rahmat pengudus bagi sesama (Farano, 1975:112-119).
B. SABDA BAHAGIA YESUS BAGI PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN 1. Pengertian Kaul Kemiskinan Kaul kemiskinan merupakan suatu semangat tanpa pamrih demi cinta kasih kepada Allah. Kemiskinan dihayati berdasarkan iman yang didorong oleh suatu sikap batin penyerahan total dan kesediaan mutlak terhadap Allah Bapa (Jonckbloedt, 1969: 46). Hidup miskin merupakan pilihan sukarela untuk mengikuti Kristus dalam segalanya. Dengan cara ini para religius ikut serta menghayati kemiskinan Kristus, yang demi kita telah menjadi miskin sedangkan Ia kaya, supaya karena kemiskinanNya itu kita menjadi kaya (lih. 2 Kor 8:9; Matius 8:20). Kemiskinan lewat inkarnasi dengan menjadi manusia memberikan diri-Nya sebagai penebusan dan keselamatan umat manusia. Pemberian diri ini lebih merupakan cinta Allah yang tidak terbatas terhadap umat manusia. Menerima Tuhan yang telah memberikan diri-Nya berarti membiarkan diri dituntun oleh hidup Tuhan sendiri. Kemiskinan menjadi suatu disposisi hati yang tumbuh dari hubungan antara dua pribadi yang saling mencintai. Keterikatan cinta antara kita dengan Tuhan mengubah sikap dan pandangan kita terhadap barang-barang di dunia yang sekalipun vital tetapi menjadi amat relatif karena ada nilai lain yang lebih penting dan lebih
36
luhur. Kemiskinan bukan hanya merupakan sikap lepas bebas terhadap harta dunia, tetapi semakin terlibat dalam keprihatinan yang dimiliki Kristus. Dengan cara ini kita mempersembahkan seluruh hidup kita untuk disempurnakan dan menjadi utuh di dalam Kristus. Kita menjadi seperti piala kosong yang siap diisi oleh Allah dalam Kristus. Penyerahan diri ini meliputi penyerahan seluruh hidup dengan seluruh bakat dan kemampuan yang dimiliki, penyerahan nama diri, kedudukan, gengsi dan kuasa agar dengan cara ini dapat lebih sungguh-sungguh dalam melayani Tuhan (Joyce Ridick, 1987: 51). Paulus Budi Kleden (2002: 103-117) memaparkan uraian tentang mistik kemiskinan yang terbagi dalam lima pokok. Pertama, mistik kemiskinan adalah mengikuti Yesus yang kehilangan diri-Nya. “Barangsiapa menyelamatkan dirinya, akan kehilangan dirinya, barangsiapa kehilangan dirinya, akan mendapatkannya” (Mat. 16:24). Diri yang hilang adalah diri yang diserahkan dan diri Aku yang mencintai. Mencintai berarti memberi diri, berarti mengosongkan diri untuk ditempati oleh yang dikasihi. Kedua, kemiskinan berarti mengalami diri sebagai yang tidak memiliki kepastian selain Allah. Ketiga, kemiskinan adalah soal kebenaran diri dan kebenaran hanya dapat terungkap dan diungkapkan oleh orang yang bersedia menjadi miskin dan bersedia menjadi tempat pewahyuan kebenaran itu sendiri. Keempat, kemiskinan adalah sebuah bentuk pewartaan bagi kaum miskin: dengan mengosongkan diri, dengan menjadi miskin, Yesus dapat mendekati para miskin. Kelima, menghayati kaul kemiskinan berarti membebaskan kita untuk doa, meditasi, dsb. Yesus yang miskin adalah Yesus yang terbuka, yang menerima semuanya dari Allah. Yesus yang miskin adalah Yesus yang berdoa.
37
Dari penjabaran di atas Paul Suparno merumuskan inti kaul kemiskinan sebagai berikut: a. Kemiskinan pada dasarnya adalah terpikat oleh Kristus, sehingga semuanya dianggap sampah (Flp 3: 7-14). Flp 2: 6-7: Ia telah mengosongkan diri-Nya dan menjadi miskin. Kemiskinan berarti ambil bagian dalam kemiskinan Kristus pula. b. Yang mau mengikuti Kristus harus meninggalkan segala-galanya, dan menjadi miskin seperti Kristus dan Dia sendiri tidak memiliki tempat bahkan untuk meletakkan kepala-Nya. (Mat 8:20) c. 2 Kor 8:9 : Yesus menjadi miskin untuk memperkaya manusia. Kemiskinan adalah meniru kemiskinan Yesus sendiri untuk memperkaya orang lain. Maka ada unsur berbuat sesuatu bagi orang lain, dan bukan bagi diri kita sendiri. Kemiskinan demi kerasulan. d. Kemiskinan bersifat rasuli dan apostolis karena dengan kemiskinan kita menerima pemberian cuma-cuma dari Allah dan sekaligus kita juga rela berbagi dengan cuma-cuma apa yang kita miliki. Hal ini ditampakkan dalam sikap murah hati, rela memberi dan berbagi. e. Solidaritas dengan orang miskin yang dalam praktiknya yakni dengan cara memperhatikan orang-orang kecil dan miskin seperti dibuat oleh Yesus sendiri. Solidaritas dengan orang miskin. f. Kemiskinan harta, rela meninggalkan segala-galanya demi Kristus (Mat 6: 24-34; Mat 19:29; Luk 18: 29-30) g. Radikal ikut Yesus: Lukas 9: 57-62: Biarlah orang mati menguburkan orang mati; Yang sudah menarik bajak dan menoleh tidak pantas bagiKu. Radikal ikut Yesus Luk 18:18-27 : harus meninggalkan semuanya dan ikut Yesus. Lukas 14:25-35: Semuanya dilepaskan untuk ikut Yesus. h. Kemiskinan sebagai sikap batin: percaya kepada penyelenggaraan ilahi (lihat perutusan Luk 10:1-12; Mat 10: 5-15; sabda di bukit; dilarang membawa apa-apa dalam perutusan). Tergantung kepada Tuhan, sikap rendah hati; sikap lepas bebas i. Tanda eskatologis: hidup di dunia ini sebagai musafir, menuju tanah terjanji (1 Ptr 1:1. 17; 2:11) (Suparno, 2003:3-4).
2. Kaul Kemiskinan dalam Ordo Santa Ursula Para Suster Ordo St. Ursula mengikuti cara hidup seperti yang telah diteladankan oleh Santa Angela. St. Angela mewariskan sebuah buku yang berisi pedoman dalam mengikuti Kristus secara radikal. Buku kecil itu berisikan Regula, Nasihat dan Warisan dari St. Angela. Pedoman ini dimaksudkan agar para puterinya
38
yang mengikuti Kristus sebagai mempelai-Nya dapat sungguh-sungguh berlaku seperti seorang mempelai Kristus. Kaul kemiskinan secara khusus ditekankan oleh St. Angela dalam Regulanya Bab X. St. Angela menyatakan bahwa Kemiskinan bukan pertama-tama sebagai penolakan terhadap harta duniawi, tetapi terutama sikap untuk menjalankan kemiskinan rohani yang sejati. Dengan demikian manusia membebaskan hatinya dari semua kelekatan dan keinginan akan harta yang fana dan duniawi serta dari dirinya sendiri. Hanya dalam Allah kita memiliki semua kekayaan. Di luar Allah kita tidak memiliki apa-apa dan tidak berarti apa pun, sedangkan bersama Allah kita memiliki segala-galanya. Dengan demikian masing-masing harus berusaha meletakkan seluruh kebahagiaan dan cintanya hanya dalam tangan Allah. Makna kemiskinan menurut St. Angela ini dijabarkan kembali dalam Konstitusi Ordo St. Ursula artikel 25-33 yang intinya adalah kemiskinan religius yang dipilih dengan bebas mengikuti Kristus memungkinkan untuk mengambil bagian dalam kemiskinan Tuhan, “Yang sekalipun kaya, menjadi miskin, supaya kita menjadi diri karena kemiskinan-Nya” (2 Kor 8:9). Kemiskinan lebih merupakan cinta daripada penyangkalan diri yang menumbuhkan sikap batin bahwa kita tidak memiliki apa-apa yang tidak kita terima dari Allah, sehingga senantiasa menaruh harapan kita kepada-Nya. Dengan mencintai dan memilih kemiskinan Injili, kita menjadi lebih serupa dengan Kristus, “satu-satunya harta” kita dan lebih bebas untuk mewartakan kabar gembira. Sikap kemiskinan seperti ini terealisasi dalam sikap hidup sederhana, melepaskan hak untuk menentukan sendiri penggunaan harta benda sekaligus
menyerahkan
apa
yang
dimiliki
untuk
kepentingan
bersama,
bertanggungjawab atas kemurahan hati Allah melalui tarekat, menerima diri apa adanya dengan segala bakat dan keterbatasannya, dan pengosongan diri untuk lebih terbuka menghormati orang lain. Ia bertanggung jawab terhadap segala ciptaan maupun fasilitas, memelihara dan menggunakan dengan hati-hati dan sayang, solider
39
dengan semua orang yang miskin dan menderita ketidakadilan serta lebih murah hati terhadap semua orang yang berkekurangan.
3. Sabda Bahagia Yesus bagi Penghayatan Kaul Kemiskinan Sabda Bahagia Yesus merupakan bagian penting dalam hidup kekristenan karena Sabda Bahagia merupakan karya penebusan dari cinta Allah yang tidak terbatas bagi seluruh umat manusia. Sabda Bahagia adalah getaran cinta
tidak
terbatas yang diwartakan Sabda Ilahi bagi kita. Sabda Ilahi telah menjelma menjadi manusia dan hadir di tengah-tengah manusia untuk membawa Allah kepada manusia dan membawa manusia kepada Allah. Yesus Sang Sabda Ilahi telah menyerahkan diri-Nya bagi penebusan dan keselamatan umat manusia. Sabda bahagia dalam Ekaristi ibarat hosti kecil yang kita terima, sekeping hosti yang telah dikonsekrir yang di dalamnya Kristus hadir. Kita yang menyantapnya menjadi satu dengan Sang Sabda Ilahi. Sabda Bahagia adalah wahyu Ilahi yang merupakan undangan bagi siapa saja yang ingin berbahagia. Mereka yang mau mengikut Kristus tidak lepas dari ajakan Yesus untuk berbahagia. Undangan Yesus juga mengandung konsekuensi untuk rela meninggalkan segala sesuatu dan memilih nilai-nilai yang ditawarkan oleh Yesus. Sabda bahagia adalah mutiara yang sangat berharga, dan bagi mereka yang telah menemukannya rela untuk menjual seluruh harta miliknya demi mutiara berharga itu. Seseorang yang telah terpaut oleh Sabda Bahagia Yesus tentu juga menjadikan itu sebagai pegangan hidupnya sekaligus ungkapan cintanya kepada Dia Sang Cinta yang tidak terbatas.
40
Unsur-unsur kemiskinan yang dihayati oleh kaum religius merupakan relevansi dalam usaha melaksanakan Sabda Bahagia yang ditawarkan oleh Yesus sendiri. Tabel 3 berikut ini adalah poin-poin yang bisa diambil dari Sabda Bahagia terhadap penghayatan kaul kemiskinan: SABDA BAHAGIA
KAUL KEMISKINAN
5:3. "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Sikap sederhana, penuh hormat terhadap hal-hal rohani. rendah hati sadar bahwa hidup spiritual mereka bukan apa-apa senantiasa mengandalkan Allah terbuka pada belaskasih Allah dan berharap pada-Nya. Mengikuti teladan Yesus sendiri dalam pengosongan diri, rela menjadi miskin dan solider dengan yang miskin. Sikap batin lepas bebas, kemerdekaan dari segala ikatan dan dari hal-hal yang mencemarkan, sikap siap sedia, bersikap solider dan berbahagia bersama dengan orang lain. Menerima diri apa adanya beserta masa lalunya Tergantung dari Allah senantiasa berharap dan percaya kepada Allah. Membebaskan diri dari kuasa kejahatan yang membelenggu. Membutuhkan uluran tangan Allah. Sabar menanggung penderitaan, kesengsaraan dan kepahitan dalam hidup. Penderitaan sebagai sumber penyucian Tidak mengandalkan kuasa sendiri, bersahaja, hidup apa adanya dan tidak belerlebih-lebihan, rendah hati, tidak bersikap keras, ciri orang yang senantiasa mencari perlindungan dalam nama Tuhan. Penuh belaskasihan, mengutamakan kebenaran dan keadilan Mencari perdamaian, kesejahteraan, melaksanakan kehendak Allah. Bertindak dalam terang kebenaran, senantiasa lapar dan haus akan kebenaran, hidup sempurna dalam Kristus Allah adalah Bapa yang murah hati kepada manusia, manusia yang telah menerima kemurahan Allah juga bermurah hati kepada sesama manusia yang tampak dalam sikap bersyukur, kerelaan mengampuni, memiliki kesediaan untuk mencintai musuh, melayani dengan bakat dan kemampuan yang dimiliki. Memberi diri bagi kebahagiaan sesama Bermotivasi murni, tidak cabang-cabang. Satu hal
5:4 Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.
5:5 Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.
5:6 Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan. 5:7 Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.
5:8
Berbahagialah
orang
41
yang suci hatinya, karena saja keinginannya yakni menyenangkan Allah, mereka akan melihat Allah. memadukan kehendak dirinya dengan kehendak Allah. Dengan demikian dia mampu mengabdi Tuhan tanpa syarat. Hati senantiasa terpusat, tertuju dan percaya kepada Allah 5:9 Berbahagialah orang Mengupayakan perdamaian dan menciptakan yang membawa damai, perdamaian. Bersahabat dan mengupayakan karena mereka akan disebut persahabatan anak-anak Allah. 5:10 Berbahagialah orang Turut ambil bagian dalam penderitaan Kristus yang dianiaya oleh sebab dalam karya penebusan. Setia kepada Allah dan kebenaran, karena merekalah kebenaran-Nya yang empunya Kerajaan Sorga. 5:11 Berbahagialah kamu, Sukacita sebagai pengikut Kristus yang telah jika karena Aku kamu dicela memperoleh rahmat dengan cuma-cuma dengan dan dianiaya dan kepadamu demikian mampu memberi juga dengan cuma-cuma difitnahkan segala yang jahat. 5:12 Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu." Berdasarkan uraian di atas nilai Sabda Bahagia Yesus adalah suatu ajakan sekaligus undangan dan pemakluman serta pewahyuan tentang kebahagiaan sejati. Sabda Bahagia oleh para biarawan-biarawati secara khusus dihayati dalam kaul kemiskinan sebagai upaya sekaligus komitmen untuk mengikuti Yesus dalam karya penyelamatan-Nya. Sabda Bahagia Yesus adalah jalan terang dalam mencapai kebahagiaan sejati, namun dalam pelaksanaannya sering mendapat tantangan dan rintangan. Tantangan dan rintangan yang sangat berpengaruh dewasa ini adalah hadirnya media komunikasi modern dengan tawaran kebahagiaan semu yang mempesona dan memikat. Uraian Sabda Bahagia Yesus berhadapan dengan sabda bahagia modern yang ditawarkan dunia akan penulis jabarkan dalam bab selanjutnya.
42
BAB III SABDA BAHAGIA YESUS BAGI PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DI TENGAH BUDAYA MEDIA TELEVISI
Sabda Bahagia Yesus sebagaimana telah penulis bahas pada bab I merupakan tawaran dan undangan bagi siapa saja yang ingin memiliki kebahagiaan sejati. Tawaran kebahagiaan yang ditawarkan oleh Yesus sangat berbeda dengan tawaran kebahagiaan dari dunia modern. Berikut adalah gambaran situasi jaman dan seruan sabda bahagia modern yang juga ditawarkan untuk siapa saja.
A. PERAN MEDIA TELEVISI DAN PENGARUHNYA BAGI KEHIDUPAN MANUSIA 1. Lahirnya Media Televisi dan Sumbangan Positifnya Sejak listrik ditemukan oleh Thomas Alpha Edison kebutuhan penerangan dan banyak kebutuhan lain dapat dipenuhi termasuk kebutuhan di bidang komunikasi. Tidak heran sejak listrik ditemukan mulai bermunculan penemuan-penemuan baru di bidang komunikasi di antaranya: telegram yang ditemukan oleh Samuel Morse pada tahun 1844, dan tilpun ditemukan oleh Graham Bell pada tahun 1876. Kemudian pada tahun 1895 Guglielma Marconi berhasil mengirim berita lewat gelombang udara. Tahun 1906 berita lewat gelombang udara berkembang menjadi siaran radio. Tiga puluh tiga tahun kemudian yaitu tahun 1939 ditemukan televisi. Televisi yang pertama didemonstrasikan pada New York World’s Pair (Hofmann, 1999: 15-17).
43
Televisi berkembang pesat dan dalam waktu yang relatif singkat. Radio dan televisi menjadi media yang populer di masyarakat. Pengertian televisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: pesawat sistem penyiaran gambar obyek yang bergerak yang disertai dengan bunyi (suara) melalui kabel atau melalui angkasa dengan menggunakan alat yang mengubah cahaya (gambar) dan bunyi (suara) menjadi gelombang listrik dan mengubahnya kembali menjadi berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi yang dapat didengar, digunakan untuk penyiaran, berita, dsb (Depdikbud,1989: 919). Media ini digunakan dengan cara ditonton. Itu sebabnya ia dinamakan televisi. Gambar yang bergerak disertai bunyi dengan variasi penuh dinamika menjadikan televisi memiliki daya tarik visual tersendiri. Televisi juga mampu menampilkan keajaiban-keajaiban tanpa keterangan bagaimana keajaiban itu dimungkinkan. Keunggulan
televisi dalam menyajikan siarannya membuat media ini sangat
digemari masyarakat. Mereka rela menghabiskan waktunya berjam-jam untuk menonton tayangan yang disajikannya. Oleh sebab itu televisi berkembang dengan pesat dan menjadi sangat populer. Berbagai hal dan peristiwa yang terjadi di dunia ini dapat dengan segera kita ketahui melalui televisi. Dengan mendengarkan dan melihat, orang lalu ikut merasakan, ikut meraba, ikut terlibat dan ikut percaya. Televisi mempunyai bahasa khusus yang langsung diarahkan pada perasaan manusia. Bahasa televisi adalah bahasa simbolis, bahasa yang membujuk, bukan mengajar, bahasa yang menggetarkan hati dan karenanya menggerakkan seluruh jiwa raga; bahasa yang penuh resonansi dan irama. Tidak heran bila nilai-nilai yang dihadirkan lewat media televisi langsung ditangkap dan dimasukkan dalam hati. Televisi dapat menyebarkan pengaruh kuat terhadap jiwa manusia khususnya anak-anak (Iswarahadi, 2003:28-29).
44
Perkembangan media televisi mengundang pertanyaan apakah budaya tulis yang selama ini populer akan hilang tergeser oleh budaya televisi? Marshall McLuhan adalah orang pertama yang melihat kekhasan komunikasi audio visual sebagai kebudayaan baru. Pada tahun 1960-an dia mengutarakan pendapat bahwa melalui tulisan manusia dijauhkan dari realitas dunia dan orang lain, sementara televisi membuat kita lebih “interdependent”, bergantung satu sama lain dan pada dunia atau alam. Istilah yang dipakai dan yang menjadi sangat populer adalah desa dunia (global village). Televisi mempertemukan kita dengan seluruh dunia, atau suatu desa dunia menjadikan kita bisa tahu peristiwa yang terjadi di benua lain dalam waktu singkat. Istilah lain yang melukiskan kebudayaan audio visual diciptakan oleh Walter Ong. Menurut dia kebudayaan televisi yang kita hadapi sekarang pantas disebut sebagai budaya lisan kedua (secondary orality). Istilah ini muncul dari perbandingan antara budaya audio visual dan budaya tulis. Televisi membawa kita kembali ke suatu budaya yang lebih asli dan lebih natural. Televisi sangat bergantung pada budaya tulis. Di belakang tayangan televisi terdapat suatu skenario yakni suatu naskah tertulis juga. Hal yang menyangkut alatnya sendiri tidak mungkin diciptakan atau dioperasikan oleh orang yang “buta huruf” (Hofmann, 1999: 17-18). Desa dunia dan budaya lisan kedua adalah sesuatu yang baru dan belum pernah dialami umat manusia sebelumnya. Yang baru mendekatkan pada sesuatu yang lama, yang dikira sudah hilang. Tradisi suku-suku primitif mengalami popularitas baru di tengah dunia televisi yang begitu bersifat “metropolitan”. Televisi (TV) sudah mampu melibatkan sebagian besar masyarakat dan bangsa lebih dicerdaskan oleh televisi. Yang lebih sesuai dan yang menjadi semakin populer di TV adalah cara berpikir spiral yang selalu kembali ke hal yang sama atau dalam
45
bentuk mosaik dengan mensejajarkan hal-hal yang sebetulnya tidak saling berkait tetapi yang dalam kemajemukan dapat menghasilkan suatu kesan menyeluruh. Hofmann dalam bukunya Dasar-Dasar Apresiasi Program Televisi menjabarkan teori lima fungsi televisi sebagai berikut: a. Pengawasan situasi masyarakat dan dunia: Televisi sebenarnya berfungsi untuk mengamati kejadian yang terjadi dalam masyarakat dan kemudian melaporkannya sesuai dengan kenyataannya. Bila hal ini sungguh difungsikan televisi dapat menjadi media komunikasi yang cukup demokratis. b. Menghubungkan satu dengan yang lain: Televisi mampu menghubungkan satu dengan yang lain. Maksudnya adalah hasil suatu pengawasan yang satu dapat dihubungkan dengan hasil pengawasan yang lain. c. Menyalurkan kebudayaan: Kebudayaan dalam masyarakat sangat kaya dan beraneka ragam. Televisi mampu mengangkat kebudayaan rakyat, bahkan mampu mengembangkan kebudayaan. Kebudayaan yang diperkembangkan televisi merupakan tujuan tanpa pesan khusus di dalamnya. d. Hiburan: Hiburan adalah kebutuhan manusia, berkat hiburan manusia menjadi rileks, menjadi semangat dan segar kembali untuk melakukan kegiatan-kegiatan kesehariannya. Dalam kebudayaan lisan, hiburan dan pendidikan menjadi satu. Kata hiburan dalam dunia pendidikan sering dianggap kurang bermakna bahkan mengandung arti pembodohan atau kemalasan. Kebudayaan audio visual
46
memiliki unsur hiburan, sebab tanpa adanya hiburan tayangannya tidak akan ditonton. Hiburan yang disajikan televisi tidak sekedar menghibur, namun bisa juga mengandung unsur pendidikan. Tergantung dari pemirsa yang memanfaatkan televisi. e. Pengertian masyarakat untuk bertindak dalam keadaan darurat: Berdasarkan fungsinya sebagai pengawas, televisi mampu mengerahkan massa. Berita mengenai peristiwa yang terjadi di suatu tempat dapat dengan segera diketahui di tempat lain. Sebagai contoh: sewaktu terjadi tsunami maupun gempa, dengan cepat televisi mampu menyiarkan kejadian tersebut, sehingga masyarakat di seluruh nusantara bahkan luar negeri dapat dengan segera mengetahuinya. Oleh karena itu tidak heran bila bantuan dan tenaga sukarela dari berbagai kota datang dengan cepat. Ini suatu bukti atau tanda bahwa televisi mampu mengerahkan massa dalam keadaan darurat. Dari kelima fungsi televisi ini kita mengetahui begitu besarnya peranan televisi dalam bidang komunikasi bagi terciptanya suatu relasi yang lebih luas juga dalam meningkatkan pembangunan masyarakat (Hofmann, 1999: 53-56). Televisi mampu menyajikan beraneka ragam informasi, hiburan dan banyak hal yang berkaitan dengan perkembangan bahkan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Televisi mampu mendekatkan masyarakat yang satu dengan yang lain, menjadikan desa dunia. Berbagai peristiwa baik yang menyenangkan, meyedihkan, yang tragis maupun yang hanya memberikan penghiburan bisa kita dapatkan lewat media televisi.
47
2. Dampak Negatif Televisi bagi Kehidupan Masyarakat Kita ketahui bersama bahwa perkembangan media televisi sangat pesat, di Indonesia lebih dari separuh dari penduduknya telah memiliki televisi. Televisi menjadi media hiburan yang kedua setelah radio bahkan pesonanya lebih menarik dibanding radio. Masyarakat di desa maupun di kota telah memiliki media televisi bahkan ada yang memiliki lebih dari satu. Penduduk yang sederhana bahkan dikategorikan miskin pun kebanyakan sudah memiliki media ini. Televisi telah memasuki ruang-ruang keluarga maupun kehidupan membiara beserta pengaruh yang ditimbulkannya. Arswendo dalam bukunya Telaah Televisi mengungkapkan bahwa “Tak ada satu faktor dalam kehidupan budaya kita, ilmu pengetahuan atau juga seni, dapat menyebar dan sekaligus berpengaruh karena diterima secara total oleh semua anggota masyarakat seperti yang dilakukan oleh TV” (Arswendo, 1986:21). Televisi sebagai hasil dari kemajuan dari teknologi canggih tidak terlepas dari dunia komersial. Dunia komersial menciptakan suatu dunia yang memberikan jawaban dan jaminan bagi manusia yang mencari hiburan. Postman dalam bukunya Televisi Menghibur Sampai Mati mengatakan bahwa kita sering menyebut televisi sebagai media informasi dan pengetahuan. Padahal justru format hiburanlah yang menjadi bentuk dasar tampilan siaran. TV bukan hanya menghibur saja tetapi televisi menjadikan hiburan sebagai format dasar penggambaran segala sesuatu (Postman, 1995: 9). Hiburan terdapat dalam obat-obat mujarab dan mimpi-mimpi yang disiapkan oleh komunitas konsumen di mana kebebasan sama dengan pilihan akan barang-barang material. Postman juga mengatakan bahwa teknologi tidaklah netral, tetapi dilengkapi dengan program transformasi budaya yang sering tidak kita sadari sampai akhirnya
48
terlambat (Postman, 1995: 9). Ideologi tentang kuasa dan konsumerisme yang mengatur dan dipantulkan ke dalam ritual-ritual atau simbol-simbol khususnya melalui televisi. Sikap tunduk dan takluk pada ideologi ini terus ditanamkan melalui media TV. Ideologi-ideologi ini terbungkus dalam formasi siaran yang cenderung memiliki program yang seragam untuk mengejar rating dan bukan kualitas. Penyeragaman program dilakukan dengan pola penayangan untuk mengeksploitasi apa yang menjadi mode, tren, kesukaan masyarakat. Demi penyeragaman program ini pertelevisian tidak segan-segan menjiplak hasil karya orang lain atau meniru demi bersaing meraih rating yang tinggi. Berikut ini adalah contoh program-program televisi yang membawa nilai-nilai negatif dan kurang menguntungkan bagi kehidupan masyarakat.
a. Program- Program Siaran Televisi 1) Program Acara Program acara di antaranya sinetron, komedi, musik, kuis dan games, reality show, dsb. Sunardian dalam bukunya Matikan TV-mu, menguraikan program acara sebagai berikut: a) Sinetron: Sinetron adalah akronim dari “Sinema Elektronik”. Sinetron sebenarnya adalah sandiwara bersambung yang disiarkan oleh stasiun televisi. Dalam bahasa Inggris, sinetron disebut “soap opera”, sedangkan dalam bahasa Spanyol disebut telenovela. Teknik penulisan skenarionya masih sangat sederhana, alur ceritanya terputus-putus karena pola penayangannya yang dipotong-potong untuk kepentingan iklan. Sinetron pada umumnya bercerita tentang kehidupan manusia sehari-hari yang
49
diwarnai dengan konflik. Cerita yang ditampilkan seputar kehidupan remaja dengan intrik-intrik cinta segitiga, perselingkuhan, pengkhinatan, kehidupan keluarga yang penuh kekerasan, dan tema yang akhir-akhir ini sangat digemari yaitu, kehidupan alam gaib. Dalam perkembangannya sinetron sangat tergantung pada tema dan setting sosial yang dibangun atas “permintaan pasar” termasuk penggunaan bintang-bintang pemerannya. Setting sosial kelas bawah cenderung dihindari karena tidak diminati oleh pemasang iklan. Kriterium untuk sebuah sinetron Indonesia adalah laku yakni laku ditonton dan laku dipasangi iklan. Tidak heran bila sinetron dibuat menjadi berpuluh-puluh episode karena tujuan komersial semata-mata, sehingga menurunkan kualitas cerita yang akhirnya membuat sinetron menjadi tidak lagi mendidik, tetapi hanya menyajikan hal-hal yang bersifat menghibur. Tidak semua sinetron Indonesia bermutu rendah. Ada juga sinetron yang mengedepankan unsur budaya dan pendidikan yang juga sangat digemari. Contohnya adalah sinetron Bajaj Bajuri yang menceritakan kehidupan sekelompok masyarakat kecil yang tinggal di Jakarta, Si Doel Anak Sekolahan yang menceritakan kehidupan masyarakat Betawi di Jakarta pada jaman post modern ini, dan Keluarga Cemara yang menceritakan kehidupan keluarga sederhana. Selain itu masih banyak lagi sinetron-sinetron dari era lama yang juga berkualitas seperti Losmen, Pondokan, Rumah Masa Depan, Sayekti dan Hanafi dan Siti Nurbaya. Meskipun demikian, jumlah sinetron yang berkualitas seperti tersebut diatas masih kalah banyak jika dibandingkan dengan sinetron yang hanya mengandalkan “wajah-wajah keren” dan bermoto kejar tayang atau rating penonton. (Sunardian, 2005: 26-33).
50
b) Berita: Siaran berita televisi adalah media pemberitaan yang menarik karena informasi yang disajikan disertai dengan tayangan visual. Suatu peristiwa yang disajikan tampak nyata dan dekat. Kendala yang dihadapi dalam program berita adalah besarnya biaya operasional, sehingga tidak mampu menyajikan berita yang menyeluruh. Berita yang disajikan lebih banyak seputar Jakarta dan kota-kota besar lainnya sedangkan untuk ranah lokal atau pedesaan sering terabaikan. Kendala ini mengakibatkan media televisi sering ketinggalan dalam berbagai peristiwa besar. Selain itu dalam tataran teknis kualitas penggarapan masih sangat terbatas, gambar yang disajikan masih berpola living-camera. Akibatnya dalam pemberitaan ini seringkali tidak sesuai dengan kenyataannya, banyak gambar yang menyembunyikan realitas sosial budaya yang sesungguhnya (Sunardian, 2005: 36-40)
c) Kuis dan Games Show: Kuis dan games show merupakan denyut jantung yang penting bagi media komunikasi. Kuis yang sifatnya interaktif dan partisipatif mampu melibatkan masyarakat. Program ini memiliki potensi yang menguntungkan untuk membangun imajinasi usaha (brand image) dan komunikasi dengan masyarakat sebagai pendukung keberadaannya. Pembuatan program ini bukanlah hal yang mudah, sebab membutuhkan biaya operasional yang tinggi dan terbatasnya gagasan mengenai program ini (Sunardian, 2005: 42-43).
d) Infotainment: Infotainment adalah kata yang menggabungkan istilah information (informasi) dan entertainment (peralatan dan kesukaan). Program televisi ini menyoroti sisi-sisi
51
pribadi public figure, orang-orang populer, dan selebritis. Presenter dalam infotainment memegang peranan penting. Bahasanya yang provokatif dan bombastis membuat acara ini nampak seru, mengharukan bahkan menggemaskan. Presenter yang kurang profesional hanya akan memperburuk keadaan. Penguasaan bahasa yang parah dan pernyataan yang dianggap sebagai kesimpulan bisa mengundang interpretasi lain dari pemirsa. Biaya produksi untuk tayangan ini relatif murah dan teknik pembuatannya tidak membutuhkan kecanggihan tertentu. Tayangan ini semakin polos dan natural, maka semakin dahsyat efek komunikasinya (Sunardian, 2005: 43-45).
e) Reality Show: Reality show adalah program siaran yang menayangkan tentang realitas sosial masyarakat. Reality show yang ditayangkan TV Indonesia mirip dengan games-show. Bedanya games-show memakai uang sebagai bentuk dasar permainannya, sedangkan reality show mengekploitasi munculnya momen dramatik obyek permainan yang akan menjadi tontonan yang menarik karena akan memunculkan emosi-emosi spontan, tak terkendali, di luar dugaan, yang bisa merangsang syaraf keharuan, syaraf tawa bagi masyarakat pemirsanya. Reality show yang mengaku sebagai tayangan charity show dalam konsep programnya bisa dikatakan mengeksploitasi penderitaan atau kemiskinan manusia sebagai obyek tontonan. Sekalipun tampaknya mereka bermurah hati dan peduli dengan penderitaan orang lain, keuntungan yang mereka dapatkan jauh lebih banyak ketimbang uang yang mereka berikan pada si miskin. Si miskin hanya menjadi obyek
52
sapi perahan bagi mereka. Contoh tayangan yang masuk dalam reality show: Uang Kaget, Toloooong, Kawin Gratis, dsb (Sunardian, 2005: 45-48).
f) Tayangan Hantu: Tayangan hantu saat ini sedang marak dalam tayangan TV Indonesia. Kepercayaan dan ketidakpercayaan terhadap hal-hal yang supranatural, mistik, dan klenik dikemas oleh TV menjadi sebuah tontonan. Tayangan hantu dengan keunggulan media TV menjadi lebih impresif karena efek kejutnya memiliki nilai sensasi yang tinggi secara visual. Kegagalan masyarakat di dunia empirik membuat masyarakat lari ke alam irasional. Media TV memperkuat masyarakat ke alam irasional dengan program tayangan hantu (Sunardian, 2005: 48-49).
g) Lawak atau komedi: Serial lawak atau komedi dalam media televisi adalah kesenian panggung yang diusung ke televisi tanpa mengalami perubahan format. Serial lawak dalam televisi menarik pada awalnya, namun ketidakmampuan mereka mengembangkan diri menyebabkan grup-grup lawak perlahan-lahan kehilangan pamornya. Dunia lawak adalah bagian yang masih menantang untuk dikembangkan. Karakter media televisi tidak lagi bisa mengandalkan pada improvisasi, melainkan harus mempersiapkan teks-teks konseptual. Televisi juga harus mampu mengemas acara ini pada aspek penampilan yang berbeda dengan dunia panggung (Sunardian, 2005: 49-51).
h) Kesenian Tradisional: Media televisi dan kesenian tradisional sulit membangun kerjasama yang baik. Hal ini terjadi karena alasan pragmatis saja. Seniman tradisi tidak mempunyai konsep
53
yang matang untuk masuk ke media televisi. Kesenian tradisional tidak pernah menjadi apa-apa bagi media televisi Indonesia. Kesenian tradisional tidak menguntungkan bagi kepentingan komersial dan kurang memberikan sensasional yang menggebrak dan menarik penonton (Sunardian, 2005: 54-55).
2) Iklan Iklan atau reklame adalah bagian yang utama dalam program televisi komersial. Definisi iklan menurut Wahyu Wibowo dalam bukunya Sihir Iklan adalah Iklan atau advertising adalah suatu kegiatan berpromosi (barang atau jasa) lewat media massa. Atau bentuk komunikasi yang dimaksudkan untuk menginterpretasikan kualitas produk jasa dan ide berdasarkan kebutuhan dan keinginan konsumen. Tujuan iklan adalah perangsang sekaligus pembentuk perilaku konsumen. Sasaran atau yang menjadi tujuan dari iklan adalah menarik perhatian calon konsumen, menjaga dan memelihara citra nama (brand image) yang terpatri di benak konsumen. Setelah itu menggiring citra nama itu menjadi perilaku konsumen (Wahyu Wibowo, 2003: 5-6). Iklan atau sering disebut commersial break merupakan praktik kapitalisme dengan berusaha memperdaya dan menggiring konsumen untuk menggunakan produknya sehingga mendapat keuntungan yang berlimpah. Iklan disajikan dengan kreatif dan dibuat menarik untuk mengundang rasa penasaran, ingin tahu dan akhirnya mencoba bahkan menjadi pelanggan dari produk yang ditawarkan. Itu sebabnya iklan sering hadir seperti nenek sihir yang mempunyai kekuatan magis, sehingga banyak orang terpesona dan terperdaya karenanya (Wahyu Wibowo, 2003: 6-7). Pendekatan iklan sangat lihai, ia jarang bercerita mengenai sifat produk yang ditawarkan melainkan mengenai sifat pembelinya. Iklan adalah suatu bentuk terapi yang selalu menawarkan pesona, rupa bagus, orang terhormat dan pengungkapan
54
kisah pribadi. Iklan televisi menayangkan para bintang dan atlet tenar, danau yang hening dan acara memancing yang penuh kejantanan, makan malam yang elegan dan sepotong kisah romantis, atau keluarga bahagia sedang berkemas untuk pergi piknik. Semuanya tidak bercerita mengenai produk yang dijual. Iklan selalu mendahulukan kebutuhan psikologi para pemirsa. Iklan menuturkan kecemasan, kebahagiaan dan impian calon pembeli produk tersebut, dan menyajikan jawaban atas semuanya dengan produk yang ditawarkannya. Iklan menawarkan bukan yang baik dari produk, tetapi apa yang tidak dipunyai oleh pembeli. Iklan berusaha menjauhkan dunia bisnis dari usahanya dan mendekatkan konsumen dengan cara membuat konsumen merasa lebih bernilai. Ini bukan hanya terapi tetapi terapi instant yang mengajukan sebuah teori psikologi dengan aksioma unik: iklan meminta kita untuk mempercayai bahwa semua masalah dapat dipecahkan dalam waktu singkat dengan dibantu oleh teknologi, teknik dan ilmu kimia. Iklan tidak berbicara mengenai produk melainkan mengenai bagaimana seseorang harus menjalani hidup. Iklan mengajar dengan kekuatan simbolsimbol visual yang mudah kita pelajari, di antaranya adalah bahwa pesan yang ringkas dan sederhana lebih baik daripada yang panjang dan kompleks; drama lebih disukai daripada eksposisi; cara menyelesaikan masalah adalah lebih baik daripada disodori pertanyaan mengenai masalah. Iklan memberi slogan, suatu simbol atau fokus yang menciptakan suatu citra diri pemirsa bagi mereka (Postman, 1999: 136139). Program-program televisi yang telah penulis jabarkan di atas baik dari segi acara maupun iklan sangat jelas bahwa program acara televisi ini ditunggangi oleh ideologi kapitalisme dalam bentuk komersial, konsumsi yang berlebihan, kompetisi
55
dan kekerasan yang didukung oleh teknologi mutakhir. Desa yang jauh dari berbeda dengan desa tradisional. Inilah sisi televisi sebagai media bisnis dengan persepsi, perspektif dan kepentingannya yang perlu diwaspadai dampaknya terhadap pola pikir dan pola hidup kita (Hofmann, 1999:18). Nilai-nilai yang ditawarkan media dapat menggoncangkan nilai-nilai tradisional. Iswarahadi dalam bukunya Beriman dengan Bermedia menggambarkan perubahan nilai-nilai itu secara sederhana sebagai berikut: Nilai-nilai Tradisional
Nilai-nilai Media
Menjadi Kecil/sederhana itu indah Cinta Usia/kebijaksanaan Kebutuhan Lokal Kooperasi Kualitas Hal/isi Orientasi pada yang lain Menyelamatkan Memberi
Memiliki Besar/rumit Nafsu/seks Muda/energik Keinginan Impor Persaingan Macam-macam variasi Bungkus Orientasi pada diri sendiri Menggunakan Mengambil
Perubahan nilai yang diusung oleh media televisi membawa pemirsa pada kehidupan konsumtif dan hedonis. Gejala ini tampak dalam perilaku aneh seperti kaum perempuan yang memasang silikon pada payudaranya, mencukur alis, memakai jeans baru yang disobek, atau rambut yang diberi warna-warni (Iswarahadi, 2003:18-26).
b. Hasil Analisis Program Siaran Televisi Televisi pada dasarnya bersifat netral, namun ketika dunia bisnis terlalu menguasai dan hanya mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya, yang terjadi adalah kapitalisme dalam bentuk komersial, konsumsi yang berlebihan, kompetisi dan
56
kekerasan yang didukung oleh teknologi mutakhir. Salah satu contoh yang bisa menjadi bahan pemikiran sekaligus analisis dan refleksi adalah dari hasil analisis program sehari dari televisi yang dibuat oleh team Studio Audio Visual Puskat Yogyakarta. Team Studio Audio Visual melakukan analisis tersebut di dua stasiun televisi dalam waktu yang berbeda. Hasil analisis pertama berdasarkan penelitian hasil rekaman siaran sehari dari stasiun RCTI tanggal 13 Juni 1994. Dan hasil analisis kedua berdasarkan penelitian hasil rekaman siaran sehari stasiun Trans TV tanggal 1 Oktober 2004. Dari penelitian hasil rekaman yang dianalisis dengan rentang waktu sepuluh tahun diperoleh hasil yang sama. Hal ini menandakan bahwa mentalitas dari pemirsa belum banyak berubah sehingga penyiaran dengan sistem ini terus dipertahankan. Adapun hasil analisis dari kedua stasiun ini terbagi dalam sepuluh tesis, yakni: 1) Tesis 1: Televisi mengiklankan dirinya sendiri. Artinya TV mempromosikan acara siaran yang akan ditayangkan pada waktu lain. Itu artinya kita dibujuk untuk mengikuti tayangan-tayangan yang ditawarkannya. 2) Tesis 2: Ideologi TV adalah ideologi konsumsi Dari ideologi iklan dalam tesis dibuat bebarapa rincian sebagai berikut: a) Berkat ilmu, kini kecantikan dapat dibeli b) Keserasian keluarga tergantung dari produk yang kita beli c) Dunia remaja penuh gairah-asal ada uang d) Hidup wajar berarti hidup mewah e) Kebahagiaan terbesar adalah kalau kita mendapat hadiah. f) Sinetron adalah pameran masyarakat konsumsi sebagai latar belakang iklan g) Gaya hidup ideal adalah gaya hidup Amerika.
57
3) Tesis 3: Kita dimanipulir oleh TV lewat suasana Hal ini dibuktikan dengan delapan iklan di mana produk yang diiklankan sama sekali tidak tampak. Suasana yang diciptakannya menggiring siapa saja untuk menjadi konsumen dari barang-barang produksi yang ditawarkannya. 4) Tesis 4: TV menciptakan ketakutan yang membenarkan senjata canggih Tayangan-tayang film-film perang juga film yang berbau kekerasan menciptakan kekuatiran bahwa hidup manusia kian terancam terlebih berhadapan dengan sesama manusia. Untuk melindungi diri dibenarkan penggunaan senjata canggih. 5) Tesis 5: TV mempopulerkan kebudayaan 6) Tesis 6: Ideologi iklan dapat ditertawakan oleh TV 7) Tesis 7: Sebagian besar acara TV menganut ideologi yang seirama dengan ideologi iklan. Hidup wajar berarti hidup mewah, kebahagiaan tertinggi adalah uang, dan sinetron adalah pameran masyarakat konsumtif sebagai latar belakang iklan 8) Tesis 8: Siaran agama bertentangan dengan ideologi iklan. Agama mengajarkan nilai-nilai luhur yang sekaligus ditentang oleh iklan. Sebagai contoh: agama mengajarkan bahwa mereka yang tangannya kasar adalah tanda bahwa dia suka bekerja keras langsung ditimpali oleh iklan yang mengatakan bahwa tangan halus itulah yang paling baik. Hal ini dilakukan lewat iklan hand & body. 9) Tesis 9: Renungan harian kurang mendapat perhatian Renungan keagamaan seringkali terabaikan dan disajikan dengan kurang bagus, seolah hanya merupakan formalitas bahwa stasiun televisi amat peduli terhadap nilai-nilai keagamaan. Waktu untuk renungan keagamaan adalah waktu di mana
58
tidak banyak orang yang menontonnya. Contoh: waktu yang dipilih tengah malam, atau siang hari atau bahkan terlalu pagi. 10) Tesis 10: Selain siaran agama sebagian besar acara menganut ideologi yang seirama dengan idologi iklan. Kesepuluh tesis di atas merupakan salah satu bahan untuk mewaspadai dampak buruk dari televisi. Dengan mengenal dan mengetahui hal-hal mana yang merugikan dan hal-hal mana yang bermanfaat, akan membantu untuk memanfaatkan media televisi secara tepat guna. Sikap kritis dan bijak adalah suatu sikap yang mutlak diperlukan di samping kemampuan menganalisis pesan-pesan yang disampaikan oleh media ini.
c. Pengaruh Media Televisi terhadap Kehidupan Masyarakat Televisi berusaha memberikan pengaruh yang sangat besar melalui tayangantayangannya. Televisi juga berusaha memanjakan pemirsa dan memenuhi kebutuhan pemirsa yang haus akan hiburan maupun informasi lainnya. Ada suatu ketergantungan timbal balik antara televisi dan pemirsa. Itu sebabnya pemirsa sering tidak kritis bahkan tidak meyadari bahwa televisi menebarkan pengaruhnya yang cukup besar, yang tidak semuanya positif dan berguna. Pemirsa mudah diperdaya secara halus tetapi pengaruhnya sangat besar. Keadaan ini dimanfaatkan oleh kaum kapitalis yang turut memanfaatkan media televisi untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Pemirsa dijadikan obyek sekaligus sapi perahan yang menguntungkan bagi dunia bisnis mereka. Obyek sasaran atau korban utama adalah kaum ibu, anak-anak dan remaja. Mengapa di antara ketiganya yang menjadi target
59
sasaran empuknya. Sunardian dalam bukunya Matikan Televisi-mu menjawab pengaruh yang ditimbulkan dari ketiga obyek sasarannya:
1) Pengaruh Televisi bagi Anak-anak Anak-anak adalah korban pertama dari televisi baik anak orang kaya maupun anak orang miskin, apalagi kalau ibu mempercayai televisi sebagai “baby sitter”. Di depan televisi anak cenderung diam dan asyik masyuk memelototinya sehingga bisa ditinggalkan dan ibu bisa mengerjakan aktivitas lain tanpa terganggu anak. Berbagai penelitian menemukan fakta bahwa membiarkan anak di depan TV apalagi bagi anak usia dini (2 tahun ke bawah) sangat berbahaya baik secara fisik maupun psikis. Anak tidak akan memiliki pengalaman-pengalaman empirik yang cukup untuk membantu proses wiring. Anak yang dibiarkan dan dipercayakan pada TV akan tergganggu proses perkembangan otaknya. Hal ini mengakibatkan proses wiring yakni proses penyambungan antara sel-sel syaraf dalam otak menjadi tidak sempurna. TV juga mengganggu perkembangan emosi, sosial dan kemampuan kognitif anak. Pada anak yang agak besar terlalu banyak nonton TV mengakibatkan kelambanan dalam berbicara, tidak menggugah anak untuk berpikir, sebab semuanya sudah lengkap dengan gambar dan suaranya. Nonton TV adalah aktivitas pasif yang merugikan penyambungan sel-sel syaraf. Program TV di Indonesia tidak memiliki aturan segmen jam tayang dan tidak ada panduan mengenai hal ini. Akibatnya justru memberi pengaruh buruk pada tingkah laku anak, apalagi anak cenderung mengikuti nilai-nilai yang dianut oleh tayangan yang ditontonnya. TV menyajikan berbagai informasi yang tidak seluruhnya bermanfaat bahkan banyak tayangan-tayangan kekerasan, bias gender dan perilaku agresif seksisme. Terhadap pengaruh ini anak-
60
anak belum memiliki kemampuan untuk memilah-milah mana yang berguna dan bermanfaat dalam hidupnya. Banyak pakar melalui berbagai penelitian membuktikan bahwa televisi membuat perilaku anak amburadul.
Sebagai contoh: kisah tragis
seorang anak yang dihajar sampai tewas oleh teman sebayanya akibat nonton acara “smack down” (Sunardian, 2005: 141-143).
2) Pengaruh Televisi bagi Remaja Remaja dalam perkembangan mencari identitas dirinya dalam situasi psikologis yang kritis dalam dirinya. Proses identifikasi yang memenuhi seluruh gerak dan impulsi remaja justru dimanfaatkan atau dijinakkan oleh media TV untuk menciptakan katergantungan. Keadaan ini dimanfaatkan media TV demi kepentingan dan meraih keuntungan sebesar-besarnya. Media TV menjadikan kaum remaja sebagai pribadi-pribadi yang lentur, tidak mempunyai pengalaman empirik untuk melakukan empirik sosialnya. Remaja menjadi pribadi-pribadi yang pasif, tidak memiliki keberanian berekspresi karena media TV telah memenuhi semua kebutuhan impulsinya secara virtual. Remaja kehilangan daya imajinasi dan fantasinya, justru mereka dibawa ke pengertian yang sebenarnya dengan cara yang paling mudah. Remaja tidak mempunyai kesempatan mempelajari hakikat kehidupan yang sebenarnya selain hanya melihat yang serba artifisial. Kaum remaja tidak memiliki daya juang dan keuletan dalam meraih sesuatu karena daya pikirnya dipenuhi dengan ilusi yang serba mudah dan serba instant. Ketika menghadapi kenyataan yang lebih keras remaja menjadi mudah patah, kecewa dan putus asa (Sunardian, 2005: 143145).
61
3) Pengaruh Televisi bagi Ibu-ibu Perempuan dewasa terutama kaum ibu menjadi sasaran paling strategis bagi media dan dimanfaatkan oleh media TV demi kepentingan produksi dan meraih keuntungan sebesar-besarnya. Ibu dalam keluarga di Indonesia memiliki peranan sebagai pemegang kunci ekonomi atau manager keuangan keluarga. Kalangan kaum ibu mengalami krisis identitas dalam aktualisasi diri di tengah masyarakat. TV memberikan gambaran acuan dalam mencocokkan apa yang dinamakan kepantasan menurut ukuran-ukuran umum yang berlaku. TV berusaha menarik dan menjadikan kaum ibu sebagai konsumen dan pelanggan dari semua agenda dan kepentingan yang ditawarkan di dalamnya. Kaum ibu bisa menjadi orang yang kehilangan jati dirinya, kehilangan kepercayaan dirinya dan rela diombang-ambingkan oleh situasi sekitarnya. Kaum ibu berhasrat memenuhi nafsu kepemilikan atau konsumsinya seturut nilai-nilai baru yang disodorkan oleh media TV. Nilai-nilai baru itu masih bersifat semu. Ibu-ibu yang tidak kritis akan mudah terbujuk rayu untuk bermimpi menjadi ibu modern yang bijak atau ibu yang mengetahui keluarganya (Sunardian, 2005: 145-147). Anak-anak, remaja dan kaum ibu menjadi obyek sasaran utama dari kaum kapitalis karena dengan mempengaruhi ketiganya dengan sendirinya mempengaruhi gaya hidup dalam keluarga-keluarga. Dan akhirnya mempengaruhi nilai dan gaya hidup yang dianut dalam masyarakat. Dengan cara ini pihak produsen mendapat keuntungan sebanyak-banyaknya sedangkan pihak penonton semakin dipermiskin.
62
3. Seruan Bapa Gereja terhadap Penggunaan Media Sepak terjang televisi yang telah mampu mengubah ritme hidup harian jutaan orang dengan memperkenalkan dan memproyeksikan pandangannya dan dengan caranya sendiri menginterpretasikan kenyataan. Hal ini merupakan sebuah revolusi budaya yang ada di antara kita dan tidak bisa kita abaikan karena televisi menjadi sumber penting akan image/gambaran yang tersedia untuk umat manusia jaman ini. Epikuros seorang filsuf Yunani yang hidup tahun 270-341 yang dikutip oleh Wahyu Wibowo (2003: 23) dalam bukunya Sihir Iklan mengatakan demikian “Orang bijaksana pasti tahu bagaimana kiat membatasi diri dalam hal apapun demi ketenangan batin. Kiat itu adalah hidup dan berkehidupan dengan melandaskan diri pada semangat mencari kesenangan rohani. Masalahnya bagaimana menerapkan kata-kata ini dalam kehidupan yang serba gemerlapan ini?” Media merupakan anugerah istimewa, media mampu menjadi sarana dalam upaya meningkatkan perasaan memiliki dan memperteguh identitas kelompok sekaligus juga memperteguh nilai-nilai tradisi dan spiritualitas (Iswarahadi, 2003:116). Komunikasi memiliki peranan penting sekaligus mengandung muatan yang destruktif. Terhadap kenyataan ini para Bapa Gereja menyerukan imbauannya dalam dokumen-dokumen penting Gereja di antaranya:
a. Inter Mirifica Inter Mirifica (IM) adalah dekrit tentang upaya-upaya komunikasi sosial yang disusun oleh Paus Paulus VI bersama dengan Bapa-bapa Konsili. Dalam Inter Mirifica hal yang ditekankan adalah penemuan teknologi mendapat perhatian dan sambutan istimewa dari Bunda Gereja. Penemuan-penemuan itu pertama-tama menyangkut jiwa manusia dan membuka peluang-peluang baru untuk menyalurkan
63
segala macam berita, gagasan, pedoman-pedoman juga penemuan yang pada hakikatnya mampu mencapai dan menggerakkan seluruh umat manusia. Media komunikasi sosial baik media cetak, sinema, radio, televisi dan sebagainya sejauh digunakan dengan tepat sangat berjasa besar bagi umat manusia. Media komunikasi yang
digunakan
dengan
tepat
sangat
membantu
menyegarkan
hati
dan
mengembangkan budi, dapat pula digunakan untuk menyiarkan serta memantapkan Kerajaan Allah. Sebaliknya bila digunakan melawan maksud Sang Pencipta Ilahi dan memutarbalikkannya
mengakibatkan
kebinasaan
dimana
kerugian
yang
ditimbulkannya sangat besar. Kebijaksanaan sangat diperlukan dalam menggunakan dan memanfaatkan media komunikasi sosial, terlebih untuk menyiarkan warta keselamatan, mengajarkan bagaimana media itu dapat digunakan dengan tepat. Dalam rangka penggunaan media secara tepat diperlukan pengetahuan norma-norma moral di bidang itu dan kita harus mampu mempraktikkannya dengan setia. Oleh karena itu kita perlu memperhatikan cara berfungsi yang khas dari masing-masing medium sekaligus pula daya pengaruhnya terhadap kehidupan. Hal ini penting karena kalau tidak tahu fungsinya, kita akan cukup sulit menyadarinya. Kalau sulit menyadarinya, kita akan sulit mengendalikannya, bahkan akhirnya juga sulit untuk menolaknya. Pemakaian media secara cermat sangat penting dalam usaha membina suara hati. Kaum muda perlu belajar mengendalikan diri dan menjaga ketertiban dalam penggunaan media. Kaum muda juga perlu memiliki sikap rendah hati untuk mendiskusikan dengan pendidik dan para ahli, belajar memberi penilaian secara saksama. Dengan demikian media yang dengan pengaruh buruk merusak kehidupan
64
manusia akan mampu disiasati. Kalau sudah mampu disiasati, kita dapat menggunakan media komunikasi ini sesuai dengan fungsi keberadaannya atau sesuai dengan wahyu kebenaran (Paus Paulus VI, 1963: 5-16).
b. Aetatis Novae Aetatis Novae adalah terbitnya suatu Era Baru dalam rangka memperingati hari Komunikasi sosial 20 tahun setelah Communio et Progressio. Aetatis Novae (AN) adalah suatu Instruksi Pastoral yang baru tentang komunikasi sosial tertanggal 17 Maret 1992. Seruan Paus Yohanes Paulus II dalam Aetatis Novae lebih menekankan dan kembali menegaskan agar kita mampu bersikap kritis dan bijak terhadap media komunikasi yang terus berkembang dengan canggih dan teknologi yang mutakhir. Umat beriman yang berkarya di bidang media massa dipanggil untuk mewartakan secara terbuka tanpa rasa takut, tanpa kompromi, sambil menyesuaikan Wahyu Ilahi dengan bahasa manusia yang biasa dan dengan cara berpikir mereka. Gereja memerlukan rencana pastoral untuk komunikasi sebab media dapat menjadi sarana ampuh untuk menegakkan damai dan keadilan. Komunikasi sosial bisa membawa hal-hal yang meragukan bahkan merugikan. Oleh karena itu penggunaan media secara kreatif mutlak diperlukan karena media dapat dipakai untuk mewartakan Injil maupun untuk menghapusnya dari hati orang. Media kadangkadang memberikan visi tentang hidup, keluarga, agama dan moral yang menyesatkan. Orang berhak menerima informasi yang benar, maka Gereja berhak masuk ke dunia media. Perkembangan yang meluas dari komunikasi antar manusia mempengaruhi kebudayaan dan membawa perubahan di bidang teknologi yang bersifat revolusioner.
65
Alat-alat komunikasi sosial memiliki fungsi sebagai sarana utama untuk mendapatkan informasi dan pendidikan, bimbingan dan inspirasi dalam tingkah laku. Tidak heran bila semua bidang turut dipengaruhi oleh alat-alat komunikasi baik terhadap sikapsikap dalam bidang agama, moral, sistem-sistem politik dan sosial maupun pendidikan. Mereka sebagai individu-individu, keluarga dan masyarakat secara meluas. Kemajuan di bidang teknologi komunikasi ini membawa konsekuensi yang mendalam baik yang positif maupun yang negatif untuk perkembangan psikologis, moral dan sosial dari pribadi-pribadi. Kemajuan teknologi komunikasi bisa menjadi peluang bagi warta keselamatan dan dengan kemajuan ini pula suara Injil pun dapat dibungkam. Oleh karena itu orang kristiani penting menemukan cara-cara untuk melengkapi informasi yang hilang bagi mereka yang tidak mendapatkannya dan juga memberi suara kepada orang yang tidak dapat bersuara. Sistem publik dapat disalahgunakan untuk maksud-maksud ideologi dan manipulasi politik, maka komersialisasi yang tidak diatur dan pewartaan dalam siaran bisa mempunyai akibatakibat yang cukup jauh. Iklan memiliki motif mencari keuntungan kepentingan pemasang iklan. Dalam melakukan kegiatannya iklan mempengaruhi isi media di mana popularitas lebih diutamakan daripada kualitas dan hal-hal yang sangat dangkal dan vulgar menjadi menonjol. Tekanan-tekanan komersial juga bergerak melintasi batas-batas kebangsaan yang merugikan bangsa dan kebudayaan tertentu. Dalam konteks kristiani komunikasi mengenai kebenaran dapat mempunyai suatu daya penebusan yang berasal dari pribadi Kristus. Berbeda dengan sikap fiktif media komunikasi menggantikan kontak pribadi secara langsung dan interaksi antar anggota keluarga dan teman-teman. Itu sebabnya Gereja mengambil pendekatan yang positif dan simpatik terhadap media komunikasi dengan berusaha masuk dalam
66
kebudayaan yang diciptakan oleh komunikasi modern. Namun Gereja juga sekaligus memberikan suatu evaluasi kritis terhadap media massa dan dampaknya terhadap kebudayaan. Media komunikasi menuntut penilaian yang sehat dan pilihan yang bijaksana dari pihak individu-individu, sektor swasta, pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan. Media massa menjadi sarana komunikasi dan informasi yang banyak digunakan. Dalam kenyataannya kadang-kadang media membuat persoalan dalam hidup semakin pahit baik persoalan-persoalan pribadi maupun persoalan sosial. Terutama dalam melaksanakan solidaritas manusiawi dan perkembangan manusia yang
seutuhnya.
Yang
menjadi
hambatan-hambatan
adalah
sekularisme,
konsumerisme, materialisme, dehumanisasi dan kurangnya perhatian untuk membantu kaum miskin dan terlantar. Gereja harus mengembangkan, memelihara dan memajukan alat-alat dan program-program komunikasi sosial yang khas Katolik meskipun ada banyak kesulitan. Komunikasi sosial mempunyai suatu peranan di setiap segi dari perutusan Gereja. (Paus Yohanes Paulus II, 1992: 7-45)
c. Seruan Paus Benediktus XVI Penggunaan media komunikasi terus dipantau oleh Bapa Gereja termasuk oleh Paus Benediktus XVI pada Hari Komunikasi Sedunia ke-40, Minggu, 28 Mei 2006 dengan pesannya sebagai berikut: Paus Benediktus XIV pada peringatan Hari Komunikasi Sedunia mengajak kita untuk merenungkan secara singkat pemahaman media sebagai jejaring yang memperlancar komunikasi, hidup berkomunitas dan kerjasama. Bertitik tolak dari surat St. Paulus kepada umat di Efesus, ia dengan gamblang melukiskan panggilan kita sebagai manusia untuk “ambil bagian dalam
67
kehidupan ilahi”. “Karena oleh Dia kita dalam satu roh beroleh jalan masuk kepada Bapa. Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang tumbuh menjadi tempat kediaman Allah” ( Ef 2:18-22). Hidup berkomunitas dengan melibatkan segala aspek kehidupan adalah sebuah panggilan. Panggilan untuk menjadi benar sebagai komunikasi diri Allah dalam Kristus yang merupakan panggilan untuk mengakui kekuatan-Nya dalam diri kita, dan kita bertugas untuk menyebarkannya kepada orang lain. Dengan demikian kasih-Nya sungguh-sungguh nyata dalam dunia ini. Kemajuan-kemajuan teknologi dalam bidang media dalam arti tertentu telah menaklukkan waktu dan ruang. Kemajuan yang memungkinkan manusia dapat berkomunikasi langsung dalam waktu singkat kendati terpisahkan jarak yang teramat jauh. Dengan kemajuan di bidang komunikasi tidak berarti bahwa jalinan kerjasama dan persatuan umat manusia langsung terwujud. Sebab komunikasi sejati menuntut keberanian dan tekad yang berlandaskan prinsip-prinsip. Oleh sebab itu dengan adanya media komunikasi ini, Bapak Paus mengajak umat untuk tidak cepat puas dengan kebenaran-kebenaran yang hanya sementara. Tidak dipungkiri bahwa pelbagai alat komunikasi sosial memudahkan pertukaran informasi, ide-ide, dan saling pengertian antarkelompok, namun alat-alat ini juga dicemari ambiguitas. Industri media lebih melayani kepentingan yang membawa keuntungan besar, sehingga kehilangan rasa tanggungjawab terhadap kebaikan umum. Sikap bijaksana terhadap media adalah menggunakan fungsi media yang konstruktif yakni pemahaman akan media yang positif. Sikap ini
harus tetap
didukung dengan menekankan kembali pentingnya tiga hal yang telah ditekankan
68
oleh Paus Yohanes Paulus II sebelumnya, yakni: pendidikan, keterlibatan dan dialog. Penggunaan media secara kritis juga diperlukan dalam formasi pendidikan yang merupakan tanggungjawab dari orangtua. Karena media membentuk budaya populer, mereka sendiri wajib mengatasi segala bentuk godaan untuk memanipulasi khususnya mereka yang masih muda. Hal ini perlu agar media melindungi dan bukannya menggerogoti. Tiga langkah yang perlu terus diusahakan dengan serius agar media berkembang secara benar yakni: pertama media sebagai jejaring komunikasi, kedua persekutuan umat dan ketiga kerjasama membantu orang, perempuan dan anak. Dari semuanya yang terpenting adalah agar manusia sadar akan martabat pribadinya, semakin bertanggungjawab dan semakin terbuka kepada orang lain khususnya anggota masyarakat yang paling membutuhkan. Seruan terakhir dari Paus Benediktus XVI mengajak kita untuk bersemangat damai, merobohkan tembok permusuhan yang memisahkan dan membangun persekutuan yang sesuai dengan citra Allah yang diwartakan lewat Putera-Nya. (Paus Benediktus XVI, 2006: 11-12)
4. Analisis Kritis terhadap Media Televisi Dari ketiga dokumen yang dikeluarkan maupun yang diserukan oleh Bapa Gereja kita sudah memahami pentingnya peranan media komunikasi terhadap warta keselamatan ke seluruh penjuru dunia. Oleh karena itu penting dan perlu bahwa kita mampu menggunakan media komunikasi sosial ini dengan cara membangun sikap kritis dan bijaksana agar kita tidak berada di bawah penindasan media. Bukan media yang menguasai kita tetapi kitalah yang harus menguasai media. Dengan demikian media dapat berdaya guna sekaligus bermanfaat bagi pembangunan manusia sebagai citra Allah. Membangun sikap kritis bukanlah cara yang mudah. Ada tiga cara
69
membaca televisi. Tiga cara ini sekaligus menjadi bahan untuk analisis kritis dalam menggunakan dan memanfaatkan televisi. a. Semiotik : membaca TV sebagai tanda dan simbol Semiotik adalah sebuah studi tentang segala sesuatu, yang dipakai untuk berkomunikasi: kata, gambar, bunga, musik, dll. Semiotik mempelajari cara bagaimana “tanda” menjalankan fungsinya dan aturan-aturan yang mengatur penggunaannya. Semiotik pertama-tama lebih mempermasalahkan bagaimana makna diciptakan, daripada apa itu makna. Sebagai salah satu pendekatan studi terhadap program TV, semiotik mempunyai perhatian utama pada interpretasi sebuah teks-artistik dalam maknanya yang abadi.
b. Pendekatan Psikologi: Membaca TV sebagai pabrik mimpi Mimpi melibatkan kita secara emosional, sama kuatnya dengan cerita yang ditampilkan pada layar TV atau bioskop. Manusia tidak hanya bertindak secara rasional. Emosi yang disadari maupun tidak disadari juga mempengaruhi tingkah laku manusia. Psikologi motivasi bertanya mengenai “uses and gratifications” yang disediakan oleh TV. Ini sebuah cara lain untuk membaca TV daripada bertanya “apa arti tokoh-tokoh dalam teks itu”.
c. Pendekatan Kritis Ideologis Pada umumnya industri TV berorientasi pada keuntungan komersial. Pendekatan ideologis ini memusatkan perhatian pada pesan komersial sebagai pengikat antara TV sebagai informasi hiburan dan sebagai industri dengan pemirsa sebagai tempat di mana berbagai makna bertemu. Menurut pendekatan ini, kita perlu bertanya “siapa yang diuntungkan” dan “siapa yang dirugikan” (Iswarahadi, 2002: 16-17).
70
Ketiga cara membaca televisi tersebut hendaklah menumbuhkan sikap kritis dan kemampuan kita untuk melakukan suatu analisis sosial. Suatu model analisis sosial yang sekiranya bisa membantu kita adalah sebagai berikut: Pertama: analisis membantu kita untuk memahami tanggapan-tanggapan dari mereka yang mempunyai posisi pengaruh dan otoritas pada situasi sosial yang diajukan dari mereka yang berjuang atas nama keadilan. Hal ini penting untuk menilai model perubahan yang digunakan oleh mereka yang mendukung status quo. Dengan demikian kita dapat membedakan berbagai taktik dan strategi yang dibutuhkan untuk bergerak menuju perubahan. Kedua: model-model perubahan membantu kita untuk tahu kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan kita. Kita menilai pengalaman kita secara jujur baik pribadi maupun institusi. Di sini kita menemukan bahwa kita cenderung untuk mendukung aksi-aksi yang merupakan sistem perubahan, tetapi seringkali melepaskannya dari sistem sosial. Selanjutnya suatu pertanyaan refleksi yang harus kita jawab dalam perubahan pandangan dan tingkah laku adalah sebagai berikut: ⇒
Klaim apa yang sungguh sedang dibuat?
⇒
Siapa yang sedang terlibat dengan produk yang bersangkutan? (cinta, keluarga, patriotisme, agama, pekerjaan sebagai bintang)
⇒
Bagaimana saya berperan sebagai seorang manusia/pribadi?
⇒
Apa yang diabaikan?
71
B. TANTANGAN PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DI TENGAH BUDAYA MEDIA TELEVISI 1. Televisi dan Nilai-Nilai Sabda Bahagia Modern Uraian di atas menunjukkan suatu realitas hidup di jaman audio visual di mana terjadi pergeseran dari media huruf ke media elektronik, dari cold media (informasi terbatas) menjadi hot media (informasi melebihi takaran). Dari pembaca yang berpartisipasi menjadi penonton yang ‘mlongo’. Demikian juga terjadi pergeseran dalam model kepribadian yakni dari pribadi yang utuh (integral, terfokus) menjadi pribadi yang fragmentaris (banyak urusan sekaligus). Dari berpendirian kokoh, keras, monolit (menangnya sendiri) menjadi fleksibel, plural, toleran. Demikian juga interaksi intelektual menjadi reaksi emosional. Tanggungjawab etis semakin soliter (sendirian), dan memerlukan keberanian moral. Solidaritas etis bersifat rohani, bukan rasis atau pun agamis. Manusia mencari kebenarannya sendirisendiri. Dasar kebenaran yang seringkali masih bersifat sementara langsung menjadi dasar dan pegangan hidup (Sudiarja, 2006:1-3). Perkembangan ini membawa banyak perubahan nilai-nilai dalam kehidupan. Televisi sebagai salah satu media membawa pengaruh yang cukup besar dengan nilainilai yang mengiringinya sesuai kepentingan-kepentingan yang mendasarinya. Dampak terhadap
perubahan nilai-nilai ini terutama dan bersifat destruktif,
mengancam keberlangsungan hidup manusia itu sendiri. Salah satunya adalah sabda bahagia yang oleh manusia jaman modern dikenal dengan istilah sabda bahagia modern.
Sabda bahagia modern seperti dikutip oleh Darminta dalam bukunya
Praksis Pendidikan Nilai dengan butir-butirnya adalah Berbahagialah mereka yang percaya kepada diri sendiri,
72
Mereka merasa tidak perlu orang lain Berbahagialah mereka yang agresif, Mereka gembira berjalan diatas orang Berbahagialah mereka yang tak mau menunda kesenangan, Mereka tak akan pernah paham apa arti kurban. Berbahagialah orang yang mendahulukan uang, Uang akan menjadi hiburan mereka Berbahagialah mereka yang tak punya belaskasihan, Hati mereka tak akan mudah tersentuh Berbahagialah orang pelahap seks, Mereka takkan pernah mengerti kelembutan Berbahagialah mereka yang kejam, Mereka akan disebut setan oleh anak-anaknya. Berbahagialah orang yang terbiasa dengan berbuat salah, Milik merekalah kerajaan dunia ini
Dari seruan sabda bahagia modern ini dapat kita lihat nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yakni: a. Situasi dan kenyataan hidup yang mau diangkat Sabda bahagia modern membuat pemisahan tidak hanya terjadi pada hal-hal yang profan dan rohani saja, namun dalam berbagai bidang kehidupan. Setiap orang merasa memiliki hak untuk mengatur dirinya dengan segala kepentingannya, tanpa merasa perlu melibatkan atau dicampuri oleh orang lain. Kenyataan hidup seperti ini akhirnya membuat orang lebih percaya pada dirinya sendiri ketimbang percaya pada orang lain. Persaingan menjadi kata kunci untuk mencapai kesuksesan dan ambisi pribadi. Persaingan orang yang kerapkali tidak sehat, karena harus mengorbankan kepentingan dan hak orang lain menjadi pilihan utama dan hakiki.
b. Nilai-nilai yang membentuk gaya hidup Nilai-nilai selalu berkaitan dengan kekuatan yang mengembangkan dan memelihara hidup atau menawarkan prinsip-prinsip hidup. Tetapi dalam sabda
73
bahagia modern, justru sebaliknya, nilai-nilai yang membentuk gaya hidup yang terjadi menjadi kekuatan yang membinasakan dan menawarkan prinsip-prinsip kematian. Prinsip-prinsip yang ditawarkan oleh sabda bahagia modern membentuk pribadi-pribadi yang kerdil dan memiliki semangat hidup dan pemusatan hidup pada diri sendiri, yakni pemuasan-pemuasan pada kebutuhan pribadi sesaat. Tata nilai yang diperjuangkan hanya ditentukan dan dibatasi oleh kemampuan untuk memiliki, menguasai dan menguntungkan. Nilai yang ditawarkan, seperti status, cinta diri, hidup sukses, kuasa dan popularitas menjadi prioritas hidup yang harus dikejar dan digapai. Kenyataan hidup yang digemakannya paling dirasakan dan berpengaruh pada kebiasaan atau gaya hidup serta mempengaruhi struktur pemikiran atau cara pandang dan menilai sesuatu. Nilai-nilai yang ditawarkannya berupa kesenangan dan kebahagiaan semu merasuki hidup manusia modern. Nilai hedonis menjadi pilihan hidup, artinya kebahagiaan hanya dicapai dengan cara dan upaya memenuhi segala kesenangan dan kenikmatan sesaat. Pemenuhan kebutuhan sesaat akhirnya membawa orang pada semangat konsumtif, berusaha menikmati segala bentuk tawaran dan pilihan. Demikian pula dalam cara memandang sesuatu, selalu bertolak dari sesuatu yang dimiliki, apa yang dimiliki orang, bukan karakter pribadi yang dimiliki. Orang dinilai dari status, gengsi, kekuasaan dan jabatannya, bukan dari apa yang dilakukannya atau diperbuatnya. Pribadi manusia kurang mendapat tempat, bahkan martabat manusia kurang dihargai dan dihormati selayaknya sebagai makhluk yang luhur dan mulia yang memiliki harkat dan martabat yang sama.
74
c. Mentalitas yang dimunculkan Tawaran nilai dalam sabda bahagia modern adalah membentuk dan memunculkan mentalitas konsumtif. Melalui mitos-mitos kultur konsumtif, seperti: “kamu harus mengalami dan merasakan segala sesuatu yang kauinginkan, memiliki segala sesuatu yang engkau mau dan membangun hubungan intim dengan siapa pun yang kauinginkan”. Akhirnya hidup ditentukan oleh pemenuhan kepuasan dan kebutuhan sesaat, di mana kesenangan dan kebahagiaan semu menjadi prioritas pilihan hidup yang kemudian melahirkan mentalitas hedonis. Prinsip yang dikembangkan adalah menikmati hidup sepuas-puasnya, kata orang mumpung masih hidup, kalau sudah mati tidak mungkin lagi bisa menikmati semuanya”. Dengan prinsip hidup “nikmatilah hari ini” atau “jangan menyia-nyiakan kesempatan hari ini” orang tidak mau menunda-nunda kesenangan. Tawaran-tawaran nilai-nilai ini ditampilkan dalam siaran-siaran televisi, terutama melalui acara-acaranya yang bersifat menghibur, tetapi tidak memiliki kualitas yang membangun masyarakat. Hal ini bisa dicermati dan dianalisis melalui program-program acara yang sifatnya hiburan terutama melalui acara sinetron, infotainment yang menampilkan gaya hidup para artis yang seolah-oleh menjadi public figur yang harus dicontoh dan juga ideologi yang ada di balik iklan. Kebiasaan atau mentalitas konsumtif dan hedonis yang lahir dalam kehidupan budaya modern mengantar orang pada sikap individualistis, yakni mementingkan kehidupan pribadi di atas kepentingan bersama. Egoisme semakin berkembang dan mendapatkan tempatnya dalam pribadi-pribadi modern. Mentalitas yang dikejar oleh manusia-manusia modern adalah menjadikan diri lebih dari orang lain. Berusaha menjadi yang terbaik, terindah, tercantik, terkaya, dan ter…yang lainnya. Sajian-
75
sajian dari tayangan televisi sudah sangat jelas di mana mereka menampilkan para tokoh yang cantik dan yang gagah, tidak penting apakah berkualitas atau tidak. Gaya hidup metropolitan yang gemerlapan sangat kontras dengan kondisi bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya menengah ke bawah.
2. Sabda Bahagia Yesus di Tengah Tantangan Nilai Sabda Bahagia Modern yang Diusung Media Televisi Nilai-nilai yang terkandung dalam sabda bahagia modern sangat berlawanan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Sabda Bahagia Yesus. Hal ini dapat kita lihat dari ideologi yang mengiringinya. Terhadap ideologi ini, Jeanne Cover dalam artikelnya “Theological Reflections: Social Effects of Television” merumuskannya sebagai berikut: a. Ideologi yang melekat pada periklanan dan kebanyakan acara-acara yang dipersembahkan stasiun televisi mengungkapkan dosa sosial dan kebutaan kolektif yang ditentang/dipersalahkan bahkan dikutuk oleh Yesus dan para Nabi, dan sebagian besar berkaitan dengan kesadaran yang keliru b. Ideologi tersebut memprioritaskan kemakmuran, kekuasaan, efisiensi, kompetisi dan merusak kestabilan dasar kehidupan keluarga maupun komunitas. c. Tidak hanya yang sekular/duniawi menggantikan yang religius, tetapi simbolsimbol sakral dilepaskan dari konteks religiusnya untuk memberi perasaan yang palsu akan nilai-nilai luhur dan kesucian pada ‘teologi’ konsumerisme. Hal ini sangat jelas terlihat pada perayaan-perayaan keagamaan yang menjadi suatu pesta yang gemerlapan. Perayaan keagamaan pelan-pelan telah terdistorsi sebagai perayaan cultural capital. Momen religius disulap menjadi momen pasar yang
76
hiruk pikuk. Hal ini bisa kita lihat dalam tayangam stasiun-stasiun televisi maupun mall-mall dan pusat-pusat perbelanjaan menjelang hari raya keagamaan. Ini suatu tantangan untuk pemurnian diri dan sosial. Via purgativa atau jalan penyucian tidak melulu untuk pemulihan diri, tetapi juga pemulihan sosial. (Kompas, 11 November 2006:14). Orang tidak lagi merasa bahwa semua itu berlawanan dengan nilai-nilai Kristiani. d. Martabat pribadi manusia yang terarah pada transendensi diri dan misteri terancam oleh perasaan pasif yang ditumbuhkan oleh medium televisi, juga kreativitas dan imajinasi yang diperlukan untuk refleksi teologis dan transformasi sosial diambil alih oleh emosi dan perasaan artifisial yang dihasilkan dan dikontrol teknologi. e. Korporasi global melaksanakan kuasanya untuk mengontrol media, dan menciptakan kebutuhan fisik dan psikologis yang memuaskan tuntutan-tuntutan pertumbuhan mereka sendiri. Bukan hanya negara-negara yang cukup makmur, melainkan pula negara-negara miskin dijadikan alat di tangan teknologi kapitalis yang kuat. f. Kita membutuhkan teologi baru yang muncul dari praksis dan berpola pada Yesus yang mewahyukan Tuhan dalam kemanusiaan bergantung pada salib tanpa daya, dan berjuang mendirikan Kerajaan Allah bukan dengan kekuasaan melainkan dengan pelayanan bagi mereka yang miskin dan tertindas (Jeanne Cover, 1993: 210-211). Tawaran-tawaran nilai budaya modern akhirnya membawa orang untuk tidak memiliki kuasa diri dan terbawa oleh arus tawaran itu. Kebebasan pribadi di satu sisi mendapat tempatnya, namun di sisi lain orang kehilangan identitas atau jati dirinya
77
sebagai manusia yang dapat membebaskan dirinya. Orang memiliki kebebasan dan sekaligus kehilangan kebebasan karena pilihan hidup yang diambil membelenggu dirinya. Budaya materialistis dan hedonistis mengakibatkan penilaian terhadap orang diukur dari apa yang dimilikinya. Misalnya: mobil BMW, uang yang banyak, rumah di real estate, dsb. Kualitas manusia diukur bukan pada karakter pribadi seseorang, sehingga dapat dipastikan bahwa “kemewahan hidup” mencerminkan kebermaknaan seseorang. Nilai-nilai sabda bahagia modern sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang ditawarkan oleh agama-agama. Semua nilai yang ditawarkan agama tidak mempunyai tempat dalam budaya dan gaya hidup modern. Agama menanamkan nilai seperti askese dan tapa, pengorbanan, kesederhanaan, kerelaan untuk melepaskan kesenangan demi cita-cita hidup yang lebih luhur dan mencapai kebahagiaan sempurna. Tidak heran bila manusia yang semakin menganut ideologi sabda bahagia modern semakin mengalami “alienasi” atau “keterasingan” dari dunianya, sehingga dapat dipastikan dalam situasi ini manusia mengalami “krisis makna”. Maksudnya orang mengalami kesulitan dalam mencari dan menemukan makna hidup dan dalam memberikan arti mendalam bagi hidupnya sendiri. Misalnya, ketika mereka ditanya “untuk apa aku hidup?”, mungkin mereka hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala saja, karena tidak tahu kemana arah dan tujuan hidupnya! Singkatnya, apa yang mereka lakukan hanya mengikuti “insting” atau naluri sesaat yang ditawarkan jaman, di mana mereka dihadapkan pada aneka pilihan yang membutakan dan sekaligus menyesatkan. Dengan kata lain, pilihan hidup yang membawa keterasingan dari dunia di mana mereka ada dan hidup telah melahirkan ketidakbermaknaan hidup dan akhirnya menciptakan suatu sikap atau cara memandang dunia yang skeptis. Semua
78
serba tak ada yang pasti, bahkan tawaran nilai-nilai religiositas dalam agama-agama, dipandang sebagai sebuah tawaran semu. Situasi ini dengan sendirinya mempengaruhi cara orang dalam menggapai dan dalam memaknai kebahagiaan yang tidak terlepas dari pengaruh konsumtif yakni dengan pemenuhan barang-barang materi yang bukan berdasarkan pada apa yang dibutuhkan tetapi sekedar memenuhi keinginan dan kesenangan. Juga pengaruh dari gaya hidup hedonistis yang memberi kepuasan dan kesenangan semu. Semua diukur berdasarkan kepuasan, kesenangan, dan kenikmatan yang didapatkan dengan cara yang mudah, cepat, dan murah. Tidak heran manusia pada akhirnya jatuh pada kedangkalan nilai, bahkan lebih jauh lagi terjerat dalam kekerasan, baik secara mental, psikologis maupun spiritual. Pertanyaannya ialah bagaimana Sabda Bahagia Yesus masih tetap aktual dan relevan di jaman ini? Akankah nilai-nilai Sabda Bahagia Yesus menjadi semakin memudar bahkan dibungkam oleh sabda bahagia modern? Untuk menjawab pertanyaan ini kita ditantang untuk melihat buah-buah dari masing-masing Sabda Bahagia ini. Sabda Bahagia Yesus menawarkan kebahagiaan yang menghidupkan dan membawa keselamatan bukan hanya pada diri sendiri tetapi juga memiliki efek sosial yang membawa orang lain pada kebahagiaan dan keselamatan. Sedangkan sabda bahagia modern mampu memberikan kesenangan dan kebahagiaan semu, di mana orang seolah-olah memiliki dunia ini bahkan seolah dapat membeli kebahagiaan tanpa perlu usaha dan perjuangan yang keras. Hasilnya adalah kedangkalan, tidak pernah puas bahkan berakhir dengan kehancuran dan kebinasaan. Lebih lanjut kita menelusuri nilai-nilai yang ditawarkan oleh Yesus dalam Sabda Bahagia-Nya yang telah penulis uraikan pada bab II dan sabda bahagia modern
79
dengan nilai-nilainya. Yesus mengundang dan menunjukkan jalan terang menuju kebahagiaan sejati dan sempurna baik dalam kehidupan di dunia ini maupun pada hidup kekal. Yesus
mengajak kita untuk memiliki sikap sederhana mampu
menggunakan barang-barang materi sesuai dengan porsinya. Artinya bukan apa yang kita inginkan tetapi sungguh sesuai dengan kebutuhan dan jauh dari sikap loba/serakah seperti yang dikumandangkan sabda bahagia modern. Sikap sederhana juga ditunjukkan dalam sikap penuh hormat terhadap hal-hal rohani termasuk tubuh kita yang merupakan bait kudus Allah. Tubuh bukan menjadi sarana untuk mencapai kesenangan dan kenikmatan sesaat, tetapi sungguh suatu anugerah yang perlu dijaga dan dipelihara dengan rasa sayang dan hormat. Dalam berbagai situasi manusia senantiasa mengandalkan Allah bukan mengandalkan kekuatan sendiri atau orang yang lebih kuat. Kesadaran ini menyadarkan manusia bahwa hidup spiritual mereka bukan apa-apa, senantiasa terbuka pada belaskasih Allah dan berharap pada-Nya. Sikap sederhana seperti ini tercermin dalam sikap rendah hati, yang mendorong kita rela menjadi miskin dan solider dengan yang miskin dan meneladan Yesus sendiri dalam pengosongan diri. Sikap sederhana model ini mendorong kita untuk memiliki sikap batin lepas bebas, kemerdekaan dari segala ikatan dan dari hal-hal yang mencemarkan dan tidak dikuasai keinginan yang tidak teratur akan barang-barang maupun orang. Pada akhirnya kita memiliki sikap siap sedia, bersikap solider dan berbahagia bersama dengan orang lain. Sikap yang membentuk pribadi-pribadi yang peduli terhadap kepentingan dan kesulitan orang lain, meningkatkan kerjasama dan kepedulian. Sikap inilah yang membuat hubungan di masyarakat semakin harmonis, tercipta perdamaian sehingga dunia ini semakin nyaman untuk dihuni.
80
Terhadap diri sendiri kita berupaya untuk mampu menerima diri apa adanya beserta masa lalunya sehingga kita mampu bersyukur dan berterimakasih terhadap segala sesuatu yang kita terima. Cara ini juga membuat kita mampu memaknai seluruh hidup kita dan tidak mudah tergiur oleh tawaran-tawaran yang menyilaukan tetapi tidak memberikan jaminan kebahagiaan sejati. Sabda Bahagia Yesus mengajak kita untuk senantiasa berharap dan percaya kepada Allah, membebaskan diri dari kuasa kejahatan yang membelenggu. Kita sebagai manusia lemah dan mudah jatuh ke dalam dosa membutuhkan uluran tangan Allah agar mampu memiliki sikap sabar dalam menanggung penderitaan, kesengsaraan dan kepahitan dalam hidup. Penderitaan dalam hidup kita terima dan kita yakini sebagai jalan penyucian diri. Melalui penderitaan kita diajak untuk senantiasa mengandalkan Allah sebagai satusatunya harapan, kita tidak lari dari kenyataan, tetapi menghadapi kenyataan dan tidak mengandalkan kuasa sendiri. Dengan demikian kita tidak disesatkan oleh tawaran-tawaran semu yang menawarkan berbagai kemudahan tetapi tidak memberikan solusi yang berarti bagi hidup kita. Sabda Bahagia Yesus
mengajak kita untuk memiliki kemurnian hati.
Kemurnian hati itu memampukan kita memiliki hati yang penuh belaskasihan, mengutamakan kebenaran dan keadilan. Kita berusaha mencari perdamaian, kesejahteraan, dan melaksanakan kehendak Allah, sehingga tidak mudah dibelokkan oleh nilai-nilai sabda bahagia modern yang hanya mengagung-agungkan diri sendiri dan tidak peduli dengan orang lain. Kemurnian hati memungkinkan kita mampu bertindak dalam terang kebenaran, senantiasa lapar dan haus akan kebenaran, hidup sempurna dalam Kristus. Allah adalah Bapa yang murah hati kepada manusia. Kita hidup di tengah masyarakat dengan motivasi murni dan tidak bercabang-cabang.
81
Kesadaran ini memampukan kita untuk memiliki satu hal saja dalam keinginan yakni menyenangkan Allah, memadukan kehendak dirinya dengan kehendak Allah. Dengan demikian kita dimampukan untuk mengabdi Tuhan tanpa syarat. Hati senantiasa terpusat, tertuju dan percaya kepada Allah. Kemurnian hati juga mendorong manusia untuk memiliki sikap cinta damai yang ditunjukkan dalam mengupayakan perdamaian dan menciptakan perdamaian dalam kehidupan bersama. Sikap cinta damai memungkinkan kita untuk mampu membangun persahabatan dan mengupayakan persahabatan dengan siapa saja yang berkehendak baik. Sabda Bahagia Yesus yang tercermin dalam sikap-sikap yang telah disebutkan di atas memungkinkan dan memampukan kita untuk turut ambil bagian dalam penderitaan Kristus dan dalam karya penebusan-Nya. Pengikut Kristus yang setia kepada Allah dan kebenaran-Nya senantiasa memperjuangkan kebenaran itu dalam seluruh kehidupannya. Kristus menjanjikan anugerah sukacita dan kebahagiaan kepada pengikut-Nya yang demikian, serta memberikan rahmat-Nya dengan cumacuma. Anugerah cuma-cuma yang diberikan Kristus mendorong para pengikut-Nya untuk mampu memberi juga dengan cuma-cuma agar semakin banyak orang menerima warta keselamatan dan kebahagiaan sejati yang Kristus sediakan bagi mereka yang datang, mencari dan mengupayakannya.
3.
Sabda Bahagia Yesus dalam Penghayatan Kaul Kemiskinan di Tengah Budaya Media Televisi Dalam Aetatis Novae dikatakan bahwa di jaman komunikasi massa yang
serba canggih ini Suara Injil dapat dibungkam. Sabda bahagia yang diserukan Yesus seolah tenggelam, digantikan oleh seruan sabda bahagia modern. Hal ini merupakan
82
salah satu tantangan bagi kaum religius yang memilih untuk tetap setia dan taat akan ajaran Injil. Kaum religius menyatakan diri siap sedia menjadi pelayan dan saksi dari Sabda Kristus. Kaum religius perlu menyadari diri bahwa kita hidup di dunia dan menjadi penduduk dunia meski bukan dari dunia ini (Yoh 17:14). Berdasarkan hal ini kaul kemiskinan memiliki cakrawala baru yaitu berjanji untuk hidup sebagai penduduk dunia yang aktif membangun kehidupan yang merdeka dan bebas dari penguasaan konsumerisme. Dalam penghayatan ini pertama-tama kita mengetahui motivasi Injili menjadi konsumen beserta arah dan tujuannya lalu membangun kesadaran dengan terus menerus membangun identitas diri sebagai konsumen yang memiliki kemerdekaan anak-anak Allah, sehingga tidak menjadi budak barang-barang kebutuhan. Kita tidak lagi berdalih demi kerasulan atau pelayanan, dsb. Motivasi yang disertai dengan refleksi sangat penting dalam menggunakan barang-barang yang ada. Kesederhanaan hidup ditampakkan dalam motivasi utama yakni Kerajaan Surga bukan sekedar kemudahan hidup dan kerja. (Darminta, 2006: 3). Seruan Bapa Suci Yohanes Paulus II kepada kaum religius yang menghayati kaul kemiskinan di tengah kemajuan yang membawa pada sikap konsumerisme dan materialistis: Oleh karena itu para anggota hidup bakti diharapkan memberi kesaksian Injili yang dibaharui dan dengan tegas akan ingkar diri dan pengendalian diri dalam wahana hidup persaudaraan yang diilhami oleh prinsip-prinsip kesederhanaan dan sikap suka menjamu (hospitalitas), juga sebagai teladan bagi mereka yang tidak mempedulikan keperluan-keperluan sesama. Tentu saja kesaksian itu hendaknya disertai oleh sikap mengutamakan cinta kasih terhadap kaum miskin dan ditunjukkan khususnya dengan ikut mengalami kondisi-kondisi hidup mereka yang paling terlantar (VC n. 90).
83
Hal ini menjadi sangat penting, terlebih karena dalam dunia ini kita berhadapan bukan hanya dengan mereka yang lapar dalam arti kekurangan makanan, tetapi juga lapar dan haus akan kebenaran dan keadilan. Kaul kemiskinan mempunyai konsekuensinya yakni menjadi saksi kemiskinan jaman ini, perhatian kepada orang miskin/kecil, rela melayani siapa pun, tidak menahan untuk diri sendiri, rela berbagi, “blobo”, murah hati, mempergunakan semua bakat, kemampuan untuk menolong dan melayani sesama, melepaskan penggunaan harta, dan hukumnya wajib bekerja. Penghayatan kaul kemiskinan dalam praktiknya tentu juga mengikuti gerak perkembangan jaman. Paul Suparno dalam pertemuan para Suster Ursulin di Jalan Supratman, Bandung tahun 2003 menjabarkannya sebagai berikut:
a. Praktik lama Penghayatan kemiskinan lebih ditekankan pada kemiskinan yang ditandai dengan kemiskinan lahiriah
untuk mencapai kesempurnaan pribadi dan
kesempurnaan tarekat. Kemiskinan yang diwujudkan dalam bentuk puasa, penyiksaan diri, membatasi hal-hal yang lahiriah seperti baju yang digunakan, sabun, tidak pakai cermin dsb. Namun kurang menekankan segi sosialitas hanya terfokus pada diri dan tarekat sebagai bentuk kesempurnaan.
b. Keadaan jaman Kemajuan membawa perkembangan di berbagai bidang, begitu pun kebutuhan manusia turut berkembang dan beraneka ragam. Sekalipun pembangunan dalam berbagai sektor terus berkembang. Jumlah/angka kemiskinan semakin hari bukannya semakin berkurang tetapi semakin bertambah. Perkembangan di bidang industri justru membuat kesenjangan dan jurang yang
84
semakin lebar antara kaya dan miskin. Kuasa dan kekayaan menjadi faktor yang menentukan banyak hal. Orang yang punya modal secara otomatis memiliki kuasa, sehingga tidak heran bila banyak orang miskin yang tertindas. Mereka tidak lagi dihargai martabatnya sebagai manusia, tetapi justru dijadikan alat demi produksi sejajar dengan mesin-mesin yang bekerja tiada henti. Ketidakadilan terjadi di mana-mana, orang miskin semakin terpuruk dalam ketidakberdayaan dalam cengkeraman para pemilik modal yang juga memiliki kekuasaan. Suara mereka seolah dibungkam dan terabaikan. Ada jenjang antara kaya miskin dengan pola hidup konsumtif di mana manusia hanya mengejar kesenangan dan mengkonsumsi sebanyak-banyaknya entah itu dibutuhkan atau tidak. Segala sesuatu dapat diperoleh dengan mudah dan cepat seolah-olah segala persoalan semuanya dapat dengan cepat pula diatasi, padahal banyak hal perlu proses dan pengolahan dalam waktu yang cukup panjang secara bertahap. Pola hidup konsumtif, hedonis dan budaya instant perlahan-lahan menjadi suatu bentuk kekerasan tersendiri. Kehidupan manusia ibarat suatu perlombaan dalam mencari kekayaan dan gengsi karena di situ terletak harga diri manusia sedangkan martabat kemanusiaan sering kali terabaikan. Tidak heran bila ketidakadilan terjadi dimana-mana baik dalam keluarga maupun di dalam masyarakat.
c. Reorientasi Penghayatan kaul kemiskinan harus lebih diarahkan untuk juga memperkaya orang lain. Milik biara harus lebih digunakan untuk kerasulan, untuk orang lain
85
yang membutuhkan, bukan untuk diri sendiri. Penggunaan kekayaan kongregasi hanya untuk diri sendiri dianggap melanggar kemiskinan sosial (dosa sosial). Penghayatan kaul kemiskinan lebih memungkinkan untuk memiliki sikap semakin solider dengan orang miskin, “option of the poor”. Sikap solider tidak hanya ditunjukkan dengan tidak memiliki harta benda, tetapi ditunjukkan dalam memperjuangkan keadilan bagi orang miskin, orang kecil dan orang yang tertindas dan dalam sikap terus menerus mengupayakan dan memperhatikan keadilan di tengah komunitas, tarekat dan masyarakat.
d. Kendala dan Persoalan Setiap orang memiliki keinginan dan kemauan untuk memuaskan dan menyenangkan dirinya. Tujuan manusia ialah hidup
mencari kesenangan,
kemudahan dan menghasilkan keuntungan. Kaum religius yang tidak memiliki motivasi dan hati yang murni seringkali menghayati hidupnya berdasarkan suka atau tidak suka, enak atau tidak enak, bukan pada segi makna dan apa yang paling dibutuhkan demi karya keselamatan. Dalam karya ia lebih suka mencari karya yang enak dan berduit, lebih suka melayani orang kaya daripada orang miskin. Semua terfokus pada dirinya sendiri, sulit berbagi, selalu perhitungan dan kikir. Tidak heran bila akhirnya ia jatuh pada pola hidup konsumtif, mulai tidak jujur dan tidak membuat laporan keuangan. Kehidupannya serba boros bukan hanya dalam penggunaan uang, tetapi juga dalam penggunaan waktu, sibuk dengan banyak hal dan tidak memelihara barangbarang yang ada. Akhirnya ia melakukan tindakan yang tidak adil terhadap
86
sesamanya dalam biara karena semua diukur dan terfokus kepada dirinya dan kesenangannya semata.
e. Pembaharuan Hidup Kendala dan persoalan dalam menghadapi kaul kemiskinan merupakan suatu tantangan tersendiri. Oleh sebab itu kaul kemiskinan harus semakin diyakini sebagai kekuatan untuk menanggapi kenyataan dunia yang ditandai oleh kepedihan dan kesengsaraan (VC n. 89), namun tetap menggemakan kegembiraan dan harapan (GS n 1, Darminta, 2006: 5). Dalam rangka menanggapi kenyataan dunia dalam perspektif era konsumerisme, Bapa Suci Yohanes Paulus II menyampaikan amanatnya kepada kaum religius sebagai berikut: Bahkan terlepas dari pelayanan demi kaum miskin pun kemiskinan Injili sudah merupakan nilai tersendiri, karena mengingatkan akan Sabda Bahagia pertama dalam mengikuti Kristus yang miskin. Memang maknanya yang utama yakni memberi kesaksian bahwa Allah itu hartakekayaan hati manusia yang sejati. Justru karena itu kemiskinan Injili tegas-tandas menantang pemujaan uang, dengan seolah-olah melontarkan seruan kenabian kepada masyarakat, yang di sekian banyak daerah di dunia yang sudah maju menghadapi resiko kehilangan kesadaran akan proporsi dan makna sejati sekian banyak hal. (VC n.90) Seruan Bapa Suci menjadi bahan refleksi sekaligus suatu dorongan untuk terus berusaha dan berjuang di tengah tantangan jaman. Hidup di tengah arus dunia, dan tidak terjebak hanyut mengikuti arus tetapi berjuang melawan arus. Untuk itu perlu dan penting bersikap bijaksana dengan pembedaan roh (discernment) agar mampu menghayati hidup sehari-hari dengan lebih bermutu, menjernihkan hati nurani dan
memurnikan motivasi. Sarana-sarana yang
mendukung dalam pembedaan Roh diuraikan oleh Abdipranata (2006:3-4) dalam tulisannya Pembedaan Roh yakni:
87
1) Doa pribadi yang dilakukan dalam suasana kontemplatif, dengan suasana doa memungkinkan kita untuk semakin sadar dan peka akan gerak-gerik batin saya. Doa juga sebagai suatu upaya untuk mendapatkan bantuan dari-Nya berupa karunia keutamaan kebijaksanaan untuk membedakan roh. 2) Belajar atau studi tiada henti terutama bacaan-bacaan rohani. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan yang luas terhadap macam-macam ilmu dan metode kehidupan rohani yang terkandung dalam kitab suci, ajaran Gereja, konstitusi/semangat tarekat, pengalaman para ahli rohani dan hidup para kudus. 3) Kebebasan batin yakni sikap lepas bebas, melepaskan diri dari segala bentuk keterikatan terhadap orang, benda juga dari trauma masa lalu. 4) Keteraturan (lahir dan batin) terlebih dalam menghayati sakramen-sakramen seperti Ekaristi, tobat. 5) Pengalaman pribadi yang dalam terang Allah melalui refleksi dan doa yang mampu mendukung kita untuk mampu mengerti keadaan jiwa. 6) Olah diri (misal: askese) Olah diri adalah usaha agar terus menerus terbuka kepada hidup dalam Roh menurut prinsip-prinsip Injil. Seperti disabdakan oleh Yesus “Barangsiapa mau mengikut Aku, ia harus menyangkal diri-Nya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku” (Matius 16:24) Demikianlah hal-hal tersebut sangat penting dalam menghayati kaul kemiskinan di tengah hingar bingar dunia ini dengan berbagai tawaran sabda bahagianya. Kita sebagai seorang religius yang sekaligus menjadi saksi dan ragi harus mampu memiliki kepekaan dan nilai-nilai dalam memaknai kehidupan ini dan
88
terlebih dalam membangun Kerajaan Allah. Kebahagiaan dalam mengikuti Kristus dan menghayati kedelapan Sabda Bahagia Yesus terpancar melalui seluruh diri. Hal ini akan menjadi daya tarik tersendiri dalam pewartaan dan membawa Kristus kepada semua orang agar semua orang sungguh mengalami kasih Allah dalam seluruh kehidupannya. Dengan demikian mereka merasakan arti kebahagiaan dalam hidupnya. Sabda Bahagia Yesus yang dihayati dalam ketiga nasihat Injil perlu terus ditanamkan sejak masa pembentukan. Tujuannya agar sejak masa pembentukan (novisiat) para novis memiliki pondasi yang kuat dan mampu berenang di arus jaman tanpa kehilangan identitas dan penghayatan hidupnya. Untuk mengetahui lebih lanjut upaya-upaya yang dilakukan oleh kaum muda yang bertekad mengikuti Kristus secara total ini, penulis mengadakan penelitian sederhana terhadap perjuangan dan pergulatan yang mereka hadapi. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data-data yang perlu untuk membuat usulan program katekese sebagai upaya mengiternalisasikan Sabda Bahagia Yesus di tengah jaman ini.
89
BAB IV PENELITIAN, HASIL, DAN PEMBAHASAN PENELITIAN MENGENAI MEDIA TELEVISI DAN SABDA BAHAGIA DALAM PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN PARA NOVIS URSULIN BANDUNG.
A. GAMBARAN TENTANG PENELITIAN DI NOVISIAT URSULIN 1. Latar Belakang Masa novisiat adalah masa pembinaan bagi seseorang yang bertekad untuk memilih hidup religius dalam sebuah tarekat. Masa novisiat merupakan masa istimewa untuk masuk ke dalam hidup membiara sebagaimana dihayati dalam tarekat. Dalam Kitab Hukum Kanonik dikatakan bahwa: Hidup dalam sebuah tarekat hidup religius dimulai dalam novisiat. Tujuannya ialah agar para novis lebih memahami panggilan ilahi, khususnya yang khas dari tarekat yang bersangkutan, mengalami cara hidup tarekat, serta membentuk budi dan hati dengan semangatnya, dan agar terbuktilah niat serta kecakapan mereka (Kan. 646). Proses pembinaan mengantar para novis ke dalam paguyuban hidup berkomunitas yang penuh persaudaraan sebagai unsur hakiki hidup religius. Pembinaan juga membantu para novis mencapai pengalaman pribadi akan Allah sebagai satu-satunya tujuan hidup, satu-satunya harta dan cinta mereka. Proses ini diinternalisasikan melalui pendengaran sabda Allah, liturgi, refleksi, doa pribadi, doa bersama, dan sejarah Ordo. Tujuannya adalah untuk mendalami kharisma dan spiritualitas tarekat, sehingga para novis mampu menghayati hidupnya sebagai pengikut Kristus sekaligus mempelai Kristus. Para novis mengikuti cara hidup sesuai dengan tradisi dan pengutusan tarekat dalam berbagai seginya. Pembinaan yang dilakukan secara intensif dalam masa novisiat membantu para novis untuk
90
mengintegrasikan nilai-nilai hidup religius dalam kehidupan sehari-hari, sehingga akhirnya sampai pada keputusan bebas untuk penyerahan diri dalam kaul. Begitu pula pihak tarekat mempunyai bukti-bukti yang cukup mendasar bahwa novis mampu mengubah diri dan hidup atas dasar kerohanian tarekat beserta tuntutan-tuntutannya (Mardiprasetya, 2001: 43-45). Demikian pun dalam Ordo St. Ursula para novis dibimbing dan mendapatkan kesempatan untuk lebih mengenal dan mencintai Yesus Kristus serta menguji dan membulatkan tekadnya untuk mengikuti Dia sebagai Ursulin. Dalam proses pembinaan ini para novis belajar mengalami cara hidup di dalam tarekat dan meresapkan semangatnya dalam hati dan budi mereka. Dengan demikian mereka akan lebih mengenal panggilan mereka dan lebih jelas melihat maksud dan tujuan serta bakat-bakat mereka. Para novis diberi dasar-dasar tentang Alkitab dan Gereja, selain itu mereka juga mendalami nasihat-nasihat Injili sebagai persiapan untuk menghayatinya. Nasihat-nasihat injil yang direalisasikan dalam penghayatan keperawanan, kemiskinan dan ketaatan sebagai sarana untuk mencapai cinta kasih yang sempurna demi datangnya dunia dan manusia baru dalam Yesus Kristus. Di samping itu para novis mempelajari konstitusi, sejarah tarekat dan tulisan-tulisan Santa Angela. Mereka didampingi untuk melatih kebajikan-kebajikan manusiawi dan kristiani. (Konst. Art 117-119). Para novis Ursulin adalah kaum muda yang hidup di tengah jaman audio visual dengan segala kemajuan dan dampak-dampaknya baik yang positif maupun yang negatif. Para novis dilatih untuk bersedia meninggalkan dunianya, pekerjaannya, kemapanan, keluarganya dan semua milik maupun kesenangannya untuk mengikuti Kristus secara total. Proses pembinaan terhadap kaum muda merupakan suatu
91
tantangan tersendiri terutama dalam menanamkan nilai-nilai Injili yang bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut dunia modern. Kaum muda calon religius ini memiliki keberanian, tekad, kemurnian hati, penuh semangat dan daya juang yang tinggi. Mereka ibarat lahan subur yang perlu diolah dan ditanami benih-benih yang baik sebagai generasi penerus Ordo. Pembina atau formatris dalam upaya pendampingan menghadapi generasi kritis yang menuntut bukan hanya sekedar kata-kata namun juga sesuatu yang serba konkrit melalui kesaksian hidup dari para Pembina maupun para suster. Para Pembina berpedoman pada kata-kata St. Angela terutama dalam Warisan Terakhir yang menyatakan demikian: “Jika karena perubahan jaman dan keadaan perlu untuk membuat peraturan baru atau untuk mengubah sesuatu, lakukanlah itu dengan kebijaksanaan setelah mendengar nasihat”. Hal ini merupakan suatu tugas yang berat apalagi cara hidup yang dipilih dan dihidupi adalah cara hidup yang melawan arus jaman. Nilai-nilai jaman seperti yang telah penulis jabarkan dalam bab III jelas-jelas berbeda bahkan berlawanan dengan nilai-nilai yang ditawarkan oleh Yesus bagi mereka yang ingin berbahagia dalam hidupnya. Pembina bersama tarekat berusaha dengan berbagai cara dalam membimbing, mengarahkan dan membantu kaum muda untuk menghayati cinta serta penyerahan dirinya kepada Kristus Sang Mempelai dalam tarekat. Semakin besar usaha untuk menghidupi nasihat-nasihat Injili dengan sepenuh hati semakin besar pula tantangannya. St. Angela menasihatkan dalam Prakata Regula ayat 18-21: Kita perlu hati-hati dan bijaksana karena semakin besar nilai usaha kita, semakin besar beban dan bahaya yang terkandung di dalamnya, karena tidak satu pun bentuk kejahatan yang tidak akan mencoba menghalang, seperti kata St Petrus: setan tidak pernah tidur atau beristirahat dia seperti singa yang mengaum-ngaum mencari mangsanya.
92
Bapa Suci Yohanes Paulus II dalam Vita Consecrata secara terbuka menyatakan bahwa perkembangan jaman ini mengusung nilai-nilai yang bisa melunturkan nilai-nilai Injili. Perkembangan membawa orang pada kehidupan glamour, konsumtif, hedonis dan instant, karena kemajuan membawa banyak kemudahan dalam hidup. Sikap bijaksana dan kritis mutlak diperlukan dan perlu disertai kemampuan discernment secara lebih intensif. Membangun sikap kritis melalui berbagai analisis banyak dilakukan oleh mereka yang sungguh-sungguh peduli terhadap kehidupan dan kebahagiaan yang sejati. Salah satunya adalah dalam mencermati dan menganalis media yang digunakan sebagai sarana yang ampuh dalam menanamkan pengaruh ideologi-ideologi demi suatu kepentingan yang tidak membawa keselamatan tetapi tega menghancurkan kehidupan itu sendiri. Media yang dinilai paling ampuh menanamkan ideologi-ideologi tersebut adalah televisi. Televisi mampu mempengaruhi perasaan dan jiwa manusia seperti yang penulis uraikan dalam bab III. Hal ini tidak berarti bahwa kita harus meninggalkan dan tidak sama sekali menggunakan berbagai media maupun produk-produknya yang dihasilkan pada jaman ini. Yang diperlukan adalah membangun sikap kritis dan bijaksana, dan untuk itu
perlu
memiliki
kemampuan
menganalisis
berbagai
konsekuensi
yang
ditimbulkannya. Dengan cara ini kita tidak terjebak oleh pengaruh yang disebarkannya, tetapi kita mampu memanfaatkannya demi nilai-nilai yang sesuai dengan ajaran Kristiani yakni demi meluasnya Kerajaan Allah.
2. Rumusan Masalah a. Sejauhmana calon religius muda ini memiliki sikap kritis dan reflektif terhadap pengaruh media terutama televisi terhadap kehidupannya?
93
b. Usaha-usaha apa saja yang telah dilakukan oleh para novis dalam proses pembinaan untuk menghayati kemiskinan sebagai pengikut Kristus sekaligus mempelai-Nya di tengah jaman ini?
3. Tujuan Penelitian a. Mengetahui sejauhmana para novis memiliki sikap kritis dan reflektif terhadap pengaruh media terutama televisi dalam kehidupannya. b. Mengetahui usaha-usaha yang telah
diupayakan
pembinaan terutama dalam menghayati
oleh para novis dalam
kemiskinan hidupnya sebagai
pengikut Kristus sekaligus mempelai-Nya dalam situasi yang konkrit .
4. Manfaat Penelitian a. Dengan observasi ini penulis dapat memperoleh data yang obyektif mengenai situasi konkrit para novis terutama dalam usaha dan perjuangan para novis menghayati sabda bahagia Yesus dalam penghayatan kaul kemiskinan b. Mengetahui
sejauh
mana
teknologi
informasi
khususnya
televisi
mempengaruhi kehidupan dan penghayatan kemiskinan para novis. c. Dengan situasi konkrit ini penulis dapat membuat usulan program terutama dalam upaya menginternalisasikan Sabda Bahagia Yesus kepada para novis.
B. ACUAN TEORI 1. Budaya media Televisi Seperti yang telah penulis uraikan dalam bab III bahwa televisi merupakan media elektronik dengan gambar yang bergerak disertai bunyi dengan variasi penuh dinamika, sekaligus menjadikan televisi memiliki daya tarik visual tersendiri. Televisi
94
mempunyai bahasa khusus yang langsung diarahkan pada perasaan manusia. Televisi mampu menyajikan beraneka ragam informasi, hiburan dan banyak hal yang berkaitan dengan perkembangan bahkan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Televisi mampu mendekatkan masyarakat yang satu dengan yang lain, menjadikan desa dunia. Berbagai peristiwa baik yang menyenangkan, menyedihkan, tragis maupun yang hanya memberikan penghiburan bisa kita dapatkan lewat media televisi (Iswarahadi, 2003: 28-29). Televisi sebagai perpaduan teknologi dan dunia komersial menciptakan suatu dunia yang memberikan jawaban dan jaminan bagi manusia yang mencari hiburan. Hiburan didapatkan dalam obat-obat mujarab dan mimpi-mimpi yang disiapkan oleh komunitas konsumen di mana kebebasan sama dengan pilihan akan barang-barang material. Ideologi tentang kuasa dan konsumerisme dipantulkan melalui televisi. Perubahan nilai yang diusung oleh media televisi membawa manusia pada kehidupan konsumtif dan hedonis. Dunia bisnis periklanan yang memainkan peranan begitu besar dalam televisi tergolong komunikasi yang sangat jelek, kalau tidak memikirkan pendidikan rakyat (Hofmann, 1999:53).
2. Sabda Bahagia Yesus dalam Penghayatan Kaul Kemiskinan Pembahasan mengenai Sabda Bahagia Yesus dalam penghayatan kaul kemiskinan telah penulis jabarkan dalam bab II. Secara ringkas dikatakan bahwa Sabda Bahagia Yesus adalah getaran cinta tak terbatas yang diwartakan Sabda Ilahi kepada kita. Madah pujian kebahagiaan adalah anugerah inkarnasi karena cinta yang tidak terbatas. Setiap sabda kebahagiaan dari “Madah Pujian Kebahagiaan” merupakan kepingan-kepingan kecil yang mengandung seluruh wahyu Kristus,
95
seluruh berita yang dibawa-Nya. Sabda Bahagia Yesus adalah jawaban yang tepat sebagai pegangan dan pedoman dalam kehidupan religius. Berpedoman pada Sabda Bahagia itu kaum religius memperoleh kebahagiaan sejati di segala zaman. Sabda Bahagia adalah cerminan dari kaul kemiskinan sempurna dan kaul kerendahan hati yang paling luhur dan terdapat dalam seluruh pribadi Yesus. Penghayatan kaul kemiskinan bertitik tolak dari Sabda Bahagia yang ditawarkan Yesus. Kaul kemiskinan menurut Konsili Vatikan II dalam PC art. 13 menyatakan bahwa kemiskinan adalah pilihan sukarela untuk mengikuti Kristus yang merupakan tanda yang utama. Dengan cara ini para religius ikut serta menghayati kemiskinan Kristus, yang demi kita telah menjadi miskin sedangkan Ia kaya, supaya karena kemiskinan-Nya itu kita menjadi kaya (lih. 2 Kor 8:9; Matius 8:20).
3. Katekese Audio Visual a. Pengertian Katekese Audio Visual Gereja mempunyai perutusan untuk mewartakan Injil hingga akhir jaman. Tugas Gereja pertama-tama ialah memberi kesaksian iman yang sudah berlangsung berabad-abad. Pewartaan iman sebagai proses komunikasi merupakan kegiatan mengelola pesan (keselamatan) dengan tujuan menciptakan makna (imani). (Iswarahadi, 2004:364). Selama proses ini berlangsung terjadi perubahan-perubahan yang radikal dalam pewartaan sesuai dengan peradaban jamannya. Termasuk pewartaan di jaman audio visual. Inti jaman audio visual ialah bahwa segala sesuatu disampaikan secara naratif dengan teknik yang menarik, sehingga orang terbujuk untuk melibatkan diri entah itu secara fisik, psikologis, maupun imajinasi. Pada jaman media sekarang ini, Gereja
96
menyadari bahwa tugas pewartaan pun menuntut penggunaan media. Gereja berupaya menjadikan media komunikasi sebagai peluang bagi upaya pewartaan Injil. Oleh sebab itu kita kenal istilah katekese audio visual. Sarana audio visual menggunakan prinsip symbolic way, yakni menggunakan imaginasi, gambar, intuisi, cerita, nyanyian, dan pengalaman-pengalaman yang disharingkan kepada peserta. Yang termasuk dalam sarana audio visual adalah film, sound slide, foto, musik, dsb (Iswarahadi, 2004:367). Audio visual merupakan perpanjangan elektronik getaran pribadi seseorang. Pater Pierre Babin mengatakan bahwa katekese audio visual ialah pesan sejauh pesan menyeluruh pancaindera, perasaan, badan, dan gagasanku. Gagasan ini bertitik tolak dari Surat Yohanes yang pertama yang bunyinya “Apa yang telah ada sejak semula yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, dan yang telah kami saksikan dan telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup itulah yang kami tuliskan kepada kamu (1 Yoh.1:1)”. Bapa Suci Yohanes Paulus II dalam anjuran apostolisnya Catechesi Tradendae art. 18 menjelaskan bahwa “katekese adalah pembinaan anak-anak, kaum muda dan orang-orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen (Yohanes Paulus II, Catechesi Tradendae art. 18; 1992:23). Bertitik tolak dari pengertian ini penulis mengambil suatu pengertian mengenai katekese audio visual. Katekese audio visual adalah suatu bentuk pembinaan iman dalam upaya penyampaian ajaran Kristus dengan menggunakan sarana audio visual yang menarik dan mendukung agar peserta memperoleh kesan dan dapat menangkap pesan yang disampaikan yakni warta
97
keselamatan
Kristus,
sehingga
mereka
dapat
sungguh-sungguh
mengalami
pengalaman yang mendalam dengan Allah serta memiliki cinta kepada Allah yang diwujudkan dalam cinta kepada sesama. Sedangkan tujuan yang hendak dicapai dalam katekese audio visual adalah untuk membangun persaudaraan yang sejati dalam Kristus serta mengkomunikasikan pengalaman pribadi dengan Kristus, sehingga mampu membangun komunikasi iman yang lebih kuat dan mendalam. Sarana audio visual mampu membantu peserta dalam mengkomunikasikan perasaan, kecemasan, bahkan seluruh pribadi seseorang kepada orang lain. McLuhan dalam salah satu pernyataannya yang terkenal mengatakan demikian: “The medium is the message”, atau bahwa media sekaligus menjadi pesan. Pusat pemikirannya adalah bahwa teknologi komunikasi atau media sekaligus menjadi pesan itu sendiri. Medium itu bukan sebuah alat teknis tertentu, tetapi keseluruhan infrastruktur dan kondisi yang ikut main peranan. Dalam pernyataan ini terkandung maksud bahwa seluruh kenyataan menjadi satu seperti
dalam konteks kristiani. Yesus secara sempurna
memenuhi pernyataan tersebut. Dia adalah medium sekaligus message, artinya orang mengagumi dan percaya kepada-Nya karena apa yang Ia katakan sungguh-sungguh diwujudkan oleh Yesus dalam perbuatan nyata, bahkan Dia mati demi pewartaan yang Ia sampaikan. Seluruh pribadi Yesus, ajaran, sikap dan perbuatan-Nya mengandung pesan tersendiri bagi keselamatan umat manusia. Hal ini menjadikan medium dan pesan menjadi satu dan sama secara sempurna. Yesus sebagai medium tidak hanya tubuhnya secara fisik, tetapi keseluruhan yang menyangkut hidup-Nya sebagai manusia: kepribadian-Nya, sikap-Nya terhadap kekayaan, semua nilai yang dihubungkan-Nya dengan Kerajaan Allah, dan bentuk jemaat yang berkembang menjadi Gereja (Adisusanto, 2001:4-5).
98
Katekese audio visual berupaya membangun suasana sedemikian rupa melalui simbol-simbol yang mampu menyentuh perasaan peserta. Simbol dalam proses komunikasi iman memiliki makna dan peranan penting dalam upaya menyampaikan pesan keselamatan dengan tujuan menciptakan makna imani. Oleh karena itu pewartaan iman dengan katekese audio visual merupakan kegiatan mengelola pesan tersebut dalam keseluruhan proses komunikasi iman (Iswarahadi: 2004:364). Pesan yang disampaikan dalam katekese audio visual yang pertama dan utama bukan pesan yang disampaikan sebagai berita, atau pengetahuan juga bukan gagasan atau ajaran. Isi pesan yang dicapai dan ditemukan peserta adalah sejauh mereka memperoleh kesan. Pesan yang menyentuh sampai kedalaman hati peserta dapat membantu peserta dalam menimbulkan kesan. Kesan yang timbul membuat peserta mampu menangkap pesan yang disampaikan. Pesan yang dimaksudkan dalam komunikasi iman ini adalah pesan yang dapat ditemukan dan dipahami oleh peserta sehingga menimbulkan hasil yakni keputusan untuk mengikuti Tuhan. Keputusan sukarela dengan pilihan sadar dan bebas memungkinkan seseorang untuk memiliki relasi yang mendalam dengan Kristus dan mampu membangun persaudaraan yang sejati dengan sesama. Pesan mencakup keseluruhan pelayanan dalam upaya menciptakan suatu keadaan yang ikut menimbulkan hasil. Ada beberapa hal yang termasuk dalam proses pelayanan. Pertama: Gereja sebagai tempat di mana komunikasi itu terjadi. Kedua: menyangkut guru agama/katekis yang memegang peranan penting sebagai penyampai pesan baik melalui penampilan (wajah), gerak-gerik bahkan pakaian yang digunakan. Ketiga: pesan meliputi keseluruhan media cetak, media elektronis, sandiwara, kotbah, termasuk cara pembiayaan, kemasan, dan administrasi yang berhubungan dengan
99
iman. Semua ikut berkomunikasi, dan mempengaruhi perkembangan iman dan keputusan untuk mengikuti Tuhan (Iswarahadi, 2003:5).
b. Kekhasan Katekese Audio Visual Inti bahasa audio visual adalah kesan (modulasi). Kesan atau modulasi adalah kecepatan getaran gelombang yang berubah panjangnya, kekuatannya, dll. Getaran itu ditangkap oleh indera dan menimbulkan emosi, khayalan dan bahkan ide. Hal ini hanya bisa terjadi bila ada kesamaan kodrat antara pembicara dan penerima pesan. Bahasa audio visual ini dapat dengan mudah menyentuh getaran pribadi seseorang yang dengan sendirinya memberi daya atau kekuatan bagi siapa saja untuk bergerak seperti yang dipancarkannya. Kekhasan bahasa audio visual ini memungkinkan katekese audio visual sebagai suatu katekese yang prosesnya tidak bersifat indoktrinasi, melainkan langsung menyentuh perasaan dan getaran pribadi. Peserta tidak merasa digurui atau menerima pengajaran terus menerus, melainkan mereka sendiri menemukan maknamakna iman yang mereka cari. Peran pembina adalah fasilitator yang membantu dan memudahkan jalannya katekese. Hal ini bisa terjadi karena dengan katekese audio visual segala sesuatu disampaikan secara naratif dengan teknik yang menarik. Peserta terbujuk untuk melibatkan diri, entah secara fisik, psikologi maupun imajinasi. Oleh karena itu katekese audio visual dengan bahasanya sendiri menggugah dan menarik minat kaum muda serta menggerakkan hati kaum muda (Adisusanto, 2001: 9-15).
c. Kekuatan dan Kelemahan Katekese Audio Visual Ciri khas katekese audio visual bisa kita jadikan suatu arah atau acuan bagi pelaksanaan katekese. Di samping itu juga kita perlu mengenali kekuatan dan
100
kelemahan katekese audio visual agar bisa menggunakannya dengan baik. Kekuatan dan kelemahan katekese audio visual adalah sebagai berikut: 1) Kekuatan a) Pewartaan yang disampaikan secara audio visual lebih menimbulkan iman daripada menjelaskannya. Artinya peserta menemukan sendiri makna-makna yang berguna bagi kehidupannya tanpa harus diberitahu atau diberi penjelasan secara mendetail. b) Sarana audio visual mampu membantu mengkomunikasikan perasaan, kecemasan, bahkan seluruh pribadi seseorang kepada orang lain. Audio visual sebagai sarana sekaligus menjadi pesan tersendiri. Artinya keseluruhan menjadi sarana komunikasi ini bisa membantu seseorang memaknai pengalaman hidupnya sendiri dalam terang iman. c) Keunggulan media audio visual sebagai media mampu menggetarkan perasaan seseorang dan memungkinkan media ini dapat mengajak kelompok untuk saling berbicara, memanggil untuk bertobat, membantu menyapa hati, dan mendorong untuk bertindak. d) Iman dapat dikomunikasikan bukan hanya dalam bentuk pembicaraan tetapi juga melalui perasaan dan getaran pribadi. Ekspresi seluruh diri menjadi bagian dari komunikasi. Begitu pula sajian dari gambar yang bergerak, pemandangan yang indah serta iringan musik yang menyentuh perasaan dapat menimbulkan iman. Sebagai contoh: melihat pemandangan yang indah, peserta dihantar untuk bersyukur atas karya ciptaan Tuhan. e) Audio visual memiliki bahasa tersendiri yang lebih menarik daripada bahasa instruksi. Bahasa audio visual tidak memaksa atau menginstruksikan sesuatu
101
tetapi berupa tawaran atau undangan bagi peserta untuk dengan bebas memilih dan menentukan apa yang mesti dilakukannya.
2) Kelemahan katekese audio visual a) Ada resiko bahwa unsur subyektivitasnya menjadi terlalu besar. Dalam arti ini kekuatan bahasa audio visual adalah getaran gelombang yang bisa menyentuh sisi emosi, ada rangsangan terhadap ide. Namun hal ini terjadi bila bahasa audio visual itu sungguh-sungguh menyentuh perasaan dan pengalaman pribadi seseorang. Kemungkinan bisa terjadi bahwa peserta yang satu merasa tersentuh tetapi peserta yang lain tidak. b) Menganggap katekese audio visual hanya sebagai sistem atau metode saja padahal keseluruhan dari audio visual adalah proses komunikasi iman itu sendiri. c) Keterlibatan kurang dan bersifat individualistis dalam arti pribadi yang ikut katekese hanya berkomunikasi dengan media saja, maka dalam menangani hal ini perlu kreativitas, partisipasi, afektivitas dan kesadaran kritis. d) Bahasa media belum tentu mudah ditangkap oleh peserta, apalagi jika sarana yang dipakai tidak langsung menyentuh pengalaman peserta (indera) sehingga pesan yang disampaikan media tidak berbicara apa-apa bagi peserta. e) Sarana audio visual bisa dianggap sebagai hiburan sesaat yang menimbulkan suatu sensasi pada perasaan tetapi tidak membawa perubahan dalam diri seseorang. Misalnya: melihat tayangan kesedihan hanya berhenti pada rasa kasihan atau terharu sesaat tetapi selanjutnya tidak terjadi apa-apa pada perubahan tingkah laku.
102
Setelah melihat kekuatan dan kelemahan dari katekese audio visual, fasilitator memegang peranan penting dalam mengarahkan, membaca peluang dan mengembangkan kreativitas sesuai dengan kebutuhan dan kondisi peserta. Fasilitator termasuk dalam rangkaian pesan keseluruhan proses komunikasi iman. Oleh karena itu ia perlu menata penampilan: wajah, cara berpakaian, nada suara, gerak-gerik supaya peserta mampu menangkap pesan yang disampaikan.
d. Beberapa Metode Katekese Audio Visual 1) Pola Naratif Eksperiensial Naratif eksperiensial adalah salah satu pola komunikasi iman. Pola naratif eksperiensial yang terdiri atas dua kata yakni naratif dan eksperiensial. Naratif artinya cerita mengenai suatu peristiwa dan di dalamnya terdapat tokoh-tokoh yang saling berhubungan. Cerita/peristiwa yang diceritakan bisa sungguh-sungguh terjadi (historis) tetapi juga bisa fiktip (khayalan). Sedangkan eksperiensial menunjuk pada hubungan cerita dengan pengalaman. Pola naratif eksperiensial mendasarkan pada cerita dan pengalaman. Pola ini diharapkan dapat membantu umat dalam penghayatan imannya. Pewartaan dengan menggunakan pola cerita merupakan contoh pewartaan yang dilakukan oleh Yesus. Yesus mewartakan Injilnya dengan cerita yang menarik sehingga banyak orang berbondong-bondong mengikuti Dia. Yesus mewartakan InjilNya dengan sabda dan seluruh hidup-Nya. Cerita yang dibawakan oleh Yesus adalah cerita dengan bermacam-macam tema dan disajikan dengan amat menarik dan menyentuh pengalaman dari para pendengar sendiri, sehingga pewartaan Yesus selalu relevan dan aktual.
103
Katekese umat selalu mengusahakan tukar pengalaman di antara umat dengan maksud supaya teologi menjadi relevan dan bermakna di dalam kehidupan nyata. Katekese ini membantu umat untuk memaknai pengalaman hidupnya dalam terang iman dan saling meneguhkan dengan sharing iman dari peserta lain. Hal ini tidak jauh berbeda dengan tujuan digunakannya metode naratif eksperiensial. Metode naratif eksperiensial tidak secara langsung diarahkan kepada hidup baik. Tujuan langsung adalah supaya para peserta atau para murid pendidikan agama memiliki cerita. Cerita itu akan menjadi bekal bagi umat. Makin banyak cerita indah yang dimiliki umat, maka diharapkan umat makin mampu mengolah dan mengatur hidupnya. Pembawa cerita yang menarik dapat membantu peserta dalam menggali pengalaman hidupnya. Sedangkan apa yang harus dibuat adalah keputusan bebas dari peserta. Ada tiga macam bentuk cerita dalam pola naratif eksperiensial, yakni cerita kanonis, cerita rakyat dan cerita kehidupan. Cerita kanonis adalah cerita yang termasuk dalam daftar Kitab Suci. Cerita rakyat merupakan bagian dari warisan kebudayaan yang diturunkan dari nenek moyang, sedangkan cerita kehidupan adalah cerita nyata mengenai kehidupan. Ketiga jenis cerita ini mempunyai kekhasan tersendiri dan sangat berharga untuk katekese. Tiga jenis cerita ini diutamakan dalam katekese dengan metode naratif eksperiensial. Pada jaman audio visual “cerita” memiliki peranan penting dan kembali dihargai. Itu sebabnya jaman audio visual seiring disebut sebagai jaman lisan kedua (Hofmann, 1994:1-19). Umat telah dipengaruhi oleh image atau gambar yang disajikan televisi sehingga cerita yang disajikan dengan bahasa audio visual lebih menarik daripada bahasa instruksi (Iswarahadi, 2004:373). Metode naratif eksperiensial dengan menggunakan sarana audio visual membuat sebuah cerita
104
menjadi lebih hidup dan menarik karena disertai dengan gambar, gerak, cerita, nyanyian, latar, dan musik. Peran tokoh-tokoh dalam cerita audio visual mudah ditangkap dengan jelas karena karakter, mimik, ekspresi membantu peserta untuk menangkap pesan. Di samping itu peserta katekese audio visual dapat menemukan sendiri nilai-nilai yang berguna dan bermakna bagi kehidupannya.
2) Metode SOTARAE Media komunikasi sosial yang muncul sejak tahun 1830 terus berkembang pesat baik menyangkut media raksasa, ukuran besar atau umum, ukuran sedang maupun ukuran kecil. Media Komunikasi Sosial beserta fungsinya bagi kehidupan manusia memunculkan sebuah diskusi dalam suatu kelompok “Group media”. Pertemuan ini bermaksud untuk membantu berpikir, maka peserta diajak untuk melihat, menilai, dan bertindak dengan diperkaya bahasa audio visual. Ketiga hal ini sekaligus menjadi dasar dari setiap pertemuan. Tujuannya adalah untuk membuat hidup lebih manusiawi dan bermartabat. Dalam kelompok ini peserta secara sukarela bertemu untuk mendiskusikan dan membahas isi suatu dokumen yang telah dipilih sebelumnya. Keuntungan dari group media ini adalah memperluas pengetahuan, menyadari peran masing-masing, belajar mendengarkan, mampu menampilkan pandangan sendiri, memperkaya dan membandingkan dengan pandangan orang lain, mengajar untuk mengembangkan kemampuan yang sebelumnya tersembunyi. Metode yang digunakan dalam group media ini adalah SOTARAE. SOTARAE adalah petunjuk untuk mempermudah pengkajian suatu dokumen.
105
SOTARAE adalah sebuah singkatan dari suatu proses diskusi dalam group media yakni: Situasi, Obyektif, Tema, Analisis, Rangkuman, Aksi dan Evaluasi. Berikut adalah penjelasan dari ketujuh langkah tersebut: a) Situasi. Langkah pertama adalah mengetahui situasi peserta dengan menjajagi kesan peserta. Peserta diberi kesempatan untuk mensharingkan kesannya mengenai apa yang mereka rasakan maupun pengalaman atau ingatan yang ditimbulkan dari suatu dokumen atau film yang mereka saksikan. Pendamping membantu peserta dengan menciptakan suasana yang nyaman dan penuh rasa kekeluargaan sehingga peserta merasa percaya dan berani untuk berbicara dan membagikan kesannya. b) Fakta-fakta Obyektif. Langkah kedua, pendamping mengajak peserta untuk melihat fakta-fakta obyektif berdasar dari kesan yang timbul dan telah disharingkan bersama. Hal ini penting untuk mengembangkan kemampuan mengobservasi, mengungkapkan apa yang dilihat dan didengar serta menyediakan waktu untuk mengendapkan buah-buah pikiran, sehingga menghindari penilaian yang tergesa-gesa. Dengan demikian peserta memahami isi dokumen dengan baik dan mendetail. c) Tema-tema. Dari hasil observasi peserta diajak untuk menemukan tema-tema pokok yang muncul dari hasil observasi. Setelah itu tema-tema pokok dikelompokkan dan dibuat urutan menurut prioritasnya. d) Analisis. Langkah keempat, pendamping bersama peserta menganalisis tema-tema yang telah dibuat bersama berdasarkan hasil observasi. Hal-hal yang perlu diikutsertakan dalam analisis adalah: hal yang menonjol jelas, yang implisit, konteks, sebab, asal usul, hubungan dengan fakta, gagasan dan lingkungan yang
106
lain serta hal yang berhubungan dengan orang, situasi, fakta atau ide yang lain dari masa yang lampau atau dari jaman sekarang. e) Rangkuman.
Setelah
menganalisis
pendamping
membuat
rangkuman.
Rangkuman dibuat sambil menunjukkan persoalan-persoalan yang telah menjadi jelas maupun yang harus dipikirkan lebih lanjut. Dengan demikian peserta semakin memahami benang merah dari hasil diskusi bersama. f) Aksi. Pada langkah keenam peserta diajak untuk merealisasikan hasil observasi berupa usul-usul konkret
baik untuk dilakukan secara perseorangan maupun
bersama dalam organisasi untuk membangun keadaan supaya menjadi lebih baik. Aksi adalah sebuah langkah konkrit sebagai solusi dari permasalahan yang telah diolah dan dianalisis bersama. g) Evaluasi. Evaluasi untuk meninjau kembali metode yang digunakan. Hal ini perlu untuk menemukan petunjuk menarik yang berguna untuk memperbaiki pertemuan berikutnya (Olivera, 1989: 7-33). Menurut penulis metode SOTARAE adalah salah satu metode yang dapat digunakan dalam katekese audio visual terutama dalam proses menginternalisasikan Sabda Bahagia Yesus. Dengan metode ini peserta diajak untuk mengkritisi media yang hadir dan mewarnai kehidupan. Cara ini merupakan cara yang efektif dan berguna dalam menyikapi media-media yang ada supaya bisa tetap memanfaatkan kegunaannya dan terhindar dari pengaruhnya yang bisa merusak kehidupan.
4. Kerangka Pikir Paus Yohanes Paulus II dalam dokumen Gerejawi No. 28B (2000:33) mengatakan bahwa: “Kebaikan yang besar dan kejahatan yang besar berasal dari cara
107
orang menggunakan media komunikasi sosial. Media ada dalam kontrol manusia. Oleh sebab itu manusialah yang memilih apakah akan menggunakan media untuk maksud-maksud baik atau maksud-maksud jahat”. Pernyataan tersebut berdasarkan suatu realita yang terjadi dalam dunia ini di mana media seringkali dijadikan alat untuk maksud-maksud jahat yang merusak kehidupan manusia. Walau demikian kita tidak memungkiri bahwa media juga menjadi alat yang bisa digunakan untuk berbagai maksud baik. Pilihan ini mengandung unsur ketegasan sekaligus sikap yang tepat dalam menggunakan media. Khusus bagi kaum religius yang mengikrarkan ketiga kaul menurut tiga nasihat Injil, Paus Yohanes Paulus II mengingatkan sekaligus mendorong untuk memiliki prinsip dan sikap yang jelas seperti yang tertuang dalam dokumen Vita Consecrata. Kaum religius hendaknya mampu memberikan kesaksian dalam penghayatan kemurnian, kemiskinan dan ketaatan di tengah kemajuan jaman ini. Kaul kemiskinan dihayati di tengah dunia dengan budaya materialistis yang menggiring manusia pada pola hidup hedonis, instan dan konsumtif. Penegasan Roh dalam aneka ragam pilihan dan tawaran dalam dunia ini merupakan hal yang harus dilakukan dalam penghayatan hidup sehari-hari. Oleh sebab itu sikap kritis dan kemampuan menganalisis berbagai media komunikasi mutlak diperlukan khususnya agar kaum religius semakin peka dan jeli terhadap pengaruh-pengaruh yang di sebarkannya.
5. Fokus Fokus penelitian ini ialah untuk menelaah sejauh mana televisi mempengaruhi pola pikir, pola rasa dan pola bertindak para novis. Demikian juga faktor-faktor yang mendukung maupun yang menghambat proses internalisasi Sabda Bahagia Yesus
108
dalam penghayatan kemiskinan ikut ditelaah . Peneliti juga ingin mengetahui sejauh mana pemahaman dan pengertian para novis mengenai katekese audio visual dan peranannya dalam upaya membangun jemaat Allah.
6. Pertanyaan Penelitian a. Budaya Media Televisi 1) Media apa yang paling menarik dan paling sering Anda gunakan sebelum dan sesudah masuk Novisiat? Apa kegunaan dan kerugiannya? 2) Sebelum masuk novisiat saat-saat kapan media televisi digunakan, dalam kegiatan apa dan berapa lama waktu yang digunakan untuk menonton televisi? Sesudah di novisiat saat-saat kapan media televisi digunakan, dalam kegiatan apa dan berapa lama waktu yang digunakan untuk menonton televisi? 3) Siaran TV apa yang paling menarik bagi Anda? Dari siaran itu apakah manfaat dan kerugian yang ditimbulkannya? 4) Bagaimana pesona media televisi dapat mempengaruhi pola pikir, pola rasa dan pola bertindak seseorang? 5) Bagaimana cara kita menyikapi pengaruh buruk televisi terhadap kehidupan kita?
b. Sabda bahagia dalam penghayatan kemiskinan 1) Apa arti atau makna kemiskinan menurut Anda dan dari pengalaman Anda bagaimana kemiskinan itu diwujudkan dalam kehidupan Anda baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam hidup berkomunitas?
109
2) Menurut Anda hal-hal atau sikap yang bagaimana dapat mengaburkan atau melunturkan penghayatan kemiskinan? 3) Bagaimana usaha Anda menghayati kemiskinan yang merupakan pengejewantahan dari penghayatan terhadap Sabda Bahagia Yesus ?
c. Katekese Audio Visual 1) Apakah Anda pernah mengikuti atau melaksanakan katekese audio visual? Bagaimana proses yang pernah Anda ikuti? 2) Sejauh mana pemahaman Anda mengenai katekese audio visual?
C. METODOLOGI PENELITIAN 1. Pendekatan Penelitian Penelitan yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Istilah fenomenologi sering digunakan sebagai anggapan umum untuk menunjuk pada pengalaman subjektif dari berbagai jenis dan tipe subjek yang ditemui. Pendekatan fenomenologi berfokus pada pengalaman subyektif dan interpretasi-interpretasinya
terhadap
pengalaman
tersebut.
Peneliti
berusaha
memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya dalam situasi yang dihadapi responden. Unsur penilaian subyektif dari peneliti sebisa mungkin dijauhkan, sehingga data yang diperoleh benar-benar obyektif. (Moleong, 2004: 14-16)
2. Pemilihan Setting/Tempat Penelitian dilaksanakan di Novisiat Ursulin yang terletak di Jalan W.R Supratman No. 1 Bandung. Novisiat adalah tempat yang sifatnya semi terbuka, artinya tidak sembarang orang bisa berkunjung atau main-main di tempat ini, hanya
110
orang-orang tertentu yang mendapat ijin dari pembimbing novis dan sesama anggota tarekat. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 21-22 Desember 2006 dan tempat Livein Novis tahun kedua di Klaten tanggal 10 Januari 2007. Peneliti memilih novisiat Ursulin di Bandung sebagai lapangan penelitian sebab novisiat adalah tempat calon religius muda mendapat kesempatan pembinaan yang intensif untuk mengolah kehidupan religiusnya maupun pengembangan kepribadiannya dalam menjawab panggilan Tuhan. Para novis adalah kaum muda yang memiliki semangat yang tinggi, dan memiliki keterbukaan untuk segala sesuatu terutama yang berkaitan dengan hidup religiusnya. Mereka ibaratnya sedang mengolah lahan yang subur terhadap benih-benih panggilan. Oleh sebab itu peneliti merasa bahwa hal ini merupakan sebuah kesempatan sekaligus sumbangan dalam usaha melatih kepekaan dan sikap bijaksana dalam menanggapi berbagai bentuk kemajuan jaman.
3. Subyek Penelitian Yang menjadi sumber data sekaligus yang menjadi subyek penelitian atau responden adalah para Novis Ursulin Provinsi Indonesia. Responden yang dipilih berjumlah enam orang. Mereka adalah tiga orang responden dari novis tahun kedua dan tiga orang dari novis tahun pertama.
4. Teknik Pengumpulan Data Peran dan fungsi peneliti adalah sebagai intrumen pengumpul data. Peneliti sebagai instrumen bekerjasama dan membina keterbukaan dengan responden maupun staf Novisiat untuk memperoleh data yang obyektif. Teknik pengumpulan data menggunakan instrumen wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur adalah
111
wawancara yang pewawancaranya sendiri menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan (Moleong, 2004: 190).
Wawancara
terstruktur membantu peneliti dalam memfokuskan permasalahan yang ingin diteliti sehingga lebih terarah dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
5. Tahap Pemeriksaan Keabsahan Data Pada tahap pemeriksaan keabsahan data
peneliti menggunakan kriteria-
kriteria pemeriksaan sebagai berikut: a. Validitas: untuk memperoleh data yang valid, maka diadakan kroscek dengan responden. Cara yang ditempuh adalah data hasil wawancara dikembalikan kepada responden apakah sudah sesuai atau tidak. Setelah itu sebagai tanda persetujuan responden menandatangani hasil wawancara tersebut. b. Reliabilitas: untuk memperoleh data yang reliabel ditempuh dengan cara membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara. Pada tahap ini peneliti dibantu oleh pembimbing novis yang setiap hari bersama dengan para novis. Pengamatan pembimbing dan pernyataan novis sebagai instrumen untuk memperoleh tingkat kepercayaan hasil penelitian c. Obyektivitas adalah merupakan suatu kesepakatan antar subyek. Hal ini sebagai pemastian bahwa sesuatu itu objektif atau tidak bergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat dan penemuan seseorang. Pengalaman seseorang itu sifatnya subjektif sedangkan bila disepakati oleh beberapa orang baru bisa dikatakan objektif. Objektivitas yang diupayakan peneliti adalah dengan cara meminta persetujuan dari responden dan meminta
112
pembimbing novis untuk mengkaji pernyataan tersebut berdasarkan kenyataan konkrit sehari-hari dalam kehidupan bersama.
6. Teknik Analisis Data Penelitian Tahap analisis data yang peneliti gunakan adalah dengan menggunakan langkahlangkah seperti yang tercantum dalam buku Analisia Data Kualitatif karangan Matthew B. Milles dengan penerjemah ke dalam Bahasa Indonesia Tjetjep Rohendi Rohidi. Adapun langkah-langkah analisis yang ditempuh adalah sebagai berikut: a. Pengumpulan Data Proses pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terstruktur yakni dengan pertanyaan yang telah disiapkan oleh peneliti sesuai dengan permasalahan yang tengah dibahas. Hasil wawancara ditulis dalam buku catatan dan direkam dengan menggunakan tape recorder untuk lebih memudahkan proses pengumpulan data. b. Reduksi Data Reduksi
data
adalah
proses
pemilihan,
pemusatan,
perhatian
pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. (Milles, 1992:16). Pada tahap ini peneliti memilih-milih data yang dikode dan membuang data yang tidak perlu. Hasil pengumpulan data yang direduksi berdasarkan catatan lapangan penulis sajikan pada lampiran 1. c. Penyajian Data Data yang telah direduksi peneliti sajikan berdasarkan tema-tema yang telah peneliti tentukan sebelumnya. Dengan demikian data yang tersaji lebih mudah dianalisis dan tertata.
113
d. Kesimpulan Kesimpulan dibuat berdasarkan tujuan penelitian, hasil penelitian dan pembahasan yang diperkuat dengan teori yang menjadi acuan. Dengan kesimpulan ini arah dan tujuan yang hendak dicapai dari keseluruhan proses penelitian menjadi semakin jelas untuk kemudian menjadi bahan pertimbangan dalam membuat susulan program katekese audio visual.
7. Hasil Penelitian a. Budaya Media Televisi 1) Media yang paling menarik dan paling sering digunakan sebelum dan sesudah masuk novisiat beserta kegunaannya: “Media elektronik yang sering saya gunakan sebelum masuk novisiat adalah komputer” demikian pendapat yang diungkapkan oleh responden 1, 2, 3, 4, 5 dan 6. “Komputer banyak manfaatnya khususnya untuk mempermudah dalam mengerjakan tugas-tugas studi” demikian alasan yang diungkapkan oleh responden 1 yang dikuatkan oleh responden 3, 4, 6 dan 5. Berbeda dengan responden 2 yang sudah bekerja menambahkan bahwa “dengan adanya komputer saya juga bisa mengerjakan pekerjaan saya, bisa menulis surat elektronik (email), menambah informasi, mencari model kartu dan mendengarkan lagu-lagu”. Responden mengatakan bahwa komputer adalah salah satu media elektronik yang sering digunakan terutama untuk mempermudah dalam studi maupun pekerjaan. Selain komputer media elektronik lain yang sering mereka gunakan adalah televisi. “Televisi adalah media hiburan sekaligus untuk menambah informasi dan pengetahuan”, demikian pendapat yang diungkapkan oleh keenam responden.
114
2) Penggunaan media televisi dan waktu yang digunakan untuk menonton televisi sebelum dan sesudah di Novisiat: “Saya biasa nonton televisi saat santai dan juga saat berkumpul bersama keluarga”. Itulah pendapat yang diungkapkan oleh responden 1, yang juga sama seperti yang diungkapkan oleh kelima responden yang lain. Keenam responden nonton televisi rata-rata 2-4 jam sehari. Televisi juga menjadi salah satu pilihan media yang digunakan di novisiat pada waktu rekreasi bersama. “Kami diberi kesempatan nonton televisi pada hari Kamis dan Sabtu malam dari jam delapan sampai sepuasnya”, demikian ungkapan keenam responden. Kendati diberi kebebasan waktu nonton, tidak semua novis nonton sampai jauh malam. Seperti yang diungkapkan oleh responden 4, “paling lama saya nonton sampai jam sepuluh”. Berbeda dengan responden 3 yang bisa nonton sampai larut malam tergantung acara televisi. “Di Novisiat siaran yang kami saksikan adalah selera bersama, sekalipun tidak suka tapi demi kebersamaan biasanya saya ikutan nonton” demikian ungkapan dari responden 2, yang dikuatkan oleh kelima responden lainnya.
3) Siaran televisi yang menjadi pilihan serta manfaat dan kerugiannya: Acara televisi yang ditonton oleh responden beraneka ragam. “Saya lebih menyukai film-film Barat, lagu-lagu dan berita” demikian jawaban yang diungkapkan oleh responden 2. Lain lagi yang diungkapkan oleh responden 1 “kalau saya lebih suka nonton kuis dan sinetron”. Sedangkan responden 3 selain sinetron juga lebih suka nonton musik dan berita. Demikianlah sinetron, berita, film-film Barat, kuis,
115
musik, flora dan fauna menjadi salah satu pilihan acara televisi yang dipilih keenam responden. Keenam responden mengakui bahwa televisi bisa menjadi sarana untuk menambah pengetahuan, wawasan, informasi dan hiburan. Namun di samping hal-hal positif yang berguna, kelima responden juga menyadari bahwa televisi memiliki pengaruh negatif seperti pola hidup konsumtif, hedonis, instan dan kekerasan. Kelima responden juga mengungkapkan bahwa televisi menghadirkan dan membawa mimpi yang jauh dari kenyataan yang sebenarnya.
4) Pesona media televisi terhadap pola pikir, pola rasa dan pola bertindak seseorang: “Acara televisi bisa mengundang atau menciptakan reaksi-reaksi emosional seperti nonton film horor setelahnya saya menjadi takut padahal semuanya sebenarnya tidak ada tetapi menjadi seolah-olah ada. Televisi secara umum lebih menampilkan gaya hidup yang mengawang-awang seperti langit dan bumi dalam kemewahan dan menyajikan berbagai kemudahan yang membawa mimpi”. Demikianlah pendapat yang diungkapkan oleh responden 2 dan dikuatkan oleh responden 1 yang mengungkapkan bahwa “tayangan iklan membujuk dan mengajak orang untuk tidak menerima diri apa adanya seperti cat rambut, make-up dsb”. Terhadap pengaruh ini responden 3 juga mengungkapkan pengaruh buruk televisi terhadap kehidupan: “televisi lebih memfokuskan pada kekerasan, berita yang disajikan seringkali kurang dapat dipertanggungjawabkan dan berpihak pada golongan tertentu, memanjakan pemirsa, tidak sesuai realita masyarakat, penjual mimpi, dan menampilkan gaya hidup konsumerisme.” Hal ini dikuatkan oleh responden 4 , 6 dan 5.
116
5) Cara menyikapi pengaruh televisi terhadap kehidupan kita: Terhadap pengaruh negatif televisi, kelima responden berusaha dengan caranya masing-masing, seperti yang diungkapkan oleh responden 3: “kita menjadikan media televisi sebagai sarana/peluang untuk pendalaman iman, misalnya cerita-cerita yang bagus, mengambil tokoh film boneka”. Hal senada juga diungkapkan oleh keempat responden yang lain. Respoden 2 menambahkah bahwa “kita berusaha supaya tidak terikat oleh fasilitas, dan bisa menggunakannya sesuai dengan fungsinya”. Responden 4 lebih menegaskan bahwa “kita berusaha agar tidak mudah terbawa arus, tidak mudah tergiur dan mampu bersikap kritis. Kalau perlu mengurangi waktu untuk menonton”.
b. Sabda Bahagia dalam Penghayatan Kaul Kemiskinan 1) Arti atau makna kemiskinan serta perwujudannya dalam kehidupan pribadi maupun komunitas: “Pada awalnya saya merasa kesulitan dalam menghayati kemiskinan apalagi dulu saya punya properti, dapat menggunakan uang dengan bebas, bisa rekreasi kemana saja dan kapan saja seperti nonton, jalan-jalan, tour, makan-makan, ke mall, dsb. Sekarang saya tidak punya apa-apa kecuali yang dibutuhkan saja”. Demikianlah yang diungkapkan oleh responden 2. Responden 1 juga mengungkapkan pengalaman menghayati kemiskinan dari hal sederhana: “saya dulu suka pilih-pilih makanan, kalau saya tidak suka saya tidak makan. Tetapi setelah di novisiat saya belajar menyukai makanan yang tidak saya sukai. Demikian juga dalam penggunaan barang kebutuhan sehari-hari. “Awalnya saya merasa berat, susah, malu dan jengkel harus meminta kebutuhan saya sehari-hari lewat buku permintaan. Dari pengalaman ini
117
saya belajar bersikap rendah hati”. Hal senada juga diungkapkan oleh responden 2, 3, 6 dan 5. “Selain saat saya menerima hadiah, dulu hadiah yang saya sukai saja yang saya terima. Tetapi sekarang saya lebih menghargai dan bersyukur apa pun yang diberikan kepada saya. Saya pasti menginformasikan dan menyerahkan hadiah yang saya terima untuk digunakan oleh siapa saja yang membutuhkan”. Demikian ungkapan dari responden 1. Hal ini juga dilakukan oleh keempat responden yang lain. Kemiskinan yang dihayati lewat peristiwa hidup sehari-hari menjadi bahan refleksi untuk lebih memaknai dan menghayati kemiskinan seperti yang diungkapkan oleh responden 2: “dari pengalaman ini saya mengolah makna pilihan saya untuk apa dan tujuan yang ingin saya gapai. Saat seperti ini adalah saat saya menghayati kemiskinan yang seharusnya seperti: bebas dari semua keterikatan seperti barangbarang maupun relasi. Kemiskinan juga saya hayati dalam relasi saya dengan saudara sekomunitas. Saya merasa paling tidak berdaya, semuanya mulai lagi dari nol benarbenar apa adanya, saya tidak punya apa-apa dan membiarkan diri diatur oleh orang lain. Pengalaman ini awalnya terasa menyakitkan, namun saya belajar menerima realita ini, belajar rendah hati dan berproses bersama saudara sepanggilan. Saya merasa semuanya dikosongkan, dan dalam refleksi membuka kesadaran baru bahwa apa yang saya jalani saat ini karena saya mengikuti panggilan Tuhan.” Demikianlah masing-masing responden mengungkapkan makna kemiskinan yang mereka hayati seperti menerima diri. “Bagi saya kemiskinan berarti mampu menerima diri apa adanya, terbuka menerima dan mendengarkan orang lain, menghormati setiap pribadi, merawat dan memelihara barang-barang dan yang terutama adalah sungguh menyadari bahwa saya adalah milik Tuhan”.
118
2) Hal-hal yang dapat mengaburkan atau melunturkan penghayatan kemiskinan: Penghayatan kemiskinan dalam kehidupan sehari-hari bukanlah hal yang mudah. Banyak faktor yang bisa saja melunturkan penghayatan kemiskinan. Salah satunya adalah kemajuan teknologi. Mengenai hal ini responden 4 mengungkapkan “kemajuan teknologi dengan budaya konsumerisme di antaranya keinginan untuk mencoba barang-barang baru, ingin mengikuti mode, dan ingin tampil beda”. Responden 1 juga menguatkan bahwa “kemajuan teknologi membuat serba instan, cari mudah dan cari gampang, di satu sisi membantu tapi di sisi lain membuat tidak mau susah”. Sedangkan responden 5 mengungkapkan hal yang dapat mengaburkan kemiskinan. Salah satunya adalah: “hobi mengumpulkan barang yang disukai dan juga kedudukan yang memudahkan seseorang selalu mendapatkan apa yang diinginkan”.
3) Usaha untuk menghayati kemiskinan yang merupakan pengejewantahan dari penghayatan Sabda Bahagia Yesus: Penghayatan kemiskinan sekalipun sulit terus diupayakan dan dihayati dengan berbagai cara. Responden 5 mengungkapkan demikian: “saya berusaha menerima diri saya apa adanya dengan segala kelemahan dan kelebihan, di samping berusaha bersikap lepas bebas dalam karya bersama dan sikap solider terhadap yang berkekurangan. Responden 2 juga mengungkapkan, “kemiskinan yang saya hayati saya wujudkan dalam bentuk pemberian kemampuan, sikap menerima dan penyerahan diri pada Tuhan yang selalu setia. Dalam keseharian terutama dengan saudara sekomunitas saya melatih sikap sabar dan rendah hati. Bila ada konflik saya
119
mendekati, memberi penjelasan dan meminta maaf walau kadang tidak mudah untuk menerima. Bagi saya pendekatan secara pribadi jauh lebih baik”.
c. Katekese Audio Visual 1) Katekese audio visual yang pernah diikuti “Katekese audio visual yang pernah saya ikuti adalah saat saya kursus P3J (Penyuluhan, Pembinaan, dan Pengembangan Jemaat)”. Demikianlah ungkapan dari responden 5 yang dikuatkan oleh kelima responden lainnya.
2) Pemahaman mengenai katekese audio visual “Menurut pandangan saya katekese audio visual bisa memberi pengaruh yang baik, membantu penghayatan iman dan juga wawasan”. Demikian responden 2 mengungkapkan pemahamannya tentang katekese audio visual. “Yang saya ketahui katekese audio visual adalah katekese yang menggunakan sarana audio visual”, kata responden 4. Responden 5 juga mengatakan hal senada bahwa, “katekese audio visual yang saya pahami adalah model katekese yang menggunakan gambar, musik dan film”. Responden 6 menambahkan bahwa: “katekese audio visual adalah katekese yang relevan untuk jaman ini”. Demikianlah pemahaman para novis terhadap katekese audio visual.
8. Pembahasan Penelitian Pada bagian ini akan dibahas hasil penelitian yang meliputi tiga tema yang saling berkaitan yakni: Sabda Bahagia Yesus dalam penghayatan kemiskinan, media elektronik khususnya televisi dalam kehidupan sehari-hari dan katekese audio visual. Pernyataan empat responden mengatakan bahwa:
120
* “Menonton menjadikan kita kurang kreatif dan kurang berimajinasi” * “Menjadi egois, tidak konsentrasi dalam mengerjakan tugas karena cepatcepat mau menonton.” * “Orang akan mengingat terus apa yang ditonton, berpikir benar-benar terjadi dan bisa meniru gaya berbicara, gaya berpakaian, gaya menipu orang lain dsb” * “Menjadi instan, tidak mau berusaha dan tidak mau capek” Pernyataan di atas menunjukkan pengaruh besar televisi terhadap pola pikir, pola rasa dan pola bertindak seseorang. Pengaruh besar televisi tersebut terjadi karena televisi memiliki daya pesona dan daya tarik tersendiri. Seperti yang dikatakan oleh Iswarahadi dalan bukunya Beriman dengan Bermedia bahwa televisi mempunyai bahasa khusus yang langsung diarahkan pada perasaan manusia dan dapat menyebarkan pengaruh kuat terhadap jiwa manusia (Iswarahadi, 2003: 28-29). Pesona televisi memiliki daya tarik sekaligus mengikat pemirsa untuk tergantung padanya seperti yang dialami oleh responden. Ketergantungan terhadap televisi melalui keinginan terus duduk nonton tayangannya. Hal inilah yang membuat tidak konsentrasi dalam pekerjaan, serba terburu-buru karena keinginan untuk nonton acara tertentu yang telah memikat hati. Pesona televisi memenuhi semua kebutuhan impulsi dari penonton yang mengakibatkan penonton jadi kurang kreatif dan kehilangan daya imajinasi seperti yang diungkapkan oleh responden (Wahyu Wibowo, 2003: 6-7). Inilah Pengaruhnya yang luar biasa dari televisi yang mendorong orang untuk memiliki sikap tertentu yang menguntungkan produsen. Keberhasilannya adalah menanamkan ideologi yang mempengaruhi pemirsa dengan menjadikan pemirsa sebagai manusia konsumtif, hedonis dan instan.
121
Responden menyadari bahwa pengaruh buruk televisi harus dihadapi dengan serius. Usaha yang terus diupayakan dan diperjuangkan oleh responden adalah: * “ Kita berusaha agar tidak mudah terbawa arus, tidak mudah tergiur dan mampu bersikap kritis”. * “Kita menjadikan media televisi sebagai sarana/peluang untuk pendalaman iman, misalnya cerita-cerita yang bagus, mengambil tokoh film boneka”. * “Katekese audio visual adalah katekese yang sesuai dengan kebutuhan jaman”. Ungkapan dari kedua responden ini adalah salah satu cara untuk mewaspadai pengaruh buruk televisi sekaligus memanfaatkan media televisi sebagai peluang bagi pewartaan. Keunggulan televisi yang bisa menyentuh perasaan karena audio visual yang dipancarkannya bisa dimanfaatkan sebagai sarana untuk katekese. Responden berpendapat bahwa katekese audio visual bisa menjadi salah satu pilihan untuk mewartakan kabar gembira kepada semua manusia. Demikian seperti yang dikatakan oleh Bapa Suci Paulus VI (1965:5) bahwa media komunikasi yang digunakan dengan tepat sangat membantu menyegarkan hati dan mengembangkan budi, dapat pula digunakan untuk menyiarkan serta memantapkan Kerajaan Allah. Para novis mengakui bahwa menghayati kehidupan religius pada jaman sekarang ini bukanlah hal yang mudah. Kemajuan di bidang teknologi membawa pengaruh tersendiri terhadap gaya hidup seperti yang diungkapkan oleh responden 1: * “Kemajuan teknologi membuat segala sesuatunya serba cepat dan praktis sehingga lebih memilih cari mudah, cari cepat dan cari gampang”.
122
* “Kemajuan teknologi dengan budaya konsumerisme di antaranya keinginan untuk mencoba barang-barang baru, ingin mengikuti mode, dan ingin tampil beda”. Para novis sebagai generasi muda yang hidup di jaman ini sungguh menyadari bahwa berbagai kemudahan membentuk karakter yang selalu cari mudah, cari cepat dan cari gampang. Begitu juga pola tingkah laku yang ditunjukkan dalam keinginan untuk mencoba barang-barang baru, ingin mengikuti mode, ingin tampil beda dan ingin mencoba barang-barang baru. Sikap ini bila tidak diolah dan disadari akan membawa orang pada gaya hidup hedonis dan konsumtif.
Kemajuan jaman ini
merupakan suatu tantangan yang perlu disikapi dengan serius, karena bila tidak hatihati bisa terseret terbawa arus dalam kehidupan yang serba instan, hedonis dan konsumtif. Nilai-nilai itu bertentangan dengan penghayatan kemiskinan yang dihayati oleh kaum religius. Para novis
sebagai calon religius berjuang dan berusaha
mengatasi tantangan jaman ini seperti mereka ungkapkan demikian: * “Saya berusaha untuk tetap setia doa pribadi dan bersama”. * “Menyadari bahwa semua berasal dari Tuhan dan sadar bahwa semua yang saya miliki bukan apa-apa”. * “Membiarkan Tuhan membersihkan diri saya walau dalam proses itu saya sakit”. * “Berusaha menerima diri apa adanya, bersikap lepas bebas, melatih sikap rendah hati, senantiasa bergantung dari Allah”. Pembinaan hidup doa sangat penting dalam upaya memupuk hubungan pribadi yang semakin mendalam dengan Kristus. Kehidupan doa ini terus menerus menjadi perhatian utama dalam pembinaan. Keterampilan rohani yang dilatihkan di
123
novisiat perlu terus dilatih dan dikembangkan untuk menghadapi perubahan sosial yang cepat. Salah satu keterampilan rohani yang harus dimiliki adalah penegasan rohani atau spiritual discernment. Dengan cara ini para novis diharapkan mampu menganalisis media. Analisis media adalah salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menyiasati akibat buruk dari sehingga mampu menggunakan keunggulan media ini untuk mewartakan kerajaan Allah (Sudharminta, 2003: 233-236). Katekese audio visual dengan sarana-sarananya bisa menjadi salah satu pilihan yang bisa digunakan dalam upaya internalisasi Sabda Bahagia.
9. Penarikan kesimpulan Televisi adalah salah satu media elektronik yang sering digunakan oleh para novis baik untuk memperoleh informasi, pengetahuan maupun hiburan. Televisi memiliki multifungsi yang berkaitan satu sama lain sebagai sarana untuk memperoleh informasi, pengetahuan, pendidikan dan hiburan. Itu sebabnya media televisi memiliki pengaruh yang besar terhadap pola pikir, pola rasa dan pola bertindak seseorang. Nilai-nilai itu bisa membuat seseorang menjadi lebih baik dan bisa juga menjadi lebih buruk tergantung dari cara seseorang menyikapi nilai-nilai tersebut. Kesadaran terhadap pengaruh buruk televisi menjadi bahan refleksi bagi para novis dan dengan caranya masing-masing berusaha agar dalam situasi ini tetap memiliki prinsip hidup dan terus mengupayakan penghayatan kehidupan religiusnya. Kendati demikian para novis dengan jujur mengakui bahwa menghayati nilai-nilai kemiskinan di jaman ini bukan hal yang mudah. Kemajuan di bidang teknologi ini bisa
mengaburkan penghayatan kemiskinan
seperti: keterikatan/kelekatan, cari
124
mudah, cari cepat, cari gampang, boros/foya-foya, ingin tampil beda dan menarik, dan budaya konsumtif. Terhadap realita ini dibutuhkan suatu cara yang efektif guna membangun sikap kritis terhadap penggunaan media komunikasi seperti televisi. Salah satu cara atau metode yang bisa digunakan untuk menganalisis media sekaligus memperdalam refleksi adalah katekese audio visual. Para novis pernah mengikuti katekese audio visual dan mereka sungguh mengakui bahwa katekese audio visual adalah katekese yang kontekstual di jaman ini. Para novis sebagai generasi muda yang penuh dengan semangat membutuhkan suatu bentuk katekese yang mampu membuka wawasan, pengetahuan dan penghayatan imannya. Dengan demikian generasi muda calon religius sekaligus calon pewarta dapat memiliki kualitas hidup seperti yang diharapkan oleh Yesus sendiri dalam Kotbah di Bukit. Mereka harus mampu menghayati Sabda Bahagia Yesus dalam seluruh hidupnya, sekaligus menjadi pewarta dan saksi dari kebahagiaan itu.
10. Keterbatasan Penelitian a. Keterbatasan Waktu Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian kualitatif sederhana untuk membuat usulan program katekese yang akan dilaksanakan di Novisiat. Program kegiatan di Novisiat telah teratur, tertata dan terencana sehingga untuk mengadakan penelitian sulit menentukan waktu yang efektif. Dan pada saat penelitian dilaksanakan mereka sedang sibuk mengurus suatu kegiatan. Oleh karena itu sulit menentukan waktu yang sesuai dengan responden
125
maupun dengan peneliti. Namun pada akhirnya penelitian dapat dilaksanakan walaupun sebetulnya masih ada hal yang bisa digali lebih dalam.
b. Penelitian Semi Partisipatif Peneliti tidak
hanya sebagai pengamat yang ingin memperoleh dan
mengumpulkan data untuk keperluan penulisan, tetapi peneliti sendiri hadir sebagai anggota Tarekat yang juga pernah mengalami kehidupan di Novisiat. Hal ini di satu sisi mendukung untuk berempati terhadap responden saat wawancara. Di sisi lain, kalau tidak hati-hati, bisa terjebak pada pandangan subjektif yang bisa membuat data menjadi tidak objektif.
126
BAB V INTERNALISASI SABDA BAHAGIA YESUS DALAM UPAYA MENGHAYATI KAUL KEMISKINAN MELALUI KATEKESE AUDIO VISUAL
A. USULAN PROGRAM KATEKESE AUDIO VISUAL Proses internalisasi Sabda Bahagia Yesus bagi penghayatan kaul kemiskinan adalah suatu proses yang panjang melalui berbagai macam cara. Salah satu cara yang penulis tempuh dalam upaya internalisasi ini adalah dengan katekese audio visual. Oleh karena itu pada bagian ini penulis hendak menguraikan arti program, usulan program katekese audio visual dengan tema-tema yang diambil dari kedelapan sabda bahagia, satuan persiapan katekese audio visual beserta laporan pelaksanaan katekese audio visual. Berikut ini adalah penjabarannya: 1. Arti Program Pengertian program dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989:702) adalah ketentuan rencana dari pemerintah, acara, rencana, atau rancangan dari suatu (kegiatan) yang akan dilaksanakan. Sedangkan arti dari program pendampingan adalah gabungan acara pendampingan yang akan berlangsung dalam waktu pendampingan tertentu. Oleh karena itu dalam menyusun suatu program pendampingan penulis perlu memperhatikan tujuan, materi pokok, metode yang digunakan, waktu yang diperlukan, jumlah pendamping, panitia penyelenggara, sistem evaluasi dan para peserta. Juga perlu diperhatikan hal yang berkaitan dengan para peserta sekaligus menyangkut jumlah,
latar belakang peserta seperti umur, jenis kelamin, minat,
127
pendidikan, latar belakang budaya dan profesi mereka. Hal yang perlu diperhatikan juga kesamaan dan perbedaan pengalaman peserta dalam mengikuti pendampingan (Mangunhardjana, 1989:86-87).
2. Tujuan Program Tujuan adalah titik yang diarah dan hendak dicapai lewat usaha pendampingan yang berguna sebagai pedoman dalam menentukan bentuk, metode dan teknik pendampingan. Dari tujuan ini akan memperoleh suatu gambaran yang berguna untuk mengarahkan kegiatan yang sedang berjalan dan meninjau kembali hasil yang sudah terlaksana. Tujuan pertama mencakup segala daya dan segi hidup: budi, hati, kehendak, sikap, kecakapan, perbuatan, dan perilaku hidup. Kedua memberi tekanan khusus kepada latihan penguasaan metode dan kecakapan dan ketiga jangkauannya tidak hanya terbatas pada lingkup pribadi atau kelompok yang terbatas tetapi mencakup lingkup sosial dan ada dampaknya bagi masyarakat. Tujuan diarahkan bukan hanya pada diri sendiri tetapi terbuka dan cakap melayani sesama atau menjadi men and women for others (Mangunhardjana, 1989: 25-28).
3. Latar Belakang Program Jaman sekarang manusia dijejali oleh aneka informasi baik yang berguna maupun yang tidak berguna. Banyaknya tawaran dan pilihan pada jaman ini melalui media televisi maupun media massa lainnya menuntut kita untuk mampu bersikap semakin kritis dan bijaksana. Berbagai tantangan jaman harus dihadapi oleh semua pengikut Kristus terutama pada nilai-nilai yang hanya mengagung-agungkan kenikmatan, kesenangan, kepuasan dan kebahagiaan sesaat. Nilai-nilai itu
128
mengaburkan dan menghapus nilai-nilai luhur yang membawa pada kebahagiaan yang dijanjikan oleh Tuhan sendiri. Menghadapi berbagai tantangan dalam dunia ini iman kita tetap ditantang untuk membuka cakrawala kehidupan secara utuh, integral. Hidup rohani terus menerus harus diolah dalam keseimbangan dengan kehidupan duniawi. Kerohanian, kebijaksanaan dan kehidupan Ilahi tetap harus menjadi perjuangan sendiri, guna mengembangkan kehidupan yang harmonis: Jiwa-badanRoh (Darmawijaya, 2006:14-16). Dalam Kitab Wahyu bab 3:15 dikatakan demikian: “Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku”. Terhadap aneka pilihan ini kita harus bersikap tegas dalam membuat keputusan seperti yang tertuang dalam Kitab Wahyu, tidak bisa hanya suam-suam kuku karena akan menjadi pribadi yang tidak jelas dan mudah terbawa arus. Para Novis sebagai generasi muda di tengah kemajuan dan tantangan jaman mempersembahkan diri dengan segenap hati untuk melayani Tuhan secara utuh dan total. Proses pembinaan yang berlangsung membantu generasi muda ini supaya dapat menghayati nilai-nilai Injili dalam seluruh kehidupannya, sehingga mereka dapat menjadi pewarta dan pelayan Kristus yang gigih. Pendampingan melalui berbagai cara dan melalui kesaksian hidup dari para
pendamping dengan ketulusan dan
kemurnian cinta kepada Kristus menjadi salah satu cara menanamkan kehidupan beriman bagi para novis. Katekese audio visual bisa menjadi bisa menjadi salah satu cara untuk melatih keterampilan menganalisis dan memanfaatkannya sesuai dengan kebutuhan dan kegunaannya.
129
4. Usulan Program Katekese Audio Visual Berikut ini adalah usulan program katekese audio visual yang bisa dilaksanakan di Novisiat Ursulin dengan tema yang bertitik tolak dari kedelapan Sabda Bahagia Yesus menurut Matius 5: 1-12. Dari kedelapan tema tersebut yang akan penulis kembangkan untuk eksperimen adalah dua tema pertama. Dua tema pertama sebagai dasar yang mendukung pengolahan tema-tema selanjutnya. Usulan program katekese penulis uraikan dalam bentuk tabel pada halaman berikut ini:
130
Usulan Program Katekese Audio Visual
Tema Umum Tujuan Umum
NO (1) 1.
TEMA
: Sabda Bahagia, Satu untuk Semua : Bersama pendamping peserta dapat menemukan arti dan makna kebahagiaan yang ditawarkan oleh Yesus sehingga mampu menginternalisasikan Sabda Bahagia Yesus terutama dalam mengahayati kaul kemiskinan.
TUJUAN TEMA (2) (3) Berbahagialah Bersama orang yang pendamping miskin di peserta hadapan Allah, menemukan karena dan menggali merekalah makna yang empunya kemiskinan Kerajaan Sorga yang ditawarkan Yesus bagi mereka yang ingin bahagia
SUB TEMA (4) Manfaatkan Kegunaannya, Waspadai Resikonya
TUJUAN SUB TEMA (5) Bersama pendamping peserta mampu menganalisis pengaruh media televisi bagi kehidupan baik yang positif maupun yang negatif di balik pesonanya yang menakjubkan sehingga mampu menggunakannya secara tepat.
MATERI (6) Analisis Televisi : Dua Wajah Televisi Tiga cara membaca televisi Menggali dokumen Aetatis Novae Inter Mirifica
METODE (7) Sharing Dinamika kelompok Informasi Permainan Nonton VCD
SARANA (8) OHP Transparansi Kaset, tape recorder Kitab Suci, Teks Lagu VCD Player Televisi
SUMBER BAHAN (9) LAI (1995). Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: LAI -Yohanes Paulus II, Paus. (1992). Aetatis Novae. Jakarta: Departemen Komunikasi dan Penerangan KWI SAV Puskat. (VCD: 2004). Dua Wajah Televisi. Yogyakarta: SAV Puskat Olivera Manuel. (1989). Group Media. Yogyakarta: Kanisius Komisi
131
Pastikan!! Kristuslah satu-satunya harta.
Bersama pendamping peserta memahami dan menemukan makna kemiskinan di
Kemiskinan yang dihayati oleh St Angela Kemiskinan dalam konstitusi
Informasi Diskusi Refleksi Sharing
Penutup mata Transparansi OHP Televisi VCD Player Teks lagu Tape recorder
Komunikasi Sosial KWI dan SAV Puskat. (VCD: 1999). Kebijaksanaan Tertinggi. Jakarta: KWI Iswarahadi. (2002). Pendidikan Iman di Jaman Audio Visual. Yogyakarta: Pusat Pastoral Yayasan Komunikasi Bina Kasih. (1999). Tafsir Alkitab Masa Kini Bergant Dianne dan Robert J Karris (2002). Tafsir Alkitab Perjanjian baru. Yogyakarta: Kanisius - VCD : Nick LAI (1995). Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: LAI (1996). Vita Consecrata.
132
2
Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi
Bersama pendamping peserta mampu memaknai arti kelembutan yang diajarkan oleh Yesus
Hati lemah lembut bikin hidup lebih hidup
tengah kemajuan jaman sehingga mampu menghayati kemiskinan seperti yang diteladankan oleh Kristus sendiri
Menggali makna kemiskinan di tengah arus jaman dalam dokumen Vita Consecrata
Bersama pendamping peserta menemukan dan memiliki sikap lemah lembut sehingga mampu memelihara dan merawat alam ciptaan serta memperjuangkan kehidupan
Arti dan makna kelembutan sebagai sikap memelihara kehidupan
dan kaset
Sharing Dinamika kelompok Informasi Permainan
Televisi VCD Player Tape recorder OHP Transparansi Kaset, tape recorder Kitab Suci, Teks Lagu
Jakarta: Departemen Komunikasi dan Penerangan KWI Ursulin Unio Roma. (1995). Kata-Kata Santa Angela: Regula, Nasehat, Warisan Ursulin Unio Roma (1984). Konstitusi Uni Roma Ordo Santa Ursula Bergant Dianne dan Robert J Karris (2002). Tafsir Alkitab Perjanjian baru. Yogyakarta: Kanisius LAI (1995). Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: LAI Ursulin Provinsi Indonesia dan Studio Audio Visual (VCD:2006) “PerempuanPerempuan dalam Bahtera
133
3
Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.
Bersama pendamping peserta menemukan arti lapar dan haus akan kebenaran yang sejati
Menjadi agen kebenaran
Bersama pendamping peserta memiliki semangat untuk memperjuangkan kebenaran sehingga mampu bertindak dalam terang kebenaran dalam kehidupan sehari-hari
Merintis jalan kebenaran dan keadilan
Sharing Dinamika kelompok Informasi
Televisi VCD Player Kaset instrumental Tape recorder Transparansi Kitab Suci, Teks Lagu
Perutusan” Ursulin Unio Roma. (1995). Kata-Kata Santa Angela: Regula, Nasehat, Warisan Yayasan Komunikasi Bina Bergant Dianne dan Robert J Karris (2002). Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius LAI (1995). Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: LAI .Ursulin Unio Roma. (1995). Kata-Kata Santa Angela: Regula, Nasehat, Warisan Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF (1982). Tafsir Alkitab Masa Kini. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF
134
4
Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.
Bersama pendamping peserta semakin menyadari akan kemurahan Allah dengan demikian memiliki kerelaan untuk berbagi dengan sesama
Cinta kasih tak Bersama memilih pendamping peserta memupuk sikap kemurahan hati terhadap sesama sehingga memiliki kemauan untuk berbagi tanpa pilih kasih
Makna kemurahan hati Allah Orang Samaria yang baik hati
Sharing Dinamika kelompok Informasi
Televisi VCD Player Kaset instrumental Tape recorder
5
Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.
Bersama pendamping peserta menyadari bahwa kesucian hati perlu terus dipupuk dan dipelihara
Kesucian mutiara kehidupan
Menggali arti dan makna kesucian
Sharing Dinamika kelompok Informasi
Televisi VCD Player Kaset instrumental Tape recorder
Bersama pendamping peserta mampu memelihara kesucian hati sehingga tampak dalam kehidupan sehari-hati
LAI (1995). Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: LAI SAV Puskat. (VCD:1995). Gandhi di Bali. Yogyakarta: SAV Puskat Ursulin Unio Roma. (1995). Kata-Kata Santa Angela: Regula, Nasehat, Warisan Bergant Dianne dan Robert J Karris (2002). Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius LAI (1995). Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: LAI VCD: Mother Teresa dari Calkuta Ursulin Unio Roma. (1995). Kata-Kata Santa Angela: Regula,
135
6
Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.
Bersama pendamping peserta semakin mencintai perdamaian dan menjadi pembawa damai
Peace is my Bersama way pendamping peserta mampu menjadi agen pembawa damai sehingga mampu menciptakan dan memperjuangkan perdalamaian dalam kehidupan sehari-hari
7
Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya
Bersama pendamping peserta semakin terbuka akan kehendak Allah dan berani untuk
Kasih yang Bersama sempurna pendamping peserta memiliki keberanian untuk tetap setia memperjuangkan kebenaran sehingga memiliki
Misteri Salib bagi orangorang benar Jalan Salib sebagai jalan kebahagiaan
Sharing Dinamika kelompok Informasi
Televisi VCD Player Kaset instrumental Tape recorder
Sharing Dinamika kelompok Informasi Jalan Salib singkat
Televisi VCD Player Kaset instrumental Tape recorder
Nasehat, Warisan Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF (1982). Tafsir Alkitab Masa Kini. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF LAI (1995). Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: LAI SAV Puskat. (VCD:2004). Jalan Setapak Menuju Damai. Yogyakarta: SAV Puskat Ursulin Unio Roma. (1995). Kata-Kata Santa Angela: Regula, Nasehat, Warisan LAI (1995). Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: LAI SAV Puskat. (VCD:2007). Betlehem van Java. Yogyakarta:
136
8
Kerajaan Sorga.
memperjuang kan kebenaran
Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacitalah dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga.
Bersama pendamping peserta sebagai pengikut Kristus mampu memahami dan memaknai arti penderitaan
keberanian untuk menderita demi kebenaran.
Jesus is my Bersama choice and my pendamping love peserta berani mengambil resiko sebagai seorang Pengikut Kristus sehingga mampu menjadi saksi kemurahan kasih Allah
Misteri Salib Kristus Kebahagiaan sebagai pengikut Kristus Persembahan hidup secara total dengan cinta kasih murni
Sharing Dinamika kelompok Informasi
Televisi VCD Player Kaset instrumental Tape recorder
SAV Puskat Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF (1982). Tafsir Alkitab Masa Kini. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF LAI (1995). Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: LAI SAV Puskat (VCD:1996). Jejak-jejak St. Fransiskus Xaverius. Yogyakarta: SAV Puskat Bergant Dianne dan Robert J Karris (2002). Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius
137
B. PENGEMBANGAN PROGRAM Program yang telah penulis susun berdasarkan kedelapan Sabda bahagia Yesus menjadi suatu usulan program yang berkesinambungan tahap demi tahap. Dari program tersebut yang akan penulis kembangkan dalam satuan persiapan pelaksanaan katekese audio visual hanya satu tema dengan dua sub tema. Pemilihan tema ini merupakan inti dari materi yang penulis jabarkan dalam penulisan karya tulis ini, sedangkan tema-tema yang lain merupakan suatu tindak lanjut yang bisa diusulkan sebagai suatu sumbangan bagi pembinaan di Novisiat. Adapun satuan persiapan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Satuan Persiapan Katekese Audio Visual I a. Identitas 1) Tema 2) Tujuan:
: “Manfaatkan Kegunaannya, Waspadai Resikonya” Bersama pendamping peserta mampu menganalisis pengaruh media televisi bagi kehidupan baik yang positif maupun yang negatif di balik pesonanya yang menakjubkan sehingga mampu menggunakannya secara tepat.
3) Peserta : Novis tahun pertama dan kedua 4) Tempat : Novisiat Ursulin Bandung 5) Hari/Tgl : Rabu, 28 Februari 2007 6) Waktu
: 09.30 – 12.30 WIB
7) Metode : nonton VCD, SOTARAE, dinamika kelompok,gerak dan lagu, sharing, informasi, refleksi, 8) Materi
: - VCD: “Kebijaksanaan Tertinggi” dan Analisis Televisi : “Dua
138
Wajah Televisi” - Tiga cara membaca televisi - Menggali dokumen Aetatis Novae, Inter Mirifica dan Seruan Paus Benediktus XVI pada Hari Komunikasi Sedunia ke-40 9) Sarana
: VCD Player, kertas flap, spidol dan hand out
10) Sumber Bahan : a) Yohanes Paulus II, Paus. (1992). Aetatis Novae. Jakarta: Departemen Komunikasi dan Penerangan KWI b) Komisi Komunikasi Sosial KWI dan SAV Puskat. (VCD, 1999). Kebijaksanaan Tertinggi. Jakarta: KWI c) SAV Puskat. (VCD, 2004). Dua Wajah Televisi. Yogyakarta: SAV Puskat d) Olivera Manuel. (1989). Group Media. Yogyakarta: Kanisius e) Iswarahadi. (2002). Pendidikan Iman di Jaman Audio Visual. Yogyakarta: Pusat Pastoral. f) Konsili Vatikan II. (1992). Inter Mirifica. Jakarta: Departemen Komunikasi dan Penerangan KWI g) LAI (1995). Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia
b. Pemikiran Dasar Dari hasil penelitian pada bab III, para novis menyatakan bahwa televisi adalah salah satu media elektronik yang sering digunakan saat rekreasi komunitas. Televisi sebagai sarana informasi sekaligus sarana hiburan memiliki pesona tersendiri yang menakjubkan dan menarik minat banyak orang. Pesona audio visualnya dengan
139
gerak, gambar, suara dan musik dengan modifikasi yang bisa lebih indah dari kenyataannya mampu menyentuh perasaan dan budi siapa saja yang menontonnya. Televisi juga memiliki kekuatan magis yang mampu menggerakkan orang baik secara positif maupun negatif. Sebagai contoh saat terjadi bencana tsunami di Aceh maupun gempa di Nias dan Yogyakarta, berita yang disiarkan televisi dengan cepat sampai di seluruh pelosok baik dalam negeri maupun luar negeri sehingga dengan cepat pula mengetahui peristiwa ini. Tidak heran bila dalam waktu singkat bantuan materi, maupun tenaga sukarelawan datang berbodong-bondong ke tempat ini. Televisi juga memiliki pengaruh buruk dengan ideologi-ideologi yang ditanamkannya khususnya, dari acara yang sifatnya hiburan maupun dari iklan. Televisi ibarat girl yang menawarkan produk-produk yang diproduksi oleh kaum kapitalis. Sajian yang menggoda dengan tampilan yang memukau membentuk suatu cara pemikiran yang diarahkan pada gaya hidup konsumtif, hedonis dan instan. Dengan demikian semakin banyak orang memiliki keyakinan bahwa membeli produk-produk yang ditayangkan di televisi menjadi resep yang ampuh untuk bisa menikmati hidup dengan penuh ketenangan, kenikmatan, kesenangan dan kebahagiaan semu dalam waktu sekejap. Tidak heran bila banyak orang berbondongbondong ke mall-mall tempat kekuasaan kaum kapitalis. Di samping itu tayangantayangan yang disiarkan dalam televisi lebih condong pada budaya kematian di mana budaya kekerasan dengan penggunaan senjata canggih seolah didukung oleh media ini. Para novis mengakui keunggulan televisi maupun pengaruh buruknya terhadap kehidupan. Oleh karena itu untuk meningkatkan kesadaran bermedia mereka perlu memiliki kemampuan menganalisis media ini. Analisis terhadap media televisi
140
membantu para novis untuk memanfaatkan media ini sekaligus mewaspadai pengaruh buruk yang ditimbulkannya. Di samping itu para novis sebagai generasi muda harapan di masa yang akan datang diharapkan bisa menjadi pewarta Injil Kristus dan karya keselamatan-Nya kepada orang-orang di jamannya. Oleh karena itu berkaitan dengan jaman televisi atau audio visual yang semakin canggih, para novis diharapkan mampu menggunakan sarana-sarana ini dengan tepat. Seperti yang dinasihatkan Bapa Suci Paus Paulus VI dalam dokumen Inter Mirifica. Agar bisa menggunakan sarana ini dengan tepat perlu, kita mengetahui norma-norma moral dan mampu mempraktikkannya dengan setia.
c. Proses Pertemuan 1) Pembuka a) Penjelasan singkat mengenai proses, tujuan dan arah katekese audio visual yang akan dilaksanakan termasuk penjelasan mengenai: SOTARAE b) Doa Pembuka (persiapan pendamping) “Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus kami bersyukur kepada-Mu atas rahmat kasih-Mu yang senantiasa Engkau limpahkan kepada kami. Bapa, kami bersyukur atas bumi dan segala isinya yang Engkau percayakan kepada kami manusia untuk berkuasa atasnya dan memeliharanya bagi kelangsungan bumi ini. Bapa, ampunilah kami yang dengan berbagai kemajuan justru merusak alam ciptaanmu yang indah, bukan hanya merusak alam tetapi juga merusak dan menghancurkan sesama manusia. Ya Bapa, kami mohon agar di tengah jaman yang serba maju ini, kami memiliki sikap bijak dan kritis dalam penggunaan berbagai kemajuan terutama dalam penggunaan media. Semoga
141
kami mampu memanfaatkan kegunaannya demi pewartaan Kerjaan Allah, dan kami tetap waspada terhadap resiko dari pengaruh buruk yang bisa merusak hidup kami. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin” c) Lagu : Ut Omnes Unum Sint Ut omnes unum sint. Jadilah mereka satu. Seperti Aku dan Bapa adalah satu. Biar didorong-dorong, digoyang-goyang, diguncang-guncang. Tetapi bersatu membangun dunia baru. 2) Analisis Televisi a) Pengantar “Saudari-saudariku yang terkasih dalam Kristus, lagu yang kita nyanyikan tadi tidak lain adalah doa Yesus sendiri ‘Ut Omnes Unum Sint’, jadilah mereka satu. Biar digoyang-goyang, diguncang-guncang tetap bersatu membangun dunia baru. Kita adalah orang muda sekaligus religius muda di tengah jaman teknologi komunikasi yang berkembang pesat. Tentu saja alat-alat komunikasi semakin mempermudah, mempercepat dan sangat berguna bagi kehidupan kita terutama dalam berkomunikasi dengan sesama di seluruh dunia. Media komunikasi selain membawa keuntungan dan kegunaan yang bisa kita manfaatkan, media ini juga memiliki unsur negatif yang bisa membawa pengaruh negatif terhadap pola pikir, pola rasa dan pola bertindak yang bertentangan dengan nilai-nilai Kristiani. Salah satu media komunikasi itu adalah televisi. Televisi memiliki daya tarik dan pesona yang memukau siapa saja yang menggunakannya. Media kecil ini bahkan bisa menggerakkan manusia secara serempak seperti saat terjadi bencana, dsb. Televisi menyajikan berbagai hal yang
142
sepertinya mampu memenuhi segala yang keinginan manusia. Agar kita mampu menggunakan media ini sesuai fungsinya, kita harus memiliki sifat kritis terhadap media ini termasuk ideologi yang mengiringinya. Berikut kita bersama akan menyimak suatu analisis terhadap televisi melalui program-program yang disajikannnya.” b) Menyaksikan VCD “Kebijaksanaan Tertinggi” dengan synopsis cerita: Kebijaksanaan Tertinggi adalah sebuah kisah perjalanan yang diukir dalam relief-relief yang ada di Candi Borobudur. Relief ini mengandung kisahkisah yang sangat menarik seperti kisah Sidharta Gautama, Pangeran Sutasoma dan seorang pemuda bernama Sudhana. Kebijaksanaan Tertinggi mengajak kita untuk bersama mengikuti perjalanan spiritual dari ketiganya hingga mencapai kesempurnaan. Kesempurnaan diperolehnya dari aneka pilihan yang ditawarkan kepada mereka, dan dengan bijaksana mereka mampu memilih nilai-nilai luhur yang membuat mereka menjadi orang yang sungguh-sungguh berbahagia. Marilah kita simak bersama tayangan VCD-nya. c) Menyaksikan VCD “Dua Wajah Televisi” “Setelah kita bersama melihat kisah perjalanan spiritual dari relief Candi Borobudur, kita akan membandingkan suatu tawaran lain tentang kebahagiaan yang serba cepat dan instan tetapi hanya sesaat. Marilah kita saksikan bersama Dua Wajah Televisi sebuah analisis dari team Studio Audio Visual Yogyakarta. Dua Wajah Televisi adalah hasil analisis program siaran televisi Trans TV tanggal 1 Oktober 2004 yang terdiri dari 10 tesis yang terbagi dalam dua bagian yakni program acara dan iklan.”
143
d) Diskusi Film dengan metode SOTARAE: ♦ Situasi (menjajagi kesan para peserta): bagian ini dibahas dalam kelompok besar dengan panduan pertanyaan sebagai berikut: -
Apa kesan Anda dari tayangan tadi?
-
Hal-hal apa saja yang ditampilkan dari tayangan tadi?
♦ Fakta-Fakta Objektif: masih dibahas dalam kelompok besar dengan pertanyaan panduan sebagai berikut: -
Fakta-fakta apa yang Anda tangkap dari tayangan tadi?
-
Bagaimana fakta-fakta ini berpengaruh terhadap kehidupan?
♦ Tema-tema: setelah menemukan fakta-fakta objektif,
kemudian peserta
merumuskan tema-tema bersama dalam kelompok besar. Setelah tema-tema ditemukan kemudian membuat urutan prioritas sesuai dengan hal-hal yang dianggap penting dan berpengaruh kuat terhadap kehidupan. ♦ Analisis Peserta diajak untuk menganalisis tayangan “Dua Wajah Televisi” dan “Kebijaksaan Tertinggi” dengan tiga cara membaca televisi dalam kelompok kecil - Semiotik : membaca TV sebagai tanda dan simbol Semiotik adalah sebuah studi tentang segala sesuatu, yang dipakai untuk berkomunikasi: kata, gambar, bunga, musik, dll. Semiotik mempelajari cara bagaimana “tanda” menjalankan fungsinya dan aturan-aturan yang mengatur penggunaannya. Pertanyaan penuntun: Simbol-simbol apa yang Anda temukan dan apa arti dari simbol-simbol tersebut?
144
- Pendekatan Psikologi: Membaca TV sebagai pabrik mimpi Mimpi melibatkan kita secara emosional, sama kuatnya dengan cerita yang ditampilkan pada layar TV atau bioskop. Manusia tidak hanya bertindak secara rasional. Emosi yang disadari maupun tidak disadari juga mempengaruhi tingkah laku manusia. Psikologi motivasi bertanya mengenai “uses and gratifications” atau apa kegunaan yang ditawarkan TV. Pertanyaan penuntun: •
Mimpi seperti apa yang ditawarkan dari dua tayangan tadi?
•
Pola hidup seperti apa yang ditawarkannya dan apa pengaruhnya terhadap pemirsa?
- Pendekatan Kritis Ideologis Pada umumnya industri Televisi berorientasi pada keuntungan komersial. Pertanyaan penuntun: “siapa yang diuntungkan” dan “siapa yang dirugikan” dari tayangan yang telah kita saksikan bersama. Seruan Bapa Gereja terhadap penggunaan media dalam dokumen Aetatis Novae, Inter Mirifica dan seruan Bapa Suci Benediktus XVI perlu untuk menghadapi pengaruh positif dan negatif media serta peluang yang bisa kita manfaatkan. e) Rangkuman dan Peneguhan Setelah setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya, fasilitator menarik kesimpulan atau rangkuman dari proses yang telah berlangsung. Kemudian peserta merenungkan “Doa Yesus” dari Injil Yohanes 17: 9-19 dan pendamping memberikan peneguhan sebagai berikut:
145
“Saudari-saudariku yang terkasih dalam Kristus, seluruh bab ini merupakan bab panjang yang ditujukan Yesus kepada Bapa-Nya. Dalam posisi-Nya antara surga dan dunia, antara Bapa-Nya dan para murid-Nya, Yesus berdoa bagi kaum beriman sekarang dan masa yang akan datang. Bagi murid-murid inilah Yesus berdoa pada saat keberangkatan-Nya dalam ayat 9-19. Ia berdoa secara khusus: peliharalah mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku (ay.11), supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita (ay.11), supaya penuhlah sukacita-Ku dalam diri mereka (ay.13), supaya Engkau melindungi mereka dari yang jahat (ay.15), dan supaya kuduslah mereka dalam kebenaran (ay.17). Permintaan Yesus bagi murid-Nya adalah supaya mereka dilindungi oleh kuasa Allah yang besar (yang akan diperlihatkan dalam 18:6); bahwa kesatuan mereka menyerupai dan berdasar pada kesatuan erat antara Bapa dan Anak. Dan untuk masa depan para murid Yesus memohon karunia pokok seperti dalam 2123. Hanya melalui bukti persatuan kasih ini, perutusan kepada dunia (ay.18) menjadi efektif. Karena hanya berkat persatuan kasih yang kelihatan dari para murid, dunia dapat percaya (ay.21) dan dapat mengetahui (ay.23) bahwa Bapa telah mengutus Yesus dan bahwa kasih Bapa dapat ditemukan dalam Yesus sendiri (ay.23). Dengan doa Yesus ini kita sadar betapa besar kasih-Nya kepada kita, dan Tuhan sendiri tahu bahwa begitu banyak bahaya dari roh jahat yang bisa memecah belah tali persatuan kita dengan Allah. Tetapi kita tidak perlu kuatir karena Yesus sendiri telah memohonkan rahmat dari Allah Bapa untuk senantiasa melindungi kita terhadap segala yang jahat. Kita senantiasa diajak untuk
146
memperat tali persatuan kita dengan Tuhan dan sesama seperti yang dinasihatkan St Angela dalam nasihat terakhir 1-3: hiduplah dalam keserasian sehati sekehendak, terikat satu sama lain dalam cinta kasih, saling menghargai, saling membantu, saling bersabar dalam Yesus Kristus. Bila Anda benar berusaha menghayati hidup seperti ini tidak ragu lagi Allah Tuhan kita tinggal di tengah-tengah Anda. Kita satu dalam Tuhan karena kita telah dipersatukan oleh-Nya, kita juga satu dengan sesama yang adalah karunia dari Tuhan sendiri”. f) Aksi Bersama-sama peserta membuat suatu rencana aksi konkrit yang bisa dilaksanakan secara pribadi maupun bersama yang sekaligus bisa menjadi suatu usulan program bagi pembinaan lanjutan di Novisiat maupun dalam karya pelayanan. g) Evaluasi Bersama peserta fasilitator membuat suatu evaluasi keseluruhan proses dengan pertanyaan penuntun: - Apa kesan Anda mengikuti keseluruhan proses ini? - Apa manfaat yang bisa dipetik dari proses katekese seperti ini? - Apa saran dan kritik Anda dalam proses yang telah kita lalui bersama? 3) Penutup a) Doa Penutup “Bapa di surga, Engkau mengutus kami seperti domba di tengah-tengah serigala. Engkau mengharapkan agar kami bisa menjadi cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Kami mohon rahmat dan tuntunan Roh Kudus-Mu agar semakin hari kami hati kami semakin jernih dan bijaksana terhadap banyak hal, yang bisa menyeret kami menjauh dari-Mu. Demi Kristus Tuhan dan pengantara
147
kami yang hidup dan bertahta bersama Dikau dalam persekutuan Roh Kudus kini dan sepanjang masa. Amin”
b) Lagu Penutup Tuhan adalah kekuatanku, bersama Dia ku’tak akan goyah Ku’kan terbang tinggi bagai rajawali melakukan perbuatan yang besar Ku’kan terbang tinggi bagai rajawali, Dan melayang tinggi demi kemulian-Nya Biar buku bergoncang dan badai menerjang, Ku’kan terbang tinggi bersama Dia.
2. Satuan Persiapan Katekese Audio Visual II a. Identitas 1) Tema 2
: “Pastikan! Kristuslah satu-satunya harta”
2) Tujuan
: Bersama pendamping peserta memahami dan menemukan makna kemiskinan di tengah kemajuan jaman sehingga mampu menghayati kemiskinan seperti yang diteladankan oleh Kristus sendiri
3) Peserta
: Para Novis Ursulin
4) Tempat
: Novisiat Ursulin
5) Hari/Tgl
: Jumat, 2 Maret 2007
6) Waktu
: 15.00 – 17.00
7) Materi
: - Kemiskinan yang dihayati oleh St Angela - Kemiskinan dalam konstitusi - Menggali makna kemiskinan di tengah arus jaman dalam dokumen Vita Consecrata.
148
- Menemukan landasan Kitab Suci 8) Metode
: Informasi, Diskusi, Refleksi, Sharing
9) Sarana
: Penutup mata, Transparansi, OHP, Televisi, VCD Player dan VCD: “Nick”, Kitab Suci, Teks lagu, tape recorder dan kaset
10) Sumber Bahan : a) VCD : Nick b) LAI (1995). Alkitab. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia c) (1996). Vita Consecrata. Jakarta: Departemen Komunikasi dan Penerangan KWI d) Ursulin Unio Roma. (1995). Kata-Kata Santa Angela: Regula, Nasihat, Warisan e) Ursulin Unio Roma (1984). Konstitusi Uni Roma Ordo Santa Ursula f) Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF (1982). Tafsir Alkitab Masa Kini. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF g) Bergant Dianne dan Robert J Karris (2002). Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius
b. Pemikiran Dasar Penghayatan kemiskinan pada jaman ini bukanlah sesuatu yang mudah, apalagi segala macam kebutuhan semuanya terpenuhi. Di samping itu di jaman ini segala macam tawaran sepertinya sungguh sangat dibutuhkan dan segala macam fasilitas pun tersedia untuk memudahkan dalam karya pelayanan. Namun justru hati “bening” seperti yang terus menerus ditekankan dalam pembinaan membuat hidup selalu “eling” (sadar). Kita yang menggunakan fasilitas, kita juga yang menguasainya
149
sehingga bukan kita yang dikontrol atau dikuasai fasilitas. Dengan demikian kita lebih selektif sehingga semuanya itu bisa berdaya guna dan mempermudah karya pelayanan. Santa Angela dalam regulanya menasihatkan para puterinya bahwa kemiskinan bukan pertama-tama sebagai penolakan terhadap harta duniawi, tetapi terutama sikap untuk menjalankan kemiskinan rohani yang sejati. Dengan demikian manusia membebaskan hatinya dari semua kelekatan dan keinginan akan harta yang fana dan duniawi dan dari dirinya sendiri. Hanya dalam Allah kita memiliki semua kekayaan dan di luar Allah kita tidak memiliki apa-apa dan tidak berarti apa pun, sedangkan bersama Allah kita memiliki segala-galanya. Pilihan hidup yang kita yakini sebagai panggilan dari Tuhan sendiri menjadi suatu pilihan yang tidak bisa dicampuradukkan dengan nilai-nilai yang ditawarkan dunia ini. Ketegasan dan sikap bijaksana disertai dengan pemikiran yang cerdas dengan dasar kerohanian yang matang membuat kita tidak bisa menunda-nunda atau lalai, terlebih dalam menghadapi situasi jaman yang mudah berubah ini. Nilai-nilai yang ditawarkan oleh Kristus perlu senantiasa dihayati dan diinternalisasikan setiap saat dalam pikiran, perkataan dan perbuatan kita. Hal ini memang tidak mudah tetapi melalaui proses selangkah demi selangkah hal ini pasti bisa kita wujudkan dalam seluruh kepribadian kita.
c. Proses Pertemuan 1) Pembuka a) Doa Pembuka dari Mzm 8 didoakan bergantian b) Lagu Pembuka
: Give Thanks
150
Give thanks with a grateful heart, Give thanks to the Holy one Give thanks because he’s given Jesus Christ His Son
2X
And now let the weak say I am strong and Let the poor say I am rich because of what the Lord has done for us Give thanks, give thanks, give thanks. Amen c) Permainan: menjadi orang buta caranya adalah peserta dibagi dalam kelompok kecil, anggota kelompok yang tidak ditutup matanya hanya satu orang saja sedang yang lain semua ditutup matanya dengan kain. Tugas orang yang tidak ditutup matanya adalah menuntun anggota kelompoknya untuk berjalan dengan selamat dan sampai tujuan. d) Pendalaman permainan: ♦ Bagaimana perasaan anda saat berjalan dengan mata ditutup? ♦ Apa makna yang Anda temukan dari permainan tadi? e) Peneguhan “Saudari-saudariku yang terkasih dalam Yesus Kristus. Saat mata kita ditutup, kita merasakan kegelapan, kita butuh ada orang lain yang menolong kita, ada yang menuntun dan menunjukkan jalan. Setiap saat kita membutuhkan orang lain dan yang paling penting adalah bahwa setiap saat kita membutuhkan Tuhan. Selain itu setiap saat orang lain pun membutuhkan kita dan Tuhan juga membutuhkan kita. Kita masing-masing dipanggil menjadi pelayan dan mempelai-Nya. Tentu saja kita harus memiliki kualitas hidup baik kepribadian kita maupun kerohanian (spiritual) karena tantangan yang akan menggerogoti hidup kita tidak sedikit.
151
Saudari-saudariku, di Novisiat ini kita telah banyak menggali makna penghayatan kehidupan religius baik dalam kehidupan keseharian, melalui pelajaran-pelajaran seperti sejarah Ordo, konstitusi, regula, kitab suci maupun dengan bimbingan pribadi. Saat ini saya ingin mengajak refleksi apa artinya kita mengandalkan Allah dan menjadikan Kristus satu-satunya harta dari seorang tokoh yang bernama Nick, bagaimana ia tetap berbahagia dengan segala kekurangan yang Ia miliki. Kebahagiaan itu tidak hanya menjadi miliknya sendiri tetapi juga dipancarkan bagi orang lain”. 2) Langkah II a) Menyaksikan VCD berjudul “Nick”dengan ringkasan cerita: Nick adalah seorang penyandang cacat, dia tidak memiliki kedua tangan dan kakinya. Yang ia miliki hanyalah satu telapak kecil dengan satu ibu jari. Dia adalah sosok yang ulet dan berjuang keras dalam segala keterbatasan dan ketidakberdayaan. Dia mengisahkan hidupnya sebagai orang yang cacat, dia pernah mengalami keputusasaan dan keinginan untuk bunuh diri. Orangtuanya yang adalah orang kristen yang saleh bertanya mengapa hal ini menimpa mereka. Nick tidak tenggelam dalam keputusasaan, tetapi ia terus menggali makna hidupnya dalam terang iman bahwa Allah adalah kasih, Allah yang Maha Murah. Nick menjadi pribadi mandiri yang bisa mengurus dirinya sendiri, bisa mengetik dengan komputer bahkan dia berhasil memiliki rumah sendiri dari hasil jerih payahnya. Terhadap masyarakat, dia menjadi pribadi yang tangguh dan berkualitas, bahkan dia bisa menjadi seorang pewarta melalui kesaksian hidupnya b) Pendalaman dengan pertanyaan penuntun: ♦ Bagaimana kesan yang Anda rasakan setelah menyaksikan kisah Nick?
152
♦ Bagaimana Nick mengatasi kelemahan/keterbatasan dalam dirinya? ♦ Kekuatan apa yang menjadi keyakinan dirinya sehingga dia tetap mengalami kebahagiaan? Setelah
kita
menyaksikan
bersama
kisah
dari
Nick,
marilah
kita
membandingkannya dengan kisah lain yang terdapat dalam Kitab Suci. Kita buka Matius 19:16-26 dan salah satu dari Anda diminta membacakannya dengan lantang dan jelas. c) Bacaan dari Kitab Suci: Orang Muda yang kaya (Matius 19: 16-26) d) Langkah II: Pendalaman bersama dalam kelompok besar dari cerita kehidupan dan cerita kanonis ♦ Setelah mendengar kisah orang muda yang kaya tadi, bagaimana kesan Anda terhadapnya? ♦ Adakah persamaan dan perbedaannya dengan kisah Nick yang memiliki banyak keterbatasan? Kalau ada, hal-hal apa yang memberatkan dan meringankan yang Anda temukan dari dua kisah tersebut dalam kaitannya dengan mengikuti Kristus? ♦ Pendalaman (persiapan pendamping) “Banyak orang Yahudi memandang kekayaan sebagai berkat Allah dan kemiskinan sebagai kutukan dari Allah. Kemiskinan, cacat, sakit dan penderitaan sering dianggap sebagai kutukan dari Allah. Hal ini terjadi bukan hanya pada jaman Yesus, tetapi itu juga sempat dialami oleh saudara kita Nick, bahkan mungkin pernah kita alami sendiri. Dari kisah ini kita diajak sekaligus diundang dan ditantang oleh Yesus seperti Yesus mengundang dan menantang orang muda.
153
Tantangannya kepada orang muda tadi ‘jikalau engkau hendak sempurna’ masuk ke dalam hidup kekal adalah dengan melakukan kesepuluh perintah dan perintah untuk mengasihi sesama seperti dirinya sendiri (ay. 16-20). Orang muda menjawab bahwa ia sudah melaksanakan perintah-perintah itu. Yesus mengundangnya ke tahap baru (jika engkau ingin sempurna) dalam ayat 21. Kesempurnaan sebagai murid Yesus adalah membagikan hartanya kepada orang miskin dan mengambil bagian dalam ketidakpastian yang menjadi ciri kehidupan Yesus dan para pengikut-Nya. Si anak muda tidak mampu menerima ajakan Yesus ke tahap baru kesempurnaan selain menaati hukum (ay.22). Berbeda dengan Nick di tengah kegelapan, kemiskinan diri, keputusasaan dia melihat terang dan menerima undangan Yesus, sehingga ia boleh mengalami kebahagiaan sebagai pengikut Kristus bahkan kebahagiaannya dia bagikan bagi orang lain. Dalam kisah orang muda kaya tema kekayaan diangkat oleh Yesus sebagai kemungkinan halangan untuk menjadi sempurna sebagai murid. Dalam ayat 26 Yesus mengajar bahwa tidak seorang pun dapat masuk ke dalam kerajaan surga disebabkan oleh kekayaannya sendiri atau usaha sendiri. Kerajaan adalah anugerah Allah, yang Ia berikan kepada siapa pun yang mau menerimanya. Bagaimana kita menerima undangan dan tantangan Yesus untuk menjadi sempurna dalam Dia. Kesempurnaan melalui jalan kemiskinan merupakan kualitas hidup yang seharusnya dimiliki oleh para pengikut Kristus. Kisah Nick dan orang muda kaya bisa menjadi cerminan bagi kita. Dan kita sendiri memiliki seorang ibu yang telah lebih dahulu menerima undangan dan tantangan dari Yesus untuk menjadi pengikutnya yang setia dan memiliki cinta yang total, dia adalah St Angela. Pada kesempatan ini saya mengajak kita bersama untuk mendalami
154
bagaimana St Angela menghayati kemiskinannya, sekaligus itu juga yang ditawarkan kepada kita. Kita juga akan menggali keprihatinan, seruan dan harapan Bapa Suci dalam penghayatan kemiskinan di jaman ini”. 3) Langkah III menggali dari Regula St Angela dan Dokumen Bapa Gereja a) Pengantar “ Saudariku, kedua kisah tadi mengandung makna penghayatan kemiskinan. Itulah kemiskinan dalam mengandalkan Tuhan. Sejauh mana kemiskinan itu sungguh kita hayati? Pada kesempatan ini saya mengajak kita bersama untuk menggali makna kemiskinan yang diteladankan oleh St Angela dan dari konstitusi kita. Kita juga menggali pesan dari Bapa Paus Yohanes Paulus II yaitu bagaimana seruan dan harapannya terhadap kaum religius dalam menghayati kaul kemiskinan di jaman ini.” b) Diskusi dalam kelompok besar Pertanyaan panduan: ♦ Apa makna kemiskinan yang terkandung dalam Regula St Angela dan Konstitusi kita? ♦ Apa seruan Bapa Suci berkaitan dengan kaul kemiskinan pada jaman ini? c) Rangkuman dari hasil diskusi bersama d) Refleksi pribadi: membuat suatu doa atau puisi dengan tema kemiskinan sebagai suatu persembahan bagi Tuhan. 4) Penutup a) Doa Penutup dari doa St Ignatius “Ambillah Tuhan dan terimalah seluruh kemerdekaanku, ingatanku, pikiran dan segenap kehendakku.
155
Segala kepunyaan dan milikku. Engkaulah yang memberikan, kepada-Mu Tuhan, kukembalikan. Semuanya milik-Mu, pergunakan sekehendak-Mu Berilah aku cinta dan rahmat-Mu, cukup sudah bagiku. Amin” b) Lagu dan gerak (dinyanyikan penuh penghayatan sekaligus doa) : My life is in Your Lord My life is in Your Lord, my soul is in Your Lord My strength is in Your Lord, in You There is gona be revival in the land 2x From the north to south, from the east and to west There is gona be revival in the land 2x. In the land
C. LAPORAN PELAKSANAAN KATEKESE AUDIO VISUAL I Pada bagian ini penulis akan menguraikan laporan pelaksanaan katekese audio visual di Novisiat Ursulin Bandung. Laporan pelaksanaan ini meliputi: 1. Laporan Persiapan Teknis Katekese audio visual dilaksanakan di Novisiat Ursulin, Jl Supratman No.1 Bandung. Hal ini sesuai dengan perencanaan semula dan telah disetujui oleh pembimbing Novis. Sedangkan ruangan yang digunakan adalah ruang rekreasi novisiat yang dilengkapi dengan televisi ukuran 32 inci, VCD player, white board dan spidol untuk nonton televisi. Ruang konferensi provinsialat yang dilengkapi dengan sarana OHP dipakai untuk pleno hasil diskusi kelompok. Sarana lain seperti plastik transparansi dan hand out disiapkan oleh pendamping. Bahan atau materi yang digunakan sesuai dengan rencana yakni film
156
“Kebijaksanaan Tertinggi” dan “Dua Wajah Televisi”. Waktu untuk nonton film sekitar 60 menit, sedangkan untuk diskusi kelompok 45 menit dan waktu untuk pleno 30 menit.
2. Laporan Pelaksanaan Katekese Audio visual Katekese audio visual dilaksanakan sesuai dengan rencana yakni meliputi beberapa hal di antaranya: a. Identitas 1) Tema: Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga 2) Tujuan: Menemukan dan menggali makna kemiskinan yang ditawarkan Yesus bagi mereka yang ingin bahagia 3) Sub Tema 1: Manfaatkan Kegunaannya, Waspadai Resikonya 4) Tujuan: Bersama pendamping peserta mampu menganalisis pengaruh media televisi bagi kehidupan baik yang positif mapun yang negatif di
balik
pesonanya
yang
menakjubkan
sehingga
mampu
menggunakannya secara tepat. 5) Peserta : Novis tahun pertama dan kedua 6) Pengamat: Sr. Reinilda Wuga, OSU dan Sr. Herlina Nogo Manuk, OSU
b. Proses Pertemuan Pada bagian pembukaan pendamping memberikan penjelasan singkat mengenai proses, tujuan dan arah katekese audio visual yang akan dilaksanakan termasuk penjelasan mengenai SOTARAE. Setelah itu pertemuan dibuka dengan doa oleh salah satu peserta, kemudian pendamping mengajak peserta untuk
157
menyanyikan lagu “Ut Omnes Unum Sint” dengan diiringi gitar oleh salah seorang novis. Pendamping mengajak peserta merenungkan lagu Ut Omnes Unum Sint, yang merupakan doa Yesus untuk murid-murid-Nya. Selanjutnya pendamping menggunakan panduan seperti yang ada dalam persiapan katekese. Peserta diajak menyaksikan dua tayangan VCD yang menampilkan dua tawaran yang berbeda tentang makna kebahagiaan. Setelah menonton, pendamping mengajak peserta untuk diskusi mengenai kedua tayangan tadi dengan metode SOTARAE. Langkah 1-3 dari metode SOTARAE didiskusikan bersama dalam kelompok besar dengan dipandu oleh pendamping. Hasil diskusi ditulis pada white board dan isinya sebagai berikut: 1) Kesan peserta: ♦ Kebijaksanaan Tertinggi: Merasa kagum, bangga akan kekayaan budaya yang disajikan dengan kreativitas tinggi, menarik dengan variasi taritarian, cerita dari relief yang mengandung nilai-nilai spiritual, tidak membosankan dan menyentuh perasaan ♦ Dua Wajah Televisi: merasa lelah, membawa masuk pada dunia penuh ilusi dan khayalan kosong, mudah bosan karena sebagian besar tayangannya berisi tawaran uang, barang, kecantikan, kemewahan yang mengarah pada hidup konsumtif, hedonis dan instan 2) Fakta Obyektif ♦ Kebijaksanaan
Tertinggi:
kebahagiaan
batin,
kebahagiaan
dalam
menemukan empat kalimat suci, Candi Borobudur keajaiban surgawi yang
158
mengarah pada hidup spiritual yang tinggi dalam pilihan hidup dan pencarian jati diri. Prioritasnya: Kebijaksanaan tertinggi yang menjadi prioritasnya adalah kebahagiaan sejati, pendidikan olah rohani dan moral. ♦ Dua
Wajah Televisi: mengarah pada
kekerasan,
pembodohan,
kebohongan, impossible, perbedaan pandangan agama bertolak belakang dengan iklan. Produksi terus menerus, konsumen dijadikan obyek. Hiperbola membesar-besarkan fakta. Prioritasnya: kebahagiaan semu, pembodohan besar-besaran, budaya instan, Ilusi masuk dalam khayalan. 3) Tema-tema ♦ Di antara dua pilihan, kebahagiaan sejati vs kebahagiaan semu, ♦ Hidup di antara dua pilihan kebahagiaan yakni kebahagiaan surgawi atau kebahagiaan duniawi ♦ Mencari kebahagiaan sejati di tengah kebahagiaan semu Dari tema-tema ini pendamping mengajak peserta untuk mendalami kedua tayangan tadi dengan menganalisisnya dalam kelompok kecil. Analisis dilakukan dengan menggunakan pendekatan tiga cara membaca televisi yakni semiotik, psikologi dan ideologi. Sesudah itu kelompok kecil mencari pesan Bapa Gereja terhadap penggunaan media. Hasil diskusi kelompok adalah sebagai berikut: ♦ Simbol: relief, musik, tarian, kata-kata, busana, bentuk dan tingkatan bangunan (mengandung nilai seni, nilai kehidupan dan nilai religius)
159
tayangan kedua: produk kosmetik, makanan, kuis, minuman, politik, barang-barang (hiburan, instant, kebohongan, kekerasan, konsumtif). Kemewahan (uang, rumah, HP, kendaraan, peralatan kosmetik, fashion), dan kekerasan ♦ Psikologi: Kebijaksanaan Tertinggi menuju pada kebahagiaan sejati dan kebijaksanaan, kebahagiaan batin (sejati) pengaruhnya pada pemirsa moral lebih baik, memperdalam hidup rohani, memperoleh ketenangan batin. Dua Wajah Televisi tawaran hidup mewah, kenikmatan, kepuasan, budaya instan persaingan dalam penggunaan produk, kecemburuan, boros, penurunan daya ingat. Pengaruhnya terhadap pemirsa: kebahagiaan semu dengan pola hidup konsumtif, instan, hedonis, egois, individualisme ♦ Ideologi, yang menguntungkan: pemirsa, Stasiun TV, pemilik produk, Yang dirugikan: konsumen atau pemirsa yang tidak kritis Seruan Bapa Gereja terhadap media komunikasi ♦ Positif: memperoleh informasi dengan cepat, hiburan, membangun kreativitas, media sebagai sarana yang memperlancar komunikasi, hidup berkomunitas dan kerjasama. Bila digunakan dengan tepat media massa sangat membantu menyegarkan hati dan budi untuk mewartakan Kerajaan Allah. ♦ Negatif: penonton tak berdaya, persaingan, kekerasan, kerakusan harta, egoisme,
kurang
menghargai
hidup
dan
Hak
Asasi
Manusia,
perkembangan media massa mengakibatkan kesenjangan sosial dan mentalitas semakin instan. Industri media kehilangan rasa tanggung
160
jawabnya bagi kebaikan umum bila hanya mementingkan kepentingan sendiri. ♦ Peluang: memberikan kesempatan bagi konsumen untuk belajar banyak tentang hal yang ditayangkan melalui media dan penggunaan media. Komunikasi sejati menuntut keberanian dan tekad Gereja memberikan kebebasan menggunakan media sejauh demi pendidikan Kristen dan demi keselamatan manusia. ♦ Tantangan: tidak diberi kesempatan, dana terbatas, kurang kreativitas untuk mengolah dan mengembangkan yang sudah ada dalam Kitab Suci atau Santo santa, minimnya dukungan dari orang-orang di atas, minimnya peminat. Aksi: menggunakan peluang yang bisa digunakan dari media televisi seperti lewat sinetron, lagu-lagu, renungan, film dokumenter rohani, film kartun yang di dalamnya mencakup nilai budaya, pendidikan, moral dan religius. Dari hasil analisis kelompok-kelompok kecil dan dari keseluruhan proses pendamping membuat suatu rangkuman dan peneguhan sebagai berikut: “Saudarisaudariku yang terkasih kita tadi sudah melihat fakta bagaimana televisi memiliki pengaruh positif dan negatif itu tergantung dari bagaimana ia digunakan dan motivasi yang mengiringinya. Bapa Suci sendiri menyatakan bahwa teknologi komunikasi yang berkembang pesat termasuk media televisi merupakan anugerah Tuhan dan hasil kecerdasan manusia yang harus dan wajib kita gunakan untuk pewartaan Kerajaan Allah, untuk mewartakan kebenaran. Setelah kita bersama melihat tantangan dan peluang yang dihadirkannya kita yang telah bertekad memilih untuk menjadi pekerja di ladang Tuhan harus berusaha dengan sungguh-
161
sungguh untuk mampu menggunakan dan memanfaatkan media ini. Kita pun harus senantiasa waspada terhadap resiko pengaruh buruk yang bisa ditimbulkannya. Tetapi untuk itu Yesus sendiri tahu bahwa hidup di dunia ini tidak mudah dan Yesus berdoa khusus dan memohon kepada Bapa untuk kita”. Salah satu peserta membaca dari Injil Yohanes 17. Setelah peserta membacanya, kemudian pendamping mengajak peserta untuk hening sejenak,
kemudian
memberikan kata-kata peneguhan seperti yang telah pendamping siapkan dalam persiapan pelaksanaan katekese. Aksi: bersama-sama peserta membuat suatu rencana aksi konkrit yang bisa dilaksanakan secara pribadi maupun bersama; memiliki sikap kritis terhadap penggunaan media, memilih tayangan yang bermanfaat, menjadikan media sebagai sarana untuk katekese Setelah semua proses dilalui bersama, pendamping membagikan lembaran kuesioner untuk evaluasi. Dari hasil evaluasi seperti yang terdapat dalam lampiran 4, semua peserta sangat senang mengikuti proses katekese audio visual dengan cara ini terlebih dalam membangun sikap kritis. Dengan pengalaman ini banyak di antara peserta merasa terbantu untuk mengkritisi media dan menggunakan media untuk kepentingan yang berarti. Pertemuan ditutup dengan doa penutup dan lagu “Bagai Rajawali”.
3. Laporan Evaluasi Pelaksanaan Katekese Audio Visual I Dari pengamatan para pengamat maupun tanggapan peserta katekese, dikatakan bahwa proses katekese terlaksana dengan baik. Hal ini bisa kita lihat dari hasil evaluasi yang dilakukan baik oleh peserta katekese maupun oleh pengamat yang
162
turut berperan serta di dalam proses katekese. Evaluasi dilakukan dengan cara mengisi lembaran kuesioner yang telah dipersiapkan oleh pendamping katekese. Lembaran diisi baik oleh peserta maupun oleh pengamat berdasarkan pengalaman dan kesan mereka dalam mengikuti proses katekese.
a. Evaluasi dari peserta Hasil evaluasi dari peserta dapat dilihat pada lampiran 4. Proses katekese ini mendapat sambutan yang positif dari peserta katekese. Hal ini tampak dari nilai-nilai yang mereka rasakan dan mereka dapatkan setelah mengikuti proses katekese ini. Peserta merasa senang karena memiliki kesempatan untuk menganalisis media. Peserta juga merasa ditantang dalam mencari, menemukan, dan menggali nilai-nilai yang perlu terus diperjuangkan. Peserta menyatakan keinginan agar proses katekese ini bisa lebih diperdalam lagi di masa yang akan datang. Hal-hal yang menjadi catatan dari peserta dalam pelaksanaan katekese audio visual I: pertama tempat pertemuan terlalu sempit, sehingga tidak leluasa bahkan tidak nyaman karena saat menonton terhalang oleh teman di depannya. Di samping itu penataan tempat terkesan formal seperti di kelas sehingga suasana menjadi kaku dan membosankan. Kedua, waktu untuk katekese dirasa terlalu siang pada saat mereka sudah lelah setelah mengerjakan tugas harian, sehingga kurang efisien. Sedangkan waktu untuk diskusi terlalu singkat padahal peserta merasa bahwa bahan diskusi menarik dan sangat penting untuk dipelajari. Ketiga, materi yang diberikan sudah bagus dalam proses pertemuan terkesan terburu-buru, tetapi tidak ada selingan lagu atau permainan yang menghidupkan suasana, sehingga mudah lelah dan bosan.
163
b. Evaluasi dari pengamat Pengamat mengungkapkan bahwa proses dan metode yang digunakan cukup bervariasi sesuai dengan persiapan yang membantu peserta untuk mengikuti katekese tahap demi tahap. Hal ini bisa tampak dari keterlibatan dan partisipasi peserta yang didukung oleh semangat para novis untuk mempelajari hal yang baru. Para pengamat sangat mendukung pelaksanaan katekese audio visual dan sungguh sadar bahwa sarana audio visual sudah seharusnya dipakai dalam rangka pembinaan kaum muda yang berupaya menanggapi panggilan Tuhan untuk menjadi seorang biarawati. Sarana-sarana audio visual sudah semestinya dipakai untuk membina para novis terlebih untuk membantu menginternalisasikan nilai-nilai Injili. Catatan dari pengamat sebagai saran sekaligus usulan adalah lebih memperhatikan tempat yang dipakai supaya lebih nyaman dan leluasa. Pada bagian diskusi sebaiknya film dianalisis satu persatu tidak dua sekaligus karena nontonnya jadi terlalu lama dan peserta cepat merasa bosan. Untuk menghidupkan suasana, perlu ada selingan lagu atau permainan yang dapat menghidupkan suasana dan membuat peserta tetap bersemangat.
D. LAPORAN PELAKSANAAN KATEKESE AUDIO VISUAL II 1. Laporan Persiapan Teknis Berdasarkan
hasil
evaluasi
dari
peserta
maupun
pengamat
yang
mengungkapkan bahwa tempat yang digunakan pada katekese audio visual tahap pertama terlalu sempit, maka untuk mengantisipasi terjadinya hal yang kurang menyenangkan pendamping berusaha menata ruang rekreasi itu, yakni dengan menggelar tikar supaya lebih luas, menghias ruangan dan membuat suasana doa.
164
Dengan cara ini peserta bisa merasa nyaman dan rileks dalam mengikuti katekese sehingga proses katekese dapat berjalan dengan baik dan lancar. Sedangkan persiapan materi tidak mengalami perubahan seperti yang tercantum dalam persiapan katekese, tetapi hanya mendapat tambahan untuk menghidupkan suasana.
2. Laporan Pelaksanaan Katekese Audio Visual II Katekese Audio Visual tahap kedua dilaksanakan dengan urutan sebagai berikut: a. Identitas 1) Tema: “Pastikan! Kristuslah satu-satunya harta” 2) Tujuan: Bersama pendamping peserta memahami dan menemukan makna kemiskinan di tengah kemajuan jaman sehingga mampu menghayati kemiskinan seperti yang diteladankan oleh Kristus sendiri. 3) Peserta : Para Novis Ursulin 4) Tempat: Ruang rekreasi Novisiat Ursulin 5) Pengamat: Sr. Reinilda Wuga, OSU dan Sr. Elisabeth Janul, OSU
b. Proses Pertemuan Pertemuan dibuka dengan doa dari Mazmur 8 yang didaraskan bergantian mulai dari yang duduk di sebelah kanan kemudian sebelah kiri. Pendamping dan peserta bersama-sama menyanyikan lagu Give Thanks, dilanjutkan dengan mengamati gambar St. Angela. Peserta diajak merenungkan pesan dari St. Angela yang digali dari pemahaman peserta sendiri seperti: “Langkah Anda yang pertama senantiasa kembali ke Yesus Kristus, tiada tempat perlindungan yang aman selain di kaki Yesus dan Kristuslah satu-satunya harta”.
165
Pendamping mengajak peserta untuk melihat kembali proses katekese audio visual I dan mengajak peserta mendalami iklan dari Yesus sendiri yakni “Ikutlah Aku”. kata-kata in diulang-ulang Yesus di berbagai kesempatan yang merupakan tawaran dan undangan untuk semua orang. Kemudian untuk masuk dalam pendalaman katekese dengan tema “Pastikan! Kristuslah satu-satunya harta”, diadakan permainan “Menjadi orang buta”. Caranya: peserta semua masuk dalam kelompok kecil, dalam kelompok itu hanya satu yang tidak ditutup matanya sedangkan yang lain ditutup mata. Satu orang yang tidak ditutup mata bertugas dan bertanggungjawab membawa teman-temannya berjalan dari ruang rekreasi melewati ruang konferensi, kapel, kebun dan kembali ke tempat ini dengan selamat. Semua peserta antusias mengikuti permainan ini. Ada kelompok yang kreatif dengan berjalan beruntun ke belakang dan yang tidak ditutup mata di paling depan sambil memberi aba-aba. Ada juga kelompok yang susah payah karena berusaha memegang semuanya. Dalam perjalanan ada yang hampir terperosok, ada juga yang nabrak kayu tetapi akhirnya semua bisa kembali ke tempat semula dengan selamat. Setelah permainan, pendamping mengajak peserta untuk mendalami permainan. Peserta mensharingkan pengalamannya saat menuntun dan dituntun. Ada peserta yang merasa takut, tidak percaya pada orang yang menuntun, kuatir, ragu, tidak yakin pada yang menuntun karena hampir terperosok, ada juga yang yakin dan percaya pada teman yang menuntun.
Pengalaman dari peserta yang bertugas menuntun
teman-temannya: merasa was-was takut ada temannya yang jatuh, ada yang merasa sangat berat sampai bercucuran keringat karena dipegangi teman-temannya. Pendamping melanjutkan pertanyaan tentang makna permainan tadi. Peserta menjawab maknanya bahwa dalam kegelapan membutuhkan orang lain, kerja sama
166
dan kekompakan, juga rasa saling percaya satu sama lain dan tanggung jawab terhadap tugas yang dipercayakan. Selanjutnya pendamping memberi peneguhan seperti yang tertera dalam panduan persiapan dan mengajak peserta untuk bersama menyaksikan kesaksian dari Nick seorang yang cacat (30 menit). Kemudian pendamping mengajak peserta untuk mendalami film Nick. Dari film tersebut peserta sungguh terkesan dengan perjuangan, keberanian, keuletan, semangat dan kegembiraan Nick kendati secara fisik dia cacat. Peserta sungguh merasa kagum, terharu, malu terhadap Nick. Ada juga yang mengaku iri terhadapnya kendati banyak keterbatasan mampu mengatasinya dan bisa lebih berhasil dari manusia yang normal. Setelah itu pendamping mengajak peserta untuk bersama-sama menggali bagaimana Nick mengatasi kelemahan/keterbatasan dalam dirinya. Peserta dengan antusias menjawab bahwa Nick mampu menerima diri apa adanya, memiliki semangat juang yang tinggi, mampu bangkit terus berjuang saat-saat mengalami kegagalan dan yang penting adalah Nick mampu menangkap terang kasih Tuhan walau dia mengakui pada awalnya sangat sulit baginya. Kekuatan yang ada pada dirinya adalah imannya pada Tuhan, keinginan untuk tidak mengantungkan diri pada orang lain, motivasi dirinya kalau gagal berusaha lagi dan terus berusaha. Setelah mendalami kisah Nick pendamping mengajak peserta untuk mempelajari kisah lain yang terdapat dalam Kitab Suci dari Matius 19:16-26 “Orang muda yang kaya”. Pendamping meminta salah satu untuk membacakannya, kemudian pendamping mengajak peserta untuk hening sejenak dengan diiringi musik instrumental. Langkah selanjutnya: pendamping mengajak peserta mendalami kisah ini. Kesan peserta terhadap pemuda kaya dia mudah menyerah, merasa diri sudah
167
sempurna, tidak berani menerima tantangan dari Yesus kemudian dia mundur dengan kecewa. Kemudian pendamping menanyakan perbedaan dan persamaannya dengan kisah Nick. Peserta menjawab bahwa persamaannya adalah: Nick dan pemuda kaya sama-sama ingin menjadi orang yang sempurna. Perbedaannya Nick tidak putus asa, semangat gembira, mewartakan kasih Tuhan dalam seluruh hidupnya. Ia senantiasa mengandalkan Allah dan bersyukur dengan segala keadaannya walau awalnya dia memberontak dan nyaris putus asa. Ia berani memberi kesaksian tentang kebesaran kasih Allah. Sedangkan pemuda kaya enggan melepaskan segala kekayaannya dan memilih untuk tidak mengikuti Yesus. Kemudian pendamping memberikan peneguhan seperti yang telah dipersiapkan dalam persiapan katekese. Langkah berikutnya ialah pendamping mengajak peserta menggali dari Regula St Angela, konstitusi, dan Dokumen Bapa Gereja. Hasil diskusi bersama dalam kelompok besar adalah sebagai berikut: Santa Angela
Konstitusi
Vita Consecrata
- Allah sendiri tahu, mampu dan akan menyediakan segalanya - Di luar Allah ia tidak memiliki apapun sedangkan bersama Allah ia memiliki segala-galanya - Membebaskan hati dari semua kelekatan akan harta yang fana dan duniawi - Meletakkan seluruh kebahagiaan, cinta dan kesenangannya hanya dalam Allah
- Menerima diri apa adanya dengan bakat-bakat dan keterbatasanketerbatasan kita - Melepaskan hak untuk menentukan sendiri penggunaan harta benda – pemimpin - Semua sarana adalah milik bersama - Tidak mau memiliki apapun selain Kristus - Mengikuti Kristus dalam pengosongan diri-Nya - Menjadikan pekerjaan kita sebagai pelayanan kasih bukan untuk mencari keuntungan - Kristus adalah: satu-satunya harta - Terbuka untuk mendengarkan
- Allahharta kekayaan hati manusia yang sejati - Memberi kesaksian - Menyerukan sikap hormat terhadap alam ciptaan - Pengendalian diri - Solidaritas - Kesederhanaan dan persaudaraan - Sikap
168
- Membebaskan diri dari semua kelekatan dan keinginan
orang lain menghargai dia sebagai pribadi yang mempunyai hak untuk jadi dirinya sendiri
mengutamakan cinta kasih terhadap kaum miskin
Pendamping mengajak peserta untuk membaca kembali dan membatinkan nilai-nilai kemiskinan yang dinasihatkan oleh St Angela, dari Konstitusi dan dokumen Bapa Gereja Vita Consecrata. Setelah itu untuk langkah selanjutnya, pendamping mengajak peserta untuk memilih salah satu butir yang mengesan sekaligus menjadi kata mutiara yang memotivasi untuk mengatasi segala kelemahan dan keterbatasan diri. Setelah itu peserta diajak untuk membuat niat berupa sebuah doa atau puisi atau kata mutiara sebagai persembahan diri pada Tuhan. Pendamping menutup proses katekese dengan salib di atas meja, kemudian pendamping bertanya pada peserta apa yang kurang dari penataan salib itu. Mereka menjawab: kurang ada bunga, taplak, lilin, dan hiasan. Pendamping mengajak peserta menyadari bahwa Yesus menawarkan dan mengundang siapa saja untuk menjadi pelengkap melalui seluruh diri supaya banyak orang percaya dan merasakan kasih Tuhan sendiri. Kemudian pendamping mengajak peserta mempersembahkan segala niat kepada Tuhan. Pertemuan ditutup dengan doa dari St Ignatius dan lagu “My life is in Your Lord” .
3. Laporan Evaluasi Pelaksanaan Katekese Audio Visual II Laporan hasil evaluasi pelaksanaan katekese udio visual tahap kedua penulis sajikan seperti evaluasi sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk melihat perbandingan dengan katekese pertama yang sudah terlaksana sebelumnya. Adapun hasil evaluasi perserta penulis sajikan dalam lampiran 5.
169
a. Evaluasi dari peserta Dari hasil evaluasi peserta mengatakan bahwa tempat dan sarana mendukung proses katekese. Tempatnya sama tetapi penataannya berbeda, sehingga suasana menjadi lebih leluasa, lebih rileks dan lebih akrab. Kendala-kendala yang dialami pada pertemuan pertama sudah bisa diatasi baik dari persiapan teknis maupun dalam proses pelaksanaan, sehingga semua peserta mengakui bahwa tidak mengalami kesulitan. Peserta mengungkapkan bahwa materinya jelas dan menarik karena disertai contoh-contoh, ada permainan, suasana akrab, rileks dan menyentuh. Hal ini membantu peserta dalam menginternalisasikan nilai-nilai, mulai dari perasaannya yang tersentuh sampai pada penghayatan dan keyakinan akan kebesaran kasih Allah dalam seluruh hidupnya. Adapun masukan atau kritik yang disampaikan kepada pendamping adalah soal waktu pelaksanaan katekese yakni jam tiga sore saat istirahat. Memang wajar bila merasa lelah dan ada yang merasa cepat bosan, ada pula yang mengatakan masih kurang rileks dan waktu untuk sharing hanya sedikit. Peserta juga memberi saran kepada pendamping untuk terus meningkatkan apa yang telah dimulai, menambah waktu sharing dan pada kesempatan lain melanjutkan katekese ini dengan metode yang lain.
b. Evaluasi dari Pengamat Pengamat mengatakan bahwa tempat, sarana dan fasilitas dalam pelaksanaan katesese II sudah cukup memadai sehingga memudahkan proses pertemuan dan mendukung pelaksanaan katekese.
Dan terhadap materi/bahan yang diberikan
170
pengamat menilai bahwa bahan dan materi yang diberikan dalam katekese ini cukup relevan dan sesuai situasi jaman sekarang. Tantangan yang dihadapi manusia dewasa ini sangat besar dan membuat orang sulit untuk hidup lepas bebas. Keseluruhan proses pertemuan berjalan dengan baik dan lancar karena didukung oleh metode yang sungguh menarik, bervariasi dan bagus. Saat permainan menjadi orang buta semua semua peserta bahu membahu dalam menolong teman. Pesertanya juga cukup terlibat dan semua turut berpartisipasi dalam proses katekese. Catatan dari pengamat: dalam kesempatan berikutnya perlu diusahakan supaya lebih ekspresif, lebih hidup karena materinya sungguh menarik supaya lebih menyentuh dan membantu peserta dalam penghayatan imannya. Pengamat juga mengucapkan terima kasih kepada pendamping karena boleh mendapatkan hal yang baru.
E. REFLEKSI PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN KATESEKE AUDIO VISUAL I DAN II Katekese audio visual yang telah penulis laksanakan sebanyak dua kali di Novisiat Ursulin merupakan hasil dari olahan materi yang penulis jabarkan dalam penulisan skripsi ini. Sabda Bahagia Yesus bukan hal yang mudah apalagi di era informasi yang pesat dan canggih ini. Bagaimana Sabda Bahagia ini tetap bergema dan menjadi pilihan di tengah sabda bahagia modern yang menggiurkan dan seolaholah menjanjikan? Nilai-nilai Sabda Bahagia Yesus secara khusus didalami dalam masa pembentukan yakni di Novisiat. Dari situ penulis tergerak untuk mencoba katekese audio visual dalam upaya menginternalisasikan Sabda Bahagia Yesus. Apakah sarana audio visual ini juga bisa dimanfaatkan untuk upaya proses internalisasi? Penulis
171
secara khusus membicarakan hal ini dengan pembimbing novisiat dan beliau menyetujui bahkan sangat mendukung. Setelah itu dalam proses selanjutnya penulis membuat suatu penelitian kecil seputar permasalahan, tantangan dan peluang di jaman media televisi dalam penggunaan media televisi, juga mengenai katekese audio visual. Dari penelitian ini penulis memperoleh data yang mendukung bagi pelaksanaan katekese ini. Penulis memperoleh dukungan dari banyak pihak sehingga penulis tidak ragu-ragu untuk mengadakan ekperimen sederhana dengan katekese audi visual di Novisiat. Penulis berusaha sungguh-sungguh mempersiapkan materi bersumber dari apa yang telah penulis pelajari di bangku kuliah dan dari pengolahan materi penulisan skripsi ini. Penulis sempat merasa ragu, dan tidak percaya diri namun penulis memperoleh kekuatan dan dukungan baik dari dosen pembimbing, komunitas, para sahabat maupun dari pihak magistra dan para novis sendiri. Pelaksanaan katekese audio visual disesuaikan dengan jadual kegiatan di Novisiat yang cukup padat. Setelah disepakati bersama, katekese audio visual bisa dilaksanakan pada tanggl 28 Februari 2007 dan 3 Maret 2007. Waktunya sangat berdekatan karena tema katekese yang diolah saling berkaitan satu sama lain. Katekese
bisa
terlaksana
atas
ijin
dan
dukungan
dari
pemimpin
novis/magistra. Peserta sendiri cukup antusias. Hal ini terlihat dari keaktivan maupun partisipasi mereka dalam mengikuti katekese ini. Para novis hadir bukan hanya sebagai peserta tetapi sekaligus sebagai latihan dalam berkatekese. Fasilitas yang tersedia di novisiat sangat mendukung keseluruhan proses katekese.
172
Hasil evaluasi baik dari peserta maupun pengamat membuka suatu kesadaran baru, bukan hanya bagi penulis sendiri tetapi juga bagi para novis dan magistra yang turut ambil bagian sebagai pengamat. Katekese audio visual ini menjadi suatu masukan baru yang mendapat respon sangat positif dari peserta. Kemajuan jaman dengan segala kekayaannya dapat menjadi tantangan sekaligus peluang untuk mewartakan Kerajaan Allah. Seperti halnya di jaman audio visual ini, katekese audio visual menjadi cara yang kreatif dan efektif untuk menginternalisasikan Sabda Bahagia Yesus agar tetap bergema dan dialami oleh banyak orang. Dengan demikian pewartaan akan semakin aktual dan sesuai perkembangan jaman. Dari situ penulis menyadari bahwa kita bisa menggunakan berbagai macam cara seturut perkembangan jaman agar nama Tuhan semakin dipuji dan dimuliakan.
173
BAB VI PENUTUP
A. KESIMPULAN Dari hasil studi pustaka, penelitian dan eksperimen sederhana dapat ditarik suatu kesimpulan sekaligus bahan refleksi kita untuk semakin menghayati Sabda Bahagia Yesus di jaman ini. Sabda Bahagia Yesus adalah jalan kesempurnaan untuk mencapai kebahagiaan sejati di dunia ini maupun di akhir jaman. Tiga kata kunci dari Sabda Bahagia Yesus yang bisa menjadi pegangan bagi kita adalah kebahagiaan, Kerajaan Allah, dan kebenaran. Maksudnya adalah bahwa kebahagiaan hanya bisa didapatkan oleh orang yang berada di jalan yang benar. Hidup benar di hadapan Allah artinya hidup sesuai dengan kehendak Allah, senantiasa peka dan terbuka pada kehendak Allah dalam berbagai situasi. Manusia yang terpana akan kebenaran Allah akan terus berdoa dan tetap setia dan bertahan sekalipun harus menderita dan dianiaya. Orang dikatakan hidup dalam kebenaran apabila mereka cinta kepada Allah dan menaruh cinta kepada sesama. Hal ini ditunjukkan dalam kesederhanaan, memelihara kesucian diri, lapar dan haus akan kebenaran, membawa dan menciptakan perdamaian di tengah masyarakat. Tantangan pada jaman ini dapat mengaburkan makna Sabda Bahagia Yesus. Di antaranya adalah sabda bahagia modern yang mengagung-agungkan kemewahan, kenikmatan, kepuasan dan kebahagiaan semu. Nilai-nilai sabda bahagia modern didengung-dengungkan lewat media massa termasuk televisi. Televisi merupakan sarana komunikasi yang efektif dan menarik terutama untuk memperoleh informasi, pengetahuan, pendidikan dan juga hiburan. Yang perlu diwaspadai dari televisi adalah
174
pengaruh negatifnya yakni nilai-nilai sabda bahagia modern yang terwujud dalam pola hidup konsumtif, hedonis dan instant. Nilai-nilai ini juga bisa merasuki kehidupan membiara karena mereka pun hidup di tengah dunia, dan di tengah nilainilai yang sekaligus menjadi tantangan bagi penghayatan ketiga kaul dan terutama dalam penghayatan kaul kemiskinan. Penelitian kualitatif yang dilaksanakan di Novisiat Ursulin menunjukkan bahwa pengaruh nilai-nilai sabda bahagia modern melalui media televisi menjadi tantangan dan perjuangan tersendiri bagi para novis. Mereka menyadari bahwa nilainilai seperti cari mudah, ikut tren, mengejar kesenangan pribadi kalau tidak disadari dapat mengaburkan penghayatan kemiskinan. Latihan-latihan rohani maupun latihan kesederhanaan dan kerendahan hati melalui ha-hal kecil di masa pembentukan merupakan cara yang membantu proses internalisasi Sabda Bahagia Yesus. Eksperimen sederhana katekese audio visual yang dilaksanakan di novisiat Ursulin mendapat tanggapan yang positif dari para novis. Peserta merasa tertarik, terbantu untuk memaknai pengalaman hidup dan imannya sekaligus tertantang untuk menjadikan katekese audio visual sebagai salah satu cara pewartaan di jaman ini. Berdasarkan hal ini sebagai langkah lebih lanjut penulis bisa merekomendasikan katekese audio visual ini sebagai sumbangan
dalam proses pembinaan di masa
pembentukan Ursulin. Berbagai cara dan upaya memang harus kita tempuh untuk sungguh-sungguh menjadi orang yang berbahagia dan memberi kesaksian yang menghantar orang pada Kristus, sehingga banyak orang merasa bahagia karena Kristus Tuhan Sang Juru Selamat kita.
175
B. SARAN Pada bagian ini penulis ingin menyampaikan saran kepada beberapa pihak yang bertugas dalam bidang pewartaan untuk mewartakan karya keselamatan Kristus bagi semua orang. 1. Gereja yang memiliki tugas pewartaan a. Mengembangkan pelayanan dan pelatihan dalam bidang pewartaan yang lebih kontekstual dan lebih aktual agar suara kebenaran dan nilai-nilai Injili semakin dihayati oleh banyak orang. b. Menjadi saksi yang menghantar umat manusia kepada kebahagiaan sejati, semakin meningkatkan mutu pelayanan terutama di bidang pewartaan membina terus menerus baik para imam, biarawan/ti maupun para katekis.
2. Para Imam, Biarawan-Biarawati, Katekis, dan Pewarta a. Mampu menggunakan sarana-sarana modern yang ada untuk meningkatkan mutu/kualitas pelayanan untuk semakin mengembangkan Kerajaan Allah di dunia ini. b. Meningkatkan kualitas pribadi dan relasi dengan Tuhan agar mampu memberikan kesaksian kepada banyak orang.
3. Para Novis Ursulin a. Menjadi orang yang bijak terhadap berbagai perkembangan jaman, terus melatih diri dalam menganalisis berbagai media komunikasi untuk mencari peluang sekaligus menghadapi tantangan yang ditimbulkannya.
176
b. Meningkatkan kualitas hidup doa maupun perkembangan kepribadiaan sejak dalam masa pembentukan agar siap menjadi seorang pewarta, pelayan dan mempelai Kristus yang handal
4. Pihak Pembina para novis Berhadapan dengan pribadi-pribadi di jaman postmodern ini bukanlah hal yang mudah. Semoga katekese audio visual bisa dikembangkan dan dijadikan salah satu alternatif dalam pembinaan para novis.
177
DAFTAR PUSTAKA
Media Cetak Abineno, J.L, Dr. (1986). Khotbah di Bukit. Jakarta: BPK Gunung Mulia Abdipranata, S.J. (2006). Pembedaan Roh. Hand Out Kursus Persiapan Kaul Kekal. Salatiga: Institiut Roncalli Arswendo, Atmowiloto. (1986). Telaah Televisi. Jakarta: Gramedia Batmomolin, Lukas dan Fransiska Hermawan. (2003). Budaya Media. Ende: Penerbit Nusa Indah. Bergant, Dianne, CSA. & Karris, Robert, J., OFM. (Ed.). (2002). Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius (Buku asli diterbitkan 1989). Benediktus XVI. (2006). Media: Jejaring untuk Komunikasi, Hidup Berkomunitas dan Kerjasama. Dalam Majalah Hidup No. 21, Tahun ke-60, 21 Mei 2006. pp. 11-12 Darminta, J, SJ. (1981). Persembahanku Cintaku. Yogyakarta: Kanisius _______________ (1997). Sabda di Bukit: Konstitusi Hidup Kerajaan Allah. Yogyakarta: Kanisius Dewan Kepausan. (2000). Etika Komunikasi. (R. Hardawiryana, S.J, Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI (Dokumen Asli diterbitkan tahun 1999) Emidio Campi. (1984). Khotbah di Bukit. Semarang: Satya Wacana Ernestine, Sr, OP & Rm. FX. Adisusanto,SJ. (2001). Katekese Audio Visual. Seri Puskat no. 378, Yogyakarta Farano, Vincent. M. (1975). Sabda-Sabda Kebahagiaan. Ende: Nusa Indah Budi Hartono Budi, S.J, & Purwatma, M. Dr. (Ed). (2004). Di Jalan Terjal: Mewartakan Kristus yang Tersalib di Tengah Masyarakat Risiko. Yogyakarta: Kanisius. Hofmann, Ruedi. (1999). Dasar-Dasar Apresiasi Program Televisi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia Hani Hartoko, S.J. (2002). Awas…Virus Hedon. Majalah Rohani No. 04, Tahun ke49, April 2002. Yogyakarta: Kanisius Iswarahadi, Y.I., SJ. (2002). Pendidikan Iman di Jaman Audio Visual. (Seri Pastoral 334). Yogyakarta: Pusat Pastoral _______________ (2003). Beriman dengan Bermedia. Yogyakarta: Kanisius _______________ (2003) Tantangan Dari Zaman Televisi: Pewartaan Iman dengan Cerita dan Gambar. Dalam buku Di Jalan Terjal. (Dr. Hartono Budi, S.J. & Dr.M. Purwatma, Pr. Ed). Yogyakarta: Kanisius Jeanne Cover. (1993). Theological Reflections: Social Effect of Television. Dalam buku Religion and The Media (Arthtur, Chris). Cardiff: University of Wales Press Komisi Kateketik KWI. (1997). Peranan Media dalam Pendidikan Iman & Upaya Pendidikan Kesadaran Bermedia. Yogyakarta: Kanisius. Komisi kateketik KWI. (1994). Naratif Eksperiensial. Jakarta:KWI Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici). (1991). (V. Kartosiswoyo Pr. dkk., Penerjemah). Jakarta: Obor (Buku asli diterbitkan 1983). Kleden, Paulus Budi, SVD. (2002) Aku Yang Solider, Aku Dalam Hidup Berkaul. Maumere: Ledalero.
178
Konsili Vatikan II. (1993). Dokumen Konsili Vatikan II. (R. Hardawiryana, S.J, Penerjemah). Jakarta:Obor. (Dokumen Asli diterbitkan tahun 1965) Leks, Stefan. (2003). Tafsir Injil Matius. Yogyakarta: Kanisius. LAI (1995). Alkitab. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia Mardi Prasetyo, F, SJ. (2001). Tugas Pembinaan Demi Mutu Hidup Bakti. Yogyakarta: Kanisius Mariani, Luciana, OSU & Marie-Benedicte OSU. (2004). Against The Tide Angela Merici. (Susi Purwoko. M.I. drg, Penerjemah ke dalam Bahasa Indonesia). Bandung: Ordo Sta. Ursula Mangunhardjana A.M. (1986). Pendampingan Kaum Muda. Yogyakarta: Kanisius Mark Tierney, OS. (1998). “Modern day Beatitudes”, in Liam Swoeds (ed) Occasional Homilies, the Columba Press, Dublin. Dalam buku Praksis Pendidikan Nila (Darminta, S.J.). Yogyakarta:Kanisius Milles, B. Matthew. (1992). Analisis Data Kualitatif. (Tjetjep Rohidi, Penerjemah). Jakarta: Universitas Indonesia Moleong, Lexy. Prof. Dr. (1988). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Neil, Postman. (1995). Menghibur Diri Sampai Mati. Mewaspadai Media televise. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Olivera Manuel. (1989). Group Media. Yogyakarta: Kanisius Powel John. (1992). 10 Laku Hidup Bahagia. Yogyakarta:Kanisius Paulus VI (1992). Inter Mirifica. (R. Hardawiryana, S.J, Penerjemah).Jakarta: Departemen Komunikasi dan Penerangan KWI. (Dokumen Asli diterbitkan tahun 1965) Riga, Peter. (1974). Sabda Bahagia. Yogyakarta: Kanisius Ridick, Joyce. SSC, Ph.D, Sr. (1987). Kaul harta melimpah Dalam Bejana Tanah Liat. Yogyakarta: Kanisius Team Rohani. (2006). “Saat Getar HP mengguncang Klausura”. Majalah Rohani Nomor 02, Tahun ke-53, Februari 2006 Soetoprawiro, Koerniatmanto. (2003). Bukan Kapitalisme Bukan Sosialme: Memahami Keterlibatan Sosial Gereja. Yogyakarta: Kanisius Sudiarja, A, SJ dkk. (2006). Etika Posmodern. Hand Out Diskursus Etika dan Moral. Yogyakarta: Program Magister Teologi USD Sudarminta, S.J. (2003). Memetakan Formasio Zaman Sekarang: Tinjauan Dari Dua Sisi. Dalam buku (2003). Berenang di Arus Zaman (Ed. Sudiarja, A, SJ dkk). Yogyakarta: Kanisius Suparno, Paul, SJ. (2003). Penghayatan Kaul-Kaul. Hand Out Pertemuan Suster Ursulin Bandung Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Tondowidjojo, J.V.S, CM (1987). Peran Media Massa Dalam Pendidikan Modern. Surabaya: Yayasan Sanggar Bina Tama _______________ (1989). Perkembangan dan Pengembangan Komunikasi Dewasa Ini. Surabaya: Yayasan Sanggar Bina Tama Ursulin Unio Roma. (1995). Kata-Kata Santa Angela: Regula, Nasehat, Warisan
179
_______________ (1984). Konstitusi Uni Roma Ordo Santa Ursula Van Doornik, P.N.J, MSC. (2001). Dimana Hal-Hal itu Tertulis Dalam Kitab Suci. Malang:Dioma Wibowo Wahyu. (2003). Sihir Iklan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum Yohanes Paulus II, Paus. (1992). Aetatis Novae. (J. Hadiwikarta, Pr, Penerjemah). Jakarta: Departemen Komunikasi dan Penerangan KWI. (Dokumen Asli diterbitkan tahun 1991). _______________ (1996). Vita Consecrata. Jakarta: Dokpen KWI _______________ (1992). Cathechesi Tradendae. (Penerjemah: Hardawiryana, SJ) Jakarta: Dokpen KWI (Dokumen asli terbit thn 1979) Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF. (1982). Tafsir Alkitab Masa Kini. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF
Media Elektronik Komisi Komunikasi Sosial KWI dan SAV Puskat. (1999). Kebijaksanaan Tertinggi. Jakarta: KWI SAV Puskat. (1995). Gandhi di Bali. Yogyakarta: SAV Puskat __________ (1996). Mengikuti Jejak St. Fransiskus Xaverius. Yogyakarta: SAV Puskat __________ (2004). Dua Wajah Televisi. Yogyakarta: SAV Puskat __________ (2004). Jalan Setapak Menuju Damai. Yogyakarta: SAV Puskat __________ (2007). Betlehem van Java. Yogyakarta: SAV Puskat Ursulin Provinsi Indonesia bekerjasama dengan SAV Puskat Yogyakarta. (2006). Perempuan-Perempuan dalam Bahtera Perutusan. Bandung: Ursulin Provinsi Indonesia
180
Lampiran 1: Hasil Wawancara dengan novis Ursulin tahun pertama dan kedua Catatan Lapangan Tanggal Tempat
: 21 -22 Desember 2006 : Ruang Tamu Provinsialat
Hasil wawancara berdasarkan catatan lapangan: Responden 1 Media yang paling menarik dan sering digunakan adalah komputer karena dapat mempermudah dalam studi maupun urusan lainnya. Media elektronik lain yang sering saya gunakan adalah televisi. Saya biasa nonton televisi setiap ada kesempatan terutama saat santai. Acara televisi yang menarik adalah sinetron dan kuis. Manfaat dari tayangan yang ditonton selain untuk hiburan sekaligus juga menjadi bahan untuk refleksi dan menggali nilai-nilai rohani. Membuka wawasan sebelum mengambil keputusan dan membantu dalam proses belajar. Hal negatif yang bisa menimbulkan kerugian dari tontonan yakni dari sisi pemeran yang seringkali mementingkan kedudukan dan harta. Dari iklan-iklan. Misalnya pemakaian warna rambut sebagai tanda tidak bisa menerima diri apa adanya, tidak puas diri juga penggunaan make-up selain tidak percaya diri juga menolak yang alami. Di novisiat kami nonton televisi saat rekreasi bersama, ada dua kali kesempatan dalam seminggu yaitu hari Kamis dan Minggu malam Televisi menguntungkan pihak industri yang terus menerus mencari pelanggan untuk menggunakan barang-barang produksinya, menciptakan kebutuhan yang bukan hanya sandang dan pangan yang sifatnya membuta sehingga orang selalu dikejar oleh keinginan dan tidak pernah merasa puas. Hal positif dari televisi: bisa digunakan untuk katekese dengan bahan yang tepat dan menarik yang mengarahkan kembali pada kesadaran yang merupakan unsur dari dalam Makna kemiskinan yang saya hayati adalah sikap yang apa adanya yang diwujudkan dalam hidup komunitas, misalnya: dalam hal makanan, dulu saya lebih suka pilh-pilih mana yang saya sukai dan kalau tidak suka saya tidak makan. Kalau sekarang justru belajar menyukai yang tidak saya sukai. Di samping itu melatih sikap rendah hati konkritnya: di novisiat untuk keperluan barang-barang kebutuhan seharihari harus menggunakan buku permintaan. Awalnya saya merasa berat, susah, malu dan jengkel. Pengalaman ini membuat saya belajar menerima apa pun yang diberikan. Bagi saya meminta adalah hal yang sulit bagi saya tapi saya belajar kembali seperti dulu waktu saya kecil, saya minta kepada kedua orangtua saya. Saya menyadari bahwa saya tidak punya apa-apa dan mengharapkan dari orang tua saya dan sekarangpun sama. Dari sini juga belajar senantiasa bergantung dari Allah dan memilah-milah mana yang benar-benar saya butuhkan dan menggunakannya dengan sebaik-baiknya. Begitu juga saat saya menerima hadiah, dulu hadiah yang saya terima bila tidak saya sukai saya berikan kepada orang lain. Sekarang hadiah kecil yang diberikan orang kepada saya menjadi berarti sebagai tanda perhatian orang pada saya. Hadiah tersebut saya serahkan kepada pembimbing dan saya relakan digunakan oleh siapa saja yang membutuhkannya. (1)
Bagi saya hal yang bisa mengaburkan kaul kemiskinan adalah kemajuan teknologi yang membuat segala sesuatunya serba cepat dan praktis, kadang-kadang membuat diri saya lebih memilih cari mudah, cari cepat dan cari gampang. Misalnya: di novisiat ada interkom untuk bisa berkomunikasi dari unit yang satu ke unit yang lain di kompleks biara Supratman. Hal ini memudahkan dalam komunikasi namun kadang-kadang hal-hal yang mestinya lebih baik bila dikatakan langsung ke orang yang bersangkutan saya malah membicarakannya lewat intercom sehingga penggunaannya tidak tepat. Usaha saya selanjutnya: terus melatih hidup sederhana, belajar menaati hal-hal yang menunjang perkembangan terutama dalam pembinaan ini Mengenai katekese audio visual saya pernah mengikutinya saat kami kursus P3J, kami nonton bersama lalu mensharingkan apa yang menarik dalam kelompok kecil dan refleksi. Yang saya ketahui tentang katekese audio visual itu adalah katekese yang menggunakan sarana seperti film, musik dsb tapi saya pernah mengikuti katekese audio visual waktu kami kursus P3J. Saat itu kami nonton VCD kemudian ditanya apa yang menarik dan merefleksikannya. Responden 2 Media elektronik yang sering saya gunakan adalah komputer dan internet. Banyak manfaat yang saya dapatkan diantaranya untuk mengirim surat elektronik sehingga saya bisa berkomunikasi dengan teman yang jauh, saya juga menyukai bentuk-bentuk kartu, menambah informasi dan hiburannya saya suka lagu-lagu. Kerugiannya: sepertinya tidak ada, memang sih dalam internet banyak model pilihan yang beraneka ragam baik yang berguna maupun yang tidak, bahkan yang merugikan seperti situs porno. Tapi disini saya belajar memilah-milah mana yang berguna dan bisa saya manfaatkan dan mana yang tidak perlu. Sedari dulu saya juga suka nonton televisi karena televisi ada gambar visualnya dengan berbagai variasi dan disertai suara/bunyi. Nonton adalah kegiatan untuk hiburan saat pulang kerja dan waktu luang. Program acara yang sering saya tonton adalah film-film barat, lagu-lagu, dan berita. Hal positif yang saya dapatkan dari acara yang saya tonton: saya mendapatkan informasi, dapat hiburan, cerita-cerita mendapat wawasan, ada juga pesan yang bisa saya petik juga ada cerita sejarah jaman dulu. Televisi juga bisa dijadikan sarana untuk pembinaan iman. Hal negatif atau pengaruh buruk televisi: mengundang atau menciptakan reaksi-reaksi emosional misalnya saya suka nonton film horor tapi setelahnya saya jadi takut padahal semuanya sebenarnya tidak ada tetapi menjadi seolah-olah ada. Secara umum: televisi menampilkan gaya hidup yang mengawang-awang seperti langit dan bumi dalam kemewahan dan menyajikan berbagai kemudahan yang membawa mimpi. Di novisiat acara yang kami tonton adalah mengikuti selera bersama dan seringkali sinetron yang menjadi pilihan. Saya tidak menyukai sinetron tetapi saya tetap hadir demi kebersamaan, dan biasanya saya tidak lama ikut nonton. Secara umum: televisi menampilkan gaya hidup yang mengawang-awang seperti langit dan bumi dalam kemewahan dan menyajikan berbagai kemudahan yang membawa mimpi. Untuk itu saya Berusaha agar tidak terikat oleh fasilitas, menggunakannya sesuai fungsinya. Selain itu bisa melalui pembinaan seperti retret dsb. (2)
Pengalaman saya dalam menghayati kemiskinan: awalnya saya merasa kesulitan apalagi dulu saya punya property, dapat menggunakan uang dengan bebas, bisa rekreasi kemana saja dan kapan saja seperti nonton, jalan-jalan, tour, makanmakan, ke mall dsb. Sekarang saya tidak punya apa-apa kecuali yang dibutuhkan saja. Disinilah saya mengolah makna pilihan saya untuk apa dan tujuan yang ingin saya gapai. Saat seperti ini adalah saat saya menghayati kemiskinan yang seharusnya seperti: bebas dari semua keterikatan baik dalam hal barang-barang maupun relasi. Kemiskinan juga saya hayati dalam relasi saya dengan saudara sekomunitas. Saya yang dulunya punya otoritas tertentu dan saya punya anak buah di mana saya biasa mengatur, menghadel, mandiri, tidak ada tuntuntan dsb. Sekarang saya merasa paling tidak berdaya, semuanya mulai lagi dari nol benar-benar apa adanya, saya tidak punya apa-apa dan membiarkan diri diatur oleh orang lain. Pengalaman ini awalnya terasa menyakitkan, namun saya belajar menerima realita ini, belajar rendah hati dan berproses bersama saudara sepanggilan. Saya merasa semuanya dikosongkan, dan dalam refleksi membuka kesadaran baru bahwa apa yang saya jalani saat ini karena saya mengikuti panggilan Tuhan. Kesadaran ini membuat saya dapat melakukan segala sesuatunya dengan keiklasan, melepaskan diri dari segala keterikatan (kelekatan) sehingga saya merasa lebih ringan dan menikmati hidup dengan tenang. Kemiskinan dapat diwujudkan dengan pemberian kemampuan, sikap menerima dan penyerahan diri pada Tuhan yang selalu setia. Menghayati kemempelaian dan Tuhan sebagai kekasih jiwaku yang dulunya sulit saya terima. Dalam keseharian terutama dengan saudara sekomunitas menyadari bahwa tidak selamanya niat baik saya bisa diterima, saya melatih sikap sabar dan rendah hati. Bila ada konflik saya mendekati, memberi penjelasan dan meminta maaf walau kadang tidak mudah untuk menerima. Bagi saya pendekatan secara pribadi jauh lebih baik Hal yang bisa mengaburkan kemiskinan adalah keterikatan atau kelekatan baik terhadap barang maupun terhadap orang/relasi. Saya berusaha dengan cara merelakan seluruh diri semakin menerima diri dengan segala keberadaannya, telaten dan merawat diri dengan sebaik-baiknya. Di samping itu saya sadar bahwa semuanya berasal dari Dia dan menyadari bahwa semua yang saya miliki bukan apa-apa. Membiarkan Tuhan membersihkan diri saya walau dalam proses itu saya merasa sakit. Katekese audio visual yang pernah saya ikuti adalah saat saya kursus P3J. Menurut pandangan saya katekese AV bisa memberi pengaruh yang baik, membantu penghayatan iman dan juga wawasan.
Responden 3 Media elektronik yang sering saya gunakan adalah komputer karena memudahkan untuk studi. Sedangkan media untuk hiburan adalah televisi. Acara televisi yang sering saya tonton adalah musik, sinetron, berita (liputan 6). Manfaatnya adalah untuk menambah pengetahuan, wawasan dan peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi juga untuk hiburan seperti sinetron. Sedangkan kerugian atau dampak negatif dari televisi: memfokuskan pada kekerasan, berita yang disajikan sering kali kurang dapat dipertanggungjawabkan, seperti menuruti atau memanjakan selera pemirsa, memberitakan masalah yang memiliki kecenderungan berpihak pada kelompok-kelompok tertentu. Sinetron: tidak sesuai dengan realita masyarakat, (3)
penjual mimpi, gaya hidup konsumerisme, menonjolkan kekerasan daripada nilainilai hidup, cerita hanya mengikuti tren Di novisiat kami diberi kesempatan untuk nonton televisi dua kali seminggu yakniKamis malam dan Minggu malam. Kami boleh nonton sepuasnya yang penting bisa bangun pagi dan mengabaikan yang lain. Kalau film atau acaranya bagus saya bisa nonton sampai malam. Pengaruh televisi terhadap tingkah laku: ada unsur mendidiknya tapi hanya sedikit yang lebih dominan adalah budaya instan, konsumerisme, mengajari atau memberi contoh tindakan kekerasan/kejahatan seperti acara angin malam cerita/kesaksian disertai peragaan yang vulgar, smack down yang membahayakan. Cara menyikapi pengaruh buruk televisi adalah menjadikan media televisi sebagai sarana/peluang untuk pendalaman iman. Misalnya cerita-cerita yang bagus, mengambil tokoh-tokoh film boneka dsb Kemiskinan yang saya hayati: Prioritas terlebih dalam menghadapi berbagai tuntutan baik dari diri sendiri maupun komunitas. Saya berusaha melaksanakannya tulus dari hati. Dalam hal relasi dengan sesama: kadang saya merasa kesulitan apalagi saat saya merasa tahu dan orang lain sulit diberitahu. Dari sini saya belajar untuk tidak berpegang pada prinsip tetapi berusaha bersikap rendah hati, memahami bahwa sedang sama-sama belajar, berani mengakui kesalahan dan meminta maaf, serta ada keterbukaan secara jujur. Terhadap kesenangan-kesenangan: saya kembali refleksi apa tujuan saya berada di tempat ini. Saya berusaha mengatur waktu dengan sebaik-baiknya dan belajar lepas bebas. Terhadap sarana/fasilitas yang ada: saya menggunakannya dengan baik, membersihkan dan merawatnya supaya terpelihara dan berfungsi dengan baik. Saya memanfaat dan mendayagunakan yang ada. Dalam hal menerima hadiah: kalau itu berupa makanan saya simpan diatas meja makan untuk dinikmati bersama. Kalau berupa barang atau uang: saya menginformasikannya pada pembimbing dan menyerahkannya. Saya juga belajar menerima yang tidak saya sukai, menghargai pemberian Hal-hal yang bisa mengaburkan kemiskinan: Keinginan pribadi seperti mau mengikuti tren, tidak lagi sesuai dengan apa yang saya butuhkan tetapi yang saya inginkan. Sebagai contoh kami diberi ruang gerak untuk meminta barang seperti bedak, ternyata tidak cocok buat saya dan terpengaruh oleh iklan di TV lalu tidak mau belajar membiasakan diri dengan yang ada. Ketika diberi kesempatan membuat pilihan apakah pilihan itu hanya berdasarkan keinginan atau kebutuhan. Usaha yang saya lakukan: Kembali ke diri kita sendiri bagaimana bersikap bijaksana terhadap segala macam yang kita terima. Cara yang ditempuh: menghayati kehidupan religius dengan sungguh-sungguh. Melatih sikap discerment terus menerus agar mampu membedakan yang baik dan yang buruk Katekese audio visual: saya pernah mengikutinya saat kursus P3J dimana kami menonton bersama lalu sharing kelompok dan aktualisasinya dengan katekese audio visual dapat melihat dan menemukan nilai-nilai dengan sarana audio visual
Responden 4 Hasil Wawancara Media yang paling menarik bagi saya adalah radio dan walkman. Dengan kegunaannya: untuk mendengarkan berita, lagu-lagu, me-request lagu, mendengarkan cerita/dongeng dalam bahasa daerah. Kerugiannya: tidak bisa melihat (4)
gambarnya, beritanya kurang aktual karena sistem penyiarannya terlambat. Kegunaan walkman sebagai hiburan yang bisa dibawa kemana saja dan dipakai kapan saja(praktis). Kerugiannya: cenderung hanya untuk dinikmati sendiri, tidak mau diganggu orang lain, boros batu baterai. Sesudah masuk novisiat: media elektronik yang sering digunakan adalah televisi. Kegunaannya: sebagai hiburan, sarana untuk mendapatkan informasi, sarana untuk berkumpul dan rekreasi. Kerugiannya: membuat malas karena dengan nonton televisi seluruh perhatian terfokus dan tidak bisa mengerjakan yang lain. Jam istirahat berkurang terutama bagi yang nonton sampai larut malam. Waktu saya masih belum masuk novisiat, saya biasa nonton televisi pada sore hari jam 16.00-18.00 atau malam hari sekitar jam 19.00-22.00, pada saat santai atau waktu luang terlebih saat berkumpul dengan keluarga. Kegunaan televisi dari segi manfaat: siaran berita karena dengan berita dapat menambah pengetahuan, mengetahui peristiwa atau kejadian secara aktual, membuat tidak kuper. Kerugian: kadang-kadang terlalu membesar-besarkan suatu perkara sehingga membuat cemas dan membuat generalisasi suatu peristiwa. Sebagai contoh: berita gempa bumi di Ciamis, saya langsung panik karena sayapun berasal dari sana padahal yang terjadi gempa hanya di daerah tertentu dan jauh dari tempat saya. Dari segi hiburan: Sinetron manfaatnya sebagai hiburan, kadang-kadang diangkat dari kehidupan konkrit sehari-hari dan menyampaikan pesan tentang nilai-nilai yang baik dan buruk. Jam tayangnya juga tidak terlalu malam. Kerugiannya: ceritanya banyak menampilkan kekerasan, menampilkan kehidupan yang serba penuh kegemerlapan dunia (glamour), cerita berbelit-belit, mudah ditiru maksudnya penampilan yang ada disinetron seolah menjadi trend yang harus diikuti. Contoh: model rambut, model pakaian dsb. Di Novisiat media televisi digunakan pada hari Minggu malam dan kamis malam dalam kegiatan rekreasi bersama dari jam 20.00 sampai sepuasnya. Saya biasanya nonton paling sampai jam 22.00. Yang ditonton seringkali sinetron atau film Barat. Pengaruh televisi terhadap pola pikir: dengan seringnya menonton televisi pola pikir seseorang menjadi instan, tidak mau berusaha, tidak mau capek, cara berpikir sempit, banyak pengalaman dan banyak informasi aktual. Pola rasa: menjadi sosok pribadi yang egois, apatis, mudah emosi, ketagihan nonton karena merasa penasaran terhadap cerita yang bersambung. Misalnya: sedang nonton bersama orang yang memegang remote maunya sendiri tidak memiliki kepedulian terhadap orang lain, dengan sering nonton menjadi mudah emosi terlarut oleh peran-peran tertentu dalam siaran televisi yang mempengaruhi keseharian.Pola bertindak: mudah meniru mode-mode yang ditawarkan televisi baik melalui sinetron maupun iklan yang akhirnya menjadi pola hidup konsumtif. Ketagihan nonton televisi bisa menimbulkan sikap menunda atau mengabaikan pekerjaan yang sebenarnya penting juga mengerjakan sesuatu terburu-buru karena ingin cepat-cepat nonton. Jam istirahat jadi berkurang. Positifnya: bisa mengikuti perkembangan jaman. Cara menyikapinya: tidak mudah terbawa arus, jangan mudah tergiur dari apa yang ditawarkan televisi, bersikap kritis terhadap acara-acara yang disajikan, bisa membatasi waktu menonton, memilih acara yang bermutu, menonton film yang berkualitas, menjadi diri sendiri apa adanya sehingga tidak terpengaruh oleh gaya hidup orang lain. Kemiskinan menurut saya adalah mampu menerima diri apa adanya, terbuka menerima dan mendengarkan orang lain, menghormati setiap pribadi, rasa memiliki (5)
barang yang ada di komunitas sehingga mau memperhatikannya. Tidak egois, tidak merasa memiliki secara pribadi terhadap sarana umum di komunitas, selalu merasa bahwa saya adalah milik Tuhan, makan apa adanya, mengendalikan diri terhadap hal-hal yang disukai, membagikan apa yang saya miliki pada sesama. Perwujudannya: dengan menyadari bahwa saya juga memiliki kelebihan dan kekurangan, menerima masukan, saran/kritik dari orang lain, menghormati teman. Dalam hal makanan: menikmati makanan yang disajikan dan tidak pilih-pilih makanan menurut selera, belajar mencoba makan makanan yang baru. Dalam hal penerimaaan barang, hadiah dsb dari orang lain: memberitahukannya pada pembimbing, mau melakukan sesuatu hal yang tidak saya sukai. Terhadap sarana umum: memakai dan menjaga dan memeliharanya. Membantu orang lain dan sikap pasrah pada Tuhan. Hal-hal yang dapat melunturkan kemiskinan adalah kemajuan teknologi: budaya konsumerisme diantaranya keinginan untuk mencoba barang-barang baru, ingin mengikuti mode, terlalu banyak makanan ingin tampil terbaik dan ingin tampil beda, terlalu banyak sarana transportasi dan sarana lain di komunitas. Usaha yang saya lakukan: tetap setia berdoa pribadi dan bersama, Percaya diri, menjadi diri sendiri apa adanya, mau memakan makanan apa saja yang dihidangkan, Memakai sarana komunitas seperlunya dan wajar sambil tetap menjaga dan memelihara sarana itu, Tetap terbuka terhadap orang lain, Komunikatif dengan pemimpin, Berkawan/berteman dengan wajar. Katekese audio visual yang pernah saya ikuti waktu kursus P3J. Menurut saya katekese audio visual adalah katekese yang menyampaikan katekese pada orang lain dengan menggunakan sarana audio visual.
Responden 5 Media yang paling sering saya gunakan dan yang paling menarik adalah televisi dan komputer. Kegunaannya: Televisi sebagai hiburan, memperoleh banyak pengetahuan dan tidak ketinggalan informasi, bisa menjadi bahan refleksi dari film yang ditonton. Waktu saya masih sekolah media televisi digunakan pada saat rekreasi di malam hari setelah makan malam. Soal lama dan tidaknya tergantung acaranya. Apabila acaranya bagus bisa sampai satu jam. Tetapi meskipun ada acara TV yang bagus kalau tidak senang saya memilih tidak nonton dan memilih kegiatan lain seperti membaca atau jalan-jalan. Siaran yang paling menarik adalah: film-film barat, acara kuis, tayangan tentang jenis-jenis binatang (flora dan fauna). Manfaat dari siaran yang saya tonton: menambah wawasan dan merasa puas bila orang yang saya idolakan menang. Sedangkan kerugiannya: menjadi egois, tidak konsentrasi dalam mengerjakan tugas karena cepat-cepat mau nonton. Orang lain tidak bisa menonton acara yang mereka inginkan karena remote dipegang oleh saya. Sesudah di novisiat TV hanya digunakan pada hari Kamis dan Minggu malam dalam acara rekreasi bersama di komunitas. Waktu yang yang digunakan untuk menonton paling lama dua jam. Pengaruh pesona media televisi: Orang selalu berpikir bahwa acara yang ditayangkan misalnya adegan sinetron itu benar-benar terjadi padahal sebenarnya hanya fiktif belaka. Orang bisa meniru gaya berbicara, gaya berpakaian, gaya menipu orang lain dsb berdasarkan hasil yang diperoleh dari tontonan itu. Dan (6)
orang akan mengingat terus akan apa yang dia tonton sehingga setiap waktu akan membicarakan sinetron itu terus dan begitu larut dalam emosi. Menurut saya cara menyikapi pengaruh buruk televisi adalah dengan: Sadar bahwa apa yang kita tonton itu hanya fiktif belaka, tidak meniru hal-hal yang negatif, menonton acara yang bemutu, membatasi waktu dalam menonton. Kemiskinan menurut saya artinya tidak terikat pada hal-hal duniawi. Dalam penghayatan: saya memang mendapatkan barang atau uang tetapi bukan berarti boleh memakainya seenaknya. Apa yang didapatkan diserahkan pada komunitas/pembimbing. Jika membutuhkan saya memintanya. Dalam hidup bersama apa yang saya miliki merupakan milik bersama dan apabila ada teman yang berkekurangan saya akan menolong bukan hanya barang tetapi juga waktu dan tenaga. Hal-hal yang bisa mengaburkan atau melunturkan penghayatan kemiskinan: bila orang selalu merasa bahwa dia membutuhkan barang yang ada, kedudukan yang memudahkan seseorang selalu mendapatkan apa yang diinginkan, hobi mengumpulkan barang entah karena warna atau model yang disukai. Usaha menghayati kemiskinan yang selama ini saya lakukan: menerima diri apa adanya dengan segala kelemahan dan kelebihan, bersikap lepas bebas dalam karya bersama, solider dengan orang-orang yang berkekurangan. Saya pernah mengikuti katekese aoudio visual dengan prosesnya: ada penjelasan mengenai model katekese yang akan dipakai, memperlihatkan gambar/nonton film, diberi pertanyaan sebagai bahan renungan, dan sharing dalam kelompok kecil. Katekese audio visual yang saya pahami adalah model katekese dengan menggunakan gambar, mendengarkan musik dan menonton sebuah adegan. Dengan model ini daya tangkap seseorang menjadi lebih masuk sehingga proses selanjutnya menjadi lancar kalau hanya mendengarkan moderator apalagi yang belum berpengalaman terkadang membosankan.
Responden 6 Media yang paling sering saya gunakan dan yang paling menarik adalah televisi dan tape. Televisi kegunaannya untuk mengetahui segala informasi yang terjadi baik di dalam negeri maupun di luar negeri juga sebagai sarana hiburan. Kerugiannya: kadang sering terbawa emosi, bila nonton sinetron yang sedih atau yang menjengkelkan. Tape untuk menghibur diri dan kadang digunakan untuk mendengarkan instrument yang membantu dalam berdoa. Kerugiaannya: kalau suaranya/volume terlalu keras mengganggu orang lain. Saya biasa nonton TV pada malam hari dan kadang juga siang hari tergantung kesempatan yang ada. Lamanya nonton tergantung dari acara yang ditonton kadang bisa sampai dua atau tiga jam. Siaran yang paling menarik adalah: kuis atau games dari acara ini saya bisa mengetahui hal-hal umum dan juga pengetahuan. Yang kedua adalah film India manfaatnya saya bisa mengetahui budaya mereka dan saya sengan dengan suara orang-orang India. Kerugiaannya: waktu yang digunakan untuk menonton sangat lama bisa sampai tiga jam dan hal ini sangat menggangu konsentrasi saat kerja. Sesudah di novisiat kami diberi kesempatan untuk menonton seminggu dua kali yaitu pada hari Kamis dan Minggu malam, dalam kegiatan rekreasi komunitas. Saat pelajaran kadang kami nonton VCD sesuai dengan materi yang disampaikan. (7)
Acara yang paling sering ditonton yaitu sinetron atau film yang berkaitan dengan proses pengolahan kami. Waktu yang digunakan ± 3 jam. Pesona media televisi sangat mempengaruhi pribadi seseorang kadang orang ingin meniru hal-hal yang ditayangkan baik yang positif maupun yang negatif. Hal-hal yang tampaknya menarik tetapi sebenarnya semu atau tidak nyata. Menurut saya cara menyikapi pengaruh buruk televisi adalah dengan:mengendalikan diri atau mengurangi acara nonton TV, mengisi waktu luang dengan membaca atau mencari kesibukan lain yang lebih berguna. Bagi saya makna kemiskinan adalah menerima segala sesuatu apa adanya, tidak menuntut ini dan itu. Menerima segala kelebihan dan kekurangan yang saya miliki. Dalam komunitas segala sesuatu lengkap dan segala kebutuhan terpenuhi oleh karena itu saya berusaha menghargai dan bersyukur atas semuanya dengan cara menggunakannya sesuai kebutuhan. Hal-hal yang dapat melunturkan penghayatan kemiskinan adalah sikap sombong dan suka mengagung-agungkan diri terhadap segala yang dimiliki. Sikap berfoya-foya (boros). Usaha untuk menghayati kemiskinan yang selama ini saya lakukan: menyadari dan mensyukuri apa yang Tuhan berikan pada saya, mau berbagi dengan saudara-saudari yang membutuhkan bukan hanya berupa materi namun juga melalui sikap siap sedia dan rendah hati untuk mendengarkan sesama, rela berkorban dan mau berjuang, disaat mengalami kesusahan/kesulitan. Katekese audio visual yang pernah saya ikuti dengan proses: pembimbing menyiapkan alat-alat yang digunakan untuk menjelaskan materi-materi yang akan disampaikan, pembimbing menggunakan alat-alat tersebut. Menurut pemahaman saya katekese audio visual adalah katekese yang sangat membantu karena bahanbahan yang disampaikan lebih hidup dan menarik, tidak monoton dan bervariasi. Saya merasa bahwa katekese audio visual sangat penting pada jaman sekarang.
(8)
Lampiran 2: Lembar Evaluasi Peserta Katekese Audio Visual
1. Kesan Anda terhadap keseluruhan proses katekese audio visual mengenai: a. Tempat Pertemuan (1) Menyenangkan, karena ................................................... (2) Kurang Menyenangkan, karena ...................................... (3) Tidak Menyenangkan, karena ........................................ b. Sarana dan Fasilitas (1) Mendukung (2) Tidak Mendukung c. Bahan atau materi (1) Menarik, karena ............................................................. (2) Kurang Menarik, karena ................................................ (3) Tidak Menarik, karena ................................................... d. Proses/Metode (1) Membantu (2) Kurang Membantu (3) Tidak Membantu 2. Apakah Anda mengalami kesulitan dalam mengikuti proses katekese ini? a. Ya, karena ............................................................................ b. Tidak, karena ....................................................................... 3. Apa yang anda rasakan setelah mengikuti katekese ini? 4. Apakah proses ini membantu Anda dalam menemukan makna atau nilai-nilai yang berguna bagi hidup Anda? a. Ya, karena ........................................................................... b. Tidak, karena ...................................................................... 5. Saran dan kritik Anda dalam katekese yang telah kita lalui bersama
(9)
Lampiran 3: Lembar Evaluasi dari Pengamat
Kesan Anda secara umum terhadap pelaksanaan katekese audio visual mengenai beberapa hal: 1. Tempat Pelaksanaan
2. Sarana dan Fasilitas Pertemuan
3. Bahan/materi pertemuan
4. Proses/metode pertemuan
5. Keterlibatan peserta dalam mengikuti katekese
6. Persipan dan pelaksanaan katekese audio visual
7. Saran dan Kritik
(10)
Lampiran 4: Hasil Evaluasi dari Pelaksanaan Katekese Audio Visual I N o
Pernyataan
Jawaban Peserta
Jumlah Peserta N=18
Persen (%)
1
Tempat Pertemuan
a. Menyenangkan - Di rumah sendiri, sudah kenal semuanya - tidak jauh - ruangannya cukup luas b. Kurang Menyenangkan - tempatnya sempit - pesertanya banyak, saat nonton terhalang teman yang ada di depan - formal seperti kelas c. Tidak menyenangkan - ruangannya sempit, yang di belakang tidak bisa nonton dengan nyaman
9
50 %
8
44,4 %
1
5,5 %
Sarana dan a. Mendukung fasilitas - Fasilitasnya lengkap - Ada TV yang besar b. Tidak mendukung Bahan atau a. Menarik materi - bahan lengkap dan terarah - jarang membahas tentang katekese audio visual - menuntun untuk memilih kebahagiaan sejati atau kebahagiaan semu a. Kurang menarik Saat menonton dua wajah televisi membosankan dan membuat mengantuk b. Tidak menarik
18
100 %
17
94,4 %
1
5,5 %
Proses atau a. Membantu metode - Mengingatkan pada teori yang pernah dipelajari - Menambah wawasan dan pengetahuan - Ada nonton, diskusi dan pleno b. Kurang membantu c. Tidak membantu
18
100 %
(11)
Apakah Anda mengalami kesulitan dalam pengikuti proses katekese ini?
a. Ya, karena - Pertanyaan kurang jelas - Waktunya terlalu panjang - Tidak ada istirahat atau selingan b. Tidak karena - Bahan berbobot - Pendamping cukup jelas tegas dan mantap dalam membawakannya - Menyenangi katekese - Katekese audio visual mudah ditangkap dan jelas - Suasana tidak monoton - Menyentuh pengalaman pribadi - Bahan seputar kehidupan seharihari - Sudah sering mengikuti katekese seperti ini
Apa yang Anda rasakan setelah mengikuti katekese ini?
Saat menonton Kebudayaan Tertinggi terasa rileks, tapi saat menonton Dua Wajah Televisi terasa lelah dan mengantuk Senang karena: - mendapatkan pengalaman menganalisa televisi - semakin diperkaya - menambah wawasan dan peneguhan - bisa memahami metode SOTARAE - Mendapat pengalaman baru - Mengetahui pengaruh positif dan negatif dari televisi - Unik dan menarik Merasa ditantang untuk mencari peluang agar dapat berkatekese yang baik dan menarik Lebih memahami untuk bersikap kritis terhadap acara televisi Senang dan bersyukur Apakah a. Ya, karena proses ini - bisa melihat sisi positif dan negatif dari membantu media televisi Anda - Lebih mensyukuri hidup menemukan - Bisa membedakan nilai-nilai yang baik makna atau dan buruk nilai-nilai - Belajar menganalisa dan menguasai yang media terutama terhadap pengaruh berguna positif dan negatifnya (12)
3
16,6 %
15
83,3 %
bagi hidup - Semakin menyadari bahwa media bisa Anda? digunakan untuk pewartaan - Menemukan bahwa nilai-niai hidup antara lain nilai kebenaran, keadilan, kesederhanaan perlu diperjuangkan dan tetap dipertahankan - Pemanfaatkan media secara tepat guna dan tepat sasaran - Membangun sikap cermat, kritis, teliti dan bertanggung jawab - Menggali nilai-nilai spiritual lewat media - Bisa mewujudnyatakan nilai-nilai yang baik dan luhur dalam kehidupan sehari-hari b. Tidak, karena Kritik Waktu untuk menganalisis televisi sangat singkat Tidak tergesa-gesa Tempat terlalu sempit, bisa mencari tempat yang lebih luas Saran Waktu untuk katekese ditambah agar proses berjalan mengalir Perlu ada waktu istirahat dan selingan Suara lebih lantang lagi Penyampaian lebih diperjelas lagi Lebih bersemangat lagi
(13)
Lampiran 5: Hasil Evaluasi dari Pelaksanaan Katekese Audio Visual II N o 1
Pernyataan
Jawaban Peserta
Tempat Pertemuan
a. Menyenangkan - Posisi duduk sudah berubah - Tempat strategis dengan penataan yang bagus meski sederhana - Duduk di tikar dan ada rasa kekeluargaan - Ada suasana doa - Sesuai situasi b. Kurang Menyenangkan - tempatnya agak sempit karena ruang rekreasi yang dipakai - pesertanya banyak, saat nonton c. Tidak menyenangkan Sarana dan a. Mendukung fasilitas b. Tidak mendukung Bahan atau a. Menarik materi - Sesuai dengan kebutuhan jaman - Berdasarkan pengalaman pribadi - Ada permainan, totalitas mengikuti Yesus dengan segala kekurangannya b. Kurang menarik c. Tidak menarik Proses atau a. Membantu metode Ada permainan, pengalaman, pendalaman dan aksi b. Kurang membantu c. Tidak membantu Apakah a. Ya, karena Anda b. Tidak karena mengalami - Materi yang disampaikan jelas dengan kesulitan contoh-contoh konkrit dalam - Lebih santai, ada permainan suasana pengikuti akrab, rileks dan santai proses - Cukup jelas dan simpel tetapi menarik katekese dan mendalam ini? - Tuntunan jelas, konkret sesuai dengan situasi novisiat yang sedang mendalami kata-kata St Angela dan Konstitusi dalam penghayatan kaul-kaul - Kesaksian Nick dari VCD sangat (14)
Jumlah Peserta N=18 16
Persen (%)
2
11,1 %
18
100 %
18
100 %
18
100 %
18
100 %
88,8 %
-
Apa yang Anda rasakan setelah mengikuti katekese ini?
-
-
-
-
-
-
Apakah proses ini membantu Anda menemukan makna atau nilai-nilai yang berguna bagi hidup Anda?
menarik dan menyentuh Bahan yang diberikan ringan dengan gaya bahasa sederhana dan cepat mengerti Pernah mengikuti kateksese seperti ini Merasa senang dan kagum Gembira karena kasih Yesus terhadap semua ciptaan Lebih menghayati kaul kemiskinan, kepercayaan kepada Tuhan lebih mendalam Belajar dari Nick membuat saya lebih berani untuk maju Merasa terbantu untuk merefleksikan pengalaman yang agak mirip dengan apa yang dialami Nick Senang karena memperoleh kesempatan buat saya untuk latihan berkatekese dengan baik Saya mengalami rekonsiliasi dan menemukan terang iman bahwa Allah mencintai saya dan memilih saya untuk menjadi pengikut-Nya Cukup menggugah hati karena melihat bagaimana perjuangan hidup Nick untuk mencari jati diri dan menerima kekurangan bahkan ia diberi bakat luar biasa oleh Tuhan Senang dan semakin kagum atas rencana Tuhan terhadap setiap makhluk hidup yang dicipta-Nya Diperkaya oleh pengalaman orang lain
a. Ya, karena - Mengikuti Yesus perlu benar-benar berjiwa miskin dan hal itu tidak mudah di jaman yang memiliki egoisme tinggi dan serba praktis - Bisa belajar dari Nick seorang penyandang cacat bahwa keterbatasan tidak menjadi penghalang untuk tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik - Belajar beriman pada Tuhan sebagai kekuatan meski terkadang mengalami kegelapan - Saya menemukan makna dari kemiskinan bahwa Kristus adalah satu(15)
Kritik
Saran
satunya harta - Diingatkan pada pilihan hidup dan dibantu untuk terbuka akan nilai-nilai hidup yang harus saya miliki - Metode audio visual membuat saya mudah menangkap dan memahami apa yang disampaikan oleh fasilitator dan mudah dikaitkan dengan kehidupan saya - Setiap materi yang diberikan begitu jelas dengan kehidupan konkrit dan baik untuk saya tanamkan bagi perkembangan selanjutnya - Membantu saya untuk semakin menghayati kaul kemiskinan - Memberi inspirasi dan semangat baru dan semakin diteguhkan - Terus berjuang untuk untuk mewartakan sesuatu lewat kesaksian hidup - Menggunakan sarana-sarana duniawi untuk memperjuangakn nilai-nilai kehidupan - Menjalani hidup ini tidak mudah, banyak tantangan yang harus dihadapi perlu berjuang dan memiliki keberanian untuk menghadapi kenyataan - Bahagia karena Tuhan senantiasa setia dan tidak pernah meninggalkan saya b.Tidak, karena Pertemuan tidak pada waktu istirahat karena ada pengaruh secara fisik, capek, lelah setelah berkerja sehingga membuat cepat bosan Kurang rileks Waktu untuk sharing sedikit sehingga terkesan tergesa-gesa Tempat terlalu sempit, bisa mencari tempat yang lebih luas Tingkatkan terus apa yang telah dimulai Bila ada sharing atau tanya jawab yang lebih banyak lagi, pasti lebih menarik menantang Kalau ada kesempatan dilanjutkan dengan metode yang lain Berusaha memancing umat untuk mau mensharingkan pengalamannya
(16)
Lampiran 6: Dokumentasi Pelaksanaan Katekese Audio Visual di Novisiat Ursulin Bandung
(17)