SINOPSIS RENCANA TESIS PENERAPAN PROMOSI KESEHATAN TRANSTHEORETICAL MODEL TERHADAP KECEMASAN AKSEPTOR KB DMPA (DEPO MEDROXY PROGESTERONE ACETAT) YANG MENGALAMI AMENORHEA
OLEH LIANITA PRIMI OCTAVIANA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah utama yang dihadapi diindonesia dibidang kependudukan yaitu masih tingginya pertumbuhan penduduk. Keadaan pendudukm yang demikian telah mempersulit usaha peningkatan dan pemerataan kesejahteraan. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin besar usaha yang dilakukan untuk mensejahterahkan rakyat. Masalah utama yang dihadapi diindonesia dibidang kependudukan yaitu masih tingginya pertumbuhan penduduk. Keadaan penduduk yang demikian telah mempersulit usaha peningkatan dan pemerataan kesejahteraan. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin besar usaha yang dilakukan untuk mensejahterahkan rakyat. KB DMPA (depo medroxy progesterone acetat) merupakan alat kontrasepsi yang mengandung medroxyprogesteron acetate 150 mgr yang diberikan secara intramuskular mencegah terjadinya kehamilan (Medfort, 2011:526). Ada beberapa efek samping dari KB DMPA (depo medroxy progesterone acetat) yang umum terjadi yaitu perubahan siklus haid umumnya yaitu tidak datangnya haid (amenorhea), berat badan bertambah, spotting antara menstruasi dan saat haid lebih sakit (Saifudin, 2006). Amenorhea merupakan tidak datangnya haid setelah 3 bulan pertama dan berlanjut selama akseptor menggunakan alat kontrasepsi (Suratun, 2008). Sebuah studi di beberapa Negara mengenai efek samping yang sering timbul karena pemakaian DMPA (depo medroxy progesterone acetat) adalah gangguan menstruasi karena efek kerja hormon progesterone. Efek samping yang paling menonjol pada para pemakai DMPA (depo medroxy
progesterone acetat) yaitu
amenorhea, spotting, peningkatan berat badan Oleh karena itu berbagai penelitian
terus diupayakan, untuk mengurangi efek samping dan mempertinggi daya guna dan efektifitas DMPA (depo medroxy progesterone acetat) (Brahm, 2012). Namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa berhentinya haid yang terjadi setelah 3 bulan pertama tidak wajar. Oleh karena itu Mereka merasa cemas dan beranggapan jika berhentinya haid bisa menyebabkan penyakit berbahaya seperti darah menggumpal didalam rahim dan hal tersebut juga membuat Akseptor tidak merasa nyaman. Hal itu disebabkan dari pengetahuan akseptor KB yang masih rendah dalam penerimaan KIE dari Bidan mengenai efek samping dari KB DMPA (depo medroxy progesterone acetat). Hasil survey Akseptor KB suntik pada tahun 2015 untuk provinsi jawa timur sendiri sebanyak 2.850.214 peserta (50,66 %), Pil sebanyak 1.073.902 peserta (19,09%), Kondom sebanyak 96.809 peserta (1,72%), IUD sebanyak 740.442 peserta (13,16%), Implan sebanyak 556.262 peserta (9,89%), MOW sebanyak peserta (5,00%) dan MOP sebanyak
281.255
27.786 peserta (0,49%). Data tersebut
menunjukkan bahwa penggunaan alat kontrasepsi suntikan masih mendominasi penggunaan alat kontrasepsi di jawa timur (BKKBN, 2015). Berdasakan survey yang peneliti lakukan di BPM Hj. Kiptiyah, S.ST Kecamatan pakong Kabupaten Pamekasan tanggal 15 Maret 2016 dengan metode wawancara dengan bertanya kepada 20 responden akseptor DMPA (depo medroxy progesterone acetat) yang mengalami Amenorhea didapatkan 19 atau 95% dari akseptor DMPA (depo medroxy progesterone acetat) tersebut mengalami kecemasan, Sedangkan 1 atau (5%) diantaranya tidak mengalami kecemasan. Faktor yang menjadi penyebab kecemasan akseptor KB DMPA (depo medroxy progesterone acetat) tentang Amenorhea yaitu informasi dan KIE tentang efek samping KB DMPA (depo medroxy progesterone acetat). Suatu kekhawatiran baru ketidaktahuan akseptor mengenai efek samping KB DMPA (depo medroxy progesterone acetat) yaitu amenorhea yang sering menjadi keluhan akseptor, dan ini merupakan salah satu sebab Akseptor mengalami rasa cemas dan ketakutan yang berlebihan karena dianggap berbahaya. Dari berbagai dampak yang terjadi itulah akan menimbulkan pandangan negatif mengenai KB DMPA (depo medroxy progesterone acetat) yang bisa mempengaruhi Akseptor yang lain. Pada akhirnya hal ini akan membuat gambaran negatif tentang KB DMPA (depo medroxy progesterone acetat), padahal metode kontrasepsi DMPA (depo medroxy
progesterone acetat) juga
memiliki banyak keuntungan seperti mencegah kehamilan jangka panjang, tidak
berpengaruh pada hubungan suami istri, tidak memiliki pengauh terhadap ASI, klien tidak perlu menyimpan alat suntik dan sangat efektif (Handayani, 2010). Ada beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk mengatasi kecemasan akseptor tentang efek samping yang masih kurang yaitu menerapkan transteoritical model merupakan hal yang paling penting untuk memastikan bahwa wanita yang bersangkutan siap menghadapi kemungkinan perubahan pola haid dengan pemakaian DMPA (depo medroxy progesterone acetat) (Brahm, 2012). Keikutsertaan suami saat konseling pertama kali dalam pemilihan alat kontrasepsi sangat berpengaruh. Setelah itu memberikan KIE secara detail mengenai efek samping KB DMPA (depo medroxy progesterone acetat) sehingga tidak akan ada pandangan negatif ataupun kecemasan tentang efek samping kontrasepsi DMPA (depo medroxy
progesterone acetat).
Pemberian konseling bahwa tidak perlu pengobatan khusus dalam efek samping tersebut, hanya perlu pemahaman bahwa hal tersebut wajar dialami oleh para akseptor KB DMPA (depo medroxy progesterone acetat) seperti amenorhea. Berdasarkan permasalahan diatas, dipandang perlu untuk dilakukan penelitian tentang penerapan transteoritical model terhadap kecemasan akseptor KB DMPA (depo medroxy progesterone acetat) yang mengalami amenorhea.
1.2 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan sebagaib berikut : 1.2.1 Bagaimana gambaran kecemasan akseptor KB DMPA (depo medroxy progesterone acetat) sebelum diterapkan transteoritical model akibat terjadinya amenorhea 1.2.2 Bagaimana gambaran kecemasan akseptor KB
DMPA (depo medroxy
progesterone acetat) setelah diterapkan transteoritical model akibat terjadinya amenorhea 1.2.3 Apakah ada pengaruh penerapan transteoritical model terhadap kecemasan akseptor KB DMPA (depo medroxy progesterone acetat) yang mengalami amenorhea
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui pengaruh transtheoritical model terhadap kecemasan akseptor KB DMPA (depo medroxy progesterone acetat) yang mengalami amenorhea.
1.3.2
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi gambaran kecemasan akseptor KB DMPA (depo medroxy progesterone acetat)
sebelum
diterapkan
transteoritical model
yang
mengalami amenorhea 2. Mengidentifikasi gambaran kecemasan akseptor KB DMPA (depo medroxy progesterone acetat) setelah diterapkan transteoritical model yang mengalami amenorhea. 3. Menganalisis pengaruh penerapan transteoritical model terhadap kecemasan akseptor KB DMPA (depo medroxy progesterone acetat) yang mengalami amenorhea. 1.4 Manfaat penelitian 1.4.1. Manfaat teoritis 1. Dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya dalam tujuan meningkatkan konseling tentang efek samping penggunaan DMPA (depo medroxy progesterone acetat) 2. Bagi peneliti, Dapat menambah wawasan baik dari segi disiplin ilmu maupun pengalaman dalam melakukan penelitian dilapangan 1.4.2. Manfaat Praktis 1. Memberi informasi kepada akseptor KB dan instansi-instansi terkait seperti efek samping kontrasepsi DMPA (depo medroxy progesterone acetat). 2. Dapat
meningkatkan
pemahan
akseptor
KB
DMPA
(depo
medroxy
progesterone acetat) tentang efek samping dari kontrasepsi DMPA (depo medroxy progesterone acetat)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transtheoritical Model 2.1.1 Pengertian Model transteoritical model adalah suatu model yang diterapkan untuk menilai kesiapan seorang individu untuk bertindak atas prilaku sehat yang baru
dan
memberikan strategi atau mencoba menerangkan serta mengukur perilaku kesehatan dengan tidak tergantung pada perangkap teori tertentu. Model ini juga dikenal sebagai TTM atau dapat dikatakan model dominan perubahan prilaku kesehatan. 2.1.2 Sejarah dan inti konstruksi model James O. Prochaska, dkk. (1977) mengembangkan TTM berdasarkan analisa teori yang berada dari psikoterapi. Model asli terdiri atas empat variable, yaitu prasyarat untuk terapi, proses-proses perubahan, isi harus diubah, dan hubungan terapeutik. Selanjutnya model ini disempurnakan oleh prochaska, dkk. Berdasarkan penelitian yang mereka publikasikan dalam peer review jurnal dan bukunya terdiri atas lima inti kontruksi, yaitu tahapan perubahan, proses-proses perubahan, keseimbangan putusan, kebersihan diri, dan godaan/pencobaan. 1) Tahapan perubahan Model perubahan ini adalah sebuah proses yang melibatkan kemajuan melalui enam tahap a. Prekontemplasi, yaitu orang tidak berniat mengambil tindakan dimasa mendatang (biasanya diukur selama enam bulan berikutnya) b. Kontemplasi, yaitu orang yang berniat untuk berubah dalam enam bulan mendatang c. Persiapan, yaitu orang yang berniat mengambil tindakan dalam waktu dekat, biasanya diukur dari bulan berikutnya. d. Aksi, yaitu orang telah membuat modifikasi terbuka tertentu dalam gaya hidup mereka dalam enam bulan e. Pemeliharaan, yaitu orang berupaya mjencegah kekambuhan, tahap yang diperkirakan terakhir dari enam bulan sampai sekitar lima tahun f. Pemutusan, yaitu individu tidak memiliki godaan dan memiliki keberhasilan dari 100%, dimana mereka yakin tidak akan kembali pada kebiasaan lama yang tidak sehat mereka sebagai cara untuk mengatasi (Hikmawati, 2011)
2.2 Kecemasan 2.2.1 Pengertian Cemas berbeda dengan gangguan kecemasan. Cemas adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan yang sering disertai gejala fisiologis, sedangkan pada gangguan cemas terkandung unsur penderitaan yang bermakna dan gangguan fungsi yang disebabkan oleh kecemasan tersebut. Respon yang timbul karena kecemasan yaitu khawatir, gelisah, tidak tenang, dan dapat disertai dengan keluhan fisik. Kondisi dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Kecemasan bebeda dengan rasa takut yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya (Riyadi & Purwanto, 2005). 2.2.2 Tingkat Kecemasan Tingkatan kecemasan dibagi menjadi 4 yaitu : 1) Kecemasan ringan Kecemasan ringan ditunjukkan pada skor 14-20. 2) Kecemasan sedang Kecemasan sedang ditujukkan pada skor 21-27. 3) Kecemasan berat Kecemasan berat ditunjukkan pada skor 28-41. 4) Panik Panik ditunjukkan pada skor 42-56. (Riyadi & Purwanto, 2009) 2.3 DMPA 2.3.1 Pengertian DMPA (depo medroxy progesterone acetat) adalah cairan yang berisi hormon progesteron yang diberikan dalam waktu 3 bulan secara injeksi intramuskular (Manuaba, 2008). 2.3.2 Efektifitas DMPA (depo medroxy progesterone acetat) sangat efektif sebagai metode kontrasepsi. Kurang dari 0,1 – 0,4 per 100 perempuan selama satu tahun pertama penggunaan DMPA (depo medroxy progesterone acetat). DMPA (depo medroxy progesterone acetat) dengan daya kerja konservatif yang paling sering dipakai 25 mg setiap 3 bulan adalah dosis yang paling tinggi. DMPA (depo medroxy progesterone acetat) diberikan setiap 3 bulan dengan suntikan intramuskular. Klien diminta datang
12 minggu, suntikan dapat diberikan 7 hari lebih awal, dapat juga diberikan 7 hari setelah jadwal, dengan ketentuan perempuan tersebut tidak hamil. 2.4 Amenorhea 2.4.1 Pengertian Amenorea adalah kondisi dimana seorang wanita tidak mengalami menstruasi sedikitnya 3 bulan berturut-turut. 2.4.2 Jenis – jenis Amenorea ada 2 macam yaitu: 1. Amenore primer adalah tidak terjadinya haid sampai dengan usia 17 tahun, karena faktor genetik, dengan atau tampa perkembangan seksual sekunder. Perkembangan seksual sekunder, contohnya : payudara berkembang, tumbuh rambut pada alat kelamin. 2. Amenore sekunder adalah tidak terjadinya menstruasi selama 3-6 bulan atau lebih pada orang yang telah mengalami siklus menstruasi (Prawiroharjo, 2009). 2.5 Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan, dugaan, dan dalil sementara yang sebenarnya akan dibuktikan dalam penelitian (Notoatmodjo, 2005). H1
: Ada pengaruh penerapan transtheoritical model terhadap kecemasan akseptor KB DMPA (depo medroxy progesterone acetat) yang mengalami amenorhea.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain penelitian Desain dalam penelitian ini menggunakan jenis pra eksperimental “The OneGroup Pre-test-Post-Test Design”, dimana dalam rancangan ini akan diungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subyek. Kelompok subyek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi (Nursalam, 2008). Tabel 3.1 Metode Penelitian The One-Group Pre-test-Post-Test Design Subyek
Pre test
Perlakuan
Post test
K
O
I
O1
Time 1
Time 2
Time 3
Keterangan : K
: Subyek (Akseptor KB DMPA (depo medroxy progesterone acetat))
O
: Observasi kecemasan
I
: Intervensi (transteoritical model)
O1
: Observasi kecemasan setelah diberi penyuluhan.
DAFTAR PUSTAKA BKKBN. 2015. Hasil Pelaksanaan Sub Sistem Pencatatan Dan Pelaporan Pelayanan Kontrasepsi. No : 1-64 Brahm, U.P. 2012. Ragam Metode Kontrasepsi. Jakarta : EGC Chandranita. 2010. Buku Ajar Penuntun Kuliah Ginekologi. Jakarta : EGC Handayani, Sri. 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yokyakarta : Pustaka Rihana Hikmawti, Isna 2011. Promosi kesehatan untuk kebidanan. Yogyakarta : Muha medika Nursalam. 2010. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Manuaba, I, dkk. 2008 . Gawat Darurat Obstetri Ginekologi Dan
Obstetri Ginekologi
Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC Medfort, dkk. 2011. Kebidanan Oxford dari Bidan untuk Bidan. Jakarta : EGC Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kandungan. Jakarta : YBPSP Riyadi, Sujono, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Graha Ilmu. Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : YBPSP Suratun, dkk. 2008. Pelayanan Keluarga Berencana Dan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : Trans Info Media