STUDI PERUBAHAN PERILAKU PADA GERAKAN SOSIAL KONSERVASI DENGAN KAMPANYE PRIDE DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI POTORONO DAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SUMBING MAGELANG
PANJI ANOM
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Studi Perubahan Perilaku pada Gerakan Sosial Konservasi Sumberdaya Hutan Jawa dengan Kampanye Pride di Kawasan Hutan Produksi Potorono dan Hutan Lindung Gunung Sumbing Magelang adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2008
Panji Anom NRP. 051054195
ABSTRACT Most of the problem in forest destruction is caused by peoples attitude. The study has it purposed to: (1) studying the influenced of Pride Campaign in peoples conservation behavior change in Potorono-Mountain Sumbing forest area (2) To knowing the factors that influenced the conservational behavior change (3) To knowing the influenced of behavior change in social conservation movement. This socio-ecological study has main research method with Knowledge, Attitude and Practice (KAP) survey, land observation and focussed interview discussion. This is the action-research activities that combine the empowering peoples, behavioral change research and the conservation objective. This research has two main activities. First the activities at the field which are has it purposed to empowering peoples by social marketing which done by conservation campaign named Pride Campaign. The pride campaign itself are used to be the research treatment. The pride campaign adressed to reduce or answer about the conservation matter in Potorono-Mount Sumbing forest area that are illegal logging, land manage switching and lack of reboisation. Second the research it selves that analyzed the social movement impacted by peoples behavior change. It has two main perimeter to analyzed that is social perimeter and technical perimeter. The social perimeter are analyzed about the behavior change as from knowledge, attitude and practice change that measured by the pre and post campaign survey. The technically perimeter are about the report of the ”preparation” community action that shows peoples aware to the forest conservation. This perimeter are measured technically about illegal logging, land manage switching and lack of reboisation reducing. This report measured by taking interview, action report and forest area field proven. The research has it results: (1) knowledge intervention has it condition by social transaction and diffusion (2) the conservation behavior change factors are about the consideration of conservational option choices and peoples willingness needs (3) Interpersonal communication is one strong factor that mobilized behavior change among the community to be the social movement for Java’s forest conservation. Keyword: pride campaign, social marketing, behavior change, social movement, java’s forest conservation
RINGKASAN Panji Anom. Studi Perubahan Perilaku pada Gerakan Sosial Konservasi dengan Kampanye Pride di Kawasan Hutan Produksi Potorono dan Hutan Lindung Gunung Sumbing Magelang. Dibimbing oleh Arzyana Sunkar dan Rinekso Soekmadi. Kerusakan sumberdaya hutan umumnya disebabkan oleh sikap manusia. Studi Perubahan Perilaku pada Gerakan Sosial Konservasi dengan Kampanye Pride di Kawasan Hutan Produksi Potorono dan Hutan Lindung Gunung Sumbing Magelang dilakukan melalui dua tahapan, yaitu tahap pelaksanaan kampanye Pride selama 18 bulan (September 2006 – Februari 2008) serta tahap penelitian selama 6 bulan (Februari 2008 – Juli 2008). Penelitian bertujuan untuk; (1) mengetahui pengaruh intervensi pengetahuan dalam perubahan perilaku konservasi di Kawasan hutan Potorono-Gunung Sumbing (2) mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi perubahan perilaku konservasi (3) mengetahui pengaruh perubahan perilaku terhadap gerakan sosial konservasi. Studi sosio-ekologi ini menggunakan metode riset sosial dengan survey post kampanye tentang pengetahuan, sikap dan perilaku (knowledge, attitude and Practice/KAP), observasi lapangan dan wawancara. Penelitian yang dilakukan merupakan kajian sosial konservasi dari riset-aksi yang telah dilakukan. Penelitian yang dilakukan mempunyai dua aktivitas utama. Pertama aktivitas ditujukan untuk pemberdayaan masyarakat dengan pemasaran sosial yang dijalankan di lapangan dengan kampanye konservasi yang disebut kampanye Pride. Kampanye Pride sendiri digunakan sebagai inovasi sosial atau treatment penelitian dengan dasar konsep sosial marketing. Kampanye Pride ditujukan untuk mengurangi atau menjawab persoalan konservasi di kawasan hutan Potorono-Gunung Sumbing berupa penebangan liar, alih penguasaan pengelolaan lahan hutan dan tidak adanya reboisasi. Kedua penelitian yang ditujukan untuk mengurai dan menganalisa tentang gerakan sosial yang disebabkan oleh perubahan perilaku. Penelitian mendasarkan pada dua parameter yang diamati, yaitu parameter sosial berupa hasil survei tentang perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku serta parameter teknis yang diamati dari hasil wawancara dan observasi lapangan tentang lahan yang berhasil direboisasi. Parameter sosial dan parameter teknis digunakan untuk mengetahui dan mengukur perubahan perilaku masyarakat yang berada pada taraf persiapan dengan melihat pengurangan persoalan berkaitan dengan penebangan liar, alih pengelolaan lahan hutan dan tidak adanya reboisasi yang terjadi. Penelitian menghasilkan: (1) intervensi pengetahuan mempunyai syarat kondisi dengan difusi dan transaksi sosial (2) faktor perubahan perilaku konservasi adalah tentang pertimbangan konservasi dan pilihan untuk berubah (3) komunikasi interpersonal merupakan faktor yang mendorong perubahan di masyarakat menjadi gerakan sosial untuk konservasi hutan Jawa.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-ya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini telah dilaksanakan sejak September 2006 hingga Juli 2008 dan diberi judul Studi Perubahan Perilaku pada Gerakan Sosial Konservasi Jawa di Kawasan Hutan Produksi-Lindung Potorono-Gunung Sumbing Magelang. Terima kasih yang tidak terhingga penulis sampaikan kepada Ibu Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F yang telah dengan sabar dan telaten membimbing penulis selama penelitian ini. Disamping itu terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh tim dosen angkatan pertama Program Khusus Pendidikan Konservasi kerjasama IPB dan Rare International yaitu Prof. Dr. Ir. Harini Muntasib, MS; Dr. Ir. Rinekso Soekmadi,M.Sc.F; Dr.Ir.Yeni A. Mulyani, M.Sc; Dones Rinaldi, M.Sc.F; Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc, kepada Manajer Kursus Rare Indonesia Hari Kushardanto dan Ni Putu Sarilani Wirawan atas asistensi selama pelaksanaan program Kampanye Pride. Terima kasih juga kepada teman Angkatan 1 Bogor – PIZSA. Ungkapan terima kasih turut disampaikan kepada kedua orang tua, istri, saudara, teman-teman atas doa, dukungan dan kasihnya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 22 Juli 1977 dari Ayah Sisyanto Siswomiharjo dan Ibu Jumilah. Penulis merupakan putra kedua dari empat bersaudara. Tahun 1995 penulis lulus dari SMA Negeri 11 Yogyakarta dan melanjutkan studi di Institut Pertanian “Stiper” Yogyakarta. Penulis mengambil program studi Budidaya Pertanian Jurusan Agronomi. Tahun 2006 penulis lulus seleksi Program Pascasarjana Kelas Khusus Pendidikan Konservasi di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari USAID dan IPB. Selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini, penulis menjadi bagian dari tim kerja YBL MastA yang berkantor di Magelang, Jawa Tengah. Penulis merupakan salah satu aktivis yang peduli dengan keberlanjutan kehutanan di Indonesia.
STUDI PERUBAHAN PERILAKU PADA GERAKAN SOSIAL KONSERVASI DENGAN KAMPANYE PRIDE DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI POTORONO DAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SUMBING MAGELANG
PANJI ANOM
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
HALAMAN PENGESAHAN Judul Tesis
Nama NRP
: Studi Perubahan Perilaku pada Gerakan Sosial Konservasi Sumberdaya Hutan Jawa dengan Kampanye Pride di Kawasan Hutan Produksi-Lindung Potorono-GunungSumbing Magelang : Panji Anom : E 051054195
Disetujui Komisi Pembimbing,
Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc Ketua
Dr.Ir.Rinekso Soekmadi, M.Sc.F Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir. Imam Wahyudi, M.S
Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian: 25 Agustus 2008
Tanggal Lulus:.................................
HALAMAN PENGESAHAN Judul Tesis
Nama NRP
: Studi Perubahan Perilaku pada Gerakan Sosial Konservasi Sumberdaya Hutan Jawa dengan Kampanye Pride di Kawasan Hutan Produksi-Lindung Potorono-GunungSumbing Magelang : Panji Anom : E 051054195
Disetujui Komisi Pembimbing,
Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc Ketua
Dr.Ir.Rinekso Soekmadi, M.Sc.F Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir. Imam Wahyudi, M.S
Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian: 25 Agustus 2008
Tanggal Lulus:.................................
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Yeni A. Mulyani. M.Sc
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI..........................................................................................................
i
DAFTAR TABEL.................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................. vii
I. PENDAHULUAN
.........................................................................................
1
1.1 Latar belakang .................................................................................................. 1.2 Perumusan masalah ......................................................................................... 1.3 Kerangka Pemikiran ........................................................................................ 1.3.1 Proses gerakan sosial konservasi ............................................................ 1.3.2 Gerakan sosial konservasi Kawasan Potorono-Gunung Sumbing .......... 1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 1.5 Manfaat Penelitian .........................................................................................
1 3 4 4 5 8 8
II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................
9
2.1 Kerusakan hutan dan perubahan perilaku ........................................................ 2.2 Sosial marketing dan perubahan perilaku konservasi ...................................... 2.3 Kampanye Pride di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing..............................
9 11 15
III. KONDISI UMUM LOKASI............................................................................
49
3.1 Lokasi Kawasan ......................................................................................... 3.2 Iklim dan Cuaca ......................................................................................... 3.3 Kondisi umum ekosistem ................................................................................ 3.3.1 Karakterisktik ekosistem Potorono-Gunung Sumbing............................ 3.3.2 Keanekaragaman hayati .......................................................................... 3.4 Deskripsi masyarakat di target lokasi ............................................................. 3.4.1 Populasi dan demografi........................................................................... 3.4.2 Sosial budaya dan ekonomi..................................................................... 3.5 Sejarah pengelolaan kawasan .......................................................................... 3.5.1 Sejarah pengelolaan hutan....................................................................... 3.5.2 Kepemilikan lahan .................................................................................. 3.6 Karakter masyarakat target berdasar hasil survey............................................ 3.7 Karakter masyarakat kontrol berdasar hasil survey .........................................
49 50 51 51 51 53 53 53 54 54 55 56 63
IV. METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................
67
4.1 Lokasi Penelitian ........................................................................................ 4.2 Waktu Studi ........................................................................................ 4.3 Alat dan Bahan ........................................................................................ 4.4 Metodologi penelitian .....................................................................................
67 67 67 67
i
V. HASIL
.....................................................................................
69
5.1 Hasil Survey Perubahan Perilaku..................................................................... 5.2 Perubahan Perilaku Berdasarkan Parameter Teknis ........................................ 5.3 Pengurangan ancaman dengan lahan yang di konservasi ................................
69 78 80
VI. PEMBAHASAN
.........................................................................................
89
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................
96
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
98
LAMPIRAN
101
.........................................................................................
ii
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 1. Ilustrasi tawaran perubahan perilaku dan keinginan umum.....................
13
Table 2. Rangking ancaman di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing..................
18
Tabel 3. Tingkat kepercayaan terhadap sumber informasi ...................................
57
Tabel 4. Persepsi masyarakat terhadap perlindungan hutan .................................
59
Tabel 5. Pandangan masyarakat pada upaya konservasi per desa ........................
60
iii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Skema gerakan sosial ...........................................................................
3
Gambar 2 Kerangka pemikiran studi ....................................................................
7
Gambar 3 Skema hubungan manusia dan lingkungan ..........................................
10
Gambar 4 Kurva tingkatan adopsi ........................................................................
14
Gambar 5 Skema proses kampanye Pride.............................................................
16
Gambar 6 Skema model konsep............................................................................
19
Gambar 7 Perbaikan model konsep.......................................................................
24
Gambar 8 Lomba gambar dan kunjungan sekolah dengan kostum maskot..........
29
Gambar 9 Pelatihan pembuatan tungku hemat kayu bakar ..................................
30
Gambar 10 Upacara merti banyu di desa Sukomakmur........................................
31
Gambar 11 Kelompok pengelola wisata, Kelompok swadaya masyarakat dan Patroli hutan ..................................................................................... 32 Gambar 12 Pelatihan interpretasi kelompok pengelola wisata desa Sutopati......
33
Gambar 13 Pendampingan kelompok ibu-ibu ......................................................
33
Gambar 14 Proses penyiaran spot lagu .................................................................
34
Gambar 15 Kegiatan pekan penanaman kawasan.................................................
35
Gambar 16 Koordinasi perencanaan lomba masak...............................................
36
Gambar 17 Workshop ........................................................................................
37
Gambar 18 Plang konservasi.................................................................................
37
Gambar 19 Poster
........................................................................................
39
Gambar 20 Penyematan pin ..................................................................................
39
Gambar 21 Factsheet
........................................................................................
40
Gambar 22 Kostum maskot ..................................................................................
41
Gambar 23 Komik konservasi...............................................................................
42
Gambar 24 Pembuatan lagu konservasi ................................................................
43
Gambar 25 Buklet-buklet konservasi....................................................................
44
Gambar 26 Panggung boneka ...............................................................................
47
Gambar 27 Kalender konservasi ...........................................................................
47
Gambar 28 Billboard kawasan ..............................................................................
48
Gambar 29 Lokasi studi .......................................................................................
49
iv
Gambar 30 Peta kawasan lokasi studi
........................................................
50
Gambar 31 Tingkat pendidikan (N=378)..............................................................
56
Gambar 32 Pekerjaan (N=378) .............................................................................
56
Gambar 33 Kebiasaan membaca (N=378) ............................................................
57
Gambar 34 Tingkat pengetahuan petani di desa target mengenai manfaat hutan (N=287) ........................................................................................ 58 Gambar 35 Inisiatif menghutankan kembali kawasan hutan yang gundul (N=227) 61 Gambar 36 Faktor yang menentukan keberhasilan program rehabilitasi hutan dalam jangka panjang (N=378) ......................................................... 61 Gambar 37 Perhatian masyarakat tentang pengambilan kayu sebagai kayu bakar (N=217) ........................................................................................ 62 Gambar 38 Alasan melakukan kegiatan alih fungsi pengelolaan lahan (N=354).
63
Gambar 39 Tanaman yang dikembangkan masyarakat (N=354)..........................
63
Gambar 40 Pengetahuan masyarakat kontrol mengenai manfaat hutan (N=58) ..
64
Gambar 41 Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai manfaat hutan (N=287)
69
Gambar 42 Tingkat pengetahuan masyarakat kontrol tentang manfaat hutan (N=60) ........................................................................................ 70 Gambar 43 Sikap masyarakat target pada hutan (pra dan post kampanye N=378)
71
Gambar 44 Sikap masyarakat kontrol pada hutan (pra dan post kampanye N=60)
71
Gambar 45 Pendapat masyarakat target tentang kondisi hutan (N=378)..............
72
Gambar 46 Kondisi hutan masyarakat kontrol (N=60).........................................
72
Gambar 47 Penjagaan sumber air masyarakat target (N=378) .............................
73
Gambar 48 Penjagaan sumber air masyarakat kontrol (N=60).............................
73
Gambar 49 Keberhasilan program perbaikan lahan (N=378) ...............................
74
Gambar 50 Pandangan program perbaikan lahan masyarakat kontrol (N=60).....
74
Gambar 51 Pengelolaan hutan menurut masyarakat target (N=378) ....................
75
Gambar 52 Keberhasilan pengelolaan lahan menurut masyarakat kontrol (N=60)7 75 Gambar 53 Inisiatif menghutankan kembali kawasan hutan yang gundul (N=378) 76 Gambar 54 Inisiatif penghutanan menurut masyarakat control (N=60) ...............
76
Gambar 55 Pendukung keberhasilan konservasi masyarakat target (N=378) ......
77
Gambar 56 Penentu keberhasilan konservasi masyarakat kontrol (N=60) ...........
77
Gambar 57 Daerah yang di konservasi di Desa Sukomakmur .............................
82
Gambar 58 Daerah yang di konservasi di Desa Sukorejo ....................................
83
Gambar 59 Daerah yang di konservasi di Desa Sutopati dan Banjaragung .........
84
v
Gambar 60 Daerah yang di konservasi di Desa Sambak .....................................
84
Gambar 61 Daerah yang di konservasi di Desa Krumpakan ...............................
86
Gambar 62 Daerah yang di konservasi di Desa Sukomulyo ................................
86
Gambar 63 Daerah yang di konservasi di Desa Mangunrejo ...............................
87
vi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Matriks Analisa Pemangku Kepentingan .........................................
101
Lampiran 2. Model konsep awal ...........................................................................
104
Lampiran 3. Rencana peserta pelaksanaan diskusi kelompok fokus (FGD)..........
105
Lampiran 4. Pertanyaan untuk diskusi kelompok fokus ........................................
106
Lampiran 5. Pertanyaan Survey KAP ....................................................................
108
Lampiran 6. Distribusi kuesioner...........................................................................
117
Lampiran 7. Skema rencana kerja Kampanye Pride di Kawasan Hutan Produksi-Lindung Potorono-Gunung Sumbing...............................
118
Lampiran 8. Ringkasan kegiatan kampanye yang telah dilakukan .......................
119
Lampiran 9: Ringkasan materi cetak kampanye yang telah diproduksi ...............
120
Lampiran 10. Rencana Monitoring dan Evaluasi Program....................................
121
Lampiran 11.Gambaran Desa Target Studi Kampanye Bangga ............................
124
Lampiran 12: Populasi dan gambaran umum masyarakat di desa target .............
125
Lampiran 13. Daftar pertanyaan panduan wawancara...........................................
126
vii
I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Data Balai Pemantapan Kawasan Hutan Jawa-Madura tahun 2004 menunjukkan bahwa kawasan hutan Jawa seluas 3.289.131 hektar, berada dalam kondisi rusak. Lahan kritis di dalam kawasan hutan Jawa yang memerlukan rehabilitasi mencapai 1,714 juta hektar atau 56,7 persen dari luas seluruh hutan yang ada. Kondisi tersebut diperparah dengan lahan kritis yang semakin luas di luar kawasan hutan hingga mencapai 9,016 juta hektar. Total lahan memerlukan rehabilitasi mencapai 10,731 juta hektar atau 84,16 persen dari luas seluruh daratan Pulau Jawa. Effendi dalam Greenomics Indonesia (2006) telah memperkirakan jika tren tersebut terus berlangsung selama dua tahun maka sekitar 10,7 juta hektar DAS/Sub-DAS di Pulau Jawa akan terancam kualitas fungsi ekologis secara serius. Kondisi Pulau Jawa saat ini telah mengalami ancaman kekurangan air di 172 titik DAS/Sub DAS atau seluas 11,74 juta hektar (BPKH 2007). Selanjutnya, kerusakan hutan Jawa tersebut berpotensi mendorong kerugian ekonomi mencapai Rp136,5 triliun setiap tahun akibat terjadinya banjir, tanah longsor serta kekeringan dalam skala besar (Effendi 2006). Salah satu penyebab ketidakseimbangan lingkungan di Pulau Jawa adalah perubahan status hutan alam menjadi hutan produksi yang terjadi sejak sekitar tahun 1960-an. Penerapan sistem tebang habis serta konsep hutan monokultur memberi kontribusi terbesar pada kerusakan keseimbangan ekologi. Perubahan tersebut juga berakibat pada perubahan perilaku masyarakat yang berada di wilayah hutan Kawasan Potorono-Gunung Sumbing. Dalam
teori
perubahan
perilaku
terdapat
berbagai
faktor
yang
mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang mengambil keputusan untuk merubah perilaku. Salah satunya berupa faktor informasi yang diterima. Namun demikian, tidak selalu informasi merubah perilaku seseorang atau sekelompok orang, tergantung dari tingkat kekuatan kontek informasi, faktor kelekatan serta faktor agen pembawa informasi. Ciri perubahan perilaku sebagai dampak peningkatan pemahaman adalah kesadaran individu.
2
Persoalan perilaku kehutanan dapat dilihat dari cara masyarakat atau stakeholder memperlakukan hutan. Perlakuan seperti pengambilan satwa maupun pemotongan kayu baik untuk kayu bakar maupun sebagai bahan bangunan, menunjukkan ketidakpedulian pada pentingnya keberadaan sumberdaya hutan di daerahnya. Lebih lanjut, hasil survei lapangan di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing menyatakan +70% wilayah hutan Potorono-Sumbing mengalami perubahan
fungsi
menjadi
lahan
tanaman
lain
yang
dianggap
lebih
menguntungkan seperti tanaman pakan ternak dan tanaman semusim seperti ketela pohon, jagung dan sejenisnya. Budaya berhutan di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing mulai ditinggalkan, berganti dengan budaya berladang dan tegalan. Masyarakat tidak lagi memandang pentingnya keberadaan hutan sebagai bagian dari hidupya. Hal tersebut menunjukkan bahwa rasa kepemilikan terhadap hutan semakin berkurang akibat berkurangnya kelekatan nilai antara masyarakat dengan hutannya. Kelekatan nilai diartikan sebagai ikatan batin atau kejiwaan antara masyarakat dengan hutannya. Kekuatan kelekatan nilai dapat dilihat di masyarakat Ammatoa Kajang di Sulawesi. Sistem aturan nilai dan moral mengatur perilaku sosial dan hubungan masyarakat setempat dengan hutan. Nilai kepercayaan Ammatoa menganjurkan agar orang hidup secukupnya, sehingga untuk memenuhi kebutuhan pokok harus disertai usaha menjaga keseimbangan dengan lingkungan. Hubungan masyarakat dengan sumberdaya hutan diatur dalam tiga zona yaitu ‘zona larangan’ yang melarang semua orang masuk hutan, ‘zona dalam’ yang membatasi orang hanya dapat mengumpulkan hasil hutan pada waktu tertentu sesuai aturan adat serta wilayah hutan yang terbuka bagi semua orang yang disebut ‘zona bebas’ (WALHI 2001). Persoalan lingkungan hidup lebih banyak bersumber dari perilaku manusia. Secara umum skema gerakan sosial yang berasal dari perubahan individual dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini;
3
Faktor Internal 1. 2. 3. 4.
Pengetahuan Nilai / Moral Mobilitas Jangka hidup PERILAKU INDIVIDU
DINAMIKA SOSIAL
GERAKAN SOSIAL
Faktor Eksternal 1. Kebijakan 2. Hubungan sosial 3. Lingkungan 4. Teknologi Gambar 1 Skema gerakan sosial (disarikan dari Pretty and Ward 2001)
Studi mengenai gejala sosial tentang perubahan perilaku masyarakat dan gerakan sosial konservasi hutan belum banyak dijalankan. Jurnal ilmiah sosial untuk perubahan perilaku yang telah diterbitkan lebih banyak menelaah perubahan sosial mengenai kesehatan dan kriminalitas (Dagron 2001). Dengan demikian, studi membangun gerakan sosial konservasi sumberdaya hutan dengan pendekatan perubahan perilaku menjadi sangat penting sebagai sebuah solusi dari persoalan kerusakan kehutanan Indonesia. 1. 2. Perumusan Masalah Persoalan konservasi hutan sangat kompleks di Kawasan PotoronoGunung Sumbing. Hasil penelitian awal merujuk pada tiga persoalan yang memiliki tingkat ancaman yang paling besar bagi kawasan. Ketiga faktor ancaman konservasi tersebut adalah; tidak adanya reboisasi, alih pengelolaan lahan hutan dan penebangan liar. Ketiga faktor ancaman tersebut merupakan hasil pemetaan masalah yang melibatkan pemangku kepentingan (stakeholder) di lokasi penelitian. Perubahan perilaku yang terjadi apabila dijalankan secara kolektif akan memunculkan aksi bersama yang di sebut gerakan sosial. Gerakan sosial dapat diartikan sebagai reaksi terorganisir ataupun spontan masyarakat yang dijalankan
4
untuk mendukung atau melawan sebuah perubahan berhubungan dengan fenomena sosial ataupun lingkungan. Sosiolog Amerika bernama Peter Burke menyatakan ada dua tipe gerakan sosial yaitu; gerakan sosial untuk memulai perubahan dan gerakan sosial yang dilakukan sebagai reaksi atas perubahan yang terjadi (Burke 1998 dalam WALHI 2001). Gerakan sosial konservasi dapat terjadi sebagai dampak dari peningkatan pengetahuan masyarakat. Dengan demikian kampanye Pride yang dilakukan untuk peningkatan pengetahuan konservasi mampu mendorong perubahan perilaku konservasi masyarakat. Sehingga penelitian yang dilakukan harus mampu menjawab beberapa pertanyaan berikut: 1. Bagaimana tingkatan perubahan perilaku hingga menjadi gerakan sosial konservasi sumberdaya hutan? 2. Apakah faktor peningkatan pengetahuan merupakan salah satu pendorong peningkatan kesadaran kolektif yang mempengaruhi terjadinya gerakan sosial untuk konservasi sumberdaya hutan? Adakah faktor yang lain? 1.3 Kerangka Pemikiran 1.3.1. Proses Gerakan Sosial Konservasi Gerakan sosial untuk konservasi dimulai dari perubahan perilaku individu dengan melibatkan beberapa langkah. Setiap pola sosial dalam segala bentuk berhubungan dengan kekuatan (power). Disetiap kondisi, orang akan merasa lemah untuk mengatasi persoalan besar sendirian. Berbeda ketika individu tersebut tergabung dalam sebuah kelompok atau massa (Loury 2008). Dengan demikian persoalan gerakan sosial diduga dapat berasal dari peningkatan kapasitas sekelompok orang sehingga muncul sebuah kesamaan tingkat pemikiran terhadap tantangan yang ada. Gerakan sosial seperti juga dengan perubahan sosial, mendasarkan pada gerakan kolektif, tidak mungkin di lakukan oleh individu atau perorangan. Pendekatan perorangan dibutuhkan sebagai agen inovator yang akan mendorong dan mempengaruhi orang-orang lain disekitarnya. Perubahan perilaku individu dalam konservasi sama artinya dengan menggabungkan pengetahuan sosial dengan perubahan lingkungan hidup. Kondisi lingkungan hidup akan dipandang secara berbeda antar individu, tergantung dari
5
tingkat perhatian individu dalam menyerap perubahan lingkungan sekitarnya. Hal tersebut tergantung dari pembelajaran dan cara analisis individu dan kelompok terhadap perubahan lingkungannya. Pembelajaran yang diperoleh dalam bentuk informasi selanjutnya akan menjadi panduan mengatasi masalah-masalah lingkungan hidup. Proses selanjutnya adalah adopsi oleh kelompok-kelompok dalam tingkatan penangkapan perubahan yang berbeda (tingkat innovator, early adopter, early majority, late majority dan lagart). Adopsi merupakan proses perluasan perubahan disebut sebagai difusi dalam segmen-segmen kelompok sosial atau masyarakat. Gerakan sosial tidak terjadi secara bersamaan seiring dengan perubahan perilaku. Gerakan sosial terjadi sebagai dampak komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) baik yang terjadi didalam kelompok masyarakat ataupun antar kelompok masyarakat. Komunikasi antar-pribadi menjadi penghubung terjadinya keputusan kolektif dalam kelompok sosial atau masyarakat. Keputusan yang diambil dapat bersifat positif tetapi dapat bersifat negatif untuk persoalan lingkungan hidup. Keputusan kolektif positif dicirikan dengan kepedulian dan kesadaran dari kelompok sosial atau masyarakat. Sedangkan keputusan kolektif bersifat negatif dicirikan dengan ketidakpedulian dan sikap acuh terhadap persoalan lingkungan hidup yang melingkupi kelompok sosial atau masyarakat. 1.3.2. Gerakan Sosial Konservasi di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing Menilai sebuah persoalan sosial dapat dilakukan dengan beberapa jalan. Pada umumnya penelitian sosial tidak dapat menilai secara spesifik hasilnya. Studi-studi sosial umumnya menggunakan pendekatan-pendekatan dengan indikator tertentu sebagai alat analisa sosial (Siegel 1985). Faktor persoalan perilaku kehutanan di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing ditandai dengan perubahan perilaku masyarakat berupa persoalan reboisasi, penebangan liar serta alih pengelolaan lahan hutan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari inovasi sosial dengan kampanye Pride termasuk keberadaan kegiatan perubah perilaku yang lain. Kampanye Pride merupakan kegiatan sosial yang bertujuan untuk mempengaruhi perubahan perilaku, kepedulian dan aksi konservasi di sebuah
6
target masyarakat. Kampanye Pride mampu bekerja di segala kondisi masyarakat. Kampanye Pride efektif untuk menjangkau dan mempengaruhi target masyarakat yang memiliki jumlah populasi di bawah 200.000 orang. Dengan demikian pelaksanaan kampanye Pride mampu untuk mempengaruhi terjadinya gerakan sosial untuk konservasi termasuk mengatasi ancaman-ancaman konservasi di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing. Kerangka pemikirian penelitian dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini.
7
Lesson learned Lingkungan INNOVASI SOSIAL/ KAMPANYE PRIDE 1. Study literature dan Review kawasan 2. Perencanaan Kegiatan 3. Penyusunan media kampanye partisipatif 4. Aplikasi kampanye 5. Monitoring dan evaluasi
Adopsi Pengetahuan
Segmen Innovator
Komunikasi Interpersonal
Early Adopter Early Majority Late Majority
Kesadaran Kolektif
Persoalan Sosial
Lagart
STUDI PERUBAHAN PERILAKU KONSERVASI
Perubahan Perilaku Kolektif INDIKATOR SOSIAL
PERUBAHAN KOLEKTIF PERILAKU KONSERVASI
PERSOALAN KEHUTANAN 1. Penebangan kayu untuk kayu bakar 2. Alih fungsi lahan hutan 3. Kurangnya reboisasi
PERILAKU KOLEKTIF
GERAKAN SOSIAL KONSERVASI Gambar 2 Skema Kerangka Pikir Penelitian
1.Knowledge (Afeksi) 2. Attitude (Kognitif) 3. Practice (Psikomotoris)
INDIKATOR TEKNIS Gerakan Reboisasi Berkurangnya Penebangan Liar Berkurangnya Alih Fungsi Lahan
8
1.4 Tujuan Penelitian
Studi yang dilakukan bertujuan untuk : 1. Mengetahui pengaruh kampanye Pride dalam perubahan perilaku konservasi masyarakat di kawasan hutan Potorono-Gunung Sumbing. 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan perilaku konservasi 3. Mengetahui hubungan perubahan perilaku terhadap gerakan sosial konservasi masyarakat. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian yang dijalankan merupakan studi sosial-ekologi. Penelitian dilakukan untuk mencari cara atau pendekatan sosial untuk mengatasi persoalan kerusakan kehutanan Jawa dan dapat diaplikasikan di tempat lain. Penelitian yang dilakukan diharapkan memberi kemanfaatan sebagai berikut: 1. Pendekatan sosial untuk mengatasi persoalan kehutanan di Jawa Persoalan kehutanan di Jawa lebih banyak disebabkan oleh persoalan sosial. Sangat penting mendorong perubahan perilaku banyak orang untuk berperan dalam konservasi sumberdaya hutan. 2. Pengembangan studi sosial-ekologi dalam konservasi sumberdaya hutan Hubungan kerusakan ekologi tidak dapat terlepas dari persoalan sosial. Dengan demikian studi diharapkan mampu memberi kontribusi hubungan studi sosial untuk memecahkan persoalan ekologi di dalam pengelolaan sumberdaya hutan. 3. Pengembangan konsep membangun gerakan sosial untuk konservasi yang mampu diterapkan di daerah lain Membangun
konstituen
yang
terdiri
dari
banyak
kepentingan
merupakan kendala yang sangat sulit untuk diselesaikan. Studi tentang gerakan sosial konservasi dengan melibatkan berbagai pihak menjadi sangat penting untuk mengatasi jarak antar kepentingan dalam pengelolaan sumberdaya hutan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerusakan Hutan dan Perubahan Perilaku Pengelolaan hutan oleh konsesi, korporasi maupun perorangan dengan tujuan menghasilkan kayu, menyebabkan kepunahan keanekaragaman hayati, konflik satwa, rawan pangan, kekeringan dan perubahan iklim baik mikro maupun makro. Lebih lanjut, deforestasi di Indonesia juga berdampak pada konflik kepentingan dan kehancuran masyarakat adat, pergeseran sistem nilai, kesenjangan sosial serta penurunan derajat hidup masyarakat (Lahajir 2001, Kartodihardjo dan Jhamtani 2005). Hal tersebut diperburuk dengan orientasi jangka pendek masyarakat dengan pemanenan kayu di hutan rakyat tanpa didasari manajemen yang baik (Awang et al 2005). Kerusakan hutan serta kerusakan lingkungan hidup lebih banyak disebabkan oleh perilaku manusia (Simpson dan Craft 1996). Di beberapa kasus, perilaku manusia tersebut didasari pada motivasi kepentingan penguasaan. Kartodiharjo dan Jhamtani (2005) menyatakan Indonesia mengalami kerugian sebesar US$ 30,6 Miliar atau senilai Rp 288 Triliun per tahun akibat eksploitasi dan perdagangan pasir laut, bahan bakar minyak, kayu, kekayaan laut maupun perdagangan satwa langka. Pengusahaan hutan dengan skala industri menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius (Kartodiharjo dan Jhamtani 2005). Kerusakan hutan juga diperparah dengan perubahan orientasi global akibat tekanan pasar. Orientasi tersebut dilakukan untuk pemenuhan bahan mentah pasar internasional sebagai agenda sepanjang tahun, meskipun penyediaan bahan mentah sangat riskan nilai ekonomi (Hefner 1998). Dampak perubahan orientasi tersebut salah satunya berupa penguatan perusahaanperusahaan perkebunan monokultur sejenis karet, jati, kakao dan kelapa sawit (Kartodihardjo dan Jhamtani 2005). Penggusuran hutan wilayah adat, sistem monokultur pengusahaan hutan dan tekanan kebijakan mengakibatkan pola, sruktur dan norma sosial masyarakat berubah. Perubahan tersebut disebut sebagai perubahan sosial masyarakat. Perubahan sosial
10
tersebut merupakan bentuk adaptasi manusia terhadap lingkungan ekologinya (Salmon et al 2006; Kartodiharjo dan Jhamtani 2005; Sarwono 2002; Primacks et al 1998). Sejarah konservasi telah dimunculkan di Pulau Jawa sejak tahun 1893 – 1914 oleh DR.S.H.Koorders. Kegiatan konservasi tersebut dimulai dari perkumpulan Tot Natuurbescherming (Perkumpulan Perlindungan Alam Hindia Belanda) dan bekerja sama dengan ahli botani bernama Th Valeton menerbitkan 13 jilid buku ”Bijdragen tot de kennis der boomsoorten van Java” berisi inventaris jenis pohon Pulau Jawa. Pada tahun 1913, perkumpulan tersebut mengajukan usulan 12 lokasi sebagai cagar alam yang berlokasi di Banten, Pulau Krakatau, Kawah Papandayan, Ujung Kulon, Bromo, Nusa Barung, Alas Purwo Blambangan dan Kawah Ijen (Dephut 1986 dalam Kartodiharjo dan Jhamtani 2005). Pendekatan konservasi sejenis cagar alam, hutan lindung, suaka margasatwa, taman nasional serta kebun binatang, kebun raya dan penangkaran belum sepenuhnya menyelesaikan persoalan konservasi. Persoalan sehubungan kerusakan hutan adalah perilaku terhadap sumberdaya hutan. Gambaran skematis IUCN (2003) mengenai hubungan antara manusia dan lingkungannya saat ini adalah;
EKOLOGI
EKONOMI
SOSIAL
Gambar 3 Skema hubungan manusia dan lingkungan saat ini Perubahan perilaku secara umum merupakan mekanisme alamiah setiap makhluk hidup. Perubahan perilaku manusia dapat disebut sebagai bentuk adaptasi
11
yang paling sukses dari segala jenis makhluk hidup yang ada di bumi. Pola perubahan perilaku manusia mengikuti hukum yang lebih kompleks daripada sekedar kemampuan adaptasi makhluk hidup umumnya. Hal tersebut disebabkan faktor genetik manusia untuk analisa dan berpikir yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup yang lain, sehingga dalam waktu singkat dapat terjadi perubahan perilaku sebagai bentuk respon terhadap rangsangan dengan dukungan kemampuan mobilitasnya (Sarwono 2002). Kemampuan fisik manusia tersebut akhirnya menjadikan manusia sebagai pusat segala perubahan ekologi, keseimbangan ekosistem dan kepunahan spesies lain. Perubahan umum lingkungan terutama diakibatkan oleh pertumbuhan jumlah penduduk dan perkembangan teknologi (Primack et al. 1998). 2.2 Pemasaran Sosial dan Perubahan Perilaku Konservasi Pendekatan perubahan sosial untuk konservasi berasal dari ide memasarkan produk-produk komersial dengan mempengaruhi perilaku konsumen untuk membeli dan memakai produk yang ditawarkan, misalnya; dalam perubahan perilaku masyarakat agar mau mengkonsumsi sebuah produk barang atau jasa, maka penyebaran informasi tentang barang atau jasa tersebut dilakukan dengan tujuan untuk memasarkan produk (komersial). Saluran yang dipakai dalam pengiklanan agar masyarakat merubah perilaku agar mau memakai, mengkonsumsi dan membeli barang atau jasa tersebut, dilakukan lewat iklan televisi, radio maupun media massa lainnya, termasuk kegiatan pengiklanan dan penginformasian dalam bentuk seperti konser musik, olah raga atau sejenisnya. Terminologi pendekatan pemasaran sosial (sosial marketing) bertujuan mempengaruhi target masyarakat untuk menukarkan perilaku lama dengan perilaku baru atau secara sukarela menerima, menolak, menanggalkan atau mengubah suatu sikap dan perilaku bagi kemajuan dan perbaikan kualitas hidup individu, kelompok dan keseluruhan masyarakat (Kotler et al. 2002). Dalam pemasaran sosial digunakan berbagai macam media atau alat sebagai saluran komunikasi. Saluran komunikasi diartikan sebagai sarana untuk menyalurkan informasi atau pesan-pesan kepada orang lain. Saluran komunikasi yang digunakan dapat berupa media massa seperti televisi,
12
radio, festival kesenian atau sejenisnya, dapat pula berupa saluran antar-pribadi seperti lembar berita, buku saku, suvenir atau sejenisnya. Seperti halnya dengan pemasaran di bidang perdagangan, pemasaran sosial juga merupakan metode untuk mempengaruhi perubahan perilaku sehingga individu atau kelompok sosial mengadopsi atau “membeli” produk yang ditawarkan. Kampanye Pride merupakan kegiatan yang “menjual” produk konservasi sehingga target masyarakat merubah pilihan untuk konsumsi perilaku konservasinya. Prinsip pemasaran sosial di lingkup konservasi adalah terjadinya transaksi sosial sehingga seseorang atau sekelompok orang merubah pemikiran untuk peduli dan ikut berandil dalam kegiatan-kegiatan konservasi di daerahnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemasaran sosial mensyaratkan adanya; product atau produk yang berupa barang atau jasa yang ditawarkan, pricing
atau harga dari barang atau jasa, place atau tempat yang
merupakan lokasi atau saluran distribusi barang atau jasa, promotion atau promosi atau periklanan dari barang atau jasa yang ditawarkan. Perbedaan yang melatarbelakangi sosial marketing dengan marketing perusahaan komersial antara lain; 1. Modal dalam sosial marketing berasal dari swadaya masyarakat sedangkan marketing komersial modal berasal dari perseorangan atau perusahaan. 2. Orientasi keuntungan pada sosial marketing ditujukan untuk kepentingan peningkatan kualitas hidup masyarakat sedangkan marketing komersial berorientasi pada keuntungan untuk perusahaan. 3. Sosial marketing mensyaratkan peran masyarakat secara utuh sedang dalam marketing komersial dominansi perusahaan lebih penting. Sosial marketing merupakan rangkaian strategi yang ditujukan untuk perubahan sosial. Perubahan sosial menurut Robinson (2006) membutuhkan beberapa persyaratan, yaitu; 1.
Pemahaman keinginan umum dan kondisi lingkungan yang hendak dicapai. Pemahaman persoalan konservasi di masyarakat merupakan kerja kombinasi
untuk menjawab persoalan nyata keinginan (aspirasi) orang kebanyakan dengan hal yang sebaiknya dilakukan. Mengesampingkan persoalan nyata hidup akan menjadi
13
sebuah kesalahan fatal, seperti yang terjadi dengan proyek-proyek pembangunan pada umumnya. Dengan demikian sangat penting memahami tawaran perubahan perilaku yang di citakan dengan pandangan umum masyarakat. Hubungan keinginan umum dengan kondisi lingkungan yang hendak dicapai digambarkan dalam tabel 1 berikut; Tabel 1 Ilustrasi tawaran perilaku konservasi dan keinginan umum Tawaran konservasi
Keinginan Umum
Menanam pohon
Hasil kayu
Kompos sampah rumah tangga
Hasil produksi pertanian melimpah
Perlindungan satwa di hutan
Keberagaman sumber pangan
Perlindungan mata air
Memiliki air yang mencukupi kebutuhan
Lingkungan bersih
Hidup sehat
Lain-lain
Lain-lain
2. Informasi masuk akal beberapa waktu ke depan. Pemikiran yang tertata dengan prediksi kejadian kedepan dalam bentuk informasi memiliki pengaruh sangat kuat. Namun informasi sendiri memiliki sifat dingin, rasional dan kadang pesimis. Informasi kedepan (beyond information) dijalankan oleh banyak organisasi, namun jika mengalami penolakan di tingkat masyarakat, maka informasi tersebut menjadi tidak berdaya guna. Meskipun demikian, akan terjadi komunikasi interpersonal kedalam lewat early adopter. Kelompok early adopter merupakan kelompok yang sangat memahami persoalan yang sedang dihadapi, konsekuensi dari persoalan hingga solusi dan perhitungan untung - rugi perubahan. 3. Perubahan individual kemungkinan hanya illusi Kasus dalam pendidikan umum yang dijalankan terdapat pengertian umum bahwa setiap individu siswa telah diberi treatment layaknya individu yang ‘rasional dalam kegunaan penuh’. Pada kenyataannya, perubahan sosial merupakan proses yang kolektif bukan individual., Keberadaan tokoh-tokoh dalam realita di masyarakat merupakan aspek dari kolektivitas. Termasuk adanya inovator yang akan mendorong dan mempengaruhi early adopter.
14
4. Adanya perbedaan tingkat rasionalitas Perubahan perilaku menurut pada hukum ‘semua orang tidak sama’. Pengertian dari perbedaan rasionalitas adalah bahwa setiap orang memiliki tingkat berubah dan adopsi perilaku yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dapat digolongkan dalam kriteria sebagai berikut;
Gambar 4 Kurva tingkatan adopsi
Innovator /Perintis (2,5%) – Idealis, pembuka jalan, komitment, imajinatif, enerjik dan memiliki kemampuan merubah program. Early adopters /Pelopor (13,5%) – Terbuka pada perubahan, memiliki visi, imajinatif, penuh strategi, cepat membuat hubungan antara inovasi dan visi yang ingin dicapai, berkeinginan hasil cepat, siap berkorban dan menerima resiko, memiliki moivasi pribadi yang kuat. Early majority/ Penganut Dini (34%) – pragmatis, menyukai ide-ide tentang lingkungan tapi memerlukan bukti nyata dan keuntungan yang didapatkan, terpengaruh oleh individu pragmatis lain, memiliki keinginan untuk membuktikan dengan lebih baik dari kebiasaan yang telah dijalankan, memiliki keinginan solusi sederhana dengan keberlanjutan kecil, selalu mencari sistem yang mendukung termasuk partner, bukan type penanggung resiko yang baik, tipe yang lebih mementingkan ‘merk’. Late majority / Penganut lambat (34%)– conservatif pragmatis, gampang mengikuti arus dan menguatkan standar aturan, tidak suka resiko tetapi tidak mau ketinggalan, tidak begitu menyukai ide-ide tentang lingkungan hidup.
15
Sceptics – “laggart” / Kolot (16%) selalu menentang ide tentang perbaikan lingkungan hidup. Kelompok tersebut menginginkan agar idenya ditanggapi secara serius serta identifikasi persoalan nyata mereka diselesaikan sebelum kelompok kebanyakan menjalankan perubahan. 2.3 Kampanye Pride di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing Dari hasil tinjauan awal kondisi di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing, masyarakat sudah berada di tahapan persiapan, yang menurut Young et al. 2002, memiliki ciri-ciri: 1. Menerima hal – hal yang bersifat baru 2. Menganalisa inovasi dan perkembangan peradaban. 3. Membandingkan hal-hal baru dengan kondisi serupa di tempat lain. Selanjutnya, Kotler et al. 2002 dan Young et al. 2007 menyatakan tingkatan perubahan perilaku manusia meliputi: − Prekontemplasi atau pra perenungan adalah tingkat niat orang dalam merubah perilaku dan umumnya menolak bahwa dirinya memiliki masalah dengan perilakunya. − Fase kontemplasi atau perenungan dicirikan kesadaran bahwa ada sebuah masalah dan mulai memikirkan secara secara serius untuk memecahkannya. − Fase preparasi atau persiapan, dicirikan dengan penyusunan perencanaan dan praduga sementara yang ditujukan untuk mengambil tindakan dalam beberapa waktu kedepan. Pada fase aksi dicirikan dengan perilaku orang yang melakukan tindakan berhubungan perubahan perilaku yang telah direncanakan. − Fase pengelolaan dicirikan dengan kompromi secara individu terhadap fase yang telah maupun akan ditempuh. − Fase terminasi merupakan fase pengelolaan dimana orang telah menetapkan perilaku yang dipilih sebagai sebuah keharusan untuk dijalani. Dengan demikian kampanye Pride yang berorientasi pada perubahan perilaku harus mampu mengakomodir perubahan perilaku konservasi di masyarakat Potorono-
16
Gunung Sumbing. Proses kampanye Pride dilakukan melalui proses seperti pada gambar 5 berikut: Review Kawasan dan Studi Literatur
Penyusunan Laporan
Pemetaan Stakeholder
Analisa Hasil
Diskusi Stakeholder Kelompok Fokus, Workshop Penyusunan Survei Pra Kampanye rencana kerja
Survei Paska Kampanye, Monitoring& Evaluasi
1 Tahun Kampanye
Gambar 5 Skema proses kegiatan kampanye Pride Kampanye Pride merupakan bentuk dari pemasaran sosial, dan dalam pelaksanaannya menggunakan alat-alat, media saluran informasi dan strategi berhubungan dengan konservasi. Segala bentuk cara dipakai dengan menyesuaikan kondisi sosial, budaya dan geografi kelompok target. Dengan demikian sebelum dilaksanakan kampanye terlebih dulu dilakukan penelitian awal (formative research) untuk
memahami kondisi masyarakat target. Kampanye Pride dijalankan secara
paralel maupun berseri di dalam masyarakat dan dari luar masyarakat. Dengan demikian keterlibatan masyarakat menjadi syarat mutlak dalam aksi kampanye yang dijalankan. Alat, media atau strategi untuk menyebarluaskan informasi konservasi dalam kampanye Pride di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing diwujudkan dalam bentuk buku saku, kunjungan sekolah, penjangkauan kelompok ibu-ibu maupun pelatihanpelatihan serta didukung dengan alat-alat promosi seperti poster, leaflet dan billboard. Penyusunan alat, media dan strategi saluran informasi didasarkan pada segmensegmen kelompok masyarakat target, yang dimaksudkan bahwa di tiap kelompok orang memiliki cara belajar sendiri-sendiri. Dengan demikian media, alat dan strategi yang dipakai dapat menjangkau seluruh elemen masyarakat. Selanjutnya untuk mengetahui efektivitas perubahan sosial konservasi yang terjadi, di lakukan dengan
17
mengembangkan target yang akan dicapai dari kampanye yang disebut SMART obyektif. Perencanaan pengukuran efektivitas kampanye dilakukan pada tahap monitoring dan evaluasi kegiatan. Untuk memahami proses kegiatan kampanye Pride di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Tahap review dokumen dan analisa kawasan Tahap review dokumen dan analisa kawasan merupakan tahap untuk menggali dan mengembangkan data yang berhubungan dengan kondisi sosial serta keanekaragaman hayati di kawasan target. Hasil dari review kawasan berupa gambaran sosial serta geografis kawasan selanjutnya menjadi panduan untuk memahami persoalan sosial berkaitan dengan konservasi di kawasan target. Review dokumen dan analisa kawasan dilakukan dengan menggali data primer dan sekunder dari berbagai narasumber yang sesuai seperti: data BPS Kabupaten Magelang, data penelitian sebelumnya, literatur dari buku dan internet, bahkan dengan jajag kondisi lapangan.
2. Tahap analisa stakeholder Untuk mengetahui tokoh masyarakat yang dapat mewakili kepentingan masyarakat dan memahami kondisi kawasan secara lengkap dilakukan analisa para pemangku kepentingan (stakeholder). Analisa tersebut merupakan upaya untuk memahami keputusan pelibatan seorang anggota masyarakat dalam lokakarya pemangku kepentingan. Analisa didasarkan kepada beberapa faktor seperti: kepentingan yang dibawa orang tersebut, kontribusi atau sumbangsih yang dimungkinkan dapat diperoleh terutama ketika program sudah berjalan, dan kendala yang dimungkinkan timbul bagi program jika keikutsertaannya dibatasi. Pemangku kepentingan yang dimaksudkan bisa berasal dari lembaga atau instansi pemerintahan, tokoh masyarakat, masyarakat sipil, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), kelompok masyarakat, kelompok pemuda hingga pihak swasta (matriks analisa pemangku kepentingan terlampir pada Lampiran 1).
18
3. Tahap Stakeholder meeting I Stakeholder meeting (pertemuan pemangku kepentingan) merupakan Tokoh formal dan informal, yang mewakili masyarakat sebagai bagian dari stakeholder lokal telah dilibatkan di dalam proses perencanaan kegiatan, sebagai usaha untuk mendorong rasa memiliki program. Maksud lain dari kegiatan adalah memperoleh masukan informasi dan pandangan masyarakat setempat termasuk memetakan permasalahan konservasi yang ada. Capaian yang diharapkan dari stakeholder meeting I adalah: 1. Adanya model konsep yang menjelaskan semua pihak tentang ancaman konservasi yang terjadi di kawasan 2. Pemahaman dan dukungan kegiatan dari pihak-pihak yang mewakili kepentingan masyarakat Hasil perangkingan masalah berdasarkan jenis masalah yang harus segera diselesaikan di kawasan Potorono-Gunung Sumbing disajikan dalam tabel 2 berikut: Table 2 Rangking ancaman di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing Ancaman Langsung
Kelompok I
Kelompok II
Kelompok III
Total
Rangking
Penebangan liar
13
76
65
154
I
Alih fungsi pengelolaan lahan hutan
29
74
48
151
II
Tidak ada reboisasi
29
53
52
134
III
Perburuan
62
14
25
121
IV
Kebakaran
49
39
17
105
V
Wisata Tidak Ramah Lingkungan
48
26
7
81
VI
Dari perangkingan masalah selanjutnya dibahas faktor-faktor tidak langsung yang mempengaruhi dan selanjutnya di susun dalam skema yang disebut model konsep. Skema konsep model dapat digambarkan sebagai berikut:
19
Faktor Kontribusi
Faktor Tidak Langsung
Faktor Langsung
Faktor Tidak Langsung
Faktor Langsung
Faktor Tidak Langsung
Faktor Langsung
Target Kondisi
Gambar 6 Skema model konsep Kondisi Target adalah situasi yang ingin dipengaruhi melalui kegiatan kampanye. Faktor Langsung adalah faktor-faktor atau ancaman yang langsung mempengaruhi kondisi target. Contoh faktor langsung adalah perburuan, kebakaran, atau penebangan. Faktor Tidak Langsung adalah faktor-faktor atau ancaman yang mendasari atau menyebabkan terjadinya ancaman tidak langsung. Contoh faktor tidak langsung adalah ekonomi, kurang pengetahuan, kurang kesadaran, kebiasaan. Faktor kontribusi adalah faktor yang tidak diklasifikasikan sebagai ancaman langsung maupun tidak langsung tetapi ikut mempengaruhi kondisi target. Contoh faktor kontribusi adalah cuaca, nilai sosial budaya. Untuk model konsep awal yang dihasilkan saat stakeholder meeting I di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing terlampir di Lampiran 2. 4. Tahap Diskusi Kelompok Terfokus (Focus Group Discussion/FGD) Diskusi kelompok terfokus selanjutnya disebut FGD merupakan bentuk wawancara dengan mengambil kelompok dari anggota masyarakat yang memahami fokus persoalan atau bagian dari permasalahan yang hendak diselesaikan. Sebelum diskusi tersebut dilakukan perancangan materi – materi pertanyaan yang difokuskan pada persoalan ancaman yang hendak dipengaruhi. Metode tersebut sangat efektif untuk melihat seberapa besar ancaman dapat mempengaruhi keberlanjutan ekosistem di daerah tersebut.
20
Kelompok responden yang diajak untuk berdiskusi berjumlah 5 - 7 orang yang terdiri dari orang-orang yang terpengaruh langsung atau berperan langsung dengan ancaman yang terjadi. Diskusi kelompok terfokus dijalankan dari tanggal 3 sampai 8 Oktober 2006 dan bertempat di rumah penduduk sesuai kesepakatan kelompok (kriteria responden dan pertanyaan panduan FGD terlampir di Lampiran 3 dan 4) Dari 9 kali FGD dengan 3 tema ancaman terhadap Kawasan Potorono Gunung Sumbing dapat dianalisa sebagai berikut : 1. Wawancara dengan tema penebangan liar yang dilaksanakan di 3 desa yaitu Krumpakan, Sukomulyo dan Sukorejo, menghasilkan kesimpulan bahwa penebangan liar yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu; sebab ekonomi, sebab kesadaran individu, rendahnya sumberdaya manusia, kebutuhan bahan bakar, lemah hukum/pengawasan lemah dan kebijakan yang tidak berwawasan. 2. Wawancara dengan tema alih fungsi lahan dilaksanakan di desa Sukomakmur, Krumpakan dan Sutopati, menghasilkan kesimpulan bahwa alih fungsi pengelolaan lahan hutan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, sebab ekonomi, pertambahan penduduk, jumlah ternak yang dipelihara, naiknya harga satu komoditas pertanian, faktor kebijakan, berkurangnya sumber daya air, rendahnya sumber daya manusia serta tingkat pendidikan masyarakat yang rendah. 3. Wawancara dengan tema tidak ada reboisasi dilaksanakan di Desa Sambak, Sukomakmur, Mangunrejo,
menghasilkan kesimpulan bahwa tidak adanya
reboisasi disebabkan oleh faktor; kekurangan biaya untuk membeli bibit, sumber daya manusia yang terbatas, keterlibatan perempuan kurang, dukungan kebijakan lemah, lahan bukan milik masyarakat, ketidaksesuaian tanaman, ketidak sesuaian musim, kesadaran masyarakat kurang, pendidikan masyarakat rendah serta kelembagaan kehutanan masyarakat lemah. Beberapa masukan untuk menjaga ekosistem yang berasal dari hasil FGD antara lain: diperlukan payung hukum di tingkat desa dan di tingkat kabupaten untuk mendukung aktivitas masyarakat dalam menjaga lingkungan ekosistem Potorono,
21
diperlukan semacam penyuluhan dan pendidikan lingkungan hidup dalam tujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat, dibutuhkan dukungan penguatan kelembagaan desa tentang kehutanan dan lingkungan hidup serta pertanian. Lemahnya sumberdaya manusia dalam mengelola sumber daya alam di ekosistem Potorono dinyatakan sebagai penyebab tingginya laju urbanisasi, tingginya penggunaan pestisida, dan pola hidup yang tidak sehat, serta percepatan penurunan debit air, alih fungsi pengelolaan lahan hutan dan kurangnya kesejahteraan masyarakat. 5. Tahap Survey pra kampanye Survei
di
Kawasan
Potorono-Gunung
Sumbing
dilakukan
dengan
mewawancara 530 orang menggunakan kuisioner (pertanyaan kuisioner terlampir pada Lampiran 5). Satu lembar kuesioner terdiri dari 7 halaman dan secara keseluruhan terdapat 35 pertanyaan.
Pertanyaan umum terdiri dari pertanyaan
demografi seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan utama dan tingkat pendidikan. Selanjutnya kelompok pertanyaan yang berhubungan dengan pilihan media seperti media cetak berupa koran dan majalah, media elektronik berupa televisi dan radio serta tingkat kepercayaan pada sumber informasi. Juga terdapat kelompok pertanyaan yang berhubungan dengan pengetahuan seperti pengetahuan tentang kondisi lokal daerah, jenis satwa serta tentang usaha tani, kelompok pertanyaan mengenai sikap seperti kondisi air dan keamanan hutan serta turut dimasukkan pertanyaan-pertanyaan mengenai perilaku misalnya perilaku terhadap perusakan sumberdaya alam dan tanggung jawab pengelolaan sumberdaya alam. Survei dijalankan selama 3 hari dengan melibatkan 21 enumerator (pewawancara) yang merupakan anggota masyarakat yang diajukan pemerintah desa masing-masing. Dari 530 kuesioner yang disebarkan kepada masyarakat target, keseluruhannya kembali. Dari total populasi sebanyak 20.517 orang (BPS kabupaten Magelang 2006) diambil sampel sebesar 2% dari total populasi. Penghitungan jumlah sampel dengan LOC (level of confidence) 95% dan interval 5% adalah sebesar 378. Maka sejumlah kuesiner tersebut dimasukkan ke dalam komputer untuk diolah
22
datanya. Pengambilan data kuantitatif dengan metode survei, jumlah responden yang diambil untuk dapat mewakili populasi adalah minimal sebesar 1-3 %. Di asumsikan dengan mengambil 2% masyarakat yang di wawancara, dapat mewakili pendapat dari seluruh
masyarakat.
Hal
ini
sesuai
dengan
petunjuk
tata
cara
survei
(www.surveysystem.com/sscalc.htm) untuk penelitian sosial. Teknik pelaksanaan survei merupakan simple random sampling (pemilihan sampel acak sederhana) dengan mewawancara orang ketiga yang ditemui setelah orang sebelumnya. Tipe pertanyaan wawancara bersifat terbuka serta pertanyaan setengah tertutup yaitu jenis pertanyaan dengan memberikan pilihan tapi juga disediakan jawaban “lainnya”. Selanjutnya digunakan simple survey calculation dengan memasukkan jumlah total populasi untuk mendapat jumlah sample yang disasar (perhitungan distribusi kuisener terlampir di Lampiran 6). Selanjutnya, sebagai masyarakat pembanding untuk ukuran peningkatan perubahan perilaku yang terjadi, dilakukan dengan survey yang sama pada kelompok masyarakat yang berbeda yang disebut masyarakat kontrol. Syarat pengambilan masyarakat kontrol setidaknya memiliki kondisi ekosistem yang sejenis serta dimungkinkan tidak mendengar atau melihat kegiatan kampanye. Oleh karena itu diambilah kelompok masyarakat dari Kawasan Pegunungan Dieng, yaitu Desa Botosari dan Desa Kaliombo di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Jarak kedua desa tersebut dari masyarakat target kurang lebih 250 Km dan memiliki kondisi ekosistem yang serupa serta dimungkinkan tidak mendengar dan melihat kegiatan kampanye yang dilakukan. Masyarakat kontrol difungsikan sebagai penetral dari bias data yang dihasilkan dari survey ukuran perubahan perilaku yang terjadi di kawasan target. 6. Tahap Perbaikan model konsep Setelah mengkaji informasi FGD, menganalisa data survei dan melakukan observasi langsung di lapangan, model konsep yang dikembangkan di awal mengalami revisi. Keterangan dari model konsep adalah sebagai berikut; Kelompok perempuan ternyata memiliki peran yang cukup penting dalam pengelolaan
23
sumberdaya hutan Potorono. Selama ini, kelompok tersebut belum benar-benar mendapatkan porsi yang sama dengan kelompok pria. Keterlibatan kelompok perempuan dalam pengelolaan sumberdaya hutan dipengaruhi juga oleh pengetahuan dan kesadaran konservasi. Ketidaktahuan atau lemahnya kesadaran hukum juga mempengaruhi terjadinya alih fungsi pengelolaan lahan hutan dan penebangan liar. Peningkatan kesadaran hukum dan pengetahuan mengenai hukum dapat menekan terjadinya kedua ancaman tersebut. Meningkatnya kebutuhan kayu bakar, belum adanya inisiatif lokal pembibitan tanaman kayu, lemahnya kelembagaan disebabkan oleh terkikisnya budaya berhutan di tingkat masyarakat. Hutan dilihat sebagai sumberdaya yang tidak akan
habis
sehingga
pemanfaatannya
tidak
mengindahkan
prinsip-prinsip
keberlanjutan sumberdaya hutan. Pengaruh pasar pada jenis tanaman pertanian tidak bisa dikesampingkan. Masyarakat yang secara umum hidup dalam kekurangan, selalu berupaya untuk mencari cara termudah untuk mencukupi kehidupannya. Akibatnya, pola-pola pertanian yang diterapkan kurang memperhatikan daya dukung lahan. Gambar 7 berikut menunjukkan model konsep untuk hutan Potorono-Gunung Sumbing setelah diperbaiki.
24
Kekeringan
Iklim/Cuaca
Kebakaran
Kebutuhan Kayu Bakar
Pertumbuhan penduduk
Pembibitan Sosial ekonomi
tidak ada reboisasi
Keimanan
Kelembagaan
Perburuan
Kesadaran lingkungan
HUTAN POTORONO KECAMATAN KAJORAN
Budaya Berhutan
Kesejahteraan
Pengetahuan pengeleloaan sumber daya hutan Peran Perempuan
Kurang lahan
Penebangan Liar
Pendidikan
Alih Fungsi Lahan Kesadaran Hukum
Sumberdaya Air Wisata tidak ramah lingkungan
Pengawasan Sistem nilai budaya
Jumlah Ternak Kebijakan Alih Fungsi Hutan
ancaman tidak langsung yg dituuju Ancaman langsung yg akan dipengaruhi
Pengaruh Pasar pada Jenis Tanaman Pertanaian ancaman tidak langsung
ancaman langsung
Gambar 7 Perbaikan model konsep
25
7. Tahap Penentuan sasaran obyektif ( SMART ) SMART merupakan singkatan dari Specific, Measureable, Action oriented, Realistic, Timebound yang diartikan sebagai penentuan tujuan dari risetaksi secara spesifik, dapat diukur, berorientasi pada aksi dan proses, merupakan sasaran masuk akal yang dapat dicapai yang dibatasi oleh waktu (Margoluis dan Salafsky 1998). Berdasarkan semua informasi sebelumnya ditambah dengan fakta-fakta yang ada di masyarakat, maka disusun sasaran konservasi yang hendak dicapai. Kampanye dijalankan mendasarkan pada pemilihan dan penempatan media, pengembangan pesan, dan kegiatan penjangkauan masyarakat dilakukan sedemikan rupa untuk mendorong terjadinya perubahan perilaku. Sasaran SMART yang hendak dicapai di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing adalah sebagai berikut: Tujuan umum yang ingin dicapai melalui kegiatan kampanye Bangga adalah: “Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat setempat mengenai fungsi dan peran sub-DAS Tangsi terhadap kesejahteraan dan peningkatan kualitas hidup manusia melalui keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alamnya secara berkelanjutan”. Sedangkan tujuan khusus dari kegiatan kampanye adalah: Melindungi, mengelola dan mengembalikan jasa-jasa ekologi, ekonomi dan sosial – budaya dari hutan seluas 1100 ha di kawasan hutan Potorono-Gunung Sumbing bersama masyarakat setempat. Sasaran (S) dari kampanye yang hendak dicapai adalah sebagai berikut: S.1. Terkelolanya
kawasan hutan Potorono-Gunung Sumbing secara adil, berkelanjutan dan berbasis masyarakat.
S.2. Terdistribusikannya fungsi dan manfaat jasa lingkungan kawasan hutan
Potorono-Gunung Sumbing secara berkeadilan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat. S.3. Membangun kolaborasi pengelolaan kawasan hutan oleh Masyarakat,
pemerintah dan pihak-pihak lainnya. S.4. Terselenggaranya pembelajaran pengelolaan kawasan hutan
pihak.
bagi semua
26 S.5. Peningkatan pemahaman masyarakat mengenai manfaat konservasi kawasan
hutan Potorono-Gunung Sumbing. Untuk mendukung tercapainya kelima sasaran di atas selanjutnya disusun sasaran antara (intermediate objective) sebagai berikut: •
Pada akhir program,
487 ha hutan dengan nilai konservasi
perlindungan DAS tinggi di desa
dan
Mangunrejo, Krumpakan dan
Sukomulyo berada di bawah pengelolaan yang lebih baik berbasis masyarakat dan secara berarti (signifikan) mengurangi resiko konversi lahan. •
Setelah 12 bulan kampanye, keanekaragaman hayati dari 488 ha hutan produksi lama di Sukorejo, Banjaragung, dan Sutopati akan diperkaya melalui penanaman setidaknya 10,000 batang pohon dari minimal 3 jenis spesies lokal.
•
Selama 1 tahun periode kampanye, terbentuk pengelolaan hutan kolaborasi yang menjamin konservasi hutan alami seluas 125 ha dengan nilai keanekaragaman hayati yang tinggi di Sukomakmur. Karena Kampanye Bangga mengacu kepada perubahan perilaku, maka
untuk setiap sasaran antara di atas akan ditambahkan sasaran perubahan perilaku (behavior objective). Sasaran perubahan perilaku ini bertujuan untuk memberikan suatu jaminan bahwa aksi atau tindakan yang diambil oleh target audien merupakan hasil dari meningkatnya pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya mengambil tindakan tersebut. 8. Tahap Identifikasi Maskot dan Slogan Seperti halnya pada pemasaran untuk tujuan komersial, maka dilakukan identifikasi untuk maskot sebagai branding atau merek berikut slogan yang mewakili tujuan besar masyarakat. Dalam kampanye Pride, Maskot diwujudkan dalam bentuk spesies kunci, endemik serta dalam kondisi terancam. Selanjutnya maskot dan slogan tersebut akan selalu dipakai dalam penyaluran informasi konservasi dengan konsisten. Identifikasi spesies maskot atau flagship spesies untuk kawasan dilakukan dengan melihat hasil survei pra kampanye. Di dalam kuisener yang
27
diwawancarakan kepada responden terdapat pertanyaan yang menyangkut slogan untuk di pasarkan serta spesies yang dijadikan maskot (flagship spesies). Dari hasil survei menunjukkan bahwa masyarakat memilih “Hutan Potorono Lestari, Masyarakat Sejahtera” sebagai slogan yang dapat memberikan rasa bangga terhadap kawasan hutan Potorono-Gunung Sumbing. Sedangkan maskot yang digunakan yaitu Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) berupa hewan endemik yang hanya ada di kawasan tersebut. Satwa Elang Jawa tersebut dalam kondisi terancam punah menurut IUCN redlist 2006 dan termasuk dalam daftar Appendix II CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora). 9. Tahap Stakeholder Meeting II Hasil dari proses kegiatan awal selanjutnya kembali di diskusikan dengan stakeholder. Tujuan dari diselenggarakannya pertemuan stakeholder yang kedua terutama untuk mendapatkan persetujuan, dukungan serta peran aktif untuk menjalankan kegiatan. Dalam pertemuan tersebut stake holder yang hadir juga di minta untuk mengidentifikasikan sasaran dari kegiatan kampanye yang dijalankan. Hasil dari pertemuan stakeholder yang kedua selanjutnya menjadi bahan untuk dimasukkan kedalam perbaikan perencanaan program yang akan dijalankan. 10. Tahap Perencanaan Program Berdasarkan hasil studi dengan data-data yang diperoleh, selanjutnya disusun rencana kegiatan kampanye Pride. Rencana kerja berisi tentang strategi kampanye yang akan di lakukan di masyarakat target. Di dalam rencana kerja, berisi alat-alat, media dan cara, selanjutnya disebut materi kampanye, yang akan diaplikasikan, dengan mempertimbangkan aspek-aspek pencapaian tujuan kampanye (SMART obyektif). Hasil dari penyusunan aktivitas dituangkan kedalam rencana kerja kampanye Pride (terlampir di Lampiran 7) termasuk perencanaan untuk mengukur efektivitas kampanye dalam bentuk rencana monitoring dan evaluasi kegiatan kampanye. Dalam perencanaan kerja, saluran informasi yang akan digunakan harus mampu menjawab persyaratan sebagai berikut;
28
a) Mengapa melakukan kegiatan ini? Informasi ini menjelaskan bagaimana kegiatan berkaitan dengan sasaran. b) Bagaimana kegiatan tersebut dapat dilaksanakan? Informasi ini menjelaskan daftar yang perlu dilaksanakan untuk menyelesaikan kegiatan tersebut. c) Siapa yang bertanggung jawab atas kegiatan tersebut? Informasi ini menjelaskan siapa yang bertanggung jawab dalam menjalankan kegiatan tersebut. d) Kapan kegiatan tersebut akan dilaksanakan? Informasi ini menjelaskan tanggal yang ditargetkan untuk menyelesaikan kegiatan tersebut. e) Dimana kegiatan tersebut akan dilakukan? Informasi ini menjelaskan dimana kegiatan tersebut akan dilaksanakan. f) Asumsi yang mendasari. Daftar asumsi dibuat untuk melihat hal apa saja yang mendasari kegiatan tersebut dilakukan. g) Prasyarat. Informasi ini menjelaskan tugas dan acara yang perlu terjadi sebelum kegiatan tersebut dilakukan. 11. Tahap Mengembangkan Materi dan Uji Material Pengembangan materi kampanye dilakukan setelah rencana kerja selesai disusun. Pengembangan materi tidak dilakukan asal-asalan, tetapi mendasarkan aspirasi dari masyarakat target. Selanjutnya, materi yang telah dikembangkan terlebih dulu diuji di masyarakat untuk mendapat masukan. Beberapa masukan yang hendak didapat dalam uji materi kampanye antara lain tingkat perhatian masyarakat pada materi kampanye dan tingkat mudah atau tidaknya materi diserap atau dipahami oleh masyarakat. Contoh uji materi oleh masyarakat antara lain tentang huruf, warna atau bentuk dan desain materi yang akan di sebarkan. Hasil uji materi akan menjadi rujukan untuk membuat materi-materi kampanye disesuaikan dengan selera target audien. 12. Tahap Implementasi Kampanye Implementasi mempengaruhi
serta
kampanye merubah
merupakan perilaku
tahap
konservasi
teknis
pelaksanaan
masyarakat
dengan
menggunnakan saluran-saluran informasi dan media konservasi di kawasan target.
29
Implementasi juga bertujuan untuk mengurangi atau menyelesaikan persoalan konservasi sumberdaya hutan yang disebabkan oleh kurangnya pemahaman konservasi. Implementasi
kampanye
dilakukan
sesuai
dengan
perencanaan
pelaksanaan kampanye yang telah disusun pada tahap perencanaan kegiatan. Implementasi kampanye selalu dijalankan dengan melibatkan stakeholder terutama dari masyarakat kawasan target (ringkasan kegiatan kampanye yang dijalankan dapat dilihat pada Lampiran 8). Kegiatan kampanye yang dilakukan dalam bentuk kegiatan teknis dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Kunjungan Sekolah Kunjungan sekolah (school visit) berwujud kegiatan edukasi kepada anakanak sekolah yang melibakan peran guru, kelompok konservasi, pemerintah desa dan anak-anak. Kunjungan sekolah selain bertujuan untuk memasarkan konservasi kepada segmen utama anak-anak berusia
sekolah dasar. Kunjungan sekolah
diwujudkan dengan beberapa kegiatan meliputi lomba gambar untuk anak, kunjungan sekolah dengan kostum maskot dan panggung boneka untuk anak. Kegiatan tersebut dilakukan sebagai sarana mengenalkan lingkungan hidup kepada anak termasuk mengenalkan metode pembelajaran lingkungan hidup kepada sekolah untuk diterapkan kepada anak-anak didik. Kegiatan kunjungan sekolah dapat dilihat pada gambar 8 di bawah ini;
Gambar 8 Lomba gambar dan kunjungan sekolah dengan kostum maskot 2) Pelatihan Tungku Hemat Energi Tungku hemat bahan bakar merupakan alat yang dapat membantu masyarakat untuk
menghemat
penggunaan
kayu
bakar
sehingga
sangat
30
efektif untuk mengurangi kegiatan penebangan liar yang terjadi di Desa Sukomakmur. Pendekatan pun dilakukan melalui para ibu yang tergabung dalam kelompok PKK dan Dasa Wisma, hingga 20 orang ibu dan 20 orang bapak warga Desa Sukomakmur (6 dusun), dibantu 2 narasumber dan 5 fasilitator berlatih bersama untuk membuat tungku hemat kayu bakar. Pelatihan dan pembelajaran tungku hemat energi dilakukan di desa Sukomakmur, dimana para peserta pelatihan selanjutnya menjadi agen dalam penyebarluasan pemakaian tungku. Tungku diperkenalkan telah dimodifikasi sedemikian rupa oleh jaringan kerja tungku Indonesia (JKTI), ARECOP, Yayasan Dian Desa sehingga lebih sedikit menggunakan kayu tetapi menghasilkan panas yang lebih besar. Tungku tersebut idealnya terbuat dari tanah liat, namun karena materi ini tidak tersedia di Sukomakmur maka semen menjadi bahan baku alternatif. Tungku dengan 2 lubang berbentuk kotak dengan ukuran 30 cm X 70 cm X 20 cm. Perbedaan tungku ini dari tungku yang biasa digunakan oleh ibu-ibu di Sukomakmur adalah dari konstruksi aliran energi, yang dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi pembakaran yang lebih efektif. Kegiatan pelatihan pembuatan tungku dapat dilihat pada gambar 9 berikut ini:
Gambar 9 Pelatihan pembuatan tungku hemat kayu bakar 3) Kegiatan Seni dan Budaya Untuk membangun kesadaran dan bertambahnya pengetahuan masyarakat mengenai konservasi, edukasi tentang konservasi juga dijalankan dengan menyisipkan kegiatan-kegiatan konservasi dalam kegiatan seni dan budaya
31
masyarakat. Proses penyadaran dijalankan dengan melibatkan peran tokoh-tokoh masyarakat melalui seni dan budaya setempat. Kegiatan konservasi yang dilakukan dalam seni dan budaya dilakukan misalnya penginformasian kegiatan konservasi yang dapat dilakukan dalam kegiatan budaya merti desa (peringatan desa) sehingga mendorong inisiatif beberapa tokoh masyarakat di desa Sukomakmur untuk melakukan kegiatan merti banyu (peringatan air) dengan menanam tanaman di sekitar mata air dengan upacara adat setempat. Kegiatan konservasi dalam seni budaya dapat dilihat pada gambar 10 berikut,
Gambar 10 Upacara merti banyu di Desa Sukomakmur 4) Pendampingan Kelompok Konservasi 3 kelompok konservasi terbentuk selama masa kegiatan kampanye. Masing-masing memiliki kegiatan yang berbeda yaitu patroli hutan, kelompok konservasi pengelola kawasan wisata dan kelompok swadaya masyarakat untuk konservasi lingkungan hidup. Patroli hutan terbentuk di Desa Sukomakmur sebagai bagian dari kegiatan lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) untuk mengusahakan kondisi hutan lindung menjadi lebih baik. Hal yang penting dari kegiatan kampanye Pride ini adalah tergeraknya masyarakat kawasan untuk melestarikan alam dengan aksi seperti penanaman tanaman lokal di kawasan hutan yang memiliki vegetasi rendah, memelihara kawasan sekitar mata air, serta perlindungan biodiversity kawasan. Kelompok swadaya masyarakat lain terbentuk di desa Krumpakan yang
32
bertujuan untuk mengembalikan keasrian hutan berikut penjagaan pengelolaan lingkungan desa. Kelompok – kelompok tersebut menjalankan aksinya diorganisir dan difasilitasi oleh desa dan dukungan dari pemimpin-pemimpin desa, selain fasilitasi beberapa penguatan pengorganisasian. Keberlanjutan kegiatan kelompok selanjutnya menjadi bagian program desa untuk melakukan kegiatan-kegiatan berhubungan dengan konservasi kawasan hutan desanya. Kegiatan kelompok konservasi dapat dilihat pada gambar 11 berikut;
Gambar 11 Kelompok pengelola wisata, Kelompok swadaya masyarakat dan Patroli hutan 5) Pelatihan Interpretasi Pelatihan interpretasi adalah kegiatan yang dijalankan untuk memberikan edukasi lingkungan hidup bagi pengelola dan pelaku kawasan wisata di Desa Sutopati. Kegiatan tersebut melibatkan setidaknya 22 orang anggota pengelola yang selanjutnya menjadi agen dalam kegiatan-kegiatan konservasi. Kegiatan dijalankan selama 3 hari (tanggal 19 – 22 November 2007) dengan tema ”Pengembangan Jalur Treking Warung Hidup dengan Interpretasi” Salah satu kegiatan kelompok adalah mengharuskan setiap pengunjung (terutama di kawasan wana wisata) untuk ikut berperan dalam reboisasi kawasan seperti menanam pohon sejenis Jambu batu, Suren, pakis, damar di berbagai tempat termasuk di kawasan wana wisata dan Curug (air terjun) Silawe. Tindak lanjut dari pelatihan ini adalah inisiatif kelompok pengelola kawasan wisata sebagai bagian dari desa yang berperan untuk edukasi lingkungan hidup bagi pengunjung kawasan serta pendukung kegiatan-kegiatan konservasi lainnya. Kegiatan pelatihan interpretasi dapat dilihat pada gambar 12 berikut;
33
Gambar 12 Pelatihan interpretasi untuk kelompok pengelola wisata Desa Sutopati 6) Pendampingan Kelompok Ibu-ibu Pendampingan kelompok ibu-ibu dalam memecahkan untuk konservasi dilakukan dalam kelompok DASA WISMA. Kelompok ibu-ibu tersebut berkeinginan untuk menjadikan dirinya menjadi pelopor bagi ibu-ibu yang lain agar mampu melakukan kegiatan yang berarti setidaknya bagi keluarga. Kegiatan itu dimulai dengan percobaan untuk membuat pupuk cair organik yang diharapkan dapat mendukung kegiatan pertaniannya. Pemanfaatan tanamantanaman yang dianggap tidak berguna seperti gedebok pisang, bunga-bungaan, bongkol bambu bahkan sampah rumahtangga di ujicoba untuk dijadikan pupuk organik cair. Kegiatan kelompok ibu-ibu dapat dilihat pada gambar 13 berikut;
Gambar 13 Pendampingan kelompok ibu-ibu 7) Dakwah Konservasi Kegiatan penyebaran informasi dan ajakan untuk bangga melestarikan alam dijalankan dengan media dakwah lewat radio saat bulan puasa. Kegiatan Dakwah konservasi di Radio melibatkan ulama setempat dan juga radio.
34
Salah satu stasiun radio yang banyak disukai oleh masyarakat di kawasan berdasarkan hasil survei adalah Radio CBS Magelang. Rangkaian diskusi dan pendekatan dilakukan dengan pihak radio CBS Magelang, hingga akhirnya didapatkan kesepakatan untuk bekerjasama menyiarkan dakwah konservasi selama bulan Ramadhan dengan judul acara ” Mutiara Ramadhan” yang mengambil bahasan tentang pentingnya melestarikan lingkungan hidup. Kegiatan perekaman dan penyiaran dakwah konservasi dilakukan di Radio CBS Magelang. Kegiatan tersebut dijalankan untuk menjangkau audien lebih luas. 8) Pemutaran Lagu di Radio Lagu konservasi yang telah disusun sebagai media ajakan menjalankan penjagaan lingkungan hidup disiarkan melalui 1 radio komersial (CBS FM) dan 2 radio komunitas (RWS/Radio Wong Sambak dan Suara UMM/Universias Muhammadiyah Magelang). Pemutaran lagu dijalankan setiap minggu 2 kali (CBS) mulai bulan Juli 2007 hingga Desember 2008. Pemutaran di RWS, setiap hari dari bulan juli 2007 dan seminggu beberapa kali di Suara UMM selama 4 bulan. Program spot radio dipilih dengan alasan radio merupakan media kampanye yang efektif untuk menjangkau lebih banyak orang. Kegiatan spot radio dapat dilihat pada gambar 14 berikut;
Gambar 14 Proses penyiaran spot lagu
35
9) Pekan Penanaman Kawasan Sebagai wujud kebanggaan masyarakat dalam konservasi kawasan, dilakukan kegiatan pekan penanaman kawasan “Hari Hijau Potorono untuk Indonesia Hijau 2010”. Kegiatan tersebut dijalankan selama 3 hari mulai tanggal 10 – 13 Desember 2007, melibatkan hampir 5000 orang. Jumlah tanaman yang ditanam pada aksi tersebut sebanyak 13000 batang dari 11 jenis bibit pohon dan berasal dari swadaya dan bantuan pihak – pihak terkait. Pencanangan aksi tanam pohon didukung oleh partisipan mulai dari masyarakat 8 desa (Sukomakmur, Sutopati, Sukorejo, Sukomulyo, Krumpakan, Banjaragung, Mangunrejo dan Sambak), PDAM, Universitas Tidar Magelang, Universitas Muhammadiyah Magelang, YBL MastA (LSM), ESP_USAID (LSM), KIPPK (Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan), Dinas Pertanian, Muspika Kajoran, Koramil, Polsek, PLN, BRI, Format Lintang (kelompok swadaya masyarakat), PKK, SD/MI, DPRD Kabupaten Magelang, Sekretaris Daerah, Radio dan Percetakan. Kegiatan ini juga didukung dan diliput oleh 4 stasiun TV ( Trans 7, Trans TV, TPI dan RCTI) serta media cetak Suara Merdeka. Pekan penanaman kawasan dapat dilihat pada gambar 15.
Gambar 15 Kegiatan pekan penanaman kawasan 10) Lomba Masak Konservasi Setidaknya 8 tim ibu-ibu (satu tim terdiri dari 4 orang) dari 7 desa terlibat dalam kegiatan lomba masak konservasi. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah pemanfaatan sumberdaya pangan lokal. Hampir 500 orang mengikuti jalannya festival dan melibatkan 2 grup kesenian lokal, Kecamatan, Puskesmas, DPRD, Pemda dan PKK. Proses kegiatan ini dimulai dari aktivitas pendampingan kepada
36
kelompok ibu-ibu mengenai berbagai macam sumberdaya alam yang dapat dikelola di desa. Kegiatan kelompok ibu-ibu dapat dilihat pada gambar 16 berikut;
Gambar 16 Koordinasi perencanaan lomba masak 11) Workshop Kelola Kebun dan Hutan Lestari Kegiatan Workshop kelola kebun dan hutan lestari merupakan kegiatan yang dijalankan untuk mempertemukan hasil dan inisiatif masyarakat dalam menjalankan kegiatan konservasi dengan berbagai pihak yang berkompeten antara lain Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang dan Perum Perhutani Kedu Utara. Kegiatan tersebut melibatkan kepala desa, LMDH, PKK yang selanjutnya secara bersama menyusun rencana untuk tata ruang desa untuk pengembangan konservasi desa pada tanggal 19 – 21 Januari 2008. Workshop tersebut menghadirkan narasumber yang berpotensi mendukung kegiatan masyarakat yaitu dari jajaran Dinas Lingkungan Hidup, Dinas BAPPEDA, Perum Perhutani serta Dinas Tata Ruang Wilayah. Capaian hasil dari workshop yang dijalankan antara lain: •
Adanya dukungan dari Dinas Lingkungan Hidup berkenaan dengan insiatif yang dijalankan masyarakat dalam konservasi hutan dan mata air
•
Diskusi langsung dengan Perum Perhutani berkaitan dengan MoU kerjasama antara desa dengan Perum Perhutani dalam pengelolaan hutan Kegiatan workshop yang telah dilakukan dapat dilihat pada gambar 17
berikut;
37
Gambar 17. Workshop 12) Papan Konservasi Kegiatan yang dihasilkan secara 100% swadaya masyarakat, berupa alokasi dana dan tenaga dari masyarakat untuk mewujujudkan keteraturan lingkungan hidup di desa dengan papan konservasi. Kegiatan tersebut sebagai tindak lanjut dari kebijakan/peraturan desa tentang lingkungan hidup yang merupakan hasil dari program pembangunan inisiatif desa untuk pengelolaan lingkungan hidup oleh YBL Masta (LSM). Peraturan desa tentang lingkungan hidup tersebut juga merupakan wujud kesadaran lembaga desa untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya alam. Papan konservasi tersebut menjadi bagian dari kesadaran konservasi yang mulai tumbuh dan berkembang di masyarakat. Jenis papan konservasi beraneka ragam tergantung dari tujuan dan kreativitas masyarakat, misalnya; plang pelarangan penyetruman ikan di sungai dan plang pelarangan pengambilan satwa dan flora hutan. Gambar papan konservasi dapat dilihat pada gambar 18 berikut;
Gambar 18 Plang konservasi
38
Selain kegiatan teknis, kampanye juga menyusun materi-materi cetak yang diharapkan memberi kontribusi terhadap peningkatan pengetahuan serta kesadaran konservasi bagi masyarakat di kawasan target. Materi cetak disusun dengan analisa kegunaan dan dampak yang terjadi (ringkasan materi cetak di Lampiran 9). Materi cetak yang dikembangkan selama kampanye di kawasan PotoronoGunung Sumbing adalah sebagai berikut: 1) Poster Poster merupakan alat dan cara untuk menyebarluaskan pesan-pesan konservasi. Poster memiliki muatan pesan-pesan kunci berisi ajakan untuk bangga melestarikan alam. Proses pembuatan poster melibatkan partisipasi masyarakat dalam pertemuan-pertemuan formal, seperti; warna, ukuran, pesan kunci serta penulisan. Poster berisi informasi sederhana tentang konservasi yang didukung dengan gambar maskot kawasan. Poster bertujuan untuk mengajak masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan konservasi. Poster sebagian besar ditempelkan di tempat-tempat umum seperti warung, masjid, kantor desa, sekolahan, pos siskamling, rumah penduduk serta pasar.
Selain
sebagai alat informasi, poster juga digunakan untuk hadiah atau penghargaan kepada anak-anak, remaja atau orang tua. Selain itu poster juga diberikan kepada pemangku kebijakan seperti Pemda, PDAM, Perum Perhutani, BKSDA. Poster untuk kampanye Pride di kawasan Potorono-Gunung Sumbing dicetak sebanyak 2500 eksemplar dengan ukuran 60cmx40cm (A3). Dalam proses pembuatannya, pencetakan poster mendapat dukungan dari percetakan sebanyak 500 eksemplar. Bentuk gambar poster dapat di lihat pada gambar 19 berikut;
39
Gambar 19 Poster 2) Pin Konservasi Pin adalah souvenir
yang berbentuk tempel bulat berdiameter 8 cm
terbuat dari plastik dan seng. Pin merupakan penghargaan bagi anak-anak, remaja atau orang tua yang telah melakukan kegiatan konservasi atau atas partisipasi yang telah dilakukan bagi lingkungan hidupnya. Pin bertujuan untuk membangun rasa bangga setiap orang yang menerimanya. Pin disebarluaskan kepada anakanak pada event kunjungan sekolah, remaja pecinta lingkungan hidup, bapakbapak yang menjalankan konservasi, guru-guru yang mendukung kegiatan, serta ibu-ibu yang melakukan aksi konservasi. Dalam periode kampanye dibuat pin konservasi sebanyak 1000 eksemplar, terbuat dari bahan plastik dan seng. Gambar pin konservasi dapat dilihat pada gambar 20 berikut;
Gambar 20 Penyematan pin
40
3) Factsheet (Lembar Fakta) Factsheet atau lembar fakta adalah materi berbentuk lipatan tiga selembar kertas. Factsheet disusun mendasarkan hasil penelitian dengan RRA (rapid rural assesment), wawancara dan rekomendasi hasil Survei, FGD dan stakeholder workshop berkaitan dengan persoalan di kawasan. Factsheet berisi tentang informasi-informasi logis dan obyektif tentang kenyataan yang ada di lingkungan komunitas berwujud saran atau ringkasan ilmiah dari literatur dan pustaka lainnya. Factsheet bertujuan untuk memberikan gambaran tentang pentingnya melakukan kegiatan konservasi kawasan dimana komunitas tinggal. Factsheet disebarluaskan kepada masyarakat, seperti kepada guru, kelompok tani, PKK, pemerintah desa, petani, kelompok remaja serta kepada instansi-instansi seperti PDAM, Perum Perhutani, Dinas Pertanian dan KIPPK. Factsheet juga menjadi alat untuk mendampingi masyarakat dalam menjelaskan ancaman lingkungan hidupnya. Pendampingan dijalankan dengan menjelaskan segala bentuk informasi yang ada di Factsheet lewat pertemuan atau pun diskusi-diskusi dengan anggota masyarakat. Dalam periode kampanye dicetak facsheet sebanyak 2000 eksemplar dengan bahan kertas art paper berukuran 30 cmx 21 cm (A4) yang dibagi dalam 3 kolom. Bentuk factsheet dapat dilihat pada gambar 21 berikut;
Gambar 21 Factsheet
41
4) Kostum Maskot Kostum mascot dibuat mewakili mascot kawasan yaitu Elang Jawa. Kostum mascot dibuat berbentuk burung diberi julukan ELJA, yang merupakan singkatan dari Elang Jawa. Kostum mascot menjadi media interaktif yang menarik untuk membawakan edukasi konservasi serta membangun kelekatan antara informasi konservasi dengan masyarakat. Kostum mascot dijalankan terutama di sekolah-sekolah, kegiatan seni masyarakat dan perayaan-perayaan lainnya. Kostum maskot dibuat dari bahan-bahan: Kain jenis beludru, spons, Cat, Gabus dan Hard spons. Dalam pembuatannya, kostum maskot juga dilengkapi dengan kipas angin dengan tenaga baterai untuk mengurangi panas saat pemakaian. Lama pembuatan kostum maskot adalah 1,5 bulan. Ukuran kostum maskot adalah seukuran orang dewasa. Pemakaian kostum maskot dalam kegiatan - kegiatan dapat dilihat pada gambar 22.
Gambar 22. Kostum maskot 5) Komik Konservasi Komik konservasi berbentuk buku cerita bergambar. Komik konservasi ini menyediakan alternatif media bacaan bagi anak, terutama dalam pendidikan lingkungan hidup bagi anak-anak usia Sekolah Dasar (SD). Komik disebarluaskan di 10 sekolah dasar di kawasan kerja. Selama masa kampanye dicetak komik konservasi sebanyak 1500 eksemplar terdiri dari 24 halaman dan berukuran 12 cmx24 cm. Dalam pembuatannya, komik di susun melibatkan seniman setempat dan masukan dari
42
masyarakat tentang bahasa, gambar serta warna cover. Bentuk komik konservasi dapat dilihat pada gambar 23.
Gambar 23. Komik konservasi
6) Lembar Dakwah Lembar dakwah berbentuk lembaran agama Islam yang berisikan tentang informasi lingkungan hidup dari Kitab Suci. Lembar Dakwah disusun secara bersama dengan melibatkan Ustadz setempat. Lembar dakwah menyampaikan pesan-pesan konservasi religius dengan melandaskan ayat-ayat yang ada di dalam Al-qur’an (kitab suci umat Islam/muslim). Lembar dakwah yang dipakai memakai bahasa yang sederhana, relijius dan mudah ditangkap dan disebarluaskan. Lembar dakwah menjadi sarana untuk edukasi konservasi dengan alasan bahwa sebagian besar penduduk beragama Islam. Lembar dakwah ini disebarluaskan kepada masyarakat melalui masjid atau lembaga agama lain seperti kegiatan yassinan. 7) Lagu Konservasi Lagu konservasi dibuat sebagai penyemangat, ajakan atau pengingat bagi masyarakat. Lagu konservasi disusun oleh remaja-remaja di kawasan yang peduli kepada lingkungan hidup. Untuk memperluas manfaat dari lagu konservasi sebagai alat informasi konservasi dilakukan kerjasama dengan radio sebagai media menyebarluaskan. Sebanyak 2 lagu pop, 1 langgam dan 2 lagu anak-anak telah dibuat. Lagu dipopulerkan bekerjasama dengan 2 stasiun radio komunitas
43
(RWS, Sambak dan Swara UMM, Magelang) dan 1 stasiun radio komersial (CBS, Magelang). Penyusunan lagu dilakukan sendiri oleh masyarakat, dalam hal ini kelompok anak muda. Pembuatan lagu oleh anak muda dapat dilihat pada gambar 24.
Gambar 24. Pembuatan lagu konservasi 8) Buklet a. Buklet Kolaborasi Buklet kolaborasi adalah media edukasi berbentuk buku saku yang berisi tentang informasi bagi masyarakat dalam mengembangkan kerjasama dengan pihak lain. Buklet kolaborasi dikembangkan menggunakan berbagai data sekunder. Buklet ini diarahkan untuk menjadi panduan bagi masyarakat dalam hal membangun sumberdaya hutan dengan melibatkan pihak-pihak lain. Booklet
pengelolaan hutan kolaboratif ini mendorong masyarakat
memahami kondisi, landasan hukum, syarat dan tahapan pengelolaan hutan yang baik di daerahnya. Buklet ini telah disebarluaskan kepada masyarakat melalui kelompok-kelompok masyarakat terutama di Desa Sukomakmur. Buklet bisa menjadi bahan diskusi dengan masyarakat dalam mendukung inisiatif-inisiatif yang berjalan. Buklet kolaborasi dicetak sebanyak 750 eksemplar terdiri dari 20 halaman berukuran 14cmx28cm selama masa kegiatan kampanye. b. Buklet Kebun Terpadu Buklet kebun terpadu berjudul Kebun Sehat Untuk Rumah Tangga Dan Masyarakat berisi informasi bagi masyarakat dalam mengelola kebun dan
44
pekarangannya. Buklet disusun dengan bahasa yang sederhana dari literatur hasil aplikasi yang dapat diterapkan langsung oleh masyarakat. Buklet tersebut di adopsi dari panduan yang dikembangkan oleh IDEP FOUNDATION. Buklet juga menjadi sarana untuk berdiskusi dengan masyarakat dalam pengembangan ekonomi rumah tangga dan konservasi di lingkungan sekitar rumah masyarakat. Buklet pengelolaan kebun terpadu (Kebun Sehat Untuk Rumah Tangga dan Masyarakat) menjadi buku panduan bagi pengelolaan kebun/hutan rakyat serta mendorong masyarakat untuk mengelola lahan hutan rakyat/ kebun sehingga berfungsi secara ekonomi, ekologi dan sosial. Buklet disebarluaskan kepada masyarakat melalui kelompok-kelompok masyarakat seperti PKK (Program Kesejahteraan Keluarga), LKMD (Lembaga Keamanan masyarakat desa) dan LMDH (lembaga masyarakat desa hutan). Sasaran utama dari buklet kebun sehat adalah untuk mengatasi persoalan tidak adanya reboisasi serta alih fungsi pengelolaan lahan hutan. Dalam masa kegiatan kampanye dicetak buklet kebun sehat untuk rumah tangga dan masyarakat sebanyak 1500 eksemplar yang disusun sebanyak 32 halaman dengan ukuran 14cmx14cm. c. Buklet Hutan Lestari Buklet hutan lestari berjudul Hutan, Penanaman Pohon dan Bambu berbentuk buku saku praktis yang dapat dibawa. Buklet ini diadopsi dan disarikan dari panduan yang dikembangkan oleh IDEP FOUNDATION. Buklet ini disusun dari referensi yang dapat dipercaya dan telah terbukti, mampu menjadi panduan teknis bagi masyarakat. Buklet hutan lestari berisi petunjuk atau panduan praktis bagi masyarakat dalam peningkatan fungsi dan manfaat hutan. Buklet disebarluaskan kepada masyarakat melalui kelompok-kelompok masyarakat, seperti kelompok wanatani desa, PKK, serta pemerintah desa. Selama masa kegiatan dicetak buklet hutan, penanaman pohon dan bambu sebanyak 1000 eksemplar yang terdiri dari 94 halaman dengan ukuran 14cmx14cm. d. Buklet Tungku Hemat Kayu Bakar Buklet tungku adalah panduan bagi masyarakat dalam membuat tungku yang hemat pemakaian kayu bakar. Petunjuk teknis yang termuat di dalam buklet ini dikembangkan oleh Yayasan Dian Desa. Sebagian besar buklet tungku
45
disebarluaskan di desa Sukomakmur yang memiliki konsumsi kayu bakar terbesar. Buklet disebarluaskan melalui kelompok-kelompok masyarakat yang diikuti dengan diskusi dan pelatihan pembuatan tungku hemat kayu bakar. Selama kegiatan dicetak 1750 eksemplar buklet tungku hemat energi terdiri dari 48 halaman dengan ukuran 14cmx20cm. e. Buklet Tungku Hemat Kayu untuk Remaja Buklet tungku untuk remaja adalah bahan panduan bagi siswa SMP. Sebanyak 1000 buklet telah dicetak dalam 29 halaman berukuran 14cmx20cm dan di sumbangkan terutama di SMP dan MTs yang ada di kawasan. Buklet ini merupakan versi lain dari buklet tungku hemat kayu bakar, ditujukan untuk remaja yang duduk di sekolah tingkat menengah. Alasan membuat buklet tungku hemat kayu bakar tersebut adalah menyebarluaskan inovasi Tungku Hemat Kayu Bakar di tingkat remaja. Perbedaan isi buklet ini dengan yang ditujukan kepada orang dewasa terutama pada susunan bahasa yang dipakai, peringkasan materi diselaraskan dengan audien dan tambahan gambar sebagai asisten serta cerita fiksi ilmiah sebagai pengantar buklet. Buklet ini didistribusikan kepada sekolah – sekolah menengah tingkat pertama dengan cara menghubungi pihak sekolah dibantu dengan pemerintah desa serta pemaparan/fasilitasi dan edukasi singkat. didistribusikan dapat dilihat pada gambar 25.
Buklet yang dibuat dan
46
Gambar 25 Buklet-buklet konservasi 9) Panggung Boneka Panggung boneka adalah media yang digunakan untuk menjalankan edukasi bagi sekolah dan anak-anak. Panggung boneka dijalankan dengan metode pindah-pindah dari satu lokasi sekolah ke sekolah yang lain. Cara yang ditempuh dengan melakukan pengajaran di salah satu SD yang melibatkan guru dan siswa untuk membawakan cerita, kemudian di alihkan ke sekolah yang lain. Jarak waktu untuk tiap SD berkisar 1 – 2 minggu, namun kadang kala lebih panjang disebabkan jarak atau ketidaktahuan sekolah yang ditempati sebelumnya. Bentuk panggung boneka dapat dilihat pada gambar 26.
47
Gambar 26 Panggung boneka 10) Kalender Kalender merupakan media yang dibuat serupa dengan poster berisi data penanggalan dan didukung dengan informasi sederhana tentang tanggal dan hari yang berhubungan dengan peringatan konservasi atau sejenis. Kalender disebarluaskan melalui kelompok masyarakat, kader konservasi dan melalui eveneven konservasi. Selama masa kegiatan, dicetak kalender sebanyak 2500 eksemplar dengan ukuran 40cmx60cm. Bentuk kalender yang dibuat dapat dilihat pada gambar 27.
Gambar 27. Kalender konservasi
48
11) Billboard Billboard adalah papan iklan yang dipasang di jalan untuk mengingatkan masyarakat target tentang pesan konservasi yang dapat dijalankan. Dengan keberadaan billboard, diharapkan mampu menjaga kepedulian masyarakat target untuk terus menjalankan aksi konservasi bagi penyelamatan lingkungan hidupnya. 3 Billboard masing-masing berukuran 4,15x2,5 m (1 buah ) dan 3 x 2,5 m (2 buah) telah dipasang di 3 desa di perempatan jalan yang dapat dilihat banyak orang. Bentuk billboard yang telah dibuat adalah sebagai berikut;
Gambar 28. Billboard kawasan
13. Tahap Monitoring dan Evaluasi Tahap akhir dari kampanye adalah monitoring dan evaluasi kegiatan. Dalam tahap monitoring dan evaluasi diamati hal-hal yang berkaitan dengan perubahan-perubahan perilaku masyarakat terhadap konservasi hutan. Bentuk strategi monitoring yang dilakukan terlampir di Lampiran 10.
III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Lokasi Kawasan Kawasan hutan Potorono-Sumbing berada 60 km arah barat kotamadya Magelang, Jawa Tengah. Kawasan tersebut berupa hutan sekunder yang telah mengalami berbagai pergantian jenis flora termasuk margasatwa yang ada di dalamnya.
Kawasan
tersebut
mencakup
lebih
kurang
16.340
ha
(BAKOSSURTANAL 2005 dalam ESP 2006) dengan status persawahan 5.413 ha (27%), tegalan dan padang rumput 3.175 ha (19%), hutan, kebun, dan semak belukar 6.046 ha (37%), pemukiman 2.603 ha (16%), dan daerah perairan 102 ha (0,6%). Potorono merupakan deret perbukitan yang merupakan kaki Gunung Sumbing di sebelah selatan. Secara geografis, Gunung Sumbing terletak pada 7o 23’ 3”LS dan 110o 4’ 13” BT. Gunung Sumbing memiliki ketinggian 3371 meter di atas permukaan laut.
Gambar 29 Lokasi studi- dalam lingkaran (sumber; Google earth 2006)
50
Sumber: ESP, 2006
Persoalan penebangan liar Persoalan alih fungsi lahan hutan Persoalan tidak ada reboisasi Gambar 30 Peta kawasan lokasi studi Penelitian dilakukan di delapan desa yang berada di Kawasan Potorono – Gunung Sumbing. Lokasi tersebut dipilih dengan alasan memiliki hutan desa dan menjadi tempat hidup Elang Jawa. (gambaran kondisi geografis masing-masing desa kawasan target kampanye terlampir di Lampiran 11) 3.2 Iklim dan Cuaca Iklim di sepanjang pegunungan Sumbing hingga perbukitan potorono bersuhu 210C –320 C dengan curah hujan rata-rata per tahun sebesar 2000 mm. Cuaca di kawasan Potorono tergolong sejuk (BPS 2005). Ketinggian tempat Kawasan Potorono-Gunung Sumbing berkisar antara 700 meter – 3371 meter dari permukaan laut.
51
3.3 Kondisi Umum Ekosistem Potorono-Gunung Sumbing 3.3.1 Karakteristik Ekosistem Hutan Potorono-Gunung Sumbing Secara umum, Kawasan Potorono-Sumbing didominasi dan di bentuk oleh hutan sekunder. Type hutan monokultur dihuni oleh tegakan vegetasi utama berdasarkan kelas perusahaan Perum Perhutani berupa Mahoni (Swietiana macrophyla), Pinus (Pinus mercusii) dan Damar (Agathis dammara). Ekosistem Potorono-Sumbing tidak hanya disusun oleh hutan produksi yang dikelola oleh Perum Perhutani KPH Kedu Utara, namun juga dengan hutan rakyat, persawahan, serta tegalan. Kawasan Potorono-Sumbing merupakan salah satu pemasok sumberdaya air bagi Sub DAS (daerah aliran sungai) Tangsi penyusun DAS Progo. Keberadaan hutan dataran tinggi dan perbukitan sangat mempengaruhi keberlanjutan aliran sungai termasuk hutan Potorono-Gunung Sumbing. 3.3.2 Keanekaragaman Hayati Pada kawasan hutan Potorono-Gunung Sumbing yang menjadi bagian dari sub-DAS Tangsi, menurut Osborne (2000) terdapat tipe-tipe zona berdasarkan ketinggian. Kawasan hutan Potorono berada pada ketinggian 0-1000 meter tergolong dalam ekosistem dataran rendah (lowlands). Sedangkan hutan lindung di Gunung Sumbing yang berada pada ketinggian 1000 meter – 3371 meter termasuk dalam tipe pegunungan rendah (lower montane zone), pegunungan (montane zone) dan pegunungan tinggi (sub alpine zone). Ekosistem Gunung Sumbing ditandai dengan adanya tanaman paku jenis Suplir (Adianthum philipense) dan Kantung Semar (Nepenthes sp). Di daerah lebih bawah pada ketinggian antara 1000 meter - 1700 meter merupakan wilayah produksi tanaman sayur masyarakat. Tanaman yang menjadi ciri berupa tanaman Tembakau (Nicotianae tobaccum), Kentang (Solanum sp) atau Kubis (Brasicca olercea) dan Jagung (Zea mays). Tanaman produksi masyarakat di dataran rendah kawasan hutan potorono dicirikan dengan; Nilam (Pogostemon cabin), Kelapa (Coccos nucifera), Waru (Albazia procera), Aren (Arenga pinnata) dan Jarak (Jatropha curcas) termasuk juga Kakao (Theobroma cacao L.), Kopi (Coffea canephora), Jati (Tectona grandis) dan Sengon (Albazia falcataria).
52
Selanjutnya, ekosistem dataran rendah kawasan hutan potorono meliputi; ekosistem persawahan, dengan ciri lahan yang dibuat tidak sarang atau porous dan dibatasi dengan pematang-pematang untuk membentuk lahan tetap tergenang. Tanaman yang dapat dijumpai antara lain jenis tanaman Padi (Oryza sativa) serta berbagai tanaman lain seperti Pisang (Musa paradisiaca), Kangkung (Ipomea aquatica), Genjer (Lymnochoris flava), serta beberapa macam satwa seperti Tikus sawah (Rattus tiomanicus). Ekosistem kedua yang ada berupa ekosistem air tawar yang dicirikan dengan lekukan sungai atau badan air tawar. Tanaman yang mencirikan berupa Kayu apu (Salvinia molesta), Enceng gondok (Eichornia crassipes), dan jenis Pandan duri (Pandanus sp). Sebagian besar kolam yang ada di kawasan hutan Potorono-Gunung Sumbing merupakan ekosistem yang sengaja dibuat untuk membudidayakan berbagai macam jenis ikan seperti ikan Mas (Cyprinus carpio), ikan Nila (Oreochromis nilotica), ikan Mujair (Cichlosoma nigrofasciatum), ikan Gurame (Tilapia mariae). Selain itu, ditemui juga beberapa jenis ikan lain seperti ikan Gabus (Channa striata), Bader (Ctenopharyngodon idella), ikan Tempel Batu (Hyposarcus sp), serta dijumpai satwa seperti burung Raja Udang (Rhynchospora corymbosa), Tiram air tawar (Corbicula javanica), Keong (Lymnea rubiginosa). Satwa yang ada di sungai meliputi Bulus (Amyda cartilaginea) dan Lele lokal (Clarias batraschus). Ekosistem ketiga yang berada di kawasan Potorono berupa ekosistem tegalan/tanah kering dan padang rumput terbatas yang dicirikan tanaman Singkong (Manihot utilisima), Cabai (Piper retrofractum), Pepaya (Carica papaya), Mangga (Mangifera indica) dan Manggis (Garcinia mangostana). Di daerah padang rumput memiliki ciri lapangan rumput seperti Alang-alang (Imperata cylindrica) dan Rumput teki (Cyperus brevifolius). Jenis satwa yang dapat dijumpai dikawasan hutan Potorono-Gunung Sumbing meliputi Rusa (Cervus sp), Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Lutung (Semnopithecus auratus), Trenggiling (Manis javanica), Landak (Hystrix javanica) dan berbagai jenis burung mulai dari Jalak (Leucopsar sp), Ayam hutan hijau (Gallus varius), Guwek/burung Hantu (Phodilus badius), Srigunting (Dicrurus leucophaeus), Pelatuk (Reinwardtipicus validus).
53
3.4
Deskripsi Masyarakat di Lokasi
3.4.1 Populasi dan Demografi Jumlah populasi total di 8 desa yang menjadi masyarakat target adalah sebesar 20.517 jiwa (BPS Magelang 2005). Rata-rata masyarakat bermata pencaharian sebagai petani dengan pendidikan sampai dengan lulus SD untuk di kawasan hulu (Desa Sutopati, Sukomukmur), sampai dengan SMP untuk daerah di bawah hulu (Desa Sukorejo, Sukomulyo), sampai dengan SMA untuk daerah terbawah kawasan penelitian (Desa Banjaragung, Krumpakan, Mangunrejo) dan pendidikan tinggi di Desa Sambak (gambaran populasi terlampir di Lampiran 12) 3.4.2 Sosial-budaya dan Ekonomi Masyarakat di lokasi studi hampir semuanya berasal dari suku Jawa dan menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi sehari-hari. Bahasa Indonesia juga digunakan pada saat kegiatan atau acara formal. 99% penduduk menganut agama Islam. Selain itu ada juga yang beragama Kristen dan Katolik. Sebagian lain masyarakat menganut aliran atau kepercayaan yang berasal dari warisan budaya Jawa, yang lazim disebut Kejawen. Secara umum, masyarakat menganut sistem patriarki atau menghormati kepada pemimpin. Jadi keputusan-keputusan yang menyangkut masyarakat lebih banyak ditentukan oleh keputusan kelompok tetua atau orang yang dihormati di dalam masyarakat. Masyarakat Potorono-Gunung Sumbing memiliki budaya berhutan sejak dulu. Budaya berhutan subsisten dikembangkan dalam pengelolaan hutan rakyatnya. Sistem berhutan yang dikembangkan lebih mirip dengan hutan campur di Jawa Barat yang disebut “talun”, dengan mengembangkan beragam jenis tanaman dengan perkiraan panen secara bergantian. Prinsip hutan rakyat lebih ditekankan pada budidaya tanaman di tegalan atau kebun secara campuran. Masyarakat setempat menamakan budaya hutan rakyat sebagai “kebon”/“tegal” atau dalam bahasa Indonesia disebut kebun atau tegalan. Prioritas kebun atau tegalan antara lain berupa; kakao, melinjo, kopi, cengkeh dan kelapa. Jenis tanaman yang diambil kayunya adalah diantaranya sengon atau albasia, waru, mahoni, jati dan suren.
54
3.5 Sejarah Pengelolaan Kawasan 3.5.1 Sejarah Pengelolaan Hutan Sejarah pengelolaan sumberdaya alam di Pulau Jawa dapat dibagi dalam beberapa fase atau periode. Fase-fase tersebut umum berlaku dari Jawa Timur hingga Jawa Barat. Fase pertama disebut fase prehistoric, yang merupakan pengelolaan sumberdaya alam saat jaman prasejarah, fase kedua adalah fase historic, yang merupakan fase pengelolaan sumberdaya alam oleh penduduk lokal atau masyarakat asli Jawa hingga zaman terbentuknya kerajaan-kerajaan di Jawa yang disebut fase kerajaan. Fase keempat adalah fase intervensi oleh VOC dan dilanjutkan oleh kolonial Belanda atau fase perkebunan. Fase kelima adalah fase pengalihan penguasaan oleh Pemerintah Inggris atau fase konservasi dan fase keenam saat Orde Baru atau fase Revolusi Hijau hingga sekarang. Menurut Kartodiharjo dan Jhamtani 2005, Suporaharjo 2005 dan Bahtiar et al. 2001, eksploitasi hutan alam Jawa oleh Vereniging Oost-Indische Compagnie (VOC) mengakibatkan kehutanan di Jawa mengalami kerusakan sangat parah. Kerusakan bertambah parah akibat ulah pejabat pemerintah kolonial dan berkembangnya bisnis pribadi antara karyawan dan eks karyawan VOC dengan Bupati guna memperkaya diri. Kondisi tersebut mengakibatkan kas Kerajaan Belanda tak terisi hingga VOC dibubarkan tahun 1796 dan pengelolaan hutan di Jawa diambil alih Kerajaan Belanda. Saat pemerintahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels pada awal tahun 1800-an, dibangun hutan tanaman khususnya jati. Tahun 1865 Daendels mengeluarkan Undang-Undang Kehutanan untuk Jawa dan Madura. Tahun 1892 Daendels membentuk organisasi teritorial kehutanan, Houtvesterij dan Djatibedrijfs (Perusahaan Jati). Langkah Daendels dimantapkan dengan penyusunan rencana perusahaan pertama oleh Bruisma. Pada saat pemerintahan Gubernur Jendral Raffless dari Inggris, permasalahan eksploitasi dan kehancurannya sumberdaya hutan di antisipasi dengan membuat beberapa wilayah konservasi. Titik pengembangan area konservasi adalah membangun beberapa tempat cagar alam dengan melihat kondisi kehutanan setempat. Warisan Raffles yang masih ada misalnya Kebun Raya Bogor. Pada masa paska kemerdekaan, pengelolaan 90% kehutanan negara
55
dimandatkan kepada Perum Perhutani dan 70% luasan hutan negara difungsikan sebagai hutan produksi. 3.5.2
Kepemilikan lahan Secara umum, status lahan di kawasan ini dapat dibedakan menjadi tiga
tipe kepemilikan. Pertama, lahan dengan status kepemilikan pribadi yang dikelola oleh masyarakat. Biasa dikenal dengan tanah “persil” atau lahan yang dikenai pajak oleh negara dengan status kepemilikan oleh orang umum. Penggunaan lahan persil ini biasanya untuk budidaya tanaman-tanaman penyokong hidup masyarakat, dapat berupa lahan basah yang ditanami padi hingga tegal atau kebun yang ditanami tanaman lahan kering serta tegakan-tegakan pohon. Kedua, lahan dengan kepemilikan oleh tuan tanah atau orang kaya desa, dicirikan dengan pengusahaan lahan atau penggunaan lahan oleh orang lain dengan sistem sewa atau bagi hasil. Untuk penggunaan lahan sebagai tempat tinggal, dalam istilah lain “ngindung” atau ikut memakai lahan milik orang lain untuk bermukim dengan cara sewa. Ketiga, lahan dengan status kawasan milik negara, dengan ciri utama pengelolaan lahan biasanya berupa kawasan hutan untuk tujuan tertentu. Pengelolaan lahan negara merunut pada konsensi pembentukan Perum Perhutani setidaknya ada 3 tujuan utama: Pengelolaan lahan hutan negara dengan tujuan produksi hasil hutan baik kayu dan non kayu. Secara umum ada 5 jenis tanaman yang menjadi prioritas utama pengusahaan, meliputi kayu putih, jati, mahoni, pinus dan damar. Pengelolaan lahan hutan produksi di kawasan perbukitan Potorono berupa Mahoni untuk produksi kayu serta pinus dan damar untuk hasil hutan non kayu. Pengelolaan lahan hutan negara untuk tujuan hutan lindung. Pengelolaan ini mendasarkan pada fungsi dasar hutan sebagai daerah tangkapan air. Untuk kawasan hutan lindung, maka semua proses eksploitasi sumberdaya hutan dilarang untuk dilakukan di kawasan ini. Kawasan yang ditunjuk sebagai hutan Lindung berada di Gunung Sumbing Pengelolaan hutan negara untuk tujuan kawasan cagar alam atau suaka marga satwa. Di kawasan Potorono belum ada kawasan yang diperuntukkan sebagai cagar alam atau suaka marga satwa.
56
3.6 Karakter Masyarakat Target Berdasar Hasil Survey Karakter masyarakat kawasan hutan produksi-lindung Potorono-Gunung Sumbing hasil survey pada pada tanggal 7 – 11 November 2006 dapat dijelaskan sebagai berikut: 3.6.1 Informasi umum masyarakat Tingkat pendidikan responden pada umumnya Sekolah Dasar, survey menyebutkan bahwa 51,6% tamat atau pernah ada di tingkat Sekolah Dasar. Pekerjaan utama masyarakat 75,93% adalah petani. Hasil survei dalam bentuk diagram dapat dilihat dalam Gambar 31 dan 32 berikut:
Frekuensi
Gambar 31 Tingkat pendidikan (N=378)
Frekuensi
Gambar 32 Pekerjaan (N=378)
57
3.6.2 Sumber informasi Secara umum masyarakat target memiliki budaya membaca yang rendah. Hal ini ditunjukkan sebesar 75,66% yang tidak membaca surat kabar. Kurangnya budaya membaca dimungkinkan karena tidak adanya akses surat kabar yang sampai di desa-desa tersebut. Gambar 33 di bawah menggambarkan kebiasaan membaca media cetak. Ya Tidak
Frekuensi
Gambar 33 Kebiasaan membaca (N=378) Selain surat kabar, masyarakat di daerah target juga mendapatkan informasi dari Radio. Sedangkan program yang paling banyak didengarkan oleh responden adalah musik kemudian ceramah agama. Dengan demikian dapat disimpulkan secara sederhana bahwa masyarakat desa target cukup mendapatkan informasi dari media elektronik dan cetak. Hasil survei tentang sumber informasi yang didapat masyarakat dijelaskan dalam Tabel 3 berikut: Tabel 3. Tingkat kepercayaan terhadap sumber informasi (N=378) Tingkat Kepercayaan (%) Sumber Informasi
Sangat dipercaya
Dipercaya
Agak dipercaya
Agak tidak dipercaya
Tidak dipercaya
Sangat tidak dipercaya
Tidak tahu
Radio
40,5
27,2
17,2
Koran
25,1
28,8
32
Lainlain 15,1 14
Staff desa Pemimpin agama Anggota keluarga Teman
15,6
73,8
25,1
1,6
31
49,5
9
1,6
57,1
23
8,5
11,4
24,9
53,2
9,8
12,2
Guru
11,7
63,1
13
12,2
13
69,6
12,7
4,8
18
37,7
16,1
56,6
19,8
Pemerintah daerah Majalah Kelompok tani
27,1
17,2 7,4
58
Selain itu, masyarakat juga memperoleh informasi lain dengan tingkat kepercayaan masyarakat adalah sebagai berikut: lebih dari 80% masyarakat percaya atau sangat percaya kepada staf desa dan kepada pemuka agama. Kurang lebih 74% masyarakat percaya atau sangat percaya terhadap informasi yang diberikan oleh guru termasuk pemerintah daerah dan kelompok tani. 3.6.3 Pengetahuan Masyarakat desa target umumnya sudah memiliki tingkat pengetahuan mengenai fungsi hutan yang cukup baik serta memahami cara meningkatkan pendapatan ekonomi. Hal tersebut ditunjukkan dengan pengetahuan yang cukup baik mengenai fungsi hutan dan akibat yang dapat terjadi dari penebangan pohon di hutan. Hasil dari survei menunjukkan 83,62% mengetahui bahwa fungsi hutan adalah untuk menyimpan air, 62,07% mengetahui bahwa hutan menyediakan kayu, 62,37% menyatakan sebagai tempat penghasil pakan ternak, serta 34,49% menyatakan sebagai tempat hidup hewan liar.
Pengetahuan masyarakat
digambarkan dalam Gambar 34 sebagai berikut;
83, 62 63, 07 62, 67
34,49 32,06 Lain-lain
19,52
Frekuensi
Gambar 34 Tingkat pengetahuan petani di desa target mengenai manfaat hutan (N=287)
59
3.6.4 Sikap Berkenaan dengan sikap dan persepsi masyarakat terhadap hutan dan upaya perlindungannya, secara umum 46,8% menyatakan bahwa menjaga hutan sangat penting. Masyarakat Desa Sambak menunjukkan tingkat kepedulian terhadap hutan tertingi dibandingkan dengan desa-desa yang lainnya yaitu 92,5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan kawasan hutan, sistem pertanian terpadu dan pemanfaatan hasil hutan hutan kayu dan non-kayu di Desa Sambak sudah baik. Di sisi lain, masyarakat di desa Mangunrejo dan Sutopati juga mulai memiliki kepedulian terhadap upaya konservasi hutannya. Sebanyak 75% masyarakat di Mangunrejo dan 71,5% masyarakat di Sutopati menyatakan pentingnya menjaga kawasan hutannya. Tabel 4 berikut menggambarkan persepsi masyarakat terhadap perlndungan hutan. Tabel 4. Persepsi masyarakat terhadap perlindungan hutan (N=378) Sangat penting
Penting
Tidak seberapa penting
Tidak tahu
Lainnya
Nama Desa
46.8%
48.4%
0.8%
3.7%
0.3%
BANJARAGUNG KRUMPAKAN MANGUNREJO SAMBAK SUKOMAKMUR SUKOMULYO SUKOREJO SUTOPATI
37,5% 57,9% 25,0% 92,5% 43,2% 71,8% 56,5% 27,7%
58,3% 31,6% 75,0% 7,5% 43,2% 28,2% 39,1% 71,5%
4,2% 0% 0% 0% 0% 0% 4,3% 0,8%
0% 10,5% 0% 0% 12,6% 0% 0% 0%
0% 0% 0% 0% 1,1% 0% 0% 0%
Selanjutnya, secara umum 40,2% masyarakat menyatakan setuju bahwa kawasan Hutan Kawasan Potorono-Gunung Sumbing, telah dikelola sesuai dengan kondisi lokal, 43,4% menyatakan setuju bahwa sumber mata air juga telah dijaga dengan baik dan 34,4% setuju bahwa program perbaikan lahan telah dijalankan dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat masih belum melihat adanya upaya-upaya pengelolaan hutan yang benar-benar membawa perubahan. Tabel 5 berikut ini menggambarkan persepsi masyarakat terhadap pernyataan yang berkenaan dengan upaya konservasi.
60
Tabel 5. Pandangan masyarakat pada upaya konservasi per desa (N=378)* DESA
Sutopati Sukomakmur Sambak Sukomulyo Banjaragung Sukorejo Krumpakan Mangunrejo Sutopati Sukomakmur Sambak Sukomulyo Banjaragung Sukorejo Krumpakan Mangunrejo Sutopati Sukomakmur Sambak Sukomulyo Banjaragung Sukorejo Krumpakan Mangunrejo Sutopati Sukomakmur Sambak Sukomulyo Banjaragung Sukorejo Krumpakan Mangunrejo
Sangat setuju
Setuju
Tidak setuju
Sangat tidak setuju
Kondisi hutan sehat dan memilki banyak satwa(%) 41,5 43,8 51,6 28,4 25 70 48,7 20,5 29,2 21,7 56,5 52,6 36,8 12,5 87,5 Hutan telah dikelola sesuai dengan kondisi local(%) 45,4 38,5 21,1 17,5 67,5 71,8 15,4 12,5 13 73,9 57,9 12,5 87,5 Sumber mata air telah di jaga dengan baik (%) 27,7 61,5 24,2 22,5 67,5 41 35,9 29,2 43,5 21,7 42,1 12,5 87,5 Program perbaikan lahan sudah berhasil dilaksanakan(%) 27,7 45,4 16,8 10 77,5 33,3 16,7 73,9 31,6 36,8 25 62,5
*Perhitungan berdasar 2 pilihan terbanyak
Tidak yakin
62,5
65,3
75 31,6
48,4
62,5 47,4
57,9 30,8 79,2 13
61
3.6.5 Perilaku Masyarakat target memiliki inisiatif untuk menghutankan kembali area hutan yang gundul. Dalam hal ini, Desa Sambak, Mangunrejo dan Sutopati memiliki persentase tertinggi di antara desa yang lain, masing-masing 92,50%, 87,50% dan 80,77%. Desa Banjaragung terlihat yang paling kecil inisiatifnya dibandingkan desa target lainnya. Inisiatif yang dilakukan masyarakat dijelaskan dalam Gambar 35 berikut;
Frekuensi (%)
Gambar 35 Inisiatif menghutankan kembali kawasan hutan yang gundul (N=227) Selanjutnya, setidaknya ada tiga faktor utama yang dianggap masyarakat mampu menjamin keberhasilan rehabilitasi hutan dalam jangka panjang. Faktor tersebut adalah: adanya kerjasama pemerintah, masyarakat dan organisasi lain (79,10%), bantuan bibit dari pemerintah atau organisasi lain (62,96%), bibit yang didiskusikan bersama dengan masyarakat (33,07%), penegakan aturan (30,96%) dan pendidikan lingkungan bagi masyarakat (29,10%) seperti yang digambarkan pada Gambar 36 berikut;
Lain-lain
Frekuensi (%)
Gambar 36 Faktor yang menentukan keberhasilan program rehabilitasi hutan dalam jangka panjang (N=378)
62
3.6.6 Ancaman Pengambilan kayu bakar menjadi satu ancaman di kawasan target. Hal ini terutama karena tidak atau belum ada upaya serius untuk menjaga keberlanjutan kayu hutan. Responden di Desa Krumpakan, Banjaragung dan Sukomakmur memberikan kesepakatan tertinggi; berturut-turut 89,47%, 87,5% dan 74,74%; bahwa kebutuhan kayu bakar mendorong pengambilan kayu di hutan. Prosentase pendapat masyarakat tentang kayu bakar sebagai penyebab penebangan kayu dijelaskan dalam Gambar 37 berikut;
Frekuensi (%)
Gambar 37 Perhatian masyarakat tentang pengambilan kayu sebagai kayu bakar (N=217) Ancaman lain yang masih ada di kawasan target adalah alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian. Alasan masyarakat melakukan alih fungsi lahan adalah karena tidak ada lahan (57%), memanfaatkan lahan menganggur (40%), sebagai upaya untuk menjaga hutan (40%), dan memperluas lahan pertanian (33%). Jenis tanaman yang dikembangkan di lahan pertanian masyarakat adalah terutama sayur-sayuran (53%), jagung dan ketela (51%) dan padi (43%). Hanya 24% responden yang menanam tanaman kayu seperti sengon atau albasia di lahan garapannya. Gambaran alasan masyarakat melakukan alih fungsi lahan dan jenis tanaman yang diusahakan dapat dilihat dalam Gambar 38 dan 39.
63
Lain-lain
Gambar 38 Alasan melakukan kegiatan alih fungsi pengelolaan lahan (N=354)
Lain-lain
Gambar 39 Tanaman yang dikembangkan masyarakat (N=354) 3.7 Karakter Masyarakat Kontrol Berdasar Hasil Survey Untuk melihat efektivitas kampanye dilakukan juga survey di masyarakat kontrol dengan hasil sebagai berikut: 3.7.1 Demografi Kelompok Kontrol Survey kelompok kontrol di desa Kaliombo dan Botosari menyasar 81% pria dan 19% responden wanita. Tingkat pendidikan kelompok kontrol hampir sama dengan kelompok target yaitu sekolah dasar (58%). Pekerjaan utama kelompok kontrol adalah petani (64%).
64
3.7.2 Pengetahuan Masyarakat Kontrol Sedikit berbeda dengan masyarakat target, walaupun tingkat pengetahuan kelompok kontrol juga sudah tinggi, manfaat utama dari hutan mereka adalah sebagai penghasil kayu. Gambaran tingkat pengetahuan masyarakat kontrol dapat dilihat pada Gambar 40 berikut,
Lain-lain
Frekuensi
Gambar 40 Pengetahuan masyarakat kontrol mengenai manfaat hutan (N=58) 3.7.3 Sikap Masyarakat Kontrol Kelompok kontrol memiliki sikap dan persepsi yang lebih baik dibandingkan desa target mengenai upaya perlindungan hutan. yang Kurang lebih 65% responden kelompok kontrol menyatakan bahwa menjaga hutan sangatlah penting. Meskipun kelompok target juga memiliki pemahaman yang baik mengenai manfaat rehabilitasi, 64% menyatakan program rehabilitasi memerlukan waktu lama sebelum akhirnya memberikan manfaat. Sedangkan sekitar 29% responden menyatakan bahwa program rehabilitasi sulit dilakukan, 45% lainnya bahkan percaya bahwa program rehabilitasi dapat mengurangi hasil pertanian. 3.7.4 Perilaku Masyarakat Kontrol Tiga kegiatan umum yang dilakukan responden kelompok kontrol di hutan dalam 6 bulan terakhir adalah menanam pohon (53%), menggunakan lahan kosong untuk pakan ternak (48%), membuka hutan untuk lahan pertanian (38%). Sama dengan di kawasan target, masyarakat kontrol juga melihat penghutanan kembali area hutan yang rusak sebagai tindakan yang akan dilakukan (74%).
65
Pendapat masyarakat kontrol menyatakan bahwa pendidikan lingkungan sebagai faktor ketiga yang dapat menjamin keberhasilan program rehabilitasi dalam jangka panjang, setelah kerjasama antar pihak dan bantuan bibit dari pemerintah dan organisasi lain. Selanjutnya masyarakat kontrol 48% menyatakan akan menegur, akan tetapi 28% responden cenderung akan membiarkan jika melihat orang lain atau warga desa lain yang menebang pohon di sekitar mata air. 3.7.5 Ancaman di Masyarakat Kontrol Untuk kelompok kontrol, alih fungsi lahan juga terjadi yang menurut masyarakat disebabkan oleh (tiga terbesar): kurangnya lahan pertanian (69%), perluasan produksi pertanian (63%) dan untuk menjaga lahan hutan (53%). Dengan pola pemanfaatan lahan yang utama adalah padi (98%), tanaman tegalan (93%), pakan ternak (60%) dan kayu-kayuan seperti sengon dan albasia (60%). Sepertinya masyarakat di kelompok kontrol sudah memanfaatkan sistem agroforestry dengan cukup baik, dari survey ditemukan bahwa 91% responden melakukan sistem pertanian campur. Pola kepemilikan lahan sendiri di kelompok kontrol adalah sebanyak 98%. Responden di kelompok kontrol semua tidak pernah melihat kegiatan perburuan di daerahnya.
IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan hutan Potorono-Gunung Sumbing kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Studi akan diadakan di 8 desa site. Desa-desa tersebut merupakan desa-desa yang telah mendapatkan kampanye Pride. Jumlah penduduk di lokasi studi adalah 20.517 orang (BPS kabupaten Magelang 2006) dan terbagi di 8 desa. Rata-rata tiap desa memiliki 5 – 11 dusun dan dikepalai seorang kepala desa. Masing-masing dusun dikepalai oleh seorang kepala dusun (kadus). Desa yang memiliki jumlah penduduk terbesar adalah desa Sutopati (7.074 orang) dan desa Sukomakmur (5.158 orang) sedangkan desa yang memiliki jumlah penduduk terkecil adalah desa Mangunrejo (332 orang)
4.2 Waktu Penelitian Implementasi kampanye Pride dan pengukuran teknis parameter dijalankan selama 16 bulan (28 September 2006 – 28 Februari 2008), sedangkan wawancara studi perubahan perilaku di kawasan Potorono-Gunung Sumbing dilakukan pada bulan Juni – Juli 2008.
4.3 Alat dan Bahan Alat yang akan digunakan dalam pelaksanaan studi adalah; kompas, alat tulis, komputer, alat transportasi, alat perekam, kamera. Bahan yang akan digunakan adalah; Peta, Panduan Wawancara, dan Hasil Survei ( Pra Kampanye dan Post Kampanye)
4.4. Metodologi Penelitian Penelitian yang akan dijalankan menggunakan 3 metode, yaitu ; 1. Metode survey post kampanye Pengumpulan data perubahan perilaku dari kegiatan dengan parameter persoalan reboisasi, alih fungsi lahan dan penebangan liar dilakukan sama persis dengan saat melakukan survey pra kampanye. Selanjutnya hasil survey post kampanye diperbandingkan dengan hasil survey pra kampanye dan dianalisa
67
secara sederhana. Hasil analisa dipakai sebagai acuan untuk mengukur perubahan perilaku yang terjadi di masyarakat.
2. Metode Wawancara Untuk memahami perubahan perilaku dari aksi konservasi yang dilakukan oleh masyarakat, dijalankan penelitian bersifat kualitatif. Metode penelitian kualitatif
dilakukan dengan cara wawancara dengan tokoh masyarakat.
Wawancara dilakukan dengan topik yang difokuskan pada persoalan konservasi berhubungan dengan reduksi atau pengurangan terhadap ancaman. Tema- tema yang diwawancarakan: 1. Perubahan yang dapat ditangkap oleh masyarakat (parameter penebangan kayu di desa Sukomakmur, parameter alih fungsi lahan di desa Sutopati dan parameter kurangnya penghijauan dan reboisasi di desa Krumpakan) 2. Kemanfaatan dari kegiatan kampanye 3. Prosentase masyarakat yang tahu dan menjalankan aksi Hasil wawancara akan disarikan dalam bentuk notulensi dan hasil rekaman digital. Wawancara di lakukan secara accidental observation di 3 desa sampel dengan jumlah responden masing-masing 5 orang berusia antara 17 – 45 tahun dan menggantungkan hidupnya dari hutan yang ada di desanya (daftar pertanyaan panduan wawancara terlampir pada Lampiran 12). 3 desa yang dipilih dari 8 desa target kampanye Pride dianggap mampu mewakili masing-masing obyektif persoalan yang dihadapi. 3 desa sampel yang diambil adalah Desa Sukomakmur yang mewakili persoalan penebangan liar, Desa Sutopati yang mewakili persoalan tidak adanya reboisasi, serta Desa Krumpakan yang mewakili persoalan alih pengelolaan lahan hutan. Wawancara di jalankan bulan Juni 2008 untuk memperkuat hasil wawancara sebelumnya yang dilakukan bersamaan dengan observasi lapangan pada bulan Februari 2008.
3. Metode Observasi Lapangan Untuk memahami pengaruh langsung dampak dari kegiatan kampanye Pride, dilakukan penilaian terhadap perubahan di lapangan. Parameter yang diamati meliputi luasan hutan yang berhasil dikonservasi oleh masyarakat serta
68
pengurangan ancaman konservasi. Pengurangan ancaman konservasi diamati dengan
parameter-parameter
seperti
budaya,
partisipasi
serta
kebijakan
masyarakat. Untuk mengukur tingkat perubahan perilaku masyarakat dilakukan observasi lapangan dengan tujuan menilai perubahan-perubahan dari parameterparameter lingkungan yang diamati, yaitu; Luasan lahan yang dihijaukan kembali setelah dijalankan kampanye, jumlah tanaman kayu yang ditanam, jenis-jenisnya serta jumlah orang yang berpartisipasi. Observasi akan dijalankan dengan pelibatan masyarakat setempat pada bulan Februari 2008. Hasil dari observasi di dokumentasikan dan di jadikan bagian hasil studi.
V. HASIL 5.1 Hasil Survey Perubahan Perilaku Analisa tentang perubahan perilaku dilakukan dengan membandingkan hasil survey setelah kegiatan kampanye pride dengan hasil survey sebelum melakukan kampanye. Dengan demikian tingkat perubahan perilaku yang terjadi dapat diukur secara kuantitatif (Margoluis dan Salafsky 1998). 5.1.1 Pengetahuan Hasil perhitungan survey yang difokuskan pada pengetahuan masyarakat di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing mengenai fungsi hutan menunjukkan peningkatan 12,13% tentang kegunaan hutan sebagai penghasil oksigen. Selain itu hasil survey tidak menunjukkan perubahan yang menyolok tentang pengetahuan masyarakat tentang fungsi hutan berhubungan dengan kehidupan manusia (Gambar 41). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya keberadaan hutan di desanya sudah memadai sejak sebelum dijalankan kegiatan kampanye.
52
30
Wilayah untuk menyimpan air
27,95
20,9
Frekuensi (%)
20
Penghasil Kayu
22,92
25
23,61
Penghasil pakan ternak
22,23
20,37
Tempat hidup hewan liar 14,25
15
Penghasil Oksigen
14,08 11,99
Tempat hidup serangga penyerbuk(misal;Kupu-kupu)
11,38
10
5
Penghasil tanaman obatobatan lain-lain
4,59
1,37 1,68 1,14
0,94
0,6
0 Pra kampanye(2006)
Post kampanye(2008)
Pengetahuan
Gambar 41 Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai manfaat hutan (N=287) Begitu pula halnya dengan tingkat pengetahuan di masyarakat kontrol. Tidak ada perubahan tingkat pengetahuan masyarakat tentang manfaat hutan bagi
70
kehidupan manusia (Gambar 42). Terlihat bahwa rata-rata masyarakat di daerah kontrol juga telah memiliki tingkat pengetahuan tentang manfaat hutan dengan baik. Penghasil Kayu
35
Penghasil Oksigen
30 29,17
27,44
Wilayah untuk menyimpan air
26,83
Frekuensi(%)
25
22,92
Tempat hidup hewan liar
19,27
20
18,29
12,50 12,50
15
Penghasil pakan ternak
14,02
Penghasil tanaman obatobatan Mencegah erosi
10 6,71 5
1,56 0
3,05 1,22 1,83 0,61
1,56 0,52
Tempat hidup serangga penyerbuk(misal;Kupu-kupu) lain-lain
0 Pra kampanye (2006)
Post kampanye(2008)
Pengetahuan
Gambar 42 Tingkat pengetahuan masyarakat kontrol tentang manfaat hutan (N=60) 5.1.2 Sikap Tidak terjadi perubahan yang besar tentang sikap masyarakat di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing yang bersikap tidak peduli dengan lingkungan hutannya. Hal tersebut ditunjukkan dengan hasil survey bahwa sebagian besar masyarakat menyatakan bahwa keberadaan hutan penting sampai dengan sangat penting bagi kehidupan manusia. Dengan demikian masyarakat sebenarnya sangat mengetahui pentingnya keberadaan hutan yang ada di daerahnya. Perubahan yang terlihat pada sejumlah kecil masyarakat yang sebelumnya tidak mengetahui pentingnya keberadaan hutan menjadi tahu. Penurunan tersebut (1,17%) yang sebelumnya tidak memiliki rasa berkepentingan terhadap hutan, berubah memandang penting keberadaan hutan (Gambar 43).
71
60
Frekuensi (%)
50
50,53
46,95 48,54
48,94 Sangat penting
40
Penting Tidak tahu
30
Tidak seberapa penting Tidak penting
20
Sangat tidak penting
10
3,71 0,80
0
0,53 0 0 0
0 0
Pra kampanye (2006)
Post kampanye (2008) Sikap
Gambar 43 Sikap masyarakat target pada hutan (pra dan post kampanye N=378) Meskipun kegiatan kampanye Pride tidak bekerja di daerah masyarakat kontrol, namun terjadi peningkatan kesadaran masyarakat yang signifikan mengenai pentingnya keberadaan hutan. Hal tersebut di duga sebagai akibat dari adanya kegiatan pemberdayaan masyarakat hutan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah setempat serta lembaga kehutanan yang lain (Gambar 44). 90
80
80 Frekuensi(%)
70
62,71
Penting
60
Sangat penting
50
Tidak seberapa penting
40
Tidak penting
35,59
Sangat tidak penting
30
20
Tidak tahu
20 10
1,69
0
0 Pra Post kampanye(2006) kampanye(2008)
Sikap
Gambar 44 Sikap masyarakat kontrol pada hutan (pra dan post kampanye N=60) Untuk lebih jauh memahami perubahan pandangan masyarakat tentang pentingnya melakukan kegiatan konservasi, maka di analisa mengenai aspekaspek perubahan sikap konservasi sumberdaya hutan masyarakat yang terjadi. Hasil survey tentang pandangan masyarakat mengenai kondisi hutan di daerahnya yang sehat dan memiliki banyak satwa mengalami perubahan hingga 25,19% (Gambar 45). Hal ini menunjukkan keyakinan bahwa masyarakat telah melaksanakan kegiatan konservasi tidak hanya sebatas menanam pohon tetapi
72
juga menjaga hewan-hewan hutan. Dapat disimpulkan bahwa kepedulian masyarakat meningkat untuk menjaga kelangsungan sumberdaya hutan di daerahnya. 80
69,84
Frekuensi (%)
70 60
Sangat setuju
50
Setuju
40,21
40 25,93
30
Tidak setuju
29,63
Sangat tidak setuju 13,76
20 10
3,44
6,08
0,79
Tidak yakin 9,26
1,06
0 Pra kampanye(2006)
Post Kampanye(2008)
Sikap
Gambar 45 Pendapat masyarakat target tentang kondisi hutan (N=378) Berbeda dengan kejadian di masyarakat kontrol, karena kondisi hutan semakin menurun. Masyarakat berpendapat bahwa kondisi hutannya tidak baik. Hal tersebut ditunjukkan dengan sikap masyarakat yang menyatakan kenaikan 10% yang menyatakan tidak setuju bahwa kondisi hutannya sehat (Gambar 46). 80 68,33
Frekuensi(%)
70
56,67
60
Sangat setuju
50
Setuju
40 30
Tidak setuju
33,33
23,33
Sangat tidak setuju Tidak yakin
20 10
3,33
5 0
3,33
5 1,67
0 Pra kampanye(2006) Post kampanye(2007) Sikap
Gambar 46 Kondisi hutan masyarakat kontrol (N=60) Selanjutnya terjadi peningkatan sekitar 20% (Gambar 47) masyarakat yang menyatakan sikap bahwa kondisi sumber air telah dijaga dengan baik. Hal ini menjadi menunjukkan bahwa kepedulian masyarakat untuk menjaga sumbersumber mata air mulai meningkat. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa masyarakat telah melakukan aksi untuk menjaga sumber-sumber mata air dengan berbagai jalan, salah satunya dengan reboisasi dan penghijauan.
73
64,29
70
Frekuensi (%)
60 50
Sangat setuju
43,39
Setuju
40 30
Tidak setuju
23,81
23,81
Sangat tidak setuju
15,87
20
10,32
8,73 0,79
7,94 1,06
10
Tidak yakin
0
Pra kampanye(2006)
Post Kampanye(2008)
Sikap
Gambar 47 Penjagaan sumber air masyarakat target (N=378) Berbeda kondisi dengan masyarakat kontrol yang ternyata tidak ada perubahan dalam menyikapi keberadaan sumber air (Gambar 48). Hal tersebut dimungkinkan karena sumberdaya air di daerah tersebut melimpah sehingga kegiatan penjagaan sumber air bukan keharusan. Namun, terjadi peningkatan sekitar 11% masyarakat yang tidak setuju bahwa sumber mata air sudah dijaga dengan baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat kesadaran aksi untuk melindungi sumber air belum banyak berjalan di masyarakat kontrol. 60
56,67 48,33
Frekuensi(%)
50 40
Sangat setuju
35
Setuju
30
23,33
Tidak setuju 20
Sangat tidak setuju
20 10
Tidak yakin
8,33 0
5 3,33
0
0 Pra kampanye(2006)
Post kampanye(2007)
Sikap
Gambar 48 Penjagaan sumber air masyarakat kontrol (N=60) Pandangan masyarakat berubah hingga lebih dari 50% tentang program perbaikan lahan. Sebelum kampanye dilaksanakan, mayoritas masyarakat menyatakan tidak yakin bahwa program perbaikan lahan berhasil dilaksanakan (Gambar 49). Perubahan tersebut menunjukkan partisipasi masyarakat untuk andil dalam program perbaikan lahan.
74
70
61,11
Frekuensi (%)
60 Sangat setuju
50 40
Setuju
8,99
33,07
Tidak setuju
30 20
16,40
12,17
34,39
10
Sangat tidak setuju
17,20
15,08 1.06
Tidak yakin
0.53
0 Pra kampanye(2006)
Post Kampanye(2008)
Sikap
Gambar 49 Keberhasilan program perbaikan lahan (N=378) Berbeda dengan pernyataan dari masyarakat kontrol yang sebagian besar tetap menyatakan tidak yakin bahwa program perbaikan lahan telah berhasil dilaksanakan di kawasan Potorono-Gunung Sumbing (Gambar 50). Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat kontrol tidak mengetahui kegiatan konservasi yang berjalan di Potorono-Gunung Sumbing. 90 76.67
80 66.67
Frekuensi(%)
70
Sangat setuju
60
Setuju
50
Tidak setuju
40
Sangat tidak setuju
30
20 13.33
20 10
0
Tidak yakin
16.67 0 1.67
0
5
0 Pra kampanye(2006) Post kampanye(2007) Sikap
Gambar 50 Pandangan program perbaikan lahan masyarakat kontrol (N=60) Selain perbaikan lahan, ternyata masyarakat di kawasan Potorono-Gunung Sumbing juga menyatakan bahwa pengelolaan hutan sesuai dengan kondisi setempat. Lebih lanjut dinyatakan bahwa peningkatan tersebut mencapai lebih dari 20%, masyarakat menyatakan bahwa lahan telah di kelola sesuai dengan kondisi setempat (Gambar 51).
75
80
69.84
Frekuensi (%)
70 60
Sangat setuju
50
40.21
Setuju
40 25.93
30
Tidak setuju
29.63
Sangat tidak setuju
20 10
13.76 3.44
6.08
0.79
Tidak yakin 9.26
1.06
0 Pra kampanye(2006)
Post Kampanye(2008)
Sikap
Gambar 51 Pengelolaan hutan menurut masyarakat target (N=378) Namun peningkatan tersebut tidak dijumpai di masyarakat kontrol. Sebanyak 80% masyarakat kontrol menyatakan tidak yakin bahwa pengelolaan hutan telah berubah menjadi lebih baik di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing (Gambar 52). 90
80
80 66.67
Frekuensi(%)
70
Sangat setuju
60
Setuju
50
Tidak setuju
40
Sangat tidak setuju
26.67
30
Tidak yakin
20 10
11.67 8.33
6.67 0
0
0
0
0 Pra kampanye(2006) Post kampanye(2007) Sikap
Gambar 52 Keberhasilan pengelolaan lahan menurut masyarakat kontrol (N=60) 5.1.3 Perilaku Perilaku masyarakat Kawasan Potorono-Gunung Sumbing secara umum tercermin dari cara dan tujuan pengelolaan lahan. Sebelum kampanye dinyatakan bahwa masyarakat cukup memiliki kepedulian untuk pembibitan untuk rebosisasi dan menanam pohon di lahan hutan dan tetap dipertahankan (Gambar 53). Begitu pula kebiasaan yang lain seperti membudidayakan pakan ternak juga tidak berbeda secara menyolok pada survey post kampanye. Hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat sebenarnya telah siap untuk memulai tahap aksi untuk konservasi daerah-daerah yang kritis atau gundul.
76
30
28,07 23,77
23,23
25
22,86
Frekuensi(%)
21,23
20
17,84 13,20
15
11,90
9,80 9,26
10
6,53 2,54
5
3,63
2,79
2,97
0,37
0 pra kampanye(2006)
post kampanye (2008) Perilaku
Tidak melakukan kegiatan apa-apa
Mengembangkan pakan ternak
Menanam pohon
Pembibitan untuk reboisasi
Peraturan desa tentang lingkungan hidup
Mengambil kayu
Membuka hutan untuk lahan garap
lain-lain
Gambar 53 Inisiatif menghutankan kembali kawasan hutan yang gundul (N=378) Berbeda dengan masyarakat kontrol, ternyata terjadi peningkatan hingga lebih dari 50% masyarakat tidak memiliki inisiatif apapun di kawasan hutannya. Tetapi masyarakat kontrol tetap menginginkan adanya peraturan berhubungan dengan hutan di desanya (Gambar 54). 60 54,10 50
Frekuensi (%)
40 23,85
30 22,95
21,54
20
16,92 13,85
13,08 9,84
10
8,20
5,38 4,62 0,77
1,64
0
1,64
1,64
0 Pra kampanye (2006)
Perilaku
Post kampanye (2008)
Menanam pohon
Mengembangkan pakan ternak
Membuka hutan untuk lahan garap
Pembibitan untuk reboisasi
Peraturan Desa tentang lingkungan hidup
Tidak melakukan kegiatan apa-apa
Mengambil kayu untuk dijual
Berburu
Gambar 54 Inisiatif penghutanan menurut masyarakat kontrol (N=60) Masyarakat di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing tetap memandang bahwa keberhasilan konservasi di wilayahnya merupakan kombinasi dari kerja bersama antara masyarakat, pemerintah dan organisasi lain, adanya pendidikan lingkungan serta penanaman bibit hasil diskusi bersama. Hal tersebut
77
menunjukkan bahwa masyarakat sangat mengerti bahwa usaha untuk melestarikan sumberdaya hutan tidak dapat dilakukan sendiri namun melibatkan banyak orang dalam aksi yang nyata dengan dukungan kesadaran lingkungan (Gambar 55). 35
33,33
Frekuensi(%)
29,93
30 23,82
25
22,18 21,79
20 15
12,51
11,71
11,01
11,28
9,61
10
5,90 3,59
5
1,40
1,92
0 Pra kampanye(2006)
Post Kampanye(2008)
Perilaku Kerjasama pemerintah,masyarakat dan organisasi lain Pendidikan lingkungan bagi masyarakat bantuan bibit dari Pemerintah atau organisasi lain Penegakan aturan Membentuk kelompok yang kuat Penanaman bibit pohon hasil diskusi bersama Tidak tahu
Gambar 55 Pendukung keberhasilan konservasi menurut masyarakat target (N=378) Berbeda dengan masyarakat target, masyarakat kontrol ternyata lebih memilih bantuan bibit merupakan jaminan berjalannya konservasi di daerahnya. Kenaikan mencapai 14% saat dilakukan survey post kampanye (Gambar 56). 50 41,41
Frekuensi(%)
40
33,10 27.27
30
21.21
27,27
20
14.4813.79 9.66
10
7.07
6.90 2.02
2.07
0
1.01
0 Pra kampanye (2006)
Perilaku
Post kampanye (2008)
Adanya kerjasama pemerintah,masyarakat dan organisasi lain Adanya bantuan bibit dari Pemerintah atau organisasi lain Pendidikan lingkungan bagi masyarakat Penanaman bibit pohon hasil diskusi bersama membentuk kelompok yang kuat Penegakan aturan Tidak tahu
Gambar 56 Penentu keberhasilan konservasi masyarakat kontrol (N=60)
78
5.2 Perubahan perilaku berdasarkan parameter teknis Wawancara akhir dengan tujuan memahami intensi dari perwakilan masyarakat setelah periode kampanye mengambil responden sebanyak 5 orang setiap desa yang mewakili masing-masing obyektif persoalan. Hasil wawancara yang dijalankan dapat disajikan dalam bentuk analisa sebagai berikut; 1. Perubahan perilaku yang dijalankan di Desa Sukomakmur dalam mengatasi persoalan penebangan liar terjadi sebagai pilihan atas nilai kemanfaatan yang diberikan oleh perubahan yang dilakukan. Penebangan liar yang dilakukan di kawasan hutan lindung desa terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar serta dorongan nilai ekonomi kayu untuk dijual. Di sisi lain masyarakat
juga
memahami
ancaman
kekurangan
air
akibat
semakin
berkurangnya tutupan vegetasi di wilayah hutan. Dengan demikian adanya kegiatan penanaman pohon, penjagaan sumber mata air diharapkan dapat memunculkan serta memelihara mata air yang ada. Kasus perubahan perilaku yang terjadi di Desa Sukomakmur serta gerakan sosial berupa kondisi late majority dan laggart menjadi early adopter dan early majority, yang mulai memahami bahwa terdapat persoalan penting berhubungan dengan sumberdaya hutan untuk segera diatasi. Selain itu, terbentuk juga kelompok masyarakat sebagai innovator yang memulai perubahan pengusahaan lahan dengan teras siring termasuk munculnya ide-ide untuk memulai budidaya yang lebih ramah lingkungan dengan pupuk organik ataupun pengusahaan tanaman keras jangka panjang. Contoh menarik perubahan perilaku seperti ibu-ibu pengambil kayu kelompok kolot (laggart) akibat tekanan ekonomi, rendahnya pengetahuan serta keterbatasan lahan yang berubah menjadi kelompok pengekor (late majority) dengan mulai menanam bibit pohon saat mengambil kayu di hutan. Perubahan yang terjadi dalam kelompok ibu-ibu pengambil kayu disebabkan oleh adanya tekanan kebijakan pemerintah desa yang mengharuskan penjagaan di seluruh kawasan hutan desa. Kebijakan pemerintah desa tersebut berangkat dari peningkatan pengetahuan staff desa tentang ancaman lingkungan hidupnya, ditindaklanjuti dengan pembuatan peraturan desa tentang pengelolaan lingkungan desa. Penetapan peraturan desa sendiri dilakukan pada pertengahan tahun 2007
79
dengan sebelumnya melalui proses pembuatan peraturan desa secara partisipatif dengan melibatkan perwakilan masing-masing kelompok masyarakat. Kegiatan tersebut merupakan hasil fasilitasi dari YBL Masta (LSM). Perubahan tersebut bahkan mempengaruhi gerakan untuk penghijauan dan reboisasi kawasan hutan dengan dukungan dari pihak-pihak luar seperti Dinas Pertanian serta BAPPEDALDA pemerintah daerah Magelang. 2. Perubahan perilaku yang terjadi di Desa Sutopati sebagai perwakilan persoalan tidak adanya reboisasi merupakan perubahan dari fase penganut lambat (late majority) menjadi penganut awal (early adopter) dan perintis (innovator). Beberapa indikator yang menyatakan perubahan berupa inisiatif untuk penyelenggaraan reboisasi tidak hanya di kawasan hutan negara, tetapi juga di lakukan penghijauan di hutan rakyat. Penghijauan dilakukan karena sebagian besar wilayah Desa Sutopati merupakan wilayah hutan rakyat sebelumnya. Dari 11 dusun yang ada di wilayah Sutopati, hanya 2 dusun yang berbatasan langsung dengan hutan negara. Kelompok wana tani melakukan inovasi dengan mengembangkan bibit tanaman pakis sebagai tanaman lokal. Selain hal tersebut turut dikembangkan aturan bagi setiap pengunjung untuk daerah wisata untuk menanam tanaman yang telah disediakan oleh desa seperti tanaman Jambu Biji (Psidium guajava), Mahoni (Swietenia macrophyla), Petai (Pangium edule). Lebih lanjut perubahan menjadi innovator juga dicerminkan dengan keberadaan aturan baru di desa yang mewajibkan setiap pasangan baru untuk membeli mahar berupa bibit tanaman yang telah disediakan oleh pemerintah desa untuk ditanam di lahannya. Hal yang menarik untuk dipelajari dalam perubahan perilaku menjadi sebuah gerakan sosial konservasi terutama dalam pengembangan jaringan kerjasama dengan pihak-pihak swasta. Pengembangan jaringan tersebut menjadi indikator perubahan pemahaman bahwa konservasi tidak dapat dijalankan hanya oleh sekelompok orang atau individu tetapi melibatkan pihak lain termasuk dengan perusahaan (swasta) untuk mendukung kegiatan konservasi. 3. Perubahan perilaku yang diamati hasil wawancara dengan tokoh masyarakat di Desa Krumpakan menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk menjaga hutan dengan aksi langsung merupakan hal yang penting. Salah satu hal
80
yang dijalankan seperti membuat peraturan desa tentang kehutanan yang melarang anggota pengelola lahan hutan menanam tanaman semusim. Selain itu juga ada penetapan daerah khusus untuk kawasan suaka satwa untuk melindungi habitat Elang Jawa dan Lutung. Proses yang terjadi selanjutnya berupa komunikasi interpersonal di dalam masyarakat untuk melakukan perubahan dalam perlakuan terhadap wilayah hutan, termasuk kegiatan membangun legalitas hukum dan dasar kerjasama dengan Perum Perhutani (skema PHBM/pengelolaan sumberdaya hutan berbasis masyarakat). Hasil wawancara yang menyatakan perubahan perilaku menjadi gerakan sosial dicerminkan pada berkembangnya inovasi sosial dalam mengembangkan hutan rakyat dengan kebun sehat. Hal tersebut juga terungkap dalam rancangan pembangunan jangka menengah desa yang menekankan pengembangan sektor pertanian (termasuk hutan rakyat) termasuk menjaga kebersihan lingkungan desa dari sampah. 5.3 Pengurangan ancaman dengan ukuran lahan yang dikonservasi Hasil dari field trip/kunjungan ke lahan hutan setelah aktivitas kegiatan kampanye memperlihatkan bahwa terjadi perubahan aksi masyarakat berhubungan dengan kegiatan konservasi. Capaian perubahan tiap desa dapat di jelaskan sebagai berikut; 5.3.1 Perubahan perilaku di Desa Sukomakmur Perubahan perilaku di desa Sukomakmur menyangkut beberapa hal, antara lain: 1. Pemberlakuan larangan perburuan hewan, pengambilan tanaman hutan sejenis Kantung Semar (Nepenthes sp) serta penebangan kayu hutan yang didukung dengan plang konservasi. 2. Penanaman kembali lahan hutan lindung dengan tanaman lokal seperti Gemblek (Juniperus rigida) dan Kesemek (Diospyros kaki). Lebih dari 1500 bibit telah mulai ditanam dan terus bertambah dengan dukungan dari Dinas Pertanian Kabupaten Magelang 3. Pengembangan tanaman Damar (Agathis dammara) dan Suren (Cedrela febrifuga blume) di lahan hutan rakyat. Sekitar 25.000 bibit tanaman suren
81
dan 50.000 batang bibit tanaman Damar dukungan Dinas Pertanian dan BAPPEDALDA. 4. Pengembangan tanaman produktif di hutan rakyat dengan 20.000 batang bibit Kopi (Coffea canepora) dukungan dari Dinas Peternakan dan Perikanan 5. Penyebaran inovasi teknologi tungku hemat energi 6. Penanaman tanaman kayu sejenis Kesemek (Diospyros kaki) dan Kaliandra (Caliandra sp) di sempadan jalan 7. Pengembangan pakan ternak sejenis Rumput Gajah (Penisstrium sp), Setaria (Setaria shacelata), Kolonjono (Brachiaria decumbens) dan pembuatan teras siring sebagai bagian dari konservasi tanah didukung dengan pengembangan ternak. 8. Kewajiban bagi setiap orang yang mengambil kayu di hutan untuk menanam bibit pohon. 9. Inovasi budaya dengan adanya Merti Banyu (peringatan air) yaitu menanam tanaman seperti Beringin (Ficus sp) dan bambu (Bambusa sp) di sekitar mata air sepanjang sempadan sungai tiap tahun. Selanjutnya dari hasil field trip tentang luasan lahan yang telah dikonservasi dengan penanaman tanaman di gambar ke dalam peta (Gambar 57) berikut;
82
Gambar 57. daerah yang di konservasi di Desa Sukomakmur (warna tebal) Catatan : Daerah yang diberi penebalan warna merupakan lokasi penanaman
5.3.2 Perubahan perilaku masyarakat di Desa Sutopati, Sukorejo, Sambak dan Banjaragung Perubahan perilaku di desa Sutopati terutama dicirikan dengan pengembangan budaya menanam bagi semua orang. Beberapa capaian perubahan perilaku di desa Sutopati, Sukorejo dan Banjaragung meliputi: 1. Strategi perlindungan kawasan hutan dengan pengembangan ekowisata berbasis interpretasi. Pengembangan wilayah hutan menjadi daerah konservasi dijalankan dengan ekowisata. Kewajiban pengunjung untuk menanam 1 tanaman di kawasan. 2. Pengembangan tanaman kehutanan lokal seperti tanaman pakis (Cyathea sp). 3. Penegakan peraturan untuk menjaga hutan dengan plang konservasi 4. Aksi reboisasi dengan melibatkan ibu-ibu dan anak-anak. Kurang lebih 5000 bibit tanaman kayu telah dibagikan dan ditanam oleh masyarakat. 5. Pengembangan tanaman-tanaman lokal untuk tujuan konservasi seperti Jambu Biji (Psidium guajava), Benda (Artocarpus elasstica), Sukun
83
(Artocarpus cummini), Duku (Lancium domesticum), Mangga (Mangifera indica), Alpukat (Persea americana), Kesemek (Diospyros kaki), Srikaya (Anana
squarmosa),
Nangka
(Arthocapus
integra),
Kayu
manis
(Cinnamomum verum j. presl) dan Kakao (Theobroma caccao L). 6. Pengembangan tanaman Bambu (Bambusa sp) dan Beringin (Ficus sp) untuk konservasi sumberdaya air. 7. Pengelolaan
sumberdaya
air
secara terorganisir
diwakili
dengan
kelembagaan air tingkat desa. Untuk melihat wilayah desa yang telah di konservasi dapat dilihat pada Gambar 57, 58 dan 59 berikut:
Gambar 58 Daerah yang di konservasi di Desa Sukorejo (warna tebal) Catatan : Daerah yang diberi penebalan warna merupakan lokasi penanaman
84
Gambar 59 Daerah yang di konservasi Desa Sutopati dan Banjaragung (warna tebal) Catatan : Daerah yang diberi penebalan warna merupakan lokasi penanaman
Gambar 60 Daerah yang di konservasi di Desa Sambak (warna tebal) Catatan : Daerah yang diberi warna tebal merupakan lokasi penanaman
85
5.3..3 Perubahan Perilaku masyarakat di Desa Sukomulyo, Krumpakan dan Mangunrejo. Perubahan perilaku di desa Sukomulyo, Krumpakan dan Mangunrejo didasarkan pada perubahan cara masyarakat dalam memanfaatkan lahan hutan menjadi lahan pertanian. Perubahan perilaku yang teramati di tiga desa tersebut terutama perubahan aturan desa untuk mengamankan wilayah hutan dari penggunaan diluar fungsi hutan. Beberapa perubahan yang terjadi di masyarakat antara lain; 1. Pengembangan dan penataan kebun rumah tangga dengan tanaman lain seperti Kelapa (Coccos nucifera), Kakao (Theobroma cacao L.), Mangga (Mangifera indica), Rambutan (Nephelium lappaceum), Melinjo (Gnetum gnomon) dan Sengon (Albazia falcataria) hingga mencapai ribuan batang. 2. Perlindungan lebih dari 25 ha lahan hutan untuk tujuan suaka marga satwa seperti Elang Hitam (Ictinaetus malayensis), Elang Jawa (Spizaetus bartelsi), Lutung (Trachypithecus auratus) dan Ayam hutan (Gallus varius) 3. Pengembangan manajemen hutan rakyat 4. Gerakan peduli bersih sungai dan lingkungan sekitar rumah tangga (bersih dusun) 5. Pengembangan peternakan sebagai sumber ekonomi didukung dengan penanaman tanaman pakan ternak sebagai penguat teras 6. Pengelolaan kesehatan keluarga dengan kandang terpisah 7. Budaya Ibu menanam 8. Penanaman sepanjang jalan dengan tanaman Asam (Tamarindus indica) dan Turi (Sesbania grandiflora) 9. Konservasi sumberdaya air dengan penanaman tanaman seperti Aren (Arenga pinnata), Suren (Cedrela febrifuga blume), Kakao (Theobroma caccao L), Sukun (Artocarpus cummini), Durian (Durio zibethinus), Beringin (Ficus sp), Gayam (Inocarpus edulis), Salam (Parkia spaciosa), Pule (Apsicom fruscescent) dan Petai (Pangium edule).
86
10. Pelarangan perburuan satwa dan pengambilan tanaman (seperti pakis) di hutan Selanjutnya, wilayah desa yang di konservasi dengan penanaman dapat dilihat pada Gambar 61, 62 dan 63 berikut;
Gambar 61 Daerah yang di konservasi di Desa Krumpakan (warna tebal) Catatan : Daerah yang diberi penebalan warna merupakan lokasi penanaman
Gambar 62 Daerah yang di konservasi di Desa Sukomulyo (warna tebal) Catatan : Daerah yang diberi penebalan warna merupakan lokasi penanaman
87
Gambar 63 Daerah yang di konservasi di Desa Mangunrejo (warna tebal) Catatan : Daerah yang diberi penebalan warna merupakan lokasi penanaman
VI. PEMBAHASAN Hasil kegiatan kampanye Pride di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing merupakan rangkaian kegiatan mulai perencanaan dengan mengetahui masalah, mencari solusi, memetakan kekuatan dan kekurangan hingga pemilihan media. Hal tersebut bertujuan untuk membangun kapasitas sosial untuk konservasi di kawasan. Dengan demikian mekanisme pemasaran sosial yang dipakai, merupakan cara dalam merubah kondisi dengan menganalisa persoalan, hambatan dan tujuan yang hendak dicapai dengan pelibatan mutlak dari kelompok masyarakat itu sendiri (Kotler et al 2002). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan perilaku terjadi akibat pengaruh transaksi sosial dalam perhitungan untung-rugi konservasi sumberdaya hutan. Umumnya pilihan masyarakat untuk mengambil keputusan merubah perilaku konservasi sumberdaya hutan saat ini berdasar pemikiran keuntungan yang akan didapat di masa yang akan datang, meskipun juga memperhitungkan kemanfaatan yang didapat pada jangka pendek seperti pengembangan pakan ternak. Nilai penting kampanye Pride di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing didefinisikan sebagai kesadaran bersama dalam bentuk peningkatan kualitas hidup (value of live) masyarakat apabila melakukan kegiatan konservasi. Peningkatan tersebut menjadi penting bagi masyarakat di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing, ketika masyarakat paham bahwa kegiatan konservasi yang dilakukan akan berhasil guna dalam bentuk pengembalian (reward) berupa pengurangan ancaman bagi kehidupannya seperti kekurangan air, kekurangan bahan pangan dan kekurangan kayu bakar, termasuk reward berupa peningkatan ekonomi di masa yang akan datang. Proses pemikiran masyarakat hingga pengambilan tindakan untuk perubahan perilaku konservasi juga didasarkan pada pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Salah satu contohnya adalah masyarakat sangat mengerti jika tanaman buah tidak mungkin memberikan hasilnya dalam jangka waktu sesaat, namun apabila tidak segera dilakukan penanaman sekarang maka di masa akan datang pun tidak akan mendapatkan hasilnya. Begitu juga pemahaman mengenai penanaman pohon, inovasi budaya merti banyu dan penanaman di sempadan sungai untuk tujuan konservasi air, tidak mungkin akan memberikan
89
kelimpahan air dalam jangka pendek. Tetapi jika hal tersebut tidak dilakukan maka sumber air yang ada saat ini tidak mampu mendukung kehidupan masyarakat di masa yang akan datang. Perubahan pengertian tersebut dapat berjalan sebagai aspek akibat dari peningkatan pengetahuan dari informasi konservasi yang di kampanyekan (Figueroa dan Kincaid 2002). Aksi-aksi konservasi masyarakat yang di catat pada saat wawancara menunjukkan bahwa peningkatan pengetahuan konservasi dengan kampanye Pride berpengaruh besar bagi gerakan konservasi. Hal tersebut dapat dilihat dari aksi yang dilakukan masyarakat memiliki kesamaan bentuk dan tujuan sama yaitu konservasi sumberdaya hutan. Termasuk dampak kampanye dalam pelembagaan inisiatif hukum formal tingkat lokal secara partisipatif dalam bentuk peraturan desa yang berhubungan dengan konservasi sumberdaya hutan yang di fasilitasi oleh YBL Masta (LSM). Lebih lanjut peraturan tersebut selanjutnya mendorong masyarakat untuk ikut berperan. Dari hasil analisa penelitian menunjukkan bahwa perubahan perilaku konservasi di kawasan hutan Potorono-Gunung Sumbing tidak terjadi secara spontan tetapi melalui proses-proses sosial. Proses perubahan sosial terdiri atas tingkatan-tingkatan transaksi sosial dan tarik ulur untuk menjadi sebuah keputusan bersama. Menurut Rothschild (1999) dalam Suroso (2003) proses marketing sosial menghendaki manajemen perilaku dengan insentif-insentif penguat atau konsekuensi yang mendukung pertukaran sukarela. Dengan demikian perubahan sosial di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing merupakan pilihan bagi suatu kelompok sosial atau masyarakat dengan memperhitungkan nilai tukar perubahan (value of social change) (Kotler et al 2002). Proses sosial dimulai dari kesadaran kolektif masyarakat ketika pengetahuan meningkat. Kesadaran kolektif terbangun hasil dari informasi yang disebarluaskan, diperbincangkan dan dipikirkan dalam bentuk komunikasi antar individu atau antar kelompok sosial sejenis. Di tahap ini masyarakat melakukan transaksi awal tentang penting atau tidak untuk memahami persoalan alih fungsi pengelolaan lahan hutan, penebangan liar serta reboisasi dan penghijauan di daerahnya berhubungan dengan kehidupannya. Di tahap tersebut masyarakat
90
memikirkan tentang biaya yang dibutuhkan dan keuntungan yang akan didapat dari keputusan untuk melakukan kegiatan konservasi. Selanjutnya setelah didapatkan suatu simpulan, individu atau kelompok sosial tersebut membandingkan persoalan yang dihadapi dengan yang berada di tempat lain atau dengan individu atau kelompok sosial yang berbeda. Di dalam proses tersebut masyarakat melakukan transaksi kedua mengenai nilai keputusan yang diambil sebelumnya termasuk membandingkan dengan pengalamanpengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Proses selanjutnya berupa membangun opini, dugaan serta disain yang berhubungan dengan keputusan perubahan perilaku yang hendak diambil, termasuk membuktikan informasi-informasi yang diterima dengan kenyataan yang ada. Hingga tahap transaksi yang terakhir berupa pemakaian atau “konsumsi” perilaku konservasi. Di dalam tingkatan-tingkatan proses transaksi tersebut, kampanye Pride berperan sebagai salah satu pemberi masukan lewat berbagai saluran informasi bagi masyarakat untuk berperilaku konservasi. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut; ketika masyarakat belum paham mengenai ancaman yang ada, hasil penelitian dasar kampanye Pride memberikan fakta hasil penelitian bersama tentang ancaman-ancaman konservasi yang ada. Selanjutnya, ketika masyarakat mengetahui sumber ancaman bagi hidupnya, kampanye Pride melalui media saluran informasi seperti Poster, Leaflet dan Kunjungan Sekolah, memberikan informasi, data dan fakta berhubungan dengan ancaman bagi masyarakat termasuk dampak atau resiko di masa akan datang. Ketika masyarakat setelah tahu dan paham mengenai ancaman bagi hidup dan daerahnya menginginkan pengetahuan mengenai solusi yang sebaiknya diambil, kampanye Pride dengan menyebarkan buklet konservasi berhubungan dengan solusi masalah termasuk dengan kegiatan pelatihan dan kegiatan sejenis, menambah pilihan atau opsi bagi masyarakat dengan informasi yang berisi tentang solusi persoalan. Dengan demikian sangat penting untuk memberikan informasi yang bersifat fakta nyata bukan dibuat-buat, maka ketika terjadi perubahan perilaku, perubahan tersebut bukan sebagai akibat dari paksaan atau bujukan. Dengan demikian perubahan perilaku yang terjadi di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing bersifat sukarela, artinya masyarakat
91
melakukan perubahan perilaku konservasi sebagai kesadaran masing-masing individu (Kotler et al 2002; Robinson 2001). Faktor yang paling penting dari membangun kesadaran konservasi masyarakat adalah proses difusi yang diartikan sebagai perembetan informasi yang mempengaruhi indera ke banyak orang. Difusi dengan pemberian rangsang luar perubahan perilaku yang akan berjalan cepat jika didukung oleh fakta empiris melalui penelitian dasar bersama (participation trough formative research). Hal ini memperkuat teori Dagron (2001); Salmon dan Christensen (2003); Figuoera dan Kincaid (2002) dan Kotler et al. (2002) yang menyatakan bahwa kekuatan dalam perubahan perilaku tergantung dari struktur awal yang direncanakan berdasar pada fokus persoalan bersama yang hendak diselesaikan. Dengan demikian proses perubahan perilaku yang merupakan kombinasi dari organisir, komunikasi dan peningkatan kesadaran dapat berjalan. Young et al.(2007) menyatakan bahwa sebuah kegiatan kampanye untuk perubahan perilaku tidak akan berhasil apabila tidak melibatkan perubahan perilaku itu sendiri sebagai capaian tujuan. Dengan demikian dalam mempengaruhi perubahan perilaku, hal paling penting adalah memahami kondisi umum kelompok target, tahapan evolusi kelompok target serta segmen masyarakat yang dapat mendukung dan atau memperlemah pencapaian tujuan. Hasil kajian penelitian menyatakan terdapat perubahan fase masyarakat dari tahap “persiapan” menjadi tahap “aksi”. Hal tersebut dibuktikan dengan gerakan-gerakan sosial yang terjadi untuk mengatasi ancaman kelangsungan sumberdaya hutan. Salah satu indikator gerakan sosial yang terjadi adalah pengorganisiran masyarakat di 8 desa oleh masing-masing lembaga pemerintahan desa dengan pelibatan stakeholder yang lain untuk menyelenggarakan pekan penanaman kawasan dan akan dijalankan setiap tahun. Transaksi sosial di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing dari hasil kajian penelitian dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu; pertama transaksi sosial terjadi sebagai keinginan akibat pengaruh faktor internal dan eksternal perilaku masyarakat kawasan. Faktor internal meliputi norma, jangka hidup, mobilitas dan pengetahuan masyarakat. Sedangkan faktor eksternal meliputi hubungan sosial, kebijakan eksternal, lingkungan dan teknologi (Pretty dan Ward 2001). Dengan
92
demikian tingkah laku orang atau sekelompok orang dipengaruhi oleh sistem sosial yang bekerja termasuk budaya, sehingga pemakaian bahasa untuk berkomunikasi dan membangun agen perubah perilaku dalam melaksanakan program harus menyesuaikan dengan budaya masyarakat target. Seperti teori yang dikemukakan oleh Foucault, Althauser serta Hindess dan Hirst dalam Macdonell (2005), yang menyatakan bahwa aktivitas keseharian termasuk cara seseorang berpikir, bertingkah laku hingga berbicara dan menulis dipengaruhi oleh struktur kekuasaan dalam masyarakat. Kedua, transaksi sosial terjadi sebagai sebuah pilihan antara merubah perilaku atau tetap berperilaku seperti sebelumnya. Pertimbangan pilihan tergantung dari faktor-faktor individu yang meliputi faktor biologi untuk memelihara kelangsungan hidup dan faktor sosiopsikologis berdasar pengetahuan dan pengalaman yang telah dijalani (Sarwono 2002). Pilihan-pilihan dalam perubahan sosial mengandung konsekuensi masing-masing. Seperti halnya ketika seseorang memutuskan untuk membeli sebuah barang maka pilihan tersebut mengandung konsekuensi tertentu (Kotler et al. 2002). Hal serupa juga terjadi di kawasan Potorono-Gunung Sumbing yang menunjukkan bahwa masyarakat ketika merubah perilakunya memiliki banyak konsekuensi termasuk memerlukan waktu yang lama dan kegiatan tidak bisa dilakukan sendiri. Konsekuensi tersebut di pilih dengan memperhitungkan insentif jasa lingkungan seperti air, kelimpahan pangan dan peningkatan penghasilan yang di dapat di masa mendatang. Menurut Suwarsono (1991), perubahan perilaku dapat dinyatakan sebagai motif kelompok sosial atau masyarakat. Setiap pilihan perubahan sosial atau bahkan menjadi gerakan sosial memiliki latar belakang visi dari kumpulan individu dalam suatu wilayah. Apabila kelompok sosial atau masyarakat tidak berada dalam cekaman ancaman yang langsung berhubungan dengan hidupnya maka tidak akan terjadi pengembangan visi. Sehingga tidak terjadi dorongan keinginan untuk berubah, meskipun terjadi intervensi oleh pihak luar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok masyarakat dengan karakter laggart dapat berubah apabila ditekan dengan kebijakan seperti yang terjadi di Desa Sukomakmur. Kebijakan yang dijalankan di Desa Sukomakmur berkaitan dengan konservasi merupakan hasil kegiatan pemberdayaan untuk
93
inisiatif kebijakan lokal oleh sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yaitu YBL MastA. Proses pemberdayaan tersebut dilakukan sebagai strategi untuk membangun dasar hukum kehutanan ditingkat lokal masyarakat oleh pemerintah desa. Dari kegiatan tersebut dihasilkan peraturan desa tentang lingkungan hidup yang sesuai dengan norma, kondisi serta keinginan masyarakat setempat. Hal tersebut menunjukkan bahwa karakter seseorang atau sekelompok orang dapat berubah akibat tekanan lingkungan serta sistem yang berjalan atau mengatur (Sorjani 1985; Suseno 1999). Studi perubahan perilaku di kawasan hutan Potorono-Gunung Sumbing memberikan gambaran tentang penggabungan keinginan untuk melawan atau merubah cekaman berbentuk ancaman konservasi. Penggabungan keinginan tersebut selanjutnya menjadi motivasi untuk mengorganisir diri baik secara kelompok maupun antar kelompok massa untuk melakukan aksi konservasi. Seperti diungkapkan oleh Papa et al. (2006) organisir dalam kelompok terjadi ketika terjadi suatu persamaan, baik disebabkan oleh permasalahan atau ancaman, kepentingan, tujuan ataupun ekonomi. Dalam hal ini usaha perbaikan manajemen kelola hutan rakyat yang dilakukan masyarakat, dianggap mampu memberi kontribusi pada peningkatan ekonomi (Awang et al. 2002). Usaha perbaikan kelola hutan rakyat tersebut tidak secara individu terjadi, disebabkan informasi yang diterima memiliki kapasitas yang sama. Ketika terjadi sebuah aksi bersama dengan visi yang sama dalam sebuah kewilayahan maka hal tersebut membentuk sebuah gerakan sosial. Konsekuensi sebuah gerakan sosial terutama dicirikan aksi yang lebih kuat dibanding orasi (Borum dan Tilby 2005). Dalam mengatasi ancaman di kawasan hutan, masing-masing individu merasa lemah. Ketika terjadi intervensi oleh pihak luar maka terjadi pergolakan antar individu yang mewakili proses komunikasi interpersonal. Keputusan untuk merubah perilaku dari tiap individu sangat mempengaruhi terjadinya gerakan sosial. Papa et al. (2006) menyatakan tentang komunikasi interpersonal yang dilakukan semua orang hampir setiap hari hingga terjadi proses pengorganisasian baik dalam skala kelompok kecil maupun kelompok massa yang besar. Proses pengorganisasian sendiri didorong oleh keinginan untuk mencapai sebuah tujuan yang sama (Suporaharjo 2005; Suryo 2001). Gerakan sosial yang merupakan hasil
94
dari komunikasi interpersonal melalui saluran-saluran media konservasi, menjadi penghubung peningkatan pengetahuan, membangun kenyamanan pemikiran, mendorong perubahan norma sosial dan merubah perilaku menjadi peduli lingkungan. Begitu juga kasus gerakan sosial konservasi yang terjadi di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing. Masyarakat menjalankan gerakan konservasi sebagai pengaruh dari kerelaan merubah perilaku sadar konservasi sebagai kebutuhan yang harus dilakukan. Hasil pengamatan studi menunjukkan, gejala gerakan sosial konservasi di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing diakibatkan oleh informasi konservasi yang di terima secara terus menerus oleh masyarakat lewat berbagai macam saluran informasi kampanye Pride. Dinyatakan oleh Kotler et al. (2002) saluran media merupakan salah satu persyaratan dalam jaminan untuk merubah persepsi atau pandangan orang tentang sesuatu hal. Hal ini juga didukung oleh teori Gladwell et al. (2002) yang menyatakan bahwa informasi mengenai solusi permasalahan kehidupan yang sedang dihadapi, akan membangkitkan kebutuhan untuk menyelesaikan. Lebih lanjut Gladwell menyatakan, gerakan sosial di dalam sebuah kelompok sosial atau masyarakat terjadi sebagai bentuk reaksi massa akibat informasi yang diterima dan merembet ke seluruh komunitas. Perembetan informasi dalam komunitas atau komunikasi interpersonal, sangat penting artinya sebagai sebuah proses saling mempengaruhi, membangun partisipasi bahkan menjadi norma sosial masyarakat. Komunikasi dalam perubahan sosial mutlak diperlukan sebagai bagian perubahan sosial. Komunikasi interpersonal dapat diaplikasikan dalam bentuk entertainment dan edukasi ataupun lewat penyampaian verbal. Dengan demikian perubahan perilaku merupakan pengaruh dari informasi yang disampaikan secara terus-menerus dari berbagai jalan, baik lewat visi, verbal, pendengaran serta perasaan (Kotler et al 2002). Beberapa persyaratan dalam komunikasi untuk membangkitkan gerakan sosial menurut Rockefeller Foundation (2001) dalam Figuoera dan Kincaid (2002) adalah: 1. Pemberdayaan individu dan masyarakat 2. Mengikat keputusan umum yang berhubungan dengan hidupnya 3. Fokus kepada hubungan timbal balik komunikasi
95
4. Mendasarkan pada prinsip-prinsip demokratis yang ideal 5. Merupakan bentuk proses yang dari suatu informasi yang belum diketahui menjadi diketahui 6. Proses komunikasi interpersonal dikontrol oleh komunitas Konsep gerakan sosial dan perubahan perilaku yang terjadi di kawasan hutan produksi-lindung Potorono-Gunung Sumbing merupakan penggabungan dari konsep untuk peningkatan pengetahuan komunitas dengan kampanye Pride sekaligus kegiatan penyusunan kebijakan (policies) tingkat desa sebagai kegiatan pendukung yang dilakukan oleh YBL MastA. Konsep yang dijalankan merujuk pada pemikiran untuk mendorong perubahan perilaku secara massal berikut mendukung keberlanjutan tata perubahan secara normatif. Diungkapkan oleh Awang et al. (2005); Capobianco et al. (2007); Pretty dan Ward (2001) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter baru dalam sosial masyarakat adalah kebijakan yang diberlakukan selain peningkatan pengetahuan, inovasi sosial, teknologi, agen perubah, stimulus serta media informasi. Kebijakan dapat berasal dari luar (kebijakan pemerintah) komunitas maupun kebijakan bersifat internal (peraturan desa atau norma sosial). Pengaruh perubahan perilaku dalam gerakan sosial konservasi hutan di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing hasil analisa survei perubahan perilaku yang didukung dengan hasil wawancara dan observasi lapangan menunjukkan tingkat aksi yang terjadi di konservasi di masyarakat. Aksi konservasi tersebut berjalan secara sukarela tanpa ada paksaan. Aksi-aksi sosial konservasi yang terjadi di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing merupakan aspek dari keinginan bersama untuk pelestarian sumberdaya hutan yang bertujuan mengawetkan sumber-sumber vital kehidupan seperti air dan sumber pangan. Lebih lanjut, aksi konservasi juga berjalan di dalam kelembagan sosial masyarakat seperti lembaga pengelola air desa, lembaga masyarakat desa hutan dan lembaga pengelola wanawisata. Hal tersebut mewakili proses komunikasi konservasi yang berjalan horisontal di dalam masyarakat. Komunikasi menjadi dasar dari sebuah keputusan dan aksi bersama (collective action) untuk melakukan sebuah gerakan konservasi (Figueroa and Kincaid 2002; Bridges and Farland 2007; MacGovern 2005).
VII. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Hasil studi kasus tentang pengaruh perubahan perilaku terhadap gerakan sosial konservasi di kawasan hutan produksi-lindung Potorono-Gunung Sumbing dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Intervensi pengetahuan konservasi akan berpengaruh dalam kelompok sosial atau masyarakat yang berada di tahap “persiapan” apabila didukung persyaratan sosial perubahan meliputi kekuatan konteks, kelekatan dan keberadaan agen. Selain itu juga perlu persyaratan sosial berkaitan dengan difusi informasi yang berhubungan dengan transaksi sosial meliputi nilai kemanfaatan, tingkat kesulitan informasi dan sistem sosial yang melingkupi.
2.
Permasalahan dalam perubahan perilaku konservasi berupa; pertama, kesalahan dalam membangun informasi yang hanya datang dari perspektif sains atau rasional organisasi, kedua, hanya mendasarkan pada asumsi riset yang terbatas pada perilaku atau psikografik tanpa memperdulikan perilaku masyarakat atau melihat segmen audien, ketiga, hanya berlandaskan pada penyaluran informasi tanpa ada pertimbangan insentif, menempatkan multidimensi produk serta penguatan promosi, keempat, hanya fokus pada jangka pendek. Dengan demikian faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku akibat transaksi sosial konservasi yang mempertimbangkan pilihan dan keinginan.
3.
Perubahan perilaku berperan besar dalam gerakan sosial yang terjadi, dengan melalui proses komunikasi interpersonal dan pengorganisasian. Pilihan untuk melakukan aksi gerakan konservasi merupakan dampak pemahaman informasi yang berkaitan dengan konservasi. Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku menjadi gerakan sosial dapat diakibatkan peningkatan pengetahuan, keberadaan teknologi, keberadaan agen perubah serta kebijakan lokal.
97
B. SARAN Dari hasil penelitian untuk dapat memberi kemanfaatan lebih lanjut maka disarankan beberapa hal sebagai berikut: 1.
Keberlanjutan gerakan sosial konservasi masyarakat di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing tidak dapat dijalankan dan di tanggung hanya oleh masyarakat. Keberlanjutan dari kegiatan konservasi memerlukan peran, andil serta fasilitasi Instansi Pemerintah seperti Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan, BAPPEDALDA, Perum Perhutani termasuk juga dari sektor swasta seperti perusahaan serta LSM.
2.
Mobilisasi dan perluasan gerakan sosial konservasi dapat dilakukan dengan mengadopsi kampanye Pride dengan penyesuaian budaya atau norma masyarakat setempat.
DAFTAR PUSTAKA Awang, S.A., 2005. Petani, Ekonomi dan Konservasi; Aspek Penelitian dan Gagasan. Pustaka Hutan Rakyat. Debut Press. Jogjakarta. 265 hal. Awang, S.A., Andayani,W., Himmah, B., Affianto, A., 2002. Hutan Rakyat; Sosial Ekonomi dan Pemasaran. BPFE (Balai Pustaka Fakultas Ekonomi) UGM, Jogjakarta. 187 hal Bahtiar, I., Ari, S. C.N, 2001. Prosiding : Hutan Jawa Menjemput Ajal; Akankah Otonomi Menjadi Solusi. BP Arupa. Yogyakarta. 273 hal. BPKH Jawa-Madura 2006. Data Spasial Luasan Hutan Pulau Jawa 2005. BPKH Jawa-Madura 2007. Data Spasial Luasan Hutan Pulau Jawa 2006 BPS Kabupaten Magelang 2005. Kecamatan Kajoran dalam Angka. ESP_USAID Annual Report Programme 2006. Nugraha,A. (2005). Rindu Ladang, Perspektif Perubahan Masyarakat Desa Hutan. Wana Aksara. Banten. 371 hal. Gould. B. (2006). Transformational Thinking. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 403 hal. Gladwell. M., 2002. Tipping Point. Bagaimana Hal-Hal Kecil Berhasil Membuat Perubahan Besar. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Indonesia. 260 hal. Hefner, R.W., 1998. Budaya Pasar. LP3ES. PT. Pustaka LP3ES Jakarta. Jakarta. 443 hal. Kartodiharjo.H. dan Jhamtani.H., 2006. Politik Lingkungan dan Kekuasaan di Indonesia. Equinox Publishing. Jakarta-Singapura. Indonesia. 288 hal. Kotler.P, Roberto,N. and Lee,N., 2002. Social Marketing, Improving the Quality of Life. Second Edition.Sage Publications. Thousand Oaks. London. UK. 436 ps. Macdonell, D.1996. Terjemahan oleh Wijayanto,E. 2005. Teori-teori Diskursus. Teraju. PT Mizan Publika. Jakarta Selatan.178 hal. Margoluis, R dan Salafsky,N. 1998. Ukuran Keberhasilan. Island Press. Washington D.C, Yayasan KEHATI. 305 hal. Papa,R. et al. 2006. Organizing for Social Change. Sage Publications Inc. London. 297 ps Primacks, R.B, et al. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 345 hal Osborne, P.L. 2000. Tropical Ecosystem and Ecological Concepts. Cambridge University Press. UK. 462 pages. Sajogyo 1987. Ekologi Pedesaan; Sebuah Bunga Rampai. Yayasan Obor Indonesia dan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 348 hal.
99
Sarwono, SW. 2002. Psikologi Sosial; Individu dan Psikologi Sosial. Balai Pustaka. Jakarta. 412 hal. Sarwono, SW. 2005. Psikologi Sosial; Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan. Balai Pustaka. Jakarta. 314 hal Sorjani. M. 1985. Ekologi Manusia. PPSMI. UI. Jakarta Suporaharjo, 2005. Manajemen Kolaborasi. Pustaka Latin. Bogor. 480 hal Suryo, D. Prof.Dr., 2001. Warto Blandong; Kerja Wajib Eksploitasi Hutan Di Rembang Abad ke-19. Pustaka Cakra, Surakarta. 242 hal Suseno, B.E. 1999, Lingkungan Hidup; persoalan dan pendekatannya. Hans Seidel Foundation-PPLH Seloliman. Malang Suwarsono. 2000. Perubahan Sosial dan Pembangunan. Cetakan ketiga. LP3ES. Jakarta Pustaka Internet Bridges,T. and Farland,N. Social Marketing: Behaviour Change Marketing In New Zealand. Diunduh 26 November 2007. www.senatecommunications.co.nz/publication/pub_19_1.PDF Borum, R. and Tilby, C. 2005. Anarchist Direct Action: A Challenge for Law Enforcement. Diunduh 8 April 2008 http://chuck.mahost.org/weblog/anarchist_direct_actions.pdf Capobianco.L. Communication for Social Change. ICPC (International Center for Prevention Crime). Diunduh 23 Desember 2007 http://www.crimeprevention_intl.org/publications/pub_19_1.pdf Dagron, AG. 2001. Making Waves:Stories of Participatory Communication for Social Change. Diunduh 18 Maret 2008 http://www.therockefellerfoundation.org/download/making_Waves_Dagro n.pdf Effendi, E. 2006. Hutan Alam Jawa Terancam Punah. Diunduh 26 September 2006. www.greenomics_indonesia.org Figueroa, ME, Kincaid, DL., Rani, M and Lewis, G. 2002. Communication for Social Change Working Paper. The Rockefeller Foundation. Diunduh 18 Maret 2008. http://www.crime-preventionintl.org/publications/pub_19_1.pdf IUCN. 2003. Pro Poor Conservation: Elements of IUCN’s Conceptual Framework. Diunduh 26 September 2006. http://www.IUCN.org/pub/elements_framework.PDF Loury, G.C. Social Exclusion and Ethnic. Diunduh 18 Maret 2008. http://www.bu.edu/irsd/files/socialethnic.pdf
100
Pretty, J and Ward. H. 2001. Social Capital and Environment. Diunduh 23 Mei 2008. http://www.worlddevelopment/essexunv/files/vol_2901/social_capital_and _environment .PDF Robinson.L. 2001.On Making Social Change. Diunduh 18 Maret 2008 http://media.socialchange.net.au/planning_comms/MakingSocialChange.p df Salmon, C.T, Post, L.A., & Christensen, R.E. (2003). Mobilizing public will for social change. Lansing, MI: Michigan State University. Diunduh 18 Maret 2008 http://www.mediaevaluationproject.org/MobilizingWill.pdf Suroso, R. 2005. Marketing: Antara Teori dan Praktek. Diunduh 2 September 2008. www.ekonofisika.com/bfi/marketing.pdf WALHI 2001. Down to Earth Report: Masyarakat, Hutan dan Hak. Diunduh 16 September 2006. http://rumahkiri.net/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=144 www.surveysystem.com/sscalc.htm Young, J. 2002. A Social Marketing Framework for the Development of Effective Public Awareness Programs. Diunduh 18 Maret 2008. www.ses.nsw.gov.au/multiattachments/2740/DocumentName/A_Social_ Marketing_Framework_for_the_development_of
101
Lampiran 1. Matriks Analisa Pemangku Kepentingan (pada pertemuan pertama) No
1
2
4
5
6
Lembaga / instansi
ESP (WSM)
ESP ( POC )
Perum Perhutani
Forum pengelola air di 9 desa (Dharmo Tirta Warih)
Lurah Desa Sutopati, Sukorejo, Krumpakan
Nama
Isu yang dibawa
Motif
Potensi Kontribusi
Konsekuensi
Sigit
Integrasi kegiatan spesifik Pride dalam mendukung konservasi daerah tangkapan air oleh Masyarakat
Program yang saling berkaitan
Informasi Data kawasan, Integrasi kegiatan, Dukungan
Kerjasama & integrasi program yang baik dan kesepahaman mengenai pendekatan Pride
Aryo
Integrasi kegiatan Pride dalam publikasi aktivitas masyarakat di daerah tangkapan air
Program Pride mendukung program ESP dalam konservasi secara lebih spesifik
Publikasi dan data
Dukungan publikasi keluar dan hubungan dengan media massa
Fatnan
Pengelolaan Kehutanan terjaga dan produktif
Pride menjadi jembatan kerjasama kolaboratif antara Perhutani dan Masyarakat untuk suksesnya PHBM (Program pengelolaan hutan ber-sama masyarakat )
Data sebaran Hutan negara serta potensi sumber penghidupan masyarakat dari hutan; Alternatif perspektif dalam pengelolaan SDA secara lestari
Dukungan data, dukungan legalitas kelembagaan pengelola hutan, dukungan material pengelolaan hutan negara.
Hery Subrastawa, Zuna Eliyah
Pride menjadi metode pembelajaran bagi masyarakat di 8 desa terutama dalam mengakomodir kearifan lokal
Program Pride mendukung penyadaran masyarakat untuk menjaga SDA dan peningkatan pengetahuan masyarakat
Potensi pendidikan lingkungan hidup dan partispasi masyarakat serta dukungan kepada pelestarian kearifan lembaga pengelola air.
Dukungan material kebudayaan lokal sebagai strategi komunikasi pendidikan perlindungan ala
Dukungan program dan kesediaan sebagai site learning; potensi untuk pengetahuan tradisional dalam pengelolaan sumber daya alam
Fasilitasi desa sebagai study learning centre; kepemilikan program dan partisipasi masyarakat; kontak person untuk terlibat dalam program
Hartono, Titik Qomariyah, H. Samsudin
Mekanisme konservasi sebagai pendukung ekonomi rakyat; posisi program kampanye di antara berbagai program konservasi yang sudah ada di wilayahnya
Program kampanye mendukung AgroWana Wisata dalam konteks pengangkatan budaya lokal; ingin mendapat kepastian bahwa program nantinya akan membawa keuntungan/manfaa t bagi wilayah dan masyarakat
102
Lampiran 1. Matriks pemangku kepentingan (lanjutan) No
7
8
9
Lembaga / instansi
Camat Kajoran
Pemuda
Tokoh agama
10
Perwakilan KSM Agrowanawis ata
11
KIPPK (Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan)
12
13
Hijau
Dinas Pendidikan
Isu yang dibawa
Motif
Potensi Kontribusi
Konsekuensi
Harsono
Pemberdayaan masyarakat; pengentasan kemiskinan
Program dapat mendukung alur program pembangunan dari pemerintah Kabupaten Magelang; pengetahuan mengenai isu struktural & anggaran daerah
Dukungan program, data, fasilitasi tempat; peta issu dan permasalahan wilayah terutama yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam
Memperoleh perspektif kecamatan dalam pengembangan wilayah dan kaitannya dengan konservasi; Informasi dan dukungan fasilitasi kelembagaan
Arso
Penguatan sektor pertanian sebagai sumber penghidupan yang layak diperjuangkan
Program dapat membuka ruang pemikiran masyarakat untuk optimalisasi potensi dan konservasi
Dukungan program untuk mengkampanyekan
Keterlibatan dalam program
Pendidikan masyarakat untuk mandiri
Program dapat mengintegrasikan pola budaya masyarakat untuk perbaikan hidup
Dukungan program melalui dakwah
Dukungan moril dan kontribusi pendidikan dengan ceramah agama dan lingkungan hidup
Kampanye dapat mendorong pemahaman program Agro Wana Wisata
Program sesuai dengan tujuan KSM untuk mewujudkan cita-cita kemandirian desa
Dukungan aktivitas melalui fasilitasi komponen agrowanawisata di bagian pendidikan lingkungan
Keterlibatan dalam program, narasumber pendidikan lingkungan hidup
Wiyoto, Gatot
Pemberdayaan masyarakat Tani
Kelembagaan masyarakat desa yang kuat
Dukungan data dan dukungan penyuluhan pertanian dan kehutanan
Fasilitasi penyuluhan kehutanan dan pertanian
Panji/Melir
Publikasi aktivitas masyarakat Sub_DAS Tangsi
Mekanisme kolaborasi pendidikan lingkungan
Dukungan material
Publik Outreach, Integrasi dan kolaborasi pendidikan lingkungan
Suwandi
Kurikulum belajar sekolah dasar
Mekanisme pengembangan metode pendidikan
Dukungan bagi sekolah, guru dan murid untuk pendidikan lingkungan
Ketertarikan dengan program sebagai pendidikan alternatif
Nama
Gus Solah, Gus Nurul
Irwanto, Makpul
103
Lampiran 1. Matriks pemangku kepentingan (lanjutan) No
Lembaga / instansi
Nama
Isu yang dibawa
Motif
Potensi Kontribusi
Konsekuensi
14
Kepala sekolah SD / MI/TK Sutopati, Banjaragung, Mangunrejo, Sukomakmur
P.Sunaryo ko, Bu Mukhlas, Siti Zuhriyah, Juwandi
Pendidikan dini untuk anak-anak tentang lingkungan hidup, pembelajaran nyata untuk anak
Mengetahui metode lain dalam mendidik siswa, keinginan memahami pendidikan lingkungan
Dukungan material untuk pendidikan anak
Media pembelajaran bagi peserta didik untuk dapat berpikir nyata tentang alam dan lingkungan hidup, pengembangan kreativitas peserta didik, agen untuk perubahan.
15
BPS Magelang
Sutoyo
Ketertarikan kepada program
Aplikasi data bagi masyarakat
Dukungan data, statistik dan demografi
Data tentang demografi
Ketertarikan kepada program
Program menjadi alat bantu dalam penyadaran masyarakat untuk perbaikan lingkungan
Dukungan data dan implementasi
Dukungan dan fasilitasi penyuluhan, Dukungan material pendukung implementasi teknis berupa bibit
Sumijah, Liswanti
Pemberdayaan perempuan; kegiatan memberi keuntungan/manfaat bagi perempuan
Pembelajaran konservasi untuk pelestarian sumberdaya alam; mencari kesempatan pengembangan diri & peningkatan pendapatan alternatif
Peran perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam; alternatif kegiatan untuk peningkatan kapasitas perempuan Pengambilan keputusan dalam kehidupan sehari-hari yang berimbang gender Dukungan aktivitas program
Perspektif perempuan dalam pengelolaan SDA di kawasan; kontak person; Ikut terlibat dalam program
Sujono
Ketertarikan program dalam penggunaan sarana informasi sebagai konsep penyadaran masyarakat
Pengembangan DAS Progo dari penguatan masyarakat hilir
Dukungan data dan informasi
Data tentang kondisi dan potensi Sub-DAS Tangsi, dukungan program dalam pengelolaan DAS Progo
Jamil , Langen
Penguatan Lembaga Kehutanan Desa
Penyadaran masyarakat tentang konservasi Sumberdaya Hutan
Dukungan data kehutanan dan aktivitas kelompok
Data kondisi riil lapangan; dukungan program pengelolaan hutan
16
17
Dinas Pertanian
PKK
18
BP DAS Progo
19
LMDH Desa Sutopati dan Sukorejo
Kismanto , Heru
104
Lampiran 2. Model konsep awal Kekeringan
Iklim/Cuaca
Pertumbuhan penduduk Sosial ekonomi
Kebakaran
Tidak ada Reboisasi
Perburuan Keimanan
Kesejahteraan
Kesadaran lingkungan
Pendidikan
Kesadaran Hukum Sistem nilai budaya
HUTAN POTORONO KECAMATAN KAJORAN Penebangan liar
Alih Fungsi Lahan
Wisata tidak ramah lingkungan
= Sasaran tidak langsung
= Ancaman langsung
= Sasaran tidak langsung yang akan dipengaruhi
105
Lampiran 3. Rencana peserta pelaksanaan diskusi kelompok fokus (FGD/Focussed group discussion) ( * ) TOPIK FGD Karakteristik Jumlah Peserta Jumlah Tim peserta setiap diskusi Diskusi 1 (Penebangan) Petani, Tukang kayu 5 – 7 orang 3 kali ( Desa 1 usia 30 s/d 45 tahun Sukomakmur , yang berhubungan Sutopati dan langsung dengan Krumpakan) penebangan di Potorono. 2 (Pembukaan Petani Hutan usia 30 5 – 7 orang 3 kali ( Desa 2 lahan) s/d 40 tahun yang Mangunrejo, mengelola lahan Sambak dan kehutanan dan Sukorejo) memahami perubahan fungsi hutan. 3 (tidak ada Petani hutan usia 25 5 – 7 orang 2 kali ( Desa 3 reboisasi) hingga 40 tahun yang Sukomakmur memahami persoalan dan Sutopati ) rehabilitasi hutan dan lahan Ibu-ibu usia 30-45 5-7 orang Desa 3 tahun yang Krumpakan memahami sejarah penghijauan desa * untuk pelaksanaan FGD di lakukan cross tempat karena masalah yang didiskusikan bersifat kritis/sensitif
106
Lampiran 4. Pertanyaan untuk diskusi kelompok fokus Tingkat TOPIK 1: TOPIK 2: pertanyaan Penebangan Pembukaan lahan 1. Pembuka Perkenalan: mohon Perkenalan: mohon sebutkan nama Anda sebutkan nama Anda Kegiatan apa saja yang anda lakukan selama bulan puasa ini? 2. Pertanyaan pembuka
3. Pertanyaan transisi
TOPIK 3: Tidak ada Reboisasi Perkenalan: mohon sebutkan nama Anda
Kegiatan apa saja yang anda lakukan selama bulan puasa ini? Kegiatan apa saja yang Kegiatan apa saja biasanya Anda lakukan yang biasanya Anda di dalam hutan? lakukan di dalam Bagaimana anda hutan? mengelola lahan Seperti itukah hutan? keikutsertaan anda mengelola lahan hutan? 1. Menurut Anda, 1. Menurut Anda, apakah masyarakat apakah masyarakat tergantung pada tergantung pada kelestarian hutan kelestarian hutan Potorono? Potorono?
Kegiatan apa saja yang anda lakukan selama bulan puasa ini? Jika Anda mendengar kata ”reboisasi’, apa pengertian anda tentang hal tersebut
2. Seperti apa bentuk ketergantungan tersebut ? 3. Bagaimana kondisi lahan hutan saat ini 3. Bagaimana kondisi jika dibandingkan 5 hutan saat ini jika dibandingkan 5 atau 10 atau 10 tahun yang lalu? tahun yang lalu? 4. Apakah disebabkan 4. apakah karena hutan dibuka untuk karena penebangan ditanami tanaman hutan? bukan tanaman hutan?
2. Seperti apa bentuk ketergantungan tersebut ?
2. Seperti apa bentuk ketergantungan tersebut?
1. Menurut Anda, apakah masyarakat tergantung pada kelestarian hutan Potorono?
3. Bagaimana kondisi pohon dan tumbuhan hutan saat ini jika dibanding dengan kondisi 5 atau 10 tahun lalu?
107
Lampiran 4. Pertanyaan untuk diskusi kelompok fokus (lanjutan) Tingkat pertanyaan 4. Pertanyaan kunci
5. Pertanyaan penutup
TOPIK 1: Penebangan 1. Bagaimana menurut anda penebangan hutan itu? 2. Apakah yang menyebabkan orang melakukan penebangan? 3. Budaya masyarakat yang seperti apa yang mempengaruhi kondisi hutan Potorono sehingga tidak dapat mendukung kehidupan masyarakat ? 4. Apakah perburuan hewan di hutan juga mempengaruhi kondisi ekosistem Potorono dan berdampak langsung pada masyarakat? 5. Hewan apa saja yang dapat ditemui dan dapatkah dihubungkan dengan keseimbangan alam hutan potorono? 6. Hewan unik apa yang anda ketahui pernah menghuni hutan Potorono 10 tahun lalu? Masihkah dapat ditemui sekarang? Dimana? Menurut anda bagaimana sebaiknya hubungan antara masyarakat dengan hutan agar tetap lestari, dan masyarakat tetap mendapat manfaat dari kelestarian tersebut?
TOPIK 2: Pembukaan lahan 1.Alasan apa saja yang membuat para petani membuka lahan hutan menjadi kebun? 2. Apakah akibat yang saat ini dirasakan dari perubahan lahan karena ditanami tanaman bukan pohon? 3. Budaya masyarakat yang seperti apa yang mempengaruhi kondisi hutan Potorono sehingga tidak dapat mendukung kehidupan masyarakat ? 4.Apakah perburuan hewan di hutan juga mempengaruhi kondisi ekosistem Potorono dan berdampak langsung pada masyarakat? Hewan apa saja yang dapat ditemui dan dapatkah dihubungkan dengan keseimbangan alam hutan potorono?
TOPIK 3: Tidak ada Reboisasi 1. Pentingkah ada reboisasi di tempat tinggal Anda? Menurut Anda, manfaat apa saja yang akan diterima dari adanya penanaman hutan kembali?
Menurut anda bagaimana sebaiknya hubungan antara masyarakat dengan hutan agar tetap lestari, dan masyarakat tetap mendapat manfaat dari kelestarian tersebut?
Cara-cara apa yang Anda sarankan agar kita dapat mendorong berjalannya kelestarian hutan hingga sampai cucucucu kita nantinya.
2. Apakah yang menyebabkan tidak adanya reboisasi di sini? 3. Budaya masyarakat yang seperti apa yang mempengaruhi kondisi hutan Potorono sehingga tidak dapat mendukung kehidupan masyarakat ?
108
Lampiran 5. Pertanyaan Survei KAP SURVEY PEMAHAMAN MASYARAKAT MENGENAI PERANAN DAN KONDISIHUTAN POTORONO BAGI KESEJAHTERAAN MANUSIA Nomor Responden : (
)
Nama pencatat (diisi langsung oleh pencatat): .............................................. (1) Nama desa (diisi oleh pencatat):: ________________ (2) Jenis kelamin (langsung diisi oleh pencatat, tidak perlu ditanyakan) [ ] Laki-laki
[ ] Perempuan
Salam sejahtera Bapak-bapak, Ibu, Saudara/i, Perkenalkan, nama saya ..... Saya sedang membantu sebuah organisasi untuk melaksanakan survey. Hari ini saya ingin meminta kesediaan waktu Bapak/Ibu/Sdr/i selama kurang lebih 20 30 menit untuk memberikan tanggapan terhadap beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan kondisi Hutan Potorono di kaki Gunung Sumbing, Kecamatan Kajoran, Magelang. Informasi di dalam wawancara ini akan kami jaga kerahasiaannya. Kami tidak akan menuliskan nama atau identitas diri Anda, kecuali nama desa dan umur. Tujuan wawancara ini adalah untuk mengetahui pendapat Bapak/Ibu/Sdr/i mengenai kondisi Hutan Potorono di kaki Gn. Sumbing. Pertanyaanpertanyaan berikut sangat penting berkaitan dengan keberlanjutan alam dan hidup kita. Semua masukan yang Anda berikan merupakan dasar yang sangat penting bagi kita semua untuk melestarikan alam yang tentu saja demi keberlanjutan hidup kita. Apakah Anda bersedia untuk diwawancara? Jika bersedia, mari kita mulai: (3) Berapa usia Bapak/Ibu/Saudara saat ini ? [ ] Kurang dari 15 Tahun
[ ] 15 - 19 tahun
[ ] 20 -24 tahun
[ ] 25 - 29 tahun
[ ] 30 -34 tahun
[ ] 35 -39 tahun
[ ] 40 - 44 tahun
[ ] 45 - 49 tahun
[ ] 50 - 54 tahun
[ ] 55 - 59 tahun
[ ] 60 - 64 tahun
[ ] 65 - 69 tahun
[ ] 70 - 74 tahun
[ ] 75 tahun keatas
(4) Apa tingkat pendidikan formal terakhir Anda? (PILIH HANYA 1 JAWABAN) [ ] Tidak sekolah
[ ] Tidak tamat SD
[ ] Tamat SD [ ] Tamat SMP/Setingkat
[ ] SMA
[ ] Perguruan Tinggi [ ] Lain - lain (sebutkan) ________________ (5) Apa pekerjaan Anda saat ini? (PILIH HANYA 1 JAWABAN) [ ] Petani
[ ] Pegawai negeri
[ ] Pegawai Swasta
[ ] Pengajar
[ ] Pedagang [ ]
Buruh [ ] Sopir angkot [ ] Pensiunan [ ] Tidak bekerja [ ] Pelajar [ ] Lain - lain (sebutkan) ______ (6) Apakah Anda membaca koran? [ ] Ya ( DILANJUTKAN KE PERTANYAAN: A - B)
[ ] Tidak ( LANGSUNG KE
NOMOR 7) (A) Seberapa seringkah Anda membaca berita dari koran? (PILIH HANYA 1 Jawaban)
109
[ ] Setiap hari [ ] Seminggu sekali
[ ] Seminggu beberapa kali
[ ] Sebulan beberapa kali
[ ] Lain - lain (sebutkan) ________________ (B) Koran apa yang PALING SERING Anda baca? (PILIH HANYA 1 JAWABAN) [ ] Kedaulatan Rakyat (KR) [ ] Kompas
[ ] Suara Merdeka
[ ] Wawasan [ ] Merapi
[ ] Lain - lain (sebutkan) ________________ (7) Apakah Anda mendengarkan radio? [ ] Ya ( DILANJUTKAN KE PERTANYAAN: A - D) [ ] Tidak (LANGSUNG KE NOMOR 8) (A) Seberapa seringkah Anda mendengarkan radio? (PILIH HANYA 1 JAWABAN) [ ] Sehari sekali, 2 jam atau lebih selama 4 jam atau lebih Tidak tentu
[ ] Sehari kurang dari 2 jam [ ] Seminggu beberapa kali
[ ] Seminggu beberapa kali selama kurang dari 4 jam
[]
[ ] Lain - lain (sebutkan) ________________
(B) Jam berapakah Anda biasanya mendengarkan radio (PILIH HANYA 1 JAWABAN) [ ] Jam 05.00 - 08.00 [ ] Jam 08.00 - 12.00 [ ] Jam 12.00 - 15.00 [ ] Jam 15.00 - 17.00 [ ] Jam 17.00 - 21.00 [ ] Jam 21.00 ke atas [ ] Tidak tentu [ ] Lain - lain (sebutkan) (C) Radio manakah yang PALING SERING Anda dengarkan? (Tolong PILIH 1 JAWABAN) [ ] Radio Polaris [ ] Radio Suara Tidar [ ] Radio CBS [ ] Radio Kenanga Mendut
[ ] Radio Swara
[ ] Lain - lain (sebutkan)________________
(D) Program acara radio apa yang PALING SERING Anda dengarkan (hanya 1 jawaban): [ ] Ceramah agama [ ] Musik [ ] Berita [ ] Pertanian
[ ] Lain - lain (sebutkan) ________________
(8) Apakah Anda sering atau tidak sering menonton acara JOGJA TV? [ ] Ya, sering (LANJUT KE PERTANYAAN: A-B) PERTANYAAN: A-B)
[ ] Ya, tidak sering (LANJUT KE
[ ] Tidak ( LANGSUNG KE NOMOR 9)
(A) Jam berapakah biasanya melihat JOGJA TV (PILIH HANYA 1 JAWABAN) [ ] Jam 10.00 - 15.00 [ ] Jam 15.00 - 20.00 [ ] Jam 20.00 - 24.00 [ ] Tidak tentu [ ] Lain - lain (sebutkan) ________________ (B) Jenis siaran apa yang PALING Anda gemari (PILIH HANYA 1 JAWABAN) [ ] Sinetron
[ ] Lawak
[ ] Dialog
[ ] Berita Daerah
[ ] Berita Nasional
[ ] Siaran Pedesaan
[ ] Lain - lain (sebutkan) ________________
(9) Jenis musik apa yang PALING SERING Anda dengarkan (PILIH HANYA 1 JAWABAN): [ ] Rock [ ] Dangdut
[ ] Qasidah
(sebutkan) ________________
[ ] Pop [ ] Gending/Gamelan [ ] Keroncong [ ] Lain - lain
110
(10) Orang mendapat informasi dari berbagai macam sumber. Saya akan membacakan daftar dari mana Bapak/Ibu/Saudara biasanya mendapatkan informasi mengenai cara program rehabilitasi lahan. Tolong tentukan apakah sumber informasi tersebut "Sangat dipercaya" sampai "Tidak dipercaya" (A) Informasi dari radio [ ] Sangat dipercaya
[ ] Dipercaya [ ] Agak dipercaya
tidak dipercaya [ ] Tidak dipercaya [ ] Sangat tidak dipercaya (B) Berita koran
[ ] Sangat dipercaya
(C) Staf desa atau Kepala desa [ ] Sangat dipercaya [ ] Agak tidak dipercaya
[ ] Tidak tahu
[ ] Dipercaya [ ] Agak dipercaya
tidak dipercaya [ ] Tidak dipercaya [ ] Sangat tidak dipercaya
[ ] Agak
[ ] Tidak tahu
[ ] Dipercaya [ ] Agak dipercaya
[ ] Sangat tidak dipercaya
[ ] Tidak tahu
(D) Pemimpin agama [ ] Sangat dipercaya [ ] Dipercaya [ ] Agak dipercaya
[ ] Agak tidak
dipercaya
[ ] Tidak dipercaya
[ ] Agak
[ ] Tidak dipercaya
[ ] Sangat tidak dipercaya
[ ] Tidak tahu
(E) Anggota keluarga [ ] Sangat dipercaya [ ] Dipercaya [ ] Agak dipercaya dipercaya
[ ] Tidak dipercaya
[ ] Sangat tidak dipercaya
[ ] Tidak tahu
(F) Teman [ ] Sangat dipercaya
[ ] Dipercaya [ ] Agak dipercaya
dipercaya
[ ] Sangat tidak dipercaya
[ ] Tidak dipercaya
[ ] Agak tidak
[ ] Tidak tahu
(G) Guru [ ] Sangat dipercaya
[ ] Dipercaya [ ] Agak dipercaya
dipercaya
[ ] Sangat tidak dipercaya
[ ] Tidak dipercaya
[ ] Agak tidak
[ ] Tidak tahu
(H) Pemerintah daerah [ ] Sangat dipercaya [ ] Dipercaya [ ] Agak dipercaya dipercaya
[ ] Tidak dipercaya
[ ] Sangat tidak dipercaya
[ ] Tidak dipercaya
[ ] Sangat tidak dipercaya
(J) Kelompok Tani [ ] Sangat dipercaya dipercaya
[ ] Tidak dipercaya
[ ] Agak tidak
[ ] Tidak tahu
[ ] Dipercaya [ ] Agak dipercaya
[ ] Sangat tidak dipercaya
[ ] Agak tidak
[ ] Tidak tahu
(I) Berita dari majalah [ ] Sangat dipercaya [ ] Dipercaya [ ] Agak dipercaya dipercaya
[ ] Agak tidak
[ ] Agak tidak
[ ] Tidak tahu
Pertanyaan berikut ini berkaitan dengan pengelolaan lahan dan pengelolaan kawasan hutan Potorono (11) Apakah anda memiliki lahan garap (BISA PILIH LEBIH DARI 1 JAWABAN) [ ] Punya, milik sendiri (LANJUT KE PERTANYAAN 11A-Eÿ ) [ ] Punya, bagi hasil dengan orang lain (LANJUT PERTANYAAN 11A - E)
[ ] Punya, mengelola lahan negara (LANJUT
PERTANYAAN 11A-Eÿ ) [ ] Tidak punya (LANJUT KE PERTANYAAN 12) (A) Seberapa luaskah kira-kira lahan garap anda? (SILAKAN PILIH 1 JAWABAN)
111
[ ] 0 - 0, 25 ha [ ] 0,26 - 0,50 ha
[ ] 0,50 - 1 ha [ ] 1 - 2 ha
[ ] 2 ha - 5 ha [ ] Tidak tahu
[ ] Lain - lain (sebutkan) ________________ (B) Jenis tanaman apa yang anda kembangkan (boleh menjawab lebih dari satu) [ ] Sayuran (misal : kentang, kubis, loncang) [ ] Palawija (misal : kacang panjang, kacang tanah) [ ] Padi [ ] Pakan Ternak albasia,sengon)
[ ] Tanaman tegal (misal :ubi kayu, jagung) [ ] Kayu (misal:
[ ] Buah-buahan (misal rambutan)
Jahe) [ ] Rempah (misal :panili, lada)
[ ] Empon-empon (misal : kunyit,
[ ] Tanaman obat-obatan
[ ] Lain - lain
(sebutkan) ________________ (C) Sistem pertanian apa yang selama ini anda gunakan? (PILIH HANYA 1 JAWABAN) [ ] Pertanian organik
[ ] Pertanian non organik
[ ] Pertanian campuran
[ ] Tidak tahu
[ ] Lain - lain (sebutkan) ________________ (D) Hal-hal apa saja yang mendorong Anda untuk membuka hutan menjadi lahan garap? (BOLEH PILIH 1 - 3 JAWABAN) [ ] Kekurangan lahan "menganggur" [ ] Menjaga lahan hutan punya alasan jelas
[ ] Memanfaatkan lahan
[ ] Perluasan produksi pertanian
[ ] Tidak
[ ] Tidak tahu [ ] Lain - lain (sebutkan) ________________
(E) Apa yang Anda lakukan untuk meningkatkan penghasilan dari lahan garap? (PILIH HANYA 1 JAWABAN) [ ] Memperluas lahan pabrikan
[ ] Menggunakan pupuk dan pestisida
[ ] Mengembangkan tanaman jangka pendek [ ] Menggunakan pupuk kandang
[ ] Mengembangkan tanaman buah-buahan [ ] Mengembangkan hasil hutan bukan kayu [ ] Tidak tahu
[ ] Lain - lain (sebutkan) ________________
(12) Menurut Anda, seberapa penting menjaga kawasan hutan? (PILIH HANYA 1 JAWABAN)[ ] Sangat penting penting
[ ] Penting
[ ] Tidak seberapa penting
[ ] Tidak
[ ] Sangat tidak penting [ ] Tidak tahu
(13) Menurut Anda, siapa yang bertanggung jawab untuk memelihara hutan? (BOLEH LEBIH DARI 1 JAWABAN) [ ] Kepala Desa
[ ] Pemerintah Kabupaten
Pusat [ ] Dinas Kehutanan [ ] Pemilik Lahan
[ ] Perum Perhutan
[ ] Pemerintah [ ] Saya Sendiri
[ ] Tidak tahu [ ] Lain - lain (sebutkan)________________ (14) Dalam 6 bulan terakhir ini, kegiatan apa saja di bawah ini yang telah Anda lakukan di kawasan hutan?(BOLEH LEBIH DARI 1 JAWABAN) [ ] Menanam pohon Mengambil kayu untuk dijual [ ] Pembibitan untuk reboisasi Desa tentang Lingkungan Hidup
[]
[ ] Mengusulkan Peraturan
[ ] Mengembangkan pakan ternak di lahan hutan yang
112
kosong [ ] Berburu
[ ] Membuka hutan untuk lahan garap
[ ] Mengantar orang untuk
berburu [ ] Tidak melakukan kegiatan apa-apa di hutan [ ] Lain - lain (sebutkan) ____________ (15) Berdasarkan pengetahuan Anda, sebutkan minimal 3 manfaat hutan terhadap kehidupan manusia [ ] Tempat hidup serangga penyerbuk(misal;Kupu-kupu) [ ] Wilayah untuk menyimpan air
[ ] Penghasil Kayu
[ ] Penghasil Oksigen [ ] Tempat hidup hewan liar [ ] Penghasil
pakan ternak [ ] Penghasil tanaman obat-obatan
[ ] penghasil buah-buahan
[ ] Lain - lain
(sebutkan) ________________ (16) Berikut ini saya ingin menanyakan beberapa hal yang berkaitan dengan pendapat Anda tentang lingkungan hidup (alam) kita.( PILIH HANYA 1 JAWABAN ) (A) Hutan kita sehat dan memiliki banyak satwa liar [ ] Sangat setuju Tidak setuju
[ ] Setuju
[]
[ ] Sangat tidak setuju [ ] Tidak yakin
(B) Hutan Potorono telah dikelola berdasarkan kondisi lokal [ ] Sangat setuju [ ] Tidak setuju
[ ] Setuju
[ ] Sangat tidak setuju [ ] Tidak yakin
(C) Sumber - sumber mata air telah dijaga dengan baik [ ] Sangat setuju
[ ] Setuju [ ] Tidak
setuju [ ] Sangat tidak setuju [ ] Tidak yakin (D) Pertanian yang dilakukan saat ini sudah berwawasan lingkungan [ ] Sangat setuju Setuju [ ] Tidak setuju
[]
[ ] Sangat tidak setuju [ ] Tidak yakin
(E) Program perbaikan lahan sudah berhasil dillaksanakan dengan baik di Potorono [ ] Sangat setuju
[ ] Setuju
[ ] Tidak setuju
[ ] Sangat tidak setuju [ ] Tidak yakin
(F) Pengelolaan hutan merupakan tanggungjawab saya [ ] Sangat setuju [ ] Setuju Tidak setuju
[]
[ ] Sangat tidak setuju [ ] Tidak yakin
(G) Keberadaan hutan yang baik mampu mendukung ekonomi masyarakat [ ] Sangat setuju [ ] Setuju
[ ] Tidak setuju
[ ] Sangat tidak setuju [ ] Tidak yakin
(17) Di dalam 6 bulan terakhir, apakah Anda atau orang yang Anda kenal melakukan penebangan pohon di hutan? (PILIH HANYA 1 JAWABAN) [ ] Ya [ ] Tidak
[ ] Tidak yakin[ ] Tidak tahu
(18) Ketika melihat ada orang yang melakukan penebangan di sekitar mata air, apakah yang akan Anda lakukan (BERIKAN HANYA 1 JAWABAN)[ ] Membiarkan [ ] Menegur [ ] Memperingatkan
[ ] Membantu [ ] Melaporkan ke pihak berwenang [ ] Tidak tahu [ ] Lain
- lain (sebutkan) ________________
113
(19) Jika Anda melihat lingkungan alam di sekitar kita gundul, tindakan apa yang akan Anda lakukan (PILIH HANYA 1 JAWABAN) [ ] Membiarkan hingga musim hujan tiba [ ] Memanfaatkan sebagai lahan tanaman sayuran dan palawija[ ] Memanfaatkan sebagai lahan untuk pakan ternak
[ ] Mengusahakan untuk penghutanan kembali
[ ] Tidak tahu [ ] Lain
- lain (sebutkan)_________ (20) Menurut pendapat Anda, apa alasan UTAMA mengapa orang melakukan penebangan kayu di hutan? (PILIH HANYA 1 JAWABAN) [ ] Utamanya untuk kayu bakar menaungi pakan ternak
[ ] Utamanya untuk dijual
[ ] Utamanya karena
[ ] Utamanya untuk budidaya ketela dan jagung
[ ] Tidak tahu
[ ] Lain - lain (sebutkan) ________________ (21) Menurut Anda apakah akibat utama dari adanya penebangan liar atau penebangan yang tidak berprosedur (BOLEH PILIH 1 - 3 JAWABAN) [ ] Tidak akan terjadi sesuatu yang buruk [ ] Bisa mempunyai lahan untuk berkebun Sumber-sumber air menjadi kering
[ ] Hilangnya hewan-hewan di gunung
[ ] Banyak hama [ ] Panas
[]
[ ] Kesuburan tanah
tidak ada lagi [ ] longsor dan banjir [ ] Hilangnya serangga penyerbuk tanaman [ ] Tidak tahu [ ] Lain - lain (sebutkan)________________ Selanjutnya, saya akan menanyakan beberapa hal yang berkaitan dengan perbaikan/rehabilitasi lahan (22) Menurut pengetahuan Anda, apakah yang dimaksud dengan "REHABILITASI HUTAN"? (PILIH HANYA 1 JAWABAN) [ ] Membuat teras siring [ ] Usaha memperbaiki fungsi lahan [ ] Mengusahakan lahan kosong untuk ditanami tanaman semusim [ ] Merombak lahan
[]
Tidak tahu [ ] Lain - lain (sebutkan)__________ (23) Menurut Anda apa saja yang menjadi keuntungan dari adanya rehabilitasi/perbaikan hutan? (BOLEH PILIH LEBIH DARI 1 JAWABAN) [ ] Mendapat lahan garap
[ ] Menambah
pemasukan ekonomi [ ] Menjaga kesuburan tanah [ ] Tabungan masa depan
[ ] Mencegah
Erosi [ ] Menjaga mata air [ ] Tidak tahu [ ] Lain - lain (sebutkan) ________________ (24) Kerugian apa saja yang mungkin Anda terima dari rehabilitasi hutan? (BOLEH LEBIH DARI 1 JAWABAN) [ ] Menambah pekerjaan
[ ] Mengurangi hasil pertanian
Perlu waktu lama [ ] Sulit dilakukan[ ] Harus menjaga tanaman kayu [ ] Tidak tahu [ ] Lain - lain (sebutkan) ______________
[]
[ ] Membuang waktu
114
(25) Berikut saya akan menanyakan pendapat Bapak/Ibu/Saudara berkaitan dengan perbaikan/rehabilitasi lahan dan mohon dijawab dengan "Sangat setuju" hingga "Sangat tidak setuju" (A) Program rehabilitasi tidak memberikan keuntungan kepada masyarakat/petani umumnya [ ] Sangat setuju [ ] Setuju
[ ] Tidak setuju
[ ] Sangat tidak setuj [ ] Tidak yakin
(B) Masyarakat/petani tidak dilibatkan dalam program rehabilitasi [ ] Sangat setuju Setuju [ ] Tidak setuju
[]
[ ] Sangat tidak setuju [ ] Tidak yakin
(C) Hilangnya sumber - sumber mata air Kawasan Potorono di Kaki Gunung Sumbing disebabkan kerusakan hutan [ ] Sangat setuju Sangat tidak setuju
[ ] Setuju
[ ] Tidak setuju
[]
[ ] Tidak yakin
(D) Program rehabilitasi adalah menanam pohon di lahan yang kritis [ ] Sangat setuju Setuju [ ] Tidak setuju
[]
[ ] Sangat tidak setuju [ ] Tidak yakin
(E) Program rehabilitasi banyak mengalami kegagalan karena hambatan di lapangan [ ] Sangat setuju [ ] Setuju
[ ] Tidak setuju
[ ] Sangat tidak setuju [ ] Tidak yakin
(F) Petani atau masyarakat sangat berperan dalam suksesnya program rehabilitasi [ ] Sangat setuju [ ] Setuju
[ ] Tidak setuju
[ ] Sangat tidak setuju [ ] Tidak yakin
(26) Berdasarkan pengetahuan Anda, jenis pohon apa saja yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan berperan penting dalam menjaga sumber air di desa Anda? (Boleh lebih dari 1 jawaban) [ ] Pohon Beringin [ ] Durian
[ ] Pohon Aren[ ] Kakao
[ ] Petai
[ ] Pohon Pinus
[ ] Pakis[ ] Rotan
[ ] Tidak tahu [ ] Lain - lain (sebutkan)
(27) Menurut Anda, hal-hal apa saja yang dapat menjamin keberhasilan rehabilitasi hutan dalam jangka panjang (DAPAT MEMILIH 1-3 JAWABAN) [ ] Adanya kerjasama pemerintah,masyarakat dan organisasi lain Pemerintah atau organisasi lain
[ ] Adanya bantuan bibit dari
[ ] Pendidikan lingkungan bagi masyarakat[ ] Penegakan
aturan [ ] Penanaman bibit pohon hasil diskusi bersama
[ ] membentuk kelompok yang kuat
[ ] Tidak tahu [ ] Lain - lain (sebutkan) ________________ Berikut ini saya akan menanyakan beberapa hal berkaitan dengan keberadaan satwa di Hutan Potorono (28) Menurut Anda, apakah satwa di Hutan Potorono yang tepat untuk menjadi lambang kebanggaan bagi Anda: (SILAKAN LIHAT GAMBAR HEWAN-HEWAN BERIKUT DAN
115
PILIH HANYA 1 JAWABAN) [ ] Burung Betet
[ ] Elang Jawa [ ] Kijang
[ ] Landak
[ ] Trenggiling [ ] Lain - lain (sebutkan) ________________ (A) Dalam 6 bulan terakhir, di mana saja Anda pernah melihat/mendengar satwa ini dijadikan simbol? (BOLEH LEBIH DARI 1 JAWABAN) [ ] Radio [ ] Majalah
[ ] Billboard
pernah mendengar
[ ] Lagu[ ] Poster
[ ] Televisi
[ ] Surat kabar
[ ] Tidak pernah melihat
[ ] Tidak
[ ] Lain - lain (sebutkan) ________________
(B) Bagaimana keberadaan satwa yang Anda sebutkan tersebut (tentukan 1 jawaban dari pilihan yang tersedia): [ ] Sudah langka
[ ] Tidak ditemui lagi [ ] Banyak
[ ] Sesekali ditemukan
[ ] Tidak tahu (29) Apakah Anda pernah melihat orang berburu di kawasan Hutan Potorono? [ ] Ya (LANJUTKAN KE A) [ ] Tidak (LANJUTKAN KE NO. 30) (A) Menurut Anda siapakah yang paling sering berburu satwa di kawasan Potorono? (PILIH HANYA 1 JAWABAN)[ ] Orang luar yang tidak dikenal [ ] Masyarakat sekitar Potorono
[ ] Orang desa luar kawasan Potorono
[ ] Tidak tahu [ ] Lain - lain (sebutkan________________
(30) Menurut Anda, slogan apa yang memberikan rasa bangga terhadap kawasan hutan Potorono? (PILIH HANYA 1 JAWABAN) [ ] Hutan Potorono Lestari, Masyarakat Sejahtera
[ ] Hijau Potoronoku, Lestari Kehidupanku
[ ] Hijaunya Alamku, Sejahtera Potoronoku [ ] Lestari Alamku, Warisan Hidup Berkelanjutan [ ] Lestari Potoronoku, Lestari Tangsiku
[ ] Lain - lain (sebutkan) ________________
Berikut ini pertanyaan yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat (31) Apa pendapat Anda mengenai penggunaan pestisida non organik? (PILIH 1 JAWABAN) [ ] Membantu Petani
[ ] Merusak lingkungan hidup [ ] Memperingan kerja petani [ ] Murah dan
mudah [ ] Tidak tahu [ ] Lain - lain (sebutkan)__________ (32) Berasal dari manakah air yang dikonsumsi oleh bapak/ibu/saudara selama ini (PILIH HANYA 1 JAWABAN) [ ] Sumur
[ ] Mata air
[ ] Sumur bor [ ] PAM
[ ] Tidak tahu
[ ] Lain - lain (sebutkan) ________________ (A) Berapa jauhkah letak sumber air dari tempat tinggal anda (PILIH HANYA 1 JAWABAN) [ ] Kurang dari 20 meter [ ] 20 - 50 meter
[ ] 50 - 100 meter
[ ] 100 - 500 meter
dari 500 meter [ ] Tidak tahu [ ] Lain - lain (sebutkan)_______________
[ ] lebih
116
(B) Pada musim penghujan, bagaimana kondisi air sebelum dikonsumsi (PILIH HANYA 1 JAWABAN) [ ] Jernih
[ ] Agak keruh [ ] Keruh
[ ] Berwarna lain
[ ] Lain - lain
(sebutkan) ________________ (C) Jika air dikelola oleh lembaga masyarakat pengelola air berapakah iuran per bulan yang pantas (PILIH 1 JAWABAN) [ ] Rp2500,- - Rp5000,Rp7500,- - Rp10.000,-
[ ] Rp5000,- - Rp7500,-
[]
[ ] Lain - lain (sebutkan) ________________
(33) Biasanya apa yang dilakukan masyarakat sebelum makan ( PILIH HANYA 1 JAWABAN) [ ] Langsung makan karena menggunakan sendok
[ ] Cuci tangan dengan air
[ ] Mencuci
tangan dengan sabun [ ] Membersihkan tangan dengan lap [ ] Tidak melakukan apa-apa [ ] Lain - lain (sebutkan) ________________ (34) Menurut Anda apakah bentuk keterkaitan antara hutan dan kesehatan ( BISA LEBIH DARI 1 JAWABAN ) [ ] Hutan menyediakan udara bersih [ ] Hasil hutan untuk membeli obat [ ] hutan menyediakan air bersih [ ] hutan menyediakan tanaman obat [ ] hutan tempat hidup hewan pembawa penyakit
[ ] Lain - lain (sebutkan)__________
(35) Tolong sebutkan upaya yang dilakukan dalam menjaga hutan agar kesehatan masyarakat meningkat (PILIH 3 JAWABAN) [ ] Memberitahu petugas ada kegiatan-kegiatan yang merusak hutan [ ] Menanam pohon pelindung mata air
[ ] Menanam tanaman obat di hutan [ ]
Menanam pohon di lahan kritis untuk menjaga kelestarian kegiatan perlindungan hutan [ ] Tidak mengambil kayu hutan di hutan
[ ] Terlibat dalam kegiatan[ ] Tidak membuka lahan baru
[ ] Lain - lain (sebutkan)__________
TERIMA KASIH ATAS WAKTU YANG TELAH ANDA LUANGKAN. SEMUA JAWABAN ANDA BERIKAN SANGAT PENTING DAN BERHARGA BAGI KITA SEMUA
117
Lampiran 6. Distribusi kuesioner: Desa
Total populasi
Persentase distribusi kuesioner Total jiwa desa/total populasi target site X 100%
Sukomakmur
5158
Sambak
2180
Mangunrejo
332
Krumpakan
1016
Sukorejo
1250
Sukomulyo
2113
Banjaragung
1394
Sutopati
7074
Total Total responden
5158/20517 X 100% = 25% 2180/20517 x 100% = 10,6% 332/20517 X 100% = 2% 1016/20517 x 100% = 5% 1250/20517 x 100% = 6% 2113/20517 x 100% = 10,3% 1394/20517 X 100% = 7% 7074/20517 x 100% = 34,5%
Jumlah distribusi kuesioner di setiap desa Persentase dist.kuesioner X total responden target site 0.25 X 411 = 102,75 0,106 x 411 = 41 8,22
Jumlah distribusi kuesioner di setiap desa (penyesuaian) Pembulatan ke atas
103 ∞ 110 41 ∞ 45 9 ∞ 15
0,05 x 411 = 20,5 0,06 x 411 = 24,66 0,103 x 411 = 42,33 0,07 x 411 = 28,77 0,345 x 411 = 141,79
21 ∞ 25
20517 x 2% = 411 orang
450
25 ∞ 30 43 ∞ 50 29 ∞ 30 142 ∞ 145
20.517
- kelompok target ; Jumlah total populasi = 21.517 dengan usia produktif (21-45)=10.662. Kelompok target berjumlah = 411 orang (untuk validitas digunakan 450 orang/pembulatan keatas)(=2% dari total populasi) - kelompok kontrol : Desa Botosari dan Kaliombo Kabupaten Pekalongan : jumlah populasi total; 1.584 dengan jumlah usia produktif(21-45)= 760. Kelompok kontrol = 36,7 (37) orang ( 2 % dari total populasi ). Teknik sampel : Simple Random Sampling/ acak sederhana, dengan metode mewancarai setiap orang ketiga yang ditemui sebagai kelompok responden.
118 Lampiran 7. Skema rencana kerja Kampanye Pride di Kawasan Hutan Produksi-Lindung Potorono-Gunung Sumbing Kegiatan
Tahapan perencanaan (workshop, FGD, survei) Factsheet (disain/perancangan) Distribusi factsheet Poster (disain/perancangan) Distribusi poster Lembar berita Booklet pemanfaatan hutan Billboard (disain) Pemasangan billboard Penjangkauan masyarakat Workshop Langgam/gendhing Penyiaran diperdengarkan ke publik Lembar dakwah Pin/badge (disain) Distribusi pin/badge Panggung boneka (pembuatan) Pertunjukkan panggung boneka Kostum (pembuatan) Pertunjukkan kostum Lagu konservasi Penyiaran lagu konservasi Booklet pengelolaan kebun terpadu Pengembangan bibit Lomba masak
OctoberDesember 2006
2007 1
2
3
4
5
6
2008 7
8
9
10
11
12
1
2
3
4
119
Lampiran 8. Ringkasan kegiatan kampanye yang telah dilakukan Kegiatan
Lokasi
Target Audience
Capaian perubahan
Kunjungan sekolah
10 SD/MI
1000 anak-anak 60 guru (600 perempuan, 420 laki-laki)
Pelatihan Tungku Hemat Kayu
Desa Sukomakmur
30 orang (12 Perempuan, 18 lakilaki)
Kegiatan seni Budaya
Desa Sukomakmur, Krumpakan
Pendampingan kelompok Konservasi
Krumpakan, Sutopati, Sukomakmur, Sambak
Pemuda, kelompok wanatani ( total 84 orang, 12 perempuan, 72 lakilaki)
Penguatan 1 kelompok konservasi dan Terbentuknya 3 kelompok konservasi
Dakwah di Radio
Magelang
Masyarakat umum di Magelang
Perluasan informasi lewat agama ke seluruh wilayah Magelang
Pemutaran Lagu di Radio
Magelang
Masyarakat umum di Magelang
Perluasan informasi lewat agama ke seluruh wilayah Magelang
Pendampingan Kelompok Ibu-Ibu
Sukomulyo dan Sukomakmur
25 perempuan anggota PKK
Peningkatan peran ibu-ibu dalam konservasi dan pendidikan lingkungan hidup bagi keluarga
Dukungan Pers
Seluruh Kawasan
Daerah
Perluasan informasi aksi konservasi dan dukungan perubahan
Pekan Penanaman Kawasan
Seluruh Kawasan
Daerah
Partisipasi masyarakat dan stakeholder dalam penjagaan kawasan
Lomba Masak Konservasi
Desa Sukomulyo
Ibu-ibu PKK dan Pemerintah desa (Total lebih dari 500 orang)
Peningkatan peran Ibu-ibu dalam rehabilitasi kebun dan pekarangan
Pelatihan Interpreter
Desa Sutopati
22 orang ( 15 lakilaki, 7 perempuan)
Peningkatan kemampuan pengelola wisata dalam edukasi lingkungan hidup
Workshop Kelola Kebun dan Hutan Lestari
Seluruh desa
Total peserta 40 orang (4 perempuan dan 36 orang lakilaki)
Resolusi persoalan pengelolaan hutan dengan pemangku kebijakan dan stakeholder yang lain.
Pengurangan tekanan kepada hutan, peningkatan kegiatan konservasi Aksi penjagaan air dalam ritual seni dan budaya
120
Lampiran 9. Ringkasan materi cetak kampanye yang telah diproduksi Bentuk Materi
Jumlah produksi
Keterangan Lain
Poster
2500 eksemplar
Ukuran A3, Dukungan dari percetakan sebanyak 500 eksemplar.
Facsheet
2000 eksemplar
Ukuran A4, dukungan dari percetakan dalam kualitas dan jenis kertas yang tebal
Pin
1000 eksemplar
Diameter 8 cm.
Buklet Kolaborasi
750 eksemplar
20 hal, persegi panjang ukuran 14x28 cm
Buklet Kebun Terpadu
1500 eksemplar
32 hal, persegi ukuran 14 x 14 cm
Buklet Hutan Lestari
1000 eksemplar
94 hal, persegi 14x14 cm
Komik
1500 eksemplar
24 hal, persegi panjang ukuran 12x20 cm
Lembar dakwah
750 eksemplar
A4 – berapa seri?
1 buah
Maskot berbentuk Elang Jawa, ukuran orang dewasa
Panggung Boneka
1 set (terdiri dari: Panggung boneka dan 5 buah boneka tangan)
Ukuran 175 cm x 200 x 200
Lagu Konservasi
4 buah
Mendapat dukungan dari mahasiswa Univesitas Muhammadiyah Magelang.
Buklet Tungku
1750 eksemplar
Ukuran 14cmx20cm
Buklet Tungku untuk remaja
1000 eksemplar
Ukuran 14cm x20cm
Kalender
2500 eksemplar
Ukuran 40x60cm
Billboard
3 buah
Ukuran 4,15x2,5m (1 buah) ukuran 3 x 2,5m (2 buah)
121
Lampiran 10. Rencana Monitoring dan Evaluasi Program Tahap akhir dari kampanye adalah monitoring dan evaluasi kegiatan. Dalam tahap monitoring dan evaluasi diamati hal-hal sebagai berikut: Strategi Monitoring Umum: •
Mengukur perubahan yang terjadi secara periodik terhadap luasan hutan yang yang ada dan atau luas lahan yang dihutankan kembali serta keanekaragaman hayatinya serta tahapan .
•
Survey pengetahuan, sikap dan perilaku dan membandingkan hasil yang didapat pada awal kampanye dan setalah akhir kampanye.
Sasaran Antara 1 Pada akhir program, 487 hektar hutan dengan nilai konservasi dan perlindungan DAS tinggi di desa Mangunrejo, Krumpakan dan Sukomulyo berada di bawah pengelolaan yang lebih baik berbasis masyarakat dan secara berarti (signifikan) mengurangi resiko konversi lahan. Strategi Monitoring: •
Mengukur menurunnya luasan hutan yang dikonversi di Mangunrejo, Krumpakan dan Sukomulyo.
•
Survey pengetahuan, sikap dan perilaku dan membandingkan hasil yang didapat pada awal kampanye dan setalah akhir kampanye.
APA
BAGAIMANA
(indikator)
(metode & cara)
Luas area (dalam ha) yang dipertahankan /dipulihkan sebagai hutan serta tidak dikonversi
Observasi lapangan untuk membandingkan luasan area sebelum dan setelah program
Sikap masyarakat target mengenai rehabilitasi lahan
Survey di awal dan akhir kegiatan kampanye
KAPAN
SIAPA
DI MANA
KETERANGAN Kegiatan yang dijalankan
Awal pelaksanaan (Bln 1) Akhir pelaksanaan (Bln 12) Survey awal: Nov 2006 Survey akhir: Februari 2008
Panji, Tim Pride, ESP, kelompok wanatani
Tiga desa target: Mangunrejo, Krumpakan,
Manajer Kampanye dengan dukungan enumerator
Di 8 desa target Kampanye Pride
Factsheet Poster Lembar berita Booklet pemanfaatan hutan Billboard Penjangkauan masyarakat Workshop Langgam/Gendhin g Lembar Dakwah Pin/badge Panggung boneka Kostum
122
Lampiran 10. Strategi monitoring (lanjutan) Sasaran Antara 2 Setelah 12 bulan kampanye, keanekaragaman hayati dari 488 ha hutan produksi lama di Sukorejo , Banjaragung, dan Sutopati akan diperkaya melalui penanaman setidaknya 10,000 batang pohon dari minimal 3 jenis spesies lokal. Strategi Monitoring: •
Mendokumentasikan setiap kegiatan penanam yang berkaitan dengan upaya memperkaya keanekaragaman hayati di Sukorejo, Banjaragung dan Sutopati.
•
Mengukur.Survey pengetahuan, sikap dan perilaku dan membandingkan hasil yang didapat pada awal kampanye dan setalah akhir kampanye.
APA
BAGAIMANA
(indikator)
(metode & cara)
Kegiatan penanaman masyarakat desa
Sikap dan tindakan masyarakat target terhadap penebangan kayu
Mencatat setiap kegiatan penanaman: waktu, tempat, jenis pohon, jumlah bibit yang ditanam, luasan penanam
Survey di awal dan akhir kegiatan kampanye
KAPAN
Awal pelaksanaan (Bln 1) Akhir pelaksanaan (Bln 12)
Survey awal: Nov 2006 Survey akhir: Februari 2008
SIAPA
DI MANA
Panji, Tim Pride, ESP, kelompok wanatani
Tiga desa target: Sukorejo, Banjaragung, Sutopati
Manajer Kampanye dengan dukungan enumerator
Di 8 desa target Kampanye Pride
KETERANGAN Factsheet Poster Lembar berita Billboard Pin/badge Panggung boneka Kostum Lagu konservasi Booklet pengelolaan kebun terpadu Pengembangan bibit Lomba masak Program interpretasi Pekan penanaman pohon
123
Lampiran 10. Strategi monitoring (lanjutan) Sasaran Antara 3 Selama 1 tahun periode kampanye, terbentuk pengelolaan hutan kolaborasi yang menjamin konservasi hutan alami seluas 125 ha dengan nilai keanekaragaman hayati yang tinggi di Sukomakmur.
Strategi Monitoring: •
Mendokumentasikan proses/tahapan perencanaan pengelolaan hutan kolaborasi.
•
Survey pengetahuan, sikap dan perilaku dan membandingkan hasil yang didapat pada awal kampanye dan setalah akhir kampanye.
APA
BAGAIMANA
(indikator)
(metode & cara)
Tahapan penyusunan rencana hutan kolaborasi
Mencatat proses perencanaan pengelolaan hutan kolaborasi (identifikasi masalah, pemetaan bersama masyarakat, drafting rencana pengelolaan kolaborasi, membangun kesepakatan)
Sikap masyarakat target mengenai tanggung jawab pengelolaan hutan
Survey di awal dan akhir kegiatan kampanye
KAPAN
Mengukur secara periodik mulai dari awal proses sampai dengan akhir
Survey awal: Nov 2006 Survey akhir: Februari 2008
SIAPA
DI MANA
Panji dan Tim Pride
Di Desa Sukomakmur
Manajer Kampanye dengan dukungan enumerator
Di 8 desa target Kampanye Pride
KETERANGAN Lomba menggambar Factsheet Poster Lembar berita Pin/badge Panggung boneka Kostum Lagu konservasi Booklet kolaborasi Perencanaan kolaborasi Komik Pelatihan tungku hemat bahan bakar Posyandu Teater Kalender
124
Lampiran 11. Gambaran Desa Target Studi Kampanye Bangga Nama Desa
Luas Area (ha)
Kondisi Daerah
Sukomakmur
832,26 ha
Tegal; 456,32 ha, pekarangan; 23,35 ha, Hutan Rakyat;6,5 ha, Hutan negara; 125,25 ha. Topografi pegunungan, berbukit-bukit dan lereng curam kemiringan >40%. Terdapat 70 titik mata air. Hampir tidak dapat ditemukan wilayah hunian tegakan vegetasi yang lebat.
Sutopati
999 ha
Hutan rakyat 75 ha, hutan negara 200 ha, 5% berupa sawah sisanya tegalan dan pemukiman. Topografi berbukit dan berlereng kemiringan >40%. Terdapat 25 titik mata air.
400 ha
115 ha kritis, Sawah 72 ha, Kebun campur 25 ha, Tegal 70 ha, Hutan Negara 73 ha. Terdapat 10 titik mata air. Topografi berbukit dan berlereng agak curam > 40%.
Sukomulyo
418,96 ha
5,8 ha lahan hutan dalam kondisi kritis. Sawah lahan kering dan Basah seluas 113,6 ha, Kebun campur seluas 24,5 ha, Tegal seluas 79,6 ha. Hutan negara seluas 180 ha. Terdapat 13 titik mata air di desa ini. Topografi berbukit dengan lereng tidak terlalu curam tetapi > 30%.
Banjaragung
149,516 ha
Lahan sawah seluas 126,41 ha, tegalan 4,64 ha pekarangan seluas 18,46 ha. Topografi desa berlereng tetapi tidak curam. Kemiringan dibawah 30%
Krumpakan
163 ha
Seluas 17 ha lahan hutan desa dalam kondisi kritis. Lahan sawah seluas 40 ha, 80 ha tegal dan hutan rakyat, 37 ha hutan negara. Topografi desa berbukit setengah curam kemiringan >30%.
402,52 ha
25 ha lahan masyarakat mulai kritis. 85 ha berupa persawahan, 15,08 ha lahan pemukiman dan pekarangan, 62,67 berupa lahan tegal atau hutan rakyat, serta hutan negara wengkon desa seluas 70 ha. Topografi agak landai kemudian menaik ke bentuk perbukitan < 30%.
334,5 ha
132 ha berupa lahan persawahan, 43,5 kebun campur, tegal seluas 66,6 ha dan hutan rakyat seluas 110 ha. Topografi berbukit dengan kelerengan tidak begitu curam (>300), sedang hutan negara wengkon desa seluas 80 ha kemiringan < 30%
Sukorejo
Mangunrejo
Sambak
Sumber: Profil Desa ESP Regional Jawa Tengah dan DIY, 2006
125
Lampiran 12: Populasi dan gambaran umum masyarakat di desa target Desa
Total populasi
Kondisi umum masyarakat
5.158
Berpendidikan formal rata-rata sekolah dasar atau bahkan tidak tamat, bermata pencaharian sebagai petani terutama sayuran, dan tanaman semusim lainnya. Kondisi di pemukiman padat dengan jarak antar rumah satu dengan yang lain sangat dekat atau bahkan sambung.
7.074
Mata pencaharian utama dari bertani, berdagang dan sebagai buruh pengusaha di agrobisnis tanaman pakis. Tingkat pendidikan utama sebagian besar masyarakat tidak lulus Sekolah Dasar. Pemukiman penduduk di beberapa dusun dari 13 dusun cukup padat dan jarak rumah satu dengan yang lain sangat dekat.
1.250
Mata pencaharian utama dari bertani terutama lahan sawah dan tegal, sebagian lan menjadi buruh, pegawai atau pedagang. Rata-rata masyarakat mengenyam pendidikan sampai sekolah dasar dan 10% tidak mengenyam pendidikan. Pemukiman penduduk untuk di salah satu dusun dari 3 dusun yang ada cukup padat dan rapat. sedang untuk dua dusun yang lain tidak begitu rapat, lebih banyak di pisahkan oleh pekarangan
1.016
Mata pencaharian utama dari bertani terutama pertanian lahan sawah serta dari beternak dan hasil hutan non kayu. Sebagian lain berprofesi sebagai pegawai, buruh dan pedagang. Tingkat pendidikan formal masyarakat rata-rata hingga SMP atau SMA.
1.394
Sebagian besar masyarakat telah mengenyam pendidikan dasar sampai menengah. Bermata pencaharian terutama dari pertanian lahan sawah. Pemukiman penduduk dapat dikatakan agak rapat, tetapi masih cukup ruang antar rumah satu dengan yang lainnya. Sangat kuat dalam agama, dicirikan dengan keberadaan pondok pesantren di desa banjaragung
2.113
Kondisi masyarakat di data kabupaten merupakan desa miskin yang tertinggal. sebagian besar masyarakat hanya mengenyam pendidikan dasar, tetapi ada beberapa yang mengenyam pendidikan hingga tingkat tinggi, sebagian besar bekerja di sektor pertanian, sebagian lainnya sebagai pedagang, buruh, pengrajin, penjahit, industri rumahan, serta pegawai
332
Sebagian besar masyarakat menggantungkan hidup dari pertanian lahan sawah, serta hutan rakyat, sebagian lain bermatapencaharian sebagai pedagang, pegawai swasta dan pegawai negeri. Pemukiman sudah mulai padat dengan jarak antar rumah sangat berdekatan.
Sambak
2.180
Dari 11 dusun yang ada sebagian masyarakat bermatapencaharian sebagai petani, dan sebagian yang lain bermata pencaharian sebagai pedagang, home industry, pegawai, buruh. Pemukiman sudah mulai agak rapat, tetapi masih memiliki jarak antar rumah satu dengan yang lain.
Total
20.517
Sukomakmur
Sutopati
Sukorejo
Krumpakan
Banjaragung
Sukomulyo
Mangunrejo
Sumber: BPS, Statistik Kabupaten Magelang, 2005 dan ESP, 2006
126
Lampiran 13. Daftar pertanyaan panduan wawancara PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA PASKA KAMPANYE 1. Menurut anda apakah kegiatan kampanye Bangga yang telah kita lakukan memiliki arti khusus? Mengapa? Apa yang paling menarik dalam kegiatan tersebut 2. Menurut anda seberapa luas pengaruh kampanye Pride dalam peningkatan kesadaran penjagaan lingkungan hidup? Kira-kira berapa persen masyarakat yang menyadari pentingnya mengelola lingkungan hidup terutama hutan desa? 3. Apakah buku panduan yang disebarluaskan berguna bagi anda? Dalam segi apa penerapan yang anda lakukan? Apakah berguna? 4. Ketika anda melakukan kegiatan konservasi, dalam pemikiran anda manfaat apa yang anda peroleh? 5. Bagaimana menurut pendapat anda tentang perkembangan dan perubahan yang terjadi di masyarakat? Apakah perubahan untuk konservasi tersebut perlu? Mengapa? 6. Dalam kegiatan konservasi yang anda jalankan, apakah mendapat dukungan atau bahkan bantuan dari orang lain atau anda berinisiatif sendiri? Jika ada dukungan dari luar, siapa yang mendukung? Dalam bentuk apa dukungannya? 7. Di daerah atau desa anda, wilayah mana yang menurut anda seharusnya dilakukan fokus konservasi? Mengapa? Bagaimana bentuk konservasi yang harus dilakukan? 8. Apakah perubahan yang terjadi di dalam diri anda juga mempengaruhi orang lain? Mengapa masih ada orang anggota masyarakat yang tidak ingin terlibat dalam kegiatan konservasi seperti anda? 9. Menurut anda kegiatan konservasi seharusnya dilakukan dalam bentuk yang seperti apa? Dan siapa yang seharusnya bertanggungjawab?